karakterisasi dan uji aktivitas bakteri … · gangguan terhadap siklus n ... mikroba terutama...

15
22 TINJAUAN PUSTAKA Gas Rumah Kaca Energi radiasi matahari dipancarkan ke bumi terutama dalam bentuk radiasi dengan panjang gelombang pendek misalnya ultraviolet. Kurang lebih sepertiga energi dipantulkan oleh bagian atas atmosfer sedangkan sekitar dua pertiganya diserap permukaan bumi. Bumi memantulkan energi radiasi yang diterimanya sebagian besar dalam bentuk radiasi infra merah. Radiasi termal yang dipancarkan oleh bumi diserap oleh atmosfer dan dipancarkan kembali ke bumi, sehingga menimbulkan efek rumah kaca. Secara alami tanpa efek rumah kaca suhu bumi akan berada di bawah 0 °C (Le Treut dan Somerville 2007). Aktivitas manusia menghasilkan emisi empat macam gas-gas rumah kaca utama yaitu CO 2 , CH 4 , N 2 O dan halokarbon yang mengandung fluorin, klorin dan bromin. Gas-gas tersebut terakumulasi di atmosfer sehingga konsentrasinya meningkat sejalan dengan waktu. Peningkatan konsentrasi CO 2 disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil, alat pengatur suhu ruang dan penebangan hutan. Peningkatan CH 4 antara lain sebagai hasil kegiatan pertanian dan penimbunan bahan organik, sedangkan emisi N 2 O meningkat oleh penggunaan pupuk N dan pembakaran bahan bakar fosil. Halokarbon misalnya klorofluorokarbon (chlorofluorocarbon=CFC) yang digunakan sebagai bahan pendingin selain merupakan gas rumah kaca juga dapat merusak ozon (Forster dan Ramaswamy 2007). Gas-gas rumah kaca memiliki kekuatan radiatif (radiative forcing=RF). Kekuatan radiatif bernilai positif menyebabkan pemanasan bumi (Forster dan Ramaswamy 2007). Peningkatan kekuatan radiatif atmosfer bumi menyebabkan perubahan iklim secara cepat sehingga dapat mengganggu aktivitas manusia dan ekosistem alami (Schlesinger 2003). N 2 O di Atmosfer Pada satu abad terakhir ini, aktivitas manusia secara dramatis meningkatkan emisi dan pelepasan N reaktif ke atmosfer bumi, yaitu sebanyak tiga sampai lima kali. Gangguan terhadap siklus N mempengaruhi sistem iklim di

Upload: vucong

Post on 07-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

22

TINJAUAN PUSTAKA

Gas Rumah Kaca

Energi radiasi matahari dipancarkan ke bumi terutama dalam bentuk

radiasi dengan panjang gelombang pendek misalnya ultraviolet. Kurang lebih

sepertiga energi dipantulkan oleh bagian atas atmosfer sedangkan sekitar dua

pertiganya diserap permukaan bumi. Bumi memantulkan energi radiasi yang

diterimanya sebagian besar dalam bentuk radiasi infra merah. Radiasi termal yang

dipancarkan oleh bumi diserap oleh atmosfer dan dipancarkan kembali ke bumi,

sehingga menimbulkan efek rumah kaca. Secara alami tanpa efek rumah kaca

suhu bumi akan berada di bawah 0 °C (Le Treut dan Somerville 2007).

Aktivitas manusia menghasilkan emisi empat macam gas-gas rumah kaca

utama yaitu CO2, CH4, N2O dan halokarbon yang mengandung fluorin, klorin dan

bromin. Gas-gas tersebut terakumulasi di atmosfer sehingga konsentrasinya

meningkat sejalan dengan waktu. Peningkatan konsentrasi CO2 disebabkan oleh

penggunaan bahan bakar fosil, alat pengatur suhu ruang dan penebangan hutan.

Peningkatan CH4 antara lain sebagai hasil kegiatan pertanian dan penimbunan

bahan organik, sedangkan emisi N2O meningkat oleh penggunaan pupuk N dan

pembakaran bahan bakar fosil. Halokarbon misalnya klorofluorokarbon

(chlorofluorocarbon=CFC) yang digunakan sebagai bahan pendingin selain

merupakan gas rumah kaca juga dapat merusak ozon (Forster dan Ramaswamy

2007).

Gas-gas rumah kaca memiliki kekuatan radiatif (radiative forcing=RF).

Kekuatan radiatif bernilai positif menyebabkan pemanasan bumi (Forster dan

Ramaswamy 2007). Peningkatan kekuatan radiatif atmosfer bumi menyebabkan

perubahan iklim secara cepat sehingga dapat mengganggu aktivitas manusia dan

ekosistem alami (Schlesinger 2003).

N2O di Atmosfer

Pada satu abad terakhir ini, aktivitas manusia secara dramatis

meningkatkan emisi dan pelepasan N reaktif ke atmosfer bumi, yaitu sebanyak

tiga sampai lima kali. Gangguan terhadap siklus N mempengaruhi sistem iklim di

23

atmosfer oleh adanya tiga gas N utama yaitu N2O, amonia (NH3) dan NOx (nitrik

oksida (NO) + nitrogen dioksida (NO2)). Aktivitas manusia meningkatkan

pasokan N ke pantai dan laut lepas, menurunkan ketersedian O2 dan emisi N2O.

Meskipun demikian pertanian merupakan sumber N2O antropogenik terbesar

(Denman dan Brasseur 2007).

Dinitrogen oksida memiliki nilai RF positif di urutan keempat terbesar di

antara gas-gas rumah kaca yang memiliki masa tinggal lama (longlife greenhouse

gases=LLGHGs) setelah CO2, CH4 dan CFC-12. Nilai RF N2O sebesar +0,16

Watt m-2 sedangkan nilai total RF dari LLGHGs sebesar +2,63 Watt m-2 (Forster

dan Ramaswamy 2007). Selain merupakan gas rumah kaca, N2O memiliki efek

merusak lapisan ozon (O3) di stratosfer. Sebagian besar (90%) O3 berada di

stratosfer (ketinggian 10-50 km) sedangkan sisanya (10%) di troposfer (0-10 km).

O3 menyerap kuat radiasi ultraviolet terutama pada panjang gelombang antara

200-290 nm. Panas yang diserap oleh O3 menyebabkan suhu maksimum di

ketinggian 50 km (Fraser 1997). Kerusakan O3 di stratosfer disebabkan oleh emisi

uap air dan N oksida dari pesawat jet supersonik, reaksi-reaksi kimia yang terjadi

di stratosfer, difusi klorofluorometan yang digunakan untuk alat pendingin dan

difusi N2O dari troposfer (Knowles 1982).

Jalur-jalur Pembentukan N2O

Lebih kurang sebesar 90% gas N2O secara global dihasilkan dari proses

biotik (Paul dan Clark 1996). Mikroba terutama bakteri berperan penting dalam

menghasilkan N2O, salah satunya melalui proses denitrifikasi. Menurut Zumft

(1997) transformasi N lengkap pada jalur denitrifikasi adalah NO3- → NO2

- →

NO → N2O → N2. Denitrifikasi tidak lengkap merupakan proses reduksi NO3-

yang berakhir pada N2O. Pada umumnya hal tersebut terjadi jika tidak ada enzim

N2O reduktase. Snyder et al. (1987) melaporkan bahwa bakteri yang kehilangan

aktivitas enzim N2O reduktase tidak dapat mereduksi N2O sehingga N2O

merupakan hasil akhir denitrifikasi.

Gas N2O juga dihasilkan sebagai hasil antara proses nitrifikasi. Nitrifikasi

terdiri dari dua tahap proses yang melibatkan dua kelompok mikroba. Kelompok

pertama mengoksidasi NH4+ menjadi NO2

- sedangkan kelompok kedua

24

mengoksidasi NO2- menjadi NO3

- (Paul dan Clark 1996). Penelitian terhadap

bakteri nitrifikasi Nitrosomonas sp. memberikan hasil bahwa jika nitrifikasi

terjadi pada konsentrasi O2 lebih rendah dari yang dibutuhkan, produksi NO2-

sedikit dan akan banyak dihasilkan N2O. Gejala yang sama ditunjukkan oleh

bakteri Nitrosolobus, Nitrospira dan Nitrosococcus. Dalam proses oksidasi NH4+

menjadi NO2-, hidroksilamin (NH2OH) merupakan hasil antara. Pada

Nitrosomonas, radikal nitroksil (HNO) dihasilkan sebagai hasil antara oksidasi

NH2OH menjadi NO2-. Diduga, HNO akan terdekomposisi secara spontan

menjadi N2O (Goreau et al. 1980; Roswall 1981).

Jalur lain yang dapat menghasilkan N2O adalah reduksi NO3- disimilatif

menghasilkan NH4+ (dissimilatory nitrate reduction to ammonium=DNRA).

Dalam proses DNRA, NO3- direduksi menjadi NO2

- dan selanjutnya NO2-

direduksi menjadi NH4+ dengan N2O sebagai hasil samping (Kelso 1997)

(Gambar 1). Terdapat dua jalur DNRA. Jalur pertama adalah reduksi NO3-

disimilatif yang berpasangan dengan aliran elektron dari bahan organik untuk

mereduksi NO3- melalui reaksi fermentasi dan proses ini pada umumnya terjadi di

lingkungan dengan NO3- terbatas dan kaya akan C labil (karbon yang bersifat

mudah dirombak). Jalur DNRA yang kedua adalah khemolitoautotrofik, reduksi

NO3- berpasangan dengan oksidasi sulfur (S) dalam bentuk tereduksi (Stark dan

Richards 2008). Proses DNRA dapat menjadi sumber emisi N2O di lingkungan

yang berada dalam keadaan tergenang pada waktu yang lama (Włodarczyk et al.

2004). Childs et al. (2002) menyatakan, bakteri DNRA dapat bersaing dengan

bakteri denitrifikasi di lingkungan dengan NO3- terbatas karena bakteri DNRA

memindahkan elektron lebih banyak ke NO3- yaitu sebanyak delapan elektron per

mol NO3-, dibandingkan bakteri denitrifikasi yang memindahkan lima elektron per

mol NO3-.

25

Gambar 1 Transformasi N yang menghasilkan N2O yaitu jalur (1) denitrifikasi, (2) reduksi NO3

- disimilatif menghasilkan NH4+ (DNRA) dan

(3) nitrifikasi (dimodifikasi dari Kelso 1997). Denitrifikasi pada Bakteri

Nitrogen merupakan salah satu unsur utama penyusun sel. Di alam, N

berada dalam bentuk-bentuk yang memiliki bilangan oksidasi berbeda.

Denitrifikasi merupakan bagian dari siklus transformasi N di alam (Gambar 2).

Nitrogen masuk ke lingkungan kehidupan (biosfer) melalui fiksasi N2 dan keluar

dari biosfer melalui proses denitrifikasi (Zumft 1997).

Pada proses denitrifikasi, bakteri menggunakan N oksida sebagai penerima

elektron terakhir untuk bioenergetik seluler dalam keadaan anaerob, mikroaerofil

atau bahkan dalam kondisi aerob. Denitrifikasi merupakan proses transformasi

secara disimilatif, berhubungan dengan konservasi energi. Pemindahan elektron

secara enzimatik berpasangan dengan sintesis adenosine triphosphate (ATP)

melalui translokasi proton dan pembentukan potensial membran. Terjadinya

denitrifikasi dalam sel dipicu oleh kondisi lingkungan dengan tekanan O2 rendah

dan tersedianya N oksida (Zumft 1997).

Meskipun denitrifikasi pada umumnya berlangsung dalam kondisi anaerob

dan aktivitas enzim-enzim denitrifikasi dihambat oleh O2, beberapa bakteri dapat

melakukan proses denitrifikasi dalam kondisi aerob. Pseudomonas stutzeri SU2

1

NO3-

NO2-

N2O

N2

NH2OH

1 2

1

2

2

3

3

3 NO

NH4+

26

mereduksi NO3- menghasilkan N2 tanpa akumulasi NO2

- selama 92 jam pada

kondisi konsentrasi O2 di lingkungan 92% dan NO3- yang tereduksi sebanyak

99.24% (Su et al. 2001a). Pada kondisi yang sama Pseudomonas stutzeri NS-2

dan Pseudomonas stutzeri SM-3 mereduksi NO3- menghasilkan N2 hampir tanpa

akumulasi NO2- selama 20 jam (Su et al. 2001b). Thiosphaera pantotropha LMD

82.5 dapat melakukan seluruh proses denitrifikasi dalam kondisi aerob (Van Niel

1992). Pada Thauera mechernichensis DSM12266 reduksi NO3- terjadi dalam

keadaan aerob tetapi N2O terbentuk dalam kondisi anaerob (Scholten et al. 1999).

Gambar 2 Transformasi nitrogen oleh mikroba (Francis et al. 2007). DNRA: dissimilatory nitrate reduction to ammonium (reduksi NO3

- disimilatif menghasilkan NH4

+), Annamox: anaerobic ammonium oxidation (oksidasi amonium anaerob).

Enzim-enzim dan Gen-gen yang Berperan dalam Proses Denitrifikasi

Selama proses denitrifikasi yang melibatkan empat tahap reduksi secara

berurutan, beberapa metaloenzim mengkatalisis reduksi NO3- berturut-turut

menjadi NO2-, NO, N2O dan N2. Metaloenzim tersebut adalah NO3

- reduktase

(Nar dan Nap), NO2- reduktase (Nir), NO reduktase (Nor) dan N2O reduktase

Rem

ineralisasi

Denitrifikasi

N2 N2 Nitrifikasi Fiksasi N2 Oksidasi amonium Oksidasi nitrit N organik NH4

+ NH2OH NO2- NO3

- OKSIK SUBOKSIK NO2

- NO3-

NO2

-

DNRA NO N2O Annamox NH4

+ N2

Denitrifikasi

27

(Nos) (Lalucat et al. 2006). Enzim-enzim tersebut terdapat di membran sitoplasma

atau periplasma (Gambar 3).

Denitrifikasi diawali oleh proses reduksi NO3-. Ada dua tipe enzim yang

mengkatalisis proses ini, yaitu NO3- reduktase respiratif terikat membran (Nar)

dan NO3- reduktase periplasmik (Nap). Nar terekspresi hanya pada kondisi

pertumbuhan anaerob dan dapat mereduksi klorat. Sedangkan Nap disintesis dan

aktif dalam kondisi ada oksigen dan tidak dapat mereduksi klorat (Zumft 1997).

Gambar 3 Organisasi dan tempat terjadinya rantai pemindahan elektron pada P. stutzeri. Komponen rantai respirasi aerob konstitutif terdiri dari NADH dehidrogenase (DH), siklus quinon (Q, QH2), kompleks sitokrom bc1 (sit bc1), dan kompleks oksidase terakhir sitokrom cb (sit cb). Sistem denitrifikasi terdiri dari NO3

- reduktase (Nap dan Nar), NO2

- reduktase (Nir), NO reduktase (Nor) dan N2O reduktase (Nos). Singkatan: FeS, pusat besi-belerang; b, heme b; c, heme c; d, heme d; sit c, sitokrom tipe c menerima elektron dari kompleks bc1; sit551, sitokrom c551 (Zumft 1997).

Nar menghasilkan kekuatan mendorong proton (proton motif force=PMF)

yang memungkinkan terjadinya sintesis ATP (Moreno-Vivián 1999). Enzim ini

pada Pseudomonas stutzeri terdiri dari tiga subunit yaitu α, β dan γ. Subunit α

(NarG) merupakan pusat katalitik, terdiri dari molibdenum dan dua kofaktor

pterin (molybdopterin guanine dinucleotide=MGD). Kompleks besi belerang

Nos

NO2-

NADH+H+ NAD+

NO3- NO2

- Sitoplasma

Periplasma

QH2

Q

H+

Sit cb

Q

QH2

DH

H+

NO2- NO3

-

d1 d1 Nir

c C551

NO2- NO

Nap MGD

c

Sitc

NO2- NO3

-

NO N2O

c

Sitc

b

Nor

MGD

b

FeS

Nar

H+

Sitc

Sit bc1

FeS

CuZ

CuA

Sitc

N2O N2

CuZ

CuA Nos

28

dalam subunit β (NarH) berperan dalam pemindahan elektron dari kelompokan

quinol di membran sel. Subunit γ (NarI) terletak di membran dan merupakan

protein sitokrom b yang mengandung dua gugus heme tipe b (Lalucat et al. 2006).

Pada Pseudomonas aeruginosa narG, narH dan narI merupakan bagian dari

operon narK1K2GHJI (Schreiber et al. 2007). Pada Pseudomonas stutzeri terdapat

tambahan gen narC yang bersama-sama dengan narK menyandi protein yang

diduga merupakan pembawa (Lalucat et al. 2006). Selain itu terdapat gen-gen

pengendali untuk Nar yaitu anr, dnr dan narXL (Härtig et al. 1999; Schreiber et

al. 2007). Aktivitas Nar dihambat oleh azida, klorat, sianida dan tiosianat

(Moreno-Vivián 1999).

Nap hanya dimiliki oleh bakteri Gram negatif (Philippot 2005). Peran

fisiologis Nap adalah membuang kekuatan pereduksi yang berlebihan dan

menghasilkan NO2- untuk denitrifikasi aerob (Zumft 1997). Nap tersusun dari

subunit katalitik NapA yang mengandung kofaktor molibdopterin dan [4Fe-4S]

serta subunit NapB yang mengandung dua heme tipe c. Kompleks NapAB terletak

di periplasmik, menerima elektron dari NapC yang terikat membran. NapC

mengandung empat heme tipe c dan diduga berperan dalam pemindahan elektron

antara quinol dan Nap (Bedmar et al. 2005; Philippot 2005; Lalucat et al. 2006).

Gen-gen penyandi Nap pada beberapa bakteri tergabung dalam operon

napEDABC. Produk napD adalah protein yang dapat larut dan diasumsikan

berperan dalam pematangan NapB. Sedangkan napE menyandi protein

transmembran yang belum diketahui fungsinya (Bedmar et al. 2004). Aktivitas

Nar maupun Nap dikendalikan oleh NO3- melalui protein sensor narX dan narQ

(Stewart 2003).

Reduksi NO2- menjadi NO merupakan tahap yang menentukan untuk

terjadinya jalur denitrifikasi. NO yang dihasilkan dapat digunakan sebagai

substrat hanya oleh NO reduktase dan harus segera dikeluarkan dari sel karena

NO bersifat toksik bahkan pada konsentrasi yang sangat rendah (Baker et al.

1998). Enzim NO2- reduktase (Nir) terletak di periplasma. Aktivitas reduksi NO2

-

pada bakteri denitrifikasi terjadi oleh dua metaloenzim. Kedua enzim tersebut

berbeda dalam hal struktur dan senyawa-senyawa logam prostetik yang

dimilikinya. Enzim-enzim tersebut yang pertama adalah sitokrom cd1 yang

29

mengandung heme c dan d1 sebagai kofaktor esensial, disandi oleh nirS. Yang

kedua merupakan NO2- reduktase yang mengandung tembaga (Cu) pada sisi

aktifnya, disandi oleh nirK. Dua jenis enzim tersebut tidak pernah ditemukan

dalam sel yang sama (Lalucat et al. 2006). nirS merupakan bagian dari kelompok

gen-gen (operon) nirSTBMCFDLGH penyandi NO2- oksida reduktase sedangkan

nirK merupakan gen tunggal (Bedmar et al. 2005). nirT menyandi sitokrom

tetraheme, nirB menyandi sitokrom diheme dan nirM menyandi pemberi elektron

(sitokrom c551) untuk nirS. Sedangkan nirMCFDLGH merupakan motif yang

dikenali untuk regulator FNR di daerah promotor (Lalucat et al. 2006).

Reduksi NO menjadi N2O dikatalisis oleh dua tipe NO reduktase (Nor),

enzim yang terikat ke membran sitoplasma. Tipe pertama memiliki rantai lebih

pendek, menerima elektron dari sitokrom c, disebut cNor. Sedangkan tipe kedua

yang memiliki rantai lebih panjang menerima elektron dari quinol, disebut qNor

(Bedmar et al. 2005; Lalucat et al. 2006). Gen-gen norC dan norB masing-masing

menyandi subunit II yang mengandung sitokrom c dan subunit I yang

mengandung sitokrom b dari cNor. Bradyrhizobium japonicum memiliki gen-gen

penyandi Nor yang tergabung dalam norCBQDE. norQ menyandi protein

pengikat ATP atau guanosine triphosphate (GTP) sedangkan produk norD belum

diketahui fungsinya. norE menghasilkan protein yang memiliki kemiripan 60%

dengan sitokrom c oksidase tipe aa3 (Bedmar et al. 2005). Gen-gen norCB dari

Paracoccus dilengkapi oleh norQDEF untuk pematangan NO reduktase (Baker et

al. 1998). Pada denitrifikasi yang bersifat aerob atau mikroaerofil, ekspresi Nor

dihambat konsentrasi oksigen tinggi (Zumft 1997).

Enzim yang berperan pada tahap terakhir denitrifikasi adalah N2O

reduktase (Nos). Nos dari P. stutzeri lebih intensif dipelajari dari pada Nos

bakteri lain. Enzim ini merupakan enzim dimer yang terletak di periplasma dan

ada dalam beberapa bentuk. Bentuk I dapat diisolasi dalam keadaan anaerob,

berwarna ungu. Bentuk II berwarna merah muda, didapatkan jika Nos diisolasi

dalam kondisi aerob. Bentuk II memiliki aktivitas rendah, juga kandungan Cu

rendah, diduga karena oksigen mempengaruhi pusat katalitik. Bentuk I berubah

menjadi bentuk III yang berwarna biru jika ditionit ditambahkan. Bentuk IV dapat

dibuat dari apoenzim dengan inkubasi menggunakan Cu(II). Bentuk ini tidak aktif

30

secara katalitik. Bentuk V didapatkan dari Pseudomonas stutzeri mutan MK402

yang tidak dapat membentuk pusat katalitik. Setiap subunit enzim, yang disandi

oleh nosZ, mengandung dua pusat Cu. Ion logam yang terkandung paling sedikit

enam ion Cu setiap subunit. Kedua pusat tersebut adalah CuA yang merupakan sisi

masuknya elektron, dan CuZ yaitu sisi untuk mengikat substrat (Lalucat et al.

2006). Demaneche et al. (2009) menemukan ada dua tipe kelompok gen-gen

penyandi N2O reduktase yaitu nosRZDFYLX dan nosRZDFYL. nosZ merupakan

gen struktural untuk enzim N2O reduktase yang mengandung Cu. nosR menyandi

komponen regulator yang penting untuk transkripsi nosZ. nosDFY merupakan gen

untuk pematangan, produknya antara lain terlibat dalam perolehan dan proses

penggabungan Cu membentuk N2O reduktase yang aktif secara katalitik. Selain

itu terdapat nosL penyandi NosL yang merupakan kaperon Cu (Lalucat et al.

2006). Sedangkan nosX menyandi komponen periplasmik (Demaneche et al.

2009). Aktivitas N2O reduktase dihambat oleh asetilen, karbon monoksida (CO),

azida dan sianida (Kristjansson dan Hollocher 1980).

Beberapa faktor dapat mempengaruhi ekspresi gen-gen denitrifikasi.

Ekspresi gen-gen penyandi NO3- reduktase, NO2

- reduktase (sitokrom cd1) dan

N2O reduktase dipengaruhi oleh perbedaan tingkat O2 dan ketersediaan N oksida

(Körner dan Zumft 1989). Ekspresi gen-gen norB dan nirS dari Pseudomonas

mandelii tidak sensitif terhadap perubahan pH pada kisaran 6-8 tetapi menurun

pada pH 5. Gen-gen tersebut tertunda induksi dan ekspresi maksimumnya pada

suhu di bawah 30 °C (Saleh-Lakha 2009). Aktivitas enzim-enzim denitrifikasi di

tanah kering menurun sekitar 16-29% setelah 7 hari inkubasi. Aktivitas enzim-

enzim akan kembali ke kondisi semula jika tanah dilembabkan kembali (Smith

dan Parsons 1985).

Reduksi N2O

Konversi N2O menjadi N2 merupakan tahap akhir dari jalur denitrifikasi.

Beberapa bakteri denitrifikasi dapat tumbuh menggunakan N2O sebagai satu-

satunya penerima elektron terakhir. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

tidak semua bakteri denitrifikasi dapat tumbuh baik menggunakan N2O eksogen.

Hasil penelitian Bazylinski et al. (1987) menunjukkan bahwa Pseudomonas

31

aeruginosa galur P2 tumbuh baik menggunakan N2O eksogen sedangkan galur

PAO1 dan P1 hanya menunjukkan sedikit pertumbuhan menggunakan N2O

eksogen.

Bakteri-bakteri yang telah diketahui dapat tumbuh menggunakan dan

mereduksi N2O eksogen adalah Pseudomonas stutzeri JM300 dan Paracoccus

denitrificans ATCC 19367 (Carlson dan Ingraham 1983). Galur yang berbeda-

beda dari Pseudomonas aeruginosa memiliki tanggapan berbeda terhadap N2O

eksogen. Galur P2 tumbuh baik menggunakan N2O eksogen jika NO3- atau NO2

-

(2-10 mM) ditambahkan di medium. Untuk galur PAO1 dan P1, N2O eksogen

hanya sedikit berpengaruh terhadap hasil sel dan pertumbuhan, dengan

penambahan NO3- di medium. N2O eksogen tidak secara langsung menghambat

pertumbuhan tetapi juga tidak secara signifikan digunakan untuk pertumbuhan.

Nampaknya NO3-, NO2

- atau produk metabolismenya dapat menstimulasi galur P2

(tetapi tidak pada PAO1 dan P1) untuk tumbuh pada N2O eksogen. Ketiga galur

tersebut menggunakan N2O endogen secara efisien untuk pertumbuhannya

(Bazylinski et al. 1986).

Dalam biakan denitrifikasi Pseudomonas sp.220 terjadi akumulasi N2O

jika O2 ditambahkan dengan tekanan 0.05 atm, karena reduksi N2O dihambat oleh

O2 sebelum terjadinya penghambatan O2 terhadap reduksi NO2- (Watahiki et al.

1983). Meskipun pada umumnya enzim N2O reduktase memiliki korelasi negatif

paling kuat terhadap tingkat konsentrasi O2 di lingkungannya dibandingkan

dengan enzim-enzim denitrifikasi lainnya seperti pada penelitian Morley et al.

(2008), tetapi N2O reduktase dari Thiosphaera pantotropha (Paracoccus

denitrificans GB17) tetap aktif mereduksi N2O meskipun dalam biakan terdapat

O2. Kedua gas yaitu N2O dan O2 direduksi secara bersamaan (Bell dan Ferguson

1991).

Dalam tanah, N2O dapat mengalami reduksi sebelum teremisikan. Reduksi

N2O menjadi N2 oleh aktivitas N2O reduktase merupakan proses yang dominan

dibandingkan dengan reduksi N2O menjadi NH3 oleh aktivitas nitrogenase.

Potensi reduksi N2O oleh tanah tergantung kepada konsentrasi N2O dan O2,

ukuran agregat tanah serta suhu. Agregat yang besar lebih banyak mengkonsumsi

N2O karena agregat besar membentuk kondisi anaerob di dalamnya. N2O dapat

32

menjadi penerima elektron dalam kondisi suboksik, bahkan jika respirasi aerob

masih aktif. Respirasi N2O dan respirasi O2 terjadi dalam mikrohabitat yang

terpisah. Kecepatan respirasi lebih tinggi pada suhu 20 °C dibandingkan pada 5

°C (Vieten 2008). Aktivitas N2O reduktase mereduksi N2O juga terjadi di sedimen

laut, danau air tawar dan danau salin-alkalin (Miller et al. 1986).

Keanekaragaman dan Penyebaran Bakteri Denitrifikasi

Bakteri yang memiliki kemampuan melakukan proses denitrifikasi

memiliki sifat fisiologis beraneka ragam. Sebagian besar bakteri denitrifikasi

merupakan organisme heterotrof aerob (Zumft 1997). Bakteri Alcaligenes sp.

yang diisolasi dari tanah merupakan bakteri denitrifikasi heterotrof yang sekaligus

memiliki kemampuan nitrifikasi (Castignetti dan Hollocher 1982).

Di antara bakteri denitrifikasi terdapat bakteri penambat N2.

Bradyrhizobium japonicum merupakan bakteri penambat N2 yang memiliki

enzim-enzim untuk reduksi NO3-, NO2

-, NO dan N2O. NO3- reduktase berupa

NO3- reduktase periplasmik (Bedmar et al. 2005). Bradyrhizobium japonicum

yang bersimbiosis dengan tanaman kedelai dan membentuk bintil akar dapat

mereduksi N2O di sekitar akar kedelai (Sameshima-Saito et al. 2006).

Azospirillum brasilense yang diisolasi dari rizoplen tanaman sorgum memiliki

kemampuan menambat N2, denitrifikasi maupun nitrifikasi (Kundu et al. 1987).

Thioalkalivibrio denitrificans ALJD adalah bakteri denitrifikasi yang

bersifat alkalifil, autotrof obligat, pengoksidasi belerang dan dapat tumbuh secara

anaerob dengan proses denitrifikasi. Bakteri ini dapat menggunakan NO2- dan

N2O, tetapi tidak dapat menggunakan NO3- sebagai penerima elektron selama

pertumbuhan anaerob pada senyawa belerang tereduksi. NO3- hanya digunakan

sebagai sumber N. Dalam biakan sekali unduh (batch) pada pH 10, pertumbuhan

berlangsung cepat dengan menggunakan N2O sebagai penerima elektron dan

tiosulfat sebagai pemberi elektron. Pertumbuhan menggunakan NO2- hanya dapat

berlangsung setelah memperpanjang waktu adaptasi biakan terhadap peningkatan

konsentrasi NO2- (Sorokin et al. 2001).

Bakteri denitrifikasi fototrofik Rhodopseudomonas sphaeroides sp.

denitrificans (Rhodobacter sphaeroides IL106) dapat tumbuh secara anaerobik,

33

dengan atau tanpa cahaya, menggunakan NO3-. Bakteri yang ditumbuhkan pada

kondisi denitrifikasi, memiliki kandungan bakterioklorofil dan karotenoid

setengah dari kandungan senyawa-senyawa tersebut dalam sel yang ditumbuhkan

tanpa NO3-. Sintesis polipeptida yang merupakan bagian dari kompleks penerima

cahaya mengalami tekanan oleh NO3-, sedangkan aktivitas enzim-enzim

denitrifikasi mengalami peningkatan. Jumlah ATP yang dihasilkan selama

denitrifikasi mencukupi kebutuhan sel sehingga ATP yang dihasilkan melalui

fotosintesis menjadi kurang efektif (Michalski dan Nicholas 1984).

Bakteri denitrifikasi memiliki penyebaran pertumbuhan di banyak

lingkungan. Komposisi komunitas bakteri dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya

jenis pupuk yang ditambahkan ke tanah (Enwall et al. 2005). Di daerah pantai,

komposisi komunitas denitrifikasi dipengaruhi oleh lokasi geografis dan kondisi

biokimia sedimen terutama konsentrasi NO3- dan O2 (Liu et al. 2003a).

Komposisi komunitas bersama dengan faktor lingkungan berpengaruh terhadap

aktivitas denitrifikasi (Rich et al. 2003).

Lim et al. (2005) mengisolasi bakteri denitrifikasi dari tempat pengolahan

limbah dan banyak mendapatkan bakteri dari anggota filum Proteobacteria

terutama dari kelas Gammaproteobacteria (Aeromonas, Klebsiella, Enterobacter)

dan Betaproteobacteria (Acidoverax, Burkholderia dan Commamonas). Selain itu

juga banyak didapatkan bakteri anggota Firmicute (Bacillus). Dari tanah sawah

yang memiliki aktivitas denitrifikasi kuat banyak ditemukan bakteri anggota ordo

Burkholderiales dan Rhodocyclales (Ishii et al. 2009). Manucharova et al. (2000)

mengamati adanya suksesi bakteri denitrifikasi di tanah yang terjadi antara

Myxobacteria dengan Bacillus (B. cereus, B. circulans dan B. polymyxa).

Sekuen nirS yang didapatkan dari sedimen pantai memiliki kemiripan

tertinggi dengan nirS dari Alcaligenes faecalis (kemiripan 80-94%) dan P. stutzeri

(80-99%), sedangkan nirK memiliki kemiripan tertinggi dengan nirK dari

Bradyrhizobium japonicum, Blastobacter denitrificans dan Alcaligenes

xylosoxidans (Liu et al. 2003a). Dari tanah sawah, sebagian besar nirK memiliki

kemiripan tertinggi dengan nirK dari Rhizobiales (Saito et al. 2008). Mayoritas

sekuen dari potongan gen nosZ yang diamati dari tanah padang rumput dan hutan

34

memiliki kemiripan tertinggi dengan nosZ dari Rhizobiaceae yang merupakan

anggota Alphaproteobacteria (Rich et al. 2003).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emisi N2O dari Tanah

Emisi N2O dari tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang

dapat saling berinteraksi mempengaruhi emisi N2O. Oksigen merupakan faktor

yang berkaitan erat dengan produksi N2O. Oksigen menghambat proses

denitrifikasi pada tingkat yang berbeda di antara enzim-enzim denitrifikasi.

Reduksi N2O menjadi N2 lebih mudah terhambat oleh O2 dibandingkan reduksi

NO3- menjadi N2O sehingga rasio N2O/N2 turun dengan adanya penurunan

konsentrasi O2. Adanya O2 menurunkan aktivitas dan memperlambat dimulainya

sintesis N2O reduktase relatif terhadap NO3- reduktase sehingga meningkatkan

rasio N2O/N2 (Włodarczyk et al. 2004).

Emisi N2O dipacu oleh aplikasi pupuk N dan peningkatan emisi sejalan

dengan bertambahnya dosis pupuk (Zhao et al. 2009). Aplikasi pupuk N

meningkatkan produksi N2O melalui proses denitrifikasi maupun nitrifikasi

(Estavillo et al. 2002). Berdasarkan penelitian Skiba et al. (1993) perbedaan jenis

pupuk yaitu (NH4)2SO4 dan KNO3 tidak secara signifikan mempengaruhi

besarnya emisi N2O. Menurut Estavillo et al. (2000) enzim N2O reduktase dapat

mengalami penghambatan atau sedikit diproduksi jika pupuk diaplikasikan

sehingga menyebabkan peningkatan produksi N2O.

Terdapat korelasi erat antara emisi N2O dengan kandungan bahan organik

tanah (Włodarczyk et al. 2004). Berdasarkan hasil penelitiannya, Akiyama dan

Tsuruta (2003) menyatakan bahwa aplikasi pupuk kotoran hewan meningkatkan

emisi N2O lebih besar dibandingkan urea. Emisi N2O dari tanah yang dipupuk

dengan kotoran ayam adalah sebesar 184 mg N m-2 sedangkan dari tanah yang

dipupuk dengan urea sebesar 44.8 mg N m-2. Sedangkan penelitian Steven dan

Laughlin (2002) memberikan hasil bahwa penambahan kotoran sapi pada saat

yang sama dengan KNO3- meningkatkan emisi N2O yang berasal dari KNO3

-

sebesar 2.9%. Di tanah yang memiliki kandungan C yang tinggi, N2O dapat

dihasilkan melalui proses DNRA. Berdasarkan penelitian Silver et al. (2001)

35

dapat diketahui bahwa di tanah hutan tropis kecepatan proses DNRA lebih besar

dari pada denitrifikasi.

Emisi N2O di tanah meningkat dengan peningkatan water-filled pore

space (WFPS) yaitu pada WFPS 60, 80 dan 95% setelah penambahan pupuk N.

Peningkatan WFPS mengurangi terjadinya difusi O2 ke dalam agregat tanah

menyebabkan kondisi anareob tanah. Pada kondisi anaerob N2O akan terbentuk

melalui denitrifikasi (Dobbie dan Smith 2001). Air dalam tanah memberikan

kondisi yang baik untuk pertumbuhan dan aktivitas mikroba tanah. Selain itu air

merupakan medium pergerakan substrat yang digunakan oleh mikroba (Pathak

1999).

Emisi N2O di Sawah

Sawah merupakan salah satu sumber N2O karena sifat tanah, kandungan

air dan aktivitas mikrobanya yang bervariasi selama musim tanam (Hou et al.

2000). Sawah pada umumnya merupakan ekosistem yang tergenang pada saat

musim tanam dan berada dalam keadaan kering pada masa persiapan sebelum

musim tanam berikutnya (Forés dan Comin 1992). Pada keadaan tergenang,

sawah memiliki dua lapisan. Lapisan pertama yaitu lapisan permukaan yang

teroksidasi (aerob), pada umumnya berkedalaman beberapa milimeter sampai 1-2

cm. Kedalaman lapisan teroksidasi tergantung banyaknya bahan organik, karena

dengan banyaknya bahan organik aktivitas respirasi mikroba tinggi sehingga O2

banyak dikonsumsi. Selain itu, kedalaman lapisan aerob juga ditentukan oleh

struktur tanah yang mempengaruhi kecepatan difusi O2 ke lumpur sawah. Di

bawah lapisan aerob adalah lapisan tereduksi (anaerob). Daerah peralihan aerob-

anaerob juga terdapat di sekitar perakaran. Jika pupuk NH4+ diaplikasikan ke

lapisan permukaan, NH4+ akan mengalami nitrifikasi dan NO3

- atau NO2- yang

terbentuk kemudian berdifusi turun dan selanjutnya mengalami denitrifikasi di

lapisan anaerob, menghasilkan N2O atau N2 (Garcia dan Tiedje 1981).

Perlakuan penggenangan dan pengeringan secara bergantian memberikan

lingkungan yang sesuai untuk denitrifikasi. Mineral N yang tersedia cukup di

tanah sebelum penggenangan akan menjadi sumber produksi N2O selama siklus

basah-kering sebelum penggenangan tetap (Freney 1997). NO3- yang terbentuk

36

selama periode kering secara cepat lepas melalui denitrifikasi jika tanah digenangi

kembali, dan proses ini dipacu oleh dekomposisi bahan organik (Garcia dan

Tiedje 1981). Penggenangan terputus juga memacu terbentuknya N2O melalui

nitrifikasi, yaitu pada kondisi tanah sedang teroksidasi, terlebih jika ketersediaan

mineral N tinggi (Byrnes et al. 1993). Emisi N2O dari sawah yang tergenang

secara terputus di tengah musim tanam dapat mencapai 993 g N ha-1 musim-1,

lebih besar dibandingkan N2O yang diemisikan dari sawah yang digenangi secara

kontinyu yaitu 341 g N ha-1 musim-1 (Akiyama et al. 2005). Pada saat

pengeringan kemungkinan emisi N2O juga meningkat karena reduksi N2O

menjadi N2 terhambat. N2O yang terjebak di antara partikel tanah yang berada

dalam keadaan basah maupun N2O yang terlarut dalam air, sebelum mengalami

reduksi menjadi N2 dapat lepas ke udara pada saat pengeringan (Drury et al. 1992;

Majumdar 2003). Akar tanaman padi yang rapat dapat mengurangi lepasnya N2O

ke udara (Buresh et al. 1993).

Sistem penggenangan sangat menentukan nilai potensial redoks (Eh) tanah.

Potensial redoks dapat mencapai +300 mV sebelum lahan digenangi. Nilai Eh

akan menurun setelah lahan digenangi 5-10 cm dan dapat mencapai -200 mV

selama 30 hari. Bila tanah dikeringkan, nilai Eh akan naik lagi dan dapat terjadi

fluktuasi (Hou et al. 2000). Pembentukan N2O dapat terjadi pada Eh antara +200

mV sampai -100 mV (Mariekralova et al. 1991) namun emisi N2O paling tinggi

terjadi pada Eh +200 mV (Mariekralova et al. 1991; Hou et al. 2000).