kapita selekta - seminar rare earth metal

Upload: rhidiyan-waroko

Post on 13-Jul-2015

323 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KAPITA SELEKTAKorea-Indonesia Technology Cooperation MOU Signing Ceremony and Joint Workshop On Rare Earth

Rhidiyan Waroko 0806331935

Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia 2011

Korean-Indonesia Technology Cooperation MOU Signing Ceremony and Joint Workshop On Rare EarthRare earth metals merupakan logam yang kandungannya di bumi ini sangat sedikit dan sangat sulit untuk dilakukan pemurniannya. Rare earth metals ada di dalam kelas Lanthanida dalam tabel periodik. Logam ini terdiri dari 15 elemen. Selain elemen-elemen tersebut, elemen Scandium dan Yttrium bisa disebut juga golongan rare earth metals. Logam ini biasanya ditemukan pada hasil olahan logam-logma industri seperti pengolahan tembaga, timah, nikel dsb. Logam ini digunakan sebagai bahan baku komponen-komponen elektroknik ataupun peralatan dengan teknologi tinggi. Oleh sebab itu, pengolahan logam jarang tersebut akan menjadi industri strategis mengingat banyaknya peralatan berteknologi tinggi yang diproduksi. Seminar ini merupakan kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Korea dalam hal meningkatkan kemajuan teknologi pengolahan dan pengembangan logam rare earth di kedua pihak, khususnya di Indonesia. Indonesia diwakili oleh Departemen Perindutrian dan Universitas Indonesia sedangkan Korea diwakili oleh KITECH (Korean-Indonesia Industry and Technology Cooperation Center). Seminar ini diadakan di Departemen Perindustrian pada tanggal 26 Oktober 2011, bertempat diruang rajawali lantai 2. Agenda pada seminar ini adalah sebagai berikut: Agenda 09.00-09.10 Welcome Speech Pembicara

09.10-09.20 09.20-09.30

09.30-09.55

09.55-10.15

10.15-10.35

Ir. Panggah Susanto Director General of Basis Industry Manufacture Opening Speech Dr. Kyong-Hoan Na President of KITECH Keynote Speech Prof. Dr. der Soz. Gumilar R. Soemantri Rector of University of Indonesia MOU Signing Ceremony Diwakili Oleh Step 1: KITECH UI KITECH: Step 2: KITECH UI - MOI Dr. Kyong-Hoan Na Ministry of Industry: Ir. Panggah Susanto University of Indonesia Prof. Dr. der Soz. Gumilar R. Soemantri 1. Rare Metal Technology Ir. Achdiat Atmawinata Need in Indonesia Metal Special Assistant on Industry Strengthening of Industrial Structure 2. Strategies and Perspective Dr. Taek-Soo Kim for Securing Rare Metals in KITECH Korea

10.35-10.55 10.55-11.15

3. The Current R & D status and Trends on Rare Earth 4. R & D Activity on Rare Metal Processing From Primary Resources In Tekmira Research Center 5. Rare Metal in Indonesia

11.15-11.35

11.35-12.00

Discussion

12.00-12.05

Closing Speech

Dr. Min Ha Le KITECH Prof. Pramusanto Tekmira Research and Development for Mineral and Coal Technology, Ministry of Energy and Mineral Resources Dr. Sri Harjanto Senior Lecturer Minerals & Materials Processing Engineering, UI Moderator: Prof. Dr. Ir. Anne Zulfia S. M.Sc Ir. I Gusti Putu Suryawirawan Director of Industrial Metal Base Material

1.

Pembicara 1 - Ir. Achdiat Atmawinata Pada seminar ini, pembicara pertama adalah Ir. Achdiat Atmawinata. Beliau menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Bidang Penguatan Struktur Industri pada Departemen Perindustrian. Beliau memberikan seminar dengan judul Rare Metal Technology Need In Indonesia Metal Industri. Ada tiga poin penting yang disampaikan oleh Beliau yaitu mengenai pengembangan industri rare earth element di Indonesia, pengembangan industri material dalam konsep 6 koridor ekonomi dan potensi industri rare earth element di Asia Tenggara. Beliau mendefinisikan rare earth element adalah kumpulan 15 elemen yang mirip secara kimiawi dan diketahui sebagai Lanthanida. Menurut data yang didapat oleh Beliau, rare earth memiliki kandungan yang tidak sedikit di bumi. Sumber dari USGS menyatakan bahwa kandungan logam jarang atau rare earth tersebut lebih banyak dari emas (Au), perak (Ag) dan platina (Pt). Rare earth memiliki kegunaan yang khusus pada aplikasi berteknologi tinggi, seperti Dysprosium (Dy) yang memiliki fungsi pada aplikasi nuklir, Samarium (Sm) sebagai microwave filter, Thulium (Tm) sebagai electron beam tubes dan medical image visualization dan Yttrium (Y) sebagai kapasitor, bahan radar dan superkonduktor. Sumber rare earth element, Castor & Hedrick menyebutkan bahwa 30% penggunaan logam jarang tersebut sebaga keramik teknologi tinggi dan glass polishing, 28% sebagai katalis pada pemurnian minyak bumi dan 19% sebagai paduan dan aditif pada industri metalurgi. Menurut sumber dari IMCOA menyatakan di Amerika penggunaan logam jarang tersebut sebesar 60% untuk katalis, sedangkan pemakaian logam jarang tersebut di seluruh dunia sebesar 21% untuk bahan baku magnet.

Negara-negara produsen besar logam jarang adalah China, Amerika Serikat, Australia, Kanada. India, Brazil dan Malaysia. Sumber dari Russian Journal of Non-Ferrous Metals menyatakan China adalah negara produsen rare earth terbesar di dunia. Produksinya mencapai 97% produksi logam jarang dunia pada tahun 2006. Sumber U.S Geological Survey menyatakan bahwa 57.72% cadangan logam jarang dunia ada di China, 13.62% di Rusia dan 9.08% di Amerika pada tahun 2008. Berdasarkan data tersebut, secara jelas China merupakan produsen terbesar logam tanah jarang dengan produksi 97% kebutuhan dunia. Pada rentang tahun 2005-2010, China sebagai pemasok utama logam jarang menurunkan ekspornya, dari 66% untuk diekspor pada tahun 2005 hingga hanya menjadi 30% ekspor pada tahun 2010 (sumber: Parliamentery of Science & Technology U.K). Hal tersebut tentunya akan mengganggu industri hilir di bidang teknologi tinggi. Jepang sebagai negara pengimpor terbesar logam tanah jarang tentunya khawatir dengan pasokan logam tanah jarang yang terus berkurang sehingga harga logam tanah jarang melambung tinggi. Proyeksi supply-demand logam tanah jarang di dunia menigkat dari tahun 2000-2011. Peningkatan permintaan dunia tersebut tidak diikuti oleh meningkatnya pasokan dari China. Dalam hal tersebut, ada peluang bagi Indonesia untuk memenuhi pasokan logam tanah jarang dunia. Seperti yang telah diketahui, logam tanah jarang tersebut, biasanya merupakan logam ikutan hasil pengolahan logam-logam dasar seperti tembaga, nikel dan timah. Di Indonesia, pertambangan logam dasar cukup besar, sehingga dapat diprediksi terdapat banyak deposit logam tanah jarang yang masih belum dimanfaatkan di negeri ini. Potensi material yang dimiliki oleh Indonesia akan dikembangkan dalam konsep enam koridor ekonomi yaitu; 1. Koridor Sumatra Sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional. 2. Koridor Jawa Pendorong industri dan jasa nasional 3. Koridor Kalimantan Pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional. 4. Koridor Bali Nusa Tenggara Pintu gerbang pariwisata pendukung pangan nasional 5. Koridor Sulawesi Maluku Utara Pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan dan perikanan nasional.

6. Koridor Papua Maluku Pengolahan sumber daya alam yang melimpah dan SDM yang sejahtera. Dalam konsep enam koridor tersebut, pengolahan dan pengembangan logam tanah jarang akan dipusatkan di koridor kalimantan dan koridor papua maluku sebagai sentra pertambangan nasional. Menurut Beliau, di Asia Tenggara, saingan besar Indonesia sebagai produsen logam jarang adalah Malaysia. Malaysia disinyalir memiliki cadangan logam tanah jarang sebesar 0.02% dunia dan memiliki kandungan Yttrium (Y) terbesar setelah China. Di Indonesia, potensi logam tanah jarang sangat tinggi mengingat banyaknya tambang mineral. Berdasarkan hasil studi BATAN di daerah produksi timah, ada beberapa daerah potensi Monazite, yaitu Bangka Belitung, Karimata Ketapang dan Rirang-Tanah Merah. Sumber Media Indonesia menyatakan bahwa potensi Monazite di daerah ini telah diketahui China, dan China berminat untuk membelinya bahkan dengan harga puluhan juta rupiah per kilogramnya. Selain diketiga daerah tersebut, potensi Monazite dapat ditemukan pada lingkungan panas bumi, seperti yang telah diketahui, Indonesia memilki daerah panas bumi yang besar, sekitar 40% panas bumi. Konsep pengurangan ekspor logam tanah jarang dari China hingga 40% adalah untuk memperbesar suplai logam tanah jarang untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri China. Hilirisasi industri di China menjadi produk dengan nilai tambah yang tinggi akan membuat industri hilir di China menjadi besar. Industri hilir di Indonesia belum sepesat China, Industri logam tanah jarang di Indonesia diharapkan akan mendongkrak hilirisasi industri dan tidak hanya bahan mentah diekspor, tetapi suatu produk yang memiliki harga tinggi. Hal tersebut juga didukung oleh UU Republik Indonesia No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan Batubara yang menyatakan tidak boleh mengekspor bahan mentah, semua hasil tambang yang akan diekspor harus memiliki nilai tambah.

2.

Pembicara 2 - Dr. Taek-Soo Kim Pembicara berikutnya adalah Dr. Taek-Soo Kim. Beliau menjabat sebagai Head of Korea Institute for Rare Earth Metals yang merupakan salah satu divisi dari KITECH. Belia menyampaikan presentasi dengan judul Strategies and Perspective for Securing Rare Metals in Korea. Ada dua hal penting yang ingin dipresentasikan dalam seminar ini, yaitu tentang status Korea dalam industri dunia dan strategi Pemerintah Korea untuk mengamankan pasokan logam jarang di negerinya.

Dalam dunia industri, Beliau menjelaskan bahwa posisi Korea terjebak diantara d8ua negara lainnya. Negara tersebut adalah China sebagai sumber bahan baku dan Jepang sebagai sumber teknologi. Dalam keadaan ini, Korea memiliki kendala terhadap bahan baku yang tergantung terhadap pasokan dari China. Sebagai negara industri yang maju, Korea juga bergantung terhadap industri pendukung, seperti mesin dan teknologi lainnya yang selama ini diimport dari jepang. China mengeluarkan kebijakan baru untuk mengurangi ekspor bahan baku ke luar negeri hingga hanya 40%. Oleh sebab itu, dunia industri di Korea mengalami krisis bahan baku, terutama logam tanah jarang. Ditambah lagi dengan meningkatnya permintaan produk teknologi yang diproduksi oleh Korea, dengan bahan baku yang sangat terbatas, membuat Korea harus segera mencari sumber tambahan baru. Untuk mengatasi problem tersebut, maka korea melakukan startegi khusus. Pemerintah Korea mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menyentuh sumber daya alam, materialization dan kebijakan mengenai lingkungan. Dalam kebijakan sumber daya alam, Pemerintah Korea melakukan strategi pengamanan sumber bahan baku yang berasal dari dalam dan luar negeri. Pemerintah Korea terus menjalin kerjasama dengan negara-negara yang memiliki sumber daya melimpah. Selain itu, Pemerintah Korea juga terus mengeksplorasi kekayaan alam yang berasal dari negerinya. Selain strategi tersebut, Korea juga fokus terhadap R&D pada material. Fokus penelitiannya adalah untuk mengembangkan teknologi reduksi dan pemurnian logam selain itu juga untuk mencari pengganti fungsi material logam jarang dengan material lainnya yang lebih mudh didapatkan. Korea juga memperketat proses sirkulasi produknya. Dengan memperketat proses tersebut, diharapkan produk tersebut dapat di recycle untuk menambah pasokan bahan baku. 3. Pembicara 3 - Dr. Min Ha Le Pembicara berikutnya adalah Dr. Min Ha Le. Beliau dari organisasi KIRAM. Belia menyampaikan presentasi yang berjudul The Current R&D Status & Trends on Rare Metals. Beliau menyampaikan perkembangan penelitian yang dilakukan di Korea dan beberapa negara lainnya. Startegi R&D di Korea adalah fokus terhadap 20 elemen yang dibutuhkan untuk 40 peralatan teknologi tinggi. Korea melakukan prioritasi terhadap elemenelemen yang akan di kembangkan. Selain itu, Korea juga berfokus pada prosesnya seperti proses pemurnian, tratment process, reduksi dan proses recycling. Fokus R&D di China berbeda dengan China. China fokus terhadap proses peleburan dan pemurniannya dan proses pembentukkan atau pengolahan logam setengah jadi. Di Jepang, penelitiannya lebih ke hilir, yaitu perkembangan material-material mutakhir yang dapat digunakan untuk

alat-alat teknologi tinggi. Jepang mengembangkan material untuk katalis, magnet, monitor dan lainnya. Amerika dan Eropa sama-sama mengembangkan material untuk teknologi energi terbarukan. Selain itu, penelitian tentang penghematan energi juga dilakukan, dengan menciptakan mesin hemat energi. Perkembangan tersebut harus diikuti oleh penelitian tentang material. Khususnya untuk material logam tanah jarang yang memiliki fungsi besar dalam alat-alat teknologi tinggi. 4. Pembicara 4 - Prof. Pramusanto Pembicara berikutnya adalah Prof. Pramusanto. Beliau menjabat sebagai peneliti senior di Tekmira Research and Development for Mineral and Coal Technology, Ministry of Energy and Mineral Resources. Beliau menyampaikan presentasi dengan judul Research and Development Activity on Rare Earth Metal Processing from Primary Resources in Tekmira Research Center. Beliau mengatakan, penelitian tentang logam tanah jarang di Indonesia yaitu logam tanah jarang yang berasal dari hasil pengolahan logam primer. Pertambangan logam primer di Indonesia cukup banyak, dan tailing hasil pengolahan logam tersebut selama ini tidak diolah secara optimal. Tekmira melakukan penelitian terhadap tailing tersebut dan kemungkinan pengambilan logam tanah jarang dari proses pengolahan logam primer tersebut. Kesimpulan penelitian samapi saat ini, Beliau menagatakan, kandungan logam tanah jarang cukup besar tetapi belum ada nilai kisaran pasti dan sangat berpotensi untuk diolah. 5. Pembicara 5 - Dr. Sri Harjanto Pembicara terakhir adalah Dr. Sri Harjanto, dosen senior di bidang proses mineral dan material di Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI. Beliau menyampaikan presentasi dengan judul Rare Metal In Indonesia. Beliau menyampaikan, potensi logam tanah jarang di Indonesia cukup besar karena banyaknya pertambangan logam primer yang ada. Perlu adanya penelitian yang terintegrasi antara pemerintah, universitas, industri dan pihak asing untuk mencapai pencapaian yang maksimal. Pemerintah yang diwakili oleh Kementrian Perindustrian dan Kemenntrian Sumber daya Alam dan Mineral harus saling berkerja sama untuk pengembangan material ini. Material logam tanah jarang ini sangat dibutuhkan pada saat ini karena aplikasinya didalam peralatan teknologi tinggi seperti hanphone, laptop, GPS dan lainnya. Tentunya dengan mengembangkan industri pengolahan logam tanah jarang ini akan mendorong industri hilir akan berkembang, khususnya di Indonesia.