kajian wacana bahasa

Upload: slamet-rohadi

Post on 12-Jul-2015

792 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Kajian Wacana Bahasa IndonesiaPosted on 14 Januari 2008 by Pakde sofaWACANA BAHASA INDONESIA Sejarah Singkat Kajian Wacana

Pada mulanya linguistik merupakan bagian dari filsafat. Linguistik modern, yang dipelopori oleh Ferdinand de Saussure pada akhir abad ke-19, mengkaji bahasa secara ilmiah. Kajian lingusitik modern pada umumnya terbatas pada masalah unsur-unsur bahasa, seperti bunyi, kata, frase, dan kalimat serta unsur makna (semantik). Kajian linguistik rupanya belum memuaskan. Banyak permasalahan bahasa yang belum dapat diselesaikan. Akibatnya, para ahli mencoba untuk mengembangkan disiplin kajian baru yang disebut analisis wacana. Analisis wacana menginterprestasi makna sebuah ujaran dengan memperhatikan konteks, sebab konteks menentukan makna ujaran. Konteks meliputi konteks linguistik dan konteks etnografii. Konteks linguistik berupa rangkaian kata-kata yang mendahului atau yang mengikuti sedangkan konteks etnografi berbentuk serangkaian ciri faktor etnografi yang melingkupinya, misalnya faktor budaya masyarakat pemakai bahasa. Manfaat melakukan kegiatan analisis wacana adalah memahami hakikat bahasa, memahami proses belajar bahasa dan perilaku berbahasa. Pengertian Wacana dan Analisis Wacana Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Persyaratan Terbentuknya Wacana

Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent). Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan ide yang diungkapkan.STRUKTUR WACANA BAHASA INDONESIA

Elemen-elemen Wacana Elemen-elemen wacana adalah unsur-unsur pembentuk teks wacana. Elemen-elemen itu tertata secara sistematis dan hierarkis. Berdasarkan nilai informasinya ada elemen inti dan elemen luar inti. Elemen inti adalah elemen yang berisi informasi utama, informasi yang paling penting. Elemen luar inti adalah elemen yang berisi informasi tambahan, informasi yang tidak sepenting informasi utama. Berdasarkan sifat kehadirannya, elemen wacana terbagi menjadi dua kategori, yakni elemen wajib dan elemen manasuka. Elemen wajib bersifat wajib hadir, sedangkan elemen manasuka bersifat boleh hadir dan boleh juga tidak hadir bergantung pada kebutuhan komunikasi. Relasi Antarelemen dalam Wacana Ada berbagai relasi antarelemen dalam wacana. Relasi koordinatif adalah relasi antarelemen yang memiliki kedudukan setara. Relasi subordinatif adalah relasi antarelemen yang kedudukannya tidak setara. Dalam relasi subordinatif itu terdapat atasan dan elemen bawahan. Relasi atribut adalah relasi antara elemen inti dengan atribut. Relasi atribut berkaitan dengan relasi subordinatif karena relasi atribut juga berarti relasi antara elemen atasan dengan elemen bawahan. Relasi komplementatif adalah relasi antarelemen yang bersifat saling melengkapi. Dalam relasi itu, masing-masing elemen memiliki kedudukan yang otonom dalam membentuk teks. Dalam jenis ini tidak ada elemen atasan dan bawahan.

Struktur Wacana Bahasa Indonesia Struktur wacana adalah bangun konstruksi wacana, yakni organisasi elemen-elemen wacana dalam membentuk wacana. Struktur wacana dapat diperikan berdasarkan peringkat keutamaan atau pentingnya informasi dan pola pertukaran. Berdasarkan peringkat keutamaan informasi ada wacana yang mengikuti pola segitiga tegak dan ada wacana yang mengikuti pola segitiga terbalik. Berdasarkan mekanisme pertukaran dapat dikemukakan pola-pola pertukaran berikut: (1) P-S, (2) T-J, (3) P-T, (4) T-T, (5) Pr-S, dan (6) Pr-T.REFERENSI DAN INFERENSI SERTA KOHESI DAN KOHERENSI WACANA BAHASA INDONESIA

Referensi dan Inferensi Wacana Bahasa Indonesia Referensi dalam analisis wacana lebih luas dari telaah referensi dalam kajian sintaksis dan semantik. Istilah referensi dalam analisis wacana adalah ungkapan kebahasaan yang dipakai seorang pembicara/penulis untuk mengacu pada suatu hal yang dibicarakan, baik dalam konteks linguistik maupun dalam konteks nonlinguistik. Dalam menafsirkan acuan perlu diperhatikan, (a) adanya acuan yang bergeser, (b) ungkapan berbeda tetapi acuannya sama, dan (c) ungkapan yang sama mengacu pada hal yang berbeda. Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur). Kohesi dan Koherensi Wacana Bahasa Indonesia Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks koherensi lebih penting dari kohesi. Namun bukan berarti kohesi tidak penting, Jenis alat kohesi ada tiga, yaitu substitusi, konjungsi, dan leksikal. Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana. Kohesi merupakan salah satu cara untuk membentuk koherensi. Cara lain adalah menggunakan bentuk-bentuk yang mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis (parataxis and hypotaxis).

Hubungan parataksis itu dapat diciptakan dengan menggunakan pernyataan atau gagasan yang sejajar (coordinative) dan subordinatif. Penataan koordinatif berarti menata ide yang sejajar secara beruntun.

JENIS-JENIS WACANA BAHASA INDONESIA

Wacana Lisan dan Tulis Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dibedakan atas wacana tulis dan wacana lisan. Wacana lisan berbeda dari wacana tulis. Wacana lisan cenderung kurang terstruktur (gramatikal), penataan subordinatif lebih sedikit, jarang menggunakan piranti hubung (alat kohesi), frasa benda tidak panjang, dan berstruktur topik-komen. Sebaliknya wacana tulis cenderung gramatikal, penataan subordinatif lebih banyak, menggunakan piranti hubung, frasa benda panjang, dan berstruktur subjekpredikat.

Wacana Monolog, Dialog, dan Polilog Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi, ada tiga jenis wacana, yaitu wacana monolog, dialog, dan polilog. Bila dalam suatu komunikasi hanya ada satu pembicara dan tidak ada balikan langsung dari peserta yang lain, maka wacana yang dihasilkan disebut monolog. Dengan demikian, pembicara tidak berganti peran sebagai pendengar. Bila peserta dalam komunikasi itu dua orang dan terjadi pergantian peran (dari pembicara menjadi pendengar atau sebaliknya), maka wacana yang dibentuknya disebut dialog. Jika peserta dalam komunikasi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran, maka wacana yang dihasilkan disebut polilog.

Wacana Deskripsi, Eksposisi, Argumentasi, Persuasi dan Narasi Dilihat dari sudut pandang tujuan berkomunikasi, dikenal ada wacana dekripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi, dan narasi. Wacana deskripsi bertujuan membentuk suatu citra (imajinasi) tentang sesuatu hal pada penerima pesan. Aspek kejiwaan yang dapat mencerna wacana narasi adalah emosi. Sedangkan wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima agar yang bersangkutan memahaminya.

Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep dan logika yang harus diikuti oleh penerima pesan. Oleh sebab itu, untuk memahami wacana eksposisi diperlukan proses berpikir. Wacana argumentasi bertujuan mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logika maupun emosional. Untuk mempertahankan argumen diperlukan bukti yang mendukung. Wacana persuasi bertujuan mempengaruhi penerima pesan agar melakukan tindakan sesuai yang diharapkan penyampai pesan. Untuk mernpengaruhi ini, digunakan segala upaya yang memungkinkan penerima pesan terpengaruh. Untuk mencapai tujuan tersebut, wacana persuasi kadang menggunakan alasan yang tidak rasional. Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Oleh karena itu, unsur-unsur yang biasa ada dalam narasi adalah unsur waktu, pelaku, dan peristiwa.KONTEKS WACANA BAHASA INDONESIA

Hakikat Konteks Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog, atau polilog) Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. Macam-macam Konteks Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar, konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa. Konteks linguistik itu mencakup penyebutan depan, sifat kata kerja, kata kerja bantu, dan proposisi positif

Di samping konteks ada juga koteks. Koteks adalah teks yang berhubungan dengan sebuah teks yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah teks.Wujud koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, pargraf, dan bahkan wacana. Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam wacana. Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat tetapi pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik ataupun konteks ekstralinguistik. Tiga manfaat konteks dalam analisis wancana. 1. Penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan berdasarkan konteks linguistik. 2. Penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wancana. 3. Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar yaitu bentuk yang memiliki unsur tak terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan berdasarkan konteks.

ANALISIS WACANA

Prinsip Interpretasi Lokal dan Prinsip Analisis Dalam analisis wacana berlaku dua prinsip, yakni prinsip interpretasi lokal dan prinsip analogi. Prinsip interpretasi lokal adalah prinsip interpretasi berdasarkan konteks, baik konteks linguistik atau koteks maupun konteks nonlinguistik. Konteks nonlinguistik yang merupakan konteks lokal tidak hanya berupa tempat, tetapi juga dapat berupa waktu, ranah penggunaan wacana, dan partisipan.

Prinsip interpretasi analogi adalah prinsip interpretasi suatu wacana berdasarkan pengalaman terdahulu yang sama atau yang sesuai. Dengan interpretasi analogi itu, analis sudah dapat memahami wacana dengan konteks yang relevan saja. Hal itu berarti bahwa analis tidak harus memperhitungkan semua konteks wancana. Skemata dalam Analisis Wacana Skemata adalah pengetahuan yang terkemas secara sistematis dalam ingatan manusia. Skemata itu memiliki struktur pengendalian, yakni cara pengaktifan skemata sesuai dengan kebutuhan. Ada dua cara yang disebut pengaktifan dalam struktur itu, yakni (1) cara pengaktifan dari atas ke bawah dan (2) cara pengaktifan dari bawah ke atas. Pengaktifan atas ke bawah adalah proses pengendalian skemata dari konsep ke data atau dari keutuhan ke bagian. Pengaktifan bawah ke atas adalah proses pengendalian skemata dari data ke konsep atau dari bagian ke keutuhan. Skemata berfungsi baik bagi pembaca/pendengar wacana maupun bagi analis wacana. Bagi pendengar/pembaca, skemata berfungsi untuk memahami wacana. Bagi analis wacana, di samping berfungsi untuk memahami wacana, skemata juga berfungsi untuk melakukan analisis berbagai aspek wacana: elemen wacana, struktur wacana, acuan kewacanaan, koherensi dan kohesi wacana, dan lain-lain. Kegagalan pemahaman wacana terjadi karena tiga kemungkinan. Pertama, pendengar/pembaca mungkin tidak mempunyai skemata yang sesuai dengan teks yang dihadapinya. Kedua, pendengar/pembaca mungkin sudah mempunyai skemata yang sesuai, tetapi petunjuk-petunjuk yang disajikan oleb penulis tidak cukup memberikan saran tentang skemata yang dibutuhkan. Ketiga, pembaca, mungkin mendapatkan penafsiran wacana secara tetap sehingga gagal memahami maksud penutur. Analisis Kohesi dan Koherensi Praktik analisis wacana dilaksanakan dengan menerapkan prinsip interpretasi lokal dan prinsip interpretasi analogi. Analisis wacana dapat diarahkan pada: struktur, kohesi, dan koherensi, yang dapat dioperasionalkan antara lain untuk menetapkan hubungan antarelemen wacana dan alat-alat kohesi yang berlaku dalam sebuah teks. Dalam analisis itu diterapkan konteks yang relevan dengan kebutuhan analisis.Sumber Buku Wacana Bahasa Indonesia, karya Suparno dan Martutik

Like this:Suka Be the first to like this post. Filed under: Bahasa

Selasa, 10 November 2009Kajian WacanaRepetisi (Pengulangan) Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuh konteks yang sesuai. Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu repetisi epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis Repetisi Epizeuksis Repetisi epizeuksis ialah pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. Contoh : Wong lanang iku kudu bisa ngadeg jejeg, kudu bisa mrantasi gawe, kudu duwe karosan lair trusing batin, kudu duweni watak satriya, kudu tanggung jawab lan sing paling wigati kudu bisa gawe seneng atine wong wadon. Pada tuturan diatas, kata kudu diulang beberapa kali secara berturut-turut untuk menekankan pentingnya kata tersebut dalam konteks tuturan itu. Repetisi Tautotes Repetisi tautotes adalah pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa kali dalam sebuah kontruksi. Contoh : Mangga, panjenengan sedaya kula aturi nyerat layang, nanging boten amung waton nyerat. Tegesipun, mangga nyerat layang ingkang saged damel reseping penggalih kula panjenengan sedaya. Menawi sampun seratan wau dipunkintunaken wonten ing kalawarti. Repetisi Anafora Repetisi anafora ialah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Pengulangan pada tiap baris biasanya terjadi dalam puisi, sedangkan pengulangan pada tiap kalimat terdapat dalam prosa. Contoh : Kangen iku mangsa sing ora neng panggone Kangen iku maling sing ndhelik ana nala Kangen iku prau sing ana pucuking ombak

Kangen iku paksi sing ora duwe gondhelan pang Kangen iku curiga kang ora bisa manjing warangka Kangen iku narmada sing ora bisa tekan samudra Kangen iku lintang sing ngarep bisa ketemu marang surya Kangen iku bayu sing ora bisa nggrayah wreksa Kangen iku marga sing ora tinurut dening turangga Diajeng aku kangen sliramu (kumpulan puisi milik Muh Taufiq) Pada penggalan puisi di atas terdapat pengulangan frasa kangen iku pada baris pertama sampai dengan sembilan. Repetisi ini digunakan oleh penulis untuk menggambarkan suasana rindu terhadap kekasih yang dia impikan. Bahwa rindu yang dia alami adalah begitu hebatnya. Repetisi Epistrofa Repetisi epistrofa ialah pengulangan satuan lingual kata atau frasa pada akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut. Contoh : Kabeh lakumu gawe sengseming ati Arum gandamu nggeterke ati Ayu rupamu mbungahke ati Tresnmu iku nyenengke ati (kumpulan puisi milik Muh Taufiq) Nini among Kaki among Sing momong jiwa ragaku (Sudi Yatmana, 2007:C) Repetisi Simploke Repetisi simploke ialah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut. Contoh : Cangkemmu kuwi mbok jaga, thole Cangkemmu kuwi mbok kancing, thole Cangkemmu kuwi pancen laknat, thole Cangkemmu kuwi pancen setan, thole Menenga ! Pada bait puisi tersebut terdapat pengulangan satuan lingual cangkemmu kuwi pada baris pertama sampai keempat, masing-masing terdapat pada awal baris.

Sementara itu satuan lingual yang berupa kata thole diulang juga sebanyak empat kali pada akhir tiap baris pertama sampai keempat. Repetisi Mesodiplosis Repetisi mesodiplosis ialah pengulangan satuan lingual di tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut. Contoh : Pak pejabat aja lali marang kawulane Para ustad aja lali marang umate Ibu guru aja lali marang muride Bocah angon aja lali marang wedhuse Sebab pangandikne simbah sakbegja-begjane kang lali luwih begja kang eling lan waspada Pada tiap baris puisi di atas terdapat pengulangan satuan lingual aja lali marang yang terletak di tengah-tengah baris secara berturut-turut. Pengulangan seperti itu dimaksudkan untuk menekankan makna satuan lingual yang diulang. Yaitu larangan untuk jangan menjadi lupa, aja lali marang. Karena sifat lupa itu jika dibiarkan akan menjadi malapetaka bagi orang banyak. Apalagi lupa yang disengaja. Pada akhir puisi disebutkan bahwa yang paling beruntung bagi manusia adalah jika dia tetap ingat dan waspada. Repetisi Epanalepsis Repetisi epanalepsis ialah pengulangan satuan lingual,yang kata atau frasa terakhir dari baris atau kalimat itu merupakan pengulangan kata atau frasa pertama. Contoh : Resikana sakdurunge mejide digawe resik Kabecikan kuwi arep dikayangapa, ya bakal tetep wujud kabecikan Inten sing neng peceren kuwi bakal tetep dadi inten Munyuk arepa dipacaki manungsa, ya tetep munyuk Pada tuturan di atas terdapat repetisi epanalepsis, yaitu kata resik merupakan pengulangan kata yang sama pada awal baris pertama. Begitu juga kata kabecikan pada baris kedua, kata inten pada baris ketiga, serta kata munyuk pada baris keempat, merupakan pengulangan kata yang sama pada awal baris. Hal itu dilakukan untuk memberi penekanan bahwa kata yang diulang itu adalah benarbenar penting. Repetisi Anadiplosis

Repetisi anadiplosis ialah pengulangan kata atau frasa terakhir dari baris atau kalimat itu menjadi kata atau frasa pertama pada baris atau kalimat berikutnya. Contoh : Aku tresna marang sliramu Sliramu wong ayu Ayu kang cumlorong saka awakmu Awakmu sing arum ganda wangi Wangi kembang mlathi suci Suci kadya tresnaku Tampak pada puisi di atas, kata sliramu pada akhir baris pertama menjadi kata pertama pada baris kedua, kata ayu pada akhir baris kedua menjadi kata pertama pada baris ketiga, kata awakmu pada akhir baris ketiga menjadi kata pertama pada baris keempat, kata wangi pada akhir baris keempat menjadi kata pertama pada baris kelima, kata suci pada akhir baris kelima menjadi kata pertama pada baris keenam. Sinonimi (Padan Kata) Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama; atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain. Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung kepaduan wacana. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana. Berdsarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) sinonimi antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat), (2) kata dengan kata, (3) kata dengan frasa atau sebaliknya,(4) frasa dengan frasa,(5) klausa atau kalimat dengan klausa atau kalimat. Sinonimi morfem (bebas) dengan morfem (terikat) Aku njaluk pangapura marang kabeh dosaku. Kowe kudu bisa ngandheg alaning lakumu. Dheweke pribadi ora bisa nata atine. Pada conto di atas morfem (bebas) aku (a), kowe (b), dan dheweke (c) masingmasing bersinonim dengan morfem (terikat) ku, -mu, -ne. Sinonimi kata dengan kata Toya ingkang diunjuk simbah menika sami kaliyan banyu ingkang dimimik adhik. Mundhutipun saking Sendhang Tirta Husada.

Pada kedua kalimat di atas terdapat sinonimi antara toya dan banyu pda kalimat pertama, dengan tirta pada kalimat kedua. Sinonimi kata dengan frasa atau sebaliknya Lik Parto sirahe ngelu, awake pating nggreges, irunge meler karo pilek sisan Mulane mau bengi dheweke njaluk dikeroki bojone. Ora kon mriyang piye, lha wong mau bengi udan-udanan karo ngligan neng tengah sawah nggoleki pitike. Kepaduan wacana tersebut didukung oleh aspek leksikal yang berupa sinonimi antara frasa pating nggreges, irunge meler, kata ngelu dan pilek pada kalimat pertama dengan kata mriyang pada kalimat ketiga. Sinonimi frasa dengan frasa Solah bawane Dursasana kuwi pancen ngono. Neng endi panggonan mesthi ora nganggo subasita. Sowan neng para dwija lan pandhita ya tetep murang tata. Basane ngoko, jan ora sopan babar blas. Sanadyan anake ratu nanging panggah ora duwe tata krama sing bisa kanggo tuladha. Wacana di atas kepaduannya didukung oleh aspek leksikal sinonimi antara frasa ora nganggo subasita pada kalimat kedua dengan frasa murang tata pada kalimat ketiga, ora sopan pada kalimat keempat, dan ora duwe tata krama pada kalimat kelima. Sinonimi klausa atau kalimat dengan klausa atau kalimat Wong sing ora bisa nggawe senenge liyan mesthi bakal nemahi cilaka. Ana ing bebrayan agung bakal tansah dilirwakake. Watak kang tansah gawe padu ora bisa njalari ayem tentrem. Klausa ora bisa nggawe senenge liyan pada kalimat pertama bersinonim dengan klausa tansah gawe padu pada kalimat ketiga. Kedua klausa yang bermakna sepadan itu mendukung kepaduan wacana baik secara leksikal maupun semantis. Antonimi (Lawan Kata) Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan atau beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonimi juga disebut dengan oposisi makna. Pengertian oposisi makna mencakup konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras makna saja. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam. Yaitu (1)oposisi mutlak,(2) oposisi kutub,(3) oposisi hubungan, (4) oposisi hirarkial, (5)

oposisi majemuk. Oposisi makna atau antonimi juga merupakan salah satu aspek leksikal yang mampu mendukung kepaduan makna wacana secara semantis. Oposisi Mutlak Oposisi makna adalah pertentangan makna secara mutlak. Misalnya oposisi antara kata turu dengan tangi dan oposisi antara mbukak dengan nutup. Yen mbukak lawang alon-alon, ben sing turu ora tangi. Bubar kuwi yen nutup ya semono uga. Oposisi Kutub Oposisi kutub adalah oposisi makna yang tidak bersifat mutlak, tetapi bersifat gradasi. Artinya terdapat tingkatan makna pada kata-kata tersebut. sugih >< kere dawa >< gedhe >< cilik amba >< Agar lebih jelas mari kita perhatikan contoh berikut ini : cendhek ciyut

Kabeh wong ing alam donya iki kudu bisa ngrumangsani awake dhewe. Wong gedhe apadene kawula cilik duwe lelakone dhewe-dhewe. Mula aja padha meri lan gawe dredah masalah. Pada wacana di atas terdapat oposisi kutub antara gedhe dengan cilik pada kalimat kedua. Kedua kata tersebut dikatakan beroposisi kutub sebab terdapat gradasi antara oposisi keduanya, yaitu adanya realitas gedhe banget, rada gedhe, gedhe, cilik banget, rada cilik dan cilik. Oposisi Hubungan Oposisi hubungan adalah oposisi makna yang bersifat saling melengkapi. Karena oposisi ini bersifat saling melengkapi, maka kata yang satu dimungkinkan ada kehadirannya karena kehadiran kata yang lain menjadi oposisinya; atau kehadiran kata yang satu disebabkan oleh adanya kata yang lain. Contoh : rama >< bathara >< dewa >< mas >< lanang >< Perhatikan oposisi hubungan pada contoh berikut : ibu bathari dewi mbak wadon

Rama tansah ngendikan samukawis kanthi alus, tatas titis, saha pener. Awit saking menika ibu tansah bekti lan tresna marang panjenenganipun. Ing kayangan Jonggringsloka akeh bathara kang padha suka parisuka kalawan para bathari.

Pada tuturan (a) terdapat oposisi hubungan rama pada kalimat pertama dan ibu pada kalimat kedua. Pada tuturan (b) terdapat oposisi hubungan antara bathara dan bathari. Rama bisa ada karena ada ibu. Begitu juga bathara bisa ada karena ada bathari. Oposisi Hirarkial Oposisi hirarkial adalah oposisi makna yang menyatakan deret jenjang atau tingkatan. Satuan lingual yang beroposisi hirarkialpada umumnya kata-kata yang menunjuk pada nama-nama stuan ukuran (panjang, berat, isi), nama satuan hitungan, penanggalan, dan sejenisnya. Misal : milimeter> kilogram> dhetik> SD> Contoh dalam tuturan : Wis pirang-pirang jam wati ditunggoni karo keluwargane. Nanging dheweke panggah ora bali. Nganti waktu wis kumpul dadi dina, Wati durung jumedhul babar pisan neng omahe. Wis ganep patang minggu anggone Wati lunga ninggalake lik Parmin. Tegese wis ana sesasi Wati ngilang ora ana kabare. Oposisi Majemuk Oposisi majemuk adalah oposisi makna yang terjadi pada beberapa kata (lebih dari dua). Perbedaan antara oposisi majemuk dengan oposisi kutub terletak pada ada tidaknya gradasi yang dibuktikan dengan dimungkinkannya bersanding dengan kata rada, luwuh dan banget pada oposisi kutub, dan tidak pada oposisi majemuk. Adapan perbedaannya dengan opisisi hirarkial, pada oposisi hirarkial terdapat makna yang menyatakan jenjang atau tingkatan yang secara realitas tingkatan yang lebih tinggi atau lebih besar selalu mengasumsikan adanya tingkatan yang lebih rendah atau lebih kecil. Contoh : ngadeg> meneng> mlayu> Misal dalam tuturan: Parmin ora kuwat yen dikon ngadeg sedina ngono kuwi. Mulane nalika ora ana wong sing weruh, dheweke banjur ndodok ben ora kesel. Awit dheweke wis ngadeg

neng kono ana rong jaman. Kahanan sing saya sepi njalari Parmin kumawani lungguh ana ing lemah. Ora watara suwe banjur dheweke wis wani turon. Kolokasi (Sanding Kata) Kolokasi atau sanding kata adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan. Kata-kata yang berkolokasi adalah kata-kata yang cenderung dipakai dalam suatu domain atau jaringan tertentu, misalnya dalam jaringan pendidikan akan digunakan kata-kata yang berkitan dengan masalah pendidikan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya; dalam jaringan usaha atau pasar akan digunakan kata-kata yang berkaitan dengan permasalahan pasar dan partisipan yang berperan dalam kegiatan tersebut. Contoh: Nalika aku dijak ibu ana pasar akeh wong sing padha nggelar dagangane. Mbokmbok bakul kuwi jare ibu akeh sing saka njaban rangkah. Teka pasar kene isukisuk mruput supaya bisa oleh panggon dodolan sing penak. Jare ibu wong-wong kuwi kulakane saka Karanganyar, Klaten, lan Wonogiri. Dadi bisa cucuk marang ragad sing ditokke. Ora kadohan. Umume sing dodolan neng kene kuwi mung bakul cilikan sing paitane ora gedhe banget. Pada contoh di atas tampak pemakaian kata-kata pasar, dagangane, bakul, dodolan, kulakane, ragad,dan paitan yang ada sangkut pautnya dengan kegiatan ekonomi yang saling berkolokasi dan mendukung kepaduan wacana tersebut. Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah) Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain. Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual yang berhiponim itu disebut hipernim, atau superordinat. Contoh : Neng kebone simbah akeh kembang maneka warna. Ana mawar sing warnane abang, nanging akeh rine. Biasane bakul-bakul kembang nggolek mawar ya neng kebon iki. Banjur ana mlathi sing gandane semribit. Uga ana kembang kanthil lan kenanga sing sok dianggo syarat anggone wong arep nganggo sajen. Dadi yen arep luru kembang telon, tangga teparo kene arang sing tuku aneng pasar, nanging akeh sing padha njaluk karo simbahku. Anggrek karo kembang sing lagi ngetren yaiku jemani uga cumawis ana ing kebone simbah. Kabeh mau diopeni kanthi temen.

Pada contoh di atas superordinatnya adalah kembang. Sementara itu, hiponimnya adalah mawar, mlathi, kanthil, kenanga, anggrek, dan jemani. Ekuivalensi (Kesepadanan) Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Dalam hal ini, sejumlah kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan adanya hubungan kesepadanan, misalnya hubungan makna nuku, dituku, nukokake, ditukokake, panuku,itu semua dibentuk dari bentuk asal yang sama yaitu tuku. Conto dalam tuturan : Satriya kerep lungguh ana ing kursi iku. Mbiyen nalika simbah isih sugeng, Satriya cilik ben esuk mesthi dilungguhke ing kursi iku. Nganti Satriya ora gelem nglungguhi yen palungguhane dudu kursi sing tau dilungguhi simbahe kuwi. Pada wacana di atas terdapat ekuivalensi berupa kata lungguh dengan dilungguhke, nglungguhi, palungguhan dan dilungguhi. Diposkan oleh Blog Star di 21:48

0 komentar: Poskan KomentarPosting Lebih Baru Beranda Langgan: Poskan Komentar (Atom)