kajian teks injil yohanes

11
1 Nama : Evaristus Angwarmase Yesus Membasuh Kaki Murid-Murid-Nya (Yoh. 13:1-20) Pendahuluan Salah satu tradisi liturgis yang dilakukan pada setiap Kamis Putih adalah pembasuhan kaki yang dilakukan oleh pemimpin liturgi. Tradisi ini adalah warisan langsung dari praktek yang dilakukan Yesus sendiri yang membasuh kaki para murid-Nya pada malam sebelum kisah sengsara-Nya dimulai. Tulisan ini hendak mendalami kisah pembasuhan kaki oleh Yesus (selanjutnya dalam tulisan ini akan disingkat ‘kisah pembasuhan kaki’) yang terdapat dalam Injil Yohanes, satu-satunya Injil yang memuat kisah tersebut. 1. Panaroma Umum 1.1 Dalam Struktur Injil Yohanes Kisah pembasuhan kaki pada Yoh. 13:1-20 tak bisa dilepas-pisahkan dari konteks umum keseluruhan Injil Yohanes. Konteks umum tersebut tak lain adalah struktur keseluruhan dari Injil ini yang adalah sebagai berikut: 1 Yoh. 1:1-18 : Prolog Yoh. 1:19-12:50 : Kitab Tanda-Tanda Yoh. 13:1-20:31 : Kitab Kemuliaan Yoh. 21:1-25 : Epilog Dari struktur di atas kisah pembasuhan kaki merupakan bagian dari Kitab Kemuliaan. Perincian dari Kitab Kemuliaan adalah sebagai berikut: 2 1. Perjamuan akhir (13-17) a. Makanan (13:1-30) b. Diskursus akhir (13:31-17:26) 1 Viany Untu, Injil Yohanes, Traktat Kuliah, 2009, hlm. 32. 2 Ibid, hlm. 37.

Upload: aruibab

Post on 23-Jun-2015

747 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Foot wash, Yesus membasuh kaki para murid, Yoh. 13:1-20

TRANSCRIPT

1

Nama : Evaristus Angwarmase

Yesus Membasuh Kaki Murid-Murid-Nya

(Yoh. 13:1-20)

Pendahuluan

Salah satu tradisi liturgis yang dilakukan pada setiap Kamis Putih adalah pembasuhan

kaki yang dilakukan oleh pemimpin liturgi. Tradisi ini adalah warisan langsung dari praktek

yang dilakukan Yesus sendiri yang membasuh kaki para murid-Nya pada malam sebelum kisah

sengsara-Nya dimulai. Tulisan ini hendak mendalami kisah pembasuhan kaki oleh Yesus

(selanjutnya dalam tulisan ini akan disingkat ‘kisah pembasuhan kaki’) yang terdapat dalam Injil

Yohanes, satu-satunya Injil yang memuat kisah tersebut.

1. Panaroma Umum

1.1 Dalam Struktur Injil Yohanes

Kisah pembasuhan kaki pada Yoh. 13:1-20 tak bisa dilepas-pisahkan dari konteks umum

keseluruhan Injil Yohanes. Konteks umum tersebut tak lain adalah struktur keseluruhan dari Injil

ini yang adalah sebagai berikut:1

Yoh. 1:1-18 : Prolog

Yoh. 1:19-12:50 : Kitab Tanda-Tanda

Yoh. 13:1-20:31 : Kitab Kemuliaan

Yoh. 21:1-25 : Epilog

Dari struktur di atas kisah pembasuhan kaki merupakan bagian dari Kitab Kemuliaan.

Perincian dari Kitab Kemuliaan adalah sebagai berikut:2

1. Perjamuan akhir (13-17)

a. Makanan (13:1-30)

b. Diskursus akhir (13:31-17:26)

1 Viany Untu, Injil Yohanes, Traktat Kuliah, 2009, hlm. 32. 2 Ibid, hlm. 37.

2

2. Kisah sengsara (18-19)

a. Penangkapan dan pengadilan (18:1-27)

b. Yesus di hadapan Pilatus (18:28-19:16a)

c. Penyaliban dan penguburan (19:16b-42)

3. Yesus bangkit (20:1-29)

a. Di kubur (20:1-18)

b. Para murid berkumpul (20:19-29)

Dengan kisah pembasuhan kaki pada bab 13, pembaca Injil Yohanes diajak untuk beralih

dari kehidupan publik Yesus dan tanda-tanda pewahyuan yang dilakukan-Nya menuju hari-hari

terakhir Yesus sampai ke periode kemuliaan-Nya, yaitu kematian dan kebangkitan di mana

kemuliaan dan kehadiran Allah diperlihatkan. Karena itulah bagian kedua Injil Yohanes ini

disebut ‘Kitab Kemuliaan’. Peralihan dari ‘tanda’ menuju ‘kemuliaan’ ini hendak

memperlihatkan bahwa sesungguhnya realitas keselamatan dalam diri Yesus tidak dapat lagi

dilihat atau digambarkan sebagai ‘tanda’ melainkan lebih sebagai ‘pelaksanaan’ dalam

perjuangan. Penginjil mau menunjukkan bahwa wafat Yesus menjadi keselamatan bagi manusia

dan sekaligus juga memberi kemuliaan.3 Dengan wafat dan kebangkitan-Nya, kini kegelapan dan

cahaya, kematian dan kehidupan tidak hanya diterangkan dengan kata-kata saja, tetapi sungguh-

sungguh dijelaskan dengan peristiwa-peristiwa yang menyelamatkan.

Jelas sekali bahwa Yohanes merangkai kisah-kisah pada Kitab Kemuliaan ini sebagai

contoh bagi komitmen hidup Kristen. Bagi Yohanes, tindakan Yesus menjadi contoh dan teladan

bagi seorang beriman.4 Dengan kata lain, Kitab Kemuliaan menyiratkan tuntutan aktualisasi

hidup Kristen yang dihayati dalam Yesus. Aktualisasi hidup Kristen yang dimaksudkan Yesus

bukanlah sesuatu yang terjadi di kemudian hari tetapi kini dan di sini, hic et nunc. Tekanannya

bukan pada masa depan, melainkan pada masa sekarang. Dalam Kitab Kemuliaan suara Yesus

ditampilkan oleh penginjil seolah-olah sudah bangkit dan dimuliakan dan berbicara kepada para

murid-Nya mengenai hidup sekarang, tempat tinggal, kasih, penghakiman, mengenai Roh Kudus

3 Lih. Dianne Bergant dan Robert J. Karris (ed.), Tafsir Perjanjian Baru (Yogyakarta:

Penerbit Kanisius, 2002), hlm. 188. 4 Bdk. John Wijngaards, Warta Rohani Injil dan Surat-Surat Yohanes (Ende: Penerbit

Nusa Indah, 1995), hlm. 158.

3

yang menjadi pembela dan pemberi wahyu. Fokus utama Kitab Kemuliaan adalah persatuan:

persatuan Bapa dan Anak; karunia dan hadirnya roh di antara para murid; persatuan Anak dan

para murid; persatuan satu sama lain di antara para murid. Dan penggerak dalam semua bentuk

persatuan itu adalah kasih.5

Wafat Yesus merupakan rumusan paling intensif kasih Allah dalam pribadi-Nya. Tak

seorangpun rela mengorbankan dirinya sendiri tanpa dibekali kasih yang tak terhingga (bdk.

Yoh. 15:13). Kasih itu pula sudah Yesus tunjukkan pada awal Kitab Kemuliaan yakni pada kisah

pembasuhan kaki. Kasih pada murid-murid-Nya sedemikian luhur membuat-Nya rela melayani

bagaikan abdi pada perjamuan.

1.2 Mengapa Hanya Ada di Yoh?

Seperti telah dikemukakan dalam pengantar bahwa kisah pembasuhan kaki ini hanya

terdapat dalam Injil Yohanes sementara ketiga Injil sinoptik tidak memuatnya. Mengapa

demikian?

Dalam perincian Kitab Kemuliaan telah dipaparkan bahwa pasal 13-17 memuat kisah

perjamuan akhir. Tetapi jika dibaca perjamuan akhir sebagaimana yang ditulis Yoh berbeda

dengan perjamuan akhir yang ditulis oleh para penulis Perjanjian Baru (PB) awal, yaitu Santo

Paulus dan para sinoptisi (Matius, Markus, Lukas). Para penulis PB awal ini memberikan

kesaksian yang kurang lebih sama mengenai perjamuan akhir Yesus beserta murid-murid-Nya,

menjelang sengsara-Nya (lih. Mrk. 14:22-25; Mat. 26:26-29; Luk. 22:15-20). Dikisahkan bahwa

pada kesempatan itu, ketika Yesus sadar akan kematian-Nya yang sudah dekat, Ia merumuskan

pesan hidup-Nya dalam tanda pembagian roti dan anggur sebagai perjamuan terakhir. Roti untuk

dipecah-pecahkan di antara anggota yang hadir menjadi tanda kehadiran-Nya selalu sebagai

santapan hidup karena hidup Yesus sendiri sudah diserahkan habis-habisan di salib. Kenangan

akan peristiwa ini dalam jemaah Kristen perdana disebut upacara pemecahan roti yang akhirnya

berkembang menjadi perayaan Ekaristi. Sedang anggur sebagai tanda pencurahan darah-Nya

untuk menyatakan janji kasih, dijadikan minuman bersama. 6

5 Ibid. 6 Lih. St. Darmawijaya, Pesan Injil Yohanes (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1988), hlm.

92.

4

Pada Injil Yohanes kisah perjamuan Ekaristi diganti dengan kisah pembasuhan kaki.

Dengan demikian tema ‘perendahan diri’ diperkembangkan secara luas. Dalam Luk tema

perendahan diri ini ditampilkan dalam perikop ‘Percakapan waktu perjamuan malam’ (Luk.

22:24-30). Dalam percakapan tersebut Yesus menegaskan bahwa yang layak disebut terbesar di

antara semua orang adalah mereka yang menjadi pelayan bagi semua orang.7

Dalam Yoh memang tema Ekaristi sudah dicantumkan pada awal Injil, yakni pada Yoh 6

terutama pengajaran tentang Roti Hidup (Yoh. 6:25-59). Gagasan penginjil Yohanes tentang

Ekaristi dikaitkan secara mendalam dengan Roti Hidup. Karena itu dalam kisah perjamuan akhir,

Yohanes tidak lagi berbicara tentang Ekaristi. Penginjil mengandaikan bahwa sidang

pembacanya sudah mengetahui topik ini. Maka ia menulis perpisahan dengan Yesus secara lain

dengan menunjukkan unsur paling dalam juga dalam perayaan Ekaristi: karya kasih Kristus

sebagai pelayan.8 Ia membasuh kaki para murid-Nya, sebuah tindakan dramatis yang teramat

bertolak belakang dengan kebiasaan setempat.

2. Tafsir Kisah Pembasuhan Kaki (Yoh. 13:1-20)

2.1 Pendahuluan dan Pembasuhan Kaki

Kisah pembasuhan kaki dibuka dengan penyebutan kapan peristiwa ini terjadi yakni

sebelum hari raya Paskah mulai (13:1a). Hari Yahudi dihitung mulai sore hari (penanggalan

Yahudi adalah penanggalan bulan). Bagi Yohanes, hari raya Paskah yang jatuh pada tanggal 15

Nissan itu, mulai berlangsung pada jumat sore pada saat matahari terbenam; karenanya

perjamuan akhir yang di dalamnya terdapat pembasuhan kaki terjadi pada kamis malam.9 Dalam

peridoe hidup Yesus yang dicakup dalam Yoh, Paskah ini adalah Paskah yang ketiga dan

menentukkan bagi Yesus. Pada perayaan Paskah yang pertama Yesus telah mengusir pedagang-

pedagang dari Bait Allah. Pada Paskah kedua Ia tetap tinggal di Galilea. Dan kini pada Paskah

yang ketiga dan terakhir Ia datang ke Jerusalem untuk mempersembahkan diri kepada Bapa

untuk keselamatan manusia. Paskah Yahudi merupakan peringatan kenangan akan pembebasan

7 Ibid, hlm. 93. 8 Ibid, hlm. 94 9 Lembaga Biblika Indonesia, Injil dan Surat-Surat Yohanes (Yogyakarta: Penerbit

Kanisius, 1981), hlm. 99.

5

dari perbudakan. Upacara liturginya terdiri dari penyembelihan anak domba Paskah yang

disantap di meja perjamuan bersama dengan roti tak beragi. Dengan mengurbankan dirinya di

kayu salib Yesus menjadikan diri-Nya anak domba Paskah yang sebenarnya. Dengan membunuh

Anak Sulung yang sejati ini, malaikat maut akan membiarkan para umat Allah yakni Gereja

pergi dengan aman. Dalam perjamuan akhir ini Ia menyerahkan daging dan darah-Nya kepada

murid-murid-Nya.10

Menarik menemukan bahwa penginjil tidak mencantumkan tempat peristiwa pembasuhan

ini berlangsung. Fakta bahwa lokasi itu tidak dijelaskan menunjukkan bahwa hal ini tidak

penting dari sudut geografis dalam bingkai peristiwa ini. Yang penting adalah fakta bahwa batas-

batas akan dihancurkan oleh perbuatan Yesus. Oleh karena tempat tidak sama pentingnya dengan

waktu, kita diberi laporan oleh penginjil bukan di mana hal itu terjadi, melainkan kapan: adalah

waktu ketika “saatnya (hora) telah tiba untuk beralih dari dunia ini dan pergi kepada Bapa”

(13:1b).11 Yesus mengetahui saatnya telah tiba untuk beralih dari dunia ini dan kembali kepada

Bapa. Ia berasal dari Bapa dan kembali kepada Bapa. Dengan demikian kematian-Nya di kayu

salib bukanlah kematian yang sia-sia. Kematian-Nya di kayu salib berasal dari cinta kepada

murid-murid-Nya “sampai kepada kesudahannya” (13:1c). Frase ‘sampai kepada kesudahannya’

ini mengandung dua arti. Pertama, secara kuantitatif, Yesus mencintai murid-murid-Nya di dunia

sampai titik darah-Nya yang terakhir di kayu salib. Lebih dari itu, Ia mencintai mereka jauh

melampaui batas waktu. Cinta-Nya kekal adanya sebab cinta-Nya akan tetap bergelora selama Ia

hidup dalam kemuliaan. Kedua, secara kualitatif, Yesus mencintai para murid-Nya sepenuh-

penuhnya. Hal ini Nampak penyerahan diri-Nya, daging dan darah-Nya kepada murid-murid-

Nya. Suatu penyerahan sampai mati. Suatu cinta yang bersedia menyerahkan segala-galanya

bahkan nyawa-Nya. Suatu cinta kepada Allah yang tak terbatas, Allah Bapa-Nya, tempat

asalnya. Itulah akhir (telos), atau tujuan dari persembahan cinta-Nya.12

10 Richard Gutzwiller, Renungan tentang Yohanes (Ende: Penerbit Nusa Indah, 1961),

hlm. 276. 11 Michael H. Crosby OFM Cap., Apakah Engkau Mengasihi Aku: Pertanyaan-

Pertanyaan Yesus Kepada Gereja (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2009), hlm. 247. 12 Richard Gutzwiller, Renungan tentang Yohanes, hlm. 279.

6

Ia akan meninggalkan dunia tetapi Ia meninggalkan banyak pengikut-Nya yang taat

kepada-Nya. Mereka hidup di dunia ini dalam persatuan cinta dengan-Nya. Dengan begitu sudah

ada landasan bagi karya-Nya yang besar, yakni persatuan di dalam dan dengan perantaraan-Nya,

suatu persatuan cinta. Jadi, dalam kalimat pembuka yang sederhana pada ayat 1 kita sudah

disajikan oleh penginjil suatu ringkasan dari keseluruhan kisah tentang kehidupan Yesus yang

berpuncak pada peristiwa kebangkitan.

Setelah itu penginjil menuturkan bahwa ketika mereka sedang makan bersama, “Iblis

telah membisikkan rencana dalam hati Yudas Iskhariot, anak Simon, untuk mengkhianati Dia”

(Yoh. 13:2). Kontras yang tajam antara rencana Bapa dan rencana Iblis jelas. Nampak di sini

terutama jika melihat pada ayat selanjutnya. Tetapi yang perlu digarisbawahi pada ayat 3 di atas

adalah pengkhianatan Yudas terjadi bukan karena ketamakan semata tetapi pertama-tama karena

rencana Iblis. Berhadapan dengan rencana Iblis tersebut, adalah penghiburan bagi Yesus bahwa

Ia berasal dari Bapa dan kenaikan-Nya kembali kepada Bapa akan segera terjadi (13:4).

Kemudian, upacara pembasuhan terjadi (13:5).13

Dalam tradisi Yahudi, membasuh kaki adalah sebentuk ritual penerimaan tamu sebelum

tamu bersangkutan memasuki rumah. Ritual ini bisa dimengerti karena situasi jalanan yang

berdebu sehingga menyebabkan kaki ikut berdebu dan kotor. Tetapi pembasuhan ini hanya

dilakukan oleh para hamba dari tuan rumah. Para hamba inipun bukanlah hamba-hamba Yahudi

melainkan hamba-hamba kafir yang dipanggil untuk mengerjakan tugas tersebut. Catatan

tambahan tentang tradisi ini. Dalam kebudayaan yang dipenuhi dengan kode-kode hormat atau

malu, jika tidak ada hamba, maka tamu-tamu diharapkan untuk membasuh kaki mereka sendiri

guna menjaga kehormatan tuan rumah. Tidak dapat dibayangkan kalau tuan rumah melakukan

pekerjaan ini.14 Maka tindakan Yesus menjadi amat mengejutkan bagi para murid yang

melihatnya. Dari pihak Yesus, ini menjadi representasi suatu pembalikan total dari peran-peran

yang diharapkan. Dia yang ke dalam tangan-Nya “Bapa telah menyerahkan segala sesuatu

13 Crosby, Apakah Engkau Mengasihi Aku: Pertanyaan-Pertanyaan Yesus Kepada

Gereja, hlm. 248 14 Lih. “Foot Washing” dalam The Interpreter’s Dictionary of the Bible (Tennessee:

Parthenon Press, 1980).

7

kepada-Nya” termasuk kuasa, sekarang menggunakan tangan-Nya dalam suatu upacara yang

menjungkirbalikkan segala sesuatu.

2.2 Percakapan Antara Yesus dan Simon Petrus (13:6-11)

Dialog antara Yesus dan Simon Petrus sesungguhnya mencerminkan hal yang sangat

mendalam. Dari pihak Petrus, setiap pertanyaan dan lontaran kalimat sanggahan yang

diberikannya kepada Yesus merupakan usaha mempertahankan status quo. Status quo itu

berkenaan dengan peran dan hierarki yang berfungsi hanya untuk melanggengkan kontrol dan

kekuasaan. Kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Petrus mengisyaratkan ketakutan sekaligus

penolakan. Ketakutan dan penolakan akan tindakan Yesus menjungkirbalikkan makna menjadi

pemimpin. Apa yang diucapkan Simon Petrus mencerminkan kebelum-mengertiannya dan cara

pandangnya yang luaran. Yesus justru menghantarnya masuk lebih dalam ke cara baru berelasi di

dalam komunitas yakni pelayanan.15 Di samping itu Yesus hendak mengajarkan kepada para

murid bahwa pembasuhan lahiriah adalah lambang dari pembasuhan batiniah. Kebersihan badan

dimaksudkan untuk menggambarkan kebersihan jiwa. Hanya mereka yang bersih saja yang siap

dan mampu menerima hal-hal besar yang akan diungkapkan dan diberikan Yesus dalam

perpisahan-Nya itu.16

2.3 Pembasuhan Kaki oleh Yesus: Suatu Model bagi Murid-Murid-Nya(13:12-17)

Sekarang Yesus melakukan ritual ‘naik’. Sebelumnya, Ia telah ‘turun’ dengan

menanggalkan “jubah-Nya”.. Ritual turun dan naik ini merupakan gambaran simbolis dari

peristiwa Yesus turun ke dunia dan naik ke surga dan turun ke dunia orang mati dan naik dalam

kebangkitan. Setelah duduk kembali di tempatnya Yesus bertanya, “Mengertikah kamu apa yang

telah Kuperbuat kepadamu?” Pertanyaan ini ditujukan kepada semua murid. Karena

ketidakmengertian Simon Petrus tentulah menjadi juga ketidakmengertian para murid lain akan

maksud dari tindakan Yesus. Dengan kata lain, Yesus ingin menyatakan bahwa siapa yang

15 Crosby, Apakah Engkau Mengasihi Aku: Pertanyaan-Pertanyaan Yesus Kepada

Gereja, hlm. 249. 16 Richard Gutzwiller, Renungan tentang Yohanes, hlm. 283.

8

mengerti apa yang Ia lakukan akan melakukan hal yang sama juga: menghidupi semangat

pelayanan.

“Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah

Guru dan Tuhan. Jadi, jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu,

maka kamu pun wajib saling membasuh kaki sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada

kamu supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. Aku berkata

kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi daripada tuannya, ataupun

seorang utusan daripada dia yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu semuanya ini, maka

berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya”. Dalam menjelaskan mengapa para murid harus

mengikuti teladan-Nya, Yesus tidak mempersoalkan kehormatan yang sesungguhnya adalah

haknya sebagai “Tuhan” dan “Guru”. Apa yang Ia kehendaki dan juga Ia goyahkan adalah cara

tradisional yang di dalamnya kekuasaan dan kewenangan yang berkaitan dengan gelar-gelar itu

sudah dipraktikkan. Jika murid-murid mengakui kekuasaan dan kewenangan-Nya, mereka harus

mempolakan hidup mereka sendiri sesuai dengan tingkah laku-Nya. Pemolaan seperti itu lebih

banyak berkaitan dengan pembalikan peran-peran yang harus mereka perlihatkan dalam

menyelenggarakan kewenangan mereka daripada ritual aktual pembasuhan kaki. Ini adalah

teladan yang telah Ia berikan.17

Pada titik itu bisa dikatakan pembasuhan kaki ‘hanyalah’ cara Yesus untuk

menyampaikan maksud sesungguhnya, yakni merendahkan diri untuk melayani sesama. Kata-

kata “Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti

yang telah Kuperbuat kepadamu” dalam Yoh sejajar dengan kata-kata “Perbuatlah ini sebagai

peringatan akan Aku” (Luk. 22:19).

2.4 Pemberitahuan Yesus tentang Pengkhianatan Yudas dan Peringatan kepada Murid-

Murid (13:18-20)

“Bukan tentang kamu semua Aku berkata. Aku tahu, siapa yang telah Kupilih. Tetapi

haruslah genap nas ini: Orang yang makan roti-Ku, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku.

Aku mengatakan ini kepadamu sedkarang juga sebelum itu terjadi, supaya jika hal itu terjadi,

17 Crosby, Apakah Engkau Mengasihi Aku: Pertanyaan-Pertanyaan Yesus Kepada Gereja, hlm. 255. Bdk. R. H. Lightfoot, St. John’s Gospel: A Commentary (Great Britain: Oxford University Press, 1956), hlm. 264-265.

9

kamu percaya, bahwa Akulah Dia” (13:18). Pernyataan Yesus ini, oleh para ahli, dipandang

sebagai ramalan atas apa yang akan terjadi pada-Nya. Yesus sudah tahu situasi macam apa yang

akan dihadapi dan siapa yang akan memasukkannya ke dalamnya. Pernyataan Yesus ini harus

dibaca sebagai pemenuhan dari sabda-Nya sendiri akan penyaliban (8:28).18 Poin terpenting yang

pantas digarisbawahi di sini adalah kendati sudah mengetahui bahwa penderitaan dan kematian

yang tragis akan menimpa diri-Nya, Yesus tetap memilih untuk menyongsongnya demi

keselamatan manusia. Kebebasannya untuk memilih dan ketaatan-Nya pada hendak disampaikan

sebagai contoh lain bagi murid-murid-Nya.

Pada ayat terakhir kisah ini (13:20) Yesus berbicara tentang pengutusan. Pemahaman

tentang diutus merupakan inti pengertian Yoh mengenai identitas Yesus. Dalam Injilnya,

Yohanes menggunakan kata “mengutus” (pempein) sebanyak 32 kali. Maka sama seperti Yesus

diutus ke dalam dunia, para muridpun harus siap diutus ke mana untuk mewartakan Kabar

Baik.19

3. Inspirasi Kotbah

Beberapa butir inspirasi kotbah dapat ditarik dari kisah pembasuhan kaki para murid oleh

Yesus ini.

3.1 Menjadi Murid Kristus yang Memiliki Semangat Melayani

Tindakan pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus menunjukkan secara radikal

semangat pelayanan. Maka seperti yang telah diamanatkan oleh-Nya, sebagai murid Kristus,

kitapun harus memiliki semangat pelayanan. Posisi dan jabatan apapun yang kita pegang harus

ditempatkan dalam konteks pelayanan. Kewenangan dan kekuasaan haruslah diarahkan pertama-

tama untuk menjalankan fungsi pelayanan. Ini tidak gampang karena menuntut penyangkalan

diri, pengorbanan dan perendahan diri. Di tengah masyarakat yang mengejar jabatan dan kuasa

semata-mata demi gengsi dan main kuasa, suri teladan Yesus ini mendapat tantangan yang tidak

18 Lih. Raymond E. Brown dkk (eds.), The New Jerome Biblical Commentary

(Bangalore, India: Theological Publications, 2000), hlm. 973.

19 Crosby, Apakah Engkau Mengasihi Aku: Pertanyaan-Pertanyaan Yesus Kepada Gereja, hlm. 259.

10

ringan. Tetapi jika kita sungguh mengakui dengan hati bahwa Yesuslah Tuhan dan Guru kita,

maka sudah sepatutnya jika semangat pelayanan dihidupi dan dikembangkan dalam medan

pekerjaan manapun yang kita masuki. Semangat pelayanan ini didasarkan pada cinta kepada

Allah dan cinta kepada sesama. Semangat pelayanan yang tidak didasarkan pada cinta tidak akan

bertahan lama dari tekanan dan himpitan kecenderungan main kuasa dalam masyarakat.

3.2 Menjadi Murid Kristus yang Taat pada Tugas Perutusan

Ketaatan pada tugas perutusan adalah pilihan yang membuat segala sesuatu menjadi jelas.

Ini yang menyebabkan sekalipun Yesus sudah mengetahui apa yang bakal menimpa diri-Nya, Ia

tidak lari daripadanya. Ia menyongsongnya. Yesus taat pada tugas yang diemban-Nya. Ia taat

kepada kehendak Bapa. Sebagai murid Kristus tugas perutusan kita jelas dan terang benderang:

menyebarkan Kabar gembira kepada siapapun yang kita temui. Tinggal yang dituntut daripada

kita adalah ketaatan terhadapnya. Ketaatan untuk menyebarkan Injil sebenarnya membuat segala

pilihan yang diambil sesudahnya tidaklah terlampau sulit. Tugas perutusan menjadi titik

berangkat sekaligus kompas bagi perjalanan hidup kita. Tidak bisa dipungkiri bahwa ketaatan

pada tugas perutusan pun tidaklah gampang. Di zaman di mana banyak hal bisa dan mudah dibeli

dan dibelokkan, kerap ketaatan pada tugas perutusan menjadi barang mewah. Ketaatan menuntut

bukan hanya penyangkalan diri tetapi sama seperti semangat melayani di atas hati untuknya.

Penutup

Dalam lingkaran besar kehidupan Kristus (turun dari Bapa dan kembali naik kepada-

Nya), dasar terbawah dari turun serta saat dimulainya kenaikan kini terlaksana ketika Anak Allah

mengambil rupa seorang hamba. Kerendahan hati serta tindakan perendahan diri dari Anak Allah

merupakan makna sesungguhnya dari kisah pembasuhan kaki. Maka sebagai pengikut Kristus

tidak bisa tidak selain melakukan hal yang sama sebagaimana yang telah dilakukan oleh Sang

Guru dan Tuhan. Kerendahan hati dan perendahan diri yang terwujud dalam semangat melayani

dan ketaatan kepada tugas perutusan menjadi harga mati seorang murid Kristus.

Daftar Pustaka

11

Brown, Raymond E. dkk (eds.). The New Jerome Biblical Commentary. Bangalore, India:

Theological Publications, 2000

Crosby, Michael H. Apakah Engkau Mengasihi Aku: Pertanyaan-Pertanyaan Yesus Kepada

Gereja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2009

Darmawijaya, St. Pesan Injil Yohanes. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1988

“Foot Washing” dalam The Interpreter’s Dictionary of the Bible. Tennessee: Parthenon Press,

1980

Gutzwiller, Richard. Renungan tentang Yohanes. Ende: Penerbit Nusa Indah, 1961

Lembaga Biblika Indonesia. Injil dan Surat-Surat Yohanes. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1981

Lightfoot, R. H. St. John’s Gospel: A Commentary. Great Britain: Oxford University Press, 1956

Untu, Vianny. Injil Yohanes. Traktat Kuliah STF-SP, 2009