kajian susut pasca panen dan pengaruh kadar air gabah...

72
SKRIPSI KAJIAN SUSUT PASCA PANEN DAN PENGARUH KADAR AIR GABAH TERHADAP MUTU BERAS GILING VARIETAS CIHERANG (Studi Kasus di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang). Oleh LISTYAWATI F24103050 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: lethu

Post on 30-Apr-2018

240 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

SKRIPSI

KAJIAN SUSUT PASCA PANEN DAN PENGARUH KADAR AIR GABAH

TERHADAP MUTU BERAS GILING VARIETAS CIHERANG

(Studi Kasus di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang).

Oleh

LISTYAWATI

F24103050

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

KAJIAN SUSUT PASCA PANEN DAN PENGARUH KADAR AIR GABAH

TERHADAP MUTU BERAS GILING VARIETAS CIHERANG

(Studi Kasus di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang).

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

LISTYAWATI

F24103050

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 3: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN SUSUT PASCA PANEN DAN PENGARUH KADAR AIR GABAH

TERHADAP MUTU GILING BERAS VARIETAS CIHERANG

(Studi Kasus di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang).

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

LISTYAWATI

F24103050

Dilahirkan pada tanggal 22 November 1984

Di Bekasi, Jawa Barat

Tanggal lulus : 21 Juni 2007

Menyetujui:

Bogor, Juli 2007

Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc.

Ketua Departemen ITP

Page 4: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

Listyawati. F24103050. Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah Terhadap Mutu Beras Giling Varietas Ciherang (Studi Kasus di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang). Di bawah bimbingan : Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS dan Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA. (2007)

RINGKASAN

Beras varietas Ciherang merupakan salah satu beras varietas unggul, namun dalam pemasarannya beras ini belum banyak dikenal oleh masyarakat banyak. Hal ini disebabkan karena beras Ciherang biasa dipasarkan tanpa merek. Beras varietas Ciherang ini banyak ditanam di daerah Karawang, Jawa Barat dikarenakan iklim dan keadaan tanah yang cocok untuk pertumbuhan beras varietas Ciherang ini. Salah satu daerah yang menanam beras varietas Ciherang ini adalah Kecamatan Telagasari, yang terletak di Kabupaten Karawang. Keberhasilan dari upaya peningkatan produksi beras selain dengan upaya pembudidayaan dan perluasan lahan, juga sangat dipengaruhi oleh jumlah loss atau susut yang terjadi mulai dari pemanenan padi hingga penggilingan gabah menjadi beras. Salah satu kendala besar yang dihadapi oleh petani adalah masih tingginya loss pasca panen. Apabila kita dapat menekan jumlah loss yang terjadi selama pasca pemanenan, maka produktivitas beras secara nasional juga akan meningkat dan hal ini dapat memberikan keuntungan bagi berbagai pihak, mulai dari petani, masyarakat, juga pemerintah. Oleh sebab itu peneliti mencoba untuk menganalisis susut pasca panen yang terjadi di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang. Berdasarkan hasil pengamatan, susut pasca panen yang terjadi di Kecamatan Telagasari adalah sebesar 8%, yang meliputi susut pemanenan sebesar 0.3%, susut perontokan sebesar 4.6%, susut pengeringan sebesar 1.3%, dan susut penggilingan sebesar 1.8% Pada penelitian ini juga dilakukan pengaruh kadar air gabah kering giling terhadap mutu dan rendemen beras yang dihasilkan. Pengujian dilakukan dengan mengkondisikan gabah pada kadar air yang berbeda kemudian digiling dengan metode dan alat yang sama. Berdasarkan pengamatan, gabah dengan kadar air 14% menghasilkan rendemen beras giling dan persentase beras kepala tertinggi dibandingkan gabah dengan kadar air 12% dan 16%. Kekerasan butiran beras akan berbeda bila gabah digiling pada kadar air yang berbeda-beda. Kadar air yang disarankan untuk gabah kering giling yaitu 14%. Bila kadar air gabah lebih atau kurang dari itu maka akan menyebabkan terjadinya penurunan rendemen dan mutu beras giling.

Page 5: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Bekasi, 22 November 1984 dan

merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis

memulai pendidikannya di TK Mardi Yuana, dan

selanjutnya penulis meneruskan pendidikannya di SD Mardi

Yuana, SLTP Mardi Yuana, dan SMUN 3 Bogor.

Pendidikan terakhirnya dia tempuh di Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya dengan melakukan penelitian yang

berjudul ” Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah terhadap

Mutu Beras Giling Varietas Ciherang ( Studi Kasus di Kecamatan Telagasari,

Kabupaten Karawang)”. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2006

sampai dengan bulan April 2007. Penelitian ini bertempat di Kecamatan

Telagasari, Kabupaten Karawang, dan juga laboratorium ITP.

Penulis berkesempatan menjadi finalis lomba Presentasi Pemikiran Kritis

Mahasiswa (PPKM 2006) dan Lomba Karya Tulis Mahasiswa-Lingkungan Hidup

(LKTM_LH) 2006 yang keduanya diadakan oleh DIKTI (Direktorat Jenderal

Perguruan Tinggi). Penulis juga berkesempatan menjadi 5 besar Mahasiswa

Berprestasi tingkat Departemen ITP. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan

dan organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai koordinator bendahara di UKM

KEMAKI (Keluarga Mahasiswa Katolik IPB) pada masa jabatan 2005-2006, dan

juga pernah menjabat sebagai anggota fgW Student Forum yang berpusat di

Universitas Atmajaya. Penulis juga berperan serta sebagai panitia dalam kegiatan

Konferensi HMPPI (Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia), LCTIP

2005, dan 5th NSPC (National Student Paper Competition) 2006. Saat ini penulis

bertempat tinggal di Citeureup, Bogor bersama keluarganya.

Page 6: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel
Page 7: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

i

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya lah skripsi ini

dapat saya selesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS. selaku Dosen Pembimbing Akademik

sekaligus dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas bimbingan,

masukan, dorongan, dan saran Bapak selama ini.

2. Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA selaku Dosen Pembimbing II. Terima

kasih atas masukan, dorongan dan saran Bapak selama saya

menyelesaikan tugas akhir saya.

3. Dr.Ir. Yadi Haryadi, Msc selaku dosen penguji. Terima kasih atas

kesediaan bapak sebagai penguji.

4. Keluargaku : Papa, Mama, Novi. Terima kasih telah memberikan

semangat, keceriaan, penghiburan, dan dukungannya. I love u all

5. Bapak Ujang, selaku pengurus KUD yang telah membantu saya selama di

Karawang

6. Bapak Hasanuddin dan Ibu Kurnia yang telah bersedia rumahnya

ditumpangi oleh saya selama berada di Karawang

7. Para petani di Kecamatan Telagasari, karawang yang telah membantu saya

memperoleh data untuk penelitian saya

8. Petugas Dinas Pertanian Karawang, terimakasih atas bantuan dan

dukungannya selama saya menjalankan penelitian di Karawang

9. Kak Pahrudin, terima kasih karena sudah mau bersusah-susah menemani

saya dan menjadi guide selama saya di Karawang.

10. Bapak Sulyaden yang telah membantu saya di Laboratorium Metatron

11. Sahabat-sahabatku : Rika, Aji, Agnes, Anas, Fena, Titin, Thia, Dina.

Thanks for all. Thanks for our beautiful friendships, thanks for your

supports, thanks for everything.

12. Teman-teman satu bimbinganku, Beti dan Natalia. Tetap semangat yah

dalam menjalankan penelitian dan tugas akhir. Perjuangan kita selama 4

tahun akan ditentukan disini. Terima kasih atas dukungan dan

persahabatan kalian.

Page 8: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

ii

13. Teman-teman TPG 40 : Andreas, Agus, Eko, Bebe, Lasty, Dion, Andal,

Wayan, Ari, Angel, Gilang, dan semua teman-teman sekalian yang tidak

dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih untuk semua dukungannya.

14. Teman-teman SMPku : Ribkah, Heny, Kurniawan, Ito makasih yah buat

dukungannya selama penelitian dan pembuatan skripsi ini.

15. Para teknisi di Laboratorium ITP : Ibu Rubiyah, Teh Ida, Pak Gatot, Pak

Koko, Pak Rojak, Ibu Sri, dan teknisi lainnya yang telah membantu saya

dalam menyelesaikan penelitian saya

16. Program B dan Teh Dewi, terima kasih atas bantuannya dan dukungannya.

17. Semua pihak yang telah membantu, dan tidak dapat disebutkan satu-

persatu.

Page 9: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ....................................................................................................v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii

I. PENDAHULUAN ................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG .................................................................................1

B. TUJUAN ......................................................................................................2

C. MANFAAT ..................................................................................................2

II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................3

A. BERAS .........................................................................................................3

B. TANAMAN PADI .......................................................................................7

C. BERAS CIHERANG ...................................................................................8

D. PASCA PANEN ..........................................................................................8

E. KADAR AIR GABAH ..............................................................................14

III. METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................16

A. BAHAN .....................................................................................................16

B. ALAT .........................................................................................................16

C. METODE PENELITIAN ...........................................................................16

1. Analisis Karakteristik Fisik ....................................................................16

2. Analisis Susut Pasca Panen ....................................................................19

3. Analisis Pengaruh Kadar Air terhadap Beras Giling .............................22

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................23

A. ANALISIS KARAKTERISTIK FISIK .....................................................23

B. ANALISIS SUSUT PASCA PANEN ......................................................30

1. Susut Pemanenan ...................................................................................31

2. Susut Perontokan ...................................................................................34

3. Susut Pengeringan ..................................................................................37

4. Susut Penggilingan .................................................................................39

Page 10: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

iv

C. ANALISIS PENGARUH KADAR AIR GABAH TERHADAP BERAS

GILING .....................................................................................................40

V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................47

A. KESIMPULAN ..........................................................................................47

B. SARAN ......................................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................49

LAMPIRAN ...........................................................................................................54

Page 11: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Standardisasi tipe beras berdasarkan

ukuran dan bentuk biji .............................................................................. 4

Tabel 2. Klasifikasi dan jumlah rekomendasi

parameter kualitas beras ............................................................................ 5

Tabel 3. Spesifikasi persyaratan mutu beras

giling (SNI 01-6128-1999) ....................................................................... 6

Tabel 4.Mutu beras : RSNI 01-6128-200x ........................................................... 6

Tabel 5. Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 .................................................. 7

Tabel 6. Beras varietas Ciherang .......................................................................... 9

Tabel 7. Persentase susut pasca panen menurut BPS 1996................................. 12

Tabel 8. Ukuran dan Nisbah Gabah dan Beras Ciherang ................................... 23

Tabel 9. Kualitas Gabah Varietas Ciherang ........................................................ 23

Tabel 10. Karakteristik Fisik Beras Varietas Ciherang ...................................... 25

Tabel 11. Pemisahan Beras Pecah Kulit ............................................................ 28

Tabel 12. Pengaruh Kadar Air Gabah terhadap Mutu Beras Giling ................... 41

Page 12: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hama lembing yang menyerang

padi di Kecamatan Telagasari ........................................................... 24

Gambar 2. Skema pengaruh perlakuan

prapanen terhadap mutu beras. ........................................................ 30

Gambar 3. Grafik perhitungan susut

pasca panen di Kecamatan Telagasari ............................................... 31

Gambar 4. Proses perhitungan susut pemanenan untuk perhitungan gabah yang

hilang (a), dan perhitungan gabah total hasil panen (b) ................... 32

Gambar 5. Sabit biasa (kiri) dan sabit bergerigi (kanan) .................................... 33

Gambar 6 (a) Proses perhitungan susut perontokan

dengan menggunakan alas kontrol dan alas petani

dan (b). Penggebotan dengan menggunakan alas kontrol.. ............... 35

Gambar 7. Grafik hubungan antara kadar air

dengan kekerasan gabah ................................................................... 45

Page 13: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Istilah-istilah ........................................................................................................ 54

Page 14: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Nasi merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat

Indonesia. Selain rasanya yang enak, nasi juga memiliki kecocokan untuk

dipadukan dengan berbagai lauk. Oleh sebab itu sebagian besar

masyarakat Indonesia menyukai nasi sebagai makanan pokok. Nasi yang

rasanya enak akan dihasilkan dari beras yang berasal dari beras yang

berkualitas bagus, yang salah satunya ditentukan oleh varietasnya.

Beras varietas Ciherang tergolong ke dalam beras unggulan. Hanya

saja masyarakat belum banyak mengetahui jenis beras ini. Hal ini

disebabkan karena jenis beras ini banyak dijual tanpa merek di pasaran.

Padahal luas produksi beras Ciherang ini menempati urutan nomor satu di

Jawa Barat pada musim tanam 2004 (Hermanto, 2006).

Beras yang akan diteliti oleh penulis adalah beras varietas

Ciherang yang berasal dari Karawang. Varietas Ciherang ini sekarang

mulai meluas penyebarannya. Uji yang dilakukan terhadap beras varietas

Ciherang ini diantaranya meliputi uji fisik untuk mengetahui karakteristik

fisik dari beras ini.

Mutu gabah dan kadar air gabah sebelum digiling dapat

mempengaruhi rendemen dan mutu beras giling yang dihasilkan. Bila

gabah yang akan digiling mencapai kadar air yang optimum maka akan

diperoleh rendemen dan mutu beras giling yang baik pula. Oleh sebab itu

perlu adanya pengeringan gabah yang tepat hingga mencapai kadar air

optimum tersebut.

Masalah utama dalam penanganan pasca panen padi yang sering

dialami oleh petani adalah tingginya kehilangan hasil selama pasca panen.

Kegiatan pasca panen meliputi proses pemanenan padi, penyimpanan

padi, perontokan padi, pengeringan gabah, dan penggilingan gabah hingga

menjadi beras. Masing-masing tahapan pasca panen tersebut

memungkinkan terjadinya susut atau loss pasca panen. Perlakuan pasca

panen yang tepat akan membantu petani untuk mendapatkan produksi

Page 15: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

2

gabah dalam jumlah yang lebih besar. Oleh sebab itu diperlukan suatu

perhitungan besarnya penyusutan yang terjadi selama pemanenan, mulai

dari pemanenan padi, hingga pengeringan dan penggilingan, yang akan

berguna untuk menentukan tindakan dan upaya berlanjut yang berguna

untuk meningkatkan produksi beras ke depannya dengan mengurangi

penyusutan yang terjadi.

Berdasarkan hal tersebut penulis melakukan studi lapang langsung

ke Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, untuk menghitung

penyusutan yang terjadi selama pemanenan. Selain itu penulis juga

mempelajari pengaruh kadar air gabah terhadap rendemen dan mutu beras

giling varietas Ciherang yang dihasilkan.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mempelajari karakteristik fisik beras varietas Ciherang

2. Menghitung susut pasca panen beras varietas Ciherang di

Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang

3. Mempelajari pengaruh kadar air gabah terhadap rendemen dan

mutu beras giling yang dihasilkan

C. MANFAAT

Manfaat yang bisa diperoleh melalui penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui mutu fisik beras varietas Ciherang yang dapat

dijadikan acuan untuk produksi beras berlabel

2. Mengetahui penyebab terjadinya kehilangan saat pemanenan dan

mendapatkan solusi untuk mengurangi kehilangan hasil panen

tersebut

3. Mengetahui kadar air gabah yang optimum untuk mendapatkan

beras dengan rendemen yang banyak dan mutu yang baik

Page 16: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BERAS

Beras merupakan tanaman Graminae yang termasuk ke dalam

genus Oryza Linn. Ada dua macam spesies yang biasa ditanam, yaitu

spesies Oryza sativa Linn dan Oryza glaberrina. Spesies Oryza sativa

Linn merupakan jenis spesies yang banyak ditanam di berbagai belahan

dunia, sedangkan spesies Oryza glaberrina merupakan beras spesifik yang

biasa ditanam di daerah kecil di Afrika Barat (Grist, 1959).

Beras merupakan sumber utama kalori bagi sebagian besar rakyat

Indonesia. Pangsa beras pada konsumsi kalori total adalah 54,3%, atau

dengan kata lain setengah dari intake kalori masyarakat Indonesia

bersumber dari beras (Harianto, 2001).

Berdasarkan ukuran dan bentuk beras, dalam standardisasi mutu

beras di pasaran internasional terdapat empat tipe ukuran panjang beras,

yaitu biji sangat panjang (extra long), biji panjang (long grain), biji

sedang (medium grain), dan biji pendek (short grain). Berdasarkan nisbah

panjang/ lebar, beras juga dibagi atas empat tipe, yaitu lonjong (slender),

sedang (medium), agak bulat (bold), dan bulat (round) (Damardjati dan

Purwani, 1991).

Secara umum, mutu beras dapat dikategorikan ke dalam 4

kelompok, yaitu (i) mutu giling, (ii) mutu rasa dan mutu tanak, (iii) mutu

gizi, dan (iv) standar spesifik untuk penampakan dan kemurnian biji

(misalnya besar dan bentuk beras, kebeningan (transluency), dan beras

chalky). Sedangkan dalam program pemuliaan padi, komponen mutu beras

dapat dikelompokkan atas (i) rendemen giling, (ii) penampakan, bentuk,

dan ukuran biji, dan (iii) sifat-sifat tanak dan rasa nasi (Damardjati dan

Purwani, 1991).

Mutu beras giling dikatakan baik apabila hasil dari proses

penggilingan diperoleh beras kepala yang banyak dengan beras patah

minimal. Mutu giling ini juga ditentukan dengan banyaknya beras putih

atau rendemen yang dihasilkan. Mutu giling ini sangat erat kaitannya

Page 17: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

4

dengan nilai ekonomis dari beras. Salah satu kendala utama bagi produksi

beras adalah banyaknya beras yang pecah sewaktu digiling. Hal ini dapat

menyebabkan menurunnya mutu beras (Allidawati dan Kustianto, 1989)

Penggolongan beras berdasarkan ukuran dan bentuk biji telah

ditentukan oleh USDA seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standardisasi tipe beras berdasarkan ukuran dan bentuk biji

Ukuran Skala USDA

Beras pecah kulit Beras giling

Panjang (mm)

Sangat panjang (extra long) 7.5 7.0

Panjang (long grain) 6.61-7.5 6.0-6.99

Sedang (medium grain) 5.51-6.6 5.5-5.99

Pendek (short grain) 5.51 5.0

Bentuk (rasio : panjang/lebar)

Lonjong (slender) 3.0 3.0

Sedang (medium) 2.1-3.0 -

Agak bulat (bold) 2.1 2.0-3.0

Bulat (round) - 2.0

Selain skala USDA, penggolongan tipe beras juga dilakukan oleh

Ayap et al. (2001) seperti terlihat pada Tabel 2.

Page 18: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

5

Tabel 2. Klasifikasi dan jumlah rekomendasi parameter kualitas beras (Ayap et al., 2001).

Parameter Klasifikasi Jumlah Rekomendasi

Beras pecah kulit (Brown rice)

Good (G) ≥ 80,0% ≥75.0 % (F hingga G) Fair (F) 75,0-79,0%

Poor (P) ≤75,0% Beras giling (Milled rice)

Premium (Pr) ≥70,1% ≥ 65.1 % (G1 hingga Pr) Tingkat 1 (G1) 65,1-70,0%

Tingkat 2 (G2) 60,1-65,0% Tingkat 3 (G3) 55,1-60,0%

Beras kepala (Head rice)

Premium (Pr) ≥57,0% ≥48.0 % (G1 hingga Pr) Tingkat 1 (G1) 48,0-56,9%

Tingkat 2 (G2) 39,0-47,9% Tingkat 3 (G3) 30,0-38,9%

Panjang beras (Grain length)

Extra Long (EL)

≥7,5 mm ≥6.5 mm (L hingga EL)

Long (L) 6,6-7,4 mm Medium (M) 5.5-6.5 mm Short (S) ≤5.4 mm

Bentuk beras (Grain shape)

Slender (S) ≥3.0 ≥3.0 (Slender) Intermediate

(I) 2.0-3.0

Bold (B) ≤2.0 Pengapuran (Chalky grains)

Premium (Pr) ≤ 2.0 % ≤5.0 % (G hingga Pr) Tingkat 1 (G1) 2.0-5.0 %

Tingkat 2 (G2) 5.1-10.0 % Tingkat 3 (G3) 10.1-15.0 %

Kadar amilosa (Amylose content)

Ketan (W) 0.0-2.0 % 20.1-25.0 % (Sedang) Sangat rendah

(VL) 2.1-10 %

Rendah (L) 10,1-15,0% Sedang (I) 20,1-25,0% Tinggi (H) >25%

Suhu Gelatinisasi (Gelatinization temperature)

Tinggi (H) 1-2 Tinggi-sedang (HI)

3

Sedang (I) 4-5 Rendah (L) 6-7

Spesifikasi persyaratan mutu beras giling telah diatur dalam SNI

01-6128-1999. Mutu beras giling menurut SNI ini dibedakan menjadi

beras mutu I, mutu II, mutu III, mutu IV, dan mutu V. Persyaratan mutu

beras giling menurut SNI ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 19: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

6

Tabel 3. Spesifikasi persyaratan mutu beras giling (SNI 01-6128-1999)

No.

Komponen Mutu Satuan Mutu I

Mutu II

Mutu III

Mutu IV

Mutu V

1 Derajat sosoh (min)

(%) 100 100 100 95 85

2 Kadar air (max) (%) 14 14 14 14 15 3 Beras kepala (min)

Butir utuh (min)

(%) 100 60

95 50

84 40

73 35

60 5

4 Butir patah (max) (%) 0 5 1 2.5 3.5 5 Butir menir (max) (%) 0 0 1 2 5 6 Butir merah (max) (%) 0 0 1 3 3 7 Butir kuning/

rusak (max) (%) 0 0 1 3 5

8 Butir mengapur (max)

(%) 0 0 1 3 5

9 Benda asing (max) (%) 0 0 0.02 0.05 0.2 10 Butir gabah (max) (%) 0 0 1 2 3 11 Campuran varietas

lain (max) (%) 5 5 5 10 10

Saat ini telah dibuat RSNI mengenai mutu beras giling untuk

menggantikan SNI tahun 1999 tersebut. Beberapa perubahan yang terjadi

misalnya derajat sosoh untuk beras mutu III, pada SNI tahun 1999 yaitu

sebesar 100%, sedangkan berdasarkan RSNI, derajat sosoh untuk beras

giling mutu III yaitu sebesar 95%. Selain itu pada RSNI juga perubahan

terhadap komponen mutu beras lainnya seperti yang terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4.Mutu beras : RSNI 01-6128-200x No Komponen mutu Satuan Mutu

I II III IV V 1 Derajat sosoh (min) (%) 100 100 95 95 95 2 Kadar air (max) (%) 14 14 14 14 14 3 Butir kepala (min) (%) 95 89 78 73 60 4 Butir patah total (max) (%) 5 10 20 25 35 5 Butir menir (max) (%) 0 1 2 2 5 6 Butir merah (max) (%) 0 1 2 3 3 7 Butir kuning/rusak

(max) (%) 0 1 2 3 5

8 Butir mengapur (max) (%) 0 1 2 3 5 9 Benda asing (max) (%) 0 0.02 0.0

2 0.05

0.20

10 Butir gabah (max) Butir/ 100gr

0 1 1 2 3

Page 20: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

7

Berbeda dengan beras, persyaratan mutu gabah tidak mengalami

perubahan hingga saat ini. Persyaratan mutu gabah ini diatur dalam SNI

0224-1987-0, yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0

No. Parameter Mutu Mutu I II III

1 Kadar air (% maksimum) 14,0 14,0 14,0 2 Gabah hampa (% maksimum) 1,0 2,0 3,0 3 Butir rusak +butir kuning (% maksimum) 2,0 5,0 7,0 4 Butir mengapur +gabah muda

(% maksimum) 1,0 5,0 10,0

5 Butir merah (% maksimum) 1,0 2,0 4,0 6 Benda asing (% maksimum) - 0,5 0,1 7 Gabah varietas lain (% maksimum) 2,0 5,0 10,0

B. TANAMAN PADI

Tanaman padi dapat tumbuh pada daerah bersuhu tinggi dan

mendapat sinar matahari yang lama. Temperatur rata-rata yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan tanaman padi ini berkisar antara 20-37.8oC (Grist,

1959). Pertumbuhan tanaman padi ini dipengaruhi oleh suhu daerah

penanaman, lamanya daerah tersebut terkena sinar matahari, keadaan

tanah, pH tanah, kandungan sulfit pada tanah, dan salinitas tanah (Grist,

1959). Padi baru dapat dipanen setelah mencapai kematangan, yaitu

berkisar antara 90-260 hari, tergantung kepada lingkungan dan kondisi

iklim (Grist, 1959).

Varietas padi sawah yang berpotensi menghasilkan gabah dalam

jumlah yang tinggi dapat ditentukan dari tipe tanaman padinya. Tipe

tanaman padi yang dapat menghasilkan gabah dalam jumlah yang banyak

yaitu padi yang tanamannya pendek, tidak rebah, penyebaran cahayanya

baik, daunnya tegak, daun benderanya lebih tinggi daripada malai,

daunnya pendek dan tegak, pembentukan anakannya baik, dan anakan

yang dihasilkan tegak (Anonim, 1980).

Page 21: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

8

Tanaman padi juga dapat mengalami rebah dalam kondisi tertentu.

Tentu saja tanaman padi yang rebah ini akan merugikan petani karena

dapat padi akan menjadi lebih rentan dari kerusakan. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kerebahan tanaman padi yaitu tinggi tanaman, dimana

semakin tinggi tanaman maka semakin tinggi pula kecenderungan untuk

rebah; cara bertanam, dimana cara bertanam pindah lebih tahan terhadap

rebah karena dasar tanamannya lebih terbenam; tipe pelepah daun;

ketebalan batang, dimana semakin tebal batang semakin tahan terhadap

rebah; hujan dan angin; intensitas cahaya; jarak tanam; dan jumlah pupuk

(Anonim, 1980).

C. BERAS CIHERANG

Beras Ciherang merupakan salah satu beras varietas unggul.

Berdasarkan data survei MT 2005, beras Ciherang menempati urutan

pertama berdasarkan luas tanam, mengalahkan beras varietas IR 64,

terutama di daerah Jawa Barat. Beras Ciherang unggul dengan luas tanam

0.73 juta ha, atau 33% lebih luas dari areal tanam IR 64 (Hermanto, 2006).

Ciherang ini merupakan beras hasil persilangan beras IR 64 dengan beras

varietas lain, oleh sebab itu beras varietas Ciherang ini memiliki sifat

unggul yang mirip dengan IR 64, yaitu memiliki hasil dan mutu beras

yang tinggi. Ciri-ciri umum dan morfologi beras varietas Ciherang

ditampilkan pada Tabel 6.

D. PASCA PANEN

Secara umum mutu beras dipengaruhi oleh empat faktor utama,

yaitu sifat genetik, lingkungan dan kegiatan prapanen, perlakuan

pemanenan, dan perlakuan pasca panen (Damardjati, 1988). Rangkaian

kegiatan pasca panen di tingkat petani sangat mempengaruhi terjadinya

butir patah pada beras. Rangkaian kegiatan pasca panen ini meliputi

kegiatan pemanenan, perontokan, pembersihan, pengeringan, pengemasan,

penyimpanan, dan penggilingan.

Allidawati dan Kustianto (1989) menyatakan bahwa varietas-

varietas padi memiliki ketahanan yang berbeda-beda terhadap moisture

Page 22: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

9

stress. Ketahanan ini dikenal sebagai crack resistance. Secara umum,

varietas atau galur yang berukuran beras panjang (6.61 mm) dan yang

mempunyai pengapuran dalam endospermanya akan menghasilkan beras

kepala lebih sedikit bila dibandingkan dengan yang berukuran medium

(5.50-6.60 mm). Sifat ini dapat diturunkan secara genetik. Jumlah beras

kepala ini akan sangat menentukan mutu dan harga beras di pasaran.

Tabel 6. Beras varietas Ciherang *)

Komoditas: Padi sawah Tahun: 2002 Anakan produktif: 14-17 batang Anjuran: Cocok ditanam pada musim hujan

dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m dpl

Asal persilangan: IR 18349-53-1-3-1-3/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3-1-///IR 64////IR 64

Bentuk Gabah : Panjang ramping Bobot Gabah : 1000 butir – 27-28 gr Dilepas Tahun : 2000 Golongan : Cere Hasil: 5-8,5 t/ha Nomor Pedigri : S3383-id-Pn-41-3-1 Tahan hama : Wereng coklat biotipe 2 dan 3 Tahan penyakit : Bakteri Tawar Daun (HDB) strain III

dan IV Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23% Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 107-115 cm Umur tanaman : 116-125 hari Warna Gabah : Kuning bersihKerontokan : Sedang Kerebahan : Sedang Pemulia : Tarjat T, Z. A. Simanullang,., E.

Sumadi dan Aan A. Daradjat. Status : Non komersial Kontak: Balai Penelitian Tanaman Padi

*) Litbang Deptan, 2002

Umur panen padi dapat ditentukan berdasarkan beberapa hal, yaitu

umur tanaman menurut deskripsi varietas, kadar air gabah, metode

optimalisasi (hari setelah berbunga rata), dan kenampakan malai (Setyono

Page 23: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

10

dan Hasanuddin, 1997). Waktu (umur) panen berdasarkan umur tanaman

sesuai dengan deskripsi varietas dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya varietas, iklim, dan tinggi tempat, sehingga umur panennya

berbeda berkisar antara 5-10 hari. Berdasarkan kadar air, padi yang

dipanen pada kadar air 21-26% memberikan hasil produksi optimum dan

menghasilkan beras bermutu baik (Damardjati,1979; Damardjati et

al.,1981).

Cara lain dalam penentuan umur panen yang cukup mudah

dilaksanakan adalah metode optimalisasi.Dengan metode optimalisasi,

padi dipanen pada saat malai berumur 30 – 35 hari setelah berbunga rata

(HSB) sehingga dihasilkan gabah dan beras bermutu tinggi (Rumiati dan

Soemadi,1982). Penentuan saat panen yang umum dilaksanakan petani

adalah didasarkan kenampakan malai, yaitu 90 – 95 % gabah dari malai

tampak kuning (Rumiati, 1982). Berdasarkan pengamatan secara visual,

pemanenan sudah dapat dilakukan apabila bagian ujung malai sudah

berwarna jernih dan keras serta sebagian besar biji pada pangkal malai

sudah dalam keadaan keras (Damardjati, 1979).

Secara praktis, maka cara penetapan panen dengan melihat warna

bulir banyak dilakukan oleh petani Indonesia. Penetapan warna bulir ini

berkaitan erat dengan fase pematangan bulir secara fisiologis. Menurut

Tjiptadi dan Nasution (1976), berdasarkan hal ini maka dikenal beberapa

stadia matang bulir padi sebagai berikut :

a. Stadia matang susu

Stadia matang susu terjadi pada saat malai padi mulai

terlihat terkulai. Apabila butir gabah dipijit akan terdapat cairan

berwarna putih susu. Pengangkutan zat-zat hara dari daun ke

bulir terjadi pada stadia ini. Sekalipun gabahnya sudah memiliki

daya untuk berkecambah, namun demikian panen pada stadia ini

akan sangat merugikan hasilnya, karena walaupun gabah ini

memiliki volume maksimum namun pada waktu dikeringkan,

bobotnya akan banyak berkurang

Page 24: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

11

b. Stadia matang kuning

Seluruh pertanaman tampak menguning, dan bagian yang

masih hijau adalah bagian buku-buku daun sebelah atas. Isi

gabah sudah mengeras, tetapi dengan pijitan tangan isi gabah

masih patah. Pengangkutan zat-zat hara dari daun ke malai

sudah berakhir.

c. Stadia matang penuh

Buku-buku daun sebelah atas telah menjadi berwarna

kuning tua, sedangkan batang-batang mulai kering. Isi gabah

tidak dapat dipecahkan dengan pijitan tangan. Isi gabah (tepung)

menjadi putih / bening tergantung dari varietas. Bagi varietas

padi yang mudah rontok, pada stadia ini gabah masih belum

rontok dari malainya.

d. Stadia matang mati (mutlak)

Seluruh pertanaman sudah terlihat mati, dan isi gabah

mudah mengeras dan kering. Pada varietas yang mudah rontok,

dengan menggoyangkan tanaman sedikit saja maka gabah dapat

jatuh.

Menurut Tjiptadi dan Nasution (1976), pemanenan sebaiknya

dilakukan pada stadia matang kuning agar menghindari pencurian dan

cuaca buruk seperti angin kencang yang dapat merontokkan gabah,

menghindari gabah rontok karena apabila dipanen terlambat berakibat

kehilangan butir gabah yang lemas, rontok terlebih dahulu. Pemanenan

dilakukan pada stadia matang kuning ini juga untuk mendapatkan

rendemen yang maksimum.

Menurut Setyono et al.(2001), titik kritis kehilangan hasil pada

pemanenan padi terutama terjadi pada tahap : 1) pemotongan padi, 2)

pengumpulan potongan padi, dan 3) pada proses perontokan. Kehilangan

tersebut umumnya disebabkan oleh perilaku para pemanen, baik disengaja

maupun tidak disengaja.

Alat panen yang sering digunakan dalam pemanenan padi, adalah

(1) ani –ani, (2) sabit biasa dan (3) sabit bergerigi (BPS, 1996). Dengan

Page 25: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

12

diintroduksikannya varietas –varietas unggul baru padi yang memiliki

potensi hasil tinggi dan berpostur pendek, maka terjadi perubahan

penggunaan alat panen dari ani-ani ke penggunaan sabit biasa/sabit

bergerigi. Dalam pemanenan padi tersebut menyebabkan kehilangan hasil

rendah (Damardjati et al.,1988, Nugraha et al., 1990).

Data kehilangan hasil nasional menurut BPS tahun 1996

ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Persentase susut pasca panen menurut BPS 1996

No. Tahap Kegiatan Susut (%) 1 Pemanenan 9.52 2 Perontokan 4.78 3 Pengangkutan 0.19 4 Pengeringan 2.13 5 Penggilingan 2.196 Penyimpanan 1.61 Total 20.51

(BPS, 1996).

Cara panen dengan mesin perontok akan menimbulkan kerusakan

mekanis pada gabah yang berupa keretakan biji akibat pukulan oleh alat

perontok yang berbentuk jeruji-jeruji. Keretakan tersebut mempunyai

hubungan erat dengan kepatahan beras setelah digiling (Damardjati dan

Purwani, 1991). Persentase beras kepala yang tinggi akan mempengaruhi

mutu pasar, dimana semakin tinggi persen beras kepala maka harganya

akan semakin tinggi pula.

Penggilingan beras berfungsi untuk menghilangkan sekam dari

bijinya dan lapisan aleuron, sebagian maupun seluruhnya agar

menghasilkan beras yang putih serta beras pecah sekecil mungkin. Setelah

gabah dikupas kulitnya dengan menggunakan alat pecah kulit, kemudian

gabah tersebut dimasukkan ke dalam alat penyosoh untuk membuang

lapisan aleuron yang menempel pada beras. Selama penyosohan terjadi

penekanan terhadap butir beras sehingga terjadi butir patah. Menir

merupakan kelanjutan dari butir patah menjadi bentuk yang lebih kecil

daripada butir patah (Damardjati, 1988).

Nilai rendemen beras giling dipengaruhi oleh banyak faktor yang

terbagi dalam tiga kelompok (Nugraha et al., 1998). Kelompok pertama

Page 26: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

13

adalah faktor yang mempengaruhi rendemen melalui pengaruhnya

terhadap mutu gabah sebagai bahan baku dalam proses penggilingan, yang

meliputi varietas, teknik budidaya, cekaman lingkungan, agroekosistem,

dan iklim. Kelompok kedua merupakan faktor penentu rendemen yang

terlibat dalam proses konversi gabah menjadi beras, yaitu: teknik

penggilingan dan alat penggilingan. Kelompok ketiga menunjukkan

kualitas beras, terutama derajat sosoh yang diinginkan, karena semakin

tinggi derajat sosoh, maka rendemen akan semakin rendah.

Susut mutu dari suatu hasil giling dapat diidentifikasikan dalam

nilai derajat sosoh serta ukuran dan sifat butir padi yang dihasilkan.

Umumnya semakin tinggi derajat sosoh , persentase beras patah menjadi

semakin meningkat pula. Ukuran butir beras hasil giling dibedakan atas

beras kepala, beras patah, dan menir (Anonim, 1983).

Susut giling juga dipengaruhi oleh mutu gabah pra penggilingan.

Faktor mutu gabah yang paling berpengaruh adalah kadar air dan

persentase gabah hampa serta kotoran atau benda asing. Selain itu susut

giling dipengaruhi oleh perlakuan pra penggilingan seperti pengeringan,

pembersihan, maupun teknologi penggilingan yang digunakan (Anonim,

1983).

Damardjati (1988), telah mengamati perubahan struktur biji beras

selama proses pematangan biji hingga lewat matang yang diamati

menggunakan mikroskop elektron scanning. Apabila umur gabah yang

dipanen masih muda, maka umumnya terbentuk biji mengapur yang

berwarna putih kelam karena ikatan antar granula pati masih longgar dan

belum kompak. Ikatan antar granula pada biji yang telah matang menjadi

padat dan kompak, dengan butiran-butiran protein yang terdapat di sela-

sela granula pati yang berfungsi sebagai pengepak. Sebaliknya pada biji

lewat matang, akan tampak struktur retakan-retakan dalam biji dan terjadi

pengkerutan granula-granula pati sehingga mengurangi kekompakan

ikatan antar granula.

Biji yang dipanen muda , karena ikatan antar granula pati masih

longgar dan kadar air kesetimbangannya tinggi, lebih mudah pecah oleh

Page 27: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

14

penggilingan, dan lebih mudah rusak dalam penyimpanan oleh infestasi

serangga dan penyakit. Sebaliknya, biji yang dipanen lewat matang

banyak mengalami keretakan sejak dari lapang yang menyebabkan mudah

pecah sewaktu penggilingan (Damardjati, 1988).

E. KADAR AIR GABAH

Gabah dan serealia lainnya dipandang merupakan bahan pangan

yang penting karena sifatnya yang mampu mempertahankan mutu selama

penyimpanan dengan baik. Kadar air merupakan faktor utama yang

menentukan daya simpan gabah yang dipengaruhi oleh suhu, oksigen,

kondisi biji, lama penyimpanan, dan faktor biologik (cendawan dan

serangga) (Damardjati, 1988).

Dalam kondisi normal, sekam memiliki peranan besar dalam

melindungi beras terhadap kerusakan yang disebabkan oleh cendawan,

walaupun secara tidak langsung. Biji padi yang disimpan dalam

kelembaban nisbi 80% dan suhu 22-25oC, memiliki kadar air

kesetimbangan 13.9% untuk gabah dan 14,9% untuk beras pecah kulit dan

beras giling. Selain sebagai barrier terhadap penetrasi cendawan, sekam

juga dapat mencegah timbulnya ketengikan dengan melindungi lapisan

dedak yang kaya akan minyak dari kerusakan mekanis selama pemanenan,

penggilingan, dan penanganan selanjutnya (Damardjati, 1988).

Beras dan gabah sama seperti organisme hidup lainnya,

mengalami respirasi. Pada proses respirasi ini akan dihasilkan CO2, air

dan energi. Bersama dengan gabah maupun itu sendiri, organisme yang

berasosiasi dengannya akan bernapas dan berkontribusi terhadap

keseluruhan aktivitas pernapasan , terutama di dalam kondisi dimana

kadar air gabah, kelembaban relatif (RH), dan suhu mendukung

pertumbuhan mikrobial (Siebenmorgen dan Meullenet, 2004).

Laju respirasi yang tinggi, terutama respirasi yang terjadi dalam

waktu yang lama akan menyebabkan kerusakan pada beras maupun gabah.

Kerusakan ini diantaranya perubahan warna dari biji menjadi berwarna

kuning atau sering disebut stackburn, yang merupakan efek negatif yang

paling sering terjadi akibat meningkatnya laju respirasi pada gabah yang

Page 28: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

15

disimpan dalam keadaan kadar air yang tinggi. Laju respirasi ini dihitung

berdasarkan laju terbentuknya CO2. Laju respirasi ini juga akan

meningkatkan suhu dan menyebabkan timbulnya hot spot (titik panas)

pada gabah (Siebenmorgen dan Meullenet, 2004).

Menurut Webb dan Calderwood (1977) diacu dalam Wadsworth

(1994), kadar air gabah berkaitan erat dengan rendemen beras kepala dan

derajat gilingnya. Dalam percobaannya, Webb dan Calderwood ini

melakukan penggilingan pada berbagai varietas beras dengan berbagai

range kadar air (6-18%). Gabah dengan kadar air yang berbeda ini

kemudian digiling dengan menggunakan alat penggiling yang telah diatur

pada tekanan yang berbeda-beda, untuk mendapatkan empat derajat giling

yang berbeda (well milled, reasonably well milled, lightly milled, dan

undermilled). Gabah dengan kadar air rendah (6-10%) lebih tahan

terhadap penggilingan pada setiap setting penggilingan dibandingkan

dengan gabah dengan kadar air tinggi (14-16%). Selain itu gabah dengan

kadar air rendah membutuhkan tekanan yang lebih tinggi daripada gabah

dengan kadar air tinggi agar didapatkan beras dengan derajat giling/

derajat sosoh yang tinggi pula. Pada derajat sosoh yang sama, gabah

dengan kadar air yang tinggi menghasilkan rendemen beras kepala yang

lebih tinggi 1-3% dibandingkan dengan rendemen beras kepala yang

dihasilkan oleh gabah dengan kadar air rendah.

Page 29: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabah,

beras pecah kulit, dan beras varietas Ciherang.

B. ALAT

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cera

Moisture Tester, plastik, terpal 6 x 8 m, terpal 6 x 4 m, sabit, alat

penggebot padi, karung, kotak pengukur densitas beras, tali rafia, tampah,

mesin penggiling padi, mesin penyosoh beras, husker skala lab merek

Satake, alat penyosoh beras skala lab Satake, oven pengering, Whiteness

Meter Kett, Grain Moisture Tester G-Won, timbangan, jangka sorong,

Hardness Meter.

C. METODE PENELITIAN

1. Analisis Karakteristik Fisik

a. Ukuran dan Bentuk Gabah serta Beras Giling

Pengukuran panjang dan lebar gabah dan beras dilakukan

dengan menggunakan alat jangka sorong merek Carnier Valiper,

150x 0.05 mm, 6 x 1/128 in. Gabah dan diukur dengan 3 kali

ulangan dan pada masing-masing ulangan diambil 10 gabah untuk

diukur panjang, lebar, dan nisbah panjang/ lebarnya.

b. Densitas Beras

Densitas beras dihitung dengan menuangkan beras kepala

utuh pada alat pengukur densitas berbentuk kubus dengan volume 1

liter. Beras yang sudah dituang kemudian diratakan dan ditimbang

bobotnya.

c. Persentase Butir Hampa dan Kotoran

Sampel gabah sebanyak 100 gram ditempatkan pada

tampah. Kemudian, gabah tersebut ditampi beberapa kali hingga

Page 30: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

17

seluruh kotoran dan butir hampa jatuh ke tanah karena perbedaan

bobot.

d. Butir Hijau, Butir Kuning/ Rusak, dan Butir Berkapur

Sampel BPK (beras pecah kulit) diambil sebanyak 50 gram.

Kemudian dari sampel tersebut dianalisis secara manual butir

hijau, butir kuning rusak, dan butir berkapur, kemudian masing-

masing ditimbang dan dihitung presentasenya terhadap bobot awal

contoh. Beras pecah kulit ini adalah beras yang masih mempunyai

lapisan dedak, dan merupakan hasil dari gabah yang digiling

menggunakan alat Testing Husker Roll.

Perhitungan butir hijau, butir kuning/ rusak, butir mengapur

adalah sebagai berikut :

Bobot masing-masing tipe butir B(%) = x 100%

Bobot sampel awal (50 gr) e. Derajat Sosoh Beras

Penentuan derajat sosoh dilakukan secara visual dengan

indera mata. Derajat sosoh 100% yaitu jika dari hasil penyosohan

semua lembaga, seluruh lapisan katul bagian luar, semua kulit ari

bagian dalam, dan sedikit endosperm telah dilepaskan dari butir

beras tersebut, sedangkan derajat sosoh 95% adalah tingkat

terlepasnya sebagian besar bekatul dan lembaga dari butir beras

sehingga sisa yang terlepas sebesar 5%, demikian juga dengan

derajat sosoh 85%, lapisan bekatul dan lembaga yang melekat atau

belum terlepas pada butir beras sekitar 15%. Penentuan derajat

sosoh dengan cara ini bersifat subyektif , tapi cara penentuan ini

masih dipakai dalam analisis mutu beras karena mudah, murah,

dan cepat.

f. Derajat Putih

Pengukuran derajat putih beras dilakukan dengan

menggunakan alat Whiteness Meter Kett. Whiteness Meter Kett ini

Page 31: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

18

menggunakan MgO yang memiliki derajat putih 81.6 sebagai

standarnya. Pengukuran derajat putih beras dilakukan pada beras

utuh maupun beras yang sudah ditepungkan.

g. Chalkiness

Chalkiness pada beras Ciherang ini ditentukan dengan

melakukan pengamatan secara visual. Beras kepala varietas

Ciherang dilihat secara visual apakah terdapat kekeruhan atau

adanya pengapuran, yang ditandai dengan adanya warna putih

keruh yang terdapat pada butiran beras. Tingkat kekeruhannya

dinilai dengan score, yaitu 0 (bening), 1 (sedikit berkapur/ kurang

dari 10%), 5 (pengapuran sedang/ 10-20%), dan 9 (pengapuran

besar/ >20%).

h. Sudut Curah (Angle of Repose) (AOAC, 1984)

Pengukuran sudut curah dilakukan dengan menuangkan

secara langsung beras dan gabah varietas Ciherang, masing-

masing sebanyak 300 gram melalui suatu corong. Jarak antara

ujung corong dengan alas yaitu 15 cm. Selanjutnya beras yang

membentuk gunungan tersebut diukur diameter dan tingginya.

Pengukuran sudut curah dihitung dengan mengunakan rumus :

tinggi Sudut curah = arc tan ½ diameter

i. Bobot Seribu Butir Beras Giling dan Gabah

Beras giling dipilih beras kepalanya kemudian dihitung sampai

seribu butir. Selanjutnya beras tersebut ditimbang bobotnya.

Perhitungan bobot seribu butir ini dilakukan sebanyak 3 kali

ulangan. Perhitungan bobot seribu butir gabah juga dilakukan

dengan cara yang sama dengan perhitungan bobot seribu butir

beras giling.

Page 32: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

19

2. Analisis Susut Pasca Panen

a. Susut Pemanenan

Susut atau losses pemanenan dilakukan dengan cara

menghitung jumlah gabah yang hilang atau tercecer pada saat panen

atau pemotongan padi. Mula-mula dibuat ubinan secara acak pada

petak sawah yang berbeda, sebesar 1.5 m x 1.5 m, sebanyak 4

ulangan. Selanjutnya dilakukan pemotongan padi dengan

menggunakan sabit biasa, dan hasil pemotongan tersebut langsung

dimasukkan ke dalam karung untuk menjaga agar butiran gabah

tidak berceceran. Gabah atau padi yang tertinggal pada ubinan 1.5 m

x 1.5 m dikumpulkan dan ditimbang bobotnya (BH). Selanjutnya

padi yang sudah dikarungkan digebot/ dirontokkan dengan

menggunakan alas 6 m x 4 m, dan dihitung bobotnya (BP). Gabah

yang masih tertinggal di malai padi diasag satu per satu dan

ditimbang bobotnya (BA). Perhitungan susut dilakukan dengan

membandingkan jumlah gabah yang tercecer sewaktu panen dengan

jumlah gabah total yang dihasilkan.

Perhitungan susut panen adalah sebagai berikut :

BH Spn = x 100% BH+ BP+ BA

Dengan : BH: Bobot yang hilang

BP : Bobot hasil perontokan ubinan

BA : Bobot asag

b. Susut Perontokan (Puspitasari, 2001)

Susut perontokan dilakukan dengan membandingkan

perontokan yang biasa dilakukan petani dengan kontrol. Kegiatan

yang dilakukan adalah, petani melakukan perontokan di atas alas/

lamporan miliknya tetapi di bawah alas tersebut dialasi oleh alas

kontrol. Ukuran alas petani sekitar 2 m x 3 m dan alas kontrol

Page 33: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

20

berukuran 6 m x 8 m. Setelah berangkasan padi digebot, dilakukan

asag atau penyisiran pada malai untuk merontokan butiran gabah

yang masih tertinggal. Hasil perontokan pada alas petani dihitung

sebagai hasil produksi, sedangkan hasil dari alas kontrol dan asag

dihitung sebagai gabah yang tercecer. Kemudian hasil panen di alas

petani ditambah hasil di alas kontrol dan asag dihitung sebagai hasil

panen yang seharusnya.

Perhitungan susut perontokan adalah sebagai berikut :

Keterangan :

BP : Bobot gabah hasil perontokan petani

BT : Bobot gabah yang tercecer di alas kontrol

BA : Bobot gabah hasil asag

c. Susut Pengeringan (Puspitasari, 2001)

Perhitungan susut pada saat pengeringan dilakukan dengan

cara membandingkan cara penjemuran petani dengan kontrol. Untuk

cara kontrol yaitu dengan menjemur gabah di atas lamporan dan

selama penjemuran relatif diawasi. Sedangkan cara petani adalah

dengan menjemur gabah di atas lantai jemur dan tidak diawasi.

Kemudian bobot akhir masing-masing perlakuan dihitung lalu

dibandingkan dengan bobot awal sebelum dijemur. Hasil kontrol

dikurangi hasil dengan cara petani dihitung sebagai susut.

Perhitungan susut penjemuran adalah sebagai berikut :

Spj (%) = Sbk-Sbp

Sbk : Susut bobot kontrol ( %)

Sbp : Susut bobot petani ( %)

BT + BA SSpr = x 100%

BT + BP + BA

Page 34: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

21

Bm – Ba Sbk/Sbp = x 100 Bm

Bm : Bobot sampel awal

Ba : Bobot sampel akhir setelah dijemur

Bm dan Ba dihitung dalam keadaan kadar air 14%, konversi bobot

dalam keadaan kadar air 14 % adalah sebagai berikut :

100 – Ka BK = x BB 100 – 14

BK : Bobot sampel pada kadar air 14 %

BB : Bobot sampel pada kadar air sebenarnya

Ka : Kadar air sampel

d. Susut Penggilingan (Puspitasari, 2001)

Susut penggilingan dihitung dengan membandingkan

rendemen beras yang digiling di Penggilingan KUD Telagasari,

Kabupaten Karawang dengan rendemen beras yang digiling di

laboratorium. Kegiatan ini dilakukan dengan 2 kali ulangan. Bobot

gabah yang digiling di laboratorium sebanyak 500 gram masing-

masing ulangan, sedangkan bobot gabah yang digiling di KUD

Telagasari jumlahnya tidak tentu, karena bergantung dari bobot

gabah per karungnya.

Rumus perhitungan susut penggilingan adalah sebagai

berikut :

Rk – Rp Spg = x 100% Rk

Rk : Rendemen beras giling kontrol ( %)

Rp : Rendemen beras giling penggilingan

Page 35: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

22

Bobot beras giling (output) Rk/Rp = x 100% Bobot gabah ( input )

3. Analisis Pengaruh Kadar Air terhadap Beras Giling

Pengukuran pengaruh kadar air gabah terhadap mutu dan

rendemen beras dilakukan dengan memvariasikan kadar air gabah

sebelum digiling. Gabah sebanyak masing-masing 200 gram

dikeringkan dengan hingga mencapai 3 kadar air yang berbeda, yaitu

12%, 14%, dan 16%. Pengeringan gabah dilakukan pada suhu 40oC -

50oC hingga gabah memiliki kadar air sebesar 16%, 14%, dan 12%.

Pengkondisian gabah ini dilakukan masing-masing sebanyak 2

ulangan untuk kadar air yang berbeda. Gabah yang sudah mencapai

kadar air yang diinginkan ini selanjutnya digiling hingga dihasilkan

beras giling. Beras giling yang dihasilkan dihitung sebagai rendemen

hasil. Dan selanjutnya beras giling ini dipisahkan beras kepala, butir

patah, dan menir, dan dihitung persentasenya untuk dilihat mutu beras

yang dihasilkan.

Berdasarkan persyaratan yang dikeluarkan oleh Bulog, beras

kepala merupakan merupakan beras yang memiliki ukuran lebih besar

dari 6/10 bagian beras utuh. Beras patah memiliki ukuran butiran 2/10

bagian sampai 6/10 bagian beras utuh, dan menir memiliki ukuran

lebih kecil dari 2/10 bagian beras utuh atau melewati lubang ayakan

2,0 mm (Waries, 2006). Selain itu tingkat kekerasan dari masing-

masing butiran gabah juga diukur dengan menggunakan alat Hardness

meter.

Perhitungan rendemen beras giling adalah sebagai berikut :

Bobot beras giling + menir Rendemen (%) = x 100%

Bobot gabah awal

Page 36: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. ANALISIS KARAKTERISTIK FISIK

Analisis karakteristik fisik merupakan upaya pendahuluan untuk

mengetahui mutu dan sifat fisik dari beras varietas Ciherang ini. Analisa

ini dapat digunakan untuk standardisasi mutu beras yang merupakan

bagian dari penanganan pasca panen primer. Karakteristik fisik dari beras

Ciherang ini juga dapat berguna untuk identifikasi lainnya. Hasil analisis

ukuran dan lebar gabah dan beras Ciherang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Ukuran dan nisbah gabah dan beras Ciherang

Produk Panjang (mm) Lebar (mm) Panjang/lebar(p/l)

Gabah 9.79 ± 0.01 2.49 ± 0.09 4.0 ± 0.16 Beras 6.81 ± 0.03 2.07 ± 0.04 3.3 ± 0.07

Berdasarkan perhitungan nisbah panjang/ lebar beras varietas

Ciherang dapat disimpulkan bahwa beras varietas Ciherang ini merupakan

beras berukuran panjang (Long (6.6- 7.4 mm)), dan berbentuk lonjong

(Slender, ≥ 3.0) (Ayap et al., 2001). Menurut Allidawati dan Kustianto

(1989), konsumen beras di Indonesia biasanya menyukai beras dengan

ukuran panjang medium (M) sampai panjang (L), dan pasaran

internasional lebih menyukai beras berukuran panjang (L). Hal ini

menunjukkan bahwa beras Ciherang ini dapat menjadi beras yang dapat

diterima oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.

Tabel 9. Kualitas gabah varietas Ciherang

Komponen Mutu Besaran

Bobot seribu butir gabah 25.61 g/ 1000 butir

Butiran hampa dan kotoran 4,3%

Angle of repose 29.31 ± 2.24o

Berdasarkan data pada Tabel 9. bobot seribu butir gabah Ciherang

yaitu sebesar 25.61 g/1000 butir gabah. Nilai ini lebih kecil dibandingkan

dengan bobot seribu butir gabah yang dikeluarkan oleh Litbang Deptan

Page 37: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

24

(2002), yaitu sebesar 27-28 g/1000 butir gabah. Bobot gabah yang

berkurang atau tidak sesuai dengan bobot yang diharapkan dapat

disebabkan karena kondisi setelah pembungaan yang tidak

menguntungkan, misalnya karena kurangnya unsur-unsur hara yang

tersedia (Taslim, H et al.,1989).

Butir hampa dan kotoran yang terdapat pada gabah varietas

Ciherang ini adalah sebesar 4.3%. Jumlah ini tergolong besar, dan bahkan

tidak memenuhi mutu gabah III menurut SNI 0224-1987-0 mengenai

mutu gabah. Kemungkinan hal ini disebabkan adanya gabah selain butir

hampa yang ikut terbuat sewaktu diayak. Selain itu menurut Damardjati

(1979), pemanenan yang dilakukan pada kematangan yang tidak tepat

akan menghasilkan penurunan mutu giling dan rendemen beras. Beras

yang dipanen sebelum masak akan banyak mengandung gabah hampa,

butir kapur, dan beras pecah yang tinggi.

Berdasarkan pengamatan peneliti, sebagian besar sawah di

Kecamatan Telagasari telah dipanen sebelum waktunya karena pengaruh

cuaca yang buruk dan adanya hama lembing/ kepinding tanah

(Scotinophara coarctata). Hama lembing ini juga diperkirakan menjadi

penyebab meningkatnya jumlah gabah hampa karena hama lembing ini

menyerang butiran-butiran gabah, sehingga gabah menjadi kopong.

Gambar 1. Hama lembing yang menyerang padi di Kecamatan Telagasari.

Sudut curah suatu bahan dapat dijadikan suatu indikator kasar

untuk menentukan kemudahan suatu bahan tersebut mengalir dalam

sistem pengepakan dan penyimpanan. Carr dalam Peleg (1983)

Page 38: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

25

menyatakan bahwa sudut curah sebesar ≤ 35o menandakan bahwa bahan

tersebut mudah mengalir, sudut curah 35-45o menandakan bahwa bahan

tersebut sedikit bersifat kohesif, sudut curah sebesar 45-55o menandakan

bahwa bahan bersifat kohesif (kehilangan sifat mudah mengalir), dan

sudut curah ≥ 55o menandakan bahan bersifat sangat kohesif dan sulit

mengalir. Gabah Ciherang ini memiliki sudut curah sebesar 29.31o. Nilai

ini menunjukkan bahwa gabah Ciherang ini termasuk ke dalam bahan

yang mudah mengalir, sehingga ini termasuk bahan yang mudah dikemas

dan disimpan.

Tabel 10. Karakteristik fisik beras varietas Ciherang

Komponen mutu Besaran Densitas 819.4 g/ liter Derajat sosoh 100 % Derajat putih 42.3 % Chalkiness 0 Bobot seribu butir beras 19.2 g/ 1000 butir Sudut curah (angle of repose) 23.8 ± 1.61o

Berdasarkan data pada Tabel 10, densitas beras merupakan salah

satu parameter yang dapat digunakan untuk menentukan karakteristik

fisik dari beras Ciherang sekaligus untuk membedakan beras Ciherang

dengan beras varietas lainnya. Berdasarkan pengukuran, diperoleh

densitas beras Ciherang sebesar 819.4 g/ liter.

Pengukuran derajat sosoh meskipun dinyatakan secara kuantitatif,

namun pengukurannya masih dilakukan dengan cara visual, sehingga

masih bersifat subjektif. Derajat sosoh merupakan tingkat pembuangan

lembaga, lapisan perikarp, dan aleuron dari butiran beras dalam proses

penyosohan. Derajat sosoh dan persentase beras patah merupakan

komponen utama yang menentukan mutu beras di Indonesia.

Beras Ciherang berdasarkan penelitian ini memiliki derajat sosoh

100%. Beras dengan derajat sosoh 100% menunjukkan bahwa seluruh

lapisan katul bagian luar, semua kulit ari bagian dalam, dan sedikit

endosperm telah dilepaskan dari butir beras tersebut. Semakin tinggi

derajat sosohnya, maka beras akan semakin putih. Beras yang derajat

Page 39: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

26

sosohnya rendah biasanya akan cepat mengalami ketengikan, karena beras

tersebut masih memiliki lapisan dedak aleuron yang memiliki kandungan

lemak yang tinggi (15-20%) (Kunze et al., 2004).

Sebagian besar konsumen menyukai beras dengan derajat sosoh

yang tinggi, karena beras dengan derajat sosoh yang tinggi memiliki

penampakan yang putih dan bersih. Namun sebenarnya beras dengan

derajat sosoh yang tinggi justru memiliki nilai gizi yang lebih redah

dibandingkan dengan beras dengan derajat sosoh rendah ataupun beras

pecah kulit. Hal ini disebabkan karena pada beras dengan derajat sosoh

yang tinggi, semua bagian yang mengandung nilai gizi tinggi seperti

aleuron telah dihilangkan. Meskipun begitu, beras dengan derajat sosoh

yang tinggi lebih tahan dalam hal penyimpanan dibandingkan dengan

beras dengan derajat sosoh rendah, karena beras dengan derajat sosoh

rendah mudah mengalami ketengikan.

Berbeda halnya dengan konsumen, derajat sosoh yang tinggi

kadang dianggap merugikan bagi para produsen. Hal ini disebabkan

karena semakin tinggi derajat sosoh beras maka bobotnya akan berkurang.

Selain itu semakin tinggi derajat sosoh juga kemungkinan menyebabkan

butir patah semakin besar. Oleh sebab itu biasanya para produsen

menggiling beras sampai derajat sosoh tertentu yang dianggap

menguntungkan.

Derajat putih beras diukur dengan alat Whiteness Meter Kett,

dengan menggunakan standar MgO yang memiliki derajat putih 81.6%.

Beras Ciherang ini memiliki derajat putih sebesar 42.3%. Menurut

Damardjati dan Purwani (1991), kadar protein beras berkorelasi negatif

dengan derajat putih beras tetapi berkorelasi positif dengan rendemen

beras kepala. Diduga hubungan ini terutama disebabkan oleh struktur

protein beras yang sebagian besar berbentuk butiran protein (protein

bodies). Butiran protein di dalam endosperm beras berperan sebagai

pengepak granula pati. Makin tinggi protein maka beras akan semakin

meningkat kekerasannya dan juga akan semakin tahan terhadap gesekan

selama penyosohan biji, sehingga endosperm yang tersosoh semakin

Page 40: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

27

rendah untuk waktu yang sama. Hal ini menyebabkan derajat putih biji

semakin menurun.

Chalkiness atau pengapuran dapat disebabkan karena adanya

pengepakan yang tidak rapat dalam sel- sel endosperm. Dikenal beberapa

pengapuran dalam beras matang yaitu white core apabila pengapuran

terletak pada bagian tengah endosperm dan tepi pada sisi ventral, white

belly apabila pengapuran terjadi pada pertengahan dari sisi ventral, dan

white back apabila pengapuran terdapat sepanjang sisi dorsal (Damardjati,

1988).

Chalkiness menurut Ikehashi dan Khush (1979) terbagi menjadi

beberapa tipe, yaitu white center atau white core, white belly, milky white,

dan opaque. Milky white merupakan beras yang memiliki pengapuran

hampir di seluruh permukaan, kecuali pada bagian pinggirnya, sedangkan

opaque memiliki butiran yang semua bagiannya mengalami pengapuran

yang disebabkan karena pengisian yang tidak sempurna. Chalkiness ini

dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan juga lingkungan (Brekenridge,

1979). Beras Ciherang memiliki nilai chalkiness 0 atau di dalam beras ini

tidak ditemukan adanya pengapuran.

Menurut Allidawati dan Kustianto (1989), pengapuran pada beras

ini akan hilang sewaktu dimasak dan tidak akan mempengaruhi rasa dan

kepulenan nasi serta nilai gizinya. Namun selama ini konsumen lebih

memilih beras dengan penampakan yang bening atau tingkat

pengapurannya sedikit.

Pengapuran dalam endosperma ini selain diatur oleh faktor genetik

juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti infeksi oleh

penyakit blas leher dan temperatur udara pada fase pengisian butir. Suhu

udara yang tinggi juga pada fase ini akan memperbesar pengapuran , dan

sebaliknya pada daerah yang lebih rendah suhu udaranya, pengapuran ini

dapat dikurangi. Oleh karena itu galur-galur hasil seleksi dari dataran

tinggi dengan pengapuran beras kecil harus diuji kembali pada lingkungan

yang lebih tinggi suhu udaranya (Allidawati dan Kustianto, 1989).

Page 41: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

28

Beras Ciherang memiliki sudut curah sebesar 23.8o. Hal ini

menunjukkan beras Ciherang ini tergolong bahan yang mudah mengalir,

artinya beras ini juga mudah untuk disimpan, dipindahkan, dan diangkut.

Tabel 11. Pemisahan beras pecah kulit

Tipe Butiran Persentase (%)

Butir Hijau 0.8 ± 0.01

Butir Kuning 0.8 ± 0.03

Butir Berkapur 0.4 ± 0.03

Butir kuning adalah butir utuh dan atau patah yang sebagian atau

keseluruhan bijinya berwarna kuning. Penyebab utama warna kuning dari

biji tersebut adalah adanya peragian , pembusukan, atau pertumbuhan

jamur karena kurang sempurnanya proses pengeringan gabah setelah

panen. Gabah dari hasil panen musim hujan yang tidak sempat segera

dikeringkan akan banyak menghasilkan butir kuning (Damardjati dan

Purwani, 1991). Berdasarkan data pada Tabel 11., butir kuning dari beras

Ciherang ini adalah sebesar 0.8 ± 0.03%. Jumlah ini masih memenuhi

standar SNI 0224-1987-0 untuk mutu gabah kualitas I.

Butir berkapur dari beras Ciherang ini yaitu sebesar 0.4 ± 0.03 %,

sedangkan butir hijau sebesar 0.8 ± 0.01%. Jumlah butir berkapur dan

butir hijau ini masih memenuhi mutu I untuk gabah, sesuai dengan SNI

0224-1987-0 untuk gabah. Menurut Ayap et al.(2001), beras yang

memiliki chalky grain ≤ 2% dapat digolongkan ke dalam beras Premium.

Oleh sebab itu beras varietas Ciherang ini dapat digolongkan ke dalam

beras Premium atau memiliki tingkatan kualitas terbaik.

Butir berkapur dapat berasal dari biji yang masih muda atau

karena pertumbuhan yang kurang sempurna. Butir berkapur ini juga dapat

disebabkan karena adanya faktor genetik (Damardjati dan Purwani, 1991).

Adanya butir hijau dan butir mengapur merupakan sifat varietas di

samping pengaruh lingkungan dan pengelolaan. Jarak tanam yang kurang

rapat akan memperbanyak jumlah anakan yang akan membentuk tunas-

tunas lambat dan pada akhirnya menyebabkan kematangan padi tidak

Page 42: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

29

serempak sehingga persentase butir hijau meningkat. Begitu juga dengan

perlakuan pemupukan N yang terlalu banyak dapat menimbulkan banyak

anakan. Banyaknya anakan dapat menyebabkan terbentuknya lebih

banyak daun, sehingga luas daun pada tiap satuan luas lahan atau ILD

(Indeks Luas Daun) lebih besar. Hal ini akan menyebabkan daun saling

menutupi sehingga proses fotosintesis dan proses pemasakan biji tidak

sempurna karena sinar matahari yang dibutuhkan terhalang oleh daun

(Damardjati dan Purwani, 1991).

Butir hijau banyak terbentuk apabila tanaman padi tumbuh dengan

daun-daun yang saling menutupi (IDL=Indeks Luas Daun, lebih besar dari

7) selama fase pematangan. Sedangkan butir mengapur akan banyak

terbentuk apabila proses pematangan gabah berlangsung pada suhu tinggi,

sehingga proses ini berjalan terlalu cepat. Suhu optimum untuk pemasakan

gabah adalah 29oC di siang hari pada 15 hari setelah heading (munculnya

malai), selanjutnya 15 hari berikutnya adalah 26oC (siang) dan 16oC

(malam) (Partohardjono et al., 1982).

Partohardjono et al. (1982) juga menyatakan bahwa

ketidakmatangan gabah terutama disebabkan karbohidrat yang terbentuk

tidak cukup untuk mengisi sejumlah spikelet yang ada dan asimilasi

karbon setelah heading terlalu kecil dibandingkan dengan jumlah gabah

yang terbentuk. Di samping itu, pematangan spikelet dalam malai yang

terbentuk oleh tunas-tunas lambat akibat pemupukan berat N setelah

diferensiasi malai adalah sangat buruk.

Damardjati dan Purwani (1991) membuat skema terbentuknya

butir mengapur dan butir hijau, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.

Page 43: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

30

Gambar 2. Skema pengaruh perlakuan prapanen terhadap mutu beras.

B. ANALISIS SUSUT PASCA PANEN

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kehilangan hasil pada

saat pemanenan, yaitu umur panen padi, sifat varietas, sistem panen, dan

alat panen yang digunakan. Padi yang dipanen pada saat belum mencapai

keadaan masak secara penuh, maka akan menyebabkan gabah menjadi

tidak mudah dirontokkan, dan sebaliknya apabila gabah dipanen lewat

masa masaknya maka akan sangat mudah dirontokkan. Apalagi apabila

beras yang dirontokkan berasal dari varietas yang memang mudah rontok.

Beras varietas Ciherang ini merupakan jenis beras yang gabahnya cukup

mudah dirontokkan.

1. Penggarapan tanah kurang baik 2. Pemupukan tidak merata 3. Penanaman tidak teratur 4. Benih tidak murni 5. Pengairan tidak teratur

Pertumbuhan tanaman tidak

seragam

1. Jarak tanam tidak tepat 2. Pemupukan tidak tepat * dosis pemupukan N

terlalu tinggi * waktu pemberian pupuk

N tidak tepat

Pertumbuhan tidak merata dan

perbungaan terlambat

Pertumbuhan spikelet yang

berlebihan

Proses pematangan biji yang buruk

Butir Hijau Butir Mengapur

Mutu Beras

Page 44: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

31

Perhitungan Susut Pasca Panen

0.3

4.6

1.31.8

0

1

2

3

4

5

SusutPemanenan

Susut Perontokan SusutPengeringan

SusutPenggilingan

tahapan pasca panen

% s

usut

pas

capa

nen

Menurut Setyono et al. (1998), faktor penyebab kehilangan hasil

panen diantaranya karena banyak gabah rontok saat pemotongan padi dan

pengumpulan, banyak malai padi yang tertinggal saat pengumpulan

potongan malai padi, banyak gabah yang tercecer pada saat perontokan

dengan cara digebot, dan perontokan yang kurang bersih, sehingga masih

banyak butir gabah yang masih menempel pada malainya.

Hasil perhitungan susut pasca panen di Kecamatan Telagasari

disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik perhitungan susut pasca panen di Kecamatan Telagasari

1. Susut Pemanenan

Berdasarkan hasil perhitungan pada Gambar 3. dapat dilihat

bahwa total penyusutan pasca panen di Kampung Mekar Sari, Desa

Telaga Mulya, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang adalah

sebesar 8%. Menurut Damardjati (1979), penyusutan hasil padi sejak

dipanen hingga penyimpanan adalah sekitar 10-37%. Penyusutan/

losses yang terjadi pada saat pemanenan cukup kecil, yaitu sebesar

0.3%. Susut pemanenan ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan

susut pemanenan nasional, yaitu 9.52% (BPS, 1996). Perbedaan

persentase susut pasca panen ini dapat disebabkan karena perbedaan

metode yang digunakan untuk perhitungan susut pemanenan,

perbedaan tempat, serta perbedaan tahapan pasca panen yang dihitung.

Perhitungan susut pemanenan yang dilakukan oleh peneliti hanya

Page 45: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

32

dibatasi pada saat proses pemanenan/ pemotongan padi. Perhitungan

loss selama pengangkutan dari tempat pemotongan padi ke tempat

perontokan tidak dihitung, karena diasumsikan tidak ada gabah yang

hilang selama pengangkutan. Hal ini disebabkan karena padi langsung

dimasukkan ke dalam karung setelah dipotong dengan menggunakan

sabit.

Penyusutan pada saat pemanenan ini dapat disebabkan karena

para petani masih menggunakan cara-cara tradisional pada waktu

pemanenan. Alat yang digunakan oleh petani di Kecamatan Telagasari

untuk memotong batang padi adalah sabit biasa. Penggunaan sabit

biasa ini akan meningkatkan resiko tercecernya gabah yang lebih

besar, karena tenaga yang dibutuhkan cukup besar, sehingga

menimbulkan goyangan yang dapat menyebabkan butiran padi

tercecer pada saat dipotong. Setyono et al. (1998) menyatakan bahwa

goyangan dan tarikan batang padi yang terlalu kuat pada saat panen

dan juga kadar air gabah yang relatif rendah (21-23%) akan

memperbesar persentase gabah yang rontok dan hilang.

(a) (b)

Gambar 4. Proses perhitungan susut pemanenan untuk perhitungan gabah yang hilang (a), dan perhitungan gabah total hasil panen (b)

Saat ini Departemen Pertanian sudah menyarankan penggunaan

sabit gerigi, yang ketajamannya akan meningkat seiring dengan

semakin seringnya sabit tersebut digunakan. Penggunaan sabit

Page 46: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

33

bergerigi diharapkan dapat membantu mengurangi kehilangan pada

saat pemanenan, tetapi tetap dapat mengefisienkan waktu pemanenan.

Menurut Soemardi dan Thahir (1991), sabit bergerigi dengan jarak 2

mm, kedalaman 2 mm, dan kemiringan gigi 45o akan mempercepat

pemotongan dan mengurangi susut.

Gambar 5. Sabit biasa (kiri) dan sabit bergerigi (kanan)

Sistem pemanenan yang biasanya dilakukan di Kecamatan

Telagasari ini adalah sistem keroyokan. Sistem keroyokan ini artinya

pemanenan dilakukan oleh banyak orang sekaligus, dimana upah yang

diperoleh disesuaikan dengan banyaknya hasil yang didapat oleh

masing-masing orang. Sistem keroyokan ini memiliki keutungan

membuat pemanenan lebih cepat selesai. Tetapi kerugiannya yaitu

banyak pemanen yang ingin memanen dengan cepat, akibatnya

goyangan pada saat memanen lebih besar dan menyebabkan gabah

yang rontok lebih banyak. Sebaiknya dilakukan pemanenan dengan

sistem kelompok, artinya membatasi jumlah orang yang memanen

padi.

Pada sistem pemanenan berkelompok ini jumlah pemanen

dibatasi jumlahnya, dan hanya yang mendapat ijin dari penggaraplah

yang boleh ikut memanen. Upaya ini dapat menurunkan jumlah gabah

yang tercecer, tetapi kelemahan dari sistem ini yaitu waktu yang

diperlukan untuk memanen seluruh sawah menjadi lebih lama.

Pemanenan dengan sistem berkelompok dan proses perontokan

dengan menggunakan alat perontok dapat membantu mengurangi

kehilangan gabah sebesar ± 13% (Setyono et al., 2001). Perhitungan

Page 47: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

34

ini meliputi kehilangan pada semua tahapan proses pemanenan dan

pasca panen.

Setelah padi selesai dipanen biasanya padi ditumpukkan begitu

saja di atas sawah. Padi ini akan ditumpuk sampai siap untuk

dirontokkan keesokan harinya setelah padi pada beberapa bagian

sawah telah selesai dipanen. Hal ini dapat menimbulkan tercecernya

atau rontoknya gabah dari malai-malai padi tersebut. Apalagi gabah

Ciherang ini sangat mudah rontok atau terlepas dari malainya. Oleh

sebab itu sebaiknya disediakan tempat untuk menampung malai-malai

padi yang baru dipanen tersebut, misalnya dengan menggunakan alas

terpal atau karung untuk mengangkut padi yang siap dirontokkan. Hal

ini bertujan agar jumlah gabah yang tercecer dapat dikurangi.

2. Susut Perontokan

Perontokan adalah proses yang dilakukan setelah pemanenan

dilakukan. Biasanya para petani melakukan perontokan padi sehari

setelah pemanenan dilakukan. Proses perontokan padi ini dilakukan

apabila seluruh proses pemanenan selesai dilakukan.

Perontokan padi di Kecamatan Telagasari Kabupaten Karawang

ini dilakukan dengan cara menggebot padi pada alat perontok atau alat

penggebot yang terbuat dari kayu atau bambu. Batang padi yang sudah

dipanen kemudian dipukul-pukulkan ke alat penggebot sebanyak 7-8

kali hingga butir-butir gabah terlepas. Para petani biasanya

menngunakan alas terpal yang berukuran sekitar 2 m x 3 m. Bahkan

karena harga terpal yang dianggap cukup mahal bagi petani, sebagian

besar petani mengggunakan alas yang terbuat dari beberapa karung

bekas yang disambungkan dan dijahit.

Peneliti mencoba untuk menghitung loss yang diperoleh dengan

menggunakan bantuan alas terpal besar berukuran 6 m x 8 m. Alas

terpal besar ini diletakkan di bawah alas yang biasa digunakan oleh

petani sehingga gabah yang berceceran di sekitar alas dapat diambil

Page 48: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

35

dan dihitung bobotnya. Hasil inilah yang selanjutnya dikonversi ke

perhitungan berdasarkan luas lahan per Hektarnya.

(a) (b)

Gambar 6 (a) Proses perhitungan susut perontokan dengan menggunakan alas kontrol dan alas petani, dan (b). Penggebotan dengan menggunakan alas kontrol.

Susut perontokan yang terjadi adalah sebesar 4.6 ± 0.25%. Susut

perontokan ini masih lebih kecil jumlahnya dibandingkan dengan

susut nasional dalam tahapan perontokan, yaitu sebesar 4.78%. Susut

yang terjadi pada saat perontokan ini dapat terjadi karena alas yang

digunakan petani kurang besar. Ukuran alas atau biasa disebut

lamporan yang umumnya digunakan oleh petani berkisar antara 2 m x

2 m sampai 3 m x 3 m. Sebagian besar petani di Kecamatan Telagasari

ini membuat sendiri lamporannya dari karung-karung bekas yang

disambungkan dan dijahit membentuk bujur sangkar. Berdasarkan

pengamatan dapat dillihat bahwa banyak butiran-butiran gabah yang

terlempar keluar alas pada saat perontokan dilakukan, dan tercecer

begitu saja di tanah. Jumlah yang tercecer ini mencapai 0,1 kg untuk

ubinan sebesar 2,5 m x 2,5 m. Nilai ini setara dengan kehilangan

sebesar 160 kg gabah untuk 1 Ha sawah. Hal ini menunjukkan bahwa

di Desa Telaga Mulya dengan luas lahan sawah sebesar 60 Ha saja

telah terjadi kehilangan sebesar 9,6 ton gabah.

Perontokan dilakukan dengan cara menggebot atau memukul-

mukulkan batang-batang padi pada alat penggebot yang terbuat dari

Page 49: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

36

bambu atau kayu. Jumlah pukulan yang disarankan oleh Departemen

Pertanian adalah sebanyak 10-12 kali. Hal ini dimaksudkan agar butir-

butir gabah dapat terlepas semua. Pada kenyataannya, para petani

biasanya hanya memukul-mukulkan batang padi tersebut sebanyak 7-8

kali. Hal ini menyebabkan masih ada gabah yang tertinggal di batang

padi.

Fenomena ini menyebabkan banyak orang yang menjadi

pengasak. Pengasak adalah orang yang di luar tenaga pemanen yang

pekerjaannya mengumpulkan gabah, malai yang tercecer, padi tidak

terpotong, atau gabah tidak terontok untuk dirinya sendiri setelah

pemanenan atau perontokan selesai (Setyono, 2006). Adanya

pengasak ini terkadang menyebabkan para pemanen sengaja tidak

merontokkan malai padi secara maksimal, sehingga hasil yang

didapatkan pengasak lebih banyak.

Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan hasil gabah yang

tertinggal di batang padi, setelah dikumpulkan (diasag) dan ditimbang,

mencapai 0,2 kg gabah untuk ubinan 2,5 m x 2,5 m. Hal ini setara

dengan kehilangan sebesar 320 kg per Ha sawah.

Dengan demikian, jumlah total kehilangan pada tahapan

perontokan ini adalah sekitar 480 kg per ha sawah, dimana 160 kg loss

didapatkan dari gabah yang tercecer di sekitar lamporan dan loss

sebesar 320 kg berasal dari gabah hasil asag. Jumlah ini merupakan

angka yang cukup besar, yang apabila dapat dikurangi maka dapat

membantu meningkatkan pendapatan maupun produksi beras nasional.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi susut

perontokan ini adalah dengan menggunakan alas atau lamporan yang

lebih luas. Peneliti mencoba menggunakan alas sebesar 6 m x 8 m

sebagai pembanding. Gabah yang dihasilkan dari penggunaan alas

yang lebih luas ini 4% lebih banyak dibandingkan gabah yang

dihasilkan dari penggunaan alas petani. Penggunaan alas yang lebih

besar ini dapat meningkatkan hasil sebanyak 4 % gabah.

Page 50: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

37

Alas terpal yang dianjurkan oleh Departemen Pertanian saat ini

adalah sebesar 6 m x 6 m. Tetapi pelaksanaan hal ini sangat sulit

dilakukan oleh para petani karena alasan kurang praktis dan kurang

ekonomis. Semakin luas alas yang digunakan memang akan

menampung gabah yang lebih banyak, tetapi hal ini juga berarti

dibutuhkan tempat yang lebih luas lagi untuk merontokkan padi

tersebut. Selain itu alas yang terlalu besar juga akan menyulitkan

petani dalam pengangkutan alas tersebut ke tempat pemanenan.

Selain ukuran alas perontok/lamporan, posisi perontokan juga

sangat berpengaruh terhadap tertampungnya gabah secara maksimal.

Perontokan gabah ini hendaknya dilakukan dengan menyesuaikan arah

angin. Artinya orang yang menggebot sebaiknya mengebot pada arah

yang sejajar dengan arah angin, dan tidak melawan arah angin agar

hasil yang diperoleh dapat maksimum. Selain itu posisi penggebot

sebaiknya tidak terlalu ke pinggir alas.

Cara lain untuk mengurangi kehilangan hasil pada saat

perontokan adalah dengan menggunakan mesin perontok padi. Saat ini

ada beberapa alat perontok mekanis yang dapat digunakan,

diantaranya adalah power thresher dan pedal thresher.

3. Susut Pengeringan

Pengeringan gabah dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan

cara dijemur langsung di bawah sinar matahari, atau dengan

menggunakan dryer atau pengering gabah mekanis. Penjemuran gabah

di bawah sinar matahari dengan menggunakan alas terpal banyak

dipilih oleh petani karena biayanya lebih murah dibandingkan dengan

penggunaan dryer mekanis atau semi mekanis, mengingat harga bahan

bakar minyak (BBM) yang terus meningkat.

Pengeringan gabah untuk varietas Ciherang ini biasanya

dilakukan dengan cara tradisional, yaitu dijemur langsung di bawah

sinar matahari. Penjemuran bisa memakan waktu beberapa hari. Bila

cuaca cerah maka penjemuran dilakukan kurang lebih selama 2-3 hari.

Page 51: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

38

Tetapi bila cuaca mendung atau hujan, maka penjemuran bisa lebih

dari 4 hari.

Pengeringan gabah dengan cara penjemuran langsung di bawah

sinar matahari ini dipilih agar rendemen yang dihasilkan lebih banyak,

dan beras patahnya lebih sedikit. Pengeringan gabah dengan

menggunakan oven dilakukan apabila cuaca tidak mendukung, dalam

artian terjadi hujan terus menerus atau cuacanya mendung selama

beberapa hari berturut-turut. Pengeringan gabah harus dilakukan

sesegera mungkin setelah gabah dirontokkan karena keterlambatan

pengeringan akan berakibat pada rusaknya gabah, dan ini akan

menurunkan rendemen dan menjatuhkan harga gabah di pasaran.

Susut pengeringan di Kecamatan Telagasari ini adalah sebesar

1.3 ± 0.09%. Susut pengeringan ini jumlahnya lebih kecil daripada

susut nasional untuk tahapan pengeringan, yaitu sebesar 2.1%. Proses

pengeringan ini akan menurunkan bobot gabah karena terjadi

penurunan kadar air. Kadar air gabah yang baru dipanen yaitu sekitar

23 % (Grist, 1959). Gabah selanjutnya diturunkan kadar airnya hingga

mencapai kadar air kurang dari 14% (Grist, 1959). Adanya loss atau

kehilangan karena faktor lain pada saat pengeringan gabah ini terjadi

karena biasanya proses penjemuran tidak diawasi dan tidak dikontrol

oleh petani. Hal ini menyebabkan gabah mudah hilang, diantaranya

karena dimakan oleh burung, ayam, atau diterbangkan oleh angin.

Sebaiknya di sekitar tempat penjemuran diberikan palang atau batas-

batas agar gabah dapat terlindung dari angin atau hewan-hewan seperti

ayam. Selain itu para petani pun tidak perlu terlalu repot mengawasi

gabah yang dijemur tersebut.

Penyebab lainnya terjadinya susut pengeringan yaitu karena

ketebalan gabah yang dijemur tidak merata, akibatnya ada sebagian

gabah yang belum kering benar dan menjadi busuk, sehingga

menurunkan mutu gabah itu sendiri. Selama pengeringan, sebaiknya

gabah dibalik setiap 2 jam untuk mencegah terjadinya kenaikan suhu.

Pengeringan gabah dapat menghasilkan gabah dengan mutu yang

Page 52: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

39

kurang baik apabila gabah yang dijemur ini mengalami fluktuasi suhu

yang tidak tetap. Perubahan suhu yang cukup drastis, misalnya setelah

terkena panas, gabah ini terkena hujan, maka mutu gabah ini akan

berkurang dan akan menghasilkan beras giling dengan persentase

beras kepala yang berkurang (Siebenmorgen, 1994).

Hasil gabah yang baik dari proses penjemuran ini dapat

diperoleh dengan memenuhi beberapa persyaratan pengeringan,

diantaranya panas merata, tidak mendadak, dan tidak terlalu tinggi,

sehingga didapatkan gabah yang cukup kering dengan kadar air yang

seragam. Kondisi tersebut dapat dicapai antara lain dengan pengaturan

tebal hamparan dan pembalikan, waktu penjemuran, tempering time,

dan jenis alas penjemuran (Damardjati dan Purwani, 1991).

Pemanenan beras varietas Ciherang di Kecamatan Telagasari

yang diamati oleh penulis dilakukan pada bulan Januari dimana di

Kecamatan Telagasari ini terjadi hujan terus-menerus sepanjang hari

yang menyebabkan tidak dimungkinkannya dilakukan penjemuran

gabah dengan menggunakan sinar matahari. Oleh sebab itu untuk

perlakuan kontrol, penulis melakukan pengeringan dengan

menggunakan oven pengering yang berada di Laboratorium. Suhu

oven yang digunakan berkisar antara 40oC- 50oC. Gabah diturunkan

kadar airnya hingga mencapai kadar air kurang dari 14%.

4. Susut Penggilingan

Perhitungan susut penggilingan dilakukan di KUD Telagasari

yang terletak tidak jauh dari lokasi penanaman padi. Berdasarkan hasil

perhitungan diperoleh hasil susut penggilingan sebesar 1.8 ± 0.48%.

Susut penggilingan ini jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan

susut nasional untuk tahap penggilingan, yaitu sebesar 2.2%. Susut

penggilingan yang terjadi kemungkinan disebabkan alat penggilingan

yang terdapat di KUD Telagasari sifatnya tidak kontinu, sehingga

banyak gabah maupun beras yang tercecer saat pengangkutan.

Perhitungan susut penggilingan ini dilakukan dengan

membandingkan penggilingan yang dilakukan di penggilingan beras

Page 53: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

40

KUD Telagasari, dengan penggilingan yang dilakukan di

Laboratorium Metatron, Leuwikopo. Meskipun alat penggilingan yang

digunakan di KUD Telagasari berbeda dengan alat penggilingan yang

terdapat di Laboratorium Metatron, namun perbandingan perhitungan

susut penggilingan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran

seberapa besar susut penggilingan yang terjadi, dan bukan untuk

mendapatkan angka ilmiah.

Susut penggilingan yang terjadi ini dapat disebabkan karena alat

penggilingan yang digunakan di Kecamatan Telagasari ini bukanlah

alat penggilingan kontinu. Artinya gabah atau beras masih harus

dipindahkan dari satu alat ke alat berikutnya secara manual.

Berdasarkan pengamatan di KUD Telagasari, pemindahan beras pecah

kulit hasil penggilingan ke alat penyosoh dilakukan dengan

menggunakan ember-ember kecil. Proses pemindahan secara manual

ini menyebabkan banyak beras pecah kulit maupun beras giling yang

berceceran di lantai, dan seringkali terbuang begitu saja.

C. ANALISIS PENGARUH KADAR AIR GABAH TERHADAP BERAS

GILING

Analisis pengaruh kadar air gabah terhadap beras giling dilakukan

untuk mengetahui kadar air gabah yang optimum untuk menghasilkan

beras dengan rendemen yang tinggi dan persentase beras kepala yang

tinggi. Hal ini sangatlah penting agar petani mendapatkan informasi

mengenai kadar air gabah yang optimum untuk mendapatkan hasil dan

mutu yang optimum pula, terutama untuk beras varietas Ciherang. Hasil

analisis pengaruh kadar air gabah terhadap rendemen dan mutu beras

giling ditampilkan pada Tabel 12.

Page 54: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

41

Tabel 12. Pengaruh Kadar Air Gabah terhadap Mutu Beras Giling

Kadar air gabah (%)

Rendemen beras (%)

Persentase beras kepala (%)

Persentase beras patah (%)

Persentase menir (%)

12 ± 0.26 58.9 ± 1.49 85.7 ± 0.36 4.9 ± 0.16 9.4 ± 0.54 14 ± 0.15 59.1 ± 0.14 88.6 ± 0.79 6.4 ± 0.57 5.1 ± 1.41 16 ± 0.26 58.0 ± 0.56 85.5 ± 1.13 8.5 ± 1.07 6.0 ± 0.02

Analisis pengaruh kadar air gabah terhadap mutu beras giling

dilakukan dengan mengkondisikan gabah pada 3 kadar air yang berbeda,

yaitu 12%, 14%, dan 16%. Menurut Kumendong (1987) diacu dalam

Mulyawati (1988), kadar air gabah 12%, kondisi aw nya dianggap setara

dengan aw 0.60. Kondisi aw 0.60 ini merupakan kondisi yang aman untuk

penyimpanan, sehingga gabah diharapkan bebas dari mikroba, terutama

dari serangan kapang. Oleh sebab itu dipilih perlakuan kadar air gabah

12%.

Menurut Winarno (1992), berbagai mikroorganisme mempunyai

aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik. Kapang memiliki aw

minimum 0.60-0.70, khamir memiliki aw minimum 0.80-0.90, dan bakteri

memiliki aw minimum 0.90. Hal ini menunjukkan bahwa gabah dengan

kadar air 12% aman dari serangan mikroorganisme. Tetapi karena

Indonesia merupakan wilayah yang cukup lembab, dengan RH sekitar

85%, maka penyimpanan gabah pada kadar air ini memungkinkan

terjadinya adsorpsi atau penyerapan air kembali ke dalam gabah. Dan hal

ini akan meningkatkan kadar air gabah dengan cepat.

Kadar air 14% merupakan kadar air dimana gabah cukup stabil,

artinya tidak mudah terjadi penyerapan air kembali, sehingga kenaikan

kadar air terjadi cukup lambat. Pada kadar air 14% ini gabah cukup aman

disimpan apabila pengaruh lingkungan tidak merusak, karena panas yang

dihasilkan akibat respirasi butiran maupun jasad renik tidak cukup untuk

menaikkan suhu dan lembab butiran (Damardjati dan Purwani, 1991).

Menurut Fardiaz (1992), kadar air bahan pangan kurang dari 14-15%,

misalnya pada beras dan serealia, dapat menghambat atau memperlambat

pertumbuhan kebanyakan khamir. Beras dengan kadar air 14% ini pada

Page 55: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

42

suhu yang sama dapat disetarakan dengan Rh 75.6% (Wratten and

Kendrick (1970) diacu dalam Kunze et al., 2004).

Selain itu pada kadar air lebih dari 15%, laju respirasi gabah

meningkat cukup cepat, sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada

butir gabah, misalnya terbentuk butir kuning yang akan mengganggu mutu

giling dan organoleptik dari beras itu sendiri (Bailey (1940) diacu dalam

Siebenmorgen dan Meullenet, 2004). Pada peningkatan kadar air di atas

14%, respirasi akan meningkat secara bertahap hingga mencapai kadar air

kritik yang dapat mempercepat laju respirasi dan suhu biji juga cenderung

meningkat. Peningkatan respirasi dalam biji selama penyimpanan dapat

juga disebabkan oleh kegiatan cendawan (terutama spesies Aspergillus

dan Penicillium), yang umumnya terinfestasi dalam lapisan pembungkus

biji (Damardjati, 1988).

Pengkondisian kadar air 16% dipilih karena menurut beberapa

penelitian, kadar air 16% ini menghasilkan beras dengan rendemen

tertinggi dibandingkan dengan kadar air lainnya. Menurut Kunze dan

Calderwood (2004), gabah yang berukuran panjang dan medium akan

menghasilkan persentase beras kepala yang tinggi apabila dipanen pada

kadar air 16%.

Berdasarkan data yang dapat dilihat pada Tabel 12., rendemen

beras tertinggi diperoleh dari gabah dengan kadar air 14%, yaitu sebesar

59.1%. Namun nilai rendemen ini tidak terlalu berbeda jauh dibandingkan

dengan rendemen beras giling yang dihasilkan dari gabah dengan kadar air

12% dan 14%. Rendemen beras giling dari gabah dengan kadar air 12%

yaitu sebesar 58.9% dan rendemen beras giling yang diperoleh dari gabah

dengan kadar air 16% yaitu sebesar 58.05%. Nilai rendemen ini memang

lebih rendah dari rata-rata rendemen beras giling nasional yang besarnya

63.20% (BPS, 1996), tetapi percobaan ini tidak bertujuan untuk

mengitung jumlah rendemen yang dihasilkan dari suatu penggilingan,

tetapi untuk melihat pengaruh faktor-faktor yang berhubungan dengan

rendemen itu sendiri.

Page 56: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

43

Meskipun rendemen beras yang dihasilkan tidak jauh berbeda,

ternyata persentase beras kepala yang dihasilkan dari ketiga kadar air ini,

terutama kadar air 14% memiliki perbedaan yang cukup besar. Persentase

beras kepala pada gabah dengan kadar air 14% yaitu sebesar 88.59%,

sedangkan pada kadar air 12% hanya sebesar 85.72%, dan pada gabah

dengan kadar air 16% persentase beras kepala sebanyak 85.48%.

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa kadar air gabah 14%

memberikan hasil yang paling optimum dibandingkan dengan gabah

dengan kadar air 12% dan 16%.

Persentase beras patah yang dihasilkan oleh gabah dengan kadar

air 14% lebih banyak dibandingkan persentase beras patah pada gabah

dengan kadar air 12%, tetapi masih lebih kecil jumlahnya dibandingkan

dengan persentase beras patah pada gabah dengan kadar air 16%. Namun

persentase menir pada gabah dengan kadar air 14% jumlahnya paling kecil

dibandingkan dengan persentase menir pada gabah dengan kadar air 12%

(9.4%) dan gabah dengan kadar air 16% (6.1%), yaitu sebesar 5.1%.

Menurut Matz (1965), kadar air dapat mempengaruhi tekstur dan

elastisitas pada makanan. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi

antara air dengan komponen struktural dari protein dan karbohidrat yang

akan meningkatkan ataupun menurunkan elastisitas dan kekakuan dari

bahan pangan. Berdasarkan hal tersebut, kemungkinan hal yang

menyebabkan gabah dengan kadar air 12% memiliki persentase menir

terbanyak dibandingkan dengan gabah dengan kadar air 14% dan 16%

adalah karena pada kadar air 12% elastisitas gabah berkurang, sehingga

gabah menjadi lebih keras dan mudah patah.

Butir-butir patah atau menir juga dapat disebabkan karena

keretakan butiran-butiran gabah. Gabah bersifat higroskopis yang dapat

menyerap air dari udara bila dipindahkan dari suatu lingkungan ke

lingkungan yang berbeda suhu dan kelembaban udaranya. Menurut Stahel

(1935) diacu dalam Allidawati dan Kustianto (1989), keretakan pada

butir-butir padi padi bukan disebabkan oleh proses pengeringan yang

cepat, tetapi justru oleh proses penyerapan air kembali oleh butir-butir

Page 57: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

44

padi tersebut setelah proses pengeringan selesai. Peretakan ini juga dapat

terjadi di lapang bila pada fase pemasakan butir terdapat perbedaan suhu

udara yang cukup besar antara siang dan malam hari, sehingga terjadi

penyerapan dan penguapan air secara berganti-ganti. Butir-butir retak ini

akan pecah dan bahkan akan hancur apabila keretakan terjadi di beberapa

bagian dari gabah itu. Varietas padi juga akan sangat menentukan

ketahanan terhadap moisture stress ini.

Kunze dan Choudhary (1972) diacu dalam Siebenmorgen (1994),

mempelajari pengaruh penyerapan kadar air terhadap tensile strength

(ketahanan) dari beras. Berdasarkan hipotesa mereka, ketika gabah

menyerap air di permukaannya, sel akan mengembang di bagian

permukaan, dan hal ini akan menyebabkan tekanan pada bagian

permukaan. Tekanan ini akan berkembang ke bagian dalam butiran gabah.

Apabila tekanan permukaan mencapai bagian dalam dan tekanan ini

melebihi tensile stress dari gabah itu sendiri, maka akan terjadi keretakan.

Keretakan ini mula-mula muncul pada bagian tengah biji dan akan meluas

ke berbagai arah, baik secara radial maupun longitudinal (Lague (1989)

diacu dalam Siebenmorgen (1994)).

Nagato et al. (1964) diacu dalam Kunze et al. (2004) menyatakan

bahwa ada kekerasan endosperma gabah pada titik tertentu akan

meningkat atau menurun secara linear, sesuai dengan menurun atau

meningkatnya kadar air gabah. Artinya semakin rendah kadar air, maka

kekerasannya akan meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran

kekerasan gabah dengan kadar air yang berbeda. Gabah dengan kadar air

12% memiliki kekerasan yang tertinggi, yang selanjutnya diikuti dengan

gabah dengan kadar air 14% dan 16%.

Berbeda dengan Nagato, menurut Damardjati (1979), indeks

kekerasan biji tidak memiliki hubungan dengan nilai daya tahan biji

(DTTB). Hal ini disebabkan oleh perbedaan sifat biji. Indeks kekerasan

biji menunjukkan sifat kekompakan dan daya ikat antar franuls dalam

menahan daya tumbuk mortir terhadap biji, yang sifatnya tergantung

varietas dan umur padi. Sedangkan sifat DTTB kemungkinan disebabkan

Page 58: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

45

Grafik hubungan kadar air gabah dengan kekerasan

132.4122.5

112.4

020

4060

80100

120140

160

12% 14% 16%

Kadar air gabah (%)

Kek

eras

an g

abah

(N)

sifat kekerasan dinding sel biji dalam menahan daya tekan dari luar. Sifat

DTTB ini tidak dipengaruhi varietas atau umur biji, tetapi dipengaruhi

oleh kadar air biji.

Kekerasan gabah akan berbeda-beda di tiap sisinya. Bagian tengah

atau bagian intermediet dari gabah memiliki kekerasan yang tertinggi,

bagian yang lebih luar memiliki kekerasan yang tidak begitu besar, dan

bagian pusatnya memiliki kekerasan terendah (Nagato et al.(1964) diacu

dalam Kunze et al. , 2004).

Gambar 7. Grafik hubungan antara kadar air dengan kekerasan gabah

Pengaruh kadar air gabah dengan kekerasan gabah dapat dilihat

pada Gambar 7. Hasil pengukuran terhadap kekerasan gabah sebelum

digiling menunjukkan bahwa gabah dengan kadar air 12% memiliki

kekerasan tertinggi, yaitu sebesar 132.4 N, artinya gabah ini dapat

menahan beban hingga 132.4 N. Meskipun memiliki kekerasan tertinggi,

namun gabah dengan kadar air 12% ini ternyata rendemennya masih lebih

kecil dibandingkan dengan rendemen yang dihasilkan oleh gabah dengan

kadar air 14%, walaupun perbedaannya tidak terlalu besar. Bahkan

persentase beras kepala yang dihasilkan oleh gabah dengan kadar air 12%

ini masih lebih kecil dibandingkan dengan gabah dengan kadar air 14%.

Menurut penelitian Villareal et al. (1976) diacu dalam Damardjati (1979),

percobaan terhadap tiga varietas beras menunjukkan hasil bahwa

kekerasan tidak memiliki hubungan dengan hasil persentase beras kepala.

Page 59: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

46

Meskipun rendemen beras giling dan persentase beras kepala pada

gabah dengan kadar air 12% ini lebih kecil dibandingkan dengan

rendemen beras giling dan persentase beras kepala dari gabah dengan

kadar air 14%, namun rendemen beras giling dan persentase beras kepala

dari gabah dengan kadar air 12% ini masih lebih besar dibandingkan

dengan rendemen beras giling dan persentase beras kepala yang dihasilkan

oleh gabah dengan kadar air 16%. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan

biji juga cukup berpengaruh.

Hasil yang agak menyimpang adalah persentase beras menir dari

gabah dengan kadar air 12% jumlahnya paling besar dibandingkan dengan

gabah dengan kadar air 14% dan 16%. Kemungkinan hal ini disebabkan

karena pada saat beras pecah kulit dimasukkan ke dalam alat penyosoh,

terjadi kenaikan suhu yang cukup tinggi, sehingga beras menjadi cepat

patah dan retak.

Menurut Villareal et al. (1976) diacu dalam Damardjati (1979),

indeks kekerasan biji dipengaruhi oleh peranan kandungan lemak dalam

biji. Beras yang telah diekstraksi lemaknya mempunyai indeks kekerasan

yang lebih rendah dari lemak biasa. Hal ini mungkin menunjukkan danya

peranan lemak dalam kekompakan biji. Selain itu juga penyimpanan

selama 6 bulan juga dapat meningkatkan indeks kekerasan biji dan

kekuatan keregangan biji (tensile strength). Diduga selama penyimpanan

terjadi proses perubahan struktur granula dalam biji untuk membentuk

susunan yang lebih kompak.

Page 60: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan karakteristik fisik, beras Ciherang ini

tergolong ke dalam beras yang berukuran panjang dan berbentuk lonjong.

Secara umum beras Ciherang ini dapat digolongkan ke dalam beras

berkualitas baik.

Susut pasca panen yang terjadi di Kecamatan Telagasari,

Kabupaten Karawang adalah sebesar 8%, dan jumlah ini jauh lebih kecil

dibandingkan dengan susut nasional pada tahun 1996, yaitu 20.5%. Susut

atau losses pada saat pemanenan yaitu sebesar 0.3%. Susut perontokan

yang terjadi sebesar 4.6 ± 0.25%, susut pengeringan yang terjadi sebesar

1.3 ± 0.09%, dan susut penggilingan 1.8 ± 0.48%. Besarnya penyusutan

ini terjadi karena penanganan pasca panen yang dilakukan masih bersifat

tradisional dan kurang memadainya sarana dan prasarana yang tersedia.

Oleh sebab itu diperlukan upaya dan kerjasama dari berbagai pihak terkait

untuk mengatasi masalah susut pasca panen ini. Upaya untuk mengurangi

susut pasca panen ini akan berdampak pada peningkatan produksi dan

peningkatan insentif untuk petani.

Gabah dengan kadar air 14% memberikan rendemen beras

giling dan persentase beras kepala yang tertinggi dibandingkan dengan

gabah dengan kadar air 12% dan 16%. Oleh karena itu sebaiknya

pengeringan gabah dilakukan sampai kadar air 14%.

B. SARAN

Susut pasca panen yang terjadi dapat diperkecil jumlahnya dengan

memperbaiki teknologi dan sistem pemanenan yang selama ini dilakukan,

misalnya memanfaatkan mesin penggiling mobile yang sekarang sudah

banyak diterapkan di beberapa daerah. Sebaiknya dilakukan pula

penghitungan susut pasca panen pada tahap-tahap lain, seperti proses

pengangkutan dan penyimpanan, agar diperoleh data yang lebih lengkap.

Proses perhitungan susut pemanenan juga sebaiknya dilakukan dengan

Page 61: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

48

metode lain yang lebih tepat agar diperoleh data yang lebih lengkap dan

akurat. Pengamatan terhadap pengaruh kadar air gabah terhadap rendemen

beras giling sebaiknya dilakukan dengan pengkombinasian suhu

pengeringan agar dapat dilihat pengaruh suhu pengeringan terhadap

rendemen dan mutu kadar air.

Page 62: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

49

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1980. Gema Penyuluhan Pertanian: Bercocok Tanam Padi. Direktorat

Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. Proyek Penyuluhan Pertanian Tanaman Pangan.

Anonim. 1983. Studi Konversi dan Susut Gabah ke Beras Tingkat nasional. Biro

Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Badan Urusan Logistik, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Allidawati dan B. Kustianto. 1989. Metode uji mutu beras dalam program

pemuliaan padi. Dalam: Ismunadji, M., M. Syam dan Yuswadi. Padi Buku 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal: 363-375.

Ayap, J.N.B., R.E Valdez., E.D. Antolin., M.B. Guloy., P.A. Tibayan., D.V

Aquino., M.J.C. Ablaza., and M.V. Romero. 2001. Grain quality profile of hybrid rice lines and parentals. Dalam: E.D. Redona and M.G. Gaspar (ed.). Proceeding of the 2nd national workshop on hybrid rice : Hybrid rice in the Philippines : Progress and new horizons. P. 88-92.

Bailey. C. G. 1940. The handling and storage of cereal grains and flaxseed. Cereal

Chem. 72:304-307 Breckenridge, C. 1979. Rice grain evaluation in Srilanka. Dalam: Proceeding of

the workshop on chemical aspect of rice grain quality. IRRI, Los Banos, Philippines. Hal : 175-181

BPS. 1996. Badan Pusat Statistik Indonesia. Damardjati, D.S. 1979. Pengaruh tingkat kematangan padi (Oryza sativa L.)

terhadap sifat dan mutu beras. Tesis M.S. Institut Pertanian Bogor (Tidak dipublikasikan).

Damardjati, D.S., H. Suseno, dan S. Wijandi. 1981. Penentuan umur panen

optimum padi sawah (Oryza sativa L.). Penelitian Pertanian 1 : 19-26. Damardjati, D. S. 1988. Struktur kandungan gizi beras. Dalam: Ismunadji, M.,

S.Partohardjono, M.Syam, A. Widjono. Padi-Buku 1. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Hal : 103-159

Damardjati, D.S dan E.Y. Purwani. 1991. Mutu beras. Dalam: Padi-Buku 3. Balai

Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Page 63: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

50

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PAU Pangan dan Gizi IPB bekerja sama dengan PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Grist, D. H. 1959. Rice. Longmans, Green and Co Ltd, Great Britain. Harianto. 2001. Pendapatan, harga, dan konsumsi beras. Dalam: Suryana, A. dan

S. Mardianto. Bunga rampai ekonomi beras. Penerbit Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-FEUI).

Hermanto. 2006. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 28, No. 2.

[Artikel]. Hal : 14-15. Ikehashi, H. dan G. S.Khush. 1979. Methodology of assessing appearance of the

rice grain, including chalkiness and whiteness. Dalam: Proceeding of the workshop on chemical aspects of rice grain quality. IRRI, Los Banos, Philippines. Hal : 223-229.

Kumendong, J. 1987. Model Sorpsi Isotermis Jagung dan Gabah serta

Penerapannya dalam Penyimpanan. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kunze, O.R. , dan Choudhary, M.S. U. 1972. Moisture adsorption related to the

tensile strength of rice. Cereal Chem., 49(4):684. Kunze, O.R., Yubin L., Finis T.W. 2004. Phisycal and mechanical properties of

rice. Dalam: Champagne, E.T. (ed). Rice : Chemistry and technology. Third Edition. American Association of Cereal Chemists, Inc, USA. Hal : 191-218

Kunze, O.R dan Calderwood, D.L. 2004. Rough-rice drying-moisture adsorption

and desorption. Dalam: Champagne, E.T. (ed). Rice : Chemistry and technology. Third Edition. American Association of Cereal Chemists, Inc, USA. Hal : 223-264

Lague, C. 1989. Modeling pre-harvest stress cracking of rice kernels. Ph. D.

dissertation, University of California , Davis, CA. Litbang Deptan. 2002. www.puslittan.bogor; net /html. [9 Oktober 2006]. Matz, S.A. 1965. Water in Foods. The AVI Publishing Company, Inc., USA. Mulyawati, R. 1988. Model Simulasi Susut Giling Berdasarkan Mutu Hasil dari

Proses konversi Gabah ke Beras untuk Penunjang Kebijakan Industri Beras. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 64: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

51

Nagato, K., Ebata, M., and Ishikawa, M. 1964. On the formation of cracks in rice kernels during wetting and drying of paddies. Nippon Sakumotsu Gakkai Kiji 33:82-89.

Nugraha, S., A. Setyono dan D.S. Damardjati. 1990. Penerapan teknologi pemanenan dengan sabit. Kompilasi hasil penelitian 1988/1989. Pascapanen Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi.

Nugraha, U.S., S.J. Munarso, Suismono dan A. Setyono. 1998. Tinjauan tentang rendemen beras giling dan susut pascapanen : 1. Masalah sekitar rendemen beras giling, susut dan pemecahannya. Makalah. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. (Unpublished). 15 Hal.

Partohardjono, S., R. Damanhuri, dan A. Munandar. 1982. Beberapa usaha

agronomis pra panen untuk meningkatkan mutu hasil padi. Dalam: Risalah Lokakarya Pasca Panen Tanaman Pangan, 5-6 April 1982, Cibogo, Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal : 83-90.

Peleg M, Edward B, Bagley. 1983. Physical Properties of Foods. Dalam: Peleg M,

editor. Physical Characteristics of Food Powders. AVI Publishing Company, Inc. Wesport Connecticut. USA, Hal : 293-323.

Puspitasari. 2001. Produksi dan Perhitungan Kehilangan Hasil Padi serta

Pengujian Terhadap Mutu Fisik Gabah dan Beras di Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rumiati dan Soemardi, 1982. Evaluasi hasil penelitian peningkatan mutu padi dan palawija. Risalah Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Cibogo, 5-6 April 1982. Bogor.

Rumiati, 1982. Cara panen dan perontokan padi VUTW untuk menentukan jumlah kehilangan. Laporan Kemajuan Penelitian Seri Teknologi Lepas Panen No. 13 Sub Balittan Karawang.

Setyono A., dan A. Hasanuddin. 1997. Teknologi pascapanen padi. Makalah disampaikan pada Pelatihan Pascapanen dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan di BPLPP Cibitung, tanggal 21 s/d 25 Juli 1995.

Setyono, A., Sutrisno dan S. Nugraha. 1998. Uji coba kelompok jasa pemanen padi di daerah Subang. Makalah Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. (Unpublished). 15 Hal.

Setyono, A., Sutrisno, Nugraha, S dan Jumali. 2001. Uji coba kelompok jasa

pemanen dan jasa perontok. Laporan Akhir Tahun TA. 2000. Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.

Page 65: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

52

Setyono, A. 2006. Teknologi Penanganan Pascapanen Padi. Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.

Siebenmorgen. 1994. Moisture content and head rice yield. Dalam: Marshall, E.W and James I. Wadsworth. ed. Rice Science and Technology. Marcel Dekker, Inc, USA. Hal : 353-377

Siebenmorgen, T.J., Meullenet, J-F. 2004. Impact of drying, storage, and milling on rice quality and functionality. Dalam: Champagne, E.T. (ed). Rice : Chemistry and technology. Third Edition. American Association of Cereal Chemists, Inc, USA. Hal : 301-325.

Stahel, G. 1935. Breaking of rice in milling in relation to the condition of the

paddy. Trop. Agric. Lond. 12 :255-260 Soemardi dan R. Thahir. 1991. Penanganan Pasca Panen Padi. Dalam: Soenarjo,

E., D.S. Damardjati, M. Syam. Padi Buku 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal : 915-933

Taslim, H., S. Partohardjono, dan Djunainah. 1989. Bercocok tanam padi sawah.

Dalam: Ismunadji, M., M. Syam dan Yuswadi. Padi Buku 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal: 363-375.

Tjiptadi, W. dan Zein Nasution. 1976. Padi dan Pengolahannya. Departeman

Teknologi Hasil Pertanian. Fatemeta-IPB. Bogor. Villareal, R.M., A.P. Resurreccion, L.B. Suzuki and B.O. Juliano. 1976. Change

in physicochemical properties of rice during storage.

Wadsworth, J.I. 1994. Degree of milling. Dalam: Marshall, E.W and James I. Wadsworth. ed. Rice Science and Technology. Marcel Dekker, Inc, USA. Hal : 139-151

Waries, A. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Webb, B. D., and Calderwood, D.L. (1977). Relationship of moisture content to degree of milling in rice. Cereal Foods world, 22(9) :484.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta. Wratten, F. T., and Kendrick, J.H. 1970. A further treatment of hygroscopic

equilibrium of rough rice and soybean at elevated temperature. (Abstr.)

Page 66: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

53

page 38 in: Proc. Rice Tech. Working Group. 13th. Texas Agricultural Experiment Station, Colege Station, TX.

Page 67: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

54

LAMPIRAN

Lampiran 1 . Istilah-istilah

1. Padi : tanaman penghasil beras

2. Gabah: butiran padi yang sudah dilepaskan dari malainya dan terpisah satu

sama lain.

3. Gabah kering panen (GKP) : gabah yang baru dipanen

4. Gabah kering giling (GKG) : gabah yang telah dikeringkan hingga mencapai

kadar air optimum untuk melakukan penggilingan.

5. Beras utuh : butir beras yang bentuknya masih utuh dan tidak terpotong atau

patah.

6. Beras kepala : butir beras yang memiliki ukuran lebih besar dari 6/10 bagian

dari butir beras utuh.

7. Beras patah : butir beras patah yang memiliki ukuran 6/10 bagian dari butir

beras utuh dan tidak dapat lolos dari intended plate standard

Bulog berukuran lubang 4,2 mm.

8. Menir : butir beras patah, baik yang memiliki penampakan yang baik, maupun

yang cacat, yang memiliki ukuran ≤ 2/10 bagian butir utuh dan

yang lolos dari ayakan menir standar Bulog dengan lubang

berdiameter 2.0 mm.

9. Beras pecah kulit : gabah yang telah dikupas.

10. Butir rusak beras pecah kulit: Butir beras pecah kulit (setelah gabah dikupas)

yang rusak, yang disebabkan faktor mekanis, patologis, atau

fisiologis. Termasuk dalam kategori butir rusak adalah butir-

butir gabah yang isinya berwarna putih/ bening, putih mengapur,

dan mempunyai bintik-bintik warna lain.

11. Butir kuning beras pecah kulit: butir beras pecah kulit (setelah gabah dikupas)

yang berwarna kuning , coklat, atau kekuning-kuningan dan

kuning rusak akibat proses perubahan warna yang terjadi selama

perawatan

12. Butir mengapur beras pecah kulit: butir beras pecah kulit (setelah gabah

dikupas) yang berwarna putih seperti kapur dan memiliki tekstur

Page 68: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

55

yang lunak. Butir beras yang berwarna putih dan teksturnya

keras tidak dimasukkan ke dalam kategori butir mengapur

13. Butir hijau beras pecah kulit : Butir beras pecah kulit (setelah gabah dikupas)

yang warnanya kehijauan dan teksturnya lunak seperti kapur.

Hal ini disebabkan karena gabah yang dipanen umurnya terlalu

muda ( belum masak sempurna). Butir hijau ini juga memiliki

tekstur yang lunak dan mudah patah. Beras yang berwarna hijau

tetapi memiliki tekstur yang keras tidak digolongkan ke dalam

butir hijau

14. Butir merah beras pecah kulit : butir beras pecah kulit (setelah gabah

dikupas)yang berwarna merah karena varietas padi asalnya

15. Beras sosoh : butiran beras yang telah terbebas dari bekatul dan telah digosok

untuk mendapatkan warna putih mengkilap

16. Beras butir mengapur : butir beras berwarna putih seperti kapur dan bertekstur

lunak seperti kapur (ditandai dengan patahnya butir-butir

tersebut) yang diakibatkan oleh proses fisiologis. Butir beras

yang berwarna putih namun teksturnya keras dan dan tidak

patah, tidak dikategorikan sebagai butir kapur dan dianggap

sebagai butir sehat. Butir beras muda yang berwarna putih

kehijau-hijauan dan lunak seperti kapur akibat dipanen sebelum

proses pematangan buah/ padi sempurna dikategorikan sebagai

butir mengapur

17. Beras butir kuning :butir beras baik utuh maupun patah, yang berwarna

kuning , kuning kecoklatan, kuning semu, atau kuning rusak

akibat proses perubahan warna yang terjadi selama perawatan

18. Beras butir rusak : butir beras baik utuh maupun patah yang rusak disebabkan

oleh faktor patologis atau fisiologis. Termasuk dalam butir rusak

adalah butir beras berwarna putih , putih mengapur , merah, dan

ada bintik-bintik berwarna lain di permukaannya

19. Beras butir merah : butir beras baik utuh maupun patah yang berwarna merah

karena varietas padi asalnya.

Page 69: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel

56

20. Benda asing ; benda-benda asing yang tidak tergolong beras, misalnya butir-

butir tanah, butir-butir pasir, batu-batu kecil, potongan logam,

potongan kayu, tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga/

hama dan lain sebagainya

21. Butir gabah : butir gabah yang belum terkupas atau terkupas sebagian dalam

proses penggilingan. Termasuk ke dalam kategori ini adalah

butir beras patah yang masih bersekam

22. Varietas lain : butir beras yang beras dari varietas lain

23. Butir hampa : butir gabah yang tidak berkembang sempurna atau akibat

serangan hama, penyakit, atau sebab lain sehingga tidak berisi

butir beras walaupun kedua tangkup sekamnya tertutup maupun

terbuka. Butir gabah setengah hampa tergolong ke dalam butir

hampa.

24. Susut/losses pasca panen : jumlah gabah atau beras yang hilang/losses selama

proses pasca panen, baik pada proses pemanenan, perontokan,

pengeringan, penggilingan, dan tahapan-tahapan pasca panen

lainnya.

Page 70: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel
Page 71: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel
Page 72: Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/33145/… ·  · 2015-09-02Mutu gabah menurut SNI 0224-1987-0 ..... 7 Tabel