kajian standar pelayanan di provnsi bandar lampung
DESCRIPTION
Dalam pasal 37 UU no. 38 Tahun 2004 tentang jalan bahwa hasil penyelenggaraan harus memenuhi standar pelayanan minimal ( SPM ) yang ditetapkan.TRANSCRIPT
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
KAJIAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MUTU JALAN DI DAERAH PROVINSI BANDAR LAMPUNG
Tedy Murtejo
Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung
Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145 email: [email protected]
ABSTRAK
Dalam pasal 37 UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan bahwa hasil penyelenggaraan jalan harus memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan. SPM untuk jaringan jalan perlu dikaji mendalam, karena menyangkut kebutuhan dasar masyarakat akan akses terhadap fasilitas sosial dan ekonomi.Pedoman penetapan SPM untuk jalan sangat diperlukan Provinsi dan Kabupaten dalam menetapkan kebijakan penyelenggaraan jalan di wilayahnya masing-masing karena menyangkut komitmen kepada publik untuk mencapainya dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan, prioritas, keuangan, kemampuan kelembagaan dan SDM daerah. Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan suatu kajian SPM untuk Jalan Daerah yang memperhatikan standar pelayanan dasar dan realitas penyediaan prasarana jalan yang ada di Lampung dengan tujuan agar dapat tersedianya suatu pedoman bagi Provinsi dan Kabupaten untuk menilai pencapaian SPM jalan di wilayahnya sesuai kebutuhan dan kemampuan. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah tersedianya satu petunjuk teknis yang dapat digunakan sebagai acuan bagi pemerintah daerah Lampung dalam batas waktu pencapaian tertentu. Mobilitas masyarakat di Propinsi Lampung ditunjang dengan sarana perhubungan darat, laut, dan udara. Sarana perhubungan darat pada tahun 2005 terdiri dari 1.004,16 km jalan negara dan 2.369,97 km jalan propinsi. Dari total jalan tersebut yaitu sepanjang 3.359,25 km, 32,41 persen dalam kondisi baik, 31,69 persen kondisi sedang, dan 25,80 persen kondisi rusak. Sedangkan menurut jenis penggunaannya, 85,23 persen merupakan jalan beraspal, 11,55 persen jalan agregat, dan 4,57 persen jalan tanah. Dengan Indeks aksesibilitas Kebutuhan suplai jaringan jalan sangat tergantung dari setting tata ruang wilayah, sehingga penyediaan dokumen RTRW menjadi sangat penting keberadaan, kesesuaian, dan kebenarannya.Spektrum kondisi geografi, demografi, ekonomi, dan kemampuan keuangan daerah merupakan variabel penentu dalam melakukan setting target pencapaian SPM di setiap wilayah. Kata kunci : Standar Pelayanan Minimal, aksesibilitas dan mobilitas
1. PENDAHULUAN
Pedoman penyusunan SPM jalan wilayah pernah ditetapkan melalui Kep.Men.
Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2001, di mana terdapat 5 aspek pelayanan yang ditetapkan SPM-
nya yakni 3 aspek terkait penyediaan jaringan jalan (aksesibilitas, mobilitas, dan kecelakaan)
dan 2 aspek terkait dengan penyediaan ruas jalan (kondisi jalan dan kondisi pelayanan). Pada
dasarnya, aspek pelayanan untuk ruas jalan lebih jelas ukurannya, dimana kondisi fisik suatu
ruas jalan minimal adalah mantap, yakni tidak rusak (mantap fisik) dan tidak macet (mantap
ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 88
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
pelayanan). Peraturan Pemerintah RI No.65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyuunan dan
Penerapan SPM menyebutkan di beberapa pasal bahwa SPM disusun oleh Menteri dan
diterapkan dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib
Daerah Propinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km2 termasuk pulau-
pulau yang terletak di sebelah tenggara Pulau Sumatera, dan dibatasi oleh:Propinsi Sumatera
Selatan dan Bengkulu, di Sebelah Utara, Selat Sunda, di Sebelah Selatan, Laut Jawa, di Sebelah
Timur dan Samudra Indonesia, di Sebelah Barat. Pada tahun 1999 wilayah Propinsi Lampung
dimekarkan menjadi 7 kabupaten/kota, kemudian dengan diundangkannya UU No.12 Tahun
1999 dimekarkan lagi menjadi 10 kabupaten/kota. Luas wilayah Propinsi Lampung 3.528.835
Ha, dengan masing-masing kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Luas Wilayah Propinsi Lampung Menurut Kabupaten/Kota
No. Kabupaten/Kota Luas (Ha)
1 Lampung Barat 495.040
2 Tanggamus 335.661
3 Lampung Selatan 318.078
4 Lampung Timur 433.789
5 Lampung Tengah 478.982
6 Lampung Utara 272.563
7 Way Kanan 392.163
8 Tulang Bawang 777.084
9 Bandar Lampung 19.296
10 Metro 6.179
Sumber: BPS Provinsi Lampung 2006
Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan pelayanan dasar.
SPM untuk jaringan jalan perlu dikaji mendalam, karena menyangkut kebutuhan dasar
masyarakat akan akses terhadap fasilitas sosial dan ekonomi. Kebutuhan penyediaan jaringan
jalan di Provinsi Lampung dan sekitarnya dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya
intensitas dan distribusi populasi, jenis dan skala kegiatan ekonomi, dan konfigurasi tata ruang
wilayah, dll.
1.2 MAKSUD, TUJUAN
Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan suatu kajian SPM untuk Jalan Daerah
yang memperhatikan standar pelayanan dasar dan realitas penyediaan prasarana jalan yang ada
di Lampung.Adapun tujuannya adalah tersedianya suatu pedoman bagi Provinsi dan Kabupaten
ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 89
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
untuk menilai pencapaian SPM jalan di wilayah Lampung sesuai kebutuhan dan
kemampuannya.
1.3 RUANG LINGKUP
Dalam melaksanakan lingkup penelitian ini maka beberapa tahapan yang perlu
dilakukan antara lain:
a. Pekerjaan Persiapan, yaitu kegiatan menyusun rencana kerja dan metode pendekatan kajian
dengan cara mengumpulkan data sekunder/informasi awal yang diperlukan yang ada di
Direktorat Bina Program dan instansi lainnya di lingkungan Pemerintah Daerah Lampung
dan kajian pustaka dan literatur terhadap kajian-kajian yang relevan untuk keperluan
kegiatan survei maupun untuk keperluan kompilasi data untuk langkah analisis pada kegiatan
berikutnya.
b. Pengumpulan Data Sekunder
c. Pengumpulan Data Primer antara lain: Survei Wawancara, Survei Kondisi Jalan dan Survei
Volume Lalu Lintas dan Kecepatan di wilayah Pemerintah Daerah Lampung
d. Analisa Data dengan cara menganalisis semua data yang telah dikumpulkan.
2. METODE PENELITIAN
Dalam hal ini penyusunan SPM prasarana jalan merupakan pelaksanaan salah satu fungsi
Ditjen Prasarana Wilayah tersebut, sehingga dalam penyusunan SPM ini harus dipastikan
posisinya dalam hirarki kebijakan NSPM, sehingga muatannya tidak berbenturan dengan
produk peraturan pada hirarki yang berlainan.Dalam perangkat pelaksanaan tugas
kepemerintahan Standar merupakan bagian dari sistem NSPM (Norma, Standar, Pedoman, dan
Manual)
Dalam penyelenggaraan jalan, Norma (N) berisi aturan normatif dan cenderung kualitatif
yang mendasari konsep penyelenggaraan jalan, kemudian dalam Standar (S) aspek normatif
tersebut dicoba dikuantifisir dan dispesifikasi besarannya. Dalam melakukan kegiatan yang
diharapkan mampu memenuhi standar secara kuantitatif dan konsep secara normatif, diperlukan
suatu Pedoman (P) yang mengatur mekanisme implementasi dalam strategi dan penyusunan
program yang dalam Manual (M) didetailkan lebih lanjut dalam men-delivery kegiatan.
ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 90
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
Gambar 2.1 Hirarki NSPM
2.1. Konsep penyusunan SPM PRASARANA JALAN Definisi kata standar dalam penjelasan pasal 3 PP No. 25 Tahun 2000 adalah spesifikasi
teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan dalam melakukan kegiatan. Pelayanan
(service) menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kegiatan memberikan bantuan dan hal-
hal segala urusan yang diperlukan.Kata minimum menurut kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah batasan paling kecil atau sekurang-kurangnya. Sehingga dalam konjungsi kata pelayanan
minimum dapat diartikan sebagai batasan sekurang-kurangnya dari akomodasi (bantuan) yang
diberikan.
Prasarana (infrastructure) merupakan definisi teknis yang besar dan sampai saat ini masih
dalam perdebatan oleh para ahli. Ir. Ewoud Verhoef (TU Delft, Belanda) melakukan
serangkaian kajian pustaka mengenai definisi prasarana menyimpulkan bahwa definisi dari
prasarana adalah sebagai berikut:“An infrastructure is a large-scale technological system,
consisting of immovable physical facilities and delivering (an) essential public or private
service(s) through the storage, conversion and/or transportation of certain commodities. The
infrastructure includes those parts and subsystems necessary for fulfilling the primary storage,
transportation and/or conversion function(s) as well as those supporting a proper execution of
the primary function(s)”.
Jalan (dalam UU No. 38 tahun 2004 maupun dalam PP No. 34 tahun 2006) didefinisikan
sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 91
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air. Dengan
merujuk kepada definisi-definisi di atas maka SPM prasarana jalan dapat diterjemahkan sebagai
berikut: SPM Prasarana Jalan adalah suatu spesifikasi teknis penyediaan prasarana jalan yang
sekurang-kurangnya disediakan pada suatu wilayah untuk keperluan lalulintas agar fungsi dari
jaringan jalan dalam memberikan dukungan pelayanan bagi kegiatan masyarakat dapat
dilaksanakan dengan baik.
SPM prasarana jalan akan terdiri dari 2 induk besaran : (1) kuantitas dan (2) kualitas prasarana
jalan.
Gambar 2.2. Identifikasi Awal Variabel SPM Prasarana Jalan
Sedangkan jika SPM jalan ini dikaitkan dengan kewenangan maka untuk setiap jenjang
pemerintahan (Pusat, Propinsi, dan Kab/Kota) harus disediakan SPM-nya. Sehingga
kemungkinan format SPM tersebut akan meliputi beberapa hal sebagaimana disampaikan pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Spektrum SPM Prasarana Jalan dalam Aspek dan Kewenangan
Kewenangan
Pusat
(Jalan Nasional)
Propinsi
(Jalan Propinsi)
Kab/Kota
(Jalan Kab/Kota)
Kuantitas: - Aksesibilitas - Mobilitas
Aspek
Kualitas: - Kondisi jalan - Keselamatan - Kecepatan
ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 92
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
2.2. Aspek Kuantitas dalam SPM Prasarana Jalan
Prinsip utama dalam penyediaan kuantitas prasarana jalan adalah:
- Sesuai dengan prinsip ekonomi optimum dimana penyediaan panjang jalan tidak berlebihan
(over-supply) namun tetap mencukupi untuk menjadi terpenuhinya kebutuhan dasar sosial-
ekonomi masyarakat tetap dapat memberikan impuls bagi pengembangan ekonomi
wilayah,
- Merata dan menjangkau seluruh wilayah dengan baik sesuai dengan kondisi geografis,
penyebaran penduduk dan pemusatan kegiatan ekonomi (well-distributed/spacing)
- jalan harus terhirarki dengan benar sesuai fungsinya (A/K/L dan primer/sekunder) dan
membentuk jaringan jalan yang utuh (tidak terputus) (networking by hierarchy)
Untuk simplifikasi maka minimal dalam SPM harus ditentukan lebar badan jalan minimal
untuk setiap jenis fungsi jalan baik Arteri, Kolektor, Lokal (A, K, L). Sehingga pada dasarnya
dengan mengacu kepada konsep aksesibilitas dan mobilitas tersebut di atas, dapat ditentukan
persyaratan untuk setiap jenjang kewenangan jalan sebagaimana disampaikan pada Tabel 2.2.
Secara umum aksesibilitas wilayah diwakilkan oleh variabel panjang jalan/km2 area
Tabel 2.2 Syarat Aksesibilitas dan Mobilitas sesuai Kewenangan Pada Jalan Nasional dan
Propinsi
No. Jenis Jalan Syarat Aksesibilitas a. Menghubungkan semua PKN dan antara PKN dengan PKW (ref: ps 7(2) UU No. 38/2004) b. Menghubungkan semua Ibukota Propinsi yang merupakan PKW dan/atau (ref: ps 9 (2) dan ps 9 (4) UU No. 38/2004) 1
Jalan Nasional (ref: ps 9 (2) UU No.
38/2004) c. Menghubungkan wilayah/lokasi strategis Nasional (ref: ps 9 (2) UU No. 38/2004) a. Menghubungkan antara Ibukota Propinsi dengan Ibukota Kab/Kota yang merupakan PKW dan/atau PKL (ref: ps 10 (2) PP No. 34/2006) b. Menghubungkan antar Ibukota Kab/Kota yang merupakan PKW dan/atau PKL (ref: ps 10 (2) PP No. 34/2006)
2 Jalan Propinsi (ref:
ps 9 (3) UU No. 38/2004)
c. Menghubungkan wilayah/lokasi strategis propinsi a. Menghubungkan antar PKW dan antara PKW dengan PKL yang bukan Ibukota Propinsi dan Ibukota Kab/Kota (ref: ps 10 (2) PP No. 34/2006)
3 Jalan Kabupaten (ref: ps 9 (4) UU No. 38/2004)
b. Menghubungkan antara PKN dengan PKL, PKW dgn PKL, antar PKL, antara PKL dgn persil & antar persil (ref: ps 10(3) PP No. 34/2006)
ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 93
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
c. Menghubungkan KWP dengan KWS I, antar KWS I, KWS I dengan KWS II, antar KWS II, KWS II dengan KWS III, KWS I dengan perumahan, KWS II dengan perumahan, KWS III dengan perumahan (ref: ps. 11 (1,2,3,) PP No. 34/2006) d. Menghubungkan wilayah/lokasi strategis lokal (ref: penjelasan ps. 6(3) RUU)
4 Jalan Kota (ref: ps 9 (5) UU No 38/2004)
a. Menghubungkan semua KWP, KWS I, KWS II, KWS III, dan perumahan di dalam wilayah Kota (ref: ps. 11(1,2,3) PP No. 34/2006)
2.3. Aspek Kualitas Dalam SPM Prasarana Jalan
Kualitas prasarana jalan harus memenuhi syarat kualitas minimal, yakni siap/dapat
dioperasikan/ digunakan setiap saat. Secara ekonomi maka kualitas jalan minimal harus
memberikan pelayanan yang minimal dengan biaya perjalanan yang relatif murah ditinjau dari
konsumsi waktu, BBM, komponen BOK, dlsb.Secara umum kualitas pelayanan jalan dapat
dijamin dengan:
(1) Kualitas fisik jalan yang cukup, atau tidak rusak,
(2) Kualitas operasional yang memadai, misalnya dengan variabel kecepatan, biaya
operasi kendaraan, dan keselamatan,
2.3.1. Kualitas Fisik Jalan
Kualitas fisik jalan yang umum digunakan dalam menilai kondisi adalah IRI (yang
menyangkut riding-quality) dan RCI (yang menyangkut structural-quality). Secara lebih
sederhana maka syarat kondisi fisik jalan adalah tidak rusak. Dalam terminologi
penyelenggaraan jalan maka terdapat suatu korelasi antara klasifikasi kondisi fisik jalan (baik,
sedang, rusak, rusak berat) dengan kebutuhan penanganan jalan.Sebagai contoh untuk jalan
standar hubungan tersebut digambarkan sebagaimana pada Gambar 2.3. Klasifikasi kondisi
minimal perkerasan jalan dikaitkan dengan lalulintas dan fungsi jalannya secara umum
disampaikan pada Tabel 2.3. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum syarat
IRI untuk semua fungsi jalan adalah maksimum 8 m/km dan RCI minimal 5,5. Namun hal ini
akan juga dipengaruhi oleh lebar aktual jalan dan volume aktual jalan, yang secara umum
membutuhkan syarat IRI dan RCI yang lebih baik, sebagaimana disampaikan dalam SPM versi
Kepmenkimpraswil No. 543/KPTS/M/2001. Namun sebagai batasan maksimal angka IRI < 8.0
dan RCI>5.5 sudah cukup memberikan kualitas fisik jalan yang dapat menjamin berfungsinya
jalan secara minimal.
ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 94
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
RUSAK RINGAN8 < IRI < 12
RUSAK BERAT12 < IRI
PEMILIHARAAN BERKALA4,5 < IRI < 8
PENINGKATAN
BATAS KONTRUKSI JALAN
LINTASAN IDEAL
BATAS KRITIS
Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin
BATAS MASA PELAYANAN
JIKA TANPA PROGRAM PENINGKATAN JALAN
TIDAK MAMPU LAGI MELAYANI LOS YANG ADA
Pt
Po
Keterangan:Po : Service Ability Indeks Awal (PHO)Pt : Service Ability Indeks Akhir (Batas UmurPelayanan)Nilai Po dan Pt tergantung pada klasifikasi Jalan (N, P, K) danLHR
Iri < 4,5 Iri < 4,5 Iri < 4,5
RUSAK RINGAN8 < IRI < 12
RUSAK BERATIRI>12
PEMILIHARAAN BERKALA4,5 < IRI < 8
PENINGKATAN
BATAS KONTRUKSI JALAN
LINTASAN IDEAL
BATAS KRITIS
Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin
BATAS MASA PELAYANAN
JIKA TANPA PROGRAM PENINGKATAN JALAN
TIDAK MAMPU LAGI MELAYANI LOS YANG ADA
Pt
Po
Keterangan:Po : Service Ability Indeks Awal (PHO)Pt : Service Ability Indeks Akhir (Batas UmurPelayanan)Nilai Po dan Pt tergantung pada klasifikasi Jalan (N, P, K) danLHR
Iri < 4,5 Iri < 4,5 Iri < 4,5
Gambar 2.3. Hubungan antara Kondisi Fisik Jalan dan Kebutuhan Penanganan Jalan
Keterangan:
RCI = Road Condition Index
Tabel 2.3. Syarat Minimal Kondisi Jalan Menurut Fungsi Jalan
Fungsi Jalan
Lebar Minimal (PP No. 34/2006 Jalan)
Minimal Volume
Lalulintas Jam Puncak (MKJI 1997) smp/jam
LHR = VJP/k (MKJI 1997)
smp/hari
Syarat Minimal IRI & RCI Jalan
(Kepmenkimpraswil No.
543/KPTS/M/2001) Arteri Primer 11 m Diatas 450 Diatas 4100 IRI<8,0 dan RCI>5,5
Kolektor Primer 9 m 300-350 2750-3250 IRI<8,0 dan RCI>5,5
Lokal Primer 7,5 m 200-250 1750-2250 IRI<8,0 dan RCI>5,5
Arteri Sekunder 11 m Diatas 500 Diatas 5500 IRI<8,0 dan RCI>5,5
Kolektor Sekunder 9 m 300-350 3250-4000 IRI<8,0 dan RCI>5,5
Lokal Sekunder 7,5 m 150-200 1500-2250 IRI<8,0 dan RCI>5,5
2.3.2. Kualitas Pelayanan/Operasional Jalan
a. Kecepatan Operasi
Sedangkan dari kualitas pelayanan jalan umumnya diindikasi oleh tingkat pelayanan
jalan sesuai dengan kecepatan tempuh yang dihasilkan sebagai trade-offs antara kapasitas jalan
dengan volume lalulintas.Contoh pengukuran kualitas pelayanan jalan pernah juga disampaikan
ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 95
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
oleh Morlok (1991) yang terdiri dari 6 tingkatan A, B, C, D, E, dan F. Gambar 2.4 ditunjukkan
hubungan antara kecepatan, tingkat pelayanan dan rasio volume terhadap kapasitas jalan
Tabel 2.4. Klasifikasi Kualitas Pelayanan Jalan
V/C Tingkat
Pelayanan Keterangan
< 0,60 A Arus lancar, volume rendah, kecepatan tinggi
0,6–0,7 B Arus stabil, volume sesuai untuk jalan luar kota, kecepatan terbatas
0,7-0,8 C Arus stabil, volume sesuai jalan kota, kecepatan dipengaruhi oleh lalu-lintas
0,8-0,9 D Mendekati arus tidak stabil, kecepatan rendah
0,9-1,0 E Mendekati arus tidak stabil, volume pada/mendekati kapasitas, kecepatan rendah
> 1,00 F Arus terhambat, kecepatan rendah, volume di atas kapasitas, banyak berhenti
Sumber : Morlok (1991)
Dalam MKJI 1997 lalulintas berada pada kondisi normal jika VCR < 0,85, klasifikasi
minimalnya D
�
Gambar 2.4 Kecepatan Operasi dan V/C
T ingkat P elayanan A
T ingkat Pelayanan B
T ingkat Pelayanan C
T ingkat Pelayanan D
T ingkat Pelayanan E
T ingkat P elayanan F
0 R asio V olum e per kapasitas 1 ,0
K ecepatan O perasi
Sum ber : M orlok, 1991
Dengan demikian dapat disampaikan bahwa:”syarat kecepatan operasi minimal untuk setiap
fungsi ruas jalan dalam SPM Jalan tidak boleh lebih tinggi dari kecepatan rencana minimal
dalam RPP Jalan dan juga tidak boleh lebih rendah dari kecepatan operasi minimal dari syarat
lebar masing-masing fungsi jalan”. Perhitungan mengenai kecepatan operasi minimal dan
rekomendasi SPM untuk aspek kecepatan operasi disampaikan pada Tabel 2.5
ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 96
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
Tabel 2.5 Syarat Minimal Kecepatan Operasi setiap Fungsi Jalan
Fungsi Jalan Lebar Minimal (PP No. 34/2006 Jalan)
Kecepatan Dasar (2/2 UD) Minimal (MKJI 1997)
Minimal Kecepatan Arus Bebas (MKJI 1997)
Kecepatan Rencana Minimal (PP No. 34/2006 Jalan)
Maksimal Kecepatan Operasi (V/C = 0,85)
Rekomendasi Kecepatan Minimal dalam SPM
Arteri Primer 11 m 68 km/jam
65 km/jam
60 km/jam
33 km/jam
35 km/jam
Kolektor Primer 9 m 65 km/jam
57 km/jam
40 km/jam
29 km/jam
30 km/jam
Lokal Primer 7,5 m 61 km/jam
50 km/jam
20 km/jam
25 km/jam
25 km/jam
Arteri Sekunder 11 m 61 km/jam
58 km/jam
30 km/jam
29 km/jam
30 km/jam
KolektorSekunder 9 m 55 km/jam
49 km/jam
20 km/jam
25 km/jam
25 km/jam
Lokal Sekunder 7,5 m 50 km/jam
41 km/jam
10 km/jam
20 km/jam
20 km/jam
b. Aspek Keselamatan
Selanjutnya sebagaimana disampaikan dalam PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan terdapat
aspek kualitas operasional yang perlu di SPM-kan, yakni keselamatan lalulintas. Dalam
kaitannya dengan kewenangan, maka Departemen/Dinas Kimpraswil hanyalah
bertanggungjawab untuk menyediakan prasarana jalan yang layak operasi dengan
memperhatikan aspek keselamatan. Sebenarnya jika jalan didesain dengan mengikuti standar
perencanaan geometrik jalan yang berlaku serta dilengkapi dengan kelengkapan jalan yang
memadai (rambu, marka, penerangan, dll) maka secara umum dapat dikatakan bahwa jika
kecelakaan terjadi lebih disebabkan oleh faktor non prasarana jalan, misalnya: faktor
pengemudi, faktor kendaraan, dll.
2.4. Beberapa Pertimbangan Penetapan SPM Lainnya
Jika SPM prasarana jalan yang dikembangkan harus dikaitkan dengan spektrum variasi kondisi
wilayah di Indonesia, maka beberapa sifat dari SPM harus diperhatikan, antara lain:
- Dinamis: Bahwa faktor sosial-ekonomi wilayah selalu berkembang, sehingga SPM
harus dinamis sifatnya dan
- Adjustable: dapat disesuaikan dengan demand-setting setempat,
- Bertahap: Pemenuhan SPM melalui program penanganan harus dilakukan secara
bertahap sesuai kemampuan keuangan
Selanjutnya syarat variabel SPM agar dapat diutilisasi dalam kebijakan dan penyusunan
program tahunan penanganan dan pengembangan prasarana jalan, haruslah:
- Quantitative atau terukur, Simple atau sederhana
ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 97
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
- General/common indicators atau indikator yang sifatnya umum
- Operative atau mudah dibentuk dan digunakan.
SPM harus dikembangkan dalam kerangka tujuan (objectives) yang benar, sehingga
penetapannya akan memberikan dampak yang positif bagi perbaikan penyediaan prasarana jalan
di Indonesia. Beberapa prinsip umum tersebut antara lain:
- Ekonomi optimum/efficient use of resources: suplai prasarana jalan harus tetap berada
pada koridor optimasi biaya,
- Pemerataan: dalam jangka panjang SPM diharapkan dapat mengurangi kesenjangan
regional (regional disparity) dalam penyediaan jalan di Indonesia,
- Sustainability: mendorong manajemen pengelolaan jalan untuk dapat menjamin
kuantitas dan kualitas penyediaan jalan,
- Realistis: target SPM hendaknya dinamis, realistis sesuai dengan kemampuan
pendanaan.
Penyelenggaraan jalan di beberapa negara, khususnya negara-negara maju, umumnya
didasarkan kepada suatu standar kinerja pelayanan yang harus dipenuhi. Kinerja pelayanan
tersebut umumnya diukur dengan suatu indikator kinerja (performance indicators). US FHWA
(institusi yang menangani jalan Nasional di Amerika) menyampaikan kinerja (performance)
jalan yang diajukan terdiri dari 5 komponen, yakni: keselamatan, mobilitas, produktivitas,
lingkungan, manusia, dan alam, serta keamanan nasional yang dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 US FHWA Performance Plan for Fiscal Year2001
Indikator akan dikembangkan pada tahun 2000 ini
Memperbaiki akses diantara beberapa instalasi militer yang penting
Memperbaiki mobilitas bagi pertahanan nasional
Keamanan nasional
%-tingkat pemenuhan keinginan komunitas
Memperbaiki tingkat peme-nuhan keinginan publik akan sistem & proyek jaringan jalan
Melindungi dan memperbaiki lingkungan alam dan manusia yang terpengaruh oleh transportasi jalan
Lingkungan manusia dan alam
Biaya perjalanan per orang atau per ton barang untuk setiap satuan panjang perjalanan
Mengurangi biaya perjalanan barang dan orang
Secara kontinu meningkatkan efisiensi ekonomi dari jaringan jalan nasional untuk meningkatkan posisi negara dalam percaturan ekonomi global
Produktivitas
%-km jaringan jalan nasional yang meme-nuhi syarat IRI <2,68 m/km
Menaikkan %-km jaringan jalan nasional yang sesuai dengan syarat kualitas perke-rasan IRI <2,68 m/km
Secara kontinu meningkatkan akses publik terhadap aktivitas, barang & jasa sepanjang preservasi, peningkatan, dan perluasan sistem transportasi jalan dan penyempurnaan operasi, efisiensi, dan koneksi inter-moda
Mobilitas
Tingkat fatalitas yang terkait dengan jalan per 100 juta mil perjalanan kendaraan
Mereduksi jumlah kecelakaan dan fatalitas yang berkaitan dengan jalan
Secara kontinu memperbaiki tingkat keselamatan dalam jaringan jalan
Keselamatan
Performance indicators
Performance goalStrategic goalPerformance
ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 98
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
Tabel 2.7. Proposed Performance Indicators For African Roads (World Bank, 2000)
Perspective Dimension
Government Ministry Road Administration Road User Comments
Accessibility Mobility
1. Average road user cost (car, truck, trailer truck)
2. Road Network 1. Three part: producer price, tax and tariff for road administration 2. Km/sq. km of arable land or population by region; separately for functionally classified (FC) and community roads.
Sa
fety 3. Accident risk: fatality and injury accidents/veh-km
4. Unprotected road user risk
3. No. of fatalities and injuries 4. Nonmotorized fatalities and injuries
E
nvironment 5. Environmental Policy or Program
5. Yes or No; elaboration required (e.g. phasing in of non-leaded fuel; treatment of polluting vehicles; etc.)
Equity Community
6. Percentage of population within 10 km of a classified road
7. Processes in place for customer/road user feedback
6. Or within 2 hrs. walking time. 7. Yes or No; a method to obtain information of social benefits and costs.
Program D
evelopment 8. Rolling multi-year program for construction, maintenance, and operations 9. Percent completion of annual work program
10. Data bank for FC roads 11. PMS system distribution of funds by region, functional class, and for prioritizing and rehabilitation and maintenance actions
8. Yes or No; elaboration required 9. By program (construction/ maint./oper.) 10. Yes, or no: elaboration required on data collection methods and updating. 11. Yes or No; elaboration of principles
Program Delivery
12. Forecast values of road costs vs. the actual costs 13. Percent of work done by direct labor and parastatals
14. Percent of gravel roads formed twice or more times a year
12. By FC and program (construction, maintenance, operations). 13. A measure of competition
Program Performance
15. Value of assets 16. Paved road roughness (IRI) 17. Bearing capacity/deflection 18. Thickness of gravel surface 19. Defective bridge deck area
20. No . road closings and road closing days
15-17. By FC 18. Gravel roads only 20. Percent links and percent time closed by FC
Final Conditions
Possible descriptors are: (1) population (urban/rural); (2) GDP; (3) vehicle fleet by type; (4) fleet without emission control; (5) current road administration budget by program ; (6) veh and ton km of travel and traffic volumes by FC (weighted by link length); (7) modal split for passenger and freight (all road modes); (8) congestion: weighted road-km with Volume/Capacity >1 by FC
Selain itu, World Bank (1995) mengajukan sejumlah indikator kunci untuk menilai kinerja
sektor transportasi. Indikator tersebut disarankan digunakan hanya sebagai petunjuk dalam
mengembangkan indikasi kinerja sistem transportasi (salah satu bagiannya adalah sistem
jaringan jalan).Yang menarik dari indikator tersebut adalah mengenai aksesibilitas (kuantitas
jalan) yang juga diukur dengan menggunakan satuan jumlah jalan beraspal per km2 area, yang
ternyata perlu dikonfirmasikan dengan distribusi dan kepadatan penduduk. Untuk kualitas
pelayanan jalan diukur dengan dua
variabel utama, yakni: kecepatan lalulintas dan % kondisi jalan yang perlu perbaikan/rusak.
Dari beberapa indikator kinerja yang dikembangkan di beberapa negara, terlihat bahwa terdapat
beberapa variabel yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menyusun SPM
prasarana jalan di Indonesia. Beberapa hal yang pantas dicatat dari kajian di beberapa negara
tersebut antara lain:
(1) Aspek aksesibilitas yang terkait dengan jumlah supply jaringan jalan umumnya muncul
dalam indikator kinerja, yang biasanya diwakili oleh variabel km/km2, dengan catatan
nilainya harus ditetapkan dengan memperhatikan:
a. Jumlah dan penyebaran penduduk,
b. Karakteristik dan penyebaran guna lahan,
c. Klasifikasi fungsional jaringan jalan,
(2) Aspek kualitas pelayanan jalan umumnya diindikasi oleh beberapa variabel berikut:
a. Kondisi fisik jalan (IRI jalan, % jalan rusak)
b. Kualitas pelayanan jalan (kecepatan perjalanan)
ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 99
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
c. Keselamatan operasi jalan (jumlah kecelakaan)
(3) Aspek mobilitas umumnya diukur sebagai kemudahan bergerak yang diwakili oleh
variabel yang beragam, seperti kecepatan, biaya perjalanan, dan kondisi jalan, namun
tidak satupun yang mengaitkannya dengan penyediaan panjang jalan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari pengolahan data survey yang telah dilaksanakan, maka didapatlah indeks mobilitas
diwilayah Lampung seperti yang terlihat pada Tabel 3.1 dan untuk nilai aksesibilitas Jalan
Kabupaten di propinsi Lampung seperti yang terlihat pada Tabel 3.2
Tabel 3.1 Karakteristik Penyediaan Prasarana Jalan di Propinsi Lampung
No Kabupaten/Kota Kepadatan PDRB konstan'93 PDRB per kapita Indeks Mobilitas
(jiwa/Km2) (Km/1000 jiwa)
1 Lampung Barat 82 1.238.966 3.452.406 1.18
2 Tanggamus 256 2.795.479 4.493.507 0.65
3 Lampung Selatan 394 4.156.670 4.870.692 0.72
4 Lampung Timur 219 3.538.206 5.721.471 1.66
5 Lampung Tengah 243 4.674.847 6.027.780 0.15
6 Lampung Utara 214 2.539.578 6.169.842 2.09
7 Way Kanan 100 1.083.499 3.940.952 1.21
8 Tulang Bawang 105 3.590.696 7.089.688 1.39
9 Bandar Lampung 4,377 4.763.166 8.272.667 0.56
10 Metro 2,220 427.014 4.601.487 0.32
Mobilitas masyarakat di Propinsi Lampung ditunjang dengan sarana perhubungan darat,
laut, dan udara. Sarana perhubungan darat pada tahun 2005 terdiri dari 1.004,16 km jalan negara
dan 2.369,97 km jalan propinsi. Dari total jalan tersebut yaitu sepanjang 3.359,25 km, 32,41
persen dalam kondisi baik, 31,69 persen kondisi sedang, dan 25,80 persen kondisi rusak.
Sedangkan menurut jenis penggunaannya, 85,23 persen merupakan jalan beraspal, 11,55 persen
jalan agregat, dan 4,57 persen jalan tanah. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat ruas jalan
yang belum memenuhi persyaratan SPM dari aspek kondisi jalan, serta aspek aksesibilitas dan
aspek mobilitas pun masih terdapat yang belum memenuhi persyaratan SPM.
ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 100
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
Tabel 3.2 Aksesibilitas Jalan Kabupaten di Propinsi Lampung No. Kabupaten/Kota Kepadatan
(jiwa/km2)Eksisting Minimum
01 Lampung Barat 82 0,24 0,33 - 0,0902 Tanggamus 256 0,00 0,43 - 0,4303 Lampung Selatan 394 0,00 0,51 - 0,5104 Lampung Timur 219 0,38 0,41 - 0,0305 Lampung Tengah 243 0,00 0,42 - 0,4206 Lampung Utara 214 0,77 0,41 + 0,3607 Way Kanan 100 0,31 0,34 - 0,0308 Tulang Bawang 105 0,18 0,34 - 0,1609 Bandar Lampung 4377 2,90 2,91 - 0,0110 Metro 2220 5,24 1,61 + 3,63
DeviasiIndeks Aksesibilitas
(km/km2) +/-
Keterangan: Nilai Indeks Berdasarkan Kepmenkimpraswil No. 534/KPTS/M/2001
Berdasarkan hasil membandingkan antara kondisi real dilapangan dengan batasan
minimum untuk masing-masing wilayah di daerah Propinsi Lampung, maka pencapaian SPM
Jaringan jalan Kabupaten di Propinsi Lampung untuk indeks aksesibilitas masih dibawah
persyaratan SPM, hanya 2 kabupaten saja yang telah memenuhi indeks aksesibilitas diatas
SPMnya, yaitu Kabupaten Lampung Utara dan Metro.
4. KESIMPULAN
SPM prasarana jalan merupakan instrumen kebijakan yang digunakan untuk menjamin
tersedianya pelayanan jalan bagi masyarakat dalam era otonomi daerah. Tugas Pusat (pasal 2 (4)
butir b. PP No. 25 Tahun 2000) adalah menyediakan pedoman SPM yang kemudian diacu oleh
daerah untuk menetapkan SPM di daerahnya masing-masing sesuai dengan spektrum kondisi
ekonomi, geografi, dan demografi wilayah serta memperhatikan kemampuan keuangan daerah.
Dari hasil analisis yang dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan penting, yakni:
1. SPM sebagai suatu standar harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,
khususnya UU dan PP tentang Jalan sehingga ketentuan atau besaran yang ditetapkan
tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang ada pada aturan yang lebih tinggi.
2. Karena penyelenggaraan jalan di Indonesia dilakukan secara berjenjang maka pedoman
SPM harus disediakan untuk masing-masing kewenangan penyelenggaraan jalan, yakni:
Pedoman SPM Jalan Nasional, Pedoman SPM Jalan Propinsi, Pedoman SPM Jalan
Kabupaten, dan Pedoman SPM Jalan Kota.
3. Penetapan SPM prasarana jalan tidak boleh melampaui batas-batas kewenangan dan
tugas penyelenggara jalan, artinya variabel yang digunakan hanya terbatas kepada nilai-
nilai yang memang merupakan besaran output dari penyelengaraan jalan (seperti:
panjang jalan, kondisi fisik jalan, geometrik jalan), serta indikasi kecukupannya
dibandingkan dengan lalulintas jalan (seperti: V/C dan kecepatan).
ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 101
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
4. Sarana perhubungan darat pada tahun 2005 terdiri dari 1.004,16 km jalan negara dan
2.369,97 km jalan propinsi. Dari total jalan tersebut yaitu sepanjang 3.359,25 km, 32,41
persen dalam kondisi baik, 31,69 persen kondisi sedang, dan 25,80 persen kondisi
rusak. Sedangkan menurut jenis penggunaannya, 85,23 persen merupakan jalan
beraspal, 11,55 persen jalan agregat, dan 4,57 persen jalan tanah. Hal ini
mengindikasikan bahwa masih terdapat ruas jalan yang belum memenuhi persyaratan
SPM dari aspek kondisi jalan, serta aspek aksesibilitas dan aspek mobilitas masih ada
yang belum memenuhi persyaratan SPM.
DAFTAR PUSTAKA _________,1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Departemen Pekerjaan Umum
Republik Indonesia _________, 2000. PP No. 25 Tahun 2000 __________, 2001, Kepmenkimpraswil No. 534/KPTS/M/2001 __________, 2004, Badan Pertanahan Nasional Propinsi Lampung __________,2004, Panjang Jalan Provinsi SK Men. Kimpraswil No. 375/KPTS/M/2004, __________, 2004, Panjang Jalan Nasional SK Men.Kimpraswil No.376/KPTS/M/2004 ________,2004, UU No. 38 tahun 2004 maupun dalam PP No. 34 tahun 2006 _________,2006. PP No. 34 tahun 2006 __________,2006, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung
Ebby, H, Ismanto,B, JBPTITBPP / 2005 Kajian Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Bidang Jalan Di Jawa Barat, Master theses ITB, Bandung
Ewoud V. Verhoef, 2002, Design and management of the waste infrastructure, Disertasi Program Doctoral TU-Delft, Belanda
Morlock, E. 1991. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Erlangga. Jakarta.
www.fhwa.dot.gov, Performance Plan for Fiscal Year 2001, Federal Highway Administration,US
www.worldbank.org., Proposed Performance Indicators For African Roads, SSATP-UNECA www.pu.go.id, Kebijakan Dan Peraturan Departemen Pekerjaan Umum (Pusdata.pu).
ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 102