kajian sektor kesehatan - bappenas€¦ · 2.3.1. diet yang tidak cukup dan kerawanan pangan 18...
TRANSCRIPT
DIREKTORAT KESEHATAN DAN GIZI MASYARAKATKEDEPUTIAN PEMBANGUNAN MANUSIA, MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL / BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
0 4
K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N
PEMBANGUNAN GIZI DI INDONESIA
Pembangunan gizi di indonesia© 2019 by Kementerian PPN/Bappenas
PengarahDr. Ir. Subandi Sardjoko, MSc
PenulisFiona Watson, M.ScDr. Minarto, MPSSri Sukotjo, M.AJee Hyun Rah, PhDdr. Ardiani Khrisna Maruti
Reviewer dan EditorPungkas Bahjuri Ali, STP, MS, PhDProf. dr. Ascobat Gani, MPH., Dr.PH.Dr. Entos Zainal, SP, MPHMEvi Nurhidayati, S.GzAkim Dharmawan, SKM, M.Kes, PhD
Foto: UNICEF Indonesia
diterbitkan dan dicetak oleh Direktorat Kesehatan dan Gizi MasyarakatKedeputian Pembangunan Manusia, Masyarakat dan KebudayaanKementerian PPN/Bappenas Jalan Taman Suropati No. 2, Jakarta Pusat, 10310Telp: (021) 31934379, Fax: (021) 3926603Email: [email protected]
Cetakan pertama: April 2019ISBN: 978-623-93153-1-3
Hak Penerbitan @ Kementerian PPn/bappenas Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari penulis dan penerbit, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, photoprint, microfilm dan sebagainya.
PEMBANGUNAN GIZI DI INDONESIA
DIREKTORAT KESEHATAN DAN GIZI MASYARAKATKEDEPUTIAN PEMBANGUNAN MANUSIA, MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
KAJIAN SEKTOR KESEHATAN
Kajian sektor Kesehatan • viv • Pembangunan gizi di indonesia
KATA PENGANTAR
Berbagai indikator pembangunan gizi menunjukkan bahwa Indonesia mengalami masalah yang cukup serius dalam status gizi penduduk pada hampir seluruh siklus hidup seperti anemia pada remaja putri dan ibu hamil, stunting, wasting dan underweight pada balita, serta kegemukan atau obesitas pada penduduk dewasa. Beragam upaya yang telah dilakukan belum mampu menurunkan permasalahan gizi ini secara signifikan.
Berbagai penelitian terbaru menunjukkan bahwa permasalahan gizi sangat kompleks sehingga memerlukan intervensi dengan menggunakan pendekatan yang bersifat multisektor baik yang terkait langsung dengan asupan dan kesehatan (intervensi spesifik) maupun terkait dengan sosial ekonomi, infrastruktur, perilaku, ketahanan pangan dan lain sebagainya (intervensi sensitif). Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis permasalahan gizi di Indonesia serta memberikan rekomendasi kebijakan yang perlu diambil.
Pada umumnya, permasalahan gizi terkait dengan kebijakan pembangunan secara umum. Oleh karena itu, kajian ini dilakukan secara paralel dengan kajian pada 9 bidang lain yang terkait seperti transisi demografi dan epidemiologi, fungsi esensial kesehatan masyarakat, pengadaan obat, vaksin, dan alat kesehatan, pendanaan kesehatan, ketersediaan pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan dalam sebuah Kajian Sektor Kesehatan (Heath Sector Review). Kajian ini merupakan salah satu masukan bagi penyusunan Background Study maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 untuk bidang kesehatan dan gizi masyarakat.
Kami yakin bahwa kajian ini akan bermanfaat untuk para pengambil kebijakan baik di tingkat pusat maupun di daerah, serta pembaca lain pada umumnya seperti akademisi, mahasiswa, praktisi kesehatan dan pihak lain terkait. Semoga kajian ini dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan gizi di Indonesia.
Jakarta, April 2019
subandi sardjoko
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan KebudayaanKementerian PPN/Bappenas
Kajian sektor Kesehatan • viivi • Pembangunan gizi di indonesia
DAfTAR ISI
Kata Pengantar iv
Ucapan Terima Kasih dan Penghargaan vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Kotak xi
Daftar Singkatan xii
Ringkasan Eksekutif xiv
1. PendaHuluan 1
2. analisis situasi: CaPaian dan tantangan 5
2.1. Beban Ganda Masalah Gizi dan Konsekuensinya 6
2.2. Kemajuan dalam Penanganan Beban Ganda Masalah Gizi 8
2.2.1. Kurang Gizi pada Anak 9
2.2.2. Kurang Gizi pada Perempuan 12
2.2.3. Pemberian Makan pada Bayi dan Anak 13
2.2.4. Defisiensi Mikronutrien 13
2.2.5. Kegemukan dan Obesitas 14
2.2.6. Gizi Remaja 15
2.3. Penyebab Beban Ganda Masalah Gizi 18
2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18
2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat 22
2.3.3. Praktik Pemberian Makan dan Pengasuhan yang Tidak Adekuat 24
2.3.4. Akar Masalah dan Isu Cross-cutting 26
2.4. Respons terhadap Beban Ganda Masalah Gizi 31
2.4.1. Lingkungan yang Mendukung 31
2.4.2. Intervensi Gizi Spesifik 41
2.4.3. Program Gizi Sensitif 49
UCAPAN TERIMA KASIH DAN PENGHARGAAN Tim Penulis mengucapkan terima kasih kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan di Kementerian Kesehatan, Republik Indonesia yang telah memberikan akses bagi pemanfaatan berbagai data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2018, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2017, dan Riset Tenaga Kesehatan (RISNAKES) Tahun 2017, serta kajian sektor gizi oleh berbagai pihak. Terimakasih juga disampaikan kepada Badan Pusat Statistik atas pemberian data yang dibutuhkan, termasuk masukan teknis pada saat konsultasi dan paparan.
Tim Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu penulisan dan perbaikan laporan ini. Apresiasi yang tinggi kami berikan kepada Bapak Pungkas Bahjuri Ali sebagai Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat (KGM) Bappenas dan tim yang telah memberikan masukan untuk perbaikan tulisan, seluruh tim penulis dan sekretariat Health Sector Review (HSR) 2018, UNICEF, serta para narasumber yang tidak kami sebutkan satu persatu.
Kajian ini disusun oleh Tim Kajian Sektor Kesehatan (Health Sector Review) di bawah bimbingan Bapak Subandi (Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan, Bappenas) dengan arahan teknis dari Bapak Pungkas Bahjuri Ali (Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Bappenas). Adapun koordinasi pelaksanaan Health Sector Review dibantu oleh Prof. Ascobat Gani sebagai team leader.
Kajian ini merupakan bagian dari Kajian Sektor Kesehatan (Health Sector Review) yang dilakukan pada tahun 2018 oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS dengan dukungan dari UNICEF dan DFAT, beserta beberapa mitra pembangunan lain seperti ADB, JICA, USAID, WHO, World Bank, WFP, dan mitra dari lembaga lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Proses edit dan cetak laporan kajian ini didukung oleh UNICEF Indonesia.
Kajian sektor kesehatan dilakukan secara paralel untuk 10 topik meliputi:
1 Transisi Demografi dan Epidemiologi: Permintaan Pelayanan Kesehatan di Indonesia
2 Fungsi Kesehatan Masyarakat (Public Health Functions) dan Health Security
3 Kesehatan Reproduksi, Ibu, Neonatal, Anak dan Remaja
4 Pembangunan Gizi di Indonesia
5 Sumber Daya Manusia Kesehatan
6 Penyediaan Obat, Vaksin, dan Alat Kesehatan
7 Pengawasan Obat dan Makanan, termasuk Keamanan Pangan
8 Pembiayaan Kesehatan dan JKN
9 Penguatan Sistem Pelayanan Kesehatan
10 Penguatan Tata Kelola Pembangunan Kesehatan
vi • Pembangunan gizi di indonesia
Kajian sektor Kesehatan • ixviii • Pembangunan gizi di indonesia
DAfTAR TABEL
Tabel 1 Target Gizi di Indonesia dan Sasaran Global 8
Tabel 2 Akses ke Infrasturktur secara Nasional pada Tahun 2011 23
Tabel 3 Intervensi Program untuk Menanggulangi Beban Ganda Masalah Gizi di Sepanjang Siklus Kehidupan 36
Tabel 4 Implementasi, Cakupan, dan Tantangan Intervensi Gizi Spesifik di Indonesia 43
Tabel 5 Program Gizi Sensitif Potensial 50
Tabel 6 Target dan Indikator Terkait Gizi di Renstra Kementerian Utama 53
Tabel 7 Indikator dan Target yang Direkomendasikan untuk RPJMN 2020-2024 63
Tabel 8 Perhitungan Target untuk RPJMN 2020-2024 64
Tabel 9 Kebijakan dan Strategi yang Direkomendasikan untuk RPJMN 2020-2024 66
3. isu strategi dan Peluang 57
3.1. Mengatasi Beban Ganda Masalah Gizi 58
3.2. Memperkuat Kapasitas dan Aksi Gizi di Tingkat Sub-nasional 58
3.3. Menyebarluaskan Pesan 59
3.4. Membangun Bukti untuk Pengambilan Keputusan Terkait Gizi 59
3.5. Memperluas Upaya untuk Upaya-upaya Multisektoral 60
4. target 61
5. oPsi KebijaKan 65
referensi 69
lampiran 79
Kajian sektor Kesehatan • xix • Pembangunan gizi di indonesia
DAfTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Aksi untuk Mencapai Gizi dan Perkembangan Janin dan Anak yang Optimal 2
Gambar 2 Kemajuan Terhadap Target RPJMN 2019 untuk Gizi Kurang pada Anak 9
Gambar 3 Perbaikan Gizi di Tiga Kabupaten MYCNSIA, 2011-2014 11
Gambar 4 Kemajuan terhadap Target RPJMN 2019 untuk Berat Bayi Lahir Rendah, Anemia dan ASI Eksklusif 12
Gambar 5 Kemajuan Terhadap Target RPJMN 2019 untuk Kegemukan dan Obesitas 15
Gambar 6 Asupan Energi dan Protein per Kapita per Hari menurut Kelompok Tingkat Kekayaan padaTahun 2017 19
Gambar 7 Asupan Energi per Kapita per Hari dari Kelompok Makanan yang Berbeda padaTahun 2007 dan 2017 20
Gambar 8 Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Waktu Tempuh ke Fasilitas Kesehatan pada Tahun 2013 24
Gambar 9 Kekurangan Gizi pada Anak menurut Kuintil Kekayaan pada Tahun 2013 80
Gambar 10 Kegemukan pada Anak dan Obesitas pada Dewasa menurut Kuintil Kekayaan pada Tahun 2013 80
Gambar 11 Prevalensi Stunting pada Anak Balita menurut Provinsi Tahun 2018 81
DAfTAR KOTAK
Kotak 1 Fokus pada Upaya Kabupaten yang Berhasil untuk Mengurangi Stunting dan Memperbaiki Gizi 10
Kotak 2 Fokus pada Gaya Hidup dan Pola Makan Remaja yang Berkontribusi pada Beban Ganda Masalah Gizi 16
Kotak 3 Fokus pada Peningkatan Konsumsi Makanan dan Minuman Jadi yang Berkontribusi pada Kejadian Beban Ganda Masalah Gizi 21
Kotak 4 Fokus pada Sumber Daya Potensial untuk Gizi Melalui Dana Desa 39
Kotak 5 Fokus pada Model PGBM yang Berhasil di Kabupaten Kupang 47
Kajian sektor Kesehatan • xiiixii • Pembangunan gizi di indonesia
DAfTAR SINGKATAN
aKg Angka Kecukupan Gizi
bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
imt Indeks Massa Tubuh
bms Breast Milk Substitutes
bPPsdmK Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
Kader Relawan masyarakat
KeK Kurang Energi Kronik
Cmam Community Management of Acute Malnutrition
ddi Domestic Direct Investment
Fdi Foreign Direct Investment
isPa Infeksi Saluran Pernafasan Akut
Kemendagri Kementerian Dalam Negeri
Kemendikbud Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kemen-esdm Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Kemenkes Kementerian Kesehatan
Kemenkeu Kementerian Keuangan
Kemensos Kementerian Sosial
Kementan Kementerian Pertanian
lila Lingkar Lengan Atas
mam Moderate Acute Malnutrition
mYCnsia Maternal and Young Child Nutrition Security in Asia
PerKeni Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
Pgbm Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat (CMAM)
Pis-PK Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga
Pmba Pemberian Makan pada Bayi dan Anak
Posyandu Pos Pelayanan Terpadu (Integrated health posts)
Polindes Pos Persalinan Desa
Poskesdes Pos Kesehatan Desa
Poskestren Pos Kesehatan Pesantren
Psg Pemantauan Status Gizi
Ptm Penyakit Tidak Menular
Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat (Health centre)
Pustu Puskesmas Pembantu
rad-Pg Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi
ran-Pg Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi
renstra Rencana Strategis
rb Ruang Bersalin
rPjmd Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
rPjmn Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
rs Rumah Sakit
sam Severe Acute Malnutrition
sbCC Social Behaviour Communication Change
sdgs Sustainable Development Goals
simPus Sistem Informasi Manajemen Puskesmas
siP Sistem Informasi Posyandu
sPm Standar Pelayanan Minimal
ttd Tablet Tambah Darah
uniCeF United Nations Children’s Fund
WFP World Food Programme
WHa World Health Assembly
WHo World Health Organisation
xiv • Pembangunan gizi di indonesia
RINGKASAN EKSEKUTIf
Laporan ini menganalisis situasi gizi di Indonesia. Dokumen ini dibuat atas permintaan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai bagian dari Kajian Sektor Kesehatan yang lebih luas. Temuan ini akan digunakan untuk menentukan target dan arahan strategis terkait gizi yang akan dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Analisis ini menggunakan data dan informasi dari survei nasional, studi khusus, literatur ilmiah, dan konsultasi dengan informan kunci di tingkat pusat dan daerah.
Bagian 1 menjelaskan situasi gizi di Indonesia dan menilai pencapaian dan tantangan dalam memenuhi target gizi yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019. Analisis menemukan bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi di Indonesia cukup baik, walaupun terjadi perbaikan tetapi kekurangan gizi tetap menjadi masalah yang signifikan. Selain itu, Indonesia juga memiliki masalah kekurangan gizi yang tinggi serta obesitas yang meningkat - yang disebut ‘Beban Ganda Masalah Gizi’ (Double Burden of Malnutrition). Beban Ganda Masalah Gizi memiliki dampak di seluruh siklus hidup serta gangguan jangka panjang pada periode kritis pertumbuhan dan perkembangan, yakni selama 1.000 hari pertama kehidupan (1.000 HPK) sejak kehamilan hingga anak berusia dua tahun.
Riskesdas 2018 menunjukkan stunting (tinggi badan menurut umur di bawah standar) pada anak adalah bentuk yang paling umum dari kekurangan gizi di Indonesia yang mempengaruhi 30,8% balita. Walaupun ada beberapa indikasi perbaikan, namun angka stunting tetap tinggi di wilayah paling timur dan paling barat Indonesia dengan angka terendah 17,7% di DKI Jakarta dan angka tertinggi 42,6% di Nusa Tenggara Timur. Wasting (berat badan menurut tinggi badan di bawah standar) juga merupakan tantangan gizi utama yang mempengaruhi 10,2% anak balita. Anak-anak wasting memiliki risiko kematian 11,6 kali lebih besar daripada anak-anak yang bergizi baik dan mereka yang bertahan hidup dapat terus mengalami masalah perkembangan sepanjang hidup mereka. Underweight (berat badan menurut usia di bawah standar), yang mencerminkan baik stunting maupun wasting, mempengaruhi 17,7% anak balita. Berat Badan Lahir Rendah/BBLR (<2.500 gram), yang menjadi indikasi kekurangan gizi ibu, mempengaruhi 6,2% bayi, sementara 48,9% wanita hamil mengalami anemia. Meskipun terdapat perbaikan dalam Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (PMBA) dengan tingkat pemberian ASI eksklusif sebesar 52%, sebagian besar bayi masih diberi susu menggunakan botol serta praktik pemberian makanan pendamping yang tidak memadai. Saat ini, 21,8% orang dewasa mengalami obesitas dan angka ini meningkat dengan cepat, terutama pada perempuan.
Berdasarkan hasil analisis penyebab Beban Ganda Masalah Gizi, ditemukan tiga faktor yang secara tidak langsung menjadi penyebab Beban Ganda Masalah Gizi. Penyebab pertama, konsumsi pangan yang tidak memadai dan kerawanan pangan. Tingkat kecukupan energi pada hampir separuh penduduk (45,7%) sangat kurang (<70% AKE/Angka Kecukupan Energi) dan 36,1% penduduk dengan tingkat kecukupan protein sangat kurang (<80% AKP/Angka Kecukupan Protein), sementara 95,5% orang yang berusia 5 tahun ke atas mengkonsumsi kurang dari lima porsi buah dan sayuran dalam sehari. Akses ekonomi (keterjangkauan) terhadap pangan menjadi penyebab utama kerawanan pangan dibandingkan dengan ketersediaan pangan. Pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi, yang sebagian besar
makanan olahan meningkat empat kali lipat antara tahun 2007 dan 2017, sehingga memicu tingkat obesitas yang berkembang pesat. Penyebab kedua, terkait dengan penyakit, akses yang tidak memadai terhadap pelayanan kesehatan, serta minimnya akses air bersih dan sanitasi. Sementara penyakit infeksi terus marak dan berhubungan dengan kekurangan gizi, Penyakit Tidak Menular (PTM) meningkat sebagai akibat dari meningkatnya obesitas serta menambah beban sistem pelayanan kesehatan. Penyebab ketiga, terkait dengan praktik PMBA dan minimnya asupan makanan ibu, serta praktik perawatan ibu dan pengasuhan anak yang kurang optimal. Selain itu, akar masalah Beban Ganda Masalah Gizi juga terkait dengan kemiskinan dan ketidaksetaraan, tren demografi dan urbanisasi, gender, kepercayaan sosial dan budaya, serta keadaan darurat.
Bagian akhir dari Bagian 1 menilai langkah yang diambil di Indonesia untuk perbaikan gizi. Tiga dimensi untuk perbaikan gizi sudah tercakup: intervensi gizi spesifik yang mengatasi penyebab langsung malnutrisi; intervensi gizi sensitif yang mengatasi penyebab tidak langsung malnutrisi; dan lingkungan yang mendukung yang diperlukan untuk mendukung intervensi gizi spesifik dan sensitif. Elemen utama yang diperlukan untuk memperkuat ‘lingkungan yang mendukung’ adalah ketersediaan data yang berkualitas yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan. Hasil analisis menemukan bahwa ketersediaan data dan informasi terkait gizi telah digunakan untuk mengukur capaian target gizi yang ditetapkan dalam RPJMN. Namun, masih terdapat kesenjangan dalam pemahaman dan kekurangan dalam pengembangan sistem informasi gizi saat ini. Elemen kedua berkaitan dengan komitmen politik terhadap gizi. Di Indonesia, Pemerintah telah menunjukkan komitmen politik yang kuat untuk gizi di tingkat pusat, namun komitmen ini belum tercermin di tingkat daerah. Elemen terakhir adalah kapasitas dan sumber daya yang berkualitas dalam pemberian layanan gizi. Pencapaian utama di Indonesia adalah peningkatan potensi pendanaan untuk gizi yang bersumber dari anggaran di tingkat pusat maupun daerah. Namun, keberlanjutan pendanaan dan peningkatan kapasitas di tingkat daerah untuk merencanakan, memprioritaskan, dan mengelola berbagai dana untuk gizi secara efektif masih diperlukan. Selanjutnya, Indonesia memiliki ketersediaan ahli gizi yang siap dan terlatih, tetapi keterampilan mereka tidak dimanfaatkan secara optimal serta pelatihan untuk penyedia layanan gizi masih tidak konsisten.
Sebanyak 14 intervensi gizi spesifik telah diakui secara global untuk mengatasi kekurangan gizi. Di Indonesia, 9 dari 14 intervensi tersebut telah menjadi program nasional, 2 intervensi diimplementasikan sebagian, dan 3 intervensi masih belum diimplementasikan. Akibatnya, masih terdapat kesenjangan yang signifikan dalam mengatasi anemia, malnutrisi akut dan obesitas, serta dalam meningkatkan praktik pemberian makanan pendamping ASI. Peran intervensi gizi sensitif dalam perbaikan gizi telah diketahui dengan baik dan di Indonesia terdapat lima sektor yang relevan dengan gizi: (i) kesehatan, (ii) perlindungan sosial, (iii) pertanian dan ketahanan pangan, (iv) pendidikan dan perkembangan anak, serta (v) air bersih, sanitasi, dan higiene. Intervensi gizi sensitif telah terbukti berperan dalam mempengaruhi status gizi, namun di dalam implementasinya masih terdapat kesenjangan yang dapat diatasi dengan perencanaan dan pemantauan lintas sektor yang dilakukan secara bersama dan difokuskan pada kelompok sasaran yang sama tetapi dilaksanakan secara independen oleh sektor-sektor kunci.
Kajian sektor Kesehatan • xvxiv • Pembangunan gizi di indonesia
xvi • Pembangunan gizi di indonesia
Bagian 2 menganalisis peluang masa depan dan isu-isu strategis untuk gizi di Indonesia, sementara Bagian 3 mengusulkan target untuk serangkaian indikator gizi. Target perbaikan gizi di Indonesia yang direkomendasikan untuk dicapai pada tahun 2024 adalah indikator stunting, wasting, dan overweight pada anak balita, anemia pada ibu hamil dan remaja putri, berat badan lahir rendah, serta pemberian ASI eksklusif pada bayi. Target-target utama ini sejalan dengan enam target global yang didukung oleh negara-negara anggota Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly/WHA) dan kemudian dimasukkan ke dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Salah satu target utama yang juga direkomendasikan adalah indikator obesitas pada usia dewasa, yang juga menjadi tantangan utama perbaikan gizi saat ini. Target tersebut juga sejalan dengan rekomendasi WHO global. Target-target tersebut hanya dapat dicapai jika terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas seluruh intervensi gizi spesifik dan sensitif serta diarahkan pada kelompok termiskin dan paling rentan, dan juga diperlukan peran yang kuat dari lingkungan yang mendukung.
Bagian 4, sebagai bagian akhir kajian, menjelaskan lima alternatif kebijakan dan rekomendasi untuk langkah-langkah di masa mendatang.
1. Menetapkan regulasi yang kuat dalam meningkatkan komitmen dan alokasi anggaran untuk perbaikan gizi di tingkat pusat dan daerah.
2. Meningkatkan pemberian layanan gizi yang berkualitas kepada seluruh masyarakat.3. Meningkatkan kesadaran dan komitmen untuk perbaikan gizi dengan menggunakan
metode inovatif dan menggunakan berbagai saluran komunikasi. 4. Membangun sistem informasi gizi berbasis bukti sebagai sumber data yang kredibel
dan tepat waktu yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan.5. Memperluas keterlibatan multi-sektor dalam percepatan perbaikan gizi.
xvi • Pembangunan gizi di indonesia
1. PendaHuluan
PEMBANGUNAN GIZI DI INDONESIA
K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N
1. Pendahuluan • 32 • Pembangunan gizi di indonesia
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah melakukan analisis situasi gizi sebagai bagian dari Kajian Sektor Kesehatan yang lebih luas. Kajian ini akan digunakan untuk menentukan target dan arah strategis untuk gizi yang akan dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Analisis ini menggunakan data, informasi, dan temuan dari survei nasional, studi, literatur ilmiah, serta konsultasi dengan informan kunci di tingkat pusat dan daerah.
Meskipun gizi merupakan bagian dari Kajian Sektor Kesehatan, namun intervensi gizi spesifik hanya akan memberikan sedikit kontribusi pada perbaikan gizi melalui penanganan penyebab langsung masalah gizi. Perbaikan gizi yang berkelanjutan dan signifikan memerlukan pendekatan multisektoral dan juga intervensi gizi sensitif yang menangani penyebab tidak langsung dari masalah gizi. Lingkungan yang mendukung juga diperlukan untuk mendukung pelaksanaan intervensi gizi spesifik dan sensitif. Ketiga dimensi untuk mencapai perbaikan gizi yang optimal tersebut disusun dalam kerangka yang terdapat pada gambar 1. Percepatan perbaikan gizi memiliki pengaruh dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Global Nutrition Report 2017 mengidentifikasi lima bidang utama yang terdapat dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2015-2030 dimana gizi turut memberikan kontribusi dan manfaatnya (Development Initiatives, 2017): (i) produksi pangan berkelanjutan, (ii) sistem infrastruktur yang kuat, (iii) sistem kesehatan, (iv) pemerataan dan inklusi, serta (v) perdamaian dan stabilitas.
gambar 1. Kerangka intervensi untuk mencapai Perkembangan dan Pemenuhan gizi yang optimal pada janin dan anak
Sumber: The Lancet, 2013
Laporan ini menitikberatkan pada perkembangan gizi yang terjadi sejak background study tentang gizi di Indonesia yang dilakukan pada tahun 2010-2014 sebagai bagian dari Kajian Sektor Kesehatan sebelumnya (Bappenas, 2014). Bagian 1 laporan ini menggambarkan situasi gizi di Indonesia dan menilai pencapaian dan tantangan dalam memenuhi target gizi yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019. Selain itu, juga mengkaji penyebab malnutrisi dan langkah yang diambil untuk perbaikan gizi di Indonesia. Bagian 2 menganalisis peluang masa depan dan isu strategis, sementara Bagian 3 merekomendasikan target untuk indikator gizi. Terakhir, Bagian 4 menetapkan alternatif kebijakan dan rekomendasi langkah-langkah di masa mendatang.
Ruang lingkup analisis dalam background paper ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, hanya ada sedikit data baru yang tersedia pada indikator status gizi sejak background study sebelumnya tentang gizi yang dilakukan pada tahun 2014 (Bappenas, 2014). Survei nasional berikutnya (Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas) dengan data yang dapat dibandingkan baru tersedia pada bulan Oktober 2018 ketika proses penyusunan kajian ini telah selesai dilakukan. Kedua, karena analisis ini merupakan bagian dari Kajian Sektor Kesehatan, maka masukan dari sektor-sektor utama di luar kesehatan terbatas.
4 • Pembangunan gizi di indonesia
2. analisis situasi:
CaPaian dan tantangan
K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N
PEMBANGUNAN GIZI DI INDONESIA
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 76 • Pembangunan gizi di indonesia
Beban Ganda Masalah Gizi mengakibatkan banyak sekali kerugian, baik dalam bidang kesehatan, maupun bidang pembangunan dan ekonomi Indonesia. Dimana kerugian tersebut dapat terjadi mulai sebelum kelahiran. Ibu dengan berat badan kurang cenderung memiliki bayi dengan pertumbuhan intra-uterus yang terhambat serta lahir dengan berat badan lahir rendah dan dengan risiko kematian yang lebih tinggi (Black, Victora, Walker, & et al., 2013). Berat badan berlebih dan obesitas pada ibu juga meningkatkan risiko kematian bayi (Meehan, Beck, Mair-Jenkins, & et al., 2014). Sementara bayi dengan berat badan lahir rendah lebih cenderung untuk mengalami kekurangan gizi pada masa kanak-kanak (Cresswell, Campbell, De Silva, & Filippi, 2012).
Kekurangan gizi dan kegemukan selama masa kanak-kanak dikaitkan dengan tingkat mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi. Kurang gizi menyebabkan 45% kematian pada anak usia di bawah lima tahun di seluruh dunia (Black, Victora, Walker, & et al., 2013) dan merupakan predisposisi bagi anak untuk menderita penyakit menular seperti diare dan infeksi saluran pernapasan akut (Black, Allen, Bhutta, & et al., 2008). Pada saat yang sama, setidaknya 2,6 juta orang meninggal setiap tahun akibat kelebihan berat badan ataupun obesitas (WHO, 2018). Anak yang gemuk cenderung tumbuh menjadi orang dewasa yang mengalami berat badan berlebih dan mengalami PTM yang berkaitan dengan pola makan seperti diabetes tipe 2 (Bjeeregaard, Jensen, & Angquist, 2018) dan penyakit kardiovaskular (Litwin, 2014). Remaja putri yang mengalami malnutrisi lebih rentan untuk menjadi wanita dewasa yang juga terkena malnutrisi dan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Dengan demikian, ia akan mewariskan Beban Ganda Masalah Gizi dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Beban Ganda Masalah Gizi menghambat pembangunan manusia, mengakibatkan kemiskinan intergenerasi, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Anak-anak yang kurang gizi dan/atau kelebihan berat badan, tidak hadir di sekolah lebih sering dan berprestasi kurang baik secara akademis (Dewey & Begum, 2011) (An, Yan, Shi, & Yang, 2017). Diperkirakan bahwa stunting dan kekurangan gizi lainnya merugikan Indonesia lebih dari US$ 5 miliar per tahun setara dengan hilangnya 2-3% dalam produk domestik bruto karena kehilangan produktivitas sebagai akibat dari standar pendidikan yang buruk dan berkurangnya kemampuan fisik (WFP, 2014) (Bappenas, 2018). Kerugian akan lebih besar jika obesitas dan kelebihan berat badan diperhitungkan.
Sifat Beban Ganda Masalah Gizi yang kompleks dan saling terkait di Indonesia mendesak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang efektif dan simultan mengatasi semua bentuk malnutrisi.
2.1. beban ganda masalaH gizi dan KonseKuensinYa
Meskipun pertumbuhan ekonomi terjadi secara dramatis di Indonesia, kekurangan gizi tetap menjadi masalah yang signifikan dan terlihat sedikit mengalami penurunan. Indonesia menderita kekurangan gizi yang cukup tinggi (defisiensi gizi makro dan mikro) yang diiringi dengan meningkatnya prevalensi obesitas - yang disebut sebagai ‘Beban Ganda Masalah Gizi’ (Double Burden of Malnutrition).
Wilayah Asia Tenggara dan Pasifik memiliki hampir setengah dari populasi di seluruh dunia, yang menderita Beban Ganda Masalah Gizi. Tidak ada wilayah lain yang memiliki prevalensi berat badan lebih (gemuk) yang meningkat secepat di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik ini dan Indonesia adalah salah satu contoh utama. Beban Ganda Masalah Gizi di Indonesia terjadi di sepanjang siklus kehidupan, dimulai lebih awal dengan 12% anak di bawah lima tahun menderita kurus (wasting), sementara 12% lainnya mengalami kegemukan (overweight) (Kementerian Kesehatan, 2013). Sekitar 11% dari remaja perempuan dan laki-laki berusia 13-15 tahun mengalami kurus, yang diukur melalui indeks massa tubuh (IMT) yang rendah, sementara 11% dari remaja pada usia yang sama lainnya mengalami kegemukan. Antara tahun 2010-2013, prevalensi berat badan lebih (gemuk) dan obesitas meningkat dua kali lipat pada wanita dewasa (dari 15% menjadi 33%), sedangkan seperempat wanita hamil mengalami kurus (Kementerian Kesehatan, 2013). Keberadaan kekurangan gizi, obesitas, dan kekurangan gizi mikro di dalam rumah tangga dan individu yang sama juga telah dipublikasikan secara ilmiah. Beban ganda ibu dan anak, di mana ibu yang mengalami berat badan lebih tinggal di rumah yang sama dengan anak yang pendek (stunted) atau gizi kurang (underweight), telah diamati pada 11% rumah tangga pedesaan di Indonesia (Oddo, Rah, Semba, & et al., 2012). Sementara data terbaru menurut Riskesdas 2018 menunjukkan terdapat 10,1% anak balita kurus dan 7,6% balita mengalami kegemukan (Kementerian Kesehatan, 2018).
Beban Ganda Masalah Gizi di Indonesia dikaitkan dengan meningkatnya usia harapan hidup yang telah dipengaruhi oleh: pergeseran beban penyakit dari penyakit menular ke penyakit tidak menular (PTM); peningkatan kesejahteraan secara nasional disertai dengan peningkatan ketersediaan pangan, yang telah menyebabkan peningkatan konsumsi lemak dan makanan olahan per kapita; serta pertumbuhan urbanisasi dengan lebih banyak orang yang tinggal di perkotaan dimana kota-kota tersebut tidak ramah pejalan kaki dan kurangnya fasilitas yang mendorong aktivitas fisik.
Selain itu, Beban Ganda Masalah Gizi memiliki dampak di sepanjang siklus kehidupan. Kerusakan yang paling parah dan berlangsung jangka panjang terjadi pada periode pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, khususnya selama 1.000 hari pertama kehidupan (1.000 HPK) sejak masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun, dan selama masa remaja. Saat ini, Beban Ganda Masalah Gizi paling umum terjadi di kelompok berpenghasilan tinggi di Indonesia (Oddo, Rah, Semba, & et al., 2012). Namun, bukti menunjukkan bahwa kecenderungannya akan terjadi peningkatan yang cepat pada kelompok miskin karena meningkatnya obesitas dan berat badan berlebih dikombinasikan dengan sedikitnya perubahan yang terjadi pada angka kekurangan gizi (Delisle & Batal, 2016).
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 98 • Pembangunan gizi di indonesia
2.2. Kemajuan dalam Penanganan beban ganda masalaH gizi
Bagian ini menilai kemajuan terhadap target untuk menurunkan prevalensi kekurangan gizi dan obesitas yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 (lihat tabel 1).
tabel 1. target gizi di indonesia dan sasaran global
indikatortarget WHa
(2025)Baseline
(2013)riskesdas
2018target rPjmn
(2019)
Stunting (pendek) pada anak usia 0-59 bulan
Penurunan 40% 37.2% 30.8% -
Anemia pada wanita usia subur
Penurunan 50% 22.7%Data belum
tersedia-
Berat badan lahir rendah pada bayi
Penurunan 30%5.7%
(< 2500 gr)
6.2%(< 2500 gr)
8% (Buku II)(≤ 2500 gr)
Overweight (kegemukan) pada anak usia 0-59 bulan
Tidak meningkat 11.9% 8.0 -
ASI Eksklusif pada bayi usia < 6 bulan
Naik menjadi 50% (minimal)
41.5% 52.0% 50% (Buku II)
Wasting (kurus) pada anak usia 0-59 bulan Turun menjadi <5% 12.1% 10.2% 9.5% (Buku II)
Kerangka global WHo untuk Ptm (2025)
Obesitas pada dewasa usia 18+ tahun
Tidak meningkat 15.4% 21.8%15.4%
(Buku I dan II)
Underweight (gizi kurang) pada anak usia 0-59 bulan
- 19.6% 17.7%17%
(Buku I dan II)
Stunting (pendek) pada anak usia 0-23 bulan
- 32.9% 29.9%28%
(Buku I dan II)
Anemia pada ibu hamil - 37.1% 48.9% 28% (Buku II)
Sumber: WHO, 2012; WHO, 2013; Bappenas, 2015; Kementerian Kesehatan, 2013;
Kementerian Kesehatan, 2018
Tiga dari indikator RPJMN 2015-2019 sama dengan target global yang disahkan oleh negara-negara anggota Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly/WHA) pada tahun 2012 dan kemudian dimasukkan ke dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) sebagai target yang harus dipenuhi pada tahun 2030. Indonesia adalah negara penandatangan kesepakatan WHA dan SDGs. Selain itu, RPJMN juga mencakup target gizi untuk obesitas usia dewasa, yang telah diadopsi sebagai target pilihan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Kerangka Global WHO untuk PTM.
2.2.1. Kurang gizi pada anak
Kurang gizi yang dialami pada anak usia di bawah lima tahun antara lain stunting, wasting, dan underweight. Di Indonesia, prevalensi kurang gizi tersebut cenderung mengalami penurunan dari tahun 2007 hingga 2018. gambar 2 mengilustrasikan capaian target gizi anak balita menurut RPJMN 2015-2019.
gambar 2. Capaian target rPjmn 2015-2019 terkait Kekurangan gizi pada anak balita
37.2 38.1
32.826.1
29.9
2836.8 35.6
37.233.6
30.8
13.6 13.3 12.19.8 10.2 9.5
18.4 17.9 19.6 2117.7 17
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
2007 2010data Riskesdas
2013 2016data Sirkesnas
2018data Riskesdas
RPJMN Target2019
Stunting (pendek) pada anak usia 0-23 bulan Stunting (pendek) pada anak usia 0-59 bulan
Wasting (kurus) pada anak usia 0-59 bulan Underweight (gizi kurang) pada anak usia 0-59 bulan
Sumber: RISKESDAS 2007, 2010, 2013, 2018; SIRKESNAS 2016
Stunting pada anak adalah bentuk kekurangan gizi yang paling umum di Indonesia dan tetap menjadi tantangan utama. Tahun 2018, Riskesdas menunjukan prevalensi stunting pada anak usia di bawah dua tahun sebesar 29,9 %. Angka ini memperlihatkan adanya penurunan dalam beberapa tahun terakhir dan target penurunan stunting untuk anak usia di bawah dua tahun pada 2019 telah terpenuhi dimana angka ini mendekati target pada RPJMN yakni 28% di tahun 2019.
Data tahun 2013 dan 2018 menunjukkan adanya disparitas prevalensi stunting secara geografis. Data dari 2013 (Kementerian Kesehatan, 2013), yang telah dijelaskan secara lengkap dalam background paper sebelumnya tentang gizi di Indonesia yang dilakukan pada tahun 2014 (Bappenas, 2014), menunjukkan bahwa stunting sangat umum terjadi di bagian paling timur dan paling barat Indonesia dimana mencapai puncaknya dengan 51,7 % di Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebagian besar provinsi (28 dari 34 provinsi) memiliki prevalensi stunting di atas 30%, yang dikategorikan oleh WHO sebagai prevalensi yang sangat tinggi dalam masalah kesehatan masyarakat (WHO, NLiS, 2018). Prevalensi stunting pada anak lebih tinggi di daerah pedesaan (40%) dibandingkan dengan daerah perkotaan (31%), dan jauh lebih tinggi pada kelompok dengan tingkat kekayaan terendah
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 1110 • Pembangunan gizi di indonesia
dibandingkan dengan kuintil terkaya. (lihat lampiran 1). Namun demikian, 29,0% anak-anak di kuintil kekayaan tertinggi mengalami stunting dimana hal ini menggambarkan bahwa stunting bukan hanya masalah yang terkait dengan kemiskinan. Data Riskesdas 2018 menunjukan hal yang tidak jauh berbeda dimana bagian paling timur dan paling barat Indonesia menjadi daerah dengan angka stunting balita tertinggi dibandingkan daerah lainnya (lihat lampiran 1). Terdapat 20 provinsi memiliki prevalensi stunting sangat tinggi (≥30%) berdasarkan klasifikasi WHO terbaru (WHO, NLiS, 2018). Secara nasional, prevalensi stunting balita menurun menjadi 30,8% (Kementerian Kesehatan, 2018). Jika dibandingkan dengan prevalensi stunting tahun 2013, terjadi penurunan sebesar 1,28 poin persen pertahun. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila tingkat penurunan ini dapat dipertahankan maka target penurunan stunting pada balita sesuai WHA dapat tercapai di tahun 2025.
Di tingkat kabupaten, kemajuan penurunan stunting sangat bervariasi. Dari 438 kabupaten di Indonesia, hampir setengah (206 setara dengan 47%) mengalami penurunan prevalensi stunting antara 2007 dan 2013 serta 52 kabupaten mengalami pengurangan di atas 10% selama periode enam tahun. Pengamatan lebih dekat dan pemahaman tentang faktor-faktor yang berkontribusi pada perbaikan gizi di kabupaten yang berhasil akan membantu kabupaten lain yang belum berhasil secara efektif menurunkan stunting pada anak. Contoh dimana stunting telah berhasil diturunkan di tiga kabupaten melalui adopsi pendekatan multisektoral dijelaskan dalam Kotak 1.
Kotak 1. Fokus pada upaya Kabupaten yang berhasil dalam menurunkan Stunting dan Perbaikan gizi
Aksi bersama untuk perbaikan gizi dilakukan di Kabupaten Klaten, Sikka, dan Jayawijaya sebagai bagian dari program Maternal and Young Child Nutrition Security in Asia (MYCNSIA) dari tahun 2011 hingga 2014. Hasilnya adalah pengurangan lima persen poin pada persentase stunting, 20 persen poin peningkatan untuk persentase ASI eksklusif dan peningkatan konsumsi pada anak serta perilaku kebersihan. Peningkatan yang terjadi lebih besar pada kelompok yang paling miskin. Tujuh faktor keberhasilan percepatan perbaikan gizi yang dapat diidentifikasi mencakup: (i) lingkungan legislatif yang mendukung; (ii) perencanaan dan penganggaran di tingkat pusat dan daerah; (iii) pendekatan multisektoral untuk mengintegrasikan hasil dan mengoptimalkan saluran untuk promosi; (iv) platform efektif untuk rumah tangga yang paling rentan dan kurang beruntung; (v) peningkatan pengetahuan dan keterampilan konseling tenaga kesehatan masyarakat; (vi) sistem pemantauan yang efektif; serta (vii) bekerja sama dengan mitra.
gambar 3. Perbaikan gizi di tiga Kabupaten mYCnsia, 2011-2014
29.6
43.152.2 53.3
29.7
6.9
61.4
30.223.9
33.8
72.381.7
30.317.1
69.564.3
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
All Poorest All Poorest All Poorest All Poorest
Stunting Exclusivebreastfeeding Minimumacceptablediet
Handwashingwithsoap
%
2011 (baseline) 2014 (endline)
Semua Termiskin
ASI Eksklusif
Semua Termiskin
Stunting
Semua Termiskin
Minimum acceptable diet
Semua Termiskin
Cuci tangan pakai sabun
Sumber: (UNICEF, 2017)
Wasting adalah bentuk kekurangan gizi yang sangat serius karena sangat meningkatkan risiko kematian dan kesakitan. Tingkat kematian pada anak dengan gizi buruk akut (Severe Acute Malnutrition/SAM) adalah 11,6 kali lebih tinggi dibandingkan pada anak dengan gizi baik, dan mereka yang bertahan hidup dari keadaan gizi buruk akut dapat terus mengalami masalah perkembangan di sepanjang hidup mereka (Ologin, McDonald, & Ezzati, 2013). Bukti global menunjukkan bahwa wasting (kurus) meningkatkan risiko stunting pada anak, gangguan perkembangan kognitif, dan penyakit tidak menular di masa dewasa (Lelijveld, Seal, & Wells, 2016) (Grantham-McGregor, Powell, Walker, & Chang, 1994). Indonesia memiliki tingkat kekurangan gizi akut tertinggi keempat di dunia, dengan sekitar tiga juta anak balita mengalami wasting (kurus), diantaranya yakni 1,4 juta anak mengalami sangat kurus (Kementerian Kesehatan, 2013). Data tahun 2013 menunjukkan bahwa enam provinsi memiliki prevalensi lebih dari 15% yang dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang sangat tinggi oleh WHO (WHO, NLiS, 2018) sehingga memerlukan respons darurat. Meskipun gambar 2 menunjukkan bahwa ada beberapa kemajuan dalam menurunkan prevalensi wasting, namun hal ini belum dikonfirmasi oleh survei SMART1 yang dilakukan di Kabupaten Kupang yang menunjukkan tetap tingginya prevalensi wasting (UNICEF/ACF, 2016 Unpublished). Namun demikian, data terbaru Riskesdas 2018 menunjukan angka wasting pada balita mengalami penurunan menjadi 10,2% dan semua provinsi memiliki prevalensi balita kurus di bawah 15%, dengan provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki prevalensi tertinggi yakni sebesar 14,4% (Kementerian Kesehatan, 2018).
Underweight adalah indikator kekurangan gizi anak yang tidak membedakan antara kekurangan gizi jangka pendek wasting dan kronis stunting. Prevalensi underweight cenderung meningkat antara tahun 2010 sampai 2016, namun hasil utama Riskesdas 2018 menunjukkan penurunan prevalensi menjadi 17,7% yang mengindikasikan bahwa target RPJMN 2015-2019 kemungkinan besar akan tercapai. Namun demikian, underweight bukan merupakan indikator yang sensitif dan indikator ini belum diadopsi sebagai indikator WHA (lihat tabel 1).
1 Survei SMART (Standardized Monitoring and Assessment of Relief and Transition) mengadopsi metode standar untuk mengukur tingkat wasting (kekurusan) pada anak-anak.
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 1312 • Pembangunan gizi di indonesia
2.2.2. Kurang gizi pada Perempuan
Sejak penyusunan background paper sebelumnya tentang gizi di Indonesia pada tahun 2014 (Bappenas, 2014), terdapat minimnya ketersediaan data terbaru tentang status gizi ibu untuk menentukan capaian target sejak tahun 2014. Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil yang diukur melalui lingkar lengan atas (LILA) dilaporkan dalam background paper tentang gizi 2014 dan ditemukan adanya peningkatan antara 2010 dan 2013. Hampir satu dari empat wanita hamil (24,2%) memiliki LILA yang rendah (<23,5 cm) pada tahun 2013 dan ini hampir tidak berubah pada tahun 2016, tetapi kemudian menurun di tahun 2018 menjadi 17,3% (Kementerian Kesehatan, 2018).
Berat badan lahir rendah (BBLR) (<2.500 gram) merupakan indikator kekurangan gizi ibu yang menunjukkan adanya sedikit perubahan selama 10 tahun terakhir dan tidak ada indikasi yang jelas bahwa target RPJMN 2015-2019 akan terpenuhi (lihat gambar 4). Data Riskesdas 2018 dengan indikator BBLR <2.500 gram menunjukkan adanya peningkatan yakni 5,4% di tahun 2007 menjadi 5,7% di tahun 2013 dan 6,2% di tahun 2018. Serupa dengan tahun 2013 dimana BBLR terjadi lebih banyak pada keluarga dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Namun, angka ini cenderung sama untuk daerah pedesaan (6,3%) dan perkotaan (6,1%) (Kementerian Kesehatan, 2018).
gambar 4. Kemajuan terhadap target rPjmn 2015-2019 untuk bayi dengan berat badan lahir rendah, anemia dan asi eksklusif
Sumber: RISKESDAS 2007, 2010, 2013, 2018; SIRKESNAS 2016. Catatan: angka ASI Eksklusif diambil berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007, 2012, dan 2017.
2.2.3. Pemberian makan pada bayi dan anak Menyusui hingga usia dua tahun telah dilaporkan secara luas memiliki banyak manfaat jangka pendek dan jangka panjang bagi anak dan ibu (Horta & Victora, 2013). WHO, UNICEF, dan Kementerian Kesehatan Indonesia merekomendasikan bahwa bayi harus disusui secara eksklusif selama enam bulan pertama semenjak lahir dan sesudah itu dilakukan pengenalan makanan pendamping ASI dalam bentuk padat atau semi padat bersamaan dengan kelanjutan menyusui hingga usia 24 bulan. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 4, target RPJMN 2015-2019 untuk pemberian ASI eksklusif tampaknya akan tercapai.
Meskipun prestasi ini terlihat jelas, praktik pemberian makan pada bayi dan anak (PMBA) di Indonesia masih sangat tidak memadai. Sementara 61% ibu memulai menyusui dalam satu jam pertama kelahiran bayi mereka, hanya setengah (54%) terus menyusui hingga usia dua tahun (BPS & Kemenkes, 2017). Lebih dari sepertiga (37%) dari ibu pada tahun 2012 memberikan susu botol kepada anak mereka antara usia 0-23 bulan yang meningkatkan risiko penyakit infeksi seperti diare karena sulitnya mensterilkan dot pada botol dengan benar (BPS & Kemenkes, 2012). Selain itu, jenis makanan pendamping yang diperkenalkan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan gizi anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Pada tahun 2012, hanya 58,2% anak-anak berusia 6 hingga 23 bulan menerima makanan dengan empat atau lebih kelompok makanan. Ini berarti bahwa hampir setengah dari semua anak Indonesia tidak menerima gizi yang mereka butuhkan selama dua tahun pertama hidupnya untuk bertumbuh dan berkembang secara optimal.
2.2.4. defisiensi mikronutrien
Sangat sedikit data baru yang tersedia terkait defisiensi mikronutrien sejak background paper sebelumnya tentang gizi dilakukan sebagai bagian dari Kajian Sektor Kesehatan 2014 (Bappenas, 2014). Anemia pada wanita dan anak-anak masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dengan kategori berat menurut klasifikasi WHO (WHO, 2010). Anemia sebagian besar disebabkan oleh defisiensi zat besi, dan juga terkait dengan defisiensi mikronutrien lainnya seperti vitamin A, asam folat, dan vitamin B12. Prevalensi anemia juga lebih tinggi di daerah dimana kecacingan umum terjadi. Seperti yang ditunjukkan gambar 4, anemia pada ibu hamil (hemoglobin <11 g/dl) telah meningkat secara mengkhawatirkan dalam beberapa tahun terakhir. Data dari tahun 2016 menunjukkan bahwa lebih dari separuh ibu hamil mengalami anemia yang jauh di atas nilai target RPJMN 2015-2019. Riskesdas 2018 juga menunjukkan hal serupa dengan hampir separuh ibu hamil mengalami anemia (48,9%). Selain itu, lebih dari seperempat (28%) anak-anak di bawah usia lima tahun mengalami anemia (hemoglobin < 11 g/dl) pada tahun 2013 (Kementerian Kesehatan, 2013). Namun, di tahun 2018, data anemia pada anak balita belum tersedia. Tidak ada keraguan bahwa anemia memiliki dampak besar pada kesehatan dan kesejahteraan perempuan dan anak di Indonesia.
Hingga saat ini ketersediaan data baru tentang defisiensi vitamin A masih minim sehingga tidak memungkinkan untuk menilai kemajuan. Survei nasional terakhir tentang status vitamin A dilakukan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 1992 dan menemukan bahwa serum retinol kurang dari 20 μg / dL pada setengah dari anak-anak berusia 6-59
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 1514 • Pembangunan gizi di indonesia
bulan. SEANUTS 2011 memeriksa status vitamin A pada anak, tetapi tidak termasuk anak dengan usia kurang dari dua tahun yang kemungkinan besar berada pada risiko terbesar kekurangan vitamin A, sehingga data tidak dapat dibandingkan. Dalam survei ini hanya 1,5 persen anak di daerah pedesaan berusia 2-4 tahun ditemukan memiliki kekurangan vitamin A.
Demikian pula, tidak terdapat data baru tentang tingkat kekurangan yodium yang tersedia sejak background paper sebelumnya tentang gizi di Indonesia yang dilakukan sebagai bagian dari Kajian Sektor Kesehatan 2014 (Bappenas, 2014), yang menemukan bahwa status yodium pada anak sekolah dan wanita usia subur tetap memadai, sementara status yodium pada wanita hamil berada pada ambang batas.
2.2.5. Kegemukan dan obesitas
Prevalensi kegemukan (IMT ≥25 sampai <27) dan obesitas (IMT ≥ 27) di kalangan orang dewasa meningkat tajam dan obesitas sekarang menjadi tantangan masalah gizi terbesar di masa depan yang dihadapi oleh Indonesia. Dalam lima tahun, antara tahun 2013 dan 2018, prevalensi obesitas telah meningkat enam persen dan lebih tinggi dari target RPJMN 2015-2019 (lihat gambar 5). Selain itu, terdapat perbedaan geografis yang signifikan dengan prevalensi obesitas tertinggi ditemukan di Sulawesi Utara (30,2%) dan terendah di NTT (10,3%) dimana semua provinsi telah mengalami peningkatan obesitas secara progresif dari waktu ke waktu (Kementerian Kesehatan, 2018). Data obesitas pada dewasa berdasarkan jenis kelamin dan kuintil kekayaan belum tersedia di Riskesdas 2018. Walaupun demikian, di tahun 2016, menunjukkan kegemukan dan obesitas pada wanita dewasa jauh lebih tinggi daripada pria dewasa, dimana terdapat 41,6% wanita dewasa kelebihan berat badan dibandingkan 24% pria. Sementara di tahun 2013, obesitas ditemui pada semua kelompok kuintil pendapatan baik yang rendah maupun yang lebih tinggi dan 7% orang dewasa pada kuintil kekayaan terendah mengalami obesitas (Kementerian Kesehatan, 2013) (lihat lampiran 1).
Pada kelompok anak di bawah usia lima tahun, prevalensi kelebihan berat badan (berat badan per tinggi badan >2 score) menunjukan tidak ada peningkatan. Sekitar 7% anak balita diperkirakan mengalami kegemukan pada tahun 2018 (Kementerian Kesehatan, 2018). Walapun data berat badan lebih pada balita berdasarkan kuintil kekayaan di tahun 2018 belum tersedia, data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan kegemukan terjadi lebih banyak pada kuintil kekayaan yang lebih tinggi dibandingkan pada kuintil kekayaan yang lebih rendah, namun bahkan pada kuintil kekayaan terendahpun, 10,2% anak balita mengalami kegemukan pada tahun 2013 (lihat lampiran 1).
gambar 5. Kemajuan terhadap target rPjmn 2015-2019 untuk Kegemukan dan obesitas
11.7
15.4
20.7 21.8
15.4
12.214.0
11.8 6.18.0
0
5
10
15
20
25
30
35
40
2007 2010data Riskesdas
2013 2016data Sirkesnas
2018data Riskesdas
RPJMN Target2019
Obesitas pada dewasa usia 18+ tahun Overweight (gemuk) pada anak usia 0-59 bulan
Sumber: RISKESDAS 2007, 2010, 2013, 2018; SIRKESNAS 2016
2.2.6. gizi remaja
Meskipun tidak ada target yang masuk dalam RPJMN 2015-2019 untuk gizi remaja2, masa remaja adalah periode kritis kedua untuk pertumbuhan fisik setelah tahun pertama kehidupan, dimana ketika perubahan psikososial dan emosional yang mendalam terjadi dan peningkatan kognitif dan kapasitas intelektual tercapai. Selain itu, Indonesia sendiri adalah rumah bagi sekitar 45 juta remaja laki-laki dan perempuan atau setara dengan 18% dari total penduduk (BPS, 2010). Remaja di Indonesia sudah mulai menderita Beban Ganda Masalah Gizi. Pada tahun 2013, 9,4% remaja berusia 16-18 tahun dan 11,1% dari mereka yang berusia 13-15 tahun mengalami kurus (IMT per usia <-2 SD Zscore), sementara 7,3% dan 10,8%, secara berurutan, mengalami kelebihan berat badan (IMT per usia > +1 SD Zscore) (Kementerian Kesehatan, 2013). Prevalensi kegemukan pada kelompok usia 16-18 tahun meningkat tajam dari 1,4% pada tahun 2010 menjadi 7,3% pada 2013, yang menunjukkan bahwa kegemukan meningkat dengan cepat. Prevalensi stunting pada usia 16-18 tahun sebesar 31,4% dan pada kelompok usia 13-15 tahun sebesar 35,1%, dan yang menjadi perhatian adalah sebagian besar anak perempuan akan memasuki fase kehamilan dalam keadaan kurang gizi sehingga dapat memperpanjang siklus malnutrisi. Prevalensi kurus (LILA <23,5 cm) pada kelompok remaja putri yang hamil sudah lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang lebih tua yaitu sekitar satu dari tiga dibandingkan dengan satu dari empat (24,2%) secara berurutan. Kotak 2 menjelaskan gaya hidup dan pola konsumsi remaja di Indonesia dan melihat pentingnya mengembangkan kebijakan yang menargetkan kelompok usia remaja.
2 WHO mendefinisikan remaja pada usia antara 10 dan 19 tahun.
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 1716 • Pembangunan gizi di indonesia
Kotak 2. Fokus pada gaya Hidup dan Pola makan remaja yang berkontribusi pada beban ganda masalah gizi
Remaja semakin dianggap penting sebagai agen perubahan gizi yang potensial di Indonesia karena berperan dalam memotong rantai kemiskinan dan malnutrisi antargenerasi. Kebiasaan makan pada usia remaja saat ini akan menentukan pola konsumsi generasi masa mendatang ketika remaja tersebut tumbuh menjadi orang dewasa di kemudian hari.
Sebuah survei dan studi kualitatif di dua kabupaten di Indonesia telah menunjukkan bahwa remaja tidak mengembangkan gaya hidup dan pilihan konsumsi yang sehat. Secara keseluruhan, mereka relatif tidak aktif dan menghabiskan sebagian besar waktu luang untuk duduk: menonton TV, menggunakan ponsel mereka, belajar, atau bekerja. Sebagian besar remaja bepergian dengan sepeda motor dan menghabiskan sedikit waktu untuk berjalan, bersepeda, dan berolahraga.
Meskipun remaja pada umumnya makan tiga kali sehari, namun terdapat sedikit keluarga yang memasak dan makan bersama. Hanya setengah remaja yang disurvei sarapan di rumah, sementara separuh lainnya membeli makanan, baik di warung maupun di sekolah. Penelitian kualitatif menemukan bahwa makan siang biasanya merupakan makanan jadi yang dibeli di warung dan seringkali termasuk minuman manis. Makan malam sebagian besar dilakukan di rumah, tetapi jarang dilakukan secara bersama dengan keluarga. Sebaliknya, makan malam paling sering dilakukan di depan televisi, menggantikan praktik tradisional makan bersama di atas tikar di lantai. Dua per tiga (66%) remaja yang disurvei mengonsumsi kudapan berupa makanan olahan dan sekitar sepertiga remaja mengonsumsi kue, kue kering, gorengan, dan kerupuk. Selain itu, 20% mengonsumsi makanan siap saji dan 14% kudapan lokal buatan sendiri. Sementara 84% sering mengonsumsi minuman manis. Rata-rata remaja menghabiskan sekitar Rp 6.000,- (US$ 0,42) per hari untuk makanan dan minuman. Sebagai hasil dari pilihan konsumsi ini, kurang dari setengah remaja yang disurvei mengonsumsi 5 atau lebih dari 11 kelompok makanan yang memenuhi rekomendasi untuk konsumsi yang beragam.
Studi kualitatif menemukan bahwa meskipun sekolah-sekolah memiliki pengelolaan yang berbeda-beda dalam penjualan makanan, tetapi tidak ada kontrol pada jenis makanan yang dijual, yang pada umumnya menjual makanan dan minuman yang tidak sehat. Selain itu, pada umumnya para guru masih belum memahami bahwa pendidikan gizi di sekolah menengah (SMP dan SMA) merupakan tanggung jawab mereka. Selain dari pendidikan gizi di sekolah dasar, sumber utama informasi gizi untuk remaja adalah televisi dan internet.
Temuan ini menggarisbawahi peluang penting yang dapat dilakukan pada remaja dalam meningkatkan status gizi dan pola konsumsi penduduk Indonesia. Saat ini, gizi remaja belum dianggap sebagai prioritas dalam agenda pembangunan nasional,
meskipun peluang untuk meningkatkan perbaikan gizi remaja di Indonesia dapat dilakukan melalui penguatan kebijakan di tingkat kabupaten, dan melalui penguatan mekanisme koordinasi lintas sektor. Berkenaan dengan hal tersebut, terdapat beberapa rekomendasi meliputi: (i) meningkatkan permintaan untuk makanan sehat melalui kampanye sosial dan perubahan perilaku secara massal menggunakan teknologi modern, dan pendidikan gizi; (ii) mengendalikan pasokan, pemasaran dan penjualan makanan yang kurang sehat; serta (iii) memperluas akses ke makanan sehat dan fasilitas olahraga.
Perbaikan kebijakan dan program pangan sekolah merupakan pilihan penting untuk perbaikan gizi di Indonesia. Program gizi berbasis sekolah yang terintegrasi dapat mengatasi Beban Ganda Masalah Gizi, kesehatan buruk yang terkait, serta dapat digunakan untuk membangun dan mengintegrasikan intervensi gizi yang sedang dilakukan. Sekolah juga berperan sebagai pintu akses potensial untuk melibatkan orang tua dan masyarakat. Selain itu, standar makanan di sekolah telah terbukti efektif untuk meningkatkan ketersediaan dan pembelian makanan sehat serta mengurangi pembelian makanan yang tidak sehat.
Sumber: Soekarjo, Roshita, Thow, & et al., 2018; UNICEF, 2018 Unpublished;
UNICEF, 2018 Unpublished
Pesan KunCi
1. Indonesia menderita Beban Ganda Masalah Gizi dimana kekurangan gizi dan obesitas berada dalam populasi, rumah tangga, dan individu yang sama.
2. Periode kritis untuk intervensi gizi adalah 1.000 hari pertama kehidupan dimulai dari kehamilan hingga anak berusia dua tahun, dan masa remaja.
3. Stunting, wasting, anemia, dan obesitas adalah tantangan gizi yang menjadi prioritas utama.
4. Remaja sudah menderita Beban Ganda Masalah Gizi dan data survei dari dua kabupaten menunjukkan bahwa mereka tidak melakukan gaya hidup dan pilihan konsumsi yang sehat.
5. Minimnya ketersediaan data terbaru tentang indikator gizi utama di seluruh siklus kehidupan serta variasi dalam metode survei dan definisinya sehingga membuat indikator tersebut sulit untuk dipantau kemajuannya sejak disusun background paper sebelumnya tentang gizi di Indonesia sebagai bagian dari Kajian Sektor Kesehatan Tahun 2014.
6. Diperlukan langkah bersama untuk mencapai target status gizi dalam RPJMN 2015-2019 dengan stunting pada anak usia di bawah dua tahun menjadi satu-satunya indikator yang berpotensi untuk mencapai target.
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 1918 • Pembangunan gizi di indonesia
2.3. PenYebab beban ganda masalaH gizi
Bagian ini mengkaji penyebab Beban Ganda Masalah Gizi di Indonesia dan mengidentifikasi pencapaian target dan tantangan dalam mengatasinya. gambar 1 mengilustrasikan beberapa penyebab malnutrisi yang berperan pada masing-masing tingkatan yang berbeda. Penyebab langsung dijelaskan dengan warna hijau, sementara tiga kelompok penyebab tidak langsung ditunjukkan dengan warna dasar biru, dan akar masalah ditunjukan dengan warna kuning. Bagian berikut menyajikan data terbaru tentang penyebab malnutrisi di Indonesia.
2.3.1. Konsumsi Pangan yang tidak Cukup dan Kerawanan Pangan
Rumah tangga miskin dan menengah di Indonesia memiliki pola konsumsi yang minim akan zat gizi dan kurang beragam, sementara rumah tangga menengah ke atas memiliki pola konsumsi berlebih, khususnya sumber energi dan makanan olahan. Hal ini berkontribusi terhadap terjadinya kekurangan gizi pada kelompok masyarakat menengah ke bawah serta obesitas pada kelompok menengah ke atas. Data survei pada tahun 2014 menunjukkan bahwa hampir setengah populasi di Indonesia (45,7%) mengonsumsi kurang dari 70% Angka Kecukupan Gizi (AKG)3 untuk energi, sementara 36,1% mengkonsumsi kurang dari 80% AKG untuk protein4 (SKMI, 2014). gambar 6 menunjukkan perbedaan konsumsi sumber energi dan protein pada kelompok masyarakat menurut tingkat kekayaan. Hanya mereka yang berada pada kuintil ketiga, keempat, dan kelima yang mengonsumsi energi dan protein yang cukup.
Pada saat yang sama, semakin banyak penduduk yang mengonsumsi makanan dan minuman yang tidak sehat secara berlebihan. Analisis data tahun 2014 menemukan bahwa 29,7% penduduk Indonesia mengonsumsi gula, garam, dan lemak melebihi rekomendasi WHO dimana untuk gula > 50 g/hari, garam > 5 g/hari, dan lemak > 67 g/hari (Atmarita, Jahari, Sudikno, & Soekatri, 2016).
3 AKG per orang per hari untuk energi adalah 2,150 kkal sesuai dengan Peraturan Menkes, Pasal 4, 2013.4 AKG per orang per hari untuk protein adalah 57 gram.
gambar 6. asupan energi dan Protein per Kapita per Hari menurut Kelompok tingkat Kekayaan pada tahun 2017
1713
1975
2155
2353
2564
45.4
54.2
60.9
69.1
81.5
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
Energy Protein
pro
tein
da
lam
gra
m
en
erg
i da
lam
Kka
l
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5
AKG =2150Kkal
AKG =57gram
Energi Protein
Sumber: SUSENAS 2017
Makanan khas Indonesia adalah makanan berbahan dasar beras dan serealia yang selalu menjadi makanan pokok utama. Sebagaimana dituliskan dalam background paper tentang gizi sebelumnya sebagai bagian dari Kajian Sektor Kesehatan 2014, pola makan rumah tangga berubah dengan cepat, tetapi tidak menjadi lebih sehat. gambar 7 mengilustrasikan bahwa antara tahun 2007 dan 2017, proporsi energi dalam makanan yang berasal dari serealia yang dikonsumsi oleh penduduk perkotaan dan pedesaan menurun namun hal ini terjadi karena ada peningkatan proporsional dalam asupan energi dari makanan dan minuman jadi (Sumarwan, 2018). Peningkatan konsumsi makanan dan minuman jadi, yang sebagian besar kecenderungannya adalah makanan yang diproses5 dan tinggi gula, garam dan lemak, di antara penduduk pedesaan sangat terlihat nyata dan mengkhawatirkan. Ini menunjukkan bahwa tingkat obesitas akan terus meningkat dalam kelompok ini sehingga akan menambah Beban Ganda Masalah Gizi. Sementara itu, konsumsi tepung terigu juga meningkat, yang didorong dengan semakin meningkatnya konsumsi mi instan pada 15% remaja berusia 10-19 tahun yang mengonsumsi mi setiap hari pada tahun 2013 (Kementerian Kesehatan, 2013). Di sisi lain, konsumsi buah dan sayur tetap rendah dimana 93,5% penduduk berusia 10 tahun ke atas mengonsumsi buah dan sayur kurang dari 5 porsi dalam sehari (Kementerian Kesehatan, 2013). Pada tahun 2018, pola konsumsi tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan dimana 95,5% penduduk usia ≥ 5 tahun mengkonsumsi buah dan sayur kurang dari 5 porsi dalam sehari (Kementerian Kesehatan, 2018).
5 ‘Diproses ’didefinisikan sebagai makanan atau minuman apapun yang telah diolah dari keadaan mentah.
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 2120 • Pembangunan gizi di indonesia
Keragaman pola konsumsi yang rendah berkaitan dengan terjadinya stunting pada anak. Sebuah penelitian yang dilakukan di Jawa Timur menilai keragaman pola konsumsi pada 12 kelompok makanan, yang kemudian dijumlahkan sebagai Skor Keragaman Konsumsi Pangan Rumah Tangga (Household Dietary Diversity Score), menemukan bahwa skor yang lebih rendah dikaitkan dengan stunting bahkan ketika penyesuaian dibuat untuk ukuran keluarga, pengetahuan ibu, pengeluaran untuk makanan, serta asupan energi dan protein dari ASI (Mahmudiono, Sumarmi, & Rosenkrantz, 2017). Kementerian Kesehatan memperkirakan bahwa hanya 29% dari anak-anak berusia 6-59 bulan mengonsumsi makanan sumber zat besi dan hanya 20% yang mengonsumsi telur (Kemenkes, 2014).
gambar 7. asupan energi per Kapita per Hari dari Kelompok makanan yang berbeda pada tahun 2007 dan 2017
42.735.7
51.543.9
15.326.7
9.519.2
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
2007 2017 2007 2017
Urban Rural
Cereals Tubers Fish&seafood Meat
Eggs&milk Vegetables Fruit Oil&coconut
Beverages Miscellaneous Preparedfood&drink
Perkotaan Pedesaan
Sereal
Telur dansusu
Minuman
Umbi
Sayuran
Lain-lain
Ikan&hasillaut
Buah
Makanan&minumanjadi
Daging
Minyak&kelapa
Sumber: BPS, 2007; BPS, 2017
Asupan makanan ditentukan oleh ketahanan pangan yang memiliki empat dimensi, yaitu: ketersediaan, akses, konsumsi, dan pemanfaatan pangan (WFP, 2017). Badan Pangan Dunia (WFP) melaporkan bahwa secara keseluruhan, ketahanan pangan meningkat antara tahun 2010 dan 2015 yakni ketika hanya 58 dari 398 kabupaten yang ditemukan sangat rentan terhadap kerawanan pangan (WFP, 2016). Beberapa penelitian baru-baru ini menyimpulkan bahwa akses ekonomi (keterjangkauan) terhadap pangan dibandingkan dengan ketersediaan pangan merupakan penyebab utama kerawanan pangan di Indonesia (SMERU, 2015) (WFP, 2017) (WFP & Bappenas, 2017). Sebuah studi untuk memperkirakan biaya konsumsi di Indonesia menemukan bahwa 38% dari populasi nasional tidak mampu membeli makanan bergizi dan persentase ini naik menjadi 68% di daerah terpencil seperti NTT dimana biaya transportasi makanan tinggi (WFP & Bappenas, 2017). Gejolak harga pangan terutama untuk beras, daging, sayur, dan buah, memperburuk situasi ketika rumah tangga miskin terpaksa mengurangi jumlah
dan kualitas makanan yang mereka konsumsi (SMERU, 2015). Sebagian besar (80%) rumah tangga dengan tingkat pengeluaran rendah dan menengah menghabiskan lebih dari separuh pengeluaran mereka untuk makanan di tahun 2017, dan membelanjakan porsi yang jauh lebih besar dari uang mereka untuk makanan dibandingkan dengan 20% penduduk terkaya (BPS, 2017).
Meskipun harga makanan tetap menjadi penghalang utama bagi banyak keluarga miskin di Indonesia, tetapi pengeluaran untuk makanan dan minuman olahan, yang sebagian besar cenderung makanan yang diproses, meningkat empat kali lipat pada masyarakat perkotaan dan juga pedesaan dari tahun 2007 hingga 2017. Pertumbuhan industri makanan dan minuman mendorong terjadinya perubahan pola konsumsi di Indonesia dan berkontribusi pada terjadinya Beban Ganda Masalah Gizi seperti yang dijelaskan pada Kotak 3.
Kotak 3. Fokus pada Peningkatan Konsumsi makanan dan minumam olahan yang berkontribusi pada Kejadian beban ganda masalah gizi
Industri makanan dan minuman sedang berkembang pesat di Indonesia dengan tingkat pertumbuhan sebesar 12,7% yang tercatat untuk kuartal pertama 2018 dan memberikan kontribusi 6,1% terhadap total PDB pada tahun 2017 (Lukman, 2018). Sektor ini berkembang dengan peningkatan 20% dalam investasi domestik langsung (Domestic Direct Investment/DDI) pada tahun 2017, dibandingkan dengan penurunan 7% dalam investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI). Pada kuartal pertama tahun 2018, industri makanan dan minuman menyumbang 12,5% dari DDI atau setara dengan US$ 711 juta. Pembuatan makanan dan minuman olahan, yang pada umumnya tinggi lemak, gula, dan garam, sebagian besar dilakukan oleh perusahaan Indonesia, meskipun industri sangat bergantung pada bahan baku impor. Sebagai contoh, produksi gula dalam negeri sudah cukup untuk memenuhi permintaan rumah tangga, tetapi 100% gula yang terdapat dalam produk jadi merupakan bahan impor, terutama dari Thailand dan Australia (Lukman (komunikasi personal), 2018).
Peningkatan jumlah makanan dan minuman olahan di pasar yang ada di Indonesia diiringi dengan peningkatan gerai makanan cepat saji. Menurut perusahaan riset pasar, Euromonitor International, penjualan makanan cepat saji diperkirakan akan tumbuh sebesar 7% per tahun hingga 2016 dengan jumlah gerai yang melonjak dari 5.890 pada tahun 2011 menjadi 9.100 pada tahun 2017. Lebih lanjut lagi, perusahaan memperluas jangkauan mereka di luar kota-kota besar (Bland, 2013).
Seiring dengan meningkatnya pasokan, demikian pula permintaan, perubahan gaya hidup konsumen dianggap telah menjadi penyebab terjadinya peningkatan konsumsi produk olahan (Sumarwan, 2018). Konsumen memiliki lebih sedikit waktu untuk menyiapkan makanan di rumah karena mereka menghabiskan lebih banyak waktu bekerja di luar rumah, sementara produk olahan tersedia dengan mudah di pasaran dengan harga terjangkau. Selain itu, terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa iklan TV mendorong konsumsi makanan olahan dimana rata-rata orang yang menonton TV terpapar dengan satu iklan makanan atau minuman tidak sehat setiap empat menit di Indonesia, sedangkan di China, Malaysia, dan
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 2322 • Pembangunan gizi di indonesia
Korea Selatan dengan durasi setiap 12-26 menit (Kelly, Hebden, & King, 2014). Studi lain juga menunjukkan pengaruh yang signifikan dari paparan televisi selama masa kanak-kanak terhadap pengeluaran rumah tangga di kemudian hari, dan juga pada konsumsi makanan dan minuman ringan di Indonesia (Oberlander, 2018). Data terbaru juga melihat pengaruh pilihan makanan di Indonesia melalui ketersediaan pilihan yang lebih luas dari aplikasi layanan cepat yang memungkinkan pelanggan untuk memesan dan membayar makanan dengan mudah menggunakan ponsel (Martianto, 2018).
Saat ini, walaupun target penurunan obesitas telah dimasukkan ke dalam RPJMN 2015-2019, akan tetapi program pencegahan dan penatalaksanaan obesitas secara komprehensif belum ada, sehingga pengawasan terhadap konten, pemasaran, dan penjualan makanan olahan perlu ditingkatkan. Hal tersebut menjadi kebutuhan mendesak bagi pemerintah untuk menyusun dan memperkuat regulasi yang membatasi ketersediaan, aksesibilitas, dan konsumsi makanan dan minuman dengan kadar gula, garam, dan lemak yang tinggi.
2.3.2. beban Penyakit, akses terhadap Pelayanan Kesehatan, dan lingkungan yang tidak mendukung
Hubungan antara kekurangan gizi dan penyakit infeksi (menular) terlihat sangat jelas. Infeksi, terutama diare, kecacingan, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), serta campak dan malaria, dapat menurunkan nafsu makan, menyebabkan peradangan, dan kemudian menyebabkan penurunan berat badan, sementara anak yang kekurangan gizi memiliki risiko lebih besar terkena infeksi (Tomkins & Watson, 1989). Penyakit infeksi masih banyak terjadi di Indonesia. Pada tahun 2012, 14,3% anak usia di bawah lima tahun dilaporkan mengalami diare dalam dua minggu terakhir, sementara 5% memiliki gejala ISPA, dan 31% pernah mengalami demam (BPS & Kemenkes, 2012). Sementara tahun 2018, 12,3% balita dilaporkan mengalami diare (Kementerian Kesehatan, 2018). Saat ini, data mengenai angka kecacingan di tingkat nasional yang dikaitkan dengan anemia dan stunting masih belum tersedia. Bukti yang ada menunjukkan bahwa lebih dari seperempat anak balita (28%) menderita kecacingan (Kemenkes, 2015). Penyakit infeksi lebih sering terjadi pada kuintil kekayaan yang lebih rendah.
Saat ini, Indonesia sedang mengalami transisi epidemiologi dengan beban penyakit bergeser dari penyakit menular dan kematian pada usia lebih muda ke arah PTM, peningkatan usia harapan hidup, dan peningkatan usia rata-rata kematian. Obesitas adalah penyumbang utama beban PTM, terutama terkait dengan perkembangan penyakit diabetes mellitus, hipertensi, stroke, dan kardiovaskular. Menurut perkiraan WHO, kematian proporsional karena PTM di Indonesia telah meningkat dari 50,7% pada tahun 2004 menjadi 71% pada tahun 2014 (WHO, 2014). Diabetes merupakan masalah tersendiri dimana jumlah orang dengan diabetes diperkirakan hampir dua kali lipat, dari 7,6 juta pada 2013 menjadi 11,8 juta pada 2030. Dengan pertumbuhan prevalensi diabetes sebesar 6% per tahun, hal ini jauh melebihi tingkat pertumbuhan populasi tahunan negara Indonesia secara keseluruhan (Novo Nordisk, 2013). Data 2018 menunjukkan
prevalensi diabetes pada penduduk umur ≥ 15 tahun sebesar 10,9% berdasarkan kriteria Diabetes Melitus menurut Konsensus PERKENI 2015 (Kementerian Kesehatan, 2018).
Hasil dari peningkatan beban PTM yang berkaitan dengan pola makan adalah permintaan yang meningkat terhadap layanan kesehatan di Indonesia. Pengeluaran kesehatan telah meningkat di Indonesia tetapi akses ke pelayanan kesehatan masih belum universal. Pada tahun 2014, Pemerintah Indonesia memperkenalkan skema asuransi kesehatan universal yang dikenal sebagai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk memastikan akses ke pelayanan kesehatan bagi semua warga negara. Pada tahun 2017, 41% dari populasi tidak tercakup oleh JKN termasuk sekitar 62% anak di bawah usia lima tahun (BPS, 2017). Sebuah evaluasi tentang Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) di Indonesia menemukan bahwa beberapa puskesmas mengalami kekurangan pasokan air bersih, listrik, telepon dan dokter (lihat tabel 2).
tabel 2. akses ke infrastruktur secara nasional pada tahun 2011
jenis akses %
Kecamatan tanpa puskesmas 6,3
Puskesmas tanpa pasokan air bersih 28,3
Puskesmas tanpa listrik 24 jam 12,6
Puskesmas tanpa telepon 16,0
Puskesmas tanpa dokter 4,2
Sumber: Mahendradhata & et al., 2017
Akses ke pelayanan kesehatan juga dipengaruhi oleh jarak tempuh ke fasilitas kesehatan terdekat. Data tahun 2013 menunjukkan bahwa akses ke fasilitas kesehatan berbasis masyarakat atau UKBM (posyandu, polindes, poskesdes/poskestren) sudah cukup baik (ditempuh dalam waktu ≤15 menit oleh sekitar 80-90% rumah tangga). Sementara akses ke pelayanan kesehatan dasar (puskesmas), relatif terjangkau (ditempuh ≤15 menit oleh hampir 70% rumah tangga) (lihat gambar 8). Namun demikian, rumah tangga termiskin menempuh lebih lama dibanding dengan kelompok terkaya untuk semua jenis fasilitas kesehatan. Waktu tempuh ≤15 menit oleh kelompok termiskin untuk ke posyandu sekitar 85% dan untuk ke puskesmas 42%, sedangkan kelompok terkaya sekitar 97% untuk ke posyandu dan 77% untuk ke puskesmas (Kementerian Kesehatan, 2013).
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 2524 • Pembangunan gizi di indonesia
gambar 8. Persentase rumah tangga berdasarkan Waktu tempuh ke Fasilitas Kesehatan pada tahun 2013
18.2 28.5
65.6 69.583.8 89.3 88.5 94.4
18.5 12.4 2.4 2 0.7 0.5 0.7 0.4
0102030405060708090
100
≤ 15 menit 16-30 menit 31-60 menit > 60 menit
Sumber: RISKESDAS 2013
Hubungan antara kekurangan gizi dengan minimnya akses air bersih, sanitasi, dan higiene (WASH) di Indonesia sudah semakin banyak dibuktikan. Sebuah tinjauan literatur terbaru menemukan bahwa prevalensi stunting di Indonesia berkaitan dengan ketersediaan kakus yang tidak layak dan air minum yang tidak dimasak (Beal, Tumilowicz, Sutrisna, Izwardy, & Neufeld, 2018). Namun, bukti terbaru dari uji coba yang besar dan dirancang dengan baik di Bangladesh (Luby , Rahman, & Arnold, 2018), Kenya (Null, Stewart, & Pickering, 2018) (uji coba Manfaat WASH) dan Zimbabwe (SHINE) telah melaporkan tidak ada efek dari intervensi WASH terhadap stunting. Dampak yang kurang tersebut mungkin merupakan konteks khusus. Namun demikian, penelitian menunjukkan bahwa peningkatan akses ke air dan sanitasi saja akan memiliki dampak terbatas pada pertumbuhan anak.
2.3.3. Praktik Pemberian makan dan Pengasuhan yang tidak adekuat
Praktik pemberian makan bayi dan anak yang buruk berkaitan dengan kejadian stunting pada anak di Indonesia (Beal, Tumilowicz, Sutrisna, Izwardy, & Neufeld, 2018). Sesuai dengan ketentuan WHO dan UNICEF Global, Kementerian Kesehatan merekomendasikan pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan pertama setelah anak lahir, kemudian diiringi dengan pemberian makanan pendamping ASI yang aman dan bergizi serta dilanjutkan menyusui sampai setidaknya anak berusia dua tahun. Waktu dan durasi pemberian ASI pada anak di Indonesia sangat bervariasi. Sebagaimana dicatat dalam Bagian 1.2.3, hanya 61% wanita yang memulai menyusui dalam satu jam pertama kelahiran bayi mereka dan hanya setengah (54%) yang terus menyusui hingga dua tahun (BPS & Kemenkes, 2017). Kajian mendalam tentang gizi ibu, bayi, dan anak di Indonesia menemukan bahwa praktik-praktik yang merugikan, seperti tidak memberikan
kolostrum kepada bayi baru lahir dilakukan oleh beberapa ibu saat pemberian makan pra-lakteal dengan kurma yang dilunakkan, madu, biskuit, dan susu formula (Breast Milk Substitutes/BMS) umum terjadi (60%), dan paling sering dilakukan oleh wanita dari kuintil kekayaan yang lebih tinggi (Alive & Thrive, 2018). Inisiasi dan durasi menyusui bervariasi menurut provinsi, usia ibu, kuintil kekayaan, dan jenis pekerjaan. Kajian ini mengidentifikasi hambatan pemberian ASI eksklusif seperti melahirkan dengan cara bedah caesar, melahirkan di fasilitas non kesehatan dan non pemerintah, kurangnya dukungan dari sang nenek, menerima sampel susu formula dari bidan, pembengkakan payudara ibu, penyakit anak, serta bekerja penuh waktu.
Hampir separuh (48%) bayi diperkenalkan pada makanan pendamping yang terlalu dini di Indonesia dan jenis makanan yang diperkenalkan tidak mendukung pertumbuhan dan perkembangan optimal. Hanya 23% bayi berusia 6-8 bulan diberi empat atau lebih kelompok makanan pada tahun 2012, naik menjadi 75% di antara kelompok usia 18-23 bulan (BPS & Kemenkes, 2012). Proporsi anak usia 6-23 bulan yang diberi makan sesuai dengan ketiga rekomendasi PMBA6 sebesar 18% untuk anak usia 6-8 bulan dan 45% untuk anak usia 18-23 bulan (BPS & Kemenkes, 2012). Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa hambatan keuangan menjadi alasan buruknya praktik pemberian makanan pendamping karena provinsi dengan tingkat kerawanan pangan tertinggi merupakan daerah dengan tingkat praktik pemberian makanan pendamping yang adekuat paling rendah (Alive & Thrive, 2018).
Faktor lain yang berperan pada PMBA yang tidak adekuat adalah minimnya penegakan regulasi yang komprehensif di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perusahaan diberi kewajiban untuk menyediakan fasilitas bagi perempuan yang menyusui selama jam kerja, sementara Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, memberikan hak seorang pekerja perempuan untuk beristirahat selama 45 hari sebelum melahirkan dan 45 hari setelah melahirkan. Namun, sebuah studi pada tahun 2011 menemukan bahwa hanya 10% dari instansi pemerintah dan 11% dari instansi swasta menyediakan ruang menyusui (Save the Children, 2013), sementara lebih dari setengah (57,5%) dari tenaga kerja perempuan di Indonesia dipekerjakan secara informal dengan sedikit hak ketenagakerjaan (Indonesia Investments, 2018). Indonesia memiliki beberapa regulasi yang berlaku terkait dengan Kode Internasional tentang Pemasaran Pengganti ASI (the International Code of Marketing of Breast-Milk Substitutes). Undang-Undang No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif saat ini melarang produsen dan distributor mempromosikan serta mengiklankan susu formula untuk bayi di bawah enam bulan di fasilitas kesehatan, sementara fasilitas kesehatan dan petugas kesehatan tidak diizinkan untuk menjual, memberi, atau mempromosikan susu formula untuk bayi. Ada juga beberapa pembatasan terhadap pelabelan dan iklan produk susu untuk bayi di bawah satu tahun. Namun, sebuah studi 2015 di Indonesia menemukan lebih dari 1.000 insiden ketidakpatuhan terhadap kode internasional tersebut oleh berbagai produsen dan distributor (Access to Nutrition Index, 2016). UNICEF telah menyoroti ukuran substansial dari bisnis pengganti ASI di Indonesia dengan penjualan diperkirakan mencapai Rp 25,8 triliun pada tahun 2016 (UNICEF, 2016).
6 Didefinisikan sebagai susu atau produk susu, dengan keragaman dan frekuensi makan yang adekuat.
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 2726 • Pembangunan gizi di indonesia
Saat ini, belum ada undang-undang yang mengatur tentang pemberian makan untuk anak di atas usia dua tahun serta belum adanya kepatuhan terhadap undang-undang yang ada untuk mendukung praktik PMBA yang aman dan bergizi. Analisis yang dilakukan oleh Universitas Padjajaran dengan UNICEF dan Alive & Thrive, telah mengungkapkan bahwa peningkatan pemberian ASI di Indonesia dapat menyelamatkan 5.377 kehidupan anak dan Rp 3 triliun dalam biaya kesehatan setiap tahun (UNICEF, 2016). Hal ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk memperluas regulasi nasional dalam memastikan PMBA yang memadai untuk semua anak di bawah usia tiga tahun.
Selain PMBA yang memadai, pertumbuhan dan perkembangan anak bergantung pada praktik pengasuhan yang optimal. Sangat disadari bahwa intervensi pendidikan anak usia dini (PAUD) berfokus pada (i) dukungan orang tua; (ii) stimulasi dan pendidikan dini; (iii) kesehatan dan gizi; (iv) tambahan pendapatan; serta (v) program yang komprehensif dan terintegrasi, dimana hal-hal tersebut memiliki efek positif pada perkembangan kognitif anak (Rao, Sun, & Wong, 2013). Saat ini, terdapat dua bentuk intervensi PAUD di Indonesia, yaitu target pertama adalah anak-anak usia 0-3 tahun melalui sesi pengasuhan (Bina Keluarga Balita) yang dilaksanakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Target kedua adalah anak-anak yang berusia 3-6 tahun di pos PAUD dan dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan. Namun, cakupan masih belum menyeluruh dengan 38% anak-anak di bawah usia enam tahun belum tercakup oleh program ini.
2.3.4. akar masalah dan isu yang terkait
Kemiskinan dan Ketidakmerataan
Beban Ganda Masalah Gizi sangat terkait dengan kemiskinan dan ketidakmerataan. Di Indonesia, pertumbuhan ekonomi selama tiga tahun terakhir telah meningkat dari 4,9% pada 2015 ditargetkan menjadi 5,4% pada tahun 2018 dan jumlah orang miskin menurun menjadi 26,58 juta pada tahun 2017 (Bappenas, 2018). Meskipun demikian, ketidakmerataan yang lebar tetap terjadi. Kemiskinan terkonsentrasi di daerah pedesaan di mana 14,3% penduduk hidup di bawah garis kemiskinan sedangkan 8,3% orang di daerah perkotaan. Tingkat kemiskinan dicerminkan oleh tingkat kekurangan gizi dan pola konsumsi. Kurang gizi serta asupan energi dan protein yang tidak memadai jauh lebih tinggi pada kelompok kuintil kekayaan yang lebih rendah, serta di provinsi yang paling miskin dan terpencil, dimana ketidakmerataan ini semakin meningkat. Sementara obesitas dan konsumsi makanan tinggi kadar gula, garam, dan lemak lebih umum terjadi pada kelompok kekayaan yang lebih tinggi. Untuk saat ini, hal ini dengan cepat akan menjadi masalah utama di antara kelompok miskin. Bank Dunia telah memberitahukan bahwa untuk mencapai pertumbuhan yang lebih cepat dan lebih inklusif, Indonesia perlu membelanjakan lebih baik dan lebih banyak di daerah-daerah prioritas (World Bank, 2018). Hubungan sinergis antara kemiskinan dan gizi berarti bahwa memprioritaskan gizi akan berkontribusi dalam mengurangi kemiskinan, sementara mengurangi kemiskinan akan berkontribusi pada perbaikan gizi.
tren demografi dan urbanisasi
Indonesia mengantisipasi ‘bonus demografi’ pada tahun 2020-2030 ketika proporsi orang dalam kelompok usia produktif (15-64 tahun) mencapai maksimum dan rasio ketergantungan berada pada tingkat terendah (Bappenas, 2018). Produktivitas ekonomi dengan demikian perlu dioptimalkan. Anak-anak dan remaja saat ini akan membentuk angkatan kerja yang produktif di tahun 2020-2030. Sisi negatif dari fenomena demografi ini adalah setidaknya sepertiga anak dan remaja saat ini mengalami stunting dan akan kurang produktif di masa depan. Sisi positifnya adalah terdapat peluang untuk mengurangi Beban Ganda Masalah Gizi, mengembangkan pola makan yang sehat, serta berinvestasi dalam ‘bonus demografi’.
Selain profil usia yang berubah dari populasi, juga terjadi peningkatan migrasi dari pedesaan ke daerah perkotaan ketika orang mencari pekerjaan. Populasi perkotaan meningkat dari 42% pada tahun 2000 menjadi 50% pada tahun 2010, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 67% pada 2035 (SMERU, 2015). Dampak negatif dari kecenderungan ini adalah lebih banyak orang di daerah perkotaan yang terpapar dengan lingkungan obesogenik (gerai makanan cepat saji, iklan makanan dan minuman tinggi gula, garam, lemak, dll.) yang terkait dengan tingkat obesitas yang semakin tinggi. Selain itu, lingkungan perkotaan menjadi tidak kondusif untuk aktivitas fisik yang menyebabkan minimnya olahraga yang berdampak terhadap penambahan berat badan dan obesitas. Orang-orang yang tinggal di daerah perkotaan memiliki pilihan transportasi yang lebih dapat diandalkan dan tersedia bagi mereka, terdapat sedikit fasilitas olahraga yang dapat diakses, serta tenaga kerja yang telah beralih dari pekerjaan pertanian dan yang bersifat fisik. Hal yang mengkhawatirkan adalah gaya hidup remaja di Indonesia, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Sebuah survei di dua kabupaten menemukan bahwa selama seminggu, remaja melaporkan paling sering duduk santai (2 jam), menonton televisi (2 jam), menggunakan ponsel mereka (2 jam), atau duduk untuk belajar atau bekerja (3 jam). Selama akhir pekan, mereka melaporkan bahwa mereka paling sering menggunakan ponsel mereka (3 jam), menonton televisi (2 jam), atau duduk untuk belajar/bekerja di sekolah/kampus/tempat kerja (2 jam). Di luar sekolah, anak perempuan lebih umum (68%) melakukan duduk santai atau melakukan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, sedangkan 60% anak laki-laki bermain sepak bola (UNICEF, 2018 Unpublished). Namun demikian, urbanisasi juga menawarkan kesempatan untuk menjangkau lebih banyak orang dengan lebih mudah melalui pesan dan aksi untuk mempromosikan makanan dan gaya hidup yang lebih sehat.
desentralisasi
Sistem pemerintahan yang terdesentralisasi di Indonesia diperkenalkan pada tahun 2000. Reformasi memberikan kewenangan yang lebih besar, kekuasaan politik, dan sumber daya keuangan bagi kabupaten dan desa, tidak melalui provinsi. Wewenang yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah termasuk tanggung jawab untuk penyediaan layanan di berbagai sektor, termasuk layanan gizi. Sementara pemerintah pusat mempertahankan peran kepemimpinan, koordinasi, dan pemantauan. Dana yang ada disalurkan langsung kepada pemerintah kabupaten yang dapat dialokasikan sesuai
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 2928 • Pembangunan gizi di indonesia
dengan prioritas daerah. Pada tahun 2014, desentralisasi keuangan menjadi selangkah lebih maju dengan adanya Dana Desa (lihat Kotak 4). Sumber dana yang lebih besar saat ini tersedia di tingkat kabupaten dan desa yang memberdayakan pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengatasi Beban Ganda Masalah Gizi melalui solusi yang disesuaikan dengan konteks lokal di daerah mereka. Tantangannya adalah memastikan melalui advokasi bahwa gizi diprioritaskan di antara banyaknya prioritas yang saling bersaing dan memastikan bahwa pemerintah daerah memiliki pemahaman tentang penyebab, dampak, dan intervensi yang tepat untuk menangani Beban Ganda Masalah Gizi.
gender
Terdapat bukti global yang kuat yang menyatakan bahwa status perempuan dalam masyarakat terkait dengan status gizi dan kelangsungan hidup anak. Analisis data dari 96 negara menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan gender masyarakat, seperti jumlah perempuan dalam pekerjaan atau tingkat pendidikan mereka relatif terhadap laki-laki, merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap tingkat malnutrisi dan kematian anak (Marphatia, Cole, & Grijalva-Eternod, 2016). Di Indonesia, Instruksi Presiden (No. 9, 2000) mencerminkan niat pemerintah untuk terus memperbaiki kondisi untuk perempuan dan anak perempuan di bidang kesehatan, pendidikan, angkatan kerja dan partisipasi politik. Selain itu, ada inisiatif yang berjalan, seperti Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif (GP2SP) yang dilaksanakan bersama oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Program ini bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan dan gizi pekerja perempuan sehingga mereka dapat merawat anak-anak mereka dan mencapai produktivitas kerja maksimum untuk mendukung keluarga mereka. Meskipun ada prakarsa ini, ketidaksetaraan gender dan praktik-praktik berbahaya tetap ada.
Perempuan Indonesia lebih rentan terhadap kemiskinan sebagai akibat ketidaksetaraan gender dalam distribusi pendapatan, akses ke kredit, kontrol atas properti dan sumber daya alam, dan akses ke mata pencaharian. Data dari 2012 menunjukkan bahwa 63,3% wanita menikah antara usia 15-49 tahun dipekerjakan pada tahun sebelumnya tetapi 26,3% dari wanita yang dipekerjakan tersebut tidak dibayar baik secara tunai maupun dalam bentuk barang, termasuk mereka yang bekerja di pertanian pribadi dan dalam bisnis keluarga (BPS & Kemenkes, 2012). Selanjutnya, perempuan menghadapi diskriminasi dalam hal upah. Industri pakaian (atau garmen) di Indonesia merupakan salah satu kasus terburuk dalam hal kesenjangan upah di sektor manufaktur negara. Rata-rata, pekerja perempuan informal di industri garmen Indonesia berpenghasilan 20% lebih rendah daripada rekan laki-laki mereka untuk pekerjaan yang sama dan dengan latar belakang pendidikan yang sama (rendah) (Indonesia Investments, 2018). Hanya 49,6% wanita di tahun 2012 memiliki rumah sementara 41,4% memiliki lahan, yang sebagian besar berbagi kepemilikan (BPS & Kemenkes, 2012). Partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan juga terkait dengan capaian di bidang kesehatan. Perempuan yang berpartisipasi dalam setidaknya tiga keputusan rumah tangga lebih mungkin untuk mendapatkan pelayanan ANC, dan untuk melahirkan dan mendapatkan pelayanan paska persalinan dari penyedia layanan yang terlatih. Mereka juga melaporkan tingkat kematian bayi, anak, dan balita yang lebih rendah daripada wanita yang tidak berpartisipasi dalam keputusan rumah tangga (BPS & Kemenkes, 2012).
Pernikahan dini tetap menjadi masalah tersendiri di Indonesia. Pada tahun 2015, 21,6% wanita menikah atau dalam ikatan sebelum usia 18 tahun dan angka ini lebih tinggi di pedesaan dibandingkan dengan perkotaan (BPS, 2015). Pernikahan dini berarti bahwa anak perempuan meninggalkan sekolah lebih awal, memiliki bayi pertama mereka lebih awal dan lebih mungkin memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah dan tumbuh dengan kekurangan gizi. Selain itu, sebagian besar perempuan Indonesia pernah mengalami kekerasan oleh mantan atau pasangan saat ini. Pada 2016, satu dari tiga wanita berusia 15-64 tahun melaporkan bahwa mereka pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual oleh pasangan selama masa hidup mereka (Statistics Indonesia, 2016). Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan telah menekankan bahwa undang-undang yang ada tidak cukup melindungi perempuan (Komisi Nasional Perempuan, 2018).
Ketersediaan dukungan terkait untuk ibu bersalin pada tempat kerja di Indonesia juga masih perlu ditingkatkan. Sebagaimana dicatat dalam bagian 1.3.3, di bawah hukum ketenagakerjaan (No. 13, 2003), seorang pekerja perempuan berhak atas 45 hari istirahat sebelum melahirkan dan 45 hari setelah melahirkan sesuai dengan perhitungan untuk tanggal persalinan oleh ahli kandungan atau bidan. Namun, 57,5% dari tenaga kerja perempuan di Indonesia dipekerjakan secara informal dengan sedikit hak ketenagakerjaan (Indonesia Investments, 2018). Kurangnya hak ketenagakerjaan memperlemah kemampuan perempuan untuk beristirahat selama trimester terakhir kehamilan, menyusui dan merawat anak mereka yang masih kecil, yang semuanya akan mempengaruhi status gizi anak-anak mereka.
UNICEF telah menyoroti perlunya mempromosikan kesetaraan gender, yang berarti bahwa perempuan dan laki-laki, serta anak perempuan dan anak laki-laki menikmati hak, sumber daya, peluang, dan perlindungan yang sama. Pergeseran dalam kesetaraan gender tidak hanya membutuhkan perubahan kesadaran dan perilaku, tetapi juga perubahan dalam dinamika kekuatan mendasar yang membentuk norma dan hubungan gender (UNICEF, 2017).
Kepercayaan dan Praktik budaya
Keyakinan sosial dan budaya dapat mempengaruhi gizi baik secara positif maupun negatif. Tinjauan praktik gizi sensitif di Indonesia menyoroti adanya tabu sosial dan budaya dalam hal pembatasan makanan dan pemahaman tentang gizi pada ibu dan anak (Alive & Thrive, 2018). Di antara kelompok populasi tertentu, makanan dibatasi pada masa kehamilan yakni termasuk daging, sayuran dan buah yang mengandung vitamin dan mineral penting seperti zat besi dan vitamin A. Ada juga pembatasan selama periode setelah melahirkan karena beberapa makanan diyakini menunda penyembuhan setelah melahirkan atau untuk mempengaruhi rasa dan kualitas ASI. Beberapa ibu tidak memberikan kolostrum kepada bayi mereka yang baru lahir karena mereka memiliki persepsi negatif tentang manfaatnya dan berpikir bayi mereka akan jatuh sakit.
Penelitian formatif dilakukan di 11 kabupaten dengan kombinasi survei, diskusi kelompok terarah dan wawancara mendalam, menemukan kurangnya kesadaran tentang pentingnya gizi pra-natal dan adanya keberlanjutan mitos tentang makanan dari nenek (IMA World Health, 2018). Ada keyakinan yang luas bahwa madu baik untuk bayi, bahwa
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 3130 • Pembangunan gizi di indonesia
susu formula sama baiknya dengan ASI, dan ASI tidak mencukupi sehingga diperlukan makanan tambahan. Ada juga persepsi di antara ibu dan nenek di Indonesia, bahwa untuk anak “lebih gemuk lebih sehat” meskipun persepsi “badan ideal” untuk wanita dewasa adalah tinggi dan langsing sedangkan berotot untuk pria dewasa (Rachmi, Hunter, Li, & Barr, 2017).
Kampanye komunikasi perubahan perilaku sosial (Social Behaviour Communication Change/SBCC) dilakukan berdasarkan pesan yang yang dihasilkan dari riset formatif yang saat ini sedang berjalan dan belum dievaluasi. Keberhasilan aksi SBCC dalam mempengaruhi perilaku terkait gizi di negara-negara tetangga (Sanghvi, Haque, & Roy, 2016) memperkuat pentingnya memperkenalkan kebijakan untuk mendukung SBCC.
Keadaan darurat
Bencana adalah hal yang umum terjadi di Indonesia dapat berupa gempa berulang, banjir dan kekeringan yang kerap terjadi menyebabkan penderitaan manusia dan kerusakan ekonomi. Hal ini mengakibatkan hilangnya aset dan pendapatan pada rumah tangga yang rentan, tempat tinggal sementara yang meningkatkan paparan penyakit dan konsumsi makanan yang tidak memadai, kenaikan harga, penurunan produksi dan kekurangan pangan (SMERU, 2015). Semua faktor ini meningkatkan risiko kekurangan gizi, terutama pada anak. Sementara Indonesia telah menghindari krisis gizi yang serius dalam beberapa tahun terakhir, perubahan iklim cenderung meningkatkan frekuensi dan intensitas bencana tersebut di Indonesia sehingga meningkatkan risiko terhadap gizi.
Pesan KunCi
1. Diet yang tidak adekuat dan kerawanan pangan berkontribusi terhadap kekurangan gizi dan obesitas:• Hampir setengah penduduk (45,7%) dengan tingkat kecukupan energi sangat
kurang (<70% AKE) dan 36,1% dengan tingkat kecukupan protein sangat kurang (<80% AKP). sementara 95,5% penduduk yang berusia 5 tahun keatas mengonsumsi kurang dari lima porsi buah atau sayur dalam sehari.
• Akses ekonomi (keterjangkauan) pangan dibandingkan dengan ketersediaan pangan adalah penyebab utama kerawanan pangan.
• Pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi, yang sebagian besar cenderung diproses, meningkat sebanyak empat kali lipat antara 2007 dan 2017 yang didorong oleh industri makanan dan minuman yang sedang berkembang.
2. Penyakit, akses yang tidak memadai ke pelayanan kesehatan, dan air dan sanitasi, terkait dengan Beban Ganda Masalah Gizi:• Penyakit infeksi terus menyebar dan memiliki keterkaitan dengan kekurangan gizi.• PTM sedang meningkat sebagai akibat dari meningkatnya obesitas dan
menambah beban sistem pelayanan kesehatan.3. Pemberian makan pada bayi dan anak dan asupan makanan ibu yang buruk, serta
praktik perawatan ibu dan pengasuhan anak yang suboptimal adalah penyebab penting dari kekurangan gizi dan obesitas:• Tingkat menyusui meningkat tetapi praktik pemberian makanan pendamping ASI
yang tidak sesuai terjadi di mana-mana.4. Perekonomian yang berubah, demografi, relasi gender, keyakinan sosial dan budaya,
dan perubahan iklim di Indonesia menawarkan peluang serta ancaman terhadap gizi.
2.4. resPons terHadaP beban ganda masalaH gizi
Bagian berikut membahas pencapaian dan tantangan pemerintah dalam menanggapi Beban Ganda Masalah Gizi. Kemajuan dikaji terhadap kebijakan dan strategi yang ditetapkan dalam konsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 yang digunakan sebagai dasar untuk RPMJN 2014-2019. Bagian ini dibagi menjadi tiga bagian yang sesuai dengan tiga kelompok intervensi yang diperlukan untuk mencapai gizi optimal seperti yang diilustrasikan pada gambar 1: intervensi gizi spesifik, intervensi gizi sensitif dan lingkungan yang mendukung.
Pendekatan pemerintah untuk memperbaiki gizi diatur dalam bagian terpisah dari undang-undang yang berkaitan dengan kesehatan dan makanan. UU Kesehatan No. 36/2009 menetapkan tujuan prioritas untuk meningkatkan gizi, dan strategi untuk Program Perbaikan Gizi Masyarakat. Strategi tersebut meliputi: (a) peningkatan pola konsumsi makanan sesuai dengan gizi seimbang; (b) peningkatan kesadaran dan perilaku gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan; (c) peningkatan akses, dan kualitas layanan gizi sesuai dengan informasi ilmiah dan teknis; dan (d) peningkatan sistem pengawasan pangan dan gizi. Undang-undang lebih lanjut menetapkan kewajiban pemerintah termasuk dalam merespon kebutuhan gizi keluarga yang hidup dalam kemiskinan dan/atau yang terdampak oleh kejadian darurat. Pemerintah juga bertanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya gizi. UU Pangan No. 18/2012 menetapkan bahwa pemerintah berkewajiban mengatur perdagangan pangan dengan tujuan menjaga pasokan dan harga makanan yang stabil, mengelola cadangan makanan dan menciptakan iklim bisnis yang sehat. Undang-undang itu juga menyatakan bahwa Rencana Aksi Pangan dan Gizi harus disiapkan setiap lima tahun baik di tingkat pusat maupun daerah.
2.4.1. lingkungan yang mendukung
Lingkungan yang mendukung mengacu pada semua elemen yang diperlukan untuk memberikan dukungan untuk intervensi dan program gizi (The Lancet, 2013). The Lancet Maternal and Child Nutrition Series yang diterbitkan pada tahun 2013, menyimpulkan bahwa ada tiga faktor esensial yang membentuk lingkungan yang mendukung: pengetahuan dan bukti, politik dan pemerintahan, serta kapasitas dan sumber daya. Penilaian Kapasitas Gizi (Nutrition Capacity Assessment) terhadap faktor-faktor esensial tersebut telah dilakukan oleh UNICEF, Bappenas dan Kementerian Kesehatan, dan laporan penilaian kapasitas gizi tersebut yang dikeluarkan pada tahun 2018 kemudian menjadi salah satu dasar penulisan background paper ini (UNICEF, Bappenas & Kemenkes, 2018). Penilaian ini menggunakan pendekatan metode campuran termasuk tinjauan ulang dokumen yang relevan, diskusi kelompok terarah dan wawancara yang dilakukan di tujuh provinsi dan kabupaten yang telah dipilih sebelumnya.
Pemerintah telah memahami pentingnya lingkungan yang mendukung dan yang pertama dari dua kebijakan yang termasuk dalam konsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 adalah untuk:
• “Meningkatkan kepemimpinan yang efektif, koordinasi multi-sektor, dan pembagian tanggung jawab untuk mendukung Gerakan 1.000 HPK7 di tingkat pusat dan daerah”.
7 Gerakan 1.000 Hari Pertama Kehidupan diluncurkan oleh empat menteri pemerintah ketika Indonesia bergabung dalam Gerakan global Peningkatan Gizi (Scaling Up Nutrition/SUN Movement) pada tahun 2011.
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 3332 • Pembangunan gizi di indonesia
Pengetahuan dan bukti
Meskipun konsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 tidak memasukkan kebijakan atau strategi khusus yang berkaitan dengan pengetahuan dan bukti terkait gizi, ketersediaan data gizi yang tepat waktu dan kredibel, yang disajikan dengan cara yang dapat diakses, dapat membantu pemerintah dan pelaku lainnya untuk bersikap responsif terhadap tantangan, dan memastikan akuntabilitas (The Lancet, 2013). Setidaknya delapan survei sekali waktu (cross-sectional) dan sistem pengumpulan data rutin yang berbeda digunakan di Indonesia untuk mengumpulkan informasi gizi dan sejumlah besar data dikumpulkan di tingkat pusat dan daerah (lihat lampiran 3). Selain itu, studi satu-kali dilakukan bertujuan untuk mendapatkan wawasan tentang aspek gizi tertentu atau untuk mengukur dampak dari intervensi tertentu. Studi-studi ini biasanya dilakukan dalam sub-populasi dan tidak diulang. Pencapaian penting di Indonesia adalah kemampuan untuk melacak capaian target gizi yang terdapat dalam RPJMN 2015-2019 dimana data dari indikator yang relevan dikumpulkan secara teratur. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) secara luas dianggap dapat diandalkan dan juga mengumpulkan data yang relevan dengan semua target tersebut setiap lima tahun. Pencapaian penting lainnya adalah penerapan sistem surveilans gizi melalui Kementerian Kesehatan, yang berdasarkan survei sekali waktu (cross-sectional) tahunan dengan menggunakan 30 teknik pengambilan sampel secara klaster di tingkat kabupaten untuk mengumpulkan data dari 15 indikator gizi. Data tersebut memungkinkan status gizi anak di bawah usia lima tahun dan wanita hamil dapat dilacak untuk mendukung perencanaan layanan.
Namun, ada tantangan besar. Pertama, kapasitas yang terbatas dalam menganalisis dan menggunakan sejumlah besar data yang dikumpulkan. Pemerintah kabupaten umumnya tidak menggunakan informasi terkait gizi secara efektif dalam perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program. Sebaliknya, data rutin tidak dianalisis di tingkat kabupaten tetapi hanya dikumpulkan dan diteruskan ke tingkat yang lebih tinggi. Kedua, sistem pengumpulan data tidak terintegrasi, menghambat kemampuan untuk merancang, merencanakan, dan memantau intervensi yang efektif. Suatu sistem informasi yang terintegrasi akan memerlukan indikator gizi relevan yang terstandardisasi dari seluruh sektor terkait untuk digabungkan menjadi satu basis data untuk dilakukan analisis. Saat ini, sistem informasi beroperasi secara independen mengumpulkan data pada kelompok populasi yang berbeda selama periode waktu yang berbeda. Misalnya, data ketahanan pangan dan keragaman pola makan tidak dikumpulkan secara rutin, dan temuan dari survei dipublikasikan secara terpisah. Kurangnya sistem informasi terintegrasi juga mencegah analisis mendalam tentang penyebab dan faktor yang mempengaruhi tingkat malnutrisi pada kelompok populasi yang berbeda. Ketiga, metode dan definisi indikator yang terstandar tidak selalu diterapkan. Contohnya adalah definisi dari indikator ‘ASI eksklusif’. Sesuai dengan WHO (WHO, 2007), Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia yang dilakukan setiap lima tahun mendefinisikan ‘pemberian ASI eksklusif’ sebagai proporsi bayi usia 0–5 bulan yang diberi ASI eksklusif dan mencakup semua bayi yang ada pada saat survei sedang disusui secara eksklusif. Definisi ini berbeda dari indikator yang digunakan oleh RISKESDAS yang mencakup semua data anak yang berusia hingga 23 bulan yang sedang, atau pernah, mendapatkan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Sehingga, kedua set data tersebut tidak dapat dibandingkan.
Selanjutnya hal tersebut mengakibatkan adanya kesenjangan informasi penting dan tidak adanya pengumpulan indikator kunci. Data regular yang relevan tidak dikumpulkan yakni kecacingan, defisiensi mikronutrien, komposisi tubuh dan kebugaran fisik, dimana dengan tersedianya data tersebut akan memungkinkan pemerintah mengatasi kekurangan vitamin dan mineral, dan juga untuk menangani peningkatan epidemi obesitas dan PTM. Tidak ada sistem informasi manajemen gizi yang utuh yang memungkinkan pelacakan cakupan, kinerja dan kualitas layanan gizi. Hal ini harus mencakup indikator seperti jumlah perempuan dan orang dewasa yang menerima konseling tentang PMBA dan/atau pencegahan obesitas, jumlah petugas kesehatan yang dilatih, tingkat kepatuhan konsumsi Tablet Tambah Darah, dan basis data tentang suplai dan pengadaan suplemen gizi dan peralatan. Selain itu, data tidak selalu dipilah berdasarkan kabupaten atau kelompok populasi yang akan memungkinkan pemanfaatan data untuk menangani masalah disparitas. Pengetahuan tentang Beban Ganda Masalah Gizi pada kelompok populasi yang berbeda (wanita, remaja, anak sekolah terutama usia 5-12 tahun, dan kelompok etnis yang berbeda) dan dampak intervensi pada konteks yang berbeda masih perlu ditingkatkan. Secara khusus, pemahaman tentang epidemi obesitas di Indonesia, bagaimana dan mengapa pola konsumsi pangan berubah, dan cara yang efektif untuk mengendalikan epidemi obesitas masih sangat terbatas. Pemahaman tentang penyebab malnutrisi dalam konteks yang berbeda masih terbatas dan faktor keberhasilan program yang dapat direplikasi dan disesuaikan untuk situasi yang berbeda tidak didokumentasikan dan disebarluaskan secara rutin.
Politik dan Pemerintahan
Komitmen politikKomitmen nasional untuk gizi ditunjukkan melalui keputusan pemerintah untuk memasukkan target gizi dalam RPJMN 2014-2019 dan komitmen ini telah menguat dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah telah berjanji untuk memenuhi target gizi global WHA pada tahun 2025 (WHO, 2012) dan merupakan penandatangan target yang sama yang terdapat dalam SDGs (UN, 2015). Pada tahun 2011, Indonesia bergabung dengan Gerakan Peningkatan Gizi (Scaling up Nutrition/SUN Movement) dan meluncurkan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi pada Seribu Hari Pertama Kehidupan.
Inisiatif yang lebih baru adalah peluncuran pada tahun 2017 tentang Gerakan Penurunan Stunting Nasional sebagai bagian dari kampanye anti-kemiskinan yang lebih luas dari Pemerintah. Ini bertujuan untuk memperkuat dukungan politik dan kepemimpinan untuk gizi di semua tingkatan, dan untuk memperkuat koordinasi dan konvergensi lintas berbagai sektor. Pada tahun 2018, gerakan ini sedang dilaksanakan di 100 kabupaten prioritas dengan tingkat kemiskinan dan prevalensi stunting yang tinggi, dan rencananya adalah untuk memperluas ke seluruh 514 kabupaten yang ada pada 2021. Gerakan Masyarakat untuk Hidup Sehat (Germas), yang dimulai tahun 2016, adalah program kesehatan masyarakat nasional yang juga menggunakan pendekatan multisektoral. Program ini melibatkan 18 kementerian dan lembaga. Salah satu dari enam kegiatan utama Germas adalah penyediaan makanan sehat dan akselerasi perbaikan gizi.
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 3534 • Pembangunan gizi di indonesia
target dan rencanaKonsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 memuat satu rekomendasi untuk:
• “Mengembangkan Rencana Aksi Pangan dan Gizi multi-sektor lima-tahunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten.”
Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional (RAN-PG) lima tahunan untuk periode 2015-2019 sudah tersedia dimana kemudian menjadi tanggung jawab Bappenas. RAN-PG saat ini menekankan bahwa peningkatan status gizi akan dihasilkan dari intervensi gizi spesifik dan program gizi sensitif, yang melibatkan banyak sektor dan difokuskan pada 1.000 hari pertama kehidupan. Bappenas kemudian merilis versi terbaru RAN-PG untuk periode 2017-2019.
Target gizi nasional telah dimasukkan dalam RPJMN 2015-2019 namun tantangannya adalah untuk memastikan bahwa target-target tersebut tercermin dalam rencana strategis (RENSTRA) kementerian terkait. Saat ini, gizi dipandang sebagai tanggung jawab Kementerian Kesehatan dan sektor-sektor utama lainnya tidak memiliki tanggung jawab langsung untuk memastikan bahwa target gizi terpenuhi melalui intervensi sektoral mereka (lihat bagian 1.4.3)
Komitmen daerah untuk mengatasi kekurangan gizi, terutama stunting, belum diterjemahkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi atau Kabupaten (RPJMD). Hanya satu dari tujuh provinsi yang termasuk dalam Penilaian Kapasitas Gizi (Nutrition Capacity Assessment) 2018 yang memiliki target gizi dalam RPJMD. Hal ini terutama karena staf Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) yang ditugasi dengan tanggung jawab untuk merencanakan RPJMD tidak selalu memiliki gagasan yang jelas tentang skala dan dampak dari Beban Ganda Masalah Gizi. Kementerian Dalam Negeri telah menanggapi dengan mengeluarkan instruksi pada Maret 2018 ke 100 kabupaten pertama untuk Gerakan Penurunan Stunting Nasional yang mengarahkan pemerintah lokal untuk mengintegrasikan intervensi untuk penurunan stunting dari berbagai kementerian ke dalam RPJMD (Kementerian Desa PDTT, 2017), dan untuk:
1. Melakukan semua intervensi gizi esensial2. Memobilisasi multi-pihak untuk melaksanakan penurunan stunting 3. Melakukan kegiatan terkait stunting dengan aksi multisektoral yang konvergen
untuk memberikan manfaat kepada kelompok sasaran4. Secara rutin memantau semua intervensi
Provinsi dan kabupaten juga diharuskan untuk mengembangkan Rencana Aksi Pangan dan Gizi (RAD-PG), di bawah tanggung jawab Bappeda. Namun hanya 3 dari 7 provinsi dan tidak ada kabupaten yang baru-baru ini masuk dalam Penilaian Kapasitas Gizi (Nutrition Capacity Assessment) yang memiliki rencana terkini (Institute of Social and Economic Research, 2018 Unpublished). Disimpulkan bahwa kapasitas pemerintah daerah untuk merencanakan, mengelola dan memantau layanan gizi masih perlu ditingkatkan dan bahwa ada kebutuhan untuk memperkuat dukungan teknis dalam hal merancang dan menganggarkan RAD-PG yang praktis yang menggunakan pendekatan multisektoral (Institute of Social and Economic Research, 2018 Unpublished).
Peraturan perundang-undanganSatu dari beberapa strategi yang direkomendasikan dalam konsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 adalah untuk:
• “Memperkuat desain, implementasi dan pemantauan hukum, peraturan dan standar untuk gizi”.
Ada kemajuan terbatas dalam menetapkan perundang-undangan nasional untuk melindungi dan mempromosikan gizi yang baik. Perundang-undangan mencakup hak atas pangan (No. 18, 2012), perlindungan pemberian ASI eksklusif dan pengawasan dalam penggunaan susu formula (No. 33, 2012), fortifikasi tepung terigu dengan zat besi (No 153, 2001) dan iodisasi garam (No 69, 1994). Meskipun hal ini menggembirakan, ruang lingkup legislasi, penegakan dan pemantauan masih perlu ditingkatkan dan masih belum komprehensif. Cakupan garam beryodium rumah tangga yang cukup di Indonesia tetap berada di sekitar 60-70% sejak tahun 1998 meskipun data survei tahun 2013 menunjukkan sedikit peningkatan menjadi 77% (Kementerian Kesehatan, 2013). Data tentang kualitas dan konsumsi garam beryodium tingkat rumah tangga belum tersedia pada Riskesdas 2018. Meskipun telah diketahui bahwa fortifikasi tepung terigu merupakan hal yang wajib, rekomendasi WHO belum sepenuhnya diterapkan (WHO, 2009). Peraturan untuk mendukung PMBA belum sepenuhnya mematuhi Kode Internasional tentang Pemasaran Pengganti ASI (WHO, 1981).
Selain itu, yang paling penting adalah masih terbatasnya legislasi yang mengatur lingkungan pangan dan membatasi akses ke makanan dan minuman yang tinggi gula, garam dan lemak yang berkontribusi terhadap obesitas yang meningkat. Berbagai pengawasan berhasil diterapkan di negara-negara lain dan basis data global tentang intervensi yang diambil oleh pemerintah yang berbeda telah dikompilasi dalam kerangka NOURISHING framework yang dikembangkan oleh Dana Penelitian Kanker Dunia Internasional (World Cancer Research Fund International, 2018). Kerangka program yang disesuaikan dengan konteks Indonesia telah diusulkan untuk menangani Beban Ganda Masalah Gizi yang mencakup intervensi gizi spesifik dan program gizi sensitif yang dapat diterapkan di sepanjang siklus kehidupan (Shrimpton & Rokx, 2013). Seperti yang ditunjukkan pada tabel 3, ada beberapa intervensi yang dapat berdampak pada pengurangan Beban Ganda Masalah Gizi tetapi membutuhkan peraturan pemerintah untuk ditegakkan. Secara khusus, legislasi yang jauh lebih kuat diperlukan untuk mengendalikan penjualan makanan dan minuman yang tidak sehat di sekolah, iklan untuk anak-anak dan juga label makanan.
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 3736 • Pembangunan gizi di indonesia
tabel 3. intervensi Program untuk menanggulangi beban ganda masalah gizi di sepanjang siklus Kehidupan
tahap Kehidupan
intervensi langsung(gizi spesifik)
intervensi tidak langsung(gizi sensitif)
Konsepsi sampai kelahiran
1. Pemberian mikronutrien (Tablet Tambah Darah atau multi-mikronutrien)
2. Pemberian makanan tambahan dengan energi dan protein seimbang
3. Obat cacing4. Pengurangan asap
rumah tangga/rokok 5. Pengobatan radikal
untuk dugaan malaria6. Kelambu
berinsektisida
1. Garam beryodium
2. Fortifikasi tepung
3. Fortifikasi minyak
1. Mencegah pernikahan anak dan kehamilan remaja
2. Program bantuan tunai bersyarat (dengan pendidikan gizi)
1. Kebijakan fiscal pangana. Subsidi panganb. Pajak lemak/gulac. Retribusi
2. Perencanaan kota a. Jalur sepedab. Tamanc. Daerah pedestriand. Sanitasie. Rumah bebas
rokok
anak balita (0-5 tahun)
1. Promosi pemberian ASI eksklusif
2. Promosi pemberian makanan pendamping ASI yang tepat
3. Intervensi cuci tangan dan kebersihan
4. Pemberian vitamin A dan zinc, dan mikronutrien lainnya sesuai kebutuhan
5. Obat cacing 6. Manajemen/
tatalaksana gizi buruk akut
1. Kode pemasaran pengganti ASI
2. Program bantuan tunai bersyarat (dengan pendidikan gizi)
anak (5-18 tahun)
1. Berbasis sekolah2. Menyediakan
makanan sehat 3. Promosi dan
penyediaan latihan fisik harian
4. Pemberian Tablet Tambah Darah mingguan / obat cacing
1. Tidak ada mesin penjual otomatis atau penjualan makanan cepat saji di sekolah
2. Tidak ada iklan makanan yang ditujukan untuk anak-anak
dewasa(18+ tahun)
1. Konseling oleh penyedia layanan medis tentang diet sehat
2. Dorongan di tempat kerja untuk berolahraga dan makan makanan sehat
3. Berolahraga secara teratur
1. Pelabelan makanana. Petunjuk
(signposting) terkait gizi
b. Kontrol klaim makanan
Sumber: Shrimpton & Rokx, 2013
Untuk pencegahan obesitas pada usia dewasa diperlukan strategi nasional terkait pengaturan makanan dan aktifitas fisik yang didalamnya mencakup lingkungan, kebijakan dan program yang mendukung, meliputi, pencegahan di tingkat masyarakat, deteksi dini, dan tatalaksana obesitas di fasilitas kesehatan. Menurut WHO beberapa contoh intervensi yang terbukti sangat efektif dan cukup efektif adalah (WHO, 2009):
• Kebijakan pemerintah untuk mendukung diet yang sehat misalnya mengganti jenis minyak yang dipakai untuk mengurangi konsumsi lemak jenuh.
• Kebijakan untuk lingkungan yang mendukung aktifitas fisik, terkait transportasi dan kegiatan rekreasional.
• Himbauan untuk menggunakan tangga sebagai bagian dari aktifitas fisik (termasuk menyebarkan informasi tentang manfaat penggunaan tangga sebagai bagian dari aktifitas fisik).
• Strategi pengendalian harga (kebijakan fiskal) dan pengaturan label makanan di titik-titik penjualan makanan seperti toko kelontong, cafetaria, restoran untuk mendukung makanan yang sehat.
• Pendekatan multi sasaran untuk mendorong jalan kaki dan bersepeda ke sekolah, kegiatan santai dan jalan yang sehat.
KoordinasiKonsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 merekomendasikan untuk:
• “Memperkuat koordinasi multi-sektor dan multi-stakeholder dari Gerakan 1.000 HPK di tingkat pusat dan daerah.”
Rekomendasi ini baru sebagian terpenuhi. Indonesia adalah anggota Global SUN Movement dan di tahun-tahun awal Gerakan tersebut, berbagai platform dibentuk untuk meningkatkan koordinasi dan kolaborasi. Salah satunya dan yang terpenting adalah dibentuknya Gugus Tugas Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi yang dipimpin oleh Kementerian Koordinasi PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) sebagai Ketua Gugus Tugas dan melibatkan berbagai sektor kementerian dan lembaga terkait. Kelemahan utama dengan Gugus Tugas Gizi Nasional ini adalah bahwa gugus tugas ini belum memiliki kepemimpinan di tingkat yang lebih tinggi dengan otoritas yang diperlukan atas kementerian lainnya. Akibatnya, masing-masing sektor terus merencanakan, menganggarkan, dan melaksanakan programnya secara mandiri. Selain itu, partisipasi dari mitra non pemerintah dalam Gugus Tugas tersebut juga masih perlu ditingkatkan. Saat ini pemerintah sedang meningkatkan Gerakan Penurunan Stunting Nasional yang dikoordinasikan oleh Kantor Wakil Presiden yang memiliki wewenang untuk melibatkan semua kementerian dan lembaga terkait. Salah satu yang diusulkan adalah memperkuat Gugus Tugas Nasional untuk Gizi melalui revisi undang-undang untuk membentuk otoritas yang lebih besar yang akan mengarah pada peningkatan koordinasi dan aksi multisektoral.
Jaringan pendukung juga dibentuk sebagai bagian dari SUN Movement: jaringan PBB/donor, jaringan masyarakat sipil, jaringan bisnis dan jaringan sains/akademisi. Jaringan yang ada tersebut perlu disegarkan kembali untuk dapat bekerja bersama secara optimal dan perlu diberi pemahaman kembali mengenai tantangan gizi yang ada saat ini. Dimana hal ini berarti perlu memberi perhatian yang lebih besar pada Beban Ganda Masalah Gizi.
Keterlibatan dan koordinasi sektor bisnis menjadi sangat penting, dan telah terjadi peningkatan yang signifikan dalam keterlibatan sektor swasta dalam bidang gizi selama
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 3938 • Pembangunan gizi di indonesia
empat tahun terakhir. Jaringan bisnis SUN telah membentuk Komite Pengarah pada tahun 2015 yang mencakup perwakilan dari berbagai perusahaan sektor swasta. Pencapaian penting lainnya adalah keterlibatan sektor swasta dalam fortifikasi tepung terigu, garam dan minyak, program obat cacing untuk anak-anak pra-sekolah dan program ‘Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif’ yang mulai direvitalisasi tahun 2016 yang tujuannya adalah untuk memperkenalkan makanan bergizi seimbang bagi pekerja pabrik, terutama untuk meningkatkan gizi perempuan dewasa muda. Meskipun ada pencapaian tersebut, pemahaman sektor swasta akan peraturan pemerintah yang ada saat ini, dan koordinasi, juga dalam mengatasi konflik kepentingan masih perlu diperbaiki.
Sementara koordinasi untuk program gizi ditekankan di tingkat pusat, namun di tingkat provinsi dan kabupaten, hal ini masih perlu ditingkatkan. Bappeda bertanggung jawab untuk secara teratur membawa berbagai sektor bersama-sama berkoordinasi dan memantau pelaksanaan RAD-PG, tetapi yang dilakukan umumnya terbatas pada pemantauan anggaran saja (Institute of Social and Economic Research, 2018 Unpublished). Hasilnya adalah bahwa masing-masing sektor mengelola program mereka secara mandiri tanpa integrasi yang tepat.
Baik koordinasi horizontal lintas sektor maupun koordinasi vertikal antara pusat dan daerah masih perlu ditingkatkan. Sejak desentralisasi, provinsi dan kabupaten memiliki kemandirian yang jauh lebih besar dimana hal tersebut memiliki dampak pada melemahnya hubungan pusat dan daerah.
Kapasitas dan sumber daya
sumber daya keuanganMeskipun tidak ada strategi khusus yang berkaitan dengan sumber pendanaan yang diusulkan dalam konsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014, tetapi ada beberapa pencapaian penting yang terjadi. Pencapaian utama adalah peningkatan potensi pendanaan untuk gizi yang berasal dari sumber pendanaan pusat maupun daerah. Desentralisasi telah menyebabkan peningkatan pengalihan dana dari pusat ke pemerintah daerah - dari 13% belanja pemerintah pusat pada tahun 2000 (sebelum desentralisasi) menjadi sekitar 30% pada tahun 2010 (SMERU, 2012). Selain itu, Dana Desa menyediakan potensi sumber pendanaan yang lebih lanjut untuk gizi. Selain itu, tersedia beberapa sumber pendanaan lain yang dapat diakses oleh pemerintah kabupaten dan puskesmas (Institute of Social and Economic Research, 2018 Unpublished).
Mengukur peningkatan dalam hal pendanaan tidak mudah. Beberapa upaya telah dilakukan untuk memperkirakan anggaran nasional dan pengeluaran untuk gizi. Perhitungan untuk membuat anggaran perencanaan gizi di Indonesia telah dilakukan oleh SUN Movement pada tahun 2015. Total biaya tahunan diperkirakan setara dengan US$ 2,3 miliar (Rp 32,3 triliun dengan nilai tukar pada tahun 2018) (SUN Movement, 2015). Mayoritas (90%) adalah untuk biaya program gizi sensitif. Perhitungan tersebut tidak termasuk biaya rencana untuk mengatasi obesitas. Baru-baru ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menghitung ulang alokasi anggaran untuk gizi agar konsisten dengan target penurunan stunting yang terkandung dalam RJPMN 2015-2019 (Kementerian Keuangan, 2018). Menurut perhitungan ini, total Rp 49,7 triliun dialokasikan pada 2018 untuk berbagai kementerian di tingkat pusat untuk penurunan stunting, sementara Rp 92,2 triliun akan dialokasikan pada
tingkat daerah. Totalnya, Rp 141,9 triliun setara dengan US$ 9,8 miliar (dengan nilai tukar pada tahun 2018). Alokasi yang signifikan (20% dari total) diberikan kepada Kementerian Kesehatan dan proporsi yang lebih kecil dialokasikan untuk Kementerian Sosial (10%) dan ke Kementerian Pekerjaan Umum (4%). Alokasi terbesar untuk penurunan stunting (42%) akan dialokasikan ke Dana Desa (lihat Kotak 4) dimana hal ini menunjukkan perhatian pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat.
Kotak 4. Fokus pada sumber daya Potensial untuk gizi melalui dana desa
Dana Desa dialokasikan setiap tahun untuk setiap desa di Indonesia dari anggaran pusat. Jumlah alokasi untuk setiap desa dihitung berdasarkan populasi, daerah dan tingkat kemiskinan (Peraturan Pemerintah, 2014). Pengaturan penggunaan Dana Desa ditetapkan dalam peraturan pemerintah (No. 60, 2014) dan menetapkan bahwa dana tersebut diperuntukkan bagi keperluan administrasi pemerintah, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kegiatan masyarakat.
Dana tersebut dialokasikan berdasarkan tujuan pembangunan desa yang disepakati melalui pertemuan desa dan sesuai dengan prioritas pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat. Setiap desa menerima daftar kegiatan sektoral dimana mereka dapat memilih untuk menggunakan sebagian dari alokasi tersebut. Kementerian Desa baru-baru ini menerbitkan Buku Saku Desa untuk mengatasi stunting (Kementerian Desa PDTT, 2017). Buku ini menetapkan 10 kategori potensial dan 48 subkategori yang dapat dibiayai oleh Dana Desa. Kategori termasuk pendanaan untuk: air dan sanitasi; insentif, pelatihan dan biaya perjalanan untuk petugas kesehatan dan kader (sukarelawan masyarakat); pelayanan dan dukungan untuk wanita hamil dan menyusui; pemantauan pertumbuhan dan gizi anak pra-sekolah dan usia sekolah; dan, pemberdayaan masyarakat untuk mempromosikan gaya hidup sehat.
Meskipun kegiatan ini memiliki potensi untuk mengurangi stunting, kegiatan tersebut perlu dihubungkan dengan kegiatan lain yang mendukung. Misalnya, membangun toilet dan memperbaiki fasilitas sanitasi tanpa adanya konseling tentang kebersihan dan cuci tangan akan memiliki dampak yang terbatas. Selain itu, ada banyak permintaan untuk penggunaan Dana Desa sehingga advokasi untuk gizi akan menjadi sangat penting. Kendala kapasitas saat ini di tingkat sub-nasional menunjukkan bahwa tanpa dukungan teknis, pemerintah desa akan menemukan kesulitan untuk memahami isi dokumen misalnya pada panduan Buku Saku Desa.
Sumber: (Institute of Social and Economic Research, 2018 Unpublished)
Perbedaan antara biaya yang dihitung oleh SUN Movement dan Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa belum adanya sistem penganggaran yang disepakati di Indonesia untuk menghitung biaya teoretis yang secara efektif dapat mengatasi masalah gizi dalam segala bentuknya terhadap pengeluaran yang aktual. Sebaliknya, Beban Ganda Masalah Gizi ditangani melalui beberapa sumber pendanaan pemerintah dan belum tersedia perkiraan yang tepat untuk jumlah pengeluaran yang diperlukan maupun yang aktual. Diperkirakan, lebih banyak dana diperlukan untuk dapat secara efektif meningkatkan intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif dalam mencapai cakupan yang menyeluruh (lihat bagian 1.4.2 dan 1.4.3).
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 4140 • Pembangunan gizi di indonesia
Semakin kompleksnya pengaturan pendanaan untuk gizi di tingkat daerah, hal ini menyulitkan dalam memastikan jumlah dana yang sebenarnya disalurkan untuk perbaikan gizi. Penilaian Kapasitas Gizi (Nutrition Capacity Assessment) 2018 menemukan bahwa kapasitas provinsi dan kabupaten dalam merencanakan, memprioritaskan, dan mengelola berbagai dana secara efektif yang bertujuan untuk memberikan layanan gizi berkualitas tinggi masih perlu ditingkatkan (Institute of Social and Economic Research, 2018 Unpublished). Analisis yang dilakukan sebagai bagian dari penilaian menemukan bahwa pedoman standar yang ada belum sepenuhnya diterapkan oleh pemerintah daerah dalam melakukan penganggaran atau alokasi dana untuk gizi. Salah satu cara untuk mengatasi kesenjangan ini adalah dengan mengembangkan format penganggaran yang terstandar, setidaknya untuk serangkaian intervensi gizi spesifik, dan memberikan panduan rinci yang konsisten untuk semua kabupaten dalam hal perencanaan dan pengelolaan anggaran. Hal ini akan membantu dinas kesehatan kabupaten untuk merencanakan dan menganggarkan program gizi secara lebih efektif.
Pasokan dan pengadaanSistem pasokan dan pengadaan, termasuk perencanaan, pembelian dan distribusi untuk suplai gizi, secara teori, dilaksanakan melalui Program Obat Gizi Nasional. Pasokan Tablet Tambah Darah (TTD) untuk ibu hamil dan remaja putri, dan kapsul vitamin A dosis tinggi untuk anak merupakan tanggung jawab pemerintah pusat. Dalam prakteknya, keputusan tentang alokasi anggaran dan prioritas suplai dibuat oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten sesuai dengan prioritas di kabupaten tersebut. Karena komunikasi antara tingkat pusat dan daerah belum optimal, pengadaan obat seringkali mengalami keterlambatan, kekurangan atau kelebihan pasokan, yang berarti bahwa kebutuhan daerah tidak selalu terpenuhi secara tepat waktu (Sunawang, 2015).
Untuk mengatasi keadaan tersebut, beberapa kabupaten mengatur pengadaan mereka sendiri, misalnya dengan membeli mikronutrien lain sebagai alternatif untuk TTD dari pasar yang ada. Kelemahan dari pengaturan ini adalah kurangnya panduan tentang peraturan untuk pembelian langsung obat-obatan yang berkaitan dengan gizi di tingkat kabupaten. Masalah lain dalam sistem pasokan adalah kompleksitas perencanaan pengadaan dan pembiayaan dengan peraturan berbeda yang mengatur penggunaan dana di tingkat daerah.
Klarifikasi dan efisiensi sistem pasokan dan pengadaan diperlukan untuk memastikan bahwa kebutuhan dapat dipenuhi sepenuhnya di tingkat kabupaten.
sumber daya manusiaKonsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 memiliki satu rekomendasi khusus untuk:
• “Memperkuat kompetensi ahli gizi dan tenaga kesehatan yang menyediakan layanan gizi.”
Kemajuan dalam hal penguatan kapasitas tenaga kesehatan dalam beberapa tahun terakhir terjadi meskipun belum optimal. Meskipun memiliki jumlah tenaga ahli gizi yang cukup dan terlatih yang siap untuk ditugaskan di puskesmas, namun, penugasan para ahli gizi terlatih di seluruh wilayah masih belum merata, dengan daerah terpencil yang mengalami tingkat kekurangan gizi tertinggi, sangat kurang mendapatkan pelayanan. Terdapat sekitar 2800
puskesmas (24%) yang belum memiliki ahli gizi di tahun 2014 (Kemenkes, 2014). Selain itu, Penilaian Kapasitas Gizi (Nutrition Capacity Assessment) 2018 menemukan bahwa ahli gizi sering dinilai rendah dan kurang dimanfaatkan. Dalam melakukan tugasnya, tenaga ahli gizi terlalu banyak fokus pada fungsi administratif dan penanganan kekurangan gizi, dan kurangnya perhatian terhadap pencegahan Beban Ganda Masalah Gizi di masyarakat, mengelola pemberian layanan dan mentoring petugas layanan gizi. Fokus pemerintah dalam mengatasi obesitas dan kelebihan berat badan masih perlu ditingkatkan (Institute of Social and Economic Research, 2018 Unpublished).
Selain ahli gizi terdapat petugas kesehatan lainnya yang juga memberikan layanan gizi, diantaranya adalah bidan dalam menyediakan pelayanan selama kunjungan pemeriksanaan kehamilan dan pelayanan terkait gizi di puskesmas dan posyandu serta kader posyandu yang mengawasi pemantauan pertumbuhan anak, pemberian vitamin A, pemberian obat cacing, dan konseling PMBA. Dalam beberapa tahun terakhir, efektivitas sistem posyandu perlu ditingkatkan (Bappenas, 2014). Tantangan utamanya adalah kurangnya remunerasi bagi kader yang diharapkan untuk mengambil tanggung jawab yang cukup besar dengan insentif minimal.
Tantangan selanjutnya adalah perlunya meningkatkan kualitas pelatihan baik kepada petugas sebelum melaksanakan pekerjaan (pre-service), maupun pelatihan bagi petugas yang sudah bekerja (in-service) dalam memberikan layanan gizi. Penilaian Kapasitas Gizi (Nutrition Capacity Assessment) 2018 menemukan bahwa jumlah pelatihan terkait gizi yang diterima oleh seseorang bervariasi, dan bahwa pelatihan yang disampaikan tidak sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja gizi saat ini. Disimpulkan bahwa tidak ada paket standar untuk pelatihan terkait gizi pada petugas sebelum melaksanakan pekerjaannya maupun ketika sudah bekerja yang mencakup intervensi gizi spesifik esensial yang harus diberikan melalui layanan kesehatan. Pada saat ini, hanya sedikit pelatihan yang memasukkan konten gizi kepada petugas yang bekerja di sektor terkait seperti pertanian, ketahanan pangan, perlindungan sosial atau air, sanitasi dan higiene. Hasilnya adalah bahwa gizi tetap menjadi tanggung jawab sektor kesehatan dan kesadaran akan peran yang dimainkan oleh sektor lain dalam menangani Beban Ganda Masalah Gizi menjadi terbatas. Mengingat besarnya kesenjangan secara jumlah maupun geografis tenaga gizi, analisis yang lebih menyeluruh terhadap beban kerja dan distribusi sumber daya manusia untuk mendukung kegiatan gizi di tingkat pusat dan daerah diperlukan. E-learning menawarkan cara praktis untuk menjangkau sejumlah besar petugas dengan paket pelatihan yang terstandardisasi dan terbaru.
2.4.2 intervensi gizi spesifik
Kementerian Kesehatan bertanggung jawab untuk memberikan Program Perbaikan Gizi Masyarakat yang menggabungkan sejumlah intervensi gizi spesifik. Program ini memastikan kesinambungan pelayanan kesehatan dan gizi, untuk mencegah dan menangani Beban Ganda Masalah Gizi melalui layanan berbasis fasilitas, layanan berbasis masyarakat, dan penjangkauan (kunjungan rumah) yang terorganisir dengan tepat. Kelompok sasaran untuk mengatasi kekurangan gizi adalah ibu hamil dan menyusui, bayi dan anak, serta remaja putri. Sasaran intervensi untuk mengatasi obesitas ditargetkan pada masyarakat umum. Intervensi ini menjadi bagian dari program pencegahan dan penatalaksanaan PTM.
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 4342 • Pembangunan gizi di indonesia
Kementerian Kesehatan bertanggung jawab untuk merencanakan, membuat pedoman yang menetapkan layanan spesifik yang harus diberikan untuk meningkatkan gizi, serta pengadaan dan pasokan beberapa suplai gizi sementara pemerintah provinsi dan kabupaten bertanggung jawab untuk memberikan berbagai layanan dasar kepada masyarakat. Standar Pelayanan Minimal (SPM) ini telah ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri untuk lima sektor. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 2 tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) telah ditetapkan SPM untuk enam sektor termasuk bidang kesehatan. SPM untuk sektor kesehatan diamanatkan berdasarkan peraturan (No. 43, 2016) dan dioperasionalkan oleh Kementerian Kesehatan. Jenis pelayanan dasar bidang kesehatan pada SPM Kesehatan tersebut terdiri dari 12 pelayanan, yang didasarkan pada kelompok umur. Saat ini, pedoman teknis untuk SPM bidang kesehatan sedang dalam proses penyusunan sebagai revisi pedoman teknis SPM yang lama. lampiran 3 mengilustrasikan bagaimana target terkait gizi yang terdapat dalam RPJMN 2015-2019 tercermin pada indikator yang terdapat dalam rencana strategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan dan dalam layanan gizi di SPM yang akan dikerjakan oleh pemerintah kabupaten.
Salah satu strategi yang diusulkan dalam konsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 adalah untuk:
• “Meningkatkan cakupan dan kualitas paket layanan kesehatan dan gizi terpadu untuk mengatasi kekurangan gizi dan kelebihan gizi.”
tabel 4 menyajikan 10 intervensi gizi spesifik yang telah terbukti secara global (The Lancet Maternal and Child Nutrition Series) pada tahun 2013 sebagai hal yang esensial untuk mengatasi kekurangan gizi (The Lancet, 2013) dan juga empat intervensi lebih lanjut yang dianggap penting untuk intervensi gizi spesifik. Saat ini, dari 14 intervensi tersebut hanya hanya 9 yang merupakan program nasional, 2 intervensi yang sebagian diimplementasikan dan 3 intervensi yang belum menjadi kebijakan nasional saat ini. Intervensi gizi spesifik yang berdasarkan bukti global perlu dipastikan tercermin dalam SPM sektor kesehatan dan dikerjakan melalui layanan gizi di tingkat daerah dengan cakupan penuh. Paling tidak 10 intervensi gizi esensial harus dimasukkan ke dalam kebijakan dan panduan nasional, dan tercermin dalam layanan yang diberikan di tingkat daerah dengan cakupan penuh.
tab
el 4
. im
ple
men
tasi
, Cak
up
an d
an ta
nta
nga
n in
terv
ensi
giz
i sp
esif
ik d
i in
do
nes
ia
inte
rven
siim
ple
men
tasi
di i
nd
on
esia
Cak
up
anta
nta
nga
n
inte
rven
si g
izi s
pes
ifik
ese
nsi
al (
dir
eko
men
das
ikan
n o
leh
Lan
cet
Mat
ern
al a
nd
Ch
ild N
utr
itio
n S
erie
s 20
13)
Ko
nse
ling
d
an p
rom
osi
m
enyu
sui
Pro
gra
m n
asio
nal
Pro
mo
si m
enyu
sui m
elal
ui k
on
selin
g
inte
rper
son
al d
i fa
silit
as k
eseh
atan
d
an d
i tin
gka
t m
asya
raka
t.
· 61
% b
ayi m
ener
ima
inis
iasi
men
yusu
i d
ini/I
MD
(d
isu
sui d
alam
1 ja
m
per
tam
a se
tela
h k
elah
iran
) (B
PS
&
Kem
enke
s, 2
017)
.
· 52
% b
ayi u
sia
0-5
bu
lan
men
dap
atka
n
AS
I eks
klu
sif
(BP
S &
Kem
enke
s, 2
017)
.
· 54
% a
nak
usi
a 20
-23
bu
lan
m
elan
jutk
an A
SI (
BP
S &
Kem
enke
s,
2017
).
Cak
up
an m
enyu
sui m
asih
ren
dah
. H
amb
atan
ter
mas
uk
per
emp
uan
yan
g
bek
erja
, aks
esib
ilita
s te
rhad
ap f
orm
ula
p
eng
gan
ti A
SI,
dan
key
akin
an b
ud
aya
dan
ta
bu
.
Ko
nse
ling
d
an p
rom
osi
Pe
mb
eria
n
Mak
anan
Pe
nd
amp
ing
AS
I ya
ng
tep
at
imp
lem
enta
si s
ebag
ian
Pem
ber
ian
m
akan
an
pen
dam
pin
g
yan
g o
pti
mal
dip
rom
osi
kan
mel
alu
i ko
nse
ling
in
ter-
per
son
al d
i fa
silit
as
kese
hat
an d
an d
i tin
gka
t mas
yara
kat.
· 37
% a
nak
usi
a 6-
23 b
ula
n
men
dap
atka
n m
akan
an p
end
amp
ing
ya
ng
mem
enu
hi m
inim
um
acc
epta
ble
d
iet
(MA
D)
(B
PS
& K
emen
kes,
201
2).
· 58
% a
nak
usi
a 6-
23 b
ula
n m
ener
ima
mak
anan
pen
dam
pin
g d
ari k
elo
mp
ok
mak
anan
den
gan
jum
lah
cu
kup
(B
PS
&
Kem
enke
s, 2
012)
.
Prak
tek
pem
ber
ian
mak
anan
pen
dam
pin
g
yan
g a
dek
uat
mas
ih b
elu
m u
niv
ersa
l. H
amb
atan
ter
mas
uk
per
emp
uan
yan
g
bek
erja
, aks
esib
ilita
s te
rhad
ap f
orm
ula
p
eng
gan
ti A
SI,
dan
un
dan
g-u
nd
ang
yan
g
bel
um
ad
eku
at u
ntu
k m
elin
du
ng
i an
ak u
sia
di a
tas
6 b
ula
n.
Pem
ber
ian
m
akan
an
tam
bah
an d
enga
n
ener
gi-
pro
tein
ya
ng
sei
mb
ang
u
ntu
k ib
u h
amil
Pro
gra
m n
asio
nal
Ku
ran
g E
ner
gi K
ron
is (
KE
K)
did
efin
isik
an d
enga
n L
ILA
<
23.5
cm
dan
ter
jad
i pad
a ib
u
ham
il. P
enan
gan
an K
EK
ad
alah
d
enga
n p
emb
eria
n b
isku
it y
ang
m
enga
nd
un
g e
ner
gi d
an p
rote
in
tin
gg
i.
· 25
,2 %
ibu
ham
il d
enga
n K
EK
m
ener
ima
mak
anan
tam
bah
an
(Kem
ente
rian
Kes
ehat
an, 2
018)
.
Sek
itar
sep
erem
pat
ibu
ham
il d
iper
kira
kan
m
end
erit
a K
EK
. Pen
yed
iaan
bis
kuit
m
emili
ki k
elem
ahan
aki
bat
ku
ran
gny
a ke
pat
uh
an k
aren
a p
erem
pu
an b
erb
agi
bis
kuit
den
gan
yan
g la
in, b
iaya
yan
g t
ing
gi
dan
mas
alah
pas
oka
n.
Pem
ber
ian
mu
lti-
mik
ron
utr
ien
(a
tau
Tab
let
Tam
bah
Dar
ah)
un
tuk
ibu
ham
il
Pro
gra
m n
asio
nal
Keb
ijaka
n s
aat
ini a
dal
ah
mem
ber
ikan
set
idak
nya
90 h
ari
Tab
let T
amb
ah D
arah
(T
TD
) u
ntu
k ib
u h
amil.
· 24
% ib
u h
amil
men
erim
a se
kura
ng
nya
90 Ta
ble
t Tam
bah
Dar
ah
(TT
D)
(Kem
ente
rian
Kes
ehat
an, 2
018)
.
An
emia
mas
ih m
enja
di m
asal
ah k
eseh
atan
m
asya
raka
t d
i In
do
nes
ia. T
anta
nga
n
term
asu
k m
emas
tika
n k
epat
uh
an d
an
ran
tai p
aso
kan
yan
g d
apat
dia
nd
alka
n.
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 4544 • Pembangunan gizi di indonesia
inte
rven
siim
ple
men
tasi
di i
nd
on
esia
Cak
up
anta
nta
nga
n
Man
ajem
en/
tata
laks
ana
giz
i bu
ruk
aku
t (S
ever
e A
cute
M
aln
utr
itio
n/
SA
M)
imp
lem
enta
si s
ebag
ian
Keb
ijaka
n s
aat
ini a
dal
ah
pen
anga
nan
ber
bas
is f
asili
tas
un
tuk
anak
den
gan
giz
i bu
ruk
aku
t (S
AM
).
· D
ata
tid
ak t
erse
dia
.M
anaj
emen
ber
bas
is m
asya
raka
t u
ntu
k S
AM
bel
um
dim
asu
kkan
ke
dal
am
keb
ijaka
n n
asio
nal
. Aks
es k
e m
anaj
emen
b
erb
asis
fas
ilita
s m
asih
ter
bat
as t
eru
tam
a d
i dae
rah
ter
pen
cil.
Man
ajem
en/
tata
laks
ana
bal
ita
kuru
s (m
od
erat
e ac
ute
m
aln
utr
itio
n/
MA
M)
imp
lem
enta
si t
idak
ad
a
Tid
ak a
da
keb
ijaka
n u
ntu
k m
anaj
emen
MA
M. K
ebija
kan
saa
t in
i ad
alah
un
tuk
mem
ber
ikan
bis
kuit
ti
ng
gi e
ner
gi d
an p
rote
in.
An
ak-a
nak
den
gan
MA
M b
elu
m d
itan
gan
i se
cara
ko
mp
reh
ensi
f m
elal
ui d
uku
nga
n
dan
ko
nse
ling
un
tuk
ibu
nam
un
den
gan
m
elak
uka
n p
emb
eria
n b
isku
it y
ang
m
emili
ki t
anta
nga
n t
erka
it d
enga
n
kep
atu
han
dan
efe
ktiv
itas
nya.
Gar
am b
eryo
diu
mP
rog
ram
nas
ion
al
Keb
ijaka
n s
aat
ini t
erka
it w
ajib
io
dis
asi g
aram
su
dah
ad
a, d
an
gara
m b
eryo
diu
m t
erse
dia
di
selu
ruh
dae
rah
.
· 47
%
rum
ah
tan
gga
m
eng
kon
sum
si
gara
m b
eryo
diu
m b
erd
asar
kan
tit
rasi
(K
emen
teri
an K
eseh
atan
, 201
3)
· 77
% o
f ru
mah
tan
gga
n m
eng
kon
sum
si
gara
m
ber
yod
ium
ya
ng
cu
kup
b
erd
asar
kan
te
s ce
pat
(K
emen
teri
an
Kes
ehat
an, 2
013)
Ko
nsu
msi
un
iver
sal g
aram
ber
yod
ium
b
elu
m t
erp
enu
hi.
Pem
ber
ian
vi
tam
in A
Pro
gra
m n
asio
nal
Keb
ijaka
n s
aat
ini a
dal
ah p
emb
eria
n
vita
min
A u
ntu
k u
sia
6-59
bu
lan
du
a ka
li se
tah
un
.
· 53
,5%
an
ak u
sia
6-59
bu
lan
men
erim
a vi
tam
in A
ses
uai
sta
nd
ar (
6-11
bu
lan
1
kali;
12-
59 b
ula
n 2
kal
i) (
Kem
ente
rian
K
eseh
atan
, 201
8)
Ham
pir
sep
aru
h a
nak
tid
ak m
ener
ima
vita
min
A s
esu
ai s
tan
dar
seh
ing
ga c
aku
pan
p
enu
h b
elu
m t
erca
pai
.
Bu
bu
k m
ult
i-m
ikro
nu
trie
n /
fort
ifik
asi t
ing
kat
rum
ah t
ang
ga
imp
lem
enta
si t
idak
ad
a
Fort
ifik
asi m
akan
an t
ing
kat
rum
ah
tan
gga
den
gan
bu
bu
k m
ult
i-m
ikro
nu
trie
n d
ian
jurk
an u
ntu
k m
emp
erb
aiki
sta
tus
zat
bes
i dan
m
eng
ura
ng
i an
emia
pad
a b
ayi d
an
anak
usi
a 6-
23 b
ula
n.
An
emia
ter
jad
i pad
a 28
% a
nak
bal
ita
dan
b
elu
m t
erke
nd
ali (
Kem
enke
s, 2
015)
.
inte
rven
siim
ple
men
tasi
di i
nd
on
esia
Cak
up
anta
nta
nga
n
Pem
ber
ian
su
ple
men
tasi
ka
lsiu
m u
ntu
k ib
u
ham
il
imp
lem
enta
si t
idak
ad
a
Tid
ak a
da
keb
ijaka
n s
aat
ini u
ntu
k su
ple
men
tasi
kal
siu
m. B
eber
apa
kab
up
aten
mem
ber
ikan
su
ple
men
d
osi
s re
nd
ah (
500
mg
/har
i).
Ket
ika
sup
lem
enta
si k
alsi
um
dir
esep
kan
, h
anya
do
sis
ren
dah
yan
g c
end
eru
ng
d
iber
ikan
dib
and
ing
kan
mem
ber
ikan
do
sis
yan
g d
isar
anka
n y
akn
i 1,5
hin
gga
2 g
/har
i ya
ng
dip
erlu
kan
un
tuk
mel
ind
un
gi d
ari
pre
ekla
mp
sia.
inte
rven
si g
izi-
spes
ifik
yan
g d
irek
om
end
asik
an (
bu
kan
dar
i Lan
cet
Mat
ern
al a
nd
Ch
ild N
utr
itio
n S
erie
s 20
13)
Ob
at c
acin
g u
ntu
k an
ak s
eko
lah
Pro
gra
m n
asio
nal
An
ak
ber
usi
a 12
-23
bu
lan
, an
ak
usi
a p
rase
kola
h b
eru
sia
1-4
tah
un
, d
an a
nak
usi
a se
kola
h b
eru
sia
5-12
ta
hu
n y
ang
tin
gga
l di d
aera
h d
iman
a p
reva
len
si a
wal
un
tuk
infe
ksi
caci
ng
p
aras
it a
pap
un
ber
ada
pad
a m
inim
al
20%
at
au
men
erim
a ta
ble
t o
bat
ca
cin
g 2
kal
i per
tah
un
.
· 25
,9 %
of
anak
bal
ita
men
dap
atka
n
ob
at c
acin
g.
Dat
a p
reva
len
si k
ecac
inga
n n
asio
nal
tid
ak
ters
edia
nam
un
sek
itar
28%
an
ak b
alit
a d
iper
kira
kan
men
gala
mi k
ecac
inga
n
(Kem
enke
s, 2
015)
yan
g m
enu
nju
kkan
b
ahw
a m
asal
ah in
i bel
um
ter
ken
dal
i.
Zin
c u
ntu
k p
enan
gan
an d
iare
Pro
gra
m n
asio
nal
Keb
ijaka
n s
aat
ini a
dal
ah
men
yed
iaka
n z
inc
han
ya u
ntu
k an
ak-a
nak
den
gan
dia
re.
· 1,
1 %
an
ak u
sia
<59
bu
lan
den
gan
d
iare
men
erim
a su
ple
men
tasi
zin
c (B
PS
& K
emen
kes,
201
2)
Dia
re s
anga
t se
rin
g t
erja
di (
14%
an
ak
terk
ena
dia
re d
alam
du
a m
ing
gu
ter
akh
ir)
(BP
S &
Kem
enke
s, 2
012)
seh
ing
ga c
aku
pan
p
enu
h m
enja
di t
anta
nga
n.
Pem
ber
ian
Tab
let
Tam
bah
Dar
ah
(TT
D)
min
gg
uan
u
ntu
k re
maj
a p
utr
i
Pro
gra
m n
asio
nal
Keb
ijaka
n s
aat
ini a
dal
ah
mem
ber
ikan
Tab
let T
amb
ah D
arah
(T
TD
) se
cara
min
gg
uan
un
tuk
rem
aja
pu
tri.
· 1,
4 %
rem
aja
pu
teri
(u
sia
12-1
8 ta
hu
n)
men
erim
a T
TD
≥52
bu
tir
(Kem
ente
rian
Kes
ehat
an, 2
018)
An
emia
um
um
ter
jad
i pad
a 23
% r
emaj
a p
utr
i (K
emen
teri
an K
eseh
atan
, 201
3).
Tan
tan
gan
ter
mas
uk
mem
asti
kan
ke
pat
uh
an d
an r
anta
i pas
oka
n y
ang
dap
at
dia
nd
alka
n.
Pem
anta
uan
p
ertu
mb
uh
anP
rog
ram
nas
ion
al
Keb
ijaka
n s
aat
ini a
dal
ah u
ntu
k m
eman
tau
per
tum
bu
han
an
ak
bal
ita
8 ka
li p
er t
ahu
n u
ntu
k m
eng
iden
tifi
kasi
an
ak d
enga
n
stu
nti
ng
, was
tin
g d
an o
bes
itas
· 54
,6%
an
ak b
alit
a d
ipan
tau
p
ertu
mb
uh
anny
a ≥
8 ka
li d
alam
12
bu
lan
ter
akh
ir (
Kem
ente
rian
K
eseh
atan
, 201
8)
Pem
anta
uan
per
tum
bu
han
per
lu d
iser
tai
den
gan
ko
nse
ling
dan
du
kun
gan
b
erku
alit
as b
aik.
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 4746 • Pembangunan gizi di indonesia
Promosi praktik pemberian makanan pendamping asi yang sesuaiDiperlukan tindakan intensif untuk mengisi kesenjangan yang ada dalam layanan gizi. Promosi praktik pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai untuk anak adalah hal yang penting tetapi saat ini hanya sebagian yang diterapkan. Seperti yang disebutkan di bagian sebelumnya, ada banyak tantangan dengan pemberian makanan pendamping yang menyebabkan kegagalan pertumbuhan pada sejumlah besar anak. Legislasi yang jauh lebih kuat disertai dengan konseling dan dukungan yang lebih baik bagi ibu dan pengasuh diperlukan untuk memperbaiki praktik pemberian makanan pendamping.
manajemen malnutrisi akutKesenjangan utama dalam layanan adalah manajemen malnutrisi akut (wasting). Penanganan kekurangan gizi akut telah menjadi komponen standar pelayanan kesehatan di Indonesia selama bertahun-tahun. Pelayanan rawat inap untuk anak dengan gizi buruk akut (SAM) disediakan di rumah sakit kabupaten dan provinsi, beberapa Puskesmas, dan pusat pemulihan gizi/PPG (therapeutic feeding centres). Namun, cakupan dan kualitas pelayanan untuk anak dengan kekurangan gizi akut masih sangat rendah. Kemenkes Kesehatan melaporkan bahwa mereka menangani kurang dari 4.500 anak SAM per tahun, dibandingkan dengan perkiraan beban kasus tahunan SAM sebesar 1,3 juta. Ini setara dengan kurang dari 1% anak SAM. Sebagian dari alasan untuk cakupan yang rendah adalah tidak dapat diaksesnya fasilitas untuk penanganan SAM di daerah terpencil. Pemullihan gizi berbasis masyarakat atau PGBM (Community-based management of acute malnutrition/CMAM) adalah model yang telah diuji dalam berbagai konteks di seluruh dunia dan sekarang ditetapkan sebagai cara yang efektif untuk mengurangi angka kematian. Anak dengan SAM di bawah usia enam bulan atau berusia 6-59 bulan dengan komplikasi medis atau tidak ada nafsu makan harus dirawat di rumah sakit untuk menerima layanan rawat inap, perawatan berbasis fasilitas yang mengikuti protokol standar sementara mereka yang tidak memiliki komplikasi medis dan memiliki nafsu makan yang baik dapat menerima layanan rawat jalan sesuai dengan protokol standar. Model PGBM telah dikembangkan dan diuji di beberapa kecamatan terpilih di Kabupaten Kupang di Indonesia. Dan telah menunjukkan bahwa PGBM adalah intervensi penyelamatan hidup yang terbukti berhasil menangani anak dengan SAM dan menunjukkan bahwa PGBM dapat diintegrasikan ke dalam sistem kesehatan yang ada di Indonesia (lihat Kotak 5).
Kotak 5. Fokus pada model Pgbm yang berhasil di Kabupaten Kupang
Indonesia memiliki beban malnutrisi akut tertinggi ke-4 di dunia, dengan wasting dialami oleh sekitar 3 juta anak balita, di mana 1,3 juta menderita SAM. Angka kematian di antara anak dengan SAM jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang bergizi baik tetapi cakupan dan kualitas penanganan berbasis fasilitas tetap sangat rendah di Indonesia. UNICEF dalam kemitraan dengan Aksi Melawan Kelaparan (Action Against Hunger), telah mendukung Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan program PGBM di beberapa kecamatan terpilih di Kabupaten Kupang.
Hasil yang sangat baik dicapai pada tahun terakhir pelaksanaan program (2017-2018), dengan program PGBM diakui oleh pemerintah tingkat pusat dan daerah sebagai intervensi penyelamatan jiwa yang telah terbukti, yang memiliki potensi besar untuk ditingkatkan sebagai layanan gizi esensial. Pada April 2018, rata-rata lebih dari 6.500 anak dilakukan skrining untuk SAM setiap bulan, dan 719 telah dirawat untuk mendapatkan pengobatan, di antaranya lebih dari 60% berhasil pulih dan kembali ke status gizi normal. Program PGBM secara konsisten telah memenuhi tiga dari empat Indikator Kinerja Sphere1 sejak 2017: tingkat penyembuhan rata-rata 79%; tingkat kegagalan 9%; dan tingkat kematian di bawah 1%. Sebuah survei SMART pada tahun 2018 menemukan peningkatan positif secara keseluruhan dalam status gizi dan kesehatan anak sejak dimulainya program pada tahun 2015. Namun, upaya berkelanjutan diperlukan untuk mengurangi prevalensi SAM.
Pada 2018, program ini akan diperluas ke empat kabupaten di NTT, yaitu kecamatan lain di Kabupaten Kupang, Kabupaten Sikka, TTS dan Kota Kupang.
Sumber: UNICEF komunikasi personal
Namun demikian, pelaksanaan manajemen malnutrisi akut sedang/kurus (Moderate Acute Malnutrition) masih belum dilakukan secara komprehensif, hanya melakukan penyediaan makanan tambahan tinggi energi dan protein tanpa dukungan yang memadai melalui kegiatan konseling. Mengingat bahwa anak kurus (MAM) yang tidak dikelola cenderung menjadi SAM dan berisiko lebih tinggi terhadap kematian, merupakan hal yang prioritas untuk memastikan bahwa manajemen anak kurus (MAM) dibangun di dalam sistem kesehatan.
Pencegahan dan pengobatan anemiaPencegahan dan pengobatan anemia pada balita adalah area prioritas lain yang masih perlu terus diupayakan. Anemia umumnya terkait dengan stunting dan memiliki beberapa dampak negatif pada perkembangan kesehatan dan kognitif anak. Program pemberian obat cacing mungkin memiliki beberapa efek pada pengurangan beban kecacingan dan juga anemia tetapi itu jelas tidak efektif jika dilakukan secara tunggal. Salah satu intervensi gizi spesifik esensial yang direkomendasikan oleh Lancet adalah fortifikasi makanan rumah dengan bubuk multi-mikronutrien. WHO telah menyimpulkan bahwa ini adalah intervensi yang efektif untuk mengurangi anemia dan kekurangan zat besi pada anak berusia enam bulan hingga lima tahun (WHO, 2016). Selain itu, hal tersebut merupakan intervensi yang relatif murah yang dapat berdampak besar pada status gizi anak dan dapat diintegrasikan ke dalam kebijakan dan program kesehatan yang ada.
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 4948 • Pembangunan gizi di indonesia
Pencegahan dan penanganan obesitasMasalah lain yang dihadapi adalah intervensi penanganan obesitas yang masih belum memadai. Saat ini, kebijakan terkait obesitas tercakup dalam Kementerian Kesehatan di bawah program PTM. Kebijakan kesehatan saat ini adalah deteksi dini obesitas untuk kelompok usia 15-49 tahun di fasilitas kesehatan yang kemudian dilakukan pengukuran (berat/tinggi dan lingkar pinggang) dan dirujuk untuk mendapatkan konseling dan dukungan. Intervensi ini hanya terbatas pada orang dewasa, belum ada pedoman khusus untuk promosi berat badan yang sehat pada anak balita yang mengunjungi fasilitas kesehatan.
Selain itu, Kemenkes sedang melaksanakan kampanye untuk gizi seimbang (keragaman pangan) sementara ada gerakan nasional yang disebut GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) dalam Instruksi Presiden (No. 1, 2017) yang mendorong:
1. Aktivitas fisik 2. Peningkatan perilaku hidup sehat (misalnya tidak merokok, dll)3. Penyediaan makanan sehat dan percepatan perbaikan gizi4. Peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit5. Peningkatan kualitas lingkungan6. Peningkatan pendidikan hidup sehat
Walaupun ada usaha-usaha tersebut, tingkat obesitas dan kelebihan berat badan masih meningkat tajam dan kebijakan yang dilakukan untuk memperbaiki lingkungan dan sistem pangan masih perlu diperkuat.
Intervensi yang bertujuan untuk mengatasi kekurangan gizi memiliki pengaruh yang berkontribusi pada keadaan kelebihan berat badan di kemudian hari. Sebagai contoh, menyediakan biskuit sebagai makanan tambahan untuk anak dan ibu hamil tanpa disertai konseling tentang pola konsumsi pangan yang sehat dapat menciptakan persepsi bahwa biskuit adalah pengganti makanan lokal yang bergizi. Hal ini kemudian dapat menyebabkan praktik makan yang buruk dan potensi kelebihan berat badan di kemudian hari. Untuk itu, pemangku kepentingan perlu memahami akan konsep ‘aksi tugas-ganda’ (‘double-duty actions’) yang secara bersamaan mengurangi beban kekurangan gizi dan juga kelebihan berat badan (WHO, 2017).
Dapat disimpulkan dari kajian intervensi gizi spesifik ini bahwa ada kesenjangan yang signifikan dalam layanan kesehatan dan gizi yang masih perlu untuk dipenuhi agar sejalan dengan rekomendasi global. Adalah penting agar upaya yang ada saat ini untuk mengurangi stunting sejalan juga dengan upaya untuk mengurangi obesitas, kekurangan gizi akut dan anemia.
2.4.3. Program gizi sensitif
Pentingnya mengatasi malnutrisi melalui pendekatan multi-sektor telah diakui di Indonesia. Konsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 mengusulkan dua strategi yang terkait dengan hal tersebut:
• “Mengorientasikan para pembuat kebijakan dan perencana di semua sektor utama dan kelompok pemangku kepentingan mengenai gizi dalam 1.000 hari pertama kehidupan, hubungan antara kekurangan gizi dan kelebihan gizi, serta peran dan tanggung jawab spesifik sektor/spesifik pemangku kepentingan.”
• “Tetapkan pembagian tanggung jawab dan otoritas yang jelas untuk aksi gizi di semua sektor yang relevan dan cerminkan dalam strategi dan rencana spesifik sektor.”
Di Indonesia, ada empat sektor, selain kesehatan, yang memiliki keterkaitan dengan gizi secara khusus, yaitu: (i) perlindungan sosial, (ii) pertanian dan ketahanan pangan, (iii) pendidikan dan perkembangan anak, dan (iv) air, sanitasi dan higiene. Program-program yang saat ini ada, yang berpotensi menjadi intervensi gizi sensitif, dijelaskan secara rinci dalam lampiran 5 dan dirangkum dalam tabel 5.
Potensi Program-program sektor terkait dalam berkontribusi pada Perbaikan gizi
Ada semakin banyak bukti global dan pengalaman negara lain tentang peran yang dapat dikerjakan melalui intervensi gizi sensitif dalam perbaikan gizi. Delapan area program yang tercantum dalam tabel 5 semuanya memiliki potensi untuk memberi manfaat terhadap gizi secara positif. Bukti akan manfaatnya juga sudah tersedia. Suatu evaluasi setelah enam tahun program bantuan tunai bersyarat Keluarga Harapan menemukan beberapa manfaat termasuk temuan bahwa anak balita stunting berkurang 3% dari keluarga yang terdaftar dalam program (World Bank, 2017). Selain itu, angka anemia berkurang pada anak yang berpartisipasi dalam Program Makanan Sekolah percontohan yang saat ini programnya sedang diperluas (WFP, 2016).
Meskipun keberhasilan ini sangat menggembirakan, dampak dari program gizi sensitif tunggal pada status gizi sulit untuk dilihat. Sebaliknya, dampak perlu dinilai melalui pengaruh program pada jalur kausal yang mengarah pada peningkatan gizi sebagaimana yang tercantum dalam gambar 1. Program gizi sensitif dapat mempengaruhi jalur ini dalam berbagai cara. Program Keluarga Harapan meningkatkan akses ke layanan kesehatan ibu dan anak, akses ke pendidikan, dan mengurangi kemiskinan melalui peningkatan aset keuangan rumah tangga. Evaluasi Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) menemukan bahwa keluarga dan masyarakat yang berpartisipasi mampu mengurangi pengeluaran mereka untuk makanan ketika mereka dapat menumbuhkan sendiri bahan makanan mereka sementara makanan mereka juga menjadi lebih beragam (Kementerian Pertanian, 2018). Studi dampak dari Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) untuk masyarakat berpenghasilan rendah menemukan peningkatan akses rumah tangga lokal ke pasokan air masyarakat (World Bank, 2013). Program Pemberian Makanan Tambahan di Sekolah percontohan telah menghasilkan peningkatan fasilitas cuci tangan, penyakit yang dilaporkan lebih rendah, tingkat kehadiran yang lebih tinggi dan tingkat putus sekolah yang lebih rendah, peningkatan aktivitas kesehatan dan pola makan yang lebih sehat (WFP, 2016). Temuan ini
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 5150 • Pembangunan gizi di indonesia
menyoroti pentingnya merancang program gizi sensitif berdasarkan pemahaman tentang jalur menuju gizi yang baik dan bagaimana program dapat secara efektif mempengaruhi jalur tersebut. Mereka seharusnya tidak dinilai berdasarkan dampaknya pada status gizi, tetapi lebih pada kemampuan mereka untuk mempengaruhi faktor penyebab.
tabel 5. Program gizi sensitif Potensial
Perlindungan sosial
bantuan tunai bersyarat: Program Keluarga Harapan (PKH) memberikan bantuan tunai bersyarat kepada 20% keluarga termiskin yang memiliki anggota keluarga yang rentan (ibu hamil/menyusui, anak pra sekolah, anak sekolah, lansia, penyandang disabilitas) dengan memenuhi persyaratan tertentu. Ada tiga komponen persyaratan: kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial. PKH diujicobakan pada tahun 2007 dan menjadi program nasional pada tahun 2013. Anggaran untuk cakupan 10 juta rumah tangga penerima manfaat pada tahun 2018 adalah Rp17,3 triliun.
bantuan Pangan: Rastra (Beras Sejahtera) bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga dengan menyediakan 15 kg beras dengan harga subsidi kepada 25% rumah tangga termiskin. Rastra telah ada dalam beberapa bentuk selama satu dekade. Pada tahun 2016, total alokasi anggaran untuk Rastra adalah Rp 21 triliun dengan cakupan 15,5 juta rumah tangga.
BNPT mulai dikembangkan dari Rastra pada tahun 2017 dengan tujuan yang lebih luas untuk menyediakan makanan yang lebih seimbang dan untuk meningkatkan akurasi kelompok target dan akses ke program. BNPT menyediakan ‘uang elektronik’ setiap bulan yang dapat digunakan untuk membeli beras dan/atau telur dari pedagang makanan atau E-warong. Pada 2017, BNPT menjangkau 1,3 juta keluarga penerima manfaat di 44 kabupaten. Target untuk 2018 adalah untuk mencapai 10 juta keluarga penerima di 220 kabupaten. Biaya pada tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp 22,1 triliun.
asuransi Kesehatan nasional: Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN (Program Asuransi Kesehatan) yang diperkenalkan pada tahun 2014, bertujuan untuk memberikan akses ke pelayanan kesehatan bagi semua orang Indonesia pada Januari 2019. Pendanaan diperoleh melalui kontribusi yang dibuat oleh pekerja yang dipekerjakan dalam skala geser (sliding scale). Hingga Desember 2014, 138 juta anggota diperkirakan terdaftar dalam skema JKN, atau sekitar 55% dari total populasi.
Penciptaan Ketenagakerjaan dan Pemberdayaan masyarakat: Program Padat Karya yang diperkenalkan pada tahun 2018 bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, memberdayakan masyarakat dan menurunkan angka stunting. Program ini akan merangsang kegiatan produktif dengan menggunakan sumber daya alam, tenaga kerja lokal dan teknologi. Kelompok sasaran adalah masyarakat marginal/miskin di 1.000 desa terpilih di 100 kabupaten/kota. Didanai melalui Dana Desa.
Pertanian dan Ketahanan Pangan
Kebun rumah: Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) berupaya untuk meningkatkan produksi buah dan sayuran di komunitas miskin. Kabupaten yang rawan pangan dengan tingkat stunting yang tinggi ditargetkan dan dalam kabupaten tersebut kelompok perempuan/masyarakat dengan setidaknya 15 anggota memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan untuk mendukung kebun pangan di pekarangan rumah. Pada tahun 2017, KPRL melibatkan 1.691 kelompok di 315 kabupaten dengan biaya Rp 29,9 juta.
Pendidikan dan Perkembangan anak
nutrisi dalam pendidikan anak usia dini: Program PAUD (Pengembangan Anak Usia Dini) bertujuan untuk memberikan stimulasi pendidikan untuk membantu pertumbuhan, perkembangan fisik dan spiritual pada anak sejak lahir hingga usia enam tahun. Standar nasional untuk PAUD mengandung elemen terkait gizi melalui kegiatan dan bahan PAUD, pelatihan gizi untuk pendidik PAUD dan dukungan pengasuhan tentang gizi. Pada tahun 2018, 6 juta anak (setara dengan 72% anak usia 3-6 tahun terdaftar di lembaga pendidikan anak usia dini dan pada tahun 2017 pelatihan kurikulum telah dilaksanakan di 402 kabupaten dan kota dengan total biaya Rp 1,7 triliun.
Pemberian makanan tambahan di sekolah: Program Gizi Anak Sekolah (Pro-GAS) Program drintisi dari 2012-2015 dan sekarang sedang diperpanjang. Program ini bertujuan untuk menggunakan makanan sekolah, berbasis makanan lokal, sebagai titik masuk dalam memberikan paket terpadu untuk meningkatkan gizi, ketahanan pangan, dan pendidikan. Pada tahun 2017, Pro-GAS telah meningkat di lima provinsi dengan mencapai 100.000 siswa di 563 sekolah dasar.
air, sanitasi dan Higiene
air, sanitasi dan Higiene: PAMSIMAS atau Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat untuk masyarakat berpebghasilan rendah memiliki lima komponen yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, higiene, pasokan air dan sanitasi, insentif desa dan manajemen program. Pada tahun 2016, cakupan mencapai sebanyak 1,7 juta orang tambahan yang memiliki akses ke air dan 1,8 juta orang yang memiliki akses ke fasilitas sanitasi yang layak.
Ada kesenjangan dalam bukti yang kuat dan kurangnya evaluasi mengenai dampak intervensi gizi sensitif terhadap status gizi. Program Pemberian Beras Bersubsidi telah ada dalam beberapa bentuk setidaknya selama satu dekade, tetapi hanya ada beberapa penelitian yang telah mengkaji bagaimana program tersebut dapat mempengaruhi gizi. Sama halnya dengan Program Pengembangan Anak Usia Dini. Program lain, seperti Program Asuransi Kesehatan Nasional masih sangat muda dan belum memungkinkan untuk dievaluasi tentang bagaimana program tersebut akan mempengaruhi gizi. Untuk itu, desain evaluasi penting untuk dipertimbangkan pada tahap perencanaan program untuk memastikan bahwa indikator yang relevan dapat dipantau.
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 5352 • Pembangunan gizi di indonesia
target, indikator dan Kegiatan terkait gizi dalam Perencanaan sektor utama
Potensi peran sektor terkait dalam meningkatkan gizi di Indonesia belum tercermin dalam rencana sektor utama. Analisis rencana strategis (RENSTRA) dari kementerian-kementerian utama dilakukan untuk menetapkan bagaimana gizi tercermin dalam target sektoral, indikator, dan program untuk beberapa Kementerian kunci. Temuan ini terdapat dalam lampiran 4 dan dirangkum dalam tabel 6.
targetMeskipun beberapa target gizi dimasukkan dalam Buku I RPJMN 2015-2019, hal ini tidak kemudian secara eksplisit tercermin sebagai target strategis dalam renstra kementerian terkait selain Kemenkes. Setidaknya target stunting dan obesitas harus secara eksplisit dimasukkan dalam semua renstra kementerian kunci untuk memperkuat kontribusi penting yang dimainkan oleh semua sektor dalam mengatasi Beban Ganda Masalah Gizi.
indikatorPengamatan tabel 6 menunjukkan bahwa sangat sedikit indikator dalam RENSTRA saat ini terkait dengan gizi dan tidak cukup spesifik untuk dapat menilai peningkatan dalam jalur kausal untuk perbaikan gizi. Pertama, mereka tidak fokus pada kelompok populasi yang memang perlu ditargetkan agar intervensi dapat memberikan dampak. Di Indonesia, kelompok-kelompok sasaran ini termasuk wanita, anak-anak, remaja dan orang miskin, meskipun kelompok sasaran tertentu lainnya merupakan konteks spesifik. Peningkatan prevalensi secara nasional dapat menutupi adanya kesenjangan yang semakin meningkat untuk itu program perlu menentukan kelompok sasaran yang paling akan mengalami dampak dari intervensi terkait gizi yang dikerjakan. Kedua, diperlukan indikator yang lebih spesifik untuk melacak perbaikan terkait gizi. Sebagai contoh, pola pangan harapan adalah indikator yang relatif tumpul berdasarkan pola konsumsi nasional. Indikator yang lebih sesuai untuk mengukur keragaman pola makan rumah tangga dan individu telah dikembangkan yang merupakan proksi yang lebih baik dari kecukupan gizi dalam diet (FAO, 2010). Pertimbangan cermat tentang indikator mana yang paling sesuai untuk melacak capaian perbaikan gizi diperlukan di semua sektor terkait, sehingga indikator yang relevan dapat diidentifikasi dan dimasukkan dalam RENSTRA berikutnya.
ProgramSaat ini, program sektoral cenderung beroperasi secara mandiri dengan menargetkan kelompok populasi yang berbeda. Pertanyaan tentang ‘integrasi’ versus ‘co-location’ (berlokasi di tempat yang sama) untuk pelaksanaan program gizi sensitif telah menjadi bahan diskusi global (Ruel, Quisumbing, & Balagamwala, 2018). Integrasi intervensi berisiko membuat program terlalu kompleks dan sulit untuk diimplementasikan. Untuk alasan ini, beberapa pengamat mengambil pandangan bahwa yang terbaik adalah untuk melakukan penempatan intervensi sektoral di lokasi yang sama tetapi juga menargetkan individu, rumah tangga, atau komunitas yang sama, dengan kata lain “berpikir secara multisektoral, dan bertindak secara sektoral”. Kuncinya adalah perencanaan, pemantauan dan evaluasi program secara bersama untuk memastikan bahwa kelompok yang sama ditargetkan dan tujuan akhir untuk meningkatkan gizi terpenuhi, tetapi detail pelaksanaannya harus dilakukan secara independen oleh masing-masing sektor terkait.
Upaya nasional yang ada saat ini untuk mengurangi stunting perlu didampingi dengan upaya untuk mengurangi wasting, anemia dan obesitas. Serupa dengan stunting, upaya untuk mengatasi obesitas perlu dilakukan secara lintas sektoral. Meningkatkan akses ke konseling dan dukungan melalui layanan kesehatan, program kesehatan dan gizi sekolah, kontrol atas konten, penjualan dan pemasaran makanan dan minuman, hanyalah beberapa aksi sektoral yang diperlukan untuk menghentikan peningkatan obesitas secara efektif. Langkah pertama adalah meningkatkan kesadaran tentang penyebab dan dampak kelebihan berat badan dan obesitas.
tabel 6. target dan indikator terkait gizi di renstra Kementerian utama
Kementerian sasaran strategis indikator (2014-2019) Program
Pertanian
1. Swasembada beras, jagung dan kedelai dan peningkatan produksi daging dan gula
· Peningkatan produksi (juta ton):Beras 70,6 menjadi 82,1Jagung 19,0 menjadi 24,7Kedelai 0,95 menjadi 3,0Gula 2,63 menjadi 3,82Sapi 460,4 menjadi 755,1
Kawasan Rumah Pangan Lestari
2. Peningkatan diversifikasi pangan
· Pola Pangan Harapan:81,8 menjadi 92,5
· Asupan energi/kapita/hari:1.967 menjadi 2.150 kkal
desa, Pembangunan daerah tertinggal & transmigrasi
1. Mengurangi jumlah desa tertinggal
· Pengembangan 5.000 desa tertinggal
Program Padat Karya
2. Pemberantasan daerah yang paling terbelakang
· Peningkatan 80 kabupaten di wilayah yang paling terbelakang
3. Pengembangan Wilayah Tertentu
· Meningkatnya ketahanan pangan di 57 kabupaten yang rawan pangan
dalam negeri
1. Peningkatan kualitas layanan publik melalui pembangunan regional
· Layanan dasar terpenuhi di 60% wilayah
2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 5554 • Pembangunan gizi di indonesia
Kementerian sasaran strategis indikator (2014-2019) Program
Pekerjaan umum & Perumahan rakyat
1. Pengembangan pekerjaan umum dan perumahan untuk mencapai ketahanan air, kedaulatan pangan dan ketahanan energi
· Ketahanan air nasional:28,9% menjadi 67,6%
Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat untuk masyarakat berpenghasilan rendah2. Pengembangan
infrastruktur dasar dan perumahan
· Peningkatan infrastruktur dasar dan perumahan menjadi 95%
sosial
1. Pengurangan jumlah kelompok miskin, rentan dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)
· Pengurangan kelompok miskin dan rentan dan PMKS sebanyak 1% pada 2019
Program Keluarga HarapanProgram Pemberian Beras Bersubsidi
Pendidikan & Kebudayaan
1. Peningkatan akses ke pendidikan anak usia dini (PAUD) dan pendidikan masyarakat
· Angka partisipasi kasar untuk PAUD usia 3-6 tahun:68,1% menjadi 78,7%
· Meningkatnya kabupaten dengan lembaga PAUD terpadu:40% menjadi 54,6%
Program PAUD
Kesehatan 1. Penguatan implementasi Program Asuransi Kesehatan Nasional/Kartu Indonesia Sehat
· Jumlah peserta yang menjadi Penerima Subsidi Kontribusi melalui Program Asuransi Kesehatan Nasional/Kartu Indonesia Sehat:
864 menjadi 109,9 juta
Jaminan Kesehatan Nasional
Pesan KunCi
lingkungan yang mendukung
1. Pengetahuan dan bukti sangat penting untuk pengambilan keputusan:
• Data gizi yang teratur dan kuat telah tersedia untuk melacak target gizi yang ditetapkan dalam RPJMN tetapi ada kesenjangan besar dalam hal pengetahuan dan sistem data dan informasi gizi saat ini.
2. Politik dan pemerintahan menentukan komitmen, perencanaan, dan koordinasi untuk gizi:
• Pemerintah telah menunjukkan kepemimpinan politik dan komitmen yang kuat terhadap gizi di tingkat pusat tetapi di tingkat daerah komitmen tersebut perlu ditingkatkan.
3. Kapasitas dan sumber daya sangat penting untuk pemberian layanan gizi berkualitas tinggi:
• Pencapaian utama di Indonesia adalah peningkatan pendanaan untuk gizi yang berasal dari pendanaan pusat maupun daerah, namun diperlukan keberlanjutan pendanaan dan peningkatan kapasitas di tingkat daerah dalam merencanakan, memprioritaskan, dan mengelola berbagai dana untuk gizi secara efektif.
• Indonesia memiliki persediaan yang siap untuk ahli gizi terlatih tetapi keahlian mereka masih perlu dioptimalkan sementara pelatihan untuk penyedia layanan gizi perlu ditingkatkan.
intervensi spesifik gizi
4. Sebanyak 14 intervensi gizi spesifik telah diakui secara global sebagai intervensi yang esensial untuk mengatasi kekurangan gizi:
• Hanya 9 yang merupakan program nasional, 2 diimplementasikan sebagian dan 3 tidak dilaksanakan sama sekali.
• Kesenjangan yang ada dalam pemberian layanan gizi untuk mengatasi anemia, malnutrisi akut dan obesitas, dan untuk meningkatkan praktik pemberian makanan pendamping masih perlu untuk dipenuhi.
• Semua intervensi gizi esensial perlu untuk ditingkatkan agar dapat memastikan pemberian layanan gizi memiliki cakupan penuh.
Program gizi sensitif
5. Peranan program gizi sensitif dalam memperbaiki gizi sudah diketahui dengan baik:
• Lima sektor yang terkait dengan gizi adalah: (i) kesehatan, (ii) perlindungan sosial, (iii) pertanian dan ketahanan pangan, (iv) pendidikan dan perkembangan anak, dan (v) air, sanitasi dan higiene.
• Beberapa bukti tentang bagaimana intervensi gizi sensitif mempengaruhi status gizi sudah tersedia tetapi kesenjangan dalam pengetahuan masih perlu diperbaiki.
• Pemrograman yang sukses bergantung pada perencanaan dan pemantauan lintas sektoral yang dilakukan secara bersama, yang difokuskan pada kelompok sasaran yang sama dan dilaksanakan secara mandiri oleh masing-masing sektor terkait.
56 • Pembangunan gizi di indonesia
K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N
3. isu strategis dan Peluang
PEMBANGUNAN GIZI DI INDONESIA
3. isu strategis dan Peluang • 5958 • Pembangunan gizi di indonesia
Bagian ini menetapkan isu-isu strategis yang harus dipertimbangkan ketika mengembangkan alternatif kebijakan. Bagian ini juga mengidentifikasi peluang potensial untuk perbaikan gizi di Indonesia saat ini. Lima isu strategis dijelaskan yang dapat diatasi melalui lima kebijakan yang meliputi banyak hal yang ditetapkan dalam kotak di bawah bagian yang relevan.
3.1. mengatasi beban ganda masalaH gizi
Background paper sebelumnya tentang gizi di Indonesia yang dilakukan sebagai bagian dari Kajian Sektor Kesehatan 2014 mengidentifikasi Beban Ganda Masalah Gizi sebagai tantangan nomor satu untuk gizi di Indonesia (Bappenas, 2014) dan terus menjadi tantangan gizi utama saat ini. Seiring berjalannya waktu, kelompok masyarakat termiskin akan menjadi yang paling rentan oleh efek gabungan dari kekurangan gizi dan obesitas yang mengarah kepada ketimpangan yang lebih besar antara kaya dan miskin. Pendekatan yang diperluas, komprehensif, terpadu dan multisektoral untuk menanggulangi malnutrisi sedang diupayakan oleh Pemerintah dengan kepemimpinan politik yang kuat. Komitmen ini tercermin dalam pencantuman target dan strategi untuk mengatasi kekurangan gizi dan obesitas dalam dokumen perencanaan nasional, dan dalam peningkatan alokasi pembiayaan untuk gizi yang disalurkan ke kabupaten dan desa. Dokumen perencanaan dan strategi daerah dan sektor terkait belum sesuai dengan rencana nasional dimana hal ini dapat berdampak buruk pada alokasi anggaran untuk gizi. Langkah pertama yang penting adalah menetapkan regulasi untuk memastikan bahwa target, kebijakan, dan strategi nasional untuk gizi sepenuhnya tercermin dalam rencana daerah dan sektor terkait.
KebijaKan 1: menetapkan regulasi yang kuat untuk meningkatkan komitmen dan alokasi anggaran untuk gizi di tingkat pusat dan daerah.
3.2. memPerKuat KaPasitas dan intervensi gizi di tingKat daeraH
Hambatan utama untuk perbaikan gizi di Indonesia adalah kurangnya kapasitas dalam mengimplementasikan program di tingkat daerah. Komitmen pusat yang kuat terhadap pendekatan multisektoral untuk gizi belum sepenuhnya diterjemahkan ke dalam pemberian layanan gizi berkualitas kepada masyarakat. Alasan utama adalah adanya kesenjangan yang signifikan dalam intervensi gizi spesifik yang esensial, khususnya untuk mengatasi anemia, malnutrisi akut (wasting), obesitas dan PMBA. Selain itu, kapasitas daerah dalam merencanakan, melaksanakan, menganggarkan dan memantau intervensi gizi di tingkat daerah masih perlu ditingkatkan. Dengan adanya desentralisasi berarti bahwa kabupaten memiliki sumber daya dan tanggung jawab yang lebih besar untuk mengelola program gizi daripada sebelumnya dan hal yang sama berlaku di tingkat desa dengan diperkenalkannya Dana Desa. Selain itu, pemerintah di daerah diharapkan dapat melakukan koordinasi lintas sektor yang efektif di dalam sistemnya tersendiri dan dengan sedikit pengalaman dalam hal bekerja secara multisektoral. Oleh karena itu, penting untuk pemerintah di daerah memiliki panduan dan dukungan teknis yang jelas untuk secara efektif menyediakan serangkaian utuh intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif yang ditingkatkan. Aspek penting termasuk meningkatkan cakupan layanan yang komprehensif, menambah jumlah dan kapasitas penyedia layanan gizi, memastikan bahwa sistem pengadaan dan pasokan produk gizi (suplemen dan peralatan) efisien dan memperkenalkan peraturan yang lebih kuat untuk mempromosikan gizi yang sehat.
KebijaKan 2: meningkatkan pemberian layanan gizi berkualitas untuk semua masyarakat.
3.3. menYebarluasKan Pesan
Penyebab dan dampak Beban Ganda Masalah Gizi masih belum secara utuh dipahami dengan baik meskipun masalah tersebut sudah menjadi prioritas pemerintah. Sebagian dari alasan untuk hal ini adalah bahwa kondisi seperti stunting dan kelebihan berat badan tidak sangat terlihat. Selain itu, masih ada tabu sosial dan budaya yang luas tersebar dalam hal pembatasan makanan, pemahaman tentang gizi pada ibu dan anak, dan persepsi bahwa bayi yang gemuk lebih sehat. Pengambil keputusan tidak selalu menyadari dampak malnutrisi terhadap ekonomi dan bagaimana hal ini dapat mengikis bonus demografis yang diharapkan terjadi pada 2020-2030. Mengingat semakin banyaknya jenis dan penggunaan media modern untuk berkomunikasi, dan fakta bahwa semakin banyak jumlah penduduk yang memiliki akses ke telepon seluler dan televisi, adalah saat yang tepat untuk memulai kampanye advokasi, komunikasi, dan mobilisasi yang komprehensif untuk meningkatkan kesadaran dan komitmen untuk perbaikan gizi. Selain itu, sinergi pesan kunci yang dilakukan oleh kementerian/lembaga terkait dalam menyebarkan pesan gizi melalui strategi komunikasi perubahan perilaku juga penting untuk dapat dikerjakan secara bersama-sama.
KebijaKan 3: meningkatkan kesadaran dan komitmen untuk perbaikan gizi dengan menggunakan metode inovatif dan berbagai saluran komunikasi.
3.4. membangun buKti untuK Pengambilan KePutusan terKait gizi
Keterbatasan kapasitas untuk menganalisis data, sistem informasi gizi yang belum efektif, dan kesenjangan dalam hal pengetahuan telah diidentifikasi sebagai hambatan dalam pengambilan keputusan berbasis bukti. Sejumlah besar data dihasilkan, tetapi kualitas dan kegunaan informasi ini masih perlu ditingkatkan. Dengan meningkatnya aksesibilitas teknologi inovatif, ada peluang untuk mendesain ulang seluruh sistem informasi gizi. Hal ini akan melibatkan: (i) revitalisasi sistem informasi gizi untuk mengintegrasikan indikator gizi spesifik dan gizi sensitif, (ii) mengurangi jumlah indikator yang saat ini dikumpulkan menggantikannya dengan indikator yang esensial, (iii) standardisasi metode dan definisi indikator, (iv) memperkenalkan pelatihan dan pengawasan di tingkat daerah dalam melakukan pengumpulan, analisis, dan penggunaan informasi untuk tujuan perencanaan dan pemantauan, (v) mengembangkan sarana untuk mengkomunikasikan hasil secara teratur dengan format yang jelas dan sederhana yang sesuai untuk pembuat kebijakan dan pelaksana program. Penting juga untuk melakukan penilaian komprehensif atas kesenjangan prioritas dalam hal pengetahuan dan memulai penelitian untuk mengisi kekosongan tersebut. Kajian perlu juga dilakukan dalam hal kebutuhan informasi untuk pengambilan keputusan, sistem informasi yang sudah ada (PSG, Riskesdas, Susenas, SIMPUS, SIP, PIS-PK dan lain-lain) dan mengembangkan sistem informasi gizi untuk memenuhi kebutuhan program dan kebijakan.
KebijaKan 4: membangun sistem informasi dan bukti terkait gizi untuk menyediakan sumber data yang kredibel dan tepat waktu yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.
60 • Pembangunan gizi di indonesia
3.5. memPerluas uPaYa untuK uPaYa-uPaYa multiseKtoral
Penyebab dan dampak Beban Ganda Masalah Gizi masih belum secara utuh dipahami dengan baik meskipun masalah tersebut sudah menjadi prioritas pemerintah. Sebagian dari alasan untuk hal ini adalah bahwa kondisi seperti stunting dan kelebihan berat badan tidak sangat terlihat. Selain itu, masih ada tabu sosial dan budaya yang luas tersebar dalam hal pembatasan makanan, pemahaman tentang gizi pada ibu dan anak, dan persepsi bahwa bayi yang gemuk lebih sehat. Pengambil keputusan tidak selalu menyadari dampak malnutrisi terhadap ekonomi dan bagaimana hal ini dapat mengikis bonus demografis yang diharapkan terjadi pada 2020-2030. Mengingat semakin banyaknya jenis dan penggunaan media modern untuk berkomunikasi, dan fakta bahwa semakin banyak jumPeluncuran Gerakan Percepatan Penurunan Stunting Nasional memberikan peluang besar untuk mempercepat penurunan prevalensi stunting pada anak secara signifikan. Pemerintah telah menginvestasikan sejumlah besar dana dengan dukungan pinjaman Bank Dunia dan memperkenalkan sistem pembiayaan berbasis hasil untuk memberi insentif kepada pemerintah daerah untuk bertindak secara tepat. Pendekatan multi-sektor sedang diadopsi dan pemerintah daerah di 100 kabupaten sasaran awal telah diinstruksikan untuk memastikan bahwa RPJMD mencerminkan target dan kegiatan terkait stunting untuk sektor-sektor terkait. Mekanisme pendukung teknis tambahan sedang dijalankan di tingkat kabupaten dan desa untuk meningkatkan kapasitas daerah. Upaya yang telah mengalami peningkatan ini memiliki sejumlah keunggulan. Pertama, aksi multisektoral cenderung memiliki dampak pada keadaan malnutrisi lainnya seperti defisiensi mikronutrien, wasting dan bayi dengan BBLR, sehingga hal tersebut kemudian dapat memperluas pengaruh dari intervensi yang tidak hanya untuk penurunan stunting. Kedua, memperkuat lingkungan yang mendukung untuk gizi adalah investasi jangka panjang yang akan bermanfaat bagi populasi yang lebih luas di luar anak-anak. Ketiga, menempatkan inisiatif anti-stunting di dalam Kantor Wakil Presiden memberikan tingkat kepemimpinan dan otoritas yang lebih tinggi dalam melakukan koordinasi lintas sektor dan kementerian yang diperlukan untuk percepatan perbaikan gizi.
KebijaKan 5: memperluas keterlibatan multi-sektor untuk mempercepat perbaikan gizi.
K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N
4. target
PEMBANGUNAN GIZI DI INDONESIA
4. target • 6362 • Pembangunan gizi di indonesia
Target gizi utama untuk Indonesia yang perlu dicapai pada tahun 2024 (lihat tabel 7) konsisten dengan enam target global yang disahkan oleh negara-negara anggota Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly/WHA) dan kemudian dimasukkan ke dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Satu target utama tambahan direkomendasikan untuk indikator obesitas pada orang dewasa, yang juga mencerminkan tantangan gizi utama saat ini. Target tersebut konsisten dengan rekomendasi global WHO.
Selain itu, ada 2 indikator dan target tambahan yang juga diusulkan, yakni anemia pada ibu hamil dan stunting pada anak di bawah usia 2 tahun. Anemia sangat tinggi pada ibu hamil dan data telah dikumpulkan secara teratur di Indonesia sehingga merupakan indikator yang berguna untuk memantau capaian. Indikator tambahan kedua yaitu stunting pada anak di bawah usia dua tahun, diusulkan karena merupakan periode di mana intervensi dapat menjadi yang paling efektif dan kemudian dimasukkan dalam RPJMN 2015-2019. Meskipun anemia pada anak adalah masalah yang signifikan di Indonesia, saat ini tidak ada pengumpulan data secara teratur yang memungkinkan untuk memantau capaian untuk indikator ini. Oleh karena itu tidak dimasukkan sebagai indikator tetapi perlu dipertimbangkan secara serius untuk mengumpulkan data tersebut secara teratur.
Target yang diproyeksikan sesuai dengan target global atau dihitung dengan menggunakan angka prevalensi awal (baseline) untuk 2013 dan menggunakan target global untuk menghitung perubahan tahunan (lihat tabel 7). Target-target ini dapat dipenuhi jika semua aksi gizi spesifik dan gizi sensitif ditingkatkan, diarahkan pada kelompok termiskin dan yang paling rentan, dan lingkungan yang mendukung diperkuat untuk mendukung aksi. Berdasarkan data awal Riskesdas 2018 yang menunjukan bahwa prevalensi stunting pada balita 30,8%, mengindikasikan bahwa perhitungan target telah sesuai dengan penurunan yang terjadi.
tabel 7. indikator dan target yang direkomendasikan untuk rPjmn 2020-2024
indikator utamatarget global
(2025)
Baseline 2013(%)
riskesdas 2018(%)
rPjmn 2024(%)
target 2025(%)
Stunting (pendek) pada anak usia 0-59 bulan
Penurunan 40%
37,2 30,8 24 22
Anemia pada wanita usia subur
Penurunan 50%
22,7 12 11
Berat badan lahir rendah pada bayi (<2.500 gr)
Penurunan 30%
5.76,2
4 3
Overweight (kegemukan) pada anak usia 0-59 bulan
Tidak meningkat
11,8 8 8 8
ASI Eksklusif pada bayi usia < 6 bulan
Naik menjadi 50%
(minimal)41,5
5260 60
Wasting (kurus) pada anak usia 0-59 bulan
Turun menjadi <5%
12,1 10,2 5 5
Obesitas pada dewasa usia 18+ tahun
Tidak meningkat
15,4 21,8 15 15
indikator tambahan
target usulan(2025)
Baseline 2013(%)
riskesdas 2018(%)
rPjmn 2024(%)
target 2025(%)
Anemia pada ibu hamil
Penurunan 50%
37,1 48,9 30 27
Stunting (pendek) pada anak usia 0-23 bulan
Penurunan 40%
32,8 29,9 21 19
Catatan: Data awal (baseline) semuanya diambil dari RISKESDAS 2013 dengan pengecualian ASI eksklusif yang berdasarkan SDKI 2012 dan anemia pada ibu hamil yang berdasarkan data awal tahun 2016. Proyeksi untuk menyusui didasarkan pada peningkatan tahunan yang diharapkan yakni sebesar 1-2% setiap
tahun.
64 • Pembangunan gizi di indonesia
tabel 8. Perhitungan target Penurunan Stunting untuk rPjmn 2020-2024
Stunting pada anak usia 0-59 bulan digunakan sebagai contoh untuk menunjukkan bagaimana target dihitung berdasarkan tingkat penurunan tahunan. Target global untuk stunting pada usia 0-59 bulan adalah penurunan sebesar 40% pada tahun 2025. Dengan mengambil angka RISKESDAS 2013 sebagai baseline, penurunan tahunan dihitung.
o Baseline (2013) 37,2%
o 40% penurunan (40/100*37,2) = 14,48%
o Penurunan per tahun 14,48/12 = 1,24
o Angka untuk 2024 diambil sebagai target.
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
37,20 35,96 34,72 33,48 32,24 31,00 29,76 28,52 27,28 26,04 24,80 23,56 22,32
K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N
PEMBANGUNAN GIZI DI INDONESIA
5. oPsi KebijaKan
6. opsi Kebijakan • 6766 • Pembangunan gizi di indonesia
tabel 9 mengusulkan serangkaian lima kebijakan untuk mencapai indikator dan target dalam meningkatkan gizi masyarakat yang diusulkan dalam RPJMN 2020-2024 yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.
tabel 9. Kebijakan dan strategi yang direkomendasikan untuk rPjmn 2020-2024
KebijaKan 1: menetapkan regulasi untuk meningkatkan komitmen, implementasi, dan alokasi
anggaran percepatan perbaikan gizi di tingkat pusat dan daerah.
• Melakukan advokasi kepada pengambil kebijakan di tingkat pusat dan daerah tentang pentingnya menyelaraskan target, indikator, dan strategi percepatan perbaikan gizi dengan dasar RPJMN ke dalam dokumen perencanaan
• Memperkuat regulasi untuk menjamin keselarasan intervensi percepatan perbaikan gizi di tingkat pusat dan daerah
• Mengembangkan anggaran dan sistem pertanggungjawaban yang terstandar untuk percepatan perbaikan gizi di tingkat pusat dan daerah sehingga mempermudah proses penilaian kinerja anggaran
KebijaKan 2: meningkatkan akses dan kualitas pelayanan gizi
• Merevisi SPM dan rencana sektor kesehatan untuk memastikan pemenuhan kebutuhan sumber daya dan implementasi semua intervensi gizi spesifik esensial
• Meningkatkan kapasitas dan keterampilan ahli gizi dan tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan untuk mengatasi Beban Ganda Masalah Gizi dan memastikan setiap puskesmas memenuhi kecukupan jumlah ahli gizi
• Memperkuat peraturan untuk mengontrol pemasaran dan produksi makanan dan minuman yang mengandung tinggi lemak, gula dan garam, dan produk makanan bayi dan anak
• Memperkuat sistem pengadaan dan suplai produk gizi untuk memastikan efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan bagi kelompok sasaran
• Mengembangkan dan memperkuat program yang mendukung peningkatan kesehatan dan gizi untuk kelompok remaja dan wanita usia subur
• Kementerian Kesehatan menyusun kebijakan mengatasi obesitas secara komprehensif yang mencakup pencegahan dan penatalaksanaan
KebijaKan 3: meningkatkan kampanye, advokasi dan komunikasi perubahan perilaku
untuk perbaikan gizi
• Melibatkan semua komponen masyarakat dan pemangku kepentingan seperti organisasi dan kelompok keagamaan, dunia usaha, akademisi dan organisasi profesi, Lembaga donor dan mitra pembangunan dalam meningkatkan kesadaran tentang gizi dan penanggulangan BGG dan manfaat ekonomi dan kesehatan yang diperoleh dari gizi yang lebih baik
• Mengembangkan strategi kampanye, advokasi dan komunikasi antar pribadi dengan menggunakan pesan dan saluran yang jelas dan menarik sesuai kelompok umur, yang dapat dipakai oleh semua kementerian/lembaga dan semua pihak terkait untuk disebarluaskan melalui saluran komunikasi yang inovatif
KebijaKan 4: membangun sistem informasi dan bukti terkait gizi untuk menyediakan sumber data yang kredibel dan tepat waktu yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.
• Revitalisasi sistem informasi gizi untuk yang memungkinkan tersedianya data dan informasi indikator gizi-spesifik dan gizi-sensitif yang dapat dianalisis dan dikomunikasikan secara teratur dalam format yang jelas
• Membangun kapasitas pembuat kebijakan dan perencana di tingkat daerah dalam menggunakan informasi untuk perencanaan, pemrograman dan pemantauan di daerah
• Penyusunan agenda riset gizi secara komprehensif melalui pengkajian terhadap kesenjangan dalam hal pengetahuan dan bukti terkait gizi dengan melibatkan perguruan tinggi, Lembaga penelitian, organisasi profesi dan lembaga swadaya masyarakat
KebijaKan 5: memperluas keterlibatan multi-sektor untuk mempercepat perbaikan gizi.
• Memperkuat peran multi-sektor dengan identifikasi dan memperjelas program-program multi sektor yang berkontribusi untuk mengatasi BGG
• Memetakan kebijakan dan sumber daya yang tersedia, dan mengidentifikasi dukungan yang diperlukan untuk semua sektor utama untuk mengimplementasikan program-program prioritas gizi sensitif, termasuk pemanfaatan wadah yang sudah ada untuk pemberdayaan masyarakat seperti posyandu dan UKBM lainnya
Kajian sektor Kesehatan • 6968 • Pembangunan gizi di indonesia
• Menyelaraskan target program multi sektor di wilayah geografis dan rumah tangga prioritas
• Memperkuat sistem koordinasi dan komunikasi untuk sinergi kegiatan antara sektor-sektor utama di tingkat nasional dan sub nasional termasuk di dalamnya sektor non pemerintah, tentang gizi dan peran/dukungan yang diperlukan dari masing-masing sektor untuk memastikan sasaran menerima secara lengkap intervensi yang dibutuhkan untuk perbaikan gizi
• Memperkuat peraturan untuk mempercepat perbaikan gizi di berbagai sektor seperti implementasi fortifikasi makanan, perlindungan anak untuk mencegah pernikahan anak, integrasi pesan kunci tentang gizi ke dalam kurikulum/bahan PAUD dan keluarga berencana
REfERENSI
1. Access to Nutrition Index. (2016). Global Index 2016. Dikutip dari https://www.accesstonutrition.org/sites/2015.atnindex.org/files/atni-global-index-2016_2.pdf
2. Alive & Thrive. (2018). Desk review on maternal, infant, and young child nutrition and nutrition-sensitive practices in Indonesia .
3. An, R., Yan, H., Shi, X., & Yang, Y. (2017). Childhood obesity and school absenteeism: a systematic review and metaanalysis. Pediatric Obesity. Dikutip dari https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/obr.12599
4. Atmarita, Jahari, A., Sudikno, & Soekatri, M. (2016). Asupan Gula, Garam dan Lemak di Indoensia: Analisis Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) 2014 . Jurnal Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 39(1), 1-14.
5. Badan Ketahanan Pangan. (2017). Laporan Kinerja.
6. Badan Ketahanan Pangan. (2018). Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan.
7. Bank, W. (2015). Indonesia - Systematic Country Diagnosis: Connecting the Bottom 40 percent to the Prosperity Generation.
8. Bappenas . (2010). The Landscape Analysis Indonesian Country Assessment. Jakarta. Dikutip dari http://www.who.int/nutrition/landscape_analysis/IndonesiaLandscapeAnalysisCountryAssessmentReport.pdf
9. Bappenas & UNICEF. (2017). SDG Baseline Report on Children in Indonesia. Jakarta: UNICEF.
10. Bappenas. (2014).
11. Bappenas. (2014). Health Sector Review: Nutrition. Jakarta: UNICEF.
12. Bappenas. (2014). Kajian Sektor Kesehatan: Bidang Gizi. Jakarta: Bappenas.
13. Bappenas. (2015). RPJMN Buku I dan II (2015-2019). Jakarta.
14. Bappenas. (2018). Stunting, Ekonomi, dan Pembangunan Sumber Daya Manusia. Presentasi pada Pertemuan di bulan Juni 2018 yang diselenggarakan oleh Bappenas. Jakarta.
15. Barker, D., Osmond, C., & Golding, J. (1989). Growth in utero, blood pressure in childhood and mortality from cardiovascular disease. British Medical Journal, 298, 564-567. Dikutip dari https://www.bmj.com/content/bmj/298/6673/564.full.pdf
16. Beal, T., Tumilowicz, A., Sutrisna, A., Izwardy, D., & Neufeld, L. (2018). A review of child stunting determinants in Indonesia. Maternal and Child Nutrition, 1-10.
Kajian sektor Kesehatan • 7170 • Pembangunan gizi di indonesia
35. Dewey, K., & Begum, K. (2011). Long‐term consequences of stunting in early life. Maternal and Child Nutrition. Dikutip dari https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/j.1740-8709.2011.00349.x
36. Dieu, H., Dibley, M., Sibbritt, D., & Hanh, T. (2009). Trends in overweight and obesity in pre-school children in urban areas of Ho Chi Minh City, Vietnam, from 2002 to 2005. Public Health Nutrition, 12(5), 702-709. Dikutip dari https://www.cambridge.org/core/journals/public-health-nutrition/article/trends-in-overweight-and-obesity-in-preschool-children-in-urban-areas-of-ho-chi-minh-city-vietnam-from-2002-to-2005/91488C673F63C24A6144FCC0376EF2C0
37. FAO & WHO. (2014). ICN2 Second International Conference on Nutrition. Rome. Dikutip dari FAO: http://www.fao.org/about/meetings/icn2/en/
38. FAO. (2010). Guidelines for Measuring Household and Individual Dietary Diversity. Rome: FAO. Dikutip dari http://www.fao.org/docrep/014/i1983e/i1983e00.pdf
39. FAO. (2018). Toolkit on nutrition-sensitive agriculture and food systems. Dikutip dari FAO: http://www.fao.org/nutrition/policies-programmes/toolkit/en/ (16 Juli 2018)
40. Friedman, J., Heywood, P., Marks, G., Saadah, F., & Choi, Y. (2006). Health sector decentralization and Indonesia’s nutrition programs : opportunities and challenges. Washington: World Bank. Dikutip dari http://documents.worldbank.org/curated/en/101241468049450209/Health-sector-decentralization-and-Indonesias-nutrition-programs-opportunities-and-challenges
41. Friere, W. (n.d.). The double burden of undernutrition and excess body weight in Ecuador.
42. Grantham-McGregor, S., Powell, C., Walker, S., & Chang, S. (1994). The long-term follow-up of severely malnourished children who participated in an intervention program. Child Development, 65, 428-439.
43. Hendriadi, A. (2018). Food Production for Family Nutrition Improvement. Presentation at WIDYAKARYA NASIONAL PANGAN DAN GIZI XI 4 July 2018.
44. Horta, B., & Victora, C. (2013). Long-term effects of breastfeeding. Geneva: WHO.
45. Horta, B., & Victora, C. (2013). Short-term effects of breastfeeding: A systematic review on the benefits of breastfeeding on diarrhoea and pneumonia mortality. Geneva: WHO. Dikutip dari http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/95585/9789241506120_eng.pdf?sequence=1
46. IMA World Health. (2018). Final Report: NNCC Model and Lessons Learned (2015‐2018).
47. Indonesia Investments. (2018, March 9). Women in Indonesia: Informal Employment, Wage Gap & Violence. Dikutip dari https://www.indonesia-investments.com/news/news-columns/women-in-indonesia-informal-employment-wage-gap-violence/item8650 (27 Juli 2018)
17. Bjeeregaard, L., Jensen, B., & Angquist, L. (2018). Change in Overweight from Childhood to Early Adulthood and Risk of Type 2 Diabetes. New England Journal of Medicine, 378(14). Dikutip dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29617589
18. Black, R., Allen, L., Bhutta, Z., & et al. (2008). Maternal and child undernutrition: global and regional exposures and health consequences. The Lancet, 371, 243-260. Dikutip darihttps://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(07)61690-0/fulltext
19. Black, R., Victora, C., Walker, S., & et al. (2013). Maternal and child undernutrition and overweight in low-income and middle-income countries. The Lancet, 382(9890), 427-451. Dikutip dari https://www.thelancet.com/pdfs/journals/lancet/PIIS0140-6736(13)60937-X.pdf
20. Bland, B. (2013, June 7). Fast-food wars heat up in Indonesia. Financial Times. Dikutip dari https://www.ft.com/content/87be05fa-cdd5-11e2-8313-00144feab7de
21. BPS. (2007). Konsumsi kalori dan protein: Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS).
22. BPS. (2015). Survei Sosial Ekonomi Nasional. (SUSENAS).
23. BPS. (2016). Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS).
24. BPS. (2017). Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS).
25. BPS. (2017). Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS).
26. BPS & Kemenkes. (2012). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI).
27. BPS & Kemenkes. (2012). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI).
28. BPS & Kemenkes. (2017). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI).
29. BPS & Kemenkes. (2017). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI).
30. BPS. (2010). Sensus Penduduk.
31. Cresswell, J., Campbell, O., De Silva, M., & Filippi, V. (2012). Effect of maternal obesity on neonatal death in sub-Saharan Africa: multivariable analysis of 27 national datasets. The Lancet, 380, 1325-1330. Dikutip dari https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(12)60869-1/abstract
32. Delisle, H., & Batal, M. (2016). The double burden of malnutrition associated with poverty. The Lancet, 387(10037), 2504-2505. Dikutip dari https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(16)30795-4/fulltext
33. Denboba, A., Hasan, A., & Wodon, Q. (2015). Early Childhood Education and Development in Indonesia: An Assessment of Policy Using SABER. World Bank.
34. Development Initiatives. (2017). Global Nutrition Report 2017: Nourishing the SDGs. Bristol: Development Initiatives. Dikutip dari http://globalnutritionreport.org/wp-content/uploads/2017/11/Report_2017-2.pdf
Kajian sektor Kesehatan • 7372 • Pembangunan gizi di indonesia
67. Lelijveld, N., Seal, A., & Wells, A. (2016). Chronic disease outcomes after severe acute malnutrition in Malawian children (ChroSAM): a cohort study. Lancet Glob Health.
68. Lindsay, R., Dabelea, D., Roumain, J., & et al. (2000). Type 2 diabetes and low birth weight: the role of paternal inheritance in the association of low birth weight and diabetes. Diabetes, 49(3), 445-449. Dikutip dari http://diabetes.diabetesjournals.org/content/49/3/445
69. Litwin, S. (2014). Childhood obesity and adulthood cardiovascular disease: quantifying the lifetime cumulative burden of cardiovascular risk factors. Journal of American College of Cardiology , 64, 1588-1590.
70. Luby , S., Rahman, M., & Arnold, B. (2018). Effects of water quality, sanitation, handwashing, and nutritional interventions on diarrhoea and child growth in rural Bangladesh: a cluster randomised controlled trial. Lancet Global Health, 6, e302-3315.
71. Lukman (komunikasi personal). (2018).
72. Lukman, A. (2018). Membangun Teknologi Dan Kreatifitas Dalam Perbaikan Gizi Termasuk Inovasi Dan Diversifikasi Pangan Untuk Konsumsi Anak. Presentasi pada Lokakarya Pra-WNPG pada bulan Juni 2018 yang diselenggarakan oleh Bappenas. Jakarta.
73. Mahendradhata, Y., & et al. (2017). The Republic of Indonesia. Health System Review. Asia Pacific Observatory on Health Systems and Policies. Dikutip dari file:///C:/Users/Fiona/Documents/Fiona%20Watson/Indonesia/Documents/2017%20Indonesia%20Health%20System%20Review.pdf
74. Mahmudiono, T., Sumarmi, S., & Rosenkrantz, R. (2017). Household dietary diversity and child stunting in East Java, Indonesia. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, 26(2), 317-325. Dikutip dari https://www.readbyqxmd.com/read/28244712/household-dietary-diversity-and-child-stunting-in-east-java-indonesia
75. Marphatia, A., Cole, T., & Grijalva-Eternod, C. (2016). Associations of gender inequality with child malnutrition and mortality across 96 countries. Global Health, Epidemiology and Genomics, 1. Dikutip dari https://www.cambridge.org/core/journals/global-health-epidemiology-and-genomics/article/associations-of-gender-inequality-with-child-malnutrition-and-mortality-across-96-countries/6B7D994859A0220C205B54F6AC9C9E90
76. Martianto, D. (2018). Peningkatan Aksesibilitas Pangan yang Beragam. Presentasi pada Widyakarya Pangan dan Gizi XI pada tanggal 3 Juli 2018. Jakarta.
77. Meehan, S., Beck, C., Mair-Jenkins, J., & et al. (2014). Maternal Obesity and Infant Mortality: A Meta-Analysis. Pediatrics, 133(5). Dikutip dari http://pediatrics.aappublications.org/content/133/5/863
78. Members of the Working Group on Food Security Council. (2018). Improving Access to Diverse Food. Presentation at Widyakarya Food and Nutrition Meeting XI 3rd July 2018. Jakarta.
48. Institute of Social and Economic Research. (2018 Unpublished). Nutrition Capacity Assessment of Indonesia. Jakarta: UNICEF.
49. Kelly, B., Hebden, L., & King, L. (2014). Children’s exposure to food advertising on free-to-air television: an asia-pacific perspective. Health Promotion International.
50. Kementerian Desa PDTT. (2017). Peraturam Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI No 19/2017. Jakarta.
51. Kementerian Desa PDTT. (2017). Permendes No.19 tahun 2017.
52. Kementerian Keuangan. (2018). Presentasi tentang Program Pencegahan Stunting oleh Direktur Anggaran untuk Manusia dan Budaya. Dikutip dari http://www.anggaran.depkeu.go.id/content/Publikasi/stunting/Penanganan%20Stunting_DJA.pdf
53. Kementerian Kesehatan. (2007). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS).
54. Kementerian Kesehatan. (2010). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS).
55. Kementerian Kesehatan. (2014). Dikutip dari Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan: http://www.bppsdmk.kemkes.go.id/web/
56. Kementerian Kesehatan. (2014). Survei Diet Total.
57. Kementerian Kesehatan. (2014). Studi Diet Total: Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) Indonesia.
58. Kementerian Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS).
59. Kementerian Kesehatan. (2016). Survei Indikator Kesehatan Nasional (SIRKESNAS).
60. Kementerian Kesehatan. (2018). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS).
61. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. (2011). Peraturan Menteri No 23 Tahun 2001 tentang Jabatan Fungsional Nutrisionis. Jakarta.
62. Kementerian Pertanian. (2018). Akses Pangan Beragam untuk Akselerasi Penurunan Stunting. Dipresentasikan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta.
63. Khor, G. (n.d.).
64. Khor, G., & Sharif, Z. (2003). Dual forms of malnutrition in the same households in Malaysia - A case study among Malay rural households. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, 12(4), 427-437. Dikutip dari https://www.researchgate.net/publication/5652146_Dual_forms_of_malnutrition_in_the_same_households_in_Malaysia_-_A_case_study_among_Malay_rural_households
65. Komisi Nasional Perempuan. (2018). Laporan Tahunan.
66. Kroker-Lobos, M. (n.d.).
Kajian sektor Kesehatan • 7574 • Pembangunan gizi di indonesia
91. Sanghvi, T., Haque, R., & Roy, S. (2016). Achieving behaviour change at scale: Alive & Thrive’s infant and young child feeding programme in Bangladesh. Maternal and Child Nutrition, 12(1), 141-154. Dikutip dari http://stopstunting.org/wp-content/uploads/2016/05/Maternal-Child-Nutrition_StotpStuntinginSouthAsia_Paper09.pdf
92. Satriawan, E. (2018). Cumulative Impact of Conditional Cash Transfer Program (CCT) on Health. Evaluation of Hope Family Program After 6 Years. Presented at the Health Sector Review Meeting 31st May 2018. Jakarta.
93. Save the Children. (2013). The Power of the First Hour: Breastfeeding Saves Lives.
94. Shrimpton, R., & Rokx, C. (2013). The Double Burden of Malnutrition in Indonesia.
95. SMERU. (2012). Child poverty and disparities in Indonesia: Challenges for inclusive growth. Jakarta: UNICEF. Dikutip dari http://www.smeru.or.id/en/content/child-poverty-and-disparities-indonesia-challenges-inclusive-growth
96. SMERU. (2015). Food and Nutrition Security in Indonesia: A Strategic Review . Jakarta: WFP.
97. Soekarjo, D., Roshita, A., Thow, A.-M., & et al. (2018). Strengthening nutrition-specific policies for adolescents in Indonesia: a qualitative policy analysis. Submitted to Food and Nutrition Bulletin.
98. Statistics Indonesia. (2016).
99. Sumarwan, U. (2018). Analyses of Indonesian Food Consumptions: Differences of Rural and Urban Consumers’ Food Choices between 2007 and 2017. Paper presented at Regional Seminar on Drivers of Consumer Food Choices March 1314, 2018, Holiday Inn Bangkok Sukhumvit, Bangkok, Thailand .
100. SUN Movement. (2015). Indonesia. Call for Commitments for Nutrition. Dikutip dari http://scalingupnutrition.org/wp-content/uploads/2015/06/Indonesia-Costed-Plan-Summary.pdf
101. Sunawang. (2015). Supply Chain and Procruement of ‘Medicines for Nutrition Programs’ Ministry of Health, 2014-2015.
102. Symington, E., Gericke, G., Nel, J., & Labadarios, D. (2016). The relationship between stunting and overweight among children from South Africa: Secondary analysis of the National Food Consumption Survey – Fortification Baseline I. South African Medical Journal, 106(1), 65-69. Dikutip dari http://www.scielo.org.za/pdf/samj/v106n1/24.pdf
103. The Lancet. (2013). Executive summary of the Maternal and Child Nutrition Series. The Lancet. Dikutip dari http://www.thelancet.com/series/maternal-and-child-nutrition
104. The Sphere Project. (2011). Humanitarian Charter and Minimum Standards in Humanitarian Response. Dikutip dari http://www.sphereproject.org/resources/?search=1&keywords=&language=English&category=22&subcat-22=23&subcat-29=0&subcat-31=0&subcat-35=0&subcat-49=0
79. Novo Nordisk. (2013). Where economics and health meet: changing diabetes in Indonesia.
80. Null, C., Stewart, C., & Pickering, A. (2018). Effects of water quality, sanitation, handwashing, and nutritional interventions on diarrhoea and child growth in rural Kenya: a cluster-randomised controlled trial. Lancet Global Health, 6, e316-e329.
81. Oberlander, L. (2018). TV exposure, food consumption, and health outcomes - evidence from Indonesia. INCOMPLETE THESIS. Dikutip dari https://editorialexpress.com/cgi-bin/conference/download.cgi?db_name=CSAE2018&paper_id=937
82. Oddo, V., Rah, J., Semba, R., & et al. (2012). Predictors of maternal and child double burden of malnutrition in rural Indonesia and Bangladesh. American Journal of Clinical Nutrition, 95(4), 951-958. Dikutip dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22357721
83. Ologin, I., McDonald, C., & Ezzati, M. (2013). Associations of Suboptimal Growth with All-Cause and Cause-Specific Mortality in Children under Five Years: A Pooled Analysis of Ten Prospective Studies. PLOS. Dikutip dari http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0064636
84. Peraturan Pemerintah. (2014). Peraturan Pemerintah No. 60 tentang dana hibah desa yang berasal dari penerimaan negara dan anggaran belanja. Jakarta.
85. Rachman, B. (2018). Access to Diverse Food. Presentation at Widyakarya Food and Nutrition Meeting XI 3rd July 2018. Jakarta.
86. Rachmi, C., Hunter, C., Li, M., & Barr, A. (2017). Perceptions of overweight by primary carers (mothers/grandmothers) of underfive and elementary school-aged children in Bandung, Indonesia: a qualitative study. International Journal of Behavioural Nutrition and Physical Activity, 14, 101. Dikutip dari https://ijbnpa.biomedcentral.com/track/pdf/10.1186/s12966-017-0556-1?site=ijbnpa.biomedcentral.com
87. Rah, J., Sukotjo, S., & Badgaiyan, N. e. (2018 Submitted for publication). Improved sanitation is associated with reduced child stunting among Indonesian children under three years of age.
88. Rao, N., Sun, J., & Wong, J. (2013). Early childhood development and cognitive development in developing countries: A rigorous literature review. DFID. Dikutip dari https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/488541/early-childhood-cognitive-dev-brief.pdf
89. Ruel, M., Quisumbing, A., & Balagamwala, M. (2018). Nutrition-sensitive agriculture: What have we learned so far? Global Food Security, 17, 128-153. Dikutip dari https://reader.elsevier.com/reader/sd/C3EF014696FB50861CFE72FC9A714BB6BA38855A72F1BF9B554E4B8CE239535 786ABD47C1B37CA20A62D2EE64DF7294C
90. Sandjaja, S., Budiman, B., Harahap, H., & et al. (2013). Food consumption and nutritional and biochemical status of 0·5–12-year-old Indonesian children: the SEANUTS study. British Jourcal of Nutrition, 110, S11-S20.
Kajian sektor Kesehatan • 7776 • Pembangunan gizi di indonesia
122. WFP. (2016). An Evaluation of the 2012-2015 Local Food-Based School Meal Program.
123. WFP. (2016). Indonesia Country Strategic Plan (2017-2020). Jakarta.
124. WFP. (2017). Food Security Monitoring Bulletin. Indonesia. Special Focus: Food security in 100 districts prioritized for reduction of stunting. Jakarta: WFP.
125. WHO. (1981). International Code of Marketing of Breast-milk Substitutes. Geneva. Dikutip dari http://www.who.int/nutrition/publications/code_english.pdf
126. WHO. (2007). Indicators for assessing infant and young child feeding practices. Dikutip dari http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/43895/9789241596664_eng.pdf;jsessionid=35FAEF12A76B74BFA09FF815E3530DF6?sequence=1
127. WHO. (2009). Interventions on Diet and Physical Activity: What works, Summary Report.
128. WHO. (2009). Recommendations on Wheat and Maize Flour Fortification. Geneva. Dikutip dari http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/111837/WHO_NMH_NHD_MNM_09.1_eng.pdf?sequence=1
129. WHO. (2010). Nutrition Landscape Information System (NLIS): Country Profile Interpretation Guide. Geneva. Dikutip dari http://www.who.int/nutrition/nlis_interpretation_guide.pdf
130. WHO. (2012). Resolution WHA65.6. Comprehensive implementation plan on maternal, infant and young child nutrition. In: Sixty-fifth World Health Assembly Geneva, 21–26 May 2012. Resolutions and decisions, annexes. Geneva: World Health Organisation. Dikutip dari http://www.who.int/nutrition/topics/WHA65.6_resolution_en.pdf?ua=1
131. WHO. (2013). Set of 9 voluntary global NCD targets for 2025. Retrieved from http://www.who.int/nmh/global_monitoring_framework/gmf1_large.jpg?ua=1
132. WHO. (2014). Indonesia: NCD country profile. Dikutip dari http://www.who.int/nmh/countries/idn_en.pdf?ua=1 (28 Juli 2018)
133. WHO. (2016). Use of multiple micronutrient powders for point-of-use fortification of foods consumed by infants and children aged 6-23 months and children aged 2-12 years. Teneva: WHO. Dikutip dari http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/252540/9789241549943-eng.pdf?ua=1
134. WHO. (2017). Double Duty Actions for Nutrition: Policy Brief. Geneva: WHO. Dikutip dari http://www.who.int/nutrition/publications/double-duty-actions-nutrition-policybrief/en/
135. WHO. (2017). The Republic of Indonesia Health System Review.
136. WHO. (2018). Global Strategy on Diet, Physical Activity and Health. Dikutip dari WHO: http://www.who.int/dietphysicalactivity/childhood_consequences/en/
105. Thrabrany et al. (2014).
106. Timmer, P., Hastuti, & Sumarto, S. (2017). Evolution and Implementation of the Rastra Program in Indonesia. World Bank. Dikutip dari http://pubdocs.worldbank.org/en/293371506435172757/Chapter-7.pdf
107. Tomkins, A., & Watson, F. (1989). Malnutrition and infection: a review. Geneva: ACC/SCN. Dikutip dari https://www.popline.org/node/381319
108. UN. (2015). Sustainable Development Goals. Dikutip dari Sustainable Development Goals: https://sustainabledevelopment.un.org/sdgs (17 April 2018)
109. UNICEF. (2012). Indonesian Nutrition Capacity Assessment. Jakarta: UNICEF & EU. Dikutip dari http://archive.wphna.org/wp-content/uploads/2013/10/Indonesian-National-and-District-Nutrition-Capacity-Assessment-Report-final.pdf
110. UNICEF. (2016). Millions of Indonesian babies are missing out on the best start in life. Dikutip dari UNICEF Media Centre: https://www.unicef.org/indonesia/media_25472.html
111. UNICEF. (2017). Improving Nutrition Security in Indonesia. District Actions to Improve Infant and Young Child Feeding. Jakarta: UNICEF.
112. UNICEF. (2017). UNICEF Gender Action Plan, 2018-2021.
113. UNICEF. (2018 Unpublished). Baseline Survey of Adolescent Nutritional Status in Indonesia’s Klaten and Lombok Barat Districts. Jakarta.
114. UNICEF. (2018 Unpublished). Qulitative study on the factors influencing the eating and physical activity behaviours of adolescent girls and boys in Indonesia . Jakarta.
115. UNICEF, Bappenas & Kemenkes. (2018). Nutrition Capacity Assessment of Indonesia.
116. UNICEF/ACF. (2016 Unpublished). SMART survey.
117. UNICEF/WHO/World Bank. (2018). Joint Child Malnutrition Estimates. UNICEF, WHO, World Bank. Dikutip dari http://www.who.int/nutgrowthdb/2018-jme-brochure.pdf?ua=1
118. USAID. (2015). Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene Annual Progress Report 5. USAID.
119. Victora, C., Adair, L., Fall, C., & et al. (2008). Maternal and child undernutrition: consequences for adult health and human capital. The Lancet, 371(9609), 340-357. Dikutip dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2258311/
120. WFP & Bappenas. (2017). The Cost of the Diet Study in Indonesia. Jakarta: WFP.
121. WFP. (2014). 10 Facts about Malnutrition in Indonesia. Dikutip dari WFP: https://www.wfp.org/stories/10-facts-about-malnutrition-indonesia
78 • Pembangunan gizi di indonesia
PEMBANGUNAN GIZI DI INDONESIA
K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N
lamPiran
137. WHO. (2018). NLiS. Dikutip dari Stunting, wasting, overweight and underweight - Nutrition Landscape Information System (NLiS): http://apps.who.int/nutrition/landscape/help.aspx?menu=0&helpid=391&lang=EN
138. WHO Expert Consultation. (2004). Appropriate body-mass index for Asian populations and its implications for policy and intervention strategies. The Lancet, 363, 157-163. Dikutip dari http://www.who.int/nutrition/publications/bmi_asia_strategies.pdf
139. WHO/UNICEF. (2017). Progress on drinking water, sanitation and hygiene: Update and SDG baselines. Geneva: WHO & UNICEF. Dikutip dari https://www.unicef.org/publications/files/Progress_on_Drinking_Water_Sanitation_and_Hygiene_2017.pdf
140. Widodo, J. (2018, April 5th). Speech at the Office of the President.
141. World Bank. (2013). PAMSIMAS: Responding to the water and sanitation challenges in rural Indonesia.
142. World Bank. (2017). An Investment Framework for Nutrition. Washington.
143. World Bank. (2017). Program-for-Results Information Document . Jakarta: World Bank.
144. World Bank. (2017). Towards a Comprehensive, Integrated, and Effective Social Assistance System in Indonesia.
145. World Bank. (2018). Towards inclusive growth. Jakarta: World Bank. Dikutip dari http://documents.worldbank.org/curated/en/155961522078565468/pdf/124591-WP-PUBLIC-mar-27-IEQMarENG.pdf
146. World Cancer Research Fund International. (2018). NOURISHING Framework. Dikutip dari https://www.wcrf.org/int/policy/nourishing/our-policy-framework-promote-healthy-diets-reduce-obesit
147. Proyek Sphere menyusun Piagam Kemanusiaan (Humanitarian Charter) dan mengidentifikasi serangkaian standar minimum dalam sektor penyelamatan jiwa yang penting dan tercermin dalam Buku Pegangan untuk empat bab teknis: suplai air, promosi sanitasi dan kebersihan; ketahanan pangan dan gizi; hunian, permukiman, barang non pangan; dan aksi kesehatan. Standar Inti (The Core Standards) adalah standar proses dan berlaku untuk semua bab teknis (The Sphere Project, 2011).
80 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 81
gambar 11. Prevalensi Stunting pada anak balita menurut Provinsi tahun 2018
17.7
21.4
21.7
23.5
23.6
26.6
27.0
27.3
27.4
27.8
28.1
28.8
29.4
30.1
30.1
31.1
31.2
31.4
32.0
32.3
32.3
32.3
32.4
32.7
32.9
33.2
33.5
33.7
34.1
34.2
35.6
37.3
41.8
42.6
0 10 20 30 40 50
DKI Jakarta
DI Yogyakarta
Bali
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Banten
Kalimantan Utara
Lampung
Riau
Papua Barat
Bengkulu
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Timur
Sumatera Barat
Jambi
Jawa Barat
Jawa Tengah
Maluku Utara
Sumatera Selatan
Sumatera Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Gorontalo
Jawa Timur
Papua
Kalimantan Selatan
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Barat
Maluku
Kalimantan Tengah
Sulawesi Selatan
Aceh
Sulawesi Barat
Nusa Tenggara Timur
%
Sumber: RISKESDAS 2013
indikator malnutrisi
Stunting (pendek + sangat pendek) (anak <5 tahun) = Tinggi Badan menurut Umur <-2 Z scoreWasting (kurus + sangat kurus) (anak <5 tahun) = Berat Badan menurut Tinggi Badan <-2 Z scoreUnderweight (gizi kurang + gizi buruk) (anak <5 tahun) = Berat Badan menurut Umur <-2 Z scoreKegemukan (anak <5 tahun) = Berat Badan menurut Tinggi Badan >2 Z scoreanemia (anak <5 tahun) = Hb <110 g/lobesitas (dewasa 18+ tahun) = IMT ≥27berat badan lebih (dewasa 18+ tahun) = IMT ≥25 - <27Kurang energi Kronis (ibu hamil) = LILA <23.5 cmanemia (ibu hamil) = Hb <110 g/l
L a m p i r a n 1
Perbedaan angka malnutrisi antar Provinsi dan Penyebaran yang tidak merata menurut tingkat Kekayaan
gambar 9. Kekurangan gizi pada anak menurut Kuintil Kekayaan pada tahun 2013
48.4
14
42.4
13
38.5
11.7
32.3
11.9
29
10.6
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50%
Stunting (<5 tahun) Wasting (<5 tahun)
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5
Sumber: RISKESDAS 2013
gambar 10: Kegemukan pada anak dan obesitas pada dewasa menurut Kuintil Kekayaan pada tahun 2013
10.37
11.3 10.711.613.5
11.4
17.913.9
21.4
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50%
Gemuk (< 5 tahun) Obesitas (18+ tahun)
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5
Sumber: RISKESDAS 2013
82 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 83
Kel
om
po
k Pe
nd
ud
uk
Pan
du
an te
knis
Wan
ita
usi
a su
bu
r d
an ib
u h
amil
· B
uku
Sak
u P
elay
anan
Kes
ehat
an Ib
u d
i Fas
ilita
s K
eseh
atan
Das
ar d
an R
uju
kan
(20
13)
· Pe
do
man
Pen
ang
gu
lan
gan
Ku
ran
g E
ner
gi K
ron
ik (
KE
K)
pad
a Ib
u H
amil
(201
5)
· Pa
nd
uan
Pen
yele
ng
gara
an P
emb
eria
n M
akan
an Ta
mb
ahan
Pem
ulih
an b
agi B
alit
a G
izi K
ura
ng
dan
Ibu
Ham
il K
EK
(B
antu
an O
per
asio
nal
Kes
ehat
an)
(201
2)
· Pe
tun
juk T
ekn
is P
emb
eria
n M
akan
an Ta
mb
ahan
(B
alit
a, Ib
u H
amil,
An
ak S
eko
lah
) (2
017)
· Pe
do
man
Pen
cega
han
dan
Pen
ang
gu
lan
gan
An
emia
pad
a R
emaj
a Pu
tri d
an W
anit
a U
sia
Su
bu
r (W
US
) (2
016)
bay
i dan
an
ak·
Petu
nju
k Tek
nis
Pel
ayan
an K
eseh
atan
Neo
nat
al E
sen
sial
di L
ayan
an K
eseh
atan
Das
ar (
2012
)
· Pe
tun
juk T
ekn
is P
eng
gu
naa
n B
uku
Kes
ehat
an Ib
u d
an A
nak
(20
15)
· Pa
nd
uan
Man
ajem
en S
up
lem
enta
si V
itam
in A
(20
09)
· Pe
do
man
Pel
ayan
an A
nak
Giz
i Bu
ruk
(201
1)
· B
uku
Bag
an Ta
tala
ksan
a A
nak
Giz
i Bu
ruk
(Bu
ku I)
, Pet
un
juk T
ekn
is Ta
tala
ksan
a A
nak
Giz
i Bu
ruk
(Bu
ku II
) (2
013)
· Pe
tun
juk T
ekn
is P
emb
eria
n M
akan
an Ta
mb
ahan
(20
17)
· Pa
nd
uan
So
sial
isas
i Tat
alak
san
a D
iare
Bal
ita
(201
1)
· Pe
do
man
Pen
gen
dal
ian
Kec
acin
gan
(20
12)
Pen
du
du
k se
cara
um
um
· Pe
tun
juk T
ekn
is P
os
Pem
bin
aan
Terp
adu
Pen
yaki
t Tid
ak M
enu
lar
(201
2)
· Pe
tun
juk T
ekn
is S
urv
eila
ns
Peny
akit
Tid
ak M
enu
lar
(201
5)
L a m p i r a n 2ta
rget
, lay
anan
dan
Pan
du
an te
rkai
t g
izi
Pe
nd
ud
uk
targ
et r
Pjm
n 2
015-
2019
re
ns
tr
a K
emen
kes
2015
-201
9s
Pm
Kem
enke
s 20
16La
nce
t 20
13
Wan
ita
usi
a su
bu
r d
an ib
u
ham
il
· Pr
eval
ensi
an
emia
pad
a ib
u
ham
il (B
uku
II)
ind
ikat
or
Pro
gra
m (
sas
aran
s
trat
egis
):
· Pe
rsen
tase
ibu
ham
il K
ura
ng
En
erg
i K
ron
ik (
KE
K)
(tar
get
18.
2%)
ind
ikat
or
Keg
iata
n:
· Pe
rsen
tase
ibu
ham
il K
ura
ng
En
erg
i K
ron
ik y
ang
men
dap
at m
akan
an
tam
bah
an (
targ
et 9
5%)
· Pe
rsen
tase
ibu
ham
il ya
ng
m
end
apat
Tab
let T
amb
ah D
arah
(t
arg
et 9
8%)
ind
ikat
or
dam
pak
:
· M
enu
run
nya
ang
ka B
BLR
(ta
rget
8%
)
Pela
yan
an a
nte
nat
al
· M
eng
uku
r b
erat
bad
an, t
ing
gi
bad
an d
an L
ILA
· Pe
mer
iksa
an H
emo
glo
bin
dar
ah
(Hb
)
· Pe
mb
eria
n Ta
ble
t Tam
bah
Dar
ah
(min
imal
90
tab
let)
· Ta
tala
ksan
a/p
enan
gan
an k
asu
s (k
eseh
atan
dan
giz
i ter
mas
uk
pen
anga
nan
ibu
ham
il d
enga
n
KE
K)
1.
Pem
ber
ian
mik
ron
utr
ien
un
tuk
sem
ua
ibu
ham
il
2.
Pem
ber
ian
su
ple
men
kal
siu
m
un
tuk
ibu
ham
il d
enga
n r
esik
o
ren
dah
asu
pan
kal
siu
m
3.
Pem
ber
ian
mak
anan
tam
bah
an
den
gan
ner
gi p
rote
in s
eim
ban
g
un
tuk
ibu
ham
il se
suai
keb
utu
han
bay
i dan
an
ak
(dan
rem
aja
pu
tri)
bu
ku i
dan
ii
· u
nd
erw
eig
ht
pad
a an
ak <
5 ta
hu
n
· S
tun
tin
g p
ada
anak
<2
tah
un
Bu
ku II
· Pr
eval
ensi
bay
i den
gan
ber
at
bad
an la
hir
ren
dah
(B
BLR
)
· Pe
rsen
tase
bay
i usi
a <6
bu
lan
ya
ng
men
dap
at A
SI e
kskl
usi
f
· Pr
eval
ensi
of
was
tin
g (
kuru
s)
pad
a an
ak <
5 ta
hu
n
ind
ikat
or
Keg
iata
n:
· Pe
rsen
tase
bay
i usi
a <6
bu
lan
yan
g
men
dap
at A
SI e
kskl
usi
f (t
arg
et 5
0%)
· Pe
rsen
tase
bay
i bar
u la
hir
yan
g
men
dap
at In
isia
si M
enyu
sui D
ini
(IM
D)
(tar
get
50%
)
· Pe
rsen
tase
bal
ita
kuru
s ya
ng
m
end
apat
mak
anan
tam
bah
an
(tar
get
90
%).
Cat
atan
: tid
ak a
da
per
bed
aan
un
tuk
kuru
s d
an s
anga
t ku
rus
· Pe
rsen
tase
rem
aja
pu
teri
yan
g
men
dap
at Ta
ble
t Tam
bah
Dar
ah
(TT
D)
(tar
get
30%
)
Pela
yan
an K
eseh
atan
bay
i bar
u
lah
ir:
· Pe
laya
nan
Neo
nat
al E
sen
sial
(s
esu
ai y
ang
ter
can
tum
pad
a p
and
uan
)
Pela
yan
an K
eseh
atan
bal
ita:
· Pe
nim
ban
gan
min
imal
8 k
ali
seta
hu
n, p
eng
uku
ran
tin
gg
i/p
anja
ng
bad
an m
inim
al 2
kal
i se
tah
un
· Pe
mb
eria
n k
apsu
l vit
amin
A (
2 ka
li se
tah
un
)
4.
Pro
mo
si A
SI e
kskl
usi
f sa
mp
ai
usi
a 6
bu
lan
dan
mel
anju
tkan
m
enyu
sui s
amp
ai u
sia
24 b
ula
n
5.
Ed
uka
si p
emb
eria
n m
akan
an
pen
dam
pin
g A
SI y
ang
ses
uai
, dan
p
emb
eria
n P
MT
un
tuk
pen
du
du
k ya
ng
raw
an p
anga
n
6.
Pem
ber
ian
kap
sul V
itam
in A
u
ntu
k an
ak u
sia
6-59
bu
lan
7.
Pem
ber
ian
su
ple
men
tasi
zin
c u
ntu
k p
ence
gah
an p
ada
anak
usi
a 12
-59
bu
lan
8.
Man
ajem
en b
alit
a ku
rus
(MA
M)
9.
Man
ajem
en b
allit
a g
izi b
uru
k (S
AM
)
Pen
du
du
k se
cara
um
um
bu
ku i
dan
ii
ob
esit
as p
ada
dew
asa
18+
tah
un
sas
aran
Keg
iata
n:
· M
enu
run
nya
ang
ka k
esak
itan
dan
ke
mat
ian
aki
bat
pen
yaki
t ti
dak
m
enu
lar.
ind
ikat
or
Keg
iata
n:
· T
idak
ad
a in
dik
ato
r u
ntu
k o
bes
itas
· D
etek
si k
emu
ng
kin
an o
bes
itas
p
ada
kelo
mp
ok
usi
a 15
-49
tah
un
d
ilaku
kan
den
gan
men
gu
kur
tin
gg
i bad
an d
an b
erat
bad
an
sert
a lin
gka
r p
eru
t
10.
Pem
ber
ian
gar
am b
eryo
diu
m
84 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 85
jen
is s
urv
eile
mb
aga
Frek
uen
sim
eto
de
dan
tip
e d
ata
yan
g d
iku
mp
ulk
anPe
lap
ora
n d
an t
anta
nga
n
Sis
tem
su
rvei
lan
ke
seh
atan
ru
tin
Kem
ente
rian
K
eseh
atan
Bu
lan
anD
ata
dik
um
pu
lkan
mel
alu
i fas
ilita
s la
yan
an k
eseh
atan
mas
yara
kat.
In
dik
ato
r m
enca
kup
cak
up
an:
(i)
pem
anta
uan
per
tum
bu
han
(b
erat
bad
an p
er u
mu
r sa
ja)
(ii)
ka
sus
mal
nu
tris
i aku
t ya
ng
dio
bat
i(i
ii) s
up
lem
enta
si v
itam
in A
un
tuk
anak
-an
ak(i
v) s
up
lem
enta
si z
at b
esi u
ntu
k ib
u,
(v)
pem
ber
ian
AS
I eks
klu
sif
(vi)
ko
nsu
msi
gar
am b
eryo
diu
m
Tid
ak a
da
kew
ajib
an b
agi
kab
up
aten
un
tuk
mel
apo
rkan
in
dik
ato
r se
hin
gga
tid
ak s
emu
a fa
silit
as k
eseh
atan
mas
yara
kat
mel
aku
kan
pel
apo
ran
. K
om
pila
si d
ata
dan
um
pan
b
alik
yan
g s
anga
t la
mb
at.
SM
S-G
atew
ay
(Sis
tem
Pe
lap
ora
n
Kas
us
giz
i re
al t
ime-
giz
i b
uru
k ak
ut)
Dir
ekto
rat
Giz
i M
asya
raka
t,
Kem
enke
s
Dilu
ncu
rkan
pad
a ta
hu
n 2
011,
pel
apo
ran
wak
tu n
yata
(re
al-t
ime)
un
tuk
giz
i bu
ruk
aku
t d
ilap
ork
an o
leh
pet
uga
s p
usk
esm
as m
elal
ui p
eran
gka
t p
on
sel.
Lap
ora
n d
iter
ima
ole
h s
erve
r u
ntu
k d
imas
ukk
an k
e d
alam
bas
is
dat
a (d
atab
ase)
yan
g k
emu
dia
n d
itam
pilk
an m
elal
ui i
nte
rnet
sec
ara
wak
tu n
yata
(re
al t
ime)
(h
ttp
://g
izi.d
epke
s.g
o.id
/sm
s-ga
tew
ay/)
Tin
gka
t re
spo
n y
ang
ren
dah
. B
ukt
i an
ekd
ota
l bah
wa
pih
ak
ber
wen
ang
di k
abu
pat
en t
idak
in
gin
mel
apo
rkan
jum
lah
ka
sus
yan
g t
ing
gi.
Sis
tem
el
ektr
on
ik
un
tuk
pel
apo
ran
in
dik
ato
r g
izi
(E-P
PG
BM
)
Dir
ekto
rat
Giz
i M
asya
raka
t,
Kem
enke
s
E-P
PG
BM
ad
alah
ap
likas
i un
tuk
men
cata
t d
an m
elap
ork
an s
tatu
s g
izi
anak
dan
wan
ita
ham
il se
cara
cep
at, a
kura
t, t
erat
ur
dan
ber
kela
nju
tan
u
ntu
k p
ersi
apan
per
enca
naa
n d
an p
eru
mu
san
keb
ijaka
n g
izi.
Ind
ikat
or
giz
i:
(i)
antr
op
om
etri
(ii)
A
SI e
kskl
usi
f(i
ii)
Cak
up
an v
itam
in A
, TT
D d
an P
MT
Bel
um
ad
a ev
alu
asi t
erh
adap
ef
ekti
vita
s ap
likas
i in
i
Su
mb
er: (
Inst
itu
te o
f S
oci
al a
nd
Eco
no
mic
Res
earc
h, 2
018
Un
pu
blis
hed
)
L a m p i r a n 3s
urv
ei g
izi d
an s
iste
m P
eng
um
pu
lan
dat
a
jen
is s
urv
eile
mb
aga
Frek
uen
sim
eto
de
dan
tip
e d
ata
yan
g d
iku
mp
ulk
anPe
lap
ora
n d
an t
anta
nga
n
Ris
et
Kes
ehat
an
Das
ar
Bad
an
Pen
elit
ian
dan
Pe
ng
emb
anga
n
Kes
ehat
an,
Kem
enke
s
5-ta
hu
nan
Su
rvei
sek
ali w
aktu
(cr
oss
-sec
tio
nal
) te
rhad
ap s
ekit
ar 3
00,0
00 r
um
ah
tan
gga
. In
dik
ato
r g
izi:
(i)
antr
op
om
etri
(an
ak <
5 ta
hu
n)
(ii)
m
enyu
sui
(iii)
as
up
an m
ikro
nu
trie
n (
ibu
ham
il T
TD
& v
itam
in A
, an
ak <
5 ta
hu
n
vita
min
A)
(iv)
p
eng
ob
atan
(u
ntu
k d
iare
& s
up
lem
enta
si z
inc)
(v)
gara
m b
eryo
diu
m (
sam
pel
uri
n d
iku
mp
ulk
an t
ahu
n 2
007
& 2
013)
Info
rmas
i ban
yak
dig
un
akan
u
ntu
k p
eren
can
aan
dan
un
tuk
men
gu
kur
dam
pak
.
Su
rvei
D
emo
gra
fi
dan
K
eseh
atan
In
do
nes
ia
Bad
an P
usa
t S
tati
stik
In
do
nes
ia
3- t
ahu
nan
Su
rvei
sek
ali w
aktu
(cr
oss
-sec
tio
nal
) te
rhad
ap s
ekit
ar 4
5.00
0 ru
mah
ta
ng
ga. I
nd
ikat
or
giz
i:
(i)
PM
BA
(p
rakt
ik p
emb
eria
n A
SI d
an m
akan
an p
end
amp
ing
AS
I)(i
i)
asu
pan
mik
ron
utr
ien
(ib
u &
an
ak <
5 ta
hu
n)
(iii)
pen
gel
ola
an d
iare
(d
enga
n c
aira
n r
ehid
rasi
ora
l dan
su
ple
men
tasi
zi
nc)
Su
rvei
So
sial
E
kon
om
i N
asio
nal
(S
use
nas
)
Bad
an P
usa
t S
tati
stik
In
do
nes
ia
Du
a ka
li p
er t
ahu
n
Su
rvei
sek
ali w
aktu
(cr
oss
-sec
tio
nal
) te
rhad
ap s
ekit
ar 3
00.0
00 r
um
ah
tan
gga
di b
ula
n M
aret
dan
75.
000
rum
ah t
ang
ga d
i bu
lan
Sep
tem
ber
. D
ata
kon
sum
si/p
eng
elu
aran
ru
mah
tan
gga
dik
um
pu
lkan
. In
dik
ato
r g
izi
yan
g d
iku
mp
ulk
an t
erm
asu
k:
(i)
pra
ktik
men
yusu
i
Dig
un
akan
un
tuk
men
gh
itu
ng
ti
ng
kat
kem
iski
nan
dan
se
bag
ai a
lat
pem
anta
uan
u
ntu
k p
emb
ang
un
an.
Stu
di D
iet
Tota
lB
adan
Pe
nel
itia
n d
an
Pen
gem
ban
gan
K
eseh
atan
, K
emen
kes
Su
rvey
sa
tu k
ali
Su
rvei
sek
ali w
aktu
(cr
oss
-sec
tio
nal
) te
rhad
ap 1
91.5
24 in
div
idu
al d
ari
51.1
27 r
um
ah t
ang
ga.
Dat
a ya
ng
dik
um
pu
lkan
ten
tan
g:
(i)
kon
sum
si m
akan
an in
div
idu
(i
i)
anal
isis
ko
nta
min
asi k
imia
bah
an m
akan
an
Dig
un
akan
un
tuk
men
entu
kan
p
ola
ko
nsu
msi
mak
anan
d
an k
ecu
kup
an g
izi d
ari d
iet,
p
eng
ola
han
mak
anan
& t
ekn
ik
mem
asak
.
Su
rvei
lan
giz
i D
irek
tora
t G
izi
Mas
yara
kat,
K
emen
kes
Tah
un
anS
urv
ei s
ekal
i wak
tu (
cro
ss-s
ecti
on
al)
mel
alu
i 30
tekn
ik p
enga
mb
ilan
sa
mp
el s
ecar
a ke
lom
po
k (c
lust
er S
AM
plin
g)
di t
ing
kat
kab
up
aten
. Dat
a ya
ng
dik
um
pu
lkan
ad
alah
dat
a an
ak <
5 ta
hu
n d
an ib
u h
amil.
Sel
uru
hny
a ad
a 15
ind
ikat
or
giz
i yan
g d
iku
mp
ulk
an t
erm
asu
k:
(i)
ind
ikat
or
antr
op
om
etri
an
ak <
5 ta
hu
n(i
i)
pra
ktik
men
yusu
i(i
ii) s
up
lem
enta
si z
at b
esi u
ntu
k ib
u(i
v) s
up
lem
enta
si v
itam
in A
un
tuk
anak
-an
ak
(v)
anak
-an
ak d
an ib
u h
amil
den
gan
giz
i ku
ran
g y
ang
men
erim
a b
isku
it(v
i) L
ILA
wan
ita
usi
a su
bu
r(v
ii) P
eng
ujia
n g
aram
ber
yod
ium
Dig
un
akan
un
tuk
mem
anta
u
stat
us
giz
i ib
u h
amil
dan
an
ak-
anak
un
tuk
per
enca
naa
n d
an
pem
anta
uan
.
86 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 87
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku i
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku ii
ren
can
a s
trat
egis
(r
en
st
ra
) 20
15-2
019
sta
nd
ar P
elay
anan
min
imal
(s
Pm
)
men
ing
katk
an c
aku
pan
p
elay
anan
das
ar d
an a
kses
te
rhad
ap e
kon
om
i pro
du
ktif
m
asya
raka
t ku
ran
g m
amp
u.
Perl
ind
un
gan
So
sial
bag
i Pe
nd
ud
uk
Ren
tan
dan
Ku
ran
g
Mam
pu
(40
% p
end
ud
uk
ber
pen
dap
atan
ter
end
ah).
ind
ikat
or:
* A
kses
Pan
gan
Ber
nu
tris
i dar
i 60
% m
enja
di 1
00%
.
imp
lem
enta
si s
trat
egi
Pen
garu
suta
maa
n g
end
er.
sas
aran
:M
anta
pny
a K
eter
sed
iaan
dan
Pe
nan
gan
an R
awan
Pan
gan
.
ind
ikat
or:
* Ju
mla
h d
esa
man
dir
i pan
gan
ya
ng
dib
erd
ayak
an (
Des
a).
* Ju
mla
h K
awas
an M
and
iri
Pan
gan
yan
g d
iber
day
akan
(K
awas
an).
Keg
iata
n:
Pen
gem
ban
gan
Pen
gan
ekar
agam
an K
on
sum
si
dan
Kea
man
an P
anga
n.
ind
ikat
or
Keg
iata
n:
* M
od
el p
ekar
anga
n p
anga
n m
enja
di 7
.818
(20
19)
dar
i 4.4
10 d
esa
(201
5).
* Pe
man
tau
an, e
valu
asi d
an p
eru
mu
san
ke
bija
kan
P2K
P m
enja
di 3
5 re
kom
end
asi (
2015
-20
19)
* Pr
om
osi
pen
gan
ekar
agam
an k
on
sum
si
Pan
gan
men
jad
i 35
loka
si (
2015
-201
9)*
An
alis
is p
ola
dan
keb
utu
han
ko
nsu
msi
pan
gan
m
enja
di 3
5 re
kom
end
asi (
2015
-201
9)*
Ko
ord
inas
i pen
anga
nan
kea
man
an p
anga
n
sega
r m
enja
di 1
45 (
2019
) d
ari 6
5 re
kom
end
asi
(201
5)*
Mo
del
Pan
gan
Po
kok
Loka
l (U
nit
) 31
(20
15),
37
(201
6), 2
1 (2
017-
2019
).
ind
ikat
or
Ket
erse
dia
an e
ner
gi d
an P
rote
in p
er
Kap
ita
def
inis
i:K
eter
sed
iaan
Pan
gan
ad
alah
ter
sed
iany
a p
anga
n d
ari h
asil
pro
du
ksi d
alam
neg
eri d
an/
atau
su
mb
er la
in.
def
inis
i op
eras
ion
al:
An
gka
Kec
uku
pan
Giz
i (A
KG
) d
itet
apka
n d
i In
do
nes
ia s
etia
p li
ma
tah
un
sek
ali m
elal
ui
foru
m W
idya
kary
a N
asio
nal
Pan
gan
dan
Giz
i (W
KN
PG
). S
alah
sat
u r
eko
men
das
i WK
NP
G
ke V
III t
ahu
n 2
004
men
etap
kan
tin
gka
t ke
ters
edia
an e
ner
gi s
ebes
ar 2
.200
Kka
l/Kap
ita/
Har
i dan
pro
tein
57
Gra
m/P
erka
pit
a/Pe
rhar
i. ta
rget
pen
cap
aian
ket
erse
dia
an e
ner
gi d
an
pro
tein
per
kap
ita
adal
ah 9
0% p
ada
tah
un
20
15.
ind
ikat
or
Pen
gu
atan
Cad
anga
n P
anga
n
def
inis
i:C
adan
gan
Pan
gan
Nas
ion
al m
elip
uti
p
erse
dia
an p
anga
n d
i sel
uru
h p
elo
sok
wila
yah
In
do
nes
ia u
ntu
k d
iko
nsu
msi
mas
yara
kat,
b
ahan
bak
u in
du
stri
, dan
un
tuk
men
gh
adap
i ke
adaa
n d
aru
rat.
def
inis
i op
eras
ion
al:
a. C
adan
gan
Pan
gan
di t
ing
kat
pem
erin
tah
:*
Ters
edia
nya
cad
anga
n p
emer
inta
h d
i tin
gka
t ka
bu
pat
en/k
ota
min
imal
seb
esar
100
to
n
eku
ival
en b
eras
dan
di t
ing
kat
pro
vin
si
min
imal
seb
esar
200
to
n e
kuiv
alen
ber
as;
b. C
adan
gan
Pan
gan
di t
ing
kat
mas
yara
kat:
* Pe
nyed
iaan
cad
anga
n p
anga
n s
ebes
ar 5
00
kg e
kuiv
alen
ber
as d
i tin
gka
t ru
kun
tet
ang
ga
(RT
) u
ntu
k ke
bu
tuh
an m
inim
al 3
bu
lan
, yan
g
ber
sifa
t p
anga
n p
oko
k te
rten
tu d
an s
esu
ai
den
gan
po
ten
si lo
kal
targ
et c
apai
an p
eng
uat
an c
adan
gan
p
anga
n (
cad
anga
n p
anga
n p
emer
inta
h d
an
cad
anga
n p
anga
n m
asya
raka
t) s
ebes
ar 6
0%
pad
a Ta
hu
n 2
015.
L a m p i r a n 4a
nal
isis
targ
et, i
nd
ikat
or,
dan
str
ateg
i ter
kait
giz
i un
tuk
sek
tor-
sek
tor t
erka
it
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku i
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku ii
ren
can
a s
trat
egis
(r
en
st
ra
) 20
15-2
019
sta
nd
ar P
elay
anan
min
imal
(s
Pm
)
Kem
ente
rian
Per
tan
ian
ta
rget
: Pen
du
du
k se
cara
um
um
ara
h k
ebija
kan
um
um
ket
ahan
an
pan
gan
dal
am r
Pjm
n: (
i)
pem
anta
pan
ket
ahan
an p
anga
n
men
uju
kem
and
iria
n p
anga
n
den
gan
pen
ing
kata
n p
rod
uks
i p
anga
n p
oko
k; (
ii) s
tab
ilisa
si
har
ga b
ahan
pan
gan
; (iii
) p
erb
aika
n k
ual
itas
ko
nsu
msi
p
anga
n d
an g
izi m
asya
raka
t;
(iv)
mit
igas
i gan
gg
uan
ter
had
ap
keta
han
an p
anga
n; s
erta
(v)
p
enin
gka
tan
kes
ejah
tera
an
pel
aku
usa
ha
pan
gan
te
ruta
ma
pet
ani,
nel
ayan
, dan
p
emb
ud
iday
a ik
an
Pen
ing
kata
n K
edau
lata
n P
anga
n:
sa
sa
ra
n K
ed
au
lata
n
Pan
ga
nin
dik
ato
r:
1. P
rod
uks
i:*
Pad
i (ju
ta t
on
) d
ari 7
0,6
(201
4)
men
jad
i 82,
0 (2
019)
* Ja
gu
ng
(ju
ta t
on
) d
ari 1
9,1
(201
4) m
enja
di 2
4,1
(201
9)*
Ked
elai
(ju
ta t
on
) d
ari 0
,9 (
2014
) m
enja
di 2
,6 (
2019
)*
Gu
la (
juta
to
n)
dar
i 2,6
(20
14)
men
jad
i 3,8
(20
19)
* D
agin
g S
api (
rib
u t
on
) d
ari
452,
7 (2
014)
men
jad
i 755
,1
(201
9)2.
Ko
nsu
msi
:*
Ko
nsu
msi
kal
ori
(K
kal)
dar
i 1.
967
(201
4) m
enja
di 2
.150
(2
019)
3. s
kor
Pola
Pan
gan
Har
apan
(P
PH
), d
ari 8
1,8
(201
4) m
enja
di
92,5
(20
19).
Pen
ing
kata
n K
edau
lata
n
Pan
gan
: Pe
nga
man
an P
rod
uks
i Un
tuk
Kem
and
iria
n d
an D
iver
sifi
kasi
K
on
sum
si P
anga
n.
sa
sa
ra
n P
em
ba
ng
un
an
K
eta
Ha
na
n P
an
ga
n
ind
ikat
or:
1.
Pro
du
ksi:
* Pa
di (
juta
to
n)
dar
i 70,
6 (2
014)
men
jad
i 82,
0 (2
019)
* Ja
gu
ng
(ju
ta t
on
) d
ari 1
9,1
(201
4) m
enja
di 2
4,1
(201
9)*
Ked
elai
(ju
ta t
on
) d
ari 0
,9 (
2014
) m
enja
di 2
,6
(201
9)*
Gu
la (
juta
to
n)
dar
i 2,6
(20
14)
men
jad
i 3,8
(2
019)
* D
agin
g S
api (
rib
u t
on
) d
ari 4
52,7
(20
14)
men
jad
i 75
5,1
(201
9)2.
Ko
nsu
msi
:*
Ko
nsu
msi
kal
ori
(K
kal)
dar
i 1,
967
(201
4) m
enja
di 2
,150
(2
019)
3. s
kor
Pola
Pan
gan
Har
apan
(P
PH
),
dar
i 81,
8 (2
014)
men
jad
i 92,
5 (2
019)
.
Men
uru
nny
a ju
mla
h p
end
ud
uk
raw
an p
anga
n:
ind
ikat
or
Pro
gra
m:
* Pe
nu
run
an ju
mla
h p
end
ud
uk
raw
an p
anga
n
men
jad
i 1.0
%/T
ahu
n (
2015
-201
9).
Keg
iata
n:
Pen
gem
ban
gan
ket
erse
dia
an d
an p
enan
gan
an
raw
an p
anga
nin
dik
ato
r K
egia
tan
:*
Mo
del
Kaw
asan
Man
dir
i Pan
gan
men
jad
i 300
ka
was
an (
2019
).*
Pen
gu
atan
sis
tem
kew
asp
adaa
n p
anga
n d
an
giz
i men
jad
i 456
loka
si (
2015
-201
9)*
Kaj
ian
ker
awan
an p
anga
n m
enja
di 3
5 re
kom
end
asi (
2015
-201
9)*
Pem
anta
uan
, eva
luas
i dan
per
um
usa
n
keb
ijaka
n k
eter
sed
iaan
dan
ker
awan
an p
anga
n
men
jad
i 31
reko
men
das
i (20
15-2
019)
* A
nal
isis
ket
ahan
an d
an k
eren
tan
an p
anga
n
wila
yah
men
jad
i 35
Peta
FS
VA
(20
15-2
019)
* K
ajia
n k
eter
sed
iaan
pan
gan
men
jad
i 35
reko
men
das
i (20
15-2
019)
* K
ajia
n a
kses
pan
gan
men
jad
i 35
reko
men
das
i (2
016-
2019
).
sP
m b
idan
g K
etah
anan
Pan
gan
201
0
Pen
jab
aran
ind
ikat
or
kin
erja
Pem
erin
tah
d
aera
h P
rovi
nsi
dal
am t
arge
t ca
pai
an t
ahu
n
2015
:a.
Ket
erse
dia
an d
an C
adan
gan
Pan
gan
: Pe
ng
uat
an c
adan
gan
pan
gan
60%
pad
a ta
hu
n 2
015.
b. D
istr
ibu
si d
an A
kses
Pan
gan
: K
eter
sed
iaan
info
rmas
i pas
oka
n, h
arga
dan
ak
ses
pan
gan
di d
aera
h 1
00%
pad
a ta
hu
n
2015
.c.
Pen
gan
ekar
agam
an d
an K
eam
anan
Pan
gan
: Pe
nga
was
an d
an p
emb
inaa
n k
eam
anan
p
anga
n 8
0% p
ada
tah
un
201
5.d
. Pen
anga
nan
Ker
awan
an P
anga
n:
Pen
anga
nan
dae
rah
raw
an p
anga
n 6
0%
pad
a ta
hu
n 2
015.
Pen
jab
aran
ind
ikat
or
kin
erja
Pem
erin
tah
d
aera
h K
abu
pat
en/K
ota
dal
am t
arge
t ca
pai
an
tah
un
201
5:a.
Ket
erse
dia
an d
an C
adan
gan
Pan
gan
:1.
Ket
erse
dia
an e
ner
gi d
an p
rote
in p
erka
pit
a 90
% p
ada
tah
un
201
5;2.
Pen
gu
atan
cad
anga
n p
anga
n 6
0% p
ada
tah
un
201
5.b
. Dis
trib
usi
dan
Aks
es P
anga
n:
1. K
eter
sed
iaan
info
rmas
i pas
oka
n, h
arga
d
an a
kses
pan
gan
di d
aera
h 9
0% p
ada
tah
un
201
5;2.
Sta
bili
tas
har
ga d
an p
aso
kan
pan
gan
90%
ta
hu
n 2
015.
c. P
enga
nek
arag
aman
dan
Kea
man
an P
anga
n:
1. P
enca
pai
an s
kor
Pola
Pan
gan
Har
apan
(P
PH
) 90
% p
ada
tah
un
201
5;2.
Pen
gaw
asan
dan
pem
bin
aan
kem
anan
p
anga
n 8
0% p
ada
tah
un
201
5.d
. Pen
anga
nan
Ker
awan
an P
anga
n:
Pen
anga
nan
dae
rah
raw
an p
anga
n 6
0%
pad
a ta
hu
n 2
015.
88 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 89
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku i
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku ii
ren
can
a s
trat
egis
(r
en
st
ra
) 20
15-2
019
sta
nd
ar P
elay
anan
min
imal
(s
Pm
)
Kem
ente
rian
des
a, P
emb
ang
un
an d
aera
h te
rtin
gga
l, d
an tr
ansm
igra
si
targ
et: P
end
ud
uk
seca
ra u
mu
m
n/a
Pem
ban
gu
nan
des
a d
an
Kaw
asan
Per
des
aan
: s
asar
an p
emb
ang
un
an d
esa
dan
kaw
asan
per
des
aan
ad
alah
m
eng
ura
ng
i ju
mla
h d
esa
tert
ing
gal s
amp
ai 5
.000
des
a d
an m
enin
gka
tkan
jum
lah
des
a m
and
iri s
edik
itny
a 2.
000
des
a.
ara
h k
ebija
kan
pem
ban
gu
nan
d
esa
dan
kaw
asan
per
des
aan
Pe
mb
ang
un
an d
esa,
men
caku
p:
a) P
emen
uh
an S
tan
dar
Pe
laya
nan
Min
imu
m D
esa
sesu
ai d
enga
n k
on
dis
i geo
gra
fis
Des
a, m
elal
ui s
trat
egi:
men
yusu
n d
an m
emas
tika
n
terl
aksa
nan
ya N
SP
K S
PM
Des
a (a
nta
ra la
inp
eru
mah
an, p
erm
uki
man
, p
end
idik
an, k
eseh
atan
, p
erh
ub
un
gan
an
tar
per
mu
kim
an
ke p
usa
t p
elay
anan
pen
did
ikan
, p
usa
t p
elay
anan
kes
ehat
an,
dan
pu
sat
keg
iata
n e
kon
om
i, p
enga
iran
, lis
trik
dan
te
leko
mu
nik
asi)
. b
) Pe
nan
gg
ula
nga
n k
emis
kin
an
dan
pen
gem
ban
gan
usa
ha
eko
no
mi m
asya
raka
t D
esa,
m
elal
ui s
trat
egi:
sas
aran
str
ateg
is K
emen
teri
an D
esa,
Pe
mb
ang
un
an D
aera
h Te
rtin
gga
l, d
an
Tran
smig
rasi
:1.
Sas
aran
Pem
ban
gu
nan
Des
a d
an K
awas
an
Perd
esaa
n:
Sas
aran
pem
ban
gu
nan
des
a d
an k
awas
an
per
des
aan
tah
un
201
5-20
19 a
dal
ah:
ber
kura
ng
nya
jum
lah
des
a te
rtin
gga
l sed
ikit
nya
5.00
0 d
esa
atau
men
ing
katn
ya ju
mla
h d
esa
man
dir
i sed
ikit
nya
2.00
0 d
esa.
2. S
asar
an P
emb
ang
un
an D
aera
h Te
rtin
gga
l: S
asar
an p
emb
ang
un
an d
aera
h t
erti
ng
gal t
ahu
n
2015
-201
9 d
itu
juka
n u
ntu
k m
eng
enta
skan
d
aera
h t
erti
ng
gal m
inim
al 8
0 (d
elap
an p
ulu
h)
kab
up
aten
.3.
Sas
aran
Pen
gem
ban
gan
Dae
rah
Tert
entu
a. M
enin
gka
tnya
ket
ahan
an p
anga
n d
i 57
kab
up
aten
dae
rah
raw
an p
anga
n;
b. M
enin
gka
tnya
ko
nek
tifi
tas,
sar
ana
pra
sara
na
das
ar, d
an k
esej
ahte
raan
mas
yara
kat
di
187
Loka
si P
rio
rita
s ya
ng
ter
seb
ar d
i 41
kab
up
aten
yan
g m
emili
ki p
erb
atas
an
neg
ara;
c. M
enin
gka
tnya
ko
nek
tifi
tas,
sar
ana
pra
sara
na
das
ar, d
an k
esej
ahte
raan
mas
yara
kat
di 2
9 ka
bu
pat
en y
ang
mem
iliki
pu
lau
kec
il d
an
pu
lau
ter
luar
;d
. Men
ing
katn
ya 5
8 ka
bu
pat
en r
awan
ben
can
a d
enga
n 2
.000
des
a ta
ng
gu
h.
n/a
C
atat
an:
SP
M y
ang
ad
a te
rkai
t d
enga
n h
al in
i ad
alah
S
PM
Des
a ya
ng
dib
uat
ole
h K
emen
teri
an
Dal
am N
eger
i 201
7.
L a m p i r a n 4r
Pjm
n 2
015-
2019
b
uku
ir
Pjm
n 2
015-
2019
b
uku
iir
enca
na
str
ateg
is (
re
ns
tr
a)
2015
-201
9s
tan
dar
Pel
ayan
an m
inim
al (
sP
m)
ind
ikat
or
Pola
Pan
gan
Har
apan
(P
PH
). d
efin
isi:
Pola
Pan
gan
Har
apan
(P
PH
) ad
alah
su
sun
an
ber
agam
pan
gan
yan
g d
idas
arka
n p
ada
sum
ban
gan
en
erg
i dar
i kel
om
po
k p
anga
n
uta
ma
bai
k se
cara
ab
solu
t m
aup
un
dar
i su
atu
p
ola
ket
erse
dia
an a
tau
ko
nsu
msi
pan
gan
.
def
inis
i op
eras
ion
al:
Peny
edia
an in
form
asi p
enga
nek
arag
aman
ko
nsu
msi
pan
gan
mas
yara
kat
yan
g b
erag
am,
ber
giz
i dan
ber
imb
ang
, ses
uai
sta
nd
ar
kecu
kup
an e
ner
gi d
an p
rote
in p
er k
apit
a p
er
har
i (P
PH
);ta
rget
cap
aian
Sko
r Po
la P
anga
n H
arap
an
(PP
H)
seb
esar
90%
pad
a ta
hu
n 2
015.
ind
ikat
or
Pen
anga
nan
dae
rah
raw
an P
anga
n
def
inis
i:K
eraw
anan
pan
gan
ad
alah
su
atu
ko
nd
isi
keti
dak
cuku
pan
pan
gan
yan
g d
iala
mi d
aera
h,
mas
yara
kat
atau
ru
mah
tan
gga
pad
a w
aktu
te
rten
tu u
ntu
k m
emen
uh
i sta
nd
ar k
ebu
tuh
an
fisi
olo
gis
bag
i per
tum
bu
han
dan
kes
ehat
an
mas
yara
kat.
def
inis
i op
eras
ion
al:
Pen
anga
nan
raw
an p
anga
n d
ilaku
kan
per
tam
a m
elal
ui p
ence
gah
an k
eraw
anan
pan
gan
u
ntu
k m
eng
hin
dar
i ter
jad
inya
raw
an p
anga
n
dis
uat
u w
ilaya
h s
edin
i mu
ng
kin
dan
ked
ua
mel
aku
kan
pen
ang
gu
lan
gan
ker
awan
an
pan
gan
pad
a d
aera
h y
ang
raw
an k
ron
is
mel
alu
i pro
gra
m-p
roga
m s
ehin
gga
raw
an
pan
gan
di w
ilaya
h t
erse
bu
t d
apat
ter
tan
gan
i, d
an p
enan
gg
ula
nga
n d
aera
h r
awan
tra
nsi
en
mel
alu
i ban
tuan
so
cial
. ta
rget
cap
aian
pen
anga
nan
dae
rah
raw
an
pan
gan
seb
esar
60%
pad
a ta
hu
n 2
015.
90 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 91
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku i
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku ii
ren
can
a s
trat
egis
(r
en
st
ra
) 20
15-2
019
sta
nd
ar P
elay
anan
min
imal
(s
Pm
)
Kem
ente
rian
dal
am n
eger
i ta
rget
: Pen
du
du
k se
cara
um
um
sas
aran
Pem
ban
gu
nan
dim
ensi
Pe
mer
ataa
n:
Men
ing
katk
an c
aku
pan
p
elay
anan
das
ar d
an a
kses
te
rhad
ap e
kon
om
i pro
du
ktif
m
asya
raka
t ku
ran
g m
amp
u.
1. P
erlin
du
nga
n S
osi
al b
agi
Pen
du
du
k R
enta
n d
an K
ura
ng
M
amp
u (
40%
pen
du
du
k b
erp
end
apat
an t
eren
dah
)
ind
ikat
or:
a. K
epes
erta
an J
amin
an
Kes
ehat
an d
ari 8
6% (
2014
) m
enja
di 1
00%
(20
19)
b. A
kses
Pan
gan
Ber
nu
tris
i dar
i 60
% (
2014
) m
enja
di 1
00%
(2
019)
c. A
kses
ter
had
ap L
ayan
an
Keu
anga
n d
ari 4
,12%
(20
14)
men
jad
i 25%
(20
19).
2. P
elay
anan
Das
ar B
agi
Pen
du
du
k R
enta
n d
an K
ura
ng
M
amp
u (
40%
pen
du
du
k b
erp
end
apat
an t
eren
dah
)in
dik
ato
r:a.
Kep
emili
kan
akt
e la
hir
(20
13)
dar
i 64,
6% (
2014
) m
enja
di
77,4
% (
2019
)b
. Aks
es a
ir m
inu
m d
ari 5
5,7%
(2
014)
men
jad
i 100
% (
2019
)c.
Aks
es s
anit
asi l
ayak
dar
i 20
,24%
(20
14)
men
jad
i 100
%
(201
9)d
. Aks
es p
ener
anga
n d
ari 5
2,3%
(2
014)
men
jad
i 100
% (
2019
)
targ
et c
aku
pan
pad
a 40
%
ber
pen
dap
atan
ter
baw
ah.
Pela
yan
an D
asar
Bag
i Pen
du
du
k R
enta
n d
an K
ura
ng
Mam
pu
(4
0% p
end
ud
uk
ber
pen
dap
atan
te
ren
dah
)in
dik
ato
r:a.
Kep
emili
kan
akt
e la
hir
(20
13)
dar
i 64,
6% (
2014
) m
enja
di
77,4
% (
2019
)b
. Aks
es a
ir m
inu
m d
ari 5
5,7%
(2
014)
men
jad
i 100
% (
2019
)c.
Aks
es s
anit
asi l
ayak
dar
i 20
,24%
(20
14)
men
jad
i 100
%
(201
9)d
. Aks
es p
ener
anga
n d
ari 5
2,3%
(2
014)
men
jad
i 100
% (
2019
)
Pr
og
ra
m b
ina
Pe
mb
an
gu
na
n d
ae
ra
H
sas
aran
str
ateg
is:
* M
enin
gka
tnya
ku
alit
as p
elay
anan
pu
blic
Dal
am
pen
yele
ng
gara
an p
emb
ang
un
an d
aera
hin
dik
ato
r sa
sara
n s
trat
egis
:*
Pers
enta
se d
aera
h y
ang
mem
enu
hi p
elay
anan
D
asar
men
jad
i 60%
(20
19)
ind
ikat
or
Pro
gra
m:
Pers
enta
se P
ener
apan
ind
ikat
or
uta
ma
SP
M d
i d
aera
h m
enja
di 1
00%
(6
SP
M)
(set
iap
tah
un
di
per
iod
e 20
15-2
019)
. K
egia
tan
: P
EM
BIN
AA
N P
EN
YE
LEN
GG
AR
AA
N D
AN
P
EM
BA
NG
UN
AN
UR
US
AN
PE
ME
RIN
TAH
AN
D
AE
RA
H II
I ta
rget
: M
enin
gka
tnya
ku
alit
as p
enye
len
gga
raan
uru
san
p
emer
inta
han
dae
rah
di b
idan
g K
eseh
atan
, So
sial
d
an B
ud
aya,
Ko
per
asi,
UK
M d
an P
enan
aman
M
od
al, P
erin
du
stri
an d
an P
erd
agan
gan
, dan
Pa
riw
isat
a, P
emb
erd
ayaa
n M
asya
raka
t D
esa
dan
U
rusa
n K
emen
dag
ri
ind
ikat
or
Keg
iata
n:
* Pe
ner
apan
Ind
ikat
or
Uta
ma
pel
ayan
an p
ub
lik
di d
aera
h li
ng
kup
UP
D II
I yan
g d
itek
anka
n p
ada
Ref
orm
asi p
elay
anan
pu
blik
das
ar K
eseh
atan
.
So
sial
Ta
rget
un
tuk
tiap
tah
un
di p
erio
de
2015
-201
9:
3 U
rusa
n W
ajib
Pel
ayan
an D
asar
mel
ipu
ti
Kes
ehat
an, S
osi
al, d
an T
ran
tib
um
Lin
mas
; 5
Uru
san
Waj
ib N
on
-Pel
ayan
an D
asar
mel
ipu
ti
Bu
day
a, K
op
eras
i-U
KM
, Pen
anam
an M
od
al,
Pem
ber
day
aa n
Mas
yara
kat
dan
Des
a, s
erta
A
dm
inis
tras
i Kep
end
ud
uka
n d
an C
atat
an S
ipil.
sP
m d
esa
2017
(o
leh
Kem
end
agri
)
anta
ra la
in m
elip
uti
: a.
pen
yed
iaan
dan
pen
yeb
aran
info
rmas
i p
elay
anan
; b
. pen
yed
iaan
dat
a d
an in
form
asi
kep
end
ud
uka
n d
an p
erta
nah
an;
c. p
emb
eria
n s
ura
t ke
tera
nga
n;
d. p
enye
der
han
aan
pel
ayan
an; d
an
e. p
enga
du
an m
asya
raka
t.
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku i
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku ii
ren
can
a s
trat
egis
(r
en
st
ra
) 20
15-2
019
sta
nd
ar P
elay
anan
min
imal
(s
Pm
)
(i)
pen
ataa
n d
an p
eng
uat
an
BU
MD
esa
un
tuk
men
du
kun
g
kete
rsed
iaan
sar
ana
pra
sara
na
pro
du
ksi k
hu
susn
ya b
enih
, p
up
uk,
pen
go
lah
an p
rod
uk
per
tan
ian
dan
per
ikan
an s
kala
ru
mah
tan
gga
des
a;
(ii)
fas
ilita
si, p
emb
inaa
n,
mau
pu
n p
end
amp
inga
n d
alam
p
eng
emb
anga
n u
sah
a, b
antu
an
per
mo
dal
an/k
red
it,
kese
mp
atan
ber
usa
ha,
p
emas
aran
dan
kew
irau
sah
aan
; d
an
(iii)
men
ing
katk
an
kap
asit
as m
asya
raka
t d
esa
dal
am p
eman
faat
an d
an
pen
gem
ban
gan
Tekn
olo
gi T
epat
G
un
a Pe
rdes
aan
ind
ikat
or
Kin
erja
Pro
gra
m (
iKP
):1.
Men
ing
katn
ya p
elay
anan
du
kun
gan
m
enaj
emen
dan
tu
gas
tekn
is la
inny
a p
ada
Dit
jen
Pem
ban
gu
nan
Dan
Pem
ber
day
aan
M
asya
raka
t D
esa
2. M
enin
gka
tnya
pem
ber
day
aan
mas
yara
kat
des
a 74
.093
des
a 3.
Men
ing
katn
ya p
elay
anan
so
sial
das
ar d
i 5.0
00
des
a te
rtin
gga
l dan
2.0
00 d
esa
ber
kem
ban
g
po
ten
si m
and
iri
4. M
enin
gka
tnya
pem
ban
gu
nan
sar
ana
dan
p
rasa
ran
a d
i 5.0
00 d
esa
tert
ing
gal d
an 2
.000
d
esa
ber
kem
ban
g p
ote
nsi
man
dir
i 5.
Men
ing
katn
ya p
end
ayag
un
aan
su
mb
er d
aya
alam
dan
tek
no
log
i tep
at g
un
a d
i 5.0
00 d
esa
tert
ing
gal d
an 2
.000
des
a b
erke
mb
ang
po
ten
si
man
dir
i 6.
Ber
kem
ban
gny
a u
sah
a ek
on
om
i des
a (B
um
des
) d
i 5.0
00 d
esa
tert
ing
gal d
an 2
.000
d
esa
ber
kem
ban
g p
ote
nsi
man
dir
i
Keg
iata
n P
emb
erd
ayaa
n m
asya
raka
t d
esa
sas
aran
: 1.
Men
ing
katn
ya P
emb
erd
ayaa
n M
asya
raka
t D
esa
di 7
4.09
3 d
esa
2. Te
rlak
san
anya
Pro
gra
m P
end
amp
inga
n D
esa
pad
a 50
Kab
/ko
ta s
ebag
ai P
roye
k Pe
rco
nto
han
(P
ilot
Pro
ject
s) (
Qu
ick
win
s)
3. Te
rlak
san
anya
Rek
ruit
men
t d
an P
emb
ekal
an
Cal
on
Pen
dam
pin
g D
esa
dan
Fas
ilita
tor
Pem
ber
day
aan
Mas
yara
kat
Des
a (Q
uic
k w
ins)
ind
ikat
or
Kin
erja
Keg
iata
n:
1. J
um
lah
ru
mu
san
keb
ijaka
n d
an N
SP
K b
idan
g
Pem
ber
day
aan
Mas
yara
kat
Des
a 2.
Ju
mla
h p
elak
san
aan
keb
ijaka
n P
emb
erd
ayaa
n
Mas
yara
kat
Des
a 3.
Ju
mla
h b
imb
inga
n t
ekn
is d
an s
up
ervi
si
Pem
ber
day
aan
Mas
yara
kat
Des
a 4.
Ju
mla
h la
po
ran
eva
luas
i pro
gra
m/k
egia
tan
Pe
mb
erd
ayaa
n M
asya
raka
t D
esa
5. J
um
lah
Pen
dam
pin
gan
Des
a p
ada
50 K
ab/k
ota
se
bag
ai P
roye
k Pe
rco
nto
han
(P
ilot
Pro
ject
s)
6. J
um
lah
Rek
uit
men
t d
an P
emb
ekal
an
Cal
on
Pen
dam
pin
g D
esa
dan
Fas
ilita
tor
Pem
ber
day
aan
Mas
yara
kat
Des
a (Q
uic
k w
ins)
L a m p i r a n 4
92 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 93
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku i
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku ii
ren
can
a s
trat
egis
(r
en
st
ra
) 20
15-2
019
sta
nd
ar P
elay
anan
min
imal
(s
Pm
)
* M
enin
gka
tnya
kap
asit
as
pra
sara
na
air
bak
u u
ntu
k m
elay
ani r
um
ah t
ang
ga,
per
kota
an, d
an in
du
stri
se
bes
ar 5
1,44
m3/
det
men
jad
i 11
8,6
m3/
det
.
targ
et c
aku
pan
pad
a 40
%
ber
pen
dap
atan
ter
baw
ah.
Targ
et c
aku
pan
pel
ayan
an d
asar
p
ada
tah
un
201
9:*
Aks
es a
ir m
inu
m la
yak
men
jad
i 100
%.
* A
kses
san
itas
i lay
ak m
enja
di
100%
.
ind
ikat
or
sas
aran
sra
teg
is:
* T
ing
kat
laya
nan
infr
astr
ukt
ur
das
ar p
erm
uki
man
d
an p
eru
mah
an m
enja
di t
ota
l 95%
pad
a 20
19.
Pr
og
ra
m 1
: P
EM
BIN
AA
N D
AN
P
EN
GE
MB
AN
GA
N IN
FRA
ST
RU
KT
UR
P
ER
MU
KIM
AN
in
dik
ato
r P
rog
ram
:*
Pers
enta
se p
enin
gka
tan
cak
up
an p
elay
anan
ak
ses
air
min
um
men
jad
i 100
% (
2019
)*
Pers
enta
se p
enu
run
an lu
asan
per
mu
kim
an
kum
uh
per
kota
an m
enja
di 0
% (
2019
)*
Pers
enta
se p
enin
gka
tan
cak
up
an p
elay
anan
ak
ses
san
itas
i men
jad
i 100
% (
2019
). K
egia
tan
1.4
: PE
NG
AT
UR
AN
, PE
MB
INA
AN
, P
EN
GA
WA
SA
N, P
EN
GE
MB
AN
GA
N S
UM
BE
R
PE
MB
IAYA
AN
DA
N P
OLA
INV
ES
TAS
I, S
ER
TA
PE
NG
EM
BA
NG
AN
SIS
TE
M P
EN
YE
DIA
AN
AIR
M
INU
M.
ind
ikat
or
Keg
iata
n:
Fasi
litas
i SPA
M P
DA
M:
* Ju
mla
h P
DA
M y
ang
dif
asili
tasi
* Ju
mla
h k
awas
an S
PAM
MB
R (
Mas
yara
kat
Ber
pen
gh
asila
n R
end
ah)
yan
g d
ikem
ban
gka
n
jari
nga
nny
a
Fasi
litas
i SPA
M N
on
-PD
AM
:*
Jum
lah
UP
TD
yan
g d
ifas
ilita
si
* Ju
mla
h k
awas
an S
PAM
MB
R y
ang
d
ikem
ban
gka
n ja
rin
gan
nya
Pen
gatu
ran
, Pem
bin
aan
, Pen
gaw
asan
Pe
ng
emb
anga
n A
ir M
inu
m:
* Ju
mla
h p
enye
len
gga
raan
pen
gatu
ran
, p
emb
inaa
n, d
an p
enga
was
an p
eng
emb
anga
n
air
min
um
di K
ab/K
ota
. (#
Kab
/Ko
ta)
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku i
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku ii
ren
can
a s
trat
egis
(r
en
st
ra
) 20
15-2
019
sta
nd
ar P
elay
anan
min
imal
(s
Pm
)
Kem
ente
rian
Pek
erja
an u
mu
m d
an P
eru
mah
an r
akya
t ta
rget
: Pen
du
du
k se
cara
um
um
Pem
ban
gu
nan
Ket
ahan
an a
ir
1. P
emen
uh
an k
ebu
tuh
an d
an
jam
inan
ku
alit
as a
ir u
ntu
k ke
hid
up
an s
ehar
i-h
ari:
ind
ikat
or:
* Pe
nin
gka
tan
kap
asit
as a
ir b
aku
n
asio
nal
dar
i 51,
44 m
3/d
et
(201
4) m
enja
di 1
18,6
m3/
det
.(P
enin
gka
tan
kap
asit
as :6
7,16
m
3/d
et)
* Pe
nyed
iaan
air
bak
u u
ntu
k p
ula
u-p
ula
u k
ecil
d
ari 1
0 lo
kasi
(20
14)
men
jad
i 60
loka
si (
2019
). (
du
kun
gan
p
end
ud
uk
dan
par
iwis
ata)
.
men
ing
katk
an c
aku
pan
p
elay
anan
das
ar d
an a
kses
te
rhad
ap e
kon
om
i pro
du
ktif
m
asya
raka
t ku
ran
g m
amp
u.
2. P
elay
anan
Das
ar b
agi
Pen
du
du
k R
enta
n d
an K
ura
ng
M
amp
u (
40%
pen
du
du
k b
erp
end
apat
an t
eren
dah
):In
dik
ato
r:*
Aks
es A
ir M
inu
m
dar
i 55,
7% m
enja
di 1
00%
.*
Aks
es S
anit
asi L
ayak
d
ari 2
0,24
% m
enja
di 1
00%
.
sa
sa
ra
n B
IDA
NG
IN
FRA
ST
RU
KT
UR
ind
ikat
or:
* Te
rcap
ainy
a p
eng
enta
san
p
erm
uki
man
ku
mu
h p
erko
taan
m
enja
di 0
per
sen
mel
alu
i p
enan
gan
an k
awas
an
per
mu
kim
an k
um
uh
sel
uas
38
.431
hek
tar
dan
pen
ing
kata
n
kesw
aday
aan
mas
yara
kat
di
7.68
3 ke
lura
han
.*
Terc
apai
nya
100
per
sen
p
elay
anan
air
min
um
ya
kni 8
5 p
erse
n p
end
ud
uk
terl
ayan
i aks
es s
esu
ai
pri
nsi
p 4
K (
Ku
anti
tas,
K
ual
itas
, Ko
nti
nu
itas
, dan
K
eter
jan
gka
uan
) d
an 1
5 p
erse
n
sesu
ai k
ebu
tuh
an d
asar
(b
asic
n
eed
s).
* Te
rcap
ainy
a 10
0 p
erse
n
pel
ayan
an s
anit
asi (
air
limb
ah d
om
esti
k, s
amp
ah
dan
dra
inas
e lin
gku
nga
n)
yakn
i 85
per
sen
pen
du
du
k te
rlay
ani a
kses
ses
uai
sta
nd
ar
pel
ayan
an (
pen
gel
ola
an a
ir
limb
ah s
iste
m s
etem
pat
dan
te
rpu
sat,
pel
ayan
an s
amp
ah
per
kota
an d
an p
eng
elo
laan
sa
mp
ah s
ecar
a 3R
(R
edu
ce,
Reu
se, R
ecyc
le)
dan
p
eng
ura
nga
n lu
as g
enan
gan
se
bes
ar 2
2.50
0Ha)
dan
15%
se
suai
keb
utu
han
das
ar (
bas
ic
nee
ds)
.
tuju
an s
trat
egis
2:
Men
yele
ng
gara
kan
pem
ban
gu
nan
bid
ang
p
eker
jaan
um
um
dan
per
um
ahan
rak
yat
un
tuk
men
du
kun
g k
etah
anan
air
, ked
aula
tan
pan
gan
, d
an k
etah
anan
en
erg
i gu
na
men
gg
erak
kan
sek
tor-
sekt
or
stra
teg
is e
kon
om
i do
mes
tik
dal
am r
ang
ka
kem
and
iria
n e
kon
om
i. in
dik
ato
r s
asar
an s
trat
egis
:*
Tin
gka
t d
uku
nga
n k
etah
anan
air
nas
ion
al
men
jad
i 67,
60 %
(20
19)
dar
i 28,
95 %
(20
15).
ind
ikat
or
sas
aran
Pro
gra
m:
* Pe
nin
gka
tan
deb
it la
yan
an s
aran
a d
an
pra
sara
na
pen
yed
iaan
air
bak
u m
enja
di 2
2,0
m3/
det
ik (
2019
) d
ari 8
,65
m3/
det
ik (
2015
). t
ota
l 67
,52
m3/
det
ik (
2019
).
ind
ikat
or
Keg
iata
n:
* Ju
mla
h N
SP
K p
enye
dia
an d
an p
eng
elo
laan
air
ta
nah
dan
air
bak
u m
enja
di 1
NS
PK
(20
15-2
019)
.*
Jum
lah
Pem
da/
mas
yara
kat/
du
nia
usa
ha
yan
g
dib
eri b
imb
inga
n t
ekn
is p
eren
can
aan
dan
p
elak
san
aan
pem
ban
gu
nan
/ pen
ing
kata
n d
an
reh
abili
tasi
sar
ana
pra
sara
na
pen
yed
iaan
dan
p
eng
elo
laan
air
tan
ah d
an a
ir b
aku
men
jad
i to
tal 2
0 Pe
md
a/m
asya
raka
t/ d
un
ia u
sah
a p
ada
2019
.*
Jum
lah
ko
nst
ruks
i in
take
air
bak
u y
ang
d
ilaks
anak
an m
enja
di t
ota
l 500
bu
ah p
ada
2019
.*
Jum
lah
inta
ke a
ir b
aku
yan
g d
iop
eras
ikan
dan
d
ipel
ihar
a m
enja
di 4
00 b
uah
pad
a 20
19.
tuju
an s
trat
egis
4:
Men
yele
ng
gara
kan
pem
ban
gu
nan
bid
ang
PU
PR
u
ntu
k m
end
uku
ng
laya
nan
infr
astr
ukt
ur
das
ar
yan
g la
yak
gu
na
mew
uju
dka
n k
ual
itas
hid
up
m
anu
sia
Ind
on
esia
sej
alan
den
gan
pri
nsi
p
‘infr
astr
ukt
ur
un
tuk
sem
ua.
sP
m 2
014
Peny
edia
an a
ir b
aku
un
tuk
keb
utu
han
m
asya
raka
tin
dik
ato
r:1.
Per
sen
tase
ter
sed
inya
air
bak
u u
ntu
k m
emen
uh
i keb
utu
han
po
kok
min
imal
seh
ari-
har
i; d
an2.
Per
sen
tase
ter
sed
inya
air
irig
asi u
ntu
k p
erta
nia
n r
akya
t p
ada
sist
em ir
igas
i yan
g s
ud
ah a
da
sesu
ai d
enga
n
kew
enan
gan
nya.
Pe
nyed
iaan
air
min
um
ind
ikat
or:
* Pe
rsen
tase
pen
du
du
k ya
ng
men
dap
atka
n
akse
s ai
r m
inu
m y
ang
am
an.
Peny
edia
an s
anit
asi
ind
ikat
or:
a. p
erse
nta
se p
end
ud
uk
yan
g t
erla
yan
i sis
tem
ai
r lim
bah
yan
g m
emad
ai;
b. p
erse
nta
se p
eng
ura
nga
n s
amp
ah d
i p
erko
taan
;c.
per
sen
tase
pen
gan
gku
tan
sam
pah
;d
) p
erse
nta
se p
eng
op
eras
ian
Tem
pat
Pe
mb
uan
gan
Akh
ir (
TPA
); d
ane.
per
sen
tase
pen
du
du
k ya
ng
tel
ayan
i sis
tem
ja
rin
gan
dra
inas
e sk
ala
kota
seh
ing
ga t
idak
te
rjad
i gen
anga
n (
leb
ih d
ari 3
0 cm
, sel
ama
6 ja
m)
leb
ih d
ari 2
kal
i set
ahu
n.
L a m p i r a n 4
94 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 95
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku i
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku ii
ren
can
a s
trat
egis
(r
en
st
ra
) 20
15-2
019
sta
nd
ar P
elay
anan
min
imal
(s
Pm
)
Kem
ente
rian
Pen
did
ikan
dan
Keb
ud
ayaa
n
targ
et: a
nak
usi
a 3-
6 ta
hu
n
Pem
ban
gu
nan
Pen
did
ikan
kh
usu
snya
Pel
aksa
naa
n P
rog
ram
in
do
nes
ia P
inta
r
Ko
mp
on
en:
Pen
did
ikan
An
ak U
sia
Din
i
ind
ikat
or:
An
gka
Par
tisi
pas
i PA
UD
dar
i 66.
8% m
enja
di 7
7.2%
(20
19)
sa
sa
ra
n P
ar
tis
iPa
si
Pe
nd
idiK
an
un
tu
K j
en
jan
g
Pe
nd
idiK
an
da
sa
r,
me
ne
ng
aH
, tin
gg
i da
n P
au
d
Ko
mp
on
en:
Pen
did
ikan
An
ak U
sia
Din
i
ind
ikat
or:
* A
ng
ka P
arti
sip
asi P
AU
D d
ari
66,8
1% (
2014
) m
enja
di 7
7,23
%
(201
9)
tuju
an s
trat
egis
:Pe
nin
gka
tan
Aks
es P
AU
D, D
ikd
as, D
ikm
en,
Dik
mas
, dan
Pen
did
ikan
An
ak B
erke
bu
tuh
an
Kh
usu
ss
asar
an s
trat
egis
:M
enin
gka
tnya
aks
es p
end
idik
an a
nak
usi
a d
ini
dan
pen
did
ikan
mas
yara
kat
di s
elu
ruh
pro
vin
si,
kab
up
aten
, dan
ko
ta.
ind
ikat
or
Kin
erja
sas
aran
str
ateg
is:
* A
PK
PA
UD
usi
a 3-
6 ta
hu
n s
eku
ran
gku
ran
gny
a 78
,70%
B
asel
ine:
68,
10%
(20
14)
* S
eju
mla
h m
inim
al 5
4,60
% k
abu
pat
en d
an k
ota
m
emili
ki le
mb
aga
PAU
D t
erp
adu
pem
bin
a h
olis
tik
inte
gra
tif.
Bas
elin
e: 4
0% (
2014
)
sas
aran
Pro
gra
m in
do
nes
ia P
inta
r m
elal
ui
pel
aksa
naa
n W
ajib
bel
ajar
12
tah
un
pad
a r
Pjm
n
2015
—20
19.
ind
ikat
or
Kin
erja
aks
es P
end
idik
an:
* A
ng
ka P
arti
sip
asi P
AU
D d
ari 6
6,8%
(20
14)
men
jad
i 77,
2% (
2019
).P
rog
ram
:Pe
nd
idik
an A
nak
Usi
a D
ini (
PAU
D)
dan
Pen
did
ikan
M
asya
raka
ts
asar
an P
rog
ram
:Te
rcip
tany
a ke
luas
an d
an k
emer
ataa
n a
kses
PA
UD
dan
pen
did
ikan
mas
yara
kat
ber
mu
tu,
ber
kese
tara
an g
end
er, d
an b
erw
awas
an
pen
did
ikan
pem
ban
gu
nan
ber
kela
nju
tan
(E
du
cati
on
fo
r S
ust
ain
able
Dev
elo
pm
ent/
ES
D)
di
sem
ua
pro
vin
si, k
abu
pat
en, d
an k
ota
.
sP
m P
end
idik
an n
on
-fo
rmal
: s
Pm
Pen
did
ikan
tam
an K
anak
-kan
ak t
erd
iri
atas
:a.
20
per
sen
jum
lah
an
ak u
sia
4-6
tah
un
m
eng
iku
ti p
rog
ram
TK
/RA
.b
. 90
per
sen
gu
ru la
yak
men
did
ik T
K/R
A
den
gan
ku
alif
ikas
i se-
suai
den
gan
sta
nd
ar
kom
-pet
ensi
yan
g d
itet
apka
n s
e-ca
ra
nas
ion
al.
c. 9
0 p
erse
n T
K/R
A m
emili
ki s
aran
a d
an
pra
sara
na
bel
ajar
/ ber
mai
n.
d. 6
0 p
erse
n T
K/R
A m
ener
apka
n m
anaj
emen
b
erb
asis
sek
ola
h s
esu
ai d
enga
n m
anu
al
yan
g d
itet
apka
n o
leh
Men
teri
.
sP
m P
end
idik
an p
ada
tam
an P
enit
ipan
an
ak,
Kel
om
po
k b
erm
ain
ata
u y
ang
sed
eraj
at t
erd
iri
atas
:a.
65
per
sen
an
ak d
alam
kel
om
po
k 0–
4 ta
hu
n
men
g-i
kuti
keg
iata
n Te
mp
at P
enit
ipan
An
ak,
Kel
om
po
k B
erm
ain
ata
u y
ang
sed
eraj
at.
b. 5
0 p
erse
n ju
mla
h a
nak
usi
a 4-
6 ta
hu
n y
ang
b
elu
m t
er-l
ayan
i pad
a p
rog
ram
PA
UD
jalu
r fo
rmal
men
gik
uti
pro
gra
m P
AU
D ja
lur
no
n
form
al.
c. 5
0 p
erse
n g
uru
PA
UD
jalu
r n
on
fo
rmal
tel
ah
men
gik
uti
pel
atih
an d
i bid
ang
PA
UD
.
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku i
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku ii
ren
can
a s
trat
egis
(r
en
st
ra
) 20
15-2
019
sta
nd
ar P
elay
anan
min
imal
(s
Pm
)
Kem
ente
rian
so
sial
targ
et: P
end
ud
uk
seca
ra u
mu
m
Pen
ang
gu
lan
gan
Kem
iski
nan
a
ra
H K
eb
ija
Ka
n:
Men
ing
katk
an p
erlin
du
nga
n,
pro
du
ktiv
itas
dan
pem
enu
han
h
ak d
asar
bag
i pen
du
du
k ku
ran
g m
amp
u, m
elal
ui (
i)
pen
ataa
n a
sist
ensi
so
sial
te
rpad
u b
erb
asis
kel
uar
ga d
an
sikl
us
hid
up
mel
alu
i Pro
gra
m
Kel
uar
ga P
rod
ukt
if d
an S
ejah
tera
ya
ng
men
ca-k
up
an
tara
lain
b
antu
an t
un
ai b
ersy
arat
dan
/at
au s
emen
tara
, pan
gan
b
ern
utr
isi,
pen
ing
kata
n k
apas
itas
p
enga
suh
an d
an u
sah
a ke
luar
ga,
pen
gem
ban
gan
pen
yalu
ran
b
antu
an m
elal
ui k
euan
gan
d
igit
al, s
erta
pem
ber
day
aan
dan
re
hab
ilita
si s
osi
al.
imp
lem
enta
si s
trat
egi
Pen
garu
suta
maa
n g
end
er.
sas
aran
:Te
rsal
urk
anny
a b
antu
an t
un
ai
ber
syar
at b
agi m
asya
raka
t m
iski
n d
an r
enta
n.
ind
ikat
or:
* Ju
mla
h k
elu
arga
san
gat
mis
kin
(K
SM
) ya
ng
m
end
apat
kan
ban
tuan
tu
nai
b
ersy
arat
PK
H (
Pro
gra
m
Kel
uar
ga H
arap
an).
sas
aran
str
ateg
is K
emen
teri
an s
osi
al:
1. B
erko
ntr
ibu
si m
enu
run
kan
jum
lah
fak
ir m
iski
n,
kelo
mp
ok
ren
tan
dan
PM
KS
(Pe
nyan
dan
g
Mas
alah
Kes
ejah
tera
an S
osi
al)
lain
nya
seb
esar
1
(sat
u)
per
sen
pad
a ta
hu
n 2
019
ind
ikat
or:
1.1.
Per
sen
tase
(%
) ke
luar
ga m
iski
n d
an
ren
tan
ser
ta P
MK
S la
inny
a ya
ng
men
ing
kat
kem
amp
uan
nya
dal
am m
emen
uh
i keb
utu
han
d
asar
;
Pro
gra
m:
Pro
gra
m P
erlin
du
nga
n d
an J
amin
an S
osi
al.
ind
ikat
or:
* Pe
rsen
tase
(%
) ke
luar
ga m
iski
n d
an r
enta
n y
ang
m
ener
ima
ban
tuan
pem
enu
han
keb
utu
han
d
asar
ind
ikat
or
Keg
iata
n:
* K
elu
arga
san
gat
mis
kin
(K
M)
yan
g m
end
apat
p
rog
ram
ban
tuan
tu
nai
ber
syar
at (
PK
H)
seb
anya
k 6.
000.
000
KM
.*
Pese
rta
PK
H y
ang
men
dap
atka
n a
sura
nsi
ke
seja
hte
raan
so
cial
(A
skes
os)
mel
alu
i PB
I se
ban
yak
452.
500
KK
.*
Pen
du
du
k m
iski
n d
an r
enta
n y
ang
men
dap
atka
n
pro
gra
m s
imp
anan
kel
uar
ga s
ejah
tera
(P
SK
S)
seb
anya
k 16
.030
.897
jiw
a.
ind
iKa
tor
sta
nd
ar
Pe
laYa
na
n m
inim
al
bid
an
g s
os
ial
da
er
aH
Pr
ov
ins
i1.
pem
ber
ian
ban
tuan
so
sial
bag
i Pen
yan
dan
g
Mas
alah
Kes
ejah
tera
an S
osi
al s
kala
pro
vin
si.
ind
ikat
or:
Pers
enta
se (
%)
PM
KS
ska
la p
rovi
nsi
ya
ng
mem
per
ole
h b
antu
an s
osi
al. U
ntu
k p
emen
uh
an k
ebu
tuh
an d
asar
. 80
% (
2008
-201
5).
targ
et:
80 %
den
gan
bat
as p
elay
anan
sel
ama
7 ta
hu
n
dar
i tah
un
200
8 s.
d t
ahu
n 2
015.
ind
iKa
tor
sta
nd
ar
Pe
laYa
na
n m
inim
al
bid
an
g s
os
ial
da
er
aH
Ka
bu
Pat
en
/Ko
ta1.
pem
ber
ian
ban
tuan
so
sial
bag
i Pen
yan
dan
g
Mas
alah
Kes
ejah
tera
an S
osi
al s
kala
K
abu
pat
en/K
ota
.
ind
ikat
or:
Pers
enta
se (
%)
PM
KS
ska
la p
rovi
nsi
ya
ng
mem
per
ole
h b
antu
an s
osi
al. U
ntu
k p
emen
uh
an k
ebu
tuh
an d
asar
. 80
% (
2008
-201
5).
targ
et:
80 %
den
gan
bat
as p
elay
anan
sel
ama
7 ta
hu
n d
ari t
ahu
n 2
008
s.d
tah
un
201
5 d
an
pen
ang
gu
ng
jaw
ab D
inas
/Inst
ansi
So
sial
K
abu
pat
en/K
ota
.
L a m p i r a n 4
96 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 97
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku i
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku ii
ren
can
a s
trat
egis
(r
en
st
ra
) 20
15-2
019
sta
nd
ar P
elay
anan
min
imal
(s
Pm
)
sas
aran
Pro
gra
m:
Terc
ipta
nya
kelu
asan
dan
kem
erat
aan
ak
ses
pen
did
ikan
kel
uar
ga y
ang
ber
mu
tu,
ber
kese
tara
an g
end
er, d
an b
erw
awas
an
pen
did
ikan
un
tuk
pem
ban
gu
nan
ber
kela
nju
tan
(E
SD
) d
an k
ewar
gan
egar
aan
glo
bal
di s
emu
a p
rovi
nsi
, kab
up
aten
dan
ko
ta.
ind
ikat
or
Kin
erja
Pro
gra
m:
* Ju
mla
h o
ran
g d
ewas
a m
eng
iku
ti p
end
idik
an
kelu
arga
. d
ari 0
(20
14)
men
jad
i 4.3
43.5
00 (
2019
).*
Jum
lah
lem
bag
a/sa
tuan
pen
did
ikan
m
enye
len
gga
raka
n p
end
idik
an k
elu
arga
. d
ari 0
(20
14)
men
jad
i 87.
417
(201
9).
ind
ikat
or
Kin
erja
Keg
iata
n:
* Ju
mla
h le
mb
aga/
satu
an p
nf
men
yele
ng
gara
kan
p
end
idik
an k
arak
ter
dan
pen
did
ikan
kec
akap
an
hid
up
ter
mas
uk
pen
did
ikan
giz
i bag
i ora
ng
tua
d
ari 0
(20
14)
men
jad
i 10.
000
(201
9).
* Ju
mla
h le
mb
aga/
satu
an p
end
idik
an
men
yele
ng
gara
kan
pen
did
ikan
kem
and
iria
n
dan
kep
rib
adia
n k
arak
ter
ban
gsa
an
ti k
oru
psi
, ke
kera
san
dal
am r
um
ah t
ang
ga, d
an k
ejah
atan
se
ksu
al p
ada
anak
d
ari 0
(20
14)
men
jad
i 10.
000
(201
9).
* Ju
mla
h p
end
idik
dan
ten
aga
kep
end
idik
an
sert
a o
ran
g t
ua/
wal
i dan
pen
gasu
h m
emili
ki
kap
asit
as m
ener
apka
n p
end
idik
an k
elu
arga
d
ari 0
(20
14)
men
jad
i 540
.000
(20
19).
* Ju
mla
h k
on
ten
/mat
eri d
iun
gga
h k
e ka
nal
p
end
idik
an k
elu
arga
d
ari 0
(20
14)
men
jad
i 225
(20
19).
* Ju
mla
h d
oku
men
NS
PK
pen
did
ikan
kel
uar
ga
dar
i 0 (
2014
) m
enja
di 1
0 (2
019)
.
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku i
rP
jmn
201
5-20
19
bu
ku ii
ren
can
a s
trat
egis
(r
en
st
ra
) 20
15-2
019
sta
nd
ar P
elay
anan
min
imal
(s
Pm
)
targ
et: P
end
ud
uk
usi
a 18
+ ta
hu
n
tuju
an s
trat
egis
4:
Pen
ing
kata
n M
utu
dan
Rel
evan
si P
emb
elaj
aran
ya
ng
Ber
ori
enta
si p
ada
Pem
ben
tuka
n K
arak
ter
sa
sa
ra
n s
tr
at
eg
is:
Men
ing
katn
ya le
mb
aga/
satu
an p
end
idik
an d
an
pem
ang
ku k
epen
tin
gan
yan
g m
enye
len
gg
gra
kan
p
end
idik
an k
elu
arga
.
ind
ikat
or
Kin
erja
sas
aran
str
ateg
is:
* Ju
mla
h le
mb
aga/
satu
an p
end
idik
an m
asya
raka
t ya
ng
men
yele
ng
gara
kan
pen
did
ikan
ora
ng
tu
a/ke
luar
ga s
eban
yak
87.4
17 le
mb
aga.
B
asel
ine:
0 (
2014
).
ind
ikat
or
Kin
erja
Pro
gra
m:
* Pe
rsen
tase
An
gka
Par
tisi
pas
i Kas
ar (
AP
K)
PAU
D
usi
a 3-
6 ta
hu
n
dar
i 68,
10 %
(20
14)
men
jad
i 86,
7% (
2019
).*
Jum
lah
lem
bag
a PA
UD
sia
p d
iakr
edit
asi.
dar
i 33.
801
(201
4) m
enja
di 4
2.92
6 (2
019)
.
ind
ikat
or
Kin
erja
Keg
iata
n:
* Le
mb
aga
PAU
D m
emp
ero
leh
BO
P P
AU
D u
ntu
k an
ak u
sia
3-6
Tah
un
d
ari 4
5.00
0 (2
014)
men
jad
i 90.
000
(201
9).
* Ju
mla
h le
mb
aga
PAU
D t
erp
adu
pem
bin
a ya
ng
d
iban
gu
n/r
evit
alis
asi
dar
i 0 (
2014
) m
enja
di 7
0 (2
019)
.*
Jum
lah
lem
bag
a PA
UD
ter
pad
u y
ang
dib
ang
un
/re
vita
lisas
i di d
aera
h 3
T
dar
i - (
2014
) m
enja
di 4
00 (
2019
).*
Jum
lah
Ru
ang
Kel
as P
AU
D y
ang
dib
ang
un
te
rmas
uk
meu
bel
eir
dar
i - m
enja
di 2
00 (
2019
)*
Lem
bag
a PA
UD
yan
g m
emp
ero
leh
ban
tuan
sa
ran
a p
emb
elaj
aran
, ter
mas
uk
AP
E
dar
i - m
enja
di 4
.000
(20
19).
* Pu
sat
Keg
iata
n G
ug
us
(PK
G)
yan
g m
emp
ero
leh
b
antu
an G
ug
us
PAU
D (
Lem
bag
a) m
enja
di 6
.982
(2
019)
.*
Jum
lah
do
kum
en N
SP
K P
AU
D d
ari 2
0 (2
014)
m
enja
di 1
0 (2
019)
.
L a m p i r a n 4
98 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 99
Pro
gra
md
eskr
ipsi
sas
aran
dan
Cak
up
anb
iaya
dan
dam
pak
ban
tuan
tun
ai
ber
syar
atPr
og
ram
K
elu
arga
H
arap
an (
PK
H)
(la
nju
tan
)
Pers
yara
tan
kh
usu
s ad
alah
seb
agai
ber
iku
t:1.
Kes
ehat
an•
Em
pat
ku
nju
nga
na
nte
nat
alc
are
(AN
C)
seb
elu
m m
elah
irka
n u
ntu
k w
anit
a h
amil
•Pr
ose
sp
ersa
linan
dit
olo
ng
ole
ht
enag
ake
seh
atan
ter
lati
h d
i fas
ilita
s ke
seh
atan
;•
Du
aku
nju
nga
np
ost
-neo
nat
alc
are
(PN
C);
•Im
un
isas
ian
akle
ng
kap
;•
Pen
imb
anga
nb
ula
nan
un
tuk
anak
dib
awah
lim
a ta
hu
n, p
enim
ban
gan
du
a ka
li se
tah
un
u
ntu
k an
ak u
sia
6-7
tah
un
di f
asili
tas
kese
hat
an;
•V
itam
inA
du
aka
lise
tah
un
un
tuk
bal
ita.
2. P
end
idik
an•
Men
gik
uti
pen
did
ikan
un
tuk
anak
usi
a6-
21
tah
un
yan
g b
elu
m m
enye
lesa
ikan
12
tah
un
p
end
idik
an;
•T
ing
kat
keh
adir
anm
inim
um
85%
.4.
Kes
ejah
tera
an S
osi
al•
Pem
erik
saan
kes
ehat
ans
etid
akny
ase
kali
seta
hu
n o
leh
pet
uga
s ke
seh
atan
;•
Part
isip
asid
alam
laya
nan
kes
ejah
tera
an
sosi
al (
pen
itip
an la
nsi
a d
an p
eraw
atan
d
i ru
mah
) u
ntu
k la
nsi
a d
an p
enya
nd
ang
d
isab
ilita
s.K
elu
arga
pen
erim
a m
anfa
at (
KP
M)
men
erim
a tr
ansf
er t
un
ai s
etia
p t
riw
ula
n t
erga
ntu
ng
pad
a kr
iter
ia m
erek
a.
No
Ko
mp
on
en B
antu
anJu
mla
h B
antu
an
per
KP
M p
er
tah
un
1K
PM
Reg
ule
rR
p 1
.890
.000
2K
PM
den
gan
Lan
sia
Rp
2.0
00.0
00
3K
PM
den
gan
p
enya
nd
ang
dis
abili
tas
Rp
2.0
00.0
00
4K
PM
di P
apu
a d
an
Pap
ua
Bar
atR
p 2
.000
.000
(Pre
sen
tasi
Kem
end
agri
ten
tan
g P
KH
dar
i web
site
K
emen
dag
ri, d
iaks
es p
ada
bu
lan
Ju
li 20
18)
Cak
up
an:
Pro
gra
m p
ilot
dila
ksan
akan
di 7
pro
vin
si
(Su
mat
era
Bar
at, D
KI J
akar
ta, J
awa
Bar
at, J
awa
Tim
ur,
Su
law
esi U
tara
, Go
ron
talo
dan
Nu
sa
Ten
gga
ra T
imu
r) p
ada
tah
un
200
7 d
an p
rog
ram
in
i men
jad
i pro
gra
m n
asio
nal
pad
a ta
hu
n 2
013
•D
iaw
alid
enga
n4
32.0
00r
um
aht
ang
ga“
san
gat
mis
kin”
ter
caku
p d
i 7 p
rovi
nsi
;•
Cak
up
anp
ada
tah
un
201
3ad
alah
2,3
juta
ru
mah
tan
gga
;•
Pad
ata
hu
n2
017,
tar
get
PK
Hs
ebes
ar6
juta
d
ilam
pau
i den
gan
6,2
3 ju
ta k
elu
arga
pen
erim
a m
anfa
at.
Cak
up
an P
KH
di 2
017
bia
ya:
Tota
l an
gga
ran
PK
H t
elah
men
ing
kat
ham
pir
sa
ma
den
gan
pen
ing
kata
n c
aku
pan
ru
mah
ta
ng
ga: d
ari d
i baw
ah R
p 1
tri
liun
pad
a ta
hu
n
2007
men
jad
i leb
ih d
ari R
p 8
tri
liun
pad
a ta
hu
n
2016
.d
amp
ak:
PK
H d
ieva
luas
i set
elah
6 t
ahu
n (
Wo
rld
Ban
k,
2017
) d
an m
enem
uka
n:
•p
enin
gka
tan
4,8
%k
on
sum
sip
erk
apit
ate
ruta
ma
kare
na
pen
ing
kata
n b
elan
ja
pen
did
ikan
;•
7,1%
pen
ing
kata
nk
un
jun
gan
AN
C;
•p
enin
gka
tan
imu
nis
asil
eng
kap
•ke
nai
kan
9,5
%d
alam
par
tisi
pas
isek
ola
h
men
enga
h p
erta
ma;
•3%
pen
uru
nan
stu
nti
ng
.P
KH
dia
ng
gap
seb
agai
pro
gra
m y
ang
pal
ing
ef
ekti
f u
ntu
k m
eng
ura
ng
i kem
iski
nan
dan
ras
io
Gin
i
(Pre
sen
tasi
: Pen
get
ahu
an d
an K
ebija
kan
Pe
laks
anaa
n P
KH
201
8)
Pro
gra
m g
izi s
ensi
tif
jam
ina
n s
os
ial
Pro
gra
md
eskr
ipsi
sas
aran
dan
Cak
up
anb
iaya
dan
dam
pak
ban
tuan
tun
ai
ber
syar
atPr
og
ram
K
elu
arga
H
arap
an (
PK
H)
lem
bag
a p
elak
san
a:
Kem
ente
rian
S
osi
al
PK
H a
dal
ah p
rog
ram
ban
tuan
so
sial
ber
syar
at
un
tuk
kelu
arga
mis
kin
dan
/ata
u o
ran
g m
iski
n
dan
ren
tan
yan
g d
itet
apka
n s
ebag
ai k
elu
arga
p
ener
ima
man
faat
.tu
juan
:(i
) u
ntu
k m
enin
gka
tkan
sta
nd
ar h
idu
p
kelu
arga
pen
erim
a m
anfa
at m
elal
ui a
kses
ke
pen
did
ikan
, kes
ehat
an d
an p
elay
anan
ke
seja
hte
raan
so
sial
;(i
i)
un
tuk
men
gu
ran
gi b
eban
pen
gel
uar
an d
an
men
ing
katk
an p
end
apat
an k
elu
arga
mis
kin
d
an r
enta
n;
(iii)
un
tuk
men
cip
taka
n p
eru
bah
an p
erila
ku d
an
kem
and
iria
n k
elu
arga
pen
erim
a m
anfa
at
dal
am m
enga
kses
laya
nan
kes
ehat
an,
pen
did
ikan
dan
kes
ejah
tera
an s
osi
al;
(iv)
un
tuk
men
gu
ran
gi k
emis
kin
an d
an
keti
dak
seta
raan
; dan
(v)
un
tuk
mem
per
ken
alka
n m
anfa
at p
rod
uk
dan
la
yan
an k
euan
gan
fo
rmal
kep
ada
kelu
arga
p
ener
ima
man
faat
.C
atat
an: K
om
po
nen
kes
ejah
tera
an s
osi
al
dit
amb
ahka
n p
ada
tah
un
201
6 (P
KH
Plu
s) u
ntu
k d
ua
kelo
mp
ok
pri
ori
tas
tam
bah
an: l
ansi
a d
an
pen
yan
dan
g d
isab
ilita
s.(P
erat
ura
n M
ente
ri S
osi
al N
om
or
1 ta
hu
n 2
018
tan
gga
l 8 J
anu
ari 2
018
ten
tan
g P
rog
ram
Kel
uar
ga
Har
apan
)Pe
rsya
rata
n/k
eten
tuan
:·
Keh
adir
an d
i fas
ilita
s ke
seh
atan
(u
ntu
k an
ak d
i b
awah
en
am t
ahu
n a
tau
wan
ita
ham
il)·
Keh
adir
an d
i fas
ilita
s p
end
idik
an (
un
tuk
anak
u
sia
seko
lah
· K
ehad
iran
di f
asili
tas
kese
jah
tera
an s
osi
al
(un
tuk
lan
sia
dan
pen
yan
dan
g d
isab
ilita
s)
Kel
om
po
k sa
sara
n:
Kel
uar
ga d
an/a
tau
ses
eora
ng
yan
g m
iski
n
dan
ren
tan
dan
ter
daf
tar
ole
h P
usa
t D
ata
dan
In
form
asi K
esej
ahte
raan
So
sial
dal
am d
ata
terp
adu
“Pr
og
ram
Pen
anga
nan
Fak
ir M
iski
n”.
Kel
om
po
k d
itar
get
kan
un
tuk
kese
hat
an,
pen
did
ikan
, dan
/ata
u k
esej
ahte
raan
so
sial
:1.
Kes
ehat
an
•Ib
uh
amil
/men
yusu
i•
An
ak-a
nak
pra
-sek
ola
h(
dib
awah
6t
ahu
n)
2. P
end
idik
an•
An
ak-a
nak
sek
ola
h(
hin
gga
SM
A)
•A
nak
-an
aku
sia
6-21
tah
un
yan
gb
elu
m
men
yele
saik
an 1
2 ta
hu
n p
end
idik
an.
3. K
esej
ahte
raan
So
sial
•La
nsi
a(b
eru
sia
60t
ahu
nk
eat
as)
•O
ran
gc
acat
(p
enya
nd
ang
cac
atb
erat
).(P
erat
ura
n M
ente
ri S
osi
al N
om
or
1 ta
hu
n 2
018
tan
gga
l 8 J
anu
ari 2
018
ten
tan
g P
rog
ram
Kel
uar
ga
Har
apan
)
Targ
et c
aku
pan
un
tuk
2018
ad
alah
10
juta
ru
mah
ta
ng
ga p
ener
ima
man
faat
.
bia
ya:
Ad
a p
enin
gka
tan
sig
nif
ikan
dal
am a
ng
gara
n
PK
H y
ang
men
cap
ai R
p 1
2 tr
iliu
n p
ada
tah
un
20
17, h
amp
ir 3
kal
i lip
at d
ari a
ng
gara
n p
ada
tah
un
201
4.A
ng
gara
n u
ntu
k ca
kup
an 1
0 ju
ta r
um
ah t
ang
ga
pen
erim
a p
ada
tah
un
201
8 ad
alah
Rp
17,
3 tr
iliu
n.
(Pre
sen
tasi
: Pen
get
ahu
an d
an K
ebija
kan
Pe
laks
anaa
n P
KH
201
8)·
Nila
i man
faat
res
mi:
An
tara
Rp
600
.000
h
ing
ga R
p 2
.200
.000
per
tah
un
un
tuk
seti
ap k
elu
arga
· Pe
ng
elu
aran
pu
blik
(20
10)
Rp
1.1
23 m
iliar
(U
S$
143
juta
)·
Bia
ya a
dm
inis
tras
i per
pen
erim
a (2
010)
Rp
23
7.77
7 (U
S$
24)
per
tah
un
(PK
H C
on
dit
ion
al C
ash
Tra
nsf
er S
oci
al
Ass
ista
nce
Pro
gra
mm
e an
d P
ub
lic E
xpen
dit
ure
R
evie
w 6
(W
orl
d B
ank)
201
2.
L a m p i r a n 5
100 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 101
Pro
gra
mD
eskr
ipsi
Sas
aran
dan
Cak
up
anB
iaya
dan
Dam
pak
ban
tuan
Pa
nga
n
Ras
tra
(Ber
as
Sej
ahte
ra)
atau
B
eras
un
tuk
Mas
yara
kat
Mis
kin
/Vo
uch
er
Mak
anan
dan
BP
NT
ata
u
Ban
tuan
Pa
nga
n N
on
-Tu
nai
lem
bag
a p
elak
san
a:
Kem
ente
rian
K
oo
rdin
ato
r Pe
mb
ang
un
an
Man
usi
a d
an
Keb
ud
ayaa
n
Ras
tra
adal
ah a
lat
pen
gen
tasa
n k
emis
kin
an
yan
g m
enye
dia
kan
ban
tuan
mak
anan
.tu
juan
:(i
) u
ntu
k m
eng
ura
ng
i beb
an p
eng
elu
aran
ke
luar
ga p
ener
ima
man
faat
den
gan
m
enye
dia
kan
ber
as d
enga
n h
arga
su
bsi
di.
Ras
tra
men
yed
iaka
n 1
5,5
kg b
eras
/ ke
luar
ga
pen
erim
a / b
ula
n d
enga
n h
arga
su
bsi
di.
BN
PT
juga
mer
up
akan
inst
rum
en p
eng
enta
san
ke
mis
kin
an y
ang
ber
kem
ban
g d
ari R
astr
a p
ada
tah
un
201
7.tu
juan
:(i
) u
ntu
k m
eng
ura
ng
i beb
an p
eng
elu
aran
ke
luar
ga p
ener
ima
man
faat
mel
alu
i p
emen
uh
an b
eber
apa
keb
utu
han
pan
gan
;(i
i) u
ntu
k m
enye
dia
kan
mak
anan
yan
g le
bih
se
imb
ang
;(i
ii) u
ntu
k m
enin
gka
tkan
aku
rasi
pen
arg
etan
dan
ak
ses
ke p
rog
ram
;(i
v) u
ntu
k m
enye
dia
kan
leb
ih b
anya
k p
ilih
an
dan
ko
ntr
ol o
leh
kel
uar
ga p
ener
ima
man
faat
d
alam
mem
enu
hi k
ebu
tuh
an p
anga
n
mer
eka,
dan
men
do
ron
g p
enca
pai
an T
uju
an
Pem
ban
gu
nan
Ber
kela
nju
tan
(S
DG
s).
BN
PT
men
yed
iaka
n ‘u
ang
ele
ktro
nik
’ set
iap
b
ula
n y
ang
han
ya d
apat
dig
un
akan
un
tuk
mem
bel
i mak
anan
dar
i ped
agan
g m
akan
an
atau
E-w
aro
ng
.•
Jum
lah
ban
tuan
ad
alah
Rp
10.
000
/kel
uar
ga
pen
erim
a / b
ula
n;
•Je
nis
bar
ang
yan
gd
apat
dit
uka
rad
alah
b
eras
dan
/ at
au t
elu
r.
Kel
om
po
k sa
sara
n:
25%
pen
du
du
k te
rmis
kin
.
Dar
i Su
bsi
di k
e B
antu
an S
osi
al (
BA
NS
OS
):
Pad
a ta
hu
n 2
017,
BN
PT
han
ya d
ilaks
anak
an
di 4
4 ko
ta t
erp
ilih
den
gan
aks
es d
an f
asili
tas
yan
g m
emad
ai, s
emen
tara
sis
anya
mas
ih
men
gg
un
akan
sis
tem
Ras
tra.
bia
ya:
Pad
a ta
hu
n 2
016,
to
tal a
loka
si a
ng
gara
n u
ntu
k R
astr
a m
enin
gka
t ti
ga k
ali l
ipat
, men
jad
i Rp
22
,1 t
riliu
n (
Tim
mer
, Has
tuti
, & S
um
arto
, 20
17)
dam
pak
:T
inja
uan
sis
tem
Ras
tra
pad
a ta
hu
n 2
017,
m
enem
uka
n b
ahw
a se
men
tara
Ras
tra
mem
iliki
po
ten
si y
ang
ku
at, n
amu
n t
elah
ga
gal s
ecar
a o
per
asio
nal
un
tuk
men
cap
ai
tuju
an b
antu
an s
osi
al y
ang
men
das
ar.
Peny
edia
an p
aket
bah
an p
anga
n p
oko
k se
cara
ko
nsi
sten
dap
at m
elin
du
ng
i ru
mah
tan
gga
m
iski
n d
ari g
ejo
lak
har
ga p
anga
n, k
elan
gka
an
kalo
ri, d
an k
eku
ran
gan
giz
i. N
amu
n, R
astr
a m
end
erit
a d
ilusi
man
faat
dan
kes
alah
an
caku
pan
, hila
ng
nya
ber
as, d
an b
eban
p
emb
iaya
an t
erse
mb
uny
i, ya
ng
sem
uan
ya
men
gu
ran
gi n
ilai t
ran
sfer
yan
g d
iber
ikan
ke
pad
a ru
mah
tan
gga
sas
aran
. Mes
kip
un
re
leva
nsi
keb
ijaka
n R
astr
a m
asih
bai
k:
kese
jah
tera
an r
um
ah t
ang
ga y
ang
mis
kin
d
ipen
garu
hi s
ecar
a n
egat
if o
leh
kel
ang
kaan
p
anga
n d
an g
ejo
lak
har
ga p
anga
n, j
elas
b
ahw
a b
aik
haa
sil r
anca
nga
n m
aup
un
p
elak
san
aan
Ras
tra
tela
h g
agal
men
cap
ai
tuju
anny
a.In
isia
tif
BP
NT
yan
g s
edan
g b
erla
ng
sun
g,
di s
isi l
ain
mem
egan
g p
ote
nsi
bes
ar d
alam
m
enga
tasi
kel
emah
an R
astr
a (W
orl
d B
ank,
20
17).
Pro
gra
md
eskr
ipsi
sas
aran
dan
Cak
up
anb
iaya
dan
dam
pak
ban
tuan
tun
ai
ber
syar
atPr
og
ram
K
elu
arga
H
arap
an (
PK
H)
(la
nju
tan
)
Ru
mah
tan
gga
pen
erim
a b
erh
ak u
ntu
k:•
Ban
tuan
so
sial
;•
Fasi
litas
i;•
Laya
nan
dif
asili
tas
kese
hat
an,p
end
idik
an,
dan
/ata
u k
esej
ahte
raan
so
sial
;•
Pro
gra
mb
antu
ank
om
ple
men
ter
dib
idan
g
kese
hat
an, p
end
idik
an, s
ub
sid
i en
erg
i, ek
on
om
i, p
eru
mah
an, d
an k
ebu
tuh
an d
asar
la
inny
a.B
antu
an T
un
ai B
ersy
arat
ber
tuju
an u
ntu
k m
enga
tasi
kem
iski
nan
dal
am d
ua
tah
ap:
•Ja
ng
kap
end
ek:m
elin
du
ng
ikes
ejah
tera
an
ora
ng
mis
kin
mel
alu
i du
kun
gan
ko
nsu
msi
;•
Jan
gka
pan
jan
g:i
nves
tasi
dal
amh
alk
ual
itas
m
anu
sia
dar
i kel
uar
ga m
iski
n m
elal
ui
pen
ing
kata
n p
erila
ku y
ang
men
du
kun
g
pen
ing
kata
n k
eseh
atan
dan
pen
did
ikan
(S
atri
awan
, 201
8).
Met
od
e p
emb
ayar
an t
elah
men
gala
mi m
od
ifik
asi:
2007
-201
6:•
Pem
bay
aran
tu
nai
;•
Men
gg
un
akan
laya
nan
dar
iPT
Po
sIn
do
nes
ia
(lay
anan
po
s m
ilik
neg
ara)
;•
Bia
yad
istr
ibu
sib
isa
men
cap
air
ata-
rata
Rp
120
ju
ta p
er t
ahu
n20
16 -
2018
:•
Pem
bay
aran
tan
pa
uan
gt
un
ai(
men
gg
un
akan
K
artu
Kel
uar
ga S
ejah
tera
);•
Men
gg
un
akan
laya
nan
per
ban
kan
dar
iban
k-b
ank
mili
k n
egar
a;•
Efi
sien
si:b
iaya
dis
trib
usi
0;
•H
amp
ir1
0ju
tao
ran
gm
iski
nm
emili
kir
eken
ing
b
ank
(den
gan
AT
M);
PK
H (
ban
tuan
tun
ai b
ersy
arat
) P
lus:
Beb
erap
a p
enin
gka
tan
/inis
iati
f b
aru
tel
ah d
itam
bah
kan
un
tuk
mem
per
kuat
imp
lem
enta
si P
KH
:1.
Ses
i Pen
gem
ban
gan
Kel
uar
ga (
Fam
ily D
evel
op
men
t S
essi
on
s/FD
S)
dip
raka
rsai
ole
h B
app
enas
, Kem
ente
rian
So
sial
, dan
Dep
arte
men
Kes
ehat
an
di B
reb
es (
Jaw
a Te
nga
h)
dan
Sik
ka (
Nu
sa Te
ng
gara
Tim
ur)
. FD
S b
erla
ku u
ntu
k se
mu
a ru
mah
tan
gga
pen
erim
a m
anfa
at d
an m
eru
pak
an p
rose
s p
emb
elaj
aran
ter
stru
ktu
r u
ntu
k m
emp
erku
at p
eru
bah
an p
erila
ku. F
DS
ber
tuju
an u
ntu
k m
enin
gka
tkan
pen
get
ahu
an, p
emah
aman
ten
tan
g p
enti
ng
nya
pen
did
ikan
, kes
ehat
an d
an m
anaj
emen
keu
anga
n b
agi k
elu
arga
. In
isia
tif
ini d
ifas
ilita
si o
leh
kad
er d
an f
asili
tato
r la
pan
gan
den
gan
pel
atih
an d
an
term
asu
k m
od
ul t
enta
ng
kes
ehat
an d
an g
izi,
pen
did
ikan
, eko
no
mi,
per
lind
un
gan
an
ak, d
an k
esej
ahte
raan
so
sial
.2.
Pro
gra
m p
elen
gka
p u
ntu
k p
ener
ima
man
faat
ole
h k
emen
teri
an la
in y
aitu
:•
Pro
gra
mIn
do
nes
iaP
inta
ro
leh
Kem
end
ikb
ud
(ta
rget
:17,
5ju
tao
ran
g),
•Pr
og
ram
Ind
on
esia
Seh
ato
leh
Kem
enke
s(t
arg
et9
2,4
juta
ora
ng
),•
BP
NT
ole
hK
emen
sos
(tar
get
1,4
-10
juta
kel
uar
ga),
•R
astr
ao
leh
Kem
enso
s(1
4,3
juta
kel
uar
ga),
•S
ub
sid
iLP
Go
leh
Kem
en-E
SD
M(
targ
et:2
6ju
tak
elu
arga
dan
2,3
juta
UK
M),
•S
ub
sid
ilis
trik
ole
hP
LN(
Peru
sah
aan
Lis
trik
Neg
ara)
(ta
rget
:19,
1ju
tak
elu
arga
/450
Vo
ltA
mp
ere
dan
4,1
kel
uar
ga/
900
Volt
Am
per
e),
•A
SLU
T/
Pro
gra
mu
ntu
km
emb
antu
lan
sia
terl
anta
ro
leh
Kem
enso
s(t
arg
et:1
50.0
00o
ran
g),
•A
SP
DB
/Pr
og
ram
un
tuk
mem
ban
tup
enya
nd
ang
dis
abili
tas
ber
ato
leh
Kem
enso
s(t
arg
et:5
0.00
0o
ran
g),
•K
elo
mp
ok
Usa
ha
Ber
sam
a(K
UB
E)
dan
Reh
abili
tasi
So
sial
Ru
mah
Tid
akL
ayak
Hu
ni(
RS
-RT
LH)
ole
hK
emen
sos,
dan
,•
Su
bsi
dip
up
uk
ole
hK
emen
tan
.
L a m p i r a n 5
102 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 103
Pro
gra
md
eskr
ipsi
sas
aran
dan
Cak
up
anb
iaya
dan
dam
pak
asu
ran
si K
eseh
atan
n
asio
nal
Jam
inan
Kes
ehat
an
Nas
ion
al (
JKN
)
lem
bag
a p
elak
san
a:
BP
JS K
eseh
atan
JKN
ad
alah
pro
gra
m a
sura
nsi
ke
seh
atan
so
sial
un
iver
sal y
ang
d
iper
ken
alka
n p
ada
tah
un
201
4.
tuju
an:
(i)
un
tuk
mem
ber
ikan
aks
es k
e p
elay
anan
kes
ehat
an b
agi s
emu
a w
arga
Ind
on
esia
pad
a Ja
nu
ari
2019
.
Su
mb
anga
n J
KN
ber
asal
dar
i an
gg
ota
dan
pem
erin
tah
di b
awah
sa
tu le
mb
aga
pel
aksa
na
asu
ran
si
kese
hat
an. T
uju
anny
a ad
alah
m
emas
tika
n a
kses
bag
i sel
uru
h
war
ga k
epad
a p
aket
man
faat
ya
ng
ko
mp
reh
ensi
f d
enga
n b
iaya
p
eng
gu
na
yan
g m
inim
al a
tau
p
emb
ayar
an b
ersa
ma.
.
Kel
om
po
k sa
sara
n:
Sel
uru
h p
end
ud
uk
Ind
on
esia
.
Cak
up
an:
Cak
up
an p
op
ula
si a
kan
mel
uas
sec
ara
pro
gre
sif
dal
am b
eber
apa
fase
sam
pai
ca
kup
an k
eseh
atan
un
iver
sal t
erca
pai
p
ada
akh
ir 2
019.
(Jal
an M
enu
ju J
amin
an K
eseh
atan
N
asio
nal
(JK
N)
-TN
P2K
)
Pad
a D
esem
ber
201
4, a
da
seki
tar
138
juta
an
gg
ota
ter
daf
tar
den
gan
ske
ma
JKN
, at
au s
ekit
ar 5
5% d
ari t
ota
l pen
du
du
k.
Dim
ana:
•H
amp
ir 7
0% a
dal
ah a
ng
go
ta
ber
sub
sid
i, d
enga
n k
on
trib
usi
yan
g
dib
ayar
kan
ole
h p
emer
inta
h p
usa
t at
au p
emer
inta
h d
aera
h;
•S
isan
ya a
dal
ah a
ng
go
ta y
ang
b
erko
ntr
ibu
si.
bia
ya:
Ske
ma
ini d
idan
ai m
elal
ui k
on
trib
usi
ya
ng
dib
erik
an o
leh
pek
erja
yan
g
dip
eker
jaka
n p
ada
skal
a g
eser
.
An
gga
ran
pem
erin
tah
dae
rah
juga
d
igu
nak
an u
ntu
k m
end
anai
ske
ma
jam
inan
kes
ehat
an d
aera
h (
Jam
inan
K
eseh
atan
Dae
rah
/Jam
kesd
a) y
ang
te
lah
dib
entu
k d
i ban
yak
pro
vin
si
dan
kab
up
aten
un
tuk
mel
eng
kap
i sk
ema
Jam
kesm
as, s
ebel
um
p
emb
entu
kan
sis
tem
nas
ion
al
(JK
N).
Ske
ma
Jam
kesd
a p
emer
inta
h
dae
rah
bia
sany
a m
enca
kup
laya
nan
ke
seh
atan
(se
bag
ian
bes
ar p
eraw
atan
ku
rati
f ya
ng
dis
edia
kan
ole
h f
asili
tas
kese
hat
an p
rim
er d
an r
um
ah
saki
t u
mu
m t
ing
kat
pro
vin
si a
tau
ka
bu
pat
en)
un
tuk
ora
ng
-ora
ng
yan
g
bel
um
dit
ang
gu
ng
ole
h J
amke
smas
(B
app
enas
, 201
4). M
enu
rut
seb
uah
st
ud
i tah
un
201
4, a
da
leb
ih d
ari
460
skem
a Ja
mke
sda
yan
g m
asih
b
ero
per
asi,
men
caku
p s
ekit
ar 6
3 to
70
juta
pen
erim
a m
anfa
at (
Th
rab
rany
et
al.,
2014
).
dam
pak
: Fo
kus
pen
ing
kata
n p
eng
elu
aran
u
ntu
k ke
seh
atan
mel
alu
i JK
N a
dal
ah
pad
a la
yan
an k
eseh
atan
ku
rati
f d
an in
fras
tru
ktu
r ke
seh
atan
yan
g
men
du
kun
g p
eraw
atan
med
is. D
enga
n
dem
ikia
n, a
loka
si u
ntu
k ke
seh
atan
m
asya
raka
t d
an p
ence
gah
an r
elat
if
ren
dah
, dan
alo
kasi
un
tuk
laya
nan
ku
rati
f cu
kup
tin
gg
i (W
HO
, 201
7).
Han
ya 5
3,1%
ibu
, 38%
an
ak d
an 5
9,4%
p
end
ud
uk
yan
g m
emili
ki J
KN
(B
PS
, 20
15)
(BP
S, 2
016)
(B
PS
, 201
7).
Pro
gra
md
eskr
ipsi
sas
aran
dan
Cak
up
anb
iaya
dan
dam
pak
ban
tuan
Pan
gan
Ras
tra
(Ber
as
Sej
ahte
ra)
atau
B
eras
un
tuk
Mas
yara
kat
Mis
kin
/Vo
uch
er M
akan
an
dan
BP
NT
ata
u B
antu
an
Pan
gan
No
n-T
un
ai
(la
nju
tan
)
Cak
up
an:
Pad
a ta
hu
n 2
016,
Ras
tra
men
caku
p 1
5,5
juta
ru
mah
tan
gga
.
Pad
a 20
17, B
NP
T m
enja
ng
kau
1,3
ju
ta k
elu
arga
pen
erim
a m
anfa
at d
i 44
kab
up
aten
. Tar
get
un
tuk
2018
ad
alah
m
enca
pai
(se
cara
aku
mu
lati
f 20
17 +
201
8)
10 ju
ta k
elu
arga
pen
erim
a m
anfa
at d
i 220
ka
bu
pat
en.
Ren
can
a Pe
rlu
asan
BP
NT
sec
ara
ber
tah
ap
di 2
018:
L a m p i r a n 5
104 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 105
Pe
rta
nia
n
Pro
gra
md
eskr
ipsi
sas
aran
dan
Cak
up
anb
iaya
dan
dam
pak
Keb
un
ru
mah
Kaw
asan
Ru
mah
Pan
-ga
n L
esta
ri (
KR
PL)
lem
bag
a p
enye
len
g-
gara
:
Kem
ente
rian
Per
tan
ian
KR
PL
adal
ah u
pay
a u
ntu
k m
enin
gka
tkan
p
rod
uks
i bu
ah d
an s
ayu
ran
un
tuk
rum
ah
tan
gga
mis
kin
.
tuju
an:
(i)
op
tim
alis
asi p
eman
faat
an p
ekar
an-
gan
seb
agai
su
mb
er p
anga
n d
an g
izi
kelu
arga
ser
ta p
end
apat
an s
ecar
a b
erke
lan
juta
n.
KR
PL
adal
ah in
ten
sifi
kasi
ber
keb
un
di
rum
ah y
ang
men
go
pti
mal
kan
pen
gg
u-
naa
n s
um
ber
day
a lo
kal u
ntu
k m
enja
min
ke
ber
lan
gsu
nga
n p
enye
dia
an m
akan
an
rum
ah t
ang
ga y
ang
ber
kual
itas
tin
gg
i dan
b
erag
am b
agi m
asya
raka
t.
Keg
iata
n m
elip
uti
:
•Pe
tak
dem
on
stra
si(
Dem
plo
t),K
ebu
n
Bib
it D
esa;
•Pe
ng
emb
anga
nla
han
pek
aran
gan
;
•Pe
ng
emb
anga
nk
ebu
ns
eko
lah
;
•Pe
ng
ola
han
has
ilp
ekar
anga
n(
Men
u
B2S
A)
B2S
A *
ad
alah
sin
gka
tan
un
tuk
Mak
anan
B
erag
am, B
erg
izi,
Sei
mb
ang
dan
Am
an.
targ
et g
rou
ps:
· Ta
hap
Pen
um
bu
han
(20
19):
2.30
0 K
elo
mp
ok
atau
Des
a
· Ta
hap
Pen
gem
ban
gan
(K
egia
tan
la
nju
tan
201
8):
2.3
00 K
elo
mp
ok
atau
Des
a
Sel
ain
kel
om
po
k sa
sara
n b
aru
di
2019
: ad
a 44
2 ka
bu
pat
en/k
ota
di 3
4 p
rovi
nsi
den
gan
pri
ori
tas
seb
agai
d
aera
h r
awan
pan
gan
dan
kab
up
at-
en p
rio
rita
s u
ntu
k p
rog
ram
stu
nti
ng
(B
adan
Ket
ahan
an P
anga
n, 2
018)
.
Pen
erim
a m
anfa
at:
Kel
om
po
k w
anit
a/ke
lom
po
k m
as-
yara
kat
lain
nya
den
gan
an
gg
ota
m
inim
al 3
0 ru
mah
tan
gga
per
KR
PL
(Hen
dri
adi,
2018
)
Cak
up
an:
· 20
14 4
.303
; 201
5 2.
599;
201
6 4.
877
(Bad
an K
etah
anan
Pan
gan
, 201
7)
bia
ya:
Bia
ya u
ntu
k 20
17 a
dal
ah R
p 2
9,9
juta
(B
adan
Ket
ahan
an P
anga
n, 2
017)
dam
pak
:
Has
il ev
alu
asi (
Kem
ente
rian
Per
tan
ian
, 20
18)
•Pe
nin
gka
tan
pen
dap
atan
kel
uar
-ga
dan
mas
yara
kat
men
yeb
abka
n
pen
gu
ran
gan
pen
gel
uar
an p
anga
n
seb
esar
Rp
750
.000
hin
gga
Rp
1.
500.
000
/ bu
lan
•M
end
uku
ng
div
ersi
fika
sip
an-
gan
ber
bas
is s
um
ber
day
a lo
kal
un
tuk
men
ing
katk
an K
on
sum
si
B2S
A*
(Men
ing
katk
an d
iver
sifi
kasi
m
akan
an)
(Sko
r Po
la P
anga
n H
ara-
pan
dar
i 85.
2 d
i tah
un
201
5 m
enja
di
90.4
di t
ahu
n 2
017)
•K
on
serv
asis
um
ber
day
ag
enet
ik
loka
l 3
00 k
om
od
itas
Pro
gra
md
eskr
ipsi
sas
aran
dan
Cak
up
anb
iaya
dan
dam
pak
Pen
cip
taan
lap
anga
n
Ker
ja d
an P
emb
erd
ayaa
n
mas
yara
kat
Pro
gra
m P
adat
Kar
ya
lem
bag
a p
enye
len
gga
ra:
Kem
ente
rian
Des
a
Kem
ente
rian
Kes
ehat
an
Kem
ente
rian
Pek
erja
an
Um
um
dan
Per
um
ahan
Kem
ente
rian
Per
tan
ian
Kem
ente
rian
Kel
auta
n d
an
Peri
kan
an
Kem
ente
rian
Per
hu
bu
nga
n
Kem
ente
rian
Par
iwis
ata
Kem
ente
rian
K
eten
agak
erja
an
Bad
an N
asio
nal
Pen
gel
ola
Pe
rbat
asan
Pro
gra
m P
adat
Kar
ya a
dal
ah a
lat
pen
gen
tasa
n k
emis
kin
an u
ntu
k m
enin
gka
tkan
pen
dap
atan
dan
m
enu
run
kan
an
gka
stu
nti
ng
.
tuju
an:
(i)
un
tuk
men
cip
taka
n la
pan
gan
ke
rja;
(ii)
un
tuk
men
do
ron
g k
eber
sam
aan
, g
oto
ng
ro
yon
g d
an p
arti
sip
asi
mas
yara
kat
des
a;
(iii)
un
tuk
men
ing
katk
an k
ual
itas
d
an k
uan
tita
s p
emb
erd
ayaa
n
mas
yara
kat
des
a
(iv)
un
tuk
men
ing
katk
an a
kses
ka
um
mis
kin
, per
emp
uan
, an
ak-
anak
dan
kel
om
po
k m
arjin
al
ke L
ayan
an D
asar
Ber
bas
is
Pem
ber
day
aan
;
(v)
un
tuk
men
gu
ran
gi p
enga
ng
gu
ran
, se
ten
gah
pen
gan
gg
ura
n d
an
kem
iski
nan
;
(vi)
un
tuk
men
gh
asilk
an k
egia
tan
so
sial
dan
eko
no
mi d
i des
a-d
esa.
Pro
gra
m in
i aka
n m
eran
gsa
ng
ke
gia
tan
pro
du
ktif
den
gan
m
eng
gu
nak
an s
um
ber
day
a al
am,
ten
aga
kerj
a lo
kal d
an t
ekn
olo
gi.
Kel
om
po
k sa
sara
n:
Mas
yara
kat
mar
gin
al/m
iski
n d
i 1.0
00
des
a te
rpili
h d
i 100
kab
up
aten
/ko
ta.
Des
a sa
sara
n:
•D
esa
den
gan
tin
gka
t st
un
tin
g t
ing
gi;
•D
esa
den
gan
jum
lah
pen
gan
gg
ura
n
tin
gg
i;
•A
rea
kan
ton
g k
emis
kin
an;
•D
esa
tert
ing
gal d
an d
esa
ber
kem
ban
g;
•Pr
iori
tas
ke d
esa-
des
a d
enga
n ju
mla
h
pek
erja
mig
ran
yan
g t
ing
gi.
Kel
om
po
k sa
sara
n:
•M
enga
ng
gu
r, s
eten
gah
men
gan
gg
ur
dan
mis
kin
;
•Pe
nca
ri n
afka
h u
atam
a d
i kel
uar
ga;
•Pr
ia, w
anit
a d
an p
emu
da
usi
a p
rod
ukt
if
(bu
kan
an
ak-a
nak
);
•K
elo
mp
ok
pet
ani /
pet
ani y
ang
m
enga
lam
i kel
apar
an d
an m
enu
ng
gu
m
asa
tan
am/p
anen
;
•Pe
kerj
a ya
ng
keh
ilan
gan
pek
erja
an.
Cak
up
an:
Pad
a Ja
nu
ari 2
018,
pro
gra
m in
i d
ilaks
anak
an d
i 100
des
a d
i 10
kab
up
aten
/ k
ota
.
bia
ya:
Pro
gra
m in
i aka
n d
idan
ai d
enga
n
Dan
a D
esa.
dam
pak
:
Pro
gra
m in
i bar
u d
imu
lai p
ada
2018
, ja
di b
elu
m a
da
dat
a te
nta
ng
dam
pak
ya
ng
ter
sed
ia.
L a m p i r a n 5
106 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 107
Pro
gra
md
eskr
ipsi
sas
aran
dan
Cak
up
anb
iaya
dan
dam
pak
Pem
ber
ian
m
akan
an
tam
bah
an d
i s
eko
lah
)
Pro
gra
m
Pem
ber
ian
M
akan
an
Tam
bah
an d
i S
eko
lah
Ber
bah
an
Das
ar L
oka
l (Lo
cal
Foo
d-B
ased
Sch
oo
l M
eals
/LFB
SM
)
lem
bag
a p
elak
san
a:
Kem
ente
rian
K
eseh
atan
Pro
gra
m m
akan
an s
eko
lah
yan
g
men
gg
un
akan
mak
anan
loka
l diin
isia
si s
ejak
20
12-2
015
den
gan
tu
juan
sec
ara
um
um
m
eng
gu
nak
an m
akan
an s
eko
lah
seb
agai
ti
tik
mas
uk
un
tuk
mem
ber
ikan
pak
et t
erp
adu
u
ntu
k m
enin
gka
tkan
giz
i, ke
aman
an p
anga
n,
dan
pen
did
ikan
.
tuju
an:
(i)
un
tuk
men
ing
katk
an k
ehad
iran
di s
eko
lah
d
an k
emam
pu
an b
elaj
ar a
nak
-an
ak;
(ii)
un
tuk
men
ing
katk
an p
eng
etah
uan
dan
p
erila
ku a
nak
ter
had
ap g
izi y
ang
bai
k d
an
per
ilaku
das
ar k
eber
sih
an d
iri;
(iii)
un
tuk
men
ing
katk
an a
kses
ke
die
t lo
kal
yan
g s
eim
ban
g, b
erg
izi,
dan
ber
agam
;
(iv)
un
tuk
men
do
ron
g p
arti
sip
asi m
asya
raka
t d
alam
men
yiap
kan
mak
anan
loka
l;
(v)
un
tuk
men
ing
katk
an p
end
apat
an
mas
yara
kat
loka
l mel
alu
i pen
ing
kata
n
pro
du
ksi p
erta
nia
n.
Pro
gra
m in
i men
caku
p p
elat
ihan
an
ak-a
nak
se
kola
h, a
ng
go
ta k
om
un
itas
sek
ola
h, d
an
pem
ang
ku k
epen
tin
gan
set
emp
at u
ntu
k m
enga
do
psi
pra
ktik
pen
cari
an p
elay
anan
ke
seh
atan
yan
g le
bih
bai
k d
i sek
ola
h d
an
di r
um
ah. P
elat
ihan
juga
dila
kuka
n d
enga
n
ang
go
ta k
elo
mp
ok
mem
asak
loka
l yan
g
men
yiap
kan
mak
anan
yan
g a
man
, ber
giz
i, d
an b
erke
lan
juta
n.
Pro
gra
m in
i dit
ing
katk
an d
enga
n k
egia
tan
ta
mb
ahan
sep
erti
dis
trib
usi
ru
tin
ob
at
caci
ng
, pen
ing
kata
n p
emel
ihar
aan
fas
ilita
s d
an in
fras
tru
ktu
r se
kola
h, b
antu
an k
epad
a p
etan
i lo
kal u
ntu
k m
eng
has
ilkan
mak
anan
ya
ng
ber
kela
nju
tan
un
tuk
mak
anan
sek
ola
h.
Sec
ara
khu
sus,
pro
gra
m L
FBS
M d
igu
nak
an
seb
agai
tit
ik m
asu
k.
(Eva
luat
ion
Rep
ort
of
the
2012
– 2
015
Loca
l Fo
od
-Bas
ed S
cho
ol M
eal P
rog
ram
(LF
BS
M))
Kel
om
po
k sa
sara
n:
An
ak s
eko
lah
das
ar, p
erem
pu
an d
an
pet
ani l
oka
l.
Cak
up
an:
Leb
ih d
ari 3
0.00
0 an
ak s
eko
lah
di
NT
T d
an p
rovi
nsi
Pap
ua
dija
ng
kau
d
enga
n m
akan
an s
eko
lah
dan
den
gan
Pe
nd
idik
an k
eseh
atan
, keb
ersi
han
, giz
i d
ari 2
012
hin
gga
201
5.
(Eva
luat
ion
Rep
ort
of
the
2012
–
2015
Lo
cal F
oo
d-B
ased
Sch
oo
l Mea
l Pr
og
ram
(LF
BS
M))
bia
ya:
Info
rmas
i tid
ak t
erse
dia
.
dam
pak
:
Seb
uah
eva
luas
i men
emu
kan
bah
wa
pro
gra
m in
i mer
up
akan
tit
ik m
asu
k ya
ng
efe
ktif
un
tuk
men
ing
katk
an
kese
hat
an d
an p
end
idik
an a
nak
sek
ola
h:
•m
enin
gka
tkan
fas
ilita
scu
cit
anga
nd
i11
3 se
kola
h p
rog
ram
.
•ti
ng
kat
keh
adir
anle
bih
tin
gg
idan
ti
ng
kat
pu
tus
seko
lah
leb
ih r
end
ah;
•an
aks
eko
lah
mel
apo
rkan
bah
wa
mak
anan
sek
ola
h (
i) m
emb
eri
mer
eka
leb
ih b
anya
k en
erg
i un
tuk
ber
par
tisi
pas
i dal
am k
egia
tan
se
kola
h; (
ii) m
emu
ng
kin
kan
mer
eka
un
tuk
mem
aham
i pel
ajar
an le
bih
b
aik
dib
and
ing
kan
den
gan
ket
ika
mer
eka
lap
ar, (
iii)
men
gu
ran
gi
rasa
sak
it ja
ng
ka p
end
ek k
aren
a ke
lap
aran
, dan
(iv
) m
enin
gka
tkan
ke
mam
pu
an m
erek
a u
ntu
k b
erko
nse
ntr
asi s
elam
a se
kola
h.
•p
enin
gka
tan
keg
iata
nk
eseh
atan
:m
eng
go
sok
gig
i du
a ka
li se
har
i, ku
ku y
ang
leb
ih p
end
ek d
an b
ersi
h,
men
cuci
tan
gan
den
gan
sab
un
se
bel
um
mak
an;
•m
enin
gka
tkan
po
lam
akan
:mak
an
sara
pan
pad
a w
aktu
ter
ten
tu s
elam
a m
ing
gu
sek
ola
h, k
on
sum
si b
uah
, d
agin
g d
an t
elu
r ya
ng
leb
ih t
ing
gi,
sko
r ke
raga
man
pan
gan
‘tin
gg
i’;
•p
enin
gka
tan
sta
tus
giz
idan
ke
seh
atan
: pre
vale
nsi
an
emia
, d
emam
dan
dia
re y
ang
leb
ih r
end
ah,
per
sen
tase
an
ak s
eko
lah
yan
g le
bih
ti
ng
gi y
ang
men
erim
a o
bat
cac
ing
.
Pe
nd
idiK
an
Pro
gra
md
eskr
ipsi
sas
aran
dan
Cak
up
anb
iaya
dan
dam
pak
Pen
did
ikan
an
ak
us
ia d
ini
Pro
gra
m P
AU
D
atau
Pen
did
iakn
A
nak
Usi
a D
ini
lem
bag
a p
enye
len
gga
ra:
Kem
ente
rian
Pe
nd
idik
an
PAU
D m
eng
gu
nak
an p
end
ekat
an
kom
pre
hen
sif
un
tuk
pen
gem
ban
gan
an
ak
usi
a d
ini.
tuju
an:
(i)
un
tuk
mem
ber
ikan
ran
gsa
nga
n
pen
did
ikan
un
tuk
mem
ban
tu
per
tum
bu
han
dan
per
kem
ban
gan
fis
ik
dan
sp
irit
ual
aga
r an
ak m
emili
ki k
esia
pan
d
alam
mem
asu
ki p
end
idik
an le
bih
lan
jut.
Pro
gra
m P
AU
D d
ilaks
anak
an m
elal
ui
ber
bag
ai la
yan
an P
end
idik
an A
nak
Usi
a D
ini (
PAU
D)
term
asu
k Tam
an K
anak
-kan
ak
(TK
), R
aud
atu
l Ath
fal (
RA
), B
ust
anu
l Ath
fal
(BA
), K
elo
mp
ok
Ber
mai
n (
KB
), Ta
man
Pe
nit
ipan
an
ak (
TPA
), d
an p
usa
t p
enga
suh
an
teri
nte
gra
si d
i man
a la
yan
an k
eseh
atan
dan
p
enga
suh
an d
iber
ikan
sec
ara
terp
adu
.
Sta
nd
ar n
asio
nal
un
tuk
PAU
D m
emas
ukk
an
elem
en t
erka
it g
izi b
erik
ut
ini:
1. K
egia
tan
dan
mat
eri P
AU
D:
•D
DT
K(
Det
eksi
Din
iTu
mb
uh
Kem
ban
g)
dila
kuka
n d
i aw
al t
ahu
n a
jara
n b
aru
;•
Mat
eriS
TT
PA(
Sta
nd
arT
ing
kat
Pen
cap
aian
Per
kem
ban
gan
An
ak);
•Pe
rmai
nan
dan
ala
tp
erm
ain
ane
du
kati
fg
izi;
•Pe
ren
can
aan
,pem
bia
saan
-ber
mai
n,
pen
ilaia
n
•K
elas
mem
asak
,ber
keb
un
;•
Keg
iata
nm
akan
ber
sam
a.2.
Dik
lat
giz
i dan
kes
ehat
an b
agi p
end
idik
PA
UD
(D
ikla
t d
asar
PA
UD
saa
t in
i 6 ja
m
pel
ajar
an)
3. P
aren
tin
g g
izi d
an k
eseh
atan
bag
i ke
luar
ga.
(Pre
sen
tasi
– P
rof
Net
ty)
(Pas
al 1
, aya
t 14
, UU
No
.20
/ 200
3)
Kel
om
po
k sa
sara
n:
An
ak s
ejak
lag
ir s
amp
ai u
sia
6 ta
hu
n.
Cak
up
an:
•Pa
da
tah
un
201
1,6
6%in
stit
usi
PA
UD
m
elak
san
akan
pro
gra
m g
izi d
an
kese
hat
an.
•T
ing
kat
par
tisi
pas
iPA
UD
tel
ah
men
ing
kat
dar
i 50%
pad
a ta
hu
n 2
010,
67
% p
ada
tah
un
201
3 m
enja
di 7
2%
pad
a ta
hu
n 2
018.
•A
da
per
bed
aan
bes
ara
nta
rpro
vin
si.
Tuju
h p
rovi
nsi
(Pa
pu
a, P
apu
a B
arat
, NT
T, M
alu
ku, M
alu
ku U
tara
, K
alim
anta
n T
imu
r d
an B
arat
) m
emili
ki
tin
gka
t p
arti
sip
asi k
ura
ng
dar
i 50%
.•
Seb
agia
nb
esar
(31
,9%
ata
u6
,85
juta
an
ak)
mas
ih t
idak
mem
iliki
aks
es
ke p
end
idik
an u
sia
din
i. In
i kar
ena
seki
tar
31%
des
a at
au s
ekit
ar 2
3.00
0 d
esa
tid
ak m
emili
ki le
mb
aga
PAU
D.
•A
da
seki
tar
190.
000
PAU
Dd
an
600.
000
gu
ru y
ang
men
gaja
r 6
juta
an
ak u
sia
din
i. (M
emo
ran
du
m
Dir
ektu
r PA
UD
, Kem
end
ikb
ud
, 201
8)
(Dat
a d
ari E
arly
Ch
ildh
oo
d E
du
cati
on
an
d D
evel
op
men
t in
Ind
on
esia
-WB
20
12)
bia
ya:
Bia
ya d
i tah
un
201
7 ad
alah
Rp
1.7
tri
liun
.
dam
pak
:
· In
do
nes
ia c
end
eru
ng
m
emp
erlih
atka
n h
asil
kura
ng
bai
k d
iban
din
gka
n n
egar
a la
in d
alam
tig
a b
idan
g: c
aku
pan
pro
gra
m d
ari 2
5 in
terv
ensi
PA
UD
; kes
etar
aan
den
gan
p
erb
edaa
n b
esar
an
tarp
rovi
nsi
; dan
ke
pat
uh
an p
ada
stan
dar
.
· A
da
pen
ing
kata
n c
aku
pan
an
tara
20
02 d
an 2
012
nam
un
tet
ap d
enga
n
dis
par
itas
yan
g b
esar
an
tar
pro
vin
si,
sert
a p
erb
edaa
n d
alam
pen
ing
kata
n
terg
antu
ng
pad
a in
terv
ensi
nya
(Den
bo
ba,
Has
an, &
Wo
do
n, 2
015)
.
L a m p i r a n 5
108 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 109
air
, sa
nit
as
i da
n H
igie
ne
Pro
gra
md
eskr
ipsi
sas
aran
dan
Cak
up
anb
iaya
dan
dam
pak
air,
san
itas
i dan
K
eber
sih
an
Pro
gra
m
PAM
SIM
AS
ata
u
Peny
edia
an
Air
Min
um
dan
S
anit
asi B
erb
asis
M
asya
raka
t u
ntu
k m
asya
raka
t m
iski
n
lem
bag
a p
elak
san
a:
Kem
ente
rian
Pe
kerj
aan
Um
um
d
an P
eru
mah
an
Rak
yat
PAM
SIM
AS
sec
ara
eksp
lisit
ber
foku
s p
ada
per
ub
ahan
per
ilaku
tin
gka
t m
asya
raka
t ya
ng
ter
kait
den
gan
pen
erap
an p
rakt
ik-
pra
ktik
keb
ersi
han
yan
g b
aik.
tuju
an:
(i)
Mem
ber
day
akan
mas
yara
kat
dan
lem
bag
a ti
ng
kat
loka
l un
tuk
men
gh
ilan
gka
n s
anit
asi y
ang
bu
ruk
dan
men
gad
op
si p
rakt
ik k
eber
sih
an
yan
g b
aik
mel
alu
i lan
gka
h-l
ang
kah
ya
ng
mer
eka
ang
gap
ses
uai
den
gan
ke
bu
tuh
an m
erek
a;
(ii)
Mem
fasi
litas
i pen
erap
an p
rakt
ik
keb
ersi
han
yan
g b
aik
pad
a ti
ng
kat
ind
ivid
u, k
elu
arga
dan
mas
yara
kat,
d
enga
n p
erh
atia
n k
hu
sus
pad
a p
ener
apan
pra
ktik
-pra
ktik
ini d
i sek
ola
h;
(iii)
Mem
fasi
litas
i pro
mo
si p
rakt
ik
keb
ersi
han
yan
g b
aik
mel
alu
i lem
bag
a-le
mb
aga
mas
yara
kat,
ter
mas
uk
seko
lah
, te
mp
at ib
adah
kea
gam
aan
, fo
rum
di
tin
gka
t d
esa,
dan
ou
tlet
med
ia lo
cal.
Kel
om
po
k sa
sara
n:
Mas
yara
kat
mis
kin
dan
ku
ran
g t
erla
yan
i d
i dae
rah
ped
esaa
n d
an p
ing
gir
an k
ota
.
Cak
up
an:
•PA
MS
IMA
SI
sele
saip
ada
tah
un
20
12. D
ilaks
anak
an d
i 15
pro
vin
si
dan
110
kab
up
aten
, men
jan
gka
u
tota
l po
pu
lasi
sek
itar
4,4
juta
. Bia
ya
men
caku
p p
eran
gka
t ke
ras,
hib
ah
atau
pin
jam
an d
iluar
20%
ko
ntr
ibu
si
pem
erin
tah
dae
rah
dan
10%
ko
ntr
ibu
si m
asya
raka
t.
•PA
MS
IMA
SII
dila
ksan
akan
mu
lai
dar
i 201
3 h
ing
ga 2
017
dan
ber
tuju
an
un
tuk
mem
per
luas
inte
rven
si a
ir d
an
san
itas
i ke
5.00
0 d
esa
tam
bah
an d
i 21
9 ka
bu
pat
en s
asar
an.
•PA
MS
IMA
SII
Iaka
nm
enca
kup
to
tal
tam
bah
an 1
5.00
0 d
esa
bar
u d
i sek
itar
41
2 ka
bu
pat
en d
i 34
pro
vin
si.
bia
ya:
Bia
ya u
nit
rat
a-ra
ta p
er p
ener
ima
man
faat
= U
S$
30,4
dam
pak
:
Stu
di d
amp
ak 2
013
men
un
jukk
an
bah
wa
PAM
SIM
AS
men
ing
katk
an
akse
s ru
mah
tan
gga
loka
l ke
pas
oka
n
air
mas
yara
kat
seb
esar
12,
1%, j
auh
le
bih
tin
gg
i sec
ara
sig
nif
ikan
dar
ipad
a p
rog
ram
lain
, yan
g m
enu
nju
kkan
p
enin
gka
tan
7,2
%. (
PAM
SIM
AS
: R
esp
on
din
g t
o t
he
Wat
er a
nd
San
itat
ion
C
hal
len
ges
in R
ura
l In
do
nes
ia, W
B
2013
).
(PA
MS
IMA
S Im
ple
men
tati
on
Sta
tus
&
Res
ult
s R
epo
rt 2
016,
WB
)
Pro
gra
md
eskr
ipsi
sas
aran
dan
Cak
up
anb
iaya
dan
dam
pak
Pem
ber
ian
mak
anan
ta
mb
ahan
di s
eko
-la
h)
Pro
gra
m G
izi A
nak
S
eko
lah
(Pr
o-G
AS
)
(Nat
ion
al S
cho
ol
Mea
ls
Pro
gra
mm
e)
lem
bag
a p
elak
san
a:
Kem
ente
rian
Pen
-d
idik
an d
an K
ebu
-d
ayaa
n
Pro
gra
m m
akan
an d
i sek
ola
h d
iper
luas
m
ula
i tah
un
201
6.
tuju
an:
(i)
un
tuk
men
do
ron
g r
anta
i pas
oka
n
mak
anan
sek
ola
h y
ang
ber
kela
nju
tan
d
an, m
emp
rom
osi
kan
die
t b
erg
izi d
an
seim
ban
g d
enga
n f
oku
s kh
usu
s p
ada
sisw
a u
sia
seko
lah
das
ar, p
erem
pu
an
dan
pem
ud
a
Tig
a ko
mp
on
en u
tam
a Pr
o-G
AS
ad
alah
p
end
idik
an g
izi,
pen
yed
iaan
mak
anan
b
erg
izi d
an p
arti
sip
asi m
asya
raka
t. P
en-
did
ikan
mak
anan
ber
giz
i, g
izi,
kese
hat
an
dan
hig
ien
e d
imak
sud
kan
un
tuk
men
gata
si
stat
us
giz
i ku
ran
g p
ada
anak
usi
a se
kola
h
das
ar m
enin
gka
tkan
per
ilaku
kes
ehat
an d
an
keb
ersi
han
, tin
gka
t ke
had
iran
, ser
ta p
arti
si-
pas
i akt
if s
isw
a d
i kel
as.
(201
7 E
nd
line
Su
rvey
of
Ind
on
esia
’s S
cho
ol
Mea
ls P
rog
ram
me
(Pro
-GA
S),
Mar
et 2
018)
Kel
om
po
k sa
sara
n:
An
ak u
sia
seko
lah
das
ar, p
erem
pu
an
dan
pet
ani l
oka
l.
Cak
up
an:
Pad
a ta
hu
n 2
017,
Pro
-GA
S t
elah
m
enin
gka
t d
i lim
a p
rovi
nsi
den
gan
m
enca
pai
100
.000
sis
wa
dan
563
se
kola
h d
asar
di 1
1 ka
bu
pat
en p
rio
r-it
as s
tun
tin
g, d
iban
din
gka
n d
enga
n
38.5
00 s
isw
a d
an 1
50 s
eko
lah
das
ar
di e
mp
at k
abu
pat
en p
ada
tah
un
201
6 ke
tika
Pro
-GA
S d
imu
lai.
(201
7 E
nd
line
Su
rvey
of
Ind
on
esia
’s
Sch
oo
l Mea
ls P
rog
ram
me
(Pro
-GA
S),
M
aret
201
8)
Mo
del
Pro
-GA
S le
bih
lan
jut
tela
h
dir
eplik
asi d
i tig
a ka
bu
pat
en -
Ser
ang
, Pa
suru
an d
an B
elu
– d
iluar
dar
i 11
kab
up
aten
pri
ori
tas.
(201
7 E
nd
line
Su
rvey
of
Ind
on
esia
’s
Sch
oo
l Mea
ls P
rog
ram
me
(Pro
-GA
S),
M
aret
201
8).
bia
ya:
Info
rmas
i tid
ak t
erse
dia
.
dam
pak
:
Su
rvei
das
ar d
an a
khir
ter
had
ap p
ara
sisw
a p
rog
ram
pem
ber
ian
mak
anan
tam
-b
ahan
di s
eko
lah
di I
nd
on
esia
men
emu
kan
b
ahw
a ad
a:
•p
enin
gka
tan
sig
nif
ikan
dal
am ju
mla
h
sisw
a ya
ng
men
go
nsu
msi
sar
apan
di
rum
ah;
•p
rop
ors
i an
ak y
ang
men
go
nsu
msi
m
akan
an s
eim
ban
g t
iga
kali
seti
ap h
ari
leb
ih t
ing
gi;
•p
rop
ors
i an
ak y
ang
mem
bel
i mak
anan
d
iluar
dar
i ped
agan
g ja
lan
an d
an/a
tau
se
kola
h s
etia
p h
ari l
ebih
ren
dah
;•
leb
ih b
anya
k si
swa
men
gko
nsu
msi
b
uah
dan
say
ura
n;
•le
bih
ban
yak
anak
mem
iliki
aks
es k
e su
mb
er a
ir b
ersi
h, j
amb
an d
i ru
mah
, d
an m
inu
m le
bih
ban
yak
air
seti
ap
har
i;•
pre
stas
u a
kad
emik
sis
wa
men
ing
kat
sed
ikit
;•
leb
ih s
edik
it s
isw
a ya
ng
dila
po
rkan
m
eras
a sa
kit;
•ti
ng
kat
keh
adir
an m
enin
gka
t;•
sisw
a d
apat
ber
kon
sen
tras
i leb
ih b
aik
di k
elas
;T
idak
ad
a p
eru
bah
an d
alam
hal
sta
tus
giz
i n
amu
n d
isim
pu
lkan
bah
wa
itu
ter
lalu
din
i u
ntu
k m
end
etek
si a
dan
ya p
eru
bah
an.
(20
17 E
nd
line
Su
rvey
of
Ind
on
esia
’s
Sch
oo
l Mea
ls P
rog
ram
me
(Pro
-GA
S),
Ma-
ret
2018
)
L a m p i r a n 5
110 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 111
Pro
gra
md
eskr
ipsi
sas
aran
dan
Cak
up
anb
iaya
dan
dam
pak
Kel
ima
kom
po
nen
uta
ma
PAM
SIM
AS
ad
alah
:
1.
Pem
ber
day
aan
Mas
yara
kat
dan
Pe
ng
emb
anga
n K
elem
bag
aan
Lo
kal:
Un
tuk
mem
asti
kan
bah
wa
pro
po
rsi
yan
g le
bih
bes
ar d
ari r
um
ah t
ang
ga
Ind
on
esia
men
gg
un
akan
dan
m
emp
ero
leh
man
faat
dar
i lay
anan
air
m
inu
m d
an s
anit
asi y
ang
leb
ih b
aik.
2.
Men
ing
katk
an P
erila
ku K
eber
sih
an d
an
San
itas
i: U
ntu
k m
end
oro
ng
mas
yara
kat
sasa
ran
un
tuk
men
gad
op
si p
rakt
ik
keb
ersi
han
yan
g le
bih
bai
k.
3.
Infr
astr
ukt
ur
Paso
kan
air
dan
S
anit
asi P
ub
lik: U
ntu
k m
end
oro
ng
m
asya
raka
t sa
sara
n u
ntu
k m
eng
elo
la
dan
mem
per
tah
anka
n la
yan
an y
ang
d
itin
gka
tkan
ini.
4.
Inse
nti
f K
abu
pat
en d
an D
esa:
Un
tuk
men
do
ron
g p
emer
inta
h d
aera
h u
ntu
k m
enin
gka
tkan
pro
yek
air
lain
nya
den
gan
men
gg
un
akan
met
od
olo
gi
PAM
SIM
AS
.
5.
Du
kun
gan
Imp
lem
enta
si d
an
Man
ajem
en P
roye
k: U
ntu
k m
end
oro
ng
u
nit
man
ajem
en p
rog
ram
di t
ing
kat
kab
up
aten
dan
pu
sat
un
tuk
ber
has
il m
eng
elo
la d
an m
end
uku
ng
pro
gra
m in
i d
an p
rog
ram
ser
up
a la
inny
a.
(PA
MS
IMA
S: R
esp
on
din
g t
o t
he
Wat
er a
nd
S
anit
atio
n C
hal
len
ges
in R
ura
l In
do
nes
ia,
WB
201
3)
(Ad
dit
ion
al F
inan
cin
g II
to th
e T
hir
d W
ater
S
up
ply
an
d S
anit
atio
n f
or
Low
Inco
me
Co
mm
un
itie
s (P
AM
SIM
AS
) Pr
oje
ct, W
B)
L a m p i r a n 5
112 • Pembangunan gizi di indonesia
Direktorat Kesehatan dan Gizi MasyarakatKedeputian Pembangunan Manusia, Masyarakat dan KebudayaanKementerian PPN/Bappenas
Jalan Taman Suropati No. 2, Jakarta Pusat, 10310Telp: (021) 31934379, Fax: (021) 3926603Email: [email protected]