kajian sektor kesehatan - bappenas€¦ · 2.3.1. diet yang tidak cukup dan kerawanan pangan 18...

66
DIREKTORAT KESEHATAN DAN GIZI MASYARAKAT KEDEPUTIAN PEMBANGUNAN MANUSIA, MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL / BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL 04 KAJIAN SEKTOR KESEHATAN PEMBANGUNAN GIZI DI INDONESIA

Upload: others

Post on 10-Aug-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

DIREKTORAT KESEHATAN DAN GIZI MASYARAKATKEDEPUTIAN PEMBANGUNAN MANUSIA, MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL / BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

0 4

K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N

PEMBANGUNAN GIZI DI INDONESIA

Page 2: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

Pembangunan gizi di indonesia© 2019 by Kementerian PPN/Bappenas

PengarahDr. Ir. Subandi Sardjoko, MSc

PenulisFiona Watson, M.ScDr. Minarto, MPSSri Sukotjo, M.AJee Hyun Rah, PhDdr. Ardiani Khrisna Maruti

Reviewer dan EditorPungkas Bahjuri Ali, STP, MS, PhDProf. dr. Ascobat Gani, MPH., Dr.PH.Dr. Entos Zainal, SP, MPHMEvi Nurhidayati, S.GzAkim Dharmawan, SKM, M.Kes, PhD

Foto: UNICEF Indonesia

diterbitkan dan dicetak oleh Direktorat Kesehatan dan Gizi MasyarakatKedeputian Pembangunan Manusia, Masyarakat dan KebudayaanKementerian PPN/Bappenas Jalan Taman Suropati No. 2, Jakarta Pusat, 10310Telp: (021) 31934379, Fax: (021) 3926603Email: [email protected]

Cetakan pertama: April 2019ISBN: 978-623-93153-1-3

Hak Penerbitan @ Kementerian PPn/bappenas Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari penulis dan penerbit, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, photoprint, microfilm dan sebagainya.

PEMBANGUNAN GIZI DI INDONESIA

DIREKTORAT KESEHATAN DAN GIZI MASYARAKATKEDEPUTIAN PEMBANGUNAN MANUSIA, MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

KAJIAN SEKTOR KESEHATAN

Page 3: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

Kajian sektor Kesehatan • viv • Pembangunan gizi di indonesia

KATA PENGANTAR

Berbagai indikator pembangunan gizi menunjukkan bahwa Indonesia mengalami masalah yang cukup serius dalam status gizi penduduk pada hampir seluruh siklus hidup seperti anemia pada remaja putri dan ibu hamil, stunting, wasting dan underweight pada balita, serta kegemukan atau obesitas pada penduduk dewasa. Beragam upaya yang telah dilakukan belum mampu menurunkan permasalahan gizi ini secara signifikan.

Berbagai penelitian terbaru menunjukkan bahwa permasalahan gizi sangat kompleks sehingga memerlukan intervensi dengan menggunakan pendekatan yang bersifat multisektor baik yang terkait langsung dengan asupan dan kesehatan (intervensi spesifik) maupun terkait dengan sosial ekonomi, infrastruktur, perilaku, ketahanan pangan dan lain sebagainya (intervensi sensitif). Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis permasalahan gizi di Indonesia serta memberikan rekomendasi kebijakan yang perlu diambil.

Pada umumnya, permasalahan gizi terkait dengan kebijakan pembangunan secara umum. Oleh karena itu, kajian ini dilakukan secara paralel dengan kajian pada 9 bidang lain yang terkait seperti transisi demografi dan epidemiologi, fungsi esensial kesehatan masyarakat, pengadaan obat, vaksin, dan alat kesehatan, pendanaan kesehatan, ketersediaan pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan dalam sebuah Kajian Sektor Kesehatan (Heath Sector Review). Kajian ini merupakan salah satu masukan bagi penyusunan Background Study maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 untuk bidang kesehatan dan gizi masyarakat.

Kami yakin bahwa kajian ini akan bermanfaat untuk para pengambil kebijakan baik di tingkat pusat maupun di daerah, serta pembaca lain pada umumnya seperti akademisi, mahasiswa, praktisi kesehatan dan pihak lain terkait. Semoga kajian ini dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan gizi di Indonesia.

Jakarta, April 2019

subandi sardjoko

Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan KebudayaanKementerian PPN/Bappenas

Page 4: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

Kajian sektor Kesehatan • viivi • Pembangunan gizi di indonesia

DAfTAR ISI

Kata Pengantar iv

Ucapan Terima Kasih dan Penghargaan vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Kotak xi

Daftar Singkatan xii

Ringkasan Eksekutif xiv

1. PendaHuluan 1

2. analisis situasi: CaPaian dan tantangan 5

2.1. Beban Ganda Masalah Gizi dan Konsekuensinya 6

2.2. Kemajuan dalam Penanganan Beban Ganda Masalah Gizi 8

2.2.1. Kurang Gizi pada Anak 9

2.2.2. Kurang Gizi pada Perempuan 12

2.2.3. Pemberian Makan pada Bayi dan Anak 13

2.2.4. Defisiensi Mikronutrien 13

2.2.5. Kegemukan dan Obesitas 14

2.2.6. Gizi Remaja 15

2.3. Penyebab Beban Ganda Masalah Gizi 18

2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18

2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat 22

2.3.3. Praktik Pemberian Makan dan Pengasuhan yang Tidak Adekuat 24

2.3.4. Akar Masalah dan Isu Cross-cutting 26

2.4. Respons terhadap Beban Ganda Masalah Gizi 31

2.4.1. Lingkungan yang Mendukung 31

2.4.2. Intervensi Gizi Spesifik 41

2.4.3. Program Gizi Sensitif 49

UCAPAN TERIMA KASIH DAN PENGHARGAAN Tim Penulis mengucapkan terima kasih kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan di Kementerian Kesehatan, Republik Indonesia yang telah memberikan akses bagi pemanfaatan berbagai data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2018, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2017, dan Riset Tenaga Kesehatan (RISNAKES) Tahun 2017, serta kajian sektor gizi oleh berbagai pihak. Terimakasih juga disampaikan kepada Badan Pusat Statistik atas pemberian data yang dibutuhkan, termasuk masukan teknis pada saat konsultasi dan paparan.

Tim Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu penulisan dan perbaikan laporan ini. Apresiasi yang tinggi kami berikan kepada Bapak Pungkas Bahjuri Ali sebagai Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat (KGM) Bappenas dan tim yang telah memberikan masukan untuk perbaikan tulisan, seluruh tim penulis dan sekretariat Health Sector Review (HSR) 2018, UNICEF, serta para narasumber yang tidak kami sebutkan satu persatu.

Kajian ini disusun oleh Tim Kajian Sektor Kesehatan (Health Sector Review) di bawah bimbingan Bapak Subandi (Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan, Bappenas) dengan arahan teknis dari Bapak Pungkas Bahjuri Ali (Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Bappenas). Adapun koordinasi pelaksanaan Health Sector Review dibantu oleh Prof. Ascobat Gani sebagai team leader.

Kajian ini merupakan bagian dari Kajian Sektor Kesehatan (Health Sector Review) yang dilakukan pada tahun 2018 oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS dengan dukungan dari UNICEF dan DFAT, beserta beberapa mitra pembangunan lain seperti ADB, JICA, USAID, WHO, World Bank, WFP, dan mitra dari lembaga lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Proses edit dan cetak laporan kajian ini didukung oleh UNICEF Indonesia.

Kajian sektor kesehatan dilakukan secara paralel untuk 10 topik meliputi:

1 Transisi Demografi dan Epidemiologi: Permintaan Pelayanan Kesehatan di Indonesia

2 Fungsi Kesehatan Masyarakat (Public Health Functions) dan Health Security

3 Kesehatan Reproduksi, Ibu, Neonatal, Anak dan Remaja

4 Pembangunan Gizi di Indonesia

5 Sumber Daya Manusia Kesehatan

6 Penyediaan Obat, Vaksin, dan Alat Kesehatan

7 Pengawasan Obat dan Makanan, termasuk Keamanan Pangan

8 Pembiayaan Kesehatan dan JKN

9 Penguatan Sistem Pelayanan Kesehatan

10 Penguatan Tata Kelola Pembangunan Kesehatan

vi • Pembangunan gizi di indonesia

Page 5: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

Kajian sektor Kesehatan • ixviii • Pembangunan gizi di indonesia

DAfTAR TABEL

Tabel 1 Target Gizi di Indonesia dan Sasaran Global 8

Tabel 2 Akses ke Infrasturktur secara Nasional pada Tahun 2011 23

Tabel 3 Intervensi Program untuk Menanggulangi Beban Ganda Masalah Gizi di Sepanjang Siklus Kehidupan 36

Tabel 4 Implementasi, Cakupan, dan Tantangan Intervensi Gizi Spesifik di Indonesia 43

Tabel 5 Program Gizi Sensitif Potensial 50

Tabel 6 Target dan Indikator Terkait Gizi di Renstra Kementerian Utama 53

Tabel 7 Indikator dan Target yang Direkomendasikan untuk RPJMN 2020-2024 63

Tabel 8 Perhitungan Target untuk RPJMN 2020-2024 64

Tabel 9 Kebijakan dan Strategi yang Direkomendasikan untuk RPJMN 2020-2024 66

3. isu strategi dan Peluang 57

3.1. Mengatasi Beban Ganda Masalah Gizi 58

3.2. Memperkuat Kapasitas dan Aksi Gizi di Tingkat Sub-nasional 58

3.3. Menyebarluaskan Pesan 59

3.4. Membangun Bukti untuk Pengambilan Keputusan Terkait Gizi 59

3.5. Memperluas Upaya untuk Upaya-upaya Multisektoral 60

4. target 61

5. oPsi KebijaKan 65

referensi 69

lampiran 79

Page 6: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

Kajian sektor Kesehatan • xix • Pembangunan gizi di indonesia

DAfTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Aksi untuk Mencapai Gizi dan Perkembangan Janin dan Anak yang Optimal 2

Gambar 2 Kemajuan Terhadap Target RPJMN 2019 untuk Gizi Kurang pada Anak 9

Gambar 3 Perbaikan Gizi di Tiga Kabupaten MYCNSIA, 2011-2014 11

Gambar 4 Kemajuan terhadap Target RPJMN 2019 untuk Berat Bayi Lahir Rendah, Anemia dan ASI Eksklusif 12

Gambar 5 Kemajuan Terhadap Target RPJMN 2019 untuk Kegemukan dan Obesitas 15

Gambar 6 Asupan Energi dan Protein per Kapita per Hari menurut Kelompok Tingkat Kekayaan padaTahun 2017 19

Gambar 7 Asupan Energi per Kapita per Hari dari Kelompok Makanan yang Berbeda padaTahun 2007 dan 2017 20

Gambar 8 Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Waktu Tempuh ke Fasilitas Kesehatan pada Tahun 2013 24

Gambar 9 Kekurangan Gizi pada Anak menurut Kuintil Kekayaan pada Tahun 2013 80

Gambar 10 Kegemukan pada Anak dan Obesitas pada Dewasa menurut Kuintil Kekayaan pada Tahun 2013 80

Gambar 11 Prevalensi Stunting pada Anak Balita menurut Provinsi Tahun 2018 81

DAfTAR KOTAK

Kotak 1 Fokus pada Upaya Kabupaten yang Berhasil untuk Mengurangi Stunting dan Memperbaiki Gizi 10

Kotak 2 Fokus pada Gaya Hidup dan Pola Makan Remaja yang Berkontribusi pada Beban Ganda Masalah Gizi 16

Kotak 3 Fokus pada Peningkatan Konsumsi Makanan dan Minuman Jadi yang Berkontribusi pada Kejadian Beban Ganda Masalah Gizi 21

Kotak 4 Fokus pada Sumber Daya Potensial untuk Gizi Melalui Dana Desa 39

Kotak 5 Fokus pada Model PGBM yang Berhasil di Kabupaten Kupang 47

Page 7: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

Kajian sektor Kesehatan • xiiixii • Pembangunan gizi di indonesia

DAfTAR SINGKATAN

aKg Angka Kecukupan Gizi

bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

imt Indeks Massa Tubuh

bms Breast Milk Substitutes

bPPsdmK Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan

Kader Relawan masyarakat

KeK Kurang Energi Kronik

Cmam Community Management of Acute Malnutrition

ddi Domestic Direct Investment

Fdi Foreign Direct Investment

isPa Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Kemendagri Kementerian Dalam Negeri

Kemendikbud Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Kemen-esdm Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Kemenkes Kementerian Kesehatan

Kemenkeu Kementerian Keuangan

Kemensos Kementerian Sosial

Kementan Kementerian Pertanian

lila Lingkar Lengan Atas

mam Moderate Acute Malnutrition

mYCnsia Maternal and Young Child Nutrition Security in Asia

PerKeni Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

Pgbm Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat (CMAM)

Pis-PK Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga

Pmba Pemberian Makan pada Bayi dan Anak

Posyandu Pos Pelayanan Terpadu (Integrated health posts)

Polindes Pos Persalinan Desa

Poskesdes Pos Kesehatan Desa

Poskestren Pos Kesehatan Pesantren

Psg Pemantauan Status Gizi

Ptm Penyakit Tidak Menular

Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat (Health centre)

Pustu Puskesmas Pembantu

rad-Pg Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi

ran-Pg Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi

renstra Rencana Strategis

rb Ruang Bersalin

rPjmd Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

rPjmn Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

rs Rumah Sakit

sam Severe Acute Malnutrition

sbCC Social Behaviour Communication Change

sdgs Sustainable Development Goals

simPus Sistem Informasi Manajemen Puskesmas

siP Sistem Informasi Posyandu

sPm Standar Pelayanan Minimal

ttd Tablet Tambah Darah

uniCeF United Nations Children’s Fund

WFP World Food Programme

WHa World Health Assembly

WHo World Health Organisation

Page 8: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

xiv • Pembangunan gizi di indonesia

RINGKASAN EKSEKUTIf

Laporan ini menganalisis situasi gizi di Indonesia. Dokumen ini dibuat atas permintaan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai bagian dari Kajian Sektor Kesehatan yang lebih luas. Temuan ini akan digunakan untuk menentukan target dan arahan strategis terkait gizi yang akan dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Analisis ini menggunakan data dan informasi dari survei nasional, studi khusus, literatur ilmiah, dan konsultasi dengan informan kunci di tingkat pusat dan daerah.

Bagian 1 menjelaskan situasi gizi di Indonesia dan menilai pencapaian dan tantangan dalam memenuhi target gizi yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019. Analisis menemukan bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi di Indonesia cukup baik, walaupun terjadi perbaikan tetapi kekurangan gizi tetap menjadi masalah yang signifikan. Selain itu, Indonesia juga memiliki masalah kekurangan gizi yang tinggi serta obesitas yang meningkat - yang disebut ‘Beban Ganda Masalah Gizi’ (Double Burden of Malnutrition). Beban Ganda Masalah Gizi memiliki dampak di seluruh siklus hidup serta gangguan jangka panjang pada periode kritis pertumbuhan dan perkembangan, yakni selama 1.000 hari pertama kehidupan (1.000 HPK) sejak kehamilan hingga anak berusia dua tahun.

Riskesdas 2018 menunjukkan stunting (tinggi badan menurut umur di bawah standar) pada anak adalah bentuk yang paling umum dari kekurangan gizi di Indonesia yang mempengaruhi 30,8% balita. Walaupun ada beberapa indikasi perbaikan, namun angka stunting tetap tinggi di wilayah paling timur dan paling barat Indonesia dengan angka terendah 17,7% di DKI Jakarta dan angka tertinggi 42,6% di Nusa Tenggara Timur. Wasting (berat badan menurut tinggi badan di bawah standar) juga merupakan tantangan gizi utama yang mempengaruhi 10,2% anak balita. Anak-anak wasting memiliki risiko kematian 11,6 kali lebih besar daripada anak-anak yang bergizi baik dan mereka yang bertahan hidup dapat terus mengalami masalah perkembangan sepanjang hidup mereka. Underweight (berat badan menurut usia di bawah standar), yang mencerminkan baik stunting maupun wasting, mempengaruhi 17,7% anak balita. Berat Badan Lahir Rendah/BBLR (<2.500 gram), yang menjadi indikasi kekurangan gizi ibu, mempengaruhi 6,2% bayi, sementara 48,9% wanita hamil mengalami anemia. Meskipun terdapat perbaikan dalam Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (PMBA) dengan tingkat pemberian ASI eksklusif sebesar 52%, sebagian besar bayi masih diberi susu menggunakan botol serta praktik pemberian makanan pendamping yang tidak memadai. Saat ini, 21,8% orang dewasa mengalami obesitas dan angka ini meningkat dengan cepat, terutama pada perempuan.

Berdasarkan hasil analisis penyebab Beban Ganda Masalah Gizi, ditemukan tiga faktor yang secara tidak langsung menjadi penyebab Beban Ganda Masalah Gizi. Penyebab pertama, konsumsi pangan yang tidak memadai dan kerawanan pangan. Tingkat kecukupan energi pada hampir separuh penduduk (45,7%) sangat kurang (<70% AKE/Angka Kecukupan Energi) dan 36,1% penduduk dengan tingkat kecukupan protein sangat kurang (<80% AKP/Angka Kecukupan Protein), sementara 95,5% orang yang berusia 5 tahun ke atas mengkonsumsi kurang dari lima porsi buah dan sayuran dalam sehari. Akses ekonomi (keterjangkauan) terhadap pangan menjadi penyebab utama kerawanan pangan dibandingkan dengan ketersediaan pangan. Pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi, yang sebagian besar

makanan olahan meningkat empat kali lipat antara tahun 2007 dan 2017, sehingga memicu tingkat obesitas yang berkembang pesat. Penyebab kedua, terkait dengan penyakit, akses yang tidak memadai terhadap pelayanan kesehatan, serta minimnya akses air bersih dan sanitasi. Sementara penyakit infeksi terus marak dan berhubungan dengan kekurangan gizi, Penyakit Tidak Menular (PTM) meningkat sebagai akibat dari meningkatnya obesitas serta menambah beban sistem pelayanan kesehatan. Penyebab ketiga, terkait dengan praktik PMBA dan minimnya asupan makanan ibu, serta praktik perawatan ibu dan pengasuhan anak yang kurang optimal. Selain itu, akar masalah Beban Ganda Masalah Gizi juga terkait dengan kemiskinan dan ketidaksetaraan, tren demografi dan urbanisasi, gender, kepercayaan sosial dan budaya, serta keadaan darurat.

Bagian akhir dari Bagian 1 menilai langkah yang diambil di Indonesia untuk perbaikan gizi. Tiga dimensi untuk perbaikan gizi sudah tercakup: intervensi gizi spesifik yang mengatasi penyebab langsung malnutrisi; intervensi gizi sensitif yang mengatasi penyebab tidak langsung malnutrisi; dan lingkungan yang mendukung yang diperlukan untuk mendukung intervensi gizi spesifik dan sensitif. Elemen utama yang diperlukan untuk memperkuat ‘lingkungan yang mendukung’ adalah ketersediaan data yang berkualitas yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan. Hasil analisis menemukan bahwa ketersediaan data dan informasi terkait gizi telah digunakan untuk mengukur capaian target gizi yang ditetapkan dalam RPJMN. Namun, masih terdapat kesenjangan dalam pemahaman dan kekurangan dalam pengembangan sistem informasi gizi saat ini. Elemen kedua berkaitan dengan komitmen politik terhadap gizi. Di Indonesia, Pemerintah telah menunjukkan komitmen politik yang kuat untuk gizi di tingkat pusat, namun komitmen ini belum tercermin di tingkat daerah. Elemen terakhir adalah kapasitas dan sumber daya yang berkualitas dalam pemberian layanan gizi. Pencapaian utama di Indonesia adalah peningkatan potensi pendanaan untuk gizi yang bersumber dari anggaran di tingkat pusat maupun daerah. Namun, keberlanjutan pendanaan dan peningkatan kapasitas di tingkat daerah untuk merencanakan, memprioritaskan, dan mengelola berbagai dana untuk gizi secara efektif masih diperlukan. Selanjutnya, Indonesia memiliki ketersediaan ahli gizi yang siap dan terlatih, tetapi keterampilan mereka tidak dimanfaatkan secara optimal serta pelatihan untuk penyedia layanan gizi masih tidak konsisten.

Sebanyak 14 intervensi gizi spesifik telah diakui secara global untuk mengatasi kekurangan gizi. Di Indonesia, 9 dari 14 intervensi tersebut telah menjadi program nasional, 2 intervensi diimplementasikan sebagian, dan 3 intervensi masih belum diimplementasikan. Akibatnya, masih terdapat kesenjangan yang signifikan dalam mengatasi anemia, malnutrisi akut dan obesitas, serta dalam meningkatkan praktik pemberian makanan pendamping ASI. Peran intervensi gizi sensitif dalam perbaikan gizi telah diketahui dengan baik dan di Indonesia terdapat lima sektor yang relevan dengan gizi: (i) kesehatan, (ii) perlindungan sosial, (iii) pertanian dan ketahanan pangan, (iv) pendidikan dan perkembangan anak, serta (v) air bersih, sanitasi, dan higiene. Intervensi gizi sensitif telah terbukti berperan dalam mempengaruhi status gizi, namun di dalam implementasinya masih terdapat kesenjangan yang dapat diatasi dengan perencanaan dan pemantauan lintas sektor yang dilakukan secara bersama dan difokuskan pada kelompok sasaran yang sama tetapi dilaksanakan secara independen oleh sektor-sektor kunci.

Kajian sektor Kesehatan • xvxiv • Pembangunan gizi di indonesia

Page 9: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

xvi • Pembangunan gizi di indonesia

Bagian 2 menganalisis peluang masa depan dan isu-isu strategis untuk gizi di Indonesia, sementara Bagian 3 mengusulkan target untuk serangkaian indikator gizi. Target perbaikan gizi di Indonesia yang direkomendasikan untuk dicapai pada tahun 2024 adalah indikator stunting, wasting, dan overweight pada anak balita, anemia pada ibu hamil dan remaja putri, berat badan lahir rendah, serta pemberian ASI eksklusif pada bayi. Target-target utama ini sejalan dengan enam target global yang didukung oleh negara-negara anggota Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly/WHA) dan kemudian dimasukkan ke dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Salah satu target utama yang juga direkomendasikan adalah indikator obesitas pada usia dewasa, yang juga menjadi tantangan utama perbaikan gizi saat ini. Target tersebut juga sejalan dengan rekomendasi WHO global. Target-target tersebut hanya dapat dicapai jika terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas seluruh intervensi gizi spesifik dan sensitif serta diarahkan pada kelompok termiskin dan paling rentan, dan juga diperlukan peran yang kuat dari lingkungan yang mendukung.

Bagian 4, sebagai bagian akhir kajian, menjelaskan lima alternatif kebijakan dan rekomendasi untuk langkah-langkah di masa mendatang.

1. Menetapkan regulasi yang kuat dalam meningkatkan komitmen dan alokasi anggaran untuk perbaikan gizi di tingkat pusat dan daerah.

2. Meningkatkan pemberian layanan gizi yang berkualitas kepada seluruh masyarakat.3. Meningkatkan kesadaran dan komitmen untuk perbaikan gizi dengan menggunakan

metode inovatif dan menggunakan berbagai saluran komunikasi. 4. Membangun sistem informasi gizi berbasis bukti sebagai sumber data yang kredibel

dan tepat waktu yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan.5. Memperluas keterlibatan multi-sektor dalam percepatan perbaikan gizi.

xvi • Pembangunan gizi di indonesia

1. PendaHuluan

PEMBANGUNAN GIZI DI INDONESIA

K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N

Page 10: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

1. Pendahuluan • 32 • Pembangunan gizi di indonesia

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah melakukan analisis situasi gizi sebagai bagian dari Kajian Sektor Kesehatan yang lebih luas. Kajian ini akan digunakan untuk menentukan target dan arah strategis untuk gizi yang akan dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Analisis ini menggunakan data, informasi, dan temuan dari survei nasional, studi, literatur ilmiah, serta konsultasi dengan informan kunci di tingkat pusat dan daerah.

Meskipun gizi merupakan bagian dari Kajian Sektor Kesehatan, namun intervensi gizi spesifik hanya akan memberikan sedikit kontribusi pada perbaikan gizi melalui penanganan penyebab langsung masalah gizi. Perbaikan gizi yang berkelanjutan dan signifikan memerlukan pendekatan multisektoral dan juga intervensi gizi sensitif yang menangani penyebab tidak langsung dari masalah gizi. Lingkungan yang mendukung juga diperlukan untuk mendukung pelaksanaan intervensi gizi spesifik dan sensitif. Ketiga dimensi untuk mencapai perbaikan gizi yang optimal tersebut disusun dalam kerangka yang terdapat pada gambar 1. Percepatan perbaikan gizi memiliki pengaruh dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Global Nutrition Report 2017 mengidentifikasi lima bidang utama yang terdapat dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2015-2030 dimana gizi turut memberikan kontribusi dan manfaatnya (Development Initiatives, 2017): (i) produksi pangan berkelanjutan, (ii) sistem infrastruktur yang kuat, (iii) sistem kesehatan, (iv) pemerataan dan inklusi, serta (v) perdamaian dan stabilitas.

gambar 1. Kerangka intervensi untuk mencapai Perkembangan dan Pemenuhan gizi yang optimal pada janin dan anak

Sumber: The Lancet, 2013

Laporan ini menitikberatkan pada perkembangan gizi yang terjadi sejak background study tentang gizi di Indonesia yang dilakukan pada tahun 2010-2014 sebagai bagian dari Kajian Sektor Kesehatan sebelumnya (Bappenas, 2014). Bagian 1 laporan ini menggambarkan situasi gizi di Indonesia dan menilai pencapaian dan tantangan dalam memenuhi target gizi yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019. Selain itu, juga mengkaji penyebab malnutrisi dan langkah yang diambil untuk perbaikan gizi di Indonesia. Bagian 2 menganalisis peluang masa depan dan isu strategis, sementara Bagian 3 merekomendasikan target untuk indikator gizi. Terakhir, Bagian 4 menetapkan alternatif kebijakan dan rekomendasi langkah-langkah di masa mendatang.

Ruang lingkup analisis dalam background paper ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, hanya ada sedikit data baru yang tersedia pada indikator status gizi sejak background study sebelumnya tentang gizi yang dilakukan pada tahun 2014 (Bappenas, 2014). Survei nasional berikutnya (Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas) dengan data yang dapat dibandingkan baru tersedia pada bulan Oktober 2018 ketika proses penyusunan kajian ini telah selesai dilakukan. Kedua, karena analisis ini merupakan bagian dari Kajian Sektor Kesehatan, maka masukan dari sektor-sektor utama di luar kesehatan terbatas.

Page 11: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

4 • Pembangunan gizi di indonesia

2. analisis situasi:

CaPaian dan tantangan

K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N

PEMBANGUNAN GIZI DI INDONESIA

Page 12: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 76 • Pembangunan gizi di indonesia

Beban Ganda Masalah Gizi mengakibatkan banyak sekali kerugian, baik dalam bidang kesehatan, maupun bidang pembangunan dan ekonomi Indonesia. Dimana kerugian tersebut dapat terjadi mulai sebelum kelahiran. Ibu dengan berat badan kurang cenderung memiliki bayi dengan pertumbuhan intra-uterus yang terhambat serta lahir dengan berat badan lahir rendah dan dengan risiko kematian yang lebih tinggi (Black, Victora, Walker, & et al., 2013). Berat badan berlebih dan obesitas pada ibu juga meningkatkan risiko kematian bayi (Meehan, Beck, Mair-Jenkins, & et al., 2014). Sementara bayi dengan berat badan lahir rendah lebih cenderung untuk mengalami kekurangan gizi pada masa kanak-kanak (Cresswell, Campbell, De Silva, & Filippi, 2012).

Kekurangan gizi dan kegemukan selama masa kanak-kanak dikaitkan dengan tingkat mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi. Kurang gizi menyebabkan 45% kematian pada anak usia di bawah lima tahun di seluruh dunia (Black, Victora, Walker, & et al., 2013) dan merupakan predisposisi bagi anak untuk menderita penyakit menular seperti diare dan infeksi saluran pernapasan akut (Black, Allen, Bhutta, & et al., 2008). Pada saat yang sama, setidaknya 2,6 juta orang meninggal setiap tahun akibat kelebihan berat badan ataupun obesitas (WHO, 2018). Anak yang gemuk cenderung tumbuh menjadi orang dewasa yang mengalami berat badan berlebih dan mengalami PTM yang berkaitan dengan pola makan seperti diabetes tipe 2 (Bjeeregaard, Jensen, & Angquist, 2018) dan penyakit kardiovaskular (Litwin, 2014). Remaja putri yang mengalami malnutrisi lebih rentan untuk menjadi wanita dewasa yang juga terkena malnutrisi dan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Dengan demikian, ia akan mewariskan Beban Ganda Masalah Gizi dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Beban Ganda Masalah Gizi menghambat pembangunan manusia, mengakibatkan kemiskinan intergenerasi, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Anak-anak yang kurang gizi dan/atau kelebihan berat badan, tidak hadir di sekolah lebih sering dan berprestasi kurang baik secara akademis (Dewey & Begum, 2011) (An, Yan, Shi, & Yang, 2017). Diperkirakan bahwa stunting dan kekurangan gizi lainnya merugikan Indonesia lebih dari US$ 5 miliar per tahun setara dengan hilangnya 2-3% dalam produk domestik bruto karena kehilangan produktivitas sebagai akibat dari standar pendidikan yang buruk dan berkurangnya kemampuan fisik (WFP, 2014) (Bappenas, 2018). Kerugian akan lebih besar jika obesitas dan kelebihan berat badan diperhitungkan.

Sifat Beban Ganda Masalah Gizi yang kompleks dan saling terkait di Indonesia mendesak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang efektif dan simultan mengatasi semua bentuk malnutrisi.

2.1. beban ganda masalaH gizi dan KonseKuensinYa

Meskipun pertumbuhan ekonomi terjadi secara dramatis di Indonesia, kekurangan gizi tetap menjadi masalah yang signifikan dan terlihat sedikit mengalami penurunan. Indonesia menderita kekurangan gizi yang cukup tinggi (defisiensi gizi makro dan mikro) yang diiringi dengan meningkatnya prevalensi obesitas - yang disebut sebagai ‘Beban Ganda Masalah Gizi’ (Double Burden of Malnutrition).

Wilayah Asia Tenggara dan Pasifik memiliki hampir setengah dari populasi di seluruh dunia, yang menderita Beban Ganda Masalah Gizi. Tidak ada wilayah lain yang memiliki prevalensi berat badan lebih (gemuk) yang meningkat secepat di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik ini dan Indonesia adalah salah satu contoh utama. Beban Ganda Masalah Gizi di Indonesia terjadi di sepanjang siklus kehidupan, dimulai lebih awal dengan 12% anak di bawah lima tahun menderita kurus (wasting), sementara 12% lainnya mengalami kegemukan (overweight) (Kementerian Kesehatan, 2013). Sekitar 11% dari remaja perempuan dan laki-laki berusia 13-15 tahun mengalami kurus, yang diukur melalui indeks massa tubuh (IMT) yang rendah, sementara 11% dari remaja pada usia yang sama lainnya mengalami kegemukan. Antara tahun 2010-2013, prevalensi berat badan lebih (gemuk) dan obesitas meningkat dua kali lipat pada wanita dewasa (dari 15% menjadi 33%), sedangkan seperempat wanita hamil mengalami kurus (Kementerian Kesehatan, 2013). Keberadaan kekurangan gizi, obesitas, dan kekurangan gizi mikro di dalam rumah tangga dan individu yang sama juga telah dipublikasikan secara ilmiah. Beban ganda ibu dan anak, di mana ibu yang mengalami berat badan lebih tinggal di rumah yang sama dengan anak yang pendek (stunted) atau gizi kurang (underweight), telah diamati pada 11% rumah tangga pedesaan di Indonesia (Oddo, Rah, Semba, & et al., 2012). Sementara data terbaru menurut Riskesdas 2018 menunjukkan terdapat 10,1% anak balita kurus dan 7,6% balita mengalami kegemukan (Kementerian Kesehatan, 2018).

Beban Ganda Masalah Gizi di Indonesia dikaitkan dengan meningkatnya usia harapan hidup yang telah dipengaruhi oleh: pergeseran beban penyakit dari penyakit menular ke penyakit tidak menular (PTM); peningkatan kesejahteraan secara nasional disertai dengan peningkatan ketersediaan pangan, yang telah menyebabkan peningkatan konsumsi lemak dan makanan olahan per kapita; serta pertumbuhan urbanisasi dengan lebih banyak orang yang tinggal di perkotaan dimana kota-kota tersebut tidak ramah pejalan kaki dan kurangnya fasilitas yang mendorong aktivitas fisik.

Selain itu, Beban Ganda Masalah Gizi memiliki dampak di sepanjang siklus kehidupan. Kerusakan yang paling parah dan berlangsung jangka panjang terjadi pada periode pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, khususnya selama 1.000 hari pertama kehidupan (1.000 HPK) sejak masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun, dan selama masa remaja. Saat ini, Beban Ganda Masalah Gizi paling umum terjadi di kelompok berpenghasilan tinggi di Indonesia (Oddo, Rah, Semba, & et al., 2012). Namun, bukti menunjukkan bahwa kecenderungannya akan terjadi peningkatan yang cepat pada kelompok miskin karena meningkatnya obesitas dan berat badan berlebih dikombinasikan dengan sedikitnya perubahan yang terjadi pada angka kekurangan gizi (Delisle & Batal, 2016).

Page 13: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 98 • Pembangunan gizi di indonesia

2.2. Kemajuan dalam Penanganan beban ganda masalaH gizi

Bagian ini menilai kemajuan terhadap target untuk menurunkan prevalensi kekurangan gizi dan obesitas yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 (lihat tabel 1).

tabel 1. target gizi di indonesia dan sasaran global

indikatortarget WHa

(2025)Baseline

(2013)riskesdas

2018target rPjmn

(2019)

Stunting (pendek) pada anak usia 0-59 bulan

Penurunan 40% 37.2% 30.8% -

Anemia pada wanita usia subur

Penurunan 50% 22.7%Data belum

tersedia-

Berat badan lahir rendah pada bayi

Penurunan 30%5.7%

(< 2500 gr)

6.2%(< 2500 gr)

8% (Buku II)(≤ 2500 gr)

Overweight (kegemukan) pada anak usia 0-59 bulan

Tidak meningkat 11.9% 8.0 -

ASI Eksklusif pada bayi usia < 6 bulan

Naik menjadi 50% (minimal)

41.5% 52.0% 50% (Buku II)

Wasting (kurus) pada anak usia 0-59 bulan Turun menjadi <5% 12.1% 10.2% 9.5% (Buku II)

Kerangka global WHo untuk Ptm (2025)

Obesitas pada dewasa usia 18+ tahun

Tidak meningkat 15.4% 21.8%15.4%

(Buku I dan II)

Underweight (gizi kurang) pada anak usia 0-59 bulan

- 19.6% 17.7%17%

(Buku I dan II)

Stunting (pendek) pada anak usia 0-23 bulan

- 32.9% 29.9%28%

(Buku I dan II)

Anemia pada ibu hamil - 37.1% 48.9% 28% (Buku II)

Sumber: WHO, 2012; WHO, 2013; Bappenas, 2015; Kementerian Kesehatan, 2013;

Kementerian Kesehatan, 2018

Tiga dari indikator RPJMN 2015-2019 sama dengan target global yang disahkan oleh negara-negara anggota Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly/WHA) pada tahun 2012 dan kemudian dimasukkan ke dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) sebagai target yang harus dipenuhi pada tahun 2030. Indonesia adalah negara penandatangan kesepakatan WHA dan SDGs. Selain itu, RPJMN juga mencakup target gizi untuk obesitas usia dewasa, yang telah diadopsi sebagai target pilihan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Kerangka Global WHO untuk PTM.

2.2.1. Kurang gizi pada anak

Kurang gizi yang dialami pada anak usia di bawah lima tahun antara lain stunting, wasting, dan underweight. Di Indonesia, prevalensi kurang gizi tersebut cenderung mengalami penurunan dari tahun 2007 hingga 2018. gambar 2 mengilustrasikan capaian target gizi anak balita menurut RPJMN 2015-2019.

gambar 2. Capaian target rPjmn 2015-2019 terkait Kekurangan gizi pada anak balita

37.2 38.1

32.826.1

29.9

2836.8 35.6

37.233.6

30.8

13.6 13.3 12.19.8 10.2 9.5

18.4 17.9 19.6 2117.7 17

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

2007 2010data Riskesdas

2013 2016data Sirkesnas

2018data Riskesdas

RPJMN Target2019

Stunting (pendek) pada anak usia 0-23 bulan Stunting (pendek) pada anak usia 0-59 bulan

Wasting (kurus) pada anak usia 0-59 bulan Underweight (gizi kurang) pada anak usia 0-59 bulan

Sumber: RISKESDAS 2007, 2010, 2013, 2018; SIRKESNAS 2016

Stunting pada anak adalah bentuk kekurangan gizi yang paling umum di Indonesia dan tetap menjadi tantangan utama. Tahun 2018, Riskesdas menunjukan prevalensi stunting pada anak usia di bawah dua tahun sebesar 29,9 %. Angka ini memperlihatkan adanya penurunan dalam beberapa tahun terakhir dan target penurunan stunting untuk anak usia di bawah dua tahun pada 2019 telah terpenuhi dimana angka ini mendekati target pada RPJMN yakni 28% di tahun 2019.

Data tahun 2013 dan 2018 menunjukkan adanya disparitas prevalensi stunting secara geografis. Data dari 2013 (Kementerian Kesehatan, 2013), yang telah dijelaskan secara lengkap dalam background paper sebelumnya tentang gizi di Indonesia yang dilakukan pada tahun 2014 (Bappenas, 2014), menunjukkan bahwa stunting sangat umum terjadi di bagian paling timur dan paling barat Indonesia dimana mencapai puncaknya dengan 51,7 % di Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebagian besar provinsi (28 dari 34 provinsi) memiliki prevalensi stunting di atas 30%, yang dikategorikan oleh WHO sebagai prevalensi yang sangat tinggi dalam masalah kesehatan masyarakat (WHO, NLiS, 2018). Prevalensi stunting pada anak lebih tinggi di daerah pedesaan (40%) dibandingkan dengan daerah perkotaan (31%), dan jauh lebih tinggi pada kelompok dengan tingkat kekayaan terendah

Page 14: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 1110 • Pembangunan gizi di indonesia

dibandingkan dengan kuintil terkaya. (lihat lampiran 1). Namun demikian, 29,0% anak-anak di kuintil kekayaan tertinggi mengalami stunting dimana hal ini menggambarkan bahwa stunting bukan hanya masalah yang terkait dengan kemiskinan. Data Riskesdas 2018 menunjukan hal yang tidak jauh berbeda dimana bagian paling timur dan paling barat Indonesia menjadi daerah dengan angka stunting balita tertinggi dibandingkan daerah lainnya (lihat lampiran 1). Terdapat 20 provinsi memiliki prevalensi stunting sangat tinggi (≥30%) berdasarkan klasifikasi WHO terbaru (WHO, NLiS, 2018). Secara nasional, prevalensi stunting balita menurun menjadi 30,8% (Kementerian Kesehatan, 2018). Jika dibandingkan dengan prevalensi stunting tahun 2013, terjadi penurunan sebesar 1,28 poin persen pertahun. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila tingkat penurunan ini dapat dipertahankan maka target penurunan stunting pada balita sesuai WHA dapat tercapai di tahun 2025.

Di tingkat kabupaten, kemajuan penurunan stunting sangat bervariasi. Dari 438 kabupaten di Indonesia, hampir setengah (206 setara dengan 47%) mengalami penurunan prevalensi stunting antara 2007 dan 2013 serta 52 kabupaten mengalami pengurangan di atas 10% selama periode enam tahun. Pengamatan lebih dekat dan pemahaman tentang faktor-faktor yang berkontribusi pada perbaikan gizi di kabupaten yang berhasil akan membantu kabupaten lain yang belum berhasil secara efektif menurunkan stunting pada anak. Contoh dimana stunting telah berhasil diturunkan di tiga kabupaten melalui adopsi pendekatan multisektoral dijelaskan dalam Kotak 1.

Kotak 1. Fokus pada upaya Kabupaten yang berhasil dalam menurunkan Stunting dan Perbaikan gizi

Aksi bersama untuk perbaikan gizi dilakukan di Kabupaten Klaten, Sikka, dan Jayawijaya sebagai bagian dari program Maternal and Young Child Nutrition Security in Asia (MYCNSIA) dari tahun 2011 hingga 2014. Hasilnya adalah pengurangan lima persen poin pada persentase stunting, 20 persen poin peningkatan untuk persentase ASI eksklusif dan peningkatan konsumsi pada anak serta perilaku kebersihan. Peningkatan yang terjadi lebih besar pada kelompok yang paling miskin. Tujuh faktor keberhasilan percepatan perbaikan gizi yang dapat diidentifikasi mencakup: (i) lingkungan legislatif yang mendukung; (ii) perencanaan dan penganggaran di tingkat pusat dan daerah; (iii) pendekatan multisektoral untuk mengintegrasikan hasil dan mengoptimalkan saluran untuk promosi; (iv) platform efektif untuk rumah tangga yang paling rentan dan kurang beruntung; (v) peningkatan pengetahuan dan keterampilan konseling tenaga kesehatan masyarakat; (vi) sistem pemantauan yang efektif; serta (vii) bekerja sama dengan mitra.

gambar 3. Perbaikan gizi di tiga Kabupaten mYCnsia, 2011-2014

29.6

43.152.2 53.3

29.7

6.9

61.4

30.223.9

33.8

72.381.7

30.317.1

69.564.3

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

All Poorest All Poorest All Poorest All Poorest

Stunting Exclusivebreastfeeding Minimumacceptablediet

Handwashingwithsoap

%

2011 (baseline) 2014 (endline)

Semua Termiskin

ASI Eksklusif

Semua Termiskin

Stunting

Semua Termiskin

Minimum acceptable diet

Semua Termiskin

Cuci tangan pakai sabun

Sumber: (UNICEF, 2017)

Wasting adalah bentuk kekurangan gizi yang sangat serius karena sangat meningkatkan risiko kematian dan kesakitan. Tingkat kematian pada anak dengan gizi buruk akut (Severe Acute Malnutrition/SAM) adalah 11,6 kali lebih tinggi dibandingkan pada anak dengan gizi baik, dan mereka yang bertahan hidup dari keadaan gizi buruk akut dapat terus mengalami masalah perkembangan di sepanjang hidup mereka (Ologin, McDonald, & Ezzati, 2013). Bukti global menunjukkan bahwa wasting (kurus) meningkatkan risiko stunting pada anak, gangguan perkembangan kognitif, dan penyakit tidak menular di masa dewasa (Lelijveld, Seal, & Wells, 2016) (Grantham-McGregor, Powell, Walker, & Chang, 1994). Indonesia memiliki tingkat kekurangan gizi akut tertinggi keempat di dunia, dengan sekitar tiga juta anak balita mengalami wasting (kurus), diantaranya yakni 1,4 juta anak mengalami sangat kurus (Kementerian Kesehatan, 2013). Data tahun 2013 menunjukkan bahwa enam provinsi memiliki prevalensi lebih dari 15% yang dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang sangat tinggi oleh WHO (WHO, NLiS, 2018) sehingga memerlukan respons darurat. Meskipun gambar 2 menunjukkan bahwa ada beberapa kemajuan dalam menurunkan prevalensi wasting, namun hal ini belum dikonfirmasi oleh survei SMART1 yang dilakukan di Kabupaten Kupang yang menunjukkan tetap tingginya prevalensi wasting (UNICEF/ACF, 2016 Unpublished). Namun demikian, data terbaru Riskesdas 2018 menunjukan angka wasting pada balita mengalami penurunan menjadi 10,2% dan semua provinsi memiliki prevalensi balita kurus di bawah 15%, dengan provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki prevalensi tertinggi yakni sebesar 14,4% (Kementerian Kesehatan, 2018).

Underweight adalah indikator kekurangan gizi anak yang tidak membedakan antara kekurangan gizi jangka pendek wasting dan kronis stunting. Prevalensi underweight cenderung meningkat antara tahun 2010 sampai 2016, namun hasil utama Riskesdas 2018 menunjukkan penurunan prevalensi menjadi 17,7% yang mengindikasikan bahwa target RPJMN 2015-2019 kemungkinan besar akan tercapai. Namun demikian, underweight bukan merupakan indikator yang sensitif dan indikator ini belum diadopsi sebagai indikator WHA (lihat tabel 1).

1 Survei SMART (Standardized Monitoring and Assessment of Relief and Transition) mengadopsi metode standar untuk mengukur tingkat wasting (kekurusan) pada anak-anak.

Page 15: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 1312 • Pembangunan gizi di indonesia

2.2.2. Kurang gizi pada Perempuan

Sejak penyusunan background paper sebelumnya tentang gizi di Indonesia pada tahun 2014 (Bappenas, 2014), terdapat minimnya ketersediaan data terbaru tentang status gizi ibu untuk menentukan capaian target sejak tahun 2014. Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil yang diukur melalui lingkar lengan atas (LILA) dilaporkan dalam background paper tentang gizi 2014 dan ditemukan adanya peningkatan antara 2010 dan 2013. Hampir satu dari empat wanita hamil (24,2%) memiliki LILA yang rendah (<23,5 cm) pada tahun 2013 dan ini hampir tidak berubah pada tahun 2016, tetapi kemudian menurun di tahun 2018 menjadi 17,3% (Kementerian Kesehatan, 2018).

Berat badan lahir rendah (BBLR) (<2.500 gram) merupakan indikator kekurangan gizi ibu yang menunjukkan adanya sedikit perubahan selama 10 tahun terakhir dan tidak ada indikasi yang jelas bahwa target RPJMN 2015-2019 akan terpenuhi (lihat gambar 4). Data Riskesdas 2018 dengan indikator BBLR <2.500 gram menunjukkan adanya peningkatan yakni 5,4% di tahun 2007 menjadi 5,7% di tahun 2013 dan 6,2% di tahun 2018. Serupa dengan tahun 2013 dimana BBLR terjadi lebih banyak pada keluarga dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Namun, angka ini cenderung sama untuk daerah pedesaan (6,3%) dan perkotaan (6,1%) (Kementerian Kesehatan, 2018).

gambar 4. Kemajuan terhadap target rPjmn 2015-2019 untuk bayi dengan berat badan lahir rendah, anemia dan asi eksklusif

Sumber: RISKESDAS 2007, 2010, 2013, 2018; SIRKESNAS 2016. Catatan: angka ASI Eksklusif diambil berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007, 2012, dan 2017.

2.2.3. Pemberian makan pada bayi dan anak Menyusui hingga usia dua tahun telah dilaporkan secara luas memiliki banyak manfaat jangka pendek dan jangka panjang bagi anak dan ibu (Horta & Victora, 2013). WHO, UNICEF, dan Kementerian Kesehatan Indonesia merekomendasikan bahwa bayi harus disusui secara eksklusif selama enam bulan pertama semenjak lahir dan sesudah itu dilakukan pengenalan makanan pendamping ASI dalam bentuk padat atau semi padat bersamaan dengan kelanjutan menyusui hingga usia 24 bulan. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 4, target RPJMN 2015-2019 untuk pemberian ASI eksklusif tampaknya akan tercapai.

Meskipun prestasi ini terlihat jelas, praktik pemberian makan pada bayi dan anak (PMBA) di Indonesia masih sangat tidak memadai. Sementara 61% ibu memulai menyusui dalam satu jam pertama kelahiran bayi mereka, hanya setengah (54%) terus menyusui hingga usia dua tahun (BPS & Kemenkes, 2017). Lebih dari sepertiga (37%) dari ibu pada tahun 2012 memberikan susu botol kepada anak mereka antara usia 0-23 bulan yang meningkatkan risiko penyakit infeksi seperti diare karena sulitnya mensterilkan dot pada botol dengan benar (BPS & Kemenkes, 2012). Selain itu, jenis makanan pendamping yang diperkenalkan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan gizi anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Pada tahun 2012, hanya 58,2% anak-anak berusia 6 hingga 23 bulan menerima makanan dengan empat atau lebih kelompok makanan. Ini berarti bahwa hampir setengah dari semua anak Indonesia tidak menerima gizi yang mereka butuhkan selama dua tahun pertama hidupnya untuk bertumbuh dan berkembang secara optimal.

2.2.4. defisiensi mikronutrien

Sangat sedikit data baru yang tersedia terkait defisiensi mikronutrien sejak background paper sebelumnya tentang gizi dilakukan sebagai bagian dari Kajian Sektor Kesehatan 2014 (Bappenas, 2014). Anemia pada wanita dan anak-anak masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dengan kategori berat menurut klasifikasi WHO (WHO, 2010). Anemia sebagian besar disebabkan oleh defisiensi zat besi, dan juga terkait dengan defisiensi mikronutrien lainnya seperti vitamin A, asam folat, dan vitamin B12. Prevalensi anemia juga lebih tinggi di daerah dimana kecacingan umum terjadi. Seperti yang ditunjukkan gambar 4, anemia pada ibu hamil (hemoglobin <11 g/dl) telah meningkat secara mengkhawatirkan dalam beberapa tahun terakhir. Data dari tahun 2016 menunjukkan bahwa lebih dari separuh ibu hamil mengalami anemia yang jauh di atas nilai target RPJMN 2015-2019. Riskesdas 2018 juga menunjukkan hal serupa dengan hampir separuh ibu hamil mengalami anemia (48,9%). Selain itu, lebih dari seperempat (28%) anak-anak di bawah usia lima tahun mengalami anemia (hemoglobin < 11 g/dl) pada tahun 2013 (Kementerian Kesehatan, 2013). Namun, di tahun 2018, data anemia pada anak balita belum tersedia. Tidak ada keraguan bahwa anemia memiliki dampak besar pada kesehatan dan kesejahteraan perempuan dan anak di Indonesia.

Hingga saat ini ketersediaan data baru tentang defisiensi vitamin A masih minim sehingga tidak memungkinkan untuk menilai kemajuan. Survei nasional terakhir tentang status vitamin A dilakukan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 1992 dan menemukan bahwa serum retinol kurang dari 20 μg / dL pada setengah dari anak-anak berusia 6-59

Page 16: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 1514 • Pembangunan gizi di indonesia

bulan. SEANUTS 2011 memeriksa status vitamin A pada anak, tetapi tidak termasuk anak dengan usia kurang dari dua tahun yang kemungkinan besar berada pada risiko terbesar kekurangan vitamin A, sehingga data tidak dapat dibandingkan. Dalam survei ini hanya 1,5 persen anak di daerah pedesaan berusia 2-4 tahun ditemukan memiliki kekurangan vitamin A.

Demikian pula, tidak terdapat data baru tentang tingkat kekurangan yodium yang tersedia sejak background paper sebelumnya tentang gizi di Indonesia yang dilakukan sebagai bagian dari Kajian Sektor Kesehatan 2014 (Bappenas, 2014), yang menemukan bahwa status yodium pada anak sekolah dan wanita usia subur tetap memadai, sementara status yodium pada wanita hamil berada pada ambang batas.

2.2.5. Kegemukan dan obesitas

Prevalensi kegemukan (IMT ≥25 sampai <27) dan obesitas (IMT ≥ 27) di kalangan orang dewasa meningkat tajam dan obesitas sekarang menjadi tantangan masalah gizi terbesar di masa depan yang dihadapi oleh Indonesia. Dalam lima tahun, antara tahun 2013 dan 2018, prevalensi obesitas telah meningkat enam persen dan lebih tinggi dari target RPJMN 2015-2019 (lihat gambar 5). Selain itu, terdapat perbedaan geografis yang signifikan dengan prevalensi obesitas tertinggi ditemukan di Sulawesi Utara (30,2%) dan terendah di NTT (10,3%) dimana semua provinsi telah mengalami peningkatan obesitas secara progresif dari waktu ke waktu (Kementerian Kesehatan, 2018). Data obesitas pada dewasa berdasarkan jenis kelamin dan kuintil kekayaan belum tersedia di Riskesdas 2018. Walaupun demikian, di tahun 2016, menunjukkan kegemukan dan obesitas pada wanita dewasa jauh lebih tinggi daripada pria dewasa, dimana terdapat 41,6% wanita dewasa kelebihan berat badan dibandingkan 24% pria. Sementara di tahun 2013, obesitas ditemui pada semua kelompok kuintil pendapatan baik yang rendah maupun yang lebih tinggi dan 7% orang dewasa pada kuintil kekayaan terendah mengalami obesitas (Kementerian Kesehatan, 2013) (lihat lampiran 1).

Pada kelompok anak di bawah usia lima tahun, prevalensi kelebihan berat badan (berat badan per tinggi badan >2 score) menunjukan tidak ada peningkatan. Sekitar 7% anak balita diperkirakan mengalami kegemukan pada tahun 2018 (Kementerian Kesehatan, 2018). Walapun data berat badan lebih pada balita berdasarkan kuintil kekayaan di tahun 2018 belum tersedia, data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan kegemukan terjadi lebih banyak pada kuintil kekayaan yang lebih tinggi dibandingkan pada kuintil kekayaan yang lebih rendah, namun bahkan pada kuintil kekayaan terendahpun, 10,2% anak balita mengalami kegemukan pada tahun 2013 (lihat lampiran 1).

gambar 5. Kemajuan terhadap target rPjmn 2015-2019 untuk Kegemukan dan obesitas

11.7

15.4

20.7 21.8

15.4

12.214.0

11.8 6.18.0

0

5

10

15

20

25

30

35

40

2007 2010data Riskesdas

2013 2016data Sirkesnas

2018data Riskesdas

RPJMN Target2019

Obesitas pada dewasa usia 18+ tahun Overweight (gemuk) pada anak usia 0-59 bulan

Sumber: RISKESDAS 2007, 2010, 2013, 2018; SIRKESNAS 2016

2.2.6. gizi remaja

Meskipun tidak ada target yang masuk dalam RPJMN 2015-2019 untuk gizi remaja2, masa remaja adalah periode kritis kedua untuk pertumbuhan fisik setelah tahun pertama kehidupan, dimana ketika perubahan psikososial dan emosional yang mendalam terjadi dan peningkatan kognitif dan kapasitas intelektual tercapai. Selain itu, Indonesia sendiri adalah rumah bagi sekitar 45 juta remaja laki-laki dan perempuan atau setara dengan 18% dari total penduduk (BPS, 2010). Remaja di Indonesia sudah mulai menderita Beban Ganda Masalah Gizi. Pada tahun 2013, 9,4% remaja berusia 16-18 tahun dan 11,1% dari mereka yang berusia 13-15 tahun mengalami kurus (IMT per usia <-2 SD Zscore), sementara 7,3% dan 10,8%, secara berurutan, mengalami kelebihan berat badan (IMT per usia > +1 SD Zscore) (Kementerian Kesehatan, 2013). Prevalensi kegemukan pada kelompok usia 16-18 tahun meningkat tajam dari 1,4% pada tahun 2010 menjadi 7,3% pada 2013, yang menunjukkan bahwa kegemukan meningkat dengan cepat. Prevalensi stunting pada usia 16-18 tahun sebesar 31,4% dan pada kelompok usia 13-15 tahun sebesar 35,1%, dan yang menjadi perhatian adalah sebagian besar anak perempuan akan memasuki fase kehamilan dalam keadaan kurang gizi sehingga dapat memperpanjang siklus malnutrisi. Prevalensi kurus (LILA <23,5 cm) pada kelompok remaja putri yang hamil sudah lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang lebih tua yaitu sekitar satu dari tiga dibandingkan dengan satu dari empat (24,2%) secara berurutan. Kotak 2 menjelaskan gaya hidup dan pola konsumsi remaja di Indonesia dan melihat pentingnya mengembangkan kebijakan yang menargetkan kelompok usia remaja.

2 WHO mendefinisikan remaja pada usia antara 10 dan 19 tahun.

Page 17: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 1716 • Pembangunan gizi di indonesia

Kotak 2. Fokus pada gaya Hidup dan Pola makan remaja yang berkontribusi pada beban ganda masalah gizi

Remaja semakin dianggap penting sebagai agen perubahan gizi yang potensial di Indonesia karena berperan dalam memotong rantai kemiskinan dan malnutrisi antargenerasi. Kebiasaan makan pada usia remaja saat ini akan menentukan pola konsumsi generasi masa mendatang ketika remaja tersebut tumbuh menjadi orang dewasa di kemudian hari.

Sebuah survei dan studi kualitatif di dua kabupaten di Indonesia telah menunjukkan bahwa remaja tidak mengembangkan gaya hidup dan pilihan konsumsi yang sehat. Secara keseluruhan, mereka relatif tidak aktif dan menghabiskan sebagian besar waktu luang untuk duduk: menonton TV, menggunakan ponsel mereka, belajar, atau bekerja. Sebagian besar remaja bepergian dengan sepeda motor dan menghabiskan sedikit waktu untuk berjalan, bersepeda, dan berolahraga.

Meskipun remaja pada umumnya makan tiga kali sehari, namun terdapat sedikit keluarga yang memasak dan makan bersama. Hanya setengah remaja yang disurvei sarapan di rumah, sementara separuh lainnya membeli makanan, baik di warung maupun di sekolah. Penelitian kualitatif menemukan bahwa makan siang biasanya merupakan makanan jadi yang dibeli di warung dan seringkali termasuk minuman manis. Makan malam sebagian besar dilakukan di rumah, tetapi jarang dilakukan secara bersama dengan keluarga. Sebaliknya, makan malam paling sering dilakukan di depan televisi, menggantikan praktik tradisional makan bersama di atas tikar di lantai. Dua per tiga (66%) remaja yang disurvei mengonsumsi kudapan berupa makanan olahan dan sekitar sepertiga remaja mengonsumsi kue, kue kering, gorengan, dan kerupuk. Selain itu, 20% mengonsumsi makanan siap saji dan 14% kudapan lokal buatan sendiri. Sementara 84% sering mengonsumsi minuman manis. Rata-rata remaja menghabiskan sekitar Rp 6.000,- (US$ 0,42) per hari untuk makanan dan minuman. Sebagai hasil dari pilihan konsumsi ini, kurang dari setengah remaja yang disurvei mengonsumsi 5 atau lebih dari 11 kelompok makanan yang memenuhi rekomendasi untuk konsumsi yang beragam.

Studi kualitatif menemukan bahwa meskipun sekolah-sekolah memiliki pengelolaan yang berbeda-beda dalam penjualan makanan, tetapi tidak ada kontrol pada jenis makanan yang dijual, yang pada umumnya menjual makanan dan minuman yang tidak sehat. Selain itu, pada umumnya para guru masih belum memahami bahwa pendidikan gizi di sekolah menengah (SMP dan SMA) merupakan tanggung jawab mereka. Selain dari pendidikan gizi di sekolah dasar, sumber utama informasi gizi untuk remaja adalah televisi dan internet.

Temuan ini menggarisbawahi peluang penting yang dapat dilakukan pada remaja dalam meningkatkan status gizi dan pola konsumsi penduduk Indonesia. Saat ini, gizi remaja belum dianggap sebagai prioritas dalam agenda pembangunan nasional,

meskipun peluang untuk meningkatkan perbaikan gizi remaja di Indonesia dapat dilakukan melalui penguatan kebijakan di tingkat kabupaten, dan melalui penguatan mekanisme koordinasi lintas sektor. Berkenaan dengan hal tersebut, terdapat beberapa rekomendasi meliputi: (i) meningkatkan permintaan untuk makanan sehat melalui kampanye sosial dan perubahan perilaku secara massal menggunakan teknologi modern, dan pendidikan gizi; (ii) mengendalikan pasokan, pemasaran dan penjualan makanan yang kurang sehat; serta (iii) memperluas akses ke makanan sehat dan fasilitas olahraga.

Perbaikan kebijakan dan program pangan sekolah merupakan pilihan penting untuk perbaikan gizi di Indonesia. Program gizi berbasis sekolah yang terintegrasi dapat mengatasi Beban Ganda Masalah Gizi, kesehatan buruk yang terkait, serta dapat digunakan untuk membangun dan mengintegrasikan intervensi gizi yang sedang dilakukan. Sekolah juga berperan sebagai pintu akses potensial untuk melibatkan orang tua dan masyarakat. Selain itu, standar makanan di sekolah telah terbukti efektif untuk meningkatkan ketersediaan dan pembelian makanan sehat serta mengurangi pembelian makanan yang tidak sehat.

Sumber: Soekarjo, Roshita, Thow, & et al., 2018; UNICEF, 2018 Unpublished;

UNICEF, 2018 Unpublished

Pesan KunCi

1. Indonesia menderita Beban Ganda Masalah Gizi dimana kekurangan gizi dan obesitas berada dalam populasi, rumah tangga, dan individu yang sama.

2. Periode kritis untuk intervensi gizi adalah 1.000 hari pertama kehidupan dimulai dari kehamilan hingga anak berusia dua tahun, dan masa remaja.

3. Stunting, wasting, anemia, dan obesitas adalah tantangan gizi yang menjadi prioritas utama.

4. Remaja sudah menderita Beban Ganda Masalah Gizi dan data survei dari dua kabupaten menunjukkan bahwa mereka tidak melakukan gaya hidup dan pilihan konsumsi yang sehat.

5. Minimnya ketersediaan data terbaru tentang indikator gizi utama di seluruh siklus kehidupan serta variasi dalam metode survei dan definisinya sehingga membuat indikator tersebut sulit untuk dipantau kemajuannya sejak disusun background paper sebelumnya tentang gizi di Indonesia sebagai bagian dari Kajian Sektor Kesehatan Tahun 2014.

6. Diperlukan langkah bersama untuk mencapai target status gizi dalam RPJMN 2015-2019 dengan stunting pada anak usia di bawah dua tahun menjadi satu-satunya indikator yang berpotensi untuk mencapai target.

Page 18: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 1918 • Pembangunan gizi di indonesia

2.3. PenYebab beban ganda masalaH gizi

Bagian ini mengkaji penyebab Beban Ganda Masalah Gizi di Indonesia dan mengidentifikasi pencapaian target dan tantangan dalam mengatasinya. gambar 1 mengilustrasikan beberapa penyebab malnutrisi yang berperan pada masing-masing tingkatan yang berbeda. Penyebab langsung dijelaskan dengan warna hijau, sementara tiga kelompok penyebab tidak langsung ditunjukkan dengan warna dasar biru, dan akar masalah ditunjukan dengan warna kuning. Bagian berikut menyajikan data terbaru tentang penyebab malnutrisi di Indonesia.

2.3.1. Konsumsi Pangan yang tidak Cukup dan Kerawanan Pangan

Rumah tangga miskin dan menengah di Indonesia memiliki pola konsumsi yang minim akan zat gizi dan kurang beragam, sementara rumah tangga menengah ke atas memiliki pola konsumsi berlebih, khususnya sumber energi dan makanan olahan. Hal ini berkontribusi terhadap terjadinya kekurangan gizi pada kelompok masyarakat menengah ke bawah serta obesitas pada kelompok menengah ke atas. Data survei pada tahun 2014 menunjukkan bahwa hampir setengah populasi di Indonesia (45,7%) mengonsumsi kurang dari 70% Angka Kecukupan Gizi (AKG)3 untuk energi, sementara 36,1% mengkonsumsi kurang dari 80% AKG untuk protein4 (SKMI, 2014). gambar 6 menunjukkan perbedaan konsumsi sumber energi dan protein pada kelompok masyarakat menurut tingkat kekayaan. Hanya mereka yang berada pada kuintil ketiga, keempat, dan kelima yang mengonsumsi energi dan protein yang cukup.

Pada saat yang sama, semakin banyak penduduk yang mengonsumsi makanan dan minuman yang tidak sehat secara berlebihan. Analisis data tahun 2014 menemukan bahwa 29,7% penduduk Indonesia mengonsumsi gula, garam, dan lemak melebihi rekomendasi WHO dimana untuk gula > 50 g/hari, garam > 5 g/hari, dan lemak > 67 g/hari (Atmarita, Jahari, Sudikno, & Soekatri, 2016).

3 AKG per orang per hari untuk energi adalah 2,150 kkal sesuai dengan Peraturan Menkes, Pasal 4, 2013.4 AKG per orang per hari untuk protein adalah 57 gram.

gambar 6. asupan energi dan Protein per Kapita per Hari menurut Kelompok tingkat Kekayaan pada tahun 2017

1713

1975

2155

2353

2564

45.4

54.2

60.9

69.1

81.5

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

Energy Protein

pro

tein

da

lam

gra

m

en

erg

i da

lam

Kka

l

Q1 Q2 Q3 Q4 Q5

AKG =2150Kkal

AKG =57gram

Energi Protein

Sumber: SUSENAS 2017

Makanan khas Indonesia adalah makanan berbahan dasar beras dan serealia yang selalu menjadi makanan pokok utama. Sebagaimana dituliskan dalam background paper tentang gizi sebelumnya sebagai bagian dari Kajian Sektor Kesehatan 2014, pola makan rumah tangga berubah dengan cepat, tetapi tidak menjadi lebih sehat. gambar 7 mengilustrasikan bahwa antara tahun 2007 dan 2017, proporsi energi dalam makanan yang berasal dari serealia yang dikonsumsi oleh penduduk perkotaan dan pedesaan menurun namun hal ini terjadi karena ada peningkatan proporsional dalam asupan energi dari makanan dan minuman jadi (Sumarwan, 2018). Peningkatan konsumsi makanan dan minuman jadi, yang sebagian besar kecenderungannya adalah makanan yang diproses5 dan tinggi gula, garam dan lemak, di antara penduduk pedesaan sangat terlihat nyata dan mengkhawatirkan. Ini menunjukkan bahwa tingkat obesitas akan terus meningkat dalam kelompok ini sehingga akan menambah Beban Ganda Masalah Gizi. Sementara itu, konsumsi tepung terigu juga meningkat, yang didorong dengan semakin meningkatnya konsumsi mi instan pada 15% remaja berusia 10-19 tahun yang mengonsumsi mi setiap hari pada tahun 2013 (Kementerian Kesehatan, 2013). Di sisi lain, konsumsi buah dan sayur tetap rendah dimana 93,5% penduduk berusia 10 tahun ke atas mengonsumsi buah dan sayur kurang dari 5 porsi dalam sehari (Kementerian Kesehatan, 2013). Pada tahun 2018, pola konsumsi tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan dimana 95,5% penduduk usia ≥ 5 tahun mengkonsumsi buah dan sayur kurang dari 5 porsi dalam sehari (Kementerian Kesehatan, 2018).

5 ‘Diproses ’didefinisikan sebagai makanan atau minuman apapun yang telah diolah dari keadaan mentah.

Page 19: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 2120 • Pembangunan gizi di indonesia

Keragaman pola konsumsi yang rendah berkaitan dengan terjadinya stunting pada anak. Sebuah penelitian yang dilakukan di Jawa Timur menilai keragaman pola konsumsi pada 12 kelompok makanan, yang kemudian dijumlahkan sebagai Skor Keragaman Konsumsi Pangan Rumah Tangga (Household Dietary Diversity Score), menemukan bahwa skor yang lebih rendah dikaitkan dengan stunting bahkan ketika penyesuaian dibuat untuk ukuran keluarga, pengetahuan ibu, pengeluaran untuk makanan, serta asupan energi dan protein dari ASI (Mahmudiono, Sumarmi, & Rosenkrantz, 2017). Kementerian Kesehatan memperkirakan bahwa hanya 29% dari anak-anak berusia 6-59 bulan mengonsumsi makanan sumber zat besi dan hanya 20% yang mengonsumsi telur (Kemenkes, 2014).

gambar 7. asupan energi per Kapita per Hari dari Kelompok makanan yang berbeda pada tahun 2007 dan 2017

42.735.7

51.543.9

15.326.7

9.519.2

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

2007 2017 2007 2017

Urban Rural

Cereals Tubers Fish&seafood Meat

Eggs&milk Vegetables Fruit Oil&coconut

Beverages Miscellaneous Preparedfood&drink

Perkotaan Pedesaan

Sereal

Telur dansusu

Minuman

Umbi

Sayuran

Lain-lain

Ikan&hasillaut

Buah

Makanan&minumanjadi

Daging

Minyak&kelapa

Sumber: BPS, 2007; BPS, 2017

Asupan makanan ditentukan oleh ketahanan pangan yang memiliki empat dimensi, yaitu: ketersediaan, akses, konsumsi, dan pemanfaatan pangan (WFP, 2017). Badan Pangan Dunia (WFP) melaporkan bahwa secara keseluruhan, ketahanan pangan meningkat antara tahun 2010 dan 2015 yakni ketika hanya 58 dari 398 kabupaten yang ditemukan sangat rentan terhadap kerawanan pangan (WFP, 2016). Beberapa penelitian baru-baru ini menyimpulkan bahwa akses ekonomi (keterjangkauan) terhadap pangan dibandingkan dengan ketersediaan pangan merupakan penyebab utama kerawanan pangan di Indonesia (SMERU, 2015) (WFP, 2017) (WFP & Bappenas, 2017). Sebuah studi untuk memperkirakan biaya konsumsi di Indonesia menemukan bahwa 38% dari populasi nasional tidak mampu membeli makanan bergizi dan persentase ini naik menjadi 68% di daerah terpencil seperti NTT dimana biaya transportasi makanan tinggi (WFP & Bappenas, 2017). Gejolak harga pangan terutama untuk beras, daging, sayur, dan buah, memperburuk situasi ketika rumah tangga miskin terpaksa mengurangi jumlah

dan kualitas makanan yang mereka konsumsi (SMERU, 2015). Sebagian besar (80%) rumah tangga dengan tingkat pengeluaran rendah dan menengah menghabiskan lebih dari separuh pengeluaran mereka untuk makanan di tahun 2017, dan membelanjakan porsi yang jauh lebih besar dari uang mereka untuk makanan dibandingkan dengan 20% penduduk terkaya (BPS, 2017).

Meskipun harga makanan tetap menjadi penghalang utama bagi banyak keluarga miskin di Indonesia, tetapi pengeluaran untuk makanan dan minuman olahan, yang sebagian besar cenderung makanan yang diproses, meningkat empat kali lipat pada masyarakat perkotaan dan juga pedesaan dari tahun 2007 hingga 2017. Pertumbuhan industri makanan dan minuman mendorong terjadinya perubahan pola konsumsi di Indonesia dan berkontribusi pada terjadinya Beban Ganda Masalah Gizi seperti yang dijelaskan pada Kotak 3.

Kotak 3. Fokus pada Peningkatan Konsumsi makanan dan minumam olahan yang berkontribusi pada Kejadian beban ganda masalah gizi

Industri makanan dan minuman sedang berkembang pesat di Indonesia dengan tingkat pertumbuhan sebesar 12,7% yang tercatat untuk kuartal pertama 2018 dan memberikan kontribusi 6,1% terhadap total PDB pada tahun 2017 (Lukman, 2018). Sektor ini berkembang dengan peningkatan 20% dalam investasi domestik langsung (Domestic Direct Investment/DDI) pada tahun 2017, dibandingkan dengan penurunan 7% dalam investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI). Pada kuartal pertama tahun 2018, industri makanan dan minuman menyumbang 12,5% dari DDI atau setara dengan US$ 711 juta. Pembuatan makanan dan minuman olahan, yang pada umumnya tinggi lemak, gula, dan garam, sebagian besar dilakukan oleh perusahaan Indonesia, meskipun industri sangat bergantung pada bahan baku impor. Sebagai contoh, produksi gula dalam negeri sudah cukup untuk memenuhi permintaan rumah tangga, tetapi 100% gula yang terdapat dalam produk jadi merupakan bahan impor, terutama dari Thailand dan Australia (Lukman (komunikasi personal), 2018).

Peningkatan jumlah makanan dan minuman olahan di pasar yang ada di Indonesia diiringi dengan peningkatan gerai makanan cepat saji. Menurut perusahaan riset pasar, Euromonitor International, penjualan makanan cepat saji diperkirakan akan tumbuh sebesar 7% per tahun hingga 2016 dengan jumlah gerai yang melonjak dari 5.890 pada tahun 2011 menjadi 9.100 pada tahun 2017. Lebih lanjut lagi, perusahaan memperluas jangkauan mereka di luar kota-kota besar (Bland, 2013).

Seiring dengan meningkatnya pasokan, demikian pula permintaan, perubahan gaya hidup konsumen dianggap telah menjadi penyebab terjadinya peningkatan konsumsi produk olahan (Sumarwan, 2018). Konsumen memiliki lebih sedikit waktu untuk menyiapkan makanan di rumah karena mereka menghabiskan lebih banyak waktu bekerja di luar rumah, sementara produk olahan tersedia dengan mudah di pasaran dengan harga terjangkau. Selain itu, terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa iklan TV mendorong konsumsi makanan olahan dimana rata-rata orang yang menonton TV terpapar dengan satu iklan makanan atau minuman tidak sehat setiap empat menit di Indonesia, sedangkan di China, Malaysia, dan

Page 20: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 2322 • Pembangunan gizi di indonesia

Korea Selatan dengan durasi setiap 12-26 menit (Kelly, Hebden, & King, 2014). Studi lain juga menunjukkan pengaruh yang signifikan dari paparan televisi selama masa kanak-kanak terhadap pengeluaran rumah tangga di kemudian hari, dan juga pada konsumsi makanan dan minuman ringan di Indonesia (Oberlander, 2018). Data terbaru juga melihat pengaruh pilihan makanan di Indonesia melalui ketersediaan pilihan yang lebih luas dari aplikasi layanan cepat yang memungkinkan pelanggan untuk memesan dan membayar makanan dengan mudah menggunakan ponsel (Martianto, 2018).

Saat ini, walaupun target penurunan obesitas telah dimasukkan ke dalam RPJMN 2015-2019, akan tetapi program pencegahan dan penatalaksanaan obesitas secara komprehensif belum ada, sehingga pengawasan terhadap konten, pemasaran, dan penjualan makanan olahan perlu ditingkatkan. Hal tersebut menjadi kebutuhan mendesak bagi pemerintah untuk menyusun dan memperkuat regulasi yang membatasi ketersediaan, aksesibilitas, dan konsumsi makanan dan minuman dengan kadar gula, garam, dan lemak yang tinggi.

2.3.2. beban Penyakit, akses terhadap Pelayanan Kesehatan, dan lingkungan yang tidak mendukung

Hubungan antara kekurangan gizi dan penyakit infeksi (menular) terlihat sangat jelas. Infeksi, terutama diare, kecacingan, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), serta campak dan malaria, dapat menurunkan nafsu makan, menyebabkan peradangan, dan kemudian menyebabkan penurunan berat badan, sementara anak yang kekurangan gizi memiliki risiko lebih besar terkena infeksi (Tomkins & Watson, 1989). Penyakit infeksi masih banyak terjadi di Indonesia. Pada tahun 2012, 14,3% anak usia di bawah lima tahun dilaporkan mengalami diare dalam dua minggu terakhir, sementara 5% memiliki gejala ISPA, dan 31% pernah mengalami demam (BPS & Kemenkes, 2012). Sementara tahun 2018, 12,3% balita dilaporkan mengalami diare (Kementerian Kesehatan, 2018). Saat ini, data mengenai angka kecacingan di tingkat nasional yang dikaitkan dengan anemia dan stunting masih belum tersedia. Bukti yang ada menunjukkan bahwa lebih dari seperempat anak balita (28%) menderita kecacingan (Kemenkes, 2015). Penyakit infeksi lebih sering terjadi pada kuintil kekayaan yang lebih rendah.

Saat ini, Indonesia sedang mengalami transisi epidemiologi dengan beban penyakit bergeser dari penyakit menular dan kematian pada usia lebih muda ke arah PTM, peningkatan usia harapan hidup, dan peningkatan usia rata-rata kematian. Obesitas adalah penyumbang utama beban PTM, terutama terkait dengan perkembangan penyakit diabetes mellitus, hipertensi, stroke, dan kardiovaskular. Menurut perkiraan WHO, kematian proporsional karena PTM di Indonesia telah meningkat dari 50,7% pada tahun 2004 menjadi 71% pada tahun 2014 (WHO, 2014). Diabetes merupakan masalah tersendiri dimana jumlah orang dengan diabetes diperkirakan hampir dua kali lipat, dari 7,6 juta pada 2013 menjadi 11,8 juta pada 2030. Dengan pertumbuhan prevalensi diabetes sebesar 6% per tahun, hal ini jauh melebihi tingkat pertumbuhan populasi tahunan negara Indonesia secara keseluruhan (Novo Nordisk, 2013). Data 2018 menunjukkan

prevalensi diabetes pada penduduk umur ≥ 15 tahun sebesar 10,9% berdasarkan kriteria Diabetes Melitus menurut Konsensus PERKENI 2015 (Kementerian Kesehatan, 2018).

Hasil dari peningkatan beban PTM yang berkaitan dengan pola makan adalah permintaan yang meningkat terhadap layanan kesehatan di Indonesia. Pengeluaran kesehatan telah meningkat di Indonesia tetapi akses ke pelayanan kesehatan masih belum universal. Pada tahun 2014, Pemerintah Indonesia memperkenalkan skema asuransi kesehatan universal yang dikenal sebagai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk memastikan akses ke pelayanan kesehatan bagi semua warga negara. Pada tahun 2017, 41% dari populasi tidak tercakup oleh JKN termasuk sekitar 62% anak di bawah usia lima tahun (BPS, 2017). Sebuah evaluasi tentang Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) di Indonesia menemukan bahwa beberapa puskesmas mengalami kekurangan pasokan air bersih, listrik, telepon dan dokter (lihat tabel 2).

tabel 2. akses ke infrastruktur secara nasional pada tahun 2011

jenis akses %

Kecamatan tanpa puskesmas 6,3

Puskesmas tanpa pasokan air bersih 28,3

Puskesmas tanpa listrik 24 jam 12,6

Puskesmas tanpa telepon 16,0

Puskesmas tanpa dokter 4,2

Sumber: Mahendradhata & et al., 2017

Akses ke pelayanan kesehatan juga dipengaruhi oleh jarak tempuh ke fasilitas kesehatan terdekat. Data tahun 2013 menunjukkan bahwa akses ke fasilitas kesehatan berbasis masyarakat atau UKBM (posyandu, polindes, poskesdes/poskestren) sudah cukup baik (ditempuh dalam waktu ≤15 menit oleh sekitar 80-90% rumah tangga). Sementara akses ke pelayanan kesehatan dasar (puskesmas), relatif terjangkau (ditempuh ≤15 menit oleh hampir 70% rumah tangga) (lihat gambar 8). Namun demikian, rumah tangga termiskin menempuh lebih lama dibanding dengan kelompok terkaya untuk semua jenis fasilitas kesehatan. Waktu tempuh ≤15 menit oleh kelompok termiskin untuk ke posyandu sekitar 85% dan untuk ke puskesmas 42%, sedangkan kelompok terkaya sekitar 97% untuk ke posyandu dan 77% untuk ke puskesmas (Kementerian Kesehatan, 2013).

Page 21: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 2524 • Pembangunan gizi di indonesia

gambar 8. Persentase rumah tangga berdasarkan Waktu tempuh ke Fasilitas Kesehatan pada tahun 2013

18.2 28.5

65.6 69.583.8 89.3 88.5 94.4

18.5 12.4 2.4 2 0.7 0.5 0.7 0.4

0102030405060708090

100

≤ 15 menit 16-30 menit 31-60 menit > 60 menit

Sumber: RISKESDAS 2013

Hubungan antara kekurangan gizi dengan minimnya akses air bersih, sanitasi, dan higiene (WASH) di Indonesia sudah semakin banyak dibuktikan. Sebuah tinjauan literatur terbaru menemukan bahwa prevalensi stunting di Indonesia berkaitan dengan ketersediaan kakus yang tidak layak dan air minum yang tidak dimasak (Beal, Tumilowicz, Sutrisna, Izwardy, & Neufeld, 2018). Namun, bukti terbaru dari uji coba yang besar dan dirancang dengan baik di Bangladesh (Luby , Rahman, & Arnold, 2018), Kenya (Null, Stewart, & Pickering, 2018) (uji coba Manfaat WASH) dan Zimbabwe (SHINE) telah melaporkan tidak ada efek dari intervensi WASH terhadap stunting. Dampak yang kurang tersebut mungkin merupakan konteks khusus. Namun demikian, penelitian menunjukkan bahwa peningkatan akses ke air dan sanitasi saja akan memiliki dampak terbatas pada pertumbuhan anak.

2.3.3. Praktik Pemberian makan dan Pengasuhan yang tidak adekuat

Praktik pemberian makan bayi dan anak yang buruk berkaitan dengan kejadian stunting pada anak di Indonesia (Beal, Tumilowicz, Sutrisna, Izwardy, & Neufeld, 2018). Sesuai dengan ketentuan WHO dan UNICEF Global, Kementerian Kesehatan merekomendasikan pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan pertama setelah anak lahir, kemudian diiringi dengan pemberian makanan pendamping ASI yang aman dan bergizi serta dilanjutkan menyusui sampai setidaknya anak berusia dua tahun. Waktu dan durasi pemberian ASI pada anak di Indonesia sangat bervariasi. Sebagaimana dicatat dalam Bagian 1.2.3, hanya 61% wanita yang memulai menyusui dalam satu jam pertama kelahiran bayi mereka dan hanya setengah (54%) yang terus menyusui hingga dua tahun (BPS & Kemenkes, 2017). Kajian mendalam tentang gizi ibu, bayi, dan anak di Indonesia menemukan bahwa praktik-praktik yang merugikan, seperti tidak memberikan

kolostrum kepada bayi baru lahir dilakukan oleh beberapa ibu saat pemberian makan pra-lakteal dengan kurma yang dilunakkan, madu, biskuit, dan susu formula (Breast Milk Substitutes/BMS) umum terjadi (60%), dan paling sering dilakukan oleh wanita dari kuintil kekayaan yang lebih tinggi (Alive & Thrive, 2018). Inisiasi dan durasi menyusui bervariasi menurut provinsi, usia ibu, kuintil kekayaan, dan jenis pekerjaan. Kajian ini mengidentifikasi hambatan pemberian ASI eksklusif seperti melahirkan dengan cara bedah caesar, melahirkan di fasilitas non kesehatan dan non pemerintah, kurangnya dukungan dari sang nenek, menerima sampel susu formula dari bidan, pembengkakan payudara ibu, penyakit anak, serta bekerja penuh waktu.

Hampir separuh (48%) bayi diperkenalkan pada makanan pendamping yang terlalu dini di Indonesia dan jenis makanan yang diperkenalkan tidak mendukung pertumbuhan dan perkembangan optimal. Hanya 23% bayi berusia 6-8 bulan diberi empat atau lebih kelompok makanan pada tahun 2012, naik menjadi 75% di antara kelompok usia 18-23 bulan (BPS & Kemenkes, 2012). Proporsi anak usia 6-23 bulan yang diberi makan sesuai dengan ketiga rekomendasi PMBA6 sebesar 18% untuk anak usia 6-8 bulan dan 45% untuk anak usia 18-23 bulan (BPS & Kemenkes, 2012). Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa hambatan keuangan menjadi alasan buruknya praktik pemberian makanan pendamping karena provinsi dengan tingkat kerawanan pangan tertinggi merupakan daerah dengan tingkat praktik pemberian makanan pendamping yang adekuat paling rendah (Alive & Thrive, 2018).

Faktor lain yang berperan pada PMBA yang tidak adekuat adalah minimnya penegakan regulasi yang komprehensif di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perusahaan diberi kewajiban untuk menyediakan fasilitas bagi perempuan yang menyusui selama jam kerja, sementara Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, memberikan hak seorang pekerja perempuan untuk beristirahat selama 45 hari sebelum melahirkan dan 45 hari setelah melahirkan. Namun, sebuah studi pada tahun 2011 menemukan bahwa hanya 10% dari instansi pemerintah dan 11% dari instansi swasta menyediakan ruang menyusui (Save the Children, 2013), sementara lebih dari setengah (57,5%) dari tenaga kerja perempuan di Indonesia dipekerjakan secara informal dengan sedikit hak ketenagakerjaan (Indonesia Investments, 2018). Indonesia memiliki beberapa regulasi yang berlaku terkait dengan Kode Internasional tentang Pemasaran Pengganti ASI (the International Code of Marketing of Breast-Milk Substitutes). Undang-Undang No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif saat ini melarang produsen dan distributor mempromosikan serta mengiklankan susu formula untuk bayi di bawah enam bulan di fasilitas kesehatan, sementara fasilitas kesehatan dan petugas kesehatan tidak diizinkan untuk menjual, memberi, atau mempromosikan susu formula untuk bayi. Ada juga beberapa pembatasan terhadap pelabelan dan iklan produk susu untuk bayi di bawah satu tahun. Namun, sebuah studi 2015 di Indonesia menemukan lebih dari 1.000 insiden ketidakpatuhan terhadap kode internasional tersebut oleh berbagai produsen dan distributor (Access to Nutrition Index, 2016). UNICEF telah menyoroti ukuran substansial dari bisnis pengganti ASI di Indonesia dengan penjualan diperkirakan mencapai Rp 25,8 triliun pada tahun 2016 (UNICEF, 2016).

6 Didefinisikan sebagai susu atau produk susu, dengan keragaman dan frekuensi makan yang adekuat.

Page 22: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 2726 • Pembangunan gizi di indonesia

Saat ini, belum ada undang-undang yang mengatur tentang pemberian makan untuk anak di atas usia dua tahun serta belum adanya kepatuhan terhadap undang-undang yang ada untuk mendukung praktik PMBA yang aman dan bergizi. Analisis yang dilakukan oleh Universitas Padjajaran dengan UNICEF dan Alive & Thrive, telah mengungkapkan bahwa peningkatan pemberian ASI di Indonesia dapat menyelamatkan 5.377 kehidupan anak dan Rp 3 triliun dalam biaya kesehatan setiap tahun (UNICEF, 2016). Hal ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk memperluas regulasi nasional dalam memastikan PMBA yang memadai untuk semua anak di bawah usia tiga tahun.

Selain PMBA yang memadai, pertumbuhan dan perkembangan anak bergantung pada praktik pengasuhan yang optimal. Sangat disadari bahwa intervensi pendidikan anak usia dini (PAUD) berfokus pada (i) dukungan orang tua; (ii) stimulasi dan pendidikan dini; (iii) kesehatan dan gizi; (iv) tambahan pendapatan; serta (v) program yang komprehensif dan terintegrasi, dimana hal-hal tersebut memiliki efek positif pada perkembangan kognitif anak (Rao, Sun, & Wong, 2013). Saat ini, terdapat dua bentuk intervensi PAUD di Indonesia, yaitu target pertama adalah anak-anak usia 0-3 tahun melalui sesi pengasuhan (Bina Keluarga Balita) yang dilaksanakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Target kedua adalah anak-anak yang berusia 3-6 tahun di pos PAUD dan dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan. Namun, cakupan masih belum menyeluruh dengan 38% anak-anak di bawah usia enam tahun belum tercakup oleh program ini.

2.3.4. akar masalah dan isu yang terkait

Kemiskinan dan Ketidakmerataan

Beban Ganda Masalah Gizi sangat terkait dengan kemiskinan dan ketidakmerataan. Di Indonesia, pertumbuhan ekonomi selama tiga tahun terakhir telah meningkat dari 4,9% pada 2015 ditargetkan menjadi 5,4% pada tahun 2018 dan jumlah orang miskin menurun menjadi 26,58 juta pada tahun 2017 (Bappenas, 2018). Meskipun demikian, ketidakmerataan yang lebar tetap terjadi. Kemiskinan terkonsentrasi di daerah pedesaan di mana 14,3% penduduk hidup di bawah garis kemiskinan sedangkan 8,3% orang di daerah perkotaan. Tingkat kemiskinan dicerminkan oleh tingkat kekurangan gizi dan pola konsumsi. Kurang gizi serta asupan energi dan protein yang tidak memadai jauh lebih tinggi pada kelompok kuintil kekayaan yang lebih rendah, serta di provinsi yang paling miskin dan terpencil, dimana ketidakmerataan ini semakin meningkat. Sementara obesitas dan konsumsi makanan tinggi kadar gula, garam, dan lemak lebih umum terjadi pada kelompok kekayaan yang lebih tinggi. Untuk saat ini, hal ini dengan cepat akan menjadi masalah utama di antara kelompok miskin. Bank Dunia telah memberitahukan bahwa untuk mencapai pertumbuhan yang lebih cepat dan lebih inklusif, Indonesia perlu membelanjakan lebih baik dan lebih banyak di daerah-daerah prioritas (World Bank, 2018). Hubungan sinergis antara kemiskinan dan gizi berarti bahwa memprioritaskan gizi akan berkontribusi dalam mengurangi kemiskinan, sementara mengurangi kemiskinan akan berkontribusi pada perbaikan gizi.

tren demografi dan urbanisasi

Indonesia mengantisipasi ‘bonus demografi’ pada tahun 2020-2030 ketika proporsi orang dalam kelompok usia produktif (15-64 tahun) mencapai maksimum dan rasio ketergantungan berada pada tingkat terendah (Bappenas, 2018). Produktivitas ekonomi dengan demikian perlu dioptimalkan. Anak-anak dan remaja saat ini akan membentuk angkatan kerja yang produktif di tahun 2020-2030. Sisi negatif dari fenomena demografi ini adalah setidaknya sepertiga anak dan remaja saat ini mengalami stunting dan akan kurang produktif di masa depan. Sisi positifnya adalah terdapat peluang untuk mengurangi Beban Ganda Masalah Gizi, mengembangkan pola makan yang sehat, serta berinvestasi dalam ‘bonus demografi’.

Selain profil usia yang berubah dari populasi, juga terjadi peningkatan migrasi dari pedesaan ke daerah perkotaan ketika orang mencari pekerjaan. Populasi perkotaan meningkat dari 42% pada tahun 2000 menjadi 50% pada tahun 2010, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 67% pada 2035 (SMERU, 2015). Dampak negatif dari kecenderungan ini adalah lebih banyak orang di daerah perkotaan yang terpapar dengan lingkungan obesogenik (gerai makanan cepat saji, iklan makanan dan minuman tinggi gula, garam, lemak, dll.) yang terkait dengan tingkat obesitas yang semakin tinggi. Selain itu, lingkungan perkotaan menjadi tidak kondusif untuk aktivitas fisik yang menyebabkan minimnya olahraga yang berdampak terhadap penambahan berat badan dan obesitas. Orang-orang yang tinggal di daerah perkotaan memiliki pilihan transportasi yang lebih dapat diandalkan dan tersedia bagi mereka, terdapat sedikit fasilitas olahraga yang dapat diakses, serta tenaga kerja yang telah beralih dari pekerjaan pertanian dan yang bersifat fisik. Hal yang mengkhawatirkan adalah gaya hidup remaja di Indonesia, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Sebuah survei di dua kabupaten menemukan bahwa selama seminggu, remaja melaporkan paling sering duduk santai (2 jam), menonton televisi (2 jam), menggunakan ponsel mereka (2 jam), atau duduk untuk belajar atau bekerja (3 jam). Selama akhir pekan, mereka melaporkan bahwa mereka paling sering menggunakan ponsel mereka (3 jam), menonton televisi (2 jam), atau duduk untuk belajar/bekerja di sekolah/kampus/tempat kerja (2 jam). Di luar sekolah, anak perempuan lebih umum (68%) melakukan duduk santai atau melakukan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, sedangkan 60% anak laki-laki bermain sepak bola (UNICEF, 2018 Unpublished). Namun demikian, urbanisasi juga menawarkan kesempatan untuk menjangkau lebih banyak orang dengan lebih mudah melalui pesan dan aksi untuk mempromosikan makanan dan gaya hidup yang lebih sehat.

desentralisasi

Sistem pemerintahan yang terdesentralisasi di Indonesia diperkenalkan pada tahun 2000. Reformasi memberikan kewenangan yang lebih besar, kekuasaan politik, dan sumber daya keuangan bagi kabupaten dan desa, tidak melalui provinsi. Wewenang yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah termasuk tanggung jawab untuk penyediaan layanan di berbagai sektor, termasuk layanan gizi. Sementara pemerintah pusat mempertahankan peran kepemimpinan, koordinasi, dan pemantauan. Dana yang ada disalurkan langsung kepada pemerintah kabupaten yang dapat dialokasikan sesuai

Page 23: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 2928 • Pembangunan gizi di indonesia

dengan prioritas daerah. Pada tahun 2014, desentralisasi keuangan menjadi selangkah lebih maju dengan adanya Dana Desa (lihat Kotak 4). Sumber dana yang lebih besar saat ini tersedia di tingkat kabupaten dan desa yang memberdayakan pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengatasi Beban Ganda Masalah Gizi melalui solusi yang disesuaikan dengan konteks lokal di daerah mereka. Tantangannya adalah memastikan melalui advokasi bahwa gizi diprioritaskan di antara banyaknya prioritas yang saling bersaing dan memastikan bahwa pemerintah daerah memiliki pemahaman tentang penyebab, dampak, dan intervensi yang tepat untuk menangani Beban Ganda Masalah Gizi.

gender

Terdapat bukti global yang kuat yang menyatakan bahwa status perempuan dalam masyarakat terkait dengan status gizi dan kelangsungan hidup anak. Analisis data dari 96 negara menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan gender masyarakat, seperti jumlah perempuan dalam pekerjaan atau tingkat pendidikan mereka relatif terhadap laki-laki, merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap tingkat malnutrisi dan kematian anak (Marphatia, Cole, & Grijalva-Eternod, 2016). Di Indonesia, Instruksi Presiden (No. 9, 2000) mencerminkan niat pemerintah untuk terus memperbaiki kondisi untuk perempuan dan anak perempuan di bidang kesehatan, pendidikan, angkatan kerja dan partisipasi politik. Selain itu, ada inisiatif yang berjalan, seperti Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif (GP2SP) yang dilaksanakan bersama oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Program ini bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan dan gizi pekerja perempuan sehingga mereka dapat merawat anak-anak mereka dan mencapai produktivitas kerja maksimum untuk mendukung keluarga mereka. Meskipun ada prakarsa ini, ketidaksetaraan gender dan praktik-praktik berbahaya tetap ada.

Perempuan Indonesia lebih rentan terhadap kemiskinan sebagai akibat ketidaksetaraan gender dalam distribusi pendapatan, akses ke kredit, kontrol atas properti dan sumber daya alam, dan akses ke mata pencaharian. Data dari 2012 menunjukkan bahwa 63,3% wanita menikah antara usia 15-49 tahun dipekerjakan pada tahun sebelumnya tetapi 26,3% dari wanita yang dipekerjakan tersebut tidak dibayar baik secara tunai maupun dalam bentuk barang, termasuk mereka yang bekerja di pertanian pribadi dan dalam bisnis keluarga (BPS & Kemenkes, 2012). Selanjutnya, perempuan menghadapi diskriminasi dalam hal upah. Industri pakaian (atau garmen) di Indonesia merupakan salah satu kasus terburuk dalam hal kesenjangan upah di sektor manufaktur negara. Rata-rata, pekerja perempuan informal di industri garmen Indonesia berpenghasilan 20% lebih rendah daripada rekan laki-laki mereka untuk pekerjaan yang sama dan dengan latar belakang pendidikan yang sama (rendah) (Indonesia Investments, 2018). Hanya 49,6% wanita di tahun 2012 memiliki rumah sementara 41,4% memiliki lahan, yang sebagian besar berbagi kepemilikan (BPS & Kemenkes, 2012). Partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan juga terkait dengan capaian di bidang kesehatan. Perempuan yang berpartisipasi dalam setidaknya tiga keputusan rumah tangga lebih mungkin untuk mendapatkan pelayanan ANC, dan untuk melahirkan dan mendapatkan pelayanan paska persalinan dari penyedia layanan yang terlatih. Mereka juga melaporkan tingkat kematian bayi, anak, dan balita yang lebih rendah daripada wanita yang tidak berpartisipasi dalam keputusan rumah tangga (BPS & Kemenkes, 2012).

Pernikahan dini tetap menjadi masalah tersendiri di Indonesia. Pada tahun 2015, 21,6% wanita menikah atau dalam ikatan sebelum usia 18 tahun dan angka ini lebih tinggi di pedesaan dibandingkan dengan perkotaan (BPS, 2015). Pernikahan dini berarti bahwa anak perempuan meninggalkan sekolah lebih awal, memiliki bayi pertama mereka lebih awal dan lebih mungkin memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah dan tumbuh dengan kekurangan gizi. Selain itu, sebagian besar perempuan Indonesia pernah mengalami kekerasan oleh mantan atau pasangan saat ini. Pada 2016, satu dari tiga wanita berusia 15-64 tahun melaporkan bahwa mereka pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual oleh pasangan selama masa hidup mereka (Statistics Indonesia, 2016). Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan telah menekankan bahwa undang-undang yang ada tidak cukup melindungi perempuan (Komisi Nasional Perempuan, 2018).

Ketersediaan dukungan terkait untuk ibu bersalin pada tempat kerja di Indonesia juga masih perlu ditingkatkan. Sebagaimana dicatat dalam bagian 1.3.3, di bawah hukum ketenagakerjaan (No. 13, 2003), seorang pekerja perempuan berhak atas 45 hari istirahat sebelum melahirkan dan 45 hari setelah melahirkan sesuai dengan perhitungan untuk tanggal persalinan oleh ahli kandungan atau bidan. Namun, 57,5% dari tenaga kerja perempuan di Indonesia dipekerjakan secara informal dengan sedikit hak ketenagakerjaan (Indonesia Investments, 2018). Kurangnya hak ketenagakerjaan memperlemah kemampuan perempuan untuk beristirahat selama trimester terakhir kehamilan, menyusui dan merawat anak mereka yang masih kecil, yang semuanya akan mempengaruhi status gizi anak-anak mereka.

UNICEF telah menyoroti perlunya mempromosikan kesetaraan gender, yang berarti bahwa perempuan dan laki-laki, serta anak perempuan dan anak laki-laki menikmati hak, sumber daya, peluang, dan perlindungan yang sama. Pergeseran dalam kesetaraan gender tidak hanya membutuhkan perubahan kesadaran dan perilaku, tetapi juga perubahan dalam dinamika kekuatan mendasar yang membentuk norma dan hubungan gender (UNICEF, 2017).

Kepercayaan dan Praktik budaya

Keyakinan sosial dan budaya dapat mempengaruhi gizi baik secara positif maupun negatif. Tinjauan praktik gizi sensitif di Indonesia menyoroti adanya tabu sosial dan budaya dalam hal pembatasan makanan dan pemahaman tentang gizi pada ibu dan anak (Alive & Thrive, 2018). Di antara kelompok populasi tertentu, makanan dibatasi pada masa kehamilan yakni termasuk daging, sayuran dan buah yang mengandung vitamin dan mineral penting seperti zat besi dan vitamin A. Ada juga pembatasan selama periode setelah melahirkan karena beberapa makanan diyakini menunda penyembuhan setelah melahirkan atau untuk mempengaruhi rasa dan kualitas ASI. Beberapa ibu tidak memberikan kolostrum kepada bayi mereka yang baru lahir karena mereka memiliki persepsi negatif tentang manfaatnya dan berpikir bayi mereka akan jatuh sakit.

Penelitian formatif dilakukan di 11 kabupaten dengan kombinasi survei, diskusi kelompok terarah dan wawancara mendalam, menemukan kurangnya kesadaran tentang pentingnya gizi pra-natal dan adanya keberlanjutan mitos tentang makanan dari nenek (IMA World Health, 2018). Ada keyakinan yang luas bahwa madu baik untuk bayi, bahwa

Page 24: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 3130 • Pembangunan gizi di indonesia

susu formula sama baiknya dengan ASI, dan ASI tidak mencukupi sehingga diperlukan makanan tambahan. Ada juga persepsi di antara ibu dan nenek di Indonesia, bahwa untuk anak “lebih gemuk lebih sehat” meskipun persepsi “badan ideal” untuk wanita dewasa adalah tinggi dan langsing sedangkan berotot untuk pria dewasa (Rachmi, Hunter, Li, & Barr, 2017).

Kampanye komunikasi perubahan perilaku sosial (Social Behaviour Communication Change/SBCC) dilakukan berdasarkan pesan yang yang dihasilkan dari riset formatif yang saat ini sedang berjalan dan belum dievaluasi. Keberhasilan aksi SBCC dalam mempengaruhi perilaku terkait gizi di negara-negara tetangga (Sanghvi, Haque, & Roy, 2016) memperkuat pentingnya memperkenalkan kebijakan untuk mendukung SBCC.

Keadaan darurat

Bencana adalah hal yang umum terjadi di Indonesia dapat berupa gempa berulang, banjir dan kekeringan yang kerap terjadi menyebabkan penderitaan manusia dan kerusakan ekonomi. Hal ini mengakibatkan hilangnya aset dan pendapatan pada rumah tangga yang rentan, tempat tinggal sementara yang meningkatkan paparan penyakit dan konsumsi makanan yang tidak memadai, kenaikan harga, penurunan produksi dan kekurangan pangan (SMERU, 2015). Semua faktor ini meningkatkan risiko kekurangan gizi, terutama pada anak. Sementara Indonesia telah menghindari krisis gizi yang serius dalam beberapa tahun terakhir, perubahan iklim cenderung meningkatkan frekuensi dan intensitas bencana tersebut di Indonesia sehingga meningkatkan risiko terhadap gizi.

Pesan KunCi

1. Diet yang tidak adekuat dan kerawanan pangan berkontribusi terhadap kekurangan gizi dan obesitas:• Hampir setengah penduduk (45,7%) dengan tingkat kecukupan energi sangat

kurang (<70% AKE) dan 36,1% dengan tingkat kecukupan protein sangat kurang (<80% AKP). sementara 95,5% penduduk yang berusia 5 tahun keatas mengonsumsi kurang dari lima porsi buah atau sayur dalam sehari.

• Akses ekonomi (keterjangkauan) pangan dibandingkan dengan ketersediaan pangan adalah penyebab utama kerawanan pangan.

• Pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi, yang sebagian besar cenderung diproses, meningkat sebanyak empat kali lipat antara 2007 dan 2017 yang didorong oleh industri makanan dan minuman yang sedang berkembang.

2. Penyakit, akses yang tidak memadai ke pelayanan kesehatan, dan air dan sanitasi, terkait dengan Beban Ganda Masalah Gizi:• Penyakit infeksi terus menyebar dan memiliki keterkaitan dengan kekurangan gizi.• PTM sedang meningkat sebagai akibat dari meningkatnya obesitas dan

menambah beban sistem pelayanan kesehatan.3. Pemberian makan pada bayi dan anak dan asupan makanan ibu yang buruk, serta

praktik perawatan ibu dan pengasuhan anak yang suboptimal adalah penyebab penting dari kekurangan gizi dan obesitas:• Tingkat menyusui meningkat tetapi praktik pemberian makanan pendamping ASI

yang tidak sesuai terjadi di mana-mana.4. Perekonomian yang berubah, demografi, relasi gender, keyakinan sosial dan budaya,

dan perubahan iklim di Indonesia menawarkan peluang serta ancaman terhadap gizi.

2.4. resPons terHadaP beban ganda masalaH gizi

Bagian berikut membahas pencapaian dan tantangan pemerintah dalam menanggapi Beban Ganda Masalah Gizi. Kemajuan dikaji terhadap kebijakan dan strategi yang ditetapkan dalam konsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 yang digunakan sebagai dasar untuk RPMJN 2014-2019. Bagian ini dibagi menjadi tiga bagian yang sesuai dengan tiga kelompok intervensi yang diperlukan untuk mencapai gizi optimal seperti yang diilustrasikan pada gambar 1: intervensi gizi spesifik, intervensi gizi sensitif dan lingkungan yang mendukung.

Pendekatan pemerintah untuk memperbaiki gizi diatur dalam bagian terpisah dari undang-undang yang berkaitan dengan kesehatan dan makanan. UU Kesehatan No. 36/2009 menetapkan tujuan prioritas untuk meningkatkan gizi, dan strategi untuk Program Perbaikan Gizi Masyarakat. Strategi tersebut meliputi: (a) peningkatan pola konsumsi makanan sesuai dengan gizi seimbang; (b) peningkatan kesadaran dan perilaku gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan; (c) peningkatan akses, dan kualitas layanan gizi sesuai dengan informasi ilmiah dan teknis; dan (d) peningkatan sistem pengawasan pangan dan gizi. Undang-undang lebih lanjut menetapkan kewajiban pemerintah termasuk dalam merespon kebutuhan gizi keluarga yang hidup dalam kemiskinan dan/atau yang terdampak oleh kejadian darurat. Pemerintah juga bertanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya gizi. UU Pangan No. 18/2012 menetapkan bahwa pemerintah berkewajiban mengatur perdagangan pangan dengan tujuan menjaga pasokan dan harga makanan yang stabil, mengelola cadangan makanan dan menciptakan iklim bisnis yang sehat. Undang-undang itu juga menyatakan bahwa Rencana Aksi Pangan dan Gizi harus disiapkan setiap lima tahun baik di tingkat pusat maupun daerah.

2.4.1. lingkungan yang mendukung

Lingkungan yang mendukung mengacu pada semua elemen yang diperlukan untuk memberikan dukungan untuk intervensi dan program gizi (The Lancet, 2013). The Lancet Maternal and Child Nutrition Series yang diterbitkan pada tahun 2013, menyimpulkan bahwa ada tiga faktor esensial yang membentuk lingkungan yang mendukung: pengetahuan dan bukti, politik dan pemerintahan, serta kapasitas dan sumber daya. Penilaian Kapasitas Gizi (Nutrition Capacity Assessment) terhadap faktor-faktor esensial tersebut telah dilakukan oleh UNICEF, Bappenas dan Kementerian Kesehatan, dan laporan penilaian kapasitas gizi tersebut yang dikeluarkan pada tahun 2018 kemudian menjadi salah satu dasar penulisan background paper ini (UNICEF, Bappenas & Kemenkes, 2018). Penilaian ini menggunakan pendekatan metode campuran termasuk tinjauan ulang dokumen yang relevan, diskusi kelompok terarah dan wawancara yang dilakukan di tujuh provinsi dan kabupaten yang telah dipilih sebelumnya.

Pemerintah telah memahami pentingnya lingkungan yang mendukung dan yang pertama dari dua kebijakan yang termasuk dalam konsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 adalah untuk:

• “Meningkatkan kepemimpinan yang efektif, koordinasi multi-sektor, dan pembagian tanggung jawab untuk mendukung Gerakan 1.000 HPK7 di tingkat pusat dan daerah”.

7 Gerakan 1.000 Hari Pertama Kehidupan diluncurkan oleh empat menteri pemerintah ketika Indonesia bergabung dalam Gerakan global Peningkatan Gizi (Scaling Up Nutrition/SUN Movement) pada tahun 2011.

Page 25: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 3332 • Pembangunan gizi di indonesia

Pengetahuan dan bukti

Meskipun konsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 tidak memasukkan kebijakan atau strategi khusus yang berkaitan dengan pengetahuan dan bukti terkait gizi, ketersediaan data gizi yang tepat waktu dan kredibel, yang disajikan dengan cara yang dapat diakses, dapat membantu pemerintah dan pelaku lainnya untuk bersikap responsif terhadap tantangan, dan memastikan akuntabilitas (The Lancet, 2013). Setidaknya delapan survei sekali waktu (cross-sectional) dan sistem pengumpulan data rutin yang berbeda digunakan di Indonesia untuk mengumpulkan informasi gizi dan sejumlah besar data dikumpulkan di tingkat pusat dan daerah (lihat lampiran 3). Selain itu, studi satu-kali dilakukan bertujuan untuk mendapatkan wawasan tentang aspek gizi tertentu atau untuk mengukur dampak dari intervensi tertentu. Studi-studi ini biasanya dilakukan dalam sub-populasi dan tidak diulang. Pencapaian penting di Indonesia adalah kemampuan untuk melacak capaian target gizi yang terdapat dalam RPJMN 2015-2019 dimana data dari indikator yang relevan dikumpulkan secara teratur. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) secara luas dianggap dapat diandalkan dan juga mengumpulkan data yang relevan dengan semua target tersebut setiap lima tahun. Pencapaian penting lainnya adalah penerapan sistem surveilans gizi melalui Kementerian Kesehatan, yang berdasarkan survei sekali waktu (cross-sectional) tahunan dengan menggunakan 30 teknik pengambilan sampel secara klaster di tingkat kabupaten untuk mengumpulkan data dari 15 indikator gizi. Data tersebut memungkinkan status gizi anak di bawah usia lima tahun dan wanita hamil dapat dilacak untuk mendukung perencanaan layanan.

Namun, ada tantangan besar. Pertama, kapasitas yang terbatas dalam menganalisis dan menggunakan sejumlah besar data yang dikumpulkan. Pemerintah kabupaten umumnya tidak menggunakan informasi terkait gizi secara efektif dalam perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program. Sebaliknya, data rutin tidak dianalisis di tingkat kabupaten tetapi hanya dikumpulkan dan diteruskan ke tingkat yang lebih tinggi. Kedua, sistem pengumpulan data tidak terintegrasi, menghambat kemampuan untuk merancang, merencanakan, dan memantau intervensi yang efektif. Suatu sistem informasi yang terintegrasi akan memerlukan indikator gizi relevan yang terstandardisasi dari seluruh sektor terkait untuk digabungkan menjadi satu basis data untuk dilakukan analisis. Saat ini, sistem informasi beroperasi secara independen mengumpulkan data pada kelompok populasi yang berbeda selama periode waktu yang berbeda. Misalnya, data ketahanan pangan dan keragaman pola makan tidak dikumpulkan secara rutin, dan temuan dari survei dipublikasikan secara terpisah. Kurangnya sistem informasi terintegrasi juga mencegah analisis mendalam tentang penyebab dan faktor yang mempengaruhi tingkat malnutrisi pada kelompok populasi yang berbeda. Ketiga, metode dan definisi indikator yang terstandar tidak selalu diterapkan. Contohnya adalah definisi dari indikator ‘ASI eksklusif’. Sesuai dengan WHO (WHO, 2007), Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia yang dilakukan setiap lima tahun mendefinisikan ‘pemberian ASI eksklusif’ sebagai proporsi bayi usia 0–5 bulan yang diberi ASI eksklusif dan mencakup semua bayi yang ada pada saat survei sedang disusui secara eksklusif. Definisi ini berbeda dari indikator yang digunakan oleh RISKESDAS yang mencakup semua data anak yang berusia hingga 23 bulan yang sedang, atau pernah, mendapatkan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Sehingga, kedua set data tersebut tidak dapat dibandingkan.

Selanjutnya hal tersebut mengakibatkan adanya kesenjangan informasi penting dan tidak adanya pengumpulan indikator kunci. Data regular yang relevan tidak dikumpulkan yakni kecacingan, defisiensi mikronutrien, komposisi tubuh dan kebugaran fisik, dimana dengan tersedianya data tersebut akan memungkinkan pemerintah mengatasi kekurangan vitamin dan mineral, dan juga untuk menangani peningkatan epidemi obesitas dan PTM. Tidak ada sistem informasi manajemen gizi yang utuh yang memungkinkan pelacakan cakupan, kinerja dan kualitas layanan gizi. Hal ini harus mencakup indikator seperti jumlah perempuan dan orang dewasa yang menerima konseling tentang PMBA dan/atau pencegahan obesitas, jumlah petugas kesehatan yang dilatih, tingkat kepatuhan konsumsi Tablet Tambah Darah, dan basis data tentang suplai dan pengadaan suplemen gizi dan peralatan. Selain itu, data tidak selalu dipilah berdasarkan kabupaten atau kelompok populasi yang akan memungkinkan pemanfaatan data untuk menangani masalah disparitas. Pengetahuan tentang Beban Ganda Masalah Gizi pada kelompok populasi yang berbeda (wanita, remaja, anak sekolah terutama usia 5-12 tahun, dan kelompok etnis yang berbeda) dan dampak intervensi pada konteks yang berbeda masih perlu ditingkatkan. Secara khusus, pemahaman tentang epidemi obesitas di Indonesia, bagaimana dan mengapa pola konsumsi pangan berubah, dan cara yang efektif untuk mengendalikan epidemi obesitas masih sangat terbatas. Pemahaman tentang penyebab malnutrisi dalam konteks yang berbeda masih terbatas dan faktor keberhasilan program yang dapat direplikasi dan disesuaikan untuk situasi yang berbeda tidak didokumentasikan dan disebarluaskan secara rutin.

Politik dan Pemerintahan

Komitmen politikKomitmen nasional untuk gizi ditunjukkan melalui keputusan pemerintah untuk memasukkan target gizi dalam RPJMN 2014-2019 dan komitmen ini telah menguat dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah telah berjanji untuk memenuhi target gizi global WHA pada tahun 2025 (WHO, 2012) dan merupakan penandatangan target yang sama yang terdapat dalam SDGs (UN, 2015). Pada tahun 2011, Indonesia bergabung dengan Gerakan Peningkatan Gizi (Scaling up Nutrition/SUN Movement) dan meluncurkan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi pada Seribu Hari Pertama Kehidupan.

Inisiatif yang lebih baru adalah peluncuran pada tahun 2017 tentang Gerakan Penurunan Stunting Nasional sebagai bagian dari kampanye anti-kemiskinan yang lebih luas dari Pemerintah. Ini bertujuan untuk memperkuat dukungan politik dan kepemimpinan untuk gizi di semua tingkatan, dan untuk memperkuat koordinasi dan konvergensi lintas berbagai sektor. Pada tahun 2018, gerakan ini sedang dilaksanakan di 100 kabupaten prioritas dengan tingkat kemiskinan dan prevalensi stunting yang tinggi, dan rencananya adalah untuk memperluas ke seluruh 514 kabupaten yang ada pada 2021. Gerakan Masyarakat untuk Hidup Sehat (Germas), yang dimulai tahun 2016, adalah program kesehatan masyarakat nasional yang juga menggunakan pendekatan multisektoral. Program ini melibatkan 18 kementerian dan lembaga. Salah satu dari enam kegiatan utama Germas adalah penyediaan makanan sehat dan akselerasi perbaikan gizi.

Page 26: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 3534 • Pembangunan gizi di indonesia

target dan rencanaKonsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 memuat satu rekomendasi untuk:

• “Mengembangkan Rencana Aksi Pangan dan Gizi multi-sektor lima-tahunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten.”

Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional (RAN-PG) lima tahunan untuk periode 2015-2019 sudah tersedia dimana kemudian menjadi tanggung jawab Bappenas. RAN-PG saat ini menekankan bahwa peningkatan status gizi akan dihasilkan dari intervensi gizi spesifik dan program gizi sensitif, yang melibatkan banyak sektor dan difokuskan pada 1.000 hari pertama kehidupan. Bappenas kemudian merilis versi terbaru RAN-PG untuk periode 2017-2019.

Target gizi nasional telah dimasukkan dalam RPJMN 2015-2019 namun tantangannya adalah untuk memastikan bahwa target-target tersebut tercermin dalam rencana strategis (RENSTRA) kementerian terkait. Saat ini, gizi dipandang sebagai tanggung jawab Kementerian Kesehatan dan sektor-sektor utama lainnya tidak memiliki tanggung jawab langsung untuk memastikan bahwa target gizi terpenuhi melalui intervensi sektoral mereka (lihat bagian 1.4.3)

Komitmen daerah untuk mengatasi kekurangan gizi, terutama stunting, belum diterjemahkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi atau Kabupaten (RPJMD). Hanya satu dari tujuh provinsi yang termasuk dalam Penilaian Kapasitas Gizi (Nutrition Capacity Assessment) 2018 yang memiliki target gizi dalam RPJMD. Hal ini terutama karena staf Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) yang ditugasi dengan tanggung jawab untuk merencanakan RPJMD tidak selalu memiliki gagasan yang jelas tentang skala dan dampak dari Beban Ganda Masalah Gizi. Kementerian Dalam Negeri telah menanggapi dengan mengeluarkan instruksi pada Maret 2018 ke 100 kabupaten pertama untuk Gerakan Penurunan Stunting Nasional yang mengarahkan pemerintah lokal untuk mengintegrasikan intervensi untuk penurunan stunting dari berbagai kementerian ke dalam RPJMD (Kementerian Desa PDTT, 2017), dan untuk:

1. Melakukan semua intervensi gizi esensial2. Memobilisasi multi-pihak untuk melaksanakan penurunan stunting 3. Melakukan kegiatan terkait stunting dengan aksi multisektoral yang konvergen

untuk memberikan manfaat kepada kelompok sasaran4. Secara rutin memantau semua intervensi

Provinsi dan kabupaten juga diharuskan untuk mengembangkan Rencana Aksi Pangan dan Gizi (RAD-PG), di bawah tanggung jawab Bappeda. Namun hanya 3 dari 7 provinsi dan tidak ada kabupaten yang baru-baru ini masuk dalam Penilaian Kapasitas Gizi (Nutrition Capacity Assessment) yang memiliki rencana terkini (Institute of Social and Economic Research, 2018 Unpublished). Disimpulkan bahwa kapasitas pemerintah daerah untuk merencanakan, mengelola dan memantau layanan gizi masih perlu ditingkatkan dan bahwa ada kebutuhan untuk memperkuat dukungan teknis dalam hal merancang dan menganggarkan RAD-PG yang praktis yang menggunakan pendekatan multisektoral (Institute of Social and Economic Research, 2018 Unpublished).

Peraturan perundang-undanganSatu dari beberapa strategi yang direkomendasikan dalam konsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 adalah untuk:

• “Memperkuat desain, implementasi dan pemantauan hukum, peraturan dan standar untuk gizi”.

Ada kemajuan terbatas dalam menetapkan perundang-undangan nasional untuk melindungi dan mempromosikan gizi yang baik. Perundang-undangan mencakup hak atas pangan (No. 18, 2012), perlindungan pemberian ASI eksklusif dan pengawasan dalam penggunaan susu formula (No. 33, 2012), fortifikasi tepung terigu dengan zat besi (No 153, 2001) dan iodisasi garam (No 69, 1994). Meskipun hal ini menggembirakan, ruang lingkup legislasi, penegakan dan pemantauan masih perlu ditingkatkan dan masih belum komprehensif. Cakupan garam beryodium rumah tangga yang cukup di Indonesia tetap berada di sekitar 60-70% sejak tahun 1998 meskipun data survei tahun 2013 menunjukkan sedikit peningkatan menjadi 77% (Kementerian Kesehatan, 2013). Data tentang kualitas dan konsumsi garam beryodium tingkat rumah tangga belum tersedia pada Riskesdas 2018. Meskipun telah diketahui bahwa fortifikasi tepung terigu merupakan hal yang wajib, rekomendasi WHO belum sepenuhnya diterapkan (WHO, 2009). Peraturan untuk mendukung PMBA belum sepenuhnya mematuhi Kode Internasional tentang Pemasaran Pengganti ASI (WHO, 1981).

Selain itu, yang paling penting adalah masih terbatasnya legislasi yang mengatur lingkungan pangan dan membatasi akses ke makanan dan minuman yang tinggi gula, garam dan lemak yang berkontribusi terhadap obesitas yang meningkat. Berbagai pengawasan berhasil diterapkan di negara-negara lain dan basis data global tentang intervensi yang diambil oleh pemerintah yang berbeda telah dikompilasi dalam kerangka NOURISHING framework yang dikembangkan oleh Dana Penelitian Kanker Dunia Internasional (World Cancer Research Fund International, 2018). Kerangka program yang disesuaikan dengan konteks Indonesia telah diusulkan untuk menangani Beban Ganda Masalah Gizi yang mencakup intervensi gizi spesifik dan program gizi sensitif yang dapat diterapkan di sepanjang siklus kehidupan (Shrimpton & Rokx, 2013). Seperti yang ditunjukkan pada tabel 3, ada beberapa intervensi yang dapat berdampak pada pengurangan Beban Ganda Masalah Gizi tetapi membutuhkan peraturan pemerintah untuk ditegakkan. Secara khusus, legislasi yang jauh lebih kuat diperlukan untuk mengendalikan penjualan makanan dan minuman yang tidak sehat di sekolah, iklan untuk anak-anak dan juga label makanan.

Page 27: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 3736 • Pembangunan gizi di indonesia

tabel 3. intervensi Program untuk menanggulangi beban ganda masalah gizi di sepanjang siklus Kehidupan

tahap Kehidupan

intervensi langsung(gizi spesifik)

intervensi tidak langsung(gizi sensitif)

Konsepsi sampai kelahiran

1. Pemberian mikronutrien (Tablet Tambah Darah atau multi-mikronutrien)

2. Pemberian makanan tambahan dengan energi dan protein seimbang

3. Obat cacing4. Pengurangan asap

rumah tangga/rokok 5. Pengobatan radikal

untuk dugaan malaria6. Kelambu

berinsektisida

1. Garam beryodium

2. Fortifikasi tepung

3. Fortifikasi minyak

1. Mencegah pernikahan anak dan kehamilan remaja

2. Program bantuan tunai bersyarat (dengan pendidikan gizi)

1. Kebijakan fiscal pangana. Subsidi panganb. Pajak lemak/gulac. Retribusi

2. Perencanaan kota a. Jalur sepedab. Tamanc. Daerah pedestriand. Sanitasie. Rumah bebas

rokok

anak balita (0-5 tahun)

1. Promosi pemberian ASI eksklusif

2. Promosi pemberian makanan pendamping ASI yang tepat

3. Intervensi cuci tangan dan kebersihan

4. Pemberian vitamin A dan zinc, dan mikronutrien lainnya sesuai kebutuhan

5. Obat cacing 6. Manajemen/

tatalaksana gizi buruk akut

1. Kode pemasaran pengganti ASI

2. Program bantuan tunai bersyarat (dengan pendidikan gizi)

anak (5-18 tahun)

1. Berbasis sekolah2. Menyediakan

makanan sehat 3. Promosi dan

penyediaan latihan fisik harian

4. Pemberian Tablet Tambah Darah mingguan / obat cacing

1. Tidak ada mesin penjual otomatis atau penjualan makanan cepat saji di sekolah

2. Tidak ada iklan makanan yang ditujukan untuk anak-anak

dewasa(18+ tahun)

1. Konseling oleh penyedia layanan medis tentang diet sehat

2. Dorongan di tempat kerja untuk berolahraga dan makan makanan sehat

3. Berolahraga secara teratur

1. Pelabelan makanana. Petunjuk

(signposting) terkait gizi

b. Kontrol klaim makanan

Sumber: Shrimpton & Rokx, 2013

Untuk pencegahan obesitas pada usia dewasa diperlukan strategi nasional terkait pengaturan makanan dan aktifitas fisik yang didalamnya mencakup lingkungan, kebijakan dan program yang mendukung, meliputi, pencegahan di tingkat masyarakat, deteksi dini, dan tatalaksana obesitas di fasilitas kesehatan. Menurut WHO beberapa contoh intervensi yang terbukti sangat efektif dan cukup efektif adalah (WHO, 2009):

• Kebijakan pemerintah untuk mendukung diet yang sehat misalnya mengganti jenis minyak yang dipakai untuk mengurangi konsumsi lemak jenuh.

• Kebijakan untuk lingkungan yang mendukung aktifitas fisik, terkait transportasi dan kegiatan rekreasional.

• Himbauan untuk menggunakan tangga sebagai bagian dari aktifitas fisik (termasuk menyebarkan informasi tentang manfaat penggunaan tangga sebagai bagian dari aktifitas fisik).

• Strategi pengendalian harga (kebijakan fiskal) dan pengaturan label makanan di titik-titik penjualan makanan seperti toko kelontong, cafetaria, restoran untuk mendukung makanan yang sehat.

• Pendekatan multi sasaran untuk mendorong jalan kaki dan bersepeda ke sekolah, kegiatan santai dan jalan yang sehat.

KoordinasiKonsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 merekomendasikan untuk:

• “Memperkuat koordinasi multi-sektor dan multi-stakeholder dari Gerakan 1.000 HPK di tingkat pusat dan daerah.”

Rekomendasi ini baru sebagian terpenuhi. Indonesia adalah anggota Global SUN Movement dan di tahun-tahun awal Gerakan tersebut, berbagai platform dibentuk untuk meningkatkan koordinasi dan kolaborasi. Salah satunya dan yang terpenting adalah dibentuknya Gugus Tugas Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi yang dipimpin oleh Kementerian Koordinasi PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) sebagai Ketua Gugus Tugas dan melibatkan berbagai sektor kementerian dan lembaga terkait. Kelemahan utama dengan Gugus Tugas Gizi Nasional ini adalah bahwa gugus tugas ini belum memiliki kepemimpinan di tingkat yang lebih tinggi dengan otoritas yang diperlukan atas kementerian lainnya. Akibatnya, masing-masing sektor terus merencanakan, menganggarkan, dan melaksanakan programnya secara mandiri. Selain itu, partisipasi dari mitra non pemerintah dalam Gugus Tugas tersebut juga masih perlu ditingkatkan. Saat ini pemerintah sedang meningkatkan Gerakan Penurunan Stunting Nasional yang dikoordinasikan oleh Kantor Wakil Presiden yang memiliki wewenang untuk melibatkan semua kementerian dan lembaga terkait. Salah satu yang diusulkan adalah memperkuat Gugus Tugas Nasional untuk Gizi melalui revisi undang-undang untuk membentuk otoritas yang lebih besar yang akan mengarah pada peningkatan koordinasi dan aksi multisektoral.

Jaringan pendukung juga dibentuk sebagai bagian dari SUN Movement: jaringan PBB/donor, jaringan masyarakat sipil, jaringan bisnis dan jaringan sains/akademisi. Jaringan yang ada tersebut perlu disegarkan kembali untuk dapat bekerja bersama secara optimal dan perlu diberi pemahaman kembali mengenai tantangan gizi yang ada saat ini. Dimana hal ini berarti perlu memberi perhatian yang lebih besar pada Beban Ganda Masalah Gizi.

Keterlibatan dan koordinasi sektor bisnis menjadi sangat penting, dan telah terjadi peningkatan yang signifikan dalam keterlibatan sektor swasta dalam bidang gizi selama

Page 28: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 3938 • Pembangunan gizi di indonesia

empat tahun terakhir. Jaringan bisnis SUN telah membentuk Komite Pengarah pada tahun 2015 yang mencakup perwakilan dari berbagai perusahaan sektor swasta. Pencapaian penting lainnya adalah keterlibatan sektor swasta dalam fortifikasi tepung terigu, garam dan minyak, program obat cacing untuk anak-anak pra-sekolah dan program ‘Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif’ yang mulai direvitalisasi tahun 2016 yang tujuannya adalah untuk memperkenalkan makanan bergizi seimbang bagi pekerja pabrik, terutama untuk meningkatkan gizi perempuan dewasa muda. Meskipun ada pencapaian tersebut, pemahaman sektor swasta akan peraturan pemerintah yang ada saat ini, dan koordinasi, juga dalam mengatasi konflik kepentingan masih perlu diperbaiki.

Sementara koordinasi untuk program gizi ditekankan di tingkat pusat, namun di tingkat provinsi dan kabupaten, hal ini masih perlu ditingkatkan. Bappeda bertanggung jawab untuk secara teratur membawa berbagai sektor bersama-sama berkoordinasi dan memantau pelaksanaan RAD-PG, tetapi yang dilakukan umumnya terbatas pada pemantauan anggaran saja (Institute of Social and Economic Research, 2018 Unpublished). Hasilnya adalah bahwa masing-masing sektor mengelola program mereka secara mandiri tanpa integrasi yang tepat.

Baik koordinasi horizontal lintas sektor maupun koordinasi vertikal antara pusat dan daerah masih perlu ditingkatkan. Sejak desentralisasi, provinsi dan kabupaten memiliki kemandirian yang jauh lebih besar dimana hal tersebut memiliki dampak pada melemahnya hubungan pusat dan daerah.

Kapasitas dan sumber daya

sumber daya keuanganMeskipun tidak ada strategi khusus yang berkaitan dengan sumber pendanaan yang diusulkan dalam konsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014, tetapi ada beberapa pencapaian penting yang terjadi. Pencapaian utama adalah peningkatan potensi pendanaan untuk gizi yang berasal dari sumber pendanaan pusat maupun daerah. Desentralisasi telah menyebabkan peningkatan pengalihan dana dari pusat ke pemerintah daerah - dari 13% belanja pemerintah pusat pada tahun 2000 (sebelum desentralisasi) menjadi sekitar 30% pada tahun 2010 (SMERU, 2012). Selain itu, Dana Desa menyediakan potensi sumber pendanaan yang lebih lanjut untuk gizi. Selain itu, tersedia beberapa sumber pendanaan lain yang dapat diakses oleh pemerintah kabupaten dan puskesmas (Institute of Social and Economic Research, 2018 Unpublished).

Mengukur peningkatan dalam hal pendanaan tidak mudah. Beberapa upaya telah dilakukan untuk memperkirakan anggaran nasional dan pengeluaran untuk gizi. Perhitungan untuk membuat anggaran perencanaan gizi di Indonesia telah dilakukan oleh SUN Movement pada tahun 2015. Total biaya tahunan diperkirakan setara dengan US$ 2,3 miliar (Rp 32,3 triliun dengan nilai tukar pada tahun 2018) (SUN Movement, 2015). Mayoritas (90%) adalah untuk biaya program gizi sensitif. Perhitungan tersebut tidak termasuk biaya rencana untuk mengatasi obesitas. Baru-baru ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menghitung ulang alokasi anggaran untuk gizi agar konsisten dengan target penurunan stunting yang terkandung dalam RJPMN 2015-2019 (Kementerian Keuangan, 2018). Menurut perhitungan ini, total Rp 49,7 triliun dialokasikan pada 2018 untuk berbagai kementerian di tingkat pusat untuk penurunan stunting, sementara Rp 92,2 triliun akan dialokasikan pada

tingkat daerah. Totalnya, Rp 141,9 triliun setara dengan US$ 9,8 miliar (dengan nilai tukar pada tahun 2018). Alokasi yang signifikan (20% dari total) diberikan kepada Kementerian Kesehatan dan proporsi yang lebih kecil dialokasikan untuk Kementerian Sosial (10%) dan ke Kementerian Pekerjaan Umum (4%). Alokasi terbesar untuk penurunan stunting (42%) akan dialokasikan ke Dana Desa (lihat Kotak 4) dimana hal ini menunjukkan perhatian pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat.

Kotak 4. Fokus pada sumber daya Potensial untuk gizi melalui dana desa

Dana Desa dialokasikan setiap tahun untuk setiap desa di Indonesia dari anggaran pusat. Jumlah alokasi untuk setiap desa dihitung berdasarkan populasi, daerah dan tingkat kemiskinan (Peraturan Pemerintah, 2014). Pengaturan penggunaan Dana Desa ditetapkan dalam peraturan pemerintah (No. 60, 2014) dan menetapkan bahwa dana tersebut diperuntukkan bagi keperluan administrasi pemerintah, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kegiatan masyarakat.

Dana tersebut dialokasikan berdasarkan tujuan pembangunan desa yang disepakati melalui pertemuan desa dan sesuai dengan prioritas pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat. Setiap desa menerima daftar kegiatan sektoral dimana mereka dapat memilih untuk menggunakan sebagian dari alokasi tersebut. Kementerian Desa baru-baru ini menerbitkan Buku Saku Desa untuk mengatasi stunting (Kementerian Desa PDTT, 2017). Buku ini menetapkan 10 kategori potensial dan 48 subkategori yang dapat dibiayai oleh Dana Desa. Kategori termasuk pendanaan untuk: air dan sanitasi; insentif, pelatihan dan biaya perjalanan untuk petugas kesehatan dan kader (sukarelawan masyarakat); pelayanan dan dukungan untuk wanita hamil dan menyusui; pemantauan pertumbuhan dan gizi anak pra-sekolah dan usia sekolah; dan, pemberdayaan masyarakat untuk mempromosikan gaya hidup sehat.

Meskipun kegiatan ini memiliki potensi untuk mengurangi stunting, kegiatan tersebut perlu dihubungkan dengan kegiatan lain yang mendukung. Misalnya, membangun toilet dan memperbaiki fasilitas sanitasi tanpa adanya konseling tentang kebersihan dan cuci tangan akan memiliki dampak yang terbatas. Selain itu, ada banyak permintaan untuk penggunaan Dana Desa sehingga advokasi untuk gizi akan menjadi sangat penting. Kendala kapasitas saat ini di tingkat sub-nasional menunjukkan bahwa tanpa dukungan teknis, pemerintah desa akan menemukan kesulitan untuk memahami isi dokumen misalnya pada panduan Buku Saku Desa.

Sumber: (Institute of Social and Economic Research, 2018 Unpublished)

Perbedaan antara biaya yang dihitung oleh SUN Movement dan Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa belum adanya sistem penganggaran yang disepakati di Indonesia untuk menghitung biaya teoretis yang secara efektif dapat mengatasi masalah gizi dalam segala bentuknya terhadap pengeluaran yang aktual. Sebaliknya, Beban Ganda Masalah Gizi ditangani melalui beberapa sumber pendanaan pemerintah dan belum tersedia perkiraan yang tepat untuk jumlah pengeluaran yang diperlukan maupun yang aktual. Diperkirakan, lebih banyak dana diperlukan untuk dapat secara efektif meningkatkan intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif dalam mencapai cakupan yang menyeluruh (lihat bagian 1.4.2 dan 1.4.3).

Page 29: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 4140 • Pembangunan gizi di indonesia

Semakin kompleksnya pengaturan pendanaan untuk gizi di tingkat daerah, hal ini menyulitkan dalam memastikan jumlah dana yang sebenarnya disalurkan untuk perbaikan gizi. Penilaian Kapasitas Gizi (Nutrition Capacity Assessment) 2018 menemukan bahwa kapasitas provinsi dan kabupaten dalam merencanakan, memprioritaskan, dan mengelola berbagai dana secara efektif yang bertujuan untuk memberikan layanan gizi berkualitas tinggi masih perlu ditingkatkan (Institute of Social and Economic Research, 2018 Unpublished). Analisis yang dilakukan sebagai bagian dari penilaian menemukan bahwa pedoman standar yang ada belum sepenuhnya diterapkan oleh pemerintah daerah dalam melakukan penganggaran atau alokasi dana untuk gizi. Salah satu cara untuk mengatasi kesenjangan ini adalah dengan mengembangkan format penganggaran yang terstandar, setidaknya untuk serangkaian intervensi gizi spesifik, dan memberikan panduan rinci yang konsisten untuk semua kabupaten dalam hal perencanaan dan pengelolaan anggaran. Hal ini akan membantu dinas kesehatan kabupaten untuk merencanakan dan menganggarkan program gizi secara lebih efektif.

Pasokan dan pengadaanSistem pasokan dan pengadaan, termasuk perencanaan, pembelian dan distribusi untuk suplai gizi, secara teori, dilaksanakan melalui Program Obat Gizi Nasional. Pasokan Tablet Tambah Darah (TTD) untuk ibu hamil dan remaja putri, dan kapsul vitamin A dosis tinggi untuk anak merupakan tanggung jawab pemerintah pusat. Dalam prakteknya, keputusan tentang alokasi anggaran dan prioritas suplai dibuat oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten sesuai dengan prioritas di kabupaten tersebut. Karena komunikasi antara tingkat pusat dan daerah belum optimal, pengadaan obat seringkali mengalami keterlambatan, kekurangan atau kelebihan pasokan, yang berarti bahwa kebutuhan daerah tidak selalu terpenuhi secara tepat waktu (Sunawang, 2015).

Untuk mengatasi keadaan tersebut, beberapa kabupaten mengatur pengadaan mereka sendiri, misalnya dengan membeli mikronutrien lain sebagai alternatif untuk TTD dari pasar yang ada. Kelemahan dari pengaturan ini adalah kurangnya panduan tentang peraturan untuk pembelian langsung obat-obatan yang berkaitan dengan gizi di tingkat kabupaten. Masalah lain dalam sistem pasokan adalah kompleksitas perencanaan pengadaan dan pembiayaan dengan peraturan berbeda yang mengatur penggunaan dana di tingkat daerah.

Klarifikasi dan efisiensi sistem pasokan dan pengadaan diperlukan untuk memastikan bahwa kebutuhan dapat dipenuhi sepenuhnya di tingkat kabupaten.

sumber daya manusiaKonsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 memiliki satu rekomendasi khusus untuk:

• “Memperkuat kompetensi ahli gizi dan tenaga kesehatan yang menyediakan layanan gizi.”

Kemajuan dalam hal penguatan kapasitas tenaga kesehatan dalam beberapa tahun terakhir terjadi meskipun belum optimal. Meskipun memiliki jumlah tenaga ahli gizi yang cukup dan terlatih yang siap untuk ditugaskan di puskesmas, namun, penugasan para ahli gizi terlatih di seluruh wilayah masih belum merata, dengan daerah terpencil yang mengalami tingkat kekurangan gizi tertinggi, sangat kurang mendapatkan pelayanan. Terdapat sekitar 2800

puskesmas (24%) yang belum memiliki ahli gizi di tahun 2014 (Kemenkes, 2014). Selain itu, Penilaian Kapasitas Gizi (Nutrition Capacity Assessment) 2018 menemukan bahwa ahli gizi sering dinilai rendah dan kurang dimanfaatkan. Dalam melakukan tugasnya, tenaga ahli gizi terlalu banyak fokus pada fungsi administratif dan penanganan kekurangan gizi, dan kurangnya perhatian terhadap pencegahan Beban Ganda Masalah Gizi di masyarakat, mengelola pemberian layanan dan mentoring petugas layanan gizi. Fokus pemerintah dalam mengatasi obesitas dan kelebihan berat badan masih perlu ditingkatkan (Institute of Social and Economic Research, 2018 Unpublished).

Selain ahli gizi terdapat petugas kesehatan lainnya yang juga memberikan layanan gizi, diantaranya adalah bidan dalam menyediakan pelayanan selama kunjungan pemeriksanaan kehamilan dan pelayanan terkait gizi di puskesmas dan posyandu serta kader posyandu yang mengawasi pemantauan pertumbuhan anak, pemberian vitamin A, pemberian obat cacing, dan konseling PMBA. Dalam beberapa tahun terakhir, efektivitas sistem posyandu perlu ditingkatkan (Bappenas, 2014). Tantangan utamanya adalah kurangnya remunerasi bagi kader yang diharapkan untuk mengambil tanggung jawab yang cukup besar dengan insentif minimal.

Tantangan selanjutnya adalah perlunya meningkatkan kualitas pelatihan baik kepada petugas sebelum melaksanakan pekerjaan (pre-service), maupun pelatihan bagi petugas yang sudah bekerja (in-service) dalam memberikan layanan gizi. Penilaian Kapasitas Gizi (Nutrition Capacity Assessment) 2018 menemukan bahwa jumlah pelatihan terkait gizi yang diterima oleh seseorang bervariasi, dan bahwa pelatihan yang disampaikan tidak sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja gizi saat ini. Disimpulkan bahwa tidak ada paket standar untuk pelatihan terkait gizi pada petugas sebelum melaksanakan pekerjaannya maupun ketika sudah bekerja yang mencakup intervensi gizi spesifik esensial yang harus diberikan melalui layanan kesehatan. Pada saat ini, hanya sedikit pelatihan yang memasukkan konten gizi kepada petugas yang bekerja di sektor terkait seperti pertanian, ketahanan pangan, perlindungan sosial atau air, sanitasi dan higiene. Hasilnya adalah bahwa gizi tetap menjadi tanggung jawab sektor kesehatan dan kesadaran akan peran yang dimainkan oleh sektor lain dalam menangani Beban Ganda Masalah Gizi menjadi terbatas. Mengingat besarnya kesenjangan secara jumlah maupun geografis tenaga gizi, analisis yang lebih menyeluruh terhadap beban kerja dan distribusi sumber daya manusia untuk mendukung kegiatan gizi di tingkat pusat dan daerah diperlukan. E-learning menawarkan cara praktis untuk menjangkau sejumlah besar petugas dengan paket pelatihan yang terstandardisasi dan terbaru.

2.4.2 intervensi gizi spesifik

Kementerian Kesehatan bertanggung jawab untuk memberikan Program Perbaikan Gizi Masyarakat yang menggabungkan sejumlah intervensi gizi spesifik. Program ini memastikan kesinambungan pelayanan kesehatan dan gizi, untuk mencegah dan menangani Beban Ganda Masalah Gizi melalui layanan berbasis fasilitas, layanan berbasis masyarakat, dan penjangkauan (kunjungan rumah) yang terorganisir dengan tepat. Kelompok sasaran untuk mengatasi kekurangan gizi adalah ibu hamil dan menyusui, bayi dan anak, serta remaja putri. Sasaran intervensi untuk mengatasi obesitas ditargetkan pada masyarakat umum. Intervensi ini menjadi bagian dari program pencegahan dan penatalaksanaan PTM.

Page 30: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 4342 • Pembangunan gizi di indonesia

Kementerian Kesehatan bertanggung jawab untuk merencanakan, membuat pedoman yang menetapkan layanan spesifik yang harus diberikan untuk meningkatkan gizi, serta pengadaan dan pasokan beberapa suplai gizi sementara pemerintah provinsi dan kabupaten bertanggung jawab untuk memberikan berbagai layanan dasar kepada masyarakat. Standar Pelayanan Minimal (SPM) ini telah ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri untuk lima sektor. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 2 tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) telah ditetapkan SPM untuk enam sektor termasuk bidang kesehatan. SPM untuk sektor kesehatan diamanatkan berdasarkan peraturan (No. 43, 2016) dan dioperasionalkan oleh Kementerian Kesehatan. Jenis pelayanan dasar bidang kesehatan pada SPM Kesehatan tersebut terdiri dari 12 pelayanan, yang didasarkan pada kelompok umur. Saat ini, pedoman teknis untuk SPM bidang kesehatan sedang dalam proses penyusunan sebagai revisi pedoman teknis SPM yang lama. lampiran 3 mengilustrasikan bagaimana target terkait gizi yang terdapat dalam RPJMN 2015-2019 tercermin pada indikator yang terdapat dalam rencana strategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan dan dalam layanan gizi di SPM yang akan dikerjakan oleh pemerintah kabupaten.

Salah satu strategi yang diusulkan dalam konsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 adalah untuk:

• “Meningkatkan cakupan dan kualitas paket layanan kesehatan dan gizi terpadu untuk mengatasi kekurangan gizi dan kelebihan gizi.”

tabel 4 menyajikan 10 intervensi gizi spesifik yang telah terbukti secara global (The Lancet Maternal and Child Nutrition Series) pada tahun 2013 sebagai hal yang esensial untuk mengatasi kekurangan gizi (The Lancet, 2013) dan juga empat intervensi lebih lanjut yang dianggap penting untuk intervensi gizi spesifik. Saat ini, dari 14 intervensi tersebut hanya hanya 9 yang merupakan program nasional, 2 intervensi yang sebagian diimplementasikan dan 3 intervensi yang belum menjadi kebijakan nasional saat ini. Intervensi gizi spesifik yang berdasarkan bukti global perlu dipastikan tercermin dalam SPM sektor kesehatan dan dikerjakan melalui layanan gizi di tingkat daerah dengan cakupan penuh. Paling tidak 10 intervensi gizi esensial harus dimasukkan ke dalam kebijakan dan panduan nasional, dan tercermin dalam layanan yang diberikan di tingkat daerah dengan cakupan penuh.

tab

el 4

. im

ple

men

tasi

, Cak

up

an d

an ta

nta

nga

n in

terv

ensi

giz

i sp

esif

ik d

i in

do

nes

ia

inte

rven

siim

ple

men

tasi

di i

nd

on

esia

Cak

up

anta

nta

nga

n

inte

rven

si g

izi s

pes

ifik

ese

nsi

al (

dir

eko

men

das

ikan

n o

leh

Lan

cet

Mat

ern

al a

nd

Ch

ild N

utr

itio

n S

erie

s 20

13)

Ko

nse

ling

d

an p

rom

osi

m

enyu

sui

Pro

gra

m n

asio

nal

Pro

mo

si m

enyu

sui m

elal

ui k

on

selin

g

inte

rper

son

al d

i fa

silit

as k

eseh

atan

d

an d

i tin

gka

t m

asya

raka

t.

· 61

% b

ayi m

ener

ima

inis

iasi

men

yusu

i d

ini/I

MD

(d

isu

sui d

alam

1 ja

m

per

tam

a se

tela

h k

elah

iran

) (B

PS

&

Kem

enke

s, 2

017)

.

· 52

% b

ayi u

sia

0-5

bu

lan

men

dap

atka

n

AS

I eks

klu

sif

(BP

S &

Kem

enke

s, 2

017)

.

· 54

% a

nak

usi

a 20

-23

bu

lan

m

elan

jutk

an A

SI (

BP

S &

Kem

enke

s,

2017

).

Cak

up

an m

enyu

sui m

asih

ren

dah

. H

amb

atan

ter

mas

uk

per

emp

uan

yan

g

bek

erja

, aks

esib

ilita

s te

rhad

ap f

orm

ula

p

eng

gan

ti A

SI,

dan

key

akin

an b

ud

aya

dan

ta

bu

.

Ko

nse

ling

d

an p

rom

osi

Pe

mb

eria

n

Mak

anan

Pe

nd

amp

ing

AS

I ya

ng

tep

at

imp

lem

enta

si s

ebag

ian

Pem

ber

ian

m

akan

an

pen

dam

pin

g

yan

g o

pti

mal

dip

rom

osi

kan

mel

alu

i ko

nse

ling

in

ter-

per

son

al d

i fa

silit

as

kese

hat

an d

an d

i tin

gka

t mas

yara

kat.

· 37

% a

nak

usi

a 6-

23 b

ula

n

men

dap

atka

n m

akan

an p

end

amp

ing

ya

ng

mem

enu

hi m

inim

um

acc

epta

ble

d

iet

(MA

D)

(B

PS

& K

emen

kes,

201

2).

· 58

% a

nak

usi

a 6-

23 b

ula

n m

ener

ima

mak

anan

pen

dam

pin

g d

ari k

elo

mp

ok

mak

anan

den

gan

jum

lah

cu

kup

(B

PS

&

Kem

enke

s, 2

012)

.

Prak

tek

pem

ber

ian

mak

anan

pen

dam

pin

g

yan

g a

dek

uat

mas

ih b

elu

m u

niv

ersa

l. H

amb

atan

ter

mas

uk

per

emp

uan

yan

g

bek

erja

, aks

esib

ilita

s te

rhad

ap f

orm

ula

p

eng

gan

ti A

SI,

dan

un

dan

g-u

nd

ang

yan

g

bel

um

ad

eku

at u

ntu

k m

elin

du

ng

i an

ak u

sia

di a

tas

6 b

ula

n.

Pem

ber

ian

m

akan

an

tam

bah

an d

enga

n

ener

gi-

pro

tein

ya

ng

sei

mb

ang

u

ntu

k ib

u h

amil

Pro

gra

m n

asio

nal

Ku

ran

g E

ner

gi K

ron

is (

KE

K)

did

efin

isik

an d

enga

n L

ILA

<

23.5

cm

dan

ter

jad

i pad

a ib

u

ham

il. P

enan

gan

an K

EK

ad

alah

d

enga

n p

emb

eria

n b

isku

it y

ang

m

enga

nd

un

g e

ner

gi d

an p

rote

in

tin

gg

i.

· 25

,2 %

ibu

ham

il d

enga

n K

EK

m

ener

ima

mak

anan

tam

bah

an

(Kem

ente

rian

Kes

ehat

an, 2

018)

.

Sek

itar

sep

erem

pat

ibu

ham

il d

iper

kira

kan

m

end

erit

a K

EK

. Pen

yed

iaan

bis

kuit

m

emili

ki k

elem

ahan

aki

bat

ku

ran

gny

a ke

pat

uh

an k

aren

a p

erem

pu

an b

erb

agi

bis

kuit

den

gan

yan

g la

in, b

iaya

yan

g t

ing

gi

dan

mas

alah

pas

oka

n.

Pem

ber

ian

mu

lti-

mik

ron

utr

ien

(a

tau

Tab

let

Tam

bah

Dar

ah)

un

tuk

ibu

ham

il

Pro

gra

m n

asio

nal

Keb

ijaka

n s

aat

ini a

dal

ah

mem

ber

ikan

set

idak

nya

90 h

ari

Tab

let T

amb

ah D

arah

(T

TD

) u

ntu

k ib

u h

amil.

· 24

% ib

u h

amil

men

erim

a se

kura

ng

nya

90 Ta

ble

t Tam

bah

Dar

ah

(TT

D)

(Kem

ente

rian

Kes

ehat

an, 2

018)

.

An

emia

mas

ih m

enja

di m

asal

ah k

eseh

atan

m

asya

raka

t d

i In

do

nes

ia. T

anta

nga

n

term

asu

k m

emas

tika

n k

epat

uh

an d

an

ran

tai p

aso

kan

yan

g d

apat

dia

nd

alka

n.

Page 31: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 4544 • Pembangunan gizi di indonesia

inte

rven

siim

ple

men

tasi

di i

nd

on

esia

Cak

up

anta

nta

nga

n

Man

ajem

en/

tata

laks

ana

giz

i bu

ruk

aku

t (S

ever

e A

cute

M

aln

utr

itio

n/

SA

M)

imp

lem

enta

si s

ebag

ian

Keb

ijaka

n s

aat

ini a

dal

ah

pen

anga

nan

ber

bas

is f

asili

tas

un

tuk

anak

den

gan

giz

i bu

ruk

aku

t (S

AM

).

· D

ata

tid

ak t

erse

dia

.M

anaj

emen

ber

bas

is m

asya

raka

t u

ntu

k S

AM

bel

um

dim

asu

kkan

ke

dal

am

keb

ijaka

n n

asio

nal

. Aks

es k

e m

anaj

emen

b

erb

asis

fas

ilita

s m

asih

ter

bat

as t

eru

tam

a d

i dae

rah

ter

pen

cil.

Man

ajem

en/

tata

laks

ana

bal

ita

kuru

s (m

od

erat

e ac

ute

m

aln

utr

itio

n/

MA

M)

imp

lem

enta

si t

idak

ad

a

Tid

ak a

da

keb

ijaka

n u

ntu

k m

anaj

emen

MA

M. K

ebija

kan

saa

t in

i ad

alah

un

tuk

mem

ber

ikan

bis

kuit

ti

ng

gi e

ner

gi d

an p

rote

in.

An

ak-a

nak

den

gan

MA

M b

elu

m d

itan

gan

i se

cara

ko

mp

reh

ensi

f m

elal

ui d

uku

nga

n

dan

ko

nse

ling

un

tuk

ibu

nam

un

den

gan

m

elak

uka

n p

emb

eria

n b

isku

it y

ang

m

emili

ki t

anta

nga

n t

erka

it d

enga

n

kep

atu

han

dan

efe

ktiv

itas

nya.

Gar

am b

eryo

diu

mP

rog

ram

nas

ion

al

Keb

ijaka

n s

aat

ini t

erka

it w

ajib

io

dis

asi g

aram

su

dah

ad

a, d

an

gara

m b

eryo

diu

m t

erse

dia

di

selu

ruh

dae

rah

.

· 47

%

rum

ah

tan

gga

m

eng

kon

sum

si

gara

m b

eryo

diu

m b

erd

asar

kan

tit

rasi

(K

emen

teri

an K

eseh

atan

, 201

3)

· 77

% o

f ru

mah

tan

gga

n m

eng

kon

sum

si

gara

m

ber

yod

ium

ya

ng

cu

kup

b

erd

asar

kan

te

s ce

pat

(K

emen

teri

an

Kes

ehat

an, 2

013)

Ko

nsu

msi

un

iver

sal g

aram

ber

yod

ium

b

elu

m t

erp

enu

hi.

Pem

ber

ian

vi

tam

in A

Pro

gra

m n

asio

nal

Keb

ijaka

n s

aat

ini a

dal

ah p

emb

eria

n

vita

min

A u

ntu

k u

sia

6-59

bu

lan

du

a ka

li se

tah

un

.

· 53

,5%

an

ak u

sia

6-59

bu

lan

men

erim

a vi

tam

in A

ses

uai

sta

nd

ar (

6-11

bu

lan

1

kali;

12-

59 b

ula

n 2

kal

i) (

Kem

ente

rian

K

eseh

atan

, 201

8)

Ham

pir

sep

aru

h a

nak

tid

ak m

ener

ima

vita

min

A s

esu

ai s

tan

dar

seh

ing

ga c

aku

pan

p

enu

h b

elu

m t

erca

pai

.

Bu

bu

k m

ult

i-m

ikro

nu

trie

n /

fort

ifik

asi t

ing

kat

rum

ah t

ang

ga

imp

lem

enta

si t

idak

ad

a

Fort

ifik

asi m

akan

an t

ing

kat

rum

ah

tan

gga

den

gan

bu

bu

k m

ult

i-m

ikro

nu

trie

n d

ian

jurk

an u

ntu

k m

emp

erb

aiki

sta

tus

zat

bes

i dan

m

eng

ura

ng

i an

emia

pad

a b

ayi d

an

anak

usi

a 6-

23 b

ula

n.

An

emia

ter

jad

i pad

a 28

% a

nak

bal

ita

dan

b

elu

m t

erke

nd

ali (

Kem

enke

s, 2

015)

.

inte

rven

siim

ple

men

tasi

di i

nd

on

esia

Cak

up

anta

nta

nga

n

Pem

ber

ian

su

ple

men

tasi

ka

lsiu

m u

ntu

k ib

u

ham

il

imp

lem

enta

si t

idak

ad

a

Tid

ak a

da

keb

ijaka

n s

aat

ini u

ntu

k su

ple

men

tasi

kal

siu

m. B

eber

apa

kab

up

aten

mem

ber

ikan

su

ple

men

d

osi

s re

nd

ah (

500

mg

/har

i).

Ket

ika

sup

lem

enta

si k

alsi

um

dir

esep

kan

, h

anya

do

sis

ren

dah

yan

g c

end

eru

ng

d

iber

ikan

dib

and

ing

kan

mem

ber

ikan

do

sis

yan

g d

isar

anka

n y

akn

i 1,5

hin

gga

2 g

/har

i ya

ng

dip

erlu

kan

un

tuk

mel

ind

un

gi d

ari

pre

ekla

mp

sia.

inte

rven

si g

izi-

spes

ifik

yan

g d

irek

om

end

asik

an (

bu

kan

dar

i Lan

cet

Mat

ern

al a

nd

Ch

ild N

utr

itio

n S

erie

s 20

13)

Ob

at c

acin

g u

ntu

k an

ak s

eko

lah

Pro

gra

m n

asio

nal

An

ak

ber

usi

a 12

-23

bu

lan

, an

ak

usi

a p

rase

kola

h b

eru

sia

1-4

tah

un

, d

an a

nak

usi

a se

kola

h b

eru

sia

5-12

ta

hu

n y

ang

tin

gga

l di d

aera

h d

iman

a p

reva

len

si a

wal

un

tuk

infe

ksi

caci

ng

p

aras

it a

pap

un

ber

ada

pad

a m

inim

al

20%

at

au

men

erim

a ta

ble

t o

bat

ca

cin

g 2

kal

i per

tah

un

.

· 25

,9 %

of

anak

bal

ita

men

dap

atka

n

ob

at c

acin

g.

Dat

a p

reva

len

si k

ecac

inga

n n

asio

nal

tid

ak

ters

edia

nam

un

sek

itar

28%

an

ak b

alit

a d

iper

kira

kan

men

gala

mi k

ecac

inga

n

(Kem

enke

s, 2

015)

yan

g m

enu

nju

kkan

b

ahw

a m

asal

ah in

i bel

um

ter

ken

dal

i.

Zin

c u

ntu

k p

enan

gan

an d

iare

Pro

gra

m n

asio

nal

Keb

ijaka

n s

aat

ini a

dal

ah

men

yed

iaka

n z

inc

han

ya u

ntu

k an

ak-a

nak

den

gan

dia

re.

· 1,

1 %

an

ak u

sia

<59

bu

lan

den

gan

d

iare

men

erim

a su

ple

men

tasi

zin

c (B

PS

& K

emen

kes,

201

2)

Dia

re s

anga

t se

rin

g t

erja

di (

14%

an

ak

terk

ena

dia

re d

alam

du

a m

ing

gu

ter

akh

ir)

(BP

S &

Kem

enke

s, 2

012)

seh

ing

ga c

aku

pan

p

enu

h m

enja

di t

anta

nga

n.

Pem

ber

ian

Tab

let

Tam

bah

Dar

ah

(TT

D)

min

gg

uan

u

ntu

k re

maj

a p

utr

i

Pro

gra

m n

asio

nal

Keb

ijaka

n s

aat

ini a

dal

ah

mem

ber

ikan

Tab

let T

amb

ah D

arah

(T

TD

) se

cara

min

gg

uan

un

tuk

rem

aja

pu

tri.

· 1,

4 %

rem

aja

pu

teri

(u

sia

12-1

8 ta

hu

n)

men

erim

a T

TD

≥52

bu

tir

(Kem

ente

rian

Kes

ehat

an, 2

018)

An

emia

um

um

ter

jad

i pad

a 23

% r

emaj

a p

utr

i (K

emen

teri

an K

eseh

atan

, 201

3).

Tan

tan

gan

ter

mas

uk

mem

asti

kan

ke

pat

uh

an d

an r

anta

i pas

oka

n y

ang

dap

at

dia

nd

alka

n.

Pem

anta

uan

p

ertu

mb

uh

anP

rog

ram

nas

ion

al

Keb

ijaka

n s

aat

ini a

dal

ah u

ntu

k m

eman

tau

per

tum

bu

han

an

ak

bal

ita

8 ka

li p

er t

ahu

n u

ntu

k m

eng

iden

tifi

kasi

an

ak d

enga

n

stu

nti

ng

, was

tin

g d

an o

bes

itas

· 54

,6%

an

ak b

alit

a d

ipan

tau

p

ertu

mb

uh

anny

a ≥

8 ka

li d

alam

12

bu

lan

ter

akh

ir (

Kem

ente

rian

K

eseh

atan

, 201

8)

Pem

anta

uan

per

tum

bu

han

per

lu d

iser

tai

den

gan

ko

nse

ling

dan

du

kun

gan

b

erku

alit

as b

aik.

Page 32: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 4746 • Pembangunan gizi di indonesia

Promosi praktik pemberian makanan pendamping asi yang sesuaiDiperlukan tindakan intensif untuk mengisi kesenjangan yang ada dalam layanan gizi. Promosi praktik pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai untuk anak adalah hal yang penting tetapi saat ini hanya sebagian yang diterapkan. Seperti yang disebutkan di bagian sebelumnya, ada banyak tantangan dengan pemberian makanan pendamping yang menyebabkan kegagalan pertumbuhan pada sejumlah besar anak. Legislasi yang jauh lebih kuat disertai dengan konseling dan dukungan yang lebih baik bagi ibu dan pengasuh diperlukan untuk memperbaiki praktik pemberian makanan pendamping.

manajemen malnutrisi akutKesenjangan utama dalam layanan adalah manajemen malnutrisi akut (wasting). Penanganan kekurangan gizi akut telah menjadi komponen standar pelayanan kesehatan di Indonesia selama bertahun-tahun. Pelayanan rawat inap untuk anak dengan gizi buruk akut (SAM) disediakan di rumah sakit kabupaten dan provinsi, beberapa Puskesmas, dan pusat pemulihan gizi/PPG (therapeutic feeding centres). Namun, cakupan dan kualitas pelayanan untuk anak dengan kekurangan gizi akut masih sangat rendah. Kemenkes Kesehatan melaporkan bahwa mereka menangani kurang dari 4.500 anak SAM per tahun, dibandingkan dengan perkiraan beban kasus tahunan SAM sebesar 1,3 juta. Ini setara dengan kurang dari 1% anak SAM. Sebagian dari alasan untuk cakupan yang rendah adalah tidak dapat diaksesnya fasilitas untuk penanganan SAM di daerah terpencil. Pemullihan gizi berbasis masyarakat atau PGBM (Community-based management of acute malnutrition/CMAM) adalah model yang telah diuji dalam berbagai konteks di seluruh dunia dan sekarang ditetapkan sebagai cara yang efektif untuk mengurangi angka kematian. Anak dengan SAM di bawah usia enam bulan atau berusia 6-59 bulan dengan komplikasi medis atau tidak ada nafsu makan harus dirawat di rumah sakit untuk menerima layanan rawat inap, perawatan berbasis fasilitas yang mengikuti protokol standar sementara mereka yang tidak memiliki komplikasi medis dan memiliki nafsu makan yang baik dapat menerima layanan rawat jalan sesuai dengan protokol standar. Model PGBM telah dikembangkan dan diuji di beberapa kecamatan terpilih di Kabupaten Kupang di Indonesia. Dan telah menunjukkan bahwa PGBM adalah intervensi penyelamatan hidup yang terbukti berhasil menangani anak dengan SAM dan menunjukkan bahwa PGBM dapat diintegrasikan ke dalam sistem kesehatan yang ada di Indonesia (lihat Kotak 5).

Kotak 5. Fokus pada model Pgbm yang berhasil di Kabupaten Kupang

Indonesia memiliki beban malnutrisi akut tertinggi ke-4 di dunia, dengan wasting dialami oleh sekitar 3 juta anak balita, di mana 1,3 juta menderita SAM. Angka kematian di antara anak dengan SAM jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang bergizi baik tetapi cakupan dan kualitas penanganan berbasis fasilitas tetap sangat rendah di Indonesia. UNICEF dalam kemitraan dengan Aksi Melawan Kelaparan (Action Against Hunger), telah mendukung Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan program PGBM di beberapa kecamatan terpilih di Kabupaten Kupang.

Hasil yang sangat baik dicapai pada tahun terakhir pelaksanaan program (2017-2018), dengan program PGBM diakui oleh pemerintah tingkat pusat dan daerah sebagai intervensi penyelamatan jiwa yang telah terbukti, yang memiliki potensi besar untuk ditingkatkan sebagai layanan gizi esensial. Pada April 2018, rata-rata lebih dari 6.500 anak dilakukan skrining untuk SAM setiap bulan, dan 719 telah dirawat untuk mendapatkan pengobatan, di antaranya lebih dari 60% berhasil pulih dan kembali ke status gizi normal. Program PGBM secara konsisten telah memenuhi tiga dari empat Indikator Kinerja Sphere1 sejak 2017: tingkat penyembuhan rata-rata 79%; tingkat kegagalan 9%; dan tingkat kematian di bawah 1%. Sebuah survei SMART pada tahun 2018 menemukan peningkatan positif secara keseluruhan dalam status gizi dan kesehatan anak sejak dimulainya program pada tahun 2015. Namun, upaya berkelanjutan diperlukan untuk mengurangi prevalensi SAM.

Pada 2018, program ini akan diperluas ke empat kabupaten di NTT, yaitu kecamatan lain di Kabupaten Kupang, Kabupaten Sikka, TTS dan Kota Kupang.

Sumber: UNICEF komunikasi personal

Namun demikian, pelaksanaan manajemen malnutrisi akut sedang/kurus (Moderate Acute Malnutrition) masih belum dilakukan secara komprehensif, hanya melakukan penyediaan makanan tambahan tinggi energi dan protein tanpa dukungan yang memadai melalui kegiatan konseling. Mengingat bahwa anak kurus (MAM) yang tidak dikelola cenderung menjadi SAM dan berisiko lebih tinggi terhadap kematian, merupakan hal yang prioritas untuk memastikan bahwa manajemen anak kurus (MAM) dibangun di dalam sistem kesehatan.

Pencegahan dan pengobatan anemiaPencegahan dan pengobatan anemia pada balita adalah area prioritas lain yang masih perlu terus diupayakan. Anemia umumnya terkait dengan stunting dan memiliki beberapa dampak negatif pada perkembangan kesehatan dan kognitif anak. Program pemberian obat cacing mungkin memiliki beberapa efek pada pengurangan beban kecacingan dan juga anemia tetapi itu jelas tidak efektif jika dilakukan secara tunggal. Salah satu intervensi gizi spesifik esensial yang direkomendasikan oleh Lancet adalah fortifikasi makanan rumah dengan bubuk multi-mikronutrien. WHO telah menyimpulkan bahwa ini adalah intervensi yang efektif untuk mengurangi anemia dan kekurangan zat besi pada anak berusia enam bulan hingga lima tahun (WHO, 2016). Selain itu, hal tersebut merupakan intervensi yang relatif murah yang dapat berdampak besar pada status gizi anak dan dapat diintegrasikan ke dalam kebijakan dan program kesehatan yang ada.

Page 33: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 4948 • Pembangunan gizi di indonesia

Pencegahan dan penanganan obesitasMasalah lain yang dihadapi adalah intervensi penanganan obesitas yang masih belum memadai. Saat ini, kebijakan terkait obesitas tercakup dalam Kementerian Kesehatan di bawah program PTM. Kebijakan kesehatan saat ini adalah deteksi dini obesitas untuk kelompok usia 15-49 tahun di fasilitas kesehatan yang kemudian dilakukan pengukuran (berat/tinggi dan lingkar pinggang) dan dirujuk untuk mendapatkan konseling dan dukungan. Intervensi ini hanya terbatas pada orang dewasa, belum ada pedoman khusus untuk promosi berat badan yang sehat pada anak balita yang mengunjungi fasilitas kesehatan.

Selain itu, Kemenkes sedang melaksanakan kampanye untuk gizi seimbang (keragaman pangan) sementara ada gerakan nasional yang disebut GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) dalam Instruksi Presiden (No. 1, 2017) yang mendorong:

1. Aktivitas fisik 2. Peningkatan perilaku hidup sehat (misalnya tidak merokok, dll)3. Penyediaan makanan sehat dan percepatan perbaikan gizi4. Peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit5. Peningkatan kualitas lingkungan6. Peningkatan pendidikan hidup sehat

Walaupun ada usaha-usaha tersebut, tingkat obesitas dan kelebihan berat badan masih meningkat tajam dan kebijakan yang dilakukan untuk memperbaiki lingkungan dan sistem pangan masih perlu diperkuat.

Intervensi yang bertujuan untuk mengatasi kekurangan gizi memiliki pengaruh yang berkontribusi pada keadaan kelebihan berat badan di kemudian hari. Sebagai contoh, menyediakan biskuit sebagai makanan tambahan untuk anak dan ibu hamil tanpa disertai konseling tentang pola konsumsi pangan yang sehat dapat menciptakan persepsi bahwa biskuit adalah pengganti makanan lokal yang bergizi. Hal ini kemudian dapat menyebabkan praktik makan yang buruk dan potensi kelebihan berat badan di kemudian hari. Untuk itu, pemangku kepentingan perlu memahami akan konsep ‘aksi tugas-ganda’ (‘double-duty actions’) yang secara bersamaan mengurangi beban kekurangan gizi dan juga kelebihan berat badan (WHO, 2017).

Dapat disimpulkan dari kajian intervensi gizi spesifik ini bahwa ada kesenjangan yang signifikan dalam layanan kesehatan dan gizi yang masih perlu untuk dipenuhi agar sejalan dengan rekomendasi global. Adalah penting agar upaya yang ada saat ini untuk mengurangi stunting sejalan juga dengan upaya untuk mengurangi obesitas, kekurangan gizi akut dan anemia.

2.4.3. Program gizi sensitif

Pentingnya mengatasi malnutrisi melalui pendekatan multi-sektor telah diakui di Indonesia. Konsolidasi Kajian Sektor Kesehatan 2014 mengusulkan dua strategi yang terkait dengan hal tersebut:

• “Mengorientasikan para pembuat kebijakan dan perencana di semua sektor utama dan kelompok pemangku kepentingan mengenai gizi dalam 1.000 hari pertama kehidupan, hubungan antara kekurangan gizi dan kelebihan gizi, serta peran dan tanggung jawab spesifik sektor/spesifik pemangku kepentingan.”

• “Tetapkan pembagian tanggung jawab dan otoritas yang jelas untuk aksi gizi di semua sektor yang relevan dan cerminkan dalam strategi dan rencana spesifik sektor.”

Di Indonesia, ada empat sektor, selain kesehatan, yang memiliki keterkaitan dengan gizi secara khusus, yaitu: (i) perlindungan sosial, (ii) pertanian dan ketahanan pangan, (iii) pendidikan dan perkembangan anak, dan (iv) air, sanitasi dan higiene. Program-program yang saat ini ada, yang berpotensi menjadi intervensi gizi sensitif, dijelaskan secara rinci dalam lampiran 5 dan dirangkum dalam tabel 5.

Potensi Program-program sektor terkait dalam berkontribusi pada Perbaikan gizi

Ada semakin banyak bukti global dan pengalaman negara lain tentang peran yang dapat dikerjakan melalui intervensi gizi sensitif dalam perbaikan gizi. Delapan area program yang tercantum dalam tabel 5 semuanya memiliki potensi untuk memberi manfaat terhadap gizi secara positif. Bukti akan manfaatnya juga sudah tersedia. Suatu evaluasi setelah enam tahun program bantuan tunai bersyarat Keluarga Harapan menemukan beberapa manfaat termasuk temuan bahwa anak balita stunting berkurang 3% dari keluarga yang terdaftar dalam program (World Bank, 2017). Selain itu, angka anemia berkurang pada anak yang berpartisipasi dalam Program Makanan Sekolah percontohan yang saat ini programnya sedang diperluas (WFP, 2016).

Meskipun keberhasilan ini sangat menggembirakan, dampak dari program gizi sensitif tunggal pada status gizi sulit untuk dilihat. Sebaliknya, dampak perlu dinilai melalui pengaruh program pada jalur kausal yang mengarah pada peningkatan gizi sebagaimana yang tercantum dalam gambar 1. Program gizi sensitif dapat mempengaruhi jalur ini dalam berbagai cara. Program Keluarga Harapan meningkatkan akses ke layanan kesehatan ibu dan anak, akses ke pendidikan, dan mengurangi kemiskinan melalui peningkatan aset keuangan rumah tangga. Evaluasi Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) menemukan bahwa keluarga dan masyarakat yang berpartisipasi mampu mengurangi pengeluaran mereka untuk makanan ketika mereka dapat menumbuhkan sendiri bahan makanan mereka sementara makanan mereka juga menjadi lebih beragam (Kementerian Pertanian, 2018). Studi dampak dari Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) untuk masyarakat berpenghasilan rendah menemukan peningkatan akses rumah tangga lokal ke pasokan air masyarakat (World Bank, 2013). Program Pemberian Makanan Tambahan di Sekolah percontohan telah menghasilkan peningkatan fasilitas cuci tangan, penyakit yang dilaporkan lebih rendah, tingkat kehadiran yang lebih tinggi dan tingkat putus sekolah yang lebih rendah, peningkatan aktivitas kesehatan dan pola makan yang lebih sehat (WFP, 2016). Temuan ini

Page 34: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 5150 • Pembangunan gizi di indonesia

menyoroti pentingnya merancang program gizi sensitif berdasarkan pemahaman tentang jalur menuju gizi yang baik dan bagaimana program dapat secara efektif mempengaruhi jalur tersebut. Mereka seharusnya tidak dinilai berdasarkan dampaknya pada status gizi, tetapi lebih pada kemampuan mereka untuk mempengaruhi faktor penyebab.

tabel 5. Program gizi sensitif Potensial

Perlindungan sosial

bantuan tunai bersyarat: Program Keluarga Harapan (PKH) memberikan bantuan tunai bersyarat kepada 20% keluarga termiskin yang memiliki anggota keluarga yang rentan (ibu hamil/menyusui, anak pra sekolah, anak sekolah, lansia, penyandang disabilitas) dengan memenuhi persyaratan tertentu. Ada tiga komponen persyaratan: kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial. PKH diujicobakan pada tahun 2007 dan menjadi program nasional pada tahun 2013. Anggaran untuk cakupan 10 juta rumah tangga penerima manfaat pada tahun 2018 adalah Rp17,3 triliun.

bantuan Pangan: Rastra (Beras Sejahtera) bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga dengan menyediakan 15 kg beras dengan harga subsidi kepada 25% rumah tangga termiskin. Rastra telah ada dalam beberapa bentuk selama satu dekade. Pada tahun 2016, total alokasi anggaran untuk Rastra adalah Rp 21 triliun dengan cakupan 15,5 juta rumah tangga.

BNPT mulai dikembangkan dari Rastra pada tahun 2017 dengan tujuan yang lebih luas untuk menyediakan makanan yang lebih seimbang dan untuk meningkatkan akurasi kelompok target dan akses ke program. BNPT menyediakan ‘uang elektronik’ setiap bulan yang dapat digunakan untuk membeli beras dan/atau telur dari pedagang makanan atau E-warong. Pada 2017, BNPT menjangkau 1,3 juta keluarga penerima manfaat di 44 kabupaten. Target untuk 2018 adalah untuk mencapai 10 juta keluarga penerima di 220 kabupaten. Biaya pada tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp 22,1 triliun.

asuransi Kesehatan nasional: Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN (Program Asuransi Kesehatan) yang diperkenalkan pada tahun 2014, bertujuan untuk memberikan akses ke pelayanan kesehatan bagi semua orang Indonesia pada Januari 2019. Pendanaan diperoleh melalui kontribusi yang dibuat oleh pekerja yang dipekerjakan dalam skala geser (sliding scale). Hingga Desember 2014, 138 juta anggota diperkirakan terdaftar dalam skema JKN, atau sekitar 55% dari total populasi.

Penciptaan Ketenagakerjaan dan Pemberdayaan masyarakat: Program Padat Karya yang diperkenalkan pada tahun 2018 bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, memberdayakan masyarakat dan menurunkan angka stunting. Program ini akan merangsang kegiatan produktif dengan menggunakan sumber daya alam, tenaga kerja lokal dan teknologi. Kelompok sasaran adalah masyarakat marginal/miskin di 1.000 desa terpilih di 100 kabupaten/kota. Didanai melalui Dana Desa.

Pertanian dan Ketahanan Pangan

Kebun rumah: Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) berupaya untuk meningkatkan produksi buah dan sayuran di komunitas miskin. Kabupaten yang rawan pangan dengan tingkat stunting yang tinggi ditargetkan dan dalam kabupaten tersebut kelompok perempuan/masyarakat dengan setidaknya 15 anggota memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan untuk mendukung kebun pangan di pekarangan rumah. Pada tahun 2017, KPRL melibatkan 1.691 kelompok di 315 kabupaten dengan biaya Rp 29,9 juta.

Pendidikan dan Perkembangan anak

nutrisi dalam pendidikan anak usia dini: Program PAUD (Pengembangan Anak Usia Dini) bertujuan untuk memberikan stimulasi pendidikan untuk membantu pertumbuhan, perkembangan fisik dan spiritual pada anak sejak lahir hingga usia enam tahun. Standar nasional untuk PAUD mengandung elemen terkait gizi melalui kegiatan dan bahan PAUD, pelatihan gizi untuk pendidik PAUD dan dukungan pengasuhan tentang gizi. Pada tahun 2018, 6 juta anak (setara dengan 72% anak usia 3-6 tahun terdaftar di lembaga pendidikan anak usia dini dan pada tahun 2017 pelatihan kurikulum telah dilaksanakan di 402 kabupaten dan kota dengan total biaya Rp 1,7 triliun.

Pemberian makanan tambahan di sekolah: Program Gizi Anak Sekolah (Pro-GAS) Program drintisi dari 2012-2015 dan sekarang sedang diperpanjang. Program ini bertujuan untuk menggunakan makanan sekolah, berbasis makanan lokal, sebagai titik masuk dalam memberikan paket terpadu untuk meningkatkan gizi, ketahanan pangan, dan pendidikan. Pada tahun 2017, Pro-GAS telah meningkat di lima provinsi dengan mencapai 100.000 siswa di 563 sekolah dasar.

air, sanitasi dan Higiene

air, sanitasi dan Higiene: PAMSIMAS atau Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat untuk masyarakat berpebghasilan rendah memiliki lima komponen yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, higiene, pasokan air dan sanitasi, insentif desa dan manajemen program. Pada tahun 2016, cakupan mencapai sebanyak 1,7 juta orang tambahan yang memiliki akses ke air dan 1,8 juta orang yang memiliki akses ke fasilitas sanitasi yang layak.

Ada kesenjangan dalam bukti yang kuat dan kurangnya evaluasi mengenai dampak intervensi gizi sensitif terhadap status gizi. Program Pemberian Beras Bersubsidi telah ada dalam beberapa bentuk setidaknya selama satu dekade, tetapi hanya ada beberapa penelitian yang telah mengkaji bagaimana program tersebut dapat mempengaruhi gizi. Sama halnya dengan Program Pengembangan Anak Usia Dini. Program lain, seperti Program Asuransi Kesehatan Nasional masih sangat muda dan belum memungkinkan untuk dievaluasi tentang bagaimana program tersebut akan mempengaruhi gizi. Untuk itu, desain evaluasi penting untuk dipertimbangkan pada tahap perencanaan program untuk memastikan bahwa indikator yang relevan dapat dipantau.

Page 35: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 5352 • Pembangunan gizi di indonesia

target, indikator dan Kegiatan terkait gizi dalam Perencanaan sektor utama

Potensi peran sektor terkait dalam meningkatkan gizi di Indonesia belum tercermin dalam rencana sektor utama. Analisis rencana strategis (RENSTRA) dari kementerian-kementerian utama dilakukan untuk menetapkan bagaimana gizi tercermin dalam target sektoral, indikator, dan program untuk beberapa Kementerian kunci. Temuan ini terdapat dalam lampiran 4 dan dirangkum dalam tabel 6.

targetMeskipun beberapa target gizi dimasukkan dalam Buku I RPJMN 2015-2019, hal ini tidak kemudian secara eksplisit tercermin sebagai target strategis dalam renstra kementerian terkait selain Kemenkes. Setidaknya target stunting dan obesitas harus secara eksplisit dimasukkan dalam semua renstra kementerian kunci untuk memperkuat kontribusi penting yang dimainkan oleh semua sektor dalam mengatasi Beban Ganda Masalah Gizi.

indikatorPengamatan tabel 6 menunjukkan bahwa sangat sedikit indikator dalam RENSTRA saat ini terkait dengan gizi dan tidak cukup spesifik untuk dapat menilai peningkatan dalam jalur kausal untuk perbaikan gizi. Pertama, mereka tidak fokus pada kelompok populasi yang memang perlu ditargetkan agar intervensi dapat memberikan dampak. Di Indonesia, kelompok-kelompok sasaran ini termasuk wanita, anak-anak, remaja dan orang miskin, meskipun kelompok sasaran tertentu lainnya merupakan konteks spesifik. Peningkatan prevalensi secara nasional dapat menutupi adanya kesenjangan yang semakin meningkat untuk itu program perlu menentukan kelompok sasaran yang paling akan mengalami dampak dari intervensi terkait gizi yang dikerjakan. Kedua, diperlukan indikator yang lebih spesifik untuk melacak perbaikan terkait gizi. Sebagai contoh, pola pangan harapan adalah indikator yang relatif tumpul berdasarkan pola konsumsi nasional. Indikator yang lebih sesuai untuk mengukur keragaman pola makan rumah tangga dan individu telah dikembangkan yang merupakan proksi yang lebih baik dari kecukupan gizi dalam diet (FAO, 2010). Pertimbangan cermat tentang indikator mana yang paling sesuai untuk melacak capaian perbaikan gizi diperlukan di semua sektor terkait, sehingga indikator yang relevan dapat diidentifikasi dan dimasukkan dalam RENSTRA berikutnya.

ProgramSaat ini, program sektoral cenderung beroperasi secara mandiri dengan menargetkan kelompok populasi yang berbeda. Pertanyaan tentang ‘integrasi’ versus ‘co-location’ (berlokasi di tempat yang sama) untuk pelaksanaan program gizi sensitif telah menjadi bahan diskusi global (Ruel, Quisumbing, & Balagamwala, 2018). Integrasi intervensi berisiko membuat program terlalu kompleks dan sulit untuk diimplementasikan. Untuk alasan ini, beberapa pengamat mengambil pandangan bahwa yang terbaik adalah untuk melakukan penempatan intervensi sektoral di lokasi yang sama tetapi juga menargetkan individu, rumah tangga, atau komunitas yang sama, dengan kata lain “berpikir secara multisektoral, dan bertindak secara sektoral”. Kuncinya adalah perencanaan, pemantauan dan evaluasi program secara bersama untuk memastikan bahwa kelompok yang sama ditargetkan dan tujuan akhir untuk meningkatkan gizi terpenuhi, tetapi detail pelaksanaannya harus dilakukan secara independen oleh masing-masing sektor terkait.

Upaya nasional yang ada saat ini untuk mengurangi stunting perlu didampingi dengan upaya untuk mengurangi wasting, anemia dan obesitas. Serupa dengan stunting, upaya untuk mengatasi obesitas perlu dilakukan secara lintas sektoral. Meningkatkan akses ke konseling dan dukungan melalui layanan kesehatan, program kesehatan dan gizi sekolah, kontrol atas konten, penjualan dan pemasaran makanan dan minuman, hanyalah beberapa aksi sektoral yang diperlukan untuk menghentikan peningkatan obesitas secara efektif. Langkah pertama adalah meningkatkan kesadaran tentang penyebab dan dampak kelebihan berat badan dan obesitas.

tabel 6. target dan indikator terkait gizi di renstra Kementerian utama

Kementerian sasaran strategis indikator (2014-2019) Program

Pertanian

1. Swasembada beras, jagung dan kedelai dan peningkatan produksi daging dan gula

· Peningkatan produksi (juta ton):Beras 70,6 menjadi 82,1Jagung 19,0 menjadi 24,7Kedelai 0,95 menjadi 3,0Gula 2,63 menjadi 3,82Sapi 460,4 menjadi 755,1

Kawasan Rumah Pangan Lestari

2. Peningkatan diversifikasi pangan

· Pola Pangan Harapan:81,8 menjadi 92,5

· Asupan energi/kapita/hari:1.967 menjadi 2.150 kkal

desa, Pembangunan daerah tertinggal & transmigrasi

1. Mengurangi jumlah desa tertinggal

· Pengembangan 5.000 desa tertinggal

Program Padat Karya

2. Pemberantasan daerah yang paling terbelakang

· Peningkatan 80 kabupaten di wilayah yang paling terbelakang

3. Pengembangan Wilayah Tertentu

· Meningkatnya ketahanan pangan di 57 kabupaten yang rawan pangan

dalam negeri

1. Peningkatan kualitas layanan publik melalui pembangunan regional

· Layanan dasar terpenuhi di 60% wilayah

Page 36: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

2. analisis situasi: Capaian dan tantangan • 5554 • Pembangunan gizi di indonesia

Kementerian sasaran strategis indikator (2014-2019) Program

Pekerjaan umum & Perumahan rakyat

1. Pengembangan pekerjaan umum dan perumahan untuk mencapai ketahanan air, kedaulatan pangan dan ketahanan energi

· Ketahanan air nasional:28,9% menjadi 67,6%

Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat untuk masyarakat berpenghasilan rendah2. Pengembangan

infrastruktur dasar dan perumahan

· Peningkatan infrastruktur dasar dan perumahan menjadi 95%

sosial

1. Pengurangan jumlah kelompok miskin, rentan dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)

· Pengurangan kelompok miskin dan rentan dan PMKS sebanyak 1% pada 2019

Program Keluarga HarapanProgram Pemberian Beras Bersubsidi

Pendidikan & Kebudayaan

1. Peningkatan akses ke pendidikan anak usia dini (PAUD) dan pendidikan masyarakat

· Angka partisipasi kasar untuk PAUD usia 3-6 tahun:68,1% menjadi 78,7%

· Meningkatnya kabupaten dengan lembaga PAUD terpadu:40% menjadi 54,6%

Program PAUD

Kesehatan 1. Penguatan implementasi Program Asuransi Kesehatan Nasional/Kartu Indonesia Sehat

· Jumlah peserta yang menjadi Penerima Subsidi Kontribusi melalui Program Asuransi Kesehatan Nasional/Kartu Indonesia Sehat:

864 menjadi 109,9 juta

Jaminan Kesehatan Nasional

Pesan KunCi

lingkungan yang mendukung

1. Pengetahuan dan bukti sangat penting untuk pengambilan keputusan:

• Data gizi yang teratur dan kuat telah tersedia untuk melacak target gizi yang ditetapkan dalam RPJMN tetapi ada kesenjangan besar dalam hal pengetahuan dan sistem data dan informasi gizi saat ini.

2. Politik dan pemerintahan menentukan komitmen, perencanaan, dan koordinasi untuk gizi:

• Pemerintah telah menunjukkan kepemimpinan politik dan komitmen yang kuat terhadap gizi di tingkat pusat tetapi di tingkat daerah komitmen tersebut perlu ditingkatkan.

3. Kapasitas dan sumber daya sangat penting untuk pemberian layanan gizi berkualitas tinggi:

• Pencapaian utama di Indonesia adalah peningkatan pendanaan untuk gizi yang berasal dari pendanaan pusat maupun daerah, namun diperlukan keberlanjutan pendanaan dan peningkatan kapasitas di tingkat daerah dalam merencanakan, memprioritaskan, dan mengelola berbagai dana untuk gizi secara efektif.

• Indonesia memiliki persediaan yang siap untuk ahli gizi terlatih tetapi keahlian mereka masih perlu dioptimalkan sementara pelatihan untuk penyedia layanan gizi perlu ditingkatkan.

intervensi spesifik gizi

4. Sebanyak 14 intervensi gizi spesifik telah diakui secara global sebagai intervensi yang esensial untuk mengatasi kekurangan gizi:

• Hanya 9 yang merupakan program nasional, 2 diimplementasikan sebagian dan 3 tidak dilaksanakan sama sekali.

• Kesenjangan yang ada dalam pemberian layanan gizi untuk mengatasi anemia, malnutrisi akut dan obesitas, dan untuk meningkatkan praktik pemberian makanan pendamping masih perlu untuk dipenuhi.

• Semua intervensi gizi esensial perlu untuk ditingkatkan agar dapat memastikan pemberian layanan gizi memiliki cakupan penuh.

Program gizi sensitif

5. Peranan program gizi sensitif dalam memperbaiki gizi sudah diketahui dengan baik:

• Lima sektor yang terkait dengan gizi adalah: (i) kesehatan, (ii) perlindungan sosial, (iii) pertanian dan ketahanan pangan, (iv) pendidikan dan perkembangan anak, dan (v) air, sanitasi dan higiene.

• Beberapa bukti tentang bagaimana intervensi gizi sensitif mempengaruhi status gizi sudah tersedia tetapi kesenjangan dalam pengetahuan masih perlu diperbaiki.

• Pemrograman yang sukses bergantung pada perencanaan dan pemantauan lintas sektoral yang dilakukan secara bersama, yang difokuskan pada kelompok sasaran yang sama dan dilaksanakan secara mandiri oleh masing-masing sektor terkait.

Page 37: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

56 • Pembangunan gizi di indonesia

K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N

3. isu strategis dan Peluang

PEMBANGUNAN GIZI DI INDONESIA

Page 38: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

3. isu strategis dan Peluang • 5958 • Pembangunan gizi di indonesia

Bagian ini menetapkan isu-isu strategis yang harus dipertimbangkan ketika mengembangkan alternatif kebijakan. Bagian ini juga mengidentifikasi peluang potensial untuk perbaikan gizi di Indonesia saat ini. Lima isu strategis dijelaskan yang dapat diatasi melalui lima kebijakan yang meliputi banyak hal yang ditetapkan dalam kotak di bawah bagian yang relevan.

3.1. mengatasi beban ganda masalaH gizi

Background paper sebelumnya tentang gizi di Indonesia yang dilakukan sebagai bagian dari Kajian Sektor Kesehatan 2014 mengidentifikasi Beban Ganda Masalah Gizi sebagai tantangan nomor satu untuk gizi di Indonesia (Bappenas, 2014) dan terus menjadi tantangan gizi utama saat ini. Seiring berjalannya waktu, kelompok masyarakat termiskin akan menjadi yang paling rentan oleh efek gabungan dari kekurangan gizi dan obesitas yang mengarah kepada ketimpangan yang lebih besar antara kaya dan miskin. Pendekatan yang diperluas, komprehensif, terpadu dan multisektoral untuk menanggulangi malnutrisi sedang diupayakan oleh Pemerintah dengan kepemimpinan politik yang kuat. Komitmen ini tercermin dalam pencantuman target dan strategi untuk mengatasi kekurangan gizi dan obesitas dalam dokumen perencanaan nasional, dan dalam peningkatan alokasi pembiayaan untuk gizi yang disalurkan ke kabupaten dan desa. Dokumen perencanaan dan strategi daerah dan sektor terkait belum sesuai dengan rencana nasional dimana hal ini dapat berdampak buruk pada alokasi anggaran untuk gizi. Langkah pertama yang penting adalah menetapkan regulasi untuk memastikan bahwa target, kebijakan, dan strategi nasional untuk gizi sepenuhnya tercermin dalam rencana daerah dan sektor terkait.

KebijaKan 1: menetapkan regulasi yang kuat untuk meningkatkan komitmen dan alokasi anggaran untuk gizi di tingkat pusat dan daerah.

3.2. memPerKuat KaPasitas dan intervensi gizi di tingKat daeraH

Hambatan utama untuk perbaikan gizi di Indonesia adalah kurangnya kapasitas dalam mengimplementasikan program di tingkat daerah. Komitmen pusat yang kuat terhadap pendekatan multisektoral untuk gizi belum sepenuhnya diterjemahkan ke dalam pemberian layanan gizi berkualitas kepada masyarakat. Alasan utama adalah adanya kesenjangan yang signifikan dalam intervensi gizi spesifik yang esensial, khususnya untuk mengatasi anemia, malnutrisi akut (wasting), obesitas dan PMBA. Selain itu, kapasitas daerah dalam merencanakan, melaksanakan, menganggarkan dan memantau intervensi gizi di tingkat daerah masih perlu ditingkatkan. Dengan adanya desentralisasi berarti bahwa kabupaten memiliki sumber daya dan tanggung jawab yang lebih besar untuk mengelola program gizi daripada sebelumnya dan hal yang sama berlaku di tingkat desa dengan diperkenalkannya Dana Desa. Selain itu, pemerintah di daerah diharapkan dapat melakukan koordinasi lintas sektor yang efektif di dalam sistemnya tersendiri dan dengan sedikit pengalaman dalam hal bekerja secara multisektoral. Oleh karena itu, penting untuk pemerintah di daerah memiliki panduan dan dukungan teknis yang jelas untuk secara efektif menyediakan serangkaian utuh intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif yang ditingkatkan. Aspek penting termasuk meningkatkan cakupan layanan yang komprehensif, menambah jumlah dan kapasitas penyedia layanan gizi, memastikan bahwa sistem pengadaan dan pasokan produk gizi (suplemen dan peralatan) efisien dan memperkenalkan peraturan yang lebih kuat untuk mempromosikan gizi yang sehat.

KebijaKan 2: meningkatkan pemberian layanan gizi berkualitas untuk semua masyarakat.

3.3. menYebarluasKan Pesan

Penyebab dan dampak Beban Ganda Masalah Gizi masih belum secara utuh dipahami dengan baik meskipun masalah tersebut sudah menjadi prioritas pemerintah. Sebagian dari alasan untuk hal ini adalah bahwa kondisi seperti stunting dan kelebihan berat badan tidak sangat terlihat. Selain itu, masih ada tabu sosial dan budaya yang luas tersebar dalam hal pembatasan makanan, pemahaman tentang gizi pada ibu dan anak, dan persepsi bahwa bayi yang gemuk lebih sehat. Pengambil keputusan tidak selalu menyadari dampak malnutrisi terhadap ekonomi dan bagaimana hal ini dapat mengikis bonus demografis yang diharapkan terjadi pada 2020-2030. Mengingat semakin banyaknya jenis dan penggunaan media modern untuk berkomunikasi, dan fakta bahwa semakin banyak jumlah penduduk yang memiliki akses ke telepon seluler dan televisi, adalah saat yang tepat untuk memulai kampanye advokasi, komunikasi, dan mobilisasi yang komprehensif untuk meningkatkan kesadaran dan komitmen untuk perbaikan gizi. Selain itu, sinergi pesan kunci yang dilakukan oleh kementerian/lembaga terkait dalam menyebarkan pesan gizi melalui strategi komunikasi perubahan perilaku juga penting untuk dapat dikerjakan secara bersama-sama.

KebijaKan 3: meningkatkan kesadaran dan komitmen untuk perbaikan gizi dengan menggunakan metode inovatif dan berbagai saluran komunikasi.

3.4. membangun buKti untuK Pengambilan KePutusan terKait gizi

Keterbatasan kapasitas untuk menganalisis data, sistem informasi gizi yang belum efektif, dan kesenjangan dalam hal pengetahuan telah diidentifikasi sebagai hambatan dalam pengambilan keputusan berbasis bukti. Sejumlah besar data dihasilkan, tetapi kualitas dan kegunaan informasi ini masih perlu ditingkatkan. Dengan meningkatnya aksesibilitas teknologi inovatif, ada peluang untuk mendesain ulang seluruh sistem informasi gizi. Hal ini akan melibatkan: (i) revitalisasi sistem informasi gizi untuk mengintegrasikan indikator gizi spesifik dan gizi sensitif, (ii) mengurangi jumlah indikator yang saat ini dikumpulkan menggantikannya dengan indikator yang esensial, (iii) standardisasi metode dan definisi indikator, (iv) memperkenalkan pelatihan dan pengawasan di tingkat daerah dalam melakukan pengumpulan, analisis, dan penggunaan informasi untuk tujuan perencanaan dan pemantauan, (v) mengembangkan sarana untuk mengkomunikasikan hasil secara teratur dengan format yang jelas dan sederhana yang sesuai untuk pembuat kebijakan dan pelaksana program. Penting juga untuk melakukan penilaian komprehensif atas kesenjangan prioritas dalam hal pengetahuan dan memulai penelitian untuk mengisi kekosongan tersebut. Kajian perlu juga dilakukan dalam hal kebutuhan informasi untuk pengambilan keputusan, sistem informasi yang sudah ada (PSG, Riskesdas, Susenas, SIMPUS, SIP, PIS-PK dan lain-lain) dan mengembangkan sistem informasi gizi untuk memenuhi kebutuhan program dan kebijakan.

KebijaKan 4: membangun sistem informasi dan bukti terkait gizi untuk menyediakan sumber data yang kredibel dan tepat waktu yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.

Page 39: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

60 • Pembangunan gizi di indonesia

3.5. memPerluas uPaYa untuK uPaYa-uPaYa multiseKtoral

Penyebab dan dampak Beban Ganda Masalah Gizi masih belum secara utuh dipahami dengan baik meskipun masalah tersebut sudah menjadi prioritas pemerintah. Sebagian dari alasan untuk hal ini adalah bahwa kondisi seperti stunting dan kelebihan berat badan tidak sangat terlihat. Selain itu, masih ada tabu sosial dan budaya yang luas tersebar dalam hal pembatasan makanan, pemahaman tentang gizi pada ibu dan anak, dan persepsi bahwa bayi yang gemuk lebih sehat. Pengambil keputusan tidak selalu menyadari dampak malnutrisi terhadap ekonomi dan bagaimana hal ini dapat mengikis bonus demografis yang diharapkan terjadi pada 2020-2030. Mengingat semakin banyaknya jenis dan penggunaan media modern untuk berkomunikasi, dan fakta bahwa semakin banyak jumPeluncuran Gerakan Percepatan Penurunan Stunting Nasional memberikan peluang besar untuk mempercepat penurunan prevalensi stunting pada anak secara signifikan. Pemerintah telah menginvestasikan sejumlah besar dana dengan dukungan pinjaman Bank Dunia dan memperkenalkan sistem pembiayaan berbasis hasil untuk memberi insentif kepada pemerintah daerah untuk bertindak secara tepat. Pendekatan multi-sektor sedang diadopsi dan pemerintah daerah di 100 kabupaten sasaran awal telah diinstruksikan untuk memastikan bahwa RPJMD mencerminkan target dan kegiatan terkait stunting untuk sektor-sektor terkait. Mekanisme pendukung teknis tambahan sedang dijalankan di tingkat kabupaten dan desa untuk meningkatkan kapasitas daerah. Upaya yang telah mengalami peningkatan ini memiliki sejumlah keunggulan. Pertama, aksi multisektoral cenderung memiliki dampak pada keadaan malnutrisi lainnya seperti defisiensi mikronutrien, wasting dan bayi dengan BBLR, sehingga hal tersebut kemudian dapat memperluas pengaruh dari intervensi yang tidak hanya untuk penurunan stunting. Kedua, memperkuat lingkungan yang mendukung untuk gizi adalah investasi jangka panjang yang akan bermanfaat bagi populasi yang lebih luas di luar anak-anak. Ketiga, menempatkan inisiatif anti-stunting di dalam Kantor Wakil Presiden memberikan tingkat kepemimpinan dan otoritas yang lebih tinggi dalam melakukan koordinasi lintas sektor dan kementerian yang diperlukan untuk percepatan perbaikan gizi.

KebijaKan 5: memperluas keterlibatan multi-sektor untuk mempercepat perbaikan gizi.

K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N

4. target

PEMBANGUNAN GIZI DI INDONESIA

Page 40: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

4. target • 6362 • Pembangunan gizi di indonesia

Target gizi utama untuk Indonesia yang perlu dicapai pada tahun 2024 (lihat tabel 7) konsisten dengan enam target global yang disahkan oleh negara-negara anggota Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly/WHA) dan kemudian dimasukkan ke dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Satu target utama tambahan direkomendasikan untuk indikator obesitas pada orang dewasa, yang juga mencerminkan tantangan gizi utama saat ini. Target tersebut konsisten dengan rekomendasi global WHO.

Selain itu, ada 2 indikator dan target tambahan yang juga diusulkan, yakni anemia pada ibu hamil dan stunting pada anak di bawah usia 2 tahun. Anemia sangat tinggi pada ibu hamil dan data telah dikumpulkan secara teratur di Indonesia sehingga merupakan indikator yang berguna untuk memantau capaian. Indikator tambahan kedua yaitu stunting pada anak di bawah usia dua tahun, diusulkan karena merupakan periode di mana intervensi dapat menjadi yang paling efektif dan kemudian dimasukkan dalam RPJMN 2015-2019. Meskipun anemia pada anak adalah masalah yang signifikan di Indonesia, saat ini tidak ada pengumpulan data secara teratur yang memungkinkan untuk memantau capaian untuk indikator ini. Oleh karena itu tidak dimasukkan sebagai indikator tetapi perlu dipertimbangkan secara serius untuk mengumpulkan data tersebut secara teratur.

Target yang diproyeksikan sesuai dengan target global atau dihitung dengan menggunakan angka prevalensi awal (baseline) untuk 2013 dan menggunakan target global untuk menghitung perubahan tahunan (lihat tabel 7). Target-target ini dapat dipenuhi jika semua aksi gizi spesifik dan gizi sensitif ditingkatkan, diarahkan pada kelompok termiskin dan yang paling rentan, dan lingkungan yang mendukung diperkuat untuk mendukung aksi. Berdasarkan data awal Riskesdas 2018 yang menunjukan bahwa prevalensi stunting pada balita 30,8%, mengindikasikan bahwa perhitungan target telah sesuai dengan penurunan yang terjadi.

tabel 7. indikator dan target yang direkomendasikan untuk rPjmn 2020-2024

indikator utamatarget global

(2025)

Baseline 2013(%)

riskesdas 2018(%)

rPjmn 2024(%)

target 2025(%)

Stunting (pendek) pada anak usia 0-59 bulan

Penurunan 40%

37,2 30,8 24 22

Anemia pada wanita usia subur

Penurunan 50%

22,7 12 11

Berat badan lahir rendah pada bayi (<2.500 gr)

Penurunan 30%

5.76,2

4 3

Overweight (kegemukan) pada anak usia 0-59 bulan

Tidak meningkat

11,8 8 8 8

ASI Eksklusif pada bayi usia < 6 bulan

Naik menjadi 50%

(minimal)41,5

5260 60

Wasting (kurus) pada anak usia 0-59 bulan

Turun menjadi <5%

12,1 10,2 5 5

Obesitas pada dewasa usia 18+ tahun

Tidak meningkat

15,4 21,8 15 15

indikator tambahan

target usulan(2025)

Baseline 2013(%)

riskesdas 2018(%)

rPjmn 2024(%)

target 2025(%)

Anemia pada ibu hamil

Penurunan 50%

37,1 48,9 30 27

Stunting (pendek) pada anak usia 0-23 bulan

Penurunan 40%

32,8 29,9 21 19

Catatan: Data awal (baseline) semuanya diambil dari RISKESDAS 2013 dengan pengecualian ASI eksklusif yang berdasarkan SDKI 2012 dan anemia pada ibu hamil yang berdasarkan data awal tahun 2016. Proyeksi untuk menyusui didasarkan pada peningkatan tahunan yang diharapkan yakni sebesar 1-2% setiap

tahun.

Page 41: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

64 • Pembangunan gizi di indonesia

tabel 8. Perhitungan target Penurunan Stunting untuk rPjmn 2020-2024

Stunting pada anak usia 0-59 bulan digunakan sebagai contoh untuk menunjukkan bagaimana target dihitung berdasarkan tingkat penurunan tahunan. Target global untuk stunting pada usia 0-59 bulan adalah penurunan sebesar 40% pada tahun 2025. Dengan mengambil angka RISKESDAS 2013 sebagai baseline, penurunan tahunan dihitung.

o Baseline (2013) 37,2%

o 40% penurunan (40/100*37,2) = 14,48%

o Penurunan per tahun 14,48/12 = 1,24

o Angka untuk 2024 diambil sebagai target.

2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025

37,20 35,96 34,72 33,48 32,24 31,00 29,76 28,52 27,28 26,04 24,80 23,56 22,32

K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N

PEMBANGUNAN GIZI DI INDONESIA

5. oPsi KebijaKan

Page 42: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

6. opsi Kebijakan • 6766 • Pembangunan gizi di indonesia

tabel 9 mengusulkan serangkaian lima kebijakan untuk mencapai indikator dan target dalam meningkatkan gizi masyarakat yang diusulkan dalam RPJMN 2020-2024 yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

tabel 9. Kebijakan dan strategi yang direkomendasikan untuk rPjmn 2020-2024

KebijaKan 1: menetapkan regulasi untuk meningkatkan komitmen, implementasi, dan alokasi

anggaran percepatan perbaikan gizi di tingkat pusat dan daerah.

• Melakukan advokasi kepada pengambil kebijakan di tingkat pusat dan daerah tentang pentingnya menyelaraskan target, indikator, dan strategi percepatan perbaikan gizi dengan dasar RPJMN ke dalam dokumen perencanaan

• Memperkuat regulasi untuk menjamin keselarasan intervensi percepatan perbaikan gizi di tingkat pusat dan daerah

• Mengembangkan anggaran dan sistem pertanggungjawaban yang terstandar untuk percepatan perbaikan gizi di tingkat pusat dan daerah sehingga mempermudah proses penilaian kinerja anggaran

KebijaKan 2: meningkatkan akses dan kualitas pelayanan gizi

• Merevisi SPM dan rencana sektor kesehatan untuk memastikan pemenuhan kebutuhan sumber daya dan implementasi semua intervensi gizi spesifik esensial

• Meningkatkan kapasitas dan keterampilan ahli gizi dan tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan untuk mengatasi Beban Ganda Masalah Gizi dan memastikan setiap puskesmas memenuhi kecukupan jumlah ahli gizi

• Memperkuat peraturan untuk mengontrol pemasaran dan produksi makanan dan minuman yang mengandung tinggi lemak, gula dan garam, dan produk makanan bayi dan anak

• Memperkuat sistem pengadaan dan suplai produk gizi untuk memastikan efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan bagi kelompok sasaran

• Mengembangkan dan memperkuat program yang mendukung peningkatan kesehatan dan gizi untuk kelompok remaja dan wanita usia subur

• Kementerian Kesehatan menyusun kebijakan mengatasi obesitas secara komprehensif yang mencakup pencegahan dan penatalaksanaan

KebijaKan 3: meningkatkan kampanye, advokasi dan komunikasi perubahan perilaku

untuk perbaikan gizi

• Melibatkan semua komponen masyarakat dan pemangku kepentingan seperti organisasi dan kelompok keagamaan, dunia usaha, akademisi dan organisasi profesi, Lembaga donor dan mitra pembangunan dalam meningkatkan kesadaran tentang gizi dan penanggulangan BGG dan manfaat ekonomi dan kesehatan yang diperoleh dari gizi yang lebih baik

• Mengembangkan strategi kampanye, advokasi dan komunikasi antar pribadi dengan menggunakan pesan dan saluran yang jelas dan menarik sesuai kelompok umur, yang dapat dipakai oleh semua kementerian/lembaga dan semua pihak terkait untuk disebarluaskan melalui saluran komunikasi yang inovatif

KebijaKan 4: membangun sistem informasi dan bukti terkait gizi untuk menyediakan sumber data yang kredibel dan tepat waktu yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.

• Revitalisasi sistem informasi gizi untuk yang memungkinkan tersedianya data dan informasi indikator gizi-spesifik dan gizi-sensitif yang dapat dianalisis dan dikomunikasikan secara teratur dalam format yang jelas

• Membangun kapasitas pembuat kebijakan dan perencana di tingkat daerah dalam menggunakan informasi untuk perencanaan, pemrograman dan pemantauan di daerah

• Penyusunan agenda riset gizi secara komprehensif melalui pengkajian terhadap kesenjangan dalam hal pengetahuan dan bukti terkait gizi dengan melibatkan perguruan tinggi, Lembaga penelitian, organisasi profesi dan lembaga swadaya masyarakat

KebijaKan 5: memperluas keterlibatan multi-sektor untuk mempercepat perbaikan gizi.

• Memperkuat peran multi-sektor dengan identifikasi dan memperjelas program-program multi sektor yang berkontribusi untuk mengatasi BGG

• Memetakan kebijakan dan sumber daya yang tersedia, dan mengidentifikasi dukungan yang diperlukan untuk semua sektor utama untuk mengimplementasikan program-program prioritas gizi sensitif, termasuk pemanfaatan wadah yang sudah ada untuk pemberdayaan masyarakat seperti posyandu dan UKBM lainnya

Page 43: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

Kajian sektor Kesehatan • 6968 • Pembangunan gizi di indonesia

• Menyelaraskan target program multi sektor di wilayah geografis dan rumah tangga prioritas

• Memperkuat sistem koordinasi dan komunikasi untuk sinergi kegiatan antara sektor-sektor utama di tingkat nasional dan sub nasional termasuk di dalamnya sektor non pemerintah, tentang gizi dan peran/dukungan yang diperlukan dari masing-masing sektor untuk memastikan sasaran menerima secara lengkap intervensi yang dibutuhkan untuk perbaikan gizi

• Memperkuat peraturan untuk mempercepat perbaikan gizi di berbagai sektor seperti implementasi fortifikasi makanan, perlindungan anak untuk mencegah pernikahan anak, integrasi pesan kunci tentang gizi ke dalam kurikulum/bahan PAUD dan keluarga berencana

REfERENSI

1. Access to Nutrition Index. (2016). Global Index 2016. Dikutip dari https://www.accesstonutrition.org/sites/2015.atnindex.org/files/atni-global-index-2016_2.pdf

2. Alive & Thrive. (2018). Desk review on maternal, infant, and young child nutrition and nutrition-sensitive practices in Indonesia .

3. An, R., Yan, H., Shi, X., & Yang, Y. (2017). Childhood obesity and school absenteeism: a systematic review and metaanalysis. Pediatric Obesity. Dikutip dari https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/obr.12599

4. Atmarita, Jahari, A., Sudikno, & Soekatri, M. (2016). Asupan Gula, Garam dan Lemak di Indoensia: Analisis Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) 2014 . Jurnal Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 39(1), 1-14.

5. Badan Ketahanan Pangan. (2017). Laporan Kinerja.

6. Badan Ketahanan Pangan. (2018). Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan.

7. Bank, W. (2015). Indonesia - Systematic Country Diagnosis: Connecting the Bottom 40 percent to the Prosperity Generation.

8. Bappenas . (2010). The Landscape Analysis Indonesian Country Assessment. Jakarta. Dikutip dari http://www.who.int/nutrition/landscape_analysis/IndonesiaLandscapeAnalysisCountryAssessmentReport.pdf

9. Bappenas & UNICEF. (2017). SDG Baseline Report on Children in Indonesia. Jakarta: UNICEF.

10. Bappenas. (2014).

11. Bappenas. (2014). Health Sector Review: Nutrition. Jakarta: UNICEF.

12. Bappenas. (2014). Kajian Sektor Kesehatan: Bidang Gizi. Jakarta: Bappenas.

13. Bappenas. (2015). RPJMN Buku I dan II (2015-2019). Jakarta.

14. Bappenas. (2018). Stunting, Ekonomi, dan Pembangunan Sumber Daya Manusia. Presentasi pada Pertemuan di bulan Juni 2018 yang diselenggarakan oleh Bappenas. Jakarta.

15. Barker, D., Osmond, C., & Golding, J. (1989). Growth in utero, blood pressure in childhood and mortality from cardiovascular disease. British Medical Journal, 298, 564-567. Dikutip dari https://www.bmj.com/content/bmj/298/6673/564.full.pdf

16. Beal, T., Tumilowicz, A., Sutrisna, A., Izwardy, D., & Neufeld, L. (2018). A review of child stunting determinants in Indonesia. Maternal and Child Nutrition, 1-10.

Page 44: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

Kajian sektor Kesehatan • 7170 • Pembangunan gizi di indonesia

35. Dewey, K., & Begum, K. (2011). Long‐term consequences of stunting in early life. Maternal and Child Nutrition. Dikutip dari https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/j.1740-8709.2011.00349.x

36. Dieu, H., Dibley, M., Sibbritt, D., & Hanh, T. (2009). Trends in overweight and obesity in pre-school children in urban areas of Ho Chi Minh City, Vietnam, from 2002 to 2005. Public Health Nutrition, 12(5), 702-709. Dikutip dari https://www.cambridge.org/core/journals/public-health-nutrition/article/trends-in-overweight-and-obesity-in-preschool-children-in-urban-areas-of-ho-chi-minh-city-vietnam-from-2002-to-2005/91488C673F63C24A6144FCC0376EF2C0

37. FAO & WHO. (2014). ICN2 Second International Conference on Nutrition. Rome. Dikutip dari FAO: http://www.fao.org/about/meetings/icn2/en/

38. FAO. (2010). Guidelines for Measuring Household and Individual Dietary Diversity. Rome: FAO. Dikutip dari http://www.fao.org/docrep/014/i1983e/i1983e00.pdf

39. FAO. (2018). Toolkit on nutrition-sensitive agriculture and food systems. Dikutip dari FAO: http://www.fao.org/nutrition/policies-programmes/toolkit/en/ (16 Juli 2018)

40. Friedman, J., Heywood, P., Marks, G., Saadah, F., & Choi, Y. (2006). Health sector decentralization and Indonesia’s nutrition programs : opportunities and challenges. Washington: World Bank. Dikutip dari http://documents.worldbank.org/curated/en/101241468049450209/Health-sector-decentralization-and-Indonesias-nutrition-programs-opportunities-and-challenges

41. Friere, W. (n.d.). The double burden of undernutrition and excess body weight in Ecuador.

42. Grantham-McGregor, S., Powell, C., Walker, S., & Chang, S. (1994). The long-term follow-up of severely malnourished children who participated in an intervention program. Child Development, 65, 428-439.

43. Hendriadi, A. (2018). Food Production for Family Nutrition Improvement. Presentation at WIDYAKARYA NASIONAL PANGAN DAN GIZI XI 4 July 2018.

44. Horta, B., & Victora, C. (2013). Long-term effects of breastfeeding. Geneva: WHO.

45. Horta, B., & Victora, C. (2013). Short-term effects of breastfeeding: A systematic review on the benefits of breastfeeding on diarrhoea and pneumonia mortality. Geneva: WHO. Dikutip dari http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/95585/9789241506120_eng.pdf?sequence=1

46. IMA World Health. (2018). Final Report: NNCC Model and Lessons Learned (2015‐2018).

47. Indonesia Investments. (2018, March 9). Women in Indonesia: Informal Employment, Wage Gap & Violence. Dikutip dari https://www.indonesia-investments.com/news/news-columns/women-in-indonesia-informal-employment-wage-gap-violence/item8650 (27 Juli 2018)

17. Bjeeregaard, L., Jensen, B., & Angquist, L. (2018). Change in Overweight from Childhood to Early Adulthood and Risk of Type 2 Diabetes. New England Journal of Medicine, 378(14). Dikutip dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29617589

18. Black, R., Allen, L., Bhutta, Z., & et al. (2008). Maternal and child undernutrition: global and regional exposures and health consequences. The Lancet, 371, 243-260. Dikutip darihttps://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(07)61690-0/fulltext

19. Black, R., Victora, C., Walker, S., & et al. (2013). Maternal and child undernutrition and overweight in low-income and middle-income countries. The Lancet, 382(9890), 427-451. Dikutip dari https://www.thelancet.com/pdfs/journals/lancet/PIIS0140-6736(13)60937-X.pdf

20. Bland, B. (2013, June 7). Fast-food wars heat up in Indonesia. Financial Times. Dikutip dari https://www.ft.com/content/87be05fa-cdd5-11e2-8313-00144feab7de

21. BPS. (2007). Konsumsi kalori dan protein: Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS).

22. BPS. (2015). Survei Sosial Ekonomi Nasional. (SUSENAS).

23. BPS. (2016). Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS).

24. BPS. (2017). Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS).

25. BPS. (2017). Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS).

26. BPS & Kemenkes. (2012). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI).

27. BPS & Kemenkes. (2012). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI).

28. BPS & Kemenkes. (2017). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI).

29. BPS & Kemenkes. (2017). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI).

30. BPS. (2010). Sensus Penduduk.

31. Cresswell, J., Campbell, O., De Silva, M., & Filippi, V. (2012). Effect of maternal obesity on neonatal death in sub-Saharan Africa: multivariable analysis of 27 national datasets. The Lancet, 380, 1325-1330. Dikutip dari https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(12)60869-1/abstract

32. Delisle, H., & Batal, M. (2016). The double burden of malnutrition associated with poverty. The Lancet, 387(10037), 2504-2505. Dikutip dari https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(16)30795-4/fulltext

33. Denboba, A., Hasan, A., & Wodon, Q. (2015). Early Childhood Education and Development in Indonesia: An Assessment of Policy Using SABER. World Bank.

34. Development Initiatives. (2017). Global Nutrition Report 2017: Nourishing the SDGs. Bristol: Development Initiatives. Dikutip dari http://globalnutritionreport.org/wp-content/uploads/2017/11/Report_2017-2.pdf

Page 45: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

Kajian sektor Kesehatan • 7372 • Pembangunan gizi di indonesia

67. Lelijveld, N., Seal, A., & Wells, A. (2016). Chronic disease outcomes after severe acute malnutrition in Malawian children (ChroSAM): a cohort study. Lancet Glob Health.

68. Lindsay, R., Dabelea, D., Roumain, J., & et al. (2000). Type 2 diabetes and low birth weight: the role of paternal inheritance in the association of low birth weight and diabetes. Diabetes, 49(3), 445-449. Dikutip dari http://diabetes.diabetesjournals.org/content/49/3/445

69. Litwin, S. (2014). Childhood obesity and adulthood cardiovascular disease: quantifying the lifetime cumulative burden of cardiovascular risk factors. Journal of American College of Cardiology , 64, 1588-1590.

70. Luby , S., Rahman, M., & Arnold, B. (2018). Effects of water quality, sanitation, handwashing, and nutritional interventions on diarrhoea and child growth in rural Bangladesh: a cluster randomised controlled trial. Lancet Global Health, 6, e302-3315.

71. Lukman (komunikasi personal). (2018).

72. Lukman, A. (2018). Membangun Teknologi Dan Kreatifitas Dalam Perbaikan Gizi Termasuk Inovasi Dan Diversifikasi Pangan Untuk Konsumsi Anak. Presentasi pada Lokakarya Pra-WNPG pada bulan Juni 2018 yang diselenggarakan oleh Bappenas. Jakarta.

73. Mahendradhata, Y., & et al. (2017). The Republic of Indonesia. Health System Review. Asia Pacific Observatory on Health Systems and Policies. Dikutip dari file:///C:/Users/Fiona/Documents/Fiona%20Watson/Indonesia/Documents/2017%20Indonesia%20Health%20System%20Review.pdf

74. Mahmudiono, T., Sumarmi, S., & Rosenkrantz, R. (2017). Household dietary diversity and child stunting in East Java, Indonesia. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, 26(2), 317-325. Dikutip dari https://www.readbyqxmd.com/read/28244712/household-dietary-diversity-and-child-stunting-in-east-java-indonesia

75. Marphatia, A., Cole, T., & Grijalva-Eternod, C. (2016). Associations of gender inequality with child malnutrition and mortality across 96 countries. Global Health, Epidemiology and Genomics, 1. Dikutip dari https://www.cambridge.org/core/journals/global-health-epidemiology-and-genomics/article/associations-of-gender-inequality-with-child-malnutrition-and-mortality-across-96-countries/6B7D994859A0220C205B54F6AC9C9E90

76. Martianto, D. (2018). Peningkatan Aksesibilitas Pangan yang Beragam. Presentasi pada Widyakarya Pangan dan Gizi XI pada tanggal 3 Juli 2018. Jakarta.

77. Meehan, S., Beck, C., Mair-Jenkins, J., & et al. (2014). Maternal Obesity and Infant Mortality: A Meta-Analysis. Pediatrics, 133(5). Dikutip dari http://pediatrics.aappublications.org/content/133/5/863

78. Members of the Working Group on Food Security Council. (2018). Improving Access to Diverse Food. Presentation at Widyakarya Food and Nutrition Meeting XI 3rd July 2018. Jakarta.

48. Institute of Social and Economic Research. (2018 Unpublished). Nutrition Capacity Assessment of Indonesia. Jakarta: UNICEF.

49. Kelly, B., Hebden, L., & King, L. (2014). Children’s exposure to food advertising on free-to-air television: an asia-pacific perspective. Health Promotion International.

50. Kementerian Desa PDTT. (2017). Peraturam Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI No 19/2017. Jakarta.

51. Kementerian Desa PDTT. (2017). Permendes No.19 tahun 2017.

52. Kementerian Keuangan. (2018). Presentasi tentang Program Pencegahan Stunting oleh Direktur Anggaran untuk Manusia dan Budaya. Dikutip dari http://www.anggaran.depkeu.go.id/content/Publikasi/stunting/Penanganan%20Stunting_DJA.pdf

53. Kementerian Kesehatan. (2007). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS).

54. Kementerian Kesehatan. (2010). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS).

55. Kementerian Kesehatan. (2014). Dikutip dari Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan: http://www.bppsdmk.kemkes.go.id/web/

56. Kementerian Kesehatan. (2014). Survei Diet Total.

57. Kementerian Kesehatan. (2014). Studi Diet Total: Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) Indonesia.

58. Kementerian Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS).

59. Kementerian Kesehatan. (2016). Survei Indikator Kesehatan Nasional (SIRKESNAS).

60. Kementerian Kesehatan. (2018). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS).

61. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. (2011). Peraturan Menteri No 23 Tahun 2001 tentang Jabatan Fungsional Nutrisionis. Jakarta.

62. Kementerian Pertanian. (2018). Akses Pangan Beragam untuk Akselerasi Penurunan Stunting. Dipresentasikan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta.

63. Khor, G. (n.d.).

64. Khor, G., & Sharif, Z. (2003). Dual forms of malnutrition in the same households in Malaysia - A case study among Malay rural households. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, 12(4), 427-437. Dikutip dari https://www.researchgate.net/publication/5652146_Dual_forms_of_malnutrition_in_the_same_households_in_Malaysia_-_A_case_study_among_Malay_rural_households

65. Komisi Nasional Perempuan. (2018). Laporan Tahunan.

66. Kroker-Lobos, M. (n.d.).

Page 46: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

Kajian sektor Kesehatan • 7574 • Pembangunan gizi di indonesia

91. Sanghvi, T., Haque, R., & Roy, S. (2016). Achieving behaviour change at scale: Alive & Thrive’s infant and young child feeding programme in Bangladesh. Maternal and Child Nutrition, 12(1), 141-154. Dikutip dari http://stopstunting.org/wp-content/uploads/2016/05/Maternal-Child-Nutrition_StotpStuntinginSouthAsia_Paper09.pdf

92. Satriawan, E. (2018). Cumulative Impact of Conditional Cash Transfer Program (CCT) on Health. Evaluation of Hope Family Program After 6 Years. Presented at the Health Sector Review Meeting 31st May 2018. Jakarta.

93. Save the Children. (2013). The Power of the First Hour: Breastfeeding Saves Lives.

94. Shrimpton, R., & Rokx, C. (2013). The Double Burden of Malnutrition in Indonesia.

95. SMERU. (2012). Child poverty and disparities in Indonesia: Challenges for inclusive growth. Jakarta: UNICEF. Dikutip dari http://www.smeru.or.id/en/content/child-poverty-and-disparities-indonesia-challenges-inclusive-growth

96. SMERU. (2015). Food and Nutrition Security in Indonesia: A Strategic Review . Jakarta: WFP.

97. Soekarjo, D., Roshita, A., Thow, A.-M., & et al. (2018). Strengthening nutrition-specific policies for adolescents in Indonesia: a qualitative policy analysis. Submitted to Food and Nutrition Bulletin.

98. Statistics Indonesia. (2016).

99. Sumarwan, U. (2018). Analyses of Indonesian Food Consumptions: Differences of Rural and Urban Consumers’ Food Choices between 2007 and 2017. Paper presented at Regional Seminar on Drivers of Consumer Food Choices March 1314, 2018, Holiday Inn Bangkok Sukhumvit, Bangkok, Thailand .

100. SUN Movement. (2015). Indonesia. Call for Commitments for Nutrition. Dikutip dari http://scalingupnutrition.org/wp-content/uploads/2015/06/Indonesia-Costed-Plan-Summary.pdf

101. Sunawang. (2015). Supply Chain and Procruement of ‘Medicines for Nutrition Programs’ Ministry of Health, 2014-2015.

102. Symington, E., Gericke, G., Nel, J., & Labadarios, D. (2016). The relationship between stunting and overweight among children from South Africa: Secondary analysis of the National Food Consumption Survey – Fortification Baseline I. South African Medical Journal, 106(1), 65-69. Dikutip dari http://www.scielo.org.za/pdf/samj/v106n1/24.pdf

103. The Lancet. (2013). Executive summary of the Maternal and Child Nutrition Series. The Lancet. Dikutip dari http://www.thelancet.com/series/maternal-and-child-nutrition

104. The Sphere Project. (2011). Humanitarian Charter and Minimum Standards in Humanitarian Response. Dikutip dari http://www.sphereproject.org/resources/?search=1&keywords=&language=English&category=22&subcat-22=23&subcat-29=0&subcat-31=0&subcat-35=0&subcat-49=0

79. Novo Nordisk. (2013). Where economics and health meet: changing diabetes in Indonesia.

80. Null, C., Stewart, C., & Pickering, A. (2018). Effects of water quality, sanitation, handwashing, and nutritional interventions on diarrhoea and child growth in rural Kenya: a cluster-randomised controlled trial. Lancet Global Health, 6, e316-e329.

81. Oberlander, L. (2018). TV exposure, food consumption, and health outcomes - evidence from Indonesia. INCOMPLETE THESIS. Dikutip dari https://editorialexpress.com/cgi-bin/conference/download.cgi?db_name=CSAE2018&paper_id=937

82. Oddo, V., Rah, J., Semba, R., & et al. (2012). Predictors of maternal and child double burden of malnutrition in rural Indonesia and Bangladesh. American Journal of Clinical Nutrition, 95(4), 951-958. Dikutip dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22357721

83. Ologin, I., McDonald, C., & Ezzati, M. (2013). Associations of Suboptimal Growth with All-Cause and Cause-Specific Mortality in Children under Five Years: A Pooled Analysis of Ten Prospective Studies. PLOS. Dikutip dari http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0064636

84. Peraturan Pemerintah. (2014). Peraturan Pemerintah No. 60 tentang dana hibah desa yang berasal dari penerimaan negara dan anggaran belanja. Jakarta.

85. Rachman, B. (2018). Access to Diverse Food. Presentation at Widyakarya Food and Nutrition Meeting XI 3rd July 2018. Jakarta.

86. Rachmi, C., Hunter, C., Li, M., & Barr, A. (2017). Perceptions of overweight by primary carers (mothers/grandmothers) of underfive and elementary school-aged children in Bandung, Indonesia: a qualitative study. International Journal of Behavioural Nutrition and Physical Activity, 14, 101. Dikutip dari https://ijbnpa.biomedcentral.com/track/pdf/10.1186/s12966-017-0556-1?site=ijbnpa.biomedcentral.com

87. Rah, J., Sukotjo, S., & Badgaiyan, N. e. (2018 Submitted for publication). Improved sanitation is associated with reduced child stunting among Indonesian children under three years of age.

88. Rao, N., Sun, J., & Wong, J. (2013). Early childhood development and cognitive development in developing countries: A rigorous literature review. DFID. Dikutip dari https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/488541/early-childhood-cognitive-dev-brief.pdf

89. Ruel, M., Quisumbing, A., & Balagamwala, M. (2018). Nutrition-sensitive agriculture: What have we learned so far? Global Food Security, 17, 128-153. Dikutip dari https://reader.elsevier.com/reader/sd/C3EF014696FB50861CFE72FC9A714BB6BA38855A72F1BF9B554E4B8CE239535 786ABD47C1B37CA20A62D2EE64DF7294C

90. Sandjaja, S., Budiman, B., Harahap, H., & et al. (2013). Food consumption and nutritional and biochemical status of 0·5–12-year-old Indonesian children: the SEANUTS study. British Jourcal of Nutrition, 110, S11-S20.

Page 47: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

Kajian sektor Kesehatan • 7776 • Pembangunan gizi di indonesia

122. WFP. (2016). An Evaluation of the 2012-2015 Local Food-Based School Meal Program.

123. WFP. (2016). Indonesia Country Strategic Plan (2017-2020). Jakarta.

124. WFP. (2017). Food Security Monitoring Bulletin. Indonesia. Special Focus: Food security in 100 districts prioritized for reduction of stunting. Jakarta: WFP.

125. WHO. (1981). International Code of Marketing of Breast-milk Substitutes. Geneva. Dikutip dari http://www.who.int/nutrition/publications/code_english.pdf

126. WHO. (2007). Indicators for assessing infant and young child feeding practices. Dikutip dari http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/43895/9789241596664_eng.pdf;jsessionid=35FAEF12A76B74BFA09FF815E3530DF6?sequence=1

127. WHO. (2009). Interventions on Diet and Physical Activity: What works, Summary Report.

128. WHO. (2009). Recommendations on Wheat and Maize Flour Fortification. Geneva. Dikutip dari http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/111837/WHO_NMH_NHD_MNM_09.1_eng.pdf?sequence=1

129. WHO. (2010). Nutrition Landscape Information System (NLIS): Country Profile Interpretation Guide. Geneva. Dikutip dari http://www.who.int/nutrition/nlis_interpretation_guide.pdf

130. WHO. (2012). Resolution WHA65.6. Comprehensive implementation plan on maternal, infant and young child nutrition. In: Sixty-fifth World Health Assembly Geneva, 21–26 May 2012. Resolutions and decisions, annexes. Geneva: World Health Organisation. Dikutip dari http://www.who.int/nutrition/topics/WHA65.6_resolution_en.pdf?ua=1

131. WHO. (2013). Set of 9 voluntary global NCD targets for 2025. Retrieved from http://www.who.int/nmh/global_monitoring_framework/gmf1_large.jpg?ua=1

132. WHO. (2014). Indonesia: NCD country profile. Dikutip dari http://www.who.int/nmh/countries/idn_en.pdf?ua=1 (28 Juli 2018)

133. WHO. (2016). Use of multiple micronutrient powders for point-of-use fortification of foods consumed by infants and children aged 6-23 months and children aged 2-12 years. Teneva: WHO. Dikutip dari http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/252540/9789241549943-eng.pdf?ua=1

134. WHO. (2017). Double Duty Actions for Nutrition: Policy Brief. Geneva: WHO. Dikutip dari http://www.who.int/nutrition/publications/double-duty-actions-nutrition-policybrief/en/

135. WHO. (2017). The Republic of Indonesia Health System Review.

136. WHO. (2018). Global Strategy on Diet, Physical Activity and Health. Dikutip dari WHO: http://www.who.int/dietphysicalactivity/childhood_consequences/en/

105. Thrabrany et al. (2014).

106. Timmer, P., Hastuti, & Sumarto, S. (2017). Evolution and Implementation of the Rastra Program in Indonesia. World Bank. Dikutip dari http://pubdocs.worldbank.org/en/293371506435172757/Chapter-7.pdf

107. Tomkins, A., & Watson, F. (1989). Malnutrition and infection: a review. Geneva: ACC/SCN. Dikutip dari https://www.popline.org/node/381319

108. UN. (2015). Sustainable Development Goals. Dikutip dari Sustainable Development Goals: https://sustainabledevelopment.un.org/sdgs (17 April 2018)

109. UNICEF. (2012). Indonesian Nutrition Capacity Assessment. Jakarta: UNICEF & EU. Dikutip dari http://archive.wphna.org/wp-content/uploads/2013/10/Indonesian-National-and-District-Nutrition-Capacity-Assessment-Report-final.pdf

110. UNICEF. (2016). Millions of Indonesian babies are missing out on the best start in life. Dikutip dari UNICEF Media Centre: https://www.unicef.org/indonesia/media_25472.html

111. UNICEF. (2017). Improving Nutrition Security in Indonesia. District Actions to Improve Infant and Young Child Feeding. Jakarta: UNICEF.

112. UNICEF. (2017). UNICEF Gender Action Plan, 2018-2021.

113. UNICEF. (2018 Unpublished). Baseline Survey of Adolescent Nutritional Status in Indonesia’s Klaten and Lombok Barat Districts. Jakarta.

114. UNICEF. (2018 Unpublished). Qulitative study on the factors influencing the eating and physical activity behaviours of adolescent girls and boys in Indonesia . Jakarta.

115. UNICEF, Bappenas & Kemenkes. (2018). Nutrition Capacity Assessment of Indonesia.

116. UNICEF/ACF. (2016 Unpublished). SMART survey.

117. UNICEF/WHO/World Bank. (2018). Joint Child Malnutrition Estimates. UNICEF, WHO, World Bank. Dikutip dari http://www.who.int/nutgrowthdb/2018-jme-brochure.pdf?ua=1

118. USAID. (2015). Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene Annual Progress Report 5. USAID.

119. Victora, C., Adair, L., Fall, C., & et al. (2008). Maternal and child undernutrition: consequences for adult health and human capital. The Lancet, 371(9609), 340-357. Dikutip dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2258311/

120. WFP & Bappenas. (2017). The Cost of the Diet Study in Indonesia. Jakarta: WFP.

121. WFP. (2014). 10 Facts about Malnutrition in Indonesia. Dikutip dari WFP: https://www.wfp.org/stories/10-facts-about-malnutrition-indonesia

Page 48: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

78 • Pembangunan gizi di indonesia

PEMBANGUNAN GIZI DI INDONESIA

K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N

lamPiran

137. WHO. (2018). NLiS. Dikutip dari Stunting, wasting, overweight and underweight - Nutrition Landscape Information System (NLiS): http://apps.who.int/nutrition/landscape/help.aspx?menu=0&helpid=391&lang=EN

138. WHO Expert Consultation. (2004). Appropriate body-mass index for Asian populations and its implications for policy and intervention strategies. The Lancet, 363, 157-163. Dikutip dari http://www.who.int/nutrition/publications/bmi_asia_strategies.pdf

139. WHO/UNICEF. (2017). Progress on drinking water, sanitation and hygiene: Update and SDG baselines. Geneva: WHO & UNICEF. Dikutip dari https://www.unicef.org/publications/files/Progress_on_Drinking_Water_Sanitation_and_Hygiene_2017.pdf

140. Widodo, J. (2018, April 5th). Speech at the Office of the President.

141. World Bank. (2013). PAMSIMAS: Responding to the water and sanitation challenges in rural Indonesia.

142. World Bank. (2017). An Investment Framework for Nutrition. Washington.

143. World Bank. (2017). Program-for-Results Information Document . Jakarta: World Bank.

144. World Bank. (2017). Towards a Comprehensive, Integrated, and Effective Social Assistance System in Indonesia.

145. World Bank. (2018). Towards inclusive growth. Jakarta: World Bank. Dikutip dari http://documents.worldbank.org/curated/en/155961522078565468/pdf/124591-WP-PUBLIC-mar-27-IEQMarENG.pdf

146. World Cancer Research Fund International. (2018). NOURISHING Framework. Dikutip dari https://www.wcrf.org/int/policy/nourishing/our-policy-framework-promote-healthy-diets-reduce-obesit

147. Proyek Sphere menyusun Piagam Kemanusiaan (Humanitarian Charter) dan mengidentifikasi serangkaian standar minimum dalam sektor penyelamatan jiwa yang penting dan tercermin dalam Buku Pegangan untuk empat bab teknis: suplai air, promosi sanitasi dan kebersihan; ketahanan pangan dan gizi; hunian, permukiman, barang non pangan; dan aksi kesehatan. Standar Inti (The Core Standards) adalah standar proses dan berlaku untuk semua bab teknis (The Sphere Project, 2011).

Page 49: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

80 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 81

gambar 11. Prevalensi Stunting pada anak balita menurut Provinsi tahun 2018

17.7

21.4

21.7

23.5

23.6

26.6

27.0

27.3

27.4

27.8

28.1

28.8

29.4

30.1

30.1

31.1

31.2

31.4

32.0

32.3

32.3

32.3

32.4

32.7

32.9

33.2

33.5

33.7

34.1

34.2

35.6

37.3

41.8

42.6

0 10 20 30 40 50

DKI Jakarta

DI Yogyakarta

Bali

Kepulauan Riau

Kep. Bangka Belitung

Banten

Kalimantan Utara

Lampung

Riau

Papua Barat

Bengkulu

Sulawesi Tenggara

Kalimantan Timur

Sumatera Barat

Jambi

Jawa Barat

Jawa Tengah

Maluku Utara

Sumatera Selatan

Sumatera Utara

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Gorontalo

Jawa Timur

Papua

Kalimantan Selatan

Kalimantan Barat

Nusa Tenggara Barat

Maluku

Kalimantan Tengah

Sulawesi Selatan

Aceh

Sulawesi Barat

Nusa Tenggara Timur

%

Sumber: RISKESDAS 2013

indikator malnutrisi

Stunting (pendek + sangat pendek) (anak <5 tahun) = Tinggi Badan menurut Umur <-2 Z scoreWasting (kurus + sangat kurus) (anak <5 tahun) = Berat Badan menurut Tinggi Badan <-2 Z scoreUnderweight (gizi kurang + gizi buruk) (anak <5 tahun) = Berat Badan menurut Umur <-2 Z scoreKegemukan (anak <5 tahun) = Berat Badan menurut Tinggi Badan >2 Z scoreanemia (anak <5 tahun) = Hb <110 g/lobesitas (dewasa 18+ tahun) = IMT ≥27berat badan lebih (dewasa 18+ tahun) = IMT ≥25 - <27Kurang energi Kronis (ibu hamil) = LILA <23.5 cmanemia (ibu hamil) = Hb <110 g/l

L a m p i r a n 1

Perbedaan angka malnutrisi antar Provinsi dan Penyebaran yang tidak merata menurut tingkat Kekayaan

gambar 9. Kekurangan gizi pada anak menurut Kuintil Kekayaan pada tahun 2013

48.4

14

42.4

13

38.5

11.7

32.3

11.9

29

10.6

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50%

Stunting (<5 tahun) Wasting (<5 tahun)

Q1 Q2 Q3 Q4 Q5

Sumber: RISKESDAS 2013

gambar 10: Kegemukan pada anak dan obesitas pada dewasa menurut Kuintil Kekayaan pada tahun 2013

10.37

11.3 10.711.613.5

11.4

17.913.9

21.4

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50%

Gemuk (< 5 tahun) Obesitas (18+ tahun)

Q1 Q2 Q3 Q4 Q5

Sumber: RISKESDAS 2013

Page 50: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

82 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 83

Kel

om

po

k Pe

nd

ud

uk

Pan

du

an te

knis

Wan

ita

usi

a su

bu

r d

an ib

u h

amil

· B

uku

Sak

u P

elay

anan

Kes

ehat

an Ib

u d

i Fas

ilita

s K

eseh

atan

Das

ar d

an R

uju

kan

(20

13)

· Pe

do

man

Pen

ang

gu

lan

gan

Ku

ran

g E

ner

gi K

ron

ik (

KE

K)

pad

a Ib

u H

amil

(201

5)

· Pa

nd

uan

Pen

yele

ng

gara

an P

emb

eria

n M

akan

an Ta

mb

ahan

Pem

ulih

an b

agi B

alit

a G

izi K

ura

ng

dan

Ibu

Ham

il K

EK

(B

antu

an O

per

asio

nal

Kes

ehat

an)

(201

2)

· Pe

tun

juk T

ekn

is P

emb

eria

n M

akan

an Ta

mb

ahan

(B

alit

a, Ib

u H

amil,

An

ak S

eko

lah

) (2

017)

· Pe

do

man

Pen

cega

han

dan

Pen

ang

gu

lan

gan

An

emia

pad

a R

emaj

a Pu

tri d

an W

anit

a U

sia

Su

bu

r (W

US

) (2

016)

bay

i dan

an

ak·

Petu

nju

k Tek

nis

Pel

ayan

an K

eseh

atan

Neo

nat

al E

sen

sial

di L

ayan

an K

eseh

atan

Das

ar (

2012

)

· Pe

tun

juk T

ekn

is P

eng

gu

naa

n B

uku

Kes

ehat

an Ib

u d

an A

nak

(20

15)

· Pa

nd

uan

Man

ajem

en S

up

lem

enta

si V

itam

in A

(20

09)

· Pe

do

man

Pel

ayan

an A

nak

Giz

i Bu

ruk

(201

1)

· B

uku

Bag

an Ta

tala

ksan

a A

nak

Giz

i Bu

ruk

(Bu

ku I)

, Pet

un

juk T

ekn

is Ta

tala

ksan

a A

nak

Giz

i Bu

ruk

(Bu

ku II

) (2

013)

· Pe

tun

juk T

ekn

is P

emb

eria

n M

akan

an Ta

mb

ahan

(20

17)

· Pa

nd

uan

So

sial

isas

i Tat

alak

san

a D

iare

Bal

ita

(201

1)

· Pe

do

man

Pen

gen

dal

ian

Kec

acin

gan

(20

12)

Pen

du

du

k se

cara

um

um

· Pe

tun

juk T

ekn

is P

os

Pem

bin

aan

Terp

adu

Pen

yaki

t Tid

ak M

enu

lar

(201

2)

· Pe

tun

juk T

ekn

is S

urv

eila

ns

Peny

akit

Tid

ak M

enu

lar

(201

5)

L a m p i r a n 2ta

rget

, lay

anan

dan

Pan

du

an te

rkai

t g

izi

Pe

nd

ud

uk

targ

et r

Pjm

n 2

015-

2019

re

ns

tr

a K

emen

kes

2015

-201

9s

Pm

Kem

enke

s 20

16La

nce

t 20

13

Wan

ita

usi

a su

bu

r d

an ib

u

ham

il

· Pr

eval

ensi

an

emia

pad

a ib

u

ham

il (B

uku

II)

ind

ikat

or

Pro

gra

m (

sas

aran

s

trat

egis

):

· Pe

rsen

tase

ibu

ham

il K

ura

ng

En

erg

i K

ron

ik (

KE

K)

(tar

get

18.

2%)

ind

ikat

or

Keg

iata

n:

· Pe

rsen

tase

ibu

ham

il K

ura

ng

En

erg

i K

ron

ik y

ang

men

dap

at m

akan

an

tam

bah

an (

targ

et 9

5%)

· Pe

rsen

tase

ibu

ham

il ya

ng

m

end

apat

Tab

let T

amb

ah D

arah

(t

arg

et 9

8%)

ind

ikat

or

dam

pak

:

· M

enu

run

nya

ang

ka B

BLR

(ta

rget

8%

)

Pela

yan

an a

nte

nat

al

· M

eng

uku

r b

erat

bad

an, t

ing

gi

bad

an d

an L

ILA

· Pe

mer

iksa

an H

emo

glo

bin

dar

ah

(Hb

)

· Pe

mb

eria

n Ta

ble

t Tam

bah

Dar

ah

(min

imal

90

tab

let)

· Ta

tala

ksan

a/p

enan

gan

an k

asu

s (k

eseh

atan

dan

giz

i ter

mas

uk

pen

anga

nan

ibu

ham

il d

enga

n

KE

K)

1.

Pem

ber

ian

mik

ron

utr

ien

un

tuk

sem

ua

ibu

ham

il

2.

Pem

ber

ian

su

ple

men

kal

siu

m

un

tuk

ibu

ham

il d

enga

n r

esik

o

ren

dah

asu

pan

kal

siu

m

3.

Pem

ber

ian

mak

anan

tam

bah

an

den

gan

ner

gi p

rote

in s

eim

ban

g

un

tuk

ibu

ham

il se

suai

keb

utu

han

bay

i dan

an

ak

(dan

rem

aja

pu

tri)

bu

ku i

dan

ii

· u

nd

erw

eig

ht

pad

a an

ak <

5 ta

hu

n

· S

tun

tin

g p

ada

anak

<2

tah

un

Bu

ku II

· Pr

eval

ensi

bay

i den

gan

ber

at

bad

an la

hir

ren

dah

(B

BLR

)

· Pe

rsen

tase

bay

i usi

a <6

bu

lan

ya

ng

men

dap

at A

SI e

kskl

usi

f

· Pr

eval

ensi

of

was

tin

g (

kuru

s)

pad

a an

ak <

5 ta

hu

n

ind

ikat

or

Keg

iata

n:

· Pe

rsen

tase

bay

i usi

a <6

bu

lan

yan

g

men

dap

at A

SI e

kskl

usi

f (t

arg

et 5

0%)

· Pe

rsen

tase

bay

i bar

u la

hir

yan

g

men

dap

at In

isia

si M

enyu

sui D

ini

(IM

D)

(tar

get

50%

)

· Pe

rsen

tase

bal

ita

kuru

s ya

ng

m

end

apat

mak

anan

tam

bah

an

(tar

get

90

%).

Cat

atan

: tid

ak a

da

per

bed

aan

un

tuk

kuru

s d

an s

anga

t ku

rus

· Pe

rsen

tase

rem

aja

pu

teri

yan

g

men

dap

at Ta

ble

t Tam

bah

Dar

ah

(TT

D)

(tar

get

30%

)

Pela

yan

an K

eseh

atan

bay

i bar

u

lah

ir:

· Pe

laya

nan

Neo

nat

al E

sen

sial

(s

esu

ai y

ang

ter

can

tum

pad

a p

and

uan

)

Pela

yan

an K

eseh

atan

bal

ita:

· Pe

nim

ban

gan

min

imal

8 k

ali

seta

hu

n, p

eng

uku

ran

tin

gg

i/p

anja

ng

bad

an m

inim

al 2

kal

i se

tah

un

· Pe

mb

eria

n k

apsu

l vit

amin

A (

2 ka

li se

tah

un

)

4.

Pro

mo

si A

SI e

kskl

usi

f sa

mp

ai

usi

a 6

bu

lan

dan

mel

anju

tkan

m

enyu

sui s

amp

ai u

sia

24 b

ula

n

5.

Ed

uka

si p

emb

eria

n m

akan

an

pen

dam

pin

g A

SI y

ang

ses

uai

, dan

p

emb

eria

n P

MT

un

tuk

pen

du

du

k ya

ng

raw

an p

anga

n

6.

Pem

ber

ian

kap

sul V

itam

in A

u

ntu

k an

ak u

sia

6-59

bu

lan

7.

Pem

ber

ian

su

ple

men

tasi

zin

c u

ntu

k p

ence

gah

an p

ada

anak

usi

a 12

-59

bu

lan

8.

Man

ajem

en b

alit

a ku

rus

(MA

M)

9.

Man

ajem

en b

allit

a g

izi b

uru

k (S

AM

)

Pen

du

du

k se

cara

um

um

bu

ku i

dan

ii

ob

esit

as p

ada

dew

asa

18+

tah

un

sas

aran

Keg

iata

n:

· M

enu

run

nya

ang

ka k

esak

itan

dan

ke

mat

ian

aki

bat

pen

yaki

t ti

dak

m

enu

lar.

ind

ikat

or

Keg

iata

n:

· T

idak

ad

a in

dik

ato

r u

ntu

k o

bes

itas

· D

etek

si k

emu

ng

kin

an o

bes

itas

p

ada

kelo

mp

ok

usi

a 15

-49

tah

un

d

ilaku

kan

den

gan

men

gu

kur

tin

gg

i bad

an d

an b

erat

bad

an

sert

a lin

gka

r p

eru

t

10.

Pem

ber

ian

gar

am b

eryo

diu

m

Page 51: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

84 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 85

jen

is s

urv

eile

mb

aga

Frek

uen

sim

eto

de

dan

tip

e d

ata

yan

g d

iku

mp

ulk

anPe

lap

ora

n d

an t

anta

nga

n

Sis

tem

su

rvei

lan

ke

seh

atan

ru

tin

Kem

ente

rian

K

eseh

atan

Bu

lan

anD

ata

dik

um

pu

lkan

mel

alu

i fas

ilita

s la

yan

an k

eseh

atan

mas

yara

kat.

In

dik

ato

r m

enca

kup

cak

up

an:

(i)

pem

anta

uan

per

tum

bu

han

(b

erat

bad

an p

er u

mu

r sa

ja)

(ii)

ka

sus

mal

nu

tris

i aku

t ya

ng

dio

bat

i(i

ii) s

up

lem

enta

si v

itam

in A

un

tuk

anak

-an

ak(i

v) s

up

lem

enta

si z

at b

esi u

ntu

k ib

u,

(v)

pem

ber

ian

AS

I eks

klu

sif

(vi)

ko

nsu

msi

gar

am b

eryo

diu

m

Tid

ak a

da

kew

ajib

an b

agi

kab

up

aten

un

tuk

mel

apo

rkan

in

dik

ato

r se

hin

gga

tid

ak s

emu

a fa

silit

as k

eseh

atan

mas

yara

kat

mel

aku

kan

pel

apo

ran

. K

om

pila

si d

ata

dan

um

pan

b

alik

yan

g s

anga

t la

mb

at.

SM

S-G

atew

ay

(Sis

tem

Pe

lap

ora

n

Kas

us

giz

i re

al t

ime-

giz

i b

uru

k ak

ut)

Dir

ekto

rat

Giz

i M

asya

raka

t,

Kem

enke

s

Dilu

ncu

rkan

pad

a ta

hu

n 2

011,

pel

apo

ran

wak

tu n

yata

(re

al-t

ime)

un

tuk

giz

i bu

ruk

aku

t d

ilap

ork

an o

leh

pet

uga

s p

usk

esm

as m

elal

ui p

eran

gka

t p

on

sel.

Lap

ora

n d

iter

ima

ole

h s

erve

r u

ntu

k d

imas

ukk

an k

e d

alam

bas

is

dat

a (d

atab

ase)

yan

g k

emu

dia

n d

itam

pilk

an m

elal

ui i

nte

rnet

sec

ara

wak

tu n

yata

(re

al t

ime)

(h

ttp

://g

izi.d

epke

s.g

o.id

/sm

s-ga

tew

ay/)

Tin

gka

t re

spo

n y

ang

ren

dah

. B

ukt

i an

ekd

ota

l bah

wa

pih

ak

ber

wen

ang

di k

abu

pat

en t

idak

in

gin

mel

apo

rkan

jum

lah

ka

sus

yan

g t

ing

gi.

Sis

tem

el

ektr

on

ik

un

tuk

pel

apo

ran

in

dik

ato

r g

izi

(E-P

PG

BM

)

Dir

ekto

rat

Giz

i M

asya

raka

t,

Kem

enke

s

E-P

PG

BM

ad

alah

ap

likas

i un

tuk

men

cata

t d

an m

elap

ork

an s

tatu

s g

izi

anak

dan

wan

ita

ham

il se

cara

cep

at, a

kura

t, t

erat

ur

dan

ber

kela

nju

tan

u

ntu

k p

ersi

apan

per

enca

naa

n d

an p

eru

mu

san

keb

ijaka

n g

izi.

Ind

ikat

or

giz

i:

(i)

antr

op

om

etri

(ii)

A

SI e

kskl

usi

f(i

ii)

Cak

up

an v

itam

in A

, TT

D d

an P

MT

Bel

um

ad

a ev

alu

asi t

erh

adap

ef

ekti

vita

s ap

likas

i in

i

Su

mb

er: (

Inst

itu

te o

f S

oci

al a

nd

Eco

no

mic

Res

earc

h, 2

018

Un

pu

blis

hed

)

L a m p i r a n 3s

urv

ei g

izi d

an s

iste

m P

eng

um

pu

lan

dat

a

jen

is s

urv

eile

mb

aga

Frek

uen

sim

eto

de

dan

tip

e d

ata

yan

g d

iku

mp

ulk

anPe

lap

ora

n d

an t

anta

nga

n

Ris

et

Kes

ehat

an

Das

ar

Bad

an

Pen

elit

ian

dan

Pe

ng

emb

anga

n

Kes

ehat

an,

Kem

enke

s

5-ta

hu

nan

Su

rvei

sek

ali w

aktu

(cr

oss

-sec

tio

nal

) te

rhad

ap s

ekit

ar 3

00,0

00 r

um

ah

tan

gga

. In

dik

ato

r g

izi:

(i)

antr

op

om

etri

(an

ak <

5 ta

hu

n)

(ii)

m

enyu

sui

(iii)

as

up

an m

ikro

nu

trie

n (

ibu

ham

il T

TD

& v

itam

in A

, an

ak <

5 ta

hu

n

vita

min

A)

(iv)

p

eng

ob

atan

(u

ntu

k d

iare

& s

up

lem

enta

si z

inc)

(v)

gara

m b

eryo

diu

m (

sam

pel

uri

n d

iku

mp

ulk

an t

ahu

n 2

007

& 2

013)

Info

rmas

i ban

yak

dig

un

akan

u

ntu

k p

eren

can

aan

dan

un

tuk

men

gu

kur

dam

pak

.

Su

rvei

D

emo

gra

fi

dan

K

eseh

atan

In

do

nes

ia

Bad

an P

usa

t S

tati

stik

In

do

nes

ia

3- t

ahu

nan

Su

rvei

sek

ali w

aktu

(cr

oss

-sec

tio

nal

) te

rhad

ap s

ekit

ar 4

5.00

0 ru

mah

ta

ng

ga. I

nd

ikat

or

giz

i:

(i)

PM

BA

(p

rakt

ik p

emb

eria

n A

SI d

an m

akan

an p

end

amp

ing

AS

I)(i

i)

asu

pan

mik

ron

utr

ien

(ib

u &

an

ak <

5 ta

hu

n)

(iii)

pen

gel

ola

an d

iare

(d

enga

n c

aira

n r

ehid

rasi

ora

l dan

su

ple

men

tasi

zi

nc)

Su

rvei

So

sial

E

kon

om

i N

asio

nal

(S

use

nas

)

Bad

an P

usa

t S

tati

stik

In

do

nes

ia

Du

a ka

li p

er t

ahu

n

Su

rvei

sek

ali w

aktu

(cr

oss

-sec

tio

nal

) te

rhad

ap s

ekit

ar 3

00.0

00 r

um

ah

tan

gga

di b

ula

n M

aret

dan

75.

000

rum

ah t

ang

ga d

i bu

lan

Sep

tem

ber

. D

ata

kon

sum

si/p

eng

elu

aran

ru

mah

tan

gga

dik

um

pu

lkan

. In

dik

ato

r g

izi

yan

g d

iku

mp

ulk

an t

erm

asu

k:

(i)

pra

ktik

men

yusu

i

Dig

un

akan

un

tuk

men

gh

itu

ng

ti

ng

kat

kem

iski

nan

dan

se

bag

ai a

lat

pem

anta

uan

u

ntu

k p

emb

ang

un

an.

Stu

di D

iet

Tota

lB

adan

Pe

nel

itia

n d

an

Pen

gem

ban

gan

K

eseh

atan

, K

emen

kes

Su

rvey

sa

tu k

ali

Su

rvei

sek

ali w

aktu

(cr

oss

-sec

tio

nal

) te

rhad

ap 1

91.5

24 in

div

idu

al d

ari

51.1

27 r

um

ah t

ang

ga.

Dat

a ya

ng

dik

um

pu

lkan

ten

tan

g:

(i)

kon

sum

si m

akan

an in

div

idu

(i

i)

anal

isis

ko

nta

min

asi k

imia

bah

an m

akan

an

Dig

un

akan

un

tuk

men

entu

kan

p

ola

ko

nsu

msi

mak

anan

d

an k

ecu

kup

an g

izi d

ari d

iet,

p

eng

ola

han

mak

anan

& t

ekn

ik

mem

asak

.

Su

rvei

lan

giz

i D

irek

tora

t G

izi

Mas

yara

kat,

K

emen

kes

Tah

un

anS

urv

ei s

ekal

i wak

tu (

cro

ss-s

ecti

on

al)

mel

alu

i 30

tekn

ik p

enga

mb

ilan

sa

mp

el s

ecar

a ke

lom

po

k (c

lust

er S

AM

plin

g)

di t

ing

kat

kab

up

aten

. Dat

a ya

ng

dik

um

pu

lkan

ad

alah

dat

a an

ak <

5 ta

hu

n d

an ib

u h

amil.

Sel

uru

hny

a ad

a 15

ind

ikat

or

giz

i yan

g d

iku

mp

ulk

an t

erm

asu

k:

(i)

ind

ikat

or

antr

op

om

etri

an

ak <

5 ta

hu

n(i

i)

pra

ktik

men

yusu

i(i

ii) s

up

lem

enta

si z

at b

esi u

ntu

k ib

u(i

v) s

up

lem

enta

si v

itam

in A

un

tuk

anak

-an

ak

(v)

anak

-an

ak d

an ib

u h

amil

den

gan

giz

i ku

ran

g y

ang

men

erim

a b

isku

it(v

i) L

ILA

wan

ita

usi

a su

bu

r(v

ii) P

eng

ujia

n g

aram

ber

yod

ium

Dig

un

akan

un

tuk

mem

anta

u

stat

us

giz

i ib

u h

amil

dan

an

ak-

anak

un

tuk

per

enca

naa

n d

an

pem

anta

uan

.

Page 52: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

86 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 87

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku i

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku ii

ren

can

a s

trat

egis

(r

en

st

ra

) 20

15-2

019

sta

nd

ar P

elay

anan

min

imal

(s

Pm

)

men

ing

katk

an c

aku

pan

p

elay

anan

das

ar d

an a

kses

te

rhad

ap e

kon

om

i pro

du

ktif

m

asya

raka

t ku

ran

g m

amp

u.

Perl

ind

un

gan

So

sial

bag

i Pe

nd

ud

uk

Ren

tan

dan

Ku

ran

g

Mam

pu

(40

% p

end

ud

uk

ber

pen

dap

atan

ter

end

ah).

ind

ikat

or:

* A

kses

Pan

gan

Ber

nu

tris

i dar

i 60

% m

enja

di 1

00%

.

imp

lem

enta

si s

trat

egi

Pen

garu

suta

maa

n g

end

er.

sas

aran

:M

anta

pny

a K

eter

sed

iaan

dan

Pe

nan

gan

an R

awan

Pan

gan

.

ind

ikat

or:

* Ju

mla

h d

esa

man

dir

i pan

gan

ya

ng

dib

erd

ayak

an (

Des

a).

* Ju

mla

h K

awas

an M

and

iri

Pan

gan

yan

g d

iber

day

akan

(K

awas

an).

Keg

iata

n:

Pen

gem

ban

gan

Pen

gan

ekar

agam

an K

on

sum

si

dan

Kea

man

an P

anga

n.

ind

ikat

or

Keg

iata

n:

* M

od

el p

ekar

anga

n p

anga

n m

enja

di 7

.818

(20

19)

dar

i 4.4

10 d

esa

(201

5).

* Pe

man

tau

an, e

valu

asi d

an p

eru

mu

san

ke

bija

kan

P2K

P m

enja

di 3

5 re

kom

end

asi (

2015

-20

19)

* Pr

om

osi

pen

gan

ekar

agam

an k

on

sum

si

Pan

gan

men

jad

i 35

loka

si (

2015

-201

9)*

An

alis

is p

ola

dan

keb

utu

han

ko

nsu

msi

pan

gan

m

enja

di 3

5 re

kom

end

asi (

2015

-201

9)*

Ko

ord

inas

i pen

anga

nan

kea

man

an p

anga

n

sega

r m

enja

di 1

45 (

2019

) d

ari 6

5 re

kom

end

asi

(201

5)*

Mo

del

Pan

gan

Po

kok

Loka

l (U

nit

) 31

(20

15),

37

(201

6), 2

1 (2

017-

2019

).

ind

ikat

or

Ket

erse

dia

an e

ner

gi d

an P

rote

in p

er

Kap

ita

def

inis

i:K

eter

sed

iaan

Pan

gan

ad

alah

ter

sed

iany

a p

anga

n d

ari h

asil

pro

du

ksi d

alam

neg

eri d

an/

atau

su

mb

er la

in.

def

inis

i op

eras

ion

al:

An

gka

Kec

uku

pan

Giz

i (A

KG

) d

itet

apka

n d

i In

do

nes

ia s

etia

p li

ma

tah

un

sek

ali m

elal

ui

foru

m W

idya

kary

a N

asio

nal

Pan

gan

dan

Giz

i (W

KN

PG

). S

alah

sat

u r

eko

men

das

i WK

NP

G

ke V

III t

ahu

n 2

004

men

etap

kan

tin

gka

t ke

ters

edia

an e

ner

gi s

ebes

ar 2

.200

Kka

l/Kap

ita/

Har

i dan

pro

tein

57

Gra

m/P

erka

pit

a/Pe

rhar

i. ta

rget

pen

cap

aian

ket

erse

dia

an e

ner

gi d

an

pro

tein

per

kap

ita

adal

ah 9

0% p

ada

tah

un

20

15.

ind

ikat

or

Pen

gu

atan

Cad

anga

n P

anga

n

def

inis

i:C

adan

gan

Pan

gan

Nas

ion

al m

elip

uti

p

erse

dia

an p

anga

n d

i sel

uru

h p

elo

sok

wila

yah

In

do

nes

ia u

ntu

k d

iko

nsu

msi

mas

yara

kat,

b

ahan

bak

u in

du

stri

, dan

un

tuk

men

gh

adap

i ke

adaa

n d

aru

rat.

def

inis

i op

eras

ion

al:

a. C

adan

gan

Pan

gan

di t

ing

kat

pem

erin

tah

:*

Ters

edia

nya

cad

anga

n p

emer

inta

h d

i tin

gka

t ka

bu

pat

en/k

ota

min

imal

seb

esar

100

to

n

eku

ival

en b

eras

dan

di t

ing

kat

pro

vin

si

min

imal

seb

esar

200

to

n e

kuiv

alen

ber

as;

b. C

adan

gan

Pan

gan

di t

ing

kat

mas

yara

kat:

* Pe

nyed

iaan

cad

anga

n p

anga

n s

ebes

ar 5

00

kg e

kuiv

alen

ber

as d

i tin

gka

t ru

kun

tet

ang

ga

(RT

) u

ntu

k ke

bu

tuh

an m

inim

al 3

bu

lan

, yan

g

ber

sifa

t p

anga

n p

oko

k te

rten

tu d

an s

esu

ai

den

gan

po

ten

si lo

kal

targ

et c

apai

an p

eng

uat

an c

adan

gan

p

anga

n (

cad

anga

n p

anga

n p

emer

inta

h d

an

cad

anga

n p

anga

n m

asya

raka

t) s

ebes

ar 6

0%

pad

a Ta

hu

n 2

015.

L a m p i r a n 4a

nal

isis

targ

et, i

nd

ikat

or,

dan

str

ateg

i ter

kait

giz

i un

tuk

sek

tor-

sek

tor t

erka

it

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku i

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku ii

ren

can

a s

trat

egis

(r

en

st

ra

) 20

15-2

019

sta

nd

ar P

elay

anan

min

imal

(s

Pm

)

Kem

ente

rian

Per

tan

ian

ta

rget

: Pen

du

du

k se

cara

um

um

ara

h k

ebija

kan

um

um

ket

ahan

an

pan

gan

dal

am r

Pjm

n: (

i)

pem

anta

pan

ket

ahan

an p

anga

n

men

uju

kem

and

iria

n p

anga

n

den

gan

pen

ing

kata

n p

rod

uks

i p

anga

n p

oko

k; (

ii) s

tab

ilisa

si

har

ga b

ahan

pan

gan

; (iii

) p

erb

aika

n k

ual

itas

ko

nsu

msi

p

anga

n d

an g

izi m

asya

raka

t;

(iv)

mit

igas

i gan

gg

uan

ter

had

ap

keta

han

an p

anga

n; s

erta

(v)

p

enin

gka

tan

kes

ejah

tera

an

pel

aku

usa

ha

pan

gan

te

ruta

ma

pet

ani,

nel

ayan

, dan

p

emb

ud

iday

a ik

an

Pen

ing

kata

n K

edau

lata

n P

anga

n:

sa

sa

ra

n K

ed

au

lata

n

Pan

ga

nin

dik

ato

r:

1. P

rod

uks

i:*

Pad

i (ju

ta t

on

) d

ari 7

0,6

(201

4)

men

jad

i 82,

0 (2

019)

* Ja

gu

ng

(ju

ta t

on

) d

ari 1

9,1

(201

4) m

enja

di 2

4,1

(201

9)*

Ked

elai

(ju

ta t

on

) d

ari 0

,9 (

2014

) m

enja

di 2

,6 (

2019

)*

Gu

la (

juta

to

n)

dar

i 2,6

(20

14)

men

jad

i 3,8

(20

19)

* D

agin

g S

api (

rib

u t

on

) d

ari

452,

7 (2

014)

men

jad

i 755

,1

(201

9)2.

Ko

nsu

msi

:*

Ko

nsu

msi

kal

ori

(K

kal)

dar

i 1.

967

(201

4) m

enja

di 2

.150

(2

019)

3. s

kor

Pola

Pan

gan

Har

apan

(P

PH

), d

ari 8

1,8

(201

4) m

enja

di

92,5

(20

19).

Pen

ing

kata

n K

edau

lata

n

Pan

gan

: Pe

nga

man

an P

rod

uks

i Un

tuk

Kem

and

iria

n d

an D

iver

sifi

kasi

K

on

sum

si P

anga

n.

sa

sa

ra

n P

em

ba

ng

un

an

K

eta

Ha

na

n P

an

ga

n

ind

ikat

or:

1.

Pro

du

ksi:

* Pa

di (

juta

to

n)

dar

i 70,

6 (2

014)

men

jad

i 82,

0 (2

019)

* Ja

gu

ng

(ju

ta t

on

) d

ari 1

9,1

(201

4) m

enja

di 2

4,1

(201

9)*

Ked

elai

(ju

ta t

on

) d

ari 0

,9 (

2014

) m

enja

di 2

,6

(201

9)*

Gu

la (

juta

to

n)

dar

i 2,6

(20

14)

men

jad

i 3,8

(2

019)

* D

agin

g S

api (

rib

u t

on

) d

ari 4

52,7

(20

14)

men

jad

i 75

5,1

(201

9)2.

Ko

nsu

msi

:*

Ko

nsu

msi

kal

ori

(K

kal)

dar

i 1,

967

(201

4) m

enja

di 2

,150

(2

019)

3. s

kor

Pola

Pan

gan

Har

apan

(P

PH

),

dar

i 81,

8 (2

014)

men

jad

i 92,

5 (2

019)

.

Men

uru

nny

a ju

mla

h p

end

ud

uk

raw

an p

anga

n:

ind

ikat

or

Pro

gra

m:

* Pe

nu

run

an ju

mla

h p

end

ud

uk

raw

an p

anga

n

men

jad

i 1.0

%/T

ahu

n (

2015

-201

9).

Keg

iata

n:

Pen

gem

ban

gan

ket

erse

dia

an d

an p

enan

gan

an

raw

an p

anga

nin

dik

ato

r K

egia

tan

:*

Mo

del

Kaw

asan

Man

dir

i Pan

gan

men

jad

i 300

ka

was

an (

2019

).*

Pen

gu

atan

sis

tem

kew

asp

adaa

n p

anga

n d

an

giz

i men

jad

i 456

loka

si (

2015

-201

9)*

Kaj

ian

ker

awan

an p

anga

n m

enja

di 3

5 re

kom

end

asi (

2015

-201

9)*

Pem

anta

uan

, eva

luas

i dan

per

um

usa

n

keb

ijaka

n k

eter

sed

iaan

dan

ker

awan

an p

anga

n

men

jad

i 31

reko

men

das

i (20

15-2

019)

* A

nal

isis

ket

ahan

an d

an k

eren

tan

an p

anga

n

wila

yah

men

jad

i 35

Peta

FS

VA

(20

15-2

019)

* K

ajia

n k

eter

sed

iaan

pan

gan

men

jad

i 35

reko

men

das

i (20

15-2

019)

* K

ajia

n a

kses

pan

gan

men

jad

i 35

reko

men

das

i (2

016-

2019

).

sP

m b

idan

g K

etah

anan

Pan

gan

201

0

Pen

jab

aran

ind

ikat

or

kin

erja

Pem

erin

tah

d

aera

h P

rovi

nsi

dal

am t

arge

t ca

pai

an t

ahu

n

2015

:a.

Ket

erse

dia

an d

an C

adan

gan

Pan

gan

: Pe

ng

uat

an c

adan

gan

pan

gan

60%

pad

a ta

hu

n 2

015.

b. D

istr

ibu

si d

an A

kses

Pan

gan

: K

eter

sed

iaan

info

rmas

i pas

oka

n, h

arga

dan

ak

ses

pan

gan

di d

aera

h 1

00%

pad

a ta

hu

n

2015

.c.

Pen

gan

ekar

agam

an d

an K

eam

anan

Pan

gan

: Pe

nga

was

an d

an p

emb

inaa

n k

eam

anan

p

anga

n 8

0% p

ada

tah

un

201

5.d

. Pen

anga

nan

Ker

awan

an P

anga

n:

Pen

anga

nan

dae

rah

raw

an p

anga

n 6

0%

pad

a ta

hu

n 2

015.

Pen

jab

aran

ind

ikat

or

kin

erja

Pem

erin

tah

d

aera

h K

abu

pat

en/K

ota

dal

am t

arge

t ca

pai

an

tah

un

201

5:a.

Ket

erse

dia

an d

an C

adan

gan

Pan

gan

:1.

Ket

erse

dia

an e

ner

gi d

an p

rote

in p

erka

pit

a 90

% p

ada

tah

un

201

5;2.

Pen

gu

atan

cad

anga

n p

anga

n 6

0% p

ada

tah

un

201

5.b

. Dis

trib

usi

dan

Aks

es P

anga

n:

1. K

eter

sed

iaan

info

rmas

i pas

oka

n, h

arga

d

an a

kses

pan

gan

di d

aera

h 9

0% p

ada

tah

un

201

5;2.

Sta

bili

tas

har

ga d

an p

aso

kan

pan

gan

90%

ta

hu

n 2

015.

c. P

enga

nek

arag

aman

dan

Kea

man

an P

anga

n:

1. P

enca

pai

an s

kor

Pola

Pan

gan

Har

apan

(P

PH

) 90

% p

ada

tah

un

201

5;2.

Pen

gaw

asan

dan

pem

bin

aan

kem

anan

p

anga

n 8

0% p

ada

tah

un

201

5.d

. Pen

anga

nan

Ker

awan

an P

anga

n:

Pen

anga

nan

dae

rah

raw

an p

anga

n 6

0%

pad

a ta

hu

n 2

015.

Page 53: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

88 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 89

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku i

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku ii

ren

can

a s

trat

egis

(r

en

st

ra

) 20

15-2

019

sta

nd

ar P

elay

anan

min

imal

(s

Pm

)

Kem

ente

rian

des

a, P

emb

ang

un

an d

aera

h te

rtin

gga

l, d

an tr

ansm

igra

si

targ

et: P

end

ud

uk

seca

ra u

mu

m

n/a

Pem

ban

gu

nan

des

a d

an

Kaw

asan

Per

des

aan

: s

asar

an p

emb

ang

un

an d

esa

dan

kaw

asan

per

des

aan

ad

alah

m

eng

ura

ng

i ju

mla

h d

esa

tert

ing

gal s

amp

ai 5

.000

des

a d

an m

enin

gka

tkan

jum

lah

des

a m

and

iri s

edik

itny

a 2.

000

des

a.

ara

h k

ebija

kan

pem

ban

gu

nan

d

esa

dan

kaw

asan

per

des

aan

Pe

mb

ang

un

an d

esa,

men

caku

p:

a) P

emen

uh

an S

tan

dar

Pe

laya

nan

Min

imu

m D

esa

sesu

ai d

enga

n k

on

dis

i geo

gra

fis

Des

a, m

elal

ui s

trat

egi:

men

yusu

n d

an m

emas

tika

n

terl

aksa

nan

ya N

SP

K S

PM

Des

a (a

nta

ra la

inp

eru

mah

an, p

erm

uki

man

, p

end

idik

an, k

eseh

atan

, p

erh

ub

un

gan

an

tar

per

mu

kim

an

ke p

usa

t p

elay

anan

pen

did

ikan

, p

usa

t p

elay

anan

kes

ehat

an,

dan

pu

sat

keg

iata

n e

kon

om

i, p

enga

iran

, lis

trik

dan

te

leko

mu

nik

asi)

. b

) Pe

nan

gg

ula

nga

n k

emis

kin

an

dan

pen

gem

ban

gan

usa

ha

eko

no

mi m

asya

raka

t D

esa,

m

elal

ui s

trat

egi:

sas

aran

str

ateg

is K

emen

teri

an D

esa,

Pe

mb

ang

un

an D

aera

h Te

rtin

gga

l, d

an

Tran

smig

rasi

:1.

Sas

aran

Pem

ban

gu

nan

Des

a d

an K

awas

an

Perd

esaa

n:

Sas

aran

pem

ban

gu

nan

des

a d

an k

awas

an

per

des

aan

tah

un

201

5-20

19 a

dal

ah:

ber

kura

ng

nya

jum

lah

des

a te

rtin

gga

l sed

ikit

nya

5.00

0 d

esa

atau

men

ing

katn

ya ju

mla

h d

esa

man

dir

i sed

ikit

nya

2.00

0 d

esa.

2. S

asar

an P

emb

ang

un

an D

aera

h Te

rtin

gga

l: S

asar

an p

emb

ang

un

an d

aera

h t

erti

ng

gal t

ahu

n

2015

-201

9 d

itu

juka

n u

ntu

k m

eng

enta

skan

d

aera

h t

erti

ng

gal m

inim

al 8

0 (d

elap

an p

ulu

h)

kab

up

aten

.3.

Sas

aran

Pen

gem

ban

gan

Dae

rah

Tert

entu

a. M

enin

gka

tnya

ket

ahan

an p

anga

n d

i 57

kab

up

aten

dae

rah

raw

an p

anga

n;

b. M

enin

gka

tnya

ko

nek

tifi

tas,

sar

ana

pra

sara

na

das

ar, d

an k

esej

ahte

raan

mas

yara

kat

di

187

Loka

si P

rio

rita

s ya

ng

ter

seb

ar d

i 41

kab

up

aten

yan

g m

emili

ki p

erb

atas

an

neg

ara;

c. M

enin

gka

tnya

ko

nek

tifi

tas,

sar

ana

pra

sara

na

das

ar, d

an k

esej

ahte

raan

mas

yara

kat

di 2

9 ka

bu

pat

en y

ang

mem

iliki

pu

lau

kec

il d

an

pu

lau

ter

luar

;d

. Men

ing

katn

ya 5

8 ka

bu

pat

en r

awan

ben

can

a d

enga

n 2

.000

des

a ta

ng

gu

h.

n/a

C

atat

an:

SP

M y

ang

ad

a te

rkai

t d

enga

n h

al in

i ad

alah

S

PM

Des

a ya

ng

dib

uat

ole

h K

emen

teri

an

Dal

am N

eger

i 201

7.

L a m p i r a n 4r

Pjm

n 2

015-

2019

b

uku

ir

Pjm

n 2

015-

2019

b

uku

iir

enca

na

str

ateg

is (

re

ns

tr

a)

2015

-201

9s

tan

dar

Pel

ayan

an m

inim

al (

sP

m)

ind

ikat

or

Pola

Pan

gan

Har

apan

(P

PH

). d

efin

isi:

Pola

Pan

gan

Har

apan

(P

PH

) ad

alah

su

sun

an

ber

agam

pan

gan

yan

g d

idas

arka

n p

ada

sum

ban

gan

en

erg

i dar

i kel

om

po

k p

anga

n

uta

ma

bai

k se

cara

ab

solu

t m

aup

un

dar

i su

atu

p

ola

ket

erse

dia

an a

tau

ko

nsu

msi

pan

gan

.

def

inis

i op

eras

ion

al:

Peny

edia

an in

form

asi p

enga

nek

arag

aman

ko

nsu

msi

pan

gan

mas

yara

kat

yan

g b

erag

am,

ber

giz

i dan

ber

imb

ang

, ses

uai

sta

nd

ar

kecu

kup

an e

ner

gi d

an p

rote

in p

er k

apit

a p

er

har

i (P

PH

);ta

rget

cap

aian

Sko

r Po

la P

anga

n H

arap

an

(PP

H)

seb

esar

90%

pad

a ta

hu

n 2

015.

ind

ikat

or

Pen

anga

nan

dae

rah

raw

an P

anga

n

def

inis

i:K

eraw

anan

pan

gan

ad

alah

su

atu

ko

nd

isi

keti

dak

cuku

pan

pan

gan

yan

g d

iala

mi d

aera

h,

mas

yara

kat

atau

ru

mah

tan

gga

pad

a w

aktu

te

rten

tu u

ntu

k m

emen

uh

i sta

nd

ar k

ebu

tuh

an

fisi

olo

gis

bag

i per

tum

bu

han

dan

kes

ehat

an

mas

yara

kat.

def

inis

i op

eras

ion

al:

Pen

anga

nan

raw

an p

anga

n d

ilaku

kan

per

tam

a m

elal

ui p

ence

gah

an k

eraw

anan

pan

gan

u

ntu

k m

eng

hin

dar

i ter

jad

inya

raw

an p

anga

n

dis

uat

u w

ilaya

h s

edin

i mu

ng

kin

dan

ked

ua

mel

aku

kan

pen

ang

gu

lan

gan

ker

awan

an

pan

gan

pad

a d

aera

h y

ang

raw

an k

ron

is

mel

alu

i pro

gra

m-p

roga

m s

ehin

gga

raw

an

pan

gan

di w

ilaya

h t

erse

bu

t d

apat

ter

tan

gan

i, d

an p

enan

gg

ula

nga

n d

aera

h r

awan

tra

nsi

en

mel

alu

i ban

tuan

so

cial

. ta

rget

cap

aian

pen

anga

nan

dae

rah

raw

an

pan

gan

seb

esar

60%

pad

a ta

hu

n 2

015.

Page 54: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

90 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 91

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku i

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku ii

ren

can

a s

trat

egis

(r

en

st

ra

) 20

15-2

019

sta

nd

ar P

elay

anan

min

imal

(s

Pm

)

Kem

ente

rian

dal

am n

eger

i ta

rget

: Pen

du

du

k se

cara

um

um

sas

aran

Pem

ban

gu

nan

dim

ensi

Pe

mer

ataa

n:

Men

ing

katk

an c

aku

pan

p

elay

anan

das

ar d

an a

kses

te

rhad

ap e

kon

om

i pro

du

ktif

m

asya

raka

t ku

ran

g m

amp

u.

1. P

erlin

du

nga

n S

osi

al b

agi

Pen

du

du

k R

enta

n d

an K

ura

ng

M

amp

u (

40%

pen

du

du

k b

erp

end

apat

an t

eren

dah

)

ind

ikat

or:

a. K

epes

erta

an J

amin

an

Kes

ehat

an d

ari 8

6% (

2014

) m

enja

di 1

00%

(20

19)

b. A

kses

Pan

gan

Ber

nu

tris

i dar

i 60

% (

2014

) m

enja

di 1

00%

(2

019)

c. A

kses

ter

had

ap L

ayan

an

Keu

anga

n d

ari 4

,12%

(20

14)

men

jad

i 25%

(20

19).

2. P

elay

anan

Das

ar B

agi

Pen

du

du

k R

enta

n d

an K

ura

ng

M

amp

u (

40%

pen

du

du

k b

erp

end

apat

an t

eren

dah

)in

dik

ato

r:a.

Kep

emili

kan

akt

e la

hir

(20

13)

dar

i 64,

6% (

2014

) m

enja

di

77,4

% (

2019

)b

. Aks

es a

ir m

inu

m d

ari 5

5,7%

(2

014)

men

jad

i 100

% (

2019

)c.

Aks

es s

anit

asi l

ayak

dar

i 20

,24%

(20

14)

men

jad

i 100

%

(201

9)d

. Aks

es p

ener

anga

n d

ari 5

2,3%

(2

014)

men

jad

i 100

% (

2019

)

targ

et c

aku

pan

pad

a 40

%

ber

pen

dap

atan

ter

baw

ah.

Pela

yan

an D

asar

Bag

i Pen

du

du

k R

enta

n d

an K

ura

ng

Mam

pu

(4

0% p

end

ud

uk

ber

pen

dap

atan

te

ren

dah

)in

dik

ato

r:a.

Kep

emili

kan

akt

e la

hir

(20

13)

dar

i 64,

6% (

2014

) m

enja

di

77,4

% (

2019

)b

. Aks

es a

ir m

inu

m d

ari 5

5,7%

(2

014)

men

jad

i 100

% (

2019

)c.

Aks

es s

anit

asi l

ayak

dar

i 20

,24%

(20

14)

men

jad

i 100

%

(201

9)d

. Aks

es p

ener

anga

n d

ari 5

2,3%

(2

014)

men

jad

i 100

% (

2019

)

Pr

og

ra

m b

ina

Pe

mb

an

gu

na

n d

ae

ra

H

sas

aran

str

ateg

is:

* M

enin

gka

tnya

ku

alit

as p

elay

anan

pu

blic

Dal

am

pen

yele

ng

gara

an p

emb

ang

un

an d

aera

hin

dik

ato

r sa

sara

n s

trat

egis

:*

Pers

enta

se d

aera

h y

ang

mem

enu

hi p

elay

anan

D

asar

men

jad

i 60%

(20

19)

ind

ikat

or

Pro

gra

m:

Pers

enta

se P

ener

apan

ind

ikat

or

uta

ma

SP

M d

i d

aera

h m

enja

di 1

00%

(6

SP

M)

(set

iap

tah

un

di

per

iod

e 20

15-2

019)

. K

egia

tan

: P

EM

BIN

AA

N P

EN

YE

LEN

GG

AR

AA

N D

AN

P

EM

BA

NG

UN

AN

UR

US

AN

PE

ME

RIN

TAH

AN

D

AE

RA

H II

I ta

rget

: M

enin

gka

tnya

ku

alit

as p

enye

len

gga

raan

uru

san

p

emer

inta

han

dae

rah

di b

idan

g K

eseh

atan

, So

sial

d

an B

ud

aya,

Ko

per

asi,

UK

M d

an P

enan

aman

M

od

al, P

erin

du

stri

an d

an P

erd

agan

gan

, dan

Pa

riw

isat

a, P

emb

erd

ayaa

n M

asya

raka

t D

esa

dan

U

rusa

n K

emen

dag

ri

ind

ikat

or

Keg

iata

n:

* Pe

ner

apan

Ind

ikat

or

Uta

ma

pel

ayan

an p

ub

lik

di d

aera

h li

ng

kup

UP

D II

I yan

g d

itek

anka

n p

ada

Ref

orm

asi p

elay

anan

pu

blik

das

ar K

eseh

atan

.

So

sial

Ta

rget

un

tuk

tiap

tah

un

di p

erio

de

2015

-201

9:

3 U

rusa

n W

ajib

Pel

ayan

an D

asar

mel

ipu

ti

Kes

ehat

an, S

osi

al, d

an T

ran

tib

um

Lin

mas

; 5

Uru

san

Waj

ib N

on

-Pel

ayan

an D

asar

mel

ipu

ti

Bu

day

a, K

op

eras

i-U

KM

, Pen

anam

an M

od

al,

Pem

ber

day

aa n

Mas

yara

kat

dan

Des

a, s

erta

A

dm

inis

tras

i Kep

end

ud

uka

n d

an C

atat

an S

ipil.

sP

m d

esa

2017

(o

leh

Kem

end

agri

)

anta

ra la

in m

elip

uti

: a.

pen

yed

iaan

dan

pen

yeb

aran

info

rmas

i p

elay

anan

; b

. pen

yed

iaan

dat

a d

an in

form

asi

kep

end

ud

uka

n d

an p

erta

nah

an;

c. p

emb

eria

n s

ura

t ke

tera

nga

n;

d. p

enye

der

han

aan

pel

ayan

an; d

an

e. p

enga

du

an m

asya

raka

t.

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku i

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku ii

ren

can

a s

trat

egis

(r

en

st

ra

) 20

15-2

019

sta

nd

ar P

elay

anan

min

imal

(s

Pm

)

(i)

pen

ataa

n d

an p

eng

uat

an

BU

MD

esa

un

tuk

men

du

kun

g

kete

rsed

iaan

sar

ana

pra

sara

na

pro

du

ksi k

hu

susn

ya b

enih

, p

up

uk,

pen

go

lah

an p

rod

uk

per

tan

ian

dan

per

ikan

an s

kala

ru

mah

tan

gga

des

a;

(ii)

fas

ilita

si, p

emb

inaa

n,

mau

pu

n p

end

amp

inga

n d

alam

p

eng

emb

anga

n u

sah

a, b

antu

an

per

mo

dal

an/k

red

it,

kese

mp

atan

ber

usa

ha,

p

emas

aran

dan

kew

irau

sah

aan

; d

an

(iii)

men

ing

katk

an

kap

asit

as m

asya

raka

t d

esa

dal

am p

eman

faat

an d

an

pen

gem

ban

gan

Tekn

olo

gi T

epat

G

un

a Pe

rdes

aan

ind

ikat

or

Kin

erja

Pro

gra

m (

iKP

):1.

Men

ing

katn

ya p

elay

anan

du

kun

gan

m

enaj

emen

dan

tu

gas

tekn

is la

inny

a p

ada

Dit

jen

Pem

ban

gu

nan

Dan

Pem

ber

day

aan

M

asya

raka

t D

esa

2. M

enin

gka

tnya

pem

ber

day

aan

mas

yara

kat

des

a 74

.093

des

a 3.

Men

ing

katn

ya p

elay

anan

so

sial

das

ar d

i 5.0

00

des

a te

rtin

gga

l dan

2.0

00 d

esa

ber

kem

ban

g

po

ten

si m

and

iri

4. M

enin

gka

tnya

pem

ban

gu

nan

sar

ana

dan

p

rasa

ran

a d

i 5.0

00 d

esa

tert

ing

gal d

an 2

.000

d

esa

ber

kem

ban

g p

ote

nsi

man

dir

i 5.

Men

ing

katn

ya p

end

ayag

un

aan

su

mb

er d

aya

alam

dan

tek

no

log

i tep

at g

un

a d

i 5.0

00 d

esa

tert

ing

gal d

an 2

.000

des

a b

erke

mb

ang

po

ten

si

man

dir

i 6.

Ber

kem

ban

gny

a u

sah

a ek

on

om

i des

a (B

um

des

) d

i 5.0

00 d

esa

tert

ing

gal d

an 2

.000

d

esa

ber

kem

ban

g p

ote

nsi

man

dir

i

Keg

iata

n P

emb

erd

ayaa

n m

asya

raka

t d

esa

sas

aran

: 1.

Men

ing

katn

ya P

emb

erd

ayaa

n M

asya

raka

t D

esa

di 7

4.09

3 d

esa

2. Te

rlak

san

anya

Pro

gra

m P

end

amp

inga

n D

esa

pad

a 50

Kab

/ko

ta s

ebag

ai P

roye

k Pe

rco

nto

han

(P

ilot

Pro

ject

s) (

Qu

ick

win

s)

3. Te

rlak

san

anya

Rek

ruit

men

t d

an P

emb

ekal

an

Cal

on

Pen

dam

pin

g D

esa

dan

Fas

ilita

tor

Pem

ber

day

aan

Mas

yara

kat

Des

a (Q

uic

k w

ins)

ind

ikat

or

Kin

erja

Keg

iata

n:

1. J

um

lah

ru

mu

san

keb

ijaka

n d

an N

SP

K b

idan

g

Pem

ber

day

aan

Mas

yara

kat

Des

a 2.

Ju

mla

h p

elak

san

aan

keb

ijaka

n P

emb

erd

ayaa

n

Mas

yara

kat

Des

a 3.

Ju

mla

h b

imb

inga

n t

ekn

is d

an s

up

ervi

si

Pem

ber

day

aan

Mas

yara

kat

Des

a 4.

Ju

mla

h la

po

ran

eva

luas

i pro

gra

m/k

egia

tan

Pe

mb

erd

ayaa

n M

asya

raka

t D

esa

5. J

um

lah

Pen

dam

pin

gan

Des

a p

ada

50 K

ab/k

ota

se

bag

ai P

roye

k Pe

rco

nto

han

(P

ilot

Pro

ject

s)

6. J

um

lah

Rek

uit

men

t d

an P

emb

ekal

an

Cal

on

Pen

dam

pin

g D

esa

dan

Fas

ilita

tor

Pem

ber

day

aan

Mas

yara

kat

Des

a (Q

uic

k w

ins)

L a m p i r a n 4

Page 55: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

92 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 93

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku i

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku ii

ren

can

a s

trat

egis

(r

en

st

ra

) 20

15-2

019

sta

nd

ar P

elay

anan

min

imal

(s

Pm

)

* M

enin

gka

tnya

kap

asit

as

pra

sara

na

air

bak

u u

ntu

k m

elay

ani r

um

ah t

ang

ga,

per

kota

an, d

an in

du

stri

se

bes

ar 5

1,44

m3/

det

men

jad

i 11

8,6

m3/

det

.

targ

et c

aku

pan

pad

a 40

%

ber

pen

dap

atan

ter

baw

ah.

Targ

et c

aku

pan

pel

ayan

an d

asar

p

ada

tah

un

201

9:*

Aks

es a

ir m

inu

m la

yak

men

jad

i 100

%.

* A

kses

san

itas

i lay

ak m

enja

di

100%

.

ind

ikat

or

sas

aran

sra

teg

is:

* T

ing

kat

laya

nan

infr

astr

ukt

ur

das

ar p

erm

uki

man

d

an p

eru

mah

an m

enja

di t

ota

l 95%

pad

a 20

19.

Pr

og

ra

m 1

: P

EM

BIN

AA

N D

AN

P

EN

GE

MB

AN

GA

N IN

FRA

ST

RU

KT

UR

P

ER

MU

KIM

AN

in

dik

ato

r P

rog

ram

:*

Pers

enta

se p

enin

gka

tan

cak

up

an p

elay

anan

ak

ses

air

min

um

men

jad

i 100

% (

2019

)*

Pers

enta

se p

enu

run

an lu

asan

per

mu

kim

an

kum

uh

per

kota

an m

enja

di 0

% (

2019

)*

Pers

enta

se p

enin

gka

tan

cak

up

an p

elay

anan

ak

ses

san

itas

i men

jad

i 100

% (

2019

). K

egia

tan

1.4

: PE

NG

AT

UR

AN

, PE

MB

INA

AN

, P

EN

GA

WA

SA

N, P

EN

GE

MB

AN

GA

N S

UM

BE

R

PE

MB

IAYA

AN

DA

N P

OLA

INV

ES

TAS

I, S

ER

TA

PE

NG

EM

BA

NG

AN

SIS

TE

M P

EN

YE

DIA

AN

AIR

M

INU

M.

ind

ikat

or

Keg

iata

n:

Fasi

litas

i SPA

M P

DA

M:

* Ju

mla

h P

DA

M y

ang

dif

asili

tasi

* Ju

mla

h k

awas

an S

PAM

MB

R (

Mas

yara

kat

Ber

pen

gh

asila

n R

end

ah)

yan

g d

ikem

ban

gka

n

jari

nga

nny

a

Fasi

litas

i SPA

M N

on

-PD

AM

:*

Jum

lah

UP

TD

yan

g d

ifas

ilita

si

* Ju

mla

h k

awas

an S

PAM

MB

R y

ang

d

ikem

ban

gka

n ja

rin

gan

nya

Pen

gatu

ran

, Pem

bin

aan

, Pen

gaw

asan

Pe

ng

emb

anga

n A

ir M

inu

m:

* Ju

mla

h p

enye

len

gga

raan

pen

gatu

ran

, p

emb

inaa

n, d

an p

enga

was

an p

eng

emb

anga

n

air

min

um

di K

ab/K

ota

. (#

Kab

/Ko

ta)

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku i

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku ii

ren

can

a s

trat

egis

(r

en

st

ra

) 20

15-2

019

sta

nd

ar P

elay

anan

min

imal

(s

Pm

)

Kem

ente

rian

Pek

erja

an u

mu

m d

an P

eru

mah

an r

akya

t ta

rget

: Pen

du

du

k se

cara

um

um

Pem

ban

gu

nan

Ket

ahan

an a

ir

1. P

emen

uh

an k

ebu

tuh

an d

an

jam

inan

ku

alit

as a

ir u

ntu

k ke

hid

up

an s

ehar

i-h

ari:

ind

ikat

or:

* Pe

nin

gka

tan

kap

asit

as a

ir b

aku

n

asio

nal

dar

i 51,

44 m

3/d

et

(201

4) m

enja

di 1

18,6

m3/

det

.(P

enin

gka

tan

kap

asit

as :6

7,16

m

3/d

et)

* Pe

nyed

iaan

air

bak

u u

ntu

k p

ula

u-p

ula

u k

ecil

d

ari 1

0 lo

kasi

(20

14)

men

jad

i 60

loka

si (

2019

). (

du

kun

gan

p

end

ud

uk

dan

par

iwis

ata)

.

men

ing

katk

an c

aku

pan

p

elay

anan

das

ar d

an a

kses

te

rhad

ap e

kon

om

i pro

du

ktif

m

asya

raka

t ku

ran

g m

amp

u.

2. P

elay

anan

Das

ar b

agi

Pen

du

du

k R

enta

n d

an K

ura

ng

M

amp

u (

40%

pen

du

du

k b

erp

end

apat

an t

eren

dah

):In

dik

ato

r:*

Aks

es A

ir M

inu

m

dar

i 55,

7% m

enja

di 1

00%

.*

Aks

es S

anit

asi L

ayak

d

ari 2

0,24

% m

enja

di 1

00%

.

sa

sa

ra

n B

IDA

NG

IN

FRA

ST

RU

KT

UR

ind

ikat

or:

* Te

rcap

ainy

a p

eng

enta

san

p

erm

uki

man

ku

mu

h p

erko

taan

m

enja

di 0

per

sen

mel

alu

i p

enan

gan

an k

awas

an

per

mu

kim

an k

um

uh

sel

uas

38

.431

hek

tar

dan

pen

ing

kata

n

kesw

aday

aan

mas

yara

kat

di

7.68

3 ke

lura

han

.*

Terc

apai

nya

100

per

sen

p

elay

anan

air

min

um

ya

kni 8

5 p

erse

n p

end

ud

uk

terl

ayan

i aks

es s

esu

ai

pri

nsi

p 4

K (

Ku

anti

tas,

K

ual

itas

, Ko

nti

nu

itas

, dan

K

eter

jan

gka

uan

) d

an 1

5 p

erse

n

sesu

ai k

ebu

tuh

an d

asar

(b

asic

n

eed

s).

* Te

rcap

ainy

a 10

0 p

erse

n

pel

ayan

an s

anit

asi (

air

limb

ah d

om

esti

k, s

amp

ah

dan

dra

inas

e lin

gku

nga

n)

yakn

i 85

per

sen

pen

du

du

k te

rlay

ani a

kses

ses

uai

sta

nd

ar

pel

ayan

an (

pen

gel

ola

an a

ir

limb

ah s

iste

m s

etem

pat

dan

te

rpu

sat,

pel

ayan

an s

amp

ah

per

kota

an d

an p

eng

elo

laan

sa

mp

ah s

ecar

a 3R

(R

edu

ce,

Reu

se, R

ecyc

le)

dan

p

eng

ura

nga

n lu

as g

enan

gan

se

bes

ar 2

2.50

0Ha)

dan

15%

se

suai

keb

utu

han

das

ar (

bas

ic

nee

ds)

.

tuju

an s

trat

egis

2:

Men

yele

ng

gara

kan

pem

ban

gu

nan

bid

ang

p

eker

jaan

um

um

dan

per

um

ahan

rak

yat

un

tuk

men

du

kun

g k

etah

anan

air

, ked

aula

tan

pan

gan

, d

an k

etah

anan

en

erg

i gu

na

men

gg

erak

kan

sek

tor-

sekt

or

stra

teg

is e

kon

om

i do

mes

tik

dal

am r

ang

ka

kem

and

iria

n e

kon

om

i. in

dik

ato

r s

asar

an s

trat

egis

:*

Tin

gka

t d

uku

nga

n k

etah

anan

air

nas

ion

al

men

jad

i 67,

60 %

(20

19)

dar

i 28,

95 %

(20

15).

ind

ikat

or

sas

aran

Pro

gra

m:

* Pe

nin

gka

tan

deb

it la

yan

an s

aran

a d

an

pra

sara

na

pen

yed

iaan

air

bak

u m

enja

di 2

2,0

m3/

det

ik (

2019

) d

ari 8

,65

m3/

det

ik (

2015

). t

ota

l 67

,52

m3/

det

ik (

2019

).

ind

ikat

or

Keg

iata

n:

* Ju

mla

h N

SP

K p

enye

dia

an d

an p

eng

elo

laan

air

ta

nah

dan

air

bak

u m

enja

di 1

NS

PK

(20

15-2

019)

.*

Jum

lah

Pem

da/

mas

yara

kat/

du

nia

usa

ha

yan

g

dib

eri b

imb

inga

n t

ekn

is p

eren

can

aan

dan

p

elak

san

aan

pem

ban

gu

nan

/ pen

ing

kata

n d

an

reh

abili

tasi

sar

ana

pra

sara

na

pen

yed

iaan

dan

p

eng

elo

laan

air

tan

ah d

an a

ir b

aku

men

jad

i to

tal 2

0 Pe

md

a/m

asya

raka

t/ d

un

ia u

sah

a p

ada

2019

.*

Jum

lah

ko

nst

ruks

i in

take

air

bak

u y

ang

d

ilaks

anak

an m

enja

di t

ota

l 500

bu

ah p

ada

2019

.*

Jum

lah

inta

ke a

ir b

aku

yan

g d

iop

eras

ikan

dan

d

ipel

ihar

a m

enja

di 4

00 b

uah

pad

a 20

19.

tuju

an s

trat

egis

4:

Men

yele

ng

gara

kan

pem

ban

gu

nan

bid

ang

PU

PR

u

ntu

k m

end

uku

ng

laya

nan

infr

astr

ukt

ur

das

ar

yan

g la

yak

gu

na

mew

uju

dka

n k

ual

itas

hid

up

m

anu

sia

Ind

on

esia

sej

alan

den

gan

pri

nsi

p

‘infr

astr

ukt

ur

un

tuk

sem

ua.

sP

m 2

014

Peny

edia

an a

ir b

aku

un

tuk

keb

utu

han

m

asya

raka

tin

dik

ato

r:1.

Per

sen

tase

ter

sed

inya

air

bak

u u

ntu

k m

emen

uh

i keb

utu

han

po

kok

min

imal

seh

ari-

har

i; d

an2.

Per

sen

tase

ter

sed

inya

air

irig

asi u

ntu

k p

erta

nia

n r

akya

t p

ada

sist

em ir

igas

i yan

g s

ud

ah a

da

sesu

ai d

enga

n

kew

enan

gan

nya.

Pe

nyed

iaan

air

min

um

ind

ikat

or:

* Pe

rsen

tase

pen

du

du

k ya

ng

men

dap

atka

n

akse

s ai

r m

inu

m y

ang

am

an.

Peny

edia

an s

anit

asi

ind

ikat

or:

a. p

erse

nta

se p

end

ud

uk

yan

g t

erla

yan

i sis

tem

ai

r lim

bah

yan

g m

emad

ai;

b. p

erse

nta

se p

eng

ura

nga

n s

amp

ah d

i p

erko

taan

;c.

per

sen

tase

pen

gan

gku

tan

sam

pah

;d

) p

erse

nta

se p

eng

op

eras

ian

Tem

pat

Pe

mb

uan

gan

Akh

ir (

TPA

); d

ane.

per

sen

tase

pen

du

du

k ya

ng

tel

ayan

i sis

tem

ja

rin

gan

dra

inas

e sk

ala

kota

seh

ing

ga t

idak

te

rjad

i gen

anga

n (

leb

ih d

ari 3

0 cm

, sel

ama

6 ja

m)

leb

ih d

ari 2

kal

i set

ahu

n.

L a m p i r a n 4

Page 56: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

94 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 95

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku i

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku ii

ren

can

a s

trat

egis

(r

en

st

ra

) 20

15-2

019

sta

nd

ar P

elay

anan

min

imal

(s

Pm

)

Kem

ente

rian

Pen

did

ikan

dan

Keb

ud

ayaa

n

targ

et: a

nak

usi

a 3-

6 ta

hu

n

Pem

ban

gu

nan

Pen

did

ikan

kh

usu

snya

Pel

aksa

naa

n P

rog

ram

in

do

nes

ia P

inta

r

Ko

mp

on

en:

Pen

did

ikan

An

ak U

sia

Din

i

ind

ikat

or:

An

gka

Par

tisi

pas

i PA

UD

dar

i 66.

8% m

enja

di 7

7.2%

(20

19)

sa

sa

ra

n P

ar

tis

iPa

si

Pe

nd

idiK

an

un

tu

K j

en

jan

g

Pe

nd

idiK

an

da

sa

r,

me

ne

ng

aH

, tin

gg

i da

n P

au

d

Ko

mp

on

en:

Pen

did

ikan

An

ak U

sia

Din

i

ind

ikat

or:

* A

ng

ka P

arti

sip

asi P

AU

D d

ari

66,8

1% (

2014

) m

enja

di 7

7,23

%

(201

9)

tuju

an s

trat

egis

:Pe

nin

gka

tan

Aks

es P

AU

D, D

ikd

as, D

ikm

en,

Dik

mas

, dan

Pen

did

ikan

An

ak B

erke

bu

tuh

an

Kh

usu

ss

asar

an s

trat

egis

:M

enin

gka

tnya

aks

es p

end

idik

an a

nak

usi

a d

ini

dan

pen

did

ikan

mas

yara

kat

di s

elu

ruh

pro

vin

si,

kab

up

aten

, dan

ko

ta.

ind

ikat

or

Kin

erja

sas

aran

str

ateg

is:

* A

PK

PA

UD

usi

a 3-

6 ta

hu

n s

eku

ran

gku

ran

gny

a 78

,70%

B

asel

ine:

68,

10%

(20

14)

* S

eju

mla

h m

inim

al 5

4,60

% k

abu

pat

en d

an k

ota

m

emili

ki le

mb

aga

PAU

D t

erp

adu

pem

bin

a h

olis

tik

inte

gra

tif.

Bas

elin

e: 4

0% (

2014

)

sas

aran

Pro

gra

m in

do

nes

ia P

inta

r m

elal

ui

pel

aksa

naa

n W

ajib

bel

ajar

12

tah

un

pad

a r

Pjm

n

2015

—20

19.

ind

ikat

or

Kin

erja

aks

es P

end

idik

an:

* A

ng

ka P

arti

sip

asi P

AU

D d

ari 6

6,8%

(20

14)

men

jad

i 77,

2% (

2019

).P

rog

ram

:Pe

nd

idik

an A

nak

Usi

a D

ini (

PAU

D)

dan

Pen

did

ikan

M

asya

raka

ts

asar

an P

rog

ram

:Te

rcip

tany

a ke

luas

an d

an k

emer

ataa

n a

kses

PA

UD

dan

pen

did

ikan

mas

yara

kat

ber

mu

tu,

ber

kese

tara

an g

end

er, d

an b

erw

awas

an

pen

did

ikan

pem

ban

gu

nan

ber

kela

nju

tan

(E

du

cati

on

fo

r S

ust

ain

able

Dev

elo

pm

ent/

ES

D)

di

sem

ua

pro

vin

si, k

abu

pat

en, d

an k

ota

.

sP

m P

end

idik

an n

on

-fo

rmal

: s

Pm

Pen

did

ikan

tam

an K

anak

-kan

ak t

erd

iri

atas

:a.

20

per

sen

jum

lah

an

ak u

sia

4-6

tah

un

m

eng

iku

ti p

rog

ram

TK

/RA

.b

. 90

per

sen

gu

ru la

yak

men

did

ik T

K/R

A

den

gan

ku

alif

ikas

i se-

suai

den

gan

sta

nd

ar

kom

-pet

ensi

yan

g d

itet

apka

n s

e-ca

ra

nas

ion

al.

c. 9

0 p

erse

n T

K/R

A m

emili

ki s

aran

a d

an

pra

sara

na

bel

ajar

/ ber

mai

n.

d. 6

0 p

erse

n T

K/R

A m

ener

apka

n m

anaj

emen

b

erb

asis

sek

ola

h s

esu

ai d

enga

n m

anu

al

yan

g d

itet

apka

n o

leh

Men

teri

.

sP

m P

end

idik

an p

ada

tam

an P

enit

ipan

an

ak,

Kel

om

po

k b

erm

ain

ata

u y

ang

sed

eraj

at t

erd

iri

atas

:a.

65

per

sen

an

ak d

alam

kel

om

po

k 0–

4 ta

hu

n

men

g-i

kuti

keg

iata

n Te

mp

at P

enit

ipan

An

ak,

Kel

om

po

k B

erm

ain

ata

u y

ang

sed

eraj

at.

b. 5

0 p

erse

n ju

mla

h a

nak

usi

a 4-

6 ta

hu

n y

ang

b

elu

m t

er-l

ayan

i pad

a p

rog

ram

PA

UD

jalu

r fo

rmal

men

gik

uti

pro

gra

m P

AU

D ja

lur

no

n

form

al.

c. 5

0 p

erse

n g

uru

PA

UD

jalu

r n

on

fo

rmal

tel

ah

men

gik

uti

pel

atih

an d

i bid

ang

PA

UD

.

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku i

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku ii

ren

can

a s

trat

egis

(r

en

st

ra

) 20

15-2

019

sta

nd

ar P

elay

anan

min

imal

(s

Pm

)

Kem

ente

rian

so

sial

targ

et: P

end

ud

uk

seca

ra u

mu

m

Pen

ang

gu

lan

gan

Kem

iski

nan

a

ra

H K

eb

ija

Ka

n:

Men

ing

katk

an p

erlin

du

nga

n,

pro

du

ktiv

itas

dan

pem

enu

han

h

ak d

asar

bag

i pen

du

du

k ku

ran

g m

amp

u, m

elal

ui (

i)

pen

ataa

n a

sist

ensi

so

sial

te

rpad

u b

erb

asis

kel

uar

ga d

an

sikl

us

hid

up

mel

alu

i Pro

gra

m

Kel

uar

ga P

rod

ukt

if d

an S

ejah

tera

ya

ng

men

ca-k

up

an

tara

lain

b

antu

an t

un

ai b

ersy

arat

dan

/at

au s

emen

tara

, pan

gan

b

ern

utr

isi,

pen

ing

kata

n k

apas

itas

p

enga

suh

an d

an u

sah

a ke

luar

ga,

pen

gem

ban

gan

pen

yalu

ran

b

antu

an m

elal

ui k

euan

gan

d

igit

al, s

erta

pem

ber

day

aan

dan

re

hab

ilita

si s

osi

al.

imp

lem

enta

si s

trat

egi

Pen

garu

suta

maa

n g

end

er.

sas

aran

:Te

rsal

urk

anny

a b

antu

an t

un

ai

ber

syar

at b

agi m

asya

raka

t m

iski

n d

an r

enta

n.

ind

ikat

or:

* Ju

mla

h k

elu

arga

san

gat

mis

kin

(K

SM

) ya

ng

m

end

apat

kan

ban

tuan

tu

nai

b

ersy

arat

PK

H (

Pro

gra

m

Kel

uar

ga H

arap

an).

sas

aran

str

ateg

is K

emen

teri

an s

osi

al:

1. B

erko

ntr

ibu

si m

enu

run

kan

jum

lah

fak

ir m

iski

n,

kelo

mp

ok

ren

tan

dan

PM

KS

(Pe

nyan

dan

g

Mas

alah

Kes

ejah

tera

an S

osi

al)

lain

nya

seb

esar

1

(sat

u)

per

sen

pad

a ta

hu

n 2

019

ind

ikat

or:

1.1.

Per

sen

tase

(%

) ke

luar

ga m

iski

n d

an

ren

tan

ser

ta P

MK

S la

inny

a ya

ng

men

ing

kat

kem

amp

uan

nya

dal

am m

emen

uh

i keb

utu

han

d

asar

;

Pro

gra

m:

Pro

gra

m P

erlin

du

nga

n d

an J

amin

an S

osi

al.

ind

ikat

or:

* Pe

rsen

tase

(%

) ke

luar

ga m

iski

n d

an r

enta

n y

ang

m

ener

ima

ban

tuan

pem

enu

han

keb

utu

han

d

asar

ind

ikat

or

Keg

iata

n:

* K

elu

arga

san

gat

mis

kin

(K

M)

yan

g m

end

apat

p

rog

ram

ban

tuan

tu

nai

ber

syar

at (

PK

H)

seb

anya

k 6.

000.

000

KM

.*

Pese

rta

PK

H y

ang

men

dap

atka

n a

sura

nsi

ke

seja

hte

raan

so

cial

(A

skes

os)

mel

alu

i PB

I se

ban

yak

452.

500

KK

.*

Pen

du

du

k m

iski

n d

an r

enta

n y

ang

men

dap

atka

n

pro

gra

m s

imp

anan

kel

uar

ga s

ejah

tera

(P

SK

S)

seb

anya

k 16

.030

.897

jiw

a.

ind

iKa

tor

sta

nd

ar

Pe

laYa

na

n m

inim

al

bid

an

g s

os

ial

da

er

aH

Pr

ov

ins

i1.

pem

ber

ian

ban

tuan

so

sial

bag

i Pen

yan

dan

g

Mas

alah

Kes

ejah

tera

an S

osi

al s

kala

pro

vin

si.

ind

ikat

or:

Pers

enta

se (

%)

PM

KS

ska

la p

rovi

nsi

ya

ng

mem

per

ole

h b

antu

an s

osi

al. U

ntu

k p

emen

uh

an k

ebu

tuh

an d

asar

. 80

% (

2008

-201

5).

targ

et:

80 %

den

gan

bat

as p

elay

anan

sel

ama

7 ta

hu

n

dar

i tah

un

200

8 s.

d t

ahu

n 2

015.

ind

iKa

tor

sta

nd

ar

Pe

laYa

na

n m

inim

al

bid

an

g s

os

ial

da

er

aH

Ka

bu

Pat

en

/Ko

ta1.

pem

ber

ian

ban

tuan

so

sial

bag

i Pen

yan

dan

g

Mas

alah

Kes

ejah

tera

an S

osi

al s

kala

K

abu

pat

en/K

ota

.

ind

ikat

or:

Pers

enta

se (

%)

PM

KS

ska

la p

rovi

nsi

ya

ng

mem

per

ole

h b

antu

an s

osi

al. U

ntu

k p

emen

uh

an k

ebu

tuh

an d

asar

. 80

% (

2008

-201

5).

targ

et:

80 %

den

gan

bat

as p

elay

anan

sel

ama

7 ta

hu

n d

ari t

ahu

n 2

008

s.d

tah

un

201

5 d

an

pen

ang

gu

ng

jaw

ab D

inas

/Inst

ansi

So

sial

K

abu

pat

en/K

ota

.

L a m p i r a n 4

Page 57: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

96 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 97

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku i

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku ii

ren

can

a s

trat

egis

(r

en

st

ra

) 20

15-2

019

sta

nd

ar P

elay

anan

min

imal

(s

Pm

)

sas

aran

Pro

gra

m:

Terc

ipta

nya

kelu

asan

dan

kem

erat

aan

ak

ses

pen

did

ikan

kel

uar

ga y

ang

ber

mu

tu,

ber

kese

tara

an g

end

er, d

an b

erw

awas

an

pen

did

ikan

un

tuk

pem

ban

gu

nan

ber

kela

nju

tan

(E

SD

) d

an k

ewar

gan

egar

aan

glo

bal

di s

emu

a p

rovi

nsi

, kab

up

aten

dan

ko

ta.

ind

ikat

or

Kin

erja

Pro

gra

m:

* Ju

mla

h o

ran

g d

ewas

a m

eng

iku

ti p

end

idik

an

kelu

arga

. d

ari 0

(20

14)

men

jad

i 4.3

43.5

00 (

2019

).*

Jum

lah

lem

bag

a/sa

tuan

pen

did

ikan

m

enye

len

gga

raka

n p

end

idik

an k

elu

arga

. d

ari 0

(20

14)

men

jad

i 87.

417

(201

9).

ind

ikat

or

Kin

erja

Keg

iata

n:

* Ju

mla

h le

mb

aga/

satu

an p

nf

men

yele

ng

gara

kan

p

end

idik

an k

arak

ter

dan

pen

did

ikan

kec

akap

an

hid

up

ter

mas

uk

pen

did

ikan

giz

i bag

i ora

ng

tua

d

ari 0

(20

14)

men

jad

i 10.

000

(201

9).

* Ju

mla

h le

mb

aga/

satu

an p

end

idik

an

men

yele

ng

gara

kan

pen

did

ikan

kem

and

iria

n

dan

kep

rib

adia

n k

arak

ter

ban

gsa

an

ti k

oru

psi

, ke

kera

san

dal

am r

um

ah t

ang

ga, d

an k

ejah

atan

se

ksu

al p

ada

anak

d

ari 0

(20

14)

men

jad

i 10.

000

(201

9).

* Ju

mla

h p

end

idik

dan

ten

aga

kep

end

idik

an

sert

a o

ran

g t

ua/

wal

i dan

pen

gasu

h m

emili

ki

kap

asit

as m

ener

apka

n p

end

idik

an k

elu

arga

d

ari 0

(20

14)

men

jad

i 540

.000

(20

19).

* Ju

mla

h k

on

ten

/mat

eri d

iun

gga

h k

e ka

nal

p

end

idik

an k

elu

arga

d

ari 0

(20

14)

men

jad

i 225

(20

19).

* Ju

mla

h d

oku

men

NS

PK

pen

did

ikan

kel

uar

ga

dar

i 0 (

2014

) m

enja

di 1

0 (2

019)

.

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku i

rP

jmn

201

5-20

19

bu

ku ii

ren

can

a s

trat

egis

(r

en

st

ra

) 20

15-2

019

sta

nd

ar P

elay

anan

min

imal

(s

Pm

)

targ

et: P

end

ud

uk

usi

a 18

+ ta

hu

n

tuju

an s

trat

egis

4:

Pen

ing

kata

n M

utu

dan

Rel

evan

si P

emb

elaj

aran

ya

ng

Ber

ori

enta

si p

ada

Pem

ben

tuka

n K

arak

ter

sa

sa

ra

n s

tr

at

eg

is:

Men

ing

katn

ya le

mb

aga/

satu

an p

end

idik

an d

an

pem

ang

ku k

epen

tin

gan

yan

g m

enye

len

gg

gra

kan

p

end

idik

an k

elu

arga

.

ind

ikat

or

Kin

erja

sas

aran

str

ateg

is:

* Ju

mla

h le

mb

aga/

satu

an p

end

idik

an m

asya

raka

t ya

ng

men

yele

ng

gara

kan

pen

did

ikan

ora

ng

tu

a/ke

luar

ga s

eban

yak

87.4

17 le

mb

aga.

B

asel

ine:

0 (

2014

).

ind

ikat

or

Kin

erja

Pro

gra

m:

* Pe

rsen

tase

An

gka

Par

tisi

pas

i Kas

ar (

AP

K)

PAU

D

usi

a 3-

6 ta

hu

n

dar

i 68,

10 %

(20

14)

men

jad

i 86,

7% (

2019

).*

Jum

lah

lem

bag

a PA

UD

sia

p d

iakr

edit

asi.

dar

i 33.

801

(201

4) m

enja

di 4

2.92

6 (2

019)

.

ind

ikat

or

Kin

erja

Keg

iata

n:

* Le

mb

aga

PAU

D m

emp

ero

leh

BO

P P

AU

D u

ntu

k an

ak u

sia

3-6

Tah

un

d

ari 4

5.00

0 (2

014)

men

jad

i 90.

000

(201

9).

* Ju

mla

h le

mb

aga

PAU

D t

erp

adu

pem

bin

a ya

ng

d

iban

gu

n/r

evit

alis

asi

dar

i 0 (

2014

) m

enja

di 7

0 (2

019)

.*

Jum

lah

lem

bag

a PA

UD

ter

pad

u y

ang

dib

ang

un

/re

vita

lisas

i di d

aera

h 3

T

dar

i - (

2014

) m

enja

di 4

00 (

2019

).*

Jum

lah

Ru

ang

Kel

as P

AU

D y

ang

dib

ang

un

te

rmas

uk

meu

bel

eir

dar

i - m

enja

di 2

00 (

2019

)*

Lem

bag

a PA

UD

yan

g m

emp

ero

leh

ban

tuan

sa

ran

a p

emb

elaj

aran

, ter

mas

uk

AP

E

dar

i - m

enja

di 4

.000

(20

19).

* Pu

sat

Keg

iata

n G

ug

us

(PK

G)

yan

g m

emp

ero

leh

b

antu

an G

ug

us

PAU

D (

Lem

bag

a) m

enja

di 6

.982

(2

019)

.*

Jum

lah

do

kum

en N

SP

K P

AU

D d

ari 2

0 (2

014)

m

enja

di 1

0 (2

019)

.

L a m p i r a n 4

Page 58: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

98 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 99

Pro

gra

md

eskr

ipsi

sas

aran

dan

Cak

up

anb

iaya

dan

dam

pak

ban

tuan

tun

ai

ber

syar

atPr

og

ram

K

elu

arga

H

arap

an (

PK

H)

(la

nju

tan

)

Pers

yara

tan

kh

usu

s ad

alah

seb

agai

ber

iku

t:1.

Kes

ehat

an•

Em

pat

ku

nju

nga

na

nte

nat

alc

are

(AN

C)

seb

elu

m m

elah

irka

n u

ntu

k w

anit

a h

amil

•Pr

ose

sp

ersa

linan

dit

olo

ng

ole

ht

enag

ake

seh

atan

ter

lati

h d

i fas

ilita

s ke

seh

atan

;•

Du

aku

nju

nga

np

ost

-neo

nat

alc

are

(PN

C);

•Im

un

isas

ian

akle

ng

kap

;•

Pen

imb

anga

nb

ula

nan

un

tuk

anak

dib

awah

lim

a ta

hu

n, p

enim

ban

gan

du

a ka

li se

tah

un

u

ntu

k an

ak u

sia

6-7

tah

un

di f

asili

tas

kese

hat

an;

•V

itam

inA

du

aka

lise

tah

un

un

tuk

bal

ita.

2. P

end

idik

an•

Men

gik

uti

pen

did

ikan

un

tuk

anak

usi

a6-

21

tah

un

yan

g b

elu

m m

enye

lesa

ikan

12

tah

un

p

end

idik

an;

•T

ing

kat

keh

adir

anm

inim

um

85%

.4.

Kes

ejah

tera

an S

osi

al•

Pem

erik

saan

kes

ehat

ans

etid

akny

ase

kali

seta

hu

n o

leh

pet

uga

s ke

seh

atan

;•

Part

isip

asid

alam

laya

nan

kes

ejah

tera

an

sosi

al (

pen

itip

an la

nsi

a d

an p

eraw

atan

d

i ru

mah

) u

ntu

k la

nsi

a d

an p

enya

nd

ang

d

isab

ilita

s.K

elu

arga

pen

erim

a m

anfa

at (

KP

M)

men

erim

a tr

ansf

er t

un

ai s

etia

p t

riw

ula

n t

erga

ntu

ng

pad

a kr

iter

ia m

erek

a.

No

Ko

mp

on

en B

antu

anJu

mla

h B

antu

an

per

KP

M p

er

tah

un

1K

PM

Reg

ule

rR

p 1

.890

.000

2K

PM

den

gan

Lan

sia

Rp

2.0

00.0

00

3K

PM

den

gan

p

enya

nd

ang

dis

abili

tas

Rp

2.0

00.0

00

4K

PM

di P

apu

a d

an

Pap

ua

Bar

atR

p 2

.000

.000

(Pre

sen

tasi

Kem

end

agri

ten

tan

g P

KH

dar

i web

site

K

emen

dag

ri, d

iaks

es p

ada

bu

lan

Ju

li 20

18)

Cak

up

an:

Pro

gra

m p

ilot

dila

ksan

akan

di 7

pro

vin

si

(Su

mat

era

Bar

at, D

KI J

akar

ta, J

awa

Bar

at, J

awa

Tim

ur,

Su

law

esi U

tara

, Go

ron

talo

dan

Nu

sa

Ten

gga

ra T

imu

r) p

ada

tah

un

200

7 d

an p

rog

ram

in

i men

jad

i pro

gra

m n

asio

nal

pad

a ta

hu

n 2

013

•D

iaw

alid

enga

n4

32.0

00r

um

aht

ang

ga“

san

gat

mis

kin”

ter

caku

p d

i 7 p

rovi

nsi

;•

Cak

up

anp

ada

tah

un

201

3ad

alah

2,3

juta

ru

mah

tan

gga

;•

Pad

ata

hu

n2

017,

tar

get

PK

Hs

ebes

ar6

juta

d

ilam

pau

i den

gan

6,2

3 ju

ta k

elu

arga

pen

erim

a m

anfa

at.

Cak

up

an P

KH

di 2

017

bia

ya:

Tota

l an

gga

ran

PK

H t

elah

men

ing

kat

ham

pir

sa

ma

den

gan

pen

ing

kata

n c

aku

pan

ru

mah

ta

ng

ga: d

ari d

i baw

ah R

p 1

tri

liun

pad

a ta

hu

n

2007

men

jad

i leb

ih d

ari R

p 8

tri

liun

pad

a ta

hu

n

2016

.d

amp

ak:

PK

H d

ieva

luas

i set

elah

6 t

ahu

n (

Wo

rld

Ban

k,

2017

) d

an m

enem

uka

n:

•p

enin

gka

tan

4,8

%k

on

sum

sip

erk

apit

ate

ruta

ma

kare

na

pen

ing

kata

n b

elan

ja

pen

did

ikan

;•

7,1%

pen

ing

kata

nk

un

jun

gan

AN

C;

•p

enin

gka

tan

imu

nis

asil

eng

kap

•ke

nai

kan

9,5

%d

alam

par

tisi

pas

isek

ola

h

men

enga

h p

erta

ma;

•3%

pen

uru

nan

stu

nti

ng

.P

KH

dia

ng

gap

seb

agai

pro

gra

m y

ang

pal

ing

ef

ekti

f u

ntu

k m

eng

ura

ng

i kem

iski

nan

dan

ras

io

Gin

i

(Pre

sen

tasi

: Pen

get

ahu

an d

an K

ebija

kan

Pe

laks

anaa

n P

KH

201

8)

Pro

gra

m g

izi s

ensi

tif

jam

ina

n s

os

ial

Pro

gra

md

eskr

ipsi

sas

aran

dan

Cak

up

anb

iaya

dan

dam

pak

ban

tuan

tun

ai

ber

syar

atPr

og

ram

K

elu

arga

H

arap

an (

PK

H)

lem

bag

a p

elak

san

a:

Kem

ente

rian

S

osi

al

PK

H a

dal

ah p

rog

ram

ban

tuan

so

sial

ber

syar

at

un

tuk

kelu

arga

mis

kin

dan

/ata

u o

ran

g m

iski

n

dan

ren

tan

yan

g d

itet

apka

n s

ebag

ai k

elu

arga

p

ener

ima

man

faat

.tu

juan

:(i

) u

ntu

k m

enin

gka

tkan

sta

nd

ar h

idu

p

kelu

arga

pen

erim

a m

anfa

at m

elal

ui a

kses

ke

pen

did

ikan

, kes

ehat

an d

an p

elay

anan

ke

seja

hte

raan

so

sial

;(i

i)

un

tuk

men

gu

ran

gi b

eban

pen

gel

uar

an d

an

men

ing

katk

an p

end

apat

an k

elu

arga

mis

kin

d

an r

enta

n;

(iii)

un

tuk

men

cip

taka

n p

eru

bah

an p

erila

ku d

an

kem

and

iria

n k

elu

arga

pen

erim

a m

anfa

at

dal

am m

enga

kses

laya

nan

kes

ehat

an,

pen

did

ikan

dan

kes

ejah

tera

an s

osi

al;

(iv)

un

tuk

men

gu

ran

gi k

emis

kin

an d

an

keti

dak

seta

raan

; dan

(v)

un

tuk

mem

per

ken

alka

n m

anfa

at p

rod

uk

dan

la

yan

an k

euan

gan

fo

rmal

kep

ada

kelu

arga

p

ener

ima

man

faat

.C

atat

an: K

om

po

nen

kes

ejah

tera

an s

osi

al

dit

amb

ahka

n p

ada

tah

un

201

6 (P

KH

Plu

s) u

ntu

k d

ua

kelo

mp

ok

pri

ori

tas

tam

bah

an: l

ansi

a d

an

pen

yan

dan

g d

isab

ilita

s.(P

erat

ura

n M

ente

ri S

osi

al N

om

or

1 ta

hu

n 2

018

tan

gga

l 8 J

anu

ari 2

018

ten

tan

g P

rog

ram

Kel

uar

ga

Har

apan

)Pe

rsya

rata

n/k

eten

tuan

Keh

adir

an d

i fas

ilita

s ke

seh

atan

(u

ntu

k an

ak d

i b

awah

en

am t

ahu

n a

tau

wan

ita

ham

il)·

Keh

adir

an d

i fas

ilita

s p

end

idik

an (

un

tuk

anak

u

sia

seko

lah

· K

ehad

iran

di f

asili

tas

kese

jah

tera

an s

osi

al

(un

tuk

lan

sia

dan

pen

yan

dan

g d

isab

ilita

s)

Kel

om

po

k sa

sara

n:

Kel

uar

ga d

an/a

tau

ses

eora

ng

yan

g m

iski

n

dan

ren

tan

dan

ter

daf

tar

ole

h P

usa

t D

ata

dan

In

form

asi K

esej

ahte

raan

So

sial

dal

am d

ata

terp

adu

“Pr

og

ram

Pen

anga

nan

Fak

ir M

iski

n”.

Kel

om

po

k d

itar

get

kan

un

tuk

kese

hat

an,

pen

did

ikan

, dan

/ata

u k

esej

ahte

raan

so

sial

:1.

Kes

ehat

an

•Ib

uh

amil

/men

yusu

i•

An

ak-a

nak

pra

-sek

ola

h(

dib

awah

6t

ahu

n)

2. P

end

idik

an•

An

ak-a

nak

sek

ola

h(

hin

gga

SM

A)

•A

nak

-an

aku

sia

6-21

tah

un

yan

gb

elu

m

men

yele

saik

an 1

2 ta

hu

n p

end

idik

an.

3. K

esej

ahte

raan

So

sial

•La

nsi

a(b

eru

sia

60t

ahu

nk

eat

as)

•O

ran

gc

acat

(p

enya

nd

ang

cac

atb

erat

).(P

erat

ura

n M

ente

ri S

osi

al N

om

or

1 ta

hu

n 2

018

tan

gga

l 8 J

anu

ari 2

018

ten

tan

g P

rog

ram

Kel

uar

ga

Har

apan

)

Targ

et c

aku

pan

un

tuk

2018

ad

alah

10

juta

ru

mah

ta

ng

ga p

ener

ima

man

faat

.

bia

ya:

Ad

a p

enin

gka

tan

sig

nif

ikan

dal

am a

ng

gara

n

PK

H y

ang

men

cap

ai R

p 1

2 tr

iliu

n p

ada

tah

un

20

17, h

amp

ir 3

kal

i lip

at d

ari a

ng

gara

n p

ada

tah

un

201

4.A

ng

gara

n u

ntu

k ca

kup

an 1

0 ju

ta r

um

ah t

ang

ga

pen

erim

a p

ada

tah

un

201

8 ad

alah

Rp

17,

3 tr

iliu

n.

(Pre

sen

tasi

: Pen

get

ahu

an d

an K

ebija

kan

Pe

laks

anaa

n P

KH

201

8)·

Nila

i man

faat

res

mi:

An

tara

Rp

600

.000

h

ing

ga R

p 2

.200

.000

per

tah

un

un

tuk

seti

ap k

elu

arga

· Pe

ng

elu

aran

pu

blik

(20

10)

Rp

1.1

23 m

iliar

(U

S$

143

juta

Bia

ya a

dm

inis

tras

i per

pen

erim

a (2

010)

Rp

23

7.77

7 (U

S$

24)

per

tah

un

(PK

H C

on

dit

ion

al C

ash

Tra

nsf

er S

oci

al

Ass

ista

nce

Pro

gra

mm

e an

d P

ub

lic E

xpen

dit

ure

R

evie

w 6

(W

orl

d B

ank)

201

2.

L a m p i r a n 5

Page 59: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

100 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 101

Pro

gra

mD

eskr

ipsi

Sas

aran

dan

Cak

up

anB

iaya

dan

Dam

pak

ban

tuan

Pa

nga

n

Ras

tra

(Ber

as

Sej

ahte

ra)

atau

B

eras

un

tuk

Mas

yara

kat

Mis

kin

/Vo

uch

er

Mak

anan

dan

BP

NT

ata

u

Ban

tuan

Pa

nga

n N

on

-Tu

nai

lem

bag

a p

elak

san

a:

Kem

ente

rian

K

oo

rdin

ato

r Pe

mb

ang

un

an

Man

usi

a d

an

Keb

ud

ayaa

n

Ras

tra

adal

ah a

lat

pen

gen

tasa

n k

emis

kin

an

yan

g m

enye

dia

kan

ban

tuan

mak

anan

.tu

juan

:(i

) u

ntu

k m

eng

ura

ng

i beb

an p

eng

elu

aran

ke

luar

ga p

ener

ima

man

faat

den

gan

m

enye

dia

kan

ber

as d

enga

n h

arga

su

bsi

di.

Ras

tra

men

yed

iaka

n 1

5,5

kg b

eras

/ ke

luar

ga

pen

erim

a / b

ula

n d

enga

n h

arga

su

bsi

di.

BN

PT

juga

mer

up

akan

inst

rum

en p

eng

enta

san

ke

mis

kin

an y

ang

ber

kem

ban

g d

ari R

astr

a p

ada

tah

un

201

7.tu

juan

:(i

) u

ntu

k m

eng

ura

ng

i beb

an p

eng

elu

aran

ke

luar

ga p

ener

ima

man

faat

mel

alu

i p

emen

uh

an b

eber

apa

keb

utu

han

pan

gan

;(i

i) u

ntu

k m

enye

dia

kan

mak

anan

yan

g le

bih

se

imb

ang

;(i

ii) u

ntu

k m

enin

gka

tkan

aku

rasi

pen

arg

etan

dan

ak

ses

ke p

rog

ram

;(i

v) u

ntu

k m

enye

dia

kan

leb

ih b

anya

k p

ilih

an

dan

ko

ntr

ol o

leh

kel

uar

ga p

ener

ima

man

faat

d

alam

mem

enu

hi k

ebu

tuh

an p

anga

n

mer

eka,

dan

men

do

ron

g p

enca

pai

an T

uju

an

Pem

ban

gu

nan

Ber

kela

nju

tan

(S

DG

s).

BN

PT

men

yed

iaka

n ‘u

ang

ele

ktro

nik

’ set

iap

b

ula

n y

ang

han

ya d

apat

dig

un

akan

un

tuk

mem

bel

i mak

anan

dar

i ped

agan

g m

akan

an

atau

E-w

aro

ng

.•

Jum

lah

ban

tuan

ad

alah

Rp

10.

000

/kel

uar

ga

pen

erim

a / b

ula

n;

•Je

nis

bar

ang

yan

gd

apat

dit

uka

rad

alah

b

eras

dan

/ at

au t

elu

r.

Kel

om

po

k sa

sara

n:

25%

pen

du

du

k te

rmis

kin

.

Dar

i Su

bsi

di k

e B

antu

an S

osi

al (

BA

NS

OS

):

Pad

a ta

hu

n 2

017,

BN

PT

han

ya d

ilaks

anak

an

di 4

4 ko

ta t

erp

ilih

den

gan

aks

es d

an f

asili

tas

yan

g m

emad

ai, s

emen

tara

sis

anya

mas

ih

men

gg

un

akan

sis

tem

Ras

tra.

bia

ya:

Pad

a ta

hu

n 2

016,

to

tal a

loka

si a

ng

gara

n u

ntu

k R

astr

a m

enin

gka

t ti

ga k

ali l

ipat

, men

jad

i Rp

22

,1 t

riliu

n (

Tim

mer

, Has

tuti

, & S

um

arto

, 20

17)

dam

pak

:T

inja

uan

sis

tem

Ras

tra

pad

a ta

hu

n 2

017,

m

enem

uka

n b

ahw

a se

men

tara

Ras

tra

mem

iliki

po

ten

si y

ang

ku

at, n

amu

n t

elah

ga

gal s

ecar

a o

per

asio

nal

un

tuk

men

cap

ai

tuju

an b

antu

an s

osi

al y

ang

men

das

ar.

Peny

edia

an p

aket

bah

an p

anga

n p

oko

k se

cara

ko

nsi

sten

dap

at m

elin

du

ng

i ru

mah

tan

gga

m

iski

n d

ari g

ejo

lak

har

ga p

anga

n, k

elan

gka

an

kalo

ri, d

an k

eku

ran

gan

giz

i. N

amu

n, R

astr

a m

end

erit

a d

ilusi

man

faat

dan

kes

alah

an

caku

pan

, hila

ng

nya

ber

as, d

an b

eban

p

emb

iaya

an t

erse

mb

uny

i, ya

ng

sem

uan

ya

men

gu

ran

gi n

ilai t

ran

sfer

yan

g d

iber

ikan

ke

pad

a ru

mah

tan

gga

sas

aran

. Mes

kip

un

re

leva

nsi

keb

ijaka

n R

astr

a m

asih

bai

k:

kese

jah

tera

an r

um

ah t

ang

ga y

ang

mis

kin

d

ipen

garu

hi s

ecar

a n

egat

if o

leh

kel

ang

kaan

p

anga

n d

an g

ejo

lak

har

ga p

anga

n, j

elas

b

ahw

a b

aik

haa

sil r

anca

nga

n m

aup

un

p

elak

san

aan

Ras

tra

tela

h g

agal

men

cap

ai

tuju

anny

a.In

isia

tif

BP

NT

yan

g s

edan

g b

erla

ng

sun

g,

di s

isi l

ain

mem

egan

g p

ote

nsi

bes

ar d

alam

m

enga

tasi

kel

emah

an R

astr

a (W

orl

d B

ank,

20

17).

Pro

gra

md

eskr

ipsi

sas

aran

dan

Cak

up

anb

iaya

dan

dam

pak

ban

tuan

tun

ai

ber

syar

atPr

og

ram

K

elu

arga

H

arap

an (

PK

H)

(la

nju

tan

)

Ru

mah

tan

gga

pen

erim

a b

erh

ak u

ntu

k:•

Ban

tuan

so

sial

;•

Fasi

litas

i;•

Laya

nan

dif

asili

tas

kese

hat

an,p

end

idik

an,

dan

/ata

u k

esej

ahte

raan

so

sial

;•

Pro

gra

mb

antu

ank

om

ple

men

ter

dib

idan

g

kese

hat

an, p

end

idik

an, s

ub

sid

i en

erg

i, ek

on

om

i, p

eru

mah

an, d

an k

ebu

tuh

an d

asar

la

inny

a.B

antu

an T

un

ai B

ersy

arat

ber

tuju

an u

ntu

k m

enga

tasi

kem

iski

nan

dal

am d

ua

tah

ap:

•Ja

ng

kap

end

ek:m

elin

du

ng

ikes

ejah

tera

an

ora

ng

mis

kin

mel

alu

i du

kun

gan

ko

nsu

msi

;•

Jan

gka

pan

jan

g:i

nves

tasi

dal

amh

alk

ual

itas

m

anu

sia

dar

i kel

uar

ga m

iski

n m

elal

ui

pen

ing

kata

n p

erila

ku y

ang

men

du

kun

g

pen

ing

kata

n k

eseh

atan

dan

pen

did

ikan

(S

atri

awan

, 201

8).

Met

od

e p

emb

ayar

an t

elah

men

gala

mi m

od

ifik

asi:

2007

-201

6:•

Pem

bay

aran

tu

nai

;•

Men

gg

un

akan

laya

nan

dar

iPT

Po

sIn

do

nes

ia

(lay

anan

po

s m

ilik

neg

ara)

;•

Bia

yad

istr

ibu

sib

isa

men

cap

air

ata-

rata

Rp

120

ju

ta p

er t

ahu

n20

16 -

2018

:•

Pem

bay

aran

tan

pa

uan

gt

un

ai(

men

gg

un

akan

K

artu

Kel

uar

ga S

ejah

tera

);•

Men

gg

un

akan

laya

nan

per

ban

kan

dar

iban

k-b

ank

mili

k n

egar

a;•

Efi

sien

si:b

iaya

dis

trib

usi

0;

•H

amp

ir1

0ju

tao

ran

gm

iski

nm

emili

kir

eken

ing

b

ank

(den

gan

AT

M);

PK

H (

ban

tuan

tun

ai b

ersy

arat

) P

lus:

Beb

erap

a p

enin

gka

tan

/inis

iati

f b

aru

tel

ah d

itam

bah

kan

un

tuk

mem

per

kuat

imp

lem

enta

si P

KH

:1.

Ses

i Pen

gem

ban

gan

Kel

uar

ga (

Fam

ily D

evel

op

men

t S

essi

on

s/FD

S)

dip

raka

rsai

ole

h B

app

enas

, Kem

ente

rian

So

sial

, dan

Dep

arte

men

Kes

ehat

an

di B

reb

es (

Jaw

a Te

nga

h)

dan

Sik

ka (

Nu

sa Te

ng

gara

Tim

ur)

. FD

S b

erla

ku u

ntu

k se

mu

a ru

mah

tan

gga

pen

erim

a m

anfa

at d

an m

eru

pak

an p

rose

s p

emb

elaj

aran

ter

stru

ktu

r u

ntu

k m

emp

erku

at p

eru

bah

an p

erila

ku. F

DS

ber

tuju

an u

ntu

k m

enin

gka

tkan

pen

get

ahu

an, p

emah

aman

ten

tan

g p

enti

ng

nya

pen

did

ikan

, kes

ehat

an d

an m

anaj

emen

keu

anga

n b

agi k

elu

arga

. In

isia

tif

ini d

ifas

ilita

si o

leh

kad

er d

an f

asili

tato

r la

pan

gan

den

gan

pel

atih

an d

an

term

asu

k m

od

ul t

enta

ng

kes

ehat

an d

an g

izi,

pen

did

ikan

, eko

no

mi,

per

lind

un

gan

an

ak, d

an k

esej

ahte

raan

so

sial

.2.

Pro

gra

m p

elen

gka

p u

ntu

k p

ener

ima

man

faat

ole

h k

emen

teri

an la

in y

aitu

:•

Pro

gra

mIn

do

nes

iaP

inta

ro

leh

Kem

end

ikb

ud

(ta

rget

:17,

5ju

tao

ran

g),

•Pr

og

ram

Ind

on

esia

Seh

ato

leh

Kem

enke

s(t

arg

et9

2,4

juta

ora

ng

),•

BP

NT

ole

hK

emen

sos

(tar

get

1,4

-10

juta

kel

uar

ga),

•R

astr

ao

leh

Kem

enso

s(1

4,3

juta

kel

uar

ga),

•S

ub

sid

iLP

Go

leh

Kem

en-E

SD

M(

targ

et:2

6ju

tak

elu

arga

dan

2,3

juta

UK

M),

•S

ub

sid

ilis

trik

ole

hP

LN(

Peru

sah

aan

Lis

trik

Neg

ara)

(ta

rget

:19,

1ju

tak

elu

arga

/450

Vo

ltA

mp

ere

dan

4,1

kel

uar

ga/

900

Volt

Am

per

e),

•A

SLU

T/

Pro

gra

mu

ntu

km

emb

antu

lan

sia

terl

anta

ro

leh

Kem

enso

s(t

arg

et:1

50.0

00o

ran

g),

•A

SP

DB

/Pr

og

ram

un

tuk

mem

ban

tup

enya

nd

ang

dis

abili

tas

ber

ato

leh

Kem

enso

s(t

arg

et:5

0.00

0o

ran

g),

•K

elo

mp

ok

Usa

ha

Ber

sam

a(K

UB

E)

dan

Reh

abili

tasi

So

sial

Ru

mah

Tid

akL

ayak

Hu

ni(

RS

-RT

LH)

ole

hK

emen

sos,

dan

,•

Su

bsi

dip

up

uk

ole

hK

emen

tan

.

L a m p i r a n 5

Page 60: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

102 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 103

Pro

gra

md

eskr

ipsi

sas

aran

dan

Cak

up

anb

iaya

dan

dam

pak

asu

ran

si K

eseh

atan

n

asio

nal

Jam

inan

Kes

ehat

an

Nas

ion

al (

JKN

)

lem

bag

a p

elak

san

a:

BP

JS K

eseh

atan

JKN

ad

alah

pro

gra

m a

sura

nsi

ke

seh

atan

so

sial

un

iver

sal y

ang

d

iper

ken

alka

n p

ada

tah

un

201

4.

tuju

an:

(i)

un

tuk

mem

ber

ikan

aks

es k

e p

elay

anan

kes

ehat

an b

agi s

emu

a w

arga

Ind

on

esia

pad

a Ja

nu

ari

2019

.

Su

mb

anga

n J

KN

ber

asal

dar

i an

gg

ota

dan

pem

erin

tah

di b

awah

sa

tu le

mb

aga

pel

aksa

na

asu

ran

si

kese

hat

an. T

uju

anny

a ad

alah

m

emas

tika

n a

kses

bag

i sel

uru

h

war

ga k

epad

a p

aket

man

faat

ya

ng

ko

mp

reh

ensi

f d

enga

n b

iaya

p

eng

gu

na

yan

g m

inim

al a

tau

p

emb

ayar

an b

ersa

ma.

.

Kel

om

po

k sa

sara

n:

Sel

uru

h p

end

ud

uk

Ind

on

esia

.

Cak

up

an:

Cak

up

an p

op

ula

si a

kan

mel

uas

sec

ara

pro

gre

sif

dal

am b

eber

apa

fase

sam

pai

ca

kup

an k

eseh

atan

un

iver

sal t

erca

pai

p

ada

akh

ir 2

019.

(Jal

an M

enu

ju J

amin

an K

eseh

atan

N

asio

nal

(JK

N)

-TN

P2K

)

Pad

a D

esem

ber

201

4, a

da

seki

tar

138

juta

an

gg

ota

ter

daf

tar

den

gan

ske

ma

JKN

, at

au s

ekit

ar 5

5% d

ari t

ota

l pen

du

du

k.

Dim

ana:

•H

amp

ir 7

0% a

dal

ah a

ng

go

ta

ber

sub

sid

i, d

enga

n k

on

trib

usi

yan

g

dib

ayar

kan

ole

h p

emer

inta

h p

usa

t at

au p

emer

inta

h d

aera

h;

•S

isan

ya a

dal

ah a

ng

go

ta y

ang

b

erko

ntr

ibu

si.

bia

ya:

Ske

ma

ini d

idan

ai m

elal

ui k

on

trib

usi

ya

ng

dib

erik

an o

leh

pek

erja

yan

g

dip

eker

jaka

n p

ada

skal

a g

eser

.

An

gga

ran

pem

erin

tah

dae

rah

juga

d

igu

nak

an u

ntu

k m

end

anai

ske

ma

jam

inan

kes

ehat

an d

aera

h (

Jam

inan

K

eseh

atan

Dae

rah

/Jam

kesd

a) y

ang

te

lah

dib

entu

k d

i ban

yak

pro

vin

si

dan

kab

up

aten

un

tuk

mel

eng

kap

i sk

ema

Jam

kesm

as, s

ebel

um

p

emb

entu

kan

sis

tem

nas

ion

al

(JK

N).

Ske

ma

Jam

kesd

a p

emer

inta

h

dae

rah

bia

sany

a m

enca

kup

laya

nan

ke

seh

atan

(se

bag

ian

bes

ar p

eraw

atan

ku

rati

f ya

ng

dis

edia

kan

ole

h f

asili

tas

kese

hat

an p

rim

er d

an r

um

ah

saki

t u

mu

m t

ing

kat

pro

vin

si a

tau

ka

bu

pat

en)

un

tuk

ora

ng

-ora

ng

yan

g

bel

um

dit

ang

gu

ng

ole

h J

amke

smas

(B

app

enas

, 201

4). M

enu

rut

seb

uah

st

ud

i tah

un

201

4, a

da

leb

ih d

ari

460

skem

a Ja

mke

sda

yan

g m

asih

b

ero

per

asi,

men

caku

p s

ekit

ar 6

3 to

70

juta

pen

erim

a m

anfa

at (

Th

rab

rany

et

al.,

2014

).

dam

pak

: Fo

kus

pen

ing

kata

n p

eng

elu

aran

u

ntu

k ke

seh

atan

mel

alu

i JK

N a

dal

ah

pad

a la

yan

an k

eseh

atan

ku

rati

f d

an in

fras

tru

ktu

r ke

seh

atan

yan

g

men

du

kun

g p

eraw

atan

med

is. D

enga

n

dem

ikia

n, a

loka

si u

ntu

k ke

seh

atan

m

asya

raka

t d

an p

ence

gah

an r

elat

if

ren

dah

, dan

alo

kasi

un

tuk

laya

nan

ku

rati

f cu

kup

tin

gg

i (W

HO

, 201

7).

Han

ya 5

3,1%

ibu

, 38%

an

ak d

an 5

9,4%

p

end

ud

uk

yan

g m

emili

ki J

KN

(B

PS

, 20

15)

(BP

S, 2

016)

(B

PS

, 201

7).

Pro

gra

md

eskr

ipsi

sas

aran

dan

Cak

up

anb

iaya

dan

dam

pak

ban

tuan

Pan

gan

Ras

tra

(Ber

as

Sej

ahte

ra)

atau

B

eras

un

tuk

Mas

yara

kat

Mis

kin

/Vo

uch

er M

akan

an

dan

BP

NT

ata

u B

antu

an

Pan

gan

No

n-T

un

ai

(la

nju

tan

)

Cak

up

an:

Pad

a ta

hu

n 2

016,

Ras

tra

men

caku

p 1

5,5

juta

ru

mah

tan

gga

.

Pad

a 20

17, B

NP

T m

enja

ng

kau

1,3

ju

ta k

elu

arga

pen

erim

a m

anfa

at d

i 44

kab

up

aten

. Tar

get

un

tuk

2018

ad

alah

m

enca

pai

(se

cara

aku

mu

lati

f 20

17 +

201

8)

10 ju

ta k

elu

arga

pen

erim

a m

anfa

at d

i 220

ka

bu

pat

en.

Ren

can

a Pe

rlu

asan

BP

NT

sec

ara

ber

tah

ap

di 2

018:

L a m p i r a n 5

Page 61: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

104 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 105

Pe

rta

nia

n

Pro

gra

md

eskr

ipsi

sas

aran

dan

Cak

up

anb

iaya

dan

dam

pak

Keb

un

ru

mah

Kaw

asan

Ru

mah

Pan

-ga

n L

esta

ri (

KR

PL)

lem

bag

a p

enye

len

g-

gara

:

Kem

ente

rian

Per

tan

ian

KR

PL

adal

ah u

pay

a u

ntu

k m

enin

gka

tkan

p

rod

uks

i bu

ah d

an s

ayu

ran

un

tuk

rum

ah

tan

gga

mis

kin

.

tuju

an:

(i)

op

tim

alis

asi p

eman

faat

an p

ekar

an-

gan

seb

agai

su

mb

er p

anga

n d

an g

izi

kelu

arga

ser

ta p

end

apat

an s

ecar

a b

erke

lan

juta

n.

KR

PL

adal

ah in

ten

sifi

kasi

ber

keb

un

di

rum

ah y

ang

men

go

pti

mal

kan

pen

gg

u-

naa

n s

um

ber

day

a lo

kal u

ntu

k m

enja

min

ke

ber

lan

gsu

nga

n p

enye

dia

an m

akan

an

rum

ah t

ang

ga y

ang

ber

kual

itas

tin

gg

i dan

b

erag

am b

agi m

asya

raka

t.

Keg

iata

n m

elip

uti

:

•Pe

tak

dem

on

stra

si(

Dem

plo

t),K

ebu

n

Bib

it D

esa;

•Pe

ng

emb

anga

nla

han

pek

aran

gan

;

•Pe

ng

emb

anga

nk

ebu

ns

eko

lah

;

•Pe

ng

ola

han

has

ilp

ekar

anga

n(

Men

u

B2S

A)

B2S

A *

ad

alah

sin

gka

tan

un

tuk

Mak

anan

B

erag

am, B

erg

izi,

Sei

mb

ang

dan

Am

an.

targ

et g

rou

ps:

· Ta

hap

Pen

um

bu

han

(20

19):

2.30

0 K

elo

mp

ok

atau

Des

a

· Ta

hap

Pen

gem

ban

gan

(K

egia

tan

la

nju

tan

201

8):

2.3

00 K

elo

mp

ok

atau

Des

a

Sel

ain

kel

om

po

k sa

sara

n b

aru

di

2019

: ad

a 44

2 ka

bu

pat

en/k

ota

di 3

4 p

rovi

nsi

den

gan

pri

ori

tas

seb

agai

d

aera

h r

awan

pan

gan

dan

kab

up

at-

en p

rio

rita

s u

ntu

k p

rog

ram

stu

nti

ng

(B

adan

Ket

ahan

an P

anga

n, 2

018)

.

Pen

erim

a m

anfa

at:

Kel

om

po

k w

anit

a/ke

lom

po

k m

as-

yara

kat

lain

nya

den

gan

an

gg

ota

m

inim

al 3

0 ru

mah

tan

gga

per

KR

PL

(Hen

dri

adi,

2018

)

Cak

up

an:

· 20

14 4

.303

; 201

5 2.

599;

201

6 4.

877

(Bad

an K

etah

anan

Pan

gan

, 201

7)

bia

ya:

Bia

ya u

ntu

k 20

17 a

dal

ah R

p 2

9,9

juta

(B

adan

Ket

ahan

an P

anga

n, 2

017)

dam

pak

:

Has

il ev

alu

asi (

Kem

ente

rian

Per

tan

ian

, 20

18)

•Pe

nin

gka

tan

pen

dap

atan

kel

uar

-ga

dan

mas

yara

kat

men

yeb

abka

n

pen

gu

ran

gan

pen

gel

uar

an p

anga

n

seb

esar

Rp

750

.000

hin

gga

Rp

1.

500.

000

/ bu

lan

•M

end

uku

ng

div

ersi

fika

sip

an-

gan

ber

bas

is s

um

ber

day

a lo

kal

un

tuk

men

ing

katk

an K

on

sum

si

B2S

A*

(Men

ing

katk

an d

iver

sifi

kasi

m

akan

an)

(Sko

r Po

la P

anga

n H

ara-

pan

dar

i 85.

2 d

i tah

un

201

5 m

enja

di

90.4

di t

ahu

n 2

017)

•K

on

serv

asis

um

ber

day

ag

enet

ik

loka

l 3

00 k

om

od

itas

Pro

gra

md

eskr

ipsi

sas

aran

dan

Cak

up

anb

iaya

dan

dam

pak

Pen

cip

taan

lap

anga

n

Ker

ja d

an P

emb

erd

ayaa

n

mas

yara

kat

Pro

gra

m P

adat

Kar

ya

lem

bag

a p

enye

len

gga

ra:

Kem

ente

rian

Des

a

Kem

ente

rian

Kes

ehat

an

Kem

ente

rian

Pek

erja

an

Um

um

dan

Per

um

ahan

Kem

ente

rian

Per

tan

ian

Kem

ente

rian

Kel

auta

n d

an

Peri

kan

an

Kem

ente

rian

Per

hu

bu

nga

n

Kem

ente

rian

Par

iwis

ata

Kem

ente

rian

K

eten

agak

erja

an

Bad

an N

asio

nal

Pen

gel

ola

Pe

rbat

asan

Pro

gra

m P

adat

Kar

ya a

dal

ah a

lat

pen

gen

tasa

n k

emis

kin

an u

ntu

k m

enin

gka

tkan

pen

dap

atan

dan

m

enu

run

kan

an

gka

stu

nti

ng

.

tuju

an:

(i)

un

tuk

men

cip

taka

n la

pan

gan

ke

rja;

(ii)

un

tuk

men

do

ron

g k

eber

sam

aan

, g

oto

ng

ro

yon

g d

an p

arti

sip

asi

mas

yara

kat

des

a;

(iii)

un

tuk

men

ing

katk

an k

ual

itas

d

an k

uan

tita

s p

emb

erd

ayaa

n

mas

yara

kat

des

a

(iv)

un

tuk

men

ing

katk

an a

kses

ka

um

mis

kin

, per

emp

uan

, an

ak-

anak

dan

kel

om

po

k m

arjin

al

ke L

ayan

an D

asar

Ber

bas

is

Pem

ber

day

aan

;

(v)

un

tuk

men

gu

ran

gi p

enga

ng

gu

ran

, se

ten

gah

pen

gan

gg

ura

n d

an

kem

iski

nan

;

(vi)

un

tuk

men

gh

asilk

an k

egia

tan

so

sial

dan

eko

no

mi d

i des

a-d

esa.

Pro

gra

m in

i aka

n m

eran

gsa

ng

ke

gia

tan

pro

du

ktif

den

gan

m

eng

gu

nak

an s

um

ber

day

a al

am,

ten

aga

kerj

a lo

kal d

an t

ekn

olo

gi.

Kel

om

po

k sa

sara

n:

Mas

yara

kat

mar

gin

al/m

iski

n d

i 1.0

00

des

a te

rpili

h d

i 100

kab

up

aten

/ko

ta.

Des

a sa

sara

n:

•D

esa

den

gan

tin

gka

t st

un

tin

g t

ing

gi;

•D

esa

den

gan

jum

lah

pen

gan

gg

ura

n

tin

gg

i;

•A

rea

kan

ton

g k

emis

kin

an;

•D

esa

tert

ing

gal d

an d

esa

ber

kem

ban

g;

•Pr

iori

tas

ke d

esa-

des

a d

enga

n ju

mla

h

pek

erja

mig

ran

yan

g t

ing

gi.

Kel

om

po

k sa

sara

n:

•M

enga

ng

gu

r, s

eten

gah

men

gan

gg

ur

dan

mis

kin

;

•Pe

nca

ri n

afka

h u

atam

a d

i kel

uar

ga;

•Pr

ia, w

anit

a d

an p

emu

da

usi

a p

rod

ukt

if

(bu

kan

an

ak-a

nak

);

•K

elo

mp

ok

pet

ani /

pet

ani y

ang

m

enga

lam

i kel

apar

an d

an m

enu

ng

gu

m

asa

tan

am/p

anen

;

•Pe

kerj

a ya

ng

keh

ilan

gan

pek

erja

an.

Cak

up

an:

Pad

a Ja

nu

ari 2

018,

pro

gra

m in

i d

ilaks

anak

an d

i 100

des

a d

i 10

kab

up

aten

/ k

ota

.

bia

ya:

Pro

gra

m in

i aka

n d

idan

ai d

enga

n

Dan

a D

esa.

dam

pak

:

Pro

gra

m in

i bar

u d

imu

lai p

ada

2018

, ja

di b

elu

m a

da

dat

a te

nta

ng

dam

pak

ya

ng

ter

sed

ia.

L a m p i r a n 5

Page 62: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

106 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 107

Pro

gra

md

eskr

ipsi

sas

aran

dan

Cak

up

anb

iaya

dan

dam

pak

Pem

ber

ian

m

akan

an

tam

bah

an d

i s

eko

lah

)

Pro

gra

m

Pem

ber

ian

M

akan

an

Tam

bah

an d

i S

eko

lah

Ber

bah

an

Das

ar L

oka

l (Lo

cal

Foo

d-B

ased

Sch

oo

l M

eals

/LFB

SM

)

lem

bag

a p

elak

san

a:

Kem

ente

rian

K

eseh

atan

Pro

gra

m m

akan

an s

eko

lah

yan

g

men

gg

un

akan

mak

anan

loka

l diin

isia

si s

ejak

20

12-2

015

den

gan

tu

juan

sec

ara

um

um

m

eng

gu

nak

an m

akan

an s

eko

lah

seb

agai

ti

tik

mas

uk

un

tuk

mem

ber

ikan

pak

et t

erp

adu

u

ntu

k m

enin

gka

tkan

giz

i, ke

aman

an p

anga

n,

dan

pen

did

ikan

.

tuju

an:

(i)

un

tuk

men

ing

katk

an k

ehad

iran

di s

eko

lah

d

an k

emam

pu

an b

elaj

ar a

nak

-an

ak;

(ii)

un

tuk

men

ing

katk

an p

eng

etah

uan

dan

p

erila

ku a

nak

ter

had

ap g

izi y

ang

bai

k d

an

per

ilaku

das

ar k

eber

sih

an d

iri;

(iii)

un

tuk

men

ing

katk

an a

kses

ke

die

t lo

kal

yan

g s

eim

ban

g, b

erg

izi,

dan

ber

agam

;

(iv)

un

tuk

men

do

ron

g p

arti

sip

asi m

asya

raka

t d

alam

men

yiap

kan

mak

anan

loka

l;

(v)

un

tuk

men

ing

katk

an p

end

apat

an

mas

yara

kat

loka

l mel

alu

i pen

ing

kata

n

pro

du

ksi p

erta

nia

n.

Pro

gra

m in

i men

caku

p p

elat

ihan

an

ak-a

nak

se

kola

h, a

ng

go

ta k

om

un

itas

sek

ola

h, d

an

pem

ang

ku k

epen

tin

gan

set

emp

at u

ntu

k m

enga

do

psi

pra

ktik

pen

cari

an p

elay

anan

ke

seh

atan

yan

g le

bih

bai

k d

i sek

ola

h d

an

di r

um

ah. P

elat

ihan

juga

dila

kuka

n d

enga

n

ang

go

ta k

elo

mp

ok

mem

asak

loka

l yan

g

men

yiap

kan

mak

anan

yan

g a

man

, ber

giz

i, d

an b

erke

lan

juta

n.

Pro

gra

m in

i dit

ing

katk

an d

enga

n k

egia

tan

ta

mb

ahan

sep

erti

dis

trib

usi

ru

tin

ob

at

caci

ng

, pen

ing

kata

n p

emel

ihar

aan

fas

ilita

s d

an in

fras

tru

ktu

r se

kola

h, b

antu

an k

epad

a p

etan

i lo

kal u

ntu

k m

eng

has

ilkan

mak

anan

ya

ng

ber

kela

nju

tan

un

tuk

mak

anan

sek

ola

h.

Sec

ara

khu

sus,

pro

gra

m L

FBS

M d

igu

nak

an

seb

agai

tit

ik m

asu

k.

(Eva

luat

ion

Rep

ort

of

the

2012

– 2

015

Loca

l Fo

od

-Bas

ed S

cho

ol M

eal P

rog

ram

(LF

BS

M))

Kel

om

po

k sa

sara

n:

An

ak s

eko

lah

das

ar, p

erem

pu

an d

an

pet

ani l

oka

l.

Cak

up

an:

Leb

ih d

ari 3

0.00

0 an

ak s

eko

lah

di

NT

T d

an p

rovi

nsi

Pap

ua

dija

ng

kau

d

enga

n m

akan

an s

eko

lah

dan

den

gan

Pe

nd

idik

an k

eseh

atan

, keb

ersi

han

, giz

i d

ari 2

012

hin

gga

201

5.

(Eva

luat

ion

Rep

ort

of

the

2012

2015

Lo

cal F

oo

d-B

ased

Sch

oo

l Mea

l Pr

og

ram

(LF

BS

M))

bia

ya:

Info

rmas

i tid

ak t

erse

dia

.

dam

pak

:

Seb

uah

eva

luas

i men

emu

kan

bah

wa

pro

gra

m in

i mer

up

akan

tit

ik m

asu

k ya

ng

efe

ktif

un

tuk

men

ing

katk

an

kese

hat

an d

an p

end

idik

an a

nak

sek

ola

h:

•m

enin

gka

tkan

fas

ilita

scu

cit

anga

nd

i11

3 se

kola

h p

rog

ram

.

•ti

ng

kat

keh

adir

anle

bih

tin

gg

idan

ti

ng

kat

pu

tus

seko

lah

leb

ih r

end

ah;

•an

aks

eko

lah

mel

apo

rkan

bah

wa

mak

anan

sek

ola

h (

i) m

emb

eri

mer

eka

leb

ih b

anya

k en

erg

i un

tuk

ber

par

tisi

pas

i dal

am k

egia

tan

se

kola

h; (

ii) m

emu

ng

kin

kan

mer

eka

un

tuk

mem

aham

i pel

ajar

an le

bih

b

aik

dib

and

ing

kan

den

gan

ket

ika

mer

eka

lap

ar, (

iii)

men

gu

ran

gi

rasa

sak

it ja

ng

ka p

end

ek k

aren

a ke

lap

aran

, dan

(iv

) m

enin

gka

tkan

ke

mam

pu

an m

erek

a u

ntu

k b

erko

nse

ntr

asi s

elam

a se

kola

h.

•p

enin

gka

tan

keg

iata

nk

eseh

atan

:m

eng

go

sok

gig

i du

a ka

li se

har

i, ku

ku y

ang

leb

ih p

end

ek d

an b

ersi

h,

men

cuci

tan

gan

den

gan

sab

un

se

bel

um

mak

an;

•m

enin

gka

tkan

po

lam

akan

:mak

an

sara

pan

pad

a w

aktu

ter

ten

tu s

elam

a m

ing

gu

sek

ola

h, k

on

sum

si b

uah

, d

agin

g d

an t

elu

r ya

ng

leb

ih t

ing

gi,

sko

r ke

raga

man

pan

gan

‘tin

gg

i’;

•p

enin

gka

tan

sta

tus

giz

idan

ke

seh

atan

: pre

vale

nsi

an

emia

, d

emam

dan

dia

re y

ang

leb

ih r

end

ah,

per

sen

tase

an

ak s

eko

lah

yan

g le

bih

ti

ng

gi y

ang

men

erim

a o

bat

cac

ing

.

Pe

nd

idiK

an

Pro

gra

md

eskr

ipsi

sas

aran

dan

Cak

up

anb

iaya

dan

dam

pak

Pen

did

ikan

an

ak

us

ia d

ini

Pro

gra

m P

AU

D

atau

Pen

did

iakn

A

nak

Usi

a D

ini

lem

bag

a p

enye

len

gga

ra:

Kem

ente

rian

Pe

nd

idik

an

PAU

D m

eng

gu

nak

an p

end

ekat

an

kom

pre

hen

sif

un

tuk

pen

gem

ban

gan

an

ak

usi

a d

ini.

tuju

an:

(i)

un

tuk

mem

ber

ikan

ran

gsa

nga

n

pen

did

ikan

un

tuk

mem

ban

tu

per

tum

bu

han

dan

per

kem

ban

gan

fis

ik

dan

sp

irit

ual

aga

r an

ak m

emili

ki k

esia

pan

d

alam

mem

asu

ki p

end

idik

an le

bih

lan

jut.

Pro

gra

m P

AU

D d

ilaks

anak

an m

elal

ui

ber

bag

ai la

yan

an P

end

idik

an A

nak

Usi

a D

ini (

PAU

D)

term

asu

k Tam

an K

anak

-kan

ak

(TK

), R

aud

atu

l Ath

fal (

RA

), B

ust

anu

l Ath

fal

(BA

), K

elo

mp

ok

Ber

mai

n (

KB

), Ta

man

Pe

nit

ipan

an

ak (

TPA

), d

an p

usa

t p

enga

suh

an

teri

nte

gra

si d

i man

a la

yan

an k

eseh

atan

dan

p

enga

suh

an d

iber

ikan

sec

ara

terp

adu

.

Sta

nd

ar n

asio

nal

un

tuk

PAU

D m

emas

ukk

an

elem

en t

erka

it g

izi b

erik

ut

ini:

1. K

egia

tan

dan

mat

eri P

AU

D:

•D

DT

K(

Det

eksi

Din

iTu

mb

uh

Kem

ban

g)

dila

kuka

n d

i aw

al t

ahu

n a

jara

n b

aru

;•

Mat

eriS

TT

PA(

Sta

nd

arT

ing

kat

Pen

cap

aian

Per

kem

ban

gan

An

ak);

•Pe

rmai

nan

dan

ala

tp

erm

ain

ane

du

kati

fg

izi;

•Pe

ren

can

aan

,pem

bia

saan

-ber

mai

n,

pen

ilaia

n

•K

elas

mem

asak

,ber

keb

un

;•

Keg

iata

nm

akan

ber

sam

a.2.

Dik

lat

giz

i dan

kes

ehat

an b

agi p

end

idik

PA

UD

(D

ikla

t d

asar

PA

UD

saa

t in

i 6 ja

m

pel

ajar

an)

3. P

aren

tin

g g

izi d

an k

eseh

atan

bag

i ke

luar

ga.

(Pre

sen

tasi

– P

rof

Net

ty)

(Pas

al 1

, aya

t 14

, UU

No

.20

/ 200

3)

Kel

om

po

k sa

sara

n:

An

ak s

ejak

lag

ir s

amp

ai u

sia

6 ta

hu

n.

Cak

up

an:

•Pa

da

tah

un

201

1,6

6%in

stit

usi

PA

UD

m

elak

san

akan

pro

gra

m g

izi d

an

kese

hat

an.

•T

ing

kat

par

tisi

pas

iPA

UD

tel

ah

men

ing

kat

dar

i 50%

pad

a ta

hu

n 2

010,

67

% p

ada

tah

un

201

3 m

enja

di 7

2%

pad

a ta

hu

n 2

018.

•A

da

per

bed

aan

bes

ara

nta

rpro

vin

si.

Tuju

h p

rovi

nsi

(Pa

pu

a, P

apu

a B

arat

, NT

T, M

alu

ku, M

alu

ku U

tara

, K

alim

anta

n T

imu

r d

an B

arat

) m

emili

ki

tin

gka

t p

arti

sip

asi k

ura

ng

dar

i 50%

.•

Seb

agia

nb

esar

(31

,9%

ata

u6

,85

juta

an

ak)

mas

ih t

idak

mem

iliki

aks

es

ke p

end

idik

an u

sia

din

i. In

i kar

ena

seki

tar

31%

des

a at

au s

ekit

ar 2

3.00

0 d

esa

tid

ak m

emili

ki le

mb

aga

PAU

D.

•A

da

seki

tar

190.

000

PAU

Dd

an

600.

000

gu

ru y

ang

men

gaja

r 6

juta

an

ak u

sia

din

i. (M

emo

ran

du

m

Dir

ektu

r PA

UD

, Kem

end

ikb

ud

, 201

8)

(Dat

a d

ari E

arly

Ch

ildh

oo

d E

du

cati

on

an

d D

evel

op

men

t in

Ind

on

esia

-WB

20

12)

bia

ya:

Bia

ya d

i tah

un

201

7 ad

alah

Rp

1.7

tri

liun

.

dam

pak

:

· In

do

nes

ia c

end

eru

ng

m

emp

erlih

atka

n h

asil

kura

ng

bai

k d

iban

din

gka

n n

egar

a la

in d

alam

tig

a b

idan

g: c

aku

pan

pro

gra

m d

ari 2

5 in

terv

ensi

PA

UD

; kes

etar

aan

den

gan

p

erb

edaa

n b

esar

an

tarp

rovi

nsi

; dan

ke

pat

uh

an p

ada

stan

dar

.

· A

da

pen

ing

kata

n c

aku

pan

an

tara

20

02 d

an 2

012

nam

un

tet

ap d

enga

n

dis

par

itas

yan

g b

esar

an

tar

pro

vin

si,

sert

a p

erb

edaa

n d

alam

pen

ing

kata

n

terg

antu

ng

pad

a in

terv

ensi

nya

(Den

bo

ba,

Has

an, &

Wo

do

n, 2

015)

.

L a m p i r a n 5

Page 63: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

108 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 109

air

, sa

nit

as

i da

n H

igie

ne

Pro

gra

md

eskr

ipsi

sas

aran

dan

Cak

up

anb

iaya

dan

dam

pak

air,

san

itas

i dan

K

eber

sih

an

Pro

gra

m

PAM

SIM

AS

ata

u

Peny

edia

an

Air

Min

um

dan

S

anit

asi B

erb

asis

M

asya

raka

t u

ntu

k m

asya

raka

t m

iski

n

lem

bag

a p

elak

san

a:

Kem

ente

rian

Pe

kerj

aan

Um

um

d

an P

eru

mah

an

Rak

yat

PAM

SIM

AS

sec

ara

eksp

lisit

ber

foku

s p

ada

per

ub

ahan

per

ilaku

tin

gka

t m

asya

raka

t ya

ng

ter

kait

den

gan

pen

erap

an p

rakt

ik-

pra

ktik

keb

ersi

han

yan

g b

aik.

tuju

an:

(i)

Mem

ber

day

akan

mas

yara

kat

dan

lem

bag

a ti

ng

kat

loka

l un

tuk

men

gh

ilan

gka

n s

anit

asi y

ang

bu

ruk

dan

men

gad

op

si p

rakt

ik k

eber

sih

an

yan

g b

aik

mel

alu

i lan

gka

h-l

ang

kah

ya

ng

mer

eka

ang

gap

ses

uai

den

gan

ke

bu

tuh

an m

erek

a;

(ii)

Mem

fasi

litas

i pen

erap

an p

rakt

ik

keb

ersi

han

yan

g b

aik

pad

a ti

ng

kat

ind

ivid

u, k

elu

arga

dan

mas

yara

kat,

d

enga

n p

erh

atia

n k

hu

sus

pad

a p

ener

apan

pra

ktik

-pra

ktik

ini d

i sek

ola

h;

(iii)

Mem

fasi

litas

i pro

mo

si p

rakt

ik

keb

ersi

han

yan

g b

aik

mel

alu

i lem

bag

a-le

mb

aga

mas

yara

kat,

ter

mas

uk

seko

lah

, te

mp

at ib

adah

kea

gam

aan

, fo

rum

di

tin

gka

t d

esa,

dan

ou

tlet

med

ia lo

cal.

Kel

om

po

k sa

sara

n:

Mas

yara

kat

mis

kin

dan

ku

ran

g t

erla

yan

i d

i dae

rah

ped

esaa

n d

an p

ing

gir

an k

ota

.

Cak

up

an:

•PA

MS

IMA

SI

sele

saip

ada

tah

un

20

12. D

ilaks

anak

an d

i 15

pro

vin

si

dan

110

kab

up

aten

, men

jan

gka

u

tota

l po

pu

lasi

sek

itar

4,4

juta

. Bia

ya

men

caku

p p

eran

gka

t ke

ras,

hib

ah

atau

pin

jam

an d

iluar

20%

ko

ntr

ibu

si

pem

erin

tah

dae

rah

dan

10%

ko

ntr

ibu

si m

asya

raka

t.

•PA

MS

IMA

SII

dila

ksan

akan

mu

lai

dar

i 201

3 h

ing

ga 2

017

dan

ber

tuju

an

un

tuk

mem

per

luas

inte

rven

si a

ir d

an

san

itas

i ke

5.00

0 d

esa

tam

bah

an d

i 21

9 ka

bu

pat

en s

asar

an.

•PA

MS

IMA

SII

Iaka

nm

enca

kup

to

tal

tam

bah

an 1

5.00

0 d

esa

bar

u d

i sek

itar

41

2 ka

bu

pat

en d

i 34

pro

vin

si.

bia

ya:

Bia

ya u

nit

rat

a-ra

ta p

er p

ener

ima

man

faat

= U

S$

30,4

dam

pak

:

Stu

di d

amp

ak 2

013

men

un

jukk

an

bah

wa

PAM

SIM

AS

men

ing

katk

an

akse

s ru

mah

tan

gga

loka

l ke

pas

oka

n

air

mas

yara

kat

seb

esar

12,

1%, j

auh

le

bih

tin

gg

i sec

ara

sig

nif

ikan

dar

ipad

a p

rog

ram

lain

, yan

g m

enu

nju

kkan

p

enin

gka

tan

7,2

%. (

PAM

SIM

AS

: R

esp

on

din

g t

o t

he

Wat

er a

nd

San

itat

ion

C

hal

len

ges

in R

ura

l In

do

nes

ia, W

B

2013

).

(PA

MS

IMA

S Im

ple

men

tati

on

Sta

tus

&

Res

ult

s R

epo

rt 2

016,

WB

)

Pro

gra

md

eskr

ipsi

sas

aran

dan

Cak

up

anb

iaya

dan

dam

pak

Pem

ber

ian

mak

anan

ta

mb

ahan

di s

eko

-la

h)

Pro

gra

m G

izi A

nak

S

eko

lah

(Pr

o-G

AS

)

(Nat

ion

al S

cho

ol

Mea

ls

Pro

gra

mm

e)

lem

bag

a p

elak

san

a:

Kem

ente

rian

Pen

-d

idik

an d

an K

ebu

-d

ayaa

n

Pro

gra

m m

akan

an d

i sek

ola

h d

iper

luas

m

ula

i tah

un

201

6.

tuju

an:

(i)

un

tuk

men

do

ron

g r

anta

i pas

oka

n

mak

anan

sek

ola

h y

ang

ber

kela

nju

tan

d

an, m

emp

rom

osi

kan

die

t b

erg

izi d

an

seim

ban

g d

enga

n f

oku

s kh

usu

s p

ada

sisw

a u

sia

seko

lah

das

ar, p

erem

pu

an

dan

pem

ud

a

Tig

a ko

mp

on

en u

tam

a Pr

o-G

AS

ad

alah

p

end

idik

an g

izi,

pen

yed

iaan

mak

anan

b

erg

izi d

an p

arti

sip

asi m

asya

raka

t. P

en-

did

ikan

mak

anan

ber

giz

i, g

izi,

kese

hat

an

dan

hig

ien

e d

imak

sud

kan

un

tuk

men

gata

si

stat

us

giz

i ku

ran

g p

ada

anak

usi

a se

kola

h

das

ar m

enin

gka

tkan

per

ilaku

kes

ehat

an d

an

keb

ersi

han

, tin

gka

t ke

had

iran

, ser

ta p

arti

si-

pas

i akt

if s

isw

a d

i kel

as.

(201

7 E

nd

line

Su

rvey

of

Ind

on

esia

’s S

cho

ol

Mea

ls P

rog

ram

me

(Pro

-GA

S),

Mar

et 2

018)

Kel

om

po

k sa

sara

n:

An

ak u

sia

seko

lah

das

ar, p

erem

pu

an

dan

pet

ani l

oka

l.

Cak

up

an:

Pad

a ta

hu

n 2

017,

Pro

-GA

S t

elah

m

enin

gka

t d

i lim

a p

rovi

nsi

den

gan

m

enca

pai

100

.000

sis

wa

dan

563

se

kola

h d

asar

di 1

1 ka

bu

pat

en p

rio

r-it

as s

tun

tin

g, d

iban

din

gka

n d

enga

n

38.5

00 s

isw

a d

an 1

50 s

eko

lah

das

ar

di e

mp

at k

abu

pat

en p

ada

tah

un

201

6 ke

tika

Pro

-GA

S d

imu

lai.

(201

7 E

nd

line

Su

rvey

of

Ind

on

esia

’s

Sch

oo

l Mea

ls P

rog

ram

me

(Pro

-GA

S),

M

aret

201

8)

Mo

del

Pro

-GA

S le

bih

lan

jut

tela

h

dir

eplik

asi d

i tig

a ka

bu

pat

en -

Ser

ang

, Pa

suru

an d

an B

elu

– d

iluar

dar

i 11

kab

up

aten

pri

ori

tas.

(201

7 E

nd

line

Su

rvey

of

Ind

on

esia

’s

Sch

oo

l Mea

ls P

rog

ram

me

(Pro

-GA

S),

M

aret

201

8).

bia

ya:

Info

rmas

i tid

ak t

erse

dia

.

dam

pak

:

Su

rvei

das

ar d

an a

khir

ter

had

ap p

ara

sisw

a p

rog

ram

pem

ber

ian

mak

anan

tam

-b

ahan

di s

eko

lah

di I

nd

on

esia

men

emu

kan

b

ahw

a ad

a:

•p

enin

gka

tan

sig

nif

ikan

dal

am ju

mla

h

sisw

a ya

ng

men

go

nsu

msi

sar

apan

di

rum

ah;

•p

rop

ors

i an

ak y

ang

men

go

nsu

msi

m

akan

an s

eim

ban

g t

iga

kali

seti

ap h

ari

leb

ih t

ing

gi;

•p

rop

ors

i an

ak y

ang

mem

bel

i mak

anan

d

iluar

dar

i ped

agan

g ja

lan

an d

an/a

tau

se

kola

h s

etia

p h

ari l

ebih

ren

dah

;•

leb

ih b

anya

k si

swa

men

gko

nsu

msi

b

uah

dan

say

ura

n;

•le

bih

ban

yak

anak

mem

iliki

aks

es k

e su

mb

er a

ir b

ersi

h, j

amb

an d

i ru

mah

, d

an m

inu

m le

bih

ban

yak

air

seti

ap

har

i;•

pre

stas

u a

kad

emik

sis

wa

men

ing

kat

sed

ikit

;•

leb

ih s

edik

it s

isw

a ya

ng

dila

po

rkan

m

eras

a sa

kit;

•ti

ng

kat

keh

adir

an m

enin

gka

t;•

sisw

a d

apat

ber

kon

sen

tras

i leb

ih b

aik

di k

elas

;T

idak

ad

a p

eru

bah

an d

alam

hal

sta

tus

giz

i n

amu

n d

isim

pu

lkan

bah

wa

itu

ter

lalu

din

i u

ntu

k m

end

etek

si a

dan

ya p

eru

bah

an.

(20

17 E

nd

line

Su

rvey

of

Ind

on

esia

’s

Sch

oo

l Mea

ls P

rog

ram

me

(Pro

-GA

S),

Ma-

ret

2018

)

L a m p i r a n 5

Page 64: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

110 • Pembangunan Gizi di Indonesia lampiran • 111

Pro

gra

md

eskr

ipsi

sas

aran

dan

Cak

up

anb

iaya

dan

dam

pak

Kel

ima

kom

po

nen

uta

ma

PAM

SIM

AS

ad

alah

:

1.

Pem

ber

day

aan

Mas

yara

kat

dan

Pe

ng

emb

anga

n K

elem

bag

aan

Lo

kal:

Un

tuk

mem

asti

kan

bah

wa

pro

po

rsi

yan

g le

bih

bes

ar d

ari r

um

ah t

ang

ga

Ind

on

esia

men

gg

un

akan

dan

m

emp

ero

leh

man

faat

dar

i lay

anan

air

m

inu

m d

an s

anit

asi y

ang

leb

ih b

aik.

2.

Men

ing

katk

an P

erila

ku K

eber

sih

an d

an

San

itas

i: U

ntu

k m

end

oro

ng

mas

yara

kat

sasa

ran

un

tuk

men

gad

op

si p

rakt

ik

keb

ersi

han

yan

g le

bih

bai

k.

3.

Infr

astr

ukt

ur

Paso

kan

air

dan

S

anit

asi P

ub

lik: U

ntu

k m

end

oro

ng

m

asya

raka

t sa

sara

n u

ntu

k m

eng

elo

la

dan

mem

per

tah

anka

n la

yan

an y

ang

d

itin

gka

tkan

ini.

4.

Inse

nti

f K

abu

pat

en d

an D

esa:

Un

tuk

men

do

ron

g p

emer

inta

h d

aera

h u

ntu

k m

enin

gka

tkan

pro

yek

air

lain

nya

den

gan

men

gg

un

akan

met

od

olo

gi

PAM

SIM

AS

.

5.

Du

kun

gan

Imp

lem

enta

si d

an

Man

ajem

en P

roye

k: U

ntu

k m

end

oro

ng

u

nit

man

ajem

en p

rog

ram

di t

ing

kat

kab

up

aten

dan

pu

sat

un

tuk

ber

has

il m

eng

elo

la d

an m

end

uku

ng

pro

gra

m in

i d

an p

rog

ram

ser

up

a la

inny

a.

(PA

MS

IMA

S: R

esp

on

din

g t

o t

he

Wat

er a

nd

S

anit

atio

n C

hal

len

ges

in R

ura

l In

do

nes

ia,

WB

201

3)

(Ad

dit

ion

al F

inan

cin

g II

to th

e T

hir

d W

ater

S

up

ply

an

d S

anit

atio

n f

or

Low

Inco

me

Co

mm

un

itie

s (P

AM

SIM

AS

) Pr

oje

ct, W

B)

L a m p i r a n 5

Page 65: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

112 • Pembangunan gizi di indonesia

Page 66: KAJIAN SEKTOR KESEHATAN - Bappenas€¦ · 2.3.1. Diet yang Tidak Cukup dan Kerawanan Pangan 18 2.3.2. Beban Penyakit, Akses ke Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan yang Tidak Adekuat

Direktorat Kesehatan dan Gizi MasyarakatKedeputian Pembangunan Manusia, Masyarakat dan KebudayaanKementerian PPN/Bappenas

Jalan Taman Suropati No. 2, Jakarta Pusat, 10310Telp: (021) 31934379, Fax: (021) 3926603Email: [email protected]