kajian pustaka, konsep, landasan teori, dan model penelitian ii.pdfkajian pustaka, konsep, landasan...

25
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi wisatawan, tetapi juga banyak diteliti oleh para sarjana. Dalam sepuluh tahun terakhir, setidaknya ada lima penelitian tentang Tanah Lot, seperti yang dilakukan oleh Laksmi (2015), Citra (2012), Dewi (2012), Putra dan Pitana (2010), dan Sujana (2009). Penelitian mereka memiliki fokus yang beragam, tetapi mampu saling melengkapi dalam usaha pembaca dan para peneliti untuk mengetahui perkembangan DTW Tanah Lot belakangan ini. Sebagian besar penelitian tersebut dilakukan pada saat DTW Tanah Lot masih dikelola oleh tiga pihak, yaitu pemerintah daerah, pihak swasta, dan masyarakat. Berbeda dengan penelitian tersebut, tesis ini menganalisis perubahan manajemen pengelolaan DTW Tanah Lot sejak diambil alih bulan November 2011 dari tiga pihak (pemerintah, swasta, dan masyarakat) menjadi dua pihak saja (masyarakat dan pemerintah daerah) karena belum lama terjadi, dampak perubahan manajemen ini belum ada yang meneliti. Dari penelitian Laksmi (2015) yang mengkaji tentang pergulatan pengelolaan DTW Warisan Budaya Tanah Lot di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Tabanan ada tigal hal yang dapat dinyatakan sebagai temuan penelitian. Pertama, pergulatan pengelolaan DTW warisan budaya Tanah Lot merupakan pertarungan para pihak untuk memperebutkan modal melalui pergulatan sistem pengelolaan, kedudukan manajer operasional, kepemilikan warisan budaya, dan

Upload: lamdan

Post on 28-Jul-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

13

BAB IIKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi wisatawan, tetapi juga

banyak diteliti oleh para sarjana. Dalam sepuluh tahun terakhir, setidaknya ada

lima penelitian tentang Tanah Lot, seperti yang dilakukan oleh Laksmi (2015),

Citra (2012), Dewi (2012), Putra dan Pitana (2010), dan Sujana (2009). Penelitian

mereka memiliki fokus yang beragam, tetapi mampu saling melengkapi dalam

usaha pembaca dan para peneliti untuk mengetahui perkembangan DTW Tanah

Lot belakangan ini. Sebagian besar penelitian tersebut dilakukan pada saat DTW

Tanah Lot masih dikelola oleh tiga pihak, yaitu pemerintah daerah, pihak swasta,

dan masyarakat. Berbeda dengan penelitian tersebut, tesis ini menganalisis

perubahan manajemen pengelolaan DTW Tanah Lot sejak diambil alih bulan

November 2011 dari tiga pihak (pemerintah, swasta, dan masyarakat) menjadi dua

pihak saja (masyarakat dan pemerintah daerah) karena belum lama terjadi,

dampak perubahan manajemen ini belum ada yang meneliti.

Dari penelitian Laksmi (2015) yang mengkaji tentang pergulatan

pengelolaan DTW Warisan Budaya Tanah Lot di Desa Beraban, Kecamatan

Kediri, Tabanan ada tigal hal yang dapat dinyatakan sebagai temuan penelitian.

Pertama, pergulatan pengelolaan DTW warisan budaya Tanah Lot merupakan

pertarungan para pihak untuk memperebutkan modal melalui pergulatan sistem

pengelolaan, kedudukan manajer operasional, kepemilikan warisan budaya, dan

Page 2: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

14

kekuasaan. Kedua, pergulatan pengelolaan DTW warisan budaya Tanah Lot

merupakan upaya mempertahankan ideologi yang dianut para pihak, yaitu

ideologi kapitalisme, pariwisata, dan Tri Hita Karana (THK) yang didominasi

oleh ideologi kapitalisme. Ketiga, pergulatan pengelolaan DTW warisan budaya

Tanah Lot merupakan peta makna yang melahirkan masyarakat komunikatif.

Penelitian Laksmi (2015) memiliki kesamaan dengan penelitian ini yang

terletak pada pihak-pihak yang terlibat dalam pergulatan pengelolaan DTW Tanah

Lot, sehingga mengakibatkan adanya perubahan pengelola DTW Tanah Lot.

Namun, perbedaannya penelitian ini juga membahas faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya perubahan pengelola DTW Tanah Lot yang berdampak

terhadap masyarakat Desa Pakraman Beraban.

Dalam penelitiannya, Citra (2012) meneliti tentang kemitraan dalam

pengembangan ekowisata Tanah Lot. Penelitian Citra membahas tentang pihak-

pihak yang berperan dalam pengembangan ekowisata Tanah Lot, bentuk

kemitraan yang dilandasi atas kepemilikan tanah dan sistem kontrak. Kesimpulan

penelitian Citra adalah pihak yang berperan dalam pengembangan ekowisata

Tanah Lot, yaitu pemerintah daerah, Desa Dinas Beraban, Desa Adat Beraban,

pelaku usaha wisata, polisi pariwisata, dan dinas perhubungan. Terdapat empat

bentuk kemitraan yang dilandasi oleh status kepemilikan tanah dan program

kegiatan serta tenaga yang digunakan diantaranya, yaitu kontrak kelola, kontrak

sewa, hak guna bangunan (HGB) dan kontrak konsesi. Bentuk kemitraan kontrak

kelola, HGB, dan kontrak konsesi berkontribusi tinggi dalam pengembangan

Page 3: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

15

ekowisata, sedangkan bentuk kemitraan kontrak sewa berkontribusi sedang dalam

pengembangan ekowisata Tanah Lot.

Kesamaan penelitian Citra (2012) dan penelitian ini adalah membahas

tentang pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan DTW Tanah Lot, namun

perbedaannya terletak pada pemikiran Citra tentang kemitraan dalam pengelolaan

DTW Tanah Lot tidak melibatkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten

Tabanan karena secara operasional sehari-hari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Kabupaten Tabanan tidak terlibat. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten

Tabanan berperan dalam hal suprastruktur, misalnya promosi pariwisata,

sedangkan pada penelitian ini, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten

Tabanan merupakan salah satu pihak yang terlibat dalam pengelolaan yang

berbentuk badan pengelola dari tahap perencanaan sampai dengan pengawasan.

Dalam penelitiannya, Dewi (2012) mengkaji tentang partisipasi dan

pemberdayaan masyarakat Desa Beraban dalam pengelolaan DTW Tanah Lot.

Proses pemberdayaan masyarakat Desa Pakraman Beraban dilihat dari empat

bentuk, yaitu pemberdayaan ekonomi, psikologis, sosial, dan politik. Proses

pemberdayaan ini merupakan bentuk partisipasi masyarakat Desa Pakraman

Beraban dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan di DTW Tanah Lot. Salah

satu kesimpulan Dewi adalah sebagai berikut:

Partisipasi masyarakat Desa Beraban dalam pengelolaan DTW Tanah Lotdimulai sejak tahun 2000 sampai dengan 2011. Keterlibatan masyarakatdalam pembangunan dan pengelolaan pariwisata merupakan salah satuimplementasi dari pariwisata berbasis masyarakat. Bentuk keterlibatanmasyarakat Desa Pakraman Beraban berupa partisipasi aktif dan pasif.

Page 4: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

16

Kajian Dewi (2012), mengarah tentang partisipasi dan pemberdayaan

masyarakat dalam pengelolaan DTW Tanah Lot di Desa Pakraman Beraban,

Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Partisipasi masyarakat Desa Pakraman

Beraban secara aktif dilakukan oleh masyarakat yang langsung terlibat dalam

pengelolaan DTW Tanah Lot setiap harinya sebagai karyawan dari manajemen

operasional, sedangkan partisipasi pasif dilakukan oleh berbagai lapisan

masyarakat Desa Pakraman Beraban dalam kegiatan yang dibuat oleh pihak

manajemen operasional dalam memajukan DTW Tanah Lot. Proses

pemberdayaan ini bertujuan untuk membantu masyarakat dalam merencanakan,

mengelola, mengambil keputusan, dan mengawasi jalannya pembangunan

pariwisata di DTW Tanah Lot.

Penelitian Dewi (2012) memiliki kesamaan dengan penelitian ini yang

terletak pada partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan

sebagai salah satu penerapan dari pariwisata berbasis masyarakat. Namun,

perbedaannya adalah penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang tidak

hanya melihat partisipasi dan pemberdayaan masyarakat selaku pihak yang

terlibat dalam pengelolaan DTW Tanah Lot, tetapi juga melihat dampak yang

diperoleh oleh masyarakat Desa Pakraman Beraban dengan adanya perubahan

pengelola DTW Tanah Lot.

Dari penelitian Putra dan Pitana (2010) yang mengkaji tentang pariwisata

pro-rakyat. Penelitian ini membahas tentang perkembangan ringkas DTW Tanah

Lot, langkah-langkah yang ditempuh masyarakat untuk ikut terlibat dalam

Page 5: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

17

pengelolaan, dan model pengelolaan DTW Tanah Lot serta manfaatnya bagi

kesejahteraan masyarakat. Salah satu pemikiran yang dapat diambil adalah:

Sistem pengelolaan oleh masyarakat untuk DTW Tanah Lot layakdipertahankan karena memberikan hasil positif dan jaminan akan kelestarianDTW Tanah Lot serta sistem ini dapat diadopsi sebagai sistem pengelolaanDTW di tempat lain sebagai sistem pengelolaan yang pro-rakyat.

Pendapat Putra dan Pitana (2010) benar adanya. Pengelolaan oleh

masyarakat perlu dipertahankan karena bertolak dari kenyataan bahwa masyarakat

mampu dan berhasil mengelola DTW di daerahnya, buktinya sejak dikelola penuh

oleh masyarakat, jumlah kunjungan dan pendapatan meningkat. Selain itu,

peningkatan infrastruktur, penataan kawasan, perbaikan fasilitas, dan peningkatan

promosi juga dilakukan. Pantaslah kalau masyarakat diberikan kepercayaan dan

didorong untuk membuat DTW Tanah Lot menjadi DTW berkelanjutan.

Kesamaan penelitian Putra dan Pitana (2010) dengan penelitian ini adalah

pembahasan tentang keterlibatan masyarakat dan manfaat yang diperoleh dari

pengelolaan DTW Tanah Lot. Perbedaannya adalah penelitian ini lebih terfokus

pada perubahan pengelola DTW Tanah Lot dan dampaknya terhadap masyarakat

Desa Pakraman Beraban di Kabupaten Tabanan, sehingga dapat dilihat bentuk

keterlibatan masyarakat dan manfaat yang diperoleh masyarakat Desa Pakraman

Beraban pada saat DTW Tanah Lot dikelola oleh tiga pihak dan dua pihak serta

upaya pengelola baru dalam mewujudkan Tanah Lot sebagai DTW berkelanjutan.

Penelitian oleh Sujana (2009) tentang persepsi wisatawan dan faktor-

faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke DTW Tanah Lot. Penelitian

Sujana melihat bagaimana persepsi wisatawan terhadap DTW Tanah Lot dan

Page 6: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

18

menilai urutan variabel persepsi dari wisatawan mancanegara dan domestik ketika

berkunjung ke DTW Tanah Lot. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persepsi

wisatawan mancanegara dan nusantara terhadap DTW Tanah Lot adalah baik.

Kajian lainnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan

ke DTW Tanah Lot ditemukan 13 faktor yang terbentuk dari 28 variabel. Dari

ketigabelas faktor yang didapatkan, ditemukan faktor dominan yang berperan

pada kunjungan wisatawan ke DTW Tanah Lot, yaitu nilai sejarah (history),

keunikan pura, promosi, dan matahari tenggelam (sunset).

Adapun penelitian Sujana (2009) memiliki kesamaan lokasi dengan

penelitian ini, yaitu DTW Tanah Lot. Namun, perbedaannya terletak pada subjek

yang dijadikan informan penelitian. Pada penelitian ini yang dijadikan objek

penelitian adalah masyarakat Desa Pakraman Beraban dan pihak-pihak yang

terlibat dalam pengelolaan DTW Tanah Lot, sedangkan pada penelitian Sujana

(2009), objek penelitiannya adalah wisatawan yang berkunjung ke DTW Tanah

Lot.

2.2 Konsep

Dalam suatu penelitian perlu penegasan batasan pengertian operasional

dari setiap konsep yang terdapat baik dalam judul penelitian, rumusan masalah

penelitian, atau dalam tujuan penelitian. Pemberian definisi atau batasan

operasional suatu istilah berguna sebagai sarana komunikasi agar tidak terjadi

salah tafsir dan juga mempermudah dalam proses penelitian. Adapun konsep yang

Page 7: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

19

digunakan dalam penelitian ini adalah konsep pengelolaan kawasan, daya tarik

wisata, dan manajemen komunitas.

2.2.1 Pengelolaan Kawasan

Konsep pengelolaan kawasan dalam hal ini adalah pengelolaan kawasan

pariwisata. Pengertian kawasan pariwisata diungkapkan oleh seorang ahli, yaitu

Inskeep (1991:77) sebagai area yang dikembangkan dengan penyediaan fasilitas

dan pelayanan lengkap (untuk rekreasi atau relaksasi, pendalaman suatu

pengalaman atau kesehatan).

Pengelolaan kawasan dapat diartikan sebagai proses peran serta sumber

daya manusia secara berkesinambungan dan sistematis dalam pengalokasian dan

pemanfaatan sumber daya alam untuk membawa kawasan pada kondisi yang lebih

baik pada masa yang akan datang dan memecahkan masalah kawasan pada saat

ini. Dimensi pengelolaan kawasan, yaitu partisipasi masyarakat, kelembagaan,

infrastruktur, keterlibatan swasta, transportasi, sumber daya manusia, peraturan

dan kebijakan, pengelolaan lahan, peluang pekerjaan, kemitraan masyarakat,

pemerintah dan swasta, keuangan, dan manajemen promosi.

Jadi, pengelolaan kawasan dapat diartikan sebagai suatu proses

perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian keputusan tentang pemanfaatan

sumber daya alam yang terkandung di dalamnya secara berkelanjutan.

Pengelolaan kawasan harus menjalankan kebijakan yang paling menguntungkan

bagi daerah dan wilayahnya serta memperhatikan dimensi pengelolaan kawasan.

Page 8: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

20

2.2.2 Daya Tarik Wisata

Konsep daya tarik wisata yang dulunya dikenal dengan istilah objek dan

daya tarik wisata telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Berikut pengertian

daya tarik wisata, menurut Marpaung (2002:41) mengemukakan bahwa daya tarik

wisata sebagai suatu bentukan dan atau aktivitas yang berhubungan yang dapat

menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah atau

tempat tertentu.

Daya tarik wisata adalah perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup, seni

budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya

tarik untuk dikunjungi wisatawan (Soenarno, 2002:322).

Suwantoro (2004:19) menyatakan bahwa daya tarik wisata merupakan

potensi yang menjadi penarik kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dikemukakan bahwa daya

tarik wisata adalah sesuatu yang memiliki potensi dan dapat dilihat, dirasakan

serta dinikmati oleh manusia, sehingga menimbulkan daya tarik bagi wisatawan

yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia.

2.2.3 Manajemen Komunitas

Manajemen komunitas merupakan paradigma alternatif terhadap

kegagalan paradigma birokratis yang dianggap menciptakan ketergantungan

masyarakat pedesaan terhadap birokrasi. Partisipasi yang menyertai paradigma

birokratis dimaknai sebagai mobilisasi atau dukungan rakyat terhadap rencana

pemerintah.

Page 9: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

21

Dalam pengoperasian pengelolaan manajemen komunitas mengacu kepada

tiga alasan mendasar yang dikemukakan oleh Korten (dalam Moeljarto,

1995:124), yaitu sebagai berikut:

a. Variasi antar daerah (local variety), di mana setiap daerah tidak dapat

diberikan perlakuan yang sama. Setiap daerah memiliki karakteristik tersendiri

yang membedakannya (local genius and local knowledge), sehingga sistem

pengelolaannya akan berbeda serta masyarakat setempat sebagai pemilik

daerah adalah pihak yang paling mengenal dan mengetahui situasi daerahnya.

b. Adanya sumber daya lokal (local resources) yang secara tradisional dikuasai

oleh masyarakat setempat, karena merekalah yang lebih mengetahui

bagaimana cara mengelola sumber daya lokal tersebut yang bersumber dari

pengalaman generasi ke generasi.

c. Tanggung jawab lokal (local accountability), bahwa pengelolaan yang

dilakukan oleh masyarakat setempat biasanya lebih bertanggung jawab karena

kegiatan tersebut secara langsung akan mempengaruhi hidup mereka.

Salah satu bentuk pengelolaan yang partisipatif dalam manajemen

komunitas adalah dengan menerapkan pariwisata berbasis masyarakat. Dengan

demikian dalam pandangan Hausler (2003:3), pariwisata berbasis masyarakat

merupakan suatu pendekatan pembangunan pariwisata yang menekankan pada

masyarakat lokal (baik yang terlibat langsung dalam industri pariwisata maupun

tidak) dalam bentuk memberikan kesempatan (akses) dalam manajemen dan

pembangunan pariwisata yang berujung pada pemberdayaan politis melalui

kehidupan yang lebih demokratis, termasuk dalam pembagian keuntungan dari

Page 10: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

22

kegiatan pariwisata yang lebih adil bagi masyarakat lokal. Hal tersebut sebagai

wujud perhatian yang kritis pada pembangunan pariwisata yang seringkali

mengabaikan hak masyarakat lokal di daerah tujuan wisata.

Sementara itu, Yaman & Mohd (2004: 584-587) menggarisbawahi

beberapa kunci pengaturan pembangunan pariwisata dengan pendekatan

pariwisata berbasis masyarakat, yaitu sebagai berikut:

a. Adanya dukungan pemerintah

Pariwisata berbasis masyarakat membutuhkan dukungan struktur yang

multi institusional agar sukses dan berkelanjutan. Pendekatan pariwisata berbasis

masyarakat berorientasi pada manusia yang mendukung pembagian keuntungan

dan manfaat yang adil serta mendukung pengentasan kemiskinan dengan

mendorong pemerintah dan masyarakat untuk tetap menjaga sumber daya alam

dan budaya. Pemerintah akan berfungsi sebagai fasilitator, koordinator atau badan

penasehat sumber daya manusia dan penguatan kelembagaan.

b. Partisipasi dari stakeholder

Pariwisata berbasis masyarakat dideskripsikan sebagai variasi aktivitas

yang meningkatkan dukungan yang lebih luas terhadap pembangunan ekonomi

dan sosial masyarakat. Konservasi sumber daya juga dimaksudkan sebagai upaya

melindungi dalam hal memperbaiki mata pencaharian dan pendapatan masyarakat.

Pariwisata berbasis masyarakat secara umum bertujuan untuk penganekaragaman

industri, peningkatan ruang lingkup partisipasi yang lebih luas termasuk

partisipasi dalam sektor informal, hak, dan hubungan langsung atau tidak

langsung dari sektor lainnya. Pariwisata berperan dalam pembangunan internal

Page 11: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

23

dan mendorong pembangunan aktivitas ekonomi yang lain seperti industri, jasa

dan sebagainya.

c. Pembagian keuntungan yang adil

Tidak hanya berkaitan dengan keuntungan langsung yang diterima

masyarakat yang memiliki usaha di sektor pariwisata, tetapi juga keuntungan tidak

langsung yang dapat dinikmati masyarakat yang tidak memiliki usaha.

Keuntungan tidak langsung yang diterima masyarakat dari kegiatan pariwisata

jauh lebih luas, antara lain berupa proyek pembangunan yang dapat dibiayai dari

hasil penerimaan pariwisata.

d. Penggunaan sumber daya lokal secara berkesinambungan

Salah satu kekuatan manajemen komunitas adalah ketergantungan yang

besar pada sumber daya alam dan budaya setempat. Di mana aset tersebut dimiliki

dan dikelola oleh seluruh anggota masyarakat, baik secara individu maupun

kelompok, termasuk yang tidak memiliki sumber daya keuangan. Hal itu dapat

menumbuhkan kepedulian, penghargaan diri sendiri, dan kebanggaan pada

seluruh anggota masyarakat. Dengan demikian, sumber daya yang ada menjadi

lebih meningkat nilai, harga, dan menjadi alasan mengapa pengunjung ingin

datang ke daerah tujuan wisata.

e. Penguatan institusi lokal

Pada awalnya peluang usaha pariwisata di daerah pedesaan sulit diatur

oleh lembaga yang ada. Hal ini penting untuk melibatkan komite dengan anggota

berasal dari masyarakat. Tujuan utamanya adalah mengatur hubungan antara

masyarakat, sumber daya, dan pengunjung. Hal ini jelas membutuhkan

Page 12: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

24

pengelolaan kelembagaan yang ada di sana. Cara paling baik adalah membentuk

lembaga dengan pimpinan yang dapat diterima semua anggota masyarakat.

Penguatan kelembagaan bisa dilakukan melalui pelatihan dan pengembangan

individu dengan ketrampilan kerja yang diperlukan (teknik, manajerial,

komunikasi, pengalaman kewirausahaan, dan pengalaman organisasi). Penguatan

kelembagaan dapat berbentuk forum, perwakilan, dan komite manajemen.

f. Keterkaitan antara level regional dan nasional

Komunitas lokal sering kurang mendapat akses langsung dengan pasar

nasional atau internasional, hal ini menjadi penyebab utama mengapa manfaat

pariwisata tidak sampai dinikmati di level masyarakat. Perantara yang

menghubungkan antara aktifitas pariwisata dengan masyarakat dan wisatawan

justru memetik keuntungan lebih banyak.

2.3 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan tiga landasan teori, yaitu teori dampak

pariwisata, pembangunan pariwisata berkelanjutan, dan siklus hidup destinasi

wisata. Masing-masing landasan teori ini dijelaskan secara ringkas dan

kegunaannya dalam penelitian ini.

2.3.1 Teori Dampak Pariwisata

Teori dampak pariwisata adalah teori tentang pengaruh atau akibat dari

adanya pariwisata. Suatu destinasi pariwisata yang dikelola tentu memiliki

dampak terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini dikemukakan oleh Gee (1989)

yang mengatakan bahwa adanya dampak atau pengaruh yang positif maupun

Page 13: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

25

negatif karena adanya pengembangan pariwisata dan kunjungan wisatawan yang

meningkat.

Membahas tentang dampak pariwisata, Dickman (1992) memberikan

ilustrasi tentang dampak pariwisata sebagai konsekuensi dari sebuah kegiatan

yang terus berkembang, maka secara umum menimbulkan berbagai dampak baik

positif maupun negatif sebagaimana yang terjadi sebagai dampak fisik, sosial

budaya, dan ekonomi.

Menurut Mill (2000:168), menyatakan bahwa pariwisata dapat

memberikan keuntungan bagi wisatawan maupun komunitas tuan rumah dan

dapat menaikkan taraf hidup melalui keuntungan secara ekonomi yang dibawa ke

kawasan tersebut. Apabila dilakukan dengan benar dan tepat, maka pariwisata

dapat memaksimalkan keuntungan dan dapat meminimalkan permasalahan.

Masyarakat setempat mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya

pengelolaan DTW, karena masyarakat setempat mau tidak mau terlibat langsung

dalam aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan kepariwisataan di daerah tersebut.

Misalnya, bertindak sebagai tuan rumah yang ramah, penyelanggara atraksi wisata

dan budaya khusus (tarian adat, upacara-upacara agama, ritual, dan lain-lain),

produsen cindera mata yang memiliki kekhasan dari DTW tersebut dan turut

menjaga keamanan lingkungan sekitar, sehingga membuat wisatawan yakin,

tenang, dan aman selama mereka berada di DTW tersebut. Akan tetapi, apabila

suatu DTW tidak dikelola dan ditangani dengan baik atau tidak direncanakan

dengan matang, maka dapat memberikan dampak terhadap kerusakan fisik, sosial

Page 14: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

26

budaya, dan ekonomi. Artinya, dampak positif ataupun negatif masih perlu

dipertanyakan, positif untuk siapa dan negatif untuk siapa (Pitana, 1999).

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa dampak pariwisata itu

tergantung pada bagaimana stakeholder yang terkait mengelola DTW tersebut.

Apabila pengelolaannya dilakukan dengan baik dan benar, maka dampak yang

ditimbulkan adalah dampak positif, tetapi apabila pengelolaannya tidak dilakukan

dengan perencanaan yang matang, maka dampak yang ditimbulkan adalah

dampak negatif. Hal ini tergantung dari siapa yang melakukan dan menilainya,

artinya positif buat siapa dan negatif buat siapa.

Lebih lanjut, Mill (2000) membedakan dampak pariwisata sebagai berikut:

1. Dampak kondisi fisik

Dampak ini lebih melihat kondisi lingkungan fisik akibat adanya

pengembangan pariwisata. Dampak yang ditimbulkan dari pengembangan

pariwisata terhadap kondisi fisik, yaitu sebagai berikut:

a. Dampak positif

Secara teori, dampak pariwisata terhadap kondisi fisik adalah

terpeliharanya kebersihan alam lingkungan untuk menarik datangnya wisatawan

dan terjaganya keistimewaan lingkungan, seperti hutan-hutan, pantai serta

pemandangan alam.

b. Dampak negatif

Adapun dampak negatif pariwisata terhadap kondisi fisik adalah

lingkungan yang rusak, seperti meningkatnya kadar polusi baik air, udara, suara

dan kemacetan lalu lintas, pembukaan hutan untuk ladang luas, lokasi perumahan,

Page 15: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

27

jalan, parkir, dan hilangnya suasana alam karena hilangnya area hutan, kehidupan

satwa liar, dan kesejukan udara.

2. Dampak sosial budaya

Dampak ini seringkali disoroti sebagai dampak negatif dari perkembangan

pariwisata, padahal sebenarnya pariwisata juga membawa dampak positif dalam

segi sosial dan budaya. Adapun dampak positif dan negatif, yaitu sebagai berikut:

a. Dampak positif

Dampak positif pariwisata terhadap sosial budaya adalah terpeliharanya

bangunan-bangunan yang menyimpan nilai-nilai budaya dan tempat-tempat yang

bersejarah, terpeliharanya kebudayaan tradisional, seni, tarian, adat-istiadat dan

cara berpakaian.

b. Dampak negatif

Adapun dampak negatif pariwisata terhadap sosial budaya adalah rusaknya

kebudayaan dan tempat-tempat bersejarah karena ulah manusia, komersialisasi

budaya, meningkatnya kriminalitas, konsumerisme masyarakat lokal, dan

prostitusi, terkikisnya nilai-nilai budaya dan norma-norma masyarakat karena

interaksi dengan masyarakat asing.

3. Dampak ekonomi

Secara ringkas, kegiatan pariwisata dapat memberikan dampak di bidang

ekonomi khususnya mengenai seperti di bawah ini:

Page 16: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

28

a. Dampak positif

Dampak positif pariwisata terhadap ekonomi seperti terbukanya lapangan

pekerjaan baru, meningkatkan taraf hidup dan pendapatan masyarakat,

meningkatkan nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing, membantu

menanggung beban pembangunan sarana dan prasarana setempat, dan

meningkatkan kemampuan manajerial dan keterampilan masyarakat yang memacu

kegiatan ekonomi lainnya.

b. Dampak negatif

Selain dampak positif, dampak negatif pariwisata terhadap ekonomi seperti

meningkatkan biaya pembangunan sarana dan prasarana, meningkatkan harga

barang-barang lokal dan bahan pokok, peningkatan yang sangat tinggi tetapi

hanya musiman, sehingga pendapatan masyarakat naik dan turun, dan

mengalirnya uang keluar negeri karena konsumen menuntut barang-barang impor

untuk bahan konsumsi tertentu.

Teori dampak pariwisata digunakan sebagai pendekatan terhadap rumusan

masalah tentang dampak perubahan pengelola DTW Tanah Lot terhadap

masyarakat Desa Pakraman Beraban Kabupaten Tabanan. Hal ini dimaksudkan

untuk memberikan gambaran mengenai dampak yang terjadi dalam hubungannya

dengan aktivitas pariwisata di DTW Tanah Lot sebagai akibat adanya perubahan

pengelola yang tentunya mempengaruhi arah kebijakan pengelolaan DTW Tanah

Lot.

Page 17: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

29

2.3.2 Teori Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan

Menurut Cronin (dalam Sharpley, 2000:1), pembangunan pariwisata

berkelanjutan merupakan pembangunan yang terfokus pada dua hal, yaitu

keberlanjutan pariwisata sebagai aktivitas ekonomi di satu sisi dan lainnya

mempertimbangkan pariwisata sebagai elemen kebijakan pembangunan

berkelanjutan yang lebih luas. Stabler & Goodall (dalam Sharpley, 2000:1),

menyatakan pembangunan pariwisata berkelanjutan harus konsisten atau sejalan

dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Prinsip-prinsip yang ditetapkan pemerintah Republik Indonesia tentang

pembangunan pariwisata berkelanjutan (Piagam Pariwisata Berkelanjutan, 1995)

adalah 1) partisipasi, 2) keikutsertaan para pelaku (stakeholder involvement), 3)

kepemilikan lokal, 4) penggunaan sumber daya yang berkelanjutan, 5) mewadahi

tujuan-tujuan masyarakat, 6) daya dukung, 7) monitor dan evaluasi, 8)

akuntabilitas, 9) pelatihan, 10) promosi.

Pariwisata berkelanjutan adalah hubungan triangulasi yang seimbang

antara daerah tujuan wisata (host areas) dengan habitat dan manusianya di mana

tidak ada satupun stakehorder dapat merusak keseimbangan (Sharpley, 2000:8).

Pendapat yang hampir sama disampaikan Muller (1997:29) yang mengusulkan

istilah The Magic Pentagon yang merupakan keseimbangan antara elemen

pariwisata, di mana tidak ada satu faktor atau stakeholder yang mendominasi. The

Magic Pentagon meliputi ekonomi sehat, kesejahteraan masyarakat lokal, tidak

mengubah alam, budaya sehat, dan kepuasan wisatawan. Sasaran dari

Page 18: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

30

pembangunan pariwisata berkelanjutan ini adalah kelima isu tersebut diberikan

porsi atau perlakuan yang sama untuk memperoleh keseimbangan.

Pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat diimplementasikan ke dalam

berbagai tingkatan nasional, regional atau pada level kawasan. Pendekatan

pariwisata berkelanjutan dalam konteks wawasan baru, pengembangan sektor

pariwisata dituntut untuk mengarah pada terwujudnya tahapan pengembangan

pariwisata berkelanjutan yang mensyaratkan ketaatan pada:

a. Prinsip pengembangan yang berpihak pada keseimbangan aspek pelestarian

dan pengembangan serta berorientasi ke depan (jangka panjang).

b. Penekanan nilai manfaat yang besar bagi masyarakat setempat.

c. Prinsip pengelolaan aset atau sumber daya yang tidak merusak, namun

berkelanjutan untuk jangka panjang baik secara sosial, budaya, dan ekonomi.

d. Adanya keselarasan sinergis antara kebutuhan wisatawan, lingkungan hidup,

dan masyarakat lokal. Antisipasi dan monitoring terhadap proses perubahan

yang terjadi akibat kegiatan pengembangan pariwisata.

e. Pengembangan pariwisata harus mampu mengembangkan apresiasi yang lebih

peka dari masyarakat terhadap warisan budaya dan lingkungan hidup.

Teori pembangunan pariwisata berkelanjutan ini digunakan untuk

membahas rumusan masalah mengenai terjadinya perubahan pengelola DTW

Tanah Lot dan upaya pengelola baru dalam mewujudkan Tanah Lot sebagai DTW

yang berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan untuk menilai apakah prinsip-prinsip

pembangunan pariwisata berkelanjutan sudah diterapkan dalam pengelolaan DTW

Tanah Lot oleh pengelola baru.

Page 19: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

31

2.3.3 Teori Siklus Hidup Destinasi Wisata

Selain teori pembangunan pariwisata berkelanjutan, juga digunakan teori

siklus hidup destinasi wisata (Butler, 1980). Teori ini digunakan untuk melihat

perkembangan DTW Tanah Lot dari tahun ke tahun. Pada prinsipnya, siklus ini

meliputi lima urutan atau tahapan perkembangan pariwisata dari sebuah destinasi

wisata dan dua tahap berikutnya merupakan prediksi yang akan terjadi. Berikut

lima tahapan perkembangan destinasi wisata dan dua tahap prediksi dari teori

siklus hidup destinasi wisata:

1. Penemuan (exploration)

Tahap ini menggambarkan bahwa sebuah destinasi wisata baru ditemukan

baik oleh wisatawan maupun pelaku wisata, dan pemerintah. Jumlah wisatawan

hanya terbatas pada wisatawan yang senang berpetualang mencari tempat-tempat

baru, melihat pemandangan alam dan budaya, dan belum terkena dampak

pariwisata. Akses dan fasilitas pada daerah ini belum tersedia, hanya terbatas

fasilitas lokal yang memang sudah dimiliki oleh masyarakat, daerah ini biasanya

hanya sebagai tempat transit bagi para wisatawan. Namun, sudah ada interaksi

antara masyarakat lokal dengan wisatawan.

2. Keterlibatan (involvement)

Tahap ini merupakan tahap kedua yang ditandai dengan adanya

peningkatan kedatangan wisatawan, mereka mulai memperpanjang waktu

berkunjung dengan lebih lama untuk tinggal di daerah tersebut. Masyarakat lokal

yang mengetahui tentang pariwisata, mulai menyediakan fasilitas dan pelayanan

yang diperlukan wisatawan. Adanya atraksi-atraksi kecil yang disediakan dengan

Page 20: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

32

mengenakan sedikit biaya bagi para penikmatnya, sehingga mulai tampak ada

promosi yang dilakukan untuk menarik minat wisatawan.

3. Pembangunan (development)

Tahapan ini menunjukkan bahwa wisatawan telah mendatangi destinasi

wisata dengan jumlah yang besar hingga melebihi jumlah masyarakat lokal.

Dalam tahap ini, para investor mulai memberi perhatian untuk menyediakan

fasilitas yang sesuai dengan perkembangan, sehingga dapat mengubah penampilan

dari destinasi wisata tersebut. Pada tahap ini pula biasanya mulai terlihat adanya

kerusakan pada destinasi wisata dan fasilitas yang ada akibat dari peningkatan

jumlah kunjungan, sehingga diperlukan suatu perencanaan regional dan nasional

serta pengawasan yang terpadu.

4. Konsolidasi (consolidation)

Pada tahap ini pariwisata sudah mendominasi perkembangan ekonomi

suatu destinasi wisata. Daerah ini sudah memiliki jaringan yang luas atau

internasional. Jumlah kunjungan tetap naik meskipun melebihi jumlah masyarakat

lokal, tetapi tingkat pertumbuhannya menurun. Jumlah wisatawan yang terus

meningkat mengakibatkan pasar pariwisata mulai diminati oleh orang-orang yang

ingin berbisnis di daerah tersebut sampai mereka hidup dan tinggal di daerah

tersebut untuk meningkatkan bisnisnya dalam industri pariwisata.

5. Stagnasi (stagnation)

Tahap ini jumlah kunjungan sudah mencapai puncaknya dan destinasi

wisata sudah tidak lagi terkenal. Para pelaku bisnis pariwisata di daerah tersebut

mulai bekerja keras untuk memenuhi kapasitas dari fasilitas yang dimiliki dengan

Page 21: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

33

mengharapkan wisatawan yang telah datang sebelumnya akan datang kembali ke

daerah tersebut. Dengan banyaknya fasilitas yang ada, maka mulai tampak

persaingan harga oleh para pelaku bisnis pariwisata. Pada tahap ini sudah mulai

muncul masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan.

6. Penurunan (decline)

Tahap ini merupakan tahap penurunan di mana wisatawan mulai beralih

dan tertarik mengunjungi daerah yang baru atau daerah pesaing lain yang

memiliki DTW yang sama ataupun mirip. Banyak fasilitas pariwisata beralih

fungsi untuk kegiatan yang tidak berhubungan dengan pariwisata, sehingga

semakin tidak menarik untuk dikunjungi. Dalam tahap ini, biasanya pemerintah,

pelaku usaha, dan masyarakat melakukan peremajaan.

7. Peremajaaan (rejuvenation)

Tahap ketujuh merupakan tahap di mana terjadi perubahan menuju suatu

perbaikan dan peremajaan. Peremajaan dapat dilakukan dengan cara melakukan

inovasi dalam rangka pengembangan produk baru, pasar baru ataupun saluran

distribusi baru, sehingga dapat memposisikan kembali destinasi tersebut di dunia

pariwisata. Ada lima hal yang mungkin terjadi setelah peremajaan, yaitu sebagai

berikut (Gambar 2.1):

A. Peremajaan

B. Orientasi ulang

C. Stagnan

D. Penurunan

E. Penurunan drastis

Page 22: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

34

Telah ada diskusi terbaru tentang keakuratan siklus hidup destinasi wisata

dalam mengilustrasikan tahap pengembangan dan apakah perlu ada tambahan

tahapan yang ditambahkan ke dalam siklus. Agarwal (1994; 1997; 1999; 2002)

telah menyelidiki aspek ini lebih dari yang lain dan kontribusinya ini telah

didukung (Priestley dan Mundet 1998; Knowles dan Curtis 1999; Smith 2002).

Agarwal berpendapat untuk menyisipkan tambahan tahap dalam

memperhitungkan serangkaian upaya restrukturisasi yang diresmikan sebelum

penurunan di tahap ini yang disebut sebagai reorientasi. Tahap ini harus

ditambahkan antara stagnasi dan tahap pasca stagnasi siklus hidup destinasi wisata

untuk mewakili upaya restrukturisasi (Agarwal, 2006:214-215).

Priestley dan Mundet (1998) juga membahas kebutuhan untuk tahap

tambahan dalam siklus pasca tahap stagnasi dan rekonstruksi tertentu, sepanjang

garis yang sangat mirip dengan Agarwal. Pendapat ini muncul karena tidak ada

bukti seperti penurunan dan kenaikan tingkat kunjungan sebelum timbulnya tahap

peremajaan atau penurunan terus-menerus setelah periode stagnasi. Keberlanjutan

dapat dicapai, mungkin sebagai akibat dari reorientasi yang hasilnya akan menjadi

kelanjutan dari perkembangan yang relatif datar atau hanya sangat sedikit

peningkatan dari stagnasi untuk masa depan dan jangka panjang. Penurunan dan

kenaikan tingkat kunjungan berikutnya akan tergantung pada kecepatan

keberhasilan atau kegagalan promosi, penerimaan pasar, orientasi ulang, dan

penawaran baru oleh destinasi wisata. Pada gambar 2.1 disajikan siklus hidup

destinasi wisata Butler:

Page 23: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

35

Gambar 2.1Siklus Hidup Destinasi Wisata (Sumber: Butler, 1980)

Teori siklus hidup destinasi wisata digunakan dalam memberikan

gambaran pada saat DTW Tanah Lot dikelola oleh pihak swasta, tiga pihak, dan

dua pihak. Teori ini juga digunakan sebagai pendekatan setiap pengelola dalam

menentukan arah pengembangan DTW Tanah Lot yang disesuaikan dengan

indikator pembangunan pariwisata berkelanjutan.

2.4 Model Penelitian

Model penelitian diterapkan sebagai dasar dalam pengembangan berbagai

konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian ini, serta hubungannya dengan

masalah yang telah dirumuskan. Penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan

informasi terkait perubahan pengelola DTW Tanah Lot yang dipicu oleh adanya

paradigma pariwisata berbasis masyarakat, yaitu pada saat dikelola oleh pihak

swasta (CV Ari Jasa Wisata) dari tahun 1980 sampai dengan tahun 1999.

Page 24: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

36

Selanjutnya, pengelolaan yang melibatkan masyarakat lokal pada tahun 2000

sampai 2011 di mana DTW Tanah Lot dikelola oleh tiga pihak, yaitu Desa

Pakraman Beraban, Pemerintah Kabupaten Tabanan, dan pihak swasta (CV Ari

Jasa Wisata). Namun, pada tahun 2012 sampai saat ini, pengelolaan DTW Tanah

Lot hanya melibatkan dua pihak, yaitu Desa Pakraman Beraban dan Pemerintah

Kabupaten Tabanan.

Terjadinya perubahan pengelola DTW Tanah Lot tentunya membawa

dampak terhadap masyarakat Desa Pakraman Beraban. Dampak yang timbul

dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek fisik, sosial budaya, dan ekonomi. Ketiga aspek

ini memiliki ukuran yang digunakan sebagai indikator dalam menjawab dampak

yang ditimbulkan. Indikator dari setiap aspek yang ada ditentukan dengan

memahami konsep dan membandingkan landasan teori yang digunakan. Penelitian

ini menggunakan konsep pengelolaan kawasan, daya tarik wisata, dan manajemen

komunitas, sedangkan landasan teori yang digunakan, yaitu teori dampak

pariwisata, pembangunan pariwisata berkelanjutan, dan siklus hidup destinasi

wisata.

Setelah mengetahui perubahan pengelola DTW Tanah Lot dan dampaknya

terhadap masyarakat Desa Pakraman Beraban, diharapkan pengelola baru mampu

menghasilkan suatu upaya dalam mewujudkan Tanah Lot Sebagai DTW yang

berkelanjutan. Upaya yang dilakukan oleh pengelola baru dibandingkan dengan

teori dan prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan. Pada gambar 2.2

disajikan gambar model penelitian, yaitu sebagai berikut:

Page 25: KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN II.pdfKAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka DTW Tanah Lot tidak saja ramai dikunjungi

37

Keterangan:

Hubungan satu arah

Hubungan dua arah

Gambar 2.2Model Penelitian

Pengelolaan DTW TanahLot

Konsep1. Pengelolaan

Kawasan2. Daya Tarik Wisata3. Manajemen

Komunitas

Dampak PerubahanPengelola

Teori1. Dampak Pariwisata2. Pembangunan

PariwisataBerkelanjutan

3. Siklus HidupDestinasi Wisata

Pengelolaan olehmasyarakat, swasta,

dan pemerintah daerah

Kondisi Fisik Sosial Budaya Ekonomi

Upaya Mewujudkan TanahLot Sebagai DTW

Berkelanjutan

Rekomendasi

Terjadinya PerubahanPengelola DTW Tanah Lot

Pengelolaan olehswasta

Pengelolaan olehmasyarakat dan

pemerintah daerah

Paradigma PariwisataBerbasis Masyarakat