kajian pengaruh lingkungan dalam perilaku school bullying di sman 70 jakarta selatan

34
 Ojgkje Tcehjru` Akehouehje Njajb Tcrkajou  ]m`f f a L uaa y k eh nk ]BJE 84 Gjojrtj ]cajtje Nkjguoje uetuo Bcbceu`k ^uhjs Bjtj Ouakj` Ocejojaje Jejo Nkusuaoje fac` 7 Bu`jbbjn Jrkci, ::4940>44<, Orkbkefafhk Tjrjaca <4:: Oj`ik Nkrhj Mj`yj, ::4940><04, Orkbkefafhk Tjrjaca <4:: \yje Jenjrf Turlj, ::4940>:;<, Orkbkefafhk Tjrjaca <4:: ^uljhus \yje Jrfenj, ::4940>:<<, Orkbkefafhk Tjrjaca <4:: IJOSA^J] KABS ]F]KJA NJE KABS TFAK^KO SEKYC\]K^J] KENFEC]KJ NCTFO <4:<

Upload: kahfi-dirga-cahya

Post on 21-Jul-2015

372 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Kajian Pengaruh Lingkungan Dalam Perilaku School Bullying di SMAN 70 Jakarta Selatan

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kenakalan Anak

Diusulkan oleh : Muhammad Arief, 1106084002, Kriminologi Paralel 2011 Kahfi Dirga Cahya, 1106084280, Kriminologi Paralel 2011 Ryan Andaro Purba, 1106084192, Kriminologi Paralel 2011 Tubagus Ryan Aronda, 1106084122, Kriminologi Paralel 2011

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2012

BAB I Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah Kehadiran sekolah dalam kehidupan merupakan sebuah wadah yang dinilai sebagai kebutuhan dasar manusia dalam membangun intelektualitas. Sekolah dalam hal ini memiliki ruang lingkup pendidikan yang notabenya adalah sebuah program yang dibuat untuk memberikan ilmu kepada generasi penerus dalam membentuk potensi diri. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kemndiknas pada tahun 2010/2011, terdapat 11.306 Sekolah Menengah Atas (SMA), baik negeri ataupun swasta di Indonesia.1 Hal ini merupakan sebuah gambaran atas pesatnya perkembangan pendidikan di Indonesia. Ini didasari kesadaran masyarakat tentang pendidikan yang mulai bertambah. Dikarenakan masyarakat menilai bahwa pendidikan merupakan institusi yang sangat penting dan mempengaruhi kehidupan. Namun hal ini tidak diiringi dengan praktik timbal balik yang terjadi di sekolah. Keberadaan sekolah yang seharusnya menjadi tempat bagi anak untuk menimba ilmu serta membantu membentuk karakter pribadi yang positif ternyata malah menjadi tempat tumbuhnya praktek-praktek school bullying. Kekerasan tersebut melibatkan banyak pihak yang terkait di dalamnya, mulai dari teman antar teman ataupun guru. Berdasarkan data Komisi Nasional (Komnas) Anak pada tahun 2007 tentang tempat terjadinya bullying, terdapat 226 kasus atau 54,20% bullying terdapat di sekolah sedangkan 191 kasus atau 45,80% terjadi di luar sekolah. Kemudian, hal ini didukung juga oleh bentuk bullying yang terjadi, kekerasan fisik sebesar 89 kasus atau 21,34%, kekerasan seksual sebesar 118 kasus atau 28,30% dan kekerasan psikis sebesar 210 kasus atau 50,36%.2 Data ini mencerminkan sekolah seakan gagal dalam pembentukan karakter intelektual terhadap pelajar. Contoh kasus yang berkaitan dengan school bullying di sekolah adalah tindakan yang dilakukan oleh Geng Nero. Kekerasan ini dilakukan oleh remaja putrid di Pati, Jawa Tengah, terhadap juniornya yang dirasa tidak sepaham dengan mereka. Kasus lainnya1 2

http://psma.kemdiknas.go.id/home/data/rekap_nasional_data_identitas_b5.pdf www.komnaspa.or.id

adalah kasus Geng Gazper yang terjadi di SMAN 34 Jakarta [detikNews, 14 November 2007].3 Hal ini merupakan satu dari banyak kasus school bullying di kalangan pelajar sekolah. Berdasarkan survey yang dilakukan SEJIWA (2006) pada guru-guru di 3 SMA di dua kota besar di pulau Jawa menunjukkan bahwa dampak negative bullying masih belum sepenuhnya disadari oleh para guru. Banyak pihak menganggap bahwa perilaku school bullying sehari-hari di kalangan pelajar adalah hal yang wajar terjadi. 4 2. Permasalahan Dalam penelitian internasional menunjukan bahwa school bullying adalah perilaku umum yang terjadi di sekolah. Intimidasi tersebut terjadi di berbagai tingkatan kelas. Namun sering terjadi di sekolah tingkat menengah tinggi. Pada dasarnya school bullying juga penting karena hubungannya dengan kejahatan, kriminal, kekerasan, dan jenis-jenis perilaku antisosial yang agresif. 5 Perilaku school bullying di SMAN 70 Jakarta merupakan tindakan yang sengaja di wariskan. Secara konkrit school bullying ini terjadi di berbagai tahap, diantaranya adalah dalam bentuk inisiasi pada masa awal tahun ajaran baru. Hal ini terjadi secara berulang dikarenakan ada satu ciri yang di dapat tersendiri jika melakukan school bullying. Selain itu tindak kekerasan yang melibatkan siswa SMAN 70 Jakarta ini sudah sangat sistemik karena terus berulang dan terjadi pembiaran meski pihak sekolah telah mengetahuinya. Tindak kekerasan tersebut dinilainya tidak terjadi secara spontan, tetapi seperti ada yang telah merancangnya. 6 Gambaran akan diri atau self-image merupakan bagian yang penting bagi remaja untuk menginternalisasi nilai-nilai iternal yang ia pelajari didalam lingkungan peer group nya dimana hal itu dilakukan untuk mendapatkan kenyamanan bagi dirinya berdasarkan dengan peran-peran yang ia harapkan terutama mengenai apa yang harus dilakukan dalam interaksi interpersonal dengan teman-teman sebayanya. Simbol mengenai dirinya tersebut akan berkembang dan mengiringi remaja dalam kehidupan pribadinya. Berdasarkan hal tersebut remaja harus dapat secara tegas untuk mengatasi interaksi yang tidak baik atau tidak sesuai dimana hal ini merupakan berntuk proteksi terhadap diri sendiri. Bentuk proteksi tersebut dapat disesuaikan dengan keadaan dimana remaja mendapatkan3 4

www.detiknews.com SEJIWA 5 Farrington, David, P. Understanding and Preventing School bullying. The University of Chicago Press. 1993 6 http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/27/14524275/.Bullying.di.SMA.X.Jakarta.Bukan.Aksi.Spontan

kekerasan tetapi tidak mencakup kekerasan verbal maupun ekspresi internal yang diberikan oleh pelaku kejahatan.7 Oleh karena itu kami membuat beberapa pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Bagaimanakah Pengaruh Lingkungan Terhadap Perilaku School Bullying Siswa di SMAN 70 Jakarta Selatan ? 2. Bagaimanakah Pengaruh Lingkungan Dalam Pencapaian Status Lewat Perilaku School Bullying siswa di SMAN 70 Jakarta Selatan ? 3. Tujuan Penelitian Secara pasti tujuan dari penelitian ini, yaitu: 1. Mengidentifikasi penyebab suatu gejala sosial mengenai school bullying di kalangan pelajar SMAN 70 Jakarta. 2. Menemukan formula strategi pencegahan school bullying yang tepat yang dapat mereduksi dan mengontrol school bullying antar pelajar yang kerap terjadi di SMAN 70 Jakarta. Dengan itu diharapkan dapat meningkatkan rasa aman dan nyaman sehingga pelajar SMAN 70 Jakarta dapat memaksimalkan potensi intelektualitas yang mereka miliki. 4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam pembuatan artikel ilmiah yang dapat digunakan sebagai bahan referensi yang valid bagi dunia pendidikan maupun dalam pembuatan kebijakan terkait strategi pencegahan school bullying di kalangan pelajar.

7

Copes, H., Topalli, V., 2009. Criminological Theory. New York : McGraw-Hill.

BAB II Kajian Literatur dan Kerangka Pemikiran

1. Kajian Literatur Dalam Jurnal Evaluation of an Anti-Bullying Program: Student Reports of Knowledge and Confidence to Manage Bullying, Olweus (1999) mendefinsikan bullying menjadi 3 kretireia yaitu 1. Sifat agressif atau tindakan berbahaya, 2. Dan dilakukan berulang kali dari waktu ke waktu, 3. Hubungan interpersonal yang ditandai dengan ketidak seimbangan kekuatan. Perilaku intimidasi sering terjadi tanpa penyebab yang tidak jelas dan tindakan negative dapat dilakukan dengan cara melakukan kontak fisik, dengan kata-kata, atau dengan cara lain seperti membuat raut wajah atau geraktubuh sebagai sebuah isyarat, dan pengucilan dari kelompok. (Farrington, 1993; Smith & Sharp, 1994).8 Lain daripada itu jurnal Understanding and Preventing Bullying, mengungkapkan bullying biasanya di definisikan sebagai agresi berulang diarahkan pada rekan yang tidak mampu membela dirinya sendiri (Slee, 1995; Smith et al., 1999; Slee, 1995). Para peneliti telah mengidentifikasi berbagai faktor biologis dan lingkungan terlibat dalam bullying, sebagai contoh anak cenderung menjadi korban jika mereka cemas dan terisolasi dari teman-teman mereka,orang tuanya mengalami depresi dan konflik, atau orang tua mereka menggunakan gaya otoriter di rumah. (Beran & Violato, 2004; Loeber & Dishion, 1983). Menurut meta-anilisis yang dilakukan oleh Hawker dan Boulton (2000), anak-anak yang diganggu adalah cenderung merasa kesepian dan tertekan, dan memiliki harga diri yang rendah. Misalnya, anak-anak mengalami tingkat kemarahan dan depresi yang beresiko tinggi untuk terlibat dalam perilaku kriminal sebagai orang dewasa (Espelage, Bosworth, & Simon; 2001; Olweus, 1991; Slee, 1995). 9 Bullying juga penting karena hubungannya dengan kejahatan, kekerasan kriminal, dan jenis-jenis perilaku agresif antisosial. Bullying muncul dari interaksi antara pelaku potensial dan calon korban dalam sebuah lingkungan yang mempunyai kesempatan.

Banyak peneliti telah membedakan antara intimidasi fisik dan psikologis dan mereka8

Smith,. K. Peter, dkk, 2002. Definitions of Bullying: A Comparison of Terms Used, and Age and Gender Differences, in a Fourteen-Country International Comparison. Blackwell Publishing. 9 Beran., Tanya and Shapiro., Bonnie, 2005. Evaluation of an Anti-Bullying Program: Student Reports of Knowledge and Confidence toManage Bullying. Canadian Society for the Study of Education Stable.

berpendapat bahwa bullying adalah lebih karakteristik anak laki-laki, sedangkan psikologis bullying adalah lebih karakteristik anak perempuan (misalnya, Stephenson dan Smith 1989; Besag 1991; Smith dan Thompson 1991b). Pencegahan berfokus pada bullying, banyak strategi dalam mengurangi bullying dapat diklasifikasikan di bawah hukum pidana yaitu deterrence, retribution, reformation, incapacitation, denunciation, and reparation. Sebagai contoh bullying adalah pelanggaran yang paling sering menyebabkan hukuman fisik di Irlandia Utara (Tattum 1989). Di Cleveland, penggunaan hukuman fisik untuk mencegah bullying kadang-kadang dianggap untuk membantu sekitar setengah guru dan sekitar

sepertiga dari staf layanan Psikologis. (Stephenson and Smith 1989). Seperti pencegahan dengan fokus pada pelaku bullying, ada usulan untuk pencegahan dengan fokus pada korban, banyak didasarkan pada pengalaman praktis. Misalnya, Jones (1991) menyarankan bahwa guru harus memperingatkan anak-anak tentang kemungkinan diintimidasi ketika mereka tiba di sekolah menengah, atau bahkan sebelum mereka tiba, pada hari induksi. Dia juga menyarankan menggunakan drama untuk menunjukkan anak-anak cara untuk menolak pelaku atau bagaimana cara memberitahu guru tentang bullying. Pencegahan bullying berfaktor Lingkungan Upaya pencegahan yang paling berfokus pada lingkungan sekolah telah berpusat pada peningkatan pengawasan (terutama di taman bermain), pada "pengadilan pelaku," atau pada pendekatan "seluruh-sekolah" untuk bullying. Sebagai contoh, Besag (1989b, 1991) menunjukkan kebutuhan untuk memiliki baik diawasi taman bermain, koridor, toilet, dan ruang ganti. Sayangnya, supervisor makan siang yang sering kurang dibayar, tidak terlatih, dan kualitas yang buruk.10 Bullying di sekolah sangat berpengaruh pada siswa, yang menimbulkan konsekuensi kekerasan dan masalah bagi korban dan pelaku (Hazier, 1994). Banyak pelaku di sekolah memiliki masalah dengan hukum di masa dewasa mereka (Batsche &Knoff, 1994; Eron&Huesmann, 1984; Farrington, 1991; Lochman, 1992; Olweus, 1994). Korban bullying menderita kehilangan harga diri jangka panjang ke dalam kehidupan dewasa mereka (Boulton &Underwood, 1992; Slee, 1994). Studi penelitian telah berusaha dengan beberapa keberhasilan untuk mengidentifikasi karakteristik penting dari korban dan pelaku. Dalam kajian mereka, Batsche dan Knoff (1994) menyimpulkan bahwa pelaku datang dari keluarga di mana orang tua otoriter, kasar, dan menolak, memiliki kemampuanyang miskin dalam memecahkan masalah. Bullying memiliki sejarah perilaku agresif, dan mereka sering

10

Farrington, David, P. Loc. Cit.

mengambil keuntungan dari kekuatan fisik mereka (Olweus,1991b) Korban bullying tanpa teman di sekolah dan terlalu dilindungi oleh orangtua mereka di rumah (Olweus, 1978). Beberapa studi penelitian telah mengidentifikasi siklus korban bullying di sekolah (misalnya, Besag, 1989; Carvel, 1992). Misalnya, siswa dengan lemah kondisi fisik lebih mungkin dibandingkan dengan kondisi fisik yang lebih kuat untuk menjadi korban dan pelaku (Perry, dkk., 1988). Teori pembelajaran sosial mungkin memainkan peran penting dalam menjelaskan siklus korban bullying seperti yang telah digunakan dalam studi tentang kekerasan dan penyalahgunaan (misalnya, Lorber, Felton, &Reid, 1984;Matson, 1989; Sobsey, 1994). Sebagai contoh, Lorber dkk(1984) membahas peran teori pembelajaran sosial dalam siklus korban pelaku pelecehan. Peneliti menemukan bahwa korban kekerasan seringkali lebih cenderung mengganggu, agresif, dan kekerasan dari rekan-rekan non-abused mereka, dan mereka menjelaskan hasil perilaku seperti pembelajaran sosial. Penjelasan ini muncul untuk cocok dengan beberapa temuan dalam penelitian yang gertakan beberapa yang paling korban ekstrim bullying juga beberapa yang paling agresif pelaku (Perry et al, 1988.)11 Penelitian Student Victimization: National and School System Effects on School Violencein 37 Nations mengambil perspektif bahwa kekerasan di sekolah adalah fenomena global

yang mempengaruhi salah satu inti pemikiran masyarakat modern sebagian besar mengenai kekerasan. Studi kusus mengenai kenakalan atau bullying, memiliki fokus pada individu, kelompok dan struktur sosial. Lintas-nasional studi kejahatan umum (misalnya pembunuhan) cenderung berfokus pada tingkat nasional prediktor tingkat kejahatan tapi tidak berusaha untuk mempelajari bagaimana karakteristik nasional atau seluruh sistem sekolah. Dalam karya sebelumnya penelitian ini menemukan bahwa karakteristik masyarakat nasional pendidikan-sistem nasional merupakan faktor kuat yang mempengaruhi ukuran dan fungsi dari bayangan sistem pendidikan (Baker et al., 2001) serta pola dasar guru saat berperan (Letendre et al., 2001). Selain faktor-faktor yang dibahas di atas, kita berhipotesis bahwa karakteristik nasional pendidikan akan secara signifikan terkait dengan seluruh sistem tingkat kekerasan. Sebagai contoh, sebuah sistim yang menghasilkan rendahnya

11

Ma,. Xin, 2001. Bullying and Being Bullied: To What Extent Are Bullies Also Victims?. Amerika: American Educational Research Association

tingkat prestasi dapat membuat sejumlah besar siswa yang menemukan sekolah yang tidak berguna dan mungkin lebih rentan untuk bertindak Tahap pertama terdiri dari sampel probabilitas-proporsiol agar ukuran sekolah yang dipilih oleh sebagian besar siswa di tingkat kelas yang ditargetkan. Tahap kedua sampel hingga dua ruang kelas matematika per sekolah dengan probabilitas yang sama seleksi, dan semua siswa dalam kelas dilibatkan dalam penelitian. Matematika dan tes prestasi ilmu pengetahuan serta kuesioner latar belakang siswa, guru, dan kepala sekolah dirancang untuk menjadi sebanding di negara. Itu mempelajari bobot sampling yang dikembangkan untuk menyesuaikan dalam pengambilan sampel proporsional dari sub kelompok dan nonrespon (Gonzalez & Smith, 1997). Ini mendokumentasikan angka dasar yang sekolah kekerasan, dalam satu bentuk atau lainnya, memang masalah internasional, dan bahwa tidak ada negara yang kebal. Kedua guru dan siswa melihat kekerasan di sekolah yang mempengaruhi kehidupan mereka. Data ini sebagian besar telah hilang yang belum diakui dalam perdebatan saat ini tentang restrukturisasi atau memperbaiki sekolah-sekolah AS. Namun, beberapa mungkin berpendapat bahwa kekerasan di sekolah benar-benar dihasilkan oleh kekerasan dalam masyarakat dan bahwa kebijakan pendidikan dapat berdampak kecil terhadap tingkat kekerasan sekolah. Telah umumnya dianggap bahwa tingkat kekerasan di sekolah dan kenakalan remaja lainnya adalah cerminan dari tingkat kejahatan di masyarakat (Elliot, Hamburg, & Williams, 1998; Lawrence, 1998). Namun, lintas data nasional tidak mendukung anggapan ini. Tidak ada satu indikator sekolah kekerasan secara signifikan berhubungan dengan tingkat kejahatan yang disajikan di sini. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kekerasan sekolah tidak secara langsung untuk keseluruhan tingkat kejahatan atau penyimpangan dalam suatu masyarakat tertentu. Karena kurangnya lintas data nasional pada tingkat kejahatan usia tertentu, mungkin terjadi bahwa kekerasan di sekolah berkaitan dengan tingkat kejahatan remaja, tetapi sama masuk akal bahwa kejahatan remaja atau penyimpangan yang terjadi di luar sekolah berbeda dari kejahatan atau menyimpang bertindak dilakukan dalam sekolah. Penelitian tersebut mengambil sebagai premis bekerja kemudian bahwa kekerasan yang terjadi di dalam sekolah lebih cenderung berasal dari faktor proksimat dalam sistem sekolah itu sendiri.

Pindah dari premis ini, kita berharap bahwa faktor-faktor seperti mekanisme menjaga berat atau sistem yang menghasilkan sejumlah besar akademik. Temuan utama dari penelitian ini dapat ringkas sebagai berikut: Kekerasan sekolah secara luas lazim di antara 37 negara yang diteliti. Kekerasan tidak berhubungan dengan tingkat kejahatan umum di bangsa dan tingkat sekolah Kekerasan terkait dengan beberapa indikator sosial seperti: o Kekurangan mutlak dan distribusi umur tapi tidak kepada orang lain seperti ketimpangan penghasilan atau integrasi sosial. Kekerasan terkait dengan sekolah-sistem variabel dan dampak dari variabel independen dari variabel sosial. Ketika sekolah-sistem variabel yang dikontrol, banyak variabel sosial-yang menjadi tidak bermakna. Walaupun temuan dapat dinyatakan sederhana, implikasi dari data ini adalah kuat dan kompleks. Penelitian ini menantang banyak keyakinan konvensional dari komunitas kebijakan pendidikan serta panggilan mempertimbangkan nilai jelas langkah-langkah nasional kondisi sosial dalam memprediksi kekerasan di sekolah. Hal ini juga menunjukkan kesulitan dalam menggunakan teori tradisional kenakalan remaja atau penyimpangan menjelaskan tarif nasional kekerasan sekolah. 12 2. Kerangka Pemikiran Menurut teori konvergensi yang dikemukan oleh William Stern, dikemukakan bahwa perkembangan individu tidak hanya dipengaruhi oleh faktor bawaan saja, tetapi faktor lingkungan juga ikut berpengaruh. Sehingga manusia perlu berinteraksi dengan lingkungan sekitar.13 Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan anak adalah: 14

12

Akiba, Motoko, 2002. Student Victimization: National and School System Effects on School Violence in 37 Nations. Amerika: American Educational Research Association 13 http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aktualisasi_diri/bab2-proses_perkembangan_manusia.pdf 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Menurut Ganter & Yeakel, menurut sekolah adalah lembaga yang terakreditasi bagi anak; pengaruhnya terhadap sikap mereka mengembangkan adalah signifikan. Sikap dikembangkan sesuai dengan kebutuhan bagi seorang anak untuk mendapatkan proses yang tepat. Salah satu fungsi utama dari sekolah adalah mencari pengetahuan. Sikap anak terhadap belajar terutama ditandai oleh pengetahuan mencari, dan sikap ini sering berubah dalam kondisi sekolah formal. Di banyak sekolah anak masih diharapkan menjadi tidak aktif, anak terkadang bersikap malas dan kurang ada rasa ingin tahu. 15 School Bulying menurut Riauksina, Djuwita dan Soesinto didefinisikan sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/sekelompok pelajar yang memiliki kekuasaan, terhadap pelajar/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.16 Gambaran akan diri atau self-image merupakan bagian yang penting bagi remaja untuk menginternalisasi nilai-nilai internal yang ia pelajari didalam lingkungan peer group nya dimana hal itu dilakukan untuk mendapatkan kenyamanan bagi dirinya berdasarkan dengan peran-peran yang ia harapkan terutama mengenai apa yang harus dilakukan dalam interaksi interpersonal dengan teman-teman sebayanya. Simbol mengenai dirinya tersebut akan berkembang dan mengiringi remaja dalam kehidupan pribadinya. Berdasarkan hal tersebut remaja harus dapat secara tegas untuk mengatasi interaksi yang tidak baik atau tidak sesuai dimana hal ini merupakan berntuk proteksi terhadap diri sendiri. Bentuk proteksi tersebut dapat disesuaikan dengan keadaan dimana remaja mendapatkan kekerasan tetapi tidak mencakup kekerasan verbal maupun ekspresi internal yang diberikan oleh pelaku kejahatan. 17 Cohen dengan teori subkebudayaan delinkuennya menjelaskan bahwa perilaku kenakalan dilakukan oleh anak-anak yang berkelompok dengan teman-temannya. Kenakalan ini salah satunya adalah bullying, yang menurut Cohen sebuah tindakan yang tidak memiliki asas atau tujuan yang jelas. 18

15 16 17

Jurnal Psikologi Sosial 12 (01), 2005 : 1-13) Copes, H., Topalli. Loc. Cit. 18 Cohen, A.K. (1995a) Juvennile Delinquency and the Social Structure, Ph.D. Thesis. Harvard University.

Shawn dan Mc Kay mengemukakan sebuah teori yang berpendapat bahwa kenakalan perlu di transmisi karena pengaruh gaya hidup dan mendapatkan status merupakan hal yang penting. Teori ini dinamakan sebagai Cultural Transmission Theory. 19

19

Shaw, C.R., dan H. McKay. (1942), Juvennile Delinquency and Urban Areas. Chicago: University of Chicago Press.

BAB III Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian adalah mengacu pada cara peneliti melihat suatu gejala atau realitas sosial yang didasari pada asumsi dasar. Dalam penelitian kualitatif gejala sosial didefinisikan melalui hasil pemaknaan atau interpretasi. Pendekatan kualitatif dipilih karena peneliti beranggapan bahwa penelitian kualitatif dapat menggambarkan realitas yang ada dan pendekatan ini dinilai sangat peka karena dapat menangkap aspek dalam dunia sosial yang sulit ditangkap melalui angka-angka (Neuman, 1997:239). Mengutip pandangan Taylor dan Bogdan (1984:5), Hendrarso (2005:166) mengatakan bahwa penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti.Penelitian kualitatif disebut verstehen (pemahaman mendalam) karena mempertanyakan makna suatu objek secara mendalam dan tuntas. Penelitian kualitatif disebut participant-observation karena peneliti itu sendiri yang harus menjadi instrumen utama dalam pengumpulan data dengan cara mengobservasi langsung objek yang ditelitinya (Irawan, 2006:4). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk menjelaskan fenomena school bullying yang kerap terjadi di kalangan pelajar SMAN 70 Jakarta Selatan. Peneliti berupaya untuk mengetahui dan menjelaskan tentang penyebab terjadinya school bullying di kalangan pelajar SMAN 70 Jakarta Selatan. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui upaya apa sajakah yang telah dilakukan dalam mengatasi masalah school bullying di kalangan pelajar SMAN 70 Jakarta Selatan. Serta program pencegahan kenakalan yang digunakan untuk menanggulangi school bullying. Peneliti berfokus melihat pada bagaimana seharusnya program pencegahan kenakalan yang tepat untuk menanggulangi school bullying di kalangan pelajar SMAN 70 Jakarta Selatan.

2. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif bertujuan untuk mengidentifikasi dan menggambarkan fenomena yang terjadi dalam masyarakat kemudian menganalisa fenomena tersebut secara jelas. Pada penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada fakta (fact finding) sebagaimana keadaan yang sebenarnya. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara yang dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan data ataupun informasi yang berguna dan valid untuk menjelaskan permasalahan yang diteliti. 3.1. Teknik Wawancara Mendalam Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam.Teknik wawancara merupakan salah satu cara pengumpulan data dalam suatu penelitian. Karena menyangkut data, maka wawancara merupakan salah satu elemen penting dalam proses penelitian (Mustain Mashud, 2005:69) 20. Teknik wawancara adalah suatu cara yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan informasi maupun pendirian secara lisan dari informan, dengan wawancara berhadapan muka (face to face) antara pewawancara dan informan. Dengan tujuan untuk memperoleh data yang dapat menjelaskan dan atau menjawab suatu permasalahan penelitian. Sedangkan yang dimaksud dengan teknik wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang dilakukan berdasarkan pada suatu pedoman atau catatan yang hanya berisi butir-butir atau pokok-pokok pemikiran mengenai hal yang akan ditanyakan pada waktu wawancara berlangsung. Dalam teknik wawancara tersebut pewawancara mempunyai kebebasan dalam bagaimana merumuskan dan menanyakan butir-butir atau pokok-pokok yang tertera dalam pedoman wawancara kepada informan. Pewawancara dengan leluasa menanyakan berbagai pertanyaan yang biasanya disertai dengan probing, dengan tujuan untuk memperkaya info yang dibutuhkan (Malo, 1986:378). Untuk dapat menjelaskan permasalahan terkait dengan school bullying di kalangan pelajar, maka dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara ke berbagai pihak terkait.20

Suyanto, Bagong. (2005). Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Kencana, Jakarta.

3.2. Studi Literatur Studi literatur merupakan teknik pengumpulan data dari dokumen peristiwa yang telah berlalu. Dokumen dapat berbentuk buku, jurnal ilmiah, karya ilmiah (skripsi, tesis, disertasi), peraturan perundang-undangan, laporan penelitian, laporan media massa (elektronik dan cetak, termasuk internet). Peneliti berupaya untuk mengkaji berbagai buku yang membahas terkait tawuran, identitas sosial, kohesi sosial, dan strategi pencegahan school bullying dari berbagai disiplin ilmu seperti kriminologi, hukum, sosiologi, psikologi, penologi, dan sebagainya. 3.3. Teknik Analisis Data Dalam pengolahan data kualitatif, peneliti memaparkan gambaran dan keadaan yang sebenarnya tentang penyebab terjadinya school bullying, pengaruhnya bagi pelajar sekolah, dan strategi pencegahan school bullying yang tepat di kawasan tersebut agar dapat menunjukkan bahwa fenomena tersebut merupakan hal yang sangat serius dan menimbulkanrasa takut akan ancaman bagi siswa SMAN 70 Jakarta Selatan. Selanjutnya pemaparan tersebut memunculkan alternatif sebagai solusi dari permasalahan yang diajukan. 4. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini bertempat di SMAN 70 Jakarta Selatan, Jalan Bulungan Blok C Nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,DKI Jakarta. 5. Waktu Penelitian Waktu penelitian yang dilakukan dalam penelitian kami, yaitu 3 minggu. Dengan rincian sebagai berikut: Minggu ke-1: Pembuatan teknis penelitian dan mencari informan Minggu ke-2: Wawancara dengan informan Minggu ke-3: Memasukan data yang telah di dapat seta menganalisisnya.

6. Hambatan Penelitian Kami juga memiliki hambatan dalam melakukan penelitian, diantaranya adalah keterbatasan informan dalam memberikan informasi kepada tim peneliti.

BAB IV Temuan Data Lapangan

1. Gambaran Umum 1.1. Tempat Penelitian 1.1.1. Sejarah

SMA ini adalah gabungan dua SMA Negeri bertetangga, yaitu SMA Negeri X dan SMA Negeri XI yang masing-masing berdiri tahun 1959 dan 1960. Kedua sekolah ini bergabung pada 5 Oktober 1981. 1.1.2. Siswa, Guru dan Kepala Sekolah Jumlah Siswa

1.1.2.1.

Jumlah siswa pada tahun 2010/2011 adalah 1141 siswa 1.1.2.2. Jumlah Guru

Jumlah guru sebanyak 183 orang guru 1.1.2.3. Jumlah Kepala Sekolah

No.

Nama

Mulai menjabat

Selesai menjabat

1

Drs. Darmadi

3 Oktober 1982

6 Oktober 1985

2

Drs. Joelioes Joesoef

7 Oktober 1985

6 November 1992

3

Drs. Asrul Chatib

7 November 1992 24 Oktober 1996

4

Drs. H. Syaridin Zas

25 Oktober 1996 31 Juli 2000

Drs. Suyanto, M.M. 5 1 Agustus 2000 18 Maret 2004

6

Drs. Djumadi, M.Pd.

19 Maret 2004

15 Februari 2005

7

Drs. Asyikin

16 Februari 2005 14 Januari 2008

8

Drs. H. Pono Fadlullah, M.Hum.

14 Januari 2008

25 Januari 2010

9

Drs. Pernon Akbar, M.Psi.T

26 Januari 2010

12 Januari 2011

10 Drs. H. Sudirman Bur

12 Januari 2011

2011

11 Drs. Saksono Liliek Susanto, M.Pd. 2011

Sekarang

1.1.3.

Kurikulum

SMA Negeri X Jakarta menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. 1.1.4. Fasilitas

Fasilitas SMA Negeri X Jakarta antara lain sebagai berikut: Bangunan gedung dengan 40 kelas ber-AC dan dilengkapi dengan hotspot Masjid Laboratorium (fisika, kimia, biologi, virtual lab, komputer, IPS, dan bahasa) Rumah kaca Ruang multimedia Ruang audiovisual Perpustakaan

1.1.5.

Studio musik Sarana olahraga (bola basket, bola voli, bulu tangkis, sepak bola, papan panjat, fitness, tenis meja, tinju) Ruang relaksasi Ruang UKS Ruang kegiatan ekstra kurikuler Koperasi Kantin Taman Tempat parkir Prestasi Tahun 1994, menjadi SMAN Plus tingkat Kotamadya Jakarta Selatan Tahun ajaran 2001-2002, membuka Layanan Program Percepatan Belajar (kelas akselerasi). Tahun 2003, menjadi SMAN Plus Tingkat Provinsi DKI Jakarta. Tahun ajaran 2003-2004, membuka Layanan Program Sertifikasi Internasional A/AS Level yang mengacu pada University of Cambridge International Examination (kelas internasional).

Tahun 2004, menjadi SMAN Plus Standar Nasional. Tahun ajaran 2006-2007, ditetapkan sebagai salah satu Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Bulan Januari 2007, menjadi Cambridge International Examination Test Centre dengan ID 074 yang dapat menyelenggarakan ujian sertifikasi IGCSE dan A/AS Level.

1.1.6.

Kegiatan Ekstrakurikuler Band X, bergerak di bidang seni musik band Basket X, bergerak di bidang olahraga bola basket Bulungan Art Club (BAC) X, bergerak di bidang seni lukis Bulungan Boxing Camp (BBC) X, bergerak di bidang olahraga tinju Bulungan Football Club (BFC) X, bergerak di bidang olahraga sepak bola

Bulungan Seventy Volleyball (Bulsev), bergerak di bidang olahraga bola voli Espresso De Ritmo X, bergerak di bidang seni musik paduan suara Ju-Jitsu Bulungan, bergerak di bidang olahraga jujitsu Karatedo X, bergerak di bidang olahraga karate Lentera X, bergerak di bidang jurnalistik Palang Merah Remaja (PMR) X, bergerak di bidang kesehatan PMR Persada Karya Cipta (PKC) X, bergerak di bidang seni tari

modern (modern dance) dan pemandu sorak Pustaka Dokumentasi (Pusdok) X, bergerak di bidang fotografi Rohani Islam (Rohis) X, bergerak di bidang kerohanian agama Islam Rohani Kristen (Rohkris) X, bergerak di bidang kerohanian

agama Kristen dan Katolik Seksi Karya Ilmiah Remaja (SKIR) X, bergerak di bidang ilmu pengetahuan Sisgahana X, bergerak di bidang pencinta alam Softball-Baseball X, bergerak di bidang olahraga sofbol dan bisbol Taekwondo X, bergerak di bidang olahraga taekwondo Tapak Suci (TS) X, bergerak di bidang olahraga pencak

silat perguruan Tapak Suci Tata Laksana Upacara (TLUP) X, bergerak di bidang

pelaksanaan upacara dan pengibaran bendera (paskibra) Teater X, bergerak di bidang seni teater Trads X, bergerak di bidang seni tari tradisional Vocal Group (VG) X, bergerak di bidang seni musik kelompok vokal (vocal group) 1.2. Lokasi Penelitian Jalan Bulungan Blok C Nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,DKI Jakarta. 1.3. Objek Penelitian School bullying di SMAN 70 Jakarta Selatan

1.4. Umur Informan Umur informan ke-1Umur informan ke-2

: 17 Tahun: 17 Tahun

Umur informan ke-3

: 18 Tahun

1.5. Latar Belakang Informan Informan 1 Tanggal lahir Alamat Rumah Anak ke Informan 2Tanggal lahir Alamat Rumah : Bandung, 21 November 1994 : Lebak Bulus, Bona Indah, Jakarta Selatan.

: 16 Desember 1994 : Komplek Tanjung Mas, Tanjung Barat, Jakarta Selatan : 2 dari 3 bersaudara

Anak ke Informan 3 Tanggal lahir Alamat Rumah Anak ke

: 2 dari 3 bersaudara

: Jakarta, 18 Februari 1994 : Kebon Kacang Nomor 41, Jakarta Pusat : 2 dari 3 bersaudara

BAB V Analisis

1. Pengaruh Lingkungan Terhadap Perilaku School Bullying di SMAN 70 JakartaSelatan Sebenarnya Studi kusus mengenai kenakalan atau bullying, memiliki fokus pada individu, kelompok dan struktur sosial. 21 Pada perkembangannya school bullying di kalangan pelajar merupakan suatu hal yang sudah dianggap wajar keberadaanya. Hal ini dikarenakan school bullying dapat dikatakan sebagai alat tersendiri bagi pelajar dalam memperoleh satu ciri khas. Kewajaran ini merembet kepada intensitas terjadinya school bullying di kalangan pelajar. Sejalan dengan itu kerugian yang didapat sangatlah beragam dan cenderung mengarah ke fisik. Sebab school bullying yang biasa dilakukan adalah kekerasan secara fisik, seperti pemukulan, penendangan, penamparan dan hal-hal lainnya yang mengarah kepada tindakan psikis. Hal tersebut sesuai dengan pengakuan informan, yaitu: Gue pernah di gampar, terus di tonjok senior. Jika melihat pengakuan tersebut, jelas terlihat bahwa senior memiliki hak otoritas yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan senior dianggap seseorang yang lebih mengerti dan berkuasa di sekolah tersebut. Sehingga para junior, baik itu satu tahun dibawah dan siswa baru, harus mengikuti aturan yang berlaku. Sebab proses ini merupakan satu tindakan yang dianggap suatu hal yang lumrah terjadi. Aturan ini memberikan kewenangan lebih terhadap senior dalam melakukan tindakan di lingkup sekolah. Gue takut banget sama senior pas jadi junior. Berdasarkan data yang diperoleh, biasanya school bullying yang terjadi di SMAN 70 Jakarta Selatan yaitu saat masa orientasi siswa (MOS). Hal ini merupakan keharusan bagi murid baru untuk mengikuti mos. Karena masa orientasi ini merupakan langkah dalam proses penginternalisasian diri. Proses ini mengacu kepada bagaimana seorang senior menandakan kekuasaan mereka di lingkungan sekolah tersebut. Hal ini21

Akiba, Motoko. Loc. Cit.

dimaksudkan untuk menunjukkan kekuasaan yang menghasilkan kehormatan tersendiri bagi senior di lingkungan sekolah tersebut. Biasa aja pas mos (formalitas) sama guru. Setelah itu di kumpulin di suruh nongkrong karena di paksa sama senior, abis itu di suruh ribut sama sekolah lain. Sejalan dengan itu, tindakan saat menjadi senior memberikan sebuah kacamata lain dari proses school bullying di SMAN 70 Jakarta Selatan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, senior menganggap bahwa siswa baru adalah tanggung jawab mereka. Hal ini dikarenakan mereka merasa terpanggil untuk mendidik murid baru untuk mengikuti aturan yang berlaku serta melestarikannya. Sehingga aktivitas di lingkungan sekolah tersebut tidak terkikis. Pada prinsipnya lingkungan di SMAN 70 Jakarta Selatan memiliki pengaruh besar dalam proses perkembangan siswa. Hal ini dikarenakan lingkungan menjadi satu tempat internalisasi diri bagi siswa untuk mengidentifikasi diri. Selain itu, siswa juga lebih banyak berinteraksi ke luar daripada ke dalam. Sehingga mengakibatkan lingkungan menjadi tempat pembelajaran yang paling diminati bagi siswa. Mengacu kepada teori konvergensi yang dikemukan oleh William Stern, dikemukakan bahwa perkembangan individu tidak hanya dipengaruhi oleh faktor bawaan saja, tetapi faktor lingkungan juga ikut berpengaruh. Sehingga manusia perlu berinteraksi dengan lingkungan sekitar.22 Dapat dilihat sebuah titik temu dimana siswa lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan dalam proses perkembangannya. Lebih dari itu, school bullying yang terjadi di SMAN 70 Jakarta Selatan dianggap sebagai sesuatu yang perlu ditransmisi, karena mereka menganggap perilaku school bullying merupakan bagian penting dalam proses perkembangan diri di lingkungan sekolah tersebut. Sepaham dengan itu, Shawn dan Mc Kay mengemukakan sebuah teori yang berpendapat bahwa kenakalan perlu di transmisi karena pengaruh gaya hidup dan mendapatkan status merupakan hal yang penting. Teori ini dinamakan sebagai Cultural Transmission Theory.23

Melihat teori transmisi kebudayaan sangatlah jelas jika dikaitkan

22 23

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aktualisasi_diri/bab2proses_perkembangan_manusia.pdf Shaw, C.R., dan H. McKay. Loc. Cit.

dengan School Bullying di SMAN 70 Jakarta Selatan, karena perilaku school bullying di sekolah tersebut lebih kepada bagaimana mereka mendapatkan pengakuan dari orang lain. 2. Pengaruh Lingkungan Dalam Pencapaian Status Lewat Perilaku School Bullying Siswa di SMAN 70 Jakarta Selatan Pencarian status di ruang lingkup sekolah merupakan sebuah hal yang penting di dalam praktiknya. Hal ini dikarenakan, status di dalam satu lingkup sekolah adalah salah satu gambaran diri yang penting. Gambaran diri ini memberikan sebuah kehormatan tersendiri bagi individu atau anak di dalam peer sekolahnya. Lebih dari itu, gambaran ini mencerminkan kepentingan tersendiri bagi anak dalam melakukan sesuatu. Pencapaiaan status ini di SMAN 70 Jakarta Selatan di dapat setelah melalui proses panjang dari school bullying, baik menjadi korban ataupun menjadi pelaku. Perilaku school bullying ini memberikan sebuah jalan yang lebar untuk mendapatkan status tersendiri bagi anak. Hal ini ditujukkan dari beragam status yang dimiliki di SMAN 70 Jakarta Selatan. Berdasarkan data dari informan, di SMAN 70 Jakarta Selatan kelas satu (10) dianggap bukan manusia, kelas dua (11) adalah manusia dan kelas tiga (12) merupakan setengah dewa. Selain itu informan juga mengungkapkan hal lain, yaitu:

ngerasa pas kelas satu hina.Perasaan ini muncul dari strata yang diterapkan di SMAN 70 Jakarta Selatan. Di saat kelas satu mereka juga seakan menjadi budak, karena tugas mereka melayani kelas tiga, yaitu dengan mengikuti apa yang kelas tiga katakan. Lebih dari itu, berdasarkan informan, kelas tiga dalam hal ini sering meminta uang (kolekan) kepada junior yang akhirnya mereka gunakan untuk bersenang-senang. Namun, dalam perilaku lainnya yang paling menonjol adalah proses school bullying. Hal ini dikarenakan bullying dianggap sudah menjadi budaya. Cohen dengan teori subkebudayaan delinkuennya menjelaskan bahwa perilaku kenakalan dilakukan oleh anak-anak yang berkelompok dengan teman-temannya. Kenakalan ini salah satunya adalah bullying, yang menurut Cohen sebuah tindakan yang tidak memiliki asas atau tujuan yang jelas. 24 Selain itu perilaku intimidasi sering terjadi tanpa penyebab yang tidak jelas dan tindakan negative dapat dilakukan dengan cara24

Cohen, A.K. Loc. Cit.

melakukan kontak fisik, dengan kata-kata, atau dengan cara lain seperti membuat raut wajah atau geraktubuh sebagai sebuah isyarat, dan pengucilan dari kelompok. (Farrington, 1993; Smith & Sharp, 1994).25 Jika mengacu pada informan tentang school bullying di SMAN 70 Jakarta Selatan, sebenarnya mereka berpendapat bahwa perilaku school bullying yang mereka lakukan untuk pembelajaran junior kedepan dalam menghadapi masalah kedepan. Namun jika mengacu pada teori Cohen, hal seperti itu merupakan sesuatu yang dianggap tidak bisa dipertanggungjawabkan dasar serta tujuannya. Dalam praktiknya, school bullying di SMAN 70 Jakarta Selatan dianggap sebuah kebanggan tersendiri. Karena mereka melakukan perilaku school bullying atas nama solidaritas. Solidaritas ini menurut informan merupakan sebuah doktrin yang wajib diberikan sebelum melakukan perilaku school bullying. Sehingga pada praktiknya senior dapat leluasa melakukan school bullying terhadap juniornya. Berdasarkan pengakuan dari informan saat ia menjadi junior dan senior, perilaku school bullying yang dilakukan senior mengakibatkan salah seorang murid dirawat di rumah sakit. Tindakan lainnya yang tak kalah mencengangkan adalah tawuran antar sekolah yang menjadi sesuatu simbolik. Menurut pengakuan informan, murid laki-laki diwajibkan untuk ikut serta dalam tawuran antara pelajar. Hal ini terus dilakukan oleh pelajar karena masih dianggap satu bentuk solidaritas. Padahal berdasarkan pengakuan informan, dia sendiri pernah terkena gear(gerigi) di badannnya. Lebih dari itu, melihat dari intensitas school bullying yang terlampau sering dan terkesan pemaksaan ini dapat tergambar bahwa kehidupan di SMAN 70 Jakarta Selatan membutuhkan satu pengakuan tersendiri untuk setiap individu anak. Karena pendapatan suatu status dinilai penting dan menjamin kelangsung dalam peer di SMAN 70 Jakarta Selatan. Perilaku school bullying ini dapat mencerminkan gambaran individu di dalam satu peer di sekolah tersebut. Hal ini diakibatkan proses pembelajaran atau internalisasi diri dari lingkungan dan peer. Secara garis besar kekerasan di sekolah benar-benar dihasilkan oleh kekerasan dalam masyarakat dan bahwa kebijakan pendidikan dapat berdampak kecil terhadap tingkat kekerasan sekolah. Telah umumnya dianggap bahwa tingkat kekerasan di sekolah dan kenakalan remaja lainnya adalah cerminan dari tingkat kejahatan di masyarakat

25

Smith,. K. Peter, dkk. Loc. Cit.

(Elliot, Hamburg, & Williams, 1998; Lawrence, 1998).26 Selain itu School bullying diakui sebagai fenomena global yang mempengaruhi salah satu inti pemikiran masyarakat modern yang sebagian besar mengenai kekerasan.27

26

Akiba, Motoko. Loc. Cit. ibid

27

BAB VI Penutup1. Kesimpulan Pada prinsipnya school bullying merupakan sebuah perilaku yang sudah menjadi satu bentuk fenomena tersendiri di dalam kalangan pelajar, terutama di SMAN 70 Jakarta Selatan. Hal ini berkaitan dengan perilaku school bullying yang di internalisasi oleh pelajar di SMAN 70 Jakarta Selatan untuk mendapatkan gambaran diri di peer sekolah tersebut. Gambaran diri ini digunakan untuk mencirikan bagaimana individu anak dalam berinteraksi dengan teman peer-nya. Proses penginternalisasian ini merupakan bentuk dari pembelajaran indvidu anak dalam lingkungannya. Sehingga, lingkungan di identifikasikan menjadi satu tempat yang dianggap penting dalam proses penggambaran diri individu anak di SMAN 70 Jakarta Selatan. 2. Rekomendasi Secara pasti, kami sebagai tim peneliti pastinya memiliki kerisauan yang begitu mendalam terhadap school bullying yang diakui menjadi budaya di kalangan pelajar, khususnya SMAN 70 Jakarta Selatan. Oleh karena itu, kami memberikan rekomendasi untuk menanggulangi perilaku school bullying di sekolah tersebut, diantaranya yaitu: 1. Tindakan internal sekolah dalam merespon perilaku school bullying. 2. Pengawasan keluarga terhadap tindakan individu anak yang menyangkut kehidupan bersosialisasinya dengan teman sebayanya di kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA Buku Copes, H., Topalli, V., (2009). Criminological Theory. New York : McGraw-Hill. Shaw, C.R., dan H. McKay. (1942), Juvennile Delinquency and Urban Areas. Chicago: University of Chicago Press. Suyanto, Bagong. (2005). Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Kencana, Jakarta. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Cohen, A.K. (1995a) Juvennile Delinquency and the Social Structure, Ph.D. Thesis. Harvard University. Jurnal Akiba, Motoko, (2002). Student Victimization: National and School System Effects on School Violence in 37 Nations. Amerika: American Educational Research Association Beran, Tanya and Shapiro., Bonnie, (2005). Evaluation of an Anti-Bullying Program: Student Reports of Knowledge and Confidence toManage Bullying. Canadian Society for the Study of Education. Farrington, David, P. Understanding and Preventing School bullying. The University of Chicago Press. 1993 Jurnal Psikologi Sosial 12 ((01), 2005 : 1-13) Ma, Xin,. (2001). Bullying and Being Bullied: To What Extent Are Bullies Also Victims?. Amerika: American Educational Research Association SEJIWA Smith, K. Peter, dkk,. (2002). Definitions of Bullying: A Comparison of Terms Used, and Age and Gender Differences, in a Fourteen-Country International Comparison. Blackwell Publishing. Website www.detiknews.com

http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/27/14524275/.Bullying.di.SMA.X.Jakarta.Bukan.A ksi.Spontan http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aktualisasi_diri/bab2proses_perkembangan_manu sia.pdf http://psma.kemdiknas.go.id/home/data/rekap_nasional_data_identitas_b5.pdf www.komnaspa.or.id www.sman70jkt.sch.id

LAMPIRAN Pedoman Wawancara 1. Apa yang menyebabkan informan melakukan school bullying? 2. Bagaimanakah faktor lingkungan mempengaruhi informan melakukan school bullying? 3. Bagaimana faktor lingkungan menyebabkan informan mendapatkan status lewat school bullying? Transkrip Wawancara Informan 1 Tim Peniliti Lo tinggal dengan siapa? Informan Tinggal bareng nyokap bokap di Tanjung Mas Raya Anak ke berapa? Anak ke 2 dari 3 bersaudara. Sifat bokap lo bagaimana? Bokap sih santai gak santai, hehehe.. kalo nyokap protektif banget. Hehe.. Pernah gak lo mengalami trauma saat masa Dulu gue pernah dipukulin bokap karena kecil? mukulin temen di rumah. Hehehe Mengapa pilih SMAN 70 Jakarta Selatan? Di suruh nyokap, gue sih ngikut aja. Pernah ikut mos atau enggak? Pernah Takut gak sama senior? Gue takut banget sama senior pas jadi junior Kenapa takut? Takut dipukulin kalo punya masalah. Hehe Saat Mos, apa yang dilakukan senior ke lo? Biasa aja pas mos formalitas gitu sama guru. Setelah itu di kumpulin di suruh nongkrong karena di paksa sama senior, abis itu di suruh ribut sama sekolah lain. Bagaimana perasaan lo saat jadi junior? Ngerasa pas kelas satu hina Apa pengaruh kejadian saat MOS dengan Dendam sama yang ngegampar gue. Hehe.. kehidupan di sekolah lo? Apa perasaan lo saat jadi senior? Seneng banget. Hehe Merasa berkuasa. Apa yang dilakukan lo ke junior saat jadi Pernah ngegampar senior? Apakah lo ngerasa bersalah saat melakukan Gak merasah bersalah, karena gue merasa itu itu? bagian dari pendidikan. Hehe.. Bagaimana reaksi junior lo setelah kejadian Reakasinya shock tapi mulai ada doktrin itu? masuk, solidaritas. Setalah 3 kali di bilangin baru di gampar Pernah ketahuan gak? Apa dasar lo melakukan bullying? Punya nama angkatan? Lo pernah tawuran gak? Pernah ketangkap polisi gak? Selama ngebully gak pernah ketauan. Hehe.. Ngelakuin perbuatan salah terus karena atas nama solidaritas Punya. Namanya Detasmen Iya Pernah ketangkep polisi di suruh jalan jongkok

Pernah kena apa aja?

Pernah kena gear sempat berfikir gak mau tawuran lagi tapi kebawa suasana jadi mau tawuran lagi Pernah kalah tawuran? Pernah Apa reaksi lo saat jadi senior? Gue marah banget Ada kejadian yang parah saat lo ngebully Angakatan gua pernah nge bully junior gua junior? pernah sampai ada yang masuk rumah sakit gara gara ada kejadian Kalo pas lo jadi junior? Angaktan gua pernah ada yang sampai di opname Gimana caranya kalo ada temen lo yang gak Ada orang yang gak solidaritas biasanya di solid? omongin gak sampai di pukulin Bagaimana budaya bullying di sekolah lo tetap Diwarisin ada?

INFORMAN 2

Tinggal di mana? Anak keberapa sih lu? Kenapa sih milih sma 70 ? Apa bedanya? Tau gak sih tradisi bullying di 70?

lebak bulus bona indah dan sama orang tua Anak ke dua dari tiga bersaudara Ehhm, beda aja sama sekolah yang lain Tau Sebenarnya parah sih, tapi apa namanya bukan anak sekolah banget Cuma seru aja

Menurut lu gimana sih? Serunya kayak gimana sih?

Takut ngeri Yaa apa, ya kan setiap junior ke seniornya kan takut, sangar-sangar seniornnya

Pas kelas satu lu takut sama senior gak sih?

Pas nongkrong di apain aja? Nongkrong yang ngobrol-ngobrol, ngerokok, ya biasa lah

Pas nongkrong pernah di bully gak? Pas kelas satu lu pernah di apain aja? Rejes itu di apain sih? Lu paling parah di apaain sih?

Gak kok gak pernah Di kolekin, terus di rejes haha Di jejerin terus di gamparin Hmm, paling parah ya gua di gampar sihm, terus pernah sekali pas perkenalan utas yang titit gua di tending

Di tendang gara gara apa? Pas lu di tendang ada guru yang tau gak? Biasanya lu di bully di mana aja sih?

Emang lagi sesi di gamparin aja Gak ada yang tau Di mana aja sih sebenarnya, disini sih si mendawai juga pernah

Lu kalo nongkrong dimana?

Kalo kelas satu di mendawai

Itu tongkrongannya beda beda kalo kelas satu Beda beda kalo kelas dua digor, kelas tiga di kelas dua? lamandau sama halte

Di dalam sekolah juga pernah ada yang di Di dalam sekolah juga, di kelas, dikantin, di bully gak? toilet sebenarnya dimana mana sih kelas satu itu Guru gak ada yang tau? Mungkn guru beberapa ada yang tau tapi gak ngelakuin apa apa Lu ngerasa gak lingkungan berpengaruh sama Berpengaruh banget tingkah laku lu yang sekarang? Lu tau bullying dari mana? Gua tau dari berita dan saudara gua ada di sini juga Lu pernah mau gak ikut ikutan sama hal kyk Kalo gak ikut ikutan pas di gampar gua sih gini? mau, tapi kalo nongkrong nggak, nongkrong nongkrong aja Pengaruh bullying lu berpengaruh dari Heem kalo pas waktu itu sih pengen gua

lingkungan juga gak, jadi gara gara lu di ngebales tapi habis itu mikir kan udah beda pukulin di tendangin lu pengen ngebales gak? jaman juga pas gua jadi agit gua gak ngebales

Bedanya sama anak anak yang gak ikut Bedanya ada gap aja antara yang ikut nongkrong? nongkrong apa nggak

Lu ngerasa bangga gak pas ngelakuin bullying? Gak biasa aja Lu paling parah ngelakuin apa aja ke junior lu? Ngerasa bersalah gak pas ngelakuin itu? Ngegampar doang gua mah Ngerasa, habis sesi itu gua minta maaf

Pas lu di bullying lu ngerasa dendam gak sama Kalo di bullyingnya tanpa sebab sih dendam senior lu? gua, kayak misalnya tiba tiba di suruh jongkok terus di tendang

INFORMAN 3 Anak ke berapa lu? Kenapa memilih sma 70? Anak ke 2 dari 3 Gara gara orang tua dan saudara gua alumni sini Lu tau gak ada tradisi bullying? Gak tau gua

Pas kelas satu kehidupan di sekolah lu gimana

Awal awalnya takut, pulang sekolah langsung pulang, tapi lama lama ngebaur juga

Yang membuat lu nongkrong kenapa?

Gara gara temen sekelas, kelas tiga, dan saudara gua katanya nongkrong aja gpp

Dendam gak lu sama senior? Setelah kejadian itu lu ngeliat senior gimana?

Di gampar, di sundut di kaki sama pantat Gua gak tau siapa yang nyundut, jadi

keadaanya merem dan di suruh jongkok gak boleh ada yang berdiri gara gara di tendang gua otomatis kan berdiri terus gua kena di gampar, di tendang Ada perasaan pengen ngebales gak sih di luar Gua takut, nunduk kalo ngeliat senior sekolah? Pernah kepikiran ngelapor guru gak sehabis lu di Gak pernah, gak guna juga lapor ke guru bully? Kenapa emang? Ya gua liat kedepannya mau jadi apa 70 kalo gua lapor ke guru Tapi pernah gak sih ada temen lu yang ngelapor ke Pernah, cewe paling guru terus di tindak keras sama guru? Tindakan guru terus gimana? Ya manggil oknum oknum tersebut terus di tindak deh Tempat lu di bully dimana sih emang? Tempatnya kyk gimana sih? Di bullynya kapan sih? Di lamandau Gelap sama sepi Kalau malem di lamandau, kalo siang biasanya di rejes di mendawai, ke gor di bawa keg or Lu jadi senior udah ngelakuin apa aja ke junior lu? Gua kalo main tangan jarang, kalo ada event event tertentu aja sih, misalnya kayak dia punya salah ya gua pukul. Tapi ya juga gua tau bagai mana dulu rasanya di pukul jadi ada rasa kasihan juga sih makanya gua meminimalisir pukulan gua sih gak separah gua pas waktu dulu

Terus apa lagi yang lu lakuin?

Gua ngedoktrin anak kelas satu, jadi perintah gua bakal jadi tanggung jawab dia untuk di lakuin

Contohnya? Lu ngerasa bersalah gak pas ngelakuin bullying?

Nongkrong, tubir Gua ngelakuin itu juga pakai alas an kan dan gua ngelakuin itu niat gua gak buruk buruk banget

Ketika lu nongkrong lu ngapain apa selain Gak ada ngerokok, contohnya kyk nyimeng gitu ada gak? Lu ngerasa keren gak pas ngelakuin bullying? Gua ngelakuin itu juga pakai alas an kan dan gua ngelakuin itu niat gua gak buruk buruk banget Pernah ketangkep guru gak pas lu ngelakuin Gak pas kelas tiga gua gak pernah, tapi bullying? kelas satu gua pernah tapi pas jadi korban

Lu tau gak apa yang di lakukan guru pas senior lu Ngasih point paling kalo udah lebih dari ketangkep basah ngelakuin bullying? 50 nanti di skorsing

Guru pernah gak menghukum dengan cara fisik Pernah pas sehabis tawuran di bubar juga? bubarin padahal kita yang di serang kalo di lihat itu bukan salah kita kan, kita kan di serang ya bela diri tapi malah gurunya nendang nendang, cekek-cekek buat ngusir Guru berperan gak sih buat mencegah tawruran? Gak pernah kalo tawuran tapi kalo anak kelas satu yang nongkrong nongkrong sering di usir usirin kan cikal bakal juga kan kelas satu yag bakal ngelanjutin gitu jadi fokusnya di kelas satu Tarus pas di usir lu gimana? Ya diem aja kalo gurunya udah marah ya pergi tapi nanti balik lagi ke tongkrongan Orang tua lu tau gak sih lu kalo lu tawuran dan Tau ngelakuin bullying? Orang tua lu pernah di panggil gak gara gara hal Pernah itu? Dan kasih advice apa? Jadi pas gua mau di rejes gua bilang, tapi

orang tua gua gak bakal ngelapor ke guru, ibaratnya orang tua gua udah terbuka asal gua nya gak terlalu kenapa kenapa