kajian penerapan standar pelayanan mutu · pdf filesehingga penyediaan dokumen rtrw menjadi...

15
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008 KAJIAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MUTU JALAN DI DAERAH PROVINSI BANDAR LAMPUNG Tedy Murtejo Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145 email: [email protected] ABSTRAK Dalam pasal 37 UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan bahwa hasil penyelenggaraan jalan harus memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan. SPM untuk jaringan jalan perlu dikaji mendalam, karena menyangkut kebutuhan dasar masyarakat akan akses terhadap fasilitas sosial dan ekonomi.Pedoman penetapan SPM untuk jalan sangat diperlukan Provinsi dan Kabupaten dalam menetapkan kebijakan penyelenggaraan jalan di wilayahnya masing-masing karena menyangkut komitmen kepada publik untuk mencapainya dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan, prioritas, keuangan, kemampuan kelembagaan dan SDM daerah. Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan suatu kajian SPM untuk Jalan Daerah yang memperhatikan standar pelayanan dasar dan realitas penyediaan prasarana jalan yang ada di Lampung dengan tujuan agar dapat tersedianya suatu pedoman bagi Provinsi dan Kabupaten untuk menilai pencapaian SPM jalan di wilayahnya sesuai kebutuhan dan kemampuan. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah tersedianya satu petunjuk teknis yang dapat digunakan sebagai acuan bagi pemerintah daerah Lampung dalam batas waktu pencapaian tertentu. Mobilitas masyarakat di Propinsi Lampung ditunjang dengan sarana perhubungan darat, laut, dan udara. Sarana perhubungan darat pada tahun 2005 terdiri dari 1.004,16 km jalan negara dan 2.369,97 km jalan propinsi. Dari total jalan tersebut yaitu sepanjang 3.359,25 km, 32,41 persen dalam kondisi baik, 31,69 persen kondisi sedang, dan 25,80 persen kondisi rusak. Sedangkan menurut jenis penggunaannya, 85,23 persen merupakan jalan beraspal, 11,55 persen jalan agregat, dan 4,57 persen jalan tanah. Dengan Indeks aksesibilitas Kebutuhan suplai jaringan jalan sangat tergantung dari setting tata ruang wilayah, sehingga penyediaan dokumen RTRW menjadi sangat penting keberadaan, kesesuaian, dan kebenarannya.Spektrum kondisi geografi, demografi, ekonomi, dan kemampuan keuangan daerah merupakan variabel penentu dalam melakukan setting target pencapaian SPM di setiap wilayah. Kata kunci : Standar Pelayanan Minimal, aksesibilitas dan mobilitas 1. PENDAHULUAN Pedoman penyusunan SPM jalan wilayah pernah ditetapkan melalui Kep.Men. Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2001, di mana terdapat 5 aspek pelayanan yang ditetapkan SPM- nya yakni 3 aspek terkait penyediaan jaringan jalan (aksesibilitas, mobilitas, dan kecelakaan) dan 2 aspek terkait dengan penyediaan ruas jalan (kondisi jalan dan kondisi pelayanan). Pada dasarnya, aspek pelayanan untuk ruas jalan lebih jelas ukurannya, dimana kondisi fisik suatu ruas jalan minimal adalah mantap, yakni tidak rusak (mantap fisik) dan tidak macet (mantap ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 88

Upload: buikhanh

Post on 04-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008

Universitas Lampung, 17-18 November 2008

KAJIAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MUTU JALAN DI DAERAH PROVINSI BANDAR LAMPUNG

Tedy Murtejo

Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung

Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145 email: [email protected]

ABSTRAK

Dalam pasal 37 UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan bahwa hasil penyelenggaraan jalan harus memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan. SPM untuk jaringan jalan perlu dikaji mendalam, karena menyangkut kebutuhan dasar masyarakat akan akses terhadap fasilitas sosial dan ekonomi.Pedoman penetapan SPM untuk jalan sangat diperlukan Provinsi dan Kabupaten dalam menetapkan kebijakan penyelenggaraan jalan di wilayahnya masing-masing karena menyangkut komitmen kepada publik untuk mencapainya dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan, prioritas, keuangan, kemampuan kelembagaan dan SDM daerah. Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan suatu kajian SPM untuk Jalan Daerah yang memperhatikan standar pelayanan dasar dan realitas penyediaan prasarana jalan yang ada di Lampung dengan tujuan agar dapat tersedianya suatu pedoman bagi Provinsi dan Kabupaten untuk menilai pencapaian SPM jalan di wilayahnya sesuai kebutuhan dan kemampuan. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah tersedianya satu petunjuk teknis yang dapat digunakan sebagai acuan bagi pemerintah daerah Lampung dalam batas waktu pencapaian tertentu. Mobilitas masyarakat di Propinsi Lampung ditunjang dengan sarana perhubungan darat, laut, dan udara. Sarana perhubungan darat pada tahun 2005 terdiri dari 1.004,16 km jalan negara dan 2.369,97 km jalan propinsi. Dari total jalan tersebut yaitu sepanjang 3.359,25 km, 32,41 persen dalam kondisi baik, 31,69 persen kondisi sedang, dan 25,80 persen kondisi rusak. Sedangkan menurut jenis penggunaannya, 85,23 persen merupakan jalan beraspal, 11,55 persen jalan agregat, dan 4,57 persen jalan tanah. Dengan Indeks aksesibilitas Kebutuhan suplai jaringan jalan sangat tergantung dari setting tata ruang wilayah, sehingga penyediaan dokumen RTRW menjadi sangat penting keberadaan, kesesuaian, dan kebenarannya.Spektrum kondisi geografi, demografi, ekonomi, dan kemampuan keuangan daerah merupakan variabel penentu dalam melakukan setting target pencapaian SPM di setiap wilayah. Kata kunci : Standar Pelayanan Minimal, aksesibilitas dan mobilitas

1. PENDAHULUAN

Pedoman penyusunan SPM jalan wilayah pernah ditetapkan melalui Kep.Men.

Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2001, di mana terdapat 5 aspek pelayanan yang ditetapkan SPM-

nya yakni 3 aspek terkait penyediaan jaringan jalan (aksesibilitas, mobilitas, dan kecelakaan)

dan 2 aspek terkait dengan penyediaan ruas jalan (kondisi jalan dan kondisi pelayanan). Pada

dasarnya, aspek pelayanan untuk ruas jalan lebih jelas ukurannya, dimana kondisi fisik suatu

ruas jalan minimal adalah mantap, yakni tidak rusak (mantap fisik) dan tidak macet (mantap

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 88

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008

Universitas Lampung, 17-18 November 2008

pelayanan). Peraturan Pemerintah RI No.65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyuunan dan

Penerapan SPM menyebutkan di beberapa pasal bahwa SPM disusun oleh Menteri dan

diterapkan dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib

Daerah Propinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km2 termasuk pulau-

pulau yang terletak di sebelah tenggara Pulau Sumatera, dan dibatasi oleh:Propinsi Sumatera

Selatan dan Bengkulu, di Sebelah Utara, Selat Sunda, di Sebelah Selatan, Laut Jawa, di Sebelah

Timur dan Samudra Indonesia, di Sebelah Barat. Pada tahun 1999 wilayah Propinsi Lampung

dimekarkan menjadi 7 kabupaten/kota, kemudian dengan diundangkannya UU No.12 Tahun

1999 dimekarkan lagi menjadi 10 kabupaten/kota. Luas wilayah Propinsi Lampung 3.528.835

Ha, dengan masing-masing kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Luas Wilayah Propinsi Lampung Menurut Kabupaten/Kota

No. Kabupaten/Kota Luas (Ha)

1 Lampung Barat 495.040

2 Tanggamus 335.661

3 Lampung Selatan 318.078

4 Lampung Timur 433.789

5 Lampung Tengah 478.982

6 Lampung Utara 272.563

7 Way Kanan 392.163

8 Tulang Bawang 777.084

9 Bandar Lampung 19.296

10 Metro 6.179

Sumber: BPS Provinsi Lampung 2006

Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan pelayanan dasar.

SPM untuk jaringan jalan perlu dikaji mendalam, karena menyangkut kebutuhan dasar

masyarakat akan akses terhadap fasilitas sosial dan ekonomi. Kebutuhan penyediaan jaringan

jalan di Provinsi Lampung dan sekitarnya dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya

intensitas dan distribusi populasi, jenis dan skala kegiatan ekonomi, dan konfigurasi tata ruang

wilayah, dll.

1.2 MAKSUD, TUJUAN

Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan suatu kajian SPM untuk Jalan Daerah

yang memperhatikan standar pelayanan dasar dan realitas penyediaan prasarana jalan yang ada

di Lampung.Adapun tujuannya adalah tersedianya suatu pedoman bagi Provinsi dan Kabupaten

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 89

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008

Universitas Lampung, 17-18 November 2008

untuk menilai pencapaian SPM jalan di wilayah Lampung sesuai kebutuhan dan

kemampuannya.

1.3 RUANG LINGKUP

Dalam melaksanakan lingkup penelitian ini maka beberapa tahapan yang perlu

dilakukan antara lain:

a. Pekerjaan Persiapan, yaitu kegiatan menyusun rencana kerja dan metode pendekatan kajian

dengan cara mengumpulkan data sekunder/informasi awal yang diperlukan yang ada di

Direktorat Bina Program dan instansi lainnya di lingkungan Pemerintah Daerah Lampung

dan kajian pustaka dan literatur terhadap kajian-kajian yang relevan untuk keperluan

kegiatan survei maupun untuk keperluan kompilasi data untuk langkah analisis pada kegiatan

berikutnya.

b. Pengumpulan Data Sekunder

c. Pengumpulan Data Primer antara lain: Survei Wawancara, Survei Kondisi Jalan dan Survei

Volume Lalu Lintas dan Kecepatan di wilayah Pemerintah Daerah Lampung

d. Analisa Data dengan cara menganalisis semua data yang telah dikumpulkan.

2. METODE PENELITIAN

Dalam hal ini penyusunan SPM prasarana jalan merupakan pelaksanaan salah satu fungsi

Ditjen Prasarana Wilayah tersebut, sehingga dalam penyusunan SPM ini harus dipastikan

posisinya dalam hirarki kebijakan NSPM, sehingga muatannya tidak berbenturan dengan

produk peraturan pada hirarki yang berlainan.Dalam perangkat pelaksanaan tugas

kepemerintahan Standar merupakan bagian dari sistem NSPM (Norma, Standar, Pedoman, dan

Manual)

Dalam penyelenggaraan jalan, Norma (N) berisi aturan normatif dan cenderung kualitatif

yang mendasari konsep penyelenggaraan jalan, kemudian dalam Standar (S) aspek normatif

tersebut dicoba dikuantifisir dan dispesifikasi besarannya. Dalam melakukan kegiatan yang

diharapkan mampu memenuhi standar secara kuantitatif dan konsep secara normatif, diperlukan

suatu Pedoman (P) yang mengatur mekanisme implementasi dalam strategi dan penyusunan

program yang dalam Manual (M) didetailkan lebih lanjut dalam men-delivery kegiatan.

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 90

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008

Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Gambar 2.1 Hirarki NSPM

2.1. Konsep penyusunan SPM PRASARANA JALAN Definisi kata standar dalam penjelasan pasal 3 PP No. 25 Tahun 2000 adalah spesifikasi

teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan dalam melakukan kegiatan. Pelayanan

(service) menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kegiatan memberikan bantuan dan hal-

hal segala urusan yang diperlukan.Kata minimum menurut kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah batasan paling kecil atau sekurang-kurangnya. Sehingga dalam konjungsi kata pelayanan

minimum dapat diartikan sebagai batasan sekurang-kurangnya dari akomodasi (bantuan) yang

diberikan.

Prasarana (infrastructure) merupakan definisi teknis yang besar dan sampai saat ini masih

dalam perdebatan oleh para ahli. Ir. Ewoud Verhoef (TU Delft, Belanda) melakukan

serangkaian kajian pustaka mengenai definisi prasarana menyimpulkan bahwa definisi dari

prasarana adalah sebagai berikut:“An infrastructure is a large-scale technological system,

consisting of immovable physical facilities and delivering (an) essential public or private

service(s) through the storage, conversion and/or transportation of certain commodities. The

infrastructure includes those parts and subsystems necessary for fulfilling the primary storage,

transportation and/or conversion function(s) as well as those supporting a proper execution of

the primary function(s)”.

Jalan (dalam UU No. 38 tahun 2004 maupun dalam PP No. 34 tahun 2006) didefinisikan

sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 91

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008

Universitas Lampung, 17-18 November 2008

permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air. Dengan

merujuk kepada definisi-definisi di atas maka SPM prasarana jalan dapat diterjemahkan sebagai

berikut: SPM Prasarana Jalan adalah suatu spesifikasi teknis penyediaan prasarana jalan yang

sekurang-kurangnya disediakan pada suatu wilayah untuk keperluan lalulintas agar fungsi dari

jaringan jalan dalam memberikan dukungan pelayanan bagi kegiatan masyarakat dapat

dilaksanakan dengan baik.

SPM prasarana jalan akan terdiri dari 2 induk besaran : (1) kuantitas dan (2) kualitas prasarana

jalan.

Gambar 2.2. Identifikasi Awal Variabel SPM Prasarana Jalan

Sedangkan jika SPM jalan ini dikaitkan dengan kewenangan maka untuk setiap jenjang

pemerintahan (Pusat, Propinsi, dan Kab/Kota) harus disediakan SPM-nya. Sehingga

kemungkinan format SPM tersebut akan meliputi beberapa hal sebagaimana disampaikan pada

Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Spektrum SPM Prasarana Jalan dalam Aspek dan Kewenangan

Kewenangan

Pusat

(Jalan Nasional)

Propinsi

(Jalan Propinsi)

Kab/Kota

(Jalan Kab/Kota)

Kuantitas: - Aksesibilitas - Mobilitas

Aspek

Kualitas: - Kondisi jalan - Keselamatan - Kecepatan

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 92

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008

Universitas Lampung, 17-18 November 2008

2.2. Aspek Kuantitas dalam SPM Prasarana Jalan

Prinsip utama dalam penyediaan kuantitas prasarana jalan adalah:

- Sesuai dengan prinsip ekonomi optimum dimana penyediaan panjang jalan tidak berlebihan

(over-supply) namun tetap mencukupi untuk menjadi terpenuhinya kebutuhan dasar sosial-

ekonomi masyarakat tetap dapat memberikan impuls bagi pengembangan ekonomi

wilayah,

- Merata dan menjangkau seluruh wilayah dengan baik sesuai dengan kondisi geografis,

penyebaran penduduk dan pemusatan kegiatan ekonomi (well-distributed/spacing)

- jalan harus terhirarki dengan benar sesuai fungsinya (A/K/L dan primer/sekunder) dan

membentuk jaringan jalan yang utuh (tidak terputus) (networking by hierarchy)

Untuk simplifikasi maka minimal dalam SPM harus ditentukan lebar badan jalan minimal

untuk setiap jenis fungsi jalan baik Arteri, Kolektor, Lokal (A, K, L). Sehingga pada dasarnya

dengan mengacu kepada konsep aksesibilitas dan mobilitas tersebut di atas, dapat ditentukan

persyaratan untuk setiap jenjang kewenangan jalan sebagaimana disampaikan pada Tabel 2.2.

Secara umum aksesibilitas wilayah diwakilkan oleh variabel panjang jalan/km2 area

Tabel 2.2 Syarat Aksesibilitas dan Mobilitas sesuai Kewenangan Pada Jalan Nasional dan

Propinsi

No. Jenis Jalan Syarat Aksesibilitas a. Menghubungkan semua PKN dan antara PKN dengan PKW (ref: ps 7(2) UU No. 38/2004) b. Menghubungkan semua Ibukota Propinsi yang merupakan PKW dan/atau (ref: ps 9 (2) dan ps 9 (4) UU No. 38/2004) 1

Jalan Nasional (ref: ps 9 (2) UU No.

38/2004) c. Menghubungkan wilayah/lokasi strategis Nasional (ref: ps 9 (2) UU No. 38/2004) a. Menghubungkan antara Ibukota Propinsi dengan Ibukota Kab/Kota yang merupakan PKW dan/atau PKL (ref: ps 10 (2) PP No. 34/2006) b. Menghubungkan antar Ibukota Kab/Kota yang merupakan PKW dan/atau PKL (ref: ps 10 (2) PP No. 34/2006)

2 Jalan Propinsi (ref:

ps 9 (3) UU No. 38/2004)

c. Menghubungkan wilayah/lokasi strategis propinsi a. Menghubungkan antar PKW dan antara PKW dengan PKL yang bukan Ibukota Propinsi dan Ibukota Kab/Kota (ref: ps 10 (2) PP No. 34/2006)

3 Jalan Kabupaten (ref: ps 9 (4) UU No. 38/2004)

b. Menghubungkan antara PKN dengan PKL, PKW dgn PKL, antar PKL, antara PKL dgn persil & antar persil (ref: ps 10(3) PP No. 34/2006)

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 93

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008

Universitas Lampung, 17-18 November 2008

c. Menghubungkan KWP dengan KWS I, antar KWS I, KWS I dengan KWS II, antar KWS II, KWS II dengan KWS III, KWS I dengan perumahan, KWS II dengan perumahan, KWS III dengan perumahan (ref: ps. 11 (1,2,3,) PP No. 34/2006) d. Menghubungkan wilayah/lokasi strategis lokal (ref: penjelasan ps. 6(3) RUU)

4 Jalan Kota (ref: ps 9 (5) UU No 38/2004)

a. Menghubungkan semua KWP, KWS I, KWS II, KWS III, dan perumahan di dalam wilayah Kota (ref: ps. 11(1,2,3) PP No. 34/2006)

2.3. Aspek Kualitas Dalam SPM Prasarana Jalan

Kualitas prasarana jalan harus memenuhi syarat kualitas minimal, yakni siap/dapat

dioperasikan/ digunakan setiap saat. Secara ekonomi maka kualitas jalan minimal harus

memberikan pelayanan yang minimal dengan biaya perjalanan yang relatif murah ditinjau dari

konsumsi waktu, BBM, komponen BOK, dlsb.Secara umum kualitas pelayanan jalan dapat

dijamin dengan:

(1) Kualitas fisik jalan yang cukup, atau tidak rusak,

(2) Kualitas operasional yang memadai, misalnya dengan variabel kecepatan, biaya

operasi kendaraan, dan keselamatan,

2.3.1. Kualitas Fisik Jalan

Kualitas fisik jalan yang umum digunakan dalam menilai kondisi adalah IRI (yang

menyangkut riding-quality) dan RCI (yang menyangkut structural-quality). Secara lebih

sederhana maka syarat kondisi fisik jalan adalah tidak rusak. Dalam terminologi

penyelenggaraan jalan maka terdapat suatu korelasi antara klasifikasi kondisi fisik jalan (baik,

sedang, rusak, rusak berat) dengan kebutuhan penanganan jalan.Sebagai contoh untuk jalan

standar hubungan tersebut digambarkan sebagaimana pada Gambar 2.3. Klasifikasi kondisi

minimal perkerasan jalan dikaitkan dengan lalulintas dan fungsi jalannya secara umum

disampaikan pada Tabel 2.3. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum syarat

IRI untuk semua fungsi jalan adalah maksimum 8 m/km dan RCI minimal 5,5. Namun hal ini

akan juga dipengaruhi oleh lebar aktual jalan dan volume aktual jalan, yang secara umum

membutuhkan syarat IRI dan RCI yang lebih baik, sebagaimana disampaikan dalam SPM versi

Kepmenkimpraswil No. 543/KPTS/M/2001. Namun sebagai batasan maksimal angka IRI < 8.0

dan RCI>5.5 sudah cukup memberikan kualitas fisik jalan yang dapat menjamin berfungsinya

jalan secara minimal.

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 94

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008

Universitas Lampung, 17-18 November 2008

RUSAK RINGAN8 < IRI < 12

RUSAK BERAT12 < IRI

PEMILIHARAAN BERKALA4,5 < IRI < 8

PENINGKATAN

BATAS KONTRUKSI JALAN

LINTASAN IDEAL

BATAS KRITIS

Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin

BATAS MASA PELAYANAN

JIKA TANPA PROGRAM PENINGKATAN JALAN

TIDAK MAMPU LAGI MELAYANI LOS YANG ADA

Pt

Po

Keterangan:Po : Service Ability Indeks Awal (PHO)Pt : Service Ability Indeks Akhir (Batas UmurPelayanan)Nilai Po dan Pt tergantung pada klasifikasi Jalan (N, P, K) danLHR

Iri < 4,5 Iri < 4,5 Iri < 4,5

RUSAK RINGAN8 < IRI < 12

RUSAK BERATIRI>12

PEMILIHARAAN BERKALA4,5 < IRI < 8

PENINGKATAN

BATAS KONTRUKSI JALAN

LINTASAN IDEAL

BATAS KRITIS

Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin

BATAS MASA PELAYANAN

JIKA TANPA PROGRAM PENINGKATAN JALAN

TIDAK MAMPU LAGI MELAYANI LOS YANG ADA

Pt

Po

Keterangan:Po : Service Ability Indeks Awal (PHO)Pt : Service Ability Indeks Akhir (Batas UmurPelayanan)Nilai Po dan Pt tergantung pada klasifikasi Jalan (N, P, K) danLHR

Iri < 4,5 Iri < 4,5 Iri < 4,5

Gambar 2.3. Hubungan antara Kondisi Fisik Jalan dan Kebutuhan Penanganan Jalan

Keterangan:

RCI = Road Condition Index

Tabel 2.3. Syarat Minimal Kondisi Jalan Menurut Fungsi Jalan

Fungsi Jalan

Lebar Minimal (PP No. 34/2006 Jalan)

Minimal Volume

Lalulintas Jam Puncak (MKJI 1997) smp/jam

LHR = VJP/k (MKJI 1997)

smp/hari

Syarat Minimal IRI & RCI Jalan

(Kepmenkimpraswil No.

543/KPTS/M/2001) Arteri Primer 11 m Diatas 450 Diatas 4100 IRI<8,0 dan RCI>5,5

Kolektor Primer 9 m 300-350 2750-3250 IRI<8,0 dan RCI>5,5

Lokal Primer 7,5 m 200-250 1750-2250 IRI<8,0 dan RCI>5,5

Arteri Sekunder 11 m Diatas 500 Diatas 5500 IRI<8,0 dan RCI>5,5

Kolektor Sekunder 9 m 300-350 3250-4000 IRI<8,0 dan RCI>5,5

Lokal Sekunder 7,5 m 150-200 1500-2250 IRI<8,0 dan RCI>5,5

2.3.2. Kualitas Pelayanan/Operasional Jalan

a. Kecepatan Operasi

Sedangkan dari kualitas pelayanan jalan umumnya diindikasi oleh tingkat pelayanan

jalan sesuai dengan kecepatan tempuh yang dihasilkan sebagai trade-offs antara kapasitas jalan

dengan volume lalulintas.Contoh pengukuran kualitas pelayanan jalan pernah juga disampaikan

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 95

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008

Universitas Lampung, 17-18 November 2008

oleh Morlok (1991) yang terdiri dari 6 tingkatan A, B, C, D, E, dan F. Gambar 2.4 ditunjukkan

hubungan antara kecepatan, tingkat pelayanan dan rasio volume terhadap kapasitas jalan

Tabel 2.4. Klasifikasi Kualitas Pelayanan Jalan

V/C Tingkat

Pelayanan Keterangan

< 0,60 A Arus lancar, volume rendah, kecepatan tinggi

0,6–0,7 B Arus stabil, volume sesuai untuk jalan luar kota, kecepatan terbatas

0,7-0,8 C Arus stabil, volume sesuai jalan kota, kecepatan dipengaruhi oleh lalu-lintas

0,8-0,9 D Mendekati arus tidak stabil, kecepatan rendah

0,9-1,0 E Mendekati arus tidak stabil, volume pada/mendekati kapasitas, kecepatan rendah

> 1,00 F Arus terhambat, kecepatan rendah, volume di atas kapasitas, banyak berhenti

Sumber : Morlok (1991)

Dalam MKJI 1997 lalulintas berada pada kondisi normal jika VCR < 0,85, klasifikasi

minimalnya D

Gambar 2.4 Kecepatan Operasi dan V/C

T ingkat P elayanan A

T ingkat Pelayanan B

T ingkat Pelayanan C

T ingkat Pelayanan D

T ingkat Pelayanan E

T ingkat P elayanan F

0 R asio V olum e per kapasitas 1 ,0

K ecepatan O perasi

Sum ber : M orlok, 1991

Dengan demikian dapat disampaikan bahwa:”syarat kecepatan operasi minimal untuk setiap

fungsi ruas jalan dalam SPM Jalan tidak boleh lebih tinggi dari kecepatan rencana minimal

dalam RPP Jalan dan juga tidak boleh lebih rendah dari kecepatan operasi minimal dari syarat

lebar masing-masing fungsi jalan”. Perhitungan mengenai kecepatan operasi minimal dan

rekomendasi SPM untuk aspek kecepatan operasi disampaikan pada Tabel 2.5

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 96

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008

Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Tabel 2.5 Syarat Minimal Kecepatan Operasi setiap Fungsi Jalan

Fungsi Jalan Lebar Minimal (PP No. 34/2006 Jalan)

Kecepatan Dasar (2/2 UD) Minimal (MKJI 1997)

Minimal Kecepatan Arus Bebas (MKJI 1997)

Kecepatan Rencana Minimal (PP No. 34/2006 Jalan)

Maksimal Kecepatan Operasi (V/C = 0,85)

Rekomendasi Kecepatan Minimal dalam SPM

Arteri Primer 11 m 68 km/jam

65 km/jam

60 km/jam

33 km/jam

35 km/jam

Kolektor Primer 9 m 65 km/jam

57 km/jam

40 km/jam

29 km/jam

30 km/jam

Lokal Primer 7,5 m 61 km/jam

50 km/jam

20 km/jam

25 km/jam

25 km/jam

Arteri Sekunder 11 m 61 km/jam

58 km/jam

30 km/jam

29 km/jam

30 km/jam

KolektorSekunder 9 m 55 km/jam

49 km/jam

20 km/jam

25 km/jam

25 km/jam

Lokal Sekunder 7,5 m 50 km/jam

41 km/jam

10 km/jam

20 km/jam

20 km/jam

b. Aspek Keselamatan

Selanjutnya sebagaimana disampaikan dalam PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan terdapat

aspek kualitas operasional yang perlu di SPM-kan, yakni keselamatan lalulintas. Dalam

kaitannya dengan kewenangan, maka Departemen/Dinas Kimpraswil hanyalah

bertanggungjawab untuk menyediakan prasarana jalan yang layak operasi dengan

memperhatikan aspek keselamatan. Sebenarnya jika jalan didesain dengan mengikuti standar

perencanaan geometrik jalan yang berlaku serta dilengkapi dengan kelengkapan jalan yang

memadai (rambu, marka, penerangan, dll) maka secara umum dapat dikatakan bahwa jika

kecelakaan terjadi lebih disebabkan oleh faktor non prasarana jalan, misalnya: faktor

pengemudi, faktor kendaraan, dll.

2.4. Beberapa Pertimbangan Penetapan SPM Lainnya

Jika SPM prasarana jalan yang dikembangkan harus dikaitkan dengan spektrum variasi kondisi

wilayah di Indonesia, maka beberapa sifat dari SPM harus diperhatikan, antara lain:

- Dinamis: Bahwa faktor sosial-ekonomi wilayah selalu berkembang, sehingga SPM

harus dinamis sifatnya dan

- Adjustable: dapat disesuaikan dengan demand-setting setempat,

- Bertahap: Pemenuhan SPM melalui program penanganan harus dilakukan secara

bertahap sesuai kemampuan keuangan

Selanjutnya syarat variabel SPM agar dapat diutilisasi dalam kebijakan dan penyusunan

program tahunan penanganan dan pengembangan prasarana jalan, haruslah:

- Quantitative atau terukur, Simple atau sederhana

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 97

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008

Universitas Lampung, 17-18 November 2008

- General/common indicators atau indikator yang sifatnya umum

- Operative atau mudah dibentuk dan digunakan.

SPM harus dikembangkan dalam kerangka tujuan (objectives) yang benar, sehingga

penetapannya akan memberikan dampak yang positif bagi perbaikan penyediaan prasarana jalan

di Indonesia. Beberapa prinsip umum tersebut antara lain:

- Ekonomi optimum/efficient use of resources: suplai prasarana jalan harus tetap berada

pada koridor optimasi biaya,

- Pemerataan: dalam jangka panjang SPM diharapkan dapat mengurangi kesenjangan

regional (regional disparity) dalam penyediaan jalan di Indonesia,

- Sustainability: mendorong manajemen pengelolaan jalan untuk dapat menjamin

kuantitas dan kualitas penyediaan jalan,

- Realistis: target SPM hendaknya dinamis, realistis sesuai dengan kemampuan

pendanaan.

Penyelenggaraan jalan di beberapa negara, khususnya negara-negara maju, umumnya

didasarkan kepada suatu standar kinerja pelayanan yang harus dipenuhi. Kinerja pelayanan

tersebut umumnya diukur dengan suatu indikator kinerja (performance indicators). US FHWA

(institusi yang menangani jalan Nasional di Amerika) menyampaikan kinerja (performance)

jalan yang diajukan terdiri dari 5 komponen, yakni: keselamatan, mobilitas, produktivitas,

lingkungan, manusia, dan alam, serta keamanan nasional yang dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 US FHWA Performance Plan for Fiscal Year2001

Indikator akan dikembangkan pada tahun 2000 ini

Memperbaiki akses diantara beberapa instalasi militer yang penting

Memperbaiki mobilitas bagi pertahanan nasional

Keamanan nasional

%-tingkat pemenuhan keinginan komunitas

Memperbaiki tingkat peme-nuhan keinginan publik akan sistem & proyek jaringan jalan

Melindungi dan memperbaiki lingkungan alam dan manusia yang terpengaruh oleh transportasi jalan

Lingkungan manusia dan alam

Biaya perjalanan per orang atau per ton barang untuk setiap satuan panjang perjalanan

Mengurangi biaya perjalanan barang dan orang

Secara kontinu meningkatkan efisiensi ekonomi dari jaringan jalan nasional untuk meningkatkan posisi negara dalam percaturan ekonomi global

Produktivitas

%-km jaringan jalan nasional yang meme-nuhi syarat IRI <2,68 m/km

Menaikkan %-km jaringan jalan nasional yang sesuai dengan syarat kualitas perke-rasan IRI <2,68 m/km

Secara kontinu meningkatkan akses publik terhadap aktivitas, barang & jasa sepanjang preservasi, peningkatan, dan perluasan sistem transportasi jalan dan penyempurnaan operasi, efisiensi, dan koneksi inter-moda

Mobilitas

Tingkat fatalitas yang terkait dengan jalan per 100 juta mil perjalanan kendaraan

Mereduksi jumlah kecelakaan dan fatalitas yang berkaitan dengan jalan

Secara kontinu memperbaiki tingkat keselamatan dalam jaringan jalan

Keselamatan

Performance indicators

Performance goalStrategic goalPerformance

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 98

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008

Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Tabel 2.7. Proposed Performance Indicators For African Roads (World Bank, 2000)

Perspective Dimension

Government Ministry Road Administration Road User Comments

Accessibility Mobility

1. Average road user cost (car, truck, trailer truck)

2. Road Network 1. Three part: producer price, tax and tariff for road administration 2. Km/sq. km of arable land or population by region; separately for functionally classified (FC) and community roads.

Sa

fety 3. Accident risk: fatality and injury accidents/veh-km

4. Unprotected road user risk

3. No. of fatalities and injuries 4. Nonmotorized fatalities and injuries

E

nvironment 5. Environmental Policy or Program

5. Yes or No; elaboration required (e.g. phasing in of non-leaded fuel; treatment of polluting vehicles; etc.)

Equity Community

6. Percentage of population within 10 km of a classified road

7. Processes in place for customer/road user feedback

6. Or within 2 hrs. walking time. 7. Yes or No; a method to obtain information of social benefits and costs.

Program D

evelopment 8. Rolling multi-year program for construction, maintenance, and operations 9. Percent completion of annual work program

10. Data bank for FC roads 11. PMS system distribution of funds by region, functional class, and for prioritizing and rehabilitation and maintenance actions

8. Yes or No; elaboration required 9. By program (construction/ maint./oper.) 10. Yes, or no: elaboration required on data collection methods and updating. 11. Yes or No; elaboration of principles

Program Delivery

12. Forecast values of road costs vs. the actual costs 13. Percent of work done by direct labor and parastatals

14. Percent of gravel roads formed twice or more times a year

12. By FC and program (construction, maintenance, operations). 13. A measure of competition

Program Performance

15. Value of assets 16. Paved road roughness (IRI) 17. Bearing capacity/deflection 18. Thickness of gravel surface 19. Defective bridge deck area

20. No . road closings and road closing days

15-17. By FC 18. Gravel roads only 20. Percent links and percent time closed by FC

Final Conditions

Possible descriptors are: (1) population (urban/rural); (2) GDP; (3) vehicle fleet by type; (4) fleet without emission control; (5) current road administration budget by program ; (6) veh and ton km of travel and traffic volumes by FC (weighted by link length); (7) modal split for passenger and freight (all road modes); (8) congestion: weighted road-km with Volume/Capacity >1 by FC

Selain itu, World Bank (1995) mengajukan sejumlah indikator kunci untuk menilai kinerja

sektor transportasi. Indikator tersebut disarankan digunakan hanya sebagai petunjuk dalam

mengembangkan indikasi kinerja sistem transportasi (salah satu bagiannya adalah sistem

jaringan jalan).Yang menarik dari indikator tersebut adalah mengenai aksesibilitas (kuantitas

jalan) yang juga diukur dengan menggunakan satuan jumlah jalan beraspal per km2 area, yang

ternyata perlu dikonfirmasikan dengan distribusi dan kepadatan penduduk. Untuk kualitas

pelayanan jalan diukur dengan dua

variabel utama, yakni: kecepatan lalulintas dan % kondisi jalan yang perlu perbaikan/rusak.

Dari beberapa indikator kinerja yang dikembangkan di beberapa negara, terlihat bahwa terdapat

beberapa variabel yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menyusun SPM

prasarana jalan di Indonesia. Beberapa hal yang pantas dicatat dari kajian di beberapa negara

tersebut antara lain:

(1) Aspek aksesibilitas yang terkait dengan jumlah supply jaringan jalan umumnya muncul

dalam indikator kinerja, yang biasanya diwakili oleh variabel km/km2, dengan catatan

nilainya harus ditetapkan dengan memperhatikan:

a. Jumlah dan penyebaran penduduk,

b. Karakteristik dan penyebaran guna lahan,

c. Klasifikasi fungsional jaringan jalan,

(2) Aspek kualitas pelayanan jalan umumnya diindikasi oleh beberapa variabel berikut:

a. Kondisi fisik jalan (IRI jalan, % jalan rusak)

b. Kualitas pelayanan jalan (kecepatan perjalanan)

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 99

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008

Universitas Lampung, 17-18 November 2008

c. Keselamatan operasi jalan (jumlah kecelakaan)

(3) Aspek mobilitas umumnya diukur sebagai kemudahan bergerak yang diwakili oleh

variabel yang beragam, seperti kecepatan, biaya perjalanan, dan kondisi jalan, namun

tidak satupun yang mengaitkannya dengan penyediaan panjang jalan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari pengolahan data survey yang telah dilaksanakan, maka didapatlah indeks mobilitas

diwilayah Lampung seperti yang terlihat pada Tabel 3.1 dan untuk nilai aksesibilitas Jalan

Kabupaten di propinsi Lampung seperti yang terlihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.1 Karakteristik Penyediaan Prasarana Jalan di Propinsi Lampung

No Kabupaten/Kota Kepadatan PDRB konstan'93 PDRB per kapita Indeks Mobilitas

(jiwa/Km2) (Km/1000 jiwa)

1 Lampung Barat 82 1.238.966 3.452.406 1.18

2 Tanggamus 256 2.795.479 4.493.507 0.65

3 Lampung Selatan 394 4.156.670 4.870.692 0.72

4 Lampung Timur 219 3.538.206 5.721.471 1.66

5 Lampung Tengah 243 4.674.847 6.027.780 0.15

6 Lampung Utara 214 2.539.578 6.169.842 2.09

7 Way Kanan 100 1.083.499 3.940.952 1.21

8 Tulang Bawang 105 3.590.696 7.089.688 1.39

9 Bandar Lampung 4,377 4.763.166 8.272.667 0.56

10 Metro 2,220 427.014 4.601.487 0.32

Mobilitas masyarakat di Propinsi Lampung ditunjang dengan sarana perhubungan darat,

laut, dan udara. Sarana perhubungan darat pada tahun 2005 terdiri dari 1.004,16 km jalan negara

dan 2.369,97 km jalan propinsi. Dari total jalan tersebut yaitu sepanjang 3.359,25 km, 32,41

persen dalam kondisi baik, 31,69 persen kondisi sedang, dan 25,80 persen kondisi rusak.

Sedangkan menurut jenis penggunaannya, 85,23 persen merupakan jalan beraspal, 11,55 persen

jalan agregat, dan 4,57 persen jalan tanah. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat ruas jalan

yang belum memenuhi persyaratan SPM dari aspek kondisi jalan, serta aspek aksesibilitas dan

aspek mobilitas pun masih terdapat yang belum memenuhi persyaratan SPM.

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 100

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008

Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Tabel 3.2 Aksesibilitas Jalan Kabupaten di Propinsi Lampung No. Kabupaten/Kota Kepadatan

(jiwa/km2)Eksisting Minimum

01 Lampung Barat 82 0,24 0,33 - 0,0902 Tanggamus 256 0,00 0,43 - 0,4303 Lampung Selatan 394 0,00 0,51 - 0,5104 Lampung Timur 219 0,38 0,41 - 0,0305 Lampung Tengah 243 0,00 0,42 - 0,4206 Lampung Utara 214 0,77 0,41 + 0,3607 Way Kanan 100 0,31 0,34 - 0,0308 Tulang Bawang 105 0,18 0,34 - 0,1609 Bandar Lampung 4377 2,90 2,91 - 0,0110 Metro 2220 5,24 1,61 + 3,63

DeviasiIndeks Aksesibilitas

(km/km2) +/-

Keterangan: Nilai Indeks Berdasarkan Kepmenkimpraswil No. 534/KPTS/M/2001

Berdasarkan hasil membandingkan antara kondisi real dilapangan dengan batasan

minimum untuk masing-masing wilayah di daerah Propinsi Lampung, maka pencapaian SPM

Jaringan jalan Kabupaten di Propinsi Lampung untuk indeks aksesibilitas masih dibawah

persyaratan SPM, hanya 2 kabupaten saja yang telah memenuhi indeks aksesibilitas diatas

SPMnya, yaitu Kabupaten Lampung Utara dan Metro.

4. KESIMPULAN

SPM prasarana jalan merupakan instrumen kebijakan yang digunakan untuk menjamin

tersedianya pelayanan jalan bagi masyarakat dalam era otonomi daerah. Tugas Pusat (pasal 2 (4)

butir b. PP No. 25 Tahun 2000) adalah menyediakan pedoman SPM yang kemudian diacu oleh

daerah untuk menetapkan SPM di daerahnya masing-masing sesuai dengan spektrum kondisi

ekonomi, geografi, dan demografi wilayah serta memperhatikan kemampuan keuangan daerah.

Dari hasil analisis yang dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan penting, yakni:

1. SPM sebagai suatu standar harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,

khususnya UU dan PP tentang Jalan sehingga ketentuan atau besaran yang ditetapkan

tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang ada pada aturan yang lebih tinggi.

2. Karena penyelenggaraan jalan di Indonesia dilakukan secara berjenjang maka pedoman

SPM harus disediakan untuk masing-masing kewenangan penyelenggaraan jalan, yakni:

Pedoman SPM Jalan Nasional, Pedoman SPM Jalan Propinsi, Pedoman SPM Jalan

Kabupaten, dan Pedoman SPM Jalan Kota.

3. Penetapan SPM prasarana jalan tidak boleh melampaui batas-batas kewenangan dan

tugas penyelenggara jalan, artinya variabel yang digunakan hanya terbatas kepada nilai-

nilai yang memang merupakan besaran output dari penyelengaraan jalan (seperti:

panjang jalan, kondisi fisik jalan, geometrik jalan), serta indikasi kecukupannya

dibandingkan dengan lalulintas jalan (seperti: V/C dan kecepatan).

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 101

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008

Universitas Lampung, 17-18 November 2008

4. Sarana perhubungan darat pada tahun 2005 terdiri dari 1.004,16 km jalan negara dan

2.369,97 km jalan propinsi. Dari total jalan tersebut yaitu sepanjang 3.359,25 km, 32,41

persen dalam kondisi baik, 31,69 persen kondisi sedang, dan 25,80 persen kondisi

rusak. Sedangkan menurut jenis penggunaannya, 85,23 persen merupakan jalan

beraspal, 11,55 persen jalan agregat, dan 4,57 persen jalan tanah. Hal ini

mengindikasikan bahwa masih terdapat ruas jalan yang belum memenuhi persyaratan

SPM dari aspek kondisi jalan, serta aspek aksesibilitas dan aspek mobilitas masih ada

yang belum memenuhi persyaratan SPM.

DAFTAR PUSTAKA _________,1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Departemen Pekerjaan Umum

Republik Indonesia _________, 2000. PP No. 25 Tahun 2000 __________, 2001, Kepmenkimpraswil No. 534/KPTS/M/2001 __________, 2004, Badan Pertanahan Nasional Propinsi Lampung __________,2004, Panjang Jalan Provinsi SK Men. Kimpraswil No. 375/KPTS/M/2004, __________, 2004, Panjang Jalan Nasional SK Men.Kimpraswil No.376/KPTS/M/2004 ________,2004, UU No. 38 tahun 2004 maupun dalam PP No. 34 tahun 2006 _________,2006. PP No. 34 tahun 2006 __________,2006, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung

Ebby, H, Ismanto,B, JBPTITBPP / 2005 Kajian Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Bidang Jalan Di Jawa Barat, Master theses ITB, Bandung

Ewoud V. Verhoef, 2002, Design and management of the waste infrastructure, Disertasi Program Doctoral TU-Delft, Belanda

Morlock, E. 1991. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Erlangga. Jakarta.

www.fhwa.dot.gov, Performance Plan for Fiscal Year 2001, Federal Highway Administration,US

www.worldbank.org., Proposed Performance Indicators For African Roads, SSATP-UNECA www.pu.go.id, Kebijakan Dan Peraturan Departemen Pekerjaan Umum (Pusdata.pu).

ISBN : 978-979-1165-74-7 XI - 102