kajian pelestarian dan pengelolaan kawasan …

7
TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X 114 KAJIAN PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DI KOTA LAMA TANGERANG Milana Angelika Marnala 1) , Medtry 2) , Forina Lestari 3) 1), 2), 3) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Kawasan Kota Lama Tangerang memiliki potensi dalam mewujudkan Kota Pusaka Tangerang. Potensi tersebut yaitu adanya 3 dari 9 cagar budaya, permukiman masyarakat yang mempertahankan arsitektur Tionghoa dan seni budaya Tionghoa yang masih aktif dilakukan di Sungai Cisadane. Tujuan dalam penelitian ini adalah mengkaji pelestarian dan pengelolaan kawasan cagar budaya di Kota Lama Tangerang agar mendukung penerapan Rencana Kota Pusaka. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kuantitatif, dengan penentuan delinasi kawasan difokuskan pada blok pecinan. Analisis yang digunakan yaitu analisis kebijakan, dinamika kawasan sekitar, analisis potensi kawasan dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan kebijakan daerah pada tingkat provinsi dan kota secara umum memiliki tujuan pada upaya konservasi. Terdapat 3 indikator penting dari kriteria pengelolaan dan pelestarian kawasan cagar budaya di Kota Lama Tangerang yang belum terimplentasikan dengan baik yaitu: 1) pembinaan kawasan yang dilindungi; 2) sosialisasi upaya perlindungan kawasan kepada masyarakat; 3) tindak pidana dalam pelanggaran pemanfaatan kawasan. Kegiatan komersial yang mempengaruhi kawasan secara fisik, sosial dan ekonomi adalah kegiatan perdagangan dan jasa modern, kawasan wisata kuliner dan budidaya sarang burung walet. Skoring penilaian kawasan bersejarah menunjukkan hasil yaitu kawasan Kota Lama Tangerang termasuk dalam klasifikasi potensi pelestarian kawasan bersejarah yang tinggi. Kata kunci: Cagar Budaya, Pelestarian, Pengelolaan, Kota Lama. Pendahuluan Kawasan cagar budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya). Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam bangunan maupun kawasan cagar budaya menjadikannya aset yang harus dijaga dan dipertahankan, sehingga cagar budaya harus dikelola dengan tepat. Kementerian Pariwisata berupaya mempertahankan kawasan cagar budaya melalui Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP). Pengelolaan yang dilakukan tidak hanya terpusat pada purbakala itu sendiri, tetapi juga unsur lingkungan fisik yaitu kawasan cagar budaya tersebut seperti yang ada di Kawasan Kota Lama Tangerang, Provinsi Banten. Kawasan Kota Lama Tangerang memiliki potensi dalam mewujudkan Kota Pusaka Indonesia di Kota Tangerang [1]. Seiring dengan perkembangan zaman serta banyaknya pembangunan di Kota Tangerang, dikhawatirkan bangunan sejarah yang ada mengalami perubahan bentuk baik fasade, gaya arsitektur maupun perubahan fungsi kawasan itu sendiri. Pengendalian pemanfaatan ruang penting untuk dilakukan guna mencegah semakin banyaknya konversi lahan dan bangunan yang terjadi di kawasan. Jika tidak dilakukan pengendalian, maka akan berdampak pada terganggunya eksistensi dari kawasan itu sendiri [2]. Pelestarian dan pengelolaan kawasan yang dikaji berfokus terhadap tinjauan kebijakan yang terdiri dari kebijakan penataan ruang terkait pengelolaan dan pelestarian bangunan dan kawasan cagar budaya. Selain kebijakan, dilakukan juga tinjauan non-kebijakan yaitu Materi Teknis RDTR Kota Tangerang dan Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Kota Tangerang. Adapun dinamika kawasan sekitar yang ditinjau dari identifikasi kegiatan perdagangan dan jasa di kawasan. Pengaruh tersebut kemudian disandingkan dengan kebijakan untuk mengetahui pengaruh implementasi kebijakan yang ada. Selain itu ditinjau juga potensi kawasan yang dinilai dari bangunan bersejarah dan kawasan bersejarah. Kawasan Kota Lama Tangerang memiliki potensi dalam mewujudkan Kota Pusaka Indonesia di Kota Tangerang. Potensi tersebut yaitu adanya 3 dari 9 cagar budaya, permukiman masyarakat yang mempertahankan arsitektur Tionghoa dan seni budaya Tionghoa yang masih aktif dilakukan di Sungai Cisadane. Seiring dengan perkembangan zaman serta banyaknya pembangunan di Kota Tangerang, dikhawatirkan bangunan sejarah yang ada mengalami perubahan bentuk baik fasade, gaya arsitektur maupun perubahan fungsi kawasan itu sendiri. Dengan demikian dirasa penting untuk dilakukan kajian mengenai pelestarian dan pengelolaan kawasan cagar budaya di Kota Lama Tangerang. Studi Pustaka Cagar Budaya Cagar budaya adalah daerah yang kelestarian hidup masyarakat dan perikehidupannya dilindungi oleh undang-undang dari bahaya kepunahan (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Cagar budaya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjalanan panjang suatu kawasan. Keberasaan cagar budaya hingga saat ini menjadi bukti sejarah peradaban yang terjadi di masa lalu dan menjadi identitas daerah tersebut. Cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau

Upload: others

Post on 07-Nov-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN …

TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

114

KAJIAN PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN

KAWASAN CAGAR BUDAYA DI KOTA LAMA TANGERANG

Milana Angelika Marnala 1), Medtry2), Forina Lestari 3) 1), 2), 3) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Kawasan Kota Lama Tangerang memiliki potensi dalam mewujudkan Kota Pusaka Tangerang. Potensi

tersebut yaitu adanya 3 dari 9 cagar budaya, permukiman masyarakat yang mempertahankan arsitektur

Tionghoa dan seni budaya Tionghoa yang masih aktif dilakukan di Sungai Cisadane. Tujuan dalam

penelitian ini adalah mengkaji pelestarian dan pengelolaan kawasan cagar budaya di Kota Lama

Tangerang agar mendukung penerapan Rencana Kota Pusaka. Metode penelitian yang digunakan

adalah metode analisis deskriptif kuantitatif, dengan penentuan delinasi kawasan difokuskan pada blok

pecinan. Analisis yang digunakan yaitu analisis kebijakan, dinamika kawasan sekitar, analisis potensi

kawasan dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan kebijakan daerah pada tingkat provinsi

dan kota secara umum memiliki tujuan pada upaya konservasi. Terdapat 3 indikator penting dari

kriteria pengelolaan dan pelestarian kawasan cagar budaya di Kota Lama Tangerang yang belum

terimplentasikan dengan baik yaitu: 1) pembinaan kawasan yang dilindungi; 2) sosialisasi upaya

perlindungan kawasan kepada masyarakat; 3) tindak pidana dalam pelanggaran pemanfaatan

kawasan. Kegiatan komersial yang mempengaruhi kawasan secara fisik, sosial dan ekonomi adalah

kegiatan perdagangan dan jasa modern, kawasan wisata kuliner dan budidaya sarang burung walet.

Skoring penilaian kawasan bersejarah menunjukkan hasil yaitu kawasan Kota Lama Tangerang

termasuk dalam klasifikasi potensi pelestarian kawasan bersejarah yang tinggi. Kata kunci: Cagar Budaya, Pelestarian, Pengelolaan, Kota Lama.

Pendahuluan Kawasan cagar budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs Cagar Budaya atau

lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas (Undang-Undang Nomor

10 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya). Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam bangunan maupun kawasan

cagar budaya menjadikannya aset yang harus dijaga dan dipertahankan, sehingga cagar budaya harus dikelola

dengan tepat. Kementerian Pariwisata berupaya mempertahankan kawasan cagar budaya melalui Program

Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP). Pengelolaan yang dilakukan tidak hanya terpusat pada

purbakala itu sendiri, tetapi juga unsur lingkungan fisik yaitu kawasan cagar budaya tersebut seperti yang ada

di Kawasan Kota Lama Tangerang, Provinsi Banten. Kawasan Kota Lama Tangerang memiliki potensi dalam

mewujudkan Kota Pusaka Indonesia di Kota Tangerang [1]. Seiring dengan perkembangan zaman serta

banyaknya pembangunan di Kota Tangerang, dikhawatirkan bangunan sejarah yang ada mengalami perubahan

bentuk baik fasade, gaya arsitektur maupun perubahan fungsi kawasan itu sendiri. Pengendalian pemanfaatan

ruang penting untuk dilakukan guna mencegah semakin banyaknya konversi lahan dan bangunan yang terjadi

di kawasan. Jika tidak dilakukan pengendalian, maka akan berdampak pada terganggunya eksistensi dari

kawasan itu sendiri [2].

Pelestarian dan pengelolaan kawasan yang dikaji berfokus terhadap tinjauan kebijakan yang terdiri

dari kebijakan penataan ruang terkait pengelolaan dan pelestarian bangunan dan kawasan cagar budaya. Selain

kebijakan, dilakukan juga tinjauan non-kebijakan yaitu Materi Teknis RDTR Kota Tangerang dan Rencana

Induk Pembangunan Pariwisata Kota Tangerang. Adapun dinamika kawasan sekitar yang ditinjau dari

identifikasi kegiatan perdagangan dan jasa di kawasan. Pengaruh tersebut kemudian disandingkan dengan

kebijakan untuk mengetahui pengaruh implementasi kebijakan yang ada. Selain itu ditinjau juga potensi

kawasan yang dinilai dari bangunan bersejarah dan kawasan bersejarah. Kawasan Kota Lama Tangerang

memiliki potensi dalam mewujudkan Kota Pusaka Indonesia di Kota Tangerang. Potensi tersebut yaitu adanya

3 dari 9 cagar budaya, permukiman masyarakat yang mempertahankan arsitektur Tionghoa dan seni budaya

Tionghoa yang masih aktif dilakukan di Sungai Cisadane. Seiring dengan perkembangan zaman serta

banyaknya pembangunan di Kota Tangerang, dikhawatirkan bangunan sejarah yang ada mengalami perubahan

bentuk baik fasade, gaya arsitektur maupun perubahan fungsi kawasan itu sendiri. Dengan demikian dirasa

penting untuk dilakukan kajian mengenai pelestarian dan pengelolaan kawasan cagar budaya di Kota Lama

Tangerang.

Studi Pustaka Cagar Budaya

Cagar budaya adalah daerah yang kelestarian hidup masyarakat dan perikehidupannya dilindungi oleh

undang-undang dari bahaya kepunahan (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Cagar budaya merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari perjalanan panjang suatu kawasan. Keberasaan cagar budaya hingga saat ini

menjadi bukti sejarah peradaban yang terjadi di masa lalu dan menjadi identitas daerah tersebut. Cagar budaya

adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur

Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan

keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau

Page 2: KAJIAN PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN …

TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

115

kebudayaan melalui proses penetapan (Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya). Adapun

pengertian mengenai kawasan cagar budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar

budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.

Pelestarian Cagar Budaya

Upaya melestarikan kawasan cagar budaya dibutuhkan adanya penanggulangan serta pemeliharaan

agar dapat memperpanjang usia warisan budaya tersebut. Bangunan cagar budaya kerapkali berupa bangunan

tua tidak terawat dan tidak jarang dilakukan perombakan ulang menjadi bangunan modern, berikut dengan

lingkungan fisik di sekitarnya [3]. Dalam bagian ketentuan umum UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar

Budaya, pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya

dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Adapun derajat intervensi dalam kegiatan

pelestarian [4] adalah sebagai berikut:

a. Preservasi: melalui stabilisasi, perawatan, atau perbaikan. Preservasi merupakan pelestarian tempat

dengan intervensi sesedikit mungkin, untuk memastikan kelangsungan hidup jangka panjang dan

kelanjutan dari nilai warisan budaya yang terkandung di dalamnya. Proses pelestarian dipandang

seharusnya tidak mengaburkan atau menghapus patina usia, terutama di mana kontribusi keaslian dan

integritas tempat, atau dimana ia memberikan kontribusi untuk stabilitas struktural bahan.

b. Restorasi: melalui pemulihan dan pemindahan. Restorasi merupakan proses pemulihan dan mungkin

melibatkan penghapusan pada penambahan yang berpotensi mengurangi nilai warisan budaya dari suatu

tempat. Restorasi didasarkan pada penghormatan terhadap material/bahan yang ada, dan pada semua bukti

hasil identifikasi dan analisis, sehingga nilai warisan budaya dari tempat pulih atau terungkap.

c. Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya

terpelihara dengan baik. Konservasi dapat meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan dan sesuai dengan

situasi dan kondisi setempat, dapat pula mencakup preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi/revitalisasi

dan demolisi.

d. Rekonstruksi: dibedakan dari restorasi oleh pengenalan materi baru untuk menggantikan bahan yang telah

hilang. Rekonstruksi adalah tindakan yang tepat jika yang menjadi sasaran adalah menjaga nilai penting

untuk fungsi, integritas, nilai tidak berwujud, atau pemahaman tempat, jika bukti fisik dan dokumen yang

ada cukup untuk meminimalkan dugaan, dan jika nilai warisan budaya yang dilestarikan terselamatkan.

e. Adaptasi: Proposal untuk adaptasi dari suatu tempat bisa timbul dari keinginan mempertahankan

penggunaannya atau dari mengusulkan perubahan penggunaan. Perubahan dan penambahan mungkin

dapat diterima di dalam adaptasi dimana mereka diperlukan untuk penggunaan yang kompatibel dari

tempat. Setiap perubahan harus seminimal mungkin dan memiliki sedikit atau tidak ada efek buruk pada

nilai warisan budaya dari tempat.

Kota Pusaka

Kota pusaka adalah kota atau kabupaten yang memiliki aset pusaka yang unggul berupa rajutan pusaka

alam dan pusaka budaya yang lestari yang mencakup unsur ragawi (artefak, bangunan dan kawasan dengan

ruang terbukanya) dan unsur kehidupan, ekonomi, sosial budaya [5]. Adapun hal-hal yang menjadi

pertimbangan pelestarian kota pusaka yaitu memiliki nilai-nilai penting, antara lain: nilai jati diri/identitas

bangsa, kesejarahan, lingkungan, sosial, politik, ideologi, ekonomi dan budaya yang jika dikelola secara

optimal dalam rangka pembangunan berkelanjutan akan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas

lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Kota pusaka memiliki peran yang sangat penting dalam

pembangunan nasional dan pembangunan daerah. Kota pusaka dengan nilai yang dimilikinya baik nilai

lingkungan, sosial dan ekonomi merupakan kesatuan ruang dengan masyarakat yang hidup didalamnya dengan

segala perilakunya yang dapat mempengaruhi keberlanjutan kota pusaka. Dalam Piagam Pelestarian Kota

Pusaka Indonesia [5], disebutkan beberapa instrumen penataan dan pelestarian kota pusaka, antara lain: 1)

kelembagaan dan tata kelola kota pusaka; 2) inventarisasi dan dokumentasi pusaka; 3) informasi, edukasi dan

promosi kota pusaka; 4) ekonomi kota pusaka; 5) pengelolaan risiko bencana untuk kota pusaka; 6)

pengembangan kehidupan budaya masyarakat; 7) perencanaan ruang kota pusaka dan sarana prasarana; 8) olah

desain bentuk kota pusaka. Instrumen-instrumen tersebut perlu untuk dikembangkan dalam menata/mengelola

kota pusaka Indonesia agar berkelanjutan. Instrumen tersebut perlu untuk terus dikembangkan dalam rangka

mewujudkan kota pusaka berkelanjutan.

Insentif dan Disinsentif

Insentif dan disinsentif pemanfaatan ruang merupakan perangkat yang digunakan untuk mewujudkan

perencanaan kota sebagaimana tertuang dalam Rencana Tata Ruang. Insentif dan disinsentif pemanfaatan

ruang mengandung unsur pengaturan dan pengendalian (development control) yang bersifat akomodatif

terhadap berbagai perubahan aktual yang terjadi di perkotaan. Pemerintah dalam rangka pengendalian

pemanfaatan ruang pihak swasta dapat memberikan insentif dan disinsentif pemanfaatan ruang. Insentif dan

disinsentif tersebut diberikan guna mempengaruhi perilaku pihak swasta agar mau memanfaatkan ruang sesuai

keinginan pemerintah (Indraka, 2012). Menurut Sjofjan Bakar [6], terdapat 3 (tiga) kelompok mekanisme

insentif dan disinsentif, yaitu: (1) pengaturan/regulasi/ kebijakan, (2) ekonomi/keuangan sebagai penerapan

dari pengenaan pajak dan retribusi, dan (3) pemilikan/pengadaan langsung oleh pemerintah atau swasta.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pada pasal 35 dijelaskan bahwa

pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif

dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Dalam pengendalian pemanfaatan ruang dikembangkan perangkat

yang bersifat insentif dan disinsentif dengan menghormati hak-hak penduduk sebagai warga negara.

Page 3: KAJIAN PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN …

TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

116

Metodologi Penelitian Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif

sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi

atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian dengan analisis data bersifat

kuantitatif/statistik. Adapun dalam pengumpulan data identifikasi pelestarian dan pengelolaan kawasan

menggunakan teknik data primer dan sekunder. Teknik data primer dilakukan dengan melakukan survei,

observasi, kuesioner dan wawancara di lokasi blok pecinan Kota Lama. Blok ini dipilih menjadi sampel lokasi

karena merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi, budaya, sejarah dan agama oleh masyarakat sekitar dan

dari luar Kota Tangerang, serta adanya rencana penetapak kawasan prioritas Kota Pusaka Tangerang. Sampling

yang dilakukan peneliti yaitu dengan mengambil sampel atau responden dari jumlah kunjungan ke Kota

Tangerang dan jumlah penduduk yang berada di zona inti Kota Lama Tangerang. Populasi berjumlah 1.080

jiwa dan jumlah ini merupakan penduduk yang berada di zona inti Kota Lama Tangerang berdasarkan data dari

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Tangerang. Pengambilan sampel dilakukan secara

accidental sampling terhadap responden yang sedang berada di kawasan tanpa memperhitungkan jenis kelamin,

jenis pekerjaan, dan usia responden. Sampling kemudian dilakukan dengan menggunakan rumus Solvin dengan

batas toleransi yang ditentukan yaitu 15%. Selanjutnya untuk analisis yang dilakukan pada penelitian ini,

peneliti melakukan analisis kebijakan, analisis dinamika kawasan sekitar, analisis potensi kawasan dengan

skala Likert, dan analisis SWOT sebagai tools untuk merumuskan strategi pelestarian dan pengelolaan

Kawasan Kota Lama Tangerang.

Hasil dan Pembahasan Bangunan di Kawasan Kota Lama Tangerang

Etnis Tionghoa di Kota Tangerang umumnya menempati tepi pinggiran Sungai Cisadane [7]. Hal ini

dipengaruhi oleh penjajahan kolonial Belanda di mana mereka menempatkan etnis Tionghoa sebagai pekerja

pertanian di sekitar sungai. Permukiman di Blok Kota Lama membentuk pola grid yang kompak dan rapat.

Bangunan di Kawasan Pecinan Blok Kota Lama berjumlah 524 unit dengan fungsi yang beragam. Fungsi

bangunan di gang ini antara lain rumah toko (ruko), rumah tinggal, rumah usaha budidaya sarang walet, sarana

perkantoran, sarana pendidikan, fasilitas sosial, dan sarana peribadatan yang juga merupakan bangunan cagar

budaya. Sarana peribadatan tersebut yaitu Masjid Jami’Kalipasir yang berada di Gang Kalipasir Indah dan

Kelenteng Boen Tek Bio yang berada di Gang Cilame. Bangunan yang mendominasi di kawasan ini adalah

bangunan rumah tinggal modern, disusul dengan bangunan ruko, rumah tinggal dengan arsitektur Tionghoa,

dan rumah dengan usaha budidaya sarang walet.

Gambar 1. Peta sebaran bangunan di Blok Kota Lama

Kebijakan Pelestarian dan Pengelolaan Kawasan Kota Lama

Identifikasi kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan dan pelestarian kawasan cagar budaya dapat

diidentifikasi dari produk hukum yang sudah diterbitkan dari undang-undang, peraturan daerah tingkat

provinsi, peraturan daerah tingkat kota dan materi teknis RDTR. Beberapa kebijakan yang teridentifikasi yaitu

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Peraturan Daerah Provinsi

Banten Nomor 2 Tahun 2011 tentang RTRW Provinsi Banten Tahun 2010-2030, Peraturan Daerah Kota

Tangerang Nomor 6 Tahun 2012 tentang RTRW Kota Tangerang 2012-2032, Peraturan Daerah Kota

Tangerang Nomor 3 Tahun 2018 tentang Cagar Budaya dan Materi Teknis RDTR Kota Tangerang.

Tabel 1. Matriks Kebijakan dan Non-Kebijakan

Kebijakan Terkait

Indikator

Kriteria Perlindungan Kriteria Pemanfaatan

1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya

Δ Δ Δ Δ Δ Δ Δ √ √ √ √

Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2011 tentang RTRW Provinsi Banten Tahun 2010-2030

Δ Δ Δ Δ √

Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 6 Tahun 2012 tentang RTRW Kota Tangerang 2012-2032

Δ Δ Δ Δ Δ √ √ √

Page 4: KAJIAN PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN …

TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

117

Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan

Δ

Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 3 Tahun 2019 Tentang RPJMD Kota Tangerang Tahun 2019-2023

Δ √ √ √ √

Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Kota Tangerang

Δ Δ √ √

Draft Materi Teknis RDTR Kota Tangerang Δ √ √ √ √

b. Kebijakan Dinas Terkait

Selain daripada kebijakan regional daerah, pengelolaan kawasan Kota Lama Tangerang juga tidak

terlepas dari peranan dinas terkait di Kota Tangerang. Masing-masing dinas tersebut mempunyai peran dan

kepentingan yang berbeda-beda terkait pengelolaan kawasan Kota Lama Tangerang. Peranan dan kepentingan

dinas tergantung pada sasaran, rencana strategis, dan indikasi program yang telah direncanakan oleh masing-

masing SKPD.

Tabel 2. Strategi dan Kebijakan Umum Dinas Terkait

Dinas Kota

Tangerang

Kebijakan Pencapaian

Sasaran

Pelayanan SKPD

Program

Pembangunan

Daerah dalam

Pelayanan SKPD

Analisis

Dinas

Kebudayaan dan

Pariwisata Kota

Tangerang

Meningkatkan sarana dan

prasarana objek-objek

wisata, dengan penataan

Kawasan Wisata Pasar

Lama dan Wisata Air

Kali Cisadane

Program

Pengembangan

Destinasi Pariwisata

Efektif.

Penyelenggaraan budaya tidak dapat

terlepas dari fasilitas sebagai tool

pendukung kegiatan. DISBUDPAR

sebagai dinas yang mengelola secara

langsung dapat menginventarisasi

kebutuhan sarana dan prasarana kawasan

sesuai dengan Piagam Pelestarian Kota

Pusaka Indonesia, seperti yang dilakukan

di Kota Lama Semarang.

Mengembangkan nilai

atau ajaran atau spirit

yang terkandung dalam

setiap ragam budaya yang

dimiliki Kota Tangerang

Program

Pengembangan

Objek Budaya

Efektif.

Pengembangan objek budaya dapat

dilakukan melalui benda ragawi dan non-

ragawi yang dimiliki kawasan Kota Lama

Tangerang. Namun DISBUDPAR

mengalami kendala karena belum adanya

satu sumber informasi, yang bisa

dijadikan rujukan sebagai informasi

resmi dari DISBUDPAR. Persoalan

lainnya adalah program yang

dicanangkan dinilai masih belum

melibatkan partisipasi masyarakat.

Dinas

Perhubungan

Kota Tangerang

Meningkatkan

pengelolaan dan

pengawasan terhadap

kelaikan sarana

transportasi

Program

Pembangunan

Prasarana dan

Fasilitas

Perhubungan

Efektif.

Pemerintah memang sudah

mencanangkan kebijakan dan program

dengan baik, namun terdapat gap dengan

kondisi eksisting. Di kawasan sendiri

belum ada pengadaan prasarana dan

fasilitas guna meminimalisir masalah,

karena pada kondisi eksisting terjadi

kemacetan pada traffic hour dan malam

hari.

Program Peningkatan

Pelayanan Angkutan

Efektif.

Program ini diterjemahkan oleh RDTR

Kota Tangerang dengan mengembangkan

pelayananan angkutan massal yang akan

melewati Jalan Kisamaun. Namun

terdapat hambatan karena belum

dilengkapi fasilitas perhubungan seperti,

batas ruang untuk parkir kendaraan,

rambu lalu lintas, halte hingga tempat

pemberhentian.

Dinas Pekerjaan

Umum dan Tata

Ruang Kota

Tangerang

`

Melaksanakan sosialisasi

pengelolaan air bersih

serta pemantauan dan

pengawasan air tanah di

13 kecamatan.

Program

pengembangan dan

pengelolaan jaringan

irigasi, rawa dan

jaringan pengairan

lainnya

Efektif.

Pengelolaan jaringan air bersih di

kawasan sudah memadai. Hal ini

dikarenakan masyarakat dengan mudah

mengakses kebutuhan air bersih melalui

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)

setempat.

Page 5: KAJIAN PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN …

TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

118

Melaksanakan

pemantauan dan

pengawasan pemanfaatan

ruang dan secara berkala

Program

Pengendalian

Pemanfaatan Ruang

Tidak Efektif.

Program yang dicanangkan belum

memperhatikan pemanfaatan ruang di

kawasan cagar budaya. Dinas PUPR

hingga saat ini masih lalai terhadap

terjadinya perubahan bangunan di

kawasan Petak Sembilan dan koridor

Jalan Kisamaun.

Badan

Perencanaan dan

Pembangunan

Daerah Kota

Tangerang

Melaksanakan

penyusunan RTBL

dengan prioritas pada

kawasan pertumbuhan

ekonomi, pelestarian

lingkungan.

Program

Perencanaan Tata

Ruang

Efektif.

RBTL akan menjadi pedoman pelestarian

kawasan sebagai pendukung rencana

Kota Pusaka. Namun RDTR hingga saat

ini masih belum diperdakan, sehingga

kemungkinan legalitas RTBL kawasan

dinilai akan memakan waktu yang lama.

Dinamika Kawasan Sekitar

Kegiatan komersial di kawasan Kota Lama Tangerang semakin berkembang dengan melihat beberapa

faktor penentu tingkat pelayanan dari segi akses [8]. Kegiatan komersial berada di sekitar jalan utama kolektor

sekunder sehingga memudahkan arus pergerakan konsumen. Berdasarkan segi kondisi fisik, kegiatan

komersial di Kota Lama Tangerang berada pada tipe lahan yang ideal yaitu kondisi datar dengan fasilitas

penunjang kebutuhan parkir yaitu parkir on the street. Kondisi ini kemudian diarahkan dalam RTRW Kota

Tangerang Tahun 2012-2032 pasal 45 yang berbunyi: “Kawasan peruntukan ruang bagi sektor informal

ditetapkan pada: c. Jalan Kisamaun dan Jalan Kiasnawi pada kawasan kota lama”, dan pasal 52 yang berbunyi

“Arahan pengembangan di kawasan Kota Lama meliputi: b. pengembangan kegiatan dengan fungsi campuran

hunian, perdagangan dan fasilitas publik skala kota.” Pasal tersebut lalu diturunkan pada kebijakan skala

mikro yaitu materi teknis RDTR Kota Tangerang. Berdasarkan materi teknis tersebut, Rencana Zona

Perdagangan dan Jasa diarahkan “di jalan Kiasnawi dan sebagian jalan Kisamaun pada kawasan pusat kota

lama”; dan “PKL diarahkan lokasinya dengan ketentuan menyatu dengan pasar tradisional”. Kegiatan

komersial secara langsung dirasakan oleh masyarakat. Berikut hasil kuesioner terhadap perubahan yang

dirasakan masyarakat.

Gambar 2. Persentase Perubahan yang Terjadi Menurut Masyarakat

Sektor perdagangan dan jasa saat ini didominasi oleh komersial modern seperti café, salon, bank

hingga minimarket, serta aktivitas sarang burung walet di kawasan Petak Sembilan. Pembangunan komersial

modern tersebut memiliki standar khusus dalam mendirikan atau menggunakan bangunan sebagai tempat

usahanya tanpa memperhatikan tipe bangunan yang ada di kawasan Kota Lama Tangerang. Hal ini diperparah

dengan penetapan kawasan kuliner yang tidak dibarengi kajian atau dengan perda/perwal terkait. Pemerintah

sudah berupaya mengurangi kesemerawutan dengan memindahkan PKL dari sisi kiri jalan menjadi sisi kanan

jalan. Namun perpindahan tersebut tidak berdampak besar pada penataan PKL.

Potensi Kawasan

1. Potensi Bangunan Bersejarah

Kriteria potensi bangunan sejarah yang digunakan adalah umur, peranan sejarah, estetika,

keistimewaan, fungsi dan kegunaan, citra kawasan setempat. Metode skoring dilakukan dengan menetapkan

beberapa kriteria yaitu potensi objek tinggi, sedang dan rendah. Dalam mengisi tabel skoring dibutuhkan

justifikasi ilmiah untuk menguatkan hasil analisis dari penilaian pakar, akademisi hingga ahli. Kategori

bangunan yang dianggap potensial yaitu potensi rendah dengan skor ≤3, potensi sedang dengan skor 4–5, dan

potensi tinggi dengan skor >5. Bangunan cagar budaya dan non-cagar budaya memiliki karakteristik yang

bervariasi. Hasil skoring tiap indikator menghasilkan nilai, dimana semakin tinggi nilai bangunan maka

semakin banyak kriteria yang terpenuhi pada suatu bangunan cagar budaya. Berdasarkan Tabel 3, hasil skoring

menunjukkan bahwa bangunan yang tergolong potensial tinggi adalah Kelenteng Boen Tek Bio, Masjid dan

Makam Jami’Kalipasir dan Museum Benteng Heritage sebagai bangunan cagar budaya di kawasan Kota Lama

Tangerang. Adapun arahan pelestarian bangunan bersejarah dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 6: KAJIAN PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN …

TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

119

Tabel 3. Arahan Pelestarian Bangunan

Bangunan Total Skor Potensial Pelestarian Arahan Pelestarian

Kelenteng Boen Tek Bio 5,7 potensial tinggi Preservasi

Masjid dan Makam Jami’Kalipasir

5,7 potensial tinggi Preservasi

Museum Benteng Heritage 5,3 potensial tinggi Preservasi

Rumah Boerong dan Tangga Ronggeng

4,2 potensial sedang Konservasi, Rehabilitasi

Pabrik Kecap Teng Giok Seng 4,8 potensial sedang Konservasi, Rehabilitasi

Pabrik Kecap Siong Hin 4,8 potensial sedang Konservasi, Rehabilitasi

Rumah Tinggal di Kawasan Petak Sembilan

4,7 potensial sedang Konservasi, Rehabilitasi

Bangunan Pecinan di Koridor Jalan Kisamaun

4,5 potensial sedang Konservasi, Rehabilitasi

2. Potensi Kawasan Bersejarah

Pemeliharaan kawasan heritage tidak hanya berfokus pada bangunan, tetapi juga pada kawasan

sekitarnya. Kawasan Kota Lama Tangerang merupakan saksi bisu perkembangan Kota Tangerang yang sudah

berusia ratusan tahun, sehingga dibutuhkan penanganan yang tepat dan menyesuaikan dengan perkembangan

zaman. Pelestarian kawasan juga bertujuan untuk mengatasi penurunan kualitas akibat kegiatan ekonomi

masyarakat. Kriteria tolok ukur pelestarian meliputi tolok ukur bersifat fisik (kelangkaan, kesejarahan, estetika,

superlativitas, kejamakan, kualitas pengaruh) dan non fisik (nilai sosial, nilai komersial, dan nilai ilmiah) [8].

Klasifikasi interval potensial pelestarian dihitung dengan menggunakan skala Likert, dimana potensial sangat

tinggi adalah 8,5–10, potensial tinggi adalah 6,9–8,4, potensial sedang adalah 5,3–6,8, potensial rendah adalah

3,7–5,2, dan potensial sangat rendah adalah 2–3,6.

Tabel 4. Skoring Penilaian Kawasan Bersejarah

Kriteria Hasil Penilaian Total

(Σn) 1 n 2 n 3 n 4 n 5 n

Kelangkaan 1 4 1 5 9

Kesejarahan 2 10 10

Estetika 1 4 1 5 9

Superlativitas 1 4 1 5 9

Kejamakan 1 3 1 4 7

Kualitas

Pengaruh

1 4 1 5 9

Nilai Sosial 1 3 1 5 8

Nilai

Komersial

1 3 1 5 8

Nilai Ilmiah 1 4 1 5 9

Total - - - - 3 9 6 24 9 45 78

Rata-Rata 8,6

SWOT

Kegiatan perdagangan dan jasa di kawasan Kota Lama Tangerang telah berdampak langsung maupun

tidak langsung kepada nilai sejarah dan budaya yang ada. Dampak tersebut dapat berupa potensi dan masalah

kawasan. Analisis SWOT dilakukan untuk memetakan berbagai faktor yang mendukung maupun merugikan

melalui strategi pengembangan kawasan. Strategi ini dilakukan dengan mengidentifikasi ancaman kekuatan

(strengths), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threats) yang dihadapi dalam

pengembangan kawasan cagar budaya di Kota Lama Tangerang.

Tabel 5. Matriks SWOT INTERNAL

Kekuatan (Strengths) 1. Sudah memiliki dasar hukum

penetapan kawasan yaitu RTRW Kota Tangerang Tahun 2012-2032 S1

2. Terdapat 3 bangunan cagar budaya yang statusnya sudah dilegalkan oleh Pemerintah Kota Tangerang, sehingga dapat dikembangkan sebagai wisata budaya dan sejarah S2

Kelemahan (Weaknesses) 1. RDTR dan RTBL belum

diperdakan W1 2. Belum terdapat perda atau

perwal dalam mengatur pelestarian dan pemanfaatan benda cagar budaya W2

3. Anggaran pemeliharaan bangunan cagar budaya belum maksimal direalisasikan W3

Page 7: KAJIAN PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN …

TECHNOPEX-2020 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

120

EKSTERNAL

3. Kawasan Kota Lama Tangerang memiliki bangunan-bangunan yang mempunyai ciri tersendiri sebagai kawasan heritage Kota Tangerang S3

4. Kawasan Kota Lama Tangerang memiliki potensi bangunan dan budaya yang memenuhi kriteria pelestarian. S4

4. Pengendalian kawasan masih belum maksimal, sehingga banyak bangunan bersejarah dan bangunan pecinan yang mengalami perubahan bentuk oleh pemilik bangunan W4

5. Adanya alih fungsi bangunan dari perumahan menjadi fungsi lain W5

6. Ciri khas kawasan sebagai kota tua sudah mulai memudar W6

7. PKL yang berjualan di sepanjang sekitar bangunan cagar budaya menimbulkan kesan kumuh.W8

Peluang (Opportunities) 1. Pemanfaatan bangunan cagar budaya

dapat dikembangkan menjadi pariwisata daerah O1

2. Adanya rencana pengembangan kawasan Kota Lama sebagai kawasan prioritas Kota Pusaka Tangerang O2

3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal O3

4. Kota Lama Tangerang dikelilingi 18 atraksi wisata yang umumnya berada di pinggiran Sungai Cisadane O4

Strategi SO 1. Konsistensi terhadap penerapan

RTRW Kota Tangerang untuk mengoptimalkan pengembangan kawasan S1, S2, O2

2. Menggali potensi budaya dan sejarah untuk meningkatkan daya tarik wisata S2,S3, O1, O3

3. Pengembangan pusat budaya, pendidikan dan penelitian S4, O3

4. Pengembangan wisata unggulan dengan mengintegrasikan wisata Sungai Cisadane dan Kota Lama Tangerang S2, S3, O4

Strategi WO 1. Pengaturan insentif dan

disinsentif mengenai pemeliharaan dan pelanggaran di kawasan cagar budaya W1, W2, W3,

W4, W5, O1, O2 2. Melaksanakan sosialisasi sadar

cagar budaya, bisa juga melibatkan stakeholder terkait W6, W7, O1, O3

Kesimpulan Adapun hasil dari penelitian yang telah dilakukan mengenai pelestarian dan pengelolaan kawasan cagar budaya

di Kota Lama Tangerang yaitu:

a. Hasil data serta analisis kebijakan pemerintah mengenai kawasan Kota Lama Tangerang dapat ditarik

kesimpulan yaitu kebijakan daerah pada tingkat provinsi dan kota secara umum memiliki tujuan pada

upaya konservasi. Hierarki antara RTRW dan draft RDTR juga tidak menunjukkan kekonsistensian,

karena RTRW melarang adanya kegiatan yang mengubah fungsi bangunan, sedangkan draft RDTR

mengarahkan adanya kegiatan informal tanpa adanya kajian dampak kegiatan PKL terhadap bangunan

kuno/bersejarah.

b. Hasil data serta analisis dinamika kawasan sekitar dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan komersial

yang mempengaruhi kawasan secara fisik dan ekonomi adalah kegiatan perdagangan dan jasa modern,

kawasan wisata kuliner dan budi daya sarang burung walet.

c. Hasil data serta analisis potensi kawasan dapat ditarik kesimpulan bahwa bangunan yang tergolong

potensial tinggi adalah Kelenteng Boen Tek Bio dan Masjid, Makam Jami’Kalipasir dan Museum Benteng

Heritage. Adapun skoring penilaian kawasan bersejarah menunjukkan hasil yaitu kawasan Kota Lama

Tangerang termasuk dalam klasifikasi potensi pelestarian kawasan bersejarah tinggi.

Daftar Pustaka [1] Prasetyo, A.S., Fatimah, T. and Padawangi, R. “Perkembangan Kota Lama Tangerang dan Potensinya

sebagai Destinasi Wisata Pusaka”. Vitruvian, 7(1), hlm. 265321, 2017.

[2] Kautsary, J. “Memahami Makna dan Konsep Ruang Kawasan dalam Pengembangan Wisata Budaya

Studi Kasus Pengembangan Wisata Budaya di Pecinan Semarang”. 2016.

[3] Sonoda, S. “History of Raising Self-Awareness and Historiography for Strengthening Connectedness:

The Vancouver Chinese in Multicultural Canada”. Senri Ethnological Studies, 93, hlm.15-48, 2016.

[4] International Council on Monuments and Sites (ICOMOS). “Managing Disaster Risk for World

Heritage”. The World Heritage Centre. Paris. 2010.

[5] Piagam Pelestarian Kota Pusaka. 2013.

[6] Bakar, M.Sc Drs. Sjofjan. “Kelembagaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Daerah”.

[7] Sulistyo, B. and Anisa, M.F. “Pengembangan Sejarah dan Budaya Kawasan Cina Benteng Kota Lama,

Tangerang”. Planesa, 3(02), hlm. 212920, 2012.

[8] Mandasari J, Latief I. “Revitalisasi Kawasan Kota Lama sebagai Kawasan Wisata di Kota Makassar”.

Temu Ilmiah IPLBI 2013, hlm. 31-4, 2013.