kajian nalar hukum hakim dalam memeriksa - digital …... · korupsi dalam perkara nomor : ......
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
KAJIAN NALAR HUKUM HAKIM DALAM MEMERIKSA
KESALAHAN TERDAKWA TINDAK PIDANA KORUPSI
(STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG
NOMOR : 1069/Pid,B/2008./PN.SMG)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
ARIF TRI PRASETYO
NIM : E 1107011
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN NALAR HUKUM HAKIM
DALAM MEMERIKSA KESALAHAN TERDAKWA TINDAK PIDANA
KORUPSI (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI
SEMARANG NOMOR : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG)
Oleh :
Arif Tri Prasetyo
NIM : E 1107011
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Juli 2012
Dosen Pembimbing Skripsi
KRISTIYADI, S.H., M.H. MUHAMMAD RUSTAMAJI, S.H.,M.H.
NIP. 1958122511986011001 NIP. 198210082005011001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN NALAR HUKUM HAKIM
DALAM MEMERIKSA KESALAHAN ERDAKWA TINDAK PIDANA
KORUPSI (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI
SEMARANG NOMOR 1069/Pid.B/2008/PN.SMG)
Oleh :
Arif Tri Prasetyo
NIM : E 1107011
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada
Hari : Selasa
Tanggal : Juli 2012
DEWAN PENGUJI
1. Edy Herdyanto, S.H.,M.H.
(.................................................)
Ketua
2. Kristiyadi, S.H.,M,H.
(.................................................)
Sekretaris
3. Muhammad Rustamaji, S.H.,M.H
(.................................................)
Anggota
Mengetahui,
Dekan
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum.
NIP 195702031985032001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Arif Tri Prasetyo
NIM : E1107011
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul
“KAJIAN NALAR HUKUM HAKIM DALAM MEMERIKSA
KESALAHAN TERDAKWA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI KASUS
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG NOMOR :
1069/Pid.B/2008/PN.SMG)” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang
bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya
tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan
penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum
(skripsi) ini.
Surakarta, Juli 2012
yang membuat pernyataan
Arif Tri Prasetyo
NIM. E1107011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
"Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk
mencoba karena di dalam mencoba itulah kita menemukan dan
belajar membangun kesempatan untuk berhasil"
( Mario Teguh )
“Jika orang lain saja bisa, saya juga pasti bisa.”
(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini didedikasikan kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat dan
hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Penelitian
Hukum ini .
2. Alm. Bapak Sugiyarto dan Ibu Tumiyem serta kakak perempuanku dan
kakak iparku serta ponakanku tercinta Dwi Septiyana dan Anggoro Dwi
Santoso beserta Qonita Annisa Zhalfa Santoso yang selama ini telah
memberi kasih sayang dan doa serta dukungannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Penelitian Hukum ini.
3. Keluarga Besar Eyang Suyoto Yoto Soewarnoe dan Eyang Mangun Rejo
yang selama ini memberi motivasi bagi penulis.
4. Teman-teman Kos Putra Bengkulu yang senantiasa memberikan nasihat
dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan hukum ini dengan baik.
5. Sahabat Sejatiku Bobi, Dewo, Ari, Nono, Herlaniko, Tony, Hengky, Rini,
Puput, Liza, Prisilia, Enggar, Radit, Hafis, Budi, Endy yang senantiasa
mencintai dan menyertai di setiap langkahku, Penulis bersyukur bisa
memilikimu, Percayalah Tuhan memiliki rencana indah untuk kita.
6. Keluarga besar persatuan sepak bola Pandanaran, persatuan sepak bola
KKK, persatuan sepak bola PUMA Wonosari, yang telah menjadi bagian
keluarga, terimakasih atas pengertian dan dukungannya.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya penulisan
hukum ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala
kebaikan Bapak, Ibu, rekan-rekan menjadi amalan dan mendapat balasan
kebaikan dari Tuhan Yang Maha Esa.
8. Almamater tercinta Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRAK
Arif Tri Prasetyo. E 1107011. KAJIAN NALAR HUKUM HAKIM DALAM
MEMERIKSA KESALAHAN TERDAKWA TINDAK PIDANA KORUPSI
(STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANAG
NOMOR : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG). Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2012.
Penulisan hukum yang berjudul Kajian Nalar Hukum Hakim Dalam
Memeriksa Kesalahan Terdakwa Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan
Pengadilan Negeri Semarang Nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG) bertujuan
untuk mengetahui penalaran hukum hakim dalam memeriksa kesalahan terdakwa
tindak pidana korupsi dalam perkara nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG .
Penulisan hukum ini termasuk penelitian hukum normatif, bersifat preskiptif
dan terapan dengan menggunakan sumber bahan-bahan hukum, baik yang berupa
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan
hukum dalam penelitian ini adalah dengan cara studi kepustakaan melalui
pengumpulan peraturan perundang-undangan, buku, dan dokumen lain yang
mendukung, diantaranya Putusan Pengadilan Negeri Semarang
No.1069/Pid.B/2008/PN.SMG. Dalam penulisan hukum ini, penulis menggunakan
analisis dengan metode deduksi yang berpangkal dari pengajuan premis mayor
yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Premis Minor
yaitu Putusan Pengadilan Negeri Semarang No.1069/Pid.B/2008/PN.SMG. dari
kedua hal tersebut kemudian ditarik suatu konklusi guna mendapat jawaban atas
penalaran hukum hakim dalam memeriksa kesalahan terdakwa tindak pidana
korupsi dalam perkara nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG .
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis diperoleh bahwa
terhadap nalar hukum hakim yang digunakan dalam menjatuhkan putusan terkait
putusan Pengadilan Negeri Semarang dalam kasus di atas, pada dasarnya
menggunakan pertimbangan yang bersifat yuridis dan non yuridis. Pertimbangan
yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-
faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang
bersifat yuridis di antaranya: Dakwaan Penuntut Umum, Pembuktian, Barang
bukti dan Pasal-pasal dalam undang-undang tindak pidana. Sedangkan dalam
pertimbangan non yuridisnya dalam hal Tindak Pidana Korupsi yang telah
merajalela mempunyai dampak yang merugikan dan merusak tatanan dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Kata Kunci :Nalar hukum Hakim, Pertimbangan Yuridis, Pertimbangan Non
Yuridis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ABSTRACT
Arif Tri Prasetyo, E 1107011. THE STUDY OF LOGICAL LAW THINKING
OF JUDGE IN INVESTIGATING FAULT OF THE DEFENDANT IN
CORRUPTION CRIME ACTION ( CASE STUDY OF THE PUNISHMENT OF
COURT OF JUSTICE OF SEMARANG NUMBER: 1069/Pid.B/2008/PN.
SMG). Law Faculty of Sebelas Maret Surakarta, Law Script. 2012.
Law Script titled The Study of Logical Law thinking of Judge in
investigating the Fault of the Defendant of corruption Crime Action (Case Study
of Court of Justice of Semarang number : 1069/Pid.B/2008/PN. SMG) aims to
know law reasoning of judge in investigating the fault of defendant in corruption
crime action number : 1069/Pid.B/2008/PN. SMG.
This law script is incclusive in normative law research, which is
prescriptive and applicable with using law material resources, both it is primary
law material or secondary law material. Technique of law material collecting in
this research are by library study with collecting law regulation , books, and
another suporting documents, among of them is punishment of court of justice of
Semarang num. 1069/Pid. B/2008/PN. SMG. In this law script author used
analisis with deductive method whivh originate from proposing major premise ,
that is Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP) and minor premise ,
that is punishment of court of justice of Semarang num. 1069/Pid.
B/2008/PN.SMG. From two basic is then concluded in oder to get answer to law
reasoning of the judge in investigating the fault of the defendant in corruption
crime action num. 1069/Pid. B/2008/PN. SMG.
Based on the result of the research performed by author it is gained that
Logical Law Thinking of the judge used in making punishment concerning the
punishment of court of justice of Semarang in above case, used basically juridical
and not juridical consideration. Juridical considration is judge`s consideration
which based on proved factors in the trial and by the rule has been decided as
thing which has to be expressed in the punishment. Juridical consideration are
among accusation of attorney, proof confirmation, evidence, and articles in
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
criminal law code. While the non juridical consideration is that corrupton crime
action has impact that cause to loose and damage orders in community, nation
and state life.
Keywords: logical law thinking of the judge, juridical consideration, non juridical
consideration.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis akhirnya dapat
menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) yang berjudul berjudul “KAJIAN
NALAR HUKUM HAKIM DALAM MEMERIKSA KESALAHAN
TERDAKWA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI KASUS PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI SEMARANG NOMOR :
1069/Pid.B/2008/PN.SMG)”
Penulisan hukum ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi syarat
memperoleh gelar sarjana (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Penulisan hukum ini membahas tentang Bagaimanakah nalar hukum
hakim dalam memeriksa kesalahan terdakwa tindak pidana korupsi dalam putusan
nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG (studi kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri
Semarang Nomor: 1069/Pid.B/2008/PN.SMG). Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan hukum ini terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis dengan
besar hati akan menerima segala masukan yang dapat memperkaya pengetahuan
penulis di kemudian hari.
Dengan selesainya penulisan hukum ini maka dengan segala kerendahan hati
penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuannya dalam penulisan hukum ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
1. Prof. Dr.Hartiwingsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak/Ibu Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, Pembantu Dekan III
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan
ijin dalam penyusunan penulisan hukum ini.
3. Bapak Kristiyadi, S.H.,M.H. dan Bapak Muhammad Rustamaji, S.H.,M.H.
yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan penulisan hukum ini.
4. Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H. selaku Ketua Penguji Skripsi dan Ketua
Bagian Hukium Acara yang telah memberikan saran dan kritik terhadap
penulisan hukum ini.
5. Bapak Hardjono, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan saran dan nasihat kepada penulis.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang dengan keikhlasan dan kemuliaan hati telah meberikan bekal ilmu
kepada penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
7. Bapak dan Ibu di Bagian Akademik, Bagian Kemahasiswaan, Bagian Tata
Usaha dan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
8. Alm. Bapak Sugiyarto dan Ibu Tumiyem serta kakak perempuanku dan kakak
iparku serta ponakanku tercinta Dwi Septiyana dan Anggoro Dwi Santoso
beserta Qonita Annisa Zhalfa Santoso yang senantiasa memberikan dukungan
baik secara moril maupun materiil.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya penulisan hukum
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan
Bapak, Ibu, rekan-rekan menjadi amalan dan mendapat balasan kebaikan dari
Tuhan Yang Maha Esa.
Demikian, semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
Surakarta, Juli 2012
Penulis
Arif Tri Prasetyo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. i
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR SKEMA ........................................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................... 5
E. Metode Penelitian ................................................................. 6
F. Sistematika Penelitian .......................................................... 10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 12
A. Kerangka Teori...................................................................... 12
1. Tinjauan Umum tentang Alat Bukti
Dan Sistem Pembuktian .................................................. 12
2. Tinjauan tentang Nalar Hukum Hakim ........................... 19
3. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana
Korupsi. ........................................................................... 24
B. Kerangka Pemikiran .............................................................. 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 38
A. Hasil Penelitian ..................................................................... 30
1. Identitas Terdakwa ......................................................... 30
2. Kasus Posisi ................................................................... 30
3. Dakwaan ......................................................................... 31
4. Tuntutan .......................................................................... 32
5. Pertimbangan Hakim ...................................................... 33
6. Putusan ............................................................................ 44
B. Pembahasan ........................................................................... 46
Nalar Hukum Hakim dalam Memeriksa
Kesalahan Terdakwa ........................................................... .. 46
BAB IV. PENUTUP .................................................................................. 57
A. Simpulan .............................................................................. 57
B. Saran ...................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR SKEMA
Halaman
Skema 1. Skematik Kerangka Pemikiran ................................................... 28
Skema 2. Skematik Nalar Hukum Hakim ................................................... 48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tindak pidana korupsi di Indonesia merupakan masalah yang
sangat serius, karena tindak pidana korupsi dapat membahayakan stabilitas
dan keamanan negara dan masyarakatnya, membahayakan pembangunan
sosial dan ekonomi masyarakat, politik, bahkan dapat pula merusak nilai-
nilai demokrasi serta moralitas bangsa karena dapat berdampak
membudayanya tindak pidana korupsi tersebut (Ermansjah Djaja, 2008: 2).
Salah satu kasus tindak pidana yang cukup menarik perhatian
penulis adalah kasus tindak pidana korupsi yang diputus oleh Hakim
Pengadilan Negeri Semarang dalam Putusan Nomor
1069/Pid.B/2008/PN.SMG dengan Terdakwa Drs KUSRIN Bin
SUTRIMO selaku Mantan Lurah Ngadirgo, dalam Putusan tersebut
Terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif, yaitu dakwaan kesatu Pasal
3 dan dakwaan kedua Pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam proses
persidangan tersebut Penuntut umum memberikan beberapa alat bukti
yang diantaranya adalah beberapa keterangan saksi baik itu saksi dari
masyarakat Desa Ngadirgo dan saksi dari BPKP Perwakilan Jawa Tengah
yang memberikan laporan terkait adanya dugaan penyalahgunaan dana
bantuan yang dilakukan oleh Terdakwa, sehingga dengan demikian
Majelis Hakim mengkaji mengenai pembuktian yang dilakukan oleh
Penuntut Umum dan dalam pertimbanganya Majelis Hakim menyatakan
bahwa pembuktian yang dilakukan oleh Penuntut Umum sudah benar dan
Terdakwa dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
Tindak Pidana Korupsi sebagaiaman didakwakan dalam dakwaan kesatu.
Mencermati terhadap tindak pidana yang dibahas di atas, Tindak
Pidana Korupsi merupakan suatu fenomena kejahatan yang menggerogoti
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
dan menghambat pelaksanaan pembangunan, sehingga penanggulangan
dan pemberantasannya harus benar-benar diprioritaskan. Sumber kejahatan
korupsi banyak dijumpai dalam masyarakat modern dewasa ini, sehingga
korupsi justru berkembang dengan cepat baik kualitas maupun
kuantitasnya. Sekalipun penanggulangan tindak pidana korupsi
diprioritaskan, namun diakui bahwa tindak pidana korupsi termasuk jenis
perkara yang sulit penaggulangan maupun pemberantasannya. Perbuatan
korupsi dapat saja mempunyai dua motif sekaligus, yakni korupsi yang
sepintas lalu hanya mendapatkan uang tetapi sesungguhnya sudah
dipersiapkan untuk kepentingan politik, demikian pula korupsi yang
kelihatannya hanya merugikan di bidang perekonomian tetapi dapat juga
misalnya dipergunakan untuk mempengaruhi jalannya pemilihan umum
agar mengalami kegagalan melalui manipulasi suara (Bambang Purnomo,
1983 : 14).
Pemberantasan korupsi merupakan salah satu agenda penting dari
pemerintah Indonesia dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih
dan bebas KKN. Bahkan pemberantasan korupsi juga merupakan agenda
di tingkat regional dan internasional. Ini dibuktikan dengan banyaknya
lembaga-lembaga internasional yang turut menegaskan komitmennya
untuk bersama-sama memerangi korupsi. Salah satu penghambat
kesejahteraan negara berkembang pun disinyalir akibat dari praktik
korupsi yang eksesif, baik yang melibatkan aparat di sektor publik,
maupun yang melibatkan masyarakat yang lebih luas. Indikasi tetap
maraknya praktik korupsi di Indonesia dapat terlihat dari tidak kunjung
membaiknya angka persepsi korupsi. Beberapa survei yang dilakukan oleh
lembaga independen internasional lainnya juga membuktikan fakta yang
sama, walaupun dengan bahasa, instrumen atau pendekatan yang berbeda.
Hal ini sangat memprihatinkan. Upaya pemberantasan korupsi melibatkan
semua pihak, semua sektor dan seluruh komponen perumus kebijakan baik
itu pemerintah dan penyelenggara negara lainnya, tidak terkecuali anggota
masyarakat secara umum. Hal ini karena praktik korupsi bukan merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
monopoli perilaku dari pegawai atau pejabat pemerintah saja, tetapi
merupakan justru perilaku kolektif yang melibatkan hampir semua unsur
dalam masyarakat (http://www.stialan.ac.id/artikel%20yogi.pdf).
Melalui hukum acara pidana ini, maka bagi setiap individu yang
melakukan penyimpangan atau pelanggaran hukum, khususnya hukum
pidana, selanjutnya dapat diproses dalam suatu acara pemeriksaan di
pengadilan, karena menurut hukum acara pidana untuk membuktikan
bersalah tidaknya seorang terdakwa haruslah melalui pemeriksaan di
depan sidang pengadilan (Darwan Prinst,1998: 132). Dan untuk
membuktikan benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang
didakwakan diperlukan adanya suatu pembuktian.
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memuat
ketentuan pembuktian yang menyimpang dari ketentuan pembuktian
perkara pidana biasa. Adanya pembuktian khusus yang berlainan dengan
perkara pidana biasa berhunbungan sangat sulitnya pembuktian perkara
korupsi, dimana pembuat delik korupsi mempunyai kecakapan atau
pengalaman dalam suatu pekerjaan tertentu yang memberikan kesempatan
korupsi. Menurut ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hak-
hak seorang terdakwa berdasarkan asas praduga tak bersalah terasa agak
dikurangi. Alasan yang dipergunakan oleh pembentuk undang-undang
adalah karena sulitnya pembuktian perkara korupsi dan bahaya yang
diakibatkan oleh perbuata korupsi tersebut. Salah satu ketentuan yang
sangat menyimpang dari asas praduga tak bersalah adalah ketentuan
mengenai pembagian beban pembuktian. Terdakwa diperkenankan oleh
hakim untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah melakukan tindak
pidana korupsi, tanpa mengurangi kewajiban Penuntut Umum untuk tetap
membuktikan kesalahan terdakwa.
“Ketentuan seperti tersebut diatas memberikan gambaran
watak hukum yang mengandung isi kontradiktif sekaligus
menjamin dua macam kepentingan yang saling berhadapan,
yaitu disatu pihak terdakwa telah dapat membuktikan menurut
Undang-Undang bahwa ia tidak bersalah melakukan tindak
pidana korupsi di lain pihak Penuntut Umum tetap mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
kewajiban untuk membuktikan kesalahan terdakwa” (Bambang
Purnomo, 1984 : 73).
Pembuktian memegang peranan yang sangat penting dalam proses
pemeriksaan sidang pengadilan, karena dengan pembuktian inilah nasib
terdakwa ditentukan, dan hanya dengan pembuktian suatu perbuatan
pidana dapat dijatuhi hukuman pidana. Sehingga apabila hasil pembuktian
dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup
membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, maka
terdakwa dibebaskan dari hukuman, dan sebaliknya jika kesalahan
terdakwa dapat dibuktikan, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan
kepadanya akan dijatuhkan pidana.
Berdasarkan uraian di atas, Penulis merasa tertarik untuk
mengadakan penelitian yang tertuang dalam bentuk penulisan hukum
dengan judul : “KAJIAN NALAR HUKUM HAKIM DALAM
MEMERIKSA KESALAHAN TERDAKWA TINDAK PIDANA
KORUPSI (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI
SEMARANG NOMOR : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG)”.
B. Ruumusan Masalah
Agar permasalahan yang diteliti menjadi lebih jelas dan penulisan
penelitian hukum mencapai tujuan yang diinginkan maka perlu disusun
perumusan masalah yang didasarkan pada uraian latar belakang dimuka.
Adapun perumusan masalah dalam penelitian hukum ini adalah
Bagaimanakah nalar hukum hakim dalam memeriksa kesalahan terdakwa
tindak pidana korupsi dalam putusan nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG?
C. Tujuan Penelitian
“Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan isu hukum
yang timbul” (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 41), berdasarkan hal
tersebut maka penelitian ini mempunyai tujuan obyektif dan tujuan
subyektif sehingga mampu mencari pemecahan isu hukum terkait. Adapun
tujuan yang hendak dicapai peneliti adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
1. Tujuan Obyektif
a) Untuk mengetahui penalaran hukum hakim dalam memeriksa
kesalahan terdakwa tindak pidana korupsi dalam perkara
nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah dan memperluas pengetahuan penulis
mengenai hukum nasional dalam bidang hukum acara pidana
khususnya mengenai penalaran hukum hakim dalam
memeriksa kesalahan terdakwa tindak pidana korupsi dalam
perkara nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG.
b. Untuk menerapkan konsep-konsep ataupun teori-teori hukum
yang diperoleh penulis dalam mendukung penulisan hukum
ini.
c. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh derajat
sarjana dalam bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan
hukum ini akan bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain. Adapun
manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada
umumnya dan hukum acara pidana pada khususnya serta dapat
dipakai sebagai acuan terhadap penulisan maupun penelitian
sejenis untuk tahap berikutnya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan
literatur dalam dunia kepustakaan tentang Kajian nalar hukum
Hakim dalam memeriksa kesalahan Terdakwa Tindak Pidana
Korupsi dalam perkara nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan suatu gambaran dan informasi tentang penelitian yang
sejenis dan pengetahuan bagi masyarakat luas tentang penalaran
hukum hakim dalam memeriksa kesalahan terdakwa tindak pidana
korupsi dalam perkara nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG.
b. Memberikan pendalaman, pengetahuan dan pengalaman yang baru
kepada penulis menganai permasalahan hukum yang dikaji, yang
dapat berguna bagi penulis maupun orang lain di kemudian hari.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan
aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum
guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan
untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki,
2006: 35).
Berdasarkan hal tersebut maka penulis dalam penelitian ini
menggunakan metode penulisan antara lain sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Ditinjau dari sudut penelitian hukum sendiri,
Penelitian hukum secara umum dapat dikategorikan
menjadi penelitian doktrinal dan penelitian non doktrinal. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian doktrinal atau
disebut juga penelitian hukum normatif. Penelitian doktrinal adalah
suatu penelitian hukum yang bersifat preskriptif bukan deskriptif
sebagaimana ilmu sosial dan ilmu alam (Peter Mahmud Marzuki,
2006 : 33).
Penulis memilih penelitian hukum normatif, karena
menurut penulis sumber penelitian yang digunakan adalah bahan
hukum yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder. Selain itu, berkenaan dengan penelitian yang dilakukan
penulis terhadap Kajian nalar hukum Hakim dalam memeriksa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
kesalahan Terdakwa Tindak Pidana Korupsi dalam perkara nomor :
1069/Pid.B/2008/PN.SMG, sehingga dibutuhkan penalaran dari
aspek hukum normatif. Jadi berdasarkan uraian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa jenis penelitian hukum normatif yang dipilih
oleh penulis sudah sesuai dengan obyek kajian atau isu hukum
yang diangkat.
2. Sifat Penelitian
Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang
bersifat preskriptif dan terapan. Dalam penelitian hukum ini
karakteristik yang digunakan yaitu ilmu hukum yang bersifat
preskriptif. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum
mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan
hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sifat
perskriptif ini merupakan hal substansial yang tidak mungkin dapat
dipelajari oleh disiplin lain yang obyeknya juga hukum (Peter
Mahmud Marzuki, 2006 : 22).
Oleh sebab itu, dalam penelitian ini penulis akan
memberikan preskriptif mengenai Kajian nalar hukum Hakim
dalam memeriksa kesalahan Terdakwa Tindak Pidana Korupsi
dalam perkara nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG.
3. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan.
Dengan pendekatan tersebut, penulis akan mendapatkan informasi
dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari
jawabnya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam
penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute
approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan
komparatif (comparative approach), pendekatan kasus (case
approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach)
(Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 93).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Dari kelima pendekatan tersebut, penelitian ini menggunakan
pendekatan kasus (case approach) yakni Kasus Korupsi dalam
Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 1069/Pid.B/2008/
PN.SMG. Peneliti memilih pendekatan kasus, karena menurut
penulis yang perlu dipahami dalam dalam menggunakan
pendekatan kasus ini adalah Ratio decidendi yaitu alasan-alasan
hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai kepada
putusannya.
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Jenis bahan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah
bahan hukum sekunder. Dalam bukunya, Penelitian Hukum, Peter
Mahmud mengatakan, bahwa pada dasarnya penelitian hukum tidak
mengenal adanya data. Sehingga yang yang digunakan adalah bahan
hukum. dalam hal ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder.
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum
primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi,
atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan
dan putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2006:
141). Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah Putusan
Pengadilan Negeri Semarang No.1069/Pid.B/2008/PN.SMG.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter
Mahmud Marzuki, 2005: 141). Bahan hukum sekunder sebagai
pendukung dari data yang akan digunakan di dalam penelitian
ini yaitu buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, jurnal
hukum, artikel, internet, dan sumber lainnya yang memiliki
korelasi untuk mendukung penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
5. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
Prosedur pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu pengumpulan
data dengan jalan membaca peraturan perundang-undangan,
dokumen-dokumen reasmi maupun literatur-literatur yang erat
kaitannya dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan bahan
hukum sekunder. Dari bahan hukum tersebut kemudian dianalisis
dan dirumuskan sebagai bahan hukum penunjang di dalam penelitian
ini.
6. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Penelitian ini menggunakan teknik analisis sumber hukum
dengan logika deduktif. Menurut Peter Mahmud Marzuki yang
mengutip pendapat Philipus M. Hadjon menjelaskan metode deduksi
sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan
metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis major (pernyataan
bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus),
dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau
conclusion. Akan tetapi di dalam argumentasi hukum, silogisme
hukum tidak sesederhana silogisme tradisional (Peter Mahmud
Marzuki, 2006 : 47). Jadi dapat disimpulkan bahwa logika deduktif
atau pengolahan bahan hukum dengan cara deduktif yaitu
menjelaskan suatu hal yang bersifat umum kemudian menariknya
menjadi kesimpulan yang lebih khusus.
Dalam penelitian ini, sumber hukum yang diperoleh dengan
cara menginventarisasi sekaligus mengkaji penelitian dari studi
kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta dokumen-dokumen
yang dapat membantu menafsirkan norma untuk menjawab
permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir yaitu dengan menarik
kesimpulan dari sumber hukum yang diolah, sehingga pada akhirnya
dapat menjawab tentang Penalaran hukum Hakim dalam memeriksa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
kesalahan Terdakwa Tindak Pidana Korupsi dalam perkara nomor :
1069/Pid.B/2008/PN.SMG.
F. Sistematika Penelitian Hukum
Untuk menjabarkan gambaran secara menyeluruh mengenai
sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam
penulisan hukum, maka penulis menyiapkan suatu sistematika
penulisan hukum. Adapun sistematika ini terdiri dari 4 (empat) bab.
Tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk
memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini.
Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang
masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan metode penelitian yang
digunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai teori yang
menjadi landasan atau memberikan penjelasan secara
teoritik berdasarkan literatur-literatur yang berkaitan
dengan penulisan hukum ini. Kerangka teori tersebut
meliputi tinjauan umum tentang alat bukti dan sistem
pembuktian, tinjauan umum tentang kejaksaan, tinjauan
tentang nalar hukum Hakim dan tinjauan umum tentang
tindak pidana korupsi. Sedangkan dalam kerangka
pemikiran penulis akan menampilkan bagan kerangka
pemikiran.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai hasil penelitian
dan pembahasan yang diperoleh dari proses meneliti.
Berdasarkan rumusan masalah yang diteliti, terdapat hal
pokok permasalahan yang dibahas dalam bab ini yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Bagaimanakah nalar hukum hakim dalam memeriksa
kesalahan terdakwa tindak pidana korupsi dalam putusan
nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG??
BAB IV : PENUTUP
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai simpulan yang
dapat diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan
proses meneliti, serta saran-saran yang dapat penulis
kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan bahasan
penulisan hukum ini.
DAFTAR PUSTAKA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Alat Bukti dan Sistem Pembuktian
a) Alat Bukti
Adapun alat bukti yang sah menurut undang-undang sesuai apa
yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1), adalah :
1) Keterangan saksi
Pengertian keterangan saksi terdapat pada Pasal 1 angka 27
KUHAP disebutkan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat
bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi
mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari
pengetahuanya itu. Sedangkan pengertian dari saksi seperti yang
telah disebutkan dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP adalah orang
yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Pada umumnya alat bukti keterangan saksi merupakan alat
bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Hampir semua
pembuktian perkara pidana selalu bersandar kepada pemeriksaan
keterangan saksi. Sekurang-kurangnya di samping pembuktian
dengan alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan pembuktian
dengan alat bukti keterangan saksi (M. Yahya Harahap, 2008: 286).
Dalam Pasal 185 ayat (5) KUHAP dinyatakan bahwa baik
pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran saja,
bukan merupakan keterangan saksi (Andi Hamzah, 2008: 260).
Nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi tidak hanya dilihat
dari unsur pengucapan sumpah atau janji saja. Ada syarat yang
harus melekat pada keterangan itu supaya dapat mempunyai nilai
sebagai alat bukti yang sah, mengenai sampai sejauh mana
12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
kekuatan pembuktian alat pembuktian keterangan saksi sebagai alat
bukti yang sah, maupun nilai kekuatan pembuktian keterangaan
saksi dapat diikuti penjelasan sebagai berikut:
(a) Mempunyai kekuatan pembuktian bebas;
(b) Nilai kekuatan pembuktianya tergantung pada penilaian
hakim (M. Yahya Harahap, 2008: 294-295).
Alat bukti keterangan saksi sebagai alat bukti yang bebas
yang tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna
dan tidak menentukan sama sekali, tidak mengikat hakim. hakim
bebas menilai kekuatan atau kebenaran yang melekat pada
keterangan itu, dan dapat menerima atau menyingkirkannya.
Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi.
Kekecualian menjadi saksi tercantum dalam Pasal 185 KUHAP
berikut (Andi Hamzah, 2008: 260-261) :
(a) Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas
atau ke bawah tersebut sampai derajat ketiga dari terdakwa
atau yang bersama-sama jadi terdakwa;
(b) Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama saudara ibu
atau saudara bapak juga mereka mempunyai hubungan
karena perkawinan dan anak-anak terdakwa sampai derajat
ketiga;
(c) Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau
yang bersama-sama sebagai terdakwa.
2) Keterangan Ahli
Dalam Pasal 1 angka 28 KUHAP telah disebutkan bahwa
keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang
yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan. Keterangan ahli berbeda dengan keterangan saksi,
tetapi sulit pula dibedakan dengan tegas. Di dalam peranannya
seorang ahli merangkap pula sebagai saksi. Isi keterangan seorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
saksi dan ahli berbeda, keterangan seorang saksi mengenai apa
yang dialami saksi itu sendiri sedangkan keterangan seorang ahli
ialah mengenai suatu penilaian mengenai hal-hal yang sudah nyata
ada dan pengambilan kesimpulan mengenai hal-hal itu (Andi
Hamzah, 2008: 274).
KUHAP membedakan keterangan seorang ahli
dipersidangan sebagai alat bukti “keterangan ahli” dan keterangan
seorang ahli secara tertulis di luar sidang pengadilan sebagai alat
bukti “surat”. Mengenai kekuatan pembuktian yang melekat pada
keterangan ahli pada prinsipnya yaitu tidak mempunyai nilai
kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan. Dengan
demikian nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli sama halnya
dengan nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti
keterangan saksi.
3) Surat
Alat bukti surat diatur dalam Pasal 187 KUHAP. Menurut
ketentuan itu, surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah
menurut undang-undang ialah (M. Yahya Harahap, 2008: 306),
yaitu:
(a) Surat yang dibuat atas sumpah jabatan;
(b) Atau surat yang dikaitkan dengan sumpah.
Kemudian dalam pasal tersebut juga merinci mengenai
bentuk-bentuk alat bukti surat yang terdiri atas 4 (empat) ayat
(Andi Hamzah, 2008: 275), yaitu:
(a) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat
oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat
dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian
atau keadaan yang didengar, dilihat, atau yang dialaminya
sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang
keterangan itu;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
(b) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal
yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung
jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu
hal atau sesuatu keadaan;
(c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahlianya mengenai sesuatu hal atau keadaan
yang diminta secara resmi;
(d) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Dalam hukum
acara pidana sama sekali tidak mengatur ketentuan yang
khusus tentang nilai kekuatan pembuktian surat.
4) Petunjuk
Alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP
yang memberikan definisi petunjuk adalah sebagai berikut:
“petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun
dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”. Sedangkan pada Pasal
188 ayat (2) KUHAP menjelaskan bahwa petunjuk hanya dapat
diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa.
Dalam Pasal 188 ayat (3) KUHAP mengatakan bahwa
penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam
setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi
bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh
kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya (Andi
Hamzah, 2008: 277). Adapun mengenai kekuatan pembuktian alat
bukti petunjuk serupa sifat dan kekuatannya dengan alat bukti lain,
yaitu hanya mempunyai sifat kekuatan pembuktian “yang bebas”
(M. Yahya Harahap, 2008: 317).
5) Keterangan Terdakwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Pengertian keterangan terdakwa tercantum dalam Pasal 189
ayat (1) KUHAP, yang berbunyi “keterangan terdakwa ialah apa
yang terdakwa nyatakan di persidangan tentang perbuatan yang ia
lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri”.
Penempatan alat bukti terdakwa pada urutan terakhir dalam
Pasal 184 ayat (1) KUHAP, merupakan salah satu alasan yang
dipergunakan untuk menempatkan proses pemeriksaan keterangan
terdakwa dilakukan belakangan sesudah pemeriksaan keterangan
saksi. Berdasarkan pada ketentuan pada Pasal 189 ayat (4) KUHAP
yang menyatakan bahwa “keterangan terdakwa saja tidak cukup
untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang
didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti
yang lain”.
Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap
dirinya sendiri. Keterangan terdakwa saja seperti yang disebut
diatas, tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah
melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan
harus disertai dengan alat bukti yang lain (C.S.T. Kansil, 1993:
237).
Jadi menurut ketentuan pada Pasal 189 ayat (4) KUHAP
tersebut, bahwa keterangan seluruhnya dari terdakwa di muka
hakim untuk menjadi bukti yang sempurna harus disertai dengan
keterangan yang jelas tentang keadaan-keadaan, dimana peristiwa
pidana diperbuat, keterangan mana semua atau sebagian harus
cocok dengan keterangan si korban atau dengan bukti-bukti yang
lain. Meskipun tidak disebutkan dalam undang-undang, bahwa
suatu keterangan terdakwa hanya berharga apabila pengakuan itu
mengenai hal-hal yang terdakwa alami sendiri, seperti halnya
dengan kesaksiannya.
b) Sistem Pembuktian
Beberapa teori sistem pembuktian pidana antra lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
1) Conviction-in time
Dalam teori sistem pembuktian conviction-intime
menentukan salah tidaknya seorang terdakwa, semata-mata
ditentukan oleh penilaian keyakinan hakim. Keyakinan hakimlah
yang menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa. Dari mana
hakim menarik dan menyimpulkan keyakinanya, tidak menjadi
masalah dalam sistem ini. Keyakinan boleh disimpulkan dan
diambil hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya dalam sidang
pengadilan. Bisa juga melalui hasil pemeriksaan alat-alat bukti itu
diabaikan hakim dan langsung menarik keyakinan dari keterangan
atau pengakuan terdakwa.
Hakim di dalam menjatuhkan putusan tidak terikat dengan
alat bukti yang ada. Darimana hakim menyimpulkan putusannya
tidak menjadi masalah. Ia hanya boleh menyimpulkan dari alat
bukti yang ada di di dalam persidangan atau mengabaikan alat
bukti yang ada di persidangan (Hari Sasangka, 2003: 14).
Sistem ini diakui memang mengandung banyak kelemahan.
Hakim dapat saja menjatuhkan hukuman pada seorang terdakwa
semata-mata atas dasar keyakinan belaka tanpa di dukung alat bukti
yang cukup. Didalam putusan hakim terkandung di dalamnya suatu
kepercayaan yang terlalu besar kepada ketetapan kesan-kesan
perseorangan belaka dari seorang hakim. Sehingga pengawasan
terhadap putusan-putusan hakim seperti ini adalah sukar untuk
dilakukan oleh karena Badan Pengawas tidak mengetahui
pertimbangan-pertimbangan hakim yang melahirkan pendapat
hakim ke arah putusan.
2) Conviction-raisonne
Dalam teori conviction-raisonnee ini, keyakinan hakim
tetap memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya
seorang terdakwa. Akan tetapi dalam sistem pembuktian ini, faktor
keyakinan hakim dibatasi. Dalam teori ini keyakinan hakim harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
didukung alasan-alasan dan suatu kesimpulan yang logis, yang
tidak didasarkan kepada Undang-Undang akan tetapi ketentuan-
ketentuan menurut ilmu pengetahuan hakim sendiri, menurut
pilihannya sendiri tentang pelaksanaan pembuktian yang
dipergunakan hakim.
3) Pembuktian menurut Undang-Undang secara positif (Positief
wettelijk Stelsel)
Pembuktian menurut undang-undang secara positif adalah
merupakan pembuktian yang bertolak belakang dengan sistem
pembuktian menurut keyakinan atau conviction intime. Dalam
sistem pembuktian ini keyakinan hakim tidak berperan menentukan
salah tidaknya terdakwa. Sistem ini berpedoman pada prinsip
pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-
undang.
Sistem pembuktian ini benar-benar menuntut hakim suatu
kewajiban mencari dan menemukan kebenaran salah tidaknya
terdakwa sesuai dengan tatacara pembuktian dengan alat-alat bukti
yang ditentukan undang-undang. Dari semula pemeriksaan perkara,
hakim harus mengesampingkan faktor-faktor keyakinanya. Hakim
semata-mata berdiri tegak pada nilai pembuktian objektif tanpa
mencampuradukkan hasil pembuktian yang diperoleh di
persidangan dengan unsur subyektif keyakinanya.
4) Pembuktian Undang-Undang secara Negatif (Negatief Wettelijk
Stelsel)
Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif
merupakan teori antar sistem pembuktian menurut undang-undang
secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau
conviction in time. Sistem pembuktian menurut undang-undang
secara negatif merupakan suatu sistem keseimbangan antara kedua
sistem yang saling bertolak belakang secara ekstrim. Dari
keseimbangan tersebut, sistem pembuktian menurut undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
undang secara negatif menggabungkan ke dalam dirinya secara
terpadu sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif.
Di dalam sistem pembuktian ini untuk menentukan
seseorang terdakwa dinyatakan bersalah, apabila kesalahan yang
didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti
yang sah menurut undang-undang sekaligus keterbuktian kesalahan
tadi dibarengi pula dengan keyakinan hakim. Dalam menentukan
salah atau tidaknya seorang terdakwa menurut sistem pembuktian
undang-undang secara negatif, terdapat dua komponen antara lain:
(a) Pembuktian harus dilakukan menurut ketentuan cara dan
dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang;
(b) Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas ketentuan
cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-
undang.
Sistem Pembuktian menurut undang-undang secara negatif,
merupakan sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP (Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana), ketentuan itu diperjelas
dalam Pasal 183 KUHAP yang didalamnya mengandung maksud,
yaitu:
(a) Putusan pidana oleh hakim harus berdasarkan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah;
(b) Harus ada keyakinan hakim telah terjadinya tindak pidana,
bahwa terdakwa yang bersalah.
2. Tinjauan Tentang Nalar Hukum Hakim
a) Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan
Untuk menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana, hakim
membuat pertimbangan-pertimbangan. Dalam menjatuhkan pidana
bersyarat terhadap pelaku tindak pidana, hakim cenderung lebih banyak
menggunakan pertimbangan yang bersifat yudiris dibandingkan yang
bersifat non-yudiris.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
1) Pertimbangan Yuridis
Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim
yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam
persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal
yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat
yuridis di antaranya:
(a) Dakwaan Penuntut Umum
Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena
berdasarkan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan
(Pasal 143 ayat (1) KUHAP). Dakwaan berisi identitas
terdakwa juga memuat uraian tindak pidana serta waktu
dilakukannya tindak pidana dan memuat pasal yang dilanggar
(Pasal 143 ayat (2) KUHAP). Perumusan dakwaan didasarkan
dari hasil pemeriksaan pendahuluan yang dapat disusun
tunggal, kumulatif, alternatif maupun subsidair. Dakwaan
disusun secara tunggal apabila seseorang atau lebih mungkin
melakukan satu perbuatan saja. Namun, apabila lebih dari satu
perbuatan dalam hal ini dakwaan disusun secara kumulatif.
Oleh karena itu dalam penyusunan dakwaan ini disusun
sebagai dakwaan kesatu, kedua, ketiga dan seterusnya (Rusli
Muhammad, 2006:125). Selanjutnya dakwaan alternative
disusun apabila penuntut umum ragu untuk menentukan
peraturan hukum pidana yang akan diterapkan atas suatu
perbuatan yang menurut pertimbangannya telah terbukti.
Dalam praktek dakwaan alternatif tidak dibedakan dengan
dakwaan subsidair karena pada umumnya dakwaan alternatif
disusun penuntut umum menurut bentuk subsidair yakni
tersusun atas primair atau subsidair. Dakwaan penuntut umum
sebagai bahan pertimbangan pengadilan dalam menjatuhkan
putusan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
(b) Keterangan saksi
Keterangan saksi merupakan alat bukti seperti yang diatur
dalam Pasal 184 KUHAP. Sepanjang keterangan itu mengenai
suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri ia lihat sendiri
dan alami sendiri, dan harus disampaikan dalam sidang
pengadilan dengan mengangkat sumpah. Keterangan saksi
yang disampaikan di muka sidang pengadilan yang merupakan
hasil pemikiran saja atau hasil rekaan yang diperoleh dari
kesaksian orang lain tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang
sah. Kesaksian semacam ini dalam hukum acara pidana disebut
dengan istilah testimonium de auditu. Kesaksian de auditu
dimungkinkan dapat terjadi di persidangan. Oleh karena itu
hakim harus cermat jangan sampai kesaksian demikian itu
menjadi pertimbangan dalam putusannya. Untuk itu sedini
mungkin harus diambil langkah-langkah pencegahan. Yakni
dengan bertanya langsung kepada saksi bahwa apakah yang dia
terangkan itu merupakan suatu peristiwa pidana yang dia
dengar, dia lihat dan dia alami sendiri. Apabila ternyata yang
diterangkan itu suatu peristiwa pidana yang tidak dia lihat,
tidak dia dengar, dan tidak dia alaminya sendiri sebaiknya
hakim membatalkan status kesaksiannya dan keterangannya
tidak perlu lagi didengar untuk menghindarkan kesaksian de
auditu (SM Amin, 2008:75)
(c) Keterangan terdakwa
Menurut Pasal 184 KUHAP butir e. keterangan terdakwa
digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah
apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan
yang dia lakukan atau yang dia ketahui sendiri atau yang dia
alami sendiri. Dalam praktek keterangan terdakwa sering
dinyatakan dalam bentuk pengakuan dan penolakan, baik
sebagian maupun keseluruhan terhadap dakwaan penuntut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
umum dan keterangan yang disampaikan oleh para saksi.
Keterangan juga merupakan jawaban atas pertanyaan baik
yang diajukan oleh penuntut umum, hakim maupun penasihat
hukum. Keterangan terdakwa dapat meliputi keterangan yang
berupa penolakan dan keterangan yang berupa pengakuan atas
semua yang didakwakan kepadanya. Dengan demikian,
keterangan terdakwa yang dinyatakan dalam bentuk penolakan
atau penyangkalan sebagaimana sering dijumpai dalam praktik
persidangan, boleh juga dinilai sebagai alat bukti.
(d) Barang-barang bukti
Pengertian barang-barang bukti yang dibicarakan di sini adalah
semua benda yang dapat dikenakan penyitaan dan yang
diajukan oleh penuntut umum di persidangan yang meliputi:
(1) Benda tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian
diduga atau diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil
dari tindak pidana
(2) Benda yang dipergunakan secara langsung untuk
melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkan
tindak pidana
(3) Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi
penyidikan tindak pidana.
(4) Benda khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan
tindak pidana
(5) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan
tindak pidana.
Barang-barang bukti yang dimaksud di atas tidak termasuk
dalam alat bukti karena menurut KUHAP menetapkan hanya
lima macam alat bukti yaitu keterangan saksi, keterangan ahli,
surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Walaupun barang
bukti bukan sebagai alat bukti namun penuntut umum
menyebutkan barang bukti itu di dalam surat dakwaannya yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
kemudian mengajukannya kepada hakim dalam pemeriksaan,
baik kepada terdakwa maupun kepada saksi bahkan bila perlu
hakim membuktikannya dengan membacakannya atau
memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau
saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya tentang hal
itu.
2) Pertimbangan Non Yuridis
(a) Dalam Hal Tindak Pidana Korupsi\
Korupsi yang telah merajalela mempunyai dampak yang
merugikan dan merusak tatanan dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Kekayaan negara
yang dikorupsi sangat besar. Hal ini berarti, jika tidak terjadi
korupsi terhadap kekayaan negara maka kemampuan
pembiayaan pembangunan melalui APBN dapat meningkat,
dan itu berarti bahwa pelaksanaan pembangunan di berbagai
sektor dapat lebih ditingkatkan terutama yang berkaitan
dengan pemberantasan kemiskinan dan pembiayaan sektor
yang bersfat strategis, seperti sektor pendidikan dan kesehatan.
Dengan demikian akan dapat mendongkrak peningkatan
kualitas sumberdaya manusia pada masa depan dan diharapkan
dapat berimbas pada peningkatan produktivitas secara
nasional. Di samping kerugian material juga terjadi kerugian
yang bersifat immaterial, yaitu citra dan martabat bangsa
Indonesia di dunia internasional. Predikat Indonesia sebagai
negara yang terkorup di kawasan Asia Tenggara merupakan
citra yang sangat mamalukan. Tetapi anehnya para pemimpin
di negeri ini masih adem ayem, tebal muka dan tidak memiliki
rasa malu sehingga membiarkan praktik korupsi semakin
menjadi-jadi. Selain kerugian material dan immaterial, korupsi
juga membawa dampak pada penciptaan ekonomi biaya tinggi.
Karena korupsi menyebabkan inefisiensi dan pemborosan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
dalam ekonomi. Uang pelicin, sogok/suap, pungutan dan
sejenisnya akan membebani komponen biaya produksi.
Pemerintah yang korup akan membebani sektor swasta dengan
urusan-urusan yang luar biasa berat. Ditunjukan oleh Jeremy
Pope bahwa di Ukraina pada tahun 1994 perusahaan-
perusahaan yang disurvei melaporkan bahwa mereka
menghabiskan rata-rata 28% dari waktu kerja semata-mata
untuk berurusan dengan pemerintah dan pada tahun 1996
meningkat menjadi 37%. Jika tidak ada langkah-langkah dan
tindakan nyata pemerintah dalam memberantas korupsi, maka
upaya pemerintah untuk menarik investor asing menanamkan
investasinya di Indonesia dengan melakukan kunjungan ke
berbagai negara menghabiskan uang miliaran rupiah hanya
akan merupakan tindakan yang merugi (Jeremy Pompe, 2003
:53). Dari berbagai dampak dan pengaruh yang ditimbulkan
korupsi tersebut tidak dapat disangkal bahwa korupsi
membawa dampak yang merugikan dan menghambat
pelaksanaan pembangunan di segala bidang. Karena uang yang
semestinya dapat digunakan untuk membiayai pelaksanaan
pembangunan raib menjadi milik pribadi dan memperkaya
segelintir orang. Kemampuan memberikan pelayanan publik
yang berkualitas dan manusiawi menjadi berkurang. Sementara
puluhan juta rakyat menjerit kesusahan dan mengharpkan
uluran tangan dari pemerintah. Dengan demikian korupsi
secara langsung atau tidak langsung menghambat kemajuan
bangsa dan negara serta semakin memperparah kemiskinan.
Membiarkan korupsi merajalela berarti membiarkan kejahatan
menggerogoti dan menguras kekayaan negara untuk
kepentingan pribadi, kelompok atau golongan dengan
mengabaikan kepentingan umum atau kepentingan rakyat
banyak dan hal ini bertentangan dengan Pancasila dan UUD
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan membiarkan
korupsi berarti pula membiarkan negara menuju kehancuran,
keterbelakangan dan pemeliharaan kemiskinan.
3. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Korupsi
a) Pengertian Tindak Pidana
Tindak Pidana dalam bahasa Belanda diistilahkan sebagai
strafbaar feit yang merupakan istilah resmi dalam strafwetboek atau Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku di Indonesia.
Selain itu ada juga istilah lain yang juga sering digunakan yang
mempunyai arti sama dengan strafbaar feit yaitu delic. Tindak pidana bisa
berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana,
dan pelaku tersebut merupakan subjek dari tindak pidana. Dalam
pandangan KUHP, yang menjadi subjek tindak pidana adalah seorang
manusia sebagai oknum yang mudah terlihat pada perumusan-perumusan
dari tindak pidana dalam KUHP yang menampakkan daya berpikir sebagai
syarat sebagai subjek tindak pidana.
Simons menyatakan bahwa strafbaar feit adalah kelakuan yang
diancam pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan
kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.
Sedangkan Hamel dan Noyon-Langemeyer, menjelaskan strafbaar feit
sebagai kelakuan orang yang dirumuskan dengan undang-undang, yang
bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan
kesalahan. Lain halnya dengan Pompe yang membagi pengertian
strafbaar feit menjadi dua, yaitu :
1) strafbaar feit yaitu suatu pelanggaran terhadap norma, yang
dilakukan karena kesalahan pelaku dan diancam dengan pidana
untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan
kesejahteraan umum (definisi menurut teori);
2) strafbaar feit adalah suatu feit atau kejadian yang oleh peraturan
perundang-undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dihukum
(definisi menurut hukum positif).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Pakar hukum dalam negeri sendiri, Moeljatno, memberikan
definisi tersendiri dari perbuatan pidana yang merupakan perbuatan yang
oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana barang
siapa yang melanggar larangan tersebut dan lebih lanjut menjelaskan
mengenai perbuatan pidana ini menurut wujud dan sifatnya, perbuatan
pidana ini adalah perbuatan yang melawan hukum, perbuatan yang
merugikan masyarakat dalam arti bertentangan dengan atau menghambat
akan terlaksananya tatanan dalam pergaulan masyarakat yang dianggap
baik dan adil (Martiman Projohamidjojo 1997: 15).
b) Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Definisi tentang korupsi dapat dipandang dari berbagai aspek,
bergantung pada disiplin ilmu yang dipergunakan sebagaimana
dikemukakan oleh Benveniste dalam (Suyatno, 2005:17-18), korupsi
didefinisikan 4 (empat) jenis :
1) Discretionery corruption, ialah korupsi yang dilakukan karena
adanya kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan, sekalipun
nampaknya bersifat sah, bukanlah praktik-praktik yang dapat
diterima oleh para anggota organisasi;
2) Illegal Corruption, ialah suatu jenis tindakan yang bermaksud
mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan dan
regulasi tertentu;
3) Mercenery corruption, ialah jenis tindak pidana korupsi yang
dimaksud untuk memperoleh keuntungan pribadi, melalui
penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan;
4) Ideological corruption, ialah jenis korupsi ilegal maupun
discretionery yang dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.
Pengertian atau asal kata korupsi menurut Fockema Andreae dalam
(Andi Hamzah, 2006:4-6), kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio
atau corruptus (Webster Atudent Dictionary;1960), yang selanjutnya
disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata asal corrumpere,
suatu kata dalam bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt;
Perancis, yaitu coorruption; dan Belanda yaitu corruptie (korruptie), dapat
atau patut diduga istilah korupsi berasal dari bahasa Belanda dan menjadi
bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”.
Dalam Kamus Umum Belanda Indonesia yang disusun oleh
(Wijowasito, 1999:128), corruptie yang juga disalin menjadi corruptien
dalam bahasa Belanda mengandung arti perbuatan korup, penyuapan.
Pengertian dari korupsi secara harfiah menurut (John M. Echols
dan Hasan Shadily, 1997:149), berarti jahat atau busuk, sedangkan
menurut (A.I.N Kramer SR, 1997:62) mengartikan kata korupsi sebagai :
busuk, rusak, atau dapat disuap.
c) Sistem Pembuktian dalam Peradilan Tindak Pidana Korupsi
Sistem Pembuktian dalam perkara tindak pidana korupsi selain
berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) juga berdasarkan kepada hukum pidana
formil sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mengenai alat-alat bukti yang sah telah dirumuskan dalam Undang-
Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yaitu terdapat
5 (lima) alat bukti yang sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran
KASUS DALAM
PUTUSAN PN. SMG NO :
1069/Pid.B/2008/PN.SMG
UU NO 31/99 JO. UU
NO 20/2001
Unsur Korupsi
1. SETIAP
ORANG
2. MENGUNTU
NGKAN
DIRI
SENDIRI/OR
ANG LAIN
3. MERUGKAN
PEREKONO
MIAN
NEGARA
PERTIMBANGAN
HAKIM/NALAR
HUKUM HAKIM
1. DAKWAAN
2. PROSES
PEMBUKTIAN
a. ALAT BUKTI
b. KEYAKINAN
HAKIM
PUTUSAN HAKIM
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Keterangan Kerangka Pemikiran :
Salah satu kasus tindak pidana yang cukup menarik perhatian penulis
adalah kasus tindak pidana korupsi yang diputus oleh Hakim Pengadilan
Negeri Semarang dalam Putusan Nomor 1069/Pid.B/2008/PN.SMG dengan
Terdakwa Drs KUSRIN Bin SUTRIMO selaku Mantan Lurah Ngadirgo,
dalam Putusan tersebut Terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif, yaitu
dakwaan kesatu Pasal 3 dan dakwaan kedua Pasal 8 Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam
proses persidangan tersebut Penuntut umum memberikan beberapa alat bukti
yang diantaranya adalah beberapa keterangan saksi baik itu saksi dari
masyarakat Desa Ngadirgo dan saksi dari BPKP Perwakilan Jawa Tengah
yang memberikan laporan terkait adanya dugaan penyalahgunaan dana
bantuan yang dilakukan oleh Terdakwa, sehingga dengan demikian Majelis
Hakim mengkaji mengenai pembuktian yang dilakukan oleh Penuntut Umum
dan dalam pertimbanganya Majelis Hakim menyatakan bahwa pembuktian
yang dilakukan oleh Penuntut Umum, berkaitan dengan pengajuan alat bukti
saksi dan ahli serta alat bukti surat sudah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP,
dan berdasarkan keyakinan hakim akhirnya Terdakwa dinyatakan secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaiamana
didakwakan dalam dakwaan kesatu dakwaan Penuntut Umum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan telaah terhadap bahan hukum yang peneliti kumpulkan,
berikut merupakan hasil penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Identitas Terdakwa
Nama Lengkap : Drs. KUSRIN Bin SUTRIMO
Tempat Tanggal Lahir : Semarang, 21 September 1964
Umur : 44 Tahun
Tempat Tinggal : Wonodri Krajan Rt 05 Rw 01 Semarang
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS (Mantan Lurah Ngadirgo)
Pendidikan : S1
2) Kasus Posisi
Adapun uraian perkara atau kasus posisi yang selengkapnya adalah
sebagai berikut :
Bahwa Terdakwa Drs. Kusrin bin Sutrimo yang merupakan mantan
Lurah Ngadirgo telah melakukan tindak pidana korupsi yang telah
diperiksa diputus oleh Hakim Pengadilan Negeri Semarang dalam Putusan
Nomor 1069/Pid.B/2008/PN.SMG, dalam Putusannya tersebut Terdakwa
didakwa dengan dakwaan alternatif, yaitu dakwaan kesatu Pasal 3 dan
dakwaan kedua Pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam proses
persidangan tersebut Penuntut umum memberikan beberapa alat bukti
yang diantaranya adalah beberapa keterangan saksi baik itu saksi dari
masyarakat Desa Ngadirgo dan saksi dari BPKP Perwakilan Jawa Tengah
30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
yang memberikan laporan terkait adanya dugaan penyalahgunaan dana
bantuan yang dilakukan oleh Terdakwa, sehingga dengan demikian
Majelis Hakim mengkaji mengenai pembuktian yang dilakukan oleh
Penuntut Umum dan dalam pertimbanganya Majelis Hakim menyatakan
bahwa pembuktian yang dilakukan oleh Penuntut Umum, berkaitan
dengan pengajuan alat bukti saksi dan ahli serta alat bukti surat sudah
sesuai dengan Pasal 184 KUHAP, dan berdasarkan keyakinan hakim
akhirnya Terdakwa dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaiamana didakwakan dalam
dakwaan kesatu dakwaan Penuntut Umum.
3) Dakwaan
Bahwa Terdakwa telah didakwa dengan surat dakwaan yang disusun
secara alternatif, yaitu suatu teknik penyusunan surat dakwaan yang
memberikan option (pilihan) kepada hakim sebagai berikut :
DAKWAAN KESATU
Bahwa Terdakwa Drs.Kusrin Bin Sutrimo pada hari Senin tanggal
10 Mei 2004 sekira pukul 12.00 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain
masih dalam bulan Mei 2004 bertempat rumah dinas Lurah Ngadirgo
Dukuh Pesantren Rt. 02 Rw. 01 Kel. Ngadirgo Kec. Mijen Kota Semarang
atau setidak-tidaknya pada tempat lain yang masih termasuk dalam daerah
hukum Pengadilan Negeri Semarang, dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan
atau kedudukan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
Negara. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalam Pasal 3 jo Pasal 17 jo Pasal 18 ayat (1) sub a, b jo Pasal 18 ayat (2)
jo Pasal 18 ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan
UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ;
ATAU
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
DAKWAAN KEDUA
Bahwa Terdakwa Drs.Kusrin Bin Sutrimo pada hari Senin tanggal
10 Mei 2004 sekira pukul 12.00 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu
lain masih dalam bulan Mei 2004 bertempat rumah Dinas Lurah Ngadirgo
Dukuh Pesantren Rt. 02 Rw. 01 Kel. Ngadirgo Kec. Mijen Kota Semarang
atau setidak-tidaknya pada tempat lain yang masih termasuk dalam daerah
hukum Pengadilan Negeri Semarang, Pegawai Negeri atau selain Pegawai
Negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus
menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja menggelapkan uang
atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan
uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain,
atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut. Perbuatan Terdakwa
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 8 jo Pasal 17 jo Pasal
18 ayat (1) sub a, b jo Pasal 18 ayat (2) jo Pasal 18 ayat (3) UU Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubaban Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4) Tuntutan
1. Menyatakan Terdakwa Drs. KUSRIN Bin SUTRIMO bersalah
melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam Pasal 3 ayat (1) Jo. Pasal 17 jo Pasal 18 ayat (1) sun
a,b jo Pasal 18 ayat (2) jo Pasal 18 ayat (3) UU Nomor 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20
tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI No. 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana tersebut dalam dakwaan Kesatu ;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Drs. KUSRIN Bin
SUTIRMO dengan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
a) Pidana penjara selama 1 (satu) tahun 2 (dua) bulan
dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan
sementara dengan perintah untuk tetap ditahan ;
b) Membayar uang pengganti sebesar Rp. 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) dan jika Terdakwa tidak membayar
uang pengganti maka dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah
Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap maka
harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk
menutupi uang pengganti jika tidak mencukupi diganti
dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan ;
3. Menyatakan barang bukti dikembalikan ke Pemerintah Kota
Semarang;
4. Menetapkan Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.
5.000,00 (lima ribu rrupiah).
5) Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Semarang
Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang untuk
memutuskan perkara korupsi atas nama terdakwa Drs. Kusrin bin Sutrimo
adalah sebagai berikut :
a) Unsur Setiap Orang
Menimbang bahwa dalam dalam ketentuan Undang-Undang
Nomor 31 tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dimaksud
dengan unsur setiap orang adalah orang perseorangan atau
termasuk korporasi. Sedangkan, dalam praktik peradilan yang
dimaksud sebagai setiap orang lazim dirumuskan sebagai suatu
unsur Barang Siapa, dimaksudkan manusia sebagai subjek
hukum; Menimbang, bahwa Terdakwa di persidangan pada
pokoknya telah menerangkan bahwa keseluruhan identitas yang
tercantum dalam dakwaan Penuntut Umum adalah benar diri
Terdakwa Drs. KUSRIN Bin SUTRIMO Demikian pula
keseluruhan saksi-saksi pada pokoknya telah menerangkan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
bahwa yang dimaksud dengan setiap orang adalah benar diri
Terdakwa yang saat ini dihadapkan dan diperiksa di persidangan
umum Pengadilan Negeri Semarang; Menimbang, bahwa
dengan demikian menjadi jelas bahwa yang dimaksud dengan
unsur setiap orang dalam hal ini adalah diri Terdakwa,
sedangkan apakah benar ia dapat dinyatakan telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan suatu tindak
pidana sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum, tentunya
akan dipertimbangkan terlebih dahulu apakah keseluruhan
unsur-unsur dari pasal-pasal ketentuan pidana yang didakwakan
kepadanya, telah terbukti secara sah dan meyakinkan dalam
perbuatannya. Oleh karena itu Majelis Hakim tidak sependapat
dengan Penuntut Umum dan atau Penasihat Hukum Terdakwa
yang langsung berpendapat bahwa unsur setiap orang ini telah
terpenuhi atau tidak terpenuhi, tanpa terlebih dahulu
mempertimbangkan keseluruhan unsur-unsur yang lain. Dengan
demikian, walaupun unsur setiap orang ini terletak di bagian
awal dari rumusan tindak pidana yang didakwakan. Namum
pembahasan terhadap unsur setiap orang ini akan
dipertimbangkan lebih lanjut dalam bagian akhir putusan ini
nanti, setelah keseluruhan unsur-unsur dalam rumusan tindak
pidana yang didakwakan atas diri Terdakwa tersebut
dipertimbangkan.
b) Unsur dengan Tujuan Menguntungkan Diri Sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi Menimbang, bahwa Penasihat Hukum
Terdakwa dalam pembelaannya mempermasalahkan dakwaan
Penuntut Umum dengan argumentasi yuridis bahwa dakwaan
Penuntut Umum tidak dapat diterapkan pada diri Terdakwa
dengan alasan pada diri Terdakwa tidak ada sikap bathin jahat
(evil mind) dalam diri Terdakwa ; Menimbang, bahwa terhadap
argumentasi Penasihat Hukum Terdakwa ini, Majelis Hakim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
berpendapat bahwa memperhatikan rumusan unsur-unsur dalam
ketentuan Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun
1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memang tidak
mencantumkan unsur “melawan hukum” secara berdiri sendiri
(sehingga bukan merupakan bestanddeed). Ini bukan berarti,
bahwa delik ini dapat dilakukan tidak dengan melawan hukum,
karena unsur melawan hukum itu inherent dalam keseluruhan
perumusan suatu tindak pidana. Dengan menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan, tentunya pasti dengan sendirinya
merupakan perbuatan melawan hukum. Akan tetapi hal tersebut
sengaja tidak dirumuskan dengan pengertian bahwa
diterapkannya ketentuan tersebut mengandung makna bahwa
Terdakwa diberi kesempatan yang luas bahwa ia tidak
melakukan perbuatan melawan hukum; Menimbang, bahwa
berdasarkan hal tersebut di atas, maka fokus pembuktian dalam
dakwaan perkara aquo harus difokuskan pada masalah apakah
Terdakwa selaku Kepala Kelurahan Ngadirgo Kec.Mijen Kota
Semarang telah melakukan penyimpangan dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
Dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya
tersebut. Serta, perbuatannya tersebut dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara; Menimbang,
bahwa lepas dari argumentasi Penasihat Hukum Terdakwa
tersebut, setelah memperhatikan surat dakwaan Penuntut
Umum, sesungguhnya memang ada perbedaan rumusan (bagian
inti) antara Pasal 2 dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31
tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam penerapannya
memang seharusnya perumusan cara-cara dilakukannya suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
perbuatan materiil tindak pidana dalam surat dakwaan
semestinya juga harus berbeda, karena adanya perbedaan inti
delik dan perbuatan materiilnya. Akan tetapi nyatanya, dalam
perumusan surat dakwaan yang didakwakan terhadap diri
Terdakwa mengenai cara-cara perbuatan Terdakwa melakukan
suatu tindak pidana di bagian dakwaan Kesatu dan dakwaan
Kedua dirumuskan secara sama, padahal bagian inti delik jelas
berbeda; Menimbang, bahwa mengingat dasar untuk memeriksa
dan mengadili seseorang di persidangan adalah uraian suatu
tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka dengan
demikian kini dipertimbangkan terlebih dahulu cara perumusan
surat dakwaan Penuntut Umum dalam relevansinya dengan
sahnya suatu surat dakwaan yang harus disusun secara cermat,
jelas dan lengkap, sehingga memenuhi syarat sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.
Mengingat sesuai ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP
dakwaan yang disusun secara tidak cermat, jelas dan lengkap
batal demi hukum; Menimbang, bahwa satu hal yang harus
dibedakan dalam penerapan Pasal 2 dengan Pasal 3 UU Nomor
31 tahun 1999 Jo UU Nomor 20 tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ialah jika Pasal 2
dicantumkan unsur “memperkaya diri sendiri.....” Sedangkan
pada Pasal 3 dicantumkan unsur : dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri”. Dengan demikian, sifat dari
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan sebagai delik
ditentukan oleh cara-cara dengan mana pelaku, dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atausuatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
karena itulah menjadi penting dan merupakan hal yang esensial
untuk dinilai apakah benar Terdakwa telah menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dan hal tersebut harus merupakan
maksud dari Terdakwa untuk memperoleh keuntungan secara
melawan hukum. Oleh karena itu, ada tidaknya niat jahat dalam
diri Terdakwa akan dipertimbangkan pada bagian unsur-unsur
tindak pidana yang didakwakan dalam diri Terdakwa tersebut;
Menimbang, bahwa ternyata walaupun perumusan cara-cara
tindak pidana baik dalam dakwaan Kesatu dan Kedua diuraikan
secara sama. Akan tetapi yang terpenting adalah ternyata dalam
dakwaan tersebut telah diuraikan secara cermat, jelas dan
lengkap waktu maupun cara-cara perbuatan/tindak pidana yang
telah dilakukan oleh Terdakwa. Karena sesungguhnya yang
patut diperhatikan adalah bagaimanakah waktu dan cara-cara
suatu tindak pidana yang didakwakan kepada seseorang
Terdakwa tersebut mesti dirumuskan; Menimbang, bahwa
disamping itu hakikat esensial suatu surat dakwaan adalah harus
memuat secara cermat, jelas dan lengkap unsur-unsur dari suatu
tindak pidana yang didakwakan kepadanya, agar Terdakwa
mudah melakukan pembelaan atas dakwaan yang ditujukan pada
dirinya tersebut. Ternyata dalam surat dakwaan yang
didakwakan kepadanya hal tersebut telah diuraikan oleh
Penuntut Umum; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan
hukum tersebut di atas, maka dengan memperhatikan asas
peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan (Pasal 4 ayat
(2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman) dan
sistem pendekatan yang jauh dari sikap formalistic egal thinking
secara sempit dan kaku, maka walaupun perumusan cara-cara
tindak pidana yang dilakukan Terdakwa, baik dalam dakwaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Kesatu dan Kedua diuraikan secara sama,maka dakwaan Kedua
Penuntut umum dipandang telah disusun secara cermat, jelas
dan lengkap tidak perlu sampai dinyatakan batal demi hukum.
Oleh karena itu, dapat dipergunakan sebagai dasar untuk
memeriksa dan mengadili perkara atas diri Terdakwa tersebut di
atas; Menimbang, bahwa berdasarkan hal tersebut, maka
argumentasi Penasihat Hukum Terdakwa tersebut haruslah
ditolak dan atau dikesampingkan. Oleh karena itu kini
selanjutnya dipertimbangkan unsur Dengan Tujuan
Menguntungkan Diri Sendiri atau Orang Lain atau Suatu
Korporasi dalam dakwaan Kesatu sebagaimana diatur dan
diancam dalam Pasal 3 jo Pasal 17 jo Pasal 18 ayat (1) sub a, b
jo Pasal 18 ayat (2) jo Pasal 18ayat (3) Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dalam perbuatan Terdakwa, sebagaimana tersebut di bawah ini:
Menimbang, bahwa unsur “Dengan Tujuan Menguntungkan Diri
Sendiri atau Orang Lain atau Suatu Korporasi“, adalah suatu
unsur yang biasa dalam hukum pidana, seperti halnya yang
tercantum dalam Pasal 378 KUHP dan ataupun Pasal 423
KUHP. Bahwa dalam pasal-pasal KUHP unsur“menguntungkan
diri sendiri atau orang lain“ dengan melawan hukum bukanlah
unsur tingkah laku, tetapi unsur yang dituju oleh batin atau
kesalahan dalam bentuk maksud. Jadi, kehendak dalam
melakukan perbuatan ditujukan untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain dengan melawan hukum. Disini unsur
sifat melawan hukumnya bersifat subjektif. Jadi unsur
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dimaksudkan bahwa
“si pelaku haruslah mempunyai maksud untuk memperoleh
kekayaan, karena keuntungan disitu merupakan keuntungan bagi
dirinya sendiri atau orang lain“ (Lamintang, 1979: 279).
Memperoleh keuntungan sama artinya dengan memperoleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
kekayaan, karena keuntungan disitu merupakan keuntungan
dalam hubungannya dengan kekayaan (materiil) bukan
keuntungan immateriil seperti kepuasan batin ketika mendapat
penghargaan; Menimbang, bahwa oleh karena itulah kini dinilai
adanya suatu fakta-fakta yuridis tentang Semarang yang
diperuntukan untuk Bantuan Pembangunan Sarana dan
Prasarana (Kontingensi) antara lain guna pembangunan sarana
prasarana lingkungan, sarana ibadah, sarana pendidikan, sumur
artetis dan pavingisasi jalan kampung dalam relevansinya
dengan kedudukan dan kualitas Terdakwa selaku Lurah
Ngadirgo Dukuh Pesantren Rt. 02 Rw. 01 Kel. Ngadirgo Kec.
Mijen Kota Semarang,sebagai berikut: Bahwa Terdakwa selaku
Lurah Ngadirgo mengetahui adanya Dana Kontingensi yang
bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2004 dan untuk bisa
mendapatkan bantuan Dana Kontingensi tersebut harus disertai
adanya Berita Acara rembug desa berikut daftar hadirnya dan
proposal pembangunan. Untuk itu kemudian Terdakwa pada
suatu hari di bulan Oktober 2003 telah membuat Berita Acara
Musyawah dan daftar hadir serta Proposal pembangunan sumur
artetis fiktif. Bahwa terhadap pembuatan proposal tersebut,
terdakwa telah membantahnya, karena yang dilakukannya
hanyalah memberikan contoh proposal dimaksud kepada saksi
Maryadi. Disisi lain menurut saksi Maryadi bahwa setahunya
proposal yang diberikan kepadanya sudah dalam keadaan jadi
dan ia tidak mengetahui siapa yang membuat proposal tersebut;
Bahwa kemudian selanjutnya Terdakwa membuat surat
pengantar Nomor: 691.2/105 tanggal 23 Oktober 2003 yang
ditujukan kepada Walikota Semarang Cq. Kabag Pembangunan
Setda Kota Semarang perihal Permohonan Pembuatan Sumur
Artetis dengan dilampiri dokumen proposal dan berita acara
rembug desa serta daftar hadirnya. Bahwa selanjutnya pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
akhir bulan Oktober 2003 Terdakwa meyerahkan proposal
pembangunan sumur artetis tersebut kepada Kasubbag
Pengendalian Bagian Pembangunan Setda Kota Semarang.
Kemudian Terdakwa juga memanggil dan menunjuk saksi
Maryadi untuk menjadi Ketua Panitia pembangunan sumur
artetis dimaksud dan meminta saksi Maryadi dan saksi Sutiman
untuk mengambil dananya sebesar Rp.20.000.000,- (dua puluh
juta Rupiah); Bahwa setelah menerima Dana Kontingensi
tersebut kemudian saksi Maryadi dan saksi Sutiman
menyerahkan uang tersebut kepada Terdakwa. Menurut
Terdakwa uang tersebut diserahkan kepadanya karena saksi
maryadi takut untuk menyimpannya. Namun, menurut saksi
Maryadi dan Sutiman hal tersebut dilakukannya dikarenakan
Terdakwa meminta uang tersebut; Bahwa kemudian saksi
Maryadi disuruh Terdakwa mencarikan pemborong
pembangunan sumur artetis. Dan atas perintah Terdakwa
selanjutnya saksi Maryadi mencari pemborong dan telah
mendapat 3 (tiga) orang pemborong dan menawarkan biaya
pembangunan sumur artetis antara Rp.18.000.000,- (delapan
belas juta Rupiah) sampai dengan Rp.23.000.000,- (dua puluh
tiga juta rupiah), atas penawaran harga dari pemborong tersebut
Terdakwa menawar Rp.12.000.000, (dua belas juta Rupiah)
namun pemborong tidak ada yang mau hingga akhirnya
pembuataan sumur artetis tersebut tertunda dan akhirnya hingga
sekarang tidak pernah terealisasikan; Bahwa menurut Terdakwa
uang sebesar Rp.20.000.000, (dua puluh juta Rupiah) tersebut
telah dipergunakan oleh Terdakwa karena telah dipinjam oleh
saksi Maryadi, dipergunakan untuk bantuan dana pavingisasi
dan pembuatan talud di tempat lain. Akan tetapi semua
keterangan Terdakwa dimaksud tidak dilengkapi dengan bukti-
bukti. Sebaliknya para saksi Kusno Bin alm. Sulaeman dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Tarsin Bin Rukadi telah menerangkan bahwa Terdakwa pernah
mengatakan bahwa dana tersebut telah dipergunakannya antara
lain untuk keperluan lobby pemilu; Bahwa berdasarkan Laporan
Hasil Perhitungan Tim Audit BPKP Perwakilan Propinsi Jawa
Tengah tertanggal 14 Oktober 2008 diperoleh hasil terdapat
pembangunan sumur artetis fiktif di Kelurahan Ngadirgo,
Kecamatan Mijen, Kota Semarang merugikan keuangan Negara
sebesar Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta Rupiah) yang
merupakan dana bantuan kontingensi yang tidak direalisasikan;
Kerugian ini disebabkan tidak jelas penggunaannya dan tidak
disetorkan ke Kas Negara; Menimbang, bahwa atas fakta-fakta
yuridis tersebut, Terdakwa pada pokoknya telah membantahnya
dengan mengatakan pada pokoknya bahwa Terdakwa tidak
pernah memperoleh keuntungan dari dana tersebut. Demikian
pula Penasihat Hukum Terdakwa dalam nota pembelaannya
membantah Terdakwa telah memperoleh keuntungan dari
program tersebut. Bantahan ini haruslah ditolak atau
dikesampingkan karena berdasarkan keterangannya sendiri
bahwa uang dana kontingensi pembuatan sumur tersebut telah
dipergunakan untuk kepentingan saksi Maryadi dan keperluan
lainnya. Akan tetapi keterangan Terdakwa tersebut tidak disertai
bukti kuitansi atau bukti lainnya yang dapat membuktikan
kebenaran keterangannya tersebut. Oleh karena itu walaupun
Terdakwa telah mengembalikan dana tersebut sejumlah Rp.
10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah) ketika ditahan di penyidik,
tentunya hal tersebut tidak dapat menghapuskan sifat unsur
“menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi,“ dalam diri Terdakwa berdasarkan pertimbangan
sebagai berikut: Bahwa pembuatan sumur artetis tersebut telah
bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) PP No.105 Tahun 2000
tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
karena setiap pengeluaran APBD harus didukung oleh bukti-
bukti yang lengkap dan sah; Bahwa pembuatan sumur artetis
harus dipertanggungjawabkan penggunaan uangnya seperti
misal bukti kuitansi pembelian material, upah tenaga kerja dan
lain-lain yang terkait dengan pembuatan sumur artetis dimaksud;
Bahwa berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan Tim Audit
BPKP Perwakilan Propinsi Jawa Tengah tertanggal 14 Oktober
2008 yang dibuat oleh Tim Audit BPKP Pembantu
PenanggungJawab yang diketahui dan disetujui oleh Kepala
Perwakilan Arzul Andaliza NIP. 060 048 841 diperoleh hasil
terdapat pembangunan sumur artetis fiktif di Kelurahan
Ngadirgo Kecamatan Mijen Kota Semarang merugikan
keuangan Negara sebesar Rp.20.000.000,- yang merupakan dana
bantuan kontingensi yang tidak direalisasikan; Menimbang,
bahwa disadari unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi,“ tersebut, bersifat relatif, padahal
perbuatan Terdakwa dalam kualitasnya selaku Kepala
Kelurahan Ngadirgo Kec.Mijen Kota Semarang atas
penggunaan dana kontingensi pembuatan sumur dinilai dengan
suatu ukuran untuk memperoleh sesuatu (keuntungan) dalam
kondisi yang obyektif. Artinya tingkat materiil tertentu dinilai
apakah benar telah meningkat dengan ukuran yang relatif.
Walaupun orang yang bersangkutan (in casu Terdakwa)
mungkin merasa tidak/belum mendapat sesuatu yang
“menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi“; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan
hukum tersebut di atas, maka perbuatan Terdakwa untuk
menyimpan dan mengelola dana kontingensi sehingga akhirnya
dipergunakannya untuk kepentingan lain yang tidak sesuai atau
orang lain atau suatu korporasi“, sehingga unsur ini telah
terbukti secara sah dan meyakinkan dalam perbuatan Terdakwa;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
c) Unsur Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
Menimbang bahwa memperhatikan rumusan unsur
“Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan”, jelas dimaksudkan
bahwa si pelaku harus mempunyai dan atau memenuhi kualitas
sebagai pejabat atau mempunyai kedudukan untuk
melaksanakan suatu delik sesuai dengan jabatan atau
kedudukannya. Dengan demikian pengertian kedudukan disini
haruslah diartikan sebagai suatu jabatan tertentu; Menimbang,
bahwa Terdakwa sejak tanggal 1 Juli 2002 menjabat sebagai
Kepala Kelurahan Ngadirgo Kec.Mijen Kota Semarang sesuai
Surat Keputusan Walikota Semarang Nomor: 821.2/17/2002
tanggal 28 Juni 2002. Dalam kedudukan dan kualitasnya yang
demikian, ternyata Terdakwa membuat dan atau setidak-
tidaknya mengetahui adanya berita acara rembug desa, proposal
dan daftar hadir fiktif untuk memperoleh dana anggaran APBD
Tahun Anggaran 2004 kota Semarang yang diperuntukan untuk
Bantuan Pembangunan Sarana dan Prasarana (Kontingensi)
antara lain guna pembangunan sarana prasarana lingkungan,
sarana ibadah, sarana pendidikan, sumur artetis dan pavingisasi
jalan kampung tersebut. Selanjutnya Terdakwa telah menyimpan
dan menggunakan untuk kepentingan lain dana dimaksud;
Menimbang, bahwa perbuatan Terdakwa tersebut merupakan
bentuk penyalahgunaan wewenang, kesempatan atau sarana
karena jabatan karena perbuatannya tersebut bukan merupakan
kewenangan dari tugas pokok serta fungsinya (tupoksi) sebagai
Kepala Kelurahan Ngadirgo Kec.Mijen Kota Semarang yang
menerima bantuan kontingensi dimaksud. Sebab yang
berwenang untuk menyimpan dan mengelola dana kontingensi
tersebut adalah Panitia Pembangunan dan bukannya Terdakwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Perbuatan Terdakwa yang demikian jelas telah memenuhi unsur
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang
ada padanya. Oleh karenanya unsur ini telah terbukti secara sah
dan meyakinkan dalam perbuatan Terdakwa;
d) Unsur yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara
Menimbang bahwa oleh karena dana kontingensi pembuatan
sumur artesis dimaksud merupakan dana yang bersumber dari
APBD kota Semarang Tahun Anggaran 2004 yang diperuntukan
untuk Bantuan Pembangunan Sarana dan Prasarana
(Kontingensi) untuk keperluan antara lain pembangunan sarana
prasarana lingkungan, sarana ibadah, sarana pendidikan, sumur
artetis dan pavingisasi jalan kampung. Dan berdasarkan Laporan
Hasil Perhitungan Tim Audit BPKP Perwakilan Propinsi Jawa
Tengah tertanggal 14 Oktober 2008 yang dibuat oleh Tim Audit
BPKP diperoleh hasil terdapat pembangunan sumur artetis fiktif
di Kelurahan Ngadirgo Kecamatan Mijen Kota Semarang
merugikan keuangan Negara sebesar Rp.20.000.000,00 (dua
puluh juta Rupiah) yang merupakan dana bantuan kontingensi
yang tidak direalisasikan. Maka unsur Yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara. Telah terbukti
secara sah dan meyakinkan dalam perbuatan Terdakwa;
6) Putusan Pengadilan Negeri Semarang
Hakim Pengadilan Negeri Semarang berdasarkan Pertimbangannya
memutuskan :
1) Menyatakan Terdakwa Drs. KUSRIN Bin SUTRIMO
tersebut di atas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “Menyalahgunakan
Kewenangan Yang Ada Padanya Karena Jabatan atau
Kedudukan”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh
karena itu dengan pidana penjara selama : 1 (satu) tahun
3) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana tersebut
4) Memerintahkan Terdakwa tetap ditahan
5) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa untuk membayar
uangpengganti sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta
Rupiah) dan jika Terdakwa tidak membayar uang pengganti
maka dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah Putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap maka harta
bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk
menutupi uang pengganti jika tidak mencukupi diganti
dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan
6) Memerintahkan barang bukti dikembalikan ke Pemerintah
Kota Semarang
7) Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara
sejumlah Rp. 5.000,00 (lima ribu Rupiah)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
B. PEMBAHASAN
Analisis Nalar Hukum Hakim dalam Memeriksa Kesalahan
Terdakwa Tindak Pidana Korupsi dalam Putusan Nomor :
1069/Pid.B/2008/PN.SMG
Setelah mencermati Hasil Penelitian, Penulis selanjutnya akan
menganalisis mengenai Kajian Nalar Hukum Hakim, Untuk mengetahui
nalar hukum Hakim, maka terlebih dahulu Penulis akan menguraikan
mengenai teori sistem Pembuktian.
Teori sistem pembuktian dibagi menjadi 4 (empat) yaitu:
conviction in-time, conviction raisonnee, pembuktian menurut Undang-
Undang secara positif (positief wettelijk stelsel) dan Pembuktian Undang-
Undang secara Negatif (negatief wettelijk stelsel). Sistem Pembuktian
menurut undang-undang secara negatif, merupakan sistem pembuktian
yang dianut oleh KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana),
ketentuan itu diperjelas dalam Pasal 183 KUHAP yang didalamnya
mengandung maksud, yaitu:
(a) Putusan pidana oleh hakim harus berdasarkan sekurang-kurangnya
dua alat bukti yang sah.
(b) Harus ada keyakinan hakim telah terjadinya tindak pidana, bahwa
terdakwa yang bersalah.
Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif
merupakan teori antar sistem pembuktian menurut undang-undang secara
positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau conviction in
time. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif
merupakan suatu sistem keseimbangan antara kedua sistem yang saling
bertolak belakang secara ekstrim. Dari keseimbangan tersebut, sistem
pembuktian menurut undang-undang secara negatif menggabungkan ke
46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
dalam dirinya secara terpadu sistem pembuktian menurut undang-undang
secara positif.
Di dalam sistem pembuktian ini untuk menentukan seseorang
terdakwa dinyatakan bersalah, apabila kesalahan yang didakwakan
kepadanya dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang sah menurut
undang-undang sekaligus keterbuktian kesalahan tadi dibarengi pula
dengan keyakinan hakim. Dalam menentukan salah atau tidaknya seorang
terdakwa menurut sistem pembuktian undang-undang secara negatif,
terdapat dua komponen antara lain:
1. Pembuktian harus dilakukan menurut ketentuan cara dan dengan
alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.
2. Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas ketentuan cara
dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.
Guna mempermudah pembacaan terhadap alur Peneliti, berikut
merupakan skematik pembahasan mengenai Nalar Hukum Hakim dalam
memeriksa kesalahan terdakwa tindak pidana korupsi dalam putusan
Nomor:1069/Pid.B/2008/PN.SMG.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Gambar 2. Skematik Nalar Hukum Hakim
PROSES PEMBUKTIAN
DAN PEMERIKSAAN
BARANG BUKTI
KEYAKINAN HAKIM ALAT BUKTI YANG SAH
DAKWAAN
NALAR HUKUM
HAKIM
PUTUSAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Mencermati skema di atas, dalam menjelaskan mengenai nalar
hukum hakim dalam menjatuhkan putusan terkait kasus di atas, pada
dasarmya, dalam penjatuhan putusan pidana terhadap pelaku tindak pidana
korupsi hakim cenderung lebih banyak menggunakan pertimbangan yang
bersifat yuridis dibandingkan yang bersifat non-yuridis. Pertimbangan
yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada
faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-
undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan.
Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya:
a. Dakwaan Penuntut Umum
Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena
berdasarkan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan (Pasal
143 ayat (1) KUHAP). Dakwaan berisi identitas terdakwa juga
memuat uraian tindak pidana serta waktu dilakukannya tindak
pidana dan memuat pasal yang dilanggar (Pasal 143 ayat (2)
KUHAP). Perumusan dakwaan didasarkan dari hasil pemeriksaan
pendahuluan. Dalam perkara tersebut Terdakwa didakwa dengan
dakwaan alternatif (antara dakwaan yang satu dan yang lain saling
mengecualikan) atau one that substitutes for another, memberi
pilihan kepada hakim pengadilan untuk menentukan dakwaan
mana yang tepat dipertanggungjawabakan kepada terdakwa
sehubungan dengan tindak pidana yang dilakukannya. Dakwaan
penuntut umum sebagai bahan pertimbangan pengadilan dalam
menjatuhkan putusan.
Mencermati pertimbangan terhadap tindak pidana yang
didakwakan Terdakwa di atas, Hakim Pengadilan Negeri Semarang
dalam pertimbangannya menyatakan bahwa surat dakwaan
Penuntut Umum dalam relevansinya dengan sahnya suatu surat
dakwaan yang harus disusun secara cermat, jelas dan lengkap,
sehingga memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal
143 ayat (2) huruf b KUHAP. Mengingat sesuai ketentuan Pasal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
143 ayat (3) KUHAP dakwaan yang disusun secara tidak cermat,
jelas dan lengkap batal demi hukum; Menimbang, bahwa satu hal
yang harus dibedakan dalam penerapan Pasal 2 dengan Pasal 3 UU
Nomor 31 tahun 1999 Jo UU Nomor 20 tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ialah jika Pasal 2
dicantumkan unsur “memperkaya diri sendiri.....” Sedangkan pada
Pasal 3 dicantumkan unsur : dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri”. Dengan demikian, sifat dari menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan sebagai delik ditentukan oleh cara-cara
dengan mana pelaku, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atausuatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara. Oleh karena itulah menjadi penting dan
merupakan hal yang esensial untuk dinilai apakah benar Terdakwa
telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dan hal tersebut harus
merupakan maksud dari Terdakwa untuk memperoleh keuntungan
secara melawan hukum. Oleh karena itu, ada tidaknya niat jahat
dalam diri Terdakwa akan dipertimbangkan pada bagian unsur-
unsur tindak pidana yang didakwakan dalam diri Terdakwa
tersebut; Menimbang, bahwa ternyata walaupun perumusan cara-
cara tindak pidana baik dalam dakwaan Kesatu dan Kedua
diuraikan secara sama. Akan tetapi yang terpenting adalah ternyata
dalam dakwaan tersebut telah diuraikan secara cermat, jelas dan
lengkap waktu maupun cara-cara perbuatan/tindak pidana yang
telah dilakukan oleh Terdakwa. Karena sesungguhnya yang patut
diperhatikan adalah bagaimanakah waktu dan cara-cara suatu
tindak pidana yang didakwakan kepada seseorang Terdakwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
tersebut mesti dirumuskan; Menimbang, bahwa disamping itu
hakikat esensial suatu surat dakwaan adalah harus memuat secara
cermat, jelas dan lengkap unsur-unsur dari suatu tindak pidana
yang didakwakan kepadanya, agar Terdakwa mudah melakukan
pembelaan atas dakwaan yang ditujukan pada dirinya tersebut.
Ternyata dalam surat dakwaan yang didakwakan kepadanya hal
tersebut telah diuraikan oleh Penuntut Umum; Menimbang, bahwa
berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas, maka dengan
memperhatikan asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya
ringan (Pasal 4 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman) dan sistem pendekatan yang jauh dari sikap
formalistic egal thinking secara sempit dan kaku, maka walaupun
perumusan cara-cara tindak pidana yang dilakukan Terdakwa, baik
dalam dakwaan Kesatu dan Kedua diuraikan secara sama,maka
dakwaan Kedua Penuntut umum dipandang telah disusun secara
cermat, jelas dan lengkap tidak perlu sampai dinyatakan batal demi
hukum. Oleh karena itu, dapat dipergunakan sebagai dasar untuk
memeriksa dan mengadili perkara atas diri Terdakwa.
b. Pembuktian
Dalam proses pembuktian, Keterangan saksi merupakan alat bukti
yang sah seperti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Sepanjang
keterangan itu mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar
sendiri ia lihat sendiri dan alami sendiri, dan harus disampaikan
dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. Keterangan
saksi yang disampaikan di muka sidang pengadilan yang
merupakan hasil pemikiran saja atau hasil rekaan yang diperoleh
dari kesaksian orang lain tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang
sah. Kesaksian semacam ini dalam hukum acara pidana disebut
dengan istilah testimonium. de auditu Kesaksian de auditu
dimungkinkan dapat terjadi di persidangan. Oleh karena itu hakim
harus cermat jangan sampai kesaksian demikian itu menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
pertimbangan dalam putusannya. Untuk itu sedini mungkin harus
diambil langkah-langkah pencegahan. Yakni dengan bertanya
langsung kepada saksi bahwa apakah yang dia terangkan itu
merupakan suatu peristiwa pidana yang dia dengar, dia lihat dan
dia alami sendiri. Apabila ternyata yang diterangkan itu suatu
peristiwa pidana yang tidak dia lihat, tidak dia dengar, dan tidak dia
alaminya sendiri sebaiknya hakim membatalkan status
kesaksiannya dan keterangannya tidak perlu lagi didengar untuk
menghindarkan kesaksian de auditu dan selain itu juga Menurut
Pasal 184 KUHAP butir e. keterangan terdakwa digolongkan
sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah apa yang
dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang dia lakukan
atau yang dia ketahui sendiri atau yang dia alami sendiri. Dalam
praktek keterangan terdakwa sering dinyatakan dalam bentuk
pengakuan dan penolakan, baik sebagian maupun keseluruhan
terhadap dakwaan penuntut umum dan keterangan yang
disampaikan oleh para saksi. Keterangan juga merupakan jawaban
atas pertanyaan baik yang diajukan oleh penuntut umum, hakim
maupun penasihat hukum. Keterangan terdakwa dapat meliputi
keterangan yang berupa penolakan dan keterangan yang berupa
pengakuan atas semua yang didakwakan kepadanya. Dengan
demikian, keterangan terdakwa yang dinyatakan dalam bentuk
penolakan atau penyangkalan sebagaimana sering dijumpai dalam
praktek persidangan, boleh juga dinilai sebagai alat bukti.
c. Barang Bukti
Pengertian barang-barang bukti yang dibicarakan di sini adalah
semua benda yang dapat dikenakan penyitaan dan yang diajukan
oleh penuntut umum di persidangan yang meliputi:
(1) Benda tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian
diduga atau diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari
tindak pidana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
(2) Benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan
tindak pidana atau untuk mempersiapkan tindak pidana
(3) Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi
penyidikan tindak pidana
(4) Benda khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak
pidana
(5) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan
tindak pidana.
Barang-barang bukti yang dimaksud di atas tidak termasuk dalam
alat bukti karena menurut KUHAP menetapkan hanya (5) lima
macam alat bukti yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk dan keterangan terdakwa. Walaupun barang bukti bukan
sebagai alat bukti namun penuntut umum menyebutkan barang
bukti itu di dalam surat dakwaannya yang kemudian
mengajukannya kepada hakim dalam pemeriksaan, baik kepada
terdakwa maupun kepada saksi bahkan bila perlu hakim
membuktikannya dengan membacakannya atau memperlihatkan
surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya
minta keterangan seperlunya tentang hal itu. Adanya barang bukti
yang diperlihatkan pada persidangan akan menambah keyakinan
hakim dalam menilai benar tidaknya perbuatan yang didakwakan
kepada terdakwa dan sudah barang tentu hakim akan lebih yakin
apabila barang bukti itu dikenal dan diakui oleh terdakwa maupun
para saksi.
d. Pasal-pasal dalam undang-undang tindak pidana
Hal yang sering terungkap di persidangan adalah pasal-pasal yang
dikenakan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Pasal-pasal
ini bermula dan terlihat dalam surat dakwaan yang diformulasikan
oleh penuntut umum sebagai ketentuan hukum tindak pidana
korupsi yang dilanggar oleh terdakwa. Dalam persidangan, pasal-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
pasal dalam undang-undang tindak pidana itu selalu dihubungkan
dengan perbuatan terdakwa. Penuntut umum dan hakim berusaha
untuk membuktikan dan memeriksa melalui alat-alat bukti tentang
apakah perbuatan terdakwa telah atau tidak memenuhi unsur-unsur
yang dirumuskan dalam pasal undang-undang tentang tindak
pidana. Apabila ternyata perbuatan terdakwa memenuhi unsur-
unsur dari setiap pasal yang dilanggar, berarti terbuktilah menurut
hukum kesalahan terdakwa melakukan perbuatan seperti dalam
pasal yang didakwakan kepadanya. Menurut Pasal 197 huruf f
KUHAP salah satu yang harus dimuat dalam surat putusan
pemidanaan adalah pasal peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar pemidanaan. Pasal-pasal yang didakwakan oleh
penuntut umum menjadi dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusan. Keseluruhan putusan hakim yang diteliti
oleh penulis, memuat pertimbangan tentang pasalpasal dalam
undang-undang yang dilanggar oleh terdakwa. Tidak ada satu
putusan pun yang mengabaikannya. Hal ini dikarenakan pada
setiap dakwaan penuntut umum, pasti menyebutkan pasal-pasal
yang dilanggar oleh terdakwa, yang berarti fakta tersebut terungkap
di persidangan menjadi fakta hukum.
Sedangkan Pertimbangan Non Yuridis dalam hal Tindak Pidana
Korupsi yang telah merajalela mempunyai dampak yang merugikan dan
merusak tatanan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara. Kekayaan negara yang dikorupsi sangat besar. Hal ini berarti,
jika tidak terjadi korupsi terhadap kekayaan negara maka kemampuan
pembiayaan pembangunan melalui APBD dapat meningkat, dan itu berarti
bahwa pelaksanaan pembangunan di berbagai sektor dapat lebih
ditingkatkan terutama yang berkaitan dengan pemberantasan kemiskinan
dan pembiayaan sektor yang bersfat strategis, seperti sektor pendidikan
dan kesehatan. Dengan demikian akan dapat mendongkrak peningkatan
kualitas sumberdaya manusia pada masa depan dan diharapkan dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
berimbas pada peningkatan produktivitas secara nasional. Di samping
kerugian material juga terjadi kerugian yang bersifat immaterial, yaitu
citra dan martabat bangsa Indonesia di dunia internasional. Predikat
Indonesia sebagai negara yang terkorup di kawasan Asia Tenggara
merupakan citra yang sangat memalukan. Tetapi anehnya para pemimpin
di negeri ini masih adem ayem, tebal muka dan tidak memiliki rasa malu
sehingga membiarkan praktik korupsi semakin menjadi-jadi.
Selain kerugian material dan immaterial, korupsi juga membawa
dampak pada penciptaan ekonomi biaya tinggi. Karena korupsi
menyebabkan inefisiensi dan pemborosan dalam ekonomi. Uang pelicin,
sogok/suap, pungutan dan sejenisnya akan membebani komponen biaya
produksi. Pemerintah yang korup akan membebani sektor swasta dengan
urusan-urusan yang luar biasa berat. Ditunjukan oleh Jeremy Pompe
bahwa di Ukraina pada tahun 1994 perusahaan-perusahaan yang disurvei
melaporkan bahwa mereka menghabiskan rata-rata 28% dari waktu kerja
semata-mata untuk berurusan dengan pemerintah dan pada tahun 1996
meningkat menjadi 37%. Jika tidak ada langkah-langkah dan tindakan
nyata pemerintah dalam memberantas korupsi, maka upaya pemerintah
untuk menarik investor asing menanamkan investasinya di Indonesia
dengan melakukan kunjungan ke berbagai negara menghabiskan uang
miliaran rupiah hanya akan merupakan tindakan yang merugi.
Dari berbagai dampak dan pengaruh yang ditimbulkan korupsi
tersebut tidak dapat disangkal bahwa korupsi membawa dampak yang
merugikan dan menghambat pelaksanaan pembangunan di segala bidang.
Karena uang yang semestinya dapat digunakan untuk membiayai
pelaksanaan pembangunan raib menjadi milik pribadi dan memperkaya
segelintir orang. Kemampuan memberikan pelayanan publik yang
berkualitas dan manusiawi menjadi berkurang. Sementara puluhan juta
rakyat menjerit kesusahan dan mengharpkan uluran tangan dari
pemerintah. Dengan demikian korupsi secara langsung atau tidak langsung
menghambat kemajuan bangsa dan negara serta semakin memperparah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
kemiskinan. Membiarkan korupsi merajalela berarti membiarkan kejahatan
menggerogoti dan menguras kekayaan negara untuk kepentingan pribadi,
kelompok atau golongan dengan mengabaikan kepentingan umum atau
kepentingan rakyat banyak dan hal ini bertentangan dengan Pancasila dan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan membiarkan
korupsi berarti pula membiarkan negara menuju kehancuran,
keterbelakangan dan pemeliharaan kemiskinan.
Berdasarkan kajian nalar hukum hakim tersebut, maka terhadap
perkara korupsi dangan Terdakwa Drs. Kusrin Bin Sutrimo, Hakim
Menjatuhkan Putusan yang dalam amarnya menyatakan bahwa Terdakwa
Drs. KUSRIN Bin SUTRIMO tersebut di atas, telah terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menyalahgunakan
Kewenangan Yang Ada Padanya Karena Jabatan atau Kedudukan dan
Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan
pidana penjara selama : 1 (satu) tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
BAB IV.PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di dalam bab III, maka dapat
disimpulkan bahwa Kajian Nalar Hukum Hakim dipengaruhi beberapa
faktor, diantaranya faktor yuridis adalah pertimbangan hakim yang
didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan
oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di
dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya : dakwaan,
pembuktian, barang bukti dan pasal-pasal yang didakwakan. Adapun
pertimbangan non-yuridis, yang lebih menekankan pada dampak yang
ditimbulkan terkait tindak pidana korupsi. Sehingga berdasarkan
pertimbangan di atas, Hakim Pengadilan Negeri Semarang menyatakan
bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak
pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan kesatu
Penuntut Umum. Hal tersebut telah sesuai dengan pengaturan dalam teori
pembuktian yang sesuai dengan KUHAP, untuk itu sudah sepantasanya
jika Terdakwa dinyatakan bersalah.
B. Saran
Putusan Hakim yang dilandasi nalar hukum yang baik, tentu digunakan
sebagai rujukan judge made law
.
57