kajian kritis ruu kamnas-02

158
KAJIAN KRITIS RANCANGAN UNDANG UNDANG KEAMANAN NASIONAL

Upload: abdul-kadar

Post on 26-Jul-2015

740 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

RUU yg membahayakan

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

KAJIAN KRITISRANCANGAN UNDANG UNDANG

KEAMANAN NASIONAL

Page 2: Kajian Kritis RUU Kamnas-02
Page 3: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

KAJIAN KRITISRANCANGAN UNDANG UNDANG

KEAMANAN NASIONAL

EditorProf (Ris) Dr Hermawan Sulistyo

Tim Kerja: Prof (Ris) Dr Hermawan Sulistyo Prof Dr Aminuddin Ilmar SH MH Prof Dr Hariyono Cornelis Lay MA Dr Kusnanto Anggoro Dr Marcus Priyo Gunarto SH MH Dr Hasyim Asy’ari SH MH Usman Hamid SH Abusaid Pelu SH Ray Rangkuti SAg Edwin Partogi SH Saifuddin Gani SH Teuku Ardiansyah SH Andar Nubowo MA

Forum Kerja Concern untuk Masyarakat MadaniJakarta 2012

Page 4: Kajian Kritis RUU Kamnas-02
Page 5: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

v

Pengantar

Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) telah mengalami proses kontestasi wacana—dan politik—yang lama. Jika dirunut dari substansinya, kontestasi pada situasi kontemporer dapat dianggap bermula dari peristiwa Semanggi II. Tetapi, momentum untuk merumuskannya secara formal-legalistik baru muncul pada situasi pasca-segera (immediate-post) peristiwa WTC 9/11 di Amerika Serikat.

Hingga dokumen-dokumen di dalam buku ini diterbitkan (Juli 2012) kontestasi di ruang publik umumnya terfokus pada dikotomi kepentingan antara TNI dan Polri, khususnya yang menyangkut kewenangan polisional. Padahal, sesungguhnya kontestasi itu melibatkan berbagai dimensi yang bersifat krusial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Di dalamnya terkait perdebatan filosofis dan teoretik tentang negara-bangsa (nation-state) keamanan (security), pertahanan (defense), demokrasi, hukum tata negara dan pengelolaannya (governance), hingga politis, dan bahkan menyentuh aspek-aspek strategis dan taktis-teknis. Adalah salah sama sekali jika menganggap, bahwa perdebatan tentang RUU Kamnas hanya sebatas rebutan kepentingan dan kewenangan antara TNI dan Polri.

Keamanan—dalam makna apapun—memang menjadi tanggung jawab lembaga-lembaga stake holders. Tetapi, yang pertama-tama dan terutama berkepentingan adalah seluruh rakyat republik ini. Oleh karenanya, pelibatan sebanyak mungkin warganegara dalam proses diskusi RUU Kamnas menjadi suatu keharusan. Kemudian, barulah DPR, sebagai wakil rakyat, yang akan menentukan, seperti apa substansi yang akan diwariskan kepada sejarah masa depan.

Supaya seluruh anak negeri—termasuk putera-puteri terbaik bangsa yang duduk di DPR—mendapatkan potret yang utuh mengenai RUU Kamnas, berbagai dokumen disajikan dalam buku ini. Mulai dari landasan pemikiran, kerangka teoretik, naskah akademik, dan materi RUU Kamnas itu sendiri beserta Penjelasannya, hingga kajian kritis atas pasal demi pasal RUU tersebut.

Khusus mengenai Kajian Kritis (Critical Review), materinya adalah produk dari serangkaian Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Kelompok Kerja CONCERN untuk Masyarakat Madani, secara intermitent selama beberapa tahun. KKCMM sendiri merupakan sekelompok intelektual dan aktivis gerakan pro-demokrasi yang peduli dengan isu-isu demokrasi, termasuk pertahanan-keamanan, demi masa depan Merah Putih.

Jakarta, Juli 2012Kelompok Kerja ConcernUntuk Masyarakat MadaniKoordinator,Prof (Ris) Hermawan Sulistyo, PhD

Page 6: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

vi

Page 7: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

vii

Daftar Isi

Pengantar v

Critical Review atas Naskah Akademik RUU Keamanan Nasional 1

Tentang Kutipan (Footnotes) 1Catatan substansi/teknis kutipan 3Catatan teknis untuk teks dan kutipan 3Tentang Daftar Pustaka 4

Naskah Akademik Keamanan Nasional 5

Bab I Pendahuluan 9

A. Latar Belakang 9B. IdentifikasiMasalah 16C. TujuandanKegunaan 16D. MetodologiPenelitian 17

Bab II Dasar Penyusunan Norma 20A. Umum 20B. Konsep Dasar Keamanan Nasional 21C. Cakupan Kemanan Nasional 21D. BatasanKeamananNasional 26E. SistemKeamananNaslonal 26F. Pengaturan Keamanan Naslonal di Beberapa

Negara 28G. Perkembangan Lingkungan Strategis 33

Bab III Materi Muatan Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional dan Keterkaitannya dengan Hukum Positif 42A. Harmonisasi Peraturan Perundang- Undangan 42B. MateriPokokRancanganUndang-Undang

Keamanan Nasional 51

Bab IV Penutup 63A. Kesimpulan 63B. Saran 64

Kajian Kritis Pasal Demi Pasal 71

Penjelasan Atas Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor ... Tahun ... tentang Keamanan Nasional 123

Page 8: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

viii

I. Umum 123II. PASALDEMIPASAL 125

Penolakan Atas RUU Keamanan Nasional dan Dasar Pertimbangannya 139

Biodata Ringkas Kelompok Kerja Concern untuk Masyarakat Madani 149

Page 9: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

1

Critical Review atas Naskah AkademikRUU Keamanan NasionalDipersiapkan olehHermawan Sulistyo

Naskah Akademik (NA) sebuah RUU adalah landasan teoretik, konseptual, dan paradigmatik. Oleh karenanya, substansi NA harus merupakan produk akademik yang prima (par excellence). Kajian mendalam atas NA RUU Kamnas mendapati, bahwa NA ini sama sekali tidak memadai dan tidak pantas sebagai acuan dasar sebuah RUU.

Materi NA harus merupakan susunan kalimat-kalimat yang harus dapat “ditarik” untuk dijadikan rancangan struktur materi RUUnya. Substansi di dalam NA ini sama sekali tidak “nyambung” dengan struktur dan materi di dalam pasal-pasal RUU Kamnas. Bahkan logika di dalam teks NA-nya pun “tidak jalan.” Kajian terinci pasal demi pasal dapat dilihat pada bagian berikut.

Secara substansial, NA RUU Kamnas ini tidak mampu membedakan—dan karenanya mencampuradukkan—antara konsep “keamanan nasional” dengan “ketahanan nasional.” Selain itu, banyak sekali salah tafsir (atau memang kesengajaan?) terhadap teori-teori dan konsep-konsep yang digunakan. Misalnya, “keamanan nasional” (national security) dalam arsitektur keamanan internasional, yang termasuk dalam International Security Studies (ISS) campur aduk dengan konsep “national security” untuk

internal (domestik). Salah satunya, karena rujukan teoretik—seperti kutipan Barry Buzan—tidak memadai (lihat catatan di bawah).

NA RUU Kamnas menyebut “Data empiris yang dikutip dalam naskah akademik ini bersumber dari jajak pendapat publik (survei) ….” [hlm.16] Kemudian, NA mencantumkan Lampiran berisi Executive Summary hasil penelitian Pusat Kajian Stratejik dan Pertahanan Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Namun, keduanya (substansi dan isi lampiran) sama sekali tidak berhubungan. Dalam selurug isi teks NA, bahan dari Executive Summary bahkan tidak dirujuk sama sekali. Rujukan hasil penelitian justru penelitian ProPatria dan CSDS (hlm. 36-37).

Tentang Kutipan (Footnotes)

Hampir seluruh kutipan dan rujukan (footnotes) sama sekali tidak memadai. Penulis NA RUU Kamnas ini sangat malas mencari sumber-sumber aslinya; atau tidak mampu membaca teks aslinya (semuanya dalam bahasa Inggeris)? Akibatnya, seluruh kutipan hanya sebagai “tempelan” untuk membenarkan pandangan dan analisis yang salah.

Contoh, dari kutipan pertama saja, yaitu Prof. Drs. C.S.T. Kansil, SH, Hukum Tata Negara Republik Indonesia 1 Edisi Revisi, (Jakarta, Penerbit Rineka Cipta, 2000). Teori yang dikutip dari buku ini (tentang tiga syarat utama pembentukan negara, bukan teori dari Kansil, melainkan teori klasik tentang negara. Mengapa tidak menggunakan sumber aslinya, yang mudah sekali ditelusuri?

Buku-buku Kansil sudah lama tidak berlaku lagi sebagai bahan ajar dalam pendidikan ilmu hukum, karena sudah out-of-date. Bahkan, misalnya, kutipan teori oleh Kansil tersebut pun sudah

Page 10: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

2

tidak memadai, karena ada syarat tambahan untuk eksistensi suatu negara, yaitu “adanya pengakuan dari negara lain (masyarakat internasional).”

Karya-karya Kansil hanya dimanfaatkan dalam historiografi hukum. Jika pada masa Orde Baru saja buku-bukunya sudah tidak cocok dipakai, apalagi untuk mengkaji situasi pada abad ke-21 sekarang ini. Dari segi teknis, kutipan (dan sumber pustaka) tidak lazim mencantumkan gelar akademik (dalam kasus ini, Prof, Drs, SH; dan gelar lain pada kasus lain).

Kesalahan pada kutipan Kansil ini diulang lagi pada Suryono Soekanto [sic.!] (kutipan #4). Mahasiswa hukum saja—apalagi peneliti atau pakar ilmu hukum—sudah pasti tahu, bahwa buku-buku Soerjono Soekanto hanyalah rujukan “introduction” sejarah ilmu hukum, bahkan sebelum penulisnya meninggal lebih dua dekade yang lalu.

Pada kutipan ketiga, dicantumkan sumbernya adalah “bahan ajar” Lemhannas RI. Dalam dunia akademik dan ilmiah dimana pun, “bahan ajar” sama sekali tidak layak digunakan sebagai rujukan. Apalagi “paper diskusi” atau “paparan seminar” sebagaimana dicantumkan dalam footnotes sebagai berikut:

1. Footnote #6. Paper diskusi/survei Nasional tentang Keamanan Nasional, TNI dan POLRI.

2. Footnote #11. Paparan Gubernur Lemhannas RI, pada Seminar IKAL tentang Siskamnas di Era Demokrasi dan Globalisasi di Jakarta, tanggal 22 Juni 2010.

3. Footnote #15. Pengarahan Presiden RI pada Seminar IKAL tentang Siskamnas di Era Demokrasi dan Globalisasi di Jakarta, tanggal 22 Juni 2010) Teks ini masih relevan sebagai

kutipan, jika substansinya adalah kajian kritis atas pidato Presiden RI, dan bukan kutipan arahan as given.

4. Footnote #16. Juwono Sudarsono, Materi Rapat, Cikeas Bogor 11 Februari 2007.

5. Footnote #17. Muladi, Konsep Keamanan Komprehensif dan Ketahanan Nasional. Ceramah pada mahasiswa Pasca Sarjana Lemhan-UGM 11 Maret 2008 di UGM.

6. Footnote #22. Kusnanto Anggoro. “Keamanan Nasional Pertahanan Negara da Ketertiban Umum.” Makalah Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM RI, Denpasar 14 Juni 2003.

7. Footnote #24. Uraian ini dikembangkan dari makalah Hasnan Habib. “Globalisasi dan Keamanan Nasional Indonesia,” Makalah disampaikan kepada Komisi Politik DPA, Jakarta, 28 Januari 2000. Sebuah makalah memang dapat dikutip sebagai rujukan, untuk dapat digunakan sebagai landasan argumen yang lebih luas. Tetapi untuk konteks ini adalah “penyesatan,” karena yang dimaksud oleh Hasnan Habib adalah “common security” dalam konteks Hubungan Internasional, dan bukan dalam konteks “semua komponen nasional baik militer maupun non-militer.”

8. Footnote #25. Ingo Wandlet. “Perkembangan Reformasi Sektor Keamanan: Kebutuhan Bahasa dan Komunikasi”. Makalah pada Public Lecture tentang Military Reform 2009-2014: Managing Civil-Military Relations in Indonesia. Pasivis UI dan Friedrich Ebert Stiftung. FISIP UI 13 Mei 2009.

9. Footnote #26. Rizal Sukma. Konsep Keamanan Nasional, Makalah yang disampaikan dalam: FGD ProPatria, Jakarta,

Page 11: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

3

28 November 2002, dikutip dari: http//www.propatria.or.id.

10. Footnote #30. Menteri Pertahanan RI, pada Seminar IKAL, 22-23 Juni 2010.

11. Footnote #43. Lihat juga Edy Prasetyono, “Sistem Keamanan Nasional,” dalam Lokakarya Sistem Keamanan Nasional, Pusat Kajian Stratejik dan Pertahanan Pascasarjana Universitas Indonesia Depok, 22 April 2009.

12. Footnote #46. Paparan Gubernur Lemhannas RI, pada Seminar IKAL tentang Siskamnas di Era Demokrasi dan Globalisasi di Jakarta, tanggal 22 Juni 2010.

13. Footnote #62. Naryadi, pada FGD IKAL tanggal 12 Mei 2010.14. Footnote #63. Rosita Noer pada FGD IKAL tanggal 8 Juni

2010.

Catatan substansi/teknis kutipan:

1. Pada footnote #51 tiba-tiba muncul sumber [Eddie Kusuma. Opcit, hlm 42] dan sumber ini tidak ada dalam catatan kaki sebelumnya maupun dalam Daftar Pustaka.

2. Catatan kaki (footnote #31) merujuk pada Naskah Akademik RUU yang belum diundangkan, dengan materi yang sama. [Fn #31. Teks Naskah Akademik RUU tentang Sistem Keamanan Nasional dari Kementerian Pertahanan, 2009.]

3. Footnote #12 merupakan kutipan berjenjang. Sumber Liota PH dikutip oleh Abak [sic.!] Agung Banyu Perwita, yang dikutip lagi dalam T. Hari Prihartono (eds). Kutipan berjenjang

seperti ini sama sekali tidak kredibel dalam penulisan karya akademik, apalagi untuk sebuah NA RUU.

4. Footnote #14 kutipan Eugene J. Meehan … dst. mencantumkan “(tanpa nama penerbit, 1966). Apakah ini dokumen, mimeo, monograf, atau apa? Jika sumber ini buku, tidak mungkin tidak ada nama penerbit. Jika benar-benar buku tanpa nama penerbit, maka tidak layak dijadikan sebagai rujukan. Padahal, yang dimaksud pasti tulisan Eugene J. Meehan bersama (co-authorship) John Pearson Roche, dan Murray Salisbury Stedman (New York, Toronto, London; McGraw-Hill, 1966).

5. Footnote #19 merupakan kutipan Barry Buzan oleh Anak Agung Banyu Perwita, yang dikutip lagi dalam Hari T. Prihartono (eds). Karena tidak memenuhi syarat teknis pengutipan, penelusuran atas 4 (empat) karya induk Barry Buzan tidak menghasilkan temuan sebagaimana kutipan dimaksud. Dua dari empat buku Barry Buzan ditulis bersama (co-authorship), yaitu The Evolution of International Security Studies dengan Lene Hansen, dan Regions and Powers: The Structure of International Security dengan Ole Wæver.

6. Footnote #21 sumber Patrick Garrity yang dikutip oleh Stephen Cambone. Mengapa tidak merujuk pada sumber aslinya, untuk menghindari kesalahpahaman makna?

7. Footnote #29, kutipan dari Benyamin Miller oleh Anak Agung Banyu Perwita. Mengapa tidak merujuk pada sumber aslinya?

Catatan teknis untuk teks dan kutipan:

1. Tidak jelas standar yang digunakan: Chicago Manual of Style; Goris Keraf, atau apa?

Page 12: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

4

2. Banyak sekali salah ketik (typo error), salah eja (terutama untuk bahasa Inggeris), dan bahkan salah teknik menulis. Contoh:

1. Hlm. 19 baris ke-2 dari bawah, “peacefull” seharusnya “peaceful.”

2. Penggunaan istilah “defence” (British spelling; hlm. 20 baris ke-5 dari bawah) tidak konsisten dengan “defense” (American spelling; hlm. 20 baris ke-2 dari bawah dalam kutipan Le Roux). Pada halaman lain juga ditemukan inkonsistensi ini [hlm. 26 alinea ke-2 baris ke-3].

3. Hlm. 25 angka 3. (Surety: …), untuk kata Inggeris (certency), mungkin yang dimaksud adalah certainty.

4. Hlm. 26 “home land security” [alinea ke-2 baris ke-3] seharusnya “homeland security.”

5. Hlm. 38 alinea ke-4 baris pertama, AFTA (Asia Free Trade Area) seharusnya AFTA = ASEAN Free Trade Area.

6. Hlm. 45 alinea ke-2 baris ke-2 “global vilage” seharusnya “global village.”

7. Hlm. 45 alinea ke-2 baris ke-3 dari bawah “(1) demografic changes” seharusnya “demographic changes.”

8. Hlm. 48 alinea ke-3 baris ke-3 “one agent multi function” seharusnya “one agent multi functions.”

9. Hlm. 48 alinea ke-3 baris ke-4-5 “one function multi agent,” seharusnya “one function multi agents.”

10. Footnote #27. Kusnanto Anggoro. Op.Cit. Penggunaan Op.Cit. (opere citato; kutipan dari sumber yang sudah dikutip sebelumnya) adalah untuk buku sebagai sumber rujukan. Padahal, rujukan pada Kusnanto Anggoro, sumber aslinya adalah makalah (mimeo); lihat footnote

#22. Seharusnya yang digunakan adalah loc.cit. (loco citato).

11. Lampiran: Executive Summary, hasil penelitian Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Angka 1 (spesific national pride), tidak ada kata “spesific” dalam bahasa Inggeris.

Tentang Daftar Pustaka

Karena NA adalah dokumen yang tidak terpisahkan dari RUU, maka sumber kepustakaan harus kredibel dan reliable. Selain itu, penulis sumber-sumber rujukan tersebut juga harus merupakan persona yang kredibel dalam domain ilmu yang dibahas. Daftar Pustaka sama sekali tidak menunjukkan kualitas ini.

Sumber berupa buku, banyak yang tidak kredibel dan “asal comot.” Pada deretan pertama, misalnya, dicantumkan Leo Agustino (2005), Politik dan Otonomi Daerah. Penerbitnya adalah Untirta Press, Serang-Banten. Bagi akademisi dan peneliti (scholars), sumber ini jelas tidak kredibel. Bahkan untuk penulisan karya akademik S-1 pun belum layak dijadikan rujukan, karena ada banyak sekali buku lain dengan topik serupa yang jauh lebih kredibel. Kecuali jika buku ini sekadar dijadikan bahan kajian historiografi otonomi daerah; artinya, diperlakukan sebagai “teks.”

Sumber berupa Jurnal, Sumber Internet, dan bahan ajar. Kecuali jurnal, maka makalah, internet, dan bahan ajar bukan rujukan, dan karenanya tidak dapat digunakan sebagai basis informasi dan atau data. Makalah, internet, dan bahan ajar hanya dapat digunakan sebagai bahan teks (textual)—yang harus diperlakukan secara kritis.

Page 13: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

5

NASKAH AKADEMIKKEAMANAN NASIONAL

Departemen PertahananRepublik Indonesia

Jakarta, 30 Maret 2011

Page 14: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

6

Page 15: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

7

Page 16: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

8

Page 17: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

9

Bab IPendahuluan

A. Latar Belakang

Setiap bangsa yang bernegara mempunyai cita-cita nasional, tujuan nasional dan kepentingan nasional. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 memiliki cita-cita sebagaimana diamanatkan dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945 pada alinea pembukaan “mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur”. Pernyataan ini memuat suatu pesan tanggung jawab kepada seluruh anak bangsa ini yaitu, (1) persatuan dan kesatuan bangsa harus tetap terpelihara agar NKRI tetap utuh; (2) penguasaan atas pemerintahan dan wilayah harus tetap dipelihara dan dijaga oleh seluruh warga bangsa ini dengan semangat cinta tanah air, rela berkorban dan tidak kenal menyerah; dan (3) di dalam uapaya mencapai kemakmuran yang dicita-citakan tidak boleh ada diskriminasi (membeda-bedakan) diantara warga bangsa, dengan tetap mengutamakan, memelihara, serta melestarikan nilai-nilai kebersamaan dan kekeluargaan.

Upaya untuk mewujudkan cita-cita nasional di atas, dituangkan dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-undang Dasar Negara republik Indonesia tahun 1945 “......”kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,.....” yang menjadi tujuan nasional bagi bangsa Indonesia. Pernyataan alinea keempat tersebut dapat dapat diartikan (1) diperlukan suatu situasi dan kondisi yang dapat menjamin terselenggaranya seluruh proses untuk mewujudkan tng dapat menjamin terselenggaranya seluruh proses untuk mewujudkan tujuan nasional, cita-cita nasional dan kepentingan nasional melalui pembangunan nasional; (2) membebaskan seluruh warga bangsa ini dari kemiskinan dan kebodohan tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa dipayungi oleh jaminan situasi dan kondisi aman yang terjaga yang terjaga dengan baik secara konsepsional; dan (3) NKRI hidup di tengah warga dunia (internasional) yang harus ikut secara aktif mendorong terwujudnya suatu dunia yang damai, serasi, selaras, dan seimbang dalam pergaulan internasional. Dengan demikian tujuan dibentuknya suatu pemerintahan Negara Indonesia pada dasarnya untuk mengelola Keamanan Nasional dan Kesejahteraan Nasional serta turut mewujudkan dunia internasional yang damai dan abadi.

Sesuai dengan teori ketatanegaraan, dikatakan bahwa suatu negara dianggap ada apabila memenuhi tiga unsur yaitu; wilayah dengan batas-batas yang jelas sebagai wadah, rakyat yang menetap diwilayah tersebut dan pemerintah1. Dari teori tersebut

1 Prof. Drs. C. S. T. Kansil, SH, Hukum Tata Negara Republik Indonesia 1 Edisi Revisi, (Jakarta, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2000), hlm 16.

Page 18: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

10

pemerintahan merupakan kata kunci bagi terselenggaranya proses pencapaian cita-cita nasional, tujuan nasional, dan kepentingan nasional melalui pembangunan nasional, yang implimenatasinya didistribusikan ke dalam institusi pemerintahan. Acuan utamanya adalah amanat konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu harus pula diperhitungkan perkembangan lingkungan strategis dan ancaman yang dihadapi. Sejarah telah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan nasionalnya mengahadapi berbagai tantangan dinamis yang berubah daria periode waktu ke waktu. Pertama, periode untuk mempertahankan kemerdekaan; kedua periode untuk mempertahankan integritas wilayah dari perpecahan dalam negeri; ketiga, periode untuk mempertahankan Pancasila dan UUD 1945 dari pengaruh ideologi komunisme; keempat, periode untuk melaksanakan demokrasi dan kepemerintahan yang baik (good govermance) dalam pembangunan nasional. Periode waktu tersebut berimplikasi terhadap berbagai upaya perwujudan keamanan nasional dan kesejahteraan nasional.

Dalam menghadapi perkembangan lingkungan strategis saat ini, muncul paradigma baru berupa demokrasi, hak asasi manusia, lingkungan hidup, dan pasar bebas sebagai norma dan ukuran dalam pergaulan internasional. Setiap negara perlu melakukan penyesuaian dengan cermat dan terukur agar tetap eksis, berdaulat, dan terhormat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memicu perubahan pola hidup yang lebih rasional, spesialistik, dan individualistik yang berpengaruh terhadap proses pembangunan nasional, yaitu:

1. Upaya percepatan proses pembangunan di berbagai bidang, uapaya memelihara kepercayaan internasional, dan berbagai prestasi serta keunggulan.

2. Pandangan kritis dari para akademisi dan profesional yang selalu berfikir bahwa batas antara negara telah menjadi kabur dalam berbagai kegiatan di bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.

3. Semakin sensitifnya masyarakat dalam merespons dan menyoroti penyelenggaraan pemerintahan dengan memakai alat ukur demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup.

4. Berperan dan dimanfaatkannya kemajuan teknologi dan informasi dalam perkembangan jejaring kejahatan, sehingga upaya pemberantasan menjadi tidak mudah, karena teknologi tinggi yang dimiliki aktor kejahatan tidak jarang melebihi dari yang dimiliki oleh aparat.

Disamping itu, permasalahan global yang berkaitan dengan perubahan iklim, keterbatasan energi dan menipisnya sumber kekayaan alam akan semakin memperluas kompleksitas persoalan yang dihadapi. Bagi bangsa Indonesia faktor lain yang juga ikut berpengaruh adalah perkembangan di berbagai aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan yaitu bencana alam dan bencana akibat ulah manusia, separatisme, terorisme, dan konflik komunal, penyakit menular, serta akses proses demokratisasi. Sebagai negara berkembang, dalam mengahdapi perkembangan lingkungan strategis yang setiap saat dapat menyebabkan tidak kondusifnya kemanan nasional, Indonesia harus mampu membina kekuatan, kemampuan, dan kerjasama seluruh potensi bangsa.

Dalam upaya mencapai tujuan nasional, pemerintah melalui tahapan pencapaian kepentingan nasional harus mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat, baik secara perorangan

Page 19: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

11

maupun kelompok. Pemerintah dan negara memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua warga negara untuk secara aktif berperan serta dalam proses pencapaian cita-cita nasional, tujuan nasional dan kepentingan nasional melalui tahapan pembangunan nasional.

Untuk kelancaran dan kesuksesan pembangunan nasional sangat dibutuhkan suatu kondisi aman secara nasional yang kondusif dan komprehensif. Hal tersebut bukan hanya merupakan tanggung jawab TNI dan Polri, tetapi juga merupakan tanggung jawab berbagai instansi pemerintah, termasuk peran serta masyarakat.

Pasal 30 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang mengamanatkan bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui Sishankamrata untuk penerapannya, telah mengalami perubahan situasi dan kondisi tantangan, sehingga doktrin dan pengembangan strategi pertahanan keamanan atau keamanan nasional dalam arti yang luas, harus mengalami penyesuaian-penyesuaian.

Keberadaan UU no 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dapat menjadi acuan dalam mengembangkan sistem keamanan nasional bagi keselamatan Indonesia dari segala bentuk ancaman nyata serta segala potensi ancaman yang ada. Namun untuk menyelenggarakan kemanan nasional yang terpadu dan sinergis melalui sistem keamanan nasional perlu adanya undang-undang yang mengakomodasikan kebutuhan, elaborasi, dan adaptasi dengan berpedoman pada Pasal 8 UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Penyusunan Peraturan Perundang-undangan.

Bagian penting dalam penyusunan Rancangan Undang-undang tentang Keamanan Nasional ialah bagian konsiderans yang mengungkap hal-hal yang menjadi bahan pertimbangan. Untuk

itu dapat diutarakan beberapa landasan penting yaitu landasan filosofis, yuridis dan sosiologis.

1. Landasan Filosofis

Dalam menghayati makna dari proses perjuangan bangsa Indonesia yang dimulai sejak perjuangan yang bersifat tradisional dan kedaerahan sampai dengan berdirinya Budi Utomo tahun 1908 dan berlanjut kepada Proklamasi kemerdekaan republik indonesia tahun 1945 terdapat hal mendasar. Pertama,bangsa Indonesia selalu menyadarkan segala ikhtiar dan uapayanya dalam langkah perjuangan dengan memaohon kekuatan, rahmat, dan ridha dari kebebasan Tuhan yang Maha Esa. Kedua,bangsa Indonesia sangat menghargai harkat dan martabat antar sesama dengan tidak membedakan agama, asal usul dan warna kulit. Ketiga, bangsa Indonesia di dalam hidup dan kehidupannya selalu mengedapankan semangat kegotong-royongan untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama. Keempat, bangsa Indonesia telah membuadayakan semangat berbeda pendapat dalam bermusyawarah guna mencapai mufakat untuk menentukan arah dan cara memecah setiap persoalan. Kelima, bangsa Indonesia selalu memberikan kesempatan yang sama secara adil tiap individu di dalam meningkatkan kualitas kehidupannya. Dengan demikian apa yang dikenal kemudian dengan sebutan Pancasila pada hakikatnya merupakan hasil perenungan dan penggalian secara filosofi dari apa yang disebut sebagai warisan budaya bangsa.

Pancasila sebagai ideologi Negara diyakini kebenarannya untuk membawa bangsa ke masa depan yang lebih baik.2 Keyakinan 2 Untuk argumen tentang peran Pancasila dalam masyarakat Indonesia modern lihat

Gumilar Rusliwa Somantri. “Pancasila dalam Perubahan Sosial-Politik Indonesia

Page 20: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

12

segenap komponen bangsa Indonesiadapat dan mampu terlibat dalam uapaya mewujudkan stabilitas keamanan nasional. Mekanisme penyelenggaraan keamanan nasional ini tetap bertumpu pada prinsip persatuan dan kesatuan, kebersamaan, keterpaduan, keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, sehingga mencerminkan integrasi antar komponen bangsa dalam bentuk kesamaan pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang selalu memperhatikan berbagai masalah keamanan nasional.

2. Landasan Yuridis

Undang-undang dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang di dalam substasnis pembukaannya disebutkan “(1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” adalah merupakan Tujuan Nasional/Negara yang pada dasarnya adalah pengelolaan terhadap keamanan nasional (national security) dan kesejahteraan nasional (national prosperity) yang ssaling bergantung.

Dari aspek keamanan nasional, alinea keempat pembukaan UUD 1945 dijabarkan secara konstitusional pada Bab X tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara dan penduduk (Pasal 26, 27) dan Bab XII tentang pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30). Secara lebih eksplisit pasal 30 ayat (1) dan (2) yang menegaskan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”,dan “Usaha peratahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh tentara nasional indonesia dan kepolisian republik indonesia sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan

semua warga negara terhadap Pancasila menjadikannya komitmen bersama, sebagai dasar negara dan pandangan hidup. Pancasila disamping sebagai sistem nilai yang bertumpu pada prinsip keseimbangan, keselarasan, persatuan dan kesatuan, kekeluargaan, keberasamaan, dan kearifa, juga berfungsi sebagai semangat dalam membina kehidupan nasional. Dengan demikian, mozaik sistem nilai yang koheren tersebut menjadikan Pancasila mampu mewadahi kemajemukan dan kebhinekaan bangsa Indonesia yaitu berbeda namun tetap satu: satu kesatuan negara, satu kesatuan bangsa, dan satu kesatuan bahasa Indonesia.

Niali-nilai yang terkandung dalam Pancasila mengandung lima pesan pokok yaitu (1) penghayatan dan hakikat maratabat bangsa, (2) kesepakatan akan cita-cita nasional, (3) kebulatan tekad untuk mencapai tujuan nasional, (4) mempertahankan, dan (5) memperjuangkan kepentingan nasional serta kesepakatan tentang pencapaian tujuan nasional.3 Pancasila menjadi moral kehidupan negara, dalam arti menuntut penyelenggaraan negara menghargai dan mentaati prinsip-prinsip moral atau etika politik. Sebagai konsekuensinya, negara tunduk kepada moral dan wajib mengamalkannya. Moral menjadi norma tindakan dan kebijaksanaan negara yang dituangkan dalam perundang-undangan.

Berangkat dari nilai-nilai dasar itulah perlu disusun dan dsiapkan suatu mekanisme agar dari segi fisik maupun psikis

Modern”. Dalam Restorasi Pancasila: Mendamaikan Politik Identitas Dan Modernitas. (Jakarta: Perhimpunan Pendidikan Demokrasi. 2006). Hlm. 1-34. Sementara untuk argumen tentang daya kenyal Pancasila di era saat ini, lihgat Susilo Bambang Yudhoyono, “Menata Kembali Kerangka Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara Berdasarkan Pancasila: Pidato Peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2006”. Dalam ibid., hlm. Xii-xxx.

3 Bahan ajar Geopolitik lembaran Lemhanas RI hlm. 2 landasan Konsepsi Wawasan Nusantara

Page 21: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

13

pendukung”, merupakan refleksi atas prinsip bahwa setip warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Namun di sisi lain secara implisit dalam kaitannya dengan keamanan nasional pada aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menegaskan, antara lain:

a. Pasal 12 mengamanatkan bahwa “presiden menyatakan keadaan bahaya, syarat-sayarat dan akibat keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang”.

b. Pasal 27 Ayat (3) menagamanatkan bahwa “setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam uapaya pembelaan negara”. Konsepsi bela negara adalah konsepsi moral yang terjewantahkan dalam sikap dan kesadaran berbangsa dan bernegara serta keyakinan kepada Pancasila sebagai ideologi negara dan kerelaan berkorban untuk bangsa dan negara Indonesia disegala aspek kehidupan.

c. Pasal 28 mengamanatkan bahwa “pemenuhan hak-hak dasar kebutuhan warga negara Indonesia merupakan bagian dari keamanan yang perlu diupayakan”.

d. Pasal 30 Ayat (5) mengamanatkan bahwa “hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur diatur dengan undang-undang”,

e. Pasal 31 Ayat (5) mengamanatkan bahwa “pemerintah memajukan Ilmu pengetahuakan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta pula berdampak pada masalah keamanan nasional seperti penguasaan tentang teknologi nuklir.

f. Pada Pasal 32 mengamanatkan bahwa “negara memajukan kebudayaan nasioanal Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya”

g. Pasal 33 Ayat (2), (3), (4) dan Pasal 34 Ayat (2), (3) terakait dengan permaslahan keamanan nasional.

Dengan demikian pada dasarnya UUD 1945 telah mengakomodasikan ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan keamanan nasional secara luas dan menyeluruh.

Sementara itu berbagai produk undang-undang sebagai penjabaran pasal-pasal pada UUD 1945 terakit dengan penyelenggaraan keamanan nasional, antara lain Undang-undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Polri, Perpu Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemda, Perpu No. 23 1959 tentang penetapan Keadaan Bahaya, dan Undang-Undang lainnya yang terkait dengan tugas dan fungsi Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian pada bidang keamanan yang telah dilaksanakan.

Pengalaman empiris dalam pelaksanaan penyelenggaraan keamanan nasional masih terdapat berbagai kendala yang disebabkan oleh:

a. Undang-undang yang ada belum mengakomodasikan penanggulangan secara terpadu dan bersinergis.

Page 22: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

14

b. Masih terdapat tugas pokok dan fungsi instansi pemerintah yang tumpang tindih pada penanggulangan berbagai bentuk ancaman dan juga belum ada koridor penuntunnya.

c. Masih ada bentuk ancaman yang belum terwadahi pada undang-undang yang ada untuk penanggulangannya.

d. Belum ada regulasi yang méngatur tentang mekanisme penanggulangan berbagai bentuk ancaman secara terpadu melibatkan seluruh potensi sumber daya nasional yang dimiliki termasuk masyarakat.

Kelancaran dan kesuksesan pembangunan nasional sangat membutuhkan suatu kondisi aman secara nasional yang kondusif. Undang-undang yang ada saat mi membutuhkan rujukan agar dapat mengeliminir berbagai kendala diatas yang dapat membuat tidak optimalnya penyelenggaraan keamanan nasional. Diperlukan upaya secara sinergi, terpadu, terarah dan konsepsional untuk menjaga stabilitas keamanan nasional yang dirumuskan dan dabarkan kedalarn suatu sistem keamanan nasiona. Sesuai Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR. Oleh karena itu dalam rangka menjamin keamanan dan kepentingan nasional, Presiden mengajukan rancangan undang-undang tentang Keamanan Nasional yang pada dasamya lebih ditujukan untuk meningkatkan koordinasi dan sinergi dalam penyelenggaraannya.

3. Landasan Sosiologis

Pemahaman tentang keamanan nasional tidak lepas dan landasan geopolitik dan geostrategi Indonesia. Konstelasi dan posisi geografi Indonesia yang unik menimbulkan berbagai implikasi

didalam penyelenggaraan keamanan nasional. Indonesia berada pada posisi silang dunia, dengan wilayah yang luas (mencapai dua per tiga wilayah Asia Tenggara) merupakan pijakan konseptual memahami keamanan nasional pada konteks Indonesia. Ditinjau dan kondisi sosial kemasyarakan Indonesia terdiri dari masyarakat yang majemuk dan segi suku, adat, agama, ras, dan budaya. Keunikan kondisi ini akan berpengaruh kepada perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dengan memahami hubungan antara keunikan konstelasi dan posisi geografi Indonesia, kemajemukan kondisi sosial kemasyarakatan dihadapkan kepada perkembangan lingkungan strategis maka dalam pengaturan keamanan nasional diperoleh gambaran secara utuh menyeluruh terhadap kebutuhan penyelenggaraan keamanan nasional.

Perkembangan dunia di era globalisasi bersifat mutidimensional yang menyebabkan intensitas interaksi dan interdependensi antar bangsa meningkat dan marnpu mempersatukan masyarakat dunia yang cenderung mengedepankan norrna-norma dan standar hubungan antar bangsa seperti demokrastisasi, perlindungan terhadap hak asasi manusia dan Iingkungan hidup. Perkembangan dan perubahan dunia menjadi sangat cepat sebagai akibat dari kermajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi, transportasi dan telekomunikasi telah membuat berbagai kemudahan terhadap mobilitas penduduk dan arus barang serta informasi antar negara tidak dapat lagi dikendalikan sepenuhnya oleh pemerintah. Sebagai dampak dari kondisi ini muncul berbagai penyeragaman paradigma baru dalam tata kehidupan bernegara secara global. Akibatnya, setiap negara terpaksa harus menyesuaikan diri dengan paradigma baru tersebut agar tetap

Page 23: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

15

eksis dalam arus utama perubahan dunia yang penuh dengan persaingan.

Dalam tataran persaingan antar bangsa di era keterbukaan dewasa ini, sangat memungkinkan terjadinya benturan kepentingan antar negara, baik di dalam maupun di luar negeri. Apabila berbagai indikator tersebut tidak diwaspadai dan diantisipasi, dampaknya dapat meluas menjadi konflik yang dapat mengganggu stabilitas nasional. Hasil kajian strategis menggambarkan beberapa bentuk dan jenis ancaman yang dapat mengganggu keamanan nasional dengan pengelompokan. Pertama disintegrasi bangsa yang eskalasinya dapat diawali oleh pemaksaan pendapat, tuntutan kepentingan pembentukan opini dan provokasi, yang radikalisme, kerusuhan sosial horizontal dan vertikal yang anarkisme, serta pemberontakan bersenjata. Kedua terganggunya kerjasama ekonomi intenasional yang eskalasinya dapat diawali oleh penolakan hasil produksi, penerapan dumping pihak luar, ketidakseimbangan volume perdagangan ketidakpastian hukum/kebijakan pemerintah dan ketidakpastian jaminan keamanan. Ketiga ketidakstabilan ekonomi nasional yang eskalasinya dapat diawali embargo perdagangan, peraturan daerah yang menghambat pertumbuhan ekonomi, fluktuasi nilai tukar mata uang, perdagangan illegal dan tekanan pasar luar negeri. Keempat campur tangan negara lain yang eskalasinya dapat diawali suatu kegiatan untuk kepentingan asing melalui perorangan, kelompok dan/atau organisasi tertentu dalam mengintervensi kebijakan sistem pemerintahan, tekanan terhadap bentuk solusi ekononi, tekanan terhadap pemerintah dengan 1su pelanggaran hak asasi manusia, penanggulangan terorisme, dan tekanan terhadap proses peradilan. Kelima kejahatan lintas negara yang eskalasinya dapat diawarisi perdagangan gelap manusia anak dan wanita, pembajakan/perompakan dilaut, kejahatan informasi

teknologi cyber crime dan money laundering, pencunan sumber kekayaan alarn, harta karun, perdagangan dan peredaran narkoba (drug trafficking), terorisrne dan penyelundupan senjata. Keenam ketergantungan terhadap negara lain yang eskalasinya dapat diawali krisis pangan, kekurangan devisa, rendahnya kemampuan sumber daya manusia, rendahnya penguasaan teknologi produksi dan rendahnya kemampuan lndustri pertahanan. Ketujuh ancaman terhadap hukum nasional yang eskalasinya dapat diawali duplikasi hukum nasional, intervensi proses peradilan, merosotnya moralitas penegak hukurn, dan irrelevansi intra hukum nasional. Kedelapan ancaman lingkungan hidup yang eskalasinya dapat diawali pencemaran limbah, kerusakan/musnahnya biota tertentu, kerusakan ekosistem dan bencana alam. Kesembilan konflik kawasan yang eskalasinya dapat diawali spionase, cross border conflict dan pelanggaran wilayah, spill over conflict, blokade, bombardemen dan invasi. Kesepuluh ancaman nubika yang eskalasinya dapat diawali kimia, biologi/wabah penyakit, nuklir/radiasi nuklir dan biologi (ancaman penggunaan senjata) dan kerusakan massal akibat senjata nubika. Kesebelas terjadinya peristiwa bencana alam, non alam dan yang ditimbulkan karena ulah manusia. Keduabelas pengembangan sistem baru dalam pemerintah membuktikan transisi yang aman, dengan tetap menjamin hak-hak sipil rakyat (arahnya ke human dan public security). Masalah keamanan nasional tersebut di atas, dapat bersumber dari dalam negeri dan/atau luar negeri, langsung maupun tidak langsung, bahkan untuk serangan militer tidak pemah berdiri sendiri, melainkan didahului dengan menggerogoti sasaran dari dalam (the fourth generation of war).

Pengaruh perkembangan global yang menembus ke berbagai sendi-sendi kehidupan bangsa tersebut menuntut setiap negara harus dapat menyesuaikan diri terhadap dinamika perubahan

Page 24: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

16

pranata sosial dan kehidupan masyarakat khususnya dalam mempertahankan nilal-nilal budaya nasional, penguatan di sektor perekonomian, politik serta pertahanan dan keamanan.

Dengan mempertimbangkan, kecenderungan meningkatnya kualitas dan kuantitas berbagai bentuk ancaman dan/atau gangguan terhadap kepentingan nasional, diperlukan suatu sistem yang komprehensif dan dapat mengakomodasi semua fungsi keamanan nasional di dalam suatu wadah yang mengkoordinasikan dan mensinergikan berbagai kekuatan dari seluruh komponen bañgsa.

Sehubungan dengan kondisi di atas diperlukan penyusunan naskah akademik tentang Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional yang dapat menjamin keamanan, ketenangan, serta ketenteraman masyarakat dan pemerintah dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta terselenggaya pemerintahan yang baik. Naskah akademik ini diharapkan mampu memberikan konstribusi positif kepada pengambil kebijakan dalam merumuskan rancangan undang.-undang keamanan nasional yang komprehensif integral.

B. Identifikasi Masalah

Mengacu pada latar belakang penyusunan naskah akadernjk tentang rancangan undang-undang keamanan nasional, terdapat beberapa permasalahan sebagai benikut:

1. Merupakan kenyataan empirik bahwa piranti lunak yang terkait dengan keamanan nasional dalam aplikasi operasional diantaranya mengalami kesulitan.

2. Hal tersebut berdampak pada implikasi lahirnya “wilayah abu-abu” dalam penyelenggaraan keamanan nasional.

3. Sejauh ml belum ada undang-undang yang mengatur tentang tentang Keamanan Nasional dan undang-undang yang ada belum dapat mewadahi muatan kamnas menurut kebutuhan saat ini dan tantangan kedepan.

4. Belum ada lembaga atau badan yang berperan untuk mengkoordinasi segenap komponen yang terlibat dalam persoalan keamanan nasional pada berbagai tingkatan kesertaan (degree of magnitude) yang berbeda-beda menurut relevansi kondisi ancaman dihadapkan pada kepentingan nasional.

C. Tujuan dan Kegunaan

a. Tujuan

Penyusunan naskah akademik ini bertujuan untuk memberikan justifikasi iImiah dan pemahaman yang komprehensif tentang penyelenggaraan keamanan nasional dalam konteks Indonesia.

b. Kegunaan

1) Agar dapat dibangun kompatibilitas berbagai pemikiran dan konsep tentang penyelenggaraan keamanan nasional berdasarkan pijakan peraturan perundang-undangan teori, dan empirik lapangan;

Page 25: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

17

2) Agar diperoleh kejelasan tentang konsep aplikatif mengenai penyelenggaraan keamanan nasional, berangkat dari landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis;

3) Agar dapat memberikan masukan kepada penentu kebijakan dalam perumusan rancangan undang-undang keamanan nasional yang memuat pokok-pokok pemikiran atau gagasan dan aspirasi aktual yang dapat diperanggungjawabkan secara ilmiah, dituangkan ke dalam ruas-ruas normatif perundangan;

4) Agar ada kesamaan pemikiran dalam membentuk suatu badan Dewan Keamanan Nasional yang mengkoordinasikan segenap komponen kekuatan keamanan nasional dalam rangka merumuskan kebijakan umum dan strategi penyelenggaraan keamanan nasiorial.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Yurldis Normatif

Metode penelitiari dan pembuatan naskah akademik sistem keamanan nasional ini dilakukan dengan metode yuridis normatif dan yuridis empiris. Metode yuridis normatif dilakukan secara kualitatif dengan bertumpu pada studi kepustakaan Melalui studi kepustakaan data dan informasi dapat digali sesuai dengan Prinsip-pnnsip rasional, kritis, objektif, dan impersonal, baik itu bersumberkan pada bahan hukum primer, sekunder, maupun tertier.4

4 Suryono Soekanto, Penelitian Hukum Nomatif : Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006). hIm 12.

a. Bahan hukum primer, yakni peraturan Perundang-undangan yang berhubungan dengan Sistem Keamanan Nasional.

b. Bahan hukum sekunder, yakni bahan bacaan atau literatur yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan asas dan prinsip penyelenggaraan sistem keamanan nasional.

c. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya kamus hukum dan ensiklopedi ilmu hukum.

Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam penyusunan naskah akademik ini adalah terciptanya harmonisasi dan sinkronisasi vertikal dan horizontal di antara seluruh peraturan perundang-undangan sesuai dengan prinsip keseimbangan keserasian, keselarasan, serta pemanfaatan untuk semua pihak.5 Karena itu, pendekatan yuridis normatif dalam penyusunan naskah akademik tentang sistem keamanan nasional mengacu dan atau memperhatikan Undang-Undang Repubhik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Pewndangundang berikut Penjelasannya yang memiliki:

a. Kejelasan tujuan, bahwa setiap pembentukan peraturan Perundang-undangan harus mempunyaj tujuan yang jelas;

b. Kelembagaan atau organ pembentuknya tepat;c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan, bahwa dalam

pembentukan peraturan Perundang-undangan harus benar-benar diperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangan;

5 Pasal 6 ayat (1) huruf d., Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Page 26: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

18

d. Dapat dilaksanakan bahwa setiap pembentukan peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan Perundang-undangan tersebut dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis, maupun Sosiologis;

e. Kedayaguan dan kehasilgunaan bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bemasyrakat berbangsa dan bernegara;

f. Kejelasan rumusan bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya;

g. Keterbukaan bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka;

h. Memiliki nilai-nilai yang sangat mendasar dalarn tatanan kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia, karena harus mencerminkan adanya sifat;

1) Pengayoman berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat

2) Kemanusiaan, mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak asas manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional;

3) Kekeluargaan, mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan;

4) Kenusantaraan, artinya senantiasa memperhatikan keperitingan seluruh wilayah Indonesia;

5) Kebhinneka-tunggal-ikaan, memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, golongan, dan kondisi khusus daerah dan budaya, khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

6) Keadilan, mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali;

7) Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, artinya tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, (suku, agarna, ras, golongan, gender, atau status sosial);

8) Ketertiban dan kepastian hukum, materi muatan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum;

9) Keseimbangan keserasian, dan keselarasan. Hal ini dapat diartikan bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan màsyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara;

10) Sesuai dengan bidang hukum yang disusun, antara lain dalam hukum pidana, dikenal azas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah. Sedangkan dalam hukum perdata, terdapat hukum perjanjian, diantaranya asas kesepakatan, kebebasan berkontrak dan iktikad baik.

Page 27: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

19

2. Yuridis Empiris

Selanjutnya penelitian dalam penyusunan naskah akademik sistem keamanan nasional ini dilakukan dengan metode yuridis empiris. Pendekatan ini bersifat kuantitatif, yakni berupa menyebarkan kuesioner kepada responden dengan daftar pertanyaan dan tatap muka Iangsung, juga dengan mengadakan roundtable atau focus group dengan kalangan internal dan sumber-sumber lainnya. Melalui pendekatan tersebut di atas, diharapkan naskah akademik ini dapat dijadikan sebagai salah satu dasar atau acuan bagi pemegang kebijakan dalam menelaah tentang sistem keamanan nasional.

Data empiris yang dikutip dalam naskah akademik ini bersumber dan jajak pendapat publik (survei) yang memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah. Ada tiga jajak pendapat yang diketahui dan berkaitan dengan sistem keamanan nasional. Pertama, survei Nasional tentang Keamanan Nasional, TNI dan Polri yang dilakukan oleh Pro Patria Institute bekerjasama dengan Indo Barometer pada bulan Mei 2007 (33 provinsi, n=1200)6, Kedua, Survei Persepsi Publik Mengenai Keamanan Nasional yang dilakukan oleh Center for Strategic and Defense Studies, Program Pascasanjana Universitas Indonesia (CSDS) pada bulan Juli 2009 (14 kota, n=944)7; dan terakhir jajak pendapat Kompas mengenal rasa bangga dan nasionalisme yang dilakukan harian Kompas pada bulan Agustus 2009 (10 kota, n=854)8.

6 Paper Dskusi/survei National tentang Keamanan Nasonal, TNI dan POLRI.7 Survey Persepsi Publik Mengenal Kemanan Nasional: Laporan Penelitian CSDS 2009.

Tidak diterbitkan.8 Harian KOMPAS 18 Agustus 2009.

Page 28: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

20

Bab IIDasar Penyusunan Norma

A. Umum

Adalah sangat penting untuk mengembangkan pemahaman tentang keamanan nasional yang beranjak dan kepentingan nasional. Hakikat kepentingan nasionaf meliputi kepentingan keamanan nasional dan kepentingan kesejahteraan nasional serta kepentingan hubungan intemasional. Sedangkan makna kepentingan nasional adalah terwujudnya cita-cita nasional dan tercapajnya tujuan nasional. Keamanan Nasional merupakan komitmen bangsa yang mengalir dari kepentingan nasional sebagai turunan pertama pada strata kepentingan vital (mutlak), bersama kepentingan kesejahteraan sebagai turunan pertama pada strata kepentingan major (penting).9

Aktualisasi kehidupan bernegara sesungguhnya tidak lain adalah rnembangun keamanan (Securty) dan kesejahteraan (prosperny) secara simultan. Dinamika internal dalam suatu negara maupun dinamika eksternal berupa hubungan, bilateral maupun multilateral menuntut penyelenggaraan keamanan nasional dalam dan oleh suatu negara secara komprehensif.9 Lemhannas RI, 2010.

Sejak bergulirnya reformasi, di Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan bernegara termasuk reformasi sektor keamanan telah menempatkan keberpihakan yang sangat kuat kepada prinsip perlindungan warga negara (personal freedom protection) didalarn konstitusi Indonesia.10 Hal ini telah memberi pengaruh pada format dan pemahaman, tentang konsep pertahanan keamanan yang kemudian menjadi cukup krusial bagi Indonesia dengan munculnya indikasi tumpang tindih (overlapping); atau sebaliknya karena dalam kondisi tertentu yang sangat dibutuhkan, justru menjadi tidak tertangani, karena merupakan “grey area”.

Kenyataan Perkembangan di dunia pasca perang dingin dan tragedi 11 September 2001, serta tragedi bom Bali 2003, telah mendorong banyak negara untuk berpikir ulang tentang konsep keamanan nasional, terutarna Amerika Serikat dan negara-negara Eropa ; sehingga dalam perspektif teoritik, juga berkembang konsep keamanan nasional yang lebih luas dari konsep pertahanan negara. Terlebih lagi dengan perkembangan lanjut di berbagai negara di dunia, seperfi tragedi kelaparan di Afrika, serta krisis bahan bakar minyak bumi di berbagai negara maka semakin jelas alasan untuk pengembangan konsep keamanan nasional pada seluruh dimensi kehidupan manusia.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia juga pernah rnengalami berbagai masalah krusial seperti: krisis energi, krisis pangan dan krisis moneter. Bertolak dari realitas tersebut, maka Pemahaman Keamanan Nasjonal Indonesia sudah seharusnya merangkum segenap dimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan benegara Indonesia.

10 Didalam Almanal buku Reformasi Sektor Keamanan 2O07 Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis lndonesia dan The Geneva Center for The Democratic Control of Armed Forces.

Page 29: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

21

B. Konsep Dasar Keamanan Nasional

Pada dasamya manusia membutuhkan rasa aman karena adanya kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Bahkan Iebih dari itu, sebagai makhluk sosial, manusia tidak hanya meIindungi dirinya sendiri, tetapi dalan tataran yang lebih luas, harus mampu hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara yang berkembang secara bermartabat.

Keamanan Nasiornal berupaya menciptakan rasa aman bagi setiap individu atau kelompok dengan cara yang berbeda, dengan mengedepankan kepentingan nasional dan tidak didasarkan pada kepentingan golongan, tidak juga mengorbankan hak setiap warga negara Keamanan dan Kesejahteraan (security and prosperity) merupakan kepentingan dalam upaya pencapaian tujuan nasosial yang saling mendukung dan saling mempengaruhi satu sama lain.11

Ancaja dan gangguan terfiadap keamañan nasional akan • mengga, usaha dan kond ke4jag,. nasonal sebalikjiya kondisi kesejahraan nasioal yang buruk juga akan menumbuhkan berbagaj persoafan di bidang keamanan nasonal Hal ml sekalig dapat membenkan jawaban atas titik krusjal Persoalan atau persptjf atau konsep dasar tentang keamanan nasionag yang sudah harus diperSej dan diaplikasikan dalam arti keamanan nasional secara komprehensif. Penyelenggaraan keamanan nasional yang komprehensif harus merupakan bagian integral dan berbagai gatra kehidupan berbangsa dan bernegara. Penyelenggaraan keamanan nasional juga harus mengadopsi kepentingan nasional dalam pergaulan antar bangsa di dunia, dalam hubungan intemasional.

11 Paparan Gubemur Lemhannas RI, pada Seminar IKAL tentang Siskamnas di Era Demokrasi dan Globalisasi di Jakarta, tanggal 22 Juni 2010.

Dan pendekatan psikologis-filosofis terlihat betapa pentingnya upaya untuk mewujudkan stabilitas keamanan nasional yang diselenggarakan secara komprehensif melalui sistem keamanan nasional, dengan melibatkan aparat negara dan setiap warga negara secara maksimal. Upaya untuk melindungi dan menjaga kepentingan nasional di atas, dilakukan dalam rangka terwujudnya cita-cita nasional dan tercapainya tujuan nasional, baik pada pendekatan substansi yang bersifat survival, vital. major, maupun peripheral. Keamanan nasional dengan konsep dasar tersebut memberikan penegasan bahwa keamanan nasional merupakan komitmen bangsa untuk menjaga kepentingan nasional secara mutlak dari segala ancaman. Dalam era pembangunan sekarang, pada iklim global, maka keamanan nasional dan kesejahteraan nasional untuk bangsa, beraktualisasi secara simultan, konsisten, dan sustainable (inward dan outward looking).

C. Cakupan Kemanan Nasional

Uraian di atas menunjukan betapa signifikannya penyelenggaraan keamanan nasional yang komprehensif. Dalam pengertiannya yang konvensional konsep penyelenggaraan keamanan nasional hanya terbatas kepada pertahanan dan keamanan negara saja. “Adapun penyelenggaraan keamanan nasional yang komprehensif harus merupakan bagian integral dari berbagai gatra kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu ldeologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan negara”.

Keamanan secara etimologis sebagai terjemahan dan bahasa latin, yaitu Secures yang bermakna terbatas dari bahaya dan ketakutan. Secures (Se + curus) juga merupakan gabungan dari se (tanpa) dan

Page 30: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

22

curus (khawatirlgelisah) sehingga kedu kata ini berarti liberation from uneasiness or peacefull situation without any risks or threats.12

Konsepsi keamanan nasional banyak dipengaruhi oleh perkembangan diskursus dan praktik demokrasi. Konsepsi keamanan nasional komprehensif ini misalnya diungkapkan oleh Le Roux, Iebih komprehensif dibanding pandangan Eugene J. Meehan yang masih menekankan bahwa sistem keamanan nasional sebagai gejala pertahanan militer.

Le Roux menyatakan:

At national level the objectives of security policy therefore encompass the consolidation of democracy; the achievement of social justice, economic development and a safe environment; a substantial reduction in the level of crime, violence and political instability. Stability and development are regarded as inextricably linked and mutual reinforcing. At international level the objectives of security policy include the defense of the sovereignty, territorial ntegrity, and political Indep nnce and the promotion of regional securny.13

Sedangkan Eugene J. Meehan masih berkutat pada konsep keamanan nasional konvensional atau sebagaian menyebutya sebagai pandangan dari kalangan realis. Baginya, keamanan nasional identik dengan keamanan teritorial. OIeh karena itu, pendekatan militer adalah inti dan keamanan teritorial yang ia ajukan. Gagasan Eugene J. Meehan ini sangat tampak ketika ia membicarakan fungsi pokok negara sebagai the prime functions

12 Liota P H. “Boomerang Effect: The Convergence of National and Human Security dalam Security Dialogue”. Vol. 4 hIm 473-488 sebagaimana dikutip dan Abak Agung Banyu Perwita dalam T. Hari Priharto (eds). Mencari Format Komprehensif Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara (Jakarta: Propatria Institute. 2006). hlm 27.

13 Len le Roux, Defining defence roquireme : Force design considerations for the South African National Defence Force, Published I n African Security Review Vol 8 No.5, 1999, p. 1.

of any national state are the protection of the population from external dangers and the maintenance of internal order and stability.14

Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa cakupan kearnanan nasional meliputi elemen human security, public security, internal security dan external defence, baik secara eksplisit maupun imphsit, tersurat atau tersirat ada pada UUD 1945.15

Sistem keamanan nasional komprehensif menurut Juwono Sudarsono bertumpu pada fungsi ideal pemerintahan dalam pengertiannya yang luas. Juwono Sudarsono berpendapat bahwa ada empat fungsi pemerintahan yang menjadi pilar utama sistem keamanan nasional komprehensif:.16 Adapun rinciannya sebagal berikut:

1. Pertahanan Negara, yaitu fungsi pemerintahan negara dalam rnenghadapi ancaman dari luar negeri dalam rangka menegakkan kedaulatan bangsa, keselamatan, kehormatan dan keutuhan NKRI

2. Keamanan Negara, yaitu fungsi pemerintahan negara dalam menghadapi ancaman dalam negeri.

3. Keamanan Publik, yaitu fungsi pemerintahan negara dalam memelihara dan memulihkan keselamatan, keamanan, dan ketertiban masyarakat melalui penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat.

14 Eugene J Meehan. The Dynamics Of Modem Goverment (tanpa nama penerbit 1966). hIm. 365-372.

15 Pengarahan Presiden RI pada Seminar IKAL tentang Siskamnas di Era Demokrasi dan Globalisasi di Jakarta tanggaI 22 Juni 2010.

16 Juwono Sudarsono, Materi Rapat, Cikeas Bogor 11 Februari 2007.

Page 31: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

23

4. Keamanan Insani, yakni fungsi pemerintahan negara untuk menegakkan hak-hak dasar warga negara.

Muladi menyatakan bahwa istilah keamanan kornprehensif (cmprehensive security) merupakan reorganisasi konsep keamanan yang menjangkau hal-hal diluar pengertian yang bersifat militer (dengan tetap tidak mengesampingkannya) dan mencakup dimensi-dimensi politik, ekonomi dan sosial budaya.17 Selanjutnya Anak Agung Banyu Perwita, yang menyitir kalimat mantan Presiden AS, Harry S. Truman, menjelaskan bahwa national security does not consists ony of an army, a navy, and an air foce....it depends on a sound economy ... on civil liberties and human freedom. Disini kearnanan nasional tidak hanya mencakup kekuatan militer, tetapi juga berbagai aspek kehidupan nasional lainnya, seperti kehidupan ekonomi yang Iebih merata dan adil, kebebasan individu, dan pengakuan atas hak asasi manusia dan negara dan bangsa.18

Bahkan, pandangan senada tertuang dalam tulisan Barry Buzan yang rnengatakan bahwa keamanan dipengaruhi lima bidang utama, yaitu militer, politik, ekonomi sosial, dan lingkungan. Keamanan suatu bangsa dapat dikatakan terjamin apabila militer, ekonomi, dan teknologi telah terbangun, kondisi politik yang stabil dan kehidupan sosial budaya yang kohesif atau terpadu.

“Security is affected by factors in five major sectors: military, political, economic, societal, and environment. A nation can be said to have assured its own security when it is militarily, economically and technologically developed, politically stable and socio-culturally cohesive.19

17 Muladi, Konsep Keamanan Komprehensif dan Ketahanan Nasional. Ceramah pada mahasiswa Pasca Sarjana Lemhan-UGM 11 Maret 2008 di UGM.

18 Anak Agung Banyu Perwita. Keamanan Nasiona!: Kebutuhan Membangun Persfektif Integratif Versus Pembiaran Politik dan Kebijakan (Jakarta: Pro Patria. 2007). hIm xxxix.

19 Barry Buzan dikutip dalam Anak Agung Banyu Perwita. “Hakekat, Prinsip dan

Konsepsi keamanan nasional komprehensif juga meletakkan warga negara atau masyarakat sebagai posisi sentralnya. Di dalam naskah United Nation Development Program (UNDP) yang telah mengangkat topik peranserta masyarakat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBS) mengemuka perlunya mengubah konsep keamanan (concept of security), dan konsep keamanan nasional yang dipandang secara eksklusif, diubah menjadi konsep yang lebih ditekankan kepada keaman masyarakat atau rakyat (people security). Keamanan tidak hanya menyangkut alat-alat perang atau militer semata, namun keamanan juga menyangkut pengembangan manusia (human development). Keamanan tidak hanya menyangkut keamanan terhadap wilayah teritorial negara (wilayah kedaulatan) saja, tetapi juga meliputi masalah keamanan sosial ekonomi (seperti pangan dan ketenagakerjaan) serta Iingkungan,

The concept of security must change — from an exclusive stress on national security to a much greater stress on people security, from security through armament to security through human development, from territorial to food, employment and enviromental security”.20

Demikian pula, konsepsi keamanan nasional komprehensif juga harus mengakaji terpenuhinya kebutuhan dasar warga negara. Gagasan ini misalnya dikemukan oleh Patrick Garrity. Ia menekankan bahwa keamanan tidak semata-mata berupa perlindungan terhadap bahaya dan kejahatan, tetapi juga kepada hal-hal yang menyangkut kelangsungan hidup seperti akses untuk memperoleh air bersih, makanan, tempat tinggal, pekerjaan dan segala kebutuhan dasar setiap manusia. Pada intinya keamanan menampung keinginan masyarakat untuk dapat hidup dengan

Tujuan Pertahanan Keamanan Negara dalam T. Hari Prihartono (eds). Op cit. hIm. 25.20 Pernyataan PBB ini tertuang dalam paper UNDP. “Human Development Report

People’s Partisipation” dikutip dari Anak Agung Banyu Perwita, Ibid. hIm. 28.

Page 32: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

24

selamat dan berkualas. Inilah konsepsi keamanan nasional kompreherisif yang ditonjolkan oleh Patrick Garnty. Selanjutnya Ia menyatakan:

....applies most at The level of the citizen. It amounts to human well being; not only protection form harm and injury but from access to water, food, shelter, health, employment, and other basic requisites that are the due to every person on earth. It is collective of the citizen needs — overall safety and quality life that should figure prominently in the nation’s view of securit.21

Dari pelbagai literatur yang dikemukakan di atas, terlihat bahwa ancaman militer hanya merupakan sebagian dan dimensi ancaman. Senada dengan hal tersebut, Kusnanto Anggoro mengatan keamanan nasional yang kontemporer memberikan definisi keamanan secara fieksibel dan longgar, dengan memasukkan unsur dan perspektif yang tidak terdapat dalarn diskursus tradisional. Keamanan tidak hanya berkaitan dengan nexus multitary-external, tetapi juga menyangkut dimensi-dimensi lain. Keamanan tidak hanya terbatas pada dimensi militer, seperti yang sering diasumsikan dalam diskusi tentang konsep keamanan tetapi merujuk pada seluruh dimensi yang menentukan eksistensi negara.22

Dengan merujuk kepada pendapat Klaus Norr dan K.J. Holsti, lndna Samego mengatakan bahwa Perkembangan elemen kekuatan modern terdiri dari informasi (informational), kemampuan diplomasi (diplomatic) daya tahan ekonomi (economic) dan kekuatan 21 Patrick Garrity, yang dikutip oleh Stephen Cambone. A New Structure for National

Security Policy Planning (Washington: Center for Strategic and Intemational StudIes. 1998). hIm. 107.

22 Kusnanto Anggoro. “Keamanan Nasional Pertahanan Negara dan Ketertiban Umum”. Makalah Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII yang diseIenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departermen Kehakiman dan HAM RI, Denpasar 14 Jun 2003.

militer (military), sehingga keamanan nasional tidak semata-rnata diarahkan pada pemahaman lama yang bersifat fisikal, melainkan lebih luas dari itu, yaitu keamanan manusia (human security.23 Dalam perspektif ini kesejahteraan warga negara merupakan sesuau yang dipandang penting. Mereka dapat menghadapi ancaman dari pelbagal sumber, bahkan termasuk dari aparatur represif negara, epidemi penyakit, kejahatan yang meluas, sampai dengan bencana alam maupun kecelakaan.

Hasnan Habib mengatakan keamanan nasional merupakan perpaduan, atau gabungan antara keamanan teritorial (pertahanan) dan keamanan manusia. Dengan penggabungan tersebut, maka keamanan nasional merupakan keamanan yang komprehensif. Adapun penjabarannya terdiri dan:

1. Keamanan Teritorial.a. Ancaman terhadap Keamanan Negara atau Keamanan

Teritorial (kedaulatan, integritas wilayah nasional dan luar external threat).

b. Dimensi Militerc. Sarana utama penanggulangan dan kekuatan militer

(senjata) dikerahkan di medan perang (front militer)

2. Keamanan Manusia.a. Ancaman langsung terhadap manusia (individu,

masyarakat, bangsa), meliputi: kelaparan, kemiskinan, kebodohan, penyakit menular (AIDS), penganggura power abuse, degradasi lingkungan, kejahatan (terutama organizej clime), konflik SARA, terorisme, kekerasan politik, perilaku hukum rimba, dan diskriminasi.

23 Indria Samego. “Perkembangan Lingkungan Strategis dan Potensi Ancaman Terhadap Pertahanan Negara” dalam Hari Prihartono (eds). Op cit. hIm. 51.

Page 33: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

25

b. Dimensi non-rniliter meliputi: sosial, ekonomi, politik, budaya, lingkungan hidup, kemanusiaan.

c. Sarana penanggulangan: diarahkan kepada kekuatan sosial, budaya, politik, HAM dan lingkungan hidup.

Selanjutnya Hasnan Habib menyebutkan keamanan nasional yang bersifat kornprehensif memberi implikasi bahwa keamanan tidak lagi bisa ditangan secara sendiri-sendiri, karena sudah menjadi keamanan bersama (common security). Lantas perlu dilakukannya pernbinaan keriasama keamanan (cooperative security) antara semua komponen keamanan nasional baik militer maupun non-militer.24 Adapun Ingo Wandlet mengatakan bahwa keamanan komprehensif tidak lagi terjamin oleh aktor-aktor professional seperti militer, polisi, dan intelejen. Perluasan skala ancaman mengakibatkan kebutuhan membesar jumlah aktor penjamin keamanan secara institusional.25

Mengenal Perkembangan keamanan komprehensif, Rizal Sukma memaparkan bahwa konsepsi mengenal “keamanan” tidak lagi didominasi oleh pengertian yang bersifat militer, yakni yang menekankan aspek konflik antar negara, khususnya yang berkaitan dengan aspek ancaman terhadap integritas wilayah nasional, namun dengan berakhirnya perang dingin, telah memperkuat pemahaman konsep keamanan dan sudut pandang menyeluruh,

24 Uraian ini dikembangkan dari makalah Hasnan Habib. “Globalisasi dan Keamanan Nasional Indonesia”, Makalah disampaikan kepada Komisi Poiltik DPA, Jakarta, 28 Januari 2000.

25 Ingo Wandlet. “Perkembangan Reformasi Sektor Keamanan: Kebutuhan Bahasa dan Komunikasi”, Makalah pada Public Lecture tentang Militery Reform 2OO9-2O14: Managing Civil-Militery Relations in Indonesia. Pasivis UI dan Friedich Ebert Stiftung. FISIP UI 13 Mel 2009.

yakni melalui konsep keamanan komprehensif (comprehensive security).26

Dengan ruang Iingkup keamanan yang tidak lagi terbatas pada dimensi militer, muncul istilah human security, keamanan lingkungan (environmental security) keamanan pangan (food security), keamanan energi (energy security), dan keamanan ekonomi (economic security)27. Bahkan aman juga dapat diartikan sebagai:

1. Security: aman dari gangguan atau ancaman yang dapat membahayan.

2. Safety: selamat dari kecelakaan bencana atau marabahaya yang dapat mengancam keselamatan kehidupan individu, masyarakat terrnasuk harta benda.

3. Surety: jarninan adanya kepastian/keyakinan suatu kegiatan dapat berlangsung lancar, aman dan tertib, termasuk jaminan adanya kepastian hukum (celtency)

4. Peace: suasana damai dan tenteram jiwa.

Sumber ancaman (source of threat) terhadap apa yang selama ini dikenal sebagai “keamanan nasional” menjadi semakin luas, bukan hanya berasal dan dalam (internal threat) dan/atau luar (external threat), tetapi sudah bersifat global tanpa bisa dikategorikan sebagai ancaman dari luar atau dalam negeri. Sejalan dengan itu watak ancaman (nature of threat) juga bergeser menjadi multidimensional, tidak lagi mengarah kepada kekuatan militer semata, tetapi sudah masuk baik ke gatra budaya, ekonomi, politik maupun pertahanan dan keamanan.

26 Riza Sukma. Konsep Keamanan NasionaI, Makalah yang disampaikan dalam: FGD ProPatria, Jakarta 28 November 2002, dikutip dari: httpI/www.propatria.or.id

27 Kusnanto Anggoro Op.Cit.

Page 34: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

26

Dari uraian tersebut di atas, apa yang selama ini dikenal sebagai “keamanan dalam negeri” atau internal secutity sudah dapat menjangkau ke jenis ancarnan yang Iebih luas, mulai dan kemiskinan, epidemi, bencana alam, kerusuhan sosial, pertikaian antar golongan, kejahatan, pemberontakan bersenjata sampai dengan gerakan separatis bersenjata. Gangguan-gangguan yang timbul karena kesenjangan sosial, pertikaian antar golongan maupun gerakan separtis/penberontakan bersenjata merupakan ancaman yang secara langsung dapat mengganggu stabilitas keamanan dalam negeri.

Sementara itu dan pelbagai sumber di negara maju, berkembang wacana untuk mengembangkan fungsi Keamanan Nasional (national security) meliputi fungsi Pertahanan (defence), Keamanan Negara (home land security), Keamanan Ketertiban Masyarakat (public security), Keselamatan Masyarakat (public safety) dan Keamanan Insani (human security). Mengacu kepada pembahasan di atas maka sistem keamanan nasional mutlak memasukkcan fungsi-fungsi tersebut sebagai konsep operasionalisasi teknis pelaksanaannya.

D. Batasan Keamanan Nasional

Pembahasan tentang arti pentingnya penyelenggaraan keamanan nasional yang kornprehensif juga dapat ditemukan pada pelbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah ada. Dalam beberapa peraturan perundang-undangan, sebagai contoh, termuat definisi yang berkaitan dengan penyelenggaraan keamanan naslonal konprehensif antara lain:

1. suatu pendekatan yang bertujuan menjaga stabilitas politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.

2. suatti kondisi untuk tetap tegaknya NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945, serta terjaminnya kelancaran serta kamanan pembangunan nasional yang berkelanjutan guna mewujudkan tujuan nasional.28

Jika dibandingkan dengan peraturan yang berkaitan dengan penyelenggaan keamanan nasional di negara lain, dapat ditunjukkan beberapa konsep yang semakin menegaskan tentang pentingnya penyelenggaraan keamanan nasional komprehensif. Beberapa konsep kunci tersebut antara lain:

1. bersifat simultan dan komprehensif;2. diselenggarakan secara konsisten;3. bertujuan untuk melindungi eksistensi bangsa dan negara

dan berbagaf ancaman;4. dan sudut pandang sasaran ancaman, tidak sebatas ancaman

militer, tetapi sudah menyangkut ancaman terhadap aspek ideologi, politik, ekonomj, sosial-budaya;

5. merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara, yang terhimpun dalam komponen kekuatan bangsa.

E. Sistem Keamanan Naslonal

Sistem keamanan nasional pada dasamya merupakan respon sistemik terhadap tantangan internal dan eksternal. Konsepsi keamanan nasional yang dipahami secara mikro dan bertumpu 28 Lihat Penjelasan Pasal 12 Undang-u,cjang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002

tentang Pertahanan Negara.

Page 35: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

27

pada respon ancaman internal dan eksternal yang mengganggu stabilitas negara semata yang merupakan konsepsi sistem keamanan konvensional atau tradisional mulai ditinggalkan. Sementara itu, konsepsi keamanan nasional yang dikembangkan saat ini dengan pendekatan non tradisional, amat sensitif terhadap pelagai bentuk ancaman yang senantiasa mampu mengubah dirinya dalarn berbagai bentuk. Dengan demikian, apa yang disebut sebagai isu-isu keamanan nasional sernakin beragam. Miller membedakan secara tegas antara ancaman tradisional dengan ancaman non tradisonal.29 Dengan kata lain, suatu negara selayaknya merniliki sistern keamanan nasional yang mampu menghadapi ancaman non tradisional tersebut.

Bagan Konsep Keamanan

Tradisional Non tradisionalAsal ancaman Negara rival Non-negara: domistik dan

trasnasionalSifat ancaman Kapasitar militer Non militer: ekonomi politik

domistik, lingkungan hidup, terorisme, penyakit menular, narkoba

Pihak yang bertanggung jawab untuk menyediakan keamanan

Negara Negara, organisasi internasional, individu

Nilai inti Kemerdekaan nasional, integrasi teritorial, kedaulatan

Kesejahteraan ekonomi, HAM, perlindungan terhadap lingkungan hidup

Bagan di atas memperlihatkan pelbagai dimensi yang dicakup dalam konsepsi sistem keamanan nasional komprehensif - non 29 Benyamin Miller sebagaimana dikutip dan Anak Agung Banyu Pérwita., Op CIL hIm 37.

konvensional. Bagan tersebut memperlihatkan bahwa dimensinya tidak saja mencakup komponen utama sistem keamanan konvensional (seperti soal kedaulatan dan pertahanan militer), namun juga meliputi aspek-aspek lain.

Bila pada sistem kearnanan konvensional, sumber ancaman dikonseptualisasikan hanya dari negara rival, maka pada konsepsi non konvensional sumber ancaman dapat diasumsikan bervariasi. Sumber ancaman bukan saja dan organisasi negara rival, melainkan juga bersumberkan dan aktor nonnegara (non state actor), yang berasal dari dinamika kemasyarakatan di dalam negeri maupun di luar negeri.

Tujuan sistem keamanaan nasional telah bergeser dari konsepsi konvensional ke konsepsi nonkonvensional. Apabila konsepsi konvensional hanya bertujuan mempertahankan kemerdekaan yang mencakup aspek kedaulatan dan integrasi teritorial, maka pada konsepsi non konvensional tujuan juga dirancang agar mampu memfasilitasi kesejahteraan ekonomi, penegakan HAM, dan perlindungan lingkungan hidup. Memperhatikan hal diatas dan berdasarkan pengalaman empiris dalam penanggulangan ancaman dari gangguan kepentingan nasional yang telah dilaksanakan, dirasakan hal-hal sebagai berikut:

a. Belum optimalnya upaya yang dilakukan didalam menanggulangi dan mengatasi berbagai ancaman yang dihadapi.

b. Ketidaklengkapan, tidak maksimalnya koordinasi dan ketidaktegasan implementasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penanggulangan terhadap ancaman dan/atau gangguan kepentingan nasional yang bersifat strategis.

Page 36: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

28

c. Kekuranganmampuan aparat negara untuk mendeteksi setiap bentuk atau jenis ancaman yang akan muncul.

d. Kurangnya sarana prasarana pendukung yang siap dioperasionalkan dilapangan.

e. Kurangnya dukungan politik terhadap institusi atau lembaga negara yang berwenang menangani masalah keamanan nasional.

f. Lemahnya kegiatan diplomasi dengan negara-negara lain.

Sistem keamanan nasional harus dapat mewujudkan terjadinnya kerjasama dan koordinasi yang baik dan setiap penyelengara negara di segala bidang, serta menggugah dan memungkinkan terbukanya wadah bagi masyaralcat untuk dapat berperan serta dalam penyelenggaraan keamanan nasional secara proporsional pada setiap eskalasi gangguan keamanan.

Keamanan nasional pada dasamya merupakan bagian dari:

a. Kepentingan nasional yang bersifat abadi maupun bersifat dinamis bangsa Indonesia yang menegara dalam wadah negara kesatuan Repubilk Indonesia yang utuh dan berdaulat berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Strategi Raya Indonesia untuk menjadi negara yang maju dan unggul menghadapi dampak dan implikasi dan Perkembangan lingkungan strategis global, regional dan domestik.

c. Reformasi berkelanjutan dan Sektor Keamanan Nasional yang sejalan dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dan pengawasan demokrtis.

d. Cita-cita nasional yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-pnsip kemandirian bangsa, demokrasi, hak azasi manusia, Iingkungan hidup, pemerintahan yang baik dan ketentuan hukum.

Upaya keamanan nasional melalui sistem keamanan rasional dilaksanakan secara terpadu, sinergis, lintas sektoral, terkendali, tepat sasaran, dan terukur, memperhatikan asas-asas keamanan nasional dengan tahapan peringatan dini, pencegahan dini, penindakan dini, penanggulangan, dan pemulihan kembali pada situasi aman terhadap berbagai gangguan keamanan.

F. Pengaturan Keamanan Naslonal di Beberapa Negara

Menjadi catatan penting dalam seminar nasional tentang Sistem Keamanan Nasional tanggal 22 Juni 2010 seperti disampaikan oleh Menteri Pertahanan RI bahwa berdasarkan hasil studi referensi oleh Kementerian Pertahanan RI, dimana dan sembilan negara yang diobservasi seperti Amerika Senkat, Australia, lnggris, Malaysia dan Korea Selatan, ternyata apapun ideologi yang dianut oleh negara itu, maka tetap saja ada kebutuhan negara akan adanya sistem keamanan nasional.30

Berikut ini uraian singkat tentang pengaturan keamanan nasional di beberapa negara, yang dari kesemuanya itu akan ditarik kata kunci tentang tata cara pengaturan yang universal, dan selanjutnya menjadi bahan perbandingan untuk penyelenggaraan keamanan nasional di Indonesia.31

30 Menteri Pertahanan RI, pada Seminar Nasional IKAL, 22-23 Juni 2010.31 Teks Naskah Akademik RUU tentang Sistem Keamanan Nasional dan Kementerian

Page 37: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

29

1. Amerika Serikat

Undang-Undang tentang Keamanan Nasional Amerika Serikat dikenal dengan nama National Security Act of 1947.32 Suatu Undang-tindang untuk penyelenggaraan keamanan nasional yang melibatkan lembaga pertahanan negara dan secara teknis dikoordinasikan dengan kementerian atau badan atau pemerintah yang terkait dengan keamanan nasional.

An Act to promote the national security by providing for a Secretaiy of Defense; for a National Military Establishment for a Department of the Aimy, a Department of the Navy, and a Department of the Air Fone; and for the coordination of the activities of the National Militaiy Establishment with, other departements and agencies of the Government concerned with the national security.

Dalam National Security Act of 1947 diatur bahwa Kongres menetapkan:33

a. program komprehensif keamanan masa depan Negara Amerika Serikat (to provide a comprehensive program for the future security of the United States);

b. kebajikan dan prosedur yang terintegrasi untuk kementerian, badan, dan fungsi-fungsi pemerintah yang terkait keamanan nasional (to provide for the establishment of integrated policies and procedures for the departments, agencies, and functions of the Government relating to the national security);

Pertahanan, 2009.32 Uraian berikut dikutip dan: National Security Act of 1947, dalam: http//www.intelligence.

gov.33 Lihat SEC. 2. (50 U.S.C. 401) National Security of 194

c. Departemen Pertahanan, dan tiga Departemen Militer (Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara) berada di bawah petunjuk, otoritas, dan pengawasan Sekretaris Pertahanan (to provide a Department of Defense, including the three military Departments of the Army, the Nay — including naval aviation and the United States Marine Coips — and the Air Force under the direction, authority, and control of the Secretaiy of Defense);

d. masing-.masjn departemen militer sebagai organisasi tersendiri berada di bawah petunjuk, otoritas, dan pengawasan Sekretaris Pertahanan (to provide that each military department shall be separately organized under its own Secretary and shall function under the direction, authorfty and control of the Secretary of Defense);

e. penggabungan komando di bawah otoritas sipil olei sekretaris pertahanan, tetapi tidak menyatu dengan ketiga Departemen (Departemen Angkatan Darat Laut dan Udara) (to provide for their unified direction under civilian control of the Secretary of Defense but not to merge these departments orsevices);

f. penggabungan atau penetapan koniando perang dan alur komando yang langsung dan jelas (to provide for the establishment of unified or specified combatant commands, and a clear and direct line of command to such Commands);

g. mengeliminasi duplikasi yang tidak perlu dalam Departemen Pertahanan dan terutama dalam bidang penelitian dan teknologi melalui petunjuk dan pengawasan Sekretaris Pertahanan (to eliminate unnecessary duplication in the Department of Defense, and particularly in the field of research and engineering by vesting its overall direction and control in the Secretary Defense);

Page 38: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

30

h. sistem administrasi Departemen Pertahanan yang efektif, efisien, dan ekonomis (to provide more effective, efficient and economical administration in the Department of Defense);

i. penggabunga petunjuk stategis bagi pasukan perang yang operasionalnya di bawah komando gabungan, dan berintegrasi dengan pasukan angkatan darat, taut, dan udara (to provide for the unified strategic direction of the combatant forces for their operation under unified command and for their integration into an efficient team of land, naval, and air forces but not to establish a single Chief of Staff over the armed Ibices nor an overall armed forces general staff).

Koordinasi keamanan nasional diselenggarakan oleh suatu lembaga yang disebut Dewan Keamanan Nasional (Natjonal Security Council). Dewan ini berfungsi memberi nasihat kepada Presiden dengan memperhatikan tentang berbgai kebijakan dalam negeri, luar negeri, militer dan departemen Iainnya, untuk bekerjasama secara efektif dalam berbagai masalah menyangkut keamanan nasional.34

Dewan Keamanan Nasional (National Security Counci,) terdiri atas:

a. the President b. the Vice President;c. the Secretaly of State; d. the Secretary of Defense;

34 The function of the Coucil shall be to advise the Presiden with respect to the integration of dotmestic foreign, and military policies relating to the national security so as to enable the military Service and the other departements and agencies of the Govement to cooperate more effectively in matters the involving thenational security.” Lihat; Sec 101. (U.S C. 402) NaUonag Security Act of 1947.

e. the Director for Mutual Security.f. the Chairman of the National Security Resources Board andg. the Secretaries and Under Secretaries of other executive

departments and the military departments, the Chairman of the Munitions Board, and the Chairman of the Research and Development Board, when appointed by the President by and with the advice and consent of the Senate, to serve at his pleasure.

2. Inggris

Pengaturan keamanan nasional Negara Inggris termuat dalam The Anti Terrorism, Crime and Security Act 2OO1.35 Undang-undang ini disahkan oleh Parlemen Negara Inggris pada tanggal 19 November 2001, dua bulan sesudah tragedi New York 11 September 2001. Namun demikian, materi muatan undang-undang tersebut tidak seluruhnya berkenaan dengan terorisme.36 Selain memuat aturan keamanan tentang masalah terorisme, undang-undang juga mémuat masalah rasial (racial hatred), keselamatan penerbangan (aircraft security), kepolisian (police powers), penyimpanan data (retention of communications data), penyuapan dan korupsi (bribery and corruption).37

35 Uraian berikut dikutip dari: Anti-terrorism, Crime and Security Act 2001, dalam: http//en.wikipedia.org

36 Ibid37 Masalah-masalah keamanan tersebut diatur dalam Parts 1-13 Anti-terrorism, Crime and

Scurity Act 2001.

Page 39: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

31

3. Korea Selatan

Korea Selatan memiliki hukum tentang keamanan nasional (The National Security Law), yang bertujuan melarang gerakan anti negara yang membahayakan keamanan nasional dan melindungi keselamatan bangsa, kebebasan, dan kehidupan rakyat (to restrict anti-state acts that endanger national security and to protect nation’s safety and its people’s life and freedom)38 Undang-undang keamanan nasiónal Korea SeIatan ini dikumandangkan oleh beberapa politikus dan aktivis Korea Selatan sebagai sebuah simbol perlawanan terhadap komunis (anti-communism) pada masa kediktatoran South Korea’s First Republic.39

Hukum keamanan nasional tersebut juga membatasi kebebasan berbicara. Beberapa materi memuat aturan sebagai berikut:40

a. Setiap warga negara dilarang bergabung atau bekerjasama dengan organisasi yang ingin menggulingkan pemerintah (Citizens may not join an organization with aims to overthrow the government);

b. Setiap warga negara dilarang membuat, menyebarkan atau memiliki benda-benda yang menimbulkan pemikiran anti-pemerintah (Citizens may not create, distribute or possess materials that promote anti-govemment ideas);

38 Dikutip dari : National Security Act (South Korea) dalam http//en.wikipedia.org39 Aturan mi diinspirasikan oleh Hukum Pengelolaan Keamanan Publik (The Law For

Maintenance of the Public Security) semasa penduduk Jepang di Korea, dipisahkan pada tahun 1948, dan menjadikan komunisme dan pengakuan terhadap Korea utara sebagai sesuatu yang ilegal. Hukum Anti-Komunis (The Anti-communism Law) digabung ke dalam the National Security Law pada tahun 1 980-an. Lihat Ibid.

40 Ibid

c. Setiap warga negara dilarang tidak melaporkan orang-orang yang melanggar hukum (citizens may not neglect to report others who violate this law).

4. Malaysia

Malaysia membentuk undang-undang yang mengatur tentang keamanan nasionalnya pada tahun 1960, yaitu Internal Security Act 1960 (ISA), yang dalam bahasa Malaysia disebut Akta Keselamatan Dalam Negeri. ISA lahir karena ada kepentingan dan kewajiban negara untuk menegakkan public order dan interests atas nama keamanan negara.

ISA menetapkan tiga hal yang menjadi dasar untuk menangkap dan/atau menahan seseorang yang melakukan kegiatan mengganggu:

a. Security of Malaysia or any part thereof; or b. Maintenanco of essential services therein; or c. Economic life thereof.41

41 lihat Section 73 ISA (1). Any police officer may without warrant unrest and detain pending enquiries any person In resspect of whom he has reason to believe: (a). that there are grounds which would justify his detention under section 8; (b)that he has acted or is about to act act or is likely to act in manner prejudicial to the Security of Malaysia or any part of thereof or to the maintenance of essential services therein or to the economic life thereof (2). Any police officer may without warrant arrest and detain pending enquiries any person who, upon being questioned by the officer fails to satisfy the officer as to his identity or as to the purpose for which he is in the place where he is found and who the officer suspects has acted or is about to act In any manner prejudicial to the security of Malaysia any part thereof or to the maintenance of essential services therein or to economic life thereot (3) Any person arrested under this section may be detained far a period not exceeding sixty days without order of detention having been made in respect of him under Section 8

Page 40: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

32

Dalam Undang-undang ini diatur bahwa mereka yang dikenakan masa tahanan polisi selama 60 hari tidak memperoleh akses atas bantuan hukum dan kontak dengan keluarganya. Setelah 60 hari masa penahanan oleh polisi akan dipindahkan ke sebuah kamp penahanan atas perintah dari Kementerian Dalam Negeri dan selama proses itu berlangsung mereka juga tidak diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan maupun pertanyaan seputar legalitas penahanan serta tuduhan negara yang menyebabkan seseorang ditahan.

Edy Prasetyono mengungkapkan bahwa ketentuan-ketentuan yang keras dalam ISA, tidak terlepas dari latar belakang sejarahnya sebagai bekas negara jajahan Inggris, dimana pemerintah kolonial Inggris saat itu mengeIuarkan Emergency Regulation (pendahulu ISA) yang dapat menahan seseorang tanpa proses pengadilan. Setelah merdeka pada tahun 1947, Malaysia mempertahankan warisan Inggris ini dengan mengeIuarkan ISA pada tahun 1960 untuk menghadapi pemberontakan komunis.42

Terlepas dari pelbagai pandangan yang mengatakan beberapa materi muatan ISA bertentangan dengan HAM, secara substantif Undang-undang Keamanan Internal tersebut bertujuan untuk melindungi keamanan Malaysia (security of Malaysia or part thereof), pelayanan dasar (essential Services) dan kehidupan ekonomi (economic life).

Pengaturan keamanan nasional di atas menyaratkan adanya sistem koordinasi yang baik. Sistem keamanan nasional Amerika Serikat misalnya memperlihatkan pengaturan sistem koordinasi yang sangat ketat, dan juga sistem pembagian tugas yang

42 Edy Prasetyono, Internal Security Act (ISA): Berkaca dari pengalaman Malaysia, dikutip dari : http//www.propatria.or.id

terdistribusi habis sehingga tidak ada celah tersisa.43 Sementara itu, pengaturan koordinasinya sendiri diselenggarakan oleh satu badan khusus yang dinamakan National Security Council.

Pengaturan secara komprehensif dalam sistem keamananan nasional diperlihatkan lnggris. Pengaturannya itu bahkan memasukan komponen penyuapan dan korupsi, yang dalam sistem keamanan nasional konvensionai bukan bagian integralnya. Demikian pula dengan Malaysia. Negara jiran ini memasukan komponen pelayanan dasar sebagai bagian dari sistem keamanan nasionalnya.

Dan pengalaman di atas, tampak bahwa bangunan sistem keamanan nasional mensyaratkan sistem koordinasi antar sektor dengan baik. Hal tersebut diberikan kepada lembaga khusus yang langsung di bawah Presiden/perdana Menteri. Sementara itu, dari aspek pengaturannya, lnggris dan Malaysia dapat memberikan inspirasi kepada Indonesia untuk memasukkan komponen nonmiliter.

Dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan keamanan nasional merupakan pengelolaan dan pendayagunaan seluruh sumber daya nasional untuk mewujudkan keamanan insani, keamanan publik, keamanan dalam negeri dan pertahanan negara melalul sistem keamanan nasional. Dengan demikian diperlukan pengendalian sistem keamanan nasional agar kebijakan umum dan operasionalnya dilaksanakan secara tegas, kuat sinergis dan kenyal yang mampu menghadapi setiap ancaman terhadap keamanan nasional. Presiden yang mengemban tugas dan tanggung jawab mengendalikan penyelenggaraan keamanan

43 lihat juga Edy Prasetyono “Sistem Keamanan Nasional”, dalam lokakarya Sistem Kea-manan Nasional, Pusat Kajian Stratejik dan Pertahanan Universitas Indonesia Depok, 22 April 2009.

Page 41: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

33

nasional perlu dibantu oleh suatu lembaga khusus yang langsung dibawah Presiden. Publik juga memiliki harapan yang sama bahwa manajemen koordinasi keamanan nasional haruslah langsung di bawah Presiden (Pro Patria 27%)44. Jajak pendapat CSDS menemukan 68% responden yang setuju untuk dibentuk sebuah lembaga yang mengkoordinasikan semua departemen dan instansi yang terkait dengan keamanan nasional, dan lembaga ini juga hendaknya berada di bawah Presiden (72% dari yang menyatakan setuju adanya lembaga tersebut). Agar sistem keamanan nasional memiliki kekuatan hukum, publik setuju perlunya undang-undang yang nienaungi pengelolaan sebuah sistem keamanan nasional. Publik mengharapkan adanya undang-undang yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam bidang keamanan nasional secara menyeluruh, mulai dan teknis operasional, manajemen, hingga strategi lain yang terkait dengan keamanan nasionaI.45

G. Perkembangan Lingkungan Strategis

Berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional dikaitkan dengan perspektif keamanan nasional, direfleksikan dalam anailsis perkembangan lingkungan strategik global, regional maupun nasional. Beberapa gambaran ancaman terhadap kepentingan nasional atau merupakan dimensi keamanan nasional tersebut, dibahas melalui pendekatan Trigatra (geografi, demografi, sumber kekayaan alam) maupun Pancagatra (Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan 44 Secara lengkap yang memilih dikoordinasikan langsung oleh Presiden 27,4% responden,

dan oleh Dephan 6,1 % responden.45 jejak pendapat Pro Patria tahun 2007, 74 % responden setuju, dan jajak pendapat CSDS

2009 81% responden mendukung.

keamanan). Lingkungan strategik pada era global cenderung berkembang cepat, dinamis, sukar diantisipasi dan béresiko tinggi. Ancaman baru yang muncul sulit diidentifikasikan dan diklarifikasikan dalam tatanan standard, klasik yang melahirkan ancaman tradisional. Ancaman juga datang dari aktor negara (state actors) dan non-state actors; yang baik dari dalam maupun dari luar sukar dibedakan. Ancaman juga mudah berkembang dari satu dimensi ke dimensi lain dan dari satu spektrum ke spektrum lain.

1. Pengaruh Perkembangan lingkungan Global

Isu global yang dimotori negara-negara maju, meliputi demokratisasi, hak asasi manusia, keterbukaaan dan lingkungan hidup, telah menjadi paradigma baru dalam pola hubungan internasional. Bahkan tidak jarang djadikan alat penekan terhadap negara-negara berkembanig dengar berbagai bentuk sanksi yang dijatuhkan. Diantara sanksi tensebut ada yang sangat berpengaruh terhadap sistem keamanan nasional suatu negara.

Dalam era globalisasi, proyeksi ancaman yang cukup signifikan bagi Indonesia meliputi : (1) ledakan penduduk, krisis energi, kelangkaan pangan, perubahan iklim dan lingkungan hidup, (2) contagious effect dan krisis-krisis global yang teijadi dengan cepat.

Telah menjadi kenyataan pada lingkup global muncul berbagai ancaman seperti teror, trans-national crime, maritime insecurity di Selat Malaka, pengelolaan ALKI. Begitu pula disisi yang lain akibat kemajuan teknologi informasi telah menyebabkan kerusakan nilai-nilai dasar (core values eradication), yang penting juga disadari bahwa telah berkembang pola pengembangan perangkat hukum secara fabrikasi.

Page 42: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

34

2. Pengaruh Perkembangan Lingkungan Regional

Kawasan Asia Pasifik yang sudah berkembang menjadi pusat kegiatan perekonomian pasca krisis ekonomi tahun 1998, ditandai dengan pesatnya pertumbuhan pembangunan sektor industri seperti di Jepang, Hongkong, RRC maupun Taiwan. Kondisi yang demikian itu turut mewarnai tatanan kehidupan masyarakat regional menjadi lebih terbuka dalam berkomunikas, dengan dunia luar.

Disamping itu pelaksana AFTA (Asia Free Trade Association), rnemacu beberapa negara, yang tergabung dalam wadah ASEAN, untuk lebih mengintensifkan berbagai program yang berkaitan dengan pemulihan pembangunan disektor perekonomian, melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia disegala strata kehidupan, ataupun penerapan program efisiensi dalam pengelolaan seluruh sumber kekayaan alam. Hal ini nampak dengan disahkannya “ASEAN Charters” di Singapura pada November 1997, dengan tujuan meningkatkan ketahanan regional (regional resilience) dalam bentuk kerjasama politik, ekonorni, keamanan, dan sosial budaya di antara 10 negara anggota ASEAN.

Dampak dari intensifikasi pernbangunan bidang ekonorni regional tersebut, tidak menutup kemungkinan berpengaruh kepada tatanan kehidupan bidang politik dan sosial budaya serta stabilitas keamanan regional. Secara aktual cukup jelas permasalahan yang dihadapi seperti masalah konflik perbatasan serta tumpang-tindih yurisdiksi, trans-national crime serta migrasi ilegal.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, disatu sisi harus mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia menghadapi persaingan global ; dan disisi lain berupaya terus

untuk meningkatkan kewaspadaan dalam mengantisipasi berbagai bentuk permasalahan regional.

Sebagai negara berkembang dalam interaksi dengan kawasan dan dunia internasional, Indonesia mengalami perkembangan pesat dengan konsekuensi munculnya masalah-masabh strategis seperti aktualisasi democratic governance yang membawa akibat pada sistem kepemerintahan dan kemasyarakatan. Keberhasilan atau kegagalan suatu pemerintahan negara dapat diukur dari beberapa hal misalnya pencapalan Milleniurn Development Goals, menghadapi tantangan perdagangan dan finansial, perubahan iklim dan isu kemanusiaan.

3. Pengaruh Perkeml,angan Lingkungan Nasional

Sistern keamanan nasional yang komprehensif sudah semestinya dirancang sebagai respons terhadap perkembangan lingkungan strategik yang sudah sedemkian kompleks dan berpengaruh besar terhadap stabilitas keamanan nasional. Sampai saat ini, reformasi yang diharapkan bisa mernbawa perubahan signifikan urituk keluar dari krisis multidimensional, belum sepenuhnya terwujud ; hal ini dapat diukur dan perubahan sikap mental individu, komunitas masyarakat dan bangsa yang belum sesuai dengan tujuan reforrnasi. Hal ini tergambar pada realita yang tampak sekarang, dimana kadar nasionalisme semakin menurun, implementasi otonomi daerah tidak berkembang seperti yang diharapkan, dan penerapan good govemanc tidak terwujud sepenuhnya.

Kesulita-kesulitan yang dihadapi baik dalam agenda reformasi, pelaksanaan otonomi daerah dan masih lemahnya pelayanan publik, apabila tidak teratasi akan mendorong social distrust yang berpotensi buruk bagi kelangsungan pemerintahan.

Page 43: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

35

Dalam kerangka itu, perlu diidentifikasi dan diuraikan pelbagai segi yang menyangkut persoalan dalam negeri Indonesia, karena disain penyelenggaraan keamanan nasional komprehensif harus pula mengakomodasi penanggulangan berbagai bentuk dan jenis ancaman di dalam negeri.

Beberapa permasalahan nasional ditinjau dari aspek astagatra, dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Geografi

Konstelasi dan posisi geografi Indonesia sebagai negara kepulauan, pada posisi silang dunia yang strategik, menjadi pijakan dasar dalam merancang sistern keamanan nasional Indonesia yang komprehensif sekurangn-kurangnya ada empat tantangan sekaligus peluang yang seharusnya masuk dalam sistem keamanan nasional, yakni, (1) status wilayah perbatasan, (2) penamaan pulau-pulau yang belum bernama, (3) overlapping jurisdiction dan (4) posisi pada tiga lempeng benua (continent fault) dan cincin api (ling of) (5) tiga perbatasan darat dan sepuluh perbatasan laut. (6) Indonesia wajib menyiapkan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI).

Indonesia masih memiliki sejumlah persoalan batas wilayah negara dengan negara lain yang hingga kini belum selesai, baik perbatasan darat maupun laut yang memberikan kerawanan-kerawanan dalam benturan berbagai kepentingan negara. Sesuai dengan hukum intenasional, wilayah Republik Indonesia mempunyai batas teritorial yang amat kompleks karena begitu banyak negara tetangga.

b. Demografi

JumIah penduduk yang besar dan persebaran yang tidak merata serta tingginya angka pengangguran dan kemiskinan merupakan aspek yang dapat menggoyahkan sendi-sendi dasar keamanan nasional.

Sebagai wujud dan kedaulatannya sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI Tahun 1945, Indonesia memiliki hak dan wewenang untuk melakukan pengaturan keimigrasian (mengendalikan lalu lintas orang masuk atau keluar wilayah Indonesia). Maka, demi tegak dan tercapainya kepentingan nasional Indonesia, perlu ditetapkan tata pengawasan dan pelayanan keluar masuk ke wilayah Indonesia, pendataan secara akurat, dan implementasi kerjasama antar negara yang berkait dengan soal keimigrasian. Tantangan yang menyangkut imigrant gelap harus segera diatasi.

Fondasi sistem keamanan nasional juga menjadi goyah bila rnasalah kemiskinan dan pengangguran tidak tertanggulangi. Tahun 2010, BPS mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 31.03 juta atau 13,33 persen dari total penduduk, kendati menurun dari tahun tahun sebelumnya, angka ini masih cukup besar. Jika angka ini tidak diturunkan, dapat diprediksi akan menimbulkan ganggguan stabilitas nasional yang berdampak buruk terhadap perekonomian dan keamanan nasional.

Tantangan demografis lainnya ialah soal human trafficking, penyakit infeksi menular, dan pertumbuhan penduduk yang pesat (eksplosif). Pertumbuhan penduduk yang tak terkendali menyebabkan proporsi jumlah angkatan kerja dan peluang kerja menjadi tidak seimbang. Pada sudut lain, meledaknya angkatan kerja yang tidak seimbang dengan peluang ekonomi mendorong

Page 44: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

36

sebagian penduduk Indonesia merantau mencari pekerjaan secara ilegal. Hal terakhir inilah yang melahirkan gejala human frfflcking.

c. Sumber Kekayaan Alam

Berlimpahnya kekayaan alam NKRI yang ada di darat, laut, udara maupun di perut bumi baik yang sudah dikelola ataupun belum, menjadi daya tarik berbagai kepentingan dari berbagai negara dibidang ekonomi sehingga seringkali di dalam implementasinya sangat merugikan kepentingan nasional Indonesia. Sebagai contoh terjadinya perusakan lingkungan hidup serta illegal logging, mining, fishing dan smuggling merupakan faktor-faktor yang rnenggoyahkan situasi keamanan nasional.

Praktek pengelolaan lingkungan hidup haruslah berasaskan praktek yang bertanggung jawab, berkelanjutan, dan bermanfaat, agar terwujud pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Perusakan lingkungan hidup pada dasarnya adalah tindakan yang tidak sesuai dengan sistem harmoni habitat. Masuknya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia, berdampak pada rusaknya ekosistem lokal. Pada akhirnya hal tersebut berpotensi bencana, seperti longsor, banjir, kekeringan, dan percepatan pada gejala perubahan iklim. Lemahnya kapasitas pengelolaan SKA dan tingginya gejala kemerosotan lingkungan merupakan potensi kerawanan bagi Indonesia.

d. Ideologi

Didalam dinamika kehidupan berbangsa dan bemegara, sangat disadari akan adanya satu kekuatan yang secara sistimatis berupaya untuk meng-alineasi Pancasila dan kehidupan NKRI. Hal ini bisa dilihat dan merosotnya wawasan kebangsaan dan kewaspadaan terhadap bahaya laten dari ideologi lain yang bertentangan dengan Pancasila. Ancaman tersebut perlu dijawab secara konseptual dalam sistem keamanan nasional. Beberapa peristiwa yang teijadi akhir-akhir ini dalam kehidupan ideologi (diantaranya refleksi dalam dimensi politik memberikan gejala penggerusan ideologi politik dengan berbagai justifikasi sehingga tampak menjadi layak atau reasonable, sehingga yang terjadi ialah situasi dimana terjadi ‘the wrong thing for the right reason’, seperti contohnya pada gejala munculnya kembali konsolidasi ideologi yang sesungguhnya dilarang.

e. Politik

Perkembangan demokrasi di Indonesia sarat dengan euphoria dan berimplikasi munculnya aksi atau tindakan anarkhisme. Hal ini bisa dilihat dari berbagai bentuk kegiatan yang anarkhis, misalnya pada pelaksanaan Pilkada dimana sering terjadi bentrokan antar kelompok pendukung, serta muncul gejala merosotnya budaya politik bangsa akibat money politics.

Kita juga menyaksikan berbagai perilaku elit politik serta wakil rakyat yang tidak menunjukkan ciri pemahaman tentang demokrasi. Lebih memprihatinkan lagi munculnya ciri-ciri interaksi antar lembaga negara yang tidak sesuai dengan ciri kehidupan Pancasila, demikian pula pola pengambilan

Page 45: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

37

keputusan pada berbagai lembaga negara dengan ciri-ciri: tidak inklusif, menegasikan pihak lain dan egosentris. Mungkin ciri ini merupakan ciri transisi demokrasi menuju keseimbangan baru Indonesia sebagai negara demokrasi; namun hal ini merupakan bagian dan ancaman ketika berlangsung lama serta tidak tertangani sebagaimana mestinya.

Perkembangan lingkungan strategik juga berpengaruh terhadap keutuhan NKRI dengan diwarnai munculnya gerakan-gerakan yang bersifat separatis di beberapa daerah. Undang-Undang Republik lndonesia Nomor 32 Tahun 2004 telah membuka cakrawala baru dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia dan menggeser cara pandang sentralistis menjadi desentralistis.

Hal yang merupakan dampak negatif desentralisasi antara lain sernakin menguatnya primordialisme kedaerahan sebagai akibat penguatan sosial karena kewenangan yang sangat besar bagi daerah dan kepala daerah, sehingga diantaranya juga memunculkan gejala pemilahan sosial serta cenderung melahirkan nasionalisme sempit.

Selama ini sentralisasi kekuasaan telah menyebabkan terjadinya ketimpang spasial dalam pembangunan perekonomian nasional. Ketidakmerataan hasil pembangunan nasional tersebut telah menumbuhkan perasaan tidak adil bagi daerah yang jauh dari pusat, sehingga muncul berbagai implikasi dengan gradasi seperti otonomi khusus sampai pada indikasi separatis.

Bentuk ancaman yang berkembang sekarang sudah sedemikjan halus (subtle) masuk kedalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bemegara Indonesia. Menonjol untuk dicermati adalah penetrasi kedalam dapur pengolah kebijakan publik, pembuatan UU, dan berbagai piranti lunak yang mengatur

pengelolaan tata kelola pemerintahan, stabilitas keamanan sumber kekayaan alam. Dalam kerangka ini diharapkan sistem keamanan dapat mewaspadai, mengantisipasi dan menangani dimensi dan spektrum ancaman tersebut.

Bentuk ancaman yang sangat penting diperhatikan ialah terorisme. Masalah utama didalarn menangani terorisme adalah preferensi publik yang kurang kondusif dan melahirkan sikap politik yang tidak tegas dan konsisten. Manajemen operasional yang berkembang selama ini masih bersifat sektoral dalam hal ini ditangani oleh kepolisian. Dalam memerangi terorisme Indonesia membutuhkan satu sikap nasiorial yang baku, manajemen operasional yang jelas, keterlibatan berbagai pihak, dukungan masyarakat luas yang konkrit, kesemuanya terumuskan dalam satu strategi nasional.

Terorisme adalah salah satu masalah dalam sistem kearnanan nasional, dsamping bentuk ancaman asimetrik lainnya. Dengan demikian semacan mendesak perlunya satu strategi nasional yang mampu meliput semua bentuk ancaman, baik,yang simetrik maupun asimetrik. Lazimnya, instrumen tersebut dalam bentuk strategi keamanan nasional yang dirumuskan oleb dewan keamanan nasional.

Struktur sistem keamanan nasional tidak saja dirancang sebagai respons-aktif tetapi juga dapat dirumuskan sebagai respons-aktif. Meskipun dernikian, konsep respons-aktif tersebut perlu dilakukan dengan penuh kewaspadaan, terukur, akuntabel dan transparan, agar tidak menimbulkan gejolak politik dan kerawanan sosial.

Page 46: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

38

f. Ekonomi

Arus globalisasi yang menekankan terealisasmnya pasar bebas dengan segala implikasinya telah melanda berbagai penjuru duia dan menimbulkan berbagai gejolak. Bagi Indonesia yang telah meratifikasi perjanjian pasar bebas seharusnya telah menernpuh berbagai langkah persiapan yang diperlukan untuk mendapatkan manfaat dari berlakunya pasar bebas. Akan tetapi realita yang berkembang selama ini menunjukkan berbagai ketidaksiapan yang secara eskalatif berdampak terhadap keamanan nasional.

Beberapa kenyataan yang terjadi di lapangan juga adalah ketidaksiapan infrastruktur, regulasi, kebijakan fiskal, ekonomi biaya tinggi, korupsi, ketenagakerjaan, serta rendahnya produktivitas; yang kesemuanya itu memberikan dampak negatif terhadap perekonomian nasional. Gejala yang sangat nyata muncul dari berbagai persoalan tersebut ialah rendah dan atau stagnan-nya produktivitas, serta kemampuan daya saing. Penanganan masalah ekonomi nasional membutuhkan kebijakan nasional untuk mengatur kerjasama bilateral maupun multilateral sebagai konsekuensi penerapan pasar bebas yang melibatkan banyak pihak. Rendahnya daya saing Indonesia sebagai implikasi ketidaksiapan Indonesia memasuki era pasar bebas, secara langsung mengancam stabilitas nasional.

g. Sosial Budaya

Di era global dimana negara adidaya memaksakan terwujudnya sebuah global vilage yang bercirikan batas negara sernakin kabur, sebagai akibat revolusi triple T (transportasi,

telekomunikasi, tursm), telah menimbulkan berbagai kerawanan di bidang sosial. Ada empat faktor penyumbang kerawanan dalam perspektif ini, yaitu : (1) demografic changes (2) resources competition (3) developmental pressure (4) structural injustice.

Masalah strategis lainnya yang perlu diperhatikan adalah ancaman pandemik dan segala implikasi yang harus dihadapi, contohnya penanganan di lapangan menyangkut manajernen operasional, sistem logistik dan perangkat peraturan untuk meminimalisasi akibat yang ditimbulkan.

Sebagai sumber daya, ketenaga kerjaan perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang serius, karena mengandung kerawanan. Disatu sisi tenaga kerja kasar (unskilled labour) rnengalami perlakuan yang tidak layak dan tidak mendapatkan perlindungan dan pemerintah disisi lain kehilangan tenaga kerja ahli (skilled labour) memperkecil lapisan kelas menengah (middle class) masyarakat yang menjadi kekuatan pembangunan nasional.

Hak pokok lainnya adalah mengenai para remaja berprestasi pada berbagai olimpiade sain dan teknologi intenasional, sudah diincar dan dipikat oleh serta secara realitas sudah terkait kontrak dengan negara lain yang memfasiliftasi pendidikan yang baik serta masa depan yang promising. Fenomena ini menimbulkan kerugian strategik masa depan bangsa Indonesia, berkenaan dengan kualitas pembangunan nasional.

Indonesia memiliki kemajemukan yang sarat dan unik, yang mengandung kerawanan SARA, yang dapat menghambat perkembangan proses nasionalisme primordial menjadi nasionalisme modern. Kerawanan tersebut berkembang sejalan dengan perkembangan demokratisasi, penguatan hak asasi manusia, dan isu-isu lingkungan. Perkembangan semakin

Page 47: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

39

mengkhawatirkan dengan munculnya beberapa insiden yang melibatkan beberapa non state actors yang merongrong kewibawaan pemerintah. Kasus-kasus tersebut perlu ditangani secara tegas dan sistemik dengan konsep yang baku. Dengan demikian, pelbagai ikatan primordialisme dan komunalisme yang ada, tumbuh, dan berkembang di Indonesia justru harus menjadi mozaik indah, dan tidak berperan sebagai faktor pemecah belah.

Perjalanan sejarah Indonesia diwanai, oleh berbagai konflik horizontal yang sering bergeser menjadi verbikal. Hal ini menyadarkan kepada Indonesia untuk memahami anatomi dan manajemen konflik, yang disosialisasikan keseluruh tataran pemerintahan dari pusat sampai daerah. Tujuannya adalah untuk membangun kemampuan guna dapat menangkal, mencegah bereskalasi, menanggulangi dan pemulihan. Dengan demikian masyarakat dapat menemukan pola manajemen konflik antar mereka sehingga ikatan komunal mereka tidak menjadi faktor disintegrasi. Pemeliharaan nilai-nilai kearifan sosial merupakan bagian dari strategi Sistem Keamanan Nasional.

h. Pertahanan Keamanan

Pada prinsipnya, jiwa nasionalisme dan semangat bela negara perlu dipelihara melalui pembinaan yang terarah dan berlanjut. Narnun disadari bahwa situasi sekarang ini, kedua unsur tersebut sudah mengalami distorsi sampai pada titik yang terendah, yang seharusnya pada era reformasi mendapat perhatian yang memadai.

Reformasi 1998 yang melahirkan perubahan UUD 1945, dengan mengubah pertahanan keamanan menjadi pertahanan

dan keamanan telah menimbulkan pergeseran pengertian dan pertahanan keamanan yang semula dalam satu pengertian majemuk atau satu pemahaman, menjadi dua butir muatan. Pemisahan pertahanan dan keamanan negara secara dikotornis, yaitu pertahanan negara untuk TNI ; dan keamanan negara untuk POLRI, telah menimbulkan disharmoni dan grey area (wilayah abu-abu) didalam pelaksanaan operasional di lapangan.

Beberapa indikasi penting dan relevan dalam perspektif tersebut dapat diuraikan berikut ini.

Counter Terrorism

Pada dekade ini sudah berkembang 4th generation warfare dengan ciri-cin: menggunakan peralatan high-tech, menyerang budaya setempat, memanfaatkan aspek psikologis dan media, serta menggunakan konsep terorisme.

Rangkaian aksi teror bom yang melanda Indonesia beberapa tahun ini memprediksi bahwa kejahatan tersebut sulit diprediksi (unpredictable), sulit dibendung (unstoppable), dan lebih merusak (more lethal). Kasus tersebut memberikan pelajaran bahwa penanganan aksi teror tidak bisa lagi dengan pola lama atau konvensional, tapi perlu dengan cara-cara baru dengan menggunakan teknologi maju dan gabungan kapasitas terbaik dan semua komponen terkait.

Lahirnya Badan Nasional Penangusangan Terorisme sesuai Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 tanggal 16 Juli 2010 sebagai bentuk up-grading desk anti teror di kantor Menko Polhukam yang belum dapat menanggungi seluruh proses dan asesmen sampai dengan penanganan ancaman terorisme.

Page 48: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

40

Dari aspek politik, kasus-kasus teror ini juga menjadi komoditi politik yang digunakan untuk menekan Indonesia, bagi kepentingan mereka. Dari aspek militer, ancaman yang tidak bisa dihadapi secara konvensional akan di counter secara asimetri.46 Hal ini akan dapat diatasi secara cepat dengan hadirnya Dewan Keamanan Nasional.

Maritime Security

Pada era globalisasi sekarang ini moda transportasi laut menjadi sangat dominan, yang ditandai dengan meningkatnya daya angkut, misalnya dengan kehadiran very large container carrier, dan intensitas pelayaran. Perkembangan tersebut sudah menyiratkan bahwa Alur Laut Kepulauan Indonesia akan semakin ramai dan tidak bisa dihindari akan bethimpitan atau berpotongan dengan life lines Indonesia.

Tidak mengherankan apabila negara-negara maritim menurut sistem keamanan maritim Indonesia mampu memberikan liputan keamanan maritim sesuai dengan standar intemasional. Bagi Indonesia, keamanan maritim bertugas mengamankan wilayah, sumber kekayaan alam, kegiatan mengelola sumber kekayaan alam, dan sekaligus mengakomodasi lalu lintas internasional didalam wilayah yuridiksi nasional. Ancaman aktual saat ini berupa rompak (sea piracy), rampok (armed robbeiy), dan teror dilaut, yang mengarah pada alur laut yang padat.

Pada sisi yang lain, penataan keamanan maritim nasional masih dalam proses untuk meramping (streamlining) kewenangan yang melibatkan berbagai instansi. Harapannya adalah struktur

46 Paparan Gubernur Lemhanas RI, pada Seminar IKAL tentang Siskamnas di Era Demokrasi dan Globalisasi, di Jakarta, tanggal 22 Juni 2010.

dengan ciri “one agent multi function”, tidak seperti saat ini yang masih berciri “one funtion multi agent”. Dalam hal ini hambatan yang utama adalah ego sektoral.

Intelejen

Tugas pokok intelijen adalah untuk mencegah pendadakan terhadap kepentingan nasional. Kegiatannya adalah mengindra semua bentuk ancaman sendiri mungkin, asesmen dan analisis evaluatif untuk menghasilkan masukan bagi pengambil kebijakan. Salah satu manfaat intelejen adalah membantu pengambil kebijakan dalam menentukan pendekatan dan pilihan strategi yang akan diterapkan.

Di era teknologi informasi saat ini, kita berada pada situasi yang sudah demikian maju, terbuka lebar akses langsung ke berbagai jejaring (network) serta berbagai pusat informasi. Situasi tersebut mendesak kepada Indonesia untuk mengembangkan intelijen nasionaf berbasis high- tech dan IT, dan membangun jejaring, antara lain untuk kepentingan politik-diplomasi, ekonomi, finansial, bisnis, sosial budaya, militer, legal, dan intelijen itu sendiri.

Mengingat arti pentingnya peran intelijen, maka pembinaan institusional perlu diprioritaskan melalui penguatan kompetesi dan peningkatan kapablitas. Kegagalan dalam pembinaan institusi tersebut akan keamanan nasional.

Disaster Relief

Kondisi geografis Indonesia berada pada titik temu tiga lempeng benua dan diingkari oleh cincin api (ring of fire).

Page 49: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

41

Menyadari hal ini Indonesia perlu memperkuat manajemen penanggulangan bencana alam, yang tidak saja menghimpun potensi nasional ; tetapi perlu juga memberikan protokol penerimaan bantuan pihak asing yang akan masuk. Hal ini penting menjadi perhatian karena langkah-langkah, disaster relief diantaranya juga akan berkaitan dengan tatalaksana kepemerintahan dan akan bersentuhan dengan tata kehidupan dari nilai-nilai yang tumbuh ditengah masyarakat. Berbagai Persyarata dan pelaksanaan terkait dengan bantuan asing yang tidak menggerus kepentingan nasional. Keberadaan Badan Nasionaf Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam peran disaster relief belum dampak direkognisi dengan baik; dan belum tampak menonjol dimasyarakat Kenyataan juga menunjukkan bahwa BNPB belum dapat dilihat sebagai bagian sistem keamanan nasional yang efektif karena peran yang tidak optimal. Disini konteks grey area belum tampak bisa diatasi.

Page 50: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

42

Bab IIIMateri Muatan Rancangan Undang-UndangKeamanan Nasionaldan Keterkaitannya dengan Hukum Positif

A. Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan

1. Umum

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan hukum bagi penyusunan naskah akademik dan rancangan undang-undang keamanan nasional. Beberapa undang-undang yang terkait erat dengan penyelenggaraan keamanan nasional yang secara konvensional merupakan bagian dari peraturan penyelenggaraan.

a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia

c. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1992 tentang keimigrasian.

d. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang penerbangan.

e. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan.

f. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1996 tentang perairan Indonesia.

g. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

h. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

i. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan.

j. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik Indonesia.

k. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang pertahanan negara.

l. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

m. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

n. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

o. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

p. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

q. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Kelistrikan Negara.

r. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Page 51: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

43

s. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

t. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air.

u. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

v. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

w. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

x. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

y. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

z. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Kelautan.

aa. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

ab. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

ac. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

ad. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

ae. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

af. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

ag. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN.

ah. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

ai. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

aj. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

ak. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif.

al. Undang-undang Republik Indonesia Nomor14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,

am. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

an. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementrian Negara.

ao. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

ap. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.

aq. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

ar. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara.

as. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Page 52: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

44

at. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD.

au. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

av. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

aw. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 tentang Terorisme.

2. Resume Kajian Harmonisasi Undang-Undang

Materi pertama yang diatur dalam sistem keamanan nasional ialah berkaitan dengan aspek geografis Indonesia. Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan,47 wilayah yang luas dan terletak di garis katulistiwa, berada pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra, dan kondisi sosial budaya masyarakat yang majemuk, semuanya itu merupakan tantangan dan sekaligus menjadi potensi ancaman. Paradoks ini bertumpu pada postur Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan alamiah yang luar biasa. Luas lautnya sekitar 7,9 juta km² (termasuk daerah Zona Ekonomi Ekslusif Indonesai)48 atau 81 persen dari seluruh wilayah Indonesia. Ia terbagi dalam 33 provinsi, 249 kabupaten/kota, 5.656 kecamatan, dan 71.563 desa. Jumlah penduduk Indonesia sampai tahun 2006 sudah mencapai 222.869 jiwa,49 dan dengan beragam potensi sumber daya alam.47 Untuk argumen yuridis tentang arti penting Indonesia sebagai negara kepulauan lihat

pasal 1 angka 3 undang-undang nomor 6 tahun 1996 tentang perairan Indonesia.48 Lihat pasal 1 angka 21 Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan.49 Badan statistik Indonesia, statistik Indonesia, 2007, badan pusat statistik, jakarta juli

2007, hlm 2.

Paradoks geografis dan demografis di atas memerlukan satu konsepsi yang menjamin keutuhan dan keberlangsungan bangsa. Akan tetapi, konsepsi yang dimaksud, yakni sistem keamanan nasional, belum terwujud dengan mapan. Ini adalah satu kelemahan. Pada sisi lain, kelemahan tersebut anatara lain disebabkan oleh menurunnya budaya naional sebagai alat pemersatu bangsa, lunturnya nasionalisme dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia, terpuruknya sektor perekonomian yang berdampak kepada turunnya tingkat kesejahteraan rakyat, kurang sinerginya tatanan kehidupan politik, rendahnya kepercayaan masyarakat pada pemerintah selaku pemegang kendali kekuasaan, dan maraknya aksi unjuk rasa yang anarkis. Kelemahan laiinya juga tersumbang oleh sistem pengelolaan sumber kekayaan alam yang belum memberikan rasa kemakmuran, merosotnya pemahaman warga negara terhadap ideologi Pancasila sebagai akibat menurunya keyakinan terhadap nilai-nilai Pancasila, dan pelaksanaan otonomi daerah yang menonjolkan rasa kedaerahan (primordialisme).50

Sistem keamanan nasional memungkinkan tantangan dan ancaman tersebut diubah menjadi peluang. Bukan saja tidak terbatas pada segi pertahanan-keamanan, melainkan juga menjadi peluang peyejahteraan. Pada sudut lain, dijumpai pula bahwa lemahnya sistem keamanan nasional bisa berdampak buruk, dan mengancam keberlangsungan pembangunan nasional. Bila mengacu pada undang-undang republik indonesai nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional, jelas bahwa pembangunan nasional haruslah didasarkan atas keamanan nasional yang kokoh. Oleh karena itu, sistem keamanan nasioanal juga harus mengatur sistem koordinasi dan kerja sama antar sektor, agar proses pembangunan nasional dapat diselenggarakan secara

50 Eddie kusuma, opcit, hlm 42.

Page 53: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

45

serasi dan selaras, secara eksternal, sistem keamanan nasional diperlukan agar tercipta kondisi yang aman, damai, bebas dari bahaya, ancaman, hambatan, dan gangguan yang datang dari dalam maupun luar negeri.

Secara lebih rinci, apa yang dimaksud sistem koordinasi dan kerja sama antar sektor yang diatur oleh sistem keamanan nasional ialah sebagaimna dijabarkan oleh undang-undang republik indonesia nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan nasional, yakni: (a) mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; (b) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antar pusat dan daerah; (c) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan; (d) mengoptimalkan partisipasi masyarakat; (e) menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.

Sistem keamanan nasional juga merupakan implementasi kepentingan nasional diamana bisa diraih melalui pembangunan nasional yang berkelanjutan yang memiliki tiga kaidah pokok yaitu: (1) tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara indonesia berdasarkan pancasila dan UUD RI tahun 1945. (2) pembangunan nasional yang berkelanjutan haruslah berwawasan lingkungan dan berketahanan nasional berdasarkan wawasan nusantara. (3) menggunakan seluruh potensi dan kekuatan nasional secara menyeluruh dan terpadu.51. sejalan dengan itu, peran dan fungsi sistem keamanan nasional menjadi penting dalam mengembangkan segenap aspek kehidupan bangsa Indonesia.

Berikut adalah uraian aspek-aspek lain yang oleh sistem keamanan nasional:51 Penjelasan pasal 12 undang-undang nomor 3 tahun 2003 tentang pertahanan negara.

a. Politik

pada bidang politik, sistem keamanan nasional mengatur secara ketat agar masalah transisi demokrasi yang terjadi di Indonesia tidak berujung kontraproduktif, tidak mengganggu proses pembangunan nasional, apalagi menggoyahkan stabilitas sosial. Benar bahwa perubahan sistem politik dalam negeri yang lebih demokrasi telah memberikan harapan terpenuhinya hak-hak dan kewajiban warga negara sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD RI Tahun 1945. Berbagai kelembagaan demokrasi lainnya telah dibentuk. Misalnya pelaksanaan unang-undang republik indonesia nomor 12 tahun 2003 tentang pemilihan umum anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) , dewan perwakilan daerah (DPD) , dan perwakilan rakyat daerah (DPRD), undang-undang republik indonesia nomor 23 tahun 2003 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden serta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan undang-undang republik indonesia nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Akan tetapi, adalah pada tempatnya jika sistem keamanan nasional juga mengatur mekanisme antisipasi dampak dari perundang-undangan politik yang baru (UU Pemilu, UU SUSDUK dan UU tentang PILPRES). Begitu pula, sistem keamanan nasioanl juga semestinya mengatur damp[ak dari proses pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di beberapa daerah.

Sistem keamanan nasional harus mengelola kondisi dinamis tersebut, agar tidak berubah menjadi ancaman potensial. Hal tersebut disebabkan politik nasional yang bersistem multipartai telah mewarnai tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apalagi perkembangan praktik demokrasi

Page 54: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

46

masih sebatas formalitas, belum menghujam secara subtansial. Praktik demokrasi masih sebatas ritual pemilu dan pergantian kepemimpinan yang secara sinistis diistilahkan oleh Terry Karl dengan “kekeliruan electoral”.52

Pasca pemilu sama sekali tidak diatur. Wakil rakyat lepas dari rakyatnya. Yang terjadi bukanlah “penitipan kedaulatan”, melainkan “penyerahan” kedaulatan. Kinerja wakil rakyat tidak dapat dikontrol oleh pemberi kedaulatan (rakyat).53 Semestinya demokrasi menuntut keterkaitan keterwakilan rakyat atau pemberi mandat (rakyat) secara timbal balik. Rakyat pun terlibat dalam proses demokrasi tidak sebatas pemilu saja, bahkan seharusnya mereka mampu mengontrol kinerja wakil mereka. Partisipasi rakyat adalah pengawas dan pengendali dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari.

Pendek kalimat, situasi tidak dewasanya elit politik, rendahnya sense of crisis atas kondisi Indonesia saat ini, praktik demokrasi yang berfokus pada pemilu-prosedural, sudah waktunya dikelola dengan baik dan diatur sebagai muatan sistem keamanan nasional. Hal tersebut dilakukan agar dinamika politik tersebut tidak menghambat laju pembangunan di ketidaknyamanan dan ketidakamanan secara politis yang akhirnya menghambat pertumbuhan perekonomian bangsa. Sekali lagi, sistem pengalaman traumatik 1955-1960 an tidak berulang. Pada saat itu situasi instabilitas politik berdampak disintegrasi bangsa. Keberadaan parpol sendiri dinilai sebagai sumber perpecahan dan permusuhan antar masyarakat, dan mengancam keamanan dan stabilitas nasional.

52 Richard Rose dan Neil Munro, Electionas Withoutr Order (Cambridge University Press, 2002) HLM 42,

53 Iwan Gardono, “Demokrasi Pasca Pemilu”, dalam masyarakat no, 11 : Jurnal Sosiologi, Depok: Laboratorium Sosiologi FISIP UI, 2003.

b. Ekonomi

Sistem keamanan nasional melakukan pengaturan minimal agar dinamika ekonomi nasional tetap stabil dan menjamin tetap terjalinnya sinergi bidang ekonomi dengan sektor lain. Argumen pengaturan ini didasarkan pada fakta bahwa sampai saat ini pertumbuhan ekonomi belum mampu mendorong tatanan perekonomian nasional. Hingga saat ini, kondisi real masyarakat masih banyak ditandai kesenjangan kehidupan. Jumlah penduduk miskin meningkat, tingkat pengangguran tak kunjung turun, kesenjangan ekonomi antar daerah bertambah, dan dinamika perekonomian dalam negeri yang fluktuatif. Bahkan, akibat belum terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam undang-undang republik Indonesia nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, para buruh/pekerja sering menggelar berbagai aksi demo menuntut kenaikan upah dan kesejahteraan mereka. Pada sisi lain, pengusaha pun dihadapkan pada iklim usaha yang belum kondusif, sebagai akibat kebijakan pemerintah yang cenderung tidak konsisten. Hal tersebut tidak saja mengganggu kelancaran pembangunan di sektor ketenagakerjaan, namun juga berdampak pada kualitas dan kuantitas produk dalam negeri yang tidak mampu bersaing dengan produk luar negeri.

Begitu pun dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam undang-undang republik Indonesia nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, hal tersebut menimbulkan rendahnya miat investor untuk berinvestasi. Penyebab lainnya ialah tingginya penetap pajak dan retribusi daerah dan kurang adanya jaminan keamanan yang kondusif. Belum lagi berbagai kebijakan yang tidak sinkron antar daerah maupun antara

Page 55: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

47

daerah-pusat. Semua ini berkontribusi pada angka investasi yang cenderung lambat.

Uraian tersebut menegaskan bahwa sektor ekonomi selayaknya diatur sebagai muatan sistem keamanan nasional. Sistem keamanan nasional diberikan wewenang agar dapat menyinergikan berbagai segi ekonomi nasional. Dengan demikian, melalui mekanisme yang sinergis di atas, dinamika ekonomi berkontribusi positif bagi pembangunan perekonomian Indonesia di tengah-tengah persaingan global. Seluruh penyelenggara negara juga bekerja secara terkoordinir dan saling melengkapi dan hal tersebut juga didukung oleh peran serta aktif berbagai komponen bangsa.

c. Sosial Budaya

Sistem keamanan nasional juga mengelola paradoks sosial budaya masyarakat Indonesia. Sebagai negara kepulauan, Indonesia dianugrahi beraneka ragam kekayaan budaya. Banyaknya suku, bahasa, dan budaya merupakan kekayaan dan kelebihan tersendiri. Namun, dalam kehidupan sosial masyarakat, perbedaan budaya, suku, ras dan agama atau SARA, justru sering muncul sebagai sumber perpecahan, chaos, dan konflik, hingga mengancam keamanan dan ketahanan bangsa Indonesia.

Hal tersebut secara jelas dan tegas ditetapkan dalam pasal 29 ayat (1) UUD RI Tahun 1945 dan pasal 28E Ayat (1) UUD RI Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya...” selanjutnya, pasal 22 ayat (2) undang-undang republik Indonesia nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia menekankan bahwa negara menjamin kemerdekaan setiap orang untuk memeluk agama

serta beribadah menurut agama dan kepercayaannya. Meski begitu, tetap saja dijumpai berbagai selisih paham yang memicu anarkisme massa. Agama masih sering dianggap sebagai sumber konflik dan perselisihan, meski banyak pihak menyangkal bahwa anrkisme yang terjadi tidaklah murni persoalan agama melainkan berbalut dengan persoalan politik, ekonomi dan keadilan.

Kondisi tersebut di atas mencerminkan belum terciptanya kerukunan umat beragama sebagai bagian integral dari kerukunan nasional, sesuai dengan bunyi pasal 2 peraturan bersama menteri agama dan menteri dalam negeri no.9 tahun 2006 / no.8 tahun 2006. Kedua ketentuan formal tersebut menjelaskan bahwa pemeliharaan kerukunan umat beragama merupakan tanggung jawab bersama antar umat beragama, pemerintah daerah dan pemerintah pusat54. Tugas dan kewajiban tersebut diarahkan untuk: (1) memelihara ketentram,an dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama; (2) mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama ; (3) menumbuhkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati dan saling percaya di antara umat beragama; (4) membina dan mengkoordinasikan walikota/bupati, camat, dan kepala desa/lurah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketentraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama.55

Muatan lain sistem keamanan nasional dalam bidang pembangunan sosial budaya ialah masalah kesehatan.

54 Pasal 1 angka 2 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.55 Lihat pasal 5 dan pasal 6 peraturan bersama menteri agama dan menteri dalam negeri

nomor 9 tahun 2006 / nomor 8 tahun 2006.

Page 56: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

48

Berdasarkan pasal 3 undang-undang republik Indonesia nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, dijelaskan bahwa tujuan pelayanan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Akan tetapi dalam kenyataannya, pembangunan di sektor pelayanan kesehatan ini belum mampu dilaksanakan secara merata. Karena itu beberapa daerah masih msih memiliki problem gizi buruk, wabah penyakit, dan tingginya tingkat kematian usia dini. Kondisi kesehatan masyarakat prima juga berkontribusi positif terhadap ketangggapsegeraan dan keuletan setiap anggota masyarakat dalam menyelengggarakan keamanan nasional.

Demikian halnya dalam bidang pendidikan, sesuai dengan undang-undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.56 Pada akhirnya, perolehan pendidikan yang berkualitas dapat meningkatkan rasa memiliki Indonesia. Mereka menjadi bangga sebagai orang Indonesia. Karenanya, ketahanan nasional pun meningkatkan.

Uraian di atas menegaskan bahwa pembangunan sosial budaya yang serasi dan selaras berkontribusi positif terhadap tingkat keamanan nasional. Hal tersebut karena pembangunan sosial budaya (dalam hal ini pendidikan) dapat menjamin kelancaran dan peningkatan kecerdasan serta kemajuan masyarakat dalam

56 Lihat pasal 3 undang-undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

dimensi yang lebih luas hinga ke daerah-daerah terpencil. Tingkat intelektualitas antar penduduk berbagai daerah pun menjadi seimbang dan relatif merata, karena selarasnya antara kehidupan daerah dan kemajuan bangsa. Pembangunan sosial budaya pun menciptakan rasa aman karena mencegah terjadinya benturan sosial. Dengan demikian, keragaman budaya yang dimiliki bangsa Indonesia tidak hanya menjadi milik satu daerah, melainkan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Bila pembangunan sosial budaya (keagamaan, kesehatan dan pendidikan) dapat diakselerasikan dan dilakukan secara menyeluruh dan merata, hal itu dapat menjadi modal dan landasan dalam mewujudkan keamanan nasional.

d. Pertahanan dan Keamanan

aspek pertahanan-keamanan merupakan materi sentral yang diatur dalam sistem keamanan nasional. Hal itu disebabkan tingkat kesadaran bela negara tidak sebanding dengan besarnya potensi ancaman, hambatan, dan gangguan yang dihadapi bangsa Indonesia.57 Sampai saat ini, kondisi kesadaran bela negara belum menampakkan peningkatan signifikan. Rendahnya kesadaran bela negara tersebut, antara lain disebabkan belum diaturnya kewajiban warga negara yang seharusnya ditempatkan sebagai kekuatan pendukung, sebagaimana yang diamnatkan pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) UUD RI Tahun 1945, Undang-undang Republik Indonesia nomor 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara, maupun undang-undang nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

57 Eddie Kusuma.op.Cit,hlm 67.

Page 57: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

49

Bila merujuk pasal 6 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Maka pada posisinya bila TNI ditempatkan sebagai komponen utama pertahanan negara dalam sistem keamananan nasional. Sebagai komponen utama pertahanan, TNI memiliki tiga fungsi dasar. Pertama, berfungsi sebagai penangkal setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar maupun dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa. Pengertian penangkal dimaksudkan agar kekuatan TNI selalu diperhitungkan lawan, sehingga mereka gentar dan mengurungkan lawan melakukan agresi militer. Kedua, berfungsi sebagai penindak setiap bentuk ancaman. Pengertian penindak dimaksudkan agar kekuatan TNI selalu mampu menghancurkan kekuatan lawan yang mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa. Ketiga, berfungsi sebagai pemulih kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan. Dimaksudkan dengan fungsi pemulih tadi ialah bahwa kekuatan TNI (bersama-sama dengan instansi pemerintah lainnya) membantu fungsi pemerintah untuk mengembalikan kondisi keamanan negara yang telah terganggu akibat kekakcauan keamanan karena perang, pemberontakan, konflik komunal, huru hara, terorisme dan bencana alam.

Ketiga fungsi TNI di atas menjadi tulang punggung sistem keamanan nasional dalam b idang pertahanan negara. Posisinya itu memang pada tempatnya, karena bila merujuk pada tugas pokok Tentara Nasional Indonesia sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2004 adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945, serta melindungi segenap dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.58 Dalam kaitan ini, TNI diberikan kewenangan penuh untuk menghadapi segala ancaman nasional, seperti (1) agresi, (2) pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh negara lain, (3) pemberontakan senjata, (4) sabotase untuk merusak instansi penting dan objek vital nasional, dan (5) spionase dalam rangka mencari dan mendaptkan rahasia militer.

Ayat (2) UU No. 34/2004 juga mengatur apa yang harus dilakukan TNI dalam rangka dalam melaksanakan tugas pokok, dan kelak hal ini menjadi bagian integral sistem pertahanan nasional. Tedapat dua cara pelaksanaan, yakni operasi militer untuk perang59, dan operasi militer saelain perang. Keduanya maupun salah satunya digunakan dalam rangka : (a) mengatasi separatis bersenjata; (b) mengatasi pemberontakan bersenjata; (c) mengatasi aksi terorisme; (d) mengamnakan wilayah perbatasan; dan (e) mengamankan obyek vital nasional yang bersifat strategis (yang menyangkut hajat hidup sebagian besar masyarakat Indonesia). Tugas lainnya ialah (f) melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri; (g) memberdayakan wilayah pertahanan dan kekutan pendukungnya secara dini dengan sistem pertahanan semesta; (h) membantu tugas pemerintahan di daerah,60 (i)

58 Lihat juga penjelasan pasal 7 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

59 Operasi militer untuk perang adalah segala bentuk pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI untuk melawan kekuatan militer negara lain yang melakukan agresi terhadap Indonesia, dan atau dalam konflik bersenjata dengan suatu negara lain atau lebih. Operasi ini didahului adanya pernyataan perang dan tunduk pada hukum perang Internasional.

60 Tugas ini hanya bersifat pelengkap ketika pemerintah daerah memerlukan sarana,

Page 58: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

50

membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam Undang-undang; (j) membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan; (k) membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search dan rescue); dan (l) membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan dari pembajakan, perampokan, dan penyelundupan.

Sementara pengaturan dalam bidang keamanan, sistem keamanan nasional bertumpu pada fungsi kepolisian. Ini sesuai dengan undang-undang republik Indonesia No. 2 Tahun 2002. UU ini mengatur fungsi kepolisian yang harus menciptakan suatu kondisi dinamis masyarakat, sebqagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional. Kondisi dinamis masyarakat tersebut ditandai oleh terjaminnya keamanan dan ketertiban, tegaknya hukum, mdan terbinanya ketentraman sehingga potensi dan kekuatan masyarakat dapat berkembang; sekaligus mampu menangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum serta bentuk-bentuk gangguan lain yang dapt meresahkan masyarakat. Secara lebih spesifik, pasal pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia No.2 Tahun 2002 menegaskan tiga tugas pokok kepolisian, yaitu (1) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; (2) menegakkan hukum, dan (3) memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Dengan demikian, kepolisian menjadi garda terdepan dalam menghadapi berbagai bentuk kejahatan yang mengganggu

alat, dan kemampuan TNI untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi, misalnya membantu mengatasi akibat bencana alam, merehabilitasi infra struktur, dan mengatasi masalh akibat pemogokan dan konflik komunal.

stabilitas nasional, karena lembaga ini adalah komponen utama dalam penegakan bidang keamanan dalam sistem keamanan Indonesia. Polisi pula yang menindak berbagai bentuk kejahatan konvensional, kejahatan yang mengarah kepada kerugian negara, dan berbagai jenis kejahatan yang berpotensi memunculkan kontinjensi serta kejahatan lintas negara. Disamping itu Kepolisian Negara Republik Indonesia juga melaksanakan tugas-tugas di bidang pengendalian massa serta memberikan pertolongan dan penyelematan apabila terjadi suatu bencana. Hal tersebut memang bagian dari materi yang diatur dalam sistem keamanan nasional.

Dari sudut sistem keamanan nasional, fungsi pertahanan (TNI) dan keamanan (Polri) merupakan dua sisi dari satu mata uang. Kedua lembaga negara ini memerlukan sinergi yang lebih sistemik di bawah fungsi keduanya sebagai bagian integral dari sistem keamanan nasional. Sinergi sistemik memungkinkan diperolehnya hasil guna serta daya guna yang maksimal dalam menjaga ketahanan nasional bangsa. Sehingga, seluruh proses pembangunan nasional dapat berjalan secara lancar dan berkelanjutan.

Pada sudut lain, soal pertahanan negara juga terkait erat dengan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia. Oleh karena itu dibutuhkan jalur diplomasi yang kreatif, aktif, antisipasif, teguh dalam prinsip dan pendirian, serta rasional dan luwes dalam pendekatan. Sebagai bagian dari sistem keamanan nasional, politik luar negeri bebas aktif mampu meningkatkan hubungan internasional yang berbasiskan kerjasama dalam berbagai bidang. Semua itu diabadikan demi kepentingan nasional, dan hal ini ditegaskan dalam undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

Page 59: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

51

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa keserasian dan keselarasan dalam menjaga keamanan nasional, secara Iangsung dapat mendukung penyelenggaraan pembangunan nasional yang menyeluruh dan berlanjut. Terjaganya stabilitas kehidupan politik, terpeliharanya pengelolaan di sektor perekonomian, harmoninya kehidupan sosial budaya dan mantapnya kondisi pertahanan serta keamanan negara, rnerupan modal dasar terbangunnya sistem keamanan nasional yang dapat mendukung berbagai dinamika kehidupan masyarakat, terrnasuk di dalamnya proses pembangunan nasional yang diharapkan mampu mengangka harkat dan martabat bangsa Indonesia.

B. Materi Pokok Rancangan Undang - Undang Keamanan Nasional

1. Umum

Keamanan nasional merupakan kondisi yang diharapkan bangsa Indonesia sebagai, prasyarat utama dalam melanjutkan pembangunan nasional guna mencapal sasaran tahapan yang telah ditetapkan.

Keamanan nasional Indonesia dapat didefinisikan sebagal “komitmen bangsa atas segala macam upaya simultan, konsisten, dan komprehensif segenap warga negara yang mengabdi pada kekuatan komponen bangsa untuk melindungi dan menjaga keberadaan, keutuhan, dan kedaulatan bangsa dan negara, secara efektif dan efisien dan segenap ancaman mencakup sifat, sumber, dimensi, dan spektrumnya”.

Hal-hal yang terkait dengan terminologi yang digunakan dalam peraturan Perundang-undangan mi mempunyai pengertian sebagai berikut:

a. Sistem Keamanan Nasional adalah tatanan segenap komponen bangsa dalam menyelenggarakan dan mendayagunakan seluruh sumber daya nasional secara terpadu dan terarah bagi terciptanya keamanan nasional.

b. Keamanan lnsanj adalah koncjjsj dinamis yang menjamin terpenuhmnya hak-hak dasar setiap individu warga negara untuk mendapatkan perlindungan dan berbagai ancaman dalam rangka terciptanya keamanan nasional.

c. Keamanan Publik adalah kondisi dinamis yang menjamin terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat, terselenggaranya pelayanan, pengayoman masyarakat, dan penegakan hukum dalam rangka terciptanya keamanan nasional.

d. Keamanan ke dalam adalah kondisi dinamis yang menjarrijn tetap tegaknya kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dan penegakan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ancaman dalam negen dalam rangka terciptanya keamanan nasional.

e. Keamanan ke luar adalah kondisi dinamis yang menjamin tetap tegaknya kedaujatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa Negara Kesatuan Repubrik Indonesia dan ancaman Iuar negen dalam rangka terciptanya keamanan nasional.

f. InteIjen adalah:

Page 60: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

52

1) organisas, yang digunakan sebagal wadah untuk menyelenggarajcan fungsi dan aktivitas lntelejen.

2) aktivjtas mengenal sernua usaha, pekerjaan, keglatan, dan tindakan penyelenggam fungsi penyelidflcan, pengamanan, dan penggalangan

3) pengetahuan mengenal informasi yang sudah diolah sebagai bahan rumusan kebijakan dan pengambilan keputusan.

g. Ancaman adalah setiap upaya, kegiatan, danlatau kejadian, baik dad dalam negeri maupun luar negeni yang mengganggu dan mengancam keamanan individu warga negara, masyarakat, eksistensi bangsa dan negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional.

h. Ancaman militer adalah ancaman dan kekuatan militer negara asing yang mengganggu keutuhan wilayah, kedaulatan negara, dan keselamatan bangsa.

i. Ancaman Bersenjata adalah ancaman yang menggunan senjata secara individu dan atau kelompok serta ancarnan kekuatan bersenjata yang terorganisasi yang membahayakan keselamatan individu dan atau kelompok, kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan bangsa.

j. Ancaman tidak bersenjata adalah ancaman selain ancaman militer dan ancaman bersenjata yang membahayakan keselamatan individu dan atau kelompok, kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan bangsa.

2. Hakikat Keamanan Nasional

Untuk memahami hakikat keamanan nasional sebaiknya memahami terlebih dahulu hakikat dan makna kepentingan nasionaI61. Suatu kondisi yang aman tidak terlepas dari keterkaitannya aspek geografi, demografi, sumber kekayaan alam, idiologi, potitik, ekonorni, sosial, budaya serta pertahanan dan keamanan. OIeh sebab itu keamanan nasional merupakan suatu sistem dimana unsur-unsur yang ada di dalamnnya saling berkaitan, saling mernpengaruhi, saling berinteraksi dan saling menentukan membentuk suatu kesatuan yang utuh dan selalu diperhitungkan dalam menentukan arah pencapaian tujuan nasional.62

Pemerintahan merupakan kunci bagi terselenggaranya proses pencapaian cita-cita nasional, tujuan nasional, dan kepentingan nasional melalui pembangunan nasional yang implementasinya dibagi habis ke dalam institusi pemerintahan. Acuan utamanya adalah amanat konstitusi dan ancaman yang dihadapi dan suatu era waktu ke era waktu berikutnya karena perkembangan lingkungan strategis.

Hakikat kepentingan nasional meliputi kepentingan keamanan nasional, kepentingan kesejahteraan nasionalk, dan kepentingan hubungan intemasional. Sedangkan makna kepentingan nasional adalah terwujudnya cita-cita nasional dan tercapainya tujuan nasional. Kepentingan nasional mengandung muatan (substansi) yang secara hirarki yaltu kepentingan survival, vital (mutlak), kepentingan major (penting), dan kepentingan peripheral (pendukung).63

61 Naryadi, pada FGD IKAL. tanggal 12 Mel 2010.62 Naryadi, pada FGD IKAL taggal 12 Mei 201063 Rosita Noer pada FGD IKAL tanggal 8 Juni 2010.

Page 61: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

53

Dengan demikian hakikat keamanan nasional merupakan segala upaya secara cepat, bertahap, dan terpadu dengan memberdayakan seluruh kekuatan nasional untuk menciptakan stabilitas keamanan melalui suatu sistem keamanan nasional agar mampu memberi jaminan terhadap kepastian tercapainya tujuan nasional.

Dengan pendekatan logika dan konseptual maka Keamanan Nasional merupakan:

- komitmen mutlak (vital) dan kepentingan nasional.- suatu keadaan yang aman secara fisik dan psikis; mencakup

individu, masyarakat, pemerintah, dan negara; berlangsung melalui sistem secara terpadu dan bersinergis.

- kemampuan daya adaptasi dan adopsi nilai-nilai terhadap perkernbangan lingkungan strategis.

Ancaman keamanan nyata yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini dan kedepan, makin berkembang. Kondisi aman dalam Iingkup individu sampai kepada keamanan negara dan lingkungan regional maupun kontriibusinya di dunia Internasional akan lebih dapat dirasakan apabila upaya keamanan nasional diselenggarakan dengan suatu usaha terpadu, terintegrasi dan saling bersinerga dan segenap kornponen bangsa melalui sistem keamanan nasional.

3. Asas, Prinsip, dan Tujuan

a. Asas

Asas yang dipakai dalam penyelenggaraan sistem keamanan nasional dilaksanakan berdasarkan asas memegang teguh tujuan, cepat dan tepat, koordinasi, kesatuan komando, kepatutan, kepentingan nasional, akuntabilitas, kesadaran hukum, efektif

dan efisien, adil, merata dan martabat, sistemik, defensif aktif, dan demokratis. Adapun penjelasannya dapat diuraikan sebagai berikut:

1) asas tujuan, bahwa penyelenggaraan keamanan nasional mempunyai tujuan untuk memelihara, meningkatkan stabilitas keamanan nasional.

2) asas manfaaf, bahwa penyelenggaraan keamanan nasional memberi manfaat yang sebesar-besamya bagi warga negara, peningkatan kesejahteraan warga negara dan peningkatan peri kehidupan yang berkeseimbangan serta menjaga dan mewujudkan kepentingan nasional.

3) asas terpadu dan sinergis, bahwa penyelenggaraan keamanan nasional dilaksanakan secara terpadu antar unsur penyelenggara keamanan nasional atas dasar nilai-nilai kebersamaan dalam mencapai suatu tujuan.

b. Prinsip

Asas-asas keamanan nasional tersebut diatas dilaksanakan selaras dengan Prinsip-pnnsip kepentingan, demokrasi, diplomasi, hak asasi manusa ekonomi, moral dan etika, Iingkungan hidup, hukum nasional, dan hukum intemasional.

c. Tujuan

Penyelenggaraan keamanan nasional bertujuan untuk mewujudkan kondisi aman bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara fisik dan psikis setiap individu warga negara, masyarakat, pemerintah den negara, serta

Page 62: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

54

keberlangsungan pembangunan nasional yang bebas dan segala ancaman.

4. Materi Pokok Pengaturan Keamanan Nasional

Maten pokok pengaturan keamanan nasional yang komprehensif diatur melalui suatu sistem keamanan nasional yang dilakukan secara konsepsional. Materi tersebut berisi ruang lingkup keamanan nasional, ancaman keamanan nasional, penyelenggaraan keamanan nasional, pengendalian keamanan nasional, pembiayaan ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

a. Ruang Lingkup Keamanan Nasional

Ruang Iingkup keamanan nasional meliputi:1) Keamanan Insani adalah kondisi dinamis yang rrlenjamin

terpenuhinya hak-hak dasar setiap individu warga negara dalam rangka terciptanya keamanan nasional.

2) Keamanan Publik adalah kondisi dinamis yang menjamin terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat, terselenggaranya pelayanan, pengayoman masyarakat, dan penegakan hukum dalam rangka terciptanya keamanan nasional.

3) Keamanan ke dalam adalah kondisi dinamis yang menjamin tetap tegaknya kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dan penegakan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia dari ancaman dalam negeri.

4) Keamanan ke luar adalah kondisi dinamis yang menjamin tetap tegaknya kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ancaman luar negeri.

Upaya penyelenggaraan keamanan nasional dalam menghadapi berbagati bentuk dan jenis ancaman disesuaikan dengan tingkat status keadaan dan kecenderungan perkembangan ancarnan yang terkait erat dengan tata laksana pemerintahan sebagai implementasi, dari sistim manajernen nasional bangsa Indonesia, meliputi:

1) Status keadaan normal yaitu keadaan dimana dinamika segala ancaman keamanan berdampak relatif kecil terhadap keselamatan tata kehidupan berrnasyarakat, berbangsa dan bemegara, dan dapat ditanggulangi oleh segenap penyelenggara keamanan instansi pemerintah terkait secara terkoordinir, terpadu dengan masyarakat.

2) Status keadaan darurat sipil yaitu keadaan dimana dinamika ancaman keamanan yang diakibatkan oleh kerusuhan sosial, anarkhjsme, dan pemberontakan berdafnpak pada tidak berjalannya penegakkan hukum dan ketertiban masyarakat serta roda pemerintahan, ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, yang tidak dapat ditanggulangi secara biasa.

3) Status keadaan darurat militer yaitu adalah keadaan dimana eskalasi ancaman kerusuhan sosial, anarkhisme dan pemberontakan bersenjata serta separatisme bersenjata, yang sifatnya membahayakan kedaulatan negara, disintegrasi bangsa dan keselamatan warga

Page 63: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

55

negara di sebagian wilayah atau seluruh wilayah NKRI, sehingga diperlukan kewenangan yang lebih luas dalam menanggulangj keadaan dibandingkan kewenangan dalam keadaan darurat sipil.

4) Status keadaan perang yaitu keadaan dimana kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dalam keadaan bahaya yang penanggulangannya dilaksanakan dengan cara perang.

5) Status keadaan darurat bencana yaitu terjadinya keadaan bencana yang berskala besar berdampak terhadap keselamatan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bemegara menggarggu penyelengaraan tata laksana pemerintahan yang ada atau tidak berfungsinya aparat pemerintah di daerah bencana.

Pengaturan penyelenggaraan Keamanan Nasional pada dasamya dibuat secara terinci pada status keadaan normal dan status keadaan darurat bencana, sedangkan pada status keadaan darurat sipil, darurat militer dan keadaan perang penyelenggaraan keamanan nasional tetap mempedomani sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 23/Prp/59 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Penyempumn atau penambahan yang berkaitan dengan status keadaan darurat sipil dan darurat militer dalam penyelenggaraan keamanan nasional hanya bersifat mempertegas pembagian wilayah, wewenang, dan tanggung jawab dan Unsur satuan yang melaksanakan tugas operasional.

b. Ancaman Keamanan Nasional

Ancaman adalah setiap upaya, kegiatan, dan/atau kejadian, baik dan dalam negéri maupun luar negeri yang mengganggu dan mengancam keamanan individu warga negara, masyarakat, eksistensi bangsa dan negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional. Ancaman keamanan nasional dapat terjadi di segala aspek kehidupan meliputi ancaman pada aspek geografi, sumber kekayaan alam, demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan yang membahayakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bemegara.

Spektrum ancaman dimulai dari ancaman paling lunak sampai dengan ancaman paling keras bersifat lokal sampai dengan nasional. Bentuk dan jenis ancaman sesuai dengan eskalasi mulai dari keadaan aman dan tertib meningkat menjadi keresahan sosial, kerusuhan sosial, gawat sampai dengan keadaan darurat yang meluas dan berkembang mulai dari lokal (daerah) sampai dengan kondisi keadaan secara nasional.

Jenis ancaman merupakan penggolongan ancaman di segala aspek kehidupan terdiri dari ancaman militer, ancaman bersenjata dan ancaman tidak bersenjata dengan sumber ancaman berasal dari dalam dan luar negeri, dengan pelaku baik negara, bukan negara, maupun individu yang didukung oleh negara lain. Secara Iebih rinci jenis ancaman sebagaimana diatas dijabarkan lagi ke dalam bentuk ancaman yang berdasarkan perkiraan kejadiannya dapat dikelompokkan bersifat potensial dan faktual.

Page 64: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

56

c. Penyelenggaraan Keamanan Nasional

1) Unsur Keamanan Nasional

Dalam menyikapi gelagat dan kecenderungan perkembangan bentuk dan jenis ancaman keamanan sebagaimana disebutkan diatas yang selalu bergerak cepat, dibutuhkan suatu penanganan dan penanggulangan secara cepat dan terpadu melalui peran aktif dari perangkat negara dan komponen bangsa lainnya. Dalam Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional ini dikelompokkan sebagaimana sistem ketatalaksanaan pemerintahan yang bersifat Otonom sebagai berikut:

a) Tingkat Pusat yang meliputi:

(1) Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Undang undang Kementerian Negara;

(2) Tentara Nasional Indonesia (TNI); (3) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri); (4) Kejaksaan Agung; (5) Badan Intelijen Negara (BIN); (6) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB); (7) Badan Nasional Narkotika (BNN); (8) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT);

dan (9) Lembaga Pemerintah Non Kementerian terkait.

b) Tingkat Provinsi yang meliputi:

(1) unsur pemerintah provinsi;

(2) unsur TNI di daerah provinsi; (3) unsur Poin di daerah provinsi; (4) unsur kejaksaan di daerah provinsi; (5) unsur BIN di daerah provinsi; (6) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

Provinsi; (7) Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP); dan(8) unsur kedinasan kementerian dan lernbaga pemerintah

non kementerian yang ada di daerah provinsi.

c) Tingkat Kabupaten/kota yang meliputi:

(1) unsur pemerintah kabupäten/kota;(2) unsur TNI di daerah kabupatenjkota; (3) unsur Poiri di daerah kabupaten/kota; (4) unsur kejaksaan di daerah kabupaten/kota; (5) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

Kabupaten/Kota; (6) Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota (BNNK);

dan (7) unsur kedinasan kementerian dan lembaga pemeritah

non kementerian yang ada di kabupaten/kota.

d) Berbagai, elemen masyarakat sesuai dengan kompetensinya

Adapun bentuk-bentuk pelibatan unsur-unsur dalam sistem keamanan nasional dilakukan secara konstruktif dan koordinatif antar pelaksana keamanan dan atau alat negara

Page 65: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

57

sebagai kekuatan utama, dan lembaga pemerinntah Iainnya serta masyarakat sebagai kekuatan pendukung, dengan mempertimbangkan jenis dan bentuk ancaman yang dihadapi. Sistem koordinasi, dimaksud dalam Penyelenggaraannya diberikan suatu rambu-rambu sebagai berikut:

1) Unsur-unsur penyelengara keamanan/pemerintah berwenang dan berkewajiban menyelenggarakan koordinasi dengan lintas Kementerian terkait.

2) Koordinasi dilakukan oleh Menteri dan/atau pimpinan suatu Iembaga/institusi pemerintah dengan instansi terkait dan masyarakat di tingkat pusat maupun daerah.

3) Seluruh rangkaian kegiatan diarahkan untuk membangun satu kesatuan visi dan persepsi tentang pembakuan konsep, defenisi, klasifikasi dan ukuran-ukuran implementasinya di lapangan.

4) Dilaksanakan atas dasar kemitraan, berlanjut dan berkesinambungan serta tetap menerapkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam mendukung percepatan daripada proses pencapaian sasaran.

2) Pengelolaan

Dalam pengelolaan sistem keamanan nasional Presiden menetapkan kebijakan dan strategi keamanan nasional baik di dalam maupun diluar negeri, yang menjadi acuan bagi perencanaan pelaksanaan dan pengawasan sistem keamanan nasional. Berdasarkan kebjakan dan strategi keamanan nasional, para Menteri terkait, Panglima TNI, Kapolri, Kepala Lembaga Non Kementerian Kepala Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota

menetapkan kebjakan dan strategi penyelenggaraan keamanan nasional sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing secara berjenjang.

Penyelenggaraan keamanan nasional dikelola melalui sistem keamanan nasional yang diketuai oleh Presiden dengan keanggotaan terdiri atas anggota tetap dan anggota tidak tetap.

Untuk mempermudah pelaksanaan keamanan nasional dibutuhkan wadah koordinasi di tingkat daerah dalam bentuk Forum Koordinasi Keamanan Nasional Daerah/provinsi dan Forum Koordinasi Keamanan Nasional Kabupten/Kota. 3) Pelaksanaan

Unsur peiaksana keamanan nasional terdiri dari unsur utama dan unsur pendukung yang dilaksanakan secara terpadu, terintegrasi dan saling bersinergi. Penetapan unsur utama dan unsur pendukung disesuaikan dengan perkembangan eskalasi, jenis dan bentuk ancaman. Pelaksanaan upaya keamanan nasional pada dasamya merupakan serangkaian kegiatan yang terdiri dari:

a) Pencegahan dini merupakan Iañgkah dan tindakan untuk mencegah teradinya potensi ancaman oleh instansi pemerintah terkait agar tidak berkembang menjadi ancaman nyata atau memperkecil dampak akibat dan ancaman apabila tetap terjadi, dilaksanakan oleh seluruh unsur keamanan nasional sesuai fungsi masing-masing melalui:

Page 66: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

58

(1) penyusunan daftar permasalahan yang dihadapi, dilengkapi dengan Iangkah langkah penyelesaian yang Pernah dilakukan oleh setiap unsur keamanan nasional;

(2) daftar permasalahan sebagaimana dimaksud pada huruf a dilaporkan kepada Dewan Keamanan Nasional dan Ketua Koordinator Komunitas Intelijen Nasional;

(3) pembuatan rencana kontinjensi untuk dipedomani dalam melaksanakan tindakan pencegahan dini terhadap berbagai bentuk dan jenis ancaman yang dihadapi oleh setiap unsur keamanan nasional;

b) Peringatan dini merupakan tindakan peringatan tentang adanya potensi ancaman terhadap keamanan nasional berdasarkan informasi yang akurat komprehensif, dan tepat waktu kepada instansi pemerintah terkait agar dapat diantisipasi/ditindaklanjuti seawal mungkin dilaksanakan oleh Badan Intelijen Negara sebagai unsur utama dan dibantu oleh seluruh Komunitas Intelijen Nasional.

c) Penindakan dini merupakan Iangkah dan tindakan agar potensi ancaman yang timbul dapat ditangani, sejak awal dengan upaya yang tepat, cepat dan terukur sesuai akar dan karakteristik ancaman oleh instansi pemerintah terkait beserta instansi pendukung untuk memperkecil dampak akibat ancaman yang terjadi, dilaksanakan oleh unsur keamanan nasional yang terkait Iangsung sebagai unsur utama didukung dan diperkuat oleh unsur keamanan nasional yang tidak terkait langsung sebagai unsur pendukung dan ditujuka untuk:

(1) mencegah meningkat dan meluasnya intensitas ancaman yang diperkirakan dapat mengakibatkan terjadinya korban dan kerugian yang Iebih besar;

(2) mencegah campur tangan pihak asing yang dapat merugikan keamanan nasional;

(3) mengembalikan kondisi keadaan menjadi normal dan stabil dengan melaksanakan tindakan represif kuratif Secara terukur;

d) Penanggulangan merupakan langkah dan tindakan penanganan yang tepat, cepat, dan terukur oleh instansi pemerintah terkait beserta instansi pendukung dan berbagai elemen rnasyarakat apabila penindakan dini belum berhasil dan spektrum ancaman semakin meluas. Penanggulangan dan penanganan terhadap ancaman militer dilaksanakan oleh Kementerian Urusan Pertahanan dan TNI sebagai unsur utama, Kementerian Urusan, Lembaga Kementerian Non Urusan terkait dan Polri sebagai unsur pendukung. Penanggulangan dan penanganan terhadap ancaman Iainnya dilaksanakan oleh Kementerian Urusan yang terkait Iangsung dengan permasalahan dan Polri sebagai unsur utama, Kementerian Urusan, Lembaga Kementerian Non Urusan yang tidak terkait Iangsung dan TNI sebagai unsur pendukung.

e) Pemulihan merupakan langkah dan tindakan rehabilitasi dan rekonstruksi oleh pemerintah setelah penanggulangan dari dampak yang diakibatkan oleh ancaman yang terjadi, untuk dapat menciptakan kondisi aman dan tertib yang memberikan peluang bagi terwujudnya kemampuan sosial

Page 67: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

59

kemasyarakatan menuju penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan tegaknya hukum.

Sesuai mekanisme dan prosedur yang telah digariskan oleh peraturan perundang-undangan keikutsertaan seluruh komponen mayarakat, dilaksanakan melalui beberapa pentahapan yang dimulai dari:

a) Sosialisasi (menyangkut karakteristik potensi kerawanan yang dihadapi dan batas kewenangan yang boleh/tidak boleh dilakukan oleh anggota masyarakat.

b) Rekruitmen anggota masyarakat yang akan dilibatkan secara Iangsung maupun tidak langsung mengelola keamanan nasional.

c) Pendidikan dan pelatihan. TNI/Polri serta kementerian terkait yang akan diatur tersendiri dalam peraturan pemerintah (PP).

d) Pelibatan kekuatan masyarakat sebagai unsur kekuatan pendukung.

Untuk menanggulangi berbagai masalah keamanan di laut, TNI AL dan institusi negara yang diberi kewenangan serta otoritas untuk menyelenggarakan keamanan nasional di laut memiliki tanggung jawab penuh untuk terwujudnya stabilitas keamanan nasional di laut.

Dalam rangka ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, Presiden atas pertimbangan DPR menetapkan peran serta misi perdamaian di bawah mandat PBB dan/atau ASEAN. Selain itu Presiden menetapkan kegiatan internasional dalam rangka misi kemanusiaan.

Penanggulangan ancaman terhadap cakupan keamanan nasional dan ancaman di segala aspek kehidupan diselenggarakan sesuai dengan tata laksana hukum pemerintahan yang berlaku berdasarkan situasi kondisi keamanan nasional.

Pemerintah berwenang dan berkewajiban melakukan pembinaan sistem keamanan nasional secara utuh, menyeluruh dan terpadu. Pimpinan instansi/lembaga pemenintah dan Kepala Daerah melakukan pembinaan atas penyelenggaraan sistem keamanan nasional, melalui jalur:

a) Koordinasi antar penyelenggaraan negara, sesuai dengan jenis, bobot dan atau kualitas persoalan yang dihadapi;

b) Kerjasama secara terpadu, berlanjut serta berkesinambungan;

c) Penetapan pembiayaan, dengan memperhatikan kepada asas efisiensi dan efektivitas;

d) Penyiapan prosedur tetap atau standard pelaksanaan kegiatan dilapangan dengan memperhatikan azas demokratisasi dan hak azasi manusia.

4) Pengendalian

Komando dan kendali serta tataran kewenangan dalam penyelenggaraan keamanan nasional dilaksanakan secara berjenjang dan hierarkhis dari tingkat nasional, strategi, operasional dan taktis. Pengawasan unsur-unsur keamanan nasional dilaksanakan secara berlapis.

Pengawasan terhadap penyelenggaraan Sistem Keamanan Nasional dilakukan secara berlapis melalui suatu mekanisme

Page 68: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

60

pengawasan konsentrik sesuai dengan kaidah pengamanan demokratis.

Pemerintah Pusat dan Daerah berwenang serta berkewajiban melakukan pengawasan tentang dinamika pelaksanaan sistem keamanan nasional agar tujuan yang diharapkan lebih dapat berhasil serta berdaya guna. Pengawasan terhadap pengelolaan sistem keamanan nasional dilakukan secara berlapis melalui pengawasan konsentrik sesuai dengan kaidah pengawasan demokratis yang meliputi pengawasan melekat, pengawasan eksekutif, pengawasan legislatif, pengawasan publik, serta pengaturan penggunaan kuasa khusus dan penyaluran keluhan insani warga negara.

Terkait dengan bentuk kerjasama diantara unsur-unsur penyelenggara keamanan baik dalam lingkup nasional maupun dalam lingkup bilateral dan multilateral bentuk kerjasamanya adalah sebagai berikut:

a) Pemerintah berwenang dan berkewajiban membina kerjasama dalam penyelenggaraan sistem keamanan nasional dengan seluruh lembaga pemerintah maupun komponen dan/atau potensi bangsa.

b) Lingkup kerjasama yang dilakukan, dapat berskala nasional maupun internasional, hal ini sangat disesuaikan dengan jenis ancaman yang dihadapi serta potensi dampak yang akan terjadi.

c) Pemerintah ikut serta dalam keanggotaan organisasi-organisasi internasional dalam rangka kerjasama bilateral dan/atau multilateral.

Dalam rangka melaksanakan kerjasama, Pemerintah wajib:

a) Mempublikasikan secara berkala hal-hal yang berkenaan dengan keamanan nasional;

b) Melaksanakan serangkaian, tindakan nyata di lapangan demi tetap tegak dan utuhnya kedaulatan NKRI;

c) Memberithukan dan menyampaikan data dan fakta kepada mitra kerja, baik dalam tataran lokal, regional maupun global, yang kesemuanya itu apabila tidak disikapi secara cepat dan transparan, akan berakibat kepada terganggunya stabilitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Prinsip dasar dalam kerjasama keamanan dengan negara lain harus dilaksanakan antara lain:

a) Kebersamaann yang saling menguntungkan dan saling menghorrnati masing-masing pihak;

b) Tidak mempunyai ikatan politik yang bertentangan dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.

c) Tidak menimbulkan ketergantungan yang berkelanjutan dan harus selalu meningkatkan kemampuan bangsa dan negara Indonesia, menuju terwujudnya kemandirian yang berkualitas dan unggul dalam semua kegiatan;

d) Keterpaduan dan bersinergi dalam meningkatkan sistem keamanan nasional;

Mendayagunakan dan/atau mengoptimalisasikan kemampuan, berdasarkan prinsip-prinsip penggunaan kekuatan secara damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Page 69: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

61

5) Pembiayaan

Pembiayaan dalam pengelolaan dan/atau penyelenggaraan sistem keamanan nasional bersumber dari APBN, namun tidak menutup kemungkinan juga mengambil dari sumber-sumber lain sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Pembiayaan sistem keamanan nasional dimaksud menetapkan:

a) Pemerintah berwenang dan berkewajiban mengatur sistem pembiayaan penyelenggaraan sistem keamanan nasional secara transparan dan bertanggung jawab.

b) Rencana kebutuhan anggaran disusun dan ditetapkan berdasarkan realitas nyata di lapangan.

c) Pembiayaan seluruh aktivitas keamanan nasional menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

d) Biaya penyelenggaraan sistem keamanan nasional diarahkan pada tahap perencanaan, pengadaan sarana dan prasarana, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi, kerjasama, serta pemberdayaan masyarakat.

e) Sumber dana untuk setiap jenis pembiayaan dapat berasal dari APBN serta sumber dana lainnya yang sah menurut peraturan perundang-undangan.

6) Ketentuan Peralihan

Dewan ketahanan nasional merupaka,) embiro dewan keamanan nasional, dibentuk paling lambat 6 (enam) bulan

setelah penetapan undang-undang keamanan nasional. Pada saat undangu ndang keamanan nasional diberlakukan peraturan perundang undangan yang terkait dengan keamanan nasional yang sudah ada dinyatakan tetap berlaku, kecuali bagian-bagian tertentu yang tidak sesuai dengan undang-undang ini.

7) Pembentukan Dewan Keamanan Nasional

Kehadiran sebuah lembaga atau badan diperlukan untuk asesmen dan untuk mengembangkan pilihan strategi. Orientasi kerja lembaga Dewan Keamanan Nasional, diproyeksikan meliputi: pertama, penguatan intelijen untuk asesmen; kedua, melakukan analisis terhadap ancaman dan tantangan, ketiga, menetapkan: komponen kekuatan yang tepat untuk menghadapi ancaman; keempat, membangun kapasitas kekuatan nasional untuk menghadapi ancaman; serta kelima, menetapkan perubahan kewenangan sesuai tataran ancaman menurut kebutuhan.

Dengan demikian maka peran dan tugas Dewan Keamanan, Nasional adalah: (1) melakukan assesmen terhadap ancaman- ancaman yang cenderung eksplosif, eskalatif, dan berdampak besar terhadap keamanan nasional; (2) menyampaikan pilihan langkah yang akan ditempuh; (3) menyarankan instrumen operasional pelaksanaan tugas; dan (4) melaksanakan evaluasi terhadap hasil yang dicapai. Cakupan peran dan tugas ini merupakan koridor penting yang meng-konsolidasi-kan seluruh energi bangsa dalam mengatasi kepetingan nasional.

Pengorganisasian Dewan Keamanan Nasional diatur secara sederhana dengan struktur organisasi utama meliputi: (1) Sebagai Ketua adalah Presiden (2) Wakil Ketua adalah Wakil

Page 70: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

62

Presiden( 3) Ketua Harian adalah Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM; (4) Anggota Tetap dan Anggota Tidak Tetap; (5) Sekretaris Jendral Selanjutnya perlu diberikan penekanan pada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) Dewan Keamanan Nasional tidak hanya merumuskan kebijakan tetapi juga menyelenggarakan keamanan nasional; (2) Anggota Dewan Keamanan Nasional bertugas memberikan Saran terbaik kepada Presiden (3) Dewan Keamanan Nasional bukan duplikasi dari kabinet; dan (4) Kegiatan Dewan Keamanan Nasional berklasifikasi rahasia negara.

Berdasarkan pembahasan pada Bab-bab terdahulu, gambaran kompIeksitas persoalan keamanan nasional dan cakupan yang menyeluruh maka Dewan Keamanan Nasional akan terlibat secara luas dalam langkah-langkah (1) asesemen bersama (dengan kementerian dan unit pemerintahan lainnya) ataupun asesmen individual masing-masing kementerian (2) strategi dan alokasi sumber daya untuk mengatasi ancaman; (3) kegiatan pengawasan; (4) penetapan prioritas untuk kebutuhan kemananan nasional; serta (5) koordinasi darurat.

Dengan situasi itu maka cakupan dan langkah kerja Dewan Keamanan Nasional akan berkaitan langsung dengan otoritas dan aktivitas yang memiliki legitimasi masing-masing yang ditetapkan dengan peraturan Perundang-undangan sebagai dasar hukum. Lazimnya dasar hukum itu berbentuk Undang-undang atau Peraturan Presiden.

Untuk dapat merangkum kerja bersama dan konsolidasi berbagai otoritas dan kewenangan itu termasuk koordinasi darurat, maka keberadaan Dewan Keamanan Nasional harus memiliki dasar hukum legislatif serta dukungan tingkat tinggi. Dasar hukum Dewan Keamanan Nasional setidaknya setara

dengan UU yang mendasari keberadaan kementerian dan komisi-komisi independen yang dibentuk dengan UU, karena Dewan Keamanan Nasional akan bekerja sama dengan elemen-elemen tersebut.

Untuk itu, RUU tentang Keamanan Nasional perlu mencakup pembentukan Dewan Keamanan Nasional dengan peran dan fungsi serta hal-hal yang perlu menjadi rambu-rambu sebagaimana telah diuraikan. Dengan demikian, maka persoalan-persoalan yang menyentuh langsung kepentingan nasional akan memiliki koridorisasi Substansi yang cukup jelas dalam wadah yang memiliki legitimasi dan dukungan yang sangat kuat, yaitu Dewan Keamanan Nasional.

Page 71: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

63

Bab IVPenutup

A. Kesimpulan

1. Situasi global dan dinamika kemasyarakatan nasional terkini telah berdampak kepada tatanan kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, keamanan individu (individual security), keamanan masyarakat (public security), keamanan dalam negeri (state Security), dan keamanan global (international security). Akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang telekomunikasi informasi dan transportasi misalnya, jarak antar negara menjadi dekat, bahkan seolah-olah tanpa batas. Pola tindakan kejahatan pun bergeser, dari yang bersifat konvensional menuju keterhubungan (interconnecteness) rnelalui dunia maya (cyber crime). Pada akhirnya pergeseran ini melahirkan kejahatan lintas negara terorganisasi (transnatinal organized crime). Dalam kerangka itu, tetap tegak dan utuhnya NKRI yang berdasarkan kepada Pancasila dan UUD RI Tahun 1945 tetap terjaga, bahkan terus ditingkatkan dengan bertumpu pada sistem pertahanan dan keamanan nasional yang komprehensif dan sistemik.

2. PenyeIenggaraan keamananan nasional selalu berkait erat dengan pembangunan nasional. Adapun secara konsepsi pada hakekatnya keamanan nasional ialah upaya terpadu dan berlapis seluruh komponen bangsa melalui sistem keamanan nasional untuk menciptakan dan menjaga stabilitas keamanan nasional. Adapun Tujuan dari penyeIenggara keamanan nasional adalah membentengi negara dan bangsa Indonesia dari beragam ancaman dan/atau gangguan yang datang dari dalam/luar negeri, bersifat Iangsung maupun tidak Iangsung; sekaligus menjamin rasa aman, damai dan sejahtera setiap warga negara, masyarakat bangsa dan negara serta keberlangsungan pembangunan nasional.

Secara Iebih rinci tujuan keamanan nasional adalah mewujudkan keinginan bersama, untuk:

a. Tetap tegak dan utuhnya kedaulatan NKRI b. Tidak terjadinya keinginan sekelompok orang untuk

memisahkan diri dari NKRI.c. Meningkatkan keamanan dalam negeri.d. Meningkatkan keamanan dan ketertiban masyarakat yang

ditandai oleh terwujudnya suatu kondisi yang bebas dari bahaya rasa takut dan kekhawatiran.

e. Meningkatkan kesejahteraan yang adil dan demokratis.f. Terjadinya kerja sama yang harmonis dan serasi antar para

penyelenggara negara dan masyarakat.g. Ikut serta secara aktif mewujudkan perdamaian dunia.

Mampu menghayati betapa pentingnya kaitan sistem keamanan nasional dengan sistem keamanan regional, sistem perdamaian dan keamanan intemasional.

Page 72: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

64

3. Sistem keamanan nasional merupakan wadah koordinasi penanggungjawab keamanan negara. Yang bertugas menyinergikan seluruh perangkat negara dan komponen masyarat dalam upaya menangkal dan mencegah sumber ancaman yang multi dimensional. Sistem keamananan nasional juga akan mampu mengawal dan mengamanka kompleksitas persoalan yang dihadapi masyarakat saat ini. Pada tahap lanjut bahkan sistem keamanan nasional tersebut dapat mengubah kompleksitas persoalan menjadi suatu kondisi dinamik yang aman dan damai di kemudian hari tertentu. Hal tersebut hanya terjadi bila dilaksanakan secara cepat, tepat, padu, dan terukur hasilnya; dan dengan mengikut sertakan seluruh anggota masyarakat dalam usaha bela negara secara lebih terarah, terkontrol dan terawasi.

B. Saran

1. Implementasi dari hasil kajian ini hendaknya mengikuti Undang –Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, yang antara lain mensyaratkan untuk dikoordinasikan lintas Kementerian dan dilakukan konsultasi publik.

2. Diharapkan ditindaklanjuti dengan melaksanakan penguatan dan peningkatan koordinasi antar dan dengan lembaga-lembaga riset strategis dan studi ilmiah di bidang pertahanan serta keamanan.

3. Dengan mempertimbangkan kecendrungan meningkatnya kualitas dan kuantitas ancaman yang berpengaruh terhadap keamanan nasional, maka dipandang perlu suatu kebijakan

strategis untuk lebih terwujudnya soliditas, sinergitas unsur-unsur keamanan nasional yang berdasarkan pada peraturan Perundang-undangan yang berlaku sebagai legitimasi politik.

4. Untuk menjaga soliditas dan sinergitas seluruh penyelenggara negara dan komponen bangsa, dipandang perlu untuk dibentuk suatu badan atau dewan yang secara komprehensif integral menata, mengkoordinasikan, dan memberikan pertimbangan tentang rencana penggunaan kekuatan terpádu dari pelbagai unsur pemerintah maupun masyarakat di dalam mengelola sistem keamanan nasional, agar terwujud ketahanan nasional yang mantap. Adapun Dewan/Badan tersebut dipimpin langsung oleh Presiden.

5. Pemikiran tentang sistem keamanan nasional hendaknya tidak terlepas dari konsep keamanan regional dan konsep perdamaian serta keamananan internasional.

6. Perlu disusun peraturan Perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan keamanan nasional dengan nama Undang-undang Republik Indonesia tentang Keamanan Nasional.

Page 73: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

65

Daftar Pustaka

Agustino, Leo (2005). Politik dan Otonomi Daerah. Serang-Banten Untirta Press.

Bandoro, Bantarto (ed) (1996). Agenda dan Penataan Keamanan di Asia Pasifik. Jakarta: CSIS.

Booth, Ken (2007). Theory of World Security. London: Cambridge University Press.

Cambone, Stephen (1998). A New Structure for National Security Policy Planning.

Washington: Center for Strategic and International Studies.

S. T. Kansil (2000). Hukum Tata Negara Republik Indonesia 1 Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pertahanan Buku Doktrin Pertahanan Negara. 2007.

---------------------------- Buku Strategi Pertahanan Negara. 2007.

-----------------------------Buku Putih Pertahan Negara. 2008.

Hartmann, Frederick H (1966). The Relations of Nations. New York: The MacMillan Company.

Kelsen, Hans (1961). General Theory of Law And State, Translated by Anders Wedberg. New York: Russel.

Kranenburg R (1989). Ilmu Negara umum. Jakarta: Pradnya Paramita.

Logeman, JHA (1975). Teori Suatu Hukum Tata Negara Positif (Over de Theorie van eon Stellig Staatsrecht). Jakarta: lchtiar Baru — van Hoeve.

Maclver (1955). The Modern State, First Edition. London: Oxford Universsitu Press.

Mayo, Henry B (1960). An Introduction to Democratic Theory. New York: Oxford University Press.

Meehan, Eugene J (1966). The Dynamics Of Modern Government, (tanpa nama penerbit). Naskah Akademik Lemhanas 2008.

Perwita, Anak Agung Banyu (ed.) (2007). Keamanan Nasional: Kebutuhan Membangun Perspektif Integratif Versus Pembiaran Politik dan Kebijakan. Jakarta: Pro Patria.

Prihartono T. Han (ed.) (2006). Mencari Format Komprohensif Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara. Jakarta: Pro Patria.

Page 74: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

66

Prodjodikoro, Wirjono (1981). Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik Cetakan ke-2. Bandung: PT. Eresco Jakarta.

Rose, Richard & Neil Munro (2002). Elections Without Order (Cambridge: Cambridge University Press.

Samego, Indria (2006). “Perkembangan Lingkungan Strategis dan Potensi Ancaman Terhadap Pertahanan Negara” dalam T. Hail Prihartono eds. (2006). Mencañ Format Komprehensif Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara. Jakarta: Pro Patria.

Soekanto, Suryono (2006). Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Soemardjan, Selo (1976). “ Ketimpangan-ketimpangan dalam Pembangunan: Pengalaman dl Indonesia”, dalam: Juwono Sudarsono (ed.), Pembangunan Politik dan Perubahan Politik. Jakarta: Gramedia.

Suryokusumo, Sumarnyo (2005). Hukum Diplomasi: Teori dan Kasus. Bandung: PT. Alumni.

Suryono dan Arisoendha (1991). Hukum Diplomatik Kekebalan dan Keistimewaannya Bandung: Angkasa.

Strong, CF (1966). Modern Political Constitutions. London: The English Language Book Society and Sidgwick & Jackson Limit.

Wulan, Alexandra R (ed). (2008). Satu Dekade Reformasi Militer Indonesia. Jakarta: Pacivis & Friedrich Ebert Stiftung.

Jurnal, Makalah, Sumber Internet, dan bahan ajar

Anggoro, Kusnanto. Keamanan Nasional, Pertahanan Negara, dan Ketertiban Umum, Makalah Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM RI, Denpasar, 14 Juli 2003.

Anti-terrorism Crime and Security Act 2001, dalam: http//en.wikipedia.org.

Gardono, Iwan. “Demokrasi Pasca Pemilu”, dalam Masyarakat No. 11: Jural Sosiologi, Depok: Laboratorium Sosiologi FISIP UI, 2003.

Habib, Hasnan, Globalisasi dan Keamanan Nasional Indonesia, Makalah disampaikan kepada Komisi Politik DPA, Jakarta, 28 Januari 2000.

Muladi, Konsep Keamanan Komprehensif dan Ketahanan Nasional. Ceramah pada mahasiswa Pasca Sarjana Lemhanas-UGM, 11 Maret 2008 di UGM.

National Securty Act of 1947, dalam: http//www.intelligence.gov

National Security Act (South Korea), dalam: http//en.wikipeda.org.

Page 75: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

67

Prasetyono, Edy. Internal Security Act (ISA): Berkaca dari Pengalaman Malaysia, dipetik dan: http//www.propatria.or.id

Prasetyono Edy. “Sistem Keamanan Nasional”, dalam Lokakarya Sistem Keamanan Nasional, Pusat Kajian Stratejik dan Pertahanan (CSDS) Pascasarjana Universitas Indonesia, 22 April 2009.

Roux Len Le. Defining Defence Requirements: Force design censiderations for the South African National Defence Force, Published I n African Security Review Vol 8 No. 5, 1999.

SEC. 2. (50 U.S.C. 401) National Security Act of 1947.

Sudarsono, Juwono. Materi Rapat, Cikeas Bogor 11 Februari 2007.

Sukma, Rizal. Konsep Keamanan Nasional, Makalah yang disampaikan dalam: FGD Propatria Jakarta, 28 November 2002, dipetik dari: http//www.propatriat.or.id

Wandlet. Ingo. “Perkembangan Reformasi Sektor Keamanan: Kebutuhan Bahasa dan Komunikasi”. Makalah pada Public Lecture tentang Military Reform 2009-2014:

Managing Civil-Military Relations in Indonesia. Pasivis UI dan Friedrich Ebert

Stiftung. FISIP UI 13 Mel 2009.

Zulkarnain. Happy Bone. “Peran Serta Masyarakat dan Re-Orientas Baru Sistem Keamanan Nasional dalam Lokakarya Sistem Keamanan Nasional, Pusat Kajian

Stratejik dan Pertahanan (CSDS) Pascasarjana Universitas Indonesia, 22 April 2009.

Page 76: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

68

LAMPIRAN

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM PASCASARJANAPUSAT KAJIAN STRATEJIK DAN PERTAHANAN

Executive Summary

Survey Persepsi Publik Mengenai Keamanan Nasional di 14 kota (n= 944) 1. Rasa bangga akan bangsa (national pride) merupakan afek/

perasaan positif yang dirasakan publik terhadap negaranya sebagai hasil dari identitas nasional yang ada pada diri mereka. OIeh karenanya, kebanggaan nasional dipandang sebagai salah satu komponen identitas nasional. Kebanggaan nasional bisa dievaluasi secara umum (general national pridee) dan juga dievaluasi secara Iebih khusus berdasar ranah-ranah tertentu (spesific national pride).

a. Kebanggaan Nasional Umum

Dengan menggunakan skala 1—5 (‘sangat tidak setuju’ hingga ‘sangat setuju’) dan melihat nilai rata-rata (mean) yang ada, ada tiga pendapat dengan nilai <3: responden merasa ada hal-hal yang membuat mereka malu menjadi bangsa Indonesia (no.2); mereka tidak setuju bahwa jika negara salah harus tetap dibela (no.5); perilaku bangsa Indonesia belum tentu membuat dunia

menjadi lebih baik (no.3). Meskipun responden ragu-ragu bahwa Indonesia lebih baik dari negara Iainnya (no.4), secara mayoritas mereka memilih tetap sebagai warga negara Indonesia daripada jadi warga negara lain (no.1).

b. Kebanggan Nasional KhususBerdasarkan sejumlah ranah yang dianggap mewakili rasa

kebanggaan nasional, maka jika diurutkan berdasarkan nilai mean atau pun persentae mereka yang menyatakan ‘bangga/sangat bangga” adalah sebaga berikut:

RANAH KEBANGGAAN % MEANSpesific

National PrideBangga akan sejarah 84,9 4,2Bangga akan pencapaian karya seni dan satra 78,6 3,9Bangga akan pencapaian sains 65 3,5Bangga akan demokrasi yang berjalan 57,8 3,4Bangga akan prestasi Olahraga 54,3 3,3Bangga akan kekkuatan militer 41,5 3,1Bangga akan pengaruh politik luar negeri 40,3 3,1Bangga akan percapaian ekonomi 39,9 3Bangga akan perlakuan setara dan adil 29,8 2,9Bangga akan sistem kesejahteraan sosial 24,9 2,6

2. Pendapat responden mengenai rasa aman dalam kehidupan sehari-hari, 59,5% yang sering merasakan rasa aman. Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, keamanan dan

Page 77: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

69

ketertiban yang dirasakan oleh responden masih sama, tidak ada peningkatan (41,6%).

3. Mayoritas responden setuju bahwa keamanan nasional melingkupi pertahanan, negara, keamanan negara, keamanan publik dan keamanan individu (95,6%) dan merupakan tanggung jawab bersama, pemerintah, aparat keamanan dan warga negara (96,8%).

4. Berkaitan dengan sumber-sumber ancaman yang berpotensi datang dari luar, jika diurutkan berdasarkan tingkat yang paling berpotensi mengancam keamanan nasional, maka berdasarkan persepsi responden adalah sebagai berikut :

Peringkat Aspek1. Terorisme2 Wabah penyakit menular3 Status perbatasan/pelangaran wilayah NKRI4 Imigran gelap dan perdagangan manusia5 Kejahatan lintas negara yang teroganisir6 Efek negatif globalisai7 Kejahatan melalui internet8 Banyaknya satelit asing di garis khatulistiwa9 Invasi militer negara lain

Page 78: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

70

Page 79: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

71

Kajian KritisPasal Demi Pasal

RUU Keamanan Nasional yang Diajukan Presiden ke DPR Tanggal 23 Mei 2011 (Draft versi Kemenhan edisi Maret 2011)

DRAFT RUU KAMNAS 23 MEI 2011 IMPLIKASI CATATAN

1 2 3RANCANGAN UNDANG-UNDANG

REPUBLIK INDONESIA NOMOR …… TAHUN ………

TENTANG KEAMANAN NASIONAL

Melanggar Konstitusi UUD 1945, berpotensi dituntut uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Visi tentang suatu RUU harus merujuk pada Konstitusi, UUD 1945.Untuk mengatur masalah keamanan harus mengacu kepada UUD 1945 Bab XII Pasal 30 ayat (2), yang hanya mengenal Pertahanan Negara dan Keamanan Negara.

Page 80: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

72

Menimbang : a. Bahwa tujuan nasional bangsa Indonesia

sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;

Ditto dalam hal rujukan, yang seharusnya pada UUD 1945 Ps. 30.

Acuan Konsideran Re: UU No 12 Tahun 2011 (Lampiran I bab 4 landasan filosofis, sosiologis, yuridis)Sistematika Ampres, Naskah Akademik RUU Keamanan Nasional ini tidak sesuai aturan (Re: UU No.12/2011).

b. Bahwa dalam rangka mewujudkan tujuan nasional, pemerintah Indonesia pada dasarnya mengelola keamanan dan kesejahteraan nasional yang dilaksanakan melalui pembangunan nasional secara bertahap dan berlanjut;

Ditto Butir b tidak perlu dirumuskan, karena sudah dijabarkan dalam UUD 1945 Ps. 30. Untuk mewujudkan tujuan nasional dilaksanakan melalui pembangunan nasional secara bertahap dan berlanjut

c. Bahwa keamanan nasional merupakan syarat mutlak untuk keberlangsungan eksistensi bangsa dan negara Indonesia;

Ditto Butir c dihapusTidak perlu dijadikan sebagai butir konsideran

d. Bahwa sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, negara dan bangsa Indonesia menghadapi berbagai ancaman yang dapat membahayakan kepentingan nasional;

Konsep tentang spektrum ancaman menjadi sangat luas, mudah disalahgunakan oleh kekuasaan.

Perjalanan bangsa Indonesia memang tidak lepas menghadapi berbagai bentuk ancaman, namun hingga saat ini dan ke depan, NKRI masih utuhButir d sebaiknya dihapus

Page 81: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

73

e. Bahwa letak dan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan serta kemajemukan bangsa Indonesia yang tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia dihadapkan kepada lingkungan strategis dan arus globalisasi yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi, informasi, dan transportasi yang dapat berdampak positif dan negatif terhadap kepentingan nasional;

Keduanya harus dipandang sebagai asset, bukan liability. Perspektif negatif akan menganggap perkembangan dunia dengan isu-isu demokrasi, keterbukaan, lingkungan hidup, gender, dan seterusnya sebagai “ancaman,” dan bukan berkah, sebagaimana arus utama (mainstream) peradaban dunia.

Konsekuensi logis dari geopolitik dan geostrategik Indonesia dan perkembangan ilpengtek yang mempunyai dampak positif maupun negatif.Penguatan instrumen perundang-undangan yang telah ada dihadapkan pada dampak negatif, bila perlu melalui revisi undang-undang yang ada dan bukan membuat undang-undang yang baru.

f. Bahwa dalam menyelenggarakan keamanan nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sudah ada dirasakan perlu adanya harmonisasi dan sinkronisasi;

Berpotensi chaos peraturan, karena nomenklatur perundang-undangan tidak mengenal UU yang lebih tinggi untuk mengatur UU lainnya.

Harmonisasi dan sinkronisasi harus diwujudkan melalui penguatan/revisi UU yang telah adaPeraturan perundang-undangan yang sudah ada telah didasarkan pada UUD 1945.

g. Bahwa dalam mewujudkan stabilitas keamanan nasional, pengelolaan keamanan nasional harus dilaksanakan oleh seluruh perangkat negara dan komponen masyarakat melalui suatu pola penanggulangan ancaman secara terpadu, cepat, tepat, tuntas, dan terkoordinasi;

Cenderung kembali ke pola otoritarian, padahal manajemen negara modern justru ke arah diferensiasi dan spesialisasi.

Untuk menjamin keamanan negara (bukan keamanan nasional) dibutuhkan organisme negara yang sehat, yang memberdayakan segenap warga negaranya; bukan sebaliknya memandang warga negara sebagai ancaman.Harus dibuat UU Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta sebagai unsur pendukung bagi pertahanan dan Keamanan Negara.

h. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g perlu membentuk Undang-Undang tentang Keamanan Nasional;

Nihil Yang menjadi pertimbangan dimaksud tidak dapat dijadikan dasar pembentukan UU KamnasLebih relevan dilakukan perubahan untuk penguatan UU organik yang dalam implementasinya masih ditemukan kelemahan.

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 12, Pasal 20,

Pasal 25 A, Pasal 27, dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

UUD 1945 Pasal 25A : “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang”.

Yang menjadi rujukan dalam RUU ini, UUnya belum ada. Misalnya, amanah Pasal 25 A belum diwujudkan dalam sebuah UU.Seharusnya RUU yang menjabarkan Pasal 25 A UUD 1945 menjadi prioritas di dalam Prolegnas, bukan RUU Kamnas.

Page 82: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

74

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);

Potensi subordinasi UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap UU Kamnas (jika diundangkan); menyalahi nomenklatur.

Sebaiknya UU No 2 Tahun 2002 yang direvisi dan disempurnakan.

3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);

Nihil Sebaiknya UU No 3 Tahun 2002 yang direvisi dan disempurnakan.

4. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439);

Nihil Sebaiknya UU No 34 Tahun 2002 yang direvisi dan disempurnakan.

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEAMANAN NASIONAL.

Nihil Nihil

BAB I KETENTUAN UMUM Melanggar aturan penyusunan UU. Re: UU 12 tahun 2011 (Lampiran II C.1. Ketentuan Umum)

Pasal 1

Page 83: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

75

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:1. Keamanan Nasional adalah komitmen

bangsa atas segala macam upaya simultan, konsisten, dan komprehensif, segenap warga negara yang mengabdi pada kekuatan komponen bangsa untuk melindungi dan menjaga keberadaan, keutuhan, dan kedaulatan bangsa dan negara, secara efektif dan efisien dari segenap ancaman mencakup sifat, sumber, dimensi, dan spektrumnya.

Komponen civil society boleh jadi dilibatkan dalam sektor keamanan; misalnya, pembentukan pam swakarsa; padahal, belum hilang trauma pengalaman buruk dengan kehadiran pam swakarsa.

Tidak jelas antara makna suatu “keadaan” dengan “komitmen.”Kondisi yang harus diwujudkan dan dijaga keberlangsungannya oleh pemerintahan, harus dirasakan dan dinikmati oleh segenap warga masyarakat.Re:UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah jo UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

2. Ancaman adalah setiap upaya, kegiatan, dan/atau kejadian, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang mengganggu dan mengancam keamanan individu warga negara, masyarakat, eksistensi bangsa dan negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional.

Karena per definisi “keberlangsungan pembangunan nasional” tidak jelas, dan spektrum ancaman begitu luas, maka potensi penyalahgunaan kewenangan menjadi sangat besar.

“Ancaman” adalah “sesuatu yang mengancam keamanan”: definisi ini bersifat tautologis: pengulangan makna; penjelasan menjadi tidak menjelaskan.Rumusan tentang individu warga negara berbeda atau tidak sama dengan konsep tentang “human security.”Tidak dibedakan makna “ancaman” dan “gangguan.”Keberlangsungan pembangunan nasional belum ada penjelasan.Re: UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM; UU No.11 tahun 2005 tentang Ekosob; UU No. 12 tahun 2005 tentang Hak Sipil dan Politik (Sipol); UU 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan; UU No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

3. Sistem Keamanan Nasional adalah tatanan segenap komponen bangsa dalam menyelenggarakan dan mendayagunakan seluruh sumber daya nasional secara terpadu dan terarah bagi terciptanya keamanan nasional.

Pasal “karet” dan multi tafsir. Rumusan tidak jelas, terlalu umum.Re:UU No 12 Tahun 2011 (Lampiran II C.1. Ketentuan Umum).

Page 84: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

76

4. Keamanan Insani adalah kondisi dinamis yang menjamin terpenuhinya hak-hak dasar setiap individu warga negara untuk mendapatkan perlindungan dari berbagai ancaman dalam rangka terciptanya keamanan nasional.

Dapat disalahgunakan: siapa melindungi siapa? Aktor keamanan tidak jelas, justru akan menimbulkan situasi chaotic.

“Keamanan Insani” sebagai “kondisi,” inkonsisten dengan butir 1 mengenai pengertian Keamanan Nasional yang menyebut sebagai “komitmen.”Lompat dari tataran individu langsung ke nasional.Tataran tidak jelas: Individu? Kelompok? Nasional?Re:UU Kesehatan, Perkawinan, Perlindungan Anak, Perburuhan, Ormas/yayasan, Parpol, Pendidikan.

5. Keamanan Publik adalah kondisi dinamis yang menjamin terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat, terselenggaranya pelayanan, pengayoman masyarakat, dan penegakan hukum dalam rangka terciptanya keamanan nasional.

Perluasan kewenangan polisional kepada aktor-aktor lain, justru lebih berpotensi memicu kekacauan.

Terlalu memaksakan point-point yang dimuat dalam Penjelasan RUU ini.Istilah “publik” cenderung dimaknai sebagai ruang atau wilayah. Kalau menyangkut isi ruang, maka sebaiknya istilah “publik” diganti menjadi “keamanan masyarakat.”Re:UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Pasal 6 ayat 1, konsep pengayoman).UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal ini merupakan subordinasi domain “perlindungan, pengayoman, dan pelayanan” terhadap Sistem Keamanan Nasional. Jika revisi atas UU No 2 Tahun 2002 dilakukan, maka harus dimaknakan ulang istilah pelayanan dan pengayoman yang bersifat diametral.UU yang terkait penegakan Hukum akan sangat banyak yang perlu disesuaikan dengan Pasal ini. Antara lain: KUHP, KUHAP, Kejaksaan, KPK, Kepolisian, MA, Kehakiman, MK, dan lain-lain.

6. Keamanan ke dalam adalah kondisi dinamis yang menjamin tetap tegaknya kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dan penegakan hukum

Istilah “kondisi diinamis” bersifat “karet” dan cenderung dapat disalahgunakan (abuse of power) oleh penguasa rezim suatu pemerintahan.

Dari awal banyak istilah yang digunakan rancu dan tidak konsisten.Konsep tegaknya kedaulatan dan keutuhan wilayah berkaitan dengan faktor eksternal negara (luar negeri).

Page 85: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

77

Negara Kesatuan Republik Indonesia dari ancaman dalam negeri dalam rangka terciptanya keamanan nasional.

Pencampur-adukan pengertian dimensi eksternal dengan dimensi internal mengasumsikan ancaman dalam negeri dapat ditangani sebagaimana ancaman luar negeri.

7. Keamanan ke luar adalah kondisi dinamis yang menjamin tetap tegaknya kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa Negara Kesatuan Republik Indonesia dari ancaman luar negeri dalam rangka terciptanya keamanan nasional.

Ditto Ditto

8. Intelijen adalah: a. Organisasi yang digunakan sebagai

wadah untuk menyelenggarakan fungsi dan aktivitas intelijen;

Overlapping dengan UU Intelijen; RUU Kamnas menjadi tidak memiliki fokus materi.

Perumusan pengertian tidak memakai a,b,c,d.Re:UU No 12 Tahun 2011.Jadi, apakah intelijen adalah organisasi, aktivitas, dan pengetahuan? Butir ini sudah diatur di dalam UU No 17 Tahun 2011 tentang Intelijen.Tautologis pada semua point (a, b, c).

b. Aktivitas mengenai semua usaha, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan penyelenggara fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan; dan

Ditto Ditto

c. Pengetahuan mengenai informasi yang sudah diolah sebagai bahan rumusan kebijakan dan pengambilan keputusan.

Ditto Rumusan yang sangat umum, duplikasi dengan UU Intelijen.Re: UU No 12 Tahun 2011 ttg Pembentukan peraturan perundang-undangan (Lampiran II C.1. Ketentuan Umum)UU No 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara

Page 86: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

78

9. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Nihil “hak yang melekat pada hakikat,” seharusnya melekat pada harkat dan martabat sebagai manusia.Re:UU HAM; UU Ekosub; UU Sipol.

10. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor

Nihil Nihil

nonalam maupun faktor manusia yang mengakibatkan korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

11. Ancaman Militer adalah ancaman dari kekuatan militer negara asing yang mengganggu keutuhan wilayah, kedaulatan negara, dan keselamatan bangsa.

Nihil Tautologis (“ancaman adalah ancaman..”)

12. Ancaman Bersenjata adalah ancaman yang menggunakan senjata secara individu dan/atau kelompok serta ancaman kekuatan bersenjata yang terorganisasi yang membahayakan keselamatan individu dan/atau kelompok, kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan bangsa.

Kejahatan kriminalitas dapat dianggap sebagai ancaman nasional padahal hanya merupakan tindak kejahatan biasa. Tindakan kriminal biasa dapat dianggap sebagai ancaman nasional.Implikasi luas terhadap tradisi lokal yang berhubungan dengan adat dan kebiasaan, contoh: kebiasaan membawa senjata tajam sebagai alat kerja dapat dikategorikan sebagai ancaman bersenjata.

Nihil

Page 87: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

79

13. Ancaman tidak bersenjata adalah ancaman selain ancaman militer dan ancaman bersenjata yang membahayakan keselamatan individu dan/atau kelompok, kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan bangsa.

Spektrum makna definisi terlalu luas, menjadikan multi tafsir.

Perspektif nihilis, “ancaman” yang bukan ini dan bukan itu.”Lihat Pasal 17 RUU ini, penjelasan butir 17, 18 dan 19

14. Kementerian adalah Kementerian Negara yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kementerian Negara.

Nihil Re:UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara

15. Dewan Perwakilan Rakyat selanjutnya disingkat DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Nihil Nihil

16. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Nihil UUD 45 tidak mengatur tentang DPRD kecuali menjadi bagian dari pemerintahan daerah.

BAB II HAKIKAT, TUJUAN, DAN FUNGSI KEAMANAN NASIONAL

Nihil Nihil

Bagian Kesatu HakikatPasal 2Hakikat keamanan nasional merupakan segala upaya secara cepat, bertahap, dan terpadu dengan memberdayakan seluruh kekuatan nasional untuk

Nihil Definisi hakikat bukan “segala upaya” karena segala upaya merujuk pada proses.Gagasan tentang Keamanan Nasional di dalam RUU ini mencerminkan keinginan untuk menghidupkan kembali kons

Page 88: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

80

menciptakan stabilitas keamanan melalui suatu sistem keamanan nasional.

ep Bakorstanas/da, setelah sebelumnya gagasan serupa telah dihidupkan pada sektor intelijen melalui Kominda-kominda. Mekanisme ini mencampuradukkan wilayah operasional intelijen penegak hukum, intelijen negara dan intelijen militer. Lebih jauh lagi, butir ini mensubordinasikan fungsi intelijen penegak hukum di bawah intelijen non penegak hukum seperti intelijen negara BIN maupun intelijen militer (BAIS).

Bagian Kedua TujuanPasal 3Penyelenggaraan keamanan nasional bertujuan untuk mewujudkan kondisi aman bangsa dan negara Kesatuan Republik Indonesia secara fisik dan psikis setiap individu warga negara, masyarakat, pemerintah dan negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional yang bebas dari segala ancaman.

Nihil Bukan tujuan UU melainkan perangkat untuk merealisasi tujuan.

Bagian Ketiga FungsiPasal 4Fungsi penyelenggaraan keamanan nasional adalah untuk:

Spektrum sangat luas, berimplikasi antara lain pada beban anggaran negara.

Ini bukan fungsi tetapi lebih tepat pada bagian tujuan.

a. membangun, memelihara, dan mengembangkan Sistem Keamanan Nasional secara menyeluruh, terpadu, dan terarah;

b. Mewujudkan seluruh wilayah yurisdiksi nasional sebagai satu kesatuan keamanan nasional;

Nihil Ditto

Page 89: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

81

c. Memelihara dan meningkatkan stabilitas keamanan nasional melalui tahapan pencegahan dini, peringatan dini, penindakan dini, penanggulangan, dan pemulihan; dan

Pasal ini berpotensi represif, khususnya sebagaimana termuat dalam alinea ke-4 pada Penjelasan RUU ini: “tindakan penanganan yg tepat, cepat, dan terukur...”

Dalam penjelasan sudah dirumuskan langkah dan tindakan ancaman yang masih berupa potensi.

d. Menunjang dan mendukung terwujudnya perdamaian dan keamanan regional serta internasional.

Nihil Ditto

BAB III RUANG LINGKUP KEAMANAN NASIONALBagian Kesatu LingkupPasal 5Keamanan Nasional meliputi: a. Keamanan Insani;

Salah tafsir (atau perluasan tafsir?) tentang konsep “human security” dari makna pertamanya sewaktu diintroduksi oleh UN.

Keamanan Insani kurang relevan bila dihubungkan dengan Keamanan Nasional.Tafsir “keamanan insani” di dalam konsep ini (lihat di atas, dan di bawah, dst) lebih dekat dengan pengertian tentang “safety”(keselamatan) dan bukan “human security” sebagaimana dimaksudkan dalam definisi pertama.

b. Keamanan Publik; Berpotensi overlapping tugas-tugas aktor keamanan yang justru sudah jelas.

Memasukkan unsur makna keamanan eksternal (luar negeri) ke dalam ruang domestik. Suatu konsep yang berlaku di Amerika Serikat (khususnya pasca 9/11 WTC); tidak applicable untuk negara-negara lain.

c. Keamanan ke dalam; dan Pasal karet, karena memperluas keterlibatan aktor-aktor kewenangan ke dalam tindakan polisional (yang menjadi ranah polisi).

Ditto, dalam makna terbalik.

Page 90: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

82

d. Keamanan ke luar. Ini fungsi utama TNI; penambahan peran dan fungsi lain akan mengurangi kapasitas deterrent TNI.

Seharusnya ranah eksternal ini justru yang diperkuat sebagai Pertahanan, domain TNI sepenuhnya.

Pasal 6Keamanan Insani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a diwujudkan melalui berbagai upaya terpadu dengan melibatkan masyarakat dalam meningkatkan kesadaran hukum warga negara, dan penegakan hukum untuk melindungi dan menghormati hak-hak dasar kehidupan manusia serta

Ditto seperti pada Pasal 5. Ini lebih cocok sebagai prasyarat terciptanya “Keamanan Insani” (jika konsep ini dipaksakan)Masalah objek dan subjek disini tidak jelas.Pertanyaannya, siapa yang “meningkatkan”?“Pemenuhan kebutuhan insani” ini siapa yang melakukan? Apakah Dewan Keamanan Nasional? (lihat di bawah).

pemenuhan kebutuhan insani demi terpeliharanya keselamatan segenap bangsa.

“menghormati hak-hak dasar kehidupan manusia” diganti dengan “menghormati Hak Asasi Manusia.”Re: UU No 39 Tahun 2009 tentang Hak-hak Asasi Manusia

Pasal 7Keamanan Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b diwujudkan melalui berbagai upaya pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, pelindungan, pengayoman, pelayanan masyarakat, dan penegakan hukum demi terpeliharanya keselamatan segenap bangsa.

Kekaburan konsep, khususnya pada derajat abstraksi “masyarakat” dan “bangsa.”

Subjek dan objek tidak jelas dalam Pasal ini.Kerancuan definisi dan konsep antara “keamanan, keamanan publik, keamanan insani, keselamatan.”

Pasal 8Keamanan ke dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c diwujudkan melalui berbagai upaya pencegahan, penanggulangan, dan penegakan hukum terhadap ancaman yang timbul di dalam negeri untuk menjaga tetap tegaknya kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berpotensi menjadi Pasal “karet” untuk bisa disalahgunakan dan diterapkan dimana saja terhadap komponen civil society yang dianggap berseberangan dengan rezim kekuasaan pemerintahan; mengancam prinsip demokrasi.

Re: Konvensi Jenewa, Aturan Tambahan.

Page 91: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

83

Pasal 9Keamanan ke luar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d diwujudkan melalui:

Nihil Nihil

a. Penangkalan ancaman militer dengan: Nihil Pembagian huruf a dan b tidak paralel1. Membangun kekuatan Pertahanan Negara

yang melibatkan seluruh potensi Pertahanan Negara;

Penjelasan Pasal ini memperluas tanggung jawab Pertahanan Negara dari TNI dengan pelibatan “komponen bangsa lainnya sesuai kompetensi,” yang dalam kondisi perang berpotensi melanggar HAM karena kaburnya pemilahan definisi antara petempur (combatant) dengan bukan-petempur (non-combatant).

Inkonsistensi konsep dari Keamanan Nasional menjadi Pertahanan Negara.Masih diperlukan pemilahan yang jelas, tegas, dan bersifat hitam putih antara militer sebagai petempur (combatant) dengan “komponen bangsa lainnya” yang dapat dikategorikan petempur (rakyat terlatih, wajib militer) dan bukan petempur (non-combatant), yaitu rakyat sipil, termasuk polisi yang tetap harus menjalankan tugas-tugas polisional semasa ada perang).

2. Menumbuhkan rasa saling percaya antarbangsa;

Justru dapat meningkatkan kekhawatiran negara-negara sahabat, dan menurunkan derajat kepercayaan mereka.

Contradictio in terminis (istilah yang maknanya bertentangan): penangkalan ancaman militer adalah konsep softpower (menggunakan kekuatan militer sebagai deterrent terhadap potensi militer asing) sehingga berlawanan dengan “menumbuhkan rasa saling percaya.”

3. Menjalin kerja sama bilateral dan multilateral di bidang pertahanan; dan.

Normatif Perlu diperjelas dalam konteks apa kerjasama ini, apakah pembentukan blok-blok militer yang bertentangan dengan Politik Bebas Aktif. Tidak dielaborasi lebih lanjut di dalam Penjelasan Pasal ini.

4. Diplomasi serta mediasi. Nihil Peningkatan kekuatan militer adalah deterrence; militer tidak mengenal diplomasi dan mediasi. Butir 4 di dalam Pasal ini adalah tentang fungsi deterrent TNI sebagai kekuatan Pertahanan Negara, dan bukan diplomasi sertamediasi yang merupakan ranah politik luar negeri.

Page 92: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

84

b. Penindakan terhadap semua bentuk ancaman militer negara lain yang mengganggu kedaulatan negara dan keutuhan wilayah.

Nihil Penindakan bukan pada ancaman tapi sudah pada tingkat penyerangan (engagement).Bisa digunakan kata ancaman, tapi ancaman nyata (imminent threat).

Bagian Kedua Status Keadaan Keamanan NasionalPasal 10Status keadaan keamanan nasional berkaitan dengan status hukum tata laksana pemerintahan yang berlaku meliputi:

Nihil Empat (4) status keadaan ini pernah ditolak oleh parlemen tahun 1950an menjelang pengesahan UU No 74 Tahun 1957.

a. tertib sipil; Nihil Nihilb. darurat sipil; Dulu Di Aceh dan Ambon, baik

darurat militer ataupun darurat sipil, suasananya sama saja, tidak ada bedanya.

Dari perspektif aktor keamanan yang mengemban fungsi polisional, kekuasaan keadaan darurat memang di tangan pemerintahan sipil (kepala daerah), namun dalam sejarah keadaan darurat, pengendalian faktual di tangan militer.

c. darurat militer; dan Ditto Dittod. perang. Nihil NihilPasal 11Selain status keadaan keamanan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 terdapat keadaan bencana yang

Bencana alam pun dapat dianggap sebagai ancaman, padahal situasi adalah force majeur.

“Keadaan bencana” itu prasyarat. Jadi status keadaannya darurat dalam rangka penanggulangan bencana.

dapat terjadi pada setiap status keadaan keamanan nasional.

Page 93: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

85

Pasal 12Status hukum keadaan tertib sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a diberlakukan apabila dinamika ancaman keamanan tidak berdampak luas terhadap keselamatan tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan dapat ditanggulangi secara terpadu oleh segenap penyelenggara keamanan/instansi

Pasal ini berpotensi memasukkan aktor-aktor keamanan selain pengemban fungsi kepolisian (untuk tindakan polisional), sehingga menambah kerancuan fungsional.

Nihil

pemerintah terkait dan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Pasal 13Status hukum keadaan darurat sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b diberlakukan di sebagian atau seluruh wilayah nasional, apabila dinamika ancaman keamanan berakibat pada terganggunya penegakan hukum dan ketertiban masyarakat serta roda pemerintahan, yang tidak dapat ditanggulangi dengan cara yang dilaksanakan pada keadaan tertib sipil.

Pasal karet yang dengan mudah disalahgunakan. Jika RUU ini bertujuan untuk mengatur keadaan darurat, maka sebaiknya disusun saja RUU Keadaan Darurat, dengan merujuk materi pada UU No 74 Tahun 1957 tentang Keadaan Darurat, yang substansinya jauh lebih demokratis ketimbang UU No 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Darurat.

Status siapa yang paling berwenang harus ditunjukkan. Rumusan kalimatnya kacau

Pasal 14(1) Status hukum keadaan darurat militer

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c diberlakukan apabila terjadi kerusuhan sosial yang disertai tindakan anarkistis masif atau pemberontakan dan/atau separatis bersenjata, yang mengakibatkan Pemerintah sipil tidak berfungsi dan membahayakan

Pernyataan (deklaratif) darurat militer tidak serta merta secara otomatis mengalihkan kekuasaan pemerintahan ke tangan penguasa militer tanpa persetujuan legislatif dan dalam rentang waktu yang jelas (prinsip limitatif). Tetapi penguasa darurat

Parameter penetapan keadaan darurat militer tidak jelas. (Contoh: “tindakan anarkistis masif,” tidak ada limitasi waktu)Penggunaan kata “anarkistis” rancu.Apa yg dimaksud separatis bersenjata? Apakah sama dengan Pasal sebelumnya : “kelompok bersenjata”Ada “pemerintah sipil”; ada pemerintah militer. Re:

Page 94: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

86

kedaulatan negara, disintegrasi bangsa dan keselamatan bangsa di sebagian wilayah atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

militer mendapatkan otorisasi untuk mengesampingkan atau mengecualikan hukum yang berlaku.

UU No 23 Tahun 1959

(2) Pemberlakuan status hukum darurat militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila keadaan tidak dapat ditanggulangi dengan cara yang dilaksanakan pada keadaan darurat sipil.

Nihil Nihil

Pasal 15(1) Status hukum keadaan perang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 10 huruf d merupakan kedaruratan yang diberlakukan secara nasional, apabila negara terancam menghadapi kemungkinan perang dengan negara asing

Catatan: Implikasi pada tahun 1957/59, menyedot APBN mencapai 80 persen. Tidak ada pertanggungjawaban.

Nihil

(2) Status hukum keadaan perang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan di sebagian atau seluruh wilayah nasional.

Nihil Ayat (1) diberlakukan secara nasional, sementara pada ayat (2) diberlakukan di sebagian atau seluruh wilayah nasional.

BAB IV ANCAMAN KEAMANAN NASIONALBagian Kesatu Spektrum dan Sasaran Ancaman

Spektrum ancaman sangat luas, menjadi pasal sapu jagat.

Penjelasan RUU atas bagian ini betul-betul membuka ruang tafsir yang sangat luas atas spektrum ancaman sapu jagat.

Pasal 16(1) Spektrum ancaman dimulai dari ancaman

paling lunak sampai dengan ancaman paling keras yang bersifat lokal, nasional, dan internasional dengan berbagai jenis dan bentuknya.

Ditto. Berpotensi melanggar prinsip-prinsip demokrasi.

Inkonsisten dan tidakjelas “ancaman paling lunak”, “ancaman paling keras”

Dalam penjelasan RUU: dampak saja menjadi ancaman. Bahkan aman merupakan ancaman paling lunak.

Page 95: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

87

(2) Sasaran ancaman terdiri atas:a. bangsa dan negara. Pasal karet, tidak limitatif.

Berpotensi pelanggaran HAM dan prinsip demokrasi.

Rumusan yang sangat abstrak.

b. keberlangsungan pembangunan nasional;

Pasal multi tafsir. Aktivis buruh, lingkungan, adat dapat dituding “anti pembangunan-nasional.” Sejarah bangsa Indonesia mengalami trauma

Nihil

dengan tafsir ancaman terhadap pembangunan nasional.

c. masyarakat; dan Nihil Nihild. insani. Perluasan kewenangan aktor-aktor

keamanan di luar polisi; berpotensi intervensi wewenang polisional oleh bukan polisi.

Konsep tidak jelas, tumpang tindih dengan konsep tentang “keselamatan” (safety).

Bagian Kedua Jenis dan Bentuk Ancaman

Lihat catatan pada akhir review ini tentang butir 176 s/d 178, UU 12/2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Pasal 17(1) Ancaman keamanan nasional di segala

aspek kehidupan dikelompokkan ke dalam jenis ancaman yang terdiri atas:

Pasal karet yang dengan sangat mudah disalahgunakan. Contoh: jika diterapkan jenis dan bentuk ancaman sebagaimana tercantum dalam Penjelasan RUU ini, dengan kewenangan yang terkandung dalam hak kuasa khusus pada Pasal 54 huruf e, maka ruang kemungkinan penyalahgunaan sangat besar.

Spektrum ancaman menjadi tidak terbatas, menjangkau semua hal yang sesungguhnya termasuk di dalam elemen-elemen Ketahanan Nasional; tidak dibedakan antara Keamanan Nasional dan Ketahanan Nasional; “potensi ancaman” tidak dibedakan dari “gangguan” dan “ancaman faktual.”Penarikan drafting dari kerangka konseptual yang salah dalam Naskah Akademik (tidak membedakan Ketahanan Nasional dengan Keamanan Nasional).

a. Ancaman militer; Nihil Ditto

Page 96: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

88

b. Ancaman bersenjata; dan Ditto tentang kejahatan (kriminal). Tindak kriminal umum yang menggunakan

Ditto

senjata dapat dikategorikan sebagai ancaman nasional, yang dapat ditangani seperti menangani pemberontakan bersenjata (insurgency).

c. Ancaman tidak bersenjata. Pasal sapu jagat; pelaksana dan penyelenggara keamanan nasional dapat menggunakannya kepada pihak-pihak yang berseberangan.

Ditto

(2) Jenis ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari berbagai bentuk ancaman.

Pasal sapu jagat; Re: Penjelasan Ayat dalam RUU ini. Penjelasan Ayat (2) huruf c angka 19, misalnya, bahkan menganggap “diskonsepsional perumusan legislasi dan regulasi” sebagai ancaman nasional.

Penjelasan merinci jenis-jenis ancaman dengan spektrum yang sangat luas.

(3) Perkembangan bentuk ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa ancaman potensial dan ancaman aktual.

Penjelasan yang menerangkan “ancaman yang mungkin terjadi namun belum pernah terjadi ... “ berpotensi untuk menjadi landasan tindakan represif, akibat dari tafsir sepihak yang diskriminatif, dapat disalahgunakan.

Apakah ini merupakan ancaman potensial?

(4) Ancaman potensial dan ancaman aktual sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Keputusan Presiden.

Memberikan cek kosong (carte blanche) kepada rezim kekuasaan pemerintahan.

Rujukan dalam Penjelasan; tafsir yang sangat luas tentang “potensi ancaman.”Semestinya tidak diatur dalam Keppres karena Keppres adalah bentuk penetapan, tetapi seharusnya PP atau Perpres karena ini adalah regulasi.

Page 97: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

89

BAB V PENYELENGGARAAN KEAMANAN NASIONAL

Bagian Kesatu Asas dan Prinsip

Nihil Asas dan prinsip pengertiannya sama, namun yang digunakan dalam penyusunan perundang-undangan adalah asas.

Re: UU No 12 Tahun 2011 (Pasal 5 dan 6).Pasal 18Penyelenggaraan keamanan nasional berdasarkan pada asas: a. Tujuan;

Nihil Tidak memadai sebagaimana diatur dalam UU 12 tahun 2011 (Pasal 5 dan 6)

b. manfaat; Normatif Dittoc. terpadu dan sinergis; Normatif DittoPasal 19Keamanan Nasional dilaksanakan selaras dengan prinsip:

Normatif Prinsip, atau asas? Penggunaan istilah tidak sesuai aturan.

a. kepentingan nasional; Berpotensi untuk disalahgunakan rezim Siapa yang berhak merumuskan “kepentingan nasional”? Apakah tafsir tentang “kepentingan

kekuasaan manapun, untuk merepresi oposisi yang dipandang tidak selaras dengan tafsir tentang “kepentingan nasional” penguasa.

nasional” dapat diterapkan untuk menilai pihak lain yang memiliki tafsir berbeda?

b. demokrasi; Normatif Nihilc. diplomasi; Normatif Nihild. hak azasi manusia; Normatif Nihile. ekonomi; Normatif Nihil

Page 98: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

90

f. moral dan etika; Per definisi sangat luas, mudah digunakan untuk menilai orang atau kelompok lain dengan standar moral dan etika, yang sesungguhnya masuk ranah agama atau kebudayaan.

Moral dan etika adalah ranah agama dan kebudayaan, padahal keragaman agama dan kebudayaan adalah keniscayaan dalam kehidupan berbangsa.

g. lingkungan hidup; Normatif Nihilh. hukum nasional; dan Normatif Ranah penegakan hukumi. hukum internasional. Normatif NihilBagian Kedua Unsur dan PeranPasal 20Unsur keamanan nasional terdiri atas:1. Tingkat Pusat yang meliputi:

Pasal sapu jagat; akan mengacaukan pemilahan fungsi-fungsi CJS.

Re: Pasal 54 butir e Penjelasan RUU ini: “Kuasa khusus yang dimiliki oleh unsur Keamanan Nasional berupa hak menyadap, memeriksa, menangkap dan melakukan tindakan paksa sah lainnya pengawasannya sebagaimanadiatur dalam perUU-an.” Merupakan ranah Criminal Justice System (CJS)

a. Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Kementerian Negara

Akan tumpang tindih dengan kewenangan dan tupoksi Kabinet.

Tidak jelas batasan dengan tupoksi kabinet

b. Tentara Nasional Indonesia (TNI); Nihil; normatif Sudah diatur dalam UU No 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan UU No 34 tahun 2004 tentang TNI

c. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri);

Nihil Sudah diatur dalam UU No 2 tahun 2002

d. Kejaksaan Agung; Nihil Sudah diatur dalam UU No 16 tahun 2004e. Badan Intelijen Negara (BIN); Nihil Sudah diatur dalam UU No 17 tahun 2011 f. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB);

Nihil Sudah diatur dalam UU No 24 tahun 2007Perpres BNPB No 8 tahun 2008

g. Badan Nasional Narkotika (BNN); Nihil Inpres No 12 tahun 2011h. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT); dan

Nihil Perpres No 46 tahun 2010

Page 99: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

91

i. Lembaga Pemerintah Non Kementerian terkait.

Dapat mengurangi kapasitas fungsi Jika Lembaga yang dilibatkan memiliki tupoksi yang tidak begitu berkaitan dengan fungsi Keamanan (Nasional) akan dapat menurunkan kapasitas dari fungsi utama tupoksinya.

Ini yang mana? Over-arching/over-reaching, terhadap institusi pemerintahan yang tidak berkaitan.

2. Tingkat Provinsi yang meliputi:a. Unsur pemerintah provinsi;b. Unsur TNI di daerah provinsi;c. Unsur Polri di daerah provinsi;d. Unsur kejaksaan di daerah provinsi;e. Unsur BIN di daerah provinsi;f. Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) Provinsi; g. Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP);

danh. Unsur kedinasan kementerian dan lembaga

pemerintah non kementerian yang ada di daerah provinsi.

Implikasi pada perluasan kewenangan tanpa limitasi, seperti: menyadap, Menangkap, dst. (Re: Pasal 54 RUU ini); menjadi kekuasaan ekstra yudisial sebagaimana pada masa Kopkamtib dan Bakorstanas/da.

Duplikasi dan overlap dengan pemerintahan normal.

3. Tingkat Kabupaten/Kota yang meliputi: a. Unsur pemerintah kabupaten/kota;b. Unsur TNI di daerah kabupaten/kota;c. Unsur Polri di daerah kabupaten/kota;d. Unsur kejaksaan di daerah kabupaten/kota;e. Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) Kabupaten/Kota;

Penyatuan ini membuat Kepala Daerah dan aktor lain masuk ke dalam ranah hukum. Pada kasus-kasus dimana Kepala Daerah terlibat tindak pidana (seperti korupsi) akan sangat sulit memprosesnya secara hukum, karena tindakan polisi dan jaksa dapat dianggap sebagai “ancaman nasional/daerah.”

Ditto

f. Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota (BNNK); dan

Page 100: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

92

g. Unsur kedinasan kementerian dan lembaga pemerintah non kementerian yang ada di kabupaten/kota.

4. Berbagai elemen masyarakat sesuai dengan kompetensinya

Membuka ruang bagi maraknya ormas-ormas sebagai kelompok penekan (pressure groups).

Aturan pelibatan masyarakat tidak jelas. Seharusnya disusun dan ditetapkan dulu syarat-syarat limitatif pelibatan ini, seperti (seharusnya) diatur dalam UU Rakyat Terlatih, UU Komponen Cadangan, dan lain-lain.

Pasal 21Unsur penyelenggara keamanan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 berperan sebagai pelaksana penyelenggaraan keamanan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dari ruang lingkup definisi tentang “ancaman nasional” yang sangat luas, serta cakupan aktor-aktor pelaksana penyelenggaraan keamanan nasional yang juga sangat luas, terjadi tumpang tindih dengan penyelenggaraan pemerintahan (kabinet dan institusi negara lainnya).

Jika diatur “sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” lalu apa gunanya materi Pasal 21 ini?

Pasal 22(1) Penyelenggaraan keamanan nasional

melibatkan peran aktif penyelenggara intelijen nasional.

Ditto Sudah diatur dalam UU No 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara.

(2) Penyelenggara intelijen nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas mengembangkan sistem peringatan dini, sistem informasi, dan sistem analisis.

Ditto Ditto

(3) Pengembangan sistem peringatan dini, sistem informasi, dan sistem analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk menentukan kemungkinan ancaman.

Ditto Ditto

Page 101: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

93

(4) Kemungkinan ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditindaklanjuti Dewan Keamanan Nasional guna perumusan kebijakan dan strategi.

Ditto Ditto

Pasal 23(1) Penyelenggara intelijen nasional

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 terdiri atas BIN, Badan Intelijen Strategis Pertahanan, Badan Intelijen TNI, Badan Intelijen Kepolisian, dan institusi intelijen pemerintah lainnya.

Ditto Sudah diatur dalam UU No 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara.

(2) Kepala BIN sebagai unsur utama penyelenggara sistem intelijen nasional

Ditto Sudah diatur dalam UU No 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara.

(3) Penyelenggara intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan kerja sama dengan negara lain melalui wadah formal atau informal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ditto Sudah diatur dalam UU No 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara.

Bagian Ketiga PengelolaanPasal 24(1) Presiden berwenang dan bertanggung

jawab dalam pengelolaan sistem keamanan nasional.

Bisa menimbulkan kekuasaan yang absolut.

Adalah hak dan kewenangan presiden dalam penetapan kebijakan.

(2) Presiden menetapkan kebijakan dan strategi keamanan nasional, baik di dalam maupun di luar negeri.

Nihil Ditto

(3) Dalam menetapkan kebijakan dan strategi keamanan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Presiden dibantu oleh anggota Dewan Keamanan Nasional.

Overlapping dengan Wantannas, Lemhannas RI, menafikan kedudukan Menko Polhukham.

Berlebihan, karena secara ex officio presiden adalah ketua DKN.

Page 102: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

94

(4) Dewan Keamanan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diketuai oleh Presiden, Wakil Ketua Dewan Keamanan Nasional dijabat oleh Wakil Presiden, dan Ketua Harian Dewan Keamanan Nasional dijabat oleh Pejabat Negara setingkat Menteri yang ditunjuk oleh Presiden dengan keanggotaan terdiri atas anggota tetap dan anggota tidak tetap.

Implikasi pada kemungkinan pembentukan kementerian baru sesuai penjelasan ayat 4.- Pasal multitafsir, membuka 4 ruang

kemungkinan, 1) membentuk kementerian baru; 2) melikuidasi satu kementerian lalu diganti dengan kementerian baru dengan unsur DKN didalamnya; 3) menunjuk menteri tertentu yang sudah ada dan merangkap

Re UU 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara.Apakah penunjukan setingkat menteri?

sebagai ketua harian DKN; Re: Angka 176, 177, 178 Lampiran II UU No 12 Tahun 2011

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan dan tata kerja anggota Dewan Keamanan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Presiden.

Memberikan cek kosong (carte blanche) kepada Presiden.

Mirip DPN di dalam UU No 3 Tahun 2002, yang belum dibentuk: diketuai oleh Presiden, beranggotakan Wakil Presiden, Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Panglima TNI (limitatif, fakultatif; sedangkan RUU Keamanan Negara ini harus menerbitkan Perpres)

Pasal 25Dewan Keamanan Nasional mempunyai tugas:

Nihil Oke dalam hal mekanisme pengambilan struktural di dalam DKN, tetapi tidak untuk status dan kedudukan DKN-nya itu sendiri.

a. Merumuskan ketetapan kebijakan dan strategi keamanan nasional;

Overlapping dan duplikasi dengan Wantannas, Lemhannas RI, Menko Polhukham, Kemenhan, dan Kemendagri.

Ditto

b. Menilai dan menetapkan kondisi keamanan nasional sesuai dengan eskalasi ancaman;

Ditto Ditto

Page 103: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

95

c. Menetapkan unsur utama dan unsur pendukung penyelenggaran keamanan nasional sesuai dengan eskalasi ancaman.

Ditto Ditto

d. Mengendalikan penyelenggaraan keamanan nasional;

Ditto Ditto

e. Menelaah dan menilai risiko dari kebijakan dan strategi yang ditetapkan; dan

Ditto Ditto

f. Menelaah dan menilai kemampuan dukungan sumber daya bagi penyelenggaraan keamanan nasional.

Ditto Ditto

Pasal 26(1) Dewan Keamanan Nasional dalam

melaksanakan tugas dan kewajibannya dibantu oleh Sekretariat Jenderal.

Nihil “Kewajibannya”? Seharusnya tugas dan tanggungjawab.

(2) Sekretariat Jenderal Dewan Keamanan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Sekretaris Jenderal.

Nihil Ditto

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, susunan organisasi, dan tata kerja Sekretariat Jenderal Dewan Keamanan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.

Ditto implikasi seperti pada Pasal 17 di atas.

Ditto

Pasal 27(1) Menteri Pertahanan menetapkan kebijakan

dan strategi penyelenggaraan pertahanan negara berdasarkan kebijakan dan strategi keamanan nasional.

Nihil Ditto, ketentuan normatif. Kembali menempatkan konsep Pertahanan Negara sebagai subordinasi Keamanan Nasional, yang tidak sesuai dengan Pasal 30 UUD 1945, yang hanya mengenal konsep Pertahanan Negara dan Keamanan Negara.

(2) Kebijakan penyelenggaraan pertahanan memuat arah, tujuan, sarana dan cara penyelenggaraan

Berpotensi multi tafsir oleh setiap unsur yang terlibat.

Ditto, ditambah catatan untuk Pasal-pasal 20-24 di atas.

Page 104: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

96

pertahanan negara untuk dipedomani oleh setiap unsur yang terlibat.

Pasal 28(1) Menteri-menteri selain Menteri Pertahanan

menetapkan kebijakan dan strategi sesuai fungsi kementerian masing-masing untuk mendukung penyelenggaraan keamanan nasional berdasarkan kebijakan dan strategi keamanan nasional.

Beban tambahan bagi seluruh kementerian negara lainnya, sementara tugas ini seharusnya menjadi tanggung jawab aktor pertahanan (Kementerian Pertahanan).Tumpang tindih dengan Kabinet.

Sudah banyak peraturan perundang-undangan tentang tupoksi kementerian, termasuk Kementerian Pertahanan.

(2) Kebijakan Menteri-menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat arah, tujuan, sarana dan cara penyelenggaraan untuk dipedomani oleh semua unsur yang terkait.

Kewenangan masing-masing kementerian akan mencampuri tupoksi kementerian lain.Kekacauan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari.Bertentangan dengan tujuan penyusunan RUU Keamanan Nasional ini, yaitu koordinasi dan sinkronisasi.

Ditto

Pasal 29Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Kementerian menetapkan kebijakan penyelenggaraan tugas dan tanggung jawab sesuai fungsi masing-masing untuk mendukung penyelenggaraan keamanan nasional berdasarkan kebijakan dan strategi keamanan nasional.

Ditto Ditto

Pasal 30(1) Panglima TNI menetapkan dan

melaksanakan kebijakan operasional dan strategi militer berdasarkan kebijakan dan strategi penyelenggaraan pertahanan negara dalam rangka pelaksanaan keamanan nasional.

Penumpukan kewenangan secara berlebihan: Panglima TNI sebagai aktor perencana dan pelaksana kebijakan militer akan melaksanakan kebijakan yang dibuatnya sendiri dalam kedudukan sebagai leading sector keamanan nasional.

Sudah diatur dalam UU No 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan UU No 34 tahun 2004 tentang TNI

Page 105: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

97

(2) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) menetapkan dan melaksanakan kebijakan dan strategi penyelenggaraan fungsi Kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, perlindungan,

Penyempitan status dan fungsi Polri, karena “penegakan hukum” adalah fungsi di dalam Criminal Justice System (CJS), yang bukan ranah eksekutif di dalam cabang-cabang

Sudah diatur dalam UU No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jika terdapat kekurangan dan kelemahan dalam UU ini, dapat dilakukan revisi dan amandemen, tanpa perlu membuat “rumah baru UU” seperti ini.

pelayanan, pengayoman, dan penegakan hukum dalam rangka pelaksanaan keamanan nasional.

kekuasaan negara di negara demokrasi.

(3) Kepala BIN menetapkan kebijakan dan strategi intelijen negara dalam pendeteksian, pengelolaan sumber ancaman dan kesimpulan ancaman terhadap keamanan nasional yang perlu ditanggulangi secara lintas sektoral dan terpadu berdasarkan kebijakan dan strategi keamanan nasional.

Memperluas tafsir, sebagaimana sebetulnya telah dirumuskan dalam UU No 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara.

Sudah diatur dalam UU No 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara. Jika terdapat kekurangan dan kelemahan dalam UU ini, dapat dilakukan revisi dan amandemen, tanpa perlu membuat “rumah baru UU” seperti ini. Apalagi UU No 17/2011 ini belum lama diundangkan, setelah mengalami proses penyusunan, penetapan, dan penerbitan yang panjang.

Pasal 31Kepala Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan dan strategi pelaksanaan tata pemerintahan di daerah yang mendukung penyelenggaraan keamanan nasional berdasarkan kebijakan dan strategi keamanan nasional.

Ditto, catatan atas implikasi Pasal 20 di atas.

Ditto

Pasal 32(1) Dalam memelihara dan menjaga keamanan

umum dan ketertiban umum pada status hukum keadaan tertib sipil, dan status hukum keadaan darurat sipil sesuai

Ditto.Tambahan: kekaburan fungsi antara institusi negara dan penyelenggara negara, tingkat pusat dan daerah.

Ditto

Page 106: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

98

kewenangan dan tanggungjawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Gubernur membentuk Forum Koordinasi Keamanan Nasional Daerah Provinsi yang terdiri dariPimpinan TNI tertinggi di daerah provinsi, Kepala Kepolisian di daerah, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kaposwil BIN di daerah provinsi, Kepala BPBD, dan Kepala BNNP.

(2) Gubernur sebagai Ketua Forum Koordinasi Keamanan Nasional Daerah Provinsi.

Dalam hal pelanggaran hukum oleh gubernur (seperti korupsi) akan sulit diproses hukum.

Ditto

(3) Forum Koordinasi Keamanan Nasional Daerah Provinsi terdiri dari anggota tetap dan tidak tetap.

Duplikasi dengan aktor penyelenggara pemerintahan sehari-hari.

Ditto

(4) Anggota tetap terdiri dari Wakil Gubernur, Pimpinan TNI tertinggi di daerah, Kepala Kepolisian di daerah, Kepala Kejaksaan Tinggi di daerah, Kaposwil BIN di daerah Provinsi, Kepala BPBD Provinsi, dan Kepala BNNP.

Ditto Ditto

(5) Anggota tidak tetap terdiri dari kepala dinas provinsi, kepala instansi vertikal dan berbagai elemen masyarakat sesuai kebutuhan dan eskalasi ancaman yang dihadapi.

Ditto Ditto

Page 107: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

99

Pasal 33(1) Dalam hal memelihara dan menjaga

keamanan umum dan ketertiban umum dalam status hukum keadaan tertib sipil, dan status hukum keadaan darurat sipil sesuai kewenangan dan tanggungjawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Bupati/Walikota membentuk Forum Koordinasi Keamanan Nasional Daerah Kabupaten/Kota yang terdiri dari Pimpinan TNI di Daerah Kabupaten/Kota, Pimpinan Polri di daerah Kabupaten/Kota, Kepala Kejaksaan Negeri di daerah Kabupaten/Kota, Kepala BPBD Kabupaten/Kota, dan Kepala BNNK.

Pekerjaan pemerintahan daerah dan aktor-aktor keamanan akan disibukkan oleh urusan bentuk-membentuk Forum ini.Membuka ruang pertarungan politik baru, karena kepala daerah adalah hasil konsensus politik melalui pemilu kepala daerah (pemilu kada).

Ditto

(2) Bupati/Walikota sebagai Ketua Forum Koordinasi Keamanan Nasional Daerah Kabupaten/Kota.

Ditto Ditto

(3) Forum Koordinasi Keamanan Nasional Kabupaten/Kota terdiri dari anggota tetap dan tidak tetap.

Ditto, ditambah catatan pada Pasal 32 di atas.

Ditto

(4) Anggota tetap terdiri dari Wakil Bupati/Walikota, Pimpinan TNI tertinggi di daerah, Kepala Kepolisian di daerah, Kepala Kejaksaan Negeri di daerah, Kepala BPBD Kabupaten/Kota, dan Kepala BNNK.

Ditto Ditto

(5) Anggota tidak tetap terdiri atas unsur-unsur TNI di daerah, unsur-unsur Polri di daerah, unsur-unsur Kejaksaan, unsur-unsur Pemerintah Kabupaten/Kota dan berbagai elemen masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan eskalasi ancaman;

Ditto Ditto

Page 108: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

100

Bagian Keempat Pelaksanaan

Pelaksanaan dalam konteks apa? Pembahasan RUU ini melompat-lompat, tidak memenuhi asas konsistensi dan comprehensiveness.

Pasal 34(1) Presiden berwenang dan bertanggung

jawab atas pengerahan unsur penyelenggara keamanan nasional.

Tetap dengan catatan: harus ada persetujuan DPR, sekalipun post-factum (prinsip limitatif dan akuntabel).

Meninggalkan asas akuntabilitas politik, khususnya DPR RI.Seharusnya dengan persetujuan DPR, minimal 2 x 24 jamRe: UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara; UU No 34 tahun 2004 tentang TNI.

(2) Presiden dalam penyelenggaraan Keamanan Nasional dapat mengerahkan unsur TNI untuk menangulangi ancaman bersenjata pada keadaan tertib sipil sesuai eskalasi dan keadaan bencana.

Tentara bisa dikerahkan tanpa persetujuan DPR.

Ditto

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengerahan unsur TNI untuk menanggulangi ancaman bersenjata pada keadaan tertib sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Potensi penyalahgunaan kekuatan militer tanpa persetujuan otoritas politik sipil (DPR).Pemberian cek kosong (carte blanche) kepada pemerintah karena pengaturan lebih lanjut melalui PP.

Ditto

Pasal 35(1) Pelibatan unsur keamanan nasional

dalam sistem keamanan nasional meliputi unsur utama dan unsur pendukung.

Nihil Adopsi konsep Mandala Perang memerlukan uji wacana dan penyempurnaan sesuai konteks perkembangan zaman.

(2) Unsur utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unsur keamanan nasional yang terkait dan bertanggung jawab langsung di dalam menanggulangi jenis dan bentuk ancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2).

Pasal “karet,” sangat berpotensi untuk disalahgunakan oleh penyelenggara/ pelaksana.Potensi pencampur-adukan antara gangguan nyata bersenjata bahkan pada tahap pemberontakan (insurgency) dengan kejahatan kriminal/pidana umum yang menggunakan senjata.

Ditto

Page 109: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

101

(3) Unsur pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemberi bantuan guna mendukung kebutuhan unsur utama di dalam menanggulangi jenis dan bentuk ancaman yang sedang dihadapi.

Ditto Ditto

(4) Setiap Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian memberikan bantuan sesuai fungsinya kepada unsur utama dalam penyelenggaraan keamanan nasional.

Jika leading sector-nya adalah militer, merupakan perluasan kewenangan yang luar biasa. Pidana umum akan disubordinasikan; kewenangan polisional diambil-alih oleh leading sector.

Ditto

(5) Penentuan unsur utama dan unsur pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan spektrum, jenis, dan bentuk ancaman.

Ditto Ditto

(6) Penentuan unsur utama dan unsur pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Presiden.

Berlebihan, karena semua tugas dan kewenangan diberikan kepada Presiden; mengganggu delegasi kewenangan kepada institusi dan aktor yang di bawah kendali dan koordinasi Presiden.

Ditto

Pasal 36(1) Masyarakat dapat dilibatkan dalam

penyelenggaraan keamanan nasional.

Berpotensi pelanggaran HAM, terutama dalam kondisi perang; masyarakat sipil yang belum menjadi rakyat terlatih (ratih) atau wajib militer masuk ke dalam kategori bukan petempur (non-combatant), sehingga tidak boleh dilibatkan dalam penyelenggaran keamanan nasional di dalam situasi perang.

Harus ditentukan dulu syarat-syarat limitatifnya (parameter pelibatan, dan lain sebagainya).

Page 110: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

102

(2) Pelibatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menghadapi ancaman militer diselenggarakan melalui Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung.

UU Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung-nya sendiri belum diterbitkan.

Sudah diatur jauh lebih terinci dalam Pasal 9 UU No 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

(3) Pelibatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menghadapi ancaman bersenjata membantu unsur utama dalam memberikan informasi yang dibutuhkan.

“Cuak” berimplikasi berulangnya kembali praktek penggunaan warga sipil dalam operasi militer; ini menempatkan risiko pada keterlibatan sipil dalam operasi militer; merupakan pelanggaran HAM.Seperti dalam kasus Tengku Bantaqiah, penggunaan Cuak

Diatur dalam UU No 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.

berujung pada peradilan koneksitas. (4) Pelibatan masyarakat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) untuk menghadapi ancaman tidak bersenjata membantu unsur utama sesuai kebutuhan dan kemampuan.

Ditto DittoBatas antara “kebutuhan dan kemampuan” tidak jelas.

Page 111: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

103

Pasal 37Pencegahan dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c dilaksanakan oleh seluruh unsur keamanan nasional sesuai fungsi masing-masing melalui:a. penyusunan daftar permasalahan yang

dihadapi, dilengkapi dengan langkah-langkah penyelesaian yang pernah dilakukan oleh setiap unsur keamanan nasional;

b. Daftar permasalahan sebagaimana dimaksud pada huruf a dilaporkan kepada Dewan Keamanan Nasional; dan

c. Pembuatan rencana kontinjensi sesuai tataran kewenangan sebagai pedoman dalam melaksanakan tindakan pencegahan dini terhadap berbagai jenis dan bentuk ancaman yang dihadapi oleh setiap unsur keamanan nasional.

Menjadikan penyelenggaraan negara dapat memasuki ranah sipil, dengan tafsir definisi semena-mena oleh pemegang kekuasaan.Membuka ruang komponen masyarakat untuk menghakimi sendiri orang atau pihak-pihak yang ditafsirkan sebagai ancaman.

Wewenang polisional, sehingga Pasal ini tidak perlu.Pada status tertib sipil, dan bahkan darurat sipil, instrumen preemtif polisional dilakukan melalui Polmas (community policing), tetapi instrumen ini belum dilembagakan secara mapan.

Pasal 38Peringatan dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c disampaikan kepada Presiden oleh Sekretaris

Ditto Sudah diatur dalam UU No 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara

Jenderal Dewan Keamanan Nasional berdasarkan masukkan dari Badan Intelijen Negara sebagai unsur utama dibantu oleh seluruh Penyelenggara Intelijen Nasional.

Page 112: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

104

Pasal 39(1) Penindakan dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c terhadap berbagai jenis ancaman keamanan nasional dilaksanakan oleh unsur keamanan nasional yang terkait langsung sebagai unsur utama didukung dan diperkuat oleh unsur keamanan nasional yang tidak terkait langsung sebagai unsur pendukung.

Pasal sapu jagat, yang dengan mudah dapat disalahgunakan oleh aktor-aktor penyelenggara keamanan (yang juga sudah diperluas).

Sudah diatur dalam berbagai UU terkait, sesuai tupoksi aktor-aktor keamanan terkait.

(2) Penindakan dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk:

Ditto Ditto

a. Mencegah meningkat dan meluasnya intensitas ancaman yang diperkirakan dapat mengakibatkan terjadinya korban dan kerugian yang lebih besar;

Ditto Ditto

b. Mencegah campur tangan pihak asing yang dapat merugikan keamanan nasional; dan

Ditto Ditto

c. Mengembalikan kondisi keadaan menjadi tertib sipil dan stabil dengan melaksanakan tindakan represif dan kuratif secara terukur.

Ditto Ditto

Pasal 40Penanggulangan ancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, dilaksanakan berdasarkan Keputusan Presiden atas saran Dewan Keamanan Nasional sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian, TNI, Polri, Kejaksaan Agung, dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian.

Mengambil alih tanggung jawab di dalam tupoksi masing-masing institusi. Presiden akan disibukkan dengan penerbitan berbagai Keppres, yang materinya merupakan tanggung jawab instansi yang sudah ada.

Nomenklatur perundang-undangan RI tidak mengenal “UU Payung” yang lebih tinggi dari UU lain.

Page 113: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

105

Pasal 41Pemulihan terhadap kerusakan akibat penanggulangan ancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c dilaksanakan dengan rehabilitasi dan rekonstruksi.

Ditto Ditto

Bagian Kelima Penanggulangan Ancaman Keamanan di Laut

Sudah diatur dalam berbagai UU yang ada. Nomenklatur perundang-undangan RI tidak mengenal “UU Payung” yang lebih tinggi dari UU lain.

Pasal 42(1) Penanggulangan ancaman keamanan di

laut dilaksanakan oleh TNI dalam hal ini TNI AL dan Instansi yang memiliki otoritas penyelenggaraan keamanan di laut.

Nihil Ditto

(2) Penentuan instansi yang memiliki penyelenggaraan keamanan di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Cek kosong untuk pemerintah. Ditto

Bagian Keenam Tugas Perbantuan Internasional

Bagian ini tidak relevan di dalam domain Keamanan Nasional.

Pasal 43(1) Pelaksanaan tugas unsur keamanan nasional

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dalam kegiatan internasional ditetapkan oleh Presiden atas pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Ditto Ditto

(2) Kegiatan Internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

Ditto Ditto

a. Peran serta dalam misi perdamaian dibawah mandat Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Association of South East Asian Nation (ASEAN); dan

Ditto Ditto

Page 114: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

106

b. Peran serta misi kemanusiaan kepada negara lain.

Ditto Ditto

(3) Penetapan kegiatan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebutkan jangka waktu, kekuatan dan kemampuan, serta tugas yang akan dilakukan.

Ditto Ditto

Bagian Ketujuh Penanggulangan Ancaman Pada Status Hukum Keadaan Tertib Sipil

Bagian ini seharusnya ditiadakan saja. Karena “status tertib sipil” berarti terdapat keteraturan dan jaminan keselamatan penduduk, dan kewajiban perlindungan oleh negara dilaksanakan oleh Polri, sehingga tdk perlu diatur dalam UU ini.Re:Pasal 14 ayat 1 s/d 5 UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara sudah mengatur isu ini; Pasal 17 ayat 1 s/d 3 UU 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Pasal 44(1) Penanggulangan ancaman sesuai bentuknya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) oleh unsur utama dan pendukung dilaksanakan secara terpadu.

Keadaan Tertib sipil dapat mengerahkan aparat TNI ini bisa keliru.

Ditto

(2) Penanggulangan ancaman potensial dan aktual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) oleh unsur penyelenggara keamanan nasional dilaksanakan secara terpadu.

Definisi potensi ancaman nasional dapat ditafsirkan sesuai selera.

Ditto

(3) Dalam pelaksanaan penanggulangan ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), unsur utama penyelenggara keamanan nasional membuat prosedur operasi tetap untuk kecepatan bertindak dan mencegah berkembangnya eskalasi ancaman.

Ditto Ditto

Page 115: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

107

(4) Dalam pelaksanaan penanggulangan ancaman potensial dan aktual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk satuan tugas gabungan.

Berpotensi merampas kewenangan polisional pada tingkat ancaman potensial.

Potensi ancaman bukan domain Keamanan Nasional, tetapi merupakan domain Ketahanan Nasional; dan tahap preemtif dalam penguatan Ketahanan Nasional merupakan wewenang polisional.Lihat Pasal Penjelasan: ancaman aktual, Re: Pasal 17 Ayat 4 Penjelasan RUU ini.

(5) Pembentukan satuan tugas gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Presiden.

Satgas gabungan bisa banyak sekali. Nihil

Bagian Kedelapan Penanggulangan Ancaman Pada Status Hukum Keadaan Darurat Sipil

Prinsipnya semua keadaan darurat harus persetujuan DPR. Jika tidak ada persetujuan DPR maka batal demi hukum karena keadaan darurat itu berdampak masif, itu terdapat pada UU yang ada, dengan waktu 2x24 jam.

Pasal 45(1) Presiden menyatakan sebagian atau seluruh

wilayah negara dalam Status Darurat Sipil dalam menghadapi bahaya yang mengakibatkan terganggunya sebagian atau seluruh fungsi pemerintahan, ketentraman masyarakat dan ketertiban umum, yang tidak dapat ditanggulangi oleh fungsi pemerintahan tertib sipil.

Berimplikasi pada kebebasan masyarakat (UU No 23 Tahun 1959) sehingga wajib mendapat persetujuan DPR mengenai pemenuhan syarat-syarat dan parameter lainnya, serta dalam limitasi waktu yang ditetapkan.

Berimplikasi pada akuntabilitas anggaran yang diperlukan bagi pengelolaan darurat sipil.

Perlu adanya persetujuan LegislatifRe: UU No 23 Tahun 1959 menyebut isu kebebasan masyarakat sebagai kebebasan individu. Jika diterapkan status darurat sipil seperti ini, dengan rumusan “kebebasan individu,” maka sesungguhnya justru bertentangan dengan konsep mengenai “human security.” Dengan demikian penetapan status darurat sipil itu sendiri menjadi ancaman dalam konteks Keamanan Insani, yang justru dijadikan landasan konseptual RUU Keamanan Nasional ini.

(2) Pemerintah daerah bersama-sama dengan forum koordinasi keamanan nasional di daerah dapat mengajukan saran kepada Presiden tentang penetapan daerahnya dalam keadaan status keadaan darurat sipil yang dilengkapi dengan alasan-alasannya.

Pelanggaran prinsip akuntabilitas dalam demokrasi, karena menafikan otoritas politik parlemen (DPR).

Ditto

Page 116: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

108

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ditto Ditto

Pasal 46Penguasa darurat sipil daerah bersama komando satuan tugas gabungan terpadu berdasarkan saran Ketua Koordinator Intelijen Nasional dan Forum Koordinasi Keamanan Nasional di daerah menetapkan pembagian tugas, tanggung jawab, wewenang, komando, dan kendali penanggulangan terhadap ancaman di daerah sesuai dengan perkembangan tingkat kerawanan.

Memberikan keluasan wewenang yang luar biasa, tidak bersifat limitatif.

Sebaiknya disusun saja RUU Kedaruratan untuk menggantikan UU No 23 Tahun 1959.

Bagian Kesembilan Penanggulangan Ancaman Pada Status Hukum Keadaan Darurat Militer

Jika RUU ini memfokuskan pada Kedaruratan, sebaiknya disusun RUU tersendiri tentang kedaruratan, untuk menggantikan UU No 23 Tahun 1959.

Pasal 47(1) Presiden dengan persetujuan DPR

menyatakan sebagian atau seluruh wilayah Negara dalam Status Hukum Keadaan Darurat Militer dalam menghadapi ancaman yang berdampak terhadap keselamatan bangsa dan mengakibatkan fungsi-fungsi pemerintahan tidak berjalan serta tidak dapat ditangani oleh fungsi pemerintahan tertib sipil.

Tanpa limitasi waktu akan menjadi kekuasaan diktatorial dengan mengabaikan jaminan akuntabilitas penyelenggaraan kekuasaan negara oleh Presiden.Dalam militer ada aturan “melanggar hukum” yang memungkinkan untuk mengambil alih sistem pemerintahan yang tidak berjalan pada saat keadaan darurat militer.

Re : Pasal 44 RUU ini. Tidak dicantumkan limitasi waktu setelah Presiden menetapkan suatu status keadaan darurat.

Page 117: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

109

(2) Penguasa darurat sipil daerah bersama-sama dengan forum koordinasi keamanan nasional daerah dan DPRD dapat mengajukan saran kepada Presiden tentang penetapan daerah menjadi status hukum keadaan darurat militer.

Ditto Ditto

(3) Dalam menghadapi ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), komandan satuan gabungan terpadu yang ditunjuk merupakan penguasa darurat militer daerah.

Ditto Ditto

(4) Dalam penyelenggaraan darurat militer seluruh elemen masyarakat harus mendukung sesuai kompetensinya.

Berpotensi melanggar HAM, karena melibatkan “seluruh elemen masyarakat” (yang secara hipotetis termasuk komponen sipil yang tidak boleh dilibatkan dalam peperangan).

Seharusnya disusun dulu UU tentang Rakyat Terlatih (Ratih), Komponen Cadangan, dan Wajib Militer.

Pasal 48Penguasa darurat militer berdasarkan saran Ketua Koordinator Intelijen Nasional dan Forum Koordinasi Keamanan Nasional di daerah menetapkan pembagian tugas, tanggung jawab, wewenang, komando, dan kendali penanggulangan terhadap ancaman di daerah sesuai dengan perkembangan tingkat kerawanan.

Tanpa syarat-syarat limitatif, dapat menjadi Pasal karet.

Rujukan sebaiknya menggunakan norma internasional, seperti Konvensi Jenewa, khususnya Aturan Tambahan; untuk konteks dalam negeri, rujukan pada UU No 74 Tahun 1957, yang jauh lebih demokratis dibanding UU No 23 Tahun 1959.

Bagian Kesepuluh Penanggulangan Ancaman Pada Status Hukum Keadaan Perang

Page 118: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

110

Pasal 49(1) Presiden menyatakan perang kepada negara

lain dengan persetujuan DPR apabila nyata-nyata telah mendapatkan ancaman militer dari Negara lain tersebut setelah upaya penyelesaian dengan cara-cara damai dan diplomasi mengalami jalan buntu dan atau kegagalan.

Normatif Normatif; ditto catatan materi terkait di atas.

(2) Setelah pernyataan perang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Presiden menyatakan seluruh atau sebagian negara dalam keadaan perang.

Normatif Ditto; belum tegas syarat-syarat limitatifnya.

(3) Dalam hal keadaan perang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Presiden memegang kekuasaan tertinggi selaku penguasa perang pusat yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Dewan Keamanan Nasional.

Tumpang tindih dengan Kemenko Polhukham, Kementerian Pertahanan.Belum jelas fungsi DKN; perluasan kewenangan berpotensi pelanggaran prinsip-prinsip HAM dan akuntabilitas politik di dalam sistem demokrasi.

Ditto

(4) Penguasa perang pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjuk Panglima Komando Gabungan sebagai Panglima Mandala Operasi dan penguasa perang daerah.

Normatif. Normatif

(5) Seluruh kekuatan TNI dan kekuatan nasional lainnya digunakan untuk perang melalui mobilisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal karet, berpotensi pelanggaran HAM karena peraturan perundang-undangan yang dimaksud belum memadai.

Seharusnya disusun dulu peraturan perundang-undangan dimaksud.

Bagian Kesebelas Penanggulangan Keadaan Bencana

Page 119: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

111

Pasal 50(1) Penetapan status keadaan darurat bencana

dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan skala bencana.

Tidak konsisten dengan Pasal 10 RUU ini. Bencana adalah prasayarat untuk menetapkan status keadaan.

(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk skala nasional dilakukan oleh Presiden, skala provinsi dilakukan oleh Gubernur, dan skala kabupaten/kota dilakukan oleh Bupati/Walikota

Berpotensi untuk penafsiran semena-mena. Status keadaan darurat membawa implikasi anggaran non budjeter.

Tidak, atau belum, ada parameter untuk penetapan.

(3) Tugas, tanggungjawab, dan wewenang manajemen penanggulangan bencana pada kondisi status bencana nasional berada pada BNPB

Normatif Re:UU No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Perpres BNPB No 8 Tahun 2008

(4) Tugas, tanggungjawab, dan wewenang manajemen penanggulangan bencana pada kondisi status bencana daerah berada pada BPBD.

Normatif Ditto

Pasal 51BNPB dibantu BPBD membentuk Komando satuan tugas gabungan terpadu penanggulangan bencana dan membuat rencana kontinjensi, rencana operasi, Prosedur Operasi Tetap, dan rencana latihan.

Normatif Ditto

Pasal 52(1) Bantuan kemanusiaan dalam

penanggulangan bencana yang diberikan oleh negara asing, baik bantuan militer maupun non militer, organisasi internasional, lembaga swadaya masyarakat, donatur dan relawan diproses setelah mendapat ijin dari Pemerintah Republik Indonesia.

Nihil Ditto

Page 120: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

112

(2) Bantuan kemanusiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:

Nihil Re:UU No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Perpres BNPB No 8 Tahun 2008

a. Bantuan dari militer asing di bawah kendali operasional dan koordinasi TNI;

Nihil Harus ada aturan BKO-nya dulu; harus limitatif.

b. Bantuan non militer di bawah kendali operasional dan koordinasi Kementerian terkait, dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian;

Nihil Ditto

c. Bantuan dari organisasi internasional, donatur, relawan, dan lembaga swadaya masyarakat di bawah kendali operasional dan koordinasi BNPB; dan

Normatif Ditto

d. Bantuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c di bawah kendali operasional dan koordinasi Dan Satgas Penanggulangan Bencana.

Normatif Ditto

Bagian Keduabelas Tataran Kewenangan Komando dan Kendali

Istilah komando dan kendali bermakna diametral dengan prinsip demokrasi.

Pasal 53(1) Komando dan kendali penyelenggaraan

keamanan nasional:

Ditto Ditto

a. Komando dan kendali tingkat nasional di tangan Presiden

Normatif Penumpukan kewenangan tambahan ditingkat Presiden yang mereduksi fungsi-fungsi pemerintahan normal lainnya yang juga dipegang oleh Presiden.

b. Komando dan kendali tingkat strategi di tangan pemimpin Kementerian, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung,

Kerancuan wewenang dan tupoksi Kabinet pemerintahan.

Lalu apa bedanya dengan kabinet?

Kepala BIN, Kepala BNPB dan pemimpin Lembaga Pemerintah Non Kementerian;

Page 121: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

113

c. Komando dan kendali tingkat operasional di tangan Panglima/Komandan Satuan Gabungan Terpadu; dan

Karena rumusan tentang ancaman nasional berspektrum sangat luas, maka materi ini berpotensi pelanggaran prinsip-prinsip demokrasi.Pemberian kewenangan pada Panglima/Satgasgab

Nihil

berpotensi untuk penumpukan kekuasaan lebih besar ditangan leading sector (TNI) secara otomatis akan memperbesar peluang penyalahgunaan kekuasaan.Prinsip penguatan komando dan kendali berhadapan dengan prinsip partisipasi dan kesetaraan dari nilai-nilai demokratis.

d. Komando dan kendali tingkat taktis di tangan Komandan Satuan Taktis.

Ditto

(2) Tataran kewenangan Komando kendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab secara hirarkis dan terkait.

Normatif

Bagian Ketigabelas PengawasanPasal 54Pengawasan terhadap penyelenggaraan Sistem Keamanan Nasional dilakukan secara berlapis melalui suatu mekanisme pengawasan konsentrik sesuai dengan kaidah pengamanan demokratis yang meliputi:

Seluruh materi Pasal ini memberi “senjata dan amunisi” bagi represi demokrasi.

Istilah dengan makna bertentangan (contradictio in terminis): “pengamanan demokratis” yang dilakukan dengan seluruh jenis upaya paksa. Re: Penjelasan RUU Keamanan Nasional ini, Pasal 54 huruf e.

a. Pengawasan melekat; Akan duplikasi dan overlapping dengan Aparatur Pengawasan Instansi Pemerintahan (APIP).

Sudah terstruktur secara ketat dalam norma-norma pelaksanaan birokrasi pemerintahan.

Page 122: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

114

b. Pengawasan eksekutif Membuka ruang pertarungan politik baru.

Ini merupakan ranah Hukum Tata Negara, yang derajatnya lebih tinggi daripada yang dapat diatur oleh sebuah UU seperti direncanakan dalam RUU Keamanan Nasional ini.

c. Pengawasan legislatif; Ditto Dittod. Pengawasan publik; dan Ditto Tidak jelas aktor mana yang mendapatkan kewenangan

pengawasan publik, dan kekaburan definisi konsep “publik” (apakah masyarakat secara umum, atau semua hal yang berkaitan dengan kepemilikan negara sebagaimana maknanya di dalam bahasa Inggeris: public).

e. Pengawasan penggunaan kuasa khusus. Berpotensi bagi terjadinya pelanggaran HAM.Perampasan wewenang polisional atau fungsi polisional oleh pihak-pihak yang tidak berwenang.

Rincian di dalam Penjelasan RUU ini harus dimasukkan di dalam batang tubuh, bukan di Penjelasan (karena norma).Re:Pasal 176 s/d 178 UU 12 tahun 2011.

Pelanggaran kepastian hukum.Pada Penjelasan RUU Keamanan Nasional ini, Pasal 54 huruf e, maka orang bodoh bisa ditangkap, karena dia adalah ancaman; perdebatan dan diskusi demokratis di parlemen yang dapat dianggap sebagai ancaman nasional, juga boleh disadap, ditahan, diperiksa, dan diperlakukan dengan upaya paksa lainnya.

Bagian Keempatbelas PembiayaanPasal 55(1) Pelaksanaan tugas pelibatan sebagai unsur

pendukung dalam penyelenggaraan keamanan nasional, administrasi dan logistik menjadi tanggung jawab unsur utama.

Menyebabkan perluasan kewenangan aktor utama dalam hal anggaran dan pengelolaan keuangan.

Semua anggaran pendapatan dan belanja negara sudah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, dengan syarat-syarat transparansi, akuntabilitas, dan lain-lain sesuai norma penyelenggaraan kekuasaan negara dalam hal keuangan negara.

Page 123: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

115

(2) Pelaksanaan dukungan administrasi dan logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan dengan kementrian dan/atau lembaga pemerintah non kementrian sebagai penanggung jawab fungsi.

Ditto Ditto

Pasal 56(1) Biaya penyelenggaraan keamanan nasional

dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau sumber-sumber lain yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pernah disalahgunakan oleh tentara pada tahun 1957 dengan membentuk Front Nasional untuk membiayai perang dengan anggaran dari masyarakat.Pemanfaatan anggaran lebih dari 70% untuk operasi keamanan.Mengacaukan struktur dan arsitektur RAPBN dan APBN.

Ditto

(2) Sumber-sumber lain untuk membiayai penyelenggaraan keamanan nasional hanya dimungkinkan untuk penanggulangan bencana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Ketentuan ini tetap saja membuka ruang penyalahgunaan wewenang akumulasi dana, yang melanggar prinsip akuntabilitas anggaran negara.

Ditto

BAB VI KETENTUAN PERALIHAN

Page 124: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

116

Pasal 57(1) Dewan Keamanan Nasional bersifat

kelembagaan dibentuk paling lambat 6 (enam) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.

Validasi Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) sebagai kerangka organisasi baru Dewan Keamanan Nasional (DKN) sekaligus akan menjadi negasi bagi pembentukan Dewan Pertahanan Nasional (DPN) sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 15 UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Padahal Pasal ini membuka ruang demokratis bagi pembentukan DPN karena mencakup unsur-unsur pemangku kepentingan (stakeholders) Keamanan Nasional di luar aktor keamanannya itu sendiri, seperti pakar pertahanan, organisasi masyarakat, dan LSM.Struktur dan domain kewenangan DKN merupakan metamorfosis dari lembaga –lembaga represif pada masa Orde Baru seperti Kopkamtib dan Bakorstanas/da.

Pembentukan organisasi baru secara struktural bisa dipenuhi selama 6 bulan terutama jika organisasi ini merupakan validasi dari wantannas. Tetapi tidak mungkin terbangun nilai-nilai yang dirancang secara ideal dalam waktu 6 bulan pembentukan Organisasi baru DKN ini, khususnya sebagai instrumen antisipasi bagi ancaman non konvensional.

(2) Sebelum terbentuknya Dewan Keamanan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam kurun waktu yang ditentukan, untuk sementara tugas-tugas Dewan Keamanan Nasional dilaksanakan oleh Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.

Nasib selanjutnya dari Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan menjadi tidak jelas, padahal sudah diatur dalam UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Nihil

(3) Sekretariat Jenderal Dewan Keamanan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) merupakan validasi Dewan Ketahanan Nasional.

Masih tidak jelas dengan nasib Lemhannas RI dan Menko Polhukham.

Nihil

Page 125: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

117

Pasal 58(1) Forum Koordinasi Keamanan Provinsi dan

Sekretaris Forum Koordinasi Keamanan Nasional Provinsi sudah dilaksanakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah terbentuknya Dewan Keamanan Nasional.

Proses likuidasi, reorganisasi, dan validasi hanya dalam jangka waktu enam bulan akan menimbulkan kekacauan: pengaturan personel, penyusunan tupoksi Forum, dan beban anggaran yang besar. Karena kepala daerah adalah pemimpin politik hasil konsensus politik (pemilu kada), maka proses ini akan menjadi pertarungan kekuasaan antar parpol. Pemenangnya akan memperoleh proteksi hukum jika menyalahgunakan

Nihil

kekuasaan politik yang diperoleh lewat pemilu kada.

(2) Forum Koordinasi Keamanan Kabupaten/Kota dan Sekretaris Forum Koordinasi Keamanan Kabupaten/Kota sudah dilaksanakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah terbentuknya Forum Koordinasi Keamanan Nasional Provinsi.

Ditto Nihil

BAB VII KETENTUAN PENUTUPPasal 59(1) Pada saat berlakunya undang-undang ini,

semua peraturan perundang-undangan yang terkait

Menimbulkan kerancuan hukum lebih jauh lagi.

Re: UU No 23 Tahun 1959 masih berlaku.Seharusnya UU No 23 Tahun 1959 itu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Re: Pasal 102 UU No 12 Tahun 2011.

dengan Keamanan Nasional yang sudah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.

Page 126: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

118

(2) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Konsekuensinya, keanggotaan tidak mencakup “Anggota tidak tetap dari unsur nonpemerintah berjumlah 5 orang, terdiri atas pakar bidang pertahanan, organisasi masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat.” Penggunaan kuasa khusus bisa digunakan tanpa pengawasan.

Lampiran II UU 12 Tahun 2011 Angka 9: Pada nama Peraturan Perundang–undangan pencabutan ditambahkan kata pencabutan di depan judul Peraturan Perundang–undangan yang dicabut.Mencabut Pasal 15 UU No.3 Tahun 2002 terkait Dewan Pertahanan Negara yang bertugas menelaah kondisi Keamanan Nasional atau Pertahanan Negara, menilai risiko kebijakan dan memberikan opsi kebijakan pada Presiden.

Pasal 60Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Nihil Nihil

Page 127: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

119

Catatan:

RUU Keamanan Nasional ini tidak fokus, dalam arti lebih menggambarkan gabungan dari subtansi berbagai UU yang telah ada, yang mengatur masalah ancaman, kuasa khusus, gradasi situasi, dan menggambarkan adanya kekuasaan yang luarbiasa pada Pemerintah Daerah.

Rujukan Naskah Akademik RUU Keamanan Nasional sangat tidak kompatibel, tidak kredibel. Contoh: masih menggunakan rujukan buku JCT Kansil, dan lain-lain. Rujukan teoretik, konseptual, serta contoh-contohnya banyak yang salah; terutama karena tidak merujuk pada sumber-sumber aslinya. Referensi komparatif pada Security Councils di negara-negara lain juga sangat tidak memadai dan tidak kontekstual.

Tidak memenuhi, dan menyalahi aturan dalam Pasal 5 dan 6 UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan:

Pasal 5:Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan yang baik, yang meliputi:

a. kejelasan tujuan;b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;d. dapat dilaksanakan;e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;f. kejelasan rumusan; dang. keterbukaan

Pasal 6:(1) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:

a. pengayoman;b. kemanusiaan;c. kebangsaan;

Page 128: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

120

d. kekeluargaan;e. kenusantaraan;f. bhinneka tunggal ika;g. keadilan;h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atauj. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

(2) Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.

Pasal 23 UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan :

(1) Dalam Prolegnas dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas:

a. pengesahan perjanjian internasional tertentu;b. akibat putusan Mahkamah Konstitusi;c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;d. pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota; dan penetapan/pencabutan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

(2) Dalam keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas mencakup:

a. Untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; danb. Keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan Undang-Undang yang dapat disetujui

bersama oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.

Angka 176, 177, 178 Lampiran II UU 12 Tahun 2011 digunakan untuk memberi cahaya dalam mereview seluruh Pasal dan Penjelasan RUU Keamanan Nasional, sebagai berikut:

176. Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk Peraturan Perundang-undangan atas norma tertentu dalam Batang Tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam norma yang

Page 129: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

121

dapat disertai dengan contoh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam Batang Tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud.

177. Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma.

178. Penjelasan tidak menggunakan rumusan yang isinya memuat perubahan terselubung terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Kewenangan itu tidak diletakkan dipenjelasan UU, melainkan di dalam UU.Negara kekuasaan (machtstaat) mengancam negara hukum (rechtstaat); berpotensi melanggar Konstitusi.

Page 130: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

122

Page 131: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

123

PenjelasanAtas

Rancangan Undang-Undang Republik IndonesiaNomor ... Tahun ...

tentangKeamanan Nasional

I. Umum

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 memiliki cita-cita sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahum 1945 pada alinea pembukaan “...Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.” Hal ini memuat suatu pesan tanggung jawab kepada seluruh anak bangsa ini yaitu pertama persatuan dan kesatuan bangsa harus tetap dipelihara agar Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap utuh, kedua kekuasaan tertinggi atas pemerintahan dan wilayah harus tetap dipelihara dan dijaga oleh seluruh warga bangsa ini dengan semangat cinta tanah air, rela berkorban dan tidak kenal menyerah. Ketiga di dalam upaya mencapai kemakmuran yang dicita-citakan mengutamakan nilai-nilai kebersamaan dan kekeluargaan yang harus tetap di pelihara, dijaga dan dilestarikan.

Berdasarkan cita-cita tersebut pembentukan suatu pemerintahan negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam alinea ketiga Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bertujuan untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Pernyataan alinea ketiga tersebut dapat diartikan: pertama, diperluakan suatu situasi dan kondisi yang dapat menjamin terselenggaranya seluruh proses untuk mewujudkan tujuan nasional, cita-cita nasional dan kepentingan nasional melalui pembangunan nasional. Kedua, membebaskan seluruh warga bangsa ini dari kemiskinan dan kebodohan tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa dipayungi oleh jaminan situasi dan kondisi aman yang terjaga dengan baik dan konsepsional. Ketiga, Negara Kesatuan Republik Indonesia hidup ditengah warga dunia yang damai, serasi, selaras, dan seimbang dalam pergaulan internasional. Oleh karena itu alinea ketiga Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan tujuan nasional yang pada dasarnya mengelola kesejahteraan nasional dan keamanan nasional yang saling ketergantungan. Tidak mungkin ada kesejahteraan nasional yang memadai dapat diwujudkan kalau tidak ada keamanan nasional yang terkendali, demikian sebaliknya, tidak akan dapat dicapai kondisi keamanan nasional yang kondusif dan dinamis tanpa dukungan kesejahteraan nasional yang baik. Harmoni antara keamanan nasional dan kesejahteraan nasional akan mewujudkan ketahanan nasional yang ulet dan tangguh.

Suatu kondisi yang aman tidak terlepas dari keterkaitannya aspek geografi, demografi, sumber kekayaan alam, idiologi,

Page 132: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

124

politik, ekonomi, sosial, budaya serta pertahanan dan keamanan. Oleh sebab itu keamanan nasional merupakan suatu sistem dimana unsur-unsur yang ada di dalamnya saling berkaitan, saling mempengaruhi, saling berinteraksi dan saling menentukan membentuk suatu kesatuan yang utuh dan selalu diperhitungkan dalam menentukan arah pencapaian tujuan negara.

Pemerintahan merupakan kunci bagi terselenggaranya proses pencapaian cita-cita nasional, tujuan nasional, dan kepentingan nasional melalui pembangunan nasional yang implementasinya dibagi habis ke dalam intitusi pemerintahan. Acuan utamanya adalah amanat konstitusi dan ancaman yang dihadapi dari suatu era waktu ke era waktu berikutnya karena perkembangan lingkungan strategis. Dalam perjalanan sejarah, bangsa Indonesia menghadapi berbagai tantangan dinamis yang berubah dari periode waktu ke waktu : Pertama, mempertahankan kemerdekaan; kedua, mempertahankan integritas wilayah dari perpecahan dalam negeri; ketiga, mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dari pengaruh ideologi komunisme; keempat, mensukseskan pembangunan nasional; kelima, melaksanakan demokrasi dan kepemerintahan yang baik dalam pembangunan nasional saat ini dan waktu yang akan datang. Periode waktu tersebut berimplikasi terhadap berbagai upaya perwujudan keamanan nasional dan kesejahteraan nasional.

Menghadapi perkembangan lingkungan strategis, dengan paradigma baru berupa demokrasi, hak azasi manusia, lingkungan hidup, dan pasar bebas telah dikedepankan dan dijadikan sebagai norma dan ukuran dalam pergaulan internasional. Hal ini membutuhkan penyesuaian yang cermat dan terukur agar suatu negara tetap eksis, berdaulat dan terhormat. Sementara itu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga memicu kecepatan

perubahan pola kehidupan modern yang lebih rasional, spesialistik dan individualistik yang sangat mempengaruhi pembangunan nasional. Akibatnya sumber ancaman terhadap keamanan nasional menjadi semakin luas, bukan hanya berasal dari dalam dan atau luar tetapi juga bersifat global. Sejalan dengan itu jenis dan bentuk ancaman juga bergeser menjadi ancaman multidimensional, tidak lagi mengarah kepada ancaman militer semata, tetapi sudah masuk ke aspek budaya, ekonomi, politik, maupun pertahanan dan keamanan. Apa yang selama ini dikenal dengan keamanan dalam negeri sudah menjangkau ke jenis dan bentuk ancaman yang lebih luas mulai dari kemiskinan, epidemi, kejadian luar biasa permasalahan kesehatan masyarakat, wabah, kepedulian internasional dan pandemi, bencana alam, kerusuhan sosial, pertikaian antar golongan, kejahatan, pemberontakan bersenjata sampai dengan gerakan separatis bersenjata. Sehingga upaya mewujudkan keamanan nasional tidak dapat lagi berdiri sendiri, artinya mendefinisikan konsep keamanan nasional tidak dapat hanya dibatasi pada pengertian tradisional yang hanya berorientasi pada alat pertahanan dan keamanan negara saja. Namun keamanan nasional harus dipandang sebagai bagian integral dari berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu idiologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan negara. Dalam hal ini keamanan nasional menjadi berkembang mencakup pertahanan negara, keamanan negara, keamanan ketertiban masyarakat, dan keamanan insani.

Indonesia sebagai negara berkembang harus membina kekuatan dan kemampuan untuk menghadapi berbagai tantangan perkembangan global yang setiap saat dapat menyebabkan tidak kondusifnya keamanan nasional. Semenjak era proklamasi kemerdekaan Indonesia sampai dengan saat ini pemerintah

Page 133: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

125

Indonesia bersama segenap komponen bangsa lainnya berdasarkan Undang-Undang yang ada telah berupaya menjaga stabilitas keamanan nasional dari berbagai ancaman yang dihadapi. Di era reformasi berbagai produk Undang-Undang tentang keamanan sebagai penjabaran pasal 26, 27 dan 30 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah digunakan sebagai dasar untuk penyelenggaraan keamanan nasional. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada belum terdapat klausul yang menyatakan secara tegas adanya kerjasama dan koordinasi yang bersifat mengikat diantara aktor-aktor penyelenggara keamanan nasional. Disisi lain Lembaga/Departemen lainnya berdasarkan penjabaran Pasal 31 ayat (5), Pasal 32, Pasal 33 ayat (2), (3), (4) dan Pasal 34 ayat (2), (3) masih mengedepankan pengelolaan dari aspek kesejahteraan, belum memungkinkannya untuk ikut berpartisipasi dalam mewujudkan stabilitas keamanan nasional sesuai dengan bidangnya masing-masing menghadapi ancaman yang ada.

Kondisi di atas telah menimbulkan berbagai kelemahan dalam koordinasi dan sinergi antara aktor-aktor maupun kebanggaan sektoral serta kepedulian masyarakat. Dihadapkan kepada tuntutan kebutuhan, perkembangan ancaman dan perkembangan lingkungan strategis, maka penyelenggaraan keamanan nasional oleh komponen-komponen yang ada memerlukan penyesuaian dan penyempurnaan perangkat lunak dan perangkat keras untuk penyusunan sistem keamanan nasional yang komprehensif.

Untuk menciptakan keamanan nasional yang kondusif dan komprehensif bukan hanya merupakan tanggung jawab TNI dan Polri sebagai kekuatan utama melainkan juga melibatkan seluruh instansi pemerintah terkait dan peran serta masyarakat sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui SISHANKAMRATA yaitu rakyat sebagai kekuatan pendukung. Keberadaan lembaga negara baik departemen non departemen, instansi pemerintah, dan bahkan Lembaga Swadaya Masyarakat harus bermuara kepada kepentingan nasional agar tujuan dan cita-cita negara dapat tercapai. Dengan mempertimbangkan kecenderungan meningkatnya kualitas dan kuantitas berbagai bentuk dan jenis ancaman terhadap kepentingan nasional diperlukan suatu sistem yang komprehensif yang dapat mengakomodasikan semua fungsi pertahanan/keamanan negara dalam suatu wadah yang mengkoordinasikan berbagai kekuatan dari seluruh komponen bangsa dalam mengelola keamanan nasional. Sehubungan dengan kondisi diatas untuk mewujudkan stabilitas keamanan nasional serta kelancaran penyelenggaraan upaya keamanan nasional maka diperlukan undang-undang keamanan nasional.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1Cukup jelas.

Pasal 2Cukup jelas.

Pasal 3Cukup jelas.

Page 134: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

126

Pasal 4Huruf a

Cukup jelas.

Huruf bCukup jelas.

Huruf cYang dimaksud dengan:Pencegahan dini merupakan langkah dan tindakan untuk mencegah terjadinya potensi ancaman oleh instansi pemerintah terkait agar tidak berkembang menjadi ancaman nyata atau memperkecil dampak akibat dari ancaman apabila tetap terjadi;Peringatan dini merupakan tindakan peringatan tentang adanya potensi ancaman terhadap keamanan nasional berdasarkan informasi yang akurat, komprehensif, dan tepat waktu kepada instansi pemerintah terkait agar dapat diantisipasi/ditindaklanjuti seawal mungkin;Penindakan dini merupakan langkah dan tindakan agar potensi ancaman yang timbul dapat ditangani sejak awal dengan upaya yang tepat, cepat dan terukur sesuai akar dan karakteristik ancaman oleh instansi pemerintah terkait beserta instansi pendukung untuk memperkecil dampak akibat ancaman yang terjadi;Penanggulangan merupakan langkah dan tindakan penanganan yang tepat, cepat, dan terukur oleh instansi pemerintah terkait beserta instansi pendukung dan

berbagai elemen masyarakat apabila penindakan dini belum berhasil dan spektrum ancaman semakin meluas; danPemulihan merupakan langkah dan tindakan rehabilitasi dan rekonstruksi oleh pemerintah setelah penanggulangan dari dampak yang diakibatkan oleh ancaman yang terjadi, untuk dapat menciptakan kondisi aman dan tertib yang memberikan peluang bagi terwujudnya kemampuan sosial kemasyarakatan menuju penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan tegaknya hukum.

Huruf dCukup jelas.

Pasal 5Cukup jelas.

Pasal 6Yang dimaksud dengan “subtansi dasar kehidupan manusia” yaitu perlindungan untuk hidup, untuk tidak di siksa, untuk mendapatkan kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, untuk beragama, untuk tidak diperbudak, untuk diakui sebagai pribadi, dan persamaan di hadapan hukum. Termasuk perlindungan dari bencana alam, bencana kelaparan, kemiskinan, kejahatan, dari tekanan fisik maupun moril yang luar biasa.

Pasal 7Yang dimaksud dengan “keselamatan segenap bangsa” yaitu keselamatan individu, masyarakat dan bangsa baik

Page 135: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

127

fisik maupun psikis, dalam konteks penegakan hukum dilaksanakan oleh Polri. Dalam hal terjadi eskalasi ancaman yang berkaitan antara lain dengan kerusuhan, perusakan, pembakaran kota, penyerangan kampung, dan konflik horisontal dengan skala meningkat, maka TNI bersama komponen masyarakat sesuai kompetensi dapat mendukung Polri.

Pasal 8Keamanan ke dalam merupakan domain bersama antara Polri dan TNI. Dalam konteks penanggulangan dan penegakan hukum yang bertanggung jawab adalah Polri. Dalam hal pemberontakan bersenjata yang melawan negara dan mengancam keutuhan wilayah yang berasal dari dalam negeri maka menjadi tanggung jawab TNI dan Polri.

Pasal 9Dalam kontek penindakan terhadap semua bentuk ancaman militer negara lain yang mengganggu keutuhan wilayah dan kedaulatan negara merupakan tanggung jawab TNI dibantu oleh komponen bangsa lainnya sesuai kompetensi.

Pasal 10Cukup jelas.

Pasal 11Yang dimaksud dengan keadaan bencana yaitu keadaan yang disebabkan oleh bencana alam atau buatan manusia yang mengakibatkan sebagian atau seluruh fungsi pemerintahan di wilayah yang terkena bencana terganggu dan atau jatuh korban manusia dalam jumlah besar yang tidak dapat ditangani dengan cara-cara biasa.

Pasal 12Cukup jelas.

Pasal 13Cukup jelas.

Pasal 14Cukup jelas.

Pasal 15Cukup jelas.

Pasal 16Ayat (1)

Yang dimaksud dengan ancaman paling lunak sampai dengan ancaman paling keras bersifat lokal sampai dengan nasional dalam ayat ini adalah dampak dari bentuk dan jenis ancaman sesuai dengan eskalasi mulai dari keadaan aman dan tertib meningkat menjadi keresahan sosial,

Page 136: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

128

kerusuhan sosial, gawat sampai dengan keadaan darurat yang meluas dan berkembang mulai dari lokal (daerah) sampai dengan kondisi keadaan secara nasional.

Ayat (2)Huruf a

Yang dimaksud dengan sasaran ancaman terhadap bangsa dan negara yaitu ancaman terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI.

Huruf bCukup jelas.

Huruf cCukup jelas.

Huruf dYang dimaksud dengan sasaran ancaman insani yaitu ancaman baik terhadap warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang berada di wilayah Indonesia.

Pasal 17Ayat (1)

Ancaman di segala aspek kehidupan meliputi ancaman pada aspek geografi, sumber kekayaan alam, demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan yang membahayakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Yang dimaksud dengan jenis ancaman merupakan penggolongan ancaman di segala aspek kehidupan dengan sumber ancaman yang berasal dari dalam dan luar negeri, dan pelaku baik yang terdiri dari negara, bukan negara, maupun individu yang didukung oleh negara lain.

Huruf aYang dimaksud dengan ancaman militer yaitu ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata yang terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan keselematan segenap bangsa.

Huruf bYang dimaksud ancaman bersenjata yaitu ancaman kekuatan bersenjata, baik terorganisir maupun tidak yang dapat membahayakan keselamatan individu warga negara, masyarakat, kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan bangsa.

Huruf cYang dimaksud dengan ancaman tidak bersenjata yaitu ancaman yang tidak menggunakan senjata, dan/atau yang ditimbulkan oleh bencana alam dan non alam yang membahayakan keselamatan insani, keselamatan publik, keselamatan negara dan pertahanan negara di segala aspek kehidupan, antara lain kerusuhan, penyakit menular, gempa bumi, tsunami.

Page 137: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

129

Ayat (2)a. Bentuk ancaman militer merupakan ancaman terhadap

keamanan ke luar antara lain:1. Agresi;2. Invasi;3. Pelanggaran wilayah kedaulatan negara kesatuan

republik Indonesia oleh militer asing;4. Spionase5. Sabotase6. Penggunaan senjata kimia, biologi, radio aktif, nuklir,

bahan peledak;7. Blokade wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;8. Kegiatan militer asing yang melanggar perjanjian;

dan9. Penggunaan tentara bayaran/kelompok bersenjata

untuk kepentingan tertentu di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. Bentuk ancaman bersenjata merupakan ancaman terhadap keamanan kedalam, keamanan publik, dan keamanan insani antara lain:1. Separatisme;2. Pemberontakan bersenjata;3. Terorisme;4. Pembajakan bersenjata;5. Kriminal bersenjata;6. Penyanderaan bersenjata;

c. Bentuk ancaman tidak bersenjata merupakan ancaman terhadap keamanan publik dan keamanan insani antara lain:1. Pelanggaran wilayah perbatasan;2. Konflik horisontal dan komunal;3. Anarkisme;4. Multi smuggling/penyelundupan (manusia, imigran

gelap, senjata/amunisi);5. Persaingan perdagangan yang tidak sehat (dumping,

pemalsu, pembajakan produk);6. Krisis moneter;7. Kejahatan keuangan (uang palsu, money laundry,

finansial cybercrime);8. Bencana

a. Alam (banjir, tsunami, dan lain-lain);b. Non alam (kegagalan teknologi, kebakaran hutan

ulah manusia, dan lain-lain);c. sosial (pemogokan massal).

9. Kejahatan transnasional (cyber netic, narkoba, ekonomi dan pasar gelap);

10. Ideologi;11. Radikalisme;12. Penghancuran nilai-nilai moral dan etika bangsa;13. Kelangkaan pangan dan air;14. Penyalahgunaan kimia, biologi, radioaktif, nuklir

(pertanian, peternakan, perikanan);dan

Page 138: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

130

15. Pengrusakan lingkungan (hutan, air, degradasi fungsi lahan);

16. Kelangkaan energi;17. Pandemik (HIV, flu burung, flu babi);18. Sosial (kemiskinan, ketidakadilan, kebodohan,

ketidaktaatan hukum, korupsi dan lain-lain);dan19. Diskonsepsional perumusan legislasi dan regulasi.

Ayat (3)Cukup jelas

Ayat (4)Yang dimaksud dengan ancaman potensial adalah ancaman yang mungkin terjadi namun belum pernah terjadi atau sangat jarang terjadi dan diperkirakan dari tingkat signifikansi dampak yang ditimbulkan apabila benar-benar terjadi akan berakibat sangat fatal dan luas terhadap eksistensi dan keselamatan bangsa dan negara.Yang dimaksud dengan ancaman aktual adalah ancaman nyata yang sudah pernah terjadi atau akan terjadi lagi, artinya mengacu pada persoalan waktu (kapan) sehingga dapat dikatakan bahwa ancaman tersebut sudah berada di depan mata (nyata).

Ayat (5)Cukup jelas.

Pasal 18Huruf a

Asas tujuan, bahwa penyelenggaraan keamanan nasional mempunyai tujuan untuk memelihara, meningkatkan stabilitas kemananan nasional.

Huruf bAsas manfaat, bahwa penyelenggaraan keamanan nasional memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi warga negara, peningkatan kesejahteraan warga negara dan peningkatan peri kehidupan yang berkesimbangan, serta menjaga dan mewujudkan kepentingan nasional.

Huruf cAsas terpadu dan sinergis, bahwa penyelenggaraan keamanan nasional dilaksanakan secara terpadu antar unsur penyelenggara keamanan nasional atas dasar nilai-nilai kebersamaan dalam mencapai sutau tujuan.

Pasal 19Cukup jelas.

Pasal 20Cukup jelas.

Pasal 21Cukup jelas.

Page 139: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

131

Pasal 22Cukup jelas.

Pasal 23Ayat (1)

Yang dimaksud dengan penyelenggara Intelijen pemerintah yaitu bagian dari suatu instansi di luar badan intelijen resmi tetapi kegiatannya sama atau serupa dengan kegiatan intelijen seperti penelitian dan survey terhadap suatu keadaan yang akan berdampak terhadap keamanan nasional.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 24Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (4)Yang dimaksud pejabat negara setingkat menteri yang ditunjuk oleh Presiden yaitu menteri yang membawahi Kementerian yang ditetapkan oleh Presiden sebagaimana tercantum dalam undang-undang Nomor 39 tahun 2008 tentang kementerian negara.

Ayat (5)Cukup jelas.

Pasal 25Huruf a

Cukup jelas.

Huruf bCukup jelas.

Huruf cCukup jelas.

Huruf dYang dimaksud dengan eskalasi ancaman adalah perubahan tingkat ancaman mulai dari tingkat yang rendah sampai dengan tingkat yang tinggi.

Huruf eCukup jelas.

Page 140: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

132

Huruf fCukup jelas.

Pasal 26Cukup jelas.

Pasal 27Cukup jelas.

Pasal 28Cukup jelas.

Pasal 29Cukup jelas.

Pasal 30Ayat (1)

Yang dimaksud dengan kebijakan operasional dan strategi militer yaitu penentuan dan penetapan tentang pembangunan, pembinaan, dan penggunaan kekuatan TNI berdasarkan perkembangan lingkungan strategis.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 31Yang dimaksud dengan menetapkan kebijakan dan strategi tata pemerintahan penyelenggaran operasional berdasarkan kebijakan dan strategi keamanan nasional adalah:d. Penyelenggaraan keamanan nasional merupakan

kewenangan pemerintah pusat;e. Kebijakan operasional Kepala Daerah Provinsi dan

Kabupaten/Kota merupakan kebijakan operasional yang dikoordinasikan dengan unsur keamanan di daerah atas dasar pengarahan dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian lainnya yang terkait;

f. Kebijakan operasional dimaksud tidak termasuk masalah-masalah yang berkitan dengan taktis dan teknis operasional;

g. Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam berkoordinasi dengan unsur-unsur keamanan nasional di daerah melalui pola hubungan kesetaraan;dan

h. setiap program pembangunan di daerah mengakomodasikan kepentingan keamanan nasional yang dikoordinasikan dengan unsur keamanan nasional terkait.

Page 141: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

133

Pasal 32Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Forum Koordinasi Keamanan Nasional di Daerah Provinsi, yaitu wadah untuk menjalin komunikasi unsur keamanan nasional di daerah provinsi, dan bukan berbentuk badan tetapi lebih bersifat fasilitator koordinasi antar unsur keamanan nasional di daerah provinsi.

Ayat (2)Gubernur sebagai ketua forum tidak memiliki kewenangan pengambilan keputusan untuk kebijakan penyelenggaraan keamanan nasional di daerah provinsi terhadap penggunaan unsur Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian, TNI, Polri di daerah, tetapi mempunyai kewajiban untuk menciptakan keterpaduan antar unsur keamanan nasional di daerah provinsi.Unsur-unsur Kementerian, Lembaga Non Kementerian, TNI, dan Polri melaksanakan tugas pokok dan fungsi masing-masing di daerah provinsi.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (4)Cukup jelas.

Ayat (5)Cukup jelas.

Pasal 33Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Forum Koordinasi Keamanan Nasional di Daerah Kabupaten/Kota, adalah wadah untuk menjalin komunikasi unsur-unsur keamanan nasional di daerah provinsi, dan bukan berbentuk badan tetapi lebih bersifat fasilitator koordinasi antar unsur keamanan nasional di daerah kabupaten/kota.

Ayat (2)Bupati/Walikota sebagai Ketua Forum, adalah Bupati/Walikota tidak memiliki kewenangan pengambilan keputusan untuk kebijakan penyelenggaraan keamanan nasional di daerah kabupaten/kota terhadap penggunaan unsur Kementerian Urusan dan Badan Kementerian Non Urusan, TNI, Polri di daerah, tetapi mempunyai kewajiban untuk menciptakan keterpaduan antar unsur keamanan nasional di daerah kabupaten/kota.Unsur-unsur Kementerian, Lembaga Non Kementerian, TNI, dan Polri melaksanakan tugas pokok dan fungsi masing-masing di daerah kabupaten/kota.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (4)Cukup jelas.

Page 142: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

134

Ayat (5)Cukup jelas.

Pasal 34Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Yang dimaksud dengan eskalasi ancaman bersenjata yaitu suatu keadaan ancaman bersenjata yang dapat membahayakan keselamatan insani dan public yang muncul secara mendadak di suatu tempat atau daerah yang ketersediaan unsur keamanan nasional fungsional tidak mencukupi atau tidak ada sama sekali kecuali unsur satuan TNI, maka Presiden dapat mengerahkan TNI untuk membantu dan perbesaran kemampuan/kekuatan unsur keamanan nasional fungsional. Kalau tidak tersedia unsur utama fungsional maka unsur satuan TNI sebagai unsur utama sampai dengan hadirnya unsur utama fungsional; dan

Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 35Cukup jelas.

Pasal 36Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Yang dimaksud dengan Komponen Cadangan, terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama.Yang dimaksud dengan Komponen Pendukung, terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang secara langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (4)Cukup jelas.

Pasal 37Cukup jelas.

Page 143: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

135

Pasal 38Peringatan dini merupakan proses penyampaian informasi dari unsur penyelenggara intelijen kepada penentu kebijakan atas kemungkinan datangnya ancaman.

Pasal 39Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Huruf a

Cukup jelas.

Huruf bCukup jelas.

Huruf cYang dimakud dengan terukur yaitu penggunaan kekuatan sesuai dengan kebutuhan operasional yang dihadapi.

Pasal 40Cukup jelas.

Pasal 41Yang dimaksud dengan rehabilitasi dan rekonstruksi yaitu upaya yang dilaksanakan secara terpadu oleh instansi terkait untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi, baik bersifat fisik maupun psikis.

Pasal 42Ayat (1)

Masalah keamanan laut tidak hanya masalah penegakkan hukum, karena keamanan laut mengandung pengertian bahwa laut aman digunakan oleh para penggunanya, dan laut bebas dari segala bentuk ancaman atau gangguan aktifitas pengguna laut yaitu:a. laut bebas dari ancaman kekerasan seperti ancaman

militer, pembajakan, perompakan, sabotase obyek vital dan aksi teror bersenjata di laut;

b. laut bebas dari ancaman navigasi karena kurang memadainya sarana bantu navigasi seperti sistim perambuan/bouy, suar dan tanda-tanda navigasi lainnya yang dapat membahayakan keselamatan pelayaran;

c. laut bebas dari ancaman terhadap sumber daya laut, seperti pencemaran laut, perusakan terumbu karang, kegiatan eksploitasi dan eksplorasi yang berlebihan serta konflik pengelolaan sumber daya laut;

d. laut bebas dari ancaman pelanggaran hukum, seperti pelanggaran wilayah, illegal fishing, illegal logging, illegal migran, illegal suvey, penyelundupan, pengambilan harta karun secara ilegal dan lain-lain.

Page 144: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

136

Ayat (2)Yang dimaksud dengan Instansi yang memiliki ototritas keamanan di laut adalah badan bentukan yang terdiri dari gabungan TNI AL, Polri, dan Kementerian terkait dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian terkait.

Pasal 43Cukup jelas.

Pasal 44Cukup jelas.

Pasal 45Cukup jelas.

Pasal 46Pembagian daerah tanggung jawab komando dan kendali terhadap ancaman di daerah sesuai dengan tingkat kerawanan dibagi dalam 3 (tiga) daerah:a. daerah tanggung jawab pengendalian dan penanggulangan

Pemerintah Daerah;b. daerah tanggung jawab pengendalian dan penanggulangan

Polri; danc. daerah tanggung jawab pengendalian dan penanggulangan

TNI.

Pasal 47Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (4)Pelibatan elemen masyarakat didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam upaya pembelaan Negara sesuai kompetensi dengan tidak memihak kepada pihak lawan.

Pasal 48Pembagian daerah tanggung jawab komando dan kendali terhadap daerah sesuai dengan tingkat kerawanan dibagi dalam 3 (tiga) daerah:a. daerah tanggung jawab pengendalian dan penanggulangan

Pemerintah Daerah;b. daerah tanggung jawab pengendalian dan penanggulangan

Polri; danc. daerah tanggung jawab pengendalian dan penanggulangan

TNI.

Page 145: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

137

Pasal 49Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (4)Cukup jelas.

Ayat (5)Yang dimaksud dengan kekuatan nasional lainnya yaitu seluruh sumber daya dan sarana prasarana nasional yang ditata dalam bentuk komponen cadangan dan komponen pendukung dikerahkan untuk perang melalui mobilisasi.

Pasal 50Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (4)BPBD Provinsi diketuai oleh gubernur, BPBD Kabupaten/Kota diketuai oleh Bupati/Walikota.

Pasal 51Cukup jelas.

Pasal 52Cukup jelas.

Pasal 53Cukup jelas.

Pasal 54Huruf a.

Para pimpinan instansi Keamanan Nasional melakukan pengawasan melekat terhadap pelaksanaan fungsi dan kegiatan pengelolaan Sistem Keamanan Nasional dilingkungan internal instansi masing-masing.

Huruf b.

Page 146: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

138

Presiden melakukan pengawasan eksekutif terhadap pelaksanaan pengelolaan Sistem Keamanan Nasional melalui Badan Pemeriksa Keuangan.

Huruf c.DPR melakukan pengawasan legislatif terhadap pelaksanaan pengelolaan Sistem Keamanan Nasional yang dilakukan melalui:a. mekanisme rapat kerja dan atau dengar pendapat antara

DPR dengan Pemerintah; danb. mekanisme rapat penetapan dan evaluasi penggunaan

APBN.

Huruf d.Masyarakat melakukan pengawasan melalui penyampaian aspirasi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Huruf e.Kuasa khusus yang dimiliki oleh unsur Keamanan Nasional berupa hak menyadap, memeriksa, menangkap dan melakukan tindakan paksa sah lainnya pengawasannya sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan.

Pasal 55Cukup jelas.

Pasal 56Cukup jelas.

Pasal 57Cukup jelas.

Pasal 58Cukup jelas.

Pasal 59Cukup jelas.

Pasal 60Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN......NOMOR……

Page 147: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

139

Penolakan Atas RUU Keamanan Nasionaldan Dasar Pertimbangannya

RUU KAMNAS sudah sejak pembentukannya mengandung cacat bawaan baik secara filosofis maupun sosiologis dan yuridis-konsti-tusional. Cacat bawaan tersebut, jika RUU ini dipaksakan untuk diloloskan menjadi UU oleh DPR, akan berdampak pada terjadinya pen-cideraan terhadap cita-cita gerakan reformasi. Indonesia didorong untuk merevitalisasi cara-cara otoriter-militeristik dalam penanganan masalah keamanan. Di samping itu cacat bawaan tersebut akan mendorong Negara Indonesia untuk mengingkari Konstitusinya sendiri khususnya amanah Pasal 30 UUD Negara RI 1945.

Cacat bawaan yang akan melekat pada RUU Kamnas nantinya dapat dikemukakan sebagai berikut :

No Aspek Cacat Bawaan Substansi Cacat BawaanPasal RUU yg

Merupakan Jabaran Cacat Bawaan

Penjelasan

A FILOSOFIS Secara filosofis, RUU Kamnas dibangun atas dasar pandangan paradigmatik dan nilai sosial tradisional yang mengandung dampak negatif dan tidak dapat diadaptasikan pada organi-sasi negara yang modern. Nilai sosial yang dimaksud adalah penyatuan dua atau lebih fungsi atau urusan yang berbeda kepada satu lembaga komando. Kongkretnya, fungsi untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsa dan negara Indonesia dengan fungsi untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat disatukan penanganannya dalam satu lembaga komando.

1. Pasal 1 dan Pasal 3 s/d Pasal 9

Pengertian keamanan dan aspek terkait, tujuan dan fungsi serta pembagian kea-manan menjadi 4 kelompok dalam Pasal 1 merupakan penjabaran dari paradigma penyatuan 2 (dua) fungsi yang berbeda dengan cara memperluas makna dan merancukan antara ancaman terhadap keutuhan dan kedaulatan negara dengan ancaman terhadap keamanan dan keterti-ban masyarakat (Kamtibmas).

Page 148: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

140

Padahal, negara modern dituntut untuk mela-kukan diferensiasi fungsi atau urusan ke arah yang semakin terspesialisasi dengan perbedaan lembaga yang menangani agar terujud efektivi-tas pencapaian tujuan. Fungsi menjaga keutu-han dan kedaulatan wilayah negara baik yang bersumber dari kekuatan asing maupun dari kekuatan dalam negeri memerlukan cara-cara yang bersifat militeristik. Sebaliknya fungsi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dalam artian terbebasnya masyarakat dari an-caman tindak kriminal atau kerusuhan/konflik sosial yang mengancam keselamatan jiwa atau harta masyarakat memerlukan penanganan dengan cara yang bersifat non-militeristik atau kepolisian.

Paradigma penyatuan fungsi menjaga keutu-han dan kedaulatan bangsa dan negara dengan fungsi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dalam satu lembaga komando me-landasi perumusan norma dalam RUU Kamnas yang tidak sesuai dengan prinsip negara demo-kratis dan semangat reformasi.

Page 149: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

141

2. Pasal 10 s/d Pasal 15

•Pengaturan Status Keadaan Keamanan Nasional menjadi 4 (empat) kelom-pok merupakan bentuk perancuan dan penyatuan antara fungsi menjaga Kamtibmas dengan fungsi menjaga keu-tuhan dan kedaulatan negara.

•Seharusnya fungsi menjaga Kamtibmas hanya mencakup Status Keadaan Kea-manan Nasional berupa Tertib Sipil dan Darurat Sipil, sedangkan Darurat Militer dan Perang masuk menjadi bagian dari fungsi menjaga keutuhan dan kedaula-tan bangsa dan negara Indonesia.

•Kriteria yang membedakan masing-ma-sing Status Keadaan Keamanan Nasio-nal (Tertib Sipil, Darurat Sipil, Darurat Militer, dan Perang) tidak jelas sehingga terbuka suatu Kondisi Darurat Sipil un-tuk ditafsirkan sebagai Darurat Militer.

•Pengaturan penanganan setiap Status Keadaan Keamanan Nasional tersebut dirumuskan sedemikian umum yaitu penanganan secara terpadu oleh se-mua penyelenggara keamanan, instansi pemerintah, dan masyarakat sehingga terbuka untuk masuknya satu lembaga komando yaitu Dewan Keamanan Na-sional.

Page 150: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

142

•Padahal seharusnya, keriteria masing –masing Status Keadaan Keamanan Nasional harus jelas dan lembaga yang menangani dibedakan yaitu Tertib Sipil dan Darurat Sipil ditangani lembaga Kepolisian Negara RI sedangkan Daru-rat Militer dan Perang ditangani oleh Tentara Negara Indonesia.

Pasal 20 s/d Pasal 31, Pasal 24 serta Pasal 32 dan Pasal 33

» Pasal-pasal ini mengandung seman-gat untuk menghilangkan amanah pemisahan antara penanganan fungsi Kamtibmas oleh Polri dengan penanga-nan fungsi pertahanan keutuhan dan kedaulatan bangsa dan negara dengan cara:

Page 151: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

143

•Menempatkan semua upaya/kegiatan/kejadian yang dilakukan oleh warga masyarakat atau asing atau disebabkan bencana alam sebagai ancaman keama-nan dan menempatkan kementerian dan lembaga non kementerian sebagai penyelenggara keamanan di bidang masing-masing.Namun kemudian, semua kementerian dan lembaga non kementerian sebagai penyelenggara keamanan disubordinasi-kan pada satu Lembaga Komando yaitu: Dewan Keamanan Nasional di tingkat pusat, Forum Koordinasi Keamanan Nasional Daerah Propinsi, dan Forum Koordinasi Keamanan Nasional Daerah Kabupaten/Kota

•Dengan strategi demikian, pemisahan antara Kamtibmas oleh Polri dan Perta-hanan oleh TNI menjadi tidak berfungsi lagi dan melalui lembaga Komando tersebut ada dominasi penanganan baik Kamtibmas maupun pertahanan oleh unsur TNI dalam Dewan Keamanan Nasional di tingkat pusat, Forum Koor-dinasi Keamanan Nasional Daerah Pro-pinsi, dan Forum Koordinasi Keamanan Nasional Daerah Kabupaten/Kota.

Page 152: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

144

Pasal 44 s/d 47 Semangat untuk menghilangkan dikho-tomi antara fungsi Kamtibmas oleh Polri dengan fungsi pertahanan oleh TNI dila-kukan juga dengan:Strategi menyatukan antara Kondisi

Tertib Sipil dan Darurat Sipil dengan Darurat Militer dan Peran sebagai anca-man terhadap Keamanan NasionalStrategi penangannya secara terpadu di

bawah satu komando yaitu (1) Dewan Keamanan Nasional atau Forum Koor-dinasi Keamanan Provinsi/Kabupaten/Kota; atau (2) dibentuk Satuan Tugas Gabungan; atau (3) Penunjukan Koman-dan Satuan Gabungan Terpadu sebagai Penguasa Darurat Militer

Dengan strategi tersebut, dikhotomi an-tara penanganan Kondisi Tertib Sipil dan Darurat Sipil yang seharusnya dilakukan oleh Polri dengan penanganan Darurat Militer dan Perang oleh TNI menjadi tidak berfungsi lagi. Semuanya kemudian terambil alih oleh Dewan dan Forum yang didominasi oleh unsur-unsur TNI.

Page 153: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

145

B SOSIOLOGIS Secara sosiologis RUU Kamnas mengandung ca-cat formal karena tidak terdapat pertimbangan sosiologis sebagai salah satu pertimbangan yang harus ada dalam pembentukan suatu Un-dang-Undang. Pertimbangan sosiologis yang seharusnya digunakan adalah:Tuntutan kehidupan masyarakat yang sema-

kin demokratis baik bidang politik maupun sosial-ekonomi. Tuntutan demokratisasi mer-upakan bagian dari tujuan gerakan reformasi yang menghasilkan perubahan konstitusi, pemerintahan, dan termasuk tentunya dalam penanganan masalah keamanan negara.

Tuntutan penghilangan penyeragaman ke-hidupan politik, sosial, dan ekonomi namun sebaliknya negara dituntut untuk mengakui dan menghormati kemajemukan sebagai aset dan bukan sebagai ancaman dalam pro-ses pembangunan di Indonesia

Pasal 16 dan Pasal 17

Kedua Pasal tersebut mengatur spek-trum ancaman yaitu lunak dan keras dengan sasaran bangsa dan negara, keberlangsungan pembangun-an nasio-nal, masyarakat, dan insani serta peng-elompokan jenis ancaman yaitu militer, bersenjata, dan non senjata.Konsep dalam rumusan norma kedua

Pasal tersebut tidak disertai dengan kri-teria yang jelas sehingga terbuka adanya multitafsir dan terbuka juga bagi kemun-gkinan penyalahgunaan yang mengarah pada terjadinya tindakan otoriter dalam penanganannya. Hal ini dapat dicermati dari :

•Ancaman dengan sasaran bangsa dan negara dapat digunakan untuk men-indak terhadap upaya/tindakan yang menuntut pengakuan atas eksistensi kekuasaan masyarakat hukum adat berdasarkan pengakuan kemajemukan. Penguasa dapat menafsirkan bahwa tuntutan pengakuan atas kemajemukan ditafsirkan merupakan ancaman atas eksistensi bangsa dan negara.

Page 154: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

146

Namun dengan tidak dijadikan demokratisasi dan kemajemukan sebagai dasar pertimbangan dalam penyusunannya, RUU Kamnas mengandung ketentuan yang potensial berla-wanan dengan semangat demokratisasi dan kemajemukan.

•Ancaman dengan sasaran keberlangs-ungan pembangunan nasional dapat digunakan untuk menindak terhadap upaya/tindakan warga masyarakat yang menguasai atau memanfaatkan sumber daya alam bagi kemakmuran keluarga-nya Kelompok warga yang menguasai dan memanfaatkan sumber daya alam tanpa seijin negara dapat ditafsirkan sebagai ancaman terhadap keberlangs-ungan pembangunan nasional.

•Ancaman tidak bersenjata dapat diguna-kan untuk menindak terhadap tindakan yang mengkritisi kebijakan penguasa dan pelaksanaannya. Kebebasan menge-mukakan pendapat berkenaan dg kebija-kan dapat ditafsirkan sebagai ancaman tidak bersenjata terhadap pemegang ke-kuasaan.

•Ancaman insani sebagai satu bentuk ancaman terhadap keselamatan nasio-nal dapat digunakan untuk menindak tindakan warga masyarakat yang kritis terhadap diri individu penguasa dan ditafsirkan

Page 155: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

147

Pasal 24, Pasal 32, dan Pasal 33

Adanya lembaga Komando yang dipe-gang oleh Presiden dan Pimpinan Daerah yang sekaligus berkedudukan sebagai Pimpinan Pelaksana Keamanan Nasional merupakan ancaman terhadap demokrasi dan kemajemukan.

C YURIDIS-KONSTI-TUSIONAL

Secara yuridis-konstitusional, RUU Kamnas mengandung cacat bawaan berupa:Tidak dipenuhinya prinsip pembentukan

undang-undang, yaitu:o kepastian hukum yang menuntut bahwa

suatu undang-undang harus mengandung rumusan norma dan konsep yang tidak multitafsir, sedang RUU ini mengandung beberapa rumusan dan konsep norma yang multitafsir;

o tidak dikenalnya lagi UU Payung, sedang-kan RUU Kamnas secara politik hukum ingin ditempatkan sebagai UU Payung dari UU Sektoral lainnya.

Tidak adanya konsistensi vertikal RUU Kamnas dengan Pasal 30 UUD Negara RI 1945. Letak ketidak-konsistenan vertikal adalah:o Di satu pihak Pasal 30 UUD 1945 mengama-

nahkan diferensiasi antara fungsi Kamtib-mas oleh Polri dengan fungsi pertahanan oleh TNI dengan tetap membuka adanya koordinasi antara kedua fungsi pada ting-katan tertentu;

Pasal 16 dan Pasal 17

Konsep dalam rumusan norma kedua Pasal tersebut tidak disertai dengan kri-teria yang jelas sehingga terbuka adanya multitafsir dan terbuka juga bagi kemun-gkinan penyalahgunaan yang mengarah pada terjadinya tindakan otoriter dalam penanganannya. Artinya kedua pasal ter-sebut tidak memberikan jaminan kepas-tian hukum.

Page 156: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

148

o Namun di lain pihak, RUU Kamnas jus-teru menyatukan kembali fungsi Kamtib-mas dan Pertanahan dengan komando oleh Dewan Keamanan Nasional dan Forum Koordinasi Keamanan Nasional

Pasal 20 s/d Pasal 31, Pasal 24 serta Pasal 32 dan Pasal 33 + Pasal 44 s/d 47

Pasal-pasal menempatkan semua upaya/kegiatan /kejadian yang dilakukan oleh warga masyarakat atau asing atau dise-babkan bencana alam sebagai ancaman keamanan dan menempatkan kemente-rian dan lembaga non kementerian seba-gai penyelenggara keamanan di bidang masing-masing.

Namun kemudian, semua kementerian dan lembaga non kementerian sebagai penyelenggara keamanan disubordinasi-kan pada satu Lembaga Komando yaitu : Dewan Keamanan Nasional di tingkat pusat, Forum Koordinasi Keamanan Nasional Daerah Propinsi, dan Forum Koordinasi Keamanan Nasional Daerah Kabupaten/Kota

Page 157: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

149

Biodata RingkasKelompok Kerja Concern untuk Masyarakat Madani

• AbusaidPelu,AktivisHAM.• AEPriyonoSH,DirekturRisetPublicVirtueInstitute,Jakarta.• AhmadFauzi(RayRangkuti),DirekturLingkarMadaniUntukIndonesia(LIMA).

• AminuddinIlmar,Prof,Dr,SH,MH.DosenUniversitasHassanuddin,Makasar.

• AndarWibowo,MA.DirekturPublicVirtueInstitute,Jakarta.• AndiSandiAnt.T.T,SH,LL.M.DosenBagianHukumTataNegaraFakultasHukumUniversitasGadjahMada.

• CornelisLay,MA.Dosen,JurusanPolitik,Fisipol,UniversitasGadjahMada.

• EdwinPartogiPasaribu,DirekturHukumdanKeamanan,InstitutePublicVirtue,Jakarta.

• Haryono,Dr.DekanFakultasFisipUniversitasNegeriMalang.• HasyimAsy’ari.Dr.DosenFakultasHukumUniversitasDiponegoro.

• JohnMuhammad,Ir.DirekturUrbanPublicVirtueInstitute,Jakarta.

• MarcusPriyoGunarto,Dr,SH,MH.DosenFakultasHukumUniversitasGadjahMada.

• MuhamadHaripin.PenelitiLIPI.• NurhasanIsmail.Dr.GuruBesarSosiologiHukumdanHukumAgrariaFakultasHukumUniversitasGadjahMada.

• KusnantoAnggoro,Dr.PengamatmiliterdanpenelitiseniordariCentreforStrategicandInternationalStudies(CSIS).

• SaifuddinGani.SH.AktivisHAMdanadvokatdiBandaAceh.• TeukuArdiansyah.SH.KetuaBadanPengurusKatahatiInstitutedanKonsultanAksaraStrategicInitiative,BandaAceh.

• UsmanHamid.SH.AktivisHAM,KontraS.

Page 158: Kajian Kritis RUU Kamnas-02

150