kajian fenomena arlindo di laut seram dan kaitannya dengan perubahan iklim global

14
Dipresentasikan di Seminar Internasional Kelautan Balai Riset Observasi Kelautan Bali, 9-10 Juni 2011 KAJIAN FENOMENA ARLINDO DI LAUT SERAM DAN KAITANNYA DENGAN PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (La Nina dan El Nino) 1) Rama Wijaya, 2) Firman Setiawan, dan 3) Shifa Dini Fitriani Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran Telp (022). 87701519; Fax. (022) 87701519 Email : 1) [email protected]; 2) [email protected]; 3) [email protected] ABSTRAK Fenomena Arlindo menjadi salah satu ciri khas sistem arus di Indonesia. Sistem arus ini mengalir dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia melalui perairan Indonesia. Keberadaan dan transpor massa air Arlindo yang melewati perairan Indonesia telah dideteksi melalui penelitian yang dilakukan di beberapa wilayah yang menjadi jalur lintasan arus. Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan nilai transpor berkisar 1 - 22 sv (1 sv = 1 sverdrup = 10 6 m 3 /det). Nilai transpor massa air ini berbeda-beda tiap lintasan dan bervariasi terhadap musim. Penelitian-penelitian ini banyak terkonsentrasi di lintasan-lintasan utama seperti Selat Makassar, Selat Lombok, Selat Ombai, dan Laut Banda. Dalam karya tulis ini disertakan penelitian mengenai fenomena Arlindo di lintasan timur wilayah Indonesia tepatnya di Laut Seram sebagai penelitian awal melacak keberadaan sistem arus ini dalam upaya nyata berkontribusi dalam bagian sistem pemantauan laut global karena Arlindo merupakan salah satu bagian terpenting dalam sirkulasi samudra dunia dalam penghantaran bahang (heat). Massa air yang terangkut oleh Arlindo dipengaruhi oleh adanya El Nino dan La Nina. Dampak El Nino dan La Nina terhadap kondisi oseanografi di Indonesia masih dalam kajian para ahli. Terdapat beberapa kenyataan yang menunjukkan terjadinya pemutihan karang (coral bleaching) yang terkait dengan El Nino, sehingga diperlukan kajian yang lebih mendalam tentang kondisi oseanografi Indonesia khususnya Arlindo. Kajian yang dilakukan didasarkan pada pengukuran sebaran suhu dan salinitas di laut. Berdasarkan analisis yang dilakukan telah terdeteksi massa air SPSW (South Pacific Subtropical Water) dengan ciri salinitas maksimum di lapisan termoklin sebesar 35.38 psu, dan massa air SPIW (South Pacific Intermediate Water) dengan ciri salinitas minimum di lapisan dalam sebesar 34.32 psu. Sedangkan

Upload: amalliiah

Post on 27-Jan-2016

226 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

fenomena arlindo

TRANSCRIPT

Page 1: Kajian Fenomena Arlindo Di Laut Seram Dan Kaitannya Dengan Perubahan Iklim Global

Dipresentasikan di Seminar Internasional KelautanBalai Riset Observasi Kelautan

Bali, 9-10 Juni 2011

KAJIAN FENOMENA ARLINDO DI LAUT SERAM DAN KAITANNYA DENGAN PERUBAHAN IKLIM GLOBAL (La Nina dan El Nino)

1) Rama Wijaya, 2)Firman Setiawan, dan 3)Shifa Dini Fitriani Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran

Telp (022). 87701519; Fax. (022) 87701519 Email :

1) [email protected]; 2) [email protected]; 3) [email protected]

ABSTRAK

Fenomena Arlindo menjadi salah satu ciri khas sistem arus di Indonesia. Sistem arus ini mengalir dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia melalui perairan Indonesia. Keberadaan dan transpor massa air Arlindo yang melewati perairan Indonesia telah dideteksi melalui penelitian yang dilakukan di beberapa wilayah yang menjadi jalur lintasan arus. Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan nilai transpor berkisar 1 - 22 sv (1 sv = 1 sverdrup = 106 m3/det). Nilai transpor massa air ini berbeda-beda tiap lintasan dan bervariasi terhadap musim. Penelitian-penelitian ini banyak terkonsentrasi di lintasan-lintasan utama seperti Selat Makassar, Selat Lombok, Selat Ombai, dan Laut Banda. Dalam karya tulis ini disertakan penelitian mengenai fenomena Arlindo di lintasan timur wilayah Indonesia tepatnya di Laut Seram sebagai penelitian awal melacak keberadaan sistem arus ini dalam upaya nyata berkontribusi dalam bagian sistem pemantauan laut global karena Arlindo merupakan salah satu bagian terpenting dalam sirkulasi samudra dunia dalam penghantaran bahang (heat). Massa air yang terangkut oleh Arlindo dipengaruhi oleh adanya El Nino dan La Nina. Dampak El Nino dan La Nina terhadap kondisi oseanografi di Indonesia masih dalam kajian para ahli. Terdapat beberapa kenyataan yang menunjukkan terjadinya pemutihan karang (coral bleaching) yang terkait dengan El Nino, sehingga diperlukan kajian yang lebih mendalam tentang kondisi oseanografi Indonesia khususnya Arlindo. Kajian yang dilakukan didasarkan pada pengukuran sebaran suhu dan salinitas di laut. Berdasarkan analisis yang dilakukan telah terdeteksi massa air SPSW (South Pacific Subtropical Water) dengan ciri salinitas maksimum di lapisan termoklin sebesar 35.38 psu, dan massa air SPIW (South Pacific Intermediate Water) dengan ciri salinitas minimum di lapisan dalam sebesar 34.32 psu. Sedangkan nilai pendekatan transpor massa air berkisar antara 2.12 – 3.24 Sv dan nilai kecepatan arus berkisar 2-3 m/det di kedalaman 0-100 m.

Kata Kunci : El Nino,La Nina, transpor massa air, dan Arlindo

Page 2: Kajian Fenomena Arlindo Di Laut Seram Dan Kaitannya Dengan Perubahan Iklim Global

Dipresentasikan di Seminar Internasional KelautanBalai Riset Observasi Kelautan

Bali, 9-10 Juni 2011

STUDY ABOUT ARLINDO PHENOMENON AT SERAM SEA AND THE CORRELATION WITH GLOBAL CLIMATE CHANGE (La Niña and El Niño)

Abstract

Arlindo phenomenon became one of the characteristics of the current system in Indonesia. Current system that flows from the Pacific Ocean to the Indian Ocean through Indonesian waters. The existence of mass transport and Arlindo water that passes through Indonesian waters have been detected through the research conducted in several areas that became the current paths. From the research that has been done obtained values around 1-22 sv water mass transport (1 sv = 1 sverdrup = 106 m3/sec). This water mass transport value depend on variety of the pathways and with the seasons. These studies focus on the main path, such as Makassar Strait, Lombok Strait, Ombai Strait, and Banda Sea. In this paper included studies phenomena Arlindo at East Indonesian region in Seram sea for early research to track the current system in real efforts to contribute to the global ocean monitoring system, Arlindo was one of the most important part of the world ocean circulation in the delivery of heat. Water transported via Arlindo affects the existence of El Nino and La Nina. Impact of El Nino and La Nina on the oceanographic conditions in Indonesia are still in research. There are several facts that indicate the presence of coral bleaching associated with El Nino, which requires a further study of the oceanographic conditions in Indonesia, especially Arlindo. This study is based on the measurement of the distribution temperature and salinity in the sea. Based on the analysis has detected the mass of water (South Pacific subtropical water) SPSW with a maximum values salinity in the termocline layer indicate 35.38 psu, and the mass of water SPIW (Pacific South water Intermedia) with a minimum of characteristic salinity in deep layer of 34.32 psu. While the value obtained from indirect calculation mass transport of water is 2.12 - 3.24 Sv and the range of current speed 3.2 m / sec at depths of 0-100 m.

Keywords : El Nino, La Nina, water mass transport, and Arlindo

Page 3: Kajian Fenomena Arlindo Di Laut Seram Dan Kaitannya Dengan Perubahan Iklim Global

Dipresentasikan di Seminar Internasional KelautanBalai Riset Observasi Kelautan

Bali, 9-10 Juni 2011

PENDAHULUAN

Dalam kaitannya dengan arus laut, Indonesia dilalui salah satu arus yang sangat unik yang dikenal dengan Arus Lintas Indonesia (Arlindo). Arus ini mempunyai nilai-nilai kekuatan arus di tiap lintasannya di mana arus tersebut membawa massa air dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia. Massa air Pasifik tersebut terdiri atas massa air Pasifik Utara dan Pasifik Selatan. Sistem arus ini terutama disebabkan oleh bertiupnya angin pasat tenggara di bagian selatan Pasifik dari wilayah Indonesia.  Angin tersebut mengakibatkan permukaan bagian tropik Lautan Pasifik Barat lebih tinggi dari pada Lautan Hindia bagian timur (M.Hasanudin, 1998).  Hasilnya terjadinya gradien tekanan yang mengakibatkan mengalirnya arus dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia. 

Lintasan Arlindo yang melewati perairan Indonesia ada dua jalur utama yaitu: (i) Jalur barat dimana massa air masuk melalui Laut Sulawesi dan Basin Makasar. Sebagian massa air akan mengalir melalui Selat Lombok dan berakhir di Lautan Hindia sedangkan sebagian lagi dibelokan ke arah timur terus ke Laut Flores hingga Laut Banda dan kemudian keluar ke Lautan Hindia melalui Laut Timor, (ii) Jalur timur dimana massa air masuk melalui Laut Halmahera dan Laut Maluku, Laut Seram terus ke Laut Banda dan sebagian lagi berbelok ke Laut Maluku.  Dari Laut Banda massa air akan mengalir mengikuti 2 (dua) rute.  Rute utara Pulau Timor melalui Selat Ombai, antara Pulau Alor dan Pulau Timor, masuk ke Laut Sawu dan Selat Rote, sedangkan rute selatan Pulau Timor melalui Basin Timor dan Selat Timor, antara Pulau Rote dan paparan benua Australia. Karena kurangnya pengukuran data oseanografi secara langsung pada lintasan-lintasan ini, pengetahuan tentang kekuatan arus dan juga transpor massa air serta variasinya terhadap musim masih minim. Meskipun begitu dari hasil prediksi yang didapat dengan berbagai macam metoda tak langsung untuk berbagai musim didapat perkiraan nilai transpor massa air sebesar 1 sampai 22 Sv ke arah Samudera Hindia (1 Sv = 1 sverdrup = 106 m3/det) ( Ilahude, 1994). Massa air Arlindo dari Pasifik yang masuk dan menyebar di Perairan Indonesia pada lapisan termoklin dan lapisan dalam telah diketahui ada empat jenis massa air yaitu massa air North Pacific Subtropical Water (NPSW) dan North Pacific Intermediate Water (NPIW), kedua massa air ini di bawa oleh arus Mindanao Eddy dan arus North Equatorial Current (NEC), kemudian massa air South Pacific Subtropical Water (SPSW) dan South Pacific Intermediate Water (SPIW) yang dibawa oleh arus New Guinea Coastal Current (NGCC) dan arus South Equatorial Current (SEC) (Tomczak, 1994).

Page 4: Kajian Fenomena Arlindo Di Laut Seram Dan Kaitannya Dengan Perubahan Iklim Global

Dipresentasikan di Seminar Internasional KelautanBalai Riset Observasi Kelautan

Bali, 9-10 Juni 2011

Gambar 1. Jalur Arlindo (Sumber: Gordon,1996)

Selain itu kekuatan Arlindo tersebut pada saat El Nino akan mengalami penurunan, sedangkan saat La Nina kekuatan arusnya akan mengalami peningkatan. Peristiwa El Nino yang merupakan bergesernya massa air hangat dari ekuatorial Pasifik Barat ke arah timur sampai pesisir Peru, dapat menurunkan/menaikkan permukaan laut di barat/timur Pasifik sekitar 10-20 cm. Selain itu pergeseran massa air hangat ke timur juga membawa udara yang lembab diatasnya, sehingga curah hujan di sisi timur akan meningkat menyebabkan terjadinya banjir dan tanah longsor, sementara pada sisi barat Pasifik seperti Indonesia mengalami kekeringan, sehingga kebakaran hutan tropis mudah terjadi. Pemanasan/ pendinginan suhu muka laut di daerah timur dan barat Pasifik memiliki kaitan erat dengan terjadinya El Nino dan La Nina yang seringkali mengakibatkan kekeringan/curah hujan tinggi di wilayah Asia termasuk Indonesia.

Dengan demikian transpor Arlindo berkaitan dengan fenomena ENSO (El Nino Southern Oscillation), dimana net transpor pada saat La Nina membesar dan pada saat terjadinya El Nino net transpor akan mengecil dan hal ini telah dibuktikan oleh para peneliti sebelumnya pada tahun terjadinya El Nino dan La Nina (Susanto, 1999;Sudjono,2004). Penelitian di daerah selat Makassar dan Selat Lombok sudah banyak dilakukan diantaranya penelitian Internasional kerjasama antara Indonesia, Belanda, Australia Perancis yang bernama INSTANT (International Nusantara Stratification and Transportation), namun untuk daerah Indonesia bagian Timur seperti Selat Lifamatola, Laut Seram, dan Halmahera masih jarang dilakukan kajian korelasi antara transpor Arlindo dengan fenomena ENSO. Oleh karena itu dinamika Oseanografi di wilayah tersebut menarik untuk di kaji khususnya di wilayah Laut Seram.

Page 5: Kajian Fenomena Arlindo Di Laut Seram Dan Kaitannya Dengan Perubahan Iklim Global

Dipresentasikan di Seminar Internasional KelautanBalai Riset Observasi Kelautan

Bali, 9-10 Juni 2011

TUJUAN1. Identifikasi fenomena Arlindo di Perairan Laut Seram 2. Studi korelasi Transpor Arlindo dengan Fenomena ENSO3. Sebagai dokumen untuk melengkapi profil keadaan dinamika Oseanografi di

perairan Timur Indonesia

METODE PENELITIAN

Data yang dianalisis merupakan data hasil survei pada pelayaran Sail Banda 2010 di Perairan Laut Seram pada Bulan Agustus 2010 menggunakan KR Baruna Jaya III yang diselenggarakan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Data yang diambil adalah suhu dan salinitas di tiga stasiun oseanografi sampai kedalaman 1000 meter menggunakan Sound Velocity Profiller (SVP). Setelah SVP selesai merekam data, lalu data di download ke komputer dan diolah dengan bantuan perangkat lunak software Ocean Data View dan Microsoft Excel. Perlu diperhatikan, sebenarnya untuk menganalisis nilai transpor massa air selain mengambil data suhu dan salinitas, diperlukan juga data arus yang diukur dengan Acoustic Doppler Current Profiller (ADCP). Karena data pengukuran arus ini penting untuk mengukur aliran arus geostropik air laut yang membawa proses transpor massa air. Tetapi pada analisis kali ini tidak menggunakan data dari ADCP, hanya menggunakan parameter suhu, salinitas, diagram T-S, dan untuk perhitungan arus geostropik didapat dari perbedaan ketinggian dinamis permukaan laut yang didapat dari variabel pada software Ocean Data View untuk menganalisis transpor massa air.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu

Profil vertikal suhu di tiga stasiun disajikan pada gambar 2. Dari gambar diperoleh rata-rata kedalaman lapisan teraduk (mix layer) adalah 39 m dan lapisan teraduk yang terdalam terdapat pada stasiun 1 yaitu 58 m. Kemudian untuk lapisan termoklin diperoleh antara kedalaman 38-216 m dengan perubahan suhu antara 28.25-14.190C dan lapisan dalam diperoleh mulai dari 216 m sampai dasar laut dengan kisaran suhu 14.19 - 4.890C. Pada lapisan termoklin dideteksi pada stasiun 1 dan 3 suhunya lebih tinggi daripada stasiun 2, perbedaan suhunya mencapai 4.610C, perbedaan suhu ini terjadi karena mungkin pengaruh massa air Arlindo yang melewati perairan Laut Seram yang membawa bahang (heat) sehingga membuat suhu pada lapisan termoklin lebih tinggi. Profil vertikal suhu ini diambil pada waktu musim timur (Juni, Juli, Agustus) dan menurut Ilahude et al suhu permukaan berkisar <280C, yaitu antara 26.8 - 27.50C di perairan timur Indonesia pada saat musim timur berlangsung (Ilahude, 1994), hal ini tidak terlalu jauh berbeda dengan pengukuran data yang diperoleh, yaitu suhu permukaan rata-rata sebesar 27.17 - 28.80C.

Page 6: Kajian Fenomena Arlindo Di Laut Seram Dan Kaitannya Dengan Perubahan Iklim Global

Dipresentasikan di Seminar Internasional KelautanBalai Riset Observasi Kelautan

Bali, 9-10 Juni 2011

a. b. c.

Gambar 2. Profil Vertikal Suhu a (Stasiun 1), b (Stasiun 2), c (Stasiun 3)

Salinitas

Profil salinitas dari ketiga stasiun pengamatan diperlihatkan pada gambar 3, diperoleh nilai salinitas rata-rata lapisan teraduk (mix layer) sebesar 33.4 psu, sedangkan nilai salinitas maksimum diperoleh sebesar 35.38 psu pada kedalaman 175 m di stasiun 1. Pola distribusi vertikal salinitas pada lapisan termoklin ternyata lebih tinggi dibandingkan di lapisan teraduk dan lapisan dalam. Ini diduga karena massa air Arlindo yang mempunyai karakteristik salinitas maksimum (Smax) yang berasal dari Samudera Pasifik masuk ke perairan Indonesia melewati lapisan termoklin Laut Halmahera lalu diteruskan ke Laut Seram. Sementara itu makin dalam nilai salinitas relatif stabil pada kisaran salinitas sebesar 34.57 psu, nilainya masih lebih tinggi dibandingkan dengan salinitas permukaan karena nilai salinitas di lapisan dalam dipengaruhi oleh massa air Arlindo yang memiliki karakteristik salinitas minimum (Smin) sedangkan lapisan permukaan lebih dipengaruhi oleh proses-proses lokal perairan Laut Seram.

a. b. c.

Gambar 3. Profil Vertikal Salinitas a (Stasiun 1), b (Stasiun 2), c (Stasiun 3)

Diagram T-S

Pada gambar 4, dapat dilihat terdapat 3 jenis massa air yang terdapat di Laut Seram, yang pertama adalah jenis massa air bersalinitas rendah yang terdapat di lapisan permukaan yang didominasi oleh massa air lokal Laut Seram. Kedua, adalah massa air bersalinitas maksimum yang terdapat pada lapisan termoklin 38-216 m

Page 7: Kajian Fenomena Arlindo Di Laut Seram Dan Kaitannya Dengan Perubahan Iklim Global

Dipresentasikan di Seminar Internasional KelautanBalai Riset Observasi Kelautan

Bali, 9-10 Juni 2011

atau antara sigma-t 15-10 dengan salinitas sebesar 35.38 psu. Karakteristik massa air ini disebut Smax dangkal (shallow salinity maximum) yaitu massa air South Pacific Subtropical Water (SPSW), ini karena menurut Gordon dan Fine mengemukakan bahwa salinitas maksimum kisaran 35.45 psu adalah karakteristik massa air Pasifik Selatan (SPSW) yang masuk melintasi Laut Halmahera, Laut Seram dan Laut Banda. Ketiga adalah massa air dengan salinitas minimum pada lapisan dalam 287-527 m atau antara sigma-t 10-5 dengan salinitas sebesar 34.32 psu disebut dengan massa air salinitas minimum dalam (lower salinity minimum) yaitu massa air South Pasific Intermediate Water (SPIW). Untuk jenis massa air SPSW dan SPIW ini ialah massa air yang dibawa oleh arus New Guinea Coastal Current (NGCC) dan arus South Equatorial Current (SEC), yang merupakan arus-arus pembangkit transpor massa air Arlindo (Hadikusumah, 2009).

Gambar 5. Diagram T-S

Variabilitas Arlindo Serta Kaitannya Dengan ENSO

Beberapa penelitian yang telah dilakukan di jalur Arlindo menunjukkan transpor massa air di beberapa wilayah lain seperti di selat Lifamatola dalam 3 tahun berkisar antara 2.9 ± 1.2 Sv yang diteliti pada keadalaman 1800 m (Gordon, 1996). Pada penelitian lainnya berdasarkan hasil penelitan Fleux dkk., 1994 dalam Susanto diperoleh nilai transpor terbesar adalah 18,6 ± 7 Sv pada bulan agustus 1989 (tahun La Niña kuat) dan nilai terendah sebesar 2,6 ± 7 Sv pada bulan Februari-Maret 1992 (tahun El Niño kuat) (Susanto, 1999). Penelitian yang dilakukan pada Januari hingga Maret 1985, transpor massa air adalah 1.5 Sv (Gordon, 1996).

Pada kajian yang dilakukan terdapat variabel-variabel untuk menentukan transpor massa air SPSW dan SPIW diantaranya ialah variabel kedalaman, arus geostropik dan luasan area. Variabel-variabel tadi didapatkan dengan bantuan perhitungan perangkat lunak software Ocean Data View. Untuk massa air pada kedalaman sekitar 182 m di area stasiun 1 hingga 2 diperoleh nilai massa air SPSW yang terdeteksi yaitu ±2.22 Sv yang dibawa oleh aliran arus geostropik sebesar 295 cm/det, sedangkan pada area stasiun 2 sampai 3 diperoleh nilai ±2.12 Sv yang dibawa

Page 8: Kajian Fenomena Arlindo Di Laut Seram Dan Kaitannya Dengan Perubahan Iklim Global

Dipresentasikan di Seminar Internasional KelautanBalai Riset Observasi Kelautan

Bali, 9-10 Juni 2011

oleh arus geostropik sebesar 380 cm/det. Sedangkan untuk transpor massa air SPIW pada kedalaman sekitar 273 m. Pada area stasiun 1 sampai 2 diperoleh nilai massa air SPIW yang terdeteksi yaitu ±2.72 Sv yang di bawa oleh aliran arus geostropik sebesar 378 cm/det, sedangkan pada area stasiun 2 sampai 3 diperoleh nilai ±3.24 Sv yang dibawa oleh arus geostropik sebesar 448 cm/det. Arus jenis ini merupakan arus yang terjadi akibat adanya keseimbangan geostropik. Keseimbangan geostropik yang terjadi karena adanya gradien tekanan mendatar/horizontal yang bekerja pada massa air yang bergerak, dan diseimbangkan oleh gaya Coriolis (Sverdrup, 1942). Dari hasil kajian nilai transpor massa air tersebut jelas bahwa di kawasan timur Indonesia sebaran menegak massa air tadi terutama di kontrol oleh hadirnya Arlindo. Untuk pengaruh lainnya seperti angin monsoon diperkirakan hanya sebatas pada lapisan dangkal saja.(Illahude dan Nontji, 1999). Berikut pada gambar 2 merupakan nilai indeks SOI(Southern Oscillation Index)/indeks osilasi selatan yang menjadi salah satu indikator fenomena La Nina dan El Nino.

Gambar 2. Indeks SOI (Sumber:Bureau of Meteorological)

Menurut BOM (Bureau of Meteorogical) Australia, jika nilai rata-rata Indeks Osilasi Selatan selama periode 6 bulan mulai mencapai nilai lebih kecil atau sama dengan -10, maka periode El Nino mulai menampakkan diri. Sebaliknya gejala La Nina akan terjadi bila nilai Indeks Osilasi Selatan positif lebih dari 10. Pada bulan Agustus 2010 indeks SOI bernilai positif yang menandakan periode La Nina, hal ini dikorelasikan dengan pengukuran fenomena Arlindo pada waktu yang bersamaan menunjukkan nilai transor yang relatif besar berkisar antara 2-3 Sv dari nilai transpor hasil penelitian terdahulu di wilayah ini berkisar 1-2 Sv. Dengan demikian berdasarkan hasil korelasi tersebut bahwa variabilitas transpor Arlindo meningkat pada periode La Nina dan ini berarti berkaitan erat dengan fenomena ENSO yang terjadi di ekuatorial Pasifik barat-timur. Transpor Arlindo yang diikuti oleh hembusan angin timur menimbulkan arus khatulistiwa utara dan selatan yang membawa massa

Page 9: Kajian Fenomena Arlindo Di Laut Seram Dan Kaitannya Dengan Perubahan Iklim Global

Dipresentasikan di Seminar Internasional KelautanBalai Riset Observasi Kelautan

Bali, 9-10 Juni 2011

air dari bagian timur khatulistiwa Pasifik ke bagian baratnya, hingga di wilayah Mindanao dan Irian, terbentuklah kolam air hangat (warm water pool) (Sverdrup et al, 1942). Kolam air hangat ini memanasi udara diatasnya dan menimbulkan konveksi udara yang mengangkut uap air ke lapisan atmosfer hingga terbentuk awan dan hujan di kawasan Indonesia yang dikenal dengan periode iklim basah (La Nina). Di lapisan atas, udara yang telah kering itu berhembus lagi kembali ke tengah dan timur kawasan khatulistiwa Pasifik. Disini massa udara tersebut mengalami proses subsidensi karena telah menjadi dingin dan berat, dan memasok massa udaranya ke kedua angin pasat, hingga di kawasan khatulistiwa Pasifik terbentuklah suatu sirkulasi udara yang disebut Walker Circulation. Sementara untuk periode El Nino terjadi ketika kumpulan kolam air hangat di bagian barat Pasifik mencapai maksimum dan terjadi penumpukkan volume air hangat, peninggian paras laut dan penjelukan termoklin, situasi ini memicu kembalinya kolam air hangat ke bagian tengah dan timur Pasifik dan El Nino mulai menampakkan periodenya, siklus ini disebut “Osilasi selatan” (Illahude dan Nontji, 1999). Siklus inilah yang ikut menyertai proses transpor Arlindo dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia.

KESIMPULAN

Melihat korelasi antara Arlindo dengan fenomena ENSO tersebut bahwa kehadiran transpor massa air Arlindo tersebut memberikan dampak yang signifikan bagi keadaan iklim maupun keadaan oseanografi di Indonesia, salah satunya yang berkaitan dengan ENSO adalah fenomena La Nina dan El Nino. Tetapi disini perlu diperhatikan bahwa harus adanya penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi variabilitas transpor Arlindo secara time series agar dampak yang ditimbulkannya bisa ditanggulangi dengan baik.

DAFTAR ACUAN

M. Hasanudin. 1998. Arus Lintas Indonesia (ARLINDO). Oseana, Volume XXIII, Nomor 2,: 1 – 9.

Tomczak, M. And Godfrey, J.S. 1994. Regional Oceanography:An Introduction.Pergammon

Gordon, A.L.; R. A. Fine. 1996. Pathways of water between the Pacific and Indian Oceans in the Indonesian seas (1996). Nature Journal

Susanto, D., 1999, “El Nino Southern Oscillation signal in the Indonesian Throughflow : Preliminary Arlindo Results from Makassar Strait Mooring”. Journal Oceanica Vol 05, 5th Year 1999.

Pandey, V.K., Bhatt, V., Pandey, A.C., Das, I.M.L., 2007. Impact of Indonesian throughflow blockage on the Southern Indian Ocean. CURRENT SCIENCE, VOL. 93, NO. 3, 10 AUGUST 2007

Oktaviani, A. P.P. 2007. Analisis Sinyal El Nino Southern Oscillation (Enso) Dan Hubungannya Dengan Karakteristik Massa Air Arus Lintas Indonesia Di Selat Lifamatola. ITB

Page 10: Kajian Fenomena Arlindo Di Laut Seram Dan Kaitannya Dengan Perubahan Iklim Global

Dipresentasikan di Seminar Internasional KelautanBalai Riset Observasi Kelautan

Bali, 9-10 Juni 2011

R. Dwi Susanto,Guohong Fang,and Agus Supangat. Upper Layer Variability of Indonesian Throughflow . Agency for Marine and Fisheries Research, Jakarta, Indonesia

Aken, H. M. V., 2007. INSTANT : Observation in Lifamatola Passage. Dipresentasikan dalam INSTANT Workshop, Bogor, November 2007,

Gordon A. L., 2007. INSTANT., Diprentasikan dalam INSTANT Workshop, Bogor, November 2007,

A.G Illahude dan A.Nontji.1999.Oseanografi Indonesia dan Perubahan Iklim Global(La Nina dan El Nino).Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Website

Http://www.bom.gov.au