kajian evaluasi risiko fiskal atas kebijakan pso … · di bawah ini, adalah bagan model...

13
KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO DAN PEMBENTUKAN HOLDING COMPANY Abstraksi Berdasarkan data realisasi subsidi APBN, selama ini meningkatnya angka subsidi APBN di-drive oleh, salah satunya besaran subsidi listrik. Sejak tahun 2005 subsidi listrik memiliki kecenderungan yang terus meningkat tajam hingga tahun 2008. Dalam konteks ini, pemerintah sebagai pemberi subsidi listrik perlu untuk memiliki model keuangan sendiri untuk perhitungan subsidi listrik. Sebab, model PT PLN (Persero) yang digunakan untuk menghitung besaran subsidi listrik hanya memberikan informasi untuk perhitungan besaran subsidi listrik secara agregat dan tidak menampilkan perhitungan secara detail sampai ke biaya pembangkit. Selain itu, juga tidak memberikan informasi yang bisa dipakai dalam rangka pengelolaan dan pengendalian biaya pembangkit, BPP - Tegangan Tinggi, BPP - Tegangan Menengah dan BPP - Tegangan Rendah. Dan, ujungnya, tidak dapat memberikan informasi untuk dipakai dalam rangka pengelolaan dan pengendalian Subsidi Listrik Dengan memiliki model keuangan seperti tersebut di atas, diharapkan pemerintah mampu mengelola dan mengendalikan dengan baik subsidi listrik melalui pengendalian BPP listrik dan biaya pembangkit sehingga setiap ada usulan perubahan besaran subsidi listrik oleh PT PLN (Persero) pada akhirnya diharapkan tidak berdampak pada meningkatnya risiko fiskal. Adapun tujuan pembuatan model keuangan tersebut adalah untuk: a. mengidentifikasi faktor-faktor ekonomi yang memiliki keterkaitan dengan struktur biaya pembangkit listrik sebagai dasar penetapan subsidi listrik oleh pemerintah kepada PT PLN (Persero) b. mengembangkan kerangka analisis yang dapat menjelaskan keterkaitan dan sensitivitas variabel makro ekonomi terhadap besaran subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada PT PLN (Persero) c. mengembangkan model spreadsheet yang digunakan untuk analisis keterkaitan variabel makro ekonomi terhadap struktur biaya pembangkit listrik di PT PLN (Persero). I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Ketersediaan tenaga listrik adalah salah satu prasyarat mutlak bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai serta dijamin oleh negara dan penyediaannya perlu terus ditingkatkan sejalan dengan perkembangan pembangunan dalam jumlah yang cukup, merata dan bermutu yang pada akhirnya dapat menumbuhkan perekonomian seluruh daerah di Indonesia. Seiring dengan hal tersebut di atas, PT PLN (Pesero) melalui visi 75/100 bercita- cita bahwa pada tahun 2020 kelak seluruh penduduk Indonesia bisa menikmati layanan tenaga listrik dari BUMN tersebut. Berdasarkan data Departemen ESDM tahun 2008, total kapasitas terpasang dari seluruh pembangkit listrik adalah sekitar 30 ribu MW (terdiri dari pembangkit PLN 24.925 MW, IPP 4.044 MW dan lainnya 916 MW). Dengan sejumlah infrastruktur tersebut, PT PLN (Persero) baru mampu mencapai rasio elektrifikasi 64,3%. Disamping itu, saat ini terdapat program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10 ribu MW tahap pertama. Tentu saja ini merupakan kewajiban PT PLN (Persero)

Upload: lamthuy

Post on 07-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO … · Di bawah ini, adalah bagan Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan da lam APBN yang menggambarkan dukungan pemerintah

KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO DAN PEMBENTUKAN HOLDING COMPANY

Abstraksi

Berdasarkan data realisasi subsidi APBN, selama ini meningkatnya angka subsidi APBN di-drive oleh, salah satunya besaran subsidi listrik. Sejak tahun 2005 subsidi listrik memiliki kecenderungan yang terus meningkat tajam hingga tahun 2008.

Dalam konteks ini, pemerintah sebagai pemberi subsidi listrik perlu untuk memiliki model keuangan sendiri untuk perhitungan subsidi listrik. Sebab, model PT PLN (Persero) yang digunakan untuk menghitung besaran subsidi listrik hanya memberikan informasi untuk perhitungan besaran subsidi listrik secara agregat dan tidak menampilkan perhitungan secara detail sampai ke biaya pembangkit. Selain itu, juga tidak memberikan informasi yang bisa dipakai dalam rangka pengelolaan dan pengendalian biaya pembangkit, BPP - Tegangan Tinggi, BPP - Tegangan Menengah dan BPP - Tegangan Rendah. Dan, ujungnya, tidak dapat memberikan informasi untuk dipakai dalam rangka pengelolaan dan pengendalian Subsidi Listrik

Dengan memiliki model keuangan seperti tersebut di atas, diharapkan pemerintah mampu mengelola dan mengendalikan dengan baik subsidi listrik melalui pengendalian BPP listrik dan biaya pembangkit sehingga setiap ada usulan perubahan besaran subsidi listrik oleh PT PLN (Persero) pada akhirnya diharapkan tidak berdampak pada meningkatnya risiko fiskal.

Adapun tujuan pembuatan model keuangan tersebut adalah untuk: a. mengidentifikasi faktor-faktor ekonomi yang memiliki keterkaitan dengan struktur

biaya pembangkit listrik sebagai dasar penetapan subsidi listrik oleh pemerintah kepada PT PLN (Persero)

b. mengembangkan kerangka analisis yang dapat menjelaskan keterkaitan dan sensitivitas variabel makro ekonomi terhadap besaran subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada PT PLN (Persero)

c. mengembangkan model spreadsheet yang digunakan untuk analisis keterkaitan variabel makro ekonomi terhadap struktur biaya pembangkit listrik di PT PLN (Persero).

I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Ketersediaan tenaga listrik adalah salah satu prasyarat mutlak bagi

keberlangsungan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, usaha penyediaan tenaga

listrik dikuasai serta dijamin oleh negara dan penyediaannya perlu terus ditingkatkan

sejalan dengan perkembangan pembangunan dalam jumlah yang cukup, merata dan

bermutu yang pada akhirnya dapat menumbuhkan perekonomian seluruh daerah di

Indonesia.

Seiring dengan hal tersebut di atas, PT PLN (Pesero) melalui visi 75/100 bercita-

cita bahwa pada tahun 2020 kelak seluruh penduduk Indonesia bisa menikmati layanan

tenaga listrik dari BUMN tersebut. Berdasarkan data Departemen ESDM tahun 2008,

total kapasitas terpasang dari seluruh pembangkit listrik adalah sekitar 30 ribu MW (terdiri

dari pembangkit PLN 24.925 MW, IPP 4.044 MW dan lainnya 916 MW). Dengan

sejumlah infrastruktur tersebut, PT PLN (Persero) baru mampu mencapai rasio

elektrifikasi 64,3%.

Disamping itu, saat ini terdapat program percepatan pembangunan pembangkit

listrik 10 ribu MW tahap pertama. Tentu saja ini merupakan kewajiban PT PLN (Persero)

Page 2: KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO … · Di bawah ini, adalah bagan Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan da lam APBN yang menggambarkan dukungan pemerintah

untuk membiayai seluruh proyek ini, baik dengan cara menjual obligasi maupun dengan

pinjaman bank.

Dengan meningkatnya kapasitas pembangkit listrik yang masuk ke dalam sistem

ketenagalistrikan nasional yang berasal dari program percepatan pembangkit listrik

10.000 MW diperkirakan hal itu akan meningkatkan pula risiko fiskal. Alur berpikirnya

adalah sebagai berikut: dengan selesainya beberapa proyek pembangkit listrik tentu saja

ini akan menambah kapasitas pembangkit listrik secara nasional. Dengan meningkatnya

jumlah kapasitas pembangkit listrik maka jumlah masyarakat yang dapat mengkonsumsi

tenaga listrik makin bertambah. Bertambahnya masyarakat yang terlayani oleh PT PLN

(Persero) atau semakin meningkatnya angka rasio elektrifikasi tentu saja akan

berdampak pada meningkatnya jumlah subsidi listrik karena Harga Jual Tenaga Listrik

(HJTL) rata-rata atau Tarif Dasar Listrik (TDL) yang ditetapkan pemerintah lebih rendah

daripada Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Listrik rata-rata. Dengan demikian, makin besar

kapasitas layanan tenaga listrik PT PLN (Persero), makin besar pula potensi

meningkatnya risiko fiskal yang berasal dari subsidi listrik.

Salah satu cara untuk merumuskan subsidi secara lebih tepat adalah dengan

membuat suatu financial model perhitungan subsidi listrik yang menggunakan basis data

yang sama dengan financial model perhitungan subsidi listrik milik PT PLN (Persero),

namun dengan perspektif yang berbeda (dalam hal ini perspektif negara sebagai pemberi

subsidi).

Model keuangan PT PLN (Persero) yang selama ini menghasilkan usulan besaran

subsidi listrik tidak dilengkapi dengan informasi secara detail hingga biaya pembangkit

dan proses perhitungan Biaya Pokok Penyediaan per tegangan (Tegangan Tinggi,

Tegangan Menengah dan Tegangan Rendah). Selain itu, analisis sensitivitas antara

asumsi makro ekonomi dan industri listrik terhadap biaya pembangkit, BPP listrik dan

subsidi listrik juga tidak dimiliki oleh model PT PLN (Persero).

Dengan memiliki model keuangan seperti tersebut di atas, diharapkan pemerintah

mampu mengelola dan mengendalikan dengan baik subsidi listrik melalui pengendalian

BPP listrik dan biaya pembangkit sehingga setiap ada usulan perubahan besaran subsidi

listrik oleh PT PLN (Persero) pada akhirnya tidak berdampak pada meningkatnya risiko

fiskal.

1.2. Tujuan

Berdasarkan paparan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. Mengidentifikasi faktor-faktor ekonomi apa saja yang memiliki keterkaitan dengan

struktur biaya pembangkit listrik sebagai dasar penetapan subsidi listrik oleh

pemerintah kepada PT PLN (Persero)

b. Mengembangkan kerangka analisis yang dapat menjelaskan keterkaitan dan

sensitivitas variabel makro ekonomi terhadap besaran subsidi yang diberikan oleh

pemerintah kepada PT PLN (Persero)

Page 3: KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO … · Di bawah ini, adalah bagan Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan da lam APBN yang menggambarkan dukungan pemerintah

c. Mengembangkan model spreadsheet yang akan digunakan untuk analisis keterkaitan

variabel makro ekonomi terhadap struktur biaya pembangkit listrik di PT PLN

(Persero).

1.3. Output dan Outcome

Adapun output yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Faktor-faktor ekonomi yang memiliki keterkaitan dengan struktur biaya pembangkit

listrik sebagai dasar penetapan subsidi listrik oleh pemerintah kepada PT PLN

(Persero)

b. Kerangka analisis yang dapat menjelaskan keterkaitan dan sensitivitas variabel

makro ekonomi terhadap besaran subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada PT

PLN (Persero)

c. Model spreadsheet yang akan digunakan untuk analisis keterkaitan variabel makro

ekonomi terhadap struktur biaya pembangkit listrik di PT PLN (Persero).

Sedangkan outcome yang diharapkan adalah tersedianya analisis sensitivitas variabel

makro ekonomi terhadap perubahan struktur biaya pembangkit listrik di PT PLN (Persero)

yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan besaran subsidi listrik oleh pemerintah.

II. Metodologi Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan:

1. Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan dalam APBN

2. Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Perhitungan,

Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik.

Di bawah ini, adalah bagan Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan da

lam APBN yang menggambarkan dukungan pemerintah bagi pelaksanaan PSO listrik

sehingga misi PSO bidang ketenagalistrikan dari pemerintah dapat tercapai.

Page 4: KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO … · Di bawah ini, adalah bagan Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan da lam APBN yang menggambarkan dukungan pemerintah

Bagan 1 - Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan dalam APBN

Untuk data asumsi yang diduga terkait dengan besaran subsidi listrik, variabel

makro ekonomi yang akan digunakan dalam model spreadsheet tersebut adalah harga

bahan bakar (ICP, gas, batubara, panas bumi), inflasi, kurs, tingkat suku bunga dan

pertumbuhan ekonomi.

Untuk biaya pembangkitan (sebagai komponen pembentuk BPP TT) sudah

termasuk biaya pembelian tenaga listrik dari Independent Power Producer (IPP) dan

sewa pembangkit. Data biaya pembangkitan dikumpulkan per jenis pembangkit listrik per

lokasi (bottom up approach). Selanjutnya, data biaya pembangkitan, biaya transmisi TT

dan lainnya yang berada dalam satu sistem jaringan ketenagalistrikan akan diproses oleh

model penelitian ini berdasarkan sistem jaringan yang ada.

Sedangkan BPP listrik yang digunakan sebagai dasar perhitungan subsidi listrik

adalah sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara

Penyediaan Anggaran, Perhitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi

Listrik yaitu: BPP Tegangan Tinggi, BPP Tegangan Menengah dan BPP Tegangan

Rendah. Perhitungan detailnya adalah sebagai berikut:

RPJP, RPJM, RKP, UU 19/2003, UU Sektor, Perpres 5/2006, PMK Subsidi Listrik

Aktivitas PSO Output PSO Misi PSO Pemerintah

Efisiensi PSO Efektivitas PSO

Peningkatan pelayanan umum Pertumbuhan ekonomi Diversifikasi energi primer

Dukungan Pemerintah berupa Subsidi Listrik

Ketersediaan tenaga listrik Terlaksananya investasi dan pemeliharaan pembangkit listrik non BBM

Page 5: KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO … · Di bawah ini, adalah bagan Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan da lam APBN yang menggambarkan dukungan pemerintah

Kemudian, berdasarkan persamaan BPP TT, BPP TM dan BPP TR di atas, maka

besaran subsidi listrik yang harus dibayarkan pemerintah adalah sesuai dengan

persamaan sebagai berikut:

Besaran subsidi ini diperoleh per golongan tarif dan per jenis tegangan (TT, TM,

TR). Tarif Dasar Listrik (TDL) yang berlaku hingga saat ini adalah berdasarkan

Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 2003 tentang Harga Jual Tenaga Listrik Tahun

2004.

Dari uraian di atas, alur dari model perhitungan subsidi listrik yang dibangun

dalam penelitian ini adalah seperti berikut ini:

Bagan 2 – Alur Model Perhitungan Subsidi Listrik

III. Analisis dan Pembahasan

Dalam penjelasan bab terdahulu, telah dipaparkan bahwa model ini dibangun

dengan menggunakan bottom up approach sebagai dasar perhitungan besaran subsidi

listrik. Dengan pendekatan tersebut, bisa diketahui berdasarkan variabel apa saja biaya

pembangkit dari suatu pembangkit listrik itu dibentuk, bagaimana pengaruh faktor makro

ekonomi itu berdampak terhadap biaya pembangkit, seberapa besar faktor industri listrik

Pengisian data asumsi makro ekonomi dan

lainnya

Pengisian data HJTL, Volume penjualan tenaga listrik, Biaya pembangkit

Perhitungan BPP TT, BPP TM, BPP TR

Perhitungan Subsidi Listrik

BPP TT = Total Biaya di TT / kWh net di TT

= (Biaya Pembangkitan + Biaya Transmisi TT) / (kWh diterima di TT – kWh

losses di TT)

BPP TM = (Total Biaya di TM – Pendapatan di TT) / kWh net di TM

= ((Total Biaya di TT + Biaya Distribusi di TM) – (kWh terjual di TT x BPP

TT)) / (kWh diterima di TM – kWh losses di TM)

BPP TR = (Total Biaya di TR – (Pendapatan di TT dan TM) / kWh net di TR

= ((Total Biaya di TM + Biaya Distribusi di TR) – (kWh terjual di TT x BPP TT

+ kWh terjual di TM x BPP TM)) / (kWh diterima di TR – kWh losses di

TR)

Subsidi = - (Harga Jual Tenaga Listrik – BPP (1 + margin)) x kWh terjual

Page 6: KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO … · Di bawah ini, adalah bagan Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan da lam APBN yang menggambarkan dukungan pemerintah

berdampak terhadap biaya pembangkit sampai dengan bagaimana cara faktor makro

ekonomi dan industri listrik itu berpengaruh terhadap besaran subsidi listrik.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini ditampilkan struktur model simulasi yang

menghubungkan asumsi makro ekonomi dan industri ke model biaya pembangkit, volume

penjualan listrik hingga subsidi listrik.

Bagan 3 Struktur Model Simulasi Biaya Pembangkit

3.1 Faktor Sensitivitas Biaya Pembangkit

Faktor-faktor makro ekonomi yang masuk dalam pertimbangan model penelitian

ini yaitu:

Harga energi primer: Indonesian Crude Petroleum, batubara dunia, gas dan

panas bumi;

Inflasi: Indonesia dan dunia

Kurs Rp terhadap USD

Asumsi makro ekonomi dan

industri

Perhitungan Biaya Pokok

Penyediaan listrik

Model biaya pembangkit

Rekap pembangkit

Volume penjualan listrik per

golongan tarif dan tegangan

Harga jual tenaga listrik per

golongan tarif dan tegangan

Perhitungan subsidi listrik

Output: Biaya pembangkit, Fuel mix, BPP, Subsidi per golongan , Subsidi total

Page 7: KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO … · Di bawah ini, adalah bagan Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan da lam APBN yang menggambarkan dukungan pemerintah

Tingkat pertumbuhan ekonomi

Tingkat suku bunga: SBI dan London Inter Bank Offered Rate (LIBOR)

Sedangkan faktor-faktor industri listrik yang dipertimbangkan dalam model ini

adalah:

Alpha Pertamina untuk bahan bakar minyak (HSD, IDO, dan MFO)

Pajak Pertambahan Nilai BBM

Susut jaringan TT, TM dan TR

Tingkat marjin dari BPP

Tingkat pertumbuhan permintaan listrik

Pada dasarnya, biaya pembangkit terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.

Sekitar 60 persen biaya pembangkit disumbang dari komponen biaya bahan bakar.

Biaya bahan bakar merupakan biaya variabel yang paling signifikan terhadap

biaya pembangkit. Biaya variabel lainnya adalah biaya pemeliharaan yang nilainya

bergerak sesuai dengan jumlah produksi tenaga listrik oleh pembangkit listrik tersebut.

Sedangkan Biaya tetap pembangkit terdiri dari:

Biaya kepegawaian

Biaya administrasi

Biaya beban bunga

Penyusutan

Biaya-biaya ini tetap ada walaupun pembangkit listrik tidak memproduksi tenaga listrik.

Page 8: KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO … · Di bawah ini, adalah bagan Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan da lam APBN yang menggambarkan dukungan pemerintah

3.2. Pengaruh Faktor Makro dan Industri Terhadap Biaya Pembangkit

Bagan 4 - Pengaruh Faktor Makro dan Industri Terhadap Biaya Pembangkit

Berdasarkan diagram di atas, dapat diketahui bahwa hampir semua faktor

asumsi, baik makro ekonomi maupun industri, mempengaruhi besaran biaya pembangkit,

baik melalui biaya variabel maupun biaya tetap.

Harga ICP, harga batu bara dunia, harga gas dan harga panas bumi akan

mempengaruhi biaya pembangkit melalui biaya bahan bakar. Faktor kurs Rp terhadap

USD ini mempengaruhi besaran biaya pembangkit melalui banyak komponen biaya.

Komponen biaya yang dpengaruhi secara langsung oleh faktor kurs adalah biaya bahan

bakar, biaya material dan jasa borongan yang biasanya berdenominasi valas, biaya

beban bunga pinjaman luar negeri, biaya pemeliharaan (berdenominasi Rp namun

mengikuti pergerakan nilai USD) dan biaya penyusutan.

Sedangkan suku bunga LIBOR hanya mempengaruhi biaya bunga pinjaman,

yang merupakan bagian dari biaya tetap pembangkit listrik.

Selanjutnya, dari sisi industri listrik, faktor alpha Pertamina untuk bahan bakar

HSD, IDO maupun MFO serta Pajak Pertambahan Nilai BBM mempengaruhi besaran

biaya pembangkit melalui biaya bahan bakar.

Makro: 1. Harga ICP 2. Harga Batubara 3. Harga Gas 4. Harga Panas Bumi 5. Inflasi Indonesia 6. Inflasi Dunia 7. Kurs Rp/USD 8. Pertumbuhan

Ekonomi 9. Suku Bunga SBI 10. Suku Bunga LIBOR

Industri:

1. Alpha HSD 2. Alpha IDO 3. Alpha MFO 4. PPN BBM 5. Susut Jaringan TT 6. Susut Jaringan TM 7. Susut Jaringan TR 8. Marjin 9. Pertumbuhan listrik

Biaya Pembangkit: Biaya Variabel:

Biaya Bahan Bakar

Biaya pemeliharaan

Biaya Tetap:

Biaya kepegawaian

Biaya administrasi

Biaya Material

Jasa Borongan

Biaya beban bunga a. Komponen Rp b. Komponen USD

Penyusutan

Page 9: KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO … · Di bawah ini, adalah bagan Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan da lam APBN yang menggambarkan dukungan pemerintah

3.3. Model Biaya Pembangkit

Berikut ini tampilan dari model simulasi biaya pembangkit bagian input. Pada

bagian input ini, terdiri dari kumpulan asumsi, baik makro ekonomi maupun industri listrik.

Tabel 1. Asumsi Faktor Makro dan Industri Listrik

Asumsi faktor-faktor di atas selanjutnya menjadi masukan untuk menghitung biaya

pembangkit.

3.4 Biaya Pokok Penyediaan Listrik

Sebagaimana dijelaskan pada bab terdahulu, Biaya Pokok Penyediaan (BPP)

terdiri dari BPP Tegangan Tinggi, BPP Tegangan Menengah dan BPP Tegangan

Rendah.

Sedangkan variabel makro ekonomi dan industri listrik BPP adalah sejumlah

variabel yang mempengaruhi biaya pembangkit serta susut dan jumlah listrik yang terjual

di tiap jaringan tegangan (TT, TM dan TR). Juga biaya transmisi (untuk TT) atau biaya

INPUT

Asumsi faktor-faktor makro

2008 Satuan Nilai Referensi

Harga ICP 130 USD per barrel 130

Harga Batubara Dunia 70 USD per ton 70

Harga Gas 3,8 USD per MMBTU 3,8

Harga Panas Bumi 752 Rp./kWh 752

Inflasi Indonesia 6,0% per tahun 6,00%

Inflasi dunia 2,5% per tahun 2,50%

Kurs USD 9250 Rp. Per USD 9250

Pertumbuhan Ekonomi 5,60% per tahun 5,60%

Tingkat suku bunga SBI 8,0% per tahun 8,00%

Tingkat suku bunga LIBOR 3,0% per tahun 3,00%

Asumsi faktor-faktor industri

2008 Satuan

Alfa Pertamina, HSD 5% 5,00%

Alfa Pertamina, MFO 5% 5,00%

Alfa Pertamina, IDO 5% 5,00%

PPN BBM 10% 10,00%

Harga Pembelian Listrik 0%

Komponen Valas 0,05 USD/kWh 0,05

Komponen Rupiah 31,73 Rp/kWh 31,73

Harga Sewa Pembangkit 268,15 Rp/kWh 268,15

Susut Jaringan TT 2,75% 2,75%

Susut Jaringan TM 2,75% 2,75%

Susut Jaringan TR 5,50% 5,50%

Marjin BPP untuk perhitungan Subsidi 0,00% 0,00%

Pertumbuhan permintaan listrik 8,96% per tahun 8,96%

Page 10: KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO … · Di bawah ini, adalah bagan Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan da lam APBN yang menggambarkan dukungan pemerintah

distribusi (TM dan TR) yang disebabkan komponen biaya tersebut berdenominasi US

dollar atau bergerak seiring dengan fluktuasi kurs US dollar terhadap Rupiah.

Adapun persamaan dari BPP Tegangan Tinggi adalah sebagai berikut:

Biaya Transmisi TT adalah penjumlahan dari biaya-biaya fungsional di transmisi

tegangan tinggi. Biaya fungsional tersebut meliputi biaya pemeliharaan (material dan jasa

borongan) TT, biaya administrasi TT, biaya kepegawaian TT, biaya penyusutan TT dan

biaya pinjaman TT.

Adapun persamaan dari BPP Tegangan Menengah adalah sebagai berikut:

Biaya Distribusi TM adalah penjumlahan dari biaya-biaya fungsional di distribusi

tegangan menengah. Biaya fungsional tersebut meliputi biaya pemeliharaan (material

dan jasa borongan) TM, biaya administrasi TM, biaya kepegawaian TM, biaya

penyusutan TM dan biaya pinjaman TM.

Adapun persamaan dari BPP Tegangan Rendah adalah sebagai berikut:

Biaya distribusi TR adalah penjumlahan dari biaya-biaya fungsional di distribusi

tegangan rendah. Biaya fungsional tersebut meliputi biaya pemeliharaan (material dan

jasa borongan) TR, biaya administrasi TR, biaya kepegawaian TR, biaya penyusutan TR

dan biaya pinjaman TR.

3.5. Model Biaya Pokok Penyediaan Listrik

Pada Model Biaya Pembangkit mempunyai keluaran berupa biaya pembangkit

dan jumlah bruto produksi listrik secara agregat. Variabel biaya pembangkit tersebut

menjadi masukan bagi model biaya pokok penyediaan.

BPP TT = Total Biaya di TT / kWh net di TT

= (Biaya Pembangkitan + Biaya Transmisi TT) / (kWh diterima

di TT – kWh losses di TT)

BPP TM = (Total Biaya di TM – Pendapatan di TT) / kWh net di TM

= ((Total Biaya di TT + Biaya Distribusi di TM) – (kWh terjual di

TT x BPP TT)) / (kWh diterima di TM – kWh losses di TM)

BPP TR = (Total Biaya di TR – (Pendapatan di TT dan TM) / kWh net di

TR

= ((Total Biaya di TM + Biaya Distribusi di TR) – (kWh terjual di

TT x BPP TT + kWh terjual di TM x BPP TM)) / (kWh diterima

di TR – kWh losses di TR)

Page 11: KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO … · Di bawah ini, adalah bagan Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan da lam APBN yang menggambarkan dukungan pemerintah

Implementasi perhitungan biaya pokok penyediaan di level tegangan tinggi,

tegangan menengah dan tegangan rendah adalah seperti di bawah ini:

Tabel 2 Perhitungan Biaya Pokok Penyediaan TT, TM dan TR

3.6. Perhitungan Subsidi Listrik

Dalam bab sebelumnya disebutkan bahwa formula perhitungan subsidi listrik

seperti berikut ini:

IV. Penutup

4.1 Kesimpulan

Susut TW I

a Biaya Pembangkitan (Rp. Milyar) 37.801

b Biaya Transmisi Tegangan Tinggi - 1.046

c=a+b Total Biaya di Tegangan Tinggi 38.847

d GWh diterima di Tegangan Tinggi 36.721

e GWh losses di Tegangan Tinggi 2,75% 1.010

f=d-e GWh net di Tegangan Tinggi 35.711

g GWh jual di Tegangan Tinggi 3.224

h=c/f Biaya Pokok Penyediaan TT (Rp./kWh) 1.087,8

Item

i Biaya Distribusi di Tegangan Menengah 1.046

j=c+i Total Biaya di Tegangan Menengah 39.893

k=f-g GWh diterima di Tegangan Menengah 32.487

l GWh losses di Tegangan Menengah 2,75% 893

m=k-l GWh net di Tegangan Menengah 31.593

n GWh jual di Tegangan Menengah 11.895

o=(j-gxh)/m Biaya Pokok Penyediaan TM 1.152

Subsidi = - (Harga Jual Tenaga Listrik – BPP (1 + margin)) x kWh

terjual

p Biaya Distribusi di Tegangan Rendah 1.046

q=j+p Total Biaya di Tegangan Rendah 40.940

r=m-n GWh diterima di Tegangan Rendah 19.698

s GWh losses di Tegangan Rendah 5,50% 1.083

t=r-s GWh net di Tegangan Rendah 18.614

u GWh jual di Tegangan Rendah 18.614

v=((j+p)-(hxg+nxo))/t Biaya Pokok Penyediaan TR 1.275

Page 12: KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO … · Di bawah ini, adalah bagan Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan da lam APBN yang menggambarkan dukungan pemerintah

Model simulasi yang sedang dibangun dalam rangka pengelolaan dan

pengendalian subsidi listrik ini untuk sementara sudah bisa memenuhi harapan dalam

konteks kerangka berpikir proses perhitungan subsidi listrik yang relatif lebih baik dengan

alasan proses ini dimulai dari bawah, yaitu dari level pembangkit listrik (bottom up).

Setidaknya terdapat dua hal yang dapat disimpulkan dari pembangunan model

simulasi ini, yakni:

1. Model tersebut dapat menjelaskan keterkaitan antara asumsi makro ekonomi dan

industri listrik terhadap biaya pembangkit, BPP listrik sampai subsidi listrik.

2. Model tersebut dapat digunakan untuk pengendalian besaran subsidi listrik

dengan cara peningkatan efisiensi BPP listrik melalui pengendalian biaya

pembangkit.

Oleh karena itu, beberapa manfaat yang diharapkan dari model simulasi ini

adalah:

1. Model tersebut diharapkan berguna sebagai pembanding terhadap model milik PT

PLN (Persero) untuk mengalokasikan besaran subsidi listrik secara lebih tepat.

2. Model tersebut diharapkan berguna sebagai alat untuk memproyeksi besaran

subsidi listrik di masa depan.

3. Model tersebut diharapkan berguna sebagai alat pengendalian besaran subsidi

listrik.

Di sisi lain, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111 Tahun 2007 yang menjadi

pedoman teknis pembayaran subsidi listrik saat ini perlu dikaji ulang. Kegiatan verifikasi

dari instansi berwenang yang hanya berbasis dokumen pengajuan tagihan memiliki

beberapa kelemahan diantaranya:

(1) Skema pemberian subsidi (PSO) listrik kepada PT PLN (Persero) belum dapat

menjamin pengelolaan pengendalian risiko fiskal atas perubahan besaran subsidi

listrik.

(2) Ketidakmampuan, kelalaian dan kerugian yang ditimbulkan oleh manajemen PT PLN

(Persero) dalam penyediaan listrik secara otomatis dialihkan kepada pemerintah,

dan bagi PT PLN (Persero) sendiri tidak berlaku sistem reward dan punishment;

4.2 Rekomendasi

Dengan demikian, diperlukan langkah-langkah yang harus dilakukan Badan

Kebijakan Fiskal antara lain adalah:

1. Dalam hal operasionalisasi model untuk pengelolaan dan pengendalian subsidi

listrik, Badan Kebijakan Fiskal perlu meningkatkan koordinasi dengan PT PLN

(Persero) untuk memperkuat data base model tersebut.

2. Perlunya pengaturan alokasi risiko fiskal atas perubahan subsidi listrik dimana:

(1) perubahan yang disebabkan oleh faktor internal PT PLN (Persero) menjadi

tanggung jawab BUMN tersebut.

Page 13: KAJIAN EVALUASI RISIKO FISKAL ATAS KEBIJAKAN PSO … · Di bawah ini, adalah bagan Model Pengelolaan dan Pengendalian Risiko Keuangan da lam APBN yang menggambarkan dukungan pemerintah

(2) perubahan karena faktor eksternal menjadi tanggung jawab Pemerintah.

3. Terkait dengan nomor 2 tersebut di atas, Badan Kebijakan Fiskal menjadi inisiator

untuk mengkaji ulang materi PMK Nomor 111 Tahun 2007 (draft revisi terlampir)

tersebut.

V. Daftar Pustaka

Undang Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara.

Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan.

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan

Tenaga Listrik.

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 Tentang Pengalihan Bentuk Perseroan

Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).

Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 2003 Tentang Harga Jual Tenaga Listrik Tahun

2004 yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT. PLN.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.02/2007 Tahun 2007 Tentang Tata Cara

Penyediaan Anggaran, Penghitungan, Pembayaran dan Pertanggungjawaban

Subsidi Listrik Tahun 2007.

Murray, B (2009),”Power Markets and Economics: Energy Costs, Trading, Emissions”,

Wiley

Marsudi, Djiteng, (2005),”Pembangkitan Energi Listrik”, Jakarta: Penerbit Erlangga

Moltke, A. McKee, C. Morgan, T (2004), “Energy Subsidies: Lessons Learned in

Assessing Their Impact”

Kementerian Bidang Perekonomian, 2007, “Dengan PSO Menjembatani Kesenjangan

Infrastruktur: Kajian Awal Evaluasi Kebijakan PSO BUMN Infrastruktur”.

Nahadi, Bin, 2007, “Komersialisasi Public Service Obligation (PSO)”.