kajian ekonomi dan keuangan regional - bi.go.id · daftar isi iii daftar isi visi dan ... grafik...
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SUMATERA UTARA
TRIWULAN IV 2015
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
VISI DAN MISI
i
VISI DAN MISI
Visi Bank Indonesia:
“Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan
nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang
stabil”
Misi Bank Indonesia:
1. Mencapai stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan
moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu
bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar yang berkontribusi
terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan
memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung
tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola
(governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
Nilai-nilai Strategis:
Trust and Integrity- Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and
Teamwork
Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara:
“Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan
kontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional”
Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara:
Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas
sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran
untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang
inklusif dan berkesinambungan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
KATA PENGANTAR
ii
KATA PENGANTAR
Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Sumatera Utara. Edisi periode ini mengulas dinamika ekonomi di Sumut pada Triwulan IV 2015 yang tercermin dari perkembangan makroekonomi regional, inflasi, perbankan dan sistem pembayaran, stabilitas sistem keuangan, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, prospek ekonomi Sumatera Utara ke depan, serta rekomendasi kepada instansi terkait. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum dan BPR, data statistik dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, data realisasi investasi dari Badan Penanaman Modal dan Promosi Sumatera Utara, data realisasi APBN dari Dirjen Perbendaharaan Negara Wilayah Sumatera Utara, data realisasi APBD dari Biro Keuangan Sumatera Utara, dan data dari instansi/lembaga terkait lainnya serta informasi dari para pelaku ekonomi utama di Sumatera Utara.
Perekonomian Sumatera Utara triwulan IV 2015 membaik dari 5,1% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,3% (yoy) yang ditopang oleh membaiknya konsumsi non profit dan ekspor. Peningkatan perekonomian Sumatera Utara didukung oleh membaiknya kinerja konsumsi lembaga non profit dan ekspor dari sisi penggunaan, serta akselerasi kinerja kategori Industri Pengolahan danpertanian dari sisi penawaran. Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Utara melambat dari 5,2% (yoy) menjadi 5,1% (yoy). Perbaikan perekonomian ini disertai dengan capaian inflasi yang terjangkar pada sasarannya, yaitu 3,2% (yoy).
Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2016 diperkirakan akan membaik terutama ditopang oleh kuatnya permintaan domestik sementara sisi eksternal masih mengalami penyesuaian akibat berlanjutnya penyesuaian harga serta permintaan yang masih cenderung stagnan. Dari sisi penawaran, perbaikan perekonomian diharapkan ditopang oleh meningkatnya kinerja kategori pertanian, konstruksi dan PBE, sementara kategori Industri Pengolahan diperkirakan stabil. Seiring dengan membaiknya permintaan, tekanan inflasi diperkirakan meningkat. Peningkatan tekanan inflasi diperkirakan terjadi pada kelompok Volatile Foods dan inflasi inti sementara tekanan Administered Prices justru diperkirakan menurun.
Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini, serta mengharapkan kiranya kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Februari 2016 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA
Difi A. Johansyah Direktur Eksekutif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR ISI
VISI DAN MISI ............................................................................................................................... I
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... II
DAFTAR ISI .................................................................................................................................. III
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................................................... V
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................... VII
TABEL INDIKATOR ..................................................................................................................... VIII
RINGKASAN UMUM .................................................................................................................... IX
BAB 1 EKONOMI MAKRO REGIONAL .......................................................................................... 1
1.1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL SECARA UMUM ......................................................... 2
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN ............................................................................... 3
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA/KATEGORI .......................................................... 9
BAB 2 INFLASI ......................................................................................................................... 15
2.1 KONDISI UMUM .................................................................................................................... 16
2.2 DISAGREGASI INFLASI ............................................................................................................. 17
2.3 INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA......................................................................... 18
2.3.1 KELOMPOK BAHAN MAKANAN ............................................................................................................ 18
2.3.2 KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU ......................................................... 19
2.3.3 KELOMPOK PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR .......................................................... 19
2.3.4 KELOMPOK SANDANG .................................................................................................................... 20
2.3.5 KELOMPOK KESEHATAN .................................................................................................................. 20
2.3.6 KELOMPOK PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA .......................................................................... 20
2.3.7 KELOMPOK TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN ........................................................... 20
2.4 UPAYA PENGENDALIAN INFLASI ................................................................................................. 20
BAB 3 PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN ..................... 25
3.1 RINGKASAN UMUM ............................................................................................................... 26
3.2 ANALISIS PERBANKAN DAERAH ................................................................................................. 26
3.3 KETAHANAN SEKTOR KORPORASI DAN UMKM ............................................................................. 28
3.4 KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA ....................................................................................... 29
3.5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN ...................................................................................... 30
3.5.1 SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI ...................................................................................................... 30
3.5.2 KINERJA SISTEM PEMBAYARAN TUNAI .................................................................................................. 31
BAB 4 KEUANGAN PEMERINTAH .............................................................................................. 33
4.1 GAMBARAN UMUM ............................................................................................................... 34
4.2 ANGGARAN PENDAPATAN DAN REALISASI BELANJA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2015 ... 34
4.3 REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA TAHUN
2015 35
4.4 REKENING PEMERINTAH DAERAH DI BANK ................................................................................... 37
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN .................................................................... 41
5.1 KETENAGAKERJAAN ................................................................................................................ 42
5.2 KESEJAHTERAAN .................................................................................................................... 42
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
DAFTAR ISI
iv
5.2.1 TINGKAT PENGHASILAN MASYARAKAT .................................................................................................. 42
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI ............................................................. 45
6.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI ........................................................................................... 46
6.2 PROSPEK INFLASI ................................................................................................................... 48
6.3 REKOMENDASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH .............................................................................. 49
LAMPIRAN ................................................................................................................................. 51
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................................................... 54
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
DAFTAR GRAFIK
v
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan ............................................................................................. 3
Grafik 1.2 Survei Konsumen ................................................................................................................................... 3
Grafik 1.3 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja ..................................................................... 3
Grafik 1.4 Perkembangan Kredit Konsumsi ............................................................................................................ 4
Grafik 1.5 Konsumsi Listrik ..................................................................................................................................... 4
Grafik 1.6 Indeks Penjualan Eceran ........................................................................................................................ 4
Grafik 1.7 Perkembangan Nilai Tukar ..................................................................................................................... 4
Grafik 1.8 Impor Barang Konsumsi ......................................................................................................................... 4
Grafik 1.9 Persentase Realisasi APBN di Sumatera Utara 2015 .............................................................................. 5
Grafik 1.10 Kredit Investasi ..................................................................................................................................... 5
Grafik 1.11 Penjualan Semen.................................................................................................................................. 6
Grafik 1.12 Penjualan Barang Konstruksi................................................................................................................ 6
Grafik 1.13 Impor Barang Modal ............................................................................................................................ 6
Grafik 1.14 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara ........................................................................... 7
Grafik 1.15 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama .................................................................................................. 7
Grafik 1.16 PMI Negara Mitra Dagang Utama ........................................................................................................ 7
Grafik 1.17 Perkembangan Harga CPO dan Karet .................................................................................................. 7
Grafik 1.18 Ekspor CPO ........................................................................................................................................... 8
Grafik 1.19 Ekspor Karet ......................................................................................................................................... 8
Grafik 1.20 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut .................................................................................... 9
Grafik 1.21 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut ......................................................................................... 9
Grafik 1.22 Penyaluran Kredit Perkebunan .......................................................................................................... 10
Grafik 1.23 Penyaluran Pupuk Bersubsidi ............................................................................................................. 10
Grafik 1.24 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara ................................................................................ 10
Grafik 1.25 Penyaluran Kredit Pertanian .............................................................................................................. 11
Grafik 1.26 Realisasi NTP Sumatera Utara ............................................................................................................ 11
Grafik 1.27 Perkembangan Ekspor Manufaktur ................................................................................................... 11
Grafik 1.28 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan ............................................................................... 12
Grafik 1.29 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi .............................................................................................. 12
Grafik 1.30 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate .................................................. 12
Grafik 1.31 Penyaluran Kredit Kategori PBE ......................................................................................................... 13
Grafik 1.32 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera Utara .............................................................................. 13
Grafik 1.33 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan ....................................................................... 13
Grafik 1.34 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara ..................................................................................... 13
Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan .............................................................. 14
Grafik 2.1 Inflasi Sumut dan Nasional ................................................................................................................... 16
Grafik 2.2 Inflasi Kota di Sumut ............................................................................................................................ 16
Grafik 2.3 Inflasi Bulanan di Sumut....................................................................................................................... 16
Grafik 2.4 Disagregasi Inflasi Sumut ..................................................................................................................... 17
Grafik 2.5 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika ........................................................................................ 17
Grafik 2.6 Survei Harga Properti Residensial ........................................................................................................ 18
Grafik 2.7 Porsi Kelompok Komoditas dalam Penghitungan Indeks Harga Konsumen di Sumatera Utara .......... 18
Grafik 2.8 Pergerakan Harga Beras (Berbagai Kualitas) ........................................................................................ 18
Grafik 2.9 Margin per Kota/Kabupaten ................................................................................................................ 23
Grafik 2.10 Permasalahan Pemasaran .................................................................................................................. 24
Grafik 2.11 Permasalahan Logistik........................................................................................................................ 24
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
DAFTAR GRAFIK
vi
Grafik 2.12 Perbandingan Indeks Konektivitas dibandingkan dengan Rata-rata Volatilitas Inflasi Bahan Makanan
.............................................................................................................................................................................. 24
Grafik 3.1 Perkembangan Aset Perbankan ........................................................................................................... 26
Grafik 3.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) ............................................................................................. 26
Grafik 3.3 Perkembangan Komponen DPK ........................................................................................................... 26
Grafik 3.4 Perkembangan Suku Bunga DPK .......................................................................................................... 27
Grafik 3.5 Perkembangan Kredit .......................................................................................................................... 27
Grafik 3.6 Perkembangan Perbankan Sumut-Nasional ........................................................................................ 27
Grafik 3.7 Perkembangan Kredit .......................................................................................................................... 27
Grafik 3.8 Perkembangan Suku Bunga Kredit ....................................................................................................... 28
Grafik 3.9 Perkembangan Intermediasi Perbankan .............................................................................................. 28
Grafik 3.10 Perkembangan Risiko Kredit (NPL & NPF) .......................................................................................... 28
Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Korporasi di Sumut ......................................................................................... 28
Grafik 3.12 Perkembangan NPL Kredit Korporasi ................................................................................................. 28
Grafik 3.13 Perkembangan Kredit UMKM di Sumut ............................................................................................. 29
Grafik 3.14 Perkembangan NPL Kredit UMKM ..................................................................................................... 29
Grafik 3.15 Alokasi Penghasilan Rumah Tangga Sumut ........................................................................................ 29
Grafik 3.16 Perkembangan Kredit Rumah Tangga ................................................................................................ 30
Grafik 3.17 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga ......................................................................................... 30
Grafik 3.18 Perkembangan Transaksi Kliring ........................................................................................................ 30
Grafik 3.19 Perkembangan Uang Kartal di Sumut ................................................................................................ 31
Grafik 3.20 Perkembangan Temuan Uang Palsu di Sumut ................................................................................... 31
Grafik 3.21 Dukungan Masyarakat terhadap Elektronifikasi ................................................................................ 32
Grafik 4.1 Anggaran Pendapatan Pemprov Sumut ............................................................................................... 34
Grafik 4.2 Anggaran Belanja Pemprov Sumut ...................................................................................................... 35
Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Pendapatan Pemda Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ......................................... 36
Grafik 4.4 Posisi Rekening Pemda di Sumatera Utara .......................................................................................... 37
Grafik 4.5 Pangsa Anggaran Belanja APBN Sumatera Utara 2016 Menurut Jenis Belanja .................................. 40
Grafik 4.6 Pangsa Anggaran Belanja APBN Sumatera Utara 2016 Menurut Fungsi ............................................ 40
Grafik 5.1 Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja ................................................................................................... 42
Grafik 5.2 Indikator Jumlah Karyawan Total ......................................................................................................... 42
Grafik 5.3 Penduduk Miskin di Sumatera Utara ................................................................................................... 43
Grafik 5.4 Persentase Penduduk Miskin Provinsi se-Sumatera dan DKI Jakarta .................................................. 43
Grafik 5.5 Indeks Kedalaman & Keparahan Kemiskinan di Sumatera Utara ........................................................ 43
Grafik 5.6 Penduduk Miskin di Desa dan Kota di Sumut ...................................................................................... 43
Grafik 5.7 Nilai Tukar Petani ................................................................................................................................. 44
Grafik 5.8 Indeks Penghasilan Konsumen ............................................................................................................. 44
Grafik 6.1 Survei Konsumen ................................................................................................................................. 46
Grafik 6.2 Indeks Perkiraan Penjualan .................................................................................................................. 47
Grafik 6.3 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga ..................................................... 49
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Permintaan ..................................................................................... 2
Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara ............................................................................................. 6
Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama ........................................................................................................... 7
Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran ..................................................................................... 9
Tabel 2.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Sepanjang Tahun 2015 di Sumatera Utara ............................ 16
Tabel 2.2 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan IV 2015 di Sumatera Utara ...... 17
Tabel 2.3 Perubahan Harga BBM Bersubsidi pada .............................................................................................. 17
Tabel 2.4 Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa ......................................................................................... 18
Tabel 2.5 Inflasi Kelompok Bahan Makanan ........................................................................................................ 18
Tabel 2.6 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau ..................................................... 19
Tabel 2.7 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar ......................................................... 19
Tabel 2.8 Inflasi Kelompok Sandang .................................................................................................................... 20
Tabel 2.9 Inflasi Kelompok Kesehatan ................................................................................................................. 20
Tabel 2.10 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga ...................................................................... 20
Tabel 2.11 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan ........................................................ 20
Tabel 2.12 Margin per Kategori Pedagang ........................................................................................................... 22
Tabel 2.13 Perbandingan Biaya Transportasi Antar Kota ..................................................................................... 23
Tabel 2.14 Kondisi Jalan di Provinsi Sumatera Utara ............................................................................................ 24
Tabel 4.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Daerah 17 dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ................. 36
Tabel 4.2 Realisasi Belanja Pemerintah Daerah 17 dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ........................ 37
Tabel 4.3 Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara .............................................................................................. 38
Tabel 4.4 Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemprovsu Tahun 2016 ................................................................ 39
Tabel 6.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan .................................................................................................. 46
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
TABEL INDIKATOR
viii
TABEL INDIKATOR
I II III IV Total I II III IV Total IP Totalp
PDRB (%,yoy) 5,3 5,5 5,4 4,7 5,2 4,8 5,1 5,1 5,3 5,1 5,2-5,6 5,1-5,5
Sisi Permintaan
Konsumsi 5,3 4,8 4,9 5,0 5,0 4,8 4,1 4,4 4,1 4,3 4,1-4,5 4,4-4,8
Konsumsi Swasta 5,3 5,2 5,3 5,3 5,3 4,8 4,5 4,6 4,5 4,6 4,4-4,8 4,6-5,0
Konsumsi Pemerintah 5,3 1,5 1,9 3,3 2,9 4,3 1,5 3,0 1,4 2,4 2,1-2,5 3,1-3,5
Pembentukan Modal Tetap Bruto* 3,0 3,3 3,0 3,0 3,1 3,3 3,1 4,9 4,5 4,0 3,9-4,3 4,3-4,7
Ekspor 10,4 4,9 15,5 1,5 7,9 -4,3 -1,8 -2,5 2,4 -1,6 8,6-9,0 6,3-6,7
Impor -18,3 -6,8 64,0 -0,2 0,8 5,8 6,1 12,3 9,6 13,5 4,0-4,4 4,4-4,8
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,4 5,0 4,1 5,2 4,4 6,1 5,6 3,8 7,0 5,6 7,0-7,4 5,6-6,0
Pertambangan dan Penggalian 6,0 5,2 5,3 4,1 5,1 12,4 6,1 3,7 3,8 6,4 5,7-6,1 6,1-6,5
Industri Pengolahan 3,5 4,1 4,1 0,3 3,0 0,3 3,1 5,0 5,5 3,5 4,9-5,3 3,7-4,1
Pengadaan Listrik, Gas 9,0 -0,4 1,3 2,9 3,2 -8,5 -5,6 4,7 4,5 -1,3 1,5-1,9 2,0-2,4
Pengadaan Air 4,4 6,8 6,1 6,8 6,0 9,7 8,6 4,3 3,4 6,4 5,3-5,7 6,7-7,1
Konstruksi 5,9 4,9 7,7 8,5 6,8 8,3 6,6 5,6 2,0 5,5 2,5-2,9 5,4-5,8Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor7,7 6,3 8,3 5,5 6,9 4,5 5,4 4,2 3,3 4,4 3,4-3,8 4,3-4,7
Transportasi dan Pergudangan 5,1 6,1 5,3 6,3 5,7 5,1 5,1 6,0 5,7 5,5 5,4-5,8 5,4-5,8
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,5 8,1 5,9 6,5 6,5 9,2 6,9 6,2 5,7 7,0 5,7-6,1 6,7-7,1
Informasi dan Komunikasi 10,0 8,8 5,7 4,7 7,2 5,8 7,1 8,1 7,4 7,1 6,5-6,9 7,1-7,5
Jasa Keuangan 4,7 0,9 0,3 4,8 2,6 4,2 4,7 8,5 11,1 7,2 7,1-7,5 6,2-6,6
Real Estate 6,5 7,9 4,2 7,9 6,6 4,9 5,6 6,1 6,3 5,8 6,1-6,5 5,8-6,2
Jasa Perusahaan 6,9 6,3 6,3 7,5 6,8 7,2 6,8 5,0 4,5 5,9 5,0-5,4 6,0-6,4
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib7,5 8,7 6,5 5,2 6,9 5,3 6,3 7,0 4,7 5,8 4,5-4,9 6,1-6,5
Jasa Pendidikan 9,3 11,0 5,8 0,0 6,4 2,5 -0,2 8,1 9,8 5,0 8,2-8,6 5,6-6,0
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,8 7,6 4,1 8,6 7,0 6,4 7,9 8,8 4,7 6,9 4,4-4,8 7,8-8,2
Jasa lainnya 7,6 7,6 6,9 6,1 7,0 6,2 6,9 5,6 8,1 6,7 8,3-8,7 5,8-6,2
Inflasi IHK (%,yoy) 7,7 6,2 4,4 8,2 8,2 6,1 7,8 6,6 3,3 3,3 5.0±1.0 4.0±1.0
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
p : angka proyeksi
Sisi Produksi
2016Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
20152014
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
RINGKASAN UMUM
ix
RINGKASAN UMUM
ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL
Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2015 menunjukan perkembangan yang menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi yang membaik dari 5,1% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,3% (yoy) mengkonfirmasi tren perbaikan yang telah berlangsung sejak awal tahun 2015. Kinerja ekspor mulai menunjukkan perbaikan sejalan dengan adanya panen raya CPO pada triwulan laporan. Perbaikan ekonomi tersebut juga ditopang oleh membaiknya konsumsi lembaga non profit terkait dengan pelaksanaan pilkada serentak. Namun demikian, perbaikan ekonomi tersebut dirasakan belum kuat karena konsumsi rumah tangga dan investasi yang masih terbatas. Dari sisi penggunaan, produksi tanaman perkebunan masih cukup baik ditengah tren penurunan harga komoditas. Kondisi tersebut menyebabkan perbaikan yang signifikan kategori Pertanian. Kategori utama ekonomi Sumatera Utara, yaitu Industri Pengolahan juga menjadi pendorong kenaikan pertumbuhan ekonomi tersebut. Dengan perkembangan tersebut, secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Utara hanya sedikit melambat, yaitu dari 5,2% (yoy) menjadi 5,1% (yoy).
ASESMEN INFLASI
Inflasi Sumatera Utara tahun 2015 dapat dikendalikan pada level yang rendah dan berada pada kisaran sasaran inflasi 4±1%. Keberhasilan tersebut terkait dengan kebijakan Pemerintah dalam mengelola harga komoditas strategis (administered prices) khususnya harga BBM. Pasokan bahan pangan juga dapat dijaga dengan baik. Ditengah gejolak yang sempat muncul, komitmen Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumatera Utara untuk mengelola pasokan melalui berbagai program jangka pendek dan menengah, tingkat inflasi volatile foods berada dibawah historisnya. Kondisi tersebut mendorong terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat. Sementara permintaan yang diindikasikan meningkat menyebabkan kenaikan inflasi inti. Dengan perkembangan tersebut, inflasi Sumatera Utara tercatat sebesar 3,24%, jauh lebih rendah dibanding tahun 2014 yang mencapai 8,17%.
ASSESMEN PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Dukungan perbankan terhadap perbaikan ekonomi Sumatera Utara pada Triwulan IV 2015 terlihat pada peningkatan kredit. Kinerja kredit ke sektor korporasi masih meningkat, sementara kredit UMKM dan kredit rumah tangga melambat. Namun demikian, pertumbuhan kredit tersebut tidak diikuti oleh kenaikan pertumbuhan asset dan DPK terkait dengan kondisi ekonomi yang belum pulih. Risiko masih terjaga dibawah level indikatif. Kondisi tersebut juga tercermin pada aktivitas transaksi masyarakat, baik secara tunai maupun non tunai.
ASESMEN KEUANGAN DAERAH
Memasuki triwulan IV 2015 realisasi belanja Pemerintah Daerah meningkat cukup tajam sehingga secara keseluruhan tahun tercatat cukup baik. Di sisi lain, kondisi tersebut menunjukkan bahwa realisasi belanja Pemerintah masih terkonsentrasi di akhir tahun. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara di tahun 2015 mencapai 94,1% dari yang dianggarkan. Sementara untuk APBD 17 (dari 33) Kabupaten/Kota di Sumatera Utara terealisasi 95,7%. Namun, realisasi belanja langsung Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang didalamnya termasuk belanja modal hanya sebesar 86,9% dari pagunya. Hal ini sejalan dengan sumbangan konsumsi Pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan laporan yang masih terbatas.
ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Indikasi perbaikan ekonomi Sumatera Utara belum tercermin pada kondisi ketenagakerjaaan dan kesejahteraan masyarakat. Ekspektasi ketersediaan lapangan kerja pada triwulan laporan masih menurun. Namun demikian, perbaikan ekonomi tersebut terlihat pada ekspektasi ketersediaan lapangan kerja yang membaik pada periode mendatang. Sementara itu, tingkat kesejahteraan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
RINGKASAN UMUM
x
masyarakat juga belum mengindikasikan perbaikan. Nilai Tukar Petani (NTP) masih tertekan sehingga menahan perbaikan daya beli masyarakat. Kemiskinan meningkat terutama di masyarakat pedesaan. Kondisi tersebut tercermin pada Indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan yang memburuk.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Indikasi perbaikan perekonomian Sumatera Utara semakin terlihat di triwulan I 2016. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat dibanding triwulan IV 2015 dengan tingkat inflasi yang masih terjaga. Perbaikan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan ditopang oleh permintaan domestik. Konsumsi rumah tangga dan investasi diperkirakan membaik sejalan dengan terjaganya daya beli dan realisasi proyek infrastruktur Pemerintah. Sementara itu, perbaikan ekspor diperkirakan masih terbatas seiring dengan penyesuaian harga serta permintaan global yang masih cenderung stagnan. Di sisi sektoral, perbaikan ekonomi terlihat di kategori Pertanian, kategori perdagangan, dan kategori konstruksi, sementara kategori industri pengolahan relatif stabil terkait kondisi ekonomi global tersebut. Sementara itu, tekanan inflasi masih relatif terjaga, dengan kenaikan inflasi pada kelompok volatile foods. Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Sejalan dengan kondisi tersebut, tingkat inflasi juga meningkat.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
RINGKASAN UMUM
xi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL
1
BAB 1 EKONOMI MAKRO REGIONAL
Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2015 menunjukan perkembangan yang
menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi yang membaik dari 5,1% (yoy) pada triwulan lalu
menjadi 5,3% (yoy) mengkonfirmasi tren perbaikan yang telah berlangsung sejak awal tahun 2015.
Kinerja ekspor mulai menunjukkan perbaikan sejalan dengan adanya panen raya CPO pada triwulan
laporan. Perbaikan ekonomi tersebut juga ditopang oleh membaiknya konsumsi lembaga non profit
terkait dengan pelaksanaan pilkada serentak. Namun demikian, perbaikan ekonomi tersebut
dirasakan belum kuat karena konsumsi rumah tangga dan investasi yang masih terbatas. Dari sisi
penggunaan, produksi tanaman perkebunan masih cukup baik ditengah tren penurunan harga
komoditas. Kondisi tersebut menyebabkan perbaikan yang signifikan kategori Pertanian. Kategori
utama ekonomi Sumatera Utara, yaitu Industri Pengolahan juga menjadi pendorong kenaikan
pertumbuhan ekonomi tersebut. Dengan perkembangan tersebut, secara keseluruhan tahun,
perekonomian Sumatera Utara hanya sedikit melambat, yaitu dari 5,2% (yoy) menjadi 5,1% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL
2
1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum
Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Permintaan
Pertumbuhan Ekonomi (Permintaan) 2014 2015
I II III IV Total I II III IV Total
PDRB (%,yoy) 5,3 5,5 5,4 4,7 5,2 4,8 5,1 5,1 5,3 5,1
Konsumsi 5,3 4,8 4,9 5,0 5,0 4,8 4,1 4,4 4,1 4,3
Konsumsi Swasta 5,3 5,2 5,3 5,3 5,3 4,8 4,5 4,6 4,5 4,6
Konsumsi Pemerintah 5,3 1,5 1,9 3,3 2,9 4,3 1,5 3,0 1,4 2,4
Pembentukan Modal Tetap Bruto 3,0 3,3 3,0 3,0 3,1 3,3 3,1 4,9 4,5 4,0
Ekspor 10,4 4,9 15,5 1,5 7,9 -4,3 -1,8 -2,5 2,4 -1,6
Impor -18,3 -6,8 64,0 -0,2 0,8 5,8 6,1 12,3 9,6 13,5
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Perekonomian Sumut pada triwulan IV 2015
membaik, dari 5,1% (yoy) menjadi 5,3% (yoy).
Secara agregat, output riil PDRB Provinsi Sumatera
Utara periode laporan tercatat Rp112,1 triliun1.
Perbaikan ini selaras dengan arah pertumbuhan
ekonomi nasional yang membaik dari 4,7% (yoy)
menjadi 5,0% (yoy).
Membaiknya perekonomian tidak terlepas dari
menguatnya konsumsi lembaga non profit serta
membaiknya ekspor. Perbaikan ekspor terjadi setelah
3 triwulan berturut-turut mencatatkan angka
pertumbuhan negatif. Perbaikan konsumsi lembaga
non profit terkait dampak pelaksanaan Pilkada
serentak pada Desember lalu. Sementara itu,
konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah serta
investasi belum menunjukkan perbaikan bahkan
melambat.
Dari sisi lapangan usaha, perbaikan perekonomian
ditopang oleh kategori Pertanian dan kategori
Industri Pengolahan. Panen raya sawit yang disertai
dengan baiknya produksi tanaman pangan
menyebabkan pertumbuhan kinerja pertanian yang
jauh lebih baik dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya.
Memadainya pasokan bahan baku juga meningkatkan
kinerja industri pengolahan. Meningkatnya kinerja
industri pengolahan ini terjadi di tengah belum
pulihnya harga komoditas serta permintaan yang
masih stagnan. Namun perbaikan perekonomian
Atas Dasar Harga Konstan, tahun dasar 2010
pada periode laporan tidak didukung oleh kinerja
kategori konstruksi serta kategori perdagangan besar
dan eceran yang tumbuh melambat.
Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera
Utara sedikit melambat, yaitu dari 5,2% (yoy) pada
tahun 2014 menjadi 5,1% (yoy). Perlambatan ini
disebabkan penurunan baik pada sisi domestik
maupun eksternal. Penurunan daya beli
menyebabkan tertekannya konsumsi masyarakat.
Selain itu, adanya gejolak politik yang terjadi pada
pertengahan tahun 2015 menjadi penyebab utama
menurunnya konsumsi pemerintah. Ekspor juga turut
mengalami tekanan seiring dengan melemahnya
permintaan dunia dan anjloknya harga komoditas.
Dari sisi penawaran, penurunan kinerja
perekonomian di tahun 2015 lebih disebabkan oleh
penurunan kinerja kategori tersier dan konstruksi.
Tahun 2015 yang merupakan tahun wajib pajak serta
kondisi politik yang belum stabil di wilayah Sumatera
Utara menyebabkan sikap pelaku swasta yang
cenderung wait and see dalam melakukan investasi
bangunannya. Hal ini juga terkonfirmasi dari liaison
yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sumatera Utara kepada pelaku
usaha di bidang properti, real estate dan perbankan
yang menyatakan terjadi penurunan permintaan
bangunan baik di level rumah tangga maupun bisnis.
Sementara itu, kategori tersier menurun seiring
dengan menurunnya aktivitas konsumsi masyarakat.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL
3
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
Dari sisi penggunaan, perekonomian Sumatera Utara
ditopang oleh masih kuatnya permintaan domestik,
terutama konsumsi lembaga non profit serta mulai
membaiknya kinerja ekspor. Pada triwulan IV 2015,
konsumsi swasta memberikan andil sebesar 2,8%
(yoy) disusul oleh PMTB dengan andil sebesar 1,6%
(yoy) (Grafik 1.1).
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan
Secara agregat, aktivitas konsumsi masih melambat
dari 4,4% menjadi 4,1%. Hal ini terjadi akibat adanya
perlambatan konsumsi rumah tangga dan
pemerintah, sementara konsumsi lembaga non profit
justru terakselerasi.
Adanya faktor musiman seperti perayaan Natal dan
libur sekolah belum mampu mendorong akselerasi
realisasi konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah
tangga justru melambat dari 4,6% (yoy) menjadi 4,5%
(yoy). Perlambatan ini terjadi setelah selesainya
puncak aktivitas konsumsi yang memang terjadi pada
triwulan III.
Daya beli masyarakat yang didukung oleh rendahnya
tekanan inflasi belum cukup kuat untuk
meningkatkan realisasi konsumsi masyarakat. Kondisi
ekonomi yang masih lemah menyebabkan ekspektasi
masyarakat terhadap penghasilan masih dalam tren
menurun. Hal tersebut tercermin dari hasil Survei
Konsumen yang dilakukan Kantor Perwakilan (KPw)
Bank Indonesia Sumatera Utara. Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK) masih menunjukkan penurunan.
Komponen IKK yang menurun secara signifikan
adalah persepsi penghasilan saat ini dibandingkan
dengan 6 bulan yang lalu serta persepsi ketersediaan
lapangan pekerjaan.
Grafik 1.2 Survei Konsumen
Penurunan persepsi penghasilan ini disebabkan oleh
kembali rendahnya harga komoditas global yang
menekan daya beli masyarakat. Harga CPO pada
triwulan laporan turun menjadi 504 USD/metric ton
dari 509 USD/metric ton2. Harga karet dan kopi juga
turut mengalami tekanan.
Grafik 1.3 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan
Lapangan Kerja
Berbagai kebijakan yang ditujukan untuk mendorong
konsumsi seperti kebijakan pelonggaran ketentuan
Loan to Value (LTV) dari 30% menjadi 20% per 18 Juni
2015 baik untuk kendaraan bermotor maupun
properti dan pembebasan visa 45 negara untuk
menarik wisatawan mancanegera, belum
menunjukkan dampak yang signifikan terhadap
kenaikan kegiatan konsumsi. Demikian pula dengan
pencairan sertifikasi guru serta pelaksanaan event
Festival Danau Toba.
Bloomberg
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL
4
Grafik 1.4 Perkembangan Kredit Konsumsi
Indikator kredit juga mengkonfirmasi adanya
perlambatan konsumsi. Kredit konsumsi melambat
dari 6,7% (yoy) menjadi 4,5% (yoy). Begitu juga
dengan konsumsi listrik golongan rumah tangga yang
stagnan.
Sumber: PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.5 Konsumsi Listrik
Namun demikian, beberapa indikator menunjukkan
penurunan aktivitas konsumsi yang masih kuat. Hal
ini tercermin dari perkembangan beberapa indikator
yang menunjukkan perbaikan. Indeks penjualan
eceran meskipun masih negatif, membaik dari -8,9%
(yoy) menjadi -6,1% (yoy).
Grafik 1.6 Indeks Penjualan Eceran
Begitu juga dengan impor barang konsumsi yang
membaik dan bahkan mulai mencetak angka positif
setelah 3 triwulan terakhir terkontraksi, meski terjadi
peningkatan bea masuk3 atas barang konsumsi impor
rata-rata 5%. Impor barang konsumsi membaik dari -
33,6% (yoy) menjadi 0,7% (yoy). Perbaikan ini
diperkirakan terjadi akibat mulai meredanya tekanan
nilai tukar.
Sumber: Bank For International Settlements, diolah
Grafik 1.7 Perkembangan Nilai Tukar
Grafik 1.8 Impor Barang Konsumsi
Secara keseluruhan tahun, konsumsi rumah tangga
turun dari 5,3% (yoy) menjadi 4,6% (yoy). Adanya
penurunan daya beli akibat penurunan harga
komoditas diduga menjadi penyebab utama
penurunan kinerja kategori ini.
Pelaksanaan Pilkada serentak pada Desember 2015
lalu mendorong kinerja kategori konsumsi lembaga
non profit secara signifikan. Adanya Pilkada yang
diikuti oleh 23 kota/kabupaten di Provinsi Sumatera
Utara mendorong kinerja konsumsi lembaga non
profit dari 4,9% (yoy) menjadi 5,3% (yoy). Pilkada ini
diharapkan menjadi momentum stabilisasi iklim
politik di Sumatera Utara, sehingga kinerja konsumsi
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
132/PMK.010/2015 tentang Penetapan Sistem
Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk
Atas Barang Impor
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL
5
pemerintah yang tertekan dalam 3 triwulan terakhir,
dapat meningkat kembali. Sumbangan dari konsumsi
lembaga non profit yang hanya muncul signifikan
pada saat pelaksanaan pesta demokrasi
menyebabkan secara keseluruhan tahun melambat
dari dari 4,7% (yoy) menjadi -0,4% (yoy).
Berbeda dengan polanya, realisasi konsumsi
pemerintah justru melambat dari 3,1% (yoy) menjadi
1,4% (yoy) pada triwulan laporan. Gejolak politik
yang terjadi memasuki semester II 2015
menyebabkan alotnya proses pengesahan P-APBD
2015 yang baru dilakukan pada akhir tahun. Hal ini
juga berdampak pada realisasikan anggaran yang
lebih lambat. Kondisi tersebut tercermin dari jumlah
rekening pemda di perbankan yang meningkat (lihat
lihat Bab 4 Keuangan Daerah). Begitu juga dengan
realisasi anggaran pemerintah (lihat Bab 4 Keuangan
Daerah). Secara keseluruhan tahun konsumsi
pemerintah turun dari 2,9% (yoy) menjadi 2,5% (yoy).
Dari sisi belanja APBN, prosentase realisasi APBN di
Sumatera Utara mengalami sedikit peningkatan.
Realisasi APBN hingga bulan Desember 2015 sudah
mencapai 90,7% dari pagu, lebih baik dibandingkan
dengan serapan periode sebelumnya yang hanya
mencapai 84,2% (2013) dan 89,5% (2014).
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara,
diolah
Grafik 1.9 Persentase Realisasi APBN di Sumatera Utara
2015
Gejolak politik juga turut menekan kinerja investasi4
yang melambat dari 4,9% (yoy) menjadi 4,6% (yoy).
Gejolak politik ditengarai menghambat realisasi
investasi infrastruktur pemerintah daerah. Dari sisi
swasta, investasi bangunan juga relatif tertahan
seiring dengan permasalahan kepatuhan pajak.
Tertahannya investasi terkonfirmasi dari kontak
liaison yang menyatakan terjadi penurunan
pengajuan KPR baru serta penurunan penjualan
properti yang berlanjut sejak tahun 2014 lalu. Hal ini
juga terkait dengan perekonomian yang relatif belum
stabil sehingga pelaku usaha juga cenderung wait
and see. Menurunnya pasokan bahan baku juga
menyebabkan penundaan rencana investasi yang
dilakukan5.
Grafik 1.10 Kredit Investasi
Sementara itu, indikator lainnya seperti kredit
investasi, penjualan semen, dan penjualan barang
konstruksi menunjukkan bahwa tertahannya
perlambatan investasi bangunan. Kredit investasi
meningkat dari 2,8% (yoy) menjadi 10,2% (yoy).
Penjualan semen tumbuh meningkat dari 3,3% (yoy)
menjadi 20% (yoy), sementara penjualan barang
konstruksi meningkat dari 13,7% (yoy) menjadi 14,2%
(yoy). Perbaikan ketiga indikator ini diduga terkait
dengan konstruksi beberapa mega proyek yang
dimulai pada akhir tahun yang masih memanfaatkan
pembiayaan dari perbankan.
Pembentukan Modal Tetap Bruto 5 Liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sumatera Utara
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL
6
Grafik 1.11 Penjualan Semen
Grafik 1.12 Penjualan Barang Konstruksi
Investasi non bangunan juga mampu menahan
perlambatan kinerja investasi secara agregat. Hal ini
tercermin dari impor barang modal yang membaik
dari -18,3% (yoy) menjadi -5,4% (yoy). Optimisme
akan perbaikan perekonomian, yang secara polanya
meningkat pada semester II mendorong kenaikan
impor barang modal. Ekspektasi positif (optimis)
terhadap perekonomian mendatang, memberikan
dampak positif bagi perkembangan investasi non
bangunan. Hal tersebut juga tercermin dari hasil
liaison yang menyatakan adanya peningkatan
investasi dan kapasitas utilisasi pada periode laporan.
Grafik 1.13 Impor Barang Modal
Iklim investasi yang terus dibenahi dalam beberapa
periode ke belakang terutama perizinan telah
berhasil meningkatkan realisasi PMA dan PMDN6
secara signifikan. Peningkatan PMA sangat signifikan
terjadi pada klasifikasi pertambangan, industri
mineral non logam, serta perdagangan dan reparasi.
Sementara itu, peningkatan PMDN segara signifikan
terjadi pada klasifikasi industri kimia dasar, barang
kimia, dan farmasi serta industri makanan.
Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara
Periode PMA PMDN
Proyek I (juta USD)
Proyek I (Rp miliar)
2014 I 65 122,40 15 559,50
II 117 156,34 49 2985,77
III 74 200,30 20 428,51
IV 180 71,76 73 250,09
Total 436 550,80 157 4223,86
2015 I 123 308,10 53 905,10
II 107 323,60 59 2110,10
III 101 308,20 24 82,80
IV 107 306,13 33 1.189,49
P: jumlah proyek
Sumber: BKPM, diolah
Secara keseluruhan tahun, investasi meningkat dari
3,1% (yoy) menjadi 4,0% (yoy). Perbaikan kinerja ini
dapat dikatakan wajar mengingat tahun 2014
merupakan tahun politik sehingga pelaku usaha lebih
resisten dalam melakukan realisasi investasinya.
Di sisi eksternal, setelah 3 triwulan berturut-turut
mencatat pertumbuhan negatif, kinerja ekspor mulai
membaik, dari -2,5% (yoy) menjadi 2,4% (yoy).
Perbaikan kinerja ekspor ini terjadi baik untuk ekspor
luar negeri maupun antar daerah. Ditengah masih
tertekannya harga komoditas, ekspor luar negeri7
membaik dari -16,1% (yoy) menjadi -13,4% (yoy).
Peningkatan produksi CPO mendorong ekspor luar
negeri. Selain itu, adanya pemberlakuan efektif
pelarangan trans fat dalam produk makanan oleh
Data BKPM triwulan III 2015
Data Bank Indonesia, terdapat perbedaan pencatatan
ekspor luar negeri Bank Indonesia dan BPS, data BI berasal
dari bea cukai sementara data BPS diperoleh dari PEB. Data
ekspor luar negeri BPS juga membaik dari 0,5% (yoy)
menjadi 1,1% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL
7
Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat
mengakibatkan meningkatnya permintaan produk
olahan kelapa sawit dan CPO. Begitu juga dengan
ekspor antar daerah yang meningkat dari -5,2% (yoy)
menjadi 3,7% akibat peningkatan aktivitas konsumsi
akibat pola musiman di daerah lain.
Grafik 1.14 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera
Utara
Meskipun sudah membaik, realisasi ekspor ini belum
optimal, jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan
realisasi pada tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan
oleh pemulihan permintaan mitra dagang utama
seperti Amerika Serikat, Tiongkok, India dan Euro
Area yang belum merata.
Grafik 1.15 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama
Perbaikan ekspor komoditas utama berjalan lambat,
mengikuti perkembangan harga komoditas yang
masih relatif rendah. Kemerosotan harga CPO dan
karet terus berlanjut baik di pasar lokal maupun
global. Adanya panen raya CPO di beberapa negara
produsen utama di tengah permintaan yang masih
relatif stagnan menyebabkan lambatnya perbaikan
harga. Hal tersebut diperparah dengan adanya
bencana kabut asap yang menghambat aktivitas
ekspor.
Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama
Komoditas Pangsa
Kelapa Sawit 35,0% Karet 9,7% Kopi 5,0% Lainnya 50,3%
Sumber: ieconomics.com dan tradingeconomics.com,
diolah
Grafik 1.16 PMI Negara Mitra Dagang Utama
Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik 1.17 Perkembangan Harga CPO dan Karet
Produk CPO yang belum dapat diterima baik oleh
Eropa, terkait dengan intensi perlindungan industri
minyak nabati lokal, turut menyebabkan
tersendatnya normalisasi ekspor CPO. Ekspor luar
negeri CPO sedikit membaik meski masih di level
negatif dari -18,4% (yoy) menjadi -17,1% (yoy).
Adanya kebijakan pemerintah Prancis untuk
meningkatkan pajak progresif CPO mulai 2017
mendatang mendatangkan risiko tersendiri.8
8 Rencana penetapan pajak progresif tersebut terdapat
dalam rancangan amandemen Undang-undang No.367
tentang Keanekaragaman Hayati yang diputuskan oleh
Senat Prancis pada 21 Januari 2016.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL
8
Pajak progresif CPO di Prancis akan mencapai 300
euro/ton pada 2017, 500 euro/ton pada 2018, 700
euro/ton pada 2019, dan 900 euro/ton pada 2020.
Jauh lebih tinggi dari pajak impor CPO di Prancis saat
ini yang hanya mencapai 103 euro/ton. Bahkan
khusus untuk minyak kelapa sawit yang digunakan
untuk produk makanan akan dikenakan tambahan
bea masuk sebesar 3,8%.
Fenomena perlindungan industri lokal juga terjadi di
beberapa negara lain seperti Tiongkok yang
melindungi industri lokal minyak kedelai dan
rapeseed yang merupakan produk substitusi CPO.
Penurunan permintaan ini menyebabkan penurunan
harga CPO yang mencapai -22,7% (yoy).
Grafik 1.18 Ekspor CPO
Tidak jauh berbeda dengan CPO, kinerja ekspor karet
juga belum membaik sepenuhnya akibat pengaruh
harga yang masih relatif rendah. Ekspor karet sedikit
membaik dari -17,8% (yoy) pada triwulan lalu
menjadi -17,2% (yoy). Pemberlakuan kebijakan
compound Rubber di Tiongkok dengan campuran
maksimal 88% per 1 Juli 2015 dan tidak sesuainya
spesifikasi permesinan yang dimiliki oleh industri di
Tiongkok menyebabkan menurunnya permintaan
karet. Hal ini mendorong Tiongkok menurunkan porsi
impor karet alamnya. Selain itu, masih berlimpahnya
ketersediaan karet dunia turut menekan harga karet
dari -18,2% (yoy) pada triwulan lalu menjadi -19,2%
(yoy).
Grafik 1.19 Ekspor Karet
Permasalahan rendahnya harga yang berpengaruh
terhadap kinerja ekspor juga terjadi pada komoditas
kopi. Harga kopi di pasar internasional menurun dari
5,5% (yoy) menjadi 2,2% (yoy). Penurunan harga kopi
di pasar domestik lebih dalam, yaitu dari -1,0% (yoy)
menjadi -13,5% (yoy). Adanya kebijakan pemerintah
Kolumbia untuk mengizinkan ekspor dalam kualitas
rendah menyebabkan melimpahnya pasokan kopi di
pasaran sehingga menekan harga. Dengan demikian,
ekspor kopi melambat dari -1,9% (yoy) menjadi -
13,7% (yoy). Melambatnya kinerja ekspor Sumatera
Utara juga tercermin dari kontraksi aktivitas muat
barang di Pelabuhan Belawan yang semakin dalam
dari -50,8% (yoy) pada triwulan III 2015 menjadi -
68,88% (yoy).
Secara keseluruhan tahun, ekspor Sumatera Utara
terkontraksi dari 7,9% (yoy) pada 2014 menjadi -
1,6% (yoy). Penurunan kinerja ekspor terjadi baik
pada ekspor luar negeri maupun ekspor antar
daerah.
Serupa dengan kinerja ekspor, impor Sumatera Utara
pada triwulan IV 2015 juga turut membaik dari -5,7%
(yoy) menjadi 1,4% (yoy). Perbaikan impor lebih
disebabkan oleh peningkatan impor antar daerah
sementara impor luar negeri hanya sedikit membaik.
Berdasarkan klasifikasi barangnya, peningkatan
impor tertinggi terjadi pada kelompok barang
konsumsi yang tumbuh dari -33,6% (yoy) menjadi
0,7% (yoy). Sementara itu, impor kelompok bahan
baku tumbuh dari -10,7% (yoy) menjadi 5,4% (yoy).
Begitu juga dengan kelompok barang modal yang
membaik dari -18,3% (yoy) menjadi 5,4% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL
9
Grafik 1.20 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut
Peningkatan impor barang konsumsi terjadi seiring
dengan perkiraan peningkatan aktivitas konsumsi
sesuai dengan polanya. Begitu juga dengan impor
barang modal yang meningkat seiring dengan
akselerasi belanja modal, khususnya belanja modal
pemerintah. Pemberlakuan bea impor barang
konsumsi juga diperkirakan belum memberikan
dampak yang signifikan pada kinerja impor Sumatera
Utara.
Secara keseluruhan tahun, impor menurun dari 8,3%
(yoy) pada tahun 2014 menjadi -4,1% (yoy).
Perbaikan impor yang terjadi pada triwulan IV belum
mampu mengkompensasi kontraksi yang terjadi pada
3 triwulan sebelumnya.
Grafik 1.21 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan
Usaha/Kategori
Akselerasi perekonomian triwulan laporan ditopang
oleh membaiknya kategori Pertanian dan kategori
Industri pengolahan, sementara tiga kategori utama
lainnya melambat. Kelima kategori tersebut
menyumbang lebih dari 75% PDRB Sumatera Utara.
Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran
Pertumbuhan Ekonomi (Penawaran) 2014 2015
I II III IV Total I II III IV Total
PDRB (%,yoy) 5,3 5,5 5,4 4,7 5,2 4,8 5,1 5,1 5,3 5,1
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,4 5,0 4,1 5,2 4,4 6,1 5,6 3,8 7,0 5,6
Pertambangan dan Penggalian 6,0 5,2 5,3 4,1 5,1 12,4 6,1 3,7 3,8 6,4
Industri Pengolahan 3,5 4,1 4,1 0,3 3,0 0,3 3,1 5,0 5,5 3,5
Pengadaan Listrik, Gas 9,0 -0,4 1,3 2,9 3,2 -8,5 -5,6 4,7 4,5 -1,3
Pengadaan Air 4,4 6,8 6,1 6,8 6,0 9,7 8,6 4,3 3,4 6,4
Konstruksi 5,9 4,9 7,7 8,5 6,8 8,3 6,6 5,6 2,0 5,5
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
7,7 6,3 8,3 5,5 6,9 4,5 5,4 4,2 3,3 4,4
Transportasi dan Pergudangan 5,1 6,1 5,3 6,3 5,7 5,1 5,1 6,0 5,7 5,5
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,5 8,1 5,9 6,5 6,5 9,2 6,9 6,2 5,7 7,0
Informasi dan Komunikasi 10,0 8,8 5,7 4,7 7,2 5,8 7,1 8,1 7,4 7,1
Jasa Keuangan 4,7 0,9 0,3 4,8 2,6 4,2 4,7 8,5 11,1 7,2
Real Estate 6,5 7,9 4,2 7,9 6,6 4,9 5,6 6,1 6,3 5,8
Jasa Perusahaan 6,9 6,3 6,3 7,5 6,8 7,2 6,8 5,0 4,5 5,9
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
7,5 8,7 6,5 5,2 6,9 5,3 6,3 7,0 4,7 5,8
Jasa Pendidikan 9,3 11,0 5,8 0,0 6,4 2,5 -0,2 8,1 9,8 5,0
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,8 7,6 4,1 8,6 7,0 6,4 7,9 8,8 4,7 6,9
Jasa lainnya 7,6 7,6 6,9 6,1 7,0 6,2 6,9 5,6 8,1 6,7
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL
10
Masuknya masa panen CPO yang disertai dengan
baiknya produksi tanaman pangan pada triwulan
laporan mendorong kinerja Kategori Pertanian lebih
baik dari historisnya. Kategori ini tumbuh signifikan,
dari 3,8% (yoy) ke 7,0% (yoy), meski tekanan harga
komoditas berlanjut serta pemulihan permintaan
global berjalan lambat.
Pertumbuhan kinerja pertanian dari subkategori
perkebunan diperkirakan ditopang oleh perbaikan
kinerja CPO, sementara kinerja komoditas karet dan
kopi diperkirakan masih relatif rendah. Hal tersebut
tercermin dari nilai ekspor luar negeri komoditas CPO
yang sudah mulai membaik sementara komoditas
unggulan lain masih stabil atau justru menurun (lihat
bagian ekspor). Indikator kredit perkebunan kelapa
sawit juga sudah menunjukkan adanya perbaikan
meski belum cukup signifikan (Grafik 1.22), namun
relatif lebih baik dibandingkan dengan tren
perkebunan karet yang menurun.
Diperolehnya Sertifikat Indikasi Geografis (IG)
Simalungun untuk komoditas kopi belum mampu
mendongkrak adanya perbaikan kinerja ekspor luar
negeri untuk komoditas ini. Ekspor luar negeri kopi
justru menunjukkan perlambatan yang cukup
signifikan dari -1,9% (yoy) pada periode lalu menjadi -
13,7% (yoy). Begitu juga dengan komoditas karet
yang masih relatif lemah yang diperparah dengan
banyaknya petani yang mulai alih profesi.
Grafik 1.22 Penyaluran Kredit Perkebunan
Tanaman pangan ditengarai menjadi salah satu faktor
membaiknya kinerja kategori Pertanian pada triwulan
IV 2015. Beberapa program pemerintah baik level
pusat maupun daerah menyebabkan sangat
kondusifnya aktivitas pertanian tanaman pangan
pada triwulan laporan, di antaranya adalah
penanaman dengan teknologi tinggi, renovasi sarana
pendukung pertanian serta pemberian bantuan alat
pendukung pertanian dalam mendukung program
ketahanan pangan dan swasembada beras.
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.23 Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Penyaluran pupuk subsidi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun
sebelumnya (Grafik 1.23) mendorong peningkatan
kinerja tanaman pangan dan hortikultura. Penyaluran
pupuk bersubsidi tumbuh signifikan dari -16,5% (yoy)
pada triwulan lalu menjadi 5,6% (yoy). Begitu juga
dengan impor pupuk yang menunjukkan perbaikan
signifikan dari -18,6% (yoy) menjadi 23,37% (yoy).
Grafik 1.24 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera
Utara
Perbaikan kategori pertanian diharapkan berlanjut
pada periode mendatang. Indikasi perbaikan pada
periode mendatang tercermin dari meningkatnya
penyaluran kredit pertanian dari 11,5% (yoy) menjadi
14,5% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL
11
Grafik 1.25 Penyaluran Kredit Pertanian
Meskipun demikian, perbaikan kinerja kategori
pertanian tidak tercermin nilai tukar petani (NTP)
yang stabil. Nilai Tukar Petani (NTP) tumbuh dari
97,7 menjadi 98,1, di bawah level optimis 100.
Perbaikan NTP justru dirasakan oleh petani tanaman
pangan dan hortikultura, sementara masyarakat
perkebunan belum merasakan nilai tambah yang
cukup signifikan, yang tercermin dari NTP yang masih
stabil (Grafik 1.26). Harga komoditas yang terus
mengalami penurunan menyebabkan cukup tingginya
alih profesi buruh perkebunan.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.26 Realisasi NTP Sumatera Utara
Meskipun demikian, pertumbuhan subkategori
tersebut dapat dikatakan belum optimal.
Perkembangan harga komoditas masih belum
menunjukkan perbaikan yang cukup berarti. Seluruh
harga komoditas unggulan masih menunjukkan
penurunan harga baik di pasar domestik maupun
pasar internasional seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya.
Secara keseluruhan tahun, kategori Pertanian
tumbuh secara signifikan dibandingkan tahun 2014,
yaitu dari 4,4% (yoy) menjadi 5,6% (yoy). Mulai
meredanya dampak erupsi Gunung Sinabung yang
memukul kinerja pertanian pada tahun 2014 lalu
turut mendorong perbaikan kinerja pertanian,
terutama tanaman pangan dan hortikultura.
Perbaikan Hal ini tercermin dari realisasi penyerapan
pupuk subsidi pada akhir tahun 2015 mencapai
94,4% dari kebutuhannya, lebih tinggi dibandingkan
dengan tahun 2014 yang mencapai 90,4%.
Sementara itu, kinerja dari subkategori perkebunan
diperkirakan masih mengalami penyesuaian seiring
dengan tekanan harga serta permintaan yang belum
pulih sepenuhnya. Produksi yang melimpah secara
global terutama untuk komoditas CPO dan Karet
menyebabkan terjadinya tekanan harga. Begitu juga
dengan produksi CPO Sumatera Utara yang
diperkirakan meningkat, yang tercermin dari angka
ramalan9 rata-rata produksi per hektar yang
meningkat dari 4.123kg/ha pada 2014 menjadi 4.145
kg/ha. Begitu juga dengan produksi per hektar karet
yang meningkat dari 0,93 ton/hektare pada 2014
menjadi 0,94 ton/hektare. Rendahnya dampak El
Nino menyebabkan produksi perkebunan relatif tidak
terganggu, tidak seperti wilayah lain.
Seiring dengan melimpahnya bahan baku akibat
aktivitas panen CPO, kategori Industri Pengolahan
membaik dari 5,0% (yoy) menjadi 5,5% (yoy). Masih
terkoreksinya harga komoditas internasional serta
permintaan yang belum merata, dapat dikompensasi
oleh permintaan domestik yang cukup kuat. Hal ini
tercermin dari ekspor manufaktur yang masih
membaik meski masih pada level negatif.
Grafik 1.27 Perkembangan Ekspor Manufaktur
Peningkatan kinerja kategori ini tidak lepas dari
meningkatnya ketersediaan fasilitas pendukung,
seperti listrik yang tercermin dari meningkatnya
jumlah Industri yang tersambung pada akses listrik
dari 3.695 pelanggan pada periode lalu menjadi 3.715
pelanggan. Begitu juga dengan adanya kebijakan
Statistik Perkebunan Kelapa Sawit, BPS
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL
12
pemerintah untuk menurunkan BBM juga mampu
menekan biaya energi sesuai dengan hasil liaison
yang telah dilakukan. Perbaikan kategori ini
diharapkan dapat berlanjut mengingat cukup
memadainya penyaluran kredit pada kategori ini.
Grafik 1.28 Penyaluran Kredit Kategori Industri
Pengolahan
Secara keseluruhan tahun, kinerja industri
pengolahan membaik secara signifikan dari dari 3,0%
(yoy) pada tahun 2014 menjadi 3,5% (yoy).
Peningkatan yang cukup signifikan ini terjadi sebagai
bentuk normalisasi distribusi bahan baku pasca
adanya bencana erupsi Gunung Sinabung pada tahun
2014 lalu. Selain itu, El Nino yang terjadi pada negara
mitra dagang menyebabkan produksi dalam negeri
yang kurang memadai.
Di luar perkiraan, kategori konstruksi kembali
melambat. Perlambatan ini telah terjadi secara
konsisten sejak awal tahun 2015. Hal ini diduga
terjadi baik pada sektor swasta maupun pemerintah.
Dari sisi pemerintah, adanya perlambatan realisasi
investasi bangunan terkait dengan gejolak politik
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya (lihat
konsumsi pemerintah dan PMTB). Sementara itu,
adanya permasalahan penyelesaian pajak menahan
realisasi investasi bangunan. Pesimisme akan kondisi
perekonomian serta pelaksanaan pilkada serentak
juga turut menyebabkan perilaku pelaku usaha yang
cenderung wait and see. Hal ini juga tercermin dari
penyaluran kredit konstruksi yang masih
menunjukkan tren perlambatan. Secara keseluruhan
tahun, kinerja kategori konstruksi melambat secara
signifikan dari 6,8% (yoy) menjadi 5,5% (yoy).
Grafik 1.29 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi
Adanya event musiman seperti perayaan Natal dan
libur sekolah belum mampu meningkatkan kinerja
kategori Perdagangan Besar dan Eceran (PBE) yang
justru melambat dari 4,2% (yoy) menjadi 3,3% (yoy).
Penurunan kinerja kategori ini terjadi seiring dengan
penurunan realisasi konsumsi rumah tangga.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.30 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara
dan Occupancy Rate
Jumlah wisatawan mancanegara yang melambat
secara signifikan turut berkontribusi pada penurunan
kinerja kategori ini (Grafik 1.30). Penurunan jumlah
wisatawan ini terjadi di tengah faktor musiman
seperti Natal, libur sekolah serta penyelenggaraan
beberapa event nasional seperti Festival Danau Toba
yang dilaksanakan pada akhir triwulan IV 2015 lalu.
Rendahnya daya beli masyarakat berpengaruh besar
terhadap penurunan kinerja kategori ini.
Perlambatan kategori PBE juga tercermin dari
penyaluran kredit PBE dari 19,8% (yoy) menjadi
14,4% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL
13
Grafik 1.31 Penyaluran Kredit Kategori PBE
Meredanya tekanan nilai tukar menahan
perlambatan yang lebih dalam. Hal tersebut mampu
mendorong peningkatan penjualan suku cadang dari
-5,8% menjadi 0,4% (yoy). Selain itu, kebijakan
pelonggaran LTV untuk kepemilikan kendaraan
bermotor mulai berdampak pada permintaan, meski
masih dibayangi oleh rendahnya daya beli.
Grafik 1.32 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera
Utara
Secara keseluruhan tahun, kategori PBE melambat
dari 6,9% (yoy) menjadi 4,4% (yoy). Perlambatan ini
terjadi meski sudah terjadi normalisasi dampak
erupsi Gunung Sinabung, pembebasan visa beberapa
negara serta penurunan harga BBM. Pelemahan nilai
tukar yang memang terjadi secara signifikan pada
tahun 2015 akibat gejolak perekonomian global turut
menekan kinerja kategori ini.
Penurunan perdagangan juga turut menekan
kategori Transportasi dan Pergudangan. Hal ini
terkonfirmasi dari arus bongkar muat di Pelabuhan
Belawan yang menurun. Penurunan arus bongkar
muat lebih dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi
dibandingkan dengan kapasitas pelabuhan yang
terbatas. Penerapan tarif progresif untuk
meningkatkan arus barang, terutama impor belum
berdampak pada peningkatan subsektor
pergudangan sebagaimana mestinya. Berdasarkan
liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia kepada pelaku usaha di bidang
pergudangan, penurunan jumlah permintaan ini juga
turut dipengaruhi oleh ketakutan pemeriksaan pajak,
seperti yang terjadi pada kategori konstruksi.
Ekstrimnya, tidak ada lahan baru di kawasan
pergudangan yang berhasil dijual pada tahun 2015
ini, lebih parah dibandingkan dengan penjualan
tahun 2014 di mana target penjualan masih
terpenuhi hingga 20%.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.33 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan
Belawan
Jumlah penumpang laut yang menurun turut
menekan subkategori transportasi. Meskipun
demikian, jumlah penumpang angkutan udara yang
meningkat secara signifikan di tengah bencana kabut
asap dapat menahan perlambatan lebih dalam.
Peningkatan jumlah angkutan udara ditengarai lebih
disebabkan oleh peningkatan wisatawan domestik
dikarenakan jumlah wisatawan asing justru sedang
menurun seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.34 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara
Penyaluran kredit kategori transportasi dan
pergudangan yang meningkat diharapkan dapat
mendorong perbaikan kinerja kategori ini pada
triwulan mendatang. Meski masih tumbuh negatif,
kredit kategori transportasi dan pergudangan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
EKONOMI MAKRO REGIONAL
14
membaik dari -22,5% (yoy) menjadi -11,4% (yoy).
Selain itu, berlanjutnya beberapa program
peningkatan kapasitas infrastruktur perhubungan
yang telah dimulai pada akhir tahun 2015 lalu
diharapkan dapat mendukung kinerja kategori ini di
masa mendatang.
Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan
Pergudangan
Secara keseluruhan tahun, kategori transportasi dan
pergudangan melambat dari 5,7% (yoy) menjadi 5,5%
(yoy). Hal ini ditengarai tidak lepas dari penurunan
aktivitas perekonomian, sebagai dampak dari
melambatnya perekonomian Sumatera Utara.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
INFLASI
15
BAB 2 INFLASI
Inflasi Sumatera Utara tahun 2015 dapat dikendalikan pada level yang rendah dan berada pada
kisaran sasaran inflasi 4±1%. Keberhasilan tersebut terkait dengan kebijakan Pemerintah dalam
mengelola harga komoditas strategis (administered prices) khususnya harga BBM. Pasokan bahan pangan
juga dapat dijaga dengan baik. Ditengah gejolak yang sempat muncul, komitmen Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID) Sumatera Utara untuk mengelola pasokan melalui berbagai program jangka pendek dan
menengah, tingkat inflasi volatile foods berada dibawah historisnya. Kondisi tersebut mendorong terjaganya
ekspektasi inflasi masyarakat. Sementara permintaan yang diindikasikan meningkat menyebabkan kenaikan
inflasi inti. Dengan perkembangan tersebut, inflasi Sumatera Utara tercatat sebesar 3,24%, jauh lebih rendah
dibanding tahun 2014 yang mencapai 8,17%.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
INFLASI
16
2.1 Kondisi Umum
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.1 Inflasi Sumut dan Nasional
Inflasi Provinsi Sumatera Utara pada penghujung
2015 menurun jauh dibanding tahun sebelumnya.
Inflasi 2015 adalah sebesar 3,24%, jauh lebih rendah
dibanding tahun 2014 yang mencapai 8,17% (Grafik
2.1). Angka tersebut juga sedikit dibawah angka
nasional yang mencapai 3,35% (yoy).
Jika kita cermati, inflasi tahunan (yoy) Sumatera
Utara cenderung menurun sejak triwulan II 2015.
Secara triwulanan, inflasi tercatat menurun dari
7,82% pada triwulan II, 6,62% pada triwulan III,
menjadi 3,24% di akhir tahun. (Grafik 2.1). Penurunan
inflasi pada akhir tahun 2015 terjadi di semua kota
penghitungan IHK di Sumatera Utara (Grafik 2.2).
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.2 Inflasi Kota di Sumut
Rendahnya realisasi inflasi 2015 tersebut
menegaskan bahwa Sumatera Utara mampu
mencapai realisasi inflasi yang sesuai dengan target
yang ditetapkan Pemerintah pada 2015, yakni 4±1%.
Faktor utama yang mempengaruhi rendahnya
realisasi inflasi 2015 dibanding 2014 adalah
kebijakan penetapan harga BBM oleh pemerintah
serta semakin tingginya komitmen TPID Sumut untuk
menjaga pasokan pangan melalui berbagai program
jangka pendek dan menengah. Ekspektasi inflasi
masyarakat menjadi lebih terjaga dengan stabilnya
inflasi administered prices dan volatile foods
tersebut.
Tabel 2.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi
Sepanjang Tahun 2015 di Sumatera Utara
Sumber: BPS, diolah
Komoditas utama yang menyumbang inflasi dan
deflasi di sepanjang tahun 2015 tersaji dalam Tabel
2.1. Berbagai komoditas tersebut muncul sebagai
inflatoir maupun deflatoir karena berbagai kondisi
diantaranya siklus pasokan yang tergantung masa
tanam/panen komoditas dan faktor cuaca, serta
kebijakan penetapan harga BBM dan listrik oleh
pemerintah. Di sisi permintaan, faktor musiman
terkait perayaan hari besar dan tahun ajaran baru
juga mendorong kenaikan harga barang tertentu.
Selain itu, berbagai langkah non-konvensional untuk
mengurangi pasokan seperti pengafkiran bibit ayam
serta faktor eksternal terkait nilai tukar juga
mempengaruhi naik/turunnya harga barang dan jasa
di sepanjang tahun 2015.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.3 Inflasi Bulanan di Sumut
Inflasi bulanan (mtm) di sepanjang triwulan IV 2015
cenderung meningkat. Inflasi bulanan (mtm)
Oktober, November dan Desember 2015 berturut-
turut sebesar -0,23%, 0,51%, dan 1,43% (Grafik 2.3).
Deflasi pada Oktober, inflasi moderat pada
November dan inflasi tinggi pada Desember tersebut
terutama digerakkan oleh komoditas cabai merah
(Tabel 2.2). Hal tersebut sejalan dengan adanya
panen cabai merah pada Juli-September yang
menekan harga kebawah, normalisasi harga pada
Rank KomoditasAndil
(%, qtq)Komoditas
Andil
(%, qtq)
1 Beras 0,46 Bensin -0,79
2 Rokok Kretek Filter 0,29 Cabai Merah -0,46
3 Kontrak Rumah 0,25 Angkutan Dalam Kota -0,26
4 Angkutan Udara 0,23 Tongkol/Ambu-ambu -0,04
5 Bawang Merah 0,20 Kangkung -0,04
6 Bahan Bakar RT 0,17 Minyak Goreng -0,03
7 Sekolah Dasar 0,16 Cabe Hijau -0,03
8 Tarip Listrik 0,13 Cabai Rawit -0,03
9 Daging Ayam Ras 0,12 Angkutan Antar Kota -0,02
10 Rokok Kretek 0,12 Sabun Detergen Bubuk/Cair-0,01
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
INFLASI
17
November, serta lonjakan harga pada Desember
seiring telah selesainya masa panen.
Tabel 2.2 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
sepanjang Triwulan IV 2015 di Sumatera Utara
Sumber: BPS, diolah
Selain itu, pasca program pengafkiran bibit ayam
(parent stock) pada tengah September 2015, harga
daging ayam ras terus naik sejak November 2015
karena berkurangnya pasokan. Kenaikan tersebut
mencapai puncaknya pada Desember 2015. Program
tersebut dijalankan berdasarkan pertemuan antara
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan 13
perusahaan pembibitan ayam pada 18 September
2015 yang memutuskan dilakukannya pemusnahan/
pengafkiran 6 juta bibit ayam karena harga daging
ayam ras yang tidak menutupi biaya produksinya.
2.2 Disagregasi Inflasi
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok)
Grafik 2.4 Disagregasi Inflasi Sumut
Penurunan inflasi tahun 2015 terutama dipengaruhi
menurunnya tekanan inflasi administered prices.
Inflasi volatile foods juga menurun dan dapat dijaga
pada level yang rendah. Sementara itu, inflasi inti
sedikit naik. (Grafik 2.4)
Penurunan inflasi tahunan (yoy) terdalam terjadi
pada inflasi administered prices, yaitu dari 14%
menjadi 1%. Hal tersebut sejalan dengan efek basis
(base effect) hilangnya dampak kenaikan harga BBM
di akhir tahun sebelumnya. Selain itu, di sepanjang
2015, Pemerintah hanya melakukan 4 kali
penyesuaian harga BBM bersubsidi dengan netting
lebih kepada penurunan harga (Tabel 2.3).
Tabel 2.3 Perubahan Harga BBM Bersubsidi pada
Tahun 2015 di Sumatera Utara
Tanggal Bensin
Premium Minyak Solar
Minyak Tanah
1 Januari 7.800 (-11,8%) 7.250 (-3,4%) 2.500
19 Januari 6.700 (-14,1%) 6.400 (-11,7%) 2.500
1 Maret 6.800 (1,5%) 6.400 (-5,8%) 2.500
28 Maret 7.300 (7,4%) 6.900 (7,8%) 2.500
Sejalan dengan itu, inflasi volatile foods tahun 2015
juga menurun dibanding tahun lalu. Penurunan
tersebut dipengaruhi membaiknya pasokan
subkelompok bumbu-bumbuan terutama cabai
merah. Hal tersebut tak lepas dari peran TPID Sumut
untuk menjaga kestabilan pasokan cabai merah pasca
musim panen berakhir. Berbagai program terkait
untuk menyukseskan hal tersebut diantaranya: (a)
optimalisasi penggunaan cold storage, (b) program
tanam cabai di lahan pertanian dan pekarangan, (c)
pengolahan cabe dalam kemasan bermerk “Cabe
Kita” sekaligus (d) sosialisasi penggunaan cabe
kemasan untuk menjaga keseimbangan antara
pasokan dan permintaan.
Grafik 2.5 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika
Di sisi lain, inflasi inti (core inflation) justru
mengalami kenaikan dibanding tahun 2014. Kenaikan
tersebut diperkirakan dipengaruhi oleh kenaikan
permintaan masyarakat. Disamping itu, pelemahan
nilai tukar Rupiah (Grafik 2.5), yang berdampak
terhadap kenaikan harga barang yang diimpor meski
dampaknya secara keseluruhan tidak signifikan.
Kenaikan inflasi inti juga dipengaruhi harga properti
yang terus menjulang seiring permintaan masyarakat
yang terus meningkat akan hunian (Grafik 2.6).
Adanya kenaikan biaya sekolah dasar dan menengah
juga turut menyumbang tekanan inflasi inti pada
tahun 2015.
KomoditasAndil
(%, mtm)Komoditas
Andil
(%, mtm)
Tomat Buah 0,13 Cabai Merah -0,16
Kontrak Rumah 0,04 Daging Ayam Ras -0,12
Sewa Rumah 0,03 Dencis -0,07
Beras 0,12 Dencis -0,02
Rokok Kretek Filter 0,09 Daging Sapi -0,02
Cabai Merah 0,08 Emas Perhiasan -0,02
Cabai Merah 0,47 Bensin -0,02
Bawang Merah 0,22 Seng -0,02
Daging Ayam Ras 0,11 Tomat Buah -0,02
Oktober
November
Desember
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
INFLASI
18
Grafik 2.6 Survei Harga Properti Residensial
2.3 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa
Grafik 2.7 Porsi Kelompok Komoditas dalam Penghitungan
Indeks Harga Konsumen di Sumatera Utara
Penurunan inflasi tahun 2015 terjadi di hampir semua kelompok komoditas. Dua kelompok yang justru mengalami peningkatan adalah kelompok sandang dan kelompok kesehatan (Tabel 2.4).
Tabel 2.4 Inflasi menurut Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: BPS, diolah
2.3.1 Kelompok Bahan Makanan
Kelompok Bahan Makanan mengalami penurunan
inflasi (yoy), dari 7,48% menjadi 4,41%.
Subkelompok utama yang menyumbang penurunan
tersebut adalah bumbu-bumbuan (khususnya
komoditas cabai merah) serta lemak dan minyak
(komoditas minyak goreng).
Penurunan cabai merah, sebagaimana telah
dijelaskan, tak lepas dari peran TPID Sumut untuk
menjaga ketersediaan pasokan. Beberapa program
yang berhasil diantaranya optimalisasi penggunaan
cold storage, penanaman cabai merah di kebun dan
pekarangan, pengolahan produk cabe kemasan serta
sosialisasi kepada masyarakat untuk tidak hanya
mengkonsumsi cabai merah segar, tapi juga cabai
merah dalam kemasan. Peran Bulog dalam menyerap
hasil panen petani cabai merah di Batubara juga turut
berperan dalam menjaga kestabilan harga.
Sementara itu, penurunan harga komoditas minyak
goreng diduga karena masih melemahnya harga
kelapa sawit sebagai bahan baku sehingga biaya
bahan baku cenderung menurun.
Tabel 2.5 Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Sumber: BPS, diolah
Di sisi lain, moderasi inflasi kelompok bahan makanan
didorong oleh kenaikan inflasi subkelompok padi-
padian, umbi-umbian dan hasilnya (terutama
komoditas beras) serta daging dan hasil-hasilnya
(khususnya komoditas daging ayam ras dan daging
sapi). Harga beras untuk semua kualitas terus
meningkat sejak awal tahun 2015, dengan rata-rata
kenaikan 0,85% per bulan. Angka tersebut
sebenarnya tidak terlalu tinggi, namun karena
sumbangan komoditas beras yang cukup besar (24%
terhadap kelompok bahan makanan) sehingga cukup
signifikan mendorong tekanan inflasi.
Sumber: Survei Pemantauan Harga, KPw BI Sumut
Grafik 2.8 Pergerakan Harga Beras (Berbagai Kualitas)
Di sisi lain, kenaikan harga komoditas daging sapi
disebabkan oleh pengurangan impor sapi terutama
pasca Lebaran. Hal tersebut sempat membuat
Andil (yoy)
2014 2015 2015
Bahan Makanan 7,48 4,41 ↓ 0,98
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 6,54 6,23 ↓ 0,99
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar 6,02 4,03 ↓ 0,94
Sandang 2,60 4,02 ↑ 0,25
Kesehatan 4,65 6,05 ↑ 0,23
Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 6,58 5,94 ↓ 0,43
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 15,52 -2,76 ↓ -0,56
INFLASI TOTAL 8,17 3,25 ↓ 3,25
ArahKELOMPOK KOMODITASInflasi (yoy)
2014 2015
BAHAN MAKANAN 7,48 4,41 ↓ 0,98
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 3,76 10,32 ↑ 0,48
Daging dan Hasil-hasilnya 4,20 10,16 ↑ 0,22
Ikan Segar 14,36 1,83 ↓ 0,06
Ikan Diawetkan 3,47 4,10 ↑ 0,04
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 8,61 7,06 ↓ 0,16
Sayur-sayuran 7,04 1,44 ↓ 0,04
Kacang - kacangan 2,01 3,61 ↑ 0,02
Buah - buahan 3,80 5,83 ↑ 0,17
Bumbu - bumbuan 11,42 -4,26 ↓ -0,18
Lemak dan Minyak 8,28 -2,41 ↓ -0,04
Bahan Makanan Lainnya 7,76 4,08 ↓ 0,00
Andil
(yoy) 2015
Inflasi (yoy)ArahKELOMPOK
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
INFLASI
19
keriuhan di kalangan pedagang daging sapi. Mereka
cenderung enggan menjual karena jika harga tidak
dinaikkan, mereka rugi, namun jika dinaikkan,
konsumen tidak sanggup membeli. Keriuhan itu
akhirnya menimbulkan adanya aksi mogok nasional
pedagang sapi pada tanggal 9-12 Agustus lalu.
Seiring melonjaknya harga daging, konsumen
cenderung beralih mengkonsumsi daging ayam ras
yang membuat harganya ikut terkerek naik. Selain
itu, kenaikan harga daging ayam ras juga didorong
meningkatnya harga pakan. Meski demikian,
kenaikan harga pakan yang lebih tinggi dari kenaikan
harga daging ayam ras membuat Komisi Pengawasan
Persaingan Usaha (KPPU) bersama 13 perusahaan
pembibitan ayam memutuskan untuk melakukan
pengafkiran 6 juta bibit ayam secara bertahap mulai
Oktober 2015. Hal tersebut yang membuat harga
daging ayam ras di penghujung 2015 mengalami
peningkatan yang signifikan.
2.3.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok
dan Tembakau
Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok,
dan Tembakau pada 2015 yang meski sedikit
menurun dibanding tahun lalu, namun masih tinggi.
Inflasi (yoy) kelompok ini turun dari 6,54% menjadi
6,23%. Penurunan tersebut terjadi pada
subkelompok makanan jadi serta tembakau dan
minuman beralkohol. Namun, jika ditelaah lebih jauh,
seluruh komoditas dalam kelompok ini mengalami
inflasi. Hal itulah yang menyebabkan inflasi dalam
kelompok ini masih tinggi.
Tabel 2.6 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Sumber: BPS, diolah
Komoditas dengan sumbangan inflasi (yoy) tertinggi
adalah berbagai varian rokok. Secara berurut dari
andil inflasi tertinggi adalah rokok kretek filter, rokok
kretek, dan rokok putih. Kenaikan tersebut diduga
sebagai upaya yang dilakukan pelaku usaha untuk
mengantisipasi rencana kenaikan cukai rokok10 rata-
rata sebesar 11,19% yang akan diberlakukan efektif
per 1 Januari 2016 oleh Pemerintah. Penyesuaian
harga rokok tersebut dilakukan secara bertahap.
2.3.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan
Bahan Bakar
Kelompok Bahan Makanan mencatatkan inflasi
(yoy) moderat sebesar 4,03%, lebih rendah
dibanding tahun 2014 yang mencapai 6,02%.
Subkelompok yang mengalami penurunan inflasi
adalah bahan bakar, penerangan, dan air serta
perlengkapan rumah tangga. Meski demikian,
moderasi inflasi kelompok ini didorong oleh tekanan
inflasi di hampir semua komoditas dalam kelompok
ini. Komoditas yang menjadi penyumbang inflasi
utama secara berurutan adalah kontrak rumah,
bahan bakar rumah tangga serta tarif listrik.
Tabel 2.7 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Sumber: BPS, diolah
Meningkatnya harga komoditas kontrak rumah
beriringan dengan makin mahalnya biaya properti di
tengah masih tingginya permintaan masyarakat akan
hunian. Selain itu, kenaikan bahan bangunan dengan
impor content (antara lain keramik, granit dan
gypsum) seiring dengan pelemahan nilai tukar,
kenaikan upah buruh bangunan terkait kenaikan
UMP, serta kenaikan harga lahan terkait semakin
terbatasnya lahan pemukiman di area perkotaan
diperkirakan menjadi faktor peningkatan biaya
properti.
Terkait inflasi komoditas bahan bakar rumah tangga,
Pemerintah sempat menaikkan secara signifikan
harga LPG 12 kg pada awal April 2015. Meski sempat
diturunkan kembali pada tengah September, namun
secara netting harga LPG 12 kg telah mengalami
kenaikan 12,5% dibanding harga pada akhir tahun
2014.
2014 2015
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU6,54 6,23 ↓ 0,99
Makanan Jadi 5,79 3,41 ↓ 0,26
Minuman yang Tidak Beralkohol 2,03 8,91 ↑ 0,22
Tembakau dan Minuman Beralkohol 12,01 10,88 ↓ 0,50
Andil
(yoy) 2015
Inflasi (yoy)ArahKELOMPOK
2014 2015
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB 6,02 4,03 ↓ 0,94
Biaya Tempat Tinggal 3,06 3,86 ↑ 0,43
Bahan Bakar, Penerangan dan Air 16,10 5,11 ↓ 0,30
Perlengkapan Rumahtangga 4,31 3,56 ↓ 0,05
Penyelenggaraan Rumahtangga 2,87 3,64 ↑ 0,16
Andil
(yoy) 2015
Inflasi (yoy)ArahKELOMPOK
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
INFLASI
20
Di sisi lain, sesuai Peraturan Menteri (Permen) Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 31/2014
sebagaimana telah diubah dengan Permen ESDM No
09/2015 maka penyesuaian tarif listrik diberlakukan
setiap bulan dengan mempertimbangkan perubahan
nilai tukar mata uang Dollar Amerika terhadap mata
uang Rupiah, harga minyak dan inflasi bulanan.
Sehingga, sepanjang tahun 2015, tarif listrik rata-rata
naik 0,33% tiap bulan.
2.3.4 Kelompok Sandang
Inflasi kelompok Sandang meningkat dibanding
tahun lalu, dari 2,60% menjadi 4,02%. Sebagian
besar harga komoditas dalam kelompok ini
cenderung stabil. Komoditas penyumbang inflasi
utama dalam kelompok ini diantaranya celana
panjang jeans dan baju muslim wanita. Jika dilihat
inflasi bulanannya (mtm), komoditas tersebut naik
signifikan hanya pada Juli terkait Lebaran serta
Desember terkait perayaan Natal dan tahun baru.
Tabel 2.8 Inflasi Kelompok Sandang
Sumber: BPS, diolah
2.3.5 Kelompok Kesehatan
Kelompok kesehatan mengalami peningkatan inflasi
(yoy) dari 4,65% menjadi 6,05%. Subkelompok yang
meningkat signifikan adalah perawatan jasmani dan
kosmetika, khususnya komoditas pasta gigi.
Komoditas tersebut naik tinggi pada Juni 2015, yang
diduga terkait tingginya permintaan masyarakat
menjelang bulan puasa Ramadhan.
Tabel 2.9 Inflasi Kelompok Kesehatan
Sumber: BPS, diolah
2.3.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah
Raga meski sedikit menurun, namun masih cukup
tinggi. Inflasi tahunan (yoy) kelompok ini sedikit
menurun dari 6,58% menjadi 5,94%. Tingginya inflasi
kelompok ini terutama disumbang oleh subkelompok
pendidikan. Komoditas penyumbang inflasi utama
secara berurut dari yang tertinggi adalah sekolah
dasar, sekolah menengah atas, dan sekolah
menengah pertama. Kenaikan tersebut seiring
dengan naiknya uang pangkal sekolah untuk siswa
baru pada musim tahun ajaran baru 2015/2016.
Tabel 2.10 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga
Sumber: BPS, diolah
2.3.7 Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa
Keuangan
Pada akhir tahun 2015, Kelompok Transportasi,
Komunikasi, dan Jasa Keuangan mengalami deflasi
sebesar -2,76%. Deflasi yang cukup dalam terjadi
pada subkelompok transpor, yang disumbang oleh
deflasi komoditas bensin dan angkutan dalam kota.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam Tabel 2.3,
Pemerintah menurunkan harga bensin sebanyak dua
kali pada Januari, dan menaikkan harga bensin
sebanyak dua kali pada Maret 2015. Harga terakhir
bensin pada 2014 adalah Rp8.500, sementara harga
terakhir hingga penghujung 2015 adalah Rp7.300
atau turun 14,1%. Deflasi bensin ini secara langsung
juga diikuti dengan deflasi tarif angkutan dalam kota,
meski tidak sedalam deflasi bensin.
Tabel 2.11 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Sumber: BPS, diolah
2.4 Upaya Pengendalian Inflasi
Pencapaian inflasi yang rendah dan terkendali hingga
akhir 2015 tak lepas dari peran Tim Pengendalian
Inflasi Daerah (TPID) se-Sumatera Utara. Berbagai
program jangka menengah TPID Sumut diantaranya:
1. Mengoptimalkan dukungan alokasi APBD dan
APBN untuk kegiatan pengendalian inflasi.
Langkah awal melalui penyusunan Standard
2014 2015
SANDANG 2,60 4,02 ↑ 0,25
Sandang Laki-laki 3,37 3,71 ↑ 0,07
Sandang Wanita 3,72 6,91 ↑ 0,10
Sandang Anak-anak 3,61 3,36 ↓ 0,05
Barang Pribadi dan Sandang Lain 0,66 2,05 ↑ 0,03
Andil
(yoy) 2015
Inflasi (yoy)ArahKELOMPOK
2014 2015
KESEHATAN 4,65 6,05 ↑ 0,23
Jasa Kesehatan 1,57 1,65 ↑ 0,02
Obat-obatan 2,50 1,44 ↓ 0,01
Jasa Perawatan Jasmani 9,04 8,51 ↓ 0,03
Perawatan Jasmani dan Kosmetika 6,97 10,35 ↑ 0,17
Andil
(yoy) 2015
Inflasi (yoy)ArahKELOMPOK
2014 2015
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA 6,58 5,94 ↓ 0,43
Pendidikan 8,47 9,30 ↑ 0,36
Kursus-kursus / Pelatihan 0,31 0,70 ↑ 0,00
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 0,98 3,71 ↑ 0,03
Rekreasi 8,16 2,48 ↓ 0,03
Olahraga 2,61 4,07 ↑ 0,00
Andil
(yoy) 2015
Inflasi (yoy)ArahKELOMPOK
2014 2015
TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEU. 15,52 -2,76 ↓ -0,56
Transpor 13,62 -4,47 ↓ -0,68
Komunikasi Dan Pengiriman 0,04 0,14 ↑ 0,00
Sarana dan Penunjang Transpor 7,23 7,86 ↑ 0,11
Jasa Keuangan 3,56 0,00 ↓ 0,00
Andil
(yoy) 2015
Inflasi (yoy)ArahKELOMPOK
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
INFLASI
21
Operating Procedure (SOP) pencairan dana untuk
operasi pasar pemerintah daerah.
2. Mendukung percepatan pembangunan
infrastruktur melalui kemudahan perizinan,
pengadaan lahan (pencetakan sawah baru) dan
penguatan komunikasi dengan masyarakat,
percepatan pembangunan infrastruktur
(perbaikan maupun penambahan) baik irigasi,
jalan, jembatan, lumbung pangan, maupun pabrik
es untuk hasil tangkap ikan laut dsb.
3. Membenahi tata niaga melalui optimalisasi pasar
induk Tuntungan guna meminimalkan upaya-
upaya spekulasi di daerah sekaligus membuka
ruang kerjasama antar daerah.
4. Meningkatkan pengawasan secara intensif
terhadap distribusi sarana produksi pertanian,
seperti pupuk, alat mesin pertanian, dan sarana
pertanian lainnya guna mendukung peningkatan
kapasitas produksi pangan daerah.
5. Meningkatkan produksi maupun produktivitas
tanaman pangan melalui program penanaman
cabai dan bawang merah perkotaan serta
program perluasan areal persawahan yang
melibatkan lintas instansi, yaitu Bulog,
Kementerian Pertanian dan TNI AD.
6. Meningkatkan aksesabilitas perbankan melalui
program pemberdayaan petani.
7. Melanjutkan kerjasama TPID dengan KPPU untuk
mengantisipasi terjadinya praktek monopoli.
Selain itu, untuk mengantisipasi berbagai tantangan
dalam pengendalian inflasi daerah pada tahun 2016,
Rakorprov TPID pada November 2015 menghasilkan
beberapa kesepakatan sebagai berikut:
1. Menjadikan Roadmap Pengendalian Inflasi
Sumatera Utara periode 2015-2018 sebagai
acuan TPID Provinsi Sumatera Utara dan TPID
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dalam
melakukan pengendalian inflasi sesuai dengan
tupoksi dan kewenangan masing-masing.
2. Melaksanakan program-program yang telah
disepakati dalam Roadmap Pengendalian Inflasi
Sumatera Utara periode 2015-2018 dengan cara
menyusun action plan tahunan sesuai dengan
tupoksi dan kewenangan masing-masing.
3. Melakukan penguatan kerjasama perdagangan
antar daerah untuk mengatasi permasalahan
ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga
melalui implementasi program Toko Tani
Indonesia.
4. Memberikan sosialisasi tentang maksud, tujuan
dan manfaat kegiatan Toko Tani Indonesia
kepada petani dan pedagang.
5. Memfasilitasi pedagang dan petani khususnya
untuk komoditas utama penyumbang inflasi agar
dapat berpartisipasi dalam program Toko Tani
Indonesia.
6. Meminta komitmen petani untuk memasok hasil
produk pertaniannya kepada BULOG/Mitra
BULOG, serta komitmen pedagang untuk
menjual sesuai dengan harga eceran tertinggi.
7. Menyusun rencana kegiatan Toko Tani Indonesia
terkait penyediaan sarana pendukung kegiatan
Toko Tani Indonesia di berbagai kabupaten/kota.
8. Meningkatkan kemampuan manajerial pedagang
Toko Tani Indonesia dan kemampuan teknis
sesuai kebutuhan tentang peningkatan
produktivitas pertanian.
9. Melakukan pengembangan jejaring kemitraan
usaha dagang Toko Tani Indonesia dalam rangka
stabilitas harga pangan.
10. Memperkuat dan mengembangkan kelembagaan
baik kelompok tani, koperasi pertanian maupun
asosiasi pedagang di daerah masing-masing
sebagai prasyarat melakukan kerjasama dalam
Toko Tani Indonesia.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
INFLASI
22
Perdagangan Komoditas Pangan Strategis
Provinsi Sumatera Utara
Harga pada dasarnya dibentuk atas mekanisme penawaran dan permintaan di pasaran. Permintaan
akan dipengaruhi oleh preferensi masyarakat, pertumbuhan populasi, dan pertumbuhan pendapatan riil.
Kenaikan permintaan tanpa disertai oleh respon penawaran barang dapat menyebabkan terjadinya persistensi
kenaikan harga (inflasi). Beberapa faktor lain yang dapat berpengaruh
terhadap persistensi harga komoditas pangan, di antaranya adalah
faktor produksi, faktor kelembagaan, dan faktor pemasaran. Faktor
pemasaran atau distribusi sangat terkait dengan konektivitas dan sistem
logistik yang sangat berpengaruh terhadap biaya transportasi sehingga
pada akhirnya harga jual komoditas pangan dapat meningkat.
Dari sisi produksi, pada dasarnya Sumatera Utara merupakan
salah satu sentra produksi tanaman pangan terutama untuk beras dan
cabai merah. Rata-rata produksi beras di Sumatera Utara adalah 3,5 juta
ton/tahun, dengan lokasi produksi yang cukup tersebar. Sementara,
jumlah konsumsi beras hanya mencapai 1,7 juta ton/tahun. Demikian
juga dengan komoditas cabai merah yang memiliki jumlah produksi yang
cukup memadai dan sebaran lokasi produksi di beberapa kabupaten.
Meski produksi untuk beberapa komoditas pangan relatif memadai, inflasi Sumut masih diwarnai oleh
fluktuasi inflasi komoditas pangan. Seperti yang dilihat pada bab 2 Inflasi, inflasi komoditas pangan yang
bergejolak (volatile foods) memiliki fluktuasi yang cukup tinggi, terutama untuk komoditas cabai merah dan
bawang merah. Untuk mengantisipasi fluktuasi yang cukup tinggi, umumnya pedagang mengambil mardin
yang cukup besar untuk komoditas tersebut. Margin penjualan pedagang besar relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan pedagang grosir. Dalam meredam fluktuasi ini perlu dilakukan kerja sama antar daerah
sehingga distribusi pasokan dan permintaan dapat lebih merata.
Tabel 2.12 Margin per Kategori Pedagang
Jika dilihat dari pola perdagangannya, pada dasarnya perdagangan komoditas pangan strategis di
Sumatera Utara masih didominasi oleh perdagangan intra wilayah. Hanya sebagian kecil daerah yang menjadi
mitra dagang perdagangan antar wilayah untuk komoditas pangan strategis, seperti Provinsi Aceh, Provinsi
Riau, Provinsi Kepulauan Riau, dan Provinsi Jawa Tengah. Kota Medan masih menjadi kota distributor utama
untuk komoditas pangan meski bukan merupakan daerah sentra produksi. Meski distribusi komoditas pangan
masih relatif terkonsentrasi di kota Medan, pola penentuan harga di Sumatera Utara masih relatif terdispersi
Kategori
Pedagang
Margin Beras Bawang Merah Cabe Merah Daging Sapi
Rata-rata Stdev Rata-rata Stdev Rata-rata Stdev Rata-rata Stdev
Umum Mark Up Rate 11,51 7,22 16,68 7,99 18,65 15,61 9,60 5,63
Profit Rate 8,84 7,52 14,05 7,17 15,81 15,36 7,70 5,49
Trade Cost 2,30 4,03 2,63 2,28 2,84 2,27 1,73 2,52
Pedagang
Besar
Mark Up Rate 14,58 9,78 17,17 6,98 21,53 13,66 7,80 3,35
Profit Rate 12,27 10,27 14,42 6,45 18,52 13,53 5,75 2,15
Trade Cost 1,58 6,33 2,75 2,35 3,02 2,72 2,05 2,20
Pedagang
Grosir
Mark Up Rate 10,06 5,16 15,57 10,04 16,40 16,85 9,92 5,90
Profit Rate 7,17 5,10 13,21 8,75 13,70 16,56 8,03 5,83
Trade Cost 2,65 2,22 2,36 2,16 2,70 1,88 1,68 2,59
Gambar 2.1 Peta Surplus Defisit Beras
Provinsi Sumatera Utara
Suplemen 1
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
INFLASI
23
yang tercermin dari Moorans Index11 yang relatif rendah. Dengan demikian, penentuan harga komoditas suatu
kota tidak dipengaruhi oleh fluktuasi harga daerah tetangganya. Preferensi pedagang dalam menentukan
supplier maupun pembeli yang lebih didasarkan pada faktor kepercayaan dibandingkan dengan faktor harga
menjadi salah satu penyebab terjadinya fenomena ini.
Secara spasial, pedagang di Kota Medan memiliki margin perdagangan yang relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan kota/kabupaten lain meski bukan merupakan sentra produksi komoditas pangan.
Tingginya kapasitas permodalan yang dimiliki oleh pedagang di kota ini dapat menyokong pedagang untuk
memperoleh harga yang lebih rendah dibandingkan dengan kota lainnya. Selain itu, aksesibilitas yang lebih
baik seperti kualitas jalan serta fasilitas pelabuhan yang memang berada di Kota Medan mampu menurunkan
biaya operasional pedagang sehingga margin keuntungan yang dihasilkan lebih tinggi.
Grafik 2.9 Margin per Kota/Kabupaten
Dari sisi biaya perdagangan, pada dasarnya trade cost komoditas pangan strategis relatif rendah. Hasil
survei perdagangan antar wilayah Sumatera Utara menunjukkan bahwa biaya perdagangan Sumatera Utara
hanya 2,9% dari harga penjualan. Biaya tersebut bahkan lebih rendah dari rata-rata biaya perdagangan pada
level nasional. Relatif rendahnya biaya perdagangan tersebut disebabkan cukup terjangkaunya daerah
penjualan mengingat relatif tersebarnya sentra produksi pertanian. Namun, hal yang perlu mendapatkan
perhatian adalah besarnya biaya lainnya dalam komponen biaya perdagangan. Jika dilihat dari komponennya,
biaya perdagangan terdiri atas biaya transportasi sebesar 66,5%, biaya bongkar muat sebesar 15,4%, biaya
administrasi sebesar 4,0%, dan biaya lainnya sebesar 14,1%. Tingginya biaya lainnya tidak lepas dari adanya
pungutan liar di jalan, terutama untuk komoditas daging sapi di Kota Pematangsiantar.
Tabel 2.13 Perbandingan Biaya Transportasi Antar Kota
Kota Biaya (% dari harga jual)
Transportasi Bongkar Muat Administrasi Lainnya
Sibolga 1,45 0,41 0,13 0,12
Pematangsiantar 2,51 0,24 0,05 0,28
Medan 1,35 0,33 0,15 0,15
Padangsidimpuan 1,96 0,54 0,12 0,16
Umum 1,72 0,37 0,12 0,17
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
INFLASI
24
Perdagangan komoditas strategis di Sumatera Utara tidak terlepas dari beberapa kendala, baik dari
sisi pemasaran maupun distribusi. Dalam hal pemasaran, sebagian besar pedagang merasakan adanya
keterbatasan informasi dalam penentuan harga. Meskipun dipublikasikan dalam harga di level konsumen
akhir, namun data harga komoditas yang berada di Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS,
www.hargasumut.org) seharusnya bisa dijadikan pendekatan bagi pedagang dalam menentukan harga. Dari
sisi logistik, pemasalahan distribusi barang terutama disebabkan oleh gangguan cuaca serta gangguan
keamanan di jalan. Oleh karena itu, TPID se-Sumatera Utara terus mengupayakan penguatan koordinasi untuk
mengurangi dampak dari gangguan cuaca dan keamanan baik dalam proses produksi maupun distribusi.
Kualitas dan kuantitas infrastruktur perhubungan juga terus ditingkatkan untuk meningkatkan konektivitas
antar kota/kabupaten di Sumatera Utara, mengingat semakin tinggi konektivitas, maka rata-rata volatilitas
inflasi bahan makanan juga akan semakin tinggi (Grafik 2.21). Tingginya intensi pemerintah untuk
meningkatkan kualitas infrastruktur perhubungan tercermin dari target persentase kemantapan jalan yang
meningkat baik untuk jalan nasional, jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota.
Grafik 2.10 Permasalahan Pemasaran Grafik 2.11 Permasalahan Logistik
Sumber: Departemen Regional I Sumatera
Grafik 2.12 Perbandingan Indeks Konektivitas dibandingkan dengan Rata-rata Volatilitas Inflasi Bahan Makanan
Tabel 2.14 Kondisi Jalan di Provinsi Sumatera Utara
No. Status Panjang
(km) Mantap (km, %) Tidak Mantap (km, %)
% Kemantapan
2015 2016
1. Jalan Nasional 2.249,60 1.806,3 (80,29%) 443,2 (19,7%) 84,2 93,65
2. Jalan Provinsi 3.048,50 2.268,7 (74,4%) 779,7 (25,6%) 76,5 82,0
3. Jalan Kab/Kota 33.452,90 19.336,8 (57,8%) 14.116,07 (42,2%) 62,5 67,0
Sumber: Dinas Bina Marga Provinsi Sumatera Utara
Infrastruktur Transportasi yang
tidak memadai/rusak
5%
Moda Transportasi
terbatas1%
Banyaknya pungutan tidak
resmi9%
Gangguan cuaca11%
Gangguan keamanan di jalan
8%
kemacetan66%
Indeks Konektivitas
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
25
BAB 3 PERBANKAN, STABILITAS SISTEM
KEUANGAN DAN SISTEM
PEMBAYARAN
Dukungan perbankan terhadap perbaikan ekonomi Sumatera Utara pada Triwulan IV 2015
terlihat pada peningkatan kredit. Kinerja kredit ke sektor korporasi masih meningkat, sementara kredit
UMKM dan kredit rumah tangga melambat. Namun demikian, pertumbuhan kredit tersebut tidak diikuti oleh
kenaikan pertumbuhan asset dan DPK terkait dengan kondisi ekonomi yang belum pulih. Risiko masih
terjaga dibawah level indikatif. Kondisi tersebut juga tercermin pada aktivitas transaksi masyarakat, baik
secara tunai maupun non tunai.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
26
3.1 Ringkasan Umum
Dibanding tahun 2014, kinerja perbankan Sumatera
Utara di penghujung 2015 membaik, khususnya
kredit. Pertumbuhan kredit mengalami peningkatan
ditengah aset dan DPK yang cenderung melambat.
Dengan kondisi tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR)
meningkat dengan Non Performing Loan (NPL) masih
dibawah level indikatif 5 persen meski cenderung
meningkat sejak awal 2015.
Kinerja kredit ke sektor korporasi dan UMKM
meningkat, sementara kredit rumah tangga
melambat. Pertumbuhan kredit yang cukup baik
terjadi di ketiga sektor utama. Sementara itu,
akselerasi kredit UMKM ditopang performa kredit ke
kategori perdagangan yang meningkat, di tengah
tertekannya kredit ke kategori pertanian. Di sisi lain,
tekanan kinerja terjadi di semua jenis kredit Rumah
Tangga, baik KPR, KKB maupun kredit multiguna. Hal
tersebut sejalan dengan Konsumsi masyarakat yang
melambat dibanding tahun sebelumnya.
Terbatasnya kinerja perbankan juga tercermin pada
pertumbuhan transaksi tunai maupun non tunai. Hal
tersebut terutama tercermin dari meningkatnya
transaksi kliring secara nominal namun menurun
secara volume dan penurunan perputaran uang
(inflow-outflow) di masyarakat ditengah mulai
membaiknya kinerja perekonomian Sumut.
3.2 Analisis Perbankan Daerah
Grafik 3.1 Perkembangan Aset Perbankan
Di tengah melambatnya ekonomi 2015 dibanding
tahun lalu, kinerja aset perbankan juga cenderung
melambat. Aset total perbankan Sumatera Utara
tercatat melambat dari 8,43% pada 2014 menjadi
5,68% pada akhir 2015 (Grafik 3.1). Ekspektasi pelaku
ekonomi akan melambatnya perekonomian di
sepanjang 2015 turut mempengaruhi keputusan
menajemen perbankan untuk tidak terlalu ekspansif.
Kondisi tersebut membuat aset perbankan di
Sumatera Utara masih melanjutkan tren perlambatan
sejak akhir 2011. Pertumbuhan (yoy) aset pada akhir
2011-2013 secara berturut-turut adalah 19,7%,
16,0%, dan 15,7%.
Di sisi lain, setelah mengalami perlambatan aset yang
cukup dramatis selama 4 tahun terakhir, aset
perbankan syariah pada akhir 2015 justru
mencatatkan pertumbuhan yang meningkat
dibanding tahun lalu. Membaiknya pertumbuhan aset
perbankan syariah Sumatera Utara tersebut didorong
oleh adanya penambahan modal yang siginifikan oleh
2 pemain utama perbankan syariah seiring rencana
konsolidasi kedua bank tersebut.
Grafik 3.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK)
Sejalan dengan perlambatan aset, Dana Pihak Ketiga
(DPK) juga tumbuh melambat. Hingga akhir tahun
2015, posisi DPK di Perbankan Sumatera Utara
tercatat sebesar Rp185,6 triliun, tumbuh 3,4% (Grafik
3.2). Perlambatan pertumbuhan DPK terjadi baik di
perbankan konvensional maupun syariah.
Grafik 3.3 Perkembangan Komponen DPK
Perlambatan DPK terutama dipengaruhi oleh
melambatnya giro dan deposito. Di tengah ekpektasi
masyarakat yang tidak terlalu optimis seiring dengan
menurunnya daya beli, preferensi masyarakat
cenderung memilih produk simpanan tak berjangka
yang bisa diambil sewaktu-waktu. Hal ini terbukti
dengan terakselerasinya produk Tabungan seiring
melambatnya pertumbuhan deposito. Selain itu,
menurunnya suku bunga deposito juga menekan
minat masyarakat untuk berinvestasi dalam bentuk
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
27
deposito. Sementara itu, perlambatan yang cukup
dalam untuk giro dipengaruhi penempatan oleh
Lembaga Keuangan Non Bank yang tidak lagi tertarik
menempatkan dananya dalam bentuk giro karena
suku bunga yang terus menurun.
Grafik 3.4 Perkembangan Suku Bunga DPK
Grafik 3.5 Perkembangan Kredit
Posisi kredit12 di akhir tahun 2015 justru
menunjukkan sedikit peningkatan dibanding tahun
sebelumnya. Kredit perbankan tumbuh 7,44%, sedikit
lebih tinggi dibanding tahun 2014 yang tumbuh 6,97%.
Hal tersebut dikarenakan secara umum perbankan
dalam menyalurkan kredit cenderung prosiklikal
mengikuti siklus ekonomi. Ekspektasi perlambatan
ekonomi biasanya diikuti dengan perlambatan
penyaluran kredit, dan sebaliknya. Stabilnya
penyaluran kredit juga terjadi pada level nasional
(Grafik 3.6).
12 Konsep penyaluran KREDIT dibagi menjadi dua: (1) lokasi bank
dan (2) lokasi proyek. Poin (1) mengacu pada data penyaluran
kredit oleh Bank yang ada di Sumut sementara poin (2) mengacu
pada kredit yang tersalur dari Bank daerah manapun untuk
proyek/usaha yang berlokasi di Sumut. Dalam buku ini, poin (1)
digunakan untuk mengases kinerja perbankan, sementara poin (2)
untuk mengases PDRB serta ketahanan korporasi, UMKM dan
rumah tangga. Angka nominal kredit antara dua konsep tersebut
jumlahnya sangat mungkin berbeda.
Grafik 3.6 Perkembangan Perbankan Sumut-Nasional
Akselerasi pertumbuhan kredit terjadi pada kredit
investasi dan modal kerja, sementara kredit konsumsi
justru melambat. Dengan porsi hingga 50% dari total
kredit, kredit modal kerja pada akhir 2015 tumbuh
mencapai 9,46% (yoy). Senada dengan hal itu, kredit
investasi juga tumbuh meningkat seiring
terakselerasinya Investasi dalam PDRB Sumatera
Utara. Meski demikian, perlambatan yang cukup
dalam pada Konsumsi dalam PDRB Sumatera Utara
turut mempengaruhi perlambatan penyaluran kredit
Konsumsi pada posisi akhir 2015.
Grafik 3.7 Perkembangan Kredit
Peningkatan pertumbuhan kredit didukung dengan
turunnya suku bunga kredit, meski masih terbatas.
Seiring menurunnya cost of funds berupa penurunan
suku bunga deposito, suku bunga kredit juga
mengalami penurunan. Namun penurunan suku
bunga kredit masih terbatas dan hanya terjadi di
kredit modal kerja, sementara suku bunga kredit
investasi relatif stabil dengan kecenderungan
meningkat. Sebaliknya, suku bunga kredit konsumsi
justru melonjak tajam, yang berdampak pada
perlambatan kredit konsumsi di akhir tahun 2015
(Grafik 3.8).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
28
Grafik 3.8 Perkembangan Suku Bunga Kredit
Akselerasi kredit di tengah tekanan DPK
menyebabkan meningkatnya level intermediasi
perbankan di tahun 2015. Hal tersebut tercermin dari
Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan di Sumatera
Utara yang meningkat dari 93,01% menjadi 96,61%
terutama terjadi pada Perbankan konvensional
(Grafik 3.9). Namun, pertumbuhan DPK yang lebih
tinggi dibanding pembiayaan di perbankan syariah
menyebabkan Financing to Deposit Ratio (FDR) turun
dari 104,99% menjadi 97,85%.
Grafik 3.9 Perkembangan Intermediasi Perbankan
Grafik 3.10 Perkembangan Risiko Kredit (NPL & NPF)
Peningkatan intermedasi perbankan senantiasa
perlu diiringi dengan peningkatan kewaspadaan
terhadap risiko kredit. Hal ini mengingat Non
Performing Loans (NPL) yang meski masih dibawah
batas aman 5%, namun cenderung meningkat.
Sementara itu, Non Performing Financing (NPF)
perbankan syariah juga masih tinggi diatas 8%, meski
mulai ada indikasi perbaikan (Grafik 3.10).
3.3 Ketahanan Sektor Korporasi dan UMKM
Kredit perbankan yang tersalur untuk sektor
korporasi13 di Sumatera Utara pada akhir 2015
sebesar Rp173,6 triliun. Kredit korporasi di Sumut
tumbuh akseleratif dari 9,89% (yoy) pada akhir 2014
menjadi 12,95% (yoy) (Grafik 3.11). Hal tersebut
sejalan dengan masih stabilnya pertumbuhan kredit
secara nasional.
Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Korporasi di Sumut
Pertumbuhan kredit yang cukup tinggi terjadi di
ketiga sektor utama di Sumatera Utara. Kredit
korporasi di Sumut sebagian besar (84%) tersalur ke
tiga kategori utama, yaitu Perdagangan Besar dan
Eceran (PBE, 34%), industri pengolahan (30%), dan
pertanian (20%). Akselerasi kredit perbankan kepada
industri pengolahan sejalan dengan peningkatan
pertumbuhan PDRB sektor tersebut. Sementara itu,
di tengah melambatnya pertumbuhan sektor
perdagangan, kredit kepada sektor tersebut justru
tumbuh meningkat. Hal tersebut diperkirakan akan
meningkatkan kinerja sektor tersebut pada triwulan
mendatang. Hal sebaliknya justru terjadi pada kredit
ke sektor pertanian yang relatif tertekan di saat
pertumbuhannya terakselerasi cukup signifikan.
Grafik 3.12 Perkembangan NPL Kredit Korporasi
13 Merupakan kredit modal kerja atau investasi untuk pelaku usaha
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
29
Meski demikian, perlu diwaspadai adanya tren
kenaikan NPL sejak awal 2015, meski cenderung
menurun di akhir 2015. Kenaikan NPL14 dibanding
akhir 2014 terjadi di ketiga sektor utama Sumut
(Grafik 3.12). Meski demikian, angka NPL masih
dibawah batas aman 5%.
Sementara itu, kredit pada usaha berskala UMKM
relatif melambat. Kredit UMKM tumbuh 9,56% (yoy),
melambat dibanding tahun sebelumnya yang
mencapai 15,62% (yoy). Deselerasi tersebut terjadi
pada semua level, baik mikro, kecil maupun
menengah (Grafik 3.13).
Grafik 3.13 Perkembangan Kredit UMKM di Sumut
Deselerasi kredit perdagangan, yang menguasai 53%
dari total kredit kepada UMKM, mempengaruhi
perlambatan kredit UMKM. Kredit perdagangan
tumbuh 11,04% (yoy), melambat dibanding tahun lalu
yang mencapai 13,01% (yoy). Perlambatan tersebut
terjadi terutama untuk level usaha kecil dan
menengah. Sejalan dengan itu, sektor pertanian yang
menguasai 19% dari total kredit UMKM, juga
melambat, dari 27,57% menjadi 10,34%. Perlambatan
kredit kepada pelaku UMKM perlu dicermati, agar
tidak berlanjut dan menggerus pangsa kredit kepada
UMKM.
Kualitas kredit UMKM masih perlu diperbaiki. Hal ini
tercermin dari NPL yang masih diatas 5%, dengan
kecenderungan meningkat dibanding tahun 2014.
Kenaikan NPL kredit UMKM tersebut terjadi di ketiga
sektor utama serta di semua jenis UMKM, kecuali
kredit mikro yang relatif membaik (Grafik 3.14).
14 NPL dalam laporan ini adalah NPL gross, yang menunjukkan
persentase kredit kolektibilitas 3 (kurang lancar), 4 (diragukan) dan
5 (macet) terhadap total outstanding kredit
Grafik 3.14 Perkembangan NPL Kredit UMKM
3.4 Ketahanan Sektor Rumah Tangga
Pada triwulan IV 2-15, rumah tangga di Sumut
cenderung meningkatkan porsi konsumsi.
Sementara itu, alokasi penghasilan untuk pinjaman
dan tabungan menurun. Hal ini tercermin dari hasil
Survei Konsumen15 di akhir periode triwulan III dan IV
2015 (Grafik 3.15). Meningkatnya konsumsi sesuai
dengan polanya berkenaan dengan hari Natal dan
Tahun Baru.
Grafik 3.15 Alokasi Penghasilan Rumah Tangga Sumut
Posisi kredit perbankan kepada sektor rumah tangga
di Sumut hingga akhir tahun 2015 tercatat sebesar
Rp42,8 triliun. Kredit tersebut didominasi oleh kredit
multiguna, kredit pemilikan rumah (KPR), serta kredit
kendaraan bermotor (KKB) dengan porsi masing-
masing sebesar 45%, 33%, dan 12%. Kredit sektor
rumah tangga tumbuh 4,46% (yoy), melambat
dibanding tahun lalu yang mencapai 8,72% (yoy)
(Grafik 3.17). Perlambatan tersebut terjadi sejalan
dengan perlambatan pertumbuhan konsumsi baik
nasional maupun Sumatera Utara.
15 Survei Konsumen merupakan survei bulanan yang dilakukan oleh
KPw BI Sumut untuk melihat keyakinan & ekspektasi konsumen
terhadap perekonomian.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
30
Grafik 3.16 Perkembangan Kredit Rumah Tangga
Semua jenis kredit konsumsi mengalami tekanan
pertumbuhan. Kredit multiguna melambat cukup
dalam. Sementara itu kredit perumahan rakyat (KPR)
melambat terbatas. Di sisi lain, kredit kendaraan
bermotor (KKB) posisi akhir tahun 2015 justru
terkontraksi.
Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan LTV untuk
mengelola pertumbuhan kredit konsumsi yang lebih
sehat. Di tahun 2015, Bank Indonesia mengeluarkan
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/10/PBI/2015
tentang Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to
Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan
Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan
Bermotor. Aturan baru tersebut meliputi kenaikan
10% rasio LTV untuk kredit properti semua tipe
rumah serta penurunan 5% uang muka kredit
kendaraan bermotor.
Relaksasi kebijakan LTV tersebut belum memberikan
dampak yang signifikan, khususnya dampak
penurunan 5% uang muka kredit kendaraan
bermotor terhadap pertumbuhan KKB hingga
penghujung 2015. Hal ini diduga seiring dengan
dampak depresiasi nilai tukar terhadap harga
kendaraan bermotor yang mengakibatkan
menurunnya penjualan ritel kendaraan bermotor
domestik.
Grafik 3.17 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga
Perlambatan kredit konsumsi diiringi dengan
kenaikan risiko kredit. Hal ini tercermin dari NPL,
yang meski masih dibawah batas aman 5%, namun
cenderung meningkat. Peningkatan tersebut terjadi
baik di KKB maupun KPR, sementara NPL kredit
multiguna relatif stabil. Hal ini diduga terkait dengan
masih berlanjutnya penurunan harga komoditas yang
berdampak pada penurunan daya beli masyarakat.
3.5 Perkembangan Sistem Pembayaran
3.5.1 Sistem Pembayaran Non Tunai
Di sisi lain, transaksi kliring melalui SKNBI16
nominalnya tercatat sebesar Rp46,65 triliun atau
meningkat 13,83% (yoy), lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya. Namun secara volume, transaksi kliring
hanya mencapai 1,1 juta lembar atau melambat
-37,02% (yoy), terkontraksi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat tumbuh 12,06% (yoy)
(Grafik 3.20). Secara kuartalan, nominal maupun
volume kliring meningkat, masing-masing 14,04%
(qtq) dan 2,04% (qtq). Kondisi tersebut sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2015 yang
mulai membaik, namun secara keseluruhan tahun
melambat dibandingkan tahun 2014.
Grafik 3.18 Perkembangan Transaksi Kliring
16 SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia), berbeda dengan
BI RTGS, setelmennya periodik (netting) serta untuk transaksi
bernilai kecil (maksimal Rp.500 juta)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
31
3.5.2 Kinerja Sistem Pembayaran Tunai
Perkembangan aliran uang kartal di
Sumatera Utara pada triwulan IV 2015 mengalami
net outflow17 sebesar Rp2,5 triliun (Grafik 3.21),
berbeda dibanding triwulan sebelumnya dengan
posisi net inflow Rp1,5 triliun. Posisi net outflow
tersebut terjadi di wilayah kerja KPw BI Pematang
Siantar dan KPw BI Sibolga, masing-masing sebesar
Rp1,8 triliun dan Rp1,4 triliun. Di sisi lain, net inflow
justru terjadi di wilayah kerja KPw BI Sumut yang
berkedudukan di Medan sebesar Rp793 miliar.
Grafik 3.19 Perkembangan Uang Kartal di Sumut
Fenomena tingginya aliran masuk dari wilayah sekitar
menuju Medan tersebut diduga karena meningkatnya
aktivitas penukaran uang menjelang hari Natal dan
Tahun Baru.
17 Net outflow mencerminkan jumlah uang masuk (inflow) lebih
banyak dibanding uang keluar (outflow) ke kantor BI. Perhitungan
inflow/outflow uang kartal dilakukan berdasarkan pelaporan bank
di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang berada di
Sumatera Utara yaitu KPw BI Provinsi Sumatera Utara, KPw BI
Sibolga, dan KPw BI Pematangsiantar.
Grafik 3.20 Perkembangan Temuan Uang Palsu di Sumut
Di tengah total uang beredar18 yang menurun dari
Rp17,9 triliun menjadi Rp14,7 triliun, temuan uang
rupiah tidak asli juga menurun, dari 1.002 lembar
pada triwulan sebelumnya menjadi 999 lembar
(Grafik 3.22). Bank Indonesia terus meningkatkan
koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk
Kepolisian, dan senantiasa melakukan sosialisasi Ciri-
ciri Keaslian Uang Rupiah (CiKUR) guna
mengantisipasi penggunaan dan peredaran uang
Rupiah palsu.
Penjumlahan inflow dan outflow
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
32
Elektronifikasi Demi Transaksi Keuangan yang Lebih Efisien
Dalam era digital, elektronifikasi menjadi pilihan yang harus diambil untuk meningkatkan efisiensi
transaksi keuangan. Elektronifikasi adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk mengubah transaksi keuangan
dari bentuk tunai ke bentuk non tunai. Beberapa contoh kegiatan
elektronifikasi antara lain penggunaan e-money dalam transaksi pembelian
tiket kereta api Medan – Kualanamu atau pembayaran biaya tol. Termasuk di
dalamnya adalah kegiatan Lembaga Keuangan Digital (LKD) yang sedang
digalakan untuk dikembangkan di daerah-daerah yang belum terjangkau oleh
layanan perbankan. Dengan layanan LKD tersebut masyarakat dapat
melakukan transaksi perbankan di agen LKD yang biasanya merupakan
tempat usaha penjualan kelontong.
Berdasarkan hasil survei19 secara terbatas mengenai Akseptabilitas
Elektronifikasi di Provinsi Sumatera Utara, elektronifikasi mendapatkan
dukungan yang sangat besar dari elemen masyarakat. Survei dilakukan
secara terbatas terhadap 150 responden dan dilakukan Kota Medan yang merupakan pusat pemerintahan
Provinsi Sumatera Utara dan menjadi magnet perkembangan di Sumut. Survei tersebut menunjukkan bahwa
sebagaian besar (95%) masyarakat di Kota Medan mendukung adanya elektronifikasi. Hal ini disebabkan
responden menyakini lebih efisiennya transaksi keuangan bila dibandingkan dengan transaksi menggunakan
uang tunai. Dukungan ini justru terutama diperoleh dari masyarakat di lingkungan pemerintahan. Di sisi lain,
fasilitas yang terbatas menyebabkan 5% masyarakat responden resisten dalam menggunakan transaksi
elektronik.
Pada dasarnya masyarakat menyambut baik adanya elektronifikasi ini. Terdapat 3 variabel yang
digunakan untuk mengukur akseptabilitas masayarkat terhadap elektronifikasi, diantaranya adalah efisiensi,
keamanan, dan infrastruktur. Dari ketiga variabel ini, variabel yang paling berpengaruh terhadap keinginan
responden untuk menggunakan uang elektronik adalah faktor efisiensi, disusul dengan keamanan dan
infrastruktur. Menurut hasil survei, penyebab dari terkendalanya realisasi elektronifikasi adalah rendahnya
tingkat sosialisasi elektronifikasi ke masyarakat umum, infrastruktur yang belum siap, serta belum jelasnya
regulasi.
Langkah awal penjajakan elektronifikasi di Sumatera Utara dilakukan di lingkungan Universitas pada
tahun 2014. Langkah tersebut dilanjutkan kepada Pemerintah Daerah di tahun 2015. Urgensi untuk
meningkatkan elektronifikasi pada level pemerintah semakin penting dikarenakan berdasarkan hasil Focus
Group Discussion (FGD) KPw BI Sumut dengan pemerintah menunjukkan bahwa hanya 9 dari 34 satuan kerja
pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara yang telah menggunakan media elektronifikasi dalam proses
penggajiannya. Menanggapi hal tersebut, Bank Indonesia telah menginisiasi beberapa kerja sama dengan
pemerintah maupun universitas yaitu Nota Kesepahaman dengan USU pada tahun 2014 mengenai
elektronifikasi di lingkungan kampus serta Nota Kesepahaman dengan Polda Sumut, Pemprovsu dan Ditjen
Perbendaharaan Sumatera Utara mengenai peningkatan implementasi transaksi elektronik di lingkungan
pemerintah terutama dalam penggajian.
Ke depan, elektronifikasi perlu diperluas ke berbagai bentuk transaksi keuangan. Hal ini didasarkan
pada pemahaman pentingnya elektronifikasi dalam mendukung efisiensi ekonomi yang diperlukan agar
ekonomi Sumatera Utara dapat tumbuh lebih cepat lagi.
Riset Akseptabilitas Elektronifikasi di Provinsi Sumatera Utara, penelitian bersama STIM Sukma
Grafik 3.21 Dukungan Masyarakat
terhadap Elektronifikasi
Suplemen 2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
KEUANGAN PEMERINTAH
33
BAB 4 KEUANGAN PEMERINTAH
Memasuki triwulan IV 2015 realisasi belanja Pemerintah Daerah meningkat cukup tajam
sehingga secara keseluruhan tahun tercatat cukup baik. Di sisi lain, kondisi tersebut menunjukkan
bahwa realisasi belanja Pemerintah masih terkonsentrasi di akhir tahun. Realisasi belanja Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara di tahun 2015 mencapai 94,1% dari yang dianggarkan. Sementara untuk APBD 17
(dari 33) Kabupaten/Kota di Sumatera Utara terealisasi 95,7%. Namun, realisasi belanja langsung
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang didalamnya termasuk belanja modal hanya sebesar 86,9% dari
pagunya. Hal ini sejalan dengan sumbangan konsumsi Pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di
triwulan laporan yang masih terbatas.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
34
4.1 Gambaran Umum
Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2013, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan
rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah
dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD). Dalam penyusunannya, keterkaitan antara
kebijakan perencanaan dengan penganggaran oleh
Pemerintah Daerah, serta sinkronisasi dengan
berbagai kebijakan Pemerintah Pusat dalam
perencanaan dan penganggaran negara tentunya
perlu diperhatikan.
Pada triwulan IV-2015, terdapat perubahan anggaran
pendapatan dan belanja Pemerintah Provinsi
(Pemprov) Sumatera Utara, dengan koreksi menurun
baik pada anggaran pendapatan maupun anggaran
belanja. Dengan adanya perubahan APBD tersebut,
anggaran belanja Provinsi Sumatera Utara terealisasi
Rp7,9 triliun atau 94,1%, lebih baik dari pencapaian
tahun 2014 yang sebesar 91,2%. Anggaran belanja
APBD 17 dari 33 Kabupaten/Kota20 di Sumatera Utara
terealisasi 95,7% dari pagunya, dengan Kabupaten
Langkat sebagai Kabupaten dengan realisasi belanja
tertinggi sebesar 117,7% dan Kabupaten Nias Barat
terendah sebesar 65,5%. Sementara itu, sejalan
dengan akselerasi pertumbuhan konsumsi
Pemerintah Pusat, terdapat juga lonjakan realisasi
anggaran belanja APBN, yang mencapai 90,7%
sampai dengan triwulan ini.
Walaupun menunjukkan perbaikan, pencapaian
realisasi belanja baik Pemprov, Pemerintah
Kabupaten/Kota (Pemkab/Pemko), maupun
Pemerintah Pusat (anggaran APBN) di Sumatera
Utara masih belum optimal akibat kendala-kendala
realisasi anggaran di awal 2015 (perubahan
nomenklatur kementerian) maupun di akhir tahun
(perubahan APBD).
4.2 Anggaran Pendapatan dan Realisasi
Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2015
Pada triwulan IV 2015, terdapat perubahan APBD
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. P-APBD
pendapatan Pemprov Sumatera Utara turun Rp222,5
miliar menjadi sebesar Rp8,45 triliun atau lebih
rendah 2,6% dari rencana semula yang sebesar
Rp8,67 triliun. Anggaran pendapatan P-APBD 2015
juga lebih rendah -0,4% (yoy) dari APBD 2014 yang
mencapai Rp8,48 triliun. Penurunan PAD bersumber
dari koreksi pendapatan pajak daerah sebesar -7,8%
dan retribusi daerah -63%. Dengan perubahan
tersebut, pangsa pendapatan Pemprov Sumatera
Utara berubah dari semula Pendapatan Asli Daerah
(PAD) 60,6% dan Pendapatan Transfer 39%, menjadi
masing-masing 54,7% dan 44,9%. Sementara
komponen Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
masih tetap pangsanya 0,4% dari total pendapatan.
Sumber: Biro Keuangan Provsu
Grafik 4.1 Anggaran Pendapatan Pemprov Sumut
Sejalan dengan penurunan pendapatan dimaksud, P-
APBD anggaran belanja Pemprov Sumatera Utara
juga menurun sebesar Rp237 miliar menjadi Rp8,44
triliun atau lebih rendah 1% dari anggaran semula
yang sebesar Rp8,67 triliun, bahkan juga lebih rendah
-1% (yoy) dari APBD 2014 yang sebesar Rp8,52 triliun.
Koreksi penurunan anggaran belanja terbesar
terdapat pada anggaran belanja modal yang
terkoreksi -27,6% dan belanja barang dan jasa
terkoreksi -8,7%. Sementara anggaran belanja yang
meningkat adalah belanja pegawai dan belanja
bansos dan hibah, masing-masing naik 5% dan 52%
dari anggaran semula. Dengan koreksi ke bawah
tersebut, pangsa komponen belanja pegawai menjadi
15,7%, belanja hibah dan bansos 25,2%, belanja
barang dan jasa 13,8%, dan belanja modal 12,1% dari
total anggaran belanja.
Dari P-APBD tersebut, sampai dengan akhir tahun
2015, realisasi belanja Pemprov Sumatera Utara
mencapai 94,1% atau Rp7,9 triliun. Realisasi
tersebut lebih tinggi dibanding realisasi tahun 2014
yang mencapai Rp7,7 triliun atau 91,2% dari
anggaran.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
35
Sumber: Biro Keuangan Provsu
Grafik 4.2 Anggaran Belanja Pemprov Sumut
Realisasi belanja pada tahun 2015 meliputi belanja
tidak langsung sebesar Rp5,88 triliun atau 69,7% dari
anggaran, sementara belanja langsung sebesar
Rp2,05 triliun atau 24,4% dari anggaran. Realisasi
belanja langsung yang di dalamnya terdapat belanja
modal, hanya 86,9% dari pagunya yang sebesar
Rp2,36 triliun. Tidak optimalnya realisasi belanja
modal diperkirakan dipengaruhi oleh lambatnya
persetujuan P-APBD yang baru terlaksana pada akhir
tahun. Penurunan anggaran belanja modal dan
realisasi yang di bawah pagunya, berdampak pada
melambatnya kinerja konsumsi pemerintah pada
triwulan laporan sehingga berbeda dengan polanya,
bahkan dengan angka pertumbuhan yang jauh di
bawah rata-rata historisnya. Ke depan, realisasi
belanja modal perlu dicermati agar lebih optimal,
karena belanja modal yang efektif dapat memberikan
multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi
Sumatera Utara yang lebih tinggi.
4.3 Realisasi Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara Tahun 2015
Realisasi pendapatan pemerintah daerah (Pemda) 17
dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara hingga
triwulan IV 2015 mencapai Rp16,6 triliun atau 96,1%
dari anggaran pendapatan 2015. Realisasi tersebut
secara nominal lebih tinggi dari capaian 2014 yang
tercatat sebesar Rp16,2 triliun. Namun secara
prosentase, realisasi pendapatan ke 17
kabupaten/kota tersebut masih lebih rendah dari
capaian 2014 yang mencapai 108% dari target
anggaran pendapatan (Tabel 4.1).
Peningkatan pendapatan secara nominal terjadi pada
komponen PAD dan Transfer, sementara komponen
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah menurun. Hal
ini menunjukkan perbaikan rasio kemandirian fiskal
Pemda 17 Kabupaten/Kota tersebut, dari 3,3% tahun
2014 menjadi 3,9%, meskipun masih rendah. Rasio
kemandirian fiskal merupakan rasio antara
Pendapatan Asli Daerah dibandingkan dengan Total
Pendapatan. Rendahnya rasio kemandirian fiskal ini
mencerminkan masih besarnya ketergantungan
Pemda Kabupaten/Kota di Sumatera Utara terhadap
dana transfer dari Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Provinsi. Rasio kemandirian fiskal
tertinggi dicatat oleh Kabupaten Deli Serdang sebesar
28,5%, sedangkan terendah adalah Kabupaten
Labuhan Batu Utara sebesar 3,6%. Tingginya rasio
kemandirian Kabupaten Deli Serdang disebabkan
oleh tingginya pendapatan Kabupaten Deli Serdang
yang bersumber dari pajak industri pengolahan yang
banyak terdapat di wilayah tersebut, salah satunya
adalah Kawasan Industri KIM Star di Tanjung
Morawa.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
36
Tabel 4.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Daerah 17 dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
Sumber: DJPK dan BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah
Komposisi realisasi pendapatan tahun 2015 masih
tidak berubah banyak dari periode yang sama tahun
lalu, yaitu 81% ditopang oleh Transfer terutama
berupa dana perimbangan; 8,8% didapat dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta sisanya (10,2%)
berupa Lain-lain Pendapatan yang Sah (Grafik 4.4).
Sumber: DJPK dan BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Pendapatan Pemda
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
Realisasi PAD 17 dari 33 Pemkab/Pemko di
Sumatera Utara pada tahun 2015 mencapai Rp1,4
triliun atau hanya 89% dari targetnya. Realisasi PAD
tertinggi dicapai oleh Pemda Kabupaten Tapanuli
Utara sebesar 137% dari target (Rp98 miliar dari
target Rp71 miliar), sementara terendah dicapai
Pemda Kabupaten Asahan sebesar 46% dari
targetnya (Rp33 miliar dari target Rp71 miliar).
Beberapa kabupaten yang mencatatkan pencapaian
di atas 100% dari target PAD-nya adalah Kabupaten
Labuhan Batu Utara (114%), Kabupaten Langkat
(110%), Tapanuli Selatan (114%), Tapanuli Utara
(137%), Padang Sidempuan (121%) dan Tanjung Balai
(104%).
Pencapaian realisasi PAD tersebut tidak lepas dari
realisasi penerimaan pajak. Secara nominal,
realisasi pajak 17 dari 33 Pemda Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara cenderung naik. Hingga triwulan IV
2015, penerimaan pajak terealisasi Rp640 miliar,
lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu yang
sebesar Rp537 miliar. Penerimaan pajak tersebut
hanya mencapai 85% dari yang ditargetkan pada
tahun 2015, namun lebih tinggi dari capaian 2014
yang hanya tercapai 80% dari target penerimaan
pajak.
Realisasi penerimaan pajak tertinggi secara nominal
diraih oleh Kabupaten Deli Serdang sebesar Rp368
miliar (80% dari target sebesar Rp463 miliar). Namun
secara prosentase, penerimaan pajak tertinggi
dicatat oleh Pemda Kabupaten Tapanuli Selatan
dengan pencapaian 198% dari target (Rp48,2 miliar
dari Rp24,3 miliar yang ditargetkan). Sementara
penerimaan terendah baik secara nominal maupun
dari targetnya dicapai oleh Kabupaten Nias Barat
yang hanya memperoleh Rp 1 miliar (13% dari target
sebesar Rp7,59 miliar).
Pendapatan PADPajak
Daerah Pendapatan PAD
Pajak
daerah Pendapatan PAD
Penerimaan
pajak
1 Kab. Asahan 1.341 71 31 1.244 33 5,69 92,8% 46% 18%
2 Kab. Batu Bara 864 43 22 858 37 27,98 99,3% 86% 129%
3 Kab. Deli Serdang 2.209 631 463 3.255 523 368,96 147,3% 83% 80%
4 Kab. Humbang Hasundutan 747 28 4 745 26 2,52 99,8% 95% 64%
5 Kab. Labuhanbatu Utara 855 30 15 795 35 15,62 93,0% 114% 105%
6 Kab. Langkat 2.020 111 42 1.578 122 42,29 78,1% 110% 100%
7 Kab. Mandailing Natal 1.200 66 19 1.118 48 12,79 93,2% 73% 66%
8 Kab. Nias 511 63 4 561 49 1,39 109,8% 77% 33%
9 Kab. Nias Barat 247 20 8 441 4 1,00 178,3% 22% 13%
10 Kab. Tapanuli Selatan 1.074 98 24 1.023 112 48,24 95,3% 114% 198%
11 Kab. Tapanuli Utara 1.074 71 8 1.093 98 9,39 101,8% 137% 115%
12 Kab. Toba Samosir 854 34 12 789 25 6,70 92,3% 73% 57%
13 Kota Binjai 844 89 28 904 78 30,88 107,1% 88% 111%
14 Kota Padang Sidempuan 773 56 12 758 68 11,47 98,1% 121% 99%
15 Kota Pematang Siantar 887 121 34 940 91 26,10 106,0% 76% 77%
16 Kota Tanjung Balai 503 51 9 580 53 9,26 115,4% 104% 108%
17 Kota Tebing Tinggi 629 67 16 622 60 20,64 98,9% 90% 126%
Total 16.631 1.651 750,71 17.303 1.464 640,93 104,0% 89% 85%
APBD 2015 (Rp miliar) Realisasi 2015 (Rp miliar)
No. Kabupaten/Kota
% Realisasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
37
Tabel 4.2 Realisasi Belanja Pemerintah Daerah 17 dari 33
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
Sumber: DJPK dan BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah
Dari sisi belanja daerah, 17 dari 33 Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara telah membelanjakan Rp17,1 triliun
atau 95,7% dari anggaran belanja 2015. Sebagaimana
pendapatannya, realisasi belanja tersebut secara
nominal juga lebih tinggi dari tahun 2014 yang
tercatat sebesar Rp15,2 triliun. Namun secara
prosentase masih di bawah realisasi 2014 yang
mencapai 97,1% dari plafon. Rendahnya prosentase
realisasi belanja 2015 tidak terlepas dari kondisi
politik terkait pelaksanaan Pilkada serentak dan
terlambatnya persetujuan P-APBD 2015. Komponen
belanja yang terbesar adalah belanja pegawai yang
mencapai Rp9 triliun (52,7% dari anggaran), belanja
modal sebesar Rp3,6 triliun (21,5% dari anggaran),
dan belanja barang dan jasa sebesar Rp2,8 triliun
(16,8% dari anggaran).
Sejalan dengan penerimaan pajaknya, secara nominal
Kabupaten Deli Serdang memiliki realisasi anggaran
belanja tertinggi hingga akhir tahun 2015 sebesar
Rp2,66 triliun (81,8% dari pagu). Sementara itu,
dengan adanya dukungan penerimaan pajak yang
melampaui target, realisasi belanja terbesar secara
pagu dicatat oleh Kabupaten Langkat dengan nilai
sebesar Rp1,9 triliun (117,7% dari pagu). Realisasi
anggaran yang konsisten tinggi baik dari pendapatan
pajak maupun belanja menunjukkan kedisiplinan
Pemkab Langkat dalam menjalankan fungsi dan
tugasnya.
4.4 Rekening Pemerintah Daerah di Bank
Grafik 4.4 Posisi Rekening Pemda di Sumatera Utara
Sebagaimana polanya, posisi simpanan Pemda
(gabungan Pemprov dan 33 Pemkab/Pemko) di
Sumatera Utara yang ditempatkan pada perbankan
pada akhir triwulan IV 2015 menurun tajam -65.9%
(qtq). Simpanan dimaksud menurun dari Rp12,4
triliun menjadi Rp4,2 triliun. Posisi simpanan tersebut
masih lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama
tahun lalu, yakni tumbuh sebesar 32,8% (yoy). (Grafik
4.4). Kenaikan tersebut mencerminkan realisasi
pendapatan yang masih baik ditengah lambatnya
realisasi belanja, dan sejalan dengan realisasi
konsumsi pemerintah yang melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya.
No. Kabupaten/Kota APBD 2015 Realisasi 2015 % Realisasi
1 Kab. Asahan 1.242 1.336 107,6%
2 Kab. Batu Bara 881 897 101,8%
3 Kab. Deli Serdang 3.260 2.668 81,8%
4 Kab. Humbang Hasundutan 754 714 94,7%
5 Kab. Labuhanbatu Utara 804 863 107,3%
6 Kab. Langkat 1.615 1.901 117,7%
7 Kab. Mandailing Natal 1.145 1.224 106,9%
8 Kab. Nias 602 494 82,0%
9 Kab. Nias Barat 485 318 65,5%
10 Kab. Tapanuli Selatan 1.094 1.117 102,1%
11 Kab. Tapanuli Utara 1.224 1.096 89,5%
12 Kab. Toba Samosir 806 835 103,6%
13 Kota Binjai 942 885 94,0%
14 Kota Padang Sidempuan 782 773 98,8%
15 Kota Pematang Siantar 1.006 855 85,0%
16 Kota Tanjung Balai 609 554 91,0%
17 Kota Tebing Tinggi 651 612,96 94,1%
Total Pemkab 17.903 17.142 95,7%
Miliar Rp
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
38
4.5. Realisasi Belanja APBN di Sumatera Utara tahun 2015
Tabel 4.3 Realisasi Belanja APBN Sumatera Utara
Sumber: Ditjen Pembendaharaan Provinsi Sumatera Utara
Anggaran belanja APBN di Provinsi Sumatera Utara
tahun 2015 mencapai Rp21,4 triliun, meningkat
31,6% (yoy) dibandingkan tahun 2014 yang sebesar
Rp16,26 triliun. Dari Rp21,4 triliun tersebut,
terealisasi 90,7% atau Rp18,99 triliun sampai dengan
akhir tahun 2015. Capaian tersebut lebih tinggi dari
tahun 2014 yang tercatat hanya mencapai 89,5%
atau Rp14,5 triliun. Kondisi ini seiring dengan
akselerasi pertumbuhan Konsumsi Pemerintah pada
Produk Domestik Bruto Indonesia. Belum
maksimalnya realisasi anggaran belanja
APBN tahun 2015 tidak lepas dari berbagai kendala,
terutama adanya perubahan nomenklatur di
beberapa kementerian dan proses pengadaan/
pelelangan yang memerlukan waktu.
Berdasarkan jenis belanja, realisasi belanja APBN
tertinggi pada tahun 2015 adalah realisasi belanja
pegawai sebesar 33,1% atau Rp7,09 triliun, diikuti
oleh realisasi belanja modal 29,8% (Rp6,38 triliun),
belanja barang 23,8% (Rp5,08 triliun), dan bantuan
sosial 3,45 (Rp 732 miliar). Belanja pegawai
digunakan untuk membiayai gaji pegawai
Kementerian atau instansi Pemerintah Pusat yang
berada di Sumatera Utara, sedangkan belanja modal
digunakan untuk membiayai proyek-proyek
infrastruktur strategis yang dicanangkan oleh
Pemerintah Pusat.
Pola realisasi belanja APBN dari triwulan ke triwulan
relatif sama dengan tahun 2014, rendah di awal
tahun dan meningkat sampai ke akhir tahun. Hal ini
karena realisasi belanja (khususnya belanja modal)
APBN mayoritas memerlukan proses pengadaan
dengan termin penyelesaian secara bertahap dan
selesai di akhir tahun. Realisasi belanja modal
meningkat signifikan dari tahun 2014 sebesar 3,05
triliun menjadi Rp6,38 triliun. Hal ini mencerminkan
komitmen Pemerintah Pusat untuk memperbaiki
infrastruktur terutama untuk transportasi.
Berdasarkan fungsinya, realisasi belanja APBN
tertinggi pada tahun 2015 dicapai oleh fungsi
pertahanan dan keamanan yang mencapai 98,2% dari
pagunya, dengan yang terendah adalah fungsi
pariwisata dan budaya yang hanya mencapai 79,1%
dari pagunya. Namun secara nominal, realisasi
terbesar pada fungsi ekonomi dan pendidikan
Miliar Rp
Anggaran Realisasi % Realisasi Anggaran Realisasi % Realisasi
I Berdasarkan Jenis Belanja
1. Belanja Pegawai 5.957 5.678 34,9% 7.102 7.090 33,1%
2. Belanja Barang 4.977 4.428 27,2% 5.888 5.088 23,8%
3. Belanja Modal 3.848 3.050 18,8% 7.637 6.382 29,8%
4. Belanja Bantuan Sosial 1.481 1.406 8,6% 774 732 3,4%
II Berdasarkan Fungsi
1. Pelayanan Umum 4.438 4.086 28,1% 3.650 3.428 16,4%
2. Pertahanan 1.412 1.384 8,5% 2.023 1.934 9,2%
3. Ketertiban dan Keamanan 1.048 1.019 6,3% 1.460 1.433 6,8%
4. Ekonomi 3.415 2.689 16,5% 7.760 6.720 32,1%
5. Lingkungan Hidup 319 262 1,6% 373 320 1,5%
6. Perumahan dan Fasilitas Umum 970 941 5,8% 496 473 2,3%
7. Kesehatan 242 192 1,2% 850 696 3,3%
8. Pariwisata dan Budaya 9 9 0,1% 50 40 0,2%
9. Agama 227 218 1,3% 260 211 1,0%
10. Pendidikan 4.145 3.726 22,9% 3.943 3.668 17,5%
11. Perlindungan Sosial 39 38 0,2% 73 70 0,3%
No UraianTahun Anggaran 2014 Tahun Anggaran 2015
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
39
masing-masing sebesar Rp6,7 triliun (32,1% dari total
anggaran) dan Rp3,6 triliun (17,5% dari total
anggaran). Komitmen Pemerintah Pusat untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumatera
Utara melalui peningkatan mutu pendidikan dan
pelayanan umum dibuktikan dengan besarnya alokasi
anggaran untuk kedua sektor tersebut.
4.6. APBD Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
tahun 2016
Pada APBD 2016, target pendapatan Pemerintah
Provinsi Sumatera Utara meningkat sebesar 18%
dibandingkan P-APBD 2015. Pendapatan Asli Daerah
(PAD) naik tipis 0,1%, sementara Lain-lain
Pendapatan yang Sah justru turun -0,4%. Namun
terjadi peningkatan yang signifikan pada pendapatan
Transfer, yang meningkat 116% dibandingkan tahun
2015.
Selain penerimaan pajak yang menurun -0,3%,
seluruh komponen PAD lainnya meningkat, masing-
masing Retribusi Daerah naik 2,7%, Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan naik 2,3%, dan
Lain-lain PAD yang Sah naik 7,8%. Sementara itu,
kenaikan Transfer terutama disumbang oleh
kenaikan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
yang meningkat 97,1% menjadi Rp3,03 triliun dari
sebelumnya sebesar Rp1,54 triliun pada tahun 2015.
Berdasarkan pangsanya, pada tahun 2016 PAD
masih merupakan sumber pendapatan utama
Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara,
meskipun kecenderungannya menurun. Pangsa PAD
terhadap total pendapatan hanya mencapai 46,4%,
menurun dibandingkan tahun 2015 yang sebesar
54,7%. Sementara pangsa pendapatan Transfer
terhadap total pendapatan meningkat menjadi
sebesar 53,2%, dari sebelumnya sebesar 44,9% pada
tahun 2015. Peningkatan pendapatan Transfer
terutama terjadi pada dana penyesuaian dan
otonomi khusus berupa bantuan operasional sekolah
(dana BOS) negeri, swasta maupun madrasah aliyah
di Sumatera Utara. Hal ini mencerminkan komitmen
Pemerintah Pusat untuk meningkatkan pemerataan
kesempatan pendidikan dan kualitas SDM di
Sumatera Utara.
Tabel 4.4 Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemprovsu
Tahun 2016
Sumber: DJPK dan BAKK Provinsi Sumatera Utara, diolah
Anggaran belanja TA 2016 Pemprov Sumatera Utara
tercatat sebesar Rp9,95 triliun, naik 17,9% (yoy)
dibanding P-APBD TA 2015 yang sebesar Rp8,44
triliun. Angka kenaikan tersebut jauh lebih tinggi
dibanding kenaikan pada APBD 2015 terhadap APBD
2014 yang hanya sebesar 1,8% (yoy). Komponen yang
mengalami kenaikan adalah belanja pegawai (naik
16,8%), belanja modal (naik 21,5%), belanja barang
dan jasa (naik 26,1%), dan hibah (naik 41,8%).
Peningkatan anggaran belanja barang dan jasa telah
memperhitungkan penganggaran upah tenaga kerja
dan tenaga lainnya yang terkait dengan jasa
pemeliharaan atau jasa konsultansi baik yang
dilakukan secara swakelola maupun dengan pihak
ketiga. Dalam menetapkan jumlah anggaran untuk
belanja barang habis pakai, Pemda di Sumatera Utara
juga telah menyesuaikan kebutuhan riil setelah
mengurangi sisa persediaan barang TA 2015 lalu.
Peningkatan belanja modal juga sejalan dengan
program pemerintahan yang memfokuskan pada
pembangunan infrastruktur yang berpotensi
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Sumatera
Utara di masa yang akan datang.
Uraian 2015 2016%
Perubahan
1 Pendapatan 8.452 9.974 18,0%
1.1 PAD 4.624 4.630 0,1%
1.1.1 Pajak daerah 4.181 4.169 -0,3%
1.1.2 Retribusi daerah 31 32 2,7%
1.1.3 Hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan 256 262 2,3%
1.1.4 Lain-lain PAD yang sah 156 168 7,8%
1.2 Transfer 3.794 5.309 40,0%
1.2.1 DAPER 1.713 2.273 32,7%
1.2.1.1 DBH 487 516 6,0%
1.2.1.2 DAU 1.139 1.605 40,8%
1.2.1.3 DAK 87 152 75,5%
1.2.2 Otsus dan Penyesuaian 2.081 3.037 45,9%
1.3 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 35 34 -2,5%
1.3.1 Transfer antar Pemda/Pusat -
1.3.2 Dana Darurat
1.3.3 Hibah 35 34 -2,5%
2 Belanja 8.443 9.951 17,9%
2.1 Belanja Pegawai 1.324 1.547 16,8%
2.2 Belanja Barang & Jasa 1.168 1.473 26,1%
2.3 Belanja Modal 1.023 1.243 21,5%
2.4 Belanja Bansos dan Hibah 2.589 5.680 119,4%
2.5 Transfer 2.331 -100,0%
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
40
4.7. APBN di Sumatera Utara tahun 2016
Target belanja APBN di Sumatera Utara pada tahun
2016 menurun dibandingkan tahun 2015 (Grafik
4.5). Target belanja tahun 2016 sebesar Rp19,04
triliun atau menurun -11% (yoy).
Penurunan belanja APBN di Sumatera Utara pada
tahun 2016 terjadi pada pangsa belanja modal yang
menurun dari 35,7% menjadi 31,8% dan belanja
bantuan sosial dari 3,6% menjadi 0,3% dari total
anggaran. Sementara itu untuk komponen dengan
peningkatan pangsa tertinggi terjadi pada belanja
pegawai (naik menjadi 37,1%), diikuti oleh belanja
barang (naik menjadi 30,7%).
Sumber: Dirjen Perbendaharaan Sumatera Utara
Grafik 4.5 Pangsa Anggaran Belanja APBN Sumatera
Utara 2016 Menurut Jenis Belanja
Berdasarkan fungsi, anggaran terbesar masih
dialokasikan pada fungsi ekonomi (36%), diikuti oleh
fungsi pendidikan (19%), serta ketertiban dan
keamanan (14%). Sedangkan alokasi anggaran
belanja terendah ada pada fungsi pariwisata dan
budaya (0,02%). Alokasi anggaran terbesar pada
fungsi ekonomi sejalan dengan program Pemerintah
yang fokus pada pengembangan infrastruktur,
penguatan sumber daya manusia, dan ketahanan
pangan.
Sumber: Dirjen Perbendaharaan Sumatera Utara
Grafik 4.6 Pangsa Anggaran Belanja APBN Sumatera
Utara 2016 Menurut Fungsi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
41
BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
Indikasi perbaikan ekonomi Sumatera Utara belum tercermin pada kondisi ketenagakerjaaan
dan kesejahteraan masyarakat. Ekspektasi ketersediaan lapangan kerja pada triwulan laporan masih
menurun. Namun demikian, perbaikan ekonomi tersebut terlihat pada ekspektasi ketersediaan lapangan
kerja yang membaik pada periode mendatang. Sementara itu, tingkat kesejahteraan masyarakat juga
belum mengindikasikan perbaikan. Nilai Tukar Petani (NTP) masih tertekan sehingga menahan perbaikan
daya beli masyarakat. Kemiskinan meningkat terutama di masyarakat pedesaan. Kondisi tersebut
tercermin pada Indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan yang memburuk.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
42
5.1 Ketenagakerjaan
Kondisi perekonomian yang mengindikasikan
adanya perbaikan belum tercermin pada
membaiknya ketersediaan lapangan kerja. Survei
Konsumen yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi
Sumut memperlihatkan pesimisme ketersediaan
lapangan usaha. Kondisi tersebut tercermin dari
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini yang
kembali menurun (Grafik 5.1).
Namun demikian, ekspektasi ketersediaan
lapangan kerja menunjukkan perbaikan yang
siginifikan meski masih pada level pesimis. Hal ini
diperkirakan sejalan dengan indikasi perbaikan
ekonomi yang masih berlangsung. Ekspektasi
tersebut diperkirakan akan terus membaik seiring
dengan semakin kuatnya perbaikan ekonomi
Sumatera Utara. Kondisi tersebut diharapkan
tercermin pada Keadaan Ketenagakerjaan yang
akan dipublikasikan oleh BPS pada Februari 2016.
Dapat ditambahkan bahwa jumlah penduduk yang
bekerja pada Agustus 2015 mengalami
peningkatan dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya.
Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Sumut
Grafik 5.1 Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja
Sementara itu, Indikator Jumlah Karyawan Total
berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) yang dilakukan oleh KPw BI Provinsi
Sumut pada triwulan IV 2015 menunjukkan
sedikit penurunan dan diekspektasikan semakin
membaik pada periode selanjutnya. Penurunan
jumlah karyawan total dari sisi pelaku usaha
terjadi sebagai salah satu bentuk efisiensi biaya
operasional akibat kondisi ekonomi yang belum
pulih sepenuhnya. Sebagai provinsi yang banyak
mengandalkan ekspor komoditas, kondisi
ekonomi yang belum pulih terkait dengan masih
rendahnya harga komoditas internasional serta
permintaan yang relatif menurun. Kategori
dengan penurunan jumlah tenaga kerja terdalam
adalah kategori pertanian dan industri
pengolahan.
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, KPw BI Sumut
Grafik 5.2 Indikator Jumlah Karyawan Total
Belum kuatnya sinyal perbaikan harga komoditas
serta permintaan tidak menyurutkan perbaikan
persepsi konsumen terhadap ketersediaan
lapangan kerja di periode mendatang, meski
masih berada dalam level pesimis. Hal serupa juga
terjadi dari sudut pandang pelaku usaha yang
turut berkeyakinan bahwa akan terdapat kenaikan
jumlah karyawan pada periode mendatang.
Berlanjutnya realisasi mega proyek infrastruktur
pemerintah serta indikasi penguatan
perekonomian domestik menjadi pemicu
meningkatnya keyakinan konsumen maupun
pelaku usaha akan kondisi ketenagakerjaan.
5.2 Kesejahteraan
5.2.1 Tingkat Penghasilan Masyarakat
Seiring dengan kondisi nasional, jumlah penduduk
miskin di Sumatera Utara mengalami kenaikan jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jumlah
penduduk miskin di Sumatera Utara mencapai 1,5
juta jiwa atau 10,8% dari total penduduk. Jumlah
ini meningkat secara signifikan bila dibandingkan
dengan tahun 2014 yang hanya mencapai 1,4 juta
jiwa atau 9,9% dari total penduduk.
Dalam waktu 6 bulan, jumlah penduduk miskin di
Sumatera Utara mengalami peningkatan 44.000
jiwa penduduk miskin. Peningkatan jumlah
penduduk miskin ini terjadi terkait menurunnya
tingkat pendapatan meski daya beli relatif terjaga.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
43
Sumber: BPS
Grafik 5.3 Penduduk Miskin di Sumatera Utara
Secara spasial, Sumut masuk ke dalam 5 besar
provinsi dengan penambahan persentase
penduduk miskin terbesar di Indonesia, bersama
dengan Provinsi Riau, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Tenggara, dan Maluku. Secara nasional,
Sumatera Utara masih menduduki peringkat 17
nasional berasarkan urutan jumlah persentase
penduduk miskin terbesar. Tingkat kemiskinan
yang semakin melebar ini tidak lepas dari
karakteristik Sumatera Utara yang memang sangat
menggantungkan aktivitas ekonominya pada
perkebunan. Tahun 2015 memang memberikan
pukulan yang cukup berat akibat perkembangan
harga dan permintaan yang kurang
menggembirakan seperti yang telah dijelaskan
pada bab 1.
Sumber: BPS
Grafik 5.4 Persentase Penduduk Miskin Provinsi se-Sumatera dan DKI Jakarta
Peningkatan persentase dan jumlah penduduk
miskin diiringi oleh peningkatan Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2). Hal ini
mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran
penduduk miskin cenderung semakin menjauhi
garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran
antar penduduk miskin juga semakin tinggi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
penduduk miskin di Sumatera Utara semakin
miskin.
Sumber: BPS
Grafik 5.5 Indeks Kedalaman & Keparahan Kemiskinan di Sumatera Utara
Sumber: BPS
Grafik 5.6 Penduduk Miskin di Desa dan Kota di Sumut
Selama periode September 2014 s.d. September
2015, persentase kemiskinan meningkat tajam di
pedesaan. Penduduk miskin di daerah perdesaan
di Sumatera Utara bertambah 87.280 orang
menjadi 11,06% dari total penduduk desa.
Sementara itu, penduduk miskin di daerah
perkotaan bertambah 60.290 orang menjadi
10,51% dari total penduduk kota (Grafik 5.8).
Secara historis, persentase penduduk miskin di
desa memang selalu lebih tinggi dibandingkan di
kota. Meskipun telah mengalami penurunan yang
signifikan sejak beberapa tahun terakhir, namun
tingkat kemiskinan di desa kembali meningkat
signifikan pada September 2015.
Meningkatnya kemiskinan di pedesaan diduga
karena daya beli masyarakat desa yang masih
terbatas. Hal tersebut tercermin dari Nilai Tukar
Petani yang masih berada di bawah 10021, jauh
lebih rendah bila dibandingkan tahun 2014 (Grafik
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
44
5.9). Hal ini terjadi baik untuk tanaman pangan,
perkebunan, maupun hortikultura. Hal tersebut
terutama dipengaruhi normalisasi harga
komoditas yang berjalan lambat.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 5.7 Nilai Tukar Petani
Meningkatnya tingkat kemiskinan ini juga
tercermin dari penurunan ekspektasi
penghasilan masyarakat hingga akhir 2015. Hal
ini tercermin dari Indeks Penghasilan Konsumen
yang menurun dari 117,0 menjadi 97,3. Ekspektasi
ke depan diperkirakan meningkat tercermin dari
naiknya indeks tersebut di angka 135,6 (grafik
5.8). Kenaikan ekspektasi penghasilan tersebut
diduga dipengaruhi akan membaiknya daya beli
masyarakat akibat terjaganya ekspektasi terkait
tidak adanya kenaikan harga BBM bersubsidi.
Selain itu, ekspektasi akan mulai membaiknya
perekonomian turut meningkatnya persepsi
masyarakat akan pendapatan triwulan
mendatang.
Upah Minimum Provinsi (UMP) Provinsi Sumatera
Utara yang meningkat 11,5% dibandingkan tahun
2015 atau menjadi Rp1.811.875 berdasarkan
berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor
188.44/544/KPTS/2015 per 9 November 2015
turut mendorong peningkatan ekspektasi
pendapatan ini.
Sumber: Survei Konsumen, KPw BI Sumut
Grafik 5.8 Indeks Penghasilan Konsumen
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI
45
BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN
REKOMENDASI
Indikasi perbaikan perekonomian Sumatera Utara semakin terlihat di triwulan I 2016.
Pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat dibanding triwulan IV 2015 dengan tingkat inflasi yang
masih terjaga. Perbaikan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan ditopang oleh permintaan domestik.
Konsumsi rumah tangga dan investasi diperkirakan membaik sejalan dengan terjaganya daya beli dan
realisasi proyek infrastruktur Pemerintah. Sementara itu, perbaikan ekspor diperkirakan masih terbatas
seiring dengan penyesuaian harga serta permintaan global yang masih cenderung stagnan. Di sisi sektoral,
perbaikan ekonomi terlihat di kategori Pertanian, kategori perdagangan, dan kategori konstruksi,
sementara kategori industri pengolahan relatif stabil terkait kondisi ekonomi global tersebut. Sementara
itu, tekanan inflasi masih relatif terjaga, dengan kenaikan inflasi pada kelompok volatile foods. Secara
keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya. Sejalan dengan kondisi tersebut, tingkat inflasi juga meningkat.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI
46
6.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Triwulan I 2016 perekonomian Sumatera Utara
ditengarai membaik, berada di kisaran 5,2%-5,6%
(yoy) yang ditopang oleh membaiknya permintaan
domestik, sementara perbaikan di sisi eksternal
diperkirakan masih terbatas. Kegiatan ekonomi yang
lebih baik juga terkait dengan minimalnya dampak
bencana erupsi Gunung Sinabung yang sempat
terjadi di 2014 dan 2015.
Dari sisi domestik, kegiatan investasi diperkirakan
membaik sejalan dengan komitmen Pemerintah
untuk membangun infrastruktur meski belum
dibarengi oleh investasi swasta yang signifikan.
Sementara kegiatan konsumsi diperkirakan membaik
terbatas seiring dengan membaiknya daya beli
masyrakat.
Dari sisi belanja pemerintah, kegiatan investasi
diperkirakan akan didorong berlanjutnya realisasi
beberapa proyek infrastruktur besar seperti
revitalisasi Pelabuhan Belawan, pengembangan
Pelabuhan Kuala Tanjung serta pembangunan jalan
tol termasuk jalan lintas Sumatera. Namun, realisasi
belanja pemerintah daerah diperkirakan belum
optimal, tidak jauh berbeda dengan pola-pola awal
tahun sebelumnya. Hal tersebut terkait dengan
kondisi politik yang belum stabil, yang juga
mendorong pelaku usaha cenderung wait and see
untuk melakukan kegiatan investasi.
Indikasi investasi yang masih terbatas terlihat dari
kapasitas utilisasi yang mengalami penurunan
merespon melemahnya permintaan dan menurunnya
pasokan bahan baku22. Program kepatuhan pajak
yang belum mendapatkan respons yang cukup positif
dari swasta pada 2015 lalu diperkirakan masih
menahan investasi bangunan pada triwulan
mendatang.
Sementara dari sisi konsumsi, optimisnya konsumen
dalam merealisasikan aktivitas konsumsinya
tercermin dari Indeks Ekspektasi Konsumen (Grafik
6.1) yang menunjukan perbaikan. Kondisi tersebut
juga terlihat dari membaiknya ekspektasi penjualan 6
bulan ke depan. Membaiknya konsumsi masyarakat
tersebut diperkirakan terkait dengan kelas menengah
Liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sumatera Utara
dan adanya pola musiman terkait pelaksanaan tahun
baru, imlek serta beberapa HBKN.
Grafik 6.1 Survei Konsumen
Di sisi eksternal, kinerja ekspor khususnya ekspor luar
negeri diperkirakan masih terbatas terkait dengan
kondisi ekonomi global yang masih mengalami
penyesuaian. Berlanjutnya penyesuaian
perekonomian dari sisi eksternal tidak lepas dari
masih berlangsungnya kemerosotan harga komoditas
dan permintaan dunia yang cenderung stagnan, yang
tercermin dari aktivitas manufaktur negara mitra
dagang yang kembali stagnan. Selain itu, harga
produk substitusi yang mayoritas berbahan baku
minyak dunia juga kembali rendah sehingga
menurunkan daya saing produk unggulan, termasuk
kelapa sawit.
Tabel 6.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan
Komoditas Harga Triwulan IV
2015 (%, yoy)
Harga Triwulan I 2016
(%, yoy)
Kelapa Sawit -21 -12
Karet 2 -3
Kopi -29 -29
Sumber: IMF
Stagnasi permintaan diperkirakan masih berlanjut
seiring dengan terbatasnya geliat industri manufaktur
negara mitra dagang utama yang tercermin dari
Purchasing Manager Index (PMI) yang masih
menunjukkan penurunan hingga akhir triwulan IV
2015. Permasalahan banjirnya persediaan juga masih
berlanjut sehingga kembali menekan harga
komoditas. Adanya kebijakan pemerintah Columbia
untuk mengizinkan ekspor kopi kualitas rendah
berdampak pada pasokan kopi murah yang
membanjiri pasar internasional. Baniirnya pasokan
kopi di pasar global juga didorong oleh masih
tingginya produksi. Kondisi serupa juga terjadi pada
komoditas kelapa sawit dan karet.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI
47
Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja
perekonomian terutama disokong oleh membaiknya
kinerja kategori Pertanian kategori Perdagangan
Besar dan Eceran, serta kategori Konstruksi.
Sementara itu, kinerja kategori industri pengolahan
diperkirakan menahan optimalnya perbaikan
perekonomian pada periode mendatang.
Mulai masuknya masa panen tanaman bahan
makanan yang biasanya terjadi pada triwulan I
diperkirakan menjadi faktor utama membaiknya
kinerja kategori Pertanian pada periode mendatang.
Cukup kondusifnya periode tanam yang ditandai
dengan cuaca yang memadai, sarana pendukung
pertanian yang memadai, serta penyaluran pupuk
yang meningkat diharapkan mampu mendorong
peningkatan produksi pangan yang lebih baik dari
tahun lalu. Sementara itu, kinerja subsektor tanaman
perkebunan diperkirakan belum memberikan
kontribusi yang signifikan akibat tingginya risiko
berlanjutnya perlemahan harga komoditas.
Peningkatan aktivitas konsumsi swasta pada periode
mendatang turut mendorong kinerja kategori
perdagangan besar dan eceran (PBE). Hal ini juga
tercermin dari persepsi pedagang akan adanya
peningkatan penjualan23 pada triwulan mendatang
(Grafik 6.2). Adanya beberapa pola musiman seperti
perayaan tahun baru serta beberapa HBKN.
Grafik 6.2 Indeks Perkiraan Penjualan
Seiring dengan belum cukup kuatnya sinyal perbaikan
harga komoditas, kinerja industri pengolahan juga
diperkirakan turut tertekan. Dapat ditambahkan
bahwa industri pengolahan di Sumatera Utara
sebagian besar terkait dengan pengolahan CPO dan
Survey Penjualan Eceran Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sumatera Utara
karet yang merupakan produk utama ekspor
Sumatera Utara. Sehingga, pergerakan harga
komoditas tersebut banyak memengaruhi kinerja
industri pengolahan.
Adanya perbaikan harga komoditas seperti yang
sudah diperkirakan oleh beberapa institusi global
memang terjadi pada pada awal tahun. Namun,
masih tingginya faktor risiko sehingga perkiraan
perbaikan harga masih belum cukup kuat.
Berlanjutnya pembangunan beberapa mega proyek
infrastruktur pemerintah maupun swasta seperti
pembangunan Jalan Tol Mebidangro, revitalisasi
Pelabuhan Belawan, pembangunan Terminal
Multipurpose Pelabuhan Kuala Tanjung serta
beberapa investasi lain diperkirakan menjadi
pendorong meningkatkan kinerja konstruksi. Namun
demikian, kegiatan investasi swasta diperkirakan
masih tertahan terkait dengan kondisi politik yang
belum pulih dan kondisi perpajakan yang belum
direspon secara baik oleh pelaku usaha. Diharapkan,
amnesti pajak mampu mendorong realisasi investasi
swasta yang lebih baik dibandingkan dengan tahun
2015.
Di kategori Industri Pengolahan, masih melimpahnya
pasokan di pasaran, kembali turunnya harga minyak
mentah sebagai produk subtitusi, menurunnya
pasokan bahan baku, serta aktivitas manufaktur
negara mitra dagang utama seperti Tiongkok,
Amerika, Jepang, dan India yang justru mengalami
penurunan ditengarai menjadi penahan yang cukup
signifikan. Masih berlangsungnya isu Black Campign
CPO yang menyeruak di dataran Eropa selaku salah
satu daerah tujuan utama ekspor juga menahan
kinerja dari sisi permintaan. Langkah anti CPO juga
semakin kuat dengan dikeluarkannya rancangan
amandemen Undang-Undang NO. 367 tentang
Keanekargaaman Hayati Prancis yang mengatur pajak
progresif kelapa sawit yang mulai berlaku 2017.
Meskipun demikian, adanya sistem kontrak penjualan
mampu menahan koreksi kinerja Industri Pengolahan
yang lebih dalam. Pemerintah juga telah mengambil
langkah kuratif dengan adanya pengurangan tarif gas
industri yang pada awalnya diusung sebagai tarif gas
termahal di dunia. Hal ini diharapkan menjadi insentif
bagi industri dalam efisiensi biaya produksi.
Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera
Utara pada tahun 2016 diperkirakan membaik pada
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI
48
kisaran 5,1%-5,5% yang disebabkan oleh perbaikan
permintaan domestik yang semakin semakin solid
serta kinerja net ekspor yang semakin membaik
khususnya memasuki semester II 2016. Konsumsi
rumah tangga yang kuat masih menjadi penyumbang
utama akselerasi perekonomian pada periode
mendatang.
Tingginya intensi pemerintah pada kualitas
infrastruktur yang memadai juga memberikan sinyal
kokohnya permintaan domestik dari sisi investasi.
Reformasi birokrasi yang terus diupayakan oleh
pemerintah juga mampu meningkatkan iklim
investasi yang lebih kondusif oleh pihak swasta.
Pembiayaan yang memadai juga menunjang realisasi
investasi pada periode mendatang.
Optimisme akan adanya perbaikan kinerja net ekspor
tidak lepas dari perkiraan akan mulai membaiknya
harga komoditas internasional terutama memasuki
semester kedua tahun 2016.
6.2 Prospek Inflasi
Seiring dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi
Sumatera Utara, daya beli masyarakat yang membaik
diperkirakan akan mendorong kenaikan permintaan
akan barang dan jasa. Sementara itu, pasokan barang
khususnya bahan pangan diperkirakan masih
memadai. Tekanan inflasi dari penyesuaian harga
komoditas yang diatur Pemerintah juga relatif
terkendali. Dengan kondisi tersebut, inflasi pada
triwulan mendatang diperkirakan masih berada
dalam kisaran sasaran inflasi yang ditetapkan, yaitu
4±1%.
Sesuai pola musimannya, pasokan tanaman pangan
diperkirakan melimpah khususnya pada triwulan I
2016. Produksi padi diperkirakan cukup baik dan
meningkat dibanding tahun sebelumnya. Target
produksi padi Sumatera Utara tahun 2016 mencapai
4,6 juta ton. Prognosa panen padi pada triwulan
mendatang diperkirakan mencapai 228.710 hektare
dengan produksi 1.183.519 juta ton24.
Beberapa komoditas masih memberikan risiko
tekanan inflasi. Risiko tekanan inflasi kelompok
volatile foods pada triwulan I 2016 diperkirakan
terkait dengan kenaikan harga daging ayam ras.
Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara
Mulai langkanya kondisi pasokan daging ayam ras
akibat adanya pengafkiran parent stok pada
September lalu berakibat pada menurunnya ayam
siap potong pada awal periode laporan.
Melambungnya harga pakan ayam turut turut
berkontribusi dalam peningkatan harga daging ayam
ras. Hal ini telah disikapi dengan langkah preventif
melalui monitoring ketersediaan yang ketat oleh TPID
setempat.
Sumber: BMKG Provinsi Sumatera Utara
Gambar 6.1 Perkiraan Sifat Curah Hujan Januari 2016
Sumber: BMKG Provinsi Sumatera Utara
Gambar 6.2 Perkiraan Sifat Curah Hujan Februari 2016
Sumber: BMKG Provinsi Sumatera Utara
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI
49
Gambar 6.3 Perkiraan Sifat Curah Hujan Maret 2016
Sementara itu, inflasi inti diperkirakan kembali
tertekan meski risiko eksternal terkait nilai tukar
mulai mereda. Peningkatan tekanan inflasi ini terjadi
akibat peningkatan ekspektasi inflasi baik di level
konsumen maupun pedagang. Dengan demikian,
langkah aktif terus dilakukan untuk mengelola
ekspektasi agar inflasi berada pada level yang stabil
dan rendah.
Grafik 6.3 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap
Perubahan Harga
Tekanan inflasi kelompok Administered Prices
diperkirakan kembali menurun seiring dengan adanya
kebijakan pemerintah untuk menurunkan beberapa
harga komoditas dalam kelompok ini seperti BBM
dan LPG 12 kg.
Secara keseluruhan tahun, inflasi tahun 2016
diperkirakan meningkat dibandingkan dengan tahun
2015 namun masih berada pada kisaran 4±1%.
Meningkatnya tekanan inflasi ini terutama
disebabkan oleh meningkatnya tekanan inflasi
kelompok Administred Prices yang lebih disebabkan
oleh faktor baseline akibat perubahan skema subsidi
BBM pada tahun 2014. Masih rendahnya risiko
kenaikan harga BBM menyusul masih cukup
rendahnya harga minyak mentah di pasar global
meningkatkan keyakinan akan kembali tercapainya
inflasi pada sasaran yang telah ditetapkan. Produksi
minyak yang terus digenjot meski pasokan sudah
cukup melimpah menyebabkan risiko kenaikan harga
yang relatif minim.
Koordinasi pengendalian inflasi antara Bank
Indonesia dengan Pemerintah melalui forum
TPI/TPID yang telah berjalan dengan baik dan terus
ditingkatkan diperkirakan akan dapat menjaga
stabilitas inflasi.
6.3 Rekomendasi kepada Pemerintah Daerah
Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian yang terus menunjukkan pemulihan
masih dibayangi oleh beberapa faktor risiko terutama
dari sisi eksternal yang belum menunjukkan
perbaikan secara fundamental. Dengan demikian,
diperlukan penguatan perekonomian dari sisi
domestik yang dapat didorong oleh Pemerintah
Daerah. Beberapa langkah dan rekomendasi di
antaranya adalah:
a. Mendorong realisasi APBD tepat waktu.
b. Melakukan percepatan finalisasi RTRW
berkoordinasi dengan stakeholders terkait.
c. Mendorong berbagai kegiatan MICE dalam rangka
penguatan permintaan domestik melalui aktivitas
konsumsi seperti event pariwisata melalui media
pemasaran yang massive dan terpusat serta
penciptaan budaya masyarakat pariwisata.
d. Menciptakan persepsi positif terhadap iklim
investasi di Sumatera Utara kepada investor dan
masyarakat luas melalui publikasi perkembangan
kemajuan pembangunan infrastruktur melalui
media komunikasi yang lebih luas dan terpusat
dengan kredibilitas informasi yang lebih tinggi
(Regional Investor Relation Unit/RIRU).
Pengendalian Inflasi
Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk
pengendalian inflasi terkendali, diantaranya:
a. Meningkatkan koordinasi TPID dalam
mengendalikan fluktuasi harga komoditas pangan
yang bergejolak.
b. Melanjutkan program peningkatan produksi
pangan maupun diversifikasi konsumsi
masyarakat melalui komunikasi yang lebih
intensif.
c. Melakukan percepatan pembangunan
infrastruktur perhubungan untuk mendukung
kelancaran distribusi barang. Hal tersebut dapat
dilakukan melalui kemudahan perizinan,
pengadaan lahan maupun penguatan komunikasi
dengan masyarakat. Hal ini juga penting untuk
meningkatkan perdagangan antar wilayah.
d. Mendukung peningkatan kapabilitas UMKM yang
bergerak dalam industri pangan untuk meredam
fluktuasi harga akibat panen.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI
50
e. Sosialisasi yang lebih intensif mengenai program
sertifikasi lahan pertanian dan skema pembiayaan
petani untuk meningkatkan akses pembiayaan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
LAMPIRAN
51
LAMPIRAN
STRUKTUR APBD PEMERINTAH DAERAH DI SUMATERA UTARA
Uraian 2015 2016
1 Pendapatan 8.452 9.974
1.1 PAD 4.624 4.630
1.1.1 Pajak daerah 4.181 4.169
1.1.2 Retribusi daerah 31 32
1.1.3 Hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan 256 262
1.1.4 Lain-lain PAD yang sah 156 168
1.2 Transfer 3.794 5.309
1.2.1 DAPER 1.713 2.273
1.2.1.1 DBH 487 516
1.2.1.2 DAU 1.139 1.605
1.2.1.3 DAK 87 152
1.2.2 Otsus dan Penyesuaian 2.081 3.037
1.3 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 35 34
1.3.1 Transfer antar Pemda/Pusat -
1.3.2 Dana Darurat
1.3.3 Hibah 35 34
2 Belanja 8.443 9.951
2.1 Belanja Pegawai 1.324 1.547
2.2 Belanja Barang & Jasa 1.168 1.473
2.3 Belanja Modal 1.023 1.243
2.4 Belanja Bansos dan Hibah 2.589 5.680
2.5 Transfer 2.331
2.6 Belanja Lainnya 8 8
Surplus/ Defisit 9 23
(9.370.374.916) (23.144.326.639)
3 Pembiayaan Netto (9.370.374.916) (23.144.326.639)
3.1 Penerimaan 14.897.905.723 1.123.954.000
3.1.1 SiLPA TA sebelumnya 14.897.905.723 1.123.954.000
3.2 Pengeluaran 24.268.280.639 24.268.280.639
3.2.2 Penyertaan Modal (Investasi) Daerah 24.268.280.639 24.268.280.639
SILPA (9.370.374.907) (4.034.748)
Sumber: DJPK dan BAKK Provinsi Sumatera Utara-diolah Keterangan: Pemerintah Daerah di Sumatera Utara adalah Gabungan 17 Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
LAMPIRAN
52
INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA
(dalam Triliun Rupiah)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
LAMPIRAN
53
INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam Triliun Rupiah)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
DAFTAR ISTILAH
54
DAFTAR ISTILAH
Administered Price Harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah, misalnya bahan bakar, penerangan, dan air serta transportasi ataupun harga barang/jasa yang dipengaruhi oleh ketentuan pemerintah misalnya tembakau dan minuman beralkohol. Base Effect Efek kenaikan/penurunannilai pertumbuhan yang cukup tinggi sebagai akibat dari nilai level variabel yang dijadikan dasar perhitungan/perbandingan mempunyai nilai yang cukup rendah/tinggi. BEC Pengklasifikasian kode barang dengan 3 digit angka yang dikelompokkan berdasarkan kegunaan utama barang berdasarkan daya angkut komoditi tersebut. Barang Modal (Capital Goods) Barang-barang yang digunakan untuk keperluan investasi, biasanya bernilai guna lebih dari 1 tahun. Bahan Baku (Raw Material) Barang-barang mentah atau setengah jadi yang akan diproses kembali oleh sektor industri. BI Rate Suku bunga referensi yang mencerminkan sikap atau arah kebijakan moneter yang ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap bulannya dan diumumkan kepada publik. BI-RTGS Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, merupakan proses penyelesaian akhir transaksi (settlement)
pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat real time
(electronically processed), di mana rekening peserta dapat didebit/ dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai
dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran. Ceteris paribus Semua variabel di luar sistem/model dianggap konstan. CPO (Crude Palm Oil) Minyak nabati yang dihasilkan oleh buah-buahan dari kelapa sawit. Dana Pihak Ketiga (DPK) Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan, dan simpanan berjangka (deposito). Disposable income Sejumlah uang yang dapat dapat dibelanjakan dan ditabung setelah dikurangi dengan pajak penghasilan. Ekspor dan Impor Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar daerah. Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR) Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam rupiah maupun valas. Terminologi FDR untuk bank syariah sementara LDR untuk bank konvensional. Harga Minyak WTI Harga minyak mentah dunia yang mengacu pada sebuah ukuran kualitas bernama West Texas Intermediate atau Texas light sweet.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
DAFTAR ISTILAH
55
Indeks Penjualan Barang Konstruksi Indeks yang merepresentasikan nilai penjualan dari barang-barang konstruksi. Indeks Keyakinan Konsumen Indeks yang dihasilkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, baik saat ini maupun masa mendatang. Indeks Kondisi Ekonomi Salah satu indeks pembentuk Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan persepsi konsumen akan kondisi perekonomian pada saat ini. Inflasi IHK Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode, yang diukur dengan perubahan indeks harga konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat luas. Inflasi Inti Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices. Inflow Aliran masuk uang kartal ke Kantor Bank Indonesia. Kredit Penyediaan uang atau tagihan yang sejenis berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit Investasi Kredit jangka menengah dan panjang untuk investasi barang modal seperti pembangunan pabrik dan pembelian mesin. Kredit Modal Kerja Kredit jangka pendek atau menengah yang diberikan untuk pembiayaan/pembelian bahan baku produksi. Kredit Konsumsi Kredit bagi perorangan untuk pembiayaan barang-barang pribadi seperti rumah (KPR-Kredit Pemilikan Rumah), kendaraan (KKB-Kredit Kendaraan Bermotor), dan lain-lain seperti Kredit tanpa agunan. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kredit yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM memiliki prospek bisnis yang baik (feasible) tapi belum memiliki kemampuan mengembalikan (bankable). Dana KUR berasal dari bank pelaksana, namun dijamin sebagian besarnya oleh Pemerintah. Leading Indicators Indikator yang digunakan untuk memprediksi pergerakan atau titik balik dari suatu siklus bisnis. Liaison Suatu kegiatan pengumpulan data statistik dan informasi yang dilaksanakan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku usaha mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha. Loan to Value (LTV) Sebuah dasar atau metode yang digunakan untuk menentukan seberapa besar pinjaman yang dapat diberikan kepada debitur berdasarkan aset yang dijadikan jaminan. Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) Persentase kredit/pembiayaan yang masuk dalam kategori kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total kredit. Terminologi NPL untuk bank konvensional sementara NPF untuk bank syariah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
DAFTAR ISTILAH
56
NTP (Nilai Tukar Petani) Rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Outflow Aliran keluar uang kartal dari Kantor Bank Indonesia. Passthrough effect Efek dari perubahan kondisi ekonomi terhadap ongkos produksi yang pada akhirnya akan berdampak pada harga retail suatu produk. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja (yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan) dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Quarter on Quarter (qtq) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi triwulan tertentu terhadap posisi triwulan sebelumnya. PDRB Riil Produk Domestik Bruto Regional yang nilainya menggunakan harga konstan. Hal ini untuk menghilangkan pengaruh inflasi dalam mengukur pertumbuhan antar waktu. Seasonal event Kejadian yang terjadi secara musiman yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dan cenderung terjadi berulang antar tahun. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp100 juta. SurveI Konsumen Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang dilakukan secara bulanan untuk mengetahui persepsi atau tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian. Survei Penjualan Eceran Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk merefleksikan pergerakan dari penjualan eceran dan dilakukan secara bulanan. Uang Kartal Alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan dan dijamin oleh Bank Indonesia, baik berupa kertas maupun logam. Volatile Foods Komoditas yang termasuk kelompok bahan makanan, kecuali subkelompok ikan diawetkan dan bahan makanan lainnya, yang pergerakan naik turunnya harga cukup besar (volatile). Year on year (yoy) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi satu titik waktu (misal bulan atau triwulan) terhadap posisi satu titik waktu yang sama tahun sebelumnya. Pembandingan ini dilakukan untuk menghilangkan efek seasonal yang biasanya terjadi di titik waktu tertentu (misal bulan Ramadhan, tahun ajaran baru, dsb).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
DAFTAR ISTILAH
57
Editor
Departemen Regional 1
Divisi Asesmen dan Advisory: Budi Trisnanto
Kontributor
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Tim Asesmen dan Advisory: Demina R. Sitepu
Bambang Irwanto
Nur Fikriyah Dzakiyah
Ragil Misas Fuadi
Tim Data dan SEKDA: Fransiska Sihaloho
Elian Ciptono
Fadli Putra
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Tim Asesmen dan Advisory
Telp. 061-4150500
Fax. 061-4534760
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV 2015
DAFTAR ISTILAH
58