kajian biosekuriti peternakan ayam dalam … file477 kajian biosekuriti peternakan ayam dalam...

20
477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Timur Email : [email protected] ABSTRAK Di Indonesia, sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Tujuan pembangunan pertanian adalah meningkatkan produksi menuju swasembada pangan, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan serta meratakan taraf hidup rakyat. Unggas merupakan komoditas budidaya yang dikembangkan secara massal berbasis masyarakat dengan teknik budidaya yang relatif mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Secara komersial, potensi unggas telah banyak meningkatkan pendapatan petani. Peternakan unggas terutama ayam, merupakan andalan dalam penyediaan protein hewani bagi masyarakat. Kita tahu, dalam lingkup masyarakat persoalan yang sering timbul adalah masih banyaknya kelompok masyarakat yang memiliki daya beli rendah atau tidak terpenuhinya akses pangan sumber protein berkualitas yang dikarenakan beberapa sebab sehingga mengakibatkan terjadinya kerawanan pangan dan kasus gizi buruk. Penerapan biosekuriti yang meliputi isolasi ternak, pengawasan lalu lintas dalam peternakan dan sanitasi peternakan unggas di Kabupaten Blitar dan Malang mayoritas telah dilaksanakan namun tidak dilakukan secara lengkap. Dari hasil analisa data pada kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang, menunjukkan bahwa adanya pengaruh pelaksanaan biosekuriti terhadap peningkatan hasil produksi dan kesehatan lingkungan peternakan, meskipun tidak terlalu besar. karena ada faktor lain yang juga berpengaruh terhadap peningkatan hasil produksi ternak unggas, salah satunya yaitu terkait dengan pakan. Kendala yang dihadapi oleh peternak terkait dengan masalah kebersihan, baik itu kebersahan tempat pakan, kebersihan tempat minum, kebersihan kandang dan kebersihan halaman kandang. Sehingga perlu ditingkatkan lagi kualitas kebersihan kandang karena pada dasarnya kandang dan lingkungan merupakan hal yang utama dan menjadi salah satu faktor penunjang keberhasilan usaha peternakan. LATAR BELAKANG Produk dan produksi unggas memiliki keterkaitan yang sangat erat terhadap pemenuhan gizi keluarga sebagai contoh adalah telur dan daging unggas. Hal ini dikarenakan harga telur dan daging unggas lebih terjangkau dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. Dengan kata lain, bahwa telur dan daging unggas ini lebih memasyarakat dibandingkan dengan daging sapi ataupun kambing. Hampir di setiap rumah tangga pernah menghidangkan telur, ayam, itik dalam menu makan hariannya. Selama ini daging dan telur merupakan sumber protein bergizi tinggi yang dapat dikonsumsi oleh segala usia. Pemenuhan kebutuhan daging dan telur unggas ini bersifat kontinu sehingga diperlukan adanya dukungan dan kebijakan kepada petani dan peternak agar senantiasa menghasilkan produk yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Penyediaan produk hewan yang ASUH menjadi kewenangan dan tanggung jawab bidang kesehatan masyarakat veteriner (Kesmavet). Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 381/Kpts/OT.140/10/2005 mengenai pedoman sertifikasi nomor kontrol Verteriner (NKV)Unit Usaha Pangan Asal Hewan Untuk menjamin pangan asal hewan yang ASUH (Dit Kesmavet 2006). Usaha ternak unggas termasuk usaha yang menguntungkan karena perputaran usahanya relatif lebih cepat dibanding jenis usaha ternak ruminansia seperti kambing dan domba. Usaha ternak unggas lebih memungkinkan untuk dijadikan sebagai penyangga ekonomi keluarga karena tidak memerlukan lahan dan perkandangan yang luas. Usaha budidaya tersebut sangat memerlukan dukungan

Upload: doduong

Post on 26-Apr-2019

359 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

477

KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM

DALAM MENUNJANG PRODUKSI

Yang Sri Romadona, ST

Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Timur

Email : [email protected]

ABSTRAK

Di Indonesia, sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional.

Tujuan pembangunan pertanian adalah meningkatkan produksi menuju swasembada pangan,

memperluas kesempatan kerja, meningkatkan serta meratakan taraf hidup rakyat. Unggas merupakan

komoditas budidaya yang dikembangkan secara massal berbasis masyarakat dengan teknik budidaya

yang relatif mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja.

Secara komersial, potensi unggas telah banyak meningkatkan pendapatan petani. Peternakan

unggas terutama ayam, merupakan andalan dalam penyediaan protein hewani bagi masyarakat. Kita

tahu, dalam lingkup masyarakat persoalan yang sering timbul adalah masih banyaknya kelompok

masyarakat yang memiliki daya beli rendah atau tidak terpenuhinya akses pangan sumber protein

berkualitas yang dikarenakan beberapa sebab sehingga mengakibatkan terjadinya kerawanan pangan

dan kasus gizi buruk.

Penerapan biosekuriti yang meliputi isolasi ternak, pengawasan lalu lintas dalam peternakan

dan sanitasi peternakan unggas di Kabupaten Blitar dan Malang mayoritas telah dilaksanakan namun

tidak dilakukan secara lengkap. Dari hasil analisa data pada kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang,

menunjukkan bahwa adanya pengaruh pelaksanaan biosekuriti terhadap peningkatan hasil produksi

dan kesehatan lingkungan peternakan, meskipun tidak terlalu besar. karena ada faktor lain yang juga

berpengaruh terhadap peningkatan hasil produksi ternak unggas, salah satunya yaitu terkait dengan

pakan. Kendala yang dihadapi oleh peternak terkait dengan masalah kebersihan, baik itu kebersahan

tempat pakan, kebersihan tempat minum, kebersihan kandang dan kebersihan halaman kandang.

Sehingga perlu ditingkatkan lagi kualitas kebersihan kandang karena pada dasarnya kandang dan

lingkungan merupakan hal yang utama dan menjadi salah satu faktor penunjang keberhasilan usaha

peternakan.

LATAR BELAKANG

Produk dan produksi unggas memiliki keterkaitan yang sangat erat terhadap pemenuhan gizi

keluarga sebagai contoh adalah telur dan daging unggas. Hal ini dikarenakan harga telur dan daging

unggas lebih terjangkau dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. Dengan kata lain,

bahwa telur dan daging unggas ini lebih memasyarakat dibandingkan dengan daging sapi ataupun

kambing. Hampir di setiap rumah tangga pernah menghidangkan telur, ayam, itik dalam menu makan

hariannya. Selama ini daging dan telur merupakan sumber protein bergizi tinggi yang dapat

dikonsumsi oleh segala usia. Pemenuhan kebutuhan daging dan telur unggas ini bersifat kontinu

sehingga diperlukan adanya dukungan dan kebijakan kepada petani dan peternak agar senantiasa

menghasilkan produk yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Penyediaan produk hewan yang

ASUH menjadi kewenangan dan tanggung jawab bidang kesehatan masyarakat veteriner (Kesmavet).

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

381/Kpts/OT.140/10/2005 mengenai pedoman sertifikasi nomor kontrol Verteriner (NKV)Unit Usaha

Pangan Asal Hewan Untuk menjamin pangan asal hewan yang ASUH (Dit Kesmavet 2006).

Usaha ternak unggas termasuk usaha yang menguntungkan karena perputaran usahanya relatif

lebih cepat dibanding jenis usaha ternak ruminansia seperti kambing dan domba. Usaha ternak unggas

lebih memungkinkan untuk dijadikan sebagai penyangga ekonomi keluarga karena tidak memerlukan

lahan dan perkandangan yang luas. Usaha budidaya tersebut sangat memerlukan dukungan

Page 2: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

478

ketersediaan bibit unggul yang berkesinambungan, sarana dan prasarana yang memadai, cara

pemibibitan dan beternak yang diimbangi dengan pelayanan kesehatan hewan, dan sumber daya

manusia yang mampu untuk melakukan pemeliharaan unggas secara baik. Adapun kaidah kesehatan

hewan tersebut mencakup tentang situasi penyakit hewan, tindakan pengamanan penyakit hewan, dan

pelaksanaan biosekuriti.

Dalam upaya peningkatan produksi unggas ini terkadang juga dihadapkan pada kendala-

kendala yang muncul secara tiba tiba, seperti halnya terjadinya serangan virus flu burung di 16

provinsi di Indonesia pada tahun 2004 mengakibatkan banyak unggas yang mati atau dimusnahkan

sehingga apabila hal ini dibiarkan saja tanpa adanya upaya pencegahan, akan mendatangkan kerugian

yang cukup besar bagi para peternak unggas. Guna mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal

tersebut, perlu dan wajib dilakukan penerapan biosekuriti secara ketat dan tersistem sesuai dengan

arahan Departemen Pertanian yang telah mencanangkan Sembilan langkah strategis pengendalian

penyakit avian influenza yang telah dituangkan dalam sebuah prosedur operasional standar pengen-

dalian penyakit avian influenza (Dirjen Peternakan, 2008) yaitu : 1) penerapan biosekuriti secara

tepat; 2) depopulasi selektif didaerah tertular; 3) vaksinasi; 4) pengendalian lalulintas; 5) surveilans

dan penelusuran; 6) peningkatan kesadaran masyarakat; 7) pengisian kembali unggas; 8) stamping out

didaerah tertular baru; dan 9) monitoring, pelaporan dan evaluasi. Untuk itu bagi para peternak yang

ingin memperoleh keuntungan besar dalam pemasaran produknya, harus menerapkan biosekuriti agar

lebih terjamin, aman, sehat, utuh dan halal.

Eny Martindah, dkk., Tahun 2006 mengemukakan bahwa meskipun Indonesia telah

memiliki standar nasional pencegahan flu burung yang disesuaikan dengan WHO, FAO dan

Organisasi Kesehatan Hewan Internasional (OIE), namun persoalan terbesar adalah pada implementasi

strategi tersebut masih belum maksimal, antara lain : pengawasan lalu lintas unggas dan produksi

unggas yang belum optimal, lemahnya langkah – langkah biosekuriti (terkadang di sektor 3 masih

kurang, sedangkan di sektor 4 tidak menerapkan biosekuriti).

Widyantara et.al (2013) menyatakan bahwa selama ini pemahaman masyarakat akan

biosekuriti hanya sebatas vaksinasi dan pembersihan kandang pada saat setelah panen dan ketika DOC

akan masuk saja. Dari kedua penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perlu dilakukan

suatu penelitian lanjutan mengenai strategi yang harus diterapkan pada peternak sektor 3 dan sektor 4

dalam mengimplementasikan biosekuriti secara tepat sehingga produksi unggas dapat lebih meningkat

tanpa terjadinya penularan dan penyebaran penyakit baik itu dari manusia ke hewan ternak atau

sebaliknya.

Selama ini para peternak berpikiran bahwa penerapan biosekuriti hanya cukup sebatas

pemberian desinfektan dan vaksinasi saja. Namun hal ini masih belum kuat untuk melindungi

peternakan terhadap bibit penyakit tanpa dilakukannya isolasi dan pengaturan lalu lintas peternakan.

Disamping itu adanya keterbatasan pasokan vaksin dari dinas terkait untuk pencegahan penyakit flu

burung yang saat ini dimungkinkan masih ada meskipun dalam jumlah yang tidak banyak, masih tidak

dapat menimbangi jumlah populasi ternak unggas yang ada. Dengan demikian masih dimungkinkan

terjadinya penularan penyakit flu burung terhadap unggas lainnya. Namun dengan menerapkan

biosekuriti secara utuh, diharapkan dapat menjadi ―tameng‖ terhadap penularan penyakit unggas serta

dapat menghemat biaya untuk pembelian vaksin.

A. Permasalahan

1. Bagaimana kondisi existing penerapan biosekuriti pada peternakan ayam pada lokasi penelitian?

2. Kendala apa yang dihadapi dalam penerapan biosekuriti pada peternakan ayam terhadap

produksi dan kesehatan lingkungan?

3. Bagaimanakah strategi penerapan biosekuriti pada peternakan sektor 3 dan sektor 4 sehingga

dapat menunjang peningkatan hasil produksi?

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui kondisi existing penerapan biosekuriti pada peternakan ayam pada lokasi

penelitian;

Page 3: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

479

2. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam penerapan biosekuriti pada peternakan ayam rakyat

terhadap produksi dan kesehatan lingkungan;

3. Mengetahui strategi penerapan biosekuriti pada peternakan sektor 3 dan sektor 4 sehingga dapat

menunjang peningkatan hasil produksi.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Melakukan pengamatan terhadap kondisi existing penerapan biosekuriti pada peternakan ayam;

2. Melakukan kajian terhadap kendala yang dihadapi dalam penerapan biosekuriti pada peternakan

ayam rakyat terhadap peningkatan produksi dan kesehatan lingkungan;

3. Melakukan analisis strategi penerapan biosekuriti pada peternakan ayam rakyat terhadap

produksi dan kesehatan lingkungan.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Potensi dan Prospek Peternakan Unggas

Di Indonesia, potensi unggas yang paling menonjol adalah ayam, baik itu ayam ras maupun

ayam bukan ras (buras/lokal) meskipun jenis unggas lainnya juga berkontribusi dalam pemenuhan

kebutuhan akan daging dan telur, namun masih sedikit dibandingkan dengan ayam. Potensi produk

yang dapat dimanfaatkan dari ayam ini adalah telur dan dagingnya. Pada peternakan rumahan

(sektot 3 dan sektor 4), mayoritas memelihara ayam lokal. Sehingga dapat dikatakan bahwa ternak

ayam lokal dapat menjadi alternatif yang cukup menjanjikan pada pangsa pasar tertentu, karena

usaha peternakan ayam lokal ini dapat dijadiikan tambahan pendapatan keluarga.

Pemeliharaan ternak ayam lokal secara tradisional pada umumnya diumbar dengan sasaran

produksi hanya untuk pemenuhan kebutuhan keluarga saja, sedangkan pada pemeliharaan semi

intensif sasaran produksinya lebih beraneka seperti untuk usaha produksi telur konsumsi, telur tetas

ataupun produksi daging potongan. Pada pemeliharaan ayam intensif sudah banyak diterapkan oleh

spesialisasi usaha misal sebagai ayam petelur saja atau sebagai ayam pedaging saja.

Ternak ayam lokal memiliki beberapa keunggulan dibandingkan jenis unggas lainnya,

diantaranya : (Sumber : Rukmana R., Yudirachman H., 2016. Hal 15 – 21)

1. Penghasil Telur

Beberapa jenis ternak ayam lokal mempunyai potensi produksi cukup tinggi. Penelitian

menunjukkan bahwa produksi telur ayam ras mencapai 259 butir/ekor/tahun sedangkan potensi

lima galur ayam lokal memiliki produksi telur yang cukup tinggi, yaitu ayam Kedu Hitam 215

butir/ekor/tahun, ayam Kedu Putih 197 butir/ekor/tahun, ayam Nunukan 182 butir/ekor/tahun,

ayam Lokal Murni 151 butir/ekor/tahun dan ayam Pelung 119 butir/ekor/tahun.

2. Penghasil daging

3. Sarana hobi

4. Mudah dibudidayakan

5. Daya adaptasi dan tahan terhadap penyakit

6. Harga jual dan permintaan pasar yang relatif stabil

B. Penyakit Menular Pada Ayam

Adanya penyakit unggas dipengaruhi oleh adanya 3 (tga) faktor yaitu : agen penyakit,

inang (unggasnya), dan lingkungannya.

Penanganan penyakit menular pada unggas perlu dilakukan guna mengurangi penyebaran

dan penularan penyakit tersebut menjadi sekecil mungkin sehingga kerugian ekonomi dapat

ditekan seminimal mungkin. Penyakit menular yang menyerang unggas sangatlah beragam dan

seringkali gejala serangannya hampir sama. Beberapa jenis penyakit seperti tetelo (Newcastle

Disease), avian influenza, gumboro (infectius bursal disease) dan cacar (fowl pox) sampai sekarang

belum bisa diobati namun untuk penyebarannya dapat dihambat melalui biosekuriti dan ditunjang

dengan vaksinasi pada unggas. Bahkan beberapa jenis virus tersebut dapat menular dan hidup pada

Page 4: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

480

manusia. Oleh karena itu peternak ayam harus memiliki pengetahuan mengenai penyakit tersebut

secara umum, mampu membedakan antara unggas yang sakit dengan yang sehat, serta tahu

bagaimana cara pencegahannya.

C. Konsep Biosekuriti

Biosekuriti merupakan praktik manajemen dengan mengurangi potensi transmisi

perkembangan organisme seperti virus AI dalam menyerang hewan dan manusia.

Menurut Zainudin dan Wibawan (2007), Sistem produksi unggas dikelompokkan

menjadi 4 (empat) sektor. Pembagian sektoral ini berdasarkan atas penerapan biosekuriti dalam

upaya pemberantasan penyakit Avian Influenza. Keempat sektor tersebut, yaitu :

1. Sektor 1

Merupakan peternakan yang melaksanakan biosekuriti yang sangat ketat (high level biosecurity)

sesuai dengan prosedur standar. Dalam sektor ini misalnya golongan industrial integrated

system, peternakan besar, bersifat komersial dengan kisaran jumlah ternak 20.000 – 500.000

ekor.

2. Sektor 2

Merupakan peternakan komersial dengan moderate to high level biosecurity. Yang termasuk

dalam level ini adalah peternakan dimana ayam ditempatkan dalam ruangan tertutup/indoors,

sehingga unggas dan burung lain tidak dapat kontak dengan ternak ayam. Penggunaan kandang

close house atau semi close house. Bersifat komersial dengan jumlah ternak 10.000 – 20.000

ekor.

3. Sektor 3

Peternakan komersial yang melaksanakan biosecurity alakadarnya dan masih terdapat kontak

dengan unggas lain atau orang yang masuk kedalam peternakan. Umumnya peternakan

komersial yang ada di Indonesia masuk dalam sektor ini. Sektor ini bersifat komersial dengan

jumlah ternak 10 – 10.000 ekor.

4. Sektor 4

Merupakan peternakan ayam local yang dilakukan secara tradiosional dengan penerapan

biosekuriti yang sangat minim sekali. Produknya dijual hanya untuk dikonsumsi atau untuk

kebutuhan daerah setempat. Masuk dalam sektor ini adalah peternakan ayam buras di kampung

kampung.

Sementara itu menurut Naipospos (2006), konsep biosekuriti hanya dikenal dilingkup

peternakan sektor 1 (peternakan unggas komersial skala besar dan terintegrasi) dan sektor 2

(peternakan unggas skala menengah). Sedangkan untuk sektor 3 (peternakan komersial skala

menengah dan kecil yang lingkungannya tidak terjaga dengan baik) dan sektor 4 (pemelirahaan

unggas dibelakang rumah, tanpa kandang dan tidak diberi makanan khusus) kesadaran mengenai

pentingnya sanitasi tidak diperhatikan. Ditambahkan oleh Daryanto (2007), jika dibandingkan

dengan sektor 1 dan 2 maka peternakan sektor 3 dan 4 memiliki kelemahan dalam menerapkan

biosekuriti sehingga kedua sektor ini memerlukan perhatian yang serius sejalan dengan

merebaknya kasus Avian Influenza.

Secara garis besar, biosekuriti meliputi tiga komponen penunjang yaitu isolasi,

pengendalian lalu lintas, dan sanitasi (Jeffrey 1997). Ketiga komponen ini juga dapat diterapkan

pada peternakan sektor 4 (Siahaan, 2007)

1. Isolasi adalah pemisahan hewan dalam satu tempat atau lingkungan terkendali atau dapat

diartikan dengan penyediaan pagar pemisah kandang untuk menjaga hewan tidak lepas atau

bercampur dengan hewan yang lain, serta mencegah masuknya hewan lain ke dalam lingkungan

tersebut.

2. Pengendalian dan pengawasan diterapkan terhadap lalu lintas ke dan dari peternakan, serta di

dalam peternakan itu sendiri. Pengendalian lalu lintas juga diterapkan pada unggas, hewan lain,

manusia, bahan, dan peralatan.

3. Sanitasi meliputi pembersihan dan disinfeksi secara teratur, bahan-bahan, dan peralatan yang

masuk ke dalam peternakan dan di dalam peternakan.

Page 5: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

481

Sanitasi di lingkungan peternakan dapat dilakukan pada kandang, hewan, pekerja dan sarana

prasarana.

a. Sanitasi kandang, tindakan yang dilakukan :

- Pembersihan dan penyemprotan kandang dilakukan sebelum hewan masuk dengan

menggunakan desinfektan yang telah direkomendasikan dan ramah lingkungan.

- Pembersihan peralatan kandang, seperti tempat pakan dan minum.

- Pembersihan lantai kandang yang dilakukan secara rutin 2-3 kali sekali.

- Pembuangan kotoran ternak yang sebaiknya dibuatkan tempat pembuangan atau

pengolahan sendiri yang agak jauh dari lokasi kandang.

b. Sanitasi hewan, dengan menyemprotkan desinfektan pada saat hewan akan masuk ke dalam

lingkungan peternakan beserta sarana pengangkutannya,

c. Sanitasi pekerja, dilakukan kepada seluruh pekerja yang ada di dalam kandang, tujuannya

agar pekerja yang berpindah dari kandang satu ke kandang lainnya tetap terjaga dalam

kondisi bebas penyakit sehingga tidak terjadi penyebaran penyakit.

d. Sanitasi sarana-prasarana, dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran agen penyakit di

lingkungan peternakan yang disebabkan pemakaian sarana prasarana secara bergantian dari

kandang satu ke kandang lainnya.

D. Penerapan Biosekuriti Tiga Zona

Kurangnya kesadaran para peternak dalam menjaga kebersihan kandang peternakannya

dapat menyebabkan munculnya bibit penyakit menular yang dapat menyerang unggas. Sehingga

perlu untuk membagi wilayah peternakan menjadi 3 (tiga) zona dengan penjagaan kebersihan yang

semakin ketat.

Pembagian peternakan menjadi 3 (tiga) zona ini direkomendasikan oleh Kementan dan

FAO (The Food and Agriculture Organization), yaitu dengan membagi peternakan menjadi 3 (tiga)

area, dari area terkotor ke paling bersih (kandang). Zona ini adalah zona merah, kuning dan hijau.

(sumber : http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/17/11/07/oz0twt423-manfaat-

penggunaan-biosekuriti-tiga-zona-di-peternakan)

1. Zona Merah adalah zona kotor; batas antara lingkungan luar yang kotor, misalnya lokasi

penerimaan dan penyimpanan egg tray/box bekas telur, lokasi penerimaan tamu seperti pembeli

ayam/telur, technical service, pengunjung. Pada area ini, sangat dimungkinkan terjadi cemaran

penyakit.

2. Zona kuning adalah zona transisi dari zona merah (kotor) ke zona hijau (bersih). Area ini hanya

terbatas untuk truk, ransum, DOC, telur. Zona ini hanya diperuntukkan bagi pekerja kandang,

penempatan egg tray yang sudah bersih dan yang sudah terisi telur.

3. Zona hijau adalah zona bersih yang berisi unggas yang diternakan. Zona ini harus selalu terjaga

dan terhindar dari berbagai cemaran penyakit. Yang berada didalam area ini hanyalah pekerja

kandang. Semua yang akan masuk kedalam zona hijau, diwajibkan untuk mengikuti prosedur

pembersihan yang telah diterapkan pada tiap tiap peternakan.

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif guna mengidentifikasi bentuk

permasalahan atau kesulitan yang dihadapi oleh petani dalam penerapan biosekuriti selama ini.

B. Lokasi dan Jangka Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi yaitu Kabupaten Malang dan Kabupaten Blitar.

Penentuan lokasi berdasarkan data statistik yang menunjukkan bahwa kabupaten Blitar dan

Kabupaten Malang memiliki angka populasi peternak ayam yang relatif besar dan merupakan

penghasil produksi unggas di Jawa Timur yang mampu menyuplai 60% kebutuhan akan protein

dari unggas di Indonesia.

Page 6: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

482

C. Teknik Pengambilan dan Pengumpulan Data

Untuk dapat menangkap kondisi existing peternak dalam menerapkan biosekuriti secara

tepat, maka diperlukan adanya data primer dan data sekunder.

Data primer merupakan data hasil wawancara yang didukung dengan observasi lapangan

dan fokus grup diskusi (FGD) pada saat survei secara langsung ke peternak di wilayah penelitian

dengan menggunakan instrumen penelitian yang berupa kuesioner. Adapun informasi yang di-

peroleh dapat berupa informasi terkait dengan permasalahan dan tujuan penelitian, pengalaman,

pendapat ataupun pengetahuan responden mengenai biosekuriti.

Data sekunder ini berasal dari informasi tentang kondisi peternakan pada kedua wilayah

penelitan yang diperoleh secara langsung dari desa setempat, instansi terkait maupun diperoleh

secara online.

D. Analisa Data

Metode analisa data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan menggunakan data

deskriptif untuk mengetahui secara pasti kondisi existing yang ada. Sedangkan untuk mengetahui

permasalahan yang ada saat ini terkait penerapan biosekuriti pada peternakan rakyat tersebut, akan

digunakan analisa deskriptif frekuensi yaitu dengan menentukan prosentase dari tiap tiap

permasalahan yang muncul.

Penentuan strategi biosekuriti peternakan yang diharapkan dapat menunjang peningkatan

produksi ternak pada lokasi penelitian ini, ditentukan dengan melihat adanya kelemahan kelemahan

yang muncul dari masing masing lokasi penelitian yang kemudian ditentukan cara dalam mengatasi

kelemahan tersebut. Namun hal ini juga tidak terlepas adanya peningkatan dari sisi yang lain

misalnya dari sisi pemberian ransum pakan yang bergizi tinggi dan murah, perbaikan sistem

perkandangan, sistem perkawinan silang atau kawin suntik, dan lain lain yang disesuaikan dengan

berbagai teori penunjang dan beberapa hasil penelitian yang sama.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pola Penerapan Biosekuriti Kabupaten Blitar

Aspek Sanitasi

Gambar 1. Aspek Kebersihan Peternakan Unggas Di Kabupaten Blitar

Aspek sanitasi merupakan salah satu komponen utama pada biosekuriti. Dalam penelitian

ini, pengamatan aspek sanitasi yang dilakukan meliputi pengamatan kondisi kebersihan kandang,

kebersihan halaman kandang, kebersihan tempat pakan dan kebersihan tempat minum.

Gambar 1 di atas menunjukkan berdasarkan aspek kebersihan, diketahui peternakan ayam

di Kabupaten Blitar mayoritas memiliki kebersihan halaman kandang yang cukup bersih (48%),

kebersihan tempat minum yang bersih (76%), kebersihan tempat pakan yang bersih (40%), dan

kebersihan kandang secara umum cukup bersih (52%).

Page 7: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

483

Aspek Isolasi

Isolasi merupakan pemisahan hewan dalam suatu lingkungan. Dalam penelitian ini,

pengamatan aspek isolasi pada penelitian ini meliputi upaya penanganan ayam sakit, penanganan

ayam yang mati, tindakan karantina bagi ayam baru dan cara perkandangan ayam dalam kandang

berpagar atau tidak.

Gambar 2. Biosekuriti peternakan unggas di Blitar (aspek karantina)

Gambar 2 di atas menunjukkan berdasarkan aspek penanganan ayam sakit dan karantina

ayam baru, diketahui peternakan ayam rakyat di Blitar mayoritas melakukan penanganan pada

ayam yang sakit (92%), dan melakukan karantina terhadap unggas baru (100%).

Gambar 3. Biosekuriti peternakan unggas di Blitar (aspek cara perkandangan)

Gambar 3 di atas menunjukkan berdasarkan aspek cara perkandangan, diketahui

peternakan ayam rakyat di Blitar mayoritas melakukan perkandangan dengan cara berpagar, yaitu

dengan prosentase sebesar 96%, sedangkan sisanya melakukan perkandangan umbaran.

Gambar 4. Aspek Penanganan Peternakan Unggas di Kabupaten Blitar

Gambar 4 di atas menunjukkan aspek penanganan kotoran dan ayammati yang telah

dilakukan oleh sampel peternak. Diketahui peternak ayam rakyat di Kabupaten Blitar mayoritas

melakukan penanganan kotoran ternak dengan cara dibakar (92%), dan penanganan ayam yang

mati juga dengan cara di bakar, akan tetapi dengan prosentase yang lebih sedikit, yaitu 68%.

Page 8: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

484

Aspek Pengendalian Lalu Lintas

Gambar 5. Aspek Lalu Lintas Peternakan Unggas Di Kabupaten Blitar

Gambar di atas menunjukkan berdasarkan aspek pengendalian lalu lintas peternakan,

diketahui peternakan ayam rakyat di Blitar mayoritas sudah melakukan pengendalian lalu lintas

pada ternak yang dimiliki, yaitu dengan prosentase sebesar 88%.

B. Pola Penerapan Biosekuriti Kabupaten Malang

Aspek Isolasi

Gambar 6. Aspek Penanganan Peternakan Unggas di Kabupaten Malang

Seperti halnya Kabupaten Blitar, pengamatan aspek isolasi di Kabupaten Malang juga

meliputi : upaya penanganan unggas sakit, penanganan unggas yang mati, tindakan karantina bagi

unggas baru dan cara perkandangan unggas dalam kandang berpagar atau tidak.

Gambar di atas menunjukkan berdasarkan aspek penanganan kotoran dan unggas mati,

diketahui peternakan unggas rakyat di Malang mayoritas melakukan penanganan kotoran ternak

dengan cara dibakar (96%), dan penanganan unggas yang mati juga dengan cara di bakar, dengan

prosentase yang sama, yaitu 96%.

Gambar 7. Biosekuriti peternakan unggas di Malang (aspek karantina)

Page 9: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

485

Gambar di atas menunjukkan berdasarkan aspek penanganan unggas sakit dan karantina

unggas baru, diketahui peternakan unggas rakyat di Malang semuanya melakukan penanganan pada

unggas yang sakit (100%), dan juga semuanya melakukan karantina terhadap unggas baru (100%).

Gambar 8. Aspek Cara Perkandangan Peternakan Unggas di Malang

Gambar di atas menunjukkan berdasarkan aspek cara perkandangan, diketahui peternakan

unggas rakyat di Malang mayoritas melakukan perkandangan dengan cara berpagar, yaitu dengan

prosentase sebesar 96%, sedangkan sisanya melakukan perkandangan umbaran.

Aspek Pengendalian Lalu Lintas

Gambar 9. Aspek Lalu Lintas Peternakan Unggas di Malang

Gambar di atas menunjukkan berdasarkan aspek pengendalian lalu lintas peternakan,

diketahui peternakan unggas rakyat di Malang mayoritas sudah melakukan pengendalian lalu lintas

pada ternak yang dimiliki, yaitu dengan prosentase sebesar 96%.

Aspek Sanitasi

Gambar 10. Biosekuriti peternakan unggas di Malang (aspek kebersihan)

Dalam penelitian ini, pengamatan aspek sanitasi yang dilakukan meliputi penagmatan

kondisi kebersihan kandang, kebersihan halaman kandang, kebersihan tempat pakan dan

kebersihan tempat minum.

Page 10: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

486

Gambar di atas menunjukkan berdasarkan aspek kebersihan, diketahui peternakan unggas

rakyat di Malang mayoritas memiliki kebersihan halaman kandang yang bersih (64%), kebersihan

tempat minum yang bersih (84%), kebersihan tempat pakan yang bersih (64%), dan kebersihan

kandang secara umum juga bersih (60%).

Secara keseluruhan, pola biosekuriti peternakan unggas rakyat di Blitar adalah memiliki

halaman kandang yang bersih, kebersihan tempat minum yang bersih, kebersihan tempat pakan

yang bersih, kebersihan kandang secara umum juga bersih, penanganan kotoran ternak dan ternak

mati dengan cara dibakar, ada pengendalilan lalu lintas ternak, penanganan unggas sakit dan

karantina terhadap unggas baru dengan cara dipisahkan, dan memiliki perkandangan unggas

dengan cara berpagar.

C. Pengaruh Pelaksanaan Biosekuriti Terhadap Produksi Ternak di Kabupaten Blitar

Hubungan antara pola biosekuriti peternakan unggas rakyat dengan hasil produksi ternak di

Blitar akan dilakukan dengan tabulasi silang (cross tabulation) dan juga akan dihitung korelasinya

menggunakan spearman correlation, yang hasilnya disajikan pada Gambar sebagai berikut:

Gambar 11. Hubungan kebersihan halaman kandang dan hasil produksi ternak di Kabupaten Blitar

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara kebersihan halaman kandang dan hasil

produksi ternak adalah sebesar 0,287 dan nilai signifikansi 0,164. Karena koefisien korelasi

bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel

tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara

kebersihan halaman kandang dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 5

peternakan unggas yang halaman kandangnya kotor, semuanya memiliki hasil produksi ternak yang

tetap. Pada 12 peternakan yang halaman kandangnya cukup bersih, ada 1 yang hasil produksi

ternaknya naik. Sedangkan pada 8 peternakan yang halaman kandangnya bersih, jumlah peternakan

yang hasil produksi ternaknya naik menjadi 2 peternakan. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin

bersih halaman kandang maka hasil produksi ternak peternakan tersebut cenderung naik, walaupun

kenaikannya belum dapat dikatakan signifikan.

Gambar 12. Hubungan Kebersihan Tempat Minum Dan Hasil Produksi Ternak Di Kabupaten Blitar

Page 11: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

487

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara kebersihan tempat minum dan hasil

produksi ternak adalah sebesar 0,206 dan nilai signifikansi 0,324. Karena koefisien korelasi

bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel

tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara

kebersihan tempat minum dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 3

peternakan unggas yang tempat minumnya kotor, semuanya memiliki hasil produksi ternak yang

tetap. Pada 3 peternakan yang tempat minumnya cukup bersih, juga semuanya memiliki hasil

produksi ternak yang tetap. Tetapi pada 19 peternakan yang tempat minumnya bersih, ada 3

peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin bersih

tempat minum ternak maka hasil produksi ternak peternakan tersebut cenderung naik, walaupun

kenaikannya belum dapat dikatakan signifikan.

Gambar 13. Hubungan kebersihan tempat pakan dan hasil produksi ternak di Kabupaten Blitar

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara kebersihan tempat pakan dan hasil

produksi ternak adalah sebesar 0,410 dan nilai signifikansi 0,042. Karena koefisien korelasi

bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih kecil dari 5% maka hubungan antara kedua variabel

tersebut positif dan sudah dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara

kebersihan tempat pakan dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 9

(sembilan) peternakan unggas yang tempat pakannya kotor, semuanya memiliki hasil produksi

ternak yang tetap. Pada 6 (enam) peternakan yang tempat pakannya cukup bersih, juga semuanya

memiliki hasil produksi ternak yang tetap. Tetapi pada 10 (sepuluh) peternakan yang tempat

pakannya bersih, ada 3 (tiga) peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjuk-

kan bahwa semakin bersih tempat pakan ternak maka hasil produksi ternak peternakan tersebut

cenderung naik, dan kenaikannya dapat dikatakan signifikan.

Gambar 14. Hubungan Kebersihan Kandang Secara Umum Dan Hasil Produksi Ternak Di Kabupaten

Blitar

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara kebersihan kandang secara umum dan

hasil produksi ternak adalah sebesar 0,131 dan nilai signifikansi 0,532. Karena koefisien korelasi

bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel

tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara

kebersihan kandang secara umum dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada

5 peternakan unggas yang kandang secara umum kotor, semuanya memiliki hasil produksi ternak

Page 12: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

488

yang tetap. Pada 13 peternakan yang kebersihan kandang secara umum cukup bersih, ada 2 yang

memiliki hasil produksi ternak naik. Sedangkan pada 7 peternakan yang kandang secara umum

bersih, ada 1 peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa

semakin bersih kandang secara umum maka hasil produksi ternak peternakan tersebut cenderung

naik, walaupun kenaikannya belum dapat dikatakan signifikan.

Gambar 15. Hubungan penanganan kotoran ternak dan hasil produksi ternak di Blitar

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara penanganan kotoran ternak dan hasil

produksi ternak adalah sebesar 0,109 dan nilai signifikansi 0,604. Karena koefisien korelasi

bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel

tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara

penanganan kotoran ternak dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 2

peternakan unggas yang penanganan kotoran ternak tidak dibakar, semuanya memiliki hasil

produksi ternak yang tetap. Sedangkan pada 23 peternakan yang penanganan kotoran ternaknya

dibakar, ada 3 peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa

penanganan kotoran ternak dengan cara dibakar akan meningkatkan hasil produksi ternak

peternakan tersebut, walaupun kenaikannya belum dapat dikatakan signifikan.

Gambar 16. Hubungan pengendalian lalu lintas peternakan dan hasil produksi ternak di Blitar

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara pengendalian lalu lintas peternakan dan

hasil produksi ternak adalah sebesar -0,242 dan nilai signifikansi 0,243. Karena koefisien korelasi

bertanda negatif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua

variabel tersebut negatif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Negatif menandakan hubungan

antara penanganan kotoran ternak dan hasil produksi ternak adalah berlawanan, indikasinya adalah

pada 3 peternakan unggas yang tidak ada pengendalian lalu lintas peternakan, sepertiganya

memiliki hasil produksi ternak yang naik. Sedangkan pada 22 peternakan yang adapengendalian

lalu lintas peternakan, hanya ada 2 peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini

menunjukkan bahwa pengendalian lalu lintas peternakan akan sedikit menurunkan hasil produksi

ternak, walaupun penurunan tersebut belum dapat dikatakan signifikan.

Page 13: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

489

Gambar 17. Hubungan penanganan unggas sakit dan hasil produksi ternak di Blitar

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara penanganan unggas sakit dan hasil

produksi ternak adalah sebesar 0,109 dan nilai signifikansi 0,604. Karena koefisien korelasi

bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel

tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara

penanganan unggas sakit dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 2

peternakan unggas yang penanganan unggas sakit tidak dipisahkan, semuanya memiliki hasil

produksi ternak yang tetap. Sedangkan pada 23 peternakan yang penanganan unggas sakit

dipisahkan, ada 3 peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa

penanganan unggas sakit dengan cara dipisahkan akan meningkatkan hasil produksi ternak

peternakan tersebut, walaupun kenaikannya belum dapat dikatakan signifikan.

Gambar 18. Hubungan penanganan unggas mati dan hasil produksi ternak di Blitar

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara penanganan unggas mati dan hasil

produksi ternak adalah sebesar 0,253 dan nilai signifikansi 0,222. Karena koefisien korelasi

bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel

tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara

penanganan unggas mati dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 8

peternakan unggas yang penanganan unggas mati tidak dibakar, semuanya memiliki hasil produksi

ternak yang tetap. Sedangkan pada 17 peternakan yang penanganan unggas mati dibakar, ada 3

peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa penanganan unggas

mati dengan cara dibakar akan meningkatkan hasil produksi ternak peternakan tersebut, walaupun

kenaikannya belum dapat dikatakan signifikan.

Gambar 19. Hubungan karantina terhadap unggas baru dan hasil produksi ternak di Blitar

Page 14: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

490

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara karantina terhadap unggas baru dan hasil

produksi ternak tidak bisa dianalisa karena sampel peternakan semuanya menggunakan karantina

dengan cara dipisahkan, sehingga tidak bisa diketahui perbedaannya pada peternakan yang

menggunakan karantina tidak dipisahkan.

Gambar 20. Hubungan cara perkandangan unggas dan hasil produksi ternak di Blitar

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara cara perkandangan unggas dan hasil

produksi ternak adalah sebesar 0,075 dan nilai signifikansi 0,720. Karena koefisien korelasi

bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel

tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara cara

perkandangan unggas dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 1

peternakan unggas yang menggunakan perkandangan umbaran, memiliki hasil produksi ternak

yang tetap. Sedangkan pada 24 peternakan yang menggunakan perkandangan berpagar, ada 3

peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa perkandangan

unggas dengan cara berpagar akan meningkatkan hasil produksi ternak peternakan tersebut,

walaupun kenaikannya sangat kecil atau belum dapat dikatakan signifikan.

D. Pengaruh Pelaksanaan Biosekuriti Terhadap Produksi Ternak Di Kabupaten Malang

Gambar 21. Hubungan kebersihan halaman kandang dan hasil produksi ternak di Kabupaten Malang

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara kebersihan halaman kandang dan hasil

produksi ternak adalah sebesar -0,061 dan nilai signifikansi 0,772. Karena koefisien korelasi

bertanda negatif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua

variabel tersebut negatif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Negatif menandakan hubungan

antara kebersihan halaman kandang dan hasil produksi ternak adalah berlawanan, indikasinya

adalah pada 1 peternakan unggas yang halaman kandangnya kotor, tetapi memiliki hasil produksi

ternak naik. Pada 8 peternakan yang halaman kandangnya cukup bersih, malah memiliki hasil

produksi ternaknya tetap. Sedangkan pada 16 peternakan yang halaman kandangnya bersih, jumlah

peternakan yang hasil produksi ternaknya naik ada 2 peternakan. Hasil ini menunjukkan bahwa

semakin bersih halaman kandang maka hasil produksi ternak peternakan tersebut cenderung turun,

walaupun penurunan tersebut sangat kecil sehingga belum dapat dikatakan signifikan.

Page 15: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

491

Gambar 22. Hubungan kebersihan tempat minum dan hasil produksi ternak di Malang

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara kebersihan tempat minum dan hasil

produksi ternak adalah sebesar 0,161 dan nilai signifikansi 0,443. Karena koefisien korelasi

bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel

tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara

kebersihan tempat minum dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 1

peternakan unggas yang tempat minumnya kotor, memiliki hasil produksi ternak yang tetap. Pada 3

peternakan yang tempat minumnya cukup bersih, juga semuanya memiliki hasil produksi ternak

yang tetap. Tetapi pada 21 peternakan yang tempat minumnya bersih, ada 3 peternakan yang hasil

produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin bersih tempat minum ternak maka

hasil produksi ternak peternakan tersebut cenderung naik, walaupun kenaikannya belum dapat

dikatakan signifikan.

Gambar 23. Hubungan kebersihan tempat pakan dan hasil produksi ternak di Malang

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara kebersihan tempat pakan dan hasil

produksi ternak adalah sebesar -0,050 dan nilai signifikansi 0,811. Karena koefisien korelasi

bertanda negatif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua

variabel tersebut negatif dan belum dapat dikatakan signifikan. Negatif menandakan hubungan

antara kebersihan tempat pakan dan hasil produksi ternak adalah berlawanan, indikasinya adalah

pada 2 peternakan unggas yang tempat pakannya kotor, ada 1 peternakan yang memiliki hasil

produksi ternak naik. Pada 7 (tujuh) peternakan yang tempat pakannya cukup bersih, malah hasil

produksi ternaknya tetap. Sedangkan pada 16 peternakan yang tempat pakannya bersih, ada 2

peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa hubungan yang

lemah antara kebersihan tempat pakan ternak dan hasil produksi ternak.

Gambar 24. Hubungan kebersihan kandang secara umum dan hasil produksi ternak di Malang

Page 16: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

492

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara kebersihan kandang secara umum dan

hasil produksi ternak adalah sebesar -0,040 dan nilai signifikansi 0,850. Karena koefisien korelasi

bertanda negatif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua

variabel tersebut negatif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Negatif menandakan hubungan

antara kebersihan kandang secara umum dan hasil produksi ternak adalah berlawanan, indikasinya

adalah pada 1 peternakan unggas yang kandang secara umum kotor, memiliki hasil produksi ternak

yang naik. Pada 9 peternakan yang kebersihan kandang secara umum cukup bersih, malah

semuanya memiliki hasil produksi ternak tetap. Sedangkan pada 15 peternakan yang kandang

secara umum bersih, ada 2 peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil

ketidakkonsistenan ini menunjukkan bahwa hubungan kebersihan kandang secara umum dengan

hasil produksi ternak adalah lemah (mendekati nol).

Gambar 25. Hubungan penanganan kotoran ternak dan hasil produksi ternak di Malang

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara penanganan kotoran ternak dan hasil

produksi ternak adalah sebesar -0,553 dan nilai signifikansi 0,004. Karena koefisien korelasi

bertanda negatif dan nilai signifikansinya lebih kecil dari 5% maka hubungan antara kedua variabel

tersebut negatif dan dapat dikatakan signifikan. Negatif menandakan hubungan antara penanganan

kotoran ternak dan hasil produksi ternak adalah berlawanan, indikasinya adalah pada 1 peternakan

unggas yang penanganan kotoran ternak tidak dibakar, memiliki hasil produksi ternak yang naik.

Sedangkan pada 24 peternakan yang penanganan kotoran ternaknya dibakar, hanya ada 2

peternakan yang hasil produksi ternaknya naik, yang secara prosentase jumlah peternakan yang

hasil produksinya naik semakin kecil. Hasil ini menunjukkan bahwa penanganan kotoran ternak

dengan cara dibakar akan menurunkan hasil produksi ternak peternakan tersebut secara signifikan.

Gambar 26. Hubungan pengendalian lalu lintas peternakan dan hasil produksi ternak di Malang

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara pengendalian lalu lintas peternakan dan

hasil produksi ternak adalah sebesar 0,075 dan nilai signifikansi 0,720. Karena koefisien korelasi

bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel

tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara

penanganan kotoran ternak dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 1

peternakan unggas yang tidak ada pengendalian lalu lintas peternakan, memiliki hasil produksi

Page 17: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

493

ternak yang tetap. Tetapi pada 24 peternakan yang ada pengendalian lalu lintas peternakan, ada 3

peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa pengendalian lalu

lintas peternakan akan sedikit meningkatkan hasil produksi ternak, walaupun kenaikan tersebut

belum dapat dikatakan signifikan.

Gambar 27. Hubungan penanganan unggas sakit dan hasil produksi ternak di Malang

Gambar di atas menunjukkan korelasi antara penanganan unggas sakit dan hasil produksi

ternak tidak bisa dilakukan, karena semua peternakan di Malang menggunakan cara pemisahan

dalam menangani unggas sakit.

Gambar 28. Hubungan penanganan unggas mati dan hasil produksi ternak di Malang

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara penanganan unggas mati dan hasil

produksi ternak adalah sebesar 0,075 dan nilai signifikansi 0,720. Karena koefisien korelasi

bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel

tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara

penanganan unggas mati dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 1

peternakan unggas yang penanganan unggas mati tidak dibakar, memiliki hasil produksi ternak

yang tetap. Sedangkan pada 24 peternakan yang penanganan unggas mati dibakar, hanya ada 3

peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa penanganan unggas

mati dengan cara dibakar akan sedikit meningkatkan hasil produksi ternak peternakan tersebut,

walaupun kenaikannya belum dapat dikatakan signifikan.

Gambar 29. Hubungan karantina terhadap unggas baru dan hasil produksi ternak di Malang

Page 18: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

494

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara karantina terhadap unggas baru dan hasil

produksi ternak tidak bisa dianalisa karena sampel peternakan semuanya menggunakan karantina

dengan cara dipisahkan, sehingga tidak bisa diketahui perbedaannya pada peternakan yang

menggunakan karantina tidak dipisahkan.

Gambar 30. Hubungan cara perkandangan unggas dan hasil produksi ternak di Malang

Gambar di atas menunjukkan nilai korelasi antara cara perkandangan unggas dan hasil

produksi ternak adalah sebesar 0,075 dan nilai signifikansi 0,720. Karena koefisien korelasi

bertanda positif dan nilai signifikansinya lebih besar dari 5% maka hubungan antara kedua variabel

tersebut positif tetapi belum dapat dikatakan signifikan. Positif menandakan hubungan antara cara

perkandangan unggas dan hasil produksi ternak adalah searah, indikasinya adalah pada 1

peternakan unggas yang menggunakan perkandangan umbaran, memiliki hasil produksi ternak

yang tetap. Sedangkan pada 24 peternakan yang menggunakan perkandangan berpagar, ada 3

peternakan yang hasil produksi ternaknya naik. Hasil ini menunjukkan bahwa perkandangan

unggas dengan cara berpagar akan meningkatkan hasil produksi ternak peternakan tersebut,

walaupun kenaikannya sangat kecil atau belum dapat dikatakan signifikan.

E. Kendala yang dihadapi peternak dalam menerapkan biosekuriti

Gambar 31. Penerapan biosekuriti yang masih dibawah rata-rata

Gambar di atas menunjukkan kelemahan peternak baik yang ada di Kabupaten Blitar

maupun Kabupaten Malang adalah berkaitan dengan kebersihan, baik kebersihan halaman

kandang, kebersihan tempat minum, kebersihan tempat pakan, dan kebersihan kandang secara

umum. Keempat aspek tersebut perlu menjadi perhatian karena semakin bersih halaman kandang,

tempat minum, tempat pakan, dan kandang secara umum, akan meningkatkan hasil produksi ternak

walaupun kenaikannya tidak signifikan.

Page 19: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

495

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penerapan biosekuriti yang meliputi isolasi ternak, pengawasan lalu lintas dalam peternakan dan

sanitasi peternakan unggas di Kabupaten Blitar dan Malang mayoritas telah melaksanakan

biosekuriti.

2. Dari hasil analisa data yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner, dapat dilihat bahwa pada

kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang menunjukkan bahwa terdapat adanya pengaruh

terhadap peningkatan hasil produksi dan kesehatan lingkungan peternakan, meskipun tidak

terlalu besar. karena ada faktor lain yang juga berpengaruh terhadap peningkatan hasil produksi

ternak unggas, salah satunya yaitu terkait dengan pakan. kelemahan peternak yang ada di

Kabupaten Blitar maupun Kabupaten Malang adalah berkaitan dengan kebersihan, baik

kebersihan halaman kandang, kebersihan tempat minum, kebersihan tempat pakan, dan

kebersihan kandang secara umum. Keempat aspek tersebut perlu menjadi perhatian.

3. Berdasarkan dari hasil analisa yang ada dapat diketahui bahwa kendala yang dihadapi oleh

peternak mayoritas terkait dengan masalah kebersihan, baik itu kebersahan tempat pakan,

kebersihan tempat minum, kebersihan kandang dan kebersihan halaman kandang. Sehingga

perlu ditingkatkan lagi kualitas kebersihan kandang.

B. Saran

Secara umum, dari hasil analisa data pada kedua lokasi penelitian (Kabupaten Malang dan

Kabupaten Blitar) dapat diketahui bahwa masih kurangnya kesadaran para peternak terhadap

penanganan kebersihan lingkungan peternakan. Sehingga hal yang seharusnya dilakukan adalah

memberikan pengecekan, pengawasan secara rutin dan pengarahan kepada peternak bahwa

kebersihan lingkungan dan kandang sebagai bagian dari sanitasi lingkungan kandang yang

merupakan salah satu faktor terpenting penunjang produksi ternak. Ada beberapa hal yang harus

diperhatikan oleh para peternak sebelum memulai usaha ternak unggas, yaitu : ketepatan penentuan

lokasi kandang, bahan baku yang akan digunakan, dan proses pembuatan kandang (pengukuran

ventilasi dan penerangannya). Karena kandang tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal saja

tetapi juga merupakan tempat ternak melakukan semua aktivitasnya. Kandang juga harus dapat

melindungi ternak dari pengaruh cuaca, binatang liar dan manusia yang dapat mengganggu

perkembangan ternak (Ustomo E. 2016) Disamping itu, kondisi lingkungan kandang yang tidak

bersih dapat menyebabkan munculnya bakteri atau mikroorganisme yang dapat menyebabkan

timbulnya penyakit berbahaya pada unggas.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Malang dalam Angka. 2016. Malang: Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Blitar dalam Angka. 2016. Blitar : Badan Pusat Statistik

Cahyono, B., 2012. Ayam Buras Pedaging. Depok : Penebar Swadaya. 132h.

Daryanto A. 2007. Biosekuriti : Titik Krusial Dalam Perunggasan. http://www.trobos.com (19 Juli

2008).

(Deptan RI) Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2008. Lampiran Peraturan Menteri Pertanian

No 28/Permentan?OT.140/5/2008; Pedoman Penataan Kompartemen dan Penataan Zona Usaha

Perunggasan. http://www.ditjennak.go.id/regulasi%5Clamp_permentan28_2008.pdf (27

Oktober 2008).

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. 2015. Standar Operasional Prosedur (SOP)

PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA (FLU

BURUNG). 110 Halaman.

Fadilah. R, 2013. Super Lengkap Beternak Ayam Broiler. Jakarta : Agro Media Pustaka. 246 hal.

Page 20: KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM … file477 KAJIAN BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM DALAM MENUNJANG PRODUKSI Yang Sri Romadona, ST Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa

496

Hale, E.G. 1969. Domestication and The Evolution of Behaviour in The Behaviour of Domestic

Animals. E. S. E Hafez (Editor). London : Balliere, Tindall and Cassell.

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/17/11/07/oz0twt423-manfaat-penggunaan-

biosekuriti-tiga-zona-di-peternakan)

Jefrey JS. 1997. Biosecurity of Poultry Focks. Poultry fact sheet. No 26.

Kurniawan W. 2016. Biosekuriti Peternakan Unggas. Jakarta: GITA Pustaka. Hal : 21 – 23.

Martindah E, Priyanti A, Nurhayati IS. 2006. Kajian Pelaksanaan Kebijakan Pengendaian Penyakit

Avian Influenza di Lapang. Dalam Subandrio, Diwiyanto K, Kompyang IP, Inounu I, Setioko

AR, Ketaren PP, Suparyanto A, Priyanti A, penyunting. Prosiding Lokakarya Nasioal Inovasi

Teknologi Dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdaya Saing. Semarang, 4 Agustus

2006. Bogor (Indonesia) : Puslitbangnak. Hlm. 168 – 175.

Naipospos TS. 2006. Restrukturisasi Industri Perunggasan. http://www.kompas.com (19 Juli 2008).

Nuroso. 2010. Ayam Kampung Pedaging, Hari per Hari, Panduan Praktis Bagi Peternak Pemula.

Depok : Penebar Swadaya. 108h.

Ustomo E. 2016. 99% Gagal Beternak Ayam Broiler. Jakarta : Penebar Swadaya. 188h.

Siahaan SJ. 2007. Pengaruh Tingkat Biosekuriti Terhadap Pemaparan Avian Influena Pada Unggas

Air. (Tesis) Dalam Yatmiko A. Kondisi Biosekuriti Peternakan Unggas Sektor 4 Di Kabupaten

Cianjur. Institut Pertanian Bogor.

Widyantara, PRA, Wiyana, IK.A., Sarini, NP. 2013. Tingkat Penerapan Biosekuriti Pada Peternak

Ayam Pedaging Kemitraan di Kabupaten Tabanan dan Gianyar. E-Journal Peternakan

Tropika. Vol 1 Tahun 2013. Hal 45 – 57.

Winarsih, WH. 2014. Ternak Unggas, Ketahanan Pangan dan Nilai Tukar Petani. Surabaya : UNESA

University Press. 108 h.