kaidah fiqhiyah kesepuluh

11
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dengan adanya berbagai masalah fiqhiyyah kontemporer yang kian marak merebak di kalangan komunitas santri maupun awam, serta dengan adanya tugas individu yang kami emban dari bapak dosen, hal ini menggerakkan sanubari dan kemampuan rasional kami untuk menyuguhkan sekelumit kaidah furu’iyyah yang kami cuplik dari berbagai literature yang membahas kaidah fiqh. ماله اولى من اهمعمال كا, نفل من ال افضل الفرضB. RUMUSAN MASALAH 1. Apa makna kaidah ماله اولى من اهمعمال ك اdan الفنفل من ال افضل رض? 2. Apa dasar kaidah fiqh ماله اولى من اهم الكعمال اdanلفرض النف افضل من? 3. Bagaimana contoh kaidah ماله اولى من اهم الكعمال اdanنفل من ال افضلالفرض? 4. Apa saja cabang dan pengecualian dari kaidah ماله اولى من اهم الكعمال اdan الفرض افنفل من ال ضل?

Upload: akhlish-liy-fuadiy

Post on 04-Jul-2015

396 views

Category:

Education


22 download

DESCRIPTION

mengetaahui ilmu kaidah fiqhiyyah, memudahkan kita untuk menelusuri masalah-masalah fiqhiyyah yang kian mengglobal

TRANSCRIPT

Page 1: Kaidah fiqhiyah kesepuluh

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dengan adanya berbagai masalah fiqhiyyah kontemporer yang kian marak

merebak di kalangan komunitas santri maupun awam, serta dengan adanya tugas

individu yang kami emban dari bapak dosen, hal ini menggerakkan sanubari dan

kemampuan rasional kami untuk menyuguhkan sekelumit kaidah furu’iyyah yang

kami cuplik dari berbagai literature yang membahas kaidah fiqh.

الفرض افضل من النفل ,اعمال كالم اولى من اهماله

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa makna kaidah اعمال كالم اولى من اهماله dan رض افضل من النفل الف ?

2. Apa dasar kaidah fiqh اعمال الكالم اولى من اهماله dan افضل من النفاللفرض ?

3. Bagaimana contoh kaidah اعمال الكالم اولى من اهماله danالفرض افضل من النفل?

4. Apa saja cabang dan pengecualian dari kaidah اعمال الكالم اولى من اهماله dan الفرض

ضل من النفلاف ?

Page 2: Kaidah fiqhiyah kesepuluh

2

BAB II

PEMBAHASAN

A.

اعمال اكالم اولى من اهماله

“memberlakukan perkataan lebih utama daripada mengabaikannya”

Makna Kaedah

Tidak diperbolehkan mengabaikan perkataan dan membiarkannya tanpa

makna, selama masih memungkinnya untuk diarahkan kepada makna yang

sebenarnya (makna hakiki) atau makna majazi. Karena, asal dalam perkataan

adalah hakikatnya, maka selama tidk berhalangan untuk diarahkan kepada makna

hakiki, ia tidak boleh diarahkan kepada makna majazi.1

I’malul kalam : menerapkan hukum ucapan sesuai tuntutan maknanya

Ihmalul kalam : mendisfungsikan ucapan tanpa makna sama sekali karena

disebabkan beberapa faktor yang melatarbelakanginya.2

Contoh Kaedah:

1. Seseorang memiliki dua bejana, yang satu untuk khamr dan lainnya adalah

cuka, lalu ia mewasiatkan salah satu dari kedua bejana tersebut. Jika demikian,

yang dilaksanakan adalah bejana cuka.3

1 Dr. Abdul Karim Zaidan, h.19-20. 2Dr. Muhammad Shidqi bin Ahmad Al-Burnu,al- Wajiiz fii Iidlohi qowaa’id al fiqhi al –kulliyyah, hal: 260

Page 3: Kaidah fiqhiyah kesepuluh

3

2. Seseorang berkata kepada istri dan himarnya: “salah satu dari kalian aku talak”,

maka berarati istinya yang dicerai.4

3. Seseorang mewasiatkan dua kendangnya, yang satu digunakan untuk hal-hal

makshiyat dan yang satunya untuk hal-hal yang halal, maka yang dilaksanakan

adalah kendang yang digunakan untuk hal-hal yang halal.5

4. Seseorang bersumpah tidak akan memakan apapun dari kendil ini, maka

termasuk di dalamnya segala apapun yang dimasak dengan menggunakan

kendil tersebut.6

5. Andaikata seseorang wakaf kepada anak-anaknya, padahal dia hanya

mempunya cucu, maka wakaf itu harus diberikan kepada cucunya, karena cucu

6. itu termasuk anak dalam arti majaz7

Cabang Kaedah:

األصل في الكالم الحقيقة

“Ketentuan dasar sebuah ucapan adalah (diarahkan pada) makna hakikinya”

Makna kaidah : penggunaan ucapan mutakallim –baik syari’, ‘aqid,

halif atau lainnya- itu jika lafadz ucapan tadi mengandung makna

hakiki dan sunyi dari qorinah-qorinah yang lebih mengunggulkan

makna majaz.

Contoh: jika seseorang mewakafkan kepada anak-anaknya, maka tercakup di

dalamnya anak laki-laki dan perempuan. Karena hakikatnya kata anak (al

walad) itu juga mecakup anak laki-laki dan perempuan.8

إذا تعذرت الحقيقة يصار الى المجاز

3Sistematika Teori Hukum Islam, h.113 4Al’inaayah,h.122 5Al Imam jalaluddin as suyuti,al-asybah wan nadzoir,h.87 6Dr.M.Shidqi bin Ahmad al-Burnu,al-Wajiz,h.260 7ats tsamarot al Mardliyyah,h.146 8Al wajiz,h.262-263

Page 4: Kaidah fiqhiyah kesepuluh

4

“jika dirasa sulit untuk mengarahkan ucapan pada makna hakikatnya, maka

diarahkan pada makna konotsinya”

Syarat pemalingan makna hakiki kepada makna majazi :

Lafadz yang digunakan untuk makna majazi disyaratkan adanya qorinah

yang mencegah datangnya makna hakiki seperti mustahil dan sukarnya

bermakna hakiki, Atau makna hakiki termahjur(terhalang) baik dari

sudut pandang syara’ ataupun ‘urf

Contoh: seseorang berwakaf kepada anaknya – padahal ia hanya mempunyai

cucu- , maka wakaf diberikan kepada cucunya tersebut. Cucu adalah makna

majaz dari anak.9

إذا تعذر إعمال الكالم يهمل

“jika sulit memberlakukan suatu ucapan, maka ucapan tersebut tidak dapat

diberlakukan”

Contoh: seseorang menuduh orang lain memotong tangannya, padahal

tangannya masih utuh10

ذكر بعض ما اليتجزأ كذرك كله

“Manyebutkan sebagian sesuatu yang tidak bisa diperinci itu seperti

menyebutkan keseluruhannya”

Contoh: seseorang mencerai setengah atau seperempat (badan pen.) istrinya,

maka berarti ia mencerai seluruh(badan pen.) istrinya11

المطلق يجرى على إطالقه مالم يقم دليل التقييد نصا أو داللة

“sesuatu yang mutlak berlaku sejalan dengan kemutlakannya selama tidak ada

dalil yang membatasinya baik nash maupun dalalah”

Contoh: seseorang mewakilkkan kepada orang lain untuk membeli kuda atau

mobil, lalu orang tersebut membelikannya warna merah atau putih. Kemudian

9Ibid,h:265-266 10Ibid,h:267-268 11Ibid,h:269

Page 5: Kaidah fiqhiyah kesepuluh

5

orang yang mewkilkan tersebut berkata kepadanya bahwa ia meu yang

berwarna hitam, maka sudah lazim apa yang dibeli oleh wakil tersebut, karena

kalam yang mutlak berlaku sesuai dengan kemutlakannya.12

الوصف فى الحاضر لغو وفي الغائب معتبر

“menshifati yang hadir (ada di tempat) itu sia-sia, dan mensifati sesuatu yang

gho’ib(tidak ada di tempat) itu dianggap perkiraan”

Ruang lingkup kaidah: kaidah ini berlaku pada sebagian akad

mubadalah seperti bai’, ijaroh, dan nikah, yang man syarat shahnya

adalah ma’rifatu albadalain,dan intifaa’u al juhaalah

Contoh: seseorang berkata : aku menjual kuda putih ini kepadamu-sambil

menunjuknya-padahal berwarna hitam-mak jual tesebut menjadi sah jika

pembeli menerimanya, dan sia-sialah penyifatan terebut. Sedangkan jika kuda

tersebut tak ada (di tempat akad) dan si penjual berkata bahwa ia menjual kuda

putihnya , kemudian tampak jelas bahwa kudanya berwarna hitam, maka

pembeli boleh khiyar13

السؤال معاد في الجواب

“pertanyaan itu (diulang) dalam jawaban”

Contoh: seseorang berkata pada orang lain: aku menjual rumahku atau tokoku.

Lalu orang tersebut menjawab: ya, tau aku terima, maka berarti ia ridlo dengan

jualbeli tersebut14

15التأسيس اولى من التأكيد

“ta’sis lebih diprioritaskan daripada ta’kid”

Contoh: seorang suami berkata pada isterinya kamu aku thalak kamu aku

thalak tanpa ada niatan apapun, maka menurut qaul yang shohih adalah

jatuhnya thalak16

12Ibid,h.271-272 13Ibid,h:273-274 14Ibid,h:275 15Ibid,h:276

Page 6: Kaidah fiqhiyah kesepuluh

6

Disfungsi Ucapan(Ihmal)

Mendis-fungsikan kalam, baik secara konotatif maupun denotatif dapat terjadi

karena beberapa faktor. Diantaranya seperti yang tersebut di bawah ini:

1. Sulitnya mendefinisikan makna yang dimaksud.

2. Lafadz yang diucapkan bermakna ganda (musytarak), sementara tak ada

peluang untuk mengarahkan pada salah satu makna yang dikandung.

3. Lafadz yang diucapkan tidak mendapat legimitasi syara’.

4. Kata-kata yang diungkapkan bertentangan dengan relitas di lapangan

praksis (zhahir).

5. Kata-kata yang dilontarkan tidak sesuai (kontradiktif) dengan ketentuan

syari’at.17

16Al Asybah wan nadza’ir, h:93 17Fomulasi Nalar Fiqh,h.118-120

Page 7: Kaidah fiqhiyah kesepuluh

7

B.

الفرض اولى من النفل

“Ibadah fardlu lebih utama daripada ibadah sunnah”

Makna Kaidah

Ibadah fardlu adalah lebih banyak keutamaannya daripada ibadah sunnah.

Para ulama’ mengatakan bahwa pahala fardlu adalah melebihi pahala ibadah

sunnah, dengan selisih 70 pahala. Adapun ibadah fardlu di sini meliputi

fardluiltizam, seperti puasa nadlzar atau ibadah fardlu ‘ain, seerti shalat 5 waktu

atau fardlu kifayah, seperti shalat jenazah.18

Sementara al-Zarkasyi dalam al-Mantsur fi al-Qawa’id mengemukakan, ketinggian

derajat fardlu tidak hanya sebanding dengan 70 kali ibadah sunnah, akan tetapi

bisa lebih dari itu. Bahkan menurutnya, bisa mencapai derajat yang hanya Allah

swt.saja yang tahu ketinggian kadarnya.19

Dasar Kaidah

رواه عليهم افترضت ما اداء بمثل قربونالمت الى تقرب وما ربه عن يحكيه فيما وسلم عليه هللا صلى قال

البخاري

Nabi bersabda: “Tidak ada amalan orang-orang yang bertaqarrub keada-Ku yang

lebih Aku cintai yang menyamai pelaksanaan apa yang telah Aku wajibkan.”(HR.

Bukhari)

كمن كان الخير خصال من بخصلة فيه تقرب من رمضان شهر في قال وسلم عليه هللا صلى هللا رسول ان

سواه فيما فريضة سبعين ادى كمن كان فيه فريضة ادى ومن سواه فيما فريضة ادى

Rasulullah saw bersabda tentang keutamaan bulan Ramadlan dibandingkan dengan

bulan-bulan lainnya: “Barangsiapa melakukan taqarrub (ibadah sunnah) kepada Allah

swt di bulan Ramadlan, maka ia akan mendapatkan pahala sebagaimana ia melakukan

18Ats Tsamarot al Mardliyyah, hal: 180 19Formulasi nalar fiqh, hal: 208,209

Page 8: Kaidah fiqhiyah kesepuluh

8

satu ibadah fardlu di bulan Ramadlan, maka seperti halnya ia mengerjakan 70 kali

ibadah fardlu ada selain ibadah itu.”20

Pengecualian Kaidah

1. Membebaskan beban hutang pada orang yang kesulitan membayar.

Pembebasan hutang ini, dinilai lebih utama dari pada menunggu sampai ia

mampu melunasi. Hukum membebaskan adalah sunah, sedangkan menanti

hingga terjadi pelunasan adalah wajib,21 seperti ditegaskan dalam QS. Al-

Baqarah: 280;22

وان تصدقوا خير لكم

“……. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik

bagimu, …………”

2. Mengawali salam lebih utama daripada menjawabnya. Adapun memulai salam

itu lebih utama, berdasarkan hadits nabi saw:

بالسالموخيرهما الذي يبدا

“Yang terbaik di antara keduanya adalah yang memulai salam”23

3. mengumandangkan adzan adalah berhukum sunnah, menurut pendapat yang

lebih shohih mengumandangkan adzan itu lebih utama daripada menjadi imam

yang berhukum fardlu kifayah atau fardlu ‘ain.

4. Berwudlu sebelum masuk waktu shalat itu lebih utama daripada berwudlu

setelah masuk waktu shalat.24

20Al Asybah wan Nadhaa’ir, hal:99, ats Tsamarot Al Mardliyyah, hal: 180, 181 21Asy Syaikh ‘Abdulloh bin Sa’id Muhammad ‘ubbadiy al Lahjiy, iidlohul Qawa’iid al Fiqhiyyah, hal:78 22Al Asybah wan Nadhaa’ir, hal: 99 23Iidlohul Qawaa’id al Fiqhiyyah, hal: 78 24Ibid

Page 9: Kaidah fiqhiyah kesepuluh

9

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Disamping kaidah kulliyyah ruang lingkup pembahasan kaidah fiqh juga ada yang

namanya kaidah furuu’iyyah yang jumlahnya sangat banyak sekali. Di antaranya

adalah 2 kaidah berikut ini yakni:

اعمال اكالم اولى من اهماله

“memberlakukan perkataan lebih utama daripada mengabaikannya”

النفل من اولى الفرض

“Ibadah fardlu lebih utama daripada ibadah sunnah”

B. SARAN DAN KRITIK

Mengingat perkembangan zaman yang seolah mengejar kita di tengah-

tengah bingkai syari’at Islam, selambat apapun modernisasi akan mengenai kita

Page 10: Kaidah fiqhiyah kesepuluh

10

dan samai saatnya kita akan bertanya tentang hukum menurut pandangan Islam.

Maka, tidaklah selayaknya bagi kita untuk diam dan acuh, padahal banyak

pertanyaan yang menanti usaha kita untuk terus mengkaji fiqh kontemporer yang

dapat kita kaitkan dengan nalar kaidah fiqh untuk menemukan jawaban dari

berbagai masalah kekinian. Maka marilah berfikir dan bertindak!.

Atas pemaparan kami di atas yang kami cuplik dari berbagai referensi yang

kami miliki, maka sangatlah mungkin akan terbukanya peluang kekurangan dan

kesalahan yang berserakan di sana-sini, dari sini kami sangat mengharap saran dan

kritik yang membangun dari berbagai pihak teutama dari dosen pengamu demi

perbaikan makalah ini selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, asy Syaikh Moch. Djamaluddin, al ‘Iinaayah Syarh al Faroo’id al Bahiyyah fii

Nadzmi al Qawaa’id al Fiqhiyyah, Jombang: Pustaka Muhibbin, 2010, cet:1

Al Burnu, Muhammad Shidqi bin Achmad, al Wajiiz fii Iidloohi Qawaa’id al Fiqh al

kulliyyah, Riyadl: at Taubah, 1415 h

Al Hasyimiy, Muhammad Ma’shum Zainiy, Sistematika Teori Hukum Islam, Jombang:

Darul Hikmah, 2008

As Suyuthi, al Imam Jalaaluddin ‘Abdurrohman bin Abi Bakar, al Asybaah wan Nadhoo’ir

fii al Furuu’,tt

Asy Syahaariy, asy Syaikh ‘Abdulloh bin sa’iid Muhammad ‘Ubbaadiy al Lahjiy al

Hadlromiy, Iidloohu al Qawaa’id al Fiqhiyyah li thullaabi al Madrasah ash

Shoultiyyah, Surabaya: al Hidaayah,1410 h, cet:3

Haq, Abdul, Ahmad Mubarok, Agus Ro’uf, Formulasi Nalar Fiqh Telaah Kaidah Fiqh

Konseptual Buku Dua,Surabaya: Khalista, 2009, cet: 5

Manshur, M. Yahya Chusnan, ats Tsamarot al Mardliyyah Ulasan Nadhom Qowaid

Fiqhiyyah al-Faroid al-Bahiyyah, Jombang: Pustaka al-Muhibbin, 2011, cet:2

Zaidan, Abdul Karim, al-Wajiz 100 Kaidah Fikih Dalam Kehidupan Sehari-hari, Jakarta

Timur: Pustaka al Kautsar, 2008, cet: 2

Page 11: Kaidah fiqhiyah kesepuluh

11