kabupaten kudus -...

38
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 95 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pembinaan usaha ketenagalistrikan, penyediaan fasilitas umum berupa penerangan jalan kepada masyarakat, dan peningkatan pendapatan asli daerah guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, maka perlu mengatur Pajak Penerangan Jalan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Penerangan Jalan;

Upload: phambao

Post on 19-Aug-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

NOMOR 20 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

NOMOR 20 TAHUN 2010

TENTANG

PAJAK PENERANGAN JALAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KUDUS,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 95 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pembinaan usaha ketenagalistrikan, penyediaan fasilitas umum berupa penerangan jalan kepada masyarakat, dan peningkatan pendapatan asli daerah guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, maka perlu mengatur Pajak Penerangan Jalan;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Penerangan Jalan;

274

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang

Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

275

tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

10. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3293) sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145);

276

12. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3394), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4469);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

277

17. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;

18. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kudus Nomor 10 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Kudus (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kudus Tahun 1988 Nomor 4);

19. Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2007 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Kudus Nomor 99);

20. Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus (Lembaran Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2008 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Kudus Nomor 106);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN KUDUS

dan

BUPATI KUDUS

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

278

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Kudus.

2. Pemerintah daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

3. Bupati adalah Bupati Kudus.

4. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Kudus.

5. Pajak Penerangan Jalan yang selanjutnya disebut pajak adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.

6. Tenaga listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, tetapi tidak meliputi listrik yang dipakai untuk komunikasi, elektronika, atau isyarat.

7. Wajib pajak adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan tenaga listrik.

8. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,

279

organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

9. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.

10. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender, kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

11. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

12. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada wajib pajak serta pengawasan penyetorannya.

13. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

280

14. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.

15. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

16. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

17. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

18. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

19. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.

281

20. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan.

21. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak.

22. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh wajib pajak.

23. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

282

24. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah.

25. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

26. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

27. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten yang diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.

BAB II

NAMA, OBJEK, DAN SUBJEK PAJAK

Pasal 2

Dengan nama Pajak Penerangan Jalan dipungut pajak sebagai pembayaran atas penggunaan listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.

283

Pasal 3

(1) Objek pajak adalah penggunaan tenaga listrik, baik

yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.

(2) Listrik yang dihasilkan sendiri sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh pembangkit listrik.

(3) Dikecualikan dari objek pajak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. penggunaan tenaga listrik oleh instansi Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah;

b. penggunaan tenaga listrik oleh badan sosial;

c. penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing dengan asas timbal balik; dan

d. penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi terkait.

Pasal 4

(1) Subjek pajak adalah orang pribadi atau Badan yang

dapat menggunakan tenaga listrik. (2) Dalam hal tidak ada pemberitahuan bahwa wajib

pajak bukan subjek pajak, maka wajib pajak dianggap sama dengan subjek pajak.

(3) Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh sumber lain,

wajib pajak adalah penyedia tenaga listrik.

284

BAB III

DASAR PENGENAAN, TARIF,

DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK

Pasal 5

(1) Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual tenaga listrik.

(2) Nilai Jual tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) ditetapkan :

a. dalam hal tenaga listrik berasal dari sumber lain dengan pembayaran, Nilai Jual Tenaga Listrik adalah jumlah tagihan biaya beban/tetap ditambah dengan biaya pemakaian kwh/variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik;

b. dalam hal tenaga listrik dihasilkan sendiri, Nilai Jual Tenaga Listrik dihitung berdasarkan kapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka waktu pemakaian listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah Daerah.

(3) Harga Satuan Listrik sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) huruf b, ditetapkan oleh Bupati dengan berpedoman pada harga satuan listrik yang berlaku pada PT. (Persero) Perusahaan Listrik Negara.

Pasal 6

(1) Tarif pajak ditetapkan berdasarkan penggunaan

tenaga listrik yang dihasilkan sendiri maupun penggunaan tenaga listrik yang berasal dari sumber lain.

285

(2) Dalam hal penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan sebesar 1,5 (satu koma lima persen) dari kapasitas yang tersedia.

(3) Dalam hal penggunaan tenaga listrik yang berasal dari sumber lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan a. sebesar 9 % (sembilan persen) untuk keperluan

bukan industry, pertambangan minyak bumi dan gas alam;

b. sebesar 3 % (tiga persen) untuk keperluan industry, pertambangan minyak bumi dan gas alam.

Pasal 7

Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dengan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

BAB IV

WILAYAH PEMUNGUTAN

Pasal 8

Wilayah pemungutan pajak adalah di Daerah.

BAB V

MASA PAJAK

Pasal 9

Masa pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.

286

Pasal 10

Pajak terutang dalam masa pajak, terjadi pada saat pembayaran tagihan listrik.

BAB VI

PENETAPAN PAJAK

Pasal 11

(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD.

(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya.

(3) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan kepada Bupati paling lambat 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak, dengan dilampiri bukti pembayaran oleh subjek pajak.

BAB VII

PEMUNGUTAN PAJAK

Bagian Kesatu Tata Cara Pemungutan

Pasal 12

(1) Pemungutan pajak dilarang diborongkan.

(2) Wajib Pajak membayar sendiri pajak terutang berdasarkan SPTPD, SKPDKB, dan/atau SKPDKB.

(3) Hasil pemungutan pajak disetorkan ke Kas Daerah paling lambat 1 (satu) hari kerja atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati.

287

Pasal 13

(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan:

a. SKPDKB dalam hal:

1. jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;

2. jika SPTPD tidak disampaikan kepada Bupati dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;

3. jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan.

b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.

c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam

SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

288

(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

tidak dikenakan jika wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

(5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3 dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

Bagian Kedua

Surat Tagihan Pajak

Pasal 14

(1) Bupati menerbitkan STPD apabila:

a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;

b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung; dan / atau

c. wajib pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.

289

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.

Bagian Ketiga

Tata Cara Pembayaran dan Penagihan

Pasal 15

(1) Pembayaran pajak terutang dilakukan secara tunai/lunas.

(2) Bupati menentukan tanggal jatuh tempo

pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terutangnya pajak oleh wajib pajak.

(3) SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan

Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.

(4) Bupati atas permohonan wajib pajak setelah

memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.

290

(5) Tata cara pemberian angsuran atau penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Bupati.

Pasal 16

(1) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 15 ayat (1) diberikan tanda bukti pembayaran.

(2) Setiap pembayaran dicatat dalam buku penerimaan.

Pasal 17

(1) Pajak yang terutang berdasarkan SKPDKB,SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.

(2) Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat

Keberatan dan Banding

Pasal 18

(1) Wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas suatu: a. SKPDK; b. SKPDKBT; c. SKPDLB; d. SKPDN; dan e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

291

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu

paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

(4) Keberatan dapat diajukan apabila wajib pajak telah

membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak.

(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.

(6) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan

oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan surat keberatan.

Pasal 19

(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.

(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa

menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.

292

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Pasal 20

(1) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan

banding hanya kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Bupati.

(2) Permohonan banding sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut.

(3) Pengajuan permohonan banding menangguhkan

kewajiban membayar pajak sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.

Pasal 21

(1) Jika pengajuan keberatan atau permohonan

banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB.

293

(3) Dalam hal keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

(4) Dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan

banding, sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan.

(5) Dalam hal permohonan banding ditolak atau

dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

Bagian Kelima

Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan Ketetapan, dan Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Administratif

Pasal 22

Atas permohonan wajib pajak atau Bupati karena jabatannya dapat membetulkan SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

BAB VIII

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

294

Pasal 23

(1) Atas kelebihan pembayaran pajak, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.

(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua

belas) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila wajib pajak mempunyai utang pajak lainnya,

kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut.

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.

(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran pajak

dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak.

295

BAB IX

KEDALUWARSA PENAGIHAN

Pasal 24

(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.

(2) Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila:

a. diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa; atau

b. ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak, baik langsung maupun tidak langsung.

(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat

Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.

(4) Pengakuan utang pajak secara langsung

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah wajib pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.

(5) Pengakuan utang secara tidak langsung

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh wajib pajak.

296

Pasal 25

(1) Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.

(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB X

PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN

Pasal 26

Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikit Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) per tahun wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.

Pasal 27

(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban pajak dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

(2) Wajib pajak yang diperiksa wajib:

a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek pajak yang terutang;

b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau

c. memberikan keterangan yang diperlukan.

297

BAB XI

INSENTIF PEMUNGUTAN

Pasal 28

(1) Satuan Kerja Perangkat Daerah yang melaksanakan pemungutan pajak dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.

(2) Pemberian Insentif sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati sesuai ketentuan perundang-undangan.

BAB XII

PENDAFTARAN ATAU IZIN

Pasal 29

(1) Untuk dapat menyelenggarakan usaha

ketenagalistrikan, orang pribadi atau badan wajib mendaftarkan atau izin usahanya kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran atau

izin usaha ketanalistrikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Bupati.

BAB XIII

KETENTUAN KHUSUS

298

Pasal 30

(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah:

a. pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan;

b. pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Bupati untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan daerah.

(4) Untuk kepentingan Daerah, Bupati berwenang

memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), agar memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuk.

299

(5) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas permintaan hakim sesuai dengan hukum acara pidana dan hukum acara perdata, Bupati dapat memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.

(6) Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada

ayat (5) harus menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta.

BAB XIV

PENYIDIKAN

Pasal 31

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

300

(3) Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana;

d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

301

j. menghentikan penyidikan; dan/atau

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XV

KETENTUAN PIDANA

Pasal 32

(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya menyampaikan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja menyampaikan

keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

302

Pasal 33

Tindak pidana tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau berakhirnya Bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.

Pasal 34

(1) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati

yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah).

(2) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati

yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.

(4) Tuntutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) sesuai dengan sifatnya adalah menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau Badan selaku Wajib Pajak, merupakan tindak pidana pengaduan.

303

Pasal 35

Orang pribadi atau Badan yang melanggar ketentuan Pasal 29 ayat (1) dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 36

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Bupati.

Pasal 37

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kudus Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pajak Penerangan Jalan (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kudus Tahun 1999 Nomor 19) sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 15 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kudus Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pajak Penerangan Jalan (Lembaran Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2002 Nomor 24, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Kudus Nomor 43) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

304

Pasal 38

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini, dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kudus.

Ditetapkan di Kudus pada tanggal 11 Oktober 2010

BUPATI KUDUS,

ttd.

M U S T H O F A

Diundangkan di Kudus pada tanggal 12 Oktober 2010

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KUDUS,

ttd.

BADRI HUTOMO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN 2010. NOMOR 20

305

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2010

TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN

I. UMUM

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah Daerah mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam rangka membiayai pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan tersebut salah satunya berasal dari pungutan pajak daerah.

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan dalam rangka pembinaan terhadap usaha ketenagalistrikan serta peningkatan pendapaten asli daerah, perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Kudus tentang Pajak Penerangan Jalan guna memberikan dasar hukum bagi pelaksanaan pemungutan Pajak Penerangan Jalan, pembinaan usaha ketenagalistrikan, dan penyediaan fasilitas umum berupa penerangan jalan kepada masyarakat .

Bahwa dengan dibentuknya peraturan daerah tersebut, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kudus Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pajak Penerangan Jalan (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kudus Tahun 1999 Nomor 19) sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 15 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kudus

306

Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pajak Penerangan Jalan (Lembaran Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2002 Nomor 24, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Kudus Nomor 43) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Adapun materi dalam peraturan daerah ini selain mengatur tentang tata cara perpajakan daerah dengan mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juga memberikan dasar hukum guna pengaturan pendaftaran dan izin usaha ketenagalistrikan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Bahwa dalam hal wajib pajak dan subjek

pajak berbeda tetapi tidak ada pemberitahuan kepada Pemerintah Daerah dan Perusahaan Listrik Negara , maka wajib pajak dianggap sama dengan subjek pajak.

307

Contoh : Dengan beralihnya hak sebuah rumah dengan penerangan listrik, maka selama tidak ada pemberitahuan tentang peralihan hak tersebut kepada Pemerintah Daerah dan Perusahaan Listrik Negara, maka pengenaan pajak masih tetap pada nama yang tercantum dalam rekening listrik. Dengan demikian pencantuman nama wajib pajak dianggap sama dengan nama subjek pajak.

Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas

308

Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17

Ayat (1) Yang dimaksud dengan “Surat Paksa”

adalah surat perintah membayar pajak dan tagihan yang terkait dengan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan “alasan-alasan

yang jelas adalah dengan mengemukakan data atau bukti bahwa jumlah pajak yang terutang atau pajak lebih bayar yang ditetapkan oleh fiskus tidak benar.

309

Ayat (3) Yang dimaksud dengan “diluar

kekuasaannya” adalah keterlambatan Wajib Pajak mengajukan keberatannya yang bukan karena kesalahannya, misalnya sakit atau kena musibah.

Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas

310

Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 140