k. subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/laporan edisi 8 april 2019.pdf · hidup dan berkembang....

31

Upload: phamtruc

Post on 05-Jun-2019

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi
Page 2: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

K. Subroto

Laporan Edisi 8 / April 2019

ABOUT US

Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.

Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami,

kirimkan e-mail ke:

[email protected]

Seluruh laporan kami bisa didownload di website:

www.syamina.org

SYAMINA

REKAM JEJAK KELOMPOK KOOPERATIFDI HINDIA BELANDA

DARI AWAL ABAD KE-20 SAMPAI MASUKNYA JEPANG

Page 3: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINA Edisi 8 / April 2019

3

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI — 3

EXECUTIVE SUMMARY — 4

Pendahuluan: Politik Etis dan Kesenjangan Ekonomi — 7

Demografi Jawa yang disasar Penjajahan — 8

Semua berawal dari Pendidikan — 9

Organisasi Pergerakan Nasional Kooperatif — 11

1. Boedi Oetomo — 12

2. Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia) — 12

3. Parindra (Partai Indonesia Raya) — 14

4. GAPI (Gabungan Politik Indonesia) — 14

5. Partindo (Partai Indonesia) — 15

6. Muhammadiyah — 16

7. Nahdatul Ulama’ (NU) — 18

Darul Islam Hindia Belanda — 19

8. Sarekat Islam (SI) — 20

Infiltrasi Komunis menghancurkan SI — 25

Tanggapan terhadap Nasionalisme — 26

Penutup — 29

Daftar Pustaka — 30

Page 4: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINAEdisi 8 / April 2019

4

Tidak ada perdebatan mengenai menurunnya kemakmuran setelah tahun

1930. Pendidikan memang menghasilkan beberapa pegawai yang cakap dan

setia, tetapi juga menghasilkan kaum elite yang tidak puas yang memimpin

gerakan-gerakan anti-penjajahan.

Anggota-anggota Budi Utomo, yang terdiri dari kaum priyayi Jawa yang telah

mengenyam pendidikan Barat, telah menerima dan menyesuaikan diri dengan

peradaban Barat. Sebagian besar anggota BU berkarier dalam pemerintahan

penjajah Belanda. Sedangkan mereka yang memimpin gerakan-gerakan yang lebih

aktif hampir semuanya merupakan orang-orang yang telah berhasil menyelesaikan

sekolah-sekolah Belanda, namun kemudian mengundurkan diri atau diberhentikan

dari pekerjaan-pekerjaan pemerintahan.

Organisasi-organisasi modern muncul setelah banyak anak-anak kaum priyayi

pribumi mengenyam pendidikan Belanda. Hal ini selaras dengan program Snouck

Hurgronje yaitu asosiasi dengan pendidikan Barat untuk membuat para elit

terpengaruh dengan pemikiran Barat sehingga kooperatif dengan penjajah dan apa

yang dibawanya.

Titik inti filsafat kolonialisme Snouck, Hindia Belanda dan terutama Jawa

haruslah melangkah ke arah dunia modern di mana Indonesia setingkat demi

EXECUTIVE SUMMARY

Page 5: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINA Edisi 8 / April 2019

5

setingkat sedang menjadi bagiannya. Definisi Indonesia modern (menurut Snouck)

bukanlah Indonesia Islam dan bukan pula Indonesia yang diperintah oleh adat,

tetapi dia harus menjadi Indonesia yang dibaratkan (westerenisasi indonesia).

Peradaban Belanda haruslah menggantikan peradaban tradisional Priyayi dan, di

atas semuanya, peradaban santri.

Gubernur Jenderal van Heutsz menyambut baik Budi Utomo, persis seperti ia

sebelumnya menyambut baik penerbitan Bintang Hindia, sebagai tanda keberhasilan

politik Etis. Memang itulah yang dikehendakinya: suatu organisasi pribumi yang

progresif-moderat yang dikendalikan oleh para pejabat yang maju.

Budi Utomo sudah mengalami kemandekan hampir sejak awal pendiriannya.

Sepanjang sejarahnya (organisasi secara resmi dibubarkan pada tahun 1935),

sebenarnya Budi Utomo sering kali tampak sebagai partai pemerintah penjajah

Belanda.

Pada tahun 1911, Tirtoadisurjo bersama seorang pedagang batik yang berhasil

di Surakarta bemama Haji Samanhudi (1868-1956) mendirikan Sarekat Dagang

Islam (SDI) sebagai suatu koperasi pedagang batik Jawa. Pada tahun 1912, organisasi

tersebut mengubah namanya menjadi Sarekat Islam (SI). Samanhudi karena

kesibukannya kemudian meminta Tjokroaminoto untuk memimpin organisasi itu.

Para pendiri SI mendirikan organisasinya tidak semata-mata untuk mengadakan

perlawanan terhadap orang-orang Cina, tetapi untuk membuat front melawan

semua penindasan terhadap rakyat pribumi. Ia juga merupakan reaksi terhadap

rencana krestenings-politik (politik pengkristenan) dari kaum Zending, perlawanan

terhadap kecurangan-kecurangan dan penindasan-penindasan dari pihak

ambtenar-ambtenar (pejabat pemerintah) lokal dan Eropa. Berbeda dengan Budi

Utomo yang merupakan organisasi dari ambtenar-ambtenar pemerintah. SI berhasil

mengorganisir lapisan bawah masyarakat.

Di beberapa daerah, SI benar-benar menjadi pemerintahan bayangan dan para

pejabat priyayi harus menyesuaikan diri. Sambutan rakyat atas berdirinya SI sangat

besar, dan secara sepontan cabang-cabang SI berdiri di berbagai daerah. Hampir

semua orang Islam, baik yang terdaftar sebagai anggota maupun tidak menganggap

SI sebagai organisasi mereka. Mereka umumnya memperlihatkan loyalitas dengan

turut serta rapat atau bergerak memenuhi himbauan organisasi. Seorang pemimpin

lokal SI yang ingin mengumpulkan massa atau pengikutnya, cukup datang ke langgar

atau masjid dan memukul bedug. Maka semua pengikutnya dari segala penjuru akan

datang memenuhi panggilan tersebut termasuk para pembantu rumah tangga para

pejabat Belanda; mereka begitu saja meninggalkan pekerjaan mereka.

Walaupun SI digolongkan Kooperatif, tetapi SI kemudian dikelompokkan mejadi

organisasi Non-Kooperatif setelah tahun 1926 dengan pelaksanaan politik hijrahnya.

Politik Hijrah Sarekat Islam mulai dilancarkan pada tahun 1923 sebagai akibat

ketidak percayaan partai terhadap pemerintah dan keyakinan bahwa kerjasama

dengan pemerintah hanya akan menyebabkan partai lebih jauh dari tujuannya. Ada

keyakinan bahwa SI “semata-mata bergantung pada Tuhan”, sebuah cerminan dari

Tauhid.

Page 6: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINAEdisi 8 / April 2019

6

Sampai tahun 1920-an SI adalah satu-satunya organisasi yang memiliki jumlah

pengikut terbesar di kalangan rakyat Hindia Belanda. Maka pemerintah penjajah

dan saingan politiknya berusaha melemahkannya. Pertama; dengan membenturkan

dengan kaum muslim tradisional. Kedua; dengan penyusupan aktivis komunis ke

dalam organisasi tersebut yang mengakibatkan organisasi terpecah.

Para pemimpin SI juga tercatat dalam sejarah sebagai yang terdepan dalam

membendung idiologi-ideologi dan isme-isme yang bertentangan dengan Islam.

Mereka menentang keras idiologi komunisme, sekulerisme dan juga nasionalisme

di era sebelum pembentukan negara Indonesia. Mereka mengusulkan pembentukan

sebuah negara yang berdasarkan Islam, bukan negara bangsa yang mereka sebut

sebagai bentuk fanatisme (ashobiyah) yang dilarang dalam ajaran Islam.

Organisasi Islam kedua yang muncul setelah Sarekat Islam adalah Muhammadiyah.

Sifatnya reformis dan nonpolitik. Muhammadiyah didirikan pada 18 Nopember 1912

di Yogyakarta, oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan (1868-1923) yang berasal dari keturunan

keluarga elit Agama kesultanan Yogyakarta. Kegiatannya dipusatkan dalam bidang

pendidikan, kesehatan rakyat dan sosial. Karena sikapnya yang tidak menolak sistem

Barat, bahkan banyak mengambil alih sistem pendidikan dan perawatan orang sakit,

pemerintah penjajah bersedia memberikan pengakuan dan bantuan.

Kaum reformis juga mendapat tantangan dari kalangan adat dan priyayi.

Penjajah Belanda yang setengah takut dengan pengaruh reformis justru berusaha

mempertajam perpecahan di tubuh umat Islam tersebut. Perpecahan semakin

tampak ketika kaum tradisi membentuk organisasi sendiri, yaitu Nahdatul Ulama

(NU).

NU lahir sebagai perluasan dari Komite Hijaz yang dibentuk dengan dua tujuan:

pertama untuk mengimbangi Komite Khilafat yang secara berangsur-angsur berada

di bawah pengaruh kelompok pembaharu; kedua untuk menuntut pada Ibnu

Sa’ud, penguasa baru di tanah Arab, agar kebiasaan beragama lama (tradisi) dapat

diteruskan. Pada muktamarnya tahun 1938, para ulama NU menetapkan bahwa

Hindia Belanda berstatus sebagai negara Islam (darul Islam).

Sarikat Islam semakin terpinggirkan di tahun 1920-an, karena pada tahun-tahun

tersebut semakin banyak orang Islam yang terkena “emansipasi” Barat, yaitu asing

dengan agamanya sendiri, sebagai hasil dari pendidikan Barat. Orang-orang yang

terkena “emansipasi” ini tidak memilih Sarikat Islam sebagai tempat mereka aktif

dalam pergerakan sebagaimana yang dilakukan dalam tahun-tahun belasan (1911-

an dan sesudahnya) oleh pendahulunya yang juga menerima pendidikan Belanda.

Mereka lebih tertarik dengan pergerakan lain yang tidak berasaskan Islam.

Pada bulan September 1937, para pemimpin Nahdlatul Ulama dan

Muhammadiyah memprakarsai pembentukan Majlis Islam A’laa Indonesia (MIAI)

“dewan Islam tertinggi Indonesia”. Persatuan Islam, al-Irsyad, dan hampir semua

organisasi Islam lain di seluruh Indonesia segera bergabung ke dalam MIAI. Politik

kooperatif berakhir setelah Belanda menyerah tanpa syarat pada Jepang pada tahun

1942.

Page 7: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINA Edisi 8 / April 2019

7

Pendahuluan: Politik Etis dan Kesenjangan EkonomiKegagalan politik etis tampak jelas pada tahun-tahun akhir Perang Dunia I, timbul

kelaparan dan kemiskinan di mana-mana. Perbedaan antara golongan masyarakat

Eropa dan pribumi begitu mencolok di Hindia Belanda. Perusahaan-perusahaan

penjajah mengalami kemajuan pesat dan keuntungan yang berlipat ganda. Ekonomi

sangat maju dan ekspor meningkat. Hal itu disebabkan permintaan di pasar dunia

yang meningkat atas produk Hindia Belanda.

Keadaan semacam itu menimbulkan kegelisahan sosial yang sangat meluas.

Pemberontakan-pemberontakan petani di Jambi (1916), Pasarrebo (1916), Cimareme

(1918), dan Toli-toli (1920) merupakan tanda yang jelas dari kegelisahan itu.

Menghadapi kegelisahan itu, Gubernur Jendral van Limburg Stirum menjanjikan

akan membentuk Komisi Perubahan yang akan meninjau Dewan Rakyat dan struktur

administrasi pemerintahan Hindia Belanda. Pemerintahan Gubernur Jendral

van Limburg Stirum (1916-1921) dapat mengambil hati kaum terpelajar karena

pandangannya yang progresif dan memberi kesempatan organisasi pribumi untuk

hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda

dengan pemimpin pribumi cukup ramah.1

Proses radikalisasi pergerakan nasional bertambah kuat mulai tahun 1921. Hal

itu disebabkan antara lain karena: pertama, timbulnya krisis ekonomi pada tahun

1 M.Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V. PN Balai Pustaka Jakarta 1984, h.59

REKAM JEJAK KELOMPOK KOOPERATIFDI HINDIA BELANDA

DARI AWAL ABAD KE-20 SAMPAI MASUKNYA JEPANG

Page 8: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINAEdisi 8 / April 2019

8

1921 dan krisis perusahaan gula sejak tahun 1918, kedua, pergantian gubernur

jendral Hindia Belanda ke tangan Gubernur Jenderal Fock yang sangat reaksioner.

Pada tahun 1920 ekspor mulai menurun sehingga mengakibatkan kerugian

besar perusahaan-perusahaan Barat, bahkan ada yang bangkrut. Penghematan dan

pengangguran semakin menambah kegelisahan. Sangat terasa kepentingan ekonomi

golongan Barat semakin berkuasa sehingga masalah peningkatan upah dan kontrak

tanah yang menguntungkan pribumi tidak mudah dilakukan. Kebijakan ekonomi ini

dipertahankan untuk memungkinkan sistem eksploitasi ekonomi sebagai salah satu

pilar sistem kolonial. Akibatnya semakin jauh jarak antara taraf kehidupan pribumi

dan golongan Eropa.

Politik Fock diklaim didasarkan atas prinsip etis, namun kenyataannya ada

kecurigaan terhadap organisasi-organisasi pribumi dan menentang perluasan

kekuasaan golongan pribumi. Akibat kebijakan politik Fock, terjadi radikalisasi

pergerakan nasional sejak 1922. Dalam Dewan Rakyat muncul konsentrasi radikal.

Gerakan nonkooperasi terhadap pemerintah penjajah Belanda semakin meluas di

kalangan terpelajar.2

Demografi Jawa yang disasar PenjajahanIndonesia sebagai bangsa dan nama negara belum ada waktu itu. Nama Indonesia

baru digunakan untuk menggantikan sebutan Hindian Belanda pada tahun 1920-

an oleh beberapa organisasi pergerakan nasional. Nama Indonesia sendiri pertama

kali diperkenalkan oleh George Samuel Windsor Earl pada tahun 1850 dalam sebuah

artikel di majalah ilmiah tahunan yang terbit di Singapura, Journal of the Indian

Archipelago and Eastern Asia (JIAEA) yang dikelola oleh seorang berkebangsaan

scotlandia bernama James Richardson Logan.

Jawa sebagai pulau dengan populasi paling banyak di kepulauan ini. Pada tahun

1920, jumlah penduduk asli di Jawa dan Madura diperkirakan sudah mencapai

sekitar 34,4 juta jiwa, dan pada sensus tahun 1930 telah bertambah menjadi 40,9 juta

jiwa. Penduduk asli di daerah-daerah luar Jawa diperkirakan berjumlah 7,3 juta jiwa

pada tahun 1905, 13,9 juta jiwa pada tahun 1920, dan angka yang terakhir pada tahun

1930 berjumlah 18,2 juta jiwa. Jumlah keseluruhan penduduk asli Indonesia pada

tahun 1930 adalah 59,1 juta jiwa (ditambah 1,6 juta orang Eropa dan Timur Asing,

1,2 juta di antaranya orang Cina, sehingga jumlah seluruhnya 60,7 juta jiwa). Dengan

demikian, hampir 70% penduduk Indonesia pada tahun 1930 tinggal di Jawa dan

Madura, yang luasnya hanya sekitar7% dari luas seluruh daratan Indonesia.3

Dalam sensus tahun 1930, perbandingan orang Indonesia usia dewasa di seluruh

kepulauan yang sudah melek huruf hanya7,4%: di Sumatera 13,1%, di Jawa dan

Madura 6%, dan di Bali dan Lombok 4%. Sebagian dari jumlah tersebut merupakan

tamatan dari lembaga-lembaga pendidikan pribumi, baik sekolah-sekolah Quran

yang lama maupun sekolah-sekolah yang lebih modern. Tingkat melek huruf yang

2 M.Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V, op.cit., h.60-613 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, Cetakan III: September

2007, h.326-327

Page 9: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINA Edisi 8 / April 2019

9

tertinggi (50%) terdapat di daerah-daerah Maluku Selatan yang beragama Kristen, di

mana misi-misi Kristen aktif di bidang pendidikan.

Keadaan ini memang buruk jika dibandingkan dengan program pendidikan

rakyat yang paling ambisius di suatu negeri jajahan, yaitu program pendidikan

rakyat yang dilaksanakan oleh Amerika Serikat di Filipina, di mana pada tahun 1939

lebih dari seperempat jumlah penduduk dapat berbahasa Inggris. Pihak Belanda

tidak pernah memberi janjinya dalam hal pendidikan rakyat seperti yang dilakukan

Amerika Serikat.

Pendidikan tidak menghasilkan elite baru yang berterima kasih dan bersedia

bekerja sama, tidak pula melahirkan semangat baru yang berkobar-kobar di kalangan

rakyat; langkah-langkah kesejahteraan umumnya tidak menghasilkan kesejahteraan.

Tidak ada perdebatan mengenai menurunnya kemakmuran setelah tahun 1930.

Pendidikan memang menghasilkan beberapa pegawai yang cakap dan setia, tetapi

juga menghasilkan sedikit kaum elite yang tidak puas yang memimpin gerakan-

gerakan anti-penjajahan.4

Perubahan yang cepat terjadi di semua wilayah yang baru saja ditaklukkan

Belanda. Akan tetapi, dalam hal gerakan-gerakan anti-penjajahan dan pembaharuan

yang mula-mula muncul pada masa ini, Jawa dan daerah Minangkabau di Sumatera

menarik perhatian khusus. Banyak tokoh-tokoh pergerakan berasal dari kedua

daerah tersebut. Ketika raja-raja Bali dan ulama Aceh masih berjuang untuk

mempertahankan tatanan lama dari upaya penaklukan oleh penjajah, orang-orang

Minangkabau dan Jawa yang telah ditaklukkan sebelumnya, telah meletakkan dasar-

dasar bagi suatu tatanan baru.5

Perkembangan-perkembangan pokok pada masa ini adalah munculnya ide-ide

baru mengenai organisasi dan dikenalnya definisi-definisi baru tentang identitas.

Ide baru tentang organisasi meliputi bentuk-bentuk kepemimpinan yang baru,

sedangkan definisi yang baru mengenai identitas meliputi analisis yang lebih

mendalam tentang lingkungan agama, sosial, politik, dan ekonomi. Pada tahun 1927

telah terbentuk suatu jenis kepemimpinan Indonesia yang baru dan suatu kesadaran

diri yang baru, tetapi dengan akibat yang sangat mahal. Para pemimpin yang baru

terlibat dalam pertentangan yang sengit satu sama lain, sedangkan kesadaran diri

yang semakin besar telah memecah belah kepemimpinan ini menurut garis-garis

agama dan ideologi.6

Semua berawal dari PendidikanAnggota-anggota Budi Utomo sebagian besar berkarier dalam pemerintahan

penjajah Belanda. Serdangkan mereka yang memimpin gerakan-gerakan yang lebih

aktif hampir semuanya merupakan orang-orang yang telah berhasil menyelesaikan

sekolah-sekolah Belanda, namun kemudian mengundurkan diri atau diberhentikan

dari pekerjaan-pekerjaan pemerintahan.

4 Ricklefs, Op.cit. 336-3375 Ibid. h.3416 Ibid. h.342

Page 10: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINAEdisi 8 / April 2019

10

Dalam masyarakat Jawa, kelompok yang berusaha benar-benar menaati

kewajiban-kewajiban Islam dalam kehidupan sehari-hari disebut, wong muslimin

(kaum muslim), putihan (golongan putih), atau santri (murid pesantren). Ada dua

kelompok yang dapat dibedakan dalam golongan masyarakat ini: kaum muslim

pedesaan yang mengelompok di sekeliling para guru agama Islam (kyai) dan sekolah-

sekolah agama mereka (pesantren, tempat para santri) dan, yang lainnya,kelompok-

kelompok muslim perkotaan yang sering kali berkecimpung di bidang perdagangan.

Kelompok-kelompok muslim perkotaan tinggal di daerah tersendiri di kota-kota

Jawa yang disebut kauman, biasanya di dekat masjid raya.7

Para tokoh-tokoh ulama pembaharu hampir semua bergerak dalam bidang

pendidikan, mereka mengakui betapa pentingnya pendidikan untuk membina dan

membangun generasi muda. Perubahan pemikiran dan ide-ide akan mempunyai

arti yang lebih besar dan akan lama bertahan apabila melibatkan generasi muda.

Mereka juga khawatir pengaruh ulama dan pengaruh Islam akan lenyap dari generasi

muda dengan berdirinya sekolah-sekolah pemerintah penjajah yang mengadopsi

pendidikan Barat yang sekuler-liberal, yang tidak mengajarkan agama di sekolah.8

Ketidak harmonisan kalangan Arab dengan Belanda menyebabkan mereka

enggan untuk mengirim anak-anak mereka ke sekolah-sekolah Belanda, disamping

memang sekolah Belanda hanya dikhususkan untuk kalangan atas (priyayi, pejabat),

tidak untuk menampung kebanyakan anak-anak pribumi. Orang-orang dari

komunitas Cina di Jakarta juga telah membentuk organisasi bernama Tiong Hoa Hwee

Koan, yang juga mendirikan sekolah-sekolah untuk anak-anak mereka. Kenyataan itu

mendorong komunitas Arab di Indonesia untuk memperhatikan bidang pendidikan.

Para pemimpin komunitas terutama dari keluarga Yahya dan Syihab bersama dengan

beberapa pihak dari kalangan bukan sayid di Jakarta berkeyakinan bahwa langkah

pertama untuk memperbaiki keadaan adalah dengan pendidikan.9

Imperialisme Belanda adalah manifestasi-manifestasi dari idealisme politik

dan agama. Dengan singkat dapat dikatakan, bahwa selain imperialisme ada pula

liberalisme, humaniterisme, kristianisme ikut serta dalam membentuk politik

kolonial Belanda.10

Ideologi-ideologi politik yang besar di Eropa pada abad ke-19 sangat berpengaruh

pada imperialisme dan politik kolonial. Liberalisme mulai berkembang di negara

Belanda pada periode sesudah Napoleon dan berhasil mengubah struktur politik

pada kira-kira pertengahan abad itu. Dalam masa empat puluh tahun berikutnya

lahirlah politik kolonial yang lazim disebut politik kolonial liberal. Menjelang

berakhirnya abad itu, sosialisme tumbuh sebagai kekuatan baru dalam politik

Belanda dan segera tampil sebagai pendekar anti kolonialisme. Di dalam menyerang

imperialisme, kritik mereka berbeda sekali dengan kritik kaum liberal; pada pokoknya

kaum sosialis mengutuk semua politik imperialistis sebagai alat kapitalisme, sedang

kritik-kritik kaum liberal hanya mengenai detail-detail dari politik kaum kolonial. Di

7 Ricklefs, Op.cit. 346-3478 Deliar Noer. Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900 - 1942. LP3ES Jakarta 1985. h.519 Deliar Noer, op.cit. h.6810 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari kolonialisme sampai

nasionalisme (Jakata: PT. Gramedia, 1990), h.5

Page 11: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINA Edisi 8 / April 2019

11

dalam memorandum tahun 1851 dengan jelas menegaskan politik Belanda, bahwa

“daerah-daerah taklukan harus memberi keuntungan material bagi Belanda,

keuntungan yang memang menjadi tujuan penaklukannya.”11

Pemerintah penjajah tetap mempertahankan dan bahkan mengesahkan

eksploitasi modal perseorangan. Kepentingan kaum kapitalis lebih mendapat

prioritas daripada kepentingan rakyat jajahan. Kedudukan yang menguntungkan

penjajahan itu diperoleh melalui eksploitasi dan diskriminasi. Oleh karena itu,

usaha-usaha ke arah emansipasi ekonomi selalu ditekan. Semua pengalaman yang

mengecewakan sebagai akibat sistem sosial-ekonomi yang menghalangi usaha

perekonomian pribumi, mendorong timbulnya solidaritas. Solidaritas ini diwujudkan

dalam bentuk reaksi yang diucapkan dan agitasi yang keras terhadap orang-orang

asing, terutama terhadap orang-orang Cina.12

Setelah pergerakan nasional sadar akan politik kolonial yang memberi hak

monopoli kepada sekelompok kolonialis, maka secara perlahan-lahan meraka mulai

bergerak kearah bidang politik. Perjuangan terhadap penindasan dan eksploitasi

ekonomi dilakukan terutama melalui jalan politik berdasarkan kesadaran bahwa

kebebasan ekonomi hanya akan terwujud setelah kemerdekaan politik tercapai.13

Titik inti filsafat kolonialisme Snouck, Indonesia dan terutama Jawa haruslah

melangkah ke arah dunia modern di mana Indonesia setingkat demi setingkat

sedang menjadi bagiannya. Definisi Indonesia modern (menurut Snouck)

bukanlah Indonesia Islam dan bukan pula Indonesia yang diperintah oleh adat,

maka dia haruslah menjadi Indonesia yang dibaratkan (westerenisasi indonesia).

Peradaban Belanda haruslah menggantikan peradaban tradisional Priyayi dan, di

atas semuanya, peradaban santri.14

Berakhirnya perang Aceh disusul dengan penaklukan dan penentraman pulau-

pulau di luar Jawa mengakhiri fase operasi-operasi militer. Segera setelah pertukaran

abad ke-20, kontrol Belanda semakin kuat atas seluruh kepulauan Indonesia.

Dengan menggunakan pendidikan sebagai sebuah alat untuk melemahkan

Islam, sebenarnya Snouck juga telah membantu pemuda pribumi memasuki

abad ke-20 dengan kesiapan untuk menghadapi modernisasi,15 atau lebih tepatnya

menyesuaikan diri dan menerima modernisasi Eropa.

Organisasi Pergerakan Nasional KooperatifOrganisasi pada masa pergerakan nasional banyak macamnya. Tapi dari sekian

banyak organisasi, setiap organisasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat,

yaitu, Kooperatif, Non-Kooperatif, Moderat, dan Radikal. Berikut kami uraikan

diantara organisasi yang tergolong Kooperatif dan Moderat.

11 Ibid. h.6-712 Kartodirdjo, PengantarSejarah Indonesia Baru, h.23313 Kartodirdjo, PengantarSejarah Indonesia Baru, h.23514 Harry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit (Jakarta: Pustaka Jaya), 46-4715 Kartodirdjo, PengantarSejarah Indonesia Baru, 235

Page 12: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINAEdisi 8 / April 2019

12

1. Boedi Oetomo

Dr. Wahidin Soedirohoesodo (1857-1917) adalah inspirator bagi pembentukan

organisasi modern pertama untuk kalangan priyayi Jawa. Ia lulusan sekolah Dokter-

Jawa dan bekerja sebagai dokter pemerintah Belanda di Yogyakarta sampai tahun

1899.

Selain berpendidikan Barat, Wahidin adalah seorang pemain musik Jawa klasik

(gamelan) dan wayang. Dia memandang bahwa kebudayaan Jawa dilandasi terutama

oleh ajaran Hindu-Budha, mengisyaratkan bahwa sebagian penyebab kemerosotan

masyarakat Jawa adalah kedatangan agama Islam, ia ingin memperbaiki masyarakat

Jawa melalui pendidikan Belanda.

Pada bulan Mei 1908, diselenggarakan suatu pertemuan yang melahirkan

organisasi Budi Utomo (watak utama/baik). Oleh organisasi tersebut diterjemahkan

ke dalam bahasa Belanda menjadi het schoone streven (ikhtiar yang indah).

Budi Utomo pada dasamya tetap merupakan suatu organisasi priyayi Jawa.

Organisasi ini secara resmi menetapkan bahwa bidang perhatiannya meliputi

penduduk Jawa dan Madura. Bahasa Melayu yang dipilih sebagai bahasa resmi Budi

Utomo.

Budi Utomo tidak pernah memperoleh landasan rakyat yang nyata di antara

kelas-kelas bawah dan mencapai jumlah keanggotaan tertinggi hanya 10.000 orang

pada akhir tahun 1909. Organisasi ini pada dasarnya merupakan lembaga yang

mengutamakan kebudayaan dan pendidikan; jarang memainkan peran politik aktif.16

Gubernur Jenderal van Heutsz menyambut baik Budi Utomo, persis seperti ia

sebelumnya menyambut baik penerbitan Bintang Hindia, sebagai tanda keberhasilan

politik Etis. Memang itulah yang dikehendakinya: suatu organisasi pribumi yang

progresif-moderat yang dikendalikan oleh para pejabat yang maju.

Pada Desember 1909, Budi Utomo dinyatakan oleh pemerintah Hindia Belanda

sebagai organisasi yang sah. Budi Utomo sudah mengalami kemandekan hampir

sejak awal permulaannya. Sepanjang sejarahnya (organisasi secara resmi dibubarkan

pada tahun 1935), sebenarnya Budi Utomo sering kali tampak sebagai partai

pemerintah.17

Budi Utomo digolongkan Kooperatif karena buktinya terlihat bergabung dan

aktif dalam Volksraad. Selain itu, dukungan BU terhadap gagasan Indie weerbaar,

membuat BU dinilai banyak pihak telah diatur pemerintah penjajahBelanda.

2. Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia)

Pada April 1937 diumumkan secara resmi berdirinya sebuah partai baru yang

bernama “Gerakan Rakyat Indonesia” (Gerindo). Partai ini didirikan oleh Amir

Syariffudin setelah pada November 1936 Partindo dibubarkan oleh Gubernur

16 Ricklefs, Op.cit. 34417 Ricklefs, Op.cit. 345

Page 13: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINA Edisi 8 / April 2019

13

Jenderal De Jong yang menindas partai yang nonkoperatif. Amir Syariffudin dalam

mendirikan Gerindo mendapatkan dukungan dari bekas tokoh-tokoh Partindo.18

Diantara pemimpinnya adalah A. K. Gani, Mr. Mohamad Yamin, dan Mr. Sartono.

Gerindomemiliki azas koperasi, maukerjasama dengan pemerintah penjajah Belanda,

para anggotanya boleh dudukdalam badan perwakilan (Volksraad), organisasi ini

bercorak internasional dan sosialistis dan mempertahankan demokrasi.19

Tokoh-tokoh yang terlibat dalam organisasi ini diantaranya Adnan Kapau Gani,

Mohammad Yamin, Amir Sjarifuddin, Ki Sarmidi Mangunsarkoro, Nyonoprawoto,

Sartono dan Wilopo.

Alasan Gerindo digolongkan Kooperatif adalah sebagai berikut :

• Ikut dalam Volksraad

• Bersedia bersikap fleksibel terhadap Pemerintahan Hindia-Belanda

• Bersedia bekerjasama dan bersikap pro

• Tujuan politik sebagai suatu parlemen yang bertanggung jawab kepada

masyarakat Hindia-Belanda

• Tujuan ekonomi sebagai susunan yang berdasarkan kooperasi di bawah

pengawasan negara

• Tujuan sosial sebagai pandangan hidup berdasarkan hak dan kewajiban yang

setara

Menurut Ricklefs di dalam partai ini ada tokoh radikal, Yamin dan seorang

tokoh Kristen Batak kiri Amir Sjarifuddin (1907-48) yang menjadi tokoh nasionalis.

Tujuan Gerindo adalah terwujudnya parlemen penuh untuk orang Indonesia, tetapi

atas dasar kerja sama dengan Belanda untuk melawan ancaman bersama fasisme,

khususnya fasisme Jepang. Akan tetapi, tidak satu pun dari tokoh-tokoh partai ini

yang menunjukkan dukungan mencolok terhadap petisi Soetardjo.20

Ketidak sesuaian pendapat menyebabkan Mr. Muhamad Yamin dipecat, dan ia

mendirikan partai baru dengan nama Partai Persatuan Indonesia (Parpindo) pada

tanggal21 Juli 1939 di Jakarta. Sifatnya kooperasi dengan mengusung asas sosio-

nasionalisme dan sosio-demokrasi.21

Menurut Adrian Vickers, tokoh Gerindo, Amir Sjarifuddin didanai oleh Belanda

untuk membangun perlawanan anti-Jepang pada tahun 1942, ia kemudian ditangkap

oleh Jepang. Ia menjadi anggota kabinet setelah 1945, dan perdana menteri pada

tahun 1947–8. Ia berpisah dengan Syahrir pada tahun 1947 setelah pembentukan

sayap kiri gerakan Revolusi. Ia menyatakan dirinya sebagai anggota Partai Komunis

dan pemimpin Front Demokrasi Rakyat pada tahun 1948 dan dibunuh oleh Tentara

Republik Indonesia setelah Peristiwa Madiun.22

18 Soebagijo, I.N., Sumanang: Sebuah Biografi. Jakarta: GunungAgung, 1980, hlm. 2619 Ayi Budi Santosa, Encep Supriatna, Buku Ajar Sejarah Pergerakan Nasional (Dari Budi Utomo 1908 Hingga

Proklamasi Kemerdekaan 1945) Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia 2008 h.102

20 M. C. Ricklefs, A History Of Modern Indonesia Since C. 1300, Second Edition, The Macmillan Press Ltd 1991, h.192

21 Ayi Budi Santosa, Encep Supriatna, op.cit. h.10222 Adrian Vickers, A History of Modern Indonesia, Cambridge University Press, 2013. h.238

Page 14: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINAEdisi 8 / April 2019

14

3. Parindra (Partai Indonesia Raya).

Setelah 1934, antikolonialisme radikal yang non-kooperasi benar-benar mati,

tetapi metode-metode kooperatif belum sepenuhnya didiskreditkan. Pada bulan

Desember 1935, organisasi-organisasi moderat Jawa, Pěrsatuan Bangsa Indonesia

dan Budi Utomo bergabung untuk membentuk Parindra (Partai Indonesia Raya).

Tujuannya adalah kemerdekaan dengan bekerja sama dengan Belanda. Sutomo

adalah ketuanya, dan Thamrin dan yang lainnya bergabung. Organisasi ini pada

dasarnya adalah badan konservatif yang sekuler atau anti-Islam, dan beberapa

pemimpinnya mulai melihat Jepang sebagai model. Pada 1937 mereka memiliki

lebih dari 4600 anggota dan pada akhir 1939 sekitar 11.250, sebagian besar di Jawa

Timur. Pada Mei 1941, mereka mengklaim sekitar 19.500 anggota. Dengan bangkitnya

fasisme di Eropa dan Jepang, banyak pemimpin Indonesia yang berhaluan kiri juga

mulai merasa bahwa mereka harus bergabung dengan Belanda melawan musuh

bersama, fasis.23

Seorang anggota terkemuka partai politik Parindra (Partai Indonesia Raya,

didirikan pada tahun 1935) bernama Muhammad H. thamrin (1894–1941) yang juga

seorang pemimpin etnis Betawi. Ia ditangkap oleh polisi Belanda pada tahun 1941

karena hubungannya dengan Jepang, ia meninggal dalam tahanan.24

Parindra digolongkan Moderat dengan alasan :

• Asas politik parindra adalah Insidental (tidak berpegang pada asas koperasi

maupun nonkoperasi).

• Sikapnya terhadap pemerintah Belanda tergantung pada situasi dan kondisi.

• Menggunakan cara-cara politik dan diplomasi tanpa menimbulkan kekerasan

dan pertumpahan darah dalam mencapai Indonesia merdeka.

• Tidak melakukan perlawanan deengan keras meski telah mengajukan Petisi

Soetardjo yang akhirnya ditolak.

4. GAPI (Gabungan Politik Indonesia)

Pada bulan Mei 1939 organisasi nasionalis utama Indonesia kecuali PNI-Baru

membentuk GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang menuntut pemerintahan

parlementer penuh untuk orang Indonesia. Pada bulan Desember GAPI menggelar

Kongres Rakyat Indonesia di Batavia yang dinilai sukses besar. Tetapi di dalam

Volksraad kepemimpinan Indonesia terus terpecah. Pada 1 September 1939 Hitler

menyerbu Polandia, dan Perang Dunia Kedua dimulai di Eropa.

GAPI mendesak Belanda untuk memberikan otonomi, sehingga tindakan bersama

Belanda-Indonesia melawan fasisme akan dilakukan. Belanda tidak menanggapi

tuntutan tersebut. Pada bulan Februari 1940, pemerintah Belanda mengumumkan

23 M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c. 1200, Fourth Edition, Palgrave Macmillan 2008, h.23024 Adrian Vickers, op.cit. h.243

Page 15: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINA Edisi 8 / April 2019

15

bahwa selama mereka memegang kekuasaan Indonesia, tidak akan ada otonomi

Indonesia atau pemerintahan parlementer.25

Tiga gerakan dalam Volksraad yang disponsori oleh Thamrin, Soetardjo dan

Wiwoho meminta pemerintah penjajah untuk menggunakan istilah ‘Indonesia’

untuk menggantikan sebutan inlander (asli) dalam dokumen resmi, untuk menyebut

kewarganegaraan Hindia dan menuntut mengadakan reformasi Volksraad untuk

mengubahnya menjadi parlemen semu. Kedua tuntutan ini mendapat tanggapan

yang kurang memuaskan dari pemerintah penjajah, maka pada bulan Agustus 1940

usulan tersebut ditarik oleh sponsor mereka.

Pada bulan yang sama GAPI memulai upaya terakhirnya ketika menyerukan

kesetaraan antara orang Belanda dan Indonesia, dengan mengubah Volksraad

menjadi legislatif bikameral berdasarkan sistem pemilihan yang adil. MIAI

mendukung usulan GAPI tersebut. Namun ini juga tidak mendapat tanggapan dari

penjajah Belanda.26

GAPI digolongkan Moderat karena berikut :

Pada tahun 1939, dengan dipelopori oleh Muhammad Husni Thamrin dari

Parindra, gagasan untuk membentuk federasi antar partai politik muncul kembali.

Dengan kata lain perlu dibentuk konsentrasi nasional. Adapun faktor-faktor yang

mendorong terbentuknya federasi tersebut adalah sebagai berikut:

• Kegagalan Petisi Sutardjo.

• Kegentingan internasional akibat timbulnya fasisme.

• Sikap pemerintah yang kurang memperhatikan kepentingan-kepentingan

bangsa Indonesia.

5. Partindo (Partai Indonesia)

Publik Indonesia dihadapkan dengan kebingungan dengan banyaknya singkatan-

singkatan organisasi politik baru yang berkembang dalam beberapa dekade setelah

pemberontakan Komunis: PI, PNI, PSII, PPPKI, Partindo, Parindra, Pari, Gerindo,

GAPI. Tak satu pun dari organisasi ini yang bisa menandingi banyaknya anggota

Sarikat Islam.27

PNI yang dianggap tidak kooperatif dibubarkan pada April 1931. Para

pemimpinnya telah menerima peringatan dari pemerintah Belanda pada Januari 1930

bahwa PNI tidak akan diizinkan untuk melakukan kegiatan politik. SetelahSukarno

dan para pemimpin PNI yakin bahwa partai tersebut menjadi organisasi terlarang,

maka dibuat partai baru bernama Partindo (Partai Indonesia), yang memiliki tujuan

yang sama dengan PNI untuk mencapai kemerdekaan melalui non-kerjasama dan

aksi massa. Tetapi banyak mantan anggota PNI berkecil hati. Akibatnya, pada bulan

Februari 1932 Partindo hanya memiliki 3000 anggota. Beberapa pemimpin Indonesia

25 M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c. 1200, h.232-23326 Ibid. h.23327 Adrian Vickers, op.cit. h.84

Page 16: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINAEdisi 8 / April 2019

16

mengkritik keputusan pembubarkan PNI, yang paling terkenal di antaranya adalah

Hatta, yang masih di Belanda.

Pada bulan Desember 1931 Sjahrir yang baru saja kembali dari Belanda membuat

organisasi baru bernama Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) karena inisialnya

maka organisasi ini disebut PNI Baru.

Partai ini dipimpin oleh orang-orang yang gayanya berbeda dari Sukarno, tetapi

yang idenya awalnya sangat mirip dengan Sukarno. Namun, sejak 1933 dan seterusnya,

ketika represi politik Belanda meningkat, PNI-Baru mulai mengembangkan

taktik yang membedakannya dari PNI lama. Para pemimpin PNI-Baru kemudian

mengembangkan pandangan bahwa aksi massa sulit jika tidakmustahil dalam

lingkungan saat itu, dan ketergantungan pada satu pemimpin dapat menyebabkan

kelumpuhan sebuah partai jika pemimpinnya ditangkap. Oleh karena itu, PNI-Baru

bertujuan untuk menciptakan kader pemimpin. Pengaruh-pengaruh Marxis juga

tampak dalam PNI-Baru, yang meyakini perlunya perjuangan melawan Islamborjuis

pribumi dan dengan demikian menjauhkan diri dari kalangan pedagang Islam dan

priyayi. Gerakan nasionalis yang netral agama akhirnya terpecah antara model aksi

massa dan model pembentukan kader. Sebenarnya tidak ada prospek kesuksesan di

tahun 1930-an.28

Partindo digolongkan Moderat karena :

• Lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan-kegiatan kepartaian

• Menyebarkan ide-ide pergerakan melalui berbagai surat kabar

6. Muhammadiyah

Organisasi Islam kedua yang muncul setelah Sarekat Islam adalah

Muhammadiyah. Sifatnya reformis dan nonpolitik. Kegiatannya dipusatkan dalam

bidang pendidikan, kesehatan rakyat dan sosial. Karena sikapnya yang tidak menolak

sistem Barat, bahkan banyak mengambil alih sistem pendidikan dan perawatan

orang sakit, pemerintah penjajah bersedia memberikan bantuan.29

Muhammadiyah digolongkan termasuk organisasi yang Kooperatif karena

alasan-alasan berikut :

• Tidak melakukan gerakan Resistensi terhadap pemerintah penjajah Belanda

• Mengajukan izin pendirian organisasi pada pemerintah Belanda

• Kegiatannya utama berfokus pada pengajaran dan penanaman nilai-nilai

ajaran Islam pada masyarakat

Organisasi Islam pembaharu atau reformis yang paling penting di Indonesia

berdiri di Yogyakarta, 18 Nopember 1912. Didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan

(1868-1923) berasal dari keturunan keluarga elit Agama kesultanan Yogyakarta. Pada

tahun 1890 dia naik Haji ke Mekkah belajar bersama-sama Ahmad Khotib dan yang

28 M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c. 1200, h.22729 M.Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V. PN Balai Pustaka Jakarta

1984, h.58

Page 17: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINA Edisi 8 / April 2019

17

lain-lain dia pulang dengan tekad bulat untuk memperbaharui Islam dan menentang

usaha-usaha Kristenisasi yang dilakukan oleh kaum Missionaris Barat. Pada tahun

1909 dia masuk Budi Utomo dengan harapan dapat berdakwah tentang pembaharuan

dikalangan para anggotanya, akan tetapi para pendukungnya mendesaknya supaya

mendirikan organisasai sendiri. Pada tahun 1912 dia mendirikan Muhammadiyah

di Yogyakarta. Muhammadiyah mencurahkan kegiatannya pada pada usaha-usaha

pendidikan, sosial dan program dakwah guna melawan misi Agama Kristen dan

takhayul-takhayul lokal30 yang menurut Muhammadiyah bertentangan dengan

ajaran Islam.

Pada mulanya Muhammadiyah berkembang secara lamban. Organisasi ini

ditentang atau diabaikan oleh para pejabat, guru-guru agama Islam tradisional

di desa-desa, heirarki-heirarki keagamaan yang diakui pemerintah, dan oleh

komunitas-komunitas muslim yang menolak ide-ide pembaharuan. Dalam rangka

upaya-upaya pemurniannya, organisasi ini mengecam banyak kebiasaan yang

telah diyakini oleh orang-orang Islam Jawa selama berabad-abad sebagai Islam

yang sebenarnya. Dengan demikian, maka pada masa awalnya, Muahammadiyah

menimbulkan banyak permusuhan dan kebencian di dalam komunitas Agama Islam

di Jawa. Pada tahun 1925, dua tahun sesudah wafatnya Dahlan, Muhammadyah

hanya beranggotakan 4.000 orang, tetapi organisai ini telah mendirikan lima puluh

sekolah dengan 4.000 orang murid, dua balai pengobatan di Yogyakarta dan Surabaya,

sebuah rumah miskin.

Organisasi ini diperkenalkan di Minangkabau oleh Haji Rasul pada tahun 1925.

Sesaat setelah berhubungan dengan dunia Islam yang dinamis di Minangkabau, maka

organisasi ini berkembang dengan pesat. Pada tahun 1930 jumlah anggota organisasi

ini sebanyak 24.000 orang, pada tahun 1935 berjumlah 43.000 orang, dan pada tahun

1938 organisasi ini menyatakan mempunyai anggota yang luar biasa jumlahnya,

yaitu 250.000 orang. Pada tahun 1938 organisasi in telah menyebar keseluruh pulau

utama di Indonesia, mengelola 834 mesjid dan langgar, 31 perpustakaan umum dan

1.774 sekolah, serta memiliki 5.516 orang mubaligh pria dan 2.114 orang mubaligh

wanita. Sampai sedemikian jauh dapat dikatakan bahwa sejarah Islam Modern di

Indonesia sesudah tahun 1925 adalah sejarah Muhammadiyah.31

Meskipun tidak menjalankan kegiatan politik, pengaruh reformisnya, terutama

perannya dalam pendidikan modern di kalangan penduduk kota sangat luas. Hal ini

menimbulkan ketegangan tertama dengan kaun tradisi yang merasa terancam dengan

kemajuan itu. Reformis juga mendapat tantangan dari kalangan adat dan priyayi.

Penjajah Belanda yang setengah takut dengan pengaruh reformis justru berusaha

mempertajam perpecahan tubuh umat Islam tersebut. Perpecahan semakin tampak

ketika kaum tradisi membentuk organisasi sendiri, yaitu Nahdatul Ulama.32

30 M.C.Ricklefs, 1991:25831 M.C.Ricklefs, 1991:26032 M. Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V, h.58

Page 18: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINAEdisi 8 / April 2019

18

7. Nahdatul Ulama’ (NU)

Umat Islam Indonesia sangat antusias mengikuti perkembangan Perang Dunia

I dan mendukung kekhilafahan Turki Utsmani yang terlibat dalam Perang tersebut.

Setelah kekalahan pada perang dunia I, kekhilafahan turki Utsmani yang menjadi

pemimpin umat Islam di seluruh Dunia semakin mundur. Pada tahun 1922 Majelis

Raya Turki menghapuskan kekuasaan Sultan. Dan pada tahun 1924 Turki menghapus

institusi khalifah, pemimpin Agama semua kaum Muslim, yang telah dipimpin oleh

sultan Usmani selama sekitar enam dawarsa.

Perkembangan tersebut membuat bingung dan gundah seluruh dunia Islam,

yang mulai berfikir tentang pembentukan suatu kekhilafahan baru. Masyarakat

Islam Indonesia bukan saja berminat dalam masalah ini, malah merasa berkewajiban

membicarakan masalah ini untuk mencari solusinya.33

Mesir bermaksud menyelenggarakan suatu konfrensi Islam Internasional guna

membahas masalah khalifah tersebut. Akan tetapi, terjadi kekacauan lagi ketika

pada tahun 1924 ibn Sa’ud merebut Mekkah, dan membawa bersamanya ide-ide

pembaharuan Wahabi dan menyatakan bahwa kaum Muslim supaya menghadiri

suatu konfrensi ke-khalifahan. Selama tahun 1924-1926 kaum Muslim Indonesia

membentuk komite-komite yang akan menghadiri konfrensi-konferensi tersebut

tetapi wakil-wakilnya yang akan menghadiri konferensi-konferensi tersebut,

sebagian besar adalah kaum pembaharu, dan Tjokroaminoto sangat menonjol.34

Kunjungan Salim ke Mekah pada tahun 1927 sebagai wakil umat Islam Indonesia

untuk menghadiri undangan konferensi khilafah dari raja Arab tidak menghasilkan

apa-apa, sebab pertemuan tidak jadi dilakukan.35

Para ulama tradisional Jawa sudah cukup geram. Mereka membenci kaum

pembaharu yang mereka samakan dengan Wahabisme (suatu gerakan pemurnian

agama Islam), mereka meremehkan Tjokroaminoto, dan mereka merasa takut bahwa

kepentingan-kepentingan kaum tradisional tidak akan diakomodasi di Mekkah

dan Kairo seperti halnya mereka telah banyak di kecam di Indonesia. Oleh Karena

itulah, maka pada tanggal 31 Januari 1926 K.H. Hasyim Asjari (1871-1947), pemimpin

suatu pesantren tradisional di Jombang, Jawa Timur, mendirikan Nahdatul Ulama’

(kebangkitan ulama’, NU) untuk mempertahankan kepentingan kaum Muslimin

tradisional.36

NU lahir pada tanggal 31 Januari 1926 M dan pengurusnya besarnya berkedudukan

di Surabaya sebagai pembela mazhab Syafi’i. Perkumpulan ini meluas mejadi suatu

perkumpulan umat Islam yang umum, bermazhab Syafi’I dan beribadah mengikuti

ajaran ahlusunnah wa al jam’ah. Anggaran dasarnya disahkan dengan keputusan

Gubernur Hindia Belanda pada 6 Februari 1930 No. 23.37

NU lahir sebagai perluasan dari Komite Hijaz yang dibentuk dengan dua tujuan:

pertama untuk mengimbangi Komite Khilafat yang secara berangsur-angsur berada

33 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam, h.24234 M.C.Ricklefs, 1991:26935 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam, h.15336 M.C. Ricklefs, 1991:27037 Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Pustaka Book Publisher, Yoyakarta 2007.h.338

Page 19: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINA Edisi 8 / April 2019

19

di bawah pengaruh kelompok pembaharu; kedua untuk menuntut pada Ibnu

Sa’ud, penguasa baru di tanah Arab, agar kebiasaan beragama lama (tradisi) dapat

diteruskan.38

Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy’ari

merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab

I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diterapkan dalam

khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan

bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

Abdul Wahab Hasbullah (1888-1971) yang dikenal salah seorang pendiri NU. Ia

pernah membentuk cabang SIdi Mekkah pada 1913. Tetapi setelah tiba di Indonesia

ia mendirikan lembaga pendidikan Nahdlatul Wathan (kebangkitan tanah air) di

Surabaya pada 1916.39

Maksud perkumpulan NU ialah memegang teguh salah satu madzhab dari

madzhab Imam yang berempat, yaitu: Syafi’i; Maliki; Hanafi; dan Hambali, dalam

mengerjakan apa-apa yang menjadikan kemashlahatan untuk agama Islam. Untuk

mencapai maksud itu, maka diadakan ikhtiar:

1) Mengadakan perhubungan diantara ulama-ulama yang bermadzhab tersebut

diatas,

2) Memeriksa kitab-kitab sebelum dipakai untuk mengajar, supaya diketahui

apakah kitab itu termasuk kitab-kitab Ahli Sunnah Wal Jama’ah atau kitab

Ahli Bid’ah,

3) Menyiarkan agama Islam berasaskan pada madzhab tersebut diatas dengan

jalan apa saja yang baik,

4) Berikhtiar memperbanyak madrasah-madrasah yang berdasarkan agama

Islam,

5) Memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan masjid-masjid, surau-

surau, dan pondok-pondok, begitu juga dengan hal ihwalnya anak-anak

yatim dan prang fakir miskin,

6) Mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan

dan perusahaan yang tiada dilarang oleh syara’ agama Islam.

Dengan membaca misi NU, dapat diambil kesimpulan bahwa NU adalah

organisasi sosial yang mementingkan pendidikan dan pengajaranIslam40 daripada

urusan lainnya.

Darul Islam Hindia BelandaPada bulan Juni 1938, dalam muktamarnya NU menyatakan status hukum Hindia

Belanda. Para ulama NU menetapkan bahwa Hindia Belanda berstatus sebagai negara

Islam (Darul Islam). Keputusan pada muktamar yang belangsung di Banjarmasin itu

38 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam, h.24239 Ilim Abdul Halim, Gerakan Sosial Keagamaan Nahdlatul Ulama Pada Masa Kebangkitan Nasional, Religious:

Jurnal Studi Agama-agama dan Lintas Budaya 2, 1 (September 2017), Jurusan Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung. h.37

40 Zuhairini, SejarahPendidikan Islam, (Jakarta: BumiAksara, 2013), Cet. XII, hlm.181-182

Page 20: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINAEdisi 8 / April 2019

20

didokumentasikan Abdul Mun’im DZ dalam buku Piagam Perjuangan Kebangsaan.

Ia menyebut salah satu hasil muktamar tersebut dengan judul Negara Bangsa sebagai

Perwujudan Aspirasi Islam:

Sesungguhnya negara kita Indonesia dinamakan Negara Islam karena

telah pernah dikuasai sepenuhnya oleh orang Islam. Walaupun pernah

direbut oleh kaum penjajah kafir (Belanda), tetapi nama negara Islam masih

selamanya, sebagaimana keterangan dari Bughyatul Murtarsyidin:

Setiap kawasan di mana orang Muslim mampu menempatinya pada

suatu masa tertentu, maka kawasan itu menjadi daerah Islam yang ditandai

dengan berlakunya hukum Islam pada masanya. Sedangkan pada masa

sesudahnya walaupun kekuasaan Islam terputus oleh penguasaan orang-

orang kafir (Belanda), dan melarang mereka untuk memasukinya kembali

dan mengusir mereka. Jika dalam keadaan seperti itu, maka dinamakan

darul harb (daerah perang) hanya merupakan bentuk formalnya, tetapi

bukan hukumnya.

Dengan demikian perlu diketahui bahwa kawasan Batavia dan bahkan

seluruh Tanah Jawa (Nusantara) adalah darul Islam (daerah Islam) karena

pernah dikuasai umat Islam, sebelum dikuasai oleh orang kafir (Penjajah

Belanda).

Banjarmasin 19 Juni 1936

Dalam buku tersebut, Abdul Mun’im menyertakan penjelasan oleh KH Achmad

Siddiq, tentang keputusan dalam muktamar tersebut: “Pendapat NU bahwa Indonesia

(ketika masih dijajah Belanda) adalah Darul Islam sebagaimana diputuskan dalam

Muktamar NU di Banjarmasin tahun 1936. Kata Darul Islam di situ bukanlah sistem

politik ketatanegaraan, tetapi sepenuhnya istilah keagamaan (Islam), yang lebih

tepat diterjemahkan wilayah Islam. Motif utama dirumuskannya pendirian itu

adalah bahwa di wilayah Islam, maka kalau ada jenazah yang identitasnya tidak jelas

non-Muslim, maka dia harus diperlakukan sebagai Muslim. Di wilayah Islam, maka

semua penduduk wajib memelihara ketertiban masyarakat, mencegah perampokan,

dan sebagainya. Namun demikian NU menolak ikut milisi Hindia Belanda, karena

menurut Islam membantu penjajah hukumnya haram”41

8. Sarekat Islam (SI)

Pada awal abad XX, kaum muslim perkotaan bersentuhan dengan gagasan-

gagasan pembaharuan. Mereka semakin bersengketa dengan orang-orang Cina

setempat. Orang-orang Cina terlibat persaingan dagang dengan para pengusaha

muslim Jawa. Hubungan mereka dengan masyarakat Jawa pada umumnya menjadi

tegang gara-gara meningkatnya kesombongan dan kebanggaan yang mereka

perlihatkan pada saat bangkitnya revolusi Cina tahun 1911.

41 Abdul Mun’im DZ, Piagam Perjuangan Kebangsaan, hlm. 52diambil dari artikel di NU.or.id berjudul: Status Negara Hindia Belanda Menurut NU Tahun 1938, http://www.nu.or.id/post/read/92182/status-negara-hindia-belanda-menurut-nu-tahun-1938 diakses pada 15 April 2019

Page 21: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINA Edisi 8 / April 2019

21

Pada tahun 1909, seorang lulusan OSVIA42 bernama Tirtoadisurjo (1880-1918),

yang telah meninggalkan dinas pemerintahan dan menjadi wartawan, mendirikan

Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia. Pada tahun 1910, dia mendirikan organisasi

semacam itu lagi di Buitenzorg (Bogor). Kedua organisasi tersebut dimaksudkan

untuk membantu pedagang-pedagang Indonesia. Tirtoadisurjo sendiri telah meraih

keberhasilan yang sangat berarti. Tahun 1903, ia mendirikan surat kabar pertama

yang didirikan, didanai, dan dijalankan oleh orang-orang Indonesia asli, yaitu

mingguan berbahasa Melayu Soenda Berita, yang dicetak di Cianjur. Pada tahun 1907,

ia mendirikan mingguan Medan Prijaji di Batavia. Pada tahun 1910, Medan Prijaji

berubah menjadi harian, surat kabar harian pertama yang dikelola oleh pribumi.

Pada tahun 1911, Tirtoadisurjo bersama seorang pedagang batik yang berhasil

di Surakarta bemama Haji Samanhudi (1868-1956) mendirikan Sarekat Dagang

Islam sebagai suatu koperasi pedagang batik Jawa. Cabang-cabang lainnya segera

didirikan. Di Surabaya, H.O.S. Tjokroaminoto (1882-1934) menjadi pimpinan

organisasi itu. Dia juga seorang lulusan OSVIA yang telah mengundurkan diri dari

dinas pemerintahan. Dia merupakan tokoh yang memiliki kharisma, yang terkenal

karena sikapnya yang memusuhi orang-orang yang memegang kekuasaan, baik yang

berkebangsaan Belanda maupun Indonesia. Dia dengan cepat menjadi pemimpin

yang paling terkemuka dari gerakan rakyat yang pertama itu.

Pada tahun 1912, organisasi tersebut mengubah namanya menjadi Sarekat

Islam (SI). Samanhudi, yang sebagian besar waktunya tersita untuk urusan dagang,

meminta Tjokroaminoto untuk memimpin organisasi itu. Asal-usul organisasi yang

bersifat Islam dan dagang segera menjadi kabur. Islam pada namanya sedikit banyak

lebih mencerminkan adanya kesadaran umum bahwa anggota-anggotanya yang

berkebangsaan Indonesia adalah kaum muslim, sedangkan orang-orang Cina dan

Belanda adalah bukan muslim.43

Sarekat Islam tumbuh dari organisasi yang mendahuluinya yang bernama Serikat

Dagang Islam (SDI). Ada dua alasan mengapa SI didirikan yaitu:

a. Kompetisi yang meningkat dalam bidang peragangang Batik terutama dengan

golongan Cina,

b. Sikap superioritas orang-orang Cina terhadap orang-orang Indonesia sehubungan

dengan berhasilnya revolusi Cina pada tahun 1911. Di samping itu masyarakat

Solo juga merasakan adanya tekanan dari kalangan Bangsawan. SDI dimaksudkan

menjadi benteng bagi orang-orang Indonesia yang umumnya terdiri dari pedagang-

pedagang Batik di Solo terhadap orang-orang Cina dan para Bangsawan.44

Kejadian itu merupakan isyarat bagi orang Muslim bahwa telah tiba waktunya

untuk menunjukkan kekuatannya. Para pendiri SI mendirikan oraganisasainya

tidak semata-mata untuk mengadakan perlawanan terhadap orang-orang Cina,

tatapi untuk membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat pribumi.

Ia merupakan reaksi terhadap rencana krestenings-politik (Politik pengkristenan)

42 OSVIA = OpleidingschoolvoorInlandscheAmbtenaren,SekolahLatihanuntuk Para PejabatPribumi43 Ricklefs, Op.cit. 347-34844 Deliar Noer, 1985:116

Page 22: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINAEdisi 8 / April 2019

22

dari kaum Zending, perlawanan terhadap kecurangan-kecurangan dan penindasan-

penindasan dari pihak ambtenar-ambtenar (pejabat pemerintah) lokal dan Eropa.

Pokok utama perlawanan SI ditujukan terhadap setiap bentuk penindasan dan

kesombongan rasial. Berbeda dengan Budi Utomo yang merupakan organisasi

dari ambtenar-ambtenar pemerintah. Maka SI berhasil mengorganisir lapisan

bawah masyarakat, yaitu lapisan yang sejak berabad-abad hampir tidak mengalami

perubahan dan lapisan yang paling menderita.45

Bila ditinjau menurut anggaran dasarnya, tujuan SI adalah sebagai berikut:

• Mengembangkan jiwa berdagang

• Memberi bantuan pada anggota-anggota yang menderita kesukaran

• Memajukan pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat

bumi putra

• Menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang Agama Islam

Apabila kita simak dari anggaran dasarnya terkesan SI memang tidak bergerak

dalam bidang politik. Tetapi kalau dilihat dari seluruh aksi perkumpulan itu dapat

diproyeksikan, bahwa SI tak terlepas dalam usaha melaksanakan suatu tujuan

ketatanegaraan yang selalu diperjuangkan dengan gigih. Tanpa diragukan Periode

SI itu dicanangkan oleh suatu kebangkitan revolusioner dalam arti tindakan yang

gagah berani melawan penjajah.46

Sejak tahun 1912, SI berkembang dengan pesat, dan untuk yang pertama

kalinya tampak adanya basis rakyat. Pada tahun 1919, SI menyatakan mempunyai

anggota 2 juta orang. Tidak seperti Budi Utomo, SI berkembang ke daerah-daerah

luar Jawa, tetapi Jawa tetap menjadi pusat kegiatannya. Anggota-anggotanya harus

melakukan sumpah setia dan memiliki kartu anggota. Bahkan beberapa anggota

elite kerajaan Jawa, yang tak suka dengan campur tangan Belanda dalam urusan

mereka, mendukung SI.

SI awalnya menyatakan setia kepada rezim Belanda. Rakyat pedesaan

menjadikan SI sebagai alat bela diri dalam melawan struktur kekuasaan penjajah

yang tidak sanggup mereka hadapi. Oleh karena itulah,organisasi tersebut menjadi

lambang solidaritas kelompok, yang mempersatukan dan tampaknya didorong oleh

perasaan tidak suka kepada orang-orang Cina, pejabat-pejabat priyayi, dan orang-

orang Belanda.47

Di beberapa daerah, SI benar-benar menjadi pemerintahan bayangan dan

para pejabat priyayi harus menyesuaikan diri. Aksi boikot terhadap pedagang

batik Cina di Surakarta dengan cepat meningkat menjadi aksi saling menghina Cina-

Indonesia dan tindak kekerasan di seluruh Jawa. Pada tahun 1913-4 terjadi letupan

tindak kekerasan yang sangat hebat di kota-kota dan desa-desa, di mana cabang-

cabang SI setempat memainkan peran penting.48

45 Nugroho Notosusanto, 1984: 18346 Nugroho Noto Susanto, 1984:18347 Ricklefs, Op.cit h.34848 Ricklefs, Op.cit h.349

Page 23: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINA Edisi 8 / April 2019

23

Sambutan rakyat atas berdirinya SI sangat besar, dan secara sepontan cabang-

cabang SI berdiri di berbagai daerah. Hampir semua orang Islam, baik yang terdaftar

sebagai anggota maupun tidak menganggap SI sebagai organisasi mereka. Mereka

umumnya memperlihatkan loyalitas dengan turut serta rapat atau bergerak memenuhi

himbauan organisasi. Seorang pemimpin lokal SI yang ingin mengumpulkan massa

atau pengikutnya, cukup datang ke langgar atau masjid dan memukul bedug. Maka

semua pengikutnya dari segala penjuru akan datang memenuhi panggilan tersebut

termasuk para pembantu rumah tangga para pejabat Belanda; mereka begitu saja

meninggalkan pekerjaan mereka.

Maka sangat besar ketakutan Belanda saat itu pada Sarekat Islam. Mereka

menyangka akan terjadi pemberontakan, dan panggilan bedug dilihat sebagai

pertanda. Pers Belanda menuntut agar pemerintah mengambil tindakan terhadap

organisasi ini, yang oleh sebagian anggotanya diharapkan untuk membentuk

pemerintahan tandingan.

Mungkin orang Belanda menganggap SI sebagai perkumpulan penjahat yang

ingin melenyapkan mereka, sebab pada masa kebangkitan SI itu, dikatakan bahwa

bila hari mulai gelap orang-orang Belanda berkeliling memeriksa semua kamar

dalam rumah-rumah mereka, juga memastikan semua jendela dan pintu terkunci

semua. Dikatakan juga bahwa mereka sangat takut kemungkinan adanya orang yang

bersembunyi, sehingga bila mereka akan tidur tidak lupa memeriksa kolong tempat

tidur. Hantu ketakutan membayangi para penjajah. Dalam suasana seperti itulah SI

mengajukan pengakuan secara hukum pada pemerintah.49

Dalam menghadapi situasi yang demikian hidup dan mengandung unsur-

unsur revolusioner. Pemerintah Hindia Belanda, menemepuh jalan hati-hati dan

selanjutnya mengirimkan salah seorang penasehatnya pada organisasi tersebut.

Gubernur Jendral Idenburg meminta nasehat-nasehat dari para residen untuk

menetapkan kebijakan politiknya.50 Gubernur Jenderal Idenburg secara hati-

hati mendukung SI. Pada tahun 1913, dia memberi pengakuan resmi kepada SI.

Meskipun demikian, dia tidak mengakuinya sebagai suatu organisasi nasional yang

dikendalikan oleh markas besarnya (Centraal Sarekat Islam, CSI), melainkan hanya

sebagai kumpulan cabang-cabang yang otonom.51

Alasan SI digolongkan Kooperatif adalah berikut :

• SDI didirikan pada tahun 1911 dengan ketuanya H. Samanhudi. Dasar

organisasi SDI adalah :

a. Agama b. Ekonomi

• Pada 10 September 1912 berubah nama menjadi SI, dengan tujuan;

1) memajukan agama islam

2) memajukan Perdagangan

3) membantu permodalan

4) kepentingan jasmani dan rohani

49 Deliar Noer, op.cit. h.20450 Nugroho Notosusanto, 1984: 18451 Ricklefs, Op.cit h.349

Page 24: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINAEdisi 8 / April 2019

24

• Kongres pertama pada tahun 1913 di Surabaya, dengan keputusan;

1. SI bukan Partai politik

2. SI tidak akan melawan pemerintahan Belanda

3. Berupaya menyatukan muslim di luar pulau jawa

Dalam pidato Tjokroaminoto di Semarang pada tahun 1912, ia menyampaikan

loyalitasnya pada penjajah Belanda:

“Menurut syarak agama Islam juga, kita harus menurut perintahnya

kerajaan Olanda, kita mesti menetapi dengan baik dan setia wet-wet dan

pengaturan Olanda yang diadakan buat ra’yat kerajaan Olanda”.52

Pidato di atas semakin menguatkan pengelompokan SI dalam katagori kooperatif

dengan pemerintah penjajah Belanda. Walaupun SI digolongkan Kooperatif, tetapi

SI mengalami masa Non-Kooperatif setelah 1926. Bila dibandingkan dengan

beberapa pemimpin SI lainnya (seperti Agus Salim dan Abdul Muis), Tjokroaminoto

memang dikenal lebih mengedepankan persatuan dalam organisasinya dan kurang

memperhatikan persoalan prinsip, seperti masalah sesuai tidaknya Islam dengan

Komunisme, atau Islam dengan Nasionalisme.53

Setelah tahun 1926, SI mulai digolongkan sebagai organisasi Non-

Kooperatif karena:

• Adanya politik hijrah (akibat ketidak percayaan pada pemerintah)

• Pemimpin SI juga banyak dikambinghitamkan oleh pemerintahan Hindia

Belanda dikarenakan sikap non-kooperatifnya itu.

• Sikap non-kooperatif lebih tegas lagi dapat dilihat saat Kongres-kongres

Nasional SI.

• Pada tahun 1929 SI diubah namanya menjadi Partai Sarekat Islam (PSI) dan

memunculkan sikap non-kooperatif dalam anggaran dasarnya.

Politik Hijrah Sarekat Islam dilancarkan pada tahun 1923 sebagai akibat ketidak

percayaan partai terhadap pemerintah dan keyakinan bahwa kerjasama dengan

pemerintah hanya akan menyebabkan partai lebih jauh dari tujuannya.54

Ketika kongres SI memutuskan tidak ada gunanya mengajukan mosi (protes)

apapun terhadap pemerintah. Kongres juga tidak mengajukan protes trhadap

pelarangan Tjokroaminoto dan salim untuk menghadiri dan memimpin konferensi

partai-partai sepropinsi Kalimantan. Keputusan pemerintah tersebut hanya

diumumkan saat kongres oleh pimpinan yang juga mengatakan bahwa kongres

“semata-mata bergantung pada Tuhan”, sebuah cerminan dari Tauhid. Pada tahun

1927 Tjokroaminoto juga menolak tawaran pemerintah untuk duduk kembali di

Volksraad, keputusan yang juga didukung oleh kongres partai.55

52 Utusan Hindia, 24 Maret 1912, dalam Deliar Noer, op.cit. h.12553 Ibid. h.13754 Deliar Noer, op.cit. h.15955 Ibid., h.160

Page 25: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINA Edisi 8 / April 2019

25

Infiltrasi Komunis menghancurkan SIPada tahun 1913 H.J.F.M. Sneevleit (1883-1942) tiba di Hindia Belanda. Dia

memulai karirnya sebagai seorang penganut Katolik tetapi kemudian beralih ke ide-

ide sosial demokratis yang revolusioner dan aktivis Serikat Dagang. Dia kemudian

bertindak sebagai agen Komintern56 di Cina dengan nama samaran G. Maring.

pada tahun 1914 dia mendirikan Indische Sosia-Democratische Vereniging (ISDV:

Perserikatan Demokrat Hindia) di Surabaya, partai kecil yang berhaluan kiri ini

dengan cepat menjadi Partai Komunis pertama di Asia yang berada di luara negri

Unisoviet. Anggota ISDV hampir seluruhnya orang Belanda tetapi oraganisasi ini

juga memperoleh pendukung di kalangan rakyat pribumi juga.

Pada tahun 1915-1916 partai ini menjalin persekutuan dengan Insulinde

(Kepulauan Hindia), sebuah partai yang didirikan pada tahun 1907 dan setelah tahun

1913 menerima sebagian besar anggota Indische Partij yang berkebangsaan Indo-

Eropa, yang radikal. Anggota Insulinde berjumlah 6000 orang termasuk beberapa

orang Jawa yang terkemuka, tetapi organisasi ini jelas bukanlah suatu alat yang ideal

untuk menarik rakyat sebagai pendukungnya. Oleh karena itulah, maka perhatian

ISDV mulai beralih kepada SI, satu-satunya organisasi yang memiliki jumlah

pengikut terbesar di kalangan rakyat Indonesia.57

Organisasi Komunis ini berusaha memainkan peranan memimpin di dalam

pergerakan rakyat dan berusaha untuk mempengaruhi organisasi-organisasi lain,

terutama organisas yang punya massa yang besar seperti SI. Mereka memperoleh

lahan subur di SI Semarang yang saat itu dipimpin oleh Semaun.

Kegiatan-kegiatan ISDV di dalam lingkungan SI menggoncang partai Islam

tersebut dapat dilihat di Voksraad, Aksi Pertahanan Hindia dan gerakan buruh.

Pemimpin-pemimpin SI yang anti komunis (seperti: Abdul Muis, Salim, dan

Sosrokardono) mulai bertanya-tanya kemungkinan gerakan-gerakan orang-orang

ISDV didukung oleh Belanda, sebagai usaha untuk memecah pengikut partai yang

tumbuh dengan pesat dan menimbulkan ketakutan di banyak kalangan orang

Belanda.58

Suwardi Suryaningrat mencatat pada tahun 1917, bahwa berhubung dengan

jalan diplomatis yang yang ditempuh oleh pemerintah Hindia Belanda, maka lambat

laun unsur pemberontakan menjadi berkurang, bahkan disana sini telah terpengaruh

dengan narasi Belanda. Penulisan lain (D.M.G, Koch) mengemukakan adanya tiga

aliran dalam tubuh SI yaitu :

1. Bersifat Islam fanatik

2. Bersifat menetang keras

3. Golongan yang hendak berusaha mencari kemajuan denganberangsur-angsur

dan dengan bantuan pemerintah

56 Komintern adalah organisasi komunis revolusioner internasional, yang merupakan perhimpunan partai-partai komunis dari berbagai negeri, yang berfungsi antara tahun 1919 sampai dengan tahun 1943.

57 M.C.Ricklefs, 1991:26158 Deliar Noer, op.cit. h.136-137

Page 26: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINAEdisi 8 / April 2019

26

Kondisi tersebut sudah barang tentu menimbulkan krisis dalam tubuh SI, dan

pertentangan timbul antara pendukung paham Islam dan paham Marx. Debat yang

seru terjadi antara H.A.Agus Salim-Abdul Muis di satu pihak dengan Semaun-Tan

Malaka di lain pihak.59

Untuk menyingkirkan orang-rang komunis, para pemimpin yang anti Komunis

mengemukakan bahwa anggota parta lain hendaknya tidak dapat menjadi anggota

Sarikat Islam, mereka harus memilih menjadi anggota Sarikat Islam saja atau keluar

dari SI. Menurut Salim, masuknya anggota partai lain yang tidak berdasarkan Islam

ke dalam SI telah melemahkan SI. Ia menambahkan, tidak perlu isme-isme lain

untuk menyelesaikan persoalan dalam SI. Solusinya ada dalam asasnya sendiri,

yaitu Islam, asas yang kekal dan tidak dapat dimubahkan walaupun seluruh dunia

memusuhi. Segala kebaikan dalam isme-isme lain telah ada dalam Islam, sebaliknya

segala kekurangan atau kelemahan dalam isme-isme lain tersebut tidak ada dalam

Islam, lanjutnya.60

Kongres di Surabaya 1921, yang diadakan ketika Tjokroaminoto masih di

dalam tahanan, mendukung pendapat yang anti Komunis dengan perbandingan

23 lawan 7 suara. Dengan demikian orang-orang komunis bisa dikeluarkan dari

partai. Perwakilan SI dari daerah Semarang, Solo, Salatiga, Sukabumi dan Bandung

menentang Salim-Muis yang anti PKI.61

Tatkala tahun 1921 golongan kiri dalam tubuh SI dapat disingkirkan, yang

kemudian menamakan dirinya Sarekat Rakyat (SR). SI dan SR keduanya berusaha

untuk mendapatkan sokongan massa dan dalam hal ini keduanya cukup berhasil.

Keadaan yang demikian menyebabkan pimpinan SI, H.O.S. Tjokroaminoto

mengadakan studi perbandingan ajaran Islam dan Marxisme.62

Perpecahan yang terjadi di dalam tubuh SI sangat merugikan perjuangan dan

cita-cita SI. Dinamika yang tejadi dalam SI mengakibatkan SI berubah nama menjadi

paratai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Dalam tahun 30-an setelah meninggalnya

tokoh utama SI H.O.S. Tjoroaminoto, perpecahan didalam tubuh SI sering kali terjadi.

Sehingga peranan dan pengaruhnya sebagai paratai besar juga semakin mundur.63

Tanggapan terhadap NasionalismeReaksi para pemimpin Islam terhadap munculnya nasionalisme ‘sekuler’

umumnya tidak bersahabat. Perdana Menteri Indonesia di masa kemerdekaan,

seorang tokoh Minangkabau, Mohammad Natsir (1908–93), muncul pada periode

ini sebagai seorang idiolog Islam terkemuka. Dia dididik dalam sistem sekolah Eropa

tetapi juga bersekolah di sekolah Islam di Minangkabau. Pada 1927 ia dikirim ke

Sekolah Menengah Umum (AMS) di Bandung.

Di sana ia berkenalan dengan pemikiran pembaharuan Islam, Persatuan Islam

(persis). Sejak 1925 Salim telah memperingatkan umat Islam yang taat bahwa gagasan

59 Nugroho Notosusanto, 1984: 18560 Deliar Noer, op.cit. h.138-13961 Deliar Noer, op.cit. h.14062 Nugroho Notosusanto, 1984: 18563 Nugroho Notosusanto, 1984:185

Page 27: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINA Edisi 8 / April 2019

27

Sukarno tentang ‘nasionalisme Indonesia’ mengancam keimanan mereka kepada

Allah. A. Hassan dari Pěrsatuan Islam sama-sama mengecam ide-ide nasionalis. Pada

1931 Natsir menulis artikel yang menyatakan bahwa hanya Islam yang bisa menjadi

dasar negara Indonesia, tetapi bagi umat Islam kemerdekaan itu sendiri tidak bisa

menjadi tujuan akhir; melainkan harus berjuang untuk mendirikan sebuah negara

dengan sistem Islam yang berlaku hukum Islam dan dipimpin oleh pemimpin

Muslim.

Para pemimpin Islam modernis tidak setuju dengan nasionalisme karena itu

adalah gagasan manusia sedangkan Islam adalah wahyu Tuhan, nasionalisme

juga memecah belah komunitas Muslim internasional, dan juga karena ide itu

berasal dari Eropa dan telah memerangi dan menjajah negeri-negeri Islam.

Bagaimana di negara di mana mayoritas adalah Muslim, pemikiran selain Islam

dapat secara serius diusulkan sebagai dasar persatuan. Para pemimpin Islam

reformis paling menentang nasionalisme ‘sekuler’. Perlawanan ini mengakibatkan

isolasi elit nasionalis dari massa, karena saat itu hanya Islam yang dapat

menawarkan hubungan organisasional potensial antara para pemimpin kota

yang berpendidikan dan masyarakat pedesaan. Satu-satunya badan politik Islam

yang signifikan, Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), dengan tokohnya, Salim dan

Tjokroaminoto mendukung Pan-Islam serta untuk mengurangi pengaruh politik

nasionalisme sekuler.64

Pada akhir tahun 1927, Sukarno sudah berhasil merealisasikan suatu front bersatu

dari organisasi-organisasi politik Indonesia yang penting. Pemimpin Partai Sarekat

Islam, Sukiman Wirjosandjojo (L. 1896) memberi Sukarno dukungan yang sangat

menentukan dalam mewujudkan persatuan yang bersifat sementara itu, meskipun

ditentang Agus Salim yang mencela nasionalisme ‘sekuler’ dan tidak menyukai

pengaruh generasi baru kaum terpelajar yang kebarat-baratan. Partai Sarekat Islam,

Budi Utomo, Study Club Surabaya, serta organisasi-organisasi kedaerahan dan

Kristen yang penting bergabung bersama PNI dalam suatu wadah yang dikenal

sebagai PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan

Indonesia).

Gagasan nasionalisme seluruh Indonesia sebagai ukuran umum muncul

semakin kuat. Para pemimpin terpelajar kelompok-kelompok sukubangsa dan

kedaerahan menerima konsep itu antara lain sebagai alat untuk mempertahankan

diri dari dominasi suku Jawa yang potensial, sedangkan kelompok-kelompok Kristen

memandang konsep tersebut antara lain sebagai alat untuk mempertahankan diri

dari dominasi Islam.

Akan tetapi, perbedaan-perbedaan tujuan, ideologi, dan kepribadian yang nyata

masih tetap memecah-belah gerakan-gerakan tersebut, dan persatuan yang dicapai

oleh PPPKI tidaklah begitu mendalam. Partai Sarekat Islam (yang pada tahun 1929

berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia, PSII) mengundurkan diri dari

PPPKI pada tahun 1930 karena kelompok-kelompok lainnya menolak untuk mengakui

peranan utama Islam, yangoleh para pemimpin Islam perkotaan, dianggap pantas.

64 M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c. 1200, h.228-229

Page 28: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINAEdisi 8 / April 2019

28

Memang, kaum nasionalis ‘sekuler’ cenderung mengagumi Mesir, Persia, Irak, dan

terutama Turki, yang memisahkan agama dan negara demi tercapainya modernitas

Barat. Pimpinan Islam Indonesia tidak dapat menerima ide-ide semacam itu.65

Perpecahan-perpecahan yang mendalam di kalangan elite Indonesia yang sangat

kecil jumlahnya umumnya tidak mengalahkan kesepahaman bahwa tujuan utama

upaya politik adalah pembentukan negara Indonesia yang otonom atau merdeka;

dengan demikian, nasionalisme lambat laun menempati posisi ideologis yang paling

berpengaruh saat itu.

Demi kepentingan persatuan yang maksimal di antara kelompok-kelompok

budaya, agama,dan ideologi di Indonesia, maka ide nasionalis ini menolak naluri-

naluri Pan-Islam dan pemahaman dari para pemimpin Islam perkotaan (islam

pembaharu), dengan mengambil suatu posisi yang secara konvensional disebut

‘sekuler’ tetapi yang dalam praktik sering dilihat sebagai anti-Islam oleh para

pemimpin Islam; dengan demikian, Islam didesak pada posisi politik yang terkucil

sampaiakhir abad XX.66

Sarikat Islam semakin terpinggirkan di tahun 1920-an, karena pada tahun-

tahun tersebut semakin banyak orang Islam yang terkena “emansipasi” Barat, yaitu

asing dengan agamanya sendiri, sebagai hasil dari pendidikan Barat. Orang-orang

yang terkena “emansipasi” ini tidak memilih Sarikat Islam sebagai tempat mereka

aktif dalam pergerakan sebagaimana yang dilakukan dalam tahun-tahun belasan

(1911-an dan sesudahnya) oleh pendahulunya yang juga menerima pendidikan

Belanda. Mereka lebih tertarik dengan pergerakan lain yang tidak berasaskan Islam.67

Walaupun di masa kemundurannya, namun SI masih menjadi organisasi

pergerakan yang mempunyai pendukung paling banyak dibanding organisasi-

organisasi lainnya. Partai juga lebih nasional cakupannya, pemimpinnya lebih

berpengalaman dalam masalah organisasi. Sebelumnya partai ini memang dianggap

satu-satunya partai bagi semua orang Islam baik kaum pembaharu maupun tradisi,

dan gambaran seperti itu tidak mudah hilang.68

Pada bulan September 1937, para pemimpin Nahdlatul Ulama dan

Muhammadiyah memprakarsai pembentukan Majlis Islam A’laa Indonesia, “dewan

Islam tertinggi Indonesia”, (MIAI). Persatuan Islam, al-Irsyad, dan hampir semua

organisasi Islam lain di seluruh Indonesia segera bergabung ke dalam MIAI. MIAI

tidak bertujuan untuk menjadi lembaga politik, melainkan lebih sebagai forum

untuk melakukan diskusi.

Terdapat perselisihan tentang masalah-masalah syariat Islam yang mendasar

yang, bagaimanapun juga, tidak dapat dirujukkan. Akan tetapi, di kalangan para

pemimpin Islam memang benar-benar terdapat keinginan untuk bersatu.69

Segala harapan akan kemajuan politik pada waktu itu dihancurkan oleh

bayang-bayang fasisme yang semakin meluas. Pada tahun 1931, Jepang menyerbu

65 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, op.cit. h.37966 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, op.cit, h.374-37567 Deliar Noer, op.cit. h.26868 Deliar Noer, op.cit. h.15269 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, op.cit, h.397

Page 29: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINA Edisi 8 / April 2019

29

Manchuria; dua tahun kemudian, Hitler menjadi Kanselir Jerman; pada tahun 1936,

berkobar Perang Saudara Spanyol dan, pada bulan Juli 1937, Meletus perang Cina-

Jepang; pada bulan Maret tahun berikutnya, Hitler mencaplok Austria. September

1939, Hitler menyerbu Polandia dan mulai berkobarlah Perang Dunia II di Eropa.

Pada tanggal 10 Mei 1940, Hitler menyerbu negeri Belanda. Pemerintah Belanda lari

ke pengasingan di London.

Bangsa Indonesia menduga bahwa kesediaan mereka bekerja sama melawan

fasisme dan akan terkurasnya kekuatan Belanda sebagai akibat perang seharusnya

mengilhami Belanda untuk memberi semacam otonomi kepada Indonesia. Belanda

beranggapan bahwa saat itu bukanlah waktunya untuk melakukan percobaan-

percobaan politik baru, yang hanya akan meningkatkan ketidakstabilan dan

ketidaktentuan.70

Pada tanggal 8 Desember 1941 (7 Desember di Hawaii), Jepang menyerang Pearl

Harbor, Hongkong, Filipina, dan Malaysia. Pada tanggal 10 Januari 1942, penyerbuan

Jepang ke Indonesia dimulai. Pada tanggal 15 Februari, pangkalan Inggris di

Singapura, yang menurut dugaan tidak mungkin terkalahkan, menyerah. Pada akhir

bulan itu, balatentara Jepang menghancurkan armada gabungan Belanda, Inggris,

Australia, dan Amerika dalam pertempuran di laut Jawa.

Pada tanggal 8 Maret 1942, pihak Belanda di Jawa menyerah dan Gubernur

Jenderal van Starkenborgh ditawan oleh pihak Jepang. Berakhirlah kekuasaan

Belanda di Indonesia. Ia hanya meninggalkan sedikit sahabat di kalangan rakyat

Indonesia.71 Dengan demikian berakhirlah politik kooperatif dan non kooperatif

terhadap penjajah Belanda.

PenutupMunculnya organisasi pergerakan modern pada tahun 1900-an sesuai dengan

perkembangan politik penjajah terhadap pribumi. Saat itu Belanda menerapkan

politik etis, yang salah satu programnya adalah mendidik kaum pribumi. Namun

ternyata “ada udang di balik batu”. Penjajah mendidik pribumi agar mendapat cukup

tenaga terlatih untuk memenuhi kebutuhan tenaga pegawai pemerintah penjajah

Belanda dan sektor swasta, perusahaan-perusaan orang Belanda. Disamping itu

program Pendidikan tersebut disesuaikan dengan tujuan program asosiasi yang

dicanangkan Snouck Hurgronje, yang bertujuan untuk menularkan pemikiran dan

budaya Barat pada pribumi.

Setelah banyak pribumi terdidik dengan pendidikan Barat, banyak organisasi

yang muncul, baik yang beridiologi Islam, sekuler-liberal, maupun sosialis. Dua yang

terakhir saat itu juga berkembang di lingkungan akademis Belanda, sehingga pelajar

dan mahasiswa yang belajar di sana sedikit banyak juga terpengaruh dengan kedua

faham tersebut. Diantara banyak organisasi itu ada yang mau bekerjasama dengan

penjajah Belanda (kooperatif) maupun yang tidak bekerjasama (non-kooperatif)

70 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, op.cit, h.398-39971 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, op.cit, h.401-402

Page 30: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINAEdisi 8 / April 2019

30

dan moderat. Kooperatif artinya bersedia bekerjasama dengan penjajah dalam

menjalankan organisasinya. Sedangkan moderat artinya kadang bekerjasama dan

kadang tidak kooperatif sesuai dengan kepentingannya. Diantara organisasi yang

kooperatif dan moderat adalah SI, Muhammadiyah, NU, Partai Indonesia, GAPI

(Gabungan Politik Indonesia), Parindra (Partai Indonesia Raya), Gerindo (Gerakan

Rakyat Indonesia).

Daftar PustakaAbdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Pustaka Book Publisher,

Yoyakarta 2007

Adrian Vickers, A History of Modern Indonesia, Cambridge University Press, 2013

Ayi Budi Santosa, Encep Supriatna, Buku Ajar Sejarah Pergerakan Nasional (Dari

Budi Utomo 1908 Hingga Proklamasi Kemerdekaan 1945) Jurusan Pendidikan

Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan

Indonesia 2008

Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900 -1942. LP3ES Jakarta 1985.

De Kat Angelino, Colonial Policy Volume II The Dutch East Indies, The Hague Martinus

Nijhoff, 1931.

Firdaus. Sarekat Islam Bukan Budi Utomo. CV. Datayasa Jakarta 1997.

Harry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit (Jakarta: Pustaka Jaya)

Ilim Abdul Halim, Gerakan Sosial Keagamaan Nahdlatul Ulama Pada Masa

Kebangkitan Nasional, Religious: Jurnal Studi Agama-agama dan Lintas Budaya

2, 1 (September 2017), Jurusan Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin UIN

Sunan Gunung Djati Bandung.

M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Pustaka Book Publisher

Yoyakarta 2007

M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia 1200-2004. London: MacMillan1991.

M. C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c. 1200, Fourth Edition, Palgrave

Macmillan 2008

M. C. Ricklefs, A History Of Modern Indonesia Since C. 1300, Second Edition, The

Macmillan Press Ltd 1991

M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Serambi Ilmu Semesta Jakarta,

Cetakan III: September 2007.

M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, Gadjah Mada University Press, Cetakan

ke-10, Oktober 2011

M. Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III.

PN Balai Pustaka Jakarta 1984.

Page 31: K. Subroto - syamina.orgsyamina.org/uploads/Laporan Edisi 8 April 2019.pdf · hidup dan berkembang. Pada masa itu hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin pribumi

SYAMINA Edisi 8 / April 2019

31

M.Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V.

PN Balai Pustaka Jakarta 2008.

Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional

dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme (Jakata: PT. Gramedia, 1990)

Satria, Hariqo Wibowo. Lafran Pane “Jejak Hayat Pemikirannya”. Lingkar Penerbit

Jakarta 2010.

Selo Soemardjan, Menuju Tata Indonesia Baru. PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta

2000 .

Soebagijo, I.N., Sumanang: Sebuah Biografi. Jakarta: GunungAgung, 1980

Stroomberg, Hindia Belanda 1930, ircisod Yogyakarta cetakan Pertama 2018.

Suhartono. Sejarah Pergerakan Nasional “dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-

1945”. Yogyakarta : Pustaka Pelajar 1994

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara Jakarta Cet. XII 2013