k euangan - universitas lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/jak... · 2020....

133
Volume 15 Nomor 1, Januari 2010 http://fe-akuntansi.unila.ac.id/download/jak Pengaruh Partisipasi Penganggaran, Komitmen Organisasi dan Ketidakpastian Lingkungan terhadap Slack Anggaran AGRIANTI KSA R. WEDDIE ANDRIYANTO Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay Diterbitkan oleh: Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan pada MEGA METALIA Analisis Perencanaan Pajak Penghasilan untuk Efisiensi Pajak bagi Regulasi dan Mekanisme Corporate Governance Jurnal Ilmiah Berkala Enam Bulanan ISSN 1410 - 1831 NINUK DEWI KESUMANINGRUM DEDHY SULISTIAWAN JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN T h e J o u r n a l o f A c c o u n t i n g a n d F i n a n c e Penerimaan Auditor Terhadap Perangkat Lunak (Software) Audit di Bursa Indonesia Analisis Perilaku Overreaction Investor Saham pada PAUL RAYMOND WIDJAJA Volume 15 Nomor 1 Januari 2010 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG Koperasi (Studi Kasus pada Koperasi Karyawan Ruwa Jurai PTPN VII) EINDE EVANA RIDUWAN ARI SANDY PT. Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan pada Perusahaan Publik di Indonesia (Studi Empiris Pada Pemerintah Provinsi Lampung) WIKA MAHARISA A. ZUBAIDI INDRA

Upload: others

Post on 02-Nov-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Vo

lume 15 N

om

or 1, Jan

uari 2010

http://fe-akuntansi.unila.ac.id/download/jak

Pengaruh Partisipasi Penganggaran, Komitmen Organisasi dan

Ketidakpastian Lingkungan terhadap Slack Anggaran

AGRIANTI KSA

R. WEDDIE ANDRIYANTO

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay

Diterbitkan oleh:

Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan pada

MEGA METALIA

Analisis Perencanaan Pajak Penghasilan untuk Efisiensi Pajak bagi

Regulasi dan Mekanisme Corporate Governance

Jurnal Ilmiah Berkala Enam Bulanan ISSN 1410 - 1831

NINUK DEWI KESUMANINGRUM

DEDHY SULISTIAWAN

JURNAL AKUNTANSI DAN

KEUANGANT h e J o u r n a l o f A c c o u n t i n g a n d F i n a n c e

Penerimaan Auditor Terhadap Perangkat Lunak (Software) Audit

Informasi Keuangan di Bursa Indonesia

di Bursa Indonesia

Analisis Perilaku Overreaction Investor Saham pada

PAUL RAYMOND WIDJAJA

Volume 15 Nomor 1 Januari 2010

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

Koperasi (Studi Kasus pada Koperasi Karyawan Ruwa Jurai PTPN VII)

EINDE EVANA

RIDUWAN ARI SANDY

PT. Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan

pada Perusahaan Publik di Indonesia

(Studi Empiris Pada Pemerintah Provinsi Lampung)

WIKA MAHARISA

A. ZUBAIDI INDRA

Page 2: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Jurnal Ilmiah Berkala Enam Bulanan ISSN 1410 - 1831

JURNAL AKUNTANSI DAN

KEUANGAN T h e J o u r n a l o f A c c o u n t i n g a n d F i n a n c e

Volume 13 Nomor 2, Juli 2008

Redaksi

………………………………………………………………………………………...…………… i

Daftar Isi

…………………………………………………………………………………...……………. ii

RENI OKTAVIA An Empirical Research on an Efficiency of Financial Performance

on Local Governance in Indonesia………..……………………………………….. 1-11

SUDRAJAT Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pelayanan Publik

dan Efisiensi Penggunaan Dana APBD pada Kabupaten/Kota

di Propinsi Lampung………………………………………………………….. ..

11-23

LIZA ALVIA Kajian Teoritis Value Relevance Informasi Akuntansi (Berdasarkan Hasil Survey IFAC)……………………………………………... 24-36

HARSONO EDWIN PUSPITA IMAM TEGUH SUYONO

Comparative Analysis of Good Corporate Governance (GCG) between Sharia Banking and Conventional Banking………………………………… 37-47

FARICHAH Hubungan antara Pertumbuhan Perusahaan dan Manajemen Laba…………… 48-61

KI AGUS ANDI Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan

Informasi Sosial dalam Laporan Tahunan pada Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta………………… 62-71

RINDU RIKA GAMAYUNI Berbagai Alternatif Model Prediksi Kebangkrutan……………………………………. 83-96

Page 3: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

NURDIONO Sejarah Audit Sektor Publik, Procurement dan Dinamika Anggaran…….…… 97-110

PENERIMAAN AUDITOR TERHADAP PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE) AUDIT

Ninuk Dewi Kesumaningrum1

ABSTRACT

The objective of this research is to identify and analyzes factors affecting auditors’ acceptance toward audit software. The researcher uses auditor of KAP Big 4 existed in Jakarta as respondent of the research with the Technology Acceptance Model (TAM) formed and four other external variables as frame model in order to explain those factors. The external variables are voluntariness, complexity, experience, and computer-self-efficacy.

Sampling technique uses convenience sampling. The primary data used in the research was taken from 66 respondents by using questionnaires, while hypothesis test is using Smartplus program.

The result shows that four of thirteen proposed hypotheses is supported, which is meant that perceived usefulness positively correlates with attitude toward using the audit software, perceived usefulness positively affects on actual use, experience affects perceived usefulness, and computer-self-efficacy positively affects on perceived ease of use. This result provides important contribution to practitioners and researchers in information system sector, especially in order to understand auditor’s acceptance toward audit software. Furthermore, it distributes meaning to KAP to considerate audit software which is more useful for the auditors.

Keywords: technology acceptance model (TAM), perceived usefulness, perceived ease of use, attitude toward using the audit software, behavior intention to use audit software, voluntariness using the audit software, perceived complexity using the audit software, experience, computer-self-efficacy, actual audit software use.

A. PENDAHULUAN

Dalam era globalisasi ini perkembangan dunia usaha semakin meningkat. Oleh karena itu, setiap badan usaha harus mampu bersaing, baik di dalam maupun di luar negeri.

1 Dosen Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Lampung

Page 4: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Sejalan dengan kemajuan di bidang teknologi informasi hampir setiap badan usaha menerapkan sistem komputerisasi di berbagai bidang kegiatan. Hal ini sangat membantu kelancaran perusahaan, baik dari sisi operasional seperti otomatisasi kegiatan produksi atau bagi manajemen dalam upaya memperoleh informasi yang akurat, tepat waktu dan relevan. Informasi ini akan sangat berpengaruh terhadap setiap keputusan yang diambil oleh manajemen. Kesalahan dalam pengambilan keputusan dapat membawa dampak yang sangat besar bagi kelangsungan badan usaha.

Tugiman (1996) menjelaskan bahwa dengan komputerisasi di berbagai bidang kegiatan akan membawa dampak terhadap kegiatan pemeriksaan atau audit, baik secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan cara pembukuan dari manual menjadi komputerisasi menyebabkan perubahan seperti:

Dokumen dari bentuk kertas menjadi non-visual.

Sebagian besar data yang akan dianalisa tersimpan dalam file yang berupa disket, pita magnetik atau tape.

Cara pemeriksaan secara tradisional/manual memerlukan banyak waktu dan tenaga. Sebaliknya, pemeriksaan dengan cara komputerisasi jauh lebih efisien.

Bagi auditor sendiri, bila tidak memahami masalah komputer maka dapat menyebabkan hasil audit tidak optimal.

Perkembangan komputerisasi di berbagai bidang kegiatan membawa dampak terhadap cara-cara pemeriksaan. Proses komputerisasi tersebut tidak menghasilkan bukti-bukti yang dapat dilihat secara langsung, oleh karena itu pengujian secara manual oleh auditor menjadi tidak praktis dan kurang andal.

Wilkinson et al. (1998) mengemukakan bahwa penerapan komputerisasi oleh organisasi bisnis dapat mempengaruhi prosedur pengauditan yang diterapkan. Meski bukan berarti bahwa komputerisasi mempengaruhi standar pengauditan berterima umum, cara yang ditempuh untuk mengaudit sistem akuntansi berkomputer dapat berbeda dari cara yang ditempuh untuk mengaudit sistem yang masih menggunakan cara manual. Sistem komputerisasi mempengaruhi dua aktivitas utama, yaitu pengumpulan dan pengevaluasian bukti audit (Weber, 1999).

Kondisi tersebut mengharuskan auditor merubah prosedur auditnya yaitu dengan mempertimbangkan teknik-teknik yang menggunakan komputer sebagai alat untuk melaksanakan audit. Cara seperti ini disebut teknik audit berbantuan komputer atau Computer Assisted Audit Technology (CAATs). Penerapan teknik audit berbantuan komputer dalam pelaksanaan audit akan sangat bermanfaat bagi auditor, karena dengan teknik tersebut auditor dapat melaksanakan audit meskipun dokumen masukan dan jejak audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena itu auditor harus menggunakan teknik audit berbantuan komputer dalam pengujian pengendalian dan pengujian substantif. Di samping itu, dengan menggunakan teknik tersebut pelaksanaan audit menjadi lebih efektif dan efisien. (Bodnar dan Hopwood, 2004)

Page 5: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Dalam lingkungan yang terkomputerisasi harus diterapkan pengendalian untuk mengurangi resiko kesalahan, untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan benar-benar akurat. Perubahan dalam pengolahan dan metode pengendalian ini telah memicu metode baru dalam audit. Auditor dituntut untuk menggunakan software khusus yang didesain untuk melaksanakan audit atas aplikasi-aplikasi yang terkomputerisasi.

Kebutuhan untuk melakukan pengauditan dengan bantuan software audit akan semakin besar pada periode-periode mendatang. Hal ini sejalan dengan makin terintegrasi dan kompleksnya sistem komputer yang ada pada dunia usaha. Sangat mustahil bagi auditor untuk mengabaikan peranan software audit dalam melaksanakan pengauditan atas aplikasi-aplikasi yang terkomputerisasi. Bahkan software audit akan memegang peranan penting bagi keberhasilan pekerjaan pengauditan yang dilakukan oleh auditor. (Juniarti, 2001).

Dalam rangka mengintensifkan penggunaan perangkat lunak (software) audit pada auditor perlu diketahui faktor-faktor yang akan mempengaruhi penerimaan dan penggunaan aktual perangkat lunak (software) audit pada auditor. Dengan diketahuinya faktor-faktor tersebut kantor akuntan publik dapat menyusun suatu perencanaan dan kebijakan untuk pengintensifan teknologi lebih lanjut. Sementara itu topik tentang penggunaan perangkat lunak (software) audit merupakan salah satu topik dari riset Sistem Informasi (SI) yang masih jarang dibahas.

Salah satu teori tentang penggunaan sistem teknologi informasi yang dianggap sangat berpengaruh dan umunya digunakan untuk menjelaskan penerimaan individual terhadap penggunaan sistem teknologi informasi adalah model penerimaan teknologi atau Technology Acceptance Model (TAM). (Jogiyanto, 2007)

Penelitian ini akan menguji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerimaan auditor terhadap perangkat lunak (software) audit dengan mengadaptasi Technology Acceptance Model (TAM) dari Davis et al (1989) dengan menambah 3 variabel eksternal dari Gardner dan Amoroso (2004) yaitu voluntariness, complexity, dan experience, serta 1 variabel eksternal dari Lewis et al. (2003) yaitu computer-self-efficacy.

B. LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Landasan Teori

Dalam melaksanakan prosedur audit di lingkungan sistem informasi akuntansi berbasis komputer dibutuhkan teknik-teknik audit yang sesuai dengan sistem yang diaudit, untuk tujuan tersebut dapat digunakan alat bantu audit berupa teknik-teknik audit berbantuan komputer (TABK). SA Seksi 327 dan SA seksi 335 pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berisi tentang Teknik-teknik audit berbantuan komputer (TABK) dan auditing dalam lingkungan pengolahan data elektronik, secara garis besar telah memberikan panduan bagi auditor dalam menggunakan TABK.

Perkembangan teknologi informasi akan mempengaruhi peran auditor dengan tuntutan yang semakin tinggi. Audit trail yang sebelumnya dapat dilihat dalam sebuah dokumen tidak lagi dapat dijumpai dalam sistem komputerisasi yang paperless. Berbagai

Page 6: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

pendekatan dicoba dikembangkan sebagai jawaban atas pertanyaan sejauh mana dampak perkembangan teknologi informasi tersebut terhadap profesi auditor. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain pendekatan audit around the computer, audit through the computer dan audit with the computer.

SA Seksi 327 menjelaskan bahwa perangkat lunak (software) audit terdiri dari program komputer yang digunakan oleh auditor, sebagai bagian prosedur auditnya, untuk mengolah data audit yang signifikan dari sistem akuntansi entitas. Terlepas dari sumber program, auditor harus meyakini validitas program tersebut untuk tujuan audit sebelum menggunakan program tersebut. Perangkat lunak (software) audit dapat terdiri dari program paket (package programs), program yang dibuat dengan tujuan khusus (purpose-written programs), dan program utilitas (utility programs).

Penelitian ini menggunakan acuan model penerimaan teknologi. Model penerimaan teknologi (Technology Acceptance Model atau TAM) merupakan suatu model penerimaan sistem teknologi informasi yang akan digunakan oleh pemakai. Model penerimaan teknologi atau Technology Acceptance Model (TAM) dikembangkan oleh Davis et al. (1989) berdasarkan model Theory of Reasoned Action (TRA) yang dikembangkan oleh Icek Ajzen dan Martin Fishbein.

Model teori tindakan beralasan atau Theory of Reasoned Action (TRA) menunjukkan bahwa sikap (attitude) seseorang digabung dengan norma-norma subyektif (subjective norms) akan mempengaruhi minat (behavioral intention) dan akhirnya akan menentukan perilaku (behavior) seseorang. Model Theory of Reasoned Action (TRA) dapat diterapkan karena keputusan yang dilakukan oleh individu untuk menerima suatu teknologi sistem informasi merupakan tindakan sadar yang dapat dijelaskan dan diprediksi oleh minat perilakunya. (Jogiyanto, 2007).

(Gambar I di sini)

Model Technology Acceptance Model (TAM) menambahkan dua kontruk utama ke dalam model Theory of Reasoned Action (TRA). Dua konstruk utama ini adalah perceived usefulness dan perceived ease of use. Technology Acceptance Model (TAM) yang pertama yang belum dimodifikasi menggunakan lima konstruk utama. Kelima konstruk itu adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan persepsian (perceived usefulness)

2. Kemudahan penggunaan persepsian (perceived ease of use)

3. Sikap terhadap perilaku (attitude towards behavior) atau sikap menggunakan teknologi (attitude towards using technology)

4. Minat perilaku (behavior intention) atau minat perilaku menggunakan teknologi (behavioral intention to use)

5. Perilaku (behavior) atau penggunaan teknologi sesungguhnya (actual technology use)

(Gambar II di sini)

Page 7: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Penelitian Technology Acceptance Model (TAM) sudah banyak diterapkan di beberapa aplikasi dan teknologi sistem informasi. Penelitian-penelitian ini menerapkan Technology Acceptance Model (TAM) ke beberapa penggunaan teknologi, situasi, dan individu subyek pemakaian yang berbeda. Penelitian-penelitian tersebut antara lain seperti adopsi email (Gefen & Straub, 1997), internet (Gardner & Amoroso, 2004), dan mikrokomputer (Igbaria et al, 1995).

Davis et al. (1989) menyatakan bahwa pada konteks teknologi tertentu mungkin masih diperlukan variabel tambahan disamping konstruk perceived usefulness dan perceived ease of use sebagai perluasan yang dapat menunjukkan bagaimana variabel lain tersebut mempengaruhi penggunaan, kemudahan penggunaan dan penerimaan pengguna. Hal ini berarti masih ada kontribusi faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi penerimaan teknologi informasi yang dapat diobservasi. Perluasan model TAM dengan menambahkan beberapa variabel tersebut tidak terlepas dari keterkaitannya dengan bidang yang diteliti.

Penelitian-penelitian TAM di tahun 2000an mencoba untuk mengelaborasi model TAM menjadi model yang lebih lengkap. Model baru TAM yang lebih lengkap dibangun dari elaborasi hasil-hasil penelitian sebelumnya yang sudah menemukan banyak variabel-variabel eksternal yang mempengaruhi konstruk perceived usefulness dan perceived ease of use, attitude, behavioral intention dan penggunaan sistem teknologi informasi.

Penelitian ini mengadaptasi 3 variabel eksternal dari Gardner dan Amoroso (2004) yaitu voluntariness, complexity, dan experience, serta 1 variabel eksternal dari Lewis et al. (2003) yaitu computer-self-efficacy.

Menurut Hong et al (2002) seseorang yang memiliki computer-self-efficacy yang tinggi kemungkinan besar akan mempunyai derajat yang tinggi pula dalam perceived ease of use. Pengalaman (experience) menggunakan komputer akan secara langsung berpengaruh ke penerimaan sistem. Pengalaman juga akan mempengaruhi penerimaan sistem secara tidak langsung lewat perceived ease of use dan perceived usefulness. (Igbaria et al, 1995). Thompson et al (1991) menemukan bahwa semakin rumit suatu inovasi, semakin rendah tingkat penerimaan inovasi tersebut, namun penelitian Davis et al (1989) menunjukkan justru menunjukkan hubungan positif antara kerumitan (complexity) dengan ease of use.

Venkantesh da Davis (2000) dalam Gadner dan Amoroso (2004) mendefinisikan kesukarelaan (voluntariness) sebagai sejauh mana pengadopsi potensial mempersepsikan keputusan adopsi sebagai sesuatu yang tidak wajib. Pada penelian tersebut, voluntariness memoderasi hubungan antara norma subyektif (subjective norms) dengan behavioral intention.

Pengembangan Hipotesis

1. Perceived Usefulness (PU)

Perceived usefulness adalah sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan meningkatkan kinerja pekerjaannya. (Davis et al, 1989). Hasil penelitian Davis (1989) dan Igbaria et al (1997) menjelaskan bahwa perceived usefulness mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap penggunaan sistem informasi.

Page 8: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Szajna (1996) menemukan hubungan yang signifikan antara perceived usefulness dan self-report usage. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kegunaan persepsian (perceived usefulness) merupakan konstruk yang paling banyak signifikan dan penting yang mempengaruhi sikap (attitude), minat (behavioral intention), dan perilaku (behavior) di dalam menggunakan teknologi dibandingkan dengan konstruk yang lain (Jogiyanto, 2007). Berdasarkan uraian tersebut dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1: Terdapat hubungan positif antara Perceived Usefulness (PU) dan Attitude Toward Using the Audit Software (ATT).

H2: Terdapat hubungan positif antara Perceived usefulness (PU) dan Behavioral Intention to Use the Audit Software (BI).

H3: Perceived usefulness (PU) secara positif mempengaruhi Actual Use (AU).

Perceived Ease of Use (PEOU)

Perceived ease of use didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan bebas dari usaha. Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa konstruk perceived ease of use mempengaruhi perceived usefulness, attitude, behavioral intention, dan behavior. Davis et al (1989) menyatakan bahwa perceived ease of use secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi usage melalui dampaknya pada perceived usefulness melalui attitude penggunaan internet. Chau (1996) menemukan bahwa perceived ease of use mempengaruhi perceived usefulness, attitude, intention dan actual use.

Berdasarkan uraian tersebut dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4: Perceived Ease of Use (PEOU) mempunyai pengaruh positif terhadap Perceived usefulness (PU).

H5: Terdapat hubungan positif antara Perceived Ease of Use (PEOU) dan Attitude Toward Using the Audit Software (ATT).

Attitude Toward Using the Audit Software (ATT)

Mathieson (1991) dalam Gadner dan Amoroso (2004) menyatakan bahwa attitude towards behavior merupakan evaluasi pemakai tentang ketertarikannya menggunakan sistem. Hasil dari penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sikap (attitude) berpengaruh secara positif ke minat perilaku (behavioral intention). Akan tetapi beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa sikap (attitude) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan ke minat perilaku (behavioral intention) (Jogiyanto, 2007).

Berdasarkan uraian tersebut dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H6: Terdapat hubungan positif antara Attitude Toward Using the Audit Software (ATT) dan Behavioral Intention to Use the Audit Software (BI).

Behavioral Intention to Use the Audit Software (BI)

Page 9: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Davis et al (1989) menyimpulkan bahwa actual use dapat diprediksi melalui behavioral intention. Behavioral intention adalah suatu minat/keinginan seseorang untuk melakukan suatu perilaku tertentu. Seseorang akan melakukan suatu perilaku jika mempunyai keinginan atau minat (behavioral intention) untuk melakukannya. Berdasarkan uraian tersebut dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H7: Terdapat hubungan positif antara Behavioral Intention to Use the Audit Software (BI) dan Actual Use (AU).

Perceived Complexity Using the Audit Software (COM)

Gadner dan Amoroso (2004) menyimpulkan bahwa Perceived Complexity Using the Audit Software berhubungan dengan perceived usefulness dan secara langsung mempengaruhi perceived usefulness. ). Thompson et al (1991) menemukan bahwa semakin rumit suatu inovasi, semakin rendah tingkat penerimaan inovasi tersebut. Berdasarkan uraian tersebut dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H8: Perceived Complexity Using the Audit Software (COM) mempunyai pengaruh terhadap Perceived usefulness (PU).

H9: Perceived Complexity Using the Audit Software (COM) mempunyai pengaruh terhadap Actual Use (AU).

Experience (EXP)

Szajna (1996) menemukan bahwa semakin tinggi pengalaman, usefulness akan berpengaruh secara langsung tidak hanya pada intention tetapi juga ke usage. Pengalaman (experience) merupakan konstruk yang mempengaruhi baik perceived usefulness maupun behavioral intention (Gadner dan Amoroso, 2004). Berdasarkan uraian tersebut dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H10: Experience (EXP) mempunyai pengaruh terhadap Perceived usefulness (PU). H11: Experience (EXP) mempunyai pengaruh terhadap Behavioral Intention to Use the

Audit Software (BI).

Voluntariness Using the Audit Software (VOL)

Voluntariness ditemukan berkorelasi positif dengan behavioral intention pada penelitian Gadner dan Amoroso (2004). Menurut Sun dan Zang (2003) dalam Jogiyanto (2007) menyatakan bahwa minat perilaku bervariasi antara pemakai sistem wajib dan sukarela. Berdasarkan uraian tersebut dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H12: Voluntariness Using the Audit Software (VOL) mempunyai pengaruh positif

terhadap Behavioral Intention to Use the Audit Software (BI).

Page 10: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Computer-Self-Efficacy (CSE)

Hong et al. (2002) mendefinisikan computer-self-efficacy, yang dikonseptualisasikan berdasarkan teori self-efficacy sebagai suatu evaluasi individual tentang kemampuan-kemampuannya menggunakan komputer. Lewis et al (2003) menyatakan bahwa computer-self-efficacy memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap perceived ease of use. Berdasarkan uraian tersebut dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H13: Computer-Self-Efficacy (CSE) mempunyai pengaruh positif terhadap Perceived ease of use (PEOU)

Model Penelitian

Model penelitian ini seperti yang terlihat dalam gambar 1 mengadaptasi Technology Acceptance Model (TAM) dari Davis et al (1989) dengan menambah 3 variabel eksternal dari Gardner dan Amoroso (2004) yaitu voluntariness, complexity, dan experience serta 1 variabel eksternal dari Lewis et al. (2003) yaitu computer-self-efficacy.

(Gambar III di sini)

C. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

1. Data Penelitian

Penelitian ini dirancang untuk menemukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerimaan auditor terhadap perangkat lunak (software) audit. Instrumen dalam penelitian ini merupakan instrumen yang sudah digunakan dalam penelitian sebelumnya. Instrumen tersebut telah mengalami proses validitas dan reliabilitas dalam penelitian sebelumnya, namun pengujian validitas dan reliabilitas tetap dilakukan, karena adanya beberapa perubahan yang dilakukan seperti pengalihbahasaan. Ketidaktepatan dalam alih bahasa tersebut dapat menimbulkan perbedaan persepsi atas setiap pertanyaan yang ditujukan kepada responden.

Sebagai tes awal dibuat pilot kuisioner yang berisikan daftar pertanyaan yang akan diserahkan dan diisi oleh beberapa orang mahasiswa Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) Universitas Gadjah Mada. Tujuan dari pembuatan pilot kuisioner ini adalah untuk memperbaiki dan merubah kata-kata dalam pertanyaan di kuisioner yang belum jelas atau kurang tepat sehingga pertanyaan dalam kuisioner menjadi lebih jelas bagi responden sehingga didapat pemahaman yang tepat.

Penelitian ini menggunakan alat analisis Structural Equation Modeling (SEM) dengan metode alternatif yaitu Partial Least Square (PLS). Software yang digunakan adalah software SmartPLS versi 1.01.

Menurut Wold (1985) dalam Ghozali (1996), PLS merupakan metode analisis yang powerfull karena tidak didasarkan banyak asumsi. Data tidak harus terdistribusi normal multivariate (indikator dengan skala kategori sampai ratio dapat digunakan pada model

Page 11: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

yang sama), dan jumlah sampel tidak harus besar (dapat berkisar 30-100 kasus). Walaupun PLS dapat juga digunakan untuk mengkonfirmasi teori, tetapi dapat juga digunakan untuk menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antar variabel laten.

Populasi penelitian ini adalah Kantor Akuntan Publik Big 4 di Indonesia. Sedangkan unit analisisnya adalah auditor Kantor Akuntan Publik tersebut yang pernah menggunakan software audit. Pengumpulan data dilakukan dengan pengiriman kuesioner melalui pos (mail survey) dan e-mail kepada auditor Kantor Akuntan Publik Big 4 di Indonesia.

Dari 120 kuesioner yang disebar, ada 97 kuesioner yang dikembalikan dan 31 diantaranya tidak dapat digunakan karena tidak lengkap dan menyatakan belum pernah menggunakan software audit. Kuesioner yang dapat diolah berjumlah 66. Jumlah sampel yang dapat diolah dalam penelitian ini melebihi besaran sampel minimal yang ditetapkan dalam PLS yaitu 30.

Statistik deskriptif mengenai karakteristik responden adalah demografi responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Demografi ini menggambarkan umur, jenis kelamin, jenjang pendidikan, masa kerja, dan posisi di KAP. Gambaran karakteristik responden dalam penelitian ini terlihat pada tabel 1.

(Tabel 1 di sini)

Model Pengukuran (Outer Model)

Model pengukuran atau outer model mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Outer model dengan indikator refleksif dievaluasi dengan convergent dan discriminant validity dari indikatornya dan composite reliability untuk block indikator.

1. Convergent Validity

Convergent validity dinilai berdasarkan korelasi antara skor item/indikator (component score) dengan skor konstruk (construct score) yang dihitung dengan Partial Least Square (PLS). Convergent validity digunakan untuk mengetahui validitas setiap hubungan antara indikator dengan konstruk (variabel) latennya. Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang ingin diukur. Namun untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,50 sampai 0,60 dianggap cukup (Ghozali, 2006). Berdasarkan kriteria ini, indikator-indikator yang loadingnya kurang dari 0,50 di drop dari analisis dan dilakukan reestimate.

Hasil pengolahan data dengan menggunakan PLS menghasilkan outer loading untuk setiap indikator (variabel manifest) dari konstruk (varibel) laten Perceived Usefulness (PU), Perceived Ease of Use (PEOU), Attitude Toward Using (ATT), Behavioral Intention (BI), Actual Use (AU), Experience (EXP), Complexity (COM), Voluntariness (VOL), dan Computer-Self-Efficacy (CSE). Berdasarkan hasil outer loading tersebut, maka indikator PEOU2, PEOU4, CSE6, CSE9, CSE10, COM1, ATT1, dan VOL1 harus didrop dari model karena mempunyai nilai loading di bawah 0,50, untuk kemudian model di re-estimasi.

Page 12: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Hasil uji validitas setelah mengeluarkan indikator PEOU2, PEOU4, CSE6, CSE9, CSE10, COM1, dan ATT1 ternyata menunjukkan masih ada indikator dengan loading factor di bawah 0,50 yaitu indikator CSE4 dengan nilai 0,491 sehingga indikator CSE4 harus dikeluarkan dari model, untuk kemudian model di re-estimasi kembali. Setelah re-estimasi tersebut, ternyata menunjukkan masih ada indikator yang harus dikeluarkan dari model, yaitu CSE3 dan CSE5. Hasil uji validitas setelah mengeluarkan indikator CSE3 dan CSE5 menunjukkan semua indikator pertanyaan hasilnya valid.

(Tabel 2 di sini)

(Gambar IV)

Discriminant Validity

Discriminant validity digunakan untuk menunjukkan bahwa konstruk (variabel) laten memprediksi ukuran pada blok mereka lebih baik daripada ukuran pada blok lainnya. Discriminant validity dapat dilihat dari nilai cross loading. Nilai korelasi indikator terhadap konstruknya harus lebih besar dibandingkan nilai korelasi antara indikator dengan konstruk lainnya.

Pada tabel 3 terlihat semua loading korelasi antara masing-masing variabel lebih besar daripada loading korelasi dengan variabel lainnya. Hal ini menunjukkan konstruk laten mampu memprediksi ukuran pada blok mereka lebih baik daripada ukuran pada blok lainnya. Artinya variabel Perceived Usefulness (PU), Perceived Ease of Use (PEOU), Attitude Toward Using (ATT), Behavioral Intention (BI), Actual Use (AU), Experience (EXP), Complexity (COM), Voluntariness (VOL), dan Computer-Self-Efficacy (CSE) memiliki discriminant validity yang baik.

Cara lain untuk mengukur discrimant validity adalah dengan membandingkan akar average variance extracted (AVE) setiap konstruk variabel laten dengan korelasi antar konstruk lainnya. Jika nilai dari akar AVE lebih besar daripada korelasi antar konstruk dengan konstruk lainnya berarti setiap konstruk memiliki nilai discriminant validity yang baik (Fornell dan larckner dalam Ghozali, 2006). Nilai AVE dan akar AVE dapat dilihat pada tabel 4.

Perbandingan nilai akar dari AVE setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk lainnya terlihat pada tabel 5. Nilai akar AVE pada konstruk perceived usefulness (PU) dengan nilai akar AVE 0,574 lebih besar dibandingkan dengan korelasi antara konstruk lainnya. Hal tersebut juga tampak pada konstruk perceived ease of use (PEOU) dengan nilai akar AVE 0,777, attitude toward using (ATT) dengan nilai akar AVE 0,744, behavioral intention (BI) dengan nilai akar AVE 0,612, actual use (AU) dengan nilai akar AVE 1,371, experience (EXP) dengan nilai akar AVE 0,848, complexity (COM) dengan nilai akar AVE 0,761, voluntariness (VOL) dengan nilai akar AVE 0,676, dan computer-self-efficacy (CSE) dengan nilai akar AVE 0,670, dimana masing-masing nilai akar AVE tersebut lebih besar dibandingkan dengan korelasi antara konstruk lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa seluruh konstruk (variabel) laten memiliki discriminant validity yang baik.

Page 13: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

(Tabel 3 di sini)

(Tabel 4 di sini)

(Tabel 5 di sini)

Composite Reliability

Penilaian reliabilitas blok indikator dilakukan dengan menggunakan composite reliability. Dibandingkan dengan Cronbach Alpha, composite reliability (ρс) mengasumsikan semua indikator diberi bobot sama. Sehingga ρс merupakan closer approximation dengan asumsi estimasi parameter adalah akurat sedangkan Cronbach Alpha cenderung lower bound estimate reliability. Menurut Chin (1998) dalam Ghozali (2006) suatu indikator dikatakan mempunyai reliabilitas yang baik jika nilainya lebih besar dari 0,70. Pengukuran dengan composite reliability menghasilkan semua variabel berada di atas 0,70. Dengan demikian, konstruk yang dibangun menunjukkan akurasi dan ketepatan dari pengukurnya atau reliabel. Hasil uji reliabilitas dengan composite reliability dapat dilihat pada tabel 6.

(Tabel 6 di sini)

Model Struktural (Inner Model)

Inner model disebut juga inner relation, structural model atau substantive theory. Inner model menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada substantive theory. Menilai inner model adalah dengan melihat hubungan antar konstruk laten dengan memperhatikan hasil estimasi koefisien parameter path dan tingkat siginifikannya. Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan memperhatikan tingkat signifikan dan parameter path antar varibel laten tersebut seperti terlihat pada tabel 7. Dalam menilai model PLS dimulai dengan melihat nilai R-Square untuk setiap variabel laten dependen. Perubahan nilai R-Square dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen terhadap variabel laten dependen, apakah mempunyai pengaruh yang subtantif.

(Tabel 7 di sini)

Berdasarkan analisis faktor-faktor (variabel independen) yang berpengaruh terhadap actual use (variabel dependen) dalam penerimaan perangkat lunak (software) audit, pada tabel 8 di bawah ini, dapat dilihat data yang merupakan rangkuman hasil pengujian t-statistik terhadap hipotesis ke-1 sampai dengan hipotesis ke-13.

(Tabel 8 di sini)

D. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN KETERBATASAN

Hasil pengujian menunjukkan bahwa ada 2 faktor yang berpengaruh pada penerimaan auditor terhadap perangkat lunak (software) audit baik secara langsung maupun tidak langsung. Perceived usefulness terlihat memiliki pengaruh positif terhadap actual use secara langsung.

Page 14: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Sedangkan experience memiliki pengaruh positif terhadap actual use secara tidak langsung melalui perceived usefulness. Hal ini menjelaskan bahwa perceived usefulness dan experience dapat menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan auditor terhadap perangkat lunak (software) audit.

Hasil pengujian H1 sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gardner dan Amoroso (2004) dan konsisten dengan penelitian TAM yang dilakukan oleh Davis, et al. (1989), yang mempunyai arti bahwa attitude toward using the audit software atau perasaan positif atau negatif auditor jika harus menggunakan perangkat lunak (software) audit dipengaruhi oleh manfaat atau kegunaan dari perangkat lunak (software) audit tersebut.

Hasil pengujian H2 tidak konsisten dengan penelitian TAM yang dilakukan oleh Davis et al. (1989) dan juga Gadner dan Amoroso (2004) yang menyatakan bahwa perceived usefulness berpengaruh positif terhadap behavioral intention to use. Hasil penelitian ini berarti minat auditor untuk menggunakan perangkat lunak (software) audit tidak dipengaruhi oleh manfaat atau kegunaan dari perangkat lunak (software) audit itu sendiri.

Hasil pengujian H3 konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gardner dan Amoroso (2004) Selain itu, juga mendukung penelitian TAM yang dilakukan oleh Davis, et al. (1989) yang mempunyai arti bahwa auditor dalam menentukan keputusan untuk menggunakan perangkat lunak (software) audit ditentukan terutama oleh nilai manfaat atau kegunaan yang ditawarkan oleh perangkat lunak (software) audit itu sendiri. Semakin besar kegunaan yang dirasa auditor akan semakin tinggi penggunaan perangkat lunak (software) audit tersebut.

Hasil pengujian H4 tidak konsisten dengan Davis, et al. (1989) dan Gardner dan Amoroso (2004) yang berarti kegunaan suatu perangkat lunak (software) audit tidak dipengaruhi oleh mudah tidaknya penggunaan perangkat lunak (software) audit tersebut. Perangkat lunak (software) audit yang sulit digunakan akan tetap digunakan jika auditor merasa bahwa perangkat lunak (software) audit tersebut masih berguna.

Hasil pengujian H5 tidak konsisten dengan Davis, et al. (1989) dan Gardner dan Amoroso (1989) yang berarti kemudahan suatu perangkat lunak (software) audit tidak mempengaruhi sikap auditor terhadap penggunaan perangkat lunak (software) audit tersebut.

Hasil pengujian H6 tidak konsisten dengan Gadner dan Amoroso (2004) dan Davis, et al. (1989). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sikap (attitude) berpengaruh secara positif ke minat perilaku (behavioral intention). Akan tetapi beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa sikap (attitude) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan ke minat perilaku (behavioral intention). Oleh karena itu, beberapa penelitian yang menggunakan TAM tidak memasukkan konstruk sikap (attitude) ke dalam modelnya. (Jogiyanto, 2007)

Hasil pengujian H7 tidak konsisten dengan Gardner dan Amoroso (2004) dan Davis, et al. (1989) yang mempunyai arti bahwa penggunaan perangkat lunak (software) audit oleh auditor tidak dipengaruhi oleh minat auditor untuk menggunakan perangkat lunak (software) audit tersebut. Hal ini terjadi kemungkinan disebabkan oleh adanya pengaruh dari lingkungan sekitar, misalnya pengaruh baik dari sesama rekan auditor maupun dari kantor akuntan publik.

Page 15: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Hasil pengujian H8 tidak konsisten dengan Gardner dan Amoroso (2004) yang berarti kompleksitas atau kerumitan suatu perangkat lunak (software) audit tidak mempengaruhi kegunaan perangkat lunak (software) audit tersebut.

Hasil pengujian H9 tidak konsisten dengan Gardner dan Amoroso (2004) yang berarti kompleksitas atau kerumitan suatu perangkat lunak (software) audit tidak mempengaruhi auditor dalam penggunaan perangkat lunak (software) audit tersebut. Perbedaan hasil ini kemungkinan disebabkan oleh pengaruh dari keahlian dan pengalaman responden.

Hasil pengujian H10 konsisten dengan Gardner dan Amoroso (2004) yang berarti pengalaman auditor dalam menggunakan suatu perangkat lunak (software) audit mempengaruhi kegunaan perangkat lunak (software) audit tersebut. Semakin tinggi pengalaman dalam menggunakan perangkat lunak (software) audit, auditor akan dapat semakin merasakan kegunaan perangkat lunak (software) audit tersebut, sehingga akan nampak peningkatannya dalam penggunaan perangkat lunak (software) audit.

Hasil pengujian H11 tidak konsisten Gardner dan Amoroso (2004) yang berarti pengalaman auditor dalam menggunakan suatu perangkat lunak (software) audit tidak mempengaruhi minat auditor untuk menggunakan perangkat lunak (software) audit tersebut.

Hasil pengujian H12 tidak konsisten dengan Gardner dan Amoroso (2004). Hal ini menunjukkan bahwa voluntariness using the audit software (VOL) tidak berpengaruh signifikan terhadap behavioral intention to use the audit software (BI), yang berarti kesukarelaan auditor dalam menggunakan suatu perangkat lunak (software) audit tidak mempengaruhi minat auditor untuk menggunakan perangkat lunak (software) audit tersebut. Kemungkinan alasan mengapa hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian Gardner dan Amoroso (2004) adalah responden involuntary dalam menggunakan perangkat lunak (software) audit. Hal ini berarti auditor menggunakan perangkat lunak (software) audit tidak berdasarkan behavioral intention tetapi berdasarkan keharusan dari Kantor Akuntan Publik tempatnya bekerja.

Hasil pengujian H13 konsisten dengan Lewis et al. (2003). Hal ini menunjukkan bahwa computer-self-efficacy (CSE) berpengaruh positif signifikan terhadap perceived ease of use (PEOU), yang berarti keyakinan auditor tentang kemampuannya menggunakan komputer mempengaruhi kemudahan yang dirasakan auditor dalam menggunakan perangkat lunak (software) audit. Menurut Hong et al. (2002) individu dengan derajat computer-self-efficacy yang tinggi, kemungkinan besar akan mempunyai derajat yang tinggi pula dalam kemudahan penggunaan persepsiannya (perceived ease of use)

Penelitian ini memberikan sejumlah implikasi baik bagi praktisi maupun peneliti di bidang sistem informasi, terutama dalam hal memahami perilaku pengguna software audit. Memperkaya kajian literatur sistem informasi, terutama yang berkaitan dengan ilmu keprilakuan dalam penggunaan teknologi informasi khususnya yang berkaitan dengan perangkat lunak (software) audit dan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pernagkat lunak (software) audit oleh auditor.

Temuan penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan implikasi pada kantor akuntan publik untuk memahami lebih jauh tentang software audit yang dibutuhkan dan dapat diterima oleh auditornya sehingga kantor akuntan publik dapat menyusun suatu perencanaan dan

Page 16: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

kebijakan untuk pemilihan paket software tertentu dari berbagai software yang ada dan untuk pengintensifan teknologi lebih lanjut.

Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yang mungkin dapat mempengaruhi hasil, antara lain kemungkinan adanya bias yang disebabkan adanya perbedaan persepsi antara peneliti dan responden terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, sampel yang terbatas hanya pada auditor KAP big 4 sehingga dikhawatirkan dapat mengurangi kemampuan generalisasi penelitian ini, tingkat pengembalian kuesioner yang memiliki keterbatasan waktu dan biaya penelitian, serta penelitian ini terbatas pada variabel perceived usefulness, perceived ease of use, attitude toward using audit software, behavioral intention to use audit software, experience, perceived complexity using audit software, voluntariness using the audit software, dan computer-self-efficaccy.

DAFTAR PUSTAKA

Bodnar, George H. dan Hopwood, William S., 2004. Accounting Information System. New

Jersey: Pearson Education Inc.

Davis, FD. (1989). Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and User Acceptance of

Information Technology. MIS Quarterly, vol. 13, no. 3:319-340.

Gardner, Christina dan Donald L. Amoroso. 2004. “Development of an Instrument to Measure

the Acceptance of Internet Technology by Consumer”. Proceeding of the 37th

Hawaii

International Conference on System Sciences.

Gefen, D & Straub, D.W. 1997. „Gender Differences in the perception and use of e-mail: an

Extention to the Technology Acceptance Model“. MIS Quarterly.

Ghozali, Imam. 2006. Stuctural Equation Modeling, Metode Alternatif dengan Partial Least

Square (PLS). Semarang: Badan Penerbit-Undip.

Halim, Abdul. 2004. Auditing dan Sistem Informasi (Isu-Isu Dampak Teknologi Informasi).

Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Hong et al. 2002. “Determinants of User Acceptance of Digital Libraries: An Empirical

Examination of Individual Differences and System Characteristics”. Journal of

Management Information System. Winter.

Igbaria et al. 1995. “Testing the Determinants of Microcomputer Usage via a Structural Equation

Model”. Journal of Management Information System. Spring.

Ikatan Akuntan Indonesia. 1994. Standar Profesional Akuntan Publik. Yogyakarta: Bagian

Penerbitan Sekolah Tinggi YKPN.

Jogiyanto. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman.

Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Jogiyanto. 2007. Sistem Informasi Keperilakuan. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Juniarti. 2001. “Technology Acceptance Model (TAM) dan Theory of Planned Behavior (TPB),

Aplikasinya dalam Penggunaan Software Audit oleh Auditor”. Jurnal Riset Akuntansi

Indonesia. Vol. 4 No. 3 September.

Page 17: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Lewis, William et al. 2003. “Sources Of Influence On Beliefs About Information Technology

Use: An Empirical Study of Knowledge Workers”. MIS Quarterly. December.

Szajna, B. 1994. “Software Evaluation and Choice: Predictive Validation of the Technology

Acceptance”. MIS Quarterly. September.

Tugiman, Hiro. 1996. Pengantar Audit Sistem Informasi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Weber, Ron. 1999. Information System Control and Audit. NJ: Prentice Hall.

Page 18: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

LAMPIRAN

Daftar Gambar

Gambar I. Theory of Reasoned Action (TRA)

Sumber: Davis et al. (1989)

Gambar II. Technology Acceptance Model (TAM)

Page 19: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Gambar III. Model Penelitian

Sumber: Data Primer Diolah Dengan SMARTPLS

Gambar IV. Model Outer Loading (Reestimate 3)

Page 20: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena
Page 21: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Daftar Tabel

Tabel 1. Statistik Deskriptif: Karakteristik Responden

Kategori Frekuensi Persentase

Umur:

- kurang dari 25 tahun

- 25 – 30 tahun

- lebih dari 30 tahun

40

25

1

60,6%

37,9%

1,5%

Jenis kelamin:

- pria

- wanita

31

35

47%

53%

Jenjang Pendidikan:

- D3/Akademi

- Strata – 1

- Strata – 2

- Strata – 3

2

63

1

-

3%

95,5%

1,5%

-

Masa Kerja:

- kurang dari 1 tahun

- 1 – 3 tahun

- 4 – 5 tahun

- lebih dari 5 tahun

9

51

4

2

13,6%

77,3%

6,1%

3%

Posisi di KAP:

- junior auditor

- semi senior auditor

- senior auditor

28

16

19

42,4%

24,2%

28,8%

Page 22: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

- supervisor

- manager

- patner

1

2

-

1,5%

3%

-

Pernah memakai software

audit?

- ya

- tidak

66

-

100%

-

Sumber: data primer diolah

Tabel 2: Hasil Outer Loading

original sample

estimate

mean of

subsamples

Standard

deviation T-Statistic

Perceived Usefulness:

PU1 0.563 0.549 0.069 8.138

PU2 0.525 0.514 0.056 9.401

PU3 0.537 0.525 0.053 10.129

PU4 0.531 0.523 0.052 10.299

PU5 0.679 0.664 0.089 7.608

PU6 0.592 0.572 0.090 6.603

Computer-Self-Efficacy:

CSE1 0.765 0.765 0.114 6.693

CSE2 0.734 0.684 0.171 4.289

CSE7 0.565 0.572 0.155 3.650

CSE8 0.594 0.552 0.164 3.624

Experience:

Page 23: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

EXP1 0.854 0.857 0.080 10.738

EXP2 0.841 0.821 0.099 8.474

Actual Use:

AU1 1.197 1.180 0.564 2.122

AU2 1.525 1.387 0.347 4.390

Attitude Toward Using:

ATT2 0.856 0.841 0.071 12.019

ATT3 0.612 0.591 0.107 5.739

Behavioral Intention:

BI1 0.592 0.572 0.072 8.267

BI2 0.653 0.632 0.074 8.775

BI3 0.592 0.571 0.068 8.749

BI4 0.612 0.599 0.046 13.212

Voluntariness:

VOL2 0.611 0.550 0.171 3.572

VOL3 0.886 0.789 0.358 2.476

Complexity:

COM2 0.587 0.513 0.231 2.543

COM3 0.902 0.778 0.369 2.443

Perceived Ease of Use:

PEOU1 0.813 0.816 0.074 11.010

PEOU3 0.770 0.778 0.072 10.663

PEOU5 0.818 0.810 0.111 7.373

PEOU6 0.700 0.693 0.095 7.368

Sumber: Data Primer Diolah Dengan SMARTPLS

Page 24: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Tabel 3. Cross Loading

PU CSE EXP AU ATT BI VOL COM PEOU

ATT2 0.360 0.157 0.099 0.132 0.856 0.298 -0.181 -0.245 0.342

ATT3 0.358 -0.010 0.095 -0.011 0.612 0.466 -0.247 -0.172 0.110

AU1 0.218 -0.190 0.218 1.197 -0.089 0.146 -0.474 0.317 0.096

AU2 0.670 -0.120 0.283 1.525 0.323 0.105 -1.050 -0.526 0.158

BI1 0.228 0.217 0.070 -0.023 0.272 0.592 -0.207 -0.270 0.121

BI2 0.329 0.088 0.177 0.060 0.437 0.653 -0.287 -0.200 0.169

BI3 0.263 0.158 0.119 -0.022 0.300 0.592 -0.234 -0.169 0.121

BI4 0.292 0.154 0.136 0.040 0.349 0.612 -0.243 -0.191 0.157

COM2 -0.038 0.086 -0.062 -0.086 -0.016 -0.078 0.474 0.587 0.038

COM3 -0.109 0.007 -0.051 -0.106 -0.361 -0.340 0.550 0.902 -0.018

CSE1 -0.017 0.765 -0.111 -0.068 0.084 0.094 0.435 -0.066 0.554

CSE2 0.036 0.734 -0.033 0.026 -0.126 0.124 0.414 -0.026 0.287

CSE7 0.152 0.565 -0.113 -0.015 0.154 0.316 -0.009 0.092 0.373

CSE8 0.115 0.594 -0.084 -0.013 0.137 0.107 0.181 0.224 0.296

EXP1 0.356 -0.203 0.854 0.204 0.281 0.483 -0.322 -0.168 0.202

EXP2 0.320 -0.357 0.841 0.132 0.299 0.368 -0.352 -0.144 -0.012

PEOU1 0.149 0.442 0.062 0.066 0.341 0.272 0.075 -0.056 0.813

PEOU3 0.176 0.638 0.035 0.094 0.416 0.166 0.031 0.047 0.770

PEOU5 0.010 0.572 0.035 -0.095 0.225 0.282 0.197 -0.033 0.818

PEOU6 0.211 0.503 0.061 0.086 0.180 0.145 -0.080 0.055 0.700

PU1 0.563 0.146 0.068 0.132 0.483 0.313 -0.347 -0.104 0.094

Page 25: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

PU2 0.525 0.042 0.096 0.175 0.355 0.367 -0.420 -0.159 0.121

PU3 0.537 0.189 0.107 0.144 0.341 0.417 -0.347 -0.117 0.141

PU4 0.531 0.029 0.129 0.102 0.349 0.346 -0.282 0.038 0.096

PU5 0.679 -0.107 0.223 0.169 0.549 0.333 -0.434 -0.082 0.103

PU6 0.592 0.172 0.116 0.149 0.293 0.320 -0.305 -0.075 0.152

VOL2 -0.351 0.176 -0.101 -0.211 -0.204 -0.293 0.611 0.352 0.052

VOL3 -0.339 0.336 -0.187 -0.187 -0.330 -0.226 0.886 0.623 0.089

Sumber: Data Primer Diolah Dengan SMARTPLS

Tabel 4. AVE dan Akar AVE

Average variance

extracted (AVE) Akar AVE

PU 0.329 0,574

CSE 0.449 0,670

EXP 0.719 0,848

AU 1.879 1,371

ATT 0.554 0,744

BI 0.375 0,612

VOL 0.580 0,762

COM 0.579 0,761

PEOU 0.603 0,777

Sumber: Data Primer Diolah Dengan SMARTPLS

Tabel 5. Korelasi Antar Konstruk dan Akar AVE

Page 26: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

PU CSE EXP AU ATT BI VOL COM PEOU

PU 0,574

CSE 0.083 0,670

EXP 0.368 -0.224 0,848

AU 0.387 -0.059 0.306 1,371

ATT 0.450 0.068 0.219 0.123 0,744

BI 0.426 0.163 0.357 0.051 0.368 0,612

VOL -0.393 0.252 -0.248 -0.418 -0.183 -0.252 0,762

COM -0.095 0.035 -0.119 -0.193 -0.182 -0.211 0.421 0,761

PEOU 0.165 0.491 0.101 0.083 0.249 0.193 0.044 0.006 0,777

Sumber: Data Primer Diolah Dengan SMARTPLS

Tabel 6. Composite Reliability

Composite Reliability Keterangan

PU 0.745 Reliabel

CSE 0.762 Reliabel

EXP 0.836 Reliabel

AU 1.311 Reliabel

ATT 0.707 Reliabel

BI 0.706 Reliabel

VOL 0.727 Reliabel

COM 0.725 Reliabel

PEOU 0.858 Reliabel

Sumber: Data Primer Diolah Dengan SMARTPLS

Tabel 7. Estimasi Koefisien, T- Statistic dan R-Square

Page 27: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

original sample

estimate

mean of

subsamples

Standard

deviation T-Statistic R-Square

EXP -> PU 0.349 0.356 0.132 2.643 0.155

COM -> PU -0.054 -0.085 0.153 0.353 0.155

PEOU -> PU 0.131 0.126 0.117 1.121 0.155

PU -> AU 0.445 0.385 0.188 2.365 0.199

BI -> AU -0.178 -0.138 0.184 0.967 0.199

COM -> AU -0.188 -0.149 0.258 0.728 0.199

PU -> ATT 0.421 0.424 0.139 3.035 0.234

PEOU -> ATT 0.180 0.193 0.157 1.146 0.234

PU -> BI 0.227 0.211 0.224 1.012 0.266

EXP -> BI 0.210 0.182 0.118 1.774 0.266

ATT -> BI 0.206 0.181 0.194 1.061 0.266

VOL -> BI -0.037 -0.065 0.135 0.272 0.266

CSE -> PEOU 0.491 0.539 0.078 6.302 0.242

Sumber: Data Primer Diolah Dengan SMARTPLS

Tabel 8. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis

Hipotesis Variabel Estimasi

Koefisien T-Hitung T-Tabel Hasil Pengujian Hipotesis

1. PU → ATT 0,421 3.035 1,960 H1 dapat diterima

2. PU → BI 0,227 1.012 1,960 H2 tidak dapat diterima

3. PU → AU 0,445 2.365 1,960 H3 dapat diterima

4. PEOU → PU 0,131 1.121 1,960 H4 tidak dapat diterima

5. PEOU → ATT 0,180 1.146 1,960 H5 tidak dapat diterima

6. ATT → BI 0,206 1.061 1,960 H6 tidak dapat diterima

Page 28: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

7. BI → AU -0,178 0.967 1,960 H7 tidak dapat diterima

8. COM → PU -0,054 0.353 1,960 H8 tidak dapat diterima

9. COM → AU -0,188 0.728 1,960 H9 tidak dapat diterima

10. EXP → PU 0,349 2.643 1,960 H10 dapat diterima

11. EXP → BI 0,210 1.774 1,960 H11 tidak dapat diterima

12. VOL → BI -0,073 0.536 1,960 H12 tidak dapat diterima

13. CSE → PEOU 0,491 6.302 1,960 H13 dapat diterima

ANALISIS PERILAKU OVERREACTION INVESTOR SAHAM PADA INFORMASI KEUANGAN DI BURSA INDONESIa

Paul Raymond Widjaja2

Dedhy Sulistiawan3

ABSTRACT

The main purpose of this research is to describe overreaction behaviour of Indonesian Stock Exchange

investors. PER and abnormal return are used as indicators of this irrational phenomena. Using PER 2003,

2004, and 2005, the first hypothesis is statistically suported. The results show that for 3 years high PER

tend to be lower and low PER tend to be higher. This research is not only test change in PER, but also

abnormal return of high and low PER data from 2003-2005 to 2006-2008. The result suggets that PER

strategy is not an excellent indicators for investment strategy for 3 years in Indonesian Stock Exchange.

Keywords: PER, Abnormal Return, Overreaction

A. PENDAHULUAN

Penelitian ini menggunakan referensi utama De Bondt dan Thaller (1985) tentang fenomena reaksi berlebihan investor saham. Investor cenderung tidak rasional, dan hal ini jelas tidak selaras dengan asumsi rasionalitas dalam prinsip dasar teori ekonomi. Reaksi berlebihan ini

2 Alumni Universitas Surabaya

3 Dosen Jurusan Akuntansi Universitas Surabaya

Page 29: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

ditunjukkan bahwa jika seseorang menyukai suatu saham, maka mereka akan menilai terlalu tinggi saham tersebut, kebalikannya, jika tidak menyukai, maka mereka akan menilai terlalu rendah.

Mengenai rasionalitas, para psikolog sejak dulu telah menyadari bahwa asumsi rasionalitas pada pengambilan keputusan merupakan asumsi yang susah sekali untuk dipenuhi. Manusia pada umumnya seringkali bertindak tidak rasional

dan membuat kesalahan dalam prediksi mereka (Nofsinger, 2002). Akibatnya, keputusan cenderung menghasilkan bias. Dalam penelitian ini, bias yang dibahas adalah perilaku reaksi berlebihan investor terhadap informasi keuangan.

Berbagai penelitian dalam bidang pasar modal dan perilaku keuangan (behavioral finance) menyatakan bahwa terdapat beberapa penyimpangan yang terjadi yang dapat mempengaruhi harga saham. Salah satu penyimpangan tersebut dinyatakan dalam overreaction hypothesis. Hipotesis ini mendukung pendapat dari para psikolog bahwa para pelaku pasar tidak seluruhnya terdiri dari orang-orang yang rasional dan juga tidak emosional. Sebagian pelaku pasar bertindak berlebihan terhadap informasi, terlebih lagi jika informasi tersebut adalah informasi buruk, para pelaku pasar akan secara emosional segera menilai saham terlalu rendah.

Peristiwa yang dianggap dramatis oleh investor, dapat menyebabkan para investor bereaksi secara berlebihan (overreaction). Para investor akan melakukan hal-hal yang mungkin tidak rasional terhadap saham-saham yang ada. Ada beberapa contoh di mana investor bereaksi berlebihan dalam menanggapi suatu informasi, salah satunya yaitu berita mengenai kenaikan harga minyak dan komoditas lainnya pada akhir 2007 hingga awal 2008 membuat investor percaya diri untuk menginvestasikan uangnya pada sektor energi dan komoditas. Sebagai contoh, harga saham BUMI (PT Bumi Resources Tbk.) yang pada akhir 2006 berada di level Rp 800,- per lembar saham bahkan sampai menyentuh level tertinggi yaitu Rp 8.750,- per lembar sahamnya pada Juni 2008 (kontan). Demikian pula saham ENRG (PT Energi Mega Persada) yang pada akhir 2006 harganya berada pada level Rp 100 per lembar saham menjadi Rp 1500 per lembar saham..

Kenaikkan harga saham kedua emiten tersebut tidak sebanding dengan kenaikan laba yang dihasilkan. Penekanan khusus diberikan kepada saham ENRG yang kinerjanya tidak terlalu baik hingga mengalami kerugian pada periode 2007 Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa perilaku investor dalam memilih saham seringkali berlebihan (overreaction) sebagai akibat dari berita-berita yang muncul tanpa lebih memperhatikan fundamental bisnis dan keuangan badan usaha yang dibelinya.

Perilaku investor yang berlebih ini menimbulkan risiko yang tinggi dalam berinvestasi. Penurunan harga minyak dari nilai tertingginya menyebabkan harga saham BUMI jatuh ke titik terendah ke level Rp 385 per lembar saham dan saham ENRG ke level Rp 65 per lembar saham (kontan). Investor BUMI dan ENRG kehilangan 95% uangnya sebagai akibat penurunan harga minyak yang terjadi pada 2008. Penurunan yang drastis ini juga dialami sebagian besar saham emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Hal ini

Page 30: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

disebabkan saham-saham tersebut overvalued atau dikatakan terlalu mahal saat harga minyak mentah dunia meningkat pada periode sebelumnya.

Dalam mengukur murah atau mahalnya harga suatu saham, investor dapat menggunakan indikator market ratio, yaitu Price Earnings Ratio (PER). PER membandingkan antara harga saham dengan laba per saham. Semakin rendah rasio ini, suatu saham dapat dikatakan semakin murah. Robert Shiller, seorang profesor keuangan dari Yale University merujuk pada catatan historis, ketika PER jauh melebihi nilai 20 pasar biasanya akan memberikan return yang buruk setelah itu. Ketika rasionya turun jauh di bawah 10, saham biasanya akan memberikan return yang baik (Graham, 2007). Bila dihubungkan dengan kedua contoh di atas, PER untuk BUMI dan ENRG saat harga tertingginya adalah 22 dan 331.

Salah satu cara untuk menjelaskan overreaksi investor yaitu dengan menggunakan price-ratio hypothesis (Dreman, 1982). Badan usaha yang memiliki PER sangat rendah biasanya secara temporer “undervalued” karena investor menjadi sangat pesimis setelah beberapa laporan atau berita yang buruk. Saat laba dari badan usaha tersebut melebihi yang telah diprediksikan, maka harga sahamnya akan segera naik sehingga PER menjadi lebih tinggi. Begitu pula, saham badan usaha yang memiliki PER tinggi secara temporer dikatakan “overvalued”, sebelum pada akhirnya harga sahamnya akan turun karena adannya laporan atau berita yang buruk mengenai badan usaha tersebut.

Penelitian mengenai overreaction pertama kali dilakukan oleh Bondt and Thaller (1985). Kedua peneliti ini mengidentifikasi saham-saham yang memiliki PER tinggi atau saham yang baru mengalami capital gain besar sebagai saham winner , dan saham-saham yang memiliki PER rendah atau baru mengalami capital loss besar sebagai saham loser. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa overreaction terhadap informasi yang muncul oleh investor dapat menyebabkan harga saham menjadi overvalued/PER tinggi maupun undervalued/PER rendah. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya winner loser phenomenon, di mana saham-saham yang memiliki PER rendah (losser) akan bergerak menjadi saham dengan PER tinggi (winner), dan saham dengan PER tinggi (winner) akan bergerak menjadi saham dengan PER rendah (losser).

Untuk mempelajari lebih dalam mengenai overreaction, penelitian ini menggunakan data PER dan abnormal return saham pada badan usaha yang terdapat di BEI periode 2003-2008.

B. LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

IAI (2007) menyebutkan bahwa salah satu pemakai utama laporan keuangan adalah investor. Mereka menggunakan publikasi laporan keuangan untuk pengambilan keputusan yang relevan. Relevansi ini merupakan salah satu kualitas primer dari informasi akuntansi.

Pasar modal, sebagai sarana investasi dan pembiayaan, mensyaratkan publikasi informasi keuangan formal. Publikasi dari emiten ini dimanfaatkan oleh investor untuk mengambil keputusan membeli/menjual saham. Akibatnya, harga mencerminkan efek dari publikasi ini.

Page 31: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Jika harga dari aset keuangan tercakup seluruh informasi yang terbuka bagi publik mengenai badan usaha (emiten) yang bersangkutan maka pada kondisi itu pasar dikatakan efisien (Hagstrom, 2005). Efisiensi informasi mengandung arti kecenderungan harga di sebuah pasar untuk secara penuh dan cepat memasukkan informasi yang baru dan relevan. Konsep dari efisiensi informasi dari pasar modal menjadi salah satu bagian penting yang mempengaruhi penelitian di bidang akuntansi dan keuangan. Namun temuan De Bond dan Thaller (1985) ini dianggap sebagai anomaly dari konsep efisiensi pasar, terutama bentuk lemah dari pasar efisien, bahwa investor dengan strategi PER ternyata bias mendapatkan abnormal return dengan data masa lalu.

PER menggambarkan hubungan antara harga pasar dari sebuah saham biasa dengan laba per saham dari saham tersebut. PER merupakan indikasi kemampuan badan usaha untuk menghasilkan pendapatan di masa datang. Badan usaha dengan kesempatan tumbuh yang tinggi pada umumnya memiliki PER yang tinggi; badan usaha dengan peluang tumbuh yang rendah biasanya mempunyai PER yang rendah. Namun, para invetor bisa saja keliru dalam mengestimasi potensi pertumbuhan suatu badan usaha. Menurut Graham (2007), PER saham yang dipilih tidak melebihi 15.

PER tidak mempunyai arti ketika sebuah badan usaha mempunyai laba yang rendah secara abnormal terhadap assetnya, atau badan usaha mengalami kerugian. PER untuk kasus semacam ini akan sangat tinggi atau bahkan negatif. (Gibson, 1989:379-381).

Percaya diri berlebihan berperan di sini, orang percaya bahwa mereka memahami data itu lebih jelas daripada orang lain dan menginterpretasikannya dengan cara yang lebih baik. Reaksi yang berlebihan menyebabkan percaya diri yang berlebihan. Para psikolog menyebut bahwa manusia cenderung memiliki bias dalam hal reaksi yang berlebihan (Hagstrom, 2005). Atas dasar itu hipotesis yang dinyatakan dalam penelitian ini adalah:

H1a: Saham dengan PER rendah akan mengalami kenaikan PER dalam jangka waktu 3 tahun ke depan

H1b: Saham dengan PER tinggi akan mengalami penurunan PER dalam jangka waktu 3 tahun ke depan.

Secara konsep, kedua pernyataan hipotesis di atas adalah sama. Prinsipnya nilai yang terlalu tinggi (rendah) akan menuju ke nilai normalnya. Gujarati (2003) mengistilahkannya dengan regression to the mean.

Penelitian terdahulu oleh Yulong at al.(2005) yang berjudul “The Stock Price Overreaction Effect”, meneliti mengenai saham-saham yang baru mengalami capital gain besar sebagai saham winner , dan saham-saham yang baru mengalami capital loss besar sebagai saham loser. Penelitian ini dilakukan berdasar teori yang dikemukakan oleh De Bondt and Thaller (1985) bahwa overreaction terhadap informasi yang muncul oleh investor dapat menyebabkan harga saham menjadi overvalued maupun undervalued. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya winner loser phenomenon, di mana saham-saham yang memiliki PER rendah (loser) akan bergerak menjadi saham dengan PER tinggi (winner), dan saham dengan PER tinggi (winner) akan bergerak menjadi saham dengan PER rendah (loser) sesuai H1a dan H1b.

Page 32: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Salah satu penelitian di Indonesia dilakukan oleh Sukmawati dan Hermawan (2003). Penelitian tersebut menguji keberadaan reaksi berlebihan yang digunakan untuk memprediksi pola portofolio loser mengungguli pola portofolio winner. Mereka menemukan bahwa portofolio loser terbukti mengungguli portofolio winner, dan terjadi secara separatis dan terpisah-pisah selama beberapa waktu. Efek reaksi berlebihan ini tidak terjadi dalam kurun waktu yang konstan lama, tetapi terjadi secara separatis atau terpisah-pisah. Hasil yang diperoleh dari penelitian sebelumnya ternyata mendukung pendapat De Bondt and Thaller (1985).

Overreaction merupakan reaksi berlebih yang dilakukan investor dalam menanggapi suatu informasi, baik maupun buruk. Reaksi berlebih ini ditunjukkan dengan cara membeli saham dengan agresif ketika mendengar informasi yang baik, dan menjual saham secara signifikan ketika terdapat informasi yang buruk. Salah satu indikator terjadinya overreaction ini adalah terjadinya perubahan PER secara signifikan. Jika dalam kondisi normal, seharusnya nilai PER tidak terlalu banyak mengalami perubahan karena perubahan laba badan usaha akan diikuti secara proporsional oleh harga saham. Overreaction ini dapat menyebabkan suatu saham dinilai overvalued ataupun undervalued. Keadaan overvalued dan undervalued ini dapat dimanfaatkan oleh investor dalam memperoleh return atau imbal hasil di pasar modal, yaitu dengan melakukan penjualan ketika harga saham overvalued , dan melakukan pembelian ketika harga saham undervalued. Sehingga, hipotesis kedua disajikan sebagai berikut:

H2: Abnormal Return saham dengan PER rendah > Abnormal Return saham dengan PER tinggi

Page 33: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

C. METODA PENELITIAN

Penelitian ini termasuk basic research dan unit analisis yang digunakan adalah emiten BEI. Adapun variabel pada penelitian ini adalah:

Pada pengujian H1a dan H1b, PER tahun t adalah variabel dependen dan PER tahun t-3 adalah variable independennya. Untuk pengujian, perusahaan yang dipilih adalah 25% perusahaan dengan PER terendah (H1a) dan tertinggi (H1b) pada awal tahun pengujian (tahun t). Pengujian statistisnya menggunakan uji t 2 sampel berpasangan.

Pada Pengujian H2 PER tahun t adalah variable independen dan return 3 tahuan sejak tahun t. Return yang digunakan adalah selisih return pasar dan return saham individual. Penentuan PER rendah dan tinggi menggunakan cara yang sama dengan H1a dan H1b. Pengujiannya dengan uji t sampel independen.

Semua variable dalam penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan yang sudah diaudit dari badan usaha go public di PT BEI periode 2003 sampai dengan 2008. Data sekunder ini diperoleh dari website BEI, dan OSIRIS.

Adapun teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan probability sampling. Jenis sampling yang dipakai adalah purposive judgemental sampling. Hal ini disebabkan karena pada data perusahaan yang berupa laporan keuangan diberikan batasan atau kriteria untuk menentukan sampel. Batasan-batasan tersebut adalah:

a. Badan usaha tersebut terdaftar secara tetap di BEI selama periode 2003 – 2008.

b. Badan usaha mempunyai laporan keuangan yang berakhir pada 31 Desember.

c. Badan usaha tersebut tidak mempunyai nilai PER negatif untuk periode ditentukan dan 3 tahun setelahnya, karena PER negative menjadi tidak bermakna dan tidak bias diperbandingkan.

Sebanyak 25% saham badan usaha yang memiliki PER tertinggi tiap akhir periode mulai periode 2003 hingga 2005 dan 25% Saham Badan usaha yang memiliki PER terendah tiap akhir periode mulai periode 2003-2005.Pemilihan 25% ssampel tertinggi (terendah) adalah upaya menunjukkan PER yang seolah-olah adalah outlier, yang diharapkan nilainya akan menuju ke arah mean atau median.

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Total badan usaha yang dipakai dalam penelitian ini yaitu sebanyak 216 badan usaha. Portofolio yang digunakan untuk H1a, H1b dan H2 adalah sama. Informasinya disajikan di Tabel 1.

(Tabel 1 di sini)

Selanjutnya, pada Tabel 2 akan disajikan gambaran umum data variabel PER portofolio winner (PERWINNER), PER portofolio loser (PERLOSER), Abnormal return capital gain

Page 34: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

portofolio winner (ARWINNER), Abnormal return capital gain portofolio loser (ARLOSER), Abnormal return capital gain dan dividend yield portofolio winner (ARDWINNER), dan Abnormal return capital gain dan dividend yield portofolio loser (ARDLOSER).

(Tabel 2 di sini)

Hasil Pengujian H1a disajikan di Tabel 3, sedangkan pengujian H1b di Tabel 4. Hasilnya menunjukkan bahwa keduanya secara statistis terdukung dengan tingkat keyakinan 95%. Kedua tabel tersebut menunjukkan bahwa PER tinggi menjadi rendah, dan sebaliknya.

(Tabel 3 di sini)

(Tabel 4 di sini)

Pada H1a dan H1b, penelitian ini menggunakan analisis suplemen berupa pengujian non parametrik. Uji non parametrik juga dilakukan karena PER tahun 2006-2008 untuk portofolio losers cenderung berdistribusi tidak normal. Dengan menggunakan Mann-Whitney test, secara statistis H1a dan H1b terdukung.

Hasil pengujian H2 disajikan di Tabel 5. Hasilnya menunjukkan bahwa secara keseluruhan abnormal return portofolio loser lebih besar daripada winner, namun hanya pada hanya pada periode 2003-2006 hasilnya signifikan secara statitsis dengan tingkat keyakinan di atas 95%.

(Tabel 5 di sini)

Sama seperti analisis pendukung sebelumnya, penelitian ini juga menggunakan uji non parametrik karena asumsi normalitas tidak terpenuhi. Hasilnya sama dengan Tabel 5.

Hasil pengujian hipotesis H1a dan H1b diperoleh hasil yang mendukung hipotesis tersebut, di mana saham dengan PER rendah berubah menjadi saham dengan PER tinggi dalam jangka waktu 3 tahun ke depan. Sebaliknya saham dengan PER tinggi berubah menjadi saham dengan PER rendah dalam jangka waktu 3 tahun ke depan. Perubahan nilai PER pada saham-saham di BEI menunjukkan bahwa terjadi overreaction di pasar modal Indonesia. Dikatakan demikian karena komponen dari PER adalah harga saham dan laba per saham. Pada saham yang memiliki PER yang rendah, bila terdapat berita baik berupa kenaikan laba badan usaha, maka bila reaksi pasar wajar seharusnya proporsi kenaikan harga saham sebanding dengan kenaikan laba per saham. Hal itu ditandai dengan nilai PER yang tetap atau tidak terdapat banyak perubahan. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa saham dengan PER rendah akan berubah menjadi saham dengan PER tinggi. Hal itu berarti bahwa pasar merespon berita kenaikan laba tersebut dengan berlebihan hingga proporsi kenaikan harga saham melebihi proporsi kenaikan laba per saham, yang menyebabkan nilai PER meningkat. Peningkatan PER itu kemudian akan berhenti dan pada titik tertentu PER akan mengalami penurunan kembali. Siklus ini menunjukkan bahwa pasar seringkali

Page 35: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

bereaksi tidak rasional dalam merespon berita yang berhubungan dengan emiten dan kierja keuangannya.

Hasil pengujian hipotesis H2 menunjukkan bahwa abnormal return saham dengan nilai PER rendah lebih tinggi dari abnormal return saham dengan PER tinggi secara tidak signifikan. Hasil yang diperoleh penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Rahmawati dan Suryani (2005) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara return saham loser dengan return saham winner. Meskipun rentang waktu dan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian berbeda. Pada penelitian tersebut, sampel yang digunakan adalah badan usaha manufaktur saja, dan periode pengujian dilakukan 1 kali 24 bulan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan semua badan usaha yang terdaftar di BEI sebagai populasi dan sampel, dengan periode pengujian 3 kali 3 tahun. Hasil tersebut juga mengindiksikan bahwa, meskipun dalam jangka waktu yang lebih panjang, saham dengan PER rendah yang dikatakan undervalued tidak memberikan imbal hasil yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan saham PER tinggi yang dikatakan telah overvalued. Sehingga, strategi investasi yang diusulkan oleh Graham (2007) tidak bisa sepenuhnya diimplementasikan di Indonesia.

E. SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan

Berdasarkan hasil pengujian statistis, hasil penelitian ini menunjukkan:

Terjadi overreaction pada saham-saham di BEI, ditandai dengan saham PER rendah mengalami kenaikan PER signifikan dan saham dengan PER tinggi mengalami penurunan PER signifikan.

Hasil pengujian H2 mendukung penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan Suryani (2005), yang menunjukkan bahwa pada bentuk lemah pasar efisien, investor tidak bisa mendapatkan abnormal return. PER adalah data masa lalu, dengan menggunakan data ini, pengguna tidak bisa mendapatkan imbal hasil di atas pasar dengan signifikan.

Penelitian ini diharapkan agar dapat bermanfaat bagi investor, terutama dalam hal strategi investasi. Ternyata, strategi PER tidak bisa menghasilkan abnormal return, meskipun terjadi fenomena reaksi yang berlebihan, terutama pada nilai PER emiten.

2. Keterbatasan

Adapun keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain:

Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi rentang waktu 3 tahunan. Rentang waktu tersebut menyebabkan tidak diketahui terjadinya overreaction di Indonesia di bawah periode 3 tahun. Rentang waktu yang lebih panjang mungkin akan memberikan dampak yang berbeda, mengingat strategi investasi PER adalah strategi investasi jangka panjang. Namun ketersediaan data merupakan salah satu yang perlu diantisipasi untuk penelitian berikutnya.

Page 36: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Penggunaan sample 25% saham untuk PER tertinggi dan PER terendah merupakan judgement dari peneliti untuk mewakili seluruh populasi dengan alasan yang telah dijelaskan di ruang lingkup.

Penggunaan rasio PER sebaiknya perlu juga dilengkapi dengan indikator keuangan lainnya agar lebih komprehensif, misalnya Market to Book Value Ratio (MBV).

Penggunaan abnormal return, bisa diperkaya dengan berbagai alternatif perhitungan, baik menggunakan market model ataupun Capital Asset Pricing Model (CAPM).

DAFTAR PUSTAKA

Belkaoui, Ahmed Riahi. 2000. Accounting Theory, 4th edtion. Thomson Learning. London.

De Bondt, W.F,M., and Thaler, R. 1985. Does the Stock Market Overreact ? The Journal of

Finance 3. Vol. XL (July), 793-805.

DeBond, W.F.M., and Thaler, R, .1990. Do Security Analysts Overreact?. Journal Of Finance.

Vol.80.NO.2

Efferin, Sujoko, Stevanus Hadi Darmadji, Yuliawati Tan. 2008. Metode Penelitian Akuntansi:

Mengungkap Fenomena dengan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. Edisi pertama.

Yogyakarta, Jawa Tengah, Indonesia: Graha Ilmu.

Fraser dan Ormistor. 2007 Understanding Financial Statement, 8th edition. Prentice Hall. New

Jersey.

Gibson, Charles H. 1992. Financial statement Analysis Using Financial Accounting Information.

5 th Edition. South-Western Publishing Company.

Gitman, Lawrence J. 2006. Principles of Managerial Finance. 11th Edition. Pearson Addison

Wesley: San Diego State University.

Graham, Benjamin. 2007. The Intelligent Investor, 4th edition. Jakarta, Indonesia: Serambi.

Gujarati, D.N. 2003, Basic Econometrics, International Edition, McGraw Hill. Singapore

Hagstrom, R.G. 2005. The Warren Buffet Way. Jakarta, Indonesia : PT Bhuana Ilmu Populer.

Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, Edisi PERtama. PT. Raja

Grafindo Perkasa.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat. Jakarta.

Kieso, Donald., Jerry. Weygandt, and Warfield D. Terry. 2007. Intermediate Accounting, 12th

edition. John Wiley & Sons (Asia) Pte.Ltd. New York

Nofsinger, John R. 2002. The Psychology of Investing. Prentice Hall

Pistolese, Clifford. 2007. Lifespan Investing. McGraw-Hill Companies, Inc.

Samsul, Mohammad. 2006. Pasar Modal & Manajemen Portofolio. Jakarta, Indonesia : Erlangga.

Suadah, Fauzik Lendriyono. 2003. Pengantar Psikologi. Bayumedia Publishing. Malang

Supranto, J. 2001. Statistik: Teori dan Aplikasi Edisi Keenam Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Page 37: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Suryani, Tri, Rahmawati. Over Reaksi Pasar terhadap Harga Saham PERusahaan Manufaktur di

Bursa Efek Jakarta. SNA VIII. Solo : Sep 2005;P64

Stephen P.Utkus. Investor Phsycology leads to Bad Decisions. On Wall Street. New York : Aug

1, 2008

Trihendradi, Cornelius. 2008. Step by Step SPSS 16 Analisis Data Statistik. Andi, Jogjakarta.

Wahyno, Teguh. 2006. Analisis Data Statistik dengan SPSS 14. Jakarta: PT Elex Media

Komputindo.

Yulong ma, Alex P Tang, Tan Ween Hasan. The Stock Price Overreaction Effect: Evidence on

NASDAQ Stocks Quarterly Journal of Business and Economics. 2005. Vol 44, Iss ¾;

p113

Page 38: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

LAMPIRAN

Tabel 1. Prosedur Pemilihan Sampel H1a, H1b dan H1c

KETERANGAN

TAHUN

JUMLAH 2003 2004 2005

Badan Usaha terdaftar di BEI 336 331 336 1003

Badan Usaha tidak termasuk sample:

Memiliki PE Ratio negatif periode

tersebut 101 95 78 274

Memiliki PE Ratio negatif tiga periode

berikutnya 87 87 121 295

Badan usaha memenuhi kriteria sample 148 150 137 435

Jumlah tahun Badan Usaha Sampel

Akhir 74 74 68 216

Sumber : Osiris dan Indonesian Capital Market Directory 2008 (Diolah)

Tabel 2. Statistik Deskriptif untuk data tahun 2003-2008

N Minimum

Maximu

m Mean

Std.

Deviation

PERWINNER* 216 .00 359.45 45.3817 55.65276

PERLOSER* 216 .00 104.95 9.8223 12.79264

ARWINNER 108 -2.35 7.12 -.3221 1.64487

ARLOSER 108 -2.19 10.34 .2632 2.19810

ARDWINNER 108 -2.16 18.01 1.8347 3.79148

ARDLOSER 108 -2.19 32.17 6.7879 7.78205

*) Awal tahun pengujian

Tabel 3

Page 39: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Ringkasan hasil uji t kenaikan rata-rata PER portofolio loser

Periode

Pengujian

Loser t hitung Sig Mean(t) Mean(t+3)

2003-2006 2,9741 18,0494 -6,521 0,000

2004-2007 4,3071 13,2884 -4,649 0,000

2005-2008 4,8547 14,1135 -2,448 0,020

Tabel 4

Ringkasan hasil uji t penurunan rata-rata PER portofolio winner

Periode

Pengujian

Winner t hitung Sig Mean(t

)

Mean(t+3

) 2003-2006

69,664

8 32,1292 2,645 0,012

2004-2007

53,023

4 30,1812 2,445 0,019

2005-2008

61,739

4 24,4800 3,522 0,001

Tabel 5

Ringkasan Hasil uji t Hipotesis1c

Periode

Pengujian

Loser Winner t hitung Sig Mean SD Mean SD

2003-2006 0,0116 1,50530 -1,1097 0,83315 3,965 0,000

2004-2007 -0,0941 2,16566 -0,3270 2,06225 0,474 0,637

2005-2008 0,5685 1,28736 0,4109 1,07549 0,548 0,586

HUBUNGAN STRUKTUR KEPEMILIKAN DALAM STRUKTUR

GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP

Page 40: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

KINERJA KEUANGAN

Einde Evana4

ABSTRACT

The purpose of this study was to provide empirical evidence in Indonesia regarding the influence of ownership structure and good corporate governance with financial performance, by examining a dependent variable of financial performance and ownership structure of the independent variables, the proportion of independent board ownership, and the existence of an audit committee. Test results on the ownership structure show a negative correlation and no significant effect on financial performance. Influence and policies established by the majority shareholders become meaningless for the management who tried to show the performance that will produce big bonuses for its own interests.

Keywords: ownership structure, independent board ownership, audit committee, good corporate governance, financial performance

PENDAHULUAN

Laba yang dipublikasi dapat memberikan respon yang bervariasi, yang menunjukkan adanya reaksi pasar terhadap informasi laba (Cho dan Jung, 1991). Pada kenyataannya sering terjadi skandal keuangan yang merupakan kegagalan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi para pengguna laporan. Laba sebagai bagian dari laporan keuangan tidak menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomis perusahaan sehingga laba yang diharapkan dapat memberikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan menjadi diragukan kualitasnya. Manipulasi kinerja yang ditempuh dengan beberapa cara merupakan suatu upaya manajemen untuk menggunakan suatu keputusan tertentu untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan untuk menyesatkan pemegang saham yang ingin mengetahui kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang mengandalkan angka akuntansi yang dilaporkannya.

Dua hal yang menjadi perhatian utama konsep Good Corporate Governance yaitu pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat tepat pada waktunya, dan transparan mengenai semua hal yang berkaitan dengan kinerja perusahaan, kepemilikan dan pemegang kepentingan (stakeholders). (YPPMI & Sinergy Communication, 2002). Corporate governance pada dasarnya menyangkut masalah pengendalian perilaku manajer perusahaan untuk melindungi kepentingan pemilik perusahaan (pemegang saham). Masalah ini muncul karena adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelola perusahaan. Pemilik sebagai pemasok modal perusahaan mendelegasikan kewenangan atas pengelolaan perusahaan kepada professional managers. Akibatnya, kewenangan untuk menggunakan resources 4 Dosen Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Lampung

Page 41: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

perusahaan sepenuhnya ada di tangan manajer perusahaan. Pemegang saham mengharapkan manajemen bertindak secara profesional dalam mengelola perusahaan. Setiap keputusan yang diambil seharusnya didasarkan pada kepentingan pemegang saham dan resources yang ada digunakan semata-mata untuk kepentingan pertumbuhan perusahaan. Meskipun demikian, yang sering terjadi adalah bahwa keputusan yang diambil oleh manajemen tidak semata-mata untuk kepentingan perusahaan tetapi juga untuk kepentingan manajer perusahaan. Bahkan dalam banyak kasus, keputusan dan tindakan yang diambil seringkali hanya menguntungkan manajer dan merugikan perusahaan. Corporate governance diperlukan untuk mengurangi masalah keagenan tersebut.

Penerapan Good Corporate Governance dipercaya dapat meningkatkan kinerja atau nilai perusahaan. Menurut Menteri Keuangan RI berdasarkan keputusan No. 740/ KMK.00/ 1989 tanggal 28 Juni 1989 bahwa yang dimaksud dengan kinerja adalah prestasi yang dicapai oleh perusahaan dalam periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan dari perusahaan tersebut. Bentuk informasi akuntansi yang penting dalam proses penilaian kinerja perusahaan adalah economic value added (EVA). EVA merupakan satu-satunya ukuran kinerja yang secara menyeluruh konsisten dengan aturan standard capital budgeting dan dianggap lebih tepat untuk mengukur kinerja perusahaan. Hal ini dengan alasan bahwa pengukur kinerja konvensional tidak memperhitungkan biaya modal atau ekuitas. EVA mencoba mengukur nilai tambah yang diharapkan suatu perusahaan dengan cara mengurangi beban modal sendiri yang timbul sebagai akibat investasi yang dilakukan. Biaya modal merupakan konsep yang sangat penting, karena dimaksudkan untuk dapat menentukan besarnya biaya yang secara riil harus ditanggung perusahaan untuk memperoleh dana dari suatu sumber.

Kinerja perusahaan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya terkonsentrasi atau tidak terkonsentrasinya kepemilikan. Riset empiris yang dilakukan Xu dan Wang (1999) membuktikan bahwa struktur kepemilikan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Demzetz dan Lehn (1985) yang dikutip oleh Xu dan Wang (1999) menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara konsentrasi kepemilikan dan tingkat laba akuntansi untuk 511 perusahaan terbesar di US. Penelitian lainnya mengenai Corporate Governance yang dilakukan di Indonesia yaitu, Sulistiyanto dan Nugraheni (2002) yang menguji apakah penerapan prinsip Corporate Governance dapat menekan manipulasi laporan keuangan yang dipulikasikan perusaaan yang listed di BEI. Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan manipulasi sebelum dan sesudah adanya kewajiban untuk menerapkan prinsip tersebut. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut apakah terdapat pengaruh antara struktur good corporate governance terhadap kinerja keuangan?

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Good Corporate Governance (tata kelola perusahaan yang baik) merupakan acuan bagi pengelola perusahaan untuk bertindak akuntabel dan bertanggung jawab. Dengan kata lain manejemen perseroan lebih profesional dan terbuka dalam mengelola perusahaan yang pada akhirnya

Page 42: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

akan meningkatkan kepercayaan seluruh karyawan, dan terbentuknya citra perseroan yang positif di kalangan seluruh pihak-pihak petaruhnya, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan investor (Suprayitno, 2005).

Beberapa konsep tentang corporate governance antara lain yang dikemukakan oleh

Shleifer dan Vishny (1997) yang menyatakan corporate governance berkaitan dengan cara

atau mekanisme untuk meyakinkan para pemilik modal dalam memperoleh return yang

sesuai dengan investasi yang telah ditanam. Iskandar dkk (1999) menyatakan bahwa

corporate governance merujuk pada kerangka aturan dan peraturan yang memungkinkan

stakeholders untuk membuat perusahaan memaksimalkan nilai dan untuk memperoleh

return. Selain itu corporate governance merupakan alat untuk menjamin direksi dan manajer

(insider) agar bertindak yang terbaik untuk kepantingan investor luar (kreditur atau

shareholder). Lebih lanjut Linan (2000) mengemukakan bahwa terdapat empat prinsip dasar

pengelolaan perusahaan yang baik yaitu sebagai berikut :

Keadilan (fairness) yang meliputi : (1) Perlindungan bagi seluruh hak pemegang saham (2) Perlakuan yang sama bagi para pemegang saham.

Transparansi (transparancy) yang meliputi (1) Pengungkapan informasi yang bersifat penting (2) Informasi harus disiapkan, diaudit dan diungkapkan sejalan dengan pembukuan yang berkualitas (3) Penyebaran informasi harus bersifat adil, tepat waktu dan efisien.

Dapat dipertanggung jawabkan (accountability) yang meliputi pengertian bahwa (1) Anggota dewan direksi harus bertindak mewakili kepentingan perusahaan dan para pemegang saham (2) Penilaian yang bersifat independen terlepas dari manajemen (3) Adanya akses terhadap informasi yang akurat, relevan dan tepat waktu.

Pertanggungjawaban (responsibility) meliputi (1) Menjamin dihormatinya segala hak pihak-pihak yang berkepentingan (2) Para pihak yang berkepentingan harus mempunyai kesempatan untuk mendapatkan ganti rugi yang efektif atas pelanggaran hak-hak mereka (3) Dibukanya mekanisme pengembangan prestasi bagi keikutsertaan pihak yang berkepentingan (4) Jika diperlukan, para pihak yang berkepentingan harus mempunyai akses terhadap informasi yang relevan.

Struktur Kepemilikan

Perbedaan struktur kepemilikan dapat menyebabkan adanya kepentingan yang berbeda dalam perusahaan tersebut, yang mana hal ini dapat memicu masalah corporate governance. Berikut ini beberapa karakteristik kepemilikan dalam perusahaan, seperti:

d. Kepemilikan menyebar (dispersed ownership). Ditemukan bahwa perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar memberikan imbalan yang lebih besar kepada pihak manajemen daripada perusahaan yang kepemilikannya lebih terkonsentrasi.

Page 43: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

e. Kepemilikan terkonsentrasi (closely held). Dalam tipe kepemilikan seperti ini timbul dua kelompok pemegang saham, yaitu controlling interest dan minority interest (shareholders)

f. Kepemilikan dalam BUMN. Kepemilikan dalam BUMN mempunyai artian khusus bahwa pemiliknya tidak dapat mengontrol secara langsung perusahaannya. Pemilik hanya diwakili oleh pejabat yang ditunjuk (misalnya menteri). Kesepakatan dapat terjadi antara wakil pemilik dengan manajemen, wakil pemilik dan pihak manajemen dangan kreditur. Struktur kepemilikan terbagi dalam terkonsentrasi dan menyebar. Dalam riset yang terdahulu seperti yang dilakukan oleh Xu dan Wang (1999) membuktikan bahwa struktur kepemilikan (mix dan konsentrasi) berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan.

Dewan Komisaris

Dewan komisaris bertanggung jawab dan berwenang mengawasi tindakan direksi, dan memberikan nasehat kepada direksi jika dipandang perlu oleh dewan komisaris. Komposisi dewan komisaris yang dibentuk harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan cepat serta bertindak secara independen. Paling sedikit 20% dari anggota dewan komisaris harus berasal dari kalangan di luar perseroan guna meningkatkan efektifitas atas peran pengawasannya dan transparansi dari pertimbangannya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agoes (2004) yang mengungkapkan bahwa beberapa faktor penting dari pengimplementasian GCG adalah adanya Komite Audit dan Dewan Komisaris Independen.

Komite Audit

Komite Audit merupakan salah satu pilar yang dianggap memegang peranan yang cukup signifikan dalam mewujudkan GCG pada perusahaan-perusahaan publik. Khomsiyah (2003) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa keberadaan komite audit mempunyai hubungan yang signifikan terhadap indeks corporate governance meskipun tidak berhubungan dengan tingkat pengungkapan suatu perusahaan. Di Indonesia landasan pembentukan komite audit sudah sangat jelas dan kuat. Berikut ini regulasi-regulasi yang telah dikeluarkan oleh BAPEPAM mengenai pembentukan Komite Audit yaitu:

g. Surat Edaran SE-C3/PM/2000 tanggal 5 Mei 2000 yang merekomendasikan perusahaan terbuka untuk membentuk komite audit.

h. Keputusan Ketua BAPEPAM Kep-41/PM/2003 tanggal 22 Desember 2003 mengenai pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komie audit, serta mewajibkan Emiten untuk membentuk komite audit selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2004.

i. Keputusan Ketua BAPEPAM Kep-29/PM/2004 tanggal 24 September 2004 mengenai pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit.

Page 44: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

EVA ( Economic Value Added)

Istilah EVA pertama kali dipopulerkan oleh Stern Steward, Management Service yang merupakan perusahaan konsultan dari Amerika Serikat. WACC sama dengan jumlah biaya dari setiap komponen modal-utang jangka pendek, utang jangka panjang, dan ekuitas pemegang saham ditimbang berdasarkan proporsi relatifnya dalam struktur modal perusahaan pada nilai pasar. Modal yang diinvestasikan adalah jumlah seluruh keuangan perusahaan, terlepas dari kewajiban jangka pendek, pasiva non-interest-bearing liabilities seperti utang, upah yang akan jatuh tempo, dan pajak yang akan jatuh tempo. Modal yang diinvestasikan sama dengan jumlah ekuitas pemegang saham, seluruh utang jangka pendek dan jangka panjang yang menanggung bunga, utang dan kewajiban jangka panjang lainnya. Konsep ini mnjelaskan tiga ukuran yang digunakan dalam mengukur kinerja perusahaan yaitu:

j. EVA yang positif berarti terdapat pengembalian yang dihasilkan lebih tinggi daripada tingkat pengembalian modal yang diminta investor, yang berarti perusahaan telah memaksimumkan nilai perusahaan.

k. EVA yang negatif menandakan bahwa nilai perusahaan berkurang sehingga tingkat pengembalian yang dihasilkan lebih rendah daripada tingkat pengembalian yang dituntut investor, yang berarti perusahaan tidak berhasil menciptakan nilai bagi pemilik modal.

l. EVA sama dengan nol menunjukkan titik impas perusahaan.

EVA merupakan laba operasi setelah dikurangi dengan total biaya modal dimana total biaya modal dihitung dari tingkat biaya modal dikalikan dengan total modal yang diinvestasikan. Nilai EVA positif berarti tingkat pengembalian yang dihasilkan lebih tinggi daripada tingkat pengembalian modal yang diharapkan investor, yang berarti perusahaan telah mampu menciptakan nilai perusahaan. Sebaliknya jika EVA negatif menandakan bahwa nilai perusahaan berkurang sehingga tingkat pengembalian yang dihasilkan lebih rendah daripada tingkat pengembalian yang dituntut investor, yang berarti perusahaan telah menghancurkan nilai perusahaan atau nilai bagi pemilik modal.

Berdasarkan pengertian tersebut investor yang rasional akan menghargai saham dengan harga yang tinggi jika EVA perusahaan positif, dan sebaliknya menghargai saham dengan harga yang rendah jika EVA negatif, EVA mencoba menghilangkan kelemahan pengukuran kinerja keuangan konvensional yang tidak memperhitungkan biaya modal dengan mencoba mengukur nilai tambah (value creation) yang diharapkan satu perusahaan dengan cara mengurangi beban modal sendiri (cost of capital) yang timbul dari investasi yang dilakukan. (Young & O‟byrne, 2001).

Indonesia mulai menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) sejak menandatangani Letter of Intent (LOI) dengan International Monetary Fund (IMF) pada awal krisis. Salah satu bagian yang penting dari LOI tersebut adalah pencantuman jadwal perbaikan pengelolaan perusahaan di Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang sekarang menjadi Komnas Kebijakan Governance (KNKG), setelah keluar dari era krisis

Page 45: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan standar Good Corporate Governance yang telah diterapkan di tingkat internasional.

Beberapa perusahaan publik yang telah berpartisipasi dalam Corporate Perception Index (CGPI) merasakan manfaat yang diperolehnya dari penerapan Good Corporate Governance, diantaranya perusahaan menyatakan bahwa penerapan Good Corporate Governance dapat memaksimalkan nilai perusahaan bagi pihak-pihak petaruhnya melalui peningkatan orientasi pada prinsip-prinsip keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi dan keadilan dalam menjalankan kegiatan bisnis perusahaan.

Good Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai suatu aturan main yang terintegrasi dari ketentuan/peraturan/etika baik yang ditetapkan oleh regulator maupun internal, sistem penyelenggaraan perusahaan, dan proses interaksi berbagai wewenang dan fungsi-fungsi internal perusahaan berdasarkan prinsip-prinsip GCG, sehingga kelangsungan perusahaan terjamin dan meningkatkan nilai perusahaan bagi para pemegang saham.

Pedoman Good Corporate Governance

Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang sekarang menjadi Komnas Kebijakan Governance (KNKG) membuat suatu pedoman pelaksanaan Good Corporate Governance yang bertujuan agar dalam pelaksanaan konsep Good Corporate Governance setiap perusahaan memiliki acuan dan dasar berfikir untuk penerapan konsep tersebut. Pedoman ini disusun dengan metoda yang memungkinkan terjadinya peningkatan dan penyesuaian standar Good Corporate Governance yang lebih konstruktif dan fleksibel bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia. Dan perlu diperhatikan lagi bahwa pedoman ini dimaksudkan agar bersifat dinamis, sehingga apabila sewaktu-waktu dapat disesuaikan dengan laju perkembangan pasar dan struktur masyarakat yang dinamis.

Biaya Modal

Biaya modal adalah tingkat pengembalian minimal yang diharapkan oleh pemegang saham (pemilik) perusahaan dalam investasinya. Young & O‟Byrne (2001) mendefinisikan biaya modal sebagai tingkat dari pengembalian yang diharapkan oleh penyedia dana jika modal itu diinvestasikan di tempat lainnya dalam suatu proyek aktiva atau perusahaan dengan tingkat sebanding. Modal atau capital yang disebutkan dalam pengertian tersebut tidak hanya mencakup modal saham seperti pengertian akuntansi melainkan terdiri atas hutang dan ekuitas pemegang saham atau sisi pasiva dalam neraca.

Biaya modal tidak hanya tergantung pada jumlah biaya hutang dan ekuitas, tetapi juga proporsi dari masing-masing elemen tersebut dalam struktur modal. Biaya hutang merupakan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan karena telah menggunakan dana yang berasal dari hutang untuk menjalankan kegiatan perusahaan. Dalam laporan keuangan biaya hutang yang dicantumkan sebagai biaya bunga yang merupakan salah satu elemen beban yang akan mengurangi laba perusahaan, karena biaya modal dapat

Page 46: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

dikurangkan dari penghasilan untuk menentukan besarnya pendapatan kena pajak perusahaan, maka biaya hutang dalam perhitungan WACC ini dalah biaya hutang setelah pajak.

Biaya Ekuitas

Biaya ekuitas dapat diartikan sebagai biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan karena menggunakan dana ekuitas atau dana yang berasal dari para pemegang saham untuk menjalankan kegiatan usaha. Biaya ekuitas merupakan pengembalian yang diminta atau diharapkan investor atas dana yang telah ditanamkan ke dalam perusahaan berupa pemilik saham. Untuk mengetahui berapa besar pengembalian yang diharapkan investor atas dana yang telah ditanamkannya pada perusahaan harus dilakukan pengamatan terhadap perilaku pasar modal. Dibutuhkan suatu model bagaimana suatu aktiva beresiko seperti saham dalam suatu perusahaan bisnis dihargai oleh pasar modal.

Elemen terakhir untuk menghitung EVA adalah modal yang diinvestasikan (invested Capital). Modal yang diinvestasikan adalah jumlah seluruh keuangan perusahaan, terlepas dari kewajiban jangka pendek, pasiva yang tidak menanggung bunga. Modal yang diinvestasikan sama dengan jumlah ekuitas pemegang saham, seluruh hutang jangka pendek dan jangka panjang yang menanggung bunga, serta hutang dan kewajiban jangka panjang lainnya. (Young & O‟byrne, 2001). Salah satu model yang paling popular untuk menilai besarnya biaya ekuitas adalah CAPM (Capital Assets Pricing Model). CAPM merupakan suatu model estimasi yang digunakan untuk mengestimasi return atau tingkat pengembalian suatu sekuritas. Bentuk standar CAPM dikembangkan oleh Professor William Sharpe dari Universitas Stanford (1964) dan John Litner dari Universitas Harvard (1965). Selain model CAPM, biaya ekuitas juga dapat dihitung dengan model pertumbuhan deviden.

The Devidend Growth Model Approach

Cara yang paling mudah dalam mengestimasi biaya ekuitas adalah dengan menggunakan model pertumbuhan deviden. Untuk menggunakan pendekatan ini pertama-tama harus ditentukan model trend pertumbuhan deviden dengan asumsi bahwa deviden tumbuh secara konstan. Selanjutnya, bahwa ekuitas dapat diestimasi dengan cara membagi deviden saat ini dengan harga saham perlembar dan ditambah dengan tingkat pertumbuhan deviden.

Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang (WACC)

Biaya modal dari suatu perusahaan tidak hanya bergantung pada jumlah biaya hutang dan pembiayaan ekuitas, tetapi juga seberapa proporsi dari masing-masing elemen tersebut dalam struktur modal. Hubungan ini digabungkan dalam konsep biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital) atau yang lebih dikenal sebagai WACC. Utomo (1999) menjelaskan perhitungan WACC yaitu dengan cara mengalikan biaya ekuitas dan biaya hutang dengan persentase masing-masing dalam struktur modal perusahaan. Karena

Page 47: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

biaya bunga dapat dikurangkan dari penghasilan untuk menentukan pendapatan kena pajak, maka biaya hutang dalam WACC adalah biaya hutang setelah pajak. Dari uraian tersebut, dapat dilihat bahwa untuk menghitung WACC terdapat lima elemen yang menyusunnya yaitu jumlah hutang dalam struktur modal, jumlah ekuitas dalam struktur modal, biaya hutang, biaya ekuitas, dan tingkat pajak.

Mekanisme Good Corporate Governance dengan Kinerja Keuangan

Good Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham. Dengan demikian, penerapan good corporate governance dipercaya dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dey Report (1994) mengemukakan bahwa corporate governance yang efektif dalam jangka panjang dapat meningkatkan kinerja dan menguntungkan para pemegang saham.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengukur keberhasilan corporate governance dalam bentuk pencapaian kinerja keuangan. Salah satu diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Lambert (2001) yang mengukur keberhasilan corporate governance dari kriteria economic value added (EVA). Selain itu Morck, Shleifer & Vishny (1988) dalam Bernhart & Rosenstein (1998) yang menguji hubungan antara kepemilikan manajerial dan komposisi dewan komisaris terhadap nilai perusahaan menemukan bahwa nilai perusahaan meningkat sejalan dengan peningkatan kepemilikan manajerial sampai dengan 5%, kemudian menurun pada saat kepemilikan manajerial 5%-25%, dan kemudian meningkat kembali seiring dengan adanya peningkatan kepemilikan manajerial secara berkelanjutan.

Struktur Kepemilikan

Isu corporate governance muncul karena terjadinya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan (Berle dan Means,1934). Struktur kepemilikan menyatakan jumlah kepemilikan saham yang dimiliki oleh suatu pemegang saham dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola (Gideon, 2005). Konsentrasi kepemilikan adalah salah satu bentuk mekanisme corporate governance yang bisa menyamakan kepentingan pemilik perusahaan (pemegang saham) dan pengelola perusahaan (manajer) (Denis dkk., 1999; Damsetz dan Lehn, 1985). Dengan terkonsentrasinya kepemilikan, pemilik mempunyai insentif untuk memonitor pengelola perusahaan, agar mereka bertindak selaras dengan kepentingan pemilik. Hal ini dapat dilakukan, misalnya dengan penggunaan hak suara (voting right).

Selain itu, untuk menghilangkan konflik kepentingan ini adalah dengan memberikan insentif pada manajer untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan kepentingan pemilik, misalnya dengan kepemilikan manajerial (Jensen dan Meckling, 1976) ataupun dengan struktur kontrak kompensasi yang dikaitkan dengan kekayaan pemilik. Apabila manajer ikut memiliki perusahaan (insider ownership), atau apabila pendapatan atau kompensasi manajer dikaitkan secara langsung dengan kekayaan pemilik maka manajer akan bertindak sebagaimana pemilik.

Page 48: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Dengan Kepemilikan saham oleh manajer dapat menghilangkan konflik-konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham (Denis dkk., 1997, 1999). Karena apabila manajer adalah pemegang saham maka kepentingan mereka akan sejalan dengan kepentingan pemegang saham lain (Jansen dan Meckling,1976). Pada kasus ekstrim dengan kepemilikan 100% oleh manajer, manajer dapat mengurangi biaya keagenan sampai nol. Pada kepemilikan menyebar, masalah perbedaan kepentingan utama yang terjadi adalah antara kepentingan pemilik dan kepentingan pengelola perusahaan. Sedangkan pada kepemilikan terkonsentrasi, masalah perbedaan kepentingan utama adalah perbedaan kepentingan antara pemilik mayoritas sebagai pengendali perusahaan dengan pemilik minoritas.

Pada bentuk kepemilikan perusahaan yang menyebar (banyak pemilik dengan persentase kepemilikan kecil), pengendalian pemegang saham cenderung lemah karena lemahnya monitoring pemegang saham. Sebaliknya pada kepemilikan terkonsentrasi, pemilik besar (large shareholder – pemilik dengan persentase kepemilikan yang tinggi) dapat memainkan peranan dalam pengawasan manajemen. Pemilik besar dapat melakukan pengawasan karena dapat mendapatkan informasi dan memonitor manajer serta mempunyai hak suara untuk menekan manajemen dalam beberapa kasus. Menurut Hastuti (2005) khususnya pemegang saham dengan kepemilikan lebih dari 50,1%, akan mempunyai hak pengendalian langsung atas perusahaan dan manajemen. Kepemilikan saham sesuai dengan aturan GCG dapat memonitor manajemen secara efektif melalui pengendalian oleh dewan direksi maka peneliti mengembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut: struktur Kepemilikan perusahaan yang terkonsentrasi berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan

Di Indonesia saat ini, keberadaan komisaris independen sudah diatur dalam Code of Corporate Governance (KNKCG). Komisaris menurut Code tersebut, bertanggung jawab dan mempunyai kewenangan untuk mengawasi kebijakan dan kegiatan yang dilakukan direksi, memberikan nasehat apabila diperlukan. Komisaris juga harus memastikan bahwa perusahaan menjalankan tanggung jawab sosialnya dan mempertimbangkan kepentingan berbagai stakeholders. Keberadaan komisaris independen juga diatur dalam ketentuan Peraturan Pencatatan Efek Bursa Efek Jakarta (BEI) Nomor I-A tentang ketentuan Umum Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di Bursa yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000. Perusahaan yang tercatat di BEI wajib memiliki komisaris independent yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris.

Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas. Pemikiran ini didukung hasil penelitian Vafeas (2000) dan Anderson et al. (2003) hasil penelitian ini memberikan simpulan bahwa komposisi dewan komisaris di perusahaan dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan. Chtourou dkk (2001) dan Wedari (2004) menemukan bahwa dewan komisaris yang independen akan

Page 49: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

membatasi aktivitas pengelolaan laba. Tetapi, Parulian (2004) menemukan bahwa komisaris independent perusahaan-perusahaan di BEI tidak terbukti secara signifikan mempengaruhi pengelolaan laba perusahaan. Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan

Menurut peraturan BAPEPAM (Nomor: SE-03 / PM/ 2000) Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris yang tugasnya membantu Dewan Komisaris dengan memberikan pendapat profesional yang independen untuk meningkatkan kualitas kerja serta mengurangi penyimpangan pengelolaan perusahaan. Meskipun Direksi dan Dewan Komisaris yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Corporate Governance, namun Komit Audit melaksanakan pengawasan independent atas proses pelaksanaan Corporate Governance. Menurut Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) Fungsi Komite Audit dijabarkan melalui Surat Edaran Ketua BAPEPAM No. SE-03 /PM/2000 dan peraturan No. IX.1.5 adalah sebagai berikut:

Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan lainnya;

Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dibidang Pasar Modal dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan;

Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal;

Melaporkan kepada Komisaris berbagai resiko yang dihadapi perusahaan dan pelaksanaan manajemen resiko oleh direksi;

Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada Komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan Emiten atau Perusahaan Publik;

Menjaga Kerahasiaan dokumen, data dan informasi perusahaan;

Membuat pedoman kerja komite audit.

METODA PENELITIAN

Sampel dan Data Penelitian

Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, dengan periode penelitian tahun 2005 sampai dengan 2007. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari kategori manufaktur khususnya Perusahaan Automotive dan Allied Product yang go publik di Bursa Efek Jakarta.

Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sebagai berikut :

2. Laporan keuangan (annual report) berupa neraca dan laporan laba rugi Perusahaan Automotive dan Allied Products yang terdaftar di BEI selama periode 2005-2007.

Page 50: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

3. Data tentang proporsi kepemilikan saham dari capital market directory Indonesia

4. Data sekunder yang diperoleh dari ICMD, internet, dan pojok BEI.

Definisi dan Pengukuran Variabel

Penelitian ini akan menguji satu variabel dependen, yaitu kinerja keuangan dan variabel independen yaitu struktur kepemilikan, proporsi dewan kepemilikan independen, dan keberadaan komite audit.

5. Kinerja keuangan diukur dengan rumus EVA

6. EVA = laba operasi setelah pajak - total biaya modal

7. Variabel ini diambil dari penelitian Lambert (2001) yang menguji keberhasilan corporate governance dengan diukur pada pencapaian kinerja dari kriteria economic value added (EVA).

8. Struktur kepemilikan perusahaan diwakili dengan variabel dummy, 1 untuk kepemilikan terkonsentrasi (mayoritas) dan 0 untuk kepemilikan menyebar, dengan dasar jika kepemilikan saham diatas atau sama dengan 50,1% maka termasuk ke dalam kepemilikan terkonsentrasi.

9. Proporsi Dewan Komisaris Independen dihitung membagi jumlah dewan komisaris independen dengan total anggota dewan komisaris. Informasi mengenai jumlah dewan komisaris independen diperoleh dari laporan tahunan masing-masing perusahaan, Indonesian Capital Market Directory, dan juga dari pengumuman yang dikeluarkan oleh BEI.

10. Keberadaan Komite Audit

11. Untuk menentukan apakah perusahaan mempunyai komite audit atau tidak, akan dicek di laporan tahunan masing-masing perusahaan dan pengumuman yang dikeluarkan BEI. 1 jika perusahaan mempunyai komite audit yang sesuai dengan peraturan BEI dan 0 jika sebaliknya. Variabel ini diambil berdasarkan penelitian yang dilakukan Sylvia dan Utama (2005).

Metoda Analisis Data

Metoda analisis yang digunakan adalah regresi berganda. Analisis regresi bertujuan untuk mencari adanya hubungan antara variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen. Dengan model penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

EVA it = α + β 1 Owner + β 2 BOD + β 3 AUDCOM + ε

Keterangan:

EVA it : EVA perusahaan i pada periode ke t

Owner : kepemilikan terkonsentrasi 1, kepemilikan menyebar 0

Page 51: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

BOD: proporsi dewan komisaris independen

AUDCOM: keberadaan komite audit

α: konstanta

β: koefisien

ε: error term

Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik perlu dilakukan sebelum suatu model regresi linier digunakan. Tujuan pengujian asumsi ini adalah agar asumsi-asumsi yang mendasari model regresi linier dapat terpenuhi sehingga dapat menghasilkan penduga yang tidak bias (sahih). Pengujian ini terdiri dari uji normalitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Biaya Hutang

Biaya hutang adalah biaya yang terjadi karena perusahaan menggunakan dana atau pinjaman dari pihak eksternal dalam menjalankan kegiatan perusahaan. Dalam penelitian ini biaya hutang di-proxy dengan suku bunga investasi yang diperoleh dari publikasi BI.

(Tabel 1 di sini)

Biaya Ekuitas (ke)

Biaya ekuitas adalah biaya yang terjadi karena perusahaan menggunakan dana ekuitas atau dana yang berasal dari para pemegang saham. Biaya ekuitas merupakan pengembalian yang diharapkan oleh investor atas investasi yang mereka tanamkan dalam perusahaan. Dalam penelitian ini biaya ekuitas dihitung dengan model Capital Asset Pricing Model(CPAM). Formula untuk menghitung biaya modal sendiri (ke) adalah sebagai berikut (Jogianto, 2008):

ke = krf + beta (km – krf)

Keterangan :

ke = Biaya ekuitas (return ekuitas)

krf = return aktiva bebas resiko

Page 52: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

β = beta sekuritas

Return atas aktiva bebas resiko di proxy dengan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang diperoleh dari publikasi BI. Beta merupakan pengukur resiko sistematik dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap resiko pasar. Beta yang digunakan adalah data beta yang telah dikoreksi, sedangkan return pasar di proxy dengan return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

(Tabel 2 di sini)

(Tabel 3 di sini)

Uji Asumsi Klasik

m. Pengujian Normalitas Data

Normal probability plot menunjukkan sebaran data yang berada di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Uji normalitas yang dilakukan menunjukkan bahwa model regresi telah lolos uji normalitas.

Uji Multikolinieritas

Pengujian ini dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) variabel independen. Multikolineritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Tolerance mengukur variabilitas bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variablel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/tolerance). Dari data diketahui bahwa seluruh variance inflation factor independent lebih kecil dari 10 dan tolerance lebih besar dari 0.10. hal ini berarti tidak terjadi multikolinieritas pada model regresi yang dihasilkan.

Uji Autokorelasi

Untuk mengetahui apakah terjadi atau tidak terjadi autokorelasi dalam suatu model regresi, digunakan uji Durbin Watson berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji Durbin Watson diperoleh DW sebesar 2,156. Hal ini berarti tidak terdapat masalah autokorelasi.

Uji Heteroskedastisitas

Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan mengamati penyebaran titik-titik pada Scatterplot Regresi, dengan ketentuan bahwa titik-titik yang tersebar pada Scatterplot Regresi tidak membentuk pola tertentu dan tersebar secara acak baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Model regresi pada penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas.

Pengujian Koefisien Regresi Secara Simultanus

Page 53: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen yang diamati secara serentak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian ini juga dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen.

Uji Korelasi

Hubungan dan kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen menunjukkan besarnya hubungan dan kontribusi suatu variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama. Penafsiran hubungan yang terjadi antara variabel independen dengan variabel dependen dari koefisien korelasi baik parsial maupun simultan diperlukan suatu batasan. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda diperoleh nilai R2 (0,674) yang menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara struktur kepemilikan, proporsi dewan komisaris independen, dan keberadaan komite audit dengan kinerja keuangan.

Uji Asumsi Klasik

n. Pengujian Normalitas Data

Normal probability plot menunjukkan sebaran data yang berada di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Uji normalitas yang dilakukan ini menunjukkan bahwa model regresi telah lolos uji normalitas.

Uji Multikolinieritas

Pengujian ini dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) variabel independen. Multikolineritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Tolerance mengukur variabilitas bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variablel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/tolerance). Dari data diketahui bahwa seluruh variance inflation factor independent lebih kecil dari 10 dan tolerance lebih besar dari 0.10. hal ini berarti tidak terjadi multikolinieritas pada model regresi yang dihasilkan.

Uji Autokorelasi

Untuk mengetahui apakah terjadi atau tidak terjadi autokorelasi dalam suatu model regresi, digunakan uji Durbin Watson berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji Durbin Watson diperoleh DW sebesar 2,156. Hal ini berarti tidak terdapat masalah autokorelasi.

Uji Heteroskedastisitas

Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan mengamati penyebaran titik-titik pada Scatterplot Regresi, dengan ketentuan bahwa titik-titik yang tersebar pada Scatterplot Regresi tidak membentuk pola tertentu dan tersebar secara acak baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Model regresi pada penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas.

Page 54: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Pengujian Koefisien Regresi Secara Simultanus

Analisis ini digunakan oleh peneliti untuk memprediksi bagaimana keadaan, naik atau turunnya variabel dependen, jika dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediktor dimanipulasikan atau nilainya naik atau turun. Berdasarkan pada hasil pengujian regresi diperoleh bahwa hanya satu variabel yaitu proporsi dewan komisaris independen yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan, sedangkan untuk variabel lainnya yaitu struktur kepemilikan dan keberadaan komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan EVA, sehingga koefisien regresi yang dihasilkan tidak dapat dimaknai dan diambil kesimpulan, serta menyebabkan persamaan regresi pada penelitian ini tidak dapat dibentuk.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tujuan penelitian adalah untuk memberikan bukti empiris di Indonesia mengenai pengaruh antara struktur kepemilikan dan struktur good corporate governance dengan kinerja keuangan, dengan menguji satu variabel dependen yaitu kinerja keuangan dan variabel independen yaitu struktur kepemilikan, proporsi dewan kepemilikan independen, dan keberadaan komite audit. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pada bab sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

12. Hasil pengujian atas struktur kepemilikan menunjukkan adanya hubungan yang negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja keuangan. Pengaruh dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemegang saham mayoritas menjadi tidak berarti bagi manajemen yang berusaha untuk menampilkan kinerja yang akan menghasilkan bonus yang besar untuk kepentingannya sendiri.

Hasil pengujian atas proporsi dewan komisaris independen menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan.

Hasil pengujian atas keberadaan komite audit menunjukkan adanya hubungan yang positif dan tidak signifikan terhadap kinerja keuangan.

Melalui pengujian hipotesis dengan uji-F diperoleh hasil bahwa struktur kepemilikan, proporsi dewan komisaris independen, dan keberadaan komite audit secara serentak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan, dengan nilai R (0.674) yang menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara struktur kepemilikan, proporsi dewan komisaris independent, dan keberadaan komite audit dengan kinerja keuangan

Saran

Bagi perusahaan-perusahaan publik khususnya yang ada di Indonesia, diharapkan dapat lebih memperhatikan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam berbisnis disamping perlunya pengendalian intern yang lebih baik untuk mengontrol

Page 55: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

perilaku manajemen dalam melaporkan kinerja keuangan, agar dimasa mendatang perusahaan publik sebagai entitas bisnis mampu mengembangkan kemampuan berlabanya secara konsisten yang pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap perusahaan. Agar dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperpanjang periode penelitian serta menambah sampel dan variabel lain seperti pengungkapan laporan keuangan, sehingga mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Kirsten L., Daniel N Deli and Stuart L Gilland. 2003. “Boards of Directors, Audit

Committee, and The Information Content of Earnings”. Working Paper. September.

Bernhart, S.W. and Rosensteins. 1998. “Board Composition, Managerial Ownership, and Firm

Performance: An Empirical Analysis”. Financial Review, 33, p.1-16.

Cho, L. Y., and K. Jung. 1991. “Earnings Response Coefficients: A Synthesis of Theory and

Empirical Evidence”. Journal of Accounting Literature, Vol. 10. p.85-116

Chtourou, SM., Jean Bedard, and Lucie Courteau. 2001. “Corporate Governance and earnings

Management”. Working paper. Universite Laval, Quebec City, Canada. April.

Demzets, Harold and Kenneth Lehn. 1985. “The Structure of Corporate Ownership: Causes

and Consequences”. Journal of Political Economy.Vol.93.No.6.December,p.1155-1177.

http://www.ssrn.com

Denis, David J., Diane K. Denis, dan Atulya Sarin. 1997. “Agency problems, equity ownership,

and corporate diversification”. Journal of Finance 52 (1), 135-160.

Forum for Corporate Governance in Indonesia. 2001. “Peranan Dewan Komisaris dan Komite

Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance”. Seri Tata Kelola Perusahaan, Jilid II.

Edisi ke-2. Jakarta.

Forum for Corporate Governance in Indonesia. 2001. “Tata Kelola Perusahaan”. Seri Tata

Kelola Perusahaan, Jilid I. Edisi ke-3. Jakarta.

G. Suprayitno, dkk. 2005. “Internalisasi Good Corporate Governance dalam Proses Bisnis”.

The Indonesian Institute for Corporate Governance. Jakarta.

Jensen, M and W. Meckling. 1976. “Theory of The Firm: Managerial Behavior Agency and

Ownership Structure”. Journal of Financial Economics. Vol 3. October, p.305-360

Khomsiyah. 2003. “Hubungan Corporate Governance dan Pengungkapan Informasi:

Pengujian Secara Simultan”. Simposium Nasional Akuntansi IV.

KNKCG. 2001. Pedoman Good Corporate Governance ref. 4.0.

Lambert, Richard A. 2001. “Contracting Theory of Accounting”. Journal of Accounting and

Economics, 32: 3-87.

Morck, R., A. shleifer and R.W.Vishny. 1988. “Alternative Mechanism for Corporate Control”.

American Economics Review, Vol. 79.p. 842-852.

Page 56: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Nuryanah, S. 2004. “Analisis hubungan Board Governance dengan Penciptaan Nilai

Perusahaan: Studi Kasus Perusahaan-Perusahaan Tercatat di BEJ”. Tesis Pascasarjana

FEUI.

Parulian, S.R. 2004. “Analisis Hubungan Antara Komite Audit dan komisaris Independen

dengan Praktek Manajemen Laba: Studi Empiris Perusahaan di BEJ”. Tesis

Pascasarjana FEUI.

Sulistiyanto, H.Sri dan Lidya, Rika. 2002. “Good Corporate Governance Antara Idealisme dan

Kenyataan”. Modus (Jurnal Ekonomi dan Bisnis FE UAJY), Vol.14 (1).

Sulistiyanto, H.Sri dan Linggar Y, Nugraheni. 2002. “GCG; Berhasilkah Diterapkan Di

Indonesia”. Working Paper.

Utomo, Lisa Linawati. 1999. “Eva Sebagai Usulan Keberhasilan Kinerja Manajemen

Perusahaan”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan.Vol 1, No.1. Mei 1999. Pp 28-42.

Vafeas, Nikos. 2000. “Board structure and Informativeness of Earnings” Journal of

Accounting and public Policy, Vol.19. p.139-160.

Wedari, L.K. 2004. “Analisis Pengaruh Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit

Terhadap Aktivitas Manajemen Laba”. Makalah Seminar Nasional Akuntansi VII.

Young, S. David dan O’Byrne, F. Stepen. 2001. “EVA dan Manajemen Berdasarkan Nilai”.

Salemba Empat. Jakarta.

Page 57: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

LAMPIRAN

Tabel 1. Nilai Biaya Hutang Perusahaan

Tahun T Kd kd*

2005 30% 15.66% 10,96%

2006 30% 15.05% 10,54%

2007 30% 15.86% 11,23%

Sumber : data diolah

Tabel 2. Nilai Biaya Ekuitas Perusahaan

Emiten

Tahun

2005 2006 2007

ASII 0,16 -0,051 0,1819

AUTO 0,156 .0,156 0,1516

BRAM 0,1329 0,0203 0,1329

GJTL 0,1448 0,1356 0,1254

HEXA 0,1281 0,0359 0,1256

INTA 0,1209 0,3125 0,1102

PRAS 0,1377 0,4011 0,1056

SMSM 0,1345 0,3955 0,1545

UNTR 0,1385 0,1821 0,1675

Sumber: Lampiran 1

Tabel 3. Nilai EVA

Emiten 2005 (Rp juta) 2006 (Rp juta) 2007 (Rp juta)

Page 58: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

ASII 959.222,21 5.248.856 978.407

AUTO -2.765,63 360.897 2.821

BRAM -4.857,58 -8.098 4.955

GJTL -528.471,54 423.531 539.041

HEXA 12.968,60 78.833 13.228

INTA -20.421,88 -52.916) 20.830

PRAS -327.263,71 52.673 333.809

SMSM 11.454,67 65.068 21.684

UNTR 278.326,28 1.246.244 283.893

ANALISIS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK EFISIENSI PAJAK BAGI

KOPERASI

(Studi Kasus Pada Koperasi Karyawan Ruwa Jurai PTPN VII)

Mega Metalia5

ABSTRACT

Tax is one of the country acceptance sources of vital importance mean for execution and Bational development enhanced that aim to increase welfare with society welfare. Forcible the pickings is load for taxpayer because cut or Decreasing somebody wealth or Corporate body, So that will decrease bet profit and Tax load for company as duty can be addition load. Therefore, very natural when company to try to mengefisienkan the tax load. Efforts that done by company by applying tax planning strategy (tax planning) as a mean to save tax payment but Still in taxation regulation.

This watchfulness aims to detect to what income tax calculation PPh with take profit as great as possible or Semaksimal may be from various exception, Cut, or Reduction on income hit tax that permitted by law (after tax planning) can efficient tax load that must underwrited companying. In arrangement research this, Author uses field watchfulness (field research) and Book study watchfulness (library research), With qualitative analysis, Quantitative analysis, and Descriptive analysis with makes appropriate analysis sketch with problem restriction. This watchfulness scope is limitted in income tax planning Ruwa Jurai

5 Dosen Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Lampung

Page 59: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

employee cooperation body PPh bunch, So that problem that discussed limited based on data that accepted from cooperation.

Keywords:

PENDAHULUAN

Sistem pemungutan pajak yang kita gunakan adalah self assessment, artinya suatu sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri jumlah pajak yang terhutang, membayar sendiri dan melaporkan sendiri jumlah kewajiban pajaknya. Hal ini dapat terlaksana dengan baik apabila wajib pajak memahami peraturan perpajakan dan mengikuti aturan yang berlaku sesuai dengan undang-undang perpajakan. Jika wajib pajak tidak mengikuti aturan yang berlaku, maka bisa terjadi kesalahan yang dapat merugikan pihak pemerintah maupun wajib pajak itu sendiri. Bagi Negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Sebaliknya bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih.

Besarnya pajak, tergantung pada besarnya penghasilan perusahaan. Semakin besar penghasilan maka semakin besar pajak terhutang. Oleh karena itu perusahaan membutuhkan suatu perencanaan pajak atau yang disebut tax planning yang tepat agar perusahaan dapat membayar pajak seefisien mungkin sepanjang hal tersebut masih sesuai dengan aturan-aturan perpajakan yang berlaku. Tax planning adalah suatu proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya baik pajak penghasilan maupun pajak- pajak lainnya berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan baik oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial (Mohammad Zain, hal 43).

Banyak strategi yang bisa dipilih oleh perusahaan untuk mengefisiensikan beban pajaknya. Perusahaan dapat memanfaatkan strategi mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari berbagai pengecualian, potongan, atau pengurangan atas penghasilan kena pajak yang diperbolehkan oleh undang-undang sebagai salah satu pilihan untuk menghindari lapisan tarif pajak maksimum (shift to lower bracket).

Secara bisnis, tax planning adalah beralasan, karena untuk memperoleh keuntungan pengusaha menghadapi banyak resiko yang harus di minimalisasi dan aspek perpajakan adalah salah satunya karena pada dasarnya pajak merupakan tambahan biaya bagi perusahaan. Tax planning juga mencakup usaha-usaha untuk melakukan proteksi agar perusahaan atau organisasi terhindar atau paling tidak meminimalisasi kemungkinan koreksi pajak pada masa-masa yang akan datang.

Melihat manfaat dari penghematan pajak bagi perusahaan, dimana perencanaan pajak itu sendiri dapat diterima dalam undang-undang perpajakan dan menghasilkan nilai pajak yang paling efisien bagi perusahaan, maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Analisis Perencanaan Pajak Penghasilan Untuk Efisiensi Pajak Bagi Koperasi”

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Page 60: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Pajak

Pengertian Pajak

Pajak secara umum adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena Undang-Undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk.

Pembangunan Nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun semua itu membutuhkan biaya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh negara untuk mewujudkan hal tersebut di atas yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak.

Fungsi Pajak

Menurut fungsinya, pajak dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Fungsi Budgeter, yaitu pajak yang berperan sebagai alat untuk memasukan uang ke dalam kas negara yang digunakan untuk dana pembiayaan pengeluaran negara; dam 2) Fungsi Reguler (mengatur), yaitu pajak yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Pengaturan ini biasanya ditujukan untuk mengatur sektor swasta.

Azas-azas Pemungutan Pajak

Azas pemungutan pajak terdiri dari tiga azas, yaitu: 1) Azas Wilayah; 2) Azas Kebangsaan; dan 3) Azas Sumber.

Dasar Pemungutan Pajak

Dasar pemungutan pajak ini merupakan bentuk operasional dari pengakuan dan pengukuran keadaan objek pajak atau stelsel. Berikut ini dasar pemungutan pajak di bidang perpajakan: 1) Stelsel Nyata (Real Stelsel); 2) Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel); dan 3) Stelsel Campuran

Sistem Pemungutan Pajak

Sistem-sistem pemungutan pajak antara lain sebagai berikut: 1)Official Assesment System; 2) Self Assesment System; dan 3) Withoulding System

Subjek dan Objek Pajak

Subjek Pajak

Adalah siapa yang dikenakan pajak, yaitu meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi, badan dan bentuk usaha tetap. Berdasarkan pasal 2 UU Nomor 17 tentang Pajak Penghasilan, subjek pajak dibagi menjadi dua jenis, yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

Objek Pajak

Adalah apa yang dikenakan pajak. Pada pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) undang-undang pajak penghasilan telah memberi penjelasan mengenai objek pajak penghasilan, yaitu penghasilan.

Page 61: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Tarif Pajak

Struktur tarif yang berhubungan dengan pola persentase tarif pajak dikenal empat macam tarif, yaitu: 1) Tarif pajak proposional/sebanding; 2) Tarif pajak progresif; 3) Tarif pajak degresif; dan 4) Tarif pajak tetap

Perbedaan Akuntansi dan Pajak

13. Laba Akuntansi dan Laba Pajak

Konsep laba pajak (tax income) berbeda dengan laba komersial (commercial income), laba usaha (business income), laba ekonomis (economic income), atau laba akuntansi (accounting income). Perbedaan itu disebabkan oleh adanya perbedaan konsep, cara pengukuran serta perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya. Laba pajak dihitung dengan menggunakan konsep, cara pengukuran, dan cara pengakuan pendapatan menurut ketentuan perpajakan. Sedangkan laba akuntansi dihitung dengan menggunakan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim. Antara ketentuan perpajakan dengan prinsip akuntansi yang lazim kadang-kadang terdapat perbedaan.

Perbedaan Prinsip Akuntansi

Pemakaian prinsip-prinsip akuntansi yang pada umumnya diterima oleh dunia bisnis dan profesi, tetapi untuk tujuan fiskal tidak diterima sepenuhnya atau bahkan ditolak maupun disediakan alternatif lain. Perbedaan prinsip tersebut antara lain :

o. Prinsip konservatisme yang misalnya diterapkan dalam penilaian persediaan dengan metoda lower of cost or market, penilaian piutang dengan nilai taksiran realisasi dan sebagainya tidak dibenarkan untuk tujuan fiskal.

p. Prinsip harga perolehan (cost) yang misalnya diterapkan dalam penilaian persediaan dan harga pokok barang yang diproduksi sendiri harus tidak termasuk upah in natura, nilai barang modal sehubungan dengan PPN dan PPnBMnya tidak dapat dikapitalisir dan bahkan untuk harga perolehan yang terjadi dari transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dapat ditentukan lain, dan sebagainya.

q. Prinsip matching (temu) biaya-hasil, misalnya untuk tujuan akuntansi pada umumnya, harga perolehan barang modal baru dapat disusutkan jika aktiva tersebut telah dioperasikan (diusahakan untuk mencari hasil) dan penyusutan dapat dihitung untuk masa yang lebih pendek dari satu tahun, misalnya setengah tahun. Namun untuk tujuan fiskal, penyusutan dapat dimulai pada tahun pengeluaran walaupun aktiva belum dioperasikan dan penyusutan dilakukan di dalam setahun penuh.

Perbedaan Metoda dan Prosedur Akuntansi

Page 62: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Pemakaian beberapa metoda dan prosedur yang ada umumnya diterima oleh dunia bisnis dan profesi, namun untuk tujuan fiskal dibatasi dan bahkan ditolak. Perbedaan metoda dan prosedur tersebut antara lain:

r. Metoda penilaian persediaan untuk tujuan bisnis dapat dipakai salah satu dari metoda harga perolehan atau biaya standar atau metoda pendekatan estimasi persediaan dan sebagainya. Namun untuk tujuan fiskal hanya diperbolehkan metoda harga perolehan terbatas antara metoda rata-rata atau mendahulukan persediaan yang didapat pertama (FIFO).

Metoda penyusutan dan amortisasi untuk tujuan fiskal lebih terbatas dan bahkan goodwill tidak dapat diamortisasi.

Metoda penghapusan piutang untuk tujuan fiskal secara umum dipakai metoda penghapusan langsung, pemakaian metoda pencadangan dibatasi secara selektif termasuk jumlahnya.

Metoda penentuan keuntungan dari konstruksi untuk tujuan fiskal hanya diperkenankan memakai metoda tingkat penyelesaian kontrak, tanpa memperhatikan masa kontrak.

Perbedaan Pengakuan Penghasilan dan Biaya

Metoda pengakuan penghasilan dan biaya yang pada umumnya diterima oleh dunia bisnis dan profesi adalah metoda akrual dan metoda kas. Namun untuk tujuan fiskal metoda terakhir ini dimodifikasi dengan memberlakukan metoda akrual untuk penjualan dan harga pokok serta alokasi harga perolehan untuk aktiva tetap baik berwujud maupun tidak berwujud melalui penyusutan, depresi dan amortisasi.

Perbedaan Perlakuan Penghasilan dan Biaya

Penghasilan dan biaya yang diperlakukan seperti ini dalam praktik akuntansi bisnis, tidak diperlakukan demikian untuk tujuan fiskal. Perbedaan tersebut antara lain: 1) Bunga deposito berjangka dan tabungan-tabungan lainnya; 2) Jumlah utang yang dibebaskan atau dihapuskan; 3) Penggantian berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang dinikmati dalam bentuk natura; 4) Keuntungan karena pengalihan harta perseroan terbatas dalam negeri (dengan syarat-syarat tertentu); 5) Penghasilan deviden sara-sara (aksemi partisipasi); 6) SHU koperasi sehubungan dengan kegiatan usaha yang semata-mata dari dan untuk anggota; 7) Keuntungan dari penarikan atau penjualan harta, karena sebab biasa untuk golongan harta bukan bangunan dan tanah; 8) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan; 9) Pembayaran yang melebihi kewajaran sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukan yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

Perbedaan Perhitungan Pendapatan dan Biaya

Perbedaan ini dikarenakan adanya beda tetap (permanent difference) dan beda waktu (timing difference).

s. Beda tetap (permanent difference)

Page 63: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Beda tetap merupakan perbedaan perlakuan suatu penghasilan dan biaya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang sifatnya permanen, dimana penghasilan wajib pajak tertentu yang diperoleh atau biaya yang dikeluarkan menjadi beban, tidak diakui sebagai penghasilan dan biaya menurut ketentuan perpajakan, walaupun merupakan pendapatan atau beban menurut SAK.

Beda waktu (timing difference)

Beda waktu adalah perbedaan waktu perlakuan pendapatan dan biaya tertentu menurut SAK dengan ketentuan perpajakan. Perbedaan ini akan mengakibatkan adanya penundaan atau antisipasi penghasilan atau beban. Dengan berlalunya waktu, maka perbedaan waktu pengakuan ini secara otomatis akan menjadi nihil (counter balanced) dengan sendirinya.

Koreksi Fiskal

Hampir semua perhitungan laba komersial yang dihasilkan oleh semua perusahaan, harus mengalami koreksi fiskal untuk mendapatkan penghasilan kena pajak. Hal ini dikarenakan tidak semua ketentuan dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) digunakan dalam peraturan perpajakan atau banyak ketentuan perpajakan yang tidak sama dengan SAK.

Koperasi

14. Definisi Koperasi

Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dikatakan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Sementara menurut ICA (Identity Cooperative Statement), Manchester, 23 September 1995, Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis.

Pada Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 (Revisi 1998), disebutkan bahwa karateristik utama koperasi yang membedakan dengan badan usaha lain, yaitu anggota koperasi memiliki identitas ganda. Identitas ganda maksudnya anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.

Tujuan Koperasi

Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Page 64: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Dasar Hukum

t. UU nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.

u. PP. nomor 4 tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tatacara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.

v. PP. nomor 17 tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah

w. PP nomor 9 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam oleh Koperasi.

x. PP. nomor 33 tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi.

y. Surat Keputusan Menteri Koperasi dan PPK nomor 36/Kep/M/II/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan dan Peleburan Koperasi.

z. Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan PKM nomor 19/KEP/Meneg/III/2000 tentang Pedoman kelembagaan dan Usaha Koperasi.

aa. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia Nomor 01/Per/M.KUKM/I/2006 tanggal 9 Januari 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.

Fungsi dan Peran Koperasi

Koperasi mempunyai fungsi dan peran yang diatur dalam UU RI No. 25 Tahun 1992 pasal 4 (empat) yaitu :

bb. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan dan sosialnya.

cc. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

dd. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya

ee. Berusaha mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Prinsip-prinsip Koperasi

Sementara itu Prinsip Koperasi menurut UU Nomor 25 Tahun 1992 pasal 5 (lima) tentang perkoperasian adalah: 1) Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; 2) Pengelolaan dilakukan secara demokratis; 3) Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota; 4) Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; 5) Kemandirian; 6) Pendidikan perkoperasian; dan 7) Kerja sama antarkoperasi.

Page 65: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

PENGARUH PAJAK TERHADAP KOPERASI

Pajak merupakan pungutan berdasarkan undang-undang oleh pemerintah yang sebagian dipakai untuk penyediaan barang dan jasa publik. Secara ekonomis, pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia untuk dibagi atau diinvestasikan lebih oleh perusahaan. Pada umumnya pengusaha menganggap pajak sebagai beban, sehingga mereka berusaha untuk meminimalkan beban tersebut untuk mengoptimalkan laba. Bagi koperasi, pajak akan mengurangi jumlah Sisa Hasil Usaha (SHU) yang akan dibagikan kepada anggotanya.

PERENCANAAN PAJAK (TAX PLANNING)

15. Definisi Perencanaan Pajak

Perencanaan pajak atau tax planning adalah suatu proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya baik pajak penghasilan maupun pajak- pajak lainnya berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan baik oleh ketentuan perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial

Tujuan Perencanaan Pajak

Tujuan tax planning yang paling utama adalah untuk mencari berbagai kemungkinan yang dapat ditempuh oleh perusahaan agar dalam konteks peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku, perusahaan dapat membayar pajak dalam jumlah yang paling kecil.

Motivasi Perencanaan Pajak

Motivasi yang mendasari dilakukannya perencanaan pajak bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu: 1) Kebijakan Perpajakan (Tax Policy); 2) Undang-undang Perpajakan; dan 3) Administrasi Perpajakan

Strategi-Strategi Perencanaan Pajak

Dalam menyusun perencanaan pajak yang tidak melanggar aturan pajak, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi: 1) Mengerti peraturan perpajakan atau aturan yang terkait. Akan sangat sulit sekali melakukan perencanaan pajak yang tidak melanggar aturan jika dirancang tidak dalam koridor UU perpajakan yang berlaku; 2) Menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam perencanaan pajak; dan 3) Harus memahami karakter usaha wajib pajak

Pada umumnya penekanan tax planning adalah untuk meminimalkan kewajiban pajak. Perencanaan pajak yang baik memerlukan suatu pemahaman terhadap undang-undang dan peraturan pajak. Dalam melakukan perencanaan pajak. Yang sering dilakukan adalah dengan melakukan: 1) Penghindaran tarif pajak tertinggi; 2) Percepatan pengakuan pendapatan (termasuk untuk PPN); 3) Penangguhan pembayaran pajak; 4) Tax exclusive maximization (misalnya dengan pengaturan tempat untuk melakukan jasa); 4) Transformasi

Page 66: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

pendapatan yang terkena pajak ke pendapatan yang tidak terkena pajak; 5) Transformasi beban yang tidak boleh dikurangi pajak ke beban-beban yang boleh dikurangi pajak; dan 6) Penciptaan maupun percepatan beban-beban yang boleh dikurangi pajak.

Secara umum penghematan pajak menganut prinsip the least and latest, yaitu membayar dalam jumlah seminimal mungkin dan pada waktu terakhir yang masih diizinkan oleh undang-undang dan peraturan perpajakan. Strategi-strategi mengefisienkan beban pajak tersebut antara lain: 1) Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan bentuk badan hukum (legal entity) yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan jenis usaha; 2) Memilih lokasi perusahaan yang akan didirikan; 3) Mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari berbagai pengecualian, potongan, atau pengurangan atas Penghasilan Kena Pajak yang diperbolehkan oleh undang-undang; 4) Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga diatur mengenai penggunaan tarif pajak yang paling menguntungkan antara masing-masing badan usaha; 5) Mendirikan perusahaan ada yang sebagai pusat laba (profit center) dan ada yang hanya berfungsi sebagai pusat biaya (cost center); 6) Memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang atau natura dan kenikmatan dapat sebagai salah satu pilihan untuk menghindari lapisan tarif pajak maksimum (shift to lower bracket); 7) Pemilihan metode penilaian persediaan; 8) Untuk pendanaan aktiva tetap dapat mempertimbangkan sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease); 9) Melalui pemilihan metode penyusutan yang diperbolehkan peraturan perpajakan yang berlaku; 10) Menghindari dari pengenaan pajak dengan cara mengarahkan pada transaksi yang bukan objek pajak; dan 11) Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan.

Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak

Agar tax planinng dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka perencanaan pajak itu harus dilakukan melalui berbagai urutan tahapan-tahapan berikut:

ff. Menetapkan sasaran atau tujuan manajemen pajak, yang meliputi:

Usaha-usaha mengefisienkan beban pajak yang masih dalam ruang lingkup perpajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundangan perpajakan.

Mematuhi segala ketentuan administrasi, sehingga terhindar dari pengenaan sanksi-sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana, seperti bunga, kenaikan, denda, dan hukuman kurungan atau penjara.

Melaksanakan secara efektif segala ketentuan peraturan perundangan perpajakan yang terkait dengan melaksanakan pemasaran, pembelian, dan fungsi keuangan, seperti pemotongan dan pemungutan pajak (PPh pasal 21, pasal 22, pasal 23).

Situasi sekarang dan identifikasi pendukung dan penghambat tujuan, yang meliputi:

Page 67: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Identifikasi faktor lingkungan perencanaan pajak jangka panjang. Faktor ini umumnya memiliki sifat yang permanen yang secara eksplisit terdapat dan melekat pada ketentuan peraturan perundangan perpajakan.

Etika kebijakan perusahaan dan ketentuan yang jelas mengenai fungsi dan tanggung jawab manajemen perpajakan serta memiliki manual tentang ketentuan dan tata cara manajemen perpajakan yang berlaku bagi seluruh personil perusahaan.

Strategi dan perencanaan pajak yang terintegrasi dengan perencanaan perusahaan, baik perencanaan perusahaan jangka pendek maupun jangka panjang.

Pengembangan rencana atau perangkat tindakan untuk mencapai tujuan, dilakukan antara lain dengan cara mengadakan :

Sistem informasi yang memadai dalam kaitannya dengan penyampaian perencanaan pajak kepada para petugas yang memonitor perpajakan dan kepastian keefektifan pengendalian pajak penghasilan dan pajak-pajak lainnya yang terkait.

Mekanisme monitor, pengendalian dan penyesuaian sedemikian rupa sehingga setiap modifikasi rencana dan tindakan dapat dilakukan tepat waktu.

METODA PENELITIAN

Metoda Penelitian

Penyusunan penelitian ini menggunakan metode studi lapangan (field research) dan studi pustaka (library research).

16. Metode Lapangan

Penulis langsung melakukan penelitian dengan pengamatan langsung di Koperasi Ruwa Jurai untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut: 1) Wawancara; 2) Pengamatan Langsung; dan 3) Dokumentasi

Metode Pustaka Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan, mengumpulkan dan mempelajari berbagai bahan tulisan seperti buku-buku, majalah, surat kabar dan bahan literatur lainnya yang berhubungan dengan topik skripsi.

Batasan Penelitian

Penulis membatasi ruang lingkup penelitian yaitu pada usaha penghematan hanya pada pajak penghasilan Koperasi karyawan Ruwa Jurai, sehingga masalah yang akan dibahas terbatas berdasarkan data yang diterima dari koperasi tersebut.

Alat Analisis

Penulis menggunakan analisis kualitatif, analisis kuantitatif, dan analisis deskriptif, artinya penulis akan mengumpulkan data dan informasi yang berhubungan dengan laporan

Page 68: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

keuangan Koperasi Karyawan Ruwa Jurai, mengidentifikasi aktivitas apa yang dapat diminimisasi dan kemudian menghitung sehingga pajak atas aktivitas tersebut lebih efisien dan pengaruhnya terhadap PPh yang harus dibayarkan oleh koperasi tersebut.

Untuk mempermudah penelitian, penulis membuat rerangka analisis. Rerangka analisis ini menggambarkan susunan analisis yang akan dilaksanakan dalam skripsi ini. Rerangka analisisnya adalah :

gg. Analisis sebelum perencanaan pajak (tax planning)

Menentukan Penghasilan Kena Pajak

Untuk menghitung pajak penghasilannya, terlebih dahulu kita harus menentukan penghasilan kena pajak. Penghasilan kena pajaknya dilihat dari SHU (sisa hasil usaha) sebelum pajak pada Laporan Laba-Rugi Konsolidasi yang telah di koreksi fiskal.

Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) terhutang

Untuk menghitung Pajak Penghasilan (PPh) terhutang, kita harus mengalikan penghasilan kena pajaknya dengan tarif PPh badan yang berlaku di Indonesia dan telah ditentukan dalam peraturan perpajakan dalam UU No. 17 tahun 2000.

Analisis setelah perencanaan pajak (tax planning)

Menentukan strategi perencanaan pajak yang sesuai

Setelah kita mendapatkan informasi yang kita butuhkan tentang koperasi ini, kemudian kita menentukan strategi perencanaan pajak yang mana yang paling sesuai dengan koperasi tersebut.

Menerapkan perencanaan pajak tersebut pada perusahaan

Kita mencoba menerapkan strategi yang telah kita pilih untuk koperasi ini. Pada

tahap ini kita melakukan: 1) Menentukan Penghasilan Kena Pajak; 2) Untuk

menghitung pajak penghasilannya, terlebih dahulu kita harus menentukan

penghasilan kena pajak. Penghasilan kena pajaknya dilihat dari SHU (sisa hasil

usaha) sebelum pajak pada Laporan Laba-Rugi yang telah dikoreksi fiscal; dan 3)

Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) terhutang. Untuk menghitung Pajak

Penghasilan (PPh) terhutang, kita harus mengalikan penghasilan kena pajaknya

dengan tariff PPh badan yang berlaku di Indonesia dan telah ditentukan dalam

peraturan perpajakan dalam UU No. 17 tahun 2000.

Perencanaan Pajak Untuk Mengefisiensikan Beban Pajak

Perencanaan pajak yang dilakukan oleh badan usaha harus legal yaitu masih dalam bingkai peraturan pajak. Dengan memanfaatkan cela dari peraturan pajak ini, kita dapat menghemat pajak tanpa harus melanggar ketentuan perpajakan.

PEMBAHASAN

Strategi Perencanaan Pajak

Page 69: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Pajak merupakan sesuatu yang dapat dipaksakan, jadi setiap orang atau badan usaha pasti akan dikenakan pajak atas penghasilan mereka. Oleh karena itu, mereka sering menghindari pajak karena menganggap pajak sebagai beban yang dapat mengurangi penghasilan. Walau demikian, pajak dapat dikendalikan dengan cara perencanaan pajak (tax planning).

Pada umumnya penekanan tax planning adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Perencanaan pajak yang baik memerlukan suatu pemahaman terhadap undang-undang dan peraturan pajak. Strategi-strategi yang digunakan juga harus dapat diterima oleh fiskus. Dalam bab IV ini, penulis menggunakan contoh kasus Koperasi Karyawan Ruwa Jurai PTPN VII, dengan laporan laba-rugi serta beberapa data yang mendukung.

Dari banyak strategi perencanaan pajak yang ada, kita harus bisa memilah-milah strategi apa yang sesuai dengan keadaan koperasi tersebut karena tidak semua strategi dapat cocok apabila diterapkan. Terdapat 11 (sebelas) strategi perencanaan pajak yang dapat kita pilih untuk diterapkan pada Kopkar Ruwa Jurai.

Pemilihan salah satu dari sebelas strategi perencanaan pajak adalah:

hh. Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan bentuk badan hukum (legal entity) yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan jenis usaha. Strategi ini tidak dapat diterapkan karena dari segi bentuk badan hukum, Koperasi Karyawan Ruwa Jurai sudah tepat.

Memilih lokasi perusahaan yang akan didirikan. Strategi ini tidak dapat diterapkan karena lokasi Koperasi Karyawan Ruwa Jurai dibangun di pusat kota dan di dekat kantor PTPN VII demi keefektifan dan keefisienan.

Mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari berbagai pengecualian, potongan, atau pengurangan atas Penghasilan Kena Pajak yang diperbolehkan oleh undang-undang. Strategi ini dapat diterapkan oleh Koperasi Karyawan Ruwa Jurai. Misalnya dengan memberikan Insentif Keaktifan Anggota pada anggota koperasi yang aktif. Keuntungan yang diperoleh dari strategi ini adalah menghemat pajak dan memotivasi anggota koperasi apabila diberikan Insentif Keaktifan Anggota.

Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga diatur mengenai penggunaan tarif pajak yang paling menguntungkan antara masing-masing badan usaha. Strategi ini tidak dapat diterapkan karena Koperasi Karyawan Ruwa Jurai tidak melakukan harga transfer (transfer pricing).

Mendirikan perusahaan ada yang sebagai pusat laba (profit center) dan ada yang hanya berfungsi sebagai pusat biaya (cost center). Strategi ini tidak dapat dilakukan oleh Koperasi Karyawan Ruwa Jurai karena hal ini dapat mengubah struktur koperasi.

Memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang atau natura dan kenikmatan. Strategi ini tidak dapat dikenakan karena penghasilan kena pajak Koperasi Karyawan Ruwa Jurai telah dikenakan tarif tertinggi

Page 70: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

sehingga diupayakan seminimal mungkin memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang atau natura dan kenikmatan karena pengeluaran ini tidak dapat dibebankan sebagai biaya.

Pemilihan metode penilaian persediaan. Strategi ini dapat diterapkan karena Koperasi Karyawan Ruwa Jurai. Keuntungan yang diperoleh dari strategi ini adalah penghematan pajak.

Untuk pendanaan aktiva tetap dapat mempertimbangkan sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease). Strategi ini tidak dapat diterapkan karena Koperasi Karyawan Ruwa Jurai tidak melakukan pendanaan menggunakan leasing.

Melalui pemilihan metode penyusutan yang diperbolehkan peraturan perpajakan yang berlaku. Strategi ini dapat diterapkan karena Koperasi Karyawan Ruwa Jurai memiliki aktiva tetap. Keuntungan yang diperoleh dari strategi ini adalah penghematan pajak.

Menghindari dari pengenaan pajak dengan cara mengarahkan pada transaksi yang bukan objek pajak. Strategi ini tidak dapat diterapkan oleh Koperasi Karyawan Ruwa Jurai karena dalam koperasi tersebut tidak ada transaksi yang bukan objek pajak.

Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan. Strategi ini dapat diterapkan karena Koperasi Karyawan Ruwa Jurai. Keuntungan yang diperoleh dari strategi ini adalah penghematan pajak.

Dari kondisi koperasi karyawan ini, strategi perencanaan pajak yang dapat diterapkan adalah mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari berbagai pengecualian, potongan, atau pengurangan atas penghasilan kena pajak yang diperbolehkan oleh undang-undang karena memiliki dua keuntungan yaitu menghemat pajak dan memotivasi anggota koperasi apabila diberikan Insentif Keaktifan Anggota.

Analisis sebelum dan setelah perencanaan pajak (tax planning)

17. Analisis sebelum perencanaan pajak (tax planning)

Untuk menghitung Pajak Penghasilan (PPh) terutang yang harus dibayar oleh Koperasi Karyawan Ruwa Jurai ini, ada beberapa langkah yang harus di tempuh, yaitu:

ii. Menentukan Penghasilan Kena Pajak

Koperasi Karyawan Ruwa Jurai ini memiliki 31 kelompok usaha yang tersebar di tiga wilayah dan melakukan konsolidasi untuk menghitung penghasilannya.

Sisa Hasil Usaha (SHU) komersial yang diperoleh pada tahun 2006 adalah sebagai berikut:

(Tabel 1 di sini)

Page 71: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Untuk dapat menghitung PPh terutang, kita harus melakukan koreksi fiskal terhadap laporan laba rugi komersialnya, yaitu :

(Tabel 2 di sini)

Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) terutang

Untuk menghitung Pajak Penghasilan (PPh) terutang, kita harus mengalikan penghasilan kena pajaknya dengan tarif PPh badan yang berlaku di Indonesia.

Tarif Pajak : (Penghasilan Kena Pajak Rp 4.816.654.000)

- 10% x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000 - 15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000 - 30% x Rp 4.716.654.000 = Rp 1.414.996.200

Total PPh Terutang Rp 1.427.496.200

Jadi Pajak Penghasilan (PPh) Terutang yang harus dibayar oleh Koperasi Karyawan Ruwa Jurai PTPN VII sebelum dilakukan perencanaan pajak (tax planning) adalah sebesar Rp1.427.496.200.

Analisis setelah perencanaan pajak (tax planning)

Sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) terutang yang harus dibayar oleh Koperasi Karyawan Ruwa Jurai ini, ada beberapa langkah yang harus di tempuh untuk mendapatkan strategi perencanaan pajak yang sesuai dengan kondisi perusahaan dan sekaligus dapat diperoleh manfaat yaitu pajak yang efisien. Langkah-langkah yang harus ditempuh tersebut adalah:

jj. Menentukan strategi perencanaan pajak yang sesuai

Strategi perencanaan pajak yang sesuai dan dapat diterapkan pada Koperasi Karyawan Ruwa Jurai ini adalah mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari berbagai pengecualian, potongan, atau pengurangan atas penghasilan kena pajak yang diperbolehkan oleh undang-undang. Yang harus dilakukan untuk menerapkan strategi ini adalah pengurus memberikan insentif bagi para anggota koperasi yang aktif dalam kegiatan koperasi, seperti simpan pinjam, toko, dan lain-lain, yang diberi nama Insentif Keaktifan Anggota.

Total biaya insentif keaktifan anggota diperoleh dari mengkalikan jumlah anggota yang aktif dengan jumlah bagi hasil yang diperolehnya, yaitu:

Total Biaya = 8.500 orang x Rp 180.000/anggota

= Rp 1.530.000.000

Karena insentif keaktifan anggota merupakan objek PPh 21, maka jumlah tersebut harus dikurangkan terlebih dahulu dengan PPh 21, yaitu :

Page 72: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

PPh 21 Terutang = (5% x Rp 180.000) x 8.500 orang

= Rp76.500.000

Total insentif keaktifan anggota setelah dipotong PPh 21, adalah sebesar:

Insentif Keaktifan Anggota = Rp1.530.000.000 – Rp76.500.000

= Rp1.453.500.000

Menerapkan perencanaan pajak tersebut pada perusahaan

Beberapa tahap yang harus dilakukan adalah untuk menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Terutang jika dilakukan perencanaan pajaknya:

Menentukan Penghasilan Kena Pajak

(Tabel 3 di sini)

Untuk dapat menghitung PPh terutang, kita harus melakukan koreksi fiskal

terhadap laporan laba rugi komersialnya, yaitu:

Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Terutang untuk Tahun 2006

Tarif Pajak : (Penghasilan Kena Pajak Rp 3.363.154.000)

- 10% x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000 - 15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000 - 30% x Rp 3.263.154.000 = Rp 978.946.200

Total PPh Terutang Rp 991.446.200

Jumlah Penghematan Pajak PPh Terutang Sebelum Perencanaan Pajak Rp 1.427.496.200

PPh Terutang Setelah Perencanaan Pajak Rp 991.446.200

Penghematan Pajak Rp 436.050.000

Atau dalam persentase Rp436.050.000

Penghematan Pajak = x 100%

Rp1.427.496.200

Page 73: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

= 30,5%

Berdasarkan perhitungan di atas, terlihat bahwa dengan menggunakan strategi

perencanaan pajak, Koperasi Karyawan Ruwa Jurai PTPN VII dikenakan pajak lebih

kecil dibandingkan sebelum menerapkan perencanaan pajak. Selisih yang

diperoleh dari perencanaan pajak ini sebesar Rp 436.050.000 atau koperasi dapat

menghemat pajak sebesar 30,5% pada tahun 2006. Dan ini juga akan berpengaruh

besar pada kas.

Perencanaan Pajak Untuk Mengefisiensikan Beban Pajak

Perencanaan pajak yang dilakukan oleh badan usaha harus legal yaitu masih dalam bingkai peraturan pajak. Di bab IV ini sudah dipaparkan alternatif yang dapat digunakan untuk mengefisiensikan beban pajak koperasi ini, dan ternyata dengan langkah tersebut, koperasi ini benar-benar dapat menghemat pajak karena penghasilan kena pajaknya lebih kecil dibanding sebelum melakukan perencanaan pajak. Dengan memanfaatkan cela dari peraturan pajak ini, kita dapat menghemat pajak tanpa harus melanggar ketentuan perpajakan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan pembahasan di bab IV mengenai penerapan strategi perencanaan pajak pada contoh kasus Koperasi Karyawan Ruwa Jurai PTPN VII, maka penulis menyimpulkan :

kk. Strategi yang tidak dapat diterapkan pada Koperasi Karyawan Ruwa Jurai adalah pemilihan lokasi perusahaan, mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha (harga transfer), mendirikan perusahaan ada yang sebagai pusat laba (profit center) dan ada yang hanya berfungsi sebagai pusat biaya (cost center), memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang atau natura dan kenikmatan, pendanaan aktiva tetap dengan sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease), dan menghindari dari pengenaan pajak dengan cara mengarahkan pada transaksi yang bukan objek pajak.

ll. Dari kesebelas strategi yang ada, strategi perencanaan pajak terbaik yang dapat diterapkan pada Koperasi Karyawan Ruwa Jurai adalah mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari berbagai pengecualian, potongan, atau pengurangan atas penghasilan kena pajak yang diperbolehkan oleh undang-undang karena memiliki dua keuntungan yaitu menghemat pajak dan memotivasi anggota koperasi apabila diberikan Insentif Keaktifan Anggota.

mm. Dengan menggunakan strategi perencanaan pajak yaitu dengan cara memberikan tunjangan berupa Insentif Keaktifan Anggota kepada anggota

Page 74: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

koperasi yang aktif, Penghasilan Kena Pajak sebelum perencanaan pajak sebesar Rp 4.816.654.443 dan setelah menerapkan perencanaan pajak, Penghasilan Kena Pajaknya sebesar Rp 3.363.154.443.

nn. Sebelum melakukan perencanaan pajak, koperasi ini harus membayar pajak penghasilannya sebesar Rp 1.427.496.200 pada tahun 2006. Sedangkan setelah melakukan perencanaan pajak, koperasi ini membayar pajak penghasilannya sebesar Rp 991.446.200.

oo. Koperasi Karyawan Ruwa Jurai PTPN VII dapat menghemat Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp 436.050.000 atau sebesar 30,5% pada tahun 2006.

pp. Dengan perencanaan pajak (tax planning) dapat mengefisiensikan beban pajak dengan memanfaatkan strategi-strategi yang dapat digunakan dalam perencanaan pajak dan pemilihan metode-metode akuntansi yang dapat diterima dan sesuai dengan peraturan perpajakan. Karena dengan memanfaatkan perbedaan itulah kita dapat melakukan penghematan pajak.

Saran

Sebaiknya koperasi karyawan Ruwa Jurai menerapkan strategi perencanaan pajak yaitu dengan memberikan tunjangan Insentif Keaktifan Anggota.

DAFTAR PUSTAKA

Budhiarti, Kely. 2006. Studi Atas Perencanaan Pajak Sebagai Strategi Penghematan Beban

Pajak Perusahaan. Skripsi. Universitas Lampung.

Gunadi. 2000. Pajak Penghasilan. PT. Multi Utama Consultindo. Jakarta.

Judisseno, Rimsky.K. 2001. Perpajakan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kelah, Konny Agnes. 2002. Penerapan Tax Planning Untuk Mengefisiensikan Nilai Pajak

Penghasilan Pada PT. Jatim Lubritama Gemilang di Surabaya. Skripsi. UPETRA.

Lindawati. 2004. Penerapan Tax Planning Dalam Meminimalkan Pajak Penghasilan Pada PT.

X Surabaya. Skripsi. UPETRA.

Lumbarantoruan, Sophar. 1994. Akuntansi Pajak. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Marom, Chairul. 2002. Akuntansi Pajak Penghasilan (Deferred Tax). Pustaka Damar. Jakarta.

Suandy, Erly. 2006. Perencanaan Pajak. Salemba Empat. Jakarta.

Undang-undang Pajak 2000. 2001. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Salemba

Empat. Jakarta.

Waluyo dan Wirawan B. Illyas. 2003. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat. Jakarta.

Zain, Mohammad. 2007. Manajemen Perpajakan. Salemba Empat. Jakarta.

Page 75: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

LAMPIRAN

Tabel 1. Laba Rugi Konsolidasi KOMERSIAL Kopkar Ruwa Jurai Tahun 2006 (Sebelum Perencanaan Pajak)

Dalam Rupiah (Rp)

1. Pendapatan 119.110.331.161

2. Harga Pokok Penjualan (98.237.754.717)

3. Biaya Usaha (16.387.773.070)

4. Pendapatan/Biaya di Luar Usaha 430.677.385

SHU Sebelum Pajak 4.915.480.705

Tabel 2. Laba Rugi Konsolidasi FISKAL Kopkar Ruwa Jurai Tahun 2006 (Sebelum Perencanaan Pajak)

Dalam Rupiah (Rp)

1. Pendapatan 119.110.331.161

2. Harga Pokok Penjualan (98.237.754.717)

3. Biaya Usaha (16.278.785.933)

4. Pendapatan/Biaya di Luar Usaha 222.863.932

SHU Sebelum Pajak 4.816.654.443

Penghasilan Kena Pajak 4.816.654.443

Tabel 3. Laba Rugi Konsolidasi KOMERSIAL Kopkar Ruwa Jurai Tahun 2006

(Setelah Perencanaan Pajak)

Dalam Rupiah (Rp)

1. Pendapatan 119.110.331.161

2. Harga Pokok Penjualan (98.237.754.717)

3. Biaya Usaha (16.387.773.070)

Page 76: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

+ Insentif Keaktifan Anggota (1.453.500.000)

4. Pendapatan/Biaya di Luar Usaha 430.677.385

SHU Sebelum Pajak 3.461.980.759

Tabel 4. Laba Rugi Konsolidasi FISKAL Kopkar Ruwa Jurai Tahun 2006 (Setelah

Perencanaan Pajak)

Dalam Rupiah (Rp)

1. Pendapatan 119.110.331.161

2. Harga Pokok Penjualan (98.237.754.717)

3. Biaya Usaha (17.732.285.933)

4. Pendapatan/Biaya di Luar Usaha 222.863.932

SHU Sebelum Pajak 3.363.154.443

Penghasilan Kena Pajak 3.363.154.443

REGULASI DAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE

Agrianti K.S.A.6

ABSTRACT

The boards of many companies have failed to adequately monitor and control disingenuous management maneuverings. The conventional perception for this failure is attributed to the lack of independent structural configuration of the board. Undoubtedly, this issue should be given adequate consideration in the construction industry. In Indonesia deregulation of the capital market has increased the role of equity capital in corporate finance and, in doing so, broadened the ownership base of many Indonesian firms. The regulatory framework for corporate governance has been substantially revised and strengthened, especially in areas such as financial reporting, protection of minority shareholders and creditors, and mergers and acquisitions. Indonesia’s system of corporate governance has remained distinct from the outsider model of corporate governance. Indonesian conglomerates remain heavily dependent on banks for finance.

Keywords: corporate governance, mechanism, regulation

6 Dosen Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Lampung

Page 77: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kejatuhan pasar modal, kegagalan perusahaan, praktik akuntansi yang meragukan, penyalahgunaan kekuasaan, penggelapan, investigasi kriminal, kekeliruan manajemen, kompensasi eksekutif yang berlebihan mengindikasikan bahwa keseluruhan sistem ekonomi yang menjadi dasar dari return investasi menunjukkan tanda-tanda tekanan yang mengurangi kepercayaan investor. Sementara beberapa kegagalan diakibatkan oleh kecurangan akuntansi dan praktik ilegal lainnya, banyak perusahaan memperlihatkan risiko corporate governance yang aktual, seperti konflik kepentingan, direksi yang tidak berpengalaman, kompensasi yang terlalu menguntungkan, atau hak suara yang tidak sama (Anderson dan Orsagh, 2004) dalam Arjoon 2005.

Setelah skandal perusahaan besar yang terjadi di awal tahun 2000an, corporate governance mulai diperhatikan sebagai topik kebijakan publik. Proposal reformasi perusahaan menuntut lembaga legislatif dan perusahaan untuk mengizinkan pemeriksaan yang lebih luas terhadap manuver akuntansi, dan transparansi yang lebih besar untuk mencegah agar manajer tidak terlibat dalam kecurangan. Perspektif publik mulai mengakui bahwa corporate governance tidak lagi menyangkut pemaksimalan nilai saham, namun hubungan di antara berbagai stakeholder dan tujuan pengaturan perusahaan. Disini, yang menjadi stakeholder utama adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Sementara stakeholder lain meliputi karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditur lain, regulator, serta lingkungan dan komunitas. Perusahaan publik yang besar telah menciptakan mekanisme corporate governance yang ditujukan untuk mendorong akuntabilitas kepada investor dan stakeholder lain (Gill, 2008).

Istilah “corporate governance” belakangan didefinisikan sebagai “kumpulan proses, kebiasaan, kebijakan, hukum, dan institusi yang mempengaruhi cara dimana perusahaan diarahkan, diatur, atau dikendalikan.” Dari waktu ke waktu, Substansi yang diatributkan ke definisi ini mengalami perubahan yang dramati, bergeser dari fokus ekonomi pada masalah agensi-ke pendekatan kebijakan publik yang ditujukan untuk melindungi investor dan stakeholder lain.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Rosser 2003 menyatakan globalisasi mengarah pada peningkatan konvergensi karakteristik sistem corporate governance di berbagai belahan dunia. Dalam sejumlah kasus, mereka berargumentasi bahwa sistem tersebut terpusat pada model corporate governance Anglo-American atau „outsider’. Karakteristik model ini adalah dependensi yang tinggi pada pembiayaan ekuitas; kepemilikan yang tersebar; perlindungan hukum yang kuat terhadap para pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas; regulasi dan peradilan-kebangkrutan yang kuat; peranan yang rendah dari para kreditur, karyawan, dan stakeholder lain dalam manajemen perusahaan; ketentuan pengungkapan yang kuat; serta kebebasan yang signifikan untuk melakukan merger atau akuisisi. Hansmann dan Kraakman (2000) dalam Rosser 2003 berpendapat bahwa konsensus global telah muncul „sehingga manajer harus bertindak secara eksklusif

Page 78: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

untuk kepentingan ekonomi pemegang saham; konsekuensinya, semua yurisdiksi akan bergerak ke arah model corporate governance outsider.

Rubach dan Sebora, 1998; Prowse, 1999; Nestor dan Thompson, 2001) dalam Rosser 2003 berargumentasi bahwa sistem corporate governance terpusat pada model corporate governance hybrid yang mengkombinasikan model outsider dengan model insider, yang merupakan karakteristik dari Jerman dan Jepang. Berlawanan dengan model outsider, model insider dikarakteristikkan oleh dependensi yang tinggi pada pembiayaan bank; kepemilikan yang terkonsentrasi; perlindungan hukum yang lemah terhadap pemegang saham minoritas; peranan yang sentral dari stakeholder dalam kepemilikan maupun manajemen perusahaan; pengungkapan yang lemah; kebebasan yang terbatas untuk melakukan merger atau akuisisi. Para peneliti yang berpendapat bahwa sistem corporate governance terpusat pada model hybrid umumnya menyatakan bahwa model ini melibatkan lebih banyak perubahan dalam negara yang menggunakan model insider, daripada outsider.

Permasalahan Penelitian

Berle dan Means dalam Gill 2008, mendeskripsikan dan menganalisis masalah agensi yang muncul ketika perusahaan memisahkan hak pemilik yang diberikan pada pemegang saham dengan kebebasan keputusan yang tersedia bagi manajer untuk menentukan cara terbaik guna memaksimalkan nilai pemegang saham. Agar pemegang saham mempercayakan investasinya kepada manajer, komunitas bisnis menjalankan corporate governance untuk meredakan masalah agensi yang ada. Dengan memfokuskan pada penyelesaian konflik agensi, corporate governance tidak hanya menerima model dominasi pemegang saham, namun juga perspektif ekonomi dan hukum dari efisiensi ekonomi.

Setelah Sarbanes Oxley 2002, corporate governance menjadi topik kebijakan publik, sehingga permasalahan yang diangkat adalah bagaimana regulasi dan mekanisme corporate governance untuk perusahaan publik agar mengizinkan pemeriksaan yang lebih luas terhadap manuver akuntansi, serta transparansi yang lebih besar untuk mencegah agar manajer tidak terlibat dalam kecurangan karena diindikasikan perilaku moral dan etika perusahaan yang termanifestasi dalam mekanisme akuntabilitas, transparansi, dan pengungkapan.

LANDASAN TEORI

Jensen dan Meckling 1976 menjelaskan mengenai penggabungan elemen elemen dari teori keagenan, teori hak-hak milik dan teori keuangan untuk mengembangkan suatu teori tentang struktur kepemimpinan perusahaan. Peneliti mendefinisikan konsep biaya keagenan, menunjukkan hubungannya dengan masalah “pemisahan dan pengendalian”, menyelidiki sifat dasar biaya keagenan yang diciptakan oleh adanya hutang dan modal luar, menunjukkan siapa yang menimbulkan biaya ini dan mengapa, dan meyelidiki optimalitas pareto dari keberadaan mereka. Struktur kepemilikan akan menentukan sifat permasalahan keagenan yaitu apakah konflik yang dominan terjadi antara manajer dengan pemegang saham atau antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas.

Page 79: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Fokus agensi yang berkaitan dengan corporate governance sebagai pemaksimalan nilai saham sudah mengarah kehubungan di antara berbagai stakeholder dan tujuan pengaturan perusahaan. Selama beberapa dekade, kontroversi mengenai karakteristik dan tujuan perusahaan menjadi kontroversi yang bermula dari keputusan Dodge v. Ford Motor Company pada tahun 1919 yang menyatakan bahwa perusahaan harus berupaya untuk memaksimalkan nilai pemegang sahamnya. Terdapat perbedaan antar dua fokus perusahaan pada pihak pertama yang mendukung kepentingan pemegang saham, sementara pihak kedua menuntut pertimbangan non-pemegang saham yang lebih besar (Gill 2008).

Corporate governance

Corporate governance biasanya menentukan aturan pembuatan keputusan bisnis yang diaplikasikan dalam mekanisme internal perusahaan. Kumpulan norma dan hukum ini disajikan untuk membangun hubungan di antara dewan direksi, pemegang saham, dan manajer, serta menyelesaikan konflik agensi. Setelah kasus Enron, corporate governance memberikan penekanan pada topik yang jauh dari fokus tradisional, yaitu etika, akuntabilitas, pengungkapan, dan pelaporan perusahaan (Arjoon 2005). Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam Arjoon 2005 mendefinisikan corporate governance sebagai berikut: “Corporate governance merupakan suatu sistem dimana perusahaan diarahkan dan dikendalikan. Struktur corporate governance menentukan distribusi hak dan kewajiban di antara berbagai partisipan dalam perusahaan, seperti dewan direksi, manajer, pemegang saham, dan stakeholder lain; serta menerangkan aturan dan prosedur untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan urusan perusahaan. Dengan begitu, corporate governance menyajikan struktur untuk menetapkan sasaran perusahaan, cara untuk mencapainya, dan monitoring kinerjanya”

Dari definisi tersebut di atas terlihat bahwa corporate governance meliputi: hubungan perusahaan dengan pemegang saham dan masyarakat; pengembangan kejujuran, transparansi, dan akuntabilitas; referensi bagi mekanisme yang digunakan untuk “mengatur” manajer dan memastikan bahwa tindakan yang diambil konsisten dengan kepentingan kelompok stakeholder utama. Karena itu poin penting dalam corporate governance mencakup topik transparansi dan akuntabilitas, lingkungan hukum dan pengaturan, ukuran manajemen risiko yang tepat, aliran informasi, serta tanggung jawab manajemen senior dan dewan direksi (Arjoon 2005). Jiang, Raghupathi, dan Raghupathi 2009 meneliti mengenai kemanfaatan desain dan situs gorporate governanace dalam mengkomunikasikan informasi kepada stakeholders. Mereka memfasilitasi ketepatwaktuan penyampaian informasi yang mengarah pada bertambahnya transparansi dan membantu membentuk persepsi positif dari investornya. Persepsi yang positif berpotensi untuk dapat menaikkan kinerja perusahaan.

Outside directors

Komposisi dewan – dominasi direksi non-eksekutif. didefinisikan sebagai „proporsi direksi dari luar perusahaan terhadap jumlah total direksi‟ (Shamser dan Annuar, 1993) dalam Hannifa 2006. Ada dua pandangan terkait topik ini: kelompok yang mendukung lebih

Page 80: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

banyak direksi non-eksekutif dan kelompok yang mendukung lebih banyak direksi eksekutif. Hillier dan McColgan menguji tentang evolusi dari struktur dewan selama masa reformasi corporate governance, hasilnya menunjukkan perubahan dewan merupakan bentuk dari adaptasi perubahan dalam pengendalian manajemen, pengeluaran ekuitas dan akibat dari perubahan kinerja perusahaan dibandingkan oleh perubahan lingkungan perusahaan yang spesifik.

Shivdasani dan Yermack, 1999 mempelajari mengenai alasan CEO terlibat dalam pemilihan direktur yang baru. Perusahaan akan berusaha untuk mengurangi deawan yang berasal dari eksternal dan lebih cenderung untuk memilih yang mempunyai kepentingan tertentu dan bersifat ambigu. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mekanisme ang dibuat oleh CEO tersebut berguna untuk mengurangi tekanan dari monitoring yang aktif dan peneliti juga menemukan bahwa perusahaan cenderung untuk mengurangi peran CEO dalam proses seleksi tersebut.

Agensi teori mengemukakan bahwa direksi non-eksekutif diperlukan dalam dewan untuk memonitor dan mengontrol tindakan direksi eksekutif dikarenakan perilaku oportunis mereka (Jensen dan Meckling, 1976). Jadi, direksi non-eksekutif dipandang sebagai mekanisme check and balance dalam meningkatkan keefektifan dewan. Di samping itu, direksi non-eksekutif dianggap: berperan sebagai „ahli keputusan‟ (Fama dan Jensen, 1983), independen dan tidak terintimidasi oleh CEO (Weisbach, 1988), mampu menurunkan konsumsi pendapatan manajerial (Brickley dan James, 1987), dan berperan sebagai pengaruh positif bagi pertimbangan dan keputusan direksi (Pearce dan Zahra, 1992) dalam Hannifa 2006. Mace (1971) dan Spencer (1983) dalam Hannifa 2006 menyatakan bahwa direksi non-eksekutif kadang memandang diri mereka lebih berperan dalam memberikan masukan daripada membuat keputusan, namun karena mereka bertanggung jawab atas kebijaksanaan dan independensi, mereka akan menjadi orang yang berpengaruh dan didengarkan, meskipun fungsi mereka yang sebenarnya bukan

untuk membangun kebijakan.

Hermalin, 2005 menyatakan bahwa trend dalam corporate governance akan berubah menuju dipilihnya CEO yang bukan dari internal kandidat, usia yang muda, dan adanya perubahan upaya yang lebih keras dari CEO sehingga akan berdampak pada tingginya kompensasi bagi CEO tersebut. Berbeda dengan Hermalin 2005, Jermias 2007 meneliti tentang level upaya inovatif dan kinerja dari CEO dan hubungannya dengan corporate governance. Hasil penelitiannya menunjukkan dampak negatif antara upaya inovatif dan kinerja terhadap independensi dewan. Hal ini konsisten dengan teori insentif yang menyatakan bahwa direktur yang berasal dari internal dan memiliki posisi yang lebih baik dibandingkan dengan direktur yang berasal dari eksternal akan memperoleh keuntungan lebih karenan dia memiliki akses superior untuk informasi perusahaan yang spesifik.

Puncak sistem governance internal pada perusahaan besar, peran dewan direksi dalam pemonitoran Peansnell, Pope dan Young, 2003. Mereka menguji hubungan antara direktur yang berasal dari eksternal dan kepemilikan manajerial dan hasilnya sampai sekarang tetap konsisten berhubungan secara kuat. Manuel, Garci, Penalva 2007 meneliti tentang karakteristik CEO yang mempunyai pengaruh yang kuat akan menggunakan

Page 81: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

angka akuntansi yang konservatif sebagai alat kelola ketika keadaan stabil. Penelitian Petra 2007 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara komposisi direktur yang berasal dari eksternal dan keinformatifan laba.

PEMBAHASAN

Mekanisme Corporate governance

Denis dan McConnell dalam Hapsoro, 2006 menyatakan corporate governance adalah sekumpulan mekanisme baik institusi maupun pasar yang mengarahkan pada pengelolaan perusahaan untuk membuat keputusan yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan sehingga memberikan manfaat bagi pemilik. Menurut Lins dan Warnock 2004 dalam Hapsoro 2006 secara umum mekanisme yang dapat mengendalikan (memonitor) perilaku manajemen atau sering disebut mekanisme corporate governance dapat diklasifikasi menjadi dua kelompok yang pertama mekanisme internal spesifik perusahaan ang terdiri dari kepemilikan perusahaan dan struktur pengelolaan atau pengendalian perusahaan sedangkan yang kedua adalah mekanisme ekternal spesifik Negara yang terdiri dari aturan hukum dan pasar pengendalian perusahaan.

Mekanisme Kepatuhan Hukum

Kesulitan yang berkaitan dengan mekanisme kepatuhan hukum adalah bahwa banyak penyimpangan yang memanaskan publik seluruhnya bersifat legal. France dkk. (2002) dalam Arjoon 2005 menegaskan bahwa hukum yang mengatur perusahaan ambigu, sehingga hakim sering kesulitan memahami konsep keuangan yang rumit dan abstrak, sementara eksekutif memiliki banyak trik untuk mengelak dari tanggung jawab dan hukum pidananhanya dapat diaplikasikan untuk kasus yang ekstrim. Badaracco dan Webb (1995) dalam Arjoon 2005 mengungkapkan beberapa pola yang mengganggu. Pertama, manajer junior menerima instruksi eksplisit dari atasan atau merasakan tekanan organisasi yang kuat untuk melakukan hal-hal yang dianggap curang, tidak etis, atau kadang illegal. Kedua, mekanisme kepatuhan hukum (program etika perusahaan, undang-undang perilaku, pernyataan misi, hot line, dsb) tidak banyak membantu dalam lingkungan seperti itu. Ketiga, banyak manajer junior percaya bahwa eksekutif perusahaan tidak berurusan dengan topik etika, baik karena mereka terlalu sibuk maupun karena mereka ingin menghindar dari tanggung jawab. Terakhir, manajer junior menyelesaikan dilema yang mereka hadapi berdasarkan refleksi pribadi dan nilai individual, bukan kepercayaan atau loyalitas kepada perusahaan.

Meskipun merupakan komponen yang diperlukan dari corporate governance, mekanisme kepatuhan hukum terbukti tidak memadai; mekanisme ini kekurangan senjata moral untuk memulihkan kepercayaan diri, dan kemampuan untuk membangun kembali kepercayaan di dalam perusahaan. Termes (1995) dalam Arjoon 2005 membandingkan mekanisme kepatuhan etika (kebaikan) dengan mekanisme kepatuhan hukum (undang-undang), dan menyimpulkan bahwa perilaku etis lembaga keuangan tidak bisa dipercayakan pada penerapan undang-undang perilaku etis, namun satu-satunya kunci

Page 82: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

agar perusahaan beretika adalah orang-orang yang beretika. Donaldson (2003) dalam Arjoon 2005 mengamati bahwa pendekatan hukum bagi good corporate governance (GCG) tidak akan menginspirasi tanggung jawab etika, dan bahkan mengarahkan pada aturan penghambat – pendiktean, yang secara politik dianggap benar. Ia mencatat lebih jauh bahwa bukannya berupaya untuk memenuhi standar yang lebih tinggi, perusahaan terlarut dalam pemenuhan tanggung jawab hukum, yang hanya menimbulkan sedikit pengaruh yang diharapkan dan merusak sasaran penting lainnya. Konsekuensinya, perusahaan akan kehilangan kebebasan untuk membuat keputusan yang inovatif.

Mekanisme Kepatuhan Etika

Trevino dkk. (1999) dalam Arjoon 2005 menemukan bahwa karakteristik spesifik dari program kepatuhan hukum tidak terlalu menjadi persoalan jika dibandingkan dengan persepsi yang lebih luas terhadap orientasi program ke arah aspirasi nilai dan etika. Mereka menemukan bahwa hal yang paling membantu adalah konsistensi antara kebijakan dan tindakan, serta dimensi iklim etika organisasi, seperti pemimipin yang beretika, perlakuan yang adil terhadap karyawan, dan diskusi terbuka mengenai etika. Di lain pihak, hal yang paling merugikan adalah budaya etika yang menekankan pada kepentingan pribadi, dan persepsi bahwa program kepatuhan hukum hanya diberlakukan untuk melindungi manajemen atas dari kesalahan. Collins (2001) dalam Arjoon 2005 menemukan bahwa pemimpin dari perusahaan yang berhasil bertransformasi dari perusahaan solid menjadi perusahaan besar yang menghasilkan return yang berkelanjutan dan fenomenal bagi pemegang sahamnya, tidak hanya memiliki karakteristik pekerja keras, namun juga memiliki integritas dan kesadaran yang menempatkan kepentingan pemegang saham dan karyawan di atas kepentingan pribadi mereka.

Byrne (2002) dalam Arjoon 2005 menegaskan bahwa setelah terbongkarnya berbagai penyimpangan beberapa tahun belakangan ini, eksekutif belajar bahwa kepercayaan, integritas, dan kejujuran benar-benar berpengaruh dan penting bagi lini bawah. Pemimpin perusahaan dan pengusaha agaknya lupa bahwa bisnis itu adalah tentang nilai, dan kini mereka merasakan akibat yang berupa trend downward dan hilangnya kepercayaan investor. Inti dari perdebatan yang berkaitan dengan corporate governance adalah topik mengenai apakah manajer perusahaan harus mendahulukan kepentingan pemegang saham atau kepentingan semua stakeholder. Topik ini berhubungan dengan pertanyaan yang lebih fundamental terkait karakteristik dab tujuan perusahaan (apakah merupakan suatu entitas, kumpulan individu, atau nexus dari kontrak pribadi?). Ada dua model corporate governance yang teridentifikasi: model yang didasarkan pada pemaksimalan nilai pemegang saham dan model tanggung jawab sosial. Ambrosio dan Toth (1998) dalam Arjoon 2005 menunjukkan bahwa model kedua lebih koheren dengan karakteristik manusia, karena perspektif hukum alam menyatakan dominasi etika di atas politik, hukum, dan ekonomi.

Mekanisme Kepatuhan Hukum vs. Kepatuhan Etika

Arjoon 2005 menyatakan jika hukum terfokus pada perilaku dan ketentuan etis yang berkaitan dengan alasan, motif, tujuan, dan karakter yang termanifestasi dalam perilaku.

Page 83: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Sementara etika terfokus pada pertanyaan mengenai siapakah kita, bukan sekedar apa yang kita lakukan? Hukum juga terbatas secara yuridiksi karena apa yang terlegitimasi dalam suatu negara bisa berbeda dengan negara lainnya, sementara nilai etika cenderung lebih universal.

(Tabel 1 di sini)

Seidman (2004) dalam Arjoon 2005 mengamati bahwa dalam mengembangkan budaya organisasi yang mendorong komitmen terhadap kepatuhan hukum, penting untuk terlebih dahulu memahami karakteristik budaya dan bagaimana budaya tersebut mempengaruhi keputusan dan tindakan. Dengan kata lain, anda tidak akan mendapati budaya kepatuhan jika anda tidak memiliki budaya etika. Mekanisme kepatuhan hukum cenderung mengembangkan pendekatan berbasis aturan (tongkat) yang sesuai dengan kitab hukum, sementara mekanisme kepatuhan etika mengembangkan pendekatan berbasis prinsip (wortel) yang sesuai dengan jiwa hukum.

Pinckaers (2001) dalam Arjoon 2005 berargumen bahwa kepatuhan hukum (hukum kewajiban) dan kepatuhan etika (aturan kebahagiaan) merefleksikan dua tipe etika: (1) freedom of indifference yang merupakan sumber etika tanggung jawab dan dipandang sebagai batasan eksternal yang diberlakukan bagi agen, dan (2) freedom for excellence yang menginspirasi etika kebahagiaan dan kebaikan, serta mengatur dinamisme dan perkembangan kemampuan bertindak seseorang yang cenderung mengarah pada kesempurnaan dan kebahagiaan bagi orang tersebut. Di bawah freedom of indifference, orang akan kehilangan- atau tidak lagi memikirkan- gambaran besar (kebaikan atau kebahagiaan bersama) yang akan menyatukan semua tindakan dalam satu tujuan, karena tiap tindakan dipandang dikendalikan secara independen oleh kepatuhan terhadap hukum. Dalam kasus ini, etika kehilangan pengaruhnya, dan hanya menjadi kebiasaan untuk mematuhi hukum yang berlaku. Di lain pihak, freedom for excellence menimbulkan moralitas yang menganggap kebahagiaan sebagai penentu pembenahan kehidupan dan pembentukan karakter seseorang.

Weir dan Laing 2003 meneliti struktur kepemilikan, komposisi dewan pada sampel perusahaan yang sesuai dan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, hasilnya menunjukkan jika terdapat perbedaan antara perusahaan yang memenuhi ketentuan dengan perusahaan yang menjadi kontrol. Pengaruh mekanisme corporate governance pada kualitas laporan keuangan dan audit diuji pada penelitian Goodwin 2002 yang menunjukkan adanya perbedaan persepsi auditor dan direktur tentang pentingnya fungsi pengendalian internal. Hasil penelitian Daily 1996 menunjukkan bahwa homogenitas ataupun heterogenitas dan independennya top manajemen dapat mempengaruhi struktur corporate governance.

Fama dan Jensen (1983) dalam Mangena 2005 menyatakan bahwa dewan direksi menerima otoritas atas kontrol internal dari para pemegang saham, karena itu, dewan direksi diangkat untuk melindungi kepentingan pemegang saham; di sini ada pemisahan kontrol kepemilikan dan kontrol keputusan. Berkaitan dengan hal ini, dewan direksi menjalankan peran pengawasan yang melibatkan sejumlah tanggung jawab penting yang berbeda, yang dilaksanakan melalui empat komite utama, termasuk komite audit (Mangena, 2005).

Page 84: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Epstein 2004 mengembangkan faktor-faktor penentu bagi peningkatan kinerja dewan perusahaan berupa tindakan sukarela dari pimpinan perusahaan untuk mengembangkan tata kelola dan transparansi dengan cara mengidentifikasi faktor kunci dari masukan dan proses, kemudian menentukan factor penentu kinerja dewan berupa independensi, kecerdasan, kompetensi etika, struktur dewan dan jumlah pertemuan. Selain itu ada faktor lain berupa usaha untuk mensukseskan rencana, laporan keuangan dan sistem risiko manajemen, sistem informasi strategik, sistem kompensasi serta monitoring dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan dan CEO-nya.

Larcker, Richardson, Tuna 2007 menguji hubungan antara tipikal pengukuran corporate governance dan beragam keluaran akuntansi dan ekonomi yang bukan berasal dari suatu set yang konsisten. Larcker Richardson, Tuna 2007 menemukan bahwa suatu asosiasi akrual yang abnormal akan mempunyai hubungan dengan pernyataan kembali akuntansi akan tetapi mempunyai beberapa kemampuan untuk menjelaskan kinerja masa yang akan datang dan lebihan return saham. Rutherfor, Buchholtz, Brown, 2007 melakukan pengujian terhadap hubungan antara monitoring dan insentif dalam corporate governance hasilnya menunjukkan bahwa peningkatan informasi yang diperoleh berasosiasi dengan peningkatan pengendalian manajemen oleh dewan. Hal ini menjelaskan jika informasi dan mekanisme pengendalian sebagai pelengkap dalam konteks tata kelola dan beragam aksi yang dilakukan dewan merupakan bentuk proteksi mereka terhadap kepentingan shareholders.

Feng 2005, meneliti tentang struktur dewan pada perusahaan real estate dia berfokus pada tiga karakteristik utama dewan yaitu ukuran dewan, persentase direktur luar, dan dualitas CEO. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya asosiasi antata karakteristik dewan dengan keefektivan fungsi monitoring. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Wang, Jeng, Peng 2007; Fich, 2006; Haniffa, Hudaib 2006; Young, Stedham, Beekun 2000 yang hasilnya searah dengan penelitian Feng 2005.

C. 2. Regulasi Corporate governance pada Negara di Asia

Chipalkatti, dkk 2007 meneliti tentang aliran portofolio ke negara-negara yang sedang berkembang terkait dengan transparansi dan corporate governance perusahaan di negara tersebut. Hasilnya menunjukkan negara dengan standar akuntansi yang berkualitas akan lebih baik, dan corporate governance yang bagus akan mempengaruhi tingkat ekuitas portfolio dan aliran obligasi. Gibson 2003 meneliti tentang keefektivan corporate governance pada perusahaan yang mengalami pergantian CEO dan hubungannya dengan kinerja perusahaan di negara yang sedang berkembang. Hasil penelitiannya menunjukkan corporate governance tidak efektif di Negara berkembang terlebih lagi pada saat terjadinya pergantian CEO. Quibra 2006, meneliti mengenai peran governance dan indkator kuantitif untuk mengukurnya pada negara-negara berkembang di Asia, hasilnya menunjukkan untuk kondisi berbeda dari institusi governance masing-masing Negara terdapat perbedaan dalam pengembangan inovesi dari institusi ang ada di negara mereka masing-masing. Peran dari kualitas regulator dan aspek ekonomi institusi governance berhubungan dengan peran akuntansi dan pengendalian terhadap korupsi.

Page 85: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Perbedaan corporate governance di Negara Anglo-Saxon dengan struktur kepemilikan yang menyebar adalah bagaimana menamakan kepentingan antara pemilik dengan manajernya. Hal ini berbeda dengan kondisi di Negara Asia yang kebanyakan struktur kepemilikannya terkonsentrasi sehingga isu yang timbul adalah penyamaan kepentingan yang adil antara pemilik maoritas dengan minoritas. Nowland 2008 melakukan penelitian untuk mengetahui perkembangan perusahaan keluarga di Asia Timur yang berawal dari pengelolaan yang buruk dan terkonsentrasi dimasa krisis. Hasilnya menunjukkan adanya perubahan konsentrasi kepemilikan dengan perkembangan menuju tata kelola yang semakin baik. Tuntutan agar sistem corporate governance mengalami konvergensi makin intensif setelah terjadinya krisis Asia. Setelah krisis, OECD, World Bank, dan Asian Development Bank (ADB) mengembangkan program reformasi corporate governance di negara-negara yang sedang berkembang atau sedang mengalami transisi. Pada waktu yang sama, International Monetary Fund (IMF) telah menentukan pengadopsian reformasi corporate governance sebagai syarat bagi program bantuannya untuk Thailand, Korea Selatan, dan Indonesia (Rosser 2003).

C.2.3. Corporate governance Malaysia

Hannifa 2006 melakukan penelitian tentang pengaruh budaya, corporate governance dan pengungkapan pada perusahaan di Malaysia Hasil dari model regresi penuh mengindikasikan bahwa hanya dua kelompok variabel, yaitu corporate governance dan karakteristik spesifik perusahaan, yang berhubungan dengan tingkat pengungkapan. Signifikansi dua variabel corporate governance (yakni anggota keluarga yang duduk dalam dewan direksi dan ketua dewan non-eksekutif) mengindikasikan arti penting kedua variabel ini sebagai determinan pengungkapan sukarela. Secara khusus, ketua dewan non-eksekutif berhubungan negatif dengan tingkat pengungkapan sukarela dan memiliki koefisien regresi yang tertinggi. Hasil ini bertentangan dengan teori agensi yang menyatakan bahwa ketua dewan non-eksekutif diperlukan sebagai mekanisme check and balance. Temuan ini memperlihatkan bahwa sebagai agen, ketua dewan non-eksekutif memperoleh nilai guna yang lebih besar dengan menjaga kerahasiaan informasi pribadi.

Walaupun hasil model regresi penuh tidak mengidentifikasi hubungan yang signifikan dengan variabel budaya manapun, model regresi menurun menunjukkan hasil yang sebaliknya. Salah satu faktor budaya (ras), yang diukur sebagai proporsi dewan direksi beretnis Melayu, ditemukan signifikan. Tidak ditemukannya hubungan signifikan antara pengungkapan dan variabel budaya dalam model regresi penuh mendukung pernyataan teoretikus yang mengemukakan bahwa dari waktu ke waktu, nilai sosial akan menyatu dikarenakan perkembangan teknologi. Namun, hasil model regresi menurun tampaknya mendukung argumen bahwa praktik pengungkapan tidak dapat dipisahkan dari budaya. Karena semua etnis Melayu adalah Muslim, penjelasan yang mungkin atas pengungkapan yang lebih tinggi dalam perusahaan yang didominasi oleh direksi beretnis Melayu dapat diatributkan pada etika bisnis Islam yang mendorong transparansi (Gambling dan Karim, 1991), namun dugaan ini memerlukan investigasi lebih jauh. Penjelasan lainnya adalah keinginan direksi untuk melegitimasi peran mereka dan memuaskan berbagai kelompok kepentingan (termasuk

Page 86: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

pemerintah) untuk menjamin pengaruh yang berkelanjutan, baik pada level pemerintah maupun lembaga.

C.2.4. Corporate governance Singapura

Dewan memiliki peran penting secara khusus tetapi tidak seperti di Amerika karena banyak perusahaan lokal yang dikendalikan oleh shareholder mayoritas. Kepemilikan dapat berasal dari pemerintah, perusahaan holding, multinasional atau dari individual. Dewan independen bisa jadi lebih sensitif dan perhatian kepada pemegang saham minoritas. Phan 2002 menyimpulkan bahwa good corporate governance membutuhkan sejumlah aturan yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi dalam pengambilan keputusan dan standar serta adanya akuntabilitas untuk hasilnya. Phan, Hoon, dan Chi 2003 meneliti tentang dampak kinerja terhadap interlocking directorates di Singapura hasilnya menunjukkan adanya hubungan positif antara interlocks dan kinerja perusahaan yang akan mendorong penjelasan tentang sumber yang independen dan merujuk pada interlocks perusahaan dibandingkan personal dan kepentingan elit manajerial.

C.2.5. Corporate governance Indonesia

Rosser 2003 telah melakukan pengujian di Indonesia tentang reformasi corporate governance. Bertentangan dengan thesis konvergensi, sistem corporate governance Indonesia – yang merupakan varian dari model insider – tampaknya tidak terpusat pada model outsider; sejauh ini berarti replikasi murni dari model. Meskipun pemerintah Indonesia telah memperkenalkan sejumlah reformasi corporate governance yang ditujukan untuk memasukkan elemen penting model outsider sejak pertengahan 1980-an, terutama sejak serangan krisis Asia, ada beberapa masalah serius dalam pengimplementasian dan penyelenggaraan reformasi ini. Singkatnya, apa yang berkembang di Indonesia adalah sistem corporate governance yang menyerupai model outsider dalam bentuk, namun bukan substansinya. Seperti beberapa peneliti yang menyatakan bahwa berbagai bentuk neoliberalisme dapat muncul secara simultan di level makro (Jomo, 2001) dalam Rosser 2003, kasus Indonesia menunjukkan bahwa berbagai bentuk model corporate governance outsider dapat muncul secara simultan di level mikro.

Hal yang mendasari hasil ini adalah struktur kekuasaan dan kepentingan di Indonesia. Pola corporate governance di Indonesia selama dua dekade lalu merupakan fungsi dari pergeseran keseimbangan kekuasaan di antara dua koalisi kepentingan. Koalisi pertama terdiri dari financial capital controller dan pendukungnya yaitu pemerintah barat dan institusi keuangan internasional (IFI), seperti World Bank, IMF, dan ADB. Koalisi kedua terdiri dari strata birokrat politik yang berperan sebagai aparatur negara dan pemilik konglomerat besar. Koalisi pertama mendukung reformasi corporate governance, sementara koalisi kedua berupaya untuk menghalangi atau menumbangkannya. Meskipun krisis ekonomi telah menggeser keseimbangan kekuasaan dari koalisi pertama ke koalisi kedua, pergeseran ini belum cukup untuk memungkinkan pelaksanaan reformasi corporate governance yang menyeluruh.

Page 87: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Hansmann dan Kraakman (2000) dalam Rosser 2003 berpendapat bahwa kejayaan model corporate governance outsider berawal dari kegagalan model alternatif untuk menghasilkan level efisiensi dan pertumbuhan yang sama, daya tarik argumen yang menyatakan bahwa model outsider menawarkan efisiensi yang lebih besar, dan tendensi modal bergerak untuk berlokasi di negara yang memiliki sistem corporate governance yang efisien. Douglass Nourth (North, 1981; 1990) dalam Rosser 2003 menyatakan bahwa sistem corporate governance merupakan konfigurasi aturan, regulasi, dan mekanisme penyelenggaraan yang mengatur perilaku ekonomi. Lebih spesifik, sistem corporate governance merupakan institusi yang mengatur „siapa yang membuat keputusan investasi dalam perusahaan, apa tipe investasi yang dijalankan, dan bagaimana return dari investasi tersebut didistribusikan‟ (O‟Sullivan, 1999) dalam Rosser 2003. Reformasi corporate governance memerlukan pergeseran keseimbangan kekuasaan dari koalisi yang menentang reformasi corporate governance ke koaliasi yang mendukung corporate governance.

Pada level global, ada dua kelompok aktor yang memainkan peranan penting dalam mengembangkan reformasi corporate governance beberapa tahun belakangan ini. Kelompok pertama adalah financial capital controller. Karena financial capital terus bergerak, financial capital controller mengupayakan harmonisasi regulasi dan praktik sektor keuangan untuk memfasilitasi akses keluar-masuk pasar modal asing, sehingga menurunkan risiko dan meningkatkan keuntungan yang berkaitan dengan investasi. Ini mencakup harmonisasi regulasi dan praktik corporate governance karena keduanya menentukan apakah financial capital controller memiliki akses ke informasi berkualitas baik yang mendasari investasi mereka, dan seberapa besar perlindungan kepentingan yang mereka dapatkan setelah mereka berinvestasi. Dengan peningkatan mobilitas, financial capital controller mampu mengancam negara dengan menyatakan bahwa mereka akan merelokasi modal ke yurisdikasi alternatif jika negara tidak memberlakukan ketentuan corporate governance yang sesuai dengan kepentingan mereka.

Pemegang Kepentingan di Indonesia

Di Indonesia, pembuatan kebijakan corporate governance sejak Orde Baru berkuasa pada tahun 1965 (selain financial capital controller, pemerintah barat dan IFI) adalah strata birokrat politik yang berperan sebagai aparatur negara; pemilik konglomerat besar; dan sekelompok kecil teknokrat liberal yang berbasis di Kementrian Keuangan, serta kementrian dan lembaga ekonomi penting lainnya. Dua kelompok pertama membangun koalisi yang dominan pada masa Orde Baru (1965-1999) Rosser, 2002 dalam Rosser 2003.

Corporate governance di Indonesia Sebelum Pertengahan 1980-an

Sebelum pertengahan 1980-an, sistem corporate governance Indonesia dikarakteristikkan oleh dependensi yang tinggi pada pembiayaan bank; level transparansi dan pengungkapan yang rendah; kepemilikan yang terkonsentrasi; manajemen-pemilik; perlindungan yang lemah terhadap kreditur dan pemegang saham minoritas; serta kemampuan yang terbatas untuk melakukan merger dan akuisisi (Rosser 2003).

Page 88: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Politik-Ekonomi dari Reformasi Corporate governance di Indonesia Sejak Pertengahan 1980-an Hingga Pertengahan 1997

Penurunan harga minyak dunia pada pertengahan 1980-an mengarah pada penurunan drastis-ekspor minyak dan gas Indonesia. Ini secara dramatis meningkatkan kebutuhan negara untuk menarik financial capital dan bantuan asing guna membantu pembangunan industri ekspor non-minyak dan meningkatkan posisi fiskal pemerintah. Tekanan yang meningkat kepada pemerintah untuk memenuhi tuntutan financial capital controller dan pendukungnya di negara Barat dan IFI –akan sejumlah perubahan kebijakan yang berorientasi pasar, termasuk deregulasi pasar modal dan reformasi pengaturan (Rosser, 2002) dalam Rosser 2003. Dalam konteks ini, tekokrat mampu menanamkan pengaruh yang lebih besar pada kebijakan ekonomi, dibanding tahun-tahun sebelumnya. Namun, birokrat politik dan pemilik konglomerat mampu mempertahankan kontrol mereka atas aparatur negara.

Teknokrat mampu membuat kemajuan yang signifikan dalam mempromosikan pengembangan bursa efek, sehingga meningkatkan peran modal ekuitas dalam pembiayaan perusahaan. Melalui sejumlah paket kebijakan pada akhir 1980-an, mereka benar-benar menata ulang (men-deregulasi) pasar modal, sehingga membuat investasi pasar modal dan keanggotaan bursa menjadi lebih menarik bagi investor dan pemilik konglomerat secara berurutan. Sebagai respon terhadap deregulasi, financial capital controller menyuntikkan triliunan rupiah ke dalam saham Indonesia. Namun, meskipun periode ini menunjukkan peningkatan dramatis-peran modal ekuitas dalam pembiayaan perusahaan di Indonesia, perusahaan masih sangat tergantung pada pembiayaan bank (Rosser, 2002) dalamRosser 2003.

Teknokrat juga mampu mendorong sejumlah reformasi akuntansi keuangan. Pada akhir 1994, pemerintah memperkenalkan set standar akuntansi keuangan baru yang dikenal sebagai Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Pada Maret 1995, pemerintah menyediakan sandaran hukum bagi standar di atas dan memperkenalkan sejumlah reformasi pengaturan lain yang berkaitan dengan akuntansi dalam Undang-Undang Perusahaan yang baru. Undang-undang ini mewajibkan semua perusahaan utnuk menyajikan laporan keuangan tahunan yang sesuai dengan PSAK; mewajibkan laporan keuangan perusahaan go publik untuk diaudit oleh akuntan publik; dan membuat direksi dan komisaris perusahaan bertanggung jawab atas semua kerugian yang merupakan akibat dari informasi yang tidak benar atau menyesatkan yang terkandung dalam laporan keuangan (Cole dan Slade, 1996) dalam Rosser 2003..

Namun di waktu yang sama, pemerintah kurang berupaya untuk memastikan bahwa regulasi akuntansi baru ini dijalankan secara tepat. Kualitas audit di Indonesia dianggap buruk, bahkan yang dilakukan oleh cabang dari perusahaan audit internasional yang besar. Teknokrat membuat kemajuan yang sama dalam area perlindungan dan partisipasi pemegang saham minoritas. Pada Januari 1993, Bapepam menerbitkan regulasi baru yang mewajibkan perusahaan untuk mendapatkan persetujuan dari minimal 50% pemegang saham minoritas dalam transaksi yang melibatkan konflik kepentingan di antara direksi, komisaris, dan pemegang saham mayoritas. Undang-Undang Perusahaan Tahun 1995 memberikan perlindungan yang lebih jauh bagi para pemegang saham minoritas dengan menjamin hak mereka untuk meminta rapat pemegang saham, menuntut investigasi pengadilan atas

Page 89: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

aktivitas ilegal yang terjadi di dalam perusahaan, dan mendapatkan harga yang wajar untuk saham yang dibeli kembali oleh perusahaan.

Namun pada waktu yang bersamaan, pemerintah tidak berupaya untuk memberikan peran yang lebih besar kepada pemegang saham minoritas dalam pembuatan keputusan perusahaan. Lebih lanjut, pemegang saham mayoritas mampu mengelak dari ketentuan persetujuan 50% pemegang saham minoritas dalam akuisisi internal dengan membeli saham publik melalui proxi dan mendapatkan persetujuan untuk proxi ini dalam rencana akuisisi (Kompas, 26 Juni 2000). Selain itu, karakteristik sistem yudisial Indonesia merefleksikan bahwa pemegang saham minoritas memiliki peluang yang kecil untuk memastikan harga yang wajar dalam pembelian kembali-saham, atau mendapatkan persetujuan pengadilan untuk mengadakan investigasi terhadap korupsi yang terjadi di dalam perusahaan.

Dalam area merger dan akuisisi, pemerintah hanya memperkenalkan sedikit reformasi yang nyata. Reformasi yang agak signifikan dalam area ini adalah fakta bahwa deregulasi pasar modal dan ledakan yang ditimbulkannya menciptakan kemungkinan untuk hostile takeover. Dalam area perlindungan kreditur, pemerintah tidak membuat perubahan yang signifikanterhadap kerangka pengaturan yang sudah ada. Keberhasilan teknokrat dalam menata ulang pasar modal merefleksikan fakta bahwa deregulasi pasar modal tidak menimbulkan ancaman yang serius bagi kepentingan birokrat politik dan pemilik konglomerat, tetapi justru menjanjikan manfaat yang signifikan bagi pemilik konglomerat. Walaupun deregulasi pasar modal berarti bahwa birokrat politik dalam dana investasi negara, Danareksa, kehilangan monopoli mereka dalam bisnis penjaminan dan mutual fund, deregulasi memungkinkan konglomerat untuk mendapatkan akses ke modal ekuitas yang murah, membuka peluang baru bagi mereka untuk berbagi pialang dan penjaminan, serta menurunkan kerentanan politik mereka dengan mendiversifikasikan struktur kepemilikan mereka (Rosser, 2002: 86). Sebaliknya, keberhasilan teknokrat yang relatif terbatas dalam area lain merefleksikan fakta bahwa reformasi dalam area tersebut menimbulkan ancaman yang signifikan bagi pemilik konglomerat.

Politik-Ekonomi dari Reformasi Corporate governance di Indonesia Sejak Pertengahan 1997

Krisis ekonomi Asia pada pertengahan 1997 menimbulkan tekanan pada pemerintah Indonesia untuk memajukan proses reformasi corporate governance, khususnya dalam area dengan resistensi kuat sebelum krisis. Krisis menyebabkan pergeseran keseimbangan kekuasaan dari birokrat politik dan pemilik konglomerat ke financial capital controller dan pendukungnya, pemerintah barat dan IFI. Pada periode ini, teknokrat mampu memperkenalkan sejumlah reformasi corporate governance baru. Salah satu yang paling signifikan adalah penyajian Undang-Undang Good Corporate governance oleh Komite Nasional Corporate governance, suatu lembaga yang dibentuk oleh Kementrian Koordinasi Ekonomi, Keuangan, dan Industri pada tahun 1999 untuk mempromosikan reformasi corporate governance. Dengan pembiayaan dari ADB, undang-undang ini menguraikan sejumlah prinsip dan praktik corporate governance untuk negara yang sejalan dengan model corporate governance outsider. Kelemahan utama dari undang-undang ini adalah tidak adanya sandaran hukum: undang-undang ini

Page 90: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

hanya merupakan referensi bagi perusahaan Indonesia yang berupaya untuk meningkatkan sistem corporate governancenya.

Pemerintah juga memperkuat kerangka pengaturan untuk merger dan akuisisi, perlindungan pemegang saham minoritas, pelaporan keuangan, dan kebangkrutan. Pada Februari 1998, pemerintah menerbitkan regulasi mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi, yang memfasilitasi pengimplementasian ketentuan Undang-Undang Perusahaan dalam area ini (Eddymurthy dan Rasmin, 2000) dalam Rosser 2003. Pada tahun 2000, Bapepam mengamandemen regulasinya yang mengatur persoalan konfik kepentingan, untuk mempersulit pemegang saham mayoritas dalam menghindari ketentuan persetujuan minimal dari 50% pemegang saham minoritas untuk transaksi yang melibatkan konflik kepentingan (Kompas, 25 Agustus 2000) dalam Rosser 2003. Meskipun demikian, sistem corporate governance Indonesia menunjukkan perbedaan dengan model outsider. Konglomerat Indonesia tetap bergantung pada pembiayaan bank. Sebenarnya, masalah utama bagi konglomerat Indonesia adalah bagaimana cara untuk keluar dari hutang. Di samping itu, financial capital controller menjauhi pasar modal Indonesia dan keluarga pendiri negara memutuskan untuk mempertahankan kontrol atas bisnis mereka, sehingga pergeseran yang signifikan ke arah peningkatan pembiayaan ekuitas tampaknya tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Di waktu yang bersamaan, walaupun regulasi corporate governance Indonesia mulai menampakkan kesamaan dengan yang negara-negara yang mengaplikasikan model outsider, ada masalah serius dengan pengimplementasian dalam area seperti sistem audit dan kebangkrutan. Tampaknya, yang terjadi adalah konvergensi bentuk, bukan substansi.

Namun, pembuatan dan pengimplementasian kebijakan corporate governance belum sempurna. Krisis tidak mengeliminasi birokrat politik dan pemilik konglomerat besar sebagai kekuatan politik. Singkatnya, birokrat politik dan pemilik konglomerat tetap memiliki kekuasaan yang cukup untuk menghalangi program reformasi. Salah satu area yang dapat mereka intervensi adalah audit. Pemerintah Indonesia belum pernah mengadakan peradilan yang besar terhadap auditor Indonesia, atau memperkenalkan perubahan pengaturan yang besar untuk memaksa mereka menjadi lebih independen sejak pertengahan 1997. Meskipun investigasi menemukan bahwa beberapa auditor gagal mematuhi standar akuntansi Indonesia dalam menjalankan audit, pemerintah tidak melakukan tidakan yang berarti kepada mereka. Dalam kasus ini, tempaknya hubungan antara perusahaan audit dengan birokrat penting di Indonesia cukup kuat untuk memungkinkan perusahaan audit keluar dari kesulitan. Area lain yang dapat diintervensi oleh birokrat politik dan konglomerat adalah perlindungan kreditur. Menurut George Fane (2000) dalam Rosser 2003, kreditur hanya memenangkan sekitar 20% dari semua kasus yang mereka gugat. Walaupun hukum kebangkrutan dan pengadilan baru telah diperkenalkan, karakteristik peradilan Indonesia dan hubungannya dengan pelaku bisnis yang berpengaruh, sama sekali tidak berubah.

Bapepam mewajibkan perusahaan-perusahaan terbuka yang terdaftar di di Bursa Efek Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Ketua Bapepam nomor KEP-41/PM/2003 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit, untuk memiliki komite audit dan komisaris independen paling lambat 31 Desember 2004. Komite audit dan komisaris independen merupakan komponen struktur corporate governanace yang ada dalam pedoman good corporate governance ang dikeluarkan oleh komite nasional kebijakan corporate governance.

Page 91: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

SIMPULAN

Corporate governance yang efektif dapat dicapai dengan mengadopsi suatu set prinsip dan pratik terbaik. Perusahaan harus menghasilkan laba untuk bertahan dan berkembang, namun pengejaran laba harus mematuhi batas etika. Perusahaan harus mengadopsi kebijakan yang mencakup kelestarian lingkungan, program pelatihan etika. Mekanisme kepatuhan seperti ini dapat membantu mengembangkan dan membangun citra dan reputasi perusahaan, mendapatkan loyalitas dan kepercayaan pelanggan, dan meningkatkan komitmen dari karyawan. Mekanisme kepatuhan etika memberikan kontribusi bagi stabilitas dan perkembangan karena mekanisme ini mendorong kepercayaan.

Nilai personal dan aspirasi etika dari pemimpin perusahaan, meskipun tidak dinyatakan secara spesifik, tersirat dalam semua keputusan strategis. Walaupun tanggung jawab moral, kebijakan etika, dan disiplin penyelenggaraan itu penting, namun ketiganya memerlukan komitmen dari berbagai partisipan perusahaan. Komitmen terhadap sasaran yang disertai dengan kepatuhan terhadap hukum dan standar etika merupakan pencapaian organisasi Kenneth Andrews, 1989 dalam Arjon 2005.

Nowland 2008 melakukan penelitian untuk mengetahui perkembangan perusahaan keluarga di Asia Timur yang berawal dari pengelolaan yang buruk dan terkonsentrasi dimasa krisis. Hasilnya menunjukkan adanya perubahan konsentrasi kepemilikan dengan perkembangan menuju tata kelola yang semakin baik. Tuntutan agar sistem corporate governance mengalami konvergensi makin intensif setelah terjadinya krisis Asia. Selama dua dekade lalu sistem corporate governance Indonesia telah mengalami perubahan yang signifikan. Deregulasi pasar modal meningkatkan peran pembiayaan modal dalam corporate governance, sehingga memperluas basis kepemilikan banyak perusahaan. Penukaran hutang-untuk-ekuitas yang diatur sejak krisis tahun 1997 mengarahkan pada perluasan basis kepemilikan konglomerat Indonesia. Kerangka pengaturan corporate governance direvisi dan dipekuat secara signifikan, khususnya dalam area pelaporan keuangan, perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan kreditur, serta merger dan akuisisi.

Seperti halnya beberapa peneliti yang menyatakan bahwa globalisasi mengarahkan pada berbagai hasil yang berbeda, tergantung karakteristik sistem politik dalam negeri (Jayasuriya dan Rosser, 2001; Deeg dan Perez, 2000) dalm Rosser 2003, menunjukkan bahwa politik dalam negeri dapat memediasi dampak globalisasi pada sistem corporate governance nasional. Jika koalisi yang mendukung pengadopsian model outsider- dominan, reformasi corporate governance akan relatif luas. Jika koalisi yang menentang pengadopsian model outsider- dominan, akan ada resistensi yang signifikan terhadap reformasi corporate governance dalam cara-cara selektif yang menguntungkan kepentingan koalisi. Dalam kasus Indonesia, peningkatan kesesuaian dengan model outsider pada level regulasi tidak seimbang dengan kesesuaian dalam hal struktur keuangan atau pengimplementasian regulasi corporate governance. Beberapa peneliti berpendapat bahwa bukannya menghasilkan kesesuaian absolut dalam karakteristik sistem ekonomi di berbagai belahan dunia, globalisasi malah mengarah pada eksistensi simultan berbagai bentuk neoliberalisme.

REFERENSI

Page 92: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Archambeault, Deborah S., F. Todd DeZoort, and Travis P. Holt. 2008. The Need an Internal

Auditor Report to External Stakeholder to Improve Governance Transparency.

Accounting Horizons Vol. 22 No. 4 Pp. 375-388.

Arjoon, Surendra, 2005, Corporate governance: an Ethical Perspective, Journal of Business

Ethics Vol. 61 Pp. 343-352.

Chipakaltti, Niranjan, Quan V. Le, and Meenakshi Rishi. 2007. Portfolio Flows to Emerging

Capital Markets: Do Corporate Transparency and Public Governance Matter? Business

and Society Review Vol. 112 No. 2 Pp. 227-249.

Daily, Catherine M., and Charles Schwenk. 1996. Chief Executive Office, Top Management

Teams, Boards of Directors, Congruent of Countervailing Forces? Journal of

Management. Vol. 22. No. 2.

Epstein, Marc J., and Marie-Josee Roy. 2004. Improving the Performance of Corporate Boards:

Identifying and Measuring the Key Drivers of Success. Journal of General Management.

Vol. 29 No. 3.

Feng, Zhilan, Chinmoy Ghosha and C. F. Sirmans. 2005. How Important Is The Board of

Directors To REIT Performance? Journal of Real Estate Portfolio Management.

Fich, Eliezer M. and Anil Shivdasani. 2006. Are Busy Boards Effective Monitors? The Journal

of Finance. Vol. LXI No. 2.

Gibson, Michael S. 2003. Is Corporate governance Ineffective in Emerging Markets? Journal of

Financial and Quantitative Analysis. Vol. 38, No. 1.

Gill, Amiram, 2008. Corporate governance as Social Responsibility: A Research Agenda,

Berkeley Journal of International Law, Vol. 26.

Goodwin, Jenny and Jean Lin Seow. 2002. The Influence of Corporate governance Mechanisms

on the Quality of Financial Reporting and Auditing: Perceptions of Auditors and

Directors in Singapore. Accounting and Finance. Vol. 42

Haniffa, Roszaini and Mohammad Hudaib. 2006. Corporate governance Structure and

Performance of Malaysian Listed Companies. Journal of Business Finance & Accounting,

Vol. 33 No. 7 & 8.

Hannifa, R. M, and T.E. Cooke. 2002. Culture Corporate governance and Disclosure in

Malaysian Corporations. Abacus. Vol. 38. No. 3.

Hapsoro, Dodi. 2006. Mekanisme Corporate governance, Transparansi dan Konsekuensi

Ekonomi Studi Empiris di Pasar Modal Indonesia, Disertasi Universitas Gadjah Mada.

Ygyakarta.

Hermalin, Benjamin E. 2005. Trends in Corporate governance, The Journal of Finance. Vol.

LX, No. 5.

Hillier, David. 2006. An Analysis of Changes in Board Structure during Corporate governance

Reforms. European Financial Management. Vol. 12, No. 4.

James S. Ang, Rebel A. Cole, and James Wu Lin. 2000. Agency Cost and Ownership Structure.

The Journal of Finance. Vol. LV, No. 1.

Page 93: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Jermias, Johnny. 2007. The Effects of Corporate governance on the Relationship between

Innovative Efforts and Performance. European Accounting Review. Vol. 16, No. 4.

Jensen, M.c, dan W. H. Meckling, 1976, Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost

andOwnership Structure. Journal of Financial Economics. Vol. 3 No. 4. , Pp. 305-360.

Jiang, Yabing, Viju Raghupathi, and Wullianallur Raghupathi. 2009. Content and Design of

Corporate governance Web Sites. Information System Management Vol. 26 Pp 13-27.

Larcker, David F., Scott A. Richardson, Irem Tuna. 2007. Corporate governance, Accounting

Outcomes, and Organizational Performance. The Accounting Review. Vol. 82, No. 4.

Leung, Sidney, Bertrand Horwitz, 2004, Director Ownership and Voluntary Segment

Disclosure: Hongkong Evidence, Journal of international Financial Management and

Accounting Vol. 15, No. 3.

Manuel, Juan Garci´A Lara, Beatriz Garci´A Osma, and Fernando Penalva. 2007. Board of

Directors’ Characteristics and Conditional Accounting Conservatism: Spanish Evidence.

European Accounting Review. Vol. 16, No. 4.

Mangena, Musa, Richard Pike, 2005, The Effect of Audit Committee Shareholding, Financial

Expertise and Size on Interim Financial Disclosures, Accounting and Business Research,

Vol. 35 No. 4. Pp 327-349.

Nowland, John. 2008. Are East Asian Companies Benefiting from Western Board Practices?

Journal of Business Ethics. Vol. 79.

Phan, 2002, Phillip H, Effective Corporate governance in Singapore: Another Look, Singapore

Management Review.

_____, Philip H. 2003. The Performance Impact of Interlocking Directorates: The Case of

Singapore. Journal of Managerial Issues. Vol. XV. No 3.

Petra, Steven T. 2007. The Effects of Corporate governance on The Informativeness of

Earnings. Economics of Governance No 8.

Peasnel, Kenneth V., Peter F. Pope dan Steven Young. 2003. Managerial Equity Ownership and

Demand for Outside Director. European Fianancial Management. Vl. 9. No. 2 Pp 231-

250.

Quibria, M.G. 2006. Does Governance Matter? Yes, No or May be: Some Evidence from

Developing Asia, KYKLOS, Vol. 59 – 2006 – No. 1.

Rosser, Andrew. 2003. Coalitions, Convergence and Corporate governance Reform in Indonesia.

Third World Quarterly. Vol. 24. No 2.

Rutherford, Matthew, A., Ann K. Buchholtz and Jill A. Brown. 2007. Examining the

Relationships Between Monitoring and Incentives in Corporate governance. Journal of

Management Studies Vol. 44 No. 3.

Schmid, M Markus. and Heinz Zimmermann. 2007. Leadership Structure and Corporate

governance in Switzerland. Center of Business and Economics (WWZ), University of

Basel.

Shivdasani, Anil and David Yermack. 1999. CEO Envolvement in the Selection of New Board

Members: an Empirical Analisys. The Journal of Finance. Vol. LIV No. 5.

Page 94: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Young, Gary J, Yvone Stedham, Rafik I Beekun. 2000. Boards of Directors and the Adoption

of a CEO Performance Evaluation Process Agency and Institutional Theory Perspective,

Journal of Management Studies 37.

Wang, Jennifer L., Vivian Jeng and Jin Lung Peng. 2007. The Impact of Corporate governance

Structure on the Efficiency Performance of Insurance Companies in Taiwan. The Geneva

Papers.

Weir, Charlie and David Laing. 2003. Ownership Structure, Board Composition and the Market

for Corporate Control in the UK: An Empirical Analysis. Applied Economics. Vol. 35.

Westphal, James D., Edward J. Zajac. 1995. Who Shall Govern? CEO/Board Power,

Demographic Similarity and New Director Selection. Administrative Science Quarterly,

40.

Page 95: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

LAMPIRAN

Tabel 1. Perbedaan Antara Pendekatan Kepatuhan Hukum Dan Etika

Faktor Hukum Etika

Etos

Sasaran

Metode

Asumsi keperilakuan

Menganggap etika sebagai set batasan dan sesuatu yang harus dilakukan

Diarahkan menuju pencegahan perilaku yang tidak syah secara hukum

Memberikan penekanan pada aturan, dan menggunakan peningkatan monitoring dan sanksi untuk menyelenggarakan aturan tersebut

;

Berasal dari teori pencegahan

Mendefinisikan etika sebagai set prinsip yang mengarahkan pilihan

Diarahkan menuju pencapaian perilaku yang bertanggung jawab

Memperlakukan etika sebagai penyokong praktik bisnis (kepemimpinan, sistem inti, proses pembuatan keputusan, dll)

Berasal dari nilai individual dan komunal

Sumber : Arjoon 2005

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY PADA

PERUSAHAAN PUBLIK DI INDONESIA

R. Weddie Andriyanto7

ABSTRACT

7 Dosen Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Lampung

Page 96: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Keywords:

PENDAHULUAN

Scwartz dan Soo (1996); Krishnan (2002) dan Komalasari (2003) menyatakan bahwa audit delay berhubungan dengan ukuran perusahaan, tipe auditor, pengunduran diri auditor, kesulitan finansial perusahaan. Carsaw dan Kaplan, 1991 menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay adalah adanya pelaporan rugi, adanya pos-pos luar biasa, proporsi utang, dan rasio persediaan terhadap total aset. Whittred dan Zimmer, 1984 di Australia perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan secara signifikan melakukan penundaan penyajian laporan keuangan.

Suwardjono, 2002 menyatakan bahwa informasi dikatakan mempunyai nilai jika dalam pengambilan keputusan informasi tersebut dapat menambah pengetahuan, menambah keyakinan, mengubah keputusan atau perubahan prilaku pemakai informasi. Pengguna informasi akuntansi sangat tertarik pada informasi yang dapat memberikan suatu prediksi terhadap status keuangan perusahaan. Informasi yang sebenarnya bernilai prediksi tinggi dan balikan tinggi dapat tidak menjadi relevan kalau tidak tersedia pada saat yang dibutuhkan.

Butler dan Weiss (2002) menguji frekuensi pelaporan keuangan interim dan

menginvestigasi pengaruh pelaporan keuangan interim yang mandatory dan yang

voluntary. Hasilnya pelaporan keuangan interim yang voluntary akan mempengaruhi

ketepatan waktu pelaporan keuangan ke pihak Regulator.

Menurut Ashton (1987) ketepatwaktuan informasi berhubungan dengan tingkat ketidakpastian keputusan yang akan diambil berdasarkan informasi tersebut. Penelitian Beaver tentang kandungan informasi (1968) menyatakan bahwa Investor dapat menangguhkan transaksi pembelian dan penjualan surat berharga sampai laporan laba diterbitkan. Naim, 1999 menyatakan bahwa penundaan pelaporan dapat menurunkan kualitas isi informasi yang terkandung dalam laporan. Dyer dan McHugh, 1975 perusahaan akan menunda penyampaian laporan keuangan apabila perusahaan yakin terdapat berita buruk dalam informasi labanya.

Ketepatwaktuan penyampaian pelaporan keuangan oleh perusahaan yang terdapat di BEJ merupakan objek regulasi BAPEPAM. Peraturan BAPEPAM tentang ketepatwaktuan penyampaian laporan sama dengan peraturan ketepatwaktuan yang dikeluarkan SEC yaitu 90 hari setelah tanggal penutupan buku. Menurut penelitian Halim (2000) audit delay yang terjadi di Bursa Efek Jakarta adalah 84,45 hari. Sitepu (2002) rerata audit delay untuk populasi perusahaan manufaktur di Indonesia adalah 92 hari sedangkan menurut penelitian Ashton et. al 1987, rerata audit delay di Amerika Serikat adalah 62 hari. Tingginya rerata audit delay di Indonesia ini menimbulkan motivasi peneliti untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay.

Page 97: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Penelitian Ainun (1999) tentang kepatuhan terhadap peraturan informasi dan penerapannya di Indonesia dengan menggunakan variabel independen berupa ukuran perusahaan, profitabilitas, dan kesulitan finansial. Dari penelitian tersebut perusahaan yang patuh memiliki total asset, penjualan, return on total assets (ROA), dan return on equities (ROE) dan pertumbuhan profit yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak patuh. ROA merupakan satu-satunya faktor pada penelitian Naim (1999) yang terbukti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan atas peraturan ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dengan menambahkan variabel penelitian berupa pergantian auditor, audit laporan keuangan interim, dan tanggal penandatanganan laporan auditor yang diduga mempunyai pengaruh terhadap kepatuhan perusahaan publik dalam penyampaian laporan keuangan ke BAPEPAM.

Setelah dua belas tahun berjalan UU No. 8 tahun 1995, perusahaan yang terlambat menyampaikan laporan keuangan sekitar 18% dari total perusahaan publik yang ada di Indonesia (Komalasari, 2003). Berdasarkan masih tingginya jumlah perusahaan yang mengalami keterlambatan dalam penyampaian laporan keuangan ke BAPEPAM

Berdasar penelitian-penelitian di atas banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap audit delay sehingga penulis merumuskan adanya pertanyaan sebagai berikut: “Apakah jenis opini auditor, tipe auditor, lamanya menjadi klien KAP tertentu, ukuran perusahaan, laba atau rugi usaha, tingkat profitabilitas, kesulitan finansial, dan klasifikasi industri mempengaruhi audit delay”?

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Audit Delay

Determinan penting yang mempengaruhi ketepatan waktu publikasi laporan keuangan dan pengumuman earnings adalah lamanya waktu pengauditan (Givoly dan Palmon, 1982; Ashton, 1987; Carsaw dan Kaplan, 1991). Lamanya waktu penyelesaian audit tergantung pada waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan empat tahapan kegiatan audit yaitu penerimaan penugasan, perencanaan audit, pelaksanaan pengujian audit dan pelaporan temuan.

Adanya kewajiban pelaporan keuangan yang telah diaudit terlebih dahulu dengan jangka waktu yang telah ditentukan menuntut ketepatan waktu terbitnya laporan auditor dan penyajian laporan keuangan, sedangkan saat untuk penerimaan penugasan idealnya adalah enam hingga sembilan bulan sebelum akhir tahun buku klien. Namun dalam praktik sering terjadi penunjukkan auditor baru terjadi hanya beberapa hari menjelang penutupan buku, bahkan setelah akhir tahun buku. Hal ini dapat menyebabkan penyajian laporan auditor menjadi terlambat, selain itu penerimaan pada saat atau setelah akhir tahun buku menimbulkan beberapa keterbatasan dalam perencanaan audit dan pelaksanaan pekerjaan lapangan.

Standar umum pengauditan mengharuskan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama (Boynton, 2001), hal ini memungkinkan auditor untuk memperluas prosedur

Page 98: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

audit guna mengeliminasi berbagai ketidakpastian yang terjadi sehingga memperpanjang waktu penyelesaian audit. Penerapan peraturan yang mempersingkat submisi penyampaian laporan keuangan tentunya mempunyai dampak terhadap kinerja auditor yang mengaudit laporan keuangan perusahaan publik pada saat peraturan tersebut baru diterapkan. Peraturan ini diterapkan pada bulan Agustus 2002 dimana sudah seharusnya KAP sudah merencanakan prosedur audit tahun berjalan hal ini dapat mempengaruhi kinerja auditor tersebut.

Feltham dalam Givoly dan Palmon, 1980 menyatakan bahwa dua elemen penting ketepatwaktuan adalah reporting delay dan reporting interval. Dryer dan Mc Hugh, 1975; Whittred, 1980; Ashton, 1987; mendefinisi audit delay sebagai lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal diterbitkannya laporan audit.

Opini Auditor

Audit delay lebih panjang dialami perusahaan yang menerima pendapat kualifikasi Ashton (1987). Naim (1999) menemukan bahwa di Indonesia hampir semua perusahaan yang tidak patuh memperoleh pendapat wajar yang tidak berbeda dengan perusahaan yang patuh. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Whittred (1980) di Australia yang melaporkan bahwa 51% perusahaan yang menerima pendapat tidak wajar dan kualifikasi, berhubungan dengan keterlambatan pelaporan. Laporan audit harus memuat tanggal laporan. Tanggal yang digunakan biasanya adalah tanggal dari hari terakhir auditor menyelesaikan pekerjaan lapangan. Meskipun auditor memiliki sejumlah tanggungjawab untuk membuat pengungkapan atas kejadian-kejadian tertentu yang signifikan setelah tanggal neraca, tetapi tanggungjawab tersebut dipandang telah berakhir setelah audit atas laporan keuangan diakhiri. Idealnya penandatanganan dilakukan sebelum habis masa penyampaian laporan keuangan yang telah diaudit beserta laporan auditornya ke BAPEPAM. Berdasar hal ini maka disusun hipotesis:

Ha-1: Jenis pendapat auditor mempengaruhi audit delay.

Schwatz dan Menon (1985) menghipotesiskan bahwa kesulitan keuangan menyebabkan manajemen melakukan auditor changes. Klugger dan Shileds (1987) dalam Mardiyah (2002) mengembangkan teori information-supressions dengan menghipotesiskan manajemen yang gagal (bad news) mempunyai kecenderungan mencari auditor yang bisa menyembunyikan keadaan perusahaannya.

Karakteristik Auditor

Pergantian auditor, tipe auditor dan lamanya menjadi klien di KAP tertentu menurut Krishnan (2002), berhubungan dengan audit delay. Halim (2000) menemukan adanya hubungan positif antara lamanya menjadi klien di KAP tertentu dengan audit delay, hal ini berbeda dengan penelitian Ashton (1987) yang tidak menemukan adanya hubungan tersebut.

Page 99: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Perbedaan antara ketepatan waktu antara perusahaan kecil dan besar berhubungan dengan kualitas auditor. Depuch dan Simunic (1980); De Angelo (1981) dan Johnson dan Lys (1990) dalam Naim (199) menyatakan bahwa kualitas auditor diukur dengan ukuran seperti apakah kantor akuntan yang memberi jasa audit, apakah merupakan anggota The Big Six atau bukan. Johnson dan Lys menemukan bahwa auditor yuang besar memiliki dorongan untuk mengembangkan dan memasarkan keahliannya mengenai kepatuhan terhadap SEC daripada auditor kecil.. Berdasar hal ini maka diturunkan hipotesis:

Ha-2: Lamanya menjadi klien KAP tertentu mempengaruhi audit delay. Ha-3: Kualitas auditor mempengaruhi audit delay.

Berita Buruk

Halim, 2000 menyatakan bahwa faktor yang secara konsisten berpengaruh kuat pada audit delay adalah pelaporan kerugian, tahun buku, dan lamanya menjadi klien KAP tertentu. Owusu dan Ansah (2000) ukuran perusahaan, profitabilitas dan umur perusahaan secara statistik signifikan mempengaruhi audit delay. Krishnan (2002); Carshlaw dan Kaplan (1991); Dyer dan McHugh (1975) menemukan bahwa audit delay mempunyai hubungan negatif dengan total aset.

Proporsi kepemilikan publik yang besar dan monitor yang ketat dari pemerintah menyebabkan perusahaan berskala besar cenderung menghadapi tekanan tinggi untuk mempublikasi laporan keuangan auditan lebih awal. Penelitian Naim, 1999 membuktikan hasil yang berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh kuat terhadap audit delay di Indonesia. Berdasar hal ini maka diturunkan hipotesis sebagai berikut:

Ha-4: Total aset mempengaruhi audit delay.

Auditor diminta untuk menyembunyikan keadaan klien yang sebenarnya sehingga dapat mengubah opini auditor. Implikasinya laporan keuangan perusahaan yang mendapat distress menjadi lebih sukses.Hasil ini mengindikasikan bahwa distress atas laporan keuangan akan menyebabkan auditor changes dibanding yang tidak mengalami distress laporan keuangan. Penelitian ini didukung oleh Raghunandan (1985) dalam Mardiyah, 2002.

Halim (2000), Carshlaw dan Kaplan (1991); Ashton (1987); Dyer dan McHugh (1975), Beaver (1968), perusahaan akan cenderung menunda penyampaian laporan keuangan apabila perusahaan yakin terdapat berita buruk dalam laporan keuangan tersebut, karena berita ini akan berpengaruh pada kualitas laba. Pihak manajemen mempunyai kepentingan untuk menyimpan berita buruk karena pihak manajemen ingin melanjutkan atau menyelesaikan berbagai kesepakatan atau kontrak dengan pemegang saham.

Ha-5: Laba atau rugi usaha mempengaruhi audit delay.

Page 100: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Kesulitan Finansial

Schwartz dan Soo (1996); Givoly dan Palmon (1982) membuktikan bahwa audit delay mempunyai hubungan dengan adanya kesulitan finansial. Carsaw dan Kaplan (1991) menemukan bahwa proporsi utang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap audit delay. Owusu dan Ansah (2000); Naim (1999); Carshaw dan Kaplan (1991); dan Ashton (1987) membuktikan bahwa profitabilitas mempengaruhi audit delay. Proporsi utang yang tinggi pada saat resesi dapat merupakan tanda kesulitan keuangan perusahaan tetapi bila keadaaan perekonomian sangat baik hal ini bukan merupakan pertanda kesulitan finansial bagi perusahaan. Berdasarkan hal ini maka dikembangkan hipotesis sebagai berikut:

Ha-6: Proporsi utang mempengaruhi audit delay.

Ashton (1987) menyatakan bahwa perusahaan publik yang mengumumkan rugi cenderung mengalami keterlambatan pelaporan daripada perusahaan non publik. Hasil penelitian Chambers dan Penman (1984) menunjukkan bahwa terdapat abnormal return positif bila publikasi laba lebih awal dari yang diharapkan (memiliki kabar baik) dan abnormal return negatif bila publikasi laba lebih lambat dari yang diharapkan. Temuan ini dikarenakan adanya penafsiran investor, bila perusahaan tidak mempublikasi laporan dengan tepat waktu maka diramalkan sebagai suatu berita buruk. Hal ini menunjukkan bahwa penundaan pelaporan keuangan berhubungan dengan adanya berita baik dan berita buruk.

Ada berbagai macam bentuk yang dipakai sebagai proksi berita baik atau berita buruk ini antara lain ukuran perusahaan, profitabilitas perusahaan, kesulitan keuangan, opini auditor (Naim, 1999; Scwartz, dan Soo 1996; dan Whittred, 1980). Halim (2000) menyatakan bahwa faktor yang secara konsisten berpengaruh kuat pada penundaan audit adalah pelaporan kerugian, tahun buku, lamanya menjadi klien KAP tertentu.

Ha-7: tingkat profitabilitas mempengaruhi audit delay.

Ashton (1987) menyatakan bahwa klasifikasi industri berhubungan secara positif terhadap audit delay. Courtis (1976) dan Ashton menemukan bahwa perusahaan-perusahaan finansial mengalami audit delay yang yang lebih pendek dibandingkan perusahaan-perusahaan dalam industri lain. Hal ini dikarenakan perusahaan finansial tidak memiliki saldo sediaan yang cukupp signifikan sehingga tidak membutuhkan waktu audit yang lama, selain itu kebanyakan aset yang dimiliki dalam bentuk satuan moneter yang mudah diukur Anthony dan Govindarajan (1995) dalam Halim (2000).

Ha-8: Klasifikasi industri mempengaruhi audit delay.

Page 101: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

METODA PENELITIAN

Metoda Penentuan Populasi dan Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2001-2006. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara purposive random sampling yaitu sampel dipilih agar dapat mewakili populasinya. Perusahaan yang dipilih memiliki kriteria telah mengeluarkan laporan keuangan auditan per 31 Desember beserta laporan auditor yang memuat pendapat auditor untuk tahun buku 2001-2006. Sumber diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory, Pusat Referensi Pasar Modal, akses langsung melalui situs BEI.

Pemilihan Variabel

Variabel Dependen

Variabel dependen yang digunakan adalah lamanya audit delay yang ditunjukkan dengan singkatan AUDL, yang merupakan variabel dummy dari ada atau tidaknya penundaan pengeluaran laporan audit oleh auditor yang mengakibatkan perusahaan terlambat menyampaikan laporan keuangannya ke BAPEPAM dan BEI. Variabel ini diberikan tanda 0 untuk adanya audit delay dan 1 untuk tidak terjadinya audit delay.

Variabel Independen

Variabel–variabel independen ini merupakan variabel yang diduga mempunyai pengaruh terhadap audit delay pada perusahaan publik. Variabel tersebut adalah: kualitas auditor (QUAD), yang menurut penelitian Krishnan (2002) berpengaruh terhadap audit delay merupakan variabel dummy yang dibagi menjadi dua kelompok KAP the Big Four atau bukan. Lamanya menjadi klien KAP tertentu (YREXP), Ashton (1987) menemukan faktor lamanya menjadi klien KAP merupakan faktor yang krusial. Variabel opini auditor (OPINI) merupakan variabel dummy. Variabel laba atau rugi usaha (LOSS) merupakan variabel dummy yang menurut Ashton, 1987 berhubungan dengan audit delay.

Kesulitan keuangan berpengaruh terhadap audit delay (Carshaw dan Kaplan, 1991) variabel tingkat profitabilitas (ROA) diukur dari net income dibagi total aset, sedangkan proporsi utang (GEAR) merupakan rasio utang dibagi total aset. Variabel jenis industri (INDUS) merupakan variabel dummy dibagi menjadi dua kelompok yaitu industri dan kelompok finansial.

Variabel lain berupa ukuran perusahaan (TOTASSET) menggunakan total aset sebagai proksinya. Variabel kompleksitas pemrosesan komputer yang digunakan dalam pemrosesan data elektronik (EDPCOM) merupakan variabel dummy, Variabel independen yang dipakai dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian Ashton (1987), kecuali untuk variabel adanya pos-pos luar biasa dalam laporan keuangan, rasio utang dan kualitas auditor.

Page 102: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Penggunaan variabel di atas dalam penelitian ini karena variabel independen tersebut telah berhasil mencapai tingkat signifikan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Model regresi dalam penelitian ini adalah:

AUDL = ß0 + ß1(QUAD) + ß2(YREXP) + ß3(OPINI) + ß4(TOTASSET) +

ß5(LOSS) + ß6(ROA) + ß7(GEAR) + ß8 (INDUS) + eit

Keterangan:

AUDL: lamanya waktu penyelesaian audit

QUAD: kualitas auditor

YREXP: lamanya menjadi klien KAP tertentu

OPIN: jenis pendapat auditor

INDUS: jenis industri

TOTASSET: total aset

LOSS: laba atau rugi operasi

ROA: tingkat profitabilitas

GEAR: rasio utang terhadap aset

ß0: konstanta

Rencana Instrumen Penelitian

Statistika deskriptif dipilih untuk menunjukkan gambaran umum kecendrungan sampel. Alat analisis lain yang dipakai adalah uji beda independen t test untuk mengetahui perbedaan antara perusahaan yang delay dan tidak delay. Alat analisis lain yang dipakai adalah pengujian dengan menggunakan model regresi logistik, yang mempunyai beberapa kelebihan, (Ghozali, 2006). Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel bebas yang digunakan dalam model. Berbeda dengan analisis diskriminan yang mengharuskan semua variabel bebas berdistribusi normal. Variabel bebas dalam regresi logistik bisa campuran dari variabel kontinyu, diskrit dan dikotomis. Regresi logistik bermanfaat digunakan bila distribusi respon atas variabel terikat diharapkan nonlinear dengan satu atau lebih variabel bebas.

Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Asumsi klasik pertama yang harus diuji adalah asumsi normalitas. Uji ini dilakukan untuk menguji hipotesis 1, sedangkan untuk hipotesis 2 model Logistic Regression tidak mensyaratkan normalitas (Kuncoro, 2000). Uji ini dilakukan dengan menggunakan one-

Page 103: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

sample Kolmogorov Smirnov test. Data tidak terdistribusi dengan normal ditandai dengan asymp. Sig (2 tailed) < 0,05.

Uji Multikolinearitas

Pengujian ini dilakukan untuk mendeteksi apakah variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini memiliki satu atau lebih hubungan yang bersifat eksak linier. Multikolinieritas terjadi bila nilai VIF melebihi angka 10.

Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi jika setiap variabel independen tidak memiliki varians yang sama. Namun demikian, gejala heteroskedastisitas dalam model regresi logistik tidak diidentifikasikan, karena regresi logistik tidak harus memiliki sifat multivariate normality (Gujarati, 1995 dalam Susilawati, 2002).

Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah adanya hubungan antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain. Konsekuensi autokorelasi adalah biasnya varian dengan nilai yang lebih kecil dari nilai sebenarnya. Uji yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi menggunakan uji Durbin-Watson, jika angka Durbin-Watson diantara –2 dan +2 berarti tidak ada autokorelasi.

PENGUJIAN DAN ANALISIS HASIL

Hasil pengujian deskriptif menunjukkan sebaran sebagai berikut:

(Tabel 1 di sini)

Tabel 1 memperlihatkan dari 419 perusahaan yang menjadi sampel, sebanyak 81,4% merupakan klien KAP yang berafiliasi dengan KAP Big Four. Besarnya jumlah perusahaan publik yang memilih KAP afiliasi dibandingkan dengan KAP lainnya menunjukkan bahwa perusahaan publik memiliki keyakinan bahwa KAP afiliasi Big Four mempunyai kualitas audit yang lebih baik. Hal ini yang mendorong perusahaan publik lebih cenderung untuk menggunakan jasa KAP yang berafiliasi dengan KAP Big Four. Sebanyak 73,3% merupakan perusahaan yang sudah lebih dari 2 tahun diaudit oleh KAP yang sama.

Jenis opini audit wajar tanpa pengecualian mempunyai frekuensi 85,9% dari sampel sedangkan frekuensi untuk tingkat kepatuhan perusahaan publik sebesar 82,3%.

Uji Asumsi Klasik

Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas dapat dilihat dari varian inflation factor (VIF), bila VIF>10 maka terjadi multikoliniearitas. Hasil uji multikolinearitas-regresi logistik dapat dilihat pada tabel 1 dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antara variabel-variabel bebas.

Page 104: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Uji Autokorelasi

Uji yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi menggunakan uji Durbin-Watson, hasil pengujian autokorelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat autokorelasi karena nilai uji Durbin-Watson berada di antara –2 dan +2 yaitu 1,998.

Pengujian Hipotesis Pertama

Hasil pengujian hipotesis pertama

Tahap awal dalam melakukan pengujian menggunakan regresi logistik dilakukan dengan menggunakan semua variabel independen karena semua variabel independen telah lolos uji multikolinieritas dan uji autokorelasi. Uji heteroskedastisitas tidak dilakukan karena regresi logistik selain mengabaikan uji normalitas juga tidak mensyaratkan uji heterokedastisitas. Tahap terakhir adalah menguji kembali variabel ke dalam uji selanjutnya, yaitu uji regresi logistik teknik Enter. Pengujian regresi logistik menghasilkan uji Nagelkerke R square, uji Hosmer dan Lemeshow, dan uji signifikansi untuk tiap-tiap variabel independen. Tabel 2 menampilkan ringkasan hasil uji hipotesis lainnya.

Nilai Hosmer and Lemeshaw test menunjukkan hasil yang signifikan karena probabilitas > 0,05 yaitu sebesar 0,976; dan nilai Chi Square hitung < Chi Square tabel (0,237 < 3,84146). Jika dilihat dari overall classification table terlihat adanya kenaikan overall hit ratio dari 81,6% menjadi 84,8% secara keseluruhan hal ini menunjukkan bahwa model ini sudah cukup baik, artinya tidak ditemukan adanya perbedaan yang secara statistis signifikan antara klasifikasi yang diprediksi dan yang diamati sehingga model regresi dua ketegori ini layak dipakai. Kecocokan model (model fit), kriteria yang digunakan adalah nilai –2 Log Likelihood (-2LL), adanya penurunan –2LL dari 394,571 pada model awal menjadi 390,689 hal ini mengindikasi bahwa model regresi ini baik.

Koefisien korelasi Nagelkerke 78,8 % berarti 8 variabel independen berupa kualitas auditor, lamanya menjadi klien KAP tertentu, jenis pendapat auditor, jenis industri, total aset, laba atau rugi operasi, tingkat profitabilitas, rasio utang terhadap aset dalam model ini dapat menentukan tingkat audit delay, sedangkan 21,2% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak terdapat dalam penelitian ini.

(Tabel 2)

Tabel 2 menunjukkan hasil uji variabel independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan regresi logistik metoda enter persamaan ini yang dipergunakan untuk diskusi hasil pengujian hipotesis 1 sampai hipotesis 8.

Konstan persamaan di atas mempunyai nilai 6,376 dengan tingkat signifikan 0,304 yang berarti tanpa adanya pengaruh dari variabel independen dalam penelitian ini, maka audit delay perusahaan publik dalam penyampaian laporan keuangan dapat terjadi dengan tingkat probabilitas 21,2%. Hasil pengujian ini adalah perusahaan publik akan

Page 105: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

mempertimbangkan audit delay laporan auditor, dalam upaya mereka untuk mematuhi aturan ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan.

Diskusi hasil pengujian

Pendapat Auditor

Hipotesis pertama yang menyatakan jenis pendapat auditor mempengaruhi audit delay. Hasil pengujian dengan tingkat signifikansi <0,05 menunjukkan bahwa jenis pendapat auditor mempengaruhi audit delay. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya, jika audit delay lebih panjang dialami perusahaan yang menerima pendapat kualifikasi Ashton (1987). Naim (1999) menemukan bahwa di Indonesia hampir semua perusahaan yang tidak patuh memperoleh pendapat wajar yang tidak berbeda dengan perusahaan yang patuh. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Whittred (1980) di Australia yang melaporkan bahwa 51% perusahaan yang menerima pendapat tidak wajar dan kualifikasi, berhubungan dengan keterlambatan pelaporan.

Perusahaan yang mendapat opini selain wajar tanpa pengecualian mungkin memandang sebagai berita buruk yang merugikan kredibilitas perusahaan pengguna jasa auditor sehingga perusahaan tersebut menunda pelaporan keuangan auditannya. Selain itu proses pemberian opini selain wajar tanpa pengecualian melibatkan negosiasi dengan klien, konsultasi dengan rekan auditor yang lebih senior atau staf teknis lainnya, dan perluasan lingkup audit hal ini dapat menimbulkan penundaaan laporan auditor yang dapat berdampak pada keterlampatan penyampaian laporan.

Lamanya Menjadi Klien di KAP

Hipotesis 2 yang menyatakan lamanya menjadi klien KAP tertentu mempengaruhi audit delay, tidak dapat ditolak. Hasil pengujian ini searah dengan penelitian Krishnan (2002) yang menyatakan lamanya menjadi klien di KAP tertentu menurut, berhubungan dengan audit delay. Halim (2000) menemukan adanya hubungan positif antara lamanya menjadi klien di KAP tertentu dengan audit delay, hal ini berbeda dengan penelitian Ashton (1987) yang tidak menemukan adanya hubungan tersebut.

Kualitas Auditor

Hipotesis ketiga yang menyatakan kualitas auditor mempengaruhi audit delay tidak dapat ditolak, hasil penelitian ini searah dengan hasil penelitian Depuch dan Simunic (1980); De Angelo (1981) dan Johnson dan Lys (1990) dalam Naim (1999) yang menyatakan bahwa perbedaan antara ketepatan waktu antara perusahaan kecil dan besar berhubungan dengan kualitas auditor. Kualitas auditor diukur dengan ukuran seperti apakah kantor akuntan yang memberi jasa audit, apakah merupakan anggota The Big Six atau bukan. Johnson dan Lys menemukan bahwa auditor yuang besar memiliki dorongan untuk mengembangkan dan memasarkan keahliannya mengenai kepatuhan terhadap SEC daripada auditor kecil.

Total Aset

Page 106: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Hipotesis keempat yang menyatakan total aset mempengaruhi audit delay. Hasil penelitian ini tidak searah dengan penelitian Naim (1999) membuktikan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh kuat terhadap audit delay di Indonesia. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Halim, 2000 yang menyatakan bahwa faktor yang secara konsisten berpengaruh kuat pada audit delay adalah pelaporan kerugian, tahun buku, dan lamanya menjadi klien KAP tertentu. Owusu dan Ansah (2000) ukuran perusahaan, profitabilitas dan umur perusahaan secara statistik signifikan mempengaruhi audit delay. Krishnan (2002); Carshlaw dan Kaplan (1991); Dyer dan McHugh (1975) menemukan bahwa audit delay mempunyai hubungan negatif dengan total aset.

Laba Rugi Usaha

Hipotesis yang menyatakan laba atau rugi usaha mempengaruhi audit delay, tidak dapat ditolak, hasil penelitian ini searah dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa auditor diminta untuk menyembunyikan keadaan klien yang sebenarnya sehingga dapat mengubah opini auditor. Implikasinya laporan keuangan perusahaan yang mendapat distress menjadi lebih sukses. Hasil ini mengindikasikan bahwa distress atas laporan keuangan akan menyebabkan auditor changes dibanding yang tidak mengalami distress laporan keuangan. Penelitian ini didukung oleh Raghunandan (1985) dalam Mardiyah, 2002.

Halim (2000), Carshlaw dan Kaplan (1991); Ashton (1987); Dyer dan McHugh (1975), Beaver (1968), perusahaan akan cenderung menunda penyampaian laporan keuangan apabila perusahaan yakin terdapat berita buruk dalam laporan keuangan tersebut, karena berita ini akan berpengaruh pada kualitas laba. Pihak manajemen mempunyai kepentingan untuk menyimpan berita buruk karena pihak manajemen ingin melanjutkan atau menyelesaikan berbagai kesepakatan atau kontrak dengan pemegang saham.

Kesulitan Finansial

Hipotesis ke enam yang menyatakan proporsi utang mempengaruhi audit delay ditolak penelitian ini tidak searah dengan penelitian Schwartz dan Soo (1996); Givoly dan Palmon (1982) membuktikan bahwa audit delay mempunyai hubungan dengan adanya kesulitan finansial. Carsaw dan Kaplan (1991) menemukan bahwa proporsi utang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap audit delay. Owusu dan Ansah (2000); Naim (1999); Carshaw dan Kaplan (1991); dan Ashton (1987) membuktikan bahwa profitabilitas mempengaruhi audit delay. Proporsi utang yang tinggi pada saat resesi dapat merupakan tanda kesulitan keuangan perusahaan tetapi bila keadaaan perekonomian sangat baik hal ini bukan merupakan pertanda kesulitan finansial bagi perusahaan.

Tingkat Profitabilitas

Hipotesis ketujuh yang menyatakan bahwa tingkat profitabilitas mempengaruhi audit delay tidak dapat ditolak penelitian ini searah dengan hasil penelitian Ashton (1987) yang menyatakan bahwa perusahaan publik yang mengumumkan rugi cenderung mengalami keterlambatan pelaporan daripada perusahaan non publik. Hasil penelitian

Page 107: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Chambers dan Penman (1984) menunjukkan bahwa terdapat abnormal return positif bila publikasi laba lebih awal dari yang diharapkan (memiliki kabar baik) dan abnormal return negatif bila publikasi laba lebih lambat dari yang diharapkan. Temuan ini dikarenakan adanya penafsiran investor, bila perusahaan tidak mempublikasi laporan dengan tepat waktu maka diramalkan sebagai suatu berita buruk. Hal ini menunjukkan bahwa penundaan pelaporan keuangan berhubungan dengan adanya berita baik dan berita buruk.

Klasifikasi Industri

Hipotasis delapan yang menyatakan bahawa klasifikasi industri mempengaruhi audit delay tidak berhasil ditolak. Hasil penelitian ini searah dengan penelitian Ashton (1987) yang menyatakan bahwa klasifikasi industri berhubungan secara positif terhadap audit delay. Courtis (1976) dan Ashton menemukan bahwa perusahaan-perusahaan finansial mengalami audit delay yang yang lebih pendek dibandingkan perusahaan-perusahaan dalam industri lain. Hal ini dikarenakan perusahaan finansial tidak memiliki saldo sediaan yang cukupp signifikan sehingga tidak membutuhkan waktu audit yang lama, selain itu kebanyakan aset yang dimiliki dalam bentuk satuan moneter yang mudah diukur Anthony dan Govindarajan (1995) dalam Halim (2000).

SIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN

Simpulan

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah „Apakah jenis opini auditor, tipe auditor, lamanya menjadi klien KAP tertentu, ukuran perusahaan, laba atau rugi usaha, tingkat profitabilitas, kesulitan finansial, dan klasifikasi industri mempengaruhi audit delay.’ Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu bukti empiris tentang faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay di Indonesia, dan diharapkan auditor dapat mengendalikan dan mengantisipasi faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay sehingga laporan keuangan auditan dapat dipublikasi tepat waktu.

Secara keseluruhan hasil penelitian ini memberikan bukti empiris sebagai berikut:

Hipotesis pertama yang menyatakan jenis pendapat auditor mempengaruhi audit delay. Hasil pengujian dengan tingkat signifikansi <0,05 menunjukkan bahwa jenis pendapat auditor mempengaruhi audit delay.

Hipotesis yang menyatakan lamanya menjadi klien KAP tertentu mempengaruhi audit delay, tidak dapat ditolak. Hasil pengujian ini searah dengan penelitian Krishnan (2002) yang menyatakan lamanya menjadi klien di KAP tertentu menurut, berhubungan dengan audit delay.

Hipotesis yang menyatakan kualitas auditor mempengaruhi audit delay tidak dapat ditolak, hasil penelitian ini searah dengan hasil penelitian Depuch dan Simunic (1980); De Angelo (1981) dan Johnson dan Lys (1990) dalam Naim (1999).

Page 108: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Hipotesis yang menyatakan total aset mempengaruhi audit delay. Hasil penelitian ini tidak searah dengan penelitian Naim, 1999 membuktikan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh kuat terhadap audit delay di Indonesia. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Halim, 2000, Owusu dan Ansah (2000), Krishnan (2002); Carshlaw dan Kaplan (1991); Dyer dan McHugh (1975).

Hipotesis yang menyatakan laba atau rugi usaha mempengaruhi audit delay, tidak dapat ditolak, hasil penelitian ini searah dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa auditor diminta untuk menyembunyikan keadaan klien yang sebenarnya sehingga dapat mengubah opini auditor oleh Raghunandan (1985) dalam Mardiyah, 2002, Halim (2000), Carshlaw dan Kaplan (1991); Ashton (1987); Dyer dan McHugh (1975), Beaver (1968).

Hipotesis ke enam yang menyatakan proporsi utang mempengaruhi audit delay ditolak penelitian ini tidak searah dengan penelitian Schwartz dan Soo (1996); Givoly dan Palmon (1982) membuktikan bahwa audit delay mempunyai hubungan dengan adanya kesulitan finansial. Carsaw dan Kaplan (1991) menemukan bahwa proporsi utang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap audit delay. Owusu dan Ansah (2000); Naim (1999); Carshaw dan Kaplan (1991); dan Ashton (1987).

Hipotesis ketujuh yang menyatakan bahwa tingkat profitabilitas mempengaruhi audit delay tidak dapat ditolak penelitian ini searah dengan hasil penelitian Ashton (1987) yang menyatakan bahwa perusahaan publik yang mengumumkan rugi cenderung mengalami keterlambatan pelaporan daripada perusahaan non publik.

Hipotesis delapan yang menyatakan bahawa klasifikasi industri mempengaruhi audit delay tidak berhasil ditolak. Hasil penelitian ini searah dengan penelitian Ashton (1987) yang menyatakan bahwa klasifikasi industri berhubungan secara positif terhadap audit delay.

Keterbatasan, Kontribusi dan Implikasi Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini tidak memisahkan klasifikasi industri antara finansial dan nonfinansial, karena karakteristik kedua industri ini berbeda. Selain itu aturan yang jelas dan pinalti terhadap ketidakpatuhan karena adanya audit delay hendaknya tidak hanya di BAPEPAM tetapi juga di BEI, sehingga diharapkan kepatuhan terhadap ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan dapat menjadi lebih baik. Ada hal yang perlu dipertimbangkan untuk penelitian lebih lanjut yaitu memasukkan ada tidaknya proses restrukturisasi perusahaan publik sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi audit delay.

REFERENSI

Barnes,P.., Huan, H.D., 1993, The Auditor’s Going Concern Decision: Interaction of Task

Variables and Sequential Processing of Evidence, The Accounting Review.

Boynton, C., Johnson, Raymond, M., Kell, Walter G. (2004): Modern Auditing: 7th USA, John

Willey & Sons. Inc.

Page 109: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Butler M., Kraft, A., dan Weiss L.S., 2002. The Effect of Reporting Frequency on the Timeliness

of Earnings: The Case of Voluntary and Mandatory interim Reports. Working Paper, July.

Carcello Joseph V., 1994, Audit Committee Composition and Auditor Reporting,

http://www.ssrn.com

Chambers, A.E., dan S.H. Penman, 1984, Timeliness of Reporting and the Stock Price Reaction

to Earnings Announcement, Journal of Accounting Research (Spring).

Chen, Kevin C. W., Bryan K. Church, 1996, Going concern Opinion and The Market’s Reaction

to Bankruptcy Fillings, The Accounting Review, Vol. 71.

Dechow, P., Sloan, R., 1995. Detecting Earnings Management. The Accounting Review 70.

DeFond, Mark L. 1992, The Association between Changes in Client Firm Agency Cost and

Auditor Switching, Auditing: A Journal of Practice and Theory.

Dunn, Kimberly A: Brian W Mayhew and Suzanne G. Morsfield, 2000, Auditor Specialization

and Clien Disclosure Quality Social Science Research Network.

Dyer, James C., dan Arthur J. McHugh, 1975, The Timeliness of the Australian Annual Report,

Journal of Accounting Research, Vol. 13.

Foster, George, 1986, Financial Statement Analysis, Second Edition, Prentice-Hall International,

Inc.

Fried, D., A., Schiff, 1987, “CPA Switches and Associated Market Reactions”, The Accounting

Review.

Fama, E., and M. Jensen, 1983, Separation of Ownership and Control. Journal of Law and

Economics, 26.

Givoly, D, dan D. Palmon, 1982, Timeliness of Annual Earnings Announcements: Some

Empirical Evidence, The Accounting Review, Vol. LVII.

Ghozali, Imam, 2006, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit

Univiversitas Dipenegoro.

Hay, David and Davis, 2002. The Voluntary Choice of an Audit of any Level of Quality. Dept.

of Auckland, New Zeland, SSRN.

Halim, Varianada, 2000, Faktor-faktor yang mempengaruhi Audit delay: Studi empiris pada

Perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 2.

Hani, Clearly, Mukhlasin, Going Concern dan Opini Audit: Suatu Studi Empiris pada

Perusahaan Perbankan, SNA, 2003.

Hartono, Jogiyanto M. 2001, Teori Portofolio dan Investasi, BPFE-Yogyakarta.

Hartono, Jogiyanto M., 2006, Metodologi Penelitian Bisnis, Salah Kaprah, BPFE-Yogyakarta.

Krishnan, Jayanthi, 2002, The Timing and Information Content of Auditors’ Exhibit Letters

Relating to Auditors Changes, Auditing: AJournal of Practice & Theory, Vol. 21.

Kida, T., An Investigation into Auditor Continuity and Relater Qualification Judgments, Journal

of Accounting Research, 1980.

Page 110: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Komalasari, Agrianti, 2003, Pengaruh Kualitas Auditor, Lamanya Pengauditan, dan Jenis Opini

Auditor terhadap Tingkat Kepatuhan Perusahaan Publik dalam Penyampaian Laporan

Keuangan Tahunan ke BAPEPAM, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Edisi Juli.

Manao, Hekinus., 2002, An Audit Quality Comparison Between Large and Small CPA Firms in

Indonesia in the Context of “Going Concern” Opinion: Evidence Based on Auditees’

Financial Ratios. SNA V, Semarang.

Mark Clock,1994, ”The Stock Market Reaction to in a Change in Certifiying Accountant”

Journal of Accounting, Auditing & Finance

Naim, Ainun, 1999, Nilai Informasi Ketepatan Waktu Penyampaian Laporan Keuangan: Analisis

Empirik Regulasi Informasi di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 14.

Owusu, Stephen dan Ansah, 2000, Timeliness of Corporate Financial Reporting in Emerging

Capital Market: Empirical Evidence from The Zimbabwe Stock Exchange, Accounting

and Business Research, Vol. 30.

Santoso, Singgih, 2006, Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik, Elex Media Komputindo.

________, 2006, Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, Elex Media Komputindo.

Schwartz, Kenneth B., dan Billy S. Soo, 1996, The Association Between Auditor Change and

Reporting Lags, Contemporary Accounting Research, Vol. 13.

Scott, R., William, 2006, Financial Accounting Theory, University of Waterloo, Queens

University, Pearson Prentice Hall.

Suwardjono, 2002, Akuntansi Pengantar: Proses Penciptaan Data Pendekatan Sistem, BPFE,-

Yogyakarta.

Tuanakotta, 2007, Theodorus M., Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi, Seri Departemen

Akuntansi FE UI, LPFE UI.

Whittred, G.P., 1980, Audit Qualification and the Timeliness of Corporate Annual Reports, The

Accounting Review, Vol. IV.

_________, Ikatan Akuntan Indonesia, 2006, Standar Profesional Akuntan Publik, Salemba 4,

Jakarta.

_________, http://www.bapepam.go.id

_________,http://www.jsx.co.id

_________,http://www.ssrnAshton, H. Robert., Jhon J. Willington, dan Robert K. Elliot, 1987,

An Empirical Analysis of Audit delay, Journal of Accounting Research, Vol. 25, Autumn.

Page 111: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

LAMPIRAN

Tabel 1. Frekuensi Variabel Independen dan Dependen

Variabel Independen Frequency

Percent

Kualitas Auditor Valid 0,00 341 81,4

1,00 78 18,4

Total 419 100

Lama menjadi Klien KAP Valid 0,00 307 73,3

1,00 112 26,7

Total 419 100

Jenis Industri Valid 0,00 308 73,5

1,00 111 26,5

Total 419 100

Jenis Opini Valid 0,00 360 85,9

1,00 59 14,1

Total 419 100

Audit delay Valid 0,00 345 82,3

1,00 74 17,7

Total 419 100

Tabel 2. Hasil Uji Hipotesis dengan Model Analisis Regresi Logistik Dua Kategori

Page 112: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Persamaan Regresi Logistik

AUDL = ß0 + ß1(QUAD) + ß2(YREXP) + ß3(OPINI) + ß4 (INDUS) + ß5 (TOTASSET) + ß6

(LOSS) + ß7 (ROA) + ß8 (GEAR) + eit

Variabel B S.E Wald Df Sig.

kualitas auditor

lamanya menjadi klien KAP tertentu

jenis pendapat auditor

jenis industri

total aset

laba atau rugi operasi

tingkat profitabilitas

rasio utang terhadap aset

Constant

1,486

1,428

2,277

1,766

000

-,497

-1,038

-

6,376

0,572

0,514

0,521

0,662

0,000

0,292

0,550

-

6,196

6,757

7,711

11,506

11,842

6,638

2,885

3,560

-

1,059

1

1

1

1

1

1

1

-

1

0,009*

0,000*

0,001*

0,001*

0,010*

0,089**

0,059**

-

0,304

Kategori Tidak delay = 0 delay = 1

Percentage Correct

98,3%

83,8%

N

Omnibus test of model coefficient

Cox&Snell R2

Nagelkerke-R2

Hosmer and Lemeshaw Test

Overall Percentage

419

272,254 (α = 0,00)

0,478

0,788

sig. 0,976

95,7%

* Signifikan pada α = 0,05

Page 113: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

** Signifikan pada α =0,10

ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR FUNDAMENTAL

TERHADAP RISIKO SISTEMATIS PADA PERUSAHAAN

DI BURSA EFEK Indonesia

A.Zubaidi Indra8

Wika Maharisa9

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine how the application of environmental management system application at Coca Cola Bottling Indonesia in South Lampung. The problem is how to test the effectiveness of environmental management systems are regularly 14001agaimana implementation of ISO standards on environmental management system applied at PT Coca Cola Bottling Indonesia in Lampung, South? A research method to analyze the hypothesis is to use the ISO 14001 Mini Gap Analyses. Based on the calculation result of 99.74%, it shows that the environmental management system at PT Coca Cola Bottling Indonesia in South Lampung has been implemented so well that accepted H1.

Keywords:

PENDAHULUAN

Kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari kelalaian perusahaan akhir-akhir ini menjadi sorotan utama. Kelalaian tersebut berupa pencemaran lingkungan, baik di darat, laut, maupun udara yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat di sekitarnya. Perkembangan industri di Indonesia haruslah tetap diiringi dengan pelestarian lingkungan hidup. Sistem manajemen lingkungan merupakan strategi baru dalam perekonomian dunia dalam usaha mengelola lingkungan hidup di perusahaan, baik darat, laut, maupun udara yang jika terjadi kelalaian akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat di sekitarnya. Sistem manajemen lingkungan membantu pihak yang berwenang di bidang lingkungan dengan memberikan informasi aktivitas organisasi atau perusahaan dalam mengelola lingkungan.

Sistem manajemen lingkungan merupakan sistem pengelolaan lingkungan dari organisasi atau perusahaan mengenai penaatan pada peraturan dalam pengelolaan lingkungan seperti emisi ke udara, pembuangan ke air, pengelolaan limbahnya, termasuk pula manajemen komunikasi dan kursus-kursus yang diberikan kepada stafnya. Sistem manajemen lingkungan bukan hanya mengenai lingkungan, tapi lebih dipentingkan pengelolaan/manajemen

8 Dosen Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Lampung

9 Alumni Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Lampung

Page 114: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

perusahaan yang bersangkutan mengenai komitmen manajemen perusahaan untuk serius mengelola lingkungan, dan seberapa jauh komitmen itu meresap ke dalam hati para karyawan untuk turut berperan serius mengelola lingkungan mereka.

Dalam satu dasawarsa terakhir ini kebutuhan akan suatu sistem standarisasi sangat dibutuhkan. Hal ini mendorong organisasi internasional di bidang standarisasi yaitu ISO (International Standard Organization), yang didirikan pada tahun 1946 di Genewa, Swiss. Tujuan pendiriannya adalah untuk mengembangkan standarisasi di seluruh dunia. ISO merupakan federasi internasional dari badan-badan standarisasi nasional di seluruh dunia, saat ini anggotanya mencakup lebih dari 130 negara. ISO 14000 adalah suatu standar pengukuran tentang segala upaya yang telah dilakukan perusahaan dalam mengelola lingkungannya. Tujuan yang sangat penting dari keinginan suatu perusahaan untuk mencapai standar ISO 14000 ada dua, yakni merupakan komitmen murni perusahaan untuk melestarikan lingkungan serta didasarkan atas permintaan konsumen. ISO 14001 merupakan dokumen Sistem Manajemen Lingkungan (SML) yang merupakan bagian dari standar ISO 14000. Standar ini memuat unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang ingin memperoleh sertifikasi atas pelaksanaan standar ISO 14001 atau oleh perusahaan yang ingin menerapkan sistem manajemen lingkungan menurut ISO 1400. ISO 14010 mengatur tentang pelaksanaan sistem manajemen lingkungan yang memusatkan perhatian apakah suatu organisasi telah memenuhi persyaratan dalam ISO 14001 atau dengan kata lain apakah sistem yang ada telah diimplementasikan dan memberikan hasil seperti yang diharapkan semula.

Pengelolaan lingkungan hidup di Lampung harus diberikan perhatian yang serius, mengingat telah terjadi beberapa kasus besar pencemaran laut dan sungai. Beberapa kasus pencemaran yang pernah terjadi di Propinsi Lampung. PT Coca Cola Bottling Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang usaha minuman ringan yang berlokasi di Tanjung Bintang, Lampung Selatan. Perusahaan ini telah mengimplementasikan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) sebagai salah satu langkah strategi perusahaan.

Dari uraian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang ada bahwa seiring dengan perkembangan industri perusahaan, dibutuhkan kesadaran dari pengelola untuk tetap melestarikan lingkungan, yaitu dengan cara meningkatkan efektivitas sistem manajemen lingkungan perusahaan tersebut. Namun pada kenyataannya banyak perusahaan kurang menyadari penerapan sistem manajemen lingkungan. Di samping itu, dalam penerapan audit lingkungan, banyak perusahaan yang belum menggunakan standar ISO 14001. Berdasarkan masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana penerapan sistem manajemen lingkungan yang diterapkan pada PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan?

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Lingkungan Hidup

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup:

Page 115: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Pasal 1 ayat 1).

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan makhluk hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Pasal 1 ayat 12).

Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. (Pasal 1 ayat 14). Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak secara langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain (Pasal 1 ayat 18).

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Pasal 1 ayat 21).

Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah:

Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup.

Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup.

Tercapainya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan.

Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup

Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana.

Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup (Pasal 4).

Sistem Manajemen Lingkungan

qq. Pengertian Manajemen

Menurut Stoner (dalam Handoko,2003;8), pengertian manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan proses penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sedangkan definisi manajemen menurut Terry (dalam Purwanto, 2004; 1) adalah proses tertentu yang terdiri dari

Page 116: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Manajemen Lingkungan

Manajemen lingkungan adalah aspek-aspek dari keseluruhan fungsi manajemen (termasuk perencanaan) yang menentukan dan membawa pada implementasi kebijakan lingkungan (BBS 7750, dalam ISO 14001 oleh Sturm, 1998). Alasan manajemen lingkungan banyak dipelajari adalah karena perkembangan keilmuan manajemen lingkungan yang dianggap banyak kalangan akademisi ternyata sangat penting dalam ikut menentukan perkembangan bisnis dunia di masa mendatang.

Aspek manajemen lingkungan yang berfokus fisik seperti definisi lingkungan secara tradisional, ternyata berpengaruh pula secara non-fisik dalam hal moralitas dan aspek modal spiritual manusia pelakunya. Praktek manajemen lingkungan selama ini berfokus pada perlindungan lingkungan dan memang berakar dari sasaran fisik lingkungan tersebut. Namun pada prakteknya, pada perusahaan yang telah mengimplementasikan ISO 14001, bila melakukannya dengan baik, akan ditanggapi karyawan dengan lebih banyak menyebutkan dampak intangible-nya yaitu peningkatan motivasi kerja (karena keamanan dan keselamatan kerja diperhatikan perusahaan), peningkatan kepercayaan karyawan terhadap kebijakan yang ditempuh manajemen, peningkatan citra perusahaan di kalangan karyawan. (Hillary, 2000; Purwanto, 2002).

Aspek-aspek peningkatan citra dan kepastian kelangsungan bisnis inilah yang juga menjadi sebab utama banyak perusahaan mencari sertifikasi ISO 14001, dan memang terbukti berpengaruh demikian. Jadi praktek manajemen lingkungan yang baik akan selalu terkait dengan aspek intangible misalnya citra perusahaan dan kepercayaan karyawan. Menurut Purwanto (2004;2), berdasarkan cakupannya manajemen lingkungan dibagi dalam 2 macam yaitu lingkungan internal yaitu di dalam lingkungan pabrik/lokasi fasilitas produksi. Yang termasuk di dalamnya kondisi lingkungan kerja, dampak yang diterima oleh karyawan dalam lingkungan kerjanya, fasilitas kesehatan, APD, asuransi pegawai. Lingkungan eksternal yaitu lingkungan di luar lokasi pabrik/fasilitas produksi. Segala hal yang dapat menimbulkan dampak pada lingkungan disekitarnya, termasuk masyarakat di sekitar lokasi pabrik, dan pihak yang mewakilinya (pemerintah, pelanggan, investor/pemilik). Aktivitas yang terkait yaitu komunikasi dan hubungan dengan masyarakat, usaha-usaha penanganan pembuangan limbah ke saluran umum, perhatian pada keseimbangan ekologis dan ekosistem di sekitar pabrik, dan lain-lain.

Pengertian Sistem Manajemen Lingkungan

Sistem manajemen lingkungan merupakan bagian dari sistem manajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab, praktek, prosedur, proses, dan sumber daya untuk mengembangkan, menerapkan, mencapai, mengkaji, dan memelihara kebijakan lingkungan (SNI 19-14001-2005). Menurut Kodrat;2002, Sistem Manajemen Lingkungan (SML) adalah bagian dari sistem manajemen keseluruhan yang berfungsi menjaga dan mencapai sasaran kebijakan lingkungan.

Page 117: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Persyaratan Sistem Manajemen Lingkungan

Adapun persyaratan sistem manajemen lingkungan terdiri atas:

Persyaratan umum

Kebijakan lingkungan

Perencanaan, yang berkaitan dengan: 1) Aspek lingkungan; 2) Persyaratan perundang-undangan dan persyaratan lainnya; 3) Tujuan dan sasaran; 4) Program manajemen lingkungan.

Penerapan dan operasi, yang berkaitan dengan: 1) Struktur dan tanggung jawab; 2) Pelatihan, kepedulian, dan kompetensi; 3) Komunikasi; 4) Dokumentasi sistem manajemen lingkungan; 5) Pengendalian dokumen; 6) Pengendalian operasional; 7) Kesiapan dan tanggap darurat.

Pemeriksaan, yang berkaitan dengan: 1) Pemantauan dan pengukuran; 2) Ketidaksesuaian, tindakan perbaikan, dan pencegahan; 3) Rekaman; 4) Audit sistem manajemen lingkungan.

Pengkajian manajemen.

Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001

rr. ISO

Kata ISO digunakan oleh Organisasi Internasional untuk Standarisasi atau The International Organization for Standardization sebagai nama dari organisasinya. Organisasi ini didirikan pada tahun 1946 di Genewa, Swiss. Tujuan pendiriannya adalah untuk mengembangkan standarisasi di seluruh dunia. (Zulfadhli,2002)

Kata 'ISO' yang menjadi nama dari organisasi ini berasal dari bahasa Yunani yaitu 'Isos' yang berarti 'sama' atau 'equivalent'. Dalam bentuk modern kata 'Isos' kemudian ditransformasikan menjadi 'Iso' - seperti yang digunakan dalam istilah Isotermis (kesamaan panas), Isobar (kesamaan tekanan), dll. Kata ini diadopsi oleh Organisasi Internasional untuk Standarisasi menjadi nama dari organisasinya di samping karena kemiripan arti kata ini dengan tujuan organisasi, juga karena kata tersebut memiliki bentuk yang paling mendekati dengan singkatan nama organisasi.

ISO merupakan federasi internasional dari badan-badan standarisasi nasional di seluruh dunia, saat ini anggotanya mencakup lebih dari 130 negara. Pekerjaan pembuatan standar internasional dilakukan oleh Komite Teknis ISO. Setiap anggota yang memiliki kepentingan terhadap suatu subjek yang akan dipersiapkan oleh Komite Teknis ISO berhak menempatkan wakilnya di dalam komite tersebut. Selain itu organisasi-organisasi internasional lainnya baik milik pemerintah atau pun non-pemerintah yang berhubungan dengan ISO juga diizinkan ikut ambil bagian dalam pekerjaan pembuatan standar internasional. Setiap draft standar internasional yang dibuat oleh Komite Teknis ISO disosialisasikan terlebih dahulu kepada seluruh anggota

Page 118: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

federasi ISO, dan baru bisa diterbitkan setelah mendapat persetujuan sedikitnya 75% dari anggota federasi.

ISO mempunyai tiga misi utama, yaitu:

18. Mengembangkan standar internasional.

19. Menyebarkan informasi tentang standar internasional.

20. Mempromosikan implementasi standar internasional.

Produk-produk ISO yang terkenal antara lain:

21. ISO 9000 Series yang memuat tentang standar Sistem Manajemen Mutu.

22. ISO 14000 Series yang memuat tentang standar Sistem Manajemen Lingkungan.

23. ISO TS 17025 yang memuat tentang standar Pengujian dan Kalibrasi di Laboratorium.

24. ISO TS 16949 yang memuat tentang standar Sistem Manajemen Mutu di industri otomotif.

25. ISO 19011 yang memuat tentang standar Audit Sistem Manajemen Mutu dan Lingkungan, standar ini digunakan untuk menggantikan ISO 10011 (Audit Sistem Manajemen Mutu) dan ISO 14010, ISO 14011, ISO 14012 (Audit Sistem Manajemen Lingkungan).

ISO 14001

Standar ini menetapkan persyaratan standar sistem manajemen lingkungan, agar suatu organisasi dapat merumuskan kebijakan dan tujuan dengan memperhitungkan persyaratan perundang-undangan dan informasi mengenai dampak lingkungan yang penting.

Standar ini dapat digunakan oleh setiap organisasi yang ingin :

26. Menerapkan, mempertahankan, dan menyempurnakan sistem manajemen lingkungan.

27. Menjamin dirinya atas kesesuaiannya dengan kebijakan lingkungan yang telah ditetapkan.

28. Membuktikan kesesuaiannya kepada pihak lain.

29. Memperoleh sertifikasi atau registrasi oleh organisasi dari pihak ketiga atas sistem manajemen lingkungannya.

Semua persyaratan dalam standar ini dimaksudkan untuk dipadukan ke dalam setiap sistem manajemen lingkungan. Seberapa jauh penerapannya akan tergantung pada beberapa faktor seperti misalnya kebijakan lingkungan dari organisasi, sifat kegiatan, dan kondisi di mana organisasi tersebut beroperasi.

Page 119: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Peraturan Perundang-undangan Berkaitan dengan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah sebagai berikut:

30. Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, tanggal 19 September 1997. Terdiri dari 11 Bab dan 52 Pasal.

31. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1999, tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

32. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 13 Tahun 1995, tentang Izin Usaha Industri.

33. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. KEP-42/MENLH/11/1994 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan.

34. KEPRES No. 10 Tahun 2000 tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.

35. KEP MENLH No. KEP-14/MENLH/3/1994 Tahun 1994, tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

36. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom.

KEP MENLH No. 07 Tahun 2001 tentang Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah.

KEP MENLH No. 117 tahun 2001, tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

METODA PENELITIAN

Variabel Penelitian dan Definisi Operasionalnya

ss. Sistem Manajemen Lingkungan

Adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan, termasuk di dalamnya mengenai struktur organisasi, perencanaan kegiatan, pertanggungjawaban, praktek, prosedur, proses, dan ketersediaan sumber daya untuk membangun penerapan, pencapaian, peninjauan, dan pemeliharaan kebijaksanaan lingkungan yang ada.

Efektivitas Sistem Manajemen Lingkungan

Adalah derajat keberhasilan suatu organisasi dalam usaha untuk mencapai apa yang menjadi tujuan organisasi tersebut, baik ditinjau dari segi kuantitas hasil kerjanya dan kualitasnya.

Jenis Penelitian

Page 120: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

tt. Penelitian Kepustakaan

Yaitu dengan menggunakan buku-buku literatur, artikel, majalah, dan tulisan-tulisan yang berkaitann dengan penelitian. Selain itu juga dengan membaca penelitian-penelitian terdahulu, khususnya mengenai penerapan sistem manajemen lingkungan.

Penelitian Lapangan

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data dengan melakukan peninjauan secara langsung ke lokasi PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan yang menjadi objek penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

uu. Observasi

Melihat dan mengamati secara langsung praktek proses produksi dari pabrik di PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan. Dalam teknik ini akan dicatat pola perilaku subyek (orang), obyek (benda), atau kejadian yang sistematik tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-individu yang diteliti.

Dokumentasi

Teknik ini merupakan pengumpulan data dan keterangan yang ada berkaitan dengan penelitian. Mempelajari dokumen-dokumen yang terkait dengan sistem manajemen lingkungan.

Komunikasi (Wawancara)

Pada teknik wawancara dilakukan pengumpulan data dengan mengadakan komunikasi langsung atau wawancara dengan pihak-pihak yang berkenaan dengan pelaksanaan sistem manajemen lingkungan yang dijalankan perusahaan berkaitan dengan objek penelitian.

Metode Analisis

vv. Dalam membahas penelitian ini digunakan metode analisis sebagai berikut:

37. Analisis Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan

Kriteria yang digunakan untuk melakukan analisis terhadap sejauh mana perusahaan

telah menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan digunakan ISO 14000 Mini Gap

Analysis yang terdiri dari enam belas pernyataan berdasarkan standar ISO 14001

(lampiran 1). Analisis ini dipilih untuk melihat dan menilai kehandalan manajemen

lingkungan perusahaan. Karena asumsinya standar ISO 14001 adalah standar tertinggi

untuk pengelolaan lingkungan sehingga atas acuan itulah perusahaan dapat dinilai

penerapan sistem manajemen lingkungannya.

Adapun kepatuhan perusahaan terhadap tiap pernyataan memiliki skor berikut :

Skor 0 = perusahaan sama sekali belum memenuhi persyaratan

Page 121: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Skor 1 = perusahaan telah memenuhi beberapa persyaratan

Skor 2 = perusahaan telah memenuhi setengah dari persyaratan

Skor 3 = perusahaan telah memenuhi sebagian besar persyaratan

Skor 4 = perusahaan telah memenuhi seluruh persyaratan

Jawaban dari enam belas pernyataan tersebut akan dimasukkan ke dalam Mini

Gap Analysis melalui internet. Untuk menilai penerapan sistem manajemen lingkungan

pada perusahaan berdasarkan standar ISO 14001 dengan Mini Gap Analisis digunakan

kategori berdasarkan pengelompokkan hasil dari jawaban enam belas pernyataan

tersebut yang ditunjukkan pada Tabel 3.

(Tabel 1 di sini)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Objek Penelitian

Setiap perusahaan yang didirikan di suatu daerah pasti mempunyai dampak kepada masyarakat sekitarnya, pemerintah daerah dan negara, hal ini dapat terlihat dari peranannya dalam peraturan bisnis, sosial, dan ekonomi yang secara langsung meupun tidak dilakukan oleh perusahaan dalam melaksanakan aktivitas perusahaan khsusnya PT Coca Cola Bottling Indonesia.

ww. Tujuan Sosial

Kebijaksanaan PT Coca Cola Bottling Indonesia selain mencari untung juga mempunyai sifat

sosial, sifat ini secara langsung maupun tidak dapat terjadi sebagai dampak dari

kebijaksanaan yang diambil tersebut, karena yang mengambil kebijaksanaan itu adalah juga

makhluk sosial adanya.

Tujuan sosial PT Coca Cola Bottling Indonesia adalah sebagai berikut:

38. Penyerapan tenaga kerja

Dengan didirikannya perusahaan ini telah memberikan kesempatan kepada masyarakat

untuk membuka usaha sebagai pengecer, penyalur, rumah makan, warung, dan

sebagainya yang tidak termasuk sebagai pegawai tercatat pada PT Coca Cola Bottling

Indonesia dan PT Coca Cola Distribution Indonesia.

Jaminan kesejahteraan bagi karyawan

Dalam usahanya mendukung agar para karyawannya mempunyai produktivitas yang

tinggi, PT Coca Cola Bottling Indonesia juga memberikan dan membangun fasilitas-

fasilitas sebagai berikut:

Pembangunan dan pengadaan kantin, tempat ibadah mesjid, dan sarana olahraga.

Page 122: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Perlengkapan keselamatan kerja

Mengikutsertakan karyawan dalam program ASTEK yang meliputi kecelakaan, kematian, dan tunjangan hari tua.

Melaksanakan program pemerintah dalam perusahaan

Yaitu program Keluarga berencana, dimana PT Coca Cola Bottling Indonesia dalam

lomba Keluarga Berencana antar perusahaan dan industri tahun 1986/1987 se-

Kabupaten Lampung Selatan berhasil keluar sebagai Juara Harapan II.

Sponsor kegiatan

Hal ini dijalankan sebagai salah satu kegiatan rutin untuk membantu masyarakat dan

pemerintah daerah setempat selain sebagai salah satu kegiatan promosi.

Memberikan kesempatan kepada pelajar dan mahasiswa untuk melakukan kunjungan perusahaan (plant visit atau plant tour), magang, dan penelitian, serta kerja praktek. Dimana dari kegiatan tersebut dapat membuka wawasan berfikir dari para pelajar dan mahasiswa terhadap aktivitas perusahaan dan bisnis. Hal ini menguntungkan kedua belah pihak, dimana perusahaan mendapat masukan atau saran dan kepada yang melakukan penelitian mendapat ilmu praktis tentang PT Coca Cola Bottling Indonesia.

Tujuan Ekonomi

PT Coca Cola Bottling Indonesia selalu berusaha memenuhi pemintaan para konsumennya dengan berusaha menjaga kualitas dan menambah kuantitas penjualannya. Upaya ini dilakukan dengan memadukan antara sumber daya alam dan sumber daya manusia yang merupakan hal yang utama dengan ilmu pengetahuan yang khas yang menghasilkan suatu produk yang mempunyai cita rasa tersendiri.

Dari hasil produksi itulah didapat suatu pengaruh yang bersifat ekonomis, diantaranya:

39. Pemasukan bagi devisa negara

40. Dengan berdirinya PT Coca Cola Bottling Indonesia, pemerintah mendapat penambahan dalam pemasukan devisa negara dari sektor non-migas. Hal ini dapat terjadi karena setiap produk yang dihasilkan dikenakan pajak, antara lain dari sektor pajak dan cukai atas barang produksi, dari sektor ini saja perusahaan telah mampu menyetor pada kas negara.

41. Sumber pendapatan

Sebagai perusahaan yang sedang menjalankan aktivitasnya, PT Coca Cola Bottling

Indonesia sangat membutuhkan tenaga kerja sebagai subjek untuk merencanakan,

menjalankan, mengelola, dan mengawasi seluruh aktivitas perusahaan. Manusia sebagai

sumber daya tersebut yang terlibat langsung akan mendapat tambahan pendapatan

Page 123: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

secara langsung pula dan yang tidak langsung terlibat, dengan demikian dia mendapat

tambahan penghasilan seperti : agen, pedagang kecil, pengecer, dan lain-lain.

42. Kesempatan berusaha

Pengaruh lain yang secara tidak langsung dirasakan oleh masyarakat adalah terbukanya

lapangan pekerjaan bidang lain, di antaranya:

Bidang pertanian

Dalam bidang ini adalah pertanian tebu yang merupakan bahan dasar dari pembuatan gula, hal ini membantu masyarakat untuk berusaha menanam tebu atau menjadi pegawai pabrik gula.

Bidang industri

Banyak perusahaan jasa yang membantu terlaksananya pemasaran produk dari PT

Coca Cola Bottling Indonesia, antara lain: 1) Perusahaan angkutan, baik PJKA

maupun angkutan truk untuk membawa hasil produksi ke semua warehouse; 2)

Biro jasa advertising; 3) Biro jasa hukum, dan lain-lain.

Proses Produksi

Proses pembuatan minuman ringan Coca Cola, Sprite, Fanta, dan Frestea:

xx. Air

Air yang akan digunakan untuk pembuatan Coca Cola, Sprite, Fanta, dan Frestea diambil dari sumur bor dengan kedalaman lebih kurang 60-150 meter, tapi seiring dengan keberadaan air, saat ini PT Coca Cola Bottling Indonesia membeli air murni sesuai dengan kebutuhan produksi dan standarisasi produk.

yy. Water Treatment

Air yang akan digunakan untuk proses pencucian dan pembilasan botol diolah dalam unit penyaringan pasir dan pelunakan yang kemudian ditambahkan larutan kaporit yang berfungsi sebagai pembunuh kuman. Air yang akan digunakan untuk proses produksi diolah atau disterilkan dalam “Precipitator” dengan menambahkan bahan kimia ferro sulfat, calcium Hidroksida dan kaporit. Kemudian dilewatkan dalam unit penyaringan pasir, karbon, dan micran filter.

zz. Refined Sugar

Gula yang digunakan untuk proses produksi adalah gula tebu 100% kualitas SHS-IA.

aaa. Simple Syrup

Refined sugar dicampur dengan air olah yang telah steril dengan perbandingan tertentu untuk mendapatkan simple syrup.

bbb. Filter Press dan Ultraviolet Lamp

Page 124: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Symple syrup yang sudah jadi dilewatkan melalui sebuah filter yang diberi bahan pembantu penyaringan (activated carbon dan hydro supercell) untuk memastikan kejernihan, bau dan rasa, lalu dilewatkan pada unit sterilizer ultraviloet lamp.

ccc. Concentrate

Merupakan biangnya bahan yang didatangkan dari PT Coca Cola Indonesia di Jakarta.

ddd. Final Syrup

Simple syrup dicampur dengan air steril dan concentrate dengan perbandingan tertentu untuk mendapatkan final syrup.

eee. Karbondioksida (CO2)

CO2 dengan kemurnian tinggi berfungsi sebagai penyegar sekaligus pengawet.

fff. De Aerator-Proportioner Carbo Cooler

Dalam proses ini terjadi pemisahan udara dari air steril yang disebut dengan de aereted water. Kemudian de aereted water dan final syrup dicampur dengan perbandingan tertentu dalam unit proportioner, campuran ini kemudian didinginkan dan ditambah CO2 dalam unit carbo cooler.

ggg. Truk

Untuk mengangkut botol kosong dari konsumen ke pabrik dan untuk mendistribusikan produk ke konsumen.

hhh. Forklift

Dengan bantuan forklift, botol kosong dari konsumen yang disusun di atas pallet diangkat uncaser.

iii. Uncaser

Botol kosong dari pallet dibawa oleh ban berjalan menuju ke mesin pencuci botol.

jjj. Pre-Infeed Inspection

Pada bagian ini botol kosong diteliti oleh inspectors sebelum masuk ke mesin pencuci (washer). Botol yang tidak sesuai spesifikasi ketentuan dipisahkan.

kkk. Case

Case atau peti yang telah kosong digunakan lagi untuk tempat produk yang sudah jadi.

lll. Bottle Washer

Di dalam mesin ini botol secara menyeluruh (seluruh bagian) dibersihkan dan disterilkan menggunakan larutan coustic soda yang bersuhu tinggi. Proses pencucian diakhiri dengan menggunakan air yang telah diolah atau digunakan.

mmm. Empty Bottle Inspection

Botol yang telah dicuci diperiksa lagi secara teliti.

Page 125: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

nnn. Filler dan Crowner

Pada tahap ini produk secara otomatis diisikan dalam botol-botol steril, sekaligus penutupannya.

ooo. Full Product Inspection

Setiap botol yang telah diisi dan ditutup, secara teliti diperiksa kembali sebelum dipasarkan.

ppp. Packaging

Produk yang telah diperiksa dimasukkan ke dalam peti-peti untuk selanjutnya disusun di atas pallet.

qqq. Forklift

Forklift membawa produk yang telah tersusun di atas pallet menuju gudang penyimpanan.

Analisis dan Pembahasan

a. Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan pada PTCoca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan Sistem manajemen lingkungan yang diterapkan di PT Coca Cola Bottling Indonesia adalah

sebagai berikut:

43. Kebijakan Lingkungan (Klausal 4.2)

Manajemen puncak telah menetapkan kebijakan lingkungan organisasi dan memastikan

bahwa kebijakan dalam lingkup sistem manajemen lingkungannya. Hal ini terbukti

dengan adanya dokumen CMS-MGM-J-P-001 yang mengatur tentang sistem dan

pelaksanaan kebijakan lingkungan. Perusahaan telah mensosialisasikan kebijakan

manual kepada seluruh karyawan perusahaan dengan memasang kebijakan tersebut di

tempat-tenpat penting. Kebijakan lingkungan tersebut memberi cara kerja terstruktur

dalam pengelolaan lingkungan yang efektif dari lingkungan perusahaan. Isi dari

kebijakan lingkungan tersebut dapat dilihat pada lampiran 2.

Perencanaan (Klausal 4.3)

a) Aspek Lingkungan (Klausal 4.3.1) Terdapat prosedur identifikasi dan evaluasi dampak penting lingkungan yang

diterapkan oleh perusahaan yang dapat ditunjukkan dalam dokumen EMS-ASP-2-P-

001. Terdiri dari daftar aspek dan dampak lingkungan, dan daftar dampak signifikan

terhadap lingkungan. Aspek lingkungan dari masing-masing unit kerja telah

teridentifikasi dengan baik.

b) Pemeriksaan (Klausal 4.5) c) Pemantauan dan Pengukuran (Klausal 4.5.1)

Page 126: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Prosedur pemantauan dan pengukuran terdapat pada dokumen (EMS-MON-J-P-001).

Perusahaan menetapkan, menerapkan, dan memelihara prosedur tersebut untuk

secara berkala memantau dan mengukur pokok operasinya yang dapat menimbulkan

dampak lingkungan penting. Prosedur tersebut termasuk pendokumentasian

informasi untuk memantau kinerja, pengendalian operasional yang berlaku dan

pemenuhan tujuan dan sasaran lingkungan perusahaan. Perusahaan juga

memastikan agar peralatan pemantauan dan pengukuran diverifikasi, digunakan, dan

dipelihara, serta menyimpan rekaman yang terkait.

d) Ketidaksesuaian, tindakan perbaikan, dan pencegahan (Klausal 4.5.2) Perusahaan menetapkan, menerapkan, dan memelihara prosedur untuk menangani

ketidaksesuaian yang potensial maupun yang nyata terjadi, serta melaksanakan

tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan dimana prosedurnya terdapat dalam

dokumen CMS-QAS-J-P-006). Tindakan yang dilaksanakan memadai terkait dengan

besarnya masalah dan dampak lingkungan yang dihadapi.

e) Rekaman (Klausal 4.5.3) Perusahaan menetapkan dan memelihara rekaman yang diperlukan untuk

pemenuhan persyaratan sistem manajemen lingkungan, dalam dokumen CMS-REC-J-

P-001. Prosedur diterapkan untuk pengidentifikasian, penyimpanan, perlindungan,

pengambilan, penahanan, dan pembuangan rekaman. Rekaman terjaga agar tetap

terbaca, teridentifikasi, dan terlacak.

Audit Sistem Manajemen Lingkungan

Perusahaan mengimplementasikan prosedur audit lingkungan yang terdapat dalam dokumen

CMS-AUD-J-P. Prosedur tersebut digunakan untuk menentukan atau menguji apakah sistem

manajemen lingkungan berjalan sesuai dengan yang direncanakan dan ISO 14001. Hasil audit

disampaikan kepada manajemen untuk ditindaklanjuti. Temuan hasil audit diperbaiki dan

digunakan sebagai bahan untuk tinjauan manajemen. Program audit yang disusun mencakup

semua aktivitas, frekuensi audit, mempertimbangkan aktivitas yang berdampak penting dan

hasil audit sebelumnya, dan mempertimbangkan kemungkinan untuk mengaudit ulang temuan

yang dianggap penting.

Tinjauan Manajemen (Klausal 4.6)

Manajemen puncak meninjau sistem manajemen lingkungan perusahaan pada jangka

waktu tertentu, untuk memelihara kesesuaian, kecukupan, dan efektivitas sistem yang

berkelanjutan. Tinjauan termasuk mengkaji kesempatan untuk perbaikan dan keperluan

untuk melakukan perubahan pada sistem manajemen lingkungan, termasuk kebijakan

lingkungan, tujuan, dan sasaran lingkungan. Rekaman tinjauan manajemen disimpan dalam

dokumen CMS-MGM-J-P-003.

Page 127: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Analisis Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan pada PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan

44. Analisis Data Sistem Manajemen Lingkungan

Berdasarkan kuisioner yang dipenuhi oleh perusahaan mengenai penerapan audit lingkungan yang telah dilakukan dari tahun 2001 sampai dengan 2006 didapat data-data berdasarkan data pada Tabel 2.

Data kuisioner tersebut kemudian dimasukkan ke dalam ISO 14001 Mini Gap Analysis (lampiran 5). Hasil dari tingkat penerapan Sistem Manajemen Lingkungan perusahaan dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan pengamatan, wawancara, dan melihat langsung dokumen-dokumen yang ada oleh peneliti didapat hasil crosscheck yang sedikit berbeda yaitu pada tahun 2001. Data hasil penelitian berdasarkan lampiran 4 diolah menjadi data pada Tabel 4.

Data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam ISO 14001 Mini Gap Analysis (lampiran 6). Hasil dari tingkat penerapan Sistem Manajemen Lingkungan perusahaan dapat dilihat pada Tabel 5.

Pengambilan Keputusan

H1: Sistem manajemen lingkungan pada PT Coca Cola Bottling Indonesia di

Lampung Selatan sudah diterapkan dengan baik (memadai).

Berdasarkan hasil ISO Mini Gap Analysis pada Tabel 9 diperoleh hasil sebesar 99,74%. Hal ini menunjukkan bahwa sistem manajemen lingkungan pada PT Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan telah diterapkan dengan sangat baik sehingga Ho ditolak dan Hi diterima.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat mengambil simpulan sebagai berikut :

1. Penerapan sistem manajemen lingkungan perusahaan telah sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang ditetapkan standar ISO 14001 berdasarkan SNI 19-14001-2005 tentang Sistem Manajemen Lingkungan-Persyaratan dan Panduan Penggunaan.

Page 128: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

2. Berdasarkan hasil ISO 14001 Mini Gap Analysis didapat kesimpulan bahwa sistem manajemen lingkungan pada PT. Coca Cola Bottling Indonesia di Lampung Selatan sudah diterapkan dengan sangat baik dan memenuhi persyaratan ISO 14001.

3. Kegiatan sistem manajemen lingkungan selalu dilaksanakan dan diawasi selama satu kali dalam setahun oleh badan sertifikasi sistem manajemen lingkungan yang telah memperoleh badan akreditasi nasional dan oleh internal audit lingkungan. Kegiatan pemeriksaan dilakukan untuk mengkaji setiap perubahan pada sistem manajemen lingkungan dan menjamin bahwa tindakan perbaikan yang diperlukan sebagai hasil pemeriksaan sebelumnya telah dilaksanakan.

Saran

Dari hasil penelitian terhadap penerapan sistem manajemen lingkungan, dapat diberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Diharapkan agar kelemahan pada klausal-klausal Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 dapat tidak meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilakukan dengan lebih intensif melakukan pembenahan terhadap masalah dari sistem yang telah ada.

2. Agar perusahaan dalam memperbaiki kelemahan dalam sistem manajemen lingkungan.dilakukan secara berkala, tidak hanya dilakukan pada saat mendekati waktu pelaksanaan audit lingkungan.

REFERENSI

Badan Standardisasi Nasional (BSN), 2005, SNI 19-14001-2005, 2005, Sistem Manajemen

Lingkungan

Handoko, T. Hani, 2003, Manajemen Jilid 2, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta.

ISO 14001, 1997, ISO 14001 Mini Gap Analysis, www.trst.com

Kodrat, Kimberly .F, 2002, Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001, www.sainsipb.com

Purwanto, Andi. T, 2004, Manajemen Lingkungan: Dulu, Sekarang, dan Masa Depan,

http://andietri.tripod.com/index.htm

Ritonga, M. Syafi’i, 2004, Audit Terhadap Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada Industri-

industri di Lampung Selatan, Hasil Penelitian, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Lampung.

Umar, Husain, 1998, Riset Akuntansi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, 1997, 41 hlm.

Zulfadhli, 2003, Memahami Persyaratan-persyaratan ISO 9001:2000, www.bsn.or.id

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor Kep-42/Menlh/11/94

Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan Hidup, 1994, 10 hlm

Page 129: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

Standar Profesional Akuntan Publik Per 1 Januari 2001, 2001, Salemba Empat, Jakarta

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung, 2005, Penerbit Universitas Lampung,

Bandar Lampung, 44 hlm

PQM Consultant: Internal Environmental Audit Based on ISO 19011:2002, 2003, www.pqm-

iris.co.id

Page 130: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

LAMPIRAN

Tabel 1. Kategori penilaian penerapan sistem manajemen lingkungan berdasarkan ISO 14001 Mini Gap Analysis

KELOMPOK PERSENTASE NILAI KATEGORI PENILAIAN

I < 14% Sangat kurang

II 15% - 39% Kurang

III 40% - 59% Cukup

IV 60% - 84% Baik

V 85% - 99% Sangat baik

VI 100% Sertifikasi

Sumber : www.trst.com

Tabel 2. Persyaratan ISO 14001 yang Telah Dipenuhi oleh Perusahaan

No Pernyataan Tingkat Kepatuhan

2001 2002 2003 2004 2005 2006

1 Kebijakan Lingkungan 4 4 4 4 4 4

2 Aspek-aspek Lingkungan 4 4 4 4 4 4

3 Persyaratan hukum dan Lainnya 4 4 4 4 4 4

4 Tujuan dan Target 4 4 4 4 4 4

5 Program Manajemen

Lingkungan 4 4 4 4 4 4

6 Struktur dan Tanggung Jawab 4 4 4 4 4 4

7 Pelatihan, Kewaspadaan, dan

Kompetensi 4 4 4 4 4 4

8 Komunikasi 4 4 4 4 4 4

Page 131: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

9 Dokumentasi SML 4 4 4 4 4 4

10 Kontrol Dokumen 4 4 4 4 4 4

11 Kesiapan dan Respon Darurat 4 4 4 4 4 4

12 Monitoring dan Pengukuran 4 4 4 4 4 4

13 Pencegahan dan Perbaikan

Penyimpangan 4 4 4 4 4 4

14 Catatan/Rekaman 4 4 4 4 4 4

15 Audit SML 4 4 4 4 4 4

16 Review Manajemen 4 4 4 4 4 4

Sumber : Kuisioner Sistem Manajemen Lingkungan (data diolah)

Tabel. 3. Tingkat Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan Perusahaan (hasil kuisioner) Berdasarkan ISO Mini Gap Analysis

No. Tahun Persentase Nilai Kategori

1. 2001 100 Sertifikasi

2. 2002 100 Sertifikasi

3. 2003 100 Sertifikasi

4. 2004 100 Sertifikasi

5. 2005 100 Sertifikasi

6. 2006 100 Sertifikasi

Rata-rata 100 Sertifikasi

Tabel 4. Persyaratan ISO 14001 yang Telah Dipenuhi oleh Perusahaan Berdasarkan Hasil Crosscheck Peneliti

No Pernyataan Tingkat Kepatuhan

Page 132: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

2001 2002 2003 2004 2005 2006

1 Kebijakan Lingkungan 4 4 4 4 4 4

2 Aspek-aspek Lingkungan 4 4 4 4 4 4

3 Persyaratan hukum dan Lainnya 4 4 4 4 4 4

4 Tujuan dan Target 4 4 4 4 4 4

5 Program Manajemen

Lingkungan 4 4 4 4 4 4

6 Struktur dan Tanggung Jawab 4 4 4 4 4 4

7 Pelatihan, Kewaspadaan, dan

Kompetensi 4 4 4 4 4 4

8 Komunikasi 4 4 4 4 4 4

9 Dokumentasi SML 4 4 4 4 4 4

10 Kontrol Dokumen 4 4 4 4 4 4

11 Kesiapan dan Respon Darurat 4 4 4 4 4 4

12 Monitoring dan Pengukuran 4 4 4 4 4 4

13 Pencegahan dan Perbaikan

Penyimpangan 4 4 4 4 4 4

14 Catatan/Rekaman 4 4 4 4 4 4

15 Audit SML 4 4 4 4 4 4

16 Review Manajemen 3 4 4 4 4 4

Sumber : Hasil Penelitian Sistem Manajemen Lingkungan (data diolah)

Tabel 5. Tingkat Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan Perusahaan (hasil crosscheck) Berdasarkan ISO Mini Gap Analysis

No. Tahun Persentase Nilai Kategori

Page 133: K EUANGAN - Universitas Lampungakuntansi.feb.unila.ac.id/wp-content/uploads/2020/01/JAK... · 2020. 1. 2. · audit (audit trail) tidak dapat dilihat secara langsung. Oleh karena

1. 2001 98,44 Sangat Baik

2. 2002 100 Sertifikasi

3. 2003 100 Sertifikasi

4. 2004 100 Sertifikasi

5. 2005 100 Sertifikasi

6. 2006 100 Sertifikasi

Rata-rata 99,74 Sangat Baik