jurnal teknik pomits vol. x, no. x, (2013) issn: 2337...

6
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 AbstrakMeski kegiatan eksplorasi panas bumi dikenal sebagai energi ramah lingkungan, namun tetap berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Salah satu upaya yang bisa dilakukan ialah meminimalisir dampak negatif dengan melakukan prediksi pemantauan lingkungan berdasarkan kondisi eksisting wilayah tersebut. Pada penelitian ini, dilakukan studi pemantauan lingkungan kegiatan eksplorasi panas bumi Blawan-Ijen di Kecamatan Sempol, Kabupaten Bondowoso. Studi pemantauan lingkungan dilakukan dengan cara menganalisa rona lingkungan awal daerah penelitian untuk mengetahui kondisi fisik lingkungan serta memprediksi daerah potensi bencana longsor, banjir dan pencemaran udara. Setelah itu dilakukan permodelan fitur-fitur spasial seperti lokasi pengeboran, pembukaan akses jalan, pembuatan jalur pipa menggunakan software ArcGIS dengan berpedoman pada matriks pemantauan lingkungan dalam dokumen UKL-UPL proyek panas-bumi Blawan-Ijen. Output dari penelitian ini adalah prediksi secara spasial mengenai pemantauan dampak negatif yang mungkin terjadi akibat diadakannya proyek eksplorasi geothermal dalam suatu geodatabase. Melalui penelitian ini didapatkan lokasi prioritas dan bukan prioritas untuk dilakukan pemantauan. Ditentukan 15 titik yang direkomendasikan untuk dijadikan lokasi pemantauan lingkungan yang ditinjau dari dampak negatif lingkungan yang mungkin terjadi. Kata kunci---Panas Bumi, Blawan-Ijen, Sempol, Pemantauan Lingkungan, UKL-UPL, Sistem Informasi Geografis, ArcGIS, Geodatabase I. PENDAHULUAN emantauan merupakan kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus, sistematis dan terencana. Pemantauan dilakukan terhadap komponen lingkungan yang relevan untuk digunakan sebagai indikator untuk mengevaluasi penaatan, kecenderungan, dan tingkat kritis dari suatu pengelolaan lingkungan hidup. Pemantauan lingkungan hidup dapat digunakan untuk memahami fenomena-fenomena yang terjadi guna memahami perilaku dampak yang timbul akibat usaha dan atau kegiatan [1]. Obyek studi dalam penelitian ini ialah kegiatan eksplorasi panas bumi Blawan-Ijen di Kecamatan Sempol, Kabupaten Bondowoso. Dengan mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 24 tahun 2009 bahwa aspek lingkungan yang harus diperhatikan dalam pemantauan lingkungan terkait batas ekologis ialah persebaran/ pencemaran dan/ atau dampak melalui media air, udara, dan tanah. Dalam penelitian ini dilakukan optimasi pengolahan data DEM sehingga dapat menghasilkan data olahan yang menunjang, yakni berupa data ketinggian wilayah, kelerengan, arah lereng, basin, arah aliran, arah akumulasi aliran, dll. Data olahan tersebut kemudian dianalisa untuk mendapatkan prediksi lokasi potensi bencana erosi, dan banjir. Sedangkan untuk prediksi daerah potensi pencemaran udara diperoleh melalui integrasi Peta Arah Angin dan data sampel pengukuran udara. Beberapa data lain seperti Peta Tutupan Lahan, Data Iklim, Dokumen RTRW, Dokumen UKL-UPL, serta data penunjang lainnya digunakan untuk membuat Permodelan Pemantauan Lingkungan berdasarkan Matriks Pemantauan Lingkungan. Output dari penelitian ini sederhananya merupakan model yang lebih nyata dan aktual dari dokumen UKL-UPL, khususnya dalam pemantauan lingkungan. Dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis memungkinkan untuk dilakukan analisa melalui integrasi dari berbagai jenis data, baik itu data spasial maupun data nonspasial menjadi suatu informasi baru yang sangat dibutuhkan dalam upaya pemantauan lingkungan yang baik, sehingga dampak lingkungan dapat teridentifikasi dan memiliki solusi. Hasil dari penelitian ini nantinya dapat menjadi pertimbangan pengambilan keputusan serta sebagai bahan evaluasi mengenai pengelolaan lingkungan. II. METODOLOGI PENELITIAN Lapangan panas bumi Blawan-Ijen berlokasi di Kecamatan Sempol pada koordinat 7°8°7,69° 114°3°22,9° dan 8°7°34,3° 114°15°35,29° . Luas area Kecamatan Sempol mencapai 217,20 km 2 . Secara geografis, Kecamatan Sempol terletak pada ketinggian antara 1.050 hingga 1.500 meter di atas permukaan laut. Perancangan penelitian ini terbagi dalam tiga tahap. Tahap- tahap tersebut terdiri dari pengumpulan data, pengolahan data serta hasil dan analisa. Berikut adalah diagram alir pengolahan data: Studi Pemantauan Lingkungan Eksplorasi Geothermal di Kecamatan Sempol Kabupaten Bondowoso dengan Sistem Informasi Geografis Aldila Dea Ayu Permata 1) , M. Taufik 2) , Widya Utama 3) Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: [email protected] P

Upload: hoangnhan

Post on 06-Feb-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337 …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-32465-3509100022-Paper.pdf · matriks pemantauan lingkungan dalam dokumen UKL-UPL proyek

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

1

Abstrak−Meski kegiatan eksplorasi panas bumi dikenal sebagai energi ramah lingkungan, namun tetap berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Salah satu upaya yang bisa dilakukan ialah meminimalisir dampak negatif dengan melakukan prediksi pemantauan lingkungan berdasarkan kondisi eksisting wilayah tersebut. Pada penelitian ini, dilakukan studi pemantauan lingkungan kegiatan eksplorasi panas bumi Blawan-Ijen di Kecamatan Sempol, Kabupaten Bondowoso.

Studi pemantauan lingkungan dilakukan dengan cara menganalisa rona lingkungan awal daerah penelitian untuk mengetahui kondisi fisik lingkungan serta memprediksi daerah potensi bencana longsor, banjir dan pencemaran udara. Setelah itu dilakukan permodelan fitur-fitur spasial seperti lokasi pengeboran, pembukaan akses jalan, pembuatan jalur pipa menggunakan software ArcGIS dengan berpedoman pada matriks pemantauan lingkungan dalam dokumen UKL-UPL proyek panas-bumi Blawan-Ijen. Output dari penelitian ini adalah prediksi secara spasial mengenai pemantauan dampak negatif yang mungkin terjadi akibat diadakannya proyek eksplorasi geothermal dalam suatu geodatabase.

Melalui penelitian ini didapatkan lokasi prioritas dan bukan prioritas untuk dilakukan pemantauan. Ditentukan 15 titik yang direkomendasikan untuk dijadikan lokasi pemantauan lingkungan yang ditinjau dari dampak negatif lingkungan yang mungkin terjadi.

Kata kunci---Panas Bumi, Blawan-Ijen, Sempol, Pemantauan Lingkungan, UKL-UPL, Sistem Informasi Geografis, ArcGIS, Geodatabase

I. PENDAHULUAN emantauan merupakan kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus, sistematis dan terencana. Pemantauan

dilakukan terhadap komponen lingkungan yang relevan untuk digunakan sebagai indikator untuk mengevaluasi penaatan, kecenderungan, dan tingkat kritis dari suatu pengelolaan lingkungan hidup. Pemantauan lingkungan hidup dapat digunakan untuk memahami fenomena-fenomena yang terjadi guna memahami perilaku dampak yang timbul akibat usaha dan atau kegiatan [1]. Obyek studi dalam penelitian ini ialah kegiatan eksplorasi panas bumi Blawan-Ijen di Kecamatan Sempol, Kabupaten Bondowoso. Dengan mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 24 tahun 2009 bahwa aspek

lingkungan yang harus diperhatikan dalam pemantauan lingkungan terkait batas ekologis ialah persebaran/ pencemaran dan/ atau dampak melalui media air, udara, dan tanah. Dalam penelitian ini dilakukan optimasi pengolahan data DEM sehingga dapat menghasilkan data olahan yang menunjang, yakni berupa data ketinggian wilayah, kelerengan, arah lereng, basin, arah aliran, arah akumulasi aliran, dll. Data olahan tersebut kemudian dianalisa untuk mendapatkan prediksi lokasi potensi bencana erosi, dan banjir. Sedangkan untuk prediksi daerah potensi pencemaran udara diperoleh melalui integrasi Peta Arah Angin dan data sampel pengukuran udara. Beberapa data lain seperti Peta Tutupan Lahan, Data Iklim, Dokumen RTRW, Dokumen UKL-UPL, serta data penunjang lainnya digunakan untuk membuat Permodelan Pemantauan Lingkungan berdasarkan Matriks Pemantauan Lingkungan. Output dari penelitian ini sederhananya merupakan model yang lebih nyata dan aktual dari dokumen UKL-UPL, khususnya dalam pemantauan lingkungan. Dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis memungkinkan untuk dilakukan analisa melalui integrasi dari berbagai jenis data, baik itu data spasial maupun data nonspasial menjadi suatu informasi baru yang sangat dibutuhkan dalam upaya pemantauan lingkungan yang baik, sehingga dampak lingkungan dapat teridentifikasi dan memiliki solusi. Hasil dari penelitian ini nantinya dapat menjadi pertimbangan pengambilan keputusan serta sebagai bahan evaluasi mengenai pengelolaan lingkungan.

II. METODOLOGI PENELITIAN Lapangan panas bumi Blawan-Ijen berlokasi di Kecamatan Sempol pada koordinat 7°8°7,69° 𝐿𝑆 114°3°22,9° 𝐵𝑇 dan 8°7°34,3° 𝐿𝑆 114°15°35,29° 𝐵𝑇. Luas area Kecamatan Sempol mencapai 217,20 km2. Secara geografis, Kecamatan Sempol terletak pada ketinggian antara 1.050 hingga 1.500 meter di atas permukaan laut. Perancangan penelitian ini terbagi dalam tiga tahap. Tahap-tahap tersebut terdiri dari pengumpulan data, pengolahan data serta hasil dan analisa. Berikut adalah diagram alir pengolahan data:

Studi Pemantauan Lingkungan Eksplorasi Geothermal di Kecamatan Sempol Kabupaten

Bondowoso dengan Sistem Informasi Geografis

Aldila Dea Ayu Permata1), M. Taufik2), Widya Utama3) Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: [email protected]

P

Page 2: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337 …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-32465-3509100022-Paper.pdf · matriks pemantauan lingkungan dalam dokumen UKL-UPL proyek

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

2

Gambar 1. Diagram Alir Pengolahan Data

Tahap pertama yakni melakukan digitasi kontur peta RBI Kecamatan Sempol skala 1 : 25.000 menjadi format vektor (.shp). Kemudian dilakukan konversi format vektor ke raster dengan menggunakan tools 3D Analyst >> Raster Interpolation >> Topo to Raster sehingga menghasilkan Raster DEM (Digital Elevation Model). Peta Kelerengan dan Peta Ketinggian dibuat dengan mengolah DEM menggunakan 3D Analyst tools sedangkan Peta Aliran Air dan Peta Batas Air dibuat dengan menggunakan Hydrology Tools. Kemudian dilakukan Prediksi Daerah Rawan Erosi serta prediksi daerah rawan banjir.

Zona Prioritas Pemantauan adalah pengklasifikasian area berdasarkan prioritas aman atau tidaknya untuk digunakan sebagai lokasi kegiatan eksplorasi geothermal tahap lanjut dengan berpedoman pada dokumen UKL-UPL serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup. Klasifikasi kriteria dilakukan dengan metode analisis boolean intersect. Pada setiap peta yang dibuat, area studi diklasifikasikan kedalam dua kelas, sesuai dan tidak sesuai. Overlay yang dilakukan meliputi Peta Tutupan Lahan Daerah Eksplorasi Geothermal, Peta Kelerengan, Peta Ketinggian, Peta Jenis Tanah, dan Data Curah Hujan dapat diketahui Peta Daerah Rawan Erosi, kemudian dengan melakukan overlay Peta Aliran Air, Peta Batas Air dan dengan bantuan data-data sekunder seperti data kejadian bencana data pengelolaan lingkungan. Permodelan pemantauan lingkungan

dibuat berdasarkan matriks pemantauan lingkungan dalam dokumen UKL-UPL kegiatan eksplorasi geothermal di Kec. Sempol, Kab. Bondowoso dengan memperhatikan Zona Prioritas Pemantauan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Fisik Wilayah Kecamatan Sempol terletak pada ketinggian antara 365 hingga 2936 meter di atas permukaan laut sehingga termasuk dalam daerah dataran tinggi. Sebagian besar wilayah Kecamatan Sempol (51%) memiliki ketinggian di atas 1500 mdpl yakni meliputi Desa Jampit, Desa Kalianyar dan Desa Sumberrejo. Sebagian besar wilayah di Kecamatan Sempol memiliki kelerengan berkisar antara 25-45 % dan lebih dari 45%. Sehingga bagian wilayah yang berpotensi untuk terjadi erosi relatif cukup besar. Jenis tanah di Kecamatan Sempol ada tiga macam, yakni Andosol, Latosol, dan Regosol. Secara hidrologis, Kecamatan Sempol termasuk dalam Wilayah Aliran Sungai Pekalen dan merupakan Sub DAS Banyuputih yang memiliki luas sekitar 217,2 hektar. DAS Banyuputih bersumber dari arah utara Kecamatan Sempol lalu bercabang menjadi 3 aliran sungai. Tiga aliran sungai tersebut yakni, Kali Pait, Curah Sibujuk, dan Kali Guci. Bersumber dari data iklim dari stasiun BMKG Banyuwangi (stasiun terdekat) dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, curah hujan maksimum di Kecamatan Sempol terjadi pada bulan Januari 2013 yaitu 340,1 mm. Sementara itu curah hujan minimum terjadi pada bulan September 2011, yaitu hanya 4,0 mm. B. Estimasi Daerah Potensi Bencana Kondisi fisik wilayah sebagaimana yang telah diurakan di bab sebelumnya menjadikan Kecamatan Sempol memiliki tingkat kerawanan yang cukup tinggi terhadap terjadinya bencana alam. Daerah rawan bencana alam meliputi daerah rawan erosi dan daerah rawan banjir. Estimasi daerah rawan bencana erosi dilakukan secara sederhana berdasarkan sistem klasifikasi kemampuan lahan menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/KPTS/1980. Melalui hasil overlay peta aspek kelerengan, jenis tanah, dan curah hujan maka dihasilkan peta daerah potensi erosi Kecamatan Sempol dengan empat klasifikasi kelas erosi yakni rendah 6,93%, sedang 23,39%, tinggi 49,80%, dan sangat tinggi 19,86%. Kelas potensi erosi tinggi terdapat di sebagian besar desa Jampit, sebagian desa Sumberrejo, sebagian besar desa Kalianyar dan sebagian kecil desa Kalisat.

Tabel 1. Hasil Klasifikasi Potensi Erosi

No Kelas Erosi Luas (km2) Prosentase 1 Rendah 14,451 6,93% 2 Sedang 48,790 23,39% 3 Tinggi 103,853 49,80% 4 Sangat Tinggi 41,412 19,86%

Jumlah 208,506 100% Sumber : Hasil Analisa, 2013

Page 3: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337 …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-32465-3509100022-Paper.pdf · matriks pemantauan lingkungan dalam dokumen UKL-UPL proyek

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

3

Prediksi daerah rawan banjir didapat dengan mengoverlaykan layer Basin, Arah Aliran, Arah Akumulasi Aliran. Melalui flow direction bisa didapatkan basin, flow accumulation, dan stream order. Layer-layer tersebut dioverlaykan dan dianalisa menurut literatur yang ada bahwa luasan basin yang terbesar serta stream order dengan orde terbesar merupakan daerah prioritas untuk penanganan banjir. Hasil dari proses ini divalidasi dengan data potensi banjir pada RTRW Bondowoso tahun 2011-2031 sehingga dapat disimpulkan bahwa sub-DAS Banyuputih di utara Kec. Sempol berbatasan dengan hilir DAS Sampean yang memiliki karakteristik menyempit, sementara arah akumulasi aliran bermuara ke tempat tersebut. Selain itu topografi di bagian utara Kec. Sempol datar, sehingga memungkinkan terjadi potensi banjir.

Gambar 2. Basin terluas dengan akumulasi aliran orde 9

C. Klasifikasi Zona Prioritas Pemantauan Dalam upaya untuk meminimalisir dampak negatif dari kegiatan eksplorasi geothermal maka dilakukan zonasi wilayah menjadi kategori aman dan tidak aman untuk kegiatan eksplorasi tersebut. Kesesuaian area secara fisik didapatkan dengan mengintegrasikan hasil dari proses buffering fitur-fitur yang berpengaruh secara fisik seperti jenis tutupan lahan hutan lindung, cagar alam, kelerengan dan sungai. Kesesuaian area secara sosio-ekonomi didapatkan dengan mengintegrasikan hasil dari proses buffering area pemukiman dan akses jalan. Sedangkan kesesuaian area secara teknis didapatkan dengan mengoverlapkan layer geologisnya. Setelah itu dioverlay-kan lagi dengan peta potensi bencana erosi dan banjir untuk mendapatkan klasifikasi zona prioritas pemantauan. D. Permodelan Pemantauan Lingkungan Permodelan pemantauan dilakukan dengan membuat prediksi model fitur-fitur sumber dampak sesuai dengan matriks pemantauan lingkungan. Fitur sumber dampak yang dibuat adalah meliputi Pembuatan Area Pengeboran dan Cellar dan Kolam Pembuangan, Pembuatan Akses Jalan, dan Pembuatan Jalur Pipa. Pengeboran, Pembuatan Cellar dan Kolam Pembuangan Pembuatan cellar dan kolam pembuangan dilakukan di lokasi pengeboran sehingga harus berada pada zona aman karena semua alat berat yang digunakan akan beroperasi di lokasi titik tersebut. Selain itu, penempatan cellar dan kolam pembuangan diletakkan pada lokasi yang permeabilitas tanahnya rendah. Penentuan titik pengeboran didasarkan pada

zona prioritas pemantauan yang pada bagian sebelumnya telah dijelaskan. Dalam tahap ini dilakukan plotting wilayah sebesar 100 m2 dengan melakukan buffering 5,7 meter dari titik pengeboran. Pembuatan Akses Jalan Pembuatan akses jalan meliputi pemilihan daerah berdasarkan kelerengan lahan yang paling sesuai serta pemilihan jalur akses yang tepat supaya tidak merusak banyak tumbuhan dan pepohonan. Dari hasil klasifikasi kelerengan dipilih kesesuaian lahan 0-8% dan 8-15%. Untuk tutupan lahan dipilih jenis rumput/ tanah kosong. Kemudian dilakukan plotting beberapa alternatif jalan yang memungkinkan. Selain itu, akses jalan yang dibuat harus berada jarak aman dari pemukiman. Pemilihan akses jalan yang tepat menggunakan tools Network Analyst dengan terlebih dahulu membuat Network Dataset pada Feature Datasets akses_jalan yang telah dibuat. Dari tools tersebut akan didapatkan rute terbaik dari beberapa akses jalan.

Gambar 3. Menentukan Akses Jalan dengan Network Analyst

Tools Point hitam menunjukkan lokasi site dan titik awal jalan masuk menuju Kecamatan Sempol. Logika dari analisis ini adalah untuk mendapatkan jarak terdekat dari pintu masuk Kecamatan Sempol menuju site dengan melewati zona aman berdasarkan parameter kondisi fisik wilayah dan parameter lingkungan hidup yang dipantau. Melalui proses analisis jarak dari akses jalan tersebut didapatkan rute yang sesuai yakni rute dengan akses jarak paling dekat, seperti yang dijelaskan dalam Tabel 4. dan Gambar 4. berikut.

Tabel 2. Memilih Rute Terbaik Point 4-6 Point 5-6 Point 3-6 Point 2-6

Rute 1 16905 m 14408 m 15250 m 20815 m

Rute 2 16170 m 18667 m 17824 m 9866 m

Rute Terpilih

16170 m (Rute 2)

14408 m (Rute 1)

15250 m (Rute 1)

9866 m (Rute 2)

Sumber : Hasil Analisa, 2013

Selanjutnya adalah melakukan proses buffering terhadap fitur akses jalan baru tersebut selebar +8 meter kemudian meng-intersect hasil buffer tersebut dengan layer tutupan lahan. Hingga didapatkan luasan area yang harus dibebaskan berkenaan dengan pembukaan akses jalan.

Page 4: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337 …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-32465-3509100022-Paper.pdf · matriks pemantauan lingkungan dalam dokumen UKL-UPL proyek

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

4

Pembuatan Jalur Pipa untuk Penyediaan Air Tujuan dari penentuan jalur pipa adalah untuk memastikan jalur tersebut tidak mengganggu tanaman dan kebun dan untuk meminimalisir dampak negatif lainnya. Dalam proses pengeboran dan kegiatan pendukung akan membutuhkan air dalam jumlah yang cukup besar (400 m3 setiap sumur). Lokasi sumber air yang dipilih pada dokumen UKL-UPL terletak di sekitar Gunung Geleman dan aliran mata air sumber Tancak. Untuk melakukan analisa berdasarkan poin-poin di atas, tahap pertama ialah dengan membubuhkan layer kelerengan yang relatif datar dengan kelerengan 0-8% dan kurva yang rendah (ditunjukkan dengan peta curvature). Kemudian dengan layer stream order ditentukan aliran air dengan akumulasi tinggi yakni yang memiliki orde 7-9. Karakteristik batuan bersifat permeabilitas sedang hingga rendah.

Gambar 5. Menentukan Jalur Pipa dengan Network Analyst

Tools Ditinjau dari segi ekonomis, bahwa biaya tinggi berada pada daerah perkotaan, perairan dan jalan, biaya sedang pada area hutan dan tanah basah dengan kelerengan tinggi, biaya terendah didapatkan pada area dengan lahan kosong rumput kering, vegetasi jarang, dan lahan pertanian [3]. Sehingga layer yang ditambahkan ialah layer rumput kering, vegetasi jarang, dan lahan pertanian.

E. Pemantauan Dampak Lingkungan Pada bagian ini akan dijelaskan analisis dari permodelan

pemantauan lingkungan berkenaan dengan dampak negatif lingkungan yang mungkin terjadi berdasarkan sumber dampaknya.

1. Pembebasan Lahan Sebagian besar wilayah Kecamatan Sempol merupakan perkebunan dan hutan produksi. Pembukaan area, pembangunan akses jalan, dan kegiatan operasional lainnya dari proyek eksplorasi panas-bumi akan dapat merubah kondisi fisik wilayah secara drastis. Persepsi negatif dan gangguan kamtibmas akan timbul dari penduduk Kecamatan Sempol yang mayoritas pekerjaannya di bidang perkebunan karena adanya perubahan fungsi perkebunan menjadi jalan dan lokasi pengeboran. Parameter lingkungan hidup yang dipantau adalah pemilihan jalur jalan akses yang tidak merusak banyak pepohonan/ tumbuhan. Pemantauan lingkungan yang perlu

dilakukan adalah memantau sikap dan persepsi masyarakat terkait pemilihan jalur jalan akses. Berikut adalah luasan area pembukaan lahan yang merupakan penjumlahan dari prediksi pembukaan lahan untuk akses jalan, pembuatan jalur pipa, dan pembuatan cellar dan kolam pembuangan.

Tabel 3. Prediksi Luasan Pembebasan Lahan Tutupan Lahan Luas

Semula (ha)

Luas Pembebasan Lahan (ha) Total Luas (ha)

Pengeboran

Pembuatan Jalan

Pembuatan Jalur Pipa

Hutan 8012,97 0,007 5,65 0,95 6,60 Perkebunan 2189,16 - 7,54 0,01 7,55 Tegalan 1386,63 - 0,12 0,17 0,29 Rerumputan 3384,72 0,026 11,88 1,15 13,06 Pemukiman 269,01 - 0,65 0,01 0,66 Semak Belukar 6059,88 0,018 4,74 1,37 6,13

Sumber : Hasil Analisa, 2013

2. Pembuatan Akses Jalan, Cellar dan Kolam Pembuangan Pembuatan akses jalan akan menyebabkan penurunan kualitas udara, peningkatan kebisingan, timbulnya getaran, peningkatan volume lalulintas, kecelakaan lalulintas dan gangguan pada flora dan fauna. Pembuatan cellar dan kolam pembuangan berpotensi menimbulkan gangguan pada flora dan fauna. Namun luas lahan pengeboran cukup kecil hanya 100 m2 sehingga gangguan yang besar hanya akan terjadi pada area pengeboran. Untuk kolam pembuangan dipilih tempat yang karakteristik tanah permeabilitas rendah. Penurunan Kualitas Udara Angin merupakan penentu arah dan jauhnya polutan akan tersebar. Tiupan angin barat akan mengakibatkan polutan bergerak ke arah timur. Tiupan angin kencang akan membuat polutan mampu menjangkau objek penerima dampak yang lebih jauh. Semakin kencang angin bertiup maka semakin rendah konsentrasi sebaran polutan polutan di suatu titik[6]. Berdasarkan Windrose/ Peta Arah Angin pada gambar 6, bahwa arah angin dominan pada daerah penelitian menuju ke arah selatan dengan kecepatan 4-7 knot, 1 knot setara dengan 1,852 km/jam. Maka, angin dapat berhembus ke selatan hingga radius 12,9 km tiap jamnya. Gambar 6. Windrose di

stasiun meteorologi terdekat tahun 1998-

2007

Melalui interpretasi bentang alam Kecamatan Sempol dalam tampilan DEM pada gambar 7, dapat diketahui bahwa letak site yang merupakan sumber dampak pencemaran udara berada di lereng gunung Ijen dan Raung yang menghadap ke arah barat daya sementara kawasan pemukiman terdekat berada di arah barat laut dari lokasi eksplorasi. Tanah dengan kontur tinggi, seperti bukit, gunung, dan sejenisnya, akan menyebabkan perubahan arah angin di dalam wilayah studi. Di siang hari, pemanasan lembah akan menyebabkan angin bertiup ke puncak gunung, sehingga akan terjadi hembusan angin kuat ke arah utara hingga timur laut. Pada malam hari

Page 5: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337 …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-32465-3509100022-Paper.pdf · matriks pemantauan lingkungan dalam dokumen UKL-UPL proyek

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

5

angin bertiup ke dasar gunung sehingga hembusan angin berbalik arah menuju arah barat daya hingga barat.

Gambar 7.

DEM Daerah

Eksplorasi Panas

Bumi Di Kecamatan Sempol

Kriteria dampak pencemaran udara, mengacu pada peraturan pemerintah no, 27 Tahun 1999 dan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-056/Tahun 1994. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas udara pada dokumen UKL-UPL, hasil yang diperoleh menunjukkan kualitas udara jauh di bawah baku mutu sehingga masih dapat dikatakan aman. Yang perlu dilakukan adalah memantau dampak debu dan penurunan kualitas udara dengan pengukuran secara berkala agar tidak melebihi baku mutu lingkungan. Titik pemantauan kualitas udara diletakkan di arah yang dekat dengan pemukiman untuk mengukur kandungan udara secara rutin. Peletakan cerobong asap yang sebisa mungkin tidak berada di sebelah selatan pemukiman karena hembusan angin dominan berasal dari arah selatan. Pengerjaan kegiatan eksplorasi yang menghasilkan polutan sebaiknya dilakukan di siang hari karena pada siang hari hembusan angin kuat ke arah utara hingga timur laut. Timbulnya Getaran dan Kebisingan Berdasarkan KEP-49/MENLH/11/1996 dalam Silaban (2011) mengenai baku mutu tingkat getaran bahwa kendaraan dengan muatan terbesar 1672,8 kg pada jarak 1200 -7500 m menghasilkan getaran tanah sebesar 3,9 mm/s masuk dalam kategori A, tidak menimbulkan kerusakan). Sedangkan jarak 1000 – 1100 m memiliki getaran tanah sebesar 5 mm/s masuk dalam kategori B (kemungkinan timbulnya keretakan plesteran). Dengan menggunakan tools Euclidean Distance dapat diketahui bahwa sebagian besar area pemukiman terletak pada radius kurang dari 1100 m dari akses jalan bahkan ada dua kompleks pemukiman yang terdapat pada radius kurang dari 350 m. Sehingga dampak lingkungan berupa getaran masuk dalam kategori B.

Gambar 8. Analisis Dampak Getaran pada Akses Jalan

dengan Euclidean Distance

Menurut dokumen UKL-UPL eksplorasi panas-bumi Kec. Sempol Kab. Bondowoso, bila kecepatan dump truck kurang dari 10 km/jam maka rambatan getaran yang ditimbulkan adalah kurang dari 2 m/s sehingga masuk dalam kategori A. Sedangkan bila kecepatan dump truck 40 km/jam menimbulkan rambatan getaran 5 m/s sehingga masuk dalam kategori B. Sehingga pada titik-titik tersebut perlu dilakukan pemantauan meliputi kecepatan kendaraan dump truck yang melintas. Kecepatan dump truck yang melintas pada daerah yang memiliki radius kurang dari 350 m tidak boleh lebih dari 10 km/jam, untuk menghindari kerusakan kategori B. Titik pemantauan tingkat kebisingan dipasang di kawasan pemukiman yang tidak boleh lebih dari 55 dB, kawasan ruang terbuka hijau, yakni hutan lindung serta perkebunan yang tidak boleh lebih dari 50 dB, fasilitas umum dan pemerintahan yang tidak boleh lebih dari 60 dB. Titik pemantauan lalulintas diletakkan pada jalan utama Kecamatan Sempol dan jalan yang berpotensi terjadi erosi dan banjir.

3. Penyediaan Air Penyediaan air akan menimbulkan dampak persepsi negatif masyarakat dan gangguan kamtibnas. Sebagaimana telah diulas sebelumnya bahwa sebagiaan besar wilayah Kecamatan Sempol merupakan daerah air langka, hal ini sesuai dengan hasil wawancara pada penduduk sekitar bahwa penduduk di daerah sana mayoritas mengambil dari sumber mata air Tancak dan penampungan air di saat musim kemarau. Untuk itu pengambilan air dari sumber mata air Tancak tidak dilakukan pada musim kemarau (Agustus, September, Oktober). Kemudian melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan pemerintahan, instansi terkait dan masyarakat sebelum pemasaan perpipaan.

Gambar 10. Lokasi penyediaan air

Berdasarkan Peta hidrologi yang dibuat dari hasil overlay Peta Hidrogeologi, Stream Order, dan Basin diketahui bahwa mata air Tancak termasuk dalam aliran air yang memiliki debit kategori sedang dan berada pada luasan basin kategori agak tinggi (satu tingkat dibawah kategori basin terluas). Dari aspek geologi daerah tersebut memiliki karakteristik lapisan tanah dengan permeabilitas sedang sampai tinggi, termasuk akifer

Page 6: JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337 …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-32465-3509100022-Paper.pdf · matriks pemantauan lingkungan dalam dokumen UKL-UPL proyek

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

6

daerah air tanah langka, dan komposisi litologi endapan vulkanik muda. Pada kasus ini terjadi sedikit perbedaan identitas lokasi bahwa mata air Tancak menurut dokumen UKL-UPL berada di Desa Jampit, sedangkan menurut peta RBI sungai Tancak berada di Desa Sumberrejo. Jika ditinjau dari segi geologisnya akan lebih baik jika penyediaan air diambil dari selatan Kecamatan Sempol tepatnya di Desa Jampit dengan karakteristik batuan akifer produktif setempat.

IV. KESIMPULAN

Dari penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Kondisi fisik wilayah Kecamatan Sempol memiliki

topografi yang dominan curam sehingga berpotensi terjadi bencana Longsor. Pada daerah Sub-DAS Banyuputih di utara Kec. Sempol berbatasan dengan hilir DAS Sampean yang memiliki karakteristik menyempit, sementara arah akumulasi aliran bermuara ke tempat tersebut sehingga memungkinkan terjadi banjir.

2. Peletakan cerobong asap sebisa mungkin tidak berada di sebelah selatan pemukiman karena hembusan angin dominan berasal dari arah selatan. Pengerjaan kegiatan eksplorasi yang menghasilkan polutan sebaiknya dilakukan di siang hari karena pada siang hari hembusan angin kuat ke arah utara hingga timur laut.

3. Kecepatan dump truck yang melintas pada daerah yang memiliki radius kurang dari 350 m tidak boleh berkecepatan lebih dari 10 km/jam, untuk menghindari kerusakan kategori B.

4. Sumber penyedia air memiliki karakteristik lapisan tanah yang kurang sesuai dalam segi jenis batuan (akifer daerah air tanah langka). Selain itu terjadi perbedaan identitas lokasi bahwa mata air Tancak menurut dokumen UKL-UPL berada di Desa Jampit, sedangkan menurut peta RBI sungai Tancak berada di Desa Sumberrejo. Sehingga perlu dilakukan evaluasi mengenai identitas lokasi penyediaan air.

5. Titik pemantauan getaran dipasang di sepanjang jalur akses jalan yang memiliki radius kurang dari 350 m dari pemukiman. Titik pemantauan kualitas udara diletakkan di arah yang dekat dengan pemukiman untuk mengukur kandungan udara secara rutin. Titik pemantauan tingkat kebisingan dipasang di kawasan pemukiman, hutan lindung serta perkebunan, fasilitas umum dan pemerintahan. Titik pemantauan lalu lintas diletakkan pada jalan utama Kecamatan Sempol dan jalan yang berpotensi terjadi longsor dan banjir. Titik pemantauan penyediaan air adalah di sepanjang jalur pipa yang memiliki tingkat kelerengan agak tinggi. Titik pemantauan pelaksanaan pengeboran sumur eksplorasi adalah radius 300 meter dari lokasi pengeboran.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup.

[2] Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 24 tahun 2009

[3] Delavar and Naghibi. 2003. Pipeline Routing Using Geospatial Information System Analysis. Teheran : Dept. of Surveying and Geomatic Eng.University of Tehran, Tehran, IRAN

[4] Manuhua, Devi. 2007. Estimasi Penyebaran Potensi Erosi Melalui Pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) Pada Kawasan Hutan Wisata Gunung Meja Manokwari. Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua Manokwari

[5] Pramojanee. An Application of GIS for Mapping of Flood Hazard and Risk Area in Nakorn Sri Thammarat Province, South of Thailand. South of Thailand : Prince of Songkla University.

[6] R. Jones and M. Barron. 2005. Site selection of Petroleum Pipelines: A GIS Approach to Minimize Environmental Impacts and liabilities. http://gis2.esri.com/library/userconf/proc99/proceed/papers/pap350/p350.htm, ESRI Library, 2005.php

[7] Yousefi, H. 2004. Application Of GIS In The Environtmental Impact Assessment Of Sabalan Geothermal Field, NW-Iran. Iran, Teheran: Ministry of Energy. Iran Energy Efficiency Organization

[8] Yousefi, H. 2008. GIS Integration Method For Geothermal Power Plant Siteing In Sabalan Area, NW Iran. Fukuoka, Jepang: Department of Earth Resources Engineering, Kyushu University.

[9] Yuwono, Rudi. dkk. 2008. Memprakirakan Dampak Lingkungan Kualitas Udara. Jakarta : Deputi Bidang Tata Lingkungan - Kementrian Negara Lingkungan Hidup

[10] __________2010. Flash Flood Early Warning System Reference Guide. Boulder : The University Corporation for Atmospheric Research.http://www.meted.ucar.edu/communities/hazwarnsys/haz_fflood

LAMPIRAN

Gambar 11. Peta Rawan Bencana Kegiatan Eksplorasi Panas Bumi

Gambar 12. Peta Zona Prioritas Pemantauan Kegiatan Eksplorasi Panas Bumi