jurnal tanah dan iklim

Upload: mawiti-infantri-yekti

Post on 11-Jul-2015

1.368 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Jurnal

ISSN 1410-7244 13/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006

TANAH DAN IKLIMIndonesian Soil and Climate JournalNomor 28, Desember 2008Susunan Mineral dan Sifat Fisiko-Kimia Tanah Bervegetasi Hutan dari Batuan Sedimen Masam di Provinsi Riau N. Suharta dan B.H. Prasetyo Pergerakan Air pada Tanah dengan Karakteristik Pori Berbeda dan Pengaruhnya pada Ketersediaan Air bagi Tanaman Enni D. Wahjunie, O. Haridjaja, Soedodo H., dan Sudarsono Dampak Tsunami Terhadap Sifat-Sifat Tanah Pertanian di NAD dan Strategi Rehabilitasinya Achmad Rachman, Deddy Erfandi, dan M. Nasil Ali Mobilitas Sedimen dan Hara pada Sistem Sawah Berteras Dengan Irigasi Tradisional Sukristiyonubowo Korelasi Beberapa Sifat Kimia Tanah dengan Serapan Fosfor Padi Sawah pada Tanah Kaolinitik dan Smektitik M. Masjkur dan A. Kasno Pengaruh Asam Oksalat, Na+, NH4+, dan Fe3+ terhadap Ketersediaan K Tanah, Serapan N, P, dan K Tanaman, serta Produksi Jagung pada Tanah-tanah yang Didominasi Smektit D. Nursyamsi, K. Idris, S. Sabiham, D.A. Rachim, dan A. Sofyan Indikator Iklim Global dan Pengaruhnya Terhadap Kejadian Iklim Ekstrim di Indonesia E. Surmaini dan E. Susanti

Departemen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN

JurnalTanah dan IklimIndonesian Soil and Climate Journal Nomor 28, Desember 2008Terakreditasi berdasarkan Keputusan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia No. 1417/D/2006 Ketua pengarah : Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Ketua penyunting : Le Istiqlal Amien Anggota penyunting : Abdurachman Adimihardja Diah Setyorini D. Subardja Kasdi Subagyono Kusumo Nugroho Santun R.P. Sitorus Sudarsono Penyunting pelaksana : Karmini Gandasasmita Rizatus Shofiyati Yiyi Sulaeman Widhya Adhy Mitra bestari : Supiandi Sabiham A.M. Fagi Suyamto Hardjosuwirjo Penerbit : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Alamat redaksi : Jl. Ir. H.Juanda No. 98 Bogor 16123 Telp. (0251) 8323012 Fax (0251) 8311256 e-mail : [email protected] www.soil-climate.or.id Frekuensi terbit : Setahun dua kali

ISSN 1410-7244

Dari RedaksiJurnal Tanah dan Iklim Edisi No. 28 tahun 2008 mengetengahkan 7 judul tulisan yang ditulis oleh peneliti dari bidang tanah dan iklim dari lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Dalam edisi ini, topiktopik yang diketengahkan yaitu mengenai: Susunan Mineral dan Sifat Fisiko-Kimia Tanah Bervegetasi Hutan dari Batuan Sedimen Masam di Provinsi Riau; Pergerakan Air pada Tanah dengan Karakteristik Pori Berbeda dan Pengaruhnya pada Ketersediaan Air bagi Tanaman; Dampak Tsunami Terhadap Sifat-Sifat Tanah Pertanian di NAD dan Strategi Rehabilitasinya; Mobilitas Sedimen dan Hara pada Sistem Sawah Berteras Dengan Irigasi Tradisional; Korelasi Beberapa Sifat Kimia Tanah dengan Serapan Fosfor Padi Sawah pada Tanah Kaolinitik dan Smektitik; Pengaruh Asam Oksalat, Na+, NH4+, dan Fe3+ terhadap Ketersediaan K Tanah, Serapan N, P, dan K Tanaman, serta Produksi Jagung pada Tanah-tanah yang Didominasi Smektit; dan Indikator Iklim Global dan Pengaruhnya Terhadap Kejadian Iklim Ekstrim di Indonesia. Untuk memperkaya khasanah keilmuan di bidang tanah dan iklim, Redaksi mengharapkan partisipasi para pembaca untuk memberikan kontribusi dengan mengirimkan tulisan, komentar, dan saran ke Jurnal Tanah dan Iklim. Sejak tahun 2007, Jurnal Tanah dan Iklim terbit dua kali setahun, dalam bulan Juli dan Desember. Redaksi juga mengajak pembaca sekalian untuk turut menyebarluaskan hasil penelitiannya melalui jurnal ini sebagai media komunikasi ilmiah dalam bidang ilmu tanah dan agroklimat. Semoga informasi yang kami sajikan pada jurnal ini dapat bermanfaat bagi peningkatan pemahaman kita tentang sumberdaya tanah dan iklim sehingga dapat dipergunakan dengan baik. Bogor, Desember 2008

Redaksi

Jurnal Tanah dan IklimIndonesian Soil and Climate Journal Nomor 28, Desember 2008 DAFTAR ISIHalaman Susunan Mineral dan Sifat Fisiko-Kimia Tanah Bervegetasi Hutan dari Batuan Sedimen Masam di Provinsi Riau N. Suharta dan B.H. Prasetyo ............................................................... Pergerakan Air pada Tanah dengan Karakteristik Pori Berbeda dan Pengaruhnya pada Ketersediaan Air bagi Tanaman Enni D. Wahjunie, O. Haridjaja, Soedodo H., dan Sudarsono ..................... Dampak Tsunami Terhadap Sifat-Sifat Tanah Pertanian di NAD dan Strategi Rehabilitasinya Achmad Rachman, Deddy erfandi, dan M. Nasil Ali ................................. Mobilitas Sedimen dan Hara pada Sistem Sawah Berteras Dengan Irigasi Tradisional Sukristiyonubowo ............................................................................... Korelasi Beberapa Sifat Kimia Tanah dengan Serapan Fosfor Padi Sawah pada Tanah Kaolinitik dan Smektitik M. Masjkur dan A. Kasno .................................................................... Pengaruh Asam Oksalat, Na+, NH4+, dan Fe3+ terhadap Ketersediaan K Tanah, Serapan N, P, dan K Tanaman, serta Produksi Jagung pada Tanahtanah yang Didominasi Smektit D. Nursyamsi, K. Idris, S. Sabiham, D.A. Rachim, dan A. Sofyan .............. Indikator Iklim Global dan Pengaruhnya Terhadap Kejadian Iklim Ekstrim di Indonesia Elza Surmaini dan Erni Susanti ..............................................................

1

15

27

39

55

69

83

Susunan Mineral dan Sifat Fisiko-Kimia Tanah Bervegetasi Hutan dari Batuan Sedimen Masam di Provinsi RiauMineralogical Composition and Physico-chemical Characteristic of Forest Land Soil Developed from Acid Sedimentary Rocks in Riau ProvinceN. SUHARTA DAN B.H. PRASETYO1

ABSTRAKPemanfaatan lahan hutan untuk pertanian tanaman pangan sering dibatasi oleh menurunnya secara drastis sifat dan karakteristik tanah setelah digunakan selama 2 atau 3 tahun. Hilangnya bahan organik di lapisan atas melalui proses mineralisasi maupun erosi merupakan penyebab utama menurunnya kesuburan tanah. Untuk mempelajari sifat dan karakteristik tanah sebagai dasar pemanfaatannya untuk tanaman pertanian telah dilakukan studi pada tanah bervegetasi hutan dari batuan sedimen masam di Provinsi Riau. Hasil penelitian menunjukkan bahan induk tanah sangat berpengaruh terhadap susunan mineralogi, sifat fisik, dan sifat kimia tanahnya. Tanah dari batuan sedimen masam di daerah penelitian tergolong berpelapukan lanjut dicirikan oleh dominasi mineral kaolinit dengan cadangan mineral sangat rendah. Sifat kimia tanah berbahan induk batuliat lebih baik dibandingkan tanah berbahan induk batupasir seperti diperlihatkan oleh kandungan basa-basa dapat tukar, kapasitas tukar kation, dan K potensial yang lebih tinggi, akan tetapi dibatasi oleh kandungan Aldd yang tinggi. Sifat fisik menunjukkan, tanah rentan terhadap erosi dan pemadatan. Oleh karena itu pemanfaatan lahan hutan untuk pertanian atau tanaman hutan, mensyaratkan perlunya tindakan konservasi tanah dan menghindari daerah berlereng (>8%) khususnya untuk tanaman pangan, selain perlunya meningkatkan kesuburan tanah melalui pemupukan. Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan pertanian, selain meningkatkan proses mineralisasi bahan organik, juga memutus siklus biologi yang berpengaruh terhadap menurunnya kesuburan tanah. Kata kunci: Hutan, Batuan sedimen masam, Batuliat, Batupasir, Siklus biologi, Bahan organik

the soils indicate that the soil is susceptible for erosion and compaction. For that reasons, the exploitation of forest land for agriculturing or forest plantation use need soil conservation practices, avoid the slopping area (>8%) especially for food plantation, and fertilizer. Changing the forest land to agricultural land not only increase mineralization of organic matter but also interrupt biological cycles that influential on decreasing soil fertility. Keywords : Forest, Acid sedimentary rocks, Claystone, Sandstone, Biological cycles, Organic matter

PENDAHULUAN Tanah hutan atau tanah dengan vegetasi tanaman hutan, dapat terbentuk dari berbagai macam bahan induk tanah yaitu bahan volkan, bahan sedimen, ataupun dari bahan aluvium baik organik maupun mineral. Salah satu bahan induk pembentuk tanah tersebut di Indonesia adalah batuan sedimen masam. Suharta (2007) mengemukakan bahwa tanah-tanah yang terbentuk dari batuan sedimen masam dicirikan oleh sifat-sifat yang kurang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman yaitu reaksi tanah masam, kandungan hara dan basa-basa yang dapat dipertukarkan rendah, kejenuhan basa rendah, akan tetapi kejenuhan aluminium tinggi. Driessen (1976) menunjukkan bahwa kesuburan tanah hutan dari batuan sedimen masam sangat tergantung pada lapisan permukaan tanah yang relatif lebih kaya akan bahan organik dibandingkan dengan lapisan di bawahnya. Selanjutnya dikemukakan, pemanfaatan lahan hutan untuk pertanian tanaman pangan sering dibatasi oleh menurunnya kesuburan tanah lapisan atas secara drastis. Oleh karena itu, pemanfaatannya hanya satu atau dua kali tanam dan setelah itu ditinggalkan.1. Peneliti pada Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.

ABSTRACTExploitation forest land for food crops agricultural use often limited by drastically change of soil properties and soil characteristics after two or three years of usage. The loose of organic matter through mineralization processes and erosion is causal factor for decreasing fertility of the soils. To study soil properties and soil characteristics as foundation for agricultural use, the forest land derived from sedimentary rock in Riau Province have been studied. The Research result indicates that parent material has great influence on mineral composition, physical and chemical properties of the soils. Soil from sedimentary rock in the study area were very developed, indicated by domination of kaolinite and very low of mineral reserve. Soils derived from claystone have better chemical properties compare to soil derived from sandstone as shown by exchangeable bases, cation exchange capacity, and potential K, but limited by highly Al exchangeable. The physical properties of

ISSN 1410 7244

1

JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 28/2008

Adanya proses siklus biologi pada tanah bervegetasi hutan telah ditunjukkan oleh Quideau et al. (1999) yang mampu mempertahankan kesuburan tanah lapisan atas, mengurangi proses mineralisasi bahan organik, dan mengurangi run off atau bahaya erosi. Chen et al. (2004), Fraga dan Salcedo (2004), Wu dan Tiessen (2002), menunjukkan bahwa pengelolaan lahan akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas bahan organik tanahnya. Oleh karena itu pemanfaatan lahan hutan untuk tanaman pertanian yang mempunyai karakteristik berbeda dengan tanaman hutan, perlu mempertimbangkan sifat dan karakteristik tanahnya sebagai dasar untuk menetapkan teknik pengelolaannya. Makalah ini bertujuan untuk mengemukakan sifat dan karakteristik tanah hutan sebagai dasar pemanfaatannya baik untuk tanaman hutan maupun tanaman pertanian, terutama tanaman pangan semusim berakar dangkal.

dari batuan sedimen masam batupasir dan batuliat, dan telah diklasifikasikan berdasarkan Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2003) sebagai Typic Kandiudults, Acrudoxic Kandiudults, dan Typic Hapludults (Tabel 1). Daerah penelitian dicirikan oleh tipe hujan A (Schmidt and Ferguson, 1951) yang menunjukkan bahwa di daerah penelitian tidak terdapat bulan kering yang nyata atau distribusi curah hujan merata sepanjang tahun. Terletak pada ketinggian antara 70 hingga 127 m dpl, pada landform tektonik dengan bentuk wilayah berombak sampai bergelombang. Formasi geologi daerah ini tersusun dari formasi Palembang Tengah terdiri atas batupasir dan batuliat dan pada beberapa tempat tersusun dari batuliat berpasir (Silitonga and Kastowo, 1995; Suwarna et al., 1991). Metode Penelitian di lapangan meliputi pengamatan sifat morfologi berdasarkan petunjuk dalam Guideline for Soil Profile Description (FAO, 1990). Analisis sifat kimia tanah telah dilaksanakan di laboratorium tanah Pangkalan Kerinci, Provinsi Riau. Sedangkan analisis sifat fisik tanah, penetapan susunan mineralogi fraksi pasir dan liat, dilakukan di laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian di Bogor. Susunan mineral fraksi pasir ditetapkan dengan metode line counting, dihitung hingga 100

BAHAN DAN METODE Bahan Tujuh buah pedon yang terdiri atas empat pedon bervegetasi hutan alami dan tiga pedon bervegetasi hutan tanaman industri (HTI) jenis Acacia mangium di Kabupaten Kuantan Sengingi, Provinsi Riau telah dibuat di lapangan. Sebanyak 37 contoh tanah telah diambil dari setiap horizon pada ketujuh pedon tersebut untuk dianalisis di laboratorium. Tanah-tanah yang diteliti berkembang

Tabel 1. Lokasi dan informasi dari tujuh pedon yang diteliti Table 1. Location and information of seven pedons investigatedPedon HP.14 MD.61 EY.44 HP.24 UG.194 UY.110 DD.232 Ketinggian m dpl 127 120 126 70 79 93 119 Lokasi geografi 10105921 10105841 10105244 10104628 10105800 10200640 10102800 BT BT BT BT BT BT BT dan dan dan dan dan dan dan 002327 004511 002148 004227 002157 004447 000459 LS LS LS LS LS LS LS Klasifikasi tanah*) Typic Kandiudults Typic Kandiudults Typic Kandiudults Acrudoxic Kandiudults Acrudoxic Kandiudults Typic Hapludults Typic Hapludults Lereng % 3 6 14 20 8 23 28 Bahan induk Batupasir Batupasir Batupasir Batupasir Batupasir Batuliat Batuliat Penggunaan lahan HTI** Hutan alam HTI Hutan alam Hutan alam Hutan alam HTI

*) Soil Survey Staff (2003); **) HTI = Hutan Tanaman Industri (Acacia mangium)

2

N. SUHARTA DAN B.H. PRASETYO : SUSUNAN MINERAL DAN SIFAT FISIKO-KIMIA TANAH BERVEGETASI HUTAN DARI BATUAN SEDIMEN MASAM

butir menggunakan mikroskop polarisasi. Sedangkan susunan mineral fraksi liat ditetapkan dengan alat Difraktometer Sinar-X, model PW 1130. Analisis sifat fisik tanah meliputi penetapan tekstur 4 fraksi (metode pipet), berat isi, pori drainase, pori air tersedia, pori total, permeabilitas dan stabilitas agregat. Sedangkan analisis sifat kimia tanah meliputi pH (H2O), C-organik (Walkey and Black), P dan K potensial (HCl 25%), susunan kation, kapasitas tukar kation, dan kejenuhan basa (NH4OAc 1 N pH 7,0), dan kemasaman terekstrak aluminium (KCl 1N). Prosedur analisis tanah mengacu pada Soil Survey Laboratory Methods Manual (Soil Survey Laboratory Staff, 1992). Analisis statistik sederhana menggunakan program Excel, sedangkan penetapan sifat kimia tanah horizon A dan Bt/Bto dilakukan dengan cara pembobotan menggunakan parameter kedalaman tanah.

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat morfologi Pedon-pedon yang diteliti mempunyai solum dalam. Tanah dari bahan induk batupasir mempunyai ketebalan solum >150 cm, sedangkan tanah dari batuliat 151 by (10 YR 6/6) MD.61 A 9 ydb (10 YR 4/4 Bto >141 sb (7,5 YR 5/8) EY.44 A 10 vdgb (10 YR 3/2) Bto >140 yb-sb (10 YR 5/6-7,5 YR 5/8) Tanah dari bahan induk batupasir, Acrudoxic Kandiudults HP.24 A 13 gdb-db (10 YR 3/2-4/3) Bto >137 yb-by (10 YR 5/4-6/6) UG.194 A 12 db (10 YR 3/3) Bto >138 yb (10 YR 5/6) Tanah dari bahan induk batuliat, Typic Hapludults UY.110 A 13 db (10 YR 4/3) Bt 97 yb-sb (10 YR 5/6-7,5 YR 5/6) DD.232 A 11 vdgb (10 YR 3/2) Bt 114 yb-ry (10 YR 5/6-5 YR 6/6)

SCL SCL SCL C SL SCL LS-SL SL SL SCL C C SL-SCL C

m sb m sb > f g fg m sb > f g fg m sb vf sb m sb > f g fg m sb > f sb f sb m sb > f sb fg m sb > f sb

t, t, f, t, f, t,

ss/sp ss/sp ss/sp s/p ss/po ss/sp

f, so/po f, ss/sp vf, so/po f-t, ss/sp f, t, f, t, s/p s/p ss/sp s/p

Keterangan : Warna : yb = coklat kekuningan; by = kuning kecoklatan; ydb = coklat tua kekuningan; gdb = coklat tua kekelabuan; db = coklat tua; vdgb = coklat sangat tua kekelabuan; sb = coklat kuat; ry = kuning kemerahan. Tekstur : C = liat; SCL = lempung liat berpasir; SL = lempung berpasir; LS = pasir berlempung. Struktur : m = medium; vf = sangat halus; sb = gumpal agak bersudut; g = granuler atau kersai; f = halus; Konsistensi : t = teguh; f = gembur; s = lekat; ss = agak lekat; so = tidak lekat; sp = agak plastis; p = plastis

3

JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 28/2008

menjadi kersai dengan konsistensi agak teguh hingga gembur. Struktur demikian sangat sesuai untuk perkembangan perakaran tanaman lahan kering berakar dalam. Bentuk struktur kersai pada horizon Bt atau Bto merupakan satu indikasi bahwa tanah telah mengalami pelapukan lanjut seperti ditunjukkan oleh sifat kimia tanah yang miskin basabasa. Komposisi mineralSusunan mineral fraksi pasir

Susunan mineral fraksi liat

Hasil analisis susunan mineral fraksi liat dari tujuh pedon yang diteliti disajikan pada Tabel 4 dan contoh difraktogramnya disajikan pada Gambar 1. Kaolinit mendominasi susunan mineral liat, diikuti oleh kuarsa dan sedikit vermikulit, illit, smektit, dan goetit. Kelas mineralogi dari pedon yang diteliti tergolong kaolinitik. Susunan mineral liat demikian menunjukkan tingginya intensitas pelapukan dan pencucian basa-basa serta pembebasan Al dan Fe dari mineral liat ke dalam larutan tanah. Kaolinit dengan nilai difraksi sekitar 7,1 A0 terdapat dalam jumlah dominan di seluruh pedon yang diteliti. Perbedaan susunan mineral antar pedon yang diteliti adalah mineral lainnya. Pada tanah berbahan induk batupasir, kaolinit disertai oleh vermikulit dengan kuarsa atau goetit, sedangkan tanah dari batuliat, kaolinit disertai kuarsa dengan illit atau smektit. Terdapatnya mineral vermikulit, illit, dan smektit, sejalan dengan hasil analisis susunan mineral fraksi pasir yang menunjukkan adanya mika (muskovit) walaupun dalam jumlah sangat sedikit. Mika adalah salah satu mineral primer yang dalam illit, Dalam proses pelapukannya atau akan menghasilkan lingkungannya. vermikulit, lingkungan smektit mika

Hasil analisis mineral fraksi pasir (Tabel 3) menunjukkan, dari ke lima pedon yang diteliti kuarsa dan opak mendominasi susunan mineral. Sedangkan mineral mudah lapuk antara lain ortoklas, sanidin, dan muskovit sangat sedikit. Demikian juga untuk mineral lainnya yaitu limonit, mineral lapukan, fragmen batuan, dan turmalin juga sangat sedikit. Susunan mineral fraksi pasir demikian menunjukkan tanah telah mengalami pelapukan lanjut. Mineral fraksi pasir pada tanah berbahan induk batupasir mempunyai kandungan kuarsa yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah berbahan induk batuliat. Rendahnya kandungan mineral mudah lapuk baik pada tanah berbahan induk batuliat maupun batupasir, menunjukkan bahwa cadangan sumber hara mineral sangat rendah. Dengan demikian, untuk mendapatkan nutrisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman, sangat diperlukan adanya penambahan hara dari luar antara lain melalui pemupukan.

tergantung dari tingkat pelapukan atau kondisi masam bersifat tidak stabil dan akan mengalami pelapukan intensif dengan sekuen pelapukan mika illit

Tabel 3. Susunan mineral fraksi pasir total Table 3. Mineral composition of total sand fractionPedon Op Zr Qz Lm sp 1 sp sp sp Ze sp Wm sp sp sp sp 2 Rf 1 1 9 1 18 Or sp sp Sn sp sp sp sp sp Mk sp Tr sp sp sp sp sp Tanah dari bahan induk batupasir 98 sp 1 HP.14 93 sp 5 HP.24 85 sp 6 MD.61 96 1 2 UG.194 Tanah dari bahan induk batuliat UY.110 6 1 73

Keterangan : Op = opak; Zr = zircon; Qz = kuarsa; Lm = limonit; Ze = zeolit; Wm = mineral lapukan; Rf = Fragmen batuan; Or = ortoklas; Sn = sanidin; Mk = muskovit; Tr = turmalin; sp = sangat sedikit (500 me l-1), terutama dalam bentuk NaCl, kombinasi basa-basa kation (K, Ca, Mg), sulfat, bikarbonat dan klorin (anion). Apabila air laut ini menggenangi lahan pertanian akan menyebabkan meningkatnya salinitas tanah. Bencana tsunami di Aceh tidak hanya menggenangi lahan pertanian dengan air laut, tetapi juga mengendapkan lumpur

29

EC tanah (dS m-1) EC tanah, dS/m

ESP (%) ESP, %

25 20 15 10 5 01,00 1.00 2,50 2.50 3,50 3.50 4,00 4.00 4,50 4.50

60 40

Na, % Na (%)

EC tanah (dS m-1) EC tanah, dS/m

ESP (%) ESP, %

25 20 15 10 5 01,00 1.00 2,00 2.00 3,50 3.50 4,00 4.00 5,00 5.00

60 40

Na, % Na (%)

3045 40 35 30 0 - 10 cm 10 - 20 cm

120 100 800 - 10 cm 10 - 20 cm

20 0 - 10 cm 15 10 - 20 cm

10

5

20 01,00 1.00 2,50 2.50 3,50 3.50 4,00 4.00 4,50 4.50

0 1.00 1,00 2.50 2,50 3.50 3,50 4.00 4,00 4.50 4,50JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 28/2008

Jarak dari pantai, (km) Jarak dari pantai km

Jarak dari pantai, (km) Jarak dari pantai km

Jarak dari pantai, (km) Jarak dari pantai km

Gambar 1. Nilai EC, ESP, dan Na pada dua kedalaman tanah pada transek Darussalam, Januari 2005 Figue 1. EC, ESP, and Na values of soil collected from the Darussalam transect at two depths, January 2005

45 40 35 30 0 - 10 cm 10 - 20 cm

120 100 80 0 - 10 cm 10 - 20 cm

20 0 - 10 cm 15 10 - 20 cm

10

520 0 1.00 1,00 2.00 2,00 3.50 3,50 4.00 4,00 5.00 5,00

0 1.00 1,00 2.00 2,00 3.50 3,50 4.00 4,00 5.00 5,00

Jarak dari pantai km Jarak dari pantai, (km)

Jarak dari pantaikm Jarak dari pantai, (km)

Jarak dari pantai (km) Jarak dari pantai, km

Gambar 2. Nilai EC, ESP, dan Na pada dua kedalaman tanah pada transek Lhok Nga, Januari 2005 Figure 2. EC, ESP, and Na values of soil collected from the Lhok Nga transect at two depths, January 2005

ACHMAD RACHMAN ET AL. : DAMPAK TSUNAMI TERHADAP SIFAT-SIFAT TANAH PERTANIAN

DI

NAD DAN STRATEGI REHABILITASINYA

Konsentrasi ion Na dalam tanah yang tinggi akan merusak struktur tanah, mengganggu keseimbangan unsur hara, dan menurunkan ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman. Menurut Emerson dan Bakker (1973), tanah mulai terdispersi pada kandungan Na tanah sekitar 5%. Makin tinggi kandungan Na tanah, makin mudah tanah terdispersi. Partikel tanah yang telah terdispersi akan bergerak menyumbat pori-pori tanah menyebabkan tanah memadat dan suplai oksigen untuk pertumbuhan akar dan mikroba tanah menurun drastis. Infiltrasi juga sangat terhambat menyebabkan sangat sedikit air yang masuk ke dalam tanah dan sebagian besar tergenang di permukaan dan menyebabkan terjadinya pelumpuran. Sangat sedikit tanaman yang dapat tumbuh jika kondisi tersebut telah terjadi. Pertumbuhan tanaman terhambat, selain oleh jeleknya sifat fisik tanah juga karena terbentuknya ion-ion beracun seperti Na+, OH-, dan HCO3-. Gelombang tsunami juga membawa lumpur dari dasar laut yang kemudian mengendap di lahan pertanian, sumur-sumur, kolam, cekungan, dan tempat-tempat lain (Gambar 3). Ketebalan lumpur bervariasi dari tartrat (5%) >> oksalat = malonat = suksinat (0,3-1,2%). Pada konsentrasi P terjerap lebih kecil ( dari jerapan maksimum), mekanisme dominan dari pelepasan P oleh asam organik (organic-acid induced P release) adalah pelarutan kompleks ligan-Fe oksida (ligand-enhanced dissolution) : P Fe oksida-P+L---Fe oksida---Fe oksida+Fe L3+

--L+Plar

daripada pertukaran ligan (ligand exchange) : Fe oksida--P + L --- Fe oksida--L + Plar dimana : L = agen kompleks Fe-organik (ligan) dan Plar = fosfat anorganik. Pada dari jerapan maksimum, pertukaran ligan berperan lebih besar dalam pelepasan P. Kation Cadd, Fedd, dan Aldd tanah kaolinitik berkorelasi tidak nyata dengan serapan P padi sawah (masing-masing r=0,07tn, 0,33tn, dan 0,10tn) (Tabel 14). Hal ini disebabkan karena kation pada permukaan mineral liat silikat (kation dapat ditukar) menarik dan memegang jumlah sedikit anion H2PO4-, sehingga berperan tidak nyata dalam serapan P tanaman (Havlin et al., 1999). 65

JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 28/2008

Tabel 15. Korelasi sifat-sifat tanah dan serapan P pada tanah smektitik Table 15. Correlation of soil properties with P uptake in smectitic soilsFraksi P pH Liat C P HCl-25 P Bray 1 Cadd Fedd Aldd pH 0,90** 0,10 0,05 0,50 0,98** -0,99** Liat 0,39 -0,28 0,15 0,94** -0,88** C -0,78** -0,66* 0,17 -0,01 Cadd -0,05 0,40 -0,98** Fedd -0,10 -0,55 Aldd Ser-P -0,20 -0,49 -0,81** 0,95** 0,72** -0,30 0,14 -

Tabel 15 menunjukkan bahwa pada tanah smektitik pH tanah berkorelasi tidak nyata dengan serapan P padi sawah (r = -0,20tn). Hal ini disebabkan karena pH tanah berkorelasi positif nyata dengan kadar liat (0,90**) dan Cadd (0,98**), tetapi berkorelasi negatif nyata dengan Fedd (-0,99**). Sesuai dengan penelitian Hartikainen dan Simojoki (1997) bahwa pada tanah dengan pH tinggi P yang dilepaskan dari liat dan Ca pada tanah karena menurunnya pH dapat diikat oleh Fe, sehingga P tersedia relatif tidak berubah. Rochayati (1995) mendapatkan bahwa pH tanah Vertisols Ngawi hanya menurun sedikit dengan penggenangan dan P terekstrak Olsen relatif tidak berubah. Kadar liat pada tanah smektitik berkorelasi tidak nyata dengan serapan P padi sawah (r = -0,49tn). Hal ini disebabkan karena kadar liat berkorelasi positif nyata dengan Cadd (0,94**), tetapi berkorelasi negatif nyata dengan Fedd (-0,88**). Sesuai dengan penelitian Hartikainen dan Simojoki (1997) bahwa dinamika fosfat pada fraksi liat tanah merupakan pengaruh bersih (net effect) dari dua pengaruh bersamaan, tetapi reaksi berlawanan pada fraksi liat yaitu pelepasan fosfat dari Ca dan pengikatan fosfat oleh Fe . Kandungan bahan organik tanah berkorelasi negatif nyata terhadap serapan P padi sawah (r = -0,81**), menunjukkan bahwa meningkatnya bahan organik tanah cenderung menurunkan serapan P tanaman. Hal ini disebabkan karena (1) pada mineral liat tipe 2:1 bahan organik dapat diikat pada ruang

antar lapisan (interlayer) dari mineral liat, sehingga P dijerap sulit diserap oleh tanaman (Tan, 1998; He et al., 1999), (2) pada pH netral aktivitas mikroba cukup tinggi dan dapat menggunakan (imobilisasi) P larutan sebagai P-mikroba menghasilkan molekul P organik lebih resisten (Havlin et al., 1999; Killham, 1999). Kation Cadd dan Fedd berkorelasi tidak nyata pada serapan P padi sawah (masing-masing r = -0,30tn dan 0,14tn). Hal ini disebabkan karena kation pada permukaan mineral liat silikat menarik dan memegang jumlah sedikit anion H2PO4-. Berdasarkan hasil di atas dapat dikatakan bahwa pada tanah kaolinitik bahan organik tanah merupakan sifat tanah utama mempengaruhi ketersediaan P padi sawah, sedangkan pH tanah, kadar liat, Cadd, Fedd, dan Aldd kurang terandalkan sebagai indikator ketersediaan P. Peningkatan bahan organik sawah. Pada tanah smektitik bahan organik tanah juga merupakan sifat tanah utama mempengaruhi ketersediaan P padi sawah, sedangkan pH tanah, kadar liat, Cadd, dan Fedd kurang terandalkan sebagai indikator ketersediaan P. Namun demikian, peningkatan bahan organik pada tanah smektitik cenderung menurunkan serapan atau ketersediaan P padi sawah. pada tanah kaolintik cenderung meningkatkan serapan atau ketersediaan P padi

66

M. MASJKUR

DAN

A. KASNO : KORELASI BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH DENGAN SERAPAN FOSFOR PADI SAWAH

KESIMPULAN 1. Responsivitas serapan P padi sawah terhadap pemupukan P pada tanah kaolinitik dan smektitik berhubungan dengan kandungan bahan organik tanah bersangkutan. Pada tanah kaolintik peningkatan bahan organik cenderung meningkatkan serapan P padi sawah, sedangkan pada tanah smektitik peningkatan bahan organik cenderung menurunkan serapan P padi sawah. 2. Pada tanah kaolinitik dan smektitik pH tanah, kadar liat, Cadd, Fedd, dan Aldd berkorelasi tidak nyata dengan serapan P padi sawah.

An Introduction to Nutrient Management. Prentice-Hall, New Jersey. Haynes, R.J. and M.S. Mokolobate. 2001. Amelioration of Al toxicity and P deficiency in acid soils by additions of organic residues: a critical review of phenomenon and the mechanisms involved. Nutr. Cycl. Agr. 59:47-63. He, J.Z., A. De Cristofaro, and A. Violante. 1999. Comparison of adsorption of phosphate, tartrate, and oxalate on hydroxy aluminium montmorilonite complexes. Clays Clay Miner. 47:226-233. Johnson, S.E. and R.H. Loeppert. 2006. Role of organic acids in phosphate mobilization from iron oxide. Soil Sci. Soc.Am. J. 70:222-234. Kasno, A. 2005. Teknologi Pengelolaan Lahan Sawah untuk Padi VUTB/Hibrida. Proposal Rencana Penelitian Tim Peneliti (RPTP). Balai Penelitian Tanah, Bogor. Killham, K. 1999. Soil Ecology. Cambridge University Press, UK. Kyuma, K. 2004. Paddy Soil Science. Kyoto University Press, Kyoto, Japan. Newman, A.C.D. and M.H.B. Hayes. 1990. Some Properties of clays and of other soil colloids and their influence on soils. Pp. 39-56. In M.F. De Boodt, M.H.B. Hayes, and A. Herbillon (Eds.) Soil Colloids and their Association in Aggregates. Plenum Press, New York. Prasetyo, B.H. dan A. Kasno. 2001. Sifat Morfologi, Komposisi Mineral dan Fisika-Kimia Tanah Sawah Irigasi di Propinsi Lampung. J. Tanah Trop. 12:155-167. Prasetyo, B.H., J.S. Adiningsih, K. Subagyono, dan R.D.M. Simanungkalit. 2004. Mineralogi, kimia, fisika, dan biologi lahan sawah. Dalam F. Agus, A. Adimihardja, S. Hardjowigeno, A.M. Fagi, dan W. Hartatik (Eds.) Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. Pusat Penelitian Tanah. 1983. Klasifikasi Kesesuaian Lahan. Bogor.

DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, A., I. Las, A. Hidayat, dan E. Pasandaran. 1999. Optimalisasi Sumberdaya Lahan dan Air untuk Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Brown, G. 1990. Structure, crystal chemistry, and origin of the phyllosillicate minerals common in soil clays. Pp. 7-38. In M.F. De Boodt, M.H.B. Hayes, and A. Herbillon (Eds.) Soil Colloids and their Association in Aggregates. Plenum Press, New York. Cornforth, I.S., A.K. Metherell, and P. SornSrivichai. 1990. Assessing Fertilizer Requirements. Pp. 157-166. In Proceedings of Symposium Phosphorus Requirements for Sustainable Agriculture in Asia and Oceania. International Rice Research Institute, Los Banos, Laguna, Philippines. Dobermann, A. and T. Fairhurst. 2000. Nutrient Disorders and Nutrient Management. International Rice Research Institute, Los Banos, Laguna, Philippines. Hartikainen, H. and A. Simojoki. 1997. Changes in solid-and solution-phase phosphorus in soil on acidification. Eur. J. Soil Sci. 48:493498. Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale, and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers.

67

JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 28/2008

Rochayati, S. 1995. The Behavior of Phosphorus in Some Indonesian Paddy Soils in Relation to the Growth of Rice (Oryza Sativa L.). Faculty of the Graduate School, University of the Philippines, Los Banos, Philippines. Rochayati, S. dan J.S. Adiningsih. 2002. Pembinaan dan pengembangan program uji tanah untuk hara P dan K pada lahan sawah. Hlm. 9-37. Dalam Z. Zaini, A. Sofyan, dan S. Kartaatmadja (Eds.) Pengelolaan Hara P dan K pada Padi Sawah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Soil Research Institute. 1978. Report on Semi Detailed Soil Survey of the Widas Irrigation Project (Nganjuk, East Java). Bogor. Tan, K.H. 1998. Dasar-dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Trakoonyingcharoen, P., I. Kheoruenromne, A. Suddhiprakarn, and R.J. Gilkes. 2005. Phosphate sorption by Thai red Oxisols and red Ultisols. Soil Sci. 170:716-725.

68

Pengaruh Asam Oksalat, Na+, NH4+, dan Fe3+ terhadap Ketersediaan K Tanah, Serapan N, P, dan K Tanaman, serta Produksi Jagung pada Tanah-tanah yang Didominasi SmektitEffect of Oxalic Acid, Na+, NH4+, and Fe3+ on Availability of Soil K, Plant N, P, and K Uptake, and Maize Yield in Smectitic Soils

D. NURSYAMSI1, K. IDRIS2, S. SABIHAM3, D.A. RACHIM3,

DAN

A. SOFYAN4

ABSTRAKTanah-tanah yang didominasi mineral liat smektit mempunyai prospek yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian, asal disertai dengan pengelolaan tanah dan tanaman yang tepat. Walaupun kadar K total tanah tinggi, tapi ketersediaan kalium bagi tanaman sering menjadi masalah, karena K difiksasi oleh mineral liat smektit. Penelitian yang bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian asam oksalat, Na+, NH4+, dan Fe3+ terhadap ketersediaan K tanah, serapan N, P, dan K, serta produksi tanaman jagung (Zea mays, L.) pada tanah-tanah yang didominasi mineral liat smektit telah dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah dan Rumah Kaca Balai Penelitian Tanah, Bogor. Percobaan menggunakan empat contoh tanah bulk yang diambil dari Bogor (Hapludalf Tipik), Cilacap (Endoaquert Kromik), Ngawi (Endoaquert Tipik), dan Blora (Haplustalf Tipik). Percobaan inkubasi di laboratorium dan pot di rumah kaca menggunakan Rancangan Faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok, ulangan tiga kali, dan percobaan pot menggunakan jagung varietas Pioneer 21 sebagai tanaman indikator. Faktor pertama adalah takaran asam oksalat, yaitu: 0, 1.000, 2.000, dan 4.000 ppm, sedangkan faktor kedua adalah penambahan kation, yaitu: tanpa kation, Na+, NH4+, dan Fe3+ masing-masing dari NaCl, NH4Cl, dan FeCl3 dengan takaran 50% jerapan maksimum. Takaran Fe3+ 50% jerapan maksimum menyebabkan tanaman mati sehingga percobaan diulang di musim berikutnya dengan takaran Fe3+: 0, 125, 250, 375, dan 500 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam oksalat, Na+, NH4+, dan Fe3+ nyata meningkatkan K tersedia baik di Alfisols maupun Vertisols, dimana pengaruhnya di Vertisols lebih tinggi dibandingkan Alfisols. Tingkat kekuatan perlakuan dalam melepaskan K dari bentuk tidak tersedia menjadi tersedia adalah Fe3+ > NH4+ > Na+ > asam oksalat. Asam oksalat nyata meningkatkan serapan N, P dan K tanaman di Vertisols, sedangkan Fe3+ takaran 125 ppm nyata meningkatkan serapan K tanaman di Alfisols serta N, P, dan K tanaman di Vertisols. Asam oksalat nyata meningkatkan bobot brangkasan kering jagung umur 4 minggu setelah tanam (MST) pada Hapludalf Tipik dan Endoaquert Tipik, sedangkan Fe3+ takaran 125 ppm nyata meningkatkan hasil brangkasan kering pada Endoaquert Kromik dan Endoaquert Tipik. Kata kunci : Asam oksalat, Na+, NH4+, Fe3+, K tersedia, Jagung, Tanah yang didominasi smektit

plant growth, however, is relatively low due to fixation by smectite in interlayer space. Researches aimed to study the effect of oxalic acid, Na+, NH4+, and Fe3+ on availability of soil K, plant N, P, and K uptake, as well as maize yield in smectitic soils have been conducted in Laboratory of Research and Soil Test and Green House of Indonesian Soil Research Institute, Bogor. Four different types of bulk soil samples taken from Bogor (Typic Hapludalfs), Cilacap (Chromic Endoaquerts), Ngawi (Typic Endoaquerts), and Blora (Typic Haplustalfs) were used for experiments. Incubation and pot experiments were set up using Factorial Randomized Completely Block Design with three replication and pot experiment used maize of Pioneer 21 variety as plant indicator. The first factor was oxalic acid rates: 0; 1,000; 2,000; and 4,000 ppm, while the second one was application of cations: without cation, Na+, NH4+, and Fe3+ from NaCl, NH4Cl, and FeCl3 respectively with 50% of maximum adsorption rate. The Fe3+ with 50% of maximum adsorption rate caused plant death, thus the experiment was repeated in the next season with Fe3+ rates: 0, 125, 250, 375, and 500 ppm. The results showed that oxalic acid, Na+, NH4+, and Fe3+ significantly increased the availability of soil K in both Alfisols and Vertisols where the effect was higher in Vertisols than Alfisols. The effectiveness of the treatments to release K from non available to available K form in the soils was in order of Fe3+ > NH4+ > Na+ > oxalic acid. Oxalic acid significantly increased plant N, P, and K uptake in Vertisols, while 125 ppm of Fe3+ significantly increased plant K uptake in Alfisols as well as N, P, and K uptake in Vertisols. Oxalic acid significantly increased 4week-after-planting biomass dry yield in Typic Hapludalfs and Typic Endoaquerts, while 125 ppm of Fe3+ significantly increased the yield in Chromic Endoaquerts and Typic Endoaquerts. Key words : Oxalic acid, Na+, NH4+, Fe3+, Soil available K, Maize, Smectitic soils.

PENDAHULUAN Kalium merupakan hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak setelah N dan P. Umumnya kalium diserap tanaman dalam

ABSTRACTSmectitic soils have high prospect to be developed for agricultural land under a proper soil and plant management. The soils are commonly high in total K content. Its availability for

1. Peneliti pada Balai Penelitian Tanah, Bogor. 2. Pengajar pada Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. 3. Guru Besar pada Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. 4. Direktur Perluasan Areal, Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen Pertanian.

ISSN 1410 7244

69

JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 28/2008

bentuk K larut (soluble K) yang berada dalam reaksi keseimbangan dengan K dapat dipertukarkan (exchangeable K) dan K tidak dapat dipertukarkan (non-exchangeable K). Kalium tidak dapat dipertukarkan meliputi K terfiksasi dan K struktural (Kirkman et al., 1994). Bentuk K larut dan dapat dipertukarkan merupakan bentuk K yang cepat tersedia sehingga sering disebut sebagai K tersedia atau K aktual. Sementara itu bentuk K tidak dapat dipertukarkan merupakan bentuk K yang lambat tersedia sehingga disebut sebagai K potensial. Tanaman akan mengalami kekahatan apabila K aktual di dalam tanah saat tanaman tumbuh lebih rendah dari batas kritisnya (K yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya). Ketersediaan kalium bagi tanaman tergantung aspek tanah dan parameter iklim yang meliputi: jumlah dan jenis mineral liat, kapasitas tukar kation, daya sangga, kelembaban, suhu, aerasi dan pH tanah (Havlin et al., 1999). Selain faktor tanah dan iklim, spesies dan varietas tanaman juga berpengaruh terhadap serapan K, dimana tanaman yang toleran memerlukan K dalam jumlah sedikit dan sebaliknya tanaman sensitif memerlukan K dalam jumlah banyak. Salah satu mekanisme ketoleranan tanaman terhadap kekurangan hara adalah dengan cara mengeluarkan eksudat asam organik di sekitar akar (rhizosphere). Selanjutnya asam organik dapat melarutkan hara (P, K, Fe, Mn, dan lain-lain) yang sebelumnya tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman (Marschner, 1997). Dengan demikian maka pengelolaan hara K untuk meningkatkan produksi tanaman perlu memperhatikan faktor-faktor tersebut di atas. Tanah-tanah yang didominasi mineral liat smektit mempunyai prospek yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian tanaman pangan asal disertai dengan pengelolaan tanaman dan tanah yang tepat. Tanah-tanah tersebut mempunyai penyebaran yang cukup luas di tanah air, yaitu lebih dari 2,12 juta ha (Vertisols sekitar 2,12 juta ha ditambah sebagian Inceptisols dan Alfisols) yang tersebar di wilayah Jawa (Jabar, Jateng, dan Jatim), Sulawesi (Sulsel, Sulteng, dan

Gorontalo), dan Nusa Tenggara (Lombok) (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2000). Walaupun kadar K total tanah (K potensial) tinggi, tetapi ketersediaan K bagi tanaman (K aktual) sering menjadi masalah karena K difiksasi oleh mineral liat tipe 2:1, seperti dari golongan smektit (Borchardt, 1989) dan vermikulit (Douglas, 1989) yang dominan di tanah tersebut. Penelitian yang dilaksanakan di India menunjukkan bahwa tanahtanah Vertisols mempunyai kapasitas fiksasi K (Kfixing capacity) dan daya sangga terhadap K (PBCK) yang sangat tinggi (Ghousikar and Kendre, 1987). Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk mengatasi fiksasi K tanah sehingga ketersediaannya bagi tanaman meningkat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa asam organik dan sejumlah kation (NH4+, Na+, dan lainlain) mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan ketersediaan K tanah. Asam oksalat dan sitrat dapat melepaskan K tidak dapat dipertukarkan (Ktdd) menjadi K dapat dipertukarkan (Kdd) dan K larut (Kl) pada tanah-tanah yang berbahan induk batu kapur, dimana asam oksalat mempunyai efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam sitrat (Zhu and Luo, 1993). Song and Huang (1988) juga melaporkan bahwa Ktdd dari struktur mineral yang mengandung K (biotit, muskovit, mikroklin, dan ortoklas) dapat dilepaskan oleh asam oksalat dan sitrat. Beberapa kation seperti Ca2+ dan Na+ dapat menggantikan posisi K di dalam struktur mineral muskovit akibat pelapukan (Shidu, 1987). Selain itu NH4+ dan K+ dapat berkompetisi dalam menempati kompleks jerapan di posisi inner dari ruang antar lapisan mineral liat tipe 2:1 (Evangelou and Lumbanraja, 2002; Kilic et al., 1999). Kompetisi tersebut sering terjadi terutama di tanah yang didominasi mineral yang mempunyai kapasitas jerapan tinggi terhadap kedua kation tersebut, seperti beidelit dan vermikulit (Bajwa, 1987). Selain itu Na+ dari sodium tetraphenyl boron dapat melepaskan K terfiksasi menjadi K tersedia di tanah merah (Alfisols), hitam (Vertisols), dan aluvial (Inceptisols dan Alfisols) (Dhillon and Dhillon, 1992).

70

D. NURSYAMSI ET AL. : PENGARUH ASAM OKSALAT, NA+, NH4+,

DAN

FE3+

TERHADAP

KETERSEDIAAN K TANAH, SERAPAN N, P,

DAN

K TANAMAN

Demikian pula Na dapat mengurangi sebagian kebutuhan pupuk K tanaman tebu pada tanah Vertisols di lahan perkebunan tebu Jawa Timur (Ismail, 1997). Bertitik tolak dari pemikiran di atas penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian asam oksalat, Na+, NH4+, dan Fe3+ terhadap ketersediaan K tanah, serapan N, P, dan K, serta produksi tanaman jagung (Zea mays, L.) pada tanahtanah yang didominasi mineral liat smektit. BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah serta Rumah Kaca, Balai Penelitian Tanah Bogor dengan menggunakan empat contoh tanah bulk yang diambil dari Bogor (B1), Cilacap (B2), Ngawi (B3), dan Blora (B4). Pengambilan contoh tanah bulk mempertimbangkan: bahan induk tanah, iklim, kadar Kdd dan mineral liat smektit tanah. Hasil klasifikasi tanah berdasarkan deskripsi profil tanah di empat lokasi tersebut disajikan pada Tabel 1 sedangkan hasil analisis pendahuluan keempat contoh tanah tersebut disajikan pada Tabel 2. Sifat-sifat kimia dan mineralogi tanah lebih rinci telah dilaporkan oleh Nursyamsi et al. (2007). Selanjutnya penelitian dilaksanakan melalui dua rangkaian kegiatan, yaitu percobaan inkubasi di laboratorium dan percobaan pot di rumah kaca.

Percobaan inkubasi di laboratorium Percobaan menggunakan Rancangan Acak

Kelompok Faktorial. Faktor pertama adalah takaran asam oksalat, yaitu: 0, 1.000, 2.000, dan 4.000 ppm. Faktor kedua adalah penambahan kation, yaitu: tanpa kation, Na+, NH4+, dan Fe3+ masingmasing dalam bentuk NaCl, NH4Cl, dan FeCl3 dengan takaran 50% jerapan maksimum (Tabel 3). Masing-masing kombinasi perlakuan diulang 3 kali. Bahan tanah dikering-udarakan, ditumbuk, diayak dengan saringan 2 mm, lalu dimasukan ke dalam pot sebanyak 1 kg pot-1 bobot kering mutlak (BKM). Semua pupuk 12 diberikan minggu kondisi dalam dan bentuk air larutan, lalu tanah diaduk hingga homogen. Tanah diinkubasi selama kadar dipertahankan dalam kapasitas lapang

dengan cara menambahkan air bebas ion seminggu dua kali. Selanjutnya contoh tanah diaduk hingga homogen setiap minggu. Setelah inkubasi mencapai 12 minggu, contoh tanah diambil sekitar 250 gram, dikeringudarakan, digerus lalu diayak dengan ayakan 2 mm. Bentukbentuk K yang meliputi: Kl, Kdd, Ktdd, Kt ditetapkan dengan metode yang diuraikan oleh Helmke dan Sparks (1996); Knudsen et al. (1982); dan Wood dan DeTurk (1940). Tahapannya adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Klasifikasi tanah di daerah penelitian Table 1. Soil classification of site experimentsKode Lokasi B1 B2 B3 B4 Bogor Cilacap Ngawi Blora Bahan induk Batu kapur Sedimen liat berkapur Sedimen liat berkapur Batu kapur Zone agroklimat*) B1 B1 C3 C2 Klasifikasi tanah Hapludalf Tipik, halus, smektitik, isohipertermik Endoaquert Kromik, sangat halus, berkapur, smektitik, isohipertermik Endoaquert Tipik, sangat halus, berkapur, smektitik, isohipertermik Haplustalf Tipik, halus, berkapur, campuran, semi aktif, isohipertermik

*) Oldeman (1975)

71

JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 28/2008

Tabel 2. Sifat-sifat tanah lapisan atas (0-20 cm) dari lokasi percobaan Table 2. Top soil characteristics (0-20 cm) of study locationSifat-sifat tanah Tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%) pH Bahan organik C-organik (%) N-total (%) C/N P dan K potensial P2O5 (mg 100g-1) K2O (mg 100g-1) P tersedia (mg P2O5 kg-1) Nilai tukar kation Cadd (me 100g-1) Mgdd (me 100g-1) Kdd (me 100g-1) Nadd (me 100g-1) KTK (me 100g-1) KB (%) Kemasaman Aldd (me 100g-1) Hdd (me 100g-1) Pipet Metode Hapludalf Tipik 26 32 43 5,47 4,01 1,06 0.12 9 178 30 0,65 11,96 2,22 0,11 0,16 24,97 58 5,00 0,55 Endoaquert Kromik 13 32 55 6,36 4,72 1,36 0,12 11 548 134 10,04 33,21 10,36 0,28 0,42 38,03 > 100 0,00 0,45 Endoaquert Tipik 9 35 56 5.56 3.88 1,00 0,11 10 222 41 34,41 42,97 9,06 0,12 0,03 56,97 92 5,57 0,82 Haplustalf Tipik 48 27 25 7,01 6,24 1,13 0,10 13 148 187 5,01 13,01 0,95 0,35 0,38 13,98 > 100 0,00 0,19

H2O (1:2,5) KCl 1 N (1:2,5) Kurmies Kjeldahl HCl 25% Bray 1 NH4OAc 1 N pH 7

NH4OAc 1 N pH 7 KCl 1 N

Tabel 3. Takaran Na+, NH4+, dan Fe3+ pada tiap jenis tanah Table 3. Rate of Na+, NH4+, and Fe3+ of each soilKation Na+ NH4+ Fe3+ Senyawa NaCl NH4Cl FeCl3 Hapludalf Tipik Endoaquert Kromik Endoaquert Tipik Haplustalf Tipik .......... mg kg-1 ........ 59 68 82 60 65 104 96 85 5.000 5.000 5.555 5.000

K larut

Lima gram contoh tanah dimasukkan ke dalam botol sentrifus, lalu ditambahkan 20 ml 0,0002 M CaCl2 dan dikocok selama 1 jam. Ekstrak tanah disentrifus dengan kecepatan 3.500 rpm selama 20 menit dan supernatan ditampung. Selanjutnya kadar K dalam supernatan diukur dengan atomic absorption spectrophotometer (AAS).K dapat dipertukarkan

NH4OAc 1 N pH 7 dan dikocok selama 30 menit. Ekstrak tanah disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 2.000 rpm dan supernatannya ditampung. Tahapan tersebut diulang lalu volume supernatan diimpitkan dengan penambahan NH4OAc 1 N menjadi 50 ml. Selanjutnya kadar K dalam supernatan diukur dengan AAS.K total

Dua gram contoh tanah dimasukkan ke dalam botol sentrifus 50 ml, lalu ditambahkan 20 ml 72

Setengah gram contoh tanah dimasukkan ke dalam teflon bom, lalu ditambah 1 ml aquades dan 10 ml HNO3 dan HClO4 pekat. Teflon bomb

D. NURSYAMSI ET AL. : PENGARUH ASAM OKSALAT, NA+, NH4+,

DAN

FE3+

TERHADAP

KETERSEDIAAN K TANAH, SERAPAN N, P,

DAN

K TANAMAN

ditempatkan pada metal container dan dipanaskan pada suhu 383oK selama 3 jam. Asam borat 2,8 g ditambahkan ke dalam labu ukur plastik 100 ml, kemudian ekstrak tanah dituangkan ke dalam labu. Sisa cairan dalam teflon dicuci dengan air bebas ion dan dimasukkan ke dalam labu ukur. Labu dikocok dan larutan diimpitkan menjadi 100 ml dengan menambahkan air bebas ion. Selanjutnya kadar K dalam larutan diukur dengan AAS.K tidak dapat dipertukarkan

HNO3-HClO4 pekat (analisis P dan K). Konsentrasi N dan P dalam larutan diukur dengan menggunakan spektrofotometer sedangkan K dengan AAS. HASIL DAN PEMBAHASAN Ketersediaan K tanah Kadar K potensial (HCl 25%) tanah-tanah di lokasi penelitian semuanya termasuk tinggi, yakni 30, 41, 134, dan 187 mg 100g-1 berturut-turut untuk Hapludalf Tipik, Endoaquert Tipik, Endoaquert Kromik, dan Haplustalf Tipik. Sementara itu K dapat dipertukarkan (NH4OAc 1 N pH 7) berkisar antara rendah hingga tinggi, yakni 0,11; 0,12; 0,28; dan 0,35 me 100g-1 berturut-turut untuk Hapludalf Tipik, Endoaquert Tipik, Endoaquert Kromik, dan Haplustalf Tipik (Tabel 2). Pada tiga tanah pertama meskipun K potensial tinggi tetapi K dapat dipertukarkannya rendah. Hal ini disebabkan karena sebagian besar K terfiksasi di ruang antar lapisan mineral liat smektit (Goulding, 1987) sehingga sulit terekstrak oleh NH4OAc 1 N pH 7. Asam oksalat tidak berpengaruh terhadap Kl, nyata meningkatkan Kdd sehingga nyata menurunkan Ktdd tanah Alfisols. Dibandingkan dengan kontrol, Na+ dan NH4+ tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah yang diuji. Sementara itu Fe3+ sangat nyata (P > 0,99) meningkatkan Kl dan Kdd sehingga sangat nyata pula menurunkan Ktdd tanah. Selanjutnya interaksi antara asam oksalat dan kation tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah yang diuji (Tabel 4). Berbeda dengan di tanah Alfisols, asam oksalat nyata meningkatkan Kl dan Kdd tanah sehingga sangat nyata menurunkan Ktdd tanah Vertisols. Perlakuan Na+ nyata meningkatkan Kl tapi tidak berpengaruh nyata terhadap Kdd sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap Ktdd tanah. Perlakuan NH4+ tidak berpengaruh nyata terhadap Kl tapi nyata meningkatkan Kdd sehingga nyata menurunkan Ktdd tanah. Sementara itu Fe3+ berpengaruh sangat nyata terhadap semua peubah yang diuji, yakni sangat nyata meningkatkan Kl dan Kdd sehingga sangat nyata pula menurunkan Ktdd tanah. Selanjutnya 73

K tidak dapat dipertukarkan didefinisikan sebagai K total dikurangi oleh K larut dan K dapat dipertukarkan (Ktdd = Kt Kl Kdd). Percobaan pot di rumah kaca Percobaan ini juga menggunakan rancangan dan perlakuan yang sama dengan percobaan inkubasi. Namun demikian perlakuan Fe3+ dengan takaran 50% jerapan maksimum menyebabkan tanaman mati keracunan sehingga pada musim berikutnya percobaan diulang dengan takaran Fe3+ diubah menjadi lima tingkat, yaitu : 0, 125, 250, 375, dan 500 ppm. Selain itu perlakuan NH4+ tidak diuji karena N yang diserap tanaman tidak dapat dibedakan, apakah berasal dari perlakuan penambahan NH4+ atau pupuk urea. Bahan tanah dikering-udarakan, ditumbuk, diayak dengan saringan 2 mm, lalu dimasukan ke dalam pot sebanyak 2 kg pot-1 BKM. Percobaan menggunakan pupuk dasar masing-masing 300 ppm N dan 200 ppm P. Semua pupuk perlakuan diberikan dalam bentuk larutan, lalu tanah diaduk hingga homogen. Benih jagung varietas Pioneer-21 ditanam 5 biji per pot dan setelah berumur 1 MST, tanaman dijarangkan menjadi 3 tanaman per pot. Kadar air tanah dipertahankan pada kapasitas lapang, lalu tanaman dipanen saat berumur 4 MST. Pengamatan dilakukan terhadap bobot basah dan kering (70 oC 48 jam) tanaman umur 4 MST. Analisis serapan N, P, dan K tanaman dilakukan setelah contoh tanaman didestruksi dengan menggunakan H2SO4-H2O2 pekat (analisis N) dan

JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 28/2008

interaksi antara asam oksalat dan kation tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah yang diuji (Tabel 5). Tabel 4. Pengaruh asam oksalat, Na+, NH4+, dan Fe3+ terhadap bentuk Kl, Kdd, Ktdd tanah setelah inkubasi tiga bulan pada Alfisols Table 4. Effect of oxalic acid, Na+, NH4+, and Fe3+ on soil Ksol., Kexch., and Knon-exch. forms after three months incubation in AlfisolsPerlakuan Asam oksalat 0 1.000 2.000 4.000 Kation Kontrol Na+ NH4+ Fe3+ CV (%) FAsam oksalat X Kation Bentuk K tanah Kdd Ktdd Kl . mg kg-1 . 25,63 26,00 26,38 27,00 a a a a 62,00 59,13 70,50 70,38 b b a a 301 303 292 291 a a b b

Pelepasan K di tanah-tanah yang didominasi smektit oleh penambahan kation dapat berlangsung melalui reaksi pertukaran kation. Reaksi tersebut dipengaruhi antara lain oleh jumlah (molaritas) dan valensi kation yang ditambahkan (Tan, 1998). Takaran Na+ dan NH4+ yang ditambahkan berturutturut berkisar antara 59-82 dan 65-104 mg kg-1 sedangkan Fe3+ 5.000-5.555 mg kg-1 (Tabel 3). Selain itu Na+ dan NH4+ bervalensi I sedangkan Fe3+ bervalensi III. Kedua faktor tersebut menyebabkan pemberian Na+ tidak nyata meningkatkan Kl dan Kdd, NH4+ tidak nyata meningkatkan Kl, tetapi Fe3+ nyata meningkatkan Kl dan Kdd di tanah Alfisols dan Vertisols (Tabel 4 dan 5). Asam oksalat tidak nyata meningkatkan Kl pada Alfisols, sedangkan pada Vertisols nyata. Demikian pula Na+ dan NH4+ tidak nyata meningkatkan Kdd pada Alfisols, sedangkan pada Vertisols nyata. Sementara itu Fe3+ dapat meningkatkan Kl dari 13,88 menjadi 58,13 mg kg-1 (318%) pada Alfisols sedangkan pada Vertisols dari 27,75 menjadi 142,13 mg kg-1 (412%). Tampak bahwa pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diuji lebih tinggi pada Vertisols dibandingkan Alfisols. Hal ini disebabkan antara lain karena kadar K total tanah Vertisols jauh lebih tinggi dibandingkan Alfisols (Nursyamsi et al., 2007). Kalium yang lepas dari pool Ktdd menjadi Kdd (relesase) dan dari Kdd menjadi Kl (desorption) pada Vertisols lebih tinggi dibandingkan Alfisols. K yang lepas dari Ktdd menjadi Kdd umumnya K yang berada di posisi interlayer (i), wedge (w), dan crack (c), sedangkan K yang lepas dari Kdd menjadi Kl adalah K yang berada di posisi planar (p) dan edge (e) (Goulding, 1987). Pemberian kation jauh lebih efektif dalam meningkatkan ketersediaan K di dalam tanah dibandingkan dengan asam oksalat. Pengaruh kation terhadap perubahan proporsi bentuk-bentuk K tanah disajikan pada Gambar 1 (Alfisols) dan Gambar 2 (Vertisols). Diantara kation yang dicoba ternyata Fe3+ paling efektif dalam melepaskan Ktdd menjadi Kdd dan Kl di kedua jenis tanah yang diteliti. Gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa jumlah Kl dan Kdd meningkat sedangkan Ktdd menurun akibat pemberian kation di semua tanah yang diteliti. Tingkat

13,88 b 16,75 b 16,25 b 58,13 a 13,60 0,5oC), LaNia (anomali SST < -0,5oC) dan normal (anomali SST antara -0,5oC-0,5oC ), berarti wilayah tersebut peka terhadap fenomena ENSO. Sebagai contoh, hasil analisis peluang menunjukkan jika anomali SST pada bulan September normal, maka awal musim hujan di Pusakanegara pada peluang 60% dimulai pada hari ke-315 (November dasarian 2). Jika anomali SST turun sampai di bawah -0,5oC awal musim hujan akan maju sekitar 10 hari dan lama musim hujan diperkirakan akan lebih panjang 20 hari, sebaliknya jika anomali SST naik sampai di atas 0,5oC awal musim hujan akan mundur 10 hari dan lama musim hujan akan lebih pendek 20 hari (Gambar 4). Kasus lain di daerah Intangan menunjukkan pergeseran awal musim juga terjadi, pada kondisi normal awal musim hujan pada hari ke-294 (Oktober dasarian III), jika diprediksi akan terjadi El-Nio maka diprakirakan awal musim hujan akan mundur 10 hari dan jika La-Nia awal musim hujan diprakirakan akan maju 10 hari. Lama musim hujan pada kondisi normal adalah 19 dasarian, jika terjadi La-Nia maka diprakirakan musim hujan akan lebih panjang 4 88

dasarian dan jika terjadi El-Nio musim hujan akan lebih pendek 3 dasarian. Dampak kejadian iklim ektrim terhadap luas gagal panen pada lahan sawah akibat banjir dan kekeringan Dampak El-Nio terhadap kerusakan lahan sawah di Indonesia karena kekeringan sangat luas, sebaliknya kerusakan lahan sawah pada kondisi LaNia tidak sebesar akibat kekeringan dan tidak signifikan dibanding kondisi normal. Kejadian kekeringan di Indonesia periode 1991-2006 yang berasosiasi dengan kejadian El-Nio terlihat jelas pada tahun El-Nio 1991, 1994, 1997, dan 2002. Kejadian El-Nio pada tahun-tahun tersebut menyebabkan kerusakan pertanaman padi akibat kekeringan yang cukup luas. Namun sebaliknya kejadian La-Nia tidak menyebabkan peningkatan yang signifikan kerusakan pertanaman padi pada lahan sawah akibat banjir. Seperti kerusakan pertanaman padi pada lahan sawah akibat banjir pada tahun 1998/1999 tidak lebih tinggi daripada tahun normal. Tingginya kerusakan pertanaman padi akibat banjir pada tahun normal disebabkan oleh tingginya hujan yang dipicu oleh faktor selain SST (Gambar 5).

E. SURMAINI DAN E. SUSANTI : INDIKATOR IKLIM GLOBAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEJADIAN IKLIM EKSTRIM DI INDONESIA

Ternate 600 400 Anomali CH Agt-Nov 200 0 -200 -400 -600 -0.5 0.0Anomali SST

Ambon 800y = -186.4x + 22.945 2 R = 0.2805

600 Anomali CH Agt-Nov 400 200 0 -200 -400 -600 -800 -0.5 0.0

y = -388.45x + 47.383 R2 = 0.6109

-2.0

-1.5

-1.0

0.5Mei-Jun

1.0

1.5

2.0

-2.0

-1.5

-1.0

0.5

1.0

1.5

2.0

Anomali SST Mei-Jun Ngablak 600y = -109.59x + 21.975 2 R = 0.0176

Maros 1500 1000 500 0 -500 -1000 -0.5 0.0 0.5 Anomali SST Mei-Jun

400 Anomali CH Agt-Nov 200 0 -200 -400 -600 -0.5 0.0

Anomali CH Agt-Nov

y = -293.33x + 75.441 R2 = 0.574

-2.0

-1.5

-1.0

1.0

1.5

2.0

-2.0

-1.5

-1.0

0.5

1.0

1.5

2.0

Anomali SST Mei-Jun Batutangga 800y = -298.88x + 55.235 R = 0.55132

Sukamandi600 400y = -293.33x + 75.441 R2 = 0.574

600 Anomali CH Agt-Nov 400 200 0 -200 -400 -600 -800 -0.5 0.0

Anomali CH Agt-Nov

200 0 -200 -400 -600

-2.0

-1.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5Mei-Jun

1.0

1.5

2.0

-2.0

-1.5

-1.0

0.5

1.0

1.5

2.0

Anomali SST

Anomali SST Mei-Jun

Gambar 3. Hubungan anomali curah hujan bulan Agustus-November dengan anomali suhu muka laut di Nino 3.4 bulan Mei-Juni pada berapa wilayah di Indonesia Figure 3. Relationship between August-November rainfall anomaly and May-June sea surface temperature anomaly in Nino 3.4 of some areas in Indonesia

89

JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 28/2008

Pusakanegara1.00El Nino La Nina Normal

Pusakanegara1El Nino La Nina Normal

Peluang Terlampuai Peluang Terlampaui

Peluang Terlampaui

0.80

0.8

0.60

0.6

0.40

0.4

0.20

0.2

0.00 265 275 285 295 305 315 325 335 345 355 365

0 10 15

Awal MH

20 Lama MH (Dasarian)

25

30

1

IntanganEl Nino La Nina Normal

Intangan1El Nino La Nina Normal

0.8

0.8

Peluang Terlampaui

0.6

Peluang Terlampaui365

0.6

0.4

0.4

0.2

0.2

0 265 275 285 295 305 315 325Aw al MH

0 335 345 355 10 15 20 25 30

Lama MH (Dasarian)

Gambar 4. Hubungan antara peluang masuknya awal musim hujan dan lama musim hujan pada kondisi iklim ekstrim dan normal Figure 4. Relationship between probability of exceedence of onset and period of rainy season on extreme and normal climate condition

KESIMPULAN 1. Indikator iklim global yang paling berpengaruh terhadap hujan di Indonesia adalah suhu muka laut di zone Nino 3.4, dan pengaruhnya hanya signifikan pada musim transisi bulan AgustusNovember, sehingga SST bulan Mei-Juni dapat digunakan untuk memprediksi hujan pada periode musim transisi (Agustus-November). Hal ini menguntungkan karena informasi prakiraan yang andal pada periode tersebut sangat penting untuk menentukan awal musim tanam. Pengaruh SST ini signifikan pada wilayah Sumatera bagian selatan, Jawa, dan Sulawesi bagian selatan yang merupakan lumbung padi nasional. Sedangkan dengan DMI hanya berpengaruh 90

terhadap curah hujan musim kemarau disebagian kecil wilayah Indonesia seperti Lampung, Riau dan pantura Jawa Barat. 2. Hubungan SST dengan hujan menunjukkan korelasi negatif. Kenaikan anomali suhu muka laut bulan Mei-Juni sebesar +1oC, menyebabkan penurunan curah hujan. Selain itu jika anomali SST pada bulan September turun sampai di bawah -0,5oC (La-Nia) awal musim hujan akan maju dan lama musim hujan lebih panjang, sebaliknya jika anomali SST naik sampai di atas 0,5oC (El-Nio) awal musim hujan akan mundur dan lama musim hujan lebih pendek. Penurunan curah hujan dan pergeseran musim yang cukup tajam pada kondisi El-Nio akan terjadi ada

E. SURMAINI DAN E. SUSANTI : INDIKATOR IKLIM GLOBAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEJADIAN IKLIM EKSTRIM DI INDONESIA

3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 -0.5 -1 -1.5 -26 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 6 2006 6 2006 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 12 12

Anomali SST

El Nino1200000 Banjir

Luas kerusakan (ha)

1000000 800000 600000 400000 200000 0 6 6 6

El Nino

Kekeringan

La Nina El Nino

El Nino

6

6

6

6

6

6

6

6

6

6

6

12

12

12

12

12

12

12

12

12

12

12

12

12

12

6 2005

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

Bulan dan Tahun

Gambar 5. Kerusakan pertanaman padi pada lahan sawah akibat kekeringan dan banjir yang berasosiasi dengan ENSO di Indonesia Figure 5. Damaged area of ricefield due to drought and flood occurence assosiated with ENSO events in Indonesia

daerah di Sumatera bagian selatan, Jawa, dan Sulawesi bagian selatan 3. Dampak El-Nio terhadap kerusakan pertanaman padi di Indonesia karena kekeringan lebih luas dibandingkan karena banjir. Kerusakan pertanaman padi akibat banjir pada kondisi LaNia tidak signifikan dibanding pada kondisi normal.

Boer,

R. and M. Faqih. 2004. Global climate forcing factor and rainfall variability in West Java: case study in Bandung District. J. Agromet 18(2):1-12.

Chang, C.P., Z. Wang, Z., J. Ju, and T. Li. 2004. On relationship between western maritime continent monsoon rainfall and ENSO during northern winter. J. Climate 16:1775-1790. Giannini, A. 2006. Seasonality in the predictability of Indonesian monsoonal climate. Paper presented at International Workshop on Use of Ocean Observations to Enhance Sustainable Development-Training and Capacity Building Workshop for the Eastern Indian Ocean, Bali, 7-9 June 2006. Haylock, M. and J.L. McBride, 2001. Spatial coherence and predictability of Indonesian wet season rainfall. Journal of Climate 14: 38823887. Hendon, H.H. 2003. Indonesian Rainfall Variability : Impacts of ENSO and Local Air-Sea Interaction. J. Climate (16):1775-1790.

DAFTAR PUSTAKA Aldrian, E. and R.D. Susanto. 2003. Identification of Three Dominant Rainfall Regions within Indonesia and their Relationship to Sea Surface Temperature. Int. J. Climatol. 23: 1435-1452. Battisti, D.S., D.J. Vimont, R. Naylor, W. Falcon, and M. Burke. 2006. Downscaling Indonesian precipitation: present and future climate scenario. Paper presenting in rountable discussion on coping with Climate Variability and Change in Food Production. Bogor. November 2006.

12

91

JURNAL TANAH DAN IKLIM NO. 28/2008

Rao, S.A. 2002. Indian Ocean dipole. A new phenomenon found in tropical Pasific. http:// www.jamstec.go.jp/.html [3 Februari 2005]. Rao, S.A., S.K. Behera, Y. Masumoto, and T. Yamagata. 2002. Subsurface interannual variability assosiated with the Indian Ocean Dipole. CLIVAR Exchange 23:1-4.

Saji, N.H., B.N. Goswani, P.N. Vinayachandran, and T. Yamagata. 1999. A dipole mode in the tropical Indian ocean. Nature Magazine 401:360-363 Saji, N.H. 2000. The ocean at work during the Indian Ocean Dipole Mode. Frontier Newsletter 10.

92

PETUNJUK PENULISAN ARTIKEL UNTUK JURNAL TANAH DAN IKLIMJurnal Tanah dan Iklim terbit dua kali dalam setahun dan memuat hasil-hasil penelitian dalam bidang tanah dan iklim. Artikel di dalam Jurnal Tanah dan Iklim tersusun atas bagianbagian Judul, Abstrak, Pendahuluan, Bahan dan Metode, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, dan Daftar Pustaka. Judul : Judul harus singkat (maksimum 15 kata), tetapi cukup memberikan identitas subyek, indikasi tujuan dan memuat kata-kata kunci, ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Abstrak : Abstrak mewakili seluruh materi tulisan dan implikasinya, ditulis secara singkat (sekitar 200 kata) dalam bahasa Indonesia dan Inggris dengan isi yang sama, dan tidak ada singkatan. Pendahuluan : Menyajikan alasan diadakannya penelitian atau hipotesis yang mendasari, ringkasan tinjauan pustaka yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, dan pendekatan yang digunakan. Bahan dan Metode : Memuat penjelasan mengenai bahan-bahan penelitian, lokasi, dan waktu pelaksanaan. Metode yang digunakan ditulis dengan jelas dan sistematis, sehingga peneliti lain yang akan meneliti ulang dapat melakukan dengan cara yang sama. Hasil dan Pembahasan : Hasil yang disajikan secara singkat dapat dibantu dengan tabel, grafik, ilustrasi, dan foto-foto. Masing-masing data disajikan satu kali pada naskah, tabel, atau grafik. Judul tabel dan gambar, serta keterangannya, ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Pembahasan merupakan tinjauan terhadap hasil penelitian secara singkat tetapi cukup luas. Pustaka yang diacu diutamakan publikasi primer. Kesimpulan : Menyajikan hasil penelitian yang dianggap penting untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Daftar Pustaka : Mencantumkan semua pustaka yang digunakan dengan menyebutkan nama penulis, tahun penerbitan, judul, penerbit, kota, volume, nomor, dan halamannya, serta pustaka dari website. Penulisan daftar pustaka sesuai dengan cara yang ada di dalam jurnal ini. Keterangan : 1. Nama (-nama) penulis disertai catatan kaki tentang profesi dan instansi tempat bekerja. 2. Kata-kata kunci sesuai dengan isi artikel, berpedoman pada Agrovoc, dan ditulis setelah abstrak. 3. Setiap nama organisme yang disebut pertama kali dalam abstrak atau tulisan pokok disertai nama ilmiahnya. 4. Makalah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. 5. Nama kimiawi yang disebut untuk pertama kali dalam abstrak atau tulisan pokok supaya ditulis penuh, tidak boleh menyebutkan nama dagang (merk). 6. Angka desimal dalam bahasa Indonesia ditandai dengan koma dan dalam bahasa Inggris ditandai dengan titik. 7. Naskah diketik dua spasi kurang lebih 20 halaman kuarto, dalam format Microsoft Word. 8. Gambar, grafik, dan foto hitam putih harus kontras dan jelas. 9. Tabel tanpa garis pemisah vertikal. 10. Makalah dalam bentuk soft copy dan 2 hard copy, diserahkan/dikirimkan kepada Redaksi Pelaksana Jurnal Tanah dan Iklim.

Jurnal Tanah dan Iklim adalah penerbitan berkala yang memuat hasil-hasil penelitian dalam bidang tanah dan iklim dari para peneliti baik di dalam maupun di luar Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Redaksi dapat menyesuaikan istilah atau mengubah kalimat dalam naskah yang akan diterbitkan tanpa mengubah isi naskah. Penerbitan ini juga memuat berita singkat yang berisi tulisan mengenai teknik dan peralatan baru, serta hasil sementara penelitian tanah dan iklim. Surat pembaca dapat dimuat setelah disetujui Dewan Redaksi. Dewan Redaksi tidak dapat menerima makalah yang telah dipublikasikan atau dalam waktu yang sama dimuat dalam publikasi lain. Pembaca yang berminat untuk berlangganan atau pertukaran publikasi harap berhubungan dengan Redaksi Pelaksana Jurnal Tanah dan Iklim.