jurnal reading anak
DESCRIPTION
jdhfdfhfgkj dhgdfgvufdgv vfdvhdfuhvguregv vhfhgvthgure vfvhuevhev vbhfvhufdhvfudv vbhdfvhdfhvfv fvbhdfvhdfsvdfs vdhfvdfshvdfhvbhdfv dfvbfdhshivhsdfihTRANSCRIPT
HASIL
Terdapat sebanyak 170 anak (6 bulan - 5 tahun) yang termasuk dalam
penelitian. 70 kasus kejang demam yang didefinisikan berdasarkan International
League Against Epilepsy dan Sisanya 100 kasus kontrol dengan riwayat sakit demam
(<3 hari) tanpa kejang. Dalam penelitian ini, terdapat 44 anak laki-laki pada kasus
dan 60 anak laki-laki pada kontrol. 26 anak perempuan pada kasus dengan 40 anak
perempuan dalam kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan keseragaman distribusi
antara kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan jenis kelamin. Dalam
distribusi kelompok usia, 34,3% Kasus berusia antara 6-16 bulan dan secara
bersamaan pada kelompok kontrol presentase tertinggi (35%) berada pada rentang
usia tersebut. Perbandingan antara anak laki – laki dengan anak perempuan pada
kelompok kasus adalah 1.69 : 1 dan pada kelompok kontrol sebanyak 1.5 : 1.
Evaluasi terhadap adanya kekurangan zat besi terdapat 65,7% pada kelompok kasus
dan 45% terdapat pada kelompok kontrol. Hubungan antara kejadian kekurangan zat
besi dengan jenis kelamin anak,anak laki-laki leih dominan mengalami kekurangan
zat besi (72,7%) pada kelompok kasus kejang demam dibandingkan 41,6% anak
laki – laki pada kelompok kontrol. Sedangkan hubungan antara kekurangan zat besi
dengan prevalensi kasus kejang demam, kami mengamati adanya 65,7% kasus kejang
demam dengan kekurangan zat besi dibanding dengan 45% dari kelompok kontrol
yang memiliki kekurangan besi (OR-2.34; p <0,05) (Tabel 1). Hubunan antara
kekurangan zat besi dengan berbagai faktor demografi, hubungan positif
berhubungan dengan jenis kelamin laki-laki dan status sosial ekonomi yang rendah.
Terdapat hubungan statistik yang signifikan antara kekambuhan kejang demam dan
kekurangan zat besi (Tabel 2). Namun, tidak ada data statistik yang mengamati antara
korelasi jenis kejang pada kejang demam dengan kejadian kekurangan zat besi.
DISKUSI
Tabel 1: kejadian kekurangan zat besi pada kelompok kasus dan kontrol
Kelompok Kasus (70) Kelompok Kontrol (100)Jml. % kasus % anak jml % kontrol % anak Odds Nilai
dengan dengan rasio p kekurangan kekurangan zat besi zat besi
kekurangan zat besi 46 65.7 50.5 45 45.0 49.5
2.3426 0.0082Tidak KekuranganZat besi 24 34.3 30.3 55 55.0 69.6
Tabel 2: korelasi antara kekurangan zat besi dengan riwayat adanya kejang demam pertama kali dan kejang demam sebelumnya
kekurangan zat besi (%) nilai Z nilai pkejang pertama kali (48) 27(56.2)
2.45 0.0143Kejang sebelumnya (22) 19(86.3)
Dalam penelitian ini, Usia rata-rata anak pada kelompok kasus kejang demam
dalam penelitian kami adalah 28,41 bulan. Insiden kejadian kejang demam di usia <3
tahun lebih tinggi (78,5%) dibandingkan dengan usia > 3 tahun (21,5%). Hartfield
dkk melaporkan jumlah maksimal kasus terjadi di kelompok usia kurang dari 24
bulan dan rata-rata terjadi di usia 17,9 bulan. Kumari dkk melaporkan 55,8%
kelompok kasus dan 56,5% dari kelompok kontrol berada di kelompok usia kurang
dari 17 bulan. Prevalensi lebih tinggi kasus kejang demam di kelompok usia yang
lebih muda mungkin terjadi karena ketidakmatangan otak akibat dari pertumbuhan
maksimal hippocampus yang terjadi pada periode 15-36 bulan, periode ini merupakan
periode pematangan otak normal yang diduga berfungsi meningkatkan rangsangan
saraf. 16
Dalam penelitian ini anak laki-laki lebih dominan, begitu juga dengan
penelitian sebelumnya. Apakah ada dasar biologis untuk jenis kelamin tertentu yang
menetukan perbedaan kerentanan pada kasus kejang demam, atau apakah anak laki-
laki hanya lebih sering mengalami demam dan karena itu lebih berisiko mengalami
kejang demam, sampai saat ini belum dapat dipastikan.
hubungan antara prevalensi kejang demam status ekonomi menunjukkan
mayoritas kejadian kejang demam pada anak – anak terjadi pada anak dengan status
ekonomi yang rendah (65,7%), berbeda dengan kelompok kontrol di mana berasal
status ekonomi menengah. Perbedaan signifikan secara statistik dengan Odds Rasio
3,16 (p = 0,008). Hal ini dapat menjelaskan bahwa anak-anak dengan status ekonomi
yang rendah lebih rentan terhadap penyakit demam akut, yang kemungkinan dapat
menjadi predisposisi untuk terjadinya kejang demam. Penelitian Kumari dkk juga
menunjukkan hasil yang sama dimana ditemukan 115 dari 154 kasus memiliki status
ekonomi yang rendah. Ini bertepatan dengan hasil penelitian sebelumnya di mana
sosial ekonomi rendah dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kejang demam.
Kekurangan zat besi merupakan faktor risiko yang signifikan untuk terjadinya
kejang demam sederhana pada anak-anak kelompok usia 6 bulan sampai 5 tahun
dalam penelitian ini. Dalam studi yang telah dilakukan oleh Pisacane dkk17, pada
anak-anak dengan kelompok usia yang sama, didapatkan hasil yang sama dengan
odds rasio 3,3 (interval kepercayaan 95% dari 1,7-6,5).
Dalam penelitian ini kekurangan zat besi diidentifikasi sebagai faktor risiko
untuk kejadian kejang demam dengan Odds rasio 2,346 (p = 0,0082). Hal ini sama
dengan hasil studi sebelumnya kaitan kekurangan zat besi dengan kejang demam
sebagai faktor risiko yang dapat dimodifikasi. 15,17
Daoud dkk,18 mengamati kadar feritin secara signifikan lebih rendah terjadi
dalam kelompok kejang demam dibandingkan dengan kelompok kontol, yang
membuktikan bahwa kadar feritin serum merupakan pengukuran yang sensitive,
spesifik dan terpercaya untuk menentukan adaya kekurangan zat besi pada tahap
awal, dan mungkin dapat menjadi indikator terbaik menentukan status besi total pada
tubuh. Vasvani dkk,19 mengamati kadar feritin serum yang rendah secara signifikan
pada anak dengan kejang demam dibandingkan kelompok kontrol. Sebaliknya,
beberapa studi tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara kadar feritin
serum pada kedua kelompok.20,21
Pada pengamatan korelasi antara kekurangan zat besi dengan kejadian kejang
demam, kami mengamati bahwa, ada hubungan statistic yang signifikan antara
kejadian kekambuhan kejang demam jika terjadi kekurangan zat besi (z = 2,45; p =
0,0143) yang menunjukkan kekurangan zat besi sebagai salah satu faktor risiko
adanya kekambuhan pada kejang demam. Meskipun korelasi antara kekurangan zat
besi dengan frekuensi kejadian kejang demam belum sepenuhnya terbukti.
Tipe kejang demam dan kejadian kekurangan zat besi juga berhubungan
meskipun belum ada bukti statistik. Kami menemukan bahwa, mayoritas kasus adalah
kejang demam sederhana, dimana 64,5% mengalami kekurangan zat besi dan 75%
dari kasus kejang demam kompleks mengalami kekurangan zat besi. Dalam sebuah
penelitian serupa oleh Aliabad dkk22 dilaporkan 86% kasus kejang demam sederhana
dan 14% kejang demam
Kekuatan penelitian ini meliputi kriteria standar untuk mendiagnosis kejang
demam, dan kekurangan zat besi, pendataan bersamaan mengenai kelompok kontrol
dan kasus, dan tidak ada paparan bias recall. Keterbatasan penelitian ini adalah
penelitian berbasis rumah sakit sehingga prevalensi paparan dan hasil penelitian
mungkin berbeda dari yang terjadi di masyarakat. Feritin serum, merupakan reaktan
pada fase akut yang meningkat dalam kondisi ketika ada peradangan, meskipun
kedua kelompok kasus dan kontrol mengalami demam pada saat pendataan.
Terdapat korelasi yang kuat antara kekurangan zat besi dan kasus kejang
demam. Deteksi dini dan lama terapi yang untuk kasus kekurangan zat besi dapat
membantu untuk pencegahan serta kekambuhan kejadian kejang demam pada anak
dari kelompok usia ini.