jurnal puskesmas
TRANSCRIPT
TUGAS INDIVIDU
DOSEN : HASRIWIANI HABO ABBAS, SKM, M. KES
EVALUASI PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DATA PROGRAM
KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI PUSKESMAS DALAM WILAYAH
KOTA BENGKULU
OLEH:
HAERUL AMRI HUKM AN
142 2010 0242
KELAS B
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2012
KATA PENGANTAR
Dalam pelaksanaan upaya kesehatan secara menyeluruh dan terpadu perlu
pengerahan segala daya dan tenaga secara berhasil guna dan berdaya guna, untuk itu
diperlukan peningkatan fungsi perencanaan, pemantauan dan evaluasi. Salah satu
faktor yang menentukan keberhasilan fungsi perencanaan, pemantauan dan evaluasi
adalah adanya system informasi yang akurat, tepat waktu dan kontinyu, karena
informasi ini merupakan bahan yang esensial untuk pelaksanaan perencanaan,
pemantauan dan evaluasi.
Data yang akurat, tepat waktu dan kontinyu yang sangat diperlukan dalam
perencanaan, pemantauan dan evaluasi tersebut dapat diperoleh di puskesmas melalui
sistem pencatatan dan pelaporan terpadu Puskesmas (SF2TP). SP2TP ini ditepatkan
dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 63/Menkes/II/1981, serta Surat
Keputusan Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Nomor
143/BINKESMAS/DJ/II/1981 tentang petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan Sistem
Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP).
Program kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu kegiatan Puskesmas
yang dilaporkan daiam SP2TP. Bila data yang terkumpul cepat, tepat waktu, lengkap
dan akurat serta dikelola secara baik dan benar, maka akan dapat mendukung
penyusunan informasi manajemen kesehacgn gigi dan mulut sebagai banan
perencanaan, pemantauan dan evaluasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan
data program kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas dalam wilayah Kota Bengkulu.
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan
crosssectional, menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif, bersifat evaluatif yaitu
untuk mengevaluasi pengelolaan data kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas dalam
wilayah Kota Bengkulu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengelola data
kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas dalam wilayah Kota Bengkulu, dengan
subyek penelitian adalah dokter gigi Puskesmas, perawat gigi Puskesmas dan
Koordinator SP2TP Puskesmas.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner dan cek
dokumen diseiuruh Puskesmas dalam wilayah Kota Bengkulu. Untuk memperoleh
infomasi yang lebih dalam mengenai pengelolaan data program kesehatan gigi dan
mulut tersebut maka dilakukan juga observasi langsung dan wawancara mendalam
kepada dokter gigi, perawat gigi dan koordinator SP2TP Puskesmas Lingkar Timur
Kota Bengkulu.
Data hasil pengisian kuesioner dan cek dokumen dengan memakai check
list di 15 Puskesmas dalam wilayah Kota Bengkulu yang terdiri data
mengenai input, proses,output serta faktor-faktor penghambat dan pendukung
program kesehatan gigi dan mulut dianalisa_.secara kuantitatif, disajikan secara
deskriftif. Untuk melengkapi dan menguatkan penelitian kuantitatif tersebut maka
data hasil observasi langsung dan wawancara mendalam di Puskesmas Lingkar Timur
dianalisa secara kualitatif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Input
a. Sumber daya manusia
Dari hasil penelitian dapat diketahui mengenai jumlah dokter gigi, perawat
gigi dan koordinator SP2TP di Puskesmas dalam wilayah Kota Bengkulu, yaitu: 15
orang dokter gigi tersebar di 15 Puskesmas dan masing-masing Puskesmas
mempunyai 1 orang dokter gigi; 20 orang perawat gigi yang tersebar di 15
Puskesmas, artinya ada beberapa Puskesmas yang mempunyai 2 orang perawat gigi;
15 orang koordinator SP2TP tersebar di 15 Puskesmas, artinya masing-masing
Puskesmas mempunyai 1 orang tenaga koordinator SP2TP.
Dokter gigi yang bekerja di Puskesmas dalam wilayah Kota Bengkulu
mempunyai masa kerja yang cukup lama, hanya 3 orang dokter gigi yang mempunyai
masa kerja kurang dari 1 tahun. Dari sekian lama masa kerja tersebut hanya 2 orang
dokter gigi yang pernah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan sistem
pengelolaan data kesehatan gigi dan mulut, pada hal mereka semuanya mempunyai
status Pegawai Negeri Sipil, yang artinya adalah pegawai tetap. Keadaan ini sama
dengan jenis tenaga perawat gigi, dari 20 orang perawat gigi hanya 3 orang yang
mempunyai masa ke'rja kurang dari 1 tahun, 17 orang lainnya mempunyai masa kerja
yang cukup lama. Tetapi hanya 3 orang perawat gigi yang pernah mengikuti pelatihan
yang berkaitan dengan pengelolaan data kesehatan gigi dan mulut. Hasil penyebaran
kuesioner diketahui bahwa hanya 10% perawat gigi yang menyatakan mampu dan
mengerti cara pencatatan dan pelaporan program kesehatan gigi dan mulut. Hal ini
dikuatkan dalam pelaksanaan wawancara mendalam di Puskesmas Lingkar Timur.
Permasalahan yang ditemui pada dokter gigi dan perawat gigi sama halnya
dengan permasalahan yang ditemui pada koordinator SP2TP. Koordinator SP2TP
Puskesmas dalam wilayah Kota Eengkulu telah mempunyai masa kerja lebih dari 2
tahun dan mempunyai status Pegawai negeri Sipil, tetapi baru 5 orang yang telah
mengikuti pelatihan SP2TP. Dari hasil kuesioner diketahui bahwa hanya 12%
koordinator SP2TP Puskesmas menyatakan mampu dan mengerti cara pengelolaan
data SP2TP walaupun 33,33% dari mereka mempunyai latar belakang pendidikan
sarjana (Si).
b. Sarana
Berdasarkan hasil cek dokumen yang dilakukan oleh penulis maka dapat
diketahui bahwa sarana dalam bentuk formulir, register dan buku pedoman untuk
pengelolaan data kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas dalam wilayah Kota
Bengkulu adalah lengkap (100%). Seluruh Puskesmas (100%) tidak memiliki
sarana dalam bentuk komputer, petugas (100%) menyatakan mengolah data secara
manual dan sarana yangberkaitan dengan kebutuhan petugas dalam pengelolaan
data kesehatan gigi dan mulut cukup dan dapat mendukung kelancaran kerja.
Keadaan ini dikuatkan oleh hasil observasi dan wawancara mendalam di Puskesmas
Lingkar Timur, dimana sarana yang dimiliki dianggap cukup untuk melaksanakan
pengelolaan data kesehatan gigi dan mulut. Dengan demikian disimpulkan bahwa
ketersediaan sarana bukan merupakan hambatan untuk melaksanakan tugas dalam
pengelolaan data kesehatan gigi dan mulut.
c. Dana
Untuk kebucuhan format pencatatan dan pelaporan telah disediakan oleh
Dinas Kesehatan, sehingga tidak ada dana khusus yang dialokasikan untuk pengadaan
format tersebut. Namun demikian manakaia format yang disediakan sudah habis
maka Puskesmas memfotocopi sendiri dengan menggunakar. dana operasional
Puskesmas.
Dari 15 Puskesmas yang diteliti 100% menyatakan bahwa petugas tidak
pernah mengeluarkan dana sendiri untuk pengelolaan data kesehatan gigi dan
mulut. Dana tersebut berasal dari dana operasional; Puskesmas yang dikeluarkan
melalui bendahara Puskesmas atas persetujuan Kepala Puskesmas. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa dana untuk kelengkapan sarana pengelolaan data kesehatan
gigi dan mulut dan dana transportasi untuk pengiriman laporan tidak ada masalah.
d. Metode
Metode pengolahan data kesehatan gigi dan mulut dilakukan secara manual,
karena (100%) Puskesmas dalam wilayah Kota Bengkulu tidak memiliki komputer.
Dari koordinator Puskesmas Lingkar Timur diperoleh pernyataan bahwa pengolahan
data akan lebih baik bila disediakan komputer, karena dengan sistem manual proses
pengolahan data lebih banyak memerlukan waktu, sehingga pengiriman laporan
sering terlambat dan proses penampilan data juga sulit dilakukan. Dengan demikian
diharapkan pada inasa yang akan datang pihak Dinas Kesehatan sudah harus
melakukan pengadaan komputer bagi Puskesmas dalam wilayah kerjanya. Kal ini
sesuai dengan kondisi setiap Puskesmas yang semuanya sudah memiliki tenaga
listrik. Menurut Davis dan oison (1985), bahwa Sistem Informasi Manajemen yang
berbasis komputer biasanya dapat mengurangi biaya sekaligus meningkatkan
kemampuan dan prestasi sistem informasi. Selain itu penerapan sistem informasi
berdasarkan komputer dapat mempengaruhi struktur organisasi, motivasi dalam
organisasi, manajemen dan pengambilan keputusan. Menurut Kumorotomo dan
Margono (1996), ada beberapa alasan mengapa komputer mempunyai peranan yang
sangat penting didalam Sistem Informasi Manajemen modern. Alasan yang pertama
berkenaan dengan keunggulan perangkat komputer dalam pengolahan data.
Dalam beberapa hal komputer lebih unggul sebagai pencatat data jika
dibandingkan dengan daya ingat manusia. Alasan yang kedua adalah teknologi
otomasi melalui melalui komputerisasi sudah tersedia dimana-mana dan dapat
diperoleh dengan mudah dan murah.
2. Proses
a. Pengumpulan data kesehatan gigi dan mulut
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hampir sebagian (40%) dari
perawat gigi menyatakan tidak mencatat seluruh pasien gigi kedalam register
harian dan 95% menyatakan mekanisme pencatatan dan pelaporan sangat sulit
karena format laporan kesehatan gigi dan mulut terlalu banyak, sehingga
memerlukan waktu banyak untuk mengerj akannya.
Melalui observasi yang dilakukan di Puskesmas Lingkar Timur diketahui
ahwa pencatatan kedalam register harian hanya dilakukan di bawah pukul 11.00
WIB, bila pasien berkunjung di atas pukul 11.00 WIB maka pasien tersebut tidak
dicatat lagi kedalam register harian. Dengan demikian berarti data yang ada
didalam register harian tidak akurat.
Observasi dilakukan pada saat pengumpulan data kesehatan gigi dan mulut
di luar gedung, misalnya pada kegiatan UKGS dan UKMD. Proses
pengumpulannya dimulai dari pencatatan kedalam register luar gedung dan pada
setiap awal bulan data dari register tersebut direkap untuk dimasukkan kedalam
format laporan. Dari observasi pengumpulan data kegiatan luar gedung tersebut
tidak ditemui masalah.
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa proses
pengumpulan data kesehatan gigi dan mulut, khususnya data kesehatan gigi dan
mulut di dalam gedung Puskesmas tidak dilakukan dengan maskimal, artinya
masih banyak data yang tidak tercatat yang tentunya akan mempengaruhi
keakuratan laporan. Pada hal menurut Kusnanto, (1998) kualitas sistem informasi
kesehatan ditentukan oleh 3 hal, yaitu akurasi, ketepatan waktu dan relevansi.
Output dari sistem informasi kesehatan adalah akurat, tepat waktu dan
ketersediaan informasi yang dapat mendukung pengambilan keputusan dalam
manajemen kesehatan, perencanaan, pemecahan masalah, pemantauan,
pengendalian dan evaluasi aspek kesehatan.
b. Pengolahan data kesehatan gigi dan mulut
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 19 (95%) perawat gigi
tidak melakukan pengolahan data kesehatan gigi dan mulut setiap hari dan
hanya 45% perawat gigi yang merekap seluruh data di dalam register harian
untuk dimasukkan kedalam format laporan, artinya lebih dari separoh (55%)
dari mereka tidak merekap seluruh data yang ada di dalam register harian
untuk dimasukkan kedalam format laporan, sehingga diperkirakan data yang
ada di dalam format laporan tersebut tidak akurat. Selain itu hanya 8 (40%)
perawat gigi menyatakan bahwa penyampaian data tersebut kepada
koordinator SP2TP Puskesmas dilakukan sebelum tanggal 5 pada bulan
Derikutnya, dengan demikian artinya 12 (60%) perawat gigi menyampaikan
data kepada koordinator SP2TP Puskesmas melebihi waktu yang telah
ditetapkan.
Melalui observasi langsung di Puskesmas Lingkar Timur diketahui
bahwa pengolahan data oleh perawat gigi dilakukan sekaligus setiap awal
bulan. Kegiatan dalam pengolahan data hanya dilakukan dengan cara merekap
data yang ada di dalam register harian dan register kegiatan luar gedung
secara manual untuk dimasukkan kedalam format laporan. Karena mereka
merekap data sekaligus setiap awal bulan maka kegiatan perekapan data
tersebut tidak dilakukan dengan benar, mereka hanya memperkirakan jumlah
angka yang akan diisikan kedalam format laporan. Hasil pengisian kedalam
format laporan tersebut penulis cross chek dengan register harian dan register
kegiatan luar gedung, ternyata jumlah yang diisikan kedalam format laporan
tidak sama dengan jumlah yang ada di dalam register harian dan register luar
gedung tersebut. Data yang telah diisikan kedalam format laporan kemudian
diserahkan kepada koordinator SP2TP Puskesmas.
Dengan demikian disimpulkan bahwa pengolahan data kesehatan gigi
dan mulut yang dilakukan oleh perawat gigi belum memenuhi persyaratan
kualitas informasi yang diperlukan untuk pelaksanaan suatu sistem informasi
yang akurat dan tepat waktu seperti yang diutarakan oleh Kusnanto (1998).
Aspek pengolahan data ini sesuai dengan penelitian Rochendah (2001), yaitu
pengolahan data belum dilaksanakan dengan maksimal sehingga
menghasilkan informasi yang kurang akurat.
Pengolahan data oleh koordinator SP2TP Puskesmas diketahui bahwa
hanya 6,7% koordinator SP2TP Puskesmas menyatakan mengolah data setiap
hari, hal ini karena data yang masuk ke koordinator SP2TP adalah setiap awal
bulan saja. 100% koordinator SP2TP mengaku menerima data dari perawat
gigi, tetapi hanya 13,3% mereka mengecek ulang kebenaran data tersebut.
Hasil observasi langsung dan wawancara mendalam yang dilakukan di
Puskesmas Lingkar Timur diketahui bahwa koordinator SP2TP mengolah data
dengan cara menerima data dari perawat gigi. Koordinator SP2TP tidak
mengecek ulang kebenaran data tersebut, kemudian disatukan dengan data
program lainnya ke dalam untuk dikirimkan ke Dinas Kesehatan.
Pelaksanaan pengolahan data tahunan diketahui melalui wawancara
mendalam. Prosesnya sama dengan pengolahan data bulanan yaitu perawat
gigi dan koordinator SP2TP merekap data untuk dimasukkan kedalam format
laporan dan langsungmengirimkannya ke Dinas Kesehatan.
c. Penyajian data kesehatan gigi dan mulut
Dari hasil penelitian di 15 Puskesmas yanga ada dalam wilayah Kota
Bengkulu diketahui bahwa hanya 3 Puskesmas (20%) yang menyajikan data.
Penyajian- data di 3 Puskesmas tersebut berupa grafik dan tampilan 10
penyakit terbanyak di puskesmas. Sedangkan hasil penelitian di Puskesmas
Lingkar Timur juga menunjukkan bahwa Puskesmas tersebut tidak
menyajikan data, baik dalam bentuk tabel, grafik maupun dalam bentuk
iainnya. D-ari wawancara mendalam diketahui bahwa perawat gigi
menganggap bahwa dengan menampilkan data tidak akan membantu dalam
melaksanakan tugas. Penyajian data SP2TP di Puskesmas Lingkar Timur oleh
koordinator SP2TP Puskesmas juga tidak dilaksanakan, karena koordinator
SP2TP tidak mengolah data tersebut menjadi bentuk yang bias
divisualisasikan.
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penyajian data
kesehatan gigi dan mulut belum dilaksanakan. Pada hal penyajian data
tersebut sangatlah penting sebagai bahan informasi dalam pengambilan
keputusan. Hal ini dikemukakan oleh Sidharta (1995) bahwa informasi adalah
data yang diolah dan disajikan menjadi sebuah bentuk yang berarti atau
berguna bagi penerimanya dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat
ini atau yang akan datang. Sedangkan menurut Kusnanto (1998) data yang
disajikan memiliki relevansi, artinya setelah mengolah data
petugas handaknya mampu menyajikan data yang relevan dengan kebutuhan
puskesmas dalam konteks sistem informasi manajemen Puskesmas. Aspek
penyajian data kesehatan gigi dan mulut ini sesuai dengan penelitian Mastur
(2002) bahwa data tidak disajikan baik dalam bentuk tabel, grafik, peta
maupun dalam bentuk penyajian Iainnya.
3. Output
a. Pemanfaatan informasi untuk perencanaan program kesehatan gigi dan
mulut.
Berdasarkan cek dokumen maka dapat diketahui bahwa 10 (66,7%)
Puskesmas tidak mempunyai perencanaan program kesehatan gigi walaupun
di dalam kuesioner, 13 (86,7%) dokter gigi dan 14 (70%) perawat gigi
menyatakan membuat rencana kerja. Dari wawancara mendalam yang
dilakukan di Puskesmas Lingkar Timur diketahui bahwa perencanaan tersebut
disimpan di bagian tata usaha, karena disatukan dan dijadikan satu buku
dengan rencana kerja program lainnya Poliklinik gigi tidak menyimpan arsip
perencanaan tersebut. Mereka melaksanakan tugas dengan tidak melihat
rencana kerja karena mereka mengaku hapal dengan rencana yang teiah
dirumuskan.
Berdasarkan hal tersebut disimpulkan bahwa lebih dari separoh
(66,7%) Puskesmas tidak memanfaatkan data untuk membuat perencanaan
program kesehatan gigi dan mulut. Puskesmas yang mempunyai perencanaan
tidak memanfaatkan rencana tersebut sebagai panduan dalam melaksanakan
pelayanan. Hal ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mastur
(2002) yaitu pemanfaatan data kesakitan tidak dimanfaatkan untuk
perencanaan obat, pada hal menurut Sutomo (1991) perencanaan adalah
proses pengambilan keputusan mengenai yang akan dilakukan di masa yang
akan datang. Dengan tidak memanfaatkan data untuk perencanaan artinya
pengambilan keputusan tidak berdasarkan data atau informasi yang
sebenarnya, sehingga pengambilan keputusan tersebut tidak sesuai dengan
kebutuhan.
b. Pemanfaatan informasi untuk pemantauan program kesehatan gigi dan
mulut
Pemanfaatan informasi untuk pemantauan program kesehatan gigi dan
mulut adalan pencapaian target sasaran sebagai bahan koreksi, dipantau
melalui minilokarya Puskesmas dan startifikasi Puskesmas.
Hasil penelitian di 15 Puskesmas ys.ng ada dalam wiiayah Kota
Bengkulu melalui kuesioner menunjukkan bahwa bahwa 70% dokter gigi dan
60% perawat gigi menyatakan data kesehatan gigi dan mulut digunakan untuk
pemantauan program. Pada pelaksanaan cek dokumen diketahui data-data
tentang pemantauan program berupa stratifikasi Puskesmas, tetapi stratifikasi
Puskesmas tersebut hanya disimpar. dibagian tata usaha Puskesmas, tidak
digunakan untuk bahan koreksi.
Dari wawancara mendalam kepada dokter gigi Puskesmas Lingkar
Timur diketahui bahwa mereka melakukan pemantauan dengan cara melihat
cakupan, tetapi arsip mengenai pemantauan tidak ada, kecuali stratifikasi
Puskesmas. Arsip Stratifikasi Puskesmas tersebut disimpan di bagian tata
usaha Puskesmas dan Poliklinik gigi tidak mempunyai arsipnya.
Pada saat observasi di Puskesmas Lingkar Timur, pemantauan
program kesehatan gigi dan mulut melalui acara minilokakarya Puskesmas
tidak dilakukan, karena dalam acara minilokakarya tersebut tidak ada
pembahasan tentang program kesehatan gigi dan mulut. Pembahasan program
dilakukan seputar program-progran yang dianggap prioritas, misalnya
program Kesehatan Ibu dan Anak dan Program Gizi.
Berdasarkan uraian di atas maka disimpulkan bahwa pemanfaatan data
untuk pemantauan program kesehatan gigi dan mulut di lakukan 1 tahun
sekali melalui stratifikasi Puskesmas. Hanya saja pelaksanaan stratifikasi
tersebut cenderung untuk memenuhi kepentingan Dinas Kesehatan saja,
karena hasil dari stratifikasi tersebut langsung dikirim ke Dinas Kesehatan.
Arsip stratifikasi yang ada di Puskesmas tidak digunakan sebagai bahan
koreksi tetapi hanya disimpan di bagian tata usaha Puskesmas.
Sementara itu menurut Depkes (2000), Pemantauan program adalah
proses yang berkesinambungan untuk rnelihat kesenjangan antara target dan
pencapaian hasil kegiatan dalam jangka pendek, sehingga dapat segera
mengambil tindakan perbaikan terutama untuk tingkat Puskesmas itu sendiri.
Dengan demikian artinya pemantauan program yang dilakukan melalui
stratifikasi Puskesmas belum memenuhi apa yang dimaksud oleh Depkes
(2000) tersebut. Keadaan ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rochendah (2001), yaitu data-data program pelayanan antenatal di Kabupaten
Lamongan Jawa Timur belum sepenuhnya digunakan untuk pemantauan
program.
c. Pemanfaatan informasi untuk evaluasi program kesehatan gigi dan mulut
Evaluasi program kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas dalam
wilayah kota Bengkulu dilakukan dalam bentuk laporan tahunan. Melalui
kuesioner yang dilaksanakan di 15 Puskesmas diketahui bahwa 100%
responden menyatakan bahwa mereka membuat laporan tahunan. Hal ini
sesuai dengan hasil cek dokumen di 15 Puskesmas tersebut, yaitu 100% telah
mempunyai laporan tahunan program kesehatan gigi dan mulut.
Melalui wawancara mendalam di Puskesmas Lingkar Timur diketahui
bahwa data untuk laporan tahunan bersumber dari data dasar yaitu data
mengenai peralatan dan data hasil kegiatan yang ada di dalam register harian
dalam gedung dan luar gedung Puskesmas selama satu tahun. Data tersebut
dimasukkan kedalam format laporan dan dilaporkan paling lambat tanggal 31
Januari pada tahun berikutnya. Tetapi laporan tahunan tersebut hanya sekedar
untuk memenuhi permintaan dari Dinas Kesehatan semata. Dari wawancara
mendalam di dapatkan informasi dari dokter gigi bahwa laporan tersebut tidak
diolah menjadi sebuah bentuk yang bisa dimanfaatkan di Puskesmas, tetapi
hanya dilaporkan ke Dinas Kesehatan saja. Dengan demikian artinya data-data
yang ada di dalam laporan tahunan tersebut tidak digunakan untuk tujuan
yang sebenarnya, yaitu untuk mengetahuipencapaian target dalam satu
tahun dan masalah-masalah program untuk dicarikan pemecahannya.
Laporan tahunan tersebut langsung dikirimkan ke Dinas Kesehatan melalui
koordinator SP2TP tanpa digunakan di tingkat Puskesmas.
Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa data program
kesehatan gigi dan mulut dimanfaatkan untuk mengevaluasi program dengan
membuat laporan tahunan tetapi tidak melakukan tindak lanjut dari laporan
tahunan tersebut. Laporan tahunan dibuat untuk memenuhi keinginan Dinas
Kesehatan saja. Dengan demikian artinya pembuatan laporan tahunan
program kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas dalam wilayah Kota
Bengkulu tidak sesuai dengan tujuan pembuatan laporan tahunan yang
diutarakan oleh Depkes (2000), yaitu untuk mengetahui pencapaian target
dalam satu tahun dan masalah-masalah program untuk dicarikan
pemecahannya. Selain itu juga tidak sesuai dengan apa yang dikemukakan
oleh WHO (1990), yaitu tujuan evaluasi program kesehatan tidak hanya
membandingkan keadaan kesehatan sebelum dan sesudali kegiatan, akan
tetapi yang lebih penting adalah untuk memperbaiki program tersebut agar
pelaksanaannya menjadi relevan.
4. Faktor-Faktor Penghambat dan Pendukung
Dari kuesioner yang disebarkan pada responden di 15 Puskesmas,
100% perawat gigi dan dokter gigi, serta 93,3% koordinator SP2TP
Puskesmas menyatakan bahwa waktu yang tersedia merupakan hambatan
dalam pengelolaan data kesehatan gigi dan mulut. Dari hasil wawancara di
Puskesmas Lingkar Timur di peroleh informasi bahwa selain kurangnya
waktu karena banyak tugas lain misalnya tugas ke Posyandu, UKS dan
sebagainya, ada satu hal lagi yang merupakan hambatan yaitu pengetahuan
petugas dalam pengelolaan data kesehatan gigi dan mulut yang masih kurang.
Selain faktor penghambat tersebut di atas dalam penelitian
di 15 Puskesmas dalam wilayah Kota Bengkulu ditemukan juga faktor
pendukung dalam pengelolaan data kesehatan gigi dan mulut. Dari penelitian
tersebut 100% responden menyatakan bahwa faktor pendukung tersebut
adalah selalu tersedianya bahan pencatatan dan pelaporan yaitu register dan
formulir-formulir laporan. Informasi dari Puskesmas Lingkar Timur bahwa
register dan formulir-formulir tersebut di droping langsung dari Dinas
Kesehatan Kota Bengkulu dan bila persediaan habis maka Puskesmas
memperbanyak bahan tersebut dengan menggunakan dana operasional
Puskesmas.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Input
a) Jumlah Sumber daya manusia pengelola data program kesehatan gigi dan
mulut sudah cukup, tetapi umumnya mereka belum pernah dilatih mengenai
pengelolaan data.
b) Ketersediaan sarana dalam pengelolaan data kesehatan gigi dan mulut dalam
bentuk formulir, register dan buku pedoman cukup.
c) Alokasi dana mencukupi dan diambilkan dari dana operasional
Puskesmas.
d) Metode pengelolaan data dilakukan secara manual, karena Puskesmas belum
mempunyai komputer.
2. Proses
a) Proses pengumpulan data kesehatan gigi dan mulut belum dilaksanakan
dengan baik dan benar. Data pasien yang berkunjung ke poliklinik gigi tidak
semua dicatat di dalam register harian, sehingga data yang terkumpul
di dalam register harian tidak sesuai dengan data jumlah kunjungan yang
sebenarnya. Dengan demikian data tersebut tidak akurat.
b) Kegiatan pengolahan dilakukan dengan cara merekap data secara manual dan
dimasukkan kedalain format laporan. Proses perekapan data tersebut tidak
dilakukan dengan benar, yaitu hanya dengan cara mengira-ngira jumlah hasil
rekapan, sehingga menghasilkan data yang tidak akurat. Penyampaian data
tersebut kepada koordinator SP2TP Puskesmas melebihi waktu yang teiah
ditetapkan, yaitu sebelum tanggal 5 pada bulan berikutnya.
c) Penyajian data kesehatan gigi dan mulut oleh perawat gigi belum
dilaksanakan, karena mereka masih beranggapan bahwa dilaksanakan atau
tidak hasilnya akan sama saja, tidak akan mempengaruhi program. Penyajian
data oleh koordinator SP2TP Puskesmas juga belum dilaksanakan karena
coordinator SP2TP tidak mengolah data tersebut menjadi bentuk yang bisa
divisualisasikan.
3. Output
a. Pemanfaatan data untuk perencanaan
Sebagian besar Puskesmas tidak memanfaatkan data program
kesehatan gigi dan mulut untuk perencanaan. Sedangkan Puskesmas yang
mempunyai perencanaan program kesehatan gigi dan mulut tidak
memanfaatkan rencana tersebut sebagai panduan dalam melaksanakan
pelayanan.
b. Pemanfaatan data untuk pemantauan
Pemanfaatan data untuk pemantauan program dilakukan dalam
bentuk stratifiKasi Puskesmas tetapi hasil stratifikasi tersebut hanya
dikirim ke Dinas Kesehatan saja, arsipnya disimpan dan tidak dijadikan
bahan koreksi. Pemantauan program kesehatan gigi dan mulut dalam acara
minilokakarya Puskesmas tidak dilakukan, karena dalam acara minilokakarya
tersebut yang dibahas seputar program prioritas saja, misalnya Program
Kesehatan Ibu dan Anak dan Program Gizi.
d. Pemanfaatan data untuk evaluasi
Evaluasi program dilakukan dalam bentuk laporan tahunan, tetapi
laporan tahunan tersebut hanya dikirim ke Dinas Kesehatan tanpa ada tindak
lanjut dari Puskesmas.
4. Faktor-faktor penghambat dan pendukung
a. Faktor Penghambat
Faktor penghambat dalam pengelolaan data kesehatan gigi dan mulut di
Puskesmas adalah kurangnya waktu yang tersedia bagi petugas karena banyaknya
tugas lain, misalnya tugas ke posyandu, UKS dan sebagainya. Selain itu masih
kurangnya pengetahuan petugas tentang pengelolaan data karena sebagian besar
dari mereka belum pernah dilatih
b. Faktor Pendukung
Faktor pendukung dalam pengelolaan data kesehatan gigi dan mulut di
Puskesmas adalah selalu tersedianya bahan-bahan pencatatan dan pelaporan.
Saran
1. Agar Dinas Kesehatan memprogramkan pelatihan bagi petugas yang terkait
dalam pengelolaan data kesehatan gigi dan mulut serta melakukan pembinaan
secara rutin ke masing-masing Puskesmas.
2. Dinas Kesehatan agar mengupayakan pengadaan komputer untuk Puskesmas
dan disertai pelatihan mengenai cara mengoperasionalkan komputer tersebut,
sehingga pada masa yang akan datang Puskesmas tidak lagi mengelola data
secara manual tetapi dengan sistem komputerisasi. Dengan sistem ini
diharapkan pengelolaan data dapat dilaksanakan dengan lebih cepat, tapat dan
akurat.
3. Dinas Kesehatan hendaknya terus mendorong Puskesmas dalam melakukan
perencanaan, pemantauan dan evaluasi program, khususnya program
kesehatan gigi dan mulut dengan cara supervisi atau perabinaan secara rutin
ke Puskesmas.
4. Kepala Puskesmas dan dokter gigi Puskesmas harus lebih itensif dalam
membimbing dan mengarahkan petugas dalam melaksanakan proses
pengelolaan data, termasuk pengeloiaan data kesehatan gigi dan mulut,
sehingga data yang diperoleh akurat dan dapat dimanfaatkan secara efektif
oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan.
5. Kepala Puskesmas harus membuat pembagian tugas yang jelas sehingga
petugas dapat memanfaatkan waktunya dengan baik sesuai dengan tugasnya
masing-masing.
6. Dalam acara minilokakarya Puskesmas hendaknya ada pembahasan dari
seluruh program termasuk program kesehatan gigi dan mulut agar dapat
diketahui pencapaian target program dan masalah-masalah yang ditemui
sehingga dapat dicarikan solusinya.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, James.F. & Aydin, Carolyn E and Jay, Stephen.J., 1994. Evaluating Health
Care Information Systems. SAGE Publication Journal, .London.
Ayers, G.W. and Belew, K.D. 1997. Before You Start: Information about
Manajemen Information System.
http: www.sph.sc.edu.Students Kbelew Mis, htm.
Chung, H. Michael. And Gray, Paul.2001. Special Section: Data Mining. Journal of
Management Information System Vol. 16, http:\\www.rmm-Java.Stern.nyu.edu/jmis:
tgl. 11-06-2001- 11.31.
Depkes R.I. 1992. Buku Pedoman Sistem Penca^atan dan Pelaporan Terpadu
Puskesmas, Jakarta.
Depkes R.I. 1993. Pemanfaatan Data dari SP2TP di Puskesmas, Jakarta.
Depkes R.I. 1996. Buku Pedoman Sistem Informasi Puskesmas, Jakarta.
Depkes R.I. 2000. Pedoman Upaya Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di Puskesmas. Jakarta.
Dinas Kesehatan Kota Bengkulu. 2002. Laporan Tahunan.
Donabedian, A. 1979. Aspects of Medical Care Administration Specifying
Requirements for health Care. Harvard University Press, Massachusetts, London.
Kumorotomo. W. dan Margono, S.A, Sistem Informasi Manajemen Dalam
Organisasi-Organisasi Publik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, p.7-14.
Kusnanto, H. 1998. Metode Kualitatif dalam Riset Kesehatan.
Program Magister Manajemen Pelayanan Kesehatan, Yogyakrta.
Mastur, 2002. Sistem Informasi Manajemen Data Kesakitan Di Puskesmas
Kabupaten Kotawaringin Timur. (Tesis) Program Pascasarjana, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Rochendah, 2001. Sistem Informasi Sebagi Pendukung Manajemen Program
pelayanan Antenatal Di Kabupaten Lamongan Jawa Timur. (Tesis) Program
Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Siagian, P.P. 2000. Sistem Informasi Manajemen. PT. Bina Aksara, Jakarta.
Sidartha,L.1995. Pengantar Sistem Informasi Bisnis, Sistem Informasi Bisnis, PT.
Elex Media Kompetindo, Jakarta.
Syamsi. I. 1998. Pokok-pokok Organisasi dan Manajemen. Bina Aksara, Jakarta.
WHO, 1990, Proses Manajemen Untuk Pembangunan Kesehatan Nasional, Jakarta.
Wulandari, 2001. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Sistem
Informasi Berbasis Komputer di Puskesmas, Studi Kasus di Kota Probolinggo.
(Tesis) Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.