jurnal perkim

6
JURNAL PERKIM Kota Baru Kemayoran Diwarnai jalan-jalan yang lebar, pusat bisnis, rusunami, rusunawa, apartemen sederhana, menengah dan mewah. Namun, masih tersisa konflik dan persoalan yang belum terselesaikan: Kampung tergusur.. Direktur Utama Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran (PPKK), Hendarji mengatakan lahan komplek Kemayoran seluas 454 Ha. Nantinya dibagi tiga cluster yaitu 102 Ha untuk dibangun kantor perdagangan internasional, 149 Ha dibangun fasilitas pendukung berupa perumahan, apartemen dan kantor pemerintahan. Sedangkan sisanya 203 Ha digu-nakan untuk infrastruktur fasos dan fasum Menurut pengakuan beberapa warga yang telah berdiam belasan, ada yang 20 tahun di rusun tahap pertama di Kemayoran, mereka mengalami pening-katan kesejahteraan ekonomi. Hampir setiap malam, kawasan sekitar kompleks rusun ramai oleh pengunjung yang datang, baik dari rusun dalam kawasan maupun pengunjung dari luar kawasan, untuk menikmati berbagai ragam kuliner, masakan tradisi-onal khas Manado, khas Sunda, khas Makassar, khas Madura, khas Padang, khas Solo, khas Tegal, ada juga makanan ala Itali/Barat, seperti burger, spaghetti, hotdog, dan yang pasti ada masakan Chinese- seafood. Warung tenda yang agak besar Sambungan dari hal. 11 PEREMAJAAN PERKOTAAN… Terlihat adannya peningkatan citra perkotaan di Kota Baru Kemayoran ini, demikian pula tingkat kesejahteraan warga, seperti di blok-blok rusun Da- kota dan Apron, sebagai pembangunan tahap per-tama. Namun, ternyata banyak juga warga pen-datang (kelas ekonomi menengah) yang menyewa unit- unit rusun tersebut. Sedangkan pemegang hak unit hunian-nya balik ke perkampungan bekas gu- suran (Kebon Kosong, Gunung Sahari Selatan, dan Pademangan Timur). Adanya PerPres no. 43 th. 2008 tentang Pem-bubaran BPKK/DP3KK (Badan Pengelola Kompleks Kemayoran / Direksi Pelaksana Pengendalian Pem-bangunan Kompleks Kemayoran), maka persoalan yang menyangkut hal. 12 MARET 2011 | NO. 05 | TAHUN II EKONOMI & BISNIS MARET 2011 | NO. 05 | TAHUN II | 12 HALAMAN hal.01 MEDIA INFORMASI & KOMUNIKASI PERMUKIMAN JAKARTA Rusun Kemayoran & Bisnis Rumahan

Upload: anthea

Post on 24-Feb-2016

88 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

h al . 12 MARET 2011 | NO. 05 | TAHUN II EKONOMI & BISNIS. MARET 2011 | NO. 05 | TAHUN II | 12 HALAMAN hal.01. Sambungan dari hal . 11 PEREMAJAAN PERKOTAAN… - PowerPoint PPT Presentation

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL PERKIM

JURNAL PERKIMKota Baru Kemayoran Diwarnai jalan-jalan yang lebar, pusat bisnis, rusunami, rusunawa, apartemen sederhana, menengah dan mewah. Namun, masih tersisa konflik dan persoalan yang belum terselesaikan: Kampung tergusur..

Oj

Direktur Utama Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran (PPKK), Hendarji mengatakan lahan komplek Kemayoran seluas 454 Ha. Nantinya dibagi tiga cluster yaitu 102 Ha untuk dibangun kantor perdagangan internasional, 149 Ha dibangun fasilitas pendukung berupa perumahan, apartemen dan kantor pemerintahan. Sedangkan sisanya 203 Ha digu-nakan untuk infrastruktur fasos dan fasum ♦

Sumber: Googling & Tinjau Lapangan oleh ASA - 240311

Menurut pengakuan beberapa warga yang telah berdiam belasan, ada yang 20 tahun di rusun tahap pertama di Kemayoran, mereka mengalami pening-katan kesejahteraan ekonomi.

Hampir setiap malam, kawasan sekitar kompleks rusun ramai oleh pengunjung yang datang, baik dari rusun dalam kawasan maupun pengunjung dari luar kawasan, untuk menikmati berbagai ragam kuliner, masakan tradisi-onal khas Manado, khas Sunda, khas Makassar, khas Madura, khas Padang, khas Solo, khas Tegal, ada juga makanan ala Itali/Barat, seperti burger, spaghetti, hotdog, dan yang pasti ada masakan Chinese-seafood.Warung tenda yang agak besar dan lebih rame ada yang mempekerjakan 4 orang pramusaji plus tu-kang masak. Rupanya, tidak sedikit yang berasal dari daerah luar Jakarta. Ada yang berasal dari Cilacap, Tegal, Madura dsb. Pull factor ibukota ! ♦

Sumber: reportasi independen bersama Ayu, dengan narasumber: Ari (Warga Rusun Apron)♦ ASA – Mar 2011

Sambungan dari hal. 11

PEREMAJAAN PERKOTAAN…Terlihat adannya peningkatan citra perkotaan di Kota Baru Kemayoran ini, demikian pula tingkat kesejahteraan warga, seperti di blok-blok rusun Da-kota dan Apron, sebagai pembangunan tahap per-tama. Namun, ternyata banyak juga warga pen-datang (kelas ekonomi menengah) yang menyewa unit-unit rusun tersebut. Sedangkan pemegang hak unit hunian-nya balik ke perkampungan bekas gu-suran (Kebon Kosong, Gunung Sahari Selatan, dan Pademangan Timur).

Adanya PerPres no. 43 th. 2008 tentang Pem-bubaran BPKK/DP3KK (Badan Pengelola Kompleks Kemayoran / Direksi Pelaksana Pengendalian Pem-bangunan Kompleks Kemayoran), maka persoalan yang menyangkut pembebasan lahan beralih ke-pada BLU-PPKK (?) ♦

Sumber: Community Struggle on Land in Jakarta oleh Lana Winayanti, plus reportasi independen, dengan narasumber: Soerjadi & Siswato (DWK); Ari (Warga

Rusun Apron) ♦ ASA – Mar 2011

hal. 12 MARET 2011 | NO. 05 | TAHUN II EKONOMI & BISNIS MARET 2011 | NO. 05 | TAHUN II | 12 HALAMAN hal.01

MEDIA INFORMASI & KOMUNIKASI PERMUKIMAN JAKARTA

Rusun Kemayoran & Bisnis Rumahan

Page 2: JURNAL PERKIM

Sambungan dari hal. 02 : Peremajaan Perkotaan…

Oranye menunjukkan lahan di bawah izin HPL yang diduduki oleh masyarakat, daerah Pink adalah la-han di bawah izin HPL yang sudah dikendalikan oleh Unit Pelaksana Kemayoran. Daerah Kuning tidak berada di bawah izin HPL; namun Unit Pelak-sana Kemayoran menganggap lahan tersebut harus diakui mereka direncanakan untuk rumah susun dalam master plan Kota Baru Kemayoran.

Wilayah RW 04 sd RW 09 masuk dalam masterplan Kota Baru Kemayoran. Sebagian besar lahan sudah dibeli oleh DP3KK. Surat-rurat kepemilikan lahan warga yang diserahkan diganti dengan voucher untuk masuk ke rumah susun, namun KTP dan KK masih dipegang warga. Demikian juga sebagian lahan yang tadinya verponding (VI) dan sudah disertifikasi dalam PRONA agraria pada 2002, ada yang sudah dibeli oleh DP3KK, ada juga yang belum, yaitu para warga yang tidak bersedia masuk ke rumah susun, dan tidak mau menjual lahannya

dengan hanya harga NJOP, karena menurut mere-ka, lahan mereka sangat mahal. Yang menolak ini dikoordinasikan oleh Delegasi Warga Kemayoran.

Pihak pemegang otoritas Kemayoran, memberi pilihan kepada warga ysng sudah diberi ganti rugi untuk membongkar sendiri rumahnya atau dibong-kar oleh petugas. Sayangnya, setelah pembong-karan, lahan dibiarkan terbengkalai. Ada aturan bahwa lahan idle itu boleh dimanfaatkan sebagai kebun tanaman semusim, namun karena tidak ada pengawasan, tidak sedikit warga yang kemudian kembali menduduki lahan tersebut, dan banyak pen-datang baru, terutama yang berasal dari Madura. Tidak sedikit warga lama yang sudah mendapatkan haknya di rumah susun, menyewakan rusunnya kepada pihak lain, dan kembali ke rumah lamanya yang ‘belum sempat’ dibongkar.

Anehnya, di wilayah yang tidak jelas statusnya ini (berbaur HGB, HM, dan yang masih verponding karena di-HPL-kan) ada juga proyek perbaikan ling-kungan dalam rangka PNPM Mandiri Perkotaan, antara lain perbaikan jalan lingkungan, seperti ter-cantum dalam papan proyek di bawah ini:

Bersambung ke hal. 12

PEREMAJAAN PERKOTAAN SUATU AMBIGUITAS

Kawasan Kota Baru Kemayoran, yang pelaksana-annya dimulai sejak akhir 1980-an, dan masih ber-langsung hingga sekarang, mengandung ambigu. Di satu sisi, dimaksudkan untuk meningkatkan citra perkotaan, di sisi lain terjadi simpang siur program yang menciptakan berbagai konflik, baik dari pihak otorias, badan di bawah Setneg (Pemerintah Pusat), Pemda wil. Jakarta Pusat, di tingkat kelurahan, maupun di kalangan kelompok masyarakatnya sen-diri.

Saat ini, banyak warga gusuran yang pindah ke rusun menikmati peningkatan kesejahteraan ekono-mi dan infra struktur perkotaan yang baik, namun peremajaan perkotaan ini masih meninggalkan kon-flik yang belum terselesaikan, yang bahkan menim-bulkan persoalan baru : 1. Squatter di lahan-lahan gusuran yang belum dibangun; 2. Bertambahnya daya tarik perkotaan, memicu berdatangannya para migran baru.

Bersambung ke hal. 11

hal. 02 MARET 2011 | NO. 05 | TAHUN II POTRET PEMBANGUNAN POTRET PEMBANGUNAN MARET 2011 | NO. 05 | TAHUN II hal.11

JURNAL PERKIM Media Permukiman – Periodik Bulanan

Alamat Redaksi : Jl. Siaga IIA no. 49C JakSel Redaktur : Anita & Astaja

Mobile : 087887751781 & 0818704793 [email protected]

[email protected]

Waktu terus berjalan, alam berkembang (atau me-nyusut?), muncul permasalahan untuk diatasi atau dipecahkan dan persoalan untuk dijawab, yang bermuara pada suatu perubahan. Bagaimana pun perubahan terus berlangsung, suka atau tidak suka. Namun bagaimana agar perubahan itu bisa mem-beri nilai manfaat bagi semua pihak? Atau paling tidak, bagaimana agar tidak ada pihak yang diabaikan atau dirugikan?

JP edisi akhir Maret 2011 ini menyajikan berbagai sudut pandang tentang perubahan, sebagai kon-sekuensi dari pembangunan, yang sayangnya be-lum menempatkan rakyat atau masyarakat lokal se-bagai pelaku sentral pembangunan, bahkan para-digma pembangunan saat ini masih berkesan agak mengabaikan peran masyarakat/komunitas lokal.

Salahsatu prinsip pembangunan berkelanjutan, ada-lah adanya peran masyarakat/komunitas, yang bahkan perlu diposisikan sebagai pelaku sentral, karena itu disebut juga people-centered develop-ment.

Kota Administrasi Jakarta Pusat menjadi sorotan utama dalam edisi ini. Ada pembenahan kampung kumuh, ada program pembangunan perkotaan yang sedang dan akan berlangsung, ada banyak per-soalan permukiman dalam kota ini yang dalam data BPS justru berkurang populasinya. Para pekerja, pencari nafkah di pusat ibu kota, tidak tercatat se-bagai populasi dimana mereka lebih banyak meng-habiskan waktunya. Namun, keberadaanya menim-bulkan persoalan kebutuhan ruang, bukan hanya ruang produksi, namun ruang daur hidup, atau mini-mal ruang daur hari. Bagaimana mengatasi dan menjawab persoalan ruang di pusat ibukota negeri ini ? ♦

E D I T O R I A L

RW 09 yang sedang dibongkar, dan akan di-bangun jalan tembus dengan total DMJ 46 m

Page 3: JURNAL PERKIM

Kondisi Kota Jakarta sarat dengan persoalan per-mukiman dan transportasi yang muncul sebagai konflik-konflik yang bertingkat dan berbagai ragam-nya. Dalam upaya-upaya peremajaan perkotaan dalam menghadapi tantangan globalisasi, konflik dan persoalan permukiman (terutama bagi MBR) menjadi semakin ruwet dan berkepanjangan bagai tak berujung. Mungkin ungkapan Lea Jellinek : Se-perti Roda Berputar , sebagai judul bukunya, adalah paling tepat menggambarkan tentang kemuncul an, perkembangan dan kepunahan suatu kampung di Metropolis Jakarta (sekarang Megapolis Jakarta).

Dalam buku tersebut, diceritakan bahwa banyak penduduk kampung tidak bisa bertahan untuk tetap berada atau sebagai bagian komunitas suatu lokasi, manakala lokasi kampung itu terkena rencana dan pelaksanaan peremajaan perkotaan, mereka yang tidak berdaya mengikuti perubahan yang terjadi akan semakin miskin, terperosok dalam kemiskinan (involusi), termarjinalisasi, pulang kampung ke da-erah asal, atau mencari /membentuk kampung liar/ kumuh lagi.

Ada suatu konsep yang kelihatannya cukup bisa mengatasi berbagai konflik, bisa mendamaikan berbagai pertentangan, yang juga sepertinya men-dapat restu dari pihak Kementerian Perumahan Rakyat, yaitu “Rumah Susun Swadaya”:Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) pada tahun 2011 mendatang menawarkan konsep pembangunan rumah susun (Rusun) Swadaya kepada masyarakat dan pemerintah daerah (Pemda). Pembangunan Rusun secara swadaya oleh masyarakat dengan difasilitasi oleh Pemda dan Pemerintah Pusat melalui Kemenpera akan mampu mengurangi kekurangan kebutuhan (backlog) perumahan di Indonesia.“Pembangunan Rusun Swadaya ini akan dilaksanakan dengan proses konsolidasi tanah antara pemilik tanah dan pemerintah. Masyarakat tak dirugikan mengingat tanah yang dimilikinya dapat lebih bermanfaat.”

hal. 10 MARET 2011 | NO. 03 | TAHUN II KOMUNITAS SOSIAL BUDAYA MARET 2011 | NO. 03 | TAHUN II hal. 03

Hal itu diungkapkan Deputi Menpera Bidang Peru-mahan Swadaya, Jamil Anshari kepada sejumlah wartawan seusai pelantikan pejabat Eselon I di Lingkungan Kemenpera yang dilaksanakan di Ru-ang Prambanan, Kantor Kemenpera, Jakarta, Senin (27/12). “Kami akan menawarkan konsep pem-bangunan Rusun secara swadaya kepada masya-rakat dan Pemda,” ujar Jamil Anshari.Jamil Anshari yang sebelumnya menjabat sebagai Staf Ahli Menpera Bidang Hukum dan Pertanahan Kemenpera menyatakan, pembangunan Rusun Swadaya ini akan dilaksanakan dengan proses kon-solidasi tanah antara pemilik tanah dan pemerintah. Dengan demikian, masyarakat tidak akan dirugikan mengingat tanah yang dimilikinya dapat lebih ber-manfaat dan dapat mengurangi kawasan kumuh karena ketidakaturan pembangunan rumah yang ada saat ini.Selain itu, ungkap Jamil Anshari, dirinya juga ber-harap pembangunan Rusun Swadaya tidak dilaku-kan dengan cara menggusur tapi dengan mengajak partisipasi aktif masyarakat dan khususnya Pemda setempat sehingga bangunan tersebut dapat dirasa-kan manfaatnya oleh masyarakat luas.“Rusun Swadaya ini nantinya minimal dibangun em-pat lantai dan disesuaikan dengan luas tanahyang dimiliki oleh masyarakat. Melalui konsolidasi tanah yang dilakukan dapat diperoleh luas tanah yang sesuai dengan peruntukan Rusun,” tandasnya.Program Rusun Swadaya ini, imbuh Jamil Anshari, untuk sementara waktu akan dilaksanakan di tiga lokasi dimana Pemda setempat telah mengajukan proposal pembangunan. Ke tiga lokasi yang dimak-sud antara lain di Jawa Tengah, Kalimantan Tengah dan Tangerang.(Sumber : Kompas.com – 27 Desember 2010)

Sebenarnya, konsep ini bahkan perlu diujicobakan di Jakarta, karena sangat memberi harapan untuk bisa mengatasi berbagai konflik dan memberi solusi menang-menang kepada semua pihak, baik peme-rintah, masyarakat (lokal menetap dan musiman), maupun kalangan swasta atau pengusaha.

Bersambung ke hal. 04

Pada Kamis 10 Maret 2011, kami ngobrol di teras rumah Pak Soerjadi, ada 6 orang anggota DWK (Delegasi Warga Kemayoran), antara lain Siswanto dan Hadiatna.

Sekarang ini, penduduk baru 65% dan penduduk lama 35%. Anak-anak remaja tidak ada yang peduli lagi dengan perjuangan bapak2nya. Tidak ada pembinaan karangtaruna, dan remaja lebih senang gaul dengan warga baru.Thn 89, remaja-remajanya bersama orangtuanya aktif dalam kegiatan masya-rakat, termasuk untuk urusan lahan, dan sejak adanya pembongkaran hingga detik ini tidak ada lagi pembinaan warga, termasuk karang tarunanya.

DWK yang sekarang hanya beranggotakan 15 sd 20 orang, beranggapan bahwa mereka mewakili warga yang tidak setuju untuk melepaskan lahan mereka untuk tinggal di rusun. Namun, perjuangan mereka yang sudah lebih 20 tahun ini melemah karena lunturnya budaya guyub, terutama para pe-muda yang bahkan lebih senang gaul dengan para pendatang baru dan menikmati semaraknya per-kembangan perkotaan.

Para anggota DWK tidak bersedia membebaskan lahannya hanya dengan biaya ganti rugi senilai harga NJOP lahan (sekitar 2.3 juta/m2), terutama yang telah berhasil mendapatkan sertifikat Hak Milik dalam PRONA. Lahan pak Soerjadi yang kepe-milikan awalnya hanya berupa verponding (PBB) zaman Belanda, sudah bersertifikat Hak Milik, prosesnya 8 thn dari 2000 sd 2008. Namun, katanya ada sekitar 20 meter persegi dari lahan awalnya tidak masuk dalam sertifikasi itu karena dianggap HPL pihak otoritas Kemayoran.

Mereka menyadari bahwa nilai lahan mereka jauh lebih tinggi dari nilai NJOP itu, karena lokasinya dalam Kawasan Kota Baru di wilayah Adm Jakarta Pusat, kondisi infrastruktur yang sangat memadai, baik jalan lingkungan yang sudah dihotmix dalam PNPM Mandiri, maupun jalan kawasan yang mutu dan luasannya bertaraf kota internasional. “Me-mangnya lahan kita padang pasir…” begitu ko-mentar Pak Sorjadi ketua DWK pada pertemuan berikutnya pada 19 Maret 2011.

Mereka berharap penyelesaian yang adil berupa solusi menang-menang, antara warga asli Kebon Kosong ini dengan pihak otoritas Kota Baru Kema-yoran, yang menurut mereka tidak konsisten, beda Presiden, beda lagi peraturan dan kebijakannya.

Anita, yang mengantarkan terjemahan tesis tentang perjuangan mereka, hanya bisa menyarankan agar DWK meningkatkan akses dan penguasaan akan sistem informasi dan komunikasi ♦

Sumber : Reportase Independen ♦ ASA – Mar 2011

Konsep “Rumah Susun Swadaya” Bagaimana Membumikannya ?

Komunitas Kemayoran Gempol dan DWK

Page 4: JURNAL PERKIM

Rencana pengembangan kawasan permukiman di-laksanakan berdasarkan arahan sebagai berikut:

a. perbaikan lingkungan di kawasan permukiman kumuh ringan dan sedang melalui program tribina;

b. peremajaan lingkungan di kawasan permukiman kumuh berat;

c. penertiban permukiman di sepanjang bantaran sungai dan kereta api;

d. pelestarian lingkungan di kawasan pemugaran dan bangunan bersejarah serta membatasi peman-faatan di kawasan Menteng, Gambir, dan Sawah Besar;

e. mempertahankan fungsi perumahan di kawasan mantap;

f. meningkatkan kualitas & kuantitas fasilitas umum di kawasan permukiman;

g. pelestarian bentuk dan fungsi bangunan ter-utama di kawasan Menteng;

h. penataan/perbaikan lingkungan kumuh secara vertikal; dan

i. pembangunan rumah susun bagi masyarakat ber-penghasilan rendah di kawasan permukiman kumuh berat terutama di Kelurahan Petamburan, Karet Tengsin, Bendungan Hilir, Kelurahan Tanah Tinggi, Kampung Rawa, dan Kebon Melati;

Ada bagian dari Kota Administrasi Jakarta Pusat, khususnya di Kecamatan Kemayoran yang peren-canaan dan pembangunan permukimannya dita-ngani oleh Pemerintah Pusat di bawah koordinasi Sekretariat Negara RI, yaitu Kawasan Kota Baru Kemayoran. Namun demikian, tetap ada keterlibat-an Pemkot Administrasi Jakarta Pusat.

Secara garis besarnya, arahan perencanaan dalam raperda RTRW DKI Jakarta 2010 sd 2030, dibagi dalam Pola Ruang Wilayah dan Struktur Ruang Wi-layah yang dipetakan secara spasial dalam gambar peta berikut:

Sambungan dari hal. 03Konsep “Rumah Susun Swadaya”…

Bagaimana membumikannya? Tak bisa diformulasi-kan cara terbaik membumikan konsep tersebut, ke-cuali melakukan uji-coba terhadap “hipotesa” pen-dekatan-pendekatan yang bisa dipikirkan. Namun, yang pasti, seperti namanya, para komunitas lokal calon penghuni rusun itulah yang perlu berperan sebagai pelaku utama. Persoalan lain sebagai kon-sekuaensi perlunya masyarakat/komunitas lokal berperan utama, adalah “bagaimana mengkondisi-kan masyarakat/komunitas lokal yang pada umum-nya ‘berkebudayaan kemiskinan’ tiba-tiba berperan sebagai pengembang?” Minimal, ada dua hal yang perlu ada, yaitu PER-TAMA, para pendamping komunitas yang profesi-onal, dalam artian punya komitmen (integritas), kon-fidensi (kemampuan komunikasi), konsistensi (da-ya juang); KEDUA, adanya forum para pihak yang mempertemukan berbagai permasalahan dan per-soalan mengenai pemenuhan kebutuhan perumah-

hal. 04 MARET 2011 | NO. 05 | TAHUN II SANITASI LINGKUNGAN

Sayangnya, dalam berbagai perencanaan tata ru-ang perkotaan dan pembangunan, peranserta ma-syarakat, terutama masyarakat yang terkena dam-pak perencanaan dan pembangunan sepertinya ti-dak terlihat. Seolah mereka hanya obyek pelengkap penderita. Bahkan sosialisasi perencanaan pun be-lum tentu mereka dapatkan ♦

Sumber: Portal Resmi Pemprov DKI dan Bappeda DKI plus Pencarian dengan Google ♦ ASA- Desember 2010

Raperda RTRW Kota Administrasi Jakarta Pusat Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman

(Draft Revisi Januari 2011)

INFO KEBIJAKAN PUBLIK MARET 2011 | NO. 05 | TAHUN II hal. 09

-an dan permukiman secara signifikan dan realistis dengan nilai sustainability (keberkelanjutan dan kelestarian). Hal mengenai Rusun Swadaya ini juga sudah pernah dibahas pada JURNAL PERKIM edisi Desem-ber 2010 , NO. 02 -Tahun I dan edisi Ja-nuari 2011 , NO. 03 -Tahun II. Dan, di daratan ada lokasi dan komunitas yang cukup potensial untuk ujicoba bagi konsep ini.

Sumber : Portal Kemenpera, Diskusi Forkimja & Reportase Independen ♦ ASA – Mar 2011

Page 5: JURNAL PERKIM

“Pak Hasan Poerbo saya kenal terutama lewat ku-liah mengenai permukiman dan perkotaan di perte-ngahan tahun 80-an. Setiap kali menyaksikan beliau bicara di depan kelas, suasana hati seringkali te-rasa damai dan tenteram. Teori-teori dan contoh studi kasus yang disampaikan beliau selalu dikemas dalam bahasa yang sederhana dan mudah di-mengerti. Cerita mengalir bak sungai yang deras namun tidak menghanyutkan. Kadangkala malah te-rasa lamban, namun sesungguhnya sarat dengan muatan filsafat. Enak untuk dijelajahi dalam pikiran yang masih sedang belajar. Namun dibalik kedamai-an dan kebersahajaan beliau, saya dapat merasa-kan sebuah keteguhan dan kekokohan pandangan beliau mengenai kota, perumahan dan permukiman, bagaimana sebuah lingkungan binaan seharusnya direncanakan, dikembangkan, dan dikelola.”

“Kisah yang masih melekat dalam kenangan saya adalah mengenai kesaksian beliau saat terlibat da-lam sebuah tim yang akan mengubah kebijakan pem-bangunan di Jakarta. Perubahan arah orientasi pembangunan utara-selatan diubah menjadi timur-barat, diciptakan melalui goresan spidol. Beliau de-ngan nada geli mengatakan bahwa perencanaan kota telah dibuat dengan cara spidolisasi (!). Me-mang beliau kurang sependapat dengan kemuncul-an para perencana kota (baca:planolog) yang tidak atau kurang memiliki dasar-dasar ilmu arsitektur.”

Demikian kesan dari dua mahasiswa ITB ang. ’81 ♦

Sumber : “Riwayat Hidup Bapak Hasan Poerbo”, pencarian dengan Google.♦ ASA - Maret 2011

pulau Jawa dan dari luar negeri dengan terbukanya perdagangan bebas. Dari status sosial paling ren-dah sampai paling tinggi.

Perlu membuka cakrawala berpikir berdasarkan ke-nyataan tantangan yang dihadapi, sekarang dan ke depannya. Dan, Pak Rommel yang mewakili pihak DPGP DKI cukup terbuka dengan konsep Rusun Swadaya, menurut beliau, tidak masalah jika warga lokal bisa berperan sebagai developer atau badan usaha yang melakukan pembangunan rusun, Pem-da membebaskan PPN dan meringankan 50% dari retribusi perizinan ♦

Sumber : Hasil wawancara bersama Ayu kepada Rommel Pasaribu (DPGP DKI) – ASA 230311

Mengetahui paradigma Pemda DKI tentang strategi pemenuhan kebutuhan perumahan yang sepertinya tidak melihat sisi swadaya, merupakan suatu hal yang mengkhawatirkan. Karena, telah terbukti, bah-wa hingga sekarang, kebutuhan rumah di hampir seluruh kabupaten dan kota di indonesia, dipenuhi secara swadaya sedikitnya 80%. Dan ternyata yang dianggap peran serta masyarakat adalah peran serta Badan Usaha/Developer (Swasta) saja, yang berarti meniadakan peran komunitas lokal atau ca-lon penghuni.Dengan paradigma seperti disajikan dalam tabel di atas, dipastikan tidak mungkin bisa memenuhi ke-butuhan rumah secara real, bahkan mendekati pun kelihatannya hampir tidak mungkin. Kasus rusun yang kosong saja masih banyak. Pernah, Prof. Darrundono menggambarkan grafik tentang pening-katan backlog perumahan yang merupakan kurva ekponensial, karena ketinggalan tahun ini harus ditambahkan ke tahun depannya, dst. Belum lagi faktor penarik DKI yang semakin semarak bagi pa- ra pencari kerja, baik dari daerah sekitar DKI, se-kitar Jabodetabek, Jawa Tengah, bahkan dari luar

hal. 08 MARET 2011| NO. 05 | TAHUN II PERGERAKAN PEMBANGUNAN PROFIL TOKOH MARET 2011| NO. 03 | TAHUN II hal. 05

Bersama Albert GH Dietz: „Industrialized Housing in Indonesia“ Industrialization Forum Vol. 6, No. 2, 1975;

Bersama Ir. Sardjono, Ir. S. Dipokusumo. Some problems and prospects of low cost housing deve-lopment in Indonesia. Dept. of Public Works, 1973;

Bersama James J. Tarrant dan Gatoet Poerwady. “The Transfer and Development of Fuel Efficient Stoves in a Rural Upland Village.“ Paper prepared for the Rural Energy Studies Planning Workshop 1985 Bangkok;

Bersama Peter JM Nas. Development Planning and Action Research: Towards a New Development Strategy. PPLH-ITB 1982;

Action Reseach in Integrated Rural Environmental Development in Ciamis, West Java and its expe-rience.“ Discussion Paper for a Workshop of the West Java Regional Planning Board and Rawoo (the Netherlands) PPLH-ITB 1983;

Bersama R.E.Soeriaatmadja, James J. Tarrant dan Fred H. Hubbard. Professional Development in Enviornmental Management: a fourteen-day training course for mid level official. PPLH-ITB 1982;

Bersama Albert Kartahardja. “Mass Housing in Indonesia: In search for new solutions“ in Low Cost Housing Technology, and East-West Pers-pective, Pergamon Press 1979 (L.J. Goodman et.al. editors);

Prof. Hasan PoerboMengatasi Backlog Perumahan DKI ?Prof. Ir. Hasan Poerbo, seorang tokoh pendidik , lahir 21 Juli1926, di Salam, Jawa Tengah, wafat di Bandung, 30 September 1999. Riwayat pendidikan H.I.S. Negeri (1940), Ka-ranganyar (Jateng), MULO Negeri (1942), Mage-lang, SMP Negeri – 1944 Jogyakarta, SMA Negeri (1948) Jogyakarta, Sar-jana Teknik Asitektur (1951-1958) ITB, Master of Civic Design (1961) Univer-sity of Liverpool, Inggris.

Daniel T. Sicular, Vonny Supardi. „An Approach to Development of the Infor-mal Sector: the case of garbage collec-tors in Bandung. “PRISMA, English Edition, No.32, June1986, The Indone-sian Rural Women‘s Work and Energy Project Team, „Rural Women and So-cial Structures in Change: A case study of women‘s work and energy in West Java, Indonesia“. International Labour Office, Geneve, February 1986.

Page 6: JURNAL PERKIM

hal. 06 MARET 2011 | NO. 05| TAHUN I I JURNAL UTAMA JURNAL UTAMA MARET 2011 | NO. 05| TAHUN II hal. 07

Rencana Pedestrian Mall di Kawasan Terpadu Wa-duk Melati, seperti diilustrasikan di atas, memang sudah mengulas banyak manfaatnya bagi ling-kungan, yaitu Waduk Melati berfungsi sebagai pe-nampungan sementara air saat hujan, sumber air yang mungkin untuk dikembalikan ke dalam lapisan aquifer, tempat hidupnya beberapa flora dan fauna. Namun tentunya rencana ini juga memberi dampak bagi permukiman, yang sepertinya kurang menda-pat perhatian dalam perencanaan. Jika ada Super Block, perlu ada juga beberapa mini block yang mendukung permukiman bagi para pekerja.

Ada 69 Wilayah RW Kumuh di Kota Adm. Jakarta Pusat

Berdasarkan data tahun 2007 dari BPS, ada 69 RW kumuh di wilayah kota adm. Jakarta Pusat. Data tersebut dinilai dari 10 indikator, antara lain : kepadatan penduduk, tata letak bangun-an, konstruksi tempat tinggal, ventilasi, kondisi jalan, saluran air, pemakaian air bersih dan pembuangan limbah manusia.

Untuk mengurangi banyaknya RW kumuh ter-sebut, pemerintah kota setempat terus melaku-kan pembenahan. Tahun 2011 ini, sedikitnya ada 22 RW kumuh yang segera dibenahi. Ang-garan yang disiapkan mencapai Rp 15 miliar, atau lebih besar dibanding anggaran 2010 lalu yang hanya Rp 9 miliar. Pada 2012 men-datang, Pemkot Jakarta Pusat juga berencana melanjutkan pembenahan terhadap 25 RW kumuh lagi. “Diharapkan, pada 2013 tidak ada lagi RW kumuh di Jakarta Pusat,” tandas Wakil Walikota Jakarta Pusat, Fatahillah, pada wa-wancara yang dilakukan pada 5 Februari 2011 oleh Tarta, seorang reporter di media maya.

Sumber : Portal Resmi Jakarta Pusat, pencarian dengan Google, plus Reportasi Independen.♦ ASA - Mar 2011

Kota Baru KemayoranAda beberapa RW di wolayah Kec. Kema-yoran, terutama bekas Bandara Kemayoran dan sekitarnya yang Pembangunan permukim-annya ditangani langsung oleh pemerintah pusat/nasional, yaitu di bawah Setneg (Sek-ertariat Negara). Program pembangunan Kota Baru (New Town in Town) berlangsung sejak awal 1990-an dengan banyak blok Rusunami oleh Perum Perumnas yang dikelola oleh Otoritas setempat, yaitu BPKK/DP3KK (Badan Pengelola Kompleks Kemayoran/Direksi Pelak-sana Pengendalian Pembangunan Kompleks Kemayoran) yang berkoordinasi dengan Set-neg. (Lebih jauh diulas dalam “Potret Pemba-ngunan di hal. 02)

Kawasan Terpadu Waduk Melati

Kawasan Terpadu Waduk Melati terletak di Keca-matan Tanah Abang. Kawasan ini dapat dijangkau melaui Jalan KH. Mas Mansyur, Jl. Margono Djo-johadikoesoemo, Jl. M.H. Thamrin, dan Jl. Ke-bon Kacang.

Rencana pengembangan kawasan yang diterbitkan oleh Kanpeko Jakarta Pusat ini, sepertinya kurang meninjau masalah dampaknya bagi p ermukiman.

Jakarta Pusat dengan luas : 48,17 Km2, dengan kondisi topografi relatif datar dan secara admi-nistratif dibagi menjadi 8 Kecamatan, 44 Kelurahan, 394 RW dan 4662 RT.

V I S I : Terwujudnya tata pemerintahan yang baik sebagai kota jasa dan pusat pemerintahan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kenya-manan; M I S I : 1. Mengoptimalkan kapasitas kelembagaan pemerintahan; 2. Menumbuhkem-bangkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam penyelenggaraan pemba-ngunan dan pelayanan public; 3. Menyeleng-garakan pengawasan yang efektif sebagai apa-ratur dalam rangka penegakan hukum untuk kepentingan regional, nasional dan internasional; 4. Memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan partisipasi dalam pembangunan; 5. Mewujudkan pelayanan masyarakat yang berkua-litas dan berdaya saing global.

Di tahun 2011 ini Pemerintah Kota Jakarta Pusat akan membenahi 22 RW kumuh di delapan ke-camatan di wilayahnya. Pembenahan I nfrastruktur

yang diprioritaskan antara lain pembenahan jalan, saluran air, pembangunan kamar mandi umum, ven-tilasi rumah warga dan beberapa hal lain yang sifatnya berupa fisik. "Anggarannya Rp 15 miliar," kata Wali Kota Jakarta Pusat Saefullah hari ini di kantornya. Pelaksanaan MHT Plus di Jakarta Pusat tahun 2011 dianggarkan Rp 14,442,000,000.- seba-gai dedicated program.

Program ini akan berlangsung hingga tahun depan. "Tahun depan ada sebanyak 25 RW kumuh yang menjadi target untuk dibenahi, namun belum diketahui berapa besar anggarannya," ujarnya.

Pembenahan dilakukan melalui program Suku Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah (Suku DPGP). Program ini juga melibatkan instansi terkait seperti Sudin Pertamanan, Sudin PU Tata Air, Sudin Perindustrian dan Energi, BPLHD, dan Sudin Kebersihan. Ia berharap, di tahun 2013 tidak ada lagi RW kumuh di Jakarta Pusat. Saefullah berharap warga ikut menjaga lingkungan. Karena pe-merintah kota tidak bisa bekerja sendiri tanpa dukungan warga. Daerah kumuh bisa diangkat derajatnya dengan membangun berbagai hal men-dasar seperti pembenahan infrastruktur tadi. "Yang jelas, untuk menjadikan satu wilayah tidak lagi kumuh, bukan hanya tanggung jawab satu sektor tapi harus melibatkan sejumlah sektor lainnya.“Ada beberapa program dan proyek perkotaan di wilayah Kota Adm. Jakarta Pusat yang berdampak pada permuliman, yaitu :

Pemerintah Kota Adminstrasi Jakarta Barat dan Pembangunan Permukiman

Drs.H.Saefullah, M.Pd resmi dilantik sebagai Walikota Jakarta Pusat oleh Gubernur DKI Ja-karta Fauzi Bowo, pa-da hari kamis 4 No- vember 2010 di kantor Walikotamadya Jakar-ta Pusat. Motto: Orang yg baik adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain.