jurnal pendidikan, agama dan budaya volume 1, no. 1,...
TRANSCRIPT
152
ISSN 2580-7544VOLUME 1 No.1, JUNI 2017
ISSN : 2580-7544
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI MPU KUTURANSINGARAJA
JURNAL PENDIDIKAN, AGAMA DAN BUDAYAVOLUME 1, NO. 1, JUNI 2017
153
JURNAL PENDIDIKAN, AGAMA DAN BUDAYAVOLUME 1, NO. 1, JUNI 2017
PENANGGUNG JAWABProf. Dr. Drs. I Made Suweta, M.Si
PEMIMPIN REDAKSIDr. Drs. I Made Ariasa Giri, M.Pd
REDAKTUR PELAKSANADrs. I Wayan Mudana, M.Pd
Dra. Ni Wayan Murniti, M.AgGede Agung Jaya Suryawan, S.Ag.,M.Ag
MITRA BESTARIProf. Dr. Nyoman Dantes (UNDIKSHA Singaraja)
Prof. Dr. Nengah Bawa Atmaja, M.A (UNDIKSHA Singaraja)Prof. Dr. Muji Raharjo (UIN Maliki Malang)
Dr. Drs. Ketut Sumadi, M.Par (IHDN Denpasar)Dr. Abdul Kholiq, M.Ag (UIN Walisongo Semarang)
PENYUNTING BAHASAI Kadek Mustika, S.Pd.B,M.Pd
Putu Wulandari Tristananda, S.Pd.,M.Pd
DESAIN GRAFISI Made Ari Sucahyana, S.Kom
SEKRETARIATKadek Hengky Primayana, S.E
Alamat RedaksiSTAH Negeri Mpu Kuturan Singaraja
Jl. Kresna Gang III No. 2B Singaraja Bali, Tlp: (0362) 21289
Terbit: Satu Kali Setahun
ii
154
ISSN 2580-7544VOLUME 1 No.1, JUNI 2017
DARI REDAKSI
Om Swastyastu Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena
berkat asung kertha wara nugraha-Nya, Jurnal WIDYACARYA Volume 1 No.1, Juni 2017 dapat terbittepat pada waktunya.
Jurnal WIDYACARYA dikelola oleh Pusat Penjaminan Mutu Sekolah Tinggi Agama HinduNegeri Mpu Kuturan Singaraja. Dalam edisi perdana ini memuat beragam tulisan dari berbagai institusiseperti STAHN Mpu Kuturan, STAHN Tampung Penyang Palangkaraya, IHDN Denpasar, dan Undiksha.Jurnal ini dapat dijadikan referensi akademis maupun bahan memecahkan berbagai persoalan agamadan budaya yang dewasa ini semakin kompleks.
Pada volume 1 no. 1 ini secara disajikan beragam tulisan yang terkait dengan agama dan budaya,di antaranya (1) POLA PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KELUARGA HINDU oleh I Made AriasaGiri; (2) PERANAN STAH MPU KUTURAN DALAM PENDIDIKAN KARAKTER HINDU DIPERGURUAN TINGGI oleh I Wayan Suarjaya; (3) KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DANMOTIVASI KERJA oleh I Wayan Mudana; (4) PERAN TRADISI LISAN MABEBASAN DALAMPENGEMBANGAN NILAI-NILAI KARAKTER DI KALANGAN REMAJA oleh I Kadek Mustika;(5) VERBA “MEMBERSIHKAN TUBUH” BAHASA BALI KAJIAN METABAHASA SEMANTIKALAMI oleh I Gusti Ayu Desy Wahyuni; (6) MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAWDALAM MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SEJARAH oleh Anis Wahyuningsih;(7) KALIMAT BAHASA BALI BERDASARKAN AKTOR-AKSI oleh I Made Adi NugrahaTristaningrat; (8) STRATEGI PEMBELAJARAN INOVATIF PREVIEW, QUESTION, READ,REFLECT, RECITE DAN REVIEW (PQ4R) BERBASIS CONCEPT MAPPING UNTUKMENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS oleh I Putu Suardipa; (9) PEMBENTUKAN KARAKTERANAK MELALUI PENDIDIKAN PRENATAL DALAM AJARAN HINDU oleh IG. Agung JayaSuryawan; (10) PERAN PENYULUH AGAMA HINDU SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI VERBALDAN NONVERBAL PADA HARI RAYA SUCI NYEPI oleh Ketut Agus Nova; (11) HAK DANKEWAJIBAN GURU DALAM PERSPEKTIF AGAMA HINDU oleh Ketut Bali Sastrawan; (12)PENDEKATAN PAIKEM BERBANTUAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKANKEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA olehKomang Agus Budhi Arya Pramana; (13) PENDIDIKAN NILAI ETIKA DALAM TEKS LONTARTRI KAYA PARISUDHA RSI SESANA DAN KITAB SUCI SARASACAMUSCAYA oleh Ni MadeArwati; (14) TIPOLOGI DEMONSTRATIF BAHASA BALI oleh Ni Wayan Murniti; (15) KAJIANMAKNAWI NAGA BANDA DAN LEMBU CEMENG PADA UPACARA NGABEN oleh Nyoman SriMulyani; (16) PERBEDAAN OMKARA DI INDIA DAN DI BALI oleh Putu Sanjaya; (17)REKOMBINASI PEMBELAJARAN UNTUK MENUNJANG PENINGKATAN MINAT SISWA PADABIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA HINDU oleh Putu Subawa; (18) PENERAPAN AJARANTRIKAYA PARISUDHA MELALUI PENDEKATAN HUMANISTIK oleh I Made Wirahadi Kusuma.
Akhir kata, semoga tulisan dalam jurnal ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan danpengetahuan pembaca, khususnya mengenai agama dan budaya.Om Santih, Santih, Santih Om.
• Redaksi
iii
Cover depan :Patung Mpu Kuturan di Pura Silayukti, Desa Ulakan, Kecamatan Manggis, Karangasem
Cover Belakang :Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin Melantik Prof. Dr. Drs. I Made Suweta, M.Si sebagai
Ketua STAHN Mpu Kuturan Singaraja.(Dok: STAHN Mpu Kuturan Singaraja, 2016)
155
PANGKAJA, VOLUME 16 No.1, MARET 201 ISSN 1412-7474
iv
SAMBUTANKETUA STAHN MPU KUTURAN SINGARAJA
Om SwastyastuKami patut bersyukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Hyang Maha Esa
karena sebagai lembaga yang baru berdiri, STAHN Mpu Kuturan sudah mampu melahirkanJurnal WIDYACARYA sebagai wadah para akademisi untuk mempublikasikan tulisan/hasilpenelitiannya dalam rangka menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Di tengah berbagai permasalahan pendidikan, agama dan budaya yang sangat kompleksmaka sangat penting adanya sumbangan pemikiran yang jernih dan konstruktif dari para akademisisehingga agama dan budaya tetap ajeg. STAHN Mpu Kuturan Singaraja sebagai istitusi keagamaansudah sewajarnya ikut berkontribusi dalam memecahkan berbagai persoalan dengan menerbitkanjurnal ini.
Saat ini, salah satu poin penting dalam menjalankan fungsi Tri Dharma Perguruan Tinggioleh dosen adalah melaksanakan penelitian dan mempublikasikan hasil pemikiran serta analisisnyatersebut. Kinerja dosen yang selanjutnya menjadi kinerja jurusan, fakultas dan perguruan tinggisangat dipengaruhi oleh seberapa luas dan berkualitasnya publikasi para dosen tetapnya.
Tuntutan publikasi yang dilakukan komunitas akademik Perguruan Tinggi memberikandampak yang cukup besar terhadap kesadaran para dosen pentingnya melakukan kajian, penelitianserta menulis karya ilmiah. Merujuk Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara danReformasi Birokrasi (PAN RB), Nomor 17 Tahun 2013, dan Peraturan Menteri Pendidikan danKebudayaan Nomor 92 Tahun 2014, kenaikan jenjang jabatan akademik dosen mewajibkan untukpublikasi pada jurnal ilmiah nasional terakreditasi dan jurnal internasional bereputasi di bidangnya.Kebijakan ini memberikan suatu arah agar publikasi ilmiah jabatan fungsional Dosen di Indonesiaterus ditingkatkan. Adapun tujuan dari publikasi ini adalah mensosialisasikan hasil temuan darikajian atau penelitian berdasarkan evidence (bukti/kebenaran/fakta/data) di lapangan baik ditingkat lokal, nasional, regional dan internasional.
Saya mengucapkan terimakasih kepada seluruf staf Redaksi dan Penulis atas partisipasidan kerjasamanya dalam penerbitan Jurnal WIDYACARYA. Semoga dengan terbitnya JurnalWIDYACARYA bisa memberikan kemudahan untuk mengakses penelitian, memberikanpencerahan serta tuntunan bagi para akademisi, sehingga nantinya mereka bisa menjadi sumberdaya manusia yang unggul, berkualitas serta berintegritas dalam meningkatkan Sradha dan Bhaktikehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Om Santih, Santih, Santih Om
Singaraja, 1 Juni 2017Ketua,
Prof. Dr. Drs. I Made Suweta, M.Si
156
ISSN 2580-7544VOLUME 1 No.1, JUNI 2017
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................................................... iiiKATA PENGANTAR KETUA STAHN MPU KUTURAN ................................................................................................. ivDAFTAR ISI .......................................................................................................................................................................... v
POLA PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KELUARGA HINDUOleh I Made Ariasa Giri ................................................................................................................................................... 1-11
PERANAN STAH MPU KUTURAN DALAM PENDIDIKAN KARAKTER HINDUDI PERGURUAN TINGGIOleh I Wayan Suarjaya .................................................................................................................................................... 12-20
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJAOleh I Wayan Mudana .................................................................................................................................................... 21-26
PERAN TRADISI LISAN MABEBASAN DALAM PENGEMBANGANNILAI-NILAI KARAKTER DI KALANGAN REMAJAOleh I Kadek Mustika ..................................................................................................................................................... 27-37
VERBA “MEMBERSIHKAN TUBUH” BAHASA BALI KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMIOleh I Gusti Ayu Desy Wahyuni ..................................................................................................................................... 38-42
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DALAMMENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SEJARAHOleh Anis Wahyuningsih ................................................................................................................................................ 43-48
KALIMAT BAHASA BALI BERDASARKAN AKTOR-AKSIOleh I Made Adi Nugraha Tristaningrat ......................................................................................................................... 49-54
STRATEGI PEMBELAJARAN INOVATIF PREVIEW, QUESTION, READ,REFLECT, RECITE DAN REVIEW (PQ4R) BERBASISCONCEPT MAPPING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPSOleh I Putu Suardipa ...................................................................................................................................................... 55-61
PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK MELALUI PENDIDIKAN PRENATALDALAM AJARAN HINDUOleh IG. Agung Jaya Suryawan ....................................................................................................................................... 62-69
PERAN PENYULUH AGAMA HINDUSEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI VERBAL DAN NONVERBALPADA HARI RAYA SUCI NYEPIOleh Ketut Agus Nova ................................................................................................................................................... 70-78
HAK DAN KEWAJIBAN GURU DALAM PERSPEKTIF AGAMA HINDUOleh Ketut Bali Sastrawan ............................................................................................................................................ 79-86
PENDEKATAN PAIKEM BERBANTUAN MEDIA GRAFIS UNTUKMENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR PADAMATA PELAJARAN BAHASA INDONESIAOleh Komang Agus Budhi Arya Pramana ...................................................................................................................... 87-93
PENDIDIKAN NILAI ETIKA DALAM TEKS LONTAR TRI KAYA PARISUDHARSI SESANA DAN KITAB SUCI SARASACAMUSCAYAOleh Ni Made Arwati ................................................................................................................................................... 94-103
TIPOLOGI DEMONSTRATIF BAHASA BALIOleh Ni Wayan Murniti .............................................................................................................................................. 104-110
157
KAJIAN MAKNAWI NAGA BANDA DAN LEMBU CEMENGPADA UPACARA NGABENOleh Nyoman Sri Mulyani .......................................................................................................................................... 111-121
PERBEDAAN OMKARA DI INDIA DAN DI BALIOleh Putu Sanjaya ...................................................................................................................................................... 122-126
REKOMBINASI PEMBELAJARAN UNTUK MENUNJANG PENINGKATANMINAT SISWA PADA BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA HINDUOleh Putu Subawa ..................................................................................................................................................... 127-137
PENERAPAN AJARAN TRIKAYA PARISUDHAMELALUI PENDEKATAN HUMANISTIKOleh I Made Wirahadi Kusuma ................................................................................................................................. 138-147
PEDOMAN BAGI PENULIS UNTUK JURNAL WIDYACARYA .......................................................................... 148-150
vi
1
POLA PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KELUARGA HINDU
Oleh I Made Ariasa GiriDosen STAHN Mpu Kuturan Singaraja
ABSTRACTFamily environment occupies an important position in the process of character formation.
The family environment becomes first and foremost in order to cultivate ethical, moral, orcharacter values. The importance of ethics, morality, and character in the family environmentcan not be separated from various negative phenomena such as deviant behavior in the familyand society. Thus, every Hindu family should always be guided by the teachings of the Hindureligion in which it has fully elaborated the values ??to be practiced. The process of cultivatingvalues ??in Hindu teachings must go through the stages of purification of creation activities,and followed by ceremonies such as magedoggedongan, kepus puser, bajang colong, tigangsasih, otonan, teething, cut teeth, and wiwaha. In every development of the child should alsonote the patterns of character education appropriate to the teachings of religion.
Keywords: Pattern of Education, Character, Family
I. PENDAHULUANPengetahuan adalah elemen yang penting
karena dengan pengetahuan anak-anak akanmampu mengenal duniannya. Jika anakmengetahui hubungan-hubungan yang salingmenunjukkan sebab akibat, ia akan dapatmemahami bahwa suatu kejadian tidak semata-mata terjadi dengan sendirinya, tetapidisebabkan oleh suatu hal (Fatchual, 2011:379).Semua hal tersebut tergantung pada prosesbelajar anak dan mencari informasi sejak anakmulai mengenal pengetahuan di luar. Benarbahwa kecerdasan anak dipengaruhi oleh faktorgenetis atau bawaan dari orang tua dan jugadari pola pendidikan didalam keluarga.
Selain faktor tersebut yang terpenting jugaterdapat faktor fisik berupa pertumbuhan yaknipertumbuhan fisik biomedis otak yangditunjang oleh nutrisi yang berkualitas, dengandemikian pada intinya adalah pola pendidikanorang tua di rumah menentukan karakter anakdalam kehidupannya baik berupa pendidikanpengetahuan maupun etka, norma, agama dankebiasaan sehari-hari seperti makanan, pakaian
dan cara berbicara. Istilah dan pengertian moral,etika, moralitas dalam banyak tulisan jarangterdapat penulis yang menggunakanperistilahan tersebut secara konsisten, namunsekurang-kuragnya kita dapat melacak asalmula munculnya istilah tersebut.
Etika berasal dari bahasa yunani, ethosyang artinya kebiasaan atau watak, sedangkanmoral berasal dari bahasa latin, mos (jamak:mores) yang artinya cara hidup atau kebiasaan.The Liang Gie dalam buku Etika Administrasipemerintah, Universitas terbuka, 1986membedakan antara etika, moral dan moralitasyaitu:
Pertama, etika berkenaan dengan disiplinilmu yang mempelajari tentang nilai-nilai yangdianut oleh manusia beserta pembenarannyadan dalam hal ini etika merupakan salah satucabang filsafat. Kedua, etika merupakan pokokpermasalahan di dalam disiplin ilmu itu sendiriyaitu nilai-nilai dan hukum-hukum yangmemngatur tingkah laku manusia. Moral dalampengertian umum menaruh perkenaan kepada
2
ISSN 2580-7544VOLUME 1 No.1, JUNI 2017
karakter dan sifat-sifat individu yang khusus,diluar ketataan kepada peraturan. Maka moralmenunjuk pada tingkah laku yang bersifatspontan seperti rasa kasih, murah hati,kebesaran jiwa dan sebagainya, yangkesemuannya tidak terdapat dalam peraturanhukum. Sedangkan moralitas berfokus kepadahukum-hukum yang prinsip yang abstrak danbebas. Orang yang mengingkari jani yang telahdiucapkannya dapat dianggap sebagai orangyang tidak dapat dipercaya dan tidak etis, tetapibukan berarti tidak bermoral. Namun menyiksaanak atau meracun mertua kita disebut tindakantidak bermoral. Jadi tekanannya disini adalahpada unsur keseriusan pelangaran.
Secara etimologis pengertian etika danmoral memiliki kemiripan namun sejalandengan perkembanan ilmu dan kebiasaandikalangan cendekiawan, ada beberapapergeseran arti yang kemudianmembedakannya. Etika cenderung dipandangsebagai suatu cabang ilmu dalam filsafat yangmempelajari tentang nilai baik dan buruk bagimanusia. Sedangkan moral adalah hal-hal yangmendorong manusia untuk melakukan tindakanyang baik sebagai “kewajiban”, atau “norma”.
II. PEMBAHASAN2.1 Pendidikan Moralitas
Dalam memerankan kehidupan agamadalam konteks perubahan sosial, makapendidikan agama di dalam rumah tangga,sekolah dan di dalam masyarakat, hendaknyasenantiasa mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak (yang terkait).Pentingnya pendidikan agama, bahkanditanamkan sejak bayi masih di dalamkandungan, dengan upacara ritual tertentu(Garbhàdhàna Samskara) diharapkan bayiyang lahir nantinya menjadi “putrasuputra”,berbudi pekerti yang luhur, cerdas dan sebagaianggota keluarga berguna bagi masyarakat,bangsa dan negara. Pendidikan agama di rumahtangga sangat pula menentukan pendidikan disekolah dan di lingkungan masyarakat nantinya.
Mahàrûi Manu peletak dasar hukum yang mestiditegakkan, dalam mengembangkanpendidikan moralitas baik dalam rumah tangga,di sekolah maupun dalam masayarakat, setiapanggota masyarakat hendaknya dapatmerealisasikan 10 jenis pelaksanaan Dharma,yaitu:
“Sepuluh macam bentuk pelaksanananDharma hendaknya dilaksanakan olehseseorang, yaitu: (1). Dhritih (merasa puas,bersyukur atas apa yang diperoleh), (2).Kûama (mampu dan mau memberi maaf),(3). Dama (rendah hati) (4). Asteyam (tidakmencuri/mengambil milik orang lain). (5).Saucam (hidup suci), (6). Indriyangraha(mengendalikan nafsu indria), (7). Dhìh(mengembangkan intuisi dan kecerdasan),(8). Vidyà (mencari & menambah ilmupengetahuan), (9). Satyam (senantiasa hidupjujur) dan (10). Akrodha (mampumengendalikan emosi/ kemarahan)”.(Manavadharmasàstra VI.92)
Bila kualitas dharma seperti sepuluhbentuk pelaksanaannnya tumbuh danberkembang pada setiap individu dalamkeluarga, di sekolah dan di dalam masyarakatmaka akan nampak hasilnya bahwa agama akanmampu sebagai faktor pengendali dalamkonteks perubahan sosial. Sepuluh sifat ataukarakter sebagai pelaksanaan dharma tersebutdi atas dibutuhkan oleh setiap orang dengantidak memandang ras, warna kulit, negara,bahasa yang digunakan dan agama. Semuanyaitu terkait dengan kebutuhan umat manusia.Mengikuti jalan dan berpegang pada dharmaseseorang akan memperoleh kedamaian,kesejahtraan dan kebahagiaan selama hidupnya(Satyanarayana, 2001:61).
Bila kita mengkaji lebih jauh, makakonsep dasar etika dan moralitas yangdiekspresikan oleh umat manusiasesungguhnya bersumber pada ajaran agama(teologi) yang memandang manusia sebagaiciptaan-Nya, berasal dari yang suci dan dalamajaran Agama Hindu, menjelma ke dunia ini
3
POLA PENDIDIKAN KARAKTER....(I Made Ariasa Giri, 1-9)
adalah untuk mengentaskan karma-karmaburuk dengan sebanyak-banyaknya berbuatbaik, sebab tujuan hidup manusia, tidak hanyasejahtera di dunia ini, tetapi yang lebih utamalagi adalah mencapai kebebasan dan bersatukembali kepada-Nya. Untuk sampai kepada-Nya, seseorang harus menghindarkan diri darisegala dosa dan karma buruk yang akanmenjatuhkan dirinya ke lembah neraka.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1988) dipaparkan makna kata etika yang berasaldari bahasa Yunani ethos, dalam tigapengertian, yaitu: (1) ilmu tentang apa yangbaik dan buruk dan tentang hak dan kewajibanmoral (akhlak); (2) kumpulan asas atau nilaiyang berkenaan dengan akhlak; (3) nilaimengenai benar dan salah yang dianut olehsuatu golongan atau masyarakat. K. Bertendalam bukunya Etika (Seri Filsafat Âtmàjaya:15) (1997:6) mempertajam rumusan maknadalam kamus tersebut di atas, menyatakan:pertama, kata etika bisa dipakai dalam arti:nilai-nilai dan norma-norma moral yangmenjadi pegangan seseorang atau sesuatukelompok dalam mengatur tingkah lakunya.Misalnya, jika orang berbicara “etika suku-sukuIndian”, “etika Agama Buddha”, “etikaProtestan”, maka tidak dimaksudkan sebagai“ilmu”, melainkan arti pertama tadi. Secarasingkat arti ini bisa juga dirumuskan sebagai“sitem nilai”, dan boleh dicatat lagi, sistem nilaiitu bisa berfungsi dalam hidup peroranganmaupun pada taraf sosial. Kedua, etika berartijuga kumpulan asas atau nilai moral, yangdimaksud di sini adalah kode etik, seperti“Etika Rumah Sakit Indonesia (1986). Ketiga,etika mempunyai arti “ilmu tentang yang baikatau buruk”.
Kata etika sangat dekat maknanya dengankata moral. Kata moral yang berasal dari kosakata bahasa Latin (berasal dari kata mos bentuksingular, mores bentuk jamak) yang dalamKamus Besar Bahasa Indonesia (1988)disamakan maknanya dengan kata etika. Jika
sekarang kita memandang arti kata moral, perlukita simpulkan bahwa artinya sama denganetika menurut arti pertama tadi, yaitu nilai-nilaidan norma-norma yang menjadi pegangan bagiseseorang atau sesuatu kelompok dalammengatur tingkah lakunya. Kita mengatakan,misalnya bahwa perbuatan seseorang tidakbermoral. Dengan itu dimaksudkan bahwa kitamenganggap orang itu melanggar nilai-nilai dannorma-norma etis yang berlaku dalammasyarakat. Atau kita mengatakan bahwakelompok pemakai narkotika mempunyaimoral yang bejat, artinya mereka berpegangpada nilai-nilai dan norma-norma yang tidakbaik.
Moralitas (dari kata sifat Latin moralis)mempunyai arti yang pada dasarnya samadengan moral, hanya terdapat nada yang lebihabstrak. Kita berbicara tentang moralitas suatuperbuatan, artinya, segi moral suatu perbuatanatau baik buruknya. Moralitas adalah sifatmoral atau keseluruhan asas dan nilai yangberkenaan dengan baik buruk (Berten, 1997:7).Di samping kata moral seperti tersebut di atas,kita masih mendengar atau membaca istilahamoral dan immoral. Menurut K. Berten, kataamoral diartikan sebagai netral dari sudut moralatau tidak mempunyai relevansi etis, sedangkanimmoral berarti bertentangan dengan moralitasyang baik. Masih terkait dengan moral dan etikadan etiket. Etiket lebih menekankan pada sopansantun, di samping berarti label.
2.2 Pola Pendidikan Karakter DalamKeluarga2.2.1 Memahami Samskara Kehidupan
Memahami proses kehidupan yangdimaksud dalam tulisan ini adalah proseskehidupan manusia diinginkan hadir di duniaoleh kedua orang tuanya sampai pada akhirkewajiban orang tua yaitu menikahkan anak.Lebih tegas dijelaskan oleh Subagiasta(2006:34) mengatakan bahwa terdapat 10samskara yaitu “Garbhadana (mensyucikankegiatan penciptaan), pumsavana (mantra
4
ISSN 2580-7544VOLUME 1 No.1, JUNI 2017
kandungan 3 bulan), simantonnayana (mantrakandungan 7 bulan), jatakarma (upacarakelahiran anak), namakarana (upacarapemberian nama), annaprasarana (pemberianmakan pertama berumur 6 bulan), cudakarana(upacara cukur rambut), upanayana (upacarabelajar kepada guru), samavartana (upacaramengakhiri belajar), vivana (upacaraperkawinan)”. Berdasarkan 10 samskara yanghendak disucikan tersebut sebenarnya suatuusaha atau pola pendidikan karakter atau putrasuputra dalam keluagra sebab hal ataupekerjaan yang baik berawal dari perencanaanproses, pengawasan dan pengerjaan yang muliaatau baik juga. Maka bila menginnkan putrayang suputra atau berkarakter mulia makahendaknya pola pendidikan mulai dari sejakperencanaan atau niat seorang ayah dan ibu atauorang tua anak. Lebih jelasnya dijelaskanmasing-masing samskara dalam hubungandengan pola pendidikan karakter dalamkeluarga.(1) Penyucian kegiatan penciptaan
Sebagai salah satu dari kewajiban orangtua adalah sebagai sang Amentwaken, maka disini perlu kiranya dipahami tentang berbagaihal yang berkaitan dengan proses pembentukandan terjadinya manusia. Mensyucikan kegiatanpenciptaan dimaksud adalah proses atau tatalaksana hubungan suami istri yang berdasarkankebenaran agama Hindu yaitu yang sakraldisaksikan oleh Dewa Saksi berupa upacararitual agama Hindu, Manusa Saksi berupadiakui oleh segala unsur baik kedua belahkeluarga, manggala upacara, undangan,pemerintah dan terdapat bukti ikatan, Bhutasaksi berupa adanya saksi waktu yang baik,suasana yang baik dan alam sekitar.
Terkait dengan kesakralan prosespenciptaan tersebut yang dimaksud adalahhubungan intim atau senggama dihindarkan diluar kewajiban sesuai kebenaran agama di atasuntuk menghindarkan kelahiran anak yangtidak benar sebab tidak adanya dukungan waktu
yang baik, suasana yang baik, niat yang baikdan juga kemampuan biologis dan psikis,dengan demikian hendaknya dipahamiperbuatan intim tidak boleh dilakukansembarangan waktu dan kondisi. Sebelummelakukan hubungan intim kedua orang yangberjenis kelamin laki-laki dan perempuanmenentukan kesepakanatan untuk mengikatkanhubungan dengan upacara suci agama sepertiyang dijelaskan di atas dengan Tri Upa saksidan dilakukan tanpa adanya paksaan dandidasarkan atas kasih sayang dan cinta keduabelah pihak baik masing-masing orang tua dankeluarga terdekat. Bila sudah terpenuhi syaratutama di atas selanjutnya bila telah sah menjadiswami istri hendaknya dilakukan persiapansebagai berikut:o Mantapkan niat, baik fisik maupun non
fisiko Menghaturkan sesajen kehadapan Hyang
kemulan berupa pejati sebagaipermakluman dan permohonankesejahteraan dan keselamatan kepada-Nya
o Ucapkan mantra gayatri sebanyak tiga kaliberturut-turut pada pusar istri
o Ucapkanlah bersama-sama mantra (omkrong Krthaya Sampurna Dewa manggalaYa Namah) sebelum melakukanpersetubuhan
o Bilamana menginginkan kelakberkelakuakn bijak ucapkan bersama-sama mantra (Om Hrang Rudra YaNamah, Idep Sira Sadrasa) sedangkananak yang selalu terlindungi dalamhidupnya (Om Jrung Mrtyuncaya YaNamah).
o Lakukan persetubuhan dengan wajar danpenuh kasih sayang dengan tanpa adanyasaling menyakiti.
o Tepat dilakukan pada saat masa subur istridan piluh hari yang telah ditentukandalama ajaran agama Hindu yang terdiridari Senin Umanis, Rabu Pon dan jumatPon tetapi hari itu terdapat hari suci agama
5
POLA PENDIDIKAN KARAKTER....(I Made Ariasa Giri, 1-9)
Hindu seperti purnama tilem, dan lain-laindan juga saat menstrulasi.
o Bila menghendaki anak laki-laki makalakukanlah persetubuhan pada siang hariyaitu hari ke 10-12-14-16 setelahmenstrulasi dengan menuliskan (Apurusabhawati pada ibu jari tangan dan kakibagian tangan. Demikian sebaliknyamenginginkan anak perempuanlakukanlah persetubuhan pada malam hariyaitu pada hari 9-15-17 setelah menstruasidan tuliskan (bastari bhawati) pada ibu jaritangan dan kaki bagian kanan.(Swastika,2009:151).Seperti diuraikan di atas hendaknya masa
penyucian sebelum penciptaan diperhatikankarena proses awal menentukan karakter anakbila sudah lahir dan setelah dewasa. Dengandemikian bagi istri hindarilah melakukanhubungan intim dengan pria lain selain swamiyang sah, tidak boleh menjelekkan swami dimata orang lain, jangan melakukan himsaselama kehamilan, hindari berkata-kata kasar,tidur terlalu lama, selalu sembahyang,berprilaku rajin mandi, bersih-bersih dan lainsebagainya. Sedangkan bagi suami hindarimelakukan hubungan badan dengan wanita lainselain instri yang sah, jangan melakukankriminal, berkata dusta, mabuk-mabukan,jangan membangunkan istri denganmengejutkan saat hamil, penuhilah secara wajarsemua keinginan istri dalam kehamilan, janganberbuat himsa saat kehamilan, janganmenyumbat lubang, jangan melakukanpemotongan rambut, jangan menancapkanturus/pagar dan jangan berjual beli.Demikianlah secara singkat proses penciptaananak yang suputra.(2) Upacara Magedong-gedongan
Selanjutnya adalah proses kedua yaitu bilaproses intim sudah berhasil membuahkan hasilyaitu telah membuhkan hasil dari pertemuansel sperma dan sel telor di rahim wanita makaterdapatlah benih manusia di dalam perutwanita di tandai dengan membesarnya perut
istri yang di dalam agama Hindu disebut denganpertemuan antara Cukla dan Swanita. Upacaraini dilaksanakan setelah kehamilan berumurlima bulan dengan tujuan agar bayi yang beradadi dalam kandungan ibunya senantiasa dalamkeadaan sehat dan terlindungi oleh sang Catursanak sebagai saudaranya serta terhindarkandari segala macam mara bahaya. Juga denganharapan dalam proses persalinan nanti tiada aralyang melintang dapat dengan lancar terlaksana(Swastika, 2009:130). Upacara magedong-gedongan dilakukan adalah menumbuhkankarakter sejak dini berupa pendidikan Prenatalyaitu pendidkan sebelum kelahiran yangsebenarnya memberikan perhatian kepada anakdi dalam kandungan bahwa sebanarnya anakdi dalam kandungan dapan merekam segalayang terjadi pada ibunya dan ayanya sehinngaprilaku kedua orang tua hendaknyamencerminkan prilaku yang baik. (3) Upacara Kepus Pusar
Upacara ini biasanya dilakukan pada saatlepasnya tali pusar si bayi yaitu sekitar dua belashari setelah kelahirannya. Upacara ini disebutjuga dengan istilah nama Dhyasa Samskara,dengan tujuan agar senantiasa si bayi dalamlindungan sang Catur Sanak yang selalu beradadisisi bayi untuk menjaganya. Upacara inibermakna bahwa mengjarkan dan meberikanharapan anak agar nanti menjadi orang yangbertanggung jawab dan menjadi orang yangmandiri tidak meminta-minta dan mengulurkanmeminta kepada orang lain tetapi dengan usahadengan kemmapuan dan kekuatannya sendiriuntuk bisa menghidupkan dirinya sendiri danjuga keluarganya kelak setelah anak menjadidewasa dan besar.(4) Upacara Bajang Colong
Upacara ini diselenggarakan pada saat bayitelah berumur empat puluh dua hari yaitu pitungdina, yang bertujuan secara niskala agar si ibusudah bisa melakukan kegiatan upacara yajnasebatas halaman rumah pemerajan karenamenurut drasta, bahwa leteh, letuh dan sebeltelah hilang saat telah mencapai hari ke empat
6
ISSN 2580-7544VOLUME 1 No.1, JUNI 2017
puluh dua hari setelah kelahiran. Upacara inibermakna bahwa mengajarkan kepada orangtya anak terutama kepada ibu agar menyehatkanjasmani sebelum bertemu kepada orang lain danmenghadap Tuhan agar pikiran menjadi tentramdahulu biar tidak karena mash kotor menjaditidak konsentrasi mengerjakan pekerjaan danjustru menjadi berkata-kata tidak benar danberbuat tidak benar sehingga segala harapandan kedamaian tidak tercapai.(5) Upacara Tigang Sasih
Upacara ini diselenggarakan saat bayiberumur tiga bulan Bali sejak kelahirannyayang disebut dengan istilah NishkramanaSamskara yaitu mulai saat ini anak telahmengadakan hubungan dengan kekuatan-kekuatan alam sekitarnya, dapat diajak keluarrumah/halaman dan diperkenalkan kepadadunia. Pada tahap memperkenalkan inidiberikan proses pembelajaran agar anak jangandipaksa atau diperlihatkan pada hal-hal yangtidak pantas untuk anak kecil, jangan sampaimendengar hal-hal yang tidak pantas sesuaiumurnya, ajarkan berkata-kata halus, sopan,berprilaku sopan dari cara memandikan,memberikan makan, berpakaian, berbicara,memanggil namanya dan sebagainya yangmerupakan ajaran moral dan etikan sejak bayi.(6) Upacara Otonan
Upacara ini dilaksanakan saat anak telahberusia enam bulan Bali, yang bertujuan agaranak itu dirgahayu dan dirgayusa, gembiradapat mengatasi segala macam ganguan danbencana, memohon keselamatan dankeswhatan. Dalam proses upacara anak dijaya-jaya dan bersembahyang di kemulan yangbermakna agar si anak patuh terhadap orangtua dan dapat menghagai tetua dan orang-orangterdahulunya dan tidak melupakan latarbelakang serta sejarah masa lalu setelah anakbesar dan berhasil menjadi orang kelak.(7) Upacara Tumbuh Gigi
Tujuan dari upacara ini adalah agar gigianak tumbuhnya baik dan kuat. Upacaranyadilaksanakan saat gigi anak baru mulai
kelihatan dan saat matahari terbit. Upacara inibermakna bahwa simbol dari gigi adalahkekuatan dan matahari terbit adalah simbolkehidupan yang baru. Maka kekuatan yang baruatau suatu hal yang ditanam di masa yang yangbaru menjadi kekuatan yang mulia sepertimenanam padi agar tumbuhnya padi yangmenghasikan buah yang baik utuk bisa dimakan menghiangkan rasa lapar dan dapatmelaksanakn kewajiban hidup. Dengandemikian anak yang baru tumbuh gigi diberikanharapan dan doa agar kelak anak tersebut dapatmenjaga kekuatannya untuk kebaikan dan dapatmempertinggi dan membawa nama orangtuanya dan keluarganya menjadi lebih baik.(8) Upacara Potong Gigi
Upacara ini sering disebut denganMapandes. Upacara dimaksud diselenggarakandengan tujuan agar segala bentuk kotoran gigiitu menjadi bersih dan serta secara niskala dapatmengalahkan musuh-musuh yang ada padatubuh manusia yang dinamai Sad Ripu. Seoranganak saat ini kembali diingatkan untuk sadarakan segala tingkah lakunya, segala perkataandan segala pemikirannya harus didasarkan atasajaran dharma. Rajin melaksanakanpembelajaran dengan jalan membaca buku-buku suci, mendekatkan diri kepadacendekiawan untuk menimba ilmu pengetahuanagama dan harus sadar bahwa dirinya menjadiharapan bangsa dan negara sebagai angkatanmuda generasi penerus bangsa dan negara.Selain itu bermakna bahwa memberikan sugestikarakter pengendalian sifat-sifat yang membaradalam aura dan keegoisan masa muda sehinggatenaga dan kekuatan itu dapat dipergunakanuntuk mengejar cita-cita dan mengharuskannama orang tua dan bangsa serta negara.(9) Vivana (upacara perkawinan)
Upacara Vivaha atau perkawinan menurutHindu adalah bentuk ikatan dua orang yangberjenis kelamin berbeda yang didasarkan sukasama suka atas dasar cinta dan kasih sayangtanpa adanya paksaan dan atas persetujuan atausaksi dari orang tua, pendeta, alam semesta,
7
POLA PENDIDIKAN KARAKTER....(I Made Ariasa Giri, 1-9)
prajuru desa dan Tuhan melalui upacara yajna.Hal tersebut merupakan usaha untukmendisiplinkan keinginan agar berdasarkantempat dan waktu yang benar. Maksudnya bilatanap hubungan ikatan yang sah seseorang telahmelakukan hubungan intim maka yang lahiradalah anak yang tidak suputra dan berkaraktermulia. Upacara perkawainan memberikanpendidikan karakter sebagai manusiahendaknya disiplin dalam menempatkan segalakeinginan dan berprilaku bertanggungjawabserta bersih dari perbuatan yang terlarang.Seperti pendapatnya Wiana (dalam Swastika,2009:145) menyatakan bahwa kelahhiran anakyang suputra ditentukan dari dimulainya dariprilaku dan sikap orang dalam hal berhubungansex/sengama. Bila sengama tidak padatempatnya dan waktunya justru akanmelahirkan anak yang kuputra yaitu anak yangbertabiat tidak baik. Untuk itulah sikap danperilaku sex menyimpang akan berakibatkepada anak yang akan dilahirkan.2.2.2 Memahami Peran Swami dan Istri
Untuk mewujudkan keluarga bahagia dansejahtera tentu tidak bisa hanya dibebankankepada istri atau suami saja, melainkan harusdiupayakan bersama-sama. Seorang suamidituntut tanggungjawab sementara seorang istridituntut kesetiaan. Dalam susastra Hindudisebutkan “jangan sekali-kali engkaumenyebut dirimu Bapak, manakala engkautidak pernah bertanggungjawab terhadapkeluargamu. Demikian pula halnya denganperempuan, “jangan sekali-kali engkaumenyebut dirimu Ibu, jika engkau tidak mampumemelihara kesetiaanmu pada suami dan anak-anakmu”. Jadi, antara suami dan istri secarasepintas diberikan penegasan akan kewajibanyang berbeda, namun pada hakikatnya keduakebajiban itu diaharapkan saling bersinergisehingga mampu menopang terciptanyakeluarga bahagia dan sejahtera atau kuluargasukinah.
Hubungan antara suami dan istri secaraseimbang telah dinyatakan secara simbolis
dalam konsep Ardanariswari, yaitu simbolTuhan dalam manifestasi sebagai setengahpurusa dan pradana. Kedudukan purusadisimbolkan dengan Siwa, sedangkan pradanadisimbolkan dengan Dewi Uma. Di dalamproses penciptaan, Siwa memerankan fungsimaskulin, sedangkan Dewi Uma memerankanfungsi feminim. Tiada sesuatu apapun akantercipta, jika kekuatan purusa dan predanatidak menyatu. Penyatuan kedua unsur itudiyakini telah memberikan bayu bagiterciptanya berbagai mahluk dan tumbuhanyang ada.
Perempuan dalam teologi Hindu bukanlahtanpa arti. Malahan ia dianggap sangat berartidan mulia, sebagai dasar kebahagiaan rumahtangga. Dalam Yayurveda dijelaskan bahwaperempuan adalah perintis, orang yangsenantiasa menganjurkan tentang pentingnyaaturan dan ia sendiri melaksanakan aturan itu.Perempuan adalah pembawa kemakmuran,kesuburan, dan kesejahteraanbagi keluarga.Substansi dari sloka di atas juga menunjukkanperempuan adalah makhluk Tuhan yangmemiliki kompleksitas peran dankemuliaannya sendiri (religius, estetis,ekonomi, maupun sosial). Di balikkelembutannya, perempuan juga memilikikedasyatan yang dapat dipahami melalui eposbesar Ramayana, Mahabarata, dan kisahmencengangkan musnahnya kota Dwarawatiakibat kutukan Gandhari. Demikian pula dalamCanakya Nitisastra (I.17) disebutkan:
Wanita dibandingkan lakilaki dua kalilebih kuat nafsu makannya,Empat kali lebih malu,Enam kali lebih berani,hendaknya diingat nafsu kelaminnyadelapan kali lebih kuat,
Besarnya peran istri dalam pembentukankeluarga bahagia dan sejahtera, menyebabkanistri tidak semata-mata dimaknai sebagaiseorang perempuan yang melahirkan, tetapimereka yang mampu memberikan ‘keteduhan’
8
ISSN 2580-7544VOLUME 1 No.1, JUNI 2017
bagi keluarganya. Oleh karena itu, dalamCanakia Niti Sastra, V.23 disebutkan
Râja patnî guroh patnîmitra patnîtathaiva capatnî mâtâ svamâtâ capañcaitâ mâtarah smrtâhArtinya,istri raja, istri guru, istri teman, ibumertua,dan ibu sendiri semuanya disebut sebagaiIbu.
Mengapa istri raja dianggap sebagai ibu,karena seorang istri raja seharusnya tidak sajamelindungi anak-anaknya dan keluarganyasendiri, tetapi melindungi semua rakyat yangada di wilayah kekuasaannya. Sikap seorangratu menyayangi seluruh rakyat sepertimenyayangi anak-anaknya sendiri,menempatkan dia harus diperlakukan dandihormati sebagai ibu. Istri guru juga harusdiperlakukan sebagai ibu, karena istri guru ituidentik dengan sang guru yang telah membuatkita semua menjadi melek uruf,berpengetahuan, dan memiliki eksistensi dalamkehidupan ini. Teman yang dimaksud dalammakna ini mereka yang setia dalam suka danduka, orang yang dapat dipercaya, bukanmereka yang dekat ketika kita sedang berkuasadan menjauh ketika kita sedang mengalamiduka nestapa. Istri teman yang mampumelaksanakan peran seperti itu harus dianggapsebagai ibu. Mertua adalah ibu dari istri atausuami, karena itu kedudukannya harusdisamakan dengan ibu yang melahirkan kitasendiri. Keduanya harus diperlakukan dandihormati ibarat seorang Dewi yang telahmemberikan kebahagiaanya bagi keluarga.
Pengertian ibu seperti tersebut di atasmenempatkan seorang perempuan harusmampu memerankan sejumlah tugas bagi anak-anak, suami, mertua, dan lingkungan yang lebihluas. Dalam kaitannya dengan peranan yanglebih khusus, yaitu sebagai ibu sekaligus istrimaka ia harus mampu memerankan diri
sebagaimana dinyatakan dalam sloka RgvedaVII,33,19 berikut Stri hi brahma babhuvithaartinya wanita sesungguhnya adalah seorangsarjana dan pengajar.
Kutipan di atas begitu sarat dengankewajiban, tetapi ada satu hal yang ditekankanbetul dalam kaitannya dengan peranan wanita,yaitu kesetiaan. Seorang ibu dan atau istrinampaknya dituntut kesetiaannya sebagaimanadinyatakan pula pada sloka berikut.
Pânigrâhasya sâdhivîstrîjiwato vânirtasya vâpatilokamabhîpsantînâlaret kiurcidapriyain (MDS,V,156)
Artinya:Seorang istri yang setia, yang ingin tinggalbersama terusdengan suaminya sampai nanti setelah iameninggal,tidak melakukansesuatu yang menyakiti hatiorang yang mengawininya, apakah dia masihhidup atau sudah mati.
Kokilânâni svaro rûpaniNârî rûpain patipratainVidyâ rûpain kurûpânâinKsamâ rûpain sapasvinâin
ArtinyaBurung tekukur menjadi indah karenasuaranya,Seorang istri menarik karena kesetiaannyakepada suami,Orang yang rupanya buruk menjadimenarik karena ilmu pengetahuannya,dan karena sifat pengampun pendetamenjadi menarik.
Sloka-sloka di atas mempertegas bahwaseorang ibu dan istri seharusnya mampumemelihara dan memegang teguhkesetiaannya. Hanya dengan itu ia akan mampumewujudkan kebahagiaan sebagaimanadinyatakan dalam Canakia Niti Sastra sloka V,9 maupun dalam Canakia Niti Sastra sloka II,4berikut.
9
POLA PENDIDIKAN KARAKTER....(I Made Ariasa Giri, 1-9)
Vittina raksyate dharmoVidyâ yogina raksyateNirdanâ raksyate bhûpahSat striyârak’yate grhamArtinyaAgama dipelihara dengan harta, ilmupengetahuan VedaDipelihara dengan memperaktekan Yoma,Niyama, danLain-lain cabang Yoga. Raja dipeliharadengan kata-kataMenyenangkan, rumah tangga dipeliharaoleh istri yang utama.
Te putrâ ye pitur bhaktâhsa pitâ yastu posakahtain mitrain yatra visvâsahsa bhârya yatra nirvrsihArtinyaYang disebut putra adalah mereka yangbakti kepada bapakYang disebut bapak, dia yang menanggunganak-anaknyaYang disebut teman dia yang memiliki rasapercaya dan bisa dipercaya,dan seorang istri adalah dia yang selalumemberikan kebahagiaan.
Salah satu sastra yang menarik untukdicamkan oleh kita semua agar seorang wanitamampu menjadi ibu dan istri yang baik adalahsebagai berikut.
Brahman sampûjyate râjâbrahman sampûjyate dvijahbhraman sampûjyate yogibhramati stri vinaœyati (C.N.S., VI,4)
ArtinyaRaja yang selalu mengadakan perjalanandipuja dan dihormati,Para Pendeta yang mengadakan perjalanankeliling dipuji dan dihormati.Yogi yang mengembara amat dihormati,Tetapi kalau wanita keliling dan berjalan-jalan, pasti mengalami kehancuran.
Rubdhânâni yâcakah úatrurmûrkhânâni bodhako ripuh
jâra strinâni patih úatrurcorânâni candramâ ripuh (C. N. S., X,6)
ArtinyaPengemis adalah musuh bagi si pelitOrang bijaksana adalah musuh bagi orang-orang bodohIstri-istri binal adalah musuh bagi parasuami, danBagi pencuri musuhnya bulan.
Peranan istri dalam mewujudkan keluargabahagia dan sejahtera tidak akan terwujudbegitu saja, tetapi harus dibentuk oleh pihaklain secara bersama-sama. Suami, anak,keluarga, dan lingkungan juga akanmemberikan kontribusi terhadap terbentuknyakondisi demikian. Oleh karena itu, setiap suamidan anggota keluarga lainnya harus mampu ikutmenciptakan agar wanita senantiasa hidupdengan perasaan senang, senantiasa wajahnyaberseri-seri. Hanya dengan kondisi demikiankeluarga itu akan diberikan kedamaian,keteduhan, dan pada akhirnya kebahagiaansejati,
Setiap anggota keluarga senantiasadiwajibkan agar mampu memelihara ibu, istri,dan wanita yang ada dalam keluarga itu hidupdengan perasaan senang. Hindari mengeluarkankata-kata yang membuat pihak lain merasa sakithati, berduka secara mendalam, dan sedih.Penekanan ini juga bermakna untukmenghindari tindakan yang bersifat fisikal,yang menyebabkan orang merasa sakit(ahimsa). Dan satu hal yang juga tidak kalahpenting adalah memberikan penghargaankepada wanita pada saat-saat yang tepat.Semua hal-hal yang saya sampaikan di atas,tidak dengan serta merta akan dapat dicapaioleh setiap orang dalam waktu seketika. Prosesini memerlukan waktu dan kemauan untukmelaksanakannya. Tapi yang tidak kalahpentingnya adalah kemauan untuk salingmemahami satu dengan yang lain.
10
ISSN 2580-7544VOLUME 1 No.1, JUNI 2017
2.3 Pola Pendidikan Karakter BerdasarkanPerkembangan Anak
Landasan mendidik dalam proses belajarmengajar menurut padangan kitab suci Hindusalah satunya kitab Slokantara yaitu terdapatpada kewajiban terhadap anak yaitu Sloka 22menjelaskan bahwa:
Râjawat paòca warœesu deœa warœesudâsawat,Mittrawat sodaúawarsa ityetat ptraúâsanam.
Artinya:Sampai umur lima tahun, orang tua harusmemperlakukan ananknya sebagai raja. Dalamsepuluh tahun berikutnya berikutnya sebagaipelayan dan setelah umum enam belas tahun keatas harus diperlakukan sebagai kawan.
Tidak saja pola pendidikan sepertidijelaskan oleh ahli Montessori yangmenjelaskan tingkatan perkembangan anankdalam proses belajar yaituPeriode I :0;0 sampai 7;0 : periode
penerimaan dan pengaturandunia luar, motoris
Periode II :7;0 sampai 12;0 : perioderencana abstrak,memperhatikan kesusilaan(perlu pendidikan)
Periode III :12;0 sampai 18;0: penemuandiri, kepekaan rasa sosial.
Periode IV :18;0 ke atas: periodependidikan tinggi.
Menurut ahli psikologi di atasperkembangan manusia dibagi menjadi 4priode maka dengan demikian pola pendidikanharus disesuaikan dengan priode-priodetersebut. Dalam priode tersebut di atasmenjelaskan bahwa hendaknya diperhatikanbahwa dalam priode pertama sebenarnyamengajak kepada para orang tua untukmemperlakukan anak sebagai raja ataumelayani apa yang anak-anak butuhkan sebabpada masa itu adalah penerimaan danpengaturan dunia luar. Apabila penerimaan danpengaturan kurang bagus maka akan bertampak
pada perencanaan data abstraksi pada otaksehingga terjadi kelemahan pada penyimpanandan pendisribusian ingatan menuju alamkesadaran dalam bentuk pendapat atautanggapan. Pada priode kedua sebenarnyamengaja dan memberikan panduan kepadaorang tua agar anak pada umur 7 sampai 12tahun hendaknya diperlakukan sebagaipembantu yaitu sebagai pelayan mengajarkankesusilaan, tugas-tugas sebagai manusia yangbaik dan benar, pemberian hukuman danpembatasan-pembatasan guna mengetahuibatasan hidp mana yang patut dilakukan manayang tidak patut dilakukan.
Pada tahapan ketiga yaitu anak-anakhendaknya perlakukan tidak lagi seperti padamasa priode 1 dan 2, pada priode ini anak mulaidiperlakukan sebagai teman namun masihterdapat batasan-batasan tertentu, sebab padamasa ini anak baru mulai mengenal dunia yangbebas. Orang tua hanya sebatas mengontrol danmembatasi sedikit dan bukan memberikankebebasan sepenuhnya. Lain halnya padamasaatau priode keempat yaitu anak mulaimasuk pada tahapan dewasa yaitu diperlakukansebagai teman. Jika terdapat masalahhendaknya dibicakakan ayaknya berbicaradengan teman sebab pada masa ini anak sudahbisa menganalsiis permasalahn danpemikirannya sudah matang.
Seperti pemaparan di atas tidak sedikitperbedaan dan banyak persamaan dengan Sloka22 dari kitab Slokantara yang menjelaskanbahwa mana waktunya anak diperlakukansebagai pelayan, mana masanya diperlukansebagai raja dan mana diperlukan sebagaiteman. Dengan demikian pola pendidikandalam keluarga discaya tujuan yang diinginkanakan tercapai yaitu anak yang cerdas, berbudipekerti, bermoral, memiliki Sradha yang baik,dan mempu menghargai orang lain.
Selanjutnya ditambahkan dalam slokaselanjutnya yaitu pada pembahasan “SayangTongkat, Anak rusak” yaitu pada Sloka 23menjelaskan bahwa;
11
Lâlanâd bahawo dosâstâdanâd bahawogunâh,Tasmât putresu úisyasu tâdanam na tulâlanam.
Artinya:Banyak ketidakbaikan dan banyak pulakebaikan-kabaikan memarahi anak. Jadiyang perlu dilakukan terhadap anak ataumurid, ialah hukuman di mana perlu danbukan kemanjaan.
Sloka di atas ini hanya lebih menekankanpada proses pendidikan pada setiap priodeseperti dijelaskan pada sloka 22 di atas darisloka 23 tersebut. Sloka 23 ini menjelaskanbahwa pada masa yang bagaimana seoranganak diberikan hukuman dan hukuman yangbagaimana yang diberikan kepada anak yangmelakukan kesalahan. Pada sloka inimemberikan pola pendidikan yang disiplinyaitu hendaknya orang tua tidak terlalumemanjakan anak dan permintaannya. Sebabmemanjakan anak sama halnya menjerumuskananak kedalam kebodohan dan miskin simbol-simbol kehidupan seperti percaya diri, tidakmempunyai perbedaan duka dan suka, sedihdan tidak diterima, rasa sakit, cemburu dansebagainya. Sebab, rasa tersebut merupakanrasa yang dapat mebuat seseorang menjadilebih dewasa dan berani mengahdapi kehidupanyang lebih kompleks. Jika anak selamahidupnya hanya merasakan suka, bahagia,gembira dan tidak meraksakan bagaimanarasanya sedih, tidak terkabul semua keinginandan kehendak maka anak itu akan buta terhadapkeadaan yang ada disekelilingnya dan akanmelawan segalanya untuk mendapatkan rasayang sudah ia miliki.
III. PENUTUPPendidikan karakter sebenarnya dimulai
sejak adanya niat di dalam pikiran yang muliaitu bersumber dari harti dan kejujuran, niat awalseperti dalam suatu organisasi perencanaanawal menentukan asil akhir suatu kegiatan yang
dilaksanakan. Demikian pula dengan bilamengingnkan anak yang suputra dalam istilahagama Hindu dan istilah populer disebut anakberprilaku berkarakter yang terdiri darikejujuran, sopan, baik, berkata baik, rajinsembahyang dan sifat mulia lainnya saat inibanyak yang tidak memiliki sifat tersebuthendaknya jangan diperhatikan prosespendidikan di sekolah dan proses pendidikandibebankan kepada pendidik disekolah sematamelainkan lihat kebali apakah pendidikan didalam rumah atau dalam keluarga sudah benardan sebelum pendidikan dimulai apakahmendidik diri sendiri sudah benar. Karenadalam agama Hindu mengenal karma apabilakarma orang tua naka terdahulu kurang benartentu anak yang dilahirkan tentu tidak benarjuga sebab buah mangga jatuh tidak jauh daripohonnya, maka hendaknya saat ini pendidikandilakukan sejak sebelum adanya anak tersebut,memperhatikan pendidikan prenatal (sebelumkelahiran), post natal (setelah kelahiran) didalam rumah yaitu pendidikan seoran ibu dansreorang ayah yang mencerminkan pendidikankarakter darii contoh dirinya sendiri. Selain itujuga harus ada kesadaran dari pendidik,pemerintah dan lingkngan seling mendukungmaka niscaya akan muncul kembali anak-anakyang berkarakter mulia dan berwawasanBhineka Tunggal Ika
DAFTAR PUSTAKA
Bawa Atmaja, Nengah, 2011. Beberapa IsuKontemporer Tentang pendidikanPerspektif pendidikan Kritis. Singaraja:Program Pancasarjana UniversitasPendidikan Ganesha.
Griffith, R.T.H. 2009. Rgveda Samhhita.Surabaya: Paramita.
Fathul, Mu’in. 2011. Pendidikan KarakterKonstruksi Teoretik dan Praktik, UrgensiPendidikan proggresif dan RevitalisasiPeran Guru dan orang Tua. Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.
POLA PENDIDIKAN KARAKTER....(I Made Ariasa Giri, 1-9)