jurnal nurdaili

Upload: kavita-fairuz

Post on 09-Mar-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

SEMOGA BERMANFAAT

TRANSCRIPT

GAMBARAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT DIARE PADA BALITA

Oleh :NurdailiFakultas Kedokteran, Universitas AbulyatamaJl. Blang Bintang Lama Km 8,5, Aceh Besar 23372Email Coresponden : [email protected] adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk menggambarkan epidemiologi penyakit diare pada balita di puskesmas krueng barona jaya aceh besar. Populasi pada penelitian ini mencakup seluruh balita terdiagnosa diare yang datang dibawa ke puskesmas krueng barona jaya kabupaten Aceh besar.Metode pengambilan sampel secara accedental sampling. Tanda penyakit diare seperti kehilangan cairan dan elektrolit, mata cekung, haus, mulut kering, demam, letargis, dankadang-kadang disertaimuntah. Beberapa pengertian lain diare menurut beberapa ahliadalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Bayi dikatakan diare bila volumetinja lebih dari 15 gram/kg/24 jam dan pada anak usia 3 tahun volume tinja lebih dari200 gram/24 jam. Volume tinja anak usia 3 tahun sama dengan volume tinja orang dewasa.Kata kunci : Epidemiologi,diare pada ballita

PENDAHULUAN

A. Definisi DiareDiare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami rangsangan buang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki kandungan air berlebihan. Di dunia diare adalah penyebab kematian paling umum kematian balita, dan juga membunuh lebih dari 1,5 juta orang per tahun. Diare kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteria( Nelson, 2000). Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali (Kliegman, 2006).B. Klasifikasi DiarePada klasifikasi diare dapat dikelompokkan menjadi diare dehidrasi berat, diare dehidrasi sedang atau ringan, diare tanpa dehidrasi, diare persisten, dan disentri (Hidayat, 2005) :a) Diare Dehidrasi Berat Diare dehidrasi berat jika terdapat tanda letargis Diare Dehidrasi Sedang atau Ringan Diare ini mempunyi tanda seperti gelisah atau rewel, mata cekung, serta turgor kulit jelek. Penatalaksanaannya berikan ASI lebih sering dan lebih lama untuk setiap kali pemberian, berikan oralit, ajari ibu cara membuat oralit, lanjutkan pemberian ASI, berikan penjelasan kapan harus segera dibawa kepetugas kesehatan.b) Diare Tanpa Dehidrasi Diare tanpa dehidrasi jika hanya ada salah satu tanda pada dehidrasi berat atau ringan. Penatalaksanaannya berikan ASI lebih sering dan lebih lama setiap kali pemberian, berikan cairan tambahan yaitu berupa oralit atau air matang sebanyak bayi mau, ajari pada ibu cara memberikan oralit dengan memberi 6 bungkus oralit, anjurkan pada ibu jumlah oralit yang diberikan sebagai tambahan cairan, anjurkan untuk meminum sedikit tapi sering.c) Diare Persisten Diare persisten apabila terjadi diare sudah lebih dari 14 hari. Tindakan dan pengobatan untuk mengatasi masalah diare persisten dan disentri dalam manajemen balita sakit adalah sebagai berikut : atasi diare sesuai dengan tingkat diare dan dehidrasi, pertahankan kadar gula agar tidak turun, anjurkan agar bayi tetap hangat, lakukan rujukan segera.d) Disentri Apabila diare disertai darah pada tinja dan tidak ada tanda gangguan saluran pencernaan. Tindakan dan pengobatan sama dengan diare persisten. diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.

C. Patogenesis Diare Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus. Virus ini menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi balita dan anak (Simatupang, 2004). Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman. Kemudian virus itu akan sampai ke sel-sel epitel usus halus dan akan menyebabkan infeksi dan merusakkan sel-sel epitel tersebut. Sel-sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel eritrosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vlli usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare (Kliegman, 2006).D. Patofisiologi Menurut Hidayat (2006), proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya: a. Faktor infeksi Faktor ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbs cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan system transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. b. Faktor malabsorbsi Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare. c. Faktor MakananDapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare. d. Faktor psikologis Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan pristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare.

E. Manifestasi klinik Menurut Ngastiyah (2005), manifestasi klinik penyakit diare antara lain: cengeng, rewel, gelisah, suhu meningkat, nafsu makan menurun, feses cair dan berlendir, kadang juga disertai dengan adanya darah. Kelamaan, feses ini akan berwarna hijau dan asam, anus lecet, dehidrasi, bila menjadi dehidrasi berat akan terjadi penurunan volume dan tekanan darah, nadi cepat dan kecil, peningkatan denyut jantung, penurunan kesadaran dan diakhiri dengan syok, berat badan menurun, turgor kulit menurun, Mata dan ubun-ubun cekung, dan selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi Kering.F. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk mengetahui terjadinya penyakit diare pada balita menurut Staf pengajaran ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), 2007: a. Pemeriksaan tinja 1) Makroskopis dan mikroskopis 2) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula. 3) Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan pH dan cadangan alkali atau pemeriksaan analisa gas darah menurut Satrup (bila memungkinkan). c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal. d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang). e. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.G. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk mengetahui terjadinya penyakit diare pada balita menurut Staf pengajaran ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), 2007: a. Pemeriksaan tinja 1) Makroskopis dan mikroskopis 2) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula. 3) Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan pH dan cadangan alkali atau pemeriksaan analisa gas darah menurut Satrup (bila memungkinkan). c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal. d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang). e. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.H. PencegahanUpaya yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi keparahan penyakit bila balita sedang menderita diare. Hal yang dapat dilakukan keluarga agar terhindar dari diare menurut Akhmadi (2009) dalam Sunoto (1990) adalah sebagai berikut:1. Pemberian ASI ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi karena selain komposisinya tepat, murah dan juga terjaga kebersihannya. ASI tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. Oleh karena itu sampai usia 6 bulan bayi dianjurkan hanya untuk minum ASI saja tanpa tambahan makanan lain kecuali kalau sudah lebih dari 6 bulan dengan tambahan bubur. ASI mempunyai khasiat pencegahan secara imunologik dan turut memberikan perlindungan terhadap diare pada bayi yang mendapat makanan tercemar. Bayi yang diberi ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu formula. Flora usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare. Pemberian ASI selama diare dapat mengurangi akibat negatif terhadap pertumbuhan dan keadaan gizi bayi serta mengurangi keparahan diare.

2. Memperbaiki makanan sapihan Penyapihan adalah proses seorang anak secara bertahap mulai dibiasakan dengan susunan makanan orang dewasa. Susu, terutama ASI tetap merupakan bagian penting dalam susunan makanannya khususnya sampai usia 2 tahun. ASI eksklusif diberikan sampai bayi berumur 6 tahun setelah itu cara bertahap dikenalkan makanan tambahan yang lunak. Pada umur 1 tahun semua jenis makanan yang mudah disiapkan dapat diberikan sebanyak 4-6 kali sehari. Makanan dimasak dan direbus dengan baik, disimpan di tempat dingin dan dihangatkan sebelum diberikan. 3. Banyak menggunakan air bersih Air bersih merupakan barang yang mahal saat sekarang karena dibeberapa daerah banyak yang mengalami krisis air bersih. Namun penyediaan air bersih yang memadai penting untuk secara efektif membersihkan tempat dan peralatan memasak serta makanan, demikian pula untuk mencuci tangan. Hal ini memungkinkan untuk mengurangi tertelannya bakteri patogen pada balita. Kita juga harus membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat salah satunya dengan mencuci tangan dengan sabun sabun ketika mau makan atau setelah memegang benda yang kotor. Demikian juga peralatan sumber air untuk bayi, tempat yang digunakan dan lainnya harus bersih untuk mencegah terjadinya diare. 4. Mencuci tangan Mencuci tangan dengan sabun, terutama setelah buang air besar dan sebelum memegang makanan dan makan merupakan salah satu cara mencegah terjadinya diare. Keluarga dan setiap individu harus paham fungsi dan manfaat mencuci tangan dengan sabun. Cuci tangan dengan bersih dilakukan setelah membersihkan anak yang buang air besar, membuang tinja anak, dan buang air besar. Cuci tangan juga perlu dilakukan sebelum menyiapkan makanan, makan, dan memberikan makanan kepada anak. Anak juga secara bertahap diajarkan kebiasaan mencuci tangan. Sinthamurniwaty. (2006).5. Penggunaan jamban Penggunaan jamban yang baik adalah apabila tidak ada tinja yang tertinggal (menempel) di sekitar jamban, serta teratur dalam membersihkan dan menyikat jamban. (Sutomo, 1995). Sedangkan karakteristik jamban yang baik sebagai berikut: dapat digunakan oleh semua anggota keluarga, berjarak sekurang-kurangnya 20 meter dari sumber air dan pemukiman, tandon penampung tinja sekurang-kurangnya sedalam 1 meter, serta tidak memungkinkan lalat/serangga hinggap di tampungan tinja.6. Cara yang benar membuang tinja bayi Tinja harus dibungkus dengan kertas atau daun kemudian dibuang dengan cepat ke dalam jamban atau lubang di tanah. Apabila tinja terpaksa dibuang di udara terbuka, maka dibuang di tempat yang terkena sinar matahari, karena sinar matahari dapat membunuh bakteri dan kuman kuman dalam tinja tersebut. Setelah buang air besar balita segera dibersihkan kemudian tangan keluarga yang membuang tinja dan tangan balita dicuci dengan sabun sampai bersih.

7. Imunisasi campak Pemberian imunisasi campak berkorelasi terhadap kejadian diare. Hal ini dilakukan pada balita yang sedang menderita campak dan selama dua atau tiga bulan setelah penyakit campak menunjukkan kasus diare dengan angka lebih tinggi dan lebih parah daripada balita yang sama tanpa campak. Oleh karena itu balita diusahakan untuk mendapatkan imunisasi campak segera setelah berumur sembilan bulan.Faktor yang mempengaruhi upaya keluarga dalam pencegahan terjadinya diare pada balita. 1. Faktor lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitarnya baik berupa benda hidup, benda mati, benda nyata maupun abstrak termasuk manusia lain, serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi di antara elemen-elemen di alam tersebut lingkungan itu sangat luas, oleh karenanya seringkali dikelompokkan untuk mempermudah permohonan (Makono, 2000). Adapun sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Ruang lingkup kesehatan lingkungan antara lain:a. Perumahan Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Karakteristik rumah yang dapat mencegah terjadinya diare dapat diukur berdasarkan tingkat kesejahteraan keluarganya pada keluarga pra sejahtera, keluarga haruslah mempunyai rumah yang sebagian besar berlantai bukan dari tanah. Pada keluarga sejahtera 1 setiap anggota keluarga haruslah mempunyai ruang kamar yang luasnya 8 m. semua anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir sehingga dapat melaksanakan fungsi mereka masing-masing.b. Penyediaan air bersih Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sarana air bersih bagi pemenuhan rumah yang dipakai sehari-hari. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah: 1) Jarak antara sumber air bersih dengan sumber pengotoran septictank tempat pembuangan sampah dan tempat pembuangan air limbah adalah > 10 meter. 2) Pada sumber gali kedalam 3 meter dari pemukiman tanah dibuat kedap air dan dilengkapi tutup atau bibir sumur. 3) Sumber air diperoleh dari air sumur dalam, air sumur dangkal, mata air, air sungai dan danau, air hujan, air PAM. 4) Sarana yang ada perlu dijaga dan dipelihara kebersihannya. 5) Secara fisik, air yang sehat adalah air yang jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Air minum seharusnya tidak mengandung kuman pathogen yang dapat membahayakan kesehatan manusia, juga tidak mengandung zat kimia yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh, serta air juga tidak boleh meninggalkan endapan pada seluruh jaringan distribusi yang mempunyai tujuan untuk mencegah terjadinya penyakit bawaan air (Notoatmodjo, 2007)b. Penyediaan air bersih Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sarana air bersih bagi pemenuhan rumah yang dipakai sehari-hari. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah: 1) Jarak antara sumber air bersih dengan sumber pengotoran septictank tempat pembuangan sampah dan tempat pembuangan air limbah adalah > 10 meter. 2) Pada sumber gali kedalam 3 meter dari pemukiman tanah dibuat kedap air dan dilengkapi tutup atau bibir sumur. 3) Sumber air diperoleh dari air sumur dalam, air sumur dangkal, mata air, air sungai dan danau, air hujan, air PAM. 4) Sarana yang ada perlu dijaga dan dipelihara kebersihannya. 5) Secara fisik, air yang sehat adalah air yang jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Air minum seharusnya tidak mengandung kuman pathogen yang dapat membahayakan kesehatan manusia, juga tidak mengandung zat kimia yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh, serta air juga tidak boleh meninggalkan endapan pada seluruh jaringan distribusi yang mempunyai tujuan untuk mencegah terjadinya penyakit bawaan air (Notoatmodjo, 2007)c. Jamban keluarga Jamban keluarga adalah salah satu bagian yang dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia bagi keluarga yang lazim disebut kakus/WC jamban keluarga bermanfaat untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dan pencernaan dari kotoran manusia. Adapun syarat jamban sehat adalah tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus, tidak mencemari tanah sekitar, sudah dibersihkan, aman dipergunakan, dilengkapi dinding dan atap pelindung, cukup penerangan, lantai kedap air, jamban berbentuk leher angsa, tersedia alat pembersih jamban, lubang penampung kotoran tertutup (Notoatmodjo, 2007).d. Pengelolaan sampah Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang (Notoatmodjo, 2003). Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme berbagai penyakit, dan juga binatang serangga sebagai pemindah atau penyebar penyakit (vektor). Oleh sebab itu sampah harus dikelola dengan baik sampai sekecil mungkin tidak mengganggu atau mengancam kesehatan masyaraka. Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan sampah adalah: 1) Tersedianya tempat pembuangan sampah dilingkungan rumah yang terbuat dari tong. 2) Jarak pembuangan samapah dengan rumah adalah 5 meter. 3) Dengan cara pengumpulan dan pengangkutan sampah serta pemusnahan dan pengolahan sampahe. Saluran pembuangan limbah Saluran pembuangan air limbah adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang air dari kamar mandi, tempat cuci, dapur dan lain-lain bukan dari jamban, dengan persyaratan, bentuk saluran pembuangan air limbah tertutup atau terbuka, kelancaran air limbah, tidak menimbulkan bau dan karakteristik air limbah (Notoatmodjo, 2003).

A. METODE PENELITIANPenelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional yaitu penelitian yang bertujuan melakukan deskripsi mengenai gambaran epidemiologi penyakit diare pada balita.Lokasi Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Krueng barona jaya Kabupaten Aceh Besar.Populasi pada penelitian ini mencakup semua balita yang datang berobat ke Puskesmas krueng barona jaya yang terdiangnosa diare di Kabupaten Aceh besar Tahun 2014. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Sumber data primer yaitu data yang diambil langsung oleh peneliti untuk mengetahui epidemiologi penyakita diare pada balita.Analisa data pada penelitian ini hanya dilakukan pada analisa univariat, umumnya analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentasi dari tiap variabel atau subvariabel.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adisasmito W., 2007. Faktor Resiko Diare Pada Bayi dan Balita di Indonesia. Systemic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

2. Anonimous.Profil kesehatan provinsi NAD. Dinkes Aceh.Aceh Besar.2009.

3. Anonimous. Undang-Undang Republik Indonesia, NO.36.Tentang Kesehatan.2009.

4. Atmojo S.M., Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare anak balita di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Dalam: Sinthamurniwaty, 2006. Faktor-Faktor Resiko Kejadian Diare Akut Pada Balita (Studi Kasus di Kabupaten Semarang). Program Studi Epidemiologi Pascasarjana, Semarang: Universitas Diponegoro.

5. Brotowasisto, 1997. Diare, Penanggulangan dan Hasil-hasilnya. Dalam:Simatupang.

6. M., 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Program Pascasarjana, Medan: Universitas Sumatera Utara. Brotowasisto, 1997. Diare, Penanggulangan dan Hasil-hasilnya. Dalam: Simatupang.

7. Budiarso R. et al., 1986. Survey Kesehatan Rumah Tangga. Dalam: Harianto, 1991.

8. Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di Masyarakat. Departemen Farmasi Universitas Indonesia, Jakarta.Depkes RI.Pedoman pemberantasan Penyakit Diare, Jakarta : 2003

9. Depkes RI.Profil Kesehatan Indonesia. Ditjen PPM dan PL. Jakarta 1-16. 2011.

10. Dinkes Nanggroe Aceh Darussalam, Profil Dinkes Kesehatan NAD, Banda Aceh, 2008.

11. Gertruida, Surahni T., Ninik S., Sukowidodo, 1990. Laporan Pelaksanaan

12. Harianto, 2004. Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di Masyarakat. Departemen Farmasi Universitas Indonesia, Jakarta.