jurnal manajemen pendidikan volume 24 no. 3

90

Upload: dodien

Post on 30-Dec-2016

271 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3
Page 2: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

MPMANAJEMEN PENDIDIKAN

ISSN 0852-1921Volume 24 Nomor 3 Maret 2014

Berisi tulisan tentang gagasan konseptual, hasil penelitian, kajian dan aplikasi teori, dan tulisan praktis tentang manajemen pendidikan. Terbit dua kali setahun bulan Maret dan September, Satu Volume terdiri dari 6 Nomor. (ISSN 0852-1921)

Ketua Penyunting

Wakil Ketua Penyunting

Penyunting Pelaksana

Mitra Bestari

Pelaksana Tata Usaha

Desi Eri Kusumaningrum

SunarniAsep Sunandar

Teguh TriwiyantoWildan Zulkarnain

Dwi Deswari (UNJ)Rusdinal (UNP)Ali Imron (UM)

Aan Komariyah (UPI)Ahmad Yusuf Sobri (UM)

M. Syahidul Haq

R. Bambang Sumarsono

Ahmad Nurabadi

Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Jurusan Administrasi Pendidikan FIP Universitas Negeri Malang, Jln. Semarang No. 5 Malang 65145 Gedung E2 Telepon (0341) 551312 psw.219 dan 224. Saluran langsung dan fax. (0341) 557202. : [email protected] 1 (satu) nomor Rp.100.000,00 (Seratus Ribu Rupiah). Uang langganan dapatdikirimkan melalui rekening ke alamat Pelaksana Tata Usaha.

E-mail

MANAJEMEN PENDIDIKAN diterbitkan pertama kali tahun 1988 oleh JurusanAdministrasi Pendidikan dengan nama KELOLA.

Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain. Naskah diketik di atas kertas HVS A4 spasi satu setengah minimal 20 halaman, dengan format seperti tercantum pada halaman belakang ("Petunjuk bagi Calon Penulis MP"). Naskah yang masuk dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah, dan tata cara lainnya.

Page 3: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

MANAJEMEN PENDIDIKANVOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014

DAFTAR ISI

Jaminan Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Pofesi bagi Guru, 181-185Bambang Setyadin

Manajemen Kurikulum Uni-Bridge di Sekolah Menengah AtasKatolik (SMAK), 186-192

Antonius Widi NugrohoAhmad Yusuf Sobri

Teguh Triwiyanto

Implementasi Program Teacher Exchange dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru, 193-202

Royan Khusnul AriefDjum Djum Noor BentyR. Bambang Sumarsono

Kepemimpinan Pembelajaran oleh Kepala Sekolah, 203-212Kusmintardjo

Masalah Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013 dan Kerangka ModelSupervisi Pengajaran, 213-220

MaisyarohWildan Zulkarnain

Arbin Janu SetyowatiSusriyati Mahanal

Ketersediaan dan Pemanfaatan Perangkat Teknologi Informasi (TI) dalamPeningkatkan Mutu Pembelajaran, 221-227

Ahmad Nurabadi

Model Pendidikan Anak-anak Terlantar, 228-234I Nyoman Wijana

Peran Kepala Sekolah dalam Mewujudkan Variasi Pembelajaran Kooperatif, 235-241Puji RahayuMustiningsih

Asep Sunandar

Kepemimpinan Kepala Sekolah Perempuan dalam MengembangkanHidden Curriculum, 242-250

WijayantoNurul Ulfatin

Page 4: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Pengembangan Model Kaizen dengan Perangkat Fishbone Cause and EffectDiagram untuk Peningkatan Mutu Sekolah, 251-259

RochmawatiAchmad Supriyanto

Imron Arifin

Pengelolaan Evaluasi Hasil Belajar Peserta Didik Secara Online, 260-265Arvynda Permatasari

Page 5: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

JAMINAN PERLINDUNGAN DAN PEMENUHANHAK-HAK PROFESI BAGI GURU

Bambang Setyadin

Email: [email protected] Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang 65145

Abstract: Most essential in creating a profession protection and fulfillment of rights is every individualteachers should forge themselves into a more professional, to free themselves from dependencewhile creating dependency, and build professional group solidarity. Each teacher or other professionalsegments of society, without the intervention of the state, the nation aware of the advance ofcivilization.

Abstrak: Paling esensial dalam menciptakan perlindungan profesi dan pemenuhan hak adalah setiapindividu guru hendaknya menempa diri menjadi lebih profesional, membebaskan diri darikebergantungan sekaligus menciptakan ketergantungan, dan membangun solidaritas kelompokprofessional. Setiap guru atau segmen masyarakat profesional lainnya, tanpa campur tangan negara,secara sadar akan memajukan peradaban bangsanya.

Kata kunci: Jaminan perlindungan, hak-hak profesi guru

Merenungkan kembali kata “perlindungan”, penulisberpikir tentu ada unsur-unsur tujuan, pelindung,yang dilindungi, bentuk/wujud perlindungan,konteks atau lingkup perlindungannya. Akan tetapi,ada sesuatu yang lebih mendasar jika kebutuhanperlindungan itu disuarakan oleh guru, khususnyapara guru atau tenaga kependidikan swasta. Sudahdapat diduga, bahwa kelompok masyarakattersebut masih belum “sejahtera”, bahkan dapatdikatakan masih jauh dari norma sejahtera. Olehkarena itu, patut dipertanyakan, dimana danbagaimana peran negara dalam menyejahterakanrakyatnya?

Penulis selanjutnya membaca kembaliliteratur tentang Welfare State, yang merupakansebuah konsep pemerintahan dimana negaramemainkan peranan kunci dalam melindungi danmemajukan perekonomian, agar menjadi lebihbagus bagi warga negaranya. Hal itu didasarkanatas prinsip-prinsip: 1) Kesamaan kesempatan, 2)Distribusi kekayaan secara adil/wajar, dan 3)Tanggungjawab bersama menuju terwujudnyamasyarakat yang adil dan makmur (Wikipedia,2011).

Manifestasi negara sejahtera secara konkretadalah transfer langsung dana dari negara kepadalembaga penyaji layanan publik, seperti rumahsakit, rumah pengungsian tanggap darurat,

pendidikan atau sekolah, dan lain sebagainya yangmana dana tersebut diperoleh dari prosesredistribusi pajak yang dilakukan oleh negara(dalam hal ini pemerintah).

Sehubungan dengan konsep negara sejahteratersebut, kaum Marxist mengingatkan, bahwanegara sejahtera dan kebijakan sosial-demokratikhanya terbatas pada sistem insentif pasar denganmembuat regulasi upah minimum, jaminan terhadappengangguran, keuntungan pajak, penguranganbelanja militer, yang mau tidak mau mengurangikebijakan investasi kaum kapitalis. Pada dasarnya,kebijakan untuk sebuah negara sejahtera dapatmemincangkan sistem kapitalis, karena secaratidak langsung menerapkan kebijakan SistemEkonomi Sosialis.

Negara Sejahtera merupakan salah satufilosofi negara yang berbau sosialisme sebagaiantitesis kapitalisme. Pandangan filsafat lainnyaadalah Negara Madani yang menjadi simbul daricivil society (Masyarakat Madani). MasyarakatMadani menurut Sanaky (2003), adalah: “Suatukomunitas masyarakat yang memiliki ‘kemandirianaktivitas warga masyarakatnya’ yang berkembangsesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, danagama, dengan mewujudkan dan memberlakukannilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan, penegakanhukum, jaminan kesejahteraan, kebebasan,

181

Page 6: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

pluralisme, dan perlindungan terhadap kaumminoritas”.

Atas dasar kemandirian (baca: kemerdeka-an) aktivitas masyarakat tersebut, tujuan yang ingindicapai adalah masyarakat/negara denganberperadaban maju (Hidayat, 1998). Denganfilosofi Negara Madani ini, publik memiliki diskresiuntuk merdeka dan mandiri dalam menataperikehidupannya berdasarkan nilai-nilai, norma-norma, prinsip-prinsip, dan hukum yang menjaminkesejahteraan dan kemajuan peradabannya.

Istilah Civil Society telah disebut olehRosmini (1996), seorang filosof hukum dari Italia,dalam karyanya The Philosophy of Right, Rightsin Civil Society dengan sepuluh karakteristik,yaitu: 1) The universality, 2) The supreme, 3)The eternity, 4) The prevalence of force, 5) Thetendency to equalize the share of utility, 6) Thecommon good, 7) The balance of public policy,8) The external tools, 9) Non-profit orientation,10) The pluralism. Kesepuluh ciri-ciri masyarakatseperti ini menjadi etos dalam mewujudkanmasyarakat madani, yaitu negeri yang berperadab-an maju.

Penulis sengaja menyajikan dua wacanafilsafat negara tersebut untuk membahas persoalanperlindungan dan hak warga negara. Bagaimanadengan falsafah Pancasila? Jika dicermati danditelaah lebih dalam lagi, maka dapat dikatakanlebih condong-dekat ke filosofi Negara Madani,meskipun dalam implementasinya lebihterhegemoni pandangan materialisme.

LATAR MASALAH PERLINDUNGAN DAN PEME-NUHAN HAK

Sehubungan dengan persoalan ‘perlindung-an’, seharusnya dapat diakomodasi dan difasilitasioleh wakil rakyat yang terhimpun dalam partai.Setiap partai seharusnya memiliki ideologipemerjuangan warga negara untuk menuju NegaraSejahtera atau Negara Madani. Sayang sekali,partai-partai yang ada sekarang ini konon tidakmemiliki ideologi yang konsisten diperjuangkan,sehingga aspirasi rakyatnya terabaikan. Realitaspolitik yang demikian ini merupakan ekses daribeleid floating mass dan azas tunggal pada masaOrde Baru.

Latar belakang politik seperti itulah tuntutankebutuhan ‘perlindungan dan pemenuhan hak-hakrakyat’, termasuk guru tenaga kependidikanswasta, mengemuka. Seharusnya tuntutan tersebutdapat dipenuhi oleh partai yang selaras ideologinya,

akan tetapi dalam kenyataan rakyat menyalurkanaspirasinya melalui lembaga-lembaga parlemenjalanan, termasuk di sini adalah organisasi-organisasi massa dan lembaga-lembaga profesi.

Namun demikian ada latar masalah lainnyayang perlu disimak, yaitu sebagaimanadikemukakan oleh filosof Alfred North Whiteheadtahun 1933 yang menyatakan, bahwa “Modernlife ever to a great extent is grouping itselfinto professionals” (Bittel, 1978). Delapan puluhtahun kemudian, pernyataan itu terbukti dan dalamkehidupan masyarakat modern sekarang inimemang bermunculan kelompok-kelompok jabatanprofesional yang beraneka macam. Kelompok-kelompok semacam inilah yang dalam masyarakatmadani disebut memiliki kemandirian sekaligusterikat oleh tanggungjawab profesinya. Apakahkelompok-kelompok masyarakat profesionalseperti ini yang memerlukan perlindungan dalammenjalankan tugas profesinya?

Selain dua latar masalah sebagaimanadisebutkan di atas, ada fakta empirik yangmengenaskan dan bermuara pada kebutuhan akanperangkat hukum untuk melindungi dan memenuhihak-hak guru (baca: guru swasta). Sepertifenomena yang terjadi, seorang guru yangmenghukum murid karena melanggar tata tertibsekolah. Ketika orangtua murid tidak menerimaatas vonis hukuman yang diberi oleh guru, iamelakukan tuntutan dengan delik pengaduan.Dalam kasus seperti ini, guru seolah-olah tidakmemiliki imunitas hukum publik, sehingga posisiguru secara yuridis lemah.

Peristiwa lainnya dapat disebutkan, seorangguru yang kebetulan mengidap penyakit hipertensi,berbicara emosional kasar pada seorang murid.Sang murid kebetulan anak semata wayang,langsung mengalami depresi mental dan stres beratsehingga membuat geram orangtuanya yangberujung pada tuntutan di pengadilan. Dalampersoalan seperti ini, jelas sekali guru tidak berdayadan mudah terjerumus ke dalam tindak pidana.Apakah tindak-tanduk guru dalam bekerjamenjalankan tugasnya perlu dipayungi hukum?

Contoh yang lebih konkret lagi, seorang guruswasta dipecat oleh ketua yayasan perguruannyakarena memberi les kepada murid di sekolahtersebut di luar jam sekolah dengan memungutbayaran sebagai upahnya dan sepengetahuankepala sekolahnya. Kasus pemecatan seperti inimemperlihatkan kesewenang-wenangan penguasasekolah terhadap karyawannya. Apakah guru

182 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 181-185

Page 7: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

tersebut memerlukan perlindungan hukum ataskesewenang-wenangan ketua yayasan?

SOLUSI UNTUK PERLINDUNGAN DAN HAK GURU

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan padaketiga kasus tersebut, menurut hemat saya adalahtidak perlu undang-undang perlindungan guru.Penulis kiranya berseberangan dengan pendapatNizar (2009), Syafitriandy (2010) dan Sugiantoro(2011), karena patut ditanyakan: Apakah untukmelindungi kiprah dan menjamin hak guru dalammenjalankan tugas perlu regulasi setingkatUndang-Undang? Apakah setiap jabatanprofesional di masyarakat perlu dipayungi hukumberwujud undang-undang?

Bagi penulis, untuk keperluan perlindungandimaksud cukup dikeluarkan beleid PeraturanPemerintah (PP) saja atau merevisi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005,dengan memasukkan hak loco parentis. HakLoco Parentis ini adalah peraturan yang memberikewenangan kepada pihak guru dan sekolah untukmengasuh, mendidik, ‘memberi pengajaran’ kepadaanak, jika anak berada dalam wilayah sekolah.

Hak semacam ini merupakan hak imunitasguru/sekolah dari tuntutan orangtua ataumasyarakat atas perlakuan terhadap murid-muridnya. Hak ini diberikan dengan syarat, bahwadalam proses mendidik dan mengajar itu harusdilandasi rasa kasih-sayang, tanggungjawab moral,dan tanggungjawab profesional dalammengantarkan anak menuju ke kedewasaannya.

Lain daripada itu, pembuatan Undang-UndangPerlindungan Guru (termasuk guru swasta) tidakdiperlukan lagi karena sudah ada perangkatundang-undang yang melindungi setiap warganegara, seperti: UUD 45 Bab X tentang WargaNegara dan Penduduk, Bab XA tentang Hak AsasiManusia; UU No. 14/2005 Pasal 39 dan PeraturanPemerintah No. 74/2008; UU No. 13/2003 tentangKetenagakerjaan; dan UU No. 39/1999 tentangHak Asasi Manusia serta Peraturan danPerundang-undangan lainnya.

Akan halnya munculnya kasus-kasus disekolah yang menimpa guru-guru atau tenagakependidikan (termasuk swasta) dapatdipertanyakan kembali, apakah benar guru yangbersangkutan profesional? Bagi guru/tenagakependidikan swasta, patut pula ditanyakan,apakah benar tenaganya dibutuhkan karenaprofesionalisme yang dimilikinya?

Dua pertanyaan itu sengaja penulis lontarkanuntuk menyanggah pendapat akhir pemerintahmengenai disahkannya UU No. 14/2005 yangmenyebutkan esensi perlindungan hukum tentangjabatan profesi guru dan dosen sebagai berikut: 1)Memberikan jaminan kepastian bagi peserta didik,orangtua, dan masyarakat untuk mendapatkanlayanan pendidikan yang bermutu; 2) Memberikanjaminan pada tersedianya calon guru dan dosenyang profesional karena jabatan guru dan dosenakan kembali dihormati dan dihargai secara layak;3) Memberikan jaminanbahwa jabatan/pekerjaanguru dan dosen akan menjadi jabatan yang menarikdan kompetitif; 4) Memberikan jaminan bahwapara guru dan dosen akan memiliki motivasi kerjayang tinggi dalam melaksanakan tugasnya denganpenuh tanggungjawab; 5) Meningkatkankesadaran dan tanggungjawab profesionalitas gurudan dosen dalam bekerja dengan terus-menerusberusaha meningkatan kompetensi danprofesionalitasnya; 6) Memberikan jaminanperlindungan hukum bagi guru dan dosen untukmemperoleh hak-haknya sebagai pengembanprofesi yang tidak saja layak secara manusiawi,tetapi juga sesuai dengan keterampilan dan keahlianyang dimilikinya; 7) Memberikan jaminanperlindungan hukum bagi guru dan dosen dalammenghadapi ancaman dan/atau tindakan yang tidakmanusia dari peserta didik, orangtua/wali siswa,dan anggota masyarakat; dan 8) Memberi jaminankestaraan semua satuan pendidikan antara satuanpendidikan yang diselenggaarkan oleh pemerintah,pemerintah daerah, dan yang diselenggarakanmasyarakat.

Menurut hemat penulis bukan persoalanperangkat hukum yang menjamin hak danperlindungan bagi guru, melainkan sistem politikdan sistem hukum yang ada saat ini: 1) Kurangmemberikan fungsi edukatif, 2) Secara sosiologisbelum memberikan rasa kebermanfaatan bagiwarga masyarakat, 3) Secara yuridis belummemberikan jaminan kepastian hukum, dan 4)Secara filosofis belum memberikan jaminankeadilan (Rahardjo, 2000).

PEMANDIRIAN PERLINDUNGAN GURU/TENAGAKEPENDIDIKAN SWASTA

Kembali ke pertanyaan, apakah benar guruyang bersangkutan profesional? Apakah benarguru yang bersangkutan tenaganya dibutuhkansekolah? Kalau mau jujur (maaf), guru akanmerespon kedua pertanyaan itu dengan jawaban:

Setyadin, Jaminan Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Profesi bagi Guru 183

Page 8: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

“Tidak”. Akan tetapi bila guru tersebut benar-benarmemenuhi kriteria profesional, sudah barang tentumemberikan hukuman kepada murid secaraprofesional edukatif. Sudah barang tentu pula tidaktakut dipecat oleh Ketua Yayasan sekolah yangbersangkutan. Ia akan yakin, bahwa banyaklembaga pendidikan lain yang membutuhkan jasaprofesionalnya, sehingga ia akan tetap survivedengan profesionalitasnya. Sebaliknya, KetuaYayasan akan bergantung pada guru itu karenaprofesionalitasnya dan karena dibutuhkan bagikemajuan anak didiknya serta dielu-elukan olehmurid maupun orangtuanya.

Kata kunci dari persoalan guru atau tenagakependidikan swasta yang merasa butuh“perlindungan” adalah guru belum profesional danyang bersangkutan belum mandiri. Mereka masihbergantung pada “majikan” dan tidak mampusecara mandiri berkiprah dengan profesinya. Olehkarena itu, untuk membebaskan diri darikebergantungan pada majikan atau untukmelepaskan diri dari cengkeraman majikan, guru(swasta) harus menguasai keahlian spesifik secaraprofesional, yang tidak sembarang orang mampumelakukannya. Setelah mencapai tingkatprofesional spesifik harus ditindaklanjuti olehpenciptaan kebergantungan majikan(independencia for dependencia).

Lain daripada itu, dalam konteks interaksisosial hendaknya membangun basis persatuankelompok profesional dalam rangka meningkatkandaya tawar terhadap para majikan. Dengan bersatupadu kompak dalam kelompok profesional, gurujuga dapat melakukan kontrol atas kesewenang-wenangan para majikan. Wal hasil terwujudlahkemandirian, tercapailah kemerdekaan danterlindungilah perikehidupannya. Pada akhirnyaguru dapat mengaktualisasikan diri dan berekspresidiri dengan potensinya secara optimal dan terbebasdari rasa ketidak pastian masa depannya.

Atas dasar pemikiran yang demikian, setiapguru atau segmen masyarakat profesional lainnya,

tanpa campur tangan negara, secara sadar akanmemajukan peradaban bangsanya.

PENUTUP

Fenomena hiruk-pikuk di tengah masyarakatmengenai tuntutan perlunya Undang-UndangPerlindungan Guru dan Tenaga Kependidikanseharusnya dibaca sebagai: 1) Dinamikamasyarakat yang mulai sadar dan melek hukum,2) Dinamika kehidupan masyarakat yang beranjakmenuju pada spesifikasi dan profesionalismelapangan pekerjaan, 3) Munculnya peluang tindakkejahatan dalam wujud praktik pokrol, pemerasan(extortion) atau mafia hukum.

Hal penting yang perlu dicatat adalah,semakin banyak regulasi, maka akan semakincenderung banyak pelanggaran. Semakin banyakpelanggaran, maka akan menjatuhkan wibawahukum dan pemerintah (negara). Konsekuensiselanjutnya adalah tidak akan tercapai tujuanbernegara untuk menyejahterakan rakyatnya atausemakin mustahil akan terbentuk masyarakat/negara madani. Oleh karena itu, tidak perlu adaundang-undang tentang Perlindungan Guru,melainkan perlu menyempurnakan UU No. 14/2005 dengan memasukkan pasal mengenai locoparentis serta menegaskan sanksi-sanksi jikaterjadi pelanggaran. Seandainya terjadi kasuspelanggaran terhadap guru, kiranya dapatditerapkan UU atau peraturan lainnya yang dapattetap menjamin kese-jahteraan atau perlindunganpara warga (guru).

Sehubungan dengan itu, hal yang palingesensial dalam menciptakan perlindungan profesidan pemenuhan hak adalah setiap individu guruhendaknya menempa diri menjadi lebih profesional,membebaskan diri dari kebergantungan sekaligusmenciptakan ketergantungan, dan membangunsolidaritas kelompok profesional. Semogaterwujud! Amin.

184 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 181-185

DAFTAR RUJUKAN

Bittel, L. R. (Ed). 1978. Encyclopedia ofProfessional Management. Volume 2.Danbury, Connecticut: Grolier International.

Hidayat, K. 1998, Masyarakat Agama danAgenda Penegakan Masyarakat Mada-ni, Makalah “Seminar Nasional dan TemuAlumni, Program Pasca Sarjana Universitas

Muhammadiyah Malang, Tanggal, 25-26September.

Nizar, S. 2009. Pentingnya Undang-UndangPerlindungan Guru. http://syaiful 64.word-press.com/2009/03/10/pentingnya-undang-undang-perlindungan-guru/ (Diakses, 16Desember 2011).

Page 9: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Perlu Regulasi Perlindungan Guru Swasta.23november 2011 http://suara-merdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/11/23/102564/Perlu-Regulasi-Perlindungan-Guru-Swasta(Diakses, 16 Desember 2011).

Rahardjo, S. Ilmu Hukum. Bandung: PT. CitraAditya Bakti.

Rosmini, A. 1996. The Philosphy of Rights:Rights in Civil Society.London: RosminiHouse.

Sanaky, H. AH. 2003. Pembaharuan PendidikanIslam Menuju Masyarakat Madani(Tinjauan Filosofis). http://sanaky.com/materi/ PENDIDIKAN_ ISLAM_MENU-JU_MASYARAKAT _MADANI.pdf(Diakses, 16 Desember 2011).

Setyadin, Jaminan Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Profesi bagi Guru 185

Sugiantoro, H. 2011. Menyongsong UUPerlindungan Guru. Harian Umum Pelita.http://www.pelita.or.id/baca.php?id=88145(Diakses, 17 Desember 2011).

Syafitriandy. 2010. Perlindungan Hukum DemiProfesionalisme Guru. http://www.haluan-kepri.com/opini-/5784-perlindungan-hukum-demi-profesionalisme-guru.html (Diakses,16 Desember 2011).

Wikipedia The Free Encyclopedia. 2011. http://en. wikipedia .org/ wiki /Cr it ic is ms_of_welfare (Diakses tanggal 16 Desember2011).

Wikipedia The Free Encyclopedia. 2011. http://en.wikipedia.org/wiki/Welfare _state(diakses tanggal 16 Desember 2011).

Page 10: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

MANAJEMEN KURIKULUM UNI-BRIDGEDI SEKOLAH MENENGAH ATAS KATOLIK (SMAK)

Antonius Widi NugrohoAhmad Yusuf SobriTeguh Triwiyanto

E-mail: [email protected] St. Albertus, Jl. Talang Nomor 1 Malang

Abstract: This research aims to describe the planning, the implementation, and the evaluation ofcurriculum at Uni-bridge St. Albertus Senior High School Malang. This research design usingqualitative approach. The data are obtained by using interview, observation, and documentation.The data analysis covers data reduction, data display, and conclusion. To check the validity, theresearchers use triangulation, member checking, persistence observation, peer discussion, and theadequacy of reference materials. The results of the study are: (1) the planning of the curriculumadopted from Tuart College, (2) the implementation as planned, and (3) the evaluation includinginput, process and output.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tentang perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasikurikulum Uni-bridge di SMAK St. Albertus Malang. Desain penelitian menggunakan pendekatankualitatif. Data diperoleh dengan metode wawancara, pengamatan, dan dokumentasi. Analisis datamenggunakan reduksi, display data, dan penarikan kesimpulan. Pengecekan keabsahan menggunakantriangulasi, pengecekan anggota, ketekunan pengamatan, diskusi teman sejawat, dan kecukupanbahan referensi. Hasil penelitian yaitu: (1) perencanaan kurikulum diadopsi dari Tuart College; (2)pelaksanaan sesuai dengan yang direncanakan; dan (3) evaluasi meliputi input, proses, dan output.

Kata Kunci: manajemen, kurikulum, Uni-bridge

Perguruan Tinggi (PT) diharapkan mampumenghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yangmampu bersaing dengan luar negeri. Berdasarkandata Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012jumlah pengangguran terbuka pada jenjang PT(Diploma I, II, III/Akademi, dan Universitas)sampai dengan bulan Agustus 2012 mencapai634.990 orang (BPS, 2012:1). Besarnya angkapengangguran terbuka pada PT menunjukkanlulusan dari universitas di Indonesia belummenjamin dapat langsung memperoleh pekerjaan.Bagi sebagian orang, menempuh pendidikan di luarnegeri merupakan salah satu jalan menyiapkan dirimenghadapi dunia kerja. Menurut Sukarno(2013:1), beberapa nilai tambah yang diperoleh darilulusan luar negeri antara lain: (1) menguasaibahasa asing, terutama bahasa Inggris, baik lisanmaupun tulisan; (2) memiliki kemampuanberkomunikasi yang lebih tinggi sehingga lebihfleksibel dan mudah beradaptasi dengan lingkunganpekerjaan dan rekan kerja baru; (3) memilikikeahlian mengelola proyek yang lebih tinggi

sehingga mampu menyelesaikan proyek dalamwaktu yang lebih singkat; (4) lebih siapmempergunakan teknologi tinggi dalam bekerja;(5) kualitas kepemimpinan yang lebih tinggi; (6)mandiri, mampu bekerja dibawah pengawasan danbimbingan yang minim; dan (7) memiliki komitmenserta kompetensi tinggi.

Berdasarkan berbagai tujuan belajar di luarnegeri, Australia menjadi pilihan favorit anakIndonesia. Data pendidikan global UNESCO 2011,“Australia berada di peringkat teratas sebagainegara tujuan pendidikan luar negeri mahasiswaIndonesia dengan jumlah 10.205 orang, AmerikaSerikat 7.386 orang, Malaysia 7.325 orang, Jepang1.788 orang dan Jerman 1.546 orang” (Republika,2012:1).

Fenomena belajar di luar negeri membuatsekolah-sekolah di Indonesia berusaha membantupeserta didik untuk siap menempuh pendidikan diluar negeri. Kota Malang merupakan salah satuKota Pelajar di Indonesia dan terdapat sekolahyang menggunakan kurikulum dari luar negeri,

186

Page 11: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

dalam hal ini Australia. Harapan daripenyelenggara pendidikan, yaitu peserta didik dapatmemperoleh bekal yang cukup untuk melanjutkanstudi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK)Santo (St.) Albertus Malang mempunyai komitmendalam mempersiapkan peserta didiknya belajar keluar negeri. Sekolah membuka program kelaskhusus yang bernama Uni-bridge. Romo Sonny,mantan Wakil Kepala Sekolah (waka) keuanganSMAK St. Albertus Malang menyampaikan,keuntungan yang diperoleh peserta didik yangmengikuti program Uni-bridge yaitu penghematanbiaya karena mereka tidak perlu ke luar negeri.Di Indonesia, program Uni-bridge partners hanyadilakukan dengan tiga sekolah antara lain SekolahSt. Aloysius Bandung, SMA Seruni Don BoscoPondok Indah Jakarta, dan SMAK St. AlbertusMalang. Kurikulum yang digunakan dalamprogram Uni-bridge diadopsi dari Tuart College,salah satu college di Perth, Australia Barat.

METODE

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatifdengan jenis penelitian studi kasus deskriptif-kasustunggal karena latarnya tunggal dan peneliti inginmemberikan gambaran dalam bentuk tulisantentang perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasikurikulum Uni-bridge di SMAK St. AlbertusMalang secara intensif, mendalam, detail,menyeluruh, dan komprehensif. Lokasi penelitiandi SMAK St. Albertus, Jalan Talang Nomor 1Malang, Jawa Timur.

Jenis data yang digunakan dalam penelitianini diperoleh secara langsung dari informan. Penelitimelakukan pengumpulan data primer dansekunder. Data primer diperoleh melalui observasidan wawancara antara lain keadaan fisik sekolah,suasana belajar di kelas, dan kegiatan lain yangberhubungan dengan fokus penelitian. Datasekunder yang dimaksudkan yaitu data berupadokumen sekolah yang sesuai dengan fokuspenelitian, berupa tulisan, rekaman, gambar, ataufoto yang berhubungan dengan penelitian. Sumberdata dalam penelitian ini yaitu sumber data insanidan non-insani. Informan kunci dalam penelitianini yaitu waka kurikulum dan pendidik. Sumber datanon-insani adalah sumber data berupa catatan,rekaman peristiwa, foto, maupun catatan lain yangmemberikan informasi sesuai dengan fokuspenelitian.

Tiga teknik yang digunakan oleh penelitidalam mengumpulkan data penelitian yaituwawancara mendalam, pengamatan (observasi),dan dokumentasi. Peneliti mengadakan percakapandengan informan. Peneliti menggunakan teknikwawancara untuk mendapatkan informasi terkaitprofil sekolah, perencanaan, pelaksanaan, danevaluasi kurikulum Uni-bridge di SMAK St.Albertus Malang. Peneliti telah menyusunpertanyaan sebagai panduan awal wawancara.

Peneliti melaksanakan observasi partisipasipasif, yaitu peneliti secara langsung mengamatikegiatan namun tidak terlibat dalam kegiatantersebut. Data hasil pengamatan didokumentasikanlewat catatan lapangan, catatan kronologis dariwaktu ke waktu, dan jadwal kegiatan. Teknikobservasi menggunakan pedoman observasitentang setting dan peristiwa penelitian yang telahdibuat sebelum melaksanakan penelitian, terkaitkeadaan fisik sekolah, suasana proses belajarmengajar di kelas Uni-bridge, pengelolaankurikulum, dan rapat-rapat.

Dokumen dalam penelitian ini digunakansebagai sumber data untuk menguji, menafsirkan,dan meramalkan permasalahan yang diteliti.Peneliti memanfaatkan dokumen untuk melengkapidata yang diperoleh melalui observasi danwawancara. Dokumen penelitian ini meliputi profilsekolah, ketenagaan, struktur organisasi, saranadan prasarana, surat perjanjian, catatanperkembangan sekolah, dan proses belajar-mengajar program Uni-bridge di SMAK St.Albertus Malang.

Analisis data dilakukan sebelum, selama, dansesudah di lapangan. Proses analisis data yangpeneliti lakukan yaitu mengumpulkan datasebanyak-banyaknya dari berbagai sumber (kepalasekolah, pendidik, karyawan, serta peserta didik)dan teknik (wawancara, observasi, dandokumentasi). Miles dan Huberman (1992:16-21)menyatakan, langkah-langkah dalam analisis datayaitu reduksi data, display data, dan penarikankesimpulan. Reduksi data yang dilakukan penelitimerupakan suatu kegiatan pemilihan data yangtepat. Langkah-langkah reduksi data yangdilakukan peneliti, pertama, setelah melakukanwawancara peneliti memilah data yang dianggappenting dan sesuai dengan fokus penelitian sertamembuang data yang dianggap tidak perlu. Kedua,peneliti melakukan observasi ke lapangan danmembandingkan data hasil wawancara dengandata hasil observasi. Ketiga, setelah memperolehdata dokumentasi dari pihak sekolah, peneliti

Nugroho dkk, Manajemen Kurikulum Uni-Bridge di Sekolah Menengah Atas Khatolik (SMAK) 187

Page 12: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

membandingkan hasil data wawancara danobservasi. Data yang sudah direduksi memberikangambaran yang jelas dan mempermudah penelitiuntuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.Dalam mereduksi data, peneliti dipandu olehpedoman penelitian yang sudah disusun.

Penyajian data yang telah diperoleh ke dalamsejumlah matriks atau daftar kategori setiap datayang didapat, penyajian data dalam bentuk naratif.Data yang didapat dalam bentuk gambar, tabel,dan uraian/penjelasan tidak mungkin dipaparkansecara keseluruhan. Penyampaian data disusunsecara sistematis dan simultan, sehingga data yangdiperoleh dapat menjelaskan atau menjawabmasalah yang diteliti.

Penarikan kesimpulan sementara masih dapatdiuji kembali dengan data di lapangan, dengan caratriangulasi, pengecekan anggota, ketekunanpengamatan, dan pemeriksaan teman sejawat,sehingga kebenaran ilmiah dapat tercapai. Prosesverifikasi data yang disajikan peneliti dalam bentukuraian atau penjelasan, gambar, dan tabel. Dalampraktik pemeriksaan data peneliti berusahamemenuhi kriteria, seperti “kepercayaan(credibility), keteralihan (transformability),kebergantungan (dependability), dan kepastian(confirmability)” (Moleong, 2012:324). Penelitimengambil kesimpulan dari tiap-tiap bentuk datatersebut untuk selanjutnya dipadukan dengankesimpulan dari data bentuk lainnya sehinggamenghasilkan kesimpulan yang kredibel danmendukung penelitian dan disusun dalam bentukdeskriptif.

HASIL

Perencanaan Kurikulum Uni-bridge di SMAK St.Albertus Malang

Program Uni-bridge di SMAK St. AlbertusMalang bertujuan membantu peserta didik yangingin melanjutkan kuliah ke luar negeri denganmemberikan program foundation berdasarkankurikulum dari Australia. Sekolah bekerjasamadengan Yayasan Sancta Maria Malang, UnibridgeConsortium Australia, University BrindingIndonesia, Tuart College, dan PemerintahAustralia Barat.

Jurusan Uni-bridge di SMAK St. AlbertusMalang ada 2, Science dan Business. Pelajaranpokok di jurusan Science adalah Fisika, Kimia,Matematika, dan Bahasa Inggris. Sementara dijurusan Business adalah Ekonomi, Akutansi,

Bahasa Inggris, dan Matematika. Selain pelajaranpokok ada pelajaran tambahan yang menjadi khasSMAK St. Albertus Malang seperti: Olahraga,Karawitan, Mandarin, Agama, Etika, danAntropologi.

Pendidik dan tenaga kependidikan dalamprogram Uni-bridge di SMAK St. AlbertusMalang berasal dari SMAK St. Albertus Malangdan tenaga dari luar. Syarat utama menjadi pendidikharus mengikuti The International EnglishLanguage Testing System (IELTS) danberkompeten dengan pelajaran yang diampunya.Fasilitas yang diterima oleh peserta didik yangmengikuti program Uni-bridge di SMAK St.Albertus Malang meliputi sarana dan prasarana,buku pelajaran, dan modul.

Perencanaan kurikulum pembelajaran Uni-bridge di SMAK St. Albertus Malang meliputipenyusunan kalender pendidikan, jadwal mengajarpendidik, silabus, dan modul. Orang-orang yangdilibatkan dalam perencanaan kurikulum Uni-bridge yaitu: kepala sekolah, waka kurikulum, parapendidik, dan tim. Pendidik tidak dituntut membuatRPP, sedangkan jadwal, modul dan silabusnya dariTuart College, terutama mata pelajaran pokok.Sekolah tinggal melaksanakan proses pembelajarandi kelas sesuai dengan agenda yang telah disusun.Jadwal pelajaran, silabus, modul, dan bukupelajaran dalam bahasa Inggris. Format jadwalpelajaran dibagi dalam kolom minggu, tanggal, hari,pertemuan, dan materi pelajaran.

Kurikulum dirancang dalam 3 program, yaitu:Indonesian module, Bridging module, dan Pre-WAUPP. Program tersebut dibuat untuk 37 minggu,dengan pembagian Indonesian module 5 minggu,Bridging module dan Pre-WAUPP masing-masing16 minggu. Mata pelajaran pokok dua kalipertemuan peminggu, kecuali ELACS. ELACSdilaksanakan empat kali pertemuan perminggu, satukali pertemuan 90 menit.

Pelaksanaan Kurikulum Uni-bridge di SMAK St.Albertus Malang

Pendidik pelajaran pokok mendapatkanpelatihan untuk mengembangkan kemampuanmenyampaikan materi pelajaran di Tuart Collegedan training di Bandung. Pembelajarandilaksanakan selama 37 minggu efektif denganmenggunakan bilingual, terutama saatIndonesian module. Bridging module dan Pre-WAUPP pengantarnya menggunakan BahasaInggris. Sarana penunjang seperti LCD proyektor,

188 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 186-192

Page 13: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

papan tulis, speaker aktif, AC, lampu penerang,meja, dan kursi yang nyaman.

Pembelajaran di kelas Uni-bridge SMAKSt. Albertus Malang mendorong peserta didiknyauntuk mandiri. Model pembelajaran yang digunakanpendidik bervariasi, seperti cooperative learning,contextual teaching learning, dan problemsolving. Metode pembelajaran yang digunakanyaitu diskusi, tanya jawab, ceramah, demonstrasi,dan penugasan. Media belajar berbasis teknologiinformasi.

Evaluasi Kurikulum Uni-bridge di SMAK St. AlbertusMalang

Evaluasi dilakukan sekolah dengan melibatkankepala sekolah, waka kurikulum, dan pendidiksetiap akhir tahun pelajaran. Mulai daripembelajaran, materi, modul, penilaian, sampai hal-hal teknisnya semuanya dievaluasi. Evaluasipelajaran di kelas dilakukan oleh pendidik masing-masing sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat.Laporan hasil belajar peserta didik dilaporkankepada orangtua pada akhir program Indonesianmodule, Bridging module, dan PreWAUPP.

PEMBAHASAN

Perencanaan Kurikulum Uni-bridge di SMAK St.Albertus Malang

Program Uni-bridge di SMAK St. AlbertusMalang bertujuan membantu peserta didik yangingin melanjutkan kuliah ke luar negeri denganmemberikan program foundation berdasarkankurikulum dari Australia. Menurut Inglis (dalamHamalik, 2009:14) mengungkapkan kurikulumberfungsi mempersiapkan peserta didik agarmampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatujangkauan yang lebih jauh, misalnya melanjutkanstudi ke sekolah yang lebih tinggi atau persiapanbelajar di dalam masyarakat.

SMAK St. Albertus Malang bekerjasamadengan beberapa pihak dalam menyelenggarakanprogram Uni-bridge. Prinsip melibatkan beberapapihak dalam menyusun kurikulum seperti pendapatWahyuni (2009:26), dalam prosesnya, perencanaankurikulum melibatkan banyak pihak dandilaksanakan dalam berbagai tingkatan sesuaidengan jenis dan kuantitas informasi yang ada.

Jurusan Uni-bridge di SMAK St. AlbertusMalang ada 2, Science dan Business. Terdapatpelajaran pokok dan tambahan yang menjadi khasSMAK St. Albertus Malang. Hamalik (2009:3)

menyatakan kurikulum adalah sejumlah matapelajaran yang harus ditempuh peserta didik untukmendapatkan ijazah. Jumlah mata pelajaran yangharus ditempuh oleh peserta didik tidak harus samasetiap instansi, karena yang terpenting darikurikulum yaitu pembentukan pribadi anak danbelajar cara hidup di dalam masyarakat (Hamalik,2009:5).

Tenaga pendidik dalam program Uni-bridgeberasal dari para pendidik SMAK St. AlbertusMalang dan tenaga dari luar. Syarat utama menjadipendidik program ini harus mengikuti IELTS danberkompeten dengan pelajaran yang diampunya.Hamalik (2008:152) menyebutkan fungsiperencanaan kurikulum yaitu sebagai pedomanatau alat manajemen, yang berisi petunjuk tentangtenaga dan peran unsur-unsur ketenagaan untukmencapai tujuan organisasi.

Fasilitas yang diterima oleh peserta didik yangmengikuti program Uni-bridge di SMAK St.Albertus Malang meliputi sarana dan prasarana,buku pelajaran, dan modul. Sarana penunjangseperti LCD proyektor, papan tulis, speaker aktif,AC, lampu penerang, meja, dan kursi. Ketersediaanfasilitas yang lengkap dapat mendukung prosespembelajaran. Hamalik (2008:156) mengungkap-kan perencanaan kurikulum memuat perangkatpembelajaran yang bermutu, sehingga turutmeningkatkan mutu proses belajar dan kualitaslulusan secara keseluruhan.

Perencanaan kurikulum pembelajaran Uni-bridge di SMAK St. Albertus Malang meliputipenyusunan kalender pendidikan, jadwal mengajarpendidik, silabus, dan modul. Jadwal, modul dansilabusnya dari Tuart College. Jadwal pelajaran,silabus, modul, dan buku pelajaran dalam bahasaInggris. Format jadwal pelajaran dibagi dalamkolom minggu, tanggal, hari, pertemuan, dan materipelajaran. Program dibuat untuk 37 minggu. Matapelajaran pokok dua kali pertemuan perminggu,kecuali ELACS. ELACS dilaksanakan empat kalipertemuan perminggu, satu kali pertemuanlamanya 1,5 jam (90 menit). Penyusunan jadwal,silabus, dan modul yang terstruktur menurutHamalik (2009:215); (1) memberi pemahamanyang lebih jelas kepada pendidik tentang tujuanpendidikan sekolah dan hubungannya denganpengajaran yang dilakukan untuk mencapai tujuan;(2) membantu pendidik memperjelas pemikirantentang sumbangan pengajarannya terhadappencapaian tujuan pendidikan; (3) menambahkeyakinan pendidik atas nilai-nilai pengajaran yangdiberikan dan prosedur yang dipergunakan; (4)

Nugroho dkk, Manajemen Kurikulum Uni-Bridge di Sekolah Menengah Atas Khatolik (SMAK) 189

Page 14: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

membantu pendidik dalam upaya mengenalberbagai kebutuhan dan minat peserta didik sertamendorong motivasi belajar; (5) mengurangikegiatan yang bersifat trial and error dalammengajar, berkat adanya organisasi kurikuler yanglebih baik, metode yang tepat dan menghematwaktu; (6) peserta didik akan menghormatipendidik yang dengan sungguh-sungguhmempersiapkan diri untuk mengajar sesuai denganharapan mereka; (7) memberi kesempatan kepadapara pendidik untuk memajukan pribadi danperkembangan profesionalnya; (8) membantupendidik memiliki rasa percaya pada diri sendiridan jaminan atas diri sendiri; dan (9) membantupendidik memelihara kegairahan mengajar dansenantiasa memberikan bahan-bahan yang aktualkepada peserta didik.

Hamalik (2008:161) juga menyatakan isikurikulum disusun dalam bentuk (1) bidang-bidangkeilmuan yang terdiri atas Ilmu-ilmu Sosial,Administrasi, Ekonomi, Komunikasi, RekayasaTeknologi, IPA, dan Matematika; (2) jenis-jenismata pelajaran disusun dan dikembangkanbersumber dari bidang-bidang tersebut sesuaidengan tuntunan program; (3) tiap mata pelajarandikembangkan menjadi satuan-satuan bahasan danpokok-pokok bahasan atau standar kompetensi dankompetensi dasar; dan (4) tiap mata pelajarandikembangkan dalam silabus.

Kurikulum dirancang dalam 3 program, yaituIndonesian module, Bridging module, dan Pre-WAUPP. Rancangan kurikulum ini membekalipeserta didik sesuai dengan tahapannya sehingganantinya dapat menyelesaikan program di Australiadengan baik. Menurut Wahyuni (2009:26),perencanaan kurikulum dipandang sebagai prosesyang berkesinambungan serta bukan suatu usahayang sesuai dalam satu kali tindakan. Rancangankurikulum pembelajaran dengan menggunakanmodul. Modul adalah suatu paket pembelajaranyang berkenaan dengan suatu unit yang terkecildan diberikan secara bertahap sesuai dengankemampuan yang dimiliki peserta didik (Hamalik,2009:224).

Pelaksanaan Kurikulum Uni-bridge di SMAK St.Albertus Malang

Pelaksanaan kurikulum Uni-bridge diSMAK St. Albertus Malang merupakan upayasekolah mewujudkan perencanaan yang telahdisusun dalam pembelajaran di kelas. Pendidikmata pelajaran pokok mendapatkan pelatihan

untuk mengembangkan kemampuan menyampai-kan materi pelajaran dengan baik di Tuart Collegedan mengikuti training ke Bandung. Hamalik(2008:198) menyatakan pekerjaan profesionalpendidik dapat diselenggarakan dengan baik danberhasil apabila memiliki kemampuan yang sesuaidengan tuntutan tugas dan perannya.

Sarana penunjang seperti LCD proyektor,papan tulis, speaker aktif, AC, lampu penerang,meja, dan kursi yang nyaman. Hamalik (2009:243)menyatakan, pelaksanaan pembelajaranmenggunakan sumber belajar dan alatpembelajaran yang disediakan pemerintah danmasyarakat sesuai dengan kebutuhan dankemampuan yang dimiliki.

Pembelajaran di Uni-bridge di SMAK St.Albertus Malang menggunakan bilingual,terutama saat Indonesian module. Akan tetapisaat Bridging module dan Pre-WAUPPmenggunakan bahasa Inggris. Menurut Hamalik(2009:241-241), bahasa pengantar menggunakanbahasa Indonesia, tetapi bahasa asing sepertibahasa Inggris dapat pula dipakai untuk mendukungkemampuan berbahasa asing peserta didik.

Pembelajaran di kelas Uni-bridge SMAKSt. Albertus Malang dilaksanakan dalam 37 mingguefektif. Menurut Hamalik (2009:242), jumlah haribelajar dalam satu tahun pelajaran adalah 204-240hari, jumlah minggu efektifnya adalah 34-40minggu. Pembelajaran dengan modul mendorongpeserta didiknya untuk mandiri/ dapat belajarsendiri, karena materi yang diberikan banyaksedangkan waktunya terbatas. Hamalik (2009:224)menyatakan modul merupakan sarana untukmenyediakan pengalaman yang bersifat self-contained dan self-directed, ketika peserta didikberinteraksi dengan bahan pelajaran danmemperoleh umpan balik secara langsung tentanghasil belajarnya.

Model pembelajaran yang digunakan pendidikUni-bridge di SMAK St. Albertus Malangbervariasi, tergantung kreativitas pendidik, seperticooperative learning, contextual teachinglearning, dan problem solving. Sedangkanmetode pembelajaran yang digunakan yaitu diskusi,tanya jawab, ceramah, demonstrasi, danpenugasan. Penggunaan metode dan modelpembelajaran yang bervariasi dalam pelaksanaanpembelajaran dapat memudahkan peserta didikmenangkap materi yang diberikan pendidik.Menurut Hamalik (2009:238), pembelajaran adalahproses interaksi antara peserta didik dengan

190 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 186-192

Page 15: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilakuke arah yang lebih baik.

Evaluasi Kurikulum Uni-bridge di SMAK St. AlbertusMalang

Evaluasi dilakukan sekolah dengan melibatkankepala sekolah, waka kurikulum, dan pendidiksetiap akhir tahun pelajaran. Mulai daripembelajaran, materi, modul, penilaian, sampai hal-hal teknisnya semuanya dievaluasi. Evaluasi yangdilakukan dalam program Uni-bridge di SMAKSt. Albertus Malang yaitu evaluasi proses danproduk. Menurut Hamalik (2009:259), evaluasiproses adalah sistem pengelolaan informasi dalamupaya membuat keputusan yang berkenaan denganekspansi, kontraksi, modifikasi, dan klarifikasistrategi pemecahan atau penyelesaian masalah.Hal senada juga disampaikan Hidayat (2013:70),evaluasi proses untuk mengetahui sampai seberapajauh rencana telah diterapkan dan komponen apayang perlu diperbaiki. Hamalik (2009:259-260)menyatakan, evaluasi produk berkenaan denganpengukuran terhadap hasil-hasil program untuktercapainya tujuan. Sementara Hidayat (2013:71)menyatakan, evaluasi produk merupakan penilaianyang dilakukan guna untuk melihat ketercapaianatau keberhasilan suatu program dalam mencapaitujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Evaluasipelajaran di kelas dilakukan oleh pendidik masing-masing sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat.Laporan hasil belajar peserta didik dilaporkankepada orangtua pada akhir program Indonesianmodule, Bridging module, dan PreWAUPP.Laporan diambil dari rata-rata nilai ulangan harianditambah tes akhir dibagi dua, kecuali pada programIndonesian module. Program Indonesianmodule, kecuali pelajaran ELACS, nilai akhirdiperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian. Halini menurut Hamalik (2009:255-256) sesuai denganprinsip-prinsip evaluasi kurikulum yaitu: tujuantertentu, objektif, komprehensif, kooperatif danbertanggung jawab, efisien, dan berkesinam-bungan.

Evaluasi kurikulum Uni-bridge di SMAK St.Albertus melibatkan kepala sekolah, wakakurikulum, dan tim Uni-bridge. Harapan denganadanya beberapa pihak dapat membantumemecahkan masalah dan memberikan masukandalam penyusunan rencana kurikulum selanjutnya.Menurut Hamalik (2009:259) evaluasi masukan(input) adalah evaluasi yang melibatkan parasupervisor, konsultan, dan ahli mata pelajaran yang

dapat merumuskan pemecahan masalah. Evaluasidijadikan umpan balik bagi pendidik untukmemperbaiki proses pembelajaran selanjutanya,juga sebagai masukan untuk mengetahui kesulitanyang dihadapi peserta didik dalam belajar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Proses perencanaan kurikulum Uni-bridgedi SMAK St. Albertus Malang sebagai berikut.Pertama, merencanakan kerjasama denganbeberapa pihak. Kedua, merencanakan jurusan,yaitu: Science dan Business. Ketiga,merencanakan pelajaran pokok yang akandiajarkan di jurusan Science yaitu Fisika, Kimia,Matematika, dan Bahasa Inggris. Pelajaran dijurusan Business yaitu Ekonomi, Akutansi, BahasaInggris, dan Matematika. Pelajaran tambahannyaseperti: Olahraga, Karawitan, Mandarin, Agama,Etika, dan Antropologi. Keempat, merencanakantenaga pendidik. Kelima, merencanakan pelatihankepada pendidik. Keenam, merencanakan fasilitasyang diterima oleh peserta didik meliputi, bukupelajaran dan modul. Ketujuh, penyusunankalender pendidikan dan jadwal pelajaran. Moduldan silabusnya dari Tuart College. Kedelapan,menyusun kurikulum dalam 3 program, yaitu:Indonesian module, Bridging module, dan Pre-WAUPP. Kesembilan, menyusun hari efektifdalam 37 minggu. Kesepuluh, menyiapkan bukupelajaran. Kesebelas, merencanakan formatpenilaian belajar peserta didik.

Pelaksanaan kurikulum Uni-bridge diSMAK St. Albertus Malang merupakan upayasekolah mewujudkan perencanaan yang telahdisusun, kegiatannya meliputi: pertama, pendidikpelajaran pokok mendapatkan beberapa pelatihanuntuk mengembangkan kemampuanmenyampaikan materi pelajaran dengan baik diTuart College dan training di Bandung. Kedua,fasilitas belajar yang lengkap, nyaman, danberbasis teknologi informasi. Ketiga, pembelajaranmenggunakan bilingual, terutama saatIndonesian module. Bridging module dan Pre-WAUPP menggunakan bahasa Inggris. Keempat,pembelajaran dilaksanakan dalam waktu 37minggu efektif. Kelima, peserta didiknya didoronguntuk mandiri. Keenam, model pembelajaranbervariasi, seper ti cooperative learning,contextual teaching learning, dan problemsolving. Ketujuh, metode pembelajaran yang

Nugroho dkk, Manajemen Kurikulum Uni-Bridge di Sekolah Menengah Atas Khatolik (SMAK) 191

Page 16: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

digunakan yaitu diskusi, tanya jawab, ceramah,demonstrasi, dan penugasan.

Proses evaluasi kurikulum Uni-bridge diSMAK St. Albertus Malang meliputi tiga hal.Pertama, melibatkan kepala sekolah, wakakurikulum, dan pendidik setiap akhir tahunpelajaran. Kedua, materi evaluasi yaitupembelajaran, materi, modul, penilaian, dan hal-hal teknisi. Ketiga, evaluasi pelajaran di kelasdilakukan oleh pendidik masing-masing sesuaidengan jadwal yang sudah dibuat. Laporan hasilbelajar peserta didik dilaporkan kepada orangtuapada akhir program Indonesian module, Bridgingmodule, dan PreWAUPP.

Saran

Berdasarkan paparan dan pembahasan,saran-saran yang dapat dikembangkan dan sebagaimasukan antara lain: (1) Kepala SMAK St.Albertus Malang hendaknya melakukan rollingpendidik dalam mendampingi peserta didik programUni-bridge, sehingga kemampuan danketerampilan dapat berkembang. Mampu

mendesain sekolah yang bernuansa global tetapimemiliki ciri khas Indonesia; (2) Pendidik SMAKSt. Albertus Malang hendaknya mengembangkanmetode dan media pembelajaran dalammeningkatkan kreativitas mengajar, sehinggamampu membekali peserta didik dalammenghadapi tuntutan jaman; (3) Ketua JurusanAdministrasi Pendidikan hendaknya memasukkanprogram pengembangan sekolah internasionaldalam kurikulum pembelajaran, sebagai penambahkualitas dan kuantitas referensi di bidangAdministrasi Pendidikan, secara khusus tentangmanajemen kurikulum; (4) Kepala DinasPendidikan dan Kebudayaan Kota Malanghendaknya mengembangkan sekolah-sekolah yangmemiliki potensi dengan pengelolaan yang moderndan masukan terkait manajemen kurikulum; dan(5) Peneliti lain hendaknya melakukan penelitiansecara kualitatif atau kuantitatif terkait dampakkurikulum internasional (Uni-bridge) bagikesiapan peserta didik melanjutkan jenjang yanglebih tinggi, pengaruh sosial peserta didik yangsekolah dengan kurikulum internasional.

DAFTAR RUJUKAN

Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. Pengang-guran Terbuka Menurut PendidikanTertinggi yang Ditamatkan 2004-2012,(Online), (http://www.bps. go.id/tab_sub/view.php?kat=1& tabel=1&daftar=1&id_subyek=06& notab=4), diakses tanggal8 April 2013.

Hamalik, O. 2008. Manajemen PengembanganKurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hamalik, O. 2009. Dasar-dasar PengembanganKurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hidayat, S. 2013. Pengembangan KurikulumBaru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Miles, M. B & Huberman, A. M. Tanpa Tahun.Analisis Data Kualitatif. TerjemahanTjetjep Rohendi Rohidi. 1992. Jakarta: UIPress.

Moleong, L. J. 2012. Metodologi PenelitianKualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Republika. 2012. Jerman Jadi Pilihan FavoritMahasiswa Indonesia, hlm. 1, (Online), (ht tp :/ /www. republika . co. id/ber it a /pendidikan/berita-pendidikan/12/03/28/m1lt0o-jerman-jadi-p ilihan-favor it-mahasiswa-indonesia), diakses tanggal 2April 2013.

Sukarno, E.T. 2013. Keuntungan dan NilaiTambah Belajar di Luar Negeri, (Online),(http://www.edlinkeducation.com/_new/content.php?page=overseas1), diaksestanggal 28 Agustus 2013.

Wahyuni, E.S. 2009. Penerapan ManajemenKurikulum di Sekolah Alam (Studi Kasusdi MTs Surya Buana Malang). Skripsitidak diterbitkan. Malang: Fakultas IlmuPendidikan Universitas Negeri Malang.

192 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 186-192

Page 17: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

IMPLEMENTASI PROGRAM TEACHER EXCHANGE DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU

Royan Khusnul AriefDjum Djum Noor BentyR. Bambang Sumarsono

E-mail: [email protected] Smartfren, Jl. Soekarno Hatta No.71 Kota Madiun

Abstract: This study aimed to describe the profile of the program, describes the successfulimplementation indicator, describe implementation steps, describes contributing factors, inhibitingfactors to explain, and explain alternative solutions. This study used a qualitative approach with casestudy design. The results showed that MAN 3 Malang Teacher Exchange Program has implementedin the country and abroad, indicators of program success is associated with changes in the teachers’motivational problems, competencies, strategies and methods of teaching, discipline, as well as theinsights of teachers, the implementation steps of preparation of the madrasah and teachers, supportingfactors are internal and external factors, inhibiting factors related to the budget, the turn of theheadmaster, the readiness of human resources, and constraints of teachers, and alternative solutionsto problems with the way the meeting, open the entrepreneur, mentor, and team teaching.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil program, menjelaskan indikatorkeberhasilan implementasi, mendeskripsikan langkah-langkah implementasi, menjelaskan faktorpendukung, menjelaskan faktor penghambat, dan menjelaskan alternatif pemecahan masalah. Penelitianini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis rancangan studi kasus. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa MAN 3 Malang telah melaksanakan Program Teacher Exchange di dalam negeridan luar negeri, indikator keberhasilan program ini terkait dengan perubahan guru yakni masalahmotivasi, kompetensi, strategi dan metode mengajar, kedispilinan, serta wawasan guru, langkahimplementasi yakni persiapan dari madrasah dan guru, faktor pendukung terdapat faktor internal daneksternal, faktor penghambat terkait dengan anggaran dana, pergantian kepala madrasah, kesiapanSDM, dan hambatan guru, dan alternatif pemecahan masalah dengan cara rapat, membuka wirausaha,mentor, dan team teaching.

Kata Kunci: teacher exchange, profesionalisme, guru

Kualitas guru dan komitmen mengajar masih perluditingkatkan. Menurut Kementerian Pendidikandan Kebudayaan Nasional (dalam Arif, 2012:1)disinyalir terdapat lebih dari 54% guru memilikistandar kualifikasi yang perlu ditingkatkan.Supono (2013:1) menyatakan pemecahanmasalah kualitas guru di Indonesia masih rendah,hal ini per lu adanya PengembanganProfesionalisme Guru (PPG) secaraberkelanjutan, sertifikasi sebagai titik awalpeningkatan kualitas pembelajaran. Di sisi lain,pada sertifikasi, hanya 2,06 juta guru atau sekitar70,5% guru yang memenuhi syarat sertifikasi(Wedhaswari, 2012:1). Hal ini diperkuat hasilpenelitian Koswara dkk (2009:5), bahwasertifikasi memiliki pengaruh yang rendah

terhadap profesionalisme dan mutu pembelajaran,hal ini disebabkan ada sesuatu yang salah padasertifikasi terkait dengan desain atau sistem,proses, atau hasil yang ditargetkan. Oleh sebabitu, sekolah secara mandiri harus bisameningkatkan kualitas guru, t idak hanyamenggantungkan program pemerintah yangsifatnya hanya sebatas formalitas.

Guru merupakan unsur manusia yang sangatdekat hubungannya dengan peserta didik dalamupaya pendidikan sehari-hari di sekolah. Gurumerupakan seseorang yang sangat menentukankeberhasilan pendidikan (Bafadal, 2008:4). Dalamlatar pembelajaran di sekolah pernyataan tersebutsangat bergantung kepada tingkat profesionalismeguru. Jadi, diantara keseluruhan komponen pada

193

Page 18: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

sistem pembelajaran di sekolah ada sebuahkomponen yang paling menentukan kualitaspembelajaran, komponen ini adalah guru.

Madrasah Aliyah Negeri (MAN) sebagailembaga pendidikan di bawah naunganKementerian Agama (Kemenag) dapat melakukanpengembangan keprofesionalan guru. Hal inidikarenakan pihak madrasah lebih tahu kebutuhanpeningkatan sumber dayanya. Oleh sebab itu, ranahpengembangan profesionalisme guru yangdiimplementasikan adalah berbasis lembaga. Salahsatu program pengembangan guru berbasislembaga yakni Program Teacher Exchange(TEX). TEX adalah program pertukaran guru yangdilakukan antara suatu madrasah/sekolah danmadrasah/sekolah lain, baik dilaksanakan di dalamnegeri maupun ke luar negeri. Program pertukaranguru ini sangat bermanfaat untuk menunjangprofesionalisme guru, karena guru dapatmemperoleh pengalaman lebih banyak denganmengajar di tempat yang memiliki kultur dankeadaan sosial yang berbeda.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatankualitatif, pendekatan kualitatif merupakan suatupenelitian yang dilakukan secara intensif dansistematis untuk mendapatkan suatu fenomenasosial (Wiyono, 2007:72). Peneliti menggunakanpendekatan kualitatif dimaksudkan untukmembuktikan kajian yang mendalam mengenaikejadian istimewa dan dapat memaparkan secaralugas mengenai strategi madrasah dalammeningkatkan profesionalisme guru melaluiProgram TEX di MAN 3 Malang.

Jenis penelitian ini adalah studi kasus, karenamendeskripsikan dan menganalisis secaramendalam tentang suatu lembaga. Studi kasusmerupakan suatu penelitian yang digunakan untukmenyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupannyata dengan menggunakan multi sumber bukti(Yin, 2002:18). Melalui jenis penelitian studi kasusdapat mengungkap suatu fenomena secaraterfokus dan mendalam. Dalam hal ini, penelitianini akan mengungkap suatu peristiwa yang terjadiMAN 3 Malang yakni mengenai implementasiProgram TEX dalam meningkatkan profesionalis-me guru di MAN 3 Malang.

Teknik pengumpulan data dilakukan melaluiobservasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisisdata pada penelitian ini menggunakan tiga langkahproses analisa, yakni reduksi data, display data,

dan verifikasi data. Pengecekan keabsahan datapada penelitian ini menggunakan triangulasi teknikdan triangulasi sumber. Tahap penelitian ini antaralain: (1) tahap persiapan meliputi penyusunanrancangan penelitian, studi eksplorasi, perijinan, danpenyusunan pedoman pengumpulan data, (2) tahappelaksanaan yakni pengumpulan data, pengolahandata, analisis data, dan penarikan kesimpulan, (3)tahap penulisan laporan penelitian.

HASIL

Profil Program TEX di MAN 3 Malang

Program TEX merupakan program pertukaranguru yang dilaksanakan oleh MAN 3 Malang.Program TEX dilaksanakan di dalam negeri dan diluar negeri. MAN 3 Malang melaksanakan ProgramTEX ini sebanyak tiga kali, yakni dua kalimelaksanakan Program TEX di dalam negeri dansatu kali melaksanakan Program TEX di dalamnegeri. Program TEX dalam negeri dilaksanakandi MAN IC Gorontalo dan MAN 4 Jakarta. AdapunProgram TEX luar negeri dilaksanakan di AquinasCollege Queensland Australia. PelaksanaanProgram TEX dalam negeri yakni Bulan November2011, sedangkan Program TEX luar negeridilaksanakan pada Bulan Maret 2011. Program iniberlangsung selama satu bulan.

Latar belakang melaksanakan Program TEXdalam negeri yakni adanya diskusi informal antarKepala madrasah pada saat pertemuan Kepalamadrasah Nasional, kemudian dicetuslah ProgramTEX dalam negeri yang tujuannya untukmemberikan training kepada guru agar semakinberkompeten baik dari segi pedagogik, sosial,profesional, maupun kepribadiannya, yangselanjutnya akan meningkatkan profesionalismeguru tersebut. Adapun latar belakang ProgramTEX luar negeri yakni adanya penunjukan daripihak Kemenag terkait kerjasama pemerintahIndonesia dengan Australia melalui BridgeProject. Bridge Project merupakan kerjasamasekolah antara Australia-Indonesia yang dimanajerioleh Asia Education Foundation, mitra proyekoleh Australia Government dan Kang GuruIndonesia, serta penyandang dana oleh AustraliaIndonesia Institute, The Myer Foundation, danAustralia Indonesia Partnership.

Berdasarkan hal tersebut, Kemenagmenunjuk MAN 3 Malang untuk mewakiliMadrasah Aliyah Jawa Timur dalam melaksanakanProgram TEX ke Australia. Tujuan Program TEX

194 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 193-202

Page 19: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

ini untuk memberikan wawasan terkait praktikpendidikan, bahasa, dan budaya Australia. PadaProgram TEX dalam negeri MoU bersifat lisan,tidak ada MoU tertulis.

Program TEX MAN 3 Malang di bawahtanggung jawab pihak PMM yang dinaungi olehkepala madrasah, sedangkan untuk Program TEXluar negeri penanggung jawabnya dari pihak AsiaEducation Foundation. Hal ini dikarenakanProgram TEX dalam negeri diprakarsai oleh Kepalamadrasah, sedangkan Program TEX luar negeripada saat ini merupakan Bridge Project yangdimanajeri oleh Asia Education Foundation.

Biaya dalam Program TEX dalam negerididapatkan melalui kerjasama antar madrasah.Pihak MAN 3 Malang membiayai transportasi danuang saku guru yang akan ditukarkan, sedangkanuntuk biaya hidup selama ditempat pertukaran ditanggung oleh pihak madrasah pertukaran.Sebaliknya MAN 3 Malang juga mempunyaikewajiban untuk mengurus kesejahteraan guru daripihak madrasah pertukaran. Adapun biayaProgram TEX luar negeri murni dari pihak Bridge

Guru yang sudah melaksanakan ProgramTEX ada sebanyak empat orang guru, dua orangguru melaksanakan Program TEX dalam negeriyakni Ibu Anita Yusianti, S.Pd di MAN ICGorontalo dan Bapak Fathur Rohman, S.Pd diMAN 4 Jakarta. Program TEX luar negeridilaksanakan oleh Bapak Ali Mukti, M.Pd danBapak A. Thohir Yoga, M.Pd, M.Ed di AquinasCollege Queensland Australia.

Materi yang diajarkan guru pada ProgramTEX dalam negeri sesuai dengan bidang studi gurupertukaran. Misalnya Ibu Anita Yusinta, S.Pdberasal dari background guru Bahasa Inggris,maka di MAN IC Gorontalo mengajarmatapelajaran Bahasa Inggris. Demikian juga BapakFathur Rochman, S.Pd yang merupakan guruMatematika, sewaktu di MAN 4 Jakarta mengajarmatapelajaran Matematika. Sedangkan padaProgram TEX luar negeri materi yang diajarkanadalah mengenai bahasa dan budaya. Jadi, sewaktuBapak Ali Mukti, M.Pd dan Bapak A. Thohir Yoga,M.Pd, M.Ed di Aquinas College QueenslandAustralia mengajar Bahasa dan Budaya Indonesia.

Indikator Keberhasilan Implementasi Program TEXdi MAN 3 Malang

Suatu program dikatakan dapat berhasil jikamemiliki indikator keberhasilan program. Indikatorkeberhasilan Program TEX yakni adanya

peningkatan yang signifikan terkait kompetensiguru yang bisa dilihat melalui pembelajaran di kelasdan profesionalisme guru yang bisa diamati padasikap guru sehari-hari di madrasah.

Hasil imlementasi Program TEX nampak darimeningkatnya profesionalitas guru pascamelaksanakan Program TEX. Misalnya caramengajar dan sikap Ibu Anita Yusianti, S.Pd yangpandai dalam mengelola kelas, ontime, loyal, dankomunikatif dengan peserta didik. Ibu Anitamenggunakan metode pembelajaran yangmenyenangkan, sehingga peserta didik tidakmerasa bosan. Selain itu, Ibu Anita juga sebagaianggota LDC MAN 3 Malang, yang mana hanyaguru-guru pilihan yang bisa masuk forum ini.

Begitu pula dengan Bapak A. Thohir Yoga,M.Pd, M.Ed, guru Bahasa Inggris ini termasuk guruyang smart dan memiliki banyak relasi. Dalamproses pembelajaran guru bisa mengaktifkanseluruh peserta didik untuk berpartisipasi dalamproses pembelajaran. Saat ini, Bapak A. ThohirYoga diangkat sebagai Komisaris PSBB.

Demikian juga dengan Bapak Ali Mukti,M.Pd, guru ini sudah mampu menguasai mediapembelajaran berbasis Information andTechnology (IT), misalnya dalam mengajarmenggunakan laptop dan LCD untuk menarikpeserta didik. Bapak Ali Mukti saat ini menjadistaf Humas MAN 3 Malang. Sehingga Bapak AliMukti dalam mudah bergaul dengan orang lain danjuga komunikatif.

Bapak Fathur Rochman selaku pelaksanaProgram TEX di MAN 4 Jakarta, saat mengajardikelas mampu menguasai materi ajar dan caramenjelaskan materi ke peserta didik sangat aplikatifpada kehidupan sehari-hari. Bapak FathurRochman saat ini tidak hanya berprofesi sebagaiguru Matematika saja, namun mendapat tugastambahan dari sekolah sebagai staf KurikulumMAN 3 Malang yang mengatur masalah nilaipeserta didik dan jadwal mengajar guru.

Dampak Program TEX juga berimbas padaprestasi akademik peserta didik yaitu pada Tahun2012 dan 2013 mengalami kenaikan. Prestasiakademik ini terkait bidang studi Matematika danBahasa Inggris. Hal ini wujud dari peningkatanmutu pembelajaran di MAN 3 Malang.

Program TEX memberikan guru banyakpengalaman yang belum pernah didapatkan.Pengalaman ini meliputi pengalaman saat mengajar,pengalaman menghadapi suasana kerja baru danbudaya baru, serta pengalaman beradaptasi denganrekan kerja baru. Pada Program TEX luar negeri,

Arief dkk, Implementasi Program Teacher Axchange dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru 195

Page 20: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

pengalaman yang sangat berarti adalah speakingdengan penutur asli. Guru juga dapat berlatihdengan gaya hidup disiplin guru-guru luar negeridan kepribadian guru luar negeri yang sangatmenjaga kebersihan dan sikap respek yang luarbiasa.

Guru pelaksana menyebarluaskan pengalamanyang didapatkan kepada guru-guru lain di MAN 3Malang melalui presentasi, rapat, dan MGMP lokal.Dalam forum ini guru pertukaran sharing denganguru yang lain mengenai pengalaman dan sesuatuyang didapatkan selama melaksanakan ProgramTEX.

Profit yang diperoleh oleh guru saatmelaksanakan Program TEX adalah bertambahnyawawasan mengenai praktik pendidikan, wawasantentang bahasa dan budaya, menambah teman baru,bisa mengadopsi program yang sudah berhasildilaksanakan di sekolah pertukaran, serta bisamenambah ilmu tentang cara pembelajaran danpembimbingan peserta didik.

Langkah-Langkah Implementasi Program TEX diMAN 3 Malang

Langkah awal dalam mengimplementasikanProgram TEX di MAN 3 Malang adalah denganmelakukan perencanaan. Pada Program TEXdalam negeri perencanaan dimulai melalui evaluasidiri madrasah. Melalui evaluasi tersebut akandiketahui kekurangan dan kelebihan dari MAN 3Malang. Salah satu hal yang ingin ditingkatkan olehMAN 3 Malang adalah dari sisi sumber dayamanusia yakni guru. Peningkatan kompetensi guruakan memberikan dampak yang positif terhadapproses pembelajaran. Langkah selanjutnya yaknimenyiapkan guru yang akan ditukarkan, biayaakomodasi, dan insentif guru. Adapun langkahdalam melaksanakan Program TEX luar negeri,pihak MAN 3 Malang hanya sebagai pelaksana.Dalam hal ini MAN 3 Malang menyiapkanpersyaratan administratif yang berupa profilmadrasah, profil guru yang akan dikirim, danmenyiapkan materi yang akan diajarkan oleh guru.

Kriteria guru untuk Program TEX dalamnegeri tidak ditentukan secara paten, melainkanberdasarkan atas pertimbangan komunikasi antarKepala madrasah. Dengan kata lain tidak adaseleksi dan kriteria khusus pada Program TEXdalam negeri. Adapun untuk Program TEX luarnegeri kriteria gurunya harus menguasai BahasaInggris, Teknologi dan Informasi, serta pandaiberkomunikasi. Seleksi guru pada Program TEX

luar negeri melalui cara tes wawancara dan testulis di Kemenag Kanwil Jatim dan di IELTSCenter Surabaya. MAN 3 Malang pada waktuitu mengirimkan tiga orang guru, namun yang loloshanya dua orang guru, karena pada waktudibutuhkan hanya dua orang guru.

Target MAN 3 Malang dalam pelaksanaanProgram TEX yakni meningkatnya profesio-nalisme guru yang ditandai oleh meningkatnyawawasan guru, meningkatnya pengalaman guru,meningkatnya kompetensi guru, dan meningkatnyarelasi guru. Peningkatan guru terkait denganprofesinya dapat diketahui pada aktivitas dan peranguru saat berada di madrasah, khususnya pada saatproses pembelajaran berlangsung.

Kompensasi atau kesejahteraan guru yangmelaksanakan Program TEX dalam negeri tiapharinya diberi uang saku Rp 100.000,00 per haridan biaya akomodasi perjalanan ke lokasipertukaran oleh pihak MAN 3 Malang. Adapunbiaya menginap dan makan ditanggung oleh pihakmadrasah pertukaran. Sedangkan untuk ProgramTEX luar negeri, guru yang melaksanakan programini tidak diberi uang saku oleh pihak MAN 3Malang. Namun, guru yang melaksanakanprogram ini biaya hidup dan biaya transportasinyasudah ditanggung sepenuhnya oleh pihak Bridge.

Langkah yang harus ditempuh oleh gurusebelum melaksanakan Program TEX dalamnegeri yakni mengikuti pembekalan atau briefingyang dipimpin oleh Kepala MAN 3 Malang.Adapun untuk guru yang akan melaksanakanProgram TEX luar negeri harus membuat profilmadrasah dan profil diri yang nantinya di uploaddi website Bridge serta di website itu guru mengisiborang pendaftaran.

Persiapan guru dalam melaksanakanProgram TEX menyangkut mengenai persiapanfisik dan persiapan psikologis. Persiapan fisikberupa menyiapkan surat tugas, materi yang akandiajarkan, lesson plan untuk guru pengganti,membuat paspor, dan barang bawaan. Adapunpersiapan psikologis yakni menyiapkan mentaluntuk menghadapi lingkungan kerja baru, temanbaru, bahasa dan budaya baru, serta berpisahdengan keluarga.

Monitoring pada Program TEX dalamnegeri dilaksanakan oleh Kepala madrasah danWakil Kepala madrasah tempat pertukaran gurutersebut. Kepala madrasah kemudian melaporkanke Kepala madrasah asal. Selain itu, pada waktuguru bertugas di madrasah pertukaran, kehadiranguru dibuktikkan oleh tanda hadir finger print yang

196 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 193-202

Page 21: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

kemudian pada saat pulang di-print out. Sedangkanuntuk monitoring Program TEX luar negeri, pihakMAN 3 Malang mempercayakan sepenuhnyapada pihak Bridge Project. Jadi, monitoringlangsung dari pihak Asia Education Foundation.Pada waktu selesai program, pihak gurumelaporkan hasil kegiatan ke Kemenag KanwilJatim.

Evaluasi Program TEX dalam negeridilakukan melalui rapat akhir tahun pelajaran yangpada akhirnya menghasilkan evaluasi dirimadrasah. Pada Evaluasi Program TEX luar negerihasil yang diperoleh adalah kepala madrasahmenugaskan untuk merealisasikan hubungandengan pihak Aquinas College agar lebih akrablagi dan lebih intensif.

Tindak lanjut Program TEX luar negeri adalahmenjadikan Aquinas College sebagai sisterschool MAN 3 Malang, namun upaya ini belumterealisasikan. Selain itu, MAN 3 Malang berupayauntuk mengadopsi program dari Aquinas Collegeyakni Program High Star, program ini merupakanprogram kesepahaman antara Perguruan Tinggidengan MAN 3 Malang. Jadi, materi yangdiajarkan di MAN 3 Malang hampir sama denganmateri yang diajarkan di Perguruan Tinggi (PT).Hal ini akan meringankan angka kredit pesertadidik saat di PT. Selain ingin mempertegashubungan sister school atau partner schooldengan pihak Aquinas College, MAN 3 Malangjuga juga mengadopsi program dari pihak AquinasCollege yakni pengadaan buku tata tertib (hak dankewajiban) peserta didik. MAN 3 Malang jugasudah menjalin hubungan dekat dengan pihakAquinas College melalui Wikispace dan email.

Adapun untuk tindak lanjut Program TEXdalam negeri lebih kearah program-programmadrasah dan menginginkan untuk melaksanakanProgram TEX secara berkelanjutan. Misalnya sajatindak lanjut dari Program TEX di MAN 4 Jakartayakni MAN 3 Malang mengadopsi programpembelajaran dengan Sistem Kredit Semester(SKS) dan moving class. Tindak lanjut dari ProgramTEX di MAN IC Gorontalo adalah mengadopsiprogram yaitu program apel guru yang dilaksanakansetiap pagi dan pulang pada Hari Senin dan Rabu.Apel ini dipimpin oleh unsur pimpinan madrasahselama 30 – 45 menit. Selain itu, juga mengadopsiperaturan bagi guru wanita untuk menggunakan roktidak boleh menggunakan celana. MAN 3 Malangjuga mengadopsi sistem pembelajaran di MAN ICGorontalo yakni lima hari kegiatan belajar mengajar(KBM) dan satu harinya yaitu Hari Sabtu kegiatan

pengembangan diri. MAN 3 Malang juga berharapuntuk melanjutkan pertukaran guru dari bidang studiyang lain.

Faktor Pendukung Implementasi Program TEX diMAN 3 Malang

Faktor pendukung implementasi ProgramTEX terdiri atas faktor eksternal dan faktor internal.Faktor internal diantaranya kesiapan guru, adanyaanggaran dana, dan adanya infrastruktur madrasahyang memadai. Faktor eksternal yang mendukungimplementasi Program TEX yakni adanyakesepahaman antar madrasah pertukaran (MAN4 Jakarta dan MAN IC Gorontalo) dan adanyaBridge Project yang memberikan kesempatanguru untuk melaksanakan Program TEX ke luarnegeri. Tokoh kunci terlaksananya Program TEXdalam negeri adalah Kepala madrasah. Tokohkunci Program TEX luar negeri adalah AsiaEducation Foundation selaku manajer proyekAsia Education Foundation dan pihak Kemenag.

Faktor Penghambat Implementasi Program TEX diMAN 3 Malang

Hambatan yang dihadapi oleh pihak MAN 3Malang yakni belum bisa melaksanakan ProgramTEX setiap tahun, karena terhalang oleh masalahbudgeting, karena untuk melaksanakan ProgramTEX ini membutuhkan anggaran yang cukup besar.Selain itu, yang menjadi hambatan yakni adanyapergantian Kepala madrasah pada Madrasahpertukaran. Sehingga untuk melaksanakanProgram TEX dalam negeri perlu ada pertemuanantar Kepala madrasah lagi.

Faktor penghambat yang dijumpai lagi yaknidari segi SDM/guru. Adakalanya guru merasa irikarena tidak dipilih untuk mengikuti Program TEX.Adakalanya guru yang dipilih untuk melaksanakanpertukaran keberatan karena jauh dari keluarga.Pada saat pelaksanaan Program TEX guru jugamengalami kendala. Pada Program TEX luar negeri,guru mengalami kendala saat menerangkanpelajaran di kelas, karena speaking Bahasa Inggrisyang kurang sesuai dengan pronounciation ,sehingga kurang dipahami oleh peserta didik. Halini terkadang membuat peserta didik ramai sendiri.Pada Program TEX dalam negeri guru jugamengalami hambatan. Hambatan ini terkait materiajar yang tidak sesuai dengan kurikulum di MAN 3Malang. Materi yang diajarkan tidak sesuai denganyang disiapkan oleh guru.

Arief dkk, Implementasi Program Teacher Axchange dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru 197

Page 22: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Alternatif Pemecahan Masalah Implementasi ProgramTEX di MAN 3 Malang

MAN 3 Malang dalam mengatasi kurangnyaanggaran untuk Program TEX dalammenindaklanjuti Program TEX pada tahunberikutnya, cara yang dilakukan yakni melalui rapatevaluasi diri madrasah yang dilakukan setiap akhirtahun pelajaran serta mengadakan rapat rutinsetiap dua minggu sekali

Selain rapat, dalam mengatasi hal budgetingMAN 3 Malang membuka usaha madrasah yangdiberi nama UUM3M. Usaha ini terdiri ataskoperasi yang dibuka untuk umum, kantin, photocopy, percetakan, periklanan, travel pariwisata,dan rent car . Selain itu, MAN 3 Malang jugamendirikan PSBB.

Pemecahan masalah dalam mengatasikendala dalam implementasi Program TEX yangterkait dengan guru, pihak MAN 3 Malangmelakukan berbagai macam kegiatan untukpengembangan SDM. Guru yang tidak dikirimuntuk Program TEX luar negeri akan terpacuuntuk lebih meningkatkan kualitasnya, misalnyadengan memperkaya akan kemampuan bahasaasing melalui kursus-kursus.

Cara mengatasi masalah guru dalampembelajaran di kelas saat pelaksanaan ProgramTEX di Aquinas College yakni dengan caramengajar menggunakan sistem team teachingdengan rekan yang kemampuan speaking BahasaInggrisnya fasih dan dimentori oleh wali kelas.

Pemecahan masalah saat guru mengalamiproblem pembelajaran yang materinya tidak sesuaidengan materi yang telah disiapkan yakni dengancara berkomunikasi secara intensif dengan pihakguru pertukaran, sehingga nantinya didapatkanmateri yang relevan untuk diajarkan kepadapeserta didik.

PEMBAHASAN

Profil Program TEX

Program TEX dapat dilakukan baik antarnegara maupun dalam negeri, sistem pertukaranguru ini dapat dilakukan rutin setiap tahunnya (Arif,2012:1). Di MAN 3 Malang, program inidilaksanakan sebanyak tiga kali. Satu kali di luarnegeri dan dua kali di dalam negeri. PelaksanaanProgram ini pada Tahun 2011.

Tujuan MAN 3 Malang melaksanakanProgram TEX yakni untuk meningkatkanprofesionalisme guru, menambah wawasan terkait

praktik pendidikan, bahasa, dan budaya. Haltersebut sesuai dengan pendapat Gachnang(1999:8) Program TEX untuk membangunprofesionalisme guru dan memberikan kesempatankepada guru untuk mendapatkan perspektif globalpada sejumlah isu-isu pendidikan. Selain itu,Mayness & Brink (1980:1) menyatakan tujuan dariProgram TEX yakni memberikan kesempatan bagilembaga pendidikan untuk bertukar teknikpelatihan, bahan, dan prosedur serta untukmenyediakan pelatihan pengembangan sumberdaya personil yang digunakan untuk membantulembaga dalam pembangunan program ke luar danke dalam pada masa yang akan datang dengananggaran dana yang tersedia.

Pelaksanaan Program TEX tidak lepas darikerjasama antara sekolah satu dan sekolah lain.Persetujuan kerjasama kedua belah pihak sekolahdisepakati secara tertulis melalui notakesepahaman/Memorandum of Understanding(MoU). Program pertukaran guru dibuktikanmelalui nota kesepahaman antara kedua belahpihak sekolah pertukaran (Finney dkk, 2002:96).Hal ini berbanding terbalik dengan Program TEXdi MAN 3 Malang. Program TEX dalam negeridi MAN 3 Malang MoU bersifat lisan, tidak adaMoU tertulis.

Berdasarkan penjelasan di a tas dapatdisimpulkan bahwa Program TEX merupakansalah satu program pengembangan profesi guruyang tujuannya untuk meningkatkanprofesionalisme guru. Dalam pelaksanaannyakerjasama yang baik antara kedua belah pihaksekolah sangat dibutuhkan demi terealisasinyaprogram agar berjalan sesuai dengan tujuan.

Indikator Keberhasilan Implementasi Program TEX

Pencapaian keberhasilan suatu programdapat terwujud adanya suatu indikatorkeberhasilan. Keberhasilan Program TEX di MAN3 Malang dapat diketahui melalui peningkatanprofesionalisme guru. Guru profesional adalah guruyang mampu mengelola dirinya sendiri dalammelaksanakan tugas-tugasnya sehari-hari (Ricedan Bishoprick dalam Bafadal, 2008:5).Profesionalisme guru dipandang sebagai satuproses yang bergerak dari ketidaktahuan menjaditahu, dari ketidakmatangan menjadi matang, daridiarahkan oleh orang lain menjadi mengarahkandiri sendiri.

Berdasarkan pengamatan peneliti, guruMAN 3 Malang yang sudah melaksanakan

198 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 193-202

Page 23: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Program TEX kemampuan kompetensi guru sudahbaik. Hal ini dapat diketahui saat mengajar di kelasdan peran guru tersebut pada kedudukan organisasidi madrasah. Hal ini mencerminkan ciri-ciri guruprofesional, adapun ciri-ciri guru profesional antaralain: (a) mampu berkomunikasi efektif denganpeserta didik, (b) memiliki empati yang kuat, (c)memiliki loyalty, (d) siap bekerja tanpa diseru, dan(e) memiliki kemampuan bersosialisasi antar guruatau kelompok (Danim dan Khairil, 2012:24).

Guru mendapat mengalaman yang banyakmelalui Program TEX. Pengalaman guru dalamProgram TEX akan memberikan dampak yangberarti terhadap gaya mengajar guru tersebut. Halini dikarenakan guru sudah memiliki pengalamanyang lebih banyak mengenai situasi belajar-mengajar yang diterapkan di tempat lain. Chapman& Thiel (1999: 470) menyatakan Program TEXmemberikan kesempatan bagi pendidik untukmendapatkan pemahaman budaya danpengetahuan tentang praktik pendidikan di seluruhdunia. Pendidik mendapat ide-ide baru mengenaisistem pembelajaran.

Madrasah dan guru mendapat profit daripelaksanaan Program TEX. Hal ini dapat diketahuimelalui bertambahnya relasi guru, bertambahnyapengetahuan tentang bahasa dan budaya, adanyasharing guru pasca pelaksanaan Program TEX,dan adanya program madrasah yang mengadopsidari sekolah pertukaran. Hal ini sesuai denganpendapat Rapoport (2007:83) bahwa profit PogramTEX yakni: (a) guru memiliki kesempatan untukmembandingkan organisasi, (b) guru memperolehpendidikan baru dan pengetahuan budaya, (c)memperkaya program pembelajaran rutin, (d) dapatberbagi pengetahuan baru dan pengalaman barudengan kolega, (e) memperluas ikatan antara duasekolah.

Berdasarkan hasil penjelasan tersebut, secaraglobal Program TEX dapat meningkatkanprofesionalisme guru. Hal ini disebabkan ProgramTEX dapat menempa kemandirian dankedewasaan, memperbanyak relasi guru, sertameningkatkan kualitas guru (Arif, 2012:1).

Langkah-Langkah Implementasi Program TEX

Program TEX merupakan salah satuprogram pengembangan SDM/guru. Dalammelaksanakan program ini substansi manajemenpendidikan yakni MSDM sebagai kunci utama.Departemen MSDM dapat mengaturpengembangan karier, misalnya mengadakan

program-program latihan dan kursus-kursuspengembangan karier dan SDM yang dibutuhkanlembaganya (Martoyo, 2000:88).

Pelaksanaan program TEX berawal dariperencanaan program yang terdiri atas evaluasidiri madrasah, pertemuan kepala madrasah,penentuan target, penentuan guru, dan kompensasiguru. Ketika Program TEX terselenggara, halyang tidak kalah penting yakni pengawasan ataumonitoring guru. Monitoring Program TEXdalam negeri di MAN 3 Malang yakni dilakukandengan kerjasama antar pihak kepala madrasahserta presensi guru yang dibuktikan melalui hasilprint out finger print. Pada Program luar negeridilakukan langsung oleh pihak Asia EducationFoundatin. Hal ini untuk mengetahui keberadaanguru di sekolah pertukaran agar tujuan programtercapai. Dalam melakukan monitoring,ketentuan-ketentuan standar diantaranya berapajumlah personel/guru yang harus ada dalamorganisasi yang bersangkutan untuk dapatmencapai sasaran yang ingin dicapai, kualitaskemampuan tenaga kerja/guru, dan pola karierguru (Martoyo, 2000:225).

Langkah selanjutnya dalam implementasiProgram TEX yakni melakukan evaluasi program.Terdapat dua jenis evaluasi dalam MSDM yaknievaluasi formatif dan evaluasi sumatif. MenurutUlfatin (2004:33), evaluasi formatif diarahkanuntuk perbaikan profesionalisme guru. Sedangkanevaluasi sumatif untuk membuat kebijakan bagiguru. Pada Program TEX di MAN 3 Malangevaluasi formatif dilakukan melalui one daypresentation pasca pelaksanaan Program TEX,MGMP lokal, rapat mingguan, dan rapat akhirtahun pelajaran yang pada akhirnya menghasilkanevaluasi diri madrasah. Tindak lanjut Program TEXyakni mengadopsi program dari sekolahpertukaran, menjalin komunikasi, dan melanjutkanProgram TEX pada tahun berikutnya.

Berdasarkan uraian di atas, langkah-langkahimplementasi Program TEX yang merupakanprogram pengembangan guru sependapat denganpenjelasan Bafadal (2008:45) antara lain: (a)mengidentifikasi kekurangan, kelemahan, danmasalah, (b) menetapkan program peningkatankemampuan profesional guru, (c) merumuskantujuan program, (d) menetapkan serta merancangmateri dan media yang akan digunakan dalampeningkatan kemampua profesional guru, (e)menetapkan serta merancang metode dan media,(f) menyusun dan mengalokasikan anggaranprogram, (g) melaksanakan program, (h) mengukur

Arief dkk, Implementasi Program Teacher Axchange dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru 199

Page 24: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

keberhasilan program, dan (i) menetapkan programtindak lanjut peningkatan kemampuan profesionalguru.

Faktor Pendukung Keberhasilan ImplementasiProgram TEX

Keberhasilan implementasi Program TEXtidak lepas dari adanya faktor pendukung dan tokohkunci dari pelaksanaan program ini. Faktorpendukung implementasi Program TEX terdiri atasfaktor eksternal dan faktor internal dari madrasah.Faktor eksternal adalah faktor dari luar yangmendukung terlaksananya program ini, misalnyakesepahaman antar sekolah pertukaran danadanya Bridge Project. Faktor internal yakni fakorpendukung yang berasal dari dalam madrasah,misalnya kesiapan guru, tersedianya anggarandana, dan infrastruktur yang memadai.

Tokoh kunci terlaksananya Program TEX diMAN 3 Malang adalah kepala madrasah, AsiaEducation Foundation, dan Kemenag. Hal inisesuai dengan pendapat Chapman & Thiel(1999:470) menjelaskan setiap program pertukarandikoordinasikan oleh departemen pendidikannegara bagian dengan bantuan stakeholderssekolah.

Faktor Penghambat Implementasi Program TEX

Saat Program TEX berlangsung gurumengalami kendala. Pada Program TEX luarnegeri, guru mengalami kendala saat menerangkanpelajaran di kelas, karena speaking BahasaInggris yang kurang sesuai denganpronounciation atau kurang dipahami olehpeserta didik. Hal ini terkadang membuat pesertadidik ramai sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapatFinney dkk (2002:97) menyatakan guru pelaksanaProgram TEX melaporkan bahwa kesulitanterbesar mereka ada kaitannya dengan pengelolaankelas dan disiplin. Guru juga mengalami hambatanpada Program TEX dalam negeri, yakni terkaitmateri ajar yang tidak sesuai dengan kurikulum diMAN 3 Malang. Hal ini mengakibatkan materiyang diajarkan tidak sesuai dengan yang disiapkanoleh guru sebelumnya.

Alternatif Pemecahan Masalah Implementasi ProgramTEX

Pemecahan masalah dalam implementasiProgram TEX di MAN 3 Malang yakni dengan

mengadakan rapat. Dari hasil rapat inimenimbulkan tindak lanjut yang berupa langkahkonkrit untuk mewujudkan hasil rapat. MisalnyaMAN 3 Malang dalam mengatasi kurangnyaanggaran untuk Program TEX dalammenindaklanjuti Program TEX pada tahunberikutnya, cara yang dilakukan yakni melalui rapatevaluasi diri madrasah yang dilakukan setiap akhirtahun pelajaran serta mengadakan rapat rutinsetiap dua minggu sekali. Selain rapat, dalammengatasi hal budgeting MAN 3 Malangmembuka UUM3M sebagai unit usaha madrasahdan PSBB. Untuk mengatasi minimnya anggaran,pihak madrasah perlu mempertimbangkanbeberapa faktor dalam memilih teknikpengembangan peningkatan profesionalisme guru.Menurut Bafadal (2008:46) faktor-faktor tersebutyakni, (a) guru yang akan dikembangkan, (b)kemampuan guru yang akan dikembangkan, dan(c) kondisi lembaga, seperti dana, fasilitas, danorang yang bisa dilibatkan sebagai pelaksana.

Solusi untuk memecahkan persoalan dalammengatasi kendala dalam implementasi ProgramTEX yang terkait dengan guru yakni pihak MAN3 Malang melakukan berbagai macam kegiatanuntuk pengembangan SDM. Peningkatanprofesionalisme guru dapat dilakukan melaluipenataran, lokakarya, pendidikan lanjutan,pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, danberbagai kegiatan akademik lainnya (Soetjipto danKosasi, 1994:42).

Pemecahan masalah praktis diselesaikansecara kondisional oleh guru pelaksana ProgramTEX. Misalnya saat pelaksanaan Program TEXdi Aquinas College yakni dengan cara mengajarmenggunakan sistem team teaching dan mentoryang berasal dari wali kelas. Hal ini merupakanbantuan yang paling efektif untuk manajemenkelas pada program pertukaran guru (Finney ,dkk,2002:97).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil paparan data danpembahasan, dapat disimpulkan: (1) profil ProgramTEX di MAN 3 Malang, MAN 3 Malang telahmelaksanakan Program TEX dalam negeri diMAN 4 Jakarta, MAN IC Gorontalo pada TahunAjaran 2011/2012. Selain itu, MAN 3 Malangmelaksanakan Program TEX luar negeri diAquinas College Queensland Australia pada

200 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 193-202

Page 25: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Tahun Ajaran 2010/2011. Program TEX dalamnegeri atas prakarsa Kepala madrasah, sedangkanProgram TEX luar negeri atas rekomendasi daripihak Kemenag Kanwil Jatim dalam mengikutiBridge Project, (2) indikator keberhasilanimplementasi Program TEX di MAN 3 Malang,terkait dengan perubahan guru yakni masalahmotivasi, kompetensi, strategi dan metodemengajar, kedispilinan, serta wawasan guru. Haldemikian ini terangkum menjadi satu yaknipeningkatan profesionalisme guru. Peningkatanprofesionalisme guru ini dapat dilihat melaluiaktivitas dan jabatan guru di madrasah. Dalamhal ini aktivitas guru terkait dengan aktivitasmengajar di kelas dan aktivitas tambahan guruterkait urusan manajerial madrasah, (3) langkah-langkah implementasi Program TEX di MAN 3Malang, yang pertama terkait persiapan madrasahdan persiapan guru yang akan melaksanakanprogram. Pihak madrasah melakukan monitoring,evaluasi, dan tindak lajut terhadap pelaksanaanprogram ini, (4) faktor pendukung keberhasilanimplementasi Program TEX di MAN 3 Malang,terdapat faktor internal, eksternal, dan tokoh kuncidalam implementasi Program TEX di MAN 3Malang. Faktor internal terkait kesiapan guru,anggaran dana, dan infrastruktur. Faktor eksternalterkait kesepahaman antar madrasah atau sekolah.Tokoh kunci yakni kepala madrasah dan pihak AsiaEducation Foundation, (5) faktor penghambatimplementasi Program TEX di MAN 3 Malang,hambatan yang dihadapi oleh pihak MAN 3Malang dalam implementasi Program TEX adalahterkait dengan anggaran dana, adanya pergantianKepala madrasah, faktor kesiapan SDM, dan

hambatan guru saat pelaksanaan program, (6)alternatif pemecahan masalah implementasiProgram TEX di MAN 3 Malang, dalammemecahkan masalah Progran TEX secaramanajerial menggunakan cara rapat. Adapununtuk mengatasi masalah anggaran danamenggunakan cara membuka usaha madrasahyakni UUM3M dan PSBB. Pemecahan masalahguru terkait pengelolaan dan pembelajaran di kelasmelalui mentor dari wali kelas dan team teaching.

Saran

Saran yang dapat diberikan: (1) bagi KepalaMAN 3 Malang, hendaknya dapat menindaklanjutiProgram TEX pada setiap tahun ajaran; (2) bagiGuru MAN 3 Malang, dapat lebih menyiapkan diriapabila ditunjuk untuk mengikuti Program TEX;(3) bagi para Dosen dan Ketua JurusanAdministrasi Pendidikan, hendaknya dapatberkontribusi dalam Program TEX ini, hal ini akanmenambah kajian mengenai Program TEX yangtermasuk pengembangan manajemen sumber dayamanusia di bidang pendidikan; (4) bagi KepalaDinas Pendidikan dan Kebudayaan, dapat menjadiperbaikan pelaksanaan Program TEX di lembagapendidikan formal yang dinaunginya; (5) bagiKepala Kementerian Agama, dapat melakukanmonitoring terhadap pelaksanaan Program TEXluar negeri dan pada Program TEX dalam negeridapat sebagai masukan untuk memperbaiki kualitasguru madrasah; dan (6) bagi peneliti lain, hasilpenelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satusumber rujukan dalam melakukan penelitiansejenis.

DAFTAR RUJUKAN

Arif. 2012. Teacher Exchange, SolusiPerbaikan Kualitas Guru, (Online),(http://arifabiw.blogspot.com/2012/10/teacher-exchange-solusi-perbaikan_8361.html), diakses Tanggal 19Februari 2013.

Bafadal, I. 2008. Peningkatan ProfesionalismeGuru Sekolah Dasar . Jakarta: BumiAksara.

Danim, S. & Khairil. 2012. Profesi Kependi-dikan. Bandung: Alfabeta.

Finney, P.B., Torres, J., & Jurs, S. 2002. The SouthCarolina/Spain Visiting Teacher Program.Scholarly Journals, (Online), 76 (2): 94-

97, (http://search.proquest.com), diaksesTanggal 17 April 2013.

Gachnang, S., Katherine, M., & Cynthia, B. 1999.Trading places: teacher e x c h a n g eprogram is an eye-opening experience forteachers from Down Under and Alberta.Trade Journals. (Online), 34 (1):8 – 10,(http://search.proquest.com), diaksesTanggal 1 Maret 2003.

Koswara, D. D., Suryana, A., & Triatna, C. 2009.Studi Dampak Program Sertifikasi Guruterhadap Peningkatan Profesionalisme danMutu. Jurnal Ilmu Pendidikan, 3 (1),

Arief dkk, Implementasi Program Teacher Axchange dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru 201

Page 26: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

(Online), (http://upi.edu.com), diaksesTanggal 21 Maret 2013.

Martoyo, S. 2000. Manajemen Sumber DayaManusia. Yogyakarta: BPFE.

Mayness, J.O & Brink, D. 1980. Arizona MigrantChild Education Teacher Exchange:Colorado. Educational Journal, 2 (1),(Online), (http://ovidsp.ovid.com), diaksesTanggal 1 Maret 2013.

Rapoport, A. 2007. International Exchange forEducators: The Role of Participants Culturein The Interpretation of Results. ScholarlyJournals, (Online), 36 (1): 83-105, (http://search.proquest.com), diakses Tanggal 1Maret 2003.

Soetjipto & Kosasi. 1994. Proyek Pembinaan danPeningkatan Mutu TenagaKependidikan. Jakarta: Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikandan Kebudayaan.

Supono, D. 2013. Pembenahan Kualitas GuruKunci Tingkatkan Pendidikan diIndonesia, (Online), (http://rri.co.id/index.php/berita/39759/Pembenahan-Ku a lit a s -Guru-Kunci-Tingka tka n-Pendidikan.htm), diakses Tanggal 19 Maret2013.

Ulfatin, N. 2004. Manajemen Sumber DayaManusia. Malang: AP FIP UM.

Wiyono, B. B. 2007. Metodologi Penelitian:Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, danAction Research (Burhanuddin, Ed).Malang: Universitas Negeri Malang.

Yin, R.K. 1996. Studi Kasus: Desain danMetode. Terjemahan M. Djauzi Mudzakir.2002. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

202 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 193-202

Page 27: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN OLEH KEPALA SEKOLAH

Kusmintardjo

E-mail: [email protected] Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang 65145

Abstract: One of the must-have characteristics of effective schools is leadership formidable learning.Leadership learning is a multidimensional construct (multidimensional construct) with respect tohow the principal organizing and coordinating the work life (the work life) in school. Leadershipeffective learning requires synergistic relationship between external factors school with learningleadership behavior, especially the behavior of school leaders in directing the internal dimensions ofthe school towards improving learning performance. External factors related to the school principal’sleadership includes learning the values and expectations of society (community values andexpectations), and institutional structures (institutional structure) in which the school is located.

Abstrak: Salah satu karakteristik yang harus dimiliki sekolah efektif adalah kepemimpinan pembelajaranyang tangguh. Kepemimpinan pembelajaran merupakan suatu konstruk multidimensi(multidimensional construct) yang berkenaan dengan bagaimana kepala sekolah mengorganisir danmengkoordinir kehidupan kerja (the work life) di sekolah. Kepemimpinan pembelajaran yang efektifmemerlukan hubungan yang sinergis antara faktor eksternal sekolah dengan perilaku kepemimpinanpembelajaran, khususnya perilaku pemimpin sekolah dalam mengarahkan dimensi-dimensi internalsekolah kearah peningkatan kinerja pembelajaran. Faktor eksternal sekolah yang berkaitan dengankepemimpinan pembelajaran kepala sekolah meliputi nilai-nilai dan harapan masyarakat (communityvalues and expectations), serta struktur kelembagaan (institutional structure) di mana sekolah ituberada.

Kata kunci: kepemimpinan pembelajaraan, kepala sekolah

Peranan kepemimpinan pembelajaran (instructio-nal leadership) dalam meningkatkan profesio-nalisme guru sudah lama diakui sebagai suatufaktor penting dalam organisasi sekolah, terutamaterkait tanggungjawabnya dalam meningkatkankualitas pembelajaran di sekolah (Gorton, 1991;Hallinger & Leithwood, 1994). Beberapa penelitiantentang keefektifan sekolah membuktikan bahwasekolah efektif (effective shools) mempersyarat-kan kepemimpinan pembelajaran yang tangguh(strong instructional leadership), di sampingkarakteristik-karakteristik lainnya, seperti: harapanyang tinggi pada prestasi murid, iklim sekolah yangkondusif bagi aktivitas belajar-mengajar, danmonitoring yang terus-menerus pada kemajuanmurid dan guru (Rossow, 1990; Smith and Andrew,1989; Gorton and Schneider, 1991). Nampaknyahasil-hasil penelitian yang ada mengindikasikanbahwa munculnya sekolah berprestasi, yangseringkali disebut sebagai sekolah yang berhasil(succesful school) atau sekolah yang baik (goodschool), tidak dapat dilepaskan dari peranan yang

dimainkan (kepala sekolah sebagai) pemimpinpembelajaran.

Peran penting kepemimpinan pembelajarandalam membina profesionalisme guru seharusnyamemiliki implikasi bahwa kepemimpinan sekolahperlu mengalihkan perhatian dari sekedarmelakukan pembinaan administratif menjadipembinaan profesional dengan pusat perhatianpada peningkatan kinerja pembelajaran di sekolah.Sebagai pemimpin pembelajaran yang tangguh,pimpinan sekolah harus “mematok” harapan yangtinggi (high expectations) pada kualitas kinerjaguru dan siswa, memahami dengan baik programpengajaran, dan mereka sering tampak (visible)di kelas mengobservasi guru mengajar sertamemberikan balikan (feed back) kepada gurudalam memperbaiki masalah-masalahpembelajaran (Davis and Thomas, 1989; DeRoche, 1985; Gorton and Schneider, 1991). Hasilpenelitian menunjukkan bahwa peranan kepemimpinan pembelajaran memiliki pengaruh terhadappertumbuhan prestasi belajar siswa melalui

203

Page 28: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

peningkatan kepuasan guru tentang pelaksanaanperanan profesionalnya (Smith and Andrew, 1989),melalui perbaikan iklim dan budaya sekolah, sertaorganisasi dan praktek pembelajaran (Heck,Larsen, and Marcoulides, 1990; Ubben andHughes, 1992). Dengan perkataan lain,kepemimpinan pembelajaran lebih bersifattransaksional yang dicirikan dengan pemuasanmengenai kebutuhan para guru dan muridberdasarkan tujuan yang disepakati bersama.

Tulisan ini berupaya untuk memberikangambaran kongkrit tentang apa dan bagaimanakepemimpinan pembelajaran di sekolah, danperanannya terutama dalam rangka meningkatkankinerja pembelajaran di sekolah.

KONSEP KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN

Kepemimpinan pembelajaran (instructionalleadership) adalah tindakan yang dilakukandengan maksud mengembangkan lingkungan kerjayang produktif dan memuaskan bagi guru, sertamengembangkan kondisi dan hasil belajar yangdiinginkan siswa (Greenfield, 1987; Gorton andSchneider, 1990). Definisi ini memiliki cakupanyang sangat luas, namun secara implisitmengandung maksud bahwa fokus kepemim pinanpembelajaran adalah pada perbaikan danpengembangan pembelajaran (Gorton &Schneider, 1991; Smith & Andrew, 1989). Adapunmotif utamanya untuk meningkatkan: (1)ketrampilan guru, (2) pelaksanaan kurikulum, (3)struktur organisasi, dan (4) kerja sama sekolahdengan orang tua siswa dan masyarakat (Ubbendan Hughes, 1992).

Lebih lanjut, Ubben dan Hughes (1992),menjelaskan bahwa yang mendasari motif utamatersebut adalah iklim dan kultur sekolah yangsangat diperlukan dalam mendukung keempat motiftersebut untuk berfungsi secara baik. Mengingattujuan akhir perbaikan dan pengembanganpembelajaran adalah peningkatan hasil belajarsiswa, maka kepemimpinan pembelajaran jugadapat diartikan sebagai tindakan untukmeningkatkan pertumbuhan belajar siswa. Hal inisesuai dengan pendapat DeBevoise (1984:14-15)yang mengatakan bahwa kepemimpinanpembelajaran adalah those actions that aprincipal takes, or delegates to others, topromote growth in student learning. Hal yangsama diungkapkan oleh Gorton (1990); David danThomas (1989), bahwa tujuan utama

kepemimpinan pembelajaran adalah memperbaikihasil belajar siswa, walaupun tujuan yang lebihdekat adalah untuk memperbaiki programpengajaran. Dengan demikian dapat dikatakanbahwa kepemimpinan pembelajaran pada dasarnyabertujuan memperbaiki program pengajaran disekolah, tentu saja , dalam upaya untukmeningkatkan hasil belajar siswa.

Menurut Kleine-Kracht (1993) kepemim-pinan pembelajaran dapat terjadi secara langsung(direct instructional leadership) dan tidaklangsung (indirect instructional leadership).Kepala sekolah bertindak sebagai directinstructional leaders bilamana mereka bekerjadengan guru-guru dan staf lainnya untukmengembangkan belajar siswa. Tindakan-tindakanseperti merencanakan pengajaran, observasi guru,mengadakan pertemuan balikan dengan guru, ataupemilihan materi pembelajaran adalah merupakantindakan direct instructional leadership darikepala sekolah. Sebaliknya, kepala sekolah jugadapat bertindak sebagai indirect instructionalleaders dengan cara memberikan kemudahan-kenudahan atas kepemimpinan orang lain denganmembangun kondisi-kondisi yang mendukungpelaksanaan pengajaran, membantu menyusunstandar penetapan materi pelajaran, seleksi guru,dan mengatur lingkungan internal dan eksternalsekolah.

Kepemimpinan pembelajaran adalah suatumultidimensional construct (Heck, et.al., 1990)yang berkenaan dengan bagaimana kepala sekolahdapat mengorganisir dan mengkoordinir kehidupankerja (the work life) di sekolah yang tidak hanyaberbentuk pengalaman-pengalaman belajar danprestasi belajar siswa, namun juga lingkungan dimana pekerjaan ini dilaksanakan. Apalagi denganakan diterapkannya otonomi daerah, khususnyabidang pendidikan (pasal 11, ayat 2 UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999), dan pendekatanmanajemen berbasis sekolah (school-basedmanagement), maka akan terjadi pengalihanbeberapa kewenangan pengambilan keputusan ketingkat sekolah. Dalam pada itu, pemimpinpembelajaran diharapkan memiliki kemampuandan kemandirian dalam menentukan arahpengembangan sekolah dengan mensinergikanpotensi-potensi yang dimilikinya dengan sumber-sumber yang terdapat di lingkungannya sehinggadapat menampilkan kinerja yang optimal, terutamadi bidang pembelajaran.

204 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 203-212

Page 29: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

PERANAN KEPEMIMPINAN PEMBELAJARANDALAM MENINGKATKAN KINERJA PEMBELA-JARAN

Berdasarkan beberapa pandangan tentangkepemimpinan pembelajaran di sekolah makadapat dikembangkan kerangka berpikir teoretiktentang kepemimpinan pembelajaran dalammeningkatkan pembelajaran di sekolah.

Gambar 1 menggambarkan bahwa kepemim-pinan pembelajaran yang efektif memerlukanhubungan yang sinergis antara faktor eksternalsekolah dengan per ilaku kepemimpinanpembelajaran kepala sekolah, khususnya perilakukepala sekolah dalam mengarahkan dimensi-dimensi internal sekolah kearah peningkatan kinerjaguru dan hasil belajar siswa (Ubben dan Hughes,1992; Rossow, 1990; dan Heck, et al., 1990)

Faktor eksternal sekolah yang berkaitandengan kepemimpinan pembelajaran kepalasekolah meliputi nilai-nilai dan harapan masyarakat(community values and expectations), sertastruktur kelembagaan (institutional structure) dimana sekolah itu berada. Sedangkan perilakukepemimpinan pembelajaran kepala sekolahdiwujudkan dalam bentuk kemampuan kepalasekolah dalam menetapkan misi sekolah (definingthe school’s mission), menata pembelajaran(instructional organization), meningkatkanpraktek pembelajaran, (improving instructionalpractices), dan menciptakan iklim pembelajaranyang positif (promoting a positive instructionalclimate).

Berikut uraian singkat tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan kepe-mimpinanpembelajaran kepala sekolah dalam meningkatkankinerja pembelajaran, sebagaimana telahdiungkapkan di atas.

Kepemimpinan Pembelajaran Berkaitan denganFaktor Eksternal Sekolah

Ada dua faktor eksternal yang berkaitandengan kepemimpinan pembelajaran yaitu: (1) nilai-nilai dan harapan masyarakat, dan (2) strukturkelembagaan sekolah (Ubben & Hughes, 1992;Rossow, 1990). Nilai-nilai dan harapan yangberkembang di masyarakat dapat memberikanpengaruh yang kuat pada perilaku kepemimpinanpembelajaran kepala sekolah (Ubben & Hughes,1992; Rossow, 1990). Kepala sekolah di sekolah-sekolah pusat kota (inner-city schools),menghabiskan sebagian besar waktunya untukmemenuhi tuntutan dan harapan masyarakat atasprestasi belajar siswa yang tinggi. Sebaliknya, disekolah pedesaan (rural schools), kepala sekolahmenghabiskan sebagian besar waktunya untukmenangani masalah-masalah perilaku siswasebagai dampak dari kemiskinan dan kesadaranpendidikan yang rendah dari para orang tua murid.Dalam hal ini, angka kriminalitas, pengangguran,dan kemiskinan yang tinggi berpengaruh pada nilai-nilai dan harapan-harapan masyarakat terhadapsekolah.

Masyarakat juga mempengaruhi perilakukepala sekolah melalui kemampuan dankemauannya mendukung secara langsungpengadaan sumber-sumber belajar yang diperlukansekolah, baik dalam bentuk dana maupun layanan-layanan. Oleh karena itu, minat dan tradisi-tradisiyang hidup di masyarakat selalu menjadi perhatiansekolah dalam menyusun program-programpendidikan. Minat dan tradisi masyarakat dalamolah raga misalnya, seringkali dijadikan salah satukegiatan yang disajikan pada programekstrakurikuler di sekolah. Dengan demikian,sebagai pemimpin pembelajaran, kepala sekolah

Kusmintardjo, Kepemimpinan Pembelajaran oleh Kepala Sekolah 205

NILAI-NILAI DAN HARAPAN MASYARAKAT

KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN

STRUKTURKELEMBAGAAN

PERANAN

1.

2.

3.

4.

MANAGEMENT ENGINEER

HUMAN ENGINEER

EDUCATIONAL ENGINEER

CHIEF

SOSIALISASI MISI SEKOLAH

PENATAAN PEMBELAJARAN

PENINGKATANPRAKTEK

PEMBELAJARAN

PENINGKATANIKLIM

PEMBELAJARAN

KINERJA PEMBELAJARAN

Gambar 1 Kepemimpinan Pembelajaran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kinerja Pembelajaran.

Page 30: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

diharapkan dapat memanfaatkan minat dan tradisimasyarakat dengan mengambil keuntungan darikelebihan-kelebihan yang ada pada masyarakatuntuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Di samping itu, setiap sekolah dipengaruhioleh organisasi di mana mereka menjadianggotanya. Pengaruh kelembagaan tersebutseringkali dapat ditemukan pada ketersediaansumber-sumber yang dibutuhkan sekolah, baiksumber material, dana, maupun sumber dayamanusia. Struktur kelembagaan sekolah menunjukpada bagai-mana kepala sekolah berinteraksidengan lembaga-lembaga yang menaungisekolahnya, seperti Dinas Pendidikan danKebudayaan kota/kabupaten dan propinsi,Pengawas Sekolah, KKKS (Kelompok KerjaKepala Sekolah), dan/atau yayasan yangmembawahkan suatu sekolah (khusus sekolahswasta).

Lembaga-lembaga lain yang juga dipandangberpengaruh pada prestasi sekolah, di antaranyaadalah Komite Sekolah, Dewan Pendidikan Kota,dan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran).Oleh karena itu, bagaimana kepala sekolahmemanfaatkan dukungan dan masukan-masukanyang diberikan oleh lem-baga-lembaga tersebut,akan sangat menentukan keberhasilan pencapaiantujuan pembelajaran di sekolah. Dalam hal ini,sebagai pemimpin pembelajaran, kepala sekolahdituntut bersikap proaktif dan kooperatif terhadapkecenderungan-kecenderungan yang berkembangdi masyarakat, khususnya institusi-institusi yangsecara kelembagaan memiliki kaitan erat denganupaya peningkatan pembelajaran di sekolah.

Hasil penelitian (Kusmintardjo, 2003)mengungkapkan bahwa peranan kepemimpinanpembelajaran kepala sekolah yang berkaitandengan faktor eksternal sekolah adalah kepalasekolah harus mampu menjadi mediator yangmengakomodasikan nilai-nilai dan harapanmasyarakat, serta mampu berkoordinasi denganpemerintah, dan/atau yayasan penyelenggarapendidikan sehingga memperoleh dukungan dalammeningkatkan kualitas proses dan hasilpembelajaran di sekolah. Secara lebih rinci peranankepemimpinan pembelajaran adalah sebagaiberikut: (a) pemimpin pembelajaran mampumengakomodasikan nilai-nilai dan harapanmasyarakat melalui peningkatan kualitaspembelajaran, seperti peningkatan disiplin kerjaguru dan siswa dalam KBM, evaluasi hasil belajaryang berkelanjutan, dan pengaturan pemberianprivate lesson (oleh guru) di luar jam sekolah,

sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dandukungan masyarakat; (b) pemimpin pembelajaranmampu berkoordinasi secara baik dengan instansi-instansi terkait, seperti Dinas Pendidikan, dan /atauyayasan penyelenggara pendidikan, pengawassekolah, ikatan alumni, dan masyarakat, baikmelalui pertemuan formal maupun informal,sehingga tercipta saling pengertian dankepercayaan guna kelancaran kegiatanpembelajaran di sekolah; dan (c) pemimpinpembelajaran mampu memanfaatkan isu-isukebijakan pemerintah dan /atau yayasan di bidangpembelajaran untuk mendorong guru-guru untukmeningkatkan kualitas kegiatan belajar-mengajardi sekolah.

Perilaku Kepemimpinan Pembelajaran KepalaSekolah (Principal’s Instructional LeadershipBehaviors)

Nilai-nilai (values) dan keyakinan-keyakinan(beliefs) pribadi kepala sekolah dan pengalaman-pengalaman (experiences) sebelumnya akanmempengaruhi keputusan dan tindakannya sebagaiseorang pemimpin pembelajaran (Rossow, 1990;Ubben & Hughes, 1992). Kepala sekolah denganlatar belakang konseling misalnya, mungkin lebihtangkas dalam mendengarkan pendapat stafsebelum mengambil suatu keputusan. Begitupunpengalaman kepala sekolah sebagai siswa danguru, dan pengalaman-pengalaman lainnyasebelum menjadi kepala sekolah, akanmemberikan kontribusi yang kuat pada sistem nilai(value system) personalnya. Kepala sekolah yangmemiliki bermacam-macam pengalaman di luarpendidikan akan memiliki sistem nilai yang berbedadaripada kepala sekolah yang tidak pernah bekerjadi luar bidang pendidikan. Begitupun, kepalasekolah yang menjunjung tinggi nilai-nilaidemokrasi akan menunjukkan perilakukepemimpinan yang berbeda dengan kepalasekolah yang tidak terlalu hirau terhadap nilai-nilaidemokrasi.

Keyakinan (belief) kepala sekolah tentangkemampuan siswa dalam belajar juga sangatpenting. Hasil penelitian sekolah efektif (Ubben& Hughes, 1992; Heck, et al., 1990; Rossow, 1990)menunjukkan bahwa kepala sekolah pada sekolahefektif memiliki strong beliefs and commitmentpada kemampuan siswa dalam belajar, tanpa pedulidengan ras, kondisi sosial, atau jender siswa-siswanya. Dengan demikian dapat dikatakanbahwa nilai, keyakinan, dan pengalaman kepala

206 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 203-212

Page 31: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

sekolah ini memiliki pengaruh yang kuat terhadapperilaku kepemimpinan pembelajaran kepalasekolah, terutama dalam menciptakan iklim dankultur sekolah. Sebagai pemimpin pembelajaran,kepala sekolah harus menunjukkan serangkaianperilaku kepemimpinan yang khusus. MenurutSergiovanni (1991), ada beberapa perilaku yangada pada seorang kepala sekolah, yaitu: technical,human, educational, symbolic, and culturalbehaviors.

Perilaku teknis (technical behaviors)berkenaan dengan aspek-aspek teknis darikepemimpinan kepala sekolah. Sebagai pemimpinpembelajaran, kepala sekolah mengekspresikanperilaku ini menjadi gagasan-gagasan atau ide-idesebagaimana yang ditampilkan oleh seorangmanagement engineer, yakni mampumewujudkan manajemen sekolah yang efektif danefisien (Sergiovanni, 1991; Ubben & Hughes,1992). Perilaku tehnis ini mencakup: penerapantehnik-tehnik perencanaan, pengorganisasian,pengkoordinasian, dan pengawasan secara baik.Termasuk juga dalam perilaku teknis ini adalahpraktek manajemen kantor yang baik, teknikpenjadwalan yang baik, penetapan sasaran dantujuan yang tepat. Dengan perkataan lain, perilakutehnis ini pada dasarnya merupakan sesuatu yangakan memastikan bagi terwujudnya manajemensekolah yang efektif dan efisien (Ubben &Hughes, 1992).

Perilaku hubungan antar manusia (humanrelations behaviors) merupakan perilaku yangberkenaan dengan aspek-aspek manusiawi darikepemimpinan. Sebagai pemimpin pembelajaran,kepala sekolah mengekspresikan kekuatan inimenjadi gagasan-gagasan sebagaimana yangdituntut dari seorang human engineer, yaituperilaku yang menekankan pada: (a) penerapanketrampilan hu-bungan antar manusia (humanrelations skills), (b) penguasaan tehnik motivasiyang baik, dan (c) kemampuan membangunsemangat (morale) kerja yang tinggi dalamorganisasi (Sergiovanni, 1991). Penggunaanparticipatory management yang tepatmerupakan bagian integral dari perilaku ini.Ketrampilan ini memberikan kontribusi besar,terutama bagi penciptaan iklim yang kondusif disekolah (Ubben & Hughes, 1992).

Perilaku edukasional (educationalbehaviors) merupakan perilaku yang berkenaandengan aspek-aspek kepemimpinan yangberhubungan dengan pengeta-huan keahliantentang pendidikan dan persekolahan. Sebagai

pemimpin pembela-jaran, kepala sekolah dituntutuntuk dapat mengekspresikan kekuatan ini denganmemainkan peran sebagai clinical practitioner(Sergiovanni, 1991). Dalam hal ini, sebagaipemimpin pembelajaran, kepala sekolah harusmemiliki pengetahuan dan kemampuanmendiagnosis masalah-masalah pendidikan danpembelajaran di sekolah, melaksanakan fungsisupervisi klinis, mengembangkan staf, serta meng-evaluasi dan mengembangkan programpembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa(Ubben & Hughes, 1992).

Perilaku simbolik (symbolic behaviors)merupakan perilaku yang berkenaan dengan aspek-aspek simbolik dari kepemimpinan. Apabilamengekspresikan kekuatan ini, sebagai pemimpinpembelajaran, kepala sekolah memainkan peranansebagai chief (Sergiovanni, 1991). Tindakan-tindakan simbolik dapat diekpresikan olehpemodelan (modelling) kepala sekolah dalammenekankan perilaku yang ia inginkan(Sergiovanni, 1991). Bila kepala sekolahmengajarkan tentang kedisiplinan di kelas misalnya,maka ia memberi tekanan dengan memberi contohtentang pentingnya disiplin dalam kehidupan. Olehkarena itu, kepala sekolah perlu menciptakan suatusistem informasi yang memudahkan para stafsekolah dan siswa mengetahui tentang apa yangbernilai di sekolah, serta mendorong mereka untukmemanfaatkannya untuk peningkatan motivasi dankinerja mereka.

Perilaku kultural (cultural behaviors) inimengacu pada aspek-aspek kultural darikepemimpinan. Fungsi kepala sekolah sebagaipemimpin kultural adalah sebagai high priest disekolah (Sergiovanni, 1991). Dalam memainkanperannya sebagai pemimpin kultural, kepalasekolah mengidentifikasi diri dengan kekuatan nilai-nilai (values) dan keyakinan-keyakinan (beliefs)tentang sekolah yang membuat sekolah menjadiunik. Pemimpin kultural berusaha membanguntradisi-tradisi sekitar sekolah menjadi lebih bernilaitinggi. Ia bertukar pikiran dengan orang lain tentangapa yang lebih bernilai di sekolah denganmenceritakan sejarah keberhasilan sekolah di masalalu untuk menguatkan tradisi-tradisi tersebut(Ubben &Hughes, 1992).

Hal yang harus diingat adalah bahwakehidupan kultural di sekolah merupakan realitasyang dapat dibangun, dan oleh karena itu sebagaipemimpin pembelajaran, kepala sekolahdiharapkan dapat memainkan peranan pentingdalam membangun realitas ini. Aktivitas-aktivitas

Kusmintardjo, Kepemimpinan Pembelajaran oleh Kepala Sekolah 207

Page 32: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

kepemimpinan yang berhubungan dengan culturalbehaviors di antaranya adalah mengartikulasikantujuan dan misi sekolah, mensosialisasikan stafbaru di sekolah, memelihara tradisi-tradisi sekolahyang bernila i tinggi, mengembangkan danmemainkan sistem simbol-simbol, sertamemberikan penghargaan terhadap siapa sajawarga sekolah yang mampu merefleksikan kultursekolah pada pelaksanaan tugasnya di sekolah.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkanbahwa perilaku kepemimpinan pembelajarankepala sekolah, yaitu perilaku teknis, hubunganantar manusia, edukasional, simbolik, dan perilakukultural, merupakan suatu kesatuan yang integral.Dalam hal ini, Rossow (1990) mengatakan bahwameskipun nampak adanya hubungan antaraperilaku tehnis, hubungan antar manusia, danperilaku edukasional, namun hal ini bukanlahjaminan bagi keunggulan suatu sekolah jika tidakjuga didukung oleh perilaku simbolik dan kulturaldari kepala sekolahnya. Dalam pada itu, perilaku-perilaku kepemimpinan pembelajaran kepalasekolah yang dimaksud dapat mempengaruhistruktur internal sekolah, yang pada akhirnyamampu meningkatkan hasil pembelajaran disekolah (Ubben & Hughes, 1992).

Hasil penelitian (Kusmintardjo, 2003)mengungkapkan peranan kepala sekolah yangberkaitan dengan perilaku kepemimpinanpembelajaran dalam meningkatkan pembelajarandi sekolah adalah bahwa kepala sekolah diharapkanmampu menerapkan prinsip dan teknik manajemenbidang pembelajaran, teknik-teknik motivasi, sertadiharapakan mampu mendiagnosa masalah-masalah pembelajaran dan tindakan-tindakaninovatif dengan melibatkan seluruh komunitassekolah sehingga tercipta image masyarakattentang sekolah berprestasi, khususnya kualitasproses dan hasil pembelajaran.

Secara rinci peranan kepala sekolah tersebutmeliputi: (a) pemimpin pembelajaran diharapkanmampu menerapkan tehnik-tehnik perencanaan,pengorganisasian, pengkoordinasian, danpengawasan di bidang pembelajaran sehinggamemperlancar pelaksanaan tugas guru mengelolakegiatan pembelajaran di kelas (managementengineer); (b) pemimpin pembelajaran diharapkanmampu menerapkan tehnik motivasi dankomunikasi antar pribadi, serta pendekataankekeluargaan dan keagamaan dalam upayamembangun moral kerja yang tinggi di antarapersonil sekolah, khususnya guru dalammenjalankan tugas mengajarnya di kelas

(comunicator); (c) pemimpin pembelajarandiharapkan mampu mendiagnosa masalah-masalahpembelajaran dan melakukan tindakan-tindakaninovatif dalam rangka meningkatkan kualitas prosesdan hasil pembelajaran di sekolah (clinicalpractit ioner); (d) pemimpin pembelajarandiharapkan mampu menampilkan dirinya sebagaisosok pimpinan (chief) yang selalu siapmendiskusikan masalah-masalah pembe-lajarandengan guru-guru dan siswa dalam rangkameningkatkan kualitas proses dan hasilpembelajaran di sekolah (role model); dan (e)pemimpin pembelajaran diharapkan mampumembangun kesan (image) masyarakat tentangsekolah berprestasi melalui kepiawaiannyamengartikulasikan tujuan dan misi sekolah, sertamemainkan simbol-simbol dalam rangkameningkatkan kualitas proses dan hasilpembelajaran di sekolah (high priest).

Kepemimpinan Pembelajaran Kepala Sekolah yangBerkaitan dengan Dimensi-Dimensi Internal Sekolah

Dimensi-dimensi internal kepemimpinanpembelajaran kepala sekolah dalam meningkatkanpembelajaran adalah merupakan perwujudan dariperilaku kepala sekolah sebagai pemimpinpembelajaran (Heck, et al., 1990; Ubben &Hughes, 1992). Dengan perkataan lain,implementasi perilaku kepemimpinan pembelajarankepala sekolah dapat dilihat dari kemampuannyamengelola dimensi-dimensi internal sekolahsehingga guru-guru terdorong untuk meningkatkankinerjanya. Dimensi-dimensi internal sekolahtersebut meliputi: penetapan misi sekolah (definingthe school’s mission), penataan pembelajaran(instructional organization), peningkatan praktekpembelajaran (improving instructional practice),dan peningkatan iklim pembelajaran yang positifdi sekolah (promoting positive school climate)(Hallinger, et al., 1983; Rossow, 1990; Ubben &Hughes, 1992). Berikut uraian tentang peranankepala sekolah tersebut.

Menetapan Misi Sekolah (Defining the School’sMission)

Pada dasarnya visi dan misi sekolahmerupakan rumusan tentang “sekolah ini inginmenjadi apa” (what the school can be), dantentang “apa yang mereka inginkan untuk dicapai”(what they want to accomplish) di masa datang(Davis & Thomas, 1989; Sinamo, 1998). Dalam

208 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 203-212

Page 33: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

pada itu, Hallinger, et al. (1983) menegaskanbahwa misi sekolah efektif adalah improvingstudent achievement.

Sebagai pemimpin pembelajaran, kepalasekolah memiliki peranan penting, terutama dalampenyusunan (framing) dan pengkomunikasian(communica-ting) visi dan misi sekolahnya kepadapihak-pihak terkait, baik pada situasi formalmaupun informal. Bagaimana visi dan misi sekolahdikembangkan, Archilles (dalam Davis & Thomas,1989) mengatakan bahwa visi sekolah dapatdikembangkan dengan: (a) membaca literaturtentang sekolah efektif, terutama tentang visikepala sekolahnya, dan (b) mengunjungi sekolahefektif dan belajar tentang apa yang terjadi padakepemimpinan yang efektif.

Oleh karena itu, sebagai pemimpinpembelajaran, kepala sekolah pada sekolah efektifseharusnya memiliki: (1) visi yang jelas tentangapa yang ingin dicapai sekolah, (2) kemampuanmenetapkan tujuan dan sasaran sekolah sesuaidengan visi tersebut dan menyampaikannyakepada warga sekolah, (3) kemampuan untukmemantau kemajuan sekolah secara kontinyusesuai dengan visi sekolah, dan (4) sikap suportifdan korektif bila ada penyimpangan pelaksanaankegiatan yang tidak mengarah pada visi sekolah(Rutherford, dalam Smith & Andrews, 1989).

Menata Pembelajaran (Instructional Organization)

Penataan pembelajaran menunjuk padaaspek-aspek teknis dari program sekolah (Rossow,1990). Sebagai contoh, penyusunan rancangan dantujuan pembelajaran, pengelompokan guru dalamtim guru bidang studi, pengelompokan siswa dalamkelas, ukuran kelas (class size), penataan strukturjadwal, penetapan sistem penyediaan danpengiriman sumber-sumber pembelajaran yangdibutuhkan guru (Heck, et al., 1990; Rossow, 1990;Ubben & Hughes, 1992).

Meningkatkan Praktek Pembelajaran (InstructionalPractice)

Praktek pembelajaran berkenaan denganmetode apa yang digunakan guru, dan bagaimanametode tersebut digunakannya dalam mengajar dikelas (DeRoche, 1987). Pemimpin pembelajaranperlu memelihara hubungan yang akrab (closecontact) dengan pelaksanaan mengajar guru dikelas dengan sering melakukan kunjungan kelasuntuk mengobservasi guru mengajar dan

mendiskusikan hasil observasi dengan guru untukmeningkatkan proses pembelajaran di kelas(Hallinger, et al., 1983; Ubben & Hughes, 1992;Rossow, 1990). Dengan perkataan lain, sebagaipemimpin pembelajaran, kepala sekolah lebihbanyak memerankan fungsi super-visi pengajarandalam rangka meningkatkan mutu praktekpembelajaran dan hasil belajar siswa di sekolah.

Menciptakan Iklim Pembelajaran yang Positif diSekolah (Positive School climate)

Iklim sekolah sangat diperlukan untukmeningkatkan keefektifan organisasi sekolah,terutama keefektifan kegiatan belajar-mengajar dikelas. Untuk membangun iklim sekolah yang positifdiperlukan perilaku-perilaku kepemimpinanpembelajarn yang dapat dipilah menjadi perilakutechnical, human, educational, symbolic, andcultural behaviors (Sergiovanni, 1991).

Pengembangan iklim belajar yang positif disekolah memerlukan dasar struktur organisasi yangbaik, dan ini dapat ditingkatkan melalui partisipasiaktif dari seluruh komunitas sekolah dan para orangtua murid (Heck, et al., 1990; Ubben & Hughes,1992). Iklim pembelajaran yang baik seharusnyalebih menekankan pada keyakinan bahwa semuaanak dapat belajar, dan dengan mengembangkanstruktur hadiah (reward structure) untukmendorong aktivitas belajar siswa.

Iklim sekolah menunjuk pada karaktersekolah secara keseluruhan, dan juga berkenaandengan bagaimana persepsi guru dan siswaterhadap sekolahnya (Rossow, 1990). Iklim sekolahjuga mencakup aspek-aspek fisik dan sosial dalamsuatu keseluruhan sekolah. Iklim sekolah dapatdiubah mulai dari perubahan warna temboksekolah, penambahan atau pengurangan waktuistirahat, dan sampai pada aturan hubunganinterpersonal di antara warga sekolah. Tugas kepalasekolah adalah menciptakan iklim yangmenyampaikan kepada para staf sekolah dansiswa bahwa sekolah adalah tempat yangmenyenangkan dan dapat membantu merekamencapai sukses dalam kegiatan belajar-mengajardi sekolah.

Akhirnya, perlu disadari bahwa tidak satupundari empat dimensi kepemimpinan pembelajarankepala sekolah, yakni: penetapan visi dan misisekolah, penataan pembelajaran, peningkatanpraktek pembelajaran, dan penciptaan iklimpembelajaran yang positif, yang satu lebih pentingdari yang lainnya. Usaha-usaha untuk menerapkan

Kusmintardjo, Kepemimpinan Pembelajaran oleh Kepala Sekolah 209

Page 34: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

satu dimensi berpengaruh pada tiga dimensi yanglain. Sebagai contoh, implementasi sistem ganjaran(reward system) pada dimensi praktekpembelajaran diarahkan pada perbaikan iklimbelajar. Bila sistem ganjaran ini diorganisasikandengan baik dan ditingkatkan secara memadai,maka akan melembaga dan menjadi bagian darikultur sekolah (Bossert, 1983).

Dalam kerangka berpikir teoretikkepemimpinan pembelajaran kepala sekolah,keempat dimensi internal kepemimpinanpembelajaran kepala sekolah tersebut berkaitandengan peningkatan kinerja guru dan hasil belajarsiswa di sekolah. Dengan perkataan lain, secarateoretik perilaku kepemimpinan pembelajarandalam meningkatkan kinerja guru dan hasil belajarsiswa dapat diwujudkan melalui kemampuannyamenetapkan visi dan misi sekolah, menatapembelajaran, meningkatkan praktek pembelajaran,dan menciptakan iklim pembelajaran yang positifdi sekolah.

Hasil penelitian Kusmintardjo (2003)mengungkapkan peranan kepemimpinanpembelajaran kepala sekolah yang berkaitandengan dimensi-dimensi internal sekolah adalahbahwa kepala sekolah harus mampumengaktualisasikan perilaku kepemimpinanpembelajaran pada aktivitas-aktivitas yang terkaitdengan sosialisasi misi sekolah, penataanpembelajaran, peningkatan praktek pembelajaran,dan penciptaan iklim pembelajaran yang sehat disekolah. Secara rinci peranan kepemimpinanpembelajaran tersebut meliputi: (a) pemimpinmampu mengkomunikasikan visi dan misi sekolah,serta merealisasikan nya ke dalam tujuan danprogram sekolah serta kebijakan-kebijakansubstantif bidang pembelajaran dalam upayameningkatkan kegiatan pembelajaran di sekolah;(b) pemimpin mampu mengorganisasikan kegiatanpembelajaran, baik intrakurikuler maupunekstrakurikuler, melalui manajemen partisipatif dankegiatan inovatif bidang pembelajaran sehinggaproses dan hasil pembelajaran meningkat; (c)pemimpin menaruh harapan tinggi pada kinerja gurudan prestasi belajar siswa melalui penetapanstandar akademik siswa yang tinggi dan kegiatan

evaluasi belajar siswa yang obyektif danberkelanjutan, sehingga mendorong terjadinyapeningkatan kinerja guru dan siswa, serta partisipasiorang tua murid; (d) pemimpin mampumendiagnosis masalah-masalah pembelajaran diantaranya melalui supervisi kunjungan kelas, sertamenyelenggarakan program in-service, baik dalambentuk off the job training maupun on the jobtraining sesuai dengan kebutuhan guru-guru; (e)pemimpin mampu memanfaatkan hasil belajarsiswa, dan mendorong guru-guru untukmemanfaatkan sum-ber-sumber pembelajaranyang ada secara optimal dalam upayamengefektifkan pencapaian hasil pembelajaran disekolah; (f) pemimpin mampu menciptakanmekanisme kerja yang dapat mendorong terjadinyadiskusi-diskusi formal dan informal tentang isu-isupembelajaran dengan guru-guru dan siswa disekolah; (g) pemimpin mampu menciptakan sistempenghargaan (reward) terhadap prestasi sehinggamenciptakan iklim kompetitif serta memberikankepuasan bagi personil sekolah dalammelaksanakan tugasnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas maka dapatdirumuskan kesimpulan sebagai berikut. Pertama,sebagai kepemimpinan pembelajaran, kepalasekolah diharapkan mampu mengekspresikanperilaku-perilaku kepemimpinan pembelajaranyang dicirikan dengan peranan dan fungsinyasebagai management engineer, communicator,clinical practioner, role model, dan sebagaihigh priest. Kedua, sebagai pemimpin pembela-jaran, kepala sekolah harus mempertimbangkanfaktor eksternal dalam upayanya meningkatkanpembelajaran, yakni: faktor nilai-nilai dan harapanmasyarakat, dan faktor struktur kelembagaansekolah. Ketiga, sebagai pemimpin pembelajaran,ada empat dimensi internal sekolah yang perludipertimbangkan kepala sekolah dalammeningkatkan kinerja pembelajaran, yaknisosialisasi visi dan misi sekolah, penataanpembelajaran, peningkatan praktek pembelajaran,dan penciptaan iklim pembelajaran yang sehat.

DAFTAR RUJUKAN

Beeby, C.E. 1979. Pendidikan di Indonesia:Penilaian dan Pedoman Perencanaan.Terjemahan oleh BP3k dan YIIS. 1981.Jakarta: LP3ES.

Bossert, S.T., Dwyer, D.C., Rowan, B., & Lee,G.V. 1982. The Instructional ManagementRole of the Principal. EducationalAdministration Quarterly, 18(3): 34-64.

210 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 203-212

Page 35: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Bradshaw, L.K. 1999. Opportunities forInstructional Leadership at Rolling RidgeMiddle School. The Journal of Cases inEducational Leadership, (Online), Volume2, Number 3, (http://www.ucea.org/cases/V2-Iss3/rolling.html, diakses 1 April 2000).

Brookover, W.B., & Lezotte, L.W. 1982. CreatingEffective School: An In-service Programfor Enhancing School Learning Climateand Achievement. Holmes Beach, Florida:Learning Publicity, Inc.

Davis, G.A., & Thomas, M.A. 1989. EffectiveSchools and Effective Teachers. Boston:Allyn and Bacon.

DeRoche, E.F. 1987. An Administrator’s Guidefor Evaluating Programs and Personnel:An Effective Schools Approach. Boston:Allyn and Bacon, Inc.

Gorton, R.A., & Schneider, G.T. 1991. Schools-Based Leadership: Challenges andOpportunities. Dubuque, Iowa: Wim C.Brown Company Publisher.

Greenfield, W.D. 1987. Instructional Leadership:Concepts, Issue, and Controversies .Boston: Allyn and Bacon.

Hackman, D.G. 1999. Interviewing for ThePrincipalship. The Journal of Cases inEducational Leadership, (Online), Volume2, Number 2, (http://www.ucea.org /cases/V2-Iss2/princip1.html, diakses 1 April2000).

Hallinger, P., & Leithwood, K. 1994. Introduction:Exploring the Impact to PrincipalLeadership. School Effectiveness andSchool Improvement: An InternationalJournal of Research, Policy, andPractice. September, 5(3): 206—218.

Hersey, P., & Blanchard, K.H. 1977. Manage-ment of Organizational Behavior .Englewood Cliffs, N J: Prentice-Hall, Inc.

Heck, R.H.; Larsen, T.J.,& Marcoulides, G.A.1990. Instructional Leadership and SchoolAchievement: Validation of a Causal Model.Educational Administration Quarterly,26(2): 94-125.

Hoy, W.K., & Miskel, C.G. 1982. EducationalAdministration: Theory, Research, andPractice. Second Edition. New York:Random House, Inc.

Kleine-Kracht, S.P. 1993. Indirect InstructionalLeadership: An Administrator’s Choice.Educational Administration Quarterly,29(2): 187-212.

Kimbrough R.B., & Burkett, C.W. 1990. ThePrincipalship: Concept and Practice.Englewood Cliffs, N J: Prentice Hall.

Kusmintardjo. 2003. KepemimpinanPembelajaran Kepala Sekolah dalamMeningkatkan Kinerja Guru. DisertasiTidak Diterbitkan. Malang: PPS UM.

Lambert, L. 1998. Building Leadership Capacityin Schools. Alexandria, Virginia USA:Association for Supervision and CurriculumDevelopment (ASCD).

Osborn, D., & Gaebler, T. 1997. ReinventingGovernment: How the EntrepreneurialSpirit is Transforming the Public Sector.Terjemahan oleh Abdul Rosjid. Jakarta: PTPustaka Binaman Pressindo.

Owen, R.G. 1987. Organizational Behavior inEducation. Englewood Cliffs, N.J.:Prentice-Hall, Inc.

Renihan, F.I., & Renihan, P.J. 1984. EffectiveSchools, Effective Administration, andInstitutional Image. The CanadianAdministrator, Departemen of Educa-tional Administration, The University ofAlberta, 24(3): 1-6.

Robbins, S.P. 1998. Organizational Behavior:Concepts, Controversies, Appli-cations.New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Rossow. L.F. 1990. The Principalship:Dimensions in Instructional Leadership.Boston: Allyn and Bacon.

Sergiovanni, T.J. 1991. The Principalship: ARef lective Practice Perspective.Boston: Allyn and Bacon.

Smith W.F., & Andrews, R.L. 1989.Instructional Leadership: HowPrincipals Make A Difference.Washington, DC: ASCD Publications.

Tilaar, H.A.R. 1991a. Regional Development,Quality of Regional University andSecondary School Preparation inIndonesia. Makalah disajikan padaConference on Improving Quality in HigherEducation: Indonesia as a Case, Universityof California, Berkeley, April 1-3.

Townsend, T. 1994a. Goals for EffectivenessSchools: The View from the Field. SchoolEffectiveness and School Improve-ment: An International Journal ofResearch, Policy, and Practice. 5(2):127—148.

Kusmintardjo, Kepemimpinan Pembelajaran oleh Kepala Sekolah 211

Page 36: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Ubben, G.C., & Hughes, L.W. 1992. ThePrincipal: Creative Leadership forEffective Schools. Boston: Allyn andBacon.

Yukl, G.A. 1989. Leadership in Organizations.Englewood Cliffs, N J: Prentice-Hall,Inc.

212 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 203-212

Page 37: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

MASALAH GURU DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013DAN KERANGKA MODEL SUPERVISI PENGAJARAN

MaisyarohWildan Zulkarnain

Arbin Janu SetyowatiSusriyati Mahanal

Email: [email protected] Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang 65145

Abstract: The purpose of research to map the problems faced by the teacher; find a model ofsupervision teaching activities of teachers, principals and supervisors; and the development of amodel to improve the teacher’s ability to solve problems when implementing the curriculum in 2013.This study includes research development. Research subjects consisted of elementary teachersclass I and IV, the principal, and superintendent of schools in East Java. The technique of collectingdata through questionnaires, interviews and focus Group Discussion (FGD). Descriptive data analysistechniques. The research found problems when implementing Curriculum 2013 teachers in theachievement of standards: content, process, competence of graduates, and assessment. Supervisedlearning models to help solve the problem of teachers include the application of the supervisiongroup, then to teachers who face special problems applied to individual supervision models.

Abstrak: Tujuan penelitian untuk mengetahui peta permasalahan yang dihadapi guru; menemukanmodel supervisi pengajaran yang dilakukan guru, kepala sekolah dan pengawas; serta pengembanganmodel untuk meningkatkan kemampuan guru dalam memecahkan masalah saat mengimplementasikankurikulum 2013. Penelitian ini termasuk dalam riset pengembangan. Subjek penelitian terdiri atas guruSD kelas I dan IV, kepala sekolah, serta pengawas sekolah di Jawa Timur. Teknik pengumpulan datamelalui angket, wawancara dan focus group discusion (FGD). Teknik analisis data secara deskriptif.Hasil penelitian ditemukan permasalahan guru saat implementasi Kurikulum 2013 dalam pencapaianstandar: isi, proses, kompetensi lulusan, dan penilaian. Model supervisi pembelajaran untuk membantumemecahkan masalah guru meliputi penerapan model supervisi kelompok, kemudian untuk guruyang menghadapi masalah khusus diterapkan model supervisi individual.

Kata kunci: masalah, model supervisi pengajaran, kurikulum 2013

Perkembangan teknologi komunikasi mewarnaisemua lini kehidupan. Bidang pendidikan menjadikomponen yang strategis dalam perkembangannya.Sumber daya manusia menjadi faktor yang pentingdalam mengikuti perkembangan yang ada. Pendidikdan tenaga kependidikan merupakan komponenesensial dalam menjamin mutu dan menentukantarget standarisasi pendidikan. Salah satu faktorutama yang sangat menentukan dalammeningkatkan mutu pendidikan adalah guru. Gurumerupakan ujung tombak dalam peningkatan mutupendidikan. Peningkatan mutu pendidikan ditandaidengan adanya peningkatan mutu proses dan hasilbelajar siswa. Tinggi rendahnya mutu proses danhasil belajar siswa banyak ditentukan olehkemampuan mengajar guru. Apabila guru memiliki

kemampuan mengajar yang baik, maka akan bisamembawa dampak peningkatan iklim belajarmengajar yang baik tersebut. Dengan iklim belajarmengajar yang baik akan membawa dampakmeningkatnya hasil belajar siswa. Di sisi lain meskiIndonesia menduduki peringkat keempat dunia darisisi jumlah guru dan sekolah, tetapi Indonesia belumbisa bersaing dari sisi kualitas pendidikan yangdisebabkan masih rendahnya mutu guru (Wahiddalam Harian Pikiran Rakyat, Selasa, 08Desember 2009).

Kurikulum sebagai salah satu komponendalam proses belajar mengajar menjadi instrumenpenting dalam mengarahkan perkembangankompetensi siswa. Sementara di sisi lainperkembangan kurikulum dilakukan untuk

213

Page 38: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

menjawab tantangan dan mengikuti perkembanganyang ada. Penerapan kurikulum 2013 yang salahsatu alasannya untuk menjawab tantangan masadepan terkait kemajuan teknologi informasi dankonvergensi ilmu dan teknologi perlu mendapatperhatian dari semua komponen di sekolah.

Ditinjau dari perubahan yang terjadi biladibandingkan dengan Kurikulum Tingkat SatuanPendidikan (KTSP), maka di dalam Kurikulum2013 lingkup standar nasional pendidikan padastandar kompetensi lulusan, standar isi, standarproses dan standar penilaian menjadi perhatianutama dalam perubahan kurikulum tersebut.Meskipun dalam sosialisasi dan rencanaimplementasinya masih banyak yang pro dan kontraterkait dengan implementasi kurikulum 2013. Yangkontra kebanyakan belum paham sepenuhnyatentang hakekat Kurikulum 2013. Misalnya Driana,E., “Gawat Darurat Pendidikan” (Kompas 12Desember 2012) yang mengharapkan sebelumKurikulum 2013 disyahkan baiknya dilakukanevaluasi terhadap kurikulum sebelumnya.Sementara pihak yang pro misalnya Abduhzen, M.(Kompas 21 Pebruari 2013) “Urgensi Kurikulum2013” dan (Kompas 6 Maret 2013) “ImplementasiPendidikan”, mengatakan dengan konsepkurikulum berbasis kompetensi, tak tepat jika adayang mengatakan bahwa Pemerintah salahsasaran saat merencanakan perubahan karenayang perlu diperbaiki sebenarnya metodologipembelajaran, bukan kurikulum.

Berdasarkan gambaran dar i persepsimasyarakat tersebut, maka profil tentangkemampuan dan kesulitan dalam mengimplemen-tasikan kurikulum 2013 secara menyeluruh perludigali lebih lanjut. Kemampuan mengajar guru perlusenantiasa ditingkatkan atau dengan kata lain guruharus tumbuh dalam jabatan. Pertumbuhan danpeningkatan kemampuan mengajar guru perlu terusdikembangkan. Salah satu sarana utama untukmeningkatkan kemampuan mengajar guru adalahmelalui kegiatan supervisi. Supervisi pengajaranadalah proses pemberian bantuan kepada gurudengan jalan memberikan dorongan, rangsanganatau bimbingan untuk memperbaiki danmeningkatkan proses belajar mengajar. Pemberianbantuan tersebut, bisa dilakukan dengan beberapacara, antara lain melalui wawancara, seminar,lokakarya, diskusi, rapat, demonstrasi mengajar, danobservasi kelas.

Selanjutnya perkembangan ilmu danteknologi semakin pesat menuntut guru untukmelaksanakan pembelajaran sesuai dengan

perkembangan yang ada. Guru dituntut memilikisejumlah kompetensi sebagaimana dalamPermendiknas Nomor 16 Tahun 2007. Di sisi lain,kemampuan guru berjalan relatif tetap.Permasalahan yang muncul di lapangan misalnyaterkait dengan kompetensi guru. MenteriPendidikan dan Kebudayaan M. Nuh mengatakan,berdasarkan hasil sementara uji kompetensi guru(UKA), sejumlah daerah di kawasan IndonesiaTimur menunjukkan nilai yang sangat rendah.Daerah-daerah tersebut di antaranya SumbaTengah, Papua, Morotai, Barito, Mentawai danMaluku. Daerah-daerah yang memiliki nilai rata-rata UKA tertinggi didominasi daerah dari PulauJawa, yaitu Sukabumi, Pasuruan, Magelang,Surakarta, Rembang, dan Banyumas. Di luar itu,hanya Denpasar yang menurut Nuh memiliki nilairata-rata tertinggi dari hasil sementara UKA. Nilairata-rata sementara hasil UKA guru tidakmemuaskan. Dari hasil pemindaian yang baruberjalan 82 persen, diperoleh nilai rata-rata guruSD hanya mencapai angka 35 dari 100 soal yangdikerjakan (KOMPAS.com. Jumat 9 Maret 2012).Berdasarkan hasil uji kompetensi guru, banyakguru yang tidak lulus uji kompetensi yang antaralain penyebabnya guru tidak bisa mengoperasikankomputer. Di samping sebagian memang tidakmemiliki kompetensi sebagai guru. Sementara darituntutan kompetensi, guru hendaknya dapatmemanfaatkan teknologi komunikasi. Adanyapembaharuan-pembaharuan di bidang pendidikansulit untuk bisa diikuti oleh para guru yang terbiasadengan sistem pendidikan tradisional. Hal inilahyang mendorong perlunya memberikan supervisikepada guru.

Hasil temuan penelitian berikut inimenggambarkan masih tampak ada celahkemampuan guru yang perlu ditingkatkan. Di tinjaudari kemampuan guru dalam melaksanakan tugasprofesional, penelitian Wiyono B.B dkk (2005)menyimpulkan bahwa dari sisi komponenkemampuan guru, untuk kemampuan dalammelaksanakan penelitian dan penulisan karyailmiah termasuk kategori cukup dan bila dilihat dariskornya termasuk mendekati kurang. Meskipunsecara umum kemampuan guru dalammelaksanakan tugas profesional pada jenjang SD,SLTP, SMU, dan SMK di Kota Malang termasukkategori baik. Hasil temuan penelitian Maisyaroh(2012), kompetensi guru sekolah dasar di KotaMalang termasuk baik, namun lemah dalammenghasilkan karya ilmiah.

214 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 213-220

Page 39: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Berbagai kegiatan supervisi telah dilakukandi sekolah. Beberapa teknik supervisi yangditerapkan antara lain rapat guru, simulasimengajar, kunjungan kelas, observasi kelas,kunjungan antar sekolah, penataran, buletinprofesional, dan pertemuan guru bidang studi.Sebagai sarana untuk menunjang pelaksanaansupervisi, maka ada suatu wadah organisasi yangdikenal dengan kelompok Kerja Guru (KKG),Musyawarah Guru Bidang Studi (MGBS). Melaluiberbagai kebijaksanaan teknis tersebut, diharapkanguru bisa melaksanakan tugas secara efektif.

Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikanmemiliki tanggung jawab utama untukmelaksanakan kegiatan supervisi di sekolah disamping juga pengawas sekolah. Selain itu peranguru dalam pelaksanaan supervisi juga penting.Hasil temuan Maisyaroh (2012) dalam disertasinyabahwasannya model supervisi kolegial menjadipilihan guru yang bisa berupa kelompok-formal,kelompok- informal, individual-formal danindividua-informal. Temuan tersebut menggam-barkan bahwa antar guru bisa saling memberisupervisi untuk meningkatkan kemampuannya.Berdasarkan paparan tersebut dan denganmempertimbangkan tingkat urgensinya dalammemecahkan permasalahan pendidikan yang ada,maka penelitian ini dilaksanakan.

METODE

Penelitian ini dirancang sebagai penelitianpengembangan. Adapun langkah pengembangan-nya mempertimbangkan formula pengembanganBorg & Gall (1989) dan mengadaptasi model Willis& Wright (2000), yaitu model R2D2 (Reflective,Recursive Design and Development Model).Model R2D2 merupakan model konstruktivis-interpretivis, kolaboratif, dan non-linier. Sebagaipendekatan atau metode kualitatif yangkonstruktivis-interpretivis, model R2D2 tidakmenguji efektivitas produk yang dikembangkan,melainkan hanya menguji kelayakan atauakseptabilitas produk secara kualitatif, yang olehWillis disebut strategi evaluasi atau uji coba produksecara kualitatif (1995). Lebih lanjut,model R2D2tidak berorientasi pada langkah pengembangansecara berurutan dan prosedural, melainkanberorientasi pada fokus pengembangan. Dalammodel R2D2, fokus pengembangan yang terdiriatas penetapan (define),penentuan desain danpengembangan (design and develop), danpenyebarluasan (dissemination). Sejalan dengan

itu, sebagaimana dikemukakan oleh Willis (2002),dalam model pengembangan R2D2 terdapat 4(empat) prinsip yang lentur dan terbuka, yaiturekursi, refleksi, nonlinier, dan partisipatoris.

Rancangan penelitian diawali denganpenelitian survey yang dimulai dari menyusuninstrumen survey dalam bentuk angket semiterbuka untuk menjaring permasalahan guru dalammengimplementasikan kurikulum 2013. Setelahpermasalahan ditemukan, maka akan ditemukanmodel supervisi pengajaran yang tepat. Produkyang dikembangkan akan melewati tahap uji-cobadalam formula pengembangan Borg & Gall (1989).Pada tahap ini akan dikembangkan desain modelkonseptual supervisi pengajaran untuk diuji validasidan uji coba terbatas.

Setelah itu dilakukan penelitian eksperimenyang termasuk dalam tahap terakhir daripengembangan Borg & Gall yakni Uji LapanganUtama. Pada tahap ini guru SD dan kepala sekolahdilatih dan diikutsertakan dalam implementasimodel supervisi pengajaran yang dikembangkan.

Subjek penelitian ini adalah sejumlah guru SDkelas I dan IV, kepala sekolah, serta pengawassekolah dasar sasaran yang berada di Jawa Timur.Instrumen yang digunakan berupa angket danpedoman focus group discussion, serta lembarcatatan yang digunakan untuk merekam sejumlahrespon subjek penelitian terkait model supervisipengajaran yang dikembangkan. Data penelitiandiolah dengan menggunakan analisis deskriptif.

HASIL

Penelitian ini menghasilkan petapermasalahan yang dihadapi guru dalammengimplementasikan kurikulum 2013 sertaditemukannya model supervisi pengajaran yangefektif untuk memecahkan permasalahan yangdihadapi guru dalam mengimplementasikankurikulum 2013.

Permasalahan yang Dihadapi Guru

Peta permasalahan yang dihadapi guru dalammengimplementasikan kurikulum 2013 meliputipermasalahan guru dalam pencapaian standar-standar: isi, proses, kelulusan, dan standar penilaian.

Guru menghadapi masalah dalam pencapaianstandar isi, yaitu: kurang memahami strukturkurikulum dan organisasi kompetensi dasar dalammata pelajaran SD 2013. Guru menghadapimasalah dalam pencapaian standar isi, yaitu: guru

Maisyaroh dkk, Masalah Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013 dan Kerangka Model Supervisi Pengajaran 215

Page 40: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

tidak memahami kompetensi dasar IPA dan IPS;guru kurang memahami pengelompokankompetensi inti di SD; guru masih merasa masihada isi buku guru yang tidak sesuai dengan isibuku siswa; guru merasa kesulitan mengatur waktukarena ruang lingkup materi antar mata pelajaranterlalu luas, satu sub tema tidak selesai dalam satuminggu; guru merasa kesulitan menyusun jadwalpelajaran karena setiap minggu muatan yang adaselalu berubah; guru merasa kesulitan menerapkanpembelajaran tematik terpadu; guru kurangmemahami cara menanamkan konsep tanpabantuan alat peraga yang pas seperti penggunaanmedia berbasis informasi teknologi (IT); gurukesulitan meningkatkan antusiasme siswa karenaterbiasa dengan hanya menjelaskan teori; gurukesulitan memantau tingkat kemampuan siswa.

Guru menghadapi masalah dalam pencapaianstandar proses, yaitu: guru merasa kesulitanmenyusun dan mengembangkan RPP,mengembangkan indikator yang sesuai dengankompetensi dasar; guru tidak memahamipenerapan pendekatan saintifik dalampembelajaran; guru kesulitan mengimplementasikanpembelajaran konstruktifistik; guru merasakesulitan dalam menentukan media pembelajaranterutama yang berbasis informasi teknologi (laptopdan LCD); guru merasa kesulitan dalampembagian waktu untuk remidi.

Guru menghadapi masalah dalam pencapaianstandar kelulusan, yaitu: guru kurang memahamiterhadap pengembangan dimensi sikap pesertadidik; pengembangan setiap dimensipengembangan diri tidak ditindaklanjuti di rumah;guru kesulitan dalam mengaktifkan siswa agarpercaya diri dalam mengungkapkan sesuatu; gurukesulitan untuk mengetahui tingkat pemahamansiswa; guru kesulitan mengamati peserta didikdalam berinteraksi dengan lingkungan sosial danalam; guru kesulitan dalam mengintegrasikanpendidikan karakter dalam semua pembelajaran;guru kesulitan memberikan tugas dalam ranahabstrak.

Guru menghadapi masalah dalam pencapaianstandar penilaian, yaitu: guru merasa kesulitanmembuat instrumen penilaian baik tes maupunnon-tes, terutama dalam mengukur ranah sikap;guru merasa kesulitan dalam mengisi formatpenilaian terutama rekapitulasi nilai menjadideskriptif; guru merasa kesulitan melakukanpenilaian proses karena jumlah siswa yang banyak;guru belum memahami penilaian otentik; gurumerasa kesulitan dalam menyusun rubrik yang

sesuai dengan kompetensi dasar; guru merasakesulitan dalam mengolah hasil penilaian untukmengetahui kemajuan belajar siswa serta untukmengetahui kesulitan belajar siswa; penilaianproses belum sepenuhnya dipahami oleh gurusebagai contoh pelaksanaan analisis jarangdilaksanakan.

Kerangka Model Supervisi Pengajaran yang Efektif

Kerangka model supervisi pengajaran untukmemecahkan permasalahan yang dihadapi gurudalam mengimplementasikan kurikulum 2013.Model dikembangkan berawal dari kebijakanimplementasi kurikulim 2013, sosialisasi, penerapanmodel supervisi kelompok, kemudian guru yangmenghadapi masalah khusus diterapkan modelsupervisi individual. Kerangka visual modeltersebut dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

PEMBAHASAN

Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaandari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidik-an(KTSP). Penyempurnaan terjadi pada empatelemen standar nasional pendidikan, yaitu elemenstandar isi(Permendikbud Nomor 67 Tahun 2013tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kuri-kulum), standar proses (Permendikbud Nomor 65Tahun 2013), standar kompetensi lulusan(Permendikbud Nomor 54 Tahun 2013), danstandar penilaian (Permendikbud Nomor 66Tahun 2013). Pada tahun 2013 implementasikurikulum tersebut terjadi pada sekolah dasarsasaran kelas 1 dan kelas 4. Sebagai suatupembaharuan pelaksanaan kurikulum di lapangan,masih banyak guru-guru yang menghadapimasalah dalam pelaksanaannya. Beberapapermasalahan yang dihadapi guru pada empatstandar nasional pendidikan, yaitu:

Permasalahan Guru dalam Pencapaian Standar Isi

Permasalahan tersebut muncul karenaadanya tuntutan perubahan mindset darimembelajarkan peserta didik dengan penekananaspek kognitif menuju ke aspek afektif dankarakter siswa. Penyajian materi kurikulum yangbiasanya dihafal menuju ke perubahan karakteryang terinternalisasi pada diri siswa dan perilakupositif. Untuk itu perlu penataan kerangka dasardan struktur kurikulum yang tepat dan perludipahami oleh guru.

216 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 213-220

Page 41: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Permasalahan tersebut juga selaras denganpermasalahan guru secara nasional bila dicermatidari hasil uji kompetensi guru. Beberapapermasalahan yang mencuat di lapangan antaralain ketidakmampuan guru dalam menggunakanteknologi dalam pembelajaran. Hal ini tampak didalam Uji Kompetensi Guru (UKG) tahun 2012.Nilai rata-rata sementara hasil UKA guru tidakmemuaskan. Dari hasil pemindaian yang baru

berjalan 82 persen, diperoleh nilai rata-rata guruSD hanya mencapai angka 35 dari 100 soal yangdikerjakan (KOMPAS.com. Jumat 9 Maret 2012).

Permasalahan Guru dalam Pencapaian Standar Proses

Permasalahan tersebut ter jadi karenatuntutan Kurikulum 2013 yang menghendakipembelajaran tematik terpadu. Sejak daripenyusunan RPP sampai pelaksanaan evalusi

Maisyaroh dkk, Masalah Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013 dan Kerangka Model Supervisi Pengajaran 217

Gambar 1 Kerangka Model Supervisi Pengajaran (sebelum ke lapangan)

Gambar 2 Kerangka Model Supervisi Pengajaran (setelah ke lapangan)

Kebijakannasionaltentangimplementasikurikulum2013

SosialisasiKurikulum2013

Permasalahanyang dihadapiguru dalamImplementasiKurikulum 2013dalam 4 standar: kelulusan, isi, proses, penilaian

Teknik supervisiKelompok

Seminar

lokakarya

Diklat

Lesson Study

Teknik supervisiindividual

Supervisi klinis

Pendampingan

Salingmembantuantar guru

Implementasikurikulum yang tepat

Kebijakan nasional tentang implementasi kurikulum 2013

SosialisasiKurikulm 2013

Permasalahan yang dihadapi guru dalam Implementasi Kurikulum 2013 dalam 4 standar: kelulusan, isi, proses, penilaian

Teknik supervisi Kelompok

lokakarya

Lesson Study

Supervisi Klinis

Saling membantu antar guru

Implementasi kurikulum yang tepat

Teknik supervisi individual

Page 42: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

menggambarkan tuntutan tersebut. Hal inimembuat guru bingung untuk melaksanakannya.Pencapaian standar proses tercermin dalam prosespembelajaran. Kemampuan mengajar sebenarnyamerupakan pencerminan penguasaan ataskompetensi mengajar guru. Sesuai dengan amanatPeraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16Tahun 2007, guru diharapkan memiliki empatkompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, sosial,kepribadian, dan profesional. Dalam menjalankanperannya guru menjadi figur utama di dalam kelas.Perwujudan pembelajaran yang berkualitas banyakditentukan oleh kualitas guru. Guru yangberkualitas mampu membelajarkan siswa, mampumewujudkan pencapaian pendidikan secaraoptimal. Sebaliknya guru yang tidak berkualitas,akan mewujudkan proses pembelajaran yang tidakberkualitas.

Sejalan dengan Permendiknas di atas, melaluiPeraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008tentang Guru, kemampuan pedagogik dijabarkanmenjadi: (a) pemahaman wawasan atau landasankependidian, (b) pemahaman tentang peserta didik,(c) pengembangan kurikulum atau silabus, (d)perancangan pembelajaran, (e) pelaksanaanpembelajaran yang mendidik dan dialogis, (f)pemanfaatan teknologi pembelajaran, (g) evaluasihasil belajar, (h) pengembangan peserta didik untukmengaktualisasikan berbagai potensi yangdimilikinya. Secara garis besar kompetensitersebut dapat diklasifikasikan menjadi tigakompetensi dasar dalam mengajar, yaitu: (1)kemampuan merencanakan pengajaran, (2)melaksanakan pengajaran dan (3) mengevaluasipengajaran.

Permasalahan Guru dalam Pencapaian StandarKelulusan

Lulusan suatu lembaga pendidikan dituntutmemiliki kompetensi yang sesuai dengan jenjangdan jenis lembaga pendidikan. Permasalahan yangdihadapi guru bisa dianalisis dari tuntutankompetensi lulusan yang berbeda dengan kurikulumsebelumnya. Standar kelulusan Sekolah Dasarsesuai dengan Permendikbud Nomor 54 Tahun2013 tentang Standar Kompetensi LulusanPendidikan Dasar dan Menengah, menekankanpada pengembangan dimensi sikap, pengetahuandan keterampilan peserta didik secara terpadudengan penekanan maksimal pada ranah sikap dankarakter peserta didik. Ini yang kurang bisa

dipahami oleh guru karena guru terbiasa dengansistem lama yang sudah dikuasainya.

Permasalahan Guru dalam Pencapaian StandarPenilaian

Tugas guru dalam pelaksanaan pembelajaranada dua, yaitu (1) mengelola pembelajaran, dan(2) mengelola kelas. Gagne dalam Setyosari (2007)menjelaskan tugas guru dalam prosespembelajaran meliputi perancang (designer),pelaksana (executor), penilai (evaluator).Sedangkan dalam mengelola kelas, guruhendaknya mampu menciptakan suasana kelasyang hangat dan menyenangkan, sehingga siswasenang belajar di kelas. Guru mengemban tugasmengembangkan kompetensi siswa, baik yangtermasuk di dalam efek pembelajaran(instructional effect), maupun efek pengiring(nurturant effect).

Kerangka Model Supervisi Pengajaran yang Efektif

Kerangka model supervisi pengajaran untukmemecahkan permasalahan yang dihadapi gurudalam mengimplementasikan kurikulum 2013.Model dikembangkan berawal dari kebijakanimplementasi kurikulim 2013, sosialisasi, penerapanmodel supervisi kelompok, kemudian guru yangmenghadapi masalah khusus diterapkan modelsupervisi individual.

Berbagai kegiatan supervisi telah dilakukan disekolah. Beberapa teknik supervisi yang diterapkanantara lain rapat guru, simulasi mengajar, kunjungankelas, observasi kelas, kunjungan antar sekolah,penataran, buletin profesional, dan pertemuan gurubidang studi. Sebagai sarana untuk menunjangpelaksanaan supervisi, maka ada suatu wadahorganisasi yang dikenal dengan kelompok KerjaGuru (KKG), Musyawarah Guru Bidang Studi(MGBS). Melalui berbagai kebijaksanaan teknistersebut, diharapkan guru bisa melaksanakan tugassecara efektif. Kepala sekolah sebagai pemimpinpendidikan memiliki tanggung jawab utama untukmelaksanakan kegiatan supervisi di sekolah disamping juga pengawas sekolah. Di samping ituperan guru dalam pelaksanaan supervisi juga penting.Hasil temuan Maisyaroh (2012) dalam Disertasinyabahwasanya model supervisi kolegial menjadi pilihanguru yang bisa berupa kelompok-formal,kelompok- informal, individual-formal danindividua-informal . Temuan tersebut

218 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 213-220

Page 43: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

menggambarkan bahwa antar guru bisa salingmemberi supervisi untuk meningkatkankemampuannya. Hasil temuan penelitian ini hampirsama dengan penelitian terdahulu dengan banyakketerlibatan kepala sekolah dan pengawas dalampelaksanaannya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Melalui penelitian ini ditemukanpermasalahan yang dihadapi guru dalamimplementasi Kurikulum 2013 dalam pencapaian:(1) standar isi, yaitu guru kurang memahamikerangka dasar dan struktur kurikulum,ketidakcukupan waktu karena muatan isi terlaluluas, penanaman konsep karena tidak didukungoleh informasi teknologi; (2) standar proses, yaituguru mengalami kesulitan dalam mengembangkanRPP, penerapan pembelajaran saintifik, tematikterpadu, konstruktivistik, penggunaan mediaterutama laptop dan LCD; (3) standar kompetensilulusan, yaitu kesulitan dalam mengintegrasikanpendidikan karakter dalam pembelajaran, kesulitandalam mengembangkan kompetensi sikap,

pengetahuan dan keterampilan secara terpadu; (4)standar penilaian, yaitu kesulitan dalam membuatsoal tes dan menyusun intrumen non-tes,melaksanakan penilaian proses karena jumlahsiswa dalam rombongan belajar terlalu banyak.

Kerangka model supervisi pembelajaranuntuk membantu memecahkan masalah gurumeliputi penerapan model supervisi kelompok,kemudian untuk guru yang menghadapi masalahkhusus diterapkan model supervisi individual.

Saran

Model supervisi pembelajaran yangdisarankan bagi: (1) Kepala sekolah dalammembantu memecahkan masalah yang dihadapiguru, (2) Pengawas sekolah dalam membantumemecahkan masalah yang dihadapi guru dankepala sekolah, serta (3) Kepala Dinas PendidikanKabupaten/Kota di Jawa Timur dalam membinakemampuan guru dan kepala sekolah; yaitu denganmenerapkan model supervisi kelompok dankemudian dilanjutkan dengan menerapkan modelsupervisi individual untuk membantu guru yangmenghadapi masalah khusus.

DAFTAR RUJUKAN

Abduhzen, M. (Kompas 21 Pebruari 2013)Urgensi Kurikulum 2013.

Abduhzen, M. (Kompas 6 Maret 2013)Implementasi Pendidikan.

Borg & Gall. 1989. Educational Research. NeyYork: Logman.

Glickman, C. D. 1980. DevelopmentalSupervision: Alternative Practices forHelping Teachers to Improve Instruction.Virginia, Alexandria: Association forSupervision and Curriculum Development

Glickman, C. D. , Gordon, S.P., and Ross-Gordon,J.M. 2003. Supervision and InstructionalLeadership: A Developmental Approach.6th Edition. Boston: Ally and Bacon, Inc.

Driana, E., “Gawat Darurat Pendidikan” (Kompas12 Desember 2012)

Kementerian Pendidikan dan KebudayaanRepublik Indonesia. Bahan Uji PublikKurikulum 2013, 29 November 2012.

Maisyaroh. 2012. Kompetensi Guru SekolahDasar di Kota Malang. Laporan Penelitiantidak diterbitkan. Malang: FIP UniversitasNegeri Malang.

Maisyaroh, 2012. Pelaksanaan SupervisiKolegial di Sekolah Dasar (Studi MultiSitus di SDN Percobaan 1 Malang, MINMalang 2 dan MI Islamiyah Malang) .Disertasi. Program Studi ManajemenPendidikan, Program Pascasar janaUniversitas Negeri Malang.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RepublikIndonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentangStandar Kualifikasi Akademik danKompetensi Guru.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor74 Tahun 2008 tentang Guru.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RepublikIndonesia Nomor 54 Tahun 2013 tentangStandar Kompetensi Lulusan PendidikanDasar dan Menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RepublikIndonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentangStandar Proses Pendidikan Dasar danMenengah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RepublikIndonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang

Maisyaroh dkk, Masalah Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013 dan Kerangka Model Supervisi Pengajaran 219

Page 44: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Kerangka Dasar dan Struktur KurikulumSekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RepublikIndonesia Nomor 67 Tahun 2013 tentangStandar Proses Pendidikan Dasar danMenengah.

Setyosari, P. 2007. Pemanfaatan Media. Malang:Badan Penyelenggara Sertifikasi GuruRayon 15. Universitas Negeri Malang.

Wahid, Sholahuddin. 2009. Harian Pikiran Rakyat,Selasa 08 Desember 2009.

Wiyono, B.B., Maisyaroh , Soerjani, 2004.Pelaksanaan Pembinaan KemampuanProfesional Guru di Lembaga Pendidik-an. Laporan Penelitian tidak diterbitkan.Malang: AP FIP Universitas Negeri Malang.

Wiyono, B.B., Maisyaroh. 2005. PelaksanaanSupervisi Pendidikan dan Pengaruhnyaterhadap Kemampuan Mengajar Guru diSekolah Lanjutan Tingkat PertamaNegeri se-Kotamadya Malang. LaporanPenelitian tidak diterbitkan. Malang:Lembaga Penelitian IKIP Malang

220 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 213-220

Page 45: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

KETERSEDIAAN DAN PEMANFAATAN PERANGKAT TEKNOLOGIINFORMASI (TI) DALAM PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN

Ahmad Nurabadi

E-mail: [email protected] Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang 65145

Abstract: This study tried to describe the availability and utilization of IT tools in improving thequality of education, especially the quality of learning. Data collection techniques used in this studyis descriptive analysis, to describe or depict the state of a phenomenon. Based on the results ofresearch and discussion that has been done, it can be concluded as follows: (1) the availability of ITdevices: computers, laptops, LCD and projectors, hotspots, and internet networks. In general, ITdevices are in the laboratory computer, the leadership of the faculty room, faculty room, TU office,the laboratory, library, and classrooms; (2) the level of use of IT by lecturers in improving the qualityof learning are in the high category; (3) the level of IT utilization by improving the quality of studentlearning are in the high category.

Abstrak:Penelitian ini mencoba mendeskripsikan tentang ketersediaan dan pemanfaatan perangkatTI dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya mutu pembelajaran. Teknik pengambilan datayang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif yaitu untuk mendeskripsikanatau menggambarkan keadaan suatu fenomena. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yangtelah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) ketersediaan atas perangkat TI: komputer,laptop, LCD dan proyektor, hotspot, dan jaringan internet. Secara umum perangkat TI terdapat dilaboratorim komputer, ruang pimpinan fakultas, ruang dosen, ruang TU, laboratorim, perpustakaan,dan ruang kelas; (2) tingkat pemanfaatan TI oleh dosen dalam peningkatan mutu pembelajaran beradadalam kategori tinggi; (3) tingkat pemanfaatan TI oleh mahasiswa dalam peningkatan mutu pembelajaranberada dalam kategori tinggi.

Kata kunci: perangkat, teknologi informasi (TI), dan mutu pembelajaran

Perkembangan Teknologi Informasi (TI) telahmemberikan pengaruh terhadap dunia pendidikankhususnya dalam proses pembelajaran.Perkembangan tersebut telah membawaperubahan hampir pada semua aspek kehidupanmanusia dimana berbagai permasalahan sebagianbesar hanya dapat dipecahkan kecuali denganupaya penguasaan dan peningkatan IlmuPengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Selainmanfaat bagi kehidupan manusia, disatu sisiperubahan tersebut juga telah membawa manusiake dalam era persaingan global yang semakin ketat.Agar mampu berperan dalam persaingan global,maka sebagai bangsa perlu terus mengembangkandan meningkatkan kualitas sumber dayamanusianya. Peningkatan mutu pendidikankhususnya dalam hal peningkatan mutupembelajaran merupakan kenyataan yang harusdilakukan dalam pendidikan, kalau tidak inginbangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era

globalisasi tersebut. Undang-Undang RepublikIndonesia Nomor 20 tahun 2003 tentangSISDIKNAS pasal satu ayat (1) berbunyi:“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencanauntuk mewujudkan suatu pembelajaran dan prosespembelajaran agar peserta didik secara aktifmengembangkan potensi dirinya untuk memilikikekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia, sertaketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,dan Negara”.

Pengertian tersebut mengandung makna,pendidikan merupakan sarana strategis untukpeningkatan kualitas sumber daya manusia dengancara memaksimalkan mutu pendidikan termasukdalam peningkatan mutu pembelajaran, yang salahsatunya dengan pemanfaatan TI. Perangkat TIkhususnya komputer bukan lagi merupakan barangmewah, alat ini sudah digunakan di berbagai bidangpekerjaan seperti halnya pada bidang pendidikan.Pada awalnya komputer dimanfaatkan di sekolah

221

Page 46: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

sebagai penunjang kelancaran pekerjaan bidangadministrasi dengan memanfaatkan softwaremicrosoft word, excel dan power point .Selanjutnya peranan komputer sebagai salah satukomponen utama dalam ilmu pengetahuan danteknologi mempunyai posisi yang sangat pentingsebagai salah satu media dan alat pembelajaran.Beberapa istilah yang sering kita dengar antaralain TI (Teknologi Informasi), IT (InformationTechnology), atau infotech, tapi pada dasarnyasemuanya itu memiliki pengertian yang sama.Dalam Bahasa Indonesia disebut dengan teknologiinformasi atau dikenal juga dengan istilahtelematika. Cukup banyak definisi dari istilah ini,diantaranya adalah seperti yang disampaikan olehWilliams dan Sawyer (2005:1) “Teknologi Informasiadalah teknologi yang menggabungkan komputasi(komputer) dengan jalur komunikasi yangmembawa data, suara ataupun video”.

Ketersediaan dapat pula diartikan sebagaikeberadaan suatu barang. Disini maksudketersediaan adalah tingkat keberadaan yangberupa perangkat sarana prasarana danperlengkapan yang dapat diterima dan dapatdimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu para dosendan mahasiswa yang berada dalam ruang lingkuppendidikan. Secara umum ketersediaan ataukeberadaan barang di lembaga pendidikan ataujuga sering disebut dengan fasilitas lembagapendidikan, dapat dikelompokkan menjadi saranapendidikan dan prasarana pendidikan. MenurutAntonius (2009:4) “prasarana pendidikan adalahsemua perangkat kelengkapan dasar yang secaratidak langsung menunjang proses pendidikan,sedangkan sarana pendidikan adalah semuaperangkat peralatan, bahan dan perabot yangsecara langsung digunakan dalam prosespendidikan”. Disini prasarana dalam pendidikanmisalnya lokasi atau tempat, bangunan gedung,lapangan olahraga, ruang dan sebagainya.Kemudian sarana pendidikan terdiri dari ruang,buku, perpustakaan, laboratorium dan alatpenunjang pembelajaran lainnya.

Kualitas dalam ketersediaan perangkat TIdapat mempengaruhi mutu pembelajaran. Jikakualitas perangkat TI baik, maka kualitaspembelajaran juga baik, dan begitu juga sebaliknya.Dalam mendefinisikan kualitas produk atau disinidisebut perangkat TI ada beberapa pakar utamadalam pengertian kualitas. Ada lima (5) pakarutama dalam Total Quality Management yangsaling berbeda pendapat tetapi maksudnya sama(Nasution, 2004:1), yaitu: 1) Juran, berpendapat

bahwa kualitas adalah kecocokan penggunaanproduk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasanpelanggan; 2) Crosby, mengemukakan bahwakualitas adalah sesuai yang disyaratkan; 3)Deming, bahwa kualitas adalah sesuai dengankebutuhan pasar atau konsumen; 4) Feigenbaum,pengertian kualitas adalah kepuasan pelanggansepenuhnya; dan 5) Garvin dan Davis,mengemukakan pengertian kualitas adalah suatukondisi dimana yang berhubungan dengan produk,manusia proses serta lingkungan yang memenuhiatau melebihi harapan konsumen.

Pemanfaatan perangkat disini adalah usahapenggunaan perangkat TI yang ada gunamemenuhi kebutuhan dosen dan para mahasiswa.Secara umum, penggunaan TI khususnyakomputer oleh mamahasiswa memungkinkanmahasiswa belajar sesuai dengan kemampuanuntuk memahami pengetahuan dan informasi yangditayangkan dalam layar monitor. Kemudianpenggunaan TI oleh para pengajar atau dosen yaitusebagai alat bantu mengajar.

METODE

Suatu penelitian dilakukan untuk mencapaitujuan yang telah dirumuskan. Untuk mencapaitujuan yang dimaksud, diperlukan metode yangtepat. Sugiono (2005:9) mengatakan bahwa“metode penelitian adalah cara ilmiah untukmendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan”.“Rancangan penelitian diartikan sebagai strategimengatur latar penelitian agar peneliti memperolehdata yang valid sesuai dengan karakteristik variabeldan tujuan penelitian” (UM, 2003:15).

Ditinjau dari masalah dan tujuan, penelitianini menggunakan rancangan penelitian deskriptif.Sugiono (2005:11) menyatakan bahwa “penelitiandeskriptif adalah penelitian yang digunakan untukmemenuhi variabel mandiri baik satu variabel ataulebih untuk menjawab pertanyaan dari rumusanmasalah penelitian”. Metode penelitian deskriptifdigunakan untuk meneliti keadaan atau kejadiandi masa sekarang. Penelitian ini dilakukan dengancara mengumpulkan data atau fakta yang cukupluas dan banyak, kemudian menyusunnya danmendeskripsikannya. Penelitian ini mencobamendeskripsikan tentang ketersediaan danpemanfaatan perangkat TI dalam peningkatanmutu pendidikan khususnya mutu pembelajaran.

Hadi (1978:20) mendefinisikan “populasiadalah jumlah penduduk atau individu yang sama”.Hal ini tidak jauh berbeda dengan apa yang

222 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 221-227

Page 47: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

dikemukakan oleh Sugiono (2005:74) “bahwapopulasi adalah generalisasi yang terdiri dari subyekatau obyek yang mempunyai kualitas dankarateristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitiuntuk dipelajari dan diteliti kesimpulannya”.Adapun populasi dalam penelitian ini adalah dosendan mahasiswa angkatan 2010. “Sampel adalahsebagian atau wakil populasi yang diteliti”(Hadi,1978:221). Untuk menentukan berapa besarsampel, peneliti menggunakan pedoman TabelKrecji dan Morgan (Setyadin, 2005:19). Hal inidilakukan karena jumlah populasi yang demikianbanyak dan dalam rangka efisiensi dan keefektifitaspenelitian. Bentuk Tabel Krejcie-Morgan sangatsederhana dan mudah digunakan, sebab secarafungsional hanya terdiri dari dua kolom pentingyaitu kolom untuk ukuran populasi (N) dan kolomuntuk ukuran sampel (n). Dalam penelitian inijumlah populasi keseluruhan adalah 1.240 individu(dosen 140 dan mahasiswa 1100) dan dilihat dariTabel Krejcie-Morgan akan diambil sampel kuranglebih 270 individu, dosen 35 orang danmahamahasiswa 235 orang. Teknik sampling yangdigunakan dalam penelitian ini adalah teknikrandom sampling. Teknik ini diambil karenajumlah dosen dan mahasiswa setiap jurusan tidaksama. Peneliti mengambil secara acak nama-namadosen dan mahasiswa sesuai dengan sampel yangtelah ditentukan untuk setiap jurusan.

HASIL

Ketersediaan Perangkat TI dalam Peningkatan MutuPembelajaran di FIP UM

Hingga saat ini pengembangan TIK diFakultas Ilmu Pendidikan, masih terus dilanjutkanuntuk mencapai tujuan pengembangan TIK yaitu,layanan berbasis TIK yang handal dan tersinergi.Pengembangan tersebut meliputi bidang jaringan,perangkat keras, server, dan aplikasi.

Jaringan

Jaringan utama dilayani dengan menggunakanjaringan Pusat TIK UM, melalui jaringan fiber optikyang dipusatkan di ruang server gedung D2. darijaringan fiber optik tersebut, dibagi menjadi 2 (dua)jaringan, yakni jaringan IP PUBLIK (untuk serverdan perangkat video conference dengan IPnumber 118.97.219.65/29) dan jaringan IPPRIVATE (untuk layanan akses internet danaplikasi siakad/keuangan dengan IP number

192.168.5.0/29). Jaringan IP PUBLIK tersebutdidistribusikan ke server-server di ruang server danke perangkat video conference di ruang rapat E1,serta didistribusikan ke PP2 dan PP3, melaluiperangkat RouterBoard trunking ke RouterBoardyang ada di PP2 dan PP3. Jaringan IP PRIVATEdidistribusikan ke gedung D1, E1, E2 denganperangkat switch hub yang ada di gedung D2ruang server, D2 sebelah laboratorium komputer,D1 resepsionis, E1 aula, E2 sebelah laboratoriumkomputer, juga didistribusikan ke PP2 dan PP3menggunakan perangkat RouterBoard trunkingke RouterBoard yang ada di PP2 dan PP3.

Perangkat Keras

Perangkat keras pendukung pengembanganTIK antara lain, beberapa switch/hub yangtersebar di beberapa tempat, juga access pointuntuk mendukung layanan akses internet wirelessyang ditempatkan di gedung D2 lab komputer, D1resepsionis, E1 ruang TU, E2 lab komputer, PP2ruang TU, PP2 lab komputer, PP3 ruang TU.RouterBoard di D2 ruang server, E1kepegawaian, PP2 ruang TU, PP2 lab komputer,PP3 ruang TU. Switch manageable 24 port diD2 ruang server, switch manageable 8 port diE1 ruang TU. Modem GSM untuk sms gatewayditempatkan di E1 ruang TU subag kepegawaian.Server Dell T300 ditempatkan di D2 ruang serverdan E1 ruang TU subag kepegawaian, Dell untukPJJ di D2 ruang server, Dell T310 di D2 ruangserver.

Polycom VSX7000 dengan MCU License diE1 ruang rapat untuk video conference, unitpolycom PVX client di D2 ruang server, PP2ruang rapat lama, PP3 ruang dosen. Tampilanproses video conference pada rapat rutin diFakultas Ilmu Pendidikan:

Server

Server yang telah dimiliki oleh fakultas ilmupendidikan hingga saat ini antara lain: server web(include: apache, ftp, mysql, vpn pptp), serverhosting (include virtualmin control panel). Denganserver hosting ini maka pengaturan sub serverdomain fip.um.ac.id menjadi lebih tertata danaman. Beberapa sub domain diantaranya: http://digilib.fip.um.ac.id, http://jadwal.fip.um.ac.id, http://bem.fip.um.ac.id, http://jurnal.fip.um.ac.id, http://ap.fip.um.ac.id, http://pls.fip.um.ac.id, http://plb.fip.um.ac.id, http://pjj.fip.um.ac.id

Nurabadi, Ketersediaan dan Pemanfaatan Perangkat Teknologi Informasi dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran 223

Page 48: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Server PJJ ini didapat dari Dikti berisi modelpembelajaran jarak jauh menggunakan CMSHYLITE server database kepegawaian. Serverini ditempatkan di subag kepegawaian, sebagaipangkalan data kepegawaian yang diperlukandalam pengolahan aplikasi kepagawaian, smsgateway, dp3, dan presensi.

Aplikasi

Aplikasi yang telah dikembangkan dilingkungan Fakultas Ilmu Pendidikan antara lain:aplikasi kepegawaian yang tetap dipergunakanhingga saat ini untuk proses pencatatan datakepegawaian, DP3, juga pencetakan DUK.aplikasi sms informasi dipergunakan untukmelakukan pengiriman serentak dan per grupkepada karyawan administratif, dosen dan tenagaharian. aplikasi presensi digunakan untukpencatatan kehadiran karyawan, ditempatkan diE1 ruang TU. helpDesk, sedang dibangun ulangdan nantinya akan berfungsi sebagai portalaplikasi-aplikasi yang ada di Fakultas IlmuPendidikan, berbasis web, dengan fitur antara lain:sms informasi, todo list, chat fip, sharing data,dan lain-lain.

Tingkat Pemanfaatan TI oleh Dosen dalamPeningkatan Mutu Pembelajaran di FIP UM

Data tentang tingkat pemanfaatan TI olehdosen dan mahasiswa dalam peningkatan mutupembelajaran di FIP UM diperoleh daripenyebaran kuesioner yang dilakukan kepada para

dosen dan mahasiswa FIP UM. Angket tersebutdiberikan kepada para dosen dan mahamahasiswaFIP UM sehingga dapat diketahui tingkatpemanfaatan TI oleh dosen dalam peningkatanmutu pembelajaran FIP UM. Deskripsi mengenaitingkat pemanfaatan TI oleh dosen dalampeningkatan mutu pembelajaran FIP UM dapatdilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwadari 35 responden yang menyatakan tingkatpemanfaatan TI oleh dosen dalam meningkatkanmutu pembelajaran FIP UM yang masuk dalamkategori tinggi yaitu sebanyak 25 responden(71,43%), sebanyak 2 responden (5,71%)menyatakan sangat tinggi dan responden yangmasuk dalam kategori rendah yaitu sebanyak 8responden (22,86%).

Berdasarkan hasil tersebut apabila dikaitkandengan distribusi frekuensi dan histogrammemberikan gambaran bahwa secara umumsebagian besar responden menyatakan tingkatpemanfaatan TI oleh dosen masuk dalam kategoritinggi. Hal selanjutnya untuk menentukan skor rata-rata tingkat pemanfaatan TI oleh dosen dalampeningkatan mutu pembelajaran di FIP UM dapatdiketahui dengan persamaan sebagai berikut:

M = = = 90,84N

x35718.12

Berdasarkan hasil tersebut maka dapatdiketahui bahwa skor rata-rata keseluruhanresponden untuk tingkat pemanfaatan TI oleh dosendalam peningkatan mutu pembelajaran di FIP UM

224 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 221-227

Tabel 1. Distribusi Nilai Tingkat Pemanfaatan TI oleh Dosen dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran di FIPUM

No. Rentang Skor Kualifikasi Frekuensi Persentase (%)1. 113-138 Sangat Tinggi 2 5,71%2. 87-112 Tingi 25 71,43%3. 61-86 Rendah 8 22,86%4. 35-60 Sangat Rendah - -

Tabel 2. Distribusi Nilai Tingkat Pemanfaatan TI oleh Mahasiswa dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran diFIP UM

No. Rentang Skor Kualifikasi Frekuensi Persentase (%)1. 108-132 Sangat Tinggi 5 2,13%2. 83-107 Tingi 187 79,57%3. 58-82 Rendah 43 18,30%4. 33-57 Sangat Rendah - -

Page 49: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

diperoleh hasil sebesar 90,84 yang masuk dalamkategori tinggi.

Tingkat Pemanfaatan TI oleh Mahasiswa dalamPeningkatan Mutu Pembelajaran di FIP UM

Deskripsi mengenai tingkat pemanfaatan TIoleh mahasiswa dalam rangka untuk peningkatanmutu pembelajaran di FIP UM dapat dilihat padaTabel 2.

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwadari 235 responden yang menyatakan tingkatpemanfaatan TI oleh mahasiswa dalampeningkatan mutu pembelajaran di FIP UM yangmasuk dalam kategori sangat tinggi yaitu sebanyak5 responden (3,13%), sebanyak 187 responden(79,57%) menyatakan tinggi dan responden yangmasuk dalam kategori rendah yaitu sebanyak 43responden (18,30%).

Berdasarkan hasil tersebut apabila dikaitkandengan distribusi frekuensi dan histogram di atasmemberikan gambaran bahwa secara umumsebagian besar responden menyatakan tingkatpemanfaatan TI oleh mahasiswa masuk dalamkategori tinggi. Hal selanjutnya untuk menentukanskor rata-rata tingkat pemanfaatan TI olehmahasiswa dalam peningkatan mutu pembelajarandi FIP UM dapat diketahui dengan persamaansebagai berikut:

M = = = 78,84N

x 18.527235

Berdasarkan hasil tersebut maka dapatdiketahui bahwa skor rata-rata keseluruhanresponden untuk tingkat pemanfaatan TI olehmahasiswa dalam peningkatan mutu pembelajarandi FIP UM diperoleh hasil sebesar 78,84 yangmasuk dalam kategori tinggi.

PEMBAHASAN

Ketersediaan Perangkat TI dalam Peningkatan MutuPembelajaran di FIP UM

Berdasarkan hasil penelitian maka dapatdiketahui ketersediaan perangkat TI dalampeningkatan mutu pembelajaran di FIP UM dapatdiketahui yaitu terdapat di laboratorium komputer,ruang kelas, taman, perpustakaan dan ruangdosen. Adapun spesifikasi dari perangkat ITtersebut dapat diuraikan sebagai berikut:menggunakan komputer, layanan hotspot dilingkungan fakultas, jaringan internet dan LCD

serta perangkat pembelajaran lainnya.Berdasarkan data tersebut maka dapat diketahuibahwa selama ini di FIP UM telah menyediakanperangkat TI dalam usaha untuk peningkatan mutupembelajaran.

Kondisi tersebut dapat membuktikan bahwakeberadaan dari TI sangat membantu prosespelaksanaan pembelajaran yang efektif sehinggapeningkatan mutu pembelajaran dapat terwujud.Hal ini didukung oleh Antonius (2009:4) yangmenyatakan bahwa semua perangkat-perangkatkelengkapan sekolah dapat menunjang prosespembelajaran di sekolah. Dengan segala atributnya,TI menjadi hal yang tidak dapat dihindarkan lagidalam sistem pembelajaran di kelas. Beragamkemungkinan ditawarkan oleh TI untukmeningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

Kondisi tersebut dapat membuktikan bahwadengan adanya kehadiran dan kecepatanperkembangan TI telah menyebabkan terjadinyaproses perubahan dalam segala aspek kehidupan.Ketersediaan TI tidak memberikan pilihan lainkepada dunia pendidikan selain turut serta dalammemanfaatkannya. Dalam Arnita (2007),penggunaan perangkat TI dipercaya dapatmempercepat pengolahan data dan meningkatkankualitas informasi yang dihasilkan. Selanjutnyadengan penggunaan jaringan komputermemungkinkan terjadinya komunikasi yang cepatantara kepala sekolah, dosen dan karyawan, sertamahasiswa dengan menggunakan fasilitas E-mail.Kemudian dengan jaringan komputer tersebut,maka tiap pengguna jaringan dapat berbagi satuatau lebih file sistem (sharing file) sehinggamemudahkan dalam pertukaran data, efisiensiwaktu dan biaya. Kemudian setiap dosen,karyawan, dan kepala sekolah dapat meng-upload(meletakkan) ataupun men-download (mengam-bil) file ke server sesuai dengan otorisasi yangdiberikan.

Tingkat Pemanfaatan TI oleh Dosen dalamPeningkatan Mutu Pembelajaran di FIP UM

Berdasarkan hasil analisis dapat diketahuibahwa tingkat pemanfaatan TI oleh dosen dalampeningkatan mutu pembelajaran di FIP UM yangmasuk dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 25responden (71,43%), sebanyak 2 responden(5,71%) menyatakan sangat tinggi dan respondenyang masuk dalam kategori rendah yaitu sebanyak8 responden (22,86%).

Nurabadi, Ketersediaan dan Pemanfaatan Perangkat Teknologi Informasi dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran 225

Page 50: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Hasil tersebut dapat menunjukkan bahwaselama ini para dosen telah memanfaatkan TIdalam peningkatan mutu pembelajaran kategoritinggi yaitu sebanyak 25 responden (71,43%),sebanyak 2 responden (5,71%) menyatakan sangattinggi dan responden yang masuk dalam kategorirendah yaitu sebanyak 8 responden (22,86%).Usaha tersebut dilakukan dengan tujuan untukmemaksimalkan proses belajar mengajar yangdilakukan di fakultas atau jurusan. Hasil tersebutdapat membuktikan bahwa dengan adanyapenggunaan TI oleh para dosen untuk peningkatanmutu serta dapat memperluas pengetahuan dosen.Sehingga pada akhirnya mempengaruhi kualitaspembelajaran yang akan dilakukan para dosen difakultas. Pada sisi yang lain penggunaan TI dapatmemberikan peluang kepada dosen dalammeningkatkan tahapan ilmu pengetahuan merekamelalui berbagai maklumat yang berkaitan.

Juniwati (2007) menegaskan bahwa denganadanya fasilitas teknologi informasi sangatmenguntungkan lembaga pendidikan khususnyadosen dalam upaya meningkatkan efisiensi danproduktivitas kinerja lembaga pendidikan, yaituuntuk penyimpanan dan pengolahan datamahasiswa, staf, keuangan, dan asset. kemudiansebagai alat analisis perkembangan kinerjamahasiswa dan dosen dari setiap periode.Kemudian perangkat TI khususnya komputer jugasebagai alat penyedia informasi tentangperkembangan studi mahasiswa kepada dosen,wali, dan orang tua.

Yulianti (2010) menegaskan bahwapemanfaatan TI khususnya internet dapatmeningkatkan pengetahuan, berbagi sumberdiantara rekan sejawat, bekerjasama denganpengajar di luar negeri, kesempatan mempubli-kasikan informasi secara langsung, mengaturkomunikasi secara teratur, dan berpartisipasi dalamforum-forum lokal maupun internasional. Disamping itu para pengajar juga dapatmemanfaatkan internet sebagai sumber bahanmengajar dengan mengakses rencana pembela-jaran atau silabus online dengan metodologi baru,mengakses materi kuliah yang cocok untukmahasiswanya, serta dapat menyampaikan ide-idenya.

Peranan TI juga sebagai bahan bantumengajar bagi dosen. Pendidikan berasaskan TIjuga boleh dikategorikan sebagai proses pengajarandan pembelajaran, sehingga segala sesuatu yangdiberikan melalui pemanfaatan TI dapatmemberikan dukungan secara positif atas usaha

untuk memaksimalkan proses belajar mengajaryang dilakukan.

Tingkat Pemanfaatan TI oleh Mahasiswa dalamPeningkatan Mutu Pembelajaran di FIP UM.

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkatpemanfaatan TI oleh mahasiswa dalam pening-katan mutu pembelajaran di FIP UM yang masukdalam kategori sangat tinggi yaitu sebanyak 5responden (3,13%), sebanyak 187 responden(79,57%) menyatakan tinggi dan responden yangmasuk dalam kategori rendah yaitu sebanyak 43responden (18,30%). Berdasarkan hasil skor rata-rata keseluruhan responden maka dapat diketahuibahwa skor rata-rata keseluruhan responden untuktingkat pemanfaatan TI oleh mahasiswa dalampeningkatan mutu pembelajaran di FIP UMdiperoleh hasil sebesar 78,84 yang masuk dalamkategori tinggi.

Hasil tersebut dapat menunjukkan bahwaselama ini para mahasiswa selalu berusaha untukmemanfaatkan TI untuk meningkatkan pengeta-huan yang akan diperoleh sebagai usaha untukpeningkatan mutu pembelajaran yang akandilakukan. Penggunaan TI khususnya komputerdan internet oleh mahasiswa memungkinkanmahasiswa belajar sesuai dengan kemampuan dankecepatannya dalam memahami pengetahuan daninformasi yang ditayangkan. Penggunaankomputer dan internet dalam proses belajarmembuat mahasiswa dapat melakukan kontrolterhadap aktivitas belajarnya. Di samping itu,komputer dapat diprogram agar mampumemberikan umpan balik terhadap hasil belajar danmemberikan pengukuhan terhadap prestasi belajarmahasiswa. Kemampuan ini mengakibatkankomputer dapat dijadikan sebagai sarana untukpembelajaran yang bersifat individual. PenggunaanTI maka seorang mahasiswa juga dapat mencarireferensi dan materi tambahan mata pelajaranlewat internet yang diberikan oleh dosen.Selanjutnya mahasiswa juga menggunakannyauntuk melakukan kontak dengan dosen melaluiberbagai situs misalnya email, dan melakukandiskusi sekolah dengan mahasiswa lainnya dandosen.

Kondisi tersebut diperjelas oleh Arif (2009)tentang pemanfaatan TI khususnya internet bagimahasiswa dalam pembelajaran, yaitu sebagaibahan pengembangan profesional yaitu, untukmeningkatkan pengetahuan, berbagi sumberinformasi diantara rekan sejawat, berkomunikasi

226 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 221-227

Page 51: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

ke seluruh belahan dunia, kesempatan untukmenerbitkan atau mengumumkan secara langsung,mengatur komunikasi secara teratur dan ikutberpatisipasi dalam forum dengan rekan sejawatbaik lokal maupun internasional. Selanjutnya TIjuga sumber belajar atau pusat informasi, meliputiinformasi media dan metodologi pembelajaran,bahan baku dan bahan ajar untuk segala bidangpelajaran, akses informasi IPTEK, serta sebagaibahan pustaka atau referensi.

Pemanfaatan lainnya menurut Arif (2009),TI sebagai media belajar sendiri secara cepatsehingga dapat meningkatkan pengetahuan, belajarberinteraksi, dan mampu mengembangkankemampuan dalam bidang penelitian. Selanjutnyamedia internet dapat menambah wawasan,pergaulan, pengetahuan, pengembangan karir,sehingga dapat meningkatkan komunikasi denganseluruh masyarakat lain, meningkatkan kepekaanakan permasalahan yang ada diseluruh dunia, sertaalat mencari informasi beasiswa, lowonganpekerjaan, dan pelatihan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Ketersediaan perangkat TI dalam pening-katan mutu pembelajaran di FIP UM antara lain:komputer, laptop, LCD + proyektor, hotspot,jaringan internet. Secara umum perangkat TIterdapat di laboratorim komputer, ruang kelas, ruangdosen, ruang TU, ruang Ormawa, danperpustakaan. Tingkat pemanfaatan TI oleh dosendalam peningkatan mutu pembelajaran di FIP UMberada dalam kategori tinggi. Tingkat pemanfaatan

TI Oleh mahasiswa dalam peningkatkan mutupembelajaran di FIP UM berada dalam kategoritinggi.

Pemanfaatan TI oleh dosen pada dasarnyamerupakan alat bantu interaksi pembelajaran dansebagai wadah pembelajaran. Pemanfaatan TIoleh dosen di FIP UM berada dalam kriteria tinggi.Untuk menindaklanjuti hasil penelitian tersebut,hendaknya frekuensi pemanfaatan TI lebihditingkatkan lagi, sebab semakin meningkatnyapemanfaatan TI oleh dosen akan berpengaruhterhadap mutu pembelajaran di kelas. Hasilpenelitian ini dapat dijadikan sebagai pemahamanbagi dosen tentang tingkat pemanfaatan TI di FIPUM dalam peningkatan mutu pembelajaran.Pemanfaatan TI oleh mahasiswa pada dasarnyamerupakan sarana pembelajaran individual. Selainitu perangkat TI juga dapat berperan sebagai mesinpencari referensi dan materi tambahan matapelajaran. Kemudian mahasiswa juga dapatmelakukan kontak dengan sesama mahasiswa dandosen. Pemanfaatan TI oleh para mahasiswa diFIP UM berada dalam kriteria tinggi. Untukmenindaklanjuti hasil penelitian tersebut,hendaknya frekuensi pemanfaatan TI lebihditingkatkan lagi, sehingga semakin mahasiswamemanfaatkan TI akan ber tambah pulapengetahuannya dan secara langsung berpengaruhterhadap mutu pembelajaran. Hasil penelitian inidiharapkan dapat dijadikan bahan referensitambahan untuk jurusan dalam pengembanganperkuliahan terkait dengan ketersediaan perangkatdan pemanfaatan TI dalam peningkatan mutupembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN

Arif, Z. 2009. Efektifitas Pemanfaatan Internetdalam Pembelajaran Terhadap PrestasiSiswa. Jakarta: UPI.

Antonius. 2009. Manajemen Sarana PrasaranaSekolah. (online). (http://emiantoniusmakas.blogspot.com/2009/09/manajemen-sarana-prasarana.html, diakses 17 maret 2012).

Arnita. 2007. Teknologi Informasi dalam DuniaPendidikan. (online), (http://www.bunghatta.ac.id/artikel154-teknologi-informasi-dalam-dunia-pendidikan.html, diakses tanggal 4Maret 2012).

Hadi, S. 1978. Metode Reseach 1. Yogyakarta:Yayasan Penerbit Fakultas PsikologiUniversitas Gajah Mada.

Juniwati. 2007. Pemanfaatan Teknologi Informasidalam Dunia Pendidikan. (online), (http://www.kamadeva.com/duniapendidikan.html,diakses tangal 5 maret 2012).

Nasution. 2004. Manajemen Mutu Terpadu(TQM). Jakarta: Ghalia Indonesia.

Setyadin, B. 2005. Desain dan Metode PenelitianKuantitatif. Malang: Lembaga PenelitianUniversitas Negeri Malang.

Sugiono. 2005. Metode Penelitian Administrasi.Bandung: Alfabeta.

Universitas Negeri Malang. 2003. PedomanPenulisan Karya Ilmiah. Malang:Universitas Negeri Malang.

Williams dan Sawyer. 2005. Kamus Komputer danIstilah Teknologi Informasi. (online), (http://www.total.or.id/, diakses 5 Maret 2012).

Nurabadi, Ketersediaan dan Pemanfaatan Perangkat Teknologi Informasi dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran 227

Page 52: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

MODEL PENDIDIKAN ANAK-ANAK TERLANTAR

I Nyoman Wijana

E-mail: [email protected] Negeri Gde Pudja Mataram Nusa Tenggara Barat

Abstract: This study aims to reveal, construct, explaining, and describing about one of the socialfacts which occurred in West Nusa Tenggara, namely education for abandoned children, especiallythe model is implemented. The study was conducted by using a qualitative approach, the method ofphenomenology. The results of this study indicate that the model of education for abandonedchildren in West Nusa Tenggara is a normative theory based model homes, but based on the facts, animplementation model of semi parlors.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan, mengkontruksi, menjelaskan, danmedeskripsikan tentang salah satu fakta sosial yang terjadi di Nusa Tenggara Barat, yaitu pendidikanbagi anak-anak terlantar, khususnya mengenai model yang diimplementasikan. Penelitian dilakukandengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode fenomenologi. Hasil penelitian inimenunjukkan bahwa model pendidikan bagi anak-anak terlantar di Nusa Tenggara Barat secaranormatif teoritis merupakan model berbasis panti, akan tetapi berdasarkan fakta, implementasinyamerupakan model semi panti.

Kata kunci: Model pendidikan, anak terlantar.

Angka anak-anak terlantar di Nusa Tenggara Baratberdasarkan data Badan Pusat Statistik ProvinsiNusa Tenggara Barat tahun 2011 mencapai 201.699 jiwa yang tersebar di sepuluh kabupaten/kota(Badan Pusat Statistik & BAPPEDA ProvinsiNTB, 2011). Tingginya jumlah anak terlantartersebut tentu akan menjadi masalah krusial bagiPemerintah Provinsi NTB, jika tidak segeradicarikan solusinya.

Untuk memahami kondisi tentang tingginyaangka anak-anak terlantar, dan akses pendidikanbagi mereka, perlu dilakukan kajian secaramendalam, tidak saja tentang dengan cara apaanak-anak terlantar dapat diberikan layananpendidikan, tetapi juga perlu ada kajian mendalam,tentang bagaimana model yang terbaik untuklayanan pendidikan bagi anak-anak terlantartersebut. Salah satu upaya yang mungkin dilakukanuntuk memutus regenerasi anak terlantar berupawarisan kelas marginal kepada generasi berikutnyaialah dengan membangun model pendidikan bagimereka. Hal ini sejalan dengan gagasan Tilaar yangmengatakan bahwa pendidikan mempunyaihakikat sebagai pembebasan umat manusia (Tilaar,2009).

Penelitian yang relevan dengan tema inidilakukan oleh Sumarno dkk (2004), dengan tema

Model Penanganan Anak Terlantar BerbasisKekerabatan di 6 lokasi penelitian yaitu SumateraBarat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat,Bali, Kalimantan Barat, dan Daerah IstimewaYogyakarta. Temuan penelitian ini mengemukakanbahwa sudah terbentuk beberapa kelompokkekerabatan di beberapa daerah penelitian, dengankegiatan arisan, keagamaan, kegiatan sosial, danbantuan kepada masyarakat. Namun kegiatanyang terkonsentrasi pada pelayanan anak terlantarbelum terprogram. Hasil penelitian ini memperolehkesimpulan bahwa kosep tentang anak terlantarlebih dipahami oleh masyarakat sebagai anak yangkurang beruntung, yakni anak yang tidak terpenuhikebutuhan fisik, psikis, dan sosial secara memadai.Sedangkan pemahaman masyarakat tentangkekerabatan cukup baik, serta pemahaman untukmembentuk kekerabatan di tingkat lokal cukuppositif. Hal itu merupakan potensi besar dalammenangani masalah anak terlantar. Selanjutnyadirekomendasikan bahwa salah satu strategi untukmenangani masalah anak terlantar ialah melaluisistem kekerabatan (Sumarno, 2004).

Penelusuran terhadap penelitian selanjutnyayang mengkaji tentang hak-hak sosial anakterlantar juga dilakukan oleh Nurdin Widodo (2010).Kajian Widodo ini diberi tema tentang Potret

228

Page 53: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Remaja Terlantar Pada Panti Sosial Bina Remaja.Penelitian memperoleh kesimpulan bahwaketerlantaran anak disebabkan oleh rapuhnya ikatankekerabatan dalam keluarga, lemahnya dukungansosial kemasyarakatan, minimnya wawasan danketerampilan kerja, dampak kemiskinan. Empatfaktor tersebut menjadi perangkap tumbuhsuburnya remaja terlantar, dan jika keempat faktortersebut masing-masing telah mencapai titikkulminasi yaitu; kemiskinan semakin menguat,kontrol sosial semakin longgar dan terus melemah,keluarga rawan sosial semakin bertambah, danbiaya pendidikan semakin tidak terjangkau, makajumlah keterlantaran remaja secara kuantitatifakan terus bertambah (Widodo, 2010).

Studi Kebutuhan Pelayanan Anak Jalananmerupakan tema penelitian yang dilakukan olehMujiyadi dkk (2011). Penelitian ini dilakukan dibeberapa provinsi yaitu: Lampung, Jawa Barat,Jawa tengah, Jawa Timur, dan Nusa TenggaraBarat. Penelitian ini akhirnya membuat kesimpulanbahwa, anak jalanan merupakan sebagian dari anakterlantar, yang memerlukan pemenuhan kebutuhandasarnya meliputi; kebutuhan fisik, psikis, sosial,dan spiritual. Bagi anak jalanan, kebutuhanmendesak yang harus dipenuhi ialah kebutuhanpangan, sandang, papan, serta kesehatan. Padasaat yang sama mereka harus diberikan haknyauntuk memperoleh pendidikan. Penelitian ini jugamenemukan harapan bagi anak jalanan yaitubahwa, pada dasarnya anak ingin diakuieksistensinya, dapat mengisi hidupnya denganwajar, dapat mengikuti pendidikan sampai tingkattertinggi, dan memungkinkan untuk menyalurkkanbakat dan keterampilan sesuai dengan talentanya(Mujiyadi, 2011). Dari beberapa kesimpulanpenelitian tersebut tampak jelas bahwa persoalananak-anak terlantar dan anak jalanan dapat menjadiindikasi tidak terpenuhinya hak-hak sosial anak,termasuk dalam bidang pendidikan. Oleh karenaitu perlu dikaji secara empiris mengenai perluasandan pemerataan akses pendidikan khususnya bagianak-anak terlantar.

Secara kuantitatif fakta empiris menunjukkanbahwa, anak-anak terlantar di Nusa TenggaraBarat setiap tahun cenderung meningkat (BadanPusat Statistik & BAPPEDA Provinsi NTB,2011). Fakta itu sebagai indikasi bahwa modelpendidikan anak terlantar yang diterapkan selamaini belum efektif memutus reproduksi kelas anak-anak terlantar. Penelitian ini bertujuan untukmengkonstruksi, dan mendeskripsikan tentang

model pendidikan terhadap anak-anak terlantar diNusa Tenggara Barat.

METODE

Jenis penelitian ini merupakan penelitiankualitatif dengan pendekatan fenomenologi.Pengumpulan data menggunakan teknikwawancara, observasi, dan studi dokumen.Wawancara dilakukan dengan beberapa informanyaitu; anak-anak terlantar, petugas pada DinasSosial Kependudukan dan Catatan Sipil, petugaspada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga,seorang pimpinan pada Panti Sosial Asuhan AnakHarapan Mataram, Pekerja Sosial Masyarakatyang menangani pendidikan anak terlantar, guru-guru di sekolah tempat anak terlantar mendapatpendidikan. Observasi dilakukan dengan cara ikutserta hadir selama 3 bulan dalam kegiatan-kegiatanyang dilakukan di dalam Panti Sosial Asuhan AnakHarapan Mataram, seperti; kegiatan olahraga,kegiatan keterampilan sosial dengan membersihkanlingkungan panti, dan juga kegiatan membantu ibuasuh memasak bagi yang perempuan.

Instrumen pengambilan data selain penelitisebagai instrumen kunci, juga menggunakan alatperekam, serta kamera untuk mengambil foto-foto.Dalam wawancara dilakukan secara bebas, agartidak terkesan formal. Dengan demikian data yangdiperoleh mengalir sedemikian rupa. Pertanyaanyang diajukan berkisar tentang perluasan danpemerataan akses pendidikan khususnya untukanak-anak terlantar di Nusa Tenggara Barat.Jawaban yang diperoleh baik yang direkammaupun yang dicatat kemudian disederhanakansesuai fokus penelitian, dan kemudian dianalisisdengan rujukan teori-teori yang relevan, serta hasil-hasil penelitian terdahulu yang mempunyai kaitandengan penanganan permasalahan anak-anakterlantar. Observasi dilakukan dengan pengamatandi Panti Sosial Asuhan Anak Harapan Mataramsecara berkala, dengan maksud untuk menjalinkeakraban dengan anak-anak terlantar yang adadalam panti, sehingga mereka dapat diajakberkomunikasi apa adanya, tanpa ada rasa curiga.Laporan penelitian disusun dalam bentuk naratifuntuk mencandrakan data dan informasi yangdiperoleh secara kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum model penanganan anakterlantar yang telah terbangun selama ini

Wijana, Model Pendidikan Anak-anak Terlantar 229

Page 54: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

dikelompokkan ke dalam dua model pelayananyaitu model panti dan model non panti. Dalamkonteks penelitian ini pendidikan anak terlantar yangdikelola oleh Panti Sosial Asuhan Anak HarapanMataram dapat dikonstruksi sebagai modelpendidikan semi panti. Argumentasi akademis yangbisa dikemukakan ialah bahwa, anak-anak terlantartersebut diasramakan di dalam panti dan mengikutipendidikan di luar panti yaitu di sekolah-sekolahumum. Di dalam panti, mereka memperolehpelayanan berupa kebutuhan dasar anak sepertimakanan, pakaian seragam sekolah, pakaiansehari-hari, uang transport, kebutuhan buku-buku,kebutuhan untuk les tambahan mata pelajaran danlain-lain. Namun demikian anak-anak terlantartersebut yang terdiri dari anak usia sekolah tingkatSD sampai dengan tingkat SLTA bersekolah disekolah-sekolah umum dengan mekanisme danpersyaratan yang sama dengan siswa lainnya yangtidak berasal dari anak terlantar.

Anak-anak terlantar yang dibina di dalamPanti Sosial Asuhan Anak Harapan Matarammengikuti pendidikan formal secara tersebar dibeberapa sekolah umum yang berada dibawahDinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga. Hal inidikemukakan untuk memperjelas bahwa, anak-anak terlantar tersebut tidak mengikuti pendidikanformalnya di dalam panti Sosial Asuhan AnakHarapan Mataram, baik anak-anak yang beradapada jenjang Sekolah Dasar, Sekolah MenengahPertama, maupun yang berada pada jenjangSekolah Menengah Atas maupun SekolahMenengah Kejuruan. Berdasarkan data yangdiperoleh saat diadakan studi dokumen, tampakjelas nama anak-anak terlantar serta tempatmereka bersekolah. Hal ini berarti bahwa memangmodel pendidikan anak terlantar di Nusa TenggaraBarat, tidak sepenuhnya menganut model panti.Jika menganut model panti secara penuh, makasemua sistem pembelajaran akan dilaksanakandidalam panti.

Data sebaran anak-anak terlantar dibeberapa sekolah untuk mengikuti pendidikanformal menunjukkan bahwa panti merupakantempat penampungan mereka, sedangkanpendidikannya diselenggarakan oleh sekolah-sekolah umum dari tingkat SD sampai dengantingkat SLTA. Berdasarkan hasil observasi, studidokumen dan wawancara dengan beberapa narasumber, dapat dideskripsikan bahwa modelpendidikan anak terlantar di Nusa Tenggara Baratmenganut model semi panti. Jika model panti,semestinya anak-anak terlantar melaksanakan

segala aktifitasnya di dalam panti, sedangkan modelluar panti menyelenggarakan seluruh proseskegiatan pendidikan di luar panti. Hal tersebut tidakterjadi pada pendidikan anak-anak terlantar di Nusatenggara Barat.

Pendidikan anak terlantar di Panti SosialAsuhan Anak Harapan Mataram melaksanakankegiatan pembelajaran di dalam panti dan juga diluar panti. Kegiatan pendidikan di dalam pantimeliputi beberapa kegiatan seperti; ceramahagama, bimbingan sosial dan keterampilan yangterdiri dari beberapa kegiatan (olahraga, membantuibu asuh memasak di dapur, belajar komputer,belajar musik, imtaq bersama), dan juga kegiatanbimbingan les mata pelajaran (matematika, BahasaInggris, Bakat dan Seni, Bimbingan Konseling danKewirausahaan). Sedangkan kegiatan pendidikandi luar panti meliputi semua proses pendidikan yangdilaksanakan oleh sekolah masing-masing,termasuk juga bimbingan keterampilan kerja bagianak-anak panti yang telah menamatkanpendidikan formalnya setingkat SLTA. Bimbinganketerampilan kerja ini dilakukan bekerja samadengan beberapa lembaga lain seperti Balai LatihanKerja, dan juga dengan AMIKOM (AkademiManajemen Informatika dan Komputer) Mataram.Pelatihan keterampilan kerja tersebut dimaksudkanuntuk membekali anak-anak terlantar yang telahmenamatkan pendidikan formalnya tingkat SLTAdengan kemampuan kerja agar bisa mandirisetelah mereka dikembalikan kepada pihakkeluarganya atau setelah meninggalkan panti untukbekerja dan melanjutkan kehidupan di luar pantiuntuk menatap masa depannya. Jika digambarkan,model pendidikan anak terlantar pada Panti SosialAsuhan Anak Harapan Mataram tampak padaGambar 1.

Setiap tahun Panti Sosial Asuhan AnakHarapan Mataram menyampaikan formasi tentanganak-anak terlantar yang akan dibina. Formasitersebut disampaikan kepada Dinas Sosialkabupaten/kota se Nusa Tenggara Barat. Dalammerespon informasi tersebut, Dinas SosialKabupaten/Kota bekerja sama dengan OrganisasiSosial, Lembaga Swadaya Masyarakat, PekerjaSosial Masyarakat, Tokoh Agama dan TokohMasyarakat untuk menghimpun data tentang anak-anak terlantar di wilayahnya masing-masing. Datayang telah diperoleh dari masyarakat tersebutdisampaikan oleh lembaga-lembaga mitra tersebutkepada Dinas Sosial Kabupaten/Kota danditeruskan kepada Panti Sosial Asuhan AnakHarapan di Ibu Kota Propinsi. Data yang

230 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 228-234

Page 55: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

disampaikan oleh semua Dinas Sosial Kabupaten/Kota diverifikasi oleh tim dan dilakukan seleksiserta kunjungan rumah. Bagi yang memenuhisyarat dan dinyatakan lulus ditampung di dalampanti dan disalurkan ke sekolah-sekolah formalsesuai dengan jenjang sekolah yang harus diikutioleh anak-anak terlantar tersebut. Mereka akanberada dalam panti sampai dengan lulus sekolahformal tingkat SLTA. Setelah lulus SLTA merekamendapatkan pelatihan keterampilan melalui BalaiLatihan Kerja atau lembaga-lembaga kursus sesuaiminat dan bakat anak-anak tersebut. Setelahmendapat pelatihan selama tiga bulan anak-anaktersebut dikembalikan kepada keluarganya untukmenjalani kehidupan selanjutnya.

Gambar 1 Model Pendidikan Anak Terlantar diPSAA Harapan Mataram NTB

Model pendidikan anak terlantar yangdikonstruksi sebagai model semi panti, secaraimplisit juga dinyatakan oleh beberapa nara sumberketika dilakukan wawancara. Seorang pekerjasosial fungsional menjelaskan bahwa modelpelayanan anak terlantar, termasuk di dalamnyapelayanan pendidikannya selama ini dikenal denganmodel panti dan model non panti. Model pantisebenarnya merupakan pilihan terakhir bagipemerintah dalam menangani anak-anak terlantar,ketika model non panti tidak memungkinkan untukdilaksanakan. Berikut pernyataan dari MD.I.1.selengkapnya: Kalau kita bicara model, sebenarnyaada dua yaitu model panti dan model non panti.Tetapi di Panti Sosial Asuhan Anak HarapanMataram ini boleh dibilang gabungan ya, karenaanak-anak itu dilayani dalam panti, tetapipendidikan formalnya di sekolah umum. (MD.I.1.Tanggal 7 Mei 2012).

Senada dengan pendapat yang dikemukakansalah seorang pekerja sosial fungsional tersebut,informan lain juga berpendapat bahwa pelayanan

kepada anak-anak terlantar oleh pemerintah dalampemenuhan hak-hak dasar sebagai anak sepertimakan, minum, pakaian, kesehatan, kasih sayangtermasuk juga hak memperoleh pendidikan,sebenarnya di masa depan akan diupayakanpelayanan berbasis keluarga. Jadi anak-anakterlantar tersebut tetap ada dalam pengasuhankeluarga besarnya, atau keluarga angkat, agarmereka memperoleh kasih sayang yangsemestinya dari orang-orang yang sudahdikenalnya. Pemerintah memberikan bantuanlangsung melalui keluarga si anak, agar anak-anakdiberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan.

Penjelasan informan selaku Kepala BidangRehabilitasi dan Pelayanan Kesejahteraan Sosialpada Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan SipilProvinsi NTB, secara implisit mengandung artibahwa pendidikan anak-anak terlantar yangsekarang ini diselenggarakan oleh PemerintahProvinsi NTB tidak dapat disebut sebagai modelpanti secara utuh sebagaimana dalam konsepnya.Hal itu disebabkan oleh karena pelayanan terhadapanak-anak terlantar tersebut masih dilakukan olehpanti dan juga lembaga non panti yaitu sekolah-sekolah umum sebagai tempat merekamemperoleh pendidikan dan juga lembaga-lembagakursus sebagai tempat mereka memperolehketerampilan.

Gagasan tentang pengembangan modelpelayanan anak terlantar yang berbasiskankeluarga, menjadi sesuatu yang cukup menarik dimasa yang akan datang, karena pemerintahmemikirkan secara serius kebutuhan anak, selainkebutuhan pokok seperti makan, minumperumahan, pakaian serta pendidikan, tetapi yangtidak kalah pentingnnya ialah kebutuhan akan kasihsayang.

Model penanganan anak terlantar yang telahterbangun selama ini dikelompokkan ke dalam duamodel pelayanan yaitu model panti dan model nonpanti (Setyo Sumarno,2004). Dalam kontekspenelitian ini, pendidikan anak terlantar yangdikelola oleh Panti Sosial Asuhan Anak HarapanMataram, dilaksanakan dengan model panti dansekaligus model non panti. Model panti dapat dilihatbahwa, anak-anak terlantar yang akanmemperoleh pendidikan seluruhnya diasramakandi dalam panti. Selain itu mereka juga memperolehpelayanan berupa kebutuhan dasar anak sepertimakanan, pakaian seragam sekolah, pakaiansehari-hari, uang transport, kebutuhan buku-buku,kebutuhan untuk les tambahan mata pelajaran danlain-lain. Sedangkan pendidikan anak terlantar

Wijana, Model Pendidikan Anak-anak Terlantar 231

Page 56: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

model non panti dapat terlihat ketika anak-anakterlantar tersebut yang terdiri dari anak usia sekolahtingkat SD sampai dengan t ingkat SLTAmemperoleh layanan pendidikan dengan secaratersebar di beberapa sekolah formal. Selain ituanak-anak terlantar juga memperoleh pendidikandan pelatihan keterampilan di beberapa lembagakursus, seperti kursus komputer, kursusperbengkelan dan kewirausahaan di Balai LatihanKerja.

Data sebaran anak-anak terlantar dibeberapa sekolah untuk mengikuti pendidikanformal menunjukkan bahwa panti merupakantempat penampungan mereka, sedangkanpendidikannya diselenggarakan oleh sekolah-sekolah umum dari tingkat SD sampai dengantingkat SLTA. Berdasarkan hasil observasi, studidokumen dan wawancara dengan beberapa narasumber, dapat dideskripsikan bahwa modelpendidikan anak terlantar di Nusa Tenggara Baratmenganut model semi panti. Jika model panti,semestinya anak-anak terlantar melaksanakansegala aktifitasnya di dalam panti, sedangkan modelluar panti menyelenggarakan seluruh proseskegiatan pendidikan di luar panti.

Pendidikan anak terlantar di Panti Sosial AsuhanAnak Harapan Mataram melaksanakan kegiatan didalam panti dan juga di luar panti. Kegiatan pendidikandi dalam panti meliputi beberapa kegiatan seperti;ceramah agama, bimbingan sosial dan keterampilanyang terdiri dari beberapa kegiatan (olahraga,membantu ibu asuh memasak di dapur, belajarkomputer, belajar musik, imtaq bersama), dan jugakegiatan bimbingan les mata pelajaran (matematika,Bahasa Inggris, Bakat dan Seni, Bimbingan Konselingdan Kewirausahaan). Sedangkan kegiatan pendidikandi luar panti meliputi semua proses pendidikan yangdilaksanakan oleh sekolah masing-masing, termasukjuga bimbingan keterampilan kerja bagi anak-anakpanti yang telah menamatkan pendidikan formalnyasetingkat SLTA. Bimbingan keterampilan kerja inidilakukan bekerja sama dengan beberapa lembagalain seperti Balai Latihan Kerja, dan juga denganAMIKOM (Akademi Manajemen Informatika danKomputer) Mataram. Pelatihan keterampilan kerjatersebut dimaksudkan untuk membekali anak-anakterlantar yang telah menamatkan pendidikanformalnya tingkat SLTA dengan kemampuan kerjaagar bisa mandiri setelah mereka dikembalikankepada pihak keluarganya atau setelah meninggalkanpanti untuk bekerja dan melanjutkan kehidupan di luarpanti untuk menatap masa depannya.

Setiap tahun Panti Sosial Asuhan AnakHarapan Mataram menyampaikan formasi tentanganak-anak terlantar yang akan dibina. Formasitersebut disampaikan kepada Dinas Sosialkabupaten/kota se Nusa Tenggara Barat. Dalammerespon informasi tersebut, Dinas SosialKabupaten/Kota bekerja sama dengan OrganisasiSosial, Lembaga Swadaya Masyarakat, PekerjaSosial Masyarakat, Tokoh Agama dan TokohMasyarakat untuk menghimpun data tentang anak-anak terlantar di wilayahnya masing-masing. Datayang telah diperoleh dari masyarakat tersebutdisampaikan oleh lembaga-lembaga mitra tersebutkepada Dinas Sosial Kabupaten/Kota danditteruskan kepada Panti Sosial Asuhan AnakHarapan di Ibu Kota Propinsi. Data yangdisampaikan oleh semua Dinas Sosial Kabupaten/Kota diverifikasi oleh tim dan dilakukan seleksiserta kunjungan rumah. Bagi yang memenuhisyarat dan dinyatakan lulus ditampung di dalampanti dan disalurkan ke sekolah-sekolah formalsesuai dengan jenjang sekolah yang harus diikutioleh anak-anak terlantar tersebut. Mereka akanberada dalam panti sampai dengan lulus sekolahformal tingkat SLTA. Setelah lulus SLTA merekamendapatkan pelatihan keterampilan melalui BalaiLatihan Kerja atau lembaga-lembaga kursus sesuaiminat dan bakat anak-anak tersebut. Setelahmendapat pelatihan selama tiga bulan anak-anaktersebut dikembalikan kepada keluarganya untukmenjalani kehidupan selanjutnya.

Model pendidikan anak terlantar yangdilaksanakan di Nusa Tenggara Barat dapatditelaah lebih dalam dari perspektif teori sosialkhususnya teori pilihan rasional Raymond Boudon.Selanjutnya dijelaskan bahwa ada beberapa prinsipyang mendasari teori pilihan rasional. Prinsippertama ialah menjelaskan suatu fenomena sosialberarti menjadikannya sebagai akibat ataukonsekuensi dari seperangkat pernyataan yangharus bisa diterima sepenuhnya dengan mudah.Prinsip kedua, teori sosiologi yang baik adalahsuatu teori yang menafsirkan segala fenomenasosial sebagai hasil dari tindakan-tindakan individu.Prinsip ketiga, tindakan-tindakan harus dianalisissebagai tindakan yang rasional. (Bryan S.Turner,2012).

Teori pilihan rasional dapat menjelaskanmodel pendidikan anak terlantar, diawali denganprinsip pertama bahwa model pendidikan anakterlantar yang dilakukan dengan model semi pantimerupakan suatu pilihan rasional yang bisamenjelaskan fenomena sosial dan dengan mudah

232 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 228-234

Page 57: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

bisa diterima. Model semi panti ini dilakukan karenadalam panti tidak tersedia sumberdaya baik insanimaupun non insani untuk mendukung prosespendidikan dapat sepenuhnya dilaksanakan didalam panti. Selain itu panti sosial tidak dikontruksiuntuk layanan pendidikan formal, tetapi untuklayanan penyantunan bagi anak-anak yangmengalami masalah sosial. Pendidikan formalsecara kelembagaan merupakan ranah dari DinasPendidikan dan Kebudayaan, sedangkan layanansosial merupakan ranah Dinas Sosial. Denganalasan rasional demikian tentu saja pilihan alternatifdengan model semi panti, dengan mudah dapat kitaterima.

Prinsip kedua teori pilihan rasional ialahbahwa teori sosial yang baik ialah menafsirkansetiap fenomena sosial sebagai hasil dari tindakan-tindakan individu, ditambahkan prinsip ketiga yaitubahwa tindakan-tindakan individu itu harusdianalisis secara rasional. Pendidikan anak-anakterlantar di Nusa Tenggara Barat merupakanfenomena sosial sebagai hasil dari tindakan individu-individu yang meliputi berbagai pihak yangberkepentingan seperti; Gubernur, Kepala DinasSosial Kependudukan dan Catatan Sipil, KepalaPanti dan stakeholder yang menaruh minat bidangpendidikan anak terlantar. Pilihan model yangdilakukan dengan semi panti, sebagai konsekuensidari tindakan individu-individu tersebut tentulahtelah dianalisis secara rasional. Misalnya, jika modelyang dipilih dengan model panti sepenuhnya baikpenyantunan maupun pendidikan formalnya, tentusaja akan terjadi tumpang tindih dengan tugaspokok masing-masing kelembagaan, terutamaantara Dinas Sosial dengan Dinas Pendidikan.Sementara itu jika sepenuhnya dilakukan di luarpanti, maka perlu ada persiapan dengan model apapendidikan anak-anak terlantar akan dilakukan.Persiapan segala perangkat yang diperlukan untukimplementasi sebuah program kelembagaan tentumemerlukan studi yang memadai. Jikapun adagagasan yang lebih menarik untuk pelaksanaanpendidikan anak-anak terlantar masa mendatang,tentu saja proses yang telah ada tetap berjalan

sebagai pilihan alternatif yang rasional, sebelummuncul pilihan rasional berikutnya dan siapdiimplementasikan

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Model pendidikan anak terlantar di ProvinsiNusa tenggara Barat merupakan model semi panti.Karena tidak semua kegiatan dilakukan di dalampanti, juga tidak semua kegiatan dilakukan di luarpanti. Di dalam panti dilakukan berbagai kegiatanpendidikan seperti; kegiatan les mata pelajaran,ceramah agama, kegiatan keterampilan sosialseperti kegiatan olahraga, gotong royongmembersihkan lingkungan panti, dan jugamembantu ibu asuh menyediakan masakan didapur bagi anak-anak panti yang perempuan.Sedangkan kegiatan di luar panti meliputi kegiatanutama yaitu sekolah, dan juga kursus keterampilanserta mengikuti latihan keterampilan di BalaiLatihan Kerja bagi yang telah lulus jenjang SMA/SMK.

Model pendidikan anak terlantar yang ambigudapat dimaknai sebagai tidak seriusnya pemerintahmenangani pendidikan anak terlantar, sehinggaterkesan menjadi proyek pemerintah, agar tampakada kegiatan dengan anggaran yang tersedia. Akantetapi tidak menyelesaikan persoalan secaramendasar.

Saran

Berkaitan dengan model pendidikan anakterlantar, sudah saatnya lebih diutamakanpendidikan berbasis keluarga, pendidikan yangberbasis panti semestinya menjadi pilihan terakhirjika anak-anak terlantar sama sekali tidak bisa adatempat perlindungan dalam keluarga. Pendidikananak terlantar yang berbasis keluarga, secarakonsep tampak lebih manusiawi dibandingkanpendidikan model panti. Karena dalam keluargaanak-anak dimungkinkan memperoleh kasihsayang berdasarkan nilai-nilai dalam keluarga.

DAFTAR RUJUKAN

Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa TenggaraBarat Kerjasama dengan BAPPEDAProvinsi NTB, Nusa Tenggara BaratDalam Angka, 2011.

Bryan S. Turner, Teori Sosial Dari KlasikSampai Postmodern, Yogyakarta: PustakaPelajar, 2012.

Bourdieu, Pierre, Habitus, Modal dan Ranah,Pengantar Paling Komprehensif Kepada

Wijana, Model Pendidikan Anak-anak Terlantar 233

Page 58: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Pemikiran Pierre Bourdieu, Bandung:Jalasutra, 2009.

Dinas Sosial Propinsi Lampung, Pengertian danKarakteristik Penyandang MasalahKesejahteraan Sosial, http://dinsoslam-pung.web.id/ ,diakses 10 Desember 2011.

Sumarno, Setyo, dkk, Model Penanganan AnakTerlantar Berbasis Kekerabatan, Jakarta:

Puslitbang UKS-Balatbang Sosial-Departemen Sosial, 2004.

Tilaar, H.A.R., Kekuasaan dan Pendidikan,Manajemen Pendidikan Nasional DalamPusaran Kekuasaan, Jakarta: PT. RinekaCipta, 2009.

Tim Koordinasi Penanggulangan KemiskinanProvinsi NTB, Percepatan Penanggulang-an Kemiskinan NTB , 2011.

234 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 228-234

Page 59: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MEWUJUDKANVARIASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Puji RahayuMustiningsih

Asep Sunandar

E-mail: [email protected] Negeri Malang, Jl. Semarang No.5 Malang 65145

Abstract: The purpose of this study was (1) to describe the role of the principal in supervisingteachers in the use of cooperative learning; (2) describe the principal’s role in motivating teachers touse cooperative learning methods; (3) to describe the role of the principal in the evaluation ofcooperative learning programs. This research was conducted with a qualitative approach; this kindof research is a case study for a selected case study on one object, SMP Negeri 2 Pakel Tulungagung.The results showed that the principal’s role in supervising teachers to use cooperative learningmethods is the principal role as a leader and manager.

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan peran kepala sekolah dalam mensupervisipara guru dalam menggunakan pembelajaran kooperatif; (2) mendeskripsikan peran kepala sekolahdalam memotivasi para guru untuk menggunakan metode pembelajaran kooperatif; (3) untukmendeskripsikan peran kepala sekolah dalam evaluasi program pembelajaran kooperatif. Penelitianini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, jenis penelitian ini adalah studi kasus karena dipilih satukasus pada satu objek penelitian, yaitu SMP Negeri 2 Pakel Tulungagung. Hasil penelitian menunjukkanbahwa peran kepala sekolah dalam mensupervisi para guru untuk menggunakan pembelajaran metodekooperatif adalah kepala sekolah berperan sebagai leader dan manajer.

Kata Kunci: peran kepala sekolah, pembelajaran kooperatif

Keberhasilan sekolah dalam melaksanakanprogram pendidikan dan pengembangan perludidukung dengan efektifitas kepemimpinanpendidikan yang dijalankan oleh eksekutif lembagapendidikan khususnya para kepala sekolah,pengawas, maupun administrator lain yang diberitugas dan tanggung jawab untuk mengambil inisiatifpelaksanaan fungsi kepemimpinan pendidikan disekolah. Kepemimpinan yang diterapkan di sekolahsangat penting karena merupakan motorpenggerak bagi segenap sumber daya sekolahyang tersedia, terutama guru dan karyawansekolah. Peran ini memiliki sumbangan yang cukupbesar bagi sekolah.

Kepala sekolah mempunyai peran yangsangat penting dalam menentukan keberhasilanpembelajaran di sekolah. Sebagai kepala sekolah,mempunyai peran sebagai leader, supervisor,administrator, dan manajer Mulyasa (2004:98).Kepala sekolah bertanggungjawab dalam membinadan membantu guru yang menemui kesulitandalam pelaksanaan program pembelajaran

kooperatif. Hal ini dimaksudkan agar tujuanpembelajaran dapat tercapai dengan baik.Kemampuan dalam menggerakkan guru dalammencapai tujuan pembelajaran kooperatifmerupakan faktor penentu dalam keberhasilanpelaksanaan pembelajaran kooperatif, karenakepala sekolah tidak dapat bekerja sendiri tanpadukungan para guru dan staf sekolah.

Proses kepemimpinan di sekolah harusberfungsi secara optimal dan oleh karenanya kepalasekolah dituntut kemampuan kepemimpinan yangtinggi agar dapat tercapainya tujuan secara efektifdan efisien. Kepala sekolah yang berjiwa pemimpinyakni kepala sekolah mampu mempengaruhi,mendorong, membimbing, mengarahkan, danmenggerakkan staf sekolah agar dapat bekerjasecara efektif dalam rangka mencapai sasarandengan visi dan misi yang telah ditetapkan. Halyang paling berpengaruh bagi seorang guru yaitupembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran(RPP) yang di dalamnya harus memperhitungkanmodel pembelajaran yang digunakan ketika akan

235

Page 60: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

melakukan proses belajar mengajar. Pada prosesbelajar mengajar tentu ada aktivitas belajar siswa.Aktivitas belajar siswa sangat tergantung padalingkungan belajarnya, semakin kondusiflingkungan belajar siswa maka siswa dapat belajarlebih efektif. Walaupun sudah ada kebijakan barumengenai kurikulum dengan diberlakukannyaKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)namun pada kenyataan di lapangan atau di sekolah-sekolah masih banyak kita jumpai pembelajaranyang terpusat pada guru (teacher centered),sehingga siswa menjadi pasif dan bosan mengikutipelajaran. Hal tersebut dapat menyebabkan hasilbelajar siswa menjadi rendah.

Salah satu cara untuk mengatasi masalah ituyaitu dengan memperbaiki cara mengajar guru daripembelajaran teacher centered menjadipembelajaran student centered. Salah satu modelpembelajaran kooperatif adalah pembelajaranstudent centered. Pembelajaran kooperatifmerupakan struktur pembelajaran dalam kelompokkecil, dimana anggotanya dan siswa bekerja samadalam kelompok untuk mencapai tujuan belajar.Dalam pembelajaran kooperatif siswa dituntut aktifsaat proses belajar-mengajar berlangsung.

METODE

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatankualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang tidakmenguji hipotesis melainkan mengolah danmemaparkan data. Menurut Kirk dan Miller (dalamUlfatin, 2004:3) “penelitian kualitatif merupakantradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosialsecara fundamental yang bergantung pengamatanpada manusia dalam kawasannya sendiri, danberhubungan dengan orang-orang dalambahasanya sendiri”. Menurut Mc Millan &Schumacher (dalam Wiyono, 2006:72) “penelitiankualitatif adalah proses penelitian yangpelaksanaannya secara sistematis dan intensifuntuk mendapatkan pengetahuan tentangfenomena sosial dengan menggunakan fenomenasosial itu sendiri”.

Penelitian kualitatif diartikan sebagai suatuproses pengumpulan dan analisis data secarasistematis dan intensif untuk memperolehpengetahuan tentang fenomena sosial denganmenggunakan fenomena sosial itu sendiri. Jenispenelitian ini adalah studi kasus karena terdapatsatu kasus pada satu objek penelitian, yaitu SMPNegeri 2 Pakel Tulungagung.

Sumber data yang digunakan dalam penelitianini adalah informasi yang disampaikan oleh subjekpenelitian pada saat wawancara, tindakan yangdilakukan oleh subjek penelitian, dan dokumen yangberkaitan dengan manajemen pembelajarankooperastif. Sumber data manusia akanmenghasilkan kata-kata atau tindakan melaluipengamatan dan kegiatan wawancara oleh penelititerhadap sumber data tersebut, kata-kata/ucapandan perilaku manusia. Sedangkan sumber data nonmanusia adalah data berupa dokumentasi, arsipinstansi, foto-foto sebagai gambaran dari prosesmanajemen pembelajaran kooperatif. Setelah datatersebut diperoleh kemudian dilakukan pengecekankeabsahan data dengan menggunakan metodetrianggulasi dan ketekunan pengamatan. Ada 3teknik yang di gunakan peneliti dalam pengumpulandata penelitian, yaitu: (1) teknik observasi; (2)teknik dokumentasi; (3) teknik wawancara.

Langkah selanjutnya analisis data yaitu suatuproses menyusun data agar bisa ditafsirkan dandisimpulkan. Menurut Miles & Hubermen (dalamWiyono, 2007:93) ada tiga langkah yang dilakukandalam proses analisis data, yaitu reduksi data,display data, dan verifikasi data/kesimpulan.Reduksi data merupakan kegiatan memilih datayang tepat. Data yang masuk, baik dari hasil catatanaktual dilapangan, hasil wawancara, hasil rekaman,ringkasan data, atau hasil data lainnya perludireduksi sesuai dengan pertanyaan-pertanyaanpenelitian dan kasus-kasus yang ada.

Langkah selanjutnya adalah display data/peyajian data. Data disajikan dalam bentuk kata-kata, kalimat-kalimat/paragraph-paragraf sehinggabentuk penyajiaannya banyak berbentuk uraianteks panjang. Selain itu penyajian data dilakukandengan membuat hasil penelitian menjadiringkasan terstruktur yang dibuat dalam bentukmatriks hasil temuan penelitian. Langkah terakhiryaitu verifikasi data/menarik kesimpulan. Menarikatau memverifikasi kesimpulan merupakankegiatan untuk menarik makna dari data yangditampilkan. Ada banyak cara yang dilakukan dalammemverifikasi data, antara lain dengan caramembandingkan, mengelompokkan, menelaahkasus negatif, dan memeriksa hasil-hasil denganresponden.

HASIL

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perankepala sekolah dalam mensupervisi para guru untukmenggunakan pembelajaran metode kooperatif

236 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 235-241

Page 61: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

melibatkan semua unsur/komponen sekolah,diantaranya guru. Sebagai manajer Bapak EdiSugeng berfungsi sebagai orang yangbertanggungjawab untuk mengelola lembagapendidikan yang dipimpinnya. Kepala sekolahmengadakan rapat guru untuk menggunakan modelpembelajaran kooperatif. Sebelum menggunakanRancangan Pembelajaran Sekolah (RPS) paraguru dan kepala sekolah mendiskusikan modelpembelajaran yang akan dipakai, setelah RPSsudah siap, kemudian para guru menerapkan modelpembelajaran yang telah di musyawarahkantersebut. Pengawasan terhadap pelaksanaanpembelajaran yang dilakukan oleh kepala sekolahdilakukan secara rutin dan berkelanjutan setiapakhir minggu.

Rapat tentang penerapan pembelajarankooperatif berjalan dengan lancar. Para gurumemperhatikan arahan dari kepala sekolah.Bahkan terlihat beberapa guru mencatat apa yangdibicarakan dalam rapat tersebut. Motivasi paraguru untuk meningkatkan pengajaran yang lebihbaik diikuti oleh semua guru.

Kepala sekolah banyak memberikan motivasikerja, melakukan hubungan yang baik, memberidukungan fasilitas, mewujudkan pembelajaran yangkondusif. Persiapan yang dilakukan kepala sekolahdari menyipakan fasilitas pembelajaran sampaimelakukan bimbingan kepada guru juga sudah baik.Bahkan kepala sekolah pernah terjun sendiri untukmempraktikkan pembelajaran kooperatif ini.Teknik memotivasi adalah dengan melakukanpembinaan kepada semua guru dan dilakukanminimal seminggu satu kali diadakan. Selainitu,tidak hanya para guru dan staf karyawan sajayang diberikan motivasi oleh kepala sekolah. BapakEdi Sugeng Santoso juga menyempatkanmemotivasi siswa agar lebih giat dan semangatbelajar lagi. Dengan kesabaran kepala sekolahmaka apa yang dilakukannya berhasil sehinggatidak sedikit peserta didiknya berhasil menjuarailomba setingkat kabupaten. Selain unggul di bidangnon akademik juga berhasil dalam bidangakademik, yaitu nilai akhir ujian nasional pada tahun2010 lalu bagus dan hampir semua lulusan dapatditerima di Sekolah lanjutan tingkat atas di negeri.

Kepala sekolah bertanggungjawab dalammemberikan kesejahteraan, dan pemenuhankebutuhan fasilitas. Kepala sekolahmengikutser takan anggota sekolah danmemberikan bimbingan kepada para guru. Selainitu, kepala sekolah juga memberi contoh dengan

cara mempraktekkan sendiri pembelajarankooperatif dengan siswanya.

Bapak Edi Sugeng merupakan kepala sekolahyang bertanggungjawab dalam mengembantugasnya, terbukti dengan sabar beliau memotivasipara siswa untuk mendapatkan prestasi yang terusmeningkat. Kepala sekolah mengembangkanpedoman pengajaran dengan selalu memperbaruipengajaran yang lebih menarik dari sebelumnya.Pengawasan merupakan proses pemantauankegiatan untuk menjaga agar kegiatan yangdilaksanakan terarah dan menuju pada pencapaiantujuan yang direncanakan dan mengadakan koreksiterhadap kegiatan-kegiatan yang menyimpang ataukurang tepat sasaran yang dituju. Sehubungandengan itu pengawasan menjadi fungsi yangpenting dari keseluruhan fungsi manajemen. Inimarupakan fungsi penting bagi pemimpinpendidikan seperti kepala sekolah.

Pengawasan terhadap pelaksanaanpembelajaran kooperatif dilakukan oleh kepalasekolah secara berkelanjutan. Evaluasi daripengadaan pembelajaran kooperatif dilakukanterhadap semua guru. Hasil evaluasi berupatemuan yang dipakai sebagai bahan pertimbangandalam melaksanakan pembelajaran selanjutnya.Upaya-upaya yang dilakukan kepala sekolah dalammewujudkan pembelajaran kooperatif dilakukansecara berkelanjutan. Pengawasan terhadappelaksanaan pembelajaran kooperatif dipakaisebagai alat evaluasi. Hasil evaluasi ditindaklanjutimelalui pembinaan individu dan kelompok atauberupa rapat.

Peran kepala sekolah dalam evaluasi programpembelajaran kooperatif dilakukan secara aktif.Peran kepala sekolah dalam evaluasi pembelajarankooperatif ini adalah sebagai evaluator dansupervisor. Sebagai evaluator, kepala sekolahberperan sebagai pengontrol kegiatan setiappersonil sekolah. Sebagai supervisor kepala sekolahberperan membantu guru apabila mengalamikesulitan dalammenerapkan pembelajarankooperatif dan memberikan pembinaan sebagaitindak lanjut dari pelaksanaan evaluasi.Pengawasan dan evaluasi dilakukan secara rutindan berkelanjutan, tidak menunggu akhir semester.Pengawasan dilakukan pada proses yang berjalandan disimpulakan pada setiap akhir bulan. Hasilevaluasi dianalisa bersama-sama guru dan dijadikansebagai acuan perbaikan pengajaran pada kurunwaktu selanjutnya. Semua komponen dievaluasiberdasarkan standart mutu yang telah ditetapkandalam proses pengajaran. Kepala sekolah selalu

Rahayu dkk, Peran Kepala Sekolah dalam Mewujudkan Variasi Pembelajaran Kooperatif 237

Page 62: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

menerapkan standar penilaian untuk mengukurkemajuan sekolah. Setiap tahapan yang sudahdilaksanakan dilakukan secara terus-menerus.Pengontrolan yang dilakukan oleh kepala sekolahdapat mengendalikan kePeran kepala sekolahdalam evaluasi program pembelajaran kooperatifdilakukan secara aktif.

Peran kepala sekolah dalam evaluasipembelajaran kooperatif ini adalah sebagaievaluator dan supervisor. Sebagai evaluator, kepalasekolah berperan sebagai pengontrol kegiatansetiap personil sekolah. Sebagai supervisor kepalasekolah berperan membantu guru apabilamengalami kesulitan dalammenerapkanpembelajaran kooperatif dan memberikanpembinaan sebagai tindak lanjut dari pelaksanaanevaluasi. Pengawasan dan evaluasi dilakukansecara rutin dan berkelanjutan, tidak menungguakhir semester. Pengawasan dilakukan padaproses yang berjalan dan disimpulakan pada setiapakhir bulan. Hasil evaluasi dianalisa bersama-samaguru dan dijadikan sebagai acuan perbaikanpengajaran pada kurun waktu selanjutnya. Semuakomponen dievaluasi berdasarkan standart mutuyang telah ditetapkan dalam proses pengajaran.Kepala sekolah selalu menerapkan standarpenilaian untuk mengukur kemajuan sekolah.Setiap tahapan yang sudah dilaksanakan dilakukansecara terus-menerus. Pengontrolan yangdilakukan oleh kepala sekolah dapat mengendalikankemungkinan penyimpangan yang terjadi.

Hasil evaluasi dianalisa oleh kepala sekolahdan dijadikan sebagai acuan perbaikan peningkatanpengajaran pada semester selanjutnya. Semuakomponen dievaluasi berdasarkan standar yangtelah ditentukanmungkinan penyimpangan yangterjadi.

PEMBAHASAN

Berdasarkan temuan penelitian yang telahdipaparkan maka selanjutnya paparan tersebutdibahas atau didiskusikan dengan kajian teori danhasil penelitian sebelumnya yang berhubungandengan peran kepala sekolah. Peran kepalasekolah dalam mensupervisi para guru untukmenggunakan pembelajaran kooperatif adalahmelakukan kegiatan kunjungan kelas untukmengamati proses pembelajaran secara langsung.Kunjungan kelas adalah teknik pembinaan guruoleh kepala sekolah, pengawas, dan Pembinalainnya dalam rangka mengamati pelaksanaanproses belajar mengajar, sehingga memperoleh data

yang diperlukan dalam rangka pembinaan guru.Tujuan kunjungan kelas ini adalah untuk menolongguru dalam mengatasi kesulitan atau masalah gurudi dalam kelas. Melalui kunjungan kelas, pengawasakan membantu permasalahan yang dialami-nya.kunjungan kelas dapat dilakukan denganpemberitahuan atau tanpa pemberitahuan terlebihdahulu, dan biasa juga atas dasar undangan dariguru itu sendiri.

Pada rapat tentang penerapan pembelajarankooperatif, berjalan dengan lancar, para gurumemperhatikan dan mencatat pembinaan darikepala sekolah. Guru juga selalu hadir apabila adarapat, karena kesadaran dari masing-masing guru,maka sekolah mendapatkan prestasi yang unggul.

Untuk mewujudkan pembelajaran kooperatifkepala sekolah mengadakan pembinaan kepadaguru dan dilakukan minimal satu minggu sekali.Pembinaan dilakukan secara individu maupunkelompok atau dalam bentuk rapat. Demikian jugakepaala sekolah mengadakan kunjungan kelas danmenganalisis lingkungan pembelajaran dalam kelastersebut. Apabila ada hasil yang belum memuaskanmaka kepala sekolah akan melakukan pembinaankepada guru tersebut. Menurut hasil penelitian,kepala sekolah mengadakan kunjungan kelassecara tidak terduga dan guru belum mengetahuisebelumnya jika diadakan kunjungan kelas di dalampengajaran tersebut. Jadi kepala sekolah akansangat mengetahui kejadian faktanya yang adadalam kelas tersebut. Sebelum mengadakanpembinaan kepada guru kepala sekolah melakukanpengawasan terlebih dahulu. Pengawasandilakukan untuk mengetahui tingkat kinerja guru.Kepala sekolah melakukan pembinaan kepadaguru dengan cara mengumpulkan anggota sekolahdan diberi pengarahan. Peneliti juga hadir padasaat kepala sekolah memberikan pembinaansecara individu kepada salah seorang guru yangkesulitan dalam menerapkan pembelajarankooperatif.

Peran kepala sekolah dalam mensupervisipara guru untuk menggunakan pembelajaranmetode kooperatif sebagai leader. Sebagai leader,kepala sekolah berperan dalam mempengaruhi(mengarahkan) staf sekolah untuk melaksanakantugas guru dalam mengajar demi tercapainya suatutujuan pendidikan. Kepala sekolah disinibertanggungjawab terhadap apapun keputusanyang diambil sekolah. Sebagai seorang leaderkepala sekolah mempunyai hak untuk mengambilkebijakan-kebijakan dalam pengambilan keputusanberdasarkan suara terbanyak (keputusan

238 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 235-241

Page 63: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

partisipasif). Hal ini sesuai dengan peran kepalasekolah menurut Burhanuddin (2004:39) secaraumum ada 6 (enam) peranan penting kepalasekolah sebagai leader yaitu: 1) statesperson(ahli kenegaraan); 2) educational leader(pemimpin pendidikan); 3) supervisory leader(pembina staf); 4) organizational leader(pemimpin organisasi); 5) administrative leader(pemimpin administratif); dan 6) team leader(pemimpin kelompok atau tim).

Kepala sekolah selalu mengawali kegiatannyadengan membuat perencanaan secara cermat danmendetail. Cara pengajaran yang rasional danrelevan dengan kebutuhan murid dan masyarakatini tercantum dalam tujuan sekolah. PenyusunanRancangan Pembelajaran Sekolah (RPS) di susunberdasarkan keputusan partisipasif. Biasanya,pembuatan RPS hanya di susun oleh salah satuguru saja tanpa melibatkan personalia yang lain,namun disini penyusunan RPS menggunakan rapatyang melibatkan seluruh anggota sekolah yangmengikuti untuk dapat menggunakan modelpembelajaran kooperatif.

Dalam mensupervisi para guru untukmenggunakan pembelajaran kooperatif, kepalasekolah berperan sebagai manajer yang bertugasmengelola warga sekolah untuk mengambilkeputusan partisipasif guna mencapai keputusanbersama, hal ini sesuai dengan pendapat Terry,proses manajemen ditempuh melalui 4 tahapanyaitu planning, organizing, actuating dancontroling (Fatah, 2000). Menyusun perencanaanmerupakan langkah awal yang harus ditempuhkepala sekolah dan ia memposisikan dirinyasebagai koordinator perencanaan program.

Supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah,merupakan supervisi secara langsung, karenakepala sekolah mempunyai peluang waktu yangsangat besar untuk bisa bertatap muka dengan dguru, sehingga bila peranan kepala sekolah sebagaiseorang supervisor itu dapat terlaksana denganbaik. Kepala sekolah juga mengadakanpengawasan dan pembinaan, Pengawasan danpengendalian juga merupakan tindakan preventifuntuk mencegah agar para tenaga kependidikantidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya. Jenissupervisi yang digunakan oleh kepala sekolah SMPNegeri 2 Pakel Tulungagung adalah bersifatindividual dan bersifat kelompok. Teknik supervisiyang bersifat individual antara lain; kunjungankelas, observasi kelas, percakapan pribadi, salingmengunjungi kelas, dan menilai diri sendiri.

Sedangkan teknik yang bersifat kelompok diantaraadalah diskusi, dan rapat guru. Kepala sekolahmelakukan pembinaan secara individu kepada guruyang mengalami hambatan dalam mengajar.

Peran kepala sekolah dalam memotivasiadalah dengan memberikan kesejahteraan, kepalasekolah juga bertanggungjawab terhadappemenuhan fasilitas. Motivasi berperan sangatpenting untuk meningkatkan semangat dan prestasikerja. Motivasi merupakan salah satu faktor yangturut menentukan keefektifan kerja. Cara yangdapat dilakukan oleh kepala sekolah dalammembangkitkan semangat kerja bawahan adalahdengan memberikan dukungan.

Tugas Kepala Sekolah di dalam mengatursuasana kerja meliputi; menciptakan hubungankerja sesama guru yang harmonis, menciptakanhubungan kerja sesama karyawan yang harmonis,menciptakan hubungan kerja antara guru dankaryawan yang harmonis, dan mampu menciptakanrasa aman di sekolah.

Peran kepala sekolah dalam memotivasi paraguru untuk menggunakan pembelajaran metodekooperatif, kepala sekolah sebagai motivatorberperan dalam memberikan semangat kerja,menyediakan fasilitas yang dibutuhkan secaraintensif khusus bagi guru. Pembelajaran efektifyang diterapkan oleh guru dengan mewujudkankeaktifan, kreatifitas, keefektifan, dan suasana yangmenyenangkan.

Kepala sekolah juga berperan memberikankesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan fasilitas.Kepala sekolah mengikutsertakan seluruh anggotasekolah mulai dari guru dan karyawan tata usaha.Peran kepala sekolah dalam memberikanbimbingan kepada guru agar lebih semangatdibuktikan dengan adanya pembinaan kepada paraguru. Kepala sekolah mengembangkan pedomanpengajaran dan selalu mengikuti pengajaran yangbagus. Selain itu kepala sekolah juga pernahmemotivasi siswa secara langsung. Untukmemberikan semangat belajar yang tinggi. Danhasilnya SMP Negeri 2 Pakel mempunyai outputyang baik.

Berbagai bidang kegiatan mendapatkanperhatian dan pembinaan secara baik. Prestasi dibidang akademik dan non akademik telah diraihsiswa dengan baik. Dalam bidang akademik hampir80 % siswa lulusan diterima di SMA negeri maupunSMA Unggulan. Bidang non akademik telah diraihsiswa melalui prestasi lomba, diantaranya lombamata pelajaran, lomba jurnalistik, dan masih banyaklagi.

Rahayu dkk, Peran Kepala Sekolah dalam Mewujudkan Variasi Pembelajaran Kooperatif 239

Page 64: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Tingkat kehadiran guru dalam prosesbelajar-mengajar dalam mewujudkanpembelajaran kooperatif ini cukup baik. Dalamsatu semester diharapkan tingkat kehadiran gurudapat mencapai 100 %, tapi pada kenyataannyamasih ada 90 % dan masih ada sedikit guru yangbelum memenuhi tingkat kehadiran mengajar100 %. Per siapan kepala sekolah dalammemotivasi para guru untuk menerapkanpembelajaran kooperatif dengan menggunakancontoh RPS dan di berikan pembinaan sertapengarahan pada para guru untuk melakukanpembelajaran kooperatif.

Dukungan dari kepala sekolah sangat tinggi,upaya kepala sekolah dapat terus menjalinkomunikasi dengan seluruh anggota sekolah baikkomunikasi secara formal maupun non formal.Kepala sekolah dapat mencontohkan pembuatanRPS dan juga mempraktekkan untuk dapatmenghasilakan pembelajaran kooperatif.

Berdasarkan paparan diata s, dapatdisimpulkan bahwa kepala sekolah sebagaimotivator senantiasa memotivasi para bawahanagar dapat menjalankan kinerjanya dengan baik.Motivasi yang diberikan lebih kepada ucapanterimakasih dan dukungan. Motivasi yangdiberikan oleh kepala sekolah bukan sajadiberikan untuk guru saja, melainkan motivasijuga diberikan bagi para siswa agar lebih giatbelajar. Siswa-siswi di SMP Negeri 2 PakelTulungagung ser ing mendapatkan pialapenghargaan karena prestasi siswa yangmenjuarai berbagai lomba tingkat kabupaten.

Peran kepala sekolah dalam evaluasiprogram pembelajaran kooperatif disini adalahsebagai evaluator dan supervisor. Peran kepalasekolah dalam evaluasi pembelajaran kooperatifadalah sebagai evaluator, yaitu mengadakanpenilaian kepada guru untuk mengetahui sejauhmana pembelajaran telah dilaksanakan. Melaluievaluasi akan diketahui beberapa hasil daripembinaan yang sebelumnya dilakukan danmengetahui beberapa bidang pengajaran yangtelah dilakukakan ser ta mengetahuihambatannya. Hasil evaluasi juga akan dipakaisebagai bahan pembinaan berikutnya. Evaluasidalam pengajaran dilakukan untuk mengetahuiapakah program pembelajaran kooperatif telahmenncapai sasaran yang diharapkan, apakahpembelajaran berjalan sesuai dengan RPS yangdibuat, serta mengetahui hambatan dan kesulitanpara guru dalam melakukan pengajaran. Bidangsasaran evaluasi meliputi kiner ja guru,

peningkatan mutu, pembelajaran PAKEM, teamekstrakurikuler, pengelola sarana prasarana danmanajemen transparan (Umaedi, 2001).

Dalam evaluasi pembelajaran, prinsipberkelanjutan/ tindak lanjut telah diterapkankepala sekolah. Pengawasan dilaksanakandalam kurun waktu tertentu dan tidak menunggupada akhir program pembelajaran. Pengawasanini ber jalan efektif dalam setiap tahapmenemukan kesulitan/keberhasilan yang dicapaiguru dan hasil ini akan dianalisis untuk bahanacuan pelaksanaan program tahap berikutnya.Sasaran pengawasan kepalaa sekolah disampingbersifat operasional yang dilakukan oleh paraguru, juga menyangkut sarana prasaranasekolah, sarana gedung sekolah, dan ruang kelasserta fasilitas pembelajaran. Sarana gedungsekolah dan ruang kelas terus diadakanpemeriksaan dan perbaikan menyangkutpengecatan dan keindahan kelas dan halamansekolah. Kelengkapan alat peraga di ruanglaboratorium juga diadakan dengan pendataanyang dilakukan secara rutin setiap awalsemester.

Data tersebut menunjukkan bahwa prosespelaksanaan evaluasi terhadap pembelajarankooperatif telah dilakukan oleh kepala sekolahberdasarkan konsep pengawasan, yaitupengawasan pada dasarnya terdiri dar i 2kegiatan yaitu monitor ing dan evaluasi.Monitoring bertujuan untuk supervisi, artinyauntuk mengetahui apakah pembelajarankooperatif berjalan dengan yang direncanakan,apa hambatan yang terjadi dan bagaimanapelaksana mengatasi masalah tersebut. Evaluasiber tujuan untuk mengetahui apakahpembelajaran kooperatif mencapai sasaran yangdi harapkan .

Hasil dan temuan yang diperoleh kepalasekolah melalui tahap pengawasanpembelajaran kooperatif dipakai sebagai bahanpembinaan terhadap guru dan kelompok. Bentukbimbingan yang dilakukan oleh kepala sekolahada dua macam, yaitu bimbingan individual dankelompok. Bimbingan individual diberikankepada guru yang mengalami kesulitan-kesulitansecara khusus dalam pelaksanaan pembelajarankooperatif. Sedangkan bimbingan bimbingankelompok dilakukan dalam bentuk rapat yangdiikuti oleh semua personalia. Tukar pendapatdan solusi pemecahan terhadap beberapakesulitan/masalah yang terjadi dilakukan dalampertemuan ini. Peran kepala sekolah disini

240 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 235-241

Page 65: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

adalah sebagai mediator yang berusahamenyatukan berbagai pendapat untukmendapatkan solusi/pemecahan yang terbaik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perankepala sekolah dalam mensupervisi para guru untukmenggunakan pembelajaran metode kooperatifadalah kepala sekolah berperan sebagai leaderdan manajer, mengadakan rapat sekolah,melakukan pengawasan, melakukan pembinaan,dan melakukan bimbingan individu/kelompok.Peran kepala sekolah dalam memotivasi para guruuntuk menggunakan pembelajaran metodekooperatif, kepala sekolah berperan memberikankesejahteraan, pemenuhan kebutuhan fasilitas,mengikutsertakan anggota sekolah, memberikanbimbingan kepada guru, mempraktikkanpembelajaran kooperatif, mengembongkanpedoman, dan memotivasi siswa. Peran kepalasekolah dalam evaluasi pembelajaran kooperatif,dalam hal ini kepala sekolah berperan sebagaievaluator dan supervisor, evaluasi dan pengawasanpembelajaran kooperatif, evaluasi rutin danberkelanjutan, melibatkan semua komponen,pengawasan dan pembinaan individu dankelompok, dan melakukan tindak lanjut.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapatdisarankan bagi (1) kepala sekolah dalampenerapan pembelajaran kooperatif disarankankepada kepala sekolah untuk selalumengidentifikasi kelebihan dan kelemahan yangdimiliki sekolah serta menganalisis temuan sebagaibahan evaluasi penerapan pembelajaran kooperatifpada semester berikutnya; (2) guru dan karyawanSMP Negeri 2 Pakel Tulungagung Untuk lebihmeningkatkan profesionalisme dan semangat kerjakeras serta mempertahankan kedisiplinan yangtelah dibina, dan apabila dalam melaksanakanpembelajaran kooperatif mengalami kesulitan,disarankan untuk mencari literatur yang berkaitandengan pembelajaran kooperatif dan apabila tidakbisa mengatasi permasalahan tersebut diharapmeminta bantuan kepada kepala sekolah; (3)Ketua Jurusan Administrasi Pendidikan KetuaJurusan Administrasi pendidikan disarankan untukmemperluas kajian tentang peran kepala sekolahdan pembelajaran kooperatif.(4) peserta didik,meningkatkan kemampuan peserta didik,Meningkatkan pengetahuan peserta didik danmerangsang keaktifan peserta didik; (5) BagiPeneliti Lain hasil penelitian ini masih terbatas,sehingga disarankan bagi peneliti lain untuk dapatlebih mengembangkan dan menambah kajian ilmiahyang ada.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian SuatuPendekatan Praktik. Jakarta: RinekaCipta.

Burhanuddin & Bafadal, I. 1991. Administrasi,Organisasi, dan Kekepalasekolahan diSMTA. Depdikbud IKIP Malang ProyekFasilitas: Operasi dan Perawatan.

Fattah, 2000. Landasan Manajemen Pendidikan,Bandung: Remaja Rosdakarya.

Moleong, L. 2000. Metode Penelitian Kualitatif.Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2007. Menjadi Kepala SekolahYang Profesional. bandung: PT RemajaRosdakarya.

Ngalim, P. 2002, Administrasi  dan  SupervisiPendidikan. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.

Ulfatin, N. 2004. Penelitian Kualitatif. Malang:Universitas Negeri Malang.

Umaedi. 1999. Manajemen Peningkatan mutuberbasis Sekolah: Sebuah pendekatanBaru dalam pengelolaan Sekolah untukpeningkatan Mutu. Depdikbud.

Usman, M. 2002. Menjadi Guru Profesional.Bandung: PT. Remaja. Rosdakarya.

Wahjosumidjo. 1955. Kepemimpinan KepalaSekolah. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.

Wikipedia. 2011. Pegertian PembelajaranKooperatif, (Online), (http://www.scribd.c o m/ d o c / 5 6 6 1 7 5 6 5 / 1 0 / C i r i - c i r i -pembelajaran-kooperatif) diakses 18Oktober 2011.

Wiyono, B. B. 2007. Metodologi Penelitian(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, danAction Research). Malang: UM.

Rahayu dkk, Peran Kepala Sekolah dalam Mewujudkan Variasi Pembelajaran Kooperatif 241

Page 66: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH PEREMPUANDALAM MENGEMBANGKAN HIDDEN CURRICULUM

WijayantoNurul Ulfatin

E-mail: [email protected] Pascasarjana Universitas Negeri Malang

Jl. Semarang 5 Malang

Abstract: This study aimed to describe the shape of the HC, the principal strategy of women indeveloping HC, stakeholder responses to the presence of HC, obstacles and ways to overcome theproblem of HC, and the impact the character of the HC. This study used a qualitative approach witha case study design. The data collection method, interview, observation and documentation. Dataanalysis was performed with a series of data reduction, data presentation and conclusion. One of theresults of the study showed that the HC is a change in behavior of the school community, theestablishment of a school atmosphere pleasant and comfortable, awakening consciousness ofstudents, and the growth of public confidence in the school.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk HC, strategi kepala sekolahperempuan dalam mengembangkan HC, tanggapan stakeholders terhadap keberadaan HC, kendaladan cara mengatasi masalah HC, dan dampak karakter dari HC. Penelitian ini menggunakan pendekatankualitatif dengan rancangan studi kasus. Pengumpulan data mengunakan metode wawancara, observasidan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan rangkaian reduksi data, penyajian data dan penarikankesimpulan. Salah satu hasil penelitian memperlihatkan bahwa dampak HC adalah perubahan perilakuwarga sekolah, terwujudnya suasana sekolah yang nyaman dan menyenangkan, terbangunnyakesadaran siswa, dan tumbuhnya kepercayaan masyarakat kepada sekolah.

Kata kunci: kepemimpinan, kepala sekolah perempuan, hidden curriculum

Kepemimpinan merupakan kunci pokokkeberhasilan suatu organisasi yang dipimpinnya.Seorang pemimpin perlu memiliki kompetensikepemimpinan. Dalam sistem persekolahan diIndonesia, kompetensi kepemimipinan diaturmelalui Peraturan Menteri Pendidikan NasionalNomor 13 Tahun 2007 tentang Standar KepalaSekolah/Madrasahditetapkan bahwa ada 5 (lima)dimensi kompetensi yaitu: kompetensi kepribadian,kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan,kompetensi supervisi dan kompetensi sosial.Sebagai pemimpin, kepala sekolah memilikitanggung jawab resmi untuk mengembangkan staf,kurikulum, dan pelaksanaan pendidikan disekolahnya seperti yang tercantum dalamPeraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19Tahun 2007 tentang Standar PengelolaanPendidikan Dasar dan Menengah.

Membahas tentang kepemimpinanperempuan berarti membahas masalah gender

dengan titik berat pada posisi perempuandibeberapa kehidupan, mulai dari pandangan yangmencemaskan ketidakadilan laki-laki terhadapperempuan sampai dengan kepatutan perempuandalam tugas publik.Kepemimpinan perempuandianggap mampumenyelesaikan beberapapersoalan dalam dunia pendidikan. Naisbitt danAburdene (1990) menjelaskan bahwa jalan menujukepemimpinan bagi perempuan dimulai denganpendidikan.Perempuan yang memiliki pendidikanyang tinggi dapat memilih berbagai alternatifpekerjaan yang kini terbuka lebar baginya,misalnya menjabat sebagai presiden, rektor, kepalasekolah dan sebagainya.

Kurikulum yang dikembangkan oleh sekolahsesuai dengan potensi yang dimiliki. Disampingmenggunakan kurikulum dengan mata pelajaranyang terstandar, juga mengembangkan hiddencurriculum (kurikulum tersembunyi) yangmerupakan ciri khas SD Plus Al-Kautsar Malang

242

Page 67: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

yang tidak dikemas dalam pembelajaran formalmelainkan dalam bentuk pembiasaan danpembangunan budaya sekolah. Hiddencurriculum merupakan kegiatan terprogram yangpelaksanaannya tidak terstruktur, namun tetapterarah sesuai dengan indikator hasil belajar.Tujuan dilaksanakan hidden curriculum adalahterbentuknya budaya sekolah yang Islami (IslamicCulture) yaitu dengan tumbuhnya kesadaran padadiri siswa untuk membangun kepribadian(Character Building) yang akan tercermin dariakhlak siswa yang terpuji. SD Plus Al-KutsarMalang selain menggunakan hidden curriculumjuga memiliki beberapa keunggulan antara lain: (1)pendidikan dasar terpadu yang bernuansa Islam,(2) terakreditasi dengan nilai “A” selama limatahun berturut-turut, (3) sekolah ini dipimpinseorang kepala sekolah perempuan, (4)mempunyai armada antar-jemput bagi parasiswanya. Berdasarkan keungulan-keunggulan itu,yang menarik perhatian peneliti adalah bagaimanakepala sekolah perempuan berhasil mengembang-kan hidden curriculum. Hidden curriculumkeberadaannya sangat urgent dalam membentukkepribadian anak. Untuk itulah hidden curriculumdipilih sebagai ciri khas keunggulan SD Plus Al-Kautsar Malang.

METODE

Penelitian ini dirancang dengan menggunakanjenis penelitian studi kasus. Penelitian studi kasusberusaha mendiskripsikan suatu latar, suatu obyekatau suatu peristiwa tertentu secara rinci danmendalam. Selanjutnya Ulfatin (2013) menegaskan“rancangan studi kasus adalah metode penelitianyang memusatkan perhatian pada suatu kasussecara intensif dan rinci. Rancangan studi kasusmerupakan strategi yang dipilih untuk menjawabpertanyaan “mengapa” dan “bagaimana”pelaksanaan atau mengimplementasikan sesuatu,mengingat fokus penelitian ini berusaha menelaahfenomena sekarang dalam konteks kehidupannyata khususnya di SD Plus Al- Kautsar Malang.

Pelaksanaan penelitian yang menggunakanrancangan studi kasus yang dilaksanakan pada SDPlus AL-Kautsar Malang, berawal dari ekplorasiyang bersifat luas dan mendalam kemudianberlanjut dengan kegiatan pengumpulan dananalisis data yang telah menyempit dan terarahpada suatu topik tertentu. Kegiatan ini padaakhirnya memperoleh kesimpulan yangkomprehensif tentang kepemimpinan kepala

sekolahperempuan dalam mengembangkanhidden curriculum di SD Plus Al-KautsarMalang.

Penelitian dilaksanakan di SD Plus Al-Kautsar yang berada di Jalan Simpang Laksa-mana Muda Adi Sucipto 22/338, Pandanwangi,Kecamatan Blimbing Kota Malang. Lingkungansekolah berada di daerah yang sejuk yang ditanamidengan berbagai macam pepohonan. SD PlusAl-Kautsar Malang adalah satuan pendidikanformal jenjang pendidikan dasar, dibawah naunganYayasan Pelita Hidayah. Sekolah berdiri padatahun 2004. Dan mendapat ijin operasionalnya padatanggal 14 Pebruari 2005 dari Dinas PendidikanKota Malang. Kekhasan keunggulan dari SD PlusAl-Kutsar Malang antara lain: (1) pendidikan dasarterpadu yang bernuansa Islam yang artinya bahwasekolah ini berstatus seperti sekolah lainnya tetapidimasukkan unsur-unsur agama Islam, (2)terakriditasi dengan nilai “A” selama lima tahunberturut-turut, (3) sekolah ini dipimpin seorangkepala sekolah perempuan sejak didirikannyansekolah tersebut, (4) hidden curriculum yaitukurikulum yang merupakan ciri khas SD Al-Kautsar dan tidak dikemas dalam pembelajaranformal melainkan dalam bentuk pembiasaan sertapembangunan budaya sekolah , (5) mempunyaiarmada antar-jemput dengan tujuan mendekatkanjarak rumah dan sekolahan. Kendaraan yangdigunakan adalah milik sekolah atau investor yangbekerjasama dengan sekolah. Oleh karena itu SDPlus Al-Kautsar diharapkan dapat menjawabtantangan kebutuhan sumber daya manusia masadepan yang beriman, berwawasan, dan berbudaya.Untuk itu diperlukan suatu strategi manajerialintegral dan komprehensip serta didukung fungsimanajemen yang meliputi perencanaan,pengorganisasian, pengarahan, dan pengendaliansecara terpadu dan berkesinambungan.

Data yang digali dalam penelitian ini, tentunyadata yang berkaitan dengan fokus masalahmengenaikepemimpinan kepala sekolahperempuandalam mengembangkan hidden curriculum yangberada di SD Plus Al-Kautsar Malang. Dalampenelitian ini data yang dikaji adalah data utamadan data tambahan. Data utama bersumber dariorang pertama yang mengetahui secara jelas danrinci mengenai masalah yang sedang diteliti.Sedangkan data tambahan berasal dari dokumen-dokumen berupa catatan-catatan, rekaman, foto-foto, yang dapat digunakan sebagai data pelengkap.

Dalam menganalisa data peneliti berusahamemulai dari yang umum kemudian menjurus

Wijayanto dan Ulfatin, Kepemimpinan Kepala Sekolah Perempuan dalam Mengembangkan Hidden Curriculum 243

Page 68: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

kapada hal-hal yang khusus. Peneliti memusatkanperhatian untuk menyederhakan, mengabstraksi-kan dan mentransformasikan data yang telahdiperoleh. Sehingga data yang diperoleh mudahuntuk dipahami dan dapat diperoleh suatukesimpulan yang jelas dan mudah dimengerti.Analisis data dilakukan secara berlanjut, berulangdan terus menerus yang dilakukan dalam tiga alurkegiatan yang terjadi secara bersama-sama yaitu:(1) reduksi data, (2) penyaji data, dan (3) penarikankesimpulan/verifikasi”. Untuk menjamin kabsahandata dilakukan uji keabsahan data melalui: (1)kredibilitas (kebenaran) dan (2) konfirmabilitas(pengecekan data). Selain itu untuk menambahketepatan data juga diperlukan sistemtriangulation. Dengancara membandingkan hasilwawancara dan hasil observasi di lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian disimpulkan sebagai berikut.(1) Hidden curriculum yang dikembangkandifokuskan pada dua aspek yaitu: (a) kegiatanterprogram yang diwujudkan melalui misi sekolahserta kegiatan ekstrakurikuler, dan (b) kegiatantidak terprogram yang diwujudkan melaluiketeladanan guru dan pembiasaan budaya sekolah.(2) Strategi pengembangan hidden curriculumdilakukan melalui: (a) pembiasaan siswa untukmenerapkan budaya 7S (salam, salim, senyum,sapa, santun, sehat dan sabar), (b) pelatihankepemimpinan siswa, (c) penerapan jam motivasiuntuk guru, (d) penciptaan lingkungan sekolah yangkondusif. (3) karakteristik kepala sekolahperempuan dalam mengembangkan hiddencurriculum mengacu pada dua aspek yaitu: (a)berkaitan dengan karakter kepala sekolah yangfeminis sebagai seorang perempuan yang dapatdilihat pada integritas kepala sekolah, gayakepemimpinan kepala sekolah, kemampuanmanajerial kepala sekolah serta kompetensi kepalasekolah, (b) berkaitan dengan factor penentukeberhasilan hidden curriculum yang meliputikewenangan kepala sekolah, peran guru dalammengawal pelaksanaan hidden curriculum,dukungan orang tua, serta otonomi sekolah. (4)dukungan komponen sekolah dalam pelaksanaanhidden curriculum menjadi langkah strategis bagipengembangan karakter positif siswa. (5) kendalapelaksanaan hidden curriculum bersumber daridua hal yaitu (a) internal sekolah berupa minimnyakesadaran guru dalam menjalankan program yangtelah ditetapkan yang berdampak pada pelanggaran

terhadap komitmen yang telah disepakati.Solusinya dilakukan melalui upaya-upayasistematis dengan mencatat setiap pelanggaranyang dilakukan oleh guru ke dalam buku kasus,mengingatkan kembali akan tanggungjawab danperan sebagai pendidik, pemberian teguranprosedur yang berlaku hingga pengurangan jammengajar bagi guru, (b) eksternal sekolah berupaminimnya kesadaran orang tua dalam pendidikananaknya yang berdampak pada kepedulian orangtua untuk mendukung setiap aktifitas positif siswa.Solusinya dilakukan melalui pembentukan ForumKomunikasi Kelas, membentuk SMS Centre danoptimalisasi website sekolah. (6) dampak karakteryang dibangun dari hidden curriculum yaitu: (a)perubahan perilaku warga sekolah kearah yanglebih baik, (b) terwujudnya suasana sekolah yangnyaman dan menyenangkan, (c) terbangunnyakesadaran siswa akan batasan-batasan perilakuyang harus dijalankan, dan (d) tumbuhnyakepercayaan masyarakat pada sekolah untukpendidikan putra-putrinya.

Pembentukan karakter disekolah melaluikurikulum yang disusun secara sistematis, harusdidasarkan pada kebutuhan akan nilai-nilai karaktersebagaimana termuat dalam pendidikan karakter.Menurut Sulistyowati (2012) “dalam pendidikanbudaya dan karakter bangsa, nilai-nilai yangdikembangkan diidentifikasikan dari empat sumber,yaitu agama, Pancasila, budaya dan tujuanpendidikan nasional”.

SD Plus Al-Kautsar Malang sebagai salahsatu lembaga pendidikan pada jenjang pendidikandasar menekankan pengembangan hiddencurriculum (kurikulum tersembunyi) pada dua halmendasar yaitu pada karakter guru sertapembentukan budaya sekolah. Kedua hal inimenjadi dasar bagi setiap pencapaian tujuanpendidikan karakter disekolah.

Hidden curriculum yang dikembangkan inisecara tersirat dan diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan yang terprogram maupun t idakterprogram. Kegiatan terprogram dari aktivitashidden curriculum ini tampak dalam implementasimisi sekolah, serta kegiatan-kegiatanekstrakurikuler yang secara tidak langsungberpengaruh terhadap pembentukan karaktersiswa.

Selain kegiatan-kegiatan hidden curriculumyang terprogram, aktivitas hidden curriculumdalam prosesnya juga tidak terprogram.Hal inidapat dilihat dari aktivitas-aktivitas guru dalammemberikan teladan yang baik bagi siswanya. Guru

244 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 242-250

Page 69: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

yang berkarakter hanya dapat dicapai bila iamemiliki jiwa sebagai pendidik yang tidak hanyasekedar menularkan pengetahuan semata kepadasiswa-siswanya, akan tetapi juga ia mampumenularkan nilai-nilai positif kepada siswa-siswanya. Sesuai yang diutarakan oleh Wiyani(2013) “keberadaan soerang guru sekolah dasardapat dijadikan teladan dan rujukan masyarakatsekitar, karena guru adalah penebar cahayakebenaran dan keagungan nilai”.

Aspek lainnya yang menjadi perhatian bagikepala sekolah SD Plus Al-Kautsar Malang dalammengembangkan hidden curriculum adalahpengembangan budaya sekolah. Menurut DitjenPMPTK (2007) “budaya sekolah merupakansistem nilai, kepercayaan, dan norma yang diterimabersama dan dilaksanakan dengan penuhkesadaran sebagai perilaku alami dan dibentuk olehlingkungan dengan menciptakan pemahaman yangsama pada seluruh civitas sekolah”. Budayasekolah sendiri dapat diklasifikasi menjadi duayaitu: Pertama, budaya sekolah yang kondusif bagipengembangan karakter positif, dan Kedua,budaya sekolah yang menghambat pengembangankarakter positif. Berdasarkan hal tersebut, makapengembangan budaya sekolah berarti upayamembuat adat kebiasaan positif yang berlakudisekolah agar mantap dan kondusif bagipengembangan karakter siswa.

Sesuai pendapat Wiyani (2013) “sekolah telahmenjadi lembaga pendidikan sebagai mediaberbenah diri dan membentuk nalar berpikir yangkuat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sertamembentuk karakter peserta didik dengan nilai-nila i luhur”. Sedangkan hasil penelitianJareonsttasin (dalam Ditjen Dikdas, 2012)menunjukkan bahwa sekolah memangberpengaruh terhadap perkembangan karaktersiswa.Dalam hal ini, suasana sekolah merupakanaspek sekolah yang paling berpengaruh terhadapperkembangan karakter siswa.Suasana sekolahadalah kualitas lingkungan sekolah yang tampakpada lingkungan internal sekolah.lingkunganinternal tersebut meliputi lingkungan fisik, suasanapsikologis, dan lingkungan sosiokultural sekolah baikyang tampak pada lingkungan sekolah secaraumum maupun lingkungan kelas.

SD Plus Al-Kautsar Malang melaksanakanprogram 7S sebagai budaya sekolah yang harusdilaksanakan oleh seluruh warga sekolah. Halsenada disampaikan oleh Ditjen Dikdas (2012)bahwa dalam pengembangan budaya sekolahdisekolah dasar, ada enam aspek yang perlu

diperhatikan, yaitu: (1) budaya moral-spiritual, (2)budaya bersih-rapi, (3) budaya cinta tanah air, (4)budaya setiakawan, (5) budaya belajar, dan (6)budaya mutu. Budaya 7S sendiri merupakan salahsatu wujud dari nilai-nilai karakter yang terdapatdalam pendidikan karakter.Meskipun tidak secaralangsung ditunjukkan hubungan antara budaya 7Sini dengan nilai-nilai karakter tersebut, tetapi padatataran aplikasi, salah satu upaya menanamkannilai-nilai karakter tersebut adalah melalui budaya7S.

Untuk dapat mencapai tujuan yangdiharapkan dari hidden curriculum, strategi yangditerapkan oleh kepala sekolah SD Plus Al-KautsarMalang dapat ditunjukkan melalui beberapaaktifitas, yaitu: Pertama, pembiasaan siswa untukmenerapkan budaya 7S. Program pembiasaan inibertujuan untuk menanamkan nilai-nilai positif yangdapat di aplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari sebagai bagian dari anggota masyarakat.

Kedua, memberikan pelatihan kepada siswamelalui kegiatan terstruktur berupa diklatsarkepemimpinan untuk membentuk karakterkepemimpinan siswa.Kegiatan-kegiatan pelatihanyang diberikan ini bertujuan untuk membentukkarakter pemimpin siswa sehingga ia mampumenyesuaikan dirinya dalam setiap perubahan yangterjadi di tengah-tengah masyarakat.

Ketiga, menerapkan jam motivasi yangdikhususkan bagi guru-guru untuk mengingatkankembali peran dan tanggung jawab guru sebagaipendidik. Penerapan jam motivasi ini sendiridilakukan pada setiap paginya dengan menggilirguru-guru atau staf sesuai dengan jadwal yangtelah diprogramkan. Dalam prosesnya, penerapanjam motivasi ini memiliki kontribusi yang besaruntuk meningkatkan wawasan guru terutamatentang peran dan tugasnya sebagai seorangpendidik.

Keempat,menciptakan lingkungan sekolahyang kondusif untuk tetap menjaga keseimbangandan kepuasan kerja dan belajar wargasekolah.Penataan lingkungan sekolah yangkondusif dimaksudkan untuk menghasilkanlingkungan fisik sekolah yang bersih, tertata rapi,aman dan nyaman. Dalam hal ini terdapat beberapakegiatan yang dilakukan oleh sekolah dalam menatalingkungan sekolah yang kondusif yaitu: (1)program kebun kelas yang merupakan kegiatanberkebun yang dikelola dan dikembangkan olehkelas dengan tujuan untuk menanamkan danmengembangkan rasa cinta dan peduli lingkungan,cinta keindahan dan cinta lingkungan yang ada

Wijayanto dan Ulfatin, Kepemimpinan Kepala Sekolah Perempuan dalam Mengembangkan Hidden Curriculum 245

Page 70: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

pada diri siswa. (2) program Jumat bersih yangmerupakan kegiatan kerja bakti membersihkan danmenata lingkungan sekolah, termasuk lingkungankelas, perpustakaan, tempat ibadah, kamar mandi/WC, dan sebagainya. (3) program pengelolaansampah yang bekerja sama dengan Bank SampahKota Malang.

Terdapat dua hal yang menjadi kunci bagikeberhasilan pencapaian tujuan hiddencurriculum yang dilaksanakan di SD Plus Al-Kautsar Malang yaitu: pertama, berkaitan dengankarakter kepala sekolah perempuan, dan kedua,berkaitan dengan faktor yang menentukankeberhasilan hidden curriculum. Karakter kepalasekolah meliputi, integritas kepala sekolah, gayakepemimpinan, kemampuan manajerial, dankompetensi kepala sekolah. Sedangkan faktor yangmenentukan keberhasilan hidden curriculummeliputi kewenangan kepala sekolah, peran guru,dukungan orang tua, serta otonomi sekolah.

Karakter kepala sekolah merupakan nilai-nilaiperilaku yang melekat pada diri seorang kepalasekolah.Sesuai yang diungkapkan Barlian (2013)“karakteristik yang harus dimiliki kepala sekolahyaitu memiliki kemauan untuk belajar sepanjanghayat, bekerja dengan berorientasi pada pelayananterbaik, dan membawa energi positif.Sedangkanmenurut Covey (dalam Muhaimin, 2011) “90persen dari semua kegagalan kepemimpinanadalah kegagalan pada karakter”.Integritas kepalasekolah sebagai salah satu bagian dari karakterkepala sekolah dapat dimaknai sebagai komitmenyang dimiliki oleh kepala sekolah dalammenjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagaipengambil kebijakan. Dalam konteks ini, integritaskepala sekolah dapat ditunjukkan melalui aktifitas-aktifitas sistematis seperti perencanaan,pengembangan serta pemantapan programsekolah.

Sebagai seorang kepala sekolah perempuan,sifat kepemimpinan wanita lebih condongmemberikan perhatian kepada faktor manusiadaripada memberikan perhatian kepada hasilproduksi atau performa kerja. Dalam konteks ini,Kepala Sekolah Perempuan SD Plus Al-Kautsarlebih menonjolkan sifat kewanitaan yang lebihlembut dan perasa. Selain itu, sifat kewanitaan lebihmengedepankan pendekatan perasaan dalammenghadapi pegawai sehingga mereka lebihmampu untuk bekerjasama dengan orang-orangdisekitarnya.

Demikian pula halnya dengan loyalitas wanitaterhadap pekerjaannya lebih dalam. Hal ini cukup

menguntungkan bagi perkembangan sekolahdikarenakan manajemen yang mengarah kepadamanajemen kerja tim yang memungkinkannyamembuka pintu yang lebar bagi peran serta wargasekolah dalam mengambil keputusan. Hal inididasarkan pada gaya feminis sebagai seorangwanita yang dianggap lebih efektif dalamkepemimpinan organisasi, khususnya organisasipendidikan.

Adapun gaya kepemimpinan kepala sekolahSD Plus Al-Kautsar Malang yang menekankanpada loyalitas serta kepercayaan warga sekolahyang tinggi terhadap lembaga dipengaruhi olehkarakter dasar yang dimiliki oleh seorangperempuan. Gaya kepemimpinan berkaitan denganpendekatan yang dilakukan oleh kepala sekolahperempuan untuk mengarahkan warga sekolahmelaksanakan tugas-tugasnya.Pendekatan yangdilakukan tidak hanya berorientasi pada tugassemata (task orientation), tetapi juga berorientasipada orang (personal orientation).Hal inidilakukan untuk tetap menjaga keseimbangan kerjayang berlangsung disekolah. Hal ini sesuai yangdiutarakan Rifai (2006) “gaya kepemimpinanmemiliki tiga pola dasar yaitu mementingkanpelaksanaan tugas, mementingkan hubungan kerjasama, dan mementingkan hasil yang dapat dicapai”.

Gaya kepemimpinan Kepala SD Plus Al-Kautsar ini sesuai dengan apa yang diungkapkanoleh Suwaidan (2005) yang menyatakan tentangbeberapa sifat yang menjadi gaya dasar bagikepemimpinan perempuan. Sifat-sifat tersebutantara lain: partisipatif, kelembutan, kreatif,memahami kebutuhan-kebutuhan wanita,pelimpahan dan pemberian wewenang,berpandangan jauh kedepan, komunikatif sertamenekankan pada hubungan-hubungan.

Selain hal tersebut diatas, faktor penentukeberhasilan pencapaian tujuan hiddencurriculum memiliki kontribusi yang cukup besardalam pelaksanaan hidden curriculum.SD PlusAl-Kautsar Malang merupakan lembagapendidikan yang dikelola oleh swasta beradadibawah binaan Yayasan Pelita Hidayah dalammenjalankan kegiatannya tidak terlepas dari peranyayasan sebagai pengelola. Kepala sekolahsebagai penanggung jawab pelaksanaan prosespendidikan disekolah bertanggung jawab terhadapyayasan. Dalam hal ini, kepala sekolah harusdiberikan kewenangan penuh untuk melaksanakansetiap proses yang berlangsung disekolah.

Selain itu, guru sebagai pengawal pelaksanaanhidden curriculum disekolah harus memahami

246 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 242-250

Page 71: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

secara mendalam tujuan dari setiap program yangdilaksanakan. Hal ini akan dapat memudahkan gurumemberikan teladan bagi siswa-siswanya dalammenerapkan nilai-nilai karakter dari hiddencurriculum yang sedang dilaksanakan.

Faktor lainnya yang menjadi penentukeberhasilan pencapaian tujuan hiddencurriculum adalah dukungan orang tuasiswa.Dukungan orang tua ini dibuktikan denganpenandatanganan pernyataan dukungan terhadapkegiatan sekolah.Selain itu, peran orang tua dirumahdalam membimbing dan memotivasi putra-putrinyauntuk menjalankan nilai-nilai karakter yangdibangun disekolah sangat dibutuhkan.Sesuai yangdiutarakan Rohman (2012) “pengaruh masyarakatterhadap pendidikan tidak saja terhadap lembagasaja, tetapi juga terhadap individu peserta didik”.

Pelaksanaan hidden curriculum di SD PlusAl-Kautsar Malang direspon beragam oleh wargasekolah. Pada awalnya, hidden curriculum yangdikembangkan dianggap sebagai beban bagisebagian guru karena tuntutan yang dianggap cukupberat.Dalam hal ini, terdapat dua hal yang dianggapcukup berat bagi guru untuk dilaksanakan.Namunseiring perjalanan waktu, rasa berat yang padaawalnya muncul itu selanjutnya berubah menjadidukungan positif yang cukup bermanfaat bagiketerlaksanaan hidden curriculum di sekolah.Dua hal tersebut adalah: pertama, guru di tuntutuntuk selalu tampil sempurna didepan siswanya,karena ia merupakan contoh bagi siswa-siswanya.Kedua, guru dituntut untuk selalumenyampaikan dan mengingatkan siswanya agarmenerapkan budaya 7S dalam kesehariannya.

Dukungan terhadap program sekolah inimenjadi nilai positif bagi sekolah terutama dalammembentuk karakter berprestasi siswa.Hal inisebagaimana hasil penelitian Jareonsttasin (dalamDitjen Dikdas, 2012) yang menunjukkan bahwasiswa yang memiliki karakter baik juga memilikipotensi akademik yang tinggi.Oleh sebab itu,dukungan terhadap budaya sekolah yang kondusifuntuk menanamkan dan mengembangkan karakterpositif siswa merupakan langkah strategis yangdilakukan oleh semua pihak yang berkepentingandengan sekolah.

Kendala pelaksanaan hidden curriculumberasal dari internal sekolah dan eksternal sekolah.Dari internal sekolah, kendala yang muncul dalampelaksanaan hidden curriculum adalahkurangnya kesadaran guru dalam menjalankanprogram yang telah ditetapkan.Dalam konteks ini,heterogenitas karakter yang dimiliki oleh guru

cukup beragam.Hal ini berdampak pada tingkatkomitmen mereka dalam melaksanakan hiddencurriculum yang telah disepakati bersama. Dapatdipastikan bahwa guru yang memiliki kesadaranyang tinggi pada tugas dan tanggung jawabnyasebagai pendidik akan memiliki komitmen yangtinggi pula dalam menjalankan program sekolah.Sebaliknya guru yang memiliki kesadaran yangrendah akan berdampak pada komitmen yangrendah pula dalam menjalankan program sekolah.

Maka berbagaiupaya dilakukan untukmencoba mengatasi persoalan-persoalan yangberkaitan dengan pelanggaran tersebut antara laindengan mencatat setiap pelanggaran yangdilakukan oleh guru kedalam buku kasus,mengingatkan kembali akan tanggung jawab danperan sebagai pendidik, pemberian teguranprosedur yang berlaku hingga pengurangan jammengajar bagi guru.

Selain persoalan tersebut diatas, kendalalainnya yang muncul dalam pelaksanaan hiddencurriculum adalah kurangnya kesadaran orang tuadalam hal pendidikan anaknya.Dalam hal ini, masihditemukan adanya orang tua yang melepaskantanggung jawab pendidikan hanya kepada sekolahsaja.Menurut Daniel Goleman (dalam Wiyani,2013) mengatakan bahwa banyak orang tua gagaldalam mendidik karakter anak-anaknya, entahkarena kesibukan atau karena lebih mementingkanaspek kognitif anak”. Sedangkan Rohman (2012)mengatakan “peran serta masyarakat terutamaorang tua siswa dalam penyelenggara pendidikanhanya terbatas pada dukungan dana, padahal peranserta mereka sangat penting di dalam prosespendidikan antara lain pengambilan keputusan,pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas”.

Kurangnya kesadaran orang tua ini tampakdari perilaku anak yang tidak dikontroldirumahnya.Terdapat beberapa hal yang menjadipenyebab kurangnya kesadaran orang tua dalamhal meneruskan nilai-nilai positif yang diajarkandisekolah untuk dilaksanakan dirumah.Pertama,faktor kesibukan orang tua dalam memenuhikebutuhan rumah tangga.Kedua, faktor tingkatpendidikan orang tua.Ketiga, faktor lingkungandimana anak tinggal.Ketiga hal ini menjadi penentupembentuk kesadaran orang tua dalam pendidikananak.

Berbagai upaya strategis dilakukan untukmengatasi hal tersebut. Upaya tersebut antara lain:pertama, membentuk paguyuban orang tua siswayang tergabung dalam Forum Komunikasi Kelas(FKK) pada masing-masing kelas. Ditjen Dikdas

Wijayanto dan Ulfatin, Kepemimpinan Kepala Sekolah Perempuan dalam Mengembangkan Hidden Curriculum 247

Page 72: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

(2012) “dalam paguyuban kelas orang tua dapatmenyampaikan pikiran, gagasan, dan membantuterwujudnya kemajuan anak-anaknya, sertamengetahuai aktivitas belajar anaknya di sekolah”.Paguyuban kelas bertujuan untuk meningkatkankerja sama untuk memajukan kelas menurutkesepakatan antara guru, siswa, dan orang tuasiswa. Kedua, membentuk short message service(SMS) centre.Ketiga, mengoptimalkan websitesekolah sebagai sarana komunikasi denganmasyarakat diluar sekolah.

Hidden curriculum yang telah dilaksanakandi SD Plus Al-Kautsar Malang sejak tahun 2004berdampak positif pada perkembangan sekolah.Adapun dampak positif dari hidden curriculumtersebut antara lain:

Pertama, perubahan perilaku warga sekolahkearah yang lebih baik.Perubahan perilaku iniditunjukkan dengan meningkatnya disiplin wargasekolah dalam menjalankan tugasnya masing-masing.Kinerja guru dan staf yang terus meningkatkearah yang lebih profesional merupakan salahsatu bentuk keberhasilan pencapaian tujuanhidden curriculum yang dilaksanakan disekolah.

Kedua, terwujudnya suasana sekolah yangnyaman dan menyenangkan bagi setiap wargasekolah.Suasana sekolah yang nyaman danmenyenangkan mencakup berbagai aspekkehidupan psikologis, sosial, dan kultural sekolah.Suasana ini meliputi harapan, ucapan, sikap danperilaku semua warga sekolah, hubungan kepalasekolah dengan guru, hubungan guru dengan guru,hubungan siswa dengan siswa, hubungan gurudengan tenaga administrasi dan penjaga sekolah,hubungan kepala sekolah dengan tenagaadministrasi dan penjaga sekolah serta hubungansiswa dengan tenaga administrasi dan penjagasekolah. Hal ini sesuai yang diutarakan Mulyasa(2012) “pengembangan kultur dan iklim pendidikandapat dilakukan dengan membudayakansilaturrahmi di antara penghuni sekolah, misalnyabersalaman tiap pagi dan sesudah belajar”.Paraguru juga harus dibiasakan untuk melakukanpembelajaran yang baik, harus siap menjadifasilitator pembelajaran, yang tidak hanya duduk,menyuruh peserta didik mencatat, atau hanyamendiktekan bahan pembelajaran.

Ketiga, terbangunnya kesadaran siswa akanbatasan-batasan perilaku yang harus dijalankan.Kesadaran siswa akan batasan-batasan perilakuyang harus dijalankan ini sesuai dengan tuntunanagama yang menjadi dasar filosofis pendirian

sekolah. Dalam hal ini, batasan-batasan perilakuyang syar’i sesuai dengan tuntunan agama menjadidasar bagi setiap aktifitas siswa baik di lingkungansekolah maupun di luar lingkungan sekolah.

Keempat, terbentuknya kepercayaanmasyarakat untuk mempercayakan putra-putrinyadi didik di SD Plus Al-Kautsar Malang.Kepercayaan masyarakat ini sekaligus merupakanbentuk eksistensi sekolah ditengah-tengahmasyarakat.Sesuai menurut Rohman (2012)“kurikulum harus mempertimbangkan masyarakatdalam semua aspek, sesuai dengan sistemkepercayaan, sistem nilai, sistem kebutuhan yangterpadu dalam masyarakat”.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan atas keseluruhan paparan dataserta temuan penelitian di SD Plus Al-KautsarMalang, dapatlah dikemukakan kesimpulanpenelitian sebagai berikut. Hidden curriculumyang dikembangkan kepala sekolah perempuanmelalui kegiatan terprogram dan kegiatan tidakterprogram. Kegiatan terprogram diwujudkanmelalui: (a) misi sekolah dan (b) kegiatanekstrakurikuler. Sedangkan kegiatan yang tidakterprogram dapat diwujudkan melalui: (a)keteladanan guru dan (b) pembiasaan-pembiasaanbudaya sekolah.

Strategi kepala sekolah perempuan dalammengembangkan hidden curriculum dilakukanmelalui: (a) pembiasaansiswa untuk menerapkanbudaya 7S (salam, salim, senyum, sapa, santun,sehat dan sabar), (b) pelatihan kepemimpinansiswa, (c) penerapan jam motivasi untuk guru dan(d) penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif.

Kunci keberhasilan kepala sekolahperempuan dalam mencapai tujuan hiddencurriculum mengacu pada dua aspek yaitu: (a)berkaitan dengan karakter kepala sekolahperempuan yang menekankan pada aspek feminissebagai seorang perempuan yang dapat dilihatpada integritas kepala sekolah perempuan, gayakepemimpinan kepala sekolah perempuan,kemampuan manajerial kepala sekolah perempuanserta kompetensi kepala sekolah dan (b) berkaitandengan faktor penentu keberhasilan hiddencurriculum yang meliputi kewenangan kepalasekolah, peran guru dalam mengawal pelaksanaanhidden curriculum, dukungan orang tua danotonomi sekolah.

248 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 242-250

Page 73: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Tanggapan Stakeholder yang mendukungpelaksanaan hidden curriculum dapat menjadilangkah strategis bagi pengembangan karakterpositif siswa yang memungkinkan dapatmeningkatkan prestasi akademik maupun non-akademik sekolah.

Kendala pelaksanaan hidden curriculumbersumber dari dua hal yaitu internal sekolah daneksternal sekolah.Kendala dari internal sekolahberupa minimnya kesadaran guru dalammenjalankan program yang telah ditetapkan yangberdampak pada pelanggaran terhadap komitmenyang telah disepakati. Untuk mengatasinyadilakukan melalui upaya-upaya sistematis denganmencatat setiap pelanggaran yang dilakukan olehguru kedalam buku kasus, mengingatkan kembaliakan tanggung jawab dan peran sebagai pendidik,pemberian teguran prosedur yang berlaku hinggapengurangan jam mengajar bagi guru. Sedangkankendala dari eksternal sekolah berupa minimnyakesadaran orang tua dalam pendidikan anaknyayang berdampak pada kepedulian orang tua untukmendukung setiap aktivitas positif siswa.Untukmengatasinya dilakukan melalui pembentukanForum Komunikasi Kelas, membentuk SMScentre, dan optimalisasi website sekolah.

Dampak karakter yang dibangun dari hiddencurriculum yaitu: (1) perubahan perilaku wargasekolah kearah yang lebih baik, (2) terwujudnyasuasana sekolah yang nyaman dan menyenangkan,(3) terbangunnya kesadaran siswa akan batasan-batasan perilaku yang harus dijalankan dan (4)

terbentuknya kepercayaan masyarakat padasekolah untuk pendidikan putra-putrinya.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diajukansaran-saran sebagaiberikut: (1) bagi Kepala DinasPendidikan Kota Malang, dapat dijadikan sebagaisalah satu informasi dalam mengambil kebijakan-kebijakan pengembangan karakter siswa padasekolah-sekolah di Kota Malang, (2) bagi KepalaSekolah dan guru SD Plus Al-Kautsar Malang,hasil penelitianini agar dijadikan sebagai bahanevaluasi dan masukan dalam rangkamengembangkan hidden curriculumyang bersifatkomprehensif pada semua aspek kehidupandisekolah (beribadah, belajar dan bekerja), (3) bagisekolah lain yang sejenjang, hasil penelitian inidapat dijadikan sebagai rujukan dalammengimplementasikan nilai-nilai karakter positifmelalui pengembangan hidden curriculum disekolahnya, (4) bagi orangtua, hasil penelitian inidapat dijadikan sebagai inspirasi dalam meneruskannilai-nilai karakter positif yang ditanamkandisekolah untuk di implementasikan dilingkungankeluarga, (5) bagi peneliti lain, hasil penelitian iniakan memberikan khazanah pengetahuan yangdiharapkan dapat dikembangkan penelitianberikutnya tentang kepemimpinan perempuandalam membentuk karakter positif melalui hiddencurriculum.

DAFTAR RUJUKAN

Barlian, I. 2013. Manajemen Berbasis SekolahMenuju Sekolah Berprestasi.Jakarta:Esensi Erlangga Group.

Ditjen PMPTK Depdiknas. 2007. PengembanganBudaya dan Iklim Pembelajaran diSekolah. Jakarta: Kemendikbud

Ditjen Dikdas. 2012. Panduan PembinaanPendidikan Karakter Melalui Pengem-bangan Budaya Sekolah di SekolahDasar. Jakarta: Kemendikbud.

Idi, A. 2011. Pengembangan Kurikulum: Teori& Praktek. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Muhaimin, A. 2011. Urgensi PendidikanKarakter di Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Mulyasa, H.E. 2012. Manajemen danKepemimpinan Kepala Sekolah.Jakarta:PT Bumi Aksara.

Naisbitt, J., & Aburdene, P. 1990. Megatrends2000: Sepuluh Arah Baru Untuk Tahun.1990-an. Alih Bahasa F.X. Budijanto.Jakarta: Bina Putra Aksara.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RepublikIndonesia Nomor 13 Tahun 2007 TentangStandarKepala Sekolah/Madrasah. 2010.Malang: KKPS Dinas Kabupaten Malang.

Rifai, V. 2006.Kepemimpinan dan PerilakuOrganisasi.Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.

Rohman, M. 2012. Kurikulum Berkarakter.Jakarta: Prestasi Pustakakarya

Wijayanto dan Ulfatin, Kepemimpinan Kepala Sekolah Perempuan dalam Mengembangkan Hidden Curriculum 249

Page 74: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Suwaidan, T & Basyarahil, F.U. 2005.Melahirkan Pemimpin Masa Depan.Terjemah oleh M. Habiburrahim, Lc.Jakarta: Gema Insani

Sulistyowati, E. 2012. Implementasi KurikulumPendidikan Karakter. Yogyakarta: PTCitra Prama.

Ulfatin, N. 2013. Metode Penelitian Kualitatifdi Bidang Pendidikan: Teori danAplikasinya. Malang: Bayu MediaPublishing.

Wiyani, N. A. 2013. Membumikan PendidikanKarakter di SD. Jogjakarta: Ar-RuzzMedia.

250 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 242-250

Page 75: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

PENGEMBANGAN MODEL KAIZEN DENGAN PERANGKATFISHBONE CAUSE AND EFFECT DIAGRAM UNTUK PENINGKATAN

MUTU SEKOLAH

RochmawatiAchmad Supriyanto

Imron Arifin

E-mail: [email protected] Negeri Surabaya, Kampus Lidah Wetan Surabaya

Abstract: The purpose of this study was to develop a model of Kaizen with the Fishbone Cause andEffect Diagram in order to improve the quality. This study used research and development (R & D)design through the stages of research and data collection by using mixing qualitative and quantitativemethods. The results showed that the implementation of integrated schools need a model for thedevelopment of a comprehensive quality to the school model / reference. The results show thefeasibility interpretation products reached 90% with very decent specs. The products produced inthe form of models of development in the form of handbooks, Microsoft Excel 2010, and variants offlash program as a refinement of the Microsoft Excel 2010 program.

Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengembangkan model Kaizen dengan perangkat FishboneCause and Effect Diagram guna peningkatan mutu. Penelitian ini menggunakan rancangan Researchand Development (R&D) melalui tahapan penelitian dan pengumpulan data dengan menggunakanmixing method dari metode kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalampenyelenggaraan sekolah terpadu perlu model pengembangan mutu yang komprehensif untuk menujusekolah model/rujukan. Hasil penelitian menunjukkan interprestasi kelayakan produk mencapai 90%dengan spesifikasi sangat layak. Produk yang dihasilkan berupa model pengembangan dalam bentukbuku panduan, Microsoft Excell 2010, dan varian program flash sebagai penyempurnaan programMicrosoft Excel 2010 yang lebih animatif.

Kata kunci: mutu, sekolah terpadu, Kaizen, Fishbone Cause and Effect Diagram.

Konsep kualitas atau mutu pendidikan memandangbahwa pemberian layanan jasa dan produkmerupakan bagian yang tidak dapat dipisahkandalam sebuah proses dan berlangsung secaraberkesinambungan. Mutu suatu sekolah tentunyatidak terlepas dari konsep peningkatan secaraterus-menerus (continuous improvement).Karena, pada dasarnya mutu merupakan kuncikearah keberhasilan dan sebagai embriopeningkatan mutu bangsa. Sallis (2008:52-53)mengemukakan bahwa konsep dasar kualitasbersifat absolute dan relatif. Mutu yang absoluteialah mutu yang idealismenya tinggi dan harusdipenuhi. Sedangkan mutu relatif ialah bahwa mutubukan sebagai atribut produk layanan, tetapisesuatu yang dianggap berasal dari produk ataulayanan tersebut. Secara maknawi, mutu adalahtingkat kepuasan pemakai jasa atau produktersebut. Arcaro (2007:75) mengemukakan bahwa

mutu sebagai sebuah proses struktur untukmemperbaiki keluaran yang dihasilkan. Artinya,mutu merupakan hasil dari sebuah proses yangsecara sistematis mampu menghasilkan sesuatuyang bermutu. Mutu berorientasi pada penyesuaiankebutuhan dan keinginan pelanggan (need anddesire) dengan cara mendesaian produk dan jasayang memenuhi dan memuaskan harapanpelanggan. Karena tujuan utama mutu adalahkepuasan pelanggan (customer satisfaying).Pemaparan tersebut mengindikasikan bahwa mutuharus berdasar pada standar yang telah ditentukan.Sesuatu dikatakan bermutu apabila telah mampumemenuhi standar atau bahkan melampaui standaryang telah ditetapkan. Pada konteks ini, sistemuntuk menghasilkan mutu lebih ditekankan padapencegahan eksalahan sejak awal (zero defect),bukan pada evaluasi semata dan prosesnyadilakukan secara terus-menerus dan

251

Page 76: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

berkesinambungan. Guna peningkatan mutusecara komprehensif dan terus-menerus makaKaizen sebagai proses perbaikan dan peningkatanmutu secara continuous improvement perludiberdayakan.

Imai (2001:1) mengemukakan Kaizen berasaldari kata ‘Kai’ yang artinya merubah dan ‘Zen’yang artinya lebih baik. Secara sederhanapengertian Kaizen adalah usaha perbaikanberkelanjutan untuk menjadi lebih baik dari kondisisekarang dengan sasaran utamanya adalahmenghilangkan pemborosan yang t idakmemberikan nilai tambah produk/jasa dariperspektif pelanggan (stakeholder) pendidikan.Menurut Sallis (2008:77), Kaizen merupakanpendekatan perbaikan secara terus menerus.Secara maknawi, perbaikan sedikit demi sedikit(step by step improvement). Filosofi tersebutmemandang bahwa lembaga pendidikan sebagaiorganisasi jasa tidak hanya mengenai tentanginput,output, maupun outcome melainkanmengenai tentang proses. Kaizen merupakansebuah proyek perbaikan yang berintikan padatindakan perbaikan proses secara terus-menerusdan menekankan bahwa tahap pemrosesan harusdisempurnakan agar hasil dapat meningkat,sehingga dapat disimpulkan bahwa filsafat inimengutamakan proses. Dalam Kaizen dipercayabahwa proses yang baik akan memberikan hasilyang baik pula. Pada konteks ini proses tersebutadalah perbaikan mutu secara terus menerus danberkesinambungan sebagai upaya membangunkesuksesan dan kepercayaan diri, danmengembangkan dasar peningkatan secaraberkesinambungan dengan berpandangan bahwahidup hendaknya fokus pada upaya perbaikanterus-menerus dan berorientasi pada upayaterciptanya budaya mutu sekolah. PenekananKaizen pada dua konsep utama, yaitu filosofiperbaikan terus menerus, dan berhubungan denganalat-alat dan teknik yang digunakan dalamperbaikan mutu untuk mencapai kebutuhan danharapan pelanggan. Segala bentuk perbaikansenantiasa digalakkan dan diberdayakan secaraberkesinambungan dengan melibatkan segenappersonil sekolah sebagai pelaksana dari suatusistem atau model. Menurut Imai (2011:3),“....Kaizen adalah alat pemersatu filsafat, sistem,dan alat untuk memecahkan masalah. ..”.Praktiknya, dimulai dengan menyadari bahwasetiap organisasi mempunyai masalah dan prosespemecahan masalah dengan membentuk budayaorganisasi dimana setiap individu dapat mengajukan

masalah yang dirasakannya secara bebas.Berdasar hal tersebut, pada praktiknya modelKaizen dalam pengembangan menggunakan salahsatu piranti (tool) peningkatan mutu yaitu,perangkat Fishbone Cause and Effect Diagram.

Sallis (2008:202), mengemukakan FishboneDiagram adalah sebuah daftar visual yang disusunsecara terstruktur yang mengilustrasikan berbagaisebab yang mempengaruhi proses dengan caramemisahkan dan menghubungkan satu sebabdengan sebab lainnya. Setiap pengaruh akan diurutsesuai dengan penyebabnya, dan bertujuan untukmengelompokkan beberapa sebab berdasarkankategori. Proses pengidentifikasian denganmencari akar penyebab yang berpengaruh dalamproses perbaikan dan peningkatan mutu dariindikator: (1) Manpower; (2) Methode; (2)Materials; (4) Machine; dan (5) Environmentsebagai indikator yang digambarkan sebagai tulangkecil. Sedang pada tulang besarnya adalah hasilanalisis akar masalah dari ke-5 indikator tersebutyang mana akar masalah (tulang besar yangmenuju ke kepala) yang merupakan qualityproductivity. Perangkat ini digunakan ketikasebuah institusi atau tim perlu mengidentifikasi danmengeksplorasi sebab-sebab masalah ataumencari faktor-faktor yang bisa mengarahkan padasebuah perbaikan dan peningkatan mutu. Apabila“masalah” dan “penyebab” sudah diketahui secarapasti, maka tindakan dan langkah perbaikan akanlebih mudah dilakukan.

Dalam rangka pelaksanaan pembangunandan peningkatan mutu pendidikan agar sumber dayamanusia mampu bersaing di era global, pemerintahmemandang perlu menciptakan dan meningkatkanlayanan pendidikan yang bermutu sebagai wujudpencapaian tujuan pendidikan. Hal tersebut secarayuridis termaktub dalam Undang-Undang RepublikIndonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SistemPendidikan Nasional (SISDIKNAS) Pasal 50 Ayat3 menyatakan bahwa “Pemerintah dan/ataupemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semuajenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadisatuan pendidikan yang bertaraf internasional”.Sebagai followup dari kebijakan tersebut, disetiapdaerah mulai banyak bermunculan sekolah-sekolahberbasis keunggulan lokal yang dikembangkanmenjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.Salah satu wujud realisasi melalui penyelenggaraansekolah terpadu. Ansera (2011:1), mengemukakansekolah terpadu merupakan sekolah-sekolah yangdiselenggarakan berada dalam satu komplek dan

252 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 251-259

Page 77: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

dikelola secara terpadu baik dari aspek kurikulum,pembelajaran, guru, sarana dan sarana,managemen, dan evaluasi, sehingga menjadisekolah yang efektif dan berkualitas. MenurutHolil (2009:1) sekolah terpadu mengedepankanprinsip seamless education yaitu pendidikan yangsaling berkesinambungan dan terpadu. Buildingimage menjadi satu, sehingga antar setiap jenjangmerupakan satu bagian yang utuh.Seperti guru,staf, laboratorium, ruang kelas, gedung atausumber daya sekolah lainnya merupakan milikbersama (resources sharing). SMT Bojonegorosebagai salah satu wujud realisasi sekolah terpadudalam penyelenggaraannya senantiasamengedepankan konsep layanan mutu pendidikandan tercermin dalam visi yang diemban olehsekolah yaitu, sebagai sekolah model/rujukan danmerupakan satu-satunya sekolah model terpaduyang ada di Kabupaten Bojonegoro Jawa Timurdengan status negeri. Pengelolaan dilakukandalam satu kompleks dengan kerangkapengembangan sekolah terpadu (integrated),mulai dari tingkat Taman Kanan-Kanak (TK),Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama(SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA)dengan dikoordinir oleh Unit Pelaksana TeknisDinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro (UPTSMT). Keterpaduan baik dari segi manajemen,akademik, maupun sarana dan prasaranapendidikan. Sebagai sekolah model tentunya dalampenyelenggaraannya tidak terlepas dari berbagaimodel peningkatan layanan mutu pendidikan.

Berdasarkan konsep dasar kualitas yangbersifat absolut dan relatif tentunya peningkatanmutu harus senantiasa ditingkatkan secara terus-menerus. Sebagai sekolah yang secaraopersionalisasi masih baru dan dalam prosesbertumbuh (grow) dalam kancah dunia pendidikanSMT Bojonegoro memerlukan suatu modelpengembangan yang komprehensif yang mengacupada pengembangan mutu yang dilakukan secaraterpadu dan berkesinambungan sebagai wujudeksistensinya dalam dunia pendidikan. Mutumenjadi hal penting yang perlu dioptimalisasikan.Untuk mencapai hal tersebut, pengembangan mutudigagas melalui pengembangan model Kaizenuntuk peningkatan mutu sekolah model terpaduBojonegoro. Pada tataran praktiknya modeldidasarkan pada analisis munculnya masalah dalamorganisasi baik yang bersifat internal maupuneksternal berdasar indikator-indikator yang dapatmenemukan akar “penyebab” terjadinya masalah.Pada prosesnya ada banyak ragam variabel yang

berpotensi menyebabkan munculnyapermasalahan. Oleh karena itu, melalui modeltersebut “masalah” dan “penyebab” sudahdiketahui secara pasti, maka tindakan dan langkahperbaikan akan lebih mudah dilakukan. Secaratekstual mengajarkan untuk melihat “ke dalam”dengan bertanya tentang permasalahan yangsedang terjadi dan menemukan solusinya dari dalamjuga. Penyelesaian masalah melalui fishbone dapatdilakukan secara individu top managementmaupun dengan kerja tim. Prosesnya, sistemPDCA (plan, do, check, action) melekat padasistem evaluasi atas kinerja per individu maupunper-bagian. Semua adalah kerangka implementasicontinous improvement. Secara menyeluruhimplementasi Kaizen langsung bersentuhandengan proses peningkatan mutu melaluipengidentifikasian masalah dan mencari solusinyayang bertujuan guna peningkatan mutu sekolah.Model Kaizen cocok diterapkan di SMTBojonegoro, karena pada dasarnya pendidikan yangdikelola secara terpadu dari berbagai jenjangtentunya tidak mudah dalam proses meningkatkanmutunya. Berbagai ragam variabel penyebabmasalah antar satuan jenjang pendidikan tentunyamenjadi suatu kendala serius yang perlu segeraditindaklanjuti dan budaya Kaizen dapat tumbuhjika ditopang oleh kedua pilar yang dibangun di ataspondasi dengan materi masalah. Hal tersebutmerupakan langkah inovatif dan strategis dalamupaya perbaikan dan peningaktan kualitas layananjasa pendidikan secara komprehensif. Letaksekolah yang strategis dan mudah dijangkau jugamerupakan nilai plus peningkatan kualitas secaramaksimal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembang-kan model Kaizen dengan perangkat FishboneCause and Effect Diagram untuk peningkatanmutu. Secara rinci mendeskripsikan beberapa hal,yang mencakup: (1) orientasi dasar pengembanganmodel; (2) proses pengembangan model; (3) faktorpenghambat; (5) alternatif cara mengatasi faktorpenghambat; (4) faktor pendukung; (5)pemberdayaan faktor pendukung; dan (6) produkpengembangan model di sekolah model terpaduBojonegoro.

METODE

Penelitian ini menggunakan rancanganResearch and Development (R&D) melaluitahapan penelitian dan pengumpulan data denganmenggunakan mixing method dari metode

Rochmawati dkk, Pengembangan Model Kaizen dengan Perangkat Fishbone Couse and Effect Diagram 253

Page 78: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif denganteknik observasi, wawancara, dan dokumentasi,informan dalam penelitian ini (1) Kepala UPT SMT,(2) Kepala Sekolah pada masing-masing jenjangsatuan pendidikayan yaitu: TKN MT, SDN MT,SMPN MT, dan SMAN MT, (3) Guru SMTBojonegoro, dan (5) karyawan/personil SMT.Metode kuantitaif dengan menggunakan teknikDelphi sebanyak empat putaran dan mencapaikonsensus. Hasil konsesus dijadikan acuan dalamperencanaan produk dan desain, pengembanganproduk awal, uji coba produk ahli (expert), revisi,uji coba lapangan dalam skala kecil dan besar, danrevisi dan penyempurnaan. Uji cobamempergunakan model dalam bentuk bukupanduan implementasi dan Microsoft Excell2010. Analisis data penelitian ini menggunakanteknik analisis deskriptif, yaitu menganalisis datavalidasi ahli terhadap empat aspek kelayakanproduk meliputi: (1) pentingnya pengembanganmodel, (2) kelayakan media, (3) kemudahanpenggunaan, dan (4) kebermanfaatan. Kegiatananalisis data dimulai dari tahap (1) reduksi data,yaitu penelaahan dalam memilah data yangditerima disesuaikan kondisi lapangan yang ada,(2) display data, yaitu hasil dari reduksi yangdisusun secara terstruktur, dan (3) verifiksi data,yaitu mengkroscek kecocokan makna data yangdiperoleh dari lapangan untuk mencapai kesimpulanyang kuat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil data yang diperolehmelalui mixed method diperoleh data bagwasebagai sekolah baru tentunya SMT memerlukansuatu strategi pengembangan yang komprehensifyang mengacu pada pengembangan mutu yangdilakukan secara terpadu dan berkesinambungansebagai wujud eksistensinya dalam duniapendidikan. Sebagai salah satu upayapengembangan mutu, proses Kaizen teridentifikasiuntuk senantiasa digalakkan dalam mencetak paragenerasi bangsa yang berkualitas, sumber dayamanusia yang senantiasa mau belajar, kekompakantim kerja, dan adanya budaya mutu sekolahsehingga mampu membangun citra kebermutuansebagai salah satu wujud konsistensi terhadap mutupendidikan.

Model tersebut sangat cocok diterapkan diSMT Bojonegoro karena dalam penyelengaraansekolah tentu tidak terlepas dari berbagai masalah-masalah yang timbul dari setiap satuan jenjang

pendidikan. Hal tersebut didasarkan pada konsepketerpaduan yang digagas ternyata belum mamputerealisasi secara optimal. Sehingga menjadi suatutantangan dalam mewujudkan Visi sekolah yaitusebagai sekolah model/rujukan. Maka, modeldiharapkan mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam penyelenggaraansekolah terpadu secara tuntas melalui penemuanakar masalah dan menemukan solusinya sebagaiwujud peningkatan mutu secara terus-menerus(continuous imrovement).

Sekolah Model Terpadu (SMT) Bojonegorodituntut untuk senantiasa mengedepankan mutupendidikan. Karena, sebagai sekolah model/rujukan bagi sekolah-sekolah lain khususnya diKabupaten Bojonegoro dan di jawa Timur padaumumnya perbaikan dan peningkatan mutu secaraterpadu dan total perlu diberdayakan. Upayapeningkatan mutunya melalui model Kaizen.

Orientasi SMT Bojonegoro penyelenggaraan-nya secara terpadu (integrated) menuju sekolahmodel/rujukan dalam prosesnya perlu modelpengembangan mutu yang komprehensif.Upayanya melalui model Kaizen yangmenitikberatkan pada perbaikan mutu pendidikansecara terus-menerus dan berkesinambungan yangberorientasi pada upaya terciptanya budaya mutusekolah. Praktiknya dengan perangkat FishboneCause and Effect Diagram sebagai media dalammengidentifikasi masalah-masalah penyebab yangmempengaruhi mutu pendidikan berdasarindikator-indikator mencakup: (a) manpower; (b)method; (c) materials; (d) machine; dan (e)environment yang mengarah pada qualityproductivity sebagai wujud perbaikan,peningkatan, dan pengembangan mutu pendidikan.sebuah daftar visual yang disusun secaraterstruktur yang mengilustrasikan berbagai sebabyang mempengaruhi proses dengan caramemisahkan dan menghubungkan satu sebabdengan sebab lainnya. Diagram Ishikawa sebagaifocus oriented dikarenakan selain mudahditerapkan tools ini juga secara terstruktur dapatmengidentifikasi persoalan yang dapatmempengaruhi kualitas sekolah.

Pengelolaan yang berkualitas tentunya harusmemberdayakan segenap fungsi dan elemen yangterkait didalamnya, dan hal tersebut secara tidaklangsung sebagai bentuk konkrit perbaikan danpengembangan kualitas secara komprehensifdengan mengedepankan kualitas manajemensecara total Proses implementasi melibatkankomponen sekolah secara terpadu, mulai dari TKN

254 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 251-259

Page 79: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

MT, SDN MT, SMPN MT, SMAN MT, dan UPTSMT;

Sebagai langkah strategis dan inovatif dalampeningkatan kualitas secara berkesinambungan,implementasi model dalam peningkatan mutu SMTBojonegoro tentunya tidak berjalan sendiri. Adafaktor-faktor terkait yang menstimuli jalannyaproses implementasinya, salah satunya adalahfaktor penghambat yaitu semua faktor yang dapatmempengaruhi dan menghambat jalannya prosesimplementasi. Faktor tersebut meliputi: (a)perbedaan jadwal (schedule) antar jenjang satuanpendidikan, (b) Produk Microsoft Excel 2010, dan(c) jarak

Alternatif cara mengatasi faktor penghambata) kesepakatan jadwal antar peneliti dan pihakSMT, (b) pilihan (options) jenis produk, dan (c)pemanfaatan Teknologi Informasi (TI);

Faktor lain yang menstimuli jalannya prosesimplementasi model adalah faktor pendukung, yaitufaktor yang keberadaanya merupakan asset yangmendukung proses implementasi. Meliputi (a)kesiapan SDM, (b) adanya kerjasama antara pihakpeneliti dan SMT, dan (c) Teknologi Informasi (TI);

Pemberdayaan faktor pendukung dilakukansebagai upaya pemaksimalan dan pengoptimalanberbagai program peningkatan kualitas layanansekolah yang telah ada. Agar dalam prosesnyadapat berjalan maksimal dan optimal maka,pemberdayaan tersebut ditinjau dari segi yaituinternal meliputi: a) pelibatan komponen SDM diSMT Bojonegoro, (b) hubungan kerjasamainterchange; dan (c) pemanfaatan media cetakdan elektronik. Hasil penelitian yang dilakukandengan melibatkan 23 responden dan berdasarinterprestasi kelayakan produk memperoleh nilai90% dengan spesifikasi sangat layak. Produk yangdihasilkan berupa model pengembangan dalambentuk buku panduan implementasi yangmenyajikan format pengisian data dilakukansecara manual, dan Microsoft Excell 2010, yangmenyajikan format input data secara otomatis.Hasil revisi produk dengan menambah varianmedia flash sebagai penyempurnaan programMicrosoft Excel 2010 yang lebih animatif.

PEMBAHASAN

Pada dasarnya kualitas atau mutu merupakankunci ke arah keberhasilan. Suatu sekolah yangunggul tentunya tidak terlepas dari elemen kuncitersebut, yaitu kualitas. Sekolah perlu memilikistrategi unggul dalam penopang perbaikan

kualitasnya. Sebagai langkah strategis yang dapatmenunjang peningkatan kualitas sekolah. TQMadalah sebuah pendekatan yang berusaha untukmemaksimalkan keunggulan kompetitif melaluiperbaikan secara terus menerus dalam hal produk,servis, orang, proses dan lingkungannya, tentunyamenyebabkan implikasi yang sangat besar dalampelaksanaan sistem manajemen mutu suatusekolah.

Pada implementasinya peningkatan kualitasyang dilakukan melaui UPM denganmemberdayakan adanya efektivitas kerja tim danpelibatan stakeholder sebagai penerima hasil atauproduk siswa yang selalu dibina melalui jalinankerjasama dan adanya komunikasi yang efektifdengan pihak sekolah. Mengingat bahwa kualitassenatiasa berkembang dan bersifat absolut. Dalamteori kualitas yang dikemukakan oleh Demingdalam Bush dan Mariane (2006), menyatakankriteria kualitas yang selalu berubah yangdiasosiasikan dengan produk, servis, orang, proses,dan lingkungan. Kualitas yang senantisa berubahharus senatiasa ditingkatkan sesuai perkembanganzaman, karena kualitas tidak hanya saat inimelainkan untuk jangka kedepannya. Bisa jadi apayang saat ini dianggap berkualitas untuk berapatahun kedepan sudah bukan berkualitas lagi. Haltersebut mendasari sekolah agar senantiasameingkatkan kualitasnya secaraberkesinambungan. Peningkatan kualitas bertujuanguna kepuasan pelanggan. Teori Sallis (2008:56),kualitas dapat didefinisikan sebagai sesuatu yangmemuaskan dan melampaui keinginan dankebutuhan pelanggan. Guna memenuhi kepuasanpelanggan dan mewujudkan eksistensi kualitas.Peningkatan kualitas senantiasa dikedepankan olehsekolah ini guna memenuhi apa yang diinginkandan dibutuhkan pelanggan, yakni siswa. Kepuasanpelanggan menjadi tujuan prioritas yang selaludiupayakan pemenuhannya secara maksimal.

Orientasi dasar implementasi secarabertahap dan terencana melalui berbagai tindakanperbaikan dan peningkatan kualitas. Teori Ozekidan Asaka dalam Al-saket (2003:25) mengemuka-kan bahwa ada sebuah siklus kontrol yang diberinama PDCA (Plan, Do, Control, and Act)control cycle dalam implementasi TQM. Asumsidasar impelementasinya dengan menggunakankonsep PDCA yaitu, dengan kualitas yang unggulmaka pelanggan dapat merasa puas, dan denganadanya kepuasan pelanggan maka akan terciptaadanya public trust.

Rochmawati dkk, Pengembangan Model Kaizen dengan Perangkat Fishbone Couse and Effect Diagram 255

Page 80: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Sebagai langkah strategis dan inovatif dalamupaya peningkatan kualitas jasa yang diberikansekolah tentunya perlu memanfaatkan tools ofTQM sebagai media pengidentifikasi masalah danmencari solusi permasalahannya. Hasil penelitianEnggasari (2007), tools of TQM dapatmemberikan data akurat mengenai marketresearch yang bertujuan mengidentifkasi tingkatkepuasan pelanggan. Berdasarkan hal tersebut,maka tools of TQM sebagai media peningkatankualitas secara komprehensif perlu diimplemen-tasikan.

Implementasi tools meliputi: Brainstormingyaitu pembentukan kelompok-kelompok kecil.Tools ini digunakan untuk meningkatkanproduktivitas kinerja dan daya kreatifitas gurudalam proses pembelajaran, dimana pengem-bangan ide secara tepat menjadikan proses iniberjalan menyenangkan; Afinitas Jaringan Kerja,sebagai salah satu tolok ukur mengetahui sejauhmana proses peningkatan kualitas sebelum dansesudah pelatihan; Diagram Ishikawa, dalamproses implementasinya dengan memetakan interrelasi yang mengilustrasikan berbagai sebab yangmempengaruhi proses dengan cara memisahkanatau menghubungkan satu sebab dengan sebablainnya; Analisis Kekuatan Lapangan, sebagailangkah untuk mempelajari situasi yangmemerlukan perubahan yang lebih baik. Sebagaibentuk konsistensi peningkatan mutu tools inisebagai salah satu analisis kompetitor yang handal,karena menganjurkan mengidentifikasi kekuatanyang terlibat; Pemetaan Proses, memberikan datatentang lingkungan dimana proses tersebutberlangsung dan kontrol dilakukan terhadaplingkungan tersebut; Grafik Pareto, diarahkan padapemerhatian problem-problem yang dialami timatau sekolah. Implementasinya dengan peninjauanmutu antara yang direncanakan dengan hasil;Flowchart, prosesnya mulai dari tahapperencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,pengawasan, dan penilaian akhir; Standarisasi,pemberi stimulus pelanggan (customer); danPemetaan Jalur Karir, untuk mengetahui bakat danminat serta potensi siswa serta dijadikan dasarpemetaan jalur karir siswa.

Ditemukan fakta bahwa implementasi toolsof TQM tersebut sudah terimplementasi dalamupaya peningkatan kualitas. Namun, dalamimplementasinya lebih terfokus pada tool DiagramIshikawa dan Flowchart. Pemfokusan tersebutdikarenakan penggunaan kedua tools tersebut lebihlama kurun waktunya dibandingkan tools lainnya.

Menurut Khaer (2010:1), Diagram Ishikawatergolong praktis dan memandu setiap tim untukterus berpikir menemukan penyebab utama suatupermasalahan. Hal tersebut benar adanya apabilaketika sebuah institusi atau tim perlumengidentifikasi dan mengeksplorasi sebab-sebabmasalah atau mencari faktor-faktor yang bisamengarahkan pada sebuah perbaikan ataupeningkatan.

Proses implementasi Diagram Ishikawadimulai pada: peningkatan kualitas produk (rice inproductivity), prosesnya jasa yang ingindiimplementasikan bertujuan guna kepuasanpelanggan (customer satisfaying); cara (method),merupakan tulang kecil yang mempengaruhiketercapaian kualitas yang digambarkan tulangbesar. Metode ini mengacu pada pedoman ataustandar ISO 9001:2008 mengacu pada bukuManual Mutu (Quality Manual) yang membuatkebijakan tentang mutu sekolah; kekuatan SumberDaya Manusia (manpower), kualitas/mutu sumberdaya manusia merupakan salah satu aspek intensdalam proses perbaikan dan peningkatan sebuahkualitas. Peran sumber daya manusia sangatsignifikan dalam suatu proses kegiatan.Keberadaannya sebagai tulang kecil berpengaruhsignifikan dalam keberhasilan kualitas yang akandicapai didukung dengan adanya pendidikan(education) dan dorongan (motivation) untuksenantiasa berkembang meningkatkan kualitasnya;bahan baku (materials) berupa sumber daya alam,dan kelengkapan fasilitas. Market researchsenantiasa harus dilakukan guna mengidentifikasiterjadinya kesalahan dan kelalaian sejak awalsesuai implementasi TQM yang berupayameminimalisasi kesalahan sejak awal (zerodefect); dan alat (machine), jaringan teknologiinformasi yang merupakan bagian intens dalamproses perbaikan dan peningkatan kualitas sekolah.Penggunaan merode pembelajaran yang beragamdengan berbasis pada technology informasitentunya merupakan faktor pendorong yang sangatsignifikan bagi perbaikan dan peningkatan kualitasjasa layanan pendidikan.

Pada implementasi tools Flowchart disekolah ini digunakan sebagai bentuk konkrit daridokumen Prosedur Operasional Standar(POS)Pengembangan SDM dan dokumen ProsedurOperasional Standar(POS) PengendalianDokumen. Penggunaannya dibawah kebijakanlangsung dari Kepala Sekolah dan Ketua UPM.Implementasi tools of TQM berbasis ISO9001:2008 dalam penjaminan mutu ini sangat

256 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 251-259

Page 81: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

berperan dan berdampak cukup signifikan dalamproses perbaikan dan peningkatan kualitas. Tools-tools tersebut sebagai media pengidentifikasielemen-elemen yang berkaitan dalam prosesperbaikan dan peningkatan kaulitas gunamenghasilkan layanan jasa pendidikan yangberkualitas guna kepuasan pelanggan.

Peningkatan produktivitas kinerja UPM masihmemerlukan waktu dalam pemaksimalan danpengoptimalan penggunaan tools of TQM yanglain secara komprehensif. Market research perlusenantiasa dilakukan dengan mengkaji danmengidentifikasi secara seksama aspek ayng dapatmempengaruhi kualitas. Faktor tersebutdiidentifikasi berdasarkan tinjauan dari segi internalmaupun eksternal.

Faktor penghambat yang menstimuli jalannyaproses implementasinya dari kondisi internalmeliputi: pelayanan pendidikan tidak sesuai,mencakup ketersediaan sarana dan prasarana(infrastruktur) sekolah. Sesuai standar ISO9001:2008 Clausul Nomor 6 Poin 3 (6.3), meliputi:penyediaan, pemeliharaan, dan perbaikaninfrastruktur yang dibutuhkan untuk mencapaikesesuaian lulusan dalam penerapan SMM.Seharusnya sekolah menentukan, menyediakan,memelihara, memperbaiki, dan mengendalikaninfrastruktur untuk mencapai kesesuaian produk,namun dalam implementasinya sekolah belummemenuhinya secara lengkap. Masihditemukannya permasalahan fasilitas olah ragayang belum ada. Sehingga apabila siswa ingginmenggunakan fasilitas tersebut harus meminjamdari tempat atau lokasi lain; kondisi lingkunganalam, seperti yang tertera dalam dokumen QualityCare Management Consultan (2010), ISO9001:2008 clausul Nomor 6 poin 4 (6.4) tentanglingkungan kerja, dimana sekolah harusmenetapkan dan mengelola lingkungan kerja yangdiperlukan untuk mencapai kesesuaian denganpersyaratan produk; dan tingkat kompetensi SDMmasih belum sepenuhnya memenuhi kualifikasi dankompetensi yang disyaratkan. Masih dijumpai pulaadanya pendidik ataupun tenaga kependidikanbelum sepenuhnya mampu beradaptasi denganhigh technology. Selain itu, empat kompetensipendidik juga belum sepenuhnya terpenuhi.

Hal tersebut dikarenakan belum semuanyaada pada tiap diri personil sekolah, dan hasilpelatihan dan pengembangan yang dilakukan pihakinternal maupun eksternal terkadang masih belumada tindak lanjutnya secara konkrit. Ditinjau darisegi eksternal faktor penghambatnya adalah jalinan

link kerjasama Internasional yang dalamimplementasinya kurang maksimal. Hal tersebutterkait erat dengan perlu adanya suatu komunikasiyang efektif antara pihak sekolah dan stakeholder,mengingat bahwa jalinan kerjasama merupakansalah satu upaya penting dalam menunjangeksistensi sekolah.

Alternatif cara mengatasi faktor penghambatdari segi internal dilakukan dengan cara: menjalinlink kerjasama dengan pihak pemilik fasilitas ataumembeli lahan baru guna memenuhi layanan jasapendidian, meningkatkan kedisiplinan dengankesiapsiagaan, dan menumbuhkan jiwaenterpreneurship, dan melalui UPM sebagaiquality assurance, melalui adanya tes kaulifikasimasuk, adanya pendampingan bagi guru honorer,dan diadakannya berbagai pelatihan danpengembangan kompetensi. Sedang dari segieksternal caranya dengan menggunakan teknologiinformasi dan penguasaan bahasa asing ditunjangkomunikasi efektif pada segenap stakeholder;

Faktor pendukung di sekolah ini ditinjau darisegi internal meliputi: kerja tim yang efektif, dalamproses peningkatan kaulitasnya, salah satu assetyang telah dimiliki sekolah adalah adanya kerja timyang efektif. Hal tersebut dapat terlihat jelasmelalui pendelegasian tugas, atnggung ajwab, danwewenang secara komprehensif di sekolah ini.Keefektifan tim yang dimiliki juga dudukung olehadanya peran pemimpin dan UPM.

Sesuai konsep dasar karateristik TQMmenurut Fandi dan Diana (2003:4), kerja timmerupakan salah satu karateristik yang harus adadalam TQM. Selain itu menurut Padhi (2010:1),…efektivitas kerja tim harus ada dalam setiaporganisasi guna pencapaian tujuan organisasi. Haltesebut mengindikasikan bahwa denagn adanyakerja tim yang efektif tentunya proses pencapaiantujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Sepertiyang tertuang pada dokumen ISO 9001:2008Nomor 5 poin 5 (5.5) mengenai ‘Tanggung jawab,wewenang, dan komunikasi’ yang secara garisbesar bahwa tanggung jawab, dan wewenangharus dikomunikasikan kepada segenap komponenguna memastikan proses-proses yang diperlukanuntuk perbaikan dan peningkatan mutu yang telahditetapkan dapat dilaksanakan dan dipelihara.Tentunya kerjasama tim merupakan syarat mutlakyang harus terpenuhi.

Implementasi metode pembelajaran sekolahini didasarkan pada kurikulum SMA, yaitukurikulum hasil adopsi dan adaptasi dari kurikulumNasional dan kurikulum Internasional, dalam hal

Rochmawati dkk, Pengembangan Model Kaizen dengan Perangkat Fishbone Couse and Effect Diagram 257

Page 82: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

ini kurikulum Cambridge dari University ofCambridge, London. Selain itu kurikulum yangdigunakan disesuaikan dengan level SekolahNasional, beragam jejang kelas juga dibuka sekolahini dan ditunjang penggunaan English every day;dan perolehan standar ISO 9001:2008, sertifikatCambridge, dan perubahan status dari RSBImenuju SBI merupakan asset penting dalam upayapeningkatan kualitas sekolah. Guna menjaga danmeningkatkan kualitas sekolah strategi yangdigunakan adalah melalui implementasi tools ofTQM berbasis ISO 9001:2008 dalam penjaminanmutu di sekolah ini sebagai langkah penunjangfaktor pendukung yang kompeten, sehinggadiharapkan dalam implementasinya dapat secaraoptimal dan komprehensif memperbaiki mutu danmeningkatkannya sesuai perkembangan zamanyang kian kompetitif.

Ditinjau dari segi eksternal meliputi:kemudahan sarana transportasi, kemudahanjangkauan layanan transportasi di SMA Negeri 3Malang merupakan faktor pendukung yang sangatberdampak besar dan mendasar karena sepertiyang tertera dalam dokumen ISO 9001:2008clausul Nomor 6 poin 4 (6.4) mengenai kondsisilingkungan alam termasuk didalamnya sarana danprasarana hal tersebut merupakan bagian pentingyang keberadaannya tidak dapat dipisahkan darisekolah, dan merupakan faktor penting yang harusdimiliki dan dikelola; dan link Kerjasama alumni,masyarakat, dan dunia Internasional, proses jalinankerjasma SMA Negeri 3 Malang melibatkanberbagai pihak, baik orang tua siswa, alumni,masyarakat, baik yang berada ditingkat lokal,Nasional, maupun Internasional. Link kerjasamayang dibina SMA Negeri 3 Malang denganmelibatkan berbagai pihak stakeholder.

Pemberdayaan faktor pendukung dilakukansebagai upaya pemaksimalan dan pengoptimalanberbagai program peningkatan kualitas layanansekolah yang telah ada. Agar dalam prosesnyadapat berjalan maksimal dan optimal maka,pemberdayaan tersebut ditinjau tinjau dari dua segiyaitu internal dan eksternal. Segi internal meliputi:mengefektifkan kerja tim secara lebih maksimal,dengan pengelolaan SDM mengacu pada standarISO 9001:2008 Clausul Nomor 6 poin 2, metodepembelajaran inovatif, dengan implementasiKurikulum SMA Negeri 3 Malang, berbasis ITI,dan penggunaan English Every Day, ISO9001:2008, Sertifikat Cambridge, dan RSBImenuju SBI, dengan dijadikannya standar ISO9001:2008 basis dalam perbaikan dan peningkatan

kualitas, sedangkan apabila ditinjau dari segieksternal, pemberdayaannya meliputi: penggunaansarana transportasi dan membuka peluangentrepreneurship ditunjang dengan penyediaanprogram persewaan bus sekolah untuk travelling,dan Link kerjasama Internasional, denganpemberdayaan segenap stakeholder.

Berdasarkan pemaparan tersebut, pening-katan kualitas melalui implementasi tools of TQMberbasis pada ISO 9001:2008 merupakan kerangkastrategis dalam inovasi produktivitas UPM. Toolsof TQM merupakan media ampuh dalam prosespemaksimalan kualitas, karena mengidentifikasifaktor-faktor terkait kualitas secara komprehensif.Proses continues improvement senantiasadikedepankan guna kepuasan pelanggan. Sebagaibentuk dari adanya kepuasan pelangganterciptanya publick trust yang secara pastimenstimuli eksistensi sekolah. Mengingat bahwakualitas adalah kunci kearah program yang berhasil,tentunya adanya kerja tim dan efektif denganditunjang pelibatan segenap stakeholder perlusenatiasa dilakukan guna pencapaian kualitassecara maksimal dan komprehensif.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Implementasi tools of TQM sebagai mediapengidentifikasi dan pencari solusi dalampeningkatan kualitas pendidikan yang bertujuanguna kepuasan pelanggan berjalan secara efektif.Prinsip zero defect ditekankan dalam hal ini.Mengingat bahwa kualitas bersifat absolut danrelatif sehingga eksistensinya perlu senantiasaditingkatkan secara berkesinambungan, makaproduktivitas kualitas pendidikan diberdayakanmelaui adanya UPM sebagai wujud qualityassurance. Implementasi tools of TQM berbasisISO 9001:2008 merupakan kerangka strategisupaya peningkatan kualitas jasa pendidikan,kualitas lulusan atau produk, dan kualitasproduktivitas UPM sebagai quality assuranceyang bertujuan guna kepuasan pelanggan.

Fokus orientasi melalui Diagram Ishikawa danFlowchart tergolong praktis dalam memandusetiap tim untuk terus berpikir menemukanpenyebab utama suatu permasalahan. Pada prosesimplementasinya digunakan untuk melakukanidentifikasi terhadap faktor yang menjadi penyebabmasalah dan mengidentifikasi faktor-faktor yangterkait dalam masalah tersebut, mencari akar

258 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 251-259

Page 83: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

permasalahnnya dan mencari solusi untukmengatasinya. Faktor yang menjadi penghambatdan pendukung keberadaanya ditinjau dari segiinternal, dan dicari alternatif cara meminimalisasifaktor penghambat dan upaya memberdayakanfaktor pendukung sebagai bentuk konkritpemaksimalan peningkatan kualitas

Saran

Berdasarkan simpulan tersebut, perludimaksimalkan implementasi tools of TQM sebagaimedia yang kreatif dalam proses mengidentifikasi

kualitas. Produktivitas UPM harus senantiasamenitikberakan pada prinsip zero defect. Padaproses implementasinya disesuaikan dengankebutuhan dan kondisi dari sekolah tersebut,mengingat konsep dasar kualitas yang bersifatabsolut dan relatif tentunya dalam prosespeningkatan kualitasnya dipengaruhi berbagaifaktor, baik faktor penghambat maupun faktorpendukung yang eksistensinya menstimuli kualitastersebut. Tentunya efektifitas kerja tim danpelibatan segenap stakeholder perlu terusdiberdayagunakan sebagai salah satu elemen kuncitingkat keberhasilan kualitas secara komprehensif.

DAFTAR RUJUKAN

Al-saket, A. 2003. A Case Study of Total QualityManagement in a Manufacturing andConstruction Firm. (Online), (http://[email protected]:8080/dspace/bitstream/10210/2974/1/Al-saket(TQM%20 Dissertation.pdf), diakses tanggal 14 Maret 2010.

Arcaro, S. J. 2007. Pengertian Jaminan Mutu(Quality Assurance). (Online), 25 Januari2007, (http://www.wikipedia.com/view/),diakses 29 Januari 2010.

Bush, T. & Marianne.C. Manajemen StrategisKepemimpinan Pendidikan. TerjemahanFahrurozi. 2006. Yogyakarta: IRCiSoD

Enggasari, N. 2007. Membangun KualitasMelalui Strategi Informasi dan SuplayChan Management Pada Industri CPO.Skripsi. Yogyakarta: Program Studi TeknikIndustri Universitas Gajah Mada (UGM).

Review Jurnal Logistic & Suplay ChanManagement 2007. (Online), (http://www.google.com//jurnal pendidikan),diakses tanggal 12 Juli 2010.

Khaer, M. 2010. Fishbone Kaoru IshikawaSebagai Alat Pengendali Mutu. Posted 1Juni. (Online), (http:// www.google.com/miftah19.files.wordpress.com /2010/06/),diakses tanggal 12 Juli 2010.

Padhi, N. 2010. The Eight Element of TQM.(Online), (http://www.isixsigma.com/library/content//), diakses tanggal 20 Juli 2010.

Quality Care Management Consultant. 2010.Materi Pelatihan Sistem ManajemenMutu (ISO 9001:2008). Malang.

Sallis, E. 2008. Total Quality Management inEducation, Manajemen Mutu Pendi-dikan. Yogyakarta: IRCiSoD.

Rochmawati dkk, Pengembangan Model Kaizen dengan Perangkat Fishbone Couse and Effect Diagram 259

Page 84: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

PENGELOLAAN EVALUASI HASIL BELAJAR PESERTA DIDIKSECARA ONLINE

Arvynda Permatasari

Email: [email protected] Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang 65145

Abstract: The purposes of this research to find and describe online evaluation management ofstudents’ examination result at vocational senior high school. Management of students’ examinationresult includes description about planning, organizing, actuating, reporting, and find strengths andobstacle and also problem solving. The research design used qualitative method through single casestudy. The location of this research took place at State Vocational Senior High School 5 Malang. Thedata were collected through interviews, observations, and documentations. The research findingswere: founding committee organizer, sharing job description, how to log in, how to upload questionfor teachers, how to proceed for students, reporting, and problem solving of online students’examination result.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mendeskripsikan pengelolaan evaluasi hasilbelajar peserta didik secara online di SMK. Pengelolaan evaluasi hasil belajar peserta didik mencakupdeskripsi tentang perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pelaporan dan menemukan faktorpendukung dan faktor penghambat serta alternatif pemecahan masalah. Rancangan penelitianmenggunakan penelitian kualitatif studi kasus tunggal. Lokasi penelitian yaitu di SMK Negeri 5Malang. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, pengamatan, dan dokumentasi. Analisisdata yang digunakan yaitu analisis deskriptif. Temuan penelitian ini yaitu: pembentukan panitiapenyelenggara, pembagian tugas, cara untuk log in, cara mengupload soal untuk guru, caramengerjakan untuk peserta didik, pelaporan, dan pemecahan masalah pada evaluasi hasil belajarpeserta didik secara online.

Kata kunci: evaluasi hasil belajar, peserta didik, online

Sekolah merupakan suatu lembaga yangmemberikan pendidikan melalui Kegiatan Belajar-Mengajar (KBM). Sekolah Menengah Kejuruan(SMK) merupakan salah satu jenis pendidikan yangdiberikan pada jenjang menengah.

Penentu keberhasilan guru di sekolah dalammenyampaikan materi pelajaran dan menunjukkankemampuan dari peserta didik dalam menerimamateri dapat dilakukan melalui evaluasi hasilbelajar. Dasar dari pelaksanaan evaluasi hasilbelajar terdapat dalam Peraturan PemerintahRepublik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentangStandar Nasional Pendidikan, yaitu “evaluasipendidikan adalah kegiatan pengendalian,penjaminan, dan penetapan mutu pendidikanterhadap berbagai komponen pendidikan padasetiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagaibentuk pertanggung jawaban penyelenggaraanpendidikan”.

Pada dasarnya pelaksanaan evaluasipembelajaran dilakukan untuk menilai hasil belajarpeserta didik, sehingga dalam evaluasi dilakukanpenilaian atau pengukuran terhadap kemampuanpeserta didik. Banyak teknik yang dapat dipilih dandilakukan oleh guru dalam rangka pelaksanaanevaluasi pembelajaran. Teknik evaluasi ada dua,yaitu teknik tes dan non-tes. Untuk teknik tes bisadilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis.Teknik non-tes ini biasanya dilakukan denganpenilaian sikap, tingkah laku dan kepribadian daripeserta didik melalui pengamatan guru selamaKBM.

Sekarang ini, teknologi telah mengambil bagiandalam dunia pendidikan dan hampir mendominasi.Termasuk dalam pelaksanaan evaluasipembelajaran, teknologi itu dapat berupa sebuahsistem yang membantu guru dalam melakukanpenilaian, yaitu ujian online. Ujian inimenggunakan perangkat keras (hardware) berupa

260

Page 85: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

komputer dan/atau laptop yang dikendalikan olehmanusia (brainware) dan kemudian dibuat sebuahperangkat lunak (software) yang digunakan untukpelaksanaan ujian online. Pelaksanaan ujianonline mengandalkan suatu jaringan yang disebutinternet atau kepanjangan dari internationalnetwork, artinya adalah jaringan internasional.Jaringan itulah yang akan menghubungkanpengguna (user) dengan suatu laman untukmengerjakan ujian secara online.

SMK Negeri 5 Malang merupakan salah satulembaga pendidikan kejuruan yang telahmenerapkan ujian online sejak tahun 2010. Akantetapi masih terkendala oleh terbatasnya jumlahkomputer yang tersedia, sehingga pada Tahun 2013mulai dilaksanakan kembali. Pelaksanaan ujianonline di SMK Negeri 5 Malang sebagai salahsatu upaya ‘paperless’ atau tidak menggunakankertas yang artinya menghemat banyak biayadengan memanfaatkan teknologi yang ada.Sebagian besar sekolah di Kota Malang masihmenerapkan evaluasi pembelajaran secarakonvensional atau masih menerapkan ujian denganmencetak soal dan dikerjakan pada sebuah lembarjawaban yang kemudian dikoreksi oleh pendidik,dan nilai dari ujian didapatkan dari jumlah jawabanbenar yang telah dikerjakan oleh peserta didik.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untukmenemukan dan mendeskripsikan perencanaanevaluasi hasil belajar peserta didik secara online,pengorganisasian evaluasi hasil belajar pesertadidik secara online, pelaksanaan evaluasi hasilbelajar peserta didik secara online, pelaporanevaluasi hasil belajar peserta didik secara online,faktor pendukung dan penghambat evaluasi hasilbelajar peserta didik secara online, dan alternatifpemecahan masalah evaluasi hasil belajar pesertadidik secara online di SMK Negeri 5 Malang.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatankualitatif dengan rancangan studi kasus tunggal.Kehadiran peneliti dalam penelitian ini sebagaiinstrumen kunci. Tujuan kehadiran peneliti yaituuntuk melakukan wawancara dengan narasumberatau informan, mengamati proses pengelolaanujian online, analisis dokumen, dan melakukandokumentasi berdasarkan panduan yang telahdisusun.

Lokasi penelitian ini di SMK Negeri 5 Malangyang beralamat di Jalan Ikan Piranha Atas,Tunjungsekar, Lowokwaru, Kota Malang kode pos

65142. Informan kunci dalam penelitian ini yaitupembuat sistem ujian online sekaliguspenanggungjawab sistem informasi manajemen(penjabsim). Informan lainnya yaitu wakil kepalasekolah bidang kurikulum, penanggungjawabteknis, dan pengguna sistem ujian online yaitu gurudan peserta didik. Sumber data pada penelitian iniberupa kata-kata yang diperoleh melaluiwawancara dengan informan, sumber berupatindakan melalui hasil pengamatan, dan dokumendari sekolah yang berupa surat keputusankepanitiaan penyelenggara ujian online, pembagiantugas, jadwal pelaksanaan, tata tertib, draft soaldan hasil ujian yang diperoleh peserta didik.Penelitian ini menggunakan analisis data deskriptif.Pengecekan keabsahan data melalui ketekunanpengamatan dan triangulasi sumber dan teknik.

HASIL

Hasil dari penelitian ini terdiri dari 6 aspek,yaitu: (a) perencanaan evaluasi hasil belajarpeserta didik secara online, (b) pengorganisasianevaluasi hasil belajar peserta didik secara online,(c) pelaksanaan evaluasi hasil belajar peserta didiksecara online, (d) pelaporan evaluasi hasil belajarpeserta didik secara online, (e) faktor pendukungdan faktor penghambat evaluasi hasil belajarpeserta didik secara online, dan (f) alternatifpemecahan masalah evaluasi hasil belajar pesertadidik secara online.

Perencanaan evaluasi hasil belajar pesertadidik secara online, yaitu: (a) membuat sistemonline, (b) memasukkan data guru dan pesertadidik pada server laman ujian online, (c)menyediakan sarana dan prasarana yangdibutuhkan untuk pelaksanaan ujian online,termasuk di dalamnya dengan menambah dayalistrik, menambah labolatorium komputer besertaPC/komputer, dan menyediakan jaringan internetdi setiap ruangan, (d) mengadakan training/pelatihan pada guru dalam mengakses laman ujianonline dan menyampaikan informasi tata carapenggunaan untuk peserta didik, (e) gurumengupload soal pada laman ujian online, dan (f)membuat rancangan jadwal pelaksanaan ujian.

Pengorganisasian evaluasi hasil belajarpeserta didik secara online merupakan pengaturanterhadap sumber daya manusia yang terlibat didalamnya, yaitu guru dan peserta didik.Pengorganisasian terhadap guru yaitu membentukpanitia penyelenggara ujian online dan membuaturaian tugas. Pengorganisasian terhadap peserta

Permatasari, Pengelolaan Evaluasi Hasil Belajar Peserta Didik Secara Online 261

Page 86: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

didik yaitu pengaturan tempat duduk pada saatpelaksanaan ujian.

Pelaksanaan evaluasi hasil belajar pesertadidik secara online, yaitu: (a) peserta didikmemasuki ruangan ujian sesuai dengan yang telahditentukan, (b) melakukan log in pada laman ujianonline menggunakan nomor induk siswa danpassword dan wajib menggunakan VohismaBrowser untuk mengakses laman ujian online, (c)pengawas ujian membagikan kode dan passwordsoal pada peserta didik, (d) peserta didik memulaimengerjakan pada waktu yang telah ditentukan,(e) durasi untuk mengerjakan ujian yaitu 60 menit,90 menit atau 120 menit disesuaikan dengan bobotpelajaran dan banyaknya soal, dan (f) peserta didikyang sudah selesai mengerjakan klik ‘selesaimengerjakan’ dan akan muncul laporan hasil ujianyang telah dikerjakan.

Pelaporan evaluasi hasil belajar peserta didiksecara online, yaitu: (a) melaporkan kehadiranmelalui daftar hadir untuk pengawas dan pesertaujian atau peserta didik, (b) pengawas melaporkanberita acara setiap kali mengawasi ujian, (c) hasilyang diperoleh peserta didik dalam ujian onlinedapat diketahui secara langsung saat peserta didikmengklik ‘selesai mengerjakan’, (d) nilai yangdiperoleh peserta didik akan secara otomatis masukke akun guru, dan (e) peserta didik yangmendapatkan nilai di bawah Kriteria KetuntasanMinimal (KKM) dapat meminta perbaikan padaguru mata pelajaran yang bersangkutan.

Faktor pendukung evaluasi hasil belajarpeserta didik secara online, yaitu: (a) adanyaPenjabsim yang membuat sistem ujian online, (b)peserta didik sudah terbiasa dengan penggunaanteknologi, sehingga mudah dalam penyampaianpada peserta didik, (c) tersedianya sarana danprasarana yang mendukung pelaksanaan ujianonline, dan (d) laman ujian online berbentuk web,sehingga mudah dipahami penggunaannya. Faktorpenghambat evaluasi hasil belajar peserta didik,yaitu koneksi dan gangguan teknis pada perangkatyang digunakan oleh peserta didik ketikapelaksanaan ujian online dan membutuhkan waktuyang lama untuk mengajarkan penggunaan ujianonline pada guru.

Alternatif pemecahan masalah evaluasi hasilbelajar peserta didik secara online, yaitu: (a)adanya tim khusus yang dibentuk untuk membantumengatasi kendala yang dialami pada saatpelaksanaan ujian online, (b) menyediakan ruangcadangan yang dapat digunakan untuk peserta didikyang mengalami gangguan pada perangkatnya, dan

(c) menambahkan wifi/hotspot di setiap ruangankelas untuk menghindari terjadinya jaringan yanglambat karena banyaknya pengguna.

PEMBAHASAN

Pada tahap perencanaan, hal yang diperlukanoleh sekolah yaitu menyiapkan perangkat yangdibutuhkan dengan menambah labolatoriumkomputer di setiap bengkel untuk kejuruan non-teknologi dan mewajibkan peserta didik kejuruanteknologi untuk memiliki laptop. Selain itu, sekolahjuga menambah jaringan internet di setiap kelasyang digunakan untuk mengakses laman ujianonline. Ependi (2011) menjelaskan tentang sistemonline adalah jaringan yang terhubung, terkoneksi,aktif dan siap untuk operasi, dapat berkomunikasidengan atau dikontrol oleh komputer.

Online juga bisa diartikan sebagai suatukeadaan dimana sebuah device (komputer)terhubung dengan device lain, biasanya melaluijaringan internet”. Dari teori tersebut, komputerdan jaringan internet adalah hal yang terpentinguntuk melakukan evaluasi hasil belajar dengansistem online. Komputer adalah perangkat yangdigunakan oleh peser ta didik untuk dapatmengakses laman ujian online melalui koneksiinternet yang dapat menghubung-kan antaraperangkat dengan servernya.

Tujuan dari evaluasi hasil belajar peserta didiksecara online sama dengan evaluasi yangdilakukan secara konvensional, yaitu untukmemperoleh penilaian terhadap hasil belajarpeserta didik selama kurun waktu tertentu. Guruberperan dalam mengupload soal yang akanditampilkan dalam laman ujian online. Soal yangdigunakan dalam ujian online berupa pilihan gandadengan 5 pilihan jawaban, yaitu A, B, C, D, dan E.

Thoha (1990) menerangkan bahwa tesobjektif adalah tes tulis yang itemnya dapat dijawabdengan memilih jawaban yang sudah tersedia,sehingga peserta didik menampilkan keseragamandata, baik bagi yang menjawab benar maupunmereka yang menjawab salah. Sesuai denganpengertian tersebut, jenis tes yang digunakan dalamujian online adalah tes objektif, yaitu denganmenyajikan soal pilihan ganda dengan 5 pilihanjawaban dan peserta didik hanya perlu memilihsalah satu jawaban yang dianggap paling benar.

Tujuan dari evaluasi hasil belajar peserta didiksecara online sama halnya dengan pelaksanaanevaluasi secara konvensional atau menggunakanlembar soal dan lembar jawaban. Menurut Wiyono

262 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 260-265

Page 87: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

dan Sunarni (2009), tahap perencanaan evaluasimencakup langkah perumusan tujuan evaluasi,penetapan aspek-aspek yang diukur, penetapanteknik atau metode pengumpulan data, penyiapaninstrumen pengumpul data, dan penetapan waktupelaksanaan.

Berdasarkan teori, pada evaluasi hasil belajarpeserta didik secara online dapat diuraikan sebagaiberikut: (1) perumusan tujuannya adalah untukmemperoleh hasil belajar peserta didik melalui tessecara objektif yang dilakukan secara online, (2)aspek yang diukur adalah aspek pengetahuan danpemahaman peserta didik dari pelajaran yang telahdiajarkan oleh guru selama kurun waktu tertentu,yaitu setengah semester (3 bulan) melalui UjianTengah Semester dan satu semester (6 bulan)melalui Ujian Akhir Semester, (3) teknik yangdigunakan adalah teknik tes. Yang membedakannyayaitu menggunakan sistem online untukpelaksanaan tesnya. Tes yang dilakukan adalahtes obyektif.

Menurut Wiyono dan Sunarni (2009) tesobyektif adalah tes tertulis yang menuntut siswamemilih jawaban yang telah disediakan ataumemberikan jawaban singkat terbatas.Berdasarkan teori tersebut tes obyektif yangdigunakan yaitu berupa tes dengan soal pilihanganda, yaitu jenis tes yang menyajikan soal danpilihan jawaban sehingga peserta didik hanya perlumemilih salah satu jawaban yang dianggap palingbenar. Serta waktu pelaksanaannya adalahberdasarkan ujian yang dilaksanakannya, yaituUjian Tengah Semester atau Ujian Akhir Sekolah.Yang perlu dipersiapkan adalah membuat jadwalpelaksanaan ujian.

Guru bertugas untuk mengupload soal dansebagai panitia dalam pelaksanaan evaluasi hasilbelajara peserta didik, yaitu sebagai pengawasujian, penanggungjawab sistem, danpenanggungjawab teknis. Menurut Noviani (2012),guru berperan sebagai evaluator yang berfungsiuntuk mengetahui berhasil atau tidaknya seorangguru dalam proses pembelajaran, atau evaluasi jugadapat dikatakan sebagai penentu untuk mengetahuiapakah proses/cara belajar-mengajar itu harusdipertahankan atau diperbaiki lagi.

Tahap pengorganisasian adalah prosespengaturan sumber daya yang terdapat dalamsuatu organisasi. Jika dikaitkan denganpelaksanaan evaluasi hasil belajar peserta didiksecara online, maka sumber daya yang dimaksudadalah sumber daya manusia (SDM), yaitu gurudan peserta didik. Berdasarkan teori tersebut, guru

adalah evaluator yang artinya guru mengevaluasiproses pembelajaran yang telah dilaksanakanmelalui ujian.

Hal yang perlu dilakukan pada tahappelaksanaan evaluasi hasil belajar peserta didikadalah menentukan tujuan dari pelaksanaanevaluasi, membuat desain, menyusun instrumenevaluasi dan menyajikan tes. Yang membedakanadalah adanya penyajian tes pada tahappelaksanaan. Menurut Muna (2012) hal-hal yangperlu diperhatikan dalam penyajian tes ini adalahwaktu penyajian, petunjuk yang jelas mengenaicara menjawab atau mengerjakan tes, ruangan dantempat duduk peserta didik.

Berdasarkan hal tersebut, sesuai dengan yangdilakukan pada tahap pelaksanaan evaluasi hasilbelajar peserta didik secara online, yaitu: (1) waktupenyajian soal berdasarkan jadwal pelaksanaan yangtelah disusun oleh panitia penyelenggara ujian, (2)petunjuk untuk mengerjakan disampaikan padapeserta didik sebelum waktu mengerjakan dimulai.Hal tersebut disampaikan oleh pengawas ujian.Petunjuk pelaksanaan yang perlu diketahui olehpeserta didik adalah diwajibkan untuk datangselambat-lambatnya 5 menit sebelum waktu ujiandimulai. Hal ini bertujuan untuk melakukanpersiapan keperluan peserta didik, yaitumempersiapkan laptop dan menghubungkannyadengan jaringan internet yang telah disediakansekolah. Peserta didik wajib menggunakan browseryang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu VohismaBrowser, dan mengakses laman ujian online.Setelah proses tersebut berhasil dilakukan dan tidakterjadi kendala, ujian dilaksanakan dan pengawasmemberikan kode soal beserta password soal sesuaidengan mata pelajaran yang telah dijadwalkan, dan(3) peserta didik melakukan log in menggunakannomor induk siswa dan password masing-masing.Saat peserta didik telah menyelesaikan ujiannya, klik‘submit’ dan secara otomatis akan muncul hasil yangtelah dikerjakan oleh peserta didik karena akanmuncul jumlah jawaban benar dan jawaban salahdari soal yang telah dikerjakan. Untuk nilai, pesertadidik dapat menanyakannya pada guru masing-masing pelajaran. Pada dasarnya tahappelaksanaan pada evaluasi hasil belajar peserta didikmerupakan realisasi dari tahap perencanaan.Karena pelaksanaan pada evaluasi mengacu padatujuan yang telah ditetapkan.

Laporan dari evaluasi hasil belajar pesertadidik secara online akan segera diketahui setelahpeserta didik menyelesaikan ujian, yaitu jumlahjawaban benar dan salah dari yang telah dikerjakan

Permatasari, Pengelolaan Evaluasi Hasil Belajar Peserta Didik Secara Online 263

Page 88: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

oleh peserta didik. Menurut Ramadhani (2013)hasil evaluasi program digunakan sebagai dasaruntuk melaksanakan kegiatan tindak lanjut atauuntuk melakukan pengambilan keputusanberikutnya. Pelaporan merupakan tahapan terakhirpada sebuah kegiatan. Evaluasi hasil belajarmerupakan kegiatan yang dilakukan untukmengetahui pencapaian belajar dari peserta didikyang telah dilakukan dalam kurun waktu tertentudan bertujuan untuk memperbaiki cara belajarpeserta didik. Laporan evaluasi bertujuan untukmengetahui sejauah mana pencapaian tujuan yangtelah dilaksanakan.

Nilai dari setiap peserta didik akan masuksecara otomatis ke akun guru, sehingga guru dapatmelakukan tindak lanjut terhadap hasil yangdiperoleh peserta didik. Penjelasan tentang tindaklanjut dari pelaporan evaluasi menurut Sullivan(2012) adalah kegiatan menindaklanjuti hasilpelaporan. Pada evaluasi proses pembelajaran,tindak lanjut berkenaan dengan pembelajaran yangakan dilaksanakan selanjutnya. Pembelajaran yangakan dilaksanakan merupakan keputusan tentangupaya perbaikan. Dari pernyataan tersebut, jikanilai yang diperoleh peserta didik belum memenuhiKriteria Ketuntasan Minimal (KKM), maka perluada perbaikan atau disebut dengan remidial. Untukpelaksanaannya merupakan wewenang guru matapelajaran masing-masing. Remidial dapatdilaksanakan secara online, ujian remidial secaratertulis, atau melalui pemberian tugas. Langkahyang diambil guru untuk melakukan remidial ataumemberikan tugas merupakan tindak lanjut daripelaporan yang berupa nilai dari peserta didik,sehingga guru berwenang untuk memberikeputusan pada setiap hasil belajar peserta didik.

Tahap pelaporan terdapat penghitungan nilaiyang didasarkan pada ranah kognitif, afektif, danpsikomotor. Penilaian tersebut dilakukan gunamemenuhi laporan untuk orangtua/wali pesertadidik pada rapor setiap semesternya. Padapelakasanaan evaluasi hasil belajar peserta didiksecara online di SMK Negeri 5 Malang,menggunakan tes obyektif yaitu berupa pilihanganda. Tes tersebut memiliki bobot nilai yang samapada masing-masing soal.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perencanaan dalam evaluasi hasil belajarpeserta didik secara online yaitu terdiri dari

perencaan secara teknis terhadap sistem, membuatjadwal pelaksanaan, memasukkan data guru danpeserta didik, mempersiapkan sarana danprasarana, melakukan training/pelatihan padaguru. Pada pelaksanaan evaluasi hasil belajarpeserta didik secara online, hal yang perludiorganisasikan adalah sumber daya manusia, yaituguru dan peserta didik. Hal-hal yang dilakukan padatahap pelaksanaan evaluasi hasil belajar pesertadidik secara online, yaitu (a) browser yangdigunakan oleh peserta didik adalah VohismaBrowser, (b) peserta didik melakukan log in padalaman ujian online dengan nomor induk, (c)pengawas ujian akan membagikan kode soal danpassword soal, dan (d) setelah peserta didik selesaimengerjakan akan muncul nilai. Pada tahappelaporan hal yang dilakukan sebagai berikut: (a)pelaporan berupa hasil atau nilai yang diperolehpeserta didik, (b) pengawas ujian membuat beritaacara, melaporkan daftar hadir peserta danpengawas ujian wajib mengisi daftar hadir, (c) nilaiyang belum memenuhi Kriteria KetuntasanMinimal (KKM) dapat dilakukan remidial, dan (d)hasil ujian peserta didik akan dilaporkan padabidang kurikulum. Faktor pendukung yaitu adanyaPenjabsim yang membuat sistem online, saranadan prasarana yang mendukung, dan laman ujianonline mudah untuk dipahami. Hambatan yangdialami adalah koneksi internet yang masih lambat,memerlukan waktu yang lama untuk mengajarkanpada guru cara mengupload soal pada laman ujianonline, dan peserta didik masih belum terbiasadengan sistem ujian online. Alternatif pemecahanmasalah yaitu: (a) penambahan jaringan internetdi sekolah, (b) adanya penanggungjawab teknis,dan (c) memberikan training dan informasi tatacara atau prosedur pada guru dan peserta didiksebelum pelaksanaan.

Saran

Saran dari peneliti ditujukan kepada: (1)Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan KotaMalang agar sistem ujian secara online dapatdilaksanakan di sekolah tingkat menengah diseluruh Kota Malang, (2) Kepala SMK Negeri 5Malang, agar melakukan perbaikan pada sistemyang dilakukan secara kontinyu sehingga dapatmeminimalkan terjadinya gangguan saatpelaksanaan ujian online, (3) Orangtua PesertaDidik SMK Negeri 5 Malang agar mendukunganaknya dengan memberikan fasilitas yangberhubungan dengan teknologi untuk dipelajari dan

264 MANAJEMEN PENDIDIKAN VOLUME 24, NOMOR 3, MARET 2014: 260-265

Page 89: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

digunakan sesuai dengan kebutuhan, (4)Mahasiswa Jurusan Administrasi Pendidikan,hendaknya hasil penelitian ini dapat menjaditambahan referensi, dan (5) Peneliti Lain,hendaknya dapat menjadi referensi untuk

melakukan penelitian dengan mengembangkanpenelitian ini berdasarkan aspek dan latar belakangyang berbeda, yang nantinya dapat bermanfaatuntuk diteliti.

DAFTAR RUJUKAN

Ependi, U. 2011. Pengertian Online, (Online),(http://blog.binadarma.ac.id/usman/wp-content/uploads/2011/02/ Pengertian-Online.pdf), diakses 28 Januari 2014.

Muna, N. R. 2012. Langkah-Langkah Penyu-sunan dan Pelaksanaan EvaluasiPembelajaran, (Online), (http://indigopbi3.blogspot.com/2012/05/kelompok-3-langkah-langkah-penyusunan.html), diakses 02 April2014.

Noviani, S. A. 2012. Pentingnya EvaluasiPembelajaran Dalam Proses BelajarMengajar, (Online), (http://shantinoviani92.blogspot.com/2012/03/pentingnya-evaluasi-pembelajaran-dalam.html), diakses 18Maret 2014.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional

Pendidikan, (Online), (http://kesbangpol.kemendagri.go.id/files_arsip/pp_no.32-2013_.pdf), diakses 1 Mei 2014.

Ramadhani, K. 2013. Membuat Laporan HasilEvaluasi, (Online), (http://anieciimickey.blogspot.com/2013/11/membuat-laporan-hasil-evaluasi.html), diakses 18 Maret 2014.

Sullivan, K. 2012. Pelaksanaan EvaluasiPembelajaran, (Online), (http://okez90.blogspot.com/2012/09/pelaksanaan-evaluasi-pembelajaran.html), diakses 18Maret 2014.

Thoha, C. 1990. Teknik Evaluasi Pendidikan.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Wiyono, B.B.& Sunarni. 2009. Evaluasi ProgramPendidikan dan Pembelajaran. Malang:FIP Universitas Negeri Malang.

Permatasari, Pengelolaan Evaluasi Hasil Belajar Peserta Didik Secara Online 265

Page 90: Jurnal Manajemen Pendidikan volume 24 no. 3

Petunjuk bagi (Calon) Penulis

1. Artikel yang ditulis untuk JMP meliputi hasil pemikiran dan hasil penelitian di bidang menejeman pendidikan. Naskahdiketik dengan huruf Times New Roman, ukuran 12 pts, dengan spasi At least 12 pts, dicetak pada kertas A4 minimal 20halaman, dan diserahkan dalam bentuk print-out sebanyak 3 eksemplar beserta Compact Disk (CD). Berkas (file) dibuatdengan Microsoft Word. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai attachment e-mail ke alamat: [email protected].

2. Nama penulis artikel ditempatkan di bawah judul artikel. Penulis dianjurkan mencantumkan alamat e-mail dan nomortelepon/hand phone untuk memudahkan komunikasi.

3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia dengan format esai, disertai judul pada masing-masing bagian artikel, kecualibagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Judul artikel dicetak dengan huruf besardi tengah-tengah, denganhuruf sebesar 24 poin.Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenishuruf yang berbeda (semua judul bagian dan subbagian dicetak tebal atau tebal danmiring), dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian:

PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI)Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri)Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri)

4. Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); alamat e-mail (tempatatas,alamat pekerjaan, kode pos); abstrak (maksimum 200 kata); kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latarbelakang dan tujuan atau ruang lingkup tulisan; bahasan utama (dapat dibagi kedalam beberapa sub-bagian); penutupatau kesimpulan; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirajuk).

5. Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); alamat e-mail (tempat atas,alamat pekerjaan, kode pos); abstrak (maksimum 200 kata) yang berisi tujuan, metode, dan hasil penelitian; kata kunci;pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil;pembahasan; kesimpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).

6. Sumber Rujukans edapat mungkin merupakan pustaka-pustaka terbitan10 tahun terakhir. Rujukan yang diutamakansumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi) atau artikel-artikel penelitian dalamjurnal dan/atau majalah ilmiah.

7. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama, tahun). Pencantuman sumber pada kutipanlangsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh: (Kowalski, 2003:67)

8. Daftar Rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini dan diurutkan secara alfabetis dan kronologis.

Contoh Daftar Rujukan

Hitccock, s., Carr. L. & Hall, W. 1996. A Survey of STM Online Jurnals, 1990-1995: The Calm before the Storm,(Online), (http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey.html, diakses12 Juni 1996)

Jawa Pos. 22 April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri,h\.3.Kansil, C.L. 2002. Orientasi BaruP enyelenggaraan Pendidikan Program Profesional dalam Memenuhi Kebutuhan

Dunia lndustri. Transpor, XX (4): 57-61.Robbins, S. P. & Decenzo, D.A. 2004. Supervision Today. New Jersey: Pearson Education Inc.Saukah, A. & Waseso, M. G. (Eds). 2002. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-4, cetakan ke-1).Malang: UM

Press.Sumarsono, R.B. & Kusumaningrum, D.E. 2005. Pengaruh Persepsi, Sikap terhadap Minat Berwirausaha bagi Mahasiswa

Jurusan AP FIP Universitas Negeri Malang. Laporan Penelitian tidak diterbitkan. Malang Lemlit UniversitasNegeri Malang.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2004. Jakarta: TamitaUtama.

Waseso, M.G. 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah. Makalah disajikan dalam Seminar dan Lokakarya Penulisan Artikeldan Pengelolaan Jurnal Ilmiah, Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin, 9-11Agustus.

9. Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, dan gambar mengikuti ketentuan dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah(Universitas Negeri Malang, 2010) atau mencontoh langsung tata cara yang digunakan dalam artikel yang telah dimuat.

10. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari (reviewers) yang ditunjuk oleh penyunting menurut bidangkepekaannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bestari atau penyunting. Kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan kepadapenulis sebelum penerbitan.

11. Pemeriksaan dan penyuntingan cetak-coba dikerjakan oleh penyunting dan/atau dengan melibatkan penulis. Artikelyang sudah dalam bentuk cetak-coba dapat dibatalkan pemuatannya oleh penyunting jika diketahui bermasalah.

12. Segala sesuatu yang menyangkut perijinan pengutipan atau penggunaan software komputer untuk pembuatan naskahatau ihwal lain yang terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yangmungkin timbul karenanya, menjadi tanggungjawab penuh penulis artikel tersebut.

13. Artikel yang tidak dimuat tidakakan dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis.