jurnal issn 2354-8568

71
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan ISSN 2354-8568 Perbenihan Vol. 3 No. 1, Agustus Tahun 2015 JURNAL Tanaman Hutan Tanaman Hutan Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.3 No.1 Hal.1-59 Bogor, Agustus Tahun 2015 ISSN 2354-8568 Jurnal Perbenihan T anaman Hutan V ol.3 No.1, Agustus 2015

Upload: others

Post on 16-Nov-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL ISSN 2354-8568

Kementerian Lingkungan Hidup dan KehutananBadan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi

Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan

ISSN 2354-8568

Perbenihan

Vol. 3 No. 1, Agustus Tahun 2015

JURNALTanaman HutanTanaman Hutan

Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.3 No.1 Hal.1-59 Bogor, Agustus Tahun 2015 ISSN 2354-8568

Ju

rnal P

erb

en

ihan

Tan

am

an

Hu

tan

Vo

l.3 N

o.1

, Ag

ustu

s 2

015

Page 2: JURNAL ISSN 2354-8568

ISSN 2354-8568

JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTANVol. 3 No.1, Agustus 2015

JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN adalah publikasi ilmiah resmi dari Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Jurnal ini menerbitkan tulisan hasil penelitian berbagai aspek

perbenihan tanaman hutan, meliputi : pengelolaan, ekologi benih, kebijakan dan sosial ekonomi perbenihan. Dengan frekuensi terbit dua kali setahun.

Penanggung JawabKepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Wakil Penanggung JawabKepala Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan

Dewan Redaksi

Ketua Merangkap AnggotaDr. Ir. Yulianti Bramasto, M.Si (Silvikultur)

AnggotaDr. Dra. Dida Syamsuwida, M.Sc (Silvikultur / Produksi Benih)

Dr. Dede Jajat Sudrajat, S.Hut, MT (Silvikultur / Teknologi Benih)Dr. Ir. Agus Astho Pramono, M.Si (Silvikultur / Ekologi Benih)

Prof. Riset. Dr. Ir. Nina Mindawati, M.Si (Silvikultur)Dr. Ir. Budi Leksono, MP (Pemuliaan)

Mitra BestariDr. Ir. Supriyanto (Fisiologi Pohon)

Prof. Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M.Sc.F.Trop (Genetik)Dr. Ir. Muhdin, M.Sc (Statistika)

Dr. Ir. Trimuji Ermayanti (Biotek)

Redaksi Pelaksana

Ketua Merangkap AnggotaIwan Setiawan, SE

AnggotaIda Saidah, S.Kom

Sekretariat Dewan RedaksiIda Saidah, S.Kom

Yulia Pranawati, A.Md

Diterbitkan olehBalai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan

Badan Penelitian, Pengembangan dan InovasiKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Terbit Pertama kali Agustus 1996 dengan judul Tekno Benih (ISSN 1410-1157),sejak Agustus 2003 berganti judul menjadi Info Benih (ISSN 1693-5314),

dan sejak Agustus 2013 berganti judul menjadi Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan (ISSN 2354-8568)

AlamatBalai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan

Jl. Pakuan Ciheuleut P0 Box 105 Bogor, Telp./fax : (0251)8327768Website : www.bptpbogor.litbang.dephut.go.id

Page 3: JURNAL ISSN 2354-8568

JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTANVol. No.1, Agustus 2013 5

DAFTAR ISI

1. IDENTIFIKASI HAMA PENYEBAB GALL PADA DAUN BIBIT NYAWAI (Ficus variegata L.)Pest identification cause of gall on seedling leaves of nyawai L. (Ficus variegata )

Tati Suharti dan Danu _____________________________________________________

2. MORFOLOGI, ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIA BENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIH Morphology, Anatomy and Chemical Compound of Mindi Seed from Various Seed Sources

_______________ Yulianti, Nurheni Wijayanto, Iskandar Z. Siregar dan IGK Tapa Darma

3. KARAKTERISTIK PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN SERTA POTENSI REPRODUKSI WERU (Albizia procera) DI PANCURENDANG-MAJALENGKA Flowering and Fruiting Characteristics and Reproductive Potency of Weru (Albizia procera) at Pancurendang-Majalengka

Dida Syamsuwida, Dharmawati FD dan Sofwan Bustomi ________________________

4. PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.) PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE PENYIMPANANThe Changes of Viability and Seed Biochemistry on Bambang lanang (Michelia champaca Linn.) at Different Drying Time and Storage Methods

Naning Yuniarti dan Nurhasybi ______________________________________________

5. PENINGKATAN DAYA DAN KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH MALAPARI (Pongamia pinnata)The Enhancement of the Rate and Capacity of Germination of Malapari (Pongamia pinnata) Seeds

Eliya Suita dan Dida Syamsuwida _____________________________________________

6. PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH (Anthocephalus macrophyllus (ROXB.) HAVIL)The use of Mycorrhizae and NPK Fertilizer in Seedling Growth of Red-Jabon (Anthocephalus macrophyllus ( .) )Roxb Havil

Danu, Rina Kurniaty dan Nina Mindawati ________________________________________

ISSN 2354-8568

1-8

9-19

21-30

31-41

43-50

51-59

Page 4: JURNAL ISSN 2354-8568
Page 5: JURNAL ISSN 2354-8568

UCAPAN TERIMA KASIH

Sekretariat Redaksi Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan mengucapkan terima kasih dan

pengharagaan yang setinggi-tingginya kepada Dewan Redaksi yang telah mengkoreksi dan melakukan

pencermatan terhadap naskah yang akan muat di Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan dan Mitra Bestari

(Peer reviewer) yang telah menelaah naskah yang dimuat pada Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Edisi

Vol.3 No.1 Tahun 2015 ini.

Page 6: JURNAL ISSN 2354-8568
Page 7: JURNAL ISSN 2354-8568

JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

ISSN 2354-8568

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dicopy tanpa ijin dan biaya.

UDC/ODC 630*44Tati Suharti dan Danu (Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan)IDENTIFIKASI HAMA PENYEBAB GALL PADA DAUN BIBIT NYAWAI(Ficus variegata L.)J. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.3 No.1 p. 1-8

Salah satu kendala di persemaian Ficus variegata L. (nyawai) adalah hama. Oleh karena itu, identifikasi hama, gejala serangan hama dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit merupakan aspek yang perlu diketahui untuk mengetahui teknik pengendalian yang tepat. Sebanyak 90 bibit digunakan sebagai sampel. Metode penelitian yaitu pengamatan gejala, persentase serangan, jenis hama dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit. Gejala serangan hama pada daun nyawai yaitu berupa terbentuknya gall. Serangga yang menyebabkan gall pada daun nyawai yaitu Pauropsylla sp. (Homoptera : Psyllidae). Hasil pengamatan menunjukkan serangan gall dapat menghambat pertumbuhan bibit umur 6 bulan. Tinggi bibit yang sehat 39, 28 cm, terinfeksi ringan 32, 95 cm sedangkan terinfeksi berat 32,65 cm.

Kata kunci : Ficus variegata L., gall, Pauropsylla sp.

UDC/ODC 630*176.1Yulianti , Nurheni Wijayanto , Iskandar Z. Siregar dan IGK Tapa Darma Balai Penelitian Teknologi 1 2 2 2 1)

(Perbenihan Tanaman Hutan- Bogor Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB

2), )

MORFOLOGI , ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIA BENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIHJ. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.3 No.1 p. 9-19

Perkecambahan benih mindi (Melia azedarach) masih mengalami kendala, yang terekspresikan dari masih rendahnya daya berkecambah benih, sehingga akan mempengaruhi penyediaan bibit mindi yang berkualitas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui struktur morfologi, anatomi serta kandungan kimia pada benih mindi. Struktur morfologi dan anatomi benih didasarkan pada struktur makroskopis dan mikroskopis, sedangkan kandungan kimia benih adalah lignin, lemak dan Abscisic acid (ABA). Berdasarkan hasil pengujian terhadap struktur anatomi benih mindi, ketebalan endocarp berkisar antara 331,4 –1448,2 µm dan tebal testa berkisar 41,9–148,6 µm, dengan kerapatan sel berkisar 2031-4635 sel per mm . Benih mindi mengandung ABA cukup tinggi (0,0386- 0,0955 mg/g) dengan kadar lignin pada 2

kulit benih termasuk kategori sedang yaitu berkisar antara 22,26-26,57%. Keberadaan ABA pada benih dapat menjadi faktor penghambat dalam perkecambahan, demikian pula dengan ketebalan dan kekerasan endocarp yang disebabkan oleh adanya lignin. Oleh karena itu perlu dilakukan delignifikasi untuk dapat meningkatkan daya berkecambah benih mindi.

Kata kunci : Anatomi, benih, biokimia, Melia azedarach

Vol.3 No.1, Agustus 2015

Page 8: JURNAL ISSN 2354-8568

JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

ISSN 2354-8568

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dicopy tanpa ijin dan biaya.

UDC/ODC 630*181.511) 1) 2) 1)Dida Syamsuwida , Dharmawati FD dan Sofwan Bustomi ( Balai Penelitian Teknologi Perbenihan

2)Tanaman Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan)KARAKTERISTIK PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN SERTA POTENSI REPRODUKSI WERU (Albizia procera) DI PANCURENDANG-MAJALENGKA J. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.3 No.1 p. 21-30

Weru ( ) adalah tanaman Leguminosae yang memiliki berbagai manfaat mulai dari kayu Albizia proceraenergi, daun untuk pakan ternak hingga peneduh pada perkebunan teh. Tujuan penelitian adalah memberikan informasi karakteristik pembungaan dan pembuahan serta potensi reproduksinya sehingga waktu pemanenan yang tepat dapat diketahui dan produksi buah yang dihasilkan dapat diestimasi. Pengamatan dilaksanakan di Desa Pancurendang, Kabupaten Majalengka. Sebanyak 10 pohon sampel dipilih untuk pengamatan pembungaan dan masing-masing ditandai 5 cabang berbunga. Hasil pengamatan menunjukkan inisiasi bunga weru terjadi lebih dari 2 bulan, dengan siklus reproduksi tanaman berlangsung selama 7-8 bulan. Siklus diawali dengan munculnya tunas generatif pada bulan Februari, kemudian menjadi kuncup bunga pada bulan Maret dan bunga mekar bulan April. Perkembangan menjadi buah muda pada bulan Mei-Juni. Pemanenan buah dapat dilakukan pada bulan September-Oktober. Ratio bunga menjadi buah ( ) weru rata-rata 41%, 85% dan fruit set seed setkeberhasilan reproduksi (KRSP) 35%.

Kata kunci: keberhasilan reproduksi, rasio bunga-buah, siklus reproduksiAlbizia procera,

UDC/ODC 630*232.315Naning Yuniarti dan Nurhasybi (Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan)PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.) PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE PENYIMPANANJ. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.3 No.1 p. 31-41

Selama pengeringan dan penyimpanan, benih bambang lanang mengalami proses kemunduran benih. Kemunduran benih adalah mundurnya mutu viabilitas benih yang dapat menyebabkan perubahan menyeluruh di dalam benih baik fisik, fisiologis maupun kimiawi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan viabilitas dan kandungan biokimia benih bambang lanang pada berbagai tingkat pengeringan dan metode penyimpanan. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola faktorial dengan 2 faktor, yaitu : faktor lama pengeringan (0, 24, 48 dan 72 jam) dan faktor metode simpan (0 minggu/kontrol, 2 minggu+ruang suhu kamar, 2 minggu+kulkas, dan 2 minggu+DCS). Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengeringan dan metode penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air, daya berkecambah, dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat, protein) benih bambang lanang, yaitu semakin lama pengeringan dan setelah penyimpanan, akan menyebabkan adanya perubahan viabilitas (kadar air dan daya berkecambah) dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat, dan protein) benih bambang lanang, yaitu menurunnya nilai kadar air dan daya berkecambah, meningkatnya kadar lemak dan protein, serta menurunnya kadar karbohidrat pada benih bambang lanang. Benih bambang lanang yang disimpan di ruang suhu kamar dapat menghasilkan viabilitas benih yang lebih baik dibandingkan dengan di DCS dan kulkas.

Kata kunci : benih bambang lanang, viabilitas, biokimia, pengeringan, penyimpanan

Vol.3 No.1, Agustus 2015

Page 9: JURNAL ISSN 2354-8568

JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

ISSN 2354-8568

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dicopy tanpa ijin dan biaya.

UDC/ODC 630*232.318Eliya Suita dan Dida Syamsuwida (Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan)PENINGKATAN DAYA DAN KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH MALAPARI (Pongamia pinnata)J. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.3 No.1 p. 43-50

Malapari adalah tanaman legume yang berpotensi sebagai sumber bioenergi. Dalam rangka penanamannya diperlukan benih berkualitas secara fisiologis. Tujuan penelitian adalah mendapatkan perlakuan yang tepat untuk meningkatkan daya dan kecepatan berkecambah benih malapari. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial. Perlakuan yang digunakan meliputi penurunan kadar air (kontrol dan kadar air benih diturunkan), perlakuan pendahuluan (perendaman air selama 24 jam, air kelapa selama 3 dan 6 jam) dan kondisi penaburan (bak kecambah terbuka dan tertutup plastik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih malapari dapat ditingkatkan dengan menurunkan kadar air benih hingga mencapai 41,80%, dan ditabur pada kondisi bak terbuka. Perlakuan ini menghasilkan nilai daya berkecambah dan kecepatan berkecambah masing-masing 99% dan 4,48%KN/etmal, dengan lama waktu yang diperlukan untuk berkecambah rata-rata selama 13,75 hari.

Kata kunci: kadar air, , perlakuan pendahuluan, perkecambahan benihPongamia pinnata

UDC/ODC 630*232.322.431) 1) 2) 1)

Danu , Rina Kurniaty dan Nina Mindawati ( Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, 2)Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan)PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH ( (ROXB.) HAVIL)Anthocephalus macrophyllusJ. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.3 No.1 p. 51-59

Pembangunan hutan tanaman jabon merah (Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil) memerlukan bibit yang bermutu. Bibit berkualitas dapat dihasilkan dengan mengoptimalkan proses fisiologis tanaman seperti fotosintesa dan metabolisme yang dipengaruhi oleh faktor luar seperti sinar matahari, tersedianya air, hara mineral dan kondisi tempat tumbuh. Selain itu penambahan inokulan mikoriza dan pupuk dapat memacu pertumbuhan dan meningkatkan daya hidup bibit. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh penggunaan mikoriza dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit jabon merah. Penambahan mikoriza 5 gram dan NPK 0,5 - 1,0 gram/polybag media tanah solum B dapat menghasilkan pertumbuhan tinggi bibit jabon merah 28,33 – 30,33 cm dan diameter 5,42 – 6,70 mm pada umur 5 bulan.

Kata kunci: jabon merah, mutu bibit, mikoriza, pupuk

Vol.3 No.1, Agustus 2015

Page 10: JURNAL ISSN 2354-8568

IDENTIFIKASI HAMA PENYEBAB GALL PADA DAUN BIBIT NYAWAI (Ficus variegata L.)

Tati Suharti dan Danu

1

IDENTIFIKASI HAMA PENYEBAB GALL PADA DAUN BIBIT NYAWAI(Ficus variegata L.)

Pest Identification Cause of G on Seedling Leaves of Nyawai .all (Ficus variegata L )

Tati Suharti dan DanuBalai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan

Jl. Pakuan Ciheuleut P.O. BOX. 105. Bogor 16001 Telp. (0251) 8327768Email : tie [email protected]

Naskah masuk : 11 September 2014; Naskah direvisi : 15 September 2014; Naskah diterima : 2 Juli 2015

ABSTRACT

Pests attack is one of the obstacles encountered in L. nyawai nursery. Therefore, identification Ficus variegata ( )of the pests, their symptoms of attack and the effect of gall on growth of nyawai seedlings are urgently needed to determine the appropriate control techniques. A sample of 90 seedling were observed. It was found out that pests attack symptom on the surface of leaves were gall. Insect that causes leaf gall on nyawai is old Pauropsylla sp. (Homoptera: Psyllidae). The results showed that gall can inhibit seedling growth of 6 months. Height of healthy seedlings was 39,28 cm, lightly infected was 32,95 cm while heavily infected at 32,65 cm, in average.

Keywords Ficus variegata , gall, Pauropsylla sp.: L.

ABSTRAK

Salah satu kendala di persemaian L. (nyawai) adalah hama. Oleh karena itu, identifikasi hama, Ficus variegata gejala serangan hama dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit merupakan aspek yang perlu diketahui untuk mengetahui teknik pengendalian yang tepat. Sebanyak 90 bibit digunakan sebagai sampel. Metode penelitian yaitu pengamatan gejala, persentase serangan, jenis hama dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit. Gejala serangan hama pada daun nyawai yaitu berupa terbentuknya . Serangga yang menyebabkan gall gallpada daun nyawai yaitu sp. (Homoptera : ). Hasil pengamatan menunjukkan serangan Pauropsylla Psyllidae gall dapat menghambat pertumbuhan bibit umur 6 bulan. Tinggi bibit yang sehat 39,28 cm, terinfeksi ringan32,95 cm sedangkan terinfeksi berat 32,65 cm.

Kata kunci : L , sp.Ficus variegata . gall, Pauropsylla

I. PENDAHULUAN

Jenis tanaman yang banyak dikembangkan

dalam hutan tanaman antara lain akasia,

eukaliptus, sengon dan jabon. Salah satu jenis

alternatif yang cukup menjanjikan untuk

dikembangkan sebagai jenis hutan tanaman

adalah nyawai ( L.) (Effendi, Ficus variegata

2012). Nyawai termasuk jenis pioner yang

membutuhkan cahaya ( ) dan memiliki intolerant

pertumbuhan cepat ( ) (Haryjanto fast growing

dan Prastyono, 2014).

Kayu nyawai dapat digunakan untuk kayu

pertukangan dan kayu lapis ( ), bahkan plywood

dapat digunakan untuk face veneer karena

memiliki corak kayu yang baik, dimana

kayunya berwarna cerah, yaitu kuning

keputihan (Haryjanto dan Prastyono, 2014).

Page 11: JURNAL ISSN 2354-8568

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 1-8ISSN : 2354-8568

2

Manfaat lain dapat digunakan sebagai obat

diare, penyakit kulit dan penawar racun

binatang berbisa (Hidayat, 1991 Aryani dalam

et al., 2009).

Salah satu kendala yang sering dihadapi

dalam pengembangan hutan tanaman, adalah

gangguan hama. Hama dapat menyerang benih,

bibit di persemaian dan tanaman di lapangan.

Keberadaan hama dapat menghambat pertum-

buhan bibit, selanjutnya dapat mengurangi

produksi bibit siap tanam sehingga merugikan

secara ekonomi.

Serangga merupakan kelompok hama yang

sering menyebabkan kerusakan pada bibit

maupun tanaman di lapangan. Hama ini dapat

menyerang semua organ tanaman. Salah satu

gejala khas pada daun yang disebabkan hama

adalah terbentuknya . merupakan gall Gall

gejala berupa jaringan yang mengalami

perubahan bentuk ( ) seperti malformasi

bintil/puru.

Identifikasi hama penting dilakukan untuk

mengetahui teknik pengendalian yang tepat.

Identifikasi dilakukan dengan mengamati gejala

serangan hama dan jenis hama yang menyerang.

Dengan demikian perlu adanya penelitian

identifikasi hama yang menyerang bibit nyawai

sehingga dapat diketahui teknik pengendalian

yang tepat.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk menge-

tahui jenis hama penyebab pada daun bibit gall

nyawai dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan

bibit nyawai umur 6 bulan.

II. BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan pada bulan Januari

sampai Juni tahun 2014 di laboratorium hama

dan penyakit Balai Penelitian Teknologi

Perbenihan Tanaman Hutan, Bogor.

Bahan penelitian yang digunakan yaitu

benih nyawai yang dikumpulkan dari Kebun

Raya Cibodas, alkohol 70%, kapas, kertas koran

dan kertas label. Alat-alat yang digunakan

adalah mikroskop, kuas kecil, gunting, gelas

obyek, gelas penutup, wadah plastik dan

kamera.

Metode penelitian yaitu mengamati gejala

serangan hama ( ) pada daun bibit nyawai gall

sebanyak 90 bibit (3 ulangan x 30 bibit) dan

persentase serangan setiap bulan sampai bibit

berumur 6 bulan. Pada umumnya distribusi

sampling dari rata-rata sampel akan mendekati

distribusi normal jika ukuran sampelnya lebih

besar dari 30 sehingga hasil penelitian cukup

representatif (Nurudin 2014).et al.,

Hama yang ditemukan di bagian dalam

daun, kemudian dikoleksi basah yaitu

dimasukkan ke dalam larutan alkohol 70%.

Hama diidentifikasi menggunakan mikroskop

stereo dengan cara membandingkan morfologi

serangga yang ditemukan dengan buku

identifikasi serangga. Selanjutnya mengamati

pengaruh serangan hama terhadap gall

pertumbuhan bibit umur 1 bulan hingga 6 bulan,

pengamatan dilakukan pada bibit sehat, bibit

dengan persentase kerusakan ringan (<25%/

luasan daun) dan bibit dengan persentase

Page 12: JURNAL ISSN 2354-8568

3

kerusakan berat (> 50 %/luasan daun) (Leatemia

dan Rumthe, 2011).

Analisis ragam digunakan untuk melihat

pengaruh serangan hama dan penyakit terhadap

persentase kerusakan daun, tinggi bibit dan

diameter bibit. Data dianalisis menggunakan Uji

F dan apabila terdapat perbedaan diantara

perlakuan kemudian dilakukan uji beda lanjutan

dengan menggunakan uji Duncan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gejala serangan hama ( ) pada daun gall

nyawai

Persentase serangan hama pada bibit gall

ditunjukkan oleh persentase kerusakan daun

berdasarkan luasan daun (Leatemia dan

Rumthe, 2011). Persentase kerusakan bibit

nyawai pada berumur 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan,

4 bulan, 5 bulan dan 6 bulan yaitu masing-

masing sebesar 8%, 15%, 32%, 58,89%, 78,89%

dan 90%. Serangan hama meningkat seiring gall

umur bibit. Hal ini karena hama menyebar dari

tanaman satu ke tanaman lainnya.

Gall adalah suatu keadaan struktur tanaman

yang tidak normal yang terbentuk sebagai

respon terhadap serangan organisme tertentu

seperti cendawan, bakteri, virus atau serangga.

Gall dapat berkembang melalui proliferasi sel

atau pembesaran ukuran sel (Nurhayati, 2010).

Serangan pada bibit nyawai disebabkan gall

oleh serangga. Gejala terjadi di permukaan gall

atas daun, berbentuk padat, berwarna hijau

muda (Gambar 1). tingkat lanjut seperti Gall

mahkota bunga sebagai jalan munculnya imago.

Berdasarkan pengamatan, permukaan daun

yang terserang menguning.gall

IDENTIFIKASI HAMA PENYEBAB GALL PADA DAUN BIBIT NYAWAI (Ficus variegata L.)

Tati Suharti dan Danu

a b c d e

Gambar 1. Tahapan pembentukan (Figure) gall (Stage of gall forming)

Keterangan ( : a. daun sehat/Remarks) healthy leafb. permukaan daun bergelombang/ eaf surfacecorrugated lc. muncul kecil/gall small gall appearedd. membesar/gall big gall

e. berbentuk mahkota/gall gall opened a like crown

Page 13: JURNAL ISSN 2354-8568

4

Berdasarkan pengamatan timbul gall

pertama kali pada daerah dimana terjadi

peletakan telur ( ) oleh imago betina. oviposisi

Pada daerah ini terjadi perubahan warna daun

yaitu daun menguning. Secara bertahap daerah

yang mengalami perubahan warna meningkat,

permukaan bawah daun menjadi bergelombang/

muncul daerah cembung kemudian timbul

tonjolan kecil dan runcing pada permukaan

bawah daun. Selanjutnya tonjolan yang runcing

membengkak kemudian menjadi bulat yang

tidak teratur. (Gambar 2).

Gambar (Figure) 2. Tahapan pembentukan gall pada permukaan bawah daun (Phases formation of gall on abaxial surfaces)

Keterangan ( : a. daerah peletakan telur (tonjolan runcing) / Remarks) the egg placements area / a pointed the bulge b. permukaan daun membengkak / the leaf surface swelled c. muncul gall / appearing small gall

a b c

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 1-8ISSN : 2354-8568

Pada permukaan atas daun, mula-mula

helaian daun bergelombang akibat terjadi

pembengkakan jaringan kemudian muncul

tonjolan bergelombang selanjutnya timbul

benjolan kecil yang lambat laun membesar dan

bertumpuk. Seiring waktu bentuk tonjolan

berubah menjadi bulat yang tidak teratur (puru).

Puru berkembang dan membesar. Berdasarkan

pengamatan, diameter tingkat lanjut gall

berkisar 3 – 5 mm. Pada tahap ini banyak

ditemukan nimfa akhir. Selanjutnya puru

berubah struktur seperti mahkota bunga

(Gambar 3).

g

f

e h

a

b

c

d

Gambar ( 3. Tahapan pembentukan pada permukaan atas daun/Figure) gall Phases formation of gall on adaxial surface

Keterangan ( :Remarks) a, b, c,d, e: jaringan membesar ( berisi nimfa tingkat awal/gall) enlarge leaf tissue (gall) contains nymphs initial level

f: imago sp. dalam tingkat akhir / sp. Pauropsylla gall adult Pauropsylla at the end of the level gall g: membuka, imago terbang/ gall gall opened, adult is flew h: mengering/gall the gall become dry

Page 14: JURNAL ISSN 2354-8568

5

Albert . (2011) menjelaskan proses et al

terbentuknya yaitu adanya stimulus kimia gall

menyebabkan terjadinya pembelahan sel. Pada

awalnya jaringan parenkim palisade dan

parenkim spons tidak rusak. Jaringan epidermis

mengalami pertumbuhan yang cepat dan diikuti

parenkim spons, selanjutnya epidermis

mengalami retak. Sekresi saliva dari imago

betina menyebabkan pecahnya sel epidermis

dan parenkim. dalam parenkim Hiperplasia

palisade sangat jelas terlihat. Ukuran sel

bertambah dan secara bertahap kehilangan

kloroplas. Pada tahap awal, nimfa berada di

dalam Kemudian nimfa memakan sel yang gall.

mengelilingi rongga yang mengandung banyak

pati yang membentuk jaringan nutrisi. Ruang

tempat nimfa berada bertambah besar seiring

perkembangan nimfa. Dengan pecahnya sel,

ruang dimana nimfa berada menjadi bertambah

besar dan nimfa menyelesaikan siklus hidupnya.

Selanjutnya berkembang, bertambah gall

banyak dan menyebar hampir di seluruh

permukaan daun. Seluruh seperti ber-gall

daging. Nimfa instar 3 atau 4 muncul dari lubang

( yang berada di bagian tengah .ostiole) gall

B. Jenis serangga yang menyebabkan gall

pada daun nyawai

Serangga yang menyebabkan pada gall

daun nyawai yaitu sp. (Gambar 4). Pauropsylla

Serangga ini digolongkan ke dalam ordo

Homoptera, famili Psyllidae. Genus ini

ditemukan juga pada jenis pulai (Albert ., et al

2011). Berdasarkan pengamatan, serangga

banyak ditemukan pada bagian tanaman yang

muda seperti pucuk, kuncup, dan daun muda.

Berdasarkan pengamatan morfologi

Pauropsylla sp. antara lain panjang imago rata-

rata 1 mm dan lebar rata-rata 0,5 mm. Warna

tubuh coklat kemerahan sampai coklat tua

sedangkan antena dan tungkai berwarna kuning,

mata coklat muda, sayap berbentuk seperti

selaput dan bening. Nimfa berwarna kuning

cerah dengan mata coklat, sayap dan antena

bening, bergerak sangat lamban (Gambar 4).

Pauropsylla sp. merupakan serangga

dengan metamorfosis tidak sempurna

(hemimetabola) yang mana tidak mempunyai

fase larva dan pupa. Siklus hidup Pauropsylla

sp. yaitu telur kemudian nimfa selanjutnya

imago (Albert ., 2011).et al

IDENTIFIKASI HAMA PENYEBAB GALL PADA DAUN BIBIT NYAWAI (Ficus variegata L.)

Tati Suharti dan Danu

Gambar ( ) 4. (a) Nimfa ( ) dan (b) imago ( sp.Figure nymph adult) Pauropsylla

(foto/photo : Tati Suharti)

Page 15: JURNAL ISSN 2354-8568

6

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 1-8ISSN : 2354-8568

Identifikasi gejala serangan hama dan cara

hidup hama merupakan aspek yang perlu

diketahui untuk mengetahui teknik pengen-

dalian yang tepat. Serangga sp. Pauropsylla

pada tingkat nimfa melakukan aktivitas makan

di dalam dengan cara menusuk dan gall

menghisap. Dengan demikian teknik pengen-

dalian yang tepat untuk hama ini yaitu

pemilihan insektisida dengan cara kerja

sistemik.

Alternatif lain yang ramah lingkungan

adalah aplikasi biopestisida alami salah satunya

dengan bahan aktif azadirachtin yang

terkandung pada tanaman mimba. Mimba dapat

menyebabkan mortalitas nimfa serangga

Psyillidae mencapai 100 % (Quarles, 2013).

C. gallPengaruh serangan terhadap

pertumbuhan bibit nyawai

Pengaruh serangan terhadap pertum-gall

buhan bibit nyawai umur 6 bulan terdapat pada

Tabel 1.

Tabel ( ) 1. Pengaruh serangan terhadap pertumbuhan bibit nyawai Table gall (The effect of gall on growth of nyawai seedlings)

Sumber keragaman / Source of variance

Tinggi / Heights(cm)

Diameter / Diameters(mm)

Sehat / healthy

39,28 a

5,16

Terserang ringan / light attacked 32,95 b 5,11 Terserang berat / heavy attacked 32,65 b 5,09

Keterangan ( ): huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5% (Remarks The same letter are not significantly different by Duncan 5%)

Dari Tabel 1 terlihat bahwa serangan gall

tidak berpengaruh nyata terhadap diameter

namun berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit.

Tinggi bibit pada bibit yang terserang ringan

tidak berbeda nyata dengan bibit yang terserang

berat. Tinggi bibit yang sehat sebesar 39, 28 cm,

terinfeksi ringan sebesar 32, 95 cm sedangkan

terinfeksi berat 32,65 cm.

Arya . (1975) Albert .et al dalam et al

(2011) melaporkan bahwa hama ini

menyebabkan terjadinya perubahan kandungan

klorofil, karbohidrat, protein, asam nukleat,

fenol, (IAA) dan enzim. Pada indole acetic acid

jaringan yang membentuk terjadi gall

penurunan jumlah klorofil, peningkatan

karbohidrat, peningkatan protein terutama pada

tahap awal pembentukan dan menurun gall

seiring dengan perkembangan nimfa dan

peningkatan proline. Peningkatan protein pada

tahap awal pembentukan berhubungan gall

dengan aktivitas enzim yang cepat sebagai salah

satu respon adanya serangga sedangkan

rusaknya protein pada tingkat lanjut gall

menunjukkan serangga sudah keluar dari gall

dan kematian jaringan (Saini dan Sarin, gall

2012).

Page 16: JURNAL ISSN 2354-8568

7

IDENTIFIKASI HAMA PENYEBAB GALL PADA DAUN BIBIT NYAWAI (Ficus variegata L.)

Tati Suharti dan Danu

Serangan dapat menyebabkan gall

pertumbuhan bibit terhambat, karena gall

menyebabkan proses fotosintesis terganggu.

Menurunnya jumlah klorofil berhubungan

dengan hilangnya jaringan palisade, tidak

adanya kloroplas dan perubahan pada jaringan

parenkim spons (Arya ., 1975 Albert et al dalam

et al., 2011). Klorofil merupakan komponen

kloroplas yang utama dan kandungan klorofil

relatif berkorelasi positif dengan laju foto-

sintesis (Li ., 2006 dalam Ai, 2012). et al

Menurut Dsouza dan Ravishankar (2014), gall

pada tidak menyebabkan Ficus glomerata

kerusakan yang berat pada hasil, namun

mengurangi nilai estetika tanaman sehingga

perlu dikendalikan.

IV. KESIMPULAN

Hama yang menyebabkan pada daun gall

nyawai L ) yaitu serangga jenis (Ficus variegata .

Pauropsylla . sp (Homoptera : Psyllidae).

Gejala terjadi di permukaan atas daun, gall

padat, berwarna hijau muda. tingkat lanjut Gall

seperti mahkota bunga sebagai jalan

munculnya imago. Serangan dapat gall

menghambat pertumbuhan bibit umur 6 bulan.

Tinggi bibit yang sehat sebesar 39,28 cm,

terinfeksi ringan sebesar 32, 95 cm sedangkan

terinfeksi berat 32,65 cm.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada

Bapak R. Agus Hadi Setiawan, Bapak Sutrisno

dan Bapak Udin selaku teknisi dan petugas

lapangan yang telah membantu terlaksananya

penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ai, N. S. 2012. Evolusi Fotosintesis pada Tumbuhan. Jurnal Ilmiah Sains 12 (1) : 28 -34.

Albert, S., A. Padhiar, D. Gandhi and P. Nityanand. 2011. Morphological, Anatomical and Biochemical Studies on The Foliar Galls of Alstonia scholaris.Revista Brasil. Bot. Vol. 34 (3) :343-358.

Aryani, N., Z. Zen, H. Syandri dan Jaswandi. 2009. Studi Nutrisi Buah Ara (Ficus racemosa L.) untuk pakan Ikan. Jurnal Natur Indonesia 12 (1) : 54 – 60.

Dsouza, M. R. and B. E. Ravishankar. 2014. Nutrional Sink Formation in Galls of Ficus glomerata Roxb. (Moraceae) by the Insect Pauropsylla depressa (Psyllidae, Hemip-tera). Tropical Ecology 55 (1) : 129 – 136.

Effendi, R. 2012. Kajian Keberhasilan Pertum-buhan Tanaman Nyawai. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 9 (2) : 95 – 104.

Haryjanto, L. dan Prastyono. 2014. Pendugaan Parameter Genetikenetik Semai Nyawai ( Blume) Asal Pulau Ficus variegataLombok. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea Vol. 3 (1) : 37 – 45.

Leatemia, A. dan R. Y. Rumthe. 2011. Studi Kerusakan Akibat Serangan Hama pada Tanaman Pangan di Kecamatan Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur, Propinsi Maluku. Jurnal Agroforestri 6 (1) : 52 – 56.

Page 17: JURNAL ISSN 2354-8568

8

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 1-8ISSN : 2354-8568

Nurhayati, 2010. Senarai Istilah-Istilah Mikologi. Universitas Sriwijaya.

Nurudin, M., M. N. Mara dan D. Kusnandar. 2014. Ukuran Sampel dan Distribusi Sampling dari Beberapa Variabel Random Kontinu. Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) 3(1) : 1-6.

Quarles, W. 2013. IPM for Asian Citrus Psyllid and Huanglongbing Disease. IPM Practitioner, XXXIV(1/2).

Saini, D and R. Sarin. 2012. SDS- PAGE Analysis of Leaf galls of Alstonia scholaris (L.). Research Article. J. Plant Pathol. Microb. 3:121.

Page 18: JURNAL ISSN 2354-8568

MORFOLOGI, ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIABENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIH

Yulianti, Nurheni Wijayanto, Iskandar Z. Siregar, IGK Tapa Darma

9

MORFOLOGI, ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIA BENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIH

Morphology, Anatomy and Chemical Compound of Mindi Seed from Various Seed Sources

Yulianti , Nurheni Wijayanto , Iskandar Z. Siregar dan IGK Tapa Darma1 2 2 2

1)Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan- Bogor 2)

Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB.Alamat E-mail : [email protected]

Naskah masuk : 14 Mei 2014; Naskah direvisi : 21 Mei 2014; Naskah diterima : 2 Juli 2015

ABSTRACT

Seed germination of mindi (Melia azedarach) are still having problems, expressed by the low germination capacity of mindi seeds, and it will affect the procurement of high quality seedling of mindi. The purpose of this study was to determine the anatomical structure and chemical compound of mindi seed. Anatomical structure of seeds based on macroscopic and microscopic structure, whereas the biochemical contents analyzed were lignin, fat and Abscisic acid (ABA). Based on the result of tests on seed anatomical structures of mindi showed that thicknesses of endocarp ranging from 331.4 -1448.2 µm and thicknesses of testa ranged from 41.9 to 148.6 µm, and cell density were 2031-4635 cells per mm . Mindi seeds contain a fairly high of ABA (0.0386 - 0.0955 mg/g) 2

with a high level of lignin in the endocarp ranging from 22.26 - 26.57%. The existence of the ABA on the seeds could be a limiting factor in germination, as well as the thickness and hardness of endocarp and also the lignin content. To increase the viability of mindi seed, delignification must be done.

Keywords : Anatomy, biochemical, Melia azedarach, seed

ABSTRAK

Perkecambahan benih mindi (Melia azedarach) masih mengalami kendala, yang terekspresikan dari masih rendahnya daya berkecambah benih, sehingga akan mempengaruhi penyediaan bibit mindi yang berkualitas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui struktur morfologi, anatomi serta kandungan kimia pada benih mindi. Struktur morfologi dan anatomi benih didasarkan pada struktur makroskopis dan mikroskopis, sedangkan kandungan kimia benih adalah lignin, lemak dan Abscisic acid (ABA). Berdasarkan hasil pengujian terhadap struktur anatomi benih mindi, ketebalan endocarp berkisar antara 331,4 –1448,2 µm dan tebal testa berkisar 41,9–148,6 µm, dengan kerapatan sel berkisar 2031-4635 sel per mm . Benih mindi mengandung ABA cukup 2

tinggi (0,0386- 0,0955 mg/g) dengan kadar lignin pada kulit benih termasuk kategori sedang yaitu berkisar antara 22,26-26,57%. Keberadaan ABA pada benih dapat menjadi faktor penghambat dalam perkecambahan, demikian pula dengan ketebalan dan kekerasan endocarp yang disebabkan oleh adanya lignin. Oleh karena itu perlu dilakukan delignifikasi untuk dapat meningkatkan daya berkecambah benih mindi.

Kata kunci : Anatomi, benih, biokimia, Melia azedarach

Page 19: JURNAL ISSN 2354-8568

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 9-19ISSN : 2354-8568

10

I. PENDAHULUAN

Dalam Peraturan Menteri Kehutanan

No.P.33/Menhut-II/2007 terdapat uraian jenis-

jenis kayu yang dihasilkan dari hutan hak atau

hutan rakyat, diantaranya adalah mindi (Melia

azedarach). Jenis ini sudah cukup berkembang

di hutan rakyat dan kayu yang dihasilkan

mempunyai nilai ekonomis dan dikenal di

pasaran.

Untuk pengembangan hutan rakyat dengan

jenis mindi, perlu ditunjang dengan penyediaan

benih yang berkualitas tinggi, baik kualitas

fisik, fisiologik maupun genetik. Salah satu

penentu kualitas benih adalah sumber benih

yang digunakan karena sangat berkaitan dengan

mutu genetik benih. Sedangkan hal lain yang

cukup penting dalam pengadaan benih mindi

adalah teknik penanganannya, karena akan

berkaitan dengan mutu fisik dan fisiologik

benih. Salah satu permasalahan dalam

penanganan benih mindi adalah perkecam-

bahannya, hal ini disebabkan kulit benih mindi

cukup keras, sehingga mengalami dormansi

fisik, tanpa perlakuan pendahuluan, benih akan

berkecambah secara alami setelah 3 bulan.

Pematahan dormansi dapat dilakukan secara

fisik dan kimiawi (Pramono dan Danu, 1998).

Secara fisik dengan meretakkan kulit benih dan

secara kimiawi melalui perendaman dalam

larutan asam sulfat (H SO ) pekat (95–97%) 2 4

selama 40 menit (Suciandri dan Bramasto,

2005). Selain dengan asam sulfat, dapat pula

digunakan air kelapa muda untuk pematahan

dormansi (Kurniaty ., 2003; Suita ., et al et al

2005).

Pematahan dormansi fisik pada benih akan

lebih efektif apabila diketahui struktur

morfologi dan anatomi serta kandungan kimia

yang ada pada benih. Struktur kulit benih dapat

dipengaruhi oleh tempat tumbuh, terutama

ketebalannya sebagai faktor adaptasi terhadap

lingkungan. Beberapa penelitian menunjukkan

adanya variasi sifat morfologi benih antar

populasi seperti pada di Celtis australis

Himalaya Tengah, India (Singh ., 2006), et al

Trigonobalanus doichangensis di Cina Selatan

(Zheng ., 2009), namun ada juga yang et al

menunjukkan kesamaan dalam morfologi benih

antar populasi seperti pada benih Calluna

Salisb. (Fagundez dan Izco, 2004). Variasi antar

kelompok benih yang berasal dari sumber

berbeda juga terjadi juga pada tingkat

dormansinya dan juga daya simpan benih

(Kusumawardhani, 1997). Tujuan penelitian ini

mengetahui struktur morfologi dan anatomi

secara makroskopis dan mikroskopis kulit benih

mindi serta kandungan kimia pada benih yang

meliputi kandungan (ABA), Abscisic acid

lemak dan lignin pada benih mindi dari berbagai

asal benih.

II. BAHAN DAN METODE

Benih mindi yang digunakan dalam

penelitian ini berasal dari 6 populasi di hutan

rakyat di Jawa Barat (Tabel 1).

Page 20: JURNAL ISSN 2354-8568

11

Pengamatan struktur morfologi dan

anatomi benih dilakukan di Laboratorium

Anatomi Kayu, Pusat Penelitian Teknologi dan

Pengolahan Hasil Hutan, Badan Litbang

Kehutanan Bogor, sedangkan pengujian kan-

dungan kimia benih dilakukan di Laboratorium

Balai Penelitian Obat dan Aromatik, Kemen-

terian Pertanian serta di Laboratorium Kimia

Kayu, Fakultas Kehutanan, IPB.

Penelitian struktur morfologi dan anatomi

benih menggunakan 5 butir benih dari masing-

masing lokasi. Adapun tahapannya adalah

sebagai berikut : (1) pembuatan preparat dengan

menggunakan Metode Sass (Sass, 1961), dan (2)

pengamatan dan pengukuran preparat di bawah

mikroskop. Untuk pengukuran struktur mikro

digunakan Mikroskop Axio Imager A1m Zeiss

dan untuk makroskopis digunakan Mikroskop

Discovery Zeiss. Pembesaran diatur hingga

mendapatkan gambar yang jelas untuk diamati

dan diukur, pembesaran berkisar antara 2,5–20

kali (untuk mikroskopis) dan 2,5–5 kali (untuk

makroskopis) serta pembuatan foto struktur

mikroskopis dan makroskopis. Variabel struktur

morfologi dan anatomi yang diamati adalah

ukuran benih (panjang benih, diameter benih

dan bobot benih), struktur makroskopis kulit

benih (tebal endocarp dan testa) dan struktur

mikroskopis kulit benih (panjang sel, diameter

sel, diameter lumen dan tebal dinding sel).

Pengukuran kadar lignin, lemak dan

Abscisic acid (ABA) menggunakan 100 gram

benih dari setiap lokasi. Metode pengujian

kadar lemak digunakan metode destilasi

sedangkan untuk pengujian ABA digunakan

TLC Scanner, kedua pengujian ini dilakukan di

Laboratorium Balai Penelitian Obat dan

Aromatik, Kementerian Pertanian.

No Nama lokasiName of location

Letak geografisGeographical site

Ketinggian

Altitude(m dpl)

SuhuTemperature

(ºC)

RHHumidity

(%)

1. Desa Nagrak, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor

06º 40’ 472” S 106º 53’ 615”E

250 - 350 26-27 70

2. Kampung Coblong, Tegal Mindi, Desa Sukakarya, Kec. Megamendung, Kab. Bogor

06º 40’ 477” S 106º 53’ 635”E

711 - 721 25,4 73

3. Desa Legok Huni, Kec. Wanayasa. Kab. Purwakarta

06º 39’ 378” S 107º 32’ 479”E

617 28,6 70

4. Desa Babakan Rema, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan

06º 45’ S 108º20’ E

417 26-28 50-65

5. Kampung Gambung , Desa Mekarsari Kec. Pasir Jambu. Kab. Bandung

07º 14’ S 107º 51’44”E

1250 - 1346

25 83

6. Desa Padasari, Kec. Cimalaka, Kab. Sumedang

06º 47’ S 107º 56’E

600 - 700 30 80 - 85

MORFOLOGI, ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIABENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIH

Yulianti, Nurheni Wijayanto, Iskandar Z. Siregar, IGK Tapa Darma

Tabel (Table) 1. Enam lokasi pengambilan bahan penelitian di Jawa Barat (Six location of material experiment at West Java)

Page 21: JURNAL ISSN 2354-8568

12

Rancangan percobaan yang digunakan

adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), data

hasil pengamatan dan pengukuran dianalisis

menggunakan analisis ragam, dan apabila hasil

analisis ragam menunjukkan adanya beda nyata

antar variabel, dilakukan uji beda nyata Tukey.

Selain itu juga dilakukan penghitungan nilai

korelasi antar parameter yang diukur.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Morfologi dan anatomi benih

Pengamatan morfologi dan struktur

anatomi benih mindi dilakukan terhadap ukuran

benih yang meliputi panjang, diameter dan

bobot benih, tebal dan , kerapatan endocarp testa

sel dan ukuran sel penyusun . Hasil endocarp

pengamatan dan hasil uji beda nyata untuk

setiap variabel tersaji pada Tabel 2.

Tabel ( ) 2. Morfologi dan anatomi benih mindi dari berbagai asal benihTable (Morphology and anatomy of mindi seed from several seed source)

Asal benih Seed source

Panjang benih Seed length (mm)

Diameter benih Seed diameter (mm)

Berat benih Seed weight (g)

Tebal endocarp Endocarp thickness (µm)

Tebal testa Testa hickness (µm)

Kuningan 10,40±1,50 a 6,34±1,44 a 0,25±0,08a 1252,2±10,5a 117,7±5,4ab Nagrak 12,45±1,19 c 7,87±0,55 c 0,44±0,08c 1448,2±19,8a 198,6±9,65a Sumedang 11,46±1,69 b 7,82±0,61 c 0,42±0,11c 1250,0±22,8a 87,6±7,23b Gambung 11,95±2,05 bc 7,03±0,62 b 0,31±0,08b 455,50±11,2b 68,7±6,3b Megamendung 11,69±0,71 bc 7,14±0,41 b 0,35±0,06b 331,40±6,9b 29,37±3,1b Wanayasa 11,58±0,87 bc 7,22±0,54 b 0,36±0,09b 425,90±8,9b 41,9±2,2b Rata-rata 11,58±0,68 7,23±0,56 0,36±0,07 860,50±22,51 90,7±61,65

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 9-19ISSN : 2354-8568

Benih asal Nagrak mempunyai ketebalan

endocarp testa dan serta ukuran benih terbesar

diantara asal benih lainnya (Tabel 2). Ketebalan

kulit benih akan berdampak kepada proses

perkecambahan benih. Hal ini akan menjadi

penghalang bagi masuknya air dan oksigen serta

inhibitor menjadi tertahan dalam benih (Bewley

dan Black, 1986). Ketersediaan air dan oksigen

yang cukup sangat membantu embrio untuk

mendorong tumbuhnya bakal akar ( ) dan radikel

bakal tunas. Adanya kendala dalam hal

ketebalan dan kekerasan kulit benih, menyebab-

kan benih mengalami dormansi fisik.

Ketebalan dan kekerasan kulit benih mindi

dapat dilihat dari kerapatan sel per mm , serta 2

ukuran sel penyusun kulit benih. Hasil

pengamatan dan uji beda nyata terhadap struktur

dan ukuran jaringan penyusun kulit benih mindi

dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 22: JURNAL ISSN 2354-8568

13

Tabel 3. Anatomi sel penyusun kulit benih mindi (Table ) (Anatomical component cell of mindi seed testa)

Tebal dinding sel merupakan bagian yang

umumnya ditempati oleh lignin. Tebal dinding

sel yang terendah adalah pada benih asal

Nagrak, yang diikuti oleh benih asal Sumedang

dan yang paling tebal dinding selnya adalah

benih asal Gambung (Tabel 3). Berdasarkan

data tersebut sel penyusun kulit benih asal

Gambung berbentuk lebih tebal dibandingkan

sel penyusun benih asal Sumedang ataupun

Nagrak.

Diameter sel dan diameter lumen sel

penyusun kulit benih dari setiap asal benih tidak

menunjukkan adanya perbedaan, yaitu benih

mindi yang berasal dari Gambung, Kuningan,

Megamendung, Nagrak, Sumedang maupun

Wanayasa tidak berbeda untuk ukuran diameter

sel dan diameter lumen. Namun untuk empat

karakter lainnya (tebal , tebal , endocarp testa

panjang sel, tebal dinding sel dan kerapatan sel)

menunjukkan adanya keragaman diantara asal

benih (Tabel 2 dan 3). Kekerasan kulit benih

juga diduga dipengaruhi oleh kepadatan sel atau

kerapatan sel penyusun kulit benih.

Kerapatan sel penyusun kulit benih asal

Sumedang menempati nilai terendah diantara

lima asal benih lainnya (Tabel 3), rata-rata

kerapatan sel penyusun kulit benih asal

Sumedang adalah 2031 sel/ mm . Kerapatan sel 2

terbesar adalah pada kulit benih asal

Megamendung yaitu rata-rata 4635 sel/mm , hal 2

ini menunjukkan bahwa kulit benih mindi asal

Megamendung lebih rapat dan padat (Tabel 3).

Kerapatan sel penyusun kulit benih asal

Gambung, Sumedang dan Kuningan tidak

berbeda nyata (Tabel 3). Kepadatan sel

penyusun kulit benih mindi menjadi salah satu

kendala dalam perkecambahan, karena semakin

padat sel maka dapat menghambat masuknya air

dan gas yang dibutuhkan oleh embrio untuk

berkecambah. Kondisi ini terjadi pada benih

panggal buaya, kerapatan sel penyusun kulit

benih panggal buaya ± 2000 sel/mm 2

(Puspitarini, 2003), dengan daya berkecambah

benih yang masih rendah, yaitu di bawah 40%.

Nilai pengamatan dan hasil uji lanjut untuk daya

berkecambah dan kecepatan berkecambah dapat

dilihat pada Tabel 4.

Asal benih Seed Origin

Panjang sel Cell Lenght

(µm)

Diameter sel

Cell diameter

(µm)

Diameter lumen

diameter of Lumen (µm)

Tebal dinding sel

The thickness of cell wall

(µm)

Kerapatan sel/mm2

Cell density/mm 2

Kuningan 558,66±41,9bc 21,84±1,04a 17,33±0,26a 2,26±0,07a 2135 ± 238,8 c Nagrak 693,79±27,3ab 21,44±0,57a 17,19±0,63a 2,13±0,07b 3698 ± 325,3ab Sumedang 760,41±67,3a 21,48±0,63a 17,12±0,69a 2,18±0,03a 2031 ± 156,5c Gambung 656,11±44,4ab 22,85±0,41a 18,17±0,34a 2,34±0,04a 2760 ± 631,bc Megamendung 654,05±41,8ab 22,49±0,25a 17,88±0,90a 2,30±0,09a 4635 ± 770,7a Wanayasa 631,00±33,5b 22,69±0,53a 18,04±0,60a 2,32±0,05a 4063 ± 827,0ab Rata-rata 659±66,5 22,13±0,62 17,62±0,46 2,25±0,08 3220 ± 557,4

MORFOLOGI, ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIABENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIH

Yulianti, Nurheni Wijayanto, Iskandar Z. Siregar, IGK Tapa Darma

Page 23: JURNAL ISSN 2354-8568

14

Tabel (Table) 4. Daya berkecambah dan kecepatan berkecambah dari berbagai asal benih ( )Germination percentage and speed of germination from various seed sources

Untuk mengetahui hubungan antara

karakter morfologi dan anatomi benih dengan

daya kecambah dan kecepatan berkecambah,

maka dilakukan uji korelasi (Tabel 5)

Asal benih (Seed sources)

Daya berkecambah / Germination percentage ( %)

Kecepatan berkecambah / Speed of germination (%/etmal)

Kuningan 56 a 6,8152 a Nagrak 48.5 b 2,7903 b Sumedang 60 a 6,5429 a Gambung 10 d 0,8406 d Megamendung 34 c 1,7461 c Wanayasa 35.5 c 2,4409 b

Tabel ( ) 5. Nilai korelasi antara karakter morfologi dan anatomi benih dengan viabilitas benih Tablemindi (Correlation value of seed morphology and anatomy with viability of mindi seed)

Karakter morfologi dan anatomi benih mindi (Morphology and anatomy characters

of mindi seed)

Daya berkecambah (Germination percentage)

Kecepatan berkecambah

(Speed of germination) Panjang benih (Seed length) -,560 -,827* Diameter benih (Seed diameter) ,010 -,274 Tebal endocarp (Endocarp thickness) ,300 ,515 Berat benih (Seed weight) ,072 -,251 Panjang sel (Cell length) ,153 -,104 Tebal testa (Testa thickness) -,147 ,054 Kerapatan sel (Cell density) - ,210 - ,699 Diameter lumen (Diameter of lumen) -,569 -,604 Tebal dinding sel (The thickness of cell wall) -,311 -,248 Diameter sel (Cell diameter) -,503 -,518

Struktur anatomi kulit benih mindi, yaitu

ketebalan kulit benih mindi serta tingginya

kerapatan sel penyusun kulit benih diduga dapat

menjadi salah satu kendala dalam proses per-

kecambahannya. Benih mindi yang disemaikan

tanpa diberi perlakuan pematahan dormansi

membutuhkan waktu berkecambah cukup lama,

yaitu ± 3 bulan (Pramono dan Danu, 1998).

Demikian pula yang terjadi pada benih panggal

buaya dan kemiri, yang mempunyai karak-

teristik kulit benih menyerupai benih mindi,

perkecambahan benih panggal buaya dan kemiri

tanpa diberi perlakuan akan berlangsung setelah

lebih dari 3 dan 6 bulan (Puspitarini, 2003;

Murniati, 1995).

Daya berkecambah dan kecepatan benih

mindi cenderung akan mengalami penurunan

apabila kerapatan sel penyusun endocarp

semakin meningkat, ketebalan testa meningkat,

diameter sel bertambah besar, diameter lumen

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 9-19ISSN : 2354-8568

Page 24: JURNAL ISSN 2354-8568

15

MORFOLOGI, ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIABENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIH

Yulianti, Nurheni Wijayanto, Iskandar Z. Siregar, IGK Tapa Darma

membesar dan tebal dinding sel meningkat.

Walaupun nilai korelasi diantara variabel

tersebut termasuk rendah. Daya berkecambah

benih dan kecepatan tumbuh benih akan

menurun apabila kerapatan sel penyusun

endocarp benih semakin rapat atau jumlah sel

per mm meningkat, dengan masing-masing 2

nilai korelasi adalah - 0,21 dan - 0,69 (Tabel

5). Demikian pula dengan tebal dan tebal testa

dinding sel, semakin tebal kedua bagian ini ada

kecenderungan akan menurunkan DB dan KCT.

Hal ini menunjukkan bahwa proses perkecam-

bahan akan menghadapi hambatan, karena

karakter dari bagian yang cukup rapat endocarp

selnya serta tebal dan tebal dinding selnya. testa

Karakter ini yang membuat air dan gas yang

diperlukan pada saat perkecambahan tidak dapat

masuk dan embrio tidak dapat optimal untuk

berkecambah.

a. Kandungan kimia benih

Kandungan kimia benih yang diuji dalam

penelitian ini meliputi kandungan hormon

ABA, lemak dan lignin yang terkandung dalam

benih mindi (Tabel 6).

Tabel (Table) 6. Kandungan ABA, lemak dan lignin pada benih mindi (The Composition of Absicic Acid , fat and lignin in mindi seed)

Asal Benih Seed Origin

ABA (mg/g BB) Absicid Acid

Lemak (%) Fat

Lignin (%) Lignin

Kuningan 0,0955 5,64 25,24

Nagrak 0,0895 3,85 26,57

Sumedang 0,0755 5,25 25,79

Gambung 0,0862 2,06 22,26

Megamendung 0,0386 5,71 25,05

Wanayasa 0,0723 3,63 26,14

Rata-rata 0,0763±0,02 4,35±1,43 25,17±1,53

Keterangan (Remarks) : BB (Bobot basah/wet weight)

Proses perkecambahan benih selain

dipengaruhi oleh faktor fisik dari benih tersebut,

juga dipengaruhi oleh kandungan kimia yang

ada. Kandungan kimia ( ) chemical compound

pada benih akan berpengaruh terhadap proses

fisiologis dalam perkecambahan. Salah satu

jenis yang terkandung chemical compound

dalam benih adalah ABA. Keberadaan ABA

pada benih dapat menjadi faktor penghambat

( ) dalam perkecambahan dan hal ini inhibitor

juga terjadi benih kemiri (Murniati, 1995), oleh

karena itu dalam penelitian ini pengukuran

hanya dilakukan pada kandungan ABA. Selain

ABA yang tergolong dalam perkecam-inhibitor

Page 25: JURNAL ISSN 2354-8568

16

bahan benih, adanya kandungan dan phenol

tannin dalam benih dapat pula menjadi inhibitor

(Bewley dan Black, 1986). Kandungan inhibitor

dalam benih bisa terdapat pada , pericarp testa

bahkan embrio (Bewley dan Black, 1986;

Murniati, 1995), namun fungsi dalam inhibitor

proses dormansi belum dapat dijelaskan.

Kandungan ABA pada beberapa jenis legum

umumnya berkisar antara 0,1–1mg/kg berat

basah, dan level ini sudah masuk dalam kategori

konsentrasi tinggi, khususnya untuk kacang

kedelai ( ) kandungan ABA mendekati soybean

2 mg/kg (Bewley dan Black, 1986).

Dalam penelitian ini pengujian kandungan

ABA pada benih mindi tidak dibedakan

berdasarkan bagian-bagian benih, sehingga

persentase kandungan ABA yang terukur

tersebut tidak terdapat pada salah satu bagian

benih, namun merupakan hasil ekstraksi dari

seluruh bagian benih. Kandungan ABA pada

benih mindi yang berasal dari beberapa lokasi

berkisar antara 0,0386 – 0,0955 mg/g BB atau

38,6–95,5 µg/g BB, nilai yang sangat tinggi jika

dibandingkan dengan kandungan ABA pada

benih kemiri, yaitu sebesar 5,05 µg/g BB di

kotiledon dan 3,09 µg/g BB di endosperm

(Murniati, 1995). Tingginya kadar ABA pada

benih mindi dapat menjadi indikator bahwa

dormansi pada benih mindi kemungkinan

disebabkan oleh adanya ABA serta inhibitor

ketebalan kulit benih. Namun sebenarnya

kondisi ini merupakan suatu bentuk perlin-

dungan terhadap benih, sebelum benih men-

capai kondisi yang optimal untuk berkecambah.

Kandungan kimia lainnya yang diuji dalam

penelitian ini adalah lemak dan lignin, kan-

dungan lemak yang ada dalam benih merupakan

salah satu cadangan energi yang dimiliki oleh

benih untuk perkecambahan, seperti halnya

karbohidrat dan protein (Bewley dan Black,

1986), namun kedua komponen tersebut tidak

diukur dalam penelitian ini. Kandungan lemak

yang tinggi pada benih dapat menjadi petunjuk

karakteristik dari benih tersebut, yaitu termasuk

dalam kategori benih rekalsitrant (benih yang

sangat sensitif terhadap penurunan kadar air).

Benih mindi mengandung lemak sekitar 2–5,6%

(Tabel 6), kemungkinan lemak ini terkandung

didalam embrio, yaitu pada endosperma atau

kotiledon, karena menurut Bewley dan Black

(1986) pada umumnya protein, lemak dan

karbohidrat terkandung pada embrio, terutama

pada kotiledon, sangat jarang terdapat pada

bagian (seperti ). extraembryonic perisperm

Nilai kandungan lemak pada benih mindi,

sesuai dengan pengujian yang telah dilakukan

oleh Suita ., (2008) bahwa kandungan lemak et al

pada benih mindi sekitar 4,82%. Nilai ini

menunjukkan tingkat yang rendah dibanding-

kan kandungan lemak pada benih Castor bean

dan yang mencapai 40–60% (Bewley oil palm

dan Black, 1986) serta pada kemiri mencapai

58,25%. Menurut Murniati (1995) terdapat dua

kategori asam lemak, yaitu asam lemak tidak

jenuh rantai panjang dan asam lemak jenuh

rantai pendek. Asam lemak tidak jenuh rantai

panjang tidak berpengaruh pada dormansi

benih, hanya asam lemak jenuh rantai pendek

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 9-19ISSN : 2354-8568

Page 26: JURNAL ISSN 2354-8568

17

MORFOLOGI, ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIABENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIH

Yulianti, Nurheni Wijayanto, Iskandar Z. Siregar, IGK Tapa Darma

yang dapat mempengaruhi dormansi benih.

Namun dalam penelitian ini belum diketahui

kandungan lemak pada benih mindi masuk

dalam kategori yang mana.

Pengujian kandungan lignin pada benih

mindi dilakukan pada bagian kulit benih

( ), karena pada beberapa jenis benih endocarp

tanaman kehutanan, kulit benihnya dapat

membentuk struktur seperti kayu ( ) woody seed

dan mengalami lignifikasi yang biasanya ber-

hubungan dengan berhentinya proses metabo-

lisme dan kematian sel (Puspitarini, 2003).

Komposisi kimia pada kayu terdiri dari

holoselulosa, selulosa, lignin, pentosan, abu dan

air (Martina ., 2002), dan komponen kimia et al

yang menyebabkan tingkat kekerasan pada kayu

adalah tinggi atau rendahnya kandungan lignin

yang ada pada kayu tersebut. Lignin merupakan

komponen kimia pada kayu yang tergolong pada

komponen struktural, dan berpengaruh terhadap

kekokohan atau kekerasan dari kayu, umumnya

kandungan lignin dalam kayu berkisar 20-35%

(Pereira ., 2003). Kayu yang mengandung et al

lignin pada kisaran nilai 18-33%, termasuk

dalam kelompok sedang (Pari, 1996). Namun

sampai saat ini belum ada nilai kisaran

kandungan lignin pada kulit benih yang dapat

dijadikan dasar untuk mengetahui tinggi

rendahnya kandungan lignin pada kulit benih.

Oleh karena itu sebagai pendekatan digunakan

nilai kisaran kandungan lignin pada kayu.

Berdasarkan pengujian terhadap kulit benih

mindi, lignin yang terkandung pada bagian ini

adalah berkisar antara 22,26 – 26,57%, sehingga

kulit benih mindi tergolong dalam kelompok

kandungan lignin sedang. Sedangkan

kandungan lignin pada kulit benih panggal

buaya mencapai 72,23% (Puspitarini, 2003)

dan pada kulit benih kemiri mencapai 38,50%

(Murniati, 1995). Apabila dikaitkan dengan

struktur anatomi (Tabel 1 dan 2), benih yang

berasal dari Nagrak mempunyai rata-rata

ketebalan dan (1448.2 µm dan endocarp testa

198.6 µm ) serta berat benih (0,44 gram) yang

paling tinggi, dan mempunyai kandungan lignin

tertinggi yaitu 26,57%. Hal ini menunjukkan

adanya kemungkinan hubungan antara kete-

balan kulit benih dan kandungan lignin terhadap

berat benih.

Ketebalan kulit benih serta tingkat kan-

dungan lignin pada kulit benih menjadi salah

satu faktor pembatas dalam perkecambahan

benih mindi. Upaya yang harus dilakukan dalam

mengatasi hal ini adalah bagaimana agar gas dan

air yang dibutuhkan dalam perkecambahan

dapat menembus kulit benih tersebut. Salah satu

upaya yang dapat dilakukan adalah dengan

melakukan , yaitu menguraikan delignifikasi

lignin, kadar lignin pada kulit benih mindi

tergolong dalam kategori sedang (Martina et al.,

2002). Proses yang alami adalah delignifikasi

dengan adanya mikroorganisme yang akan

membantu proses pelunakan, hal tersebut telah

dicoba oleh Murniati (1995) pada benih kemiri,

yaitu dengan pemberian mikroorganisme

Trichoderma pseudokoningii, hasil penelitian

menunjukkan bahwa fungi tersebut berperan

dalam merusak serat-serat selulosa serta

Page 27: JURNAL ISSN 2354-8568

18

menurunkan kadar lignin kulit benih kemiri.

Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan

merendam benih pada larutan asam kuat,

ethanol atau hydrogen peroksida (Schmidt,

2002).

Hasil analisis struktur morfologi dan

anatomi serta kandungan kimia pada benih

mindi menunjukkan ada kendala dalam

perkecambahan benih mindi yang kemungkinan

disebabkan oleh karakter anatomi dan kan-

dungan kimia benih. Menurut Essau (1977)

bagian dari buah dan benih yang umumnya

mengandung lignin adalah pada bagian perikarp

dan testa. Struktur umumnya terdiri pericarp

dari tiga lapisan, yaitu eksokarp, mesokarp dan

endokarp, bagian yang mengandung lignin

adalah dalam endokarp. Adanya kandungan

lignin dalam endokarp benih mindi, menunjuk-

kan bahwa struktur endocarp benih mindi

menyerupai struktur kayu. Lignin merupakan

komponen kimia yang berfungsi sebagai perekat

antar fiber (sel serabut) serta berpengaruh

terhadap kekokohan (kekerasan) pada kayu atau

bersifat mekanik. Menurut Pereira . (2003) et al

dinding sel serabut pada kayu merupakan bagian

yang juga mengandung lignin. Puspitarini

(2003) menyatakan bahwa kadar lignin dapat

mempengaruhi ketebalan dinding sel pada kulit

benih panggal buaya (Puspitarini, 2003). Oleh

karena itu untuk mempercepat proses per-

kecambahan pada benih yang mempunyai

struktur kulit benih menyerupai kayu, perlu

diberi perlakuan agar terjadi delignifikasi,

demikian halnya pada benih mindi.

IV. KESIMPULAN

Ketebalan endocarp benih mindi berkisar

antara 331,4 –1448,2 µm dan tebal testa berkisar

41,9–148,6 µm, dengan kerapatan sel berkisar

2031-4635 sel per mm . Benih mindi 2

mengandung ABA cukup tinggi (0,0386- 0,0955

mg/g) dengan kadar lignin pada kulit benih

termasuk kategori sedang yaitu berkisar antara

22,26-26,57%. Kandungan ABA dan lignin

pada benih serta ketebalan dan kekerasan

endocarp dapat menjadi faktor penghambat

dalam perkecambahan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikan

kepada Ibu Tutiana selaku teknisi pada

Laboratorium Anatomi Kayu, Pusat Penelitian

Teknologi dan Pengolahan Hasil Hutan, Badan

Litbang Kehutanan Bogor atas bantuannya

dalam menganalisis struktur anatomi kayu, serta

semua pihak yang telah membantu kegiatan

penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen Bina Produksi Kehutanan. 2006. Pembangunan hutan tanaman rakyat. Workshop Hutan Tanaman Rakyat, tanggal 20 Desember 2006. Hotel Santika, Jakarta. Departemen Kehutanan. Jakarta

Bewley JD, Black M. 1986. Seeds: Physiology of development and germination. Plenum Press. New York, London.

Essau K. 1977. Anatomy of seed plant. John Wiley and sons. New York. 429-498 p.

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 9-19ISSN : 2354-8568

Page 28: JURNAL ISSN 2354-8568

19

MORFOLOGI, ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIABENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIH

Yulianti, Nurheni Wijayanto, Iskandar Z. Siregar, IGK Tapa Darma

Komarayati S, Nurhayati T, Gusmailina. 1993. Biodegradasi komponen kimia pada limbah lignoselulosa oleh jamur perusak kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 11(2): 57-64.

Kozlowski TT, Pallardy SG. 1997. Physiology of woody plants. Academic Press. New York. 309-318 p.

Kurniaty R, Yuniarti N, Muharam A, Kartiana ER, Ismiati E, Royani H. 2003. Teknik penanganan benih jenis andalan setempat di Sulawesi Selatan, Bali, Kalimantan Barat dan Jawa Barat. LUC No. 385. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor.

Kusumawardhani, E. 1997. Pengaruh daerah asal sumber benih dan perlakuan pematahan dormansi terhadap viabilitas benih kemiri ( Aleurites moluccanaWilld.). Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. (Skripsi, tidak diterbitkan).

Martina, A., Nuryati Yuli, Mumu Sutisna. 2002. Optimasi beberapa faktor fisik terhadap laju degradasi selulosa kayu albasia ( L.Nielsen) dan Paraserianthes falcatariakarboksimetilselulosa (CMC) secara enzimatik oleh jamur. Jurnal Natur Indonesia 4 (2) : 156 -163.

Murniati E. 1995. Studi beberapa faktor penyebab dormansi dan peranan mikroorganisme dalam mempengaruhi proses pematahan dormansi benih kemiri ( WILLD.) Alleuri tes moluccana[disertasi] Bogor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pandit IKN, Ramdan H. 2002. Anatomi kayu. Pengantar sifat kayu sebagai bahan baku. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.

Pari G. 1996. Analisis komponen kimia dari kayu sengon dan kayu karet pada beberapa macam umur Buletin Penelitian Hasil . Hutan. 14: 321- 327.

Pereira H, Graca J, Rodrigues JC. 2003. Wood chemistry in relation to quality. Di dalam: Barnett JR dan Jeronimidis G, editor. Wood quality and its biological basis.

United Kingdom: Blackwell Publishing. Pp. 53-83.

Pramono AA, Danu. 1998. Teknik pematahan dormansi benih mindi ( Melia azedarachLinn). Buletin Teknologi Prebeníhan: 5 (3). Balai Teknologi Prebeníhan. Bogor.

Pramono A.A, Rohandi A, Royani H, Abidin AZ, Supardi E, Nurokhim N. 2008. Sebaran potensi sumber benih jenis potensial (Mindi) di Pulau Jawa. LHP No. 498. Balai Penelitian Teknologi Per-benihan Bogor.

Puspitarini DP. 2003. Struktur benih dan dormansi pada benih panggal buaya ( (Roxb.) D.C.) Zanthoxylum rhetsa[thesis]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sass, JE. 1961. Botanical Microtechnique. Third edition. The IOWA State University Press. Amess. Iowa.

Schmidt, L. 2002. Pedoman penanganan benih tanaman hutan tropis dan sub tropis. Danida Forest Seed Centre dan Direktorat Jenderal Rehabilitasi dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan. Jakarta.

Singh, B., B.P. Bhatt and P. Prasad. 2006. Variation in seed and seedling traits of Celtis australis, a multipurpose tree, in Central Himalaya, India. Agroforestry Systems 67:115–122.

Suciandri, S., Yulianti. 2005. Pematahan dormansi benih mindi dengan meng-gunakan larutan asam sulfat. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol 2, Suplemen No. 02.

Suita E, Yuniarti N. 2005. Pengaruh skarifikasi terhadap daya berkecambah benih kemiri. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol 2, Suplemen No. 02.

Zheng, Y.I., W.B. Sun, Y. Zhou, and D. Coombs. 2009. Variation in seed and seedling traits among natural populations of Trigonoba-lanus doichangesis (A. Camus) Forman (Fagaceae), a rare and endangered plant in Southwest China. New Forests 37: 285-294.

Page 29: JURNAL ISSN 2354-8568
Page 30: JURNAL ISSN 2354-8568

KARAKTERISTIK PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN SERTA POTENSIREPRODUKSI WERU (Albizia procera) DI PANCURENDANG-MAJALENGKA

Dida Syamsuwida, Dharmwati FD dan Sofwan Bustomi

21

KARAKTERISTIK PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN SERTA POTENSI REPRODUKSI WERU ( ) DI PANCURENDANG-MAJALENGKAAlbizia procera

Flowering and Fruiting Characteristics and Reproductive Potency of Weru (Albizia procera) at Pancurendang-Majalengka)

Dida Syamsuwida , Dharmawati FD dan Sofwan Bustomi1) 1) 2)

1)Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan2)Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Email: [email protected]

Naskah masuk : 16 Februari 2015; Naskah direvisi : 23 Februari 2015; Naskah diterima : 6 Juli 2015

ABSTRACT

Weru (Albizia procera) is belong to Leguminoceae that posesses many advantages such as wood for energy, leaf for fodder and shade trees on a tea plantation. The aim of the study was to determine the characteristics of floral and fruiting, and its potency of the reproduction, so that the right seed harvesting time would be found out and the produced fruits could be estimated. The observation was carried out at Pancurendang-Majalengka. A number of ten sample trees was chosen and five flower-bearing branches of each tree were labelled. The results revealed that floral initiation of weru took place of about two months, and the reproductive cycle proceeded for seven to eight months started -from the appearance of generative buds on February, flower buds on March and flower burst on April. The development of young pods occured on May-June and matured pods that ready to be harvested was on September-October. Fruit set, seed set and reproductive success of weru were 41%, 85% and 35%, respectively.

Keywords: Albizia procera, fruit set, reproductive cycle, reproductive success, seed set

ABSTRAK

Weru ( ) adalah tanaman Leguminosae yang memiliki berbagai manfaat mulai dari kayu energi, Albizia proceradaun untuk pakan ternak hingga peneduh pada perkebunan teh. Tujuan penelitian adalah memberikan informasi karakteristik pembungaan dan pembuahan serta potensi reproduksinya sehingga waktu pemanenan yang tepat dapat diketahui dan produksi buah yang dihasilkan dapat diestimasi. Pengamatan dilaksanakan di Desa Pancurendang, Kabupaten Majalengka. Sebanyak 10 pohon sampel dipilih untuk pengamatan pembungaan dan masing-masing ditandai 5 cabang berbunga. Hasil pengamatan menunjukkan inisiasi bunga weru terjadi lebih dari 2 bulan, dengan siklus reproduksi tanaman berlangsung selama 7-8 bulan. Siklus diawali dengan munculnya tunas generatif pada bulan Februari, kemudian menjadi kuncup bunga pada bulan Maret dan bunga mekar bulan April. Perkembangan menjadi buah muda pada bulan Mei-Juni. Pemanenan buah dapat dilakukan pada bulan September-Oktober. Ratio bunga menjadi buah ( ) weru rata-rata 41%, 85% dan keberhasilan fruit set seed setreproduksi (KRSP) 35%.

Kata kunci: keberhasilan reproduksi, rasio bunga-buah, siklus reproduksiAlbizia procera,

Page 31: JURNAL ISSN 2354-8568

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 21-30ISSN : 2354-8568

22

I. PENDAHULUAN

Kebutuhan manusia akan energi saat ini

semakin meningkat sejalan dengan pertum-

buhan penduduk yang semakin pesat. Sumber

energi yang saat ini digunakan adalah

sumberdaya alam tidak terbaharukan yang

keberadaannya semakin berkurang di alam

(minyak bumi, gas bumi, batu bara dan lain

sebagainya). Kebijakan nasional tentang

keberlanjutan energi memerlukan aksi yang

kokoh untuk mengubah sistem energi nasional

menjadi sistem energi yang ramah lingkungan

dan berkelanjutan (Situmeang, 2013). Untuk

mendukung ketahanan energi dapat ditempuh

dengan cara pengembangan diversifikasi energi.

Salah satu sumber daya yang masih tersedia

dalam jumlah yang banyak dan berkelanjutan

adalah energi dari biomassa.

Weru ( ) adalah vegetasi Albizia procera

hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai

penghasil kayu energi. Kayunya termasuk

kedalam kelas awet II dan kelas kuat II jenis ini

memiliki warna coklat mengkilat sampai coklat

kehitaman. Sebagai kayu energi, weru memiliki

nilai kalor 7.382 kalori/gram, riap 25 m /ha/ 3

tahun, berat jenis 0,67 dengan produksi energi

301,5 GJ/ha/tahun (Bustomi, 2009). Menurut

Richter dan Dallwiz ( 2009), sebaran geografik

jenis ini terdapat di India, Pakistan, Sri Lanka,

Thailand, Laos, Vietnam, Kamboja, dan

Indomalesia yang meliputi Indonesia dan

Malaysia.

Dalam upaya mendukung pembangunan

hutan tanaman weru secara lestari sangat

tergantung kepada penyediaan bahan tanaman

berkualitas di antaranya yaitu pengadaan benih.

Benih untuk program pembangunan hutan

tanaman penghasil kayu energi dituntut keter-

sediaannya dalam jumlah dan kualitas yang

memadai secara terus menerus.

Jaminan bagi ketersediaan benih secara

berkelanjutan memerlukan sejumlah informasi

tentang pembungaan dan pembuahan, di antara-

nya meliputi siklus dan potensi reproduksi.

Pemahaman tentang siklus pembungaan dan

pembuahan akan meningkatkan kualitas dan

kuantitas benih melalui prediksi waktu pema-

nenan yang tepat dan rasio bunga menjadi buah

dalam setiap pohon, sehingga produksi buah

dapat diestimasi. Tulisan ini bertujuan untuk

memberikan informasi karakteristik pem-

bungaan dan pembuahan, serta potensi

reproduksi tanaman weru yang terdapat di Desa

Pacurendang – Majalengka.

II. BAHAN DAN METODE

Pengamatan jenis weru dilakukan di hutan

rakyat Desa Pancurendang, Kabupaten Maja-

lengka, Jawa Barat yang berada pada koordinat

06º52'14,5”LS; 108º13'11,3”BT, ketinggian

293 m dpl, kemiringan 10% sampai 45%, tanah

jenis regosol coklat. Iklim termasuk type B

(Schmidt dan Furguson, 1951) dengan curah

hujan rata-rata 2000 – 2500 mm/thn dengan

Page 32: JURNAL ISSN 2354-8568

23

suhu udara antara 25 - 32 C. Waktu penelitian o oC

dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan

Desember 2010.

Sebanyak sepuluh pohon sampel sedang

berbunga digunakan untuk bahan pengamatan

dengan diameter batang berkisar antara 17,5 m -

25,14 m, tinggi pohon antara 7 m - 11 m dan

lebar tajuk 3 m - 4 m. Peralatan yang digunakan

meliputi tangga bambu, teropong, label

penanda, pisau, gunting, dan botol pengawet.

Metode Penelitian

a. Karakteristik pembungaan dan pem-

buahan weru

Pengamatan dengan cara melakukan peng-

amatan visual secara langsung di lapangan.

Karakteristik pembungaan yang diamati

meliputi inisiasi bunga dan siklus perkem-

bangan pembungaan dan pembuahan yang

dimulai dari : munculnya tunas bunga, bunga

mekar, buah muda hingga buah masak dan jatuh.

Setiap perubahan struktur pembungaan dan

pembuahan diamati dengan mencatat waktu

(tanggal dan periode waktu yang diperlukan

untuk setiap perubahan), bentuk dan warna dan

didokumentasi untuk setiap perubahannya.

Inisiasi bunga dideteksi dengan cara menyayat

tunas yang tumbuh menggunakan teknik mikro.

b. Potensi Reproduksi

Untuk mengukur potensi reproduksi

tanaman weru maka dihitung besaran keber-

hasilan reproduksi sebelum perkecambahan

(KRSP, ) pre-emergent reproductive success

yang merupakan proporsi ovul yang berhasil

dibuahi dan berkembang menjadi benih yang

viabel. Keberhasilan reproduksi (KRSP)

dihitung dengan cara (Wiens ., 1987):et al

KRSP = rasio buah/bunga x rasio biji/ovul

Parameter yang diamati adalah jumlah bunga

per malai, jumlah buah per malai, jumlah ovul

per bunga dan jumlah biji per buah. Data rata-

rata yang diperoleh dianalisis secara deskriptif

dan untuk melihat variasi potensi reproduksi

antar pohon dibuat Anova yang dilanjutkan

dengan uji beda nyata Duncan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Waktu Inisiasi Bunga Weru (Albizia

procera)

Inisiasi bunga weru diamati di plot

penelitian dan sampel tunas diambil selama tiga

bulan berturut-turut mulai dari bulan Februari

hingga April. Siklus reproduksi dimulai dengan

terjadinya inisiasi bunga pada saat primordia

bunga mulai terbentuk (Gambar 1A.).

Pengamatan jaringan tunas pada bulan Februari

2010 menunjukkan bahwa inisiasi bunga sudah

terjadi. Sebagian kuncup malai sudah dapat

diidentifikasi pada bulan Maret yang menunjuk-

kan bahwa primordia bunga tidak mengalami

dormansi tetapi langsung berkembang menjadi

kuncup malai. Pengamatan jaringan tunas pada

bulan Maret masih menunjukkan terjadinya

inisiasi bunga dan pada bulan April inisiasi

bunga tidak terlihat lagi yang ditandai dengan

terlihatnya jaringan primordia daun (Gambar

KARAKTERISTIK PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN SERTA POTENSIREPRODUKSI WERU (Albizia procera) DI PANCURENDANG-MAJALENGKA

Dida Syamsuwida, Dharmwati FD dan Sofwan Bustomi

Page 33: JURNAL ISSN 2354-8568

24

1B.). Hasil pengamatan memberi indikasi

bahwa inisiasi bunga weru terjadi kurang lebih

selama 2 bulan. Pada jenis mindi inisiasi bunga

terjadi pada periode yang cukup panjang yaitu

lebih dari 3 bulan (Syamsuwida ., 2012) et al

demikian juga pada jenis Shorea stenoptera

yang berlangsung lebih dari 6 bulan

(Syamsuwida and Owens, 1997). Pada beberapa

jenis konifer dan daun lebar di daerah temperate

bagian utara inisiasi bunga terjadi cukup singkat

(bulan April sampai Juni) yakni jauh sebelum

dormansi musim dingin (Owens & Blake,

1985).

pb pd

pd

ma

Gambar . Irisan longitudinal tunas generatif jenis weru memperlihatkan primordia bunga (pb), (Figure) 1 primordia daun (pd) [A] dan irisan tunas vegetatif memperlihatkan meristem apikal (ma), primordia daun (pd) [B] ( Longitudinal section of generative bud of weru showing floral primordia (pb), leaf primordia (pd) [A] and vegetative bud section showing apical meristem (ma), leaf primordia (pd) [B].

B. Siklus perkembangan pembungaan dan

pembuahan jenis weru ( )Albizia procera

Proses perkembangan pembungaan dan

pembuahan weru dimulai dari inisiasi pem-

bungaan. Setelah inisiasi bunga terjadi maka

secara kasat mata akan terlihat pertumbuhan

tunas generatif yang keluar dari ujung tangkai

(terminalis) berupa bendulan kecil, kemudian

berkembang menjadi satu rangkaian bunga

(bakal malai) yang masih menyatu, tangkai

bakal bunga keluar dari ketiak-ketiak daun

( ) (Owens ., 1991) dan terus panicle et al

memanjang sampai jumlah tertentu, pertum-

buhan akan terhenti (Gambar 2).

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 21-30ISSN : 2354-8568

Page 34: JURNAL ISSN 2354-8568

25

Calon bunga

Tangkai bunga

Anak tangkai malai

Tangkai malai

Gambar (Figure) 2. Sketsa pola letak bunga weru dalam malai dengan tipe panicle (The scetch of flower position pattern of weru in a 'panicle' inflorescence).

Proses selanjutnya adalah pertumbuhan

bakal malai bunga dengan tipe bunga majemuk

( ). Bunga pada malai bunga mulai simple umbel

terlihat membentuk struktur bunga membulat

dengan tangkai sari yang masih melekat

(menutup) satu sama lain membentuk bulatan

kecil. Perkembangan selanjutnya, individu

bunga mekar dengan warna tangkai sariputih

dan kepala sari ( ) berwarna krem. Apabila anther

terjadi penyerbukan, maka bunga akan

menggugurkan bagian tangkai sarinya (bunga

layu) dan terlihat bagian ovul (bagian bawah

pistil dimana putik menempel) mulai mem-

bengkak dan berwarna hijau. Bagian ovul

(tabung ovul) makin lama makin besar dan

membentuk buah polong muda yang dibentuk

dari satu memanjang berwarna merah carpel

marun, selanjutnya menjadi buah dewasa

dengan ukuran yang lebih besar dan warna hijau

tua. Setelah mencapai ukuran tertentu, warna

buah akan berubah menjadi coklat tua dan berisi

biji yang bernas, selanjutnya kulit polong

merekah Buah/polong weru termasuk tipe .

dehiscent yaitu tipe buah kering yang merekah

saat masak namun biji tetap melekat pada satu

sisi kulit buah. Periode waktu setiap perubahan

selama perkembangan pembungaan-pem-

buahan dapat dilihat pada Tabel 1.

KARAKTERISTIK PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN SERTA POTENSIREPRODUKSI WERU (Albizia procera) DI PANCURENDANG-MAJALENGKA

Dida Syamsuwida, Dharmwati FD dan Sofwan Bustomi

Page 35: JURNAL ISSN 2354-8568

26

Tabel ( ) 1. Perkembangan pembungaan dan pembuahan weru ( ) di lokasi Table Albizia proceraPacurendang-Majalengka ( (Albizia Flowering and fruiting development of weruprocera) )at Pacurendang-Majalengka

No Organ reproduksi/ Reproductive organ Waktu/Time

Periode/Periods (hari)

Keterangan/Notes

1 Inisiasi bunga/floral initiation Februari-Maret

> 60

2 Tunas generatif/generative bud Februari 25-30 Terjadi pada bagian ujung tangkai /occured at shoot tip

3 Bakal malai membuka, individu bunga kuncup/opening inflorescence, individual flowers were closed

Maret 30-35

4 Malai berkembang, kuncup bunga membesar / development of inflorescence, flower shoots were growing

April 6-7

5 Individu bunga mekar/individual flowers were bloomed

April 7-10 Sebagian besar bunga pada malai mekar/most flowers burst

6 Bunga layu/flowers withered akhir April 12-14 Tangkai sari yang layu dan tidak gugur mengindikasikan telah terjadi penyerbukan yang akan diikuti dengan perkembangan ovarium/the unfallen withered filaments indicates the succesfull of polination followed by the development of ovarium

7 Buah muda/young fruits Mei-Juni 25-30 Struktur buah polong sudah jelas berukuran kecil, warna merah marun/the structure of pod has been obvious, small size, red in color

8 Buah dewasa/grown fruits Juli 20-27 Struktur buah polong membesar, biji belum bernas, warna hijau muda/ the structure of pod was developed, small seeds visible, green in color

9 Buah masak fisiologis /physiological matured fruits

September-Oktober

70-90 Dimensi buah polong relatif tidak bertambah lagi, biji bernas, warna coklat/pod dimension was stable, pithy-bigger seeds, brown in color

Siklus reproduksi tanaman weru mulai dari

tunas generatif hingga buah masak siap tanaman

di Pacurendang-Majalengka berlangsung

selama 7 – 8 bulan (Gambar 3).

Selama periode reproduksi, kemungkinan

kegagalan hidup dapat terjadi pada setiap tahap

perkembangan mulai dari pembungaan hingga

pembuahan. Kegagalan pada setiap tahap

tersebut mempunyai risiko yang sama terhadap

kualitas dan kuantitas benih yang dihasilkan,

dengan demikian perlu diperhatikan manajemen

yang baik pada setiap tahap perkembangan

tanaman. Ketika bunga mekar, dimana bunga

siap melakukan penyerbukan, maka waktu

terjadinya reseptivitas stigma dan kematangan

polen perlu diperhatikan agar proses penyer-

bukan berlangsung dengan baik sehingga

menghasilkan pembuahan yang optimal.

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 21-30ISSN : 2354-8568

Page 36: JURNAL ISSN 2354-8568

27

Gambar ( ) 3. Siklus perkembangan pembungaan-pembuahan weru ( ) Figure Albizia procera( (Albizia procera))Flowering-fruiting development cycle of weru

KARAKTERISTIK PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN SERTA POTENSIREPRODUKSI WERU (Albizia procera) DI PANCURENDANG-MAJALENGKA

Dida Syamsuwida, Dharmwati FD dan Sofwan Bustomi

C. Keberhasilan Reproduksi Weru (Albizia

procera)

Secara keseluruhan keberhasilan repro-

duksi tanaman weru cukup tinggi. Ratio

pembentukan buah menjadi bunga atau fruit set

berkisar antara 33% - 49%. Pembentukan ovul

menjadi biji atau seed set cukup tinggi yaitu

antara 83% - 87%, sehingga diperoleh nilai

keberhasilan reproduksi (KRSP) dengan kisaran

26% - 44%. Dengan demikian, proporsi ovul

yang berhasil dibuahi dan berkembang menjadi

biji yang viabel adalah rata-rata sebesar 35%

(Tabel 2).

Setiap pohon yang diamati memiliki

potensi reproduksi yang cukup bervariasi. Hasil

pengujian parameter reproduksi pada pohon

sampel menunjukkan bahwa jumlah bunga per

malai, jumlah ovul per bunga dan jumlah biji per

buah dipengaruhi oleh variasi pohon (P<0,01)

(Tabel 2). Menurut Liao . (2009) beberapa et al

keterangan dapat menjelaskan terjadinya variasi

potensi reproduksi antar pohon, di antaranya:

pertama, pohon yang besar dengan pembungaan

yang berlimpah mungkin akan menerima

kunjungan polinator pada tingkat gen, akan

tetapi mungkin hanya sedikit jumlah kunjungan

per bunga dan kurangnya beban polen pada

stigma menyebabkan banyaknya jumlah bunga

yang kurang menerima polen. Kedua, sumber

kompetisi antar pohon mungkin lebih intens

Page 37: JURNAL ISSN 2354-8568

28

Tabel . Hasil pengujian parameter potensi r weru ( ) ( (Table) 2 eproduksi A.procera The different test of reproductive potency parameters of weru (A.procera)

Keterangan (Remarks) : Nilai rata-rata pada kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak signifikanmenurut uji beda nyata Duncan pada tahap 5% (Mean values within the columns followed by the same letters are not significantly difference according to Duncan's test at 5% level).

No phn/ No of trees

S bunga/ Malai (S flower /

inflorescence)

S buah/ Malai (S fruit/ inflorescence)

S ovul/ Bunga (S

ovule/ flower)

S biji/ Buah (S

seed/ fruit)

Rasio (Bg/Bh)

(ratio Fl/fr)

Rasio (Bj/Ov) (ratio S/O)

KRSP (PERS)

1 57,8 a 16,2 a 11,8 d 10,1bcd 0,29 a 0,86 a 0,25 a

2 39,0 ab 19,6 a 13,1 abc 11,3 abc 0,50 a 0,90 a 0,50 a

3 21,6 a 9,8 a 12,6 abcd 10,7 abcd 0,49 a 0,85 a 0,41 a

4 21,4 a 6,8 a 12,5 abcd 10,4 bcd 0,31 a 0,83 a 0,26 a

5 31,0 ab 16,0 a 13,0 abc 11,4 abc 0,50 a 0,90 a 0,50 a

6 56,2 b 24,6 a 12,1 bcd 10,0 cd 0,46 a 0,83 a 0,39 a

7 56,2 b 23,4 a 13,6 a 12,0 a 0,43 a 0,88 a 0,38 a

8 57,4 b 21,2 a 11,5 d 9,8 d 0,36 a 0,86 a 0,31 a

9 25,4 a 9,0 a 12,7 abcd 10,8 abcd 0,33 a 0,85 a 0,28 a

Rataan/ mean

41,8±15,7 16,4±6,2 12,6 ±0,6 10,8 ±0,7 0,41 ±0,08 0,85±

0,02

0,35±

0,09

pada pohon besar daripada yang kecil dan

keberhasilan reproduksi per bunga akan

berkurang sesuai jumlah bunga. Ketiga,

individu bunga pada pohon besar kemungkinan

dikelilingi oleh pembungaan dengan genetik

yang sama, akibatnya proporsi penyerbukan

geitonogamus (polen berasal dari bunga lain

dari tanaman yang sama) lebih besar, sehingga

akan lebih meningkatkan risiko dihasilkannya

zigot hasil penyerbukan sendiri ( ) selfed zygotics

dan menurunkan kecocokan tetua melalui

depresi .inbreeding

Produksi bunga, jumlah ovul dan biji

berlimpah, dan produksi benihnya ( ) seed set

tinggi (85%), tetapi terlihat adanya kendala pada

proses pembentukan buah (35%). Dilihat dari

tahapan pembungaan dan pembuahan, maka

diduga bahwa terjadi pengguguran ( ) aborsi

secara alami (Owens, 1991) pada proses

pembesaran dan pematangan buah yang

disebabkan oleh kurangnya pasokan nutrisi,

kondisi iklim atau lamanya proses pematangan

buah yang memerlukan waktu sampai 4 bulan

(Mei-September). Sama seperti halnya pada

jenis sengon, mindi dan kaliandra bahwa

berlimpahnya bunga bukan berarti produksi

buahnya juga berlimpah, hal ini dapat terjadi

karena kurangnya pencahayaan, perlunya

adanya penanganan silvikultur, maupun

tambahan nutrisi (Syamsuwida 2012; et al.,

Syamsuwida 2013).et al.,

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 21-30ISSN : 2354-8568

Page 38: JURNAL ISSN 2354-8568

29

KARAKTERISTIK PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN SERTA POTENSIREPRODUKSI WERU (Albizia procera) DI PANCURENDANG-MAJALENGKA

Dida Syamsuwida, Dharmwati FD dan Sofwan Bustomi

IV. KESIMPULAN

Inisiasi bunga weru di Pacurendang-

Majalengka (Jawa Barat) terjadi lebih dari 2

bulan, dengan siklus reproduksi tanaman

berlangsung selama 7-8 bulan. Siklus diawali

dengan munculnya tunas generatif pada bulan

Februari, kemudian menjadi kuncup bunga pada

bulan Maret dan bunga mekar (reseptif) bulan

April. Perkembangan dari bunga mekar hingga

buah tua berlangsung selama 5-6 bulan,

sehingga pemanenan buah dapat dilakukan pada

bulan September-Oktober. Ratio bunga menjadi

buah ( ) weru rata-rata 0,41 dan rasio fruit set

ovul menjadi biji adalah 0,85, maka nilai keber-

hasilan reproduksi adalah 0,35 yang berarti

proporsi ovul yang berhasil berkembang

menjadi biji viabel mencapai 35%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih ditujukan kepada

ketua Kelompok Tani Desa Pancurendang

Bapak Waryono yang telah memberikan ijin

menggunakan tegakan weru pada areal

kebunnya. Terima kasih juga diucapkan kepada

rekan teknisi litkayasa khususnya bapak Adang

Muharam yang telah membantu selama

pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA

Bustomi, S. 2009. Rencana Penelitian Integratif (RPI) Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Energi Thn. 2010-2014. Proposal Rencana Penelitian Integratif.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Liao W-J, Hu Y, Zhu B-R, Zhao X-Q, Zeng Y-F, Zhang D-Y. 2009. Female reproductive success decreases with display size in monkshood Aconitum kusnezoffii (Ranunculaceae). Annals of Botany 104: 1405–1412.

Owens, J.N and M.D Blake. 1985. Forest Tree Seed Production. A review of literature and recommendations for future research. Can. For.Serv.Inf. Rep.PI-X-53, 161 p.

Owens, J.N, P. Sornsathaporhkul and S. Tangmitchareon. 1991. Studying Flowering and Seed Ontogeny in Tropical Forest Trees. Asean-Canada Forest Tree Seed Centre and Royal Forest Depart-ment. Thailand.

Owens, J.N. 1991 : Flowering and Seed Ontogeny, Technical Publication No. 5, ASEAN-CanadaForest Tree Seed Centre Project, Muak-Lek Saraburi, Thailand.

Richter, H. G. and M. J. Dallwizt. 2009. Commercial timbers: description, illustrations,identifications and infor-mation retrieval. http://delta-intkey.com, diakses Januari 2012.

Schmidt, L. 2000. Guide to Handling of Tropical and Subtropical Forest Seed. Danida Forest Seed Centre. Humlebaek, Denmark. p 511.

Schmidt, F. H. and J. H. A. Ferguson. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry Period. Rations for Indonesia with Western New Guinea.Verh.42: 1-77.

Situmeang, H. 2013. Energy Security. Renewab le Energy and Energy Conversion Conference and Exhibition: Road to Energy Security and People Welfare.Indonesia EBTKE-CONEX 2013, Jakarta.

Syamsuwida, D and J.N Owens. 1997. Time and method of floral initiation and effect of paclobutrazol on f lower and f rui t development in Shorea stenoptera

Page 39: JURNAL ISSN 2354-8568

30

(Dipterocarpaceae). Tree Physiology 17:211-219.

Syamsuwida, D E.R. Palupi, I.Z. Siregar, dan A. , Indrawan. 2012. Flower Initiation, Morphology, and Developmental Stage of Fowering-Fruiting af Mindi (Melia azedarach L.). Journal of Tropical Forest Management Vol. XVIII (1):10-17.

Syamsuwida, D, R. Kurniaty, Kurniawati P.P ., E. Suita. 2013. Kaliandra (Calliandra

callothyrsus) as a Timber for Energy : In Point of View of Seeds and Seedling Procurement. Energy Procedia 47 (2014) i, Elsevier. p. 63.

Wiens D, Calvin CL, Wilson CA, Davern CI, Frank D, Seavey SR. 1987. Reproductive success, spontaneous embryo abortion and genetic load in flowering plants, Oecologia 71:501-509.

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 21-30ISSN : 2354-8568

Page 40: JURNAL ISSN 2354-8568

PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.)PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE PENYIMPANAN

Naning Yuniarti dan Nurhasybi

31

PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.) PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE

PENYIMPANAN

The Changes of Viability and Seed Biochemistry on Bambang lanang .(Michelia champaca Linn )at Different Drying Time and Storage Methods

Naning Yuniarti dan Nurhasybi Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan

Jl. Pakuan Ciheuleut PO.Box 105 BogorTelp./Fax. (0251) 8327768email : [email protected]

Naskah masuk : 18 Februari 2015; Naskah direvisi : 26 Februari 2015; Naskah diterima : 7 Juli 2015

ABSTRACT

In the process of seed drying and storage, bambang lanang seed will face deteriorated process. Seed deterioration is the process of deteriorated seed in view of viability that changed the entire of seed including physical, physiological even chemistry that will decrease the seed viability. The aim of this research was to determine the changes in seed viability and biochemistry content of bambang lanang seed at various levels of drying and storage methods. The experimental design used in this research was completely randomized design patterned with 2 factors, namely: drying time (0, 24, 48, 72 hours) and storage method (0 week / control, 2 weeks + ambient room, 2 weeks + refrigerator, and 2 weeks + DCS). The results obtained are: (1) The rate of drying and storage methods significantly affect the value of moisture content, germination percentage, and biochemistry content (fat, carbohydrate, protein) of bambang lanang seed. (2) The longer the drying and after storage, would lead to a change of viability (moisture content and germination percentage) and biochemistry content (fat, carbohydrate, and protein) of bambang lanang seed at various levels of drying and storage methods, namely the declining value of the water levels and germination, increased levels of fat and protein, and decreased levels of carbohydrate. (3) Bambang lanang seed stored in ambient room has better viability compared to the seed stored in DCS and refrigerator.

Keywords: Bambang lanang seed, biochemistry,drying, storage, viability

ABSTRAK

Selama pengeringan dan penyimpanan, benih bambang lanang mengalami proses kemunduran benih. Kemunduran benih adalah mundurnya mutu viabilitas benih yang dapat menyebabkan perubahan menyeluruh di dalam benih baik fisik, fisiologis maupun kimiawi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan viabilitas dan kandungan biokimia benih bambang lanang pada berbagai tingkat pengeringan dan metode penyimpanan. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola faktorial dengan 2 faktor, yaitu : faktor lama pengeringan (0, 24, 48, 72, jam) dan faktor metode simpan (0 minggu/kontrol, 2 minggu+ruang suhu kamar, 2 minggu+kulkas, dan 2 minggu+DCS). Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengeringan dan metode penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air, daya berkecambah, dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat, protein) benih bambang lanang, yaitu semakin lama pengeringan dan penyimpanan, akan menyebabkan adanya perubahan viabilitas (kadar air dan daya berkecambah) serta kandungan biokimia (lemak, karbohidrat, dan protein) benih bambang lanang, yaitu menurunnya nilai kadar air dan daya berkecambah, meningkatnya kadar lemak dan protein, serta menurunnya kadar karbohidrat. Benih bambang lanang yang disimpan di ruang suhu kamar dapat menghasilkan viabilitas benih yang lebih baik dibandingkan dengan di DCS dan kulkas.

Kata kunci: Benih bambang lanang, viabilitas, biokimia, pengeringan, penyimpanan

Page 41: JURNAL ISSN 2354-8568

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 31-41ISSN : 2354-8568

32

I. PENDAHULUAN

Bambang lanang (Michelia champaca

Linn.) termasuk ke dalam famili Magnoliaceae.

Di Indonesia, sebaran tumbuhnya terdapat di

Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan

Kepulauan Sunda Kecil. Tumbuh sampai

ketinggian 1.200 m dpl di tanah subur. Kayunya

agak keras dan umumnya digunakan untuk

bangunan rumah (Heyne, 1987).

Bambang lanang merupakan jenis tanaman

hutan penghasil kayu yang sangat baik untuk

dikembangkan. Untuk menunjang keberhasilan

penanamannya, diperlukan teknik penanganan

benih secara tepat yang disesuaikan dengan

karakteristik/watak benihnya. Karakteristik

benih bambang lanang tergolong benih

rekalsitran. Benih rekalsitran adalah benih yang

cepat rusak (viabilitas menurun) apabila

diturunkan kadar airnya (12-31%) dan tidak

tahan disimpan pada suhu dan kelembaban

rendah (Roberts, 1973).

Benih rekalsitran akan mengalami kemun-

duran benih dengan bertambahnya waktu

penyimpanan. Kemunduran benih adalah

mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat

menyebabkan perubahan menyeluruh di dalam

benih baik fisik, fisiologis maupun kimiawi

yang mengakibatkan menurunnya viabilitas

benih. (Sadjad, 1999).

Indikasi biokimia dalam benih yang

mengalami kemunduran adalah terjadinya

perubahan aktivitas enzim, perubahan laju

respirasi, perubahan dalam cadangan makanan,

perubahan di dalam membran, kerusakan

khromosom dan akumulasi bahan toksin. Asam

lemak dapat mengakibatkan kerusakan

membran sel (Tatipata, 2008). Peningkatan

kandungan lemak menyebabkan terhambatnya

metabolisme benih. Metabolisme benih yang

terganggu mengakibatkan penurunan viabilitas

(Yuniarti et al., 2008).

Temperatur dan kelembaban yang tinggi di

daerah tropika menyebabkan benih mengalami

kemunduran yang cepat selama penyimpanan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi viabilitas

benih selama penyimpanan antara lain suhu,

kadar air benih, kelembaban relatif dan gas

oksigen. Dengan demikian, penyimpanan

merupakan aspek yang penting bagi benih untuk

dapat mempertahankan viabilitasnya dalam

kurun waktu tertentu.

Perubahan kondisi selama penyimpanan

dapat menyebabkan perubahan laju respirasi.

Laju respirasi terus meningkat bila suhu

lingkungan meningkat sampai suatu saat

lajunya dihambat karena terjadinya hal seperti

inaktivasi enzim, kehabisan cadangan nutrisi

atau oksigen atau karena karbondioksida

terakumulasi, hingga mencapai tingkat yang

menghambat. Selama penyimpanan, benih

yang mengandung banyak lemak lebih cepat

rusak dibandingkan dengan benih yang banyak

mengandung pati atau protein (Sudjindro,

1994). Dengan mengetahui kandungan

biokimia tersebut, maka potensi benih dapat

Page 42: JURNAL ISSN 2354-8568

33

diprediksi sehingga teknik penyimpanan atau

pengujian yang tepat dapat ditetapkan bagi

benih tersebut. Sehubungan dengan kenyataan

di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui perubahan viabilitas dan kan-

dungan biokimia benih bambang lanang pada

berbagai tingkat pengeringan dan metode

penyimpanan.

II. BAHAN DAN METODE

Pengujian kadar air dan daya berkecambah

benih dilaksanakan di laboratorium dan rumah

kaca Balai Penelitian Teknologi Perbenihan

Tanaman Hutan di Bogor. Analisis kandungan

biokimia (karbohidrat, protein, lemak) dilaku-

kan di Laboratorium Seameo-Biotrop di Bogor.

Penelitian dilakukan selama empat bulan, yaitu

mulai bulan Pebruari sampai dengan Juni 2013.

Benih bambang lanang yang digunakan

dalam penelitian ini berasal dari Kabupaten

Lahat, Sumatera Selatan. Sedangkan bahan dan

alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

alat pengujian kadar air, alat pengujian analisis

kandungan biokimia (karbohidrat, protein,

lemak), bak kecambah, media tanah dan pasir

yang telah disterilisasi, aluminium foil, silica

gel, sprayer, aquades, ruang suhu kamar, Dry

Cold Storage (DCS), kulkas, alkohol, dan alat

tulis.

Metodologi Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan

adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)

berpola faktorial dengan 2 faktor, yaitu : faktor

lama pengeringan (0, 24, 48, 72 jam) dan

metode simpan (0 minggu/kontrol, 2 minggu

disimpan pada ruang suhu kamar, 2 minggu

disimpan dalam kulkas, dan 2 minggu disimpan

pada DCS).

Benih yang diperlukan pada setiap perlaku-

an adalah sebanyak 5 gr untuk pengujian kadar

air, 100 gr untuk pengujian biokimia (protein,

lemak, karbohidrat), dan 100 butir untuk

pengujian daya berkecambah, masing-masing

diulang 4 kali. Masing-masing benih disimpan

di ruang suhu kamar (Suhu 28-31 C, RH 70-0

80%), DCS (Suhu 4-8 C, RH 40-60%) dan 0

kulkas (Suhu 0-5 C, RH 40-50%). Wadah 0

simpan yang digunakan adalah wadah alumi-

nium foil tertutup rapat. Penyimpanan benih

dilakukan selama 2 minggu.

Pengujian kadar air benih, daya berkecam-

bah, dan kandungan biokimia (protein, lemak,

karbohidrat) dilakukan sebelum penyimpanan

dan sesudah penyimpanan 2 minggu. Pengujian

kadar air benih menggunakan metode oven pada

suhu 103 2C selama 18 jam. Pengujian daya +

berkecambah menggunakan media campuran

pasir dan tanah (1 : 1 v/v) di rumah kaca,

sedangkan analisis kandungan biokimia

dilakukan di Laboratorium Seameo-Biotrop di

Bogor. Respon yang diamati dalam penelitian

ini adalah kadar air, kandungan biokimia

(karbohidrat, protein, lemak), dan daya

berkecambah.

PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.)PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE PENYIMPANAN

Naning Yuniarti dan Nurhasybi

Page 43: JURNAL ISSN 2354-8568

34

Data hasil penelitian dianalisis dengan

analisa sidik ragam (Anova). Apabila ber-

pengaruh nyata maka untuk mengetahui

perbedaan lebih lanjut dilakukan uji Beda Nyata

Terkecil (BNT).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Ringkasan analisis sidik ragam pengaruh

lama pengeringan dan metode penyimpanan

terhadap kadar air, daya berkecambah, dan

biokimia (lemak, karbohidrat, dan protein)

benih bambang lanang disajikan Tabel 1.

Tabel (Table) 1. Ringkasan analisis sidik ragam pengaruh lama pengeringan dan metode penyimpanan terhadap kadar air, daya berkecambah, dan biokimia (lemak, karbohidrat, dan protein) benih bambang lanang (Summary of analysis of variance of the effect of drying time and storage methods on the moisture content, germination percentage, and biochemistry (fat, carbohydrate and protein) of bambang lanang seed).

Keterangan ( : * = Nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Remarks) * = significant at 95% confidence level)

Parameter (Parameter)

Perlakuan (Treatment) F Hitung

(F calculation) F Tabel (5%)

(F table) Kadar air (Moisture content)

Lama pengeringan (Drying time) 53,0* 2,90 Metoda penyimpanan (Storage method) 1327,7* 2,90 Interaksi (Interaction) 10,5* 2,19

Daya berkecambah (Germination percentage)

Lama pengeringan (Drying time) 80,67* 2,90 Metoda penyimpanan (Storage method) 10,23* 2,90 Interaksi (Interaction) 2,37* 2,19

Lemak/Fat Lama pengeringan (Drying time) 2368,71* 2,90 Metoda penyimpanan (Storage method) 2125,05* 2,90 Interaksi (Interaction) 429,51* 2,19

Karbohidrat/ Carbohydrate

Lama pengeringan (Drying time) 106,61* 2,90 Metoda penyimpanan (Storage method) 266,4* 2,90 Interaksi (Interaction) 18,96* 2,19

Protein/Protein

Lama pengeringan (Drying time) 597,51* 2,90 Metoda penyimpanan (Storage method) 354,11* 2,90 Interaksi (Interaction) 6,82* 2,19

Berdasarkan hasil sidik ragam menunjuk-

kan bahwa perlakuan lama pengeringan dan

metode penyimpanan berpengaruh nyata ter-

hadap nilai kadar air, daya berkecambah, lemak,

karbohidrat, dan protein benih bambang lanang.

Untuk mengetahui lebih lanjut perlakuan yang

menimbulkan perbedaan yang nyata, dilakukan

uji BNT (Gambar 1, 2, 3, 4, dan 5).

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 31-41ISSN : 2354-8568

Page 44: JURNAL ISSN 2354-8568

35

Gambar (Figure) 1. Rata-rata kadar air benih bambang lanang berdasarkan lama pengeringan dan metode penyimpanan (Uji BNT) (Average of moisture content of bambang lanang seed based on drying time and storage method (Least Significance Different Test))

Keterangan ( ) : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan Remarkstidak adanya perbedaan nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Values followed by the same letter are not significantly different at 95 % confidence level)

Gambar ( ) 2. Rata-rata daya berkecambah benih bambang lanang berdasarkan lama Figurepengeringan dan metode penyimpanan (Uji BNT) (Average of germination percentage of bambang lanang seed based on drying time and storage method (Least Significance Different Test))

Keterangan ( ) : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak Remarksadanya perbedaan nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Values followed by the same letter are not significantly different at 95 % confidence level)

PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.)PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE PENYIMPANAN

Naning Yuniarti dan Nurhasybi

Page 45: JURNAL ISSN 2354-8568

36

Gambar ( ) 3. Rata-rata lemak benih bambang lanang berdasarkan lama pengeringan dan Figuremetode penyimpanan (Uji BNT) (Average of fat of bambang lanang seed based on drying time and storage method (Least Significance Different Test))

Keterangan ( ) : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak Remarksadanya perbedaan nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Values followed by the same letter are not significantly different at 95 % confidence level)

Gambar ( ) 4. Rata-rata karbohidrat benih bambang lanang berdasarkan lama pengeringan dan Figuremetode penyimpanan (Uji BNT) (Average of carbohydrate of bambang lanang seed based on drying time and storage method (Least Significance Different Test))

Keterangan ( ) : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak Remarksadanya perbedaan nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Values followed by the same letter are not significantly different at 95 % confidence level)

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 31-41ISSN : 2354-8568

Page 46: JURNAL ISSN 2354-8568

37

Gambar ( ) 5. Rata-rata protein benih bambang lanang berdasarkan lama pengeringan dan Figuremetode penyimpanan (Uji BNT) (Average of protein of bambang lanang seed based on drying time and storage method (Least Significance Different Test))

Keterangan ( ) : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak Remarksadanya perbedaan nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Values followed by the same letter are not significantly different at 95 % confidence level)

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil yang diperoleh (Gambar

1, 2, 3, 4, 5) menunjukkan bahwa pada perlakuan

benih sebelum dan sesudah disimpan selama 2

minggu secara statistik terjadi perbedaan yang

nyata dan adanya perubahan viabilitas (kadar air

dan daya berkecambah) dan kandungan

biokimia (lemak, karbohidrat, dan protein)

benih bambang lanang pada berbagai tingkat

pengeringan dan metode penyimpanan.

Dilihat dari nilai kadar air awal sebelum

disimpan (kontrol), benih bambang lanang

mempunyai kadar air 22,34%. Sedangkan daya

berkecambahnya yaitu sebesar 64%. Setelah

penyimpanan 2 minggu, benih bambang lanang

mengalami penurunan nilai kadar air dan daya

berkecambah pada pengeringan selama 24 jam

dan terus menurun sampai pengeringan 72 jam,

baik disimpan pada ruang suhu kamar, DCS

maupun di kulkas. Daya berkecambah meng-

alami penurunan seiring dengan menurunnya

nilai kadar air. Pada akhir pengeringan (72 jam),

diketahui bahwa benih yang disimpan di ruang

suhu kamar dapat mempertahankan nilai kadar

air dan daya berkecambah lebih tinggi diban-

dingkan DCS dan kulkas.

Benih bambang lanang termasuk benih

rekalsitran. Benih rekalsitran adalah benih yang

cepat rusak (viabilitas menurun) apabila

diturunkan kadar airnya dan tidak tahan

disimpan pada suhu dan kelembaban rendah

(Roberts, 1973). Selain itu benih rekalsitran

PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.)PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE PENYIMPANAN

Naning Yuniarti dan Nurhasybi

Page 47: JURNAL ISSN 2354-8568

38

sangat sensitif terhadap pengeringan dan suhu

rendah (Farrant ., 1988). Menurut Sadjad et al

(1999) bahwa kemunduran benih yang

disebabkan penurunan kadar air diindikasikan

secara fisiologi dengan adanya perubahan

warna benih, tertundanya perkecambahan,

menurunnya pertumbuhan berkecambah dan

meningkatnya pertumbuhan kecambah

abnormal.

Kadar air dan daya berkecambah benih

bambang lanang cenderung menurun seiring

dengan lamanya pengeringan dan setelah

penyimpanan. Secara alami benih bambang

lanang mengalami kemunduran dengan ber-

tambahnya waktu (penyimpanan). Menurut

Sadjad (1999), dua hal yang berkaitan dengan

proses kemunduran benih selama periode

penyimpanan adalah kemunduran yang bersifat

kronologis yang berkaitan dengan unsur waktu

dan kemunduran fisiologis yang disebabkan

oleh berbagai faktor lingkungan. Kemunduran

benih adalah mundurnya mutu fisiologis benih

yang dapat menyebabkan perubahan menyelu-

ruh di dalam benih baik fisik, fisiologis maupun

kimiawi yang mengakibatkan menurunnya

viabilitas benih. Kemunduran benih rekalsitran

akibat faktor internal maupun eksternal ditandai

dengan penurunan daya berkecambah, pening-

katan jumlah kecambah abnormal, penurunan

pemunculan kecambah di lapangan (field

emergence), terhambatnya pertumbuhan dan

perkembangan tanaman, meningkatnya kepeka-

an terhadap lingkungan yang ekstrim yang

akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman

(Panjaitan, 2010).

Benih bambang lanang yang disimpan di

ruang suhu kamar dapat menghasilkan viabilitas

benih yang lebih baik dibandingkan dengan di

ruang DCS dan kulkas. Karakteristik dari benih

rekalsitran adalah sensitif terhadap temperatur

rendah (Chin 1984). Jadi untuk penyim-et al.,

panannya, benih bambang lanang memerlukan

suhu ruangan yang tidak bertemperatur rendah.

Suhu kamar (Suhu 28-31 C, RH 70-80%) 0

memiliki suhu/temperatur yang lebih tinggi

dibandingkan dengan DCS (Suhu 4-8 C, RH 40-0

60%) dan kulkas (Suhu 0-5 C, RH 40-50%). 0

Menurut Sudjindro (1994), beberapa faktor yang

mempengaruhi viabilitas benih selama

penyimpanan antara lain suhu, kadar air benih,

kelembaban relatif dan gas oksigen.

Berjak dan Pammenter (2008), menyatakan

bahwa cara terbaik untuk mempertahankan

viabilitas benih rekalsitran adalah menyimpan-

nya pada suhu dimana benih rekalsitran paling

tahan, di bawah kondisi tidak kehilangan kadar

air dan mengurangi kontaminasi dengan jamur.

Dilihat dari kandungan biokimia (lemak,

karbohidrat, protein), sebelum disimpan pada

perlakuan kontrol (pengeringan 0 jam), benih

bambang lanang memiliki kadar lemak lebih

tinggi dibandingkan dengan kadar karbohidrat

dan kadar protein. Selama pengeringan sampai

72 jam, benih bambang lanang mengalami

peningkatan kadar lemak dan protein, serta

menurunnya kadar karbohidrat. Menurut

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 31-41ISSN : 2354-8568

Page 48: JURNAL ISSN 2354-8568

39

Sudjindro (1994) dalam Suzanna (1999) benih

yang mempunyai kandungan lemak tinggi,

benihnya akan cepat rusak. Hal ini bisa

menyebabkan daya berkecambahnya menurun.

Setelah penyimpanan, benih bambang

lanang mengalami peningkatan kadar lemak dan

protein, serta menurunnya kadar karbohidrat

pada benih bambang lanang. Menurut

Syamsuwida . (2007) bahwa perubahan et al

biokimia benih selama penyimpanan menunjuk-

kan adanya peningkatan kandungan lemak,

protein dan daya hantar listrik (DHL) serta

penurunan kandungan karbohidrat. Hal ini

mengindikasikan terjadinya kemunduran

kualitas benih. Kandungan biokimia yang

diukur seperti protein, lemak dan karbohidrat

mengalami perubahan setelah penyimpanan

yang mengindikasikan kemunduran benih

(Syamsuwida dan Aminah, 2005).

Benih dengan kandungan lemak tinggi

memerlukan perhation khusus dalam pena-

nganannya, kalau tidak akan berakhir dengan

kehilangan viabilitas dan kemampuan ber-

kecambah (Balesevic-Tubic ., 2007). Liu et al et

al. (2006) memperlihatkan bahwa proporsi

asam lemak dalam membran fosfolipid pada

benih rekalsitran lebih tinggi daripada benih

ortodok. Pada beberapa kasus ditemukan bahwa

meningkatnya kandungan lemak karena adanya

jamur selama penyimpanan dalam kondisi

lembab seperti terjadi pada jarak (Jatropha

curcas et al) (Worang ., 2008).

Menurut Sudjindro (1994) dalam Suzanna

(1999) benih yang mempunyai kandungan

lemak tinggi, sehingga benih cepat rusak selama

penyimpanan. Kandungan asam lemak yang

tinggi di dalam benih juga merupakan indikasi

terjadinya proses respirasi yang tinggi yang

menyebabkan benih kehilangan energi untuk

perkecambahan. Selama penyimpanan, benih

yang mengandung banyak lemak lebih cepat

rusak dibandingkan dengan benih yang banyak

mengandung pati atau protein. Kandungan asam

lemak yang tinggi di dalam benih juga

merupakan indikasi terjadinya proses respirasi

yang tinggi yang menyebabkan benih kehilang-

an energi untuk perkecambahan.

Selama penyimpanan kadar protein pada

benih bambang lanang juga cenderung

meningkat sejalan dengan menurunnya kadar air

dan daya berkecambah. Perubahan intensitas

dan jenis protein dikontrol oleh DNA yang

menyesuaikan dengan aktivitas di dalam benih

itu sendiri. Peningkatan kandungan protein ini

diduga merupakan mekanisme pertahanan benih

terhadap penurunan kadar air dan lama

penyimpanan. Hal ini juga meng-indikasikan

adanya pertahanan benih pada kondisi yang

optimal. Selain itu, sintesa protein yang spesifik

diperlukan untuk mempertahankan dormansi

embrio (Gifford, 1993).

Kadar karbohidrat pada benih bambang

lanang menurun selama penyimpanan. Keber-

adaan karbohidrat dalam benih yang terdiri dari

komponen gula (sukrosa) sebagai substrat

pembentuk karbohidrat, menunjukkan adanya

pertahanan terhadap pengeringan seperti halnya

protein. Terjadinya penurunan kandungan

PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.)PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE PENYIMPANAN

Naning Yuniarti dan Nurhasybi

Page 49: JURNAL ISSN 2354-8568

40

karbohidrat mengindikasikan penurunan

pertahanan benih artinya terjadi penurunan

viabilitas benih. Hal ini ditunjukkan dengan

menurunnya daya berkecambah benih bambang

lanang selama penyimpanan.

IV. KESIMPULAN

Tingkat pengeringan dan metode penyim-

panan berpengaruh nyata terhadap nilai kadar

air, daya berkecambah, dan kandungan biokimia

(lemak, karbohidrat, protein) benih bambang

lanang. Semakin lama pengeringan dan setelah

penyimpanan, akan menyebabkan adanya

perubahan viabilitas (kadar air dan daya

berkecambah) dan kandungan biokimia (lemak,

karbohidrat, dan protein) benih bambang lanang

pada berbagai tingkat pengeringan dan metode

penyimpanan, yaitu menurunnya nilai kadar air

dan daya berkecambah, meningkatnya kadar

lemak dan protein, serta menurunnya kadar

karbohidrat pada benih bambang lanang. Benih

bambang lanang yang disimpan di ruang suhu

kamar dapat menghasilkan viabilitas benih yang

lebih baik dibandingkan dengan di DCS dan

kulkas.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada

Kelompok Tani Purnomo di Desa Muara

Payang, Kecamatan Muara Payang, Kabupaten

Lahat, Propinsi Sumatera Selatan atas kerja-

sama yang baik dalam memberikan materi benih

untuk keperluan penelitian ini. Terimakasih juga

kami ucapkan kepada teknisi yang telah

membantu dalam pelaksanaan pengujian di

laboratorium Balai Penelitian Teknologi Per-

benihan Tanaman Hutan di Bogor.

DAFTAR PUSTAKA

Balešević-Tubić, S, Tatić, M, Miladinović, J, Pucarević, M. 2007. Changes of faty acidscontent and vigour of sunflower seed during natural aging. Helia 30(47): 61-67.

Berjak, P. and NW Pammenter. 2008. From Avicennia to zizania: seed recalcitrance in perspectiv. Ann Bot (Lond). 101(2): 213–228.

Chin, H.F, Hor, Y.L and Moch. Lassim, M.B. 1984. Identification of Recalcitrant Seeds. Seed Science and Technology 12:429-436.

Gifford, D.J. 1993. Loblolly Pine Seed Dormancy; The Relationship Between Protein, Synthesis in The Embryo and Mega Gametophyte and The Loss of Seed Dormancy, In Edward DGW (ed). Dormancy and Barriers to Germination. Proc. Int'l Symp. Of IUFRO Proj. Group P2.04.00 (Seed Problems).

Farrant, J.M., Pammenter, N.W., and P. Berjak. 1988. Recalcitrant-A Current Assess-ment. Seed Science and Technology. 16:155-166.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Badan Penelitian dan Pengem-bangan Kehutanan. Jakarta.

Liu M-S, Chang C-Y, Lin T-P. 2006. Comparison of phospholipids and their fatty acids in recalcitrant and orthodox seeds. Seed Science and Technology. 34:443–452.

Panjaitan, S. 2010. Kemunduran mutu benih rekalsitran. panjaitan-sumitro.blogspot. com/. Diakses tanggal 9 Pebruari 2015.

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 31-41ISSN : 2354-8568

Page 50: JURNAL ISSN 2354-8568

Roberts, E.H. 1973. Predicting the Viability of Seeds. Seed Science and Technology 1: 499-514.

Sadjad, S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif kee Simulatif. Grasindo. Jakarta.

Syamsuwida, D. dan Aminah, A. 2005. Dampak Pengeringan dan Penyimpanan terhadap Perubahan Fisiologi dan Biokimia Benih Antok. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.2 Suplemen No.2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Yogyakarta.

Syamsuwida, D. dan Aminah, A. 2007. Perubahan Kandungan Lemak, Protein, Pati dan Daya Hantar Listrik pada Benih Gaharu (Aquillaria malaccensis). Jurnal Manajemen Hutan Tropika. Volume XIII, No.2. IPB. Bogor.

Suzana, E. 1999. Pengaruh penurunan kadar air dan penyimpanan terhadap perubahan fisiologis dan biokimia benih karet (Hevea brasilliensis). Tesis, Program Pasca sarjana. IPB-Bogor. Unpublished.

Sudjindro. 1994. Indikasi kemunduran viabilitas oleh dampak guncangan pada benih kenaf (Hibiscus cannabinus L.). Disertasi Program Pasca Sarjana. IPB.

Tatipata, A. 2008. Pengaruh kadar air awal, kemasan dan lama simpan terhadap protein membran dalam mitokondria benih kedelai. Buletin Agronomi (36) (1): 8-16.

Worang, RL, OS Dharmaputra, R Syarief dan Miftahudin. 2008. The quality of physic nut (Jatropha curcas L.) seeds packed in plastic material during storage. Biotropia vol. 15 no. 1, 2008 : 25 - 36.

41

PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.)PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE PENYIMPANAN

Naning Yuniarti dan Nurhasybi

Page 51: JURNAL ISSN 2354-8568
Page 52: JURNAL ISSN 2354-8568

PENINGKATAN DAYA DAN KECEPATAN BERKECAMBAHBENIH MALAPARI (Pongamia pinnata)

Eliya Suita dan Dida Syamsuwida

43

PENINGKATAN DAYA DAN KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH MALAPARI ( )Pongamia pinnata

The Enhancement of the Rate and Capacity of Germination of Malapari (Pongamia pinnata) Seeds

Eliya Suita dan Dida SyamsuwidaBalai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan

Jl. Pakuan Ciheuleut PO BOX. 105 Bogor, Tlp. 0251-8327768Email : [email protected]

Naskah masuk : 19 Januari 2015; Naskah direvisi : 26 Januari 2015; Naskah diterima : 02 Juli 2015

ABSTRACT

Malapari is a potential bioenergi legume tree with the high seed oil content. In attempting to establish the plantation of this species, the high quality of seeds physiologically are urgently needed. The aim of the study was to find out the appropriate treatments to enhance the rate and percentage of germination of malapari seeds. The treatments were consisted of seed moisture content reduction (control and reduced seed moisture content), pretreatments (water soaking for 24 hours, coconut water soaking for 3 and 6 hours) and sowing conditions (the opened and closed seed beds). The results revealed that the best sowing condition to increase the percentage and rate of germination of malapari seeds were reducing the seed moisture content in advance, soaking with water for 24 hours and sowing them in opened seed beds. Such treatments resulted the values of germination percentage and germination rate of 99% dan 4.48%KN/etmal, respectively, and time for germination took about 13.75 days.

Keywords: Moisture content, , pre-treatments, seed germinationPongamia pinnata

ABSTRAK

Malapari adalah tanaman legume yang berpotensi sebagai sumber bioenergi. Dalam rangka penanamannya diperlukan benih berkualitas secara fisiologis. Tujuan penelitian adalah mendapatkan perlakuan yang tepat untuk meningkatkan daya dan kecepatan berkecambah benih malapari. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan acak Lengkap (RAL) pola faktorial. Perlakuan yang digunakan meliputi penurunan kadar air (kontrol dan kadar air benih diturunkan), perlakuan pendahuluan (perendaman air selama 24 jam, air kelapa selama 3 dan 6 jam) dan kondisi penaburan (bak kecambah terbuka dan tertutup plastik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih malapari dapat ditingkatkan dengan menurunkan dahulu kadar air benih hingga mecapai 41,80%, dan ditabur pada kondisi bak terbuka. Perlakuan ini menghasilkan nilai daya berkecambah dan kecepatan berkecambah masing-masing 99% dan 4,48%KN/etmal, dengan lama waktu yang diperlukan untuk berkecambah rata-rata selama 13,75 hari.

Kata kunci: Kadar air, , perlakuan pendahuluan, perkecambahan benihPongamia pinnata

Page 53: JURNAL ISSN 2354-8568

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 43-50ISSN : 2354-8568

44

I. PENDAHULUAN

Malapari (Pongamia pinnata) merupakan

jenis pohon serbaguna, mempunyai banyak

manfaat baik kayu maupun non kayu diantara-

nya sebagai sumber energi nabati, tanaman

penghijauan, tanaman obat, tanaman pemecah

angin, pakan ternak dan pestisida nabati.

Sebagai sumber energi, kayunya memiliki nilai

kalor sebesar 19.000-20.000 kJ/kg, dan bijinya

mengandung minyak nabati dengan kandungan

minyak sebesar 27-39% dari berat kering

benihnya, terdiri dari 70% Oleic Acid dan 11%

Linoleic Acid (Soerawidjaja, 2007).

Pengadaan benih memegang peranan

penting dalam peningkatan produktivitas hutan

tanaman. Jenis malapari memiliki sifat

dormansi, yang apabila ditabur memerlukan

waktu lama untuk mulai berkecambah. Menurut

Aminah et al., (2012), benih malapari

berkecambah 2-3 minggu setelah di tabur,

sehingga perlu mencari perlakuan yang tepat

untuk mempercepat perkecambahannya.

Dormansi benih merupakan cara tanaman

agar dapat bertahan hidup dan beradaptasi

dengan lingkungannya. Dormansi primer

merupakan bentuk dormansi eksogen (berkaitan

dengan sifat fisik kulit benih) dan dormansi

endogen (berkaitan dengan sifat fisiologis).

Dormansi endogen dapat dipatahkan dengan

perubahan fisiologis seperti pemasakan embrio

rudimeter, respon terhadap zat pengatur tumbuh,

perubahan suhu dan ekspos ke cahaya (Ilyas,

2012). Metode pematahan dormansi fisiologis

(Murniati, 2013) adalah dengan cara

penyimpanan kering, stratifikasi suhu rendah,

KNO3, GA3 dan suhu berganti.

Air adalah pelarut yang baik untuk

perkecambahan (Bewley & Black, 1985), yang

dapat meningkatkan kualitas fisiologis benih

mangium (Acacia mangium) (BTP, 2000),

sengon (Falcataria moluccana) (BTP, 2000;

Sudomo, 2012). Selain itu, air kelapa yang

mengandung banyak zat bermanfaat seperti

makronutrien, vitamin, asam amino, berbagai

mineral dan bahkan hormone pertumbuhan

(Putri et al., 2013) dapat meningkatkan potensi

perkecambahan benih. Kurniaty (2003),

melaporkan bahwa benih cempaka, dapat

ditingkatkan daya kecambahnya dengan

merendam benih dalam air kelapa muda selama

120 menit. Begitu juga dengan benih kacang

tanah dari tiga lokasi dengan perlakuan

perendaman dengan air kelapa memberikan

respon perkecambahan yang baik (Nurussintani

et al., 2013).

Mengingat karakteristik benih malapari

yang memiliki masa perkecambahan yang

cukup lama, maka perlu upaya untuk

meningkatkan kapasitas perkecambahannya.

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan

perlakuan dan metode uji yang tepat untuk

meningkatkan daya dan kecepatan berkecam-

bah benih malapari.

Page 54: JURNAL ISSN 2354-8568

45

II. BAHAN DAN METODE

Benih malapari diunduh dari tegakan di

wilayah Banten. Penelitian dilaksanakan di

laboratorium Balai Penelitian Teknologi Per-

benihan Tanaman Hutan, mulai dari bulan

Februari sampai dengan Desember 2014.

Perkecambahan menggunakan media campuran

pasir dan tanah (1 : 1) (v/v) dan peralatan yang

digunakan meliputi bak kecambah, oven,

desikator, timbangan analitik, kamera, label,

dan lain-lain.

Metode Penelitian

a. Pengujian kadar air benih

Kadar air dinyatakan dalam persen berat

dan dihitung dalam 1 desimal terdekat (ISTA,

2010) dengan rumus sebagai berikut :

Kadar air = x 100%

dimana:

M1 : berat wadah dan penutup dalam gram

M2 : berat wadah, penutup, dan benih sebelum

pengeringan

M3 : berat wadah, penutup, dan benih sesudah

pengeringan

Pengujian kadar air menggunakan 3

ulangan dengan masing-masing ulangan 5 gram

benih.

b. Perlakuan Perkecambahan

Pengujian perkecambahan dilakukan di

rumah kaca menggunakan beberapa faktor,

diantaranya penurunan kadar air, perlakuan

pendahuluan dan faktor metode/media per-

kecambahan. Penurunan kadar air benih

dilakukan dengan menjemur benih di bawah

sinar matahari selama 4 jam, kemudian diangin-

anginkan di ruang kamar selama 2 hari.

Penurunan dengan cara ini menghasilkan kadar

air benih sebesar 41,8%. Uraian faktor yang

digunakan adalah sebagai berikut:

A = Faktor Kadar Air

A1 : Kadar air benih

A2 : Kadar air benih diturunkan

B = Faktor perlakuan pendahuluan

B1 : Kontrol (tanpa perlakuan)

B2 : Benih direndam dengan air biasa

selama 24 jam

B3 : Benih direndam dengan air kelapa

selama 3 jam

B4 : Benih direndam dengan air kelapa

selama 6 jam

C = Faktor metoda uji perkecambahan

C1 : Media pasir tanah (1:1) terbuka

C2 : Media pasir tanah (1:1) ditutup plastik

Ulangan dilakukan sebanyak 4 kali,

masing-masing ulangan terdiri dari 50 butir

benih.

c. Parameter yang diukur terdiri dari :

Daya berkecambah, kecepatan berkecam-

bah, hari mulai berkecambah dan lama

berkecambah.

Daya berkecambah ditentukan dengan

jumlah benih yang sudah berkecambah normal

yang dicirikan dengan munculnya dua daun.

PENINGKATAN DAYA DAN KECEPATAN BERKECAMBAHBENIH MALAPARI (Pongamia pinnata)

Eliya Suita dan Dida Syamsuwida

(M2 - M3)

(M2 - M1)

Page 55: JURNAL ISSN 2354-8568

46

Menurut Sadjad ., (1999), daya berkecam-et al

bah menjabarkan parameter viabilitas potensial

dengan rumus daya berkecambah (DB) sebagai

berikut:

Dimana: ∑ KN = jumlah benih yang

berkecambah normal; N= jumlah benih yang

ditabur

Kecepatan berkecambah yang dihitung

adalah benih yang berkecambah dari hari

pengamatan pertama sampai dengan hari

terakhir. Dengan penghitungan kecambah

normal pada setiap pengamatan dibagi dengan

etmal (1 etmal = 24 jam). Menurut Sadjad ., et al

(1999) dan (Widajati, 2013), kecepatan

berkecambah menjabarkan parameter vigor dan

rumus kecepatan berkecambah sebagai berikut :

Dimana:�Kct = kecepatan berkecambah; i = hari

pengamatan; KN = kecambah normal pada hari i

ke-i (%); W = Waktu (etmal) pada hari ke-i.i

Hari mulai berkecambah adalah rata-rata

waktu ketika benih mulai memunculkan

kecambah normal. Lama berkecambah adalah

rata-rata lamanya perkecambahan, mulai dari

tumbuhnya kecambah normal sampai peng-

amatan diakhiri.

C. Analisa data

Data dianalisis dengan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) pola faktorial (2x4x2). Uji jarak

Duncan digunakan untuk membandingkan nilai

rata-rata antar kelas yang berbeda nyata.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Benih malapari asal Banten mempunyai

kadar air awal yang cukup tinggi yaitu rata-rata

57,05%. Hasil perlakuan perkecambahan,

pengaruh benih segar dan benih yang diturunkan

kadar airnya, dengan perlakuan pendahuluan

serta kondisi perkecambahan benih dapat dilihat

pada Tabel 1.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa

faktor kadar air dan faktor perlakuan pen-

dahuluan, berpengaruh signifikan terhadap daya

berkecambah dan kecepatan berkecambah benih

malapari, sedangkan faktor kondisi penaburan

tidak berpengaruh signifikan terhadap

kecepatan berkecambahnya. Interaksi antara

kadar air, perlakuan dan kondisi penaburan

terhadap daya berkecambah dan kecepatan

berkecambah berpengaruh signifikan, kecuali

interaksi antara kadar air dan kondisi penaburan.

Untuk hari pertama berkecambah berpengaruh

nyata hanya pada faktor kadar air dan kondisi

penaburan sedangkan lama hari berkecambah

berpengaruh pada kadar air dan interaksi antara

faktor kadar air dan faktor perlakuan

pendahuluan (Tabel 2).

DB = x 100%KNN

Kct =

n

i=1

(KN)i

Wi

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 43-50ISSN : 2354-8568

Page 56: JURNAL ISSN 2354-8568

Tabel ( ) 2. Pengaruh interaksi kadar air, perlakuan dan kondisi penaburan terhadap parameter Tableperkecambahan benih malapari (The influence of interaction of moisture content, pretreatments and sowing conditions on the germination parameters of malapari seeds).

Catatan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan (Remarks)95% (Values followed by the same alphabets within a coloum are not significantly difference at a level of 95% confidence). fresh seed moisture content reduced A1 = Kadar air benih segar/ ), A2=Kadar air benih diturunkan/seed moisture content, control, 24 hours water soaked, B1 = Kontrol/ B2 = direndam air 24 jam / B3 = direndam air kelapa 3 jam/ B4 = direndam air kelapa 6 jam/ C1 = 3 hours coconut water soaked, 6 hours coconut water soaked, bak terbuka/ C2 = bak tertutup/opened seed beds, closed seed beds

Perlakuan/ Treatments

Daya Berkecambah/ Germination

percentage (%)

Kecepatan Berkecambah/ Germination

rate(KN%-etmal /% -day)

Hari pertama berkecambah/The

first day of germination (hari/days)

Lama hari berkecambah/

Lenght of germination (hari/days)

A1B1C1 84 c 2,82 d 21,00 a 32,00 abc A1B2C1 87 bc 3,16 d 19,75 ab 19,75 bcd A1B3C1 90 abc 3,19 d 18,25 abcd 37,00 a A1B4C1 41 d 1,55 e 19,00 abc 25,75 abcd A1B1C2 92 abc 3,70 c 15,75 bcd 24,25 abcd A1B2C2 34,7 d 1,12 e 22,00 a 35,00 ab A1B3C2 97 ab 4.10 bc 16,25 bcd 25,25 abcd A1B4C2 44 d 1,46 e 16,50 bcd 34,50 ab A2B1C1 99 ab 4,48 ab 18,00 abcd 13,75 d A2B2C1 100 a 4,71 a 16,25 bcd 25,50 abcd A2B3C1 97 ab 4,34 ab 18,00 abcd 12,00 d A2B4C1 96 ab 4,62 ab 15,50 cd 20,25 bcd A2B1C2 99 ab 4,73 a 18,00 abcd 18,50 cd A2B2C2 93 abc 3,75 c 16,25 bcd 37,75 a A2B3C2 99 ab 4,71 a 16,00 bcd 16,75cd A2B4C2 96 ab 4,78 a 14,75 d 17,75cd

47

Tabel (Table) 1. Hasil analisis keragaman parameter perkecambahan benih malapari sehubungan dengan perlakuan metode perkecambahan (Analysis of variance of germination parameters of malapari seeds in relation to the germination methods)

Keterangan (Remarks) : ** = berbeda sangat nyata/highly significant difference, * = berbeda nyata /significantly difference, tn = tidak berbeda nyata/not significant, pada tingkat/at level of α = 5%

PENINGKATAN DAYA DAN KECEPATAN BERKECAMBAHBENIH MALAPARI (Pongamia pinnata)

Eliya Suita dan Dida Syamsuwida

Perlakuan/treatments

Parameter/parameters

Daya berkecambah/ Germination

percentage (%)

Kecepatan berkecambah/

Germination rate (KN% -etmal/% -day)

Hari pertama berkecambah/ The first day of germination (hari/days)

Lama hari berkecambah/

Lenght of germination (hari/days)

Kadar Air/ Moisture content (A)

204,76** 471,94** 10,16* 14,24*

Perlakuan pendahuluan/ Pretreatments (B)

47,09** 34,08** 2,35tn 1,93tn

Kondisi penaburan/ Sowing conditions (C)

7,23* 0,53tn 4,30* 1,58tn

AxB 38,17** 33,81** 2,79tn 3,57* AxC 4,02tn 0,08tn 0,92tn 0,61tn BxC 20.02** 32,47** 1,72tn 2,58tn AxBxC 11.80** 5,24* 1,69tn 1,90tn

Page 57: JURNAL ISSN 2354-8568

48

Benih malapari yang segar dan yang

diturunkan kadar airnya, apabila diberi perlaku-

an direndam dengan air biasa dan air kelapa

dengan kondisi bak kecambah terbuka dan

tertutup plastik, menghasilkan rata-rata daya

berkecambah berkisar antara 34,67%-100%,

rata-rata kecepatan berkecambah antara

1,12%KN/etmal- 4,78%KN/etmal, dengan rata-

rata hari mulai berkecambah antara 14,75 hari -

22 hari, dan rata-rata lama berkecambah antara

12 hari – 37,75 hari.

Benih segar tanpa perlakuan yang di tabur

di bak kecambah terbuka (A1B1C1), mem-

punyai daya berkecambah dan kecepatan

berkecambah yang sudah cukup tinggi (84%

dan 2,82% KN/etmal), dengan rata-rata hari

mulai berkecambah pada hari ke 21 dan lama

hari berkecambah 32 hari. Apabila benih di beri

perlakuan direndam dengan air biasa selama 24

jam dan air kelapa selama 3 jam yang ditabur di

bak terbuka terjadi peningkatan daya ber-

kecambah begitu juga apabila ditabur di bak

kecambah tertutup dengan perlakuan control

dan rendam dengan air kelapa selama 3 jam.

Tetapi terjadi penurunan apabila benih segar

direndam air selama 24 jam yang ditabur dibak

kecambah tertutup. Benih yang direndam

dengan air kelapa selama 6 jam ditabur di bak

kecambah terbuka dan tertutup menyebabkan

terjadinya penurunan daya berkecambah dan

kecepatan berkecambah. Hal ini diduga karena

benih segar masih mempunyai kadar air yang

tinggi sehingga apabila di beri perlakuan

perendaman yang lama akan terjadi kejenuhan

maksimal, sehingga menyebabkan kerusakan

struktur membran di dalam sel yang berakibat

kegagalan perkecambahan (Bewley & Black,

1985).

Benih malapari yang sudah diturunkan

kadar airnya, kemudian diberi perlakuan

perendaman air selama 24 jam dan dikecam-

bahkan pada kondisi bak kecambah terbuka

maka dapat menghasilkan daya berkecambah

sampai 100%. Dengan demikian air dapat

membantu perkecambahan benih malapari. Air

merupakan salah satu syarat penting bagi

berlangsungnya proses perkecambahan benih

(Sutopo, 2002; Murniati, 2013), sehingga

dengan perendaman benih malapari dengan air

selama 24 jam dapat mematahkan dormansi

benih. Begitu juga apabila benih yang sudah

diturunkan kadar airnya diberi perlakuan

perendaman dengan air kelapa baik selama 3

jam maupun 6 jam dan dikecambahkan pada bak

kecambah terbuka maupun tertutup, menghasil-

kan daya berkecambah berkisar 93% - 99% dan

kecepatan berkecambah berkisar 3,75%

KN/etmal – 4,78%KN/etmal. Dengan demikian

air kelapa juga dapat membantu meningkatkan

viabilitas benih malapari, seperti halnya terjadi

pada benih (Anwar Morus macroura et al.,

2008), kacang tanah (Nurussintani ., 2013) et al

dan kopi (Hedty ., 2014) yang direndam air et al

kelapa masing-masing selama 1 jam, 48 jam dan

25 menit.

Benih malapari yang diberi perlakuan yang

mempunyai waktu berkecambah terpendek

terdapat pada benih yang diturunkan kadar

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 43-50ISSN : 2354-8568

Page 58: JURNAL ISSN 2354-8568

49

PENINGKATAN DAYA DAN KECEPATAN BERKECAMBAHBENIH MALAPARI (Pongamia pinnata)

Eliya Suita dan Dida Syamsuwida

airnya, kemudian diberi perlakuan benih

direndam dengan air kelapa selama 3 jam,

dengan kondisi bak kecambah terbuka dengan

lama waktu berkecambah yang diperlukan

mulai dari berkecambah sampai diakhiri

pengamatan adalah 12 hari, tetapi tidak berbeda

nyata dengan yang diturunkan kadar air tanpa

perlakuan dengan kondisi bak terbuka dengan

lama hari berkecambah rata-rata 13,75 hari.

Mengingat hasil yang tidak berbeda nyata antara

benih yang diberi perlakuan dengan yang tidak

diberi perlakuan, cukup diturunkan kadarnya

sudah meningkatkan daya berkecambah maka

untuk mengefisienkan waktu tenaga dan biaya,

sebaiknya cukup dengan menurunkan kadar air

benih. Dengan demikian untuk meningkatkan

daya berkecambah dan kecepatan berkecambah

hanya dengan menurunkan kadar air, kemudian

langsung dikecambahkan di bak kecambah

dengan kondisi bak terbuka (A2B1C1), dengan

rata-rata daya berkecambah 99%, kecepatan

berkecambah 4,48%KN/etmal dan lama hari

berkecambah 13,75 hari. Diperkirakan benih

malapari mempunyai dormansi endogen yaitu

dengan penurunan kadar air terjadi pemasakan

benih, menurut Ilyas (2012) dormansi endogen

dapat dipatahkan dengan perubahan fisiologis

seperti pemasakan embrio. Menurut Sutopo

(2002), menyebutnya sebagai after ripening,

yang merupakan setiap perubahan pada kondisi

fisiologis benih selama penyimpanan yang

mengubah benih menjadi mampu berkecambah.

Secara umum, dilihat dari masing-masing

perlakuan, penurunan kadar air benih malapari

dapat meningkatkan daya berkecambah dan

kecepatan berkecambah. Benih malapari

mempunyai kadar air awal yang tinggi

(57,05%), apabila langsung dikecambahkan

akan memerlukan waktu yang lama untuk

berkecambah (Aminah, 2012), sehingga benih

malapari diperkirakan mempunyai sifat

dormansi fisiologis yang dengan penyimpanan

kering (Murniati, 2013) yaitu dengan penurunan

kadar air dapat meningkatkan daya berkecam-

bahnya.

Kondisi penaburan dapat mempengaruhi

daya berkecambah benih malapari. Ini menun-

jukkan bahwa benih malapari memerlukan

cahaya dan kelembaban untuk perkecambahan-

nya, sesuai dengan pendapat Sutopo (2002) dan

Murniati (2013) yang menyatakan bahwa salah

satu faktor eksternal (lingkungan perkecam-

bahan) yang mempengaruhi perkecambahan

benih adalah cahaya dan suhu.

IV. KESIMPULAN

Daya berkecambah dan kecepatan ber-

kecambah benih malapari dapat ditingkatkan

dengan menurunkan dahulu kadar air benihnya

hingga mencapai 41,80%, kemudian ditabur

pada kondisi bak terbuka. Perlakuan ini

menghasilkan nilai daya berkecambah dan

kecepatan berkecambah masing-maing 99%

dan 4,48%KN/etmal, dengan lama waktu yang

diperlukan untuk berkecambah rata-rata selama

13,75 hari.

Page 59: JURNAL ISSN 2354-8568

50

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada

tim teknisi litkayasa Balai Penelitian Teknologi

Perbenihan Tanaman Hutan yang telah

membantu pengamatan dan pengumpulan data

selama kegiatan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, A, Danu, N. Siregar, dan Dharmawati. 2012. Kranji ( Merril) Pongamia pinnataSumber Energi Terbarukan. Balai Peneli-tian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan.

Anwar, A, Renfiyeni, dan Jamsari. 2008. Metode Perkecambahan Benih Tanaman Andalas ( Miq.).Morus macroura Jerami. Vol.1 No.1.

Bewley, J.D and M. Black. 1985. Seeds : Physiology of Development and Germina-tion. 2nd Edition. Plenum Press, New York, p 445.

BTP (Balai Teknologi Perbenihan). 2000. Pedoman Standarisasi Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan. Publikasi Khusus. Vol.2 No 4. Balai Teknologi Perbenihan, Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan. Bogor.

Hedty, Mukarlina, M Turnip. 2014. Pemberian H SO dan Air Kelapa pada Uji Viabilitas 2 4

Biji Kopi Arabika ( L.). Coffea arabicaJurnal Protobiont. Vol 3 (1): 7 – 11.

ISTA. 2010. International rules for seed testing: Edition 2010. The International Seed Testing Association. Bassersdorf. Switzerland.

Ilyas, S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih : Teori dan Hasil-hasil Penelitian. IPB Press.

Kurniaty, R, Yuniarti N, Muharam A, Kartiana E.R., Ismiati E, Royani H. 2003. Teknik penanganan benih jenis andalan setempat di Sulawesi Selatan, bali, Kalimantan Barat dan Jawa barat. LUC No. 385. Departemen Kehutanan. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Murniati, E. 2013. Fisiologi Perkecambahan dan Dormansi Benih (Dasar Ilmu dan Teknologi Benih). IPB Press.

Nurussintani, W, Damanhuri dan S. L. Purnamaningsih. 2013. Perlakuan Pematahan dormansi terhadap daya tumbuh benih 3 varietas kacang tanah ( ). Jurnal Produksi Arachis hypogaeaTanaman Vol 1(1). Universitas Brawijaya.

Putri, B, A. Vickry dan H. W. Maharani. 2013. Pemanfaatan air kelapa sebagai pengkaya media pertumbuhan mikroalga Tetrasel-mis sp. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung.

Sadjad, S, E. Muniarti, S. Ilyas.1999. Parameter Pengujian Vigor Benih Komparatif ke Simulatif. Jakarta : PT. Grasindo.

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada Jakarta.

Soerawidjaja, S.H. 2007. An Overview on Biofuel : The 3 MRPTNI CUPT

rd

Conference.

Sudomo, A. 2012. Perkecambahan benih sengon ( Miq) Falcataria moluccanaBarneby & J W Grimes) pada empat jenis media. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sains, Teknologi dan Kesehatan. Vol.3, 1: 37-42.

Widajati, E. 2013. Metode Pengujian Benih (Dasar Ilmu dan Teknologi Benih). IPB Press.

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 43-50ISSN : 2354-8568

Page 60: JURNAL ISSN 2354-8568

PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PEMBIBITANJABON MERAH (Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil)

Danu, Rina Kurniaty dan Nina Mindawati

51

PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PEMBIBITAN JABON MERAH ( (Roxb.) Havil)Anthocephalus macrophyllus

The use of Mycorrhizae and NPK Fertilizer in Seedling Growth of Red-Jabon(Anthocephalus macrophyllus ( .) )Roxb Havil

1) 1) 2)Danu , Rina Kurniaty dan Nina Mindawati

1)Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan

2)Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Email: [email protected]

Naskah masuk : 2 Februari 2015; Naskah direvisi : 9 Februari 2015; Naskah diterima : 8 Juli 2015

ABSTRACT

Forest plantation development of red-jabon Roxb Havil requires (Anthocephalus macrophyllus ( .) ) high quality seedlings. The qualified seedlings can be produced by optimizing the plant physiological processes such as photosynthesis and metabolism that influenced by external factors such as sunlight, availability of water, mineral nutrients and growing site conditions. Besides the addition of mycorrhizal inoculants and fertilizer would be able to stimulate the growth and improve the survival of the seedlings. The purpose of this research was to study the effect of the use of mycorrhizal and NPK fertilizer on the growth of seedlings of red-jabon. The addition of 5 grams of mycorrhizae and NPK of 0.5 - 1.0 g/polybag of soil solum B media can generate the high growth seedling of red-jabon of 28.33 to 30.33 cm and diameter of 5.42 to 6.70 mm at the age of 5 months old.

Keywords: red-jabon, qualified seedlings, mycorrhizae, fertilizer

ABSTRAK

Pembangunan hutan tanaman jabon merah ( (Roxb.) Havil) memerlukan bibit Anthocephalus macrophyllusyang bermutu. Bibit berkualitas dapat dihasilkan dengan mengoptimalkan proses fisiologis tanaman seperti fotosintesa dan metabolisme yang dipengaruhi oleh faktor luar seperti sinar matahari, air, hara mineral dan kondisi tempat tumbuh. Penambahan inokulan mikoriza dan pupuk sebagai penyedia hara dapat memacu pertumbuhan dan meningkatkan daya hidup bibit. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh penggunaan mikoriza dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit jabon merah. Penambahan mikoriza 5 gram dan NPK 0,5 - 1,0 gram/polybag media tanah solum B dapat menghasilkan bibit jabon merah dengan tinggi 28,33 – 30,33 cm dan diameter 5,42 – 6,70 mm pada umur 5 bulan.

Kata kunci: jabon merah, mutu bibit, mikoriza, pupuk

I. PENDAHULUAN

Kebutuhan bahan baku untuk industri

pengolahan kayu dari tahun ke tahun selalu

mengalami peningkatan, di pihak lain pasokan

bahan baku dari hutan alam produksi semakin

menurun, akibatnya terjadi kelangkaan bahan

baku industri pengolahan kayu. Kebutuhan kayu

nasional tahun 2004 yang dipenuhi dari hutan

alam sebanyak 5.456.570 m (Dephut, 2004), 3

Page 61: JURNAL ISSN 2354-8568

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 51-59ISSN : 2354-8568

52

pada tahun 2013 meningkat menjadi 41,8 juta

m , dan 21-22 juta m diperuntukan untuk pulp 3 3

pada tahun 2013 (Republika, 2014). Oleh

karena itu perlu dilakukan pengembangan hutan

tanaman.

Tanaman jabon merah (Anthocephalus

macrophyllus (Roxb.) Havil) merupakan jenis

alternatif prioritas dalam pembangunan hutan

tanaman penghasil kayu (Mindawati ., et al

2010). Tanaman ini tergolong cepat tumbuh,

umur 6 tahun dengan kondisi budidaya yang

baik mampu tumbuh mencapai tinggi 18 m dan

diameter batang 42 cm (Halawane ., 2011). et al

Tekstur kayunya halus dengan warna merah

yang unik, kerapatan serat 0,55 g/cm , kadar air 3

16,00 %, keteguhan lentur statis 260,75 kg/cm , 2

keteguhan tekan sera t 189,98 kg/cm 2

(Abdurachman dan Hadjib, 2009). Kayu ini

tergolong kelas kuat II-III dan kelas awet IV

serta kelas sedang dalam hal menyerap bahan

pengawet (Martawidjaya ., 1989), sehingga et al

kayu umumnya digunakan sebagai bahan

bangunan non-konstruksi, , , furniture plywood

papan, peti, korek api dan pulp (Halawane ., et al

2011).

Salah satu faktor yang menentukan keber-

hasilan pengembangan hutan tanaman adalah

penggunaan bibit bermutu, karena bibit yang

berkualitas akan menghasilkan tegakan dengan

tingkat produktivitas tinggi. Untuk menghasil-

kan bibit yang bermutu diantaranya diperlukan

media yang kaya dengan bahan organik dan

mempunyai unsur hara yang diperlukan

tanaman (Durahim dan Hendromono, 2001).

Selain itu, penggunaan mikoriza dapat

membantu pertumbuhan dan mening-katkan

daya dukung semai di pembibitan (Corryanti et

al., 2007).

Bibit dengan akar yang bermikoriza akan

lebih tahan terhadap kekeringan, lebih mudah

menyerap unsur hara, tahan terhadap serangan

patogen akar dan diperolehnya hormon dan zat

pengatur tumbuh. Selain itu mikoriza juga

mampu mengubah kondisi perakaran menjadi

mudah menyerap unsur hara dalam bentuk

terikat dan tidak tersedia bagi tanaman (Ulfa,

2006). Namun demikian upaya pemberian atau

penambahan hara dalam jumlah dan cara sesuai

diperlukan tanaman dalam waktu tertentu

(Setianingsih ., 2000). Kombinasi antara et al

inokulasi cendawan mikoriza dan pemberian

pupuk dapat meningkatkan hasil tanaman

terutama melalui peningkatan serapan P

(Setiawati ., 2000). Penyerapan P oleh et al

tanaman dapat ditingkatkan dengan adanya

mikoriza pada akar tanaman (Mosse, 1985

dalam Setiawati ., 2000). Kurniaty et al et al.

(2008) melaporkan bahwa pembibitan mindi,

mimba dan kesambi dengan menggunakan

media yang diberi tambahan 5 g mikoriza serta

1-2 g pupuk P memberikan pertumbuhan

terbaik. Oleh karena itu, dalam rangka mem-

peroleh informasi penggunaan mikoriza dan

pupuk dalam pembibitan jabon merah, maka

dilakukan penelitian tentang pengaruh peng-

gunaan mikoriza dan pupuk NPK terhadap

pertum-buhan bibit jabon merah.

Page 62: JURNAL ISSN 2354-8568

53

II. BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Statsiun Penelitian

Nagrak, Bogor. Penelitian dimulai pada bulan

Juli 2012 sampai bulan Pebruari 2013.

Bahan penelitian menggunakan benih

jabon merah yang dikumpulkan dari Mang-

kutana dan Malili, Sulawesi Selatan pada bulan

Juli 2012. Pengunduhan buah dilakukan pada

benih yang telah masak fisiologis, yang

dicirikan dengan kulit buah berwana kuning

sampai coklat. Ektraksi benih menggunakan

ekstraksi basah, yaitu buah diperam dalam air

selama 3 hari hingga daging buah lunak,

kemudian buah diremas sampai hancur dan

diendapkan selama ± 2 jam, benih disaring

dengan kain blacu dan diperas, lalu dikering-

anginkan selama 3 hari – 4 hari. Perkecam-

bahan dilakukan dengan menabur benih pada

bak kecambah yang berisi media campuran

pasir dan tanah 1:1 (v:v) sebanyak 0,5 gram

benih untuk setiap bak kecambah ukuran

15 x 30 cm.

Penyapihan dilakukan pada kecambah yang

telah memiliki sepasang daun pada media tanah

sub soil dalam polybag ukuran 10 x 12 cm

dengan naungan 50%. Pemberian mikoriza dan

pupuk NPK dilakukan dengan cara cemplongan

yaitu media dalam polybag dibuat lubang

kemudian mikoriza dan pupuk dimasukkan ke

dalam lubang. Mikoriza yang digunakan adalah

endomikoriza (Cendawan Mikoriza Arbuskula /

CMA) campuran dari jenis sp + Glomus

Acaulospora Gigaspora + yang berasal dari

Laboratorium Mikrobiologi Pusat Litbang

Konservasi dan Rehabilitasi Hutan.

Disain penelitian dilakukan dengan meng-

gunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola

faktorial dengan dua faktor (3x3) (Mattjik dan

Sumertajaya, 2006; Steel and Torrie, 1993).

Faktor pertama adalah media diberikan

mikoriza sebanyak: 0,0 g (M1), 2,5 g (M2), 5 g

(M3). Faktor kedua adalah media diberikan

pupuk NPK (15:15:15) sebanyak: 0,0 g/polybag

(P1), 0,5 g/polybag (P2), 1.0 g/polybag (P3).

Setiap perlakuan diulang 3 (tiga) kali dan setiap

ulangan terdiri dari 10 bibit. Respon yang

diamati meliputi: tinggi, diameter dan persen

hidup bibit, berat kering (biomassa), top root

ratio (TR ratio), indeks mutu bibit (IMB),

jumlah daun, serapan unsur P, persen kolonisasi

akar. Pengukuran dilakukan pada akhir peng-

amatan (umur 5 bulan). TR ratio merupakan

hasil perbandingan antara panjang batang atas

dengan panjang akar. Persen berkayu dihitung

berdasarkan perbandingan antara tinggi bibit

yang sudah berkayu dengan tinggi bibit total.

Serapan unsur P dihitung di laboratorium

Biotrop. Pengamatan kolonisasi akar meng-

gunakan metode Widiyani (1997), persentasi

infeksi akar oleh mikoriza dihitung berdasarkan

perbandingan jumlah akar yang terinfeksi

dengan seluruh contoh akar yang diamati

(Setiadi ., 1992). IMB dihitung mengguna-et al

kan cara Dickson (1960) dalam Hendromono

(1998) dengan rumus :

PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PEMBIBITANJABON MERAH (Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil)

Danu, Rina Kurniaty dan Nina Mindawati

Indek Mutu Bibit =(bobt kering batang (g) + bobot kering akar (g))

bobot kering batang (g)

bobot kering akar (g)++++ ))tinggi bibit (cm)

diameter bibit (mm) ))

Page 63: JURNAL ISSN 2354-8568

54

Data hasil pengamatan kemudian dianalisis

berdasarkan analisis keragaman. Apabila hasil

analisis uji-F menunjukkan perbedaan diantara

perlakuan yang diujikan, maka dilanjutkan

dengan uji jarak berganda Duncan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Pertumbuhan bibit

Hasil analisis keragaman pengaruh per-

lakuan penggunaan mikoriza dan pupuk NPK

pada pembibitan jabon merah tercantum pada

Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan

bahwa interaksi mikoriza dengan pupuk NPK

memberikan pengaruh yang sangat nyata

(p<0,01) terhadap tinggi, serapan hara P dan

biomassa bibit; dan berpengaruh nyata (p<0.05)

terhadap diameter, kolonisasi akar dan IMB

bibit jabon merah umur 5 bulan, namun tidak

berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan

TR ratio bibit.

Tabel (Table) 1. Pengaruh perlakuan mikoriza dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit jabon merah umur 5 bulan (The effect of mycorrhizae and fertilizer on growth parameters of the red jabon seedlings at five months old)

Sumber Keragaman (Source of variation)

Pertumbuhan bibit (Growth of seedling)

Tinggi (height)

Diameter (diameter)

Jumlah daun

(number of leaf)

Kolonisasi Akar (root

colonization)

Serapan Hara

(Nutrient uptake)

TR ratio IMB Biomassa

Mikoriza/ mycorrhizal (M)

32.51** 4.88* 0.50tn 2.46tn 13.04** 16.87** 2.28tn 9.76**

Pupuk / fertilizer (P) 8.07** 5.17* 2.00tn 2.00tn 67.94** 3.64* 2.60tn 8.31** Interaksi / interaction (M x P)

4.73** 4.31* 1.81tn 2.95* 8.10** 1.70tn 2.96* 5.59**

Keterangan (Remark) : tn = tidak nyata pada taraf uji 0,05 (not significantly at 0,05 level) * = nyata pada taraf uji 0,05(significantly at 0,05 level) ** = sangat nyata taraf uji 0,01 (significantly at 0.01 level)

Hasil uji beda pengaruh interaksi mikoriza

dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit

jabon merah umur 5 bulan tercantum pada

Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan

M3P3 ((mikoriza 5 g dengan pupuk NPK 1 g)

memberikan hasil yang berbeda pada semua

parameter yang diamati kecuali IMB. Hasil

yang diperoleh adalah tinggi 28,33 cm, diameter

6,70 mm, kolonisasi akar 100%, serapan unsur P

0,405 µg, IMB 0,36 dan biomassa 2,0957 g.

2. Efektivitas inokulan terhadap pertum-

buhan bibit

Hasil uji efektivitas inokulasi mikoriza dan

pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit

tercantum padaTabel 3.

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 51-59ISSN : 2354-8568

Page 64: JURNAL ISSN 2354-8568

55

Tabel (Table) 2. Pengaruh interaksi mikoriza dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit jabon merah umur 5 bulan(The effect of mycorrhizal and fertilizer interaction on growth of the red jabon seedlings at 5 months old)

Perlakuan (Treatments)

Tinggi/height (cm)

Diameter/ Diamater

(mm)

Kolonisasi Akar/ Root colonization

(%)

Serapan Hara P/ Nutrient uptake of P

(µg)

IMB Biomassa/ Biomassa

(gram)M1P1 8.33b

4,40 bc 98,89 a

0,118 b 0.13 bc 0.6639 c

M1P2 12.67b

5,17 bc

86,66 b

0,405 a 0.45 a

1.7976 ab

M1P3 6.00b

4,27 bc

100,00 a

0,215 ab 0.21 bc

0.7691 bc

M2P1

5.00b

4,65 bc

96,11 a

0,110 b

0.13 bc

0.6112 bc

M2P2

6.67b

4,04 c

100,00 a

0,135 b

0.10 c

0.5571 c

M2P3

11.67b

5,57 ab

100,00 a

0,270 ab

0.24 abc

1.1837 abc

M3P1

12.00b

4,48 bc

100,00 a

0,129 b

0.20 bc

0.7954 bc

M3P2

30.33a

5,42 b

100,00 a

0,330 ab

0.23 bc

1.7025 abc

M3P3

28.33a

6,70 a

100,00 a

0,405 a

0.36 ab

2,0957 a

Keterangan (Remark): Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (Values in column followed by the

same letter are not significantly different at level of 5% base on Duncan Multiple Range test).Tanpa mikoriza/ without of mycorrhizae (M1), mikoriza/ mycorrhizae 2,5 g/polybag (M2), mikoriza/mycorrhizae 5 g/polybag (M3). Tanpa pupuk /without fertilizer(P1), NPK 0,5 g/polybag (P2), NPK 1,0 g/polybag (P3).

PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PEMBIBITANJABON MERAH (Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil)

Danu, Rina Kurniaty dan Nina Mindawati

Perlakuan/ Treatments

Peningkatan / Enhancement

Tinggi / Height (%)

Diameter/ Diameter

(%)

Biomassa/ Biomassa

(%)

Serapan unsur P/Nutrient uptake of

P (%)

M1P2 63,90 19,07 170,76 243,69 M1P3 -19,59 -2,58 15,84 82,53 M2P1

-21,43

7,27

-7,93

-6,46

M2P2

-16,50

-6,93

-16,08

14,01

M2P3

49,56

28,11

78,29

128,54 M3P1

43,97

4,79

19,81

9,35

M3P2

261,82

25,33

156,44

179,34 M3P3 273,27 51,99 165,46 243,09

Keterangan (Remark): Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (Values in column followed by the same letter are not significantly different at level of 5% base on Duncan Multiple Range test). Tanpa mikoriza/without of mycorrhizae (M1), mikoriza/mycorrhizae 2,5 g/polybag (M2), mikoriza/mycorrhizae5 g/polybag (M3). Tanpa pupuk /without fertilizer (P1), NPK 0,5 g/polybag (P2), NPK 1,0 g/polybag (P3).

Tabel (Table) 3. Efektivitas inokulasi mikoriza dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit jabon merah umur 5 bulan (Effectiveness of mycorrhizal inoculation and NPK fertilizer on the growth of seedlings of red Jabon of 5 months old)

Perlakuan kontrol (M1P1) menghasilkan

tinggi bibit 8,33 cm, diameter 4,40 mm,

biomassa 0,664 gram dan serapan hara fosfat

sebanyak 117,98 mg per bibit. Tabel 3 menun-

jukkan bahwa penggunaan mikoriza dan pupuk

NPK dapat meningkatkan serapan P, tinggi,

diameter, dan biomassa bibit jabon merah umur

5 bulan. Perlakuan M3P3 (mikoriza 5 g dengan

pupuk NPK 1 g) memberikan peningkatan

pertumbuhan tertinggi pada tinggi dan diameter

bibit jabon merah yaitu 273,27% dan 51,99%

dibandingkan dengan kontrol, sedangkan

Page 65: JURNAL ISSN 2354-8568

56

peningkatan biomassa dan serapan unsur P

tertinggi diperoleh perlakuan M1P2 (pupuk

NPK 0,5 g tanpa mikoriza) yaitu 170,76% dan

243,69% dibandingkan dengan kontrol.

B. Pembahasan

Salah satu parameter untuk menentukan

tingkat keberhasilan simbiosis antara CMA

dengan tanaman inang adalah terjadinya

kolonisasi akar dengan cendawan tersebut.

Penggunaan mikoriza campuran dari jenis

Glomus Acaulospora Gigaspora sp + +

sebanyak 2,5 – 5 gram pada bibit jabon umur 5

bulan dapat menghasilkan kolonisasi akar

sebesar 86,66% sampai dengan 100%, termasuk

media yang tidak diberi mikoriza (Tabel 2).

Hasil ini menunjukkan bahwa tanaman jabon

merah merupakan inang yang peka terhadap

CMA ini, sehingga perlakuan ini merupakan

perlakuan yang infektif. Terbukti dengan hanya

perantaraan air saat menyiram, mikoriza dapat

dengan mudah berpindah media sebelahnya

(dari M2 dan M3 ke M1). Corryanti et al. (2007)

mengemukakan bahwa salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap kolonisasi akar adalah

kepekaan inang terhadap infeksi. Selain itu,

jenis CMA ini banyak ditemukan pada tegakan

jabon di lahan kering maupun di lahan basah

dengan tingkat kolonisasi sangat tinggi yaitu

lebih dari 50% (Dewi, 2014).

Pemberian kombinasi mikoriza dan pupuk

NPK dapat meningkatkan pertumbuhan bibit di

persemaian. Dalam penelitian ini perlakuan

M3P3 (mikoriza 5 g + NPK 1 g) memberikan

peningkatan relatif tertinggi pada tinggi sebesar

273,27% dan diameter 51,99% dibandingkan

dengan kontrol (Tabel 3). Selain itu, perlakuan

M3P3 dapat meningkatkan biomassa sebesar

165,46% dan serapan hara P sebesar 243,09%

dibandingkan dengan kontrol (Tabel 3).

Dengan demikian, perlakuan M3P3 merupa-

kan perlakuan yang terbaik dalam pertumbuhan

bibit jabon merah umur 5 bulan. Corryanti et al.

(2007) melaporkan bahwa inokulasi CMA

Gigaspora Glomussp. atau sp. yang dikom-

binasikan dengan pemupukan NPK dosis

rendah (62,5 mg per bibit) pada tanah Grumosol

dapat meningkatkan pertumbuhan bibit jati.

Setyaningsih (2000), mengemukakan et al.

bahwa pengaruh mikoriza yang paling utama

adalah dapat meningkatkan pengambilan unsur

hara fosfat dari tanah dan meningkatkan

biomassa. Biomassa bibit merupakan suatu

indikator untuk menentukan baik tidaknya bibit

karena biomassa mencerminkan status nutrisi

tanaman (Prawiranata ., 1995).et al

Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)

dapat meningkatkan penyerapan unsur hara

akibat meluasnya volume tanah yang dieks-

ploitasi sebagai sumber serapan fosfat melalui

perluasan hyfa eksternal (Setiadi, 1999; Grant et

al., 2005). Kombinasi antara inokulasi cen-

dawan mikoriza dan pemberian pupuk dapat

meningkatkan hasil tanaman terutama melalui

peningkatan serapan P (Setiawati ., 2000). et al

Dalam penelitian ini serapan P tertinggi terjadi

pada bibit yang diberi perlakuan M1P2 (pupuk

NPK 0,5 g tanpa mikoriza) dan M3P3 (mikoriza

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 51-59ISSN : 2354-8568

Page 66: JURNAL ISSN 2354-8568

57

PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PEMBIBITANJABON MERAH (Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil)

Danu, Rina Kurniaty dan Nina Mindawati

5 g dengan pupuk NPK 1 g) yaitu 405,47 mg

dan 404,77 mg (Tabel 2) serta meningkat

sebesar 243,69% dan 243,09% dibandingkan

dengan kontrol (Tabel 3). Dengan demikian

perlakuan M3P3 (mikoriza 5 g dengan pupuk

NPK 1 g) pada bibit jabon merah merupakan

perlakuan yang efektif dalam penyerapan unsur

P. Sebagai unsur hara makro, P berperan

sebagai penyusun protein (enzim), kofaktor dan

aktifator enzim (Soepardi, 1993). Aktivtas

enzim yang meningkat akan membantu

meningkatkan penyerapan unsur hara lainnya

(Widiyani, 1997). Mikoriza merupakan sumber

yang memberikan keuntungan secara metabolik

dari tumbuhan, dimana jamur mikoriza

memperoleh makanan berupa karbohidrat dari

fotosintat tanaman, sedangkan tanamannya

mendapatkan unsur hara khususnya fosfat dari

jamur mikoriza tersebut melalui hypa yang

terjadi (Brundrett ., 1996) dan mampu et al

meningkatkan persen hidup (Hayman, 1983)

serta pertumbuhan awal di lapangan terutama

pada lahan yang miskin hara (Grant ., 2005).et al

IV. KESIMPULAN

Kombinasi mikoriza campuran dari jenis

Glomus Acaulospora Gigaspora sp + +

sebanyak 5 g dengan pupuk NPK 1 g per

polybag pada bibit jabon merah umur 5 bulan

dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi

273,27%, diameter 51,99%, biomassa 165,46%,

kolonisasi akar 18,69% dan serapan unsur P

243,09% dibandingkan dengan kontrol.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada

Laboratorium Puslitbang Hutan Mikrobiologi

dan Konservasi Alam dan teknisinya atas

fasilitas yang telah berikan, dan tim teknisi

litkayasa Balai Penelitian Teknologi Perbenihan

Tanaman Hutan (Bapak H. Mufid Sanusi, Bapak

Abay dan Bapak Hasan Royani) yang telah

membantu pengamatan dan pengumpulan data

selama kegiatan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman dan Hadjib, N. 2009. Mutu Beberapa Jenis Kayu TanamanUntuk Bahan Bangunan Berdasarkan Sifat Mekanisnya.Prosiding PPI Standarisasi. Jakarta.

Brundrett M., Bougher N., Dell B., Grove T. and Malajczuk N. 1996. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. AClAR Monograph 32. 374 + x p.

Corryanti, J. Soedarsono, B. Radjagukguk, dan S.M. Widyastuti . 2007. Pengaruh pemupukan N,P, dan K terhadap aktifitas fosfatase alkalin pada jati (Tectona grandis) yang diinokulsi spora fungi mikoriza arbuskula. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza II. Bogor.

Dewi, A.G. 2014. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbusula di Bawah Tegakan Jabon ( ) di Anthocephalus cadambaMadiun, Jawa Timur. Skripsi Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.

Durahim dan Hendromono. 2001. Kemung-kinan Penggunaan Limbah Organik Sabut Kelapa Sawit dan Sekam Padi Sebagai Campuran Top Soil Untuk Media Pertumbuhan Bibit Mahoni (Swietenia macrophylla King). Buletin Penelitian Hutan no.628.Hal.13-26.

Page 67: JURNAL ISSN 2354-8568

58

Grant, C., Bittman, S., Montreal, M., Plenchette, C. and Morel, C. 2005. Soil and fertilizer phosphorus: Effects on plant P supplyand mycorrhizal development. Can. J. Plant Sci. 85: 3–14.

Halawane J.E., H. N. Hidayah dan J. Kinho. 2011. Prospek pengembangan jabon merah (Anthocephalus macrophyllus (roxb.) Havil), Solusi kebutuhan kayu masa depan. Balai Penelitian Kehutanan Manado.

Hayman DS. 1983. The physiology of vesicular-arbuscularendomycorrhizal symbiosis. Canadian Journal Botany of 61: 944-963.

Hendromono dan Durahim. 2004. Pemanfaatan Limbah Sabut Kelapa Sawit dan Sekam Padi Sebagai Medium Pertumbuhan Bibit Mahoni Afrika ( .C.DC). Khaya anthotecaBuletin Penelitian Hutan no 644. Badan Litbang Kehutanan. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam.Bogor.

Hendromono.1998. Pengaruh Media Organik dan Tanah Mineral Terhadap Mutu Bibit Pterygota alata Roxb. Buletin Penelitian Hutan no.617 : 55-64.

Heyne K. 1987. . Tumbuhan Berguna IndonesiaJilid ke-2. Badan Penelitian dan Pengem-bangan Kehutanan, penerjemah; Jakarta: Yayasan Sarana Wanajaya. Terjemahan dari: De Nuttige Platen van Indonesie.

Kurniaty, R. R.U. Damayanti,B. Budiman, Sumarna , E .Baeni . 2010. Teknik Perbanyakan Secara Generatif Jenis Ganitri dan Kilemo. Laporan Hasil Penelitian (LHP). Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Bogor.

Kurniaty, R. Ratna Uli Damayanti, Budi Budiman dan Sumarna. 2008. Teknik Pembibitan Tanaman Hutan secara Generatif. Laporan Hasil Penelitian (LHP). Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor.

Lemmens, R.H.M.J., I. Soerianegara and W.C. Wong (Editors). 1995. Plant Resources of South-East Asia No. 5 (2). Timber Tree:

Minor comercial timber. Backhuys Publisher, Leiden.

Mandang, Y.I., Damayanti, R., Komar, T.E., dan Nurjanah, S. 2008.Pedoman Identifikasi K a y u R a m i n d a n K a y u M i r i p Ramin.ITTO Project PD 426/06 Rev 1 (F). Bogor.

Marjenah, 2000. Pengaruh Pemberian Arang Sekam dan Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Tiga Jenis Semai Meranti. Bulettin Frontir No.31.

Martawidjaya A, Iding K., Y.I.Mandang, Soewanda A.P dan Kosasi K.1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Badan Litbang Kehutanan Indonesia. Bogor.

Mindawati, N., R. Bogidarmanti, H.S. Nuroniah, A.S. Kosasih, Suharti, S. Rahmayanti, A. Junaedi, E. Rahmat, Y. Rochmayanto. 2010. Silvikultur Jenis Alternatif Penghasil Kayu Pulp. Sintesa Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor.

Prawirawinata, W.Harran. S.Tjondronegoro, P. 1995. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan Jilid II. Departemen Botani. Fakultas MIPA IPB. Bogor.

Setiadi, Y., Mansur, I., Budi, S. W. dan Achmad. 1992. Petunjuk Laboratorium Mikro-biologi Tanah Hutan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. PAU Biotek-nologi IPB. Bogor.

Setiawati, MR. Betty N Fitriatin, Pudjwati Suryatman. 2000. Pengaruh Mikoriza dan Pupuk Fosfat terhadap Drajat Infeksi Mikoriza dan Komponen Pertumbuhan Tanaman Kedelai. Proseding Seminar Nasional Mikoriza I. Bogor.

Setyaningsih, L. Yuli Munawar dan Maman Turjaman. 2000. Efektifitas Cendawan Mikoriza Arbusula dan pupuk NPK terhadap pertumbuahan Bitti. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza I. Bogor.

Ulfa, M. 2006. Aplikasi Teknologi Mikoriza dalam Mendukung Penyediaan Tanaman Hutan Berkualitas Untuk Rehabilitasi

Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 51-59ISSN : 2354-8568

Page 68: JURNAL ISSN 2354-8568

59

PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PEMBIBITANJABON MERAH (Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil)

Danu, Rina Kurniaty dan Nina Mindawati

Lahan Kritis. Makalah pada Gelar Teknologi Hasil Litbang Hutan Tanaman. Pusat Litbang Hutan Tanaman dan Balai Litbang utan Tanaman Palembang.

Whitmore, T.C., Tantra,I.G.M dan Sutisna,U. 1989. Tree Flora of Indonesia Check List for Maluku. Ministry of Forestry. Agency for Forestry Reseach and Development. Bogor.

Widiyani, N. 1997. Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dan Pemberian Pupuk Fosfat terhadap Pertumbuhan Semai Gemelina (Gmelina arborea Roxb). Skripsi Jurusan Manaje-men Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Page 69: JURNAL ISSN 2354-8568
Page 70: JURNAL ISSN 2354-8568

PEDOMAN PENULISAN NASKAHJURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

1. JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN adalah publikasi ilmiah resmi dari Balai Penelitian Teknologi

Perbenihan Tanaman Hutan. Jurnal ini menerbitkan tulisan hasil penelitian berbagai aspek perbenihan tanaman hutan

meliputi: pengelolaan, ekologi benih, kebijakan dan sosial ekonomi perbenihan.

2. FORMAT : Naskah diketik dengan huruf Times New Roman, font ukuran 12 dan jarak 2 (dua) spasi pada kertas A4

putih pada satu permukaan dan disertai file elektroniknya, dengan margin 3 cm setiap sisi.

3. JUDUL : Ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, maksimal 13 kata atau 2 (dua) baris yang

mencerminkan isi tulisan. Judul bahasa Indonesia menggunakan huruf kapital sedangkan judul bahasa Inggris

menggunakan huruf kecil dan miring kecuali nama latin. Nama penulis (satu atau lebih) dicantumkan dibawah judul

dengan huruf kecil, dibawah nama ditulis institusi asal penulis dan alamat lengkap institusi berikut email penulis.

4. ISI NASKAH ABSTRAK kata kunci ABSTRACT keywords terdiri atas : dengan dan dengan ,

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE HASIL DAN PEMBAHASAN KESIMPULAN UCAPAN , , , ,

TERIMAKASIH, DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN dan (kalau ada). Jumlah 4000-4500 kata.

5. ABSTRAK : ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris, masing-masing tidak lebih dari 250 kata dalam satu

paragraf. Isinya berupa intisari permasalahan, tujuan, metode penelitian dan kesimpulan. Bahasa Inggris ditulis

dengan huruf kecil miring dan bahasa Indonesia ditulis tegak, jarak 1 (satu) spasi. Keywords dan kata kunci minimal

3 dan maksimal 5 kata.

6. PENDAHULUAN berisi : Latar belakang/masalah, tujuan penelitian dan hipotesis (tidak harus ada).

7. BAHAN DAN METODE berisi : Waktu, tempat, bahan, alat, metode dan analisa data. Ditulis dalam bentuk narasi

yang runut.

8. HASIL DAN PEMBAHASAN berisi : Hasil penelitian dan analisisnya serta pembahasan merupakan bagian yang

tidak terpisahkan.

9. Tabel dilengkapi dengan nomor, judul, kepala tabel dan keterangan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Judul diletakkan diatas tabel.

10. Gambar harus jelas dan kontras. Dilengkapi dengan nomor, judul dan keterangan dalam bahasa Indonesia dan bahasa

Inggris. Judul diletakkan dibawah gambar. Peta harus diberi skala.

11. KESIMPULAN disampaikan secara singkat, padat dan menjawab tujuan penelitian.

12. UCAPAN TERIMAKASIH berupa ucapan terima kasih kepada orang/instansi/organisasi yang telah membantu.

13. DAFTAR PUSTAKA berisi : Minimal 10 pustaka, dengan referensi yang berkualitas (tidak boleh menggunakan

referensi wikipedia), dan dianjurkan 5 (lima ) sampai dengan 10 (sepuluh) tahun terakhir. Disusun menurut abjad

nama pengarang dengan mencantumkan tahun terbit, seperti contoh sebagai berikut:

Departemen Kehutanan. 2005. Eksekutif Data Strategis Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Woodward, A.W., and B. Bartel. 2005. . Invited Review. Annals of Botany Auxin: Regulation, Action, and Interaction

95:707735.

14. PENGIRIMAN NASKAH : dikirimkan kepada sekretariat redaksi Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan melalui email

ke alamat : [email protected] atau Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan PO BOX 105, Telp/

Fax : (0251) 8327768

15. Dewan Redaksi dan Sekretariat Redaksi berhak mengubah dan memperbaiki isi naskah sepanjang tidak mengubah

substansi tulisan. Naskah yang tidak diterbitkan akan dikembalikan kepada penulis.

Page 71: JURNAL ISSN 2354-8568

IDENTIFIKASI HAMA PENYEBAB GALL PADA DAUN BIBIT NYAWAI (Ficus variegata L.)

MORFOLOGI, ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIA BENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIH

KARAKTERISTIK PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN SERTA POTENSI REPRODUKSI WERU (Albizia procera) DI PANCURENDANG-MAJALENGKA

PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.) PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE PENYIMPANAN

PENINGKATAN DAYA DAN KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH MALAPARI (Pongamia pinnata)

PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH (Anthocephalus macrophyllus (ROXB.) HAVIL)

Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman HutanJl.Pakuan Ciheuleut PO BOX 105 Bogor Telp./Fax : (0251) 8327768Website : www.bptpbogor.litbang.dephut.go.id

9772354856800

ISSN 2354-8568