jurnal issn 2354-8568
TRANSCRIPT
Kementerian Lingkungan Hidup dan KehutananBadan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi
Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
ISSN 2354-8568
Perbenihan
Vol. 3 No. 1, Agustus Tahun 2015
JURNALTanaman HutanTanaman Hutan
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.3 No.1 Hal.1-59 Bogor, Agustus Tahun 2015 ISSN 2354-8568
Ju
rnal P
erb
en
ihan
Tan
am
an
Hu
tan
Vo
l.3 N
o.1
, Ag
ustu
s 2
015
ISSN 2354-8568
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTANVol. 3 No.1, Agustus 2015
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN adalah publikasi ilmiah resmi dari Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Jurnal ini menerbitkan tulisan hasil penelitian berbagai aspek
perbenihan tanaman hutan, meliputi : pengelolaan, ekologi benih, kebijakan dan sosial ekonomi perbenihan. Dengan frekuensi terbit dua kali setahun.
Penanggung JawabKepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
Wakil Penanggung JawabKepala Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
Dewan Redaksi
Ketua Merangkap AnggotaDr. Ir. Yulianti Bramasto, M.Si (Silvikultur)
AnggotaDr. Dra. Dida Syamsuwida, M.Sc (Silvikultur / Produksi Benih)
Dr. Dede Jajat Sudrajat, S.Hut, MT (Silvikultur / Teknologi Benih)Dr. Ir. Agus Astho Pramono, M.Si (Silvikultur / Ekologi Benih)
Prof. Riset. Dr. Ir. Nina Mindawati, M.Si (Silvikultur)Dr. Ir. Budi Leksono, MP (Pemuliaan)
Mitra BestariDr. Ir. Supriyanto (Fisiologi Pohon)
Prof. Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M.Sc.F.Trop (Genetik)Dr. Ir. Muhdin, M.Sc (Statistika)
Dr. Ir. Trimuji Ermayanti (Biotek)
Redaksi Pelaksana
Ketua Merangkap AnggotaIwan Setiawan, SE
AnggotaIda Saidah, S.Kom
Sekretariat Dewan RedaksiIda Saidah, S.Kom
Yulia Pranawati, A.Md
Diterbitkan olehBalai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
Badan Penelitian, Pengembangan dan InovasiKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Terbit Pertama kali Agustus 1996 dengan judul Tekno Benih (ISSN 1410-1157),sejak Agustus 2003 berganti judul menjadi Info Benih (ISSN 1693-5314),
dan sejak Agustus 2013 berganti judul menjadi Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan (ISSN 2354-8568)
AlamatBalai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
Jl. Pakuan Ciheuleut P0 Box 105 Bogor, Telp./fax : (0251)8327768Website : www.bptpbogor.litbang.dephut.go.id
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTANVol. No.1, Agustus 2013 5
DAFTAR ISI
1. IDENTIFIKASI HAMA PENYEBAB GALL PADA DAUN BIBIT NYAWAI (Ficus variegata L.)Pest identification cause of gall on seedling leaves of nyawai L. (Ficus variegata )
Tati Suharti dan Danu _____________________________________________________
2. MORFOLOGI, ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIA BENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIH Morphology, Anatomy and Chemical Compound of Mindi Seed from Various Seed Sources
_______________ Yulianti, Nurheni Wijayanto, Iskandar Z. Siregar dan IGK Tapa Darma
3. KARAKTERISTIK PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN SERTA POTENSI REPRODUKSI WERU (Albizia procera) DI PANCURENDANG-MAJALENGKA Flowering and Fruiting Characteristics and Reproductive Potency of Weru (Albizia procera) at Pancurendang-Majalengka
Dida Syamsuwida, Dharmawati FD dan Sofwan Bustomi ________________________
4. PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.) PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE PENYIMPANANThe Changes of Viability and Seed Biochemistry on Bambang lanang (Michelia champaca Linn.) at Different Drying Time and Storage Methods
Naning Yuniarti dan Nurhasybi ______________________________________________
5. PENINGKATAN DAYA DAN KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH MALAPARI (Pongamia pinnata)The Enhancement of the Rate and Capacity of Germination of Malapari (Pongamia pinnata) Seeds
Eliya Suita dan Dida Syamsuwida _____________________________________________
6. PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH (Anthocephalus macrophyllus (ROXB.) HAVIL)The use of Mycorrhizae and NPK Fertilizer in Seedling Growth of Red-Jabon (Anthocephalus macrophyllus ( .) )Roxb Havil
Danu, Rina Kurniaty dan Nina Mindawati ________________________________________
ISSN 2354-8568
1-8
9-19
21-30
31-41
43-50
51-59
UCAPAN TERIMA KASIH
Sekretariat Redaksi Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan mengucapkan terima kasih dan
pengharagaan yang setinggi-tingginya kepada Dewan Redaksi yang telah mengkoreksi dan melakukan
pencermatan terhadap naskah yang akan muat di Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan dan Mitra Bestari
(Peer reviewer) yang telah menelaah naskah yang dimuat pada Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Edisi
Vol.3 No.1 Tahun 2015 ini.
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN
ISSN 2354-8568
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dicopy tanpa ijin dan biaya.
UDC/ODC 630*44Tati Suharti dan Danu (Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan)IDENTIFIKASI HAMA PENYEBAB GALL PADA DAUN BIBIT NYAWAI(Ficus variegata L.)J. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.3 No.1 p. 1-8
Salah satu kendala di persemaian Ficus variegata L. (nyawai) adalah hama. Oleh karena itu, identifikasi hama, gejala serangan hama dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit merupakan aspek yang perlu diketahui untuk mengetahui teknik pengendalian yang tepat. Sebanyak 90 bibit digunakan sebagai sampel. Metode penelitian yaitu pengamatan gejala, persentase serangan, jenis hama dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit. Gejala serangan hama pada daun nyawai yaitu berupa terbentuknya gall. Serangga yang menyebabkan gall pada daun nyawai yaitu Pauropsylla sp. (Homoptera : Psyllidae). Hasil pengamatan menunjukkan serangan gall dapat menghambat pertumbuhan bibit umur 6 bulan. Tinggi bibit yang sehat 39, 28 cm, terinfeksi ringan 32, 95 cm sedangkan terinfeksi berat 32,65 cm.
Kata kunci : Ficus variegata L., gall, Pauropsylla sp.
UDC/ODC 630*176.1Yulianti , Nurheni Wijayanto , Iskandar Z. Siregar dan IGK Tapa Darma Balai Penelitian Teknologi 1 2 2 2 1)
(Perbenihan Tanaman Hutan- Bogor Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB
2), )
MORFOLOGI , ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIA BENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIHJ. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.3 No.1 p. 9-19
Perkecambahan benih mindi (Melia azedarach) masih mengalami kendala, yang terekspresikan dari masih rendahnya daya berkecambah benih, sehingga akan mempengaruhi penyediaan bibit mindi yang berkualitas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui struktur morfologi, anatomi serta kandungan kimia pada benih mindi. Struktur morfologi dan anatomi benih didasarkan pada struktur makroskopis dan mikroskopis, sedangkan kandungan kimia benih adalah lignin, lemak dan Abscisic acid (ABA). Berdasarkan hasil pengujian terhadap struktur anatomi benih mindi, ketebalan endocarp berkisar antara 331,4 –1448,2 µm dan tebal testa berkisar 41,9–148,6 µm, dengan kerapatan sel berkisar 2031-4635 sel per mm . Benih mindi mengandung ABA cukup tinggi (0,0386- 0,0955 mg/g) dengan kadar lignin pada 2
kulit benih termasuk kategori sedang yaitu berkisar antara 22,26-26,57%. Keberadaan ABA pada benih dapat menjadi faktor penghambat dalam perkecambahan, demikian pula dengan ketebalan dan kekerasan endocarp yang disebabkan oleh adanya lignin. Oleh karena itu perlu dilakukan delignifikasi untuk dapat meningkatkan daya berkecambah benih mindi.
Kata kunci : Anatomi, benih, biokimia, Melia azedarach
Vol.3 No.1, Agustus 2015
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN
ISSN 2354-8568
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dicopy tanpa ijin dan biaya.
UDC/ODC 630*181.511) 1) 2) 1)Dida Syamsuwida , Dharmawati FD dan Sofwan Bustomi ( Balai Penelitian Teknologi Perbenihan
2)Tanaman Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan)KARAKTERISTIK PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN SERTA POTENSI REPRODUKSI WERU (Albizia procera) DI PANCURENDANG-MAJALENGKA J. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.3 No.1 p. 21-30
Weru ( ) adalah tanaman Leguminosae yang memiliki berbagai manfaat mulai dari kayu Albizia proceraenergi, daun untuk pakan ternak hingga peneduh pada perkebunan teh. Tujuan penelitian adalah memberikan informasi karakteristik pembungaan dan pembuahan serta potensi reproduksinya sehingga waktu pemanenan yang tepat dapat diketahui dan produksi buah yang dihasilkan dapat diestimasi. Pengamatan dilaksanakan di Desa Pancurendang, Kabupaten Majalengka. Sebanyak 10 pohon sampel dipilih untuk pengamatan pembungaan dan masing-masing ditandai 5 cabang berbunga. Hasil pengamatan menunjukkan inisiasi bunga weru terjadi lebih dari 2 bulan, dengan siklus reproduksi tanaman berlangsung selama 7-8 bulan. Siklus diawali dengan munculnya tunas generatif pada bulan Februari, kemudian menjadi kuncup bunga pada bulan Maret dan bunga mekar bulan April. Perkembangan menjadi buah muda pada bulan Mei-Juni. Pemanenan buah dapat dilakukan pada bulan September-Oktober. Ratio bunga menjadi buah ( ) weru rata-rata 41%, 85% dan fruit set seed setkeberhasilan reproduksi (KRSP) 35%.
Kata kunci: keberhasilan reproduksi, rasio bunga-buah, siklus reproduksiAlbizia procera,
UDC/ODC 630*232.315Naning Yuniarti dan Nurhasybi (Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan)PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.) PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE PENYIMPANANJ. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.3 No.1 p. 31-41
Selama pengeringan dan penyimpanan, benih bambang lanang mengalami proses kemunduran benih. Kemunduran benih adalah mundurnya mutu viabilitas benih yang dapat menyebabkan perubahan menyeluruh di dalam benih baik fisik, fisiologis maupun kimiawi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan viabilitas dan kandungan biokimia benih bambang lanang pada berbagai tingkat pengeringan dan metode penyimpanan. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola faktorial dengan 2 faktor, yaitu : faktor lama pengeringan (0, 24, 48 dan 72 jam) dan faktor metode simpan (0 minggu/kontrol, 2 minggu+ruang suhu kamar, 2 minggu+kulkas, dan 2 minggu+DCS). Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengeringan dan metode penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air, daya berkecambah, dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat, protein) benih bambang lanang, yaitu semakin lama pengeringan dan setelah penyimpanan, akan menyebabkan adanya perubahan viabilitas (kadar air dan daya berkecambah) dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat, dan protein) benih bambang lanang, yaitu menurunnya nilai kadar air dan daya berkecambah, meningkatnya kadar lemak dan protein, serta menurunnya kadar karbohidrat pada benih bambang lanang. Benih bambang lanang yang disimpan di ruang suhu kamar dapat menghasilkan viabilitas benih yang lebih baik dibandingkan dengan di DCS dan kulkas.
Kata kunci : benih bambang lanang, viabilitas, biokimia, pengeringan, penyimpanan
Vol.3 No.1, Agustus 2015
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN
ISSN 2354-8568
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dicopy tanpa ijin dan biaya.
UDC/ODC 630*232.318Eliya Suita dan Dida Syamsuwida (Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan)PENINGKATAN DAYA DAN KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH MALAPARI (Pongamia pinnata)J. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.3 No.1 p. 43-50
Malapari adalah tanaman legume yang berpotensi sebagai sumber bioenergi. Dalam rangka penanamannya diperlukan benih berkualitas secara fisiologis. Tujuan penelitian adalah mendapatkan perlakuan yang tepat untuk meningkatkan daya dan kecepatan berkecambah benih malapari. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial. Perlakuan yang digunakan meliputi penurunan kadar air (kontrol dan kadar air benih diturunkan), perlakuan pendahuluan (perendaman air selama 24 jam, air kelapa selama 3 dan 6 jam) dan kondisi penaburan (bak kecambah terbuka dan tertutup plastik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih malapari dapat ditingkatkan dengan menurunkan kadar air benih hingga mencapai 41,80%, dan ditabur pada kondisi bak terbuka. Perlakuan ini menghasilkan nilai daya berkecambah dan kecepatan berkecambah masing-masing 99% dan 4,48%KN/etmal, dengan lama waktu yang diperlukan untuk berkecambah rata-rata selama 13,75 hari.
Kata kunci: kadar air, , perlakuan pendahuluan, perkecambahan benihPongamia pinnata
UDC/ODC 630*232.322.431) 1) 2) 1)
Danu , Rina Kurniaty dan Nina Mindawati ( Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, 2)Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan)PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH ( (ROXB.) HAVIL)Anthocephalus macrophyllusJ. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.3 No.1 p. 51-59
Pembangunan hutan tanaman jabon merah (Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil) memerlukan bibit yang bermutu. Bibit berkualitas dapat dihasilkan dengan mengoptimalkan proses fisiologis tanaman seperti fotosintesa dan metabolisme yang dipengaruhi oleh faktor luar seperti sinar matahari, tersedianya air, hara mineral dan kondisi tempat tumbuh. Selain itu penambahan inokulan mikoriza dan pupuk dapat memacu pertumbuhan dan meningkatkan daya hidup bibit. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh penggunaan mikoriza dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit jabon merah. Penambahan mikoriza 5 gram dan NPK 0,5 - 1,0 gram/polybag media tanah solum B dapat menghasilkan pertumbuhan tinggi bibit jabon merah 28,33 – 30,33 cm dan diameter 5,42 – 6,70 mm pada umur 5 bulan.
Kata kunci: jabon merah, mutu bibit, mikoriza, pupuk
Vol.3 No.1, Agustus 2015
IDENTIFIKASI HAMA PENYEBAB GALL PADA DAUN BIBIT NYAWAI (Ficus variegata L.)
Tati Suharti dan Danu
1
IDENTIFIKASI HAMA PENYEBAB GALL PADA DAUN BIBIT NYAWAI(Ficus variegata L.)
Pest Identification Cause of G on Seedling Leaves of Nyawai .all (Ficus variegata L )
Tati Suharti dan DanuBalai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
Jl. Pakuan Ciheuleut P.O. BOX. 105. Bogor 16001 Telp. (0251) 8327768Email : tie [email protected]
Naskah masuk : 11 September 2014; Naskah direvisi : 15 September 2014; Naskah diterima : 2 Juli 2015
ABSTRACT
Pests attack is one of the obstacles encountered in L. nyawai nursery. Therefore, identification Ficus variegata ( )of the pests, their symptoms of attack and the effect of gall on growth of nyawai seedlings are urgently needed to determine the appropriate control techniques. A sample of 90 seedling were observed. It was found out that pests attack symptom on the surface of leaves were gall. Insect that causes leaf gall on nyawai is old Pauropsylla sp. (Homoptera: Psyllidae). The results showed that gall can inhibit seedling growth of 6 months. Height of healthy seedlings was 39,28 cm, lightly infected was 32,95 cm while heavily infected at 32,65 cm, in average.
Keywords Ficus variegata , gall, Pauropsylla sp.: L.
ABSTRAK
Salah satu kendala di persemaian L. (nyawai) adalah hama. Oleh karena itu, identifikasi hama, Ficus variegata gejala serangan hama dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit merupakan aspek yang perlu diketahui untuk mengetahui teknik pengendalian yang tepat. Sebanyak 90 bibit digunakan sebagai sampel. Metode penelitian yaitu pengamatan gejala, persentase serangan, jenis hama dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit. Gejala serangan hama pada daun nyawai yaitu berupa terbentuknya . Serangga yang menyebabkan gall gallpada daun nyawai yaitu sp. (Homoptera : ). Hasil pengamatan menunjukkan serangan Pauropsylla Psyllidae gall dapat menghambat pertumbuhan bibit umur 6 bulan. Tinggi bibit yang sehat 39,28 cm, terinfeksi ringan32,95 cm sedangkan terinfeksi berat 32,65 cm.
Kata kunci : L , sp.Ficus variegata . gall, Pauropsylla
I. PENDAHULUAN
Jenis tanaman yang banyak dikembangkan
dalam hutan tanaman antara lain akasia,
eukaliptus, sengon dan jabon. Salah satu jenis
alternatif yang cukup menjanjikan untuk
dikembangkan sebagai jenis hutan tanaman
adalah nyawai ( L.) (Effendi, Ficus variegata
2012). Nyawai termasuk jenis pioner yang
membutuhkan cahaya ( ) dan memiliki intolerant
pertumbuhan cepat ( ) (Haryjanto fast growing
dan Prastyono, 2014).
Kayu nyawai dapat digunakan untuk kayu
pertukangan dan kayu lapis ( ), bahkan plywood
dapat digunakan untuk face veneer karena
memiliki corak kayu yang baik, dimana
kayunya berwarna cerah, yaitu kuning
keputihan (Haryjanto dan Prastyono, 2014).
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 1-8ISSN : 2354-8568
2
Manfaat lain dapat digunakan sebagai obat
diare, penyakit kulit dan penawar racun
binatang berbisa (Hidayat, 1991 Aryani dalam
et al., 2009).
Salah satu kendala yang sering dihadapi
dalam pengembangan hutan tanaman, adalah
gangguan hama. Hama dapat menyerang benih,
bibit di persemaian dan tanaman di lapangan.
Keberadaan hama dapat menghambat pertum-
buhan bibit, selanjutnya dapat mengurangi
produksi bibit siap tanam sehingga merugikan
secara ekonomi.
Serangga merupakan kelompok hama yang
sering menyebabkan kerusakan pada bibit
maupun tanaman di lapangan. Hama ini dapat
menyerang semua organ tanaman. Salah satu
gejala khas pada daun yang disebabkan hama
adalah terbentuknya . merupakan gall Gall
gejala berupa jaringan yang mengalami
perubahan bentuk ( ) seperti malformasi
bintil/puru.
Identifikasi hama penting dilakukan untuk
mengetahui teknik pengendalian yang tepat.
Identifikasi dilakukan dengan mengamati gejala
serangan hama dan jenis hama yang menyerang.
Dengan demikian perlu adanya penelitian
identifikasi hama yang menyerang bibit nyawai
sehingga dapat diketahui teknik pengendalian
yang tepat.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk menge-
tahui jenis hama penyebab pada daun bibit gall
nyawai dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan
bibit nyawai umur 6 bulan.
II. BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan pada bulan Januari
sampai Juni tahun 2014 di laboratorium hama
dan penyakit Balai Penelitian Teknologi
Perbenihan Tanaman Hutan, Bogor.
Bahan penelitian yang digunakan yaitu
benih nyawai yang dikumpulkan dari Kebun
Raya Cibodas, alkohol 70%, kapas, kertas koran
dan kertas label. Alat-alat yang digunakan
adalah mikroskop, kuas kecil, gunting, gelas
obyek, gelas penutup, wadah plastik dan
kamera.
Metode penelitian yaitu mengamati gejala
serangan hama ( ) pada daun bibit nyawai gall
sebanyak 90 bibit (3 ulangan x 30 bibit) dan
persentase serangan setiap bulan sampai bibit
berumur 6 bulan. Pada umumnya distribusi
sampling dari rata-rata sampel akan mendekati
distribusi normal jika ukuran sampelnya lebih
besar dari 30 sehingga hasil penelitian cukup
representatif (Nurudin 2014).et al.,
Hama yang ditemukan di bagian dalam
daun, kemudian dikoleksi basah yaitu
dimasukkan ke dalam larutan alkohol 70%.
Hama diidentifikasi menggunakan mikroskop
stereo dengan cara membandingkan morfologi
serangga yang ditemukan dengan buku
identifikasi serangga. Selanjutnya mengamati
pengaruh serangan hama terhadap gall
pertumbuhan bibit umur 1 bulan hingga 6 bulan,
pengamatan dilakukan pada bibit sehat, bibit
dengan persentase kerusakan ringan (<25%/
luasan daun) dan bibit dengan persentase
3
kerusakan berat (> 50 %/luasan daun) (Leatemia
dan Rumthe, 2011).
Analisis ragam digunakan untuk melihat
pengaruh serangan hama dan penyakit terhadap
persentase kerusakan daun, tinggi bibit dan
diameter bibit. Data dianalisis menggunakan Uji
F dan apabila terdapat perbedaan diantara
perlakuan kemudian dilakukan uji beda lanjutan
dengan menggunakan uji Duncan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gejala serangan hama ( ) pada daun gall
nyawai
Persentase serangan hama pada bibit gall
ditunjukkan oleh persentase kerusakan daun
berdasarkan luasan daun (Leatemia dan
Rumthe, 2011). Persentase kerusakan bibit
nyawai pada berumur 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan,
4 bulan, 5 bulan dan 6 bulan yaitu masing-
masing sebesar 8%, 15%, 32%, 58,89%, 78,89%
dan 90%. Serangan hama meningkat seiring gall
umur bibit. Hal ini karena hama menyebar dari
tanaman satu ke tanaman lainnya.
Gall adalah suatu keadaan struktur tanaman
yang tidak normal yang terbentuk sebagai
respon terhadap serangan organisme tertentu
seperti cendawan, bakteri, virus atau serangga.
Gall dapat berkembang melalui proliferasi sel
atau pembesaran ukuran sel (Nurhayati, 2010).
Serangan pada bibit nyawai disebabkan gall
oleh serangga. Gejala terjadi di permukaan gall
atas daun, berbentuk padat, berwarna hijau
muda (Gambar 1). tingkat lanjut seperti Gall
mahkota bunga sebagai jalan munculnya imago.
Berdasarkan pengamatan, permukaan daun
yang terserang menguning.gall
IDENTIFIKASI HAMA PENYEBAB GALL PADA DAUN BIBIT NYAWAI (Ficus variegata L.)
Tati Suharti dan Danu
a b c d e
Gambar 1. Tahapan pembentukan (Figure) gall (Stage of gall forming)
Keterangan ( : a. daun sehat/Remarks) healthy leafb. permukaan daun bergelombang/ eaf surfacecorrugated lc. muncul kecil/gall small gall appearedd. membesar/gall big gall
e. berbentuk mahkota/gall gall opened a like crown
4
Berdasarkan pengamatan timbul gall
pertama kali pada daerah dimana terjadi
peletakan telur ( ) oleh imago betina. oviposisi
Pada daerah ini terjadi perubahan warna daun
yaitu daun menguning. Secara bertahap daerah
yang mengalami perubahan warna meningkat,
permukaan bawah daun menjadi bergelombang/
muncul daerah cembung kemudian timbul
tonjolan kecil dan runcing pada permukaan
bawah daun. Selanjutnya tonjolan yang runcing
membengkak kemudian menjadi bulat yang
tidak teratur. (Gambar 2).
Gambar (Figure) 2. Tahapan pembentukan gall pada permukaan bawah daun (Phases formation of gall on abaxial surfaces)
Keterangan ( : a. daerah peletakan telur (tonjolan runcing) / Remarks) the egg placements area / a pointed the bulge b. permukaan daun membengkak / the leaf surface swelled c. muncul gall / appearing small gall
a b c
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 1-8ISSN : 2354-8568
Pada permukaan atas daun, mula-mula
helaian daun bergelombang akibat terjadi
pembengkakan jaringan kemudian muncul
tonjolan bergelombang selanjutnya timbul
benjolan kecil yang lambat laun membesar dan
bertumpuk. Seiring waktu bentuk tonjolan
berubah menjadi bulat yang tidak teratur (puru).
Puru berkembang dan membesar. Berdasarkan
pengamatan, diameter tingkat lanjut gall
berkisar 3 – 5 mm. Pada tahap ini banyak
ditemukan nimfa akhir. Selanjutnya puru
berubah struktur seperti mahkota bunga
(Gambar 3).
g
f
e h
a
b
c
d
Gambar ( 3. Tahapan pembentukan pada permukaan atas daun/Figure) gall Phases formation of gall on adaxial surface
Keterangan ( :Remarks) a, b, c,d, e: jaringan membesar ( berisi nimfa tingkat awal/gall) enlarge leaf tissue (gall) contains nymphs initial level
f: imago sp. dalam tingkat akhir / sp. Pauropsylla gall adult Pauropsylla at the end of the level gall g: membuka, imago terbang/ gall gall opened, adult is flew h: mengering/gall the gall become dry
5
Albert . (2011) menjelaskan proses et al
terbentuknya yaitu adanya stimulus kimia gall
menyebabkan terjadinya pembelahan sel. Pada
awalnya jaringan parenkim palisade dan
parenkim spons tidak rusak. Jaringan epidermis
mengalami pertumbuhan yang cepat dan diikuti
parenkim spons, selanjutnya epidermis
mengalami retak. Sekresi saliva dari imago
betina menyebabkan pecahnya sel epidermis
dan parenkim. dalam parenkim Hiperplasia
palisade sangat jelas terlihat. Ukuran sel
bertambah dan secara bertahap kehilangan
kloroplas. Pada tahap awal, nimfa berada di
dalam Kemudian nimfa memakan sel yang gall.
mengelilingi rongga yang mengandung banyak
pati yang membentuk jaringan nutrisi. Ruang
tempat nimfa berada bertambah besar seiring
perkembangan nimfa. Dengan pecahnya sel,
ruang dimana nimfa berada menjadi bertambah
besar dan nimfa menyelesaikan siklus hidupnya.
Selanjutnya berkembang, bertambah gall
banyak dan menyebar hampir di seluruh
permukaan daun. Seluruh seperti ber-gall
daging. Nimfa instar 3 atau 4 muncul dari lubang
( yang berada di bagian tengah .ostiole) gall
B. Jenis serangga yang menyebabkan gall
pada daun nyawai
Serangga yang menyebabkan pada gall
daun nyawai yaitu sp. (Gambar 4). Pauropsylla
Serangga ini digolongkan ke dalam ordo
Homoptera, famili Psyllidae. Genus ini
ditemukan juga pada jenis pulai (Albert ., et al
2011). Berdasarkan pengamatan, serangga
banyak ditemukan pada bagian tanaman yang
muda seperti pucuk, kuncup, dan daun muda.
Berdasarkan pengamatan morfologi
Pauropsylla sp. antara lain panjang imago rata-
rata 1 mm dan lebar rata-rata 0,5 mm. Warna
tubuh coklat kemerahan sampai coklat tua
sedangkan antena dan tungkai berwarna kuning,
mata coklat muda, sayap berbentuk seperti
selaput dan bening. Nimfa berwarna kuning
cerah dengan mata coklat, sayap dan antena
bening, bergerak sangat lamban (Gambar 4).
Pauropsylla sp. merupakan serangga
dengan metamorfosis tidak sempurna
(hemimetabola) yang mana tidak mempunyai
fase larva dan pupa. Siklus hidup Pauropsylla
sp. yaitu telur kemudian nimfa selanjutnya
imago (Albert ., 2011).et al
IDENTIFIKASI HAMA PENYEBAB GALL PADA DAUN BIBIT NYAWAI (Ficus variegata L.)
Tati Suharti dan Danu
Gambar ( ) 4. (a) Nimfa ( ) dan (b) imago ( sp.Figure nymph adult) Pauropsylla
(foto/photo : Tati Suharti)
6
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 1-8ISSN : 2354-8568
Identifikasi gejala serangan hama dan cara
hidup hama merupakan aspek yang perlu
diketahui untuk mengetahui teknik pengen-
dalian yang tepat. Serangga sp. Pauropsylla
pada tingkat nimfa melakukan aktivitas makan
di dalam dengan cara menusuk dan gall
menghisap. Dengan demikian teknik pengen-
dalian yang tepat untuk hama ini yaitu
pemilihan insektisida dengan cara kerja
sistemik.
Alternatif lain yang ramah lingkungan
adalah aplikasi biopestisida alami salah satunya
dengan bahan aktif azadirachtin yang
terkandung pada tanaman mimba. Mimba dapat
menyebabkan mortalitas nimfa serangga
Psyillidae mencapai 100 % (Quarles, 2013).
C. gallPengaruh serangan terhadap
pertumbuhan bibit nyawai
Pengaruh serangan terhadap pertum-gall
buhan bibit nyawai umur 6 bulan terdapat pada
Tabel 1.
Tabel ( ) 1. Pengaruh serangan terhadap pertumbuhan bibit nyawai Table gall (The effect of gall on growth of nyawai seedlings)
Sumber keragaman / Source of variance
Tinggi / Heights(cm)
Diameter / Diameters(mm)
Sehat / healthy
39,28 a
5,16
Terserang ringan / light attacked 32,95 b 5,11 Terserang berat / heavy attacked 32,65 b 5,09
Keterangan ( ): huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5% (Remarks The same letter are not significantly different by Duncan 5%)
Dari Tabel 1 terlihat bahwa serangan gall
tidak berpengaruh nyata terhadap diameter
namun berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit.
Tinggi bibit pada bibit yang terserang ringan
tidak berbeda nyata dengan bibit yang terserang
berat. Tinggi bibit yang sehat sebesar 39, 28 cm,
terinfeksi ringan sebesar 32, 95 cm sedangkan
terinfeksi berat 32,65 cm.
Arya . (1975) Albert .et al dalam et al
(2011) melaporkan bahwa hama ini
menyebabkan terjadinya perubahan kandungan
klorofil, karbohidrat, protein, asam nukleat,
fenol, (IAA) dan enzim. Pada indole acetic acid
jaringan yang membentuk terjadi gall
penurunan jumlah klorofil, peningkatan
karbohidrat, peningkatan protein terutama pada
tahap awal pembentukan dan menurun gall
seiring dengan perkembangan nimfa dan
peningkatan proline. Peningkatan protein pada
tahap awal pembentukan berhubungan gall
dengan aktivitas enzim yang cepat sebagai salah
satu respon adanya serangga sedangkan
rusaknya protein pada tingkat lanjut gall
menunjukkan serangga sudah keluar dari gall
dan kematian jaringan (Saini dan Sarin, gall
2012).
7
IDENTIFIKASI HAMA PENYEBAB GALL PADA DAUN BIBIT NYAWAI (Ficus variegata L.)
Tati Suharti dan Danu
Serangan dapat menyebabkan gall
pertumbuhan bibit terhambat, karena gall
menyebabkan proses fotosintesis terganggu.
Menurunnya jumlah klorofil berhubungan
dengan hilangnya jaringan palisade, tidak
adanya kloroplas dan perubahan pada jaringan
parenkim spons (Arya ., 1975 Albert et al dalam
et al., 2011). Klorofil merupakan komponen
kloroplas yang utama dan kandungan klorofil
relatif berkorelasi positif dengan laju foto-
sintesis (Li ., 2006 dalam Ai, 2012). et al
Menurut Dsouza dan Ravishankar (2014), gall
pada tidak menyebabkan Ficus glomerata
kerusakan yang berat pada hasil, namun
mengurangi nilai estetika tanaman sehingga
perlu dikendalikan.
IV. KESIMPULAN
Hama yang menyebabkan pada daun gall
nyawai L ) yaitu serangga jenis (Ficus variegata .
Pauropsylla . sp (Homoptera : Psyllidae).
Gejala terjadi di permukaan atas daun, gall
padat, berwarna hijau muda. tingkat lanjut Gall
seperti mahkota bunga sebagai jalan
munculnya imago. Serangan dapat gall
menghambat pertumbuhan bibit umur 6 bulan.
Tinggi bibit yang sehat sebesar 39,28 cm,
terinfeksi ringan sebesar 32, 95 cm sedangkan
terinfeksi berat 32,65 cm.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
Bapak R. Agus Hadi Setiawan, Bapak Sutrisno
dan Bapak Udin selaku teknisi dan petugas
lapangan yang telah membantu terlaksananya
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ai, N. S. 2012. Evolusi Fotosintesis pada Tumbuhan. Jurnal Ilmiah Sains 12 (1) : 28 -34.
Albert, S., A. Padhiar, D. Gandhi and P. Nityanand. 2011. Morphological, Anatomical and Biochemical Studies on The Foliar Galls of Alstonia scholaris.Revista Brasil. Bot. Vol. 34 (3) :343-358.
Aryani, N., Z. Zen, H. Syandri dan Jaswandi. 2009. Studi Nutrisi Buah Ara (Ficus racemosa L.) untuk pakan Ikan. Jurnal Natur Indonesia 12 (1) : 54 – 60.
Dsouza, M. R. and B. E. Ravishankar. 2014. Nutrional Sink Formation in Galls of Ficus glomerata Roxb. (Moraceae) by the Insect Pauropsylla depressa (Psyllidae, Hemip-tera). Tropical Ecology 55 (1) : 129 – 136.
Effendi, R. 2012. Kajian Keberhasilan Pertum-buhan Tanaman Nyawai. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 9 (2) : 95 – 104.
Haryjanto, L. dan Prastyono. 2014. Pendugaan Parameter Genetikenetik Semai Nyawai ( Blume) Asal Pulau Ficus variegataLombok. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea Vol. 3 (1) : 37 – 45.
Leatemia, A. dan R. Y. Rumthe. 2011. Studi Kerusakan Akibat Serangan Hama pada Tanaman Pangan di Kecamatan Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur, Propinsi Maluku. Jurnal Agroforestri 6 (1) : 52 – 56.
8
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 1-8ISSN : 2354-8568
Nurhayati, 2010. Senarai Istilah-Istilah Mikologi. Universitas Sriwijaya.
Nurudin, M., M. N. Mara dan D. Kusnandar. 2014. Ukuran Sampel dan Distribusi Sampling dari Beberapa Variabel Random Kontinu. Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) 3(1) : 1-6.
Quarles, W. 2013. IPM for Asian Citrus Psyllid and Huanglongbing Disease. IPM Practitioner, XXXIV(1/2).
Saini, D and R. Sarin. 2012. SDS- PAGE Analysis of Leaf galls of Alstonia scholaris (L.). Research Article. J. Plant Pathol. Microb. 3:121.
MORFOLOGI, ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIABENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIH
Yulianti, Nurheni Wijayanto, Iskandar Z. Siregar, IGK Tapa Darma
9
MORFOLOGI, ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIA BENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIH
Morphology, Anatomy and Chemical Compound of Mindi Seed from Various Seed Sources
Yulianti , Nurheni Wijayanto , Iskandar Z. Siregar dan IGK Tapa Darma1 2 2 2
1)Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan- Bogor 2)
Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB.Alamat E-mail : [email protected]
Naskah masuk : 14 Mei 2014; Naskah direvisi : 21 Mei 2014; Naskah diterima : 2 Juli 2015
ABSTRACT
Seed germination of mindi (Melia azedarach) are still having problems, expressed by the low germination capacity of mindi seeds, and it will affect the procurement of high quality seedling of mindi. The purpose of this study was to determine the anatomical structure and chemical compound of mindi seed. Anatomical structure of seeds based on macroscopic and microscopic structure, whereas the biochemical contents analyzed were lignin, fat and Abscisic acid (ABA). Based on the result of tests on seed anatomical structures of mindi showed that thicknesses of endocarp ranging from 331.4 -1448.2 µm and thicknesses of testa ranged from 41.9 to 148.6 µm, and cell density were 2031-4635 cells per mm . Mindi seeds contain a fairly high of ABA (0.0386 - 0.0955 mg/g) 2
with a high level of lignin in the endocarp ranging from 22.26 - 26.57%. The existence of the ABA on the seeds could be a limiting factor in germination, as well as the thickness and hardness of endocarp and also the lignin content. To increase the viability of mindi seed, delignification must be done.
Keywords : Anatomy, biochemical, Melia azedarach, seed
ABSTRAK
Perkecambahan benih mindi (Melia azedarach) masih mengalami kendala, yang terekspresikan dari masih rendahnya daya berkecambah benih, sehingga akan mempengaruhi penyediaan bibit mindi yang berkualitas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui struktur morfologi, anatomi serta kandungan kimia pada benih mindi. Struktur morfologi dan anatomi benih didasarkan pada struktur makroskopis dan mikroskopis, sedangkan kandungan kimia benih adalah lignin, lemak dan Abscisic acid (ABA). Berdasarkan hasil pengujian terhadap struktur anatomi benih mindi, ketebalan endocarp berkisar antara 331,4 –1448,2 µm dan tebal testa berkisar 41,9–148,6 µm, dengan kerapatan sel berkisar 2031-4635 sel per mm . Benih mindi mengandung ABA cukup 2
tinggi (0,0386- 0,0955 mg/g) dengan kadar lignin pada kulit benih termasuk kategori sedang yaitu berkisar antara 22,26-26,57%. Keberadaan ABA pada benih dapat menjadi faktor penghambat dalam perkecambahan, demikian pula dengan ketebalan dan kekerasan endocarp yang disebabkan oleh adanya lignin. Oleh karena itu perlu dilakukan delignifikasi untuk dapat meningkatkan daya berkecambah benih mindi.
Kata kunci : Anatomi, benih, biokimia, Melia azedarach
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 9-19ISSN : 2354-8568
10
I. PENDAHULUAN
Dalam Peraturan Menteri Kehutanan
No.P.33/Menhut-II/2007 terdapat uraian jenis-
jenis kayu yang dihasilkan dari hutan hak atau
hutan rakyat, diantaranya adalah mindi (Melia
azedarach). Jenis ini sudah cukup berkembang
di hutan rakyat dan kayu yang dihasilkan
mempunyai nilai ekonomis dan dikenal di
pasaran.
Untuk pengembangan hutan rakyat dengan
jenis mindi, perlu ditunjang dengan penyediaan
benih yang berkualitas tinggi, baik kualitas
fisik, fisiologik maupun genetik. Salah satu
penentu kualitas benih adalah sumber benih
yang digunakan karena sangat berkaitan dengan
mutu genetik benih. Sedangkan hal lain yang
cukup penting dalam pengadaan benih mindi
adalah teknik penanganannya, karena akan
berkaitan dengan mutu fisik dan fisiologik
benih. Salah satu permasalahan dalam
penanganan benih mindi adalah perkecam-
bahannya, hal ini disebabkan kulit benih mindi
cukup keras, sehingga mengalami dormansi
fisik, tanpa perlakuan pendahuluan, benih akan
berkecambah secara alami setelah 3 bulan.
Pematahan dormansi dapat dilakukan secara
fisik dan kimiawi (Pramono dan Danu, 1998).
Secara fisik dengan meretakkan kulit benih dan
secara kimiawi melalui perendaman dalam
larutan asam sulfat (H SO ) pekat (95–97%) 2 4
selama 40 menit (Suciandri dan Bramasto,
2005). Selain dengan asam sulfat, dapat pula
digunakan air kelapa muda untuk pematahan
dormansi (Kurniaty ., 2003; Suita ., et al et al
2005).
Pematahan dormansi fisik pada benih akan
lebih efektif apabila diketahui struktur
morfologi dan anatomi serta kandungan kimia
yang ada pada benih. Struktur kulit benih dapat
dipengaruhi oleh tempat tumbuh, terutama
ketebalannya sebagai faktor adaptasi terhadap
lingkungan. Beberapa penelitian menunjukkan
adanya variasi sifat morfologi benih antar
populasi seperti pada di Celtis australis
Himalaya Tengah, India (Singh ., 2006), et al
Trigonobalanus doichangensis di Cina Selatan
(Zheng ., 2009), namun ada juga yang et al
menunjukkan kesamaan dalam morfologi benih
antar populasi seperti pada benih Calluna
Salisb. (Fagundez dan Izco, 2004). Variasi antar
kelompok benih yang berasal dari sumber
berbeda juga terjadi juga pada tingkat
dormansinya dan juga daya simpan benih
(Kusumawardhani, 1997). Tujuan penelitian ini
mengetahui struktur morfologi dan anatomi
secara makroskopis dan mikroskopis kulit benih
mindi serta kandungan kimia pada benih yang
meliputi kandungan (ABA), Abscisic acid
lemak dan lignin pada benih mindi dari berbagai
asal benih.
II. BAHAN DAN METODE
Benih mindi yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari 6 populasi di hutan
rakyat di Jawa Barat (Tabel 1).
11
Pengamatan struktur morfologi dan
anatomi benih dilakukan di Laboratorium
Anatomi Kayu, Pusat Penelitian Teknologi dan
Pengolahan Hasil Hutan, Badan Litbang
Kehutanan Bogor, sedangkan pengujian kan-
dungan kimia benih dilakukan di Laboratorium
Balai Penelitian Obat dan Aromatik, Kemen-
terian Pertanian serta di Laboratorium Kimia
Kayu, Fakultas Kehutanan, IPB.
Penelitian struktur morfologi dan anatomi
benih menggunakan 5 butir benih dari masing-
masing lokasi. Adapun tahapannya adalah
sebagai berikut : (1) pembuatan preparat dengan
menggunakan Metode Sass (Sass, 1961), dan (2)
pengamatan dan pengukuran preparat di bawah
mikroskop. Untuk pengukuran struktur mikro
digunakan Mikroskop Axio Imager A1m Zeiss
dan untuk makroskopis digunakan Mikroskop
Discovery Zeiss. Pembesaran diatur hingga
mendapatkan gambar yang jelas untuk diamati
dan diukur, pembesaran berkisar antara 2,5–20
kali (untuk mikroskopis) dan 2,5–5 kali (untuk
makroskopis) serta pembuatan foto struktur
mikroskopis dan makroskopis. Variabel struktur
morfologi dan anatomi yang diamati adalah
ukuran benih (panjang benih, diameter benih
dan bobot benih), struktur makroskopis kulit
benih (tebal endocarp dan testa) dan struktur
mikroskopis kulit benih (panjang sel, diameter
sel, diameter lumen dan tebal dinding sel).
Pengukuran kadar lignin, lemak dan
Abscisic acid (ABA) menggunakan 100 gram
benih dari setiap lokasi. Metode pengujian
kadar lemak digunakan metode destilasi
sedangkan untuk pengujian ABA digunakan
TLC Scanner, kedua pengujian ini dilakukan di
Laboratorium Balai Penelitian Obat dan
Aromatik, Kementerian Pertanian.
No Nama lokasiName of location
Letak geografisGeographical site
Ketinggian
Altitude(m dpl)
SuhuTemperature
(ºC)
RHHumidity
(%)
1. Desa Nagrak, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor
06º 40’ 472” S 106º 53’ 615”E
250 - 350 26-27 70
2. Kampung Coblong, Tegal Mindi, Desa Sukakarya, Kec. Megamendung, Kab. Bogor
06º 40’ 477” S 106º 53’ 635”E
711 - 721 25,4 73
3. Desa Legok Huni, Kec. Wanayasa. Kab. Purwakarta
06º 39’ 378” S 107º 32’ 479”E
617 28,6 70
4. Desa Babakan Rema, Kec. Kuningan, Kab. Kuningan
06º 45’ S 108º20’ E
417 26-28 50-65
5. Kampung Gambung , Desa Mekarsari Kec. Pasir Jambu. Kab. Bandung
07º 14’ S 107º 51’44”E
1250 - 1346
25 83
6. Desa Padasari, Kec. Cimalaka, Kab. Sumedang
06º 47’ S 107º 56’E
600 - 700 30 80 - 85
MORFOLOGI, ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIABENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIH
Yulianti, Nurheni Wijayanto, Iskandar Z. Siregar, IGK Tapa Darma
Tabel (Table) 1. Enam lokasi pengambilan bahan penelitian di Jawa Barat (Six location of material experiment at West Java)
12
Rancangan percobaan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), data
hasil pengamatan dan pengukuran dianalisis
menggunakan analisis ragam, dan apabila hasil
analisis ragam menunjukkan adanya beda nyata
antar variabel, dilakukan uji beda nyata Tukey.
Selain itu juga dilakukan penghitungan nilai
korelasi antar parameter yang diukur.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Morfologi dan anatomi benih
Pengamatan morfologi dan struktur
anatomi benih mindi dilakukan terhadap ukuran
benih yang meliputi panjang, diameter dan
bobot benih, tebal dan , kerapatan endocarp testa
sel dan ukuran sel penyusun . Hasil endocarp
pengamatan dan hasil uji beda nyata untuk
setiap variabel tersaji pada Tabel 2.
Tabel ( ) 2. Morfologi dan anatomi benih mindi dari berbagai asal benihTable (Morphology and anatomy of mindi seed from several seed source)
Asal benih Seed source
Panjang benih Seed length (mm)
Diameter benih Seed diameter (mm)
Berat benih Seed weight (g)
Tebal endocarp Endocarp thickness (µm)
Tebal testa Testa hickness (µm)
Kuningan 10,40±1,50 a 6,34±1,44 a 0,25±0,08a 1252,2±10,5a 117,7±5,4ab Nagrak 12,45±1,19 c 7,87±0,55 c 0,44±0,08c 1448,2±19,8a 198,6±9,65a Sumedang 11,46±1,69 b 7,82±0,61 c 0,42±0,11c 1250,0±22,8a 87,6±7,23b Gambung 11,95±2,05 bc 7,03±0,62 b 0,31±0,08b 455,50±11,2b 68,7±6,3b Megamendung 11,69±0,71 bc 7,14±0,41 b 0,35±0,06b 331,40±6,9b 29,37±3,1b Wanayasa 11,58±0,87 bc 7,22±0,54 b 0,36±0,09b 425,90±8,9b 41,9±2,2b Rata-rata 11,58±0,68 7,23±0,56 0,36±0,07 860,50±22,51 90,7±61,65
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 9-19ISSN : 2354-8568
Benih asal Nagrak mempunyai ketebalan
endocarp testa dan serta ukuran benih terbesar
diantara asal benih lainnya (Tabel 2). Ketebalan
kulit benih akan berdampak kepada proses
perkecambahan benih. Hal ini akan menjadi
penghalang bagi masuknya air dan oksigen serta
inhibitor menjadi tertahan dalam benih (Bewley
dan Black, 1986). Ketersediaan air dan oksigen
yang cukup sangat membantu embrio untuk
mendorong tumbuhnya bakal akar ( ) dan radikel
bakal tunas. Adanya kendala dalam hal
ketebalan dan kekerasan kulit benih, menyebab-
kan benih mengalami dormansi fisik.
Ketebalan dan kekerasan kulit benih mindi
dapat dilihat dari kerapatan sel per mm , serta 2
ukuran sel penyusun kulit benih. Hasil
pengamatan dan uji beda nyata terhadap struktur
dan ukuran jaringan penyusun kulit benih mindi
dapat dilihat pada Tabel 3.
13
Tabel 3. Anatomi sel penyusun kulit benih mindi (Table ) (Anatomical component cell of mindi seed testa)
Tebal dinding sel merupakan bagian yang
umumnya ditempati oleh lignin. Tebal dinding
sel yang terendah adalah pada benih asal
Nagrak, yang diikuti oleh benih asal Sumedang
dan yang paling tebal dinding selnya adalah
benih asal Gambung (Tabel 3). Berdasarkan
data tersebut sel penyusun kulit benih asal
Gambung berbentuk lebih tebal dibandingkan
sel penyusun benih asal Sumedang ataupun
Nagrak.
Diameter sel dan diameter lumen sel
penyusun kulit benih dari setiap asal benih tidak
menunjukkan adanya perbedaan, yaitu benih
mindi yang berasal dari Gambung, Kuningan,
Megamendung, Nagrak, Sumedang maupun
Wanayasa tidak berbeda untuk ukuran diameter
sel dan diameter lumen. Namun untuk empat
karakter lainnya (tebal , tebal , endocarp testa
panjang sel, tebal dinding sel dan kerapatan sel)
menunjukkan adanya keragaman diantara asal
benih (Tabel 2 dan 3). Kekerasan kulit benih
juga diduga dipengaruhi oleh kepadatan sel atau
kerapatan sel penyusun kulit benih.
Kerapatan sel penyusun kulit benih asal
Sumedang menempati nilai terendah diantara
lima asal benih lainnya (Tabel 3), rata-rata
kerapatan sel penyusun kulit benih asal
Sumedang adalah 2031 sel/ mm . Kerapatan sel 2
terbesar adalah pada kulit benih asal
Megamendung yaitu rata-rata 4635 sel/mm , hal 2
ini menunjukkan bahwa kulit benih mindi asal
Megamendung lebih rapat dan padat (Tabel 3).
Kerapatan sel penyusun kulit benih asal
Gambung, Sumedang dan Kuningan tidak
berbeda nyata (Tabel 3). Kepadatan sel
penyusun kulit benih mindi menjadi salah satu
kendala dalam perkecambahan, karena semakin
padat sel maka dapat menghambat masuknya air
dan gas yang dibutuhkan oleh embrio untuk
berkecambah. Kondisi ini terjadi pada benih
panggal buaya, kerapatan sel penyusun kulit
benih panggal buaya ± 2000 sel/mm 2
(Puspitarini, 2003), dengan daya berkecambah
benih yang masih rendah, yaitu di bawah 40%.
Nilai pengamatan dan hasil uji lanjut untuk daya
berkecambah dan kecepatan berkecambah dapat
dilihat pada Tabel 4.
Asal benih Seed Origin
Panjang sel Cell Lenght
(µm)
Diameter sel
Cell diameter
(µm)
Diameter lumen
diameter of Lumen (µm)
Tebal dinding sel
The thickness of cell wall
(µm)
Kerapatan sel/mm2
Cell density/mm 2
Kuningan 558,66±41,9bc 21,84±1,04a 17,33±0,26a 2,26±0,07a 2135 ± 238,8 c Nagrak 693,79±27,3ab 21,44±0,57a 17,19±0,63a 2,13±0,07b 3698 ± 325,3ab Sumedang 760,41±67,3a 21,48±0,63a 17,12±0,69a 2,18±0,03a 2031 ± 156,5c Gambung 656,11±44,4ab 22,85±0,41a 18,17±0,34a 2,34±0,04a 2760 ± 631,bc Megamendung 654,05±41,8ab 22,49±0,25a 17,88±0,90a 2,30±0,09a 4635 ± 770,7a Wanayasa 631,00±33,5b 22,69±0,53a 18,04±0,60a 2,32±0,05a 4063 ± 827,0ab Rata-rata 659±66,5 22,13±0,62 17,62±0,46 2,25±0,08 3220 ± 557,4
MORFOLOGI, ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIABENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIH
Yulianti, Nurheni Wijayanto, Iskandar Z. Siregar, IGK Tapa Darma
14
Tabel (Table) 4. Daya berkecambah dan kecepatan berkecambah dari berbagai asal benih ( )Germination percentage and speed of germination from various seed sources
Untuk mengetahui hubungan antara
karakter morfologi dan anatomi benih dengan
daya kecambah dan kecepatan berkecambah,
maka dilakukan uji korelasi (Tabel 5)
Asal benih (Seed sources)
Daya berkecambah / Germination percentage ( %)
Kecepatan berkecambah / Speed of germination (%/etmal)
Kuningan 56 a 6,8152 a Nagrak 48.5 b 2,7903 b Sumedang 60 a 6,5429 a Gambung 10 d 0,8406 d Megamendung 34 c 1,7461 c Wanayasa 35.5 c 2,4409 b
Tabel ( ) 5. Nilai korelasi antara karakter morfologi dan anatomi benih dengan viabilitas benih Tablemindi (Correlation value of seed morphology and anatomy with viability of mindi seed)
Karakter morfologi dan anatomi benih mindi (Morphology and anatomy characters
of mindi seed)
Daya berkecambah (Germination percentage)
Kecepatan berkecambah
(Speed of germination) Panjang benih (Seed length) -,560 -,827* Diameter benih (Seed diameter) ,010 -,274 Tebal endocarp (Endocarp thickness) ,300 ,515 Berat benih (Seed weight) ,072 -,251 Panjang sel (Cell length) ,153 -,104 Tebal testa (Testa thickness) -,147 ,054 Kerapatan sel (Cell density) - ,210 - ,699 Diameter lumen (Diameter of lumen) -,569 -,604 Tebal dinding sel (The thickness of cell wall) -,311 -,248 Diameter sel (Cell diameter) -,503 -,518
Struktur anatomi kulit benih mindi, yaitu
ketebalan kulit benih mindi serta tingginya
kerapatan sel penyusun kulit benih diduga dapat
menjadi salah satu kendala dalam proses per-
kecambahannya. Benih mindi yang disemaikan
tanpa diberi perlakuan pematahan dormansi
membutuhkan waktu berkecambah cukup lama,
yaitu ± 3 bulan (Pramono dan Danu, 1998).
Demikian pula yang terjadi pada benih panggal
buaya dan kemiri, yang mempunyai karak-
teristik kulit benih menyerupai benih mindi,
perkecambahan benih panggal buaya dan kemiri
tanpa diberi perlakuan akan berlangsung setelah
lebih dari 3 dan 6 bulan (Puspitarini, 2003;
Murniati, 1995).
Daya berkecambah dan kecepatan benih
mindi cenderung akan mengalami penurunan
apabila kerapatan sel penyusun endocarp
semakin meningkat, ketebalan testa meningkat,
diameter sel bertambah besar, diameter lumen
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 9-19ISSN : 2354-8568
15
MORFOLOGI, ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIABENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIH
Yulianti, Nurheni Wijayanto, Iskandar Z. Siregar, IGK Tapa Darma
membesar dan tebal dinding sel meningkat.
Walaupun nilai korelasi diantara variabel
tersebut termasuk rendah. Daya berkecambah
benih dan kecepatan tumbuh benih akan
menurun apabila kerapatan sel penyusun
endocarp benih semakin rapat atau jumlah sel
per mm meningkat, dengan masing-masing 2
nilai korelasi adalah - 0,21 dan - 0,69 (Tabel
5). Demikian pula dengan tebal dan tebal testa
dinding sel, semakin tebal kedua bagian ini ada
kecenderungan akan menurunkan DB dan KCT.
Hal ini menunjukkan bahwa proses perkecam-
bahan akan menghadapi hambatan, karena
karakter dari bagian yang cukup rapat endocarp
selnya serta tebal dan tebal dinding selnya. testa
Karakter ini yang membuat air dan gas yang
diperlukan pada saat perkecambahan tidak dapat
masuk dan embrio tidak dapat optimal untuk
berkecambah.
a. Kandungan kimia benih
Kandungan kimia benih yang diuji dalam
penelitian ini meliputi kandungan hormon
ABA, lemak dan lignin yang terkandung dalam
benih mindi (Tabel 6).
Tabel (Table) 6. Kandungan ABA, lemak dan lignin pada benih mindi (The Composition of Absicic Acid , fat and lignin in mindi seed)
Asal Benih Seed Origin
ABA (mg/g BB) Absicid Acid
Lemak (%) Fat
Lignin (%) Lignin
Kuningan 0,0955 5,64 25,24
Nagrak 0,0895 3,85 26,57
Sumedang 0,0755 5,25 25,79
Gambung 0,0862 2,06 22,26
Megamendung 0,0386 5,71 25,05
Wanayasa 0,0723 3,63 26,14
Rata-rata 0,0763±0,02 4,35±1,43 25,17±1,53
Keterangan (Remarks) : BB (Bobot basah/wet weight)
Proses perkecambahan benih selain
dipengaruhi oleh faktor fisik dari benih tersebut,
juga dipengaruhi oleh kandungan kimia yang
ada. Kandungan kimia ( ) chemical compound
pada benih akan berpengaruh terhadap proses
fisiologis dalam perkecambahan. Salah satu
jenis yang terkandung chemical compound
dalam benih adalah ABA. Keberadaan ABA
pada benih dapat menjadi faktor penghambat
( ) dalam perkecambahan dan hal ini inhibitor
juga terjadi benih kemiri (Murniati, 1995), oleh
karena itu dalam penelitian ini pengukuran
hanya dilakukan pada kandungan ABA. Selain
ABA yang tergolong dalam perkecam-inhibitor
16
bahan benih, adanya kandungan dan phenol
tannin dalam benih dapat pula menjadi inhibitor
(Bewley dan Black, 1986). Kandungan inhibitor
dalam benih bisa terdapat pada , pericarp testa
bahkan embrio (Bewley dan Black, 1986;
Murniati, 1995), namun fungsi dalam inhibitor
proses dormansi belum dapat dijelaskan.
Kandungan ABA pada beberapa jenis legum
umumnya berkisar antara 0,1–1mg/kg berat
basah, dan level ini sudah masuk dalam kategori
konsentrasi tinggi, khususnya untuk kacang
kedelai ( ) kandungan ABA mendekati soybean
2 mg/kg (Bewley dan Black, 1986).
Dalam penelitian ini pengujian kandungan
ABA pada benih mindi tidak dibedakan
berdasarkan bagian-bagian benih, sehingga
persentase kandungan ABA yang terukur
tersebut tidak terdapat pada salah satu bagian
benih, namun merupakan hasil ekstraksi dari
seluruh bagian benih. Kandungan ABA pada
benih mindi yang berasal dari beberapa lokasi
berkisar antara 0,0386 – 0,0955 mg/g BB atau
38,6–95,5 µg/g BB, nilai yang sangat tinggi jika
dibandingkan dengan kandungan ABA pada
benih kemiri, yaitu sebesar 5,05 µg/g BB di
kotiledon dan 3,09 µg/g BB di endosperm
(Murniati, 1995). Tingginya kadar ABA pada
benih mindi dapat menjadi indikator bahwa
dormansi pada benih mindi kemungkinan
disebabkan oleh adanya ABA serta inhibitor
ketebalan kulit benih. Namun sebenarnya
kondisi ini merupakan suatu bentuk perlin-
dungan terhadap benih, sebelum benih men-
capai kondisi yang optimal untuk berkecambah.
Kandungan kimia lainnya yang diuji dalam
penelitian ini adalah lemak dan lignin, kan-
dungan lemak yang ada dalam benih merupakan
salah satu cadangan energi yang dimiliki oleh
benih untuk perkecambahan, seperti halnya
karbohidrat dan protein (Bewley dan Black,
1986), namun kedua komponen tersebut tidak
diukur dalam penelitian ini. Kandungan lemak
yang tinggi pada benih dapat menjadi petunjuk
karakteristik dari benih tersebut, yaitu termasuk
dalam kategori benih rekalsitrant (benih yang
sangat sensitif terhadap penurunan kadar air).
Benih mindi mengandung lemak sekitar 2–5,6%
(Tabel 6), kemungkinan lemak ini terkandung
didalam embrio, yaitu pada endosperma atau
kotiledon, karena menurut Bewley dan Black
(1986) pada umumnya protein, lemak dan
karbohidrat terkandung pada embrio, terutama
pada kotiledon, sangat jarang terdapat pada
bagian (seperti ). extraembryonic perisperm
Nilai kandungan lemak pada benih mindi,
sesuai dengan pengujian yang telah dilakukan
oleh Suita ., (2008) bahwa kandungan lemak et al
pada benih mindi sekitar 4,82%. Nilai ini
menunjukkan tingkat yang rendah dibanding-
kan kandungan lemak pada benih Castor bean
dan yang mencapai 40–60% (Bewley oil palm
dan Black, 1986) serta pada kemiri mencapai
58,25%. Menurut Murniati (1995) terdapat dua
kategori asam lemak, yaitu asam lemak tidak
jenuh rantai panjang dan asam lemak jenuh
rantai pendek. Asam lemak tidak jenuh rantai
panjang tidak berpengaruh pada dormansi
benih, hanya asam lemak jenuh rantai pendek
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 9-19ISSN : 2354-8568
17
MORFOLOGI, ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIABENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIH
Yulianti, Nurheni Wijayanto, Iskandar Z. Siregar, IGK Tapa Darma
yang dapat mempengaruhi dormansi benih.
Namun dalam penelitian ini belum diketahui
kandungan lemak pada benih mindi masuk
dalam kategori yang mana.
Pengujian kandungan lignin pada benih
mindi dilakukan pada bagian kulit benih
( ), karena pada beberapa jenis benih endocarp
tanaman kehutanan, kulit benihnya dapat
membentuk struktur seperti kayu ( ) woody seed
dan mengalami lignifikasi yang biasanya ber-
hubungan dengan berhentinya proses metabo-
lisme dan kematian sel (Puspitarini, 2003).
Komposisi kimia pada kayu terdiri dari
holoselulosa, selulosa, lignin, pentosan, abu dan
air (Martina ., 2002), dan komponen kimia et al
yang menyebabkan tingkat kekerasan pada kayu
adalah tinggi atau rendahnya kandungan lignin
yang ada pada kayu tersebut. Lignin merupakan
komponen kimia pada kayu yang tergolong pada
komponen struktural, dan berpengaruh terhadap
kekokohan atau kekerasan dari kayu, umumnya
kandungan lignin dalam kayu berkisar 20-35%
(Pereira ., 2003). Kayu yang mengandung et al
lignin pada kisaran nilai 18-33%, termasuk
dalam kelompok sedang (Pari, 1996). Namun
sampai saat ini belum ada nilai kisaran
kandungan lignin pada kulit benih yang dapat
dijadikan dasar untuk mengetahui tinggi
rendahnya kandungan lignin pada kulit benih.
Oleh karena itu sebagai pendekatan digunakan
nilai kisaran kandungan lignin pada kayu.
Berdasarkan pengujian terhadap kulit benih
mindi, lignin yang terkandung pada bagian ini
adalah berkisar antara 22,26 – 26,57%, sehingga
kulit benih mindi tergolong dalam kelompok
kandungan lignin sedang. Sedangkan
kandungan lignin pada kulit benih panggal
buaya mencapai 72,23% (Puspitarini, 2003)
dan pada kulit benih kemiri mencapai 38,50%
(Murniati, 1995). Apabila dikaitkan dengan
struktur anatomi (Tabel 1 dan 2), benih yang
berasal dari Nagrak mempunyai rata-rata
ketebalan dan (1448.2 µm dan endocarp testa
198.6 µm ) serta berat benih (0,44 gram) yang
paling tinggi, dan mempunyai kandungan lignin
tertinggi yaitu 26,57%. Hal ini menunjukkan
adanya kemungkinan hubungan antara kete-
balan kulit benih dan kandungan lignin terhadap
berat benih.
Ketebalan kulit benih serta tingkat kan-
dungan lignin pada kulit benih menjadi salah
satu faktor pembatas dalam perkecambahan
benih mindi. Upaya yang harus dilakukan dalam
mengatasi hal ini adalah bagaimana agar gas dan
air yang dibutuhkan dalam perkecambahan
dapat menembus kulit benih tersebut. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan , yaitu menguraikan delignifikasi
lignin, kadar lignin pada kulit benih mindi
tergolong dalam kategori sedang (Martina et al.,
2002). Proses yang alami adalah delignifikasi
dengan adanya mikroorganisme yang akan
membantu proses pelunakan, hal tersebut telah
dicoba oleh Murniati (1995) pada benih kemiri,
yaitu dengan pemberian mikroorganisme
Trichoderma pseudokoningii, hasil penelitian
menunjukkan bahwa fungi tersebut berperan
dalam merusak serat-serat selulosa serta
18
menurunkan kadar lignin kulit benih kemiri.
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan
merendam benih pada larutan asam kuat,
ethanol atau hydrogen peroksida (Schmidt,
2002).
Hasil analisis struktur morfologi dan
anatomi serta kandungan kimia pada benih
mindi menunjukkan ada kendala dalam
perkecambahan benih mindi yang kemungkinan
disebabkan oleh karakter anatomi dan kan-
dungan kimia benih. Menurut Essau (1977)
bagian dari buah dan benih yang umumnya
mengandung lignin adalah pada bagian perikarp
dan testa. Struktur umumnya terdiri pericarp
dari tiga lapisan, yaitu eksokarp, mesokarp dan
endokarp, bagian yang mengandung lignin
adalah dalam endokarp. Adanya kandungan
lignin dalam endokarp benih mindi, menunjuk-
kan bahwa struktur endocarp benih mindi
menyerupai struktur kayu. Lignin merupakan
komponen kimia yang berfungsi sebagai perekat
antar fiber (sel serabut) serta berpengaruh
terhadap kekokohan (kekerasan) pada kayu atau
bersifat mekanik. Menurut Pereira . (2003) et al
dinding sel serabut pada kayu merupakan bagian
yang juga mengandung lignin. Puspitarini
(2003) menyatakan bahwa kadar lignin dapat
mempengaruhi ketebalan dinding sel pada kulit
benih panggal buaya (Puspitarini, 2003). Oleh
karena itu untuk mempercepat proses per-
kecambahan pada benih yang mempunyai
struktur kulit benih menyerupai kayu, perlu
diberi perlakuan agar terjadi delignifikasi,
demikian halnya pada benih mindi.
IV. KESIMPULAN
Ketebalan endocarp benih mindi berkisar
antara 331,4 –1448,2 µm dan tebal testa berkisar
41,9–148,6 µm, dengan kerapatan sel berkisar
2031-4635 sel per mm . Benih mindi 2
mengandung ABA cukup tinggi (0,0386- 0,0955
mg/g) dengan kadar lignin pada kulit benih
termasuk kategori sedang yaitu berkisar antara
22,26-26,57%. Kandungan ABA dan lignin
pada benih serta ketebalan dan kekerasan
endocarp dapat menjadi faktor penghambat
dalam perkecambahan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan
kepada Ibu Tutiana selaku teknisi pada
Laboratorium Anatomi Kayu, Pusat Penelitian
Teknologi dan Pengolahan Hasil Hutan, Badan
Litbang Kehutanan Bogor atas bantuannya
dalam menganalisis struktur anatomi kayu, serta
semua pihak yang telah membantu kegiatan
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen Bina Produksi Kehutanan. 2006. Pembangunan hutan tanaman rakyat. Workshop Hutan Tanaman Rakyat, tanggal 20 Desember 2006. Hotel Santika, Jakarta. Departemen Kehutanan. Jakarta
Bewley JD, Black M. 1986. Seeds: Physiology of development and germination. Plenum Press. New York, London.
Essau K. 1977. Anatomy of seed plant. John Wiley and sons. New York. 429-498 p.
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 9-19ISSN : 2354-8568
19
MORFOLOGI, ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIABENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIH
Yulianti, Nurheni Wijayanto, Iskandar Z. Siregar, IGK Tapa Darma
Komarayati S, Nurhayati T, Gusmailina. 1993. Biodegradasi komponen kimia pada limbah lignoselulosa oleh jamur perusak kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 11(2): 57-64.
Kozlowski TT, Pallardy SG. 1997. Physiology of woody plants. Academic Press. New York. 309-318 p.
Kurniaty R, Yuniarti N, Muharam A, Kartiana ER, Ismiati E, Royani H. 2003. Teknik penanganan benih jenis andalan setempat di Sulawesi Selatan, Bali, Kalimantan Barat dan Jawa Barat. LUC No. 385. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor.
Kusumawardhani, E. 1997. Pengaruh daerah asal sumber benih dan perlakuan pematahan dormansi terhadap viabilitas benih kemiri ( Aleurites moluccanaWilld.). Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. (Skripsi, tidak diterbitkan).
Martina, A., Nuryati Yuli, Mumu Sutisna. 2002. Optimasi beberapa faktor fisik terhadap laju degradasi selulosa kayu albasia ( L.Nielsen) dan Paraserianthes falcatariakarboksimetilselulosa (CMC) secara enzimatik oleh jamur. Jurnal Natur Indonesia 4 (2) : 156 -163.
Murniati E. 1995. Studi beberapa faktor penyebab dormansi dan peranan mikroorganisme dalam mempengaruhi proses pematahan dormansi benih kemiri ( WILLD.) Alleuri tes moluccana[disertasi] Bogor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pandit IKN, Ramdan H. 2002. Anatomi kayu. Pengantar sifat kayu sebagai bahan baku. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.
Pari G. 1996. Analisis komponen kimia dari kayu sengon dan kayu karet pada beberapa macam umur Buletin Penelitian Hasil . Hutan. 14: 321- 327.
Pereira H, Graca J, Rodrigues JC. 2003. Wood chemistry in relation to quality. Di dalam: Barnett JR dan Jeronimidis G, editor. Wood quality and its biological basis.
United Kingdom: Blackwell Publishing. Pp. 53-83.
Pramono AA, Danu. 1998. Teknik pematahan dormansi benih mindi ( Melia azedarachLinn). Buletin Teknologi Prebeníhan: 5 (3). Balai Teknologi Prebeníhan. Bogor.
Pramono A.A, Rohandi A, Royani H, Abidin AZ, Supardi E, Nurokhim N. 2008. Sebaran potensi sumber benih jenis potensial (Mindi) di Pulau Jawa. LHP No. 498. Balai Penelitian Teknologi Per-benihan Bogor.
Puspitarini DP. 2003. Struktur benih dan dormansi pada benih panggal buaya ( (Roxb.) D.C.) Zanthoxylum rhetsa[thesis]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sass, JE. 1961. Botanical Microtechnique. Third edition. The IOWA State University Press. Amess. Iowa.
Schmidt, L. 2002. Pedoman penanganan benih tanaman hutan tropis dan sub tropis. Danida Forest Seed Centre dan Direktorat Jenderal Rehabilitasi dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan. Jakarta.
Singh, B., B.P. Bhatt and P. Prasad. 2006. Variation in seed and seedling traits of Celtis australis, a multipurpose tree, in Central Himalaya, India. Agroforestry Systems 67:115–122.
Suciandri, S., Yulianti. 2005. Pematahan dormansi benih mindi dengan meng-gunakan larutan asam sulfat. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol 2, Suplemen No. 02.
Suita E, Yuniarti N. 2005. Pengaruh skarifikasi terhadap daya berkecambah benih kemiri. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol 2, Suplemen No. 02.
Zheng, Y.I., W.B. Sun, Y. Zhou, and D. Coombs. 2009. Variation in seed and seedling traits among natural populations of Trigonoba-lanus doichangesis (A. Camus) Forman (Fagaceae), a rare and endangered plant in Southwest China. New Forests 37: 285-294.
KARAKTERISTIK PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN SERTA POTENSIREPRODUKSI WERU (Albizia procera) DI PANCURENDANG-MAJALENGKA
Dida Syamsuwida, Dharmwati FD dan Sofwan Bustomi
21
KARAKTERISTIK PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN SERTA POTENSI REPRODUKSI WERU ( ) DI PANCURENDANG-MAJALENGKAAlbizia procera
Flowering and Fruiting Characteristics and Reproductive Potency of Weru (Albizia procera) at Pancurendang-Majalengka)
Dida Syamsuwida , Dharmawati FD dan Sofwan Bustomi1) 1) 2)
1)Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan2)Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
Email: [email protected]
Naskah masuk : 16 Februari 2015; Naskah direvisi : 23 Februari 2015; Naskah diterima : 6 Juli 2015
ABSTRACT
Weru (Albizia procera) is belong to Leguminoceae that posesses many advantages such as wood for energy, leaf for fodder and shade trees on a tea plantation. The aim of the study was to determine the characteristics of floral and fruiting, and its potency of the reproduction, so that the right seed harvesting time would be found out and the produced fruits could be estimated. The observation was carried out at Pancurendang-Majalengka. A number of ten sample trees was chosen and five flower-bearing branches of each tree were labelled. The results revealed that floral initiation of weru took place of about two months, and the reproductive cycle proceeded for seven to eight months started -from the appearance of generative buds on February, flower buds on March and flower burst on April. The development of young pods occured on May-June and matured pods that ready to be harvested was on September-October. Fruit set, seed set and reproductive success of weru were 41%, 85% and 35%, respectively.
Keywords: Albizia procera, fruit set, reproductive cycle, reproductive success, seed set
ABSTRAK
Weru ( ) adalah tanaman Leguminosae yang memiliki berbagai manfaat mulai dari kayu energi, Albizia proceradaun untuk pakan ternak hingga peneduh pada perkebunan teh. Tujuan penelitian adalah memberikan informasi karakteristik pembungaan dan pembuahan serta potensi reproduksinya sehingga waktu pemanenan yang tepat dapat diketahui dan produksi buah yang dihasilkan dapat diestimasi. Pengamatan dilaksanakan di Desa Pancurendang, Kabupaten Majalengka. Sebanyak 10 pohon sampel dipilih untuk pengamatan pembungaan dan masing-masing ditandai 5 cabang berbunga. Hasil pengamatan menunjukkan inisiasi bunga weru terjadi lebih dari 2 bulan, dengan siklus reproduksi tanaman berlangsung selama 7-8 bulan. Siklus diawali dengan munculnya tunas generatif pada bulan Februari, kemudian menjadi kuncup bunga pada bulan Maret dan bunga mekar bulan April. Perkembangan menjadi buah muda pada bulan Mei-Juni. Pemanenan buah dapat dilakukan pada bulan September-Oktober. Ratio bunga menjadi buah ( ) weru rata-rata 41%, 85% dan keberhasilan fruit set seed setreproduksi (KRSP) 35%.
Kata kunci: keberhasilan reproduksi, rasio bunga-buah, siklus reproduksiAlbizia procera,
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 21-30ISSN : 2354-8568
22
I. PENDAHULUAN
Kebutuhan manusia akan energi saat ini
semakin meningkat sejalan dengan pertum-
buhan penduduk yang semakin pesat. Sumber
energi yang saat ini digunakan adalah
sumberdaya alam tidak terbaharukan yang
keberadaannya semakin berkurang di alam
(minyak bumi, gas bumi, batu bara dan lain
sebagainya). Kebijakan nasional tentang
keberlanjutan energi memerlukan aksi yang
kokoh untuk mengubah sistem energi nasional
menjadi sistem energi yang ramah lingkungan
dan berkelanjutan (Situmeang, 2013). Untuk
mendukung ketahanan energi dapat ditempuh
dengan cara pengembangan diversifikasi energi.
Salah satu sumber daya yang masih tersedia
dalam jumlah yang banyak dan berkelanjutan
adalah energi dari biomassa.
Weru ( ) adalah vegetasi Albizia procera
hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai
penghasil kayu energi. Kayunya termasuk
kedalam kelas awet II dan kelas kuat II jenis ini
memiliki warna coklat mengkilat sampai coklat
kehitaman. Sebagai kayu energi, weru memiliki
nilai kalor 7.382 kalori/gram, riap 25 m /ha/ 3
tahun, berat jenis 0,67 dengan produksi energi
301,5 GJ/ha/tahun (Bustomi, 2009). Menurut
Richter dan Dallwiz ( 2009), sebaran geografik
jenis ini terdapat di India, Pakistan, Sri Lanka,
Thailand, Laos, Vietnam, Kamboja, dan
Indomalesia yang meliputi Indonesia dan
Malaysia.
Dalam upaya mendukung pembangunan
hutan tanaman weru secara lestari sangat
tergantung kepada penyediaan bahan tanaman
berkualitas di antaranya yaitu pengadaan benih.
Benih untuk program pembangunan hutan
tanaman penghasil kayu energi dituntut keter-
sediaannya dalam jumlah dan kualitas yang
memadai secara terus menerus.
Jaminan bagi ketersediaan benih secara
berkelanjutan memerlukan sejumlah informasi
tentang pembungaan dan pembuahan, di antara-
nya meliputi siklus dan potensi reproduksi.
Pemahaman tentang siklus pembungaan dan
pembuahan akan meningkatkan kualitas dan
kuantitas benih melalui prediksi waktu pema-
nenan yang tepat dan rasio bunga menjadi buah
dalam setiap pohon, sehingga produksi buah
dapat diestimasi. Tulisan ini bertujuan untuk
memberikan informasi karakteristik pem-
bungaan dan pembuahan, serta potensi
reproduksi tanaman weru yang terdapat di Desa
Pacurendang – Majalengka.
II. BAHAN DAN METODE
Pengamatan jenis weru dilakukan di hutan
rakyat Desa Pancurendang, Kabupaten Maja-
lengka, Jawa Barat yang berada pada koordinat
06º52'14,5”LS; 108º13'11,3”BT, ketinggian
293 m dpl, kemiringan 10% sampai 45%, tanah
jenis regosol coklat. Iklim termasuk type B
(Schmidt dan Furguson, 1951) dengan curah
hujan rata-rata 2000 – 2500 mm/thn dengan
23
suhu udara antara 25 - 32 C. Waktu penelitian o oC
dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan
Desember 2010.
Sebanyak sepuluh pohon sampel sedang
berbunga digunakan untuk bahan pengamatan
dengan diameter batang berkisar antara 17,5 m -
25,14 m, tinggi pohon antara 7 m - 11 m dan
lebar tajuk 3 m - 4 m. Peralatan yang digunakan
meliputi tangga bambu, teropong, label
penanda, pisau, gunting, dan botol pengawet.
Metode Penelitian
a. Karakteristik pembungaan dan pem-
buahan weru
Pengamatan dengan cara melakukan peng-
amatan visual secara langsung di lapangan.
Karakteristik pembungaan yang diamati
meliputi inisiasi bunga dan siklus perkem-
bangan pembungaan dan pembuahan yang
dimulai dari : munculnya tunas bunga, bunga
mekar, buah muda hingga buah masak dan jatuh.
Setiap perubahan struktur pembungaan dan
pembuahan diamati dengan mencatat waktu
(tanggal dan periode waktu yang diperlukan
untuk setiap perubahan), bentuk dan warna dan
didokumentasi untuk setiap perubahannya.
Inisiasi bunga dideteksi dengan cara menyayat
tunas yang tumbuh menggunakan teknik mikro.
b. Potensi Reproduksi
Untuk mengukur potensi reproduksi
tanaman weru maka dihitung besaran keber-
hasilan reproduksi sebelum perkecambahan
(KRSP, ) pre-emergent reproductive success
yang merupakan proporsi ovul yang berhasil
dibuahi dan berkembang menjadi benih yang
viabel. Keberhasilan reproduksi (KRSP)
dihitung dengan cara (Wiens ., 1987):et al
KRSP = rasio buah/bunga x rasio biji/ovul
Parameter yang diamati adalah jumlah bunga
per malai, jumlah buah per malai, jumlah ovul
per bunga dan jumlah biji per buah. Data rata-
rata yang diperoleh dianalisis secara deskriptif
dan untuk melihat variasi potensi reproduksi
antar pohon dibuat Anova yang dilanjutkan
dengan uji beda nyata Duncan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Waktu Inisiasi Bunga Weru (Albizia
procera)
Inisiasi bunga weru diamati di plot
penelitian dan sampel tunas diambil selama tiga
bulan berturut-turut mulai dari bulan Februari
hingga April. Siklus reproduksi dimulai dengan
terjadinya inisiasi bunga pada saat primordia
bunga mulai terbentuk (Gambar 1A.).
Pengamatan jaringan tunas pada bulan Februari
2010 menunjukkan bahwa inisiasi bunga sudah
terjadi. Sebagian kuncup malai sudah dapat
diidentifikasi pada bulan Maret yang menunjuk-
kan bahwa primordia bunga tidak mengalami
dormansi tetapi langsung berkembang menjadi
kuncup malai. Pengamatan jaringan tunas pada
bulan Maret masih menunjukkan terjadinya
inisiasi bunga dan pada bulan April inisiasi
bunga tidak terlihat lagi yang ditandai dengan
terlihatnya jaringan primordia daun (Gambar
KARAKTERISTIK PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN SERTA POTENSIREPRODUKSI WERU (Albizia procera) DI PANCURENDANG-MAJALENGKA
Dida Syamsuwida, Dharmwati FD dan Sofwan Bustomi
24
1B.). Hasil pengamatan memberi indikasi
bahwa inisiasi bunga weru terjadi kurang lebih
selama 2 bulan. Pada jenis mindi inisiasi bunga
terjadi pada periode yang cukup panjang yaitu
lebih dari 3 bulan (Syamsuwida ., 2012) et al
demikian juga pada jenis Shorea stenoptera
yang berlangsung lebih dari 6 bulan
(Syamsuwida and Owens, 1997). Pada beberapa
jenis konifer dan daun lebar di daerah temperate
bagian utara inisiasi bunga terjadi cukup singkat
(bulan April sampai Juni) yakni jauh sebelum
dormansi musim dingin (Owens & Blake,
1985).
pb pd
pd
ma
Gambar . Irisan longitudinal tunas generatif jenis weru memperlihatkan primordia bunga (pb), (Figure) 1 primordia daun (pd) [A] dan irisan tunas vegetatif memperlihatkan meristem apikal (ma), primordia daun (pd) [B] ( Longitudinal section of generative bud of weru showing floral primordia (pb), leaf primordia (pd) [A] and vegetative bud section showing apical meristem (ma), leaf primordia (pd) [B].
B. Siklus perkembangan pembungaan dan
pembuahan jenis weru ( )Albizia procera
Proses perkembangan pembungaan dan
pembuahan weru dimulai dari inisiasi pem-
bungaan. Setelah inisiasi bunga terjadi maka
secara kasat mata akan terlihat pertumbuhan
tunas generatif yang keluar dari ujung tangkai
(terminalis) berupa bendulan kecil, kemudian
berkembang menjadi satu rangkaian bunga
(bakal malai) yang masih menyatu, tangkai
bakal bunga keluar dari ketiak-ketiak daun
( ) (Owens ., 1991) dan terus panicle et al
memanjang sampai jumlah tertentu, pertum-
buhan akan terhenti (Gambar 2).
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 21-30ISSN : 2354-8568
25
Calon bunga
Tangkai bunga
Anak tangkai malai
Tangkai malai
Gambar (Figure) 2. Sketsa pola letak bunga weru dalam malai dengan tipe panicle (The scetch of flower position pattern of weru in a 'panicle' inflorescence).
Proses selanjutnya adalah pertumbuhan
bakal malai bunga dengan tipe bunga majemuk
( ). Bunga pada malai bunga mulai simple umbel
terlihat membentuk struktur bunga membulat
dengan tangkai sari yang masih melekat
(menutup) satu sama lain membentuk bulatan
kecil. Perkembangan selanjutnya, individu
bunga mekar dengan warna tangkai sariputih
dan kepala sari ( ) berwarna krem. Apabila anther
terjadi penyerbukan, maka bunga akan
menggugurkan bagian tangkai sarinya (bunga
layu) dan terlihat bagian ovul (bagian bawah
pistil dimana putik menempel) mulai mem-
bengkak dan berwarna hijau. Bagian ovul
(tabung ovul) makin lama makin besar dan
membentuk buah polong muda yang dibentuk
dari satu memanjang berwarna merah carpel
marun, selanjutnya menjadi buah dewasa
dengan ukuran yang lebih besar dan warna hijau
tua. Setelah mencapai ukuran tertentu, warna
buah akan berubah menjadi coklat tua dan berisi
biji yang bernas, selanjutnya kulit polong
merekah Buah/polong weru termasuk tipe .
dehiscent yaitu tipe buah kering yang merekah
saat masak namun biji tetap melekat pada satu
sisi kulit buah. Periode waktu setiap perubahan
selama perkembangan pembungaan-pem-
buahan dapat dilihat pada Tabel 1.
KARAKTERISTIK PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN SERTA POTENSIREPRODUKSI WERU (Albizia procera) DI PANCURENDANG-MAJALENGKA
Dida Syamsuwida, Dharmwati FD dan Sofwan Bustomi
26
Tabel ( ) 1. Perkembangan pembungaan dan pembuahan weru ( ) di lokasi Table Albizia proceraPacurendang-Majalengka ( (Albizia Flowering and fruiting development of weruprocera) )at Pacurendang-Majalengka
No Organ reproduksi/ Reproductive organ Waktu/Time
Periode/Periods (hari)
Keterangan/Notes
1 Inisiasi bunga/floral initiation Februari-Maret
> 60
2 Tunas generatif/generative bud Februari 25-30 Terjadi pada bagian ujung tangkai /occured at shoot tip
3 Bakal malai membuka, individu bunga kuncup/opening inflorescence, individual flowers were closed
Maret 30-35
4 Malai berkembang, kuncup bunga membesar / development of inflorescence, flower shoots were growing
April 6-7
5 Individu bunga mekar/individual flowers were bloomed
April 7-10 Sebagian besar bunga pada malai mekar/most flowers burst
6 Bunga layu/flowers withered akhir April 12-14 Tangkai sari yang layu dan tidak gugur mengindikasikan telah terjadi penyerbukan yang akan diikuti dengan perkembangan ovarium/the unfallen withered filaments indicates the succesfull of polination followed by the development of ovarium
7 Buah muda/young fruits Mei-Juni 25-30 Struktur buah polong sudah jelas berukuran kecil, warna merah marun/the structure of pod has been obvious, small size, red in color
8 Buah dewasa/grown fruits Juli 20-27 Struktur buah polong membesar, biji belum bernas, warna hijau muda/ the structure of pod was developed, small seeds visible, green in color
9 Buah masak fisiologis /physiological matured fruits
September-Oktober
70-90 Dimensi buah polong relatif tidak bertambah lagi, biji bernas, warna coklat/pod dimension was stable, pithy-bigger seeds, brown in color
Siklus reproduksi tanaman weru mulai dari
tunas generatif hingga buah masak siap tanaman
di Pacurendang-Majalengka berlangsung
selama 7 – 8 bulan (Gambar 3).
Selama periode reproduksi, kemungkinan
kegagalan hidup dapat terjadi pada setiap tahap
perkembangan mulai dari pembungaan hingga
pembuahan. Kegagalan pada setiap tahap
tersebut mempunyai risiko yang sama terhadap
kualitas dan kuantitas benih yang dihasilkan,
dengan demikian perlu diperhatikan manajemen
yang baik pada setiap tahap perkembangan
tanaman. Ketika bunga mekar, dimana bunga
siap melakukan penyerbukan, maka waktu
terjadinya reseptivitas stigma dan kematangan
polen perlu diperhatikan agar proses penyer-
bukan berlangsung dengan baik sehingga
menghasilkan pembuahan yang optimal.
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 21-30ISSN : 2354-8568
27
Gambar ( ) 3. Siklus perkembangan pembungaan-pembuahan weru ( ) Figure Albizia procera( (Albizia procera))Flowering-fruiting development cycle of weru
KARAKTERISTIK PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN SERTA POTENSIREPRODUKSI WERU (Albizia procera) DI PANCURENDANG-MAJALENGKA
Dida Syamsuwida, Dharmwati FD dan Sofwan Bustomi
C. Keberhasilan Reproduksi Weru (Albizia
procera)
Secara keseluruhan keberhasilan repro-
duksi tanaman weru cukup tinggi. Ratio
pembentukan buah menjadi bunga atau fruit set
berkisar antara 33% - 49%. Pembentukan ovul
menjadi biji atau seed set cukup tinggi yaitu
antara 83% - 87%, sehingga diperoleh nilai
keberhasilan reproduksi (KRSP) dengan kisaran
26% - 44%. Dengan demikian, proporsi ovul
yang berhasil dibuahi dan berkembang menjadi
biji yang viabel adalah rata-rata sebesar 35%
(Tabel 2).
Setiap pohon yang diamati memiliki
potensi reproduksi yang cukup bervariasi. Hasil
pengujian parameter reproduksi pada pohon
sampel menunjukkan bahwa jumlah bunga per
malai, jumlah ovul per bunga dan jumlah biji per
buah dipengaruhi oleh variasi pohon (P<0,01)
(Tabel 2). Menurut Liao . (2009) beberapa et al
keterangan dapat menjelaskan terjadinya variasi
potensi reproduksi antar pohon, di antaranya:
pertama, pohon yang besar dengan pembungaan
yang berlimpah mungkin akan menerima
kunjungan polinator pada tingkat gen, akan
tetapi mungkin hanya sedikit jumlah kunjungan
per bunga dan kurangnya beban polen pada
stigma menyebabkan banyaknya jumlah bunga
yang kurang menerima polen. Kedua, sumber
kompetisi antar pohon mungkin lebih intens
28
Tabel . Hasil pengujian parameter potensi r weru ( ) ( (Table) 2 eproduksi A.procera The different test of reproductive potency parameters of weru (A.procera)
Keterangan (Remarks) : Nilai rata-rata pada kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak signifikanmenurut uji beda nyata Duncan pada tahap 5% (Mean values within the columns followed by the same letters are not significantly difference according to Duncan's test at 5% level).
No phn/ No of trees
S bunga/ Malai (S flower /
inflorescence)
S buah/ Malai (S fruit/ inflorescence)
S ovul/ Bunga (S
ovule/ flower)
S biji/ Buah (S
seed/ fruit)
Rasio (Bg/Bh)
(ratio Fl/fr)
Rasio (Bj/Ov) (ratio S/O)
KRSP (PERS)
1 57,8 a 16,2 a 11,8 d 10,1bcd 0,29 a 0,86 a 0,25 a
2 39,0 ab 19,6 a 13,1 abc 11,3 abc 0,50 a 0,90 a 0,50 a
3 21,6 a 9,8 a 12,6 abcd 10,7 abcd 0,49 a 0,85 a 0,41 a
4 21,4 a 6,8 a 12,5 abcd 10,4 bcd 0,31 a 0,83 a 0,26 a
5 31,0 ab 16,0 a 13,0 abc 11,4 abc 0,50 a 0,90 a 0,50 a
6 56,2 b 24,6 a 12,1 bcd 10,0 cd 0,46 a 0,83 a 0,39 a
7 56,2 b 23,4 a 13,6 a 12,0 a 0,43 a 0,88 a 0,38 a
8 57,4 b 21,2 a 11,5 d 9,8 d 0,36 a 0,86 a 0,31 a
9 25,4 a 9,0 a 12,7 abcd 10,8 abcd 0,33 a 0,85 a 0,28 a
Rataan/ mean
41,8±15,7 16,4±6,2 12,6 ±0,6 10,8 ±0,7 0,41 ±0,08 0,85±
0,02
0,35±
0,09
pada pohon besar daripada yang kecil dan
keberhasilan reproduksi per bunga akan
berkurang sesuai jumlah bunga. Ketiga,
individu bunga pada pohon besar kemungkinan
dikelilingi oleh pembungaan dengan genetik
yang sama, akibatnya proporsi penyerbukan
geitonogamus (polen berasal dari bunga lain
dari tanaman yang sama) lebih besar, sehingga
akan lebih meningkatkan risiko dihasilkannya
zigot hasil penyerbukan sendiri ( ) selfed zygotics
dan menurunkan kecocokan tetua melalui
depresi .inbreeding
Produksi bunga, jumlah ovul dan biji
berlimpah, dan produksi benihnya ( ) seed set
tinggi (85%), tetapi terlihat adanya kendala pada
proses pembentukan buah (35%). Dilihat dari
tahapan pembungaan dan pembuahan, maka
diduga bahwa terjadi pengguguran ( ) aborsi
secara alami (Owens, 1991) pada proses
pembesaran dan pematangan buah yang
disebabkan oleh kurangnya pasokan nutrisi,
kondisi iklim atau lamanya proses pematangan
buah yang memerlukan waktu sampai 4 bulan
(Mei-September). Sama seperti halnya pada
jenis sengon, mindi dan kaliandra bahwa
berlimpahnya bunga bukan berarti produksi
buahnya juga berlimpah, hal ini dapat terjadi
karena kurangnya pencahayaan, perlunya
adanya penanganan silvikultur, maupun
tambahan nutrisi (Syamsuwida 2012; et al.,
Syamsuwida 2013).et al.,
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 21-30ISSN : 2354-8568
29
KARAKTERISTIK PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN SERTA POTENSIREPRODUKSI WERU (Albizia procera) DI PANCURENDANG-MAJALENGKA
Dida Syamsuwida, Dharmwati FD dan Sofwan Bustomi
IV. KESIMPULAN
Inisiasi bunga weru di Pacurendang-
Majalengka (Jawa Barat) terjadi lebih dari 2
bulan, dengan siklus reproduksi tanaman
berlangsung selama 7-8 bulan. Siklus diawali
dengan munculnya tunas generatif pada bulan
Februari, kemudian menjadi kuncup bunga pada
bulan Maret dan bunga mekar (reseptif) bulan
April. Perkembangan dari bunga mekar hingga
buah tua berlangsung selama 5-6 bulan,
sehingga pemanenan buah dapat dilakukan pada
bulan September-Oktober. Ratio bunga menjadi
buah ( ) weru rata-rata 0,41 dan rasio fruit set
ovul menjadi biji adalah 0,85, maka nilai keber-
hasilan reproduksi adalah 0,35 yang berarti
proporsi ovul yang berhasil berkembang
menjadi biji viabel mencapai 35%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih ditujukan kepada
ketua Kelompok Tani Desa Pancurendang
Bapak Waryono yang telah memberikan ijin
menggunakan tegakan weru pada areal
kebunnya. Terima kasih juga diucapkan kepada
rekan teknisi litkayasa khususnya bapak Adang
Muharam yang telah membantu selama
pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Bustomi, S. 2009. Rencana Penelitian Integratif (RPI) Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Energi Thn. 2010-2014. Proposal Rencana Penelitian Integratif.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Liao W-J, Hu Y, Zhu B-R, Zhao X-Q, Zeng Y-F, Zhang D-Y. 2009. Female reproductive success decreases with display size in monkshood Aconitum kusnezoffii (Ranunculaceae). Annals of Botany 104: 1405–1412.
Owens, J.N and M.D Blake. 1985. Forest Tree Seed Production. A review of literature and recommendations for future research. Can. For.Serv.Inf. Rep.PI-X-53, 161 p.
Owens, J.N, P. Sornsathaporhkul and S. Tangmitchareon. 1991. Studying Flowering and Seed Ontogeny in Tropical Forest Trees. Asean-Canada Forest Tree Seed Centre and Royal Forest Depart-ment. Thailand.
Owens, J.N. 1991 : Flowering and Seed Ontogeny, Technical Publication No. 5, ASEAN-CanadaForest Tree Seed Centre Project, Muak-Lek Saraburi, Thailand.
Richter, H. G. and M. J. Dallwizt. 2009. Commercial timbers: description, illustrations,identifications and infor-mation retrieval. http://delta-intkey.com, diakses Januari 2012.
Schmidt, L. 2000. Guide to Handling of Tropical and Subtropical Forest Seed. Danida Forest Seed Centre. Humlebaek, Denmark. p 511.
Schmidt, F. H. and J. H. A. Ferguson. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry Period. Rations for Indonesia with Western New Guinea.Verh.42: 1-77.
Situmeang, H. 2013. Energy Security. Renewab le Energy and Energy Conversion Conference and Exhibition: Road to Energy Security and People Welfare.Indonesia EBTKE-CONEX 2013, Jakarta.
Syamsuwida, D and J.N Owens. 1997. Time and method of floral initiation and effect of paclobutrazol on f lower and f rui t development in Shorea stenoptera
30
(Dipterocarpaceae). Tree Physiology 17:211-219.
Syamsuwida, D E.R. Palupi, I.Z. Siregar, dan A. , Indrawan. 2012. Flower Initiation, Morphology, and Developmental Stage of Fowering-Fruiting af Mindi (Melia azedarach L.). Journal of Tropical Forest Management Vol. XVIII (1):10-17.
Syamsuwida, D, R. Kurniaty, Kurniawati P.P ., E. Suita. 2013. Kaliandra (Calliandra
callothyrsus) as a Timber for Energy : In Point of View of Seeds and Seedling Procurement. Energy Procedia 47 (2014) i, Elsevier. p. 63.
Wiens D, Calvin CL, Wilson CA, Davern CI, Frank D, Seavey SR. 1987. Reproductive success, spontaneous embryo abortion and genetic load in flowering plants, Oecologia 71:501-509.
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 21-30ISSN : 2354-8568
PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.)PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE PENYIMPANAN
Naning Yuniarti dan Nurhasybi
31
PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.) PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE
PENYIMPANAN
The Changes of Viability and Seed Biochemistry on Bambang lanang .(Michelia champaca Linn )at Different Drying Time and Storage Methods
Naning Yuniarti dan Nurhasybi Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
Jl. Pakuan Ciheuleut PO.Box 105 BogorTelp./Fax. (0251) 8327768email : [email protected]
Naskah masuk : 18 Februari 2015; Naskah direvisi : 26 Februari 2015; Naskah diterima : 7 Juli 2015
ABSTRACT
In the process of seed drying and storage, bambang lanang seed will face deteriorated process. Seed deterioration is the process of deteriorated seed in view of viability that changed the entire of seed including physical, physiological even chemistry that will decrease the seed viability. The aim of this research was to determine the changes in seed viability and biochemistry content of bambang lanang seed at various levels of drying and storage methods. The experimental design used in this research was completely randomized design patterned with 2 factors, namely: drying time (0, 24, 48, 72 hours) and storage method (0 week / control, 2 weeks + ambient room, 2 weeks + refrigerator, and 2 weeks + DCS). The results obtained are: (1) The rate of drying and storage methods significantly affect the value of moisture content, germination percentage, and biochemistry content (fat, carbohydrate, protein) of bambang lanang seed. (2) The longer the drying and after storage, would lead to a change of viability (moisture content and germination percentage) and biochemistry content (fat, carbohydrate, and protein) of bambang lanang seed at various levels of drying and storage methods, namely the declining value of the water levels and germination, increased levels of fat and protein, and decreased levels of carbohydrate. (3) Bambang lanang seed stored in ambient room has better viability compared to the seed stored in DCS and refrigerator.
Keywords: Bambang lanang seed, biochemistry,drying, storage, viability
ABSTRAK
Selama pengeringan dan penyimpanan, benih bambang lanang mengalami proses kemunduran benih. Kemunduran benih adalah mundurnya mutu viabilitas benih yang dapat menyebabkan perubahan menyeluruh di dalam benih baik fisik, fisiologis maupun kimiawi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan viabilitas dan kandungan biokimia benih bambang lanang pada berbagai tingkat pengeringan dan metode penyimpanan. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola faktorial dengan 2 faktor, yaitu : faktor lama pengeringan (0, 24, 48, 72, jam) dan faktor metode simpan (0 minggu/kontrol, 2 minggu+ruang suhu kamar, 2 minggu+kulkas, dan 2 minggu+DCS). Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengeringan dan metode penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air, daya berkecambah, dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat, protein) benih bambang lanang, yaitu semakin lama pengeringan dan penyimpanan, akan menyebabkan adanya perubahan viabilitas (kadar air dan daya berkecambah) serta kandungan biokimia (lemak, karbohidrat, dan protein) benih bambang lanang, yaitu menurunnya nilai kadar air dan daya berkecambah, meningkatnya kadar lemak dan protein, serta menurunnya kadar karbohidrat. Benih bambang lanang yang disimpan di ruang suhu kamar dapat menghasilkan viabilitas benih yang lebih baik dibandingkan dengan di DCS dan kulkas.
Kata kunci: Benih bambang lanang, viabilitas, biokimia, pengeringan, penyimpanan
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 31-41ISSN : 2354-8568
32
I. PENDAHULUAN
Bambang lanang (Michelia champaca
Linn.) termasuk ke dalam famili Magnoliaceae.
Di Indonesia, sebaran tumbuhnya terdapat di
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan
Kepulauan Sunda Kecil. Tumbuh sampai
ketinggian 1.200 m dpl di tanah subur. Kayunya
agak keras dan umumnya digunakan untuk
bangunan rumah (Heyne, 1987).
Bambang lanang merupakan jenis tanaman
hutan penghasil kayu yang sangat baik untuk
dikembangkan. Untuk menunjang keberhasilan
penanamannya, diperlukan teknik penanganan
benih secara tepat yang disesuaikan dengan
karakteristik/watak benihnya. Karakteristik
benih bambang lanang tergolong benih
rekalsitran. Benih rekalsitran adalah benih yang
cepat rusak (viabilitas menurun) apabila
diturunkan kadar airnya (12-31%) dan tidak
tahan disimpan pada suhu dan kelembaban
rendah (Roberts, 1973).
Benih rekalsitran akan mengalami kemun-
duran benih dengan bertambahnya waktu
penyimpanan. Kemunduran benih adalah
mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat
menyebabkan perubahan menyeluruh di dalam
benih baik fisik, fisiologis maupun kimiawi
yang mengakibatkan menurunnya viabilitas
benih. (Sadjad, 1999).
Indikasi biokimia dalam benih yang
mengalami kemunduran adalah terjadinya
perubahan aktivitas enzim, perubahan laju
respirasi, perubahan dalam cadangan makanan,
perubahan di dalam membran, kerusakan
khromosom dan akumulasi bahan toksin. Asam
lemak dapat mengakibatkan kerusakan
membran sel (Tatipata, 2008). Peningkatan
kandungan lemak menyebabkan terhambatnya
metabolisme benih. Metabolisme benih yang
terganggu mengakibatkan penurunan viabilitas
(Yuniarti et al., 2008).
Temperatur dan kelembaban yang tinggi di
daerah tropika menyebabkan benih mengalami
kemunduran yang cepat selama penyimpanan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi viabilitas
benih selama penyimpanan antara lain suhu,
kadar air benih, kelembaban relatif dan gas
oksigen. Dengan demikian, penyimpanan
merupakan aspek yang penting bagi benih untuk
dapat mempertahankan viabilitasnya dalam
kurun waktu tertentu.
Perubahan kondisi selama penyimpanan
dapat menyebabkan perubahan laju respirasi.
Laju respirasi terus meningkat bila suhu
lingkungan meningkat sampai suatu saat
lajunya dihambat karena terjadinya hal seperti
inaktivasi enzim, kehabisan cadangan nutrisi
atau oksigen atau karena karbondioksida
terakumulasi, hingga mencapai tingkat yang
menghambat. Selama penyimpanan, benih
yang mengandung banyak lemak lebih cepat
rusak dibandingkan dengan benih yang banyak
mengandung pati atau protein (Sudjindro,
1994). Dengan mengetahui kandungan
biokimia tersebut, maka potensi benih dapat
33
diprediksi sehingga teknik penyimpanan atau
pengujian yang tepat dapat ditetapkan bagi
benih tersebut. Sehubungan dengan kenyataan
di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui perubahan viabilitas dan kan-
dungan biokimia benih bambang lanang pada
berbagai tingkat pengeringan dan metode
penyimpanan.
II. BAHAN DAN METODE
Pengujian kadar air dan daya berkecambah
benih dilaksanakan di laboratorium dan rumah
kaca Balai Penelitian Teknologi Perbenihan
Tanaman Hutan di Bogor. Analisis kandungan
biokimia (karbohidrat, protein, lemak) dilaku-
kan di Laboratorium Seameo-Biotrop di Bogor.
Penelitian dilakukan selama empat bulan, yaitu
mulai bulan Pebruari sampai dengan Juni 2013.
Benih bambang lanang yang digunakan
dalam penelitian ini berasal dari Kabupaten
Lahat, Sumatera Selatan. Sedangkan bahan dan
alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
alat pengujian kadar air, alat pengujian analisis
kandungan biokimia (karbohidrat, protein,
lemak), bak kecambah, media tanah dan pasir
yang telah disterilisasi, aluminium foil, silica
gel, sprayer, aquades, ruang suhu kamar, Dry
Cold Storage (DCS), kulkas, alkohol, dan alat
tulis.
Metodologi Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
berpola faktorial dengan 2 faktor, yaitu : faktor
lama pengeringan (0, 24, 48, 72 jam) dan
metode simpan (0 minggu/kontrol, 2 minggu
disimpan pada ruang suhu kamar, 2 minggu
disimpan dalam kulkas, dan 2 minggu disimpan
pada DCS).
Benih yang diperlukan pada setiap perlaku-
an adalah sebanyak 5 gr untuk pengujian kadar
air, 100 gr untuk pengujian biokimia (protein,
lemak, karbohidrat), dan 100 butir untuk
pengujian daya berkecambah, masing-masing
diulang 4 kali. Masing-masing benih disimpan
di ruang suhu kamar (Suhu 28-31 C, RH 70-0
80%), DCS (Suhu 4-8 C, RH 40-60%) dan 0
kulkas (Suhu 0-5 C, RH 40-50%). Wadah 0
simpan yang digunakan adalah wadah alumi-
nium foil tertutup rapat. Penyimpanan benih
dilakukan selama 2 minggu.
Pengujian kadar air benih, daya berkecam-
bah, dan kandungan biokimia (protein, lemak,
karbohidrat) dilakukan sebelum penyimpanan
dan sesudah penyimpanan 2 minggu. Pengujian
kadar air benih menggunakan metode oven pada
suhu 103 2C selama 18 jam. Pengujian daya +
berkecambah menggunakan media campuran
pasir dan tanah (1 : 1 v/v) di rumah kaca,
sedangkan analisis kandungan biokimia
dilakukan di Laboratorium Seameo-Biotrop di
Bogor. Respon yang diamati dalam penelitian
ini adalah kadar air, kandungan biokimia
(karbohidrat, protein, lemak), dan daya
berkecambah.
PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.)PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE PENYIMPANAN
Naning Yuniarti dan Nurhasybi
34
Data hasil penelitian dianalisis dengan
analisa sidik ragam (Anova). Apabila ber-
pengaruh nyata maka untuk mengetahui
perbedaan lebih lanjut dilakukan uji Beda Nyata
Terkecil (BNT).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Ringkasan analisis sidik ragam pengaruh
lama pengeringan dan metode penyimpanan
terhadap kadar air, daya berkecambah, dan
biokimia (lemak, karbohidrat, dan protein)
benih bambang lanang disajikan Tabel 1.
Tabel (Table) 1. Ringkasan analisis sidik ragam pengaruh lama pengeringan dan metode penyimpanan terhadap kadar air, daya berkecambah, dan biokimia (lemak, karbohidrat, dan protein) benih bambang lanang (Summary of analysis of variance of the effect of drying time and storage methods on the moisture content, germination percentage, and biochemistry (fat, carbohydrate and protein) of bambang lanang seed).
Keterangan ( : * = Nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Remarks) * = significant at 95% confidence level)
Parameter (Parameter)
Perlakuan (Treatment) F Hitung
(F calculation) F Tabel (5%)
(F table) Kadar air (Moisture content)
Lama pengeringan (Drying time) 53,0* 2,90 Metoda penyimpanan (Storage method) 1327,7* 2,90 Interaksi (Interaction) 10,5* 2,19
Daya berkecambah (Germination percentage)
Lama pengeringan (Drying time) 80,67* 2,90 Metoda penyimpanan (Storage method) 10,23* 2,90 Interaksi (Interaction) 2,37* 2,19
Lemak/Fat Lama pengeringan (Drying time) 2368,71* 2,90 Metoda penyimpanan (Storage method) 2125,05* 2,90 Interaksi (Interaction) 429,51* 2,19
Karbohidrat/ Carbohydrate
Lama pengeringan (Drying time) 106,61* 2,90 Metoda penyimpanan (Storage method) 266,4* 2,90 Interaksi (Interaction) 18,96* 2,19
Protein/Protein
Lama pengeringan (Drying time) 597,51* 2,90 Metoda penyimpanan (Storage method) 354,11* 2,90 Interaksi (Interaction) 6,82* 2,19
Berdasarkan hasil sidik ragam menunjuk-
kan bahwa perlakuan lama pengeringan dan
metode penyimpanan berpengaruh nyata ter-
hadap nilai kadar air, daya berkecambah, lemak,
karbohidrat, dan protein benih bambang lanang.
Untuk mengetahui lebih lanjut perlakuan yang
menimbulkan perbedaan yang nyata, dilakukan
uji BNT (Gambar 1, 2, 3, 4, dan 5).
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 31-41ISSN : 2354-8568
35
Gambar (Figure) 1. Rata-rata kadar air benih bambang lanang berdasarkan lama pengeringan dan metode penyimpanan (Uji BNT) (Average of moisture content of bambang lanang seed based on drying time and storage method (Least Significance Different Test))
Keterangan ( ) : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan Remarkstidak adanya perbedaan nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Values followed by the same letter are not significantly different at 95 % confidence level)
Gambar ( ) 2. Rata-rata daya berkecambah benih bambang lanang berdasarkan lama Figurepengeringan dan metode penyimpanan (Uji BNT) (Average of germination percentage of bambang lanang seed based on drying time and storage method (Least Significance Different Test))
Keterangan ( ) : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak Remarksadanya perbedaan nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Values followed by the same letter are not significantly different at 95 % confidence level)
PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.)PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE PENYIMPANAN
Naning Yuniarti dan Nurhasybi
36
Gambar ( ) 3. Rata-rata lemak benih bambang lanang berdasarkan lama pengeringan dan Figuremetode penyimpanan (Uji BNT) (Average of fat of bambang lanang seed based on drying time and storage method (Least Significance Different Test))
Keterangan ( ) : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak Remarksadanya perbedaan nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Values followed by the same letter are not significantly different at 95 % confidence level)
Gambar ( ) 4. Rata-rata karbohidrat benih bambang lanang berdasarkan lama pengeringan dan Figuremetode penyimpanan (Uji BNT) (Average of carbohydrate of bambang lanang seed based on drying time and storage method (Least Significance Different Test))
Keterangan ( ) : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak Remarksadanya perbedaan nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Values followed by the same letter are not significantly different at 95 % confidence level)
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 31-41ISSN : 2354-8568
37
Gambar ( ) 5. Rata-rata protein benih bambang lanang berdasarkan lama pengeringan dan Figuremetode penyimpanan (Uji BNT) (Average of protein of bambang lanang seed based on drying time and storage method (Least Significance Different Test))
Keterangan ( ) : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak Remarksadanya perbedaan nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Values followed by the same letter are not significantly different at 95 % confidence level)
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil yang diperoleh (Gambar
1, 2, 3, 4, 5) menunjukkan bahwa pada perlakuan
benih sebelum dan sesudah disimpan selama 2
minggu secara statistik terjadi perbedaan yang
nyata dan adanya perubahan viabilitas (kadar air
dan daya berkecambah) dan kandungan
biokimia (lemak, karbohidrat, dan protein)
benih bambang lanang pada berbagai tingkat
pengeringan dan metode penyimpanan.
Dilihat dari nilai kadar air awal sebelum
disimpan (kontrol), benih bambang lanang
mempunyai kadar air 22,34%. Sedangkan daya
berkecambahnya yaitu sebesar 64%. Setelah
penyimpanan 2 minggu, benih bambang lanang
mengalami penurunan nilai kadar air dan daya
berkecambah pada pengeringan selama 24 jam
dan terus menurun sampai pengeringan 72 jam,
baik disimpan pada ruang suhu kamar, DCS
maupun di kulkas. Daya berkecambah meng-
alami penurunan seiring dengan menurunnya
nilai kadar air. Pada akhir pengeringan (72 jam),
diketahui bahwa benih yang disimpan di ruang
suhu kamar dapat mempertahankan nilai kadar
air dan daya berkecambah lebih tinggi diban-
dingkan DCS dan kulkas.
Benih bambang lanang termasuk benih
rekalsitran. Benih rekalsitran adalah benih yang
cepat rusak (viabilitas menurun) apabila
diturunkan kadar airnya dan tidak tahan
disimpan pada suhu dan kelembaban rendah
(Roberts, 1973). Selain itu benih rekalsitran
PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.)PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE PENYIMPANAN
Naning Yuniarti dan Nurhasybi
38
sangat sensitif terhadap pengeringan dan suhu
rendah (Farrant ., 1988). Menurut Sadjad et al
(1999) bahwa kemunduran benih yang
disebabkan penurunan kadar air diindikasikan
secara fisiologi dengan adanya perubahan
warna benih, tertundanya perkecambahan,
menurunnya pertumbuhan berkecambah dan
meningkatnya pertumbuhan kecambah
abnormal.
Kadar air dan daya berkecambah benih
bambang lanang cenderung menurun seiring
dengan lamanya pengeringan dan setelah
penyimpanan. Secara alami benih bambang
lanang mengalami kemunduran dengan ber-
tambahnya waktu (penyimpanan). Menurut
Sadjad (1999), dua hal yang berkaitan dengan
proses kemunduran benih selama periode
penyimpanan adalah kemunduran yang bersifat
kronologis yang berkaitan dengan unsur waktu
dan kemunduran fisiologis yang disebabkan
oleh berbagai faktor lingkungan. Kemunduran
benih adalah mundurnya mutu fisiologis benih
yang dapat menyebabkan perubahan menyelu-
ruh di dalam benih baik fisik, fisiologis maupun
kimiawi yang mengakibatkan menurunnya
viabilitas benih. Kemunduran benih rekalsitran
akibat faktor internal maupun eksternal ditandai
dengan penurunan daya berkecambah, pening-
katan jumlah kecambah abnormal, penurunan
pemunculan kecambah di lapangan (field
emergence), terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, meningkatnya kepeka-
an terhadap lingkungan yang ekstrim yang
akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman
(Panjaitan, 2010).
Benih bambang lanang yang disimpan di
ruang suhu kamar dapat menghasilkan viabilitas
benih yang lebih baik dibandingkan dengan di
ruang DCS dan kulkas. Karakteristik dari benih
rekalsitran adalah sensitif terhadap temperatur
rendah (Chin 1984). Jadi untuk penyim-et al.,
panannya, benih bambang lanang memerlukan
suhu ruangan yang tidak bertemperatur rendah.
Suhu kamar (Suhu 28-31 C, RH 70-80%) 0
memiliki suhu/temperatur yang lebih tinggi
dibandingkan dengan DCS (Suhu 4-8 C, RH 40-0
60%) dan kulkas (Suhu 0-5 C, RH 40-50%). 0
Menurut Sudjindro (1994), beberapa faktor yang
mempengaruhi viabilitas benih selama
penyimpanan antara lain suhu, kadar air benih,
kelembaban relatif dan gas oksigen.
Berjak dan Pammenter (2008), menyatakan
bahwa cara terbaik untuk mempertahankan
viabilitas benih rekalsitran adalah menyimpan-
nya pada suhu dimana benih rekalsitran paling
tahan, di bawah kondisi tidak kehilangan kadar
air dan mengurangi kontaminasi dengan jamur.
Dilihat dari kandungan biokimia (lemak,
karbohidrat, protein), sebelum disimpan pada
perlakuan kontrol (pengeringan 0 jam), benih
bambang lanang memiliki kadar lemak lebih
tinggi dibandingkan dengan kadar karbohidrat
dan kadar protein. Selama pengeringan sampai
72 jam, benih bambang lanang mengalami
peningkatan kadar lemak dan protein, serta
menurunnya kadar karbohidrat. Menurut
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 31-41ISSN : 2354-8568
39
Sudjindro (1994) dalam Suzanna (1999) benih
yang mempunyai kandungan lemak tinggi,
benihnya akan cepat rusak. Hal ini bisa
menyebabkan daya berkecambahnya menurun.
Setelah penyimpanan, benih bambang
lanang mengalami peningkatan kadar lemak dan
protein, serta menurunnya kadar karbohidrat
pada benih bambang lanang. Menurut
Syamsuwida . (2007) bahwa perubahan et al
biokimia benih selama penyimpanan menunjuk-
kan adanya peningkatan kandungan lemak,
protein dan daya hantar listrik (DHL) serta
penurunan kandungan karbohidrat. Hal ini
mengindikasikan terjadinya kemunduran
kualitas benih. Kandungan biokimia yang
diukur seperti protein, lemak dan karbohidrat
mengalami perubahan setelah penyimpanan
yang mengindikasikan kemunduran benih
(Syamsuwida dan Aminah, 2005).
Benih dengan kandungan lemak tinggi
memerlukan perhation khusus dalam pena-
nganannya, kalau tidak akan berakhir dengan
kehilangan viabilitas dan kemampuan ber-
kecambah (Balesevic-Tubic ., 2007). Liu et al et
al. (2006) memperlihatkan bahwa proporsi
asam lemak dalam membran fosfolipid pada
benih rekalsitran lebih tinggi daripada benih
ortodok. Pada beberapa kasus ditemukan bahwa
meningkatnya kandungan lemak karena adanya
jamur selama penyimpanan dalam kondisi
lembab seperti terjadi pada jarak (Jatropha
curcas et al) (Worang ., 2008).
Menurut Sudjindro (1994) dalam Suzanna
(1999) benih yang mempunyai kandungan
lemak tinggi, sehingga benih cepat rusak selama
penyimpanan. Kandungan asam lemak yang
tinggi di dalam benih juga merupakan indikasi
terjadinya proses respirasi yang tinggi yang
menyebabkan benih kehilangan energi untuk
perkecambahan. Selama penyimpanan, benih
yang mengandung banyak lemak lebih cepat
rusak dibandingkan dengan benih yang banyak
mengandung pati atau protein. Kandungan asam
lemak yang tinggi di dalam benih juga
merupakan indikasi terjadinya proses respirasi
yang tinggi yang menyebabkan benih kehilang-
an energi untuk perkecambahan.
Selama penyimpanan kadar protein pada
benih bambang lanang juga cenderung
meningkat sejalan dengan menurunnya kadar air
dan daya berkecambah. Perubahan intensitas
dan jenis protein dikontrol oleh DNA yang
menyesuaikan dengan aktivitas di dalam benih
itu sendiri. Peningkatan kandungan protein ini
diduga merupakan mekanisme pertahanan benih
terhadap penurunan kadar air dan lama
penyimpanan. Hal ini juga meng-indikasikan
adanya pertahanan benih pada kondisi yang
optimal. Selain itu, sintesa protein yang spesifik
diperlukan untuk mempertahankan dormansi
embrio (Gifford, 1993).
Kadar karbohidrat pada benih bambang
lanang menurun selama penyimpanan. Keber-
adaan karbohidrat dalam benih yang terdiri dari
komponen gula (sukrosa) sebagai substrat
pembentuk karbohidrat, menunjukkan adanya
pertahanan terhadap pengeringan seperti halnya
protein. Terjadinya penurunan kandungan
PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.)PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE PENYIMPANAN
Naning Yuniarti dan Nurhasybi
40
karbohidrat mengindikasikan penurunan
pertahanan benih artinya terjadi penurunan
viabilitas benih. Hal ini ditunjukkan dengan
menurunnya daya berkecambah benih bambang
lanang selama penyimpanan.
IV. KESIMPULAN
Tingkat pengeringan dan metode penyim-
panan berpengaruh nyata terhadap nilai kadar
air, daya berkecambah, dan kandungan biokimia
(lemak, karbohidrat, protein) benih bambang
lanang. Semakin lama pengeringan dan setelah
penyimpanan, akan menyebabkan adanya
perubahan viabilitas (kadar air dan daya
berkecambah) dan kandungan biokimia (lemak,
karbohidrat, dan protein) benih bambang lanang
pada berbagai tingkat pengeringan dan metode
penyimpanan, yaitu menurunnya nilai kadar air
dan daya berkecambah, meningkatnya kadar
lemak dan protein, serta menurunnya kadar
karbohidrat pada benih bambang lanang. Benih
bambang lanang yang disimpan di ruang suhu
kamar dapat menghasilkan viabilitas benih yang
lebih baik dibandingkan dengan di DCS dan
kulkas.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Kelompok Tani Purnomo di Desa Muara
Payang, Kecamatan Muara Payang, Kabupaten
Lahat, Propinsi Sumatera Selatan atas kerja-
sama yang baik dalam memberikan materi benih
untuk keperluan penelitian ini. Terimakasih juga
kami ucapkan kepada teknisi yang telah
membantu dalam pelaksanaan pengujian di
laboratorium Balai Penelitian Teknologi Per-
benihan Tanaman Hutan di Bogor.
DAFTAR PUSTAKA
Balešević-Tubić, S, Tatić, M, Miladinović, J, Pucarević, M. 2007. Changes of faty acidscontent and vigour of sunflower seed during natural aging. Helia 30(47): 61-67.
Berjak, P. and NW Pammenter. 2008. From Avicennia to zizania: seed recalcitrance in perspectiv. Ann Bot (Lond). 101(2): 213–228.
Chin, H.F, Hor, Y.L and Moch. Lassim, M.B. 1984. Identification of Recalcitrant Seeds. Seed Science and Technology 12:429-436.
Gifford, D.J. 1993. Loblolly Pine Seed Dormancy; The Relationship Between Protein, Synthesis in The Embryo and Mega Gametophyte and The Loss of Seed Dormancy, In Edward DGW (ed). Dormancy and Barriers to Germination. Proc. Int'l Symp. Of IUFRO Proj. Group P2.04.00 (Seed Problems).
Farrant, J.M., Pammenter, N.W., and P. Berjak. 1988. Recalcitrant-A Current Assess-ment. Seed Science and Technology. 16:155-166.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Badan Penelitian dan Pengem-bangan Kehutanan. Jakarta.
Liu M-S, Chang C-Y, Lin T-P. 2006. Comparison of phospholipids and their fatty acids in recalcitrant and orthodox seeds. Seed Science and Technology. 34:443–452.
Panjaitan, S. 2010. Kemunduran mutu benih rekalsitran. panjaitan-sumitro.blogspot. com/. Diakses tanggal 9 Pebruari 2015.
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 31-41ISSN : 2354-8568
Roberts, E.H. 1973. Predicting the Viability of Seeds. Seed Science and Technology 1: 499-514.
Sadjad, S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif kee Simulatif. Grasindo. Jakarta.
Syamsuwida, D. dan Aminah, A. 2005. Dampak Pengeringan dan Penyimpanan terhadap Perubahan Fisiologi dan Biokimia Benih Antok. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol.2 Suplemen No.2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Yogyakarta.
Syamsuwida, D. dan Aminah, A. 2007. Perubahan Kandungan Lemak, Protein, Pati dan Daya Hantar Listrik pada Benih Gaharu (Aquillaria malaccensis). Jurnal Manajemen Hutan Tropika. Volume XIII, No.2. IPB. Bogor.
Suzana, E. 1999. Pengaruh penurunan kadar air dan penyimpanan terhadap perubahan fisiologis dan biokimia benih karet (Hevea brasilliensis). Tesis, Program Pasca sarjana. IPB-Bogor. Unpublished.
Sudjindro. 1994. Indikasi kemunduran viabilitas oleh dampak guncangan pada benih kenaf (Hibiscus cannabinus L.). Disertasi Program Pasca Sarjana. IPB.
Tatipata, A. 2008. Pengaruh kadar air awal, kemasan dan lama simpan terhadap protein membran dalam mitokondria benih kedelai. Buletin Agronomi (36) (1): 8-16.
Worang, RL, OS Dharmaputra, R Syarief dan Miftahudin. 2008. The quality of physic nut (Jatropha curcas L.) seeds packed in plastic material during storage. Biotropia vol. 15 no. 1, 2008 : 25 - 36.
41
PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.)PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE PENYIMPANAN
Naning Yuniarti dan Nurhasybi
PENINGKATAN DAYA DAN KECEPATAN BERKECAMBAHBENIH MALAPARI (Pongamia pinnata)
Eliya Suita dan Dida Syamsuwida
43
PENINGKATAN DAYA DAN KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH MALAPARI ( )Pongamia pinnata
The Enhancement of the Rate and Capacity of Germination of Malapari (Pongamia pinnata) Seeds
Eliya Suita dan Dida SyamsuwidaBalai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
Jl. Pakuan Ciheuleut PO BOX. 105 Bogor, Tlp. 0251-8327768Email : [email protected]
Naskah masuk : 19 Januari 2015; Naskah direvisi : 26 Januari 2015; Naskah diterima : 02 Juli 2015
ABSTRACT
Malapari is a potential bioenergi legume tree with the high seed oil content. In attempting to establish the plantation of this species, the high quality of seeds physiologically are urgently needed. The aim of the study was to find out the appropriate treatments to enhance the rate and percentage of germination of malapari seeds. The treatments were consisted of seed moisture content reduction (control and reduced seed moisture content), pretreatments (water soaking for 24 hours, coconut water soaking for 3 and 6 hours) and sowing conditions (the opened and closed seed beds). The results revealed that the best sowing condition to increase the percentage and rate of germination of malapari seeds were reducing the seed moisture content in advance, soaking with water for 24 hours and sowing them in opened seed beds. Such treatments resulted the values of germination percentage and germination rate of 99% dan 4.48%KN/etmal, respectively, and time for germination took about 13.75 days.
Keywords: Moisture content, , pre-treatments, seed germinationPongamia pinnata
ABSTRAK
Malapari adalah tanaman legume yang berpotensi sebagai sumber bioenergi. Dalam rangka penanamannya diperlukan benih berkualitas secara fisiologis. Tujuan penelitian adalah mendapatkan perlakuan yang tepat untuk meningkatkan daya dan kecepatan berkecambah benih malapari. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan acak Lengkap (RAL) pola faktorial. Perlakuan yang digunakan meliputi penurunan kadar air (kontrol dan kadar air benih diturunkan), perlakuan pendahuluan (perendaman air selama 24 jam, air kelapa selama 3 dan 6 jam) dan kondisi penaburan (bak kecambah terbuka dan tertutup plastik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih malapari dapat ditingkatkan dengan menurunkan dahulu kadar air benih hingga mecapai 41,80%, dan ditabur pada kondisi bak terbuka. Perlakuan ini menghasilkan nilai daya berkecambah dan kecepatan berkecambah masing-masing 99% dan 4,48%KN/etmal, dengan lama waktu yang diperlukan untuk berkecambah rata-rata selama 13,75 hari.
Kata kunci: Kadar air, , perlakuan pendahuluan, perkecambahan benihPongamia pinnata
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 43-50ISSN : 2354-8568
44
I. PENDAHULUAN
Malapari (Pongamia pinnata) merupakan
jenis pohon serbaguna, mempunyai banyak
manfaat baik kayu maupun non kayu diantara-
nya sebagai sumber energi nabati, tanaman
penghijauan, tanaman obat, tanaman pemecah
angin, pakan ternak dan pestisida nabati.
Sebagai sumber energi, kayunya memiliki nilai
kalor sebesar 19.000-20.000 kJ/kg, dan bijinya
mengandung minyak nabati dengan kandungan
minyak sebesar 27-39% dari berat kering
benihnya, terdiri dari 70% Oleic Acid dan 11%
Linoleic Acid (Soerawidjaja, 2007).
Pengadaan benih memegang peranan
penting dalam peningkatan produktivitas hutan
tanaman. Jenis malapari memiliki sifat
dormansi, yang apabila ditabur memerlukan
waktu lama untuk mulai berkecambah. Menurut
Aminah et al., (2012), benih malapari
berkecambah 2-3 minggu setelah di tabur,
sehingga perlu mencari perlakuan yang tepat
untuk mempercepat perkecambahannya.
Dormansi benih merupakan cara tanaman
agar dapat bertahan hidup dan beradaptasi
dengan lingkungannya. Dormansi primer
merupakan bentuk dormansi eksogen (berkaitan
dengan sifat fisik kulit benih) dan dormansi
endogen (berkaitan dengan sifat fisiologis).
Dormansi endogen dapat dipatahkan dengan
perubahan fisiologis seperti pemasakan embrio
rudimeter, respon terhadap zat pengatur tumbuh,
perubahan suhu dan ekspos ke cahaya (Ilyas,
2012). Metode pematahan dormansi fisiologis
(Murniati, 2013) adalah dengan cara
penyimpanan kering, stratifikasi suhu rendah,
KNO3, GA3 dan suhu berganti.
Air adalah pelarut yang baik untuk
perkecambahan (Bewley & Black, 1985), yang
dapat meningkatkan kualitas fisiologis benih
mangium (Acacia mangium) (BTP, 2000),
sengon (Falcataria moluccana) (BTP, 2000;
Sudomo, 2012). Selain itu, air kelapa yang
mengandung banyak zat bermanfaat seperti
makronutrien, vitamin, asam amino, berbagai
mineral dan bahkan hormone pertumbuhan
(Putri et al., 2013) dapat meningkatkan potensi
perkecambahan benih. Kurniaty (2003),
melaporkan bahwa benih cempaka, dapat
ditingkatkan daya kecambahnya dengan
merendam benih dalam air kelapa muda selama
120 menit. Begitu juga dengan benih kacang
tanah dari tiga lokasi dengan perlakuan
perendaman dengan air kelapa memberikan
respon perkecambahan yang baik (Nurussintani
et al., 2013).
Mengingat karakteristik benih malapari
yang memiliki masa perkecambahan yang
cukup lama, maka perlu upaya untuk
meningkatkan kapasitas perkecambahannya.
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan
perlakuan dan metode uji yang tepat untuk
meningkatkan daya dan kecepatan berkecam-
bah benih malapari.
45
II. BAHAN DAN METODE
Benih malapari diunduh dari tegakan di
wilayah Banten. Penelitian dilaksanakan di
laboratorium Balai Penelitian Teknologi Per-
benihan Tanaman Hutan, mulai dari bulan
Februari sampai dengan Desember 2014.
Perkecambahan menggunakan media campuran
pasir dan tanah (1 : 1) (v/v) dan peralatan yang
digunakan meliputi bak kecambah, oven,
desikator, timbangan analitik, kamera, label,
dan lain-lain.
Metode Penelitian
a. Pengujian kadar air benih
Kadar air dinyatakan dalam persen berat
dan dihitung dalam 1 desimal terdekat (ISTA,
2010) dengan rumus sebagai berikut :
Kadar air = x 100%
dimana:
M1 : berat wadah dan penutup dalam gram
M2 : berat wadah, penutup, dan benih sebelum
pengeringan
M3 : berat wadah, penutup, dan benih sesudah
pengeringan
Pengujian kadar air menggunakan 3
ulangan dengan masing-masing ulangan 5 gram
benih.
b. Perlakuan Perkecambahan
Pengujian perkecambahan dilakukan di
rumah kaca menggunakan beberapa faktor,
diantaranya penurunan kadar air, perlakuan
pendahuluan dan faktor metode/media per-
kecambahan. Penurunan kadar air benih
dilakukan dengan menjemur benih di bawah
sinar matahari selama 4 jam, kemudian diangin-
anginkan di ruang kamar selama 2 hari.
Penurunan dengan cara ini menghasilkan kadar
air benih sebesar 41,8%. Uraian faktor yang
digunakan adalah sebagai berikut:
A = Faktor Kadar Air
A1 : Kadar air benih
A2 : Kadar air benih diturunkan
B = Faktor perlakuan pendahuluan
B1 : Kontrol (tanpa perlakuan)
B2 : Benih direndam dengan air biasa
selama 24 jam
B3 : Benih direndam dengan air kelapa
selama 3 jam
B4 : Benih direndam dengan air kelapa
selama 6 jam
C = Faktor metoda uji perkecambahan
C1 : Media pasir tanah (1:1) terbuka
C2 : Media pasir tanah (1:1) ditutup plastik
Ulangan dilakukan sebanyak 4 kali,
masing-masing ulangan terdiri dari 50 butir
benih.
c. Parameter yang diukur terdiri dari :
Daya berkecambah, kecepatan berkecam-
bah, hari mulai berkecambah dan lama
berkecambah.
Daya berkecambah ditentukan dengan
jumlah benih yang sudah berkecambah normal
yang dicirikan dengan munculnya dua daun.
PENINGKATAN DAYA DAN KECEPATAN BERKECAMBAHBENIH MALAPARI (Pongamia pinnata)
Eliya Suita dan Dida Syamsuwida
(M2 - M3)
(M2 - M1)
46
Menurut Sadjad ., (1999), daya berkecam-et al
bah menjabarkan parameter viabilitas potensial
dengan rumus daya berkecambah (DB) sebagai
berikut:
Dimana: ∑ KN = jumlah benih yang
berkecambah normal; N= jumlah benih yang
ditabur
Kecepatan berkecambah yang dihitung
adalah benih yang berkecambah dari hari
pengamatan pertama sampai dengan hari
terakhir. Dengan penghitungan kecambah
normal pada setiap pengamatan dibagi dengan
etmal (1 etmal = 24 jam). Menurut Sadjad ., et al
(1999) dan (Widajati, 2013), kecepatan
berkecambah menjabarkan parameter vigor dan
rumus kecepatan berkecambah sebagai berikut :
Dimana:�Kct = kecepatan berkecambah; i = hari
pengamatan; KN = kecambah normal pada hari i
ke-i (%); W = Waktu (etmal) pada hari ke-i.i
Hari mulai berkecambah adalah rata-rata
waktu ketika benih mulai memunculkan
kecambah normal. Lama berkecambah adalah
rata-rata lamanya perkecambahan, mulai dari
tumbuhnya kecambah normal sampai peng-
amatan diakhiri.
C. Analisa data
Data dianalisis dengan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) pola faktorial (2x4x2). Uji jarak
Duncan digunakan untuk membandingkan nilai
rata-rata antar kelas yang berbeda nyata.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Benih malapari asal Banten mempunyai
kadar air awal yang cukup tinggi yaitu rata-rata
57,05%. Hasil perlakuan perkecambahan,
pengaruh benih segar dan benih yang diturunkan
kadar airnya, dengan perlakuan pendahuluan
serta kondisi perkecambahan benih dapat dilihat
pada Tabel 1.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
faktor kadar air dan faktor perlakuan pen-
dahuluan, berpengaruh signifikan terhadap daya
berkecambah dan kecepatan berkecambah benih
malapari, sedangkan faktor kondisi penaburan
tidak berpengaruh signifikan terhadap
kecepatan berkecambahnya. Interaksi antara
kadar air, perlakuan dan kondisi penaburan
terhadap daya berkecambah dan kecepatan
berkecambah berpengaruh signifikan, kecuali
interaksi antara kadar air dan kondisi penaburan.
Untuk hari pertama berkecambah berpengaruh
nyata hanya pada faktor kadar air dan kondisi
penaburan sedangkan lama hari berkecambah
berpengaruh pada kadar air dan interaksi antara
faktor kadar air dan faktor perlakuan
pendahuluan (Tabel 2).
DB = x 100%KNN
Kct =
n
i=1
(KN)i
Wi
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 43-50ISSN : 2354-8568
Tabel ( ) 2. Pengaruh interaksi kadar air, perlakuan dan kondisi penaburan terhadap parameter Tableperkecambahan benih malapari (The influence of interaction of moisture content, pretreatments and sowing conditions on the germination parameters of malapari seeds).
Catatan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan (Remarks)95% (Values followed by the same alphabets within a coloum are not significantly difference at a level of 95% confidence). fresh seed moisture content reduced A1 = Kadar air benih segar/ ), A2=Kadar air benih diturunkan/seed moisture content, control, 24 hours water soaked, B1 = Kontrol/ B2 = direndam air 24 jam / B3 = direndam air kelapa 3 jam/ B4 = direndam air kelapa 6 jam/ C1 = 3 hours coconut water soaked, 6 hours coconut water soaked, bak terbuka/ C2 = bak tertutup/opened seed beds, closed seed beds
Perlakuan/ Treatments
Daya Berkecambah/ Germination
percentage (%)
Kecepatan Berkecambah/ Germination
rate(KN%-etmal /% -day)
Hari pertama berkecambah/The
first day of germination (hari/days)
Lama hari berkecambah/
Lenght of germination (hari/days)
A1B1C1 84 c 2,82 d 21,00 a 32,00 abc A1B2C1 87 bc 3,16 d 19,75 ab 19,75 bcd A1B3C1 90 abc 3,19 d 18,25 abcd 37,00 a A1B4C1 41 d 1,55 e 19,00 abc 25,75 abcd A1B1C2 92 abc 3,70 c 15,75 bcd 24,25 abcd A1B2C2 34,7 d 1,12 e 22,00 a 35,00 ab A1B3C2 97 ab 4.10 bc 16,25 bcd 25,25 abcd A1B4C2 44 d 1,46 e 16,50 bcd 34,50 ab A2B1C1 99 ab 4,48 ab 18,00 abcd 13,75 d A2B2C1 100 a 4,71 a 16,25 bcd 25,50 abcd A2B3C1 97 ab 4,34 ab 18,00 abcd 12,00 d A2B4C1 96 ab 4,62 ab 15,50 cd 20,25 bcd A2B1C2 99 ab 4,73 a 18,00 abcd 18,50 cd A2B2C2 93 abc 3,75 c 16,25 bcd 37,75 a A2B3C2 99 ab 4,71 a 16,00 bcd 16,75cd A2B4C2 96 ab 4,78 a 14,75 d 17,75cd
47
Tabel (Table) 1. Hasil analisis keragaman parameter perkecambahan benih malapari sehubungan dengan perlakuan metode perkecambahan (Analysis of variance of germination parameters of malapari seeds in relation to the germination methods)
Keterangan (Remarks) : ** = berbeda sangat nyata/highly significant difference, * = berbeda nyata /significantly difference, tn = tidak berbeda nyata/not significant, pada tingkat/at level of α = 5%
PENINGKATAN DAYA DAN KECEPATAN BERKECAMBAHBENIH MALAPARI (Pongamia pinnata)
Eliya Suita dan Dida Syamsuwida
Perlakuan/treatments
Parameter/parameters
Daya berkecambah/ Germination
percentage (%)
Kecepatan berkecambah/
Germination rate (KN% -etmal/% -day)
Hari pertama berkecambah/ The first day of germination (hari/days)
Lama hari berkecambah/
Lenght of germination (hari/days)
Kadar Air/ Moisture content (A)
204,76** 471,94** 10,16* 14,24*
Perlakuan pendahuluan/ Pretreatments (B)
47,09** 34,08** 2,35tn 1,93tn
Kondisi penaburan/ Sowing conditions (C)
7,23* 0,53tn 4,30* 1,58tn
AxB 38,17** 33,81** 2,79tn 3,57* AxC 4,02tn 0,08tn 0,92tn 0,61tn BxC 20.02** 32,47** 1,72tn 2,58tn AxBxC 11.80** 5,24* 1,69tn 1,90tn
48
Benih malapari yang segar dan yang
diturunkan kadar airnya, apabila diberi perlaku-
an direndam dengan air biasa dan air kelapa
dengan kondisi bak kecambah terbuka dan
tertutup plastik, menghasilkan rata-rata daya
berkecambah berkisar antara 34,67%-100%,
rata-rata kecepatan berkecambah antara
1,12%KN/etmal- 4,78%KN/etmal, dengan rata-
rata hari mulai berkecambah antara 14,75 hari -
22 hari, dan rata-rata lama berkecambah antara
12 hari – 37,75 hari.
Benih segar tanpa perlakuan yang di tabur
di bak kecambah terbuka (A1B1C1), mem-
punyai daya berkecambah dan kecepatan
berkecambah yang sudah cukup tinggi (84%
dan 2,82% KN/etmal), dengan rata-rata hari
mulai berkecambah pada hari ke 21 dan lama
hari berkecambah 32 hari. Apabila benih di beri
perlakuan direndam dengan air biasa selama 24
jam dan air kelapa selama 3 jam yang ditabur di
bak terbuka terjadi peningkatan daya ber-
kecambah begitu juga apabila ditabur di bak
kecambah tertutup dengan perlakuan control
dan rendam dengan air kelapa selama 3 jam.
Tetapi terjadi penurunan apabila benih segar
direndam air selama 24 jam yang ditabur dibak
kecambah tertutup. Benih yang direndam
dengan air kelapa selama 6 jam ditabur di bak
kecambah terbuka dan tertutup menyebabkan
terjadinya penurunan daya berkecambah dan
kecepatan berkecambah. Hal ini diduga karena
benih segar masih mempunyai kadar air yang
tinggi sehingga apabila di beri perlakuan
perendaman yang lama akan terjadi kejenuhan
maksimal, sehingga menyebabkan kerusakan
struktur membran di dalam sel yang berakibat
kegagalan perkecambahan (Bewley & Black,
1985).
Benih malapari yang sudah diturunkan
kadar airnya, kemudian diberi perlakuan
perendaman air selama 24 jam dan dikecam-
bahkan pada kondisi bak kecambah terbuka
maka dapat menghasilkan daya berkecambah
sampai 100%. Dengan demikian air dapat
membantu perkecambahan benih malapari. Air
merupakan salah satu syarat penting bagi
berlangsungnya proses perkecambahan benih
(Sutopo, 2002; Murniati, 2013), sehingga
dengan perendaman benih malapari dengan air
selama 24 jam dapat mematahkan dormansi
benih. Begitu juga apabila benih yang sudah
diturunkan kadar airnya diberi perlakuan
perendaman dengan air kelapa baik selama 3
jam maupun 6 jam dan dikecambahkan pada bak
kecambah terbuka maupun tertutup, menghasil-
kan daya berkecambah berkisar 93% - 99% dan
kecepatan berkecambah berkisar 3,75%
KN/etmal – 4,78%KN/etmal. Dengan demikian
air kelapa juga dapat membantu meningkatkan
viabilitas benih malapari, seperti halnya terjadi
pada benih (Anwar Morus macroura et al.,
2008), kacang tanah (Nurussintani ., 2013) et al
dan kopi (Hedty ., 2014) yang direndam air et al
kelapa masing-masing selama 1 jam, 48 jam dan
25 menit.
Benih malapari yang diberi perlakuan yang
mempunyai waktu berkecambah terpendek
terdapat pada benih yang diturunkan kadar
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 43-50ISSN : 2354-8568
49
PENINGKATAN DAYA DAN KECEPATAN BERKECAMBAHBENIH MALAPARI (Pongamia pinnata)
Eliya Suita dan Dida Syamsuwida
airnya, kemudian diberi perlakuan benih
direndam dengan air kelapa selama 3 jam,
dengan kondisi bak kecambah terbuka dengan
lama waktu berkecambah yang diperlukan
mulai dari berkecambah sampai diakhiri
pengamatan adalah 12 hari, tetapi tidak berbeda
nyata dengan yang diturunkan kadar air tanpa
perlakuan dengan kondisi bak terbuka dengan
lama hari berkecambah rata-rata 13,75 hari.
Mengingat hasil yang tidak berbeda nyata antara
benih yang diberi perlakuan dengan yang tidak
diberi perlakuan, cukup diturunkan kadarnya
sudah meningkatkan daya berkecambah maka
untuk mengefisienkan waktu tenaga dan biaya,
sebaiknya cukup dengan menurunkan kadar air
benih. Dengan demikian untuk meningkatkan
daya berkecambah dan kecepatan berkecambah
hanya dengan menurunkan kadar air, kemudian
langsung dikecambahkan di bak kecambah
dengan kondisi bak terbuka (A2B1C1), dengan
rata-rata daya berkecambah 99%, kecepatan
berkecambah 4,48%KN/etmal dan lama hari
berkecambah 13,75 hari. Diperkirakan benih
malapari mempunyai dormansi endogen yaitu
dengan penurunan kadar air terjadi pemasakan
benih, menurut Ilyas (2012) dormansi endogen
dapat dipatahkan dengan perubahan fisiologis
seperti pemasakan embrio. Menurut Sutopo
(2002), menyebutnya sebagai after ripening,
yang merupakan setiap perubahan pada kondisi
fisiologis benih selama penyimpanan yang
mengubah benih menjadi mampu berkecambah.
Secara umum, dilihat dari masing-masing
perlakuan, penurunan kadar air benih malapari
dapat meningkatkan daya berkecambah dan
kecepatan berkecambah. Benih malapari
mempunyai kadar air awal yang tinggi
(57,05%), apabila langsung dikecambahkan
akan memerlukan waktu yang lama untuk
berkecambah (Aminah, 2012), sehingga benih
malapari diperkirakan mempunyai sifat
dormansi fisiologis yang dengan penyimpanan
kering (Murniati, 2013) yaitu dengan penurunan
kadar air dapat meningkatkan daya berkecam-
bahnya.
Kondisi penaburan dapat mempengaruhi
daya berkecambah benih malapari. Ini menun-
jukkan bahwa benih malapari memerlukan
cahaya dan kelembaban untuk perkecambahan-
nya, sesuai dengan pendapat Sutopo (2002) dan
Murniati (2013) yang menyatakan bahwa salah
satu faktor eksternal (lingkungan perkecam-
bahan) yang mempengaruhi perkecambahan
benih adalah cahaya dan suhu.
IV. KESIMPULAN
Daya berkecambah dan kecepatan ber-
kecambah benih malapari dapat ditingkatkan
dengan menurunkan dahulu kadar air benihnya
hingga mencapai 41,80%, kemudian ditabur
pada kondisi bak terbuka. Perlakuan ini
menghasilkan nilai daya berkecambah dan
kecepatan berkecambah masing-maing 99%
dan 4,48%KN/etmal, dengan lama waktu yang
diperlukan untuk berkecambah rata-rata selama
13,75 hari.
50
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
tim teknisi litkayasa Balai Penelitian Teknologi
Perbenihan Tanaman Hutan yang telah
membantu pengamatan dan pengumpulan data
selama kegiatan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, A, Danu, N. Siregar, dan Dharmawati. 2012. Kranji ( Merril) Pongamia pinnataSumber Energi Terbarukan. Balai Peneli-tian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan.
Anwar, A, Renfiyeni, dan Jamsari. 2008. Metode Perkecambahan Benih Tanaman Andalas ( Miq.).Morus macroura Jerami. Vol.1 No.1.
Bewley, J.D and M. Black. 1985. Seeds : Physiology of Development and Germina-tion. 2nd Edition. Plenum Press, New York, p 445.
BTP (Balai Teknologi Perbenihan). 2000. Pedoman Standarisasi Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan. Publikasi Khusus. Vol.2 No 4. Balai Teknologi Perbenihan, Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan. Bogor.
Hedty, Mukarlina, M Turnip. 2014. Pemberian H SO dan Air Kelapa pada Uji Viabilitas 2 4
Biji Kopi Arabika ( L.). Coffea arabicaJurnal Protobiont. Vol 3 (1): 7 – 11.
ISTA. 2010. International rules for seed testing: Edition 2010. The International Seed Testing Association. Bassersdorf. Switzerland.
Ilyas, S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih : Teori dan Hasil-hasil Penelitian. IPB Press.
Kurniaty, R, Yuniarti N, Muharam A, Kartiana E.R., Ismiati E, Royani H. 2003. Teknik penanganan benih jenis andalan setempat di Sulawesi Selatan, bali, Kalimantan Barat dan Jawa barat. LUC No. 385. Departemen Kehutanan. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.
Murniati, E. 2013. Fisiologi Perkecambahan dan Dormansi Benih (Dasar Ilmu dan Teknologi Benih). IPB Press.
Nurussintani, W, Damanhuri dan S. L. Purnamaningsih. 2013. Perlakuan Pematahan dormansi terhadap daya tumbuh benih 3 varietas kacang tanah ( ). Jurnal Produksi Arachis hypogaeaTanaman Vol 1(1). Universitas Brawijaya.
Putri, B, A. Vickry dan H. W. Maharani. 2013. Pemanfaatan air kelapa sebagai pengkaya media pertumbuhan mikroalga Tetrasel-mis sp. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung.
Sadjad, S, E. Muniarti, S. Ilyas.1999. Parameter Pengujian Vigor Benih Komparatif ke Simulatif. Jakarta : PT. Grasindo.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada Jakarta.
Soerawidjaja, S.H. 2007. An Overview on Biofuel : The 3 MRPTNI CUPT
rd
Conference.
Sudomo, A. 2012. Perkecambahan benih sengon ( Miq) Falcataria moluccanaBarneby & J W Grimes) pada empat jenis media. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sains, Teknologi dan Kesehatan. Vol.3, 1: 37-42.
Widajati, E. 2013. Metode Pengujian Benih (Dasar Ilmu dan Teknologi Benih). IPB Press.
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 43-50ISSN : 2354-8568
PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PEMBIBITANJABON MERAH (Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil)
Danu, Rina Kurniaty dan Nina Mindawati
51
PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PEMBIBITAN JABON MERAH ( (Roxb.) Havil)Anthocephalus macrophyllus
The use of Mycorrhizae and NPK Fertilizer in Seedling Growth of Red-Jabon(Anthocephalus macrophyllus ( .) )Roxb Havil
1) 1) 2)Danu , Rina Kurniaty dan Nina Mindawati
1)Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
2)Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
Email: [email protected]
Naskah masuk : 2 Februari 2015; Naskah direvisi : 9 Februari 2015; Naskah diterima : 8 Juli 2015
ABSTRACT
Forest plantation development of red-jabon Roxb Havil requires (Anthocephalus macrophyllus ( .) ) high quality seedlings. The qualified seedlings can be produced by optimizing the plant physiological processes such as photosynthesis and metabolism that influenced by external factors such as sunlight, availability of water, mineral nutrients and growing site conditions. Besides the addition of mycorrhizal inoculants and fertilizer would be able to stimulate the growth and improve the survival of the seedlings. The purpose of this research was to study the effect of the use of mycorrhizal and NPK fertilizer on the growth of seedlings of red-jabon. The addition of 5 grams of mycorrhizae and NPK of 0.5 - 1.0 g/polybag of soil solum B media can generate the high growth seedling of red-jabon of 28.33 to 30.33 cm and diameter of 5.42 to 6.70 mm at the age of 5 months old.
Keywords: red-jabon, qualified seedlings, mycorrhizae, fertilizer
ABSTRAK
Pembangunan hutan tanaman jabon merah ( (Roxb.) Havil) memerlukan bibit Anthocephalus macrophyllusyang bermutu. Bibit berkualitas dapat dihasilkan dengan mengoptimalkan proses fisiologis tanaman seperti fotosintesa dan metabolisme yang dipengaruhi oleh faktor luar seperti sinar matahari, air, hara mineral dan kondisi tempat tumbuh. Penambahan inokulan mikoriza dan pupuk sebagai penyedia hara dapat memacu pertumbuhan dan meningkatkan daya hidup bibit. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh penggunaan mikoriza dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit jabon merah. Penambahan mikoriza 5 gram dan NPK 0,5 - 1,0 gram/polybag media tanah solum B dapat menghasilkan bibit jabon merah dengan tinggi 28,33 – 30,33 cm dan diameter 5,42 – 6,70 mm pada umur 5 bulan.
Kata kunci: jabon merah, mutu bibit, mikoriza, pupuk
I. PENDAHULUAN
Kebutuhan bahan baku untuk industri
pengolahan kayu dari tahun ke tahun selalu
mengalami peningkatan, di pihak lain pasokan
bahan baku dari hutan alam produksi semakin
menurun, akibatnya terjadi kelangkaan bahan
baku industri pengolahan kayu. Kebutuhan kayu
nasional tahun 2004 yang dipenuhi dari hutan
alam sebanyak 5.456.570 m (Dephut, 2004), 3
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 51-59ISSN : 2354-8568
52
pada tahun 2013 meningkat menjadi 41,8 juta
m , dan 21-22 juta m diperuntukan untuk pulp 3 3
pada tahun 2013 (Republika, 2014). Oleh
karena itu perlu dilakukan pengembangan hutan
tanaman.
Tanaman jabon merah (Anthocephalus
macrophyllus (Roxb.) Havil) merupakan jenis
alternatif prioritas dalam pembangunan hutan
tanaman penghasil kayu (Mindawati ., et al
2010). Tanaman ini tergolong cepat tumbuh,
umur 6 tahun dengan kondisi budidaya yang
baik mampu tumbuh mencapai tinggi 18 m dan
diameter batang 42 cm (Halawane ., 2011). et al
Tekstur kayunya halus dengan warna merah
yang unik, kerapatan serat 0,55 g/cm , kadar air 3
16,00 %, keteguhan lentur statis 260,75 kg/cm , 2
keteguhan tekan sera t 189,98 kg/cm 2
(Abdurachman dan Hadjib, 2009). Kayu ini
tergolong kelas kuat II-III dan kelas awet IV
serta kelas sedang dalam hal menyerap bahan
pengawet (Martawidjaya ., 1989), sehingga et al
kayu umumnya digunakan sebagai bahan
bangunan non-konstruksi, , , furniture plywood
papan, peti, korek api dan pulp (Halawane ., et al
2011).
Salah satu faktor yang menentukan keber-
hasilan pengembangan hutan tanaman adalah
penggunaan bibit bermutu, karena bibit yang
berkualitas akan menghasilkan tegakan dengan
tingkat produktivitas tinggi. Untuk menghasil-
kan bibit yang bermutu diantaranya diperlukan
media yang kaya dengan bahan organik dan
mempunyai unsur hara yang diperlukan
tanaman (Durahim dan Hendromono, 2001).
Selain itu, penggunaan mikoriza dapat
membantu pertumbuhan dan mening-katkan
daya dukung semai di pembibitan (Corryanti et
al., 2007).
Bibit dengan akar yang bermikoriza akan
lebih tahan terhadap kekeringan, lebih mudah
menyerap unsur hara, tahan terhadap serangan
patogen akar dan diperolehnya hormon dan zat
pengatur tumbuh. Selain itu mikoriza juga
mampu mengubah kondisi perakaran menjadi
mudah menyerap unsur hara dalam bentuk
terikat dan tidak tersedia bagi tanaman (Ulfa,
2006). Namun demikian upaya pemberian atau
penambahan hara dalam jumlah dan cara sesuai
diperlukan tanaman dalam waktu tertentu
(Setianingsih ., 2000). Kombinasi antara et al
inokulasi cendawan mikoriza dan pemberian
pupuk dapat meningkatkan hasil tanaman
terutama melalui peningkatan serapan P
(Setiawati ., 2000). Penyerapan P oleh et al
tanaman dapat ditingkatkan dengan adanya
mikoriza pada akar tanaman (Mosse, 1985
dalam Setiawati ., 2000). Kurniaty et al et al.
(2008) melaporkan bahwa pembibitan mindi,
mimba dan kesambi dengan menggunakan
media yang diberi tambahan 5 g mikoriza serta
1-2 g pupuk P memberikan pertumbuhan
terbaik. Oleh karena itu, dalam rangka mem-
peroleh informasi penggunaan mikoriza dan
pupuk dalam pembibitan jabon merah, maka
dilakukan penelitian tentang pengaruh peng-
gunaan mikoriza dan pupuk NPK terhadap
pertum-buhan bibit jabon merah.
53
II. BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di Statsiun Penelitian
Nagrak, Bogor. Penelitian dimulai pada bulan
Juli 2012 sampai bulan Pebruari 2013.
Bahan penelitian menggunakan benih
jabon merah yang dikumpulkan dari Mang-
kutana dan Malili, Sulawesi Selatan pada bulan
Juli 2012. Pengunduhan buah dilakukan pada
benih yang telah masak fisiologis, yang
dicirikan dengan kulit buah berwana kuning
sampai coklat. Ektraksi benih menggunakan
ekstraksi basah, yaitu buah diperam dalam air
selama 3 hari hingga daging buah lunak,
kemudian buah diremas sampai hancur dan
diendapkan selama ± 2 jam, benih disaring
dengan kain blacu dan diperas, lalu dikering-
anginkan selama 3 hari – 4 hari. Perkecam-
bahan dilakukan dengan menabur benih pada
bak kecambah yang berisi media campuran
pasir dan tanah 1:1 (v:v) sebanyak 0,5 gram
benih untuk setiap bak kecambah ukuran
15 x 30 cm.
Penyapihan dilakukan pada kecambah yang
telah memiliki sepasang daun pada media tanah
sub soil dalam polybag ukuran 10 x 12 cm
dengan naungan 50%. Pemberian mikoriza dan
pupuk NPK dilakukan dengan cara cemplongan
yaitu media dalam polybag dibuat lubang
kemudian mikoriza dan pupuk dimasukkan ke
dalam lubang. Mikoriza yang digunakan adalah
endomikoriza (Cendawan Mikoriza Arbuskula /
CMA) campuran dari jenis sp + Glomus
Acaulospora Gigaspora + yang berasal dari
Laboratorium Mikrobiologi Pusat Litbang
Konservasi dan Rehabilitasi Hutan.
Disain penelitian dilakukan dengan meng-
gunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola
faktorial dengan dua faktor (3x3) (Mattjik dan
Sumertajaya, 2006; Steel and Torrie, 1993).
Faktor pertama adalah media diberikan
mikoriza sebanyak: 0,0 g (M1), 2,5 g (M2), 5 g
(M3). Faktor kedua adalah media diberikan
pupuk NPK (15:15:15) sebanyak: 0,0 g/polybag
(P1), 0,5 g/polybag (P2), 1.0 g/polybag (P3).
Setiap perlakuan diulang 3 (tiga) kali dan setiap
ulangan terdiri dari 10 bibit. Respon yang
diamati meliputi: tinggi, diameter dan persen
hidup bibit, berat kering (biomassa), top root
ratio (TR ratio), indeks mutu bibit (IMB),
jumlah daun, serapan unsur P, persen kolonisasi
akar. Pengukuran dilakukan pada akhir peng-
amatan (umur 5 bulan). TR ratio merupakan
hasil perbandingan antara panjang batang atas
dengan panjang akar. Persen berkayu dihitung
berdasarkan perbandingan antara tinggi bibit
yang sudah berkayu dengan tinggi bibit total.
Serapan unsur P dihitung di laboratorium
Biotrop. Pengamatan kolonisasi akar meng-
gunakan metode Widiyani (1997), persentasi
infeksi akar oleh mikoriza dihitung berdasarkan
perbandingan jumlah akar yang terinfeksi
dengan seluruh contoh akar yang diamati
(Setiadi ., 1992). IMB dihitung mengguna-et al
kan cara Dickson (1960) dalam Hendromono
(1998) dengan rumus :
PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PEMBIBITANJABON MERAH (Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil)
Danu, Rina Kurniaty dan Nina Mindawati
Indek Mutu Bibit =(bobt kering batang (g) + bobot kering akar (g))
bobot kering batang (g)
bobot kering akar (g)++++ ))tinggi bibit (cm)
diameter bibit (mm) ))
54
Data hasil pengamatan kemudian dianalisis
berdasarkan analisis keragaman. Apabila hasil
analisis uji-F menunjukkan perbedaan diantara
perlakuan yang diujikan, maka dilanjutkan
dengan uji jarak berganda Duncan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Pertumbuhan bibit
Hasil analisis keragaman pengaruh per-
lakuan penggunaan mikoriza dan pupuk NPK
pada pembibitan jabon merah tercantum pada
Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan
bahwa interaksi mikoriza dengan pupuk NPK
memberikan pengaruh yang sangat nyata
(p<0,01) terhadap tinggi, serapan hara P dan
biomassa bibit; dan berpengaruh nyata (p<0.05)
terhadap diameter, kolonisasi akar dan IMB
bibit jabon merah umur 5 bulan, namun tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan
TR ratio bibit.
Tabel (Table) 1. Pengaruh perlakuan mikoriza dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit jabon merah umur 5 bulan (The effect of mycorrhizae and fertilizer on growth parameters of the red jabon seedlings at five months old)
Sumber Keragaman (Source of variation)
Pertumbuhan bibit (Growth of seedling)
Tinggi (height)
Diameter (diameter)
Jumlah daun
(number of leaf)
Kolonisasi Akar (root
colonization)
Serapan Hara
(Nutrient uptake)
TR ratio IMB Biomassa
Mikoriza/ mycorrhizal (M)
32.51** 4.88* 0.50tn 2.46tn 13.04** 16.87** 2.28tn 9.76**
Pupuk / fertilizer (P) 8.07** 5.17* 2.00tn 2.00tn 67.94** 3.64* 2.60tn 8.31** Interaksi / interaction (M x P)
4.73** 4.31* 1.81tn 2.95* 8.10** 1.70tn 2.96* 5.59**
Keterangan (Remark) : tn = tidak nyata pada taraf uji 0,05 (not significantly at 0,05 level) * = nyata pada taraf uji 0,05(significantly at 0,05 level) ** = sangat nyata taraf uji 0,01 (significantly at 0.01 level)
Hasil uji beda pengaruh interaksi mikoriza
dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit
jabon merah umur 5 bulan tercantum pada
Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan
M3P3 ((mikoriza 5 g dengan pupuk NPK 1 g)
memberikan hasil yang berbeda pada semua
parameter yang diamati kecuali IMB. Hasil
yang diperoleh adalah tinggi 28,33 cm, diameter
6,70 mm, kolonisasi akar 100%, serapan unsur P
0,405 µg, IMB 0,36 dan biomassa 2,0957 g.
2. Efektivitas inokulan terhadap pertum-
buhan bibit
Hasil uji efektivitas inokulasi mikoriza dan
pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit
tercantum padaTabel 3.
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 51-59ISSN : 2354-8568
55
Tabel (Table) 2. Pengaruh interaksi mikoriza dan pupuk terhadap pertumbuhan bibit jabon merah umur 5 bulan(The effect of mycorrhizal and fertilizer interaction on growth of the red jabon seedlings at 5 months old)
Perlakuan (Treatments)
Tinggi/height (cm)
Diameter/ Diamater
(mm)
Kolonisasi Akar/ Root colonization
(%)
Serapan Hara P/ Nutrient uptake of P
(µg)
IMB Biomassa/ Biomassa
(gram)M1P1 8.33b
4,40 bc 98,89 a
0,118 b 0.13 bc 0.6639 c
M1P2 12.67b
5,17 bc
86,66 b
0,405 a 0.45 a
1.7976 ab
M1P3 6.00b
4,27 bc
100,00 a
0,215 ab 0.21 bc
0.7691 bc
M2P1
5.00b
4,65 bc
96,11 a
0,110 b
0.13 bc
0.6112 bc
M2P2
6.67b
4,04 c
100,00 a
0,135 b
0.10 c
0.5571 c
M2P3
11.67b
5,57 ab
100,00 a
0,270 ab
0.24 abc
1.1837 abc
M3P1
12.00b
4,48 bc
100,00 a
0,129 b
0.20 bc
0.7954 bc
M3P2
30.33a
5,42 b
100,00 a
0,330 ab
0.23 bc
1.7025 abc
M3P3
28.33a
6,70 a
100,00 a
0,405 a
0.36 ab
2,0957 a
Keterangan (Remark): Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (Values in column followed by the
same letter are not significantly different at level of 5% base on Duncan Multiple Range test).Tanpa mikoriza/ without of mycorrhizae (M1), mikoriza/ mycorrhizae 2,5 g/polybag (M2), mikoriza/mycorrhizae 5 g/polybag (M3). Tanpa pupuk /without fertilizer(P1), NPK 0,5 g/polybag (P2), NPK 1,0 g/polybag (P3).
PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PEMBIBITANJABON MERAH (Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil)
Danu, Rina Kurniaty dan Nina Mindawati
Perlakuan/ Treatments
Peningkatan / Enhancement
Tinggi / Height (%)
Diameter/ Diameter
(%)
Biomassa/ Biomassa
(%)
Serapan unsur P/Nutrient uptake of
P (%)
M1P2 63,90 19,07 170,76 243,69 M1P3 -19,59 -2,58 15,84 82,53 M2P1
-21,43
7,27
-7,93
-6,46
M2P2
-16,50
-6,93
-16,08
14,01
M2P3
49,56
28,11
78,29
128,54 M3P1
43,97
4,79
19,81
9,35
M3P2
261,82
25,33
156,44
179,34 M3P3 273,27 51,99 165,46 243,09
Keterangan (Remark): Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (Values in column followed by the same letter are not significantly different at level of 5% base on Duncan Multiple Range test). Tanpa mikoriza/without of mycorrhizae (M1), mikoriza/mycorrhizae 2,5 g/polybag (M2), mikoriza/mycorrhizae5 g/polybag (M3). Tanpa pupuk /without fertilizer (P1), NPK 0,5 g/polybag (P2), NPK 1,0 g/polybag (P3).
Tabel (Table) 3. Efektivitas inokulasi mikoriza dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit jabon merah umur 5 bulan (Effectiveness of mycorrhizal inoculation and NPK fertilizer on the growth of seedlings of red Jabon of 5 months old)
Perlakuan kontrol (M1P1) menghasilkan
tinggi bibit 8,33 cm, diameter 4,40 mm,
biomassa 0,664 gram dan serapan hara fosfat
sebanyak 117,98 mg per bibit. Tabel 3 menun-
jukkan bahwa penggunaan mikoriza dan pupuk
NPK dapat meningkatkan serapan P, tinggi,
diameter, dan biomassa bibit jabon merah umur
5 bulan. Perlakuan M3P3 (mikoriza 5 g dengan
pupuk NPK 1 g) memberikan peningkatan
pertumbuhan tertinggi pada tinggi dan diameter
bibit jabon merah yaitu 273,27% dan 51,99%
dibandingkan dengan kontrol, sedangkan
56
peningkatan biomassa dan serapan unsur P
tertinggi diperoleh perlakuan M1P2 (pupuk
NPK 0,5 g tanpa mikoriza) yaitu 170,76% dan
243,69% dibandingkan dengan kontrol.
B. Pembahasan
Salah satu parameter untuk menentukan
tingkat keberhasilan simbiosis antara CMA
dengan tanaman inang adalah terjadinya
kolonisasi akar dengan cendawan tersebut.
Penggunaan mikoriza campuran dari jenis
Glomus Acaulospora Gigaspora sp + +
sebanyak 2,5 – 5 gram pada bibit jabon umur 5
bulan dapat menghasilkan kolonisasi akar
sebesar 86,66% sampai dengan 100%, termasuk
media yang tidak diberi mikoriza (Tabel 2).
Hasil ini menunjukkan bahwa tanaman jabon
merah merupakan inang yang peka terhadap
CMA ini, sehingga perlakuan ini merupakan
perlakuan yang infektif. Terbukti dengan hanya
perantaraan air saat menyiram, mikoriza dapat
dengan mudah berpindah media sebelahnya
(dari M2 dan M3 ke M1). Corryanti et al. (2007)
mengemukakan bahwa salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap kolonisasi akar adalah
kepekaan inang terhadap infeksi. Selain itu,
jenis CMA ini banyak ditemukan pada tegakan
jabon di lahan kering maupun di lahan basah
dengan tingkat kolonisasi sangat tinggi yaitu
lebih dari 50% (Dewi, 2014).
Pemberian kombinasi mikoriza dan pupuk
NPK dapat meningkatkan pertumbuhan bibit di
persemaian. Dalam penelitian ini perlakuan
M3P3 (mikoriza 5 g + NPK 1 g) memberikan
peningkatan relatif tertinggi pada tinggi sebesar
273,27% dan diameter 51,99% dibandingkan
dengan kontrol (Tabel 3). Selain itu, perlakuan
M3P3 dapat meningkatkan biomassa sebesar
165,46% dan serapan hara P sebesar 243,09%
dibandingkan dengan kontrol (Tabel 3).
Dengan demikian, perlakuan M3P3 merupa-
kan perlakuan yang terbaik dalam pertumbuhan
bibit jabon merah umur 5 bulan. Corryanti et al.
(2007) melaporkan bahwa inokulasi CMA
Gigaspora Glomussp. atau sp. yang dikom-
binasikan dengan pemupukan NPK dosis
rendah (62,5 mg per bibit) pada tanah Grumosol
dapat meningkatkan pertumbuhan bibit jati.
Setyaningsih (2000), mengemukakan et al.
bahwa pengaruh mikoriza yang paling utama
adalah dapat meningkatkan pengambilan unsur
hara fosfat dari tanah dan meningkatkan
biomassa. Biomassa bibit merupakan suatu
indikator untuk menentukan baik tidaknya bibit
karena biomassa mencerminkan status nutrisi
tanaman (Prawiranata ., 1995).et al
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)
dapat meningkatkan penyerapan unsur hara
akibat meluasnya volume tanah yang dieks-
ploitasi sebagai sumber serapan fosfat melalui
perluasan hyfa eksternal (Setiadi, 1999; Grant et
al., 2005). Kombinasi antara inokulasi cen-
dawan mikoriza dan pemberian pupuk dapat
meningkatkan hasil tanaman terutama melalui
peningkatan serapan P (Setiawati ., 2000). et al
Dalam penelitian ini serapan P tertinggi terjadi
pada bibit yang diberi perlakuan M1P2 (pupuk
NPK 0,5 g tanpa mikoriza) dan M3P3 (mikoriza
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 51-59ISSN : 2354-8568
57
PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PEMBIBITANJABON MERAH (Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil)
Danu, Rina Kurniaty dan Nina Mindawati
5 g dengan pupuk NPK 1 g) yaitu 405,47 mg
dan 404,77 mg (Tabel 2) serta meningkat
sebesar 243,69% dan 243,09% dibandingkan
dengan kontrol (Tabel 3). Dengan demikian
perlakuan M3P3 (mikoriza 5 g dengan pupuk
NPK 1 g) pada bibit jabon merah merupakan
perlakuan yang efektif dalam penyerapan unsur
P. Sebagai unsur hara makro, P berperan
sebagai penyusun protein (enzim), kofaktor dan
aktifator enzim (Soepardi, 1993). Aktivtas
enzim yang meningkat akan membantu
meningkatkan penyerapan unsur hara lainnya
(Widiyani, 1997). Mikoriza merupakan sumber
yang memberikan keuntungan secara metabolik
dari tumbuhan, dimana jamur mikoriza
memperoleh makanan berupa karbohidrat dari
fotosintat tanaman, sedangkan tanamannya
mendapatkan unsur hara khususnya fosfat dari
jamur mikoriza tersebut melalui hypa yang
terjadi (Brundrett ., 1996) dan mampu et al
meningkatkan persen hidup (Hayman, 1983)
serta pertumbuhan awal di lapangan terutama
pada lahan yang miskin hara (Grant ., 2005).et al
IV. KESIMPULAN
Kombinasi mikoriza campuran dari jenis
Glomus Acaulospora Gigaspora sp + +
sebanyak 5 g dengan pupuk NPK 1 g per
polybag pada bibit jabon merah umur 5 bulan
dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi
273,27%, diameter 51,99%, biomassa 165,46%,
kolonisasi akar 18,69% dan serapan unsur P
243,09% dibandingkan dengan kontrol.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
Laboratorium Puslitbang Hutan Mikrobiologi
dan Konservasi Alam dan teknisinya atas
fasilitas yang telah berikan, dan tim teknisi
litkayasa Balai Penelitian Teknologi Perbenihan
Tanaman Hutan (Bapak H. Mufid Sanusi, Bapak
Abay dan Bapak Hasan Royani) yang telah
membantu pengamatan dan pengumpulan data
selama kegiatan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman dan Hadjib, N. 2009. Mutu Beberapa Jenis Kayu TanamanUntuk Bahan Bangunan Berdasarkan Sifat Mekanisnya.Prosiding PPI Standarisasi. Jakarta.
Brundrett M., Bougher N., Dell B., Grove T. and Malajczuk N. 1996. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. AClAR Monograph 32. 374 + x p.
Corryanti, J. Soedarsono, B. Radjagukguk, dan S.M. Widyastuti . 2007. Pengaruh pemupukan N,P, dan K terhadap aktifitas fosfatase alkalin pada jati (Tectona grandis) yang diinokulsi spora fungi mikoriza arbuskula. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza II. Bogor.
Dewi, A.G. 2014. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbusula di Bawah Tegakan Jabon ( ) di Anthocephalus cadambaMadiun, Jawa Timur. Skripsi Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.
Durahim dan Hendromono. 2001. Kemung-kinan Penggunaan Limbah Organik Sabut Kelapa Sawit dan Sekam Padi Sebagai Campuran Top Soil Untuk Media Pertumbuhan Bibit Mahoni (Swietenia macrophylla King). Buletin Penelitian Hutan no.628.Hal.13-26.
58
Grant, C., Bittman, S., Montreal, M., Plenchette, C. and Morel, C. 2005. Soil and fertilizer phosphorus: Effects on plant P supplyand mycorrhizal development. Can. J. Plant Sci. 85: 3–14.
Halawane J.E., H. N. Hidayah dan J. Kinho. 2011. Prospek pengembangan jabon merah (Anthocephalus macrophyllus (roxb.) Havil), Solusi kebutuhan kayu masa depan. Balai Penelitian Kehutanan Manado.
Hayman DS. 1983. The physiology of vesicular-arbuscularendomycorrhizal symbiosis. Canadian Journal Botany of 61: 944-963.
Hendromono dan Durahim. 2004. Pemanfaatan Limbah Sabut Kelapa Sawit dan Sekam Padi Sebagai Medium Pertumbuhan Bibit Mahoni Afrika ( .C.DC). Khaya anthotecaBuletin Penelitian Hutan no 644. Badan Litbang Kehutanan. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam.Bogor.
Hendromono.1998. Pengaruh Media Organik dan Tanah Mineral Terhadap Mutu Bibit Pterygota alata Roxb. Buletin Penelitian Hutan no.617 : 55-64.
Heyne K. 1987. . Tumbuhan Berguna IndonesiaJilid ke-2. Badan Penelitian dan Pengem-bangan Kehutanan, penerjemah; Jakarta: Yayasan Sarana Wanajaya. Terjemahan dari: De Nuttige Platen van Indonesie.
Kurniaty, R. R.U. Damayanti,B. Budiman, Sumarna , E .Baeni . 2010. Teknik Perbanyakan Secara Generatif Jenis Ganitri dan Kilemo. Laporan Hasil Penelitian (LHP). Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Bogor.
Kurniaty, R. Ratna Uli Damayanti, Budi Budiman dan Sumarna. 2008. Teknik Pembibitan Tanaman Hutan secara Generatif. Laporan Hasil Penelitian (LHP). Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor.
Lemmens, R.H.M.J., I. Soerianegara and W.C. Wong (Editors). 1995. Plant Resources of South-East Asia No. 5 (2). Timber Tree:
Minor comercial timber. Backhuys Publisher, Leiden.
Mandang, Y.I., Damayanti, R., Komar, T.E., dan Nurjanah, S. 2008.Pedoman Identifikasi K a y u R a m i n d a n K a y u M i r i p Ramin.ITTO Project PD 426/06 Rev 1 (F). Bogor.
Marjenah, 2000. Pengaruh Pemberian Arang Sekam dan Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Tiga Jenis Semai Meranti. Bulettin Frontir No.31.
Martawidjaya A, Iding K., Y.I.Mandang, Soewanda A.P dan Kosasi K.1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Badan Litbang Kehutanan Indonesia. Bogor.
Mindawati, N., R. Bogidarmanti, H.S. Nuroniah, A.S. Kosasih, Suharti, S. Rahmayanti, A. Junaedi, E. Rahmat, Y. Rochmayanto. 2010. Silvikultur Jenis Alternatif Penghasil Kayu Pulp. Sintesa Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor.
Prawirawinata, W.Harran. S.Tjondronegoro, P. 1995. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan Jilid II. Departemen Botani. Fakultas MIPA IPB. Bogor.
Setiadi, Y., Mansur, I., Budi, S. W. dan Achmad. 1992. Petunjuk Laboratorium Mikro-biologi Tanah Hutan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. PAU Biotek-nologi IPB. Bogor.
Setiawati, MR. Betty N Fitriatin, Pudjwati Suryatman. 2000. Pengaruh Mikoriza dan Pupuk Fosfat terhadap Drajat Infeksi Mikoriza dan Komponen Pertumbuhan Tanaman Kedelai. Proseding Seminar Nasional Mikoriza I. Bogor.
Setyaningsih, L. Yuli Munawar dan Maman Turjaman. 2000. Efektifitas Cendawan Mikoriza Arbusula dan pupuk NPK terhadap pertumbuahan Bitti. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza I. Bogor.
Ulfa, M. 2006. Aplikasi Teknologi Mikoriza dalam Mendukung Penyediaan Tanaman Hutan Berkualitas Untuk Rehabilitasi
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.3 No.1, Agustus 2015 : 51-59ISSN : 2354-8568
59
PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PEMBIBITANJABON MERAH (Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil)
Danu, Rina Kurniaty dan Nina Mindawati
Lahan Kritis. Makalah pada Gelar Teknologi Hasil Litbang Hutan Tanaman. Pusat Litbang Hutan Tanaman dan Balai Litbang utan Tanaman Palembang.
Whitmore, T.C., Tantra,I.G.M dan Sutisna,U. 1989. Tree Flora of Indonesia Check List for Maluku. Ministry of Forestry. Agency for Forestry Reseach and Development. Bogor.
Widiyani, N. 1997. Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dan Pemberian Pupuk Fosfat terhadap Pertumbuhan Semai Gemelina (Gmelina arborea Roxb). Skripsi Jurusan Manaje-men Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
PEDOMAN PENULISAN NASKAHJURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN
1. JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN adalah publikasi ilmiah resmi dari Balai Penelitian Teknologi
Perbenihan Tanaman Hutan. Jurnal ini menerbitkan tulisan hasil penelitian berbagai aspek perbenihan tanaman hutan
meliputi: pengelolaan, ekologi benih, kebijakan dan sosial ekonomi perbenihan.
2. FORMAT : Naskah diketik dengan huruf Times New Roman, font ukuran 12 dan jarak 2 (dua) spasi pada kertas A4
putih pada satu permukaan dan disertai file elektroniknya, dengan margin 3 cm setiap sisi.
3. JUDUL : Ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, maksimal 13 kata atau 2 (dua) baris yang
mencerminkan isi tulisan. Judul bahasa Indonesia menggunakan huruf kapital sedangkan judul bahasa Inggris
menggunakan huruf kecil dan miring kecuali nama latin. Nama penulis (satu atau lebih) dicantumkan dibawah judul
dengan huruf kecil, dibawah nama ditulis institusi asal penulis dan alamat lengkap institusi berikut email penulis.
4. ISI NASKAH ABSTRAK kata kunci ABSTRACT keywords terdiri atas : dengan dan dengan ,
PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE HASIL DAN PEMBAHASAN KESIMPULAN UCAPAN , , , ,
TERIMAKASIH, DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN dan (kalau ada). Jumlah 4000-4500 kata.
5. ABSTRAK : ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris, masing-masing tidak lebih dari 250 kata dalam satu
paragraf. Isinya berupa intisari permasalahan, tujuan, metode penelitian dan kesimpulan. Bahasa Inggris ditulis
dengan huruf kecil miring dan bahasa Indonesia ditulis tegak, jarak 1 (satu) spasi. Keywords dan kata kunci minimal
3 dan maksimal 5 kata.
6. PENDAHULUAN berisi : Latar belakang/masalah, tujuan penelitian dan hipotesis (tidak harus ada).
7. BAHAN DAN METODE berisi : Waktu, tempat, bahan, alat, metode dan analisa data. Ditulis dalam bentuk narasi
yang runut.
8. HASIL DAN PEMBAHASAN berisi : Hasil penelitian dan analisisnya serta pembahasan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan.
9. Tabel dilengkapi dengan nomor, judul, kepala tabel dan keterangan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Judul diletakkan diatas tabel.
10. Gambar harus jelas dan kontras. Dilengkapi dengan nomor, judul dan keterangan dalam bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris. Judul diletakkan dibawah gambar. Peta harus diberi skala.
11. KESIMPULAN disampaikan secara singkat, padat dan menjawab tujuan penelitian.
12. UCAPAN TERIMAKASIH berupa ucapan terima kasih kepada orang/instansi/organisasi yang telah membantu.
13. DAFTAR PUSTAKA berisi : Minimal 10 pustaka, dengan referensi yang berkualitas (tidak boleh menggunakan
referensi wikipedia), dan dianjurkan 5 (lima ) sampai dengan 10 (sepuluh) tahun terakhir. Disusun menurut abjad
nama pengarang dengan mencantumkan tahun terbit, seperti contoh sebagai berikut:
Departemen Kehutanan. 2005. Eksekutif Data Strategis Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Woodward, A.W., and B. Bartel. 2005. . Invited Review. Annals of Botany Auxin: Regulation, Action, and Interaction
95:707735.
14. PENGIRIMAN NASKAH : dikirimkan kepada sekretariat redaksi Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan melalui email
ke alamat : [email protected] atau Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan PO BOX 105, Telp/
Fax : (0251) 8327768
15. Dewan Redaksi dan Sekretariat Redaksi berhak mengubah dan memperbaiki isi naskah sepanjang tidak mengubah
substansi tulisan. Naskah yang tidak diterbitkan akan dikembalikan kepada penulis.
IDENTIFIKASI HAMA PENYEBAB GALL PADA DAUN BIBIT NYAWAI (Ficus variegata L.)
MORFOLOGI, ANATOMI DAN KANDUNGAN KIMIA BENIH MINDI DARI BERBAGAI ASAL BENIH
KARAKTERISTIK PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN SERTA POTENSI REPRODUKSI WERU (Albizia procera) DI PANCURENDANG-MAJALENGKA
PERUBAHAN VIABILITAS DAN BIOKIMIA BENIH BAMBANG LANANG (Michelia champaca Linn.) PADA BERBAGAI TINGKAT PENGERINGAN DAN METODE PENYIMPANAN
PENINGKATAN DAYA DAN KECEPATAN BERKECAMBAH BENIH MALAPARI (Pongamia pinnata)
PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH (Anthocephalus macrophyllus (ROXB.) HAVIL)
Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman HutanJl.Pakuan Ciheuleut PO BOX 105 Bogor Telp./Fax : (0251) 8327768Website : www.bptpbogor.litbang.dephut.go.id
9772354856800
ISSN 2354-8568