jurnal ilmu perikanan dan sumberdaya · pdf filehijau t, hitam j, biru w (2010) judul artikel....

54
ISSN:2301-816X JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA PERAIRAN Vol.1 No.1 Agustus 2012

Upload: votuyen

Post on 30-Jan-2018

231 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

ISSN:2301-816X

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRANFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA PERAIRAN

Vol.1 No.1 Agustus 2012

Page 2: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis
Page 3: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA PERAIRAN

ISSN:2301-816X

PIMPINAN REDAKSIEko Efendi

PENYUNTING AHLIKETUAYudha T Adiputra

ANGGOTAIndra Gumay Yudha, Suparmono, Moh.Muhaemin, Wardiyanto, Supono, Qadar Hasani, Tarsim, Herman Yulianto, H e n n i W i j a y a n t i , M u n t i S a r i d a , Rara Diantari, Berta Putri, Limin Santoso, Agus Setyawan

PENYUNTING TEKNISMahrus Ali

KEUANGAN DAN SIRKULASIEsti Harpeni

Alamat RedaksiJurusan Budidaya PerairanFakultas Pertanian Universitas LampungJl. Sumantri Brodjonegoro No.1 Bandar Lampung 35144Email: [email protected];[email protected]

Website: /http://perikanan.unila.ac.id/aquasains

DEWAN PENASEHATDekan Fakultas PertanianPembantu Dekan I Fak. pertanianPembantu Dekan II Fak. PertanianPembantu Dekan III. Fak Pertanian

PENANGGUNG JAWABSiti Hudaidah

Vol.1 No.1 Agustus 2012

Page 4: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT karena Penyusunan Jurnal “AQUASAINS” telah

selesai. Jurnal ini disusun untuk mengapresiasi dan mempublikasi hasil hasil

penelitian, dan kajian ilmiah bidang perikanan dan sumberdaya perairan. Untuk

mendukung tujuan tersebut , jurnal ini mengkhususkan diri dengan materi-materi

dalam bidang perikanan dan sumberdaya perairan. Edisi pertama ini memuat sepuluh

artikel yang diharapkan akan menambah wawasan dan pemahaman dibidang

perikanan dan sumberdaya perairan.

Pada kesempatan ini redaksi menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang

telah mengirimkan artikelnya-artikelnya. Redakasi akan membuka kesempatan

seluas-luasnya bagi seluruh kalangangan akademisi maupun praktisi baik dari dalam

lingkungan maupun diluar Universitas Lampung untuk mempublikasikan hasil-hasil

penelitiannya.

Akhir kata semoga jurnal ilmu perikanan dan sumberdaya perairan “AQUASAINS’

ini dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya.

Bandar Lampung, Juli 2012

Redaksi

Page 5: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

Ruang Lingkup Aquasains merupakan jurnal berkala yang berfungsi sebagai sarana komunikasi ilmiah dan untuk

menyebarluaskan hasil-hasil penelitian. Bidang kajian dimuat meliputi perikanan budidaya, manajemen dan

pemanfaatan sumberdaya perikanan. Naskah dalam jurnal tidak selalu mencerminkan pendapat Universitas

Lampung. Dewan redaksi dapat menyingkat atau memperbaiki naskah yang akan dimuat tanpa mengubah

maksud dan isinya. Jurnal Aquasains terbit tiga kali dalam setahun, bulan Maret, Juli dan Nopember

Aquasains menerima naskah dalam bentuk hasil penelitian (artikel ilmiah), catatan penelitian, dan

pemikiran konseptual baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Naskah hasil penelitian

maksimum 12 halaman (suntingan akhir) termasuk gambar dan tabel. Naskah yang disetujui untuk dimuat

akan dibebani kontribusi biaya sebesar Rp 150.000,- (Seratus lima puluh ribu rupiah) per empat halaman

pertama, selebihnya ditambah Rp 25.000,- (Dua puluh lima ribu rupiah) per halaman.

1. Persyaratan Legal Penulis harus menjamin bahwa naskah tidak akan dipublikasikan dimanapun dalam bahasa yang sama atau

berbeda tanpa izin dari pemilik hakcipta, yang menjamin hak pihak ketiga tidak akan dilanggar, dan penerbit

tidak akan bertanggung jawab jika ada klaim dari pihak ketiga.

Penulis yang menyertakan bagian gambar atau teks yang sudah dipublikasikan di lain tempat yang

membutuhkan izin dari pemilik harus menyertakan bukti seperti izin atau persetujuan yang diperoleh ketika

akan megirimkan makalahnya. Materi yang diterima tanpa bukti akan dianggap asli dari penulis.

Naskah harus dilengkapi dengan “Pernyataan Pemindahan Hakmilik” yang dapat diunduh dari

http://perikanan.unila.ac.id/

2. Prosedur Editorial Makalah harus merupakan hasil penelitian yang relatif baru. Semua naskah adalah subjek untuk peer review.

Penulis harus mengirimkan naskahnya dalam bentuk elektronik dengan format LYX atau Word dan PDF ke

alamat redaksi:

Jurusan Budidaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No.1 Bandar Lampung 35145

Email :

[email protected]

[email protected]

Naskah yang dikembalikan ke penulis untuk revisi harus dikirim kembali dalam waktu 4 minggu, sebaliknya

jika tidak akan dipertimbangkan telah menyatakan menarik diri.

Naskah yang diyatakan ditolak tidak akan dikembalikan ke penulis (kecuali Ilustrasi asli). Makalah yang tidak

sesuai dengan aturan jurnal akan dikembalikan ke penulis untuk direvisi sebelum dipertimbangkan untuk

dipublikasi. Penulis bertanggung jawab terhadap keakuratan pustaka.

3. Persiapan Naskah Untuk membantu penulis menyiapkan naskah, Aquasains akan menyediakan template dalam bentuk paket

makro LYX dan template dalam bentuk word yang dapat digunakan dengan MS Office Word 2007 dan 2010.

Halaman Judul.Halaman judul harus termasuk:

– Nama(nama) Penulis

– Judul harus ringkas dan informatif

– Intitusi yang berafiliasi dengan penulis dan alamat penulis

– Alamat Email, telpon/HP dan nomor fax untuk korespondensi dengan penulis

Abstrak.Tiap Makalah harus didahuli dengan abstrak berisikan hasil yang paling penting dan

kesimpulan yang dapat ditulis dalam bahasa indonesia atau bahasa inggris dengan tidak lebih dari 300

kata.

Kata Kunci. Tiga atau enam katakunci harus disediakan setelah abstrak untuk tujuan pengindekskan.

Page 6: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

Singkatan. Singkatan harus didefinisikan pada saat pertama kali disebutkan dalam abstaks dan

disebutkan ulang pada tubuh naskah utama dan digunakan secara konsisten untuk selanjutnya.

Daftar simbol yang harus mengikuti abstraks dalam bentuk daftar jika diperlukan. Penomoran Bab

harus dalam bentuk desimal. Satuan Internasional (SI) harus digunakan.

Catatan kaki yang mendasar pada teks harus diberi nomor secara berurutan dan ditempatkan pada

bagian bawah halaman dimana dirujuk

Catatan Kaki. Catatan pada halaman judul tidak diberikan simbol perujuk. Catatan kaki pada teks

diberi nomor secara berurutan, begitu juga dengan tabel harus ditunjukkan dengan huruf kecil

superscript (atau bintang untuk nilai signifikan dan data statistik lainnya).

Pendanaan. Penulis diharapkan untuk mengungkapkan semua bentuk komersialisasi atau asosiasi

lain yang mungkin memici konflik kepentingan yang berhubungan dengan materi yang dikirim. Semua

sumber pendanaan yang mendukung pekerjaan dan institusi atau perusahaan yang berafiliasi dengan

penulis harus diakui.

Apendiks. Jika ada satu atau lebih apendiks, harus diberi nomr secara berurutan. Persamaan dalam

apendiks harus ditujukan secara berbeda dari bagian utama makalah seperti (A1), (A2) dsb. Pada tiap

apendiks persamaan harus diberi nomor secara terpisah.

Pustaka. Daftar pustaka hanya yang termasuk kata dalam naskah yang disitir dan yang sudah

dipublikasikan atau diterima untuk publikasi.

Kominikasi pribadi hanya disebutkan dalam teks. Jika tersedia DOI (Digital Object Identifier) dapat

ditambahkan pada akhir dari pustaka dalam bentuk pertanyaan.

Pensitiran dalam teks harus ditunjukan dengan nomor dalam kurung kuadrat seperti [1], [2] dsb.

Pustaka harus diberi nomor dalam urutan dimana terlihat dalam teks dan didaftar dalam urutan

numerik. Judl jurnal harus disingkat sesuai dengan aturan internasional yang berlaku. Pustaka dengan

tanda baca yang benar harus mengikuti gaya seperti berikut:

Artikel jurnal:

Hijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. Singkatan Jurnal.Volume Nomor:halaman-halaman

Buku:

Hijau T, Hitam J (2012) Judul Buku. Lokasi:Penerbit. Halaman

Buku dengan banyak Penulis:

Biru W (2011) Judul Bab.Dalam: Hijau T, Hitam J (Eds) Judul Buku. Lokasi: Penerbit, pp 1-50

Pustaka seperti “komunikasi pribadi” atau “data tidak dipublikasikan” tidak dapat dimasukkan dalam

daftar pustak, tetapi harus disebutkan dalam tanda kurung: hal ini juga diterapkan pada makalah yang

dipresentasikan pada pertemuan tetapi belum dipublikasikan atau diterima untuk publikasi. Tnaggal

harus diberikan untuk kedua bentuk “komunikasi pribadi” atau “data tidak dipublikasikan”

Makalah yang telah diterima untuk publikasi harus dimasukkan dalam daftar pustaka dengan nama

jurnal dan ditambahkan keterangan “in press”.

Komunikasi oral hanya disebutkan dalam Pengakuan/ucapan terima kasih.

Makalah yang dipoblikasikan online tetapi belum atau tidak dicetak dapat disitir menggunakan Digital

Object Indentifier (DOI). DOI harus ditambahkan pada akhir pustaka dalam bentuk pertanyaan

Contohnya: Ward J, Robinson PJ (2004) How to detect hepatocellular carcinoma in cirrhosis. Eur

Radiol DOI 10.1007/s00330-004-1450-y

Ilustrasi dan Tabel. Semua gambar (Foto, grafik atau diagram) dan tabel harus disitir dalam teks, dan

diberi penomeran secara berurutan dengan nomer arab (1, 2, dst) untuk mengidentifikasi gambar atau

tabel. Gambar atau foto atau grafik harus dikirimkan dalam kualitas terbaik untuk dicetak, untuk

gambar dua warna (hitam dan putih) harus dikirim dengan kontrs yang jelas. Beberapa gambar yang

ditempatkan dalam satu plate dalam satu halaman harus dibuat legenda dengan singkat dan jelas yang

dapat menjelaskan gambar. Legenda ditempatkan di bawah gambar, diats sitiran untuk gambar.

Tabel harus memiliki judul dan legenda untuk menjelaskan jika menggunakan singkatan dalam tabel.Catatan

kaki untuk tabel digunakan untuk menjelaskan keterangan dari isi tabel dengan meggunakan superscript

huruf kecil. Untuk menjelaskan signifikansi atau data statistik digunakan lambang bintang (asterik).

Page 7: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

4. Pengiriman Elektronik Teks dan gambar harus dikirim dalam file terpisah. Panduan teknis untuk menyiapkan naskah.

Teks

Jurnal aquasains hanya menerima file dengan format LYX (lebih disukai untuk yang sudah familier)

atau format dokumen MS word.

Untuk pengiriman naskah menggunakan perangakt lunah pengolah kata LYX harus menyertakan

sumber aslinya dan dalam bentuk postscript atau pdf. Penulis dapat menggunakan paket makro LYX

ataupun template word yang akan disediakan oleh radaksi.

Panduan layout

1. Menggunakan huruf normal sederhana (seperti TimesRoman) untuk teks

Pilihan style yang lain:

• Untuk teks yang membutuhkan perhatian, istilah asing, dan nama latin menggunakan tipe italik

• Untuk tujuan khusus seperti vektor matematik gunakan tipe huruf tebal

2. Gunakan penomoran halaman secara otomatis

3. Untuk Indentasi menggunakan tab stops dan tidak diperkenankan menggunakan space bar

4. Untuk tabel menggunakan fungsi tabel dalam MS word, tidak menggunkan spreadsheet atau

program Excell untuk membuat tabel

5. Menggunakan editor persamaan dalam MS word

6. Tabel dan gambar diletakkan di halaman akhir naskah

7. Semua gambar yang ada dalam teks dikirimkan delam file terpisah Ilustrasi

Siapkan gambar yang akan dikirim dalam format EPS untuk grafik vektor yang dapat dikspor dari

program pengolah gambar atau perangkat lunak image converter, dan untuk gambar dua warna (hitam-

putih) menggunakan format TIFF. Nama file (satu file untuk tiap gambar) juga termasuk nomor gambar.

Legenda gambar harus disertakan dalam teks tidak dalam file gambar.

– Resolusi pemindaian:gambar yang dipindai harus didigitasi dengan resolusi minimum 800 dpi untuk

gambar berwarna dan 300 dpi untuk gambar dua warna.

– Warna gambar disimpan dalam format RGB (8 bits tiap saluran).

– Grafik vektor: huruf yang digunakan dalam grafik vektor harus sudah termasuk, tidak

diperkenankan menggambar menggunakan hairline, minimum tebal garis adalah 0.2 mm (0.567

pt).

Format Data

1. Untuk naskah awal pengiriman file disimpan dalam bentuk RTF (Rich Text Format) atau

DOC atau DOCX atau format lain yang kompatibel dengan pengolah kata MS Word. Gambar

dalam format EPS dan atau TIFF. Jika menggunakan pengolah kata LYX file disimpan dalam

format berekstensi .lyx dan termasuk sumber aslinya dari makropaketnya dan dalam format

postscript atau pdf.

2. Informasi umum yang berisi judul, Operating system yang digunakan, program pengolah

kata, program pengolah gambar, dan program kompresi file ditulis dalam program notepad

atau wordpad.

3. Semua file teks, ilustrasi atau gambar dan informasi umum dikirim dalam bentuk file kompresi

ZIP, file diberi nama dengan hal yang mudah diingat (seperti nama penulis) tidak lebih dari 8

karakter tidak menggunakan simbol khusus.

5. Materi Elektronik Pelengkap (MEP) Untuk artikel dalam jurnal ini yang akan dipublikasikan disediakan materi:

o Dikirim ke Editor dalam bentuk elektronik bersama dengan makalah sebagai subjek untuk peer review

o Diterima Editor

MEP terdiri atas:

– Informasi yang tidak mungkin dicetak seperti animasi, klip video, rekaman suara dsb.

– Informasi yang lebih tepat dalam bentuk elektronik seperti rangkaian/sequence, data spektral dsb.

– Data asli yang besar yang berhubungan dengan makalah seperti tabel tambahan, ilustrasi

(berwarna dan atau hitam putih) dsb.

Page 8: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

Setelah makalah dinyatakan diterima oleh Editor MEP akan dipublikasikan sebagaimana yang diterima dari

penulis hanya dalam versi online. Referensi akan diberikan pada versi cetak.

6. Perbaikan/Koreksi Penulis harus menyertakan membuat bukti koreksi pada printout dalam file pdf, pengecekkan bahwa teks

sudah lengkap dimana gambar dan tabel sudah termasuk di dalamnya. Setelah publikasi online, selanjutnya

perubahan hanya dapat dilakukan dalam bentuk Erratum yang akan di hyperlink-kan dengan artikel.

Penulis hanya. Perubahan mendasar dalam isi seperti hasil terbaru, nilai terkoreksi, judul dan

kepengarangan tidak diperkenankan tanpa persetujuan dari editor yang bertanggung jawab. Dalam kasus ini

harap menghubungi Pimpinan Redaksi sebelum mengembalikan bukti ke penerbit.

7. Cetakan Lepas Cetakan lepas dari artikel akan diberikan tanpa dikenakan biaya tambahan sebanyak kontibutor dalam

artikel.Jika menginginkan untuk memesan tambahan cetakan lepas harus mengembalikan formulir

pemesanan dengan bukti yang sesuai, kemudian diberi judul untuk menerima file pdf dari artikel untuk

penggunaan pribadi. Biaya untuk tambahan pemesanan cetakan lepas akan ditentukan kemudian.

Page 9: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

AQUASAINS(Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan)

PENGARUH EKSTRAK SIDAWAYAH DENGAN KONSENTRASI YANG

BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla

PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Sri Rahmaningsih

Ringkasan Permasalahan yang seringmuncul dalam usaha budidaya ikan nilaadalah serangan penyakit bakteri yangdisebabkan oleh Aeromonas Hydrophi-lla atau biasa dikenal penyakit bercakmerah “Motil Aeromonas Septicemia” (MAS).Penelitian ini bertujuan untuk menge-tahui pengaruh sidawayah dalam meng-hambat pertumbuhan bakteri A. hydro-philla secara in vitro; pengaruh pembe-rian berbagai konsentrasi sidawayah ter-hadap tingkat kelulushidupan dan jum-lah koloni bakteri dalam ginjal ikan ni-la dan konsentrasi terbaik yang mam-pu memberikan tingkat kelulushidupantertinggi pada ikan nila. Rancangan per-cobaan yang digunakan adalah Rancang-an Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perla-kuan dan 3 kali ulangan. Hasil peneli-tian menunjukkan bahwa perendamansidawayah berpengaruh nyata terhadaptingkat kelulushidupan ikan nila (P <0,05). Tingkat kelulushidupan ikan nilaselama penelitian adalah 29% (A), 64%(B), 72% (C) dan 44% (D). Hasil peneliti-an menunjukkan pula perlakuan C (kon-sentrasi sidawayah 0,04%) merupakanperlakuan yang terbaik, dengan tingkatkelulushidupan ikan nila tertinggi sebe-sar 74%.

Program Studi Ilmu Perikanan dan D3 Peri-kanan Fakultas Perikanan dan Kelautan UNI-ROW TubanE-mail: [email protected]

Keywords Ikan Nila, Bakteri A.hydrophilla, Sidawayah

PENDAHULUAN

Ikan nila (Oreochromis niloticus) meru-pakan salah satu jenis ikan budidaya airtawar yang ternilauk ekonomis pentingdan telah dibudidayakan secara inten-sif. Salah satu kendala yang dihadapidalam budidaya intensif adalah penya-kit ikan. Salah satu jenis penyakit ik-an yang sering dijumpai adalah penya-kit bakterial yang disebabkan oleh bak-teri Aeromonas hydrophilla, merupakanbakteri patogen penyebab penyakit “Mo-til Aeromonas Septicemia” (MAS), teru-tama untuk spesies ikan air tawar di per-airan tropis. Bakteri ini termasuk pato-gen oportunistik yang hampir selalu adadi air dan siap menimbulkan penyakitapabila ikan dalam kondisi kurang ba-ik. Penyakit yang disebabkan Aeromo-nas hydrophilla berakibat bercak merahpada ikan dan menimbulkan kerusakanpada kulit, insang dan organ dalam [1].Penyebaran penyakit bakterial pada ik-an umumnya sangat cepat serta dapatmenimbulkan kematian yang sangat ting-gi pada ikan-ikan yang diserangnya [2].Salah satu alternatif dalam mengobatipenyakit bakterial pada ikan adalah meng-gunakan bahan-bahan alami yang mem-punyai kemampuan anti bakteri antara

Page 10: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

2 Sri Rahmaningsih

lain ekstrak bawang putih untuk meng-obati benih ikan lele yang terinfeksi A.hydrophilla [3]; ekstrak air kunyit un-tuk mengobati Pseudomonas aeruginosapada ikan gurame [4]. Salah satu tum-buhan yang potensial untuk diujicobak-an sebagai antibakteri pada ikan adalahtumbuhan sidawayah (Woodfordia fru-cticosa (L) Kurz). [5] menerangkan bah-wa perasan daun sidawayah dalam airmempunyai efek antibakteri terhadap Sta-phylococcus aeurus. Penggunaan sidawa-yah untuk pengobatan penyakit ikan, khu-susnya penyakit bakterial pada ikan be-lum banyak diujicobakan. Adapun tuju-an dari penelitian ini adalah untuk meng-etahui :

1. Pengaruh sidawayah dalam mengham-bat pertumbuhan bakteri A. hydro-philla secara in vitro

2. Pengaruh berbagai konsentrasi sida-wayah terhadap tingkat kelulushidup-an ikan nila yang diinfeksi bakteri A.hydrophilla.

3. Pengaruh peredaman sidawayah de-ngan konsentrasi yang berbeda ter-hadap jumlah koloni bakteri A. hydro-philla didalam ginjal ikan nila.

4. Konsentrasi sidawayah terbaik yangmampu mengobati infeksi A. hydro-philla pada ikan nila dan memberik-an tingkat kelulushidupan tertinggipada ikan nila.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di laboratoriumIlmu Perikanan Fakultas Perikanan danKelautan UNIROW Tuban. Waktu pe-nelitian adalah bulan Januari-April 2007.Metode penelitian yang dipergunakan ada-lah metode eksperimental yang dilakuk-an di laboratorium. Metode eksperimen-tal adalah suatu usaha terencana untukmemperoleh fakta baru atau untuk mem-perkuat teori baru maupun membantahhasil-hasil penelitian yang telah ada [6].

Prosedur Penelitian

1. Penyediaan wadah uji ebelum digu-nakan, wadah uji dibersihkan dan di-desinfeksi terlebih dahulu dengan ch-lorine konsentrasi 10 ppm, selama 30menit, kemudian dibilas dengan airbersih dan dikeringkan.

2. Pembuatan larutan sidawayah serbuksidawayah seberat 4 g dilarutkan da-lam 100 ml air, kemudian dipanask-an selama 15 menit pada suhu 90oC,selanjutnya dilakukan penyaringanpada saat larutan sidawayah panaske dalam Erlenmeyer dan ditutup de-ngan aluminium foil [7]. Larutan iniadalah larutan stock dengan konsen-trasi 5% untuk uji in vitro.

3. Penyediaan peralatan mikrobiologissebelum digunakan disterilkan terle-bih dahulu dengan autoclave pada te-kanan 1 atm pada suhu 121oC sela-ma 15 menit.

4. Penyediaan media tumbuh bakteri A.hydrophilla Media yang dipergunak-an adalah media agar padat TripticSoy Agar (TSA) dan media Triptic SoyBroth (TSB) cair dan uji API 20 E un-tuk identifikasi bakteri.

Adaptasi ikan uji Sebelum dilakukan in-feksi pada ikan uji, terlebih dahulu dila-kukan adaptasi selama 1 minggu dida-lam wadah penelitian. Tujuan adaptasiadalah untuk mengetahui tingkat kese-hatan ikan yang akan digunakan dalampenelitian. Apabila selama adaptasi ter-jadi kematian 10%, maka ikan uji tidaklayak digunakan dalam penelitian [1].Kultur Bakteri Kultur bakteri A. hydro-philla dilakukan pada media TSA platedengan menggunakan jarum ose, selan-jutnya diinkubasi + 24 jam dalam incu-bator dengan suhu 35oC, sehingga bak-teri yang dilkultur adalah hasil kulturulang dengan umur inkubasi + 24 jam.

Penelitian Pendahuluan

1. Uji MIC bakteri A. hydrophilla ter-hadap Sidawayah untuk mengetahuikonsentrasi minimal Sidawayah yang

Page 11: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

pengaruh ekstrak sidawayah 3

dapat menghambat pertumbuhan bak-teri A. hydrophilla dilakukan uji MICsecara in vitro dengan metoda pengen-ceran “Serial Tube Dilubation” [8].

2. Uji ketahanan hidup ikan nila terha-dap sidawayah bertujuan untuk meng-etahui konsentrasi sidawayah yangbisa meracuni ikan uji. Uji ini meng-gunakan konsentrasi sidawayah dariuji MIC, dan tiap-tiap konsentrasi si-dawayah tersebut dilihat pengaruh-nya terhadap tingkat kematian ikannila.

3. Uji patogenitas A. hydrophilla terha-dap ikan nila bertujuan untuk meng-etahui konsentrasi bakteri yang da-pat menyebabkan 50% kematian ik-an uji. Selanjutnya konsentrasi bak-teri yang didapat akan digunakan da-lam infeksi pada uji utama.

Metoda infeksi yang digunakan adalahpenyuntikan. Tiap ikan diinfeksi dengan0,1 mL larutan bakteri A. hydrophillayang berumur + 24 jam melalui penyun-tikan intramuscular [3]. Kepadatan bak-teri yang diinjeksikan adalah 104 sel/mL.Ikan dipelihara dalam akuarium yangdiaerasi secara terus-menerus. Kepadat-an bakteri ini berdasarkan pada peneli-tian pendahuluan, yaitu uji patogenitasterhadap ikan nila.Ikan uji direndam da-lam larutan sidawayah dengan konsen-trasi A = 0%; B = 0,20%, C = 0,40% danD = 0,60% yang telah ditetapkan berda-sarkan pada uji MIC dan uji biologis.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam peneliti-an ini meliputi :

1. Gejala klinis; pengamatan gejala kli-nis meliputi perubahan tingkah la-ku, kondisi eksternal dan internal pa-da tubuh ikan. Data gejala klinis dia-mati pada saat infeksi bakteri A. hydro-philla dan selama pemeliharaan pe-nelitian utama.

2. Kelulushidupan Ikan Nila (SR) dila-kukan dari awal penelitian (hari ke-1 treatment) hingga akhir penelitian

(hari ke-7), berdasarkan rumus dariEffendy (1979), sebagai berikut :

SR =Nt

Nox100% (1)

dimana: SR = persentase kelangsung-an hidup Nt = Jumlah ikan uji padaakhir penelitian No = Jumlah ikanuji pada awal penelitian.

3. Penghitungan jumlah koloni bakteripada ginjal ikan nila dilakukan se-belum perlakuan (mulai munculnyagejala klinis), pada waktu 24 jam pa-sca perendaman dan pada akhir pe-nelitian yaitu hari ke-7. Tujuannyauntuk mengetahui jumlah koloni bak-teri yang ada dalam ginjal ikan nila.

Analisa Data

Data kelulushidupan ikan nila dianali-sa dengan analisis ragam, sedangkan da-ta gejala klinis ikan uji, perhitungan jum-lah koloni bakteri dan kualitas air di-analisa secara deskriptif. Sebelum ana-lisis ragam dilakukan, maka dilakukanuji hemogenitas dengan metoda Barlett,uji normalitas dengan metoda lilefors danuji additifitas menurut tukey [6]. Biladalam analisa ragam diperoleh beda nya-ta (P < 0,05) atau beda sangat nyata (R <0,01), maka dilakukan uji wilayah gan-da Duncan untuk mengetahui perbeda-an diantara pengaruh perlakuan [6].

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil uji pendahuluan tersebut da-pat ditentukan untuk penelitian utama,diantaranya : a. Dari uji MIC diketahuikonsentrasi sidawayah terendam yangdapat menghambat pertumbuhan bak-teri A. hydrophilla adalah 0,20%, selan-jutnya digunakan sebagai dasar penen-tuan konsentrasi pada uji utama. b. Jum-lah bakteri yang digunakan untuk meng-infeksi ikan pada uji utama adalah 1,01x 104 CFU/mL. c. Lama waktu penga-matan untuk penelitian utama adalah151,36 jam atau + 7 hari.

Page 12: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

4 Sri Rahmaningsih

Gambar 1 Ikan nila yang terserang bakteri Ahydrophilla

Dari hasil pengamatan gejala klinis ik-an nila setelah diinfeksi A. hydrophillaadalah adanya bercak kemerahan di se-kitar tubuh ikan nila uji, perdarahan pa-da sirip ekor dan punggung dan terjadi-nya luka pada daerah bekas suntikan.Hal ini terlihat pada waktu 24 jam pa-sca infeksi. Selain itu, pergerakan ting-kah laku ikan tidak normal, hal ini terli-hat dengan pergerakan renang yang lamb-an, warna tubuh menjadi lebih gelap, ik-an sering berada di dasar akuarium, len-dir yang berlebihan dan respon terha-dap makanan menurun. Pada hari ke duapasca infeksi, sirip ekor dan punggungikan uji terlihat geripis dan bagian per-ut juga terlihat buncit karena berisi cair-an.

Hasil pengamatan jumlah koloni bakte-ri A. hydrophilla dalam ginjal ikan ni-la dilakukan sebelum perlakuan (mulaimunculnya gejala klinis), pada waktu 24jam pasca peredaman dan akhir pene-litian. Hasil pengamatan jumlah kolonibakter A. hydrophilla dapat dilihat pa-da Tabel 1.

Hasil pengamatan terhadap kelulus hi-dupan ikan nila yang terinfeksi A. hydro-philla dengan waktu 7 hari setelah di-beri perlakuan perendaman sidawayahselama 30 menit dan dilakukan 3 hariberturut-turut tersaji pada Tabel 2.

Untuk mengetahui efek sidawayah ter-hadap suatu mikroorganisme dan untukmengetahui konsentrasi minimum yang

Tabel 2 Data Kelulushidupan Ikan Nila (%)

UlanganPerlakuan

A B C D1 30 70 80 302 10 50 60 603 50 70 80 40

Rerata 30.00 63.33 73.33 43.33SD 20.00 11.55 11.55 15.28

sudah mampu menghambat pertumbuh-an mikroorganisme tersebut dilakukanuji MIC secara in vitro. Indikator tidakadanya pertumbuhan bakteri dapat dili-hat dari media TSB yang jernih, sedangk-an apabila ada pertumbuhan pada me-dia TSB terdapat warna kekuningan yangkeruh. Dari hasil uji MIC menunjukkanbahwa sidawayah diduga mengandungsenyawa aktif tannin [9], dengan kon-sentrasi 0,20% sudah mampu mengham-bat pertumbuhan bakteri. Dari uji ini pu-la, ditunjukkan bahwa sidawayah me-rupakan jenis antimikroba alami yangbersifat bakteriostatik. Hal ini dapat di-lihat pada pengujian MIC pada konsen-trasi sidawayah 0,20% tidak tumbuh pa-da medium broth (TSB) akan tetapi tum-buh pada media agar (TSA), sehinggapada konsentrasi sidawayah 0,20% ter-sebut bersifat bakteriostatik. Menurut [9]melaporkan bahwa daun, buah dan ter-utama bunga sidawayah kaya akan tan-nin. Tannin diduga mempunyai aktivi-tas antimikroba yang mekanismenya sa-ma dengan senyawa fenolik dalam meng-hambat dan membunuh pertumbuhan bak-teri [10].

Gejala klinis yang timbul pada ikan ujiselama penelitian berlangsung adalah ge-rakan ikan menjadi lamban, ikan cende-rung diam di dasar akuarium; luka/borokpada daerah suntikan; perdarahan pa-da bagian pangkal sirip ekor dan sirippunggung, dan pada perut bagian bawahterlihat buncit dan terjadi pembengkak-an. Ikan sebelum mati naik ke permu-kaan air dengan sikap berenang yanglabil. Gejala ini pernah pula dilaporkanoleh [11] bahwa tanda-tanda umum da-ri ikan yang terinfeksi bakteri A. hydro-

Page 13: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

pengaruh ekstrak sidawayah 5

Tabel 1 Data jumlah koloni bakteri A. hydrophilla (x 106 CFU/mL) yang diisolasi dari ginjal ikannila

Perlakuan Ulangan SebelumPerlakuan 24 jamPasca perendaman Akhir Perlakuan

A1 4.94 6.31 6.972 4.25 5.96 6.253 5.00 6.84 5.79

Rerata 4.73 6.37 6.33

B1 5.26 3.83 3.022 5.91 3.71 2.843 4.52 4.02 2.96

Rerata 5.23 3.85 2.94

C1 4.41 2.88 1.702 4.95 2.69 1.503 3.86 2.57 1.63

Rerata 4.41 2.71 1.61

D1 4.64 2.44 1.672 4.04 2.51 2.113 4.80 2.74 2.04

Rerata 4.49 2.56 1.94

philla adalah ikan bergerak lamban, meng-ambil oksigen di permukaan air atau di-am di dasar perairan, tidak mau mak-an, sirip rusak, luka pada kulit sampaike otot, exopthalamus (mata menonjol),perut membengkak berisi cairan keme-rahan, darah dan jaringan yang terse-rang menjadi tidak berfungsi. Gejala pe-nyakit tersebut timbul 48 jam setelahikan terinfeksi. Setelah direndam padahari ke-2 pasca infeksi, gejala klinis ik-an uji mulai terlihat semakin berkurangdan ikan menjadi sembuh pada hari ke-5 pasca perendaman pada perlakuan kon-sentrasi 0,60% (D), diikuti berturut-turutoleh perlakuan konsentrasi 0,40% (C),dan konsentrasi 0,20% (B). Sedangkanpada perlakuan A. (tanpa perendamansidawayah), ikan uji yang terinfeksi A.hydrophilla banyak yang mengalami ke-matian + 70%.

Walaupun pada uji in vitro, sidawayahmampu menghambat bakteri secara efek-tif, akan tetapi pada uji in vivo, sidawa-yah bersifat tidak efektif. Kurang efek-tifnya kemampuan efek antibakteri si-dawayah, diduga karena pada uji in vi-vo, bahan aktif dalam sidawayah tidaksemuanya dapat diserap oleh tubuh dan

terjadi metabolisme oleh hati, sedangk-an pada uji in vitro, diuji hanya berha-dapan dengan bakteri A. hydrophilla. Halini sesuai dengan pernyataan [12], bah-wa pada aktivitas obat antimikroba invivo lebih rumit daripada in vitro, sebabtersebut tidak saja meliputi obat dan pa-rasit tetapi ada pula faktor ketiga, yai-tu inang (ikan). Jadi kurang efektifnyapemberian antibakteri alami (sidawayah)pada konsentrasi yang berbeda, secaraperedaman, dapat disebabkan oleh ada-nya penetrasi obat ke dalam tubuh dandaya absorbsi tubuh terhadap obat danrelatif rendah. Penetrasi obat dan dayaabsorbsi yang relatif rendah dapat di-sebabkan karena konsentrasi obat yangkurang tinggi, kontak obat yang kuranglama, kelarutan obat yang relatif ren-dah, kemampuan obat berdifusi melin-tasi sel membran yang relatif rendah,serta bentuk obat, rute dan cara pem-berian yang kurang tepat [13].

Hasil penelitian yang didapat menunjukk-an bahwa peredaman sidawayah selama30 menit dan dilakukan 3 hari berturut-turut, sampai dengan hari ke-7 (D-7) ber-pengaruh nyata terhadap presentase ke-lulushidupan ikan nila yang terinfeksi

Page 14: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

6 Sri Rahmaningsih

A. hydrophilla (P<0,05). Hasil peneliti-an menunjukkan pula bahwa perlakuanperedaman sidawayah dapat meningkatk-an persentase kelulushidupan ikan nila.yang terinfeksi A. hydrophilla. Hal inidapat dilihat pada perhitungan persen-tase kelulushidupan tertinggi diperolehpada perlakuan C (72%), kemudian di-ikuti perlakuan B (64%) dan perlakuanD (44%). Sedangkan perlakuan A reratapersentase kelulushidupan ikan nila pa-ling rendah bila dibandingkan denganperlakuan-perlakuan lainnya yaitu se-besar 29%. Pada perlakuan C (0,40%) mem-berikan kelulushidupan ikan nila yanglebih tinggi (72%) dibandingkan perla-kuan lainnya. Diduga perlakuan terse-but merupakan konsentrasi yang tepatyang mengakibatkan sistem fungsiona-lis tubuh ikan tidak terganggu, sehing-ga proses penyerapan sidawayah dapatberlangsung baik. Mekanisme kerja tan-nin terhadap A. hydrophilla dalam tu-buh ikan menurut [10], bereaksi dengancara beraksi dengan sel membran bak-teri inaktivasi enzim-enzim essensial bak-teri dan destruksi atau inaktivasi fung-si dari material genetik bakteri. Tanninmerupakan senyawa polifenol dengan bo-bot molekul tinggi. Senyawa fenol beker-ja dengan mendenaturasi protein sel bak-teri, dan kerusakan tersebut sifatnya ir-revesibel (Pelczar dan Chan, 1988 dalam[4], sehingga pertumbuhan bakteri da-pat dihambat. Menurut [14], kesalahansedikit saja dalam proses sintesis pro-tein dapat menghentikan proses terse-but dan akhirnya dapat mengakibatkankematian sel. Menurut [15] bahwa pato-gen A. hydrophilla bersifat sistemik, ya-itu disamping menyerang organ luar ju-ga dengan flagelanya bergerak berputar-putar dan menempel sel inang denganpelekatan. Kemampuan bakteri menye-babkan penyakit pada ikan disampingkarena dapat membiak dengan cepat da-lam tubuh ikan, juga bergerak aktif de-ngan flagelanya melalui aliran darah keseluruh tubuh, sehingga dapat merusakorgan dalam ikan seperti ginjal, hati danlimpa (Lallier and Daegneult (1984) da-

lam [16] . Dari uji plinomial orthogonal,dapat diketahui bahwa konsentrasi si-dawayah 0,41% menghasilkan angka ke-lulus hidupan optimum yaitu 72,68%. Halini diduga pada konsentrasi 0,41%, se-nyawa aktif sidawayah (tannin) sudahmampu menghambat pertumbuhan A. hydro-philla dan belum menyebabkan ganggu-an fungsional pada tubuh ikan uji.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini diperoleh kesim-pulan bahwa Sidawayah (Woodfordia fru-cticosa) mulai mampu menghambat per-tumbuhan bakteri A. hydrophilla secarain vitro pada konsentrasi > 0,20%. Per-endaman sidawayah dengan konsentra-si yang berbeda berpengaruh nyata ter-hadap kelulushidupan ikan nila yang di-infeksi. Perendaman sidawayah dengankonsentrasi yang berbeda tidak efektifdalam menurunkan jumlah koloni A. hydro-philla di dalam ginjal ikan nila. Peren-daman sidawayah dengan konsentrasi 0,40%merupakan konsentrasi terbaik terhadapkelulushidupan ikan nila yang menca-pai 72% setelah diinfeksi.

PUSTAKA

1. Komisi Pestisida Departemen Pertanian. 1983.Pedoman Umum Pengujian LaboratoriumToksisitas Lethal Pestisida Pada Ikan Ni-la terhadap Infeksi Bakteria. Fakultas Per-ikanan. Universitas Sam Ratulangi. Mana-do. (Skripsi S1). 36 hlm.

2. Pusat Karantina. 1999. Petunjuk Tehnis Per-lakuan dan Pengobatan Pada Ikan. PusatKarantina Pertanian. Jakarta. 55 hal.

3. Mariyono, Puspitasari dan Sutomo. 2000. Teh-nik Uji Ketahanan Bibit Ikan Nila dan Nilaterhadap bakteri Aeromonas hydrophila de-ngan berbagai kepadatan. Buletin TehnikPertanian, 5(II) : 77-78

4. Soemardi, E., Utami P.I, Wakhid A. Suka-rdi, P. 2002. Uji Antibakteri ekstrak Air Ku-nyit (Curcuma domestika Val) terhadap bak-teri Pseudomonas aeurugenosa pada ikangurami (Ospronemous gouramy Lac). Pro-gram Ilmu Perikanan dan Kelautan. Uni-versitas Jendral Soedirman Purwokerto Vol5 (1) : 12-15

Page 15: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

pengaruh ekstrak sidawayah 7

5. Soedibyo, M. 1998. Alam Sumber Kesehat-an, Manfaat dan Kegunaan (Eds 1) BalaiPustaka, Jakarta, hlm 345-346

6. Srigandono, B. 1989. Rancangan Percoba-an. Fakultas Perikanan Universitas Dipo-negoro. Semarang. 178 hal

7. Departemen Kesehatan RI. 1993. TanamanObat Keluarga (TOGA). (Ed 3). DirektoratJenderal Pengawasan Obat dan Makanan,Jakarta, hlm 319.

8. Bailey dan Scotts. 1994. Diagnostic Micro-biology. Mosby Year Book, Westline Indus-trial Drive, USA. pp. 170-175.

9. Mutiatikum, D., 2003. Plant Resources ofSouth-East Asia, Medicinal and Poisonus Plan-ts 3 dalam RHMJ Lemmens and N Bunyap-raphatsara (penyunting), Backhuys Publi-sher, Leiden pp 419-420

10. Kabata, Z. 1985. Parasites and Disease ofFish Cultured in the Tropics. Taylor & Fran-cis Linc, Philadelphia, London, 297 p.

11. Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg, E.A. 1986.Mikrobiologi Kedokteran. EGC Penerbit Bu-ku Kedokteran, Jakarta, 753 hlm.

12. Anief, M. 1995. Prinsip Umum dan DasarFarmakologi. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta, 145 hlm.

13. Sari Puspita P., Ervizal A.M.Z.,C Hanny Wi-jaya dan Winiati P.R. 2001.Potensi Antimik-roba Ekstrak biji, daun, kulit akar dan ku-lit batang kedawung (Parkia timoriana DCMerr.) terhadap bakteri patogen dan peru-sak makanan dalam Proseding Seminar Na-sional XIX Tumbuhan Obat Indonesia, Po-kjanas dan Pusat Penelitian Pengembang-an Perkebunan Bogor, hlm. 289-298

14. Austin, B and D.A. Austin. 1987. BacterialFish Pathogens : Disease in Farmed and Wi-ld Fish. Ellis Howood Limited, Chichester,England. pp 34-177.

15. Volk, W.A danM.F. Wheeler. 1988. Mikrobi-ologi Dasar. Edisi 5 jilid 1 Erlangga, Jakar-ta. 341 hal.

16. Komarudin. 2000. Pengaruh Pemberian Ber-bagai Dosis Nitrofurantoin terhadap Kelang-sungan Hidup Ikan Patin yang Diinfeksi A.hydrophilla. Fakultas Perikanan dan IlmuKelautan. Universitas Diponegoro. Semarang.(Skripsi S1). 52 hlm.

Page 16: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

8 Sri Rahmaningsih

Page 17: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

AQUASAINS(Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan)

PENGELOMPOKKAN HABITAT DASAR PERAIRAN DANGKAL

BERBASIS DATA SATELIT QUICKBIRD MENGGUNAKAN ALGORITMA

SELF ORGANISING MAP

Asmadin1 · Vincentius P Siregar2 · AntoniusBambang Wijanarto3

Ringkasan Pengembangan algoritma selforganising map dalam penelitian ini bertu-juan untuk mengelompokkan habitat per-airan dangkal berbasis data satelit Quick-bird. Data primer dikumpulkan melalui da-ta penginderaan jauh dan survey lapang,sedangkan data sekunder dikumpulkan da-ri penelitian yang relevan. Hasil peneliti-an menunjukkan bahwa klasifikasi algori-tma self organising map dapat mengklas-ter/mengklasifikasi citra Quickbird dari ber-bagai kombinasi kanal. Dari berbagai kom-binasi input data setelah direduksi kolomair dengan algoritma Lyzenga, Self organi-sing map menunjukkan hasil klaster yangrelatif baik. Algoritma Lyzenga dapat meng-elompokkan habitat perairan dangkal 6 (enam)kelas habitat, yaitu karang mati (merah),karang hidup (hijau), lamun (orange), pa-sir (kuning), dan habitat campuran (hijaumuda), daratan (hitam) dan perairan (bi-ru). Setelah menggunakan self organisingmap secara visual terlihat 6 kelas habitatyang berbeda dari Lyzenga, yaitu karangmati (kuning), karang hidup (cyan), lamun(ungu), pasir (kuning), dan habitat cam-puran (biru), daratan (hijau) dan perair-an (coklat). Algoritma self organising map

1)Fakultal Perikanan dan Ilmu Kelautan Universi-tas Haluoleo Jl HAE Mokodompit Kampus BumiTridharma Andionohu Kendari 93232 2) Departe-men ITK FPIK IPB Bogor 3) Bakorsurtanal Cibi-nong Jawa Barat E-mail:[email protected]

dapat mengurangi kesalahan tematik habi-tat perairan dangkal dan sangat memban-tu proses ekstraksi ROI (region of interset)untuk reklasifikasi lebih lanjut dengan tek-nik klasifikasi supervised.

Keywords Pengelompokkan, Self organi-sing map, Lyzenga, Habitat dasar perairandangkal, Quickbird

PENDAHULUAN

Berbagai studi sebelumnya menyatakan bah-wa self-organizing map (SOM) dapat men-jadi alternatif untuk klasfikasi citra multi-layer perceptron (MLP) pada jaringan sa-raf tiruan di tingkat per pixel dan sub-pixel, meskipun performansi dari SOM danMLP tidak dapat diperbandingkan dalammengestimasi dan memetakan kenampak-an citra [1]. Salah satu metode penilaiankesalahan tematik berdasarkan satuan pi-xel adalah menggunakan output dari sua-tu klasifikasi untuk mengestimasi ketida-kpastian tematik [2]. Selanjutnya penen-tuan seleksi paling banyak tersedia peng-klasifikasi untuk pemetaan penutupan lah-an atau prediksi ketidakpastian tematik.[3]Standar algoritma secara supervised sa-ngat lambat dan seringkali masalah seder-hana memerlukan ratusan iterasi untuk men-capai konvergensi. Guna mereduksi dimen-si input pola ke jumlah yang lebih sedikit

Page 18: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

10 Asmadin1 et al.

sehingga pemrosesan komputer menjadi le-bih hemat, maka [4] menggunakan aplikasiSOM dalam pengenalan pola, analisis ci-tra, monitoring proses dan diagnosis kesa-lahan. Algoritma SOM pertama kalinya di-kembangkan oleh [5], bahwa rata-rata kla-sifikasi statistik atau clustering input dataspace dinyatakan kedalam class region de-ngan sistem pengorganisasian sendiri (man-diri). Dalam sistem penginderaan jauh per-airan dangkal, salah satu algoritma yangsering digunakan adalah algoritma depthinvariant index [6] [7]. Algoritma ini ju-ga diterapkan dalam penelitian [8], [9] dan[10] sebagai pengklasifikasi habitat. Algo-ritma ini mengaplikasikan metode korek-si kolom air atau dikenal dengan Algori-tma Lyzenga. Metode ini efektif untuk me-ningkatkan kualitas identifikasi dan klasifi-kasi habitat dasar perairan dangkal seca-ra tematik. Selain itu terdapat beberapaalgoritma klasifikasi citra yang digunakanuntuk diskriminasi antara terumbu karangdan asosiasi habitat adalah maximum like-lihood, contextual editing dan object orien-ted [11]. Algoritma Lyzenga dan SOM inisangat membantu tidak terlepas hanya pa-da keunggulan teknologi satelit Quickbirduntuk memetakan habitat perairan dang-kal, karena kemampuannya melakukan mo-nitoring dan inventarisasi pada areal yangluas dan repetitif, biaya operasional rela-tif murah, dan resiko sangat kecil [12] dan[13]. Oleh karena itu kajian ini diperluk-an untuk mengintegrasikan dua algoritmapengelompokkan data citra kedalam kelasregion dengan teknik klasifikasi secara ti-dak terbimbing. Penelitian ini sangat pen-ting manfaatnya dalam menentukan regionof interest (ROI) yang tepat bagi penerap-an metode klasifikasi supervised lebih lan-jut dan untuk mengurangi kesalahan danketidakpastian tematik.

METODE PENELITIAN

Bahan penelitian ini menggunakan data pe-nginderaan jauh hasil perekaman citra Qu-ickbird tanggal 28 September 2008 dan da-ta posisi in-situ survei lapangan 23 – 29 Ju-ni 2009 di wilayah terumbu karang di Gu-sung Karang Lebar dan Karang Congkak

Kepulauan Seribu, Provinsi Daerah Khu-sus Ibukota Jakarta sebagai data primer.Distribusi spasial karakteristik habitat da-sar perairan dangkal diolah dari citra sate-lit menggunakan beberapa pendekatan se-perti komposit Band dan penajaman ci-tra dengan algoritma Depth Invariant In-dex dan Self Organising Map. Algoritmadepth invariant index ini mengaplikasikanmetode koreksi kolom air [6] [7] dengan per-samaan algoritma diturunkan sebagai ber-ikut:

Y = LnB1− (kikj

)LnB2 (1)

kikj

= a+√(a2 + 1) (2)

a =σi − σj2σij

(3)

dimana:

Y = ideks dasar perairan; B = Band yangdipilih; ki/kj= koefisien atenuasi; σi= Va-rians Band ke-i; σj= varians Band ke-j; danσij= Kovarians Band ke-ij

Sedangkan pembelajaran (learning) meng-gunakan algoritma self organising map (SOM)diadopsi dari [5]. Desain unsupervised le-arning menggunakan algoritma SOM me-miliki kemampuan atau pengorganisasianmandiri tanpa adanya pendefinisian kelassebelumnya, sehingga membentuk suatu klas-ter dengan input minimal dari user (unitinput layer) untuk membagi jumlah kelas/klasteryang dihasilkan (unit output layer). Eks-traksi parameter input dari penelitian inimenyelidiki kombinasi kanal citra Qukcbi-rd sebagai parameter input. Parameter tra-ining disusun dengan jumlah input kanalcitra 3, training rate 0.5-0.001, radius ke-tetanggaan pixel 4 dan 10,000 iterasi.

1. Unit input layer xi diaktifkan oleh in-put data citra. Input nilai pixel citrasecara linear dibuat dari skala 0.0 dan1.0 untuk input dengan Band minimumdan maksimum.

2. Unit output layer yj merupakan outputklaster. Output layer adalah kelompokyang paling dekat/mirip radius ketetangg-an pixel dari masukan yang diberikan

Page 19: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

Habitat Dasar menggunakan SOM 11

Gambar 1 Jaringan Algoritma ANN-SOM

Pelatihan jaringan Algoritma ANN-SOM(Gambar 1.) melalui langkah berikut:

1. Inisialisasi: (a) bobot-bobot wij (biasa-nya random antara 0 - 1); (b) laju pe-mahaman awal dan faktor penurunan-nya; dan (c) bentuk dan jari-jari (=R)topologi sekitarnya

2. Jika kondisi henti gagal, lakukan lang-kah 3-8.

3. Untuk setiap vektor masukan x, lakuk-an langkah 3-6

4. Untuk setiap j, hitung:

d2j =∑k

i

(xni − wn

ji

)2(4)

dimana : xni adalah input neuron ke ipada iterasi n, dan wn

ji adalah bobotdari input neuron i ke output neuron jpada iterasi n

5. Tentukan indeks j sehingga dj minimum:6. Untuk setiap neuron j disekitar J mo-

difikasi bobot:

wji baru = wji lama+ α (Xji − wji lama)(5)

7. Perbaiki kecepatan pembelajaran (mu-lai dengan 0.5 dan turunkan 0.001)

8. Uji kondisi penghentian Kondisi peng-hentian iterasi adalah selisih antara wjisaat itu dengan wji pada iterasi sebe-lumnya. Apabila semua wji hanya ber-ubah sedikit saja, berarti iterasi sudah

mencapai konvergensi sehingga dapatdihentikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelatihan SOM bertujuan untuk mengha-silkan klaster-klaster yang merupakan rep-resentasi secara visual sesuai karakteristikfitur-fitur masing-masing kelompok dalamcitra yang terintegrasi membentuk 3 bu-ah kanal RGB. Jika pelatihan SOM dija-lankan menggunakan input klasifikasi de-ngan parameter training pada Bab sebe-lumnya, maka diperoleh perbedaan kenam-pakan spasial berbagai transformasi kom-binasi Band dari satelit Quickbird (Gam-bar 2). Perbedaan yang mencolok ini ma-sih sulit diintrepretasi secara visual, karenamasih ada faktor-faktor kolom air yang be-lum dikoreksi dan ini mengurangi kemam-puan panjang gelombang kanal untuk men-diskriminasi habitat perairan dangkal itusendiri.

Pengaruh yang signifikan semakin nampaksetelah citra dikoreksi berdasarkan kolomair menggunakan algoritma Lyzenga (Gam-bar 3a). Hasil transformasi metode “DeepInvariant Index ” (algoritma Lyzenga) se-suai hasil penelitian [8] menggunakan dataSPOT diperoleh klasifikasi tutupan dasarperairan ekosistem terumbu karang Kelu-rahan Pulau Panggang Kepulauan Seributerdiri atas: (i) dominasi karang mati di-tampilkan dengan warna biru muda, (ii)dominasi karang hidup (merah), (iii) la-mun (hijau), (iv) pasir (kuning), dan (v)perairan dalam dengan kedalaman >15 m.Berbeda halnya dengan sensor Quickbirdyang digunakan dari hasil klasifikasi dipe-roleh 6 kelas habitat, yaitu nampak bah-wa karang mati (merah), karang hidup (hi-jau), lamun (orange), pasir (kuning), danhabitat campuran (hijau muda). Adapundaratan (hitam) dan perairan (biru) ter-lihat dengan jelas. Intrepretasi ini relatifsama dengan [9] dan [10] yang sama-samamenggunakan Quickbird dalam penelitianini. Substrat dasar pasir hampir mendomi-nasi seluruh wilayah kajian. Karang hidup

Page 20: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

12 Asmadin1 et al.

Gambar 2 Diagram untuk menunjukkan bagai-mana spectra suatu habitat (seperti macroalgaeatau seagrass) yang mungkin berubah dengan ber-tambahnya kedalaman untuk pengukuran radianempat panjang gelombang sensor biru, hijau, me-rah dan near infra-red pada spektrum electromag-netic

lebih banyak menyebar dibagian luar ter-umbu, dibandingkan di sekitar goba, de-mikan pula dengan sebaran pasir dan tu-tupan lamun juga banyak ditemukan dise-kitar tubir karang. Perbedaan kenampak-an ini disebabkan oleh perbedaaan atenu-asi empat panjang gelombang dalam ko-lom air menghasikan pengurangan kemam-puan untuk mendiskriminasi antara habi-tat yang berbeda dengan penambahan ke-dalaman dan perbedaan spectra tercatatuntuk habitat yang sama pada kedalam-an berbeda sebagaimana ditunjukkan oleh[14] pada Gambar 3.

Selanjutnya pada penerapan SOM setelahdikoreksi kolom air menggunakan algori-tma Lyzenga nampak keberhasilan aplika-si SOM. Keberhasilan aplikasi SOM tidakterlepas dari kemampuan fungsinya seba-gai cluster data citra dimensi tinggi, ge-neralisasi jaringan dapat mengenal ciri in-put yang belum pernah ditemukan sebe-lumnya, dan reduksi kenampakan spasialdari kombinasi citra dengan menunjukk-an karakteristik spasial objek secara ber-arti [5]. Perbedaan kontras terlihat denganjelas pada daerah gobah, tubir dan darat-an (Gambar 4). Hal ini mempertegas pen-dapat [4] bahwa teknik aplikasi SOM inidapat diterapkan dalam pengenalan pola,analisis citra, monitoring proses dan diag-nosis kesalahan. Paramater jumlah radius

ketetanggaan pixel dalam penelitian ini se-besar 4 diset lebih kecil dari 6.66 sesuaihasil penelitian [1] menggunakan citra AS-TER. Hal ini diduga karena SOM mampumemetakan objek secara baik tidak hanyacitra resolusi rendah sampai sedang, tetapijuga bagi citra resolusi tinggi seperti Qu-ickbird.

Intrepretasi lain ditinjau dari analisis vi-sual menunjukkan ciri spasial dan spesifikberbeda setiap klaster berdasarkan perbe-daan warna mewakili perbedaan kelas, se-bagaimana [15] mengintrepretasi citra ha-bitat terumbu karang Midway Atoll dan[16] memetakan habitat bentik di perair-an tropik menggunakan citra Quickbird de-ngan teknik klasifikasi unsupervised ISO-DATA (iterative self organizing data ana-lysis). Menurut [13] bahwa teknik klasifika-si unsupervised mengklasifikasi secara oto-matis pixel kedalam sejumlah kelas berda-sarkan kesamaan spektral tanpa referensispektra dari user. Lain halnya dengan algo-ritma ISODATA, kemampuan SOM dapatmengeneralisasi data habitat terumbu ka-rang yang sama kedalam satu klaster/kelastersebut dapat diketahui dengan sendiri-nya dari distribusi nilai DN secara mera-ta di semua kanal RGB yang didefinisik-an menjadi Band 1 (Red), Band 2 (Gre-en) dan Band 3 (Blue). Algoritma ISODA-TA menurut [16] dapat menyusun klastercitra kombinasi Band Quickbird kemudiandiklasifikasi lebih lanjut dengan maximumlikelihood. Perbedaan semakin nampak se-telah menggunakan input Lyzenga untukproses klaster SOM. Sama halnya dengansensor Quickbird yang digunakan dari ha-sil klasifikasi diperoleh 6 kelas habitat, na-mun perbedaan warna terlihat bahwa ka-rang mati (ungu), karang hidup (cyan), la-mun (biru muda), pasir (kuning), dan habi-tat campuran (biru). Adapun daratan (hi-jau) dan perairan (coklat) terlihat denganjelas. Intrepretasi ini relatif berbeda de-ngan [9] dan [10] yang sama-sama meng-gunakan Quickbird dalam penelitian ini.

Disamping kenampakan spasial diatas, se-cara statistik berdasarkan histogram Gam-bar 5 menunjukkan pola kenampakan yangberbeda satu dengan lainnya. Perubahan

Page 21: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

Habitat Dasar menggunakan SOM 13

Gambar 3 Kenampakan spasial hasil klasifikasi algoritma SOM

Gambar 4 Kenampakan spasial hasil klasifikasi algoritma SOM

yang signifikan terjadi setelah data inputdikoreksi menggunakan algoritma Lyzenga.Kecenderungan ini terlihat dengan makinmeningkatnya jumlah klaster pada kondi-si tersebut. Hal ini semakin memperkuatbahwa input data Lyzenga baik untuk re-klasifikasi lebih lanjut dengan klasifikasi ja-ringan saraf tiruan secara supervised. Ha-sil analisis statistik masing-masing klasterSOM meliputi nilai-nilai kovarians, koefi-

sien korelasi dan eigenvector mencermink-an keeratan hubungan kombinasi masing-masing Band untuk mengekstraksi infor-masi spasial objek (target) tersebar padanilai DN. Hasil analisis kovarian matrik da-ri masing-masing klaster berbeda sesuai pen-cirinya. Karakteristik ini terkait preserva-si hubungan ketetanggaan sebesar 4 pixeljarak yang begitu jauh, nilai pixel ini me-rupakan data vektor ketetanggaan ruang

Page 22: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

14 Asmadin1 et al.

input yang dipetakan kedalam ruang ou-tput. Kenampakan secara spasial dan sta-tistik ini membuat SOM sangat bergunadalam analisis data dan visual dimana tu-juan umumnya adalah mewakili data da-ri suatu ruang dimensi tinggi dalam suaturuang dimensi yang sama lemahnya untukpreservasi struktur internal dari data ru-ang input.

Berdasarkan analisis kovarian matrik me-nunjukkan adanya keeratan hubungan an-tara masing-masing variabel yaitu, Band 1(Red), Band 2 (Green) dan Band 3 (Blue)terhadap ekstraksi objek. Nilai kovarian se-cara diagonal menunjukkan besar dan arahhubungan linear antara dua peubah Band.Nilai kovarian klaster A4 secara berurut-an menunjukkan nilai makin besar padaBand 1, 3 dan 2 dengan nilai penciri (eigenvalue) terbesar yaitu Band 1. Karakteris-tik vektor (eigen vector) Band 1 besaran-nya searah Band 2 dan sebaliknya terha-dap Band 3. Berbeda dengan nilai kova-rian klaster A6 secara berurutan menun-jukkan nilai makin besar pada Band 1, 2dan 3 dengan nilai penciri (eigen value) ter-besar yaitu Band 1. Eigen vector Band 1besarannya searah terhadap Band 2 dan 3.Karakteristik ini menunjukkan secara je-las bahwa Band 1 optimal dalam meng-ekstraksi informasi, terutama kelas pasir.Hal ini diperkuat pula oleh nilai korela-si negatif ((-)) Band 1 terhadap Band 3masih dengan eigen value terendah diban-ding Band yang lain ataupun kombinasilainnya. Pemetaan hubungan ketetangga-an SOM memungkinkan untuk melihat se-cara jelas output ruang dan struktur ter-sembunyi dalam data dimensi tinggi, se-perti cluster. Sebagaimana SOM didefini-sikan dengan asumsi bahwa beberapa para-meter peta, seperti parameter pembelajar-an, topology dan ukuran peta selama fasetraining. Kenampakan ini mempengaruhipeta akhir, sehingga sangat penting kehati-hatian untuk memilih parameter-parameteryang menghasilkan peta tepat [4]. Oleh ka-rena itu, pengembangan klasifikasi algori-tma supervised dapat mengesktrak nilai ROIlebih lanjut pada klaster tersebut, sehinggaberguna sebagai target data pembelajar-

an. Guna menguji perbedaan pilihan, da-pat menggunakan beberapa komputasi ti-ruan untuk mengevaluasi kualitas peta danmenseleksi satu yang optimal untuk mewa-kili data.

KESIMPULAN

Klasifikasi algoritma self organising mapdapat mengklaster/mengklasifikasi citra Qu-ickbird dari berbagai kombinasi kanal. Dariberbagai kombinasi input data setelah di-reduksi kolom air dengan algoritma Lyze-nga, self organising map menunjukkan ha-sil yang relatif baik. Algoritma Lyzenga da-pat mengelompokkan habitat perairan dang-kal 6 (enam) kelas habitat, yaitu karangmati (merah), karang hidup (hijau), lamun(orange), pasir (kuning), dan habitat cam-puran (hijau muda), daratan (hitam) danperairan (biru). Setelah menggunakan selforganising map diperoleh 6 kelas habitatyang berbeda intrepretasi warna dari Lyze-nga, yaitu terlihat bahwa karang mati (ku-ning), karang hidup (cyan), lamun (ungu),pasir (kuning), dan habitat campuran (bi-ru), daratan (hijau) dan perairan (coklat).Algoritma self organising map dapat meng-urangi kesalahan tematik habitat perairandangkal dan sangat membantu proses eks-traksi ROI (region of interest) untuk rekla-sifikasi lebih lanjut dengan teknik klasifika-si supervised.

PUSTAKA

1. Hu X and Q Weng. 2009. Estimating Impe-rvious Surfaces From Medium Spatial Resolu-tion Imagery Using The Self Organizing Mapand Multi-Layer Perceptron Neural Networks.J Remote Sens, 113:2089-2102.

2. Brown KM, GM Foody dan PMAtkinson. 2009.Estimating per-pixel thematic uncertainty inremote sensing classifications. UK: Int. J. Re-mote Sense, 30(1):209–229.

3. Rajapandian VVJ and N Gunaseeli. 2007. Mo-dified Standard Backpropagation Algorithm wi-th Optimum Initialization for Feedforward Ne-ural Networks. IJISE ,GA, 1(3):86-89.

4. Uriarte EA and FD Martin, 2005. TopologyPreservation in SOM. Faculty of Engineering,University of Deusto. Bilbao: Intl J Mathema-tical and Computer Sciences, 1:1.

Page 23: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

Habitat Dasar menggunakan SOM 15

Gambar 5 Histogram Klasifikasi Algoritma SOM

5. Kohonen T. 1984. Self Organizing and Asso-ciative Memory. Berlin: Springer-Verlag.

6. Lyzenga, D.R., 1978, Passive remote sensingtechniques for mapping water depth and bot-tom features. Applied Optics, 17:379–383.

7. Lyzenga, D.R., 1981, Remote sensing of bot-tom reflectance and water attenuation para-meters in shallow water using aircraft and Lan-dsat data. Intl J. Remote Sens, 2:71–82.

8. Sulma S, dan D Kushardono. 2006. Pemanfa-atan Citra Satelit SPOT-5 untuk IdentifikasiTerumbu Karang di Perairan Kepulauan Se-ribu. Jakarta: Majalah Berita Inderaja LAP-AN , V(9):31-33.

9. Amri K, Siregar VP, Takwir A dan Asma-din. 2010. Kajian Akurasi Citra Satelit Quick-bird dengan Metode Differential Global Posi-tioning untuk Klasifikasi Tipe Substrat DasarPerairan Karang Congkak dan Karang LebarKepulauan Seribu. Jurnal Kelautan Nasional ,5(1):25-32

10. Siregar VP, SWouthuyzen, S Sukimin, SB Agus,MB Selamat, Adriani, Sriati dan Muzaki. 2010.Informasi Spasial Habitat Perairan Dangkal danPendugaan Stok Ikan Terumbu Menggunak-an Citra Satelit. Bogor: SEAMEO BIOTROP-FPIK IPB .

11. Benfield SL, H M Guzman, J M Mairs andJAT Young. 2007. Mapping the distributionof coral reefs and associated sublittoral habi-

tats in Pacific Panama: a comparison of opticalsatellite sensors and classification methodolo-gies. Intl J Remote Sens, 28(20):5047-5070.

12. Mumby, P.J., Green, E.P., Clark, C.D., Edwa-rds, A.J., 1998. Digital analysis of multispe-ctral airborne imagery of coral reefs. Coral Re-efs 17, 59–69.

13. Green EP, PJ Mumby, AJ Edwards, and CDClark. 2000. Remote Sensing Handbook for Tro-pical Coastal Management . Paris: UNESCO.

14. Mumby PJ, and Edwards AJ. 2004. Benefi-ts of water column correction and contextualediting for mapping coral reefs. Intl J RemoteSens, 19:203-210.

15. Camacho, MA. 2006. Depth Analysis of Mi-dway Atoll Using Quickbird Multispectral Ima-ging Over Variable Substrates. Monterey: Na-val Postrgraduate School.

16. Mishra D, S Narumalani, D Rundquist, andM Lawson. 2006. Benthic Habitat Mappingin Tropical Marine Environments Using Qu-ickbird Multispectral Data. American Socie-ty for Photogrammetry and Remote sensing,New York: Photogrametric Engineering and

Remote Sensing, 72(9):1037-1048.

Page 24: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

16 Asmadin et al.

Page 25: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

AQUASAINS(Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan)

IMUNOGENISITAS VAKSIN INAKTIF WHOLE CELL Aeromonas

salmonicida PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)

Agus Setyawan1 · Siti Hudaidah1 · Zulfikar ZafeskanRonapati2 · Sumino3

Ringkasan The aims of this research wasto determine the immunogenicity of ina-ctivated vaccine A. salmonicida whole cellin common carp and the best mothod invaccine administration. Vaccine was pro-duced by inactivated A. salmonicida withadding 1 ppm (v/v) formaldehide and in-cubated for 24h in room temperature. Tenjuvenil of carp (Vaccine was administratedin each 10 fish by injection intraperitonea-lly (107 cfu/fish), orally (107 cfu/fish), im-mersion (107 cfu/ml for 30 minute) andcontrol (fish with no vaccination). Boosterwas conducted 7 days after first vaccinationwith same dossage and method. Titer anti-body was evaluated in three times i.e. be-fore vaccination, 7th days after first vacci-nation, and 7th days after booster. Waterquality such as dissolved oxygen, pH, andwater temperature was measured as a sup-ported parameters. Results showed that ti-ter antibodi for all treatment before va-ccination was 1/6. However, titer antibo-dy after vaccination and booster increasedto 1/58.67 and 1/85.33 for i.p injection,1/42.67 and 1/64 for oral, 1/24 and 42.67for immerse, respectively. Whereas, therewas no significantly increasing of titer anti-

1)Dosen Program Studi Budidaya Perairan, Fa-kultas Pertanian, Universitas Lampung2) AlumniMahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fa-kultas Pertanian, Universitas Lampung3) StasiunKarantina Ikan dan Pengkajian Mutu Hasil Peri-kanan Tk I Panjang, Bandar Lampung E-mail:[email protected]

body in control that was 1/9.33 and 1/18.67for vaccination and bosster, respectively.Vaccine adminsitration method by injectioni.p. was the best method for obtain the bestimmunogenicity of vaccine. Water qualityparameters along this experiment still inoptimum range for common carp living.

Keywords Aeromonas salmonicida,common carp, inactivated vaccine, titerantibody

PENDAHULUAN

Aeromonas salmonicida merupakan salahsatu bakteri patogen dalam budidaya ik-an. Bakteri tersebut merupakan penyebabutama penyakit furunculosis dan carp er-ytrodermatitis [1]. Bakteri ini diduga per-nah mewabah di Jawa Barat dan menye-babkan kematian masal pada ikan mas de-ngan keurugian mencapai 4 miliar rupiah[2]. Vaksinasi merupakan salah satu tin-dakan preventif dalam menanggulangi pe-nyakit ikan. Penggunaan obat-obatan danbahan kimia untuk pengobatan ikan su-dah mulai ditinggalkan. Hal ini disebabk-an karena dampak negatif yang ditimbulk-an seperti pencemaran lingkungan, residudalam tubuh ikan, dan resistensi bakteriterhadap jenis antibiotik tertentu [3]. Adabeberapa jenis vaksin yang telah berhasil

Page 26: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

18 Agus Setyawan1 et al.

dikembangkan untuk penanggulangan pe-nyakit furunculosis antara lain pada ikankarper [4], coho salmon [5], rainbow trout[6] [7]. Namun sejauh ini belum ada pe-ngembangan vaksin untuk A. salmonicidadari strain lokal untuk pencegahan penya-kit yang disebabkan oleh bakteri tersebut.Oleh karena itu, penelitian ini bertujuanuntuk mengeksplorasi imunogenisitas vak-sin inaktif A. salmonicida pada ikan mas.

MATERI DAN METODE

Penyediaan bahan

Isolat bakteri A. salmonicida didapatkandari Stasiun Karantina Ikan dan Penjamin-an Mutu Hasil Perikanan Kelas I Panjang,Bandarlampung. Sedangkan ikan mas se-bagai ikan uji diperoleh dari petani ikan diKecamatan Pagelaran, Kabupaten Pring-sewu.

Pembuatan vaksin

Pembuatan vaksin inaktif mengacu pada[8] dengan sedikit perubahan. Pembuatanvaksin inaktif secara lengkap yaitu bakte-ri A. salmonicida dikultur dalam mediumTSB selama 24 jam dalam suhu ruang. Ino-kulum bakteri selanjutnya dikultur dengancara dituang pada medium TSA di caw-an petri dan diinkubasi selama 24 jam da-lam suhu ruang. Inokulum bakteri dipa-nen ke dalam erlenmeyer kemudian dila-kukan inaktivasi bakteri dengan cara me-nambahkan larutan formalin hingga men-capai konsentrasi 1,5% (v/v) dari volumeinokulum dan diinkubasi selama 24 jam da-lam suhu ruang. Untuk menghilangkan for-malin dalam inokulum, dilakukan pencuci-an dengan menggunakan larutan phospatbuffer saline (PBS) dengan cara mensen-trifus pada kecepatan 4000 rpm selama 30menit sebanyak tiga kali. Untuk memastik-an bakteri sudah inaktif, dilakukan uji vi-abilitas dengan cara mengkultur inokulumyang sudah diinaktivasi ke dalam mediumGSP dan diinkubasi 24 jam dalam suhu ru-ang hingga bakteri sudah tidak tumbuh la-gi.

Vaksinasi

Sebelum dilakukan vaksinasi, vaksin dihi-tung kepadatannya dengan menggunakanUV-spektrofotometer (λ=625 nm) denganmengacu larutan standar Mc Farland. Vak-sinasi ikan dilakukan dengan tiga metodepemberian yaitu suntik (107 cfu/ikan), ren-dam (107 cfu/ml) dan oral (107 cfu/ikan)serta kontrol (tanpa vaksinasi). Tujuh ha-ri setelah vaksinasi pertama, dilakukan pe-nguatan (booster) vaksinasi dengan meto-de dan dosis yang sama. Selama vaksinasi,ikan dipelihara dalam akuarium dan diberimakan secara ad libitum dengan frekuensipemberian pakan dua kali sehari. Kualitasair selama pemeliharaan dijaga agar masihdalam kisaran normal untuk budidaya ik-an mas. 2.4. Uji Aglutinasi Titer antibodimenggunakan metode standar mikro aglu-tinasi [9] dengan sedikit modifikasi. Serumdidapatkan dengan mengambil darah ikanmelalui venacaudal dengan spuit 1 ml 26Gdan disentrifus dengan kecepatan 3500 rmselama 15 menit. Serum yang tercampurdalam plasma darah berada di bagian per-mukaan berupa cairan. Serum diambil un-tuk digunakan dalam uji aglutinasi. Titerantibodi dilakukan dengan menggunakanmicrodilution plate 96 sumuran. Sumur 1dan 2 diisi dengan serum masing-masing25 µl. Serum pada sumur ke-2 diencerkansecara berseri (2n) menggunakan larutanPBS hingga pada sumur ke-10 (29). Su-mur ke-12 dijadikan sebagai kontrol negatifyang diisi dengan larutan PBS. Semua su-mur (1-12) ditambahkan antigen (Ag) da-ri vaksin yang diuji masing-masing 25 µl.Microplate digoyang-goyangkan selama 3menit untuk homogenisasi larutan dan se-lanjutnya diinkubasi selama 1 jam dalamsuhu ruang dan disimpan dalam refrigera-tor selama satu malam. Reaksi aglutina-si antigen dan antibodi ditandai denganmunculnya semacam titik menyebar di da-sar sumuran. Sedangkan jika tidak terjadiaglutinasi ditandai dengan munculnya ti-tik yang terpusat di tengah-tengah dasarsumuran (dibandingkan kontrol positif dankontrol negatif). Uji titer antibodi dilakuk-an selama 3 periode yaitu sebelum vaksi-

Page 27: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

imunogenitas vaksin pada ikan mas 19

Tabel 1 Titer rata-rata antibodi

PerlakuanRata-rata Titer antibodi

Prevaksin Vaksin I Vaksin II

Suntik 5.33 58.67 85.33Rendam 5.33 42.67 64.00Oral 5.33 24.00 42.67Kontrol 5.33 9.33 18.67

nasi, tujuh hari setelah vaksinasi, dan tu-juh hari setelah booster. 2.5. PengamatanKualitas Air Pemeliharaan Selama peneli-tian, kualitas air pemeliharaan ikan uji te-rus dipantau dan diukur beberapa parame-ter kritis untuk budidaya ikan mas melipu-ti kadar oksigen terlarut (dissolved oxygen,DO), pH, dan suhu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan vaksin

Inaktivasi bakteri A. salmonicida denganformalin 1,5 % efektif membuat bakteri A.salmonicida sudah inaktif yang ditandai de-ngan tidak ada koloni pada medium GSPdari hasil kultur 24 jam. Hasil pengukurankepadatan vaksin dengan spektrofotometermenunjukkan kepadatan vaksin adalah 3,2x 1010 cfu/ml.

Titer antibodi

Hasil titer antibodi sebelum dan sesudahvaksinasi dan booster disajikan dalam Ta-bel 1. dan Gambar 1.

Hasil titer antibodi tersebut menunjukkanadanya peningkatan titer antibodi dari se-belum vaksin (pre vaksin), setelah vaksina-si I, dan setelah vaksinasi II (booster) un-tuk semua perlakuan, baik suntik, rendam,oral, maupun kontrol. Namun, ikan yangdivaksin memiliki peningkatan titer anti-bodi yang sangat signifikan dibandingkandengan kontrol. Peningkatan titer antibo-di tertinggi terjadi pada perlakuan suntikyaitu dari 5,33 sebelum vaksinasi menjadi85,33 setelah booster, kemudian dilanjutk-an dengan perlakuan rendam (5,33 men-jadi 64,00), oral (5,33 menjadi 42,67) dankontrol (5,33 menjadi 18,67).

Gambar 1 Peningkatan rata-rata titer antibodiikan yang divaksin dan kontrol

Parameter Kualitas Air

Selama kegiatan penelitian, kualitas air un-tuk pemeliharaan ikan mas masih dalamkisaran hidup normal ikan mas. Secara leng-kap parameter kualitas air disajikan dalamTabel 2.

Pembahasan

Peningkatan titer antibodi pada ikan yangdivaksin mengindikasikan adanya pengak-tivan respon imun spesifik terhadap anti-gen (whole cell A. salmonicida). Berdasark-an dari respon imun terhadap antigen, an-tigen dibedakan menjadi dua jenis yaituantigen ekstraseluler dan antigen intrase-luler. Antigen ekstraseluler merupakan an-tigen yang masuk ke dalam tubuh inangtetapi tidak sampai masuk ke dalam sel,hanya berada di luar sel. Secara alamiahantigen ekstraseluler terjadi pada infeksibakteri pada umumnya, parasit, dan ja-mur. Sedangkan antigen intraseluler me-rupakan antigen yang mampu menginfeksisampai ke dalam sel seperti pada infeksivirus dan beberapa bakteri yang mampumenginfeksi ke dalam sel. Antigen ekstra-seluler yang masuk ke dalam tubuh per-tama kali akan direspon oleh sel-sel APC(antigen presenting cells) yang terdiri da-ri makrofag, sel-sel dendrit, dan sel limfositB. Antigen akan dipecah menjadi frgamen-fragmen yang lebih kecil (epitop) kemudi-

Page 28: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

20 Agus Setyawan1 et al.

Tabel 2 Parameter Kualitas Air

PerlakuanParameter

Pagi SoreDO (ppm) Suhu(oC) pH DO(ppm) Suhu(oC) pH

Suntik 6.35 25 -26 7.5 5.45 25 -26 7.8Rendam 6.85 25 -26 7.7 6.15 25 -26 7.8Oral 6.49 25 -26 7.8 5.30 25 -26 7.8

Kontrol 6.76 25 -26 7.6 5.23 25 -26 7.8BakuMutu (khairuman, 2008) >3 25 -30 6 - 8 >3 25 -30 6 - 8

an oleh sel-sel APC fragmen-frgamen anti-gen tersebut akan dipresentasikan kepadasel limfosit T melalui molekul major histo-compatibility complex kelas II (MHC kelasII). Sel T menangkap antigen tersebut me-lalui TCR (T-cell receptor). Sel T yang ter-aktivasi akan mensekresikan sitokin-sitokin(seperti interleukin 2 atau IL-2, IL-4, danIL-6) untuk memicu pengaktivan sel B. SelB yang teraktivasi akan berproliferasi danmengalami diferensiasi menjadi sel B plas-ma dan sel B memory. Sel plasma akanmensekresi antibodi-antibodi yang sangatspesifik terhadap antigen yang ditangkapoleh APC, sedangkan sel memory berfung-si untuk mengingat antigen sehingga keti-ka ada infeksi kedua (booster) maka sel-selimun akan merespon dengan lebih cepat[10]. Perlakuan vaksinasi dengan metodesuntik menunjukkan memiliki titer antibo-di yang paling tinggi dibandingkan denganperlakuan lainnya. Hasil ini juga sesuai de-ngan beberapa penelitian lainnya sepertipada vaksin polivalen vibrio [11] dan vak-sin A. hydrophila [12]. Hal tersebut dise-babkan karena antigen lebih efektif masukke dalam tubuh dan akan mudah diresponoleh sel-sel imun. Berbeda dengan perla-kuan rendam dimana antigen masuk me-lalui pori-pori tubuh ikan seperti linea la-teralis atau metode oral dimana sebagianantigen ada yang terdegradasi oleh enzim-enzim pencernaan di saluran pencernaanseperti protease, amilase, dan lipase. Se-cara umum, vaksin inaktif A. salmonicidabersifat imunogenik yaitu mampu meres-pon sel-sel imun pada ikan mas. imuno-genisitas suatu antigen dapat dipengaruhioleh beberapa faktor antara lain ukuran,kompleksitas, dan bentuk antigen. Ukuran

antigen merupakan faktor yang paling pen-ting dalam imunogenisitas antigen. Keba-nyak antigen yang imunogenik (imunogen)memiliki berat molekul 10 kDa atau le-bih. Dilihat dari kompleksitasnya, proteinmerupakan imunogen karena protein meru-pakan polimer komplek yang tidak berulang-ulang. Bentuk antigen juga mempengaru-hi imunogenisitas antigen. Antigen yang ti-dak mudah larut air lebih imunogenik di-banding antigen yang mudah larut air ka-rena antigen yang tidak larut air akan siapditangkap oleh makrofag sebagai sel yangbertugas memperkenalkan antigen (antigenpresenting cells, APC) kepada sel T [13].

Acknowledgements Kami memberikan ap-resiasi yang sangat besar kepada StasiunKarantina Ikan Kelas I Panjang atas segalabantuan dan kerjsamanya dalam penelitianini. Kami juga ucapkan terima kasih kepa-da Lembaga Penelitian Universitas Lam-pung atas bantuan dana penelitian dalambentuk DIPA UNILA.

PUSTAKA

1. Austin, B. and D.A. Austin. 2007. BacterialFish Pathgen, Disease of Farm and Wild Fi-sh fourth edition. Springer-Praxis Publishing,UK. 552p.

2. Anonim, 2007. Penyakit Ikan Karantina Go-longan Bakteri . Pusat Karantina Ikan.

3. Zhou, Y.C., Hui H., Jun W., Ben Z., dan YongQ. S. 2002. Vaccination of The Grouper, Epi-nephelus awoara, againts Vibriosis Using TheUltrasonic Technique. Aquaculture 203: 229-238.

4. Evenberg, D., P. de Graff, B. Lugtenberg, W.B.Van Muiswinkel. 1988. Vaccine-induced prote-ctive immunity against Aeromonas salmonici-da tested in experimental carp erythroderma-

Page 29: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

imunogenitas vaksin pada ikan mas 21

titis. Journal of Fish Disease Vol 11, Issue 4:337-350

5. Nikl., L., L.J Albright, T.P.T. Evelyn. 1991.Influence of seven immunostimulants on theimmune response of coho salmon to Aeromo-nas salmonicida. Dis. Aquat. Org. vol 12: 7-12

6. Marsden, M.J., L. M. Vaughan, T.J. Foster,and C.J. Secombes. 1996. A Live (DaroA) Ae-romonas salmonicida Vaccine for furunculo-sis Preferentially Stimulates T-Cell ResponsesRelative to B-Cell Responses in Rainbow Tro-ut (Oncorhynchus mykiss). Infection and Im-munity, Vol 64: 3863-3869

7. Kollner, B. and G. Kotterba. 2002. Tempera-ture dependent activation of leucocyte popula-tions of rainbow trout, Oncorhynchus mykiss,after intraperitoneal immunisation with Aero-monas salmonicida. Fish & Shellfish Immu-nology Vol 12, Issue 1: 35-48

8. Kamiso H.N. dan Triyanto. 1992. Vaksinasimonovalen dan polivalen vaksin untuk menga-tasi serangan Aeromonas hydrophilla pada ik-an lele (Clarias sp). Jurnal Ilmu Pertanian(Agriculture Science). 4 (8) : 447–464.

9. Roberson, B.S., 1990. Bacterial agglutination.In: Stolen, J.S., Fletcher, T.C., Anderson, D.P.,Roberson, B.S., dan van Muiswinkel, J. (Eds.),Techniques in Fish Immunology. SOS Publi-cations, Fair Haven, NJ; pp.81-86.

10. Abbas, A.K. and A. H. Lichtman. 2005. Cellu-lar and Molecular Immunology, Fifth Edition,Updated Edition. Elsevier Saunders. Pennsylva-nia. 564p.

11. Kamiso H.N., A. Isnansetyo, Triyanto, dan M.Murdjani, dan L. Sholichah. 2005. Efektivitasvaksin polivalen untuk mengendalikan vibrio-sis pada kerapu tikus (Cromileptes altivelis).J. Fish. Sci. VII(2): 95-100.

12. Mulia, D.S., C. Purbomartono, A. Isnansetyo,dan Murwantoko. 2010. Uji Lapang Penggu-naan Vaksin Polivalen Aeromonas hydrophilaPada Gurami (Osphronemus gouramy Lac.).Prosiding Seminar Nasional Tahunan VII Ha-sil Penelitian Perikanan dan Kelautan, Jurus-an Perikanan, Fakultas Pertanian UGM-BalaiBesar Riset Pengolahan Produk dan Biotek-nologi Kelautan dan Perikanan, Yogyakarta 24Juli 2010.

13. Madigan, M.T., J.M. Martinko, dan J. Parker.2003. Brock Biology of Microorganisms, Tenthedition. Prentice Hall, Pearson education, Inc.,New Jersey. 1019p.

Page 30: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

22 Agus Setyawan et al.

Page 31: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

AQUASAINS(Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan)

PARTIKEL TERSUSPENSI DAN BAHAN ORGANIK YANG

TERPERANGKAP PADA DAERAH LAMUN DAN DAERAH TIDAK ADA

LAMUN DI PERAIRAN PULAU BARRANG LOMPO MAKASSAR

Ira

Ringkasan Lamun merupakan tumbuhanair yang telah beradaptasi hidup terbenamdi salinitas yang tinggi. Tumbuhan terse-but memiliki daun yang panjang dan bera-da di kolom air serta sistem perakaran yangmenyilang menyebabkan tumbuhan mam-pu memerangkap partikel yang tersuspen-si dan bahan organik di kolom air. Parti-kel tersuspensi yang berada di kolom airdapat menyebabkan perairan menjadi ke-ruh dan dapat mempengaruhi kehidupanbiota di perairan. Tujuan penelitian ada-lah untuk mengetahui partikel tersuspensidan bahan organik yang terperangkap ba-ik di daerah lamun maupun didaerah tidakada lamun. Metode penelitian menggunak-an sediment trap yang terbuat dari pipaparalon ukuran 5 inci, dipasang di lamundaerah serta daerah tidak ada lamun. Hasilyang diperoleh menunjukkan bahwa parti-kel tersuspensi yang terperangkap terting-gi dalam sediment trap terdapat di dae-rah lamun berkisar 2,37-4,57 mg/cm2/haridan 1,87-2,32 mg/cm2/hari, sementara didaerah tidak ada lamun berkisar 2,28-2,32mg/cm2/hari dan 2,13-2,21 mg/cm2/hari.Nitrat dan ortofosfat yang terperangkap didaerah lamun berkisar 0,3-0,7 mg/kg dan13,3-17,4 mg/kg sementara di daerah ti-

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Uni-versitas Haluoleo Jl. HAE Mokodompit Kam-pus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari93232 (phone/Fax:+62401 393782)E-mail: [email protected]

dak ada lamun berkisar 0,3-0,4 mg/kg dan12,4-13,6 mg/kg.

Keywords Partikel tersuspensi, bahanorganik, pemerangkap, lamun, tidak adalamun

PENDAHULUAN

Wilayah pesisir merupakan lingkungan yangdinamis, unik, dan rentan terhadap per-ubahan lingkungan. Ada beberapa faktoryang mempengaruhi lingkungan pesisir an-tara lain adalah: pertumbuhan penduduk,perubahan iklim, peningkatan permintaanakan ruang dan sumberdaya serta dinami-ka pantai. Salah satu ekosistem yang ter-dapat di wilayah pesisir adalah ekosistempadang lamun. Lamun (Seagrass) atau di-sebut ilalang laut merupakan satu-satunyatumbuhan berbunga yang terdapat di per-airan pantai dangkal yang mampu bera-daptasi sepenuhnya dalam perairan laut.Kadang-kadang membentuk komunitas yanglebih hingga merupakan padang lamun (se-agrass bed) yang cukup luas. Padang la-mun merupakan salah satu ekosistem uta-ma pada perairan dangkal yang sangat kom-pleks dan merupakan sumberdaya laut yangcukup potensial, karena memiliki fungsi fi-sik, ekologis dan ekonomis yang sangat pen-ting. Fungsi ekologis padang lamun dianta-ranya adalah sebagai daerah asuhan, dae-rah pemijahan, daerah mencari makan, dan

Page 32: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

24 Ira

daerah untuk mencari perlindungan ber-bagai jenis biota laut seperti ikan, crus-tasea, moluska, echinodermata, dan seba-gainya [1], [2] menyatakan tumbuhan la-mun itu sendiri merupakan makanan pen-ting dugong (Dugong dugon) dan penyu hi-jau (Chelonia mydas) [3] dan bertindak se-bagai “jebakan sedimen dan nutrient” [4].Lamun juga mendukung kehidupan banyakjenis herbivor dan detritivor yang menjadidasar dalam rantai makanan di lautan [5].Lamun memiliki sistem perakaran dan rhi-zoma yang intensif. Sistem rhizoma mem-bentuk daun lamun menjadi lebat, sehing-ga dapat mengurangi gerakan air serta meng-endapkan partikel tersuspensi ke dasar per-airan. Hasil eksperimen [6] menyatakan bah-wa sekitar 27% momentum partikel tersus-pensi hilang atau turun ke dasar perairan.Partikel yang mengendap ke dasar tersebutmengandung bahan organik. Lamun dapatpula menghasilkan bahan organik melaluidaun yang telah membusuk serta melaluiorganisme yang hidup di lamun seperti epi-fik dan fitoplankton. Padang lamun dapatpula berperan sebagai peredam ombak ala-mi yang dapat menghambat pergerakan airmembuat perairan di daerah tersebut men-jadi tenang [7]. Keadaan tersebut dapatmenjaga pantai dari proses abrasi. Ditam-bahkan pula oleh [8] bahwa padang lamundapat berfungsi sebagai perangkap sedimendan menstabilkan dasar perairan di bawah-nya. Karena begitu pentingnya lamun da-lam memerangkap sedimen, sehingga adabeberapa penelitian yang melakukannya de-ngan menggunakan lamun buatan (lamunartifisial). Salah satunya yang dilakukan oleh[9]. Hasil penelitiannya menunjukkan bah-wa lamun buatan (lamun artifisial) mam-pu memerangkap sedimen, dimana sema-kin tinggi kepadatan daun lamun artifisialsemakin banyak sedimen yang terperang-kap. Walaupun lamun alami dan buatansama-sama dapat meredam gerakan air danmenjebak bahan tersuspensi, namun lamunalami dapat mengakumulasi material-materialyang terendapkan menjadi substrat sekali-gus menstabilkannya. Sementara lamun bu-atan tidak mampu menstabilkannya. Jadi,peran lamun alami tetap tidak dapat di-

gantikan oleh lamun buatan dalam men-stabilkan substrat. Penelitian ini dilakuk-an untuk melihat laju pemerangkap par-tikel tersuspensi dan bahan organik padalamun alami. Kegunaannya diharapkan da-pat menjadi bahan informasi dan referen-si dalam pengambilan kebijakan untuk pe-ngelolaan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agus-tus 2009 sampai dengan bulan April 2010,lokasi pengambilan sampel di perairan Pu-lau Barrang Lompo Makassar. Analisis sam-pel di Laboratorium Oseanografi Kimia, Ju-rusan Ilmu Kelautan, Universitas Hasanu-ddin, Makassar. Perangkap partikel tersus-pensi yang digunakan terbuat dari pipa pa-ralon berdiameter 4 inci dengan tinggi 30cm dari permukaan substrat, pada bagianbawah pipa dibenton dengan ukuran 30 cmtinggi 10 cm agar tidak mudah bergeser da-ri posisi awal. Bagian dalam tabung dipa-sang botol plastik dengan diameter 3 incidan tinggi 25 cm berguna untuk menam-pung partikel-partikel tersuspensi yang meng-endap. Bagian atas perangkap dipasang co-rong plastik berdiameter 5 inci berguna un-tuk meminimalkan keluarnya partikel-partikeltersuspensi yang telah masuk ke pipa (bo-tol plastik) akibat ombak. Sebelum penem-patan perangkap, terlebih dahulu dilakuk-an studi pendahuluan untuk menentukanstasiun penelitian. Penempatan stasiun ber-dasarkan keberadaan lamun, dimana pa-da waktu surut air laut terendah, lamunmasih terendam minimal 50 cm dan di-lihat pula berdasarkan kerapatan lamun.Berdasarkan hasil studi pendahuluan ma-ka diperoleh dua daerah yaitu Tenggaradan Timur Laut. Pengambilan sampel un-tuk partikel-partikel tersuspensi yang ter-perangkap dalam tabung perangkap (sedi-ment traps) dilakukan sebulan sekali (29hari) selama 3 bulan. Parameter yang diu-kur meliputi berat sedimen, nitrat dan or-tofosfat. Selain itu dilakukan pula pengu-kuran parameter lainnya seperti suhu, sali-nitas, kecepatan arus. Sebagai data penun-

Page 33: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

Partikel tersuspensi di daerah lamun 25

jang pasang surut perairan Makassar dansekitarnya dari Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL. Partikel tersuspensi yang terperang-kap pada pemerangkap (sediment traps) di-endapkan dalam gelas ukur sampai teren-dap dengan baik. Volume yang diperolehdibagi dengan lamanya waktu pemasang-an sediment traps. Kemudian sampel di-saring dengan menggunakan kertas saringdan dikeringkan dengan udara biasa sela-ma kurang lebih 7 hari, setelah kering di-timbang dengan menggunakan timbangandigital. Pengukuran nitrat dan ortofosfatmenggunakan spektrofotometer.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata laju pemerangkap partikel tersuspensi(Tabel 1.) yang tertinggi terdapat di da-erah lamun stasiun Tenggara yakni ber-kisar 2,37-4,57 mg/cm2/hari. Begitu pu-la dengan ortofosfatnya lebih tinggi di la-mun stasiun Tenggara yakni berkisar 13,5-17,4 mg/l. Hal ini kemungkinan disebabk-an oleh persen liat di stasiun Tenggara le-bih tinggi dibandingkan dengan Timur La-ut, sehingga diduga terperangkap ke dalamsediment trap. Karena dari hasil pengukur-an TSS diperoleh di daerah Tenggara le-bih tinggi (3,7 mg/l). Tingginya partikeltersuspensi yang terperangkap dalam sedi-ment trap di lamun Tenggara, selain dise-babkan oleh liatnya yang tinggi, juga didu-kung oleh bentuk topografinya yang mem-bentuk cekungan, sehingga dengan tipe pa-sang surut Pulau Barrang Lompo yang se-mi diurnal, maka partikel-partikel tersus-pensi lebih banyak mengendap. Sementa-ra daerah tanpa lamun, partikel tersuspen-si yang terperangkap tidak menunjukkanperbedaan yang signifikan antara Tengga-ra dan Timur Laut yaitu berkisar 2,28-2,32mg/cm2/hari dan 2,13-2,21 mg/cm2/hari.

Nitrat dan ortofosfat yang terperangkap disediment trap memiliki perbedaan yang ti-dak signifikan antara daerah lamun dan tan-pa lamun. Namun terdapat perbedaan yangsignifikan antara nitrat dan ortofosfat di

kolom air dan di substrat baik di Teng-gara maupun Timur Laut (daerah lamundan tanpa lamun). Nitrat dan ortofosfatyang terperangkap dalam sediment trap le-bih tinggi dibandingkan dengan yang bera-da di kolom air dan di substrat. Nilai rata-rata nitrat dan ortofosfat yang berada disubstrat di daerah lamun (0,1 dan 13,3 mg/l)dan daerah tanpa lamun (0,07 dan (8,68mg/l) sementara di kolom air daerah la-mun (0,1 dan 0,6 mg/l). Hal ini diduga ka-rena nitrat dan ortofosfat yang terperang-kap di sediment trap belum banyak diman-faatkan oleh organisme karena terlindungoleh tabung pemerangkap. Sementara yangberada di kolom air dan substrat telah ba-nyak dimanfaatkan oleh organisme.

Tipe substrat ditentukan oleh perbanding-an kandungan pasir, liat, dan debu. Dili-hat dari kedua daerah yaitu Tenggara danTimur Laut, kandungan pasir lebih domin-an dibanding debu dan liat. Tabel 2. Me-nunjukkan bahwa daerah lamun maupuntanpa lamun di Tenggara mempunyai per-sen liat lebih tinggi dibanding Timur La-ut. Sementara daerah Timur Laut memili-ki persen pasir dan debu yang lebih ting-gi dibandingkan dengan Tenggara. Hal inidisebabkan oleh ombak dan gelombang diTenggara dan Timur Laut relatif tenang,sehingga masih memungkinkan partikel ber-ukuran kecil seperti debu dan liat meng-endap ke dasar perairan. Berdasarkan ha-sil pengukuran kecepatan arus di Tenggaradan Timur Laut berkisar 0,26-0,33 m/dtkdan 0,058-0,062 m/dtk. Kecepatan arus ber-pengaruh terhadap ukuran partikel yangmengendap. Sebagaimana pendapat [10] bah-wa partikel pasir dapat mengendap padakecepatan <0,2 m/dtk dan partikel-partikelyang berukuran lebih kecil dibanding pa-sir dapat mengendap pada kecepatan arusyang sangat rendah. Tidak ada perbeda-an yang signifikan antara kecepatan arusdi Tenggara dan Timur Laut.

Jika dibandingkan dengan data pengukur-an partikel tersuspensi tahun 2004 di Pu-lau Barrang Lompo yaitu berkisar sekitar0,5-3,0 mg/cm2/hari, maka jumlah parti-kel tersuspensi yang diperoleh termasuk cu-kup tinggi yaitu berkisar 1,87-4,57 mg/cm2/hari.

Page 34: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

26 Ira

Tabel 1 Partikel tersuspensi, nitrat dan ortofosfat yang terperangkap dalam sediment traps

Parameter UnitTenggara Timur Laut

Ada Lamun Tanpa Lamun Ada Lamun Tanpa Lamun

Partikel Tersuspensi mg/cm2/hari 2.37 - 4.57 2.28 - 2.32 1.87 - 2.32 2.13 - 2.21Nitrat mg/kg 0.3 - 0.5 0.3 - 0.4 0.4 - 0.7 0.4Ortofosfat mg/kg 13.5 - 17.4 12.4 - 13.6 13.3 - 14.9 12.9 - 13.1

Tabel 2 Tekstur sedimen yang terperangkap di daerah Tenggara dan Timur Laut

Parameter UnitTenggara Timur Laut

Ada Lamun Tanpa Lamun Ada Lamun Tanpa Lamun

Pasir % 65 - 75 70 - 72 65 - 81 73 - 79Debu % 8 - 15 10 - 11 10 - 18 11 - 13Liat % 13 - 27 17 - 20 5 - 19 10 - 14

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pe-ningkatan jumlah penduduk dan kondisilamun mulai banyak mengalami kerusak-an.

KESIMPULAN

Partikel tersuspensi dan bahan organik (ni-trat dan ortofosfat) lebih banyak terperang-kap pada kolom perairan di daerah lamundibandingkan daerah tanpa lamun, sedangk-an komponen sedimen terbanyak didomi-nasi oleh pasir mengingat kecepatan arusdidaerah penelitian cukup tinggi.

PUSTAKA

1. Phillips RC, Menez EG. 1988. Seagrasses. Wa-shington DC: Smithsonian Institution Press.

2. Tomascik, T., Anmarie, J.M., 1997. The Eco-logy of Indonesia Seas. Part II Volume VIII.Periplus Edition. Singapore.

3. Lanyon J. 1989. Seagrasses of the Great Barri-er Reef . Special publication series no 3. GreatBarrier Reef Marine Park Authority. Townsvi-lle, Queensland.

4. Short, F.T. 1987. Effects of sediment nutrientson seagrass: literature review and mesocosmexperiment. Aquat. Bot. 27: 41-57.

5. Short, F. T. and R G Coles. 2003. Global Sea-grass Research Methods. Elsevier Science BV.Amsterdam. 473 pp.

6. Hendricks IE, Sintes T, Bouma TJ, DuarteCM. 2008. Experimental assessment and mo-deling evaluation of the seagrass Posidonia oce-anic on flow and particle trapping. Marine Eco-logy Progress Series 356: 163-173.

7. Latief, M. 1996. Peranan padang lamun terha-dap proses sedimentasi. Skripsi. Program Stu-di Ilmu dan Teknologi Kelautan. UniversitasHasanuddin, Ujungpandang.

8. Hutomo, M. & M. H. Azkab. 1987. Peran la-mun di lingkungan laut. Oceana, XII(I): 13–23.

9. Ukkas M, Jalil AR, Tuwo A, Mursalim. 2000.Pengaruh kepadatan lamun artifisial terhadapsedimentasi di Perairan Pulau Barrang Lom-po. Torani 10 (1): 24-29.

10. Van Duin EHS, Blom G, Los FJ, Maffione R,Zimmerman R, Cerco CF, Dortch M, BestEllyPH. 2001. Modeling underwater light climatein relation to sedimentation, resuspension, wa-ter quality and eutrotrophic growth. Hydrobi-ologia 444: 25-42.

Page 35: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

AQUASAINS(Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan)

ANALISA KEBIASAAN MAKANAN IKAN GELODOK (Mudskipper) JENIS

Baleophthalmus boddarti DI DAERAH PERTAMBAKAN DESA CEPOKOREJO

KECAMATAN PALANG KABUPATEN TUBAN

Sri Wilis

Ringkasan Ikan gelodok (Mudskipper) Jenis Ba-leophthalmus boddarti merupakan salah satu sum-ber daya perikanan di perairan payau yang be-lum banyak dimanfaatkan secara optimal, khu-susnya masyarakat Desa Cepokorejo KecamatanPalang Kabupaten Tuban. Dalam mengoptimalk-an pemanfaatannya diperlukan kelestariannya gu-na pengembangan budidaya yang diperlukan ada-nya beberapa informasi tentang aspek biologisnyaterutama kebiasaan makanan. Tujuan penelitianini adalah untuk menganalisa kebiasaan makan-an ikan gelodok di daerah pertambakan Desa Ce-pokorejo., sehingga diharapkan menjadi tambah-an informasi terutama tentang aspek biologisnyasebagai dasar pengelolaan dan pemanfaatannya.Hasil pengamatan menunjukkan bahwa makananutama ikan gelodok dari kedua stasiun adalah sa-ma yaitu ; Skeletonema sp., Nitzschia sp., danPleurosygma sp. Data isi organ pencernakan di-analisa dengan uji chi kuadrat (χ2), dalam halini digunakan tes homogenitas untuk memban-dingkan dua atau lebih frekuensi distribusi yangdiamati (observed = O), sedang yang diharapkanadalah [expected number = E] dari masing-masingkategori. Dari hasil perhitungan didapatkan bah-wa kebiasaan makanan /pola jenis makanan ik-an gelodok pada kedua stasiun ternyata berbedasangat nyata yang ditunjukkan dari hasil perhi-tungan χ2 Hitung = 123,07 > χ2 Tabel (0,01) =21,67.

Keywords Ikan gelodok, Baleophthalmusboddarti , kebiasaan makanan

Dosen Program Studi Ilmu Perikanan dan D3 Perikan-an Fakultas Perikanan dan Kelautan UNIROW Tuban E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN

Diantara potensi sumber daya perikanan yang be-lum dimanfaatkan secara optimal adalah ikan ge-lodok (Mudskipper) jenis Baleophthalmus boddar-ti, yang keberadannya kurang diperhitungkan se-bagai ikan budidaya karena tidak dianggap seba-gai ikan ekonomis [1]. Ikan ini sering dijumpai ditambak yang kosong (tidak digunakan untuk kegi-atan budidaya atau tambak setelah dipanen) danpada daerah dimana terdapat hamparan lumpurdisekitar daerah pertambakan. Di beberapa Ne-gara seperti negara Jepang dan Thailand telahmengembangkan dan memanfaatkan ikan gelodokdan memasok restauran – restaurant besar. Di In-donesia ikan gelodok juga mempunyai nilai eko-nomis walaupun lebih kecil dibandingkan denganjenis ikan ekonomis lainnya. Hal itu berkaitan de-ngan kultur masyarakat Indonesia terkait dengankebiasaan hidup ikan gelodok yang mampu hidupdi air dan di lumpur sehingga keberadannya ku-rang banyak diperhitungkan. Meskipun ikan gelo-dok sudah mempunyai nilai ekonomis (yang ma-sih relatif kecil) namun penelitian terutama ten-tang aspek biologisnya belum banyak dilakukan.Untuk lebih meningkatkan nilai ekonomisnya ma-ka perlu dilakukan penelitian terutama tentangaspek biologisnya yaitu kebiasaan makanannya.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeta-hui kebiasaan makanan ikan gelodok dilihat dariisi organ pencernakan makanan pada kedua stasi-un di daerah pertambakan Desa Cepokorejo Ke-camatan Palang Kabupaten Tuban.

MATERI DAN METODE

Materi Penelitian

Materi yang digunakam dalam penelitian ini ada-lah ikan gelodok yang terdapat di daerah pertam-

Page 36: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

28 Sri Wilis

bakan Desa Cepokorejo Kecamatan Palang Ka-bupaten Tuban.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ada-lah metode survey yang bersifat studi kasus danpengumpulan data dilakukan dengan selected ran-dom sampling [2]. Untuk mengetahui kebiasaanmakanan ikan gelodok dilakukan dengan penga-matan isi organ pencernakan [3].Pengamatan isiorgan pencernakan yang menjadi indikator seba-gai kebiasaan makanan dilakukan dengan pem-bedahan kemudian data dari hasil pengamatandiolah dengan menggunakan rumus frekuensi ke-jadian. Perhitungan frekuensi kejadian dilakukandengan menggunakan rumus sebagai berikut [4]:

Fi =LiLtx100% (1)

dimana: Fi = Frekuensi kejadian suatu jasad ma-kanan sejenis, Li = Jumlah total organ pencer-nakan yang berisi jasad makanan sejenis, dan Lt=Jumlah total organ pencernakan yang berisi jasadmakanan.

Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel

Lokasi pengambilan sampel dipilih pada daerahyang banyak terdapat spesies ikan gelodok Ba-leophthalmus boddarti pada daerah pertambak-an yang tidak digunakan untuk kegiatan budida-ya dimana kondisi airnya cenderung sedikit me-nutupi permukaan tanah atau bahkan kering de-ngan hamparan lumpur. Untuk pengamatan ting-kah laku kebiasaan makanan pada daerah tambakyang kering (airnya sedikit) dengan tambak yangterendam air maka lokasi penelitian dibagi men-jadi 2 stasiun :

– Stasiun I : daerah pertambakan yang airnyasedikit cenderung kering (air hanya terdapatdidalam tanah)

– Stasiun II : daerah pertambakan yang permu-kaan lumpurnya terendam air

Metode Analisa Data

Kebiasaan Makanan

Data isi organ pencernakan dianalisa dengan ujichi kuadrat (χ2), dalam hal ini digunakan tes ho-mogenitas untuk membandingkan dua atau lebih

frekuensi distribusi yang diamati (observed = O)[2]. Dari tabel 2 yang diharapkan [expected num-ber = E] dari masing-masing kategori adalah se-bagai berikut:

EA1 = TAT1/T (2)

EB1 = TBT1/T (3)

EC1 = TCT1/T (4)

Selanjutnya adalah mencari harga [χ2], dimanamenurut [2] χ2 dicari dengan rumus :

χ2 =∑ki=1

(O1 − h1)2

h1(5)

χ2

=(O1 − h1)

h1

+(O2 − h2)

h2

+(O3 − h3)

h3

+ ... +(On − hn)

hn(6)

Untuk menguji hipotesis, nilai χ2 yang diperolehdibandingkan dengan nilainya dari tableχ2. Hipo-tesis yang digunakan adalah:

H0 :diduga pola kebiasaan makanan ikan gelodok(Mudskipper), Baleophthalmus boddarti darikedua stasiun tidak berbeda nyata

H1 :diduga pola kebiasaan makanan ikan gelodok(Mudskipper), Baleophthalmus boddarti darikedua stasiun berbeda nyata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kebiasaan Makanan

Dari hasil pengamatan ternyata bahwa makananutama ikan gelodok dari kedua stasiun adalah sa-ma yaitu ; Skeletonema sp., Nitzschia sp., danPleurosygma sp. Walaupun urutan dominasinyaberbeda, namun dari kedua stasiun pengamatanterdapat perbedaan macam jasad makanan, se-perti Rhizosolenia sp. dan Bacteriastrum sp. ha-nya tardapat didalam isi organ pemcernaan padastasiun 1, sedangkan Thalassiothrix sp dan Cera-tium sp hanya terdapat pada isi organ pencernak-an yang terdapat pada stasiun 2. Nilai Frekuensikejadian makanan dari kedua stasiun dapat dili-hat pada Tabel 1.

Melihat dari komposisi jenis makanannya terli-hat isi perut ikan gelodok didominasi oleh marga-marga yang tergolong Diatome. Ikan gelodok ada-lah Herbivora [3] [5], yang makanannya terdiri

Page 37: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

kebiasaan makan ikan gelodok 29

Tabel 1 Total dan Rata-Rata Frekuensi Kejadian di Ke-dua Stasiun

Nama Organisme St I St II Total Rerata

Pleurosigma sp 78.83 78.83 157.66 78.83Skeletonema sp 95.50 62.66 158.16 79.08Biddulphia sp 45.50 45.50 91.00 45.50Nitzschia sp 62.17 95.50 157.67 78.83Chaetoceros sp 45.50 28.83 74.33 37.16Rhizosolenia sp 28.83 0.00 28.83 14.41Bacteriastrum sp 28.83 0.00 28.83 14.41Thalassiothrix sp 0.00 28.83 28.83 14.41Ceratium sp 0.00 12.16 12.16 6.08Peridinium sp 12.16 28.83 40.99 20.49

Total 397.32 381.14 778.46 389.23

dari alga bentik, terutama Diatomae dan Myxo-phyceae. Dimana klasifikasi ikan berdasarkan ma-kanannya terdiri dari herbivora, karnifora dan om-nivora. Dasar klasifikasi tersebut adalah pada pro-sentase makanan berupa hewan dan tumbuhan,Herbivora bila 75% makanannya berupa tumbuh-an, karnivora bila 75% makananya berupa hewan[7].

Dari hasil perhitungan isi organ pencernaan me-lalui kedua stasiun pengamataan setelah dilakuk-an uji Chi Kuadrat (Tabel 2.) diperoleh χ2 hi-tung = 123,07 > χ2 tabel [0,01] = 21,67, sehi-nga diputuskan untuk menerima H1 dan menolakH0, kesimpulannya adalah terdapat proporsi je-nis mikroalgae / kebiasaan makanan yang sangatberbeda nyata dari kedua stasiun.derajatbebas(df) = (jumlahbaris− 1)x(jumlahkolom− 1)

= (10 − 1)x(2 − 1)

= (9)x(1) = 1

χ2Tabel(0.01) = 21.67

χ2Tabel(0.05) = 16.92

χ2Hitung = 123.07

χ2Hitung > χ2Tabel

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisa ke-biasaan makan Ikan Gelodok di Daerah Pertam-bakan Desa Cepokorejo Kecamatan Palang Ka-bupaten Tuban dapat diambil kesimpulan bahwamakanan utama Ikan Gelodok adalah Skeletone-ma sp., Nitzschia sp., dan Pleurosygma sp. Wa-laupun urutan dominasinya berbeda, namun da-ri kedua stasiun pengamatan terdapat perbedaanmacam jasad makanan, seperti Rhizosolenia sp.dan Bacteriastrum sp. hanya tardapat didalamisi organ pemcernaan pada stasiun 1, sedangkan

Tabel 2 Analisa Data Isi Organ Pencernakan Baleo-phthalmus boddarti Dengan Uji Chi Kuadrat

Stasiun I Stasiun II

Observed 78.83 78,.83Expected 78.83 78.83Observed 95.50 62.66Expected 79.08 79.08Observed 45.50 45.50Expected 45.50 45.50Observed 62.17 95.50Expected 78.83 78.83Observed 45.50 28.83Expected 37.16 37.16Observed 28.83 0.00Expected 14.41 14.41Observed 28.83 0.00Expected 14.41 14.41Observed 0,00 28.83Expected 14.41 14.41Observed 0,00 12.16Expected 6.08 6.08Observed 12.16 28.83Expected 20.49 20.49

Thalassiothrix sp dan Ceratium sp hanya terda-pat pada isi organ pencernakan yang terdapat pa-da stasiun 2. Pola kebiasaan makanan dari keduastasiun berbeda sangat nyata.

PUSTAKA

1. Effendie, M.I dan D.S Syaei, 1973. Beberapa Aspek Bi-ologi Ikan Gelodok, Baleophthalmus boddarti(PALLAS)di Daerah Tangerang. Fakultas Perikanan Institut Per-tanian Bogor. Bogor.

2. Usman H dan P S Akbar R. 2003. Pengantar Statis-tika.PT Bumi Aksara. Jakarta.

3. Mudjiman, A. 1989. Makanan Ikan. Penebar Swada-ya. Edisi XI. Jakarta.

4. Effendie, M.I. 1992. Metodologi Biologi Perikanan. Ya-yasan Dewi Sri. Bogor.

5. Sriyono Eko Saputro, 2002. Hubungan Panjang Berat,Analisa Tingkah Laku Dan Kebiasaan Makanan IkanGelodok (Mudskipper) Di daerah Pertambakan DesaSurodadi. Demak . Skripsi Fakultas Perikanan Dan Il-mu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang. (Ti-dak Di Publikasikan).

6. Yoichi, K and T. takita, 1996. The Growth, Matura-

tion and Feeding Habits of the Gobiid Fish Acantho-gobius hasta Distributed in Ariake Sound, Khushu,

Japan. Nagasaki University of Japan. 242 – 248.

Page 38: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

30 Sri Wilis

Page 39: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

AQUASAINS(Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan)

PERTUMBUHAN Tetraselmis Sp DI MEDIA KULTUR BERBEDA

DENGAN PENAMBAHAN Pb2+

Astri Pujiastuti1 · Moh. Muhaemin2 · HenniWijayanti2

Ringkasan Lead has known as toxic me-tal element in water environment which maycome from domestic and industrial wastesystems. Recent research proved that mi-croalgae may reduce lead concentration byusing bioaccumulation mechanism to thethreshold level approximately. Tetraselmisis marine microalgae which has sensitiverespond to heavy metal. The research aimwas to determined the bioacumulation tre-shold effect of specific heavy metal (lead)on marine microalgae Tetraselmis sp. Theresearch was conducted on July 2010 inBBPBL Hanura Lampung Province. Theresearch was used two different media (TMRLand Conwy) and each treatment was addedlead of 0,25 mg/l. Data was analyzed byusing simple linier regression model to fo-und the correlation between microalgae den-sity and present of heavy metal. The resultshowed that the media has not significanteffect on bioaccumulation ability of Tetra-selmis sp. In the other hand, the present ofheavy metal on media has positive corrella-tion to initial concentration of heavy me-tal on microalgae biomass (rConwy=0,657;rTMRL=0,682).

Keywords pertumbuhan, tetraselmis, Pb

Alumni Mahasiswa Program Studi Budida-ya Perairan, Fakultas Pertanian, UniversitasLampung1)Dosen Program Studi Budidaya Per-airan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung2)

PENDAHULUAN

Pencemaran lingkungan perairan menjadimasalah yang sangat krusial bagi negaramaju dan sedang berkembang. Pencemar-an bisa bersumber dari aktivitas domestikmaupun industri. Intensitas, kualitas, dankuantitas pencemarpun akan semakin me-ningkat seiring dengan meningkatnya jum-lah aktivitas domestik maupun industrI [1].

Air sering tercemar oleh berbagai macamlogam berat yang berbahaya. Beberapa lo-gam berat tersebut banyak digunakan da-lam berbagai keperluan sehari-hari dan se-cara langsung maupun tidak langsung da-pat mencemari lingkungan dan apabila su-dah melebihi batas yang ditentukan ber-bahaya bagi kehidupan. Logam-logam ber-at yang berbahaya yang sering mencemarilingkungan antara lain merkuri (Hg), tim-bal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), khro-mium (Cr), dan nikel (Ni). Logam-logamberat tersebut diketahui dapat terakumu-lasi di dalam tubuh suatu mikroorganisme,dan tetap tinggal dalam jangka waktu la-ma sebagai racun [2].

Salah satu logam berat yang banyak men-cemari kawasan pesisir adalah timbal (Pb).Pb yang telah mencemari lingkungan da-pat mengkontaminasi makanan yang dikon-sumsi, air yang diminum dan udara yangdihirup, sehingga timbal disebut juga seba-gai non essential trace element yang terda-pat di dalam tubuh manusia.

Page 40: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

32 Astri Pujiastuti1 et al.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengem-bangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampungpada bulan Maret-Mei 2011. Penelitian pen-dahuluan dilakukan untuk mengamati fa-se pertumbuhan microalgae dengan meng-gunakan media kultur TMRL dan Conwytanpa penambahan Pb2+.

Tahapan awal penelitian dilakukan denganmensterilisasi alat dan media kultur yangdigunakan. Sterilisasi alat dilakukan denganbeberapa tahapan yaitu perebusan, peren-daman dalam larutan kaporit/chlorine 150ppm, pemberian alkohol, di-autoclave de-ngan temperatur 1000 C pada tekanan 1atm selama 20 menit. Sterilisasi media kul-tur dilakukan dengan cara perebusan se-lama 10 menit, penggunaann sinar ultra-violet, penyaringan dengan menggunakanplankton net ukuran 15 mikron, serta pem-berian larutan chlorine 60 ppm kemudiandinetralkan dengan Natrium Thiosulfat 20ppm.

Konsentrasi logam berat Pb2+ awal padamedia kultur diukur sebagai kontrol. Lo-gam berat Pb2+ cair ditambahkan padamedia kultur hingga konsentrasi akhir Pb2+

dalam media kultur mencapai 0,025 ppm.

Mikroalga dikultur pada skala semi massal(outdoor) dalam akuarium bervolume 100liter. Total volume yang digunakan adalah80% dari volume total akuarium. mikroal-ga yang digunakan untuk kultur semi mas-sal berasal dari kultur murni sebanyak 5– 10% dari volume total akuarium. Mediakultur yang akan digunakan berupa mediacair berformula Conwy dan TMRL. Mediakultur diberikan pada volume yang samadengan rasio media kultur dan air laut kul-tur adalah 1:1000. Formula pupuk Conwydan TMRL dapat dilihat pada Tabel 1 dan2.

Pengambilan contoh untuk pengamatan ke-limpahan microalgae dan Pb2+ dilakukansetiap 24 jam. Pengukuran konsentrasi Pb2+

dilakukan dengan menggunakan AAS (Ato-mic Absorption Spectrometry) di Labora-

Tabel 1 Formulasi pupuk fitoplankton skala semimassal

No Bahan Kimia Conwy TMRL

1 NaNO3/ KNO3 100/116 gr 100 gr2 Na2 EDTA 45 gr -3 FeCl3 1,3 gr 3,0 gr4 MnCl 0,36 gr -5 H2BO3 33,6 gr -6 Na2HPO4 20 gr 10gr7 Na2SiO3 - 1gr/(0.7)8 Trace metal * 1 ml -9 Vitamin 1 ml -10 Aquadest Hingga 1 liter Hingga 1 liter

Tabel 2 Kandungan trace metal (cair) pada me-dia Conwy

No Bahan Kimia Pupuk Conwy/Wayne

1 ZnCl2 2,1 gram2 CuSO4 . 5H2O 2,0 gram3 ZnSO4 . 7H2O4 CoCL2 . 6H2O 2,0 gram5 (NH4)6. Mo7O24 . 4H2O 0,9 gram6 Aquabides 100 ml

torium BBPBL Lampung. Pengamatan ke-limpahan mikroalga dilakukan dengan meng-gunakan haemocytometer, mikroskop, danhand counter. Kelimpahan mikroalga dihi-tung dengan menggunakan rumus :

K ={∑n

i=1(sel hasil cacahan)x105}sel/ml

dimana:

i = jumlah kotak pada haemocytometeryang diamati

i = 1, 2, 3, 4, 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan pertumbuhan mikroalga pa-da kedua media kultur menunjukkan ke-cenderungan pola yang sama (Gambar 1).Gambar 1 mengindikasikan adanya 3 (ti-ga) fase pertumbuhan mikroalga yaitu faselag, eksponensial, dan deklinasi. MikroalgaTetraselmis sp yang dikultur pada mediaConwy cenderung memiliki kelimpahan selyang selalu lebih tinggi jika dibandingkandengan kelimpahan sel mikroalga pada me-dia TMRL. Perbedaan kelimpahan terse-but tampak pada ketiga fase pertumbuhan

Page 41: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

pertumbuhan tetraselmis 33

Gambar 1 Kelimpahan sel Tetraselmis sp padamedia Conwy dan TMRL

yang teramati. Perbedaan kelimpahan se-makin besar dan mencapai puncaknya pa-da akhir fase stasioner.

Tabel 3 menunjukkan perubahan laju per-tumbuhan dan prosentse relatifnya. Seca-ra umum, laju pertumbuhan Tetraselmissp yang dikultur pada kedua media me-nunjukkan pola yang cenderung sama. Polapertumbuhan mikroalga DOC 1-5 menun-jukkan kecenderungan adanya peningkatandengan prosentase relatif yang makin be-sar. Laju pertumbuhan dan prosentase re-latifnya akan mencapai puncak pada DOC5, dan selanjutnya akan mengalami penu-runan hingga DOC 6. Laju pertumbuhandan prosesntase relatif mikroalga yang di-kultur dengan menggunakan media Conwycenderung selalu lebih tinggi jika diban-dingkan dengan mikroalga yang dikulturdengan menggunakan media TMRL.

Fenomena yang tampak pada Gambar 1dan Tabel 3 mengindikasikan :

1. Media Conwy cenderung lebih mampumeningkatkan kelimpahan sel, laju per-tumbuhan, dan prosentase laju pertum-buhan relatif jika dibandingkan denganmedia TMRL. Hal tersebut diduga ber-kaitan dengan komposisi senyawa kimiayang terkandung di tiap media terse-but. Komposisi senyawa pada media Co-nwy lebih lengkap jika dibandingkan de-ngan dengan media TMRL, sehinggalebih mampu memenuhi kebutuhan nu-trien mikroalga untuk pertumbuhan;

Gambar 2 Konsentrasi intraseluler Pb2+ padamedia Conwy dan TMRL

2. Mikroalga yang dikultur dengan mediaConwy lebih mampu meminimalisir pe-ngaruh keberadaan Pb2+ dalam media.[3] menyatakan bahwa terdapat dua ke-mungkinan pendekatan yaitu pertama;komposisi, dan kelengkapan senyawa ki-mia pada media Conwy yang lebih ting-gi jika dibandingkan dengan media TMRLmemungkinkan tersedianya cukup ener-gi bagi mikroalga untuk beradaptasi de-ngan keberadaan Pb2+ pada habitat-nya. Atau kedua; keberadaan trace ele-ment pada media Conwy berpeluang me-nimbulkan reaksi kimia tertentu denganPb2+ dan mampu mengurangi efek tok-sik Pb2+ pada media [4];[5].

Konsentrasi intraseluler Pb2+ pada keduamedia kultur tampak pada Gambar 2. Se-cara umum tidak menunjukkan perbeda-an pola, bahkan cenderung berimpit satudengan lainnya. Hal tersebut menunjukkanbahwa konsentrasi intraseluler Pb2+ padamikroalga yang dikultur dengan kedua me-dia (TMRL dan Conwy) tidak menunjukk-an perbedaan yang signifikan.

Pola bioakumulasi sel cenderung sama pa-da kedua media (Tabel 4). Tampak bah-wa prosentase bioakumulasi Pb2+ pada selterus meningkat hingga DOC 3 dan dancenderung menurun pada rentang DOC 3hingga DOC 5. Perbedaan kecil tampakpada prosentase kemampuan bioakumulasisel terhadap Pb2+.

Prosentase bioakumulasi tertinggi terdapatpada mikroalga yang dikultur pada media

Page 42: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

34 Astri Pujiastuti1 et al.

Tabel 3 Laju pertumbuhan (µ) Tetraselmis sp dengan media Conwy dan TMRL setelah penambahan Pb2+

DOCµ % µ µ % µ

Conwy (105 sel/ml) Conwy (%) TMRL (105 sel/ml) TMRL (%)

1 5.85 - 5.652 7 19.65 5.7 0.883 7.75 10.71 6.25 9.644 10.4 34.19 8.6 37.65 18.85 81.25 13.95 62.26 10.7 -43.23 9.3 -33.33

Tabel 4 Bioakumulasi Pb (a) Tetraselmis sp dengan media Conwy dan TMRL

DOCa % a a % a

Media Conwy (mg/l) Media Conwy(%) Media TMRL (mg/l) Media TMRL(%)

1 0.0601 0 0.0623 02 0.09645 60.48 0.0934 49.873 0.1602 66.09 0.1574 68.514 0.1821 13.67 0.1818 15.535 0.2081 14.2 0.2109 16

TMRL, yaitu sebesar 68,51%. Kondisi ter-sebut sedikit lebih tinggi jika dibandingkandengan prosentase bioakumulasi tertinggimikroalga yang dikultur pada media Co-nwy, yaitu sebesar 66,09%. Tingginya ke-mampuan bioakumulasi sel pada media TMRLdiduga berkaitan erat dengan rendahnyakemampuan sel mikroalga untuk mengelu-arkan Pb2+ dari dalam tubuhnya. [6] me-nyatakan bahwa rendahnya kemampuan ter-sebut bisa saja disebabkan oleh kurang ter-sedianya cukup energi untuk menopang pro-ses pengeluaran senyawa-senyawa toksik da-ri dalam tubuh. Sehingga diduga, nutrienyang diperoleh dari media TMRL hanyacukup untuk digunakan bagi sebagian pro-ses metabolism sel, namun tidak mema-dai untuk menunjang proses pengeluaranPb2+ dari dalam sel.

KESIMPULAN

Pengunaan media kultur yang berbeda mem-berikan pengaruh yang berbeda terhadapTetraselmis sp saat merespon keberadaanPb2+ dalam media kultur. Perbedaan ter-sebut tampak dari kelimpahan dan kemam-puan untuk mengekskresikan Pb2+ intrase-luler ke luar tubuh. Media Conwy membe-rikan kemampuan topang yang baik bagi

Tetraselmis sp untuk mengurangi kebera-daan Pb2+ intraseluler dalam tubuh. Na-mun penggunaan media kultur TMRL le-bih disarankan penggunaanya untuk keper-luan bioremediasi Pb2+ spesifik terhadapTetraselmis sp.

PUSTAKA

1. Florence, T.M. 1982. The speciation of traceelements in water. Talanta. 29: 345-364

2. Santana-Casiano, J.M., Gonzales-Davila, M.,Perez-Pena, J., and Millero, F.J. 1995. Pb2+interaction with marine phytoplankton Duna-liella tertiolecta. Mar. Chem. 48: 115-129

3. Muhaemin, M. 2004. Toxicity and bioaccumu-lation of lead in Chlorella and Dunaliella. J.Coast. Dev. Vol 8(1): 27-33

4. Bruland, K.W., Donat, J.R., and Hutchinson,D.A. 1991. Interactive influences of bioactivetrace metals on biological production in ocea-nic waters. Limnol. Oceanogr. 36: 1555-1577

5. Crist, R.H., Oberholser, K., McGarrity, J., Crist,D.R., Johnson, J.K., and Brittson, J.M. 1992.Interaction of metals and protons with algae.3. Marine algae, with emphasis on lead andaluminium. Environ. Sci. Technol. 26: 496-502

6. Garnham, G.M., Codd, G.A., and Gadd, G.M.1992. Kinetics of uptake and intracellular lo-cation of cobalt, manganese and zinc in the es-tuarine green alga Chlorella salina. Appl. Mi-crobiol. Biotechnol. 37: 270-276

Page 43: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

AQUASAINS(Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan)

[REVIEW]

KONSERVASI SUMBERDAYA PERIKANAN BERBASIS MASYARAKAT,IMPLEMENTASI NILAI LUHUR BUDAYA INDONESIA DALAMPENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

Qadar Hasani

Ringkasan Laut Indonesia merupakan sa-lah satu pusat keanekaragaman hayati ter-tinggi di dunia, sementara itu terumbu ka-rang Indonesia merupakan pusat dari se-gitiga terumbu karang dunia. Namun, me-ningkatnya jumlah penduduk serta faktor-faktor ekonomi lain, menyebabkan tekananterhadap sumberdaya alam laut dan ekosis-temnya semakin meningkat pula yang ber-pengaruh pada menurunnya produktivitasdan keanekaragaman sumberdaya hayati ter-sebut. Sehubungan dengan hal itu, upa-ya pengelolaan lingkungan dan konserva-si sumberdaya pesisir dan laut merupakanlangkah yang penting dan strategis. Depa-retemen Kelautan dan Perikanan mengkla-im bahwa Luas Kawasan Konservasi LautIndonesia pada awal Tahun 2005 memilikiluas ± 7.227.757,26 Ha atau 7,2 Km2 pa-da 75 kawasan konservasi. Lalu bagaimanaposisi dan peran serta masyarakat di seki-tar kawasan tersebut, apakah masyarakatmenjadi penghalang bagi keberlanjutan ka-wasan konservasi? atau apakah mungkin,masyarakat justru dapat diharapkan me-miliki peran aktif dalam pelestarian danpengelolaan kawasan konservasi?. Berbagaicontoh pengelolaan sumberdaya laut ber-basis masyarakat berdasarkan hukum adat(kearifan lokal) di berbagai daerah di Indo-nesia yang secara tidak disadari justru me-nerapkan kaidah-kaidah konservasi mung-

Dosen Program Studi Budidaya Perairan, FakultasPertanian, Universitas Lampung

kin merupakan gambaran bahwa konserva-si laut berbasis masyarakat (comunity ba-sed management) atau kolaborasi denganpemerintah (co-management) merupakan se-suatu yang sangat mungkin dikembangkan.

Keywords Konservasi, pengelolaan,berbasis masyarakat

PENDAHULUAN

Perairan laut Indonesia merupakan salahsatu pusat keanekaragaman tertinggi di du-nia, bahkan dapat dikatakan sebagai “glo-bal marine biodiversity” Roberts et al, 2002dalam [1]. Sementara, terumbu karang In-donesia merupakan pusat dari segitiga ter-umbu karang dunia atau Center of coraltriangle [2] karena memiliki keanekaragam-an hayati tertinggi di dunia (megabiodiver-sity). Setidaknya sekitar 71% seluruh genuskarang yang ada di dunia dapat ditemukandi Indonesia Veron, 2000, dalam [1]. Selainitu, sekitar 51 % terumbu karang di AsiaTenggara, dan 18 % terumbu karang di du-nia berada di wilayah perairan Indonesia[3]. Walaupun kepulauan Indonesia hanyamewakili 1,3% luas daratan dunia, tetapimemiliki 25 % spesies ikan dunia (2000 je-nis), 17% spesies burung, 16% reptil, 12%mamalia (25 jenis), 10% tumbuhan (833 je-nis), sejumlah invertebtara (seperti; molu-

Page 44: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

36 Qadar Hasani

sca 2500 jenis, crustecea 214 jenis, echino-dermata 759 jenis, dan penyu 6 jenis), ser-ta berbagai fungi dan mikroorganisme la-innya (Gautam, et al, 2000 dalam [1]). Sisilain yang menarik dari kawasan pesisir danlaut Indonesia adalah secara sosio-ekonomidan kultural hampir 60% dari penduduk diIndonesia berada di kawasan pesisir, ham-pir 3 juta nelayan dan 2 juta petani nelayanyang menggantungkan hidupnya pada hasillaut. Selain itu aktivitas ekonomi di kawas-an pesisir (fisheries, tourism, mining andenergy, transportation and marine indus-tries) memberikan kontribusi sebesar 20 %dari GDP (Gross Domestik Product) de-ngan produksi perikanan terbesar nomor 6di dunia (5,1 juta ton, FAO, 2002, dalam[1]). [3] bahkan memperkirakan, dari indus-tri pesisir dan laut, seperti pabrik minyakdan gas, transportasi, perikanan dan pa-riwisata, laut Indonesia memberikan sum-bangan sebesar 25 % dari Pendapatan Do-mestik Bruto (PDB) negara, dan 15 % darilapangan pekerjaan di Indonesia.

Meningkatnya jumlah penduduk serta faktor-faktor ekonomi lain, menyebabkan tekananterhadap sumberdaya alam laut dan eko-sistemnya semakin meningkat pula. Keru-sakan sumberdaya akibat eksploitasi yangtidak ramah lingkungan antara lain dido-rong oleh tekanan pertumbuhan dan ke-miskinan penduduk yang mata pencaha-riannya cenderung kurang memperhatikankelestarian lingkungan di kawasan pesisir,seperti pemanfaatan yang berlebihan (ter-masuk overfishing), perusakan lingkungan(pencemaran), penggunaan bahan kimia ber-acun (potasium sianida), illegal fishing dansebagainya. Sehubungan dengan hal terse-but, maka upaya pengelolaan lingkungandan konservasi merupakan langkah yang pen-ting dan strategis.

Konservasi sumberdaya pesisir dan laut me-rupakan bagian penting dari keberlanjutansumberdaya perikanan (fisheries sustaina-bility) dan keberlanjutan ekonomi (econo-mic sustainability) masyarakat nelayan [1].Salah satu bentuk upayanya adalah perlin-dungan sumberdaya alam yang dapat dila-kukan melalui konservasi dengan cara me-nyisihkan lokasi-lokasi yang memiliki po-

tensi keanekaragaman jenis biota laut, ge-jala alam dan keunikan, serta ekosistemnyamenjadi Kawasan Konservasi Laut (KKL)yang pada dasarnya merupakan gerbang ter-akhir perlindungan dan pemanfaatan ber-kelanjutan sumberdaya kelautan dan eko-sistemnya. Melalui cara tersebut diharapk-an upaya perlindungan secara lestari terha-dap sistem penyangga kehidupan, penga-wetan sumber plasma nutfah dan ekosis-temnya serta pemanfaatan sumberdaya alamlaut secara berkelanjutan dapat terwujud[2].

Terminologi dan Kondisi Konservasi di In-donesia

Sehubungan dengan konservasi laut dan/ataukonservasi sumberdaya perikanan, bebera-pa pengertian tertuang dalam beberapa pro-duk hukum yang mengatur pengelolaan sum-berdaya laut dan perikanan di Indonesia,antara lain yaitu: Undang-undang no 27tahun 2007 tentang Pengelolaan WilayahPesisir dan Pulau-pulau kecil yang meng-artikan bahwa Konservasi Wilayah Pesisirdan Pulau-Pulau Kecil adalah upaya per-lindungan, pelestarian, dan pemanfaatanWilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ser-ta ekosistemnya untuk menjamin kebera-daan, ketersediaan, dan kesinambungan Sum-ber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecildengan tetap memelihara dan meningkatk-an kualitas nilai dan keanekaragamannya.Pengertian konservasi sebagai “upaya me-lindungi, melestarikan dan memanfaatkansumberdaya” juga tertulis dalam UU No-mor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan Pa-sal 1 Angka 8; Peraturan Pemerintah No.60/2007tentang Konservasi Sumber Daya Ikan pa-da Pasal 1 ayat (3). [2], selanjutnya jugamemperkenalkan istilah Kawasan Konse-rvasi Laut (KKL) sebagai terjemahan res-mi dari Marine Protected Area (MPA).

Dengan mengadopsi definisi dari IUCN, KKLdibagi ke dalam beberapa kategori yangdapat disetarakan dengan jenis KKL di In-donesia, definisi kategori tersebut adalahsebagai berikut :KKL adalah wilayah per-airan laut termasuk pesisir dan pulau-pulaukecil yang mencakup tumbuhan dan hew-an di dalamnya, serta/atau termasuk buk-

Page 45: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

konservasi berbasis masyarakat 37

ti peninggalan sejarah dan sosial budayadi bawahnya, yang dilindungi secara hu-kum atau cara lain yang efektif baik de-ngan melindungi seluruh atau sebagian wi-layah tersebut . Di daerah tersebut diaturzona-zona untuk mengatur kegiatan yangdapat dan tidak dapat dilakukan, misalnyapelarangan kegiatan seperti penambanganminyak dan gas bumi, perlindungan ikan,biota laut dan ekologinya untuk menjaminperlidungan yang lebih baik terlepas daribagaimana kondisi eksisting kawasan kon-servasi laut di Indonesia, namun di lihatdari luasannya, Pemerintah Indonesia da-lam hal Kementerian Kelautan dan Peri-kanan) tampaknya menyadari bahwa beta-pa pentingnya keberadaan kawasan konse-rvasi laut bagi pemanfaatan dan pengelola-an ekosistem laut yang berkelanjutan, seti-daknya hal ini dapat tercermin dari upaya-upaya yang dilakukan dalam membentukdan mengelola kawasan konservasi laut diindonesia. Dalam hal ini [2] merilis bahwaKawasan Konservasi Laut Indonesia padaawal Tahun 2005 memiliki luas ± 7.227.757,26Ha atau sebesar 7,2 Km2, terdiri dari 75 ka-wasan konservasi. Hal tersebut berdasark-an pengelolaan dari PHKA dan DKP yangterbagi atas 8 tipe kawasan. Luasan masing-masing kawasan dapat dilihat pada tabel 1.berikut:

Selanjutnya, pada tahun 2010 Kementeri-an Kelautan dan Perikanan menargetkanuntuk mengembangkan kawasan konservasilaut seluas 10 juta Ha dan pada tahun 2020target luas KKL yang ingin dicapai ada-lah 20 juta Ha. Luasan kawasan konserva-si di atas adalah kawasan konservasi yangdibentuk, dan di bawah pengelolaan pe-merintah, baik pemerintah pusat maupunpemerintah daerah, tanpa merinci kondi-si dan kualitas ekologis kawasan konserva-si tersebut. Dalam hal ini mungkin timbulbeberapa pertanyaan antara lain: bagaima-na kondisi pengelolaan kawasan konservasitersebut? Lalu bagaimana posisi dan peranserta masyarakat di sekitar kawasan terse-but, apakah masyarakat menjadi pengha-lang atas adanya kawasan konservasi? ataujustru masyarakat dapat sebagai ujung tom-bak dan memiliki peran aktif dalam peles-

tarian dan pengelolaan kawasan konservasitersebut?

Pertanyaan-pertanyaan seperti di atas sa-ngat mungkin muncul mengingat seringkaliterjadi konflik kepentingan dalam pengelo-laan sumberdaya alam di Indonesia. Bebe-rapa konflik tentang permasalahan penge-lolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam,antara masyarakat dengan para pemilik mo-dal maupun dengan pemerintah (pusat ma-upun daerah) telah banyak dipublikasikandalam berbagai makalah antara lain: Ka-sus antara orang Amungme dan Komorodengan P.T. Freeport Mc Moran Indonesia[4];[5]; Masyarakat adat Marga Belimbingdi Lampung Barat dengan Pemerintah [6];serta konflik antara pengusaha tambak danMasyarakat adat Cerekang dan Sungai La-kawali, di Kabupaten Luwu Timur Sulawe-si Selatan [7]. Selanjutnya pertanyaan lainyang timbul adalah apakah mungkin peli-batan masyarakat dalam pengelolaan ka-wasan konservasi (laut) dapat dilaksanak-an dan berhasil di Indonesia?.

Pengelolaan Konservasi Berbasis Masyara-kat dan Ko-Manajemen di Indonesia

Pengelolaan kawasan konservasi berbasis ma-syarakat pada dasarnya merupakan bagiandari pengelolaan sumberdaya berbasis ma-syarakat atau Community-Based Manage-ment (CBM), yang menurut Carter (1996)dalam [8] didefinisikan sebagai suatu stra-tegi untuk mencapai pembangunan yangberpusat pada manusia, di mana pusat pe-ngambilan keputusan mengenai pemanfa-atan sumberdaya secara berkelanjutan disuatu daerah terletak/berada di tangan or-ganisasi - organisasi yang ada dalam ma-syarakat di daerah tersebut. Pada sistempengelolaan ini, masyarakat diberikan ke-sempatan dan tanggung jawab dalam me-lakukan pengelolaan terhadap sumberda-ya yang dimilikinya, di mana masyarakatsendiri yang mendefinisikan kebutuhan, tu-juan dan aspirasinya serta masyarakat itupula yang membuat keputusan demi kese-jahteraannya.

Page 46: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

38 Qadar Hasani

Tabel 1 Luas Kawasan Konservasi Laut Indonesia

No Tipe KawasanJumlah

Kawasan Luas (Ha)

A INISIASI DEPTAN/DEPHUT

1. Taman Nasional Laut (TNL) 7 4.045.049,00

2. Taman Wisata Alam Laut (TWAL) 18 767.610,15

3. Cagar Alam Laut (CAL) 9 216.555,45

4. Suaka Margasatwa Laut (SML) 6 71.310,00

B INISIASI DKP DAN PEMDA

1. Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) 12 1.439.169,53

2. Calon Kaw. Konservasi Laut Daerah (CKKLD) 11 685.524,00

3. Daerah Perlindungan Laut (DPL)/Daerah Perlindungan Mangrove (DPM) 2 2.085,90

4. Suaka Perikanan (SP) 10 453,23

Total 75 7.227.757,26Sumber:[2]

Jadi, pengelolaan berbasis masyarakat ada-lah suatu sistem pengelolaan sumberdayaalam di mana masyarakat lokal terlibat se-cara aktif dalam proses pengelolaan sum-berdaya alam yang terkandung di dalam-nya. Pengelolaan di sini meliputi berbagaidimensi seperti perencanaan, pelaksanaan,serta pemanfaatan hasil-hasilnya. Selain pe-ngelolaan sumberdaya perikanan berbasismasyarakat (CBRM), pelibatan masyara-kat dalam pengelolaan sumberdaya laut diIndonesia juga dapat berjalan dengan kon-sep Ko-Manajemen, merupakan derivasi da-ri pengelolaan berbasis masyarakat (CBRM)dan pengelolaan sumberdaya oleh pemerin-tah.

Ko-manajemen merupakan pembagian ataupendistribusian tanggung jawab dan wewe-nang antara pemerintah dan masyarakatlokal dalam pengelolaan sumberdaya per-ikanan/laut. Sehingga dalam hal ini, peme-rintah maupun masyarakat bertanggung ja-wab bersama dalam melakukan seluruh pe-ngelolaan sumberdaya tersebut. Untuk men-jawab pertanyaan apakah mungkin penge-lolaan kawasan konservasi berbasis masya-rakat dapat berhasil di Indonesia?, sebe-lum menjawab pertanyaan tersebut ada ba-iknya kita cermati beberapa contoh pelak-sanaan CBM dan Ko-Manajemen di Indo-nesia yang diperoleh dari berbagai sumbersebagai berikut:

Tabel 2 Penurunan frekwensi pengeboman ikandi sekitar tiga kawasan suaka perikanan hasil ke-sepakatan awig-awig di Lombok Timur

TahunFrekwensi pengeboman

Teluk Ekas Teluk Sawere Teluk Jukung

1998 30 – 40 30 – 40 30 – 40

1999 20 – 25 20 – 30 30 – 40

2000 15 – 20 20 – 30 30 – 40

2001 0 – 0,8 0 0 – 6

2002 0 0 0 – 6Sumber:[10]

– Pengelolaan konservasi laut melalui Ke-sepakatan Awig-awig di Lombok Timur[9][[10]Salah satu contoh Ko-manajemen yangtelah dijalankan di Indonesia adalah re-vitalisasi peran serta masyarakat dalampengelolaan sumberdaya laut di Lom-bok Timur melalui implementasi tradi-si awig-awig yang merupakan programdari COREMAP II, dan dianggap salahsatu yang berhasil oleh [10].Tradisi awig-awig pada dasarnya sudahada sejak lama dan merupakan pening-galan nenek moyang masyarakat Lom-bok Timur, namun Proses revitalisasihak tradisional dalam pengelolaan sum-berdaya kelautan dan perikanan di ka-bupaten Lombok Timur mulai di lakuk-an pada tahun 1994, dipicu oleh terja-dinya konflik anatara nelayan tradisio-nal dengan nelayan modern yang meng-gunakan alat tangkap mini purse seine.

Page 47: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

konservasi berbasis masyarakat 39

Konflik tersebut memuncak pada bul-an Maret 1993 karena kapal purse se-ine baru yang lebih besar ukurannyamemasuki daerah penangkapan nelay-an tradisional, sehingga nelayan tradi-sional menggelar demonstrasi dan me-rusak Balai Desa Tanjung Luar. Karenamasalah ini belum diselesaikan dengantuntas, maka pada tahun 1994 nelayantradisional dari desa Tanjung Luar me-lakukan demonstrasi ke DPRD Kabu-paten Lombok Timur. Dalam masalahini Dinas Perikanan kabupaten LombokTimur ditugaskan untuk dapat menye-lesaikan masah tersebut.Melalui proses dialog antara nelayan tra-disional dan nelayan mini purse Seineyang difasiliatsi Dinas Perikanan Kabu-paten Lombok Timur, akhirnya dipe-roleh kesepakatan bahwa petikaian iniagar diselesaikan melalui pembuatan awig-awig. dalam bentuk hukum adat yangmemuat larangan-larangan bagi nelay-an mini purse seine untuk beroperasipada Jalur I beserta sanksi-sanksinya,selanjutnya ketentuan tersebut dituangk-an dalam bentuk tertulis dan merupak-an Peraturan Desa (Perdes) yang dite-tapkan pada tanggal 14 Nopember 1994.Penerapan tradisi awig-awig masih ber-jalan dengan baik sampai saat ini, bahk-an tradisi ini dimanfaatan oleh peme-rintah kabupaten Lombok Timur untukmembentuk suaka perikanan dengan po-la partisipasi masyarakat. Dinas Kela-utan dan Perikanan sebagai pemegangmandat pengelolaan wilayah laut hing-ga 4 mil laut, mendelegasikan sebagi-an kewenangannya dalam pembentuk-an kawasan suaka perikanan kepada ke-lompok masyarakat melalui Komite Pe-ngelola Perikanan Laut (KPPL) padakawasan tertentu. Dengan pendelegasi-an kewenangann ini, KPPL dan masya-rakat menentukan sendiri lokasi yangakan dijadikan kawasan suaka perikan-an dan menjalin kerjasama dalam per-encanaan dan pengelolaan kawasan su-aka perikanan. Melalui partisipasi ma-syarakat tersebut di atas, pada tahun2001 di Kabupaten Lombok Timur ter-

bentuk tiga kawasan suaka perikanan,yaitu: (1) Suaka perikanan Sapak Ko-kok di Teluk Ekas; (2) Suaka perikananGili Rango di Teluk Serewe; dan (3) Su-aka perikanan Gusoh Sandak di TelukJukung.Kawasan suaka perikanan Sapak Kokokdan Gusoh Sundak meliputi ekosistemmangrove dan padang lamun. Setiap ka-wasan suaka perikanan dibagi menjadizona inti dan zona penyangga. Baik didalam zona inti maupun zona penya-ngaga, semua kegiatan eksploitasi dila-rang. Di zona inti juga dilarang kegiat-an non-eksploitatif serperti bersampandan budidaya. kegiatan tersebut diper-bolehkan hanya di zona penyangga. Pe-netapan ketiga lokasi tersebut sebagaikawasan suaka perikanan dan penetap-an aturan-aturan pengelolaannya dibu-at dalam bentuk kesepakatan masyara-kat (awig-awig) di semua kawasan. Ka-rena itu, dokumen rencana pengelolaankawasan suaka perikanan disahkan se-cara tertulis yang ditandatangani olehBadan Perwakilan Desa (BPD) dari se-mua desa yang terlibat. Sementara itu,KPPL bertanggung jawab atas pelak-sanaan kegiatan pengelolaannya.Implementasi tradisi awig-awig dalampengelolaan suaka perikanan di Kabu-paten Lombok Timur dinilai merupak-an salah satu yang berhasil di Indone-sia, berdasarkan hasil evaluasi, melaluidata-seri yang berurutan antara tahu-in 1998-2002 dengan adanya kesepakat-an tersebut frekwensi pengeboman ikandi sekitar kawasan suaka perikanan me-nurun sangat signifikan, seperti ditam-pilkan dalam tabel berikut.Selain tampak dari penurunan frekwen-si pengeboman ikan seperti ditampilk-an pada tabel 2, [10] menyatakan bah-wa keberhasilan program tersebut da-pat dilihat dari beberapa indikator la-in, seperti tidak adanya laporan pelang-garan kesepakat awig-awig kawasan su-aka perikanan, semakin meningkatnyajumlah dan ukuran hasil tangkapan (ke-piting bakau) di sekitar kawasan suakaGili Rango, dan meningkatnya produk-

Page 48: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

40 Qadar Hasani

si kerja serta pendapatan masyarakat,walaupun pemerintah juga menyadaribahwa peningkatan ini belum tentu me-rupakan dampak langsung dari pemben-tukan suaka perikanan tersebut.

– Restorasi Terumbu karang berbasis ma-syarakat untuk keberlanjutan pariwisa-ta di Desa Pemuteran Bali [11].Desa Pemuteran, yang terletak 115 kilometer dari pusat Kota Denpasar, meru-pakan daerah kritis, kering, minim cu-rah hujan, berpenduduk kurang lebih7.650 jiwa (1.700 KK), 80 persen se-bagai nelayan, lainnya sebagai buruhbangunan dan sopir angkutan. Lahandaratan hanya berproduksi setahun se-kali berupa palawija. Kondisi daratanyang kurang menguntungkan, mendo-rong masyarakat Pemuteran memanfa-atkan potensi lautnya secara maksimal,bahkan dengan tindakan yang kurangbersahabat, seperti penggunaan potasi-um untuk mendapatkan ikan hias ataupun ikan konsumsi. Akibatnya terum-bu karang sebagai tempat hidup danberkembang biak keragaman hayati la-ut menjadi hancur. Kehancuran poten-si bawah air pesisir Pemuteran, makinparah dengan munculnya el-nino yangmengakibatkan kenaikan suhu air lautdan memutihnya terumbu karang. Aki-bat tindakan kurang bersahabat terse-but, pendapatan nelayan pun jauh daritaraf memadai.Melalui Yayasan Karang Lestari (YKL)masyarakat desa Pemuteran melaksa-nakan program restorasi terumbu ka-rang menggunakan teknologi bio-rockdengan luasan wilayah restorasi terbe-sar di dunia. Pelaku bisnis hotel, diveshop (toko peralatan menyelam), ma-syarakat nelayan, kalangan ahli dan pe-giat lingkungan bersatu untuk melin-dungi dan memulihkan terumbu karang.Pada akhirnya memulihkan sumber da-ya pesisir dan memicu pertumbuhan bis-nis kepariwisataan serta perekonomianmasyarakat. Keberhasilan pilot projectrestorasi terumbu karang dengan tek-nologi bio-rock di Pemuteran ini diten-tukan oleh tingkat partisipatif semua

elemen masyarakat baik sebagai pela-ku bisnis, masyarakat nelayan maupunpihak pemerintah. Keberhasilan terse-but dapat dilihat dari makin berkem-bangnya industri ikutan pariwisata ba-hari seperti souvenir shop, penyewaanalat selam, alat wisata di darat sepertipenyewaan sepeda gunung, kendaraanuntuk tur ke objek wisata sekitar de-sa sampai berkembangnya wisata spi-ritual. Di samping itu, desa Pemuter-an telah memiliki kelompok penjaga la-ut (pecalang) yang mengamankan wi-layah pesisir Pemuteran. Kelompok re-ef garderner yang melakukan pemeli-haraan terumbu karang, menyusul da-lam waktu dekat peresmian unit tra-vel, dan unit pengembangan spiritualcentre. Keseluruhan unit tersebut ber-ada dibawah Badan Pengelola Pengem-bangan Desa Pemuteran (Single Desti-nation develompment and Management).Keberhasilan pengembangan pariwisa-ta kerakyatan di Pemuteran ini juga da-pat dilihat dari sejumlah penghargaanyang terima seperti: dari Skal, ASEAN-TA, PATA maupun Kalpataru dari pe-merintah Indonesia.

– Tradisi Sasi di Pulau Saparua [11][10]Salah satu contoh pengelolaan sumbe-rdaya laut dengan mengedepankan kai-dah konservasi berbasis masyarakat ada-lah tradisi Sasi alam laut yang sepenuh-nya diatur melalui peraturan Sasi dila-kukan oleh sebagian masyarakat pesisirdi Propinsi Maluku.Di perdesaan Pulau Saparua, Maluku,pemanfaatan sumberdaya laut pesisir danhutan umumnya dikelola dengan sistemyang disebut sasi, yang merupakan sua-tu sistem atau kelembagaan yang meng-atur masyarakat desa untuk tidak me-nangkap ikan di daerah tertentu danwaktu tertentu. Tujuan adanya larang-an ini supaya ikan dapat berkembangbiak, tumbuh mencapai ukuran terten-tu, tetap tersedia hingga dapat ditang-kap dan dikonsumsi pada waktu yanglama dan agar sumberdaya ikan tetaplestari dan tetap dapat dimanfaatkandi kemudan hari oleh generasi yang ak-

Page 49: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

konservasi berbasis masyarakat 41

Gambar 1 Salah satu bentuk papan peringatan dalam rangka restorasi terumbu karang untuk ekowisatadi Desa Pemuteran, Bali.

an datang. Pelaksanaan sasi dilakukandengan cara menutup musim dan dae-rah penangkapan ikan. Untuk itu, ma-syarakat desa tidak diizinkan menang-kap ikan selama periode waktu terten-tu di kawasan perairan tertentu. Perio-de penutupan pengankapan ika ini di-kenal dengan nama tutup sasi. Semen-tara itu, periode musim pengkapan ik-an ini dikenal dengan nama buka sa-si. Pelaksanaan sasi juga mengatur ten-tang pelarangan penggunaan alat tang-kap yang merusak lingkungan. Pemim-pin dan masyarakat desa bersama-samamenentukan jenis alat tangkap ikan yangboleh digunakan. Penggunaan dinamit,bom, dan racun untuk menangkap ikandilarang. Hal ini disebabkan masyara-kat desa benar-benar telah memahamibahwa pengakapan ikan dengan cara inidapat merusak lingkungan dan membu-nuh semua jenis dan ukuran ikan. Se-lain itu, penggunaan bom dan dinamitjuga sangat berbahaya bagi keselamat-an jiwa nelayan.Sistem Sasi di Kabupaten Maluku Te-ngah ini pada dasarnya dibentuk ber-dasarkan kesepakatan adat dan disam-paikan secara alamiah dari generasi kegenerasi. Sistem Sasi ini kemudian di-legitimasi oleh institusi formal, dalamhal ini pemerintah melalui institusi de-sa yang membawahi praktek-praktek Sa-si tersebut.

– Hak Ulayat Laut di Endokisi Kabupa-ten Jayapura [9]Endokisi adalah sebuah desa pantai yangberada di Teluk Tanah Merah, wilayahKecamatan Demta, Kabupaten Jayapu-ra. Kepemimpinan di Desa Endokisi ber-tumpu pada “tiga tungku” yaitu peme-rintah, pemimpin tradisional dan gere-ja yang menyatu dalam dewan adat dandibentuk tahun 1986. Tugas Dewan Adatadalah menyelesaikan permasalahan yangada kaitannya dengan masalah adat. Per-ubahan teknologi dalam kegiatan pe-nangkapan ikan sangat berpengaruh ter-hadap pelaksanaan hak ulayat laut. Haltersebut disebabkan oleh kekhawatiranmasyarakat terhadap kelangsungan sum-berdaya di wilayah pemilik hak ulayatlaut terutama terhadap tingkat eksplo-itasi sero dan jaring yang dianggap le-bih tinggi. Permohonan dan pemberi-an izin tidak dilakukan dalam bentuktertulis dan tidak didasarkan pada per-hitungan materi. Namun demikian, pe-milik alat tangkap akan menyerahkansebagian uang dari hasil penjualan ik-an kepada Dewan Adat.Sanksi oleh Dewan Adat hanya diberik-an kepada para nelayan yang mengope-rasikan jaring atau sero apung atau alattangkap lain yang dianggap memilikitingkat eksploitasi yang tinggi di wila-yah lain tanpa izin. Di Desa Endokisidikenal empat tingkatan sanksi, yaitu

Page 50: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

42 Qadar Hasani

(1) teguran, (2) tobu (disuruh menca-ri kelapa), (3) disuruh menangkap babi,dan (4) Hukuman mati. Hukuman matisejak masuknya Injil tidak diberlakuk-an lagi. Pengaturan jumlah alat tang-kap yang boleh dioperasikan di perair-an laut Desa Endokisi diberikan olehDewan Adat dapat menjamin kelestari-an sumberdaya ikan di sekitar wilayahperairannya yang merupakan salah satutujuan pengelolaan sumberdaya ikan.Selain beberapa contoh di atas, berba-gai contoh kearifan lokal lain dalam pe-ngelolaan konservasi berbasis masyara-kat telah banyak dipublikasikan anta-ra lain: Pengelolaan Sumberdaya Lautberbasis masyarakat di desa Blongko,Talise dan Bentenan Tumbak di Sula-wesi Utara [12]; [11];[10], Keputusan De-sa Gili Indah, Nusatenggara Barat [12],Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut(DPL) di Pulau Sebesi Lampung Selat-an [13]; Pengembangan ekowisata ber-basis masyarakat di Kelurahan Serang-an Bali [14]; dan Tradisi hukum adatlaot/Panglima laot di Nanggroe AcehDarussalam [15];[16];[17];[18], bahkan ber-dasarkan data yang di sampaikan [19],tingkat keberhasilan pengelolaan kon-servasi oleh sistem tradisional masya-rakat Aceh di Pulau Weh, memberikanhasil tutupan karang yang lebih baikjika dibandingkan dengan kondisi ter-umbu karang di cagar alam laut yangdikelola pemerintah (lihat gambar 2).

PENUTUP

Beberapa kasus di atas hanyalah sebagi-an kecil dari berbagai contoh pengelolaandan/atau konservasi sumberdaya alam/lautberbasis masyarakat (CBM) dan/atau ko-manajemen antara pemerintah dan masya-rakat yang berlangsung dengan mengede-pankan kearifan lokal dan menerapkan kaidah-kaidah pelestarian/konservasi yang telah ber-langsung turun-temurun di Indonesia danmerupakan implementasi nilai luhur buda-ya Indonesia dalam pengelolaan sumberda-ya alamnya. Bahkan [20], menyatakan bah-

Gambar 2 Grafik yang menunjukkan bahwa kon-servasi terumbu karang berbasis masyarakat mem-berikan hasil Tutupan karang keras yang lebihtinggi dibandingkan cagar alam laut dan kondi-si open access, data diiukur melalui 8 kali pengu-langan dengan transek garis sepanjang 10 m dari0,5 hingga 2 m pada 15 titik di Pulau Weh dan diPantai Aceh di awal tahun 2005. (Gambar diadopsidari [19]).

wa pelaksanaan CBM dan Ko-manajemendi Indonesia merupakan salah satu sistempengelolaan berbasis masyarakat yang pa-ling lama bertahan di Asia Tenggara. Ke-sepakatan - kesepakatan lokal dan bentuk-bentuk pengelolaan dan pemanfaatan sum-berdaya laut berdasarkan hukum adat se-perti dikemukakan pada setiap bentuk pe-ngelolaan di atas juga menunjukkan bahwamasyarakat memiliki nilai-nilai konservatifterhadap keberadaan sumberdaya alam disekitarnya.

Meningkatnya pemahaman terhadap nilai-nilai sosial ekonomi budaya masyarakat ber-kaitan dengan pola kehidupannya, mendo-rong keterlibatan peran serta masyarakatdalam pengelolaan kawasan konservasi ter-masuk pemanfaatan potensi sumberdaya alamhayati laut dan ekosistemnya (communtiybased conservation and biodiversity mana-gement). Masyarakat mempunyai hak dankewajiban dalam pembangunan dan penge-lolaan kawasan konservasi. Kesadaran ma-syarakat tradisional untuk memanfatkan se-cara lestari sudah banyak dilakukan teru-tama oleh masyarakat adat/lokal. Walau-pun mereka belum mengentahui termino-logi konservasi tetapi upaya ke arah kon-servasi itu tanpa disadari telah mereka la-kukan, mereka telah menyadari bahwa alamini nantinya tidak hanya untuk kita saat initapi juga untuk anak cucu mereka di masayang akan datang [21].

Page 51: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

konservasi berbasis masyarakat 43

Berbagai pola dan pelaksanaan pengelola-an sumberdaya laut berbasis masyarakatatau hukum adat merupakan modal ber-harga bagi pemerintah dalam mengembangk-an berbagai kawasan konservasi di Indo-nesia. Walaupun, pengelolaan yang mur-ni berbasis masyarakat tersebut memilikibeberapa kelemahan, namun pengelolaanoleh pemerintah juga tidak lepas dari ber-bagai kelamahan pula (lihat [11]). Dalamhal ini berarti pula, baik pengelolaan/konservasioleh masyarakat maupun oleh pemerintahjuga memiliki kelebihan masing-masing. Olehkarena itu perpaduan atau kolaborasi pe-ngelolaan secara bersama antara pemerin-tah dan masyarakat (co-management) mung-kin merupakan pilihan yang lebih baik da-lam rangka meningkatkan keberhasilan pe-ngelolaan kawasan konservasi laut di Indo-nesia.

PUSTAKA

1. Sutono, D., 2005. Kebijakan pengelolaan ka-wasan konservasi laut untuk mendukung pro-duksi perikanan yang lestari. Prosiding, Semi-nar Nasional Membangun Kabupaten TelukBintuni Berbasis Sumberdaya Alam Hak Cip-ta pada Universitas Trisakti, TNC (The Na-ture Conservancy) dan Universitas Negeri Pa-pua: 23-37.

2. Departemen Kelautan dan Perikanan RI, 2006.Pembelajaran dari Program Pengelolaan Sum-berdaya Alam Laut Berbasis Masyarakat (Vol2).Kerjasama: COREMAP II dan DirektoratJenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Ke-cil DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PER-IKANAN. PT. BINA MARINA NUSANTA-RA. Jakarta.

3. Burke, L., Selig, E., dan Spalding,M. 2002. Re-efs at Risk in Southeast Asia. World ResourcesInstitute.

4. Moniaga, S. 2002.Hak-hak Masyarakat Adatdan Masalah serta Kelestarian Lingkungan Hi-dup di Indonesia. Artikel utama dalam WA-CANA HAM, Media Pemajuan Hak Asasi Ma-nusia, No. 10/Tahun II/12 Juni 2002, Jakarta.

5. Wospakrik, F.A. 2008. Kontribusi MRP da-lam pengelolaan sumberdaya alam dan Hak-hak masyarakat adat Papua.

6. Emilia. 2008. Masyarakat adat Marga Belim-bing di Enclave Pengekahan Kabupaten Lam-pung Barat. Warta Tenure, no. 2008. WorkingGroup on Forest and Tenure. Jakarta.

7. Gunawan, H, 2005. Implementasi Desentrali-sasi Salah, Masyarakat Adat Menuai Masalah.Governance Brief no 8 tahun 2005. Center for

International Forestry Research. Bogor. 12 ht-tp//balikamilagi.blogspot.com, 2009. Konserva-si terumbu karang untuk keberlanjutan wisatabahari. Pengalaman Desa Pemuteran, Bali. [23Juli 2011]

8. Wahyudin, Y. 2004. Comunity Based Mana-gement (CBM): Pengelolaan Berbasis Masya-rakat. Makalah, disampaikan pada PelatihanPerencanaan dan Pengelolaan Wilayah PesisirTerpadu. Bogor.

9. Kusumastanto,T., K.A.Azis, M. Boer, Purba-yanto, A., Kurnia, R., Yulianto, G., EidmanE., Wahyudin, Y., Vitner Y., dan Solihin, A.,2004. Kebijakan pengelolaan sumberdaya per-ikanan di Indonesia. PKSPL IPB. Bogor.

10. Departemen Kelautan dan Perikanan RI, 2006.Strategi Utama Jejaring kawasan konservasilaut. Kerjasama: Departeman Kelautan danPerikanan Direktorat Jenderal Kelautan, Pe-sisir dan Pulau-pulau Kecil Program Rehabi-litasi dan Pengelolaan Terumbu Karang TahapII (COREMAP II). Jakarta.

11. Nikijuluw, V.P.H., 2002. Rezim pengelolaansumberdaya perikanan. PT. Pustaka Cidesin-do. Jakarta.

12. Manullang, S. 1999. Kesepakatan KonservasiMasyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Kon-servasi (Discussion Paper), Kerjasama Depar-temen Kehutanan dan Perkebunan RI dan Na-tural Resources Management Program. Jakar-ta.

13. Wiryawan, B., dan Dermawan,A., 2006. Pan-duan pengembangan kawasan konservasi lautdaerah (marine management area/MMA) diwilayah COREMAP II- Indonesia Bagian Ba-rat. Kerjasama Coremap II – KP3K. Departe-men Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

14. Amiani, N.D., 2008. Pengembangan Ekowisa-ta yang berbasis masyarakat menuju pariwisa-ta berkelanjutan di Kelurahan Serangan, Bali.Jurnal Kepariwisataan Indonesia: III (2)

15. Nya’pha, M.H.,2001. Panglima Laot; peranan-nya dalam lembaga adat laot. Makalah Du-ek pakat panglima laot se-Aceh, 19-20 Maret2001. Sabang. http://www.id.acehinstitute.org[15 Januari 2012]

16. Wardah, E., Dampak keberadaan lembaga hu-kom adat laot dalam kehidupan nelayan Aceh,Kaitannya terhadap tingkat pendapatan nela-yan; studi kasus pada masyarakat nelayan diKabupaten Aceh Barat. Tesis. Sekolah PascaSarjana, Institut Pertanian Bogor.

17. ADRAceh Barat. 2006. ETESP Fisheries ACTI-VITY DESIGN REPORT 2006 on COMMU-NITY EMPOWERMENT IN ACEH BARAT.BRR Aceh-Nias & ADB. Banda Aceh.

18. Tripa, S. 2009. Peran dan Fungsi kelembagaanadat Panglima Laot dalam pengelolaan sum-berdaya kelautan dan perikanan. www.id.aceh-institute.org.

19. Wilkinson, C., Souter, D., dan Golberg, J. 2006.Status terumbu karang di negara-negara yangterkena dampak tsunami 2004. Alihbahasa olehYayasan Terangi Indonesia. Auatralian Insti-

Page 52: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

44 Qadar Hasani

tute of Marine Science. Townsville, Queens-land.

20. Pomeroy, R.S., 1995. Community-based andco-management institutions for sustainable co-astal fisheries in Shoutheast Asia. Journal ofOcean and Coastal Management. XXVII (3):143-162.

21. Nitibaskara, TB.U., 2005. Kebijakan Pengelo-laan Kawasan Konservasi. Prosiding, SeminarNasional Membangun Kabupaten Teluk Bin-tuni Berbasis Sumberdaya Alam Hak Ciptapada Universitas Trisakti, TNC (The NatureConservancy) dan Universitas Negeri Papua:3-22.6.

Page 53: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis
Page 54: JURNAL ILMU PERIKANAN DAN SUMBERDAYA · PDF fileHijau T, Hitam J, Biru W (2010) Judul artikel. ... BERBEDA UNTUK MENGATASI INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophilla PADA IKAN NILA (Oreochromis

DAFTAR ISI

Sri Rahmaningsih

Pengaruh Ekstrak Sidawayah dengan Konsentrasi yang Berbeda

untuk Mengatasi Infeksi Bakteri Aeromonas Hydrophilla pada

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ………………………………...

1 – 8

Asmadin, Vincentiu P Siregar, Antonius Bambang Wijanarto

Pengelompokkan Habitat Dasar Perairan Dangkal Berbasis Data

Satelit QuickBird Menggunakan Algoritma Self Organizing

Map………………………………………………………………...

9 – 16

Agus Setyawan, Siti Hudaidah, Zulfikar Zafeska Renopati, Sumino

Imunogenitas Vaksin Inaktif Whole Cell Aeromonas salmonicida

pada Ikan Mas (Cyprinus carpio)………………………………….

17 - 22

Ira

Partikel Tersuspensi dan Bahan Organik yang Terperangkap pada

Daerah Lamun dan Daerah Tidak Ada lamun di Perairan Pulau

Barrang Lompo Makasar………………………………………….

23 – 26

Sri Wilis

Analisa Kebiasaan Makanan Ikan Gelodok (Mudskipper) Jenis

Baleopthalmus boddarti di Daerah Pertambakan Desa Cepokorejo

Kecamatan Palang kabupaten Tuban………………………………

27 – 30

Astri Pujiastuti, Moh. Muhaemin, Henni Wijayanti

Pertumbuhan Tetraselmis Sp Di Media Kultur Berbeda

Dengan Penambahan Pb2+

………………………………………..

31 – 34

Qadar Hasani

Konservasi Sumberdaya Perikanan Berbasis Masyarakat,

Implementasi Nilai Luhur Budaya Indonesia Dalam Pengelolaan

Sumberdaya Alam …………………………………………………

35 - 44

ISSN :2301-816X

Vol 1. No.1 Agustus 2012