jurnal hukum tata negara dikaitkan dengankip

Upload: rinofebrianto

Post on 09-Oct-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hukum tata negara

TRANSCRIPT

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

PARULIAN SIMARMATA AbstractThe transparence of public information in the Act Number 14 Year 2008 concerning the Transparence of Public Information, has carried more change in the order of statehood, mainly in relation to the right to get public information, including the system of administration. Due to this fact, the focus of this research study is the absolute competence of the Administration Court after the Act Number 14 Year2008 concerning the Transparence of Public Information has binding into force, the existence of the Information Commission in the system of dispute settlement of the Administration field arising from the public information dispute, and dispute settlement mechanism laid down the Act Number 14 Year 2008 concerning the Transparence of Public Information.As a normative legal research, this research study legal material whether primary, secondary as well as tertiary materials. This study is meaning at philosophical, theoretical and dogmatical level, with statute, conceptual, and historical approaches.

Keywords: Transparence, Competence, Judication

PendahuluanPerubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang disahkan padatanggal 10 November 2001, pada Pasal 1 ayat (3) menyatakan, bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini mengandung arti bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang- undang Dasar 1945 (Sjachran Basah, 1985 MI- IS), menjunjung tinggi hak asasi manusia, menjamin semua warganegara Indonesia bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan, serta bertujuan antara lain melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mewujudkan keadilan sosial (alenia keempat UUD Negara Republik Indonesia 1945).

Konsekwensi dianutnya prinsip negara hukum, maka setiap gerak dan langkah serta kebi- jakan yang akan diambil oleh setiap penyelenggara negara, warganegara dan subyek-subyek hukum lainnya haruslah selalu didasarkan hukum.Freidrich Julius Sthal, mengemukakan ciri-ciri negara hukum (rechtsstaat), sebagai berikut, yaitu : Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Studi Tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan, Rineka Cipta, Jakarta 2000, Hlm. 27Adanya pertindungan hak-hak asasi manusia;Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak asasi manusia;Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan,PeradilanAdministrasi Negara.

Hal senada juga disampaikan oleh Oemar Seno Adji, bahwa dalam negara hukum harus dijaga keseimbangan antara pertindungan kepentingan perseorangan dan kepentingan masyarakat. Hak- hak manusia, dan hak-hak asasi perlu dijunjung tinggi, ia tidak boleh dikesampingkan dan dilanggar secara sewenang-wenang. Oemar Seno Adji, Peradilan Bebas Negara Hukum , Erlannga, Jakarta 1985, Hlm. 27Khusus dalam bidang Hukum Tata Negara atau Hukum Administrasi Negara, telah dibentuk Peradilan Tata Usaha Negara dengan segala kewenangannya sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986Tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, selanjutnya disingkat UU Peratun.Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan sebuah institusi Peradilan di bawah Mahkamah Agung (MA) yang bertugas menyelesaikan segala urusan Tata Usaha Negara (TUN). Adapun tugas atau kewenangannya sendiri terdapat dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1986 j.o Undang-Undang No.9 Tahun 2004 j.o Undang-Undang No.51 Tahun 2009 tentang Peradilan TUN. Di samping Pengadilan Umum, Pengadilan Agama dan Pengadilan Militer, PTUN merupakan sebuah Pengadilan yang berwenang memutus sengketa administratif terkait dengan beschikking yang dikeluarkan oleh pejabat TUN, dalam hal perkara yang diajukan ke PTUN yang menjadi objek dalam setiap gugatan pihak penggugat adalah terkait dengan beschiking yang dikeluarkan oleh pejabat TUN yang dinilai merugikan salah satu pihak bahkan banyak pihak. namun atas pemberlakuan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP) dan PERMA No.2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan (PERMA No.2 Tahun 2011), kewenangan PTUN ikut bertambah khususnya dalam mengadili Sengketa Informasi Publik (SIP) hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 47 ayat (1) UU No.14 Tahun 2008 tentang KIP dan Pasal 2 PERMA No.2 Tahun 2011. PembahasanLahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik secara historis dilatarbelakangi oleh bergulirnya reformasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Reformasi yang sudah berumur satu dasawarsa telah membawa perubahan dalam sistem pemerintahan

negara. Reformasi ditandai dengan adanya tuntutan tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) yang mensyaratkan adanya akuntabilitas, transparasi dan partisipasi masyarakat dalam setiap proses terjadinya kebijakan publik.Setiap Badan Publik sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 pasal 7 ayat 3 wajib membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien sehingga layanan informasi dapat memberikan akses dengan mudah. Bahkan lebih lanjut setiap Badan Publik perlu melakukan pengelolaan informasi dan dokumentasi yang dapat menjamin penyediaan informasi yang mudah, cermat, cepat dan akurat.Transaparansi peradilan bagi Mahkamah Agung saat ini bukan saja menjadi kebutuhan publik tetapi juga kebutuhan seluruh warga badan peradilan. Dengan adanya transparansi peradilan, secara perlahan akan terjadi penguatan akuntabilitas dan profesionalisme serta integritas warga peradilan. Tersirat Maksud tersebut di atas bahwa ketersediaan instrumen pendukung pengelolaan informasi dan dokumentasi merupakan kebutuhan yang mutlak menjadi perhatian penting bagi setiap Badan Publik dan perlu dipersiapkan dalam kegiatan pra implementasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. H. Ridwan mansyur, Keterbukaan informasi di pengadilan pada Penerapan sistem penelusuran alur perkara , Hlm. 1

Mekanisme Permohonan Informasi Publik Di Pengadilan

Secara umum tujuan menjamin hak masyarakat untuk mengakses informasi: Mewujudkan jaminan HAM (lihat Pasal 28F UUD 1945 dan Pasal 19 ICCPR yang telah diratifikasi melalui UU No. 12/2005) Mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik; Menjamin hak mengetahui rencana pembuatan kebijakan, program pemerintah/negara, dan proses serta alasan pengambilan keputusan; Mendorong partisipasi dalam proses pengambilan kebijakan publik. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik (transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan); Mengetahui alasan kebijakan yang memengaruhi hajat hidup orang banyak; Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi diBadan Publik Bagian Pertimbangan dan Pasal 3 UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik

Secara khusus, keterbukaan informasi pengadilan merupakan: 1. Bentuk Akuntabilitas Hakim dan Pengadilan Independensi Hakim dan Pengadilan bukanlah tanpa batas. Ia dibatasi oleh berbagai prinsip, termasuk prinsip keterbukaan sebagai sarana mendorong akuntabilitas. Openness ensures that when judges sit at trial, [they also] stand on trial (Aharon Barak). 2.Sarana Pendidikan Publik serta Pengembangan Hukum Keterbukaan informasi pengadilan, khususnya putusan pengadilan, dapat menjadi sarana pendidikan dan pengembangan hukum. Tentunya jika keterbukaan ini dimanfaatkan oleh stakeholders Pengadilan untuk mengkritisi dan mendiskusikan putusan pengadilan. 3. Meningkatkan Kepercayaan Pengadilan Secara tidak langsung keterbukaan pengadilan akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan dan pelaksanaan keadilan (administration of justice). Buku Materi Pelatihan Keterbukaan Informasi dan Penyelesaian Sengketa Informasi, Hlm. 4Informasi yang dikelola Pengadilan adalah harta karun yang belum tergali. Kajian dan pengolahan atas informasi pengadilan (misal: putusan pengadilan, data statistik perkara, data jumlah dan penyebaran Hakim dan Pengawai atau data adminitrasi perkara) dapat memberikan berbagai informasi dan manfaat: 1. Penentuan atau Perubahan Peraturan dan Kebijakan di Berbagai Bidang (termasuk sumber daya manusia, perencanaan anggaran, penyusunan program kerja, dll) 2. Mendorong Pembangunan Hukum dan Konsistensi Putusan3. Peningkatan Kualitas/Profesionalisme Hakim 4. Evaluasi dan Monitoring Kinerja dan Integritas Hakim serta Pegawai Pengadilan 5. Pemenuhan Hak-hak Dasar Masyarakat atas Keadilan 6.Meminimalisir Penyalahgunaan Kewenangan dan Kesalahpahaman 7.Mengembalikan Kepercayaan Publik Rifqi S. Assegaf dan Andhy Martuaraja, Memanfaatkan Informasi Pengadilan, LeIP, 2009 Berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 1-144/KMA/SK/2011, mekanisme pelayanan permintaan informasi di pengadilan antara lain :Prosedur Biasa

Prosedur Biasa digunakan dalam hal :a.Permohonan disampaikan secara tidak langsung, baik melalui surat atau media elektronik;b. Informasi yang diminta bervolume besar;c.Informasi yang diminta belum tersedia; atau d.Informasi yang diminta adalah informasi yang tidak secara tegas termasuk dalam kategori informasi yang harus diumumkan atau informasi yang harus tersedia setiap saat dan dapat diakses publik atau informasi yang secara tegas dinyatakan sebagai informasi yang rahasia sehingga harus mendapat ijin dan diputuskan oleh PPID.Prosedur Khusus.

Prosedur Khusus digunakan dalam hal permohonan diajukan secara langsung dan informasi yang diminta:a. Termasuk dalam kategori yang wajib diumumkan;b.Termasuk dalam kategori informasi yang dapat diakses publik dan sudah tercatat dalam Daftar Informasi Publik dan sudah tersedia (misal: sudah diketik atau sudah diterima dari pihak atau pengadilan lain); c. Tidak bervolume besar (jumlahnya tidak banyak); dan/ataud.Perkiraan jumlah biaya penggandaan dan waktu yang dibutuhkan untuk penggandaan dapat dilakukan dengan mudah.e.Alasan permohonan informasi yang dibuat Pemohon tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak pemberian informasi.f.Petugas Informasi wajib membantu Pemohon informasi dalam mengajukan permohonan.g. Khusus informasi untuk mendapatkan fotokopi putusan Mahkamah Agung baru dapat diminta setelah putusan tersebut diterima oleh para pihak yang berperkara atau setelah 1 (satu) bulan sejak putusan tersebut dikirimkan oleh Mahkamah Agung ke Pengadilan Tingkat Pertama dan Banding.Ada 4 kategori informasi yang dikenal dalam UU No. 14/2008: Informasi yang wajib diumumkan secara berkala; Informasi yang wajib diumumkan serta merta Informasi yang wajib tersedia setiap saat dan dapat diakses oleh publik; Informasi yang dikecualikan.

SK 1-144 hanya mengatur 3 kategori informasi dalam konteks kewajiban pengadilan, yakni tanpa informasi yang wajib diumumkan serta merta. Hal ini karena Pengadilan memang tidak mengelola informasi yang masuk kategori wajib diumumkan serta merta (yakni informasi yang saat itu juga harus diumumkan masyarakat karena berisi informasi yang membahayakan publik, misalnya informasi wabah penyakit, ancaman kerusuhan, dll). Assegaf, Rifqi S, Pelatihan Keterbukaan Informasi Pengadilan, Mahkamah Agung RI dan Changes For Justice (C4J), 20111) Informasi yang Wajib Diumumkan Berkala Profil dan Pelayanan Dasar Pengadilan a. Profil Pengadilan (struktur organisasi; alamat/telepon/faksimili, dan alamat situs, LHKPN Hakim/ Panitera yang telah diverifikasi KPK, dll) b. Prosedur beracara di Pengadilan c. Biaya penyelesaian perkara & biaya hak kepaniteraanlain; d. Agenda sidang Informasi Terkait Hak Masyarakat a. Hak masyarakat (hak bantuan hukum, biaya perkara cuma-cuma, dll) b.Prosedur pengaduan dugaan pelanggaran Hakim/Pegawaidan hak-hak pelaporInformasi Program Kerja, Kegiatan, Keuangan & Kinerja Pengadilana.Ringkasan program/kegiatan pengadilan (misal nama kegiatan, target, capaian, DIPA, dokumen anggaran lainnya, dll) b.Ringkasan Laporan Akuntablitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)c. Ringkasan laporan keuangan (termasuk, antara lain, rencana dan laporan realisasi anggaran) Informasi Laporan Akses Informasi Ringkasan laporan akses informasi (misal jumlah permohonan informasi yang diterima dan ditolak, alasan penolakan, dll) Informasi Lain Informasi tentang prosedur peringatan dini dan prosedur evakuasi keadaan darurat di setiap kantor Pengadilan Khusus untuk Mahkamah, ada beberapa informasi lain yang wajib diumumkan: Informasi tentang penerimaan calon pegawa/hakim Peraturan MA Yurisprudensi dan Putusan MA Laporan Tahunan dan Rencana Strategis MA Informasi yang Wajib Tersedia/Dapat Diakses Publik Umum

Daftar Informasi Publik (DIP). DIP sekurang-kurangnya memuat: a. nomor b. ringkasan isi informasi c. pejabat atau unit/satuan kerja yang menyediakan informasi d. penanggungjawab pembuatan atau penerbitan informasie. waktu dan tempat pembuatan informasi f. bentuk informasi yang tersedia (cetak atau elektronik) g. jangka waktu penyimpanan atau retensi arsip. Informasi tentang Perkara dan Persidangan a.Seluruh putusan dan penetapan pengadilan, baik yangtelah berkekuatan hukum tetap maupun yang belum (dalam bentuk fotokopi ataunaskah elektronik, bukan salinan resmi) b. Buku Register Perkara c. Data statistik perkara d. Tahapan suatu perkara dalam proses penanganan perkara e. Laporan penggunaan biaya perkara.Informasi tentang Pengawasan dan Pendispilinan a. Statistik pelanggaran Hakim/Pegawai b. Statistik penjatuhan hukuman disiplin c. Inisial nama Hakim/ Pengawai yang dijatuhi hukuman d. Putusan Majelis Kehormatan Hakim. Informasi tentang Peraturan, Kebijakan dan Hasil Penelitian a. Peraturan MA, Keputusan Ketua dan Wakil Ketua MA, Surat Edaran MA b. Pertimbangan atau nasihat hukum yang diberikan MA c. Hasil penelitian yang dilakukan Informasi Organisasi, Administrasi, Kepegawaian danKeuangan a. Pedoman pengelolaan organisasi, administrasi, personel dan keuangan Pengadilan b. Standar dan Maklumat Pelayanan Pengadilan c. Profil Hakim dan Pegawai (nama, riwayat pekerjaan/pendidikan, dll) d. Data statistik kepegawaian e. Anggaran pengadilan dan laporan keuangannya f. Surat menyurat pimpinan/pejabat Pengadilan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, kecuali yang bersifat rahasia.Informasi Lain a. Calon Hakim/Pegawai dapat meminta informasi hasil penilaian dari setiap tahapan seleksi penerimaan Hakim/Pegawai. b.Pihak berperkara/kuasanya dapat meminta informasi Berita Acara Persidangan dan surat-surat yang diajukan dalam sidang. c. Informasi lain yang telah dinyatakan terbuka dalam putusan Komisi Informasi atau putusan Pengadilan yang telah inkrach.3) Informasi yang Dikecualikan Atau Rahasia a. Informasi dalam proses musyawarah hakim, termasuk advisblaadb. Identitas lengkap hakim dan pegawai yang diberikan sanksi c.DP3/evaluasi kinerja individu hakim/pegawai d. Identitas pelapor dugaan pelanggaran hakim/pegawai e.Identitas hakim/pegawai yang dilaporkan yang belum diketahui publik f. Catatan dan dokumen proses mediasi di pengadilan g. Informasi yang dapat mengungkap identitas pihak-pihak tertentu dalam putusan atau penetapan hakim dalam perkara-perkara tertentu (Lebih jauh, lihat Bab IV Lampiran I SK 1-144). h. Seluruh/bagian tertentu dari informasi lain yang tidak disebutkan secara tegas sebagai informasi yang wajib diumumkan atau dapat di-akses publik, yang jika dibuka (setelah melalui proses uji konsekuensi), dianggap akan membawa konsekwensi negatif sebagai berikut (Pasal 17 UU NO. 14/2008): menghambat proses penegakan hukum, mengganggu perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan persaingan usaha tidak sehat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, mengungkapkan kekayaan alam Indonesia merugikan ketahanan ekonomi nasional: merugikan kepentingan hubungan luar negeri: mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang mengungkap rahasia pribadi. merugikan secara serius proses penyusunan kebijakan (khusus untuk permintaan informasi berupa memo atau surat antara Pengadilan dengan Badan Publik lain atau intra Pengadilan, yang menurut sifatnya dirahasiakan. Lihat Pasal 17 huruf i UU No. 14/2008 beserta Penjelasannya). Melanggar UU (yakni dalam hal UU tertentu secara tegas menyatakan bahwa informasi yang diminta merupakan informasi rahasia)

Mekanisme Penyelesaian Sengketa Keterbukaan Informasi Publik Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara Berdasarkan UU KIP

Sengketa Informasi Publik sebagaimana dimaksud dalam UU.No. 14 Tahun 2008 tentang KIP terdapat pada ketentuan Pasal 1 ayat (5) , yaitu: Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara badan publikdan pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan mengunakan informasi berdasarkan perundang-undangan.Dari definisi SIP tersebut maka UU No.14 Tahun 2008 tentang KIP juga mengatur prosedur penyelesaian SIP, yaitu sebagaimana tertuang pada BAB VIII UU No.14 Tahun 2008 tentang KIP mengenai keberatan dan penyelesaian sengketa melalui Komisi Informasi.Dalam konteks penyelesaian SIP menurut ketentuan UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP adalah melalui Komisi Informasi, diharapkan segala SIP akan terselesaikan melalui Komisi Informasi, sedangkan proses penyelesaian di Komisi Informasi adalah melalui mediasi dan ajudikasi nonlitigasi, namun ketentuan dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP atas putusan ajudikasi nonlitigasi dari Komisi Infomasi apabila ada pihak yang kurang puas terhadap Putusan tersebut dapat mengajukan upaya hukum ke PTUN dan Pengadilan Negeri sampai ke MA.Sengketa informasi publik (SIP) adalah sengketa yang terjadi antara badan publik dan pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan mengunakan informasi berdasarkan perundang-undangan (Pasal 1 ayat (5) UU No.14 Tahun 2008 tentang KIP), maka di dalam pengelolaan informasi publik sebagaimana terdapat dalam ketentuan Peraturan Komisi Informasi No.1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik (PERKI No.1 Tahun 2010) adalah dilakukan oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang tugasnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mengajukan permohonan informasi publik.Antara pemohon informasi dan badan publik yang memiliki perbedaan pandangan terkait dengan permohonan informasi publik oleh pemohon informasi akan sangat mungkin terjadi persengketaan antara keduanya, hal ini terjadi karena konstruksi sosial atau cara pandang antara pemohon informasi dan badan publik yang diminta memberikan informasi memiliki kepentingan yang berbeda, dan hal inilah yang menjadi pemicu adanya sengketa informasi publik. Untuk itu UU No.14 Tahun 2008 tentang KIP mengatur model penyelesaian sengketa informasi publik yang terbagi melalui jalur litigasi dan non litigasi, adapun pembagiannya sebagai berikut :a. Penyelesaian melalui jalur non litigasi1) Penyelesaian sengketa informasi publik melalui jalur mediasi 2) Penyelesaian sengketa informasi publik melalui ajudikasi non litigasib. Penyelesaian melalui jalur litigasiPenyelesaian sengketa informasi publik melalui jalur ajudikasi litigasi (yaitu melalui Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara (Pasal 47 dan Pasal 48 UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP))Dalam proses penyelesaian SIP yang dilakukan Komisi Informasi adalah merupakan proses penyelesaian melalui jalur non litigasi, yaitu proses penyelesaian dengan melalui mediasi namun bila tidak dihasilkan akan dilanjutkan dengan melalui ajudikasi non litigasi.Proses Penyelesaian SIP Melalui Ajudikasi NonlitigasiPeraturan Komisi Informasi No.2 Tahun 2010 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik telah menegaskan sebagaimana termaktub pada Pasal 3 ayat (4) yang bila dijabarkan yaitu proses penyelesaian SIP yang diselesaikan melalui Komisi Informasi dengan melalui jalur ajudikasi non litigasi bisa langsung dilaksanakan dengan ketentuan pemohon informasi yang mengajukan permohonan informasi kepada badan publik sebagaimana terdapat pada Pasal 17 UU No.14 Tahun 2008 tentang KIP, namun informasi selain yang dimaksud pada Pasal 17 UU No.14 Tahun 2008 tentang KIP juga dapat ditempuh penyelesaiannya melalui jalur ajudikasi non litigasi dengan ketentuan sudah dilaksanakan jalur mediasi namun tidak ditemukan kesepakatan bersama atau belum memuaskan salah satu pihak yang bersengketa.Penyelesain SIP yang melalui jalur ajudikasi non litigasi adalah merupakan pola banding administrasi, karena di sini memeriksa tidak hanya pada sisi wetmatignya (normatifnya) ataupun sisi rechtmatig dan dochmatignya (kebijakannya). Berdasarkan ketentuan Pasal 46 Peraturan Komisi Informasi No.2 Tahun 2010 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik, proses ajudikasi non litigasi dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:Mendengarkan dan/atau mengonfirmasi keterangan PemohonMendengarkan dan/atau mengonfirmasi keterangan Termohon Mendengarkan keterangan saksi, jika ada dan/ atau diperlukanMendengarkan keterangan ahli, jika ada dan/atau diperlukanMemeriksa rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan, dan/ atau peristiwa yang bersesuaian dengan alat-alat bukti lain yang dapat dijadikan petunjuk, jika diperlukanMendengarkan kesimpulan dari kedua belah pihak jika ada dan/ atau diperlukan.

Proses awal persidangan majelis komisioner membuka persidangan dan menanyakan para pihak, dalam hal para pihak yang diwakili oleh kuasanya, maka diperlukan surat kuasa dari pihak yang diwakilinya, namun penting bagi pemohon harus datang ke dalam proses persidangan tersebut karena pada Pasal 48 PERKI No.2 Tahun 2010, telah disebutkan secara tegas bahwa dalam hal pemohon informasi ternyata tidak hadir tanpa alasan yang dibenarkan oleh hukum meski telah dipanggil untuk menghadiri sidang maka permohonanya menjadi gugur dan tidak dapat diajukan kembali kecuali harus diulang dari proses awal lagi, Namun bagi termohon bila telah dipanggil untuk hadir dalam persidangan tetapi tidak dapat hadir maka persidangan tetap dilanjutkan.Dalam proses selanjutnya maka komisioner atau majelis Komisi Informasi meringkas jawaban permohonan dan jawaban,serta memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk dapat memberikan penjelasan tambahan yang diperlukan, selanjutnya proses pembuktian yang mana dalam persidangan ini beban pembuktian semuanya diletakkan kepada pihak termohon atau dalam hal ini badan publik. Adapun alat bukti yang dapat diajukan sebagaimana diatur pada Pasal 53 ayat (2) Peraturan Komisi Informasi No. 2 Tahun 2010 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik adalah sebagai berikut :a. Suratb. Keterangan saksi dibawah sumpah mengenai fakta yang dilihat, didengar, dan dialaminya sendiric. Keterangan ahli dibawah sumpah sesuai dengan keahliannyad. Keterangan pemohon, termohon, serta keterangan pihak yang terkait langsunge. Petunjuk yang diperoleh dari rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan, dan/ atau peristiwa yang sesuai dengan alat-alat bukti lain, dan/ atauf. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu.Sedangkan khusus alat bukti saksi, maka cukup diminta mengucap sumpah sesuai dengan agama dan kepercayaannya sebelum menyampaikan kesaksiannya.Sesudah semua proses persidangan dilaksanakan yaitu memeriksa dan mendengar permohonan, jawaban, pembuktian dan kesimpulan, maka sebelum majelis komisioner Komisi Informasi memutus SIP melakukan musyawarah dengan anggota majelis tersebut untuk menentukan putusan.Setelah dihasilkan putusan maka putusan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Proses Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (SIP) pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan penyelesaian SIP melalui jalur litigasi, hal ini ditempuh karena proses penyelesaian SIP yang sebelumnya dilakukan melalui Komisi Informasi yang sudah melalui jalur ajudikasi nonlitigasi telah menghasilkan putusan yang dirasa kurang memuaskan salah satu pihak bahkan kedua pihak yang bersengketa. Proses awal masuk gugatan sendiri dilakukan oleh salah satu bahkan kedua pihak yang tidak menerima putusan ajudikasi nonlitigasi yang di putus melalui Komisi Informasi, tengang waktu mengajukan gugatan masuk ke PTUN adalah 14 (empat belas) hari kerja setelah putusan diterima para pihak. Oleh karena itu tentunya akan sangat berbeda dengan proses penyelesaian perkara pada umumnya, oleh karena itu berikut proses penyelesaian SIP pada PTUN :Proses Masuk Gugatan/ KeberatanSetelah Putusan dari Komisi Informasi atas proses penyelesaian SIP secara mediasi/ ajudikasi nonlitigasi diterima oleh para pihak yang bersengketa, maka jika ada pihak yang tidak menerima putusan tersebut dapat mengajukan keberatan secara tertulis dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja ke Pengadilan yang berwenang (Pasal 4 ayat (1) PERMA No. 2 Tahun 2011).Namun dalam konteks ini adalah ke PTUN. Setelah pengajuan keberatan oleh pihak yang bersengketa diterima dan diregister di kepaniteraan PTUN, maka panitera meminta Komisi Informasi untuk mengirimkan salinan resmi putusan dan seluruh berkas perkaranya (Pasal 6 ayat (1) PERMA No. 2 Tahun 2011). Komisi Informasi wajib mengirimkan putusan dan segala berkas perkara sebagaimana dimaksud di atas dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja, setelah putusan dan segala berkas diterima di kepaniteraan, maka dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari pihak termohon keberatan dapat mengajukan jawaban atas keberatan pemohon kepada kepaniteraan pengadilan, dan di sini yang harus lebih aktif adalah panitera yang wajib memberitahukan kepada pihak termohon keberatan apakah akan mengajukan jawaban atas keberatan pemohon ataukah tidak. Kalau pihak termohon keberatan mengajukan jawaban maka akan dimasukkan ke dalam berkas sebagai tambahan yang akan dijadikan pertimbangan hakim dalam memutus, dan kalau pihak termohon keberatan tidak mengajukan jawaban maka berkas yang sudah lengkap akan langsung diserahkan ke ketua pengadilan untuk penunjukan majelis hakim.Penunjukan Majelis HakimPenunjukan Majelis Hakim Setelah berkas masuk ke ketua pengadilan maka ketua di sini berhak menunjuk majelis hakim untuk memutus perkara tersebut. Ketua pengadilan juga mengeluarkan Penetapan Dismissal Proses, beberapa hal yang menjadi alasan ketua pengadilan mengeluarkan Penetapan Dismissal Proses adalah karena ketentuan Pasal 14 PERMA No.2 Tahun 2011 yaitu Ketentuan hukum acara perdata dan tata usaha Negara tetap berlaku sepanjang tidak ditentukan lain dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Mahkamah Agung ini.Namun kembali kepada semangat banding dari proses penyelesaian SIP pada PTUN, maka kalaupun Ketua Pengadilan tidak mengeluarkan Penetapan Dismissal Proses juga tidak akan mengurangi subtansi perkara SIP yang berhak diputus PTUN. Setelah Penetapan Dismissal Proses dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan maka Ketua Pengadilan juga mengeluarkan Surat Penetapan Majelis Hakim yang akan memproses perkara SIP terkait. Setelah Majelis Hakim terbentuk berdasarkan Surat Penetapan Majelis Hakim maka berkas perkara diserahkan Majelis Hakim untuk segera diputus.Pemeriksaan Berkas Perkara oleh Hakim atau Majelis HakimPemeriksaan Berkas Perkara oleh Hakim atau Majelis Hakim Berkas yang sudah diterima Majelis Hakim maka selanjutnya akan dipelajari dan dilakukan rapat permusyawaratan hakim untuk menentukan putusan dan langsung pada proses pembacan putusan. Setelah Majelis Hakim mempelajari berkas perkara SIP maka jika ditemukan novum atau bukti baru maka sebelum Majelis Hakim memutus akan dilakukan pemeriksaan dahulu terhadap pembuktian bukti baru dengan memerintahkan panitera pengganti untuk memanggil para pihak. Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) PERMA No.2 Tahun 2011 yang berbunyi Pemeriksaan dilakukan secara sederhana hanya terhadap putusan komisi informasi, berkas perkara serta permohonan keberatan serta jawaban atas keberatan tertulis dari para pihak, maka ditafsirkan bahwa pemeriksaan yang dilakukan secara sederhana adalah yang terkait dengan pembuktian saja, Setelah pemeriksaan yang dipandang perlu oleh Majelis Hakim selesai maka Majelis Hakim segera Memutus Perkara tersebut.Putusan PTUN dalam Penyelesaian SIPPutusan PTUN dalam Penyelesaian SIP Setelah melalui beberapa proses di atas maka Majelis Hakim berhak memutus perkara SIP sesuai dengan ketentuan pada Pasal 10 ayat (2) PERMA No.2 Tahun 2011 j.o Pasal 49 UU No.14 Tahun 2008 tentang KIP yang pada pokoknya adalah menguatkan atau membatalkan putusan dari Komisi Informasi.PenutupSebagai bentuk implementasi dari berlakunya Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 maka Mahkamah agung menerbitkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 1-144/KMA/SK/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan sebagai pengganti Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 144/KMA/VIII/2007.

Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung tersebut mengatur mengenai mekanisme pelayanan untuk mendapatkan informasi di pengadilan baik itu di lingkungan pengadilan umum ataupun di lingkup pengadilan khususTata cara penyelesaian sengketa informasi di pengadilan baik itu di Pengadilan Negeri ataupun di Pengadilan Tata Usaha Negara ini diatur dalam PERMA No. 2 tahun 2011 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Di Pengadilan. Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (SIP) pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan penyelesaian SIP melalui jalur litigasi, hal ini ditempuh karena proses penyelesaian SIP yang sebelumnya dilakukan melalui Komisi Informasi yang sudah melalui jalur ajudikasi nonlitigasi telah menghasilkan putusan yang dirasa kurang memuaskan salah satu pihak bahkan kedua pihak yang bersengketa

DAFTAR PUSTAKA

Assegaf, Rifqi S, Pelatihan Keterbukaan Informasi Pengadilan, Mahkamah Agung RI dan Changes For Justice (C4J), 2011

Buku Materi Pelatihan Keterbukaan Informasi dan Penyelesaian Sengketa Informasi.

H. Ridwan mansyur, Keterbukaan informasi di pengadilan pada Penerapan sistem penelusuran alur perkaraMoh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Studi Tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan, Rineka Cipta, Jakarta 2000.

Oemar Seno Adji, Peradilan Bebas Negara Hukum , Erlannga, Jakarta 1985.

Rifqi S. Assegaf dan Andhy Martuaraja, Memanfaatkan Informasi Pengadilan, LeIP, 2009

UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik

SK KMA Nomor : 1-144/KMA/I/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan