jurnal fitria ramadani

10
Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu i HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MENGKONSUMSI OBAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS SENDANG AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2014 FITRIA RAMADHANI Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu Lampung ABSTRAK WHO melaporkan adanya 3 juta orang mati akibat TB Paru tiap tahun dan diperkirakan 5000 orang tiap harinya. Berdasarkan Laporan Bulanan Unit Program P2M (Pemberantasan Penyakit Menular) Puskesmas Sendang Agung periode Januari-Maret 2014 Jumlah penderita TB paru sebesar 48 orang dengan jumlah penderita putus berobat sebesar 12 orang (25%). Kendala penyembuhan penyakit TBC masih sangat tinggi terutama berkaitan dengan kepatuhan Penderita TBC untuk melakukan pengobatan. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan mengkonsumsi obat pada pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun 2014. Desain yang digunakan dalam penelitan ini adalah kuantitatif dengan cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita TB yang masih dalam masa Pengobatan di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun 2014, sebanyak 48 orang. Analisa data bivariat menggunakan uji chi square. Hasil penelitian diperoleh, dukungan keluarga pada pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sendang Agung sebagian besar dalam katagori baik yaitu 27 orang (56,3%), kepatuhan mengkonsumsi obat pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sendang Agung sebagian besar patuh yaitu 32 pasien (66,7%). Hasil uji chi square didapat p value = 0,005 < 0,05 dapat disimpulkan ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan mengkonsumsi obat pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun 2014. Diharapkan bagi petugas kesehatan dapat melakukan penyluhan secara intensif pada penderita Tuberkulosis Paru dan keluarga penderita Tuberkulosis Paru mengenai kepatuhan mengkonsumsi obat untuk penyembuhan Tuberkulosis Paru. Kata Kunci : Dukungan Keluarga, Kepatuhan Konsumsi Obat pada Pasien TBC. Kepustakaan : 28 (2004-2012)

Upload: sapakademik

Post on 26-Jul-2015

314 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Fitria Ramadani

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu

i

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MENGKONSUMSI OBAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU

DI PUSKESMAS SENDANG AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

TAHUN 2014

FITRIA RAMADHANI

Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu Lampung

ABSTRAK WHO melaporkan adanya 3 juta orang mati akibat TB Paru tiap tahun dan diperkirakan 5000 orang tiap harinya. Berdasarkan Laporan Bulanan Unit Program P2M (Pemberantasan Penyakit Menular) Puskesmas Sendang Agung periode Januari-Maret 2014 Jumlah penderita TB paru sebesar 48 orang dengan jumlah penderita putus berobat sebesar 12 orang (25%). Kendala penyembuhan penyakit TBC masih sangat tinggi terutama berkaitan dengan kepatuhan Penderita TBC untuk melakukan pengobatan. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan mengkonsumsi obat pada pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun 2014. Desain yang digunakan dalam penelitan ini adalah kuantitatif dengan cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita TB yang masih dalam masa Pengobatan di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun 2014, sebanyak 48 orang. Analisa data bivariat menggunakan uji chi square. Hasil penelitian diperoleh, dukungan keluarga pada pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sendang Agung sebagian besar dalam katagori baik yaitu 27 orang (56,3%), kepatuhan mengkonsumsi obat pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sendang Agung sebagian besar patuh yaitu 32 pasien (66,7%). Hasil uji chi square didapat p value = 0,005 < 0,05 dapat disimpulkan ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan mengkonsumsi obat pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun 2014. Diharapkan bagi petugas kesehatan dapat melakukan penyluhan secara intensif pada penderita Tuberkulosis Paru dan keluarga penderita Tuberkulosis Paru mengenai kepatuhan mengkonsumsi obat untuk penyembuhan Tuberkulosis Paru. Kata Kunci : Dukungan Keluarga, Kepatuhan Konsumsi Obat pada Pasien TBC. Kepustakaan : 28 (2004-2012)

Page 2: Jurnal Fitria Ramadani

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu

ii

PENDAHULUAN Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025, salah satu program di bidang kesehatan adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit, termasuk wabah penyakit menular. Melalui Program Indonesia Sehat 2025, gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai adalah masyarakat yang antara lain hidup dalam lingkungan yang sehat dan mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat Lingkungan yang sehat termasuk di dalamnya bebas dari wabah penyakit menular (Kemenkes, 2011). Penyakit TB Paru (Tuberkulosis Paru) merupakan salah satu contoh penyakit infeksi yang menular pada pernapasan dan merupakan penyakit infeksi kronis menular yang masih menjadi isu kesehatan global disemua negara. Penyakit TB paru merupakan penyakit yang menular. Penularan infeksi TB paru adalah ditularkan dari orang ke orang lain melalui transmisi udara. Individu terinfeksi melalui kontak langsung dengan penderita TB paru pada saat penderita TB paru batuk, bersin, tertawa dengan melepaskan droplet yang mengandung kuman tuberculosis yang ukurannya besar yaitu lebih dari 100 mikron (Depkes, 2007). Menurut hasil penelitian World Health Organization (WHO) tahun 2006 jumlah kasus TB Paru ada 14,4 juta orang. Setiap tahun diperkirakan 9,2 juta kasus TB baru dan 1,7 juta orang meninggal per tahun akibat TB. Selain itu, ada sekitar 500.000 pasien TB dengan resistensi ganda kuman penyakit terhadap obat TB dan 95% penderita TB paru berada di negara berkembang (Tjandra Yoga, 2007).

WHO melaporkan adanya 3 juta orang mati akibat TB Paru tiap tahun dan diperkirakan 5000 orang tiap harinya. Tiap tahun ada 9 juta penderita TB Paru baru dari 25% kasus kematian dan kesakitan di masyarakat diderita oleh orang-orang pada usia produktif yaitu dari usia 15 sampai 54 tahun. Pada negara-negara berkembang miskin kematian TB Paru merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia WHO (2004) kasus terbesar TB paru adalah Asia Tenggara sebesar 38% dari kasus TB Paru di dunia. Tahun 2009, di Indonesia ditemukan 566.000 pasien TB (224 per 100.000 penduduk). Setiap tahunnya diperkirakan ditemukan suspek TB sebanyak 528.000 orang (228 per 100.000 penduduk), dan pada setiap tahunnya diperkirakan ditemukan 102 per 100.000 penduduk kasus BTA positif (+), sedangkan kematian TB sebanyak 90.000 orang per tahunnya. Tahun 2010, ditemukan 1.718.193 suspek TB, 181.125 kasus TB BTA positif (+), dan 3250 pasien meninggal akibat TB (Kemenkes, 2011). Dinas Kesehatan Propinsi Lampung melaporkan Angka Penemuan Kasus ( Case Deteksion Rate) dari tahun 2010-2012 mengalami peningkatan kasus, pada tahun 2010 ditemukan kasus 42,3 % dengan angka kesembuhan 86 %, pada tahun 2011 ditemukan kasus sebesar 80% dengan angka kesembuhan 94,30% dan pada tahun 2012 ditemukan kasus 94,5% dengan angka kesembuhan 89,14% (Dinkes Provinsi Lampung, 2013).

1

Page 3: Jurnal Fitria Ramadani

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu

iii

Data Dinas Kesehatan Lampung Tengah berdasarkan penemuan Kasus (Case Detection Rate) BTA positif (Basil Tahan Asam) tahun 2012 sebesar 126 kasus dan tahun 2013 sebesar 110 kasus. Sedngkan bila dilihat penyebarannya kasus TBC tertinggi berada diwilayah kerja Puskesmas Sedang Agung yaitu mencapai 73% (Dinkes Lampung Tengah, 2013). Belum optimalnya penanganan TB Paru diperkirakan terkait dengan beberapa faktor, diantaranya adalah minimnya kesadaran yang dimiliki oleh masyarakat untuk berperan serta memutus mata rantai penularan TB. Hal ini dapat dilihat dari indikator tingginya angka putus berobat disebabkan selain pelayanan kurang terakses, banyak pasien berhenti minum obat begitu kondisinya membaik dan merasa sudah sembuh, padahal lama pengobatan mencapai enam bulan atau lebih. Berdasarkan Hasil studi terhadap penderita TB baru dengan BTA positif di Klinik PPTI (Perkumpulan Pemberantasan Tuberkolusis Indonesia) tahun 1998-2004 sebanyak 78,97% dari total jumlah pasien TB putus berobat (Droup Out). Angka kasus putus berobat pada penderita tuberkulosis atau TB di Rumah Sakit secara nasional mencapai lebih dari 15% (Soediono, 2007). Puskemas Sendang Agung menempati urutan pertama jumlah penderita TB paru terbesar di Lampung Tengah. Berdasarkan Register TBC Unit Pelayanan Kesehatan jumlah penderita TB Paru di Wilayah Puskesmas Sendang Agung tahun 2011 sebesar 44 orang, tahun 2012 sebesar 45 orang dan meningkat ditahun 2013 sebesar 48 orang. Berdasarkan Laporan Bulanan Unit Program P2M (Pemberantasan

Penyakit Menular) Puskesmas Sendang Agung periode Januari-Maret 2014 Jumlah penderita TB paru sebesar 48 orang dengan jumlah penderita putus berobat sebesar 12 orang (25%) (Unit Pelayanan Kesehatan Puskesmas Sendang Agung, 2014). Berdasarkan hasil presurvei pada tanggal 1 April 2014 terhadap dua Petugas Kesehatan TB Paru di Puskesmas Sendang Agung dengan wawancara terpimpin didapat beberapa alasan penderita TB paru DO adalah penderita merasa bosan jika harus berobat dalam jangka waktu yang lama hingga 6 bulan. Meskipun dilakukan kunjungan rumah jika ada penderita TB yang tidak mengambil obat nya akan tetapi ada penderita TB paru yang tidak terlacak, ada kemungkinan pindah rumah tetapi tidak melapor ataupun menghindar, selain itu Pengawasan Minum Obat oleh keluarga belum maksimal sehingga ada penderita mengambil obat secara teratur hinggá enam bulan tetapi akhir pengobatan hasil pemeriksaan BTA (+). Hasil wawancara bebas yang peneliti lakukan pada tanggal 1 April 2014 terhadap 10 penderita TB Paru didapat alasan utama tidak mengambil obat secara teratur adalah merasa bosan mengkonsumsi obat dalam waktu yang lama meskipun petugas kesehatan telah mengingatkan harus teratur berobat hingga enam bulan, dan merasa dirinya sudah sembuh karena batuk yang dirasakan mulai berkurang dan tidak perlu mengkonsumsi obat lagi. Saat ditanyakan tentang dukungan keluarga mengatakan anggota keluarga tidak mengawasi mereka untuk minum obat karena sibuk dengan pekerjaan.

Page 4: Jurnal Fitria Ramadani

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu

iv

Dari data dan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan mengkonsumsi obat pada pasien TBC di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun 2014

METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antar faktor-faktor dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoadmodjo, 2010) Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 20-30 Juni Tahun 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita TB yang masih dalam masa Pengobatan di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun 2014, sebanyak 48 orang. Variabel independent pada penelitian ini adalah Dukungan Keluarga. sedangkan variabel dependent yang diteliti pada penelitian ini adalah Kepatuhan Minum Obat. Analisa data pada penelitia ini menggunakan analisa univariat dengan rumus persentase bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variablel sedangan untuk mengetahui hubungan antar variabel dalam penelitian ini menggunakan analisa bivariat menggunakan uji chi square. Taraf kesalahan yang digunakan adalah 5%, untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik digunakan batas

kemaknaan 0,05. Berarti jika p value < 0,05 maka hasilnya bermakna yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Dukungan Keluarga pada Pasien

Tuberkulosis Paru. Berdasarkan tabel 4.3 distribusi frekuensi dukungan keluarga pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun 2014, dapat diketahui sebesar 21 orang (43,8%) memiliki dukungan keluarga kurang baik dan sebesar 27 orang (56,3%) memiliki dukungan keluarga baik. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurul Nazhifah (2010) dengan judul Hubungan Pengetahuan Keluarga Kontak Serumah Tentang TB Paru dengan Tindakan Pencegahan Penularan TB Paru di Puskesmas Sidorejo Kecamatan Tuban. Hasil penelitian menunjukkan 56,25% responden berumur 41-60 tahun, 46,87% responden berpendidikan SD, 34,37% responden mempunyai hubungan dengan penderita sebagai istri penderita. Hasil uji statistik menunjukkan keeratan hubungan pengetahuan keluarga kontak serumah tentang TB paru dengan tindakan pencegahan penularan TB Paru termasuk kategori lemah dengan r = 0,422. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan keluarga kontak serumah tentang TB Paru berhubungan dengan tindakan pencegahan penularan TB Paru. Dukungan (support) keluarga merupakan suatu tindakan masyarakat dalam memberikan masukan baik berupa materi maupun non materi

Page 5: Jurnal Fitria Ramadani

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu

v

kepada anggota keluarga. Suatu dukugan dalam keluarga diperlukan untuk membentuk suatu hubungan yang harmonis antara anggota keluarga. Dengan demikian dukungan dapat diartikan sebagai suatu fungsi dorongan (support) bagi tindakan seseorang untuk melakukan tindakan bersama dalam suatu lingkungan tertentu guna mencapai suatu tujuan tertentu (Indrajit, 2007). Berdasarkan hasil penelitian, menurut peneliti tingginya dukungan keluarga dalam kategori baik pada penderita TB paru di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun 2014, kemungkinan disebabkan karena anggota keluarga mengetahui tujuan dari pemberian dukungan emosional, dukungan fisik, dukungan informasional, dukungan penghargaan/ komunikasi kepada penderita TB paru karena telah mendapatkan penjelasan dari petugas kesehatan, yang bertujuan sebagai pengawas minum obat pada keluarga penderita TBC. Adanya keluarga yang memiliki dukungan kurang baik pada penderita TBC kemungkinan disebabkan sibuknya pekerjaan anggota keluarga menyebabkan rendahnya dukungan yang diberikan kepada penderita TB paru. Hal ini menjadi faktor predisposisi perilaku keluarga dimanifestasikan kedalam tindakan kurang memperhatikan kondisi emosional penderita TB paru akibat penyakit yang dialami, anggota keluarga kurang memberikan dukungan fisik seperti membantu keperluan penderita TB paru sehari-hari dan tidak mengantar penderita berobat kepetugas kesehatan, keluarga kurang memberikan dukungan informasional tentang tempat berobat, informasi tentang pencegahan dan pengobatan TB paru,

keluarga tidak memberikan dukungan penghargaan jika penderita TB paru teratur berobat. 2. Kepatuhan Mengkonsumsi Obat

pada Pasien Tuberkulosis Paru. Berdasarkan tabel 4.4 distribusi frekuensi kepatuhan mengkonsumsi obat pada pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun 2014, dapat diketahui sebesar 16 orang (33,3%) tidak patuh dalam mengkonsumsi obat dan sebesar 32 orang (66,7%) patuh dalam mengkonsumsi obat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kiki Anggita di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas tahun 2009 yang menyatakan mayoritas penderita TB berobat hingga selesai sebesar (86,3%) (Kiki Anggita, 2009). Menurut Rusmani (2008) menyebutkan bahwa kepatuhan adalah suatu perbuatan untuk bersedia melaksanakan aturan pengambilan dan minum obat sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatannya secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 8 bulan sedangkan penderita yang tidak patuh datang berobat dan minum obat bila frekuensi minum obat tidak dilaksanakan sesuai rencana yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2008). Ada beberapa alasan penderita putus berobat diantaranya efek samping obat, tempat kerja jauh, pindah rumah, serta tidak ada perbaikan setelah minum obat. Salah satu indikator kepatuhan penderita adalah datang atau tidaknya

Page 6: Jurnal Fitria Ramadani

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu

vi

penderita setelah mendapat anjuran kembali untuk kontrol. Seorang penderita TBC dikatakan patuh menjalani pengobatan apabila minum obat sesuai aturan paket obat dan ketepatan waktu mengambil obat sampai selesai masa pengobatan. Penderita dikatakan lalai jika tidak datang lebih 3 hari – 2 bulan dari tanggal perjanjian dan dikatakan drop out jika lebih dari 2 bulan berturut-turut tidak datang berobat setelah dikunjungi petugas kesehatan (Depkes RI, 2008). Berdasarkan hasil penelitian, menurut peneliti sebagian besar kepatuhan mengkonsumsi obat pada pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun 2014, dalam kategori teratur, disebabkan karena ada kaitan dengan tingginya dukungan dari petugas kesehatan dan dukungan keluarga dalam upaya sosialisasi pengobatan TB paru. Selain itu stigma masyarakat yang buruk tentang penyakit TB paru menyebabkan penderita TB paru berobat secara untuk mendapatkan kesembuhan sehingga mendorong penderita berobat secara teratur meskipun dalam jangka waktu yang lama. Adanya responden yang tidak teratur kemungkinan disebabkan karena ada kaitan dengan rendahnya motivasi penderita mengkonsumsi obat. Lamanya rentang pengobatan hingga enam bulan atau diagnosis BTA (-) berdampak pada timbulnya rasa bosan dan sampai pada titik jenuh penderita untuk mengkonsumsi obat TB, selain rendah nya dukungan keluarga juga menyebabkan pengawasan minum obat pun rendah sehingga berdampak pada rendahnya motivasi penderita TB paru untuk mengkonsumsi obat. Rendahnya

pengetahuan responden juga dapat mempengaruhi motivasi penderita untuk minum obat disebabkan karena responden tidak mengetahui manfaat dan dampak tidak mengkonsumsi obat.. 3. Hubungan Dukungan Keluarga

dengan Kepatuhan Mengkonsumsi Obat pada Pasien Tuberkulosis Paru.

Berdasarkan tabel 4.5 diatas tentang hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan mengkonsumsi obat pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun 2014, dapat diketahui bahwa 19 orang (63,2%) pasien TBC yang mendapatkan dukungan keluarga kurang baik tidak patuh dalam mengkonsumsi obat, sedangkan 4 orang (14,8%) pasien TBC yang memiliki dukungan keluarga baik tidak patuh mengkonsumsi obat. Hasil uji statistik chi square didapat nilai p value = 0,005 (0,005 < 0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan antara hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan mengkonsumsi obat pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun 2014. OR didapat 7,667 responden dengan dukungan keluarga kurang baik berpeluang tidak patuh mengkonsumsi obat sebesar 7,667 kali dibandingkan dengan responden yang memiliki dukungan keluarga baik. Hasil ini sejalan dengan penelitian Nurul Nazhifah (2010) dengan judul Hubungan Pengetahuan Keluarga Kontak Serumah Tentang TB Paru dengan Tindakan Pencegahan Penularan TB Paru di Puskesmas Sidorejo Kecamatan Tuban. Hasil

Page 7: Jurnal Fitria Ramadani

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu

vii

penelitian menunjukkan 56,25% responden berumur 41-60 tahun, 46,87% responden berpendidikan SD, 34,37% responden mempunyai hubungan dengan penderita sebagai istri penderita. Hasil uji statistik menunjukkan keeratan hubungan pengetahuan keluarga kontak serumah tentang TB paru dengan tindakan pencegahan penularan TB Paru termasuk kategori lemah dengan r = 0,422. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan keluarga kontak serumah tentang TB Paru berhubungan dengan tindakan pencegahan penularan TB Paru. Pengendalian kasus tuberkulosis (TB) di Indonesia tidak lepas dari Dukungan Keluarga dengan melakukan PMO (Pengawasan Minum Obat), pemberian informasi tentang pentingnya berobat, mengantar penderita berobat secara teratur. Hal ini penting disebabkan psikologis penderita TB akan terganggu manakala anggota keluarga menjauhi penderita yang pada akhirnya berdampak pada keenganan penderita untuk berobat secara teratur dan potensial menyebabkan putus berobat (DO) (Aritonang, 2008). Berdasarkan hasil penelitian menurut peneliti adanya ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kepatuhan mengkonsumsi obat pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun 2014, disebabkan karena dukungan yang diberikan keluarga kepada penderita TB paru baik dukungan emosional, dukungan fisik, dukungan informasional maupun dukungan penghargaan/komunikasi akan menciptakan suatu hubungan yang baik sehingga saran-saran yang diberikan oleh anggota keluarga dapat

dapat diterima oleh penderita TB paru kemudian diaplikasikan kedalam tindakan untuk minum obat secara teratur. Selain itu dukungan keluarga dengan melakukan PMO (Pengawasan Minum Obat), pemberian informasi tentang pentingnya berobat, mengantar penderita berobat secara teratur dapat meningkatkan motivasi penderita untuk mengkonsumsi obat sehingga terhindar dari perilaku tidak teratur mengkonsumsi obat. begitupun sebaliknya responden yang mendapat dukungan negatif maka dapat berdampak pada terganggunya psikologis penderita TB karena penderita merasa dijauhi yang pada akhirnya berdampak pada keenganan penderita untuk berobat secara teratur dan potensial menyebabkan tidak teratur dalam mengkonsumsi obat.

Bagi petugas kesehatan diharapkan dapat berperan aktif dalam memberikan pendidikan kesehatan terhadap pasien tuberkulosis paru setiap kali pasien melakukan kunjungan kepuskesmas untuk mengambil obat, serta memberikan pengarahan kepada kelaurga penderita tuberkulosis paru untuk menjadi pengawas minum obat untuk selalu mengingatkan dan memperikan motivasi terhadap penderita tuberkulosis paru supaya berobat secara rutin

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian yang berjudul hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan mengkonsumsi obat pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun

Page 8: Jurnal Fitria Ramadani

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu

viii

2014, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dukungan keluarga pada pasien

Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun 2014 , sebagian besar dalam katagori baik yaitu 27 orang (56,3%).

2. Kepatuhan mengkonsumsi obat pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun 2014, sebagian besar patuh yaitu 32 pasien (66,7%).

3. Ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan mengkonsumsi obat pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Sendang Agung Kabupaten Lampung TengahTahun 2014. P value = 0,005 < 0,05, OR = 7,667.

B. Saran 1. Bagi Institusi STIKes Aisyah Lampung Bagi Institusi pendidikan STIKes Aisyah Lampung agar dapat menambah referensi buku perpustakaan dengan terbitan terbaru, untuk mempermudah peneliti selanjutnya dalam mencari teori pendukung yang berkaitan dengan variabel yang ada dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini dapat dipublikasikan mealui media internet agar dapat diakses oleh masyarakat umum. 2. Bagi Petugas Kesehatan Diharapkan Bagi petugas kesehatan di Puskesmas Sendang Agung khusunya unit program P2M perlu adanya upaya promotif melalui penyuluhan secara intensif dan berulang-ulang kepada penderita TB paru tentang pengertian, cara dan

tempat berobat, efek samping obat, lama berobat manfaat minum obat TB paru serta dampak jika tidak mengkonsumsi obat secara teratur karena dengan meningkatnya pengetahuan diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran penderita untuk berobat mengkonsumsi dan teratur berobat. 3. Bagi Responden Penelitian Bagi keluarga yang memiliki anggota penderita TBC dapat memberikan dukungan dengan optimal dan memperhatikan kondisi pasien dengan cara mengingatkan jadwal minum obat secara rutin, memberikan dukungan emosi dengan memberikan semangat supaya pasien dapat menjalani pengobatan dengan optimis hingga sembuh. Bagi penderita TBC hendaknya menyadari kondisi diri sendiri untuk selalu patuh dalam mengkonsumsi obat TBC sehingga sembuh untuk mencegah terjadinya MDR (Multi-Drug Resistance) atau resistensi obat TBC.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T, 2007. Tuberkulosis Paru

masalah dan penanggulangannya. Jakarta : UI-Press.

Arief M, 2009. Kapita Selekta

Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media Aesculapius.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Aritonang, L.R, 2008. Bahaya pengobatan TBC yang tidak tuntas. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Page 9: Jurnal Fitria Ramadani

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu

ix

Bomar PJ. 2004. Promoting Health in Families. Philadelphia : WB Saunders Company.

Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Depkes.

Desy N, 2011. Faktor Risiko Kejadian TB Paru pada Anak yang Sudah diimunisasi BCG (studi di RS. Khusus Paru Surabaya). http://alumni.unair.ac.id/. diakses tanggal 18 April 2014.

Dinkes Lampung Tengah, 2013. Lamporan Program P2M TB Paru Dinas Kesehatan Lampung Tengah, 2013. Lampung Tengah : Dinkes Lamteng.

Dinkes Provinsi Lampung, 2013. Profil Dinas Kesehatan Propinsi Lampung Tahun 2012. Lampung : Dinkes Lampung.

Friedman, M. 2010. Buku Ajar

Keperawatan Keluarga : Riset, Teori dan Praktek. Jakarta : EGC.

Green, LW, 2005. Helath Education Planing A Diagnostik Approach, The. Johns Hapkins University: Mayfield Publishing Company.

Hastono, S.P. 2007. Analisis Data Kesehatan. Jakarta : FKM UI.

Hensarling, 2009. Hensarling Family Support Scale. Dalam http.jurnal.kesehatan.com diakses tanggal 15 Mei 2014.

Hosim M, 2011. Gambaran pengetahuan penderita TB tentang penyakit Tuberkulosis paru di desa Licin Kabupaten Banyuwangi. dalam http://share.stikesyarsis.ac.id/. diakses tanggal 18 April 2014.

Indrajit, 2007. Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik. Jakarta : EGC.

Irianto, K, 2012. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung :Rama Widya.

Kemenkes RI, 2011. Strategi Nasional Penangulangan TB. Jakarta : Ditjen P2Pl Kemenkes RI.

McDougall, 2007. Customer Satisfaction With Services: Putting Perceived Value Into The Equation. Journal of Service Marketing.

Nazhifah N, 2010. Hubungan

Pengetahuan Keluarga Kontak Serumah Tentang TB Paru dengan Tindakan Pencegahan Penularan TB Paru di Puskesmas Sidorejo Kecamatan Tuban. dalam fkm.unair.ac.id/ruangbaca/skripsi/. diakses tanggal 18 April 2014.

Neil, N. 2009. Psikologi kesehatan untuk perawatan dan professional kesehatan lain, alih bahasa agung waluyo (Edisi 2). Jakarta : EGC

Notoatmodjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, 2010. Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Peterson, 2004. Midle ranges theories application to nursingresearch. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Puskesmas Sendang Agung, 2014.

Unit Pelayanan Kesehatan Puskesmas Sendang Agung,

Page 10: Jurnal Fitria Ramadani

Jurnal Keperawatan STIKes Aisyah Pringsewu

x

2014. Sendang Agung : Puskesmas Sendang Agung.

Sarafino, E. P. 2004 dalam Reta Budi, 2007 Health Psychology 2nd edition. New York. John Willey & Sons. Inc.

Soediono, 2007. Subdit Surveilans. Epidemiologi. Dit. Sepim

Keswa. Jakarta : Ditjen PP & PL. Depkes RI. WHO, 2004 dalam Laban Y, Yohanes, 2008. TBC Penyakit dan Cara Pencegahannya. Yogyakarta: Kanisius.

.