jurnal ekonomi.ok

171
Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009 PENGARUH PENGAWASAN DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PADA PT. MODERN SURYA JAYA, DIVISI PEMANCANGAN KRIAN- SIDOARJO Lilik Indrawati Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Kaatolik Darma Cendika Abstrak: PT Modern Surya Jaya Divisi Pemancangan merupakan suatu perusahaan yang menjalankan aktivitasnya dalam hal pemancangan di darat maupun di laut. Penelitian ini lebih difokuskan pada bidang manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang dimana merupakan keseluruhan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap kegiatan pengadaan seleksi, pelatihan, penempatan, pemberian kompensasi, pengembangan, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia untuk tercapainya berbagai tujuan individu, masyarakat, pelanggan, pemerintah dan organisasi yang bersangkutan. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengawasan dan disiplin kerja berpengaruh baik secara parsial maupun secara simultan terhadap prestasi kerja karyawan divisi pemancangan pada PT.Modern Surya Jaya Krian Sidoarjo. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan regresi linear berganda dapat diambil kesimpulan bahwa variabel pengawasan (X 1 ) dan disiplin kerja (X 2 ) secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja (y) dimana F hitung > F tabel yaitu sebesar 33,677 > 3,252. Berdasarkan uji t diketahui bahwa pengawasan (X 1 ) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja (y) dimana t hitung < t tabel yaitu sebesar -0,090 < 2,026, sedangkan disiplin kerja (X 2 ) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja (y) dimana t hitung > t tabel yaitu sebesar 8,184 > 2,026. Berdasarkan perhitungan secara parsial diketahui bahwa variabel yang mempunyai pengaruh paling dominan adalah variabel disiplin kerja (X 2 ) karena mempunyai nilai t hitung yang paling besar dari variabel pengawasan (X 1 ). 1

Upload: albertus-daru

Post on 02-Jan-2016

188 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

PENGARUH PENGAWASAN DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PADA

PT. MODERN SURYA JAYA, DIVISI PEMANCANGAN KRIAN- SIDOARJO

Lilik IndrawatiFakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Kaatolik Darma Cendika

Abstrak: PT Modern Surya Jaya Divisi Pemancangan merupakan suatu perusahaan yang menjalankan aktivitasnya dalam hal pemancangan di darat maupun di laut. Penelitian ini lebih difokuskan pada bidang manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang dimana merupakan keseluruhan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap kegiatan pengadaan seleksi, pelatihan, penempatan, pemberian kompensasi, pengembangan, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia untuk tercapainya berbagai tujuan individu, masyarakat, pelanggan, pemerintah dan organisasi yang bersangkutan.

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengawasan dan disiplin kerja berpengaruh baik secara parsial maupun secara simultan terhadap prestasi kerja karyawan divisi pemancangan pada PT.Modern Surya Jaya Krian Sidoarjo. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan regresi linear berganda dapat diambil kesimpulan bahwa variabel pengawasan (X1) dan disiplin kerja (X2) secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja (y) dimana Fhitung > Ftabel yaitu sebesar 33,677 > 3,252. Berdasarkan uji t diketahui bahwa pengawasan (X1) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja (y) dimana thitung < ttabel yaitu sebesar -0,090 < 2,026, sedangkan disiplin kerja (X2) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja (y) dimana thitung > ttabel yaitu sebesar 8,184 > 2,026. Berdasarkan perhitungan secara parsial diketahui bahwa variabel yang mempunyai pengaruh paling dominan adalah variabel disiplin kerja (X2) karena mempunyai nilai thitung yang paling besar dari variabel pengawasan (X1).

Kata Kunci: Pengawasan, Disiplin Kerja dan Prestasi Kerja.

PENDAHULUAN

Dewasa ini dengan semakin berkembangnya perekonomian di Indonesia akan mendorong perusahaan-perusahaan yang sedang berkembang untuk memperluas usahanya, baik perusahaan industri maupun perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa dimana selalu berusaha untuk menghasilkan produk yang bermutu dan berkualitas. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu perusahaan antara lain sistem pengawasan yang diterapkan dan disiplin kerja yang dimiliki oleh setiap karyawannya. Pengawasan merupakan suatu proses untuk menerapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya, dan bila perlu mengoreksi dengan maksud agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Dalam melakukan suatu tugas tertentu, selalu terdapat urutan pelaksanaan tugas walaupun tugas itu sederhana. Agar tujuan perusahaan dapat terealisasi dengan baik maka pemimpin perusahaan melalui fase-fase

1

1

Page 2: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

pelaksanaan atau proses pelaksanaan, yang mana di dalamnya mencakup berbagai kegiatan antara lain merencanakan, mengorganisasi, menyusun, mengarahkan, dan mengawasi. Demikian juga halnya dalam pelaksanaan tugas pengawasan, untuk mempermudah pelaksanaan dalam merealisasi tujuan harus pula dilalui beberapa fase atau urutan pelaksanaan dan menurut M. Manulang (2001: 184) proses pengawasan di manapun juga atau pengawasan yang berobjekkan apapun terdiri dari fase sebagai berikut:a) Menetapkan alat pengukur (standar)b) Mengadakan penilaian (evaluate)c) Mengadakan tindakan perbaikan (corrective action)

Kedisiplinan merupakan fungsi operatif Manajemen Sumber Daya Manusia yang terpenting karena semakin baik disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal tersebut akan mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Oleh karena itu, setiap manajer selalu berusaha agar para bawahannya mempunyai disiplin kerja yang baik. Peraturan sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan karyawan dalam menciptakan tata tertib yang baik di perusahaan. Dengan tata tertib yang baik, semangat kerja, moral kerja, efisiensi, dan efektivitas kerja karyawan akan meningkat. Hal ini akan mendukung tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Perusahaan akan sulit mencapai tujuannya, jika karyawan tidak mematuhi peraturan-peraturan perusahaan. Kedisiplinan suatu perusahaan dikatakan baik, jika sebagian besar karyawan menaati peraturan-peraturan yang ada. Hukuman diperlukan dalam meningkatkan kedisiplinan dan mendidik karyawan supaya menaati semua peraturan perusahaan. Pemberian hukuman harus adil dan tegas terhadap semua karyawan. Dengan keadilan dan ketegasan, sasaran pemberian hukuman akan tercapai. Peraturan tanpa dibarengi pemberian hukuman yang tegas bagi pelanggarnya bukan menjadi alat pendidik bagi karyawan. Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi perusahaan. Tanpa dukungan disiplin karyawan yang baik, sulit perusahaan untuk mewujudkan tujuannya. Jadi, kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka dengan adanya pengawasan yang baik dari pihak perusahaan dan dengan menerapkan disiplin kerja yang baik oleh setiap karyawannya dalam upaya untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan tersebut. Karena pelaksanaan atau pentingnya pengawasan dan disiplin kerja dalam setiap usaha, guna memperoleh hasil kerja yang maksimal serta pada akhirnya dapat menjalankan aktivitas usaha sebagaimana yang direncanakan atau ditargetkan.

Tinjauan Literatur

Bila kita mempelajari literatur manajemen, maka akan ditemukan bahwa istilah manajemen mengandung tiga pengertian, yaitu pertama, manajemen sebagai suatu proses, kedua, manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen, dan ketiga, manajemen sebagai suatu seni (art) dan sebagai suatu ilmu.

2

Page 3: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Menurut pengertian yang pertama, yakni manajemen sebagai suatu proses, terdapat beberapa definisi yang berbeda yang diberikan oleh para ahli. Untuk memperlihatkan tata warna definisi manajemen menurut pengertian yang pertama itu, dapat dikemukakan tiga buah definisi, yaitu: (1) Encylopedia of the Social Sciense (Manullang, 2005: 3) dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses dengan mana pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi ; (2) Haiman (Manullang, 2005: 3) mengatakan bahwa manajemen adalah fungsi untuk mencapai sesuatu melalui kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan bersama ; (3) Goerge R. Terry (Manullang, 2005: 3) mengatakan bahwa manajemen adalah pencapaian tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu dengan mempergunakan kegiatan orang lain.

Bila kita perhatikan ketiga definisi di atas, maka akan segera tampak bahwa ada tiga pokok penting dalam definisi-definisi tersebut, yaitu:1.) Adanya tujuan yang ingin dicapai, 2.) Tujuan dicapai dengan mempergunakan kegiatan orang lain, 3.) Kegiatan- kegiatan orang lain itu harus dibimbing dan diawasi.

Jadi manajemen sumber daya manusia adalah keseleruhan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan terhadap kegiatan pengadaan seleksi, pelatihan, penempatan, pemberian kompensasi, pengembangan pengintegrasian, pemeliharaan, dan pelepasan sumber daya manusia untuk tercapainya berbagai tujuan individu, masyarakat, pelanggan pemerintah, dan organisasi yang bersangkutan (Sihotang; 2006:10). Manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan pula sebagai suatu ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat (Hasibuan; 2004:10)

Fungsi Operatif Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Mangkunegara (2001; 2) terdapat enam (6) fungsi operatif manajemen sumber daya manusia, yaitu: 1. Pengadaan tenaga kerja terdiri dari:

a. Perencanaan sumber daya manusiab. Analisis jabatanc. Penarikan pegawaid. Penempatan kerjae. Orientasi kerja (job orientation)

2. Pengembangan tenaga kerja mencakup:a. Pendidikan dan pelatihan (training and development)b. Pengembangan (karier)c. Penilaian prestasi kerja

3. Pemberian balas jasa mencakup:a. Balas jasa langsung terdiri dari: Gaji / upah dan Insentif b. Balas jasa tidak langsung terdiri dari: Keuntungan (benefit)dan Pelayanan / kesejahteraan (services).

4. Integrasi mencakup:a. Kebutuhan karyawanb. Motivasi kerjac. Kepuasan kerjad. Disiplin kerjae. Partisipasi kerja

3

Page 4: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

5. Pemeliharaan tenaga kerja mencakup:a. Komunikasi kerjab. Kesehatan dan keselamatan kerjac. Pengendalian konflik kerjad. Konseling kerja6. Pemisahan tenaga kerja mencakup: Pemberhentian karyawan

Pengawasan

Henry Fayol dalam bukunya general industrial manajemen (Sarwoto, 2003: 93) mengemukakan pengawasan, adalah: “…Dalam setiap usaha, pengawasan terdiri atas tindakan meneliti apakah segala sesuatu tercapai atau berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan berdasarkan instruksi-instruksi yang telah dikeluarkan, prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. Pengawasan bertujuan menunjukkan atau menemukan kelemahan-kelemahan itu. Pengawasan beroperasi terhadap beberapa hal, baik terhadap benda, manusia, perbuatan maupun hal- hal lainnya…”

Sedangkan Goerge R. Terry dalam bukunya Principles of Management (Sarwoto, 2003: 93)mamberikan definisi pengawasan adalah: Merupakan sebagai proses untuk mendeterminir apa yang dilaksanakan, korektif sedemikian rupa hingga pelaksanaan sesuai dengan rencana.

Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa pengawasan adalah semua aktifitas yang dilakukan oleh manajer untuk membandingkan, mengoreksi, kejadian- kejadian dalam kenyataan dengan rencana- rencana.

Pentingnya Pengawasan

Ada berbagai faktor yang membuat pengawasan semakin diperlukan oleh setiap organisasi. Dan menurut Handoko (2000; 366) faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:1. Perubahan Lingkungan Organisasi. Berbagai perubahan lingkungan organisasi

terjadi terus menerus dan tak dapat dihindari, seperti munculnya inovasi produk dan pesaing baru, adanya peraturan pemerintah baru, dan sebagainya. Melalui fungsi pengawasan manajer mendeteksi perubahan-perubahan yang berpengaruh pada barang dan jasa organisasi, sehingga mampu menghadapi tangtangan atau memanfaatkan kesempatan yang diciptakan perubahan-perubahan yang terjadi.

2. Peningkatan Kompleksitas Organisasi. Semakin besar organisasi semakin memerlukan pengawasan yang lebih formal dan hati-hati. Berbagai jenis produk harus diawasi untuk menjamin bahwa kualitas dan profitabilitas tetap tetap terjaga, penjualan eceran pada para penyalur perlu di analisa dan dicatat secara tepat; bermacam-macam pasar organisasi, luar dan dalam negri, perlu selalu dimonitor. Di samping itu organisasi sekarang lebih bercorak desentralisasi, dengan banyak agen-agen atau cabang-cabang penjualan dan kantor-kantor pemasaran, pabrik-pabrik yang terpisah secara geografis, atau fasilitas-fasilitas penelitian yang tersebar luas. Semuanya memerlukan pelaksanaan fungsi pengawasan dengan lebih efisien dan efektif.

3. Kesalahan-kesalahan. Bila para bawahan tidak perna membuat kesalahan, manajer dapat secara sederhana melakukan fungsi pengawasan. Tetapi kebanyakan anggota organisasi sering membuat kesalahan-kesalahan memesan barang atau komponen yang salah, membuat penentuan harga yang

4

Page 5: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

terlalu rendah, masalah-masalah didiagnosa secara tidak tepat. Sistem pengawasan memungkinkan manajer mendeteksi kesalahan-kesalahan tersebut sebelum menjadi kritis.

4. Kebutuhan Manajer untuk mendelegasikan Wewenang. Bila manajer mendelegasikan wewenang kepada bawahannya tanggung jawab atasan itu sendiri tidak berkurang. Satu-satunya cara manajer dapat menentukan apakah bawahan telah menentukan apakah bawahan telah melakukan tugas-tugas yang telah dilimpahkan kepadanya adalah dengan mengimplentasikan sistem pengawasan. Tanpa sistem tersebut, manajer tidak dapat memeriksa pelaksanaantugas bawahan.

Standar Pengawasan Keeratan hubungan antara pengawasan dengan perencanaan terutama

disebabkan karena standar-standar yang diperlukan dalam kegiatan pengawasan untuk bagian yang sangat besar ditentukan oleh perencanaan.

Standar adalah ukuran yang ditetapkan atas dasar mana akibat yang benar-benar terjadi dapat dinilai. Standar tersebut menunjukkan pernyataan atau tujuan dari perusahaan atau bagian daripada tujuan dengan dasar mana tugas- tugas yang dilaksanakan dapat diukur.

Keseluruhan pengawasan dapat digolongkan menjadi tiga bagian besar (Sarwoto 2003: 97) yaitu:1. Standar fisik (non moneter) merupakan standar yang berhubungan dengan pengukuran atas pelakasanaan kerja, biasa pada tingkat operasi dari perusahaan di mana bahan- bahan digunakan, tenaga buruh dipakai, jasa- jasa diberikan dan barang-barang diprodusir. Standar ini dapat kuantitatif sifatnya, misalnya jam kerja buruh per menit produk, atau ukuran kuantitatif yang lain.2. Standar biaya, merupakan pengukuran secara moneter, umumnya standar ini terdapat dan diterapkan pada tingkatan- tingkatan operasional. Perusahaan mengaitkan nilai- nilai moneter terhadap biaya-biaya operasi yang dilaksanakan. Hal yang mencerminkan standar biaya misalnya biaya tenaga kerja per kesatuan yang diproduksi, atau per jam kerja, biaya penjualan per unit dan lain-lain.3. Standar- standar modal, ada macam-macam jenis standar modal, yang semuanya muncul dari penerapan pengukuran moneter terhadap hal-hal yang bersifat fisikal. Berhubungan dengan modal yang diinvestasi dalam perusahaan dan bukan dengan biaya pengopersiannya.

Jenis-Jenis Pengawasan

Apabila kita memandang aktivitas-aktivitas organisatoris sebagai suatu sistem yang menerima masukan, mentransformasinya untuk menjadi sejumlah keluaran, maka kiranya jelas bahwa diperlukan pengawasan-pengawasan manajerial yang berbeda-beda untuk masing-masing fase sistem yang bersangkutan. Untuk menjelaskan hal tersebut, berikut adalah jenis-jenis pengawasan yang dikemukakan oleh John A.Pearce dan Richard R. Robinson Jr. (Sarwoto 2003: 99): 1. Pengawasan Umpan ke Muka (feedforward control) juga dinamakan

“pengawasan pengendalian” (stering control) dan pengawasan pendahuluan (preliminary control). Merupakan suatu pendekatan terhadap pengawasan yang menggunakan masukan- masukan terhadap suatu sistem aktivitas- aktivitas organisatoris, sebagai alat untuk mengawasi pencapaian sasaran-

5

Page 6: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

sasaran organisatoris. Manajer mengidentifikasi input-input dini atau isu-isu dini para proses organisatoris, yang bersifat kritikal bagi sukses proses yang bersangkutan. Maka mereka memusatkan upaya-upaya pengawasan pada pemilikkan masukan-masukan terbaik, mencegah problem-problem sebelum mereka muncul, dan memonitor perubahan.

2. Pengawasan Sewaktu Pekerjaan Sedang Berlangsung (concurrent control). Sering disebut juga pengawasan menskrining (Screening control) atau pengawasan ia/ tidak (yes/ no control) merupakan sebuah pendekatan terhadap pengawasan dimana pengawasan itu dilaksanakan sewaktu pekerjaan sedang berlangsung. Para manajer yang terlibat dalam pengawasan ini memusatkan perhatian mereka pada hasil-hasil tahunan guna memonitor kemajuan organisatoris yang dicapai dan apabila perlu segera dilakukan penyesuaian.

3. Pengawasan Umpan Balik (Feedback contol) yang juga dinamakan pengawasan pasca operasi (post-action control) merupakan pendekatan terhadap pengawasan yang memusatkan perhatian pada output atau keluaran aktivitas-aktivitas organisatoris setelah produksi atau operasi yang bersangkutan selesai dilaksanakan. Peranan pengawasan umpan balik, pertama, ia menyediakan informasi bagi para manajer operasi. Kedua, informasi ini yang diperlukan mereka untuk mengevaluasi efektifitas menyeluruh aktivitas-aktivitas organisatoris untuk mana mereka bertanggung jawab. Ketiga, menyesuaikan atau mengubah rencana-rencana perusahaan masa mendatang.

Fungsi Pengawasan

Dapat dipastikan bahwa teknik pengawasan feed back yang paling penting dan yang paling sulit yaitu evaluasi hasil pekerjaan (performance evaluation) untuk dapat menilai tingkat produktivitas kerja karyawan. Hal tersebut sangat penting, mengingat bahwa manusia merupakan sumber daya paling penting di dalam sebuah organisasi. Sering dikatakan bahwa: “manusialah yang menyebabkan perbedaan-perbedaan”.

Pengawasan merupakan suatu alat penting untuk mengkoordinasi aneka macam aktifitas kerja menuju pencapaian sasaran-sasaran tertentu dan menurut Sarwoto (2003: 95) ada tiga (3) fungsi pengawasan yaitu:1. Fungsi pengawasan mengatur keluaran sistem tertentu, dengan jalan mengukur

atau membandingkan hasil kerja nyata dengan hasil kerja yang dikehendaki untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

2. Fungsi pengawasan juga bertalian dengan persoalan alat-alat maupun tujuan. Umpan balik secara berkelanjutan sehubungan dengan bagaimana aktivitas organisatoris dilaksanakan adalah penting untuk stabilitas jangka panjang dalam mengangkat produktivitas kerja karyawan.

3. Fungsi pengawasan dapat kita nyatakan sebagai fase dari proses manajerial yang mempertahankan aktivitas organisasi tertentu dalam batas-batas yang diperkenankan, yang diukur berdasarkan standar pengawasan yang berlaku seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Disiplin Kerja

Dalam Hasibuan (2003: 193) mengatakan kedisiplinan adalah operatif keenam dari Manajemen Sumber Daya Manusia. Kedisiplinan merupakan fungsi operatif manajemen sumber daya manusia yang terpenting karena semakin baik

6

Page 7: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal. Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kesadaran adalah sikap sesorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, dia akan mematuhi/mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan. Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan, baik yang tertulis maupun tidak.

Indikator- Indikator Kedisiplinan

Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi (Hasibuan; 2003:194) diantaranya:1. Tujuan dan Kemampuan

Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja sungguh- sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.

2. Teladan PimpinanTeladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahanpun akan ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin.

3. Balas JasaBalas jasa (gaji dan kesejateraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan/pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula.

4. KeadilanKeadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya.

5. WaskatWaskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya.

6. Sanksi HukumanSanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan prilaku indisipliner karyawan akan berkurang.

7. KetegasanKetegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak

7

Page 8: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

untuk memnghukum setiap karyawan yang indisiplinernya sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisiplinernya akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan.

8. Hubungan Kemanusiaan Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan-hubungan baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari direct single relationship, direct group relationship, dan cross relationship hendaknya harmonis.

Prestasi Kerja

Dalam Mangkunegara (2001: 67) istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.

Penilaian Prestasi Kerja

Dalam Sihotang (2006: 186), Penilaian prestasi pegawai sangat penting dilakukan secara periodik dan kontinyu untuk mendapatkan informasi yang obyektif tentang prestasi setiap pegawai dalam rangka pembinaan dan pengembangan karyawan maupun organisasi. Informasi yang aktual tentang semua karyawan secara individu sangat mendasar dan prinsipil untuk pelaksanaan perencanaan karier para karyawan.

Bagi pegawai yang prestasi kerjanya ternyata masih di bawah standar tidak perlu takut karena justru dialah yang akan diutamakan untuk mengikuti pelatihan, sedangkan para pekerja yang prestasinya sangat baik dan menonjol, dapat dengan segera dipromosikan pada pekerjaan yang lebih tinggi dan lebih bertanggung jawab.

Prestasi kerja karyawan yang selalu tersedia datanya secara obyektif setiap periode / waktu tertentu sangat bermanfaat juga bagi dinamika organisasi secara keseluruhan.

Evaluasi kinerja tiap pegawai di dalam suatu organisasi sangat besar manfaatnya, baik bagi karyawan itu sendiri maupun bagi perkembangan organisasi pada waktu yang akan datang, karena sumber daya manusia yang ada dalam organisasi merupakan aset yang paling berharga bagi kelangsungan hidup organisasi.

Pengertian Penilaian Prestasi Kerja

Dalam Sihotang (2006: 186) mengatakan bahwa penilaian prestasi kerja adalah suatu proses dimana organisasi menilai prestasi kerja para karyawannya. Bila penilaian prestasi kerja para karyawan itu dilakukan secara tertib dan objektif serta mendapatkan nilai yang sesungguhnya, maka akan memudahkan bagi organisasi tersebut untuk mengambil keputusan yang tepat bagi pembinaan karier

8

Page 9: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

para pegawai maupun untuk mengembangkan organisasinya. Para karyawanpun dapat mengetahui penilaian atasan pada prestasinya masing-masing dan bila ada yang prestasinya kurang baik dapat menjadi cambuk untuk memacu prestasinya pada waktu yang akan datang.

Penilaian prestasi kerja karyawan pada hakikatnya merupakan penilaian yang sistematik terhadap performansi kerja karyawan dan terhadap potensi setiap karyawan dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia dan organisasi perusahaan itu sendiri. Oleh sebab itu yang menjadi sasaran penilaian prestasi kerja tiap karyawan adalah: a. Kacakapan dan kemampuan melaksanakan tugasb. Penampilan setiap karyawan sudah professional atau belum c. Kebugaran jasmani atau rohani selama bekerjad. Cara membuat laporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pada

atasane. Loyalitas pada organisasi dan tugas pekerjaan

Tujuan- tujuan Penilaian Prestasi Kerja

Menurut Sihotang (2006: 188), Ada beberapa macam tujuan penilaian prestasi kerja yang diperlukan untuk berbagai kepentingan yaitu:a. Mengidentifikasi para karyawan yang potensial untuk mengikuti pelatihan dan

pendidikanb. Menetapkan dan memilih karyawan yang akan dimutasikan pada jabatan baruc. Untuk keperluan kenaikan gaji dan upah karyawan yang bersangkutand. Menetapkan kebijakan baru dala rangka reorganisasie. Mengidentifikasi karyawan yang akan dipromosikan pada jabatan yang lebih

tinggi.Tujuan-tujuan tersebut harus jelas dan tegas sehingga manfaat penilaian

dapat dinikmati para karyawan yang bersangkutan. Objektifitas penilaian prestasi kerja harus realistis, positif, kostruktif, dan merupakan kesatuan yang bulat.

Hubungan antara Pengawasan dan Disiplin Kerja Terhadap Prestasi Kerja

Menurut Siagian (2002: 224- 225), Agar fungsi pengawasan memberikan sumbangan yang semakin berarti terhadap pelaksanaan kegiatan yang diperkirakan harus diselenggarakan di masa yang akan datang, cara dan teknik pengawasan yang digunakanpun mutlak perlu dinilai. Tidak dapat disangkal bahwa kegiatan pengawasan sering dipandang dengan kecurigaan dan bahkan dengan penolakan oleh mereka yang menjadi obyek pengawasan itu. Kecurigaan dan penolakkan terhadap pengawasan dapat dihilangkan, atau paling sedikit di kurangi, apabila:1. Dikalangan para pelaksana kegiatan operasional yang diawasi itu terdapat

persepsi bahwa para manajer yang melakukan kegiatan pengawasan sebagai salah satu fungsi organiknya menjalankannya berdasarkan criteria yang rasional dan objektif.

2. Bahwa para pelaksana kegiatan operasional itu mengetahui apa yang menjadi sasarann para pengawas sehingga mereka dapat mempersiapkan data operasional yang diperlukan.

3. Jika terdapat petunjuk tentang terjadinya hal-hal yang negative dalam pelaksanaan kegiatan operasional, tidak cepat-cepat melemparkan kesalahan pada para pelaksana kegiatan operasional tersebut.

9

Page 10: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Apakah pendekatan seperti dikemukakan diatas terjadi atau tidak hanya dapat diketahui setelah proses pengawasan diniliai. Artinya, usaha meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja di masa depan lebih mungkin dilakukan apabila para manajer menjalankan fungsinya selaku pengawas melekat dengan tingkat kemampuan yang semakin tinggi pula, jangan sampai penyelenggara fungsi pengawasan justru menjadi penyebab timbulnya sikap-sikap negatif dalam organiosasi seperti apatisme, frustasi, stress dan prilaku negatif lainnya.

HASIL PENELITIAN

Sebelum data diolah, dilakukan uji validitas dan reliabilitas karena ada kemungkinan pernyataan-pernyataan yang terdapat dalam kuesioner tidak valid dan reliabel, sehingga harus dihilangkan atau diganti. Analisis dimulai dengan menguji validitas terlebih dahulu, baru diikuti reliabilitas. Bila ada pernyataan yang tidak valid maka pernyataan tersebut akan dihilangkan atau diganti dan dilakukan pembagian kuesioner lagi. Apabila kalau dinyatakan valid, selanjutnya akan diuji reliabilitasnya

Pada penelitian ini, uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 40 responden. Pembagian kuesioner akan dilakukan dalam satu tahap, dimana akan dilakukan pembagian kuesioner dengan tujuan untuk mendapatkan 40 tanggapan responden yang akan diuji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu.

Analisis uji validitas dilakukan dengan cara melihat signifikansi korelasi antara skor item dengan skor total item dimana suatu item pernyataan akan dikatakan valid jika korelasi antara skor item pernyataan dengan skor total item pernyataan memiliki signifikan korelasi lebih kecil dari 0,05 (alpha 5%).1. Uji Validitas

Instrumen dapat dikatakan valid apabila menunjukkan ukuran yang dinginkan, dan dapat mengukapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat dan akurat. Validitas menunjukkan sejauhmana alat ukur tersebut dapat menghasilkan pengukuran terhadap data yang diprosesnya. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauhmana data terkumpul tersebut tidak menyimpang dari gambaran variabel yang diteliti.Pengujian validitas disini dilakukan pada 40 orang responden yang dipilih. Uji validitas menggunakan bantuan program spss 13 yang mampu menyajikan nilai dari data yang dimasukkan berdasarkan hasil jawaban kuesioner. Nilai validitas didapatkan dengan membandingkan nilai rtabel dengan nilai rhitung. Apabila didapatkan nilai rhitung yang lebih besar dari rtabel maka dapat disimpulkan Berdasarkan hasil uji validitas dengan menggunakan SPSS 13 untuk masing-masing butir pertanyaan semuax telah valid. Hal ini dapat dilihat di pada tabel berikut ini:

10

Page 11: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Tabel 4.1 :Uji Validitas instrumen variabel X1

(Pengawasan Karyawan PT. Modern Surya Jaya)

Tabel 4.2 : Uji Validitas Instrumen Variabel X2

(Disipilin Kerja Karayawan PT. Modern Surya Jaya)

11

Page 12: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Tabel 4.3 :Uji Validitas Instrumen Variabel (y)(Prestasi Kerja Karyawan PT. Modern Surya Jaya)

Sumber: Lampiran Output SPSS 131. Uji Reliabilitas

Instrumen yang reliabel berarti jika instrumen tersebut digunakan berkali-kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang relatif sama. Teknik pengujian ini yang dipaki dalam pengujian ini dalah metode statistik dengan teknik uji reliabel koefisien Alpha Cronbach. Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila memiliki cronbach alpha yang besar dari 0,60 (Ghozali, 2001:129), cara pemberian skor masing-masing butir pertanyaan dengan menggunakan skala likert. Dengan bantuan SPSS 13 di peroleh nilai alpha cronbach untuk variabel pengawasan sebesar 0,652, untuk variabel disiplin kerja sebesar 0,750 dan untuk variabel prestasi kerja sebesar 0,923. Nilai alpha cronbach untuk masing-masing variabel semuanya lebih besar dari 0,6 sehingga dapat dikatakan data telah reliabel. Hasil uji reliabilitas untuk masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4 : Variabel Pengawasan (X1)

Tabel 4.5 : Variabel Disiplin kerja (X2)

12

Page 13: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Tabel 4.6 : Variabel Prestasi Kerja (Y)

Sumber: Lampiran Output SPSS 13

Tabel 4.7 : Koefisien Regresi Berganda

Sumber: Lampiran Output SPSS 13Berdasarkan Tabel diatas maka di peroleh persamaan regresi berganda

sebagai berikut : Ŷ=0,820-0,026 X1+0,988 X2

Dari persamaan diatas, nilai konstanta (a) sebesar 0,820 mempunyai makna bahwa besarnya nilai variabel terikat prestasi kerja (y), jika variabel bebasnya sama dengan nol, atau dapat pula di katakan bahwa jika tanpa pengawasan (X1) dan disiplin kerja (X2), maka prestasi kerja (y) akan konstant sebesar 0,820. Nilai b1 sebesar 0,026Menunjukkan bahwa jika pengawasan (X1) meningkat satu rupiah, maka akan dapat menaikkan prestasi kerja sebesar 0,026 dengan asumsi variabel bebas yang lain yaitu disiplin kerja (X2) konstant.Nilai b2 sebesar 0,988, Menunjukkan bahwa jika disiplin kerja (X1) meningkat satu rupiah, maka akan dapat menaikkan prestasi kerja (y) sebesar 0,988 konstant.

Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pengawasan (X1) dan disiplin kerja (X2) secara bersama-sama berpengaruh terhadap prestasi kerja (y), maka dihitung besarnya koefisien korelasi berganda (R). Nilai koefisien korelasi ini dapat diperolah dengan mengambil akar dari nilai koefisien determinasi.

Pada data hasil perhitungan yang terdapat pada lampiran 4, koefisien korelasi ganda (R) varaiabel bebas pengawasan (X1) dan variabel bebas disiplin kerja (X2) terhadap variabel terikat prestasi kerja karyawan (y) bagaian produksi pada PT. Garam (persero) Surabaya adalah sebesar 0,645 atau 64,5% oleh karena 0 ≤ R ≤ 1 maka hal ini menunjukkan bahwa pengawasan dan disiplin kerja mempunyai hubungan yang sangat kuat dan bersifat positif dengan prestasi kerja.

Besarnya koefisien korelasi ini didukung oleh besarnya koefisien determinasi (R2) yaitu sebesar 0,626 atau 62,6%, hal ini menunjukkan pengawasan (X1) dan disiplin kerja (X2) terhadap prestasi kerja (y) adalah sebesar 62,6% sedangkan sisanya sebesar 37,4% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar kedua variabel bebas tersebut. Uji F digunakan untuk mengetahui apakah model regresi linear berganda yang telah didapatkan telah signifikan untuk menggambarkan pengaruh variabel Pengawasan (X1), Disiplin Kerja (X2) dan Prestasi Kerja (y).

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan program spss 13 diperoleh hasil uji F sebagai berikut:

13

Page 14: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Tabel 4.8 : Analisis of Varians

Sumber: Lampiran Output SPSS 13Tabel tersebut digunakan untuk melakukan pengujian signifikansi model dengan prosedur sebagai berikut:Besarnya nilai Ftabel= Fα (df regresi, df residual)= F α (k, n-(k+1)Ftabel= F0,05 (37)= 3,252Daerah kritis atau daerah penolakanBila Fhitung ≥ Ftabel maka H0 ditolakBila Fhitung < Ftabel maka H1 DiterimaFhitung= 33.677Karena Fhitung > Ftabel yaitu 33.677 maka H0 ditolak, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel pengawasan (X1) dan disiplin kerja (X2) secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.

Tabel 4.9 : Uji parsial (uji t)

Sumber: Lampiran Output SPSS 13

Prosedur pengujian uji t adalah; t tabel= tα/2 dengan df = n-(k+1)= t0.05/2 (df residual)

ttabel = t0,025 = 2,026 Daerah kritis atau daerah penolakan:

a. Bila thitung > ttabel maka H0 diterimab. Bila thitung ≤ ttabel maka H1 ditolak.

Uji parsial antara pengawasan (X1) terhadap prestasi kerja (y), dengan thitung= -0,090 karena thitung < ttabel yaitu -0,090 < 2,026 maka H0 diterima dan H1 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengawasan (X1) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi kerja (y).

14

Page 15: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Uji parsial antara disiplin kerja (X2) terhadap prestasi kerja (y), dengan t hitung= 8.184. karena thitung > ttabel yaitu 8.184 > 2,026 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi kerja (y).

Dari uraian diatas apa disimpulkan bahwa Pengawasan (X1) secara parsial tidak mempunyai pengaruh terhadap Prestasi Kerja (y) sedangkan Disiplin Kerja (X2) mempunyai pengaruh terhadap prestasi kerja (y). Disiplin Kerja (X2) mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap Prestasi Kerja (y), hal ini karena mempunyai nilai korelasi parsial sebesar 0,064 dan thitung sebesar 8,184 dan ttabel 2,026.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan maka hipotesis pertama yang menyatakan “pengawasan dan disiplin kerja secara simultan berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan bagian produksi pada devisi pemancangan PT.Modern Surya Jaya Krian Sidoarjo” terbukti benar, hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian dengan menggunakan analisis linier berganda yang menghasilkan koefisien regresi yang bernilai positif dan signifikan, dimana nilai Fhitung > Ftabel yaitu sebesar 33,677 > 3,252. sehingga dapat disimpulkan bahwa pengawasan dan disiplin kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja karyawan devisi pemancangan PT.Modern Surya Jaya Krian Sidoarjo

Sedangkan pada hipotesis kedua yang menyatakan “pengawasan secara parsial tidak berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan devisi pemancangan PT.Modern Surya Jaya Krian Sidoarjo” dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa uji parsial antara pengawasan (X1) terhadap prestasi kerja (y), dengan thitung= -0,090 karena thitung < ttabel yaitu -0,090 < 2,026 maka H0 diterima dan H1 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengawasan (X1) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi kerja (y).

Dan pada hipotesis kedua juga yang menyatakan “disiplin kerja secara parsial berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan devisi pemancangan PT.Modern Surya Jaya Krian Sidoarjo’ dapat dijelaskan sebagai berikut : bahwa uji parsial antara disiplin kerja (X2) terhadap prestasi kerja (y), dengan t hitung= 8.184. karena thitung > ttabel yaitu 8.184 > 2,026 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi kerja (y).

15

Page 16: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Berdasarkan perhitungan secara parsial diketahui bahwa variabel yang mempunyai pengaruh paling dominan adalah variabel disiplin kerja (X2) karena mempunyai nilai thitung yang lebih besar dari variabel pengawasan (X1).

DAFTAR PUSTAKA

Ghozali, Iman, 2002, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Semarang, Universitas Diponegoro.

Hasibuan, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi, Jakarta: Bumi Aksara.

Handoko, 2000, Manajemen, Edisi 2, Yogyakarta: BPFE

Mangkunegara, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Bandung: PT. Rosdakarya.

Manullang, 2005, Dasar-dasar Manajemen, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Anggota IKAPI.

Sarwoto, 2003, Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen, Ghalia Indonesia.

Siagian, sondang P., 2002, Fungsi-fungsi Manajerial, Jakarta: Bumi Aksara.

Sihotang, 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Silalahi, 2003, Metodologi Penelitian dan Studi Kasus, cetakan pertama, Sidoarjo: CV. Citra Media.

Sudjana, 2005, Metoda Statistik, Cetakan I, Bandung: Tarsito.

Sugiyono, Wibowo E., 2004, Statistika untuk Penelitian dan Aplikasinya dengan SPSS 13<.0 for Windows, Bandung: Alfabeta.

Yunamianto, 2007, Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan PT.Garuda Plastik Gresik, Sarjana Ekonomi UKDC.

16

Page 17: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

PENGARUH PRODUK, PELAYANAN, HARGA DAN LOKASI TERHADAP KEPUASAN TAMU DI HOTEL JW MARRIOT SURABAYA

Maria Istiningsih & Nadia JessicaFakultas Ekonomi Jurusan Manajeman

Universitas Katolik Darma Cendika

ABSTRAKSI

Untuk membangun loyalitas konsumennya ( Brand Loyalty ), Hotel JW Marriott Surabaya mengkonversikan point menginap ke dalam bentuk peningkatan pelayanan seperti pemberian welcome drink, prioritas booking saat regular guest datang sehingga hal tersebut dapat membuat para tamu senang menginap di hotel ini dan mau datang dan menginap kembali dihotel JW Marriott Surabaya. Konsumen yang loyal dapat menjadi konsumen yang lebih baik lagi dan akan menggunakan produk atau jasa secara terus menerus dari perusahaan yang sama selain itu konsumen yang loyal tidak hanya menjadi dasar kuat bagi perusahaan tetapi juga mencerminkan potensi pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang.

Produk, pelayanan, harga dan lokasi ini dapat terlihat dari apa yang telah dihasilkan oleh hotel untuk membuat para konsumen merasa puas dan merasa nyaman dihotel ini. Harga yang diberikan memang setara dengan gelar yang di sandang oleh hotel ini yaitu “ five star hotel “, tetapi produk dan pelayanan yang diberikan kepada konsumen sangat sepadan dengan harga yang ada. Selain itu, hotel ini telah berusaha memberikan yang terbaik bagi para konsumennya dengan cara memberi harga promo yang masih dapat dijangkau oleh masyarakat lain serta dengan dibuatnya member bagi para konsumen yang loyal kepada hotel ini.

Berdasarkan hal – hal tersebut diatas, peneliti ingin menganalisa lebih jauh tentang pengaruh produk, pelayanan, harga dan lokasi terhadap kepuasan tamu di hotel JW Marriott Surabaya.

LATAR BELAKANG MASALAHHotel JW Marriott Surabaya merupakan salah satu hotel berbintang lima yang

berusaha memberikan pelayanan yang berkualitas melalui produk serta fasilitas - fasilitas yang diberikan kepada tamu hotel. Dipandang dari letaknya, Hotel JW Marriott sangat strategis karena berada dekat dengan pusat perdagangan dan perbelanjaan, perkantoran / pusat bisnis serta transportasi.

Pada dasarnya Brand Image memiliki kemampuan yang tidak dapat diabaikan dalam meningkatkan daya saing perusahaan sehingga pemberian merek dan nama pada suatu produk merupakan masalah utama dalam pengembangan strategi pemasaran untuk suatu produk. Maka pelayanan, produk, fasilitas, harga, keamanan dan kenyamanan akan diberikan dengan kualitas yang terbaik agar dikenal oleh konsumen dengan citra merek yang baik pula.

Untuk membangun loyalitas konsumennya ( Brand Loyalty ), Hotel JW Marriott Surabaya mengkonversikan point menginap ke dalam bentuk peningkatan pelayanan seperti pemberian welcome drink, prioritas booking saat regular guest datang sehingga hal tersebut dapat membuat para tamu senang menginap di hotel ini dan mau datang dan menginap kembali dihotel JW Marriott

17

Page 18: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Surabaya. Konsumen yang loyal dapat menjadi konsumen yang lebih baik lagi dan akan menggunakan produk atau jasa secara terus menerus dari perusahaan yang sama selain itu konsumen yang loyal tidak hanya menjadi dasar kuat bagi perusahaan tetapi juga mencerminkan potensi pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang.

Produk, pelayanan, harga dan lokasi ini dapat terlihat dari apa yang telah dihasilkan oleh hotel untuk membuat para konsumen merasa puas dan merasa nyaman dihotel ini. Harga yang diberikan memang setara dengan gelar yang di sandang oleh hotel ini yaitu “ five star hotel “, tetapi produk dan pelayanan yang diberikan kepada konsumen sangat sepadan dengan harga yang ada. Selain itu, hotel ini telah berusaha memberikan yang terbaik bagi para konsumennya dengan cara memberi harga promo yang masih dapat dijangkau oleh masyarakat lain serta dengan dibuatnya member bagi para konsumen yang loyal kepada hotel ini.

Berdasarkan hal – hal tersebut diatas, peneliti ingin menganalisa lebih jauh tentang pengaruh produk, pelayanan, harga dan lokasi terhadap kepuasan tamu di hotel JW Marriott Surabaya.

RUMUSAN MASALAHBerdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan pada

penelitian adalah sebagai berikut :a. Apakah produk, pelayanan, harga, dan lokasi secara simultan mempengaruhi

kepuasan tamu di Hotel JW Marriott Surabaya ?b. Apakah produk, pelayanan, harga, dan lokasi berpengaruh secara parsial

terhadap kepuasan tamu di Hotel JW Marriott Surabaya ?

TINJAUAN PUSTAKAKegiatan pemasaran saat ini menjadi sangat penting bagi usaha perhotelan.

Semakin tingginya tingkat persaingan, meningkatnya kompleksitas pasar dan tamu yang semakin kritis akan pasar, mengakibatkan kegiatan perlu dilakukan secara profesional dan agresif. Untuk memahami pemasaran, maka harus memahami dulu empat komponen yang saling berhubungan yaitu customers, competitor, company dan change. Sebagaimana ditunjukkan pada gambar dan tabel 2.1 ini.

18

Page 19: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Customers, competitor, company dan change saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Berawal dari suatu perubahan dan pada akhirnya dapat bersaing dengan pesaing untuk dapat memenuhi keinginan para tamu. Marketer harus menyeimbangkan antara kebutuhan perusahaan untuk memperoleh laba dan pengembangan pasar, artinya dalam situasi jumlah pesaing semakin bertambah, pemasar tidak hanya memikirkan laba saja melainkan juga memikirkan untuk mengembangkan pangsa pasar yang sudah ada. Dalam situasi persaingan yang semakin tidak terkendali, pemasar harus berusaha untuk memuaskan pelanggan lebih baik daripada yang dilakukan oleh pesaing.

Tabel 2.1Tujuan utama 4C dalam pemasaran

4C Tujuan UtamaCustomers Mampu memuaskan kebutuhan, keinginan dan harapan

pelanggan. Competitor Mampu mengalahkan pesaing.Company Meyakinkan bahwa perusahaan mampu memperoleh laba.Change Mampu beradapatasi terhadap perubahan dalam

lingkungan bisnis.Sumber : Tandjung, Jenu Widjaja, “ Marketing Strategy In The Indonesia Settin “,

Spirit, 2004 : 7

PENGERTIAN PEMASARAN “ Marketing is a total system of bussiness activities the designed to plan, price, promotion and distribute want satisfying goods and services to present and potensial customer’s industrial users “ ( Stanton 1995:4 ). Artinya, pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dan kegiatan – kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada maupun kepada pembeli yang potensial. Berdasarkan pengertian pemasaran, pemasaran ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, mendistribusikan barang dan jasa pada kelompok pembeli.Agar strategi perusahaan dapat tercapai, maka marketer perlu merumuskan taktik pemasaran dengan bauran pemasaran.

PRODUKPengertian produk

Menurut Kotler, Bowen, Makens (1996:276);Produk adalah setiap apa saja yang dapat ditawarkan di pasar untuk mendapatkan perhatian, pembelian, pemakaian atau konsumsi yang dapat memenuhi keinginan atau kebutuhan. Ia meliputi benda fisik, jasa, orang, tempat, organisasi dan yayasan.

JASA ( SERVICE )Pengertian Jasa

Jasa seringkali dipasarkan bersama – sama dengan barang berwujud. Jasa membutuhkan barang – barang pendukung dan barang – barang membutuhkan jasa pendukung pula agar dapat terjual.

Menurut Kotler ( 2002:486 ); jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain dan pada dasarnya tidak bewujud

19

Page 20: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produknya dapat berkenaan dengan produk fisik ataupun bukan.

Dijelaskan bahwa jasa adalah sesuatu yang tidak berwujud, maka hanya dapat diukur dari kepuasan konsumen yang didapat dari kualitas pelayanan yang diberikan kepada pihak hotel. Karena pelayanan yang memuaskan juga merupakan salah satu faktor yang menjadi bahan pertimbangan bagi konsumen untuk datang kembali.

Karakteristik Jasa Jasa memiliki empat karakteristik menurut Kotler ( 1995:551 ) :

1. Tidak Berwujud ( Intangibility )Jasa merupakan sesuatu yang tidak nyata, tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Untuk mengurangi ketidakpastian, pembeli akan mencari tanda atau bukti kualitas jasa. Mereka akan menarik kesimpulan mengenai kualitas jasa dari tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, simbol dan harga yang mereka lihat. Oleh karena itu, tugas penyedia jasa adalah mengelola bukti itu untuk mewujudkan yang tidak berwujud.

2. Tidak Terpisahkan ( Inseparability )Jasa umumnya dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Maksudnya disini adalah, jika jasa itu dilakukan oleh orang maka penyedianya adalah bagian dari jasa. Klien hadir pada saat jasa itu dilakukan maka jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan atau terjadi interaksi.

3. Bervariasi ( Variability )Jasa sangat beragam karena ia tergantung pada siapa yang menyediakan jasa dan kapan serta dimana jasa itu disediakan. Pembeli jasa menyadari tingginya variabilitas ini dan sering membicarakannya dengan orang lain, sebelum memilih seorang penyedia jasa.

4. Mudah lenyap ( Perishability )Jasa tidak dapat disimpan, dengan demikian tidak menjadi masalah kalau permintaan tetap, karena mudah mengatur staff untuk melakuakn jasa itu lebih dulu. Akan tetapi, jika permintaan berfluktuasi maka perusahaan itu akan mengalami masalah yang rumit.

Untuk memberikan kepuasan pada tamu, diperlukan rencana pelayanan pelanggan / tamu sehingga perusahaan memiliki standar pelayanan yang sesuai dengan keinginan para tamu. Penetapan standar pelayanan memilki beberapa tahapan, yaitu :

1. Menetapkan pernyataan misi, visi dan elemen – elemen sistem kualitas ( infrastruktur ).

2. Melakukan evaluasi ( audit ). Ada 2 macam, yaitu :a. evaluasi eksternalb. evaluasi internal

3. melakukan studi dan analisis pembandingan.4. Mengembangkan rencana taktis.5. Mengembangkan rencana operasional.6. Menetapkan standar pelayanan tamu.7. Melakukan peninjauan ulang dan pengendalian.8. Memformulasikan dan merencanakan pembaruan pelayanan tamu.

20

Page 21: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Agar pelayanan yang diberikan dapat menjadi pelayanan yang berkualitas, maka dibutuhkan faktor – faktor penunjang layanan yang berkulitas (Tandjung 2004:81 ) a. Moment of truth

Adalah peristiwa pelanggan bertemu dngan setiap aspek perusahaan, baik yang bersifat human maupun non-human, seperti : tempat parkir, sofa, suasana kantor dan lain – lain yang dapat menimbulkan kesan positif atau negatif mangenai kualitas layanan yang diterima pelanggan.

b. cycle of service ( siklus service )Adalah urut – urutan yang dimulai sejak pelanggan datang ke tempat perusahaan sampai pelanggan menerima barang dan membayar. Berdasarakan siklus layananan, seorang pelanggan akan memberikan penilaian tentang layanan perusahaan tersebut.

Kualitas pelayanan yang konsisten, dapat memberikan dampak positif bagi perusahaan ( Tandjung; 2004:83 ), yaitu :

1. membangun Competitive Barriers2. meningkatkan kesetiaan pelanggan atau tamu3. membedakan produk / jasa4. menurunkan biaya – biaya pemasaran5. menaikkan harga

HARGAPengertian Harga

Menurut Buttle ( 1995:235 ), definisi harga adalah :“ Summation of all sacrifices made by a consumer in order to experience the benefits of a product “. Maksudnya harga adalah penjumlahan dari semua pengorbanan yang dilakukan oleh konsumen untuk memperoleh keuntungan – keuntungan dari suatu produk.

Harga terdapat disekeliling kita dan dalam kehidupan sehari – hari saat akan dibelinya suatu barang atau jasa. Untuk dapat menikmati keuntungan – keuntungan dari produk tersebut harus dikeluarkan sejumlah uang. Seperti yang dikatakan oleh Kotler, Bowen, Makens ( 1996:375 ) harga adalah “ The sum of the values consumers exchange for benefits of having or using the product or service “. Artinya harga adalh jumlah nilai pertukaran konsumen terhadap keuntungan – keuntungan yang diperoleh dengan memiliki atau menggunakan suatu barang atau jasa.

LOKASI Dalam membangun suatu bisnis, maka salah satu hal penting yang harus

diperhatikan adalah masalah lokasi perusahaan. Masalah lokasi dianggap paling penting karena menyangkut kinerja perusahaan tersebut. Menurut Swastha dan Sukotjo ( 1997:304 ), ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam memilih faktor lokasi suatu perusahaan, antara lain :

1. Dekat dengan pasar2. Dekat dengan bahan baku3. Ongkos pengiriman ( transport )4. Penyediaan tenaga kerja5. Penyediaan sumber tenaga ( energi )6. Lingkungan sekitar7. Iklim

21

Page 22: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Dalam menentukan lokasi pada hotel, maka sebaiknya lebih mengarah pada teori yang pertama yaitu dekat dengan pasar. Maksudnya adalah dalam membangun bisnis hotel, maka sebaiknya dibangun didaerah yang banyak dikunjungi orang. Jangan sampai mendirikan hotel yang agak terpencil dan susah dikunjungi orang.Menurut Mischitelli ( 2002:2 ), dikatakan bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan lokasi, yaitu :1. Place ( Lokasi )

Apakah dekat dengan pusat keramaian atau daerah pinggiran atau bahkan dekat dengan daerah yang banyak penduduknya.

2. Parking ( Tempat parkir )Mempunyai tempat parkir sendiri atau menggunakan tempat parkir umum.

3. Accessbility ( Kemudahan )Harus ada jalan yang memudahkan konsumen untuk mencapai hotel tersebut.

4. Visibility ( Visibilitas )Hotel tersebut sebaiknya mudah dilihat atau diketahui banyak orang.

5. Infrastructure ( infrastruktur )Bagian ini menyangkut keseluruhan bagian grdung, fasilitas, transportasi, saluran pembuangan, jalan dan lain – lain.

KEPUASAN TAMU / PELANGGANPengertian Kepuasan Pelanggan

“ Customer satisfaction is the level of person’s felt state resulting from comparing a product’s perceived performance in relaton to persons expectation “. Artinya bahwa kepuasan pelanggan adalah tindakan dimana seseorang merasakan perbedaan antara persepsi kemampuan suatu produk dengan harapan dari pelanggan ( Kotler; 1998:40 ).

Definisi ini menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan suatu tindakan dimana kebutuhan, keinginan, dan harapan dari pelanggan dapat terpenuhi atau terlampaui melalui suatu transaksi yang mengakibatkan pembelian ulang atau kesetiaan yang terus berlanjut. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat memberikan produk atau layanan yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan, sehingga dapat mewujudkan kepuasan pelanggan dan lebih jauh lagi dapat menciptakan kesetiaan pelanggan. Apabila tidak dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan akan mengakibatkan ketidakpuasan pelanggan.

Customer Value diartikan sebagai pilihan yang dirasakan oleh pelanggan dan evaluasi terhadap atribut produk, kinerja atribut dan konsekuensi yang timbul dari penggunaan produk untuk mencapai tujuan dan maksud yang diinginkan pelanggan ( Woodruff; 1997:142 ). Customer Value sebagai “ persepsi “ pelanggan terhadap apa yang mereka inginkan terjdi pada saat penggunaan produk atau jasa dengan bantuan produk dan jasa yang ditawarkan untuk memenuhi maksud atau tujuan yang diinginkan ( Woodruff; 1999:53-58 ). Produk atau jasa menciptakan Customer Value bukan dengan menyampaikan karakteristik pembawaan dari produk atau jasa tersebut, tetapi dengan menghasilkan konsekuensi penggunaan jasa tersebut.

Hubungan Kualitas Layanan Dengan Kepuasan Konsumen “ Customer satisfaction will be influenced a product or service features by perception of quality “ ( Valerie A; 2000:76 ) dan “ Satisfaction is generally viewed as a broader a concept while service quality assesment focuses specifically

22

Page 23: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

on dimensions of services “ ( Valerie A; 2000:74 ). Pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan layanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.

Hubungan Produk, Pelayanan, Harga dan Lokasi dengan Kepuasan Konsumen

Sesuai dengan teori mengenai Produk, Pelayanan, Harga, Lokasi serta Kepuasan pelanggan, maka dapat digambarkan hubungan antara Produk, Pelayanan, Harga dan Lokasi dengan Kepuasan pelanggan, seperti Tabel dibawah ini.Produk yang diberikan pihak hotel kepada tamu:1. kamar hotel yang aman dan nyaman.2. F&b Product yang memiliki citarasa tersendiri, bervariasi,dapat menggugah selera.3. fasilitas hotel yang menyenangkan dan memenuhi keinginan serta kebutuhan tamu yang menginap.

Pelayanan yang diberikan kepada tamu :1.penampilan dan kerapian para karyawan hotel2. pengetahuan karyawan tentang produk hotel.3.keramahan dan kemampuan komunikasi karyawan hotel.4.kecepatan dan ketanggapan karyawan hotel dalam melayani.5.selalu menjaga hubungan baik dengan para tamu yang datang.6.respons karyawan terhadap keluhan pelanggan ditangani dengan baik.

Harga yang diberikan pada tamu :1.harga kamar dan produk lain yang diberikan kompetitif.2.harga yang diberikan sebanding dengan pelayanan.3.harga yang diberikan sebanding dengan produk dan fasilitasnya.4.harga yang diberikan sesuai dengan keamanan dan kenyamanan tamu.5.harga F&B sebanding dengan citarasa dan porsinya.

Lokasi :1.lokasi hotel yang strategis.2.tempat parkir yang luas dan aman.3.memiliki jalan yang mudah untuk menuju hotel.4.banyak orang yang mengetahui keberadaan hotel.5.suasana yang nyaman dan aman.6.ruang-ruang hotel yang bersih dan rapi.

Kepuasan konsumen :1.tamu melakukan pembelian ulang atau kedatangan ulang.2.keinginan tamu untuk menjadi member hotel.3.mempromosikan hotel kepada orang lain.4.tamu menjadikan pilihan utama daripada hotel-hotel lainnya. 5.keluhan pelanggan dapat terselesaikan dengan baik sehingga tamu merasa puas.

Perilaku konsumen dalam melakukan suatu pembelian dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis sehingga hal ini mempengaruhi konsumen dalan memilih, mempertimbangkan, dan menilai suatu produk, pelayanan, harga, dan lokasi. Keempat variabel tersebut saling berkaitan dan memiliki pengaruh terhadap tingkat kunjungan tamu.

PEMBAHASANPengaruh bersama – sama ( simultan ) variabel produk, pelayanan, harga dan lokasi ( X ) terhadap kepuasan tamu ( Y ).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel produk, pelayanan, harga dan lokasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan tamu dengan nilai signifikan 0,000. Koefisien korelasi ( R ) yang diperoleh adalah sebesar 0,618 yang artinya, keempat variabel bebas yaitu variabel produk, pelayanan, harga dan lokasi saling berhubungan searah ( positif ) yang kuat. Hal ini berarti,

23

Page 24: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

produk, pelayanan, harga dan lokasi yang ditingkatkan menjadi lebih baik lagi akan berpengaruh terhadap kepuasan tamu yang akan meningkat secara nyata ( signfikan ).

JW Marriott Hotel merupakan hotel berbintang lima yang berupaya untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan para tamu dengan sebaik – baiknya sehingga tamu merasa puas dan merasa nyaman seperti beradsa dirumah sendiri. Dengan adanya peningkatan produk dan pelayanan yang sesuai dengan harga yang diberikan maka kepuasan tamu pun akan terus meningkat dan visi serta misi yang di emban oleh JW Marriott Hotel dapat terpenuhi. Akan tetapi, begitu banyak persaingan di dunia bisnis hotel yang menjanjikan sesuatu hal yang lebih dari JW Marriott Hotel sehingga hal tersebut juga dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi hotel itu sendiri. Hal – hal lainnya pun juga ada yang cukup berpengaruh besar dengan peningkatan kepuasan tamu, seperti misalnya : terorisme. Banyak tamu yang merasa tidak puas dengan kejadian tersebut. Oleh karena itu, JW Marriott berupaya untuk meningkatkan pelayanan baik dari segi keamanan dan kenyamanan para tamu hotel dan memberikan produk – produk yang terbaik untuk dapat mengatasi persaingan di dunia perhotelan sehingga kepuasan tamu dapat tercapai.

Koefisien Deteminasi ( R2 ) sebesar 0,382 atau sebesar 38,2% yaitu keempat variabel tersebut yang berpengaruh terhadap kepuasan tamu, sedangkan faktor lain yang berpengaruh terhadap kepuasan tamu sebesar 0,618 atau sebesar 61,8%. Berdasarkan hal tersebut, diindikasikan faktor yang juga berpengaruh terhadap kepuasan tamu adalah faktor image dari brand JW Marriott Hotel. Maksudnya disini adalah, JW Marriott Hotel adalah hotel internasional yang menyandang gelar sebagai hotel berbintang lima yang terbaik dari hotel berbintang lima lainnya. Hotel ini telah memiliki chain yang cukup banyak di seluruh dunia. Banyak tamu yang datang ke JW Marriott Hotel karena gelar tersebut, dan gelar tersebut menjadi suatu hal yang membanggakan apabila tamu telah datang ke hotel tersebut. Faktor – faktor yang lain yaitu, bentuk bangunan yang dimiliki oleh JW Marriott Hotel Surabaya berbeda dengan hotel berbintang lainnya yang ada di Surabaya.

Pengaruh Parsial variabel produk, pelayanan, harga dan lokasi ( X ) terhadap kepuasan tamu ( Y ).Secara parsial variabel pelayanan dan lokasi yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan tamu di JW Marriott Hotel Surabaya, sedangkan variabel produk dan harga tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan tamu.Pembahasan lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut :

a. Pengaruh Produk ( X1 ) terhadap Kepuasan Tamu ( Y ).Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel produk tidak

berpengaruh yang signifikan terhadap kepuasan tamu dengan nilai signifikansi uji t sebesar 0,737. Sedangkan koefisien regresi variabel produk bernilai positif yaitu sebesar 0,0027 artinya apabila kualitas produk ditingkatkan menjadi lebih baik maka kepuasan tamu akan meningkat pula.

Kualitas produk perlu ditingkatkan karena semakin banyak hotel berbintang lainnya yang terus bersaing dalam meningkatkan produk – produk yang dapat menarik minat para tamu untuk datang ke hotel tersebut. Misalnya dengan adanya fasilitas free wi fi di setiap kamarnya,

24

Page 25: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

atau peningkatan kualitas makanan dan minuman yang menjadi ciri khas JW Marriott Hotel. Dengan adanya suatu peningkatan produk hotel di JW Marriott Surabaya, maka kepuasan tamu juga akan terus meningkat.

b. Pengaruh Pelayanan ( X2 ) terhadap Kepuasan Tamu ( Y ).Hasil analisis secara parsial pada variabel pelayanan menghasilkan

nilai signifikansi Uji t sebesar 0,008. hal ini menunjukkan bahwa variabel pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan tamu. Koefisien regresi variabel pelayanan bernilai 0,141 artinya variabel ini jika mengalami peningkatan maka kepuasan tamu akan meningkat cukup banyak.

Hal ini dikarenakan, pelayanan membuktikan bahwa karyawan hotel memberikan perhatian khusus kepada para tamu. Sehingga hal tersebut menjadi suatu hal yang baik bagi para tamu, tamu akan merasa nyaman dan senang dengan pelayanan yang diberikan oleh pihak hotel. Apabila kualitas pelayanan buruk maka para tamu akan merasa kecewa dan tidak akan kembali lagi ke JW Marriott Hotel. Tetapi fakta yang ada, para tamu datang kembali ke JW Marriott hotel Surabaya karena puas dengan pelayanannya.

c. Pengaruh Harga ( X3 ) terhadap Kepuasan Tamu ( Y ).Dari hasil yang didapatkan, secara parsial variabel pelayanan nilai

signifikansi uji t sebesar 0,287. Artinya, variabel harga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan tamu. Koefisien regresi variabel harga bernilai positif yaitu 0,058, hal ini berarti harga memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan tamu JW Marriott Hotel.

Hasil diatas mengindikasikan bahwa kenaikan harga atau penurunan harga tidak akan berpengaruh terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak hotel kepada para tamu. Para tamu pun tidak terlalu memperhatikan soal harga karena bagi para tamu, masih ada hal lain yang lebih bernilai darpada harga, yaitu kepuasan dari masing – masing individu tamu yang datang dan menginap di JW Marriott Hotel.

d. Pengaruh Lokasi ( X4 ) terhadap Kepuasan Tamu ( Y ).Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa lokasi memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan tamu di JW Marriott hotel Surabaya dengan nilai signifikansi Uji t sebesar 0,000. Koefisien regresi variabel lokasi bernilai positif yaitu 0,396, hal ini berarti lokasi memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan tamu di JW Marriott hotel Surabaya.

Hasil di atas mengindikasikan bahwa lokasi hotel yang tepat dapat menarik minat tamu untuk datang ke hotel ini, dengan kata lain lokasi yang strategis ternyata disukai oleh para tamu. Karena banyak tamu yang datang ke JW Marriott Hotel untuk berbisnis, oleh karena itu lokasi JW Marriott tepat berada di pusat bisnis dan perbelanjaan.

SIMPULAN Berdasarkan analisis dan pembahasan, dikemukakan beberapa simpulan

sebagai berikut :1. Hasil analisis Uji F menunjukkan bahwa nilai signifikansi

Uji F sebesar 0,000 lebih kecil dari tingkat kesalahan 5% (α = 0,05), sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa variabel atas produk,

25

Page 26: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

pelayanan, harga dan lokasi secara bersama–sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap kepuasan tamu. Hasil analisis model regresi menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi R adalah 0,618 yang menunjukkan hubungan yang cukup kuat antara variabel–variabel produk, pelayanan, harga dan lokasi terhadap kepuasan tamu. Sedangkan nilai koefisien determinasi R Square (R2) adalah 0,382 yang berarti bahwa pengaruh variabel–variabel produk, pelayanan, harga dan lokasi terhadap kepuasan tamu adalah sebesar 38,2%, sisanya sebesar 61,8% dipengaruhi variabel lain di luar 4 variabel bebas yang diteliti.

2. Hasil analisis uji t menunjukkan bahwa variabel produk dan harga memiliki nilai signifikansi Uji t sebesar 0,737 dan 0,287 lebih besar dari tingkat kesalahan 5% (α = 0.05), sehingga Ho diterima dan Ha

ditolak. Artinya secara parsial produk dan harga tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap kepuasan tamu. Sedangkan variabel pelayanan dan lokasi memiliki nilai signifikansi Uji t sebesar 0,008 dan 0,000 lebih kecil dari tingkat kesalahan 5% (α = 0.05), sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya secara parsial pelayanan dan lokasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap kepuasan tamu.

3. Dari hasil uji asumsi klasik, telah dilakukan pengujian untuk uji multikoloniearitas, uji autokorelasi, uji heterokedastisitas dan normalitas maka hasil yang didapatkan, tidak terjadi multikoloniearitas, heterokedastisitas, autokorelasi dan residual berdistribusi normal.

4. Dari hasil yang ada dan didapatkan, maka dugaan dari hipotesa sebelumnya tidak terbukti. Karena hipotesa sebelumnya, menduga bahwa variabel produk yang secara parsial berpengaruh terhadap kepuasan tamu. Tetapi dari hasil yang didapatkan, ternyata variabel pelayanan dan lokasi lah yang berpengaruh secara parsial terhadap kepuasan tamu.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Alhusin, Syahri, 2003, Aplikasi Statistik Praktis, Edisi Kedua, Edisi Revisi, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Alma, Buchari, 2000, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Edisi Revisi, Alfabeta, Bandung.

Buttle, Francis, 1995, Hotel and Food Service Marketing : A Managerial Approach, Cassel Educational Ltd, London.

Kotler, Philip, 1995, Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian, Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta.

, 1996, Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian, Edisi Keenam, Jilid 1, PT. Gelora Aksara Pratama, Jakarta.

, 2002, Manajemen Pemasaran, Edisi kesepuluh, Jilid 1, PT. Prenhallindo, Jakarta.

Kotler, Philip., Bowen, John., Makens, James., 1996, Marketing for Hospitality and Tourism, Prentice Hall Inc, New Jersey.

Mischitelli, Vincent, 2000, Your New Restaurant, Second Edition, Adams Media Corporation, Canada.

26

Page 27: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Powers, Thomas F, 1995, Introduction to the Hospitality Industry, John Wiley & Sons Inc, United States Of America.

Singgih Santoso, 2003, SPSS Statistik Parametrik, Cetakan 2, PT. Elex Media, Jakarta.

Stanton, Michael J, Etzel, Michael J and Walker, Bruce J, 1994, Fundamental of Marketing, Ninth Edition, Mc Graw Hill Inc, New York.

Supranto, J. , 1997, Statistik : Teori dan Aplikasi, Edisi Lima, Jilid Dua, Erlangga, Jakarta.

Swastha, Basu, Soekotjo, Ibnu, 1997, Pengantar Bisnis Modern, Edisi ketiga, Liberty, Yogyakarta.

Tandjung, Jenu Widjaja, 2004, Marketing Strategy in The Indonesia Setting,, Spirit.

Tjiptono, Fandi, 1996, Manajemen Jasa, Andi Offset, Yogyakarta.

Yamit, Zulian, 2004, Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, Cetakan Ketiga, Ekonisia, Yogyakarta.

27

Page 28: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

DEFERRED TAX ASSET AND DEFERRED TAX LIABILITY: STUDI EKSISTENSINYA DITINJAU DARI

SUDUT TEORI AKUNTANSI

Setiadi AlimUniversitas Surabaya

ABSTRACBook income is got from financial statement which is made based on financial accounting standard and taxable income is got from financial statement which is made based on income tax act. Because there are fundamental differences used for calculating and arranging, so book income will be different from taxable income. One of the elements which cause these differences is time differences or temporary differences. This time differences can or can’t be recorded and presented in a financial statement as deferred tax (interperiod tax allocation or no interperiod tax allocation). There are three methods which can be used to record and report deferred tax: deferred method, asset/liability method and net-of-tax method. Besides to cover time differences, deferred tax can also be used to record net operating loss (NOL). Each method will use separate account to record deferred tax. From three methods interperiod tax allocation, only asset/liability method which fulfills the presented deferred tax criteria to asset and liability definitions. Deferred tax asset and deferred tax liability which rise from interperiod tax allocation asset/liability method conceptually fulfills asset and liability criteria, so that its existence in balance sheet is strong. Meanwhile, deferred tax asset which comes from NOL carryback and NOL carryforward don’t fulfill the asset criteria.

Keyword : book income, taxable income, permanent difference, temporary differences, deferred tax asset, deferred tax liability, net operating loss carry forward, net operating loss carry back, deferred method, asset/liability method dan net-of-tax method.

PENDAHULUANLaporan keuangan adalah hasil akhir dari suatu proses akuntansi,dan terdiri

dari: neraca (balance sheet), laporan perhitungan laba rugi (income statement), laporan perubahan ekuitas (statement of changes in equity) dan laporan arus kas (cash flow statemnet). Laporan keuangan disusun untuk kepentingan pemakai internal (internal user) dan pemakai eksternal (external user). Pemakai internal adalah pihak manajemen, sedangkan pemakai eksternal adalah pemegang saham, kreditor, investor, instansi pemerintah dan pemakai eksternal lainnya. Salah satu dari instansi pemerintah yang berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu entitas adalah instansi pajak, terutama berkaitan dengan pengenaan pajak oleh instansi tersebut, khususnya Pajak Penghasilan (PPh.).

Penyusunan laporan keuangan oleh suatu entitas untuk kepentingan internal, investor dan pihak lain di luar instansi pajak berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan laporan keuangan yang disusun disebut laporan keuangan komersial. Sedangkan penyusunan laporan keuangan untuk kepentingan instansi pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dan peraturan pelaksana pajak lainnya (selanjutnya hanya disebut Undang-Undang Perpajakan) dikenal dengan

28

Page 29: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

nama laporan keuangan fiskal. Laporan keuangan komersial disusun dengan tujuan untuk mengetahui hasil usaha berupa laba bersih buku (book income) dan posisi keuangan suatu entitas guna mengukur kinerja manajemen pengelola entitas. Sedangkan laporan keuangan fiskal disusun dengan tujuan untuk menghitung besarnya penghasilan/laba kena pajak (taxable income) dalam rangka untuk menghitung pajak yang terutang.

Dalam penyusunan laporan keuangan, prinsip-prinsip yang digunakan untuk menentukan penghasilan dan biaya antara Standar Akuntansi Keuangan dan Undang-Undang Perpajakan terdapat persamaan dan perbedaan. Karena laporan keuangan yang disusun suatu entitas secara umum berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, maka laporan keuangan ini agar dapat menjadi laporan keuangan fiskal harus dilakukan koreksi terlebih dahulu, di mana prinsip-prinsip yang berbeda akan dikoreksi disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. Koreksi ini biasa dikenal dengan istilah koreksi fiskal atau rekonsiliasi fiskal.

Menurut Stice et al. (2007: 957-958) perbedaan antara laba menurut buku (book income) dengan laba kena pajak (taxable income) dapat dibedakan atas: (1) Beda Tetap (Permanent Differences), yaitu perbedaan pengakuan pendapatan dan/atau pembebanan biaya, di mana menurut Standar Akuntansi Keuangan diakui/tidak diakui sebagai pendapatan dan/atau pembebanan biaya, sedangkan menurut Undang-Undang Perpajakan tidak diakui/diakui sebagai pendapatan dan/atau pembebanan biaya; (2) Beda Waktu/Beda Temporer (Time Differences/ Temporary Differences), yaitu perbedaan pengakuan pendapatan dan/atau pembebanan biaya tiap-tiap tahun buku/tahun pajak, karena perbedaan metode yang digunakan, tetapi secara keseluruhan jumlah pendapatan dan/atau biaya yang diakui atau dibebankan sebagai pendapatan dan/atau biaya adalah sama.

Koreksi fiskal terkait dengan beda tetap akan berakhir (terminated) pada tahun buku yang bersangkutan dan tidak akan membawa dampak pada tahun-tahun berikutnya. Sedangkan koreksi fiskal beda waktu tidak berakhir pada tahun buku yang terkait saja, tetapi akan mempunyai dampak pada tahun-tahun buku berikutnya. Pada beda tetap, pendapatan/biaya yang diakui oleh Standar Akuntansi Keuangan dan Undang-Undang Perpajakan secara keseluruhan maupun pada tahun yang bersangkutan berbeda. Sedangkan pada beda waktu, pendapatan/biaya yang diakui oleh Standar Akuntansi Keuangan dan Undang-Undang Perpajakan setiap tahun pada tahun-tahun yang terkait berbeda, namun secara keseluruhan pendapatan/biaya yang diakui adalah sama.

Beda waktu menyebabkan koreksi fiskal yang dilakukan pada satu tahun buku tertentu akan ada saling keterkaitan dengan tahun buku lainnya. Pada koreksi fiskal beda tetap, segala hal yang terkait dengan koreksi yang dilakukan hanya dibuat perhitungan di luar catatan akuntansi (off balance sheet) artinya tidak dimasukkan dalam laporan keuangan. Sedangkan pada koreksi fiskal beda waktu karena adanya keterkaitan koreksi yang dilakukan dengan tahun-tahun buku lainnya biasanya dicatat dalam laporan keuangan. Perkiraan yang biasa digunakan untuk mencatat beda waktu adalah perkiraan pajak tangguhan (deferred taxes). Bazley et al. (2007: 949) menyatakan metode yang membebankan dan mencatat beda waktu sebagai pajak tangguhan dinamakan metode dengan tangguhan (interperiod tax allocation), sedangkan metode yang mengabaikan beda waktu dan tidak mencatatnya di dalam laporan keuangan dinamakan metode tanpa tangguhan (no interperiod tax allocation). Metode dengan tangguhan bisa dibedakan lagi menjadi comprehensive allocation dan partial allocation. Kedua

29

Page 30: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

allocation ini dapat diterapkan dengan menggunakan 3 metode, yaitu deferred method, asset/liability method dan net-of-tax method. Untuk mencatat pajak tangguhan, metode deferred akan menggunakan perkiraan deferred tax credit dan deferred tax charge, sedangkan metode asset/liability akan menggunakan perkiraan deferred tax asset dan deferred tax liability, dan metode net-of-tax akan menggunakan perkiraan lawan (valuation allowance account/offset account) dari pos yang menyebabkan beda waktu. Dari semua metode ini yang banyak digunakan adalah interperiod tax allocation yang comprehensive allocation dengan menggunakan asset/liability method seperti yang juga digunakan di Amerika Serikat berdasarkan FASB Statement Nomor 109.

Di samping beda waktu, ada lagi masalah terkait pajak penghasilan yang mempengaruhi penyajian laporan keuangan pada beberapa periode yaitu kompensasi kerugian. Peraturan perpajakan yang ada biasanya memperbolehkan kerugian yang terjadi pada suatu tahun pajak untuk dikompensasikan ke tahun-tahun sebelumnya (NOL (net operating loss) carryback) atau dikompensasikan ke tahun-tahun berikutnya (NOL (net operating loss) carryforward) tergantung peraturan perpajakan yang berlaku di negara yang bersangkutan (Bazley, 2007: 962). Karenanya transaksi terkait dengan kompensasi kerugian harus juga dicatat dan disajikan dalam laporan keuangan. Untuk mencatat hal-hal yang terkait dengan kompensasi kerugian digunakan rekening deferred taxes sesuai metode yang digunakan.

Berkaitan dengan pajak tangguhan ini para pemakai laporan keuangan harus lebih berhati-hati dalam membaca laporan keuangan suatu entitas yang melaporkan suatu keuntungan pada satu tahun buku karena perubahan pada akuntansi untuk pajak tangguhan. Keuntungan ini dapat muncul akibat aset pajak tangguhan yang sebelumnya tidak tercatat sekarang diakui (didebet) bersamaan dengan timbulnya keuntungan terkait (dikredit). Sebagai contoh, pada tanggal 30 September 1992, IBM mengumumkan akan melaporkan $1,9 triliun keuntungan sebagai hasil dari adopsi Statement Nomor 109 dari FASB (Financial Accounting Standard Board). Menariknya keuntungan ini digunakan untuk mengkompensasi sebagian kerugian akibat penghapusan bangunan dan peralatan senilai $2,1 triliun (Miller and Hooper dalam Stice et al., 2007: 953).

Jadi jelas bahwa terkait dengan pajak penghasilan yang timbul dari beda waktu dan kompensasi kerugian ada beberapa perkiraan pada kelompok aset dan kewajiban yang akan digunakan untuk pencatatannya, yaitu: deferred tax credit dan deferred tax charge, deferred tax asset dan deferred tax liability, serta perkiraan lawan (valuation allowance account/offset account) pos yang menimbulkan beda waktu. Beberapa ahli berpendapat ada banyak hal yang dapat dicatat dalam pajak tangguhan, namun dalam tulisan ini hanya masalah koreksi fiskal beda waktu dan kompensasi kerugian yang dibahas. Di samping itu karena metode asset/liablity yang paling banyak digunakan saat ini, maka pembahasan juga banyak difokuskan pada metode ini. Berkaitan dengan penggunaan perkiraan-perkiraan di atas yang perlu dipertanyakan adalah apakah penggunaan perkiraan-perkiraan ini untuk mencatat hal-hal tersebut di atas sudah tepat? Artinya bila ditinjau dari sudut teori akuntansi apakah perkiraan-perkiraan ini sudah memenuhi persyaratan dikelompokkan sebagai aset dan kewajiban, mengingat bahwa pengelompokkan suatu perkiraan ke dalam kelompok aset ataupun kewajiban harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Dalam

30

Page 31: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

tulisan ini akan dibahas masalah: apakah eksistensi dari perkiraan-perkiraan ini pada pos neraca di kelompok aset dan kewajiban dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan persyaratan-persyaratan yang ditentukan ditinjau dari teori dan standar akuntansi.

PAJAK PENGHASILAN TANGGUHAN Penyebab dari perbedaan antara pretax financial income (book income) dan

taxabale income dapat dikategorikan dalam 5 kelompok (Bazley, 2007: 945), yaitu:1. Permanent Differences.2. Temporary Differences.3. Operating Loss Carrybacks and Carryforwards.4. Tax Credits.5. Intraperiod Tax Allocation.

Menurut Bazley (2007: 949) isu konseptual mengenai pajak penghasilan dapat diuraikan seperti berikut ini:1. Ada 2 metode yang dapat digunakan terkait dengan beda waktu pada pajak

penghasilan, yaitu: no interperiod tax allocation (income tax expense = current income tax obligation) dan interperiod tax allocation (temporary differences).

2. Interperiod tax allocation dapat dibedakan atas comprehensive allocation dan partial allocation.

3. Kedua allocation di atas dapat diterapkan dengan menggunakan 3 metode, yaitu asset/liability method (using enacted future tax rates), deferred method (using originating tax rates) dan net-of-tax method.

Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) dalam FASB Statement Nomor 109 menganut interperiod tax allocation yang comprehensive allocation dan menggunakan asset/liability method (using enacted future tax rates).

Pada dasarnya ada 3 pendekatan yang dapat digunakan untuk perlakuan perbedaan laba akuntansi dan laba kena pajak (Stice et al., 2007: 979-981), yaitu:1. Pendekatan Tanpa Tangguhan.

Pendekatan paling sederhana atas akuntansi untuk perbedaan antara laba akuntansi dan laba kena pajak adalah mengabaikan perbedaan dan melaporkan beban pajak penghasilan sama dengan jumlah pajak terutang untuk tahun yang bersangkutan. Secara historis, pendekatan tanpa tangguhan ini merupakan pendekatan yang banyak digunakan di dunia. Namun saat ini pendekatan tanpa tangguhan telah menjadi semakin tidak populer karena badan usaha-badan usaha berusaha mengikuti praktik yang banyak digunakan secara internasional, sehingga pendekatan ini secara formal praktis telah ditinggalkan sejak diterbitkannya International Accounting Standard (IAS) Nomor 12 tahun 1979 yang mengharuskan pencatatan pajak tangguhan.

2. Pendekatan Pengakuan Komprehensif.International Accounting Standards Board (IASB) telah menerapkan pendekatan pengakuan komprehensif atas akuntansi pajak tangguhan yang mendasari FASB Statement Nomor 109 di Amerika Serikat. International Accounting Standard (IAS) Nomor 12 mengharuskan pajak tangguhan dilaporkan di neraca, namun tidak menetapkan metode tertentu untuk menghitung pajak tangguhan. FASB Statement Nomor 109

31

Page 32: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

mencerminkan penggunaan metode aktiva dan kewajiban alokasi pajak antar periode (assets and liability method interperiod tax allocation) yang menekankan pada pengukuran dan pelaporan jumlah-jumlah di neraca.

3. Pendekatan Pengakuan Parsial.Secara historis, Inggris telah menerapkan teknik yang inovatif untuk akuntansi pajak tangguhan yang membuat kewajiban pajak tangguhan dilaporkan hanya sampai sebesar jumlah yang diperkirakan akan benar-benar dibayar di masa depan. Pajak penghasilan tangguhan diakui hanya jika pajak tersebut diperkirakan mengkristal (crystallise). Konsep ini dapat diidentikkan dengan istilah direalisasi (realized).

Secara umum nampak bahwa apa yang disampaikan oleh Bazley et al. (2007) dan Stice et al. (2007) mengenai hal-hal yang terkait dengan pajak penghasilan secara prinsip tidak berbeda.

Kecenderungan yang ada saat ini adalah bahwa banyak negara mulai menggunakan sistem yang diwajibkan dalam IAS Nomor 12. Indonesia sendiri sejak disahkannya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 46 pada tanggal 23 Desember 1997 sudah menggunakan pendekatan pengakuan komprehensif dengan model assets and liability method of interperiod tax allocation, yang mana sebelumnya menggunakan pendekatan tanpa tangguhan.

PSAK Nomor 46 paragraf 7 (SAK, 2007: 46.2) memberikan definisi mengenai aset pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan sebagai berikut : Aset pajak tangguhan (deferred tax assets) adalah jumlah pajak panghasilan

terpulihkan (recoverable) pada periode mendatang sebagai akibat adanya : Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan, dan Sisa kompensasi kerugian.

Kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities) adalah jumlah pajak penghasilan terutang (payable) untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.

PENCATATAN PAJAK PENGHASILAN TANGGUHAN KARENA BEDA WAKTU

Bila laba akuntansi lebih besar dari pada laba fiskal yang disebabkan beda waktu, maka pajak penghasilan yang dibayar akan lebih kecil daripada pajak penghasilan yang dibebankan, sehingga akan timbul kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities). Sedangkan bila laba akuntansi lebih kecil dari laba fiskal yang disebabkan beda waktu juga, maka pajak penghasilan yang dibayar akan lebih besar daripada pajak penghasilan yang dibebankan, sehingga akan timbul aset pajak tangguhan (deferred tax assets).

Perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal yang dicatat dalam aset pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan hanya yang disebabkan oleh beda waktu, sedangkan untuk beda tetap tidak dilakukan pencatatan apapun.Berikut ini ilustrasi penerapan kewajiban pajak tangguhan dan aset pajak tangguhan : PT. “ABC” dalam tahun 2009 memperoleh laba bersih komersial (laba

akuntansi) sebesar Rp.300.000.000,-. Data yang ada menunjukkan bahwa ada perbedaan temporer (beda waktu) antara laba komersial dan laba fiskal yang disebabkan oleh pembebanan biaya penyusutan. Laba bersih komersial membebankan biaya penyusutan sebesar Rp.50.000.000,-, sedangkan laba fiskal akan membebankan biaya penyusutan sebesar Rp.75.000.000,-. Berarti

32

Page 33: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

ada selisih beda waktu sebesar Rp.25.000.000,-, sehingga laba fiskal menjadi sebesar Rp.300.000.000,- - Rp.25.000.000,- = Rp.275.000.000,-. Bila tarif pajak penghasilan menggunakan tarif tunggal sebesar 28%, maka besarnya kewajiban pajak tangguhan sebesar 28% x Rp.25.000.000,- = Rp.7.000.000,-. Besarnya pajak penghasilan yang terutang adalah 28% x Rp.275.000.000,- = Rp.77.000.000,- dan beban pajak penghasilan seluruhnya adalah sebesar 28% x Rp.300.000.000,- = Rp.84.000.000,-. Jurnal yang dibuat untuk mencatat transaksi ini adalah sebagai berikut:

o Biaya Pajak Penghasilan ............................. 84.000.000Utang Pajak Penghasilan .......................................... 77.000.000Kewajiban Pajak Tangguhan .................................... 7.000.000

Bila dalam kasus tersebut di atas semua kondisi sama, yang berbeda hanya biaya penyusutan, di mana laba komersial membebankan biaya penyusutan sebesar Rp.75.000.000,-, sedangkan laba fiskal membebankan biaya penyusutan sebesar Rp.50.000.000,-, maka besarnya laba fiskal menjadi Rp.300.000.000,- + Rp.25.000.000,- = Rp.325.000.000,- dan besarnya aset pajak tangguhan sebesar 28% x Rp.25.000.000,- = Rp.7.000.000,-. Besarnya beban pajak penghasilan adalah 28% x Rp.300.000.000,- = Rp.84.000.000,- dan utang pajak penghasilan sebesar 20% x Rp.325.000.000,- = Rp.91.000.000,-. Jurnal yang harus dibuat untuk mencatat transaksi ini adalah sebagai berikut:o Biaya Pajak Penghasilan ............................. 84.000.000

Aset Pajak Tangguhan ............................... 7.000.000Utang Pajak Penghasilan .......................................... 91.000.000

Aset pajak tangguhan mencerminkan manfaat pajak penghasilan di masa depan. Namun manfaat pajak penghasilan dapat direalisasi hanya jika laba kena pajak di masa depan besarnya memadai untuk dikompensasikan dengan jumlah pengurangan tersebut. FASB Statement Nomor 109 mensyaratkan bahwa aktiva pajak tangguhan dikurangi penyisihan penilaian jika berdasarkan bukti-bukti yang ada, bahwa sebagian atau seluruh aktiva pajak tangguhan “more likely than not” akan dapat direalisasi. Penyisihan penilaian (valuation allowance) adalah perkiraan kontra yang mengurangi aktiva tersebut sampai pada nilai yang diperkirakan dapat direalisasi.

PENCATATAN PAJAK PENGHASILAN TANGGUHAN KARENA KOMPENSASI KERUGIAN

Ketentuan perpajakan yang ada umumnya memberikan peluang kepada wajib pajak untuk melakukan kompensasi atas kerugian yang dideritanya pada suatu tahun pajak ke tahun-tahun pajak berikutnya atau sebelumnya. Bila kerugian (net operating loss) dikompensasi ke tahun-tahun sebelumnya disebut carryback dan jika kerugiannya dikompensasi ke tahun-tahun berikutnya disebut carryforward. Di Amerika Serikat wajib pajak dimungkinkan untuk melakukan kompensasi kerugian ke 2 tahun sebelumnya dan 20 tahun berikutnya dihitung dari tahun buku kerugian diderita (Stice et al., 2007: 970). Kompensasi kerugian di Indonesia diatur dalam pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

33

Page 34: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Penghasilan yang menyatakan kompensasi kerugian hanya dimungkinkan untuk 5 tahun berikutnya sejak tahun buku kerugian diderita.

Selain koreksi fiskal beda waktu yang dicatat sebagai pajak tangguhan, kompensasi kerugian juga dicatat pada perkiraan pajak tangguhan, baik carryback maupun carryforward. Berikut ini adalah ilustrasi penerapan pajak tangguhan untuk NOL carryback maupun NOL carryforward. X Corp. yang berkedudukan di Amerika Serikat dalam tahun buku 2009

mengalami kerugian US$40,000. Diketahui pada tahun 2007 dan 2008 dia memperoleh keuntungan masing-masing sebesar US$10,000 dan US$5,000. Bila tarif pajak penghasilan ditentukan sebesar 30%, maka carryback yang dapat dilakukan sebesar US$15,000 (US$10,000 + US$5,000) sedangkan carryforward adalah sisa kerugian yang belum dikompensasi yaitu sebesar US$25,000. Sehingga bisa dihitung manfaat pajak dari carryback sebesar 30% x US$15,000 = US$4,500 dan manfaat dari carryforward sebesar 30% x US$25,000 = US$7,500. Jurnal yang dapat dibuat untuk mencatat transaksi ini sebagai berikut:o Piutang Pengembalian Pajak Penghasilan ................... 4.500

Aset Pajak Tangguhan – NOL Carryforward ................ 7,500Manfaat Pajak Penghasilan dari NOL Carryback ............... 4,500Manfaat Pajak Penghasilan dari NOL Carryforward ........... 7,500

PSAK Nomor 46 paragraf 26 dan 27 (SAK, 2007: 46.7) menyatakan bahwa saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi diakui sebesar aset pajak tangguhan apabila besar kemungkinan bahwa laba fiskal pada masa depan memadai untuk dikompensasi. Apabila laba fiskal tidak mungkin tersedia dalam jumlah yang memadai untuk dapat dikompensasi dengan saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi, maka aset pajak tangguhan tidak diakui.

PENGAKUAN, PENGUKURAN DAN PENYAJIAN PAJAK PENGHASILAN TANGGUHAN

FASB Statement Nomor 109 memberikan penjelasan tentang pengakuan (recognized) kewajiban pajak tangguhan dan aset pajak tangguhan seperti berikut ini: A deferred tax liability is recognized for temporary differences that will result

in taxable amounts in future years. A deferred tax asset is recognized for temporary differences that will result in

deductible amounts in future years and for carryforwards.Jadi kewajiban pajak tangguhan akan diakui bila ada beda waktu dengan suatu jumlah yang akan dipajaki di masa depan. Sedangkan aset pajak tangguhan akan diakui bila ada perbedaan sementara (beda waktu) untuk suatu jumlah pajak yang dapat dikurangkan di masa depan dan kompensasi kerugian ke tahun-tahun berikutnya.

Kemudian untuk pengukuran (measurement) pajak tangguhan FASB Statement Nomor 109 memberikan pernyataan seperti berikut ini: This Statement establishes procedures to (a) measure deferred tax liabilities

and assets using a tax rate convention and (b) assess whether a valuation allowance should be established for deferred tax assets. Enacted tax laws and rates are considered in determining the applicable tax rate and in assessing the need for a valuation allowance. All available evidence, both positive and negative, is considered to determine whether, based on the weight of that

34

Page 35: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

evidence, a valuation allowance is needed for some portion or all of a deferred tax asset

Mengenai pengukuran pajak tangguhan ini PSAK Nomor 46 paragraf 28 sampai dengan 31 (SAK, 2007: 46.7) menyatakan antara lain: Aset dan kewajiban pajak tangguhan harus diukur menggunakan tarif pajak

yang akan berlaku pada saat aset dipulihkan atau kewajiban dilunasi, yaitu dengan tarif pajak (peraturan pajak) yang telah berlaku atau yang telah secara substantif berlaku pada tanggal neraca.

Pada setiap tanggal neraca, badan usaha menilai kembali aset pajak tangguhan yang tidak diakui. Badan usaha mengakui aset pajak tangguhan yang sebelumnya tidak diakui apabila besar kemungkinan bahwa laba fiskal pada masa depan akan tersedia untuk pemulihannya.

Jadi aset dan kewajiban pajak tangguhan akan diukur dengan menggunakan tarif pajak yang akan berlaku pada saat aset dipulihkan/dibalikkan atau kewajiban dilunasi. PSAK Nomor 46 paragraf 45 sampai dengan 47 (SAK, 2007: 46.10) mengatur tentang penyajian aset dan kewajiban pajak tangguhan yang menyatakan : Aset pajak dan kewajiban pajak harus disajikan terpisah dari aset dan

kewajiban lainnya dalam neraca. Aset pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan harus dibedakan dari aset pajak kini dan kewajiban pajak kini.

Apabila dalam laporan keuangan suatu badan usaha, aset dan kewajiban lancar disajikan terpisah dari aset dan kewajiban tidak lancar, maka aset (kewajiban) pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aset (kewajiban) lancar.

Aset pajak kini harus dikompensasi (offset) dengan kewajiban pajak kini dan jumlah netonya harus disajikan dalam neraca.

Jadi menurut PSAK Nomor 46 aset (kewajiban) pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aset (kewajiban) lancar artinya harus diklasifikasikan sebagai aset (kewajiban) tidak lancar.

PENGERTIAN ASET DAN KEWAJIBAN Ada banyak definisi dari aset (asset) yang diberikan oleh para ahli, di

antaranya adalah seperti di bawah ini: Financial Accounting Standard Board (FASB) dalam Statement of Financial

Accounting Concepts Nomor 6 tentang Elements of Financial Statements memberikan definisi: assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a particular entity as a result of past transactions or events.

Bazley et al. (2007: 122) memberikan definisi: assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a company as a result of past transactions or events. Definisi ini sama dengan definisi dari FASB hanya berbeda pada kata “a particular entity” di definisi FASB yang pada definisi Bazley et al. diganti menjadi “a company”.

Stice et al. (2007: 94) memberikan definisi: assets are probable future economic benefit obtained or controlled by a particular entity as a result of past transactions or events. Definisi ini sama dengan definisi dari FASB.

International Accounting Standard (IAS) dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statements) memberikan definisi sebagai berikut: an asset is a resource controlled by the enterprise as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to the enterprise.

35

Page 36: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) tentang Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (SAK, 2007: 9) memberikan definisi: aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh badan usaha sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh oleh badan usaha. Definisi ini sama persis dengan definisi dari IAS.

Jika dilihat dari definisi yang diberikan mengenai aset seperti terlihat di atas nampak bahwa secara umum definisi yang diuraikan di atas dapat dikategorikan ke dalam 2 kelompok, yaitu kelompok pertama yang mengadopsi definisi dari FASB dan kelompok kedua yang mengadopsi definisi dari IAS. Nampak pula definisi dari FASB dan IAS secara prinsip tidak berbeda. Namun perlu dicatat masih banyak definisi-definisi lain tentang aset yang dikemukakan oleh para ahli, tidak hanya terbatas pada 2 kelompok definisi yang mengacu pada definisi FASB dan IAS. Tetapi karena dua definisi ini yang banyak digunakan sebagai acuan, maka 2 definisi ini yang diuraikan dan akan dijadikan acuan pada tulisan ini. Bila mengacu pada definisi dari FASB, maka komponen utama yang penting dari definisi aset dapat diuraikan sebagai berikut: Probable Future Economic Benefits

Karena aset memberikan manfaat masa depan, maka digunakan istilah probable (cukup pasti). Untuk economic benefits di sini dapat dimaknai sebagai economic resources. Suatu benda dapat dikatakan sebagai economic resources apabila memiliki 2 karakteristik, yaitu kelangkaan dan manfaat.Menurut APB Statement Nomor 4 contoh dari economic resources adalah :a. Productive resources yang bisa berupa bahan baku, mesin, peralatan,

sumber daya alam, paten dan aktiva tidak berwujud lainnya, jasa dan hak kontrak untuk menggunakan mesin, peralatan, bangunan dari pihak lain.

b. Produk yaitu barang yang siap untuk dijual (persediaan).c. Uang (kas dan setara kas).d. Tagihan atas sejumlah uang (piutang).e. Kepemilikan pada badan usaha lain (investasi pada badan usaha lain).

Obtained or ControlledSuatu aset dapat diakui sebagai milik badan usaha apabila diperoleh dan dikendalikan oleh badan usaha. Masalah ini menjadi penting, karena banyak yang memaknainya sebagai kepemilikan (hak milik) atas aset. Padahal yang lebih penting bukan kepemilikan aset, tetapi pengendalian dari aset tersebut. Contoh: badan usaha membeli mesin secara kredit dengan jangka waktu pembayaran selama 10 tahun. Pada saat pembelian badan usaha dapat mencatat mesin sebagai asetnya, walaupun belum ada bukti kepemilikan. Yang penting di sini badan usaha sudah dapat mengendalikan mesin tersebut (dapat digunakan). Contoh yang lain adalah: badan usaha melakukan sewa guna usaha (leasing) mesin dengan jenis capital lease, maka pada saat kontrak lease ditandatangani mesin tersebut sudah dapat diakui sebagai aset leasing (aktiva sewa guna usaha) badan usaha, padahal tidak ada bukti kepemilikan. Pengakuan sebagai aset di sini melihat dari pengendalian mesin tersebut.

Result of Past Transaction or EventSuatu aset dapat diakui jika disertai dengan adanya transaksi atau kejadian yang berhubungan dengan perolehan aset tersebut. Transaksi dan kejadian di sini harus sudah terjadi di masa lalu. Contoh: suatu mesin bisa diakui sebagai

36

Page 37: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

aset apabila ada transaksi pembelian atau kontrak sewa guna usaha terlebih dahulu. Suatu kondisi yang masih belum pasti (kontinjensi) tidak dapat diakui sebagai aset. Untuk kejadian (event) di sini kadang menimbulkan konflik, yaitu kejadian bagaimana yang dapat menimbulkan aset? Apakah tanda tangan suatu kontrak sama dengan kejadian? Banyak kontrak yang disebut sebagai executory contract, seperti perjanjian sewa-menyewa yang baru akan diakui sebagai aset setelah dilaksanakannya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam kontrak tersebut. Tetapi apabila terdapat kontrak untuk membeli mesin pada tahun 2010 dan tidak ada pemenuhan perjanjian apapun saat ini, maka tetap tidak diakui sebagai aset.

ExchangeabilityWalaupun tidak terdapat dalam definisi dari FASB, namun beberapa akuntan setuju untuk memasukkan komponen exchangeability dalam definisi aset. Mereka berargumen suatu barang yang kurang memiliki kemampuan untuk dipertukarkan akan kurang memiliki nilai ekonomis. Yang menjadi masalah apabila unsur exchangeability dimasukkan sebagai kriteria untuk menilai goodwill. Goodwill tidak dapat dipertukarkan sebagai komponen terpisah dari keseluruhan badan usaha, sehingga pasti tidak memiliki kemampuan exchangeability. Tetapi pendapat tentang exchangeability itu sendiri masih diperdebatkan, ada juga yang menolak dan FASB sendiri tidak memasukkannya dalam kriteria aset.

Sedangkan untuk kewajiban beberapa definisi yang diberikan oleh para ahli adalah seperti di bawah ini: FASB dalam Statement of Financial Accounting Concepts Nomor 6 tentang

Elements of Financial Statements memberikan definisi sebagai berikut: liabilities are probable future sacrifices of economic benefits arising from present obligations of a particular entity to transfer assets or provide services to other entities in the future as a result of past transactions or events.

Bazley et al. (2007: 122) memberikan definisi sebagai berikut: liabilities are the probable future sacrifices of economic benefits arising from present obligations of a company to transfer assets or provide services in the future as a result of past transactions or events. Definisi ini sama dengan definisi dari FASB hanya berbeda pada kata “a particular entity” di definisi FASB, yang pada definisi Bazley et al. diganti menjadi “a company”. Demikian pula kata “to other entities” pada definisi Bazley et al. dihilangkan.

Stice et al. (2007: 94) memberikan definisi: liabilities are probable future sacrifices of economic benefits arising from present obligations of a particular entity to transfer assets or provide services to other entities in the future as a result of past transactions or events. Definisi ini sama dengan definisi dari FASB.

International Accounting Standard (IAS) dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statements) memberikan definisi sebagai berikut: a liability is a present obligation of the entrerprise arising from past events, the settlement of which is expected to result in an outflow from the enterprise of resources embodying economics benefits.

Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) tentang Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (SAK, 2007: 9) memberikan definisi kewajiban sebagai berikut

37

Page 38: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

berikut: kewajiban adalah utang badan usaha masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus ke luar dari sumber daya badan usaha yang mengandung manfaat ekonomi. Definisi ini sama persis dengan definisi dari IAS.

Jika dilihat dari definisi yang diberikan mengenai liability seperti terlihat di atas nampak bahwa sama dengan pada definisi mengenai aset, secara umum definisi yang diuraikan untuk liability dapat dikategorikan ke dalam 2 kelompok, yaitu kelompok pertama yang mengadopsi definisi dari FASB dan kelompok kedua yang mengadopsi definisi dari IAS. Nampak pula definisi dari FASB dan IAS secara prinsip tidak berbeda. Namun sama dengan uraian definisi aset di atas, perlu dicatat masih banyak definisi-definisi lain tentang kewajiban yang dikemukakan oleh para ahli, tidak hanya terbatas pada 2 kelompok definisi yang mengacu pada definisi FASB dan IAS. Tetapi karena dua definisi ini yang banyak digunakan sebagai acuan, maka 2 definisi ini yang diuraikan dan menjadi acuan pada tulisan ini.Bila mengacu pada definisi dari FASB, maka komponen utama yang penting dari definisi kewajiban dapat diuraikan sebagai berikut:

Obligation.Istilah obligation dapat diterjemahkan sebagai kewajiban, di mana dalam kewajiban ini tercakup komitmen legal, moral, sosial dan kewajiban yang tersirat. Dalam hal ini berlaku ungkapan substansi mengungguli bentuk. Sebagian besar kewajiban memiliki kepastian hukum tetapi beberapa masih berdasarkan kewajiban yang bersifat equitable and constructive. Contoh equitable adalah kewajiban untuk mengganti barang cacat walaupun tidak ada dalam perjanjian, sedangkan constructive misalnya untuk vocation pay pegawai di akhir tahun walaupun tidak ada perjanjian terdahulu.

To transfer assets or provide services to other entities.Jadi kewajiban mengakibatkan klaim khusus atas aset atau jasa di masa depan dan bersifat probable (cukup pasti). Jika yang diklaim di masa depan bukan aset atau jasa, tetapi saham badan usaha itu sendiri, maka bukan termasuk kewajiban.

Result of past Transaction or Event.Kewajiban timbul dengan didahului terjadi transaksi atau kejadian. Contoh: utang dagang bisa timbul setelah terjadi transaksi pembelian barang dagangan secara kredit. Sedangkan kejadian yang menimbulkan utang dagang adalah penerimaan barang dari penjual. Apabila yang terjadi adalah executory contract, maka apakah sudah dapat disamakan dengan past transaction or event? Executory contract tidak dapat disamakan dengan past transaction or event, kecuali jika sudah terjadi pemenuhan komponen-komponen dalam kontrak tersebut di antara kedua belah pihak. Bagaimana dengan loss contingencies? Untuk kontinjensi karena terjadinya belum pasti, maka menurut FASB dapat diakui sebagai kewajiban jika kepastian terjadinya probable dan jumlahnya dapat diestimasi. Apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan, maka tidak diakui sebagai kewajiban. Untuk beberapa hal badan usaha melakukan off-balance sheet financing sebagai cara manajemen untuk tetap mempertahankan rasio debt-equity (financial leverage). Contoh yang paling umum dari off-balance sheet financing adalah operating lease. Dalam operating lease, badan usaha akan memiliki kesempatan menggunakan aset tetapi tidak mengakui adanya aset dan kewajiban. Pengakuannya hanya

38

Page 39: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

sebagai biaya sewa saja. Tentu saja dengan operating lease, financial leverage badan usaha akan tetap terjaga.

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN ASET DAN KEWAJIBAN Menurut Kam (1990: 109-110) kriteria pengakuan (recognition) antara aset

dan kewajiban sama, tidak berbeda, yaitu terdiri dari:

1. Reliance on the law (kepastian hukum).Suatu aset atau kewajiban baru akan diakui bila keberadaan aset atau kewajiban tersebut secara hukum dapat ditentukan secara pasti, baik eksistensinya maupun besarnya. Hal ini lebih berhubungan dengan kebutuhan akan informasi yang lebih relevan dan reliabel.

2. Use of the conservatism principle (menggunakan prinsip konservatif).Dalam mengakui adanya suatu aset atau kewajiban digunakan prinsip konservatif atau kehati-hatian, di mana suatu aset atau kewajiban baru diakui bila sudah probable (cukup pasti) mengenai keberadaan dan jumlahnya. Hal ini lebih berhubungan dengan kebutuhan akan informasi yang realibel.

3. Determination of the economic substance of the transaction or event (penentuan dari makna ekonomis transaksi dan kejadian). Pengakuannya mengutamakan pada penetapan substansi ekonomis dari transaksi atau kejadian (substansi mengungguli bentuk). Hal ini lebih berhubungan dengan kebutuhan informasi yang relevan.

4. Ability to measure the value of the asset (kemampuan untuk melakukan pengukuran nilai aset).Baru diakui bila nilainya dapat diukur. Hal ini berhubungan dengan kebutuhan akan informasi yang reliabel.

Statement Financial Accounting Concept Nomor 5 menyatakan recognition suatu kewajiban dapat dilakukan bila memenuhi 4 kriteria berikut ini :1. Memenuhi definisi liability.2. Atas liability tersebut dapat dilakukan pengukuran dalam nilai nominal yaitu

satuan uang.Yang harus dapat diukur dalam nilai uang di sini baik monetary maupun non monetary liabilities.

3. Informasinya relevan.4. Informasinya realibel.

Kedua pendapat tersebut di atas mengenai recognition liabilities memiliki makna yang sama, yaitu intinya harus dapat menghasilkan informasi yang relevan dan reliabel serta dapat diukur dengan nilai moneter.

Proses pengukuran adalah memberikan nilai moneter atas suatu obyek atau kejadian pada suatu badan usaha. Di dalam akuntansi keuangan pengukuran ini lebih diarahkan dalam nilai moneter, sedangkan data yang bersifat non moneter tetap tidak boleh dilupakan seperti kapasitas produksi dalam ton karena sering relevan dalam pengambilan keputusan.

Seiring dengan semakin banyaknya pertukaran antara barang dan jasa dengan uang, maka yang umum digunakan dalam nilai pengukuran adalah memakai nilai tukar (nilai pasar), sehingga lebih relevan untuk pengguna eksternal. Pasar yang digunakan dapat dibagi menjadi pasar input dan pasar output, sehingga dapat dibuat pengukuran sebagai berikut:

39

Page 40: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Input Values Output ValuesPast Historical costs dengan 3 variasi, yaitu :

1. Prudent Costs2. Standard Costs3. Original Costs

Past selling prices/historical costs

Current Current input cost yang dapat diukur dari : replacement costs, appraisal value, fair value, net realizable value less a normal markup

Liquidation value

Future Expected costs, discounted future input costs

Expected realizable value, discounted future cash receipts or service potentials

Penjelasan masing-masing adalah sebagai berikut : Prudent cost adalah cost yang dibayarkan dalam jumlah normal sesuai dengan

nilai aset atau aktivitas yang dilakukan (normal cost). Standard cost adalah cost yang telah dibuat standar sesuai dengan asumsi

tertentu. Original cost adalah cost pertama kali saat property dijual kepada umum. Current cost adalah harga yang ada sekarang untuk mendapatkan aset yang

sama dengan yang dibeli terdahulu (perhitungan nilai ini dapat dengan replacement cost, appraisal value atau net realizable value less a normal markup).

Expected costs & discounted future input costs adalah nilai yang diharapkan diterima di masa depan (jika jangka waktu masa depan pendek, maka tidak perlu dilakukan discounted, tetapi apabila jangka waktunya panjang perlu ada discounted).

Untuk yang ouput value memiliki makna yang sama tetapi obyeknya adalah barang yang sudah jadi siap untuk dijual, sebaliknya dalam input value masih bahan baku atau input yang digunakan dalam proses produksi. Selain pengukuran di atas dikenal juga lower cost or market measures yaitu memilih antara cost dengan market mana yang lebih rendah untuk dipakai dalam mengukur nilai. Tujuan melakukan pengukuran aset ini dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :1. Memenuhi syntactic objectives yaitu menentukan pilihan pengukuran mana

yang digunakan dengan pertimbangan lebih pada pendekatan asset-liability atau revenue-expense.

2. Memenuhi semantic objectives yaitu semua pengukuran yang digunakan dalam akuntansi harus dapat dipertanggungjawabkan.

3. Memenuhi pragmatic objectives yaitu semua pengukuran yang digunakan harus memberikan manfaat atau relevance bagi para pengguna informasi.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam uraian di atas sudah dijelaskan bahwa karena prinsip-prinsip

akuntansi yang digunakan oleh Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Indonesia, Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) Amerika Serikat, International Accounting Standard (IAS) dan standar akuntansi lainnya yang berlaku di masing-masing negara berbeda dengan ketentuan yang berlaku pada Undang-Undang Perpajakan di masing-masing negara, sehingga menyebabkan

40

Page 41: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

laba akuntansi (laba komersial) secara umum berbeda dengan laba fiskal (laba kena pajak). Perbedaan yang terjadi dapat dibedakan atas beda waktu (beda sementara/temporary differences) dan beda permanen (permanent differences). Beda tetap tidak akan mempengaruhi penyajian laporan keuangan periode-periode berikutnya, sedangkan beda waktu akan mempengaruhi penyajian laporan keuangan pada beberapa periode dan karenanya harus dicatat dalam laporan keuangan. Beda waktu itu dikenal sebagai originating difference. Pada periode berikutnya originating difference akan membalik dan pembalikannya dikenal sebagai reversing difference.

Seperti yang telah diuraikan di atas secara konseptual ada 2 metode untuk memperlakukan beda waktu yaitu no interperiod tax allocation dan interperiod tax allocation. Bila menggunakan metode no interperiod tax allocation, maka tidak ada tindak lanjut mengenai beda waktu. Untuk Interperiod tax allocation dapat dibedakan atas comprehensive allocation dan partial allocation. Kedua allocation di atas dapat diterapkan dengan menggunakan 3 metode, yaitu asset/liability method (using enacted future tax rates), deferred method (using originating tax rates) dan net-of-tax method. Jadi ada 3 metode yang dapat digunakan untuk memperlakukan beda waktu. Berikut ini akan diuraikan masing-masing metode tersebut dan dianalisis apakah penggunaan metode ini akan menimbulkan perkiraan pada kelompok aset dan kewajiban yang sudah sesuai dengan teori akuntansi.

DEFERRED METHODDeferred method menggunakan pendekatan laporan laba rugi (income

statement approach). Metode ini berdasarkan pada konsep bahwa biaya pajak penghasilan dihubungkan dengan periode di mana penghasilan diakui. Dampak pajak dari beda waktu adalah perbedaan antara pajak penghasilan yang dihitung dengan dan tanpa beda waktu. Perbedaan antara biaya pajak penghasilan dan pajak penghasilan saat ini yang terutang didebit atau dikredit pada perkiraan pajak penghasilan tangguhan.

Pajak penghasilan tangguhan dilaporkan di neraca sebagai deferred tax credit atau deferred tax charge. Jumlah pajak tangguhan yang dilaporkan di neraca adalah efek dari beda waktu yang akan membalik pada masa yang akan datang dan diukur menggunakan tarif dan hukum pajak penghasilan yang berlaku pada periode ketika beda waktu(difference originated) timbul. Tidak ada penyesuaian yang dibuat untuk pajak tangguhan karena perubahan tarif dan hukum pajak yang terjadi sesudah periode terjadinya beda waktu. Ketika pajak tangguhan membalik, efek pajak dicatat pada tarif pajak periode terjadinya beda waktu.

Kelemahan utama dari metode ini adalah baik deferred tax credit maupun deferred tax charge tidak memiliki karakteristik esensial dari aset atau kewajiban. Metode deferred tidak menggunakan tarif pajak yang akan berlaku ketika beda waktu dibalikkan, sehingga tidak dapat diukur probable future benefits or sacrifices. Karena itu maka deferred tax credit maupun deferred tax charge tidak memenuhi definisi dari aset dan kewajiban sesuai FASB Statement Financial Accounting Concepts Nomor 6. Saldo pajak tangguhan di sini secara sederhana hanya mewakili efek kumulatif dari beda waktu menunggu disesuaikan melalui proses matching ke beberapa periode akuntansi yang akan datang.

41

Page 42: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Para pendukung metode deferred ini memberikan alasan mengenai penggunaan metode deferred:1. Laporan laba rugi adalah laporan keuangan yang terpenting dan matching

adalah aspek kritikal dari proses akuntansi. Jadi adalah satu hal yang kecil bila pajak tangguhan secara konseptual bukan merupakan aset atau kewajiban.

2. Pajak tangguhan adalah hasil dari transaksi atau kejadian historis yang menimbulkan beda waktu. Karena akuntansi melaporkan kebanyakan kejadian ekonomi dengan dasar biaya historis, maka pajak tangguhan akan dilaporkan pula dengan cara yang sama.

3. Tarif pajak penghasilan historis dapat diverifikasi. Pelaporan pajak tangguhan berdasarkan tarif pajak historis meningkatkan reliabiliti informasi akuntansi.

ASSET/LIABILITY METHODMetode asset/liability berorientasi pada pendekatan neraca (balance sheet

approach). Fokus dari metode ini pada pelaporan total manfaat pajak atau pajak terutang yang akan secara riil direalisasi atau dinilai dari beda waktu ketika terjadi pembalikan. Secara teori, tarif pajak masa akan datang yang akan digunakan diestimasi berdasarkan harapan mengenai perubahan hukum pajak masa yang akan datang. Metode ini mensyaratkan penggunaan tarif pajak masa akan datang untuk menetapkan saldo aset dan kewajiban pajak tangguhan periode sekarang berdasarkan hukum pajak yang akan berlaku pada saat pembalikan terjadi. Penyesuaian-penyesuaian dilakukan terhadap aset dan kewajiban pajak tangguhan untuk perubahan-perubahan yang terjadi pada tarif dan hukum pajak ketika perubahan tersebut diberlakukan.

Pajak tangguhan yang timbul akan dicatat dalam perkiraan kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liability) dan aset pajak tangguhan (deferred tax asset). Saldo dari kewajiban pajak tangguhan dapat disajikan sebagai probable future sacrifices (contoh pembayaran pajak berdasarkan tarif pajak masa yang akan datang) yang timbul dari kewajiban saat ini sebagai hasil dari transaksi yang terjadi di masa lalu (originating difference). Saldo dari aset pajak tangguhan dapat disajikan sebagai probable future economic benefits (contoh manfaat pajak yang dapat digunakan memenuhi kewajiban pembayaran pajak masa akan datang berdasarkan tarif pajak masa yang akan datang) yang timbul sebagai hasil dari transaksi yang terjadi di masa lalu (originating difference).

Deferred taxes yang timbul dari penggunaan metode ini memenuhi definisi konseptual aset dan kewajiban dari FASB Statement Financial Accounting Concepts Nomor 6. Pajak tangguhan mengukur arus sumber daya masa akan datang yang dihasilkan dari transaksi atau kejadian yang telah diakui untuk tujuan akuntansi keuangan. Pendukung dari metode asset/liability memberikan alasan mendukung metode ini karena antara lain:1. Neraca menjadi laporan keuangan yang lebih penting. Pelaporan pajak

tangguhan berdasarkan tarif pajak yang diharapkan ketika beda waktu membalik meningkatkan nilai prediksi dari arus kas masa akan datang, likuiditas dan fleksibilitas keuangan.

2. Pelaporan pajak tangguhan berdasarkan tarif pajak yang diharapkan secara konseptual lebih baik karena jumlah yang dilaporkan merepresentasikan

42

Page 43: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

kemungkinan future economic sacrifices (future tax payment) atau economic benefit (future reduction in taxes).

3. Pajak tangguhan mungkin merupakan hasil dari transaksi historis, tetapi sesuai definisi, mereka adalah merupakan pajak yang ditangguhkan dan akan dibayar (atau akan dikurangi pajaknya) di masa akan datang dengan tarif pajak masa akan datang.

4. Estimasi digunakan secara luas di dalam akuntansi. Penggunaan tarif pajak masa akan datang yang diestimasi untuk pajak tangguhan tidak lebih dari suatu masalah verifiability dan reliability.

5. Karena biaya pajak berasal dari perubahan pada nilai neraca, pengukurannya konsisten dengan definisi comprehensive income.

NET-OF-TAX-METHOD Dengan metode ini, efek dari pajak penghasilan dari beda waktu dihitung

dan kemudian disajikan di neraca tidak dalam perkiraan sendiri yang terpisah namun diperlakukan sebagai penyesuaian dari perkiraan yang menyebabkan timbulnya beda waktu. Umumnya, perkiraan yang menyebabkan timbulnya beda waktu disesuaikan melalui penggunaan valuation allowance. Misalkan jika beda waktu disebabkan tambahan biaya penyusutan, maka efek pajak yang berhubungan akan dikurangkan (sebagai perkiraan valuation) dari nilai perolehan aset (bersama-sama dengan akumulasi penyusutan) untuk menetapkan carrying value dari aset yang didepresiasi. Pembalikan dari beda waktu akan mengurangi perkiraan valuation allowance.

Metode ini cenderung terlalu kompleks dan mendistoris konsep tradisional untuk pengukuran aset dan kewajiban. Jadi perkiraan valuation allowance yang timbul dari penggunaan metode ini tidak memenuhi kriteria esensial untuk dikategorikan sebagai aset atau kewajiban seperti definisi konseptual aset dan kewajiban dari FASB Statement Financial Accounting Concepts Nomor 6.

Dari ketiga metode ini hanya metode asset/liability yang menimbulkan perkiraan aset dan kewajiban pajak tangguhan yang memenuhi kriteria definisi konseptual aset dan kewajiban dari FASB Statement Financial Accounting Concepts Nomor 6. Berikut ini akan diuraikan lebih lanjut tentang kedua perkiraan ini, yaitu kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liability) dan aset pajak tangguhan (deferred tax asset).

KEWAJIBAN PAJAK TANGGUHAN (DEFERRED TAX LIABILITY)Ada 3 karakteristik esensial dari liability, yaitu: (1) it must embody a present

responsibility to another entity that involves settlement by probable future transfer or use of assets at a specified or determinable date, on occurence of a specified event, or on demand; (2) the responsibiliy obligates the entity, leaving it little or no discretion to avoid the future sacrifice; and (3) the transaction or event obligating the entity has already happend. Karakteristik pertama dipenuhi oleh kewajiban pajak tangguhan sebab (a) konsekwensi dari pajak tangguhan berasal dari persyaratan hukum pajak dan oleh karena itu bertanggungjawab kepada pemerintah; (b) penyelesaiannya akan melibatkan transfer masa akan datang yang cukup pasti atau menggunakan aset ketika pajak dibayar, dan (c) penyelesaiannya diakibatkan oleh kejadian tertentu yang ditentukan oleh hukum pajak. Karakteristik kedua dipenuhi sebab berdasarkan aturan dan regulasi pajak dari pemerintah, pajak penghasilan pasti akan dibayar ketika beda waktu mengakibatkan jumlah neto yang dapat dipajak di tahun-tahun yang akan datang.

43

Page 44: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Karakteristik ketiga terpenuhi karena kejadian masa lalu yang menimbulkan beda waktu adalah kejadian sama masa lalu yang mengakibatkan kewajiban pajak tangguhan. Jadi kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liability) memenuhi persyaratan dari suatu kewajiban.

ASET PAJAK TANGGUHAN (DEFERRED TAX ASSET) Ada 3 karakteristik esensial dari asset, yaitu : (1) it must embody a probable future benefit that involves a capacity to contribute to future net cash inflows; (2) the entity must be able to obtain the benefit and control other entities’ access to it; and (3) the transaction or other event resulting in the entity’s right to or control of the benefit must already have occured. Karakteristik pertama dipenuhi karena manfaat pajak dijamin. Ketika tahun yang akan datang secara riil terjadi, jumlah yang dapat dikurangkan akan digunakan untuk mengurangi pajak penghasilan aktual untuk tahun itu, atau jumlah yang dapat dikurangkan akan mengakibatkan restitusi pajak. Karakteristik kedua dipenuhi karena entitas akan mempunyai hak eksklusif dari manfaat pajak hasil dari carryback. Karakteristik ketiga juga dipenuhi karena entitas harus memperoleh penghasilan yang dapat dipajaki pada tahun ini atau tahun-tahun yang lalu untuk suatu carryback yang dipertimbangkan dapat direalisasi.

Pada sisi lain, jumlah neto yang dapat dikurangkan tidak dapat di-carryback ke periode saat ini atau sebelumnya atau net operating loss carryforward yang tidak digunakan tidak mempunyai jaminan untuk direstitusi. Pengurangan ini harus dibawa ke tahun yang akan datang agar menghasilkan manfaat pajak. Konsekwensinya, entitas harus mempunyai penghasilan masa akan datang yang dapat dipajaki untuk manfaat pajak masa akan datang yang terjadi. Karena perolehan penghasilan di tahun-tahun akan datang belum terjadi dan tidak menjadi asumsi sifat dari penyiapan laporan keuangan, karakteristik ketiga tidak terpenuhi untuk jumlah pengurangan neto yang tidak dapat di-carryback untuk menghasilkan suatu restitusi pajak yang sudah dibayar. Ini juga tidak terpenuhi untuk net operating loss carryforwards. Dengan kata lain, item-item ini merepresentasikan laba kontinjensi yang mungkin tidak direalisasi.

Konsekwensi pajak tangguhan dari beda waktu yang mengakibatkan jumlah yang dapat dikurangkan neto di masa akan datang yang mungkin di-carryback ke tahun ini dan sebelumnya adalah aset. Tetapi FASB Statement Financial Accounting Standard Nomor 96 membatasi pengakuan manfaat dari semua jumlah pengurangan neto lain ke pengurangan dari kewajiban pajak tangguhan. Berdasarkan statement ini mereka tidak dapat dicatat sebagai aset – perlakuannya secara konsisten adalah dengan memperlakukan sebagai laba kontinjensi lain-lain.

Dari uraian pembahasan di atas, dapat disarikan beberapa hasil pembahasan dan analisis dari bagian ini sebagai berikut :1. Dari ketiga metode interperiod tax allocation yang dapat digunakan, yaitu :

asset/liability method, deferred method dan net-of-tax method hanya asset/liability method yang menunjukkan bahwa perkiraan kewajiban dan aset pajak tangguhan yang digunakan oleh metode ini yang telah memenuhi kriteria definisi aset dan kewajiban dari FASB Statement Financial Accounting Concepts Nomor 6. Karenanya eksistensinya sebagai pos aset dan kewajiban sangat kuat, karena sudah memenuhi kriteria persyaratan definisi yang ditentukan.

44

Page 45: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

2. Namun untuk aset pajak tangguhan yang timbul dari NOL carryback dan NOL carryforward tidak memenuhi kriteria definisi aset dan kewajiban dari FASB Statement Financial Accounting Concepts Nomor 6.

KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan pada bagian-bagian sebelumnya dapat dibuat

kesimpulan sebagai berikut :1. Perbedaan antara laba komersial dan laba fiskal dapat disebabkan oleh beda tetap

dan beda waktu.2. Beda waktu dapat diabaikan (no interperiod tax allocation) dan dicatat di dalam

neraca (interperiod tax allocation).3. Ada 3 metode yang dapat digunakan dalam interperiod tax allocation, yaitu

asset/liability method, , deferred method dan net-of-tax method.4. Dari ketiga metode interperiod tax allocation yang memenuhi kriteria penyajian

perkiraan pajak tangguhan sesuai dengan definisi aset dan kewajiban adalah metode asset/liability.

5. Kewajiban pajak tangguhan dan aset pajak tangguhan yang timbul dari metode interperiod tax allocation asset/liability secara konseptual memenuhi kriteria persyaratan sebagai kewajiban dan aset, dan oleh karenanya eksistensinya di dalam neraca sangat kuat.

6. Aset pajak tangguhan yang timbul dari NOL carryback dan NOL carryforward tidak memenuhi kriteria aset dan akan diperlakukan sebagai keuntungan kontinjensi lain-lain.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

APB Statement Nomor 4.

Bazley, John D., Loren A. Nikolai and Jefferson P. Jones, 2007, Intermediate Accounting, 10th Edition, International Student Edition, Thomson – South Western Publishing.

Belkaoui and Ahmed Riahi, 2004, Accounting Theory, 5th Edition, Thomson Learning, 5 Shenton Way, Singapore 068808.

FASB, Statement Financial Accounting Concepts Nomor 5.

FASB, Statement Financial Accounting Concepts Nomor 6.

FASB, Statement Financial Accounting Standards Nomor 96.

FASB, Statement Financial Accounting Standards Nomor 109.

Greuning, Hennie Van, 2005, International Financial Reporting Standards: A Practical Guide, Edisi Bahasa Indonesia, Salemba Empat, Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2007, Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta.

International Accounting Standard Committee, 2000, International Accounting Standards: Explained, John Wiley & Sons Ltd., Baffins Lane, Chichester, West Sussex PO191UD, England.

Kam, Vernon, 1990, Accounting Theory, 2nd Edition, John Wiley & Sons Ltd, New York.

Schroeder, Richard G. and Myrtle Clark, 1995, Accounting Theory : Text and Reading, Fifth Edition, John Wiley & Sons Inc.

45

Page 46: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Scott, 2006, Financial Accounting Theory, 4th Edition, Pearson Prentice Hall.

Stice, James D., Earl K. Stice and K. Fred Skousen, 2007, Intermediate Accounting, 16th Edition, Thomson – South Western Publishing.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

46

Page 47: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

HUBUNGAN PERCEIVED SERVICE QUALITY DAN LOYALITAS: PERAN TRUST DAN SATISFACTION SEBAGAI MEDIATOR

Licen Indahwati DarsonoFakultas Ekonomi, Unika Widya Mandala Surabaya

Abstract

Customer loyalty is the most valuable asset for the company. Several previous studies find that customer loyalty has a positive effect on company’s profitability. But, in today marketplace, managing customer loyalty is a daunting task. Marketer must clearly understand the loyalty concept, so they can find out loyalty’s antecedent and manage loyalty from that antecedent. The purpose of this research is to investigate perceived service quality, trust, and satisfaction contribution to the loyalty creation.

The object of this research is higher education institution, and the subjects are undergraduate students at Widya Mandala Chatolic University. Reliability and validity check find that research instrument has achieved reliability, convergent validity, and discriminant validity criteria. The results support all hypotheses with the exception for perceived service quality-loyalty relationship. Perceived service quality does not have significant direct effect on loyalty. Therefore, perceived service quality does not have direct contribution for loyalty building, the contribution is indirect through satisfaction and trust. The results also find a strong support about satisfaction and trust role as a mediator of perceived service quality-loyalty relationships.

Keywords: perceived service quality, trust, satisfaction, loyalty

PENDAHULUAN

Sebuah institusi pendidikan tinggi dipandang oleh Jern (2005) sebagai institusi yang aktivitas intinya adalah memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang cara untuk mendapat pengetahuan secara kontinyu, menginvestigasi dan menciptakan pengetahuan baru. Aktivitas tersebut dapat berjalan jika institusi memiliki resources sebagai berikut: (1) mahasiswa; (2) reputasi; (3) sarana dan prasarana yang memadai; (4) pembiayaan (funding). Namun, ada persaingan untuk memperoleh resources tersebut. Persaingan semakin ketat karena dunia tidak lagi bulat, melainkan datar (Friedman seperti dikutip Adhikarya, 2005). Liberalisasi dan perkembangan teknologi membawa implikasi pada penyebaran informasi lebih cepat, dan mobilitas resources yang lebih tinggi. Sudut pandang para akademisi (Jern, 2005; Kanjananiyot, 2005) tentang realita institusi pendidikan tinggi saat ini dan di masa mendatang menunjukkan bahwa institusi pendidikan tinggi juga membutuhkan pelanggan yang loyal.

Walaupun dunia pendidikan dikatakan berbeda dengan dunia bisnis, tetapi untuk menjalankan kegiatan akademis, dunia pendidikan membutuhkan dana operasional. Fakta yang terjadi di Indonesia, kebanyakan perguruan tinggi hanya mengandalkan dana yang bersumber dari mahasiswa. Hal ini diperparah dengan menjamurnya institusi pendidikan di Indonesia, ada 62 perguruan tinggi negeri

47

Page 48: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

dan 120 perguruan tinggi swasta (dikti.org, 2005). Akibatnya, institusi yang tidak berhasil memperoleh mahasiswa dalam jumlah cukup terancam untuk ditutup. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di luar negeri (Thurau, Langer, dan Hansen, 2001). Sebagian kecil institusi pendidikan tinggi di negara maju, seperti MacQuarie University di Australia telah berhasil memperoleh sumber pembiayaan di luar mahasiswa melalui program industry and community outreach and partnering (Yerbury, 2005).

Perspektif pemasaran melihat kegagalan institusi pendidikan tinggi dalam persaingan memperebutkan resources lebih banyak disebabkan oleh pendekatan pemasaran dan pemahaman terminologi pelanggan yang keliru. Institusi pendidikan tinggi yang gagal menganut pendekatan transaksi (transactional marketing) dalam pengelolaannya, serta hanya menganggap mahasiswa sebagai pelanggan. Sebaliknya, institusi pendidikan tinggi yang berhasil, menganut pendekatan hubungan (relationship marketing) dalam pengelolaannya, serta menganut paradigma pelanggan yang lebih luas. Mahasiswa dipandang sebagai pelanggan eksternal tidak hanya untuk saat ini, tetapi juga di masa mendatang, dengan pertimbangan setelah lulus mahasiswa tersebut memiliki potensi untuk memberikan rekomendasi positif tentang almamater-nya, bahkan mendukung pembiayaan almamater-nya melalui serangkaian partnership.

Implementasi konsep relationship marketing memungkinkan adanya loyalitas pelanggan, karena relationship marketing berusaha memantapkan, memelihara, dan memperkuat hubungan antara organisasi dengan pelanggan, dengan memandang pelanggan sebagai partner (Dwyer, Schurr, dan Oh, 1987; Zulganef, 2002). Pelanggan yang loyal dapat memantapkan sumber pembiayaan institusi, sekaligus menjadi strong word of mouth mempunyai kecenderungan lebih rendah untuk berpindah (switch), kurang sensitif terhadap harga, menciptakan business referrals (Bowen dan Chen, 2001; Rowley dan Dawes, 2000; Hallowell, 1996). Oleh karena itu, isu loyalitas tidak hanya penting bagi bisnis komersial, tetapi juga bagi dunia pendidikan tinggi. Otonomi kampus dan fenomena BHMN pada PTN, menjamurnya PTS, dan Sekolah Internasional menjadikan sektor pendidikan menjadi sangat kompetitif. Hal ini memotivasi peneliti untuk meneliti loyalitas mahasiswa di Unika Widya Mandala Surabaya.

Sebagai organisasi jasa, basis utama dunia pendidikan tinggi adalah layanan, sejak calon mahasiswa mendaftar, diterima, kemudian menjalani aktivitas akademis sampai dengan mahasiswa tersebut lulus, mahasiswa akan menemui proses layanan yang sifatnya dinamis dan tidak sama antara satu mahasiswa dengan mahasiswa lain. Mahasiswa A tidak pernah mendapatkan proses layanan transfer ke jurusan lain, karena mahasiswa A tidak pernah melakukan aktivitas transfer ke jurusan lain, sedangkan mahasiswa B pernah, karena mahasiswa B pernah transfer ke jurusan lain. Inilah yang disebut dengan proses dinamis dalam organisasi jasa, disebut dinamis karena layanan yang diperoleh sifatnya tidak rutin, tergantung dari permintaan dan kondisi pelanggan (Dasu dan Rao, 1999). Proses dinamis yang ada dalam perguruan tinggi mengakibatkan konsekuensi layanan yang diberikan dalam perguruan tinggi tidak dapat diprediksi. Layanan yang memuaskan tentunya akan memberikan konsekuensi perilaku yang positif, sebaliknya layanan yang tidak memuaskan akan memberikan konsekuensi perilaku yang negatif (Sabihaini, 2002; Dharmmesta dan Transistari, 2002). Berbagai studi empiris menunjukkan bahwa kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kepuasan (Sabihaini, 2002;

48

Page 49: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Dharmmesta dan Transistari, 2002), selanjutnya kepuasan memiliki potensi untuk membangun loyalitas (Hallowell, 1996; Mittal dan Lassar, 1998; Kandampully dan Suhartanto, 2000; Rowley dan Dawes, 2000). Oleh karena itu, perceived service quality dan satisfaction diinvestigasi kontribusinya dalam membangun loyalitas.

Kepercayaan (trust) mahasiswa terhadap institusi perguruan tinggi juga berpengaruh terhadap loyalitas mahasiswa. Pada saat mahasiswa mempercayai institusi tersebut, mahasiswa akan menggantungkan dirinya pada institusi tersebut dan memiliki komitmen dalam hubungan tersebut. Komitmen ini akan membuat individu memiliki niat untuk mempertahankan hubungan tersebut, yang direpresentasikan dengan tetap setia pada institusi tersebut. Doney dan Cannon (1997), Lau dan Lee (1999), serta Chaudhuri dan Holbrook (2001) yang menemukan bahwa trust adalah anteseden loyalitas. Oleh karena itu, trust juga diteliti kontribusinya dalam membangun loyalitas mahasiswa.

Secara rinci, artikel ini bertujuan untuk menginvestigasi pengaruh perceived service quality, satisfaction, dan trust terhadap loyalitas mahasiswa terhadap Unika Widya Mandala Surabaya, serta mengkaji peran satisfaction dan trust sebagai mediator hubungan antara perceived service quality dan loyalitas mahasiswa terhadap Unika Widya Mandala Surabaya.

LOYALITASAssael (1998: 130) mendefinisikan loyalitas sebagai “a favorable attitude

toward a brand resulting in consistent purchase of the brand over time.” Literatur-literatur pemasaran menyatakan bahwa loyalitas dapat dipahami dari dua dimensi sebagai berikut (Jacoby dan Kyner, 1973 seperti dikutip oleh Hallowel, 1996):1. Loyalty is behavioral, artinya loyalitas dapat dipahami sebagai konsep yang

menekankan pada runtutan pembelian, proporsi pembelian, probabilitas pembelian (Dick dan Basu, 1994). Pemahaman ini sering disebut pendekatan keperilakuan (behavioral approach).

2. Loyalty as an attitude, artinya loyalitas dipahami sebagai komitmen psikologis pelanggan terhadap obyek tertentu (Dharmmesta, 1999). Pemahaman ini sering disebut sebagai pendekatan attitudinal (attitudinal approach).

Mowen & Minor (1998) seperti dikutip oleh Dharmmesta (1999: 74) mengemukakan definisi loyalitas merek sebagai “kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang.” Boulding dan kawan-kawan (1993) seperti dikutip oleh Dharmmesta (1999) juga mengemukakan bahwa terjadinya loyalitas merek pada konsumen itu disebabkan oleh adanya pengaruh kepuasan/ketidakpuasan dengan merek tersebut yang terakumulasi secara terus-menerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk. Oliver (1999: 34) mendefinisikan loyalitas sebagai “a deeply held commitment to rebuy or repatronize a preferred product/service consistently in the future, thereby causing repetitive same-brand or same brand-set purchasing, despite situational influences and marketing efforts having the potential to cause switching behavior.” Tiga definisi tersebut di atas didasarkan atas pendekatan keperilakuan dan attitudinal. Penggabungan dua pendekatan tersebut baru dapat

49

Page 50: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

memberikan definisi operasional yang cukup memuaskan untuk menganalisa loyalitas pelanggan (Dharmmesta, 1999; Dick dan Basu, 1994). Loyalitas akan berkembang mengikuti tiga tahap, yaitu tahap kognitif, afektif, dan konatif. Konsumen akan loyal lebih dulu pada aspek kognitifnya, kemudian pada aspek afektif, dan akhirnya pada aspek konatif (Oskamp, 1991 seperti dikutip oleh Dharmmesta, 1999). Pendapat tersebut sejajar dengan ilmu perilaku konsumen, bahwa konsumen akan melalui tahap learning perception attitude behavior. Sikap sendiri terdiri dari 3 komponen, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif berkaitan dengan proses pembelajaran konsumen, sedangkan komponen afektif berkaitan dengan sikap, dan konatif berkaitan dengan perilaku. Hal ini berarti sebelum mencapai aspek konatif, konsumen harus melewati terlebih dahulu aspek kognitif dan afektif.Dharmmesta (1999) dan Oliver (1999) mengemukakan 4 tahap loyalitas sebagai berikut:Tahap pertama: Loyalitas KognitifPada tahap ini, konsumen akan menggunakan basis informasi yang secara memaksa menunjuk pada satu merek atas merek lainnya. Jadi, loyalitasnya hanya didasarkan pada kognisi saja. Karena loyalitas ini hanya didasarkan atas kognisi saja, maka loyalitas ini tidak cukup kuat untuk membuat konsumen tetap loyal.Tahap kedua: Loyalitas AfektifPada tahap ini, loyalitas konsumen didasarkan atas aspek afektif konsumen. Sikap merupakan fungsi dari kognisi (pengharapan) pada periode awal pembelian (masa pra konsumsi) dan merupakan fungsi dari sikap sebelumnya plus kepuasan di periode berikutnya (masa pasca konsumsi). Loyalitas afektif muncul akibat dorongan faktor kepuasan. Tetapi, kepuasan belum menjamin adanya loyalitas, karena kepuasan konsumen berkorelasi tinggi dengan niat membeli ulang di masa mendatang. Niat, bahkan pembelian ulang belum menunjukkan adanya loyalitas, hanya dapat dianggap tanda awal munculnya loyalitas. Loyalitas pada tahap ini jauh lebih sulit dirubah, karena loyalitasnya sudah masuk ke dalam benak konsumen sebagai afek dan bukan sebagai kognisi yang mudah berubah. Afek memiliki sifat yang tidak mudah berubah, karena sudah terpadu dengan kognisi dan evaluasi konsumen secara keseluruhan tentang suatu merek (Oskamp, 1991 seperti dikutip oleh Dharmmesta, 1999).Tahap Ketiga: Loyalitas KonatifKonasi menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu ke arah suatu tujuan tertentu. Oleh karena itu, loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian. Komitmen seperti ini sudah melampaui afek. Afek hanya menunjukkan kecenderungan motivasional, sedangkan komitmen melakukan menunjukkan suatu keinginan untuk menjalankan tindakan.Tahap Keempat: Loyalitas TindakanAspek konatif atau niat melakukan adalah kondisi yang mengarah pada kesiapan bertindak dan pada keinginan untuk mengatasi hambatan untuk mencapai tindakan tersebut. Artinya, tindakan merupakan hasil pertemuan dua kondisi tersebut. Dengan kata lain, tindakan mendatang sangat didukunh oleh pengalaman mencapai sesuatu dan penyelesaian hambatan. Hal ini menunjukkan bagaimana loyalitas itu dapat menjadi kenyataan: loyalitas kognitif loyalitas afektif loyalitas konatif loyalitas tindakan (loyalitas yang ditopang dengan komitmen dan tindakan).

50

Page 51: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

PERCEIVED SERVICE QUALITY

Kualitas layanan (service quality) sering dikonseptualisasikan sebagai perbandingan antara harapan dan kinerja aktual layanan jasa (Zeithmal, Parasuraman, dan Berry, 1990). Dalam level operasional, riset kualitas layanan didominasi oleh instrumen SERVQUAL, didasarkan atas model kesenjangan. Ide sentral dalam model ini adalah kualitas layanan merupakan fungsi dari perbedaan skor antara persepsi dan harapan (P-E). Kualitas layanan merupakan konstruk multidimensional, yang terdiri dari:

1. Reliability, didefinisikan sebagai kemampuan untuk memberikan layanan yang dapat diandalkan dan akurat. Hal ini menyangkut menepati janji, janji tentang harga, penanganan keluhan, dll.

2. Responsiveness dapat dideskripsikan sebagai kesediaan untuk membantu dan memberikan layanan yang tepat bagi konsumen. Dimensi ini menekankan sikap penyedia jasa untuk memperhatikan permintaan, pertanyaan, serta komplain konsumen.

3. Assurance merupakan dimensi kualitas layanan yang memfokuskan pada kemampuan untuk mendapatkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan.

4. Empathy merupakan dimensi kualitas layanan yang menekankan pada perlakuan konsumen sebagai personal.

5. Tangibles adalah dimensi kualitas layanan yang merepresentasikan fasilitas fisik jasa.

Manfaat utama menggunakan 5 dimensi SERVQUAL adalah SERVQUAL terbukti secara empiris digunakan dalam berbagai setting penelitian (Bloemer, Ruyter, dan Wetzels, 1998). Walaupun demikian, instrument SERVQUAL membutuhkan adaptasi, sesuai dengan konteks jasa yang diteliti (Dabholkar et al., 1996 seperti dikutip oleh Bloemer, Ruyter, dan Wetzels, 1998).

SATISFACTIONSecara umum, kepuasan pelanggan ditentukan oleh terpenuhi tidaknya

harapan pelanggan. Definisi umum tersebut mengacu pada paradigma expectancy-disconfirmation. Berdasarkan paradigma ini, pelanggan membentuk harapan, harapan ini akan menjadi standar untuk menilai kinerja aktual suatu produk atau jasa. Jika apa yang diharapkan pelanggan terpenuhi, maka akan terjadi confirmation. Dengan kata lain, pelanggan puas. Sebaliknya, jika apa yang diharapkan pelanggan tidak terpenuhi, maka akan terjadi disconfirmation. Ada disconfirmation yang positif, ada disconfirmation yang negatif. Disconfirmation positif terjadi jika suatu produk atau jasa dapat memenuhi kebutuhan pelanggan melebihi apa yang diharapkan oleh pelanggan. Disconfirmation negatif terjadi jika suatu produk atau jasa tidak dapat memenuhi harapan pelanggan. Confirmation dan disconfirmation positif dapat membuat pelanggan puas, sedangkan disconfirmation negatif dapat menyebabkan pelanggan tidak puas. Oleh karena itu, Oliver (1996) seperti dikutip oleh Ruyter dan Bloemer (1999: 323) berpendapat bahwa “Satisfaction is thus perceived to be a post-consumption evaluation or a pleasureable level of consumption-related fulfillment.”

51

Page 52: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Peneliti sependapat dengan Oliver (1996), sehingga kepuasan dalam penelitian ini adalah evaluasi pasca konsumsi yang dilakukan pelanggan. Penelitian ini menggunakan konseptualisasi kepuasan yang dikemukakan oleh Oliver (1999: 34) sebagai “Satisfaction is defined as pleasureable fulfillment. That is, the consumer senses that consumption fulfills some need, desire, goal, or so forth and this fulfillment is pleasureable.” Jadi, pada dasarnya kepuasan merefleksikan dampak kinerja suatu produk atau jasa terhadap perasaaan konsumen (Rosenberg, 1960 seperti dikutip Olsen, 2002). Konsumen merasakan apakah konsumsi yang dilakukannya telah memenuhi kebutuhan dan keinginannya, apakah konsumsi tersebut menyenangkan atau tidak.

TRUST Worchel (1979) seperti dikutip oleh Lau dan Lee (1999) mendefinisikan

trust sebagai kesediaan (willingness) individu untuk menggantungkan dirinya pada pihak lain dengan resiko tertentu. Moorman, Deshpande, dan Zaltman (1993) mendefinisikan trust sebagai kesediaan (willingness) individu untuk menggantungkan dirinya pada pihak lain yang terlibat dalam pertukaran karena individu mempunyai keyakinan (confidence) kepada pihak lain tersebut. Dua pendapat tersebut menekankan unsur kesediaan (willingness) dan keyakinan (confidence) dalam trust. Morgan dan Hunt (1994) berpendapat bahwa ketika satu pihak mempunyai keyakinan (confidence) bahwa pihak lain yang terlibat dalam pertukaran mempunyai reliabilitas dan integritas, maka dapat dikatakan ada trust. Lewis dan Weigert (1985) seperti dikutip oleh Lau dan Lee (1999: 343) mendefinisikan trust sebagai “confidence in the face of risk”. Boon dan Holmes (1991) seperti dikutip oleh Lau dan Lee (1999: 343) mendefinisikan trust sebagai “a state involving confident positive expectations about another’s motives with respect to oneself in risky situation.” Tiga pendapat tersebut menekankan pentingnya unsur confidence dalam trust.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat dilihat ada perbedaan pendapat tentang definisi trust. Perbedaannya terletak pada absennya unsur kesediaan (willingness) dalam pendapat Morgan dan Hunt; Lewis dan Weigert; Boon dan Holmes. Kelompok pendapat pertama, khususnya Moorman, Deshpande, dan Zaltman (1993) menganggap bahwa willingness yang merupakan behavioral intention adalah sisi penting dari trust. Sedangkan, Morgan dan Hunt (1994) berpendapat bahwa willingness to act (kesediaan untuk melakukan tindakan) adalah sesuatu yang sifatnya implisit dalam trust. Jika individu mempunyai confidence, maka ada willingness. Sebaliknya, jika individu tidak mempunyai confidence, maka tidak ada willingness. Oleh karena itu, memasukkan unsur willingness dalam definisi trust akan menyebabkan redundansi. Seperti halnya behavioral intention yang dipandang sebagai outcome dari attitude, tidak dipandang sebagai bagian dari definisi attitude (Fishbein dan Ajzen, 1975 seperti dikutip oleh Morgan dan Hunt, 1994). Jadi, willingness to rely seharusnya dipandang sebagai outcome atau indikator dari trust, bukan sebagai bagian dari definisi trust.

Peneliti mengadposi pendapat Morgan dan Hunt (1994), karena peneliti berpendapat memasukkan unsur willingness dalam definisi trust in a brand akan

52

Page 53: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

mengakibatkan redundansi, sehingga trust dapat dikonseptualisasikan sebagai “when a consumer has confidence in a brand’s reliability and integrity”.

MODEL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Mittal dan Lassar (1998); Szymanski dan Henard (2001); Sabihaini (2002); Dharmmesta dan Transistari (2002) melaporkan bahwa kualitas layanan merupakan anteseden kepuasan. Thurau, Hansen, dan Langer (2001) menemukan bahwa perceived service quality memiliki dampak positif terhadap trust. Studi yang dilakukan oleh Boulding et al. (1993) seperti dikutip oleh Thurau, Hansen, dan Langer (2001) dan Zulganef (2002) menemukan bahwa persepsi terhadap kualitas jasa mempunyai pengaruh positif terhadap behavioral intention (niat untuk berperilaku). Behavioral intention menunjukkan adanya komitmen untuk melakukan suatu tindakan dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Dharmmesta, 1999). Loyalitas mensyaratkan komitmen dalam suatu tindakan (Dick dan Basu, 1994). Jadi, dapat dikatakan bahwa behavioral intention merepresentasikan loyalitas seseorang, sehingga persepsi terhadap kualitas jasa berpengaruh positif terhadap loyalitas.

Hipotesis 1 : Persepsi mahasiswa terhadap kualitas layanan UKWMS berpengaruh positif terhadap kepuasan mahasiswa terhadap UKWMS.

Hipotesis 2 : Persepsi mahasiswa terhadap kualitas layanan UKWMS berpengaruh positif terhadap loyalitas mahasiswa terhadapUKWMS.

Hipotesis 3 : Persepsi mahasiswa terhadap kualitas layanan UKWMS berpengaruh positif terhadap kepercayaan mahasiswa terhadapUKWMS.

Kandampully dan Suhartanto (2000); Hallowell (1996); Ruyter dan Bloemer (1999) menyatakan bahwa kepuasan mempunyai asosiasi positif dengan loyalitas, tetapi dengan catatan peningkatan kepuasan tidak selalu menghasilkan peningkatan loyalitas dalam derajat yang sama. Argumen atas tidak liniernya hubungan kepuasan dan loyalitas dikemukakan oleh Oliver (1999). Oliver (1999) menyatakan bahwa kepuasan memiliki peran penting dalam membentuk loyalitas, terutama loyalitas yang berada pada tahap afektif. Kepuasan yang mendasari terbentuknya loyalitas afektif dapat didasarkan atas kualitas (quality-based), atau atas dasar harga (price-based). Loyalitas afektif yang didasari oleh kepuasan masih rentan berpindah merek. Kerentanan itu terutama disebabkan oleh upaya persuasif dari pesaing agar berpindah merek, keinginan untuk mencoba merek lain, penurunan kualitas produk (Oliver, 1999; Dharmmesta, 1999). Jadi, dapat disimpulkan bahwa outcomes dari kepuasan adalah loyalitas, dan kepuasan memiliki pengaruh positif terhadap loyalitas. Hipotesis 4 : Kepuasan mahasiswa terhadap UKWMS berpengaruh positif

terhadap loyalitas mahasiswa terhadap perguruan tinggi tersebut.Pada saat individu mempercayai pihak lain dalam hubungan interpersonal,

individu akan menggantungkan dirinya pada pihak lain tersebut dan individu akan mempunyai komitmen dalam hubungan tersebut. Komitmen ini akan membuat

53

Page 54: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

individu memiliki niat untuk mempertahankan hubungan tersebut. Demikian juga halnya jika entitas yang dipercayai individu adalah organisasi, maka individu memiliki niat (intention) untuk mempertahankan hubungannya dengan organisasi tersebut. Logika ini diperkuat oleh temuan penelitian Morgan dan Hunt (1994), Doney dan Cannon (1997), Lau dan Lee (1999), Thurau, Langer, dan Hansen (2001) bahwa trust adalah anteseden loyalitas. Hipotesis 5 : Kepercayaan mahasiswa terhadap UKWMS berpengaruh positif

terhadap loyalitas mahasiswa terhadap UKWMS.

METODE PENELITIANData dan SampelData primer akan diperoleh dari responden yang memenuhi kriteria tertentu, akan dijelaskan lebih lanjut dalam prosedur penyampelan di bawah ini. Target populasi adalah mahasiswa Unika Widya Mandala Surabaya. Prosedur pemilihan sampel adalah non-probability sampling dengan purposive dan quota sampling. Kriteria pemilihan sampel adalah sebagai berikut: mahasiswa Unika Widya Mandala Surabaya yang telah merasakan proses belajar minimal 2 semester. Pada setiap angkatan mahasiswa di Unika Widya Mandala, mulai angkatan ’00 sampai ’05 diambil 100 responden. Kriteria ini digunakan dengan pertimbangan responden membutuhkan waktu untuk merasakan dan menilai kualitas layanan, kepuasan, dan loyalitas mereka.

Konstruk dan Instrumen Penelitian

Operasionalisasi perceived service quality meliputi item-item yang mengukur 5 dimensi SERVQUAL. Peneliti menggunakan 25 item yang diadaptasi dari Bloemer, Ruyter, dan Wetzels (1998). Sedangkan trust meliputi item-item yang mengukur sejauh mana responden yakin terhadap reliabilitas dan integritas Unika Widya Mandala. Peneliti menggunakan 12 item yang diadaptasi dari Thurau, Hansen, dan Langer (2001). Operasionalisasi loyalitas meliputi item yang akan mengukur kesediaan untuk mengadvokasi positif, membayar lebih dan niat untuk berpindah. Peneliti akan menggunakan 12 item yang diadaptasi dari Fullerton (2003). Semua item akan menggunakan 7 poin skala interval dengan format sangat tidak setuju sekali sampai dengan sangat setuju sekali. Khusus untuk kepuasan, diukur atas dasar evaluasi global responden terhadap obyek penelitian, dengan menggunakan 5 item yang diadaptasi dari Oliver dan Swan (1989) seperti dikutip oleh Wirtz dan Lee (2003). Semua item menggunakan 7 point semantic differential scale.

TEMUAN PENELITIANProfil RespondenDari 500 kuesioner yang disebarkan, hanya 433 responden yang merespon. Setelah dianalisis lebih lanjut, meliputi kelengkapan jawaban, pola jawaban, dan outliers, hanya 360 yang dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.Tiga puluh sembilan koma empat persen dari 360 responden berjenis kelamin laki-laki, dan 60,6 persen berjenis kelamin perempuan. Mayoritas (81,7 persen) responden beragama Katolik dan Kristen. Responden secara berimbang duduk di semester 2 hingga 8, sisanya ada di semester 10 dan 12. Mayoritas (43,6 persen) responden berasal dari Fakultas Ekonomi, sisanya secara berimbang berasal dari Fakultas Farmasi, Teknik, Psikologi, Teknologi Pertanian, dan Keguruan Ilmu Pendidikan.

54

Page 55: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Rata-rata responden memiliki IPK antara 2,76-3,50, dengan uang saku kurang dari lima ratus ribu rupiah. Enam puluh sembilan koma empat persen responden memilih UKWMS atas keputusan dan pertimbangan dirinya sendiri.

Validitas dan Reliabilitas Instrumen PenelitianSeperti terlihat dalam Tabel 1, semua konstruk memiliki nilai cronbach

alpha lebih besar dari 0, 6. Berdasarkan faktor loadings setiap indikator, construct reliability menunjukkan angka di atas 0,6. Hal ini menunjukkan bahwa indikator pengukuran memiliki konsistensi internal yang cukup tinggi (Hair, et al, 1998), dengan demikian dapat dikatakan instrumen riset cukup reliabel.

Seperti terlihat dalam Tabel 1, standardized loadings setiap item atau indikator terhadap konstruk yang diukurnya lebih besar dari 0.4, sehingga dapat dikatakan semua item pengukuran mengukur apa yang seharusnya diukur. Hal ini ditunjukkan dengan variance extracted pada 3 kelompok merek untuk setiap konstruk yang diukur memiliki variance extracted di atas 50 persen, kecuali untuk konstruk service quality (Hair, et al., 1998; Kenny, 1998). Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara umum model pengukuran penelitian ini cukup valid dan reliabel.

Tabel 1. Indikator, Factor Loadings, dan Construct Reliability

Konstruk dan

Indikator

StandardizedLoadings

CronbachAlpha

Composite Reliability

Variance Extracted

Trust: 0.9065 0.9085 0.5585T1 0.528T2 0.645T3 0.795T4 0.861T5 0.789T6 0.845T7 0.726T8 0.736

Service Quality:

0.9208 0.9245 0.3332

SQ1 0.525SQ2 0.452SQ3 0.531SQ4 0.471SQ5 0.471SQ6 0.561SQ7 0.480SQ8 0.519SQ9 0.485SQ10 0.696SQ11 0.706SQ12 0.724SQ13 0.670SQ14 0.643SQ15 0.623SQ16 0.611

55

Page 56: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

SQ17 0.684SQ18 0.551SQ19 0.561SQ20 0.583SQ21 0.591SQ22 0.501SQ23 0.468SQ24 0.622SQ25 0.557

SATIS-FACTION

0.9127 0.9134 0.6804

S1 0.701S2 0.755S3 0.882S4 0.889S5 0.879

LOYALI-TAS

0.7781 0.9009 0.7537

L4 0.773L5 0.973L6 0.847

Pengujian HipotesisSebelum pengujian hipotesis dilakukan, analisis terhadap model fit dari model

penelitian harus dilakukan terlebih dahulu. Hasil analisis structural equation modeling (SEM) menunjukkan bahwa model penelitian memiliki model fit yang baik. Seperti terlihat di Tabel 2, nilai Goodness of fit index (GFI), adjusted goodness of fit index (AGFI), Comparative fit index (CFI) root mean square residual (RMSEA), normed chi-square (CMIN/df) di atas nilai yang direkomendasikan Hair et al. (1998). Tabel 2. Kesesuaian Model Penelitian

Indeks Kesesuaian Nilai Yang Direkomendasikan (Hair, et al., 1998)

Model Penelitian

Chi-Square (CMIN)/DF < 3 (8.772/3) 2.924GFI > 0.9 0.990AGFI > 0.9 0.952CFI > 0.9 0.989RMSEA < 0.08 0.073

56

Page 57: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Gambar 2. Hasil Pengujian Hipotesis

Keterangan:( ) = critical ratio; **= sig > 0.01, n.s = not significance (tidak signifikan) Seperti terlihat dalam Gambar 2, dari 5 hipotesis yang dikemukakan, hanya 4 hipotesis yang mendapat dukungan kuat karena arah hubungan sesuai dengan yang dihipotesiskan dan pengaruhnya signifikan, yaitu: H1, H3, H4, H5, Sedangkan H2 tidak mendapat dukungan kuat.

Untuk menganalisis peran satisfaction dan trust sebagai mediator hubungan antara service quality dan loyalty, penelitian ini mengadopsi pendekatan yang dilakukan oleh Pritchard, Havitz, dan Howard (1999), yaitu dengan membandingkan model penelitian (DEM I) dengan 2 model rival, M-E-M dan DEM II (lihat Gambar 1, Gambar 3, dan Gambar 4). Perbandingan ketiga model tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Gambar 4. DEM II

Tabel 3. Parameter Kunci Model Penelitian dan Model Rival

Model Penelitian (DEM I)

DEM II MEM

Direct Effects:SQ TSQ SSQ LT LS L

0.755 (17.354)***0.315 (5.620)**0.109 (1.216)0.362 (4.151)**0.212 (3.913)**

0.447 (8.305)***--

0.758 (17.480)***0.316 (5.640)**-0.448 (8.501)***0.225 (4.264)**

SMCs STL

0.0990.5700.299 0.200

0.1000.5740.299

57

Page 58: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Model FitCMIN/DFGFIAGFICFIRMSEAAIC

0.6230.9990.9911.0000.00018.623

58.7600.7470.4940.1780.401303.799

1.0560.9970.9851.0000.01318.113

Keterangan:

( ) = nilai critical ratio ** = sig >0.01; *** = sig >0.001

Prosedur pengujian adalah sebagai berikut: Pada DEM II dapat dilihat bahwa perceived service quality memiliki

hubungan langsung dengan loyalty, sedangkan path yang menghubungkan trust; satisfaction dengan loyalty ditutup. Path yang menghubungkan perceived service quality dengan loyalty signifikan pada tingkat 0.001, karena critical ratio-nya 8,305, lebih dari 1.96. Pada DEM I path yang menghubungkan trust; satisfaction dengan loyalty dibuka. Dibukanya path tersebut mengakibatkan: (1) path yang menghubungkan perceived service quality dengan loyalty signifikansinya menurun. Hal ini dapat dilihat dari turunnya critical ratio dari 8,305 dalam DEM II menjadi 1,216 dalam DEM I. Hal tersebut di atas memperlihatkan adanya mediating effect dari trust dan satisfaction (Pritchard, Havitz, dan Howard, 1999).

Nilai SMCs (simultaneous multiple correlations) pada variable eksogen, khususnya loyalty. Nilai ini sebenarnya sama dengan R2. Nilai SMCs loyalty pada DEM II adalah yang paling rendah, sedangkan DEM I (model penelitian) dan MEM memiliki nilai SMCs loyalty yang sama, yaitu: 0, 299. Hal ini menunjukkan penambahan path dapat menjelaskan variasi-variasi loyalty secara lebih baik. Hal ini menunjukkan ada efek mediasi dari trust dan satisfaction (Pritchard, Havitz, dan Howard, 1999).

Nilai dan signifikansinya pada path yang menghubungkan trust; satisfaction dan loyalty pada DEM I cukup tinggi yaitu sebesar 0,362 dan 0,212 (p>0.001) Demikian juga halnya dengan nilai dan signifikansinya pada path yang menghubungkan relative attitude dan repeat patronage pada M-E-M cukup tinggi yaitu sebesar 0,448 dan 0,225 (p>0.001). Jika nilai tinggi dan signifikan pada path yang menghubungkan trust; satisfaction dan loyalty dalam setiap model, maka dapat dikatakan ada efek mediasi dari trust dan satisfaction (Pritchard, Havitz, dan Howard, 1999).

Model fit 3 model tersebut. Ditinjau dari kriteria normed chi-square, GFI, AGFI, CFI, RMSEA, DEM I (Model Penelitian) adalah model yang memiliki model fit paling baik, diikuti M-E-M adalah model yang memiliki fit terbaik kedua, sedangkan DEM II memiliki model fit yang paling buruk. Ditinjau dari kriteria AIC, nilai AIC DEM II paling rendah jika dibandingkan dengan nilai AIC DEM I dan M-E-M. Jadi, DEM I memiliki fit yang lebih baik jika dibandingkan dengan DEM I dan M-E-M.

DISKUSI DAN PEMBAHASANHubungan Perceived Service Quality, Satisfaction dan Trust

58

Page 59: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

H1, H3, H4, H5 mendapat dukungan yang cukup kuat dalam penelitian ini, ditunjukkan dengan kesesuaian arah hubungan dengan arah hubungan yang dihipotesiskan dan pengaruhnya signifikan. Hal ini berarti semakin tinggi persepsi seseorang terhadap kualitas layanan, semakin tinggi kepercayaan dan kepuasan orang tersebut terhadap Institusi Pendidikan Tinggi.

Tetapi, jika diteliti lebih lanjut pengaruh perceived service quality terhadap trust memiliki signifikansi lebih tinggi (critical ratio = 17,354) daripada pengaruh perceived service quality terhadap satisfaction (critical ratio = 5,620). Hal ini berarti perceived service quality mempunyai pengaruh yang lebih signifikan terhadap trust jika dibandingkan dengan satisfaction. Kepuasan merefleksikan evaluasi pasca konsumsi yang dilakukan sesorang. Oliver (1999: 34) menyatakan bahwa sebagai “Satisfaction is defined as pleasureable fulfillment. That is, the consumer senses that consumption fulfills some need, desire, goal, or so forth and this fulfillment is pleasureable.” Jadi, pada dasarnya kepuasan merefleksikan dampak kinerja suatu produk atau jasa terhadap perasaaan konsumen (Rosenberg, 1960 seperti dikutip Olsen, 2002). Konsumen merasakan apakah konsumsi yang dilakukannya telah memenuhi kebutuhan dan keinginannya, apakah konsumsi tersebut menyenangkan atau tidak. Oleh karena itu, meskipun perceived service quality dievaluasi baik, namun masih banyak faktor selain perceived service quality yang dapat mempengaruhi evaluasi seseorang. Sedangkan, trust lebih didasari oleh evaluasi atas kredibilitas dan integritas UKWMS, sifatnya lebih obyektif dan lebih dapat dijelaskan oleh perceived service quality.

Hubungan perceived service quality, trust dan satisfaction dengan loyalitasPengaruh trust terhadap loyalty memiliki signifikansi lebih tinggi (critical ratio = 4,151) daripada pengaruh perceived service quality terhadap satisfaction (critical ratio = 3,913). Hal ini berarti trust mempunyai pengaruh yang lebih signifikan terhadap loyalty jika dibandingkan dengan satisfaction. Trust merupakan anteseden loyalitas yang lebih tidak rentan terhadap serangan untuk berpindah merek, karena trust lebih sulit untuk dibentuk, sekali terbentuk akan menimbulkan komitmen yang tinggi terhadap entitas yang dipercayai. Hal ini didukung oleh Chauduri dan Holbrook (2001) menyatakan bahwa kepercayaan seseorang terhadap suatu merek akan menimbulkan afek positif terhadap merek tersebut. Afek individu akan mempengaruhi attitudinal strength dan attitudinal differentiation individu, yang pada akhirnya membentuk loyalitas seseorang. Sebaliknya, kepuasan memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap serangan untuk berpindah merek (Oliver, 1999: Dharmmesta, 1999). Kerentanan itu terutama disebabkan oleh upaya persuasif dari pesaing agar berpindah merek, dan keinginan untuk mencoba merek lain. Hal ini didukung oleh studi Strauss dan Neuhaus (1997) menemukan bahwa sejumlah pelanggan yang mengekspresikan kepuasan, masih juga berpindah merek. Rowley dan Dawes (1999) bahwa hubungan antara kepuasan dengan loyalitas tidak bersifat linier.

H2 tidak mendapat dukungan dalam penelitian ini, karena perceived service quality tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap loyalitas. Hal ini disebabkan oleh kepuasan, yang pada dasarnya merupakan evaluasi global yang sifatnya afektif, sebagai mediator hubungan antara kualitas-loyalitas. Temuan Darsono dan Junaedi (2006) mendukung peran kepuasan sebagai mediator hubungan antara kualitas dan loyalitas.

59

Page 60: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Satisfaction dan trust sebagai mediator hubungan perceived service quality-loyalitas

Peran satisfaction dan trust sebagai mediator hubungan perceived service quality dan loyalitas mendapat dukungan kuat dalam penelitian ini, karena hasil perbandingan M-E-M, DEM I, dan DEM II menunjukkan bahwa DEM I (model penelitian) dan M-E-M adalah model yang paling dapat menjelaskan variasi-variasi loyalitas. DEM I dan M-E-M memiliki model fit yang hampir sama, tetapi, AIC M-E-M lebih rendah dari DEM I (model penelitian). Hal ini menunjukkan M-E-M sebenarnya lebih baik dari DEM I. Oleh karena itu, temuan ini juga mengindikasikan tidak terjadinya partial mediation. Perceived service quality hanya memiliki pengaruh tidak langsung terhadap loyalitas melalui satisfaction dan trust. Studi Mittal dan Lassar (1998); Szymanski dan Henard (2001); Lau dan Lee (1999), Thurau, Langer, dan Hansen (2001); Dharmmesta dan Transistari (2002); Darsono dan Dharmmesta (2005); Darsono (2006); Darsono dan Junaedi (2006) mendukung peran satisfaction dan trust sebagai mediator hubungan perceived service quality-loyalty, karena studi tersebut menemukan bahwa kualitas layanan merupakan anteseden kepuasan, dan loyalitas merupakan konsekuensi kepuasan.Keterbatasan Penelitian dan Saran Bagi Penelitian Mendatang

Peneliti hanya meneliti satu Institusi Pendidikan Tinggi sebagai obyek penelitian, sehingga generalisasi hasil penelitian relatif rendah. Penelitian mendatang sebaiknya menggunakan obyek penelitian berupa lebih dari satu Institusi Pendidikan Tinggi. Dengan demikian, hasil penelitian akan memiliki tingkat generalisasi yang lebih tinggi. Penggunaan lebih dari satu institusi memungkinkan peneliti mendapatkan ukuran sampel yang besar kecenderungan terjadinya distribusi data yang tidak memenuhi asumsi normalitas juga lebih kecil.

Instrumen penelitian ini, khususnya perceived service quality memiliki variance extracted relative rendah. Penelitian mendatang sebaiknya mencari instrumen pengukuran perceived service quality yang lebih baik.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI MANAJERIALPerceived service quality merupakan anteseden satisfaction dan trust. Hal

ini didukung oleh hasil penelitian yang menemukan bahwa perceived service quality memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap satisfaction dan trust. Jadi, dalam setting penelitian ini, semakin tinggi perceived service quality, semakin besar kemungkinan terbentuknya satisfaction dan trust. Loyalitas merupakan konsekuensi satisfaction dan trust. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang menemukan bahwa satisfaction dan trust memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap loyalitas. Jadi, dalam setting penelitian ini, semakin tinggi satisfaction dan trust, semakin besar kemungkinan terbentuknya loyalitas.

Peran satisfaction dan trust sebagai mediator hubungan perceived service quality-loyalty mendapat dukungan kuat dalam penelitian ini, karena hasil perbandingan M-E-M, DEM I, dan DEM II menunjukkan bahwa DEM I (model penelitian) dan M-E-M adalah model yang paling dapat menjelaskan variasi-variasi loyalitas. Tetapi, sebenarnya M-E-M memiliki model fit yang lebih baik. Hal ini mengindikasikan tidak terjadinya partial mediation, perceived service quality hanya memiliki pengaruh tidak langsung terhadap loyalitas melalui satisfaction dan trust.

60

Page 61: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Ada dua implikasi manajerial yang diperoleh dari penelitian ini. Pertama, manajemen Pendidikan Tinggi harus memperhatikan komposisi pelanggan berdasarkan loyalitasnya. Jika pemasar bertujuan menciptakan pelanggan yang benar-benar loyal (true loyalty), bukan sekedar loyalitas semu (spurious loyalty), maka manajemen harus dapat meningkatkan kualitas layanannya. Hal ini disebabkan oleh kualitas layanan memiliki pengaruh positif yang lebih signifikan terhadap kepercayaan dibanding terhadap kepuasan. Kedua, manajemen Pendidikan Tinggi harus melakukan upaya-upaya membentuk dan meningkatkan kepercayaan mahasiswa terhadap institusi, karena penelitian ini menemukan kepercayaan mahasiswa terhadap institusi memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap pengembangan loyalitas jika dibandingkan dengan tingkat kepuasan mahasiswa.

REFERENSIAdhikarya, R. 2005. The World is _ _ _ _: New Educational Challenges &

Innovative Strategies Needed. Proceedings of 6th AUAP General Conference Higher Education Leadership: Strategic Relevance for Asia-Pacific Communities, Surabaya, Indonesia, 4-8 September.

Arbuckle, J.L. 1997. Amos Users’ Guide, Version 3.6. Chicago: SmallWaters Corporation.

Assael, H. 1998. Consumer Behavior and Marketing Action. 6th ed. Cincinnati, OH: South-Western College Publishing.

Bloemer, J., K.D. Ruyter, & M. Wetzels. 1998. Linking Perceived Service Quality and Service Loyalty: A Multi-dimensional Perspective. European Journal of Marketing, Vol. 33, No. 11, pp. 1082-1106.

Bowen, J.T., & S.L. Chen. 2001. The Relationship between Customer Loyalty and Customer Satisfaction. International Journal of Contemporary Hospitality Management, May, pp. 213-217.

Chaudhuri, A., & M.B. Holbrook. 2001. The Chain of Effects from Brand Trust and Brand Affect to Brand Performance: The Role of Brand Loyalty. Journal of Marketing, April, Vol. 65, No.2, pp.81-93.

Darsono, L.I., & B.S. Dharmmesta. 2005. Kontribusi Involvement dan Trust in a Brand dalam Membangun Loyalitas Pelanggan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, UGM, Vol. 20, No.3, hal. 237-304.

Darsono, L.I. 2006. Involvement and Trust in a Brand as Predictors of Loyalty Categories. Jurnal Manajemen Prasetiya Mulya, Vol. 11, No. 1, hal. 53-65.

61

Page 62: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Darsono, L.I., & C.M. Junaedi. 2006. An Examination of Perceived Quality, Satisfaction, and Loyalty Relationship: Applicability of Comparative and Non-Comparative Evaluation. Proceedings of 1st International Conference on Business and Management Research, Bali, 23-24 August.

Dasu, S., & J. Rao. 1999. A Dynamic Process Model of Dissatisfaction For Unfavorable, Non-Routine Service Encounters. Production and Operations Management, Vol. 8, No. 3, pp. 282-300.

Dharmmesta, B.S. 1999. Loyalitas Pelanggan: Sebuah Kajian Konseptual Sebagai Panduan Bagi Peneliti. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 14, No. 3, h. 73-88.

Dick, A.S., & K. Basu. 1994. Customer Loyalty: Toward an Integrated Conceptual Framework. Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 22, No. 2, pp. 99-113.

Doney, P.M., & J.P. Cannon. 1997.An Examination of the Nature of Trust in Buyer-Seller Relationships. Journal of Marketing, April, Vol. 61, No. 2, pp. 35-51.

Dwyer, F., P.H. Schurr, & S. Oh. 1987. Developing Buyer-Seller Relationships. Journal of Marketing, April, Vol. 51, pp. 11-27.

Ferdinand, A. 2002. Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen. Semarang: Badan Penerbitan Universitas Diponegoro.

Fullerton, G. 2003. When Does Commitment Lead To Loyalty?. Journal of Service Research, Vol. 5, No.4, pp. 333-344.

Hair, J.F., R.E. Anderson, R.L. Tatham, W.C. Black. 1998. Multivariate Data Analysis. 5th ed. Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall International, Inc.

Hallowell, R. 1996. The Relationships of Customer Satisfaction, Customer Loyalty, and Profitability: an empirical study. International Journal of Service Industry Management, Vol. 7, No. 4, pp. 27-42.

Jern, N.G. 2005. Strategies for Strengthening & Optimizing Institutional Networks. Proceedings of 6th AUAP General Conference Higher Education Leadership: Strategic Relevance for Asia-Pacific Communities, Surabaya, Indonesia, 4-8 September.

Kandampully, J., & D. Suhartanto. 2000. Customer loyalty in the hotel industry: the role of customer satisfaction and image. International Journal of Contemporary Hospitality Management, December, pp. 346-351.

Kanjananiyot, P. 2005. Effective Networking: All About Earn and Learn. Proceedings of 6th AUAP General Conference Higher Education

62

Page 63: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Leadership: Strategic Relevance for Asia-Pacific Communities, Surabaya, Indonesia, 4-8 September.

Lau, G.T., & S.H. Lee. 1999. Consumers’ Trust in a Brand and the Link to Brand Loyalty. Journal of Market Focused Management, No. 4, pp. 341-370.

Moorman, C., G. Zaltman, & R. Deshpande. 1992. Relationships Between Providers and Users of Market Research: The Dynamics of Trust Within and Between Organizations. Journal of Marketing Research, August, Vol. 29, pp. 314-329.

Mittal, B., & W.M. Lassar. 1998. Why Do Customers Switch? The Dynamics of Satisfaction versus Loyalty. The Journal of Services Marketing, Vol. 12, No. 3, pp. 177-194.

Moorman, C., R. Deshpande, & G. Zaltman. 1993. Factors Affecting Trust in Market Research Relationships. Journal of Marketing, January, Vol. 57, No.1, pp. 81-101.

Morgan, R.M., & S.D. Hunt. 1994. The Commitment-trust Theory of Relationship Marketing. Journal of Marketing, July, Vol. 58, No. 3, pp. 20-38.

Oliver, R.L. 1999. Whence Consumer Loyalty. Journal of Marketing, Vol. 63, pp. 33-44.

Olsen, S.O. 2002. Comparative Evaluation and The Relationship Between Quality, Satisfaction, and Repurchase Loyalty. Journal of The Academy of Marketing Science, Vol. 30, No. 3, pp. 240-249.

Pritchard, M.P., M.E. Havitz, & D.R. Howard. 1999. Analyzing the Commitment-Loyalty Link in Service Contexts. Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 27, No. 3, pp. 333-348.

Rowley, J., & J. Dawes. 2000. Disloyalty: a closer look at non-loyals. Journal of Consumer Marketing, Vol. 17, No. 6, pp. 538-549.

Ruyter, K., & J. Bloemer. 1999. Customer Loyalty in Extended Service Settings. International Journal of Service Industry Management, Vol. 10, No. 3, pp. 320-336.

Sabihaini. 2002. Analisis Konsekuensi Keperilakuan Kualitas Layanan: Suatu Penelitian Empiris. Usahawan, Vol 31, No. 2, hal. 29-37.

Syzmanski, D.M., & D.H. Henard. 2001. Customer Satisfaction: A Meta Analysis of the Empirical Evidence. Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 29, No. 1, pp. 16-35.

Thurau, T.H., M.F. Langer, & U. Hansen. 2001. Modelling and Managing Student Loyalty. An Approach Based on the Concept of Relationship Quality. Journal of Service Research, Vol. 3, No. 4, pp. 331-344.

63

Page 64: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Transistari, R., & B.S. Dharmmesta. 2002. Analisis Konsekuensi Perilaku Konsumen Terhadap Kualitas Layanan. Kajian Bisnis, No. 25, hal. 17-35.

Wirtz, J., &. M.C. Lee. 2003. An Examination of the Quality and Context-Specific Applicability of Commonly Used Customer Satisfaction Measures. Journal of Service Research, Vol. 5, No. 4, pp. 345-355.

Yerbury, Di. 2005. University-Industry Partners Increasing The Prosperity of Asia-Pacific Communities. Proceedings of 6th AUAP General Conference Higher Education Leadership: Strategic Relevance for Asia-Pacific Communities, Surabaya, Indonesia, 4-8 September.

ANALISA SWOT SEBAGAI DASAR PENETAPAN STRATEGI PEMASARAN CAT TEMBOK PT. PROPAN RAYA CABANG SURABAYA DALAM MEMASUKI PASAR DI SURABAYA.

John Maranata Rau & Bruno Hami Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen

Universitas Katolik Darma Cendika

Abstrak

Cat tembok PT Propan Raya diproduksi pertama kali pada tahun 1997. Yakni rangkaian cat Decor yang berkualitas tinggi dan cat tembok Eco Emulsion yang lebih ekonomis. Sejak pertama kali diproduksi cat Decor dan Eco Emulsion tidak langsung dijual bebas di pasar. Melainkan hanya pada segmen project. Hal ini dimaksudkan untuk menguji kualitas cat-cat tersebut. Karena memang yang diutamakan dari setiap produk PT Propan Raya adalah kualitas. Dua belas tahun kemudian, tepatnya Pada Mei 2009, cat tembok PT Propan Raya diluncurkan ke pasar ritel (toko), sebanyak 5 merek yaitu, Décorflex, Décorshield, Décorsafe, Décorcryl dan Eco Emulsion. Masa 12 (dua belas) tahun dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas terus menerus. Bukti kualitas cat tembok PT Propan Raya adalah yang terbaik, dimana telah digunakan dalam proyek-proyek perumahan mewah Surabaya, seperti Perumahan Galaxy, dan Perumahan Citraland.

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisa lingkungan yang telah dilakukan ditarik kesimpulan PT Propan Raya mempunyai peluang yang cukup besar dalam memasarkan cat tembok di Surabaya mencapai angka 3,237. Kompetisi pasar yang dinamis merupakan sebuah peluang besar. PT Propan Raya dapat menjadikan pesaing sebagai alat pembanding potensi diri untuk dapat memperbaiki dan melengkapi kekurangan yang ada. Sehingga perusahaan mampu mengelola segala sumber daya dan kemampuan secara optimal agar efisiensi dan efektivitas tujuan perusahaan dapat tercapai.

64

Page 65: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Analisis yang dilakukan menunjukkan kekuatan yang dimiliki PT Propan Raya sangat besar yaitu sebesar 4,314 (tabel 4.5). Kualitas produk yang sangat tinggi dibanding produk pesaing meliputi hidding power, dirty shield dan alkaly resisting. Strategi yang tepat untuk diterapkan oleh perusahaan adalah kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy). Dengan fokus pengembangan kebijakan pada peningkatan layanan kepada konsumen dan peningkatan promosi pada media masa cetak dan elektronik serta pada internet (online marketing).

Penentuan strategi ini berdasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa perusahaan berada pada kuadran I. Pada kuadran ini, PT Propan Raya dalam penetapan kebijakan-kebijakan pemasaran dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan yaitu dengan menggunkan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang.Kata Kunci: Strategi, Pemasaran, SWOT.

Latar Belakang MasalahPernyataan Tirto Utomo (Sidartha: 2007), pendiri perusahaan Air Mineral

Dalam Kemasan AQUA adalah tanggapan terbaik terhadap keberadaan pesaing adalah menerima. Tidak perlu melakukan perlawanan yang menjatuhkan pesaing. Justru dengan adanya pesaing, harusnya semakin konsentrasi dengan peningkatan produktivitas dan terus berinovasi. Peningkatan dalam semua aspek, manajemen, pemasaran, produksi, promosi, distribusi, dan penjualan. Mengalahkan pesaing haruslah dengan melakukan inovasi yang lebih tinggi nilainya dari yang dilakukan pesaing.

Persaingan bisnis yang ketat terjadi dalam seluruh jenis usaha atau industri. Termasuk industri cat, terutama varian produk cat tembok (wall paint). Persaingan dalam pasar cat tembok bahkan sudah sampai pada kondisi komplikasi. Terdapat banyak produk cat tembok dengan merek-merek terkenal yang diproduksi perusahaan besar. Perkembangan inovasi dan teknologi dalam industri cat sendiri menyebabkan perubahan (Change) yang sangat cepat. Beruntung, pertumbuhan permintaan akan cat tembok terus mengalami peningkatan yang signifikan. Untuk itu, diperlukan siasat pemasaran yang matang untuk menghadapi keadaan ini.

PT. Propan Raya Industrial Coatings Chemical (selanjutnya: PT. Propan Raya) adalah salah satu dari sekian banyak produsen cat tembok di Indonesia. Yang memproduksi cat tembok dengan merek Décor Flex (DF), Décor Shield (DW), Décor Safe (DS), Décor Cryl (DI) dan Eco Emulsion (EE). Merek-merek ini baru diluncurkan ke pasar ritel (toko) pertengahan tahun ini. Sebelumnya cat tembok PT. Propan peredarnya terbatas pada pasar proyek. Jadi langsung berhubungan dengan para pengembang, kontraktor dan tukang cat yang mengerjakan proyek perumahan dan bangunan-bangunan lainnya.

PT. Propan Raya, sebenarnya lebih dikenal sebagai produsen cat kayu. Merek cat kayu (wood finishing) yang terkenal adalah Impra dan Ultran, yang telah lama menjadi pemimpin pasar. Dalam pasar cat tembok PT. Propan adalah “pemain baru”. Tentunya mempunyai tingkat kesulitan yang lebih dibandingkan produk pesaing yang sudah lama beredar. Konsumen masih terikat dengan “pemain lama”. Yang sudah dikenal dan produknya sudah sering digunakan. “Produk lama biasanya mendapatkan keunggulan bersaing melebihi produk yang masuk belakangan”. (Robinson dalam Cravens : 1999). Sehingga mengejar sukses

65

Page 66: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Impra dan Ultran sebagai pemimpin pasar, membutuhkan strategi jitu dan perjuangan ekstra.

Tertantang dengan situasi diatas, membawa penulis untuk melakukan penelitian tentang proses pemasaran cat tembok PT. Propan Raya, dengan menggunakan teknik analisa SWOT. Penelitian ini, hanya terbatas pada proses pemasaran produk cat tembok PT. Propan Raya di kota Surabaya.

Perumusan MasalahPermasalahan yang ingin dibahas dalam penulisan ini adalah:1. Apakah penetapan strategi pemasaran oleh PT. Propan Raya dalam memasuki

pasar cat tembok di Surabaya sudah efektif?2. Strategi Pemasaran manakah yang cocok bagi PT Propan Raya dalam

memasarkan cat tembok di Surabaya, berdasarkan analisa lingkungan perusahaan dengan teknik analisa SWOT?

TINJAUAN PUSTAKAKonsep Persaingan

Pembahasan tentang strategi pemasaran, erat kaitannya dengan kondisi persaingan pasar. Sehingga dalam penulisan ini, penulis awali dengan pembahasan konsep persaingan. Sebuah konsep persaingan yang disusun ahli pemasaran Indonesia, Hermawan Kertajaya, (2003: 31) sangat membantu dalam memahami kondisi pasar, situasi persaingan, keberadaan pesaing serta adanya peluang dan ancaman.

Dalam konsep persaingan (Competitive Setting) terdapat empat pihak yang saling berhubungan. Yang pertama, Company yaitu perusahaan itu sendiri. Kedua, Pelanggan (customer). Ketiga, Pesaing (competitor) dan keempat faktor-faktor perubahan (Change-Driver). Konsep Persaingan pasar terdiri atas 5 (lima) situasi. 1. Stable

Titik ekstrem “kiri” atau yang dinamakan stabil, menggambarkan situasi dimana suatu company dengan “tenang” bisa melayani customer-nya tanpa “terganggu” kompetitor, karena memang tidak punya pesaing. Tidak punya pesaing itu bisa disebabkan oleh peraturan pemerintah yang menghalangi pesaing untuk “masuk”. Tapi, juga bisa terjadi karena teknologi yang digunakan perusahaan yang bersangkutan belum dipunyai orang lain. Atau bisa juga terjadi, secara geografis sangat sulit untuk pesaing lain bisa ikut mengakses ke situ.

Change boleh dikata juga tidak ada, karena itu perusahaan yang “menikmati” situasi “stabil” ini cukup memperlakukan customer-nya sebagai buyer atau pembeli saja. Yang penting transaksi, bukan hubungan jangka panjang. Sebab, bagaimanapun kecewanya seorang pembeli, dia pasti akan kembli pada satu-satunya penjual yang ada. Situasi monopoli ini oleh Hermawan Kertajaya disebut competitive setting: 2C. Karena pada waktu itu, hanya ada dua C saja yang aktif yaitu Customer (C1) dan Company (C2). Sedang Competitor (C3) dan Change-Driver (C4) dianggap belum berperan apa pun.

2. Interupted Kalau pesaing atau competitor mulai ada tapi masih mild karena change

mulai berperan secara gradual, maka competitive setting mulai bergeser dari 2C sampai ke 2,5C. mengapa disebut begitu, karena selain customer dan company, competitor mulai berperan, walaupun belum penuh.

66

Page 67: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Pada situasi 2,5C, customer “naik pangkat” sedikit jadi consumer, karena dia tidak hanya sekedar dianggap “beli” saja tetapi mengkonsumsi produk atau jasa yang dijual. Pelayanan dan perhatian mulai ada, tapi company masih bisa seenaknya terhadap customer. Karena bargaining position-nya masih sangat kuat.

3. Complicated Pada situasi persaingan (Competitive Setting) 3C, competitor sudah jadi kuat (strong) disebabkan oleh change yang sudah semakim kontinu. Dan customer, mau tidak mau, harus dianggap sebagai pelanggan benar-benar. Kalau tidak pelanggan dengan mudah lari ke pesaing. Di sini bargaining position dari customer sudah semakin kuat karena punya pilihan yang tidak ”diikat kaki”-nya. Dalam situasi complicated ini, terjadi persaingan yang sengit untuk merebut, mempertahankan dan menguasai customer. Masing-masing pemain harus bisa membuat strategi bersaing yang tepat, karena pada situasi inilah persaingan yang sebenarnya terjadi. Masing-masing harus melakukan evaluasi diri dan berusaha untuk lebih baik dari pesaing. Karena sudah tidak ada lagi yang melindungi mereka.

4. Sophisticated Perubahan-perubahan yang kontinu ini akan semakin memacu bergesernya situasi competitive setting dari 3C menuju ke 3,5C. Bukan hanya company dan competitor saja yang bergeser. Tapi Change Driver mulai susah dipegang karena perubahan yang terjadi diskontinu. Dalam situasi seperti ini, competitor akan semakin wild dengan melakukan strategi yang bisa berbalik dari yang konvensional.

5. Chaos Pada titik ekstrem kanan atau 4C, semua C sudah sangat aktif. Karena Change-Driver bisa menimbulkan kejutan-kejutan (surprise) competitor pun bisa menghilang (invisible). Bagaimana ini bisa terjadi? Information tecnology menghilangkan batas waktu dan tempat. Sebuah supermarket bisa punya pesaing berupa tele-shopping, dimana pelanggan cukup belanja dari rumah, tanpa dia ketahui. Inilah situasi kacau (chaos). Pada saat itu, customer bahkan harus dianggap sebagai partner atau mitra kerja. Tidak bisa lagi berjualan pada mereka. Yang anda bisa lakukan, hanyalah berinteraksi dengan dia untuk kepentingan bersma. Pada titik ekstrem kanan inilah, anda hanya bisa survive kalau bisa mengusahakan.

Strategi PemasaranPengertian Strategi Pemasaran

Pemasaran berasal kata dasar pasar. Menurut Kotler, (1995: 4) Pasar terdiri dari pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan atau keinginan tertentu serta mau dan mampu turut dalam pertukaran untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan itu. Selanjutnya tentang pemasaran, Kotler, (1995: 8) mendefinisikan sebagai sebuah proses sosial dan manjerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain.

Sedangkan, yang dimaksudkan dengan Strategi Pemasaran menurut Kotler, (Kertajaya, 1996 : 67) mendefiniskannya dalam kalimat Satisfying needs profitability. Bagaimana produsen memuaskan kebutuhan konsumen secara menguntungkan. Satisfying menggambarkan sebuah perusahaan tidak hanya

67

Page 68: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

sekedar mencari keuntungan tanpa memberikan kepuasan yang berkelanjutan kepada konsumen. Sehingga lebih diperjelas lagi dalam kata profitability, yang mengingatkan konsumen harus terpuaskankan tetapi perusahaan harus memperoleh keuntungan demi kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri. Dengan demikian tugas perusahaan adalah memuaskan konsumen, memperhatikan kebutuhan konsumen demi keuntungan perusahaan.

Glueck, (1999 : 9) mengartikan rencana yang disatukan luas dan terintegrasi yang mengembangkan keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dari perusahaan itu dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi.

Tull dan Kahle (Tjiptono, 1997: 6), mendefinisikan strategi pemasaran sebagai alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.

Dalam pengertian yang lebih sederhana, Kertajaya (1996 : 94), menjelaskan Strategi Pemasaran sebagai apa yang dilakukan. What to do? Sedangkan tujuan yang hendak dicapai ialah Membagi pasar (Segmentation), menentukan sasaran (Targeting) dan memposisikan diri berbeda dari pesaing (Positioning).

Elemen Strategi Pemasaran 1. Segmentation

Segmentasi pasar adalah tidakan mengidentifikasikan dan membentuk kelompok pembeli atau konsumen secara terpisah. Masing-masing segmen konsumen ini memiliki karakteristik, kebutuhan dan bauran pemasaran terendiri. (Rangkuti, 2008: 49).

Variable untuk membagi pasar bergeser dari geografi, demografi, perilaku, dan akhirnya individu. Dalam posisi 4C, pasar dianggap sebagai kumpulan individu yang berbeda satu sama lain. Sedangkan pada posisi 2C, pasar dianggap sebagai kumpulan orang-orang yang cukup dibagi berdasarkan geografi dengan anggapan bahwa kebutuhan dan kemauan mereka sama. Ada tiga cara lain membagi pasar. Pembagian pasar berdasarkan variable demografi, untuk memilah-milah pasar atas faktor who to buy. Sedangkan variabel psikografi, membagi pasar atas faktor why they buy. Variabel perilaku, membagi pasar atas faktor how they buy dan mengacu pada kegiatan perilaku yang terjadi secara konkret.

2. Targeting Targeting adalah suatu tindakan memilah satu atau lebih segmen pasar

yang akan dimasuki. (Rangkuti, 2008: 49). Perusahaan 2C menyatakan semua orang (everyone), tanpa kecuali,

sebagai sasaran pasar. Sedangkan perusahaan 2,5 C, memilih orang yang cocok (suitable ones) yang diperkirakan bisa membeli produk yang dibuat. Perusahaan 3C, hanya dalam segmen pasar yang dianggap paling efektif sebagai sasaran pasar. Perusahaan 3,5 C, memilih orang yang berjumlah tidak banyak (a few good ones), suatu ceruk pasar (fragment) tertentu, terutama yang belum dilayani perusahaan secara baik. Tapi mungkin saja, perusahaan tersebut melayani beberapa ceruk sekaligus secara berbeda. Perusahaan 4C, menganggap setiap pelanggan, sebagai orang penting (someone) bagi perusahaan, karena itu perlu mendapat pelayanan individual.

3. Positioning

68

Page 69: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Positioning adalah penempatan posisi pasar. Tujuan Positioning ini untuk membangun dan mengkomunikasikan keunggulan bersaing produk yang ada di pasar ke benak konsumen.

Perusahaan 2C, terposisi dengan sendirinya sebagai satu-satunya perusahaan dalam industri tersebut. Sedangkan perusahaan 4C, bisa punya posisi berlainan untuk setiap pelanggannya. Antara kedua situasi ekstrim tersebut, perusahaan dapat memposisikan dirinya berturut-turut: sebagai lebih baik dari perusahaan lain, perusahaan yang berbeda dari yang lain, dan perusahaan yang punya posisi berbeda pada tiap ceruk yang berbeda. (Kertajaya, 1996 : 103).

Macam-macam Strategi Pemasaran Sesuai dengan perkembangan saat ini, strategi muncul dengan macam

bentuk dan nama. Berikut ini disajikan 14 (empat belas) macam strategi yang terkenal dan sudah digunakan oleh banyak perusahaan. Seperti pada Manajemen Strategik: Pengantar Proses Berpikir Strategik, Wahyudi, Agustinus Sri, SE, MBA, 1996: 89.Keempat belas strategi itu adalah:1) Integrasi Ke depan (Forward Integration)

Mendapatkan kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas penyalur atau penjual eceran. Strategi ini digunakan ketika:a. Jalur distribusi yang ada sangat

mahal, kualitasnya terbatas dan tidak dapat mendistribusikan dengan cepat.

b. Organisasi mempunyai kemampuan modal dan sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk mengelola bisnis baru.

c. Bisnis distribusi atau eceran mempunyai margin keuntungan yang tinggi.

d. Produksi yang stabil lebih diutamakan sehingga dapat diprediksi permintaan akan produk perusahaan melalui distributor.

2) Integrasi Ke belakang (Backward Integration)Mendapat kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pemasok (supplier). Strategi ini digunakan ketika:a. Jumlah pemasok sedikit sedangkan

pesaing sangat banyak.b. Perusahaan menginginkan pasokan

bahan baku yang cepat sedangkan pemasok yang ada tidak mampu menyediakan dan sangat mahal.

c. Kestabilan harga lebih diutamakan, karena dengan strategi iniperusahaan dapat menekan biaya bahan baku.

d. Pemasok yang ada memiliki marjin keuntungan yang tinggi dan perusahaan mempunyai modal dan sumber daya manusia yang berkualitas.

3) Integrasi Horisontal (Horisontal Integration)Mendapatkan kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pesaing (competitor). Strategi ini digunakan ketika:

69

Page 70: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

a. perusahaan dapat menjadi monopolistik di suatu daerah tanpa melanggar peraturan pemerintah.

b. Perusahaan bersaing di industri yang sedang berkembang.

c. Dapat meningkatkan skala ekonomi untuk mendukung keunggulan bersaing.

d. Memiliki modal dan sumber daya manusia yang cukup untuk melakukan ekspansi.

4) Pengembangan Pasar (Marked Development)Memperkenalkan produk-produk yang sudah ada ke daerah pemasaran yang baru (pangsa pasar bertambah). Strategi ini digunakan ketika:a. Jaringan distribusi tersedia,

berkualitas dan tidak mahal. b. Perusahaan memiliki kelebihan

kapasitas produksi.c. Perusahaan saat ini sangat berhasil

atas apa yang dikerjakan.d. Muncul pasar yang baru atau pasar

belum jenuh. 5) Pengembangan Produk (Produk

Development)Meningkatkan penjualan dengan cara memperbaiki tau mengembangkan produk-produk yang sudah ada. Strategi ini digunkan ketika:a. Memiliki produk-produk yang

berhasil/sukses dan telah berada pada tahap jenuh (maturity stage).b. Pesaing menawarkan produk dengan

kualitas lebih baik dan harga lebih murah.c. Perusahaan memiliki kemampuan

riset dan pengembangan produk.d. Bersaing di industri yang sedang

bertumbuh.6) Penetasi Pasar (Marked Penetration)

Meningkatkan pangsa pasar yanga ada untuk produk tertentu melalui usaha pemasaran secara besar-besaran. Strategi ini digunakan ketika:a. Dapat meningkatkan skala ekonomi

untuk mendukung keunggulan bersaing.b. Terdapat hubungan yang tinggi

antara pengeluaran untuk pemasaran terhadap kenaikan penjualan.c. Pangsa pasar pesaing menurun

sedangkan total penjualan industri meningkat.d. Pasar yang ada belum jenuh oleh

produk dan jasa perusahaan. 7) Diversifikasi Konsentrik

Menambah produk-produk baru yang saling berhubungan untuk pasar yang sama. Strategi ini digunakan ketika:a. Bersaing di suatu industri yang tidak

tumbuh atau pertumbuhannya lambat.

70

Page 71: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

b. Produk yang ada telah mengalami tahap penurunan.

c. Produk yang baru dapat ditawarkan dengan harga yang lebih kompetitif dan dapat meningkatkan penjualan produk yang sudah ada.

d. Produk yang baru memiliki tingkat penjualan musiman sehingga dapat menutup kerugian pada saat produk yang ada memasuki musim penurunan.

8) Diversifikasi Konglomerat (Conglomerate Diversification)Menambah produk-produk baru yang tidak saling berhubungan untuk pasar yang berbeda. Strategi ini digunakan ketika:a. Industri mengalami penurunan dalam

penjualan tahunan dan keuntungan.b. Pasar untuk produk yang ada telah

jenuh. c. Perusahaan mempunyai peluang

untuk membeli bisnis yang tidak berkaitan dan merupakan peluang investasi yang menarik.

d. Mempunyai modal dan kemampuan manajemen yang dibutuhkan dalam bersaing di industri baru.

9) Diversifikasi Horisontal (Horisontal Diversification)Menambah produk yang baru yang tidak berhubungan dengan tujuan memuaskan pelanggan yang sama. Strategi ini digunakan ketika:a. Produk baru akan meningkatkan

penerimaan dari produk yang sudah ada.b. Bersaing dalam industri yang tidak

tumbuh tetapi persaingan sangat ketat. c. Jaringan distribusi yang ada dapat

digunakan untuk memasarkan produk baru ke pelanggan yang ada. d. Produk baru memiliki musim

penjualan yang berbeda dengan produk yang ada. 10) Usaha Patungan (Joint Venture)

Dua atau lebih perusahaan bekerja sama membentuk suatu perusahaan yang baru yang terpisah dari kedua induknya. Strategi ini digunakan ketika:a. Dua atau lebih perusahaan kecil

tidak mampu bersaing dengan perusahaan besar.b. Muncul kebutuhan secepatnya

memperkenalkan teknologi baru.c. Keunggulan yang berbeda dari

kedua perusahaan dapat saling melengkapi.d. Perusahaan masuk ke pasar

internasional sehingga akan mendapatkan kemudahan-kemudahan dari pemerintah setempat.

11) Pengurangan (Rentrencment)Penghematan biaya dengan cara mengurangi sebagian dari aset perusahaan untuk menanggulangi turunnya penjualan dan keuntungan. Strategi ini digunakan ketika:

71

Page 72: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

a. Mempunyai kemampuan tertentu tetapi selalu gagal memenuhi tujuan dan sasaran.

b. Perusahaan merupakan salah satu pesaing yang paling lemah di dalam industri.

c. Mengalami ketidak efisienan, moral karyawan yang buruk, keuntungan yang rendah dan mendapat tekanan dari pemegang saham untuk memperbaiki diri.

d. Perusahaan tumbuh menjadi besar dengan sangat cepat sehingga memerlukan reorganisasi internal.

12) Penciutan Bisnis (Diversiture)Menjual sebuh unit bisnis atau sebagian dari perusahaan kepada pihak lain. Strategi ini digunakan ketika:

a. Perusahaan telah memakai strategi pengurangan, tetapi tidak ada perbaikan.

b. Sebuah divisi memerlukan lebih banyak sumber daya untuk bersaing.

c. Sejumlah besar uang diperlukan secara mendesak sedangkan dana tidak dapat diperoleh dari sumber-sumber lain.

d. Suatu divisi bertanggung jawab terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan.

13) Likuidasi (Liquidation)Menjual seluruh asset perusahaan atau dengan kata lain menutup sebuah perusahaan. Strategi ini digunakan ketika:

a. Perusahaan telah memakai strategi no. 11 dan 12, tetapi tetap gagal.

b. Pemegang saham dapat meminimalkan kerugiannya dengan menjual harta perushaan.

c. Jika likuidasi merupakan satu-satunya alternatif.

14) Kombinasi (Combination)Mengikuti dua atau lebih strategi diatas secara simultan pada waktu yang sama atau waktu yng berurutan. Strategi ini digunakan ketika:

a. Mempunyai sumber daya dan kemampuan yang cukup untuk melakukan beberapa strategi.

b. Terdapat peluang yang menarik untuk investasi, perusahaan ingin tumbuh dengan cepat.

Strategi Penyerangan PasarAda dua macam strategi penyerangan pasar menurut Kotler (2006: 165-

167); perusahaan dapat bertindak sebagai Penantang Pasar atau Pengikut Pasar.

Penantang PasarMenentukan Sasaran Dan Lawan Strategisa. Menyerang Pemimpin Pasar

Merupakan strategi beresiko tinggi namun berimbalan tinggi dan masuk akal bila pemimpin pasar adalah ”pemimpin palsu” yang tidak melayani pasar dengan baik. Daerah yang perlu diamati adalah kebutuhan atau ketidakpuasan

72

Page 73: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

pelanggan. Suatu segmen cukup besar yang idak dilayani dengan baik merupakan sasaran strategi yang baik.

b. Menyerang perusahaan seukuran yang yang tidak bekerja dengan baikPenantang pasar dapat menyerang perusahaan yang memiliki produk tua, yang mengenakan harga berlebihan atau yang tidak memuaskan pelanggan. Strategi Diskon Harga

Penantang dapat menjual suatu produk yang sebanding dengan harga yang lebih murah. Ini adalah strategi inti untuk pengecer diskon. Agar strategi diskon harga berhasil, tiga kondisi harus dipenuhi. Pertama, penantang harus meyakinkan pembeli bahwa produk dan jasanya sebanding dengan pemimpin. Kedua, pembeli harus sensitif terhadap perbedaan harga dan merasa nyaman untuk berpindah pemasok. Ketiga, pemimpin pasar harus menolak untuk memotong harganya walau diserang pesaing.

Strategi Barang Lebih MurahPenantang dapat menawarkan produk berkualitas rata-rata atau rendah dengan harga yang jauh lebih rendah. Strategi ini berhasil jika terdapat cukup banyak segmen pembeli yang hanya tertarik pada harga. Namun, perusahaan yang memantapkan diri dengan strategi ini dapat diserang oleh perusahaan ”barang lebih murah” yang harganya bahkan lebih murah. Untuk pertahanan, mereka dapat mencoba meningkatkan kualitas mereka secara bertahap.

Strategi Barang PrestisPenantang pasar dapat meluncurkan suatu produk berkualitas lebih tinggi dan mengenakan harga yang lebih tinggi daripada pemimpin.

Strategi Perluasan ProdukPenantang dapat menyerang pemimpin dengan meluncurkan produk yang lebih beragam,sehingga memberikan lebih banyak pilihan bagi pembeli.

Strategi Inovasi ProdukPenantang dapat menerapkan inovasi produk untuk menyerang posisi pemimpin. Masyarakat sering paling diuntungkan dari strategi penantang yang berorientasi inovasi produk.

Strategi Pelayanan yang DitingkatkanPenantang dapat mencoba menawarkan pelayanan yang baru atau lebih baik pada pelanggan.

Strategi Inovasi DistriusiPenantang mungkin menemukan atau mengembangkan suatu saluran distribusi baru.

Strategi Pengurangan Biaya ManufakturPenantang mungkin mempertahankan biaya manufaktur yang lebih rendah daripada pesaingnya melalui pembelian yang lebih efisien, biaya buruh yang lebih murah, dan/atau peralatan produksi yang lebih modern. Perusahaan itu dapat menggunakan biayanya yang lebih murah untuk menentukan harga yang lebih agresif untuk mendapatkan pangsa pasar.

Promosi Periklanan IntensifBeberapa penantang menyerang pemimpin dengan meningkatkan pengeluaran iklan dan promosi mereka. Namun, pengeluaran promosi yang besar biasanya bukan strategi yang baik kecuali produk atau pesan iklan penantang menunjukkan keunggulan atas pesaing.

73

Page 74: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

c. Menyerang perusahaan Kecil Beberapa perusahaan besar tumbuh mencapai ukuran sekarang tidak dengan mencuri pelanggan perusahaan lain tetapi dengan memangsa perusahaan-perusahaan yang lebih kecil.

Strategi Penyerangan Umuma. Serangan Frontal

Penyerang dikatakan melakukan serangan frontal (berhadapan) jika ia mengumpulkan kekuatannya menantang lawannya. Ia menentang kekuatan lawannya. Ia menyearang kekuatan bukan kelemahannya. Hasil tergantung siapa yang lebih kuat dan lebih tahan. Dalam serangan frontal murni, penyerang menyamai produk, iklan dan harga pesaing. Prinsip kekuatan mengatakan, pihak yang memiliki kekuatan (sumber daya) lebih besar akan memenangkan pertempuran. Peraturan ini dimodifikasi jika yang bertahan memiliki efisiensi tembakan yang lebih baik karena memiliki posisi yang lebih baik.

b. Serangan RusukPasukan musuh paling kuat ditempat ia mengira akan diserang dan kurang kuat dirusuk dan di belakang. Titik lemahya, karena itu, adalah sasaran empuk serangan. Prinsip utama peperangan menyerang modern adalah pemusatan kekuatan terhadap kelemahan. Penyerang mungkin menyerang sisi yang kuat untuk menyibukkan pasukan yang bertahan tetapi akan meluncurkan serangan sebenarnya di rusuk atau di belakang. Serangan rusuk (flanc attack) paling masuk akal secara pemasaran dan sangat menarik untuk penyerangan dengan sumber daya yang lebih sedikit darpada musuhnya. Kalau penyerang tidak dapat mengalahkan dengan kekuatan, ia dapat menyerangnya dengan siasat. Serangan rusuk ini mengikuti tradisi filosofi pemasaran modern, yaitu tujuan pemasaranm adalah menemukan kebutuhan dan memenuhinya.

c. Serangan PengepungManuver pengepungan (encirclement) adalah usaha untuk meraih bagian besar daerah musuh melalui serangan ”kilat” terpadu. Meliputi, serangan besar di beberapa sisi sehingga musuh harus melindungi muka, rusuk dan belakangnya sekaligus.penyerang menawarkan kepada pasar segala sesuatu yang ditawarkan pesaing bahkan lebih baik, sehingga penawaran tersebut tidak bisa ditolak. Pengepungan masuk akal jika penyerang mempunyai sumber daya lebih unggul dan percaya bahwa pengepungan cepat akan mematahkan semangat musuh.

d. Serangan MenghindarSerangan menghindar (bypass attack) adalah serangan yang paling tidak langsung. Maksudnya ialah menghindari musuh dan menyerang pasar yang lebih mudah untuk memperluas basis sumber daya. Strategi ini memiliki tiga pendekatan: diversifikasi ke produk yang tidak berkaitan, diversifikasi ke pasar geografis baru dan meloncat (leapfrogging) ke teknologi baru untuk mengganti produk yang telah ada.

e. Serangan GerilyaPerang gerilya berarti melakukan serangan-serangan kecil dan berkala terhadap berbagai daerah musuh. Tujuannya adalah mengganggu dan

74

Page 75: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

menurunkan semangat musuh dan akhirnya mendapat tempat permanen. Menggunakan cara, potongan harga selektif, serangan promosi yang gencar dan kadang-kadang tuntutan hukum.

Strategi Penyerangan KhususAnalisa Lingkungan

Lingkungan meliputi variabel-variabel yang mempengaruhi perusahaan baik berasal dari dalam (internal), ataupun luar (eksternal). Analisa lingkungan adalah suatu proses yang digunakan perencanaan strategis untuk memantau sektor lingkungan dalam mengidentifikasi peluang ancaman, kekuatan serta kelemahan yang ada pada perusahaan.

Tujuan utama analisa lingkungan adalah untuk melihat adanya peluang (Opportunity) baru. Peluang pemasaran didefinisikan sebagai berikut: ”Peluang pemasaran ialah suatu kebutuhan dimana perusahaan dapat bergerak dengan memperoleh laba”. (Kotler, 1995: 92). Berdasarkan analisa lingkungan, strategi pemasaran yang efektif dapat dibuat. a. Analisa Lingkungan Eksternal

Analisa lingkungan eksternal ialah analisa terhadap variabel-variael yang berada diluar perusahaan yang berpotensi menghasilkan peluang (Opportunity) ataupun ancaman (threat). Variabel-variabel tersebut adalah demografi, ekonomi, teknologi, politik, budaya serta pelanggan, pesaing, saluran distribusi dan pemasok.

Lingkungan demografi memperlihatkan pertumbuhan penduduk dunia yang tinggi, distribusi umur, etnis, pendidikan, jenis rumah tangga baru, pergesaran populasi secara grafis dan perpecahan dari pasar masal menjadi pasar-pasar mikro. Lingkungan ekonomi memperlihatkan suatu perlambatan dalam pertumbuhan pendapatan riil, tingkat tabungan yang rendah dan hutang yang tinggi dan perubahan pola pengeluaran konsumen. Lingkungan teknologi memperlihatkan perubahan teknologi yang semakin cepat, kesempatan inovasi yang tidak terbatas, anggaran riset dan pengembangan yang tinggi, konsentrasi pada perbaikan kecil daripada penemuan besar dan pengaturan yang meningkat terhadap perubahan teknologi. Lingkungan politik terdiri dari hukum, badan pemerintah dan kelompok berpengaruh yang mempengaruhi dan membatasi berbagai organisasi dan individu dalam masyarakat, lingkungan budaya memperlihatkan kecenderungan jangka panjang menuju realisasi diri, kepuasan langsung dan orientasi yang lebih sekuler.

Pelanggan masa kini dibanjiri banyak pilihan produk dan jasa yang dapat mereka beli. Pelanggan memilih berdasarkan persepsi mereka akan mutu, pelayanan dan nilai. Perusahaan harus memahami faktor penentu nilai dan kepuasan pelanggan.

Mengetahui pesaing adalah sangat penting bagi perencanaan pemasaran yang efektif. Perusahaan harus terus membandingkan produk, harga, saluran, promosinya dengan pesaing dekatnya. Dengan cara ini ia dapat menentukan bidang dimana ia memiliki keuntungan dan kelemahan kompetitif.

Sebagian besar produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk membawa produk mereka ke pasar. Perantara pemasaran membentuk suatu saluran pemasaran (disebut juga saluran perdagangan atau saluran distribusi). Definisi saluran pemasaran dari Stren dan El-Ansary: ”Saluran pemasaran dapat dilihat sebagai sekumpulan organisasi independen yang

75

Page 76: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

terlibat dalam proses membuat suatu produk atau jasa tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi”. (Kotler, 1995: 623).

Tidak menarik jika pemasok perusahaan dapat meningkatkan harga atau mengurangi kuantitas. Pemasok cenderung menjadi kuat jika mereka terkonsentrasi atau terorganisir, terdapat sedikit substitusi, produk pasokan adalah input yang penting dan jika pemasok dapat melakukan integrasi kedepan. Pertahanan terbaik adalah dengan membangun hubungan yang sama-sama menguntungkan (win-win) dengan pemasok atau menggunakan banyak sumber pasokan.

Sebagian perkembangan dalam lingkungan eksternal merupakan ancaman yang didefinisikan sebagai berikut: ”Ancaman lingkungan adalah tantangan akibat kecenderungan yang tidak menguntungkan atau perkembangan yang akan mengurangi penjualan dan laba bila tidak dilakukan gerakan pemasaran defenisif. (Kotler, 1995: 93).

b. Analisa Lingkungan InternalAnalisa lingkugan internal adalah analisa terhadap variabel-variabel

yang berada di dalam perusahaan agar diketahui kekuatan (Strength) dan kelemahannya (weakness), sehingga perusahaan dapat memanfaatkan kekuatan dengan cara yang efektif dan dapat menangani kelemahan. Variabel-variabel tersebut antara lain adalah pemasaran, keuangan, sumber daya manusia dan operasi. Analisa lingkungan internal dilakukan dalam rangka menilai atau mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari tiap-tiap divisi. Analisa ini berusaha untuk menjawab pertanyaan: apa yang kami punya atau apa yang seharusnya dilakukan untuk membuat kami berbeda? Intinya adalah berusaha untuk mencari keunggulan-keunggulan yang akan dapat dipakai untuk membedakan diri dari pesaing.

Kekuatan (Strength) adalah suatu keunggulan sumber daya, ketrampilan atau kemampuan lainnya yang relatif terhadap pesaing dan kebutuhan dari pasar yang dilayani dan hendak dilayani oleh perusahaan, sedangkan kelemahan (weakness) adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, ketrampilan dan kemampuan yang secara serius menghalangi kinerja efektif suatu perusahaan.

c. Analisa SWOTAnalisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis

untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan Kekuatan (Strength) dan Peluang (Opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan Kelemahan (Weakness) dan Ancaman (Threat).

Kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal yaitu Peluang dan Ancaman dengan faktor Internal yaitu Kekuatan dan Kelemahan. Dengan demikian perencanaan strategis (Strategic Planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis pemasaran (Kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANDeskripsi Hasil Penelitian

76

Page 77: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Identifikasi KekuatanKekuatan perusahaan merupakan sumber daya utama yang harus dikelola dan

dapat dimanfaatkan secara efektif guna pencapaian tujuan perusahaan. PT Propan Raya yang telah dikenal karena keunggulan kualitas produknya (wood finishing), kini mempersembahkan cat tembok yang berkualitas tinggi. Manajemen PT Propan Raya sangat yakin dengan kualitas rangkaian cat Decor dan Eco Emulsion.

Keunggulan utama yang dimiliki adalah kualitas produk yang sangat tinggi. Diantaranya mempunyai tingkat daya tutup (hidding power), cat PT Propan Raya menggungguli semua produk kompetitor. Semakin tinggi daya tutup maka semakin luas daya sebar cat tersebut. Bila daya sebar cat semakin luas maka semakin irit juga jumlah cat yang dibutukan. Pada akhirnya biaya yang dikeluarkan juga semakin kecil. Cat berkualitas tinggi memang memiliki harga jual tinggi tetapi akan memberikan hasil yang maksimal. Dan jika dihitung total pengeluaran jatuhnya lebih murah.

Keunggulan lain adalah mudah dibersihkan, dengan air sabun dan sikat sekalipun. Mampu mencegah kerusakan cat akibat tingkat alkali (asam semen) pada tembok. Untuk cat tembok ekterior seperti Decorflex dan Decorshield memiliki daya tahan yang sangat kuat terhadap pertumbuhan jamur dan lumut. Kelebihan lain cat Decorflex adalah fleksibilitasnya yang sangat tinggi sehingga mampu menutupi retak rambut pada tembok. Keunggulan ini menyebabkan Decorflex sering digunakan untuk gedung-gedung yang tinggi.

Tabel 4.4Perbandingan Kualitas Produk Cat Tembok

PROPAN NIPPON PAINT ICIHidding Power

Eco Emulsion(1)

Vinilex(2)

Catylac(2)

Dirty Shield Decorcryl(4)

Vinilex(2)

Catylac New(1)

Alkaly Resisting

Decorshield

(1)

Vinilex (Eksterior)

(2)

Dulux Weathershield

(2)Sumber: Data hasil Riset Kualitas Produk (Divisi Trainning - aplikator)

Dengan jaminan mutu tinggi yang selalu diberikan PT Propan Raya pihak manajemen sangat yakin cat tembok PT Propan Raya mendapat respon yang sangat baik dari konsumen. Hal ini terbukti dengan tinggi tingkat pertumbuhan penjualan cat tembok di Surabaya sejak peluncrannya bulan Mei 2009. Repeat order sering dilakukan toko-toko PPC.

Selain kekuatan pada kualitas produk PT Propan Raya mempunyai sistem kerja manajemen yang sangat baik. Kepemimpinan yang terbuka dan berpandangan ke depan yang dimiliki PT Propan Raya menjadi modal dasar bagi perusahaan guna penyusunan arah dan tujuan dalam penciptaan dan pengembangan strategi bersaing di lingkungan industri. Reputasi perusahaan (nama dan citra perusahaan), serta reputasi mutu yang baik yang dimiliki perusahaan merupakan ujung tombak didalam pemasaran dan pengembangan produk PT Propan Raya dalam usahanya memperluas pangsa pasar.

77

Page 78: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Kepuasan pelanggan akan mutu dan pelayanan dapat memperkecil hilangnya pelanggan sehingga perusahaan memiliki pelanggan pasti yang akan kembali jika suatu saat membutuhkan produk sejenis, hal ini sangat menguntungkan perusahaan karena peran word of mounth communication dari pelanggan yang puas akan mutu dan pelayanan secara tidak langsung menyebabkan perusahaan memiliki kekuatan bersaing yang cukup baik.

Dalam bidang produksi dan operasi serta sumber daya, dengan tingkat ketersediaan bahan mentah yang cukup bagus menyebabkan perusahaan memiliki kemampuan dalam pemenuhan setiap permintaan pasar. Karyawan yang mampu dan loyal pada perusahaan serta memiliki keterampilan teknik dan produksi sangat membantu dalam proses efisiensi dan efektivitas produksi sehingga dapat menyelesaikan tugas kerja tepat waktu. Para tenaga penjual yang selalu bekerja keras mancapai target. Peningkatan sumber daya manusia juga menjadi pertimbangan utama bagi perusahaan sehingga pendidikan keterampilan secara berkala juga dilakukan perusahaan. Fasilitas yang tersedia juga telah dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.

Hasil penilaian kekuatan perusahaan (dalam hal pemasaran cat tembok) berdasarkan pada pendapat dari pihak manajemen, PT Propan Raya memiliki kekuatan yang besar. Kekuatan perusahaan menunjukkan nilai sebesar (4,314), secara lebih rinci kekuatan perusahaan terdapat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5Kekuatan Perusahaan

Kekuatan Bobot SkalaBobot x Skala

Reputasi mutu yang baik yang dimiliki perusahaan 0,08 4,667 0,373Reputasi perusahaan / Nama & citra perusahaan 0,077 4,667 0,359Kualitas produk 0,083 5,000 0,415Kapasitas memenuhi permintaan 0,056 4,000 0,224Pangsa pasar perusahaan 0,083 4,333 0,360Kepuasan pelanggan akan mutu & pelayanan 0,07 4,333 0,303Karyawan yang mampu dan loyal 0,07 4,000 0,280Keputusan yang cepat dan kemampuan bertindak 0,067 4,333 0,290Kemampuan dan pengalaman manajerial 0,067 4,000 0,268Peningkatan sumber daya manusia 0,067 4,000 0,268Fasilitas yang tersedia 0,06 4,000 0,240Efektivitas organisasi 0,07 3,667 0,257Kepemimpinan yang terbuka dan berpandangan ke depan 0,08 4,667 0,373Efektivitas tenaga penjual 0,07 4,333 0,303Total 1 4,314

Sumber: Hasil Penelitian.

Dengan kekuatan yang dimilikinya perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif didalam pengembangan pasar industri, sehingga akan mampu memanfaatkan peluang terjadi dan meminimalkan kelemahan dan resiko yang mungkin timbul.

Identifikasi KelemahanEfektifias promosi merupan kelemaham utama PT Propan Raya. Dalam

kunjungan lapangan (joint visit) ke toko-toko penulis mendengar sendiri keluhan para pemilik toko tentang hal ini. Mereka mepertanyakan kebijakan perusahaan

78

Page 79: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

yang tidak melakukan promosi demi meningkatkan jumlah penjualan cat tembok. Dibandingkan dengan kompetitor, seperti ICI yang melakukan promosi besar-besar melalui berbagai media masa cetak maupun elektronik.

Efeknya memang kelihatan, dalam penguasaan pasar ICI dengan cat Dulux-nya menjadi marked leader cat tembok premium. Mengenai hal ini manajemen PT Propan Raya mempunyai pertimbangan lain. Promosi skala besar oleh manajemen direncanakan pada Januari 2010. Yang dilakukan sekarang adalah fokus pada usaha memperkenalkan cat Decor dan Eco Emulsion kepada ke pasar ritel. Disamping itu proses pendistribusiannya terus ditingkatkan.

Faktor lain yang menjadi kekurangan PT Propan Raya adalah keunggulan georgrafis perusahaan. Dimaksudkan disini adalah dalam hal melayani pelanggan di pasar. Dengan wilayah (area) Surabaya yang luas dan dengan pasar yang beragam, PT Propan Raya mengalami kekurangan tenaga penjual.

Hasil penilaian kelemahan perusahaan berdasarkan pada pendapat dari pihak manajemen, PT Propan Raya memiliki kelemahan yang agak besar kelemahan perusahaan menunjukkan nilai sebesar (2,568), secara lebih rinci kelemahan perusahaan terdapat pada tabel 4.6. Kelemahan perusahaan dapat diminimalkan dengan kekuatan perusahaan.

Tabel 4.6Kelemahan Perusahaan

Kelemahan Bobot Skala Bobot x SkalaEfektivitas promosi 0,7 2,33 1,631Keunggulan geografis 0,3 2,33 0,699Total 1 2,568Sumber: Hasil Penelitian

Identifikasi PeluangPeluang (opportunity) adalah sesuatu yang sangat diyakini perusahaan

dengan nya dapat mencapai tujuan atau misi yang harapkan. Dalam dunia pemasaran peluang merupakan arena yang sangat menarik bagi perusahaan untuk melakukan kegiatan pemasaran, dimana perusahaan akan memperoleh keunggulan bersaing dipasar. Kemampuan menemukan peluang usaha akan menentukan keberhasilan suatu usaha.

Kompetisi yang kuat selain merupakan ancaman juga merupakan peluang bagi perusahaan dimana perusahaan dapat melihat pesaing sebagai alat pembanding potensi diri untuk dapat memperbaiki dan melengkapi kekurangan yang ada. Sehingga perusahaan mampu mengelola segala sumber daya dan kemampuan secara optimal agar efisiensi dan efektivitas tujuan perusahaan dapat tercapai.

Kekuatan finansial perusahaan merupakan modal dasar suatu perusahaan dalam usahanya bergerak dan berkembang PT Propan Raya memiliki kekuatan finansial yang cukup baik. Tingkat pertumbuhan permintaan cat tembok sejak peluncurannya menunjukkan peningkatan yang signifikan, sebagaimana nampak dalam tabel 4.2.

Ukuran pasar yang cukup luas serta tingkat pertumbuhan pasar yang cukup baik adalah peluang tersendiri yang harus dapat diolah dan dilayani dengan baik mengingat PT Propan Raya memiliki kekuatan yang cukup baik. Respon pasar yang tinggi dalam penjualan, periklanan dan promosi merupakan peluang bagi

79

Page 80: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

perusahaan untuk dapat menetapkan strategi keunggulan bersaing yang tepat dalam memenangkan persaingan.

Kondisi politik, sosial dan ekonomi yang stabil memberikan peluang bagi perusahaan untuk dapat mengoptimalkan biaya produksi sehingga mampu menekan harga jual produk. Struktur harga yang stabil merupakan peluang guna meraih pasar yang lebih baik, karena pelanggan tidak merasa kecewa akan perubahan harga yang cukup fluktuatif. Resiko yang rendah membuat perusahaan berani dan mampu dalam menjejaki setiap kemungkinan baik dalam pengembangan produk maupun pasar produk perusahaan.

Hasil penilaian peluang perusahaan menunjukkan, PT Propan Raya memiliki peluang yang cukup besar. Peluang perusahaan menunjukkan nilai sebesar (3,237), secar lebih rinci peluang perusahaan terdapat pada tabel 4.7. Peluang perusahaan dapat dicapai guna meraih keunggulan bersaing dengan memanfaatkan kekuatan sebaik mungkin serta meminimalkan kelemahan yang dimiliki dan ancaman yang dihadapinya.

Tabel 4.7Peluang Perusahaan

Fenomena Peluang Bobot Skala Bobot x SkalaPerubahan teknologi 0,07 2,667 0,187Politik, sosial, ekonomi 0,07 3,000 0,210Ukuran pasar 0,07 3,333 0,233Tingkat pertumbuhan pasar 0,09 3,333 0,300Kompetisi yang kuat 0,13 3,667 0,477Struktur harga yang stabil 0,11 3,667 0,403Respon yang tinggi dalam penjualan, periklanan dan promosi

0,1 3,667 0,367

Investasi yang tinggi 0,12 3,000 0,360Kekuatan finansial perusahaan 0,09 3,000 0,270Resiko yang rendah 0,09 3,000 0,270Perbandingan kekuatan 0,06 2,667 0,160Total 1 3,237

Sumber: Hasil Penelitian

Identifikasi AncamanSetiap perusahaan selalu memiliki pesaing yang dapat mengancam posisi

perusahaan setiap saat apabila tidak ada langkah antisipasi. Ancaman tidak selalu merugikan dan membahayakan tetapi terkadang menguntungkan selama perusahaan mampu menghadapi dengan baik dan mampu merubahnya menjadi suatu peluang yang menguntungkan dengan kekuatan yang dimiliki perusahaan tersebut.

Tingkat persaingan yang tinggi dalam lingkungan industri juga dihadapi oleh PT Propan Raya sebagaimana dijelaskan pada analisa pesaing. Terdapat 2 (dua) pesaing utama dalam pemasaran cat tembok di Surabaya, ICI dan Nippon Paint. Kedua perusahaan itu mempunyai reaksi yang sangat cepat terhadap perubahan pasar. Agresifitas pemasarannya juga sangat tinggi. Hal ini memaksa perusahaan untuk terus berinovasi dalam melakukan pemasaran yang lebih efektif. Dengan demikian pangsa pasar yang diperoleh semakin luas.

Kekuatan menawar dari pelanggan dan supplier juga merupakan anacaman tersendiri dimana pelanggan memiliki kemampuan untuk mendapatkan harga

80

Page 81: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

yang dirasakan terbaik untuk produk yang dibutuhkannya dan supplier memiliki kekuatan tersendiri dalam menentukkan nilai jual dan menjual produknya pada perusahaan yang dapat dipercaya oleh supplier.

Dalam melakukan strategi bersaing untuk menghadapi kondisi persaingan yang ada, reaksi pesaing juga menjadi ancaman bagi PT Propan Raya dimana pesaing juga akan melakukan strategi perlawanan dalam menghadapi perubahan strategi dari pesaing dekatnya.

Dengan keadaan negara yang relatif lebih stabil memberikan keleluasaan bagi perusahaan untuk dapat berusaha semaksimal mungkin. Pembangunan yang terus digalakan, selama bencana-bencana alam juga tidak mengguncang Indonesia lagi.

Hasil penelitian menunjukkan PT Propan Raya tidak mendapatkan ancaman yang berarti dalam melakukan pemasaran cat tembok di Surabaya. Ancaman perusahaan hanya menunjukkan nilai sebesar (2,6523), secara lebih rinci ancaman perusahaan terdapat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8Ancaman Perusahaan

Ancaman (Threat) Bobot Skala Bobot x SkalaPerang harga / promosi 0,14 3,33 0,4662Perubahan keinginan dan ukuran konsumen 0,12 2,33 0,2796Kekuatan menawar pelanggan dan supplier 0,11 3,67 0,4037Tingkat persaingan 0,1 3,00 0,3Fluktuasi nilai mata uang asing 0,1 2,00 0,2Reaksi dari pesaing yang ada 0,09 3,33 0,2997Perubahan teknologi 0,08 2,00 0,16Kenaikan segmentasi pasar 0,07 2,00 0,14Stagnasi ekonomi 0,07 2,00 0,14Perubahan sosial / politik 0,07 2,33 0,1631Inflasi 0,05 2,00 0,1Total 1 2,6523

Sumber: Hasil PenelitianAncaman perusahaan dapat diminimalkan dengan memanfaatkan kekuatan

perusahaan dalam menentukkan strategi pemasaran yang tepat agar tetap unggul dalam persaingan.

Strategi PT Propan Raya berdasarkan Analisis SWOTStrategi Peningkatan Layanan (service)

Dalam melakukan strategi penyerangan umum yang dibangun adalah penyerangan frontal yang agresif. Penyerang dikatakan melakukan serangan frontal (berhadapan) jika ia mengumpulkan kekuatannya menantang lawannya. Ia menentang kekuatan lawannya. Ia menyerang kekuatan bukan kelemahannya. Hasil tergantung siapa yang lebih kuat dan lebih tahan. Dalam serangan frontal yang agresif, PT Propan Raya menyamai produk, iklan dan harga pesaing dalam hal ini PT ICI. Prinsip kekuatan mengatakan, pihak yang memiliki kekuatan (sumber daya) lebih besar akan memenangkan pertempuran. Peraturan ini dimodifikasi jika yang bertahan memiliki efisiensi tembakan yang lebih baik karena memiliki posisi yang lebih baik.

Target penyerangan adalah Pemimpin Pasar (PT ICI). PT ICI belum melayani pasar cat tembok di Surabaya dengan baik. Cat tembok Decor dan Eco Emulsion memiliki keunggulan dalam hidding power, dirty shield dan alkaly resisting. Pengembangan keunggulan ini perlu ditingkatkan demi memperoleh

81

Page 82: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

kepuasan konsumen secara maksimal. Karena yang dibutuhkan konsumen dari sebuah produk cat tembok adalah cat yang berkualitas tinggi. Konsumen berani membeli produk yang sedikit lebih mahal asalkan mempunyai daya tahan lebih baik. Harapan mereka sekali membeli cat yang berkualitas, yang tahan lama walaupun lebih mahal dari pada setipa tahun harus melakukan pengecatan.

Untuk mewujudkan pola penyerangan diatas, dibutuhkan sebuah Strategi penyerangan khusus, yaitu suatu strategi yang lebih konkrit. Dalam kondisi pasar complicated, strategi penyerangan yang sesuai adalah Strategi Pelayanan yang Ditingkatkan.

PT Propan Raya dengan rangkaian cat Decor dan Eco Emulsion yang berkualitas tinggi, dapat mencoba menawarkan pelayanan yang prima dan langsung kepada pelanggan. Peningkatan pelayanan mock up (aplikasi) yang lebih berkualitas. Sembari memberikan tips dan cara praktis pengecatan berkualitas. Para tenaga penjual harus lebih meningkatkan pelayanan konsultasi terkait problem solving masalah pengecatan. Semua pelayanan diberikan secara cuma-cuma.

Peningkatan Strategi PromosiPromosi yang dilakukan PT Propan Raya menunjukkan kekurang-

efektifan sebagaimana ditunjukkan pada tabel kelemahan perusahaan pada tabel 4.7. dalam hal ini perusahaan perlu melakukan evaluasi penyebab kekurang-efektifan yang terjadi:a. Media Masa cetak dan elektronik: konsumen mempunyai kecenderungan

menggunakan produk yang sering diiklankan pada media masa terutama televisi. Ada anggapan bahwa produk cat tembok yang diiklankan di televisi adalah produk berkualitas tinggi. Karena tidak mungkin produsen berani menawarkan produk murahan melalui promosi yang besar-besaran. Selain itu iklan mempengaruhi daya ingat konsumen terhadap produk. Produk yang sering diiklankan akan semakin mudah diingat, dengan demikian menjadi brand image.

b. Website: www.propanraya.com berisi tentang info produk, profil perusahaan, pemesanan langsung on-line dan contact persons. Penggunaan website ini memudahkan pelanggan dapat melakukan pemesanan langsung dengan pembayaran melalui bank yang tercantum dalam profil perusahaan atau menghubungi sales person pada informasi yang tercantum dalam contact person. Dengan maraknya penggunaan internet sampai ke dunia pemasaran, keberadaan situs ini perlu dimanfaatkan secara maksimal sebagai media promosi yang efektif. www.propanraya.com harusnya lebih atraktif dan komunikatif sehingga pelanggan semakin dimanjakan dalam melakukan transaksi secara on-line.

c. Penjualan Pribadi (Personal Selling) penganalisaan hasil secara periodik diperlukn untuk mengetahui hambatan dan kesulitan yang dihadapi, pendidikan kepada sales person juga dibuthkan agar mampu memiliki penegtahuan produk (product knowlwdge), mengambil keputusan dalam penjualan produk serta mengumpulkan informasi pasar bagi perusahaan.

Riset PemasaranRiset pemasaran dibutuhkan untuk melakukan pengidentifikasian

informasi yang diperlukan dalam perencanaan produk, perkiraan biaya, analisa peluang pasar bagi produk yang ada dan baru serta jadwal pemasaran.

82

Page 83: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Demi meningkatkan pangsa pasar cat tembok di Surabaya, PT Propan Raya perlu meningkatkan usaha riset pemasaran. Kemudian melakukan pengembangan dalam seluruh aspek pemasaran dan penjualan.

SIMPULAN

Pada akhirnya berdasarkan analisa lingkungan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan PT Propan Raya mempunyai peluang yang cukup besar dalam memasarkan cat tembok di Surabaya, yaitu sebesar (3,237). Kompetisi pasar yang dinamis merupakan sebuah peluang besar. PT Propan Raya dapat menjadikan pesaing sebagai alat pembanding potensi diri untuk dapat memperbaiki dan melengkapi kekurangan yang ada. Sehingga perusahaan mampu mengelola segala sumber daya dan kemampuan secara optimal agar efisiensi dan efektivitas tujuan perusahaan dapat tercapai.

Analisis yang dilakukan menunjukkan kekuatan yang dimiliki PT Propan Raya sangat besar yaitu sebesar 4,314 (tabel 4.5). Kualitas produk yang sangat tinggi dibanding produk pesaing meliputi hidding power, dirty shield dan alkaly resisting. Strategi yang tepat untuk diterapkan oleh perusahaan adalah kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy). Dengan fokus pengembangan kebijakan pada peningkatan layanan kepada konsumen dan peningkatan promosi pada media masa cetak dan elektronik serta pada internet (online marketing). Penentuan strategi ini berdasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa perusahaan berada pada kuadran I, yaitu Strength dalam koordinat (0 : 4,314) dan Opportunity pada koordinat (3,237 : 0) yang tampak dalam gambar 4.1. (Diagram analisis SWOT PT Propan Raya). Pada kuadran ini, PT Propan Raya dalam penetapan kebijakan-kebijakan pemasaran dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan yaitu dengan menggunkan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Berdasarkan hasil analisa SWOT strategi pemasaran yang cocok untuk diterapkan adalah Strategi Peningkatan Layanan (service), Peningkatan Strategi Promosi dan peningkatan Penjualan Pribadi (Personal Selling) serta peningkatan bidang Riset Pemasaran.

DAFTAR PUSTAKA

Cravens, David W. (1999), Pemasaran Strategis (jilid 1), Penerbit Erlangga: Jakarta.

Freddy Rangkuti, (1997), Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis, Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Kertajaya, Hermawan, (2003), Marketing Plus 2000: Siasat Memenangkan Persaingan Global, Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Kotler, Philip, (1994), Marketing Management (Marketing Management 9e): Prenhallindo: Jakarta.

, (1995), Marketing Management (edisi Indonesia), Salemba Empat: Jakarta.

83

Page 84: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Manullang, M., (2008), Dasar – Dasar Manajemen, Gadja Mada University Press: Yogyakarta.

Satori, Djam’an, Prof. Dr. M.A. & Dr. Aan Komariah, M.Pd., (2009), Metodologi Penulisan Kualitatif, Alfabeta: Bandung.

Sidartha, Wili, "Membangun Bisnis dengan Arif” (Sajian Utama) Majalah SWA Sembada, No. 21/XXIII/ 27 September–7 Oktober 2007.

Terry, George R., (2006), Prinsip-Prinsip Manajemen, Bumi Aksara: Jakarta.

www.markplus.com

www.propanraya.com

84

Page 85: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

ANALISA RASIO DAN Z-SCORE UNTUK MENILAI KINERJA KEUANGAN

PT. HANJAYA MANDALA SAMPOERNA Tbk.

NgariwatiMaria Widyastuti dan Martinus Sony Erstiawan

Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Darma Cendika

ABSTRAK

Akibat krisis global ini, laju pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan yang dratis. Kondisi di atas menimbulkan banyaknya perusahaan-perusahaan besar maupun kecil mengalami kebangkrutan. Setiap perusahaan dituntut untuk siap menghadapi persaingan usaha dengan perusahaan lain dengan tujuan agar dapat tetap bertahan. Salah satu aspek pentingnya dalam menjaga eksistensi preusahaan adalah analisis terhadap laporan keuangan yaitu kegunaannya untuk meramal kontinuitas atau kelangsungan hidup perusahaan. Prediksi kebangkrutan hidup perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya potensi kebangkrutan. Oleh sebab itu diperlukan suatu analisa laporan keuangan untuk memahami “Bagaimana peranan analisa rasio keuangan dan metode Z-Score dapat digunakan untuk mengukur kinerja keuangan PT. Hanjaya Mandala Sampoerna?”. Tujuannya yaitu untuk mengetahui analisa rasio keuangan dan metode Z-Score digunakan untuk menilai kinerja keuangan PT. Hanjaya Mandala Sampoerna.

Penelitian ini menggunakan data sekunder pada PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. dengan tahun pengamatan yaitu tahun 2006, 2007,dan 2008. Data penelitian lapangan dengan mengumpulkan data dari BEI. Data yang dikumpulkan berupa laporan keuangan dari 4 (empat) perusahaan sejenis yaitu PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk., PT. Gudang Garam Tbk., PT. Bentoel International Investama Tbk., dan PT. BAT Indonesia. Untuk tahun 2006-2008. Metode penelitian ini menggunakan perhitungan rasio keuangan dan metode Altman (Z-Score), adapun analisa yang digunakan dalam mengukur kinerja perusahaan adalah dengan menggunakan metode times series dan rata-rata industri. Berdasarkan hasil penelitian atas laporan keuangan PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. dari tahun 2006-2008, dapat diketahui kinerja keuangan bisa dilihat dari segi likuiditas, leverage, profitabilitas dan aktifitasnya menunjukkan kinerja keuangan yang baik, walaupun perusahaan mengalami penurunan di tahun 2008 tetapi penurunan tersebut tidak melebihi standar yang ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan belum dapat mencapai target yang diinginkan, tetapi perusahaan telah mampu untuk mempertahankan kondisi keuangan

85

Page 86: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

perusahaan dengan sangat baik. Sedangkan untuk Z-Score perusahaan dapat diinterpretasikan perusahaan yang sehat, sehingga aman dari kebangkrutan. Performance PT Hanjaya Mandala Sampoerna harus dipertahankan dan ditingkatkan lagi kedepannya untuk mendapatkan hasil yang maksimal baik dari segi likuiditas, aktivitas usaha, dan profitabilitas. Perusahaan perlu menurunkan beban hutang yang meningkat 6,16% ditahun 2008 sehubungan dengan menurunnya kinerja leverage pada tahun tersebut, hal ini sangat perlu diwaspadai untuk mengantisipasi agar perusahaan tidak terbeban oleh hutang yang besar dalam jangka waktu yang lama, karena dapat berdampak negatif terhadap eksistensi perusahaan kedepannya. Berdasarkan hasil perhitungan Model Altman (Z-Score), kinerja perusahaan perlu dipertahankan supaya posisi keuangan dalam tetap dalam kondisi sehat.

Kata kunci : Analisa Rasio Keuangan, Metode Z-Score, Analisa Times Series, Rata-Rata Industri.

Latar Belakang Masalah Krisis keuangan dunia (krisis global) yang terus berlangsung hingga saat ini dan masih belum diketahui kapan akan berakhir. Di mana krisis global ini telah memberikan dampak negatif yakni laju pertumbuhan ekonomi global mengalami penurunan yang signifikan. Seperti yang telah kita ketahui bahwa sektor ekonomi merupakan sektor vital bagi perkembangan suatu negara. Banyak negara maju bahkan sudah mengalami resesi atau laju pertumbuhan ekonominya sudah negatif. Bisa dilihat dari banyaknya perusahaan besar di dunia yang bangkrut akibat krisis global ini. Begitu pun dengan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, juga banyak yang telah mengalami kebangkrutan. Kondisi diatas menimbulkan suatu permasalahan besar bagi perusahaan-perusahaan yang notabene merupakan motor penggerak roda perekonomian di Indonesia untuk memikirkan solusi terbaik sebagai tindakan preventif agar perekonomian dapat terus tumbuh dan berkembang. Dan sebagai langkah awal yang paling mudah dilakukan yaitu dengan melakukan suatu analisa terhadap kondisi keuangan perusahaan untuk mengetahui performance usaha dan memprediksikan kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada suatu perusahaan. Di dalam sektor ekonomi industri memegang peranan yang dominan, salah satu industri tersebut adalah industri rokok. Persaingan industri rokok di Indonesia sangat ketat, apalagi usaha industri rokok sangat memberikan keuntungan yang besar. Hal ini menyebabkan perusahaan rokok dituntut untuk dapat mengambil peranan lebih besar dan menerapkan segala strategi serta kebijakan yang menguntungkan agar perusahaan tetap eksis dalam persaingan. Untuk menghadapi persaingan setiap perusahaan dituntut terus menerus meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan perusahaan dengan melakukan evaluasi mengenai strategi dan kebijakan perusahaan. Evaluasi disini adalah untuk menilai kinerja dan kesehatan perusahaan dalam memenangkan persaingan, pertumbuhan ekonomi, peningkatan laba, tingkat pengembalian investasi, efisiensi biaya, dan menciptakan nilai ekonomi perusahaan. Salah satu aspek pentingnya analisis terhadap laporan keuangan dari sebuah perusahaan adalah kegunaannya untuk meramal kontinuitas atau kelangsungan hidup perusahaan. Prediksi kelangsungan hidup perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya potensi kebangkrutan.

86

Page 87: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Penilaian kinerja keuangan dilakukan dengan membandingkan kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan sangat ditentukan oleh kualitas kebijakan manajemen yang diambil dalam mencapai tujuan perusahaan.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat di rumuskan “ Bagaimana analisa rasio keuangan dan metode Z-Score digunakan untuk mengukur kinerja keuangan PT. HANJAYA MANDALA SAMPOERNA Tbk.? “.

Landasan TeoriLaporan Keuangan Laporan keuangan menunjukkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu. Laporan keuangan merupakan media yang paling penting untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomis suatu perusahaan. Menurut Sawir (2003:2-3), tujuan utama laporan keuangan adalah sebagai

berikut: 1. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja

serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai suatu perusahaan dalam pengambilan keputusan ekonomi.

2. Laporan keuangan disusun untuk memenuhi kebutuhan bersama oleh sebagian besar pemakainya, yang secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu.

3. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang dilakukan manajemen atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.

Menurut Harahap (2002:189), “Analisa adalah memecahkan atau menguraikan sesuatu unit menjadi berbagai unit terkecil.”Ada beberapa pengertian laporan keuangan Menurut IAI (2002:2) diantaranya sebagai berikut:

Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap yang biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana) catatan (notes) dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Menurut Munawir (2000:2), “Laporan Keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak–pihak yang berkepentingan dengan dana atau aktivitas perusahaan tersebut.” Menurut Badriawan (2000:9), “Laporan keuangan merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan.” Menurut Sadeli (2000:18) “Laporan keuangan adalah laporan tertulis yang memberikan informasi kuantitatif tentang posisi keuangan dan perubahan-perubahannya, serta hasil yang dicapai selama periode tertentu.”

87

Page 88: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Menurut Munawir (2004:31), “Pengertian analisis laporan keuangan perusahaan pada dasarnya merupakan membandingkan angka-angka dalam laporan keuangan (laporan rugi laba dan neraca) untuk menilai keadaan perusahaan dimasa lalu, saat ini, dan kemungkinannya dimasa depan.”

Jadi dapat disimpulkan Laporan Keuangan merupakan laporan mengenai posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan yang disajikan pada akhir periode, yang lazimnya terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, dan laporan arus kas.

Dari beberapa kajian diatas dapat disimpulkan pengertian Analisa Laporan Keuangan untuk Menilai Kinerja dan Kesehatan Perusahaan adalah memecahkan dan menguraikan lebih dalam suatu output atau hasil akhir dari proses laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan manajemen akan suatu informasi guna melakukan pilihan rasional diantara alternatif-alternatif yang tersedia dalam menghadapi suatu permasalahan manajemen organisasi.

Manajemen perusahaan membutuhkan informasi yang akurat dan dapat diandalkan untuk mengambil keputusan dengan cepat dan tepat dalam mengantisipasi kebutuhan kas di masa depan.

Tujuan Pelaporan Keuangan Tujuan laporan keuangan semuanya bersifat umum, berkaitan dengan pemakai eksternal yang bermacam-macam jenisnya bukan pemakai internal yang spesifik seperti manajemen. Gambar di bawah (Gambar 2.1.) menggambarkan tujuan laporan keuangan dimulai yang paling umum, kemudian bergerak ke tujuan yang lebih spesifik.

Gambar 2.1Tujuan Pelaporan Keuangan

Manfaat Laporan Keuangan

88

Page 89: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Menurut Badriawan (2000:4) Informasi laporan keuangan akan bermanfaat bila dipenuhi ketujuh kualitas berikut: ”Relevan, dapat dipahami, daya uji, netral, tepat waktu, daya banding, dan lengkap”.1. Relevan

Relevansi suatu informasi harus dihubungkan dengan maksud penggunaannya sesuai dengan tujuan relevansi seyogyanya dipilih metode-metode pengukuran dan pelaporan akuntansi yang akan membantu sejauh mungkin para pemakai dalam mengambil keputusan yang mempergunakan data-data keuangan.

2. Dapat dipahamiInformasi harus dapat dipahami oleh pemakainya, dan dinyatakan dalam bentuk dan dengan istilah yang disesuaikan dengan batas pengertian para pemakai. Proses akuntansi keuangan, serta istilah-istilah teknis yang digunakan dalam laporan keuangan.

4. Daya UjiPengukuran tidak sepenuhnya lepas dari pertimbangan-pertimbangan dan pendapat yang subyektif. Dalam demikian untuk meningkatkan manfaatnya, informasi harus dapat diuji kebenarannya oleh para pengukur yang independen dengan menggunakan metode pengukuran yang sama.

5. NetralInformasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung pada kebutuhan dan kegiatan pihak-pihak tertentu.

6. Tepat WaktuInformasi harus disampaikan sedini mungkin untuk dapat digunakan sebagai dasar untuk membantu dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut.

7. Daya BandingInformasi dalam laporan keuangan akan lebih berguna bila dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya dari perusahaan yang sama, maupun dengan laporan keuangan perusahaan-perusahaan lainnya pada periode yang sama.

8. LengkapInformasi akuntansi yang lengkap meliputi semua akuntansi keuangan yang dapat memenuhi secukupnya enam tujuan kualitatif di atas, dapat juga diartikan sebagai pemenuhan standart pengungkapan yang memadai dalam pelaporan keuangan.

Menurut Sadeli (2000:19) ada lima yang harus dipenuhi dalam pembuatan laporan keuangan:1. Menyajikan informasi yang dapat diandalkan tentang kekayaan dan

kewajiban.2. Menyajikan informasi yang dapat diandalkan tentang perubahan tetapi

perubahan kekayaan bersih perusahaan sebagai hasil dari kegiatan usaha.3. Menyajikan informasi yang dapat diandalkan tentang perubahan

kekayaan bersih dan bukan berasal dari kegiatan usaha.4. Menyajikan informasi yang dapat membantu para pemakai dalam

menaksir kemampuan perusahaan memperoleh laba.5. Menyajikan informasi lain yang sesuai/ relevan dengan keputusan

pemakainya.

89

Page 90: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Jenis Laporan KeuanganSelain sebagai informasi, laporan keuangan juga sebagai pertanggung jawaban dan menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan. Menurut Sawir (2003:5-6), jenis laporan keuangan utama dapat disebutkan sebagai berikut:1. Neraca yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan pada

suatu tanggal tertentu.2. Perhitungan Laba Rugi yang menggambarkan jumlah hasil, biaya

dan laba rugi perusahaan pada suatu periode tertentu.3. Laporan Perubahan Posisi Keuangan yang sering disebut

Laporan Sumber dan Penggunaan Dana adalah laporan yang mempunyai peranan penting dalam memberi informasi mengenai berapa besar dan ke mana saja dana digunakan serta dari mana sumber dana itu diambil.

Neraca Menurut Sugiri dan Riyono (2002:23), “Neraca adalah laporan yang sistematis

tentang aktiva, hutang, serta modal dari suatu perusahaan pada suatu saat tertentu. Neraca menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu tanggal tertentu, biasanya pada waktu dimana buku-buku di tutup dan ditentukan sisanya pada suatu akhir tahun riskal atau tahun kalender.”

Menurut Smith dan Skousen (2000:46) “Unsur-unsur yang ada di dalam neraca yaitu aktiva dan pasiva. Besarnya aktiva sama dengan besarnya pasiva, dimana pasiva terdiri dari dua golongan kewajiban yaitu kewajiban terhadap pihak luar yang disebut hutang dan kewajiban terhadap pihak dalam yang disebut modal”.

Menurut Darsono dan Ashari (2004:16) Aktiva terdiri dari:1. Aktiva lancar, meliputi kas dan bank, persediaan, piutang dagang, surat-

surat berharga (marketable securities).2. Aktiva tetap, meliputi tanah, gedung, mesin, peralatan, kendaraan.3. Aktiva tak berwujud, meliputi hak paten, merk dagang, hak cipta,

goodwill.4. Aktiva lain-lain, meliputi aktiva tetap yang tidak sedang digunakan,

bangunan dalam proses penyelesaian.

Menurut Hanafi dan Halim (2007:14), “Hutang merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan untuk menyerahkan kas, barang, atau jasa dalam jumlah yang relatif pasti, pada masa mendatang dalam periode yang relatif pasti, sebagai ganti atas manfaat atau jasa yang diterima oleh perusahaan pada masa yang lalu.”

Berdasarkan jangka waktu pelunasannya hutang dibedakan menjadi:1. Hutang lancar/jangka pendek, meliputi hutang dagang, hutang

bank, hutang biaya, dan lain-lain.2. Hutang jangka panjang, meliputi Hutang bank, Hutang obligasi,

Hutang wessel jangka panjang, Hutang hipotik, dan lain-lain.Menurut Sawir (2003:35), “Modal (equity) adalah suatu hak yang tersisa

atas aktiva suatu lembaga setelah dikurangi kewajibannya.”

90

Page 91: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Modal merupakan dana yang bersumber dari pemilik perusahaan. Dalam neraca modal dihitung dengan mengurangkan keseluruhan Hutang perusahaan dari total aktiva.

Didalam penyajiannya aktiva, hutang, dan modal tersebut harus diklasifikasikan sedemikian rupa sehingga aktiva akan dilaporkan sesuai dengan tingkat likuiditasnya. Semakin likuid aktiva akan dilaporkan lebih dahulu kemudian aktiva yang tingkat likuiditasnya lebih rendah. Kewajiban diklasifikasikan sesuai dengan urutan jatuh temponya, kewajiban yang harus dipenuhi lebih dahulu harus dilaporkan diatas baru kewajiban yang pemenuhannya lebih kemudian. Modal diklasifikasikan berdasarkan sifat kekekalannya.

Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi mengindikasikan keberhasilan atau kegagalan

perusahaan dalam menanggung pendapatan dari aktivitas-aktivitas operasinya. Laporan ini umumnya disusun dengan dasar akrual, yaitu suatu pendapatan sudah di bukukan/diakui meskipun sudah atau belum diterimanya uang tunai, demikian juga biaya-biaya sudah di bukukan baik sudah atau belum dibayar dengan tunai.

Menurut Sugiri dan Riyono (2002:33), “Laporan Laba Rugi adalah laporan keuangan yang secara sistematis menyajikan hasil usaha perusahaan dalam rentang waktu tertentu.”

Pendapatan yang diperoleh dari usaha pokok dikurangkan dengan harga pokok barang yang dijual sehingga diperoleh laba kotor. Laba kotor dikurangkan dengan biaya-biaya yang timbul maka akan diperoleh laba bersih. Laba rugi sangat penting untuk mengetahui kemajuan yang dicapai perusahaan dan juga mengetahui berapa hasil bersih atau laba yang didapat dalam suatu periode. Dapat dikatakan laporan ini menggambarkan pendapatan selama satu periode dan biaya-biaya untuk memperoleh pendapatan itu pada periode yang sama.

Beberapa elemen dalam laporan laba rugi menurut Hanafi dan Halim (2007:56) :1. Pendapatan Operasional didefinisikan sebagai asset masuk dan asset

yang naik nilainya atau hutang yang semakin berkurang atau kombinasi ketiga hal di muka, selama periode di mana perusahaan memproduksi dan menyerahkan barang atau memberikan jasa, atau aktivitas lain yang merupakan operasi pokok perusahaan.

2. Beban Operasional bisa didefinisikan sebagai aset keluar atau pihak lain memanfaatkan aset perusahaan atau munculnya hutang atau kombinasi antar ketiganya selama periode di mana perusahaan memproduksi dan menyerahkan barang, memberikan jasa, atau melaksanakan aktivitas lain yang merupakan operasi pokok perusahaan.

3. Untung (Gain) didefinisikan sebagai kenaikan modal saham dari transaksi yang bersifat insidental dan bukan merupakan kegiatan pokok perusahaan dan dari transaksi lainnya yang mempengaruhi perusahaan selama periode tertentu, kecuali yang berasal dari pendapatan operasional dan investasi oleh pemilik saham.

4. Rugi (Loss) didefinisikan sebagai penurunan modal saham dari transaksi yang bersifat incidental dan bukan merupakan kegiatan pokok dan dari transaksi lainnya yang mempengaruhi perusahaan selama periode tertentu, kecuali yang berasal dari beban operasional dan distribusi ke pemilik saham.

91

Page 92: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Laporan laba rugi harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat memberikan gambaran kegiatan perusahaan dan hasil dari perusahaan tersebut. Laporan laba rugi dapat disajikan sebagai berikut:

1. Memuat secara terperinci unsur-unsur dari pendapatan dan biaya.2. Dapat disusun dalam bentuk urutan ke bawah atau bentuk skontro.3. Dipisahkan antara hasil dari usaha utama dengan hasil usaha lain-lain.

Bentuk penyajian laporan laba rugi menurut Sugiri dan Riyono (2002: 37-39), ada dua yaitu:

1. Multiple step, secara garis besar penyusunan laporan laba-rugi memiliki tahapan sebagai berikut:a. Penjualan netto dikurangi harga pokok penjualan diperoleh laba bruto

atas penjualan barang.b. Laba bruto dikurangi biaya usaha diperoleh laba usaha atau rugi usaha.c. Laba usaha dikurangi atau ditambah dengan perbedaan antara

penghasilan lain-lain dan biaya lain-lain akan diperoleh pendapatan netto sebelum pajak.

d. Pendapatan netto sebelum pajak dikurangi dengan taksiran pajak akan diperoleh pendapatan netto setelah pajak.

e. Pendapatan netto setelah pajak plus minus laba dan rugi insidentil diperoleh pendapatan netto dan pos-pos insidentil.

2. Single step, penyajiannya pos-pos pendapatan dikumpulkan tanpa memperdulikan sumber pendapatan dari kegiatan usaha maupun luar usaha kemudian dikurangi dengan harga pokok penjualan dan semua biaya yang terjadi selama periode akuntansi.

Laporan Aliran Kas Menurut Sawir (2003:6) “Laporan aliran kas atau laporan perubahan posisi keuangan adalah laporan yang mempunyai peranan penting dalam memberikan informasi mengenai berapa besar dan ke mana saja dana yang digunakan serta dari mana sumber dana itu diambil.” Laporan aliran kas menyajikan informasi aliran kas masuk atau keluar bersih pada suatu periode, hasil dari tiga kegiatan pokok perusahaan yaitu operasi, investasi, dan pendanaan. Gambar di bawah (Gambar 2.2) menggambarkan komponen laporan keuangan yang ketiga adalah laporan aliran kas atau laporan perubahan posisi keuangan.

Gambar 2.2Komponen Laporan Aliran Kas

92

Page 93: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Laporan aliran kas mempunyai peran penting dalam memberikan informasi mengenai berapa besar dan kemana saja dana digunakan serta dari mana sumber dana itu diambil. Informasi yang diperoleh dari laporan ini dapat menunjukkan apakah perusahaan sedang maju atau akan mengalami kesulitan keuangan.

Analisis Rasio Keuangan Menurut Muslich (2000:44) ”Analisa rasio keuangan merupakan alat utama dalam analisis keuangan, karena analisis ini dapat digunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang keadaan keuangan perusahaan”. Menurut Vitriyanto, Analisa Laporan Keuangan Arus Kas Dalam Pengambilan Keputusan Manajemen, (2007) “Manfaat analisa rasio:1 Analisa rasio dapat menilai prestasi dan kondisi keuangan perusahaan.2. Dapat mengevaluasi suatu perusahaan berdasarkan laporan keuangan.3. Dapat memberikan informasi bagi pengambil keputusan.”

Menurut Sudarmanto, Analisa Rasio Profitabilitas dan EPS sebagai Alat Penilaian Kinerja pada Perusahaan Air Minum (Studi Kasus di BES), (2006) Keterbatasan analisa rasio:1. Rasio dihitung dari data akuntansi yang dipengaruhi dengan

penafsiran dan manipulasi.2. Suatu rasio tertentu terdapat baik dan buruk.3. Kecocokan dengan rasio gabungan bukan jaminan bahwa

perusahaan sedang berjalan dengan normal dan dipimpin dengan baik.4. Dalam mengatasi setiap rasio, angka yang diperoleh dari

perhitungan tidak berdiri sendiri.5. Pencapaian target sesuai dengan rata – rata yang tidak

menunjukkan performance suatu perusahaan

Menurut Munawir (2002:101), yang memungkinkan bagi penganalisa extern untuk memperoleh data pembanding rasio keuangan yaitu menyangkut dua jenis pembandingan:1. Membandingkan rasio dari beberapa periode pada perusahaan

yang sama.

93

Page 94: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

2. Membandingkan rasio suatu perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis yang merupakan pesaing perusahaan yang dinilai cukup baik/berhasil dalam usahanya.

Dalam membandingkan rasio laporan keuangan baik terhadap perusahaan lain maupun dengan data beberapa periode pada perusahaan yang sama maka perlu diperhatikan isu-isu yang dapat membuat perbandingan menjadi kurang konsisten. Menurut Hanafi dan Halim (2003:97), isu-isu itu sebagai berikut:

1. Laporan keuangan yang disesuaikan kembali2. Perbedaan klasifikasi rekening3. Perbedaan prinsip-prinsip akuntansi4. Perbedaan periode laporan

Dalam mengadakan interpretasi dan analisa laporan keuangan suatu perusahaan, seorang penganalisa memerlukan adanya ukuran atau yard-stick tertentu. Ukuran yang sering digunakan dalam analisis keuangan adalah rasio. Pengertian rasio itu sebenarnya hanyalah alat yang dinyatakan dalam arithmatical terms yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data keuangan. Menurut Munawir (2000:64), “Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio akan dapat memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan tentang posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar.” Menurut Riyanto (2001:329), Penganalisa keuangan dalam mengadakan analisa rasio keuangan pada dasarnya dapat melakukan dengan dua macam cara pembandingan yaitu:1. Membandingkan rasio sekarang (present ratio) dengan rasio-rasio dari waktu-

waktu yang lalu (ratio historis) atau dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk waktu-waktu yang akan datang dari perusahaan yang sama.

2. Membandingkan rasio-rasio dari suatu perusahaan (ratio perusahaan/ company ratio) dengan rasio-rasio semacam dari perusahaan lain yang sejenis atau industri (rasio industri/ rasio rata-rata/ rasio standard) untuk waktu yang sama.

Penggolongan Angka Rasio Menurut Riyanto (2001:330) pada dasarnya jumlah angka rasio banyak sekali karena rasio dapat dibuat menurut kebutuhan penganalisa. Berdasarkan sumber datanya angka rasio digolongkan sebagai berikut:

1. Rasio neraca (balance sheet ratios) yaitu semua rasio yang datanya diambil atau bersumber pada neraca, misalnya current ratio, acid test ratio, cash ratio, dan sebagainya.

2. Rasio laporan laba rugi (income statement ratios) yaitu semua rasio yang datanya diambil atau bersumber dari laporan laba rugi misalnya groos profit margin, net operating margin, operating ratio dan sebagainya.

3. Rasio antar laporan (interestatement ratios) yaitu semua rasio yang datanya diambil atau bersumber dari neraca dan data lainnya dari laporan laba rugi, misalnya tingkat perputaran persediaan (inventory

94

Page 95: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

turnover), tingkat perputaran piutang (accounting receivable turnover), assets turnover dan sebagainya.

Pengelompokan Rasio adalah sebagai berikut:1. Rasio Likuiditas

Menurut Hanafi dan Halim (2007:76),Rasio likuiditas digunakan mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Yang termasuk dalam rasio likuiditas yaitu:

a. Rasio lancar (current ratio) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar.

Aktiva LancarRasio Lancar =

Utang Lancarb. Rasio cepat (quick ratio) digunakan untuk mengukur

kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya yang likuid, yaitu aktiva lancar diluar persediaan.

Aktiva Lancar – PersediaanRasio Cepat =

Utang LancarMenurut Sawir (2003:10):Rasio kas (cash ratio) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya yang paling likuid.

Kas + Sekuritas yang dapat DipasarkanRasio Kas =

Utang Lancar

Menurut Darsono dan Ashari (2004:51-61) :a. Rasio NWC (Net Working Capital), atau Modal Kerja bersih. Rasio Modal

kerja Bersih digunakan untuk mengetahui rasio modal bersih terhadap kewajiban lancar.

Aktiva Lancar – Kewajiban LancarModal Kerja Bersih =

Kewajiban Lancar

b. Defensive Interval Ratio (DIR)

Rasio defensive interval, ini berguna untuk mengetahui keberlangsungan dari perusahaan dalam melakukan operasi tanpa adanya arus kas dari pihak eksternal. Rasio ini mengukur jangka waktu perusahaan bisa melanjutkan operasinya hanya dengan aktiva lancar yang dimilikinya. Rasio ini dicari dengan membagi defensive asset yang terdiri dari kas, investasi jangka pendek, dan piutang dagang bersih dengan rata-rata pengeluaran operasi

95

Page 96: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

harian. Pengeluaran operasi harian dicari dengan harga pokok penjualan plus biaya administrasi dan penjualan plus biaya lain-lain minus biaya penyusutan dibagi 365 hari. Rumus defensive interval rasio adalah:

Defensive AssetDIR =

Rata-rata Pengeluaran Operasi Harian

Kas + Investasi jangka pendek + Piutang dagang bersih=

(HPP + Biaya Adm & Penj + Biaya lain-lain – Biaya Depresiasi) / 365

Dengan melihat rasio defensive akan terlihat dalam jangka waktu berapa hari perusahaan mampu bertahan untuk membiayai pengeluaran operasinya dengan aktiva lancar yang dimiliki, tanpa arus kas dari pihak eksternal. Rule of thump (pedoman), dalam menganalisis adalah current ratio antara 100% s.d. 200%. Diatas 200% berarti banyak aktiva menganggur.

2 . Rasio AktivitasMenurut Hanafi dan Halim (2007:76),Rasio aktivitas digunakan untuk mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber daya yang dimiliki, atau dengan kata lain sejauhmana efektifitas penggunaan asset dengan melihat tingkat aktivitas asset. Yang termasuk dalam rasio aktivitas diantaranya:

a. Rata-rata umur piutang dapat diukur melalui 2 tahap yaitu dengan menghitung perputaran piutang dan kemudian menghitung rata-rata umur piutang.

PenjualanRasio Perputaran Piutang =

Piutang

365Rata-rata umur Piutang =

Perputaran Piutang

Alternatif lain adalah rumus yang lebih singkat sebagai berikut:

Piutang DagangRata-rata umur piutang =

Penjualan / 365

b. Rasio Perputaran Persediaan dapat diukur melalui 2 tahap yaitu menghitung perputaran persediaan dan kemudian menghitung rata-rata umur persediaan.

HPPPerputaran Pesediaan =

96

Page 97: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Persediaan

365Rata-rata umur Persediaan =

Perputaran Persediaan

Atau dapat dihitung menggunakan alternatif lain,

PersediaanRata-rata umur persediaan =

HPP/365

c. Perputaran Aktiva Tetap, Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan penjualan berdasarkan aktiva tetap yang dimiliki perusahaan. Rasio ini memperlihatkan sejauh mana efektivitas perusahaan menggunakan aktiva tetapnya. Semakin tinggi rasio ini maka semakin efektif penggunaan aktiva tetap tersebut.

PenjualanPerputaran aktiva tetap =

Aktiva Tetap

d. Rasio Total Aktiva, Rasio ini menghitung efektifitas penggunaan total aktiva. Rasio yang tinggi biasanya menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang rendah harus membuat manajemen harus mengevaluasi strategi, pemasarannya, dan pengeluaran modalnya (investasi).

PenjualanPerputaran Total Aktiva =

Total Aktiva

Menurut Sawir (2003:16) : “Rasio Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover). Modal kerja bersih adalah aktiva lancar dikurangi hutang lancar. Rasio ini mengukur aktivitas bisnis terhadap kelebihan aktiva lancar atas kewajiban lancar. Rasio ini menunjukkan banyaknya penjualan (dalam rupiah) yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja.”

PenjualanWorking Capital Turnover =

Modal kerja bersih

3. Rasio Leverage atau SolvabilitasMenurut Darsono dan Ashari (2004:54-55)Rasio Solvabilitas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jika perusahaan tersebut dilikuidasi. Rasio ini juga disebut rasio pengungkit atau Leverage, yaitu menilai batasan perusahaan dalam meminjam uang. Rasio ini meliputi:

a. Debt to Asset Ratio (DAR) yaitu Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva

97

Page 98: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga pada kreditor. Nilai rasio yang tinggi menunjukkan peningkatan dari resiko pada kreditor berupa ketidakmampuan perusahaan dalam membayar semua kewajibannya dari pihak pemegang saham rasio yang tinggi akan mengakibatkan pembayaran bunga yang tinggi pada akhirnya akan mengurangi pembayaran deviden.

Total HutangDAR =

Total Aktivab. Rasio kewajiban terhadap modal (Debt to Equity Ratio)

menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. Semakin rendah rasio ini akan semakin baik kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang.

Total HutangDER =

Total Modal Sendiri

c. Time interest earned ratio mengukur kemampuan perusahaan membayar bunga hutang dengan laba sebelum bunga dan pajak atau dengan kata lain seberapa besar laba sebelum bunga dan pajak yang tersedia untuk menutup beban bunga.

Laba Sebelum Bunga dan Pajak (EBIT)Rasio TIE =

Beban Bunga

d. Rasio kewajiban lancar terhadap total aktiva mengukur berapa besar total aktiva perusahaan yang dibiayai dengan kewajiban lancar.

Hutang LancarRasio Kewajiban Lancar Terhadap Total Aktiva =

Total Aktiva

e. Rasio kewajiban tidak lancar terhadap total aktiva mengukur berapa besar total aktiva perusahaan yang dibiayai dengan kewajiban bukan lancar.Rasio Kewajiban Tidak Lancar Terhadap Total Aktiva =

Hutang Tidak Lancar

Total Aktiva

f. Equity Multiplier (EM)Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan ekuitas pemegang saham. Semakin kecil rasio ini berarti porsi pemegang saham akan semakin besar sehingga kinerjanya baik karena persentase untuk pembayaran bunga semakin kecil.

98

Page 99: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Total Aktiva EM =

Total Ekuitas

4. Rasio Rentabilitas atau ProfitabilitasMenunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Yang termasuk dalam rasio rentabilitas atau profitabilitas diantaranya:Menurut Sawir (2003:18):

a. Marjin laba kotor (GPM) mencerminkan mark-up terhadap harga pokok penjualan selain mencerminkan kemampuan manajemen untuk meminimalisasi harga pokok penjualan dalam hubungannya dengan penjualan yang dilakukan perusahaan.

Penjualan - Harga Pokok PenjualanMarjin Laba Kotor =

Penjualan

b. Marjin laba usaha mencerminkan kemampuan manajemen untuk menghasilkan laba setelah beban operasi atau usaha dan harga pokok penjualan dalam hubungannya dengan penjualan yang dilakukan.

EBITMarjin Laba Usaha =

Penjualan

c. Marjin laba bersih mencerminkan kemampuan manajemen untuk menghasilkan laba setelah harga pokok penjualan, beban operasi atau usaha, beban lain-lainnya dan pajak dalam hubungannya dengan penjualan.

Laba BersihMarjin Laba Bersih =

Penjualan

d. Return On Investment (ROI) mencerminkan kemampuan manajemen dalam mengatur aktiva-aktivanya seoptimal mungkin sehingga dicapai laba bersih yang diinginkan.

Laba BersihROI =

Total Aktivae. Return On Equity (ROE), Rasio ini menunjukkan kesuksesan manajemen dalam

memaksimalkan tingakat pengembalian pada pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini akan semakin baik karena memberikan tingkat pengembalian yang lebih besar pada para pemegang saham.

Laba BersihROE =

Rata-rata Ekuitas

Menurut Darsono dan Ashari (2004:57-59),

99

Page 100: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

a. Earning Per Share (EPS), Rasio ini menggambarkan besarnya pengembalian modal untuk setiap satu lembar saham. Investor biasanya leih tertarik dengan ukuran profitabilitas dengan menggunakan dasar saham yang dimiliki.

Laba BersihEPS =

Jumlah saham yang beredar

b. Payout Ratio (PR), Rasio ini menggambarkan persentase deviden kas yang diterima oleh pemegang saham terhadap laba bersih yang diperoleh perusahaan. Semakin tinggi rasio akan semakin menguntungkan bagi pemegang saham karena semakin besar kembalian atas saham yang dimiliki.

Deviden Kas PR =

Laba Bersih

c. Retention Ratio (RR), Laba ditahan dibagi laba bersih. Retention Ratio ditambah Payout ratio sama dengan satu. Rasio ini menggambarkan persentase laba bersih yang digunakan untuk penambahan modal perusahaan.

Laba Ditahan Tahun BerjalanRR =

Laba Bersih

d. Productivity Ratio, Rasio ini menggambarkan kemampuan operasional perusahaan dalam menjual menggunakan aktiva yang dimiliki. Rasio yang rendah menunjukkan terjadinya ketidakefisienan dalam menggunakan asset yang dimiliki. Ketidakefisienan tersebut menuntut penghentian aset-aset yang menganggur sehingga biaya untuk aset akan bisa dikurangi atau bisa digunakan untuk investasi pada aktiva yang lebih produktif.

Penjualan BersihPR =

Rata-rata aktiva

Rule of thumb pada setiap rasio ini adalah bahwa hasil penghitungan rasio harus lebih besar dari bunga deposito berjangka satu tahun, jika hasil penghitungan rasio lebih kecil dari bunga deposito berjangka satu tahun maka hasil investasi yang dilakukan lebih kecil daripada investasi pada deposito berjangka. Menurut Riyanto (2001:332), ”Analisis perusahaan dengan mempergunakan rasio keuangan memungkinkan manajer keuangan untuk mengevaluasi dengan cepat. Dengan rasio keuangan juga memungkinkan perbandingan jalannya perusahaan dari waktu ke waktu serta mengidentifikasi perkembangannya Menurut Muslich (2000:61), “Walaupun rasio-rasio keuangan merupakan alat yang sangat berguna dalam proses analisis kinerja keuangan perusahaan, analisis rasio mempunyai keterbatasan yang berasal dari kenyataan bahwa pada dasarnya metodologinya adalah univariate, dimana setiap rasio dianalisis secara terpisah. Pengaruh gabungan beberapa rasio

100

Page 101: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

hanyalah berdasarkan pertimbangan para analisis keuangan. Jadi untuk mengurangi kelemahan analisis rasio ini, adalah penting menggabungkan beberapa rasio menjadi suatu model peramalan yang berarti. Ada dua tekhnik statistik, yaitu analisis regresi dan analisis diskriminan yang telah sering digunakan untuk tujuan ini.”

Analisis Z-Score Model Altman Sejumlah studi telah dilakukan untuk mengetahui kegunaan analisis rasio keuangan dalam memprediksi kegagalan atau kebangkrutan usaha. Salah satu studi tentang prediksi ini adalah Multiple Discriminant Analysis yang dilakukan oleh Altman yaitu analisis Z-Score. Z-Score adalah skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang akan menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Metode Zscore untuk memprediksi kebangkrutan dari Altman merupakan sebuah multivariate formula yang digunakan untuk mengukur kesehatan finansial dari sebuah perusahaan. Menurut Sari dan Rudiyanto (2009), “Keakurasian metode Altman (Z-Score) di Indonesia dalam memperkirakan gagal bayar 2 (dua) tahun sebelumnya mencapai 71,73% dan meningkat menjadi 85,71% ditahun sebelumnya.” Menurut Sawir (2003:25) “Tujuan dari perhitungan Z-Score adalah untuk mengingatkan akan masalah keuangan yang mungkin membutuhkan perhatian serius dan menyediakan petunjuk untuk bertindak”. Altman menemukan lima jenis rasio keuangan yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut. Menurut (Sawir 2003:23), Z-Score Altman ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Z-Score = 0,012X1 + 0,014X2 + 0,033X3 + 0,006X4 + 0,999X5

Keterangan:X1 = Modal kerja/total harta (working capital to total assets) (%).X2 = Laba yang ditahan/total harta (retained earnings to total assets) (%).X3 = Laba sebelum pajak dan bunga/total harta (earnings before interest and taxes to total assets) (%).X4 = Nilai pasar ekuitas/nilai buku dari total hutang (market value equity to book value of total debt) (%).X5 = Penjualan/total harta (sales to total assets) (dalam kelipatan atau kali).Hasil Perhitungan nilai Z-score bisa dijelaskan dengan tabel dibawah ini:

Tabel Interpretasi Nilai Z-Score

Nilai Z – Score Interprestasi

Z > 2,99 Perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi keuangan.

2,7 < Z < 2,99 Perusahaan mempunyai sedikit masalah keuangan (meskipun tidak serius).

1,8 < Z < 2,69 Perusahaan akan mengalami permasalahan keuangan jika tidak melakukan perbaikan yang berarti dalam

101

Page 102: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

manajemen maupun struktur keuangan.Z < 1,88 Perusahaan mengalami masalah keuangan yang

serius

Sumber : Darsono dan Ashari (2004:106) Menurut Muslich (2000:60), “Persentase rasio ke 1 sampai dengan ke 4

dihitung dengan persentase penuh, sedang untuk rasio ke 5 dihitung dengan persentase normal. Kriteria yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan model ini adalah: Dalam model tersebut perusahaan yang mempunyai skor Z > 2,99 diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat, sedangkan perusahaan yang mempunyai skor Z < 1,81 diklasifikasikan sebagai perusahaan potensial bangkrut. Selanjutnya skor antara 1,81 sampai 2,99 diklasifikasikan sebagai perusahaan pada grey area atau daerah kelabu, dengan nilai “cut-off” untuk indeks ini adalah 2,675”. Menurut (Hanafi dan Halim, 2007), Masalah lain yang perlu dipertimbangkan adalah banyaknya Perusahaan yang tidak go-public, dan dengan demikian tidak mempunyai nilai pasar. Untuk beberapa Negara seperti Indonesia, perusahaan semacam itu merupakan bagian terbesar yang ada. Altman kemudian mengembangkan model alternative dengan menggantikan Variabel X4 (nilai pasar saham preferen dan biasa/nilai buku total hutang). Dengan demikian model tersebut bisa dipakai baik untuk perusahaan yang go public maupun tidak go public. Persamaan yang diperoleh dengan cara semacam itu adalah sebagai berikut:

Z-Score = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5

Keterangan:X1 = (Aktiva Lancar – Hutang lancer)/Total Aktiva.X2 = Laba yang ditahan/total harta (retained earnings to total assets).X3 = Laba sebelum pajak dan bunga/total harta (earnings before interest

and taxes to total assets).X4 = Nilai buku saham preferen dan saham biasa/nilai buku total hutang.X5 = Penjualan/total harta (sales to total assets).

Menurut Supardi dan Mastuti, (2003:80) “Dalam model tersebut perusahaan yang mempunyai skor Z > 2,90 diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat, sedangkan perusahaan yang mempunyai skor Z < 1,20 diklasifikasikan sebagai perusahaan potensial bangkrut. Selanjutnya skor antara 1,20 sampai 2,90 diklasifikasikan sebagai perusahaan pada grey area atau daerah kelabu.” Rasio keuangan yang dianalisis adalah rasio-rasio keuangan yang terdapat pada model Altman yaitu: Kelima rasio inilah yang akan digunakan dalam menganalisa laporan keuangan sebuah perusahaan untuk kemudian mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan tersebut. Menurut Riyanto (2001:330), Dalam manajemen keuangan, rasio-rasio yang digunakan dalam metode Altman ini dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu:1. Rasio Likuiditas yang terdiri dari X12. Rasio Profitabilitas yang terdiri dari X2 dan X33. Rasio Aktivitas yang terdiri dari X4 dan X5

102

Page 103: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Uraian masing-masing variabel tersebut adalah sebagai berikut:1. Modal kerja terhadap total harta (working capital to total assets) digunakan

untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relatif terhadap total kapitalisasinya atau untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan adalah indikator-indikator internal seperti ketidakcukupan kas, utang dagang membengkak, utilisasi modal menurun, penambahan utang yang tak terkendali dan beberapa indikator lainnya.

2. Laba ditahan terhadap total harta (retained earnings to total assets) digunakan untuk mengukur profitabilitas kumulatif. Rasio ini mengukur akumulasi laba selama perusahaan beroperasi. Umur perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba ditahan. Hal tersebut menyebabkan perusahaan yang masih relatif muda pada umumnya akan menunjukkan hasil rasio yang rendah, kecuali yang labanya sangat besar pada masa awal berdirinya.

3. Pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total harta (earnings before interest and taxes to total assets) digunakan untuk mengukur produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan. Rasio tersebut mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Rasio ini merupakan kontributor terbesar dari model tersebut. Beberapa indikator yang dapat kita gunakan dalam mendeteksi adanya masalah pada kemampuan profitabilitas perusahaan di antaranya adalah piutang dagang meningkat, rugi terus-menerus dalam beberapa kwartal, persediaan meningkat, penjualan menurun, terlambatnya hasil penagihan piutang, kredibilitas perusahaan berkurang serta kesediaan memberi kredit pada konsumen yang tak dapat membayar pada waktu yang ditetapkan.

4. Nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku dari hutang (market value equity to book value of total debt) digunakan untuk mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah hutang lebih besar daripada aktivanya dan perusahaan menjadi pailit. Modal yang dimaksud adalah gabungan nilai pasar dari modal biasa dan saham preferen, sedangkan hutang mencakup hutang lancar dan hutang jangka panjang.

5. Penjualan terhadap total harta (sales to total assets) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan. Rasio tersebut mengukur kemampuan manajemen dalam menggunakan aktiva untuk menghasilkan penjualan.

Analisis diskriminan dilakukan untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan dengan menganalisa laporan keuangan suatu perusahaan dua sampai dengan lima tahun sebelum perusahaan tersebut diprediksi bangkrut. Kebangkrutan adalah suatu kondisi disaat perusahaan mengalami ketidakcukupan dana untuk menjalankan usahanya. Kebangkrutan biasanya dihubungkan dengan kesulitan keuangan. Analisis diskriminan bermanfaat bagi perusahaan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan dan keberlanjutan usahanya. Semakin awal suatu perusahaan memperoleh peringatan kebangkrutan, semakin baik bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan dan dapat memberikan gambaran dan harapan yang mantap terhadap nilai masa depan perusahaan tersebut.

103

Page 104: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Penilaian Kinerja dan Kesehatan Perusahaan Perusahaan sebagai suatu organisasi mempunyai tujuan tertentu yang

menunjukkan apa yang ingin dilakukan dalam memenuhi kepentingan anggota-anggotanya. Untuk menilai apakah tujuan yang telah ditetapkan telah dapat dicapai tidaklah mudah dilakukan, karena menyangkut beberapa aspek manajemen yang harus dipertimbangkan.

Salah satu cara mengetahui apakah suatu perusahaan dalam menjalankan operasinya telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan sesuai dengan tujuannya adalah mengetahui kinerja operasional. Penilaian kinerja perusahaan yang ditimbulkan sebagai akibat dari proses pengambilan keputusan manajemen merupakan persoalan yang kompleks dan sulit, karena menyangkut efektivitas pemanfaatan modal, efisiensi dari kegiatan perusahaan.

Penilaian kinerja keuangan diukur melalui pengevaluasian laporan keuangan perusahaan, khususnya analisis rasio keuangan. Kinerja itu sendiri merupakan prospek pertumbuhan serta potensi dibanding dengan waktu dan perusahaan yang bergerak pada bidang yang sama. Karena itu tinggi rendahnya kinerja dari suatu perusahaan merupakan dasar pertimbangan guna pemilihan tujuan investasi oleh para investor pada umumnya. Apabila performance dan kesehatan suatu perusahaan baik, dapat dikatakan perusahaan tersebut telah menjalankan usahanya secara efektif dan efisien.

Model Analisa

Pembahasan rasio keuangan PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk dengan Metode Times Series.Membandingkan rasio sekarang (present ratio) dengan rasio-rasio dari waktu-waktu yang lalu (ratio historis) atau dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk waktu-waktu yang akan datang dari perusahaan yang sama.

Rasio LikuiditasCurrent Ratio Yaitu kemampuan aktiva lancar perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Dari hasil perhitungan untuk tahun 2006 sebesar 1,681 , tahun 2007 sebesar 1,78 dan tahun 2008 sebesar 1,444. Nilai selama 2 (dua) tahun yakni 2006 - 2007 menunjukkan trend peningkatan kinerja likuiditas, namun ditahun 2008 mengalami penurunan sebesar 0,336. Indikasi ini disebabkan oleh turunnya

104

Analisa Laporan Keuangan Tahun :- Rasio Likuiditas- Rasio Aktivitas- Rasio Leverage - Rasio Profitabilitas

Metode Times Series

Rata-Rata Industri

Analisa Z-Score Model Altman Tahun

Kinerja Keuangan PT. Hanjaya Mandala

Sampoerna Tbk.

Page 105: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

aktiva lancar di tahun 2008 sebesar 0,17% dari tahun 2007 sedangkan kewajiban lancar yang harus dicover justru meningkat signifikan sebesar 23,01%.

Nilai ini bisa diinterpretasikan bahwa untuk setiap satu rupiah kewajiban dijamin dengan 1,444 rupiah aktiva lancar. Rasio ini masih tergolong baik menunjukkan kinerja manajemen cukup baik dalam mengelola sumber-sumber likuiditas.

Quick RatioRasio cepat mengukur kemampuan aktiva lancar minus persediaan untuk

membayar kewajiban lancar. Penghilangan persediaan ini karena persediaan memerlukan jangka waktu yang agak lama untuk dikonversi menjadi kas. Dari hasil perhitungan diperoleh rasio cepat untuk tahun 2006 sebesar 0,356, tahun 2007 sebesar 0,342 dan tahun 2008 sebesar 0,442. yang bisa diartikan bahwa setiap rupiah hutang dijamin dengan 0,442 aktiva yang dapat dengan cepat diuangkan.

Perbandingan ketiga rasio diatas memperlihatkan quick ratio 3 tahun berturut-turut memiliki trend kinerja yang semakin meningkat namun masih belum maksimal dalam menjamin hutang jangka pendeknya, yakni menunjukkan bahwa jaminan aktiva lancar kurang memadai karena belum memperhitungkan kemungkinan penurunan dalam nilai aktiva lancar dan kurang memperhitungkan kewajiban lancar yang jatuh tempo dalam jangka pendek.

Indikasi ini dikarenakan persediaan memiliki komposisi terbesar 69,38% dari total aktiva lancar yang justru tidak diperhitungkan sedangkan kewajiban lancar sebaliknya meningkat signifikan 23,01%. Rasio cepat yang berkisar antara 1 sampai 2 menunjukkan bahwa aktiva yang cepat diuangkan cukup memadai untuk membayar kewajiban yang jatuh tempo dalam jangka pendek.

Net Working CapitalRasio modal kerja bersih adalah seberapa besar modal kerja bersih yang

dimiliki oleh perusahaan dibandingkan dengan kewajiban lancar. Dari hasil perhitungan diperoleh net working capital sebesar 0,681 untuk tahun 2006, tahun 2007 sebesar 0,78 dan 0,444 untuk tahun 2008.

Dari perbandingan diatas memperlihatkan trend rasio modal kerja bersih dari tahun 2006 - 2007 mengalami peningkatan 0,27 sedangkan pada tahun 2008 menurun menjadi 0,444. Rasio modal kerja bersih ini tergolong efisien menunjukkan bahwa manajemen cukup efisien dalam mengelola sumber–sumber keuangan dengan memaksimalkan aktiva yang ada.

Rasio AktivitasReceivable Turnover Rasio ini menggambarkan kualitas piutang perusahaan dan kesuksesan perusahaan dalam penagihan piutang yang dimiliki. Semakin tinggi rasio ini akan semakin baik kemampuan perusahaan dalam menagih piutang yang dimiliki. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai rasio tahun 2006 adalah 91,087 meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2007 sebesar 58,368 dan semakin meningkat 260,877 untuk tahun 2008. Rasio tersebut bisa diartikan bahwa jumlah piutang yang dimiliki perusahaan dalam satu tahun 2008 telah dikonversi menjadi kas sebanyak 260,877 kali, pada tahun 2007 sebanyak 58,368 kali sedangkan pada tahun 2006 sebanyak 91,087 kali. Untuk melihat lebih jauh dalam tentang umur piutang yang

105

Page 106: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

dimiliki oleh perusahaan, dapat dilihat pada rasio penerimaan piutang. Rasio ideal untuk perputaran piutang adalah 6 kali dalam 1 tahun.

Rasio yang semakin meningkat di tahun 2006 – 2008 menunjukkan manajemen perusahaan sangat efisien dalam mengelola aktiva dimana perusahaan semakin baik dalam melakukan penagihan piutang.

Account Receivable Periods Dengan melihat rasio ini, perusahaan bisa melihat dalam jangka waktu berapa hari piutang akan bisa diubah menjadi kas atau ditagih. Rata-rata penerimaan piutang untuk tahun 2008 adalah 1 hari, untuk tahun 2007 adalah 6 hari, dan untuk tahun 2006 adalah 4 hari. Semakin cepat rata-rata penerimaan piutang akan semakin baik kinerja perusahaan dalam mengelola piutang. Pertimbangan lain dalam manajemen piutang adalah mengenai pengaruh dari kebijakan pemberian piutang terhadap penjualan. Apakah dengan pelonggaran kebijakan piutang akan meningkatkan penjualan atau sebaliknya justru akan menurunkan keuntungan bersih karena banyaknya piutang yang tak tertagih.

Rasio diatas menunjukkan kinerja yang semakin baik dari tahun 2006 ke tahun 2008 yakni umur piutang semakin singkat, dengan demikian resiko penagihan piutang dapat diatasi dengan tetap tidak berpengaruh negatif terhadap penjualan yakni tetap stabil.

Inventory Turnover Rasio ini berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mengelola persediaan, dalam arti berapa kali persediaan yang ada akan diubah menjadi penjualan. Rasio inventory turn over untuk tahun 2008 adalah sebesar 3,225 yang berarti dalam satu tahun persediaan diubah menjadi penjualan sebanyak 3,225 kali, tahun 2007 sebesar 2,352 sedangkan tahun 2006 adalah sebanyak 2,838 kali.

Dari perbandingan rasio diatas menunjukkan bahwa inventory turnover sempat menurun ditahun 2007 namun kembali meningkat ditahun 2008 bahkan nilainya melebihi rasio kedua tahun sebelumnya, hal ini berarti terdapat peningkatan kinerja khususnya penjualan persediaan.

Inventory Periods Merupakan Rasio untuk mengetahui jangka waktu persediaan mengendap di gudang persediaan. Jumlah hari dalam setahun (365) dibagi inventory turn over. Semakin cepat persediaan dikonversi menjadi penjualan (semakin tinggi rasio), maka semakin likuid persediaan tersebut sehingga tidak ada aktiva yang mengganggur terlalu lama. Lama persediaan mengendap untuk tahun 2008 adalah 113 hari, tahun 2007 adalah 155 hari. Sedangkan tahun 2006 adalah 128 hari. Perbandingan rasio diatas menunjukkan trend semakin likuidnya persediaan yang berarti kinerja semakin baik ditahun 2008 dimana lamanya pengendapan juga dikarenakan jenis perusahaan dibidang manufacture yang membutuhkan stok persediaan dalam jumlah yang besar untuk menjaga perputaran produksinya.

Total Asset Turnover Kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan penjualan digambarkan dalam rasio ini. Dengan melihat rasio ini perusahaan bisa mengetahui efektivitas penggunaan aktiva dalam menghasilkan penjualan. Dari hasil perhitungan diperoleh rasio total asset turn over 2006 sebesar 2,334, tahun 2007 sebesar 1,900 dan tahun 2008 sebesar 2,150. Rasio ini menunjukkan trend kinerja yang sempat menurun ditahun 2007 dan kembali

106

Page 107: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

meningkat ditahun 2008 namun masih lebih rendah dari tahun 2006. Hal ini berarti untuk setiap satu aktiva, perusahaan menghasilkan 2,150 rupiah penjualan. Dari angka tersebut bisa disimpulkan bahwa manajemen cukup efektif dalam menggunakan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan penjualan.

Rasio LeverageDebt to Asset Ratio Merupakan Rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga pada kreditor. Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai rasio DAR tahun 2008 sebesar 0,501, tahun 2007 sebesar 0,486, dan 0,550 untuk tahun 2006. Maksud rasio tersebut adalah bahwa untuk tahun 2008 persentase aktiva yang didanai dari hutang adalah 50%, untuk tahun 2007 adalah 48%, sedangkan untuk tahun 2006 adalah sebesar 55%.

Trend penurunan DAR yang terjadi ditahun 2007 menunjukkan bahwa kinerja perusahaan semakin meningkat dengan semakin menurunnya porsi hutang dalam pendanaan aktiva, dan pada tahun 2008 kinerja ini menurun dengan indikasi naiknya nilai DAR menjadi 0,501 menunjukkan besarnya investasi yang didanai oleh modal sendiri sama dengan besarnya porsi hutang yang digunakan untuk mendukung total aktiva.

Debt to Equity Ratio Merupakan Rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio, semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. Dari hasil perhitungan didapat nilai DER tahun 2008 sebesar 1,005 , untuk tahun 2007 sebesar 0,945 , sedangkan tahun 2006 sebesar 1,223.Nilai tersebut bisa dijelaskan bahwa terjadi kenaikan dalam DER yang berarti porsi pemegang saham semakin kecil dalam menjamin investor kreditor.

Equity MultiplierRasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam

mendayagunakan ekuitas pemegang saham. Rasio ini juga diartikan sebagai berapa porsi dari aktiva perusahaan yang dibiayai oleh pemegang saham. Semakin rendah rasio, semakin bagus kinerja perusahaan dari pengelolaan ekuitas.Dari hasil perhitungan diperoleh nilai sebesar 2,223 untuk tahun 2006 kemudian kinerja semakin meningkat ditahun 2007 dengan rasio 1,945 namun kembali menurun ditahun 2008 menjadi 2,005, Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan porsi pemegang saham dalam pembiayaan aktiva.

Time Interest Earned Merupakan Rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar bunga hutang dengan laba sebelum bunga dan pajak atau dengan kata lain seberapa besar laba sebelum bunga dan pajak yang tersedia untuk menutup beban bunga. Laba sebelum pajak dan biaya bunga dibagi biaya bunga. Hasil perhitungan TIE, menunjukkan kinerja semakin baik dalam mengcover biaya

107

Page 108: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

bunga 2006, 2007 dan 2008, yang berarti keuntungan yang tersedia untuk membayar biaya bunga adalah 37 kali dari jumlah biaya bunga yang harus dibayar

Rasio ProfitabilitasGross Profit Margin Merupakan Rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam kemampuan manajemen untuk meminimalisasi harga pokok penjualan dalam hubungannya dengan penjualan yang dilakukan perusahaan. Rasio ini berguna untuk mengetahui keuntungan kotor perusahaan dari setiap barang yang dijual. Jadi dengan mengetahui rasio ini, perusahaan bisa mengetahui bahwa untuk setiap satu tahun barang yang terjual, perusahaan memperoleh keuntungan kotor sebesar x rupiah. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai GPM sebesar 28,609% untuk tahun 2006, untuk tahun 2007 sebesar 29,484% dan untuk tahun 2008 sebesar 28,792%

Perbandingan 3 tahun rasio tersaji nampak meningkat ditahun 2007 kemudian menurun ditahun 2008, yang berarti terjadi penurunan dalam margin keuntungan kotor yaitu adanya penurunan kinerja manajemen dalam menghasilkan margin penjualan.

Net Profit Margin Rasio ini menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh oleh perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. Rasio ini menggambarkan besarnya persentase keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan untuk setiap penjualan karena memasukkan semua unsur pendapatan dan biaya. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rasio NPM untuk tahun 2006 sebesar 11,95% meningkat untuk tahun 2007 sebesar 12,166%, dan untuk tahun 2008 turun cukup signifikan menjadi sebesar 11,232%. Hal ini dipengaruhi oleh kenaikan beban usaha yang mencapai 17,31% dan kenaikan biaya lainnya 84,16%.

Return On Asset Merupakan Rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam manajemen dalam mengatur aktiva-aktivanya seoptimal mungkin sehingga dicapai laba bersih yang diinginkan. Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari setiap satu rupiah aset yang dipergunakan. Dengan mengetahui rasio ini, perusahaan bisa menilai apakah perusahaan ini efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan. Hasil perhitungan diperoleh nilai ROA sebesar 27,887% untuk tahun 2006, sebesar 23,112% untuk tahun 2007, dan untuk tahun 2008 sebesar 24,144%. Arti angka ini menunjukkan bahwa untuk setiap seratus rupiah aktiva yang dimiliki perusahaan, perusahaan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 27 untuk tahun 2006, Rp 23 untuk tahun 2007, dan Rp 24 untuk tahun 2008. Perbandingan tersebut menunjukkan trend kinerja yang meningkat meskipun sempat turun di tahun 2007 namun agar lebih baik, kinerja rasio ini harus dibandingkan dengan rata-rata suku bunga simpanan atau dengan tingkat pengembalian pada industri yang sama (rata-rata industri). Return On Asset Return On Equity Merupakan Rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menunjukkan kesuksesan manajemen dalam memaksimalkan tingkat pengembalian pada pemegang saham. Rasio ini berguna untuk mengetahui

108

Page 109: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

besarnya kembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap rupiah modal dari pemilik. Dari hasil perhitungan menunjukkan trend menurun yakni masing-masing sebagai berikut, tahun 2006 ROE sebesar 62,004%, tahun 2007 sebesar 44,943% dan ditahun 2008 sebesar 48,401%

Dari perbandingan rasio tersebut, berarti bahwa untuk setiap seratus rupiah investasi pemegang saham, perusahaan memberikan kembalian Rp 62 untuk tahun 2006, Rp 45 rupiah untuk tahun 2007, dan Rp 48 rupiah untuk tahun 2008.

Earning Per ShareMerupakan Rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam

menggambarkan besarnya pengembalian modal untuk setiap satu lembar saham. Investor biasanya lebih tertarik dengan ukuran profitabilitas dengan menggunakan dasar saham yang dimiliki. Rasio ini menggambarkan besarnya pengembalian modal untuk setiap satu lembar saham. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai rasio sebesar 888,725% untuk tahun 2008 yang berarti setiap satu lembar saham akan memperoleh laba sebesar Rp 888,725, sebesar 826,835% untuk tahun 2007 yang berarti setiap satu lembar saham akan memperoleh laba sebesar Rp 826,835 dan sebesar 805,496% untuk tahun 2006 yang berarti setiap satu lembar saham akan memperoleh laba sebesar Rp 805,496. Perbandingan tersebut perusahaan mampu memberikan keuntungan yang meningkat setiap tahunnya kepada para investor Payout Ratio

Merupakan Rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menggambarkan persentase deviden kas yang diterima oleh pemegang saham terhadap laba bersih yang diperoleh perusahaan. Dari hasil perhitungan bahwa nilai untuk tahun 2006 laba bersih yang dibagikan sebesar 68% dimana sisanya 32% digunakan sebagai tambahan ekuitas tahun 2007, kemudian tahun 2007 laba bersih yang dibagikan sebesar 36% dimana sisanya 64% digunakan sebagai tambahan ekuitas ditahun 2008 dan pada tahun 2008 laba bersih dibagikan seluruhnya, sehingga tidak ada sisa yang digunakan sebagai tambahan ekuitas ditahun berikutnya. Indikasi pembagian laba secara keseluruhan yang terjadi ditahun 2008 dikarenakan perusahaan mengalami NPM yang menurun dibanding 2 tahun sebelumnya, dan sebagai dampaknya perusahaan dirasa perlu untuk menjaga kepentingan para pemegang sahamnya agar tetap berinvestasi di PT. Hanjaya Mandala Sampoerna.

Masing-masing rasio yang diikhtisarkan pada tabel diatas memudahkan manajemen PT. Hanjaya Mandala Sampoerna dalam mengambil kesimpulan tentang kekuatan dan kelemahan perusahaan. Pembahasan untuk Tahun 2006-2008 adalah sebagai berikut :1. Posisi likuditas perusahaan boleh dikatakan buruk, rasio

lancar, rasio cepat, lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata industri namun net working ratio menunjukkan perusahaan cukup efisien dalam mengelola aktiva sehingga tidak banyak aktiva yang menganggur. Trend rata-rata industri current ratio, quick ratio, dan net working capital menunjukkan tahun 2007 mengalami kenaikan yang cukup tinggi, tetapi ditahun 2008 trend rata-rata industri mengalami penurunan.

2. Pada rasio aktivitas, perputaran persediaan dan periode penagihan memperlihatkan aktivitas operasional perusahaan boleh dikatakan cukup baik dengan periode penagihan piutang dan lamanya persediaan mengendap yang

109

Page 110: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

tergolong cepat. Namun masih belum maksimal dalam pengelolaan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan penjualan, hal ini dapat dilihat dari perputaran aktiva yang jauh lebih kecil dari rata-rata industri. Dan rata-rata industri receivable turnover, account receivable periods, inventory turnover dan lama persediaan mengalami kenaikan ditahun 2007 tetapi ditahun 2008 justru meningkat. Sebaliknya rata-rata industri total asset turn over mengalami penurunan ditahun 2007 dan tahun 2008 naik.

3. Rasio Leverage dapat disimpulkan sangat baik mengingat pada tahun 2006 & 2007 posisi leverage PT. Hanjaya Mandala Sampoerna berada dibawah rata-rata industri. Pengelolaan aktiva yang baik memberikan efek positif pada porsi hutang yang selalu stabil sehingga mempunyai kemampuan yang tinggi dalam membayar biaya bunga perusahaan dengan laba yang dimiliki. Rasio equity multiplier bisa dikatakan porsi pemegang saham sama besar dengan porsi hutang sehingga kinerjanya cukup baik, persentase untuk pembayaran bunga semakin kecil. Dan rata-rata industri debt to assets ratio, debt to equity ratio, equity multiplier, dan TIE mengalami kenaikan ditahun 2007 tetapi untuk tahun 2008 debt to assets ratio dan TIE mengalami penurunan. Sebaliknya rata-rata industri debt to equity ratio dan equity multiplier tahun 2008 naik.

4. Marjin laba terhadap penjualan menunjukkan perusahaan mampu meningkatkan penjualan dan menekan biaya-biaya operasional sehingga mampu memberikan tingkat pengembalian aktiva dan modal yang stabil dari tahun ke tahun, hal ini berbeda dengan rasio rata-rata industri yang memiliki trend marjin laba terhadap penjualan menurun sehingga memberikan kontribusi menurun terhadap tingkat pengembalian aktiva dan modal. Payout ratio dapat disimpulkan cukup baik karena perusahaan mampu memberikan keuntungan yang maksimal bagi para pemegang sahamnya. Dan rata-rata industri gross profit margin, net profit margin, ROA, ROE dan payout ratio mengalami penurunan ditahun 2007 tetapi untuk earning per share mengalami kenaikan. Sebaliknya rata-rata industri tahun 2008 industri gross profit margin, net profit margin, ROA, ROE mengalami penurunan dan untuk earning per share dan payout ratio naik.

Metode Altman (Z-SCORE) Z-Score adalah skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang akan menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan.

Metode Altman (Z-Score)TAHUN PT. HANJAYA MANDALA SAMPOERNA Tbk.

2006 Z= 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5 (0,717*0,302) + (0,847*0,007) + (3,107*0,440) + (0,420*0,008)

+ (0,998*2,334) = 3.450

2007 Z= 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5 (0,717*0,309) + (0,847*0,006) + (3,107*0,352) + (0,420*0,000)

+ (0,998*1,900) = 3.217

2008 Z= 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5 (0,717*0,210) + (0,847*0,006) + (3,107*0,370) + (0,420*0,000)

+ (0,998*2,150) = 3.923

110

Page 111: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai Z-Score tahun 2008 adalah 3,450 , tahun 2007 sebesar 3,217 , dan tahun 2006 sebesar 3,923 dimana nilai Z-Score yang aman dari kebangkrutan adalah Z > 2.99 , itu berarti hasil tersebut bisa diinterpretasikan bahwa perusahaan tidak mengalami masalah keuangan.

KESIMPULAN Pada bab ini, diuraikan simpulan dari analisa rasio keuangan dan

metode Z-score yang telah dilakukan untuk mengukur kinerja PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, antara lain :1. Berdasarkan hasil perhitungan rasio Likuiditas, kinerja perusahaan masih

tergolong baik (>1) meskipun dari analisa times series mengalami penurunan dalam 3 tahun terakhir dan lebih rendah jika dibandingkan dengan rasio rata-rata industri, namun manajemen tergolong efisien dalam mengelola sumber-sumber likuiditas perusahaan dengan memaksimalkan aktiva yang ada.

2. Berdasarkan hasil perhitungan rasio Aktivitas, manajemen cukup efektif dalam mengelola aktiva (>1), bisa dilihat penagihan piutang yang lancar dengan umur piutang yang cukup singkat. Perputaran persediaan menunjukkan konversi persediaan menjadi penjualan yang semakin meningkat volumenya sehingga umur persediaan yang mengendap juga semakin singkat.

3. Berdasarkan hasil perhitungan rasio Leverage, kinerja perusahaan terdapat penurunan yakni semakin tingginya hutang perusahaan terutama ditahun 2008 yang menyebabkan porsi pemegang saham mengalami penurunan. Namun tidak demikian dengan kemampuan mengcover beban bunga yang justru semakin meningkat ditahun 2006 – 2008. Hal tersebut menunjukkan perusahaan lebih memilih untuk mengandalkan dana pihak ketiga untuk memenuhi kebutuhan modal kerjanya seiring dengan krisis ekonomi yang terjadi ditahun 2008. Akan tetapi rasio leverage PT Hanjaya Mandala Sampoerna ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan rasio rata-rata industri sejenis yang menunjukkan peningkatan beban hutang terutama ditahun 2008 sebagai indikasi umum bahwa krisis global tahun 2008 juga memberikan dampak yang serius bagi perusahaan rokok yang lain dalam menjaga eksistensinya.

4. Berdasarkan hasil perhitungan rasio Profitabilitas, menunjukkan kinerja yang meningkat meskipun GPM sebaliknya menurun. Hal ini berarti perusahaan mampu melakukan efisiensi biaya operasional sehingga otomatis memberikan feed-back yang positif berupa meningkatnya tingkat pengembalian terhadap ROA, ROE dan EPS. Payout rasio yang semakin tinggi mengindikasikan perusahaan ingin menjaga kepentingan para pemegang saham agar tetap berinvestasi di PT Hanjaya Mandala Sampoerna sehubungan dengan kondisi ekonomi yang sulit ditahun 2008.

5. Berdasarkan hasil perhitungan Model Altman (Z-Score), kinerja perusahaan dalam keadaan keuangan yang sehat karena untuk nilai Z-Score diatas > 2.99.

DAFTAR PUSTAKA

Baridwan, Zaki., (2000), Intermediate Accounting, Yogyakarta : BPFE.

111

Page 112: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

Darsono dan Ashari (2004), Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan, Yogyakarta : Andi.

Hanafi, Mamduh M., dan Abdul Halim (2007), Analisis Laporan Keuangan, Edisi Ketiga, Yogyakarta : UPP STIM YKPN.

Harahap, Sofyan. Safitri., (2002), Analisa Kritis atas Laporan Keuangan, Jakarta : Bumi Aksara.

Ikatan Akuntansi Indonesia, (2002), Standar Akuntansi Keuangan.

Munawir, S., (2000), Analisa Laporan Keuangan, Yogyakarta : Liberty.

Munawir, S., (2004), Analisa Laporan Keuangan, Edisi Keempat, Cetakan Kelima, Yogyakarta : Liberty.

Muslich, Mohamad, (2000), Manajemen Keuangan Modern (Analisis,Perencanaan, dan Kebijaksanaan). Jakarta : Bumi Aksara.

Riyanto, Bambang, (2001), Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Yogyakarta :BPFE.

Sadeli, (2000), Dasar-Dasar Akuntansi, Bandung : Bumi Aksara.Smith, Jay. M., dan K. Fred Skousen., (2000), Akuntansi Intermediate, Jakarta :

Airlangga.Sudarmanto, Agus, (2006), Analisa Rasio Profitabilitas dan EPS sebagai Alat

Penilaian Kinerja pada Perusahaan Air Minum (Studi Kasus di BES), (2006), Universitas Katolik Darma Cendika Surabaya.

Sugiri, Slamet, dan Agus Riyono, (2002), Akuntansi Pengantar I, Edisi Kelima, Jakarta : Gramedia.

Supardi dan Sri Mastuti. 2003. Validitas Penggunaan Z-Score Altman UntukMenilai Kebangkrutan Pada Perusahaan Perbankan Go-Public Di BursaEfek Jakarta. KOMPAK. Nomor 7, Januari-April.

Sawir Agnes (2003), Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Vitriyanto, Roy, (2007), Analisa Laporan Keuangan Arus Kas Dalam Pengambilan Keputusan Manajemen, Universitas Katolik Darma Cendika Surabaya.

112

Page 113: Jurnal Ekonomi.ok

Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol. I, No. 3, Desember 2009

113