jurnal ekono oktober 2013

64
ISSN. 1907-0640 JURNAL EKONO – INSENTIF Volume 7, Nomor 2, Oktober 2013 Jurnal Ekono-Insentif adalah wadah informasi bidang ilmu Ekonomi berupa hasil penelitian, studi kepustakaan maupun tulisan ilmiah yang terkait. Terbit pertama kali tahun 2006 dengan frekuensi terbit dua kali setahun. Penanggung Jawab Koordinator Kopertis Wilayah IV Redaktur Entin Hartini, S.Sos., M.Si. Redaktur Pelaksana: Atin Afiatin, S. Sos., M. Si. Ade Ruhiyat, S. Ip. Ir. Nefli Yusuf, M.Eng. Dra. Maimunah Aminatun, S.Sos, M.Si. Suroso, SH Penyunting Ahli: Dr. Hj. Ida Rosnidah, S.E., MM.,Ak. Prof. Dr. Umi Nurimawati, S.E., M.Si. Dr. Deddy Supardi, S.E., Ak., M. Si. Alamat Redaksi Kopertis Wilayah IV Jl. Penghulu Hasan Mustafa No. 38 Telepon: (022) 7275630 e-mail: [email protected]

Upload: el

Post on 12-Jul-2016

101 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

jurnal

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL Ekono Oktober 2013

ISSN. 1907-0640

J U R N A L

E K O N O – I N S E N T I F

Volume 7, Nomor 2, Oktober 2013

Jurnal Ekono-Insentif adalah wadah informasi bidang ilmu Ekonomi berupa hasil penelitian, studi kepustakaan

maupun tulisan ilmiah yang terkait. Terbit pertama kali tahun 2006 dengan frekuensi terbit dua kali setahun.

Penanggung Jawab Koordinator Kopertis Wilayah IV

Redaktur Entin Hartini, S.Sos., M.Si.

Redaktur Pelaksana: Atin Afiatin, S. Sos., M. Si.

Ade Ruhiyat, S. Ip. Ir. Nefli Yusuf, M.Eng.

Dra. Maimunah Aminatun, S.Sos, M.Si.

Suroso, SH

Penyunting Ahli: Dr. Hj. Ida Rosnidah, S.E., MM.,Ak.

Prof. Dr. Umi Nurimawati, S.E., M.Si. Dr. Deddy Supardi, S.E., Ak., M. Si.

Alamat Redaksi Kopertis Wilayah IV

Jl. Penghulu Hasan Mustafa No. 38 Telepon: (022) 7275630

e-mail: [email protected]

Page 2: JURNAL Ekono Oktober 2013

ISSN. 1907-0640

Jurnal EKONO-INSENTIF

Volume 7, Nomor 2, Oktober 2013

DAFTAR ISI

1 PENGARUH KURS MATA UANG RUPIAH ATAS DOLLAR AS, TINGKAT SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA DAN TINGKAT INFLASI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) PADA BURSA EFEK INDONESIA (BEI) …………………………………

Oleh: Linna Ismawati, Beni Hermawan, Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung

1

2 EVALUASI EFEKTIFITAS PENERAPAN BALANCE SCORECARD PT.TELKOM DIVISI REGIONAL V JAWA TIMUR DALAM MENGHADAPI KOMPETISI ………………………………………………………………………….

Oleh: Rini Yuli Prihatin, Sekolah Tinggi Pariwisata Bogor

14

3 KONTRIBUSI KEUNTUNGAN PDAM TIRTAWENING TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN 2011-2012 ……….

Oleh: Jatnika Dwi Asri, Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Bandung

23

4 PENGARUH FEE BASED INCOME TERHADAP PROFITABILITAS (RETURN ON ASSET) PADA PT. BANK JABAR-BANTEN TBK. SUB BRANCH CIPANAS-CIANJUR ………………………………………………..

Oleh: Wenny Djuarni dan Rizki Awaludin, Fakultas Ekonomi Universitas Putra Indonesia (UNPI), Cianjur

36

5 PENGARUH KEMAMPUAN PENGGUNA TERHADAP SISTEM INFORMASI AKUNTANSI DAN IMPLIKASINYA PADA KUALITAS INFORMASI ……….

Oleh: Lilis Puspitawati, Siska Amelia, Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), Bandung

45

6 URGENSI ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK RI DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK .............................................................................................

Oleh: Arifin Sukmana, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pelita Bangsa

56

Page 3: JURNAL Ekono Oktober 2013

1

Jurnal Ekono Insentif Kopwil4, Volume 7 No. 2, Oktober 2013

ISSN: 1907 - 0640, halaman 1 s.d 13

PENGARUH KURS MATA UANG RUPIAH ATAS DOLLAR AS,

TINGKAT SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA DAN TINGKAT INFLASI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG)

PADA BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

Oleh: Linna Ismawati, Beni Hermawan

Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung

Abstrak - Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kurs mata uang rupiah atas dollar AS, tingkat suku bunga SBI, tingkat inflasi dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), juga untuk mengetahui pengaruh kurs mata uang rupiah atas dollar AS, tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi terhadap IHSG baik secara simultan maupun parsial pada Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2007-2012. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan verifikatif. Sedangkan data yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi data nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, prosentase tingkat suku bunga SBI dan prosentase tingkat inflasi di BEI pada setiap akhir bulan pengamatan yaitu periode 2007-2012. Pengujian statistik yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda, uji asumsi klasik, analisis korelasi pearson, koefisien determinasi dan uji hipotesis yang dihitung menggunakan aplikasi SPSS 18.0 for windows. Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel kurs mata uang rupiah atas dollar AS secara parsial terdapat pengaruh yang tidak signifikan terhadap IHSG, tingkat suku bunga SBI secara parsial berpengaruh negatif terhadap IHSG dan tingkat inflasi secara parsial tidak terdapat pengaruh signifikan terhadap IHSG. Kata Kunci: Kurs, SBI, Inflasi dan IHSG

The Influence of Exchange Rate of IDR on the US Dollar, The Interest Rate of SBI, and The Rate of Inflation Toward The Composite Share Price Index (CSPI) in Indonesia Stock Exchange (IDX)

Abstract - The study aimed to find out a rate of exchange of Rupiah against US Dollar, rate of interest of SBI, Inflation, and Composite Stock Index (called IHSG), as well as to know an influence a rate of exchange of Rupiah against US Dollar, rate SBI, Inflation toward IHSG whether in partial or simultaneously at Indonesian Stock Exchange in 2007-2012 periods. The method used in this research is descriptive and verificative, with secondary data on rate of exchange of Rupiah against US Dollar, percentage of rate of interest of SBI, and inflation in Indonesian Stock Exchange on each the end of the month of monitoring in 2007-2012 periods. The statistical test used is Multiple regression analysis, classical assumption test, correlation analysis of Pearson, determination coefficient, and hypothetical test accounted uses an application of SPSS 18.0 for windows. The result shows that variable the rate of exchange of Rupiah against US Dollar partially has found that there is an insignificant influence toward IHSG, while rate of interest of SBI had a significant influence to IHSG, but inflation partially not influence to the IHSG. Keywords: Rate of exchange, SBI, inflation and IHSG

1. Pendahuluan

Indonesia sebagai negara berkembang mendapat pengaruh yang cukup besar dari krisis global. Berbagai kebijakan diambil pemerintah untuk meredam pengaruh buruk dari krisis global ini, mulai dari menaikkan tingkat suku bunga, menaikkan harga bahan bakar minyak, maupun memperketat lalu lintas mata uang asing.

Pasar modal memegang peranan sangat penting dalam perekonomian Indonesia, dimana nilai Indeks Harga Saham Gabungan dapat menjadi leading indicator economic pada suatu negara.

Pergerakan indeks sangat dipengaruhi oleh ekspektasi investor atas kondisi fundamental negara maupun global. Adanya informasi baru akan berpengaruh pada ekspektasi investor yang akhirnya akan berpengaruh pada IHSG.

Perkembangan harga saham dapat dilihat pada indeks harga saham gabungan (IHSG). Indeks harga saham yang mengalami peningkatan bisa mengindikasikan adanya perbaikan kinerja perekonomian sedangkan indeks harga saham yang mengalami penurunan dapat disebabkan oleh kondisi perekonomian di negara tersebut yang sedang mengalami permasalahan.Berdasarkan

Page 4: JURNAL Ekono Oktober 2013

2

pandangan tersebut, maka diperlukan kajian yang mendalam tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan perubahan harga saham tersebut.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau Composite Stock Price Index merupakan indeks yang menggunakan seluruh saham yang tercatat sebagai komponen perhitungan. Masing-masing pasar modal memiliki indeks yang dibentuk berdasarkan saham-saham yang dipakai sebagai dasar dalam perhitungan indeks harga (Ridwan, 2009:444)

Nilai tukar mata uang (exchange rate) atau sering disebut kurs merupakan harga mata uang terhadap mata uang lainnya. Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel-variabel makro ekonomi yang lainnya.

Nilai tukar mata uang asing mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam aktivitas bisnis yang dilakukan individu, perusahaan maupun suatu negara. Para ekonom dan akademisi telah mengeluarkan berbagai teori yang menjelaskan pergerakan nilai tukar mata uang karena melemahnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya dollar AS, akan memiliki pengaruh negatif terhadap perekonomian dan pasar modal (Sri Handaru.2005:179)

Faktor yang diduga sangat mempengaruhi kurs valuta asing adalah faktor dari variabel ekonomi makro seperti tingkat suku bunga dan inflasi. Dalam penelitian ini kurs valuta asing yang digunakan adalah kurs mata uang rupiah atas dollar AS, ini disebabkan karena pergerakan nilai tukar dollar sangat berpengaruh terhadap IHSG.

Agus Budi Santosa (2008:39-53) menjelaskan bahwa inflasi merupakan suatu kondisi dimana harga-harga barang secara keseluruhan meningkat secara umum dan berlangsung terus menerus. Inflasi disebabkan karena kenaikan jumlah uang beredar dalam negeri, hal ini akan menyebabkan kelebihan penawaran uang, sehingga permintaan uang asing (dollar AS) meningkat.

Menurut Desmond Wira (2011:17), angka inflasi yang tinggi yang ditunjukan dengan naiknya harga-harga barang, biasanya akan mendorong BI (Bank Indonesia) untuk menaikan suku bunga. Biasanya lalu diikuti oleh perbankan dengan menaikan suku bunga pinjaman. Hal ini menjadikan beban biaya tambahan bagi perusahaan, terutama yang menggunakan pinjaman dari bank untuk biaya operasi atau ekspansi. Beban biaya tambahan tersebut akan mengurangi tingkat keuntungan perusahaan. Efeknya harga saham menjadi turun. Oleh karena itu, angka inflasi yang terlalu besar menjadi momok bagi investor, karena bila BI berusaha meredam inflasi dengan menaikan suku bunga, ujung-ujungnya harga saham cenderung turun.

Fenomena kenaikan maupun penurunan IHSG tentunya disebabkan oleh banyak faktor atau variabel yang dapat mempengaruhi perubahan IHSG tersebut, di dalam tulisan ini akan berfokus kepada tiga variabel independent yang lebih spesifik yaitu "Berapa besar pengaruh kurs mata uang rupiah atas dollar AS, tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi terhadap pergerakan IHSG".

Pada tahun 2007, kurs mata uang rupiah berada pada posisi Rp. 9419/USD, dengan tingkat suku bunga SBI yaitu pada posisi 8.00%, sedangkan laju inflasi yaitu sebesar 6.59% dan nilai IHSG pada tahun tersebut berada pada posisi yaitu 2745.83. Perubahan terjadi pada tahun berikutnya, yaitu pada tahun 2008, IHSG turun tajam hingga jatuh ke level 1355.41. Pada saat itu para investor, terutama investor asing berlomba-lomba menjual saham yang dimilikinya, sehingga pihak Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan penutupan sementara atau suspension terhadap perdagangan saham di bursa. Sementara SBI dan laju inflasi mengalami peningkatan yang sangat tajam yaitu berada pada level 9.25% dan 11.06%, sehingga nilai tukar rupiah/USD mengalami penurunan harga sampai ke level Rp. 10950/USD. Hal ini disebabkan karena dampak krisis keuangan gobal yang terjadi di Negara Amerika Serikat. Krisis keuangan globalnya yaitu berupa krisis sub-prime mortgage yaitu kegagalan para debitur individu dalam membayar cicilan utang rumah/mortgage-nya kepada pihak perbankan, yang kemudian berdampak kepada pihak perbankan, dimana pihak perbankanpun gagal juga dalam membayar kewajibannya. Situasi ini membuat multiplayers effect keseluruh sistem perbankan AS pada khususnya serta sistem perbankan dunia pada umumnya. Kemudian menciptakan krisis global dan telah mengguncangkan perekonomian dunia, sehingga nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS turun nilainya (devaluasi).

Pada tahun berikutnya perkembangan IHSG menunjukan sikap yang positif, dimana perkembangan dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini di pengaruhi oleh kurs rupiah/dollar AS dan suku bunga SBI dengan perkembangan yang cukup stabil serta laju inflasi yang menunjukan perkembangan yang sangat signifikan mengalami peningkatan dan penurunan setiap tahunnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Kurs Mata Uang Rupiah atas Dollar AS, Tingkat Suku Bunga SBI dan Tingkat Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Pada Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2007-2011

2. Kajian Pustaka & Hipotesis

2.1 Kajian Pustaka

Page 5: JURNAL Ekono Oktober 2013

3

2.1.1 Kurs Mata Uang Rupiah atas Dollar AS terhadap IHSG Bayuandika (2008) menjelaskan bahwa

kurs mata uang asing atau valas. Valas adalah harga mata uang asing dalam satuan mata uang domestik. Kurs mata uang akan mendorong investor untuk tidak menginvestasikan dananya dipasar modal melainkan pada transaksi di pasar valuta asing tersebut. Hal ini akan mengakibatkan transaksi keuangan para investor di BEJ akan berkurang karena dianggap lebih menguntungkan berspekulasi pada gejolak kurs mata uang asing tersebut sehingga akan mengakibatkan IHSG BEJ akan melemah. Sebaliknya juga apabila kurs valuta asing stabil maka spekulasi yang mereka lakukan pada kurs yang stabil kurang menguntungkan, sehingga mereka tetap melakukan perdagangan di pasar modal dan IHSG akan menguat. Menurut Sri Handaru (2005:181), penurunan nilai kurs rupiah (depresiasi) terhadap mata uang asingn dipengaruhi oleh berbagai faktor berbagai diantaranya yaitu kondisi perekonomian Indonesia, regional maupun internasional. Bursa saham pun tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor ekonomi maupun non-ekonomi yang ada. Suad Husnan (2005:149) menjelaskan bahwa bagi investor asing perubahan kurs valuta asing merupakan risiko tersendiri yang harus diperhatikan karena diperkirakan deviasi standar tingkat keuntungan yang diperoleh pemodal asing akan cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pemodal domestik. Jadi nilai tukar atau harga mata uang asing adalah nilai tukar mata uang suatu negara terhadap suatu mata uang negara lainnya.Suatu mata uang dikatakan semakin mahal jika nilai tukarnya semakin menguat, dan begitu juga sebaliknya.Untuk mengetahui perkembangan nilai tukar Rupiah (per satu Dollar Amerika) digunakan analisis kurs harian nilai tukar Rupiah. Menurut Etty Murwaningsari (2008:178-195) Studi mengenai hubungan antara nilai tukar rupiah dan reaksi pasar saham telah banyak dilakukan penelitian yang berhubungan dengan masalah nilai tukar dan return saham telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Dalam kondisi normal dimana fluktuasi kurs tidak terlalu tinggi, hubungan kurs dengan pasar modal adalah positif, tetapi jika terjadi depresiasi/ apresiasi kurs, maka hubungan kurs dengan pasar modal akan berkorelasi negatif. Risiko dari fluktuasi nilai tukar Rupiah beserta hal-hal yang mempengaruhinya tentunya akan berpengaruh terhadap perilaku pasar modal (mempengaruhi harga saham perusahaan-perusahaan yang menjual sekuritas di pasar modal). Perkembangan nilai tukar Rupiah (per satu Dollar Amerika Serikat) mempengaruhi pergerakan nilai saham di Bursa Efek Indonesia karena jika nilai tukar Rupiah menguat maka akan mendorong para investor (lokal

maupun asing) untuk menambah pembeli atau menjual suatu sekuritas, serta akan mempengaruhi kinerja suatu perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga saham perusahaan. H1.1: Tingkat kurs mata uang rupiah atas dollar AS berpengaruh secara parsial terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI). 2.1.2 Tingkat Suku Bunga Terhadap IHSG Menurut Dahlan Siamat (2005:455-456) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pada prinsipnya adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dan diperjualbelikan dengan diskonto. SBI yang ditawarkan dan diterbitkan dengan system lelang, pada dasarnya penggunaannya sama dengan penggunaan Treasury Bills (T-Bills) di pasar uang Amerika Serikat. Melalui penggunaan SBI tersebut, BI dapat secara tidak langsung mempengaruhi tingkat bunga di pasar uang dengan cara mengumumkan Stop Out Rate (SOR). SOR adalah tingkat suku bunga yang diterima oleh BI atas penawaran tingkat bunga dari peserta lelang. Selanjutnya, SOR tersebut akan dapat dipakai sebagai indicator bagi tingkat suku bunga transaksi di pasar uang pada umumnya. Menurut Desmond Wira (2011:25) Sertifikat bank Indonesia (SBI) adalah surat pengakuan utang berjangka watu pendek (1-3 bulan). Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas tunjuk yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang jangka pendek dengan sistem diskonto. SBI adalah salah satu instrumen BI untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar. Tingkat bunga SBI yang tinggi dilakukan untuk menyedot dana dari masyarakat supaya investasi dan konsumsi menurun, dan tersimpan di perbankan. Hal tersebut biasanya dilakukan pada saat kondisi inflasi yang tinggi dan nilai uang rendah sedangkan tingkat bunga SBI yang rendah dilakukan agar investasi dan konsumsi menjadi bergairah dengan demikian dana akan berputar dan dunia usaha berjalan. Setiap investor selalu mengharapkan agar uang atau dana yang ditanam menjadi berkembang oleh karena memperoleh suku bunga. Akan tetapi kalau terjadi inflasi (akibat tingkat harga naik), jumlah uang yang diterima daya belinya akan berkurang. Jadi bunga yang diterima harus sudah memperhitungkan tingkat inflasi (premi inflasi). Seorang investor harus mengorbankan konsumsinya sekarang karena uangnya untuk di investasikan, maka untuk itu wajar jika investor menuntut agar dalam menentukan tingkat bunga dipertimbangkan adanya preferensi waktu (premi preferensi waktu). Investor harus membayar pajak atas bunga yang diterimanya, maka investor juga menghendaki agar

Page 6: JURNAL Ekono Oktober 2013

4

pajak (premi pajak) juga dipertimbangkan dalam menentukan besarnya tingkat bunga.

Darmawi (2006:182) menyatakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat suku bunga yaitu harapan akan inflasi, jatuh tempo sekuritas atau kredit, keberadaan risiko pada peminjaman, risiko tentang penarikan sekuritas sebelum jatuh tempo, kemampuan pemasaran dan pajak. Yang dimaksud dengan tingkat suku bunga adalah persentase dari pokok pinjaman yang harus dibayar oleh peminjam kepada pemberi pinjaman sebagai imbal jasa yang dilakukan dalam suatu periode tertentu yang telah disepakati kedua belah pihak. Suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga SBI.

H1.2: Tingkat suku bunga SBI berpengaruh

negative secara parsial terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

2.1.3 Tingkat Inflasi Terhadap IHSG Inflasi selalu identik dengan kenaikan harga tetapi tidak berarti bahwa berbagai harga berbagai macam tersebut mengalami kenaikan dengan persentasi yang sama. Kenaikan harga barang umum tersebut terjadi secara terus menerus dalam periode waktu tertentu dan diukur dengan menggunakan indeks harga terutama Indeks Harga Konsumen (IHK). Ni Nyoman Aryaningsih (2008:56-67) Inflasi merupakan perubahan harga yang cenderung meningkat, tanpa diimbangi perubahan daya beli masyarakat yang meningkat. Dalam kenyataan jarang terjadi suatu kondisi, dimana inflasi yang tinggi menyebabkan hasil output tertentu, sehingga tingkat output berubah dari waktu ke waktu mengikuti perubahan laju inflasi yang diperkirakan. Bisa saja terjadi kondisi, bahwa kenaikan inflasi yang tinggi bahkan menurunkan tingkat output tertentu. Tandelililin (2010: 342) menjelaskan pengertian inflasi merupakan kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan. Berdasarkan penyebab terjadinya, Inflasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu; (1) demand pull inflation dan; (2) cost push inflation. Demand pull inflation adalah inflasi yang bermula dari kenaikan permintaan total (aggregate demand) sedangkan cosh push inlation adalah inflasi yang diakibatkan oleh kenaikan biaya produksi yang ditandai dengan turunnya produksi. Dilihat dari konsep lain, inflasi dapat pula disebabkan karena perbedaan suku bunga nominal dengan suku bunga riil. Penyesuaian suku bunga nominal terhadap tingkat inflasi inilah yang biasa disebut sebagai efek Fisher (Fisher effect) yaitu dengan suku bunga riil yang tetap, suku bunga nominal akan naik dengan

meningkatnya inflasi (Dornbush dan Fisher dalam Sadono Sukirno, 2010).

Tingginya tingkat inflasi menunjukkan bahwa resiko untuk melakukan investasi cukup besar sebab inflasi yang tinggi akan mengurangi tingkat pengembalian dari investor. Pada kondisi inflasi yang tinggi maka harga barang-barang atau bahan baku memiliki kecenderungan untuk meningkat. Peningkatan harga barang-barang dan bahan baku akan membuat biaya produksi menjadi tinggi sehingga akan berpengaruh pada penurunan jumlah permintaan yang berakibatnya pada penurunan penjualan sehingga akan mengurangi pendapatan perusahaan. Selanjutnya akan berdampak buruk pada kinerja perusahaan yang tercermin pula oleh turunnya return saham. Beberapa bukti empiris tentang pengaruh tingkat inflasi dengan IHSG menunjukkan bahwa laju inflasi secara terpisah tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG (Sri Martini, 2009:15-26) Dari beberapa penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengaruh tingkat inflasi terhadap IHSG memiliki pengaruh yang negative. H1.3: Tingkat inflasi berpengaruh negative secara parsial terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Studi Empiris Penelitian Terdahulu 1. Penelitian Usman Abdulatif (2010)

Hasil penelitian menunjukkan secara simultan bahwa perubahan eksternal cadangan telah memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan PMA dan apresiasi nilai tukar di dalam negeri tetapi tidak berpengaruh seperti yang diamati pada investasi domestik dan inflasi tingkat dalam negeri dalam periode tersebut. 2. Penelitian I Wayan Wardita (2008)

Hasil penelitian menunjukkan secara simultan bahwa Selisih Suku Bunga Bank Indonesia dengan Suku Bunga Internasional, Inflasi dan Cadangan Emas mempengaruhi Kurs dollar AS secara signifikan. Sedangkan secara parsial terbukti bahwa Selisih Suku Bunga Bank Indonesia dengan Suku Bunga Internasional dan tingkat inflasi mempunyai hubungan yang tidak signifikan terhadap Kurs dollar AS sedangkan cadangan emas berpengaruh secara signifikan terhadap kurs dollar AS. 3. Penelitian Makaryanawati (2009)

Hasil penelitian menunjukkan secara simultan bahwa tingkat suku bunga dan tingkat likuiditas perusahaan memperngaruhi risiko investasi saham secara signifikan. Sedangkan secara parsial terbukti bahwa tingkat suku bunga mempunyai hubungan yang tidak signifikan terhadap risiko investasi sedangkan tingkat likuiditas berpengaruh secara signifikan terhadap risiko investasi.

Page 7: JURNAL Ekono Oktober 2013

5

4. Penelitian Mudji Utami (2003) Hasil penelitian menunjukkan secara

simultan bahwa profitabilitas, suku bunga, inflasi dan nilai tukar mempengaruhi harga saham badan usaha secara signifikan selama krisis ekonomi terjadi di Indonesia.Sedangkan secara parsial terbukti bahwa suku bunga dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap harga saham badan usaha selama krisis ekonomi di Indonesia.

5. Penelitian Poltak Manurung (2008)

Hasil penelitian menunjukan secara simultan bahwa kurs mata uang rupiah atas dollar AS dan kepemilikan saham oleh investor asing mempengaruhi IHSG secara signifikan.Sedangkan secara parsial terbukti bahwa kurs mata uang rupiah atas dollar AS mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap IHSG sedangkan kepemiikan saham oleh investor asing berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG.

3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode deskriptif dan verifikatif dengan pendekatan kuantitatif.

Sedangkan menurut Umi Narimawati (2007:21) metode penelitian verifikatif adalah pengujian hipotesis melalui alat analisis statistik.

Menurut Sugiyono (2010:8) metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada sample filsafat positivism, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitan, analisis data bersifat kuantitatif/statistic, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan.

Metode verifikatif dengan pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh kurs mata uang rupiah atas dollar AS, tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara parsial dan simultan pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu data sekunder, karena peneliti mengumpulkan informasi dari data yang telah diolah lebih lanjut dan data yang disajikan oleh pihak lain. Data yang digunakan meliputi data nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, prosentase tingkat suku bungaSBIdan prosentase tingkat inflasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada setiap akhir bulan pengamatan selama periode 6 tahun yaitu tahun 2007-2012.

Teknik Penentuan Data Populasi yang digunakan penulis pada

penelitian ini yaitu seluruh laporan nilai tukar< tingkat suku bunga, laju inflasi, dan IHSG

sedangkan sampel penelitian adalah data perkembangan nilai kurs rupiah/dollar AS, tingkat suku bunga SBI dan laju inflasi pada setiap bulan pengamatan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) dan nilai IHSG pada setiap akhir bulan pengamatan periode 2007-2012 pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan penulis untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan adalah Studi Kepustakaan (Library Research). Studi kepustakaan berupa Journal, data Bank Indonesia, textbook, penelitian terdahulu, akses website Bank Indonesia: http//www.bi.go.id dan Bursa Efek Indonesia: http//www.idx.co.id. Melalui studi pustaka ini penulis mengumpulkan data dan mempelajari serta membaca pendapat para ahli yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti untuk memperoleh landasan teori yang dapat menunjang penelitian.Sehingga penelitian yang dilaksanakan mempunyai landasan teori yang kuat dan menunjang.

Rancangan Analisis a. Analisis Deskriptif (Kualitatif)

Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis masing-masing variabel penelitian dengan mengetahui perkembangan masing-masing variable. b. Analisis Kuantitatif (Verifikatif)

Analisis verifikatif dengan pendekatan kuantitatif digunakan untuk menguji besarnya pengaruh kurs mata uang rupiah atas dollar AS, tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara parsial dan simultan pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

1. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi berganda digunakan peneliti dengan maksud untuk mengetahui sejauh mana hubungan kurs mata uang rupiah atas dollar AS, tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasiterhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2007-2012. Persamaan yang menyatakan bentuk hubungan antara variable independent (kurs mata uang rupiah atas dollar AS, tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi) dan variable dependent (IHSG) disebut dengan persamaan regresi.

Bentuk persamaan dari regresi linier berganda ini yaitu:

Page 8: JURNAL Ekono Oktober 2013

6

Keterangan: Y =Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) X1 = Kurs Mata Uang Rupiah atas Dollar AS X2 = Tingkat Suku Bunga SBI X3 = Tingkat Inflasi a =Konstanta Intersep β1 =Koefisien Regresi Variabel Kurs Mata

Uang Rupiah atas Dollar AS β2 =Koefisien Regresi Variabel Tingkat Suku

Bunga SBI β3 =Koefisien Regresi Variabel Tingkat

Inflasi ℰ = Faktor-faktor lain yang mempengaruhi

variabel Y.

Regresi linier berganda dengan tiga variabel bebas yaitu kurs mata uang rupiah atas dollar AS, tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi metode kuadrat kecil memberikan hasil bahwa koefisien-koefisien a, b1, b2 dan b3. Nilai-nilai tersebut dapat dicari dengan rumus pearson product moment. 2. Uji Asumsi Klasik

Untuk memperoleh hasil yang lebih akurat pada analisis regresi berganda maka dilakukan pengujian asumsi klasik agar hasil yang diperoleh merupakan persamaan regresi yang memiliki sifat Best Linier Unbiased Estimator (BLUE). Pengujian mengenai ada tidaknya pelanggaran asumsi-asumsi klasik merupakan dasar dalam model regresi linier berganda yang dilakukan sebelum dilakukan pengujian terhadap hipotesis. Pengujian meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi

3. Analisis Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi simultan antara kurs mata uang rupiah atas dollar AS (X1), tingkat suku bunga SBI (X2) dan tingkat inflasi (X3) dengan IHSG (Y). 4. Koefisien Determinasi

Untuk mengetahui besarnya pengaruh Kurs mata uang rupiah atas dollar AS(variabel X1), Tingkat Suku Bunga SBI(variabel X2) dan Tingkat Inflasi (variabel X3) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (variabel Y) maka menggunakan analisis Koefisien Determinasi yang diperoleh dengan mengkuadratkan koefisien korelasinya.

Pengujian Hipotesis 1. Pengujian Hipotesis Secara Simultan/Total

(Uji F) Melakukan uji F untuk mengetahui pengaruh seluruh variable bebas secara simultan terhadap variable terikat: a. Rumus uji F yang digunakan adalah

F =

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variable bebas secara bersama-sama dapat berperan atas variable terikat. Pengujian ini dilakukan menggunakan distribusi F dengan membandingkan antara nilai F – Kritis dengan nilai F-test yang terdapat pada Tabel Analisis of Variance (ANOVA) dari hasil perhitungan dengan Microsoft. Jika nilai Fhitung> Fkritis, Maka Ho yang menyatakan bahwa variasi perubahan variable bebas (kurs mata uang rupiah atas dollar AS, tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi) tidak dapat menjelaskan perubahan nilai variabel terikat (Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)) ditolak dan sebaliknya. 1. Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t) Pengujian secara parsial, dilakukan uji-t untuk menguji pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat hipotesis sebagai berikut. Rumus uji t yang digunakan adalah:

( )hitungbt

Se b=

Dimana: b = Koefisien Regresi ganda Se (b)= Standar eror

Hasilnya dibandingakn dengan tabel t untuk

derajat bebas n-k-1 dengan taraf 5%.

4. Pembahasan 4.1. Analisis Deskriptif

4.1.1 Kurs mata uang rupiah atas dollar Berdasarkan analisis deskriptif Kurs mata

uang dollar AS yang tertinggi adalah Rp 12,151.00 terjadi pada bulan November tahun 2008 dan kurs mata uang Kurs mata uang dollar AS terendah terjadi pada bulan Juli tahun 2011 sebesar Rp 8,508.00. Pada tahun 2011 dan 2012, kurs rupiah relatif stabil dengan mengarah penguatan.Tahun 2011 nilai rupiah menguat terhadap dolar dibanding tahun-tahun sebelumnya selama periode yang diamati. Kurs rupiah terlihat melemah terhadap dollar Amerika pada akhir 2008 (mulai bulan oktober 2008 hingga tahun 2009 akhir). Hal ini disebabkan karena dampak krisis global yang terjadi pada saat itu. Sejak memasuki tahun 2010 penguatan kurs rupiah hingga kurang dari Rp 9000. Rata-rata Kurs mata uang dollar melemah terjadi pada tahun 2009 dan kurs mata uang dollar menguat terjadi padatahun 2011. 4.1.2 Tingkat Suku Bunga SBI

Berdasarkan analisis deskriptif Data yang diperoleh menunjukkan di tahun 2007 terlihat kecenderungan suku bunga SBI menurun dimana terlihat di awal tahun 2007 terlihat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia mencapai 9,5% namun

Page 9: JURNAL Ekono Oktober 2013

7

diakhir tahun turun menjadi 8%. Pada tahun 2008 berbeda dari tahun 2008 terlihat ada kecenderungan meningkatnya nilai suku bunga Sertifikat Bank Indonesia. Di awal tahun nilai suku bunga Sertifikat Bank Indonesia sebesar 8,0% dan pada akhir tahun mencapai 9,25%. Di tahun 2009 suku bunga SBI terlihat memiliki kecenderungan menurun dimana terlihat di awal tahun 2008 terlihat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia mencapat 8,75% namun diakhir tahun turun menjadi 6,50%. Ditahun 2010 nilai suku bunga Sertifikat Bank Indonesia stabil pada nilai sebesar 6,5%. tahun 2008 berbeda dari tahun 2008 terlihat ada kecenderungan meningkatnya nilai suku bunga Sertifikat Bank Indonesia. Di awal tahun nilai suku bunga Sertifikat Bank Indonesia sebesar 8,0% dan pada akhir tahun mencapai 9,25%.Perkembangan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan dan penurunan harga saham. Apabila suku bunga Sertifikat Bank Indonesia cenderung mengalami penurunan maka investor akan melakukan investasi dalam bentuk saham, sehingga IHSG akan mengalami peningkatan. Apabila suku bunga Sertifikat Bank Indonesia cenderung mengalami peningkatan maka para investor akan melakukan investasi dalam Sertifikat Bank Indonesia, sehingga dalam hal ini IHSG akan mengalami penurunan. 4.1.3 Tingkat Inflasi terhadap IHSG

Berdasarkan analisis deskriptif Inflasi periode tahun 2007 terendah terjadi pada bulan Juni sebesar 5,77 %, sedangkan inflasi tertinggi adalah 6,95% terjadi pada bulan September. Terlihat kecenderungan Inflasi periode tahun 2007 stabil dinilai rata-rata 6%. Pada tahun 2008 terlihat kecenderungan inflasi meningkat. Pada awal tahun di bulan januari inflasi tercatat sebesar 7.36%dan mencapai 12,14% pada bulan september 2008, dan kembali turun diakhir tahun menjadi sebesar 11,06%. Di tahun 2009 ini terlihat kecenderungan inflasi menurun. Pada awal tahun 2009 di bulan Januari inflasi tercatat sebesar 9.17% dan akhir tahun menjadi sebesar 2.78%. Pada tahun 2010 terlihat kecenderungan inflasi meningkat. Pada awal tahun dibulan januari inflasi tercatat sebesar 3.72%dan mencapaisebesar 6.96% pada akhir tahun. Di tahun 2011 terlihat kecenderungan inflasi menurun, dimana pada awal tahun inflasi tercatat sebesar 7.02% an turun hingga nilai 3.79% pada akhir tahun 2012. Hal ini disebabkan karena sepanjang tahun 2008 terjadi krisis yang sangat mengganggu sekali perekonomian di indonesia yang dipengaruhi oleh krisis global di dunia sehingga nilai inflasi sangat tinggi pada waktu itu, kemudian IHSG secara tidak langsung terpengaruh oleh tingginya nilai inflasi karena buruknya perekonomian indonesia pada saat ini sehingga

terlihat nilai IHSG menunjukan penurunan yang sangat drastis.

4.2. Analisis Verifikatif Uji Asumsi Klasik Regresi

a. Uji Normalitas Hasil perhitungan nilai Kolmogorov untuk

model regresi yang diperoleh adalah sebesar 0,122 dengan probabiliti (p-value) sebesar 0,336. Karena nilai probability uji Kolmogorov model lebih besar dari tingkat kekeliruan 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa nilai residual dari model regressi berdistribusi normal.

b. Uji Multikolinearitas Hasil perhitungan Tolerance menunjukkan

tidak ada nilai variabel independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antara variabel independen yang nilainya sangat kuat (mendekati satu). Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Faktor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama tidak ada satu variabel independen yang memiliki VIF lebih dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas antara variabel independen dalam model regresi.

c. Uji Heterokedastisitas

Hasil uji heteroskedastisitas menggunakan pendekatan uji Gletser menunjukkan bahwa varians dari residual tidak homogen (terdapat heteroskedastisitas). Hal ini ditunjukkan oleh hasil variabel X2 (Sertifikat Bank Indonesia) SBI dengan nilai signifikansi kurang dari 0,05 sedangkan untuk variabel X1 kurs mata uang rupiah atas dollar AS danX3 tingkat inflasi memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05, sehingga absolut dari residual (error) signifikan pada level 5%.

d. UjiAutokorelasi

Hasil perhitungan statistik Durbin-Watson (D-W) untuk model regresi diperoleh sebesar 1,801.. Nilai D-W yang diperoleh dari model dibandingkan terhadap nilai tabel Durbin-Watson. Untuk variabel X dalam model regresi sebanyak 4 dan jumlah unit analisis 60 diperoleh dari tabel Durbin-Watson (D-W) nilai batas bawah DL sebesar 1,444 dan nilai batas atas DU sebesar 1,727. Dengan melihat angka DW berada dalam rentang du dan 4- du yaitu di daerah tidak ada autokorelasi. Maka hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwapada model regresi tidak terjadi autokorelasi

4.2.1 Hasil Analisi Regresi Linear Berganda

Hasil perhitungan hubungan antara variable independent (kurs mata uang rupiah atas dollar AS, tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi dan IHSG periode sebelumnya ) terhadap IHSG diperoleh dari hasil koefisien regresi, persamaan regresi kurs mata uang rupiah atas dollar AS,

Page 10: JURNAL Ekono Oktober 2013

8

tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi dan IHSG periode sebelumnya ) terhadap IHSG sebagai berikut:

Y = 1854,523 – 0,064 X1 – 99,982 X2 – 5,568

X3 + 0,834X4

Koefisien regresi untuk X1 (kurs mata uang rupiah atas dollar AS) diperoleh negatif sebesar -0,064. Hal diatas menunjukkan bahwa setiap melemahnya kurs mata uang rupiah atas dollar AS akan menyebabkan penurunan IHSG sebesar nilai koefisien regresinya. Dengan kata lain, setiap 1% kenaikan kurs mata uang rupiah atas dollar AS an mengakibatkan IHSG mengalami penurunan sebesar 0,064.

Koefisien regresi untuk X2 (SBI) diperoleh negatif sebesar -99,982. Hal diatas menunjukkan bahwa setiap kenaikan suku bunga SBI akan menyebabkan penurunan IHSG sebesar nilai koefisien regresinya. Dengan kata lain, setiap 1% kenaikan suku bunga SBI akan mengakibatkan IHSG mengalami penurunan sebesar 99,982.

Koefisien regresi untuk X3 (Inflasi) diperoleh negatif sebesar -5,568. Hal diatas menunjukkan bahwa setiap kenaikan Inflasiakan menyebabkan penurunan IHSG sebesar nilai koefisien regresinya. Dengan kata lain, setiap 1% kenaikan Inflasiakan mengakibatkan IHSG mengalami penurunan sebesar 5,568.

Koefisien regresi untuk X4 (IHSG periode sebelumnya) diperoleh positif sebesar 0,834. Hal diatas menunjukkan bahwa setiap kenaikan IHSG periode sebelumnya menyebabkan peningkatan IHSG sebesar nilai koefisien regresinya. Dengan kata lain, setiap kenaikan IHSG periode sebelumnya akan mengakibatkan IHSG mengalami peningkatan sebesar 0,834.

4.2.2 Koefisien Korelasi dan Determinasi

Dari hasil pengujian menggunakan Program SPSS diperoleh besarnya korelasi ganda antara Kurs mata uang rupiah atas dollar AS, Tingkat Suku Bunga SBI, Tingkat Inflasiserta IHSG periode sebelumnya terhadap Indeks Harga Saham Gabungan pada Bursa Efek Indonesia (BEI)sebesar 980.Nilai korelasi yang diperoleh masuk dalam kategori sangat kuat. Artinya Kurs mata uang rupiah atas dollar AS, Tingkat Suku Bunga SBI, Tingkat Inflasi serta IHSG periode sebelumnya sangat erat kaitannya dengan perubahan Indeks Harga Saham Gabunga pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

Nilai R-square (R2) atau koefisien determinasi sebesar 0,960 menunjukkan besarnya pengaruh Kurs mata uang rupiah atas dollar AS, Tingkat Suku Bunga SBI, Tingkat Inflasi serta IHSG periode sebelumnya terhadap Indeks Harga Saham Gabunga pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Artinya 96% perubahan Indeks Harga Saham

Gabungan dipengaruhi oleh perubahan Kurs mata uang rupiah atas dollar AS, Tingkat Suku Bunga SBI, Tingkat Inflasi serta IHSG periode sebelumnya sedangkan pengaruhi faktor lain yang tidak termasuk dalam variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah 4,0% lainnya.

4..3 Pengujian Hipotesis

4.3.1 Pengujian Hipotesis Secara

Simultan/Total (Uji F) Hasil uji hipotesis diperoleh Fhitung (333,694)

lebih besar dari Ftabel (2,540).Hasil ini juga ditunjukkan oleh nilai signifikansi uji statistik (p-value)sebesar 0,000. Artinya kesalahan untuk mengatakan ada pengaruh terhadap Harga Saham sangat kecil atau berarti lebih kecil dari tingkat kesalahan yang dapat diterima sebesar 5%. Dari hasil uji F ini berarti H0 ditolak dan dengan demikian kurs mata uang rupiah atas dollar AS, tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

4.3.2 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t)

1. Pengaruhkurs mata uang rupiah atas dollar

AS terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

Hasil penghitungan nilai statistik uji t yang diperoleh menunjukkan t-hitung berada diantara nilai negatif dan nilai positf ttabel (- 2,004< t = -1,360< 2,004), maka diperoleh hasil pengujian Ho tidak ditolak (H0 diterima).

Apabila tingkat signifikansi hasil uji sebesar 0,179 dibandingkan dengan derajat kesalahan yang telah ditentukan yaitu sebesar 0,05, variabel ini termasuk tidak signifikan. Nilai signifikansi variabel nilai tukar lebih besar dari derajat kesalahan artinya bahwa hipotesis nol tidak ditolak dan H1tidak dapat diterima.Dari hasil uji t disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang tidak signifikan kurs mata uang rupiah atas dollar AS terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI). 2. Pengaruh tingkat suku bunga SBI terhadap

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Hasil penghitungan nilai statistik uji t yang

diperoleh menunjukkan t-hitung lebih kecil dari nilai negatif ttabel (t = -2,047>-2,004), maka diperoleh hasil pengujian Ho ditolak .

Apabila tingkat signifikansi hasil uji sebesar 0,045 dibandingkan dengan derajat kesalahan yang telah ditentukan yaitu sebesar 0,05, variabel ini termasuk signifikan. Nilai signifikansi variabel tingkat suku bunga SBI lebih kecil dari derajat kesalahan artinya bahwa hipotesis nol ditolak dan H1 dapat diterima. Dari hasil uji t disimpulkan bahwa terdapat pengaruh negatif tingkat suku

Page 11: JURNAL Ekono Oktober 2013

9

bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

Ditemukan adanya pengaruh SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menandakan bahwa meningkatnya suku bunga yang diberlakukan oleh Bank Indonesia berdampak bagi pemegang saham secara keseluruhan. Adanya suku bunga yang meningkat berpengaruh pada tinggi rendahnya minat investor untuk menanamkan modalnya. Suku bunga yang rendah dapat menarik minat investor menentukan harga saham.

Hal itu terjadi karena bila suku bunga SBI mengalami peningkatan, maka para investor lebih memilih berinvestasi pada Sertifikat Bank Indonesia dari pada berinvestasi kepada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, hal ini menyebabkan Indeks Harga Saham Gabungan mengalami penurunan.

3. Pengaruh tingkat inflasi terhadap Indeks

Harga Saham Gabungan (IHSG) Hasil penghitungan nilai statistik uji t yang

diperoleh menunjukkan t-hitunglebih besar dari nilai negatif ttabel (t = -0,370 <-2,004), maka diperoleh hasil pengujian Ho tidak ditolak .

Apabila tingkat signifikansi hasil ujisebesar 0,713 dibandingkan dengan derajat kesalahan yang telah ditentukan yaitu sebesar 0,05, variabel ini termasuk tidak signifikan. Nilai signifikansi variabel tingkat inflasi lebih besar dari derajat kesalahan artinya bahwa hipotesis nol tidak ditolak dan H1 tidak dapat diterima.Dari hasil uji t disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh negative tingkat inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

Tidak terdapatnya pengaruh yang signifikan tingkat inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), menunjukan bahwa tingkat inflasi yang mengalami peningkatan tidak berpengaruh bagi pemegang saham secara keseluruhan.

. 5. Kesimpulan Dan Saran 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis pengaruh kurs rupiah, tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan tingkat inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia menggunakan data priode tahun 2007 sampai dengan 2011 dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Perkembangan kurs mata uang rupiah atas

dollar AS menunjukkan fluktuasi dari Januai 2007 hingga Desember 2011. Pada tahun 2011 kurs rupiah relatif stabil dengan mengarah penguatan. Tetapi pada Oktober 2008 hingga tahun 2009 akhir, kurs rupiah terlihat melemah

terhadap dollar Amerika. Hal ini disebabkan karena faktor negatif dari krisis global dunia pada saat itu.

2. Perkembangan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) selama periode Januari 2007 sampai dengan Desember 2011 mengalami fluktuasi. Dimana terlihat ada kecenderungan yang turun pada akhir periode penelitian. Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang tertinggi terjadi pada bulan Januari 2007, Oktober dan November 2008 dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) terendah terjadi pada bulan November dan Desember 2011. Akibatnya para investor mengalihkan dananya untuk berivestasi dalam bentuk saham.

3. Tingkat inflasi selama periode penelitian secara keseluruhan turun. Kecenderungan inflasi periode tahun 2007 stabil, di tahun 2008 terlihat kecenderungan inflasi meningkat, di tahun 2009 terlihat kecenderungan inflasi menurun, pada tahun 2010 terlihat kecenderungan inflasi meningkat dan pada tahun 2011 dan 2012 terlihat kecenderungan inflasi menurun.

4. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) periode Januari 2007 sampai dengan Desember 2011 dan 2012 mengalami fluktuasi dengan kecenderungan secara keseluruhan meningkat, meskipun di tahun 2008 terjadi penurunan IHSG yang tajam. Hal ini disebabkan dampak dari krisis global yang terjadi di pada saat itu.

5. Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh kurs mata uang rupiah atas dollar AS, tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi serta IHSG periode sebelumnya berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Nilai koefisien determinasi menghasilkan 0,960 yang berarti dampak kurs mata uang rupiah atas dollar AS, tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi serta IHSG periode sebelumnya terhadap IHSG sebesar 96,0%. Dari hasil uji F dapat disimpulkan secara bersama-sama kurs mata uang rupiah atas dollar AS, tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi serta IHSG periode sebelumnya berpengaruh terhadap indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Diperoleh Fhitung lebih besar dari Ftabel dan juga ditunjukkan oleh nilai signifikansi uji statistik lebih kecil dari tingkat kesalahan yang dapat diterima. Secara parsial kurs mata uang rupiah atas dollar AS tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI), tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Ditemukan adanya pengaruh SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menandakan bahwa meningkatnya suku bunga yang diberlakukan oleh Bank Indonesia berdampak bagi pemegang

Page 12: JURNAL Ekono Oktober 2013

10

saham secara keseluruhan. Suku bunga yang rendah dapat menarik minat investor menentukan tingkat saham. Terdapat pengaruh negative tidak signifikan tingkat inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Ini menunjukkan bahwa meningkatnya tingkat inflasi tidak berdampak bagi pemegang saham secara keseluruhan.

5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan, maka peneliti ingin memberikan saran yang dapat dijadikan masukan kepada yaitu: 1. Bank Indonesia harus intervensi di pasar valuta

asing dengan menambah fasilitas Bank Indonesia yaitu menaikkan BI Rate. Perbankan Indonesia khususnya bank umum membuka fasilitas deposito valas 1 hari sampai 12 bulan untuk menarik dollar dari peredaran.

2. Pemerintah dalam mengatasi inflasi harus mampu menahan gejolak harga dengan meningkatkan produksi barang dalam negeri yang harganya lebih murah dibanding barang impor.

3. Bursa Efek Indonesia sebaiknya mampu menahan investor asing untuk tidak menjual portfolio saham saat ini sehingga tidak ada pengeluaran rupiah dalam jumlah yang besar.

4. Sebaiknya Perusahaan-perusahaan yang go public dapat meningkatkan return saham dengan cara meningkatkan kinerja perusahaan, sehingga dapat meningkatkan tingkat pengembalian modal dari investor dan dapat mengatasi permasalahan jika terjadi inflasi.

Daftar Pustaka Abdullateef, Usman, Waheed, Ibrahim. (2010).

Internal Reserve Holding In Nigeria: Implication for Invesment, Inflation and Exchange Rate. Journal of Economics and International Finance, Vol. 2, No. 9, PP. 183-189, September 2010

Agus Budi Santosa. 2008. Kemampuan Inflasi pada Model Purchasing Power Parity dalam Menjelaskan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar AS. Jurnal Bisnis dan Ekonomi.hal 39-53

Dahlan Siamat. (2005). Manajemen Lembaga Keuangan; kebijakan moneter dan perbankan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Darmawi. 2006. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat Suku Bunga. Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Desmon, Wira. (2011). Analisis Fundamental Saham. Exceed

Eduardus Tandelilin. (2010).Portofolio dan Investasi. Penerbit Kanisius

Etty Murwaningsari. (2008). Pengaruh Volume PerdaganganSaham, DepositodanKursTerhadap IHSG besertaPrediksi IHSG (Model GARCH dan ARIMA).JurnalEkonomidanBisnis Indonesia, Vol.23, No.2, TAHUN 2008, Hal. 178-195

I Wayan Wardita. (2008). Pengaruh Selisih Suku Bunga Bank Indonesia dengan Suku Bunga Internasional, Inflasi dan Cadangan Emas Terhadap Kurs US Dollar. Forum manajemen, vol. 6, No. 2, tahun 2008

M. Bayuandika. (2008). Pengaruh Laba/Rugi Selisih Kurs Terhadap Laba Bersih Perusahaan yang Tergabung Dalam LQ45 (2006-2008). Jurnal Ekonomi. 3(2), 1-8.

Makaryanawati, Misbachul Ulum.Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Likuiditas Perusahaan terhadap Risiko Investasi Saham yang Terdaftar pada Jakarta Islamic Index. Jurnal Ekonomi Bisnis. Vol. 14 No.1, Maret 2009

Mudji Utami; Mudjilah, Rahayu. (2003). Peranan Profitabilitas, Suku Bunga, Inflasi dan Nilai Tukar Dalam Mempengaruhi Pasar Modal Indonesia Selama Krisis Ekonomi. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 5, No. 2, September 2003: 123 – 131

Ni Nyoman Aryaningsih (2009). Pengaruh Suku Bunga di PT. BPD Cabang Pembantu Kredit. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sain dan Humaniora Vol. 2 No. 1, April 2008 hal 56-67.

Poltak Manulang. (2008). Pengaruh Kurs Mata Uang Rupiah atas Dollar AS dan Kepemilikan Saham oleh Investor Asing Terhadap IHSG. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 2, No. 2, Oktober 2008

Ridwan S. Sundjadja. (2009). Manajemen Keuangan. Penerbit Literata Lintas Media

Sadono Sukirno. (2010). Makro Ekonomi. Jakarta: Rajawali Pers

Sri Utami, Setyaningsih. (2008). Investasi di Pasar Modal Berdasarkan Laporan Keuangan dan Harga Saham. Jurnal Akuntansi dan Sistem teknologi Informasi Vol. 6, No. 1, April 2008: 79 – 91

Sri Handaru Yuliati, Handoyo Prasetyo. (2005). Manajemen Keuangan Internasional, Penerbit Andi: Yogyakarta.

Sri Martini. (2009). Pengaruh Tingkat Inflasi, Nilai Tukar, Suku Bunga, dan Produk Donestik Bruto Terhadap IHSG. Jurnal Administrasi dan Bisnis, Vol.3 No. 1, Juli 2009 Hal. 15-26

Suad Husnan. (2005). Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. ALFABETA, Bandung.

Page 13: JURNAL Ekono Oktober 2013

11

Umi Narimawati; Sri Dewi Anggadini; Linna Ismawati. (2010).Penulisan Karya Ilmiah. Bekasi: Ganesis

Umi, Narimawati. (2007). Riset Sumber Daya Manusia: Aplikasi contoh dan Perhitungannya. Jakarta: Penerbit Agung Media.

Lampiran

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Taksiran Model Regresi X –Y

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 60 Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation 160.68610819 Most Extreme Differences Absolute .122

Positive .085 Negative -.122

Kolmogorov-Smirnov Z .943 Asymp. Sig. (2-tailed) .336

Sumber: Lampiran Output SPPS 18 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Tabel 4.2 Hasil Uji Asumsi Multikolinearitas

Coefficientsa

Model Collinearity Statistics Tolerance VIF

1 KursRupiah/USD(Rp) .312 3.203 SBI .169 5.920 TingkatInflasi .312 3.204 IHSGT1 .169 5.903

Sumber: Lampiran Output SPPS 18 a. Dependent Variable: IHSG

Tabel 4.3 Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta 1 (Constant) -63.406 556.260 -.114 .910

KursRupiah/USD(Rp) .001 .032 .009 .039 .969 SBI 5.906 33.597 .056 .176 .861 TingkatInflasi 5.303 10.355 .121 .512 .611 IHSGT1 .033 .045 .236 .735 .465

Sumber: Lampiran Output SPPS 18 a. Dependent Variable: absr2

Page 14: JURNAL Ekono Oktober 2013

12

Gambar 4.1 Diagram Daerah Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin Watson

Tabel 4.4 Hasil Koefisien Regresi

Coefficientsa Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 1854.523 808.592 2.294 .026

KursRupiah/USD(Rp) -.064 .047 -.065 -1.360 .179 SBI -99.982 48.837 -.134 -2.047 .045 TingkatInflasi -5.568 15.052 -.018 -.370 .713 IHSGT1 .834 .066 .826 12.671 .000

a. Dependent Variable: IHSG Tabel 4.5 Tabel Hasil Korelasi dan Koefisien Determinasi Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Durbin-Watson

1 .980a .960 .958 166.42670 1.801

Sumber: Lampiran Output SPSS a. Predictors: (Constant), IHSGT1, TingkatInflasi, KursRupiah/USD(Rp), SBI b. Dependent Variable: IHSG

Tabel 4.6 Hasil Uji Statistik F ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 3.697E7 4 9242611.362 333.694 .000a

Residual 1523381.496 55 27697.845 Total 3.849E7 59

a. Predictors: (Constant), IHSGT1, Tingkat Inflasi, Kurs Rupiah/USD(Rp), SBI b. Dependent Variable: IHSG

H0 diterima ( tidak ada

autokorelasi)

H0 ditolak autokorelasi

(+)

H0 ditolak autokorelasi

(-)

Ragu-ragu

Ragu-ragu

dU = 1,727

dL = 1,444

4- dU = 2,273

4- dL = 2,556

1,801

Page 15: JURNAL Ekono Oktober 2013

13

Ftabel = 2,540(a= 0,05 ; df1 = 4; df2 = 55)

Fhitung = 333,694

Daerah Penerimaan H0

Daerah Penolakan H0

Gambar 4.2 Daerah Penerimaan Dan Penolakan Ho Pada Pengujian Simultan

Page 16: JURNAL Ekono Oktober 2013

14

Jurnal Ekono Insentif Kopwil4, Volume 7 No. 2, Oktober 2013

ISSN: 1907 - 0640, halaman 14 s.d 22

EVALUASI EFEKTIFITAS PENERAPAN BALANCE SCORECARD PT.TELKOM

DIVISI REGIONAL V JAWA TIMUR DALAM MENGHADAPI KOMPETISI

Oleh: Rini Yuli Prihatin

Sekolah Tinggi Pariwisata Bogor Abstrak - Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi efektifitas penerapan Balanced Scorecard yang didasarkan pada pengukuran kinerja pada PT.TELKOM DIVRE V Jawa Timur. Langkah pertama dalam mengembangkan Strategy Map yang diterjemahkan dalam visi, misi, nilai dasar, tujuan, dan strategi perusahaan kedalam strategi issue. Beberapa strategi issue termasuk orientasi, komitmen, dan instrument yang diperlukan untuk menggerakkan sumber daya dan kekuatan bisnis dengan meletakkan tujuan yang dimaksud sebelumnya dalam kenyataan. Tujuan organisasi diwujudkan dalam target dasar di tahun yang akan datang yang sangat menentukan perputaran arah perusahaaan dan mempertahankannya.Tujuan-tujuan itu harus dirumuskan secara tepat untuk menyediakan arah atau pengendalian tentang bagaimana organisasi mencapai impian di masa yang akan datang. Isu-isu strategis di PT. TELKOM DIVRE V Jawa Timur dipandang dari sudut hasil penelitian yang diperlihatkan di bawah.Pertama, mengenai aspek keuangan, isu-isu strategis dihubungkan dengan pertumbuhan pendapatan dan peningkatan produktifitas. Kedua, isu-isu strategis yang berhubungan dengan konsumen adalah meningkatkan pangsa pasar dan meningkatkan kepuasan konsumen. Ketiga, Isu-isu strategis yang berhubungan dengan factor keuangan terdiri dari peningkatan kualitas proses pengembangan bisnis, peningkatan pemeliharaan proses kualitas dan peningkatan proses layanan konsumen yang terbaik. Terakhir, perspektif pertumbuhan dan pembelajaran mempunyai isu-isu strategis di departemen sumber daya manusia yang bersaing dan bertindak, menciptakan target dengan cara budaya TELKOM, menggunakan tehnologi informasi dan manajemen berdasarkan pengetahuan. Mengembangkan Balanced Scorecard secara menyeluruh di PT.TELKOM DIVRE V Jawa Timur membutuhkan isu-isu strategis, pengukuran strategi, target dan inisiatif perlu untuk pengukuran kinerja yang berdasarkan Balanced Scorecard. Kata kunci: Balanced Scorecard, isu-isu strategis, pengukuran strategi, target, inisiatif, pengukuran kinerja.

Abstract - The objective of the research was to evaluate efectivity implementation the Balanced Scorecard as based the performance measurement for PT. TELKOM DIVRE V Jawa Timur. The first step in developing the Strategy Map was translating the company’s vision, mission, basic values, goals, and strategy in to the strategic issues. Some strategic issues included a orientation, commitment and instrument necessary to mobilize the resources and business energy with the view of putting the predetermined goals into reality. The organization’s goals represented principal targets in the coming years which in turn highly determined company’s direction and its survival. Such goals should be formulated appropriately to provide a direction or guidance about how the organization would pursue its dreams in the future. The strategic issues in PT. TELKOM DIVRE V Jawa Timur in the light of the research results were revealed below. First, as for the financial aspect, the strategic issues were related to the revenue growth and the increased productivity. Second, the strategic issues in associated with customer were an increased market share and the increased satisfaction customers. Third, the financial factor related strategic issues consisted of the increased in quality of processes developed in businness, the increased care quality process and increased customer service process in excelent. Finally, the growth and learning perspective had strategic issues in the HRD was competen and commited , increased target TELKOM Way Culture, and Using IT and knowledge management . The comprehensive Balanced Scorecard development for PT. TELKOM DIVRE V Jawa Timur required strategic issues, strategy measures, targets, and initiatives necessary for Performance measurement based Balanced Scorecard. Key-words: Balanced Scorecard, strategic issues, strategy measures, targets, initiatives, Performance

measurement 1. Pendahuluan

Dalam dunia bisnis tidak lepas dari persaingan maka perusahaan yang ingin memiliki

daya saing yang strategis harus mampu merumuskan serta menerapkan suatu strategi pencipta nilai. Strateginya harus terbaca dan terkomunikasikan dengan baik oleh semua

Page 17: JURNAL Ekono Oktober 2013

15

organisasi yang ada dalam perusahaan. Manajemen kinerja sangat berperan dalam menghadapi kondisi tersebut. Manajemen kinerja merupakan sebuah proses komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara seorang karyawan dan supervisor langsungnya. Proses sistematis ini yang menyangkut karyawan sebagai individu dan anggota dari kelompok didalam memperbaiki keefektifan keorganisasian dalam pencapaian misi dan tujuan perusahaan. Dalam mengkomunikasikan dan pengelolaan strategi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard.

Banyak kasus yang terjadi tidak sedikit kegagalan perusahaan bukan karena strategi yang buruk tetapi pelaksanaan strategi yang buruk. Maka diperlukan alat untuk mengukur strategi, sehingga penciptaan nilai tidak hanya dihasilkan dari tangible asset saja tetapi juga dari intangible asset seperti hubungan dengan karyawan, produk dan jasa yang inovatif, tehnologi informasi dan database, kapabilitas karyawan, keahlian dan motivasi. Dalam mengkuantitatifkan intangible asset menjadi tangible asset akan tergambarkan pada strategy map. Balanced Scorecard merupakan alat komunikasi antara manajemen organisasi dengan karyawan,. Rencana-rencana bisnis strategis dinyatakan dalam bentuk pengukuran dan target. Balanced Scorecard juga memberikan kerangka dalam melihat visi dan strategi organisasi melalui empat perspektif yaitu: (1) perspektif finansial (shareholders), (2) perspektif pelanggan, (3) perspektif proses bisnis internal, (4) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, manajemen, dan organisasi. Balanced Scorecard dengan menetapkan visi, misi, sasaran dan tema strategis. Visi dan strategi diterjemahkan ke dalam empat perspektif yang mana masing-masing perspektif terdiri dari empat komponen utama, yaitu: (1) penetapan tujuan-tujuan strategis, (2) pemilihan ukuran-ukuran kinerja yang berkaitan langsung dengan tujuan-tujuan strategis, (3) penetapan target-target kinerja, dan (4) penetapan program-program peningkatan kinerja beserta rencana-rencana tindakan setiap program peningkatan kinerja. Bila tercapai maka perusahaan yang sebelumnya dikendalikan oleh anggaran menjadi perusahaan yang dikendalikan oleh peningkatan kinerja. Tingkat keberhasilan perusahaan dalam peningkatan kinerja dapat diketahui melalui pengukuran kinerja yang dijalankan perusahaan melalui pendekatan Balanced Scorecard. Sehingga diketahui sejauh mana tingkat keberhasilan peningkatan kinerja yang mampu dicapai perusahaan terhadap strategic planningnya. 2. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang dikembangkan oleh Yin (2000). Penelitian ini menggunakan studi kasus dan peneliti hanya mengamati dan meneliti peristiwa tersebut dimana nantinya akan diambil suatu kesimpulan dikarenakan tidak dapat mengontrol peristiwa yang ada.

Peneliti dalam melakukan penelitian ini menggunakan single case study dengan single unit analysis. Data yang terkumpul berwujud data kualitatif. Data dianalisis dengan melakukan serangkaian kegiatan, yakni: reduksi data, penyajian data, menafsirkan data dan menarik kesimpulan 2.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian di atas dapat dilihat

pentingnya penerapan Balanced Scorecard dalam pengukuran kinerja bagi perusahaan dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Dengan adanya kenyataan tersebut terdapat permasalahan penelitian yang menarik untuk dikaji. Hal ini dapat dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

“Bagaimana efektifitas penerapan Balanced Scorecard yang dijalankan perusahaan berperan penting dalam menghadapi kompetisi?” 2.2. Tujuan Penelitian

Berdasar dari latar belakang masalah dan

perumusan masalah penelitian, maka dapat dirumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, antara lain: “ Untuk mengetahui efektifitas penerapan Balanced Scorecard yang dijalankan perusahaan berperan penting dalam menghadapi kompetisi.”

3. Pembahasan

PT. TELKOM DIVRE V Jawa Timur dalam

menjalankan strategi menggunakan pengukuran kinerja yang berbasis Balanced Scorecard.. Strategi menjelaskan bagaimana perusahaan berusaha untuk menciptakan nilai bagi shareholders. Strategi yang dipilih PT.TELKOM DIVRE V adalah penyedia layanan informasi dan komunikasi yang bermutu tinggi dan harga yang kompetitif. Maka untuk mencapai strategi tersebut, PT.TELKOM DIVRE V melakukan penjabaran strategi ke dalam Strategy Map dengan merumuskan berbagai macam isu-isu strategi sehingga memudahkan dalam menjalankan strategi tersebut..

PT.TELKOM DIVRE V menggunakan strategi penyedia layanan informasi dan komunikasi yang bermutu tinggi dan harga yang kompetitif untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuannya. Strategi ini dipilih karena sesuai dengan visi organisasi “Menjadi Dominan Infocom Player di

Page 18: JURNAL Ekono Oktober 2013

16

kawasan regional”. Strategi tersebut diterjemahkan melalui perspektif keuangan dalam dua isu strategis yaitu pertumbuhan pendapatan dan meningkatkan produktivitas, yang pada akhirnya menghasilkan profit yang maksimal yang berakibat meningkatnya kapitalisasi pasar menjadi tiga kali lipat. Hipotesis yang terdapat dalam isu strategis ini adalah apabila kepuasan pelanggan meningkat, maka pelanggan akan bertahan terhadap produk atau jasa yang ditawarkan PT TELKOM DIVRE V dan mempengaruhi peningkatan profitabilitas customer serta kemungkinan akan berdatangan pelanggan baru.

Pada perspektif proses bisnis internal, perumusan isu-isu strategis yang diterapkan perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan efektifitas proses pengembangan bisnis.

2. Meningkatkan kualitas proses pemasangan dan pemeliharaan

3. Mencapai proses layanan customer yang unggul

4. Proses penunjang yang handal dan inovatif

Isu strategis meningkatnya produktifitas pada perspektif keuangan dicapai melalui pencapaian isu strategis struktur biaya dan meningkatnya utilisasi asset, dan kedua isu strategis ini merupakan hasil pencapaian dari isu strategis proses penunjang yang handal dan inovatif dari perspektif proses bisnis internal. Hipotesis yang digunakan dalam merumuskan isu strategis proses penunjang yang handal dan inovatif adalah jika sasaran tersebut dapat dicapai, maka jasa/produk yang dihasilkan oleh PT.TELKOM DIVRE V memiliki kualitas yang handal dan berbeda dengan produk pesaing, sehingga struktur biaya menjadi lebih baik dan utilisasi asset jadi meningkat.

Pada perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, PT. TELKOM DIVRE V mengembangkan tiga isu strategis yaitu: 1. SDM yang kompeten dan commited 2. Mencapai target budaya Telkom Way 3. Pemanfaatan IT dan Knowledge Management.

Hipotesis yang terdapat dalam isu strategis

tercapainya target budaya TELKOM Way adalah isu strategis yang ditujukan untuk mengembangkan budaya perusahaan yang merupakan bagian terpenting dari upaya perusahaan untuk meneguhkan hati, merajut pikiran, dan menyerasikan langkah semua insan TELKOM dalam menghadapi persaingan bisnis Infocom. Untuk mencapai target budaya dibutuhkan SDM

yang kompeten dan commited dan ditunjang dengan pemanfaatan IT dan Knowledge Management yang sinergistik untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan organisasi.

Bangunan cause and effect yang kompleks akan nampak pada strategy map yang didesain oleh PT. TELKOM DIVRE V. Dari desain strategy map yang dibuat oleh PT. TELKOM DIVRE V dapat dijelaskan bahwa dengan tercapainya target budaya Telkom Way yang ditunjang dengan SDM yang kompeten dan commited serta pemanfaatan IT dan Knowledge Management pada perspektif pertumbuhan dan pembelajaran diharapkan dapat memicu peningkatan efektifitas proses pengembangan bisnis, peningkatan kualitas proses pemasangan dan pemeliharaan, pencapaian proses layanan customer yang unggul, dan proses penunjang yang handal dan inovatif pada perspektif proses bisnis internal. Peningkatan efektifitas proses pengembangan bisnis pada perspektif proses bisnis internal diharapkan akan memicu perbaikan produk/layanan yang dibutuhkan, waktu yang sesuai, harga yang kompetitif produk/layanan, kualitas yang terbaik yang mendorong pada peningkatan kepuasan pelanggan pada perspektif pelanggan. Begitu juga dengan meningkatnya kualitas proses pemasangan dan pemeliharaan diharapkan akan memicu peningkatan kualitas yang terbaik yang juga mendorong pada peningkatan kepuasan pelanggan pada perspektif pelanggan

Sedangkan pada peningkatan market share dan peningkatan customer baru diharapkan bisa memicu peningkatan penjualan yang akhirnya mendorong pertumbuhan pendapatan pada perspektif keuangan. Sementara meningkatnya profitabilitas customer diharapkan mendorong meningkatnya utilisasi asset yang akhirnya memicu peningkatan produktifitas pada perspektif keuangan. Dengan meningkatnya pertumbuhan pendapatan dan meningkatnya produktifitas diharapkan tujuan PT.TELKOM DIVRE V yaitu memaksimalkan profit dan meningkatkan kapitalisasi pasar menjadi tiga kali lipat tercapai.

Maka pihak manajemen juga telah merumuskan Key Peformance Indicator yang sesuai dengan isu-isu strategi yang dibuat dan mudah dipahami juga mudah untuk dikomunikasikan keseluruh organisasi dalam perusahaan.

Keberhasilan dari program yang dijalankan tampak pada realisasi yang diperoleh dari program tersebut. Ini bisa dicermati pada desain Balanced Scorecard PT. TELKOM DIVRE V seperti pada tabel – tabel berikut:

Page 19: JURNAL Ekono Oktober 2013

17

Tabel 1. Balanced Scorecard PT. TELKOM DIVRE V Jawa Timur

Perspektif Tujuan Strategis

Pengukuran Strategis Target

Realisasi Inisiatif Lag Indikator Lead Indikator Tahun

IV Tahun

III Tahun

II Tahun

I

Keuangan

Pertumbuhan pendapatan

Tingkat Pendapatan operasional

Pendapatan operasional per customer

99% 75% 60% 50% 44%

Pertambahan pertumbuhan pendapatan tahun sebelumnya

Pertambahan pertumbuhan pendapatan per customer

20% 15% 11% 8% 5%

Meningkatkan produktifitas

Tingkat Produktifitas

1. Operating Ratio 2. Revenue per

employee

35% 25% 18% 12% 8%

Meningkatkan penjualan

Tingkat penjualan

1. Penjualan per hari 2. Net Additional LIS

Penjualan diharapkan 35%

25% 18% 13% 10%

Meningkatkan usage Tingkat usage ARPU 60% 50% 44% 41% 39%

Memperbaiki struktur biaya Struktur biaya

Rasio BUA & BODP terhadap revenue

Pengurangan sampai 20%

10% 6% 3% 2%

Meningkatkan utilisasi asset

Tingkat utilisasi asset Utilization rate 79.35% 60% 46% 36% 29%

Sumber: Hasil Penelitian diolah kembali Dari Tabel 1. tercermin perkembangan

pencapaian target dari strategi yang dijalankan. Hal ini ditinjau dari perspektif keuangan. Selama kurun waktu 4 tahun perusahaan dalam merealisasikan penerapan Balanced scorecard mengalami pertumbuhan yang sangat bagus, hal ini tercermin pada tujuan strategis perusahaan dalam memaksimalkan profit perusahaan. Perusahaan untuk mencapai tujuan tersebut melalui pertumbuhan pendapatan dan meningkatkan produktifitas.

Dalam perjalanan penerapan Balanced Scorecard yang sudah teroganisir selama 4 tahun berjalan, perusahaan mencapai tujuan strategisnya ditinjau dari pertumbuhan pendapatan mengalami peningkatan dalam tiap tahunnya, hal ini bisa dilihat dari hasil yang telah dicapai pada tiap tahunnya

Sementara ditinjau dari meningkatkan produktifitas, perusahaan telah mencapai pertumbuhan 7% pada tahun keempat, hal ini pemicunya adalah:

1. Memperbaiki struktur biaya. Pada sasaran strategis ini perusahaan telah mengalami peningkatan sebesar 1% tahun kedua, 3% tahun ketiga, dan 4% tahun keempat.

2. Meningkatkan utilisasi asset Tabel 2. mencerminkan pencapaian tujuan

strategis perusahaan yang ditinjau dari perspektif pelanggan. Untuk mencapai sasaran strategis perusahaan yang utama, perusahaan menentukan isue-isue strategis yang antara lain:

1. Meningkatkan market share. Dan tercapainya isue ini melalui program analisa pasar dan perhatian terhadap kebutuhan pelanggan serta didukung oleh isue yang lain yaitu: meningkatkan customer baru, dimana dalam pencapaiannya mengalami perkembangan selama 4 tahun berjalan, Pemicu lain yang mendukung isue ini yaitu meningkatkan kepuasan pelanggan. Untuk keberhasilan menjalankan isue meningkatkan kepuasan pelanggan, didukung oleh isue-isue yang lain yaitu: a. Produk/layanan yang dibutuhkan. Isue ini

mengalami peningkatan melalui program memperbanyak jaringan dan melengkapi fasilitas layanan.

b. Waktu yang sesuai. Isue ini dijalankan melalui program memperbanyak outlet/plaza.

c. Harga yang kompetitif. Pencapaian isue ini dilakukan melalui program menekan biaya dengan mutu yang sama atau lebih baik.

d. Kualitas yang terbaik. Isue ini dilaksanakan melalui program memilah jenis komplain dan penanganan yang lebih cepat.

e. Meningkatkan customer relationship. Dengan melakukan program workshop dan media kontak dengan customer.

2. Meningkatkan retensi customer. Pencapaian

sasaran tujuan isue ini dengan melakukan program peningkatan mutu layanan dengan memperbanyak program sesuai kebutuhan customer.

Page 20: JURNAL Ekono Oktober 2013

18

3. Meningkatkan profitabilitas customer. Isue ini diharapkan perusahaan mencapai target sesuai dengan yang telah ditentukan untuk periode lima tahunan. Untuk mencapai target tersebut

isue ini dengan melakukan program peningkatan kegiatan promosi, didukung oleh isue meningkatkan kepuasan pelanggan.

Tabel 2. Balanced Scorecard PT TELKOM Divisi Regional V Jawa Timur Ditinjau dari Perspektif Pelanggan

Perspektif Tujuan Strategis

Pengukuran Strategis Target

Realisasi Inisiatif Lag Indikator Lead

Indikator Tahun

IV Tahun

III Tahun

II Tahun

I

Pela

ngga

n

Meningkatkan kepuasan pelanggan

Tingkat kepuasan pelanggan

CSI 75% 50% 38% 30% 25%

Melakukan perbaikan dalam pelayanan

Meningkatkan market share

Tingkat market share

Prosentase market share 80% 70% 63% 59% 57%

Melakukan analisa pasar dan memperhatikan kebutuhan pelanggan

Meningkatkan customer yang baru

Tingkat customer yang baru

Jumlah pelanggan yang baru

30% 25% 22% 20% 19% Peningkatan kegiatan promosi

Produk/layanan yang dibutuhkan

Keunggulan produk terhadap produk pesaing

Pemenuhan jarak akses & support untuk akuisisi CC

60% 44% 34% 29% 26%

Memperbanyak jaringan dan melengkapi fasilitas layanan

Waktu yang sesuai

Ketepatan waktu

Time to market (hari) 70% 50% 36% 28% 24% Memperbanyak

outlet/plaza

Harga yang kompetitif Tingkat harga Harga jual

30% dibawah harga pesaing

20% 14% 11% 9%

Menekan biaya dengan mutu yang sama atau lebih baik

Kualitas yang terbaik Komplain

1. Jumlah komplain

2. Waktu penanganan

20% 31% 39% 46% 51%

Memilah jenis komplain dan penanganan yang lebih cepat

Meningkatkan retensi customer

Tingkat retensi customer Rasio cabutan 14% 17% 22% 30% 43%

Meningkatkan mutu layanan dengan memperbanyak program sesuai kebutuhan customer

Meningkatkan customer relationship

Tingkat customer relationship

1. Jumlah kunjungan

2. Jumlah FGD 65% 55% 48% 43% 40%

Melakukan workshop dan media kontak dengan customer

Meningkatkan profitabilitas customer

Tingkat profitabilitas customer

Revenue per customer 80% 67% 55% 44% 38%

Melakukan inovasi kualitas dengan harga yang kompetitif

Sumber: Hasil penelitian diolah kembali

Tabel 3. mencerminkan pencapaian tujuan strategis perusahaan yang ditinjau dari perspektif proses bisnis internal. Perusahaan untuk mencapai target yang diharapkan untuk periode lima tahunan menerapkan empat isue-isue strategis sebagai berikut: 1. Meningkatkan efektifitas proses

pengembangan bisnis. Isue meningkatkan efektifitas proses pengembangan bisnis direalisasikan dengan melalui program pembangunan jaringan bersama.

2. Meningkatkan kualitas proses pemasangan dan pemeliharaan. Program penggunaan tehnologi yang handal dilaksanakan untuk pencapaian isue peningkatan kualitas proses pemasangan dan pemeliharaan.

3. Mencapai proses layanan customer yang unggul. Untuk mencapai target yang telah ditetapkan isue ini dijalankan melalui program pengembangan service center dan account management.

Page 21: JURNAL Ekono Oktober 2013

19

4. Proses penunjang yang handal dan inovatif. Isue proses penunjang yang handal dan inovatif dijalankan melalui program sistem

perbaikan kinerja untuk pencapaian target yang telah ditentukan.

Tabel 3 Balanced Scorecard PT. TELKOM Divisi Regional V Jawa Timur Ditinjau dari Perspektif Bisnis

Internal

Perspektif Tujuan Strategis

Pengukuran Strategis Target

Realisasi Inisiatif Lag Indikator Lead Indikator Tahun

IV Tahun

III Tahun

II Tahun

I

Pros

es

Bis

nis

Inte

rnal

Meningkatkan efektifitas proses pengembangan bisnis

Tingkat efektifitas proses pengembangan bisnis

Jumlah pembangunan jaringan per produk

65% 40% 27% 21% 18%

Program pembangunan jaringan bersama

Meningkatkatkan kualitas proses pemasangan dan pemeliharaan

Tingkat kualitas proses pemasangan dan pemeliharaan

CIQS 70% 60% 53% 48% 45% Penggunaan tehnologi yang handal

Mencapai proses layanan customer yang unggul

Proses layanan customer yang unggul

C2SE 75% 60% 52% 48% 46%

Program pengembangan service center, account management

Proses penunjang yang handal dan inovatif

Penunjang yang handal dan inovatif

1. ISO 2. COSO 3. SOA 4. MBCFPE

80% 60% 47% 39% 34%

Program sistem perbaikan kinerja

Sumber : Hasil Penelitian diolah kembali

Tabel 4. Balanced Scorecard PT.TELKOM Divisi Regional V Jawa Timur Ditinjau dari Perspektif

Pertumbuhan dan Pembelajaran

Tabel 4. mencerminkan pencapaian target perusahaan yang ditinjau dari perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Dalam pencapaian target perusahaan perumusan isue-isue sebagai berikut: a. SDM yang kompeten dan commited. Isue ini

dijalankan dengan melalui program pelatihan dan program pertukaran pegawai dengan anak perusahaan.

b. Mencapai target budaya TELKOM Way. Isue ini dilaksanakan dengan menjalankan program pelaksanaan budaya dan pertemuan evaluasi.

c. Pemanfaatan IT dan Knowledge Management. Isue ini dijalankan melalui program penggalaan penggunaan IT dan pengelolaannya.

Penerapan Balanced Scorecard pada

PT.TELKOM DIVRE V JATIM yang teroganisir telah berjalan selama empat tahun. Dari setiap tahunnya yang telah terealisasi memberikan gambaran bahwa tujuan strategi yang diharapkan perusahaan tercapai mendekati target yang ditetapkan perusahaan. Hal ini bisa dilihat dari pencapaian masing-masing perspektif seperti yang

Perspektif Tujuan Strategis

Pengukuran Strategis Target

Realisasi Inisiatif Lag Indikator Lead

Indikator Tahun

IV Tahun

III Tahun

II Tahun

I

Pert

umbu

han

dan

pe

mbe

laja

ran

SDM yang kompeten dan commited

Pegawai yang kompeten dan commited

1. Kompetensi mix

2. ESI 75% 65 59% 56% 54%

Program pelatihan dan pertukaran pegawai dengan anak perusahaan

Mencapai target budaya Telkom Way

Target budaya Telkom way

1.Prosentase pemahaman

2. Survey Perilaku

70% 70% 55% 45% 39%

Program pelaksanaan budaya dan pertemuan evaluasi

Pemanfaatan IT dan Knowledge Management

Tingkat pemanfaatan IT dan knowledge manajemen

1. % Info Availability

2. % Penerapan KM

80% 70% 65% 62% 61%

Penggalaan penggunaan IT dan pengelolaannya

Sumber: Hasil Penelitian diolah kembali

Page 22: JURNAL Ekono Oktober 2013

20

tergambar dalam Tabel 1., Tabel 2., Tabel 3., dan Tabel 4..

Strategi yang dipilih PT.TELKOM DIVRE V JATIM adalah penyedia layanan informasi dan komunikasi yang bermutu tinggi dan harga yang kompetitif untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuannya. Strategi ini dipilih karena sesuai dengan visi organisasi “Menjadi Dominan Infocom Player di kawasan regional”. Strategi tersebut diterjemahkan melalui perspektif keuangan dalam dua isue strategis yaitu pertumbuhan pendapatan dan meningkatkan produktifitas, yang pada akhirnya menghasilkan profit yang maksimal yang berakibat meningkatnya kapitalisasi pasar menjadi tiga kali lipat. Penjabaran isue-isue tersebut untuk mencapai profit yang maksimal adalah sebagai berikut:

1. Isue strategi pertumbuhan pendapatan

Peningkatan ini dicapai melalui isue-isue strategis yang masih dalam ruang lingkup perspektif keuangan yaitu: a. Meningkatkan penjualan

Peningkatan ini dicapai melalui isue-isue strategis dari perspektif pelanggan. Yaitu: · Meningkatkan market share · Meningkatkan customer baru

b. Meningkatkan usage Peningkatan ini dicapai melalui isue-isue strategis pada perspektif pelanggan juga yang antara lain: · Meningkatkan customer baru · Meningkatkan retensi customer

Meningkatnya isue strategis ini dipicu oleh isue strategis meningkatkan kepuasan pelanggan

· Meningkatkan profitabilitas customer Meningkatnya isue strategis ini dipicu oleh isue strategi meningkatkan kepuasan pelanggan. Isue Strategis meningkatkan kepuasan pelanggan merupakan pemicu dari isu strategis meningkatkan customer baru, meningkatkan retensi customer, dan meningkatkan profitabilitas customer. Peningkatan ini juga dipicu oleh isue-isue strategi yang antara lain: 1. Produk atau layanan yang

dibutuhkan melalui program memperbanyak jaringan dan melengkapi fasilitas layanan.

2. Waktu yang sesuai melalui program memperbanyak outlet/ plaza.

3. Harga yang kompetitif melalui program menekan biaya dengan mutu yang sama atau lebih baik.

4. Kualitas yang terbaik melalui program memilah jenis komplain dan penanganan yang lebih cepat.

Peningkatan keempat isue strategis diatas dipicu oleh isue strategis pada perspektif proses bisnis internal yaitu meningkatkan efektifitas proses pengembangan bisnis. Sementara meningkatnya isue strategi kualitas yang terbaik dipicu juga oleh isue strategi pada perspektif proses bisnis internal yang lain yaitu: Meningkatkan kualitas proses pemasangan dan pemeliharaan dan mencapai proses layanan customer yang unggul

2. Meningkatkan customer relationship melalui program melakukan workshop dan media kontak dengan customer.

d. Kepuasan pelanggan meningkat karena dipicu oleh terpenuhinya semua keinginan customer seperti produk/layanan yang dibutuhkan, waktu yang sesuai, harga yang kompetitif, kualitas yang terbaik, dan meningkatnya customer relationship. Perspektif keuangan dicapai melalui pencapaian isue-isue strategis berikut: 1. Memperbaiki struktur biaya. 2. Meningkatkan utilisasi asset

Peningkatan ini dipicu oleh isue strategi meningkatkan profitabilitas customer pada perspektif pelanggan Kedua isue strategis ini merupakan hasil

pencapaian dari isue strategis proses penunjang yang handal dan inovatif dari perspektif proses bisnis internal. Dengan mendekati tercapainya sasaran maka produk/ jasa yang dihasilkan oleh PT. TELKOM DIVRE V JATIM memiliki kualitas yang handal dan berbeda dengan produk pesaing. Sehingga struktur biaya menjadi lebih baik dan utilisasi asset menjadi meningkat, akibatnya isue strategis meningkatkan produktifitas hampir tercapai.

Sementara meningkatnya pencapaian dari isue-isue strategis pada perspektif proses bisnis internal dipicu oleh isue-isue strategis pada perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Dimana isue-isue strategis pada perspektif proses bisnis internal adalah: 1. Meningkatkan efektifitas proses pengembangan

bisnis Meningkatnya isue strategis ini sebesar 3% pada tahun kedua, 6% pada tahun ketiga, dan 13% pada tahun keempat dilakukan melalui program pembangunan jaringan bersama.

Page 23: JURNAL Ekono Oktober 2013

21

2. Meningkatkan kualitas proses pemasangan dan pemeliharaan Isue strategis ini meningkat sebesar 2% pada tahun kedua, 4% pada tahun ketiga, dan 8% pada tahun keempat melalui program penggunaan tehnologi yang handal.

3. Mencapai proses layanan customer yang unggul. Meningkatnya isue strategis ini sebesar 2% pada tahun kedua, 4% pada tahun ketiga, dan 8% pada tahun keempat dijalankan dengan program pengembangan service center, account management

4. Proses penunjang yang handal dan inovatif Isue strategis ini meningkat sebesar 5% pada tahun kedua, 8% di tahun ketiga, dan 13% pada tahun keempat melalui program sistem perbaikan kinerja. Dengan demikian tercapainya peningkatan pada isue-isue strategis perspektif proses bisnis internal mengakibatkan tercapainya isue-isue strategis pada perspektif pelanggan, sehingga isue-isue strategis pada perspektif keuangan tercapai pula

Isue-isue strategis pada perspektif

pertumbuhan dan pembelajaran, PT TELKOM DIVRE V JATIM mengembangkan tiga isue strategis yang berperan sebagai pemicu isue-isue strategis pada perspektif proses pengembangan bisnis inernal yaitu: 1. SDM yang kompeten dan commited.

Isue ini dilakukan melalui program pelatihan dan pertukaran pegawai dengan anak perusahaan

2. Mencapai target budaya Telkom Way Isue strategis ini dijalankan program pelaksanaan budaya dan pertemuan evaluasi.

3. Pemanfaatan IT dan Knowledge Management Isue strategis ini melalui program penggalaan penggunaan IT dan pengelolaannya.

Tercapainya isue-isue strategis pada

perspektif pertumbuhan dan pembelajaran karena dipicu melalui pengembangan budaya perusahaan yang merupakan bagian terpenting dari upaya perusahaan untuk meneguhkan hati, merajut pikiran, dan menyerasikan langkah semua insan TELKOM dalam menghadapi persaingan bisnis Infocom, diadakan pelatihan untuk seluruh karyawan sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan pertukaran pegawai dengan anak perusahaan, dan karyawan dibiasakan lebih familiar dengan IT dan knowledge management. 4. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan diperoleh dari hasil

penelitian penerapan Balanced Scorecard pada perusahaan antara lain:

1. PT. TELKOM DIVRE V Jawa Timur sudah menerapkan Balanced Scorecard dalam menjalankan strateginya. Semua aktifitas sudah terintegrasi dengan baik, perkembangan setiap tahunnya dalam mencapai target lima tahunan yang dijalankan menunjukkan hasil yang cukup bagus. Walaupun Strategy Mapnya yang dibuat masih agak rumit tapi perusahaan sudah mampu mengkomunikasikannya dengan baik. Keempat perspektif Balanced Scorecard mampu memberikan gambaran kemampuan perusahaan dalam menghadapi pesaing, yang tercermin dari nilai yang diperoleh dalam mencapai target sasaran.

2. Penerapan Balanced Scorecard pada PT. TELKOM DIVRE V dalam menjalankan strateginya, telah memberikan hasil yang cukup menggembirakan. Pasalnya Balanced Scorecard yang diterapkan dalam menjalankan strategi perusahaan mampu memberikan keuntungan perusahaan dalam menilai kondisi perusahaan didunia persaingan bisnis. Hal ini tercermin dari prosentase yang dihasilkan pada masing-masing perspektif. Selama kurun waktu 14 tahun perusahaan mampu mencapai hasil yang mendekati target yang mengimplementasikan strategi perusahaan yang berbasis Balanced Scorecard, pihak manajemen maupun karyawan saling kerjasama mengkomunikasikan sasaran, strategi, perencanaan dan kinerja. Isu-isu strategis yang telah dirumuskan dijabarkan dalam Strategy Map. Masing-masing unit yang ada dalam perusahaan mengkomunikasikannya untuk menjalankan strateginya. Untuk mengukur keberhasilan dalam mengkomunikasikannya. digunakan indikator kinerja kunci, target, dan inisiatif .Dengan berpedoman itu, PT. TELKOM DIVRE V dikatakan cukup berhasil mengimplementasikan strategi yang berbasis Balanced Scorecard. Hal ini bisa diketahui dari realisasi pencapaian strategi.

5. Daftar Pustaka Antony, Robert N dan Govindarajan, Vijay, 2006,

Management Control System, 12th Edition, Richard D Irwin.

Bacal, Robert, 2005, Performance Management, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Cetakan ke tiga, Jakarta.

Berquist, Paul, 2002. Dialog Software: A Balanced Scorecard Solution, Focus Your Corporate Energy, Dialog Software, hhtp://www,dialog software com.

Best, Roger, 2009,Market Based-Management: Startegies for Growing Customer Value and Profitability, 5th Edition, New Jersey, Prentice Hall.

Page 24: JURNAL Ekono Oktober 2013

22

Bodgan, Robert and Tailor, J. Steven, 1993, Kualitatif : Dasar-dasar Penelitian, (Penerjemah: Khozin Affandy), penerbit Usaha Nasional, Surabaya.

Byars, Lloyd L., 1991, Strtategic Management Formulation and Implementation Concept

and Case. 3rd

Dharma, Surya, 2005, Manajemen Kinerja ,

Falsafah Teori dan Penerapannya, Cetakan ke pertama, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Gascho, Marlys, and Steven E, 2000, The Balanced Scorecard : Judgmental Effect of Common and Unique Performance Measure, The Accounting Revie,. Vol.75, No.3, July.

Gaspersz, Vincent, 2005, Sistem Manajemen Kinerja, Balanced Scorecard Dengan Six Sigma Untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Cetakan Ketiga, Bogor.

Gibson, Rowan, 1998, Rethingking The Future, Nicholas Brealey Publishing, London-Boston.

Gunawan, Barbara, 2000, Menilai Kinerja dengan Balanced Scorecard , Usahawan, No.6, September.

Hansen, Don Harrington, H. James, 1995, Total Improvement Management: The Next Generation in Performance Improvement, New York: McGraw-Hill.

R dan Mowen, M. Maryane M., 2006, Management Accounting, ITP Thompson.

Hill, Charles W.L. and Jones, Gareth, 2011, Essential of Strategic Management: An

Integrated Approach. 3rd

Edition, Boston Houghton: Misslin Company.

Hirsch, Jr. Maurice L., 1994, Advanced

Management Accounting, 2nd

Edition, Cincinatti Ohio, College Division: South Western Publishing, Co.

John K. Shank and Govindarajan, Vijay, 1994, Strategic Cost Management: The New Tool for Competitive Advantage, Macaillan, New York: The Free Press.

Kaplan, Robert S. dan Norton, P. David, 1996, The Balanced scorecards: Translating Startegy Into Action, Boston, Massachusetts: Harvard Business Scholl Press, Hal 74.

Kertajaya, Hermawan, 2000, Siasat Memenangkan Persaingan Global, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.

Laela, Fatma, 1999, Balanced Scorecard sebagai Alternatif Pengukuran Kinerja Manajemen Telaah,AMP YKPN.

Lingle J.H. dan Scheiman W.A., 1996, From Balanced scorecards to Strategic Gauges: Is Measurement Worth It ? Management Review.

Macintosh, Norman B., 1995, Management Accounting and Control an Organizational and Behavioral Approach, John Willey and Sons, Hal.

Mattson, Beth, 1999, Excecutives Learn How to Keep Score : Balanced Scorecard Gets All Employees Focusing on Vision. The Business Journal.

Moleong, Lexy J, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Mulyadi, dan Setyawan, Johny, 1999, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen, Edisi I, Yogyakarta, Aditya Medika.

Mustofa, Bachrudin, 2002, Menaksir Kualitas Penelitian Kualitatif, Beberapa Kriteria dasar, Dalam A Chedar Alwasilah, Pokoknya Kualitatif, Penerbit Pustaka Jaya, Jakarta.

Porter, E.Michael, 2008, Keunggulan Bersaing: Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul, Karisma Publishing, Tangerang

Secakusuma, Thomas, 1997, Perspektif Proses Internal Bisnis Dalam Balanced scorecards, Usahawan, No. 06. TH XXVI, Hal. 11.

Tjiptono, Fandy, 1996, Strategi Bisnis dan Manajemen, Yogyakarta: Penerbit Andi, Hal. 8.

Walker, Orville C., Harper W. Boyd, Jr and Jean-Claude Larreche, 1996, Marketing Strategy: Planning and Implementation, Richard D. Irwin, Inc.

Yin, Robert K, 2003, Case Study Research Design and Methods, 3rd Edition, Sage Publication

6. Otobiografi Rini Yuli Prihatin, penulis dilahirkan di Mojokerto 2 Juli 1971. Alamat: Jl. Curug Mekar Gg. Al-Hikmah IX/17,Kel. Curug Mekar, Kec. Bogor Barat, Kodya Bogor. Tlp. 081 331743887. Menyelesaikan program S1 Manajemen dari Fakultas Ekonomi Universitas Jember, pada tahun 1998 dan S2 Akuntansi dari Fakultas Ekonomi UNAIR Surabaya pada tahun 2008. Menjadi dosen tetap di Sekolah Tinggi Pariwisata Bogor mulai 2010 hingga sekarang dan mengajar di beberapa perguruan tinggi swasta di Bogor, Jawa Barat

Page 25: JURNAL Ekono Oktober 2013

23

Jurnal Ekono Insentif Kopwil4, Volume 7 No. 2, Oktober 2013

ISSN: 1907 - 0640, halaman 23 s.d 31

KONTRIBUSI KEUNTUNGAN PDAM TIRTAWENING TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN 2011-2012

Oleh:

Jatnika Dwi Asri Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Bandung

Abstrak – Penelitian ini bertujuan untuk menilai kinerja keuangan PDAM Tirtawening Kota Bandung dan mengetahui kontribusi keuntungan PDAM Tirtawening terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan berdasarkan data time series selama dua tahun, yaitu tahun 2011 dan 2012. Penelitian ini menggunakan analisis perbandingan laporan keuangan untuk melihat kinerja keuangan dan kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode 2011-2012: aset, ekuitas, laba kotor, dan laba setelah pajak (earning after tax/EAT) perusahaan mengalami penurunan, disisi lain kewajiban perusahaan mengalami kenaikan. Kontribusi keuntungan PDAM Tirtawening Bandung terhadap PAD Kota Bandung tahun 2011 sebesar 0,57%, sedangkan tahun 2012 sebesar 0,15%.

Kata Kunci: Kinerja keuangan, kontribusi keuntungan, laporan keuangan, dan pendapatan asli daerah Abstract – The objectives of the research are to assess financial performance of PDAM Tirtawening of Bandung City, and to know how far the profit contribution of PDAM Tirtawening toward local revenue of Bandung City. Secondary data is used and collected based on time series from 2011 up to 2012. This study uses comparison of financial statement analysis and the profit contribution analyis to assess financial performance toward local revenue. The results show that from 2011 to 2012 company’s asset, equity, gross profit and earning after tax (EAT) are decrease, while the company’s liability is increase. The profit contribution of PDAM Tirtawening of Bandung City toward local revenue of Bandung City in 2011 was 0,57%, while in 2012 was 0,15%.

Keywords: financial performance, profit contribution, financial statement, and local revenue 1. Pendahuluan Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah lahir setelah Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan tuntutan akan penyelenggaraan otonomi daerah. Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 pemerintah menerbitkan pula Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Hal tersebut menunjukkan komitmen pemerintah terhadap pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Tertuang dalam pasal 6 undang-undang tersebut menjelaskan bahwa PAD bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.

Kota Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat, merupakan salah satu pemerintah daerah yang diberikan kewenangan sebagai daerah otonom sesuai

dengan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 2 Tahun 2001 yang saat ini diubah menjadi Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 8 tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kota Bandung. Berkaitan hal tersebut, dalam rangka memberikan pelayanan publik akan air minum dan air limbah yang berkualitas, maka Pemerintah Daerah Kota Bandung menunjuk Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening sebagai pelaksana pemerintah daerah di bidang air minum dan air limbah dengan menerapkan prinsip-prinsip perusahaan.

Sesuai prinsip perusahaan, maka dalam pengelolaannya PDAM Tirtawening Kota Bandung memupuk keuntungan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yang pada akhirnya diharapkan akan memberikan kontribusi pada PAD. Seperti pendapat Mahmudi (2010:26) yang menyatakan bahwa perusahaan daerah merupakan salah satu sumber PAD yang diharapkan mampu memberikan kontribusi yang signifikan sehingga kemandirian pemerintah daerah meningkat dan pada akhirnya mampu memberikan pelayanan publik yang berkualitas.

Page 26: JURNAL Ekono Oktober 2013

24

Berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat Data dan Analisa Pembangunan Jawa Barat, jumlah PAD Murni yang diperoleh Kota Bandung selama 4 (empat) tahun terakhir seperti digambarkan dalam grafik berikut ini:

Grafik 1 Perkembangan PAD Kota Bandung

Periode Tahun 2008-2011

Sumber: pusdalisbang.jabarprov.go.id, data diolah kembali

Dari grafik tersebut diketahui bahwa PAD

Kota Bandung cenderung mengalami kenaikan dimana kenaikan tertinggi PAD Kota Bandung terjadi pada tahun 2011 dengan tingkat kenaikan sebesar 46,4%. Di sisi lain 4 (empat) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Bandung yang telah mendapatkan penyertaan modal sejak didirikan sampai 2009 masih belum memberikan kontribusi keuntungan pada PAD Kota Bandung (www.tempo.co). Keempat BUMD tersebut adalah PD Kebersihan, PD Pasar Bermartabat, BPR Kota Bandung, dan PDAM.

Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja PDAM, penilaian kinerja PDAM dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek kinerja, yaitu aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administrasi. Dari ke-3 aspek tersebut, aspek kinerja keuangan memiliki bobot terbesar. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Penulis membatasi masalah pada penilaian kinerja PDAM Tirtawening Kota Bandung pada aspek keuangannya. Penilaian kinerja keuangan diperoleh dengan melakukan analisis laporan keuangan PDAM Tirtawening Kota Bandung.

Sedangkan permasalahan yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kinerja keuangan PDAM Tirtawening Kota Bandung.

2. Bagaimanakah kontribusi keuntungan PDAM Tirtawening terhadap PAD Kota Bandung.

Maksud dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kinerja keuangan PDAM Tirtawening Kota Bandung dan kontribusinya terhadap PAD Kota Bandung. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menilai kinerja keuangan PDAM Tirtawening Kota Bandung.

2. Untuk mengetahui kontribusi keuntungan PDAM Tirtawening terhadap PAD Kota Bandung.

2. Kajian Pustaka Pengukuran Kinerja Keuangan

Brimson & Antos menjelaskan bahwa pengukuran kinerja dapat diukur dalam aspek kinerja keuangan dan kinerja non-keuangan. Seperti yang dikemukakan Brimson & Antos (1999:59) yang menyatakan bahwa:

“Activities can be measured in terms of financial and non-financial performance. Some organization have created an approach to performance measures that balance a variety of measures. One approach, the balanced scorecard, suggest that an organization might device its performance measurement system into following categories: financial, customer satisfaction, operational, and growth and learning.

Selanjutnya Mardiasmo (2002:121) menyatakan bahwa sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur financial dan non-financial. Sri Sulistyanto dan Haris (2003) seperti yang dikutip Irham Fahmi (2006:62) menyatakan bahwa kinerja keuangan merefleksikan fundamental perusahaan dan akan diukur dengan menggunakan data fundamental perusahaan, yaitu data yang berasal dari laporan keuangan perusahaan. Dengan demikian, dalam analisis fundamental, analisis laporan keuangan perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi lebih rinci tentang kinerja yang dicapai perusahaan dan keadaan keuangan suatu perusahaan. Berkaitan dengan pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah, Winarso (2010:32) mengemukakan bahwa, secara umum pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah berguna untuk mengetahui tingkat kesehatan struktur keuangan pemerintah daerah, tingkat kemandirian daerah dengan melihat kemampuan daerah dalam menggali sumber pendapatan daerah dibandingkan dengan kewajiban pemerintah dalam membiayai belanja daerah. Laporan Keuangan

Laporan keuangan suatu perusahaan merupakan gambaran yang menjelaskan tentang kinerja keuangan perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu. Laporan keuangan seperti yang dikemukakan Bernstein dan Wild (1998:3), “Financial statement analysis applies analytical tools and techniques to general purpose financial

Page 27: JURNAL Ekono Oktober 2013

25

statements and related data to derives estimates and inferences useful in business decisions”.

Jenis laporan keuangan yang lazim digunakan adalah Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Arus Kas, dan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana.

Menurut Gitman (2006:46) bahwa, “The four key financial statements are (1) the income statement, (2) the balance sheet, (3) the statement of stockholders’ equity, and (4) the statement of cash flows.” Analisis Laporan Keuangan

Tugas rutin perusahaan setiap akhir tahun adalah menyusun dan menganalisis laporan keuangan. Definisi analisis laporan keuangan menurut Bernstein (1998) adalah, “Financial statement analysis is the judgemental process that aims to evaluate the current and past financial positions and results of operation of an enterprise, with primary objective of determining the best possible estimates and predictions about future conditions and performance.”

Dwi Prastowo (2011:59) mengklasifikasikan metode analisis laporan keuangan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu metode analisis horizontal (dinamis) dan metode analisis vertikal (statis). Metode analisis horizontal (dinamis) adalah metode analisis yang dilakukan dengan cara membandingkan laporan keuangan untuk beberapa tahun, sehingga dapat diketahui perkembangan dan kecenderungannya. Sedangkan metode analisis vertikal (statis) adalah metode analisis yang dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan pada tahun tertentu, yaitu dengan membandingkan pos yang satu dengan pos lainnya pada laporan keuangan yang sama untuk tahun yang sama. Analisis Perbandingan Laporan Keuangan

Analisis perbandingan laporan keuangan (komparatif) merupakan salah satu metode analisis horizontal (dinamis). Metode ini memanfaatkan angka-angka yang tertera dalam keuangan kemudian membandingkannya dengan angka-angka laporan keuangan lainnya. Dengan menyajikan laporan keuangan komparatif akan diperoleh gambaran mengenai pergerakan dan kecenderungan di masa datang. Dwi Prastowo (2011:66) mengatakan bahwa perubahan dalam rupiah dilakukan untuk mengetahui perspektif yang tepat dan kesimpulan yang valid. Sedangkan perubahan dalam persentase dapat membantu menentukan berarti tidaknya atau signifikansi perubahan tersebut. Sofyan Syafri Harahap (2008:217) memberikan petunjuk perbandingan apa saja yang dapat dilakukan dalam metode komparatif ini, antara lain: § Perbandingan laporan keuangan dalam beberapa

tahun § Perbandingan dengan perusahaan yang terbaik

§ Perbandingan dengan angka-angka standar industri yang berlaku

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, sumber pendapatan daerah berasal dari: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang Sah. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan salah satu sumber yang memberi andil bagi PAD. Hal ini sejalan dengan pendapat Chobib Soleh (2010:78) yaitu:

“Pemerintah daerah dapat melakukan upaya peningkatan PAD melalui optimalisasi peran BUMD dan BUMN. Peranan investasi swasta dan perusahaan milik negara/daerah diharapkan dapat berfungsi sebagai pemacu utama pertumbuhan dan pengembangan ekonomi daerah (engine of growth dan sebagai center of economic activity).

Berkaitan dengan kontribusi bagian laba perusahaan daerah pada PAD, maka analisis ini dimaksudkan untuk mengukur seberapa besar kontribusi bagian laba perusahaan daerah terhadap PAD. Rasio kontribusi dihitung dengan cara:

3. Metode Penelitian Desain Penelitian

Jonathan Sarwono (2006:27) menyatakan bahwa desain penelitian bagaikan alat penuntun bagi peneliti dalam melakukan proses penentuan instrument pengambilan data, penentuan sampel, koleksi data dan analisisnya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang kinerja keuangan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening dan kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung. Berdasarkan desain penelitian yaitu penelitian deskriptif dengan pendekatan induktif, maka tahap-tahap yang akan dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi masalah yang terjadi pada PDAM Tirtawening khususnya mengenai kinerja keuangan perusahaan melalui analisis perbandingan laporan keuangan.

2. Mengumpulkan data-data mengenai laporan keuangan perusahaan.

Laba Perusahaan Daerah

Total PAD X 100%

Page 28: JURNAL Ekono Oktober 2013

26

3. Melakukan studi literatur untuk memperoleh referensi teori-teori mengenai analisis laporan keuangan perusahaan.

4. Menyusun desain penelitian dan melakukan analisis untuk menganalisis data-data yang telah diperoleh.

5. Membuat kesimpulan. 6. Menyusun laporan hasil penelitian.

Operasionalisasi dan pengukuran variabel

penelitian seperti tertera pada Tabel 1. berikut ini:

Tabel 1. Operasionalisasi Variabel

Variabel

Konsep

Indikator

Ukuran

Skala

Kontribusi keuntungan terhadap PAD

Mengukur seberapa besar kontribusi bagian laba perusahaan daerah terhadap PAD.

Laba Perusahaan Daerah Total PAD

%

Rasio

Sumber Data Penelitian

Data yang hendak dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif. Dalam penelitian ini, sumber data diperoleh dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung berupa laporan keuangan yang meliputi Neraca, Laporan Laba Rugi, dan Laporan Perubahan Modal. Selain itu peneliti juga mengakses website Pusat Data dan Analisa Pembangunan Jawa Barat melalui internet dengan alamat pusdalisbang.jabarprov.go.id.

Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan pendekatan nonprobability sampling yaitu purposive sampling. Menurut Sekaran (2006:277), purposive sampling terkadang sangat penting digunakan dalam mencari informasi sasaran yang spesifik, karena tipe-tipe khusus dari obyek penelitian dapat memberikan informasi yang diperlukan dan mereka merupakan kelompok yang bisa memberikan informasi yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini, untuk menentukan sampel digunakan kriteria-kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Kota

Bandung. 2. Perusahaan harus tetap beroperasi selama

periode penelitian tahun 2011-2012, menerbitkan laporan keuangan tahun 2011-2012.

3. Perusahaan menghasilkan laba atau rugi secara kontinue selama periode tahun 2011-2012.

4. Perusahaan yang memiliki data lengkap tentang variabel-variabel penelitian. Penelitian dilakukan di Perusahaan Daerah Air

Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung dengan periode laporan keuangan selama dua tahun. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Data yang hendak dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif, yang dinyatakan dalam angka-angka. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk

mendapatkan data yang diperlukan adalah metode dokumentasi. Sumber-sumber data tersebut diperoleh dari PDAM Tirtawening Kota Bandung berupa laporan keuangan tahunan perusahaan yang dijadikan sebagai objek penelitian. Data yang dikumpulkan berupa data runtun waktu (time series) yang diwakili oleh waktu pengamatan dari tahun 2011 sampai 2012. Untuk mengumpulkan data sekunder digunakan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan berupa journal, textbooks, dan karya tulis yang berhubungan dengan penelitian ini serta mengakses website melalui internet dengan alamat pusdalisbang.jabarprov.go.id. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis perbandingan laporan keuangan untuk melihat kinerja keuangan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Setelah data dikumpulkan dan diolah, maka selanjutnya dilakukan analisis perbandingan laporan keuangan dengan cara menyajikan laporan keuangan secara horizontal dan membandingkan antara pos yang satu dengan pos lainnya dalam laporan keuangan dari periode yang berlainan. Dari hasil perbandingan ini akan diketahui kenaikan atau penurunan dalam rupiah, unit, atau pun dalam persentase. Selanjutnya dilakukan analisis kontribusi keuntungan perusahaan daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Analisis ini digunakan untuk mengukur kontribusi keuntungan perusahaan daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Rumus untuk menghitungnya adalah:

4. Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Analisis Perbandingan Laporan Keuangan (1) Analisis Neraca Perbandingan

X 100%

Laba Perusahaan Daerah

Total PAD X 100%

Page 29: JURNAL Ekono Oktober 2013

27

Berdasarkan hasil perhitungan Tabel 2. pada halaman berikut, dapat dilihat bahwa terdapat penurunan total aset sebesar 2,97% yang disebabkan oleh penurunan jumlah aset lancar (3,41%) dan jumlah aset tetap (2,52%) PDAM Tirtawening Kota Bandung. Penurunan jumlah aset lancar ini sebagian besar dipengaruhi oleh turunnya pembayaran dimuka sebesar 34,4% dan naiknya jumlah penyisihan piutang usaha perusahaan meskipun piutang usaha perusahaan mengalami kenaikan sebesar 16,58%. Jumlah penyisihan piutang usaha mengalami kenaikan sebesar 112,5% yang signifikan mempengaruhi penurunan aset lancar perusahaan. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan tahun 2012, penyisihan piutang tertinggi antara lain ditempati oleh golongan pelanggan:

1) Rumah tangga A2 (2A2), yaitu golongan pelanggan yang mempunyai rumah yang terletak di jalan kecil/gang dengan lebar jalan kurang dari 2 meter

2) Rumah tangga A3 (2A3), yaitu golongan pelanggan yang mempunyai rumah yang terletak di besar bukan protokol dengan lebar jalan tidak kurang dari 2 meter dan tidak lebih dari 4 meter

3) Rumah tangga A4 (2A4), yaitu golongan pelanggan yang mempunyai rumah dengan lebar jalan di atas 4 meter bukan jalan protokol, dan

4) Usaha menengah/besar (3B), seperti: toko, rumah makan, salon, apotik, super market, bank, serta perusahaan menengah lainnya.

Begitu pula dengan aset tetap, penurunan nilai

aset tetap sebagian besar dipengaruhi oleh naiknya jumlah akumulasi penyusutan aset tetap sebesar 5,61%. Akumulasi penyusutan aset tetap perusahaan sebagian besar berasal dari akumulasi aset tetap transmisi dan distribusi serta aktiva air kotor (limbah).

Dari sisi kewajiban dan ekuitas, terdapat kenaikan jumlah kewajiban lancar sebesar 124,24% dan kewajiban lain-lain sebesar 7,58%. Kenaikan jumlah kewajiban lancar disebabkan oleh meningkatnya jumlah hutang pajak dan pinjaman jatuh tempo yang masih harus dibayar oleh perusahaan, masing-masing sebesar 1.754,44% dan 253,8%. Hutang pajak didominasi oleh hutang PPh Pasal 25/29 yang merupakan pajak bagi wajib pajak badan, sedangkan pinjaman jatuh tempo yang

masih harus dibayar didominasi oleh tunggakan pokok pada Asian Development Bank (ADB).

Di sisi lain, hutang jangka panjang perusahaan ke Asian Development Bank mengalami penurunan sebesar kurang lebih 18%. Penurunan ini ditunjukkan dengan meningkatnya tunggakan pokok pada ADB pada sisi hutang lancar.

Dapat dilihat pula bahwa jumlah ekuitas perusahaan banyak dipengaruhi oleh rugi tahun sebelumnya yang jumlahnya meningkat sebesar 29,21%, serta turunnya laba tahun berjalan sebesar 68,67%, sehingga memberi kontribusi terhadap turunnya jumlah ekuitas sebesar 39, 49%. Hal ini menyebabkan turunnya total kewajiban dan ekuitas perusahaan sebesar 2,97%.

Berdasarkan Neraca Perbandingan di atas dapat diketahui bahwa terdapat penurunan jumlah aset perusahaan yang berasal dari penurunan nilai aset lancar dan tetap perusahaan. Penurunan jumlah aset lancar lebih besar bila dibandingkan dengan penurunan jumlah aset tetap. Dari tabel diketahui bahwa jumlah nilai bersih piutang usaha perusahaan mengalami kenaikan, sedangkan nilai bersih persediaan mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan adanya kenaikan tagihan di luar perusahaan akibat kegiatan operasional perusahaan. Di sisi lain, kenaikan jumlah piutang usaha sebesar 16,58% tidak seimbang dengan kenaikan penyisihan piutang usaha sebesar 112,53%, hal ini mengindikasikan terdapat kenaikan jumlah kredit bermasalah/kredit macet perusahaan. Kenaikan aset lancar berupa kas dan setara kas sebesar 6,75% dapat disebabkan oleh kenaikan dalam jumlah hutang lancar sebesar 41,3%. Bila dihubungkan dengan modal kerja, yang diperoleh dengan cara mengurangi jumlah aset lancar dengan hutang lancar perusahaan, maka terdapat penurunan modal kerja perusahaan. Modal kerja perusahaan tahun 2011 sebesar Rp. 70.484.843.500, sedangkan tahun 2012 sebesar Rp. 25.651.207.363, sehingga terjadi penurunan modal kerja sebesar 63,61%. Modal kerja merupakan ukuran tentang keamanan dari kepentingan kreditur jangka pendek. Modal kerja juga dapat dianggap sebagai modal bagi perusahaan untuk aktivitas operasional perusahaan sehari-hari. Dengan demikian, turunnya modal kerja dapat mengindikasikan bahwa perusahaan mengalami kesulitan dalam pengadaan dana jangka pendeknya untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya utang pajak perusahaan yang akan segera jatuh tempo.

Page 30: JURNAL Ekono Oktober 2013

28

Page 31: JURNAL Ekono Oktober 2013

29

(2) Analisis Laporan Laba Rugi Perbandingan

Tabel 3. di atas merupakan Laporan Laba

Rugi Perbandingan PDAM Tirtawening Kota Bandung per tanggal 31 Desember 2011 dan 2012. Berdasarkan Tabel 3., terdapat kenaikan jumlah pendapatan usaha perusahaan sebesar 0,9%. Bagi PDAM Tirtawening Kota Bandung, pendapatan usaha merupakan pendapatan utama perusahaan yang berasal dari pendapatan air dan pendapatan operasional nonair. Pendapatan air berasal dari pendapatan air bersih maupun air limbah. Pendapatan air bersih berasal dari penjualan air bersih yang merupakan core business PDAM Tirtawening Kota Bandung. Sedangkan pendapatan nonair berasal dari pendapatan selain pendapatan air. Termasuk kedalam pendapatan ini adalah pendapatan dari sambungan baru, denda keterlambatan, dan pendapatan LPKL.

Pendapatan LPKL adalah pendapatan atas jasa uji laboratorium yang diberikan oleh Unit Bisnis Laboratorium Pengendalian Kualitas Lingkungan

kepada konsumen. Pada tahun 2012, pendapatan LPKL memberikan porsi terbesar bagi pendapatan nonair (34,76%) dibandingkan pada tahun 2011 sebesar 27,62%.

Sejalan dengan kenaikan pendapatan usaha, jumlah beban langsung usaha pun mengalami kenaikan sebesar 3%. Hal ini ditandai dengan naiknya seluruh pos beban langsung usaha kecuali beban operasional AMDK dan LPKL. Kenaikan jumlah beban langsung usaha yang lebih besar daripada jumlah pendapatan usaha ini menyebabkan turunnya laba kotor perusahaan sebesar 1%. Kenaikan tertinggi beban langsung usaha berasal dari beban pengolahan air (10,69%) dan beban transmisi distribusi (9,99%). Selain itu, turunnya pendapatan operasional nonair sebesar 6,61% turut mempengaruhi turunnya jumlah laba kotor perusahaan. Dari keterangan di atas, diketahui bahwa turunnya laba kotor PDAM Tirtawening Kota Bandung setidaknya disebabkan oleh: (1) naiknya beban pengolahan air, (2) naiknya beban transmisi

Page 32: JURNAL Ekono Oktober 2013

30

distribusi, dan (3) turunnya pendapatan operasional non air.

Begitu pula dengan beban umum dan administrasi perusahaan yang meningkat sebesar 5,77% sehingga menyebabkan turunnya laba usaha perusahaan sebesar 85,25%. Besarnya penurunan jumlah laba usaha ini juga disebabkan oleh meningkatnya jumlah beban umum dan administrasi perusahaan yang nilainya hampir 93% (92,57%) dari laba kotor pada tahun 2011 dan bahkan hampir 99% (98,89%) dari laba kotor pada tahun 2012. Beban umum dan administrasi terbesar antara lain berasal dari biaya pegawai, rupa-rupa beban umum, penyisihan piutang, dan biaya lainnya. Biaya penelitian dan pengembangan (litbang) merupakan biaya terkecil dari beban umum dan administrasi perusahaan. Dari laporan laba rugi secara parsial, PDAM Tirtawening Kota Bandung masih membukukan laba usaha tiap tahunnya, tetapi bila diperbandingkan, maka terdapat penurunan laba usaha sebesar 85,25%. Hal ini dapat mengindikasikan terganggunya kesehatan perusahaan.

Bila dilihat dari sisi laba ( rugi) sebelum pajak, terdapat kenaikan laba sebelum

pajak perusahaan sebesar 1,18%, sedangkan perhitungan sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat penurunan laba usaha perusahaan sebesar 85,25%. Selisih prosentase ini disebabkan oleh naiknya jumlah pendapatan lain-lain di luar usaha perusahaan sebesar 80,47% yang dibarengi oleh turunnya biaya lain-lain di luar usaha perusahaan sebesar 96,65%. Selanjutnya bila dilihat dari laporan laba rugi secara parsial, PDAM Tirtawening Kota Bandung masih membukukan laba setelah pajak tiap tahunnya, tetapi bila diperbandingkan, maka terdapat penurunan laba setelah pajak sebesar 68,67%. Penurunan laba setelah pajak ini menunjukkan ketidakmampuan perusahaan dalam memperoleh laba dan tentunya memberikan sinyal negatif kepada pemerintah daerah sebagai investor.

Analisis Kontribusi Keuntungan Perusahaan Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Hasil perhitungan kontribusi keuntungan terhadap pendapatan asli daerah dapat dilihat pada Tabel 4. berikut:

Tabel 4. Hasil Perhitungan Rasio Kontribusi Keuntungan PDAM Tirtawening Terhadap PAD Kota

Bandung Tahun 2011 dan 2012

No URAIAN TAHUN

2011 2012 1 Laba Setelah Pajak Rp. 4.739.515.622,98 Rp. 1.485.020.575,61 2 Pendapatan Asli Daerah Rp. 834.595.864.970,00 Rp. 1.005.836.878.460,00 3 Rasio kontribusi laba setelah

pajak terhadap PAD { (1) / (2) * 100% }

0,57% 0,15%

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung, data diolah kembali Dari Tabel 4. diketahui bahwa rasio

kontribusi laba setelah pajak PDAM Tirtawening terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung sebesar 0,57% pada tahun 2011, dan menurun menjadi 0,15% pada tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2011 hanya 0,57 bagian laba PDAM Tirtawening yang memberi kontribusi terhadap 100 bagian PAD Kota Bandung. Selanjutnya menurun pada tahun 2012, dimana laba PDAM Tirtawening hanya memberikan kontribusi sebesar 0,15 dari 100 bagian PAD Kota Bandung. Kecilnya rasio ini menggambarkan masih kecilnya kontribusi PDAM Tirtawening Kota Bandung sebagai salah satu perusahaan daerah terhadap perolehan Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung. Hal ini ditandai dengan menurunnya laba setelah pajak (earning after tax) perusahaan, dari Rp. 4.739.515.622,98 pada tahun 2011 menjadi Rp. 1.485.020.575,61 pada tahun 2012, dengan kata lain terjadi penurunan profitabilitas perusahaan. Di sisi lain, semakin tinggi kemampuan daerah dalam menghasilkan Pendapatan Asli Daerah

(P A (PAD) maka semakin tinggi pula kemandirian suatu

daerah dan semakin berkurang ketergantungan fiskal daerah terhadap pemerintah pusat. Dengan adanya kemandirian daerah, maka diharapkan daerah akan mampu memberikan pelayanan publik yang berkualitas.

5. Simpulan Dan Saran Simpulan

Dari analisis data pada bagian sebelumnya, untuk PDAM Tirtawening Kota Bandung dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Selama periode 2011-2012, aset perusahaan

mengalami penurunan yang disebabkan kenaikan yang signifikan pada penyisihan piutang sebesar 112,5%. Kewajiban perusahaan mengalami kenaikan yang disebabkan oleh hutang pajak (1.754,44%) dan pinjaman jatuh tempo yang masih harus dibayar (253,8%) yang didominasi oleh tunggakan pada Asian Development Bank (ADB). Ekuitas perusahaan menurun sebesar

Page 33: JURNAL Ekono Oktober 2013

31

39,49% disebabkan oleh akumulasi rugi perusahaan tahun sebelumnya.

2. Laba kotor perusahaan mengalami penurunan sebesar 1%. Laba setelah pajak (earning after tax/EAT) perusahaan turun sebesar 68,67%. EAT perusahaan tahun 2011 sebesar Rp. 4.739.515.622,98 dan Rp.1.485.020.575,61 pada tahun 2012. Kontribusi keuntungan PDAM Tirtawening Bandung terhadap PAD Kota Bandung tahun 2011 sebesar 0,57%, sedangkan tahun 2012 sebesar 0,15%.

Saran Adapun saran yang disampaikan antara lain:

1. Analisis perbandingan laporan keuangan dapat digunakan dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan. § Bagi manajemen perusahaan, analisis ini dapat

dijadikan perhatian dalam mengambil kebijakan, misalnya kebijakan tunggakan pelanggan yang akan berdampak pada akumulasi penyisihan piutang dan keuntungan perusahaan di masa yang akan datang. § Bagi Pemerintah Daerah Kota Bandung

analisis ini dapat dijadikan pertimbangan dalam mengambil kebijakan, misalnya kebijakan pemberian hutang yang akan berdampak pada peroleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dimasa yang akan datang. Diharapkan pemberian pinjaman baik dari lembaga dalam negeri maupun luar negeri tidak akan membebani perusahaan.

2. PDAM Tirtawening Kota Bandung dapat meningkatkan laba perusahaannya dengan cara meningkatkan profesionalisme dalam pengelolaan perusahaan daerah serta meningkatkan efisiensi dalam pengeluaran terutama pada pengeluaran beban umum dan administrasi. Meningkatnya laba perusahaan tentunya diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung.

6. Daftar Pustaka

Bernstein, Leopold A. & Wild, John J. 1998. Financial Statement Analysis: Theory, Application and Interpretation. Sixth edition. Irwin McGraw Hill. International Edition.

Brimsons, James A, and John Antos. 1999. Driving Value Using Activity-Based Budgeting. John Wiley & Sons, Inc. New York.

Chobib Soleh dan Heru Rochmansyah. 2010. Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Edisi ke-2. Bandung: Fokusmedia.

Dwi Praswoto. 2011. Analisis Laporan Keuangan (Konsep dan Aplikasi). Edisi 3. Yogyarta: UPP STIM YKPN.

Gitman, Lawrence J. 2006. Principles of Managerial Finance. Elevent edition. Addison Wesley.

Irham Fahmi. 2006. Analisis Investasi dalam Prespektif Ekonomi dan Politik. Bandung: Refika Aditama.

Jonathan Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta: Erlangga.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Edisi 1. Yogyakarta: Penerbit Andi.

pusdalisbang.jabarprov.go.id Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian untuk

Bisnis. Terjemahan. Jakarta: Salemba Empat. Sofyan Syafri Harahap. 2008. Analisis Kritis atas

Laporan Keuangan. Edisi 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Winarso. 2010. Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. Makassar: Kopel Indonesia.

www.tempo.co 7. Riwayat Singkat Penulis

Jatnika Dwi Asri, SE, M. Si, mengajar di Institut Pemerintahan Dalam Negeri Jatinangor. Menyelesaikan S-1 di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta dan S-2 di Universitas Padjajaran Bandung. Email: [email protected]. Telepon 081 2211 2133.

Page 34: JURNAL Ekono Oktober 2013

32

Jurnal Ekono Insentif Kopwil4, Volume 7 No. 2, Oktober 2013

ISSN: 1907 - 0640, halaman 32 s.d. 44

PENGARUH FEE BASED INCOME TERHADAP PROFITABILITAS

(RETURN ON ASSET) PADA PT. BANK JABAR-BANTEN TBK. SUB BRANCH CIPANAS-CIANJUR

Oleh:

Wenny Djuarni dan Rizki Awaludin Fakultas Ekonomi Universitas Putra Indonesia (UNPI), Cianjur

Abstrak - Fee based income adalah pendapatan yang diperoleh dari transaksi yang diberikan dalam jasa–jasa bank lainnya di luar dari keuntungan dari kegiatan pokok, sedangkan profitabilitas (return on asset) adalah kemampuan suatu bank untuk memperoleh laba. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan pengolahan data meliputi Analisis Korelasi, Koefisien Determinasi, dan Pengujian Hipotesis. Dari hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh positif antara Fee Based Income terhadap Profitabilitas (Return On Asset) pada PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur sebesar 0, 142 yang berarti bahwa kontribusi atau pengaruh yang diberikan oleh fee based income terhadap profitabilitas (ROA) sebesar 14,2% dan sisanya sebesar 85,8% merupakan kontribusi faktor lain di luar fee based income yang turut mempengaruhi besarnya Return On Asset. Adapun uji t menunjukkan bahwa t hitung = 0,575 dan t tabel = 4,303 dengan menggunakan tingkat signifikasi 5% (a = 0,05) dan degree of freedom (n-2). Dasar pengambilan keputusan yaitu tolak H0 jika t hitung > t tabel dan terima H0 jika t hitung < t table, , karena t hitung < t table ( 0,574 <4,303) , maka H0 diterima artinya bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara Fee based income dengan Return On Asset (ROA) Kata Kunci: Fee Based Income dan Return On Asset Abstract- Fee based income is the income earned from the transactions given in the other bank services outside of the profits from core activities , while profitability ( return on assets ) is the ability of a bank to make a profit . This study uses a quantitative approach , by processing the data include correlation analysis , the coefficient of determination , and Hypothesis Testing. From the research that there is a positive effect between Fee Based Income on Profitability ( Return on Assets ) at PT Bank Jabar - Banten Tbk . Sub - Cianjur Cipanas Branch of 0, 142 which means that the contribution or influence exerted by the fee- based income to profitability ( ROA ) of 14.2 % and the remaining 85.8 % is contributed by other factors outside the fee-based income also influence Return on asset size . The t test showed that t = 0.575 and t table = 4.303 using 5% significance level ( a = 0.05 ) and degree of freedom ( n - 2 ) . Basis for decision making ie reject H0 if t count > t table and accept H0 if t < t table , , because t < t table ( 0.574 < 4.303 ) , then H0 is accepted it means that there is no significant relationship between the Fee -based income return on Assets ( ROA ) Keywords: Fee Based Income and Return on Asset

I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Penelitian

Bank merupakan lembaga yang memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Kemajuan bank di suatu negara dapat dijadikan tolak ukur kemajuan negara tersebut, khususnya peran perbankan sebagai penyedia pembiayaan industri dalam negeri. Bukti konkret peran serta perbankan dalam kegiatan perekonomian dapat dilihat dari definisi bank itu sendiri dalam Undang–Undang Nomor 10 tahun 1998 pengertian bank adalah sebagai berikut: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”

Undang-undang pokok perbankan di atas, menunjukkan bahwa usaha pokok perbankan adalah menghimpun dana dan menyalurkannya kembali pada masyarakat. Hal tersebut dilakukan karena fungsi bank adalah sebagai lembaga perantara antara pihak-pihak yang kelebihan dana dengan yang membutuhkan dana. Dalam situasi yang cepat berubah, lembaga perbankan dituntut untuk lebih peka terhadap perubahan lingkungan, karena untuk meningkatkan fungsi intermediasi bank sebagaimana yang dicanangkan Bank Indonesia.

Untuk meningkatkan jumlah laba yang diperoleh, bank harus meningkatkan pendapatan

Page 35: JURNAL Ekono Oktober 2013

33

dengan syarat biaya-biaya digunakan secara efisien. Pendapatan yang diperoleh bank akan berpeluang meningkatkan perolehan laba dan akan mempengaruhi besarnya profitabilitas yang dicapai suatu bank. Jenis pendapatan yang diperoleh bank atas produk dan jasa yang diberikan kepada masyarakat dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu Interest Income dan Fee Based Income.

Interest Income adalah pendapatan yang diperoleh dalam bentuk bunga atas pemberian kredit sebagai penyalur dana kepada masyarakat, baik perorangan atau badan usaha dan juga penempatan dana kepada bank lain. Sedangkan Fee Based Income adalah pendapatan provisi, fee atau yang diperoleh bank yang bukan merupakan pendapatan bunga. Pendapatan ini juga bergantung pada proses marketing mix management (product, price, place, promotion). Fee Based Income merupakan pendapatan yang diambil dari marketing mix pada produk-produk bank, maka semakin banyak peluang untuk mendapatkan keuntungan dari Fee Based Income.

Untuk meningkatkan profitabilitas maka, perbankan jeli dengan mencari sumber–sumber atau produk-produk diluar dari kegiatan

perkreditan, seperti dari jasa–jasa perbankan yang diberikan atau yang lebih dikenal dengan Fee Based Income. Dengan adanya fee based income maka pendapatan akan naik sehingga laba pun ikut naik.

PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk yang dikenal dengan nama bank BJB, adalah bank umum yang sahamnya dimiliki oleh Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten. Bank Jabar-Banten adalah salah satu bank besar di Indonesia. Tingkat Fee Based Income dari tahun 2009 s.d. 2012 (Tabel. 1) mengalami fluktuasi, yaitu mengalami penurunan di tahun 2010 tetapi pada tahun selanjutnya tahun 2011 dan 2012 mengalami kenaikan kembali. Kondisi ini cukup baik bagi Bank, karena Fee Based Income mulai menjadi salah satu penambah pendapatan selain dari pendapatan pokok Bank yang masih dominan berasal dari Interest Income. Kenaikan tingkat Fee Based Income secara otomatis mempengaruhi kenaikan profitabilitas Bank Jabar-Banten.

Kondisi Ini dapat dilihat dari tingkat profitabilitas yang dihitung dari rasio Return On Asset (ROA) empat tahun di bawah ini:

Tabel 1. Perhitungan ROA PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas – Cianjur Periode

tahun 2009-2012 (dalam ribuan rupiah)

Ket 2012 (Rp.)

2011 (Rp.)

2010 (Rp.)

2009 (Rp.)

Laba Sebelum Pajak 12.467.204 7.555.039 6.783.470 7.583.639

Total Asset 106.745.134 91.252.346 84.416.522 80.992.562

Return On Asset 11,68% 8,28 % 8,03 % 9,36 % Sumber: Data Perusahaan tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 yang telah diolah kembali

Kemampuan bank untuk memperoleh laba

tergantung pada efisiensi dan efektifitas pelaksanaan operasi, serta sumber daya yang tersedia untuk melakukannya. Karena itu, analisis profitabilitas secara umum memfokuskan pada hubungan antara hasil operasi, seperti yang dilaporkan dalam laporan laba/rugi, dan sumber daya yang tersedia bagi bank, 1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahn yang dikemukakan di atas, maka perumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat Fee Based Income pada PT

Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas - Cianjur?

2. Bagaimana tingkat profitabilitas (ROA) pada PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas - Cianjur?

3. Bagaimana pengaruh Fee Based Income terhadap tingkat profitabilitas (ROA) pada PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas – Cianjur.

1.2. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan permasalahan

diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tingkat Fee Based Income

pada PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas - Cianjur.

2. Untuk mengetahui tingkat profitabilitas (ROA) pada PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas - Cianjur.

3. Untuk mengetahui pengaruh Fee Based Income terhadap tingkat profitabilitas (ROA) pada PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas - Cianjur.

2. Kajian Pustaka 2.1. Bank

Undang–Undang Nomor 10 tahun 1998 pengertian “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya

Page 36: JURNAL Ekono Oktober 2013

34

dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”

Menurut Kasmir (2008:11) mendefinisikan bank adalah: ”Lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lain”.

Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, fungsi bank di Indonesia adala: a. Sebagai tempat menghimpun dana dari

masyarakat Bank bertugas mengamankan uang tabungan dan deposito berjangka seta simpanan dalam rekening koran atau giro

b. Sebagai penyalur dana atau pemberi kredit Bank memberikan kredit bagi masyarakat yang membutuhkan terutama untuk usaha-usaha produktif. Sedangkan fungsi bank menurut Thomas

Suyatno (1999:3) dapat diartikan sebagai berikut: “Bahwa perbankan khususnya bank komersial (Bank Umum) mempunyai beberapa fungsi diantaranya adalah penyaluran jasa-jasa yang semakin luas meliputi pelayanan dalam mekanisme pembayaran, menerima tabungan, penyaluran kredit, pelayanan dalam fasilitas pembiayaan luar negeri, penyimpanan barang-barang berharga dan trust service (jasa-jasa yang diberikan dalam bentuk pengamanan-pengawasan harta milik).

Selanjutnya fungsi lain bank dalam masyarakat menurut Rimsky Judisseno (2005:95) adalah sebagai berikut:

a. Agent Of Trust b. Agent Of Development c. Agent Of Service

Peranan bank menurut Susilo, Sigit dan Santoso (2000:11) bank sebagai lembaga keuangan mempunyai peran yang penting dalam sistem keuangan, yaitu: a. Pengalihan Asset b. Transaksi (Transaction) c. Likuiditas (Likuidity) d. Efisiensi (efficiency)

2.2. Pendapatan Pendapatan menurut IAI (2007:13) yang

dijelaskan dalam PSAK No. 23 paragraf ke-25 adalah :“Kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal”

Pendapatan operasional bank dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: 1) Pendapatan bunga, yang dimasukan ke dalam

rekening ini adalah pendapatan hasil bunga dari pinjaman yang diberikan dan penanaman dana yang dilakukan oleh dalam bentuk giro, simpanan berjangka, obligasi dan surat pengakuan hutang lainnya

2) Pendapatan Provisi dan Komisi, yang dimasukan kedalam rekening ini adalah pendapatan yang dipungut atau diterima oleh bank dari berbagai kegiatan yang dilakukan seperti provisi kredit, provisi transfer, komisi pembelian atau penjualan efek-efek dan lain sebagainya.

3) Pendapatan karena transaksi valuta asing, yang dimasukan kedalam rekening ini adalah keuntungan yang diperoleh bank dari berbagai transaksi devisa atau valuta asing, misalnya selisih kurs pembelian atau penjualan valuta asing, selisih kurs karena konversi provisi, kondisi dan bunga yang diterima dari bank-bank diluar negeri.

4) Pendapatan operasional lainnya, adalah hasil langsung dari kegiatan usaha bank yang tidak termasuk kedalam rekening pendapatan pada buku pertama sampai dengan ketiga diatas, misalnya dividen yang diperoleh bank dari berbagai saham yang dimilikinya.

2.3. Pengertian Fee Based Income Fee Based Income menurut Lapoliwa

(2000:195) adalah “Tujuan dari pemberian jasa–jasa ini selain untuk mengembangkan pangsa pasar bank juga untuk meningkatkan pendapatan bank dalam bentuk komisi ”.

Sedangkan Fee Based Income menurut Kasmir (2008:146) adalah ”Keuntungan yang diperoleh dari transaksi yang diberikan dalam jasa–jasa bank lainnya di luar dari keuntungan dari kegiatan pokok”.

Perolehan keuntungan jari jasa-jasa bank ini walaupun relatif kecil, namun mengandung suatu kepasatian, hal ini disebabkan risiko terhadap jasa-jasa bank ini lebih kecil jika dibandingkan dengan kredit.

2.4. Produk Jasa Perbankan yang Menghasilkan Fee Based Income

Berikut ini akan dibahas beberapa produk jasa perbankan yang menghasilkan fee based income dan pengrtiannya berdasarkan literatur yang diperoleh, yaitu: a. Transfer,menurut Lapoliwa/Kusnadi (2000;196)

adalah: ”Suatu kegiatan jasa bank untuk memindahkan sejumlah dana tertentu sesuai dengan perintah si pemberi amanat yang ditujukan untuk keuntungan seseorang yang ditunjuk sebagai penerima transfer (beneficiery)”. ”.

b. Kliring (Clearing ) merupakan jasa penyelesaian utang piutang antar bank dengan cara saling menyerahkan warkat-warkat yang akan dikliringkan di lembaga kliring (penagihan warkat seperti cek atau bilyet giro yang berasal dari dalam kota).

c. Inkaso (Collection) merupakan jasa bank untuk menagihkan warkat-warkat yang berasal dari luar kota atau luar negeri. Adapun warkat-warkat

Page 37: JURNAL Ekono Oktober 2013

35

yang dapat diinkasokan atau ditagihkan adalah warkat-warkat yang berasal dari luar kota ata luar negeri seperti: Cek, Bilyet Giro, Wesel, Kuitansi, Surat Aksep, Deviden, Kupon, Money Order, dan surat berharga lainnya.

d. Safe Defosit Box merupakan jasa-jasa bank yang diberikan kepada para nasabahnya. Jasa ini dikenal juga dengan nama safe locket.

e. Bank card adalah alat pembayaran pengganti uang tunai atau cek.

f. Bank Notes merupakan uang kartal asing yang dikeluarkan dan diterbitkan oleh bank di luar negeri.

g. Travellers Cheque dikenal dengan nama cek wisata atau cek perjalanan

h. Letter of credit (L/C) adalah suatu fasilitas atau jasa yang diberikan kepada nasabah dalam rangka mempermudah dan memperlancar transaksi jual beli barang terutama yang berkaitan dengan transaksi internasional.

i. Garansi Bank adalah semua bentuk garansi yang atau jaminan yang diterima atau diberikan oleh bank yang mengakibatkan pembayaran kepada pihak yang menerima jaminan apabila pihak yang dijamin wanprestasi atau cidera janji.

j. Memberikan Jasa-jasa di Pasar Modal k. Dana Pembayaran Rekening Titipan (payment

point) adalah pembayaran dari masyarakat yang ditujukan untuk keuntungan pajak tertentu, biasanya giro milik perusahaan yang pembayarannya dilakukan melalui bank.

l. Jual Beli atau Perdagangan Valuta Asing m. Commercial Paper adalah promes yang tidak

disertai dengan jaminan (unsecured promissory) yang diterbitkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana jangka pendek dan dijual kepada investor yang melakukan investasi dalam instrumen pasar uang.

2.5. Unsur-unsur Fee Based Income dalam Laporan Rugi Bank

Fee based income merupakan pendapatan operasionalnya non bunga maka unsur-unsur pendapatan operasional yang masuk kedalamnya adalah:

1. Pendapatan dari hasil transaksi valuta asing/devisa

2. Pendapatan operasional lainnya. Jika merujuk kepada format laporan laba rugi

standar terbaru menurut IAI (2007:17) dijelaskan dalam PSAK No. 31 tentang Akuntansi Perbankan yang menyatakan bahwa fee based income disusun sebagai bagian dari pendapatan dan beban lainnya dengan pos-pos: a. Provisi dan komisi yang diterima selain dari

pemberian kredit b. Pendapatan bunga, beban bunga

c. Keuntungan atau kerugian penjualan efek, investasi efek dan kegiatan valuta asing

d. Pendapatan dividen e. Beban penyisihan kerugian kredit dan aktiva

produkif lainnya f. Administrasi umum dan operasional lain”.

2.6. Beberapa Keuntungan Meningkatkan

Aktivitas Fee Based Income Keuntungan meningkatkan aktivitas fee

based menurut Kasmir (2008:146) adalah sebagai berikut : ”Perolehan keuntungan dari jasa-jasa bank ini walaupun relatif kecil, namun mengandung suatu kepastian, hal ini disebabkan resiko terhadap jasa-jasa bank ini lebih kecil jika dibandingkan dengan kredit.

2.7 Pengertian Profitabilitas dan analisis

Profitabilitas Profitabilitas menurut Brigham & Houston

(2010:107) adalah ”Hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan.”

Sedangkan menurut Hasibuan (2008:100) profitabilitas bank adalah: “Profitabiltas Bank adalah kemampuan suatu bank untuk memperoleh laba yang dinyatakan dalam presentase. Profitabilitas pada dasarnya adalah laba (rupiah) yang dinyatakan dalam persentase profit”

2.8. Analisis Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas menurut Brigham & Houston (2010:146) adalah: “Sekelompok rasio yang menunjukkan kombinasi dari pengaruh likuiditas, manajemen asset, dan utang pada hasil operasi.”

Berikut rasio profitabilitas yang mencerminkan hasil akhir dari seluruh kebijakan keuangan dan keputusan operasional: a. Margin Laba Atas Penjualan (profit margin on

sales), yang di hitung dengan membagi laba bersih dengan penjualan, memberikan angka laba per dolar penjualan seperti di nyatakan berikut ini:

Laba Bersih Margin atas laba penjualan = -------------- x 100% Penjualan b. Return On Asset (ROA) Rasio laba bersih

terhadap total aset mengukur pengembalian atas total aset ( return of total aset - ROA) setelah bunga dan pajak:

Laba Besih ROA = ----------------------- x 100% Total Asset c. Rasio Kemampuan Dasar Untuk Menghasilkan

Laba

Page 38: JURNAL Ekono Oktober 2013

36

Rasio kemampuan dasar untuk menghasilkan laba (basic earning power-BEP) di hitung dengan membagi jumlah laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) dengan total aset, seperti di nyatakan berikut ini: EBIT Basic Earning Power (BEP) = ------------- x 100% Total Asset d. Return On Equty (ROE) Merupakan indikator

yang mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih.

Laba Bersih ROE = --------------------- X 100% Ekuitas Biaya e. Rasio Biaya Operasional/Pendapatan

Operasional (BOPO) Rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya.

Biaya Operasional BOPO = ------------------------------- X 100% Pendapatan Operasional

Rasio profitabilitas dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank. Dalam analisis ini, dicari hubungan timbal balik antara pos-pos yang terdapat pada laporan rugi laba dengan pos-pos pada saat neraca bank guna memperoleh berbagai indikasi yang bermanfaat dalammengukur tingkat efisiensi dan perolehan laba bank yang bersangkutan.

2.9. Kerangka Pemikiran

Salah satu strategi usaha yang menjadi

sasaran perbankan dan menjadi usaha yang cukup trend saat ini adalah strategi meningkatkan aktivitas fee based income. Karena bank akan mengusut jasa pelayanan yang dinikmati nasabah sebagai fee based income. Maka dituntutnya kesiapan bank dalam hal pemanfaatan teknologi dan faktor profesionalisme sumber daya manusianya. Dari gambaran beberapa keuntungan diatas, kiranya cukup bahwa strategi peningkatan pendapatan dari fee based income harus segera dilaksanakan terutama dalam kondisi persaingan industri perbankan yang semakin ketat.

Dalam menilai kinerja suatu bank biasanya menggunakan berbagai macam indikator, salah satunya dengan menggunakan analisis laporan keuangan melalui analisis rasio. Analisis rasio merupakan salah satu cara pemprosesan dan penginterprestasian informasi akuntansi yang terdapat dalam laporan keuangan sehingga dengan analisis rasio ini dapat diketahui kekuatan dan kelemahan perusahaan di bidang keuangan.

Analisis profitabilitas berperan penting dalam menganalisis laporan keuangan, karena hasil penilaian ini memungkinkan untuk mengestimasi pengembalian dan karakteristik risiko perusahaan dengan lebih baik. Analisis profitabilitas juga memungkinkan untuk membedakan antara kinerja yang terkait dengan keputusan operasi dan keputusan pendapatan maupun investasi, rasio ini juga mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham yang tertentu.

Oleh karena itu aktivitas fee based yang ditingkatkan secara optimal, diharapkan akan menghasilkan pendapatan maksimal sehingga pendapatan operasional perbankan semakin meningkat, dan kemampuan perbankan dalam menghasilkan laba yang diukur dengan tingkat Profitabilitas ( return on asset) semakin baik.

2.10.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas hipotesis penelitian adalah “Fee Based Income berpengaruh terhadap Profitabilitas (ROA) pada PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas – Cianjur “.

3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah deskriptif kuantitatif, yaitu metode yang menggambarkan masalah yang ada di dalamnya, objek dalam penelitian ini adalah Fee Based Income dan tingkat Profitabilitas (Return On Asset). PT Bank Jabar-Banten Sub Branch atau Kantor Cabang Pembantu (KCP) Cipanas yang beralamat di Jalan Raya Cipanas No. 12 Cipanas – Cianjur.

3.1. Variabel Penelitian dan Pengukurannya 1. Variabel independen dalam penelitian ini

ditandai dengan simbol (X) adalah Fee Based Income. Sebagai indikator yang digunakan untuk Fee Based Income dapat dilihat dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

FBI Periode X TINGKAT FBI = ---------------------------------- X 100%

Jumlah FBI Selama 4 Periode 2. Variabel dependen dalam penelitian ini ditandai

dengan simbol (Y) adalah Profitabilitas. Dan indikator yang digunakan untuk menghitung Profitabilitas dapat dilihat dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Laba Sebelum Pajak ROA = --------------------------------- X 100%

Total Aktiva Secara lebih jelas mengenai kedua variabel tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini

Page 39: JURNAL Ekono Oktober 2013

37

Tabel 2. Operasionalisasi Variabel Variabel Konsep Indikator Skala

Variabel (X) Fee Based Income

“Tujuan dari pemberian jasa–jasa ini selain untuk mengembangkan pangsa pasar bank juga untuk meningkatkan pendapatan bank dalam bentuk komisi ”. (Lapoliwa: 2000:195)

Pendapatan Operasional Lainnya yaitu : Keuntungan Selisih Kurs, Provisi dan Komisi atas transaksi ekspor-impor, Rugi/Laba Surat Berharga, Provisi pengelolaan rekening nasabah dan lain-lain. (Kasmir:2008:138)

RASIO

Variabel (Y) Profitabilitas (ROA)

“Profitabiltas Bank adalah kemampuan suatu bank untuk memperoleh laba yang dinyatakan dalam presentase. Profitabilitas pada dasarnya adalah laba (rupiah) yang dinyatakan dalam persentase profit” ( Hasibuan , 2008:100)

Laba Sebelum Pajak ROA = X 100%

Total Aktiva (Brigham dan Houston:2010:146)

RASIO

3.2.Populasi dan Sampling 3.2.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah keseluruhan laporan keuangan PT Bank Jabar-Banten Tbk Sub Bracnh Cipanas - Cianjur.

3.2.2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini meliput Laporan Keuangan PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Bracnh Cipanas - Cianjur selama empat tahun yaitu dari tahun 2009 sampai tahun 2012.

3.3. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data 3.3.1.Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif menurut Sugiyono (2008:137) , yaitu dalam bentuk angka-angka yang menunjukkan nilai dari besaran atau variabel yang mewakilinya. Jenis data dalam penelitian dibagi dalam dua jenis, yaitu sebagai berikut: 1). Data Primer, adalah sumber data yang langsung

memberikan data kepada pengumpul data”. 2). Data Sekunder, merupakan sumber data yang

tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen

3.3.2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, mengumpulkan data dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut :

1. Studi Pustaka, dengan cara mempelajari berbagai literatur, buku, hasil penelitian yang sejenis dan media lain yang mempunyai kaitan dengan masalah yang akan di teliti.

2. Studi Lapangan, Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu menggunakan teknik dokumentasi dengan cara mencatat data yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti dari dokumen-dokumen yang dimiliki perusahaan.

3.4. Teknik Analisis Data Menurut Sugiyono (2008:31) “Dalam

penelitian kuantitatif analisis data menggunakan statistik. Statistik yang digunakan dapat berupa statistik deskriptif dan inferensial/induktif.

Adapun langkah-langkah analisis kuantitatif diuraikan sebagai berikut: a. Analisis Regresi Linier, digunakan untuk

membuktikan sejauhmana pengaruh antara Fee Based Income (X) terhadap Profitabilitas PT Bank Jabar-Banten Tbk (Y), dan digunakan untuk meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) Bentuk umum regresi linear sederhana, yaitu:

Y = a + bX

Keterangan: a : Koefisien Intercept b : Koefisien Korelasi

: Jumlah pengamatan variabel X

: Jumlah pengamatan variabel Y

: Jumlah hasil perkalian X dan Y

( :Jumlah kuadrat dari jumla pengamatan variabel

X : Jumlah kuadrat dari jumlah pengamatan variabel X

n : Jumlah pengamatan X dan Y

b. Analisis Korelasi, bertujuan untuk mengukur kekuatan asosiasi (hubungan) linier antara dua variabel, dan juga menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen .Rumus korelasi sederhana menurut Sugiyono (2002:210) sebagai berikut:

r{ }{ }2222 )Y(Yn)X()Xn(

)Y)(X(XY)n(å-åå-å

åå-å

Page 40: JURNAL Ekono Oktober 2013

38

Kd = r2 x 100%

Keterangan : r : Nilai koefisien korelasi

: Jumlah pengamatan variabel X

: Jumlah pengamatan variabel Y

: Jumlah hasil perkalian X dan Y

( : Jumlah kuadrat dari jumlah pengamatan variabel X

: Jumlah kuadrat dari jumlah pengamatan variabel X

( : Jumlah kuadrat dari jumlah pengamatan variabel Y

: Jumlah kuadrat dari jumlah pengamatan variabel Y

n : Jumlah pengamatan X dan Y

Menurut Sugiyono (2008:183) interpretasi

tingkat keeratan hubungan antara variabel X dengan variabel Y (variabel bebas dengan variabel terkait), digunakan tabel interpretasi koefisien korelasi.

Tabel 3. Pedoman untuk Memberikan Interpretasi

Koefisien Korelasi INTERVAL KOEFISIEN TINGKAT HUBUGAN

0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000

Sangat rendah Rendah Sedang

Kuat Sangat Kuat

a. Analisis Koefisien Determinasi (KD),

digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh/kontribusi antara variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y) yang dinyatakan dalam persentase. Besarnya koefisien determinasi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Dimana Kd : Koefisien Determinasi r2 : Nilai Koefisien Korelasi

b. Uji Signifikasi Koefisien Korelasi, dilakukan

untuk menguji apakah benar atau kuatnya hubungan antara variabel yang diuji sama dengan nol. Uji siginifikansi dengan taraf nyata α = 5% (0,05) dan sederajat bebas (df= n-2). Rumusnya adalah:

Dimana:

t : Nilai thitung r : Nilia Koefisien Korelasi r2 : Jumlah Kuadrat dari Nilai Koefisien

Korelasi n : Jumlah Data Pengamatan

Kriteria pengujian : H0 diterima jika – t (1-1/2 α) < t < (1-1/2 α) H0 ditolak jika – t < t (1-1/2 α) atau t > t (1-1/2 α) 3.5. Hipotesis Statistik Hipotesis dari penelitian ini adalah:

H0 : p = 0 maka Fee Based Income tidak berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA) pada PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Bracnh Cipanas – Cianjur.

Ha : p ≠ 0 maka Fee Based Income berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA) pada PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Bracnh Cipanas – Cianjur.

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1. Kondisi Tingkat Fee Based Income PT Bank

Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur.

Tingkat fee based income di PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur mengalami fluktuasi. Terjadi naik-turunnya tingkat fee based income yang belum menentu ini disebabkan oleh beberapa fakor, diantaranya belum maksimalnya produk-produk jasa lainnya (fee based income). Penyumbang terbesar fee based income berasal dari provisi dan komisi, selain itu produk fee based income yang intensitasnya lebih banyak adalah jasa pengirimian uang dari luar negeri. Kondisi ini diakibatkan, karena banyaknya penduduk sekitar yang bekerja diluar negeri dan menggunakan jasa kiriman uang luar negeri untuk dikirimkan kepada keluarganya yang berada di Indonesia. Walaupun bukan sebagai penyumbang pengahasilan fee based income terbesar, jasa kiriman uang merupakan potensi yang cukup menguntungkan.

Untuk lebih jelas dapat dilihat dari Laporan Keuangan Neraca dan Laporan Rugi/Laba Perbandingan PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch periode 2009 sampai dengan2012 yang telah diolah kembali di bawah ini : Dalam menghitung besarnya tingkat fee based income,menggunakan perbandingan antara jumlah fee based income dan tingkat penurunan atau kenaikan fee based income. Berikut ini adalah perhitungannya:

FBI Periode X TINGKAT FBI = -------------------------------- X 100% Jumlah FBI Selama 4 Periode

Kondisi fee based income PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur untuk periode 2009 sampai dengan 2012, posisi tingkat fee based income terendah terjadi tahun 2011.

Page 41: JURNAL Ekono Oktober 2013

39

Sedangkan, posisi tertinggi fee based income terjadi pada tahun tahun 2009, kondisi ini dapat dilihat pada perhitungan tingkat fee based income dibawah ini:

Tahun 2009:

=33,17%

Tahun 2010:

= 23,98%

Tahun 2011:

= 16,77%

Tahun 2012 :

=26,07%

Pada Tabel 4. berikut ini terdapat data-data mengenai perkembangan tingkat fee based income pada PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur

Tabel 4. Tingkat Fee Based Income PT Bank

Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur (dalam ribuan rupiah)

TAHUN JUMLAH

FEE BASED INCOME PERSENTASE

2009 1.747.083 33,17%

2010 1.263.084 23,98%

2011 883.326 16,77% 2012 1.373.111 26,07%

Jumlah 5.266.604 Sumber: Data Perusahaan tahun 2009 sampai dengan 2012

yang telah diolah kembali. Dari Tabel 4. dan Grafik 1. di atas dapat

diperoleh informasi bahwa perkembangan tingkat fee based income untuk periode 2009 sampai dengan tahun 2012 berkisar antara 16,77% hingga 33,17% dengan rata-rata 25%. Terjadi fluktuasi tingkat fee based income, ketika mengalami kenaikan pada tahun 2009 sebesar 33,17%, pada tahun selanjutnya yaitu tahun 2010 dan 2011 terjadi penurunan sebesar 23,98% dan 16,77%, hal ini disebabkan terjadi penurunan dalam pendapatan provisi dan komisi administrasi pelunasan kredit yang cukup besar.

Pendapatan tersebut salah satu penyumbang yang cukup besar pada fee based income. Pada akhir tahun 2012 terjadi kenaikan tingkat fee based income sebesar 26,77%, ini dihasilkan dari upaya peningkatan fee based income dengan melakukan promosi-promosi kepada para nasabah baru untuk membuka rekening baru dengan menggunakan

produk tabungan, giro, dan deposito baik produk yang sudah tersedia maupun produk yang baru, sehingga pendapatan dari provisi/fee administrasi tabungan, giro, dan deposito mengalami kenaikan yang cukup tinggi.

Grafik 1. Grafik Fee Based Income PT Bank Jabar-

Banten Tbk Sub Branch Cipanas-Cianjur Periode 2009-2012 Dalam rupiah

0

500000

1000000

1500000

2000000

2009 2010 2011 2012

Fee Based Income

Disisi lain juga bank mempromosikan

kepada para nasabah untuk menggunakan jasa perbankan lainnya untuk memudahkan dalam segala jenis transaksi dan pelayanan jasa lainnya yang akan meningkatkan penghasilan bank bukan hanya dari segi spread based melainkan dari segi fee based income juga turut berperan penting.

4.2. Kondisi Tingkat Profitabilitas (ROA) PT

Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur.

Setiap bank tentunya berusaha untuk terus meningkatkan keuntungan secara maksimal, namun di lain pihak persaingan dalam dunia usaha perbankan berjalan dengan ketat dan kompetitif. Tingkat kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan disebut dengan tingkat profitabilitas.

Penilaian tingkat profitabilitas yang paling umum digunakan oleh pihak bank adalah menggunakan metode Return On Asset (ROA), karena di dalamnya turut memperhitungkan bagaimana kemampuan manajemen bank dalam mengelola asetnya untuk menghasilkan laba. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank memperoleh laba secara keseluruhan. Semakin besar pertumbuhan Return On Asset suatu bank maka akan semakin besar pula tingkat keuntungan yang akan diperoleh bank yang bersangkutan serta akan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset.

Tingkat profitabilitas PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur adalah rasio Return On Asset yang diperoleh dari perbandingan laba sebelum pajak terhadap total aktiva.

Page 42: JURNAL Ekono Oktober 2013

40

Untuk menghitung tingkat profitabilitas, berikut ini perhitungan Return On Asset (ROA) untuk periode tahun 2009 sampai dengan 2012

Tahun 2009:

= 9,36 %

Tahun 2010:

= 8,03 %

Tahun 2011:

= 8,28 %

Tahun 2012:

= 11,68 %

Pada tabel berikut terdapat data-data

mengenai perkembangan profitabilitas serta tingkat pertumbuhannya pada PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur:

Tabel 5. Tingkat Profitabilitas PT Bank Jabar-Banten

Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur (dalam ribuan rupiah)

TAHUN TOTAL AKTIVA

LABA SEBELUM

PAJAK

ROA (%)

2009 80.992.562 7.583.639 9,36

2010 84.416.522 6.783.470 8,03

2011 91.252.346 7.555.039 8,28

2012 106.745.134 12.467.204 11,68

Sumber: Data Perusahaan tahun 2009 sampai dengan 2012 yang telah diolah kembali.

Dalam Tabel 5. dan Grafik 3. dapat diperoleh data bahwa perkembangan tingkat profitabilitas untuk poriode 2009 sampai dengan 2012 mengalami fluktuasi, yaitu tahun 2010 terjadi penurunan sebesar 1,33%, ini disebabkan kurangnya tingkat promosi bank kepada para nasabah untuk lebih banyak penggunaan jasa-jasa bank lainnya untuk memudahkan segala jenis transaksi. Dari hasil evaluasi pihak bank untuk meningkatkan tingkat profitabilitas (ROA) berhasil pada tahun selanjutnya karena mengalami kenaikan kembali pada tahun 2011 dan 2012 masing-masing tingkat kenaikannya adalah 0,25% dan 3,4%.

Grafik 2. Grafik Tingkat Profitabilitas PT Bank Jabar-Banten Tbk Sub Branch Cipanas-Cianjur Periode 2009-2012Dalam persen (%)

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, adanya

beberapa indikasi hubungan antara fee based income dengan tingkat profitabilitas (ROA). Salah satu indikasinya antara lain, pada tahun 2010 dan 2011 terjadi penurunan tingkat fee based income dengan masing-masing rasio penurunannya adalah 23,98% dan 16,77%. Penurunan fee based income menyebabkan turunnya tingkat profitabiltas pada tahun yang sama yaitu tahun 2010, tingkat profitabilitasnya menjadi 8,03%. Namun ketika tahun 2011 ketika fee based income turun, tingkat profitabilitas naik sebesar 0,25% dari tahun 2010, ini diakibatkan oleh kenaikan pendapatan dari segi spread based. Pada tahun selanjutnya yaitu tahun 2012, fee based income mengalami kenaikan menjadi 26,77%. sehingga tingkat profitabilias pun ikut naik menjadi 11,68 %.

4.3. Pengaruh Fee Based Income terhadap

Profitabilitas (ROA) pada PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur. Pengaruh antara fee based income yang

dijadikan variabel (X) terhadap tingkat profitabilitas Return On Asset (ROA) yang dijadikan variabel (Y), Tabel 6. Hubungan Antara Fee Based Income dan

Profitabiitas (ROA) Pada PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur Periode 2009-2012

TAHUN X Y X2 Y2 XY 2009 33,17 9,36 1100,25 87,61 310,47 2010 23,98 8,03 575,04 64,48 192,56 2011 16,77 8,28 281,23 68,56 138,86 2012 26,07 11,68 679,64 136,41 304,50

∑ 99,99 37,35 2636,17 357,07 946,38

Dari Tabel 6. Hubungan Fee Based Income

dan Profitabilitas Return On Asset (ROA) dapat dibuat tabel Pengaruh Fee Based Income terhadap Profitabilitas Return On Asset (ROA), yang

Page 43: JURNAL Ekono Oktober 2013

41

selanjutnya akan diterapkan ke dalam metode perhitungan statistik berikut ini:

Untuk mengetahui hubungan antara Fee Based Income terhadap Profitabilitas Return On Asset (ROA) pada PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur, menggunakan analisis statistik.

4.4. Analisis Data dan Interpretasi 4.4.1. Analisis Regresi Linier

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif Fee Based Income atau X terhadap Profitabilitas Return On Asset (ROA) atau Y. Langkah pertama yang harus dilakukan untuk menguji hipotesis tersebut adalah menghitung persamaan regresi sederhana pasangan variabel ini. Untuk mengetahui signifikansi regresi tersebut digunakan persamaan sebagai berikut:

Y = a + bX

Dimana: Y = Tingkat Return On Asset X = Tingkat Fee Based Income a = Nilai konstanta= harga Y jika X = 0 b = Koefisien nilai arah Berdasarkan perhitungan pada tabel 6 maka

dapat diperoleh hitungan sebagai berikut:

Sedangkan koefisien regresi (b)

Dari perhitungan di atas, menghasilkan koefisien intercept a = 7,01 sedangkan koefisien arah regresi b = 0,09. Dalam hal ini terlihat bahwa bentuk hubungan pasangan variabel ini dapat digambarkan melalui persamaan regresi sebagai berikut :

Y = 7,01 + 0,09X

Dimana: Y = Tingkat Return On Asset X = Tingkat Fee Based Income Persamaan regresi di atas menunjukkan

bahwa setiap kenaikan fee based income sebesar X satuan akan mempengaruhi kenaikan tingkat profitabilitas (ROA) sebesar Y satuan. Sebagai contoh, pada saat tingkat fee based income sebesar 0% maka tingkat profitabilitas (ROA) bank adalah 7,01%. Kemudian setiap terjadi perubahan fee based income sebesar 1% maka akan menyebabkan kenaikan tingkat profitabilitas (ROA) bank sebesar 0,09%.

4.4.2. Analisis Korelasi Fee Based Income

Terhadap Profitabiltas (ROA) pada PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur.

Analisis korelasi ini dilakukan untuk mengukur kuat atau lemahnya hubungan antara variabel bebas (fee based income) dengan variabel terikat (return on asset) pada PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur. Hasil analisis korelasi menghasilkan angka r yang merupakan nilai konstanta bernilai -1≤ r ≤ = 1. Angka ini menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antara dua variabel atau lebih secara bersama-sama dengan variabel yang lain.

Dengan analisis korelasi ini hubungan antara Fee Based Income dan Profitabilitas Return On Asset (ROA) ditentukan dengan menggunakan persamaan yang disajikan dalam perhitungan berikut ini:

r =

{ }{ }2222 )Y(Yn)X()Xn()Y)(X(XY)n(

å-åå-å

åå-å

Page 44: JURNAL Ekono Oktober 2013

42

r =

{ }{ }222 (37,35)4(357,07))99,99()4(2636,17

)37,35)(99,99(4(946,38)

--

-

r =

{ }{ }02,139528,4281999868,105443734,63 52,7853

--

-

r =

{ }{ }26,3368,54689,50

r = 58,18182

89,50

r = 84,13489,50

r = 377,0

Berdasarkan hasil perhitungan diatas,

diperoleh nilai korelasi (r) sebesar 0,377. Nilai tersebut menunjukan adanya hubungan korelasi positif antra fee based income dengan tingkat profitabilitas (ROA) di mana kenaikan tingkat fee based income akan bersamaan dengan kenaikan tingkat profitabilitas (ROA), demikian pula sebaliknya.

Nilai korelasi menunjukkan nilai (r) terletak diantara 0,20 – 0,399, maka dapat diinterpretasikan bahwa hubungan antara nilai fee based income dan Return On Asset (ROA) adalah rendah searah.

Nilai (r) hasil dari analisis korelasi masih perlu diuji signifikansinya, dengan cara mengkonsultasikan dengan nilai t hitung dengan t tabel. Dari hasil perhitungan yang dilakukan penulis diperoleh t hitung sebagai berikut:

Dengan menggunakan tingkat signifikansi

5% (a = 0,05) dan degree of freedom (n-2) diperoleh t tabel 4,303. Dasar pengambilan keputusan yaitu, tolah H0 jika - t hitung atau t hitung > t tabel. Karena t hitung < t tabel (0,575 < 4,303), maka H0 diterima artinya bahwa tidak ada hubungan secara siginifikan antara Fee Based Income dengan Return On Asset (ROA).

4.4.3. Koefiesien Determinasi Fee Based Income

Terhadap Profitabiltas (ROA) pada PT

Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur. Koefisien determinasi digunakan untuk

mengetahui persentase pengaruh varibel X (fee based income) sebagai variabel bebas terhadap variabel Y (return on asset) sebagai variabel terikat. Untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel X terhadap variabel Y dapat diperoleh dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Kd = r2 x 100% Kd = (0,377)2 x 100% Kd = 0,142 x 100% Kd = 14,2%

Koefisien determinasi yang diperoleh adalah

14,2%. Hal ini menunjukan bahwa kontribusi pengaruh fee based income terhadap profitabilitas (ROA) yang dicapai selama periode 2009 - 2012 pada PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur adalah sebesar 14,2%, sedangkan sisanya sebesar 85,8% merupakan kontribusi faktor lain di luar fee based income yang turut mempengaruhi besarnya Retrun On Asset

. 4.4.4. Interpretasi

Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan sebelumnya, maka temuan penelitian ini dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut : 1). Fee Based Income dengan Profitabilita (ROA)

merupakan dua variabel yang bersifat linear yang ditunjukan melalui persamaan regresi Y = 7,01 + 0,09X. Hal ini mereflesikan bahwa tanpa interpretasi terhadap faktor fee based income, posisi tingkat profitabilitas (ROA) berada pada titik konstan 7,01. Setiap penambahan satu persen pada faktor fee based income, maka akan diikuti oleh peningkatan profitabilitas (ROA) bank sebesar 0,09%.

2). Hubungan positif tetapi tidak signifikan antara fee based income terhadap profitabilitas (ROA) yang ditunjukan melalui nilai korelasi sederhana pasangan variabel ini (r) = 0,377 dengan harga t

hitung lebih kecil daripada < t tabel (0,377 < 4,303). Temuan ini mengisyaratkan bahwa semakin tinggi fee based income, semakin tinggi pula tingkat profitabilitas (ROA).

3). Merujuk pada koefisien korelasi diatas, koefisien korelasi determinasinya adalah 0,142 yang berarti bahwa kontribusi atau pengaruh yang diberikan oleh fee based income tehadap profitabilitas (ROA) sebesar 14,2%.

Sesuai dengan temuan di atas maka hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini dapat diterima kebenarannya secara empiris. Temuan ini menegaskan bahwa Profitabilitas (Return On Asset) pada dasarnya tidak terlepas dari faktor fee based income. Semakin tinggi tingkat fee based income

Page 45: JURNAL Ekono Oktober 2013

43

maka akan menyebabkan semakin tinggi pula tingkat profitabilitas (Return On Asset). Dengan demikian, jika faktor fee based income dapat dioptimalkan dan ditingkatkan oleh pihak PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur, maka secara langsung akan berpengaruh terhadap upaya peningkatan Profitabilitas (Return On Asset). 5. Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Perkembangan tingkat fee based income untuk periode 2009 sampai dengan tahun 2012 berkisar antara 16,77% hingga 33,17% dengan rata-rata sebesar 25%. Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa perkembangan tingkat Fee based income mengalami fluktuasi. hal ini disebabkan terjadi penurunan dalam pendapatan provisi dan komisi administrasi pelunasan kredit yang cukup besar. Pendapatan tersebut salah satu penyumbang yang cukup besar pada fee based income. Namun pada akhir tahun 2012 terjadi kenaikan tingkat fee based income sebesar 26,77%, ini dihasilkan dari upaya peningkatan fee based income dengan melakukan promosi-promosi

2. Tingkat profitabilitas (ROA) yang ditunjukkan selama periode 2009 sampai dengan 2012 PT Bank-Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur berkisar antara 8,03% hingga 11,68 dengan rata-rata sebesar 9,34%. Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa tingkat profitabilitas (ROA) mengalami fluktuasi sehingga pendapatan bank pun mengalami fluktuasi. Namun fluktuasi selama empat tahun ini hanya terjadi penurunan sekali yaitu pada tahun 2010 dan pada tahun selanjutnya mengalami kenaikan kembali.

3. Hasil penelitian bahwa uji korelasi yang menghasilkan r sebesar 0,377 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara fee based income dengan tingkat profitabilitas (ROA) pada PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur. Persamaan regresi yang dihasilkan yaiut Y = 7,01 + 0,09X, persamaan regresi ini menunjukan bahwa setiap kenaikan fee based income sebesar X satuan akan mempengaruhi kenaikan tingkat profitabilitas (ROA) sebesar Y satuan. Sebagai contoh, pada saat tingkat fee based income sebesar 0% maka tingkat profitabilitas (ROA) bank adalah 7,01%. Kemudian setiap terjadi perubahan fee based income sebesar 1% maka akan menyebabkan kenaikan tingkat profitabilitas (ROA) bank sebesar 0,09%.

Sesuai dengan uraian di atas, maka hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini dapat diterima kebenarannya secara empiris. Temuan ini menegaskan bahwa profitabilitas (return on asset) pada dasarnya tidak terlepas dari faktor fee based income. Semakin tinggi fee based income suatu bank, maka akan meningkatkan tingkat profitabilitas (return on asset).

Saran

Berikut saran-saran kepada pihak PT Bank Jabar-Banten Tbk. Sub Branch Cipanas-Cianjur.

1. Menambah produk-produk jasa bank lainnya untuk memudahkan para nasabah untuk bertransaksi misalnya Internet Banking. Nasabah dapat lebih cepat dalam bertransaksi selain menggunakan Mobile Banking sehingga fee based income akan meningkat karena pendapatan dari transaksi-transaksi nasabah yang akan semakin bertambah intensitasnya.

2. Meningkatkan promosi-promosi produk jasa bank lainnya baik yang baru dikeluarkan atau yang sudah lama menjadi produk unggulan sehingga para nasabah lebih memahami dan tertarik untuk menggunakan produk-produk jasa bank lainnya dalam berbagai aktivitas bertransaksi.

3. Berani bersaing dengan bank-bank lainnya dalam berbagai aspek salah satunya dalam hal harga. Bank harus berani menaruh harga yang kompetitif dengan bank lainnya sehingga fee based income akan meningkat seiring dengan bertambahnya nasabah yang menggunakan produk dan pelayanan jasa bank lainnya.

Daftar Pustaka Brigham, Eugene F dan Joel F. Houston. Dasar-

Dasar Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. 2010

Garrison, Ray H, Eric W Noreen, dan Peter C Brewer. Akuntansi Manajerial. Jakarta: Salemba Empat. 2008

Hasibuan, Malayau S.P. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2008

IAI. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. 2000

Judisseno, Rimsky K. Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum. 2005 Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan. Jakarta:

Rajawali Pers. 2008 N.Lapoliwa, dan Daniel S. Kuswandi, Akuntansi

Bank, Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia Jakarta, 2000

Sarwono, Jonathan. Pintar Menulis Karangan Ilmiah. Jakarta: CV Andi Offset. 2010

Semiawan, Conny R. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Page 46: JURNAL Ekono Oktober 2013

44

Sugiyono.Prof.Dr Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta. 2008

Susilo Sri., Sigit, Totok Budi Santoso A. Bank dan Lembaga Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. 2000

Suyatno, Thomas., dkk. Kelembagaan Perbankan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum. 1999

Van Horne, James C dan John M. Wachowicz. Fundamentals Of Financial Management. Jakarta: Salemba Empat. 2001

www.bankbjb.co.id Undang-undang Nomor 10 Tahun1998 Undang-undang Nomor 23 Tahun1999

Riwayat Penulis Wenny Djuarni, SE., MS.i, mengajar di Universitas Putra Indonesia (UNPI) Cianjur, Pendidikan SI dari Institut Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN) dan S2 dari Universitas Padjajaran Bandung, Alamat rumah Margahayu Raya Barat Blok P II No. 16 Bandung 40286. Tlp 022- 7560917. HP 08122084035. Email: [email protected]

Page 47: JURNAL Ekono Oktober 2013

45

Jurnal Ekono Insentif Kopwil4, Volume 7 No. 2, Oktober 2013

ISSN: 1907 - 0640, halaman 45 s.d 55

PENGARUH KEMAMPUAN PENGGUNA TERHADAP

SISTEM INFORMASI AKUNTANSI DAN IMPLIKASINYA PADA KUALITAS INFORMASI

Oleh:

Lilis Puspitawati, Siska Amelia Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), Bandung

Abstrak - Kemampuan pengguna penting dalam pengembangan sistem sebagai komposisi bagi keberhasilan sebuah sistem. Secanggih apapun struktur, sistem, teknologi informasi, semua itu tidak akan dapat berjalan dengan optimal tanpa di dukung SDM yang berkemampuan dan berintegritas. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kemampuan teknis terhadap sistem informasi akuntansi dan implikasinya pada kualitas informasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Unit observasi dalam penelitian ini adalah lima Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat 1 dengan unit analisis pegawai pada seksi Pengolahan Data dan Informasi yang berjumlah 40 orang. Pengujian statistik yang digunakan adalah perhitungan korelasi Pearson Product Moment, analisis jalur, koefisien determinasi, dan uji hipotesis dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS 13 untuk Microsoft Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan KPP di Kanwil Jawa Barat 1 memiliki kemampuan pengguna yang baik. Sistem informasi akuntansi sudah diterapkan dengan baik dan informasi yang dihasilkan juga sudah berkualitas. Kemampuan pengguna memiliki pengaruh yang erat dan berpengaruh positif terhadap penerapan sistem informasi akuntansi. Sistem informasi akuntansi memiliki berpengaruh positif terhadap kualitas informasi. Kata Kunci: Kemampuan Pengguna, Sistem Informasi Akuntansi, dan Kualitas Informasi The Influence of User Capability To Accounting Information System and Their impact to Information Quality

Abstract - It is importance of user capability in developing the system as a system successful composition. Any sophisticated structures, systems, technology information, method sand work flow of the organization; it will not be running optimally without the support of capable human resources and integrity. The purpose of this study is to determine the effect of the user capability to accounting information systems their implications on the quality of information. The method that been used in this research are descriptive and verifycative methods. The unit of observation five Small Taxpayer Office Jawa Barat 1 Region with the unit of analysis were employees in Data and Information Processing section totaled 40 peoples. Statistical test used was the calculation of Pearson Product Moment correlation, path analysis, the coefficient of determination and hypothesis test using SPSS 13 application assistance for Microsoft Windows. The result showed that in overall Small Taxpayer Office Jawa Barat 1 Region has a good user capability. Accounting information system are implemented as well and the resulting information has also been qualified. User capability has tight influence positively for the accounting information system implementation. Accountin information system implementation influence positively for the information quality. Keywords: User Capability, Accounting Information System, and Information Quality 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penelitian

Ketergantungan manusia akan informasi semakin bertambah maka kualitas informasi harus selalu ditingkatkan. Informasi yang baik memiliki beberapa faktor antara lain data yang akurat, relevan, tepat waktu, dan lengkap (Mc. Leod, 2007:46). Untuk memenuhi faktor faktor tersebut, maka tidak cukup kalau pengelolaan data laporan

keuangan hanya mengandalkan fisik ditambah dengan peralatan bantu sekedarnya, tetapi dibutuhkan alat bantu yang berkecepatan tinggi dan sangat akurat dalam memproses data-data laporan keuangan tersebut (Romney, 2005:5).

Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya. Informasi sebagai data yang telah diproses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang yang

Page 48: JURNAL Ekono Oktober 2013

46

menggunakan data tersebut (Jogiyanto, H.M, 2005:53). Menurut Kieso (2010:50) kualitas informasi terdiri dari relevansi dan realibilitas yang merupakan dua kualitas primer yang membuat informasi akuntansi berguna untuk pengambilan keputusan.

Kualitas informasi memiliki peran penting dalam proses pengadopsian sistem informasi akuntansi, bukti ini menunjukkan bahwa suatu organisasi harus memperoleh pengetahuan tentang ukuran kualitas informasi yang tepat. Agar sistem pengadopsian ini meningkatkan kinerja dan membuat keuntungan bagi suatu organisasi (Wongsim & Jing Gao, 2011).

Sistem Informasi Akuntansi merupakan kumpulan dari subsistem-subsistem yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mengolah data keuangan menjadi informasi keuangan yang diperlukan oleh pengambil keputusan dalam proses pengambilan keputusan (Azhar Susanto, 2009:18).

John Bruch dan Gery Grudnitski (1986:196) menggambarkan pilar kualitas informasi data yang merupakan bahan mentah yang harus diolah untuk menghasilkan informasi melalui suatu model. Model yang digunakan untuk mengolah data tersebut disebut model pengolahan data atau dikenal dengan siklus pengolahan data (siklus informasi). Data diolah melalui suatu model menjadi informasi, penerima kemudian menerima informasi tersebut, sehingga bisa melakukan pengembilan keputusan, dengan keputusan tersebut bisa melakukan tindakan sehingga menghasilkan hasil sebuah tindakan, hasil tadi dijadikan data dan selanjutnya dijadikan sebagai masukan untuk diolah kembali menjadi sebuah informasi.

Fungsi dari sistem informasi adalah untuk menyajikan informasi sebagai pendukung pengambilan keputusan, perencanaan, pengendalian, dan perbaikan selanjutnya; untuk menyajikan informasi sebagai pendukung kegiatan operasional sehari-hari; untuk menyajikan informasi yang berkenaan dengan kepengurusan atau struktur manajemen (Mardi, 2011:5).

Komponen sistem informasi merupakan bagian atau partial sistem informasi yang membentuk sistem informasi (Mardi, 2011:20), terdiri dari hardware, software, brainware, prosedure, database, teknologi jaringan komunikasi (Azhar Susanto, 2009: 139-245).

Sistem informasi akuntansi adalah kesatuan struktur organisasi, yang menyediakan sumber daya fisik, dan komponen-komponen lainnya untuk mengubah data ekonomi menjadi informasi akuntansi, dengan tujuan menciptakan kepuasan terhadap kebutuhan informasi untuk berbagai macam penggunanya (Wilkinson, 2000).

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan implementasi Sistem Informasi Akuntansi guna menghasilkan informasi yang

berkualitas adalah penggunanya (user). Informasi dalam suatu perusahaan sebagai alat bantu mencapai tujuan melalui penyediaan informasi. Tetapi peranan yang penting dalam organisasi tetaplah manusia sebagai penentu keputusan. Jadi, peranan manusia dalam sistem informasi sangat vital, karena perencanaan dan perancangan sistem harus lebih jauh memperhatikan faktor manusia (John Burch dan Grudnitski, 1986:97). Selanjutnya Bodnar dan Hopwood (2006:107), juga menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan sistem informasi sangat tergantung pada kesesuaian harapan antara system analys, pemakai (user), sponsor dan customer.

Rosemary Cafasaro dalam O’Brien dan Marakas (2009:138) menyatakan terdapat beberapa alasan yang menyebabkan sukses atau tidaknya suatu organisasi/perusahaan dalam menerapkan sistem informasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan penerapan sistem informasi, antara lain adanya dukungan dari manajemen eksekutif, kemampuan pengguna, keterlibatan end user (pemakai akhir), penggunaan kebutuhan perusahaan yang jelas, perencanaan yang matang, dan harapan perusahaan yang nyata. Sementara alasan kegagalan penerapan system informasi antara lain karena kurangnya dukungan manajemen eksekutif dan input dari end-user, pernyataan kebutuhan dan spesifikasi yang tidak lengkap dan selalu berubah-ubah, serta inkompetensi secara teknologi.

Pendapat Keith Davis dalam Mangkunegara (2000:67) yang menyatakan bahwa, “Kemampuan (ability) sama dengan pengetahuan dan keterampilan (knowledge dan skill).

Amorso (1989) mengatakan bahwa pengguna yang berkualitas adalah faktor yang memegang peranan penting dalam keberhasilan implementasi sistem informasi akuntansi dan penggunaan teknologi informasi yang canggih dalam organisasi, oleh karena itu kualitas pengguna sangat memegang peranan penting dalam implementasi dan pengembangan suatu sistem informasi dan pemilihan orang atau tim yang tepat yang mempunyai kompetensi dan berpengalaman dibidangnya merupakan prasyarat dalam membangun sebuah sistem informasi dalam perusahaan (Sunarti Setianingsih:1998).

Pengguna tersebut adalah pegawai yang kompeten dan dapat diandalkan merupakan sumberdaya yang berharga bagi sebuah bisnis, tujuan fungsi pengguna adalah dengan efektif mengatur sumber daya ini, fungsi personel yang dikembangkan dengan baik meliputi perekrutan, pelatihan, pendidikan yang berkelanjutan, konseling, evaluasi, relasi tenaga kerja, dan administrasi kompensasi ( James A. Hall:2007).

Masalah kualitas informasi menjadi salah satu perhatian khusus bagi Direktorat Jenderal Pajak. Direktorat Jenderal Pajak dapat memonitor

Page 49: JURNAL Ekono Oktober 2013

47

dan mengawasi penerimaan pajak secara on-line melalui sistem Modul Penerimaan Negara, dimana masih ada kelemahan dalam sistem tersebut (Darmin Nasution, 2007). Hal tersebut ditujukkan dengan pernyataan Boediono bahwa lebih dari 20 laporan keuangan kementerian dan lembaga negara belum mendapatkan penilaian wajar dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Artinya, relevansi dan reabilitas dalam pengelolaan keuangan pemerintahpun dinilai masih jauh dari memuaskan (Boediono, 2011). Selain itu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan hasil pemeriksaan BPK atas penerimaan pajak dan kegiatan operasional tahun anggaran 2008 dan 2009, ditemukan kerugian negara di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Satu hingga Rp 96 triliun, dan KPP yang bersangkutan belum melakukan tindak lanjut secara optimal atas potensi penerimaan pajak tersebut. Ini mengakibatkan peredaran usaha yang dilaporkan tidak dapat diyakini kebenarannya.

Selanjutnya Taufiequrachman Ruki, (2011). mengemukakan bahwa Masalah tidak terintegrasinya software menjadi salah satu temuan BPK dalam pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) pada tahun 2010 dikarenakan pencatatan penerimaan menurut kas negara dan DJP menunjukkan jumlah yang berbeda. Dalam Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah, sistem pencatatan penerimaan perpajakan masih memiliki kelemahan sehingga pencatatan menurut Kas Negara sebesar Rp 965,33 miliar di antaranya tidak ditemukan di catatan DJP, pencatatan penerimaan menurut DJP sebesar Rp 645,2 miliar tidak ditemukan di catatan menurut Kas negara. BPK juga menemukan adanya pembatalan penerimaan pajak oleh Bank sebesar Rp 3,39 triliun. Kelemahan lainnya, sistem pengendalian atas pencatatan piutang pajak oleh instansi tersebut masih belum memadai.

Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Luki Alfirman (2010) yang dikemukakanya dalam Seminar Perpajakan intinya adalah sekitar 20% atau sekitar 5.000 hingga 6.000 pegawai Direktorat Jenderal Pajak masih gagap teknologi alias gaptek sehingga tidak maksimal dalam memanfaatkan teknologi modern untuk bekerja.

Sementara itu, Ketua Komwas Perpajakan Anwar Suprijadi (2010) juga mengatakan, permasalahan SDM di lingkungan kantor pajak ini harus ditekankan kepada kualitas tenaga kerja. Mengenai kualitas pekerja yang belum modern, dia mengungkapkan, hal itu bisa ditutupi dengan teknologi informatika.

2. Kajian Pustaka Dan Hipotesis 2.1.1. Kemampuan Pengguna terhadap Sistem

Informasi Akuntansi

Raid Moh’d Al-adaileh (2009) menyatakan Kemampuan pengguna merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi Sistem Informasi Akuntansi dan berpengaruh terhadap Sistem Informasi Akuntansi

Dalam penerapan sistem akuntansi berbasis komputer, kualitas pengguna harus diselaraskan dengan sistem yang akan diterapkan. Dengan demikian, sistem tersebut dapat berjalan secara efektif sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh perusahaan (Lilis Puspitawati, 2010:251). Secanggih apapun struktur, sistem, teknologi informasi, metode dan alur kerja suatu organisasi, semua itu tidak akan berjalan dengan optimal tanpa didukung kemampuan pengguna yang capable dan berintegritas (Siti Kurnia, 2010:114).

Sistem informasi akuntansi yang dapat diandalkan adalah sistem yang mempunyai pengendalian memadai sehingga informasi yang dihasilkan oleh sistem tersebut dapat diandalkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan, dalam hal ini pengendalian merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dari sistem informasi akuntansi yang ada (Romney:2003:123).

Menurut Stephen Robbins yang diterjemahkan oleh Diana Angelica, Ria Cahyani dan Abdul Risyid (2008:52) sebagai berikut:

“Kemampuan pengguna merupakan suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan tertentu”.

Selanjutnya Mardi menjelaskan kriteria dari kemampuan pengguna menurut Mardi (2011:60) adalah: pendidikan dan Pengalaman Sistem Informasi Akuntansi Menurut Wijayanto (2001), sebagai berikut: “Sistem Informasi Akuntansi adalah susunan sebagian dokumen, alat komunikasi, tenaga pelaksana, dan berbagai laporan yang didesain untuk mentransforasikan data keuangan menjadi informasi keuangan.

Menurut Bodnar & Hapwood dalam Lilis Puspitawati & Sri Dewi Anggadini (2011:58), menjelaskan bahwa: “Sistem Informasia kuntansi merupakan sistem berbasis komputer yang dirancang untuk mentransformasi data akuntansi menjadi data informasi, yang mencangkup siklus pemrosesan transaksi, penggunaan teknologi informasi, dan pengembangan sistem informasi.”

Selanjutnya menurut Azhar Susanto (2004), mengemukakan sebagai berikut: “Sistem Informasi akuntansi dapat di definisikan sebagai kumpulan dari subsistem-subsistem yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mengolah data keuangan menjadi informasi keuangan yang diperlukan oleh pengambil keputusan dalam proses pengambilan keputusan”.

Page 50: JURNAL Ekono Oktober 2013

48

Adapun indikator Sistem Informasi Akuntansi menurut Azhar Susanto (2009:139-245), adalah: Hardware, Software, Brainware, Prosedure, database, dan jaringan komunikasi.

Bruwer (1984) Hirschheim (1985), Nelson dan Cheney (1987), dalam Acep Komara (2005) mengemukakan bahwa Kapabilitas personal berpengaruh terhadap Sistem Informasi Akuntansi (CBIS)

Selanjutnya Montazemi (1988) dalam acep komara (2005) mengemukakan bahwa tingkat pengetahuan komputer pengguna akhir (end user) akan mempengaruhi kepuasan dan apresiasi terhadap Sistem Informasi Akuntansi. Berdasarkan kajian pustka dan penelitian tersebut maka dapat dinyatakan hipotesis sebagai berikut: H1.1: Terdapat Pengaruh Positif Signifikan

antara Kemampuan Pengguna terhadap Sistem Informasi Akuntansi.

2.1.2. Pengaruh Sistem Informasi Akuntansi

terhadap Kualitas Informasi .

Pengertian kualitas informasi menurut Suwardjono (2001:58) menyatakan bahwa:

“Karakteristik yang melekat pada informasi sehingga informasi bermakna bagi pemekai dan memberikan keyakinan kepada pemakai sehingga bermanfaat dalam keputusan”.

Menurut Mc. Leod dalam Azhar Susanto (2004:46) mengatakan bahwa suatu informasi yang berkualitas harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Akurat, Tepat waktu, Relevan dan Lengkap.

Menurut Ivana Mamic, Katarina Žager, and Boris Tušek (2006) menyatakan bahwa Penerapan Sistem Informasi Akuntansi berpengaruh Terhadap Kualitas Informasi adalah Informasi akuntansi yang berkualitas dihasilkan oleh Sistem Informasi Akuntansi (SIA) yang mengoptimalkan operasi sistem akuntansinya, karena sistem informasi akuntansi yang berkualitas akan dijadikan manajer untuk pengambilan keputusan, perencanaan, dan pengendalian. Dan juga sistem informasi akuntansi yang berkualitas akan menghasilkan manajemen bisnis yang berkualitas.

Sistem informasi akuntansi bervariasi antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya walaupun satu jenis. Sistem informasi akuntansi mengolah data dalam jumlah besar karena didalamnya meliputi berbagai aktivitas pengolahan transaksi seperti aktivitas pengumpulan data, pengolahan, penyimpanan, dan dokumentasi diberbagai fungsi operasi atau bagian suatu organisasi. Jadi walaupun sistem informasi akuntansi mengadopsi konsep informasi yang berkualitas akan tetapi bobot aktivitasnya lebih banyak berorientasi kepada pengolahan data (Azhar Susanto, 2010:200).

H1.2: Sistem Informasi Akuntansi berpengaruh terhadap Kualitas

3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif dan Verifikatif Jenis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah data primer Data primer dalam penelitian ini melalui cara menyebarkan kuesioner dan melakukan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, dalam hal ini petugas pajak pada seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) pada Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat 1.

Teknik penentuan data dalam penelitian ini mengunakan populasi untuk menentukan obyek yang memiliki karateristik tertentu. Unit analisis dalam penelitian ini adalah Pegawai Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat 1 khusunya pada bagian PDI (Pengolahan Data dan Informasi). Karena jumlah pegawai Kantor Pelayanan Pajak pada seksi PDI yang ada di wilayah Kanwil Jabar I keseluruhan berjumlah 40 orang, maka dapat disimpulkan bahwa populasi dalam penelitian ini adalah 40 orang. Adapun jumlah pegawai seksi PDI pada masing-masing Kantor Pelayanan Pajak Kanwil Jabar I. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara, yaitu observasi, wawancara, kuesioner, dan studi kepustakaan. Rancangan Analisis

Sebelum data di analisis, terlebih dahulu dilakukan pengolahan data. Setelah data terkumpul melalui kuesioner maka langkah selanjutnya adalah melakukan tabulasi, yaitu memberikan nilai (scoring) sesuai dengan sistem yang ditetapkan. Scoring dilakukan dengan menggunakan skala likert 5 – 4 – 3 – 2 – 1.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan jenis analisis kualitatif dan menggunakan pendekatan analisis data kuantitatif, dengan menggunakan alat bantu analisis data statistik, baik yang bersifat deskriptif maupun verifikatif yang digunakan dalam penelitian ini. Metode Deskriptif

Penelitian Deskriptif adalah jenis penelitian yang menggambarkan bagaimana masing masing variable penelitian. Kriteria Penilaian

Skor Aktual Skor Total = X 100 % Skor Ideal

Page 51: JURNAL Ekono Oktober 2013

49

Skor aktual adalah jawaban seluruh responden atas kuesioner yang telah diajukan. Skor ideal adalah skor atau bobot tertinggi atau semua responden diasumsikan memilih jawaban dengan skor tertinggi. Metode Verifikatif

a. Analisis Jalur (Path Analysis) Analisis jalur mengkaji hubungan sebab akibat yang bersifat struktural dari variabel independen terhadap variabel dependen dengan mempertimbangkan keterkaitan antar variabel independen.

b. Analisis Korelasi Menurut Sujana dalam Umi Narimawati (2010 : 49), pengujian korelasi digunakan untuk mengetahui kuat tidaknya hubungan antara variabel x dan y, dengan menggunakan pendekatan koefisien korelasi Pearson dengan rumus:

Umi Narimawati (2010:50)

dimana : -1£ r £ +1 r = koefisien korelasi x = Kemampuan Pengguna, Penerapan SIA z = kualitas Informasi n = jumlah responden Koefisien Determinasi

Persentase peranan semua variable bebas atas nilai variable bebas ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi (R2). Semakin besar nilainya maka menunjukkan bahwa persamaan regresi yang dihasilkan baik untuk mengestimasi variable terikat. Hasil koefisien determinasi ini dapat dilihat dari perhitungan dengan Microsoft/SPSS atau secara manual didapat dari R2 = SSreg/Sstot

Pengujian Hipotesis

Terdapat dua hipotesis dalam penelitian ini. Kedua hipotesis ini diuji dengan statistik uji t dengan ketentuan H0 ditolak jika thitung lebih besar dari nilai kritis t untuk α= 0,05 sebesar 1,96.

4. Hasil Penelitian Dan Pembahasan. a. Analisis kemampuan pengguna terhadap

sistem informasi akuntansi.

Berdasarkan analisis deskriptif kemampuan pengguna berada pada katagori baik dengan persentase sebesar 69,7%, sedangkan sistem informasi akuntansi berada pada kategori cukup baik dengan persentase sebesar 63,0%. Namun masih perlu ditingkatkan menjadi katagori baik ideal. Dalam peningkatan kemampuan pengguna pada KPP di Kanwil Jawa Barat 1 perlu mempertimbangkan indikator variabel kemampuan pengguna.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mendukung terhadap fenomena yang ada, karena fenomena ini menyatakan sekitar 20% atau sekitar 5.000 hingga 6.000 pegawai Direktorat Jenderal Pajak masih gagap teknologi alias gaptek sehingga tidak maksimal dalam memanfaatkan teknologi modern untuk bekerja (Luki Alfirman, 2010). Fenomena ini didukung oleh hasil analisis pada indikator pengalaman yang memiliki persentase sebesar 63,2% yang artinya berada pada kategori cukup baik sehingga pengalaman pengguna harus terus di tingkatkan agar mengurangi pegawai yang gagap teknologi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis yang menggunakan software SPSS didapatkan hasil verifikatif yaitu koefisien standardized antara pengaruh kemampuan pengguna terhadap sistem informasi akuntansi adalah sebesar 0,825 artinya terdapat hubungan kuat antara variabel kemampuan pengguna terhadap sistem informasi akuntansi . Kemudian untuk nilai koefisien determinasi adalah sebesar 68,1% yang artinya terdapat pengaruh yang cukup kuat antara kemampuan pengguna terhadap sistem informasi akuntansi, dan sisanya sebesar 31,9% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar kemampuan pengguna seperti ukuran organisasi, dukungan manajemen puncak, formalisasi pengembangan sistem informasi, keberadaan dewan pengarah sistem informasi. b. Pengaruh sistem informasi akuntansi

terhadap kualitas informasi Berdasarkan analisis deskriptif sistem

informasi akuntansi berada pada katagori cukup baik dengan persentase sebesar 63,0%, sedangkan kualitas informasi berada pada kategori cukup baik dengan persentase sebesar 66,6%. Namun masih perlu ditingkatkan menjadi katagori baik ideal. Dalam peningkatan sistem informasi akuntansi pada KPP di Kanwil Jawa Barat 1 perlu mempertimbangkan indikator variabel sistem informasi akuntansi supaya semua sistem dapat berjalan dengan baik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada variabel sistem informasi akuntansi mendukung terhadap fenomena yang ada, fenomena yang disebutkan pada latar belakang bahwa software atau aplikasi MPN belum terintegrasi hal itu menyebabkan pencatatan penerimaan menurut

Kd = r2x100%

Page 52: JURNAL Ekono Oktober 2013

50

kas negara dan DJP menunjukkan jumlah yang berbeda (Taufiequrachman Ruki, 2011). Fenomena ini didukung oleh oleh hasil analisis pada indikator software yang memiliki persentase sebesar 62,3% yang artinya berada pada kategori cukup baik sehingga masih harus terus ditingkatkan pengembangan software tersebut. Sedangkan ketika beban kerja tinggi maka tingkat koneksi MPN lamban atau “hang”(Dimas Besmaputra,2009). Fenomena ini didukung oleh hasil analisis pada indikator jaringan teknologi komunikasi yang memiliki persentase sebesar 65,5% yang artinya berada pada kategori cukup baik sehingga masih harus terus ditingkatkan perawatan dari router yang menghubungkan koneksi dari internet ke semua jaringan komputer.

Sementara hasil penelitian yang dilakukan peneliti pada variabel kualitas informasi mendukung terhadap fenomena yang ada, fenomena yang disebutkan pada latar belakang bahwa hasil pemeriksaan BPK atas penerimaan pajak dan kegiatan operasional tahun anggaran 2008 dan 2009, ditemukan potensi kerugian negara di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Satu hingga Rp 96 triliun. Ini mengakibatkan peredaran usaha yang dilaporkan tidak dapat diyakini kebenarannya (Herdaru Purnomo, 2010). Fenomena ini didukung oleh oleh hasil analisis pada indikator akurat dengan persentase sebesar 66,3% yang artinya tingkat keakuratan informasi yang dihasilkan berada pada kategori cukup baik sehingga diperlukan ketelitian dalam melakukan input data agar menghasilkan data yang dapat di yakini keakuratanya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis yang menggunakan software SPSS didapatkan hasil verifikatif yaitu koefisien standardized antara pengaruh kemampuan pengguna terhadap sistem informasi akuntansi adalah sebesar 0,865 artinya terdapat hubungan kuat antara variabel sistem informasi akuntansi terhadap kualitas informasi. Kemudian untuk nilai koefisien determinasi adalah sebesar 78,4% yang artinya terdapat pengaruh yang cukup kuat antara sistem informasi akuntansi terhadap kualitas informasi, dan sisanya sebesar 25,2% dipengaruhi oleh factor-faktor lain diluar sistem informasi akuntansi seperti data quality (Xu & Lu:2003), process orientation and proper managerial and business knowledge of information specialists (Turk et al; 2006).

c. Pengaruh Kemampuan Pengguna terhadap

Sistem Informasi Akuntansi dan Implikasinya pada Kualitas Informasi

Kemampuan pengguna dan sistem informasi akuntansi memberikan pengaruh yang besar terhadap kualitas informasi pada Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat I. Pada dasarnya kualitas informasi yang ada pada Kantor Pelayanan

Pajak di Kanwil Jabar I dapat dikatakan cukup baik terutama dalam penentuan risiko, namun masih belum mencapai nilai ideal.

Hasil hipotesis diperoleh koefisien jalur kemampuan pengguna dan sistem informasi akuntansi terhadap kualitas informasi sebesar 84,2%. Karena koefisien jalur sistem informasi akuntansi (84,2%) lebih besar dari nol, maka H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan pengguna dan sistem informasi akuntansi berpengaruh secara bersama-sama terhadap kualitas informasi pada KPP Kanwil Jawa Barat I.

Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa apabila kemampuan pengguna diterapkan dengan baik, maka kualitas sistem informasi akuntansi akan lebih baik, dengan berkualitas sistem informasi akuntansi, maka dapan menghasilkan informasi yang berkualitas. 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah, pengembangan hipotesis atas dasar teori-teori yang berhubungan, serta hasil analisis yang telah dibahas sebagaimana telah disajikan pada bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan pengguna berpengaruh terhadap sistem informasi akuntansi sebesar 68,1% Fenomena yang terjadi pada sistem informasi akuntansi yaitu aplikasi software MPN belum sepenuhnya terintegrasi, hal itu menyebabkan sering terjadinya perbedaan pencatatan antara Ditjen Pajak dan Ditjen Perbendaharaan Negara serta jaringan teknologi komunikasi atau network pada aplikasi MPN masih sering gagal, terjadi karena kapasitas jaringan atau server yang tersedia belum optimal, dan sekitar 20% pegawai Direktorat Jenderal Pajak masih gagap teknologi alias gaptek. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas sistem informasi akuntansi dipengaruhi cukup tinggi oleh kemampuan pengguna.

2. Sistem informasi akuntansi berpemgaruh terhadap kualitas informasi sebesar 78,4% Kualitas informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi akuntansi di Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat I dikategorikan cukup baik. Namun terkadang masih kurang akurat sehingga relevansi informasi yang dihasilkan menjadi berkurang dan penyajian informasi terkadang menjadi tidak tepat waktu. Sebaiknya penerapan sistem informasi akuntansi pada KPP di Kanwil Jawa Barat 1 perlu diperbaiki agar informasi yang dihasilkan tersedia pada saat dibutuhkan .

3. Kemampuan pengguna dan sistem informasi akuntansi memberi pengaruh yang besar

Page 53: JURNAL Ekono Oktober 2013

51

terhadap kualitas informasi pada Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jawa Barat 1 sebesar 84,2% Sistem informasi yang teritegritas akan mengahasilkan informasi yang berkualitas karena informasi yang berkualitas akan meningkatkan kinerja dan membuat keuntungan bagi suatu orgaisasi.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan bahwa kemampuan pengguna dan Sistem Informasi Akuntansi telah terbukti memberikan pengaruh yang positif terhadap Kualitas Informasi yang dihasilkan pada KPP di Kanwil Jawa barat 1 untuk itu peneliti mencoba memberikan saran yang mungkin dapat dijadikan masukkan kepada KPP di Kanwil Jawa barat 1 antara lain sebagai berikut:

1. Bahwa gap yang terjadi antara nilai ideal dan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa sistem informasi akuntansi perlu ditingkatkan kualitasnya melalui peningkatan pada kemampuan pengguna terutama yang berkaitan dengan pengalaman yang kategorinya cukup baik, artinya masih jauh dari nilai ideal. Untuk itu perlu dibuat suatu kebijakan misalnya dengan mengadakan pelatihan Sistem Informasi DJP yang berkelanjutan kepada seluruh pegawai di Kantor Palayanan Pajak.

2. Gap yang terjadi antara nilai ideal dan hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa informasi perlu ditingkatkan kualitasnya melalui perbaikan pada sistem informasi akuntansi, terutama yang berkaitan dengan aplikasi software dan teknologi jaringan komunikasi. Sebaiknya diadakan pembaharuan sistem informasi akuntansi, misalnya memperbaiki sistem atau jaringan komunikasi dengan menggarti server lama dengan server baru yang kapasitasnya lebih besar.

3. Pada dasarnya kualitas informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi akuntansi yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak di Kanwil Jabar I terutama dalam hal Modul Penerimaan Negara bisa dibilang sudah baik atau berkualitas. Namun informasi yang dihasilkan terkadang masih kurang tepat waktu. Jadi sebaiknya Kantor Pelayanan Pajak mulai memperbaiki sistem atau jaringan komunikasinya agar informasi dapat diakses dengan cepat dan tidak menghambat proses pengambilan.

Daftar Pustaka

Acep Komara. 2005. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Sistem Informasi

Akuntansi. Seminar Nasional Akuntansi VIII-Solo, 15-16 September 2005.

Amoroso, D.L; And Chenney, P.H. (1991). Testing A Causal Model of End-User Application Effectiveness. Journal Of Management Information System. 8 (1).Pp. 63-89

Azhar, Susanto. 2009. Sistem Informasi Manajemen (Pendekatan Terstruktur – Resiko - Pengembangan). Bandung: Lingga Jaya.

Azhar Susanto. 2004. Sistem Informasi Akuntansi. Bandung: Lingga Jaya

Azhar, Susanto. 2010. Teknologi Informasi untuk Bisnis & Akuntansi Bandung: Lingga Jaya.

Bodnar, George H dan William S. Hoopwood (amir Abadi Jusuf dan Rudi M. Tambunan, Penerjemah). 2006. Sistem Informasi Akuntansi. Jakarta:Salemba Empat.

Boediono. 2011. dalam Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah di kantor Kementerian Keuangan. Diakses pada 19 September, 2011.

Darmin, Nasution. (2007). Artikel Pajak. Diakses Rabu 11 April 2007 dari World Wide Web : http://www.pajakonline.com

Hall, James A. 2007. Accounting Information System. Jakarta: Salemba 4

Ivana Mamic Sacer, Katarina Zager, Boris Tusek. 2006. Accounting Information System’s Quality as The Ground for Quality Business Reporting. IADIS International Conference e-Commerce 2006

Jogiyanto. 2005. Sistem Teknologi Informasi (Edisi 2). Yogyakarta: Andi

John Burch dan Gary Grudnitski. 1986. Information Systems Theory and Practice, John Wiley and Sons, New York.

Kieso, D. E., Weygandt, J. J., & Warfield, T. D. 2010. Intermediate Accounting: IFRS Edition Volume 1. USA: John Wiley & Sons.

Lilis Puspitawati, Sri Dewi Anggadini, 2011. Sistem Informasi Akuntansi. Yogyakarta: Graha Ilmu

Luki Alfirman dan Anwar Suprijadi. 2010, 20% Pegawai Pajak Masih Gaptek. Diakses 29 Juni 2010 dari World Wide Web: http://finance.detik.com

Mangkunegara. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya

Mardi. 2011. Sistem Informasi Akuntansi. Ghalia Indonesia,

Mc. Leod, R., & Schell, G. P. 2007. Management Information Systems (10th ed). New Jersey: Pearson Education.

O’Brien, JA and George Marakas. 2009. Management Information Sistem. Ninth Edition.McGraw-Hill.Inc. Boston.

Page 54: JURNAL Ekono Oktober 2013

52

Raid Moh’d Al-adaileh. 2009. An Evaluation of Information Systems Success: A User Perspective - the Case of Jordan Telecom Group . European Journal of Scientific Research ISSN 1450-216X Vol.37 No.2 (2009), pp.226-239 © Euro Journals Publishing, Inc. 2009 http://www.eurojournals.com/ejsr.htm

Robbins, P. Stephen & Judge, A. Timothy. 2008. Organizational Behavior. Jakarta: Salemba 4

Romney, Marshal B & Paul John Steinbart. 2006. Sistem Informasi Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat

Suwardjono. 2001. Teori akuntansi, Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Yogyakarta: BPFE .

Sunarti Setianingsih.(1998). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Sistem Informasi Akuntansi. Diakses pada 19 maret 2011 dari World Wide Web: http://eprints.upnjatim.ac.id/745

Siti Kurnia Rahayu. 2010. Perpajakan Indonesia Yogyakarta :Graha Ilmu

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Taufiqurachman, Ruki. (2011). Sistem Pajak Masih Lemah. Diakses pada 20 September 2011 dari World Wide Web: http://www.bisniskeuangan.kompas.com

Umi, Narimawati., Sri, Dewi. Anggadini., Linna, Ismawati. (2010). Penulisan Karya Ilmiah. Bekasi: Genesis.

Wongsim, M., & Gao, J. 2011. Exploring Information Quality in Accounting Information System Adoption. IBIMA Publishing, 2011(2011), 1-12.

Wilkinson, Joseph W. Cerullo, Michael J. Raval, Vasant. Wong-on-wing, Bernard. 2000. “Accounting Information Systems: Essential Concepts and Applications, 4th edition”. John Wiley and Sons. The U.S.A.

Curiculum Vitae

Lilis Puspitawati, SE.M.Si.,Ak.,CA adalah dosen tetap Program Studi Akuntansi Unikom Bandung, lahir di Subang tanggal 11 Maret 1975, dapat menghubungi melalui tel. 022-7306031, Hp.: 081322844701, e-mail: Ipu [email protected]

Page 55: JURNAL Ekono Oktober 2013

53

Lampiran Hasil analisis statistik dengan software spss

Tabel 1. Hasil Koefisien Jalur X terhadap Y Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 15.463 2.720 5.684 .000

X 1.015 .113 .825 8.999 .000 a. Dependent Variable: Y

Tabel 2. Hasil Koefisien Determinasi (pengaruh) X terhadap Y Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

1 .825a .681 .672 2,49448 a. Predictors: (Constant), X

Gambar 4.2. Grafik Penolakan dan Penerimaan Ho Pada Uji t Kemampuan Pengguna Terhadap Sistem

Informasi Akuntansi

Tabel 3. Hasil Koefisien Jalur Y terhadap Z Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -9.524 3.571 -2.667 .011

Y .949 .089 .865 10.609 .000 a. Dependent Variable: Z

Page 56: JURNAL Ekono Oktober 2013

54

1. Menghitung Koefisien Determinasi

. Tabel 5. Hasil Koefisien Determinasi (pengaruh) Y terhadap Z Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .865a .748 .741 2,43418 a. Predictors: (Constant), Y

Gambar 4.4 Grafik Penolakan dan Penerimaan Ho Pada Uji t Sistem Informasi Akuntansi Terhadap

Tabel 4.32 Hasil Koefisien Jalur X, Y terhadap Z Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -5.645 2.416 -2.336 .025

Y .274 .119 . 842 2.298 .027

X 1.006 .130 .856 7.730 .000

a. Dependent Variable: Z

Page 57: JURNAL Ekono Oktober 2013

56

Jurnal Ekono Insentif Kopwil4, Volume 7 No. 2, Oktober 2013

ISSN: 1907 - 0640, halaman 56 s.d. 63

URGENSI ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR PEGAWAI

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK RI DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK

Oleh:

Arifin Sukmana Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pelita Bangsa, Bekasi

Abstrak – Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Direktorat Jenderal Pajak RI dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif melalui studi kepustakaan dan dianalisis secara kritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa OCB pegawai dipengaruhi oleh kepuasan kerja, keadilan organisasi, komitmen organisasi dan pengembangan karir. Dengan demikian, untuk meningkatkan OCB pegawai, kepuasan kerja, keadilan organisasi, komitmen organisasi dan pengembangan karir pegawai perlu diperbaiki. Kata Kunci: organizational citizenhip behavior, kepuasan kerja, keadilan organisasi, komitmen organisasi,

pengembangan karir. Abstract – The objective of this research is to identifications the factors of employee’s organizational citizenship behavior on Directorate General of Tax of Republic of Indonesia toward optimality of tax income. This research used qualitative approach with descriptive method trough literature study and analyzed with critical analysis. The results of the research are job satisfaction, organization justice, organizational commitment and career development influence of employee’s organizational citizenship behavior. Therefore to improve employee’s organizational citizenship behavior, the job satisfaction, organization justice, organizational commitment and career development should be improved. Key words: organizational citizenship behavior, job satisfaction, organization justice, organizational

commitment, career development. 1. Pendahuluan

Kehadiran organisasi bagi kehidupan

manusia sangat vital terutama terkait dengan kodrat manusia sebagai mahluk sosial yang memerlukan interaksi sosial dengan orang lain. Dalam tataran ini, organisasi bukan hanya dapat dijadikan wahana untuk memenuhi keperluan interaksi sosial tersebut, melainkan lebih dari itu dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yan ditetapkan bersama. Praksis ini antara lain tampak dalam pandangan Shafritz, Rissell & Borick (2007: 227) yang menyatakan bahwa organisasi merupakan kumpulan orang yang bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Dengan kondisi demikian, maka muncullah beraneka ragam organiasi, baik organisasi profit maupun organisasi nonprofit. Salah satu organisasi nonprofit yang sangat besar dan memiliki dampak besar terhadap kehidupan masyarakat adalah organisasi pemerintah, karena peran dan fungsi dalam menentukan organisasi-organisasi lain. Posisi strategis organisasi pemerintah itu terkait dengan kedudukan dan fungsi pemerintah sebagai penyelenggara negara yang

bertanggung jawab atas keberlangsungan pembangunan nasional dalam berbagai bidang, seperti sosial, budaya, politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan dan pertahanan negara, yang kesemuanya itu memiliki relasi secara langsung atau tidak langsung dengan organisasi-organisasi yang lain.

Pembangunan nasional tersebut tidak akan dapat berjalan tanpa adanya dukungan dana atau anggaran anggaran yang memadai. Oleh karena itu, dalam rangka memenuhi kebutuhan anggaran tersebut, penerimaan negara dari berbagai sektor terus dioptimalkan, salah satu di antaranya adalah dari sektor pajak. Dalam hal ini, pajak berfungsi sebagai sumber penerimaan negara (budgeter) yang menghimpun dana untuk membiayai kegiatan-kegiatan negara terutama yang bersifat rutin. Menurut Zain (2008: 12), fungsi budgeter terkait dengan fungsi mengisi kas negara/anggaran negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu, pajak juga berfungsi mengatur dan mengawasi kegiatan ekonomi masyarakat (regulerend), mendorong redistribusi pendapatan serta menjaga stabilitas perekonomian guna menuju pertumbuhan ekonomi

Page 58: JURNAL Ekono Oktober 2013

57

yang lebih cepat. Oleh karena itu, sebagai fungsi anggaran, pajak menjadi sumber pendapatan /penerimaan negara dan membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

Dengan kondisi pendapatan dari sektor pajak sebagai tulang punggung penerimaan negara, maka Direktorat Jenderal Pajak (DJP sebagai institusi pemerintah yang memiliki tugas mengumpulkan pajak dari masyarakat senantiasa dituntut bekerja keras agar dapat merealisasikan target-target yang telah ditetapkan. Dalam rangka merespon itu, DJP berusaha memperbaiki kinerjanya melalui memodernisasi pajak dengan memperbaiki sistem perpajakan, antara lain melakukan empat langkah pembaruan yang bersifat administratif, yaitu: pembentukan kantor wilayah dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) wajib pajak besar; pengembangan sistem pembayaran on-line dan pelaporan pajak menggunakan media komputer; pembaruan manajemen pemeriksaan pajak; dan pembaruan manajemen penagihan tunggakan pajak.

Namun demikian hingga kini kinerja DJP belum menunjukkan hasil yang optimal. Indikasinya antara lain tampak dalam beberapa hal. Pertama, target penerimaan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah tidak terrealisasi sepenuhnya, setidaknya untuk sektor pajak tertentu. Kedua, pertumbuhan penerimaan pajak masih relatif terbatas dibandingkan potensi pajak yang sangat besar. Ketiga, adanya penyimpangan atau pengelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak dengan bekerja sama dengan oknum-oknum pegawai DJP. Hinga sekarang terdapat 4.000 perusahaaan asing yang terindikasi melakukan penggelapan pajak tidak tergarap (Kompas, 25/11 2013).

Fenomena ini menunjukkan kurang maksimalnya upaya pegawai DJP dalam menggalang penerimaan pajak. Kondisi ini jika berlanjut terus menerus dapat mengganggu APBN yang kemudian dapat berimplikasi pada ketidaklancaran pelaksanaan pembangunan.

Apabila dicermati, kinerja DJP yang belum optimal tersebut dapat disebabkan oleh kinerja pegawai (aparatur pajak) yang belum maksimal. Sebagaimana dinyatakan oleh Gibson, Ivancevich & Donnelly (1997: 13), kinerja individu merupakan dasar kinerja organisasi; sehingga apabila kinerja individu rendah, maka kinerja organisasi juga akan rendah. Kondisi seperti inilah yang tampaknya terjadi pada DJP, sehingga para pegawainya tidak mampu merealisasikan target-target penerimaan yang telah ditetapkan. Hal tersebut, apabila dilihat dalam konteks organisasi, salah satunya disebabkan oleh faktor perilaku para pegawai yang tidak mendukung organisasi. Perilaku yang tidak mendukung tersebut antagonis dengan perilaku ekstra peran yang seharusnya justru ditunjukkan para pegawai pajak. Perilaku ekstra peran ini lazim disebut sebagai organizational citizenship behavior

(OCB). Sebagaimana dikemukakan Alotaibi (2001: 1) bahwa OCB adalah extra-role behavior. OCB merupakan kesediaan pegawai untuk bertindak di luar peran yang dimilikinya demi kemajuan organisasinya. Menurut Katz dan Kahn (dalam Myfield & Taber, 2010: 742), OCB merupakan komponen vital untuk keberlangsungan hidup dan efektivitas organisasi, karena perilaku yang ditunjukkan antara lain berusaha melindungi organisasi, melakukan perbaikan, melatih diri sendiri sebagai tanggung jawab tambahan terhadap organisasi, dan menciptakan iklim yang mendukung organisasi. Perilaku-perilaku pegawai seperti itu jelas sangat dibutuhkan agar organisasi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Keberadaan OCB dalam organisasi bersifat dinamis dan fluktuatif. Dalam waktu tertentu kondisinya dapat meningkat dan pada waktu yang lain kondisinya dapat menurun. Hal itu dapat terjadi karena OCB kondisinya tergantung pada faktor-faktor lain yang memengaruhinya.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: Faktor-faktor apakah yang memengaruhi OCB pegawai DJP?

2. Kajian Teori Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Organ (dalam Foote & Tang, 2008: 934) mengartikan OCB sebagai perilaku yang berdasarkan kesukarelaan yang tidak dapat dipaksakan pada batas-batas pekerjaan dan tidak secara resmi menerima penghargaan tetapi mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan produktivitas dan keefektifan organisasi.

Bolino dan Turnely (dalam Schultz & Schultz, 2006: 249) memberikan batasan tentang OCB sebagai melakukan usaha terus menerus dan bekerja lebih dari standar minimum yang dipersyaratkan. Perilaku OCB antara lain ditunjukkan dalam bentuk mengambil tugas tambahan, secara sukarela membantu pekerjaan orang lain, mengembangkan profesi, mematuhi aturan organisasi bahkan ketika tidak ada seorangpun yang melihat, memajukan dan melindungi organisasi, dan menjaga sikap positif dan memiliki toleransi atas ketidaknyamanan di tempat kerja. Aamodt (2007: 366) juga mengemukakan bahwa orang yang terikat dalam OCB termotivasi untuk membantu organisasi dan rekan kerjanya dengan melakukan hal-hal kecil yang sebenarnya tidak diminta untuk mengerjakan. Contoh perilakunya seperti membantu rekan kerja dan membimbing karyawan baru.

Menurut Organ (dalam Tschannen-Moran, 2003: 1), OCB diimplementasikan dalam bentuk: altruism, conscientiousness, sportsmanship, courtesy, dan civic virtue. Altruism merupakan sifat mementingkan kepentingan orang lain, seperti

Page 59: JURNAL Ekono Oktober 2013

58

memberikan pertolongan pada kawan sekerja yang baru, dan menyediakan waktu untuk orang lain adalah ditunjukkan secara langsung pada individu-individu lainnya, akan tetapi kontribusi terhadap efisiensi didasarkan pada peningkatan kinerja secara individual. Conscientiousness adalah sifat kehati-hatian, seperti efisiensi menggunakan waktu, tingkat kehadiran tinggi adalah kontribusi terhadap efisiensi baik berdasarkan individu maupun kelompok. Sportsmanship adalah sifat sportif dan positif, seperti menghindari komplain dan keluhan yang picik adalah dengan memaksimalkan total jumlah waktu yang dipergunakan pada usaha-usaha yang konstruktif dalam organisasi. Courtesy merupakan sifat sopan dan taat, seperti melalui surat peringatan, atau pemberitahuan sebelumnya, dan meneruskan informasi dengan tepat adalah dengan membantu mencegah timbulnya masalah dan memaksimalkan penggunaan waktu. Civic virtue ialah sifat bijaksana atau keanggotaan yang baik, seperti melayani komite atau panitia, melakukan fungsi-fungsi sekalipun tidak diwajibkan untuk membantu memberikan kesan baik bagi organisasi, dan memberikan pelayanan yang diperlukan bagi kepentingan organisasi.

Dalam realitasnya, OCB mempunyjai banyak manfaat. Hasil penelitian yang dilakukan Podsakoff dan MacKenzie (dalam Elfina, 2003: 5-6) menunjukkan bahwa OCB dapat meningkatkan produktivitas rekan kerja, produktivitas pimpinan, menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan, membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok, dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan kelompok kerja, meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik, meningkatkan stabilitas kinerja organisasi, dan meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan Anteseden OCB

OCB tidak terjadi atau terbangun begitu saja, melainkan dipengaruhi (diantesedeni) oleh sejumlah faktor, antara lain:

1. Kepuasan Kerja

Penelitian Foote dan Tang (2008: 933) menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan kepuasan kerja degan OCB. Penelitian Gonzalez dan Garazo (2005: 112) juga menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan signifikan dengan OCB. Schultz dan Schultz (2006: 232) memberikan definisi kepuasan kerja sebagai perasaan dan sikap positif dan negatif tentang pekerjaan. Sedangkan bagi Nelson dan Quick (2006: 87), kepuasan kerja merupakan kondisi emosi positif atau menyenangkan yang muncul dari penilaian kerja atau pengalaman kerja. Spector

(1997: 2) menjelaskan bahwa kepuasan kerja adalah bagaimana orang merasakan tentang pekerjaannya dan berbagai aspek pekerjaannya. Sedangkan Wanous, Reiches dan Hudy (dalam Baron, Byrne & Branscombe, 2006: 540) memberikan batasan kepuasan kerja sebagai sikap mengenai pekerjaan atau kerja seseorang. Sementara itu menurut Noe et. al. (2006: 436), kepuasan kerja merupakan perasaan yang muncul dari persepsi bahwa pekerjaan seseorang akan memenuhi atau memungkinkan dipenuhinya nilai-nilai kerja penting. Di pihak lain Bhuian dan Menguc (dalam Boles, et al., 2007: 311) menjelaskan bahwa kepuasan kerja adalah sikap yang dimiliki individu terkait dengan pekerjaannya.

Menurut Luthans (2008: 142), ada tiga aspek yang pada umumnya diterima bagi kepuasan kerja. Pertama, kepuasan kerja merupakan reaksi emosi terhadap situasi kerja. Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan oleh bagaimana hasil-hasil bisa memenuhi atau melebihi harapan. Ketiga, kepuasan kerja mewakili beberapa sikap terkait. Ketiga aspek tersebut dapat dirinci dalam lima aspek kepuasan kerja sebagai berikut: (1) Kerja itu sendiri: sejauh mana pekerjaan memberi individu tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar dan peluang menerima tanggung jawab; (2) Upah: jumlah ganti rugi keuangan yang diterima dan sampai di mana ini dianggap sepadan dibandingkan upah orang lain dalam organisasi; (3) Peluang promosi. Peluang bagi kemajuan dalam organisasi; (4) Pengawasan. Kemampuan pengawas memberikan bantuan teknik dan dukungan perilaku; (5) Mitra kerja: sejauh mana sesama pekerja secara teknik memadai dan secara sosial saling membantu.

2. Keadilan Organisasi

Penelitian Cohen-Charash dan Spector (2001: 278) hasilnya menunjukkan bahwa salah satu bentuk keadilan organisasi, yaitu keadilan interaksional, memiliki hubungan positif dengan OCB. Temuan tersebut juga didukung oleh penelitian Yilmaz dan Tasdan (2009: 108) bahwa keadilan organisasi terkait dengan sikap dan perilaku penting, yang di antaranya adalah perilaku ekstra peran (OCB). Menurut Greenberg dan Baron (2008: 193), keadilan organisasi adalah persepsi seseorang atas keadilan di dalam organisasi, yang meliputi persepsi atas bagaimana keputusan dibuat terkait dengan distribusi hasil dan persepsi keadilan atas keluaran itu sendiri. Sedangkan Schultz dan Schultz (2006: 232) mendefinisikan keadilan organisasi sebagai seberapa adil karyawan merasakan dirinya diperlakukan oleh perusahaan. Sementara itu Muchinsky (2000: 275) secara sederhana

Page 60: JURNAL Ekono Oktober 2013

59

memberikan batasan keadilan organisasi sebagai perlakuan adil seseorang di dalam organisasi. Hal serupa dinyatakan oleh Ivancevic, Konopaske & Matteson (2010: 153) bahwa keadilan organisasi adalah sejauhmana individu merasa diperlakukan secara adil di tempat kerja. Bagi Gordon (1993: 135) juga menyatakan bahwa keadilan organisasi adalah perlakuan organisasi atau pimpinan terhadap karyawan, baik dalam bentuk peraturan untuk penetapan balas jasa (procedural justice) maupun dalam realisasi pendistribusian balas jasa menurut persepsi karyawan. Artinya, organizational justice direfleksikan oleh sikap pimpinan menurut persepsi bawahannya untuk berlaku adil dan objektif dalam membuat keputusan terutama menyangkut seleksi dan promosi karyawan, dalam memberikan penugasan dan pembagian tugas, dalam melakukan penilaian kinerja, dan dalam menetapkan kenaikan gaji, jabatan, dan imbal jasa. Sementara itu Cropanzano, Bowen & Gilliland (2007: 22) menjelaskan bahwa keadilan organisasi merupakan perekat yang mendorong seseorang untuk bekerjasama secara efektif, sebaliknya ketidakadilan dalam organisasi seperti karat yang dapat merapuhkan komunitas dan menyakitkan individu dan membahayakan organisasi.

Keadilan organisasi oleh Wat & Shaffer (2005: 406) dikonseptualkan dalam istilah keadilan yang dirasakan dan dioperasionalkan dalam tiga konstruk dimensi, yaitu keadilan distributif (distributif justice), kadilan prosedural (procedural justice) dan keadilan interaksional (interactional justice). Aamodt (2007: 344) juga menyebutkan hal yang sama bahwa keadilan organisasi memiliki tiga bentuk. Pertama, keadilan distributif (distributive justice), yaitu “perceived fairness of the actual decision made in a organization.” Maknanya bahwa keadilan distributif adalah keadilan yang dirasakan atas keputusan aktual yang dibuat organisasi. Kedua, keadilan prosedural (procedural justice), yaitu “perceived fairness of the method used to arrive at the decision.” Artinya bahwa keadilan prosedural adalah keadilan yang dirasakan atas metode yang digunakan untuk sampai pada keputusan. Ketiga, keadilan interaksional (interactional justice), yakni “perceived fairness of the interpersonal treatment receive.” Artinya bahwa keadilan interaksional adalah keadilan yang dirasakan atas perlakukan interpersonal yang diterima.

3. Komitmen Organisasi

Penelitian Jahangir, Akbar dan Begum (2006: 21) membuktikan bahwa komitmen organisasi secara signifikan

memengaruhi OCB. Hasil penelitian Feather dan Rauter (2004: 81) juga menunjukkan bahwa komitmen organisasi memiliki hubungan dengan OCB. Newstrom (2007: 207) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah suatu tingkat atau derajat identifikasi diri pegawai dengan organisasi dan keinginan-keinginannya untuk meneruskan partisipasi aktifnya dalam organisasi. Bagi Mowdey, Porter dan Steers (dalam Slocum & Don Hellriegel, 2007: 328), komitmen organisasi adalah kekuatan pegawai dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Sedangkan Luthans (2008: 147) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah suatu hasrat yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi; suatu keinginan untuk menunjukkan usaha tingkat tinggi atas nama organisasi; dan keyakinan yang kuat dalam menerima nilai-nilai dan tujuan-tujuan organisasi. Di samping itu, Hunt et al (dalam Tsai dan Huang, 2008: 567) memaknai komitmen organisasi sebagai ketertarikan dan hubungan pegawai terhadap organisasi. Kemudian Mathieu dan Zajac (dalam Silverthorne, 2004: 594) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah sebuah sikap kerja yang secara langsung berhubungan dengan partisipasi karyawan dan keinginan untuk bertahan di dalam organisasi dan secara jelas berhubungan dengan kinerja. Blau dan Boal (dalam Robbins dan Judge, 2007: 74) juga mengemukakan bahwa komitmen organisasi adalah suatu keadaan dimana karyawan mengidentifikasi dengan organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya serta berkeinginan untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Sementara itu, Meyer dan Allen (dalam Colquitt, LePine dan Wesson, 2011: 69) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kehendak karyawan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi.

Meyer dan Allen (dalam Luthans, 2008: 148) mengidentifikasi tiga aspek komitmen organisasi. Pertama, komitmen afektif, yaitu berasal dari kelekatan emosional pegawai terhadap organisasi. Kedua, komitmen normatif, yakni berkaitan dengan perasaan pegawai terhadap keharusan untuk tetap bertahan dalam organisasi. Ketiga, komitmen rasional, yaitu berkaitan dengan komitmen yang didasarkan pada persepsi pegawai atas kerugian yang akan diperolehnya jika ia tidak melanjutkan perkerjaannya dalam organisasi.

4. Pengembangan Karir

Penelitian yang yang dilakukan oleh Singh dan Singh (2010: 268) dengan mengambil subjek penelitian para manajer di

Page 61: JURNAL Ekono Oktober 2013

60

India hasilnya menunjukkan bahwa tahapan karir seseorang berpengaruh signifikan terhadap OCB. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa semakin lama seseorang menjabat sebagai eksekutif atau manajer maka semakin tinggi tingkat OCB yang dimiliki. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Sutton (2005: 49) menunjukkan bahwa karir seseorang memiliki pengaruh signifikan terhadap OCB. Menurut Byars dan Rue (2008: 197), pengembangan karir adalah upaya formal yang dilakukan secara terus menerus oleh organisasi yang fokus pada pengembangan dan pengayaan sumber daya manusia organisasi guna memenuhi kebutuhan pekerja dan organisasi. Sedangkan bagi Dessler (2009: 326), pengembangan karir adalah rangkaian aktivitas yang dilakukan oleh seseorang sepanjang hidupnya yang memberikan kontribusi terhadap eksplorasi, pemantapan, kesuksesan, dan terpenuhinya karir seseorang. Sementara itu Mondy (2010: 228) mendefinisikan pengembangan karir sebagai upaya-upaya sistematis dan formal yang dilaksanakan oleh organisasi untuk memastikan bahwa orang-orang dengan kualifikasi dan pengalaman kerja yang sesuai dan tersedia di dalam organisasi.

Studi yang dilakukan Werther dan Davis (1996: 90) terhadap sekelompok pegawai mengungkapkan lima faktor yang terkait dengan pengembangan karir, yaitu: (1) Keadilan dalam karir, para pegawai menghendaki keadilan dalam sistem promosi dengan kesempatan sama untuk peningkatan karir; (2) Perhatian terhadap penyeliaan, para pegawai menginginkan para penyelia mereka memainkan perannya secara aktif dalam pengembangan karir dan menyediakan umpan balik dengan teratur tentang kinerja; (3) Kesadaran tentang kesempatan berkarir, para pegawai menghendaki pengetahuan tentang kesempatan untuk peningkatan karir; (4) Pemenuhan terhadap minat, para pegawai memiliki derajat minat yang berbeda dalam peningkatan karir yang tergantung pada beragam faktor, oleh karena itu mereka membutuhkan sejumlah informasi yang dapat mendorong minat mereka; dan (5) Kepuasan dalam berkarir, para pegawai tergantung pada usia dan kedudukan mereka, memiliki kepuasan berbeda. Program karir yang efektif harus mempertimbangkan perbedaan persepsi keinginan para pegawai. harapan pegawai terhadap program karir yang dikembangkan oleh departemen SDM yang disesuaikan dengan ragam faktor usia, jenis kelamin, kedudukan, pendidikan, dan faktor-faktor lainnya.

3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif dengan metode deskriptif melalui studi kepustakaan. Data diambil dari literatur yang relevan, baik dari internet maupun perpustakaan. Dengan kondisi demikian, maka analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara analisis kritis.

4. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 4.1 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap OCB

Hasil penelitian Foote dan Tang (2008: 933) serta Gonzalez dan Garazo (2005: 112) menunjukkan hubungan signifikan kepuasan kerja degan OCB. Ini berarti bahwa kepuasan kerja yang tinggi akan diikuti oleh OCB yang tinggi. Dalam organisasi, kepuasan kerja senantiasa dibutuhkan oleh setiap pegawai. Kepuasan kerja merujuk pada kondisi perasaan menyenangkan yang dirasakan individu yang muncul sebagai akibat dari penilaian kerja atau pengalaman kerja yang dialaminya di tempat kerja, khususnya terkait dengan aspek-aspek kerja yang dapat memuaskan pegawai, seperti pekerjaan itu sendiri, upah/gaji, promosi, pengawasan dan mitra kerja (Luthans, 2008: 142). Jika aspek-aspek kerja ini terpenuhi dengan baik, maka pegawai akan merasa senang dan puas. Hal ini pada gilirannya dapat mendorong pegawai untuk melakukan tindakan di luar perannya yang nyata-nyata memberikan kontribusi positif bagi organisasi atau yang lazim disebut OCB. Dengan kata lain, kepuasan kerja akan mendorong individu untuk memiliki kesediaan yang tinggi untuk berkorban bagi organisasinya dan melakukan kegiatan-kegiatan positif bagi organisasi meskipun yang dilakukan di luar tugas pokok dan fungsinya, yang menurut Organ (dalam Tschannen-Moran, 2003: 1), dapat berupa: altruism, conscientiousness, sportsmanship, courtesy, dan civic virtue. Kondisi ini menegaskan makna bahwa OCB pegawai akan meningkat apabila kepuasan kerja diperbaiki. Ini berarti pula bahwa apabila DJP menginginkan pegawainnya ber-OCB tinggi, maka perlu memperbaiki berbagai aspek pekerjaan yang dipersepsi dan dirasakan dapat memuaskan pegawai, seperti pekerjaan itu sendiri, upah/gaji, promosi, pengawasan, dan mitra kerja.

4.2 Pengaruh Keadilan Organisasi terhadap

OCB Hasil penelitian Cohen-Charash dan

Spector (2001: 278) serta Yilmaz dan Tasdan (2009: 108) menunjukkan bahwa keadilan organisasi memiliki hubungan positif dengan OCB. Keadilan organisasi penting untuk meningkatkan OCB karena pegawai yang menilai dirinya diperlakukan secara adil oleh organisasi (pimpinan atau pihak manajemen), maka akan merasa dirinya dihargai dan diperhatikan hak-haknya. Keadilan

Page 62: JURNAL Ekono Oktober 2013

61

dimaksud, menurut Aamodt (2007: 344), meliputi: keadilan distributive, yaitu keadilan yang dirasakan atas keputusan aktual yang dibuat organisasi; keadilan procedural, yakni keadilan yang dirasakan atas metode yang digunakan untuk sampai pada keputusan; dan keadilan interaksional, yaitu keadilan yang dirasakan atas perlakukan interpersonal yang diterima. Perasaan ini akan memunculkan umpan balik berupa kewajiban moral untuk ikut serta memajukan organisasi. Perasaan demikian akan mendorong pegawai untuk menunjukkan kontribusi lebih besar bagi organisasinya. Pegawai yang merasa diperlakukan secara adil cenderung memperkuat perilaku ekstra perannya sebagai manifestasi OCB. Praksis ini terkait dengan eksistensi keadilan organisasi yang menjadi harapan setiap pegawai. Organisasi yang mampu memberikan dan menjamin keadilan bagi pegawainya, baik secara distributif, prosedural maupun interaksional, akan dapat menciptakan rasa nyaman dalam diri pegawai. Salah satu bentuk dari keadilan organisasi adalah keadilan distributif, yang merujuk pada pengalokasian hasil seperti gaji. Apabila pegawai mempersepsikan bahwa gaji yang diterimanya diberikan secara adil, maka dapat memunculkan perasaan menyenangkan, yang pada akhirnya menimbulkan kepuasan dalam bekerja. Sebagai faktor yang menjadi harapan bagi setiap pegawai, maka keadilan organisasi dapat memengaruhi sikap dan perilaku karyawan, salah satunya dalam bentuk perilaku ekstra peran atau OCB, yang menurut Organ (dalam Tschannen-Moran, 2003: 1), dapat berupa: altruism, conscientiousness, sportsma nship, courtesy, dan civic virtue. Dengan demikian, apabila DJP menginginkan pegawainnya ber-OCB tinggi, maka DJP perlu memperhatikan, memelihara dan mewujudkan aspek-aspek keadilan organisasi, baik keadilan distributif, prosedural maupun interaksional. 4.3 Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap

OCB Hasil penelitian Jahangir, Akbar dan Begum (2006: 21) serta Feather dan Rauter (2004: 81) menunjukkan bahwa komitmen organisasi memiliki hubungan signifikan dengan OCB. Pegawai yang memiliki komitmen kuat terhadap organisasinya, baik secara afektif, normaif, masupun rasional (Meyer & Allen, dalam Luthans, 2008: 148) pada umumnya akan berupaya menunjukkan usaha-usaha lebih untuk keberhasilan organisasinya sebagai manifestasi dari OCB. Menurut Organ (dalam Tschannen-Moran, 2003: 1), OCB dapat berupa: altruism, conscientiousness, sportsmanship, courtesy, dan civic virtue. Pegawai yang demikian tidak hanya berpandangan sempit untuk hanya memikirkan pekerjaannya sendiri, tetapi juga mau memikirkan hal-hal lain di luar bidang tugas/pekerjannya. Pegawai yang memiliki

komitmen tinggi juga memandang bahwa permasalahan yang dihadapi organisasi adalah masalahnya juga, sehingga yang bersangkutan bersedia untuk ikut memikirkan masalah-masalah tersebut. Ini berarti bahwa apabila DJP menginginkan pegawainnya ber-OCB tinggi, maka DJP perlu mendorong komitmen organisasi leih tinggi lagi, baik komitmen afektif yang merefleksikan kelekatan emosional pegawai terhadap organisasi, komitmen normative yang berkaitan dengan perasaan pegawai terhadap keharusan untuk tetap bertahan dalam organisasi, maupun komitmen rasional yang berkaitan persepsi pegawai atas kerugian yang akan diperolehnya jika tidak melanjutkan perkerjaannya dalam organisasi.

4.4 Pengaruh Pengembangan Karir terhadap

OCB Hasil penelitian Singh dan Singh (2010:

268) serta Sutton (2005: 49) menunjukkan bahwa karir seseorang memiliki pengaruh signifikan terhadap OCB. OCB merupakan tindakan sukarela dan di luar peran karyawan yang dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan dan efektivitas organisasi. OCB menurut Organ (dalam Tschannen-Moran, 2003: 1), antara lain ditunjukkan dalam: altruism, conscientiousness, sportsmanship, courtesy, dan civic virtue. Perilaku-perilaku tersebut antara lain didorong oleh faktor pengembangan karir yang berlangsung di dalam sebuah organisasi. Pengembangan karir yang baik, yang menurut Werther dan Davis (1996: 90), ditandai: keadilan dalam karir, perhatian terhadap penyeliaan, kesadaran tentang kesempatan berkarir, pemenuhan terhadap minat, dan kepuasan dalam berkarir, dapat memicu tumbuhnya OCB karena dengan adanya sistem pengembangan karir yang baik dapat memberikan motivasi dan semangat yang besar dalam bekerja. Selain itu, dengan adanya pengembangan karir yang baik, maka akan timbul perasaan positif bagi pegawai terhadap organisasinya. Perasaan positif tersebut akan mendorong sikap dan perilaku positif, seperti aktif melaukkan aktivitas tambahan di luar perennya sebagai pegawai yang merupakan cerminan dari OCB. Ini berarti bahwa apabila DJP menghendaki pegawainnya ber-OCB tinggi, maka DJP perlu lebih memperhatikan pengembangan karir pegawai. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah: keadilan dalam karir, perhatian terhadap penyeliaan, kesadaran tentang kesempatan berkarir, pemenuhan terhadap minat pegawai, dan kepuasan dalam berkarir.

5. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi OCB pegawai adalah kepuasan kerja, keadilan organisasi, komitmen organisasi dan

Page 63: JURNAL Ekono Oktober 2013

62

pengembangan karir. Oleh karena itu, untuk meningkatkan OCB pegawai DJP supaya dapat diandalkan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, keempat faktor tersebut perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Dalam hal kepuasan kerja, aspak-aspek pekerjaan yang perlu diperhatikan adalah pekerjaan itu sendiri, upah/gaji, promosi, pengawasan dan mitra kerja. Berkaitan dengan keadilan organisasi, yang mendesak untuk dipelihara dan diperjuangkan adalah realisasi keadilan distributif, prosedural dan interaksional. Berkenaan dengan komitmen organisasi, yang layak memperoleh perhatian adalah komitmen afektif, normatif dan rasional. Sedangkan mengenai pengembangan karir yang perlu mendapat atensi adalah realisasi keadilan dalam karir, perhatian terhadap penyeliaan, kesadaran tentang kesempatan berkarir, pemenuhan terhadap minat pegawai, dan kepuasan dalam berkarir. 6. Daftar Pustaka Aamodt, M. G. 2007. Industrial/organizational

psychology: an applied approach. Belmont, CA: Thomson Learning, Inc.

Alotaibi, A. G. 2001. “Antecendents of OCB: A study of public personnel in Kuwait.” Public Personnel Management. Vol. 30, No. 3.

Baron, R.A., Byrne, D., and Branscombe, N.R. 2006. Social psychology. Boston: Pearson.

Boles, J., Madupalli, R., Rutherford, B., and Wood, J.A. 2007. The relationship of facets of salesperson job satisfaction with affective organizational commitment. Journal of Business & Industrial Marketing, 22/5.

Byars, L.L & Leslie W. Rue. 2008. Human resource management, New York: McGraw-Hill Company.

Cohen, C.Y. and Spector, P. E. 2001. The role of justice in organizations: a meta-analysis. Organizational Behavior and Human Decision Processes, Vol. 86, 278-321.

Colquitt, J.A., J.A. LePine, & M.J. Wesson. 2011. Organizational behavior: improving performance and commitment in the workplace, Second Edition, New York: McGraw-Hill.

Cropanzano, R., Bowen, D.E., & Gilliland, S.W. 2007. The management of Organizational Justice.” Academy of Management Perspectives. November: 34-48.

Dessler, G. 2009. Fundamental of human resource management: content, competencies, and applications, New Jersey: Pearson Education, Inc.

Elfina, P. Debors. 2003. “Pengaruh kepribadian dan komitmen organisasi terhadap perilaku

citizenship karyawan,” tidak dipublikasikan.

Feather, N. T. and Rauter, K. A. 2004. “Organizational citizenship behaviours in relation to job status, job insecurity, organizational commitment dan identification, job satisfaction and work values.” Journal of Occupational and Organizational Psychology. 77, ABI/INFORM Global.

Foote, D. A. and Tang, T. L. 2008. “Job satisfaction and organizational citizenship behavior (OCB) Does team commitment make a difference in self-directed teams?” Management Decision, Vol. 46 No. 6, 933-947.

Gibson, J. L., J. M. Ivancevich & J. H. Donelly, Jr. 1997. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses, Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Gordon, J. R. 1993. A Diagnostic approach to organizational behavior, Forth Edition (New York: Allyn & Bacon.

Greenberg, J., and Baron, R. A. 2008. Behavior in organization. 7th Edition. Upper Saddle River. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Ivancevic, J. M., Konopaske, R. & Matteson, M.T. 2010. Organizational behavior and management. New York: McGraw-Hill Company.

Jahangir, N., Akbar, M., and Begum, N. 2006.” The role of social power, procedural justice, organizational commitment, and job satisfaction to engender organizational citizenship behavior.” ABAC Journal. Vol. 26, No. 3 September, 21- 36.

Luthans, F. 2008. Orgnazational behavior. Boston: McGraw-Hill.

Myfield, Clifton O. and Taber, T. D. 2010. “A prosocial self-concept approach to understanding organizational citizenship behavior.“ Journal of Managerial Psychology, Vol. 25 No. 7, 741-763.

Mondy, R. W. 2010. Human resource management,

Nerw Jersey: Pearson Education. Muchinsky, P. M. 2000. Psychology applied to

work. Belmont CA: Wadsworth Thomson Learning.

Nelson, D. L. and Quick, J. C. 2006. Organizational behavior: foundations, realities & challenges. Ohio: South-Western.

Newstrom, J. W. 2007. Organization behavior: human behavior at work. Boston: McGraw Hill.

Noe, R. A., et. al. 2006. Human resource management. Boston: McGraw-Hill Irwin.

Page 64: JURNAL Ekono Oktober 2013

63

“Penggelapan Pajak Tak Tergarap: Sekitar 4,000 Perusahaan Asing Terindikasi Terlibat,” Kompas, 25 November 2013.

Robbins, Stephen P. and Timothy A. Judge. 2007. Organizational behavior. New Jersey: Prentice Hall.

Schultz, D. and Schultz, S. E. 2006. Psychology & work today. New Jersey: Pearson Education Inc.

Shafritz, J. M., E.W. Rissell & C. P. Borick. 2007. Introducing public administration, New York: Pearson Edu.

Silverthorne, Colin. 2004. The impact of organizational culture and person-organization fit on organizational commitment and job satisfaction in Taiwan. Leadership & Organization Development Journal25. 7/8; ABI/INFORM Global.

Singh, A. K., & A. P. Singh. 2010. “Career stage and organizational citizenship behaviour among indian managers,” Journal of the Indian Academy of Applied Psychology, Vol.36, No.2, 268-275.

Slocum, J. W. and Hellriegel, D. 2007. Fundamental of organizational behavior. Australia: Thomson-South Western.

Spector, P. E. 1997. Job satisfaction. California: SAGE Publishing.

Sutton, M. J. 2005. “Organizational citizenship behavior: a career development strategy,” Dissertation, University of South Florida, 2005.

Tsai, Ming-Tien and Chun-Chen Huang. 2008. The relationship among ethical climate types, facets of job satisfaction, and the three components of organizational commitment: a study of nurses in Taiwan. Journal of Business Ethics. 565–581.

Tschannen-Moran, M. 2003, Fostering organizational citizenship in schools: transformational leadership and trust. Journal of Educational Administration. Chapter 6, 1-36.

Wat, D. and Shaffer, M.A. 2005. Equity and relationship quality influences on organizational citizenship behavior. Personnel Review. 34(4):406-422.

Werther, W. B. & K. Davis. 1996. Human resources and personnel management, New York: McGraw-Hill, Inc..

Yılmaz, K. and Tasdan, M. 2009. Organizational citizenship and organizational justice in Turkish primary schools. Journal of Educational Administration, Vol. 47 No. 1, 108-126.

Zain, Mohammad. 2008. Manajemen perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.

7. Riwayat Penulis Ariefin Sukmana, SE, M.Si adalah dosen DPK Kopertis Wilayah IV pada STIE Pelita Bangsa, Bekasi, pernah menjabat sebagai Kepala Suku Dinas Pendapatan Daerah di DKI Jakarta sejak tahun 2002 s/d tahun 2007. No HP.: 0818 0845 0965