jurnal colestitiasis

16
PENANGGULANGAN KOLELITIASIS PADA ANAK-ANAK ITALIA: KAJIAN ANTAR-PUSAT NASIONAL Pendahuluan Beberapa tahun terakhir setelah pemindaian ultra-bunyi digunakan secara luas, jumlah anak dengan kolelitiasis semakin meningkat. Dalam studi berbasis populasi, prevalensi batu empedu dan lumpur empedu pada anak masing-masing 1,9% dan 1,46%. Dalam studi analog, yang dilakukan pada orang dewasa Italia, prevalensi keseluruhan penyakit batu empedu pada pria mencapai 9,5% dan 18,9% pada wanita. Penyakit batu empedu merupakan penyakit yang paling umum dan mahal dari semua penyakit di Amerika Serikat, yang menyebabkan 700.000 kolesistektomi dan 1.000.000 hospitalisasi setiap tahun. Frekuensi penerimaan rumahsakit dan operasi batu empedu meningkat di negara-negara barat sejak tahun 1950-an. Di Inggris, tingkat penerimaan rumahsakit berstandar-usia untuk kolelitiasis meningkat dari 68,7 menjadi 104,9 per 100.000 populasi antara tahun 1989/1990 dan 1999/2000 dan terus meningkat dengan usia dari 1,1 per 100.000 dalam kelompok usia 0 – 14 tahun menjadi 277,1 per 100.000 dalam kelompok usia ≥ 85 tahun pada tahun 1999/2000. Panduan penanggulangan kolelitiasis tersedia bagi orang dewasa.Kolesistektomi dianjurkan bagi pasien simptomatik dan pasien asimptomatik dengan predisposisi malignansi (dinding kandung empedu terkapur atau histori keluarga kanker kandung empedu).Untuk pasien asimptomatik, penatalaksanaan ekspektasi dengan pengawasan klinis dan ekografi periodik 1

Upload: marsela-vineta-halim

Post on 06-Feb-2016

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

colestitiasis

TRANSCRIPT

Page 1: jurnal colestitiasis

PENANGGULANGAN KOLELITIASIS PADA ANAK-ANAK ITALIA: KAJIAN

ANTAR-PUSAT NASIONAL

Pendahuluan

Beberapa tahun terakhir setelah pemindaian ultra-bunyi digunakan secara luas, jumlah

anak dengan kolelitiasis semakin meningkat. Dalam studi berbasis populasi, prevalensi batu

empedu dan lumpur empedu pada anak masing-masing 1,9% dan 1,46%. Dalam studi analog,

yang dilakukan pada orang dewasa Italia, prevalensi keseluruhan penyakit batu empedu pada

pria mencapai 9,5% dan 18,9% pada wanita.

Penyakit batu empedu merupakan penyakit yang paling umum dan mahal dari semua

penyakit di Amerika Serikat, yang menyebabkan 700.000 kolesistektomi dan 1.000.000

hospitalisasi setiap tahun. Frekuensi penerimaan rumahsakit dan operasi batu empedu

meningkat di negara-negara barat sejak tahun 1950-an. Di Inggris, tingkat penerimaan

rumahsakit berstandar-usia untuk kolelitiasis meningkat dari 68,7 menjadi 104,9 per 100.000

populasi antara tahun 1989/1990 dan 1999/2000 dan terus meningkat dengan usia dari 1,1 per

100.000 dalam kelompok usia 0 – 14 tahun menjadi 277,1 per 100.000 dalam kelompok usia

≥ 85 tahun pada tahun 1999/2000.

Panduan penanggulangan kolelitiasis tersedia bagi orang dewasa.Kolesistektomi

dianjurkan bagi pasien simptomatik dan pasien asimptomatik dengan predisposisi malignansi

(dinding kandung empedu terkapur atau histori keluarga kanker kandung empedu).Untuk

pasien asimptomatik, penatalaksanaan ekspektasi dengan pengawasan klinis dan ekografi

periodik dianjurkan.Sebaliknya, hanya sedikit yang diketahui mengenai histori alami dan

penanggulangan kolelitiasis pada masa kanak-kanak.Sejauh ini, panduan penanggulangan

anak-anak dengan kolelitiasis kurang.Opsi bedah untuk kolelitiasis pediatrik meliputi

kolesistektomi terbuka atau laparoskopik.Saat ini, teknik laparoskopik dianggap sebagai

standar emas untuk kolesistektomi pada anak untuk nyeri yang berkurang, tidak ada insisi

abdomen atas dan pembentukan bekas luka dan periode hospitalisasi yang lebih

singkat.Pendekatan non-bedah berdasarkan penggunaan asam ursodeoksikolat (UDCA);

UDCA dapat menurunkan penjenuhan kolesterol pada empedu dan secara terus-menerus

melarutkan batu empedu kolesterol. Pengobatan batu empedu radiolusen dengan UDCA telah

didokumentasikan dengan baik pada orang dewasa; akan tetapi, hanya sedikit informasi yang

tersedia untuk anak. Pendekatan lainuntuk kolelitiasis pediatrik diuraikan dalam

1

Page 2: jurnal colestitiasis

penatalaksanaan ekspektasi, di mana pasien tidak diobati dengan terapi medis maupun bedah,

namun ditindak-lanjuti dengan pengawasan klinis dan ultra-bunyi periodik.

Tujuan studi retrospektif multi-pusat adalah untuk mengevaluasi penanggulangan

anak-anak Italia dengan kolelitiasis yang diobservasi di Departemen Pediatrik dan Bedah

yang berhubungan dengan Masyarakat Gastroenterologi, Hepatologi dan Nutrisi Italia

(SIGENP).

BAHAN DAN METODE

Subjek

Studi retrospektif yang bertujuan untuk mengevaluasi penanggulangan anak-anak

Italia dengan kolelitiasis yang diobservasi di Departmen Pediatrik Kesehatan dan Bedah yang

dihubungkan dengan SIGENP selama periode 1995 – 2005 dilakukan. Kuesioner anonim

yang menginvestigasi usia, jenis kelamin, presentasi klinis kolelitiasis, faktor risiko

kolelitiasis, pengujian fungsi hati basal dan penemuan ultrasonografi diajukan kepada

anggota SIGENP. Tujuh departemen (tujuh bagian medis dan satu bagian bedah) sepakat

untuk ikut serta dalam studi; tiga departemen di Italia Utara, satu departemen di daerah pusat

dan tiga departemen di Italia selatan.Masing-masing departemen mengirimkan data kepada

Pusat Koordinasi di Napel guna analisis statistik.SIGENP menyetujui proyek. Semua pasien

dengan bukti ekografi kolelitiasis dengan usia dalam kisaran 0 – 18 tahun dilibatkan dalam

studi ini. Diagnosa kolelitiasis berdasarkan adanya foki ekogenik yang menghasilkan

pembayangan akustik pada kandung empedu atau di daerah fosa kandung empedu.Lumpur

ditetapkan sebagai endapan non-pembayangan, ekogenik, intraluminal.Ketika lumpur terlihat

bersamaan dengan batu empedu, anak dianggap memiliki kolelitiasis.Anak dengan diagnosa

lumpur empedu tidak disertakan dalam studi ini.Batu empedu dibedakan dalam radiolusen

dan radioopak berdasarkan aspek radiografi. Pada semua pasien, faktor risiko kolelitiasis

seperti penyakit hemolitik, familiaritas untuk betu empedu, obesitas, nutrisi parenteral total

(NPT), penyakit kronis hepatobilier, fibrosis sistik, terapi dengan seftriakson, bedah

abdomen, kekurangan IgA dan penyakit Gilbert diinvestigasi. Batu empedu pada pasien tanpa

faktor risiko kolelitiasis dianggap idiopatik. Untuk presentasi klinis, pasien dibedakan dalam

dua kelompok: asimptomatik dan simptomatik. Anak asimptomatik tidak memiliki gangguan

abdomen atau keluhan gastrointestin; batu empedunya didiagnosa secara insidental pada saat

2

Page 3: jurnal colestitiasis

pengujian ultra-bunyi untuk mengetahui penyebab yang tidak berhubungan dengan

kolelitiasis. Seperti yang telah dilaporkan sebelumnya, anak simptomatik dibagi menjadi anak

dengan nyeri kolik, anak dengan gejala saluran empedu tipikal (kuadran atas kanan atau

nyeri epigastrik, mual, muntah dan intoleransi makanan) dan gejala atipikal.

Penanggulangan

Untuk masing-masing pasien, jenis pengobatan dan hasilnya dievaluasi.Untuk pasien

yang diobati dengan UDCA, terapi dianggap efektif untuk sepenuhnya melarutkan batu

empedu melalui pemindaian ultra-bunyi dan untuk menghilangkan gejala klinis.Untuk pasien

yang diobati melalui pembedahan, efisasi pengobatan dievaluasi berdasarkan

ketidaktampakan gejala klinis tanpa adanya pertumbuhan “sindrom pasca-

koelsistektomi.”Kekambuhan batu empedu ditetapkan sebagai deteksi foki ekogenik dalam

kandung empedu yang menghasilkan pembayangan akustik, setelah itu, setidaknya dalam

suatu kesempatan, ketidaktampakan batu empedu didokumentasikan dengan pemindaian

ultra-bunyi.Kami mencatat ciri-ciri klinis, laboratorium dan ekografi, jenis pengobatan dan

hasil dari semua pasien.

Analisis statistik

Data dianalisis dengan uji x2 dan dengan uji eksak Fisher dan uji-t Student yang

sesuai.P < 0,05 dianggap signifikan.

HASIL

Selama periode 1995 – 2005, 196 anak dengan batu empedu atau lumpur empedu (98

pria; usia rata-rata dengan diagnosa 7,3 tahun; kisaran 0 – 18 tahun) diobservasi di

Departmen Kesehatan Pediatrik Naples (56 kasus), Milan (22 kasus), Roma (19 kasus), Bari

(16 kasus), S. Giovanni Rotondo (7 kasus), Ferrara (6 kasus) dan di Departemen Kesehatan

Pediatrik Brescia (70 kasus). 181 pasien (92,3%) memiliki batu empedu dan 15 pasien (7,7%)

memiliki lumpur empedu dan tidak disertakan dalam studi. Pada pasien dengan batu empedu,

rasio jenis kelaminnya sama, namun pada kelompok remaja (12 – 18 tahun) terdapat

kecenderungan wanita akan batu empedu. 86 (47,5%) anak menunjukkan satu faktor risiko

batu empedu atau lebih pada pribadi dan anamnesis familial (Tabel 1). 95 (52,5%) pasien

3

Page 4: jurnal colestitiasis

tidak memiliki faktor risiko dan kolelitiasisnya ditetapkan sebagai idiopatik. Adanya satu

saudara atau lebih dengan kolelitiasis merupakan faktor risiko yang paling umum pada

sembarang usia, dengan peningkatan frekuensi pada usia (Gambar 1). Histori keluarga yang

positif dengan kolelitiasis diuraikan dalam cabang maternal pada 27 pasien (52,9%), pada

parental dalam 12 kasus (23,6%) dan dalam kedua cabang dalam pada 10 pasien (19,6%),

sedangkan pada 2 (3,9%) anak, kolelitiasis ditemukan masing-masing pada saudara laki-laki

dan perempuan. Adanya saudara dengan kolelitiasis, obesitas dan penyakit hemolitik

merupakan faktor risiko yang dominan pada anak dengan batu empedu. Menurut adanya

gejala pada diagnosa, pasien dibagi menjadi asimptomatik (64 pasien, 35,3%) dan

simptomatik (117 pasien, 64,7%).

Gambar 1 Faktor risiko untuk kolelitiasis dan usia pada diagnose

Tabel 1 Faktor risiko kolelitiasis pada 181 anak yang diobservasi di Departmen

Kesehatan dan Bedah Pediatrik

Faktor risikoDepartemen

kesehatan pediatrik

Departemen

bedah pediatrikTotal

Penyakit hemolitik

Familiaritas

Obesitas

NPT

Penyakit kronis hepatobilier

Fibrosis kistis

Terapi seftriakson

Bedah abdomen

Defisiensi IgA

Penyakit Gilbert

Tidak ada faktor risiko

9

46

14

0

8

2

4

2

1

2

55

7

5

0

4

1

0

7

0

0

1

40

16

51

14

4

9

2

11

2

1

3

95

NPT: Nutrisi parenteral total

Dalam konteks anak simptomatik untuk presentasi klinis, empat kelompok pasien

dapat dibedakan: 51 pasien (43,6%) (28 pria, usia rata-rata 10 tahun; kisaran 18 tahun 3

bulan) dengan nyeri kolik dengan atau tanpa sakit kuning; 50 pasien (42,7%) (25 pria, usia

rata-rata 7 tahun; kisaran, 16 tahun 2 bulan) dengan gejala saluran empedu kronis tipikal; 12

pasien (10,3%) (3 pria, usia rata-rata 6,5 tahun; kisaran 14 tahun 3 bulan) dengan gejala

4

Page 5: jurnal colestitiasis

atipikal; 4 anak (3,4%) (2 pria, usia rata-rata5,6 tahun; kisaran, 2-13 tahun) dengan

pankreatitis/kolesistitis.

Pendistribusian presentasi klinis pada kelompok usia yang berbeda menunjukkan

bahwa tingkat nyeri kolik lebih tinggi pada anak yang lebih dewasa; selain untuk presentasi

klinis lainnya, tidak ada korelasi dengan usia pada saat diagnosa. Menurut terapi, pasien

dapat dibagi menjadi 3 kelompok: 117 (64,6%) anak diobati dengan UDCA, 64 (35,5%) anak

dengan laparoskopik atau kolesistektomi laparotomik dan 34 anak (18,8%) diamati dengan

penatalaksanaan ekspektasi. Perhatikan bahwa 34 anak diberi pengobatan dengan UDCA

pada fase pertama dan setelahnya, untuk presistensi batu empedu, dengan kolesistektomi.

Karakteristik klinis, jenis terapi dan hasil pasien yang diteliti disajikan pada Tabel 2

dan 3.

Tabel 2 Karakteristik klinis, jenis pengobatan dan hasil pada 119 anak dengan

kolelitiasis yang diobservasi di Departemen Kesehatan Pediatrik

Terapi UDCA KolesistektomiTunggu dan

lihat

Asimptomatik

Nyeri kolik

Gejala saluran empedu tipikal

Gejala atipikal

Pankreatitis / kolesistitis

Resolusi litiasis

Kekambuhan litiasis

Resolusi gejala

Kekambuhan gejala

Total pasien

33

18

26

6

0

6

3

40

0

83

2

7

4

0

1

14

0

14

3

14

17

6

7

3

0

0

0

0

0

33

Tabel 3 Karakteristik klinis, jenis pengobatan dan hasil pada 62 anak dengan

kolelitiasis yang diobservasi di Departemen Bedah Pediatrik

Terapi UDCA KolesistektomiTunggu dan

lihat

Asimptomatik 8 9 1

5

Page 6: jurnal colestitiasis

Nyeri kolik

Gejala saluran empedu tipikal

Gejala atipikal

Pankreatitis / kolesistitis

Resolusi litiasis

Kekambuhan litiasis

Resolusi gejala

Kekambuhan gejala

12

9

3

2

2

0

9

0

23

14

3

1

50

0

50

0

0

0

0

0

0

0

0

0

Pasien yang diobservasi di departemen kesehatan

Pengobatan medis: 83 (69,7%) dari 119 pasien dengan batu empedu yang diobservasi di

Departemen Kesehatan dirawat dengan UDCA (25 mg/kg per hari; kisaran 18-30 mg/kg per

hari) untuk periode rata-rata 13 (kisaran, 3-96) mo. 33 (39,8%) pasien memiliki batu empedu

radiolusen, 17 pasien (20,4%) dengan batu empedu radioopak, sedangkan 33 pasien (39,8%)

tidak menjalani pemeriksaan radiografi. Rata-rata maksimum diameter batu empedu 8 mm

(kisaran, 2-45).Semua anak menjalani terapi tanpa mengalami efek yang buruk.Selama terapi

UDCA, mereka menjalani pemindaian ultra-bunyi setiap 3-6 bulan. Batu empedu tidak

kelihatan sama sekali hanya pada 6 anak (7,2%) (4 radiolusen dan 2 dengan aspek radiografi

yang tidak diketahui), namun kolelitiasis kambuh pada 3 anak (50%); pada satu anak, batu

empedu kelihatan lagi setelah 6 tahun dan pada dua anak lainnya, lumpur empedu masing-

masing diobservasi setelah 6 dan 10 bulan. 4 dari 6 pasien dengan disolusi batu empedu

adalah simptomatik pada saat diagnosa; keempat anak terbebas dari gejalanya selama terapi

UDCA. 2 anak lainnya tetap asimptomatik selama periode observasi. Pada 4 pasien lainnya,

ketidaktampakan batu empedu diobservasi, namun tiga diantaranya mengalami pseudolitiasis

(setelah terapi antibiotik dengan seftriakson) dan satu pasien memiliki batu empedu

fetal.Karena kondisi tersebut diuraikan sebagai penyakit sembuh dengan sendirinya (auto-

resolving disease), ketidaktampakan tersebut tidak dianggap terinduksi oleh UDCA. Pada 73

pasien (87,9%) yang dirawat dengan UDCA, terdapat persistensi batu empedu. 43 pasien

simptomatik pada saat diagnosa. Pada 36 (83,7%) dari pasien tersebut, resolusi

ketidaknyamanan klinis diobservasi, sedangkan pada 7 (16,4%) dari pasien tersebut, gejala

tidak mengalami perubahan selama terapi. 30 anak lainnya (41,1%) tetap asimptomatik

selama perawatan. 11 pasien (13,2%) mengalami kolesistektomi pada saat penangguhan

6

Page 7: jurnal colestitiasis

terapi medis untuk gejala yang kambuh atau gejala yang bertahan. Perbedaan mencolok dari

segi jenis kelamin, usia, karakteristik batu empedu (diameter, aspek Rx) dan faktor risiko

untuk kolelitiasis tidak dijumpai di antara responden pasien dan non-responden terhadap

UDCA.

Pengobatan bedah: 14 pasien (11,8%) dengan batu empedu yang diobservasi di Departemen

Kesehatan Pediatrik diobati bedah. Pada waktu pemeriksaan sinar-X, 4 pasien di antaranya

(28,6%) memiliki batu empedu radiolusen, 6 pasien (42,8%) memiliki batu radioopak; dalam

4 kasus lainnya (28,6%), aspek radiografi batu empedu tidak diketahui. 11 pasien (78,6%)

simptomatik dan 3 pasien (21,4%) asimptomatik. Rata-rata maksimum diameter batu empedu

7 mm (kisaran, 3-33). Dalam 10 kasus (71,4%), kolesistektomi dilaksanakan dengan

menggunakan teknik laparoskopik dan 4 kasus (28,6%) dengan laparotomi. Tidak ada

komplikasi pasca-operasi dan tidak ada kasus kolelitiasis residu atau kekambuhan batu

empedu selama tindak-lanjut yang diobservasi.Pada tiga pasien, kekambuhan gejala klinis

setelah pengobatan (sindrom pasca-kolesistektomi) diuraikan.

Penatalaksanaan ekspektasi: 33 pasien (27,7%) tidak diobati, namun mereka

diobservasi dengan pengawasan klinis, laboratorium dan ultrasonografi setiap 3-6 bulan. Dua

pasien (6%) memiliki batu radiolusen, 16 pasien (48,5%) memiliki kolelitiasis radioopak dan

15 pasien lainnya (45,5%) tidak disertakan dalam pemeriksaan sinar-X. Rata-rata maksimum

diameter batu empedu 9 mm (kisaran, 2-23). Pengembangan komplikasi tidak diobservasi

dan tidak satupun pasien yang asimptomatik (51,5%) menjadi simptomatik selama tindak-

lanjut (durasi rata-rata tindak-lanjut, 9 bulan, kisaran 1-45).

Pasien yang diobservasi di bagian bedah

17 pasien yang dilibatkan dalam studi ini berasal dari Departemen Bedah Pediatrik

Brescia. Untuk menghindari bias pemilihan dalam evaluasi pengobatan dan hasil, kami

memutuskan untuk menganalisis anak secara terpisah di pusat tersebut.

62 pasien dengan batu empedu dan 8 pasien memiliki lumpur empedu, sehingga tidak

disertakan dalam studi (usia rata-rata 7; kisaran, 0-18 tahun). 48 (77,4%) pasien asimptomatik

pada waktu diagnosa, sedangkan 14 pasien (22,6%) asimptomatik. 34 anak (54,8%) dengan

batu empedu (21 radiolusen, 9 radioopak, dan 4 aspek radiografi yang tidak diketahui) diobati

dengan UDCA (dosis rata-rata 18 mg/kg per hari; kisaran, 5-30 mg/kg per hari; durasi rata-

rata 5 bulan; kisaran 2-36 bulan). 26 pasien simptomatik dan delapan pasien asimptomatik.

7

Page 8: jurnal colestitiasis

Setelah terapi UDCA, 9 dari 26 pasien simptomatik (34,6%) menjadi bebas dari gejala,

sedangkan dalam 17 kasus (65,4%), gejala tidak mengalami perubahan selama terapi. Batu

empedu hilang sama sekali dalam 2 kasus radiolusen (5,9%).Pada 2 pasien, resolusi spontan

litiasis diobservasi (pseudo-litiasis terinduksi seftrioksan). Pada 30 pasien lainnya (88,2%)

(17 batu empedu radiolusen, 9 radioopak dan 4 dengan aspek radiografi yang tidak

terindentifikasi), UDCA tidak memadai dengan persistensi batu empedu meskipun dilakukan

terapi.23 dari anak tersebut menjalani kolesistektomi, sedangkan 7 anak diikuti dengan

pengawasan periodik.27 pasien lainnya langsung dirawat dengan pendekatan bedah.Pada 40

pasien (80%), kolesistektomi dilakukan dengan teknik laparoskopik dan pada 10 kasus (20%)

dengan pendekatan laparotomik. Analisis histologi kandung empedu tersedia untuk 39

pasien: 33 pasien (84,6%) memiliki kolesistitis kronis, 2 pasien (5,1%) memiliki

papilomatosis, 1 pasien (2,6%) memiliki adenoma kandung empedu dan hanya 3 pasien

(7,7%) yang memiliki dinding kandung empedu yang normal. Komplikasi pasca-operasi tidak

dilaporkan kecuali pada anak dengan pertumbuhan laparocele dan pada anak lainnya yang

memiliki dilatasi saluran koledokus.Tidak ada sindrom pasca-kolesistektomi yang

diobservasi.

Hanya 1 pasien (1,6%) yang tidak diobati dan diikuti dengan pengawasan klinis dan

pengawasan ekografiperiodik.

PEMBAHASAN

Meskipun kolelitiasis dianggap sebagai kondisi yang tidak lazim pada anak-anak,

laporan baru-baru ini mendokumentasikan adanya peningkatan deteksi gangguan

tersebut.Peningkatan ini dapat dijelaskan oleh meningkatknya penggunaan pemindaian ultra-

bunyi abdomen pada masa kanak-kanak. Frekuensi batu empedu pediatrik, yang

didokumentasikan dalam studi di mana para pasien dipilih menurut gejala awal,

menghasilkan prevalensi antara 0,13% dan 0,22%. Dalam studi Wesdorp, di mana pasien

dengan kolelitiasis diperoleh dengan menyaring 4200 pemindai ultra-bunyi abdomen yang

dilakukan untuk tujuan lainnya seperti gejala empedu tipikal, gejala empedu umum atau

pemeriksaan rutin, prevalensi batu empedu dan lumpur empedu yang lebih tinggi (masing-

masing 1,9% dan 1,46%) diobservasi. Untuk tipologinya, studi ini tidak memberikan

informasi mengenai epidemiologi kolelitiasis pediatrik, namun menegaskan beberapa aspek

yang dilaporkan sebelumnya, sebagai frekuensi utama pada wanita hanya setelah pubertas,

peningkatan kasus dengan usia, keterkaitan dengan beberapa faktor risiko seperti familiaritas

8

Page 9: jurnal colestitiasis

untuk kolelitiasis, obesitas dan penyakit hemolitik. Telah dilaporkan sebelumnya bahwa kira-

kira 80% orang dewasa dengan batu empedu asimptomatik.Akan tetapi, kami menemukan

hanya satu pertiga anak dengan kolelitiasis yang asimptomatik.Hal tersebut dapat dijelaskan

oleh sifat tersier pusat-pusat yang dilibatkan atau menunjukkan bahwa kolelitiasis

asimptomatik tidak begitu sering pada anak-anak, seperti yang diuraikan dalam studi lainnya.

Meskipun prevalensi kolelitiasis pada anak meningkat, tidak ada informasi mengenai

penanggulangan penyakit masa kanak-kanak tersebut.Hanya ada sedikit data mengenai

kolelitiasis pediatrik dan dalam kebanyakan kasus, studi dilakukan terhadap sedikit

pasien.Dalam studi kami, di mana penanggulangan kolelitiasis dievaluasi pada sejumlah

besar anak yang diobservasi di Departemen Kesehatan dan Bedah yang dikaitkan SIGENP,

baik pendekatan diagnostik maupun strategi terapis sangat heterogen.Untuk pendekatan

diagnostik, sinar-X abdomen tidak dilakukan dalam semua kasus; faktanya, aspek radiografi

batu empedu pada sepertiga pasien tidak dievaluasi.Untuk pengobatan, meskipun pada orang

dewasa terapi UDCA dianjurkan hanya untuk subset pasien tertentu, dalam studi ini, obat

tersebut digunakan kira-kira dalam dua pertiga kasus dan hanya dalam setengah kasus, batu

empedu berupa radiolusen.Studi kami menegaskan bahwa UDCA tidak efektif untuk

melarutkan batu empedu dalam banyak kasus.Selain itu, ada tingkat penting kekambuhan

kolelitiasis setelah pelarutan utama.Akan tetapi, UDCA memiliki efek positif terhadap gejala-

gejala yang menentukan hilangnya gangguan abdomen pada banyak pasien simptomatik yang

diobati.

Dalam studi kami, kelosistektomi laparoskopik dipastikan menjadi efisasi dan

prosedur yang aman dalam mengobati batu empedu pediatrik untuk tingkat komplikasi pasca-

operasi yang rendah (3%) dan sindrom pasca-kolesistektomi (4,7%). Berbeda dengan studi

Wesdorp, di mana 45% anak dengan gejala empedu atau nyeri kolik gejalanya kambuh lagi

setelah diobati (Kolangio pankreatografi retrograde endoskopi (ERCP) atau kolesistektomi),

dalam studi kami, sindrom pasca-kolesistektomi diobservasi hanya dalam persentase kasus

yang sangat kecil. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan oleh kekambuhan gejala yang lebih

berat yang berhubungan dengan ERCP daripada dengan kolesistektomi.

Analisis histologi kandung empedu yang hilang menunjukkan perubahan struktur

seperti kolesistitis kronis, papilomatosis dan adenoma dalam kebanyakan kasus; kandung

empedu yang normal hanya terjadi dalam sejumlah kecil kasus.Oleh karena itu, untuk

harapan hidup anak yang panjang, penatalaksanaan ekspektasi kemungkinan tidak aman pada

9

Page 10: jurnal colestitiasis

pasien pediatrik.Faktanya, berbeda dengan orang dewasa di mana histori alami batu empedu

didokumentasikan dengan baik, pada anak, histori alami batu empedu tidak diketahui. Pada

orang dewasa, hanya 1 – 4% per tahun gejala atau komplikasi penyakit batu empedu akan

berkembang; hanya 10% gejala akan berkembang dalam lima tahun pertama setelah diagnosa

dan kira-kira 20% dalam 20 tahun.

Seperlima pasien dengan batu empedu yang dilibatkan dalam studi tidak diobati dan

diikuti dengan pengawasan klinis dan ekografi periodik; tidak satupun yang menunjukkan

adanya komplikasi yang terjadi selama tindak-lanjut (rata-rata 9 bulan; kirasan 3-

45).Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa dalam studi kami, periode observasi

pasien yang tidak diobati terlalu singkat untuk mengevaluasi tingkat komplikasi yang efektif.

Dengan mempertimbangkan tipologi studi ini dan penanggulangan heterogen yang

diobservasi pada pasien, kami tidak dapat memberikan indikasi yang jelas mengenai

penanggulangan kolelitiasis pada anak-anak.Namun, berdasarkan studi dan hasil yang ada,

pendekatan berikut dapat disebutkan. Pertama, anak dengan batu empedu harus dibagi

menjadi dua kelompok berdasarkan presentasi klinis: simptomatik dan asimptomatik. Untuk

batu empedu asimptomatik, dengan mempertimbangkan tingkat komplikasi yang rendah yang

diobservasi dan histori alami yang baik yang diuraikan pada orang dewasa, kami

menganjurkan penatalaksanaan ekspektasidengan pengawasan klinis dan ultrasonografi

periodik. Di sisi lain, untuk batu empedu simptomatik, dengan mempertimbangkan tingkat

komplikasi pasca-operasi dan sindrom pasca-kolesistektomi yang rendah, kami

menganjurkan pendekatan bedah dengan kolesistektomi laparoskopik. Untuk ketidakefektifan

terhadap pelarutan batu empedu dan untuk tingkat kekambuhan batu empedu yang tinggi,

UDCA selayaknya tidak digunakan pada batu empedu pediatrik, kecuali pada anak

simptomatik dengan kotraindikasi pembedahan untuk menurunkan gejala klinis.

Pendekatan ini harus dibuktikan dalam studi lebih lanjut yang meliputi sejumlah besar

anak; lebih lanjut,histori alami kolelitiasis dalam masa kanak-kanak perlu diketahui.

KESIMPULAN

Strategi terapi sangat heterogen.Asam ursodeoksikolat tidak efektif dalam melarutkan batu

empedu, namun memiliki efek yang baik terhadap gejala.Kolesistektomi laparoskopik

menjadi pengobatan yang efektif dan aman untuk batu empedu pediatrik.

10