jurnal - arial

14
1. Pendahuluan Dalam perkembangan teknologi bahan dan rekayasa mikroteknologi telah mendorong perubahan yang sangat besar terhadap penggunaan material khususnya baja karbon sedang dalam dunia industri. Seiring dengan perkembangan yang ada maka dibutuhkan baja karbon sedang dengan sifat dan karakteristik yang sesuai terhadap kondisi pada saat diaplikasikan. Salah satu aplikasi baja karbon PENGARUH PROSES TEMPERING DAN PROSES PENGEROLAN DI BAWAH DAN DI ATAS TEMPERATUR REKRISTALISASI PADA BAJA KARBON SEDANG TERHADAP KEKERASAN DAN KETANGGUHAN SERTA STRUKTUR MIKRO UNTUK MATA PISAU PEMANEN SAWIT Ahmad Azhari Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Penelitian pengaruh proses tempering dan proses pengerolan di bawah dan di atas temperatur rekristalisasi pada baja karbon sedang terhadap kekerasan, ketangguhan dan struktur mikro untuk mata pisau pemanen sawit. Tujuan penelitian adalah memperbaiki sifat mekanis baja karbon sedang untuk mata pisau pemanen sawit. Kajian proses tempering (suhu 550°C selama 1 jam, 2 jam dengan media pendingin air es dan suhu 550°C selama 1 jam dengan media pendingin udara), proses pengerolan di bawah temperatur rekristalisasi (suhu 650°C deformasi 10%, 5% dan suhu 600°C deformasi 5%), dan proses pengerolan di atas temperatur rekristalisasi (suhu 800°C deformasi 20%, 10%, dan suhu 950°C deformasi 20%). Dapat disimpulkan bahwa pengaruh proses tempering dan proses pengerolan di bawah dan di atas temperatur rekristalisasi pada baja karbon sedang terhadap kekerasan, ketangguhan dan struktur mikro untuk mata pisau pemanen sawit adalah dengan meningkatnya nilai kekerasan maka nilai ketangguhan dan struktur mikro cenderung menurun artinya dimana semakin keras bahan maka nilai ketangguhannya akan semakin menurun dan ukuran diameter butir semakin kecil pada proses tempering dan proses pengerolan di bawah temperatur rekristalisasi, sedangkan pada proses pengerolan di atas temperatur rekristalisasi dengan meningkatnya nilai kekerasan maka nilai ketangguhan meningkat artinya dimana semakin keras bahan maka nilai ketangguhannya

Upload: win-buan

Post on 16-Apr-2015

131 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal - Arial

1. PendahuluanDalam perkembangan teknologi bahan

dan rekayasa mikroteknologi telah mendorong perubahan yang sangat besar terhadap penggunaan material khususnya baja karbon sedang dalam dunia industri. Seiring dengan perkembangan yang ada maka dibutuhkan baja karbon sedang dengan sifat dan karakteristik yang sesuai terhadap kondisi pada saat diaplikasikan. Salah satu aplikasi baja karbon sedang adalah penggunaannya sebagai bahan pembuatan mata pisau pemanen sawit. Baja karbon sedang sebagai bahan yang dipakai untuk pembuatan mata pisau pemanen sawit yang dibuat secara konvensional masih memiliki banyak kelemahan, diantaranya kekerasan yang tidak merata akibat dari proses pembuatan secara konvensional selain itu juga sifat

ketangguhannya yang masih rendah yang menyebabkan sering patah/retak nya sepertiga dari ujungnya pada permukaan mata pisau sehingga umur pakai lebih singkat. dikarenakan proses yang digunakan adalah hammering. Hammering menggunakan palu yang

patah/retak nya sepertiga dari ujungnya pada permukaan mata pisau sehingga umur pakai lebih singkat. Maka hal inilah yang mendasari dilakukannya penelitian untuk meningkatkan sifat mekanis baja karbon sedang sebagai bahan untuk mata pisau pemanen sawit. Permasalahan yang terjadi pada baja karbon sedang dalam aplikasinya terhadap mata pisau pemanen sawit adalah keterbatasannya sifat mekanis terutama sifat ketangguhannya dalam mendistribusikan energi yang diberikan sekitar rata-rata 20-30 kg terhadap tandan sawit sehingga dapat mematahkan/meretakkan sepertiga ujungnya pada permukaan yang tajam benda kerja (mata pisau pemanen sawit) dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu diperlukan karakteristik yang kuat dan tangguh.

PENGARUH PROSES TEMPERING DAN PROSES PENGEROLAN DI BAWAH

DAN DI ATAS TEMPERATUR REKRISTALISASI PADA BAJA KARBON

SEDANG TERHADAP KEKERASAN DAN KETANGGUHAN SERTA

STRUKTUR MIKRO UNTUK MATA PISAU PEMANEN SAWIT

Ahmad AzhariDepartemen Teknik Mesin Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian pengaruh proses tempering dan proses pengerolan di bawah dan di atas temperatur rekristalisasi pada baja karbon sedang terhadap kekerasan, ketangguhan dan struktur mikro untuk mata pisau pemanen sawit. Tujuan penelitian adalah memperbaiki sifat mekanis baja karbon sedang untuk mata pisau pemanen sawit. Kajian proses tempering (suhu 550°C selama 1 jam, 2 jam dengan media pendingin air es dan suhu 550°C selama 1 jam dengan media pendingin udara), proses pengerolan di bawah temperatur rekristalisasi (suhu 650°C deformasi 10%, 5% dan suhu 600°C deformasi 5%), dan proses pengerolan di atas temperatur rekristalisasi (suhu 800°C deformasi 20%, 10%, dan suhu 950°C deformasi 20%). Dapat disimpulkan bahwa pengaruh proses tempering dan proses pengerolan di bawah dan di atas temperatur rekristalisasi pada baja karbon sedang terhadap kekerasan, ketangguhan dan struktur mikro untuk mata pisau pemanen sawit adalah dengan meningkatnya nilai kekerasan maka nilai ketangguhan dan struktur mikro cenderung menurun artinya dimana semakin keras bahan maka nilai ketangguhannya akan semakin menurun dan ukuran diameter butir semakin kecil pada proses tempering dan proses pengerolan di bawah temperatur rekristalisasi, sedangkan pada proses pengerolan di atas temperatur rekristalisasi dengan meningkatnya nilai kekerasan maka nilai ketangguhan meningkat artinya dimana semakin keras bahan maka nilai ketangguhannya akan semakin meningkat sedangkan untuk struktur mikro diameter butirnya semakin kecil. Kekerasan dan ketangguhan bahan yang paling optimal dari berbagai proses yaitu pada proses pengerolan di atas temperatur rekristalisasi dengan suhu 800°C deformasi 20% yaitu kekerasan sebesar 420 BHN dan ketangguhan sebesar 1,7 J/mm² dimana kekerasan bahan meningkat seiring meningkatnya nilai ketangguhan bahan.

Keywords: Tempering, deformasi, rekristalisasi.

Page 2: Jurnal - Arial

Untuk mendapatkan sifat mekanis baja yang baik, maka dikembangkan baja dengan penambahan unsur paduan seperti silicon, mangan, chromium, nickel, aluminium, copper, vanadium dan sebagainya. Hal ini efektif dalam perbaikan sifat mekanis baja, hanya saja memberi dampak pada biaya produksi yang tinggi. Penguatan logam yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat terjadi dengan berbagai cara, antara lain dengan mekanisme pengerasan regangan (strain hardening), larutan padat, fasa kedua, prespitasi, dispersi, penghalusan butir dan tekstur.

Beberapa tahun belakangan ini telah dikembangkan metode lain untuk mendapatkan sifat mekanis yang baik tanpa menambahkan unsur paduan yaitu dengan metode deformasi plastis menyeluruh (Severe Plastic Deformation). Proses deformasi plastis menyeluruh adalah proses pembentukan logam dimana regangan plastis yang diberikan kepada logam atau material yang diproses sangat besar sehingga menghasilkan butir yang halus (ultra fine grain).

Proses deformasi yang dilakukan antara lain dapat dilakukan dengan cara pengerjaan panas maupun dingin. Proses deformasi dengan cara pengerolan memberikan pengaruh terhadap kekerasan yang merata pada mata pisau pemanen sawit. Dalam proses pengerolan maka material yang melalui alat pengerol akan memiliki kekerasan yang merata karena pada saat mengerol tekanan pada tiap titik akan sama. Dalam hal ini proses pengerolan akan lebih unggul dalam kekerasan yang merata, berbeda dengan cara pengerjaan konvensional yang kekerasannya belum tentu rata akibat dari gaya yang berbeda-beda.

Temperatur rekristalisasi yaitu, perubahan struktur kristal akibat pemanasan pada suhu kritis dimana untuk suhu kritis pada baja karbon adalah pada 723°C, sehingga dapat diartikan lebih lanjut bahwa temperatur rekristalisasi adalah suatu proses dimana butir logam yang terdeformasi digantikan oleh butiran baru yang tidak terdeformasi yang intinya tumbuh sampai butiran asli termasuk didalamnya.

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk peningkatan sifat mekanis dari baja karbon sedang. Penelitian mencoba untuk melakukan proses tempering, proses pengerolan di bawah dan di atas temperatur rekristalisasi. Maka dengan peralatan yang ada penelitian melakukan tempering dengan rentang suhu 550°C hingga 650°C dan dengan media pendingin air es dan udara.Pengerolan di bawah temperatur rekristalisasi dengan rentang suhu 600°C hingga 700°C dan dengan tingkatan deformasi sebesar 5% - 20%. Pengerolan di atas temperatur rekristalisasi

dengan rentang suhu 750°C hingga 950°C dan dengan tingkatan deformasi sebesar 5% - 20%.

Dalam penelitian ini, yang menjadi batasan masalah adalah hubungan dan pengaruh perubahan sifat mekanis terhadap diameter butir material dalam skala mikro. Adapun pembatasan masalah pada skripsi ini yaitu: 1. Material yang digunakan adalah baja

karbon sedang yang merupakan bahan yang digunakan sebagai pegas belakang mobil (pegas daun) yang dijual di pasaran yang diaplikasikan pada mata pisau pemanen sawit.

2. Pengujian sifat mekanis setelah dilakukan proses tempering, proses pengerolan di bawah dan di atas temperatur rekristalisasi meliputi uji kekerasan, dan ketangguhan (impact).

3. Pengujian sifat ketangguhan dan struktur mikro hanya dilakukan pada nilai-nilai optimal dari hasil nilai uji kekerasan pada proses tempering, proses pengerolan di bawah dan di atas temperatur rekristalisasi.

2. Tinjauan Pustaka2.1. Baja

Baja adalah logam paduan antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0,1% hingga 1,7% sesuai tingkatannya. Dalam proses pembuatan baja akan terdapat unsur-unsur lain selain karbon yang akan tertinggal di dalam baja seperti mangan (Mn), silikon (Si), kromium (Cr), vanadium (V), dan unsur lainnya.

Berdasarkan komposisi dalam prakteknya baja terdiri dari beberapa macam yaitu: Baja Karbon ( Carbon Steel ), dan Baja Paduan ( Alloy Steel )

2.2. Mekanisme Penguatan LogamPenguatan logam yang berdampak

terhadap peningkatan sifat mekanik dapat terjadi berbagai cara, antara lain dengan mekanisme pengerasan regangan (strain hardening), larut-padat, fasa kedua, prespitasi, dispersi, penghalusan butir dan tekstur.1. Pengerasan regang (strain

hardening)Penguatan melalui mekanisme pengerasan regangan dapat terjadi terhadap semua logam akibat proses deformasi plastis yang menyebapkan terjadinya peningkatan kerapatan dislokasi. Dislokasi yang semakin rapat mengakibatkan dislokasi itu sendiri semakin sukar bergerak sehingga bahan semakin kuat atau keras.

2. Larut padat Penguatan mekanisme larut padat terjadi akibat adanya atom-atom

Page 3: Jurnal - Arial

asing yang larut padat baik secara subtitusi maupun interstisi. Atom asing yang larut padat tersebut dapat berupa unsur pemadu dalam bentuk paduan maupun inklusi berupa atom pengotor. Kelarutan atom-atom asing ini dalam bentuk larut padat mengakibatkan timbulnya medan tegangan yang berdampak terhadap pergerakan dislokasi. Pergerakan dislokasi semakin sukar dengan timbulnya medan tegangan sehingga mengakibatkan logam menjadi lebih kuat atau keras.

3. Fasa keduaPenguatan atau pengerasan dapat pula terjadi melalui mekanisme fasa kedua karena timbulnya senyawa fasa paduan. Pembentukan senyawa fasa kedua dalam paduan terjadi karena penambahan unsur paduan yang melampaui batas larut padat. Senyawa fasa yang terbentuk relatif bersifat keras dan pergerakan dislokasi cenderung akan terhambat oleh fasa kedua tersebut. Pergerakan dislokasi yang terhambat oleh fasa kedua akan memperkuat dan memperkeras logam.

4. Prespitasi pengerasan logam dapat juga ditingkatkan dengan proses prespitasi yaitu pengerasan melalui partikel endapan fasa yang halus dan menyebar. Distribusi prespitat dalam bentuk partikel endapan fasa kedua ini menimbulkan tegangan dalam (internal sress). Tegangan yang ditimbulkan semakin besar sehingga mengakibatkan semakin meningkatnya kekuatan atau kekerasan. Pengerasan presipitasi ini terjadi melalui proses perlakuan panas, quenching dan aging. Paduan logam dalam bentuk dua fasa atau lebih dipanaskan pada suhu tertentu sehingga senyawa fasa tersebut akan larut-padat dalam satu fasa yang relatif homogen. Fasa yang relatif homogen tersebut kemudian didinginkan secara cepat sehingga membentuk fasa larut-padat super jenuh. Fasa larut-padat super jenuh tersebut kemudian mengalami aging sehingga terbentuk presipitat berupa partikel endapan fasa kedua yang halus dan tersebar merata yang mengakibatkan bahan menjadi keras. Pengerasan presipitasi ini akan menurun kekuatannya bila mengalami suhu overaging.

5. Penguatan logam tanpa pengaruh suhu overaging dapat dilakukan dengan metode dispersi. Pengerasan dispersi merupakan pengerasan melalui proses memasukkan partikel-partikel dispersi dalam bentuk serbuk yang tercampur secara homogen. Partikel dispersi yang digunakan merupakan partikel yang sama sekali tidak larut dalam matriknya.

Campuran serbuk logam tersebut dikenai proses kompaksi dan sintering dengan suhu pemanasan sampai mendekati titik cair logam matrik sehingga mengakibatkan terjadi ikatan yang kuat. Partikel dispersi tersebut merupakan rintangan bagi gerakan dislokasi dan semakin banyak partikel akan semakin banyak terjadinya dislokasi. Dislokasi yang semakin banyak mengakibatkan dislokasi semakin rapat dan semakin sulit bergerak sehingga bahan akan semakin keras.

6. Penghalusan butir dan teksturPenguatan dengan cara penghalusan butir (grain refining) terjadi melalui struktur butir. Butir logam merupakan kumpulan sel-satuan yang berorientasi sama. Polikristal memiliki butir-butir yang orientasinya berbeda satu dengan yang lain. Pada saat deformasi terjadi, dislokasi akan bergerak pada bidang slip dan berusaha mencapai permukaan luar. Oleh karena orientasi setiap butir berbeda dengan yang lain, orientasi bidang slip pada butir-butir juga akan berbeda-beda. Sebagai akibatnya pergerakan dislokasi akan terhambat. Gerakan dislokasi yang akan menyeberangi batas butir memerlukan tegangan yang lebih besar sehingga dengan demikian batas butir akan menjadi penghalang dan penghambat gerakan dislokasi. Struktur butir memiliki batas-batas butir yang merupakan rintangan bagi pergerakan dislokasi. Butir yang semakin halus cenderung akan semakin memperbanyak batas butir. Batas butir yang banyak akan mengakibatkan gerakan dislokasi semakin sukar karena semakin banyak rintangan sehingga material menjadi semakin kuat. Penghalusan butir dapat dilakukan melalui proses pembekuan dan proses rekristalisasi. Penguatan tekstur merupakan peningkatan kekuatan atau kekerasan melalui orientasi kristal. Logam yang ditingkatkan kekuatannya diusahakan kristalnya memiliki orientasi tertentu. Pembentukan kristal logam agar sel-satuan memiliki orientasi yang mendekati arah tertentu dapat dilakukan dengan cara deformasi plastis, seperti dengan proses pengerolan.

2.3. Proses DeformasiProses deformasi memanfaatkan sifat

beberapa material yaitu kemampuannya mengalir secara plastis pada keadaan padat tanpa merusak sifat-sifatnya. Dengan menggerakan material secara sederhana ke bentuk yang di inginkan, maka sedikit atau bahkan tidak ada material yang terbuang sia-sia.

Page 4: Jurnal - Arial

Dari proses pengecoran, direduksi ukurannya dan diubah kedalam bentuk-bentuk dasar seperti plates, sheets dan rod. Bentuk-bentuk dasar ini kemudian mengalami proses deformasi lebih lanjut sehingga diperoleh kawat (wire) dan berjenis-jenis produk akhir yang dihasilkan melalui tempa (forging), ekstrusi, sheet metal forming dan sebagainya.

Deformasi yang diberikan dapat berupa aliran curah (bulk flow) dalam tiga dimensi. Geser sederhana, tekuk sederhana dan gabungan ataupun kombinasi dari beberapa jenis proses tersebut. Tegangan yang diperlukan untuk mendapatkan deformasi tersebut dapat berupa tarikan (tension), tekan (compression), geseran (shear) atau kombinasi dari beberapa jenis tegangan tersebut.

Secara makroskopis, deformasi dapat dilihat sebagai perubahan bentuk dan ukuran. Perubahan bentuk yang terjadi dapat di bedakan atas deformasi elastis dan deformasi plastis.

Meskipun hakekat proses pembentukan logam adalah mengusahkan deformasi plastis yang terkontrol, namun dalam berbagai hal pengaruh deformasi elastis cukup besar sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Untuk itu perlu dibahas lebih dahulu pengertian deformasi elastis dan deformasi plastis.

Perubahan bentuk dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu deformasi elastis dan defomasi plastis. Deformasi elastis adalah perubahan bentuk yang terjadi bila ada gaya yang berkerja, serta akan hilang bila beban ditiadakan. Dengan kata lain bila beban ditiadakan, maka benda akan kembali kebentuk dan ukuran semula. Di lain pihak, defomasi plastis adalah perubahan bentuk yang permanent, meskipun bebannya di hilangkan. Secara diagramatis menunjukan pengertian deformasi elastis dan deformasi plastis pada suatu diagram tegangan-regangan.

Bila suatu material dibebani sampai daerah plastis, maka perubahan betuk yang saat itu terjadi adalah gabungan antara deformasi elastis dengan deformasi plastis (penjumlahan ini sering juga disedut deformasi total). Bila beban-beban ditiadakan, maka deformasi elastis akan hilang pula, sehinga perubahaan bentuk yang ada hanyalah deformasi plastis saja.

Pengaruh temperatur terhadap proses-proses pembentukan adalah hal mengubah sifat-sifat dan prilaku material. Secara umum kenaikan temperatur akan mengakibatkan turunnya kekuatan material, naiknya keuletan dan turunnya laju pengerasan regangan yang mana perubahannya tersebut mengakibatkan kemudahan material untuk deformasi.

Berdasarkan temperatur material pada saat deformasi ini, proses pembentukan logam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu:Pengerjaan panas (Hot working), dan Pengerjaan dingin (Cold working)

Pada awalnya batasan kedua kelompok tersebut hanyalah didasarkan atas ada atau tidaknya proses pemanasan benda kerja. Namun bila ditinjau dari segi metalurgis, hal ini tidak sepenuhnya benar.

Batasan yang berlaku lebih umum adalah yang didasarkan pada temperatur rekristalisasi logam yang diproses. Hal ini memang berkaitan dengan ada atau tidaknya proses pelunakan selama proses berlangsung.

2.4. Perlakuan Panas Perlakuan panas atau heat treatment mempunyai tujuan untuk meningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan internal (internal stress), menghaluskan ukuran butir kristal dan meningkatkan kekerasan atau tegangan tarik logam. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perlakuan panas, yaitu suhu pemanasan, waktu yang diperlukan pada suhu pemanasan, laju pendinginan dan lingkungan atmosfir.Jenis-jenis perlakuan panas antara lain :2.4.1. Annealing2.4.2. Normalizing2.4.3. Quenching2.4.4. Tempering

2.5. Media Pendingin Media pendingin yang digunakan untuk mendinginkan baja bermacam-macam. Berbagai bahan pendingin yang digunakan dalam proses perlakuan panas antara lain :

1. Air2. Minyak3. Udara4. Garam

2.6. Proses Pengerolan di Bawah Temperatur RekristalisasiProses pengerolan di bawah temperatur

rekristalisasi didefinisikan sebagai proses pembentukan yang dilakukan pada daerah temperatur di bawah temperatur rekristalisasi. Dalam praktek memang pada umumnya pangerjaan dingin dilakukan pada temperatur kamar, atau dengan lain perkataan tanpa pemanasan benda kerja.

Material yang diproses dengan pengerolan pada suhu di bawah suhu rekristalisasi dikatakan telah mengalami pengerjaan dingin. Material pada umumnya mengalami pengerjaan dingin pada temperatur kamar, meskipun perlakuan tersebut mengakibatkan kenaikan suhu. Sewaktu material mengalami pengerolan dingin terjadi perubahan yang mencolok pada struktur butir

Page 5: Jurnal - Arial

seperti perpecahan butir dan pergeseran atom-atom.

Untuk pengerolan dingin diperlukan tekanan yang lebih besar dari pada pengerolan panas. Material mengalami deformasi tetap bila tegangan melebihi batas elastis. Karena tidak mungkin terjadi rekristalisasi selama pengerolan dingin, tidak terjadi pemulihan dari butir yang mengalami perpecahan.

2.7. Proses Pengerolan di Atas Temperatur Rekristalisasi

Proses pengerolan di atas temperatur rekristalisasi didefinisikan sebagai proses pembentukan logam yang dilakukan pada daerah temperatur rekristalisasi logam yang diproses. (agar lebih singkat daerah tamperatur diatas temperatur rekristalisasi untuk selanjutnya disebut sebagai daerah temperatur tinggi). Dalam proses deformasi pada temperatur tinggi terjadi peristiwa pelunakan yang terus menerus, khususnya akibat terjadinya rekristalisasi. Akibat yang konkret ialah bahwa logam bersifat lunak pada temperatur tinggi. Kenyataan inilah yang membawa keuntungan-keuntungan pada proses pengerjaan panas. Yaitu bahwa deformasi yang diberikan kepada benda kerja dapat relative besar. Hal ini disebabkan karena sifat lunak dan sifat ulet, sehingga gaya pembentukan yang dibutuhkan relative kecil, serta benda kerja mampu menerima perubahaan bentuk yang besar tanpa retak. Karena itulah keuntungan proses pengerjaan panas biasanya digunakan pada proses-proses pembentukan primer yang dapat memberikan deformasi yang besar, misalnya: proses pengerolan panas, tempa dan ekstrusi. Disamping itu, temperatur tinggi memacu proses difusi sehingga hal ini dapat menghilangkan ketidak homogenan kimiawi, pori-pori karena efek pengelasan dapat tertutup atau ukurannya berkurang selama derformasi berlangsung serta struktur metalurgi dapat diubah sehingga diperoleh sifat-sifat akhir yang lebih baik.

2.8. Pengujian Kekerasan Kekerasan logam didefinisikan sebagai ketahanan terhadap penetrasi, dan memberikan indikasi cepat mengenai perilaku deformasi (Smallman, 2000). Alat uji kekerasan menekankan bola kecil, piramida atau kerucut ke permukaan logam dengan beban tertentu, dan bilangan kekerasan (Brinell atau piramida Vickers) diperoleh dari diameter jejak. Kekerasan dapat dihubungkan dengan kekuatan luluh atau kekuatan tarik logam, Karena sewaktu indentasi, material di sekitar jejak mengalami deformasi plastis mencapai beberapa persen regangan tertentu. Bilangan kekerasan Vickers (VPN)

didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan jejak piramida dan dinyatakan dalam satuan kgf/mm2 dan besarnya sekitar tiga kali tegangan luluh untuk material yang tidak mengalami pengerasan kerja yang berarti. Bilangan kekerasan Brinell (BHN) diberikan oleh persamaan (2.4). Dimana bilangan Brinell didefinisikan sebagai tegangan P/A, dalam satuan kgf/mm2, diamana P adalah beban dan A adalah luas permukaan kutub bola yang membentuk indentasi. Jadi

BHN= 2 PπD ¿¿

……………..(1)

dimana d adalah diameter jejak dan D adalah diameter indentor. Agar diperoleh hasil yang kosisten maka rasio d/D harus kecil dan diusahakan agar tetap konstan. Dengan begini nilai BHN untuk material lunak adalah sama. Pengujian kekerasan penting, baik untuk pengendalian kerja maupun penelitian, khususnya bilamana diperlukan informasi mengenai getas pada suhu tinggi.

2.9. Pengujian Ketangguhan Pengujian ketangguhan merupakan ketahanan bahan terhadap beban tumbukan atau kejutan. Ketangguhan juga dapat diartikan jumlah energi yang diserap bahan sampai terjadi perpatahan (Djaprie.1992). Pengujian impact adalah pengujian yang berdasarkan pada prinsip hukum kekekalan energi, yang menyatakan bahwa jumlah energi mekanik selalu konstan.

Gambar 1. Bentuk dan Dimensi Benda Uji Impact Berdasarkan ASTM E23-56T. Tenaga untuk mematahkan benda uji atau besarnya tenaga yang diserap oleh benda uji dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: E = GR ( cos β – cos α )…...……………….(2)Maka, HI (Harga Impact) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:HI = E/A……………………………………….(3)

2.10. Analisa Struktur ButirButir kristal tidak sepenuhnya berbentuk polyhedral, tetapi dapat mempunyai bentuk yang berbeda, bergantung pada riwayat termal dan mekanik bahan utuh. Sifat mekanik turut

Page 6: Jurnal - Arial

ditentukan oleh ukuran butir. Makin halus butir, makin keras bahan dan kekuatan luluh; keuletan dan ketangguhan bahan juga lebih tinggi. Hubungan antara besar butir dan kekuatan diberikan oleh persamaan Petch yaitu:

σ y=σ1+K y d12 ……………………(4)

2.11. Pertumbuhan Struktur Butir Struktur kristal logam akan rusak pada

titik cairnya (Alexander, 1991). Batas butir akan lenyap dan kekuatan mekanik tidak akan berarti lagi. Struktur kristal akan terbentuk kembali jika logam didinginkan. Sewaktu membeku, energi dilepaskan dalam bentuk panas laten pembekuan, dan laju pembekuan bergantung pada jumlah panas yang dapat dilepaskan. 2.12. Perhitungan Diamater Butir

Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengukur besar butir dari struktur mikro suatu material salah satunya adalah metode Planimetri yang dikembangkan oleh Jeffries. Dimana metode ini cukup sederhana untuk menetukan jumlah butir persatuan luas pada bagian-bidang yang dapat dihubungkan pada standar ukuran butir ASTM E 112. Metode planimetri ini melibatkan jumlah butir yang terdapat dalam suatu area tertentu yang dinotasikan dengan NA. Secara skematis proses perhitungan menggunakan metode ini seperti pada gambar 2.

Gambar 2 Perhitungan butiran menggunakan metode planimetri

Jumlah butir bagian dalam lingkaran (Ninside) ditambah setengah jumlah butir yang bersingungan (Nintercepted) dengan lingkaran dikalikan oleh pengali Jeffries (f) dapat dituliskan pada persamaan (5).

N A=f (N inside+N intercepted

2) ………..(5)

Dimana pengali Jeffries yang dipergunakan tergantung pada perbesaran yang digunakan pada saat melihat struktur mikro dan dapat ditetukan melalui tabel 1.

Untuk selanjutnya setelah diperoleh nilai NA maka ukuran butir dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut

d = (3,322 log NA) – 2,95 …….……(6)

Tabel 1. Hubungan antara perbesaran yang digunakan dengan pengali Jeffries

Perbesaran (M)

Pengali Jefrries( f) untuk menetukan butiran/mm2

1 0.000210 0.0225 0.12550 0.575 1.125100 2.0150 4.5200 8.0250 12.5300 18.0500 50.0750 112.51000 200.0

Sumber: ASTM E 112-96, 2000

3. Metodologi Penelitian3.1. Alat-Alat dan Bahan

Adapun peralatan yang di pergunakan selama penelitian ini adalah:1. Tungku Pemanas(Furnace Naber) 2. Thermocouple Type-K3. Pengerol4. Jangka sorong5. Penjepit specimen6. Mesin poles (polisher)7. Mikroskop optic8. Mikroskop VB9. Alat uji kekerasan Brinell10. Mesin Sekrap11. Mesin uji tarik Torsee Type AMU-10

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:1. Baja karbon sedang yang merupakan

bahan yang digunakan sebagai pegas belakang mobil (pegas daun) yang diaplikasikan pada mata pisau pemanen sawit.

2. Resin dan hardener.3. Kertas pasir dengan grade 120, 240, 400,

600, 800, 1000, 1200 dan 1500.4. Larutan etsa nital 5%5. Kain Panel6. Larutan alumina

3.2. Langkah-Langkah PenelitianPersiapan Spesimen

Spesimen yang dipergunakan dalam pengujian ini ada 3 yaitu spesimen uji kekerasan yang berukuran 55x15x5, dan metalografi berukuran 15x15x5, serta spesimen uji impak dengan skala 1:2 dari ASTM E23-56T.

Proses Tempering Proses tempering adalah proses pemanasan dari suatu logam atau paduan dalam keadaan padat untuk mendapatkan

Page 7: Jurnal - Arial

sifat-sifat tertentu. Pemanasan awal memberikan pengaruh pada sifat mekanis bahan. Setelah dipanaskan, spesimen didinginkan dengan 2 media pendingin berbeda, yaitu air es (quenching) dan udara bebas. Lama laju proses pendinginan pada proses quenching yaitu sekitar 1 menit sampai 2 menit, dan untuk pendinginan udara bebas yaitu sekitar 5 menit sampai 10 menit karena pada udara terbuka laju pendinginannya lebih lambat dibandingkan dengan quenching.

Proses Pengerolan di Bawah Temperatur Rekristalisasi

Pemanasan spesimen dilakukan pada suhu 6000C, 6250C 6500C, 6750C, 7000C dan digunakan thermocouple digital untuk didapatkan pembacaan suhu yang akurat di dalam furnace, kemudian ditahan selama 60 menit untuk didapatkan panas yang menyeluruh pada spesimen.Benda uji yang telah dipanaskan dan ditahan selama 60 menit selanjutnya dirol agar didapat deformasi terhadap ketebalan sebesar 5%, 10%, 15% dan 20% mengunakan alat rol.Setelah mengalami deformasi spesimen kemudian didinginkan perlahan mengunakan udara bebas (air cooling) sampai dengan temperatur ruang.

Proses Pengerolan di Atas Temperatur Rekristalisasi

Pemanasan spesimen dilakukan pada suhu 7500C, 8000C, 8500C, 9000C, 9500C dan digunakan thermocouple digital untuk didapatkan pembacaan suhu yang akurat di dalam furnace, kemudian ditahan selama 60 menit untuk didapatkan panas yang menyeluruh pada spesimen.Benda uji yang telah dipanaskan dan ditahan selama 60 menit selanjutnya dirol agar didapat deformasi terhadap ketebalan sebesar 5%, 10%, 15% dan 20% mengunakan alat rol.Setelah mengalami deformasi spesimen kemudian didinginkan perlahan mengunakan udara bebas (air cooling) sampai dengan temperatur ruang.

PengujianPengujian pertama dilakukan pengujian

kekerasan yang dilakukan terhadap baja karbon sedang yang telah mengalami proses pengerolan dibawah temperatur rekristalisasi. Kemudian diambil 3 spesimen dengan nilai kekerasan tertinggi untuk selanjutnya dilakukan pengujian tarik dan pengamatan struktur mikro.

Pengujian KekerasanPengujian kekerasan dilakukan di

laboratorium metallurgi fakultas teknik USU. Sebelum diuji kekerasannya, spesimen dibersihkan dan diratakan permukanya terlebih

dahulu dengan mesin polish dan kertas pasir. Setelah itu pengujian kekerasan dilakukan dengan alat brinell dengan pembebanan 3000 kg dan diameter jejak diukur menggunakan teropong indentor.

Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pengujian kekerasan dengan metode Brinell :1. Spesimen dibersihkan permukaannya

dengan mesin polish.2. Setelah bersih, spesimen diletakkan pada

landasan uji dan bola indentor yang digunakan adalah bola dengan diameter 10 mm.

3. Spesimen dinaikkan hingga menyentuh bola indentor, kemudian katup hidrolik dikunci.

4. Tuas hidrolik ditekan berulang-ulang hingga skala pada panel menunjukkan angka 3000 kg kemudian ditahan selama 30 detik.

5. Setelah 30 detik katup hidrolik dibuka untuk mengembalikan beban ke posisi semula (0 kg).

6. Pengambilan data kekerasan diulang sebanyak 5 kali untuk masing-masing spesimen dan diambil data rata-ratanya.

7. Pengamatan diameter indentasi dilakukan dengan menggunakan teropong Indentor dan data diameternya disesuaikan dengan tabel kekerasan.

Pengujian Ketangguhan (impact)Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui

keliatan dan ketahanan benda uji terhadap beban dinamis. Uji impact dilakukan dalam satu kali pukulan untuk satu benda uji. Pada pengujian impact ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impact atau ketangguhan bahan tersebut.

Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pengujian impact :1. Memastikan jarum penunjuk pada posisi 0

pada saat godam menggantung bebas.2. Meletakkan bahan uji diatas penopang dan

memastikan godam pada saat mengayun dapat tepat mengenai tengah-tengah punggung takik.

3. Menaikkan godam secara perlahan-lahan dengan memutar tuas pengangkat dan penurun hingga jarum penunjuk sudut menunjukkan sudut awal, dalam hal ini godam sudah terkunci.

4. Menekan tombol pembebas kunci, sehingga godam akan mengayun kebawah dan akan mematahkan benda uji.

5. Setelah benda uji patah, maka setelah itu melakukan pengamatan dan membuat data tertulis.

Pengujian Metallografi

Page 8: Jurnal - Arial

Pengujian metalografi agar dapat diamati mikrostrukturnya, maka terlebih dahulu benda uji di potong yang merupakan bagian dari spesimen kekerasan yaitu pada bagian ujungnya, kemudian di mounting mengunakan resin dan hardener.

Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pada pengujian Metallografi :1. Spesimen yang telah dimounting dengan

resin dipolish dengan polisher.2. Spesimen dipolish dengan kertas pasir

grade 120 dan 240 selama 15 menit, kemudian dilanjutkan dengan grade 400, 600, 800, 1000, dan 1500 selama 15 menit.

3. Setelah dipolish dengan kertas pasir, spesimen dipolish dengan bubuk alumina sampai terbentuk kilatan seperti cermin.

4. Etsa nital 5% dituangkan dalam wadah atau cawan kemudian spesimen dicelupkan kedalam etsa selama 5-30 detik.

5. Spesimen yang telah dietsa dibersihkan dengan cara dicelupkan lagi ke dalam alkohol kemudian dikeringkan di udara bebas atau dikeringkan dengan kipas angin.

6. Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan menggunakan alat mikroskop optik rax vision yang disambungkan ke program Rax Vision Plus 4.1 pada komputer.

7. Spesimen diletakkan diatas bidang uji atau meja mikroskop kemudian didekatkan dengan optic mikroskop.

8. Digunakan perbesaran 200X dan diambil photo dari masing-masing spesimen.

9. Fokus pada mikroskop diputar untuk mendapatkan pengamatan yang baik pada spesimen.

10. Setelah didapatkan fokus dan pencahayaan yang yang pas, diambil photo dari spesimen dengan mengklik icon Capture frame pada program Rax Vision plus 4.1.

11. Prosedur yang sama juga dilakukan untuk spesimen lainnya.

12. Setelah itu diukur diameter masing-masing spesimen dengan metode planimetri dan dicatat data hasil pengukuran.

4 HasilBerikut ini adalah data hasil pengujian

kekerasan nilai yang optimal berdasarkan skala Brinell dapat dilihat pada tabel

Tabel 2.Hasil Uji Kekerasan Nilai yang Optimal.

Nama Spesimen

Suhu(°C)

Media Pendingin

Kekerasan

(BHN)

Raw Material

Proses Tempering

-550°C

550°C

550°C

-Media

pendingin air esMedia

pendingin air esMedia

pendingin udara

349,8333

307,4

303,4

Proses Pengerolan di Bawah TemperaturRekristalisasi

650°C

650°C

600°C

10 %

5 %

5 %

299

295,2

288,6

Proses Pengerolan di Atas TemperaturRekristalisasi

800°C

800°C

950°C

20 %

10 %

20 %

420

292,4

289,8

Berdasarkan hasil pengujian kekerasan pada tabel, dapat dilihat bahwa kekerasan dengan nilai paling optimum terjadi pada suhu 8000C dengan tingkat deformasi 20% yaitu sebesar 420 dalam skala BHN, diikuti pada suhu 550°C selama 1 jam dengan media pendingin air es yaitu sebesar 333 BHN dan pada suhu 550°C selama 2 jam dengan media pendingin air es, dan selanjutnya sampai paling rendah nilai kekerasannya sebesar 288,6 BHN pada suhu 600°C dengan deformasi 5%.

Berikut ini adalah data hasil pengujian ketangguhan nilai yang optimal dapat dilihat pada tabel.

Tabel 3. Hasil Uji Impak Nilai yang OptimalNamaSpesimen

Tem

(C)

Defo-rmasi

Sudut β (°)

E (J)

HI (J/

mm²)

Raw Material

- - 64,5

24 1,2

ProsesTempering

550° C

550°C

550°C

Media pendingin air es

Media pendingin air es

Media pendingin udara

63

62,5

61,5

27,7

29

31,5

1,39

1,45

1,58

Proses Pengrolan di Bawah

650°

C

10%

5%

57

55,

42,5

46

2,13

2,3

Page 9: Jurnal - Arial

Tempratur Rekristalisasi

650°C600°C

5%5

5547,3 2,37

Proses Pengrolan di Atas Tempratur Rekristalisasi

800°C800°C950°C

20%

10%

20%

60,5

63

64,5

34

27,7

24

1,7

1,39

1,2

Berdasarkan hasil pengujian ketangguhan pada tabel, dapat dilihat bahwa ketangguhan dengan nilai paling optimum terjadi pada suhu 6000C dengan tingkat deformasi 5% yaitu sebesar 2,37 J/mm², diikuti dengan deformasi pada suhu 650°C dengan tingkat deformasi 5% yaitu sebesar 2,3 J/mm² dan selanjutnya sampai paling rendah nilai ketangguhannya sebesar 1,2 J/mm² pada suhu 950°C dengan deformasi 20%.

Berikut ini adalah data hasil pengujian metallografi nilai yang optimal dapat dilihat pada tabel.

Tabel 4. Hasil Pengukuran Diameter Buitr Nilai yang Optimal.

NamaSpesimen

Suhu(°C)

Deformasi (%)

Diameter Butir(µm)

Raw Material - - 5,6 µm

Proses Tempering

550°C

550°C

550°C

Media pendingin

air esMedia

pendingin air esMedia

pendingin udara

6,12 µm

6,93 µm

7,15 µm

Proses Pengerolan di Bawah Temperatur Rekristalisasi

650°C

650°C

600°C

10 %

5 %

5 %

7,8 µm

7,97 µm

8,96 µm

Proses Pengerolan diAtas Temperatur Rekristalisasi

800°C

800°C

950°C

20 %10 %

20 %

4,95 µm8,03 µm

8,26 µm

5 KesimpulanKesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Sifat ketangguhan dan bentuk patahan baja karbon sedang yang didapat dari hasil pengujian impact yaitu:a) Pada proses tempering suhu 550°C

selama 1 jam nilai impact nya sebesar 1,39 J/mm² dan selama 2 jam nilai impact nya sebesar 1,45 J/mm² dengan media pendingin air es yang ketangguhannya menunjukkan patahan getas, sedangkan suhu 550°C selama 1 jam nilai impact nya sebesar 1,58 J/mm² dengan media pendingin udara yang ketangguhannya menunjukkan patahan ulet. Nilai impact yang paling baik dari proses tempering ini yaitu suhu 550°C selama 1 jam dimana nilai impact nya sebesar 1,58 J/mm² dengan media pendingin udara.

b) Pada proses pengerolan di bawah temperatur rekristalisasi suhu 650°C deformasi 10% nilai impact nya sebesar 2,13 J/mm² dan deformasi 5% nilai impact nya sebesar 2,3 J/mm² sedangkan suhu 600°C deformasi 5% nilai impact nya sebesar 2,37 J/mm² yang seluruh ketangguhannya menunjukkan patahan ulet. Nilai impact yang paling baik dari proses pengerolan di bawah temperatur rekristalisasi ini yaitu suhu 600°C deformasi 5% dimana nilai impact nya sebesar 2,37 J/mm².

c) Pada proses pengerolan di atas temperatur rekristalisasi suhu 800°C deformasi 20% nilai impact nya sebesar 1,7 J/mm² yang ketangguhannya menunjukkan patahan ulet sedangkan deformasi 10% nilai impact nya sebesar 1,39 J/mm² dan suhu 950°C deformasi 20% nilai impact nya sebesar 1,2 J/mm² yang ketangguhannya menunjukkan patahan getas. Nilai impact yang paling baik dari proses pengerolan di atas temperatur rekristalisasi ini yaitu suhu 800°C deformasi 20% dimana nilai impact nya sebesar 1,7 J/mm².

2. Hubungan antara ukuran butiran dengan kekerasan pada proses tempering dan proses pengerolan di bawah dan di atas temperatur rekristalisasi berbanding terbalik, dimana semakin kecil ukuran butiran maka bahan semakin keras sedangkan untuk ketangguhan dengan diameter butir pada proses tempering dan proses pengerolan di bawah temperatur rekristalisasi berbanding lurus, dimana semakin kecil ukuran butiran maka nilai ketangguhannya semakin menurun, dan pada proses pengerolan di atas temperatur rekristalisasi berbanding terbalik, dimana semakin kecil ukuran butiran maka nilai ketangguhannya semakin meningkat.

3. Pengaruh dari proses tempering, proses pengerolan di bawah temperatur

Page 10: Jurnal - Arial

rekristalisasi yang telah dilakukan setelah diambil nilai-nilai optimalnya dari hasil uji kekerasan dan ketangguhan maka hasil yang diperoleh rata-rata nilainya masih di bawah bahan mentahnya (raw material), tetapi untuk proses pengerolan di atas temperatur rekristalisasi dari hasil uji kekerasan dan ketangguhan pada suhu 800°C deformasi 20% nilainya di atas bahan mentahnya (raw material) yaitu nilai kekerasan sebesar 420 BHN dan ketangguhan sebesar 1,7 J/mm² sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh proses pengerolan di atas temperatur rekristalisasi pada suhu 800°C deformasi 20% lebih baik dari bahan awal (raw material).

Daftar PustakaAlexander,W.O. Davies, G.J. Heslop, S.

Reynolds,K.A. Dasar Metalurgi Untuk Rekayasawan. Jakarta: PT. Gramedia Utama, 1991.

Anom Yogantoro. Pengaruh Variasi Temperatur Pemanasan Low Tempering, Medium Tempering Dan High Tempering Pada Medium Carbon Steel Terhadap Struktur Mikro, Kekerasan, Dan Ketangguhan. Tugas Akhir UMS. Surakarta: 2010.

Amstead, B.H., Djaprie, S. (Alih Bahasa). Teknologi Mekanik, Edisi Ke-7, Jilid I, PT. Erlangga, Jakarta: PT. Erlangga, 1995.

ASTM E10-01. Standard Test Methods for Brinell Hardness of Metallic Materials. ASTM International, 2004.

ASTM E112-96 rev, Standart Test Methods for Determining Average Grain Size. ASTM International, 2000.

ASTM E23-56T. Standard Test Methods for Impact Test of Metallic Materials. ASTM International, 1996.

Budinski K.G.; Michael K. Budinski, Engineering Materials: Properties and Selection, Prentice Hall, New Jersey, 1999.

Callister, William D. Materials Science and Engineering: an Introduction. New York: John Wiley & Sons, Inc, 2007.

De Garmo, P. Materials and Processes in Manufacturing, Mac Milan Company, New York, 1969.

Johnson, W. Impact Strength of Material. London: Edward Arnold Press, 1972.

Laporan Praktikum Laboratorium Logam. Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Lawrence H.Van Vlack. Ilmu dan Teknologi Bahan. Jakarta : Erlangga, 1991.

Nash, William. Strength of Materials. Schaum’s Outlines, 1998.

Sardia, tata. & sinroku saito. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta : PT. Gramedia, 1994.

Smallman, b.e. Metalurgi Fisik Modern. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1991.

Subarmo.; Jamasri. Pengaruh Pengerasan Regangan Terhadap Ketangguhan Baja Grade B. Tugas Akhir UMS. Surakarta : 2005.

Widya Mukti Setiadji. Perubahan Ketangguhan Bahan ST.40 Yang Telah Mengalami Proses Double Hardening Dengan Carburizing. Tugas Akhir UNS. Semarang : 2007.