jurnal-amelelsasulis2

14
Pentingnya Profesionalisme Selain Formalitas dalam Membina Karakter dan Tanggung Jawab Guru 1 Amelia Dwi Puspita Sari, 2 Elsa Dwi Jayanti, 3 Sulistyo Adjie Adhi K Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia Email: 1) [email protected], 2) [email protected], 3) [email protected] Abstrak Guru berkualitas selalu menjadi tuntutan di berbagai jenjang dan jenis institusi pendidikan, baik dari institusi penghasil (LPTK, Universitas, SPG, Dll) maupun institusi pengguna (Sekolah). Tugas guru kapan dan dimanapun sangat berat, dimana ia akan sangat bertanggung jawab dalam pembentukan karakter peserta didiknya. Dan guru juga dituntut memiliki keprofesionalan selepas menjabat sebagai seorang pendidik berlabel Abdi Negara. Pembentukan karakter seorang guru yang bertanggungjawab terhadap profesinya sebenarnya sangat sulit, karena hal itu harus dilatih sejak awal. Terlepas dari kenyataan bahwa guru sebagai tenaga pendidik bersertifikat dari pemerintah justru sering melupakan tanggungjawabnya sebagai seorang pendidik. Pada sebuah kasus nyata bahwa banyak guru honorer bisa menunjukan tanggungjawab dan kemampuan menangani kelas dengan luar biasa, jauh lebih berkualitas dengan guru yang sudah menyandang status sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Apakah guru penyandang jabatan PNS itu hanya menganggap statusnya tersebut sebagai formalitas belaka? Dan hanya memanfaatkan para guru honorer yang notabene lebih baik kemampuan mengajar serta tanggungjawabnya dibandingkan guru PNS tersebut? Seharusnya tidak. Mereka dengan profesinya 3

Upload: amelia-dwi-puspita-sari

Post on 06-Nov-2015

3 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Pentingnya Profesionalisme Selain Formalitas dalam Membina Karakter dan Tanggung Jawab Guru

1[footnoteRef:1]Amelia Dwi Puspita Sari, 2[footnoteRef:2]Elsa Dwi Jayanti, [footnoteRef:3]3Sulistyo Adjie Adhi K [1: ] [2: ] [3: ]

Fakultas Teknologi InformasiUniversitas Kristen Satya WacanaJl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, IndonesiaEmail: 1) [email protected], 2)[email protected], 3) [email protected]

AbstrakGuru berkualitas selalu menjadi tuntutan di berbagai jenjang dan jenis institusi pendidikan, baik dari institusi penghasil (LPTK, Universitas, SPG, Dll) maupun institusi pengguna (Sekolah). Tugas guru kapan dan dimanapun sangat berat, dimana ia akan sangat bertanggung jawab dalam pembentukan karakter peserta didiknya. Dan guru juga dituntut memiliki keprofesionalan selepas menjabat sebagai seorang pendidik berlabel Abdi Negara. Pembentukan karakter seorang guru yang bertanggungjawab terhadap profesinya sebenarnya sangat sulit, karena hal itu harus dilatih sejak awal. Terlepas dari kenyataan bahwa guru sebagai tenaga pendidik bersertifikat dari pemerintah justru sering melupakan tanggungjawabnya sebagai seorang pendidik. Pada sebuah kasus nyata bahwa banyak guru honorer bisa menunjukan tanggungjawab dan kemampuan menangani kelas dengan luar biasa, jauh lebih berkualitas dengan guru yang sudah menyandang status sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Apakah guru penyandang jabatan PNS itu hanya menganggap statusnya tersebut sebagai formalitas belaka? Dan hanya memanfaatkan para guru honorer yang notabene lebih baik kemampuan mengajar serta tanggungjawabnya dibandingkan guru PNS tersebut? Seharusnya tidak. Mereka dengan profesinya tersebut seharusnya menjadi acuan bagi guru-guru honorer tersebut dalam menjalani profesinya sebagai seorang pendidik, tentu dengan sikap dan tanggungjawab yang baik. Sehingga akan tercipta pengajaran yang baik dan melahirkan sosok bertalenta besar dari tangan-tangan para guru tersebut.

Kata Kunci : profesional, formalitas, tanggungjawab, karakter

1. PendahuluanProfesionalisme adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Namun, sekarang ini sifat profesinalisme sering kali disepelekan oleh banyak kalangan, hilangnya sifat profesionalisme dalam diri seseorang akan menyebabkan kualitas pekerjaan yang dihasilkan menjadi tidak maksimal bahkan bisa merugikan orang lain. Misalnya saja tingkat kedisiplinan seorang guru yang sering kali terlambat masuk untuk mengajar hal ini akan menyebabkan siswa terlantar, padahal mereka sudah disiplin berangkat tepat waktu tapi mengapa guru yang seharusnya dicontoh justru memberikan contoh yang tidak baik?.Seseorang yang memiliki jiwa profesionalisme senantiasa mendorong dirinya untuk mewujudkan kerja-kerja yang profesional. Terkadang seorang guru melakukan sifat profesionalismenya hanya berdasarkan formalitas, misalnya guru swasta yang awalnya giat dalam bekerja yang hanya untuk segera diangkat menjadi PNS dan setelah diangkat justru dia meninggalkan sifat profesionalismenya seperti mulai timbul karakter guru yang tidak disiplin.Jiwa profesionalisme hilang setelah dia sudah mencapai tujuan (menjadi PNS), dia mulai membentuk karakter baru yang tidak profesional seperti kurangnya rasa displin. Seorang guru harus sadar bahwa ia memiliki tanggung jawab yang besar, guru sebagai pengajar lebih menekankan kepada tugas dalam merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Dalam tugas ini guru dituntut memiliki seperangkat pengetahuan dan ketrampilan teknis mengajar, disamping menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkannya.Hendaknya sebagai guru profesional harus menanamkan jiwa profesionalisme pada dirinya agar terbentuklah karakter yang dapat membuat dirinya berkembang menjadi lebih baik bukan malah menjadi bermalas-malasan setelah tujuan yang diinginkan tercapai. Jadi, untuk menjadi guru yang profesional selalu bersikaplah seprofesinal mungkin jangan jadikan profesionalisme sebagai formalitas untuk mencapai tujuan tertentu kemudian sikap itu hilang, untuk menjadi guru yang profesional harus selalu mengembangkan diri ataupun memperbaiki karakter yang dimiliki agar bisa meningkatkan kualitas diri maupun kualitas siswanya. Tanggung Jawab mengembangkan profesi pada dasarnya ialah tuntutan dan panggilan untuk selalu mencintai, menghargai, menjaga, dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya. Guru harus sadar bahwa tugas dan tanggungjawabnya tidak bisa dilaksanakan oleh orang lain, kecuali oleh dirinya.

2. Tinjauan Pustaka

Guru (dalam bahasa Jawa) adalah seorang yang harus digugu dan harus ditiru oleh semua muridnya. Harus digugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakini sebagai kebenaran oleh semua murid. Segala ilmu pengetahuan yang datangnya dari sang guru dijadikan sebagai sebuah kebenaran yang tidak perlu dibuktikan atau diteliti lagi. Seorang guru juga harus ditiru, artinya seorang guru menjadi suri teladan bagi semua muridnya. Mulai dari cara berpikir, cara bicara, hingga cara berperilaku sehari-hari. Sebagai seseorang yang harus digugu dan ditiru seorang dengan sendirinya memiliki peran yang luar biasa dominannya bagi murid.[1]Profesionalisme , menunjuk pada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakan dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Profesionalisme menunjuk kepada derajat penampilan seseorang sebagai profesional atau penampilan suatu pekerja sebagai profesi, ada yang profesionalismenya tinggi, sedang, dan rendah. Profesionalisme juga mengacu kepada sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standart yang tinggi dan kode etik profesinya.[2]Formalitas , menurut KBBI formalitas adalah sekedar mengikuti tata cara, basa-basi, bentuk peraturan yang berlaku.Karakter adalah suatu sikap yang dimiliki seseorang yang menjadi suatu ciri khas orang tersebut yang biasanya terbentuk dengan sendirinya atau di pengaruhi oleh lingkungan di sekitar atau orang orang di sekitarnya.Tanggung Jawab Guru , para ahli menyebutkan bahwa tanggung jawab guru harus bisa menuntut murid untuk belajar, yang terpenting adalah membuat rencana dan menuntut murid untuk melaksanakan kegiatan belajar guru agar mencapai pertumbuhan serta perkembangan seperti yang diharapkan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk turut serta dalam membina kurikulum sekolah. Guru sesungguhnya adalah seorang kunci yang paling tahu mengenai keperluan kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.

3. Isi

Pendidikan nasional kita masih menghadapi aneka persoalan. Persoalan itu memang tidak akan pernah selesai, karena substansi yang ditransformasikan selama proses pendidikan dan pembelajaran selalu berada dibawah tekanan kemajuan ilmu pengetahua, teknologi, dan kemajuan masyarakat. Beberapa persoalan pendidikan kita yang menonjol saat ini adalah rendahnya mutu proses dan luaran pendidikan, komitmen masyarakat dan pemerintah yang belum sepenuhnya memadai untuk membangun pendidikan dan meningkatkan mutu sumber daya manusia, buku pelajaran silih berganti, kurikulum yang terlalu tinggi tuntuntannya sangat membebani anak, intervensi kekuasaan terhadap guru dan pelaksana pendidikan, otonomi daerah yang setidaknya untuk sementara mencemaskan bagi kemajuan pendidik, lemahnya kompetensi sebagian guru, daya bayar masyarakat terhadap pendidikan masih lemah, jeritan guru bukan pegawai negeri sipil bergaji kecil dan sering terlambat, ketidakobjektifan rekrutmen kepala sekolah dan pengawas, kolusi dalam rekrutmen calon guru, inefisiensi pengolahan anggaran pendidikan, konflik antara komite sekolah dengan pihak sekolah, angka putus sekolah yang masih tinggi dan lain-lain. Aneka persoalan itulah yang kerap mewarnai fokus diskusi dan dialog akademik kita. Dalam permasalahan pendidikan diatas, peran seorang guru dan pemerintah bisa sedikit membantu. Guru dan Pemerintah sebenarnya memiliki tujuan yang sama yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, oleh karena itu seorang guru dituntut harus selalu mengembangkan diri untuk menjadi seorang guru yang profesional , jika guru itu sudah profesional dan memiliki sifat profesionalisme yang tinggi, maka guru dituntut untuk selalu mencari gagasan-gagasan baru, penyempurnaan praktik pendidikan, khususnya dalam praktik pengajaran. Misalnya, ia tidak puas dengan cara mengajar yang selama ini digunakan kemudian ia mencoba mencari jalan keluar bagaimana usaha mengatasi kekurangan alat peraga dan buku pelajaran yang diperlukan oleh siswa. Guru perlu sadar akan tugas dan tanggung jawabnya yang tidak bisa dilaksanakan oleh orang lain, kecuali oleh dirinya sendiri. Demikian pula, ia harus sadar bahwa dalam melaksanakan tugasnya selalu dituntut untuk bersungguh-sungguh, bukan sebagai pekerjaan sambilan. Guru juga harus menyadari bahwa yang dianggap baik dan benar saat ini, guru dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan, kemampuan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas profesinya. Ia harus peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, khususnya dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pada masyarakat pada umumnya. Guru harus dapat berperan menempatkan sekolah sebagai bagian integral dari masyarakat serta sekolah sebagai pembaharu masyarakat. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru atau pemerintah, tetapi juga tanggung jawab masyarakat. Untuk itu guru dituntut untuk dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Oleh sebab itu, sebagai bagian dari tugas dan tanggung jawab profesinya, guru harus dapat membina hubungan baik dengan masyarakat dalam rangka meningkatkan pendidikan dan pengajaran. Kita semua tahu bahwa menjadi guru di zaman sekarang ini sangat tinggi tuntutannya. Bukan saja dituntut harus pandai dan menguasai bidang studi yang diampu, namun juga hendaklah pandai menata karakter yang semuanya berkaitan dengan tugas atau profesinya sebagai seorang pendidik. Menjadi pendidik juga bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik lalu selesai, namun nilai-nilai karakter pribadi hendaklah mewarnai bahkan mengiringi pribadinya. Jadi disini dijelaskan sifat profsesionalisme itu tidaklah hanya formalitas saja namun harus benar-benar ditanamkan dalam diri seorang guru.Untuk menjadi guru yang professional, maka masing-masing pribadi hendaklah memiliki keutamaan-keutamaan sebagai berikut : Rendah hatiRendah hati adalah karakter dimana seorang guru yang berpikiran terbuka akan mudah menerima hal-hal baru. Ditengah pesatnya pertumbuhan dan segala jenis akses informasi, maka semua orang harus belajar kembali dan mau menjadi seorang pembelajar. Kondisi ini membuat guru bisa menjadi mitra belajar yang menyenangkan bagi siswa maupun sesama guru. Dengan karakter rendah hati maka membuka jalan bagi masuknya ilmu baru. Pandai mengelola waktuGuru merupakan seseorang yang bekerja dengan administrasi dan tugas mengajar yang banyak pada setiap minggunya, dituntut agar pandai mengelola waktu. Tidak hanya siswa dikelas yang punya hak terhadap guru, tapi juga keluarga di rumah juga memerlukan perhatian. Seorang guru diharapkan pandai mengelola waktu untuk membedakan prioritas, mana yang mesti dikerjakan sekarang atau yang harus dikerjakan bertahap. Menghargai sebuah prosesRasa bosan, lelah dan letih karena aktifitas akan hilang jika guru menghargainya sebagai proses. Proses tersebut adalah seperti perputaran alam semesta yang dirasakan. Jika merasakan bosan, gagal atau belum berhasil dalam mengajar maka hargailah usaha yang sudah dilakukan tersebut dan anggap semua adalah proses. Jika menyesal dan malas karena telah gagal maka yang terjadi siswa yang akan menjadi korban karena guru tampil biasa-biasa saja tanpa inovasi. Berpikiran terbukaIlmu pengetahuan dan informasi berkembang dan bertambah sangat pesat. Kini informasi ada di mana saja dan tersedia dengan mudah tinggal bagaimana seseorang dengan pikirannya mampu mencerna dan memanfaatkan. Karakter guru yang berpikiran terbuka inilah yang bermakna pada saat ini untuk diterapkan. Dengan pikiran yang terbuka maka guru akan mudah untuk menerima perbedaan dan senang akan perubahan. Percaya diriRasa percaya diri sangat jauh berbeda dengan sombong. Seorang guru yang percaya diri akan berusaha sekuat tenaga mempersiapkan diri untuk mengajar. Dengan karakter guru yang percaya diri maka dia yakin sesulit apapun masalah yang muncul, hal tersebut akan memberikan pengalaman dan masukan baginya di masa depan. Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda dengan dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar standar pengembangan profesi guru yaitu;1. Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam;2. Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu siswa belajar;3. Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar;4. Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan.Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik. Selain memiliki standar profesional guru sebagaimana uraian di atas, di Amerika Serikat sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational Leadership 1993, dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal:1. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya,2. Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa,3. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi,4. Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya,5. Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.Untuk membangun profesionalisme guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai;1. dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21;2. penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia;3. pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu;1. memiliki kepribadian yang matang dan berkembang;2. penguasaan ilmu yang kuat;3. keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan4. pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional.Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru dalam pendidikan nasional disebabkan oleh antara lain;1. masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada;2. belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju;3. kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan;4. kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.Disamping itu ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru;1. masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total,2. rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan,3. pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan,4. masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru,5. masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme guru sebagai anggo-tanya. Dengan melihat adanya faktor-fak tor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.

Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru :Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Program sertifikasi telah dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua) melalui proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (ADB Loan 1442-INO) yang telah melatih 805 guru MI dan 2.646 guru MTs dari 15 Kabupaten dalam 6 wilayah propinsi yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan Selatan.Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya.Pengembangan profesionalisme guru harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.

4. PenutupDari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku guru yang profesional adalah mampu menjadi teladan bagi para peserta didik, mampu mengembangkan kompetensi dalam dirinya, dan mampu mengembangkan potensi para peserta didik. Sikap dan perilaku guru yang profesional mencakup enam belas pilar dalam pembangun karakter. Keenam belas pilar tersebut, yakni kasih sayang, penghargaan, pemberian ruang untuk mengembangkan diri, kepercayaan, kerjasama, saling berbagi, saling memotivasi, saling mendengarkan, saling berinteraksi secara positif, saling menanamkan nilai-nilai moral, saling mengingatkan dengan ketulusan hati, saling menularkan antusiasme, saling menggali potensi diri, saling mengajari dengan kerendahan hati, saling menginsiprasi, saling menghormati perbedaan. Sikap dan perilaku guru dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhinya berupa faktor eksternal dan internal. Oleh karena itu pendidik harus mampu mengatasi apabila kedua faktor tersebut menimbulkan hal-hal yang negatif.

Profesionalisme seseorang ditunjang oleh tiga hal yaitu keahlian, komitmen, dan ketrampilan yang relevan yang membetuk sebuah segitiga sama sisi yang ditengahnya terletak profesioanalisme. Ketiga hal itu pertama-tama dikembangkan melalui pendidikan pra-jabatan dan selanjutnya ditingkatkan melalui pengalaman dan pendidikan/latihan dalam jabatan. Karena keahliannya yang tinggi, maka seorang profesional dibayar tinggi. Maka Profesionalisme menunjuk kepada derajat penampilan seseorang sebagai profesional atau penampilan suatu pekerja sebagai profesi, ada yang profesionalismenya tinggi, sedang, dan rendah. Profesionalisme juga mengacu kepada sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standart yang tinggi dan kode etik profesinya.

5. Daftar Pustaka