jurnal

18
Kontrol sosial gerakan .... (Zainal Abidin) KONTROL SOSIAL GERAKAN MASYARAKAT SIPIL TERHADAP KASUS KEKERASAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA: STUDI PADA MASYARAKAT ANTIKEKERASAN YOGYAKARTA (MAKARYO) SOCIAL CONTROL CIVIL SOCIETY MOVEMENT TOWARDS VIOLENCE CASES IN SPECIAL DISTRICT OF YOGYAKARTA : A STUDY ON MASYARAKAT ANTIKEKERASAN YOGYAKARTA (MAKARYO) Oleh: Zainal Abidin, Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, [email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) strategi yang digunakan Masyarakat Antikekerasan Yogyakarta (Makaryo) dalam melakukan kontrol sosial terhadap pemerintah untuk menyelesaikan kasus kekerasan di Yogyakarta. (2) mengetahui capaian kontrol sosial yang telah diraih Makaryo. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive dengan subjek penelitian yaitu, Koordinator Makaryo dan beberapa LSM yang tergabung di dalamnya. Pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi. Pemeriksaan keabsahan data dengan teknik cross check data. Teknik analisis data secara induktif meliputi reduksi data, unitisasi dan kategorisasi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, strategi kontrol sosial melalui upaya advokasi yang ditempuh Makaryo selama ini berkisar pada: Pembentukan koalisi Makaryo; Mengemas isu semenarik mungkin dalam bingkai (frame) “Jogja Darurat Kekerasan”; Menganalisis stakeholder dan identifikasi target; Menyusun strategi advokasi, yaitu berkisar pada pengajuan konsep banding, melakukan pembelaan yang diwujudkan melalui advokasi litigasi berupa penyelesaian kasus kekerasan melalui jalur hukum ke pengadilan, mempengaruhi pendapat umum melalui kampanye “Jogja darurat kekerasan”, mempengaruhi pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, dan pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap pembuat dan pelaksana kebijakan melalui desakan dan lobi, dan melancarkan tekanan berupa aksi-aksi demonstrasi. Beberapa diantaranya upaya kontrol sosial menunjukkan keberhasilan pada dimensi kebijakan dan dimensi masyarakat sipil. Kata kunci: kontrol sosial, masyarakat sipil, Yogyakarta the city of tolerance Abstract The purpose of this research is to understand: (1) the strategies used by Masyarakat Antikekerasan Yogyakarta (Makaryo) in imposing social control towards government to resolve violence cases in Yogyakarta. (2) the achievement of social control that has been achieved by Makaryo. This research is a descriptive research using a qualitative approach. Subject determination in this research is using purposive technique with the research subjects, namely, the Coordinator of Makaryo and several NGOs joined in it. Collecting data done by using interview techniques and documentation. Data validity 1

Upload: khoirul

Post on 01-Feb-2016

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

SOCIAL CONTROL CIVIL SOCIETY MOVEMENT TOWARDS VIOLENCE CASES IN SPECIAL DISTRICT OF YOGYAKARTA

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL

Kontrol sosial gerakan .... (Zainal Abidin)

KONTROL SOSIAL GERAKAN MASYARAKAT SIPIL TERHADAP KASUS KEKERASAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA: STUDI PADA MASYARAKAT ANTIKEKERASAN YOGYAKARTA (MAKARYO)

SOCIAL CONTROL CIVIL SOCIETY MOVEMENT TOWARDS VIOLENCE CASES IN SPECIAL DISTRICT OF YOGYAKARTA : A STUDY ON MASYARAKAT ANTIKEKERASAN YOGYAKARTA (MAKARYO)

Oleh: Zainal Abidin, Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, [email protected]

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) strategi yang digunakan Masyarakat Antikekerasan Yogyakarta (Makaryo) dalam melakukan kontrol sosial terhadap pemerintah untuk menyelesaikan kasus kekerasan di Yogyakarta. (2) mengetahui capaian kontrol sosial yang telah diraih Makaryo. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive dengan subjek penelitian yaitu, Koordinator Makaryo dan beberapa LSM yang tergabung di dalamnya. Pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi. Pemeriksaan keabsahan data dengan teknik cross check data. Teknik analisis data secara induktif meliputi reduksi data, unitisasi dan kategorisasi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, strategi kontrol sosial melalui upaya advokasi yang ditempuh Makaryo selama ini berkisar pada: Pembentukan koalisi Makaryo; Mengemas isu semenarik mungkin dalam bingkai (frame) “Jogja Darurat Kekerasan”; Menganalisis stakeholder dan identifikasi target; Menyusun strategi advokasi, yaitu berkisar pada pengajuan konsep banding, melakukan pembelaan yang diwujudkan melalui advokasi litigasi berupa penyelesaian kasus kekerasan melalui jalur hukum ke pengadilan, mempengaruhi pendapat umum melalui kampanye “Jogja darurat kekerasan”, mempengaruhi pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, dan pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap pembuat dan pelaksana kebijakan melalui desakan dan lobi, dan melancarkan tekanan berupa aksi-aksi demonstrasi. Beberapa diantaranya upaya kontrol sosial menunjukkan keberhasilan pada dimensi kebijakan dan dimensi masyarakat sipil.

Kata kunci: kontrol sosial, masyarakat sipil, Yogyakarta the city of tolerance

Abstract

The purpose of this research is to understand: (1) the strategies used by Masyarakat Antikekerasan Yogyakarta (Makaryo) in imposing social control towards government to resolve violence cases in Yogyakarta. (2) the achievement of social control that has been achieved by Makaryo. This research is a descriptive research using a qualitative approach. Subject determination in this research is using purposive technique with the research subjects, namely, the Coordinator of Makaryo and several NGOs joined in it. Collecting data done by using interview techniques and documentation. Data validity checking done by data cross checking technique. Inductive data analysis techniques including data reduction, data unitization and categorization, data presentation, and conclusion and verification. The results showed that, the strategy of social control through advocacy taken by Makaryo during this time revolves around: the establishment of Makaryo coalition; Presents issues as attractive as possible within the frame “Jogja Violence Emergency”; Analyzing stakeholders and target identification; Develop the advocacy strategies, which revolves around the concept of filing an appeal, defense is carried out through advocacy litigation in the form of settlement of violence cases to the court, influence public opinion through the campaign “Jogja Violence Emergency”, influence the policy makers, policy implementers, and the parties which have an influence on policy makers and implementers through insistence and lobby, dan and puts pressure in the form of demonstrations. Some of these efforts demonstrate the success of social control on the policy dimension and civil society dimensions.

Keywords: social control, civil society, Yogyakarta the city of tolerance.

1

Page 2: JURNAL

Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum 2015

PENDAHULUAN

Yogyakarta the city of tolerance adalah

predikat tidak terpisahkan dari keistimewaan

Yogyakarta di luar mekanisme pengisian

jabatan kepala daerah. Pada konteks kekinian,

predikat tersebut kontradiktif dengan apa yang

terjadi dalam beberapa tahun terakahir. Fakta

menunjukkan bahwa predikat kota toleran

semakin pudar dengan maraknya aksi anarkis di

daerah ini.

Sejumlah konflik yang berujung pada aksi

kekerasan berbasis agama, politik, dan etnis

seakan menjadi antitesis atas predikat the city of

tolerance. Pada kurung waktu 18 tahun (1996-

2014) terjadi 25 kasus kekerasan di Yogyakarta,

(Masyarakat Antikekerasan Yogyakarta, 3 Juni

2014).

Permasalahan demikian juga beriringan

dengan hilangnya hak asasi warga negara,

khususnya masyarakat Yogyakarta, yaitu hak

atas rasa aman. Rasa cemas dan takut

menghantui masyarakat yang ingin hidup

damai, tanpa adanya ancaman dan tekanan

dalam beraktivitas.

Secara tekstual, Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia 1945 pasal 28G ayat

(1) dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) pasal

20-27 telah mengatur secara tegas perlindungan

atas rasa aman baik secara fisik maupun

psikologis, artinya setiap warga negara berhak

untuk hidup dalam tatanan masyarakat dan

kenegaraan yang aman, damai, dan tentram

(Smith, et.al., 2008: 266).

Pada kondisi demikian, negara selalu

menjadi pihak yang dipersalahkan atas

ketidakmampuannya melindungi warga negara

atau negara dipandang melakukan pembiaran

atas pelanggaran hak asasi. Akan tetapi, dalam

konteks negara demokrasi, di mana partisipasi

masyarakat sipil merupakan prasyarat

bekerjanya sistem demokrasi, maka masyarakat

sipil harus ikut terlibat dalam menyelesaikan

masalah sosial, ekonomi, dan budaya yang

muncul.

Partisipasi masyarakat sipil yang dimaksud

dalam relasi antara government, market, dan

civil society (masyarakat sipil) adalah dengan

melakukan kontrol sosial terhadap pemerintah.

Soerjono Soekanto (2013: 179) mengartikan

kontrol sosial sebagai pengawasan oleh

masyarakat terhadap pemerintah dan

aparaturnya dalam jalannya pemerintahan.

Pada konteks tingginya eskalasi kasus

kekerasan yang terjadi di wilayah Yogyakarta,

organisasi masyarakat sipil di Yogyakarta mulai

pada tahun 2008 sampai sekarang kemudian

bersatu dan membentuk gerakan yang

dinamakan Masyarakat Antikekerasan

Yogyakarta (Makaryo). Sesuai dengan

namanya, Makaryo adalah gerakan masyarakat

sipil yang didirikan sebagai reaksi dan

keprihatinan atas eskalasi tindak kekerasan di

Yogyakarta. Makaryo terdiri dari berbagai LSM

yang juga menentang segala tindak kekerasan

yang terjadi di Yogyakarta. Tercatat ada 30

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan

gerakan di Yogyakarta yang tergabung di

dalamnya. Banyaknya LSM dan gerakan yang

tergabung dalam Makaryo dari berbagai latar

2

Page 3: JURNAL

Kontrol sosial gerakan .... (Zainal Abidin)

belakang serta visi dan misi yang berbeda tentu

menjadi wahana kajian yang menarik dalam

menggabarkan gerakan masyarakat sipil di

Yogyakarta.

Akan tetapi, Makaryo sebagai gerakan

masyarakat sipil yang dibentuk dengan tujuan

untuk menciptakan Daerah Istimewa

Yogyakarta bebas dari tindak kekerasan tidak

sepenuhnya berjalan sesuai dengan apa yang

diharapkan. Kegiatan-kegiatan kontrol sosial

yang dilakukan Makaryo berupa advokasi

diarahkan pada upaya–upaya pemenuhan

keadilan, peningkatan kontrol rakyat atas

pemerintah, peradilan yang sehat serta

penyelenggaraan negara yang baik belum

sepenuhnya mewujudkan Yogyakarta bebas dari

tindak kekerasan.

Sejak berdirinya Makaryo pada tahun 2008

sampai pada tahun 2014 masih terjadi 23 kasus

kekerasan di Yogyakarta pada periode tersebut

(Masyarakat Antikekerasan Yogyakarta, 3 Juni

2014). Bahkan menurut The Wahid Institute

pada tahun 2014 menempatkan Yogyakarta

sebagai daerah dengan tingkat kekerasan

terbesar kedua setelah Jawa Barat dengan 21

Peristiwa (The Wahid Institute, 2014: 26).

Sejumlah kasus kekerasan yang terus

berlangsung di Yogyakarta menunjukkan

gambaran yang kontraproduktif dan paradoks

dengan wacana gerakan masyarakat sipil

sebagaimana yang diutarakan sebelumnya,

terutama harapan terhadap Makaryo untuk

menyelesaikan kasus kekersan melalui usaha-

usaha kontrol sosialnya.

Oleh karena itu, penelitian ini akan

memberi gambaran deskriftif-analitis mengenai

bagaimana kontrol sosial yang dilakukan

Makaryo terhadap pemerintah untuk

menyelesaikan masalah kekerasan di

Yogyakarta. Dengan demikian, akan diperoleh

gambaran mengenai strategi yang digunakan

Makaryo dalam melakukan kontrol sosial

terhadap pemerintah untuk menyelesaikan kasus

kekerasan di Yogyakarta dan capaian-capaian

apa saja yang telah diraih Makaryo selama ini.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Pendekatan penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif dengan menggunakan pendekatan

kualitatif.

Penentuan Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini

diambil secara purposive, yaitu berupa teknik

pengambilan data dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2013: 218-219). Pertimbangan yang

digunakan adalah: adalah pihak yang

mempunyai peran penting dalam Masyarakat

Anti Kekerasan Yogyakarta (Makaryo), yaitu

pihak-pihak yang menginisiasi pembentukan

Makaryo, pihak-pihak yang mempunyai otoritas

untuk mengatur program-program yang

dijalankan oleh Makaryo, pihak-pihak yang

banyak berperan atas sejumlah kegiatan kontrol

sosial yang dilakukan oleh Makaryo, LSM

anggota koalisi Makaryo yang bergerak

dibidang pluralisme (mengingat tren kasus

kekerasan di Yogyakarta berlatarbelakang

pluralisme).

Berdasarkan kriteria atau pertimbangan

tersebut, subyek dalam penelitian ini adalah:

3

Page 4: JURNAL

Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum 2015

Masyarakat Anti Kekerasan Yogyakarta

(Makaryo), Aliansi Jurnalis Independen

Yogyakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH)

Yogyakarta, Aliansi Nasional Bhinneka

Tunggal Ika (ANBTI) dan Bidang Jaringan

Masyarakat Anti Kekerasan Yogyakarta

(Makaryo).

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Daerah

Istimewa Yogyakarta sebagai basis gerakan

Masyarakat Anti Kekerasan Yogyakarta

(Makaryo) dari bulan April 2015 sampai Juni

2015.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini

dilakukan dengan teknik wawancara mendalam

tidak terstruktur dan dokumentasi.

Tenik Pemeriksaan Keabsahan Data

Pada penelitian ini teknik pemeriksaan

keabsahan data yang digunakan adalah teknik

cross check data. Keabsahan data dalam

penelitian ini didapatkan dari hasil pengecekan

terhadap hasil wawancara antara subjek

penelitian dengan dokumen hasil penelitian

yang berkenaan dengan kontrol sosial yang

dilakukan oleh Masyarakat Antikekerasan

Yogyakarta (Makaryo) dalam mendorong aparat

penegak hukum dan pejabat publik untuk

menyelesaikan kasus-kasus kekerasan yang

terjadi di Yogyakarta.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini

dilakukan secara induktif. Menurut Sugiyono

(2013: 245), teknik analisis data secara induktif

yakni suatu analisis berdasarkan data yang

diperoleh, kemudian dikembangkan menjadi

kesimpulan umum. Proses analisis data dalam

penelitian ini menggunakan analisis data

penelitian kualitatif yang meliputi: 1) reduksi

data (data reduction); 2) unitisasi dan

kategorisasi data; 3) penyajian data (data

display); dan 4) penarikan kesimpulan dan

verifikasi (Sugiyono, 2013: 246-252).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kontrol Sosial Masyarakat Antikekerasan Yogyakarta (Makaryo).

Kontrol sosial yang dilakukan oleh

Makaryo berkisar pada kegiatan-kegiatan untuk

mendorong penegak hukum dan pejabat publik

untuk melakukan aksi-aksi dalam menuntaskan

pengungkapan kasus-kasus kekerasan di

Yogyakarta melalui penegakan hukum dengan

menindak tegas pelaku kekerasan dan penganjur

(aktor intelektual), melakukan aksi-aksi

preventif terhadap berbagai gejala yang dapat

memicu tindak kekerasan.

Kontrol sosial tersebut didasari atas realitas

maraknya kasus kekerasan di Yogyakarta

disertai lemahnya penegakan hukum yang fair

dan adil. Kondisi itu diperparah dengan

ketidakhadiran negara dalam setiap kasus

kekerasan, baik melalui tindakan preventif

maupun represif.

Bentuk kontrol sosial yang dilakukan oleh

Makaryo berupa pengawasan yang bersifat

vertikal dan berdimensi politik struktural

terhadap aparatur pemerintah. Kontrol tersebut

merupakan salah satu peran yang melekat pada

lembaga-lembaga swadaya masyarakat pada

umumnya, termasuk Makaryo. Raharjo (1999:

165-166), mengistilahkan peran tersebut sebagai

4

Page 5: JURNAL

Kontrol sosial gerakan .... (Zainal Abidin)

kekuatan pengimbang (countervailing power).

Peranan ini meliputi upaya LSM mengontrol,

mencegah, dan membendung dominasi dan

manipulasi pemerintah terhadap masyarakat.

Peranan ini umumnya dilakukan dengan

advokasi kebijakan lewat lobi, pernyataan

politik, petisi, dan aksi demonstrasi.

Sebagai kekuatan pengimbang

(countervailing power), Makaryo menyadari

betul bahwa dalam melakukan kontrol sosial

melalui upaya-upaya advokasi terhadap

pemerintah tidaklah mudah. Peran kekuatan

pengimbang merupakan upaya politik yang

penuh dinamika sehingga harus dipahami

sebagai mekanisme yang penuh dengan konflik

dan negosiasi. Pada konteks demikian, harus

dipahami bahwa ada beberapa faktor yang turut

memberi sumbangsih sehingga upaya kontrol

sosial yang dilakukan Makaryo berjalan dengan

efektif.

Pertama; berkaitan dengan legitimasi, yaitu

siapa yang diwakili oleh organisasi dan

bagaimana hubungannya dengan konstituen

(Miller dan Covey, 2005: 15). Makaryo

berbicara atasnama warganegara yang

menentang segala bentuk tindak kekerasan. Apa

yang dibela adalah kepentingan-kepentingan

publik. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28G

ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM)

pasal 20-27 secara tekstual telah mengatur

secara tegas perlindungan atas rasa aman baik

secara fisik maupun psikologis. Alasan

pembenar lain bahwa tindak kekerasan dalam

bentuk apapun adalah tindakan yang

bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Kedua; berkaitan dengan kredibilitas, yaitu

merujuk pada seberapa jauh sebuah organisasi

dipercaya. Kredibilitas Makaryo terletak pada

LSM-LSM baik yang ikut mendirikan maupun

yang dalam perkembangannya ikut bergabung

dalam Makaryo adalah LSM yang mempunyai

kredibilitas, misalnya saja LHB Yogyakarta

atau, Forum LSM DIY, AJI Yogyakarta, Aliansi

Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI),

SATUNAMA, dan lain-lain merupakan LSM

yang dipercaya publik dalam melakukan

advokasi di masing-masing bidang garapan.

Ketiga; berkaitan dengan Kekuasaan, yaitu

sumberdaya kekuatan yang dapat dimobilisasi

untuk bertindak. Makaryo yang notabene

merupakan wadah konsensus antar Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) dan gerakan

masyarakat sipil Yogyakarta mendapat sumber

kekuasaan dari banyaknya LSM yang tergabung

di dalamnya, dalam istilah lain disebut the

power of number. Pada beberapa kasus, jumlah

LSM yang mendukung Makaryo dalam sebuah

isu telah menjadi kekuatan besar untuk

mempengaruhi pemerintah.

Akan tetapi, untuk melakukan kontrol sosial

terhadap pemerintah, tidaklah cukup dengan

mengandalkan ketiga faktor di atas, juga

dibutuhkan strategi advokasi yang tepat agar

tujuan advokasi tercapai. Strategi kontrol sosial

melalui upaya advokasi yang ditempuh

Makaryo selama ini berkisar pada:

Pertama; Pembentukan Koalisi Makaryo,

Bergabungnya LSM-LSM dan elemen

masyarakat sipil lainnya dalam satu payung

gerakan Makaryo tidak lepas dari pemahaman

bersama bahwa kerja-kerja advokasi dalam

5

Page 6: JURNAL

Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum 2015

menyelesaikan kasus kekerasan memerlukan

energi yang tidak sedikit.

Selain itu, tendensi tindak kekerasan yang

terjadi di Yogyakarta umumnya dilakukan oleh

pihak-pihak yang memiliki sumber-sumber

kekuasaan sehingga berpengaruh pada kinerja

pemerintah dalam melakukan penegakan hukum

yang fair dan adil. Oleh karena itu, dibutuhkan

kerja sama horizontal antara organisasi

masyarakat sipil di Yogyakarta dalam sebuah

koalisi agar menjadi dasar kekuatan politik serta

bargaining position (posisi tawar menawar)

proses-proses kontrol sosial.

Gambar 1. Alur Strategi Advokasi Makaryo.

Sumber: disadur dari Pamungkas, Sigit, dkk., 2010. Advokasi Berjejaring. Yogyakarta: PolGov. Hal. 22 dan Miller dan Covey. 2005. Pedoman Advokasi: Perencanaa, Tindakan, dan Refleksi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal 69.

Kedua; Analisis masalah kekerasan,

berkisar pada pemeriksaan serangkaian akibat-

akibat, identifikasi sebab-sebab kasus kekerasan

di Yogyakarta, dan solusi yang dibutuhkan.

Makaryo menilai bahwa mayoritas pelaku

kekerasan di Yogyakarta adalah organisasi

masyarakat. Berdasarkan data Makaryo, ada 18

kasus kekerasan yang dilakukan Ormas dari

total 25 kasus kekerasan yang ada pada data

wilayah Yogyakarta.

Berangkat dari analisis tersebut, Makaryo

beranggapan bahwa dibutuhkan peran aktif

aparat penegak hukum dan pejabat publik di

Yogyakarta. Peran tersebut diwujudkan pada

upaya-upaya menuntaskan pengungkapan

kasus-kasus kekerasan di Yogyakarta melalui

penegakan hukum dengan menindak tegas

pelaku kekerasan dan penganjur (aktor

intelektual).

Ketiga; Mengemas isu semenarik mungkin.

Pada tataran ini, Makaryo mengemas isu

eskalasi tindak kekerasan yang terjadi di

Yogyakarta dalam bingkai (frame) “Jogja

Darurat Kekerasan”. Isu tersebut terbukti

menarik perhatian publik.

Keberhasilan tersebut tidak dapat

dilepaskan dari Kehadiran Aliansi Jurnalis

Independen (AJI) Yogyakarta yang merupakan

organisasi profesi jurnalis sebagai salah satu

anggota Makaryo. Kemampuan jurnalis dalam

mengemas isu yang gampang dicerna publik

dan mempunyai nilai jual berita yang besar

banyak membantu kerja-kerja kontrol sosial

yang dilakukan Makaryo. AJI banyak

memberikan persfektif tentang bagaimana

mengemas isu kekerasan yang diperjuangkan

Makaryo agar mendapat dukungan besar dari

publik. Selain itu, AJI sebagai wadah profesi

jurnalis telah memberi saluran bagi setiap pers

rilis yang dikeluarkan Makaryo agar lebih

mudah masuk dalam dapur pemberitaan,

terlepas dari dimuat tidaknya pres rilis tersebut

karena profesi wartawan tetaplah independen.

Keempat; Analisis stakeholder dan

identifikasi target. Untuk menyusun strategi

tentang advokasi, perlu mengetahui siapa yang

6

Page 7: JURNAL

Kontrol sosial gerakan .... (Zainal Abidin)

mendukung gerakan, siapa yang menentang

gerakan, dan terhadap siapa yang menyediakan

peluang keberhasilan agenda advokasi. Makaryo

membagi Stakeholders menjadi dua kategori,

yaitu: target advokasi dan target oposisi

Target advokasi, yaitu aparat penegak

hukum dan pejabat publik di Yogyakarta

menjadi target advokasi karena dianggap dapat

menyelesaikan masalah kekerasan. DPD RI,

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas),

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas

HAM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) DI

Yogyakarta menjadi lembaga yang dijadikan

sebagai pendukung advokasi karena dianggap

mempunyai kewenangan mempengaruhi Aparat

penegak hukum dan pejabat publik di

Yogyakarta. Selain itu, juga dilakukan pemetaan

lawan dalam agenda advokasi, yaitu para pelaku

tindak kekerasan, dalam hal ini beberapa ormas

intoleran.

Kelima; menyusun strategi advokasi, yaitu

mengajukan konsep banding, diwujudkan pada

kegiatan legel drafting mendorong pemilihan

kepala daerah yang nirkekerasan di kabupaten

Gunungkidul, Kabupaten Sleman, dan

Kabupaten Bantul. Melakukan pembelaan,

diwujudkan melalui advokasi litigasi berupa

penyelesaian kasus kekerasan melalui jalur

hukum ke pengadilan.

Pengaruhi pembuat dan pelaksana

kebijakan diwujudkan dengan kegiatan desakan

terhadap aparat penegak hukum dan aparat

publik Yogyakarta. Makaryo beberapa kali

melakukan desakan-desakan serta petisi-petisi

untuk mendesak penegak hukum dan pejabat

publik untuk segera menyelesaikan kaus

kekerasan di Yogyakarta. Selain itu, lobi-lobi

kepada DPD RI, Komisi Kepolisian Nasional

(Kompolnas), Komisi Nasional Hak Asasi

Manusia (Komnas HAM) dan Majelis Ulama

Indonesia (MUI) DI Yogyakarta juga dilakukan.

Mempengaruhi pendapat umum,

diwujudkan dengan penyadaran kepada target

advokasi dan publik tentang eskalasi kasus

kekerasan di Yogyakarta melalui kampanye

“Jogja darurat kekerasan”. Melancarkan tekanan

berupa aksi-aksi demonstrasi.

Capaian Kontrol Sosial Masyarakat Antikekerasan Yogyakarta (Makaryo).

Upaya-upaya kontrol sosial yang dilakukan

oleh Makaryo telah membuahkan beberapa

pencapaian, baik itu pada tataran kebijakan

maupun penguatan masyarakat sipil. Aksi-aksi

kontrol Makaryo dimaksudkan agar negara

bertanggungjawab untuk menciptakan

Yogyakarta bebebas dari kekerasan melalui

kebijakan-kebijakannya. Beberapa capaian

Makaryo pada dimensi ini, yaitu Makaryo telah

berhasil memfasilitasi penyelenggaraan

perayaan Paskah Adiyuswa Sinode Gereja

Kristen Jawa tingkat nasional 2014 di

Kabupaten Gunungkidul pada Mei 2014.

Capaian lain adalah Makaryo berhasil

memediasi antara jemaat warga jemaat Gereja

Pantekosta di Indonesia (GPdI) Playen dengan

aparat Kepolisian Gunungkidul agar

pelaksanaan perayaan Natal (GPdI) Playen 2014

dapat berjalan dengan lancar. Sebelumnya, pada

kedua kasus tersebut berpotensi menimbulkan

konflik yang berujung kekerasan.

Pada tataran desakan, Makaryo berhasil

mendesak MUI DI Yogyakarta untuk

7

Page 8: JURNAL

Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum 2015

mengeluarkan rekomendasi kepada seluruh

Ormas Islam berupa ajakan untuk menghindari

aksi-aksi kekerasan. Makaryo juga berhasil

mendesak dan hingga akhirnya Kapolda DIY,

Brigjen Haka pada bulan Juni 2014 dicopot dari

jabatannya karena dianggap gagal melakukan

upaya preventif dan represif terhadap para

pelaku kekerasan yang terjadi di Yogyakarta.

Pada tataran kebijakan, Makaryo pernah

mendorong KPU dan Bawaslu Yogyakarta agar

membuat zonasi wilayah kampanye untuk

masing-masing pendukung calon presiden pada

pemilu tahun 2014 untuk menghindari peristiwa

kerusuhan yang melibatkan masa pendukung

pasangan Capres Cawapres.

Selain daripada itu, capaian lain yang

dihasilkan oleh Makaryo adalah kemampuan

mengorganisir organisasi akar rumput, dalam

hal ini LSM-LSM yang tergabung di dalam

Makaryo untuk ikut terlibat menyelesaikan

masalah sosial yang timbul dilingkungannya

secara swadaya.

Menjadi fokus penting dalam kegiatan-

kegiatan kontrol sosial yang dilakukan Makaryo

adalah keberhasilan dalam meraih perhatian dan

dukungan publik yang tidak dapat dilepaskan

dari peran media massa. Makaryo mengerti

betul bahwa keberhasilan suatu kampanye

advokasi sangat dipengaruhi oleh peran media

massa karena media massa merupakan wahana

yang paling efektif untuk mengkomunikasikan

pesan dan mempengaruhi sejumlah besar orang

dalam waktu yang cukup singkat. Makaryo telah

berhasil berkolaborasi dengan media massa dan

bersama-sama melakukan advokasi dalam

suasana yang serba dingin. Berkat media,

Advokasi Makaryo tidak dilakukan di ruang

pertarungan yang membutuhkan debat dan

kekuatan argumentasi, tidak semata harus

berlangsung secara hingar-bingar melalui

demonstrasi massa.

Selain catatan positif tersebut, yang menjadi

kekurangan dalam aksi-aksi kontrol sosial

Makaryo adalah: Pertama; kerja-kerja advokasi

dengan model koalisi tidak lepas dari

kekurangan. Kerjasama untuk melakukan

advokasi dalam sebuah koalisi Makaryo masih

belum maksimal. Salahsatunya adalah kerangka

kerja yang belum dirajut dalam anyaman yang

solid sehingga tidak semua organisasi

masyarakat sipil yang tergabung memiliki

komitmen dan tanggung jawab yang sama.

Beberapa organisasi masyarakat sipil yang

tergabung belum merasa memiliki konektivitas

dan merasa perlu untuk mendedikasikan dirinya

dalam kegiatan-kegiatan advokasi yang

dilakukan Makaryo.

Banyak prakarsa dalam setiap kegiatan

advokasi yang dilakukan Makaryo hanya datang

dari lingkaran inti koalisi tersebut, yaitu aliansi

para pihak yang menjadi penggagas,

pemrakarsa, pendiri, penggerak utama,

sekaligus penentu dan pengendali arah tema

atau isu, strategi dan sasaran dari kegiatan

advokasi (Pamungkas, dkk., 2010: 63).

Kedua; organisasi masyarakat sipil yang

tergabung dalam Makaryo berasal dari

bermacam-macam bidang garapan, latar

belakang visi dan misi menjadi salahsatu

penyebab kurangnya konektivitas dalam koalisi.

Masing-masing organisasi masyarakat sipil

memiliki program-program tersendiri sehingga

8

Page 9: JURNAL

Kontrol sosial gerakan .... (Zainal Abidin)

sulit untuk bisa memusatkan perhatian pada

tugas-tugas pokok koalisi.

Selain itu, persoalan kompromi dan

negosiasi isu dengan LSM-LSM dalam

Makaryo kadang menjadi persoalan. Masing-

masing LSM memiliki strategi dan taktik

masing-masing dalam menyelesaikan persoalan.

Pada beberapa kasus anggota koalisi Makaryo

kadang memilih menjauh dari koalisi dan

menyelesaikan kasus dengan cara dan

strateginya sendiri.

Persoalan lain adalah berkaitan dengan

penghargaan terhadap organisasi. Kerja-kerja

advokasi secara koalisi tentu saja membuat

perhatian publik terpusat pada hasil kerja koalisi

ketimbang melihat apa yang dilakukan individu

atau kelompok yang ada di dalamnya, meskipun

kontribusinya sangat besar (Pamungkas, dkk.,

2010: 33). Persoalan demikian juga membuat

beberapa, LSM di dalam Makaryo lebih

memilih menyelesaikan sendiri beberapa isu

yang muncul. Hanya beberapa isu struktural

yang sekiranya perlu mendapat perhatian lebih

yang dikompromikan dengan koalisi Makaryo.

Ketiga; kerja-kerja advokasi litigasi

Makaryo selama ini lebih banyak fokus pada

kasus per kasus Sebagai organisasi masyarakat

sipil dalam posisinya sebagai representasi civil

society seharusnya mampu melakukan advokasi

litigasi yang lebih mencerminkan posisinya

sebagai kekuatan pengimbang terhadap negara.

Upaya litigasi tersebut dapat berupa tuntutan

hukum di pengadilan untuk dan mewakili

kepentingan publik, dalam hal ini hilangnya hak

atas rasa aman masyarakat Yogyakarta.

Bila Makaryo menganggap masalah

kekerasan di Yogyakarta telah sampai pada

tahap yang menghawatirkan, maka seharusnya

Makaryo tampil sebagai wakil masyarakat

Yogyakarta untuk mengajukan gugatan terhadap

pemerintah dalam bentuk Legal Standing dan

Class Action.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kontrol sosial yang dilakukan oleh

Makaryo melalui beberapa strategi pada

beberapa kasus mampu mendorong penegak

hukum dan pejabat publik untuk melakukan

aksi-aksi menuntaskan pengungkapan kasus-

kasus kekerasan di Yogyakarta. Akan tetapi,

kerjasama untuk melakukan advokasi dalam

sebuah koalisi Makaryo masih belum maksimal,

terutama dalam hal komitmen anggota koalisi

dan banyaknya isu kekerasan yang menjadi

bidang garapan sehingga banyak kasus-kasus

kekerasan lain yang masih terus berlangsung

Saran

Bagi peneliti selanjutnya yang hendak

melakukan penelitian tentang kontrol sosial atau

upaya-upaya advokasi Masyarakat

Antikekerasan Yogyakarta (Makaryo) terhadap

kasus kekerasan, sebaiknya penelitian yang

dilakukan tidak hanya mengenai proses dan

strategi-strategi kontrol sosial atau upaya-upaya

advokasi Masyarakat Antikekerasan Yogyakarta

(Makaryo) terhadap kasus kekerasan, tetapi

lebih jauh meneliti tetang efektifitas,

keberhasilan, dan evaluasi.

9

Page 10: JURNAL

Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum 2015

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Miller dan Covey. (2005). Pedoman Advokasi: Perencanaa, Tindakan, dan Refleksi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Pamungkas, Sigit, dkk., (2010). Advokasi Berjejaring. Yogyakarta: PolGov.

Rahardjo, M. Dawam. (1999). Masyarakat madani: Agama, kelas menengah dan perubahan sosial, Jakarta: LP3ES dan LSAF.

Smith, Rhona K. M., at.al. (2008). Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia.

Soekanto, Soerjono. (2013). Sosiologi Suatu Pengantar. Rev.ed. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sugiyono.(2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Dokumen:

Masyarakat Antikekerasan Yogyakarta. (2014). Jogja bukan kota toleran, jogja tidak berhati nyaman Jogja darurat perlindungan hak asasi manusia: Masyarakat Antikekerasan Yogyakarta (MAKARYO) Menyeru Penegakan Hukum Atas Kasus-kasus Kekerasan di DI Yogyakarta.

The Wahid Institute. (2014). Laporan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Toleransi the Wahid Institute Tahun 2014: “Utang” Warisan Pemerintah Baru.

10

Page 11: JURNAL

Kontrol sosial gerakan .... (Zainal Abidin)

Reviewer, Pembimbing,

Anang Priyanto, M.Hum. Dr. Suharno, M.Si.

NIP. 19580910 198503 1 003 NIP. 19680417 200003 1 001

11