jurnal

Upload: ignatiamariayosephine

Post on 08-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisisejahtera ketika seseorang mampumerealisasikan potensi yang dimiliki,memiliki koping yang baik terhadap stresor,produktif dan mampu memberikankontribusi terhadap masyarakat (WHO,2007 dalam Varcarolis & Halter, 2010).Apabila seseorang dapat berespon positifterhadap suatu stresor maka akan tercapaisehat jiwa yang ditandai dengan kondisisejahtera baik secara emosional, psikologis,maupun perilaku sosial, mampu menyadaritentang diri dan apabila berespon negatifmaka akan terjadi kondisi gangguan jiwa.Gangguan jiwa berat yang sering ditemui dimasyarakat adalah skizofrenia (Ibrahim,2011). Skizofrenia adalah sekumpulansindroma klinik yang ditandai denganperubahan kognitif, emosi, persepsi danaspek lain dari perilaku (Kaplan &Saddock, 2007). Gejala negatif dariskizofrenia meliputi sulit memulaipembicaraan, afek tumpul atau datar,berkurangnya motivasi, berkurangnyaatensi, pasif, apatis dan penarikan dirisecara sosial dan rasa tidak nyaman(Videbeck, 2008). Berdasarkan gejalanegatif pada klien skizofrenia maka perawatmenegakkan diagnosis keperawatan hargadiri rendah.Harga diri rendah juga adalah perasaantidak berharga, tidak berarti dan rendah diriyang berkepanjangan akibat evaluasinegatif terhadap diri sendiri dankemampuan diri, dan sering disertai dengankurangnya perawatan diri, berpakaian tidakrapi, selera makan menurun, tidak beranimenatap lawan bicara lebih banyakmenunduk, berbicara lambat dan nada suaralemah (Keliat, 2010).

Jurnal Kesehatan Rabu, 09 Juli 2014jurnal harga diri rendah

Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pada Pasien Harga Diri Rendah Terhadap Kemampuan Pasien Dalam Meningkatkan Harga Diri.

Arya Dwi PanggaEdy SuryakaFakultas Keperawatan Universitas Muhammadiyyah Semarang, email: [email protected] [email protected]

AbstrakHarga diri rendah merupakan salah satu masalah keperawatan utama yang sering ditemukan pada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Untuk mengatasi masalah harga diri rendah, perawat dapat memberikan tindakan keperawatan dengan menggunakan strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik harga diri rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan pasien harga diri rendah dalam meningkatkan harga diri dengan menggunakan uji t-test. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment) menggunakan desain pre-post, dengan jumlah sampel 22 orang dibagi dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol masing-masing berjumlah 11 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Intervensi yang dilakukan adalah dengan menerapkan strategi pelaksanaan komunikasi untuk melaksanakannya pada kelompok intervensi yang terdiri dari dua sesi pertemuan. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner untuk mengukur kemampuan kognitif dengan metode wawancara dan lembar observasi penilaian kemampuan psikomotor yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hasil penelitian unpaired-test menunjukkan hasil yang sama yaitu p = 0.000 (p < 0.05), artinya ada perbedaan kemampuan kognitif dan psikomotor paasien dalam meningkatkan harga diri pre-post test pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan startegi pelaksanaan komunikasi harga diri rendah dapat membantu meningkatkan kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam meningkatkan harga diri.

Kata kunci: Harga diri, strategi pelaksanaan komunikasi, kemampuan kognitif dan psikomotor.

The Effect Of Communication Strategy To The Ability Of Patient With Self-Esteem Disorder On Down Improving Self-Esteem

Arya Dwi PanggaEdy SuryakaFakultas Keperawatan Universitas Muhammadiyyah Semarang, email: [email protected] [email protected]

AbstractSelf-esteem disorder is one of the major nursing issues that are often found in patient with mental disoreder at Pshyciatric Hospital dr. Amino Gondohutomo Semarang. To overcome the problem, the nurse may provide nursing action by using thraupetic communication strategy for the patient with self-esteem disorder. The major aim of this study is to determine the effect of communication strategy to the ability of patient with self-esteem disorder on improving self-esteem by using t-test. The designed of this research is quasi-experiment studies by using pre-post designed. The sample is 22 people that devided into intervention group and control group wich each group is 11 people by using purposive sampling technique. There are two instrument that used in this research namely quesionnaire to measure cognitive ability by using interviewing method and observation sheet to measure psychomotor ability that have tested the validity and reliability. According to unpaired t-test of measurement cognitive and psychomotor abilities showed the similar value of p = 0.000 (0.005). Its mean that there are differences in cognitive and psychomotor ability on improving self esteem pre-post test between control group and intervention group. The conclution of this research is the implementation of communication strategy for the patient with self-esteem disoreder can help improve cognitive and psychomotor abilities in down increasing self- esteem.

Key words: Self-Esteem, Communication Strategy, Cognitive And Psychomotor Abilities.

PendahuluanManusia dalam kehidupan sehari-hari selalu mempunyai masalah. Setiap individu biasanya mempunyai cara sendiri untuk menyelesaikan masalahnya, tapi jika ada sebagian manusia yang tidak dapat menyelesaikan sendiri akan dapat mengakibatkan gangguan jiwa. Ternyata dampaknya mampu menimbulkan dampak sangat besar dan berpengaruh terhadap jiwa seseorang yang tidak dapat mengantisipasi gejala yang timbul. Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan. Seseorang dianggap sehat jika mereka mampu memainkan peran dalam masyarakat dan perilaku mereka pantas dan adatif. Sebaliknya, seseorang dianggap sakit jika gagal memainkan peran dan memikul tanggung jawab atau perilakunya tidak pantas.(Videback, 2008)Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental.(Yosep, 2009) Hasil survei Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2000 menyatakan tingkat gangguan jiwa orang di Indonesia tinggi dan di atas rata-rata gangguan kesehatan jiwa di dunia. Hal ini ditunjukkan dengan data yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2000 yaitu rata-rata 40 dari 100.000 orang di Indonesia melakukan bunuh diri, sementara rata-rata dunia menunjukkan 15,1 dari 100.000 orang, rata-rata orang bunuh diri di Indonesia adalah 136 orang per-hari atau 48.000 orang bunuh diri pertahun.(Depkes, 2009)Berdasarkan data yang diperoleh seorang peneliti melalui survey awal penelitian di rumah sakit jiwa yang ada di provinsi Jawa Tengah bahwa jumlah klien dengan gangguan jiwa pada tahun 2008 tercatat sebanyak 1.814 klien rawat inap yang keluar masuk rumah sakit dan 23.532 klien rawat jalan. Pada tahun 2009 tercatat sebanyak 1.929 klien rawat inap yang keluar masuk rumah sakit dan 12.377 klien rawat jalan dirumah sakit tersebut. sedangkan untuk klien rawat inap yang menderita Scizofrenia Paranoid sebanyak 1.581 yang keluar masuk rumah sakit dan 9.532 klien rawat jalan.(Depkes, 2009) Menurut data rekam medik RSJD Dr Amino Gondohutomo Semarang terbaru tahun 2013. Presentase penderita gangguan jiwa selama tahun 2012 yaitu, klien rawat inap laki-laki sebanyak 65,3% dan 34,7 % perempuan. Sedangkan pada bulan Januari sampai Agustus 2013 sebanyak 2294 orang, diantaranya halusinasi 1162 orang (50,65%), menarik diri 462 orang (20,13%), harga diri rendah 374 orang (16,30 %), waham 130 orang (5,66 %), perilaku kekerasan 128 orang (5,58%), defisit perawatan diri 21 orang (0,91 %), kerusakan komunikasi verbal 16 orang (0,70%), percobaan bunuh diri 1 orang (0,04%)(5). Harga diri rendah menempati urutan ketiga dari masalah keperawatan yang muncul dan rata-rata dari mereka berkisar antara usia 20-45 tahun, masalah utama harga diri rendah dalam kasus keperawatan jiwa mempunyai tingkatan rentang yang berbeda.(Rekam Medik RSJD dr Amino Gondohutomo Semarang, 2013Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Biasanya harga diri rendah sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah. Harga diri tinggi terkait dengan ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadi harga diri rendah dan skizofrenia. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah merupakan suatu masalah utama untuk kebanyakan orang dan dapat diekspresikan dalam tingkat kecemasan yang tinggi. Termasuk di dalam harga diri rendah ini evaluasi diri yang negatif dan dibandingkan dengan perasaan lemah, tidak tertolong, tidak ada harapan, ketakutan, merasa sedih, sensitif, tidak sempurna, rasa bersalah dan tidak adekuat.(Stuart, 2008) Tindakan yang dilakukan perawat dalam mengurangi resiko masalah yang terjadi pada kasus harga diri rendah salah satunya dengan melakukan komunikasi terapeutik, dampak yang terjadi jika tidak dilakukan komunikasi terapeutik maka dapat mengakibatkan gangguan interaksi sosial: menarik diri, perubahan penampilan peran, keputusasaan maupun munculnya perilaku kekerasan yang beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.(Kelliat, 2006)Dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengangkat meneliti lebih lanjut tentang Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi Pada Pasien Harga Diri Rendah Terhadap Kemampuan Pasien Dalam Meningkatkan Harga Diri.

Konsep Dasar PenyakitPengertianHarga diri rendah kronis adalah evaluasi diri atau perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dan di pertahankan dalam waktu yang lama. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespons terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan) (Carpenito, 2000). Individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain (Depkes RI, 2000, dalam Direja, 2011). Harga diri rendah adalah penilaian subjektif individu terhadap dirinya; perasaan sadar atau tidak sadar dan persepsi terhadap fungsi, peran, dan tubuh (Kusumawati, 2010). Gangguan harga diri adalah keadaan dimana individu mengalami atau beresiko mengalami evaluasi diri negatif tentang kemampuan atau diri (Carpenito, 2000).Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan obyek, tujuan serta keinginannya (Riyadi & Purwanto, 2009). Kesimpulan penulis dari beberapa pengertian di atas adalah penilaian diri atau perasaan tentang diri yang negatif, perasaan sadar atau tidak sadar dan dipertahankan dalam waktu yang lama serta individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.

Rentang respona. Respon adaptif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang positif serta bersifat membangun (konstruktif) dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri.b. Respon maladaptif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang negatif serta bersifat merusak (destruktif) dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri.c. Aktualisasi diri : Respon adaptif yang tertinggi karena individu dapat mengekspresikan kemampuan yang dimilikinya.d. Konsep diri positif : Individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahannya secara jujur dan dalam menilai suatu masalah individu berpikir secara positif dan realistis.e. Harga diri rendah : Transisi antara respon konsep diri adaptif dan maladaptif.f. Kekacauan identitas : Suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.g. Depersonalisasi : Suatu perasaan yang tidak realistis dan keasingan dirinya dari lingkungan. Hal ini berhubungan dengan tingkat ansietas panik dan kegagalan dalam uji realitas. Individu mengalami kesulitan dalam membedakan diri sendiri dan orang lain, dan tubuhnya sendiri terasa tidak nyata dan asing baginya.Mekanisme koping jangka pendek yang biasa dilakukan klien harga diri rendah adalah kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis, misalnya pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton televisi terus-menerus. Kegiatan mengganti identitas sementara, misalnya ikut kelompok sosial, keagamaan dan politik. Kegiatan yang memberi dukungan sementara, seperti mengikuti suatu kompetisi atau kontes popularitas. Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara, seperti penyalahgunaan obat-obatan.Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang diharapkan individu akan mengembangkan mekanisme koping jangka panjang, antara lain adalah menutup identitas, dimana klien terlalu cepat untuk mengadopsi identitas yang disenangi dari orang-orang yang berarti tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri. Identitas negatif, dimana asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat. Sedangkan mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan adalah fantasi, regresi, disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan marah berbalik pada diri sendiri dan orang lain. Terjadinya gangguan konsep diri harga diri rendah kronis juga dipengaruhi beberapa faktor predisposisi seperti faktor biologis, psikologis, sosial dan kultural.Respon individu terhadap konsep diri berfluktuasi sepanjang rentang respons dari aktualisasi diri yang paling adaptif sampai status depersonalisasi yang paling maladaptif. Kerancauan identitas merupakan kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi dimasa kanak-kanak kedalam kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.Konsep diri terdiri dari lima komponen yaitu gambaran diri (body image), ideal diri (self ideal), harga diri (self esteem), peran diri (self role), dan identitas diri (self identity).a. Gambaran diri (body image)Gambaran diri adalah kumpulan sikap individu terhadap tubuhnya yang disadari atau tidak disadari. Termasuk persepsi dan perasaan masa lalu dan sekarang tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan, dan potensi (Stuart dan Sundeen, 2006, dalam Riyadi & Purwanto, 2009).Gambaran diri dapat dimodifikasi atau diubah secara berkesinambungan dengan persepsi dan pengalaman baru.Gambaran diri ini harus realistik karena lebih banyak individu menerima dan menyukai tubuhnya akan lebih aman dan bebas dari ansietas sehingga harga dirinya meningkat. Pada usia remaja, individu befokus terhadap fisik lebih menonjol dari periode kehidupan yang lalu. Bentuk tubuh, tinggi badan dan berat badan serta anda-tanda pertumbuhan sekunder, semua akan menjadi bagian dari gambaran tubuh. Disaat seseorang lahir sampai mati, maka selama waktu itu individu hidup dengan tubuhnya. Sehingga setiap perubahan tubuh akan mempengaruhi kehidupan individu.Gangguan gambaran diri (body image) adalah persepsi negatif tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan obyek yang sering berhubungan dengan tubuh.Tanda dan gejala gangguan gambaran diri yaitu:1) Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.2) Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau akan terjadi.3) Menolak penjelasan perubahan tubuh.4) Persepsi negatif terhadap tubuh.5) Preokupsi dengan bagian tubuh yang hilang.6) Mengungkapkan keputusasaan dan ketakutan.b. Ideal diri (self ideal)Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar pribadi, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu (Stuart & Sundeen, 2006, dalam Riyadi & Purwanto, 2009).Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkannya atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga, budaya) dan kepada siapa ia ingin lakukan.Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak-kanak yang dipengaruhi oleh orang penting dari dirinya yang memberikan tuntutan dan harapan. Pada masa remaja, idieal diri akan dibentuk melalui proses identifikasi pada orang tuanya, guru dan teman terdekat. Penetapan ideal diri sebaiknya lebih tinggi dari kemampuan individu saat ini tetapi masih dalam batas yang dapat dicapai. Hal ini diperlukan oleh individu untuk memacu dirinya ke tingkat yang lebih tinggi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi individu dalam membentuk ideal diri yaitu:1) Kecenderungan individu menetapkan ideal diri dari batas kemampuannya.2) Faktor budaya, pembentukan standar ini dibandingkan dengan standar kelompok teman dan norma yang ada dimasyarakat.3) Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri.Semua faktor diatas mempengaruhi individu dalam menetapkan ideal diri. Individu yang mampu berfungsi, akan mendemonstrasikan kesesuaian antara persepsi diri dan ideal diri, sehingga ia akan mencapai apa yang ia inginkan. Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, akan tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong atau motivasi dalam hidupnya.c. Harga diri (self esteem)Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri rendah atau tinggi. Jika individu selalu sukses maka cenderung harga diri tinggi tetapi apabila individu sering gagal maka kecenderungan memiliki harga diri rendah (Riyadi & Purwanto, 2009).Harga diri dapat diperoleh dari diri sendiri maupun dari orang lain. Aspek utama adalah perasaan dicintai dan menerima penghargaan orang lain. Manusia cenderung negatif, walaupun ia cinta dan mengakui kemampuan orang lain namun jarang mengekspresikannya. Sebagai perawat sikap negatif perlu dikontrol sehingga setiap bertemu perawat dengan sikapnya yang positif merasa dirinya berharga. Harga diri akan rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan dari orang lain. Cara meningkatkan harga diri pada anak (Coopersmith cit Stuart & Sundeen,2006, dalam Riyadi & Purwnato, 2009):1) Memberi kesempatan berhasil. Berikan tugas yang kemungkinan dapat diselesaikan oleh anak kemudian berilah pengakuan dan pujian atas keberhasilannya. Jangan memberikan tugas diluar kemampuan atau yang sudah kita ketahui tidak dapat diselesaikannya.2) Menanamkan gagasan.Berfungsi memotivasi kreativitas anak untuk berkembang.3) Mendorong aspirasi.Pertanyaan dan pendapat anak perlu ditanggapi dengan memberikan penjelasan yang sesuai. Berikan pengakuan dan sokongan yang sesuai untuk aspirasi yang positif sehingga anak memandang dirinya diterima dan bermakna.4) Membantu membentuk koping.Pada tiap perkembangan, individu mempunyai tugas perkembangan yang harus diselesaikan. Jadi individu perlu mengembangkan koping untuk menghadapi kemungkinan yang terjadi dalam menyelesaikan tugasnya. Anak akan merasa bermakna dan behasil jika diterima dan diakui oleh orang lain, merasa mampu menghadapi kehidupan, dan merasa dapat mengontrol dirinya.Harga diri yang rendah berhubungan dengan hubungan interpsonal yang buruk dan terutama menonjol pada klien skizofrenia dan depresi (Stuart & Sundeen, 2006, dalam Riyadi & Purwanto, 2009). Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat di gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri dan merasa gagal mencapai keinginan.d. Peran (role)Peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsu-fungsi individu di berbagai kelompok sosial (Stuart, 2006, dalam Riyadi & Purwanto, 2009). Setiap individu dalam kehidupannya sering disibukkan dengan perannya pada setiap waktu. Misalnya sebagai seorang anak, istri, ibu rumah tangga, mahasiswa, perawat, wanita karir, dan lain sebagainya. Peran ini diperlukan individu untuk aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan kesesuaian dengan ideal diri. Posisi individu dimasyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, atau tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksanakan. Stres peran terdiri dari konflik peran, peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai dan peran yang berlebihan.1) Konflik peran.Terjadi jika peran yang diminta konflik dengan sistem individu atau dua peran terjadi konflik satu sama lainnya.2) Peran yang tidak jelas.Terjadi jika individu diberi suatu peran yang tidak jelas dalam hal perilaku dan penampilan yang diharapkan.3) Peran yang tidak sesuai.Terjadi jika individu dalam proses transisi merubah nilai dan sikap. Misal: seseorang yang masuk dalam profesi, dimana terdapat konflik antara individu dan profesi.4) Peran berlebih.Terjadi jika seseorang individu menerima banyak peran misalnya sebagai sebagai seorang ibu rumah tangga ia harus mengasah dan membesarkan kedua anaknya sendirian karena suaminya sudah meninggal, ia juga masih kuliah diperguruan tinggi untuk memenuhi kehidupan rumah tangganya ia terpaksa harus bekarja menjadi pembantu rumah tangga. Kemungkinan dengan kesibukan peran tersebut Ny. A mempunyai resiko dalam menjalani perannya. Individu dituntut melakukan banyak hal tetapi tidak tersedia waktu untuk menyelesaikannya.Banyak faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus dilakukan (Stuart & Sundeen, 2006, dalam Riyadi & Purwanto, 2009) :1) Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran.2) Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan.3) Kesesuaian dan keseimbangan antar peran yang diemban.4) Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.5) Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran.e. Identitas diri (identity)Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (Stuart & Sundeen, 2006, dalam Riyadi & Purwanto, 2009). Individu yang memiliki perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berada dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya. Kemandirian timbul dari perasaan berharga (respek pada diri), kemampuan dan penguasaan diri. Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirimya.Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan perkembangan konsep diri. Hal yang penting dari identitas adalah jenis kelamin. Identitas jenis kelamin berkembang sejak bayi secara bertahap, dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita yang banyak dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis. Misalnya, anak perempuan pasif dan menerima sehingga berkembanglah asuhan yang tidak asertif.Enam ciri identitas ego (meller cit Stuart & Sundeen, 2006, dalam Riyadi & Purwanto, 2009):1) Mengenal diri sendiri sebagai organisme utuh dan terpisah dari orang lain.2) Mengakui jenis kelamin diri sendiri.3) Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasn.4) Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat.5) Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan datang.6) Mempunyai tujuan yang bernilai yang dapat direalisasikan.f. Kepribadian yang sehatBagaimana individu berhubungan dengan orang lain adalah inti dari kepribadian. Kepribadian tidak dapat cukup diuraikan melalui teori perkembangan dan dinamika diri sendiri. Pengalaman individu yang mempunyai kepribadian sehat (Stuart & Sundeen, 2006, dalam Riyadi & purwanto, 2009) meliputi:1) Gambaran diri positif dan akurat.Kesadaran diri berdasarkan observasi mandiri dan perhatian yangsesuai dengan kesehatan diri. Termasuk persepsi saat ini dan yang lalu, akan diri sendiri dan perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi tubuh.

2) Ideal diri realistis.Mempunyai tujuan hidup yang dapat dicapai.3) Konsep diri positif.Menunjukkan individu akan sukses dalam hidupnya atau sesuai dengan apa yang diharapkan.4) Harga diri timggi.Individu akan memandang dirinya sebagai individu yang berarti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sesuai dengan apa yang diinginkan.5) Kepuasan penampilan peran.Individu dapat berhubungan dengan orang lain secara intim dan mendapat kepuasan, dapat mempercayai, terbuka pada orang lain dan membina hubungan interdependen.6) Identitas jelas.Individu merasakan keunikan dirinya yang memberi arah kehidupan dalam mencapai tujuan.

EtiologiMenurut Stuart Gail (2007) :a. Faktor predisposisi1) Faktor yang mempengaruhi harga diriMeliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan idealdiri yang tidak realistis.2) Faktor yang mempengaruhi peranDimasyarakat umumnya peran seseorang disesuai dengan jenis kelaminnya. Misalnya seseorang wanita dianggap kurang mampu, kurang mandiri, kurang obyektif dan rasional sedangkan pria dianggap kurang sensitif, kurang hangat, kurang ekspresif dibandimg wanita. Sesuai dengan standar tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak sesuai lazimnya maka dapat menimbulkan konflik diri maupun hubungan sosial. Misal: seorang istri yang berperan sebagai kepala rumah tangga atau seorang suami yang mengerjakan pekerjaan rumah, akan menimbulkan masalah. Konflik peran dan peran tidak sesuai muncul dari faktor biologis dan harapan masyarakat terhadap wanita atau pria. Peran yang berlebihan muncul pada wanita yang mempunyai sejumlah peran.3) Faktor yang mempengaruhi identitas diriMeliputi ketidakpercayaan, tekanan dari teman sebaya dan perubahan struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak akan menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam mengambil keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika akan melakukan sesuatu. Kontrol orang tua yang berat pada anak remaja akan menimbilkan perasaan benci pada orang tua. Teman sebaya merupakan faktor lain yang berpengaruh pada identitas. Remaja ingin diterima, dibutuhkan, dan diakui oleh kelompoknya.4) Faktor biologis Adanya kondisi sakit fisik secara yang dapat mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi kecenderungan harga diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.b. Faktor presipitasiMasalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi yang dihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan. Situasi atas stresor dapat mempengaruhi komponen.Stresor yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah hilangnya bagian tubuh, tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, prosedur tindakan dan pengobatan. Sedangkan stresor yang dapat mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua dan orang yang berarti, pola asuh yang tidak tepat misalnya selalu dituntut, dituruti, persaingan dengan sodara, kesalahan dan kegagalan berulang, cita-cita tidak terpenuhi dan kegagalan bertanggungjawab sendiri.Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau eksternal:1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.2) Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi.Ada tiga jenis transisi peran:1) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai, serta tekanan untuk menyesuaikan diri.2) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.3) Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan, atau fungsi tubuh, perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri, peran dan harga diri.

Proses terjadinya masalahHarga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah situasional yang tidak diselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena individu tidak pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang perilaku klien sebelumnya bahkan mungkin kecendrungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif untuk mendorong individu menjadi harga diri rendah.Harga diri rendah kronis disebabkan banyak faktor. Awalnya individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.

Manifestasi klinisManifestasi yang bisa muncul pada klien gangguan jiwa dengan harga diri rendah, Fitria (2010) :a. Mengkritik diri sendiri.b. Perasaan tidak mampu.c. Pandangan hidup yang pesimistis.d. Tidak menerima pujian.e. Penurunan produktivitas.f. Penolakan terhadap kemampuan diri.g. Kurang memperhatikan perawatan diri.h. Berpakaian tidak rapi, selera makan berkurang tidak berani menatap lawan bicara.i. Lebih banyak meunduk.j. Bicara lembut dengan nada suara lemah.Menurut NANDA (2009) tanda dan gejala harga diri rendah kronik adalah:a. Bergantung pada pendapat orang lainb. Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi peristiwac. Melebih-lebihkan umpan balik negatif tentang diri sendirid. Secara berlebihan mencari penguatane. Ekspresi rasa bersalahf. Ekspresi rasa malug. Sering kali kurang berhasil dalam peristiwa hiduph. Enggan mencoba situasi barui. Enggan mencoba hal baruj. Perilaku bimbangk. Kontak mata kurangl. Perilaku tidak asertif m. Sering kali mencari penegasann. Pasif o. Menolak umpan balik positif tentang diri sendiri.Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala yang bisa muncul pada klien dengan gangguan jiwa dengan harga diri rendah adalah sebagai berikut:a. Perubahan perilaku pada gangguan citra tubuh:1) Menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu.2) Menolak bercermin.3) Tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh.4) Menolak usaha rehabilitasi.5) Usaha pengobatan mandiri yang tidak tepat.6) Menyangkalcacat tubuh.b. Perubahan perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah:1) Mengritik diri sendiri.2) Merasa bersalah dan khawatir.3) Merasa tidak mampu.4) Menunda keputusan.5) Gangguan berhubungan.6) Menarik diri dari realita.7) Merusak diri.8) Membesar-besarkan diri sebagai orang penting.9) Perasaan negatif terhadap tubuh.10) Ketegangan peran.11) Pesimis menghadapi hidup.12) Keluhan fisik.13) Penyalahgunaan zat.c. Perubahan perilaku yang berhubungan dengan kerancauan identitas:1) Tidak melakukan kode moral.2) Kepribadian yang bertentangan.3) Hubungan interpersonal yang eksploitatif.4) Perasaan hampa.5) Perasaan mengambang tentanf diri.6) Kekacauan identitas seksual.7) Kecemasan yang tinggi.8) Ideal diri tidak realistis.9) Tidak mampu berempati terhadap orang lain.d. Perubahan perilaku yang berhubungan dengan depersonalisai:1) Afektif:a) Kehilangan identitas diri.b) Merasa asing dengan diri sendiri.c) Perasaan tidak nyata.d) Merasa sangat terisolasi.e) Tidak ada perasaan berkesinambungan.f) Tidak mampu mencari kesenangan.2) Persepsi:a) Halusinasi pendengaran atau penglihatan.b) Kekacauan identitas seksual.c) Sulit membedakan diri dengan orang lain.d) Gangguan citra tubuh.e) Menjalani kehidupan seperti dalam mimpi.3) Kognitif:a) Bingung.b) Disorientasi waktu.c) Gangguan berpikir.d) Ganggan daya ingat.e) Gangguan penilaian.4) Perilaku:a) Pasif.b) Komunikasi tidak sesuai.c) Kurang spontanitas.d) Kurang pengendalian diri.e) Kurang mampu membuat keputusan.f) Menarik diri dari hubungan sosial.

1. Penatalaksanan medisStruktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus harga diri rendah kronis adalah:a. System Limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada klien dengan harga diri rendah yang kadang berubah seperti sedih, dan terus merasa tidak berguna atau gagal terus menerus.b. Hipothalmus yang juga mengatur mood dan motivasi, karena melihat kondisi klien dengan harga diri rendah yang membutuhkan lebih banyak motivasi dan dukungan dari perawat dalam melaksanakan tindakan yang sudah dijadwalkan bersama-sama dengan perawat padahal klien mengatakan bahwa membutuhkan latihan yang telah dijadwalkan tersebut.c. Thalamus, sistem pintu gerbang atau menyaring fungsi untuk mengatur arus informasi sensori yang berhubungan dengan perasaan untuk mencegah berlebihan di korteks. Kemungkinan pada klien dengan harga diri rendah apabila ada kerusakan pada thalamus ini maka arus informasi sensori yang masuk tidak dapat dicegah atau dipilih sehingga menjadi berlebihan yang mengakibatkan perasaan negatif yang ada selalu mendominasi pikiran dari klien.d. Amigdala yang berfungsi untuk emosi.

Adapun jenis alat untuk mengetahui gangguan struktur otak yang dapat digunakan adalah:a. Electroencephalogram (EEG), suatu pemeriksaan yang bertujuan memberikan informasi penting tentang kerja dan fungsi otak.b. CT Scan, untk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi.c. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT), melihat wilayah otak dan tanda-tanda abnormalitas pada otak dan menggambarkan perubahan-perubahan aliran darah yang terjadi.d. Magnetic Resonance Imaging (MRI), suatu tehnik radiologi dengan menggunakan magnet, gelombang radio dan komputer untuk mendapatkan gambaran struktur tubuh atau otak dan dapat mendeteksi perubahan yang kecil sekalipun dalam struktur tubuh atau otak. Beberapa prosedur menggunakan kontras gadolinium untuk meningkatkan akurasi gambar. Selain gangguan pada struktur otak, apabila dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan alat-alat tertentu kemungkinan akan ditemukan ketidakseimbangan neurotransmitter di otak seperti:a. Acetylcholine (ACh), untuk pengaturan atensi dan mood, mengalami penurunan.b. Norepinephrine, mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi; mengatur fight-flight dan proses pembelajaran dan memori, mengalami penurunan yang mengakibatkan kelemahan dan depresi.c. Serotonin, mengatur status mood, mengalami penurunan yang mengakibatkan klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.d. Glutamat, mengalami penurunan, terlihat dari kondisi klien yang kurang energi, selalu terlihat mengantu. Selain itu berdasarkan diagnosa medis klien yaitu skizofrenia yang sering mengindikasikan adanya penurunan glutamat.Adapun jenis alat untuk pengukuran neurotransmitter yang dapat digunakan:a. Positron Emission Tomography (PET), mengukur emisi atau pancaran dari bahan kimia radioaktif yang diberi label dan telah disuntik kedalam aliran darah untuk menghasilkan gambaran dua atau tiga dimensi melalui distribusi dari bahan kimia tersebut didalam tubuh dan otak. PET dapat memperlihatkan gambaran aliran darah, oksigen, metabolisme glukosa dan konsentrasi obat dalam jaringan otak. Yang merefleksikan aktivitas otak sehingga dapat dipelajari lebih lanjut tentang fisiologi dan neuro-kimiawi otak.b. Transcranial Magnetic Stimulations (TMS), dikombinasikan dengan MRI, para ahli dapat melihat dan mengetahui fungsi spesifik dari otak. TMS dapat menggambarkan proses motorik dan visual dan dapat menghubungkan antara kimiawi dan struktur otak dengan perilaku manusia dan hubungannya dengan gangguan jiwa.

PembahasanKlien mengalami Skizofrenia tak terinci. Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses fikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan ( Direja, 2011). Disini penulis menemukan tiga diagnosa keperawatan yaitu gangguan ideal diri, harga diri rendah kronik dan resiko isolasi sosial. Akan tetapi, penulis hanya mengangkat 2 diagnosa yaitu harga diri rendah kronik dan resiko isolasi sosial. Penulis tidak mengangkat satu diagnosa lainnya karena buku panduan yang penulis gunakan tidak terdapat diagnosa gangguan ideal diri. Harga diri rendah merupakan suatu masalah utama untuk kebanyakan orang dan dapat diekspresikan dalam tingkat kecemasan yang tinggi. Termasuk didalam harga diri rendah ini evaluasi diri yang negatif dan dibandingkan dengan perasaan lemah, tidak tertolong, tidak ada harapan, ketakutan, merasa sedih, sensitif, tidak sempurna, rasa bersalah dan tidak adekuat(5). Gangguan harga diri adalah keadaan dimana individu mengalami atau beresiko mengalami evaluasi diri negatif tentang kemampuan atau diri.(Suliswati, 2005) Hal ini sesuai dengan apa yang terjadi pada pasien HDR, yaitu saat diajak berbicara kurang kooperatif, kontak mata kurang, hanya melihat/menunduk kebawah, serta jarang mengutarakan masalahnya pada orang lain dan hanya memendam masalahnya sendiri.

Rentang respon menurut Kelliat, 2009

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Kerancauan Depersonalisasi Diri Rendah Identitas

1.1 Rentang Respon Konsep Diri

Rentang respon menurut Kelliat 2009, yang pertama yaitu aktualisasi diri: pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan diterima, yang kedua konsep diri: apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri, yang ketiga harga diri rendah: transisi antara respon konsep diri adaptif dan maladaptive, yang keempat adalah kerancauan identitas: kegagalan aspek individu mengintegrasikan aspek aspek identitas masa kanakkanak ke dalam kematangan aspek psikososial, kepribadian pada masa dewasa yang harmonis, yang kelima depersonalisasi: perasaan yang tidak realisti dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain. Hal ini berhubungan dengan tingkat ansietas panik dan kegagalan dalam uji realitas. Individu mengalami kesulitan dalam membedakan diri sendiri dan orang lain, dan tubuhnya sendiri terasa tidak nyata dan asing baginya.(Kelliat, 2009)Pada kasus gangguan jiwa harga diri rendah yang terjadi pada pasien sebelum dibawa rumah sakit rentang respon yang dialaminya termasuk pada tingkat harga diri rendah, hal ini dikarenakan didapatkan data klien menyendiri dan tidak pernah mengikuti kegitan di sekitar rumahnya karena enggan berbicara dengan orang lain. Selain itu didapatkan data pada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain yaitu klien mengatakan merasa malu bila berdekatan dengan teman-temanya dan orang lain. Pada saat interaksi selama wawancara yaitu saat diajak berbicara kurang kooperatif, kontak mata kurang, hanya melihat/menunduk kebawah, serta jarang mengutarakan masalahnya pada orang lain dan hanya memendam masalahnya sendiri

Menurut Fitria (2010) pohon masalah yang berhubungan dengan harga diri rendah kronis, seperti di bawah ini(10)

Penyebab terjadinya gangguan konsep diri harga diri rendah dapat dimanifestasikan dengan perasaan lemah, tidak tertolong, tidak ada harapan, ketakutan, merasa sedih, sensitif, tidak sempurna, rasa bersalah dan tidak adekuat, klien merasa penilaian terhadap dirinya sangat rendah, adalah adanya koping individu yang tidak efektif, hal ini didukung dengan karena klien tidak pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang perilaku klien sebelumnya bahkan mungkin kecendrungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif untuk mendorong individu menjadi harga diri rendah, dan hal ini jika tidak segera ditangani maka akan berakibat terjadinya isolasi sosial: menarik diri.(Stuart, 2008) Harga diri rendah kronis merupakan perasaan negatif terhadap diri yang berlangsung lama yaitu sebelum sakit atau dirawat, klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon yang maladaptif. Hal ini disebabkan banyak faktor. Awalnya individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah suatu kondisi harga diri rendah situasional, harga diri rendah situasional juga diartikan terjadinya karena trauma yang tiba-tiba, jika lingkungan tidak memberi dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.(Fitria, 2010)Salah satu cara meningkatkan harga diri rendah pada klien dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah adalah dengan komunikasi terapeutik, komunikasi terapeutik ini merupakan suatu komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Komunikasi terapeutik memperhatikan klien secara holistik meliputi aspek keselamatan, menggali penyebab, tanda-tanda dan mencari jalan terbaik atas permasalahan klien. Selain itu hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa. Peran perawat adalah mengobservasi perubahan, baik perubahan kecil atau menetap yang terjadi pada klien, memahami klien, dan memberikan pelayanan kesehatan kepada klien. Klien yang mengalami harga diri rendah apabila tidak mendapat pengobatan yang tepat akan mengakibatkan timbulnya resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya sehingga diperlukan penanganan khusus.(Kelliat 2009) Hal ini sama dengan yang dilakukan perawat pada pasien yaitu pada saat komunikasi didapatkan data klien berbicara kurang kooperatif, kontak mata kurang, hanya melihat/menunduk kebawah, serta jarang mengutarakan masalahnya pada orang lain dan hanya memendam masalahnya sendiri.Pada kasus gangguan konsep diri: harga diri rendah yang terjadi pada pasien penulis merencanakan dan melakukan tindakan SP1P yang salah satunya adalah BHSP (bina hubungan saling percaya) yang bertujuan untuk saling mengenal dan saling percaya antara perawat dengan klien, prosedur tindakan yang dilakukan pada pertemuan pertama mengajak klien untuk berkenalan, dan berbincang-bincang dengan hasil klien belum mampu membina hubungan sosial saling percaya karena klien sulit diajak bicara, hal ini ditunjukkan dengan ekspresi klien nampak menunduk, kontak mata kurang dan masih tampak malu. Pada pertemuan selanjutnya melakukan tindakan yang yang sama pada hari pertama yakni SP1P yang salah satunya adalah BHSP (bina hubungan saling percaya) yang bertujuan untuk saling mengenal dan saling percaya antara perawat dengan klien, hal ini dapat mempererat sosialisasi hubungan antara klien dengan perawat, tindakan yang dilakukan oleh penulis mengajak klien untuk berkenalan, dan berbincang-bincang dengan hasil klien sudah bisa berhubungan dengan orang lain dan sudah mulai percaya dengan perawat, hal ini ditunjukkan dengan klien sudah mulai berbicara, kontak mata bisa dipertahankan, setelah melakukan BHSP, mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki, penulis berusaha menghindarkan pemberian penilaian negatif setiap bertemu klien dan mengutamakan pemberian pujian yang realistis sehingga klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki, hal ini bertujuan untuk menilai kemampuan yang dapat digunakan, penulis melakukan tanya jawab dengan klien, menilai kemampuan apa yang mudah dilakukan dan yang mau dilakukan setiap hari, tindakan yang dilakukan oleh klien adalah klien mau melakukan cuci piring, hal ini ditunjukkan klien tampak melakukan kegiatan mencuci piring setiap hari, tetapi masih malas-malasan. Pada hari ketiga penulis melanjutkan SP2P dengan tindakan yang dilakukan adalah menciptakan lingkungan yang aman dan tenang hal ini memiliki tujuan supaya dalam keadaan yang tenang klien lebih rileks dan lebih terbuka untuk diajak berbincang-bincang, klien tampak lebih baik dibandingkan hari sebelumnya, klien sudah mau melakukan kegiatan mencuci piring dan menyapu dengan baik tetapi belum mau memasukkan kejadwal harian.Data yang didapat oleh penulis dari data subjektif klien mengatakan malu karena sering diejek tetangganya karena sakit jiwa, klien mengatakan tidak bisa membaca, menulis, dan tidak tahu apa-apa, klien ingin melakukan ibadah haji tetapi keinginanya sering diejek oleh tetangganya dan belum tercapai sampai sekarang, klien mengatakan ingin tenang dan tidak ada yang mengganggu dan mengejek. Sedangkan data objektif yang mendukung diagnosa di atas adalah klien suka menyendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, mata klien tampak berbinar-binar mengeluarkan air mata, ekspresi klien sedih, kontak mata cukup ketika berbicara, klien tampak bingung. Menurut NANDA (2009) batasan karakteristik harga diri rendah kronik adalah evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi peristiwa, bergantung pada pendapat orang lain, melebih-lebihkan umpan balik negatif tentang diri sendiri, ekspresi rasa bersalah, ekspresi rasa malu, kontak mata kurang, perilaku tidak asertif, pasif, enggan mencoba situasi dan hal baru.Diagnosa yang ditegakkan penulis pada bab sebelumnya belum sesuai dengan teori karena pada laporan kasus penulis menggunakan diagnosa gangguan konsep diri : harga diri rendah, sedangkan pada pembahasan menggunakan panduan definisi dan klasifikasi NANDA Internasional tahun 2009-2011 yaitu harga diri rendah kronis. Penulis juga mengangkat penyebab harga diri rendah klien adalah karena gangguan konsep diri : ideal diri. Namun bila dibandingkan dengan panduan yang penulis gunakan penyebab harga diri klien juga belum sesuai dengan teori. Ditandai dengan faktor berhubungan antara lain : persepsi kurang dihargai oleh orang lain dan penguatan negatif berulang.Cara untuk meningkatkan harga diri rendah yaitu yang pertama berikan motivasi untuk pasien belajar selalu menghargai diri sendiri. Walaupun terkadang orang lain memandang pasien rendah tapi tetapkan keyakinan bahwa hanya diri pasienlah yang berhak atas hidupnya, yang kedua berikan pasien bimbingan konseling untuk belajar untuk menyukai diri sendiri, menyukai diri sendiri berarti menerima diri apa adanya, dan belajar untuk mengembangkan potensi yang dimiliki, yang ketiga motivasi keluarga kepada pasien bahwa pasien memiliki gambaran diri yang positif, hal ini berhubungan dengan penerimaan diri, gambaran diri merupakan cara pandang pasien terhadap diri pasien, yang keempat motivasi keluarga untuk melakukan apa yang pasien anggap penting. walaupun pasien merasa tidak mampu karena pasien malu dan takut, selanjutnya yang kelima berikan pasien bimbingan belajar untuk hidup mandiri, tidak tergantung dengan orang lain, sehingga pasien tidak rentan terhadap penolakan. Sementara itu pentingnya meningkatkan harga diri rendah yaitu dengan maksud menghilangkan, mengubah atau menghambat gejala-gejala yang ada serta mengoreksi perilaku yang terganggu dan mengembangkan pertumbuhan kepribadian secara positif terhadap klien harga diri rendah.(Sriati, 2008)Evaluasi yang disimpulkan oleh penulis adalah untuk SP1P masalah teratasi, hal ini dikarenakan setelah dilakukan strategi pelaksanaan (SP1P) dihari kedua klien menunjukkan hasil yang positif yaitu klien sudah mulai berbicara, kontak mata bisa dipertahankan, selain itu melatih klien melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan, dengan hasil klien mau melakukan kegiatan mencuci piring setiap hari, tetapi untuk SP2P pada hari ketiga masalah belum teratasi karena klien tidak memasukkan ke jadwal harian, hal ini dikarenakan penyebab klien dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah dapat disebabkan karena koping individu tidak efektif. Dengan hasil ini rencana tindakan yang dilakukan perawat selanjutnya yaitu masih melakukan strategi pelaksanaan (SP2P) dengan merencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilaksanakan setiap hari sesuai kemampuan klien yaitu menyapu, dan menganjurkan klien untuk memasukkan kegiatan kejadwal harian.

Metodologi PenelitianMeodologi penelitian ini adalah evaluasi terhadap strategi pelaksanaan dengan study kasus pada klien yang mengalami harga diri rendah di Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo Semarang, dengan analisa data menggunakan deskriptif dari 1564 responden, data yang didapat jumlah laki-laki 942 responden (60,2 %), dan jumlah perempuan 622 responden (39,8 %).

Hasil Penelitian Data UmumTabel 1. Tabel Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

No JenisKelamin Frekuensi %1. Laki laki 942 60,2%2. Perempuan 622 39,8%Jumlah 1564 100%Berdasarkan table 1 menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden berjenis kelamin laki - laki sebanyak 9 responden ( 60%).

KesimpulanPenelitian dilakukan pada 1564 responden tanggal 30 September 2013 di Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo Semarang, yang mengalami harga diri rendah setelah diberikan strategi pelaksanaan klien mengalami peningkatan dalam bersosialisasi sebanyak 97,8 % (1530 responden).

Daftar Pustaka

1. Videback, Sheila L. Buku Ajar Keperawatan Jiwa, (Alih Bahasa) Renata Komalasari, Alfrina Hany. Jakarta:EGC.2008:167

2. Yosep, Iyus. Keperawatan Jiwa: Edisi Revisi. Bandung:PT. Revika Aditama.2009:118

3. Departemen Kesehatan RI, 2009. Angka Kejadian Harga Diri Rendah diIndonesia. www//http.surkesnas.unad.ac.id, diakses 30 September 2013

4. Rekam Medik RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang, Presentase Gangguan Jiwa Terbaru. 2013

5. Stuart, GW dan Sundeen, S.J, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit: Buku Kedokteran. Jakarta:EGC.2008:84

6. Keliat, B.A. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa: Edisi 2. Jakarta:EGC.2006:63

7. Suliswati dan Indrawati S.Kp, M.Kes. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa : Jakarta:EGC.2005:138

8. Azizah, Lilik. Keperawatan Jiwa (Aplikasi Praktik Klinik). Edisi pertama. Yogyakarta:Graha Ilmu.2011:96

9. NANDA Internasional. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta:EGC.2010:127

10. Fitria, Nita. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:Salemba Medika.2010:241

11. Sriati, 2008. Cara Meningkatkan Harga Diri. http://www.belajarpsikologi.com , Di akses tanggal 30 September 2013

12. Keliat, B.A. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2, Jakarta : EGC.34

13. Keliat, B.A. (2009). Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.89

14. Kusumawati, Farida & Hartono, Yudi. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika:214

15. Purwaningsih, Wahyu; Karlina, Ina. (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Muha Medika:145

16. Riyadi, Sujono, Purwanto, Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Edisi Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu:167

17. Sheila, Vidbeck. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC:189

18. Stuart, Laraia. (2005). Buku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC:67

19. Surya Direja, Ade Herman. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Muha Medika:215

20. Yosep, Iyus. (2010). Keperawatan Jiwa. Edisi revisi, cetakan III. Bandung : PT. Refika Aditama:234

Diposkan oleh Ruti Wiyati di 08.37 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke PinterestTidak ada komentar:Poskan KomentarPosting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom) Mengenai Saya

Ruti Wiyati Lihat profil lengkapku Arsip Blog 2014 (4) Juli (4) jurnal harga diri rendah jurnal menarik diri jurnal perilaku kekerasan jurnal kesehatan

Template Simple. Diberdayakan oleh Blogger.