jurnal

25
ABSTRAK Tujuan : Untuk meneliti kecenderungan terjadinya reaksi efek samping obat yang berhubungan dengan penggunaan Trimethoprim-Sulfamethoxazole (TMP-SMX) pada anak. Metode : Kami menggunakan pengamatan retrospektif untuk meneliti reaksi efek samping obat TMP-SMX pada anak antara tahun 2000 hingga 2009. Kami melengkapi tinjauan data pada institusi kami dengan mengidentifikasi anak yang terdiagnosis menderita reaksi efek samping obat TMP-SMX. Untuk membandingkan kecenderungan lokal terhadap berbagai institusi terkait, kami memperkirakan frekuwensi pasien rawat inap dengan reaksi efek samping obat TMP-SMX pada 25 rumah sakit anak tersier dengan menggunakan data dasar dari Pediatric Health Information System (PHIS). Untuk menentukan apakah terjadi perubahan rata-rata peresepan TMP-SMX pada pasien rawat jalan, kami menggunakan National Ambulatory Medical Care Survey (NAMCS) / National Hospital Ambulatory Medical Care Survey (NHAMCS).

Upload: dewi-trie-yuliasari

Post on 30-Dec-2015

50 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jurnal

TRANSCRIPT

Page 1: jurnal

ABSTRAK

Tujuan : Untuk meneliti kecenderungan terjadinya reaksi efek samping obat

yang berhubungan dengan penggunaan Trimethoprim-Sulfamethoxazole (TMP-

SMX) pada anak.

Metode : Kami menggunakan pengamatan retrospektif untuk meneliti reaksi

efek samping obat TMP-SMX pada anak antara tahun 2000 hingga 2009. Kami

melengkapi tinjauan data pada institusi kami dengan mengidentifikasi anak yang

terdiagnosis menderita reaksi efek samping obat TMP-SMX. Untuk

membandingkan kecenderungan lokal terhadap berbagai institusi terkait, kami

memperkirakan frekuwensi pasien rawat inap dengan reaksi efek samping obat

TMP-SMX pada 25 rumah sakit anak tersier dengan menggunakan data dasar dari

Pediatric Health Information System (PHIS). Untuk menentukan apakah terjadi

perubahan rata-rata peresepan TMP-SMX pada pasien rawat jalan, kami

menggunakan National Ambulatory Medical Care Survey (NAMCS) / National

Hospital Ambulatory Medical Care Survey (NHAMCS).

Hasil : Di institusi kami, 109 anak terdiagnosis reaksi efek samping obat TMP-

SMX (5 kasus antara tahun 2000 sampai 2004 dan 104 kasus antara tahun 2005

sampai 2009). 58% diterapi untuk penyakit Skin and Soft Tissue Infection (SSTI).

Kecenderungan yang sama terjadi secara nasional dimana insidensi reaksi efek

samping obat TMP-SMX meningkat lebih dari dua kali lipat dari tahun 2004

sampai 2009 pada rumah sakit-rumah sakit anak terkait (P<0,001). Meskipun data

pasien rawat jalan secara nasional tidak mengalami perubahan dalam hal

peresepan obat TMP-SMX, namun persentasi peresepan obat TMP-SMX untuk

penyakit SSTI secara signifikan mengalami peningkatan selama periode penelitian

berlangsung (0%-2% pada 2000-2004; 9%-17% pada 2005-2009).

Page 2: jurnal

Kesimpulan : Kebanyakan reaksi efek samping obat TMP-SMX di institusi

kami terjadi pada pasien dengan penyakit SSTI. Reaksi efek samping obat TMP-

SMX saat ini terjadi lebih sering seiring dengan meningkatnya peresepan untuk

penyakit SSTI. Peningkatan penggunaan obat ini secara tunggal mungkin dapat

menjelaskan peningkatan reaksi efek samping obat TMP-SMX pada anak; namun

interaksi obat juga mungkin berperan sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.

Pediatrics 2013; 131: e103-e108

Page 3: jurnal

Pendahuluan

Reaksi efek samping obat merupakan masalah kesehatan anak yang sedang hangat

saat ini. Sebuah pengkajian meta analisis tentang reaksi efek samping obat pada

anak menunjukkan bahwa 9,5% pasien rawat inap anak menderita reaksi efek

samping obat.1 Lebih dari setengah juta anak di Amerika yang mendapatkan

pelayanan rawat jalan setiap tahunnya menderita reaksi efek samping obat; lebih

dari setengahnya berumur 0 sampai 4 tahun, dan antibiotik merupakan obat yang

paling sering menyebabkan rekasi efek samping.2 Kira-kira 2 % dari seluruh

rumah sakit anak mengaku mengahadapi masalah terkait reaksi efek samping

obat.3

Sejak diterima di USA pada awal tahun 1970an, TMP-SMX banyak berhubungan

dengan beragam efek samping obat. Sulfonamide adalah salah satu dari obat

antibiotik yang sering menyebabkan pasien berkunjung ke UGD disebabkan oleh

reaksi yang tidak diinginkan.4 Walaupun reaksi pada kulit dan intoleransi saluran

cerna merupakan efek tidak diinginkan yang sering dilaporkan, sitopenia dan

reaksi yang lebih parah, seperti Steven- Johnson Syndrome (SJS) dan Toxic

Epidermal Necrolysis (TEN) selalu dikaitkan dengan pemakaian obat ini.5,6 Efek

samping TMP-SMX menjadi lebih tinggi secara signifikan pada pasien Human

Immunodeficiency Virus (HIV) dengan 40% anak dengan HIV mengalami reaksi

efek samping obat.7

Kebanyakan data yang dipublikasikan tentang efek samping TMP-SMX pada

anak berhubungan dengan penggunaan TMP-SMX untuk Infeksi Saluran Kemih

(ISK), Otitis Media (OM), Gastro Enteritis (GE), atau pencegahan dan

pengobatan Peumosistitis jiroveci pada anak dengan HIV Acquired

Immunodeficiency Syndrome (AIDS).7-10 Dengan meningkatnya pengetahuan

tentang Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) yang berhubungan

dengan infeksi kulit dan jaringan lunak pada dekade yang lalu dan sedikitnya

pilihan antibiotik oral,11-14 kami membuat hipotesa bahwa pengobatan infeksi kulit

dan jaringan lunak ini akan diikuti dengan peningkatan efek samping TMP-SMX.

Oleh karena itu kami memiliki dua tujuan. Tujuan primer kami adalah untuk

meneliti pola efek samping TMP-SMX pada institusi kami. Sedangkan tujuan

Page 4: jurnal

sekunder adalah untuk meneliti pola TMP-SMX secara nasional dan

mengevaluasi pola peresepan TMP-SMX pada pelayanan rawat jalan, khususnya

pada masalah epidemik MRSA.

Metode

Desain dan Aturan Penelitian

Penelitian observasional retrospektif dilakukan untuk mengetahui karakteristik

epidemiologis dan klinis pasien yang mendapatkan pelayanan kesehatan untuk

efak samping TMP-SMX. Untuk mengetahui tujuan primer yaitu efek samping

TMP-SMX di Children’s Mercy Hospital (CMH), kami melakukan peninjauan

diagram pada anak yang diidentifikasi mengalami efek samping TMP-SMX untuk

diperiksa nilai klinis dan laboratorium yang berhubungan dengan diagnosis. CMH

adalah rumah sakit anak tersier yang mandiri di kota Kansas dengan 317 ranjang

yang melayani 5 negara bagian dan 100 daerah dengan sekitar 15.000 pasien

masuk setiap tahunnnya. Untuk tujuan sekunder, kami menggunakan data

administratif untuk memeriksa pasien rawat inap anak yang menderita efek

samping TMP-SMX dan pola peresepan TMP-SMX pada pasien rawat jalan di

USA secara retrospektif. Protokol penelitian ini disetujui oleh lembaga penelitian

CMH.

Sumber Data

Reaksi Efek Samping TMP-SMX di CMH

Kami menganalisa data kesehatan semua pasien yang datang ke Instalasi Gawat

Darurat (IGD) atau dirawat di CMH antara 1 januari 2000 hingga 31 desember

2009 dengan diagnosis menderita efek samping TMP-SMX. Pasien diidentifikasi

dengan International Classification of Disease, Ninth Revision, Clinical

Modification (ICD-9-CM) kode E termasuk E931.9 (obat anti infeksi yang

menyebabkan efek samping dalam pengobatan) dan E931.0 (sulfonamide yang

Page 5: jurnal

menyebabkan efek samping dalam pengobatan). Kode ICD-9-CM digunakan

karena data pengawasan efek samping obat rumah sakit lokal tidak tersedia dalam

rentang waktu ini dan laporan efek samping secara sukarela dari dokter kepada

sistem nasional (sebagai contoh program administrasi makanan dan obat

MedWatch) bisa bervariasi.15 Pasien dimasukkan ke dalam penelitian ini jika

sebagai tambahan dari kode ICD-9-CM, terdapat dokumentasi pendukung dari

petugas kesehatan yang memastikan reaksi efek samping dan bahwa pasien telah

terpapar TMP-SMX dalam 2 minggu sebelum munculnya efek samping. Untuk

menguatkan spesifisitas diagnosis, semua pasien tanpa riwayat paparan TMP-

SMX dikeluarkan dari penelitian. Data diambil secara manual dari rumah sakit

menggunakan formulir pengumpulan data yang terstandardisasi. Rekam medis

dilihat ulang untuk menentukan hal berikut : kejadian (kunjungan gawat darurat

atau pasien rawat inap), indikasi TMP-SMX (ISK, SSTI, RTI, PJ, enteritis, dll),

usia pada saat muncul efek samping, ras, riwayat klinis dan laboratorium

termasuk dermatologi (ruam), membrane mukosa (konjungtiva, mulut, genital),

neurologi (demam, penurunan kesadaran), endokrin (hiperkalemi), GIT (mual,

muntah, diare), hematologi (trombositopeni, leukopeni dan anemi), hepatitis,

disfungsi ginjal (serum kreatinin), angioedema, reaksi parah yang mengancam

jiwa (SJS, TEN, anemi aplastik, nekrosis hepatis), uji laboratorium yang

memastikan infeksi viral akut dan pengobatan lain yang bersamaan dengan

penelitian.

Reaksi Efek Samping TMP-SMX pada Rumah Sakit Anak Tersier

Kami menggunakan data dasar Pediatric Health Information System (PHIS), yang

mana merupakan data dasar administratif yang dikelola oleh Children’s Hospital

Association / CHA (dulu dikenal sebagai CHCA; Child Health Corporation of

America) yang berasosiasi dengan 40 anggota pelayanan tersier, rumah sakit anak

mandiri di seluruh Amerika. Rumah sakit yang menjadi anggota memberikan data

pasien rawat inap IGD dan rawat jalan kepada pusat data yang dikelola oleh

Thompson Health Care / THC (pengelola data yang dikontrak oleh CHA).

Pengukuran kualitas data dilakukan untuk memastikan keutuhan data yang

Page 6: jurnal

disimpan. Hanya rumah sakit dengan data lengkap ketika periode penelitian yang

dipilih untuk dimasukkan ke dalam analisis; 25 rumah sakit memenuhi kriteria ini.

Kami meneliti insidensi rawat inap tahunan yang memasukkan reaksi efek

samping karena TMP-SMX. Kami mengidentifikasi rawat inap dengan reaksi efek

samping TMP-SMX berdasarkan diagnosa pulang dengan kode ICD-9-CM untuk

efek samping sulfonamide dalam pengobatan (E931.0). Populasi penelitian ini

adalah pasien berumur kurang dari 18 tahun di RS CHA. Kami memasukkan data

dari 25 rumah sakit yaitu data lengkap untuk kunjungan IGD dan pasien yang

dipulangkan dari 1 januari 2000 – 31 desember 2009.

Kecenderungan Nasional dalam Peresepan TMP-SMX pada Pasien Rawat

Jalan

Untuk mengevaluasi kecenderungan nasional peresepan TMP-SMX pada pasien

rawat jalan anak, kami menganalisa data dari National Hospital Ambulatory

Medical Care Survey (NHAMCS) dan National Ambulatory Medical Care Survey

(NAMCS) dari tahun 2000 hingga 2009. Pusat statistik kesehatan nasional

melakukan survey secara tahunan untuk mengumpulkan data dari sampel

perwakilan kunjungan rawat jalan nasional dari dokter swasta, IGD dan

departemen rawat jalan rumah sakit. Pada setiap kunjungan yang dijadikan sampel

di NAMCS atau NHAMCS, pusat statistik kesehatan nasional memberikan beban

yang sama pada probabilitas balik untuk kunjungan yang dijadikan sampel itu.

Beban kunjungan ini membolehkan perwakilan memperkirakan dengan

menggunakan data yang dikumpulkan di NAMCS dan NHAMCS. Sebagai

tambahan untuk memeriksa resep TMP-SMX pada anak kurang dari 18 tahun

kami menetapkan untuk memisahkan kunjungan yang khusus untuk Skin and Soft

Tissue Infetion (SSTI). Kunjungan dikatakan untuk SSTI jika salah satu dari 3

diagnosa yang terdapat di kode ICD-9-CM sesuai dengan SSTI (680-686, 035,

110-111, 704.8, 728.0, 611/771.5, 728.86). Di antara kunjungan ini, kami

menetukan presentasi tahunan dimana TMP-SMX diresepkan. TMP-SMX

diidentifikasi menggunakan kode obat multum lexicon d00124 (TMP-SMX).

Page 7: jurnal

Analisis Statistik

Statistik deskriptif dibuat dengan menggunakan frekuensi dan proporsi untuk data

kategori dan rata-rata untuk variabel yang berkesinambungan. Uji Mann Whitney

U, uji Pearson’s x2 dan uji tepat Fisher digunakan untuk meneliti perbedaan

antara karakter klinis dan penemuan laboratorium antara pasien dengan reaksi

efek samping TMP-SMX di IGD dan di rawat inap CMH. Kecenderungan

insidensi efek samping TMP-SMX dievaluasi dengan menggunakan uji Mantel

Haenszel, dan kecenderungan pada frekuensi peresepan TMP-SMX pasien rawat

jalan nasional diteliti menggunakan regresi logis dengan tahun sebagai variabel

penentu. Insidensi efek samping TMP-SMX dari data PHIS dinormalisasi pada

kasus per 100.000 pasien masuk untuk menghitung tingk kunjungan pasien yang

bervariasi dari tahun ke tahun.

Hasil

Reaksi Efek Samping TMP-SMX di CMH

Dari 145 kasus reaksi efek samping yang teridentifikasi oleh kode ICD-9-CM di

institusi kami, 109 (75%) memiliki riwayat paparan TMP-SMX dan gejala efek

samping TMP-SMX tersebut dipastikan oleh dokte. Dari 36 pasien yang

dikeluarkan, 34 dikarenakan tidak memiliki paparan terhadap TMP-SMX atau

tidak didokumentasikan memiliki reaksi efek samping dan 2 pasien memiliki

riwayat paparan kepada obat-obatan yang mengandung sulfa non TMP-SMX.

Semuanya subjek diidentifikasi oleh ICD-9-CM kode E931.0 (sulfonamide) yang

menyebabkan reaksi efek samping dalam pengobatan. Semua pasien yang

dievaluasi di rumah sakit kami dan di IGD telah diresepkan TMP-SMX sebelum

pemeriksaan di institusi kami, konsisten dengan penggunaan pada pasien rawat

jalan. Dari tahun 2000 sampai 2004 hanya 5 kasus reaksi efek samping TMP-

SMX teridentifikasi berbanding 104 kasus dari tahun 2005 sampai 2009. 58%

Page 8: jurnal

(63/109) pasien dengan reaksi efek samping TMP-SMX mendapatkan pengobatan

untuk SSTI, diikuti 21% (23/109) untuk ISK (gambar 1). Dari semua pasien

dengan reaksi efek samping TMP-SMX, 37 % (40/109) dirawat inap. Pasien yang

dirawat inap biasanyanya akan mendapatkan infeksi pada membran mukosa,

demam, muntah atau diare (P<0.01) dibandingkan pasien yang dievaluasi di IGD

(tabel 1).

Kecenderungan Insidensi Reaksi Efek Samping TMP-SMX di CMH

Dari tahun 2004 sampai 2009, sejumlah 943 kasus reaksi efek samping TMP-

SMX terjadi. Insidensi efek samping TMP-SMX meningkat lebih dari dua kali

lipat dalam periode 5 tahun ini, meningkat dari 5 kasus per 100.000 pasien masuk

menjadi 13 kasus per 100.000 pasien masuk (p<0,001; gambar 2)

Kecenderungan Peresepan TMP-SMX Nasional

Antara tahun 2000 hingga 2009, TMP-SMX diresepkan pada rata-rata 2,2 juta

kunjungan pasien rawat jalan anak di Amerika setiap tahun. Dari kunjungan 2,2

juta pertahun ini didapatkan sampel 2655 kunjungan di NAMCS dan NHAMCS.

TMP-SMX diresepkan pada 1% kunjungan rawat jalan anak ketika periode

penelitian ini, dan tidak ada proporsi kecenderungan waktu kunjungan dimana

TMP-SMX diresepkan (p=0,16). SSTI didiagnosa pada 13% kunjungan dimana

TMP-SMX diresepkan. Frekuensi peresepan TMP-SMX untuk SSTI meningkat

ketika periode penelitian ini dimana sebelumnya TMP-SMX hanya diresepkan

dalam 0% hingga 2% kunjungan untuk SSTI sebelum 2005, TMP-SMX

diresepkan dalam 17% yang serupa pada tahun 2009 (gambar 3).

Pembahasan

Kami menemukan peningkatan signifikan pada reaksi efek samping yang

berhubungan dengan TMP-SMX pada periode 10 tahun di rumah sakit anak

Page 9: jurnal

mandiri yang tunggal dengan peningkatan 20 kali lipat pada angka kasus efek

samping TMP-SMX yang didiagnosis di institusi kami dari tahun 2000 hingga

2004 dibandingkan tahun 2005 hingga 2009. Kebanyakan dari pasien ini

mendapatkan TMP-SMX sebagai terapi rawat jalan untuk SSTI. Penelitian lebih

lanjut mendapatkan bahwa kecenderungan ini mungkin terjadi pada rumah sakit

anak lain di Amerika dimana kami menemukan peningkatan tiga kali lipat dari

tahun 2004 hingga 2009. Kemungkinan ini tidak mewakili cakupan sebenarnya

masalah karena data lokal dan data PHIS kami hanya mewakili institusi pelayanan

tersier anak dan tidak mencakup semua kasus potensial yang dievaluasi di rumah

sakit pemerintah atau institusi akademik yang tidak termasuk dalam data ini.

Peningkatan yang ditemukan kemungkinan dikarenakan peningkatan pemakaian

TMP-SMX pada kasus SSTI oleh pasien rawat jalan anak.

Walaupun tidak terdapat perubahan pemakaian TMP-SMX secara keseluruhan

oleh anak pada pelayanan rawat jalan, penelitian kami menunjukkan peningkatan

signifikan pemakaian pada pasien dengan SSTI. Ini sesuai dengan perkiraan kami

bahwa persentasi pemakaian TMP-SMX pada anak dengan SSTI menunjukkan

peningkatan yang signifikan sekitar tahun 2005 sebagaimana banyak penelitian

telah memastikan peningkatan infeksi MRSA sekitar periode waktu tersebut.

Dengan sedikitnya pilihan pengobatan empiris untuk SSTI MRSA pada pasien

rawat jalan (klindamisin, TMP-SMX, tetrasiklin, linezolid) dan meningkatnya

kadar resistensi klindamisin yang dilaporkan di Amerika menyebabkan

kemungkinan peningkatan yang teru-menerus dalam peresepan TMP-SMX.

Peningkatan pemakaian ini diperparah oleh keterbatasan pilihan obat oral

alternatif (sebagai contoh kontraindikasi tetrasiklin pada anak kurang dari 8 tahun

atau harga linezolid yang tinggi). Dokter haruslah lebih waspada pada reaksi efek

samping yang berhubungan dengan TMP-SMX.

Hubungan yang ditemukan antara peningkatan reaksi efek samping TMP-SMX

pada pengobatan SSTI belum diteliti dari sisi patofisiologi. Penelitian yang ada

dimana mempelajari efek samping yang berhubungan dengan TMP-SMX pada

anak memfokuskan pada pasien yang dirawat karena ISK berulang, OM, GE, atau

pada infeksi HIV sebagaimana populasi ini yang diresepkan TMP-SMX secara

Page 10: jurnal

rutin. HIV sudah lama dihubungkan dengan meningkatnya tingkat reaksi efek

samping TMP-SMX, walaupun mekanisme terjadinya masih belum jelas.

Komponen sulfonamide dalam TMP-SMX telah lama dikatakan sebagai penyebab

reaksi efek samping yang parah. Alur yang ada menunjukkan aktivasi biologi obat

pada metobolit reaktif bisa mengarah pada formasi imunogen atau toksisitas

seluler. Dikarenakan hubungan antara SSTI dan reaksi efek samping TMP-SMX

belum diteliti secara kritis, maka masih belum jelas apakah peningkatan reaksi

efek samping TMP-SMX tersebut berhubungan dengan dosis, lama pengobatan,

paparan berulang karena infeksi berulang, atau interaksi obat.

Seorang dokter juga harus memenuhi tantangan untuk mendiagnosa reaksi efek

samping secara umum dengan akurat. Walaupun standardisasi fenotipe reaksi efek

samping yang serius telah dilakukan,17,18 diagnosis reaksi efek samping bisa

menantang karena diagnosis banding bisa menjadi luas, termasuk etiologi infeksi,

penyakit autoimun, atau penyakit kulit. Pada saat ini diagnosis reaksi efek

samping TMP-SMX hanya berdasarkan riwayat penemuan klinis dan

laboratorium, namun uji kepastian belum tersedia. Penelitian dan pengembangan

lebih lanjut tentang biomarker yang sesuai dapat membantu diagnosis dan

menentukan kategorisasi lebih tepat tentang reaksi yang tidak diinginkan yang

mungkin terjadi serta membantu mengidentifikasi anak dengan resiko untuk

terjadi reaksi efek samping yang lebih parah. Juga standardisasi informasi

pelaporan paparan obat (sebagai contoh, dosis, lama terapi dan cara pemberian)

dan pendataan riwayat klinis lengkap pada kasus suspek reaksi efek samping

adalah penting untuk penegakan diagnosis.

Akhirnya, hasil ini menunjukkan fakta bahwa pengobatan selalu memiliki resiko.

Kejadian yang tidak diinginkan bisa menyebabkan perawatan yang lebih lama,

peningkatan biaya perawatan, dan meningkatnya morbiditas serta mortalitas.19

Dokter yang meresepkan TMP-SMX harus melakukan kunjungan pasien untuk

melihat resiko dan manfaat pengobatan. Sebagai contoh, indikasi pengobatan

antibiotik dalam tata laksana MRSA kulit dan jaringan lunak bervariasi. Insisi dan

drainase pada abses kutaneus ringan harus dilakukan sebagai pengobatan utama

dan terapi antibiotik tidak selalu diberikan.14,20,21 Kultur bakteri dan uji resistensi

Page 11: jurnal

antibiotik harus dilakukan ketika drainase pada abses yang persisten atau berulang

untuk membantu memberikan terapi antibiotik yang sesuai.22 Karena penelitian ini

merupakan penelitian retrospektif, maka alasan spesifik memilih TMP-SMX

untuk mengobati SSTI atau infeksi lain tidak jelas; walau bagaimanapun,

pengunaan antibiotik pada anak secara berlebihan umumnya telah dijelaskan

dengan rinci.23 Karena efek samping TMP-SMX telah diketahui dengan meluas

maka tentu reaksi yang tidak disangka dan tidak diinginkan akan terus terjadi

lebih sering baik secara lokal maupun nasional dengan peningkatan penggunaan

TMP-SMX untuk pengobatan SSTI. Informasi ini memberikan peringatan kepada

semua dokter bahwa resiko reaksi efek samping yang tidak diinginkan dan tidak

disangka pada saat ini tidak bisa dihindari; oleh karena itu kemungkinan resiko

dan manfaat haruslah dipertimbangkan pada peresepan setiap obat untuk pasien.

Penelitian ini terbatas karena diagram peninjauan adalah penelitian retrospektif

dan diagnosis reaksi efek samping TMP-SMX ditentukan oleh dokter tanpa ada

kriteria inklusi yang spesifik. Informasi klinis yang tercatat dalam diagram

bervariasi perkasusnya dan informasi lengkap tentang dosis TMP-SMX, rute

administrasi dan durasi paparan tidak terekam secara reguler. Riwayat klinis dan

fisik yang terstandardisasi akan bermanfaat untuk menentukan dan

mengklasifikasikan reaksi efek samping. Penelitian retrospektif pada waktu yang

akan datang akan membedakan dengan lebih jelas kemungkinan besar reaksi efek

samping dan penyebab lain kemunculan gejala. Terlebih lagi kasus-kasus

tambahan bisa tak teidentifikasi jika tidak dikode dengan baik. Selain itu gejala

dan perhatian pada reaksi efek samping TMP-SMX membuat kita akan mencari

pelayanan kesehatan tambahan. Pemanfaatan data PHIS mendapat keterbatasan

karena kasus tidak bisa ditinjau keakuratannya secara individual dan diagnosis

dimana TMP-SMX diresepkan tidak bisa teridentifikasi. Terlebih lagi hanya

sedikit rumah sakit yang menyediakan data tervalidasi sebelum tahun 2004, yang

membuat pengujian data selam periode waktu tersebut menjadi terbatas.

Kesimpulan

Page 12: jurnal

Karena reaksi efek samping TMP-SMX telah diketahui secara meluas tentu akan

memungkinkan reaksi yang tidak diinginakn dan tidak disangka ini akan terjadi

lebih sering dengan meningkatnya peresepan untuk pasien SSTI. Lebih dari 15%

dari semua anak didiagnosa menderita SSTI di Amerika pada 2009 dan

diresepkan TMP-SMX sebagai pasien rawat jalan. Jika resistensi klindamisin

terus meningkat pada rantai MRSA biasa , kami mengantisipasi akan terjadinya

peningkatan yang terus-menerus dalam peresepan TMP-SMX untuk SSTI.

Penemuan ini menunjukan reaksi yang tidak diinginkan yang berhubungan

dengan TMP-SMX sebenarnya telah lama diketahui namun dilupakan.

Pertimbangan indikasi sehubungan dengan potensi terjadinya reaksi efek samping

TMP-SMX haruslah diperhatikan sebelum pemberian terapi dilakukan.

Page 13: jurnal

TELAAH KRITIS

DESKRIPSI UMUM

1. Desain apakah yang digunakan ?

Observasi laporan kasus dan seri kasus (penelitian ini hanya untuk

memberikan informasi tentang peningkatan peresepan TMP-SMX pada tahun

2005-2009, kemudian kejadian tersebut ternyata disertai dengan peningkatan

terjadinya reaksi afek samping obat, dimana data diperoleh dari data

administratif pasien, tanpa menggunakan kelompok kontrol dan tidak diteliti

mengapa fenomena tersebut bisa terjadi).

2. Manakah pupolasi target, populasi terjangkau dan sampel ?

Populasi target :

Anak usia <18 tahun yang menderita ADR terhadap TMP-SMX.

Populasi terjangkau :

Anak usia <18 tahun yang menderita ADR terhadap TMP-SMX yang

merupakan pasien rawat jalan di RSA USA dari 1 Januari 2000 – 31

Desember 2009.

Sampel :

Populasi terjangkau yang dikode dengan ICD-9-CM, ada dokumentasi

ADR dan terpapar TMP-SMX 2 minggu sebelum munculnya ADR.

Page 14: jurnal

3. Bagaimana cara pemilihan sampel ?

Non-probability sampling dengan consecutive sampling (semua subyek yang

memenuhi criteria selama periode penelitian, dimasukkan sebagai sampel

penelitian).

4. Manakah variabel bebas ?

TMP-SMX.

5. Manakah variabel tergantung ?

Reaksi efek samping obat.

6. Apakah hasil utama penelitian ?

a. Dari 109 kasus ADR terhadap TMP-SMX di CMH, 58% (63) terjadi

pada pasien dengan SSTI, 37% (40) rawat inap, manifestasi klinisnya

adalah kerusakan membran mukosa, demam, muntah dan diare.

b. Peningkatan kasus ADR terhadap TMP-SMX di CMH adalah 20 kali

lipat pada 2005-2009 jika dibandingkan dengan tahun 2000-2004.

c. Peresepan TMP-SMX untuk SSTI secara nasional di USA meningkat

tajam, yaitu 0-2% sebelum tahun 2005 dan 17% pada 2009.

Page 15: jurnal

VALIDITAS INTERNA, HUBUNGAN NON-KAUSAL

1. Apakah hasil dipengaruhi bias ?

Ya (bias prosedur ; dalam penelitian ini tidak dicermati tentang jumlah dosis

pemberian, lama paparan dan cara pemberian TMP-SMX, serta keadaan

imunitas pasien).

2. Apakah hasil dipengaruhi faktor peluang ?

Tidak (penelitian ini tidak membandingkan antara 2 kelompok, melainkan

hanya meneliti fenomena peningkatan ADR terhadap TMP-SMX berdasarkan

data administratif yang ada)

3. Apakah observasi dipengaruhi perancu ?

Ya (misalnya jumlah dosis pemberian, lama paparan dan cara pemberian

TMP-SMX, serta keadaan imunitas pasien).

VALIDITAS INTERNA, HUBUNGAN KAUSAL

1. Apakah hubungan waktu benar ?

Ya (ADR terjadi setelah TMP-SMX diberikan).

2. Apakah asosiasi kuat ?

Tidak (peneliti tidak meneliti secara mendetail mengapa peningkatan

peresepan TMP-SMX pada SSTI meningkatkan ADR).

Page 16: jurnal

3. Apakah ada hubungan dosis ?

Tidak (dosis tidak diteliti dalam penelitian ini).

4. Apakah hasil konsisten dalam penelitian ini ?

Tidak (penelitian ini adalah penelitian awal, sehingga belum dibuktikan

apakah hasil berlaku pada subyek atau penelitian lain).

5. Apakah hubungan bersifat spesifik ?

Tidak (peneliti tidak meneliti secara mendetail tentang hubungan sebab-

akibat).

6. Apakah ada kohorensi ?

Tidak (belum ada studi pustaka yang dapat mendasari hasil penelitian ini).

7. Apakah hasil biologically plausible ?

Belum ada teori yang mendasari mengapa peningkatan terapi TMP-SMX

pada SSTI meningkatkan angka reaksi efek samping obat.

VALIDITAS EKSTERNA

1. Apakah hasil dapat diterapkan pada subyek terpilih ?

Ya (semua subyek yang memenuhi kriteria dimasukkan ke dalam sampel).

2. Apakah hasil dapat diterapkan pada populasi terjangkau ?

Page 17: jurnal

Ya (penelitian ini menggunakan Non-probability sampling dengan

consecutive sampling).

3. Apakah hasil dapat diterapkan pada populasi yang lebih luas ?

Tidak (masih diperlukan penelitian lebih lanjut yang lebih spesifik dan

mendetail).

KESIMPULAN :

Jurnal ini tidak valid, tidak penting dan tidak applicable.