jurnal

14
ANALISIS KINERJA SUPPLY CHAIN RASKIN DI BULOG SUB DIVISI REGIONAL BANDUNG MENGGUNAKAN BALANCED SCORECARD ABSTRACT Tugas pokok Bulog adalah melaksanakan tugas pemerintah di bidang manajemen logistik melalui kegiatan pengadaan, pengelolaan persediaan, distribusi dan pengendalian harga beras, serta usaha jasa logistik. Bulog melaksanakan empat program untuk penyaluran, satu diantaranya yaitu program Beras untuk rumah tangga miskin (Raskin). Penelitian ini akan melihat kinerja Bulog untuk supply chain Raskin dengan potensial alat pengukuran yang pertama untuk manajemen PSC yaitu Public Supply Chain-Balanced Scorecard (PSC-BS). Dari hasil pengukuran teridentifikasi masalah pada perspektif masyarakat untuk ukuran ketepatan sasaran, perspektif proses internal dalam ukuran indeks waktu pelayan kepada mitra kerja dan ukuran rasio keterlambatan, serta perspektif pembelajaran dan inovasi untuk ukuran FGD penerima manfaat. Dengan teridentifikasinya masalah tersebut dirumuskan suatu strategi atas usulan solusi yaitu kategori rumah tangga sasaran harus didefinisikan secara jelas dengan cara penerima memiliki kartu identitas. Meningkatkan jumlah karyawan dengan cara pembukaan lowongan. Merencanakan dan memenuhi persediaan jauh-jauh hari dengan cara perencanaan persediaan. Bulog menyalurkan langsung di titik penyaluran kepada masyarakat dengan cara pembukaan Warung desa. 1. PENDAHULUAN Beras merupakan komoditas dengan permintaan yang inelastis di mana perubahan harga hampir tidak menyebabkan perubahan jumlah permintaan konsumen. Jika ketersediaan kurang, harga langsung naik karena konsumen tidak melakukan penyesuaian atas konsumsinya. Ketersediaan beras yang cukup menjadi sangat penting, baik untuk memenuhi kebutuhan maupun untuk menjaga agar harganya tidak melonjak tinggi sehingga tidak terjangkau oleh konsumen. Terutama, konsumen berpendapatan tetap dan rendah (Khrisnamurthi, 2006). Agar harga terjangkau oleh konsumen, instrumen yang digunakan pemerintah adalah program raskin dan pengendalian harga. Bulog bertugas menstabilkan harga melalui operasi pasar murni, yakni dengan menambah pasokan beras ke pasar dengan harga tertentu. Beras untuk rumah tangga miskin (Raskin) merupakan program nasional yang bertujuan membantu memenuhi kecukupan pangan dan mengurangi beban finansial Rumah Tangga Miskin (RTM) melalui penyediaan beras bersubsidi. Untuk penyaluran beras, Badan Urusan Logistik (Bulog) bertanggung jawab menyalurkan beras hingga titik distribusi, dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyalurkan beras dari titik distribusi kepada RTM. Dari sisi penyaluran hingga titik distribusi, Bulog telah melaksanakan tugasnya dengan relatif baik dan sesuai dengan pedoman program. Namun, penilaian keberhasilan program tidak dapat dilakukan secara parsial karena Raskin merupakan sebuah kesatuan program untuk menyampaikan beras bersubsidi kepada rumah tangga miskin. Permasalahan pelaksanaan Raskin banyak terjadi dari titik distribusi hingga rumah tangga penerima. efektivitas program masih relatif lemah. Hal ini ditandai oleh sosialisasi dan transparansi yang kurang; target penerima, harga, jumlah, dan frekuensi penerimaan beras yang kurang tepat; biaya pengelolaan program yang tinggi; pelaksanaan monitoring yang belum optimal; dan mekanisme pengaduan yang kurang berfungsi.

Upload: fajri

Post on 29-Jun-2015

392 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Penelitian ini akan melihat kinerja Bulog untuk supply chain Raskin dengan potensial alat pengukuran yang pertama untuk manajemen PSC yaitu Public Supply Chain-Balanced Scorecard (PSC-BS).

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal

ANALISIS KINERJA SUPPLY CHAIN RASKIN DI BULOG SUB DIVISI

REGIONAL BANDUNG MENGGUNAKAN BALANCED SCORECARD

ABSTRACT

Tugas pokok Bulog adalah melaksanakan tugas pemerintah di bidang manajemen

logistik melalui kegiatan pengadaan, pengelolaan persediaan, distribusi dan pengendalian

harga beras, serta usaha jasa logistik. Bulog melaksanakan empat program untuk penyaluran,

satu diantaranya yaitu program Beras untuk rumah tangga miskin (Raskin). Penelitian ini

akan melihat kinerja Bulog untuk supply chain Raskin dengan potensial alat pengukuran yang

pertama untuk manajemen PSC yaitu Public Supply Chain-Balanced Scorecard (PSC-BS).

Dari hasil pengukuran teridentifikasi masalah pada perspektif masyarakat untuk ukuran

ketepatan sasaran, perspektif proses internal dalam ukuran indeks waktu pelayan kepada

mitra kerja dan ukuran rasio keterlambatan, serta perspektif pembelajaran dan inovasi untuk

ukuran FGD penerima manfaat. Dengan teridentifikasinya masalah tersebut dirumuskan suatu

strategi atas usulan solusi yaitu kategori rumah tangga sasaran harus didefinisikan secara jelas

dengan cara penerima memiliki kartu identitas. Meningkatkan jumlah karyawan dengan cara

pembukaan lowongan. Merencanakan dan memenuhi persediaan jauh-jauh hari dengan cara

perencanaan persediaan. Bulog menyalurkan langsung di titik penyaluran kepada masyarakat

dengan cara pembukaan Warung desa.

1. PENDAHULUAN

Beras merupakan komoditas dengan permintaan yang inelastis di mana perubahan

harga hampir tidak menyebabkan perubahan jumlah permintaan konsumen. Jika ketersediaan

kurang, harga langsung naik karena konsumen tidak melakukan penyesuaian atas

konsumsinya. Ketersediaan beras yang cukup menjadi sangat penting, baik untuk memenuhi

kebutuhan maupun untuk menjaga agar harganya tidak melonjak tinggi sehingga tidak

terjangkau oleh konsumen. Terutama, konsumen berpendapatan tetap dan rendah

(Khrisnamurthi, 2006). Agar harga terjangkau oleh konsumen, instrumen yang digunakan

pemerintah adalah program raskin dan pengendalian harga. Bulog bertugas menstabilkan

harga melalui operasi pasar murni, yakni dengan menambah pasokan beras ke pasar dengan

harga tertentu.

Beras untuk rumah tangga miskin (Raskin) merupakan program nasional yang

bertujuan membantu memenuhi kecukupan pangan dan mengurangi beban finansial Rumah

Tangga Miskin (RTM) melalui penyediaan beras bersubsidi. Untuk penyaluran beras, Badan

Urusan Logistik (Bulog) bertanggung jawab menyalurkan beras hingga titik distribusi, dan

pemerintah daerah bertanggung jawab menyalurkan beras dari titik distribusi kepada RTM.

Dari sisi penyaluran hingga titik distribusi, Bulog telah melaksanakan tugasnya

dengan relatif baik dan sesuai dengan pedoman program. Namun, penilaian keberhasilan

program tidak dapat dilakukan secara parsial karena Raskin merupakan sebuah kesatuan

program untuk menyampaikan beras bersubsidi kepada rumah tangga miskin. Permasalahan

pelaksanaan Raskin banyak terjadi dari titik distribusi hingga rumah tangga penerima.

efektivitas program masih relatif lemah. Hal ini ditandai oleh sosialisasi dan transparansi

yang kurang; target penerima, harga, jumlah, dan frekuensi penerimaan beras yang kurang

tepat; biaya pengelolaan program yang tinggi; pelaksanaan monitoring yang belum optimal;

dan mekanisme pengaduan yang kurang berfungsi.

Page 2: Jurnal

Selama ini lebih dari 80% beras pengadaan Bulog disalurkan melalui Program Raskin.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka usaha pertama kali yang perlu dilakukan adalah

mengetahui bagaimana kinerja supply chain program Raskin agar dapat dilakukan perbaikan

pada bidang-bidang yang kinerjanya masih buruk. Metode yang akan digunakan untuk

mengidentifikasikan indikator-indikator kinerja supply chain dalam penelitian ini adalah

menggunakan Public Supply chain Balanced scorecard (PSC-BSC) (Essig dan Dorobek,

2006). Jika memang kinerjanya tidak sesuai tujuan maka Program Raskin dihentikan dan

perlu dilakukan kajian mendalam.

Dengan melihat permasalahan di atas dan untuk menjawab pertanyaan pada

perumusan masalah di atas sehingga dalam penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengukur

kinerja supply chain program Raskin di Bulog Sub Divre Bandung, (2) Mengusulkan solusi

yang perlu dilakukan dari permasalahan ada pada supply chain program Raskin di Bulog Sub

Divre Bandung, (3) Menyusun strategi yang sesuai dari usulan solusi berdasarkan

permasalahan.

2. PUBLIC SUPPLY CHAIN BALANCED SCORECARD

Dalam makalah Essig dan Dorobek (2006) diperkenalkan suatu alat ukur pertama

untuk Public Supply Chain Management - Balanced Scorecard (PSC-BSC) dalam rangka

membantu keseluruhan konsep SCM Publik dengan beberapa pertimbangan konseptual.

BSC adalah suatu alat pengendalian yang telah digunakan secara luas seperti yang

dikemukakan di dalam literatur (Karathanos, dkk., 2005). Pada mulanya dilakukan oleh

Kaplan dan Norton untuk sebuah perusahaan swasta (Kaplan dan Norton, 1996), sementara

itu konsepnya ini telah disesuaikan untuk jaringan-jaringan perusahaan swasta dalam

kaitannya dengan supply chain (sebagai contoh lihat Brewer dan Speh, 2000) dan sebagai

contoh untuk sebuah institusi non-profit dalam sektor publik (Pfeffer dan Martin, 2008).

Bagaimanapun juga, konsep ini belum dikembangkan kedalam jaringan perusahaan

dalam sektor publik (PSC), lihat Gambar 1. yang didasarkan pada suatu studi kasus dalam

kooperasi dengan perusahaan dan institusi publik sebagai bagian dari suatu PSC klasik pada

sektor pertahanan, untuk menutup celah ini ditujukan dengan memadukan BSC dari

Kaplan/Norton untuk pokok-pokok PSC.

Penelitian dengan studi kasus sangat cocok untuk menggali ilmu jika ‘pertanyaan

bagaimana’ (bagaimana cara suatu PSC dalam sektor ketahanan pangan) dan diajukan

‘pertanyaan mengapa’ (kenapa PSC memerlukan suatu adopsi sebuah BSC). Maka,

diusulkan pertimbangan umum untuk suatu model yang teoritis dalam PSC-BS, dimana

dikembangkan dari sebuah kasus. Dimulai dengan penggambaran karakteristik SCM Publik

yang penting dalam menyimpulkan keperluan pengendalian. Sebagaimana SCM publik

mengombinasikan sebuah konsep dari SCM-swasta dan Manajemen publik, akan dicapai

melalui tiga kebutuhan pengendalian khusus dengan mempertimbangkan argumen-argumen

secara berurutan untuk mengendalikan kedua buah konsep. Keperluan ini akan diperluas

kedalam perspektif lain yang berlabel perspektif hubungan swasta publik. Nantinya akan

digambarkan bagaimana hubungan dari perspektif PSC-BS dengan hasil empiris dalam studi

kasus. Konsep terkini memerlukan perbaikan lebih lanjut dan pengujian terhadap kasus-

kasus lain.

BSC sebagai alat manajemen yang menggunakan sistem manajemen perencanaan dan

pengendalian tradisional dengan memperluas pandangan dari pihak manajer mulai dari

ukuran finansial kepada sebuah seperangkat ukuran yang lebih bervariasi mencakup aspek

non-finansial (Pandey, 2005).

Page 3: Jurnal

Sekt

or

Sw

ast

aSekt

or

Publik

Fokus pada Perusahaan Tunggal

Fokus pada Seperangkat Perusahaan (Jaringan)

Tingkat Perusahaan yang Dipertimbangkan

Jenis Perusahaan

Balanced Scorecard untuk

sebuah Organisasi Non-Profit

Balanced Scorecard untuk

SCM publik

Balanced Scorecard

(Kaplan/Norton 1996)

Balanced Scorecard untuk

SCM

Gambar 1 Empat Ukuran Konsep Balanced Scorecard

Sumber: Essig and Dorobek, 2006

Empat perspektif yang berbeda (pelanggan, bisnis proses internal, pembelajaran dan

pertumbuhan (inovasi), dan elemen-elemen finansial) dipertimbangkan dengan sebuah

scorecard (Kaplan dan Norton, 1996).

Visi dan strategi diterjemahkan kedalam 4 perspektif yang kemudian oleh masing-

masing perspektif visi dan strategi tersebut dinyatakan dalam bentuk tujuan yang ingin

dicapai oleh organisasi, ukuran (measures) dari tujuan, target yang diharapkan dimasa yang

akan datang serta inisiatif–inisiatif atau program yang harus dilaksanakan untuk memenuhi

tujuan-tujuan strategis. Proses menerjemahkan visi dan strategi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambaran penggunaan untuk perspektif-perspektif ini sebaiknya dihubungkan dengan

relasi kausal pada sasaran perspektif finansial. Walaupun perspektif finansial dari BSC

memegang tingkat terpenting untuk perusahaan swasta berkenaan dengan supply chain

swasta, perspektif pelanggan lebih diutamakan untuk sektor publik.

Visi & Strategi

Finansial

Objektif

Ukuran

Target

Inisiatif

Pelanggan Proses Infrastruktur

Gambar 2 Strategy - Translation Process

Sumber: Hansen and Mowen, 2003

Page 4: Jurnal

Karena alasan ini, BSC berada pada kasus umum yang ditambahkan dengan sebuah

tambahan, contoh: perspektif sektor yang spesifik ketika disesuaikan untuk sektor publik.

Membuat BSC untuk PSC, diperlukan perubahan dalam struktur dan isi dari BSC

Norton/Kaplan yang orisinal. Perspektif-perspektif yang diusulkan untuk PSC-BSC dipilih

pada kebutuhan dasar dalam pengendalian yang telah dibahas sebelumnya. Ini dihubungkan

untuk membangun perspektif-perspektif BSC dan ditambahkan dengan perspektif tambahan

(perluasan struktur). Untuk PSC-BSC diusulkan lima struktur perspektif berikut: (1)

perspektif masyarakat, (2) perspektif finansial, (3) perspektif hubungan swasta publik, (4)

perspektif proses internal dan (5) perspektif pembelajaran dan inovasi (Gambar 3).

Penyesuaian isi akan dilanjutkan kedalam lima perspektif dengan objektif-objektifnya

masing-masing dan ukuran-ukurannya disesuaikan untuk konsep PSC.

Perspektif Masyarakat: perspektif ini dalam gambaran pelaksanaannya berfokus pada

sebuah perusahaan komersial dengan tujuan strategis dari segmen-segmen tersebut, dimana

dapat memasuki persaingan dengan perusahaan lain untuk pelanggan dan Market share.

Sebagai tujuan-tujuan yang memungkinkan, contohnya, Brewer/Speh mengusulkan tinjauan

pelanggan untuk produk, loyalitas pelanggan, atau fleksibilitas pelanggan (Brewer dan Speh,

2000). Sebuah kesesuaian ukuran untuk tujuan-tujuan tersebut kemudian akan menjadi waktu

pelayanan perusahaan per permintaan pelanggan. Pemindahan tujuan-tujuan dan ukuran-

ukuran yang diusulkan oleh Brewer/Speh untuk PSC-BS dibatasi sebagai tingkat jaringan

kuasa politik maupun tingkat administratif menghadapi persaingan untuk pelanggan-

pelanggan sebagaimana perusahaan swasta (menjadi bagian dalam supply chain swasta).

SCM publik memusatkan pada pelanggan-pelanggan menurut permintaan masyarakat.

Bagaimanapun, sejauh ini seringnya pelanggan-pelanggan yang harus, ukuran seperti

loyalitas pelanggan tidak bisa digunakan untuk menunjukkan strategi yang bermanfaat.

Selama SCM publik bermaksud pada orientasi pelanggan dan diiringi dengan peningkatan

‘hasil’, diusulkan kepuasan masyarakat dengan kebijakan politik dan administratif sebagai

Visi

&

Strategi

Masyarakat

Kepuasan Pelanggan

melalui kebijakan

secara langsung

maupun administratif

Tujuan Ukuran

· Pengiriman keseluruhan

dalam negeri

· Waktu tunggu rata-rata

dalam kantor publik

Keuangan

Menyesuaikan

Sumberdaya atas

Kebutuhan

Masyarakat

Tujuan Ukuran

· Biaya

administrasi

pertahun dan

keagenan

Proses Internal

Efisiensi maksimum

dari administrasi

struktur politik

serta proses

Tujuan Ukuran

· Waktu tunggu rata-rata

perorang atas ketersediaan

jam pelayanan publik

· Jumlah website

· Pengurangan biaya dengan

pengurangan personil

Pembelajaran & Inovasi

Menyediakan

Pelayanan yang

efisien (Tingkat

politik) pelatihan

untuk anggota staf

(tingkat administratif)

Tujuan Ukuran

· Kepuasan

karyawan

· Nilai retensi

supplier

Hubungan Swasta Publik

Persediaan barang

yang optimal dan

pelayanan oleh

supplier atas

permintaan

masyarakat

Tujuan Ukuran

· Nilai retensi

supplier

· Tingkat kepuasan

suplier

Gambar 3 Public Supply Chain Balanced Scorecard

Sumber: Essig and Dorobek, 2006

Page 5: Jurnal

sebuah objektif dalam PSC-BS. Pada tingkatan politik, ukuran dibedakan menurut hasil yang

menunjukkan pada hasil. Menyajikan kemauan masyarakat untuk pembayaran langsung

(serah-terima dalam negeri), sebuah ukuran akan hasil yaitu pembayaran serah-terima dalam

negeri (input-nya bisa berupa pembayaran pajak keseluruhan untuk kasus ini). Lebih dari itu,

masyarakat tertarik akan pesanan dalam negeri untuk ditopang melalui pembayaran serah-

terima dalam negeri. Pesanan dalam negeri bisa menjadi hasil yang disebabkan oleh

pembayaran serah-terima sebagai output politik. Bagaimanapun, hal tersebut sulit untuk

menempatkan ukuran yang tak dapat dihindari atas pesanan dalam negeri. Pada tingkat

administratif, ukurannya, sebagai contoh, waktu tunggu rata-rata di kantor publik atau angka

kebutuhan perbaikan oleh supplier untuk barang-barang dan jasa publik. Perspektif

masyarakat menetapkan apakah implementasi dari strategi peningkatan kinerja PSC. Ukuran

untuk perspektif ini menyajikan keseluruhan tujuan-tujuan untuk perspektif-perspektif

lainnya dari PSC-BS.

Perspektif Keuangan: Perspektif keuangan ini mengarah pada efisiensi penggunaan sumber

daya yang dibutuhkan oleh masyarakat. Inisiatif yang dilakukan dalam konteks perspektif ini

harus ditambah untuk tujuan ini sebagai langkah kearah tujuan keseluruhan dari kepuasan

masyarakat. Inisiatif yang mungkin termasuk kedalam eksploitasi tingkat administratif

melalui penyebaran kerja sama yang efektif dari personil atau pemilihan supplier terbaik dan

keterlibatannya dalam proses perencanaan pada tahap awal, atau perbaikan pada proses

internal. Ukuran yang mungkin untuk keoptimisan proses internal dapat ditemukan dalam

biaya administratif pertahun dan kepegawaian.

Perspektif Hubungan Swasta-Publik: Perspektif ini mengarah pada ketetapan barang dan

jasa dari pemasok berdasarkan tuntutan masyarakat. Tingkat administratif berjalan sebagai

hubungan antara permintaan dan penawaran dengan cara mengurutkan. Persediaan barang

dan jasa publik dapat dioptimalkan dengan meningkatkan koordinasi antara para pemasok

dan para pegawai administratif sebagai contoh dengan melibatkan para pemasok pada tahap

awal dalam proses keputusan administratif. Untuk ukuran yang dapat diusulkan yaitu nilai

retensi supplier. Nilai retensi supplier ini merupakan sebuah alat yang tepat untuk

mencakup keseluruhan proses untuk menetapkan nilai hubungan. Nilai retensi supplier

didasarkan pada metode pemotongan cash flow. Satisfaction Index of Supplier (SIS) Tingkat

kepuasan supplier menambahkan ukuran selanjutnya untuk perspektif ini. SIS merupakan

sebuah pendekatan baru yang menawarkan peluang untuk menetapkan kepuasan supplier

berdasarkan sistem indeks hubungan pemasaran yang ada.

Perspektif Proses Internal: Sangatlah penting untuk mengoptimalkan struktur internal dan

proses politik sebagaimana pada tingkat administratif yang mempengaruhi keseluruhan

tujuan dari kepuasan masyarakat. Pada tingkat politik, sebagai contoh ini termasuk

penyebaran yang ditingkatkan dari petunjuk strategis untuk tingkat administratif. Tingkat

administratif, membutuhkan bentuk komunikasi yang dirumuskan dengan baik kepada

tingkat subordinat dari supplier publik. Pengoptimalan proses pada tingkat administrasi dapat

dibedakan berdasarkan dengan cara apakah masyarakat mengalami ini secara langsung atau

tidak. Sebagai contoh, masyarakat secara langsung mengalami sebuah penambahan jam

kantor publik yang memperpendek waktu tunggu perorangan atau tersedianya informasi yang

relevan pada situs badan publik. Ukuran yang bisa digunakan yaitu waktu tunggu rata-rata

perorang hanya dengan jangka panjang, seperti penurunan biaya yang pada saatnya

meningkatkan ketersediaan sumber daya untuk berbagai proyeksi. Pengoptimalan dari

penyebaran personel menghasilkan pengurangan biaya personel sebagai contohnya.

Page 6: Jurnal

Perspektif Pembelajaran dan Inovasi: Perspektif ini mengarah dalam penyediaan jasa

konsultan yang efisien pada tingkat politik dan pelatihan profesional lanjut untuk anggota staf

dalam tingkat administratif. Personil yang mempunyai keahlian adalah kondisi dasar untuk

mencapai tujuan lebih lanjut yang dipaparkan dalam perspektif yang telah diuraikan diatas.

Dengan alasan ini diusulkan kepuasan/motivasi karyawan sebagai sebuah urutan ukuran,

pada tingkat supplier dengan SIS yang dipaparkan diatas.

3. PEMBAHASAN

3.1 Data Raskin di Bulog

Data-data yang diperlukan dalam melakukan pengukuran kinerja antara lain seperti

dalam Tabel 1. Data-data ini merupakan data kuantitatif yang diperoleh dengan cara

wawancara, survei, dan studi literatur di Bulog Sub Divre Bandung.

3.2 Pengukuran Kinerja Supply Chain Raskin

Pengukuran kinerja ini akan dilakukan sesuai dengan hasil perumusan PSC-BSC yang

didasarkan dari tema tujuan yang dikembangkan oleh Essig dan Dorobek (2006) dan

disesuaikan dengan kondisi Raskin melalui strategi-strategi yang berkaitan. Untuk indikator-

indikatornya dilakukan beberapa penyesuaian sesuai dengan irisan indikator kinerja untuk

kasus ini terlihat di Tabel 2. Indikator kinerja pelaksanaan Raskin adalah Tepat Sasaran,

Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Kualitas dan Tepat Administrasi.

Tabel 1 Data Kuantitatif Posisi 31 Desember 2008

No. Uraian Satuan Jumlah

1 Jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) Keluarga 469.572

2 Realisasi RTM penerima Keluarga 456.528

3 Penerima BLT Keluarga 279.692

4 Total Pengadaan kg 109.566.800

5 Pagu penyaluran kg 84.522.960

6 Realisasi penyaluran kg 82.175.100

7 Total penyaluran yang terlambat kg 3.423.972

8 Harga Pembelian Beras oleh Pemerintah (HPP) Rp/kg 5500

9 Harga jual beras subsidi Rp/kg 1600

10 Harga penjualan rata-rata Rp/kg 2000

11 Tunggakan Rp 4.597.709.500

12 Penjualan Rp 130.280.736.000

13 Total anggaran Rp 451.963.050.000

14 Mitra kerja tetap Unit 18

15 Mitra kerja baru Unit 12

16 Jumlah jam kerja setahun Jam 1589

17 Realisasi rata-rata selama setahun Jam 1135

18 Jumlah karyawan Bulog Sub Divre Bandung Orang 51

19 Jumlah karyawan yang ikut pelatihan Orang 7

Sumber: Bulog Sub Divre Bandung

Page 7: Jurnal

Tabel 2 Pemetaan Strategi ke dalam Empat Perspektif BSC

No. Indikator BSC

1 Tepat Sasaran Perspektif Masyarakat

2 Tepat Jumlah Perspektif Masyarakat

3 Tepat Harga Perspektif Finansial

4 Tepat Waktu Perspektif Proses Internal

5 Tepat Kualitas Perspektif Pembelajaran dan Inovasi

6 Tepat Administratif Perspektif Pembelajaran dan Inovasi

Proses pengembangan indikator kinerja didasarkan pada pencapaian tujuan dalam

konteks public supply chain, di mana dalam proses pemetaan lima perspektif. Seperti yang

terlihat dalam Tabel 3 tujuan utama dari pelaksanaan Raskin adalah untuk pengentasan

kemiskinan, sehingga dari keenam indikator semuanya adalah indikator untuk memenuhi

kepuasan masyarakat.

Dengan mengacu pada 6T maka untuk perspektif masyarakat di usulkan ukuran:

Penerimaan beras dan Ketepatan sasaran. Oleh karena program Raskin tidak berorientasi

profit melainkan untuk mengentaskan kemiskinan maka pada perspektif finansial di usulkan

tiga ukuran, yaitu: Aspek permodalan, efektivitas penagihan dan harga.Sedangkan untuk

perspektif pembelajaran dan inovasi pada ukuran nilai retensi supplier diganti dengan

Tingkat kepuasan penerima. Untuk perspektif lainnya hampir sesuai dengan perspektif yang

di usulkan oleh Essig dan Dorobek (2006) dengan studi kasus sektor pertahanan di Jerman.

Berikut ini adalah pengelompokan indikator hasil rancangan indikator kinerja ke

dalam lima perspektif.

Tabel 3 Perbandingan Ukuran Kinerja Sektor Pertahanan dengan Raskin

Perspektif Tujuan Ukuran Sektor Pertahanan Ukuran Raskin

Masyarakat

Kepuasan masyarakat

melalui kebijakan secara

langsung maupun

administratif

· Pengiriman keseluruhan

dalam negeri

· Waktu tunggu rata-rata

dalam kantor publik

· Penerimaan beras

· Ketepatan sasaran

Finansial

Menjamin penggunaan

sumberdaya secara efisien

sesuai keinginan

masyarakat

· Biaya administrasi

pertahun dan keagenan

· Aspek permodalan

· Efektivitas Penagihan

· Harga

Hubungan swasta

publik

Persediaan barang yang

optimal dan pelayanan

oleh supplier sesuai

permintaan masyarakat

· Nilai Retensi supplier

· Tingkat kepuasan supplier

· Nilai retensi mitra kerja

· Peningkatan mitra kerja

Proses Internal

Efisiensi maksimum dari

administrasi struktur

politik

serta proses

· Waktu tunggu rata-rata

perorang atas ketersediaan

jam pelayanan publik

· Jumlah website

· Pengurangan biaya dengan

pengurangan personil

· Indeks waktu pelayanan

mitra kerja

· Rasio keterlambatan

Pembelajaran

dan Inovasi

Memberikan pelayanan

yang efisien (Tingkat

politik) dan pelatihan

lanjut untuk anggota staf

(tingkat administratif)

· Kepuasan karyawan

· Nilai Retensi supplier

· Pelatihan Karyawan

· Tingkat kepuasan

penerima

Page 8: Jurnal

1. Masyarakat

Penerimaan beras, mengukur seberapa besar kemampuan Bulog dalam memenuhi kebutuhan

beras bagi RTM pada tahun 2008. Nilai ideal dinilai jika Bulog mampu memenuhi

keseluruhan dari jumlah RTM (Bulog, 2006).

Penerimaan Beras =Realisasi Penyaluran

Pagu penyaluran× 100% =

82.175.100

84.522.960× 100% = 97,22%

Ketepatan sasaran, mengukur seberapa besar sasaran untuk RTM yang seharusnya terhadap

realisasi penyaluran pada tahun 2008, miskin didefinisikan sebagai penerima Bantuan

Langsung Tunai (BLT) dan tidak miskin sebagai bukan penerima BLT (SMERU, 2007):

Ketepatan sasaran=Penerima BLT

Realisasi RTM penerima× 100% =

279.692

456.528× 100% = 61,26%

Kedua hasil pengukuran kinerja pada perspektif masyarakat dapat diringkas dalam hasil

pengukuran dan penilaiannya dengan mengacu pada nilai ideal yang telah ditetapkan dari

masing-masing ukuran seperti pada Tabel 4.

2. Finansial

Perspektif finansial dalam SCM Publik memiliki tujuan untuk Menjamin penggunaan sumber

daya secara efisien sesuai keinginan masyarakat, sesuai dengan hal tersebut pihak Bulog

berusaha mengoptimalkan anggaran yang dimiliki, di samping itu juga efisiensi terhadap

biaya operasional Bulog.

Indikator efektivitas dan efisiensi penggunaan dana antara lain mencakup kesesuaian jenis

penggunaan, biaya unit kegiatan, dan hasil kegiatan. Dalam perspektif keuangan teknik

analisis data yang digunakan pada tahun 2008 adalah Analisis Rasio yang terdiri atas:

Aspek Permodalan, Tarif subsidi beras bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah

adalah selisih antara Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp 5.500 per kg dengan

harga jual beras subsidi sebesar Rp 1.600 per kg. Kecukupan modal dinilai dengan

perbandingan total anggaran terhadap transfer subsidi (SMERU,2007).

Transfer Subsidi = (HPP – Harga penjualan beras bersubsidi) × Realisasi Penyaluran

Transfer Subsidi = (5500 - 1600) × 82.175.100 = Rp320.482.890.000,-

Permodalan = Total Anggaran

Transfer Subsidi ×100% =

Rp451.963.050.000,-

Rp320.482.890.000,- ×100% = 141,02%

Efektivitas penagihan (Ep), merupakan tolak ukur untuk menilai efektivitas dari upaya

manajemen dalam pengendalian piutang, yaitu menilai berapa persen piutang tertagih dalam

kas. Keberhasilan dalam pengendalian piutang ini akan mendukung ketersediaan likuiditas

perusahaan untuk membiayai kegiatan operasional dan kewajiban-kewajiban yang jatuh

tempo (Bulog, 2006).

Tabel 4 Hasil Pengukuran Kinerja Pada Perspektif Masyarakat

Tujuan Ukuran Nilai Nilai Ideal

Kepuasan masyarakat melalui kebijakan

secara langsung maupun administratif

Penerimaan beras 97,22% 100%

Ketepatan sasaran 61,26% 100%

Page 9: Jurnal

Terbayar = Penjualan - Tunggakan

Terbayar = Rp130.280.736.000,- - Rp4.597.709.500,- = Rp125.683.026.500,-

Ep = Terbayar

Penjualan ×100% =

Rp125.683.026.500,-

Rp130.280.736.000,- ×100% = 96,47%

Harga, mengukur seberapa tepatnya harga jual terhadap harga ketentuan untuk RTM yang

merupakan harga yang seharusnya (ideal) (Bulog, 2006).

Harga=Harga ketentuan

Harga penjualan rata-rata× 100% =

Rp1600,-

Rp2000,-× 100% = 80%

Ketiga hasil pengukuran kinerja pada perspektif finansial dapat diringkas dalam hasil

pengukuran dan penilaiannya dengan mengacu pada nilai ideal yang telah ditetapkan dari

masing-masing ukuran seperti pada Tabel 5.

3. Hubungan Swasta Publik

Indikator kinerja hubungan swasta publik ini diukur pada tahun 2008 dengan:

Nilai retensi mitra kerja, mengukur bertahannya mitra kerja tetap terhadap total mitra kerja

keseluruhan (Essig, 2006).

Nilai retensi = Mitra kerja tetap

Total mitra kerja ×100% =

18

30 ×100% = 60%

Peningkatan mitra kerja, mengukur seberapa besar angka mitra kerja baru terhadap mitra

kerja yang pernah ada (Essig, 2006).

Peningkatan = Mitra kerja baru

Total Mitra kerja ×100% =

12

30 ×100% = 40%

Kedua hasil pengukuran kinerja pada perspektif hubungan swasta publik dapat diringkas

dalam hasil pengukuran dan penilaiannya dengan mengacu pada nilai ideal yang telah

ditetapkan dari masing-masing ukuran seperti pada Tabel 6.

4. Proses Internal

Indikator kinerja proses internal diukur pada tahun 2008 dengan:

Indeks waktu pelayanan, menunjukkan kemampuan Satgas dalam melayani mitra kerja,

menunjukkan kapabilitas Satgas dan sekaligus berpengaruh terhadap kepuasan mitra kerja

yang dapat dilihat total waktu yang dihabiskan untuk melayani mitra kerja.

Tabel 5 Hasil Penilaian Kinerja Pada Perspektif Finansial

Tujuan Ukuran Nilai Nilai Ideal

Menjamin penggunaan sumber daya

secara efisien sesuai keinginan

masyarakat

Aspek permodalan 141,02% 100%

Efektivitas penagihan 96,47% 100%

Harga 80% 100%

Tabel 6 Hasil Penilaian Kinerja Pada Perspektif Hubungan Swasta Publik

Tujuan Ukuran Nilai Nilai Ideal

Persediaan barang yang optimal dan

pelayanan oleh supplier sesuai

permintaan masyarakat

Nilai retensi mitra kerja 60% 70%

Peningkatan mitra kerja 40% 50%

Page 10: Jurnal

Indeks waktu pelayanan=Jumlah jam kerja setahun

Realisasi rata-rata selama setahun ×100% =

1135

1589 ×100% = 71,42%

Rasio keterlambatan, yaitu rasio jumlah kiriman yang terlambat terhadap realisasi penyaluran

bertujuan untuk mengetahui ketepatan waktu dalam memenuhi kesepakatan.

Rasio keterlambatan = Jumlah penyaluran yang terlambat

Realisasi penyaluran ×100% =

3.423.972

82.175.100×100% = 4,17%

Kedua hasil pengukuran kinerja pada perspektif proses internal dapat diringkas dalam hasil

pengukuran dan penilaiannya dengan mengacu pada nilai ideal yang telah ditetapkan dari

masing-masing ukuran seperti pada Tabel 7.

5. Pembelajaran dan Inovasi

Indikator kinerja pembelajaran dan inovasi diukur pada tahun 2008 dengan:

Indeks pelatihan karyawan, Karyawan yang ikut pada acara pelatihan baik yang dilaksanakan

oleh internal perusahaan ataupun kegiatan pelatihan yang dilakukan di luar perusahaan Rasio

pegawai yang telah ikut pelatihan. Nilai ideal dari ukuran ini yaitu 20% yaitu sesuai dengan

kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat.

Indeks pelatihan karyawan = Jumlah karawan yang ikut pelatihan

Jumlah karyawan ×100% =

7

51 ×100% = 13,73%

Tingkat kepuasan, diukur melalui FGD penerima manfaat yang mencakup aspek sosialisasi,

penargetan, penyaluran, jumlah beras, kualitas beras, cara pembayaran, harga beras,

pengaduan dan pemantauan yang diukur dengan skala 0–10. Nilai 0 berarti paling tidak puas,

sedangkan nilai 10 berarti paling puas sehingga memperoleh hasil ukuran rata-rata untuk

ukuran ini seperti dalam Tabel 8.

Kedua hasil pengukuran kinerja pada pembelajaran dan inovasi dapat diringkas dalam hasil

pengukuran dan penilaiannya dengan mengacu pada nilai ideal yang telah ditetapkan dari

masing-masing ukuran seperti pada Tabel 9.

Tabel 7 Hasil Penilaian Kinerja Pada Perspektif Proses Internal

Tujuan Ukuran Nilai Nilai Ideal

Efisiensi maksimum dari

administrasi struktur politik

serta proses

Indeks waktu pelayanan 71,42% 100%

Rasio keterlambatan 4,17% 0%

4. ANALISIS

Analisis permasalahan bertujuan untuk mengidentifikasi sebab utama yang membuat

permasalahan terjadi. Dalam rangka mengidentifikasi akar permasalahan di dalam

keseluruhan proses, langkah awal adalah untuk mengenali gejala yang terjadi guna

mengidentifikasi proses-proses pembelian, pengolahan, pengadaan, penyimpanan dan

penyaluran. Tujuan Program Raskin berdasarkan Pedum adalah mengurangi beban

pengeluaran rumah tangga miskin melalui pemberian bantuan pemenuhan sebagian

kebutuhan pangan dalam bentuk beras. Jika rumah tangga miskin memperoleh secara penuh

15 kg per bulan, tujuan pengurangan beban mencapai sekitar 37,5% dari kebutuhan beras

karena rata-rata rumah tangga mengonsumsi beras sekitar 40 kg per bulan.

Page 11: Jurnal

Tabel 8 Tingkat Kepuasan Penerima terhadap Pelaksanaan Raskin

Aspek Tingkat Kepuasan

Perempuan Laki-laki Rata-rata

Sosialisasi 7,5 6 6,8

Penargetan 8,8 7,2 8,0

Penyaluran 8,5 8 8,3

Jumlah beras 6 5,9 6,0

Kualitas beras 7,8 7,8 7,8

Cara pembayaran 8,4 8,5 8,5

Harga beras 8,9 8 8,5

Pengaduan 5,1 5,3 5,2

Pemantauan 6 3,9 5,0

Rata-rata 7,1

Tabel 9 Hasil Penilaian Kinerja Pada Perspektif Pembelajaran dan Inovasi

Tujuan Ukuran Nilai Nilai Ideal

Memberikan pelayanan yang efisien

(Tingkat politik) dan pelatihan lanjut

untuk anggota staf (tingkat

administratif)

Pelatihan karyawan 13,73% 15%

Tingkat kepuasan 7,1 10

Berdasarkan hasil tinjauan dokumen, analisis data sekunder, dan studi lapangan,

pelaksanaan Raskin belum dapat mencapai tujuannya. Pada perspektif masyarakat untuk

penerimaan beras memang jika ditinjau dari segi realisasi penyaluran sudah cukup baik

karena mendekati nilai ideal 100% dengan hasil 97,22%. Akan tetapi, untuk ketepatan

sasaran dinilai masih kurang yaitu sebesar 61,26% (Tabel 4) dari nilai ideal sebesar 100% hal

ini dikarenakan banyak penerima yang bukan benar-benar miskin sementara kategori miskin

menurut lembaga penelitian SMERU (2007) ialah yang mendapatkan BLT.

Pada sisi internal untuk program Raskin ini tidak terdapat banyak masalah. Dengan

melihat dari perspektif finansial (Tabel 5) yaitu untuk aspek permodalan sudah dinilai

tergolong mencukupi karena subsidi yang diberikan pemerintah cukup untuk membiayai

program dimana dari hasil pengukuran sebesar 141,02% dari nilai ideal sebesar 100% hal ini

membuktikan keseriusan pemerintah terhadap program pengentasan kemiskinan. Dalam

sistem penagihan dari pembayaran beras Raskin sudah dinilai cukup baik dengan hasil

pengukuran dari efektivitas penagihan sebesar 96,47% dari nilai ideal sebesar 100%.

Selanjutnya untuk sisi eksternal, meskipun sebagian besar penerima manfaat

membayar beras lebih dari Rp1.600 per kg, tetapi mereka tidak keberatan dan menilai wajar

karena harga tersebut masih sangat murah bila dibandingkan dengan harga pasar yang sekitar

Rp5.500 per kg. Apalagi mereka mengerti bahwa harga yang mereka bayar tersebut termasuk

biaya transportasi dari titik distribusi ke titik bagi. Cara pembayaran dinilai cukup

memuaskan karena tidak memberatkan bagi rumah tangga penerima manfaat (Tabel 4.8).

Untuk perspektif hubungan swasta publik tidak terdapat masalah, karena banyak sekali

mitra kerja yang berdatangan untuk menawarkan kontrak kerja sama dalam memenuhi

persediaan dengan hasil pengukuran nilai retensi mitra kerja sebesar 60% dari nilai ideal

sebesar 70% sedang ukuran peningkatan mitra kerja sebesar 40% dari nilai ideal sebesar 50%

(Tabel 6).

Sementara untuk perspektif proses internal terdapat masalah dalam ukuran indeks

waktu pelayanan dengan mitra kerja dengan hasil pengukuran sebesar 71,42% dengan nilai

ideal sebesar 100% masalahnya adalah kurangnya sistem penanganan yang baik dalam

Page 12: Jurnal

pelayanan mitra kerja. Sementara untuk ukuran rasio keterlambatan sebesar 4,17% ini

biasanya dipengaruhi karena faktor transportasi dari nilai ideal sebesar 0% yang artinya tidak

terjadi keterlambatan sama sekali.

Untuk perspektif pembelajaran dan inovasi dari segi pelatihan karyawan sudah dinilai

cukup baik dengan ukuran sebesar 13,73% dari nilai ideal sebesar 15%. Sementara itu dari

ukuran tingkat kepuasan penerima yang diperoleh melalui FGD yaitu aspek yang dinilai

paling kritis adalah sistem pengaduan, sosialisasi dan jumlah beras. Karena, selama ini tidak

pernah ada kegiatan aspek pengaduan bahkan penerima manfaat tidak mengetahui

keberadaan dan mekanismenya. Sementara itu, jumlah beras yang diterima dikarenakan

jumlahnya masih jauh dibandingkan dengan kebutuhan rumah tangga sehingga belum

memberikan pengaruh manfaat yang signifikan terhadap penerima manfaat. Sebagai contoh,

jika mereka menerima beras secara penuh 15 kg, jumlah tersebut hanya cukup untuk

konsumsi satu minggu (Tabel 8). Seluruh hasil pengukuran kinerja serta identifikasi

masalahnya dapat diperlihatkan dalam Tabel 10.

Dari hasil pengukuran dan dengan dilakukannya identifikasi masalah seperti terlihat

pada Tabel 10 maka diusulkan solusi seperti terlihat pada Tabel 11.. Pertama akan dilihat

permasalahan dari perspektif masyarakat yaitu banyak penerima yang bukan benar-benar

miskin. Untuk masalah ini diusulkan bahwa untuk kategori penerima manfaat harus

didefinisikan secara jelas. Untuk itu diperlukan suatu strategi sebagai aksi dari solusi. Dengan

penerima memiliki kartu identitas, ini akan mempermudah pembagian Raskin. Perolehan

kartu identitas haruslah dilakukan oleh pihak Bulog sendiri. Pada perspektif finansial

masalahnya adalah sistem penagihan yang kurang baik untuk itu Bulog harus membuat aturan

baru supaya uang diterima setelah pengiriman beras ke titik penyaluran.

Pada perspektif proses internal masalah yang dinilai kurang yaitu pada jumlah

karyawan dan diusulkan solusi untuk meningkatkan jumlah karyawan yang kompeten dengan

cara pembukaan lowongan. Masalah yang kedua pada perspektif ini yaitu terjadinya

keterlambatan karena faktor transportasi sehingga diusulkan supaya persediaan dilakukan

jauh-jauh hari sebelumnya dengan melakukan perencanaan persediaan.

Tabel 10 Rekapitulasi Hasil Pengukuran Kinerja Serta Identifikasi Masalah

Perspektif Ukuran Score Nilai

Ideal Identifikasi Masalah

Masyarakat

Penerimaan beras 97,22% 100% Tidak ada masalah

Ketepatan Sasaran 61,26% 100% Banyak penerima yang bukan benar-

benar miskin

Finansial

Aspek permodalan 141,02% 100% Tidak ada masalah

Efektivitas penagihan 96,47% 100% Tidak ada masalah

Harga 80% 100% Tidak ada masalah

Hubungan swasta

publik

Nilai retensi mitra kerja 60% 70% Tidak ada masalah

Peningkatan mitra kerja 40% 50% Tidak ada masalah

Proses Internal

Indeks waktu pelayanan

mitra kerja 71,42% 100% Karyawan kurang memadai

Rasio keterlambatan 4,17% 0% Penyebab keterlambatan biasanya

karena faktor transportasi

Pembelajaran dan

Inovasi

Pelatihan karyawan 13,73% 15% Tidak ada masalah

Tingkat kepuasan

penerima 7,1 10

Angka yang terendah yaitu pada:

Jumlah, pengaduan dan rendahnya

sosialisasi

Page 13: Jurnal

Tabel 11 Usulan Solusi Beserta Strategi

Perspektif Identifikasi Masalah Usulan Solusi Strategi

Masyarakat Banyak penerima yang

bukan benar-benar miskin

Kategori rumah tangga

sasaran harus didefinisikan

secara jelas

Penerima memiliki kartu

identitas

Proses Internal

Karyawan kurang memadai Meningkatkan jumlah

karyawan Pembukaan lowongan

Penyebab keterlambatan

biasanya karena faktor

transportasi

Merencanakan dan memenuhi

persediaan jauh-jauh hari Perencanaan Persediaan

Pembelajaran dan

Inovasi

Angka yang terendah yaitu

pada: Jumlah, pengaduan

dan rendahnya sosialisasi

Bulog menyalurkan langsung

di titik penyaluran kepada

masyarakat

Pembukaan warung desa

Selanjutnya identifikasi masalah yang kedua yang diperoleh melalui FGD, untuk

angka yang terendah yaitu pada aspek jumlah, karena biasanya ada penerima manfaat yang

tidak memperoleh jatah sehingga satu pihak harus mengalah dan hanya mendapat 10kg.

Untuk masalah pengaduan dan pemantauan dinilai kurang karena selama ini masyarakat

penerima belum tahu dan tidak mengetahui keberadaannya. Untuk masalah ini diusulkan

solusi bahwa Bulog harus menyalurkan langsung di titik distribusi untuk penyaluran ke

masyarakat karena selama ini mekanismenya adalah melalui kantor kelurahan dan dilakukan

oleh Pemda setempat. Sehingga Bulog haruslah membuka suatu rumah penyaluran yang juga

berfungsi sebagai tempat penyimpanan yang dinamakan dengan Warung desa (Wardes).

5. KESIMPULAN

Sebagai penutup pada tugas akhir ini, berikut ini merupakan hasil penelitian yang

telah dilakukan berkaitan dengan Analisis kinerja pada Perum Bulog Divre Bandung,

berdasarkan data-data yang diperoleh, kemudian hasil pengukuran kinerja berbasiskan BSC

yang dilakukan beserta analisis terhadap hasil pengukuran tersebut maka pada Bab ini akan

ditarik kesimpulan dan akan diajukan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan oleh pihak

Bulog dalam mengembangkan program Raskin.

1. Pada pengukuran kinerja yang telah dilakukan mengacu kepada makalah Essig

(2006), Pedum, hasil diskusi dengan pihak Bulog, dan FGD dimana Indikator yang

digunakan dalam pengukuran disesuaikan dengan tujuan dan strategi perusahaan yang

akan dicapai dalam pengukuran tersebut terdapat 5 perspektif dan 11 ukuran kinerja.

2. Pada pengidentifikasian masalah yang ditemukan sesuai hasil pengukuran yaitu: pada

perspektif masyarakat dengan nilai terendah yaitu hasil untuk ukuran ketepatan

sasaran sebesar 61,26% dari nilai ideal 100%. Hal tersebut mengidentifikasikan

bahwa pada kenyataannya banyak penerima yang bukan benar-benar miskin, pada

perspektif finansial nilai terendah hasil pengukuran pada ukuran efektivitas penagihan

sebesar 96,47% dari nilai ideal 100%, hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada

masalah. Untuk perspektif proses internal diperoleh nilai terkecil dalam ukuran indeks

waktu pelayan kepada mitra kerja sebesar 71,42% dari nilai ideal 100%. Hal tersebut

mengidentifikasikan bahwa karyawan kurang memadai. Kemudian untuk ukuran rasio

keterlambatan sebesar 4,17% dari nilai ideal 0%. Dari nilai tersebut teridentifikasi

bahwa penyebab keterlambatan biasanya karena faktor transportasi. Untuk ukuran

pembelajaran dan inovasi dari aspek internal yaitu pelatihan karyawan sebesar

13,73% dari nilai ideal 15%, dari hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada

masalah. kemudian ukuran aspek eksternal ukuran FGD penerima manfaat diperoleh

hasil serta identifikasi bahwa angka yang terendah yaitu pada segi jumlah, pengaduan

dan rendahnya sosialisasi dengan nilai keseluruhan ukuran 7,1 dari nilai ideal 10.

Page 14: Jurnal

3. Dari pengidentifikasian masalah dirumuskan serangkaian strategi atas usulan solusi

yaitu kategori rumah tangga sasaran harus didefinisikan secara jelas dengan cara

penerima memiliki kartu identitas, meningkatkan jumlah karyawan dengan cara

pembukaan lowongan, Merencanakan dan memenuhi persediaan jauh-jauh hari

dengan cara perencanaan persediaan serta Bulog menyalurkan langsung di titik

penyaluran kepada masyarakat dengan cara pembukaan Wardes.

DAFTAR PUSTAKA

Brewer, P. dan T. Speh, 2000, Adapting the Balanced Scorecard to Supply Chain

Management, Journal of Business Logistics, 21 (1), 75-93.

Bulog, 2006, Pedoman Umum Program RASKIN Tahun 2006, Jakarta: Direktur Utama

Perum Bulog.

Bulog, 2007, Pedoman Umum Pengadaan Gabah Dan Beras Dalam Negeri Tahun 2008,

Surat Keputusan Direksi Perum Bulog Nomor: KD- 110/DO201/04/2008.

Bulog, 2008, Badan Urusan Logistik, 11 Mei 2008. URL: http://www.bulog.co.id/

Essig, M. and S. Dorobek, 2006, Adapting the Balanced Scorecard to Public Supply chain

Management, The Working Paper for the 15 Annual IPSERA Conference, San Diego, CA,

104 (1), 1-11.

Hansen, D.R and M.M Mowen, 2003, Management Accounting, sixth edition, South-Western,

America.

Kaplan, R.S. dan D.P. Norton, 1996, Balanced Scorecard : Menerapkan Strategi Menjadi

Aksi, Harvard Business School Press, Boston.

Karathanos, D. and P. Karathanos, 2005, Applying the Balanced Scorecard to Education,

Journal of Education for Business, 80 (4), 222-230.

Perum Bulog. 2007. Standar Operasional Prosedur tentang Satgas pengadaan dalam negeri

serta seleksi dan evaluasi mitra kerja di lingkungan Perum Bulog. Jakarta: Divisi Pengadaan

Perum Bulog.

Pandey, I. M., 2005, Balanced Scorecard: Myth and Reality, Vikalpa: The Journal for

Decision Makers, 30 (1), 51-66.

SMERU, 2007, Laporan Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Program Raskin Tahun

Anggaran 2007, Lembaga Penelitian SMERU 2007, Jakarta.