jurding possum
DESCRIPTION
possumTRANSCRIPT
POSSUM: A Scoring System for Perforative Peritonitis
Ambarish S. Chatterjee, D.N. Renganathan
AbstrakLatar Belakang dan Tujuan:
Peritonitis Perforatif memberikan tingkat morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi dengan periode pasca operasi tak terduga pada sebagian besar kasus. Oleh karena itu menjadi perlu untuk suatu sistem penilaian yang dapat memprediksi hasil pasca-operasi. POSSUM (Physiological and Operative Severity Score for the enumeration of Mortality and Morbidity) membantu dalam memprediksi morbiditas dan mortalitas pasca operasi pada pasien. Skor POSSUM disusun berdasarkan 12 faktor fisiologis dan 6 faktor operatif. Dalam penelitian kami, kami menambahkan dua faktor, yang secara khusus penting dalam peritonitis perforatif; yaitu, perforasi terhadap waktu operasi dan kehadiran co-morbiditas. Keberadaan faktor ini secara signifikan mempengaruhi status pasca-operasi. Melalui penelitian prospektif ini, kita dapat memprediksi pasien berada pada risiko kematian yang lebih tinggi atau komplikasi dan memberikan manajemen yang tepat sebagaimana diperlukan.Bahan dan metode:
Ukuran sampel kami adalah 50 pasien dengan peritonitis perforatif. Penelitian dilakukan di unit tunggal dari September 2013 sampai Agustus 2014. Data dikumpulkan berdasarkan sistem skoring Possum. Hasil dari pasien tercatat sebagai kematian / hidup; komplikasi/ tampa komplikasi dan analisis statistik dilakukan dengan membandingkan hasil yang diharapkan dan diamati.Hasil:
Dengan menerapkan analisis linier, observed terhadap expected ratio 1,005 diperoleh untuk mortalitas dan 1.001 untuk morbiditas. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara hasil tingkat mortalitas yang diamati dan yang diharapkan (χ = 3.54, p = 0,316) dan tingkat morbiditas (χ2 = 2.40, p = 0,792). Ditemukan sebanding dengan hasil penelitian lainnya. Faktor-faktor independen yang diteliti; perforasi untuk waktu operasi dan kehadiran co-morbiditas signifikan secara statistik terhadap hasil (p <0,05).Kesimpulan:
Meskipun ukuran sampel yang kecil adalah keterbatasan dalam studi ini, sistem skoring POSSUM merupakan indikator yang baik untuk hasil pasca operasi pada pasien dengan peritonitis perforatif dan berlaku pada setup kami. Hal ini berguna dalam mengidentifikasi pasien berisiko tinggi dan memberikan perawatan preferensial kepada mereka untuk hasil yang lebih baik. Pencantuman faktor-faktor seperti perforasi untuk waktu operasi dan status co-morbid dapat meningkatkan sistem skoring dan perawatan yang lebih baik dapat diberikan.
1
PENDAHULUAN
Bahkan di era modern, peritonitis perforative memiliki angka mortalitas dan
morbiditas tinggi. Peritonitis berkembang sebagai akibat dari perforasi viskus berongga
adalah kondisi umum di negara berkembang seperti India. Bahkan jika pasien mencapai
rumah sakit tepat waktu dan dioperasi, kondisi pada periode pasca operasi masih sulit
diprediksi. Peritonitis sekunder merupakan konsekuensi dari kontaminasi rongga
peritoneum karena isi dari organ dalam rongga peritoneum. Mayoritas episode ini adalah
karena lesi pada lambung, duodenum, usus kecil, apendiks dan colon [1]. Kematian akibat
perforasi viskus berongga berkisar dari 10% sampai 40% [2]. Karena keterlambatan
intervensi operatif dan co-morbiditas, maka terdapat tingkat mortalitas dan morbiditas
pasca operasi yang signifikan. Dalam praktek bedah, di mana prosedur invasif dilakukan,
audit adalah wajib untuk meningkatkan standar dari pelayanan dan sebagai indikator
pengalokasian sumberdaya [3]. Skoring POSSUM akan membantu mengidentifikasi pasien
yang memiliki risiko komplikasi dan kematian. Possum dikembangkan oleh Copeland et
al., [4].Penelitian ini dilakukan untuk menilai validitas sistem skoring POSSUM pada
pasien dengan peritonitis perforatif untuk menganalisis hasil pasca operasi dalam kelompok
risiko tinggi. Dalam penelitian kami, kami telah menganalisis dua variabel tambahan;
perforasi terhadap waktu operasi dan kehadiran co-morbiditas karena faktor-faktor ini
secara signifikan mempengaruhi hasil pada pasien dengan peritonitis perforatif.
BAHAN DAN METODE
Lima puluh pasien dijadwalkan untuk menjalani laparotomi emergensi dalam unit
departemen Bedah Umum dari September 2013 sampai dengan Agustus 2014 yang dipilih
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dan dilakukan penilaian sesuai skor POSSUM.
Dua faktor tambahan juga dipertimbangkan.
1. Perforasi - waktu operasi, yaitu durasi waktu antara terjadinya perforasi dan operasi
yang dilakukan.
2. Status Co-morbid seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit hati kronis dan
gagal ginjal kronis.
2
Kriteria Inklusi
1. Usia di atas 12 tahun. Pasien kurang dari usia 12 tahun dikelola oleh Departemen
Bedah Anak di rumah sakit kami.
2. Pasien dengan peritonitis akibat perforasi viskus berongga.
3. Pasien dengan abses intra-peritoneal karena perforasi viskus berongga.
Kriteria Eksklusi
1. Usia 12 tahun ke bawah.
2. Pasien yang menjalani laparotomi eksploratif darurat karena penyebab lain seperti
trauma abdomen.
3. Pasien dengan peritonitis primer karena TBC, sirosis akibat konsumsi alkohol,
sindrom nefrotik, gagal jantung atau systemic lupus erythematosus.
Skor bidagi ke dalam faktor fisiologis dan faktor operasi dalam penelitian dan tingkat
mortalitas dan morbiditas yang diharapkan dihitung. Komplikasi dinilai oleh pengamatan
klinis. Skrining bakteriologis rutin dan radiologi pasca operasi tidak dilakukan, tapi
bakteriologis konfirmasi dan tes radiologi yang dilakukan ketika ada kecurigaan klinis.
Persamaan POSSUM untuk morbiditas:
Ln R/1 - R = - 5.91 + (0.16 x physiological score) + (0.19 x operative
severity score)
Persamaan POSSUM untuk mortalitas:
Ln R/1 - R= -7.04+ (0.13 x physiological score) + (0.16 x operative
severity score)
Dimana R = risiko yang diprediksi [4].
Para pasien kemudian di follow up selama 2 bulan paska bedah dan komplikasi
dicatat pada kriteria seperti yang didefinisikan oleh sistem skoring POSSUM [4].
ETIKA
Studi yang dilakukan telah sesuai dengan standar etika komite yang bertanggung
jawab atas eksperimen manusia dan dengan Deklarasi Helsinki tahun 1975 yang direvisi
pada tahun 2000. Izin dari komite etika lembaga ini diperoleh.
ANALISIS STATISTIK
3
Menggunakan hasil (mati / hidup atau komplikasi/ tanpa komplikasi) sebagai
variabel dependen dikotomis, perbandingan antara hasil morbiditas dan mortalitas yang
diprediksi dan yang diamati dinilai menggunakan uji chi-square (χ) dan signifikansi
statistik. Perbedaan variabel kuantitatif antara kelompok dinilai dengan cara uji t tidak
berpasangan. Nilai p <0.05 menggunakan twotailed test diambil untuk signifikansi dalam
semua uji statistik. Analisis regresi logistik digunakan untuk menilai variabel mortalitas dan
morbiditas.
HASIL
Penyebab peritonitis perforative dalam penelitian kami tercantum dalam [Tabel /
Gambar-1] dan jenis operasi yang dilakukan pada [Tabel / Gambar-2]. Dari 50 pasien yang
diteliti, kematian terjadi pada 9 pasien mengakibatkan angka kematian kasar 18%. Dari 41
pasien hidup, 25 pasien memiliki setidaknya memiliki satu komplikasi, sehingga tingkat
morbiditas kasar 61%. Sisanya 16 pasien menunjukkan tidak ada bukti komplikasi.
Komplikasi selama periode follow up 2 bulan adalah tercantum [Tabel / Gambar-3].
Perbandingan mortalitas dan morbiditas yang diamati dan prediksi Possum dilakukan
dengan menggunakan analisis linier masing-masing direpresentasikan dalam [Tabel /
Gambar-4,5]. Rasio mortalitas yang diamati kematian terhadap yang diharapkan adalah
1,005 dan 1,001 dan tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara hasil
prediksi dan nilai yang diamati (χ2 = 3,54, p = 0,316) dan (χ = 2,40, p = 0,792). Dari faktor
penilaian Possum, 9 faktor yang ditemukan yang signifikan secara statistik dalam
memprediksi kematian [Tabel / Gambar-6].
Dalam penelitian kami, kami menganalisis kematian pada pasien dengan early and
delayed perforation tehadap waktu operasi. Pasien dikategorikan menjadi 3 kelompok;
Kelompok 1 dengan <24 jam, kelompok 2 dengan 24 - 48 jam dan kelompok 3 dengan> 48
jam [Tabel / Gambar-7]. Dalam penelitian kami, kami telah menganalisis kematian pada
pasien yang memiliki komorbiditas seperti hipertensi, diabetes melitus, asma, gagal ginjal
dan hipoproteinaemia. Perbedaan signifikan secara statistik diperoleh [Tabel / Gambar-8].
Menggunakan persamaan logistik, prediksi risiko mortalitas dan morbiditas
4
dihitung dan dibandingkan dengan angka mortalitas dan morbiditas yang diamati [Tabel /
Gambar-9,10]. Untuk mortalitas dan morbiditas, nilai prediksi positif adalah 100% dan
94%, negatif nilai prediksi 78% dan 82%, sensitivitas 95% dan 71%, spesifisitas 100% dan
96%. Kurva karakteristik penerima Operasi untuk mortalitas dan morbiditas yang
digambarkan dalam [Tabel / Gambar-11,12] dengan luas di bawah kurva menjadi 0,943 dan
0,93.
DISKUSI
Pentingnya audit bedah telah meningkat selama beberapa tahun terakhir, baik
sebagai sarana menilai kualitas perawatan bedah dan sebagai sebuah proses pendidikan.
Dalam era ini, penggunaan angka kematian kasar bisa menyesatkan.
Skoring POSSUM yang disesuaikan dengan risiko diusulkan untuk mengatasi hal
tersebut. Di negara berkembang seperti India, karena kemiskinan dan ketidak pedulian,
diagnosis penyakit tertentu tertunda mengarah terhadap peningkatan jumlah komplikasi
dan tingkat kematian yang tinggi. Penggunaan Sistem POSSUM dapat mengidentifikasi
pasien-pasien yang berada pada risiko tinggi kematian atau komplikasi. Namun, itu harus
berkorelasi dengan kondisi umum penduduk setempat untuk lebih tepatnya.
Banyak sistem penilaian telah dikembangkan seperti ASA (American Society of
Anaesthesiologist) [5] untuk prediksi risiko umum, APACHE III (Acute Physiology and
Chronic Health Evaluation III) [6] untuk perawatan intensif, Goldman Indeks [7] untuk
komplikasi peri-operatif terkait jantung dan ACPGBI (Association of ColoProctology of
Great Britain and Ireland) [8,9]. Sistem skoring ini telah memberikan penilaian obyektif
terhadap kesehatan pasien 'dan perbandingan yang berarti dapat dibuat. Untuk prosedur
bedah umum, Possum dan modifikasi selanjutnya menggabungkan informasi fisiologis,
operasi dan patologis dan memberikan perbandingan hasil antara ahli bedah, unit dan
sistem kesehatan [10,11]. POSSUM dikembangkan oleh Copeland et al., dari kohort 1372
pasien pada tahun 1991 terutama untuk audit bedah. Merupakan sistem penilaian
berdasarkan 12 faktor fisiologis pra operasi dan 6 faktor operatif. Masing-masing faktor
diberikan nilai dengan 4 skor; jumlah nilai individu digunakan untuk memprediksi
morbiditas dan mortalitas pasca 30 hari operasi setelah menurunkan persamaan dari analisis
5
regresi logistik [4]. P-POSSUM merupakan modifikasi dari POSSUM, yang
menggabungkan variabel yang sama dan sistem penilaian, tetapi menggunakan persamaan
yang berbeda, yang memberikan hasil yang lebih cocok dengan angka kematian yang
diamati [11]. P-POSSUM telah digunakan dalam prosedur umum [12], pembuluh darah
[13-16], kolorektal [17-19], esofagus [20] dan laparoskopi [21]. Namun, penelitian
sebagian besar telah dilakukan di negara-negara maju di mana karakteristik pasien,
presentasi dan rumah sakit sumber berbeda dari setup kita [22]. Oleh karena itu, ada
kebutuhan untuk memvalidasi POSSUM dalam skenario India di mana masalah seperti
presentasi tertunda dan sumber daya yang terbatas dapat mempengaruhi hasil bahkan
dengan kualitas perawatan yang baik [23-25].
Dalam penelitian ini, validitas sistem penilaian POSSUM pada 50 pasien yang
menjalani laparotomi emergensi untuk peritonitis perforatif dalam unit bedah tunggal
dinilai dengan membandingkan rasio mortalitas dan morbiditas yang diamati dan prediksi.
Sembilan pasien meninggal; angka kematian mentah 18%. Penyebab paling umum dari
kematian adalah septikemia. Prytherach DR et al., [26] memperoleh hasil yang sama dari
angka kematian secara keseluruhan 19,1%. POSSUM memperkirakan mortalitas pada
penelitian kami adalah 17,9%. Pada analisis kami menemukan tidak ada perbedaan statistik
antara moratalitas yang diamati dan diprediksi (χ = 3.54, p = 0,316). O: E rasio 1,005
diperoleh, temuan serupa diperoleh Prytherach DR et al, [26] (O: E = 0,9)., Sagar PM et al
[17] (O: E = 0,87) dan Parihar V et al., [24] (O: E = 0,97). Koray Das et al., [27]
membandingkan sistem penilaian APACHE II, P-POSSUM dan SAPS II dan menemukan
sistem penilaian P-POSSUM dapat diandalkan untuk prediksi rumah sakit secara
keseluruhan. Vishwani A et al., [28] menggunakan menggunakan analisis eksponensial dan
linier untuk meneliti efikasi POSSUM dalam memprediksi mortalitas dan morbiditas pada
pasien peritonitis yang menjalani laparotomi, pada 89 pasien dalam satu Unit bedah dan
menemukan bahwa sistem skoring POSSUM prediktor yang cukup baik dari mortalitas (O:
E = 0,6) dan morbiditas (O: E = 0.7). Teleanu G et al.,[29] memvalidasi CR-POSSUM pada
58 pasien dan menyimpulkan bahwa, CR-POSSUM memiliki nilai prognostik untuk pasien
dengan sepsis perut pada kolon peritonitis. Sunil Kumar [30] menggunakan analisis linear
6
dan eksponensial membandingkan POSSUM dan P-POSSUM pada 172 kasus yang diteliti
di unit bedah tunggal selama periode dua tahun dan menemukan bahwa POSSUM
memprediksi mortalitas dan morbiditas berlebihan. Sunil Kumar et al., [31] memvalidasi
scoring POSSUM pada peritonitis perforasi enterik dan menyimpulkan bahwa POSSUM
adalah prediktor yang baik untuk morbiditas (O: E = 0,85) dan berlebihan dalam
memprediksi mortalitas (O: E = 0,47).
Dari 41 pasien yang selamat, 25 pasien menderita komplikasi dan sisanya 16 pasien
tidak menunjukkan bukti komplikasi. Hasil pengamatan memberikan Expected Ratio (O: E)
1.001 adalah diperoleh dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara diprediksi dan
diamati nilai (χ = 2,40, p = 0,792).
Untuk mortalitas dan morbiditas, nilai prediksi positif adalah 100% dan 94%, nilai
prediksi negatif 78% dan 82%, sensitivitas 95% dan 71%, spesifisitas masing-masing 100%
dan 96%.
Faktor-faktor seperti ventilasi perfusi mismatch, gangguan perfusi jaringan dan
iskemia ke organ vital, status mental terganggu karena hiponatremia dan hipokalemia,
cachexia kanker dan waktu operasi yang lama dapat dikaitkan dengan kematian pasca
operasi.
Dalam penelitian kami dua faktor risiko secara terpisah divalidasi yang
mempengaruhi kematian secara signifikan pada pasien dengan peritonitis perforative;
perforasi - waktu operasi dan kehadiran status co-morbid. Signifikansi statistik didapatkan
dengan faktor-faktor ini. Dalam studi kami, komplikasi adalah septikemia (10%), Infeksi
dalam (8%), infeksi luka (8%), infeksi dada (6%), dan komplikasi multiple (wound
dehiscence, infeksi dalam, infeksi dada, infeksi saluran kencing, gangguan fungsi ginjal dan
kebocoran anastomosis) (30%). Komplikasi ini dapat dikaitkan dengan gross peritoneal
contamination, fungsi kekebalan yang menurun, diafragma yang terangkat, sayatan perut
bagian atas dan adanya penyakit comorbid seperti asma, penyakit saluran napas obstruktif
kronik, diabetes mellitus, anemia dan hipoproteinaemia.
KESIMPULAN
7
Ukuran sampel yang kecil adalah keterbatasan penelitian ini. Namun, temuan
penelitian kami menunjukkan bahwa sistem skoring POSSUM dapat digunakan sebagai alat
untuk memprediksi mortalitas dan morbiditas pasien yang dioperasi untuk peritonitis
perforatif. Pencantuman faktor seperti perforasi terhadap waktu operasi dan status co-
morbid dapat meningkatkan sistem penilaian. kewaspadaan dan koreksi yang ketat, cepat
dari faktor divalidasi dapat meningkatkan kondisi umum pasien dan menurunkan angka
kematian dan morbiditas. Studi dengan ukuran sampel yang lebih besar dapat lebih
memvalidasi sistem skoring ini. Selain itu, kesadaran umum, rujukan segera, diagnosis dini
dan pengobatan tepat waktu perlu dilaksanakan untuk mengurangi rentang durasi perforasi-
waktu operasi dan mengontrol komorbiditas.
8