juknis sertifikasi

18
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 1 JUKNIS SERTIFIKASI BALAI PERSUTERAAN ALAM I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telur ulat sutera merupakan salah satu factor produksi yang penting bagi terselenggaranya kegiatan pemeliharaan ulat sutera. Untuk mencapai hasil yang menguntungkan, diperlukan jenis ulat sutera yang berkualitas unggul dalam jumlah yang memadai serta bebas dari segala macam penyakit, terutama penyakit Pebrine. Penyakit Pebrine merupakan salah satu penyakit ulat sutera yang sangat berbahaya Penyakit dapat menyerang mulai dari stadia telur, larva, pupa maupun imago (kupu-kupu). Kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit Pebrine dapat melumpuhkan hampir seluruh kegiatan persuteraan alam. Pengalaman telah menunjukkan bahwa di Indonesia umumnya dan khususnya di Sulawesi Selatan, penyakit Pebrine mengakibatkan produksi benang sutera yang mencapai 138 ton pada tahun 1971, turun menjadi 30 ton pada tahun 1973. kejadian tersebut sampai sekarang masih terasa dampaknya bagi kelancaran perkembangan persuteraan alam, bahkan merupakan sindroma bagi petani ulat sutera yang sulit dihilangkan. Penularan penyakit Pebrine dapat terjadi melalui mulut dan indung telur dari kupu-kupu. Penularan dari mulut dapat terjadi bilamana spora Pebrine berada pada daun murbei, ruangan dan alat pemeliharaan ataupun ulat yang terkena infeksi yang dipelihara bersama-sama dengan ulat sehat. Penularannya dapat juga melalui indung telur dari kupu-kupu. Patogen penyakit tersebut hidup dalam indung telur kupu-kupu yang terinfeksi, masuk kedalam telur yang akan diturunkan kepada generasi selanjutnya. Salah satu upaya yang dianggap efektif untuk mencegah berkembangnya penyakit Pebrine adalah dengan melakukan pemeriksaan terhadap spora Pebrine pada kupu-kupu betina. Pemeriksaan ini harus dilaksanakan secara ketat untuk mendapatkan telur-telur yang bebas dari penyakit Pebrine. Telur yang

Upload: bpaadmin

Post on 21-Aug-2015

2.249 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Juknis sertifikasi

Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine

1

JUKNIS SERTIFIKASI

BALAI PERSUTERAAN ALAM

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telur ulat sutera merupakan salah satu factor produksi yang penting bagi

terselenggaranya kegiatan pemeliharaan ulat sutera. Untuk mencapai hasil yang

menguntungkan, diperlukan jenis ulat sutera yang berkualitas unggul dalam

jumlah yang memadai serta bebas dari segala macam penyakit, terutama

penyakit Pebrine.

Penyakit Pebrine merupakan salah satu penyakit ulat sutera yang sangat

berbahaya Penyakit dapat menyerang mulai dari stadia telur, larva, pupa

maupun imago (kupu-kupu). Kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit Pebrine

dapat melumpuhkan hampir seluruh kegiatan persuteraan alam.

Pengalaman telah menunjukkan bahwa di Indonesia umumnya dan khususnya di

Sulawesi Selatan, penyakit Pebrine mengakibatkan produksi benang sutera yang

mencapai 138 ton pada tahun 1971, turun menjadi 30 ton pada tahun 1973.

kejadian tersebut sampai sekarang masih terasa dampaknya bagi kelancaran

perkembangan persuteraan alam, bahkan merupakan sindroma bagi petani ulat

sutera yang sulit dihilangkan.

Penularan penyakit Pebrine dapat terjadi melalui mulut dan indung telur dari

kupu-kupu. Penularan dari mulut dapat terjadi bilamana spora Pebrine berada

pada daun murbei, ruangan dan alat pemeliharaan ataupun ulat yang terkena

infeksi yang dipelihara bersama-sama dengan ulat sehat. Penularannya dapat

juga melalui indung telur dari kupu-kupu. Patogen penyakit tersebut hidup dalam

indung telur kupu-kupu yang terinfeksi, masuk kedalam telur yang akan

diturunkan kepada generasi selanjutnya.

Salah satu upaya yang dianggap efektif untuk mencegah berkembangnya

penyakit Pebrine adalah dengan melakukan pemeriksaan terhadap spora

Pebrine pada kupu-kupu betina. Pemeriksaan ini harus dilaksanakan secara ketat

untuk mendapatkan telur-telur yang bebas dari penyakit Pebrine. Telur yang

Page 2: Juknis sertifikasi

Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine

2

bebas dari penyakit Pebrine diberi sertifikat untuk selanjutnya disalurkan kepada

konsumen/petani ulat sutera.

Dalam rangka terselenggaranya kegiatan sertifikasi secara baik dan teratur,

maka dipandang perlu untuk disusun Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera

yang dilaksanakan oleh para petugas sertifikasi Balai Persuteraan Alam dan

sebagai pegangan bagi pihak produsen telur ulat sutera F1 agar memiliki persepsi

dan pandangan yang sama.

B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud sertifikasi telur ulat sutera adalah untuk mendapatkan telur ulat sutera

yang bebas dari penyakit, terutama Pebrine.

2. Tujuan sertifikasi adalah agar telur-telur yang dihasilkan oleh produsen yang

akan disalurkan kepada konsumen terbebas dari penyakit, terutama Pebrine.

Sehingga akan diperoleh produksi kokon yang bermutu dan berkualitas tinggi

C. Sasaran

Sasaran utama kegiatan sertifikasi adalah telur ulat sutera yang diproduksi oleh

produsen telur ulat sutera F1.

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penggunaan Petunjuk Teknis ini terbatas pada kegiatan sertifikasi

telur ulat sutera yang dilaksanakan oleh petugas sertifikasi Balai Persuteraan Alam

yang mendapatkan perintah tugas dari Kepala Balai Persuteraan Alam.

E. Pengertian

1. Sertifikasi telur ulat sutera adalah suatu rangkaian kegiatan dalam proses

pengawasan produksi telur ulat sutera yang diproduksi oleh Produsen telur

ulat sutera, untuk memberikan jaminan bahwa telur ulat sutera yang

disalurkan kepada konsumen adalah bebas penyakit, terutama penyakit

Pebrine.

2. Telur ulat sutera adalah telur ulat sutera hibrid (F1) yang merupakan

persilangan antar galur murni untuk tujuan produksi kokon.

Page 3: Juknis sertifikasi

Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine

3

3. Ulat sutera adalah serangga spesies Bombyx mori L. yang menghasilkan

kokon untuk produksi benang sutera.

4. Penyakit Pebrine adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa Nozema

bombycis yang dapat menyerang ulat sutera pada stadia telur, larva, pupa

maupun ngengat.

5. Produsen telur ulat sutera adalah pelaku pengadaan telur ulat sutera

6. Sertifikat adalah dokumen yang menyatakan kebenaran telur ulat sutera

yang bebas Pebrine.

7. Petugas sertifikasi adalah Petugas Balai Persuteraan Alam yang diserahi tugas

dan tanggung jawab untuk melakukan sertifikasi telur ulat sutera pada

produsen telur ulat sutera berdasarkan Surat Perintah Kepala Balai

Persuteraan Alam.

8. Balai Persuteraan Alam adalah unit pelaksana teknis (UPT) Ditjen RLPS

Departemen Kehutanan yang diserahi tugas dan fungsi dalam

pengembangan persuteraan alam.

Page 4: Juknis sertifikasi

Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine

4

II. PERSYARATAN DAN PROSEDUR PELAKSANAAN

A. Persyaratan

1. Persyaratan Umum

a. Produsen telur ulat sutera yang dapat menyampaikan usulan sertifikasi

adalah yang mendapat izin operasi dari Pemerintah.

b. Jenis ulat sutera yang akan diajukan untuk disertifikasi adalah jenis-jenis

telur F1 yang induknya (Parent) berasal dari Balai Persuteraan Alam

dan/atau instansi yang ditunjuk oleh Pemerintah.

c. Untuk jenis telur persilangan dari keturunan F1 (F2) tidak diperkenankan

untuk diusulkan untuk mendapatkan sertifikasi..

d. Lokasi yang diusulkan untuk disertifikasi harus dinyatakan dengan jelas.

e. Permohonan sertifikasi diajukan setiap periode penyaluran telur yang ingin

disalurkan kepada konsumen.

f. Produsen telur F1 tidak diperkenankan untuk memproduksi telur induk

(grand parent), kecuali mendapat izin dari pemerintah.

g. Labelisasi telur F1 dilakukan oleh pihak produsen setelah mendapat

pengesahan setifikat dari Balai Persuteraan Alam.

h. Biaya pelaksanaan sertifikasi dibebankan kepada produsen telur ulat

sutera dan atau dari Pemerintah secara bersama-sama atau sendiri-

sendiri.

2. Persyaratan Khusus

a. Mempunyai tenaga teknis yang terampil dalam produksi telur ulat sutera.

b. Mempunyai sarana produksi telur ulat sutera dengan kapasitas terpasang

minimal 5.000 boks per tahun untuk 5 (lima) periode, yang terdiri dari:

i. Tanaman Murbei seluas 8 – 10 ha.

ii. Bangunan standar pemeliharaan ulat (ulat kecil dan ulat besar)

dengan kapasitas 20 boks atau areal pemeliharaan induk tertentu

yang mendapat rekomendasi dari Pemerintah.

iii. Alat-alat pemeliharaan ulat untuk 20 boks.

Page 5: Juknis sertifikasi

Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine

5

iv. Bangunan untuk proses produksi telur, test Pebrine dan penyimpanan

telur.

v. Alat-alat untuk proses produksi, penyimpanan dan pengepakan telur.

c. Minimal mempunyai daerah penyaluran yang tetap untuk produksi telur

sebanyak 5.000 boks pertahun.

d. Sanggup untuk memproduksi dari jenis-jenis ulat sutera yang dikeluarkan

oleh Balai Persuteraan Alam dengan mengajukan permintaan bibit induk

dengan menggunakan blanko yang tersedia.

e. Sanggup mentaati petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Balai

Persuteraan Alam dan instansi lain yang berwenang.

f. Ditunjuk atau mendapat izin operasi sebagai produsen telur ulat sutera

dari instansi yang berwenang.

3. Karakteristik Jenis-jenis Induk Murni

a. BN1

Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam.

Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari

persilangan jenis Jepang dengan jenis Indonesia.

Warna kego coklat muda, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya

belang dan umur ulatnya panjang. Warna kokon putih berbentuk kacang

dengan relief biasa.

Kupu-kupu BN1 ini dapat disilangkan dengan BC 101 yang sebelumnya 3-4

telur BN1 harus diinkubasikan terlebih dahulu. Untuk perlakuan telur secara

Sokushin dingin pada suhu larutan 28 oC dengan lama perendaman 60

menit. Sedangkan dengan perlakuan telur secara Reishin dengan suhu

larutan 48 oC dan lama perendaman 6 menit adalah yang paling baik.

b. BN2

Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam.

Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari

persilangan jenis Jepang dengan jenis Indonesia.

Warna kego coklat muda, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya

belang, umur ulat kecil (instar I sampai III) biasa,dan umur ulat besar (instar

Page 6: Juknis sertifikasi

Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine

6

IV sampai V) lebih pendek. Warna kokon putih bersih, berbentuk kacang

dengan relief biasa.

Apabila kupu-kupu dari jenis BN2 ini akan disilangkan dengan jenis BC 101

dan BC 102, maka selama 1-2 hari sebelumnya telur BN2 harus

diinkubasikan terlebih dahulu. Untuk perlakuan telur secara Sokushin

dingin pada suhu larutan 28 oC Reishin dengan suhu larutan 48 oC dan

lama perendaman 6 menit adalah yang paling baik.

c. BN7

Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam.

Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari

persilangan jenis Jepang dengan jenis Indonesia.

Warna kego coklat muda, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya

belang dan umur ulat kecil (instar I sampai III) pendek. Warna kokon putih

bersih, berbentuk kacang dengan relief biasa.

Apabila kupu-kupu dari jenis BN7 ini akan disilangkan dengan jenis BC 107

dan BC 108, maka selama 1-2 hari sebelumnya telur BN2 harus

diinkubasikan terlebih dahulu. Untuk perlakuan telur secara Sokushin

dingin pada suhu larutan 28 oC, lama perendamannya selama 60 menit.

Sedangkan dengan cara perlakuan Reishin dengan suhu larutan 48 oC

dan lama perendaman 6 menit adalah yang paling baik.

d. BN8

Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam.

Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari

persilangan jenis Jepang dengan jenis Indonesia.

Warna kego coklat tua, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya

belang, umur ulat kecil biasa dan umur ulat besar panjang. Warna kokon

putih, berbentuk kacang dengan relief biasa.

Apabila kupu-kupu dari jenis BN8 ini akan disilangkan dengan jenis BC 107

dan BC 108, maka terlebih dahulu telur BN8 harus diinkubasikan selama 3-4

hari. Untuk perlakuan telur secara Sokushin dingin pada suhu larutan 28

oC, lama perendamannya selama 60 menit, sedangkan dengan cara

Page 7: Juknis sertifikasi

Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine

7

perlakuan Reishin dengan suhu larutan 48 oC dan lama perendaman 6

menit adalah yang paling baik.

e. BC 101

Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam.

Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari

persilangan jenis Indonesia dengan jenis Cina.

Warna kego coklat tua, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya polos

dan umur ulat kecil pendek. Warna kokon putih, berbentuk bulat dengan

relief biasa.

Apabila kupu-kupu dari jenis BC101 ini akan disilangkan dengan jenis BN1

atau BN2, maka telur BC101 harus diinkubasikan selama 2 hari lebih

lambat. Untuk perlakuan telur secara Sokushin dingin pada suhu larutan

28 oC, lama perendamannya selama 60 menit, sedangkan dengan cara

perlakuan Reishin dengan suhu larutan 48 oC dan lama perendaman 5

menit adalah yang paling baik.

f. BC 102

Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam.

Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari

persilangan jenis Indonesia dengan jenis Cina.

Warna kego coklat muda, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya

polos (kadang ada yang belang), umur ulat kecil pendek dan bentuk ulat

agak bulat. Warna kokon putih, berbentuk bulat dengan relief biasa.

Apabila kupu-kupu dari jenis BC102 ini akan disilangkan dengan jenis BN2,

maka telur BC102 ini harus diinkubasikan selama 1 – 4 hari lebih lambat.

Untuk perlakuan telur secara Sokushin dingin pada suhu larutan 28 oC,

lama perendamannya selama 60 menit, sedangkan dengan cara

perlakuan Reishin dengan suhu larutan 48 oC dan lama perendaman 5

menit adalah yang paling baik.

Page 8: Juknis sertifikasi

Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine

8

g. BC 107

Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam.

Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari

persilangan jenis Indonesia dengan jenis Cina.

Warna kego coklat tua, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya

polos, umur ulat kecil pendek sedangkan umur ulat besar panjang. Warna

kokon putih, berbentuk bulat dengan relief biasa.

Apabila kupu-kupu dari jenis BC107 ini akan disilangkan dengan jenis BN7

dan BN8, maka telur BC107 ini harus diinkubasikan selama 2 hari lebih

lambat. Untuk perlakuan telur secara Sokushin, dilakukan dengan 2 cara,

yakni Sokhusin panas (suhu 46 oC) dengan lama perendaman 5 menit dan

Sokushin dingin (suhu l28 oC) dengan lama perendaman selama 60 menit.

Untuk perlakuan telur secara Reishin (suhu larutan 48 oC) dengan lama

perendaman 5 menit merupakan cara paling baik.

h. BC 108

Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam.

Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari

persilangan jenis Indonesia dengan jenis Cina.

Warna kego coklat tua, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya

polos, umur ulat kecil pendek sedangkan umur ulat besar panjang. Warna

kokon putih, berbentuk bulat dengan relief biasa.

Apabila kupu-kupu dari jenis BC108 ini akan disilangkan dengan jenis BN7

dan BN8, maka telur BC108 ini harus diinkubasikan selama 2 – 3 hari lebih

lambat. Untuk perlakuan telur secara Sokushin, dilakukan dengan 2 cara,

yakni Sokhusin panas (suhu 46 oC) dengan lama perendaman 5 menit dan

Sokushin dingin (suhu l28 oC) dengan lama perendaman selama 60 menit.

Untuk perlakuan telur secara Reishin (suhu larutan 48 oC) dengan lama

perendaman 5 menit merupakan cara paling baik.

Page 9: Juknis sertifikasi

Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine

9

B. Prosedur Pelaksanaan

1. Permohonan Sertifikasi

a. Diajukan kepada Kepala Balai Persuteraan Alam dengan formulir yang

telah ditetapkan (Form model ST. 1a atau 1b)

b. Permohonan diajukan paling lambat 2 (dua) minggu sebelum hakitate

dilaksanakan.

c. Permohonan diajukan oleh produsen F1 yang telah mendapat izin

operasional dari instansi yang berwenang.

d. Permohonan sertifikasi termasuk pada alinea-alinea tersebut diatas harus

menyampaikan nama serta alamat yang jelas kepada Balai Persuteraan

Alam.

2. Pelaksanaan Sertifikasi

a. Pemeriksaan lapangan dilaksanakan oleh Petugas Balai Persuteraan Alam

yang ditugaskan/ditunjuk oleh Kepala Balai Persuteraan Alam.

b. Pemeriksaan dilakukan terhadap bibit induk pada setiap periode,

terutama pada saat persentase penyakit Pebrine cukup tinggi. Hal ini

dimaksudkan untuk mendapatkan kepastian mengenai dilanjutkan atau

tidaknya pemeliharaan ke instar berikutnya.

c. Pemeriksaan lapangan dilaksanakan pada saat produksi telur dan bila

persentase penyakit cukup tinggi, maka pemeriksaan dilakukan pada

setiap instar ulat sutera.

d. Tempat pelaksanaan pemeriksaan adalah lokasi yang harus dinyatakan

dengan jelas dimana produsen tersebut melakukan kegiatan produksi

telur.

e. Pemeriksaan lapangan juga dilakukan pada sarana dan prasarana yang

digunakan dalam proses produksi, meliputi tempat penyimpanan telur,

gudang tempat penyimpanan alat pemeliharaan telur dan bilamana

persentase penyakit Pebrine cukup tinggi, maka ruang dan lantai tempat

pemeliharaan diperiksan dengan metode biossay.

f. Pemeriksaan juga dilaksanakan terhadap bahan kimia yang digunakan.

Page 10: Juknis sertifikasi

Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine

10

g. Bagi telur-telur yang terindikasi penyakit Pebrine, agar dilakukan

pemusnahan dan dituangkan dalam Berita Acara Pemusnahan (Form

Model ST.2)

3. Laporan Pemeriksaaan

Laporan hasil pemeriksaan lapangan dibuat oleh Petugas sertifikasi dengan

mengisi formulir yang telah disediakan oleh Balai Persuteraan Alam selambat-

lambatnya 3 (tiga) hari setelah pemeriksaan (Form Model ST.4a - c) dan

merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dari sertifikat.

4. Pengesahan Sertifikat

a. Serifikat dikeluarkan berdasarkan laporan hasil pemeriksaan yang

menyatakan bahwa telur ulat sutera bebas dari penyakit Pebrine (Form

Model ST.3).

b. Sertifikat bebas penyakit Pebrine ditanda tangani oleh Kepala Balai

Persuteraan Alam atau yang ditunjuk.

Page 11: Juknis sertifikasi

Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine

11

III. PEMERIKSAAN

A. Penggunaan Bahan dan Peralatan

Dalam melaksanakan dan mengamati spora Pebrine diperlukan beberapa alat

dan bahan kimia sebagai berikut:

1. Bahan-bahan

a. Kaporit

Bahan kimia berupa serbuk berwarna putih yang digunakan untuk

mensterilkan patogen penyakit dan digunakan untuk desinfeksi ruangan

serta alat-alat pemeliharan yang diduga tercemar penyakit Pebrine.

b. K2CO3 atau KOH

Bahan kimia berupa serbuk yang dilarutkan kedalam air, yang berguna

untuk melarutkan lemak dari cairan tubuh ulat sutera. Sehingga dalam

pengamatan mikroskop dapat terlihat dengan jelas spora Pebrine yang

dimaksud.

c. Formalin

Merupakan bahan kimia berbentuk cairan dan mempunyai bau yang

menusuk hidung. Bahan kimia ini digunakan sebagai bahan desinfeksi

untuk mencegah/membasmi penyakit Pebrine.

2. Alat-alat

a. Mortar (cawan porselin) dengan alu

b. Mesin penghancur kupu-kupu

c. Mesin test kupu-kupu secara massal

d. Mikroskop

e. Gelas preparat

f. Gelas penutup

g. Petri dish

h. Pinset, pisau dan gunting.

Page 12: Juknis sertifikasi

Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine

12

B. Prosedur Pemeriksaan

1. Pengambilan sampel

Pengambilan sampel diperlukan karena tidak semua produksi telur yang

dihasilkan dapat diperiksa satu persatu. Mengingat keterbatasan waktu,

tenaga dan dana. Pengambilan sampel harus memperhitungkan

keterwakilan populasi yang diperiksa. Pengambilan sampel dilakukan

dengan 2 (dua) cara, yaitu:

a. Secara prediktif

Cara prediktif dilaksanakan apabila persentase penyakit Pebrine cukup

tinggi. Pelaksanaannya dilakukan pada tahapan siklus hidup ulat sutera

yang meliputi telur, larva, pupa dan imago.

b. Secara mutlak

Cara mutlak dilaksanakan pada kupu-kupu setelah peletakan telur.

Pelaksanaannya dapat dilakukan secara individu atau sampel.

Cara individu dilaksanakan apabila persentase penyakit Pebrine cukup

tinggi.

2. Pemeriksaan Prediktif

a. Pemeriksaan prediktif dimaksudkan untuk mendeteksi sejauh mana

adanya patogen penyakit Pebrine pada setiap tahapan siklus hidup ulat

sutera.

b. Tahap Telur

Untuk mengetahui telur yang terinfeksi penyakit Pebrine dapat dilakukan

pemeriksaan dengan melihat gejala-gejala yang timbul, antara lain:

i. Telur yang diletakkkan oleh kupu-kupu betina menyebar tidak merata

dan bertumpuk, jumlahnya relatif sedikit serta penetasannya tidak

seragam.

ii. Terdapat bintik-bintik kecil yang berwarna putih selama

perkembangan embrio.

iii. Berdasarkan gejala-gejala tersebut diatas, maka diambil sampel dan

diperiksan dengan tahapan sebagai berikut:

iv. Telur-telur yang tidak dibuahi dan telur-telur yang mati diambil.

Page 13: Juknis sertifikasi

Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine

13

v. Telur-telur tersebut dihancurkan pada gelas preparat.

vi. Embrio dipres kemudian ditutup dengan gelas penutup.

vii. Di-staining/diwarnai dengan metode Giemsa.

viii. Kemudian diperiksa dengan mikroskop (untuk pengamatan diperlukan

minyak immersion guna mencari tahap tertentu dari protozoa).

ix. Bila sampel mengandung Pebrine, maka telur-telur tersebut harus

dibakar atau dicelupkan kedalam larutan kaporit 200 kali selama 1 – 2

hari, kemudian dibuang untuk mencegah penyebaran yang lebih

luas.

c. Tahap Larva

Penyakit Pebrine berkembang lebih cepat pada ulat kecil dibandingkan

pada ulat besar. Ulat yang terinfeksi penyakit Pebrine memperlihatkan

gejala nafsu makan berkurang, pertumbuhan tidak seragam serta

penggantian kulit yang tidak serentak. Perkembangan selanjutnya badan

ulat mengecil, gerakannya lamban dan akhirnya mati.

Pemeriksaan penyakit Pebrine selama pertumbuhan larva, dilaksanakan

dengan memilih larva yang tidak normal (pertumbuhan yang lambat,

kerdil, tidak mengalami pergantian kulit) dan selanjutnya diperiksa

dibawah mikroskop.

Pemeriksaan dapat dilakukan sebanyak 2 (dua) kali pada akhir instar II

atau menjelang awal instar III dan pada akhir instar IV atau menjelang

awal instar V. Bila terinfeksi melalui kupu-kupu betina, akan

menampakkkan gejala pada akhir instar II atau menjelang awal instar III.

Bila terinfeksi pada tingkat awal pertumbuhan larva, gejalanya akan

nampak pada akhir instar IV atau menjelang awal instar V.

Cara pemeriksaan dapat dilakukan dengan metode Wright Giemsa

Staining yaitu sebagai berikut:

i. Tubuh larva dibedah kemudian begian midgut (usus bagian tengah)

dan silkgland (kelenjar sutera) diambil dan bagian tersebut dioleskan

pada slide glass (gelas preparat).

ii. Keringkan pada temperatur kamar (25 – 28 oC) selama 30 – 60 menit.

Page 14: Juknis sertifikasi

Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine

14

iii. Setelah kering, oleskan dengan wright solution selama 30 detik.

iv. Teterkan aquades pada gelas preparat, biarkan selama 2 menit lalu

air steril (aquades) dan wright solution dibuang.

v. Oleskan cairan giemsa 40 kali (39 ml air steril + 1 ml cairan giemsa)

selama 20 menit.

vi. Gelas preparat dicuci dengan aquades lalu dikeringkan kembali

dengan temperatur kamar.

vii. Pengamatan dibawah mikroskop dengan pembesaran 40 kali.

viii. Bilamana diperlukan sebagai bahan pengecekan kembali, maka

preparat tersebut dicelupkan kedalam cairan Xylene selama 20 menit

dan dikeringkan (Pada waktu pengamatan diperlukan immersion oil

bila menggunakan pembesaran 100 kali).

d. Tahap Pupa

Pupa yang terinfeksi akan menjadi lembek, membengkak dan terdapat

bintik-bintik hitam di sekitar dasar sayap pada daerah perut. Bilamana

pupa terserang berat, pupa tersebut tidak mengalami perubahan bentuk

menjadi kupu-kupu. Oleh sebab itu, pada waktu pemisahan jenis kelamin,

pupa harus diteliti dengan baik. Pupa-pupa yang abnormal diperiksa

seperti halnya pada pemeriksaan larva.

e. Tahap Kupu-kupu

Kupu-kupu harus diperiksa sebelum bertelur. Kupu-kupu yang lebih cepat

keluar pada kondisi normal ada kecenderungan bahwa kupu-kupu

tersebut terserang penyakit Pebrine. Kupu-kupu yang terinfeksi penyakit

Pebrine memperlihatkan bentuk sayap dan antena yang tidak normal.

Cara pemeriksaan penyakit Pebrine pada tahap kupu-kupu dapat

dilakukan sebagai berikut:

i. Kupu-kupu dihancurkan dengan menggunakan mortal (cawan

porselin).

ii. Berikan larutan KOH 2% sebanyak 2 – 3 ml setiap kupu-kupu.

iii. Teteskan pada gelas preparat dan ditutup.

iv. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 40 kali.

Page 15: Juknis sertifikasi

Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine

15

3. Pemeriksaan Mutlak

Pemeriksaan mutlak adalah pemeriksaan yang mutlak harus dilaksanakan

dalam penentuan telur-telur yang dihasilkan bebas dari penyakit Pebrine.

Pemeriksaan dilakukan pada kupu-kupu betina setelah peletakan telur dan

dapat dilakukan secara sampling atau secara individu.

a. Pemeriksaan secara sampling

Pemeriksaan sampling dapat dilakukan pada unit produksi telur dimana

persentase penyakit Pebrine relatif lebih rendah (0,0%) dengan cara acak

dan dapat dilihat pada table berikut:

No Jumlah Induk Jumlah Sampel Batas

Kritis Pemeriksaan I Pemeriksaan II

1. ≤390 Semua kupu - 1

2. 391 – 500 390 - 1

3. 501 – 600 480 - 1

4. 601 – 800 510 - 1

5. 801 – 1.000 630 - 1

6. 1.001 – 2.000 750 210 2

7. 2.001 – 3.000 870 450 3

8. 3.001 – 4.000 900 840 4

9. 4.001 – 6.000 960 1.140 5

10. 6.001 – 10.000 990 1.530 6

11. 10.001 – 30.000 1.020 1.650 6

12. ≥30.001 1.050 1.740 6

Bila pemeriksaan tidak mungkin dilaksanakan dengan segera, sampel

kupu-kupu harus segera dikeringkan pada temperatur 65 – 75 oC selama

kurang lebih 5 jam. Setiap unit pemeriksaan terdiri dari 30 kupu-kupu.

Pemeriksaan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

i. Kupu-kupu dihancurkan dalam mortal (cawan porselin beserta

alunya).

ii. Tambahkan 100 ml K2CO3 0,5% untuk sampel yang basah (segar).

Page 16: Juknis sertifikasi

Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine

16

iii. Setelah halus, cairan disaring dengan kertas saring atau kapas

penyaring.

iv. Sentrifugasi selama 3 menit 3.000 rpm.

v. Endapannya dicampur dengan KOH 2%

vi. Kemudian diteteskan pada gelas preparat dan ditutup dengan gelas

penutup.

vii. Periksa preparat dibawah mikroskop dengan pembesaran 600 kali.

Setiap sampel dibuat sebanyak 2 (dua) preparat dan masing-masing

diperiksa sebanyak 5 (lima) kali. Hasil pemeriksaan harus segera dicatat

dengan menggunakan tanda-tanda sebagai berikut:

No Jumlah spora per preparat Tanda

1. 0 0

2. ≤ 3 ±

3. 4 – 10 +

4. 11 – 30 ++

5. 31 – 100 +++

6. ≥ 100

Bila hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada sampel yang terserang,

maka produksi telur tersebut dinyatakan bebas Pebrine. Bila ada penyakit

dalam sampel, tetapi lebih rendah dari batas kritis, maka pemeriksaan

dilanjutkan pada pemeriksaan ke-2. Seandainya hasil salah satu

pemeriksaan mengandung penyakit Pebrine, maka telur tersebut tidak

bisa disalurkan dan harus dimusnahkan sesuai dengan aturan yang

berlaku.

Pemeriksaan kupu-kupu dengan pengambilan sampel hanya dapat

dilakukan apabila persentase penyakit Pebrine dapat dipastikan nihil atau

sangat kecil. Bilamana persentase penyakit Pebrine cukup tinggi, maka

harus dilaksanakan pemeriksaan kupu-kupu secara individu.

Page 17: Juknis sertifikasi

Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine

17

b. Pemeriksaan secara Individu

Metode pemeriksaan sama dengan sistem sampling. Hanya pemeriksaan

dilakukan satu persatu terhadap kupu-kup dan banyaknya KOH dan

K2CO3 yang ditambahkan per induk kupu-kupu yakni 2 – 3 ml.

c. Pengorganisasian

Petugas sertifikasi ditunjuk berdasarkan Surat Perintah Tugas dari Kepala

Balai Persuteraan Alam. Petugas tersebut terdiri dari 2 (dua) orang atau

lebih tergantung dari jumlah telur yang akan disertifikasi. Dalam

melaksanakan tugas dimaksud, petugas sertifikasi dibina dan diawasi oleh

Kepala Seksi Peredaran Persuteraan Alam.

Page 18: Juknis sertifikasi

Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine

18

IV. PENUTUP

Demikianlah Petujuk Teknis Setifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine disusun sebagai

Pedoman bagi Petugas Setifikasi Balai Persuteraan Alam dan sebagai pegangan

bagi produsen telur ulat sutera (F1).

Apabila dikemudian hari terdapat hal-hal yang perlu diperbaiki dan diperbaharui,

maka akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.