jubaidah fitriani d24090075 -...

40
KAJIAN in vitro PENGGUNAAN SUPLEMEN KAYA NUTRIEN PADA TARAF YANG BERBEDA DALAM RANSUM BERBASIS JERAMI DAN DEDAK PADI JUBAIDAH FITRIANI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: truongmien

Post on 26-Apr-2018

221 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

KAJIAN in vitro PENGGUNAAN SUPLEMEN KAYA NUTRIEN

PADA TARAF YANG BERBEDA DALAM RANSUM

BERBASIS JERAMI DAN DEDAK PADI

JUBAIDAH FITRIANI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian in vitro

Penggunaan Suplemen Kaya Nutrien pada Taraf yang Berbeda dalam Ransum Berbasis Jerami dan Dedak Padi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Jubaidah Fitriani NIM D24090075

ABSTRAK

JUBAIDAH FITRIANI. Kajian in vitro Penggunaan Suplemen Kaya Nutrien pada Taraf yang Berbeda dalam Ransum Berbasis Jerami dan Dedak Padi. Dibimbing oleh ANITA SARDIANA TJAKRADIDJAJA dan SURYAHADI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan suplemen kaya nutrien pada taraf yang berbeda dalam ransum berbasis jerami dan dedak padi terhadap fermentasi dan kecernaan in vitro. Perlakuan ransum yang diuji terdiri atas 4 perlakuan, yaitu: P1 = Pemberian jerami padi dan dedak padi, P2 = P1 + 2.99% SKN, P3 = P1 + 5.81% SKN, dan P4 = P1 + 8.48% SKN. Uji fermentabilitas menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial 4 x 3 dengan 4 ulangan. Faktor A adalah 4 macam perlakuan ransum dan faktor B adalah 3 macam waktu inkubasi (1, 3, dan 5 jam). Uji kecernaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4 macam perlakuan ransum dan 4 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisa ragam (ANOVA). Peubah yang diukur adalah konsentrasi amonia (NH3), konsentrasi asam lemak terbang total (VFA total), populasi protozoa, populasi bakteri total, sintesis protein mikroba, degradabilitas bahan kering (DBK) dan bahan organik (DBO), dan koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO). Hasil percobaan memperlihatkan bahwa perlakuan P4 adalah perlakuan yang menghasilkan fermentabilitas dan kecernaan yang optimal. Fermentabilitas tertinggi dicapai pada waktu inkubasi 3 jam.

Kata kunci: dedak padi, fermentasi, jerami padi, kecernaan, suplemen kaya

nutrien (SKN)

ABSTRACT

JUBAIDAH FITRIANI. in vitro Study of The Use of Nutrient Rich Suplement at Different Levels in Rice Straw and Bran Based Ration. Supervised by ANITA SARDIANA TJAKRADIDJAJA and SURYAHADI.

This study is aimed at studying the use of nutrient rich suplement at different levels in rice straw and bran based diet on in vitro fermentability and digestibility. Ration treatments were : P1 = Rice straw and rice bran as control diet, P2 = P1 + SKN 2.99%, P3 = P1 + SKN 5.81% and P4 = P1 + SKN 8.48%. A factorial randomized block design (RBD) 4 x 3 with four groups of rumen fluids was used in fermentability study, a randomized block design (4 treatments and 4 group of rumen fluids) was used in digesbility study. The result showed that concentrations of ammonia and total VFA, degradability, and digestibility were influenced by treatments and incubation time. The result of contrast orthogonal test showed that treatment P4 is the optimal treatment for fermentability and digestibility. The highest fermentability was achieved at 3 hour incubation time. Keyword: digestibility, fermentability, nutrient-rich supplement (SKN), rice bran,

rice straw

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Peternakan pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

KAJIAN in vitro PENGGUNAAN SUPLEMEN KAYA NUTRIEN

PADA TARAF YANG BERBEDA DALAM RANSUM

BERBASIS JERAMI DAN DEDAK PADI

JUBAIDAH FITRIANI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

Judul Skripsi : Kajian in vitro Penggunaan Suplemen Kaya Nutrien pada Taraf yang Berbeda dalam Ransum Berbasis Jerami dan Dedak Padi

Nama : Jubaidah Fitriani NIM : D24090075

Disetujui oleh

Ir Anita S Tjakradidjaja, MRurSc Pembimbing I

Dr Ir Suryahadi, DEA Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS, MSi Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Kajian m vi ro P nggunaan Suplemen Kaya Nutrien pada Taraf yang Berbeda dalam Ransum Berbasis Jerami dan Dedak Padi

Nama : Jubaidah fitriani NIM : D24090075

Disetujui oleh

/\~~ Ir Anita S Tjakradidjaja, MRurSc Dr Ir Suryahadi, DEA

Pembimbing I Pembimbing II

Ketua Departemen

Tanggal Lulus : o6 FEB 2014

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari hingga Agustus 2013 ini adalah Kajian in vitro Penggunaan Suplemen Kaya Nutrien pada Taraf yang Berbeda dalam Ransum Berbasis Jerami dan Dedak Padi.

Jerami padi dipilih sebagai bahan penelitian karena potensi jerami padi yang tinggi, tetapi pemanfaatan jerami padi masih terkendala oleh tingginya kandungan serat yang sulit dicerna mikroba rumen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemberian suplemen yang mengandung nutrien yang tinggi atau bagus sehingga pemberiannya tidak perlu terlalu banyak. Suplementasi dilakukan untuk mengatasi defisiensi terhadap nilai nutrisi yang diberikan oleh hijauan atau konsentrat.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran, dan masukan yang membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Jubaidah Fitriani

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi DAFTAR LAMPIRAN xi PENDAHULUAN 1 METODE PENELITIAN 2 Bahan 2 Alat 2 Lokasi dan Waktu Penelitian 2 Prosedur Percobaan 2 Pengambilan Cairan Rumen 2 Pembuatan Larutan McDougall 2 Pencernaan Fermentatif 3 Pengukuran NH3 3 Pengukuran Volatile Fatty Acid (VFA) 3 Perhitungan Populasi Bakteri Total 4 Perhitungan Populasi Protozoa 4 Perhitungan Sintesis Protein Mikroba 5 Pengukuran Degradabilitas Bahan Kering dan Bahan Organik 5 Pengukuran Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik 5 Peubah yang Diamati 6 Analisis Data 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Kandungan Nutrien SKN dan Ransum 7 Konsentrasi NH3 9 Konsentrasi VFA 11 Populasi Bakteri Total 13 Populasi Protozoa 14 Sintesis Protein Mikroba 16 Degradabilitas 17 Kecernaan 18 SIMPULAN DAN SARAN 19 Simpulan 19 Saran 20 DAFTAR PUSTAKA 20 LAMPIRAN 23 RIWAYAT HIDUP 27

DAFTAR TABEL

1 Komposisi ransum perlakuan 7 2 Formula SKN dan kandungan nutrien SKN 8 3 Kandungan nutrien ransum perlakuan 9 4 Efek perlakuan dan waktu inkubasi terhadap rataan konsentrasi NH3 9 5 Efek perlakuan dan waktu inkubasi terhadap rataan konsentrasi VFA 11 6 Efek perlakuan dan waktu inkubasi terhadap rataan populasi bakteri total 13 7 Efek perlakuan dan waktu inkubasi terhadap rataan populasi protozoa 14 8 Efek perlakuan dan waktu inkubasi terhadap rataan SPM 16 9 Efek perlakuan dan waktu inkubasi terhadap rataan DBK dan DBO 17 10 Efek perlakuan dan waktu inkubasi terhadap rataan KCBK dan KCBO 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 ANOVA dan uji ortogonal pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi NH3 23

2 ANOVA dan uji ortogonal pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi VFA 23

3 ANOVA dan uji ortogonal pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri total 24

4 ANOVA dan uji ortogonal pengaruh perlakuan terhadap populasi protozoa 24

5 ANOVA pengaruh perlakuan terhadap konsentarsi SPM 24 6 ANOVA dan uji ortogonal pengaruh perlakuan terhadap DBK 25 7 ANOVA pengaruh perlakuan dan waktu inkubasi terhadap DBO 25 8 ANOVA dan uji ortogonal pengaruh perlakuan terhadap KCBK 25 9 ANOVA dan uji ortogonal pengaruh perlakuan terhadap KCBO 26

PENDAHULUAN

Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pemeliharaan ternak. Pemberian pakan yang baik akan mencukupi kebutuhan fisiologis ternak, terutama kebutuhan energi dan protein. Jerami padi merupakan produk samping pertanian yang tersedia cukup melimpah, yaitu sekitar 96 663 197 ton pada tahun 2012 (BPS 2012), namun penggunaan jerami padi secara langsung sebagai pakan tunggal tidak dapat memenuhi pasokan nutrien yang dibutuhkan ternak. Hal ini disebabkan kandungan protein kasarnya rendah (4.74%), sementara kandungan serat kasarnya tinggi (29.53%) (Arinong 2008). Oleh karena itu, konsentrat sangat perlu diberikan untuk mengimbangi kekurangan nutrien dari hijauan. Konsentrat yang diberikan sebaiknya dapat memenuhi kebutuhan mikroba rumen untuk mensintesis protein mikroba dan mencukupi kebutuhan ternak akan protein bypass. Meskipun demikian, konsentrat yang diberikan oleh peternak masih belum dapat memenuhi kebutuhan mikroba rumen dan ternak, terutama sapi potong. Kadang peternak hanya memberikan dedak padi sebagai pakan penguatnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya formulasi suplemen yang mengandung nutrien yang tinggi atau bagus untuk memenuhi pasokan nutrien untuk ternak, tetapi jumlah pemberiannya tidak perlu terlalu banyak.

Suplementasi dilakukan untuk mengatasi defisiensi nutrien yang berasal dari pakan hijauan atau konsentrat. Salah satu contoh dari suplemen yang sudah dikembangkan adalah suplemen kaya nutrien (SKN). SKN ini sudah pernah digunakan sebagai suplemen ransum berbasis jerami dan dedak padi pada ternak sapi potong dan dapat memperbaiki penampilan produksi sapi PO betina (Suryahadi et al. 2012). Hasil penelitian Suryahadi et al. (2012) juga menunjukkan bahwa manfaat pemberian SKN akan bergantung kepada kandungan nutrien, bahan pakan penyusun dan jumlah yang diberikan kepada ternak.

Dalam penelitian ini, komposisi SKN yang dibuat merupakan hasil modifikasi dari SKN yang dipakai oleh Suryahadi et al. (2012), dimana bahan pakan yang digunakan adalah bahan pakan yang tersedia secara lokal, terutama yang ada di daerah Bogor atau Jawa Barat. Bahan pakan yang mudah didapatkan di daerah Bogor adalah daun gamal, ampas teh, daun kembang sepatu, daun singkong, tepung ikan, dedak padi, molases dan mineral mix. Pembuatan SKN juga didasarkan pada prinsip pemenuhan kebutuhan nutrien baik bagi mikroba rumen maupun bagi sapi potong sebagai induk semang mikroba rumen; seperti adanya sumber energi mudah difermentasi, sumber protein mudah didegradasi dan sumber protein bypass, sumber mineral dan vitamin. Pemberian SKN juga akan dikaji pada taraf yang berbeda dalam ransum berbasis jerami dan dedak padi. Penggunaan SKN diuji secara in vitro, yaitu menggambarkan model biologis yang menirukan proses pencernaan in vivo dengan tingkat kompleksitas yang berbeda (Lopez 2005).

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan SKN dalam taraf yang berbeda dalam ransum berbasis jerami dan dedak padi terhadap fermentasi dan kecernaan in vitro.

2

METODE PENELITIAN

Bahan

Bahan yang digunakan adalah cairan rumen segar sapi potong, ransum perlakuan (jerami padi, dedak padi, tepung ikan, ampas teh, daun gamal, daun kembang sepatu, daun singkong dan mineral mix) yang telah digiling, plastik kemasan, label, larutan McDougall dengan pH 6.5 – 6.9, aquadest, larutan HgCl2 jenuh, larutan Na2CO3 jenuh, larutan H2SO4 0.005 N, larutan pepsin HCl 0.2%, asam borat berindikator merah metil dan hijau bromokresol, larutan HCl 0.5 N, larutan H2SO4 15%, larutan NaOH 0.5 N, larutan indikator phenolphtalein (PP) 0.1%, gas CO2, larutan garam formalin (formal saline), trichloro acetic acid (TCA), dan sulfo salicylic acid (SSA), medium brain heart infusion (BHI).

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, tabung kaca pyrex volume 100 ml dan tutup karet berventilasi, shaker waterbath dengan suhu air 39 – 40 oC, sentrifuge, gas CO2, vortex, cawan porselin, pompa vakum, kertas saring, gegep, eksikator, oven 105 oC, tanur listrik, cawan Conway, automatic pipette 10-1000 µl, pipet finn 1 ml, buret - mikro 10 ml, stirrer dan magnetic stirrer, seperangkat alat destilasi, labu Erlenmeyer, kompor gas, panci press cooker, bulp, pipet volumetrik 5 ml, pipet serologi volume 1 ml, 5 ml dan 25 ml, dan buret 50 ml.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dimulai dari bulan Januari 2013 hingga Agustus 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi, dan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Prosedur Percobaan

Pengambilan Cairan Rumen

Cairan rumen diambil dari rumah potong hewan (RPH) Bubulak. Termos diisi dengan air panas dengan suhu 39 ºC. Air di dalam termos tidak boleh dibuang hingga cairan rumen didapatkan. Isi rumen diambil dan disaring dengan menggunakan kain penyaring, lalu dimasukkan ke dalam termos yang sebelumnya sudah dibuang air panasnya. Cairan rumen dalam termos tersebut segera dibawa ke Laboratorium Nutrisi Ternak Perah.

Pembuatan Larutan McDougall

Sebanyak 1 liter air destilasi dimasukkan ke dalam labu takar dan dimasukkan bahan-bahan sebagai berikut: NaHCO3 (9.8 g); Na2HPO4.7H2O (4.6325 g); KCl (0.57 g); NaCl (0.47 g); MgSO4.7H2O (0.12 g); CaCl2.2H2O (0.04 g). CaCl2.2H2O ditambahkan paling akhir setelah bahan lainnya larut

3

sempurna. Leher labu dicuci dengan air destilasi hingga permukaan air mencapai tanda tera. Selanjutnya campuran dikocok dengan gas CO2 perlahan-lahan dengan melewatkannya untuk menurunkan pH hingga mencapai pH 6.8. Pencernaan Fermentatif

Percobaan fermentasi in vitro dilakukan dengan menggunakan metode Tilley and Terry (1963) yang dimodifikasi oleh Sutardi (1979). Metode Sutardi (1979) menggunakan fermentor berupa tabung polyetilen berkapasitas 50 ml yang kemudian diisi dengan 1 g sampel, 12 ml larutan buffer McDougall dan 8 ml cairan rumen segar. Tabung lalu dikocok dengan dialiri CO2 selama 30 detik dan ditutup dengan karet berventilasi. Tabung kemudian dimasukkan ke dalam shaker waterbath pada suhu 39 oC untuk menciptakan suasana yang hampir sama dengan kondisi di dalam rumen dan diinkubasi selama 1, 3, dan 5 jam. Proses fermentasi dihentikan dengan meneteskan larutan HgCl2 jenuh sebanyak 2 tetes. Sebelum fermentasi dihentikan, sampel diambil untuk analisis bakteri total, protozoa total, dan sintesis protein mikroba. Setelah itu, tabung fermentor disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan diambil untuk analisis konsentrasi NH3 dan VFA total dan residu diambil untuk analisis degradabilitas bahan kering (DBK) dan degradabilitas bahan organik (DBO).

Pengukuran NH3

Konsentrasi NH3 diukur dengan menggunakan metode Mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedure, Department of Dairy Science, University of Wisconsin 1969). Bibir dan tutup cawan Conway diolesi dengan vaselin. Sebanyak 1 ml supernatan diambil dan ditempatkan di salah satu ujung alur cawan Conway. Setelah itu 1 ml larutan Na2CO3 jenuh ditempatkan pada ujung lain cawan Conway yang bersebelahan dengan supernatan (tidak boleh bercampur). Larutan asam borat berindikator warna merah metil dan hijau bromokresol sebanyak 1 ml larutan ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan Conway. Cawan Conway lalu ditutup rapat hingga kedap udara, larutan Na2CO3 dicampur dengan supernatan hingga merata dengan cara menggoyangkan dan memiringkan cawan tersebut. Setelah itu, cawan dibiarkan dalam suhu kamar. Setelah 24 jam, tutup cawan dibuka, asam borat berindikator dititrasi dengan larutan H2SO4 0.005 N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah. Konsentrasi NH3 dihitung berdasarkan rumus berikut :

Konsentrasi amonia mM = ml H2SO4 × N H2SO4 × 1000/1 ml

Bobot sampel × % BK sampel

Pengukuran Volatile Fatty Acid (VFA)

Konsentrasi VFA diukur dengan menggunakan teknik destilasi uap (General Laboratory Procedure, Department of Dairy Science, University of Wisconsin 1969). Supernatan diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung destilasi. Larutan H2SO4 15% ditambahkan 1 ml, kemudian segera ditutup dan dihubungkan labu pendingin. Segera setelah ditambahkan larutan H2SO4 ke dalam supernatan, tabung destilasi dimasukkan ke dalam labu penyulingan yang berisi air mendidih (dipanaskan terus selama destilasi). Uap air panas akan mendesak

4

VFA yang akan terkondensasi dalam pendingin. Cairan yang terbentuk ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi 5 ml NaOH 0.5 N sampai mencapai 250 ml. Indikator PP ditambahkan sebanyak 2 tetes dan dititrasi dengan HCl 0.5 N sampai warna titrat berubah dari merah jambu menjadi tidak berwarna. Rumus berikut digunakan untuk menghitung konsentrasi VFA :

Konsentrasi VFA total mM =a-b × N HCl × 1000/5 ml

Bobot sampel × % BK ransum

Keterangan : a = volume titran blanko (ml) b = volume titran contoh (ml)

Perhitungan Populasi Bakteri Total

Perhitungan populasi bakteri total dilakukan dengan menggunakan metode Ogimoto and Imai (1981). Medium tumbuh BHI digunakan untuk menghitung populasi bakteri total. Medium BHI dibuat dengan cara mencampur BHI dengan bahan sumber nutrien mikroba lainnya, kemudian dimasukkan ke dalam botol Schott yang telah disterilkan dengan autoclave. Campuran tersebut dipanaskan sampai terjadi perubahan warna dari coklat menjadi merah dan menjadi coklat muda, lalu didinginkan sambil dialiri CO2. Selanjutnya medium dimasukkan ke dalam tabung Hungate masing-masing sebanyak 5 ml yang sebelumnya telah diisi agar Bacto sebanyak 0.15 g, kemudian medium disterilkan dalam autoclave (suhu 121 ºC, 15 menit, tekanan 1.2 Kgf cm-3). Medium yang siap digunakan untuk pembiakan bakteri, dimasukkan ke dalam penangas air (suhu 47 ºC) dan diinokulasi dengan sampel bakteri yang sudah diencerkan. Populasi bakteri dapat dihitung dengan rumus :

Populasi bakteri (cfu ml-1) = n x 10x 0.05 x 0.1

Keterangan : n = jumlah koloni yang terdapat pada tabung seri pengenceran ke-x

Perhitungan Populasi Protozoa

Metode Ogimoto and Imai (1981) digunakan untuk menghitung populasi protozoa. Perhitungan populasi protozoa dilakukan dengan meneteskan sampel (2 tetes) yang telah dicampur dengan larutan garam formalin (TBFS) dengan rasio 1:1 pada counting chamber. Larutan TBFS dibuat dengan mencampur formalin 4% ditambah larutan garam NaCl fisiologis 0.9% dalam 100 ml larutan. Protozoa yang dihitung adalah total dari protozoa yang terdapat dalam counting chamber dengan ketebalan 0.1 mm, luas kotak terkecil 0.0625 mm2 yang berjumlah 16 kotak dan jumlah kotak yang dibaca sebanyak 5 kotak. Perhitungan populasi protozoa dilakukan dengan mikroskop pada pembesaran 40 kali. Populasi protozoa dapat dihitung dengan rumus :

Protozoa ml-1 cairan rumen = 1000 x FP x C 0.1 x 0.0625 x 16 x 5 Keterangan : FP = Faktor Pengenceran

C = jumlah protozoa terhitung pada counting chamber

5

Perhitungan Sintesis Protein Mikroba Sintesis protein mikroba dianalisis dengan menggunakan metode Shultz

and Shultz (1969). Larutan yang digunakan dibuat dengan mencampurkan larutan TCA 20% dan larutan SSA 2% dengan proporsi 50:50. Sebanyak 1 ml cairan sampel hasil inkubasi dicampur dengan larutan TCA dan SSA (9 ml), kemudian larutan ini dihomogenkan dengan vortex selama 2 menit. Larutan tersebut lalu disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang dan endapan ditambah dengan 3 ml aquadest, kemudian ditambahkan 6 ml campuran TCA-SSA. Campuran ini dihomogenkan lagi dengan vortex selama 2 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatannya dibuang dan endapannya dianalisis dengan metode Kjehldal mikro.

Pengukuran Degradabilitas Bahan Kering dan Bahan Organik Metode Tilley and Terry (1963) yang dimodifikasi oleh Sutardi (1979)

digunakan untuk mengukur tingkat DBK dan DBO. Untuk mengukur peubah ini, digunakan residu yang diperoleh dari sampel yang sama dari proses fermentasi. Residu yang diperoleh lalu dikeringkan di dalam oven 105 oC selama 24 jam untuk mengetahui bobot bahan kering (BK) residu. Setelah itu, sampel diabukan di dalam tanur (600 oC selama 6 jam) untuk mendapatkan bobot abu, dan bobot bahan organik (BO) yang diperoleh dengan mengurangi bobot BK dengan bobot abu. Sampel blanko diperlakukan dengan cara yang sama dengan sampel perlakuan pakan, hanya di dalam sampel blanko tidak diisi dengan sampel pakan. DBK dan DBO dapat dihitung dengan rumus:

DBK % =BK sampel g - (BK residu g -BK blanko g )

BK sampel (g)×100%

DBO % = BO sampel g - (BO residu g -BO blanko g )

BO sampel (g)×100%

Pengukuran Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik

Pengukuran kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) dilaksanakan melalui dua tahap, yaitu tahap fermentasi dan tahap kecernaan berdasarkan metode Tilley and Terry (1963) yang dimodifikasi oleh Sutardi (1979). Komposisi tabung fermentor sama dengan untuk pengukuran fermentasi, hanya proses fermentasi dilakukan selama 24 jam sebagai tahap pertama. Setelah 24 jam proses fermentasi dihentikan dengan menambah larutan HgCl2 jenuh (2 tetes). Tabung fermentor lalu disentrifugasi (kecepatan 3000 rpm, 15 menit), supernatan lalu dibuang; sedangkan residu digunakan untuk pengukuran pada tahap kedua. Larutan pepsin-HCl 0.2% (20 ml) ditambahkan ke dalam residu yang kemudian diinkubasi kembali dalam kondisi aerob (39 oC). Setelah 24 jam, produk pencernaan disaring dengan kertas saring Whatman no. 41 (yang sudah diketahui bobotnya) dengan bantuan pompa vacum. Residu yang diperoleh dikeringkan di dalam oven 105 oC selama 24 jam untuk mengetahui bobot BK residu. Setelah ditimbang, sampel residu kemudian diabukan di dalam tanur 600 oC selama 6 jam untuk mendapatkan bobot abu dan bobot BO sampel residu. Penentuan BK, abu dan BO dari blanko dan bahan yang tidak difermentasi

6

dilakukan dengan prosedur yang sama seperti untuk DBK dan DBO. Untuk menentukan KCBK dan KCBO dapat dihitung dengan rumus :

KCBK % =BK sampel g - (BK residu g -BK blanko g )

BK sampel (g)×100%

KCBO % = BO sampel g - (BO residu g -BO blanko g )

BO sampel (g)×100%

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati yaitu konsentrasi NH3, konsentrasi VFA total, populasi bakteri total, populasi protozoa, sintesis protein mikroba, DBK dan DBO, KCBK dan KCBO.

Analisis Data Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan, yaitu : P1 = Jerami padi dan dedak padi (0% SKN) P2 = P1 + 2.99% SKN P3 = P1 + 5.81% SKN P4 = P1 + 8.48% SKN Rancangan percobaan yang digunakan untuk percobaan fermentasi

(konsentrasi NH3, konsentrasi VFA, DBK, DBO, bakteri total, protozoa total, dan sintesis protein mikroba) adalah rancangan acak kelompok (RAK) pola faktorial 4 x 3 dengan empat ulangan. Faktor A adalah ransum berbasis jerami dan dedak padi yang disuplementasi dengan SKN pada taraf yang berbeda (0%, 2.99%, 5.81% dan 8.48%) dan Faktor B adalah tiga waktu inkubasi (1, 3 dan 5 jam). Ulangan (kelompok) berupa cairan rumen yang diperoleh dari sapi potong yang dipotong di RPH Bubulak.

Model matematika yang digunakan adalah: Yijk = μ + τi + αj + ßk + αjßk + εijk

Keterangan : Yijk = nilai pengamatan kelompok ke-i, perlakuan ke-j dan waktu inkubasi ke-k μ = nilai rataan umum τi = pengaruh kelompok (cairan rumen) ke-i αj = pengaruh perlakuan penambahan SKN ke-j ßk = pengaruh perlakuan waktu inkubasi ke-k αjßk = pengaruh interaksi perlakuan penambahan SKN dan waktu inkubasi εijk = galat percobaan untuk kelompok ke-i, pengaruh perlakuan penambahan

SKN ke-j dan pengaruh perlakuan waktu inkubasi ke-k Rancangan percobaan yang digunakan untuk percobaan kecernaan adalah

rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Model matematika dari rancangan adalah:

Yij = μ + αi + ßj+ εij Keterangan : Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = nilai rataan umum αi = pengaruh perlakuan penambahan SKN ke-i

7

ßj = pengaruh kelompok ke-j εij = galat perlakuan penambahan SKN ke-i dan ulangan ke-j

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan diuji dengan ortogonal kontras (Steel and Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Nutrien SKN dan Ransum Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jerami padi, dedak

padi, tepung ikan, molases, tepung daun (gamal, kembang sepatu, singkong), ampas teh, dan mineral mix. Umumnya, bahan pakan tersebut belum digunakan secara optimal dan letaknya yang terpusat di satu daerah seperti ampas teh yang banyak terdapat di Jawa Barat sebagai limbah industri teh, sehingga penggunaannya dapat dijadikan sebagai pakan alternatif yang dapat meningkatkan kecernaan. Jerami padi digunakan dalam penelitian ini karena jerami padi merupakan limbah pertanian yang tersedia cukup banyak dan sering dimanfaatkan peternak lokal sebagai sumber hijauan. Namun, penggunaan jerami padi sebagai pakan tunggal hijauan saja tidak dapat memenuhi kebutuhan ternak. Selain itu, penggunaan dedak padi sebagai pakan penguat atau konsentrat juga belum cukup untuk memenuhi pasokan nutrien yang dibutuhkan ternak. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan suplementasi yang diharapkan mampu meningkatkan penggunaan nutrien jerami padi agar lebih dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Ransum berbasis jerami dan dedak padi disusun dengan komposisi ransum yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi ransum perlakuan

Bahan pakan Tingkat penambahan SKN (%)

(P1) 0

(P2) 2.99

(P3) 5.81

(P4) 8.48

(%) Jerami padi 83.34 81.82 79.44 77.19 Dedak padi 15.66 15.19 14.75 14.33 SKN: suplemen kaya nutrien

Komposisi SKN yang dibuat merupakan hasil modifikasi dari SKN yang digunakan oleh Suryahadi et al. (2012). Pemberian 2.99% SKN dalam penelitian ini setara dengan pemberian 400 g, untuk taraf 5.81% setara dengan 800 g dan taraf 8.48% setara dengan pemberian 1200 g in vivo. Formula SKN dan kandungan nutrien SKN pada penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 2. Pada penelitian ini dilakukan perbaikan terhadap kandungan protein dari SKN yang diujikan sebelumnya oleh Saputra (2011) dengan kandungan protein kasar (PK) sebesar 14.62%. Selain perbaikan terhadap PK, pada penelitian ini juga dilakukan perbaikan terhadap kadar total digestible nutrient (TDN) yang diujikan oleh Saputra (2011). Perbaikan kadar PK dan TDN pada penelitian ini diharapkan dapat menunjang kebutuhan protein dan energi untuk memenuhi kebutuhan

8

fisiologis ternak. Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan PK dalam ransum penelitian berkisar antara 8.81% sampai 9.40% dan kandungan TDN berkisar antara 55.38% sampai 56.59%.

Tabel 2 Formula SKN dan kandungan nutrien SKN

SKN: suplemen kaya nutrien, *: SKN Saputra (2011), BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen, TDN: total digestible nutrient, 1)Perhitungan TDN dengan rumus TDN= 25.6+0.53PK+1.7LK–0.474SK+0.732BETN (Sutardi 2003 dalam Wahyuni 2008)

Kandungan PK terendah dimiliki oleh ransum P1 sebesar 8.81% dimana ransum P1 merupakan ransum tanpa penambahan SKN (kontrol). Penambahan suplemen ke dalam ransum dapat meningkatkan kandungan PK ransum pada masing-masing perlakuan yaitu P2 sebesar 9.02%, P3 sebesar 9.22%, dan semakin meningkat pada P4 sebesar 9.40%. Peningkatan kandungan PK pada setiap perlakuan tidak terlalu signifikan, tetapi jika dibandingkan dengan kandungan PK pada penambahan SKN dalam penelitian Saputra (2011), kandungan PK pada penambahan 2.99% SKN mengalami perbaikan sebesar 4.01%. Penambahan SKN juga meningkatkan lemak kasar (LK) dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) masing-masing sebesar 0.68% dan 0.84% sehingga terjadi peningkatan dalam kandungan energi. Pemberian SKN pada taraf yang meningkat juga menambah

Bahan SKN SKN* SKN %

Dedak padi 60 55 Tepung ikan 10 10 Daun singkong 15 15 Daun turi 5 - Daun lamtoro 9 - Daun gamal - 4 Daun kembang sepatu - 5 Ampas teh - 5 Molases - 5 Mineral mix (campuran mineral) 1 1

Kandungan nutrien SKN* SKN %BK

Bahan kering (%) 78.74 85.36 Abu 15.42 14.72 Protein kasar 14.62 15.78 Serat kasar 22.10 17.16 Lemak kasar 5.96 5.66 BETN 41.90 46.68 TDN 1) 63.68 69.62 Calcium 1.92 1.64 Phosphor 0.25 0.75

9

suplai mineral Ca dan P. Selain meningkatkan kandungan PK, penambahan SKN juga dapat mengubah kandungan serat kasar (SK) pada setiap perlakuan. Penurunan SK pada setiap perlakuan diduga karena terjadi penurunan penggunaan jerami padi pada setiap perlakuan, dimana pada P4 memiliki kandungan SK terendah yaitu 24.64%. Kandungan nutrien ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kandungan nutrien ransum perlakuan

Kandungan nutrien

Tingkat penambahan SKN (%) (P1)

0 (P1) 2.99

(P1) 5.81

(P1) 8.48

% BK Bahan kering 92.13 91.93 91.73 91.55 Abu 18.55 18.43 18.33 18.22 Protein kasar 8.81 9.02 9.22 9.40 Serat kasar 25.34 25.09 24.86 24.64 Lemak kasar 2.58 2.67 2.76 2.84 BETN 44.73 44.78 44.84 44.89 TDN 1) 55.38 55.81 56.21 56.59 Calcium 0.04 0.08 0.13 0.17 Phosphor 0.11 0.12 0.15 0.16

SKN: suplemen kaya nutrien, BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen, TDN: total digestible nutrient, 1)Perhitungan TDN dengan rumus TDN= 25.6+0.53PK+1.7LK–0.474SK+0.732BETN (Sutardi 2003 dalam Wahyuni 2008).

Konsentrasi NH3 Amonia digunakan oleh mikroba rumen terutama bakteri untuk mensintesis

protein selnya. Amonia dihasilkan oleh protein yang didegradasi oleh enzim proteolitik. Selanjutnya asam amino – asam amino mengalami deaminasi dan menghasilkan amonia (McDonald et al. 2002). Amonia merupakan sumber nitrogen yang utama dan penting untuk sintesis protein mikroba. Tabel 4 menunjukkan efek penambahan SKN dan waktu inkubasi terhadap rataan konsentrasi NH3.

Tabel 4 Efek penambahan SKN dan waktu inkubasi terhadap rataan konsentrasi NH3

Waktu inkubasi

Tingkat penambahan SKN (%) Rataan± SD

(P1)

0 (P2) 2.99

(P3) 5.81

(P4) 8.48

Signifikan

mM 1 jam 6.46±2.31 6.49± 2.62 7.09± 1.98 7.45 ± 2.18 6.87±0.27

Kuadratik* 3 jam 7.54±3.81 7.83± 3.34 8.48± 3.18 8.73 ± 3.71 8.15±0.30

5 jam 7.18±4.33 7.31± 4.25 8.12± 4.19 8.10 ± 3.57 7.68±0.35

Rataan ± SD 7.06±1.05B 7.21±0.82B 7.90±1.11A 8.09±0.85A 7.57±0.36

Huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menandakan sangat berbeda nyata (P<0.05) (Uji ortogonal kontras), Signifikansi: kuadratik *(P<0.01) (Uji ortogonal polinomial); SKN: suplemen kaya nutrien

10

Sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi NH3 dipengaruhi oleh faktor penambahan SKN (P<0.05), waktu inkubasi (P<0.01), dan cairan rumen, tetapi interaksi antara kedua faktor tidak berpengaruh. Uji ortogonal kontras menunjukkan konsentrasi NH3 perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2, demikian pula konsentrasi NH3 perlakuan P3 dan P4. Tidak adanya perbedaan konsentrasi NH3 antara P1 dengan P2 dapat diakibatkan kadar PK yang tidak terlalu signifikan perbedaannya yaitu 8.81% dan 9.02%. Peningkatan kadar PK sebesar 0.21% menandakan adanya perbaikan dalam kualitas protein dengan penambahan SKN ke dalam ransum berbasis jerami dan dedak padi.

Peningkatan konsentrasi NH3 dari P1 hingga P4 mengindikasikan bahwa semakin bertambahnya taraf pemberian SKN maka konsentrasi NH3 meningkat. Hasil ini sejalan dengan penelitian Saputra (2011) yang menunjukkan peningkatan konsentrasi amonia tidak terlalu signifikan, tetapi meningkat dari perlakuan P1 ke P4. Konsentrasi NH3 perlakuan P3 dan P4 berbeda (P<0.01) dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P2. Hal ini menunjukkan bahwa kuantitas N/protein ransum perlakuan P3 dan P4 lebih tinggi dalam memproduksi NH3 dibandingkan P1 dan P2. Peningkatan konsentrasi NH3 pada penelitian ini disebabkan adanya perbaikan terhadap kadar PK dalam penambahan SKN. Widyobroto et al. (2007) mengatakan bahwa kandungan protein yang soluble membuat konsentrasi NH3 optimum.

Pembuatan SKN menggunakan bahan-bahan yang memiliki kandungan protein yang lebih baik dibandingkan bahan yang digunakan pada penelitian Saputra (2011) dimana pada SKN hasil modifikasi ini menggunakan daun gamal dan daun kembang sepatu yang merupakan sumber protein mudah didegradasi. Setiani (2002) menyatakan bahwa penambahan daun kembang sepatu sangat nyata (P<0.01) dalam meningkatkan konsentrasi NH3. Selain itu, pada SKN modifikasi ini juga digunakan ampas teh yang memiliki kandungan protein lebih tinggi (17.34%) jika dibandingkan dengan dedak padi (8.19%) (Saqifah et al. 2010). Adanya tanin yang terkandung dalam ampas teh juga dapat menurunkan protein yang didegradasi oleh mikroba di dalam rumen sehingga meningkatkan protein pakan yang dapat lolos ke usus halus dan digunakan untuk pertumbuhan ternak. Fathul dan Wajizah (2010) menyatakan bahwa peningkatan protein dalam ransum akan mengakibatkan enzim protease yang berasal dari mikroba rumen menjadi meningkat sehingga meningkatkan proses perombakan protein menjadi asam amino dan amonia (NH3). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2008) yaitu penggunaan SKN pada ransum berbasis rumput lapang dan konsentrat secara in vitro mempengaruhi konsentrasi NH3 yang dihasilkan. Penelitian Saputra (2011) dapat juga memperlihatkan bahwa penambahan SKN ke dalam ransum berbasis jerami padi yang diuji secara in vitro mampu meningkatkan konsentrasi NH3.

Waktu inkubasi 3 jam memiliki rataan paling optimal yaitu 8.15 mM, sedangkan pada waktu inkubasi 1 dan 5 jam masing-masing memiliki rataan sebesar 6.87 mM dan 7.68 mM dengan mengikuti persamaan kuadratik Y= -0.8674x2 + 3.8708x + 3.8717 dengan nilai R² = 0.9981. Hal ini dimungkinkan waktu 3 jam adalah waktu yang optimal bagi bakteri rumen untuk memecah protein pakan. Perubahan NH3 cairan rumen memperlihatkan terjadinya peningkatkan dari jam ke-1 sampai jam ke-3 dan penurunan dari jam ke-3 sampai jam ke-5. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Saqifah et al. (2010), dimana

11

terjadi peningkatan konsentrasi NH3 pada 0 jam sampai 3 jam fermentasi kemudian mengalami penurunan hingga jam ke-6 dengan menggunakan ransum penambahan ampas teh ke dalam jerami padi. Hal ini menunjukkan bahwa dari 1 sampai 3 jam setelah makan terjadi perombakkan protein pakan menjadi NH3 dan terjadi penurunan pada jam ke-5 karena NH3 telah dimanfaatkan untuk membentuk protein mikroba atau diserap melalui dinding rumen menuju ke hati untuk dirombak menjadi urea.

Penelitian Saputra (2011), rataan konsentrasi NH3 sebesar 2.68 mM sampai 3.61 mM, sedangkan hasil penelitian menunjukkan konsentrasi NH3 sebesar 7.06 mM sampai 8.09 mM, hasil ini berada pada kisaran normal. Hasil penelitian Prasetyo et al. (2013) mendapatkan konsentrasi NH3 sebesar 4.25 mM sampai 6.03 mM dengan menggunakan ampas tebu. Menurut Sutardi (1979), konsentrasi NH3 cairan rumen yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme rumen adalah 4 mM sampai 12 mM, sedangkan menurut McDonald et al. (2002), kebutuhan untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen yang maksimal berkisar antara 6 mM sampai 21 mM.

Konsentrasi VFA Proses degradasi karbohidrat dalam rumen terjadi melalui dua tahap yaitu

pemecahan karbohidrat kompleks menjadi gula sederhana dan pemecahan gula sederhana menjadi asam asetat, asam propionat, asam butirat, CO2, dan CH4 (McDonald et al. 2002). VFA (asam asetat, propionat, dan butirat) merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi (France and Dijkstra 2005). Tabel 5 menunjukkan efek penambahan SKN dan waktu inkubasi terhadap rataan konsentrasi VFA.

Tabel 5 Efek penambahan SKN dan waktu inkubasi terhadap rataan konsentrasi VFA

Waktu inkubasi

Tingkat penambahan SKN (%) Rataan± SD

Signifikan (P1)

0 (P2) 2.99

(P3) 5.81

(P4) 8.48

mM 1 jam 76.9±14.3 79.9 ±16.1 88.6 ± 5.7 100.3±5.7 86.4±5.6

Kuadratik* 3 jam 119.7±11.4 125.5±13.2 117.2±14.4 134.6±5.7 124.3±3.8

5 jam 79.8 ± 16.1 88.5 ± 17.1 68.6 ± 13.2 111.7±14.4 87.1±1.7

Rataan± SD 92.1±2.4B 97.9±2.1B 91.5±4.7B 115.5±5.0A 99.3±1.6

Huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menandakan sangat berbeda nyata (P<0.01) (Uji ortogonal kontras), Signifikansi: kuadratik *(P<0.01) (Uji ortogonal polinomial); SKN: suplemen kaya nutrien

Sidik ragam yang diperoleh memperlihatkan bahwa konsentrasi VFA dipengaruhi oleh faktor penambahan SKN (P<0.01), waktu inkubasi (P<0.01), dan cairan rumen (P<0.01), tetapi interaksi antara kedua faktor tidak mempengaruhi. Uji ortogonal kontras memperlihatkan konsentrasi VFA yang semakin meningkat dengan meningkatnya taraf pemberian SKN (P<0.01). Hasil uji lanjut ortogonal polinomial menunjukkan bahwa hubungan antara waktu inkubasi dengan konsentrasi VFA total dalam penelitian mengikuti persamaan kuadratik Y= -37.482x2 + 150.28x - 26.378 dengan nilai R² = 0.968 dengan Y adalah nilai duga konsentrasi VFA total (mM) dan X adalah waktu inkubasi dalam penelitian (jam).

12

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsentrasi VFA pada penambahan 2.99% SKN, tetapi pada taraf 5.81% penambahan SKN terjadi penurunan konsentrasi VFA dan meningkat kembali ditaraf 8.48%. Hal ini dapat terjadi karena VFA merupakan hasil aktivitas bakteri dan mikroba lainnya pada waktu melakukan fermentasi di dalam rumen, sehingga semakin banyak bakteri maka VFA yang dihasilkan juga akan semakin banyak. Jumlah bakteri mempengaruhi produk VFA sebesar 85%, sedangkan sebanyak 15% oleh faktor lain (Fathul and Wajizah 2010). Perlakuan P4 (penambahan SKN 8.48%) memiliki VFA total lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (115.5 mM). Tingginya konsentrasi VFA menunjukkan bahwa ransum yang digunakan mengandung bahan makanan yang mudah difermentasi seperti dedak padi dan molases dalam jumlah yang lebih tinggi daripada perlakuan lainnya. Pada penambahan 2.99% SKN, VFA total yang dihasilkan adalah 97.9 mM. Konsentrasi VFA total ini lebih tinggi dibandingkan pada penelitian Saputra (2011) yang mendapatkan konsentrasi VFA total sebesar 60.90 mM. Hal ini disebabkan adanya sumber karbohidrat mudah tercerna (molases) yang terdapat dalam SKN juga menyumbang energi sehingga semakin tinggi tingkat pemberian SKN akan meningkatkan kandungan energi di dalam perlakuan, sedangkan dalam penelitian Saputra (2011), SKN yang dibuat tidak menggunakan molases. Hasil penelitian Wahyuni (2008) dengan menggunakan molases dan pati sebagai sumber karbohidrat mudah tercerna dalam komposisi SKN dapat menghasilkan VFA total sebesar 77.35 mM. Tingginya VFA yang dihasilkan menggambarkan tinggi pula fermentabilitas pakan yang terjadi di dalam rumen.

Waktu inkubasi yang optimal menghasilkan konsentrasi VFA tertinggi adalah waktu inkubasi 3 jam dengan rataan 124.3 mM dan kemudian menurun hingga waktu inkubasi 5 jam sebesar 87.1 mM. Kinetik VFA total setelah mencapai konsentrasi optimal, kemudian akan mengalami penurunan. Sesuai dengan penelitian Nuswantara et al. (2006), terjadi peningkatan ransum yang disuplementasi dengan imbangan nitrogen - energi tinggi pada 3 jam dan kemudian semakin menurun hingga 5 jam setelah distribusi pakan. Peningkatan konsentrasi VFA pada jam ke-3 dikarenakan kondisi ekologi mikroba rumen yang lebih mantap sehingga meningkatnya aktivitas mikroba rumen dalam mencerna ransum berbasis jerami padi. Pola konsentrasi VFA total pada waktu inkubasi 1, 3, dan 5 jam menunjukkan pola yang sama pada konsentrasi NH3. Hal ini mengindikasikan bahwa pada 3 jam inkubasi merupakan waktu yang optimum untuk pertumbuhan mikroba. Lamanya waktu inkubasi dapat mempengaruhi produksi VFA yang dihasilkan. Menurut Danirih (2004), suplementasi ke dalam ransum dapat memproduksi VFA total optimum sebesar 126.25 mM sampai 144.77 mM pada waktu inkubasi 2 jam sampai 4 jam.

Konsentrasi rata - rata VFA total yang dihasilkan adalah 91.5 mM sampai 115.5 mM, hasil ini dapat mendukung pertumbuhan mikroba. Hasil penelitian ini lebih besar dari penelitian Saputra (2011) yang mendapatkan konsentrasi VFA sebesar 40.39 mM sampai 89.35 mM. Menurut McDonald et al. (2002), konsentrasi VFA total sangat bervariasi bergantung kepada pakan dan lama waktu setelah makan dengan konsentrasi VFA, normalnya yaitu 70 sampai 150 mM, sedangkan menurut Sutardi (1980), kisaran produk VFA cairan rumen yang mendukung pertumbuhan mikroba yaitu 80 mM sampai 160 mM. Produksi VFA cairan rumen dipengaruhi oleh sumber energi (Bampidis and Robinson 2006) dan

13

jenis pakan serta substratnya (Sofyan et al. 2011). VFA yang tinggi menunjukkan peningkatan kandungan protein dan karbohidrat mudah larut dari pakan (McDonald et al. 2002).

Populasi Bakteri Total

Mikroorganisme yang ada di dalam rumen dapat hidup dan melakukan aktivitasnya apabila kondisi lingkungannya mendukung. Populasi bakteri rumen total merupakan salah satu cerminan metabolisme yang terjadi di dalam rumen (McDonald et al. 2002). Flora atau bakteri rumen sebagian besar bersifat anaerob sejati, sedangkan yang bersifat anaerob fakultatif dan aerob terdapat dalam jumlah kecil (Ogimoto and Imai 1981). Tabel 6 menunjukkan rataan populasi bakteri total.

Tabel 6 Efek penambahan SKN dan waktu inkubasi terhadap rataan populasi bakteri total

Waktu inkubasi

Tingkat penambahan SKN (%) Rataan± SD (P1)

0 (P2) 2.99

(P3) 5.81

(P4) 8.48

Signifikan

Log cfu ml-1 cairan rumen 1 jam 11.20±0.07 11.26±0.06 11.19±0.08 11.28±0.02 11.24±0.03

Kuadratik* 3 jam 11.25±0.02 11.28±0.03 11.27±0.07 11.29±0.02 11.27±0.02

5 jam 11.18±0.07 11.26±0.05 11.26±0.05 11.28±0.02 11.24±0.02

Rataan± SD 11.21±003C 11.27±0.01A 11.24±0.01B 11.29±0.00A 11.25±0.01

Huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menandakan sangat berbeda nyata (P<0.01) (Uji ortogonal kontras), Signifikansi: kuadratik *(P<0.01) (Uji ortogonal polinomial); SKN: suplemen kaya nutrien

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa populasi bakteri total dipengaruhi oleh penambahan SKN (P<0.01), waktu inkubasi (P<0.05), dan cairan rumen (P<0.01), tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi antara kedua faktor. Uji ortogonal kontras memperlihatkan populasi bakteri total yang semakin meningkat dengan meningkatnya taraf pemberian SKN (P<0.01). Meskipun demikian, P4 tidak berbeda nyata dengan P2, tetapi P3 berbeda nyata dengan P1 (P<0.05). Populasi bakteri yang dihasilkan P1 sebesar 11.21 log cfu ml-1 cairan rumen dan merupakan populasi terendah dibandingkan perlakuan lainnya. Uji ortogonal polinomial pengaruh waktu inkubasi terhadap populasi bakteri total mengikuti persamaan kuadratik Y = -0.0043x2 + 0.0424x + 11.19 dengan R² = 0.9654 (Y merupakan populasi bakteri total dalam log cfu ml-1 cairan rumen dan X merupakan waktu inkubasi).

Rendahnya populasi bakteri pada P1 dikarenakan tingginya SK pada P1. SK yang tinggi menyebabkan bakteri membutuhkan waktu yang lama untuk meningkatkan populasi bakteri, karena sebagian menempel pada jerami dan dedak padi. Rendahnya populasi inilah yang diduga menjadi penyebab rendahnya kecernaan jerami padi. Penambahan SKN mampu meningkatkan populasi bakteri total pada penelitian ini. Peningkatan populasi bakteri total diduga karena adanya senyawa saponin pada kembang sepatu yang terkandung dalam SKN yang digunakan. Agen defaunasi dapat mengurangi populasi protozoa sehingga populasi mikroba di dalam produk biomasa mikroba untuk setiap perlakuan diduga didominasi oleh bakteri rumen. Saponin mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan dengan kolesterol yang ada pada membran sel eukariotik,

14

tetapi tidak pada sel prokariotik (Wina et al. 2005). Pada penelitian ini, terjadi penurunan populasi bakteri total pada perlakuan P3, tetapi rataan populasinya masih lebih besar daripada P1. Hal ini dapat membuktikan bahwa penambahan SKN mampu meningkatkan populasi bakteri total.

Pertumbuhan bakteri total paling baik adalah waktu inkubasi 3 jam dan populasi bakteri menurun sampai jam ke-5. Peningkatan populasi bakteri total dari jam ke-1 dapat disebabkan bakteri masih memiliki makanan yang cukup dari media sebelumnya. Faktor lain yang dapat menunjang populasi bakteri yang tinggi pada waktu 3 jam waktu inkubasi adalah ketersediaan NH3 dan VFA yang tinggi dan cukup untuk pertumbuhan bakteri rumen (Tabel 4 dan 5). Akan tetapi, ketika harus mencerna makanan yang sulit dicerna seperti dinding sel yang memiliki SK tinggi, bakteri harus melakukan adaptasi. Ada bakteri yang mampu beradaptasi dan ada yang gagal sehingga penurunan populasi bakteri terjadi pada jam ke-5.

Rataan populasi bakteri total sebesar 1011 cfu ml-1 cairan rumen dan memiliki rataan yang lebih besar dibandingkan dengan penelitian Sari (2011) yang mendapatkan rataan populasi bakteri 105

cfu bakteri ml-1. Perbedaam hasil penelitian ini dikarenakan komposisi dan kandungan zat makanan SKN yang berbeda (Tabel 2). Hasil ini termasuk populasi bakteri total yang normal menurut Kamra (2005) sebesar 1010 sampai 1011 cfu ml-1 cairan rumen.

Protozoa Protozoa merupakan golongan protista tinggi yang mempunyai sifat lebih

menyerupai hewan daripada tanaman atau yang biasa dikenal dengan eukariotik. Berbeda dengan bakteri yang digolongkan ke dalam prokariotik dan memiliki struktur lebih sederhana (Fardiaz 1992). Menurut Arora (1989), protozoa bersifat anaerob, apabila kadar oksigen atau pH rumen tinggi, maka protozoa tidak dapat membentuk cyte untuk mempertahankan diri dari lingkungan yang jelek, sehingga dengan cepat akan mati. Rataan populasi protozoa disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7 Efek penambahan SKN dan waktu inkubasi terhadap rataan populasi protozoa

Waktu inkubasi

Tingkat penambahan SKN (%) Rataan± SD

Signifikan (P1)

0 (P2) 2.99

(P3) 5.81

(P4) 8.48

Log sel ml-1 cairan rumen 1 jam 4.99±0.07 5.04±0.12 4.97± 0.13 4.71±0.23 4.93±0.07

Kuadratik* 3 jam 5.06±0.18 5.12±0.08 5.02±0.15 4.94±0.21 5.03±0.05

5 jam 5.09±0.14 4.99±0.15 4.93±0.11 4.81±0.20 4.96±0.04

Rataan± SD 5.05±0.05A 5.05±0.03A 4.97±0.02B 4.82±0.01C 4.93±0.02

Huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menandakan sangat berbeda nyata (P<0.01) (Uji ortogonal kontras), Signifikansi: kuadratik *(P<0.01) (Uji ortogonal polinomial); SKN: suplemen kaya nutrien.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa populasi protozoa dipengaruhi oleh penambahan SKN (P<0.01), waktu inkubasi (P<0.01), dan cairan rumen yang digunakan (P<0.01), sedangkan interaksi antara kedua faktor tidak berpengaruh. Uji ortogonal kontras memperlihatkan populasi protozoa yang semakin menurun

15

dengan meningkatnya taraf pemberian SKN (P<0.01). Hasil uji lanjut ortogonal polinomial pengaruh waktu inkubasi terhadap populasi protozoa mengikuti persamaan Y = -0.0834x2 + 0.3558x + 4.6892 dengan R² = 0.99 dengan Y merupakan populasi protozoa dalam log sel ml-1 cairan rumen dan X merupakan waktu inkubasi.

Penurunan populasi protozoa dapat terjadi karena adanya penambahan anti nutrisi berupa saponin (daun kembang sepatu) yang jumlahnya semakin meningkat di dalam ransum perlakuan P2, P3, dan P4. Perlakuan P4 memiliki rataan protozoa sebesar 4.82 log sel ml-1 cairan rumen, kondisi ini mengindikasikan bahwa peningkatan level SKN dapat menekan pertumbuhan protozoa. Penelitian Sari (2011) juga menunjukkan penurunan populasi protozoa akibat penambahan SKN. Pemberian kembang sepatu sebagai agen defaunasi dalam SKN terbukti mampu menurunkan populasi protozoa, hal yang sama juga didapatkan pada penelitian Setiani (2002), pemberian daun kembang sepatu sebanyak 100% memiliki populasi protozoa paling rendah. Selain itu, menurut Wina and Tangendjaja (2002), adanya suplementasi saponin dalam ransum akan mengurangi populasi protozoa dan diharapkan dapat meningkatkan populasi bakteri pencerna serat kasar. Defaunasi dilakukan karena kehadiran protozoa di dalam rumen cenderung merugikan, hal ini terjadi karena protozoa mempunyai sifat predator bagi mikroba rumen lain terutama bakteri dan jamur. Protozoa berperan dalam pola fermentasi rumen dengan cara mencerna partikel-partikel pati sehingga kadar asam lemak atsiri rendah, selain itu protozoa juga memangsa bakteri untuk memenuhi kebutuhannya karena kemampuan protozoa untuk mensintesis asam amino dan vitamin B kompleks sangat rendah. Protozoa memperoleh dua golongan zat makanan tersebut dari bakteri dan dapat menghidrogenasi asam-asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh. Sebagian besar protozoa memakan bakteri untuk memperoleh sumber nitrogen dan mengubah protein bakteri menjadi protein protozoa, bersamaan dengan itu memperoleh tambahan sumber protein dan pati dari ingesta rumen. Dalam mendegradasi serat, protozoa hanya berperan sekitar 25% sampai 30% (Lee and Salminen 2009).

Waktu inkubasi untuk populasi protozoa optimal pada 3 jam dan kemudian menurun hingga jam ke-5. Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan Sutardi (1979) bahwa pada 3 sampai 4 jam setelah ternak ruminansia diberi makan secara in vivo dapat dijadikan sebagai patokan dalam penentuan populasi mikroba rumen dan aktivitas puncak fermentasinya serta produk yang dihasilkannya seperti VFA dan atau NH3. Menurut Sari (2011), penurunan populasi protozoa berkaitan dengan produksi VFA. Pada waktu inkubasi 3 jam populasi protozoa paling tinggi. Hasil ini sejalan dengan konsentrasi VFA yang meningkat pula pada jam ke-3 waktu inkubasi dan disertai dengan konsentrasi NH3. Hal ini berarti ketersediaan VFA yang bersamaan dengan ketersediaan NH3 tidak hanya mendukung pertumbuhan bakteri rumen, tetapi juga dapat menekan pertumbuhan protozoa.

Rataan populasi protozoa pada penelitian ini sebesar 4.82 log sel ml-1 cairan rumen sampai 5.05 log sel ml-1 cairan rumen lebih tinggi daripada penelitian Sari (2011) yang mendapatkan rataan populasi protozoa sebesar 0.65 log sel ml-1 cairan rumen sampai 2.81 log sel ml-1 cairan rumen. Hasil penelitian menunjukkan populasi protozoa berada pada kisaran normal. Hasil ini sesuai

16

dengan Kamra (2005) yang menyatakan jumlah minimal protozoa di dalam rumen pada kondisi normal sekitar 104-106 sel ml-1 cairan rumen.

Sintesis Protein Mikroba

Sintesis protein mikroba (SPM) akan semakin rendah dengan semakin tingginya penggunaan rumput dalam pakan ternak ruminansia. Hal tersebut dikarenakan prekursor untuk sintesis protein mikroba semakin berkurang akibat kualitas rumput lapang lebih rendah daripada konsentrat. Pemberian konsentrat sebagai pakan ternak dalam jumlah tertentu sangat diperlukan sebagai penambah asupan nutrien yang baik dan membantu meningkatkan kecernaan dalam sistem rumen, karena kandungan nutrien utama dalam konsentrat merupakan protein tinggi. Kandungan protein konsentrat mengalami proses degradasi di dalam rumen oleh enzim proteolitik menjadi asam amino - asam amino, kemudian sebagian besar asam amino - asam amino mengalami katabolisme menjadi berbagai asam organik, amonia dan CO2 (Suryapratama 2005). Sintesis protein mikroba hasil penelitian disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Efek penambahan SKN dan waktu inkubasi terhadap rataan SPM Waktu

inkubasi Tingkat penambahan SKN (%) Rataan± SD

(P1) 0

(P2) 2.99

(P3) 5.81

(P4) 8.48

mg N g-1 BOTC 1 jam 263.03±53.62 325.65±145.99 283.40±73.57 304.53±139.26 294.15±99.65 3 jam 306.53±90.62 303.51±170.99 230.89±92.34 253.26±103.50 273.55±111.64 5 jam 184.14±93.72 213.09±63.03 282.18±30.27 258.09±60.59 234.37±70.86

Rataan±SD 251.23±90.65 280.75±132.12 265.49±68.59 271.96 ± 98.97 267.36±97.57 SKN: suplemen kaya nutrien, BOTC: bahan organik tercerna

Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa konsentrasi SPM tidak dipengaruhi oleh faktor penambahan SKN, maupun waktu inkubasi atau interaksi diantara kedua faktor (P<0.05). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perlakuan penambahan SKN belum mampu meningkatkan sintesis protein mikroba. Rataan sintesis protein mikroba dalam bahan organik tercerna (BOTC) pada masing-masing perlakuan adalah 251.23 mg N g-1 BOTC untuk P1, 280.75 mg N g-1 BOTC untuk P2, 265.49 mg N g-1 BOTC untuk P3, dan untuk P4 sebesar 271.96 mg N g-1 BOTC.

Rataan sintesis protein mikroba terendah terdapat pada perlakuan P1 yang diakibatkan oleh rendahnya rataan NH3 dan VFA pada perlakuan P1. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan rataan sintesis protein mikroba dengan pemberian SKN. Hal ini menunjukkan kecukupan NH3 dan VFA dalam sistem in vitro yang dapat digunakan oleh mikroba dalam cairan rumen untuk sintesis protein tubuhnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ginting (2005) bahwa tingkat degradasi protein dan karbohidrat asal pakan didalam rumen mempengaruhi efisiensi fermentasi (g N mikroba g-1 bahan organik difermentasi).

Faktor utama yang mempengaruhi sintesis protein mikroba dalam rumen adalah konsumsi bahan kering, suplai senyawa nitrogen, suplai energi terfermentasi, rasio hijauan dan konsentrat, lingkungan rumen, sinkronisasi nitrogen dan energi, vitamin dan mineral (Pathak 2008). Selain itu, menurut Ginting (2005), beberapa ko-faktor yang dibutuhkan bagi sintesis mikroba protein

17

secara efisien antara lain unsur mineral seperi S, Mg, Co, dan asam lemak rantai cabang dan asam amino. Beberapa penelitian telah menunjukkan pengaruh sinkronisasi energi dan suplai nitrogen dalam rumen baik in vivo ataupun in vitro tidak konsisten, tetapi respon sinkronisasi energi dan protein yang tersedia di dalam rumen sangatlah bervariasi (Chanjula et al. 2004).

Degradabilitas Degradabilitas menunjukkan tingkat degradasi oleh mikroba rumen. Daya

degradasi bahan pakan berhubungan erat dengan penyediaan zat makanan bagi ternak. Semakin besar daya degradasi suatu bahan makanan terutama bahan dengan kadar SK yang tinggi, maka semakin besar pula zat makanan yang diperoleh ternak, berlaku juga sebaliknya. Tabel 9 menunjukkan rataan DBK dan DBO.

Tabel 9 Efek penambahan SKN dan waktu inkubasi terhadap rataan DBK dan

DBO Waktu

inkubasi Tingkat penambahan SKN (%) Rataan± SD

(P1) 0

(P2) 2.99

(P3) 5.81

(P4) 8.48

DBK (%) 1 jam 1.343±3.15 4.49±7.29 4.96±5.59 6.78±2.12 4.39±2.353 jam 2.019±3.48 8.58±5.96 2.87±2.06 6.56±3.62 5.01±1.615 jam 3.342±4.40 9.88±6.73 8.65±5.89 6.58±2.89 7.12±1.69

Rataan± SD 2.24±0.65B 7.65±0.68A 5.49±2.13B 6.64±0.75A 5.50±0.72 DBO (%)

1 jam 5.32±2.62 7.62±6.40 8.07 ± 4.63 8.99±2.06 7.50±1.983 jam 5.65±2.85 11.55±5.83 6.38 ± 2.25 9.36±3.94 8.23±1.575 jam 7.37±4.29 13.27±6.79 12.10± 5.55 9.60±2.88 10.59±1.68

Rataan± SD 6.10±0.91 10.82±0.48 8.55 ± 1.70 9.32±0.94 8.73±0.55 Huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menandakan sangat berbeda nyata (P<0.05) (Uji ortogonal kontras); SKN: suplemen kaya nutrien, DBK: degradabilitas bahan kering, DBO: degradabilitas bahan organik.

Sidik ragam yang diperoleh memperlihatkan bahwa perlakuan tingkat penambahan SKN mempengaruhi DBK (P<0.05), sedangkan waktu inkubasi, kelompok, dan interaksi antara kedua faktor tidak mempengaruhi degradabilitas baik BK maupun BO. Uji ortogonal kontras memperlihatkan DBK yang semakin meningkat dengan meningkatnya taraf SKN (P<0.01).

Degradabilitas bahan kering dan bahan organik terendah terdapat pada perlakuan tanpa penambahan SKN (2.24% dan 6.10%), hal ini diduga karena kandungan zat makanan dalam P1 rendah sehingga mikroba rumen kurang mendapatkan sumber karbohidrat mudah dicerna untuk didegradasi. Pada penelitian Saputra (2011), nilai degradasi terendah juga terdapat pada perlakuan tanpa penambahan SKN yaitu sebesar 15.05%. Selain itu, kandungan SK juga mempengaruhi degradabilitas. Kandungan SK pada perlakuan P1 sebesar 25.34% dan memiliki nilai SK tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Kandungan SK yang tinggi disebabkan penggunaan jerami padi pada P1 lebih banyak dibandingkan perlakuan yang lain. Serat kasar yang tinggi juga dapat mempengaruhi proses pencernaan dimana pakan yang kaya serat akan sulit untuk

18

dicerna sehingga dapat mempengaruhi konsumsi pakan dan ketersediaan nutrien untuk ternak. Degradasi karbohidrat di dalam rumen dilakukan dalam dua tahap yaitu fermentasi karbohidrat kompleks menjadi gula sederhana oleh enzim-enzim mikroba dan degradasi monosakarida menjadi piruvat yang kemudian produk akhir berupa VFA (McDonald et al. 2002). Menurut McDonald et al. (2002), kandungan SK sangat berpengaruh pada nilai kecernaan, semakin tinggi kandungan SK maka kecernaan akan semakin rendah.

Rata-rata kadar DBK dan DBO pada perlakuan P2, P3, dan P4 masing-masing adalah 7.65%, 5.49%, dan 6.64% untuk DBK, dan 10.82%, 8.55%, dan 9.32% untuk DBO. Degradabilitas pada penelitian ini memiliki pola yang menurun kemudian naik kembali. Hasil ini sejalan dengan penelitian Purwantari (2008) yaitu penggunaan 20% SKN menghasilkan DBK yang rendah (58.04%) dibandingkan dengan penggunaan SKN 10% (59.50). Degradabilitas pada taraf 5.81% (P3) memiliki nilai yang terendah dibandingkan pada taraf 2.99% (P2) dan 8.48% (P4), akan tetapi, nilai ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan P1. Hal ini dapat membuktikan bahwa penambahan SKN ke dalam ransum berbasis jerami dan dedak padi mampu meningkatkan DBK dan DBO karena SKN memiliki kandungan sumber karbohidrat yang mudah difermentasi dan protein yang mudah terdegradasi. Penambahan molases pada SKN yang digunakan dalam penelitian Wahyuni (2008) terbukti dapat meningkatkan DBK pada level SKN 10%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu inkubasi 5 jam memiliki rataan paling optimal yaitu 7.12% untuk DBK dan 10.59% untuk DBO, sedangkan pada waktu inkubasi 1 dan 3 jam, memiliki rataan sebesar 4.39% dan 5.01% untuk DBK, dan 7.50% dan 8.23% untuk DBO. Hal ini disebabkan BK yang terdegradasi semakin tinggi sejalan lamanya proses fermentasi. Kondisi yang sama juga terjadi pada penelitian Saputra (2011), dimana waktu inkubasi optimum untuk degradabilitas terjadi pada jam ke-5 sebesar 18.91% untuk DBK dan 17.48% untuk DBO. Dengan demikian, semakin lamanya waktu inkubasi dapat meningkatkan DBK dan DBO.

Kecernaan

Kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut dapat berupa penghalusan bahan makanan menjadi butir-butir atau partikel-partikel kecil atau penguraian molekul besar menjadi molekul kecil. Kecernaan pakan biasanya dinyatakan berdasarkan BK dan BO sebagai suatu koefisien atau persentase (%). Kecernaan zat-zat makanan merupakan salah satu ukuran dalam menentukan kualitas suatu bahan pakan. Rataan KCBK dan KCBO hasil penelitian disajikan pada Tabel 10.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tingkat penambahan SKN mempengaruhi nilai KCBK (P<0.01) dan nilai KCBO (P<0.05). Uji ortogonal kontras memperlihatkan nilai kecernaan yang semakin meningkat dengan meningkatnya taraf pemberian SKN (P<0.01).

Kecernaan terendah terdapat pada perlakuan P1 sebesar 24.78% untuk KCBK dan 26.19% untuk KCBO. Rendahnya kecernaan pada perlakuan P1 dikarenakan komponen SK yang tinggi yang berasal dari jerami padi, SK tersebut kaya lignin (6.95) dan selulosa (33.0%) (Sutardi 1980). Kandungan lignin yang tinggi memperlambat aktivitas mikroba rumen sehingga pakan menjadi sukar larut

19

dan jumlah pakan yang dicerna menjadi sedikit. Selain itu, kadar silika yang tinggi (33%) juga merupakan faktor penghambat kecernaan jerami padi (Sarnklong et al. 2010).

Tabel 10 Efek penambahan SKN terhadap rataan KCBK dan KCBO

Peubah Tingkat penambahan SKN (%)

(P1) 0

(P2) 2.99

(P3) 5.81

(P4) 8.48

% KCBK 24.78 ± 0.91B 25.17 ± 0.75B 25.57 ± 1.14B 29.18 ± 2.88A KCBO 26.19 ± 1.26B 26.35 ± 1.33B 26.39 ± 2.66B 29.76 ± 3.24A Huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menandakan sangat berbeda nyata (P<0.01) untuk KCBK dan (P<0.05) untuk KCBO; SKN: suplemen kaya nutrien, KCBK: koefisien cerna bahan kering, KCBO: koefisien cerna bahan organik.

Rataan KCBK dan KCBO meningkat seiring dengan meningkatnya taraf pemberian SKN. Peningkatan kecernaan tersebut dapat dipengaruhi oleh sumber protein (terutama tepung daun dan tepung ikan) dalam pembuatan SKN. Protein kasar dalam rumen memiliki peranan penting, karena dalam rumen PK akan dihidrolisis menjadi peptida oleh enzim proteolisis yang dihasilkan oleh peptida. Peptida tersebut mengalami degradasi menjadi asam amino - asam amino yang kemudian akan dideaminasi menjadi NH3 untuk menyusun protein mikroba (Widodo et al. 2012). Faktor lain yang mempengaruhi adalah TDN, TDN merupakan jumlah BO pada bahan pakan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi, baik energi untuk mikrobia maupun tubuh ternak dalam bentuk ATP. Tingginya kecernaan dapat diakibatkan oleh adanya dedak padi dan molases sebagai karbohidrat yang relatif mudah larut. Zat pati tersebut akan digunakan oleh mikroorganisme rumen pada tahap awal pertumbuhannya sebagai sumber energi, setelah itu diikuti oleh penggunaan nutrien lainnya. Keadaan tersebut dapat menstimulasi perkembangan mikroorganisme dengan lebih baik, dan lebih banyak mengeluarkan enzim pencerna sehingga aktivitasnya lebih aktif, akibatnya kecernaan meningkat. Hasil KCBK dan KCBO juga sejalan dengan hasil DBK dan DBO yang meningkat dengan meningkatnya taraf SKN yang digunakan (Tabel 9).

Hasil KCBK dan KCBO semua perlakuan berkisar 24.78% sampai 29.18% dan 26.19% sampai 29.76%. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Saputra (2011) yang mendapatkan KCBK dan KCBO sebesar 21.86% sampai 28.77% dan 20.64% sampai 27.71%. Perbedaan ini dapat diakibatkan oleh sumber jerami padi, umur panen dan komposisi zat makanan yang berbeda.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penambahan SKN ke dalam ransum berbasis jerami dan dedak padi mampu meningkatkan fermentabilitas dan kecernaan yang disebabkan oleh peningkatan suplai protein dan energi, dan penurunan kadar SK di dalam ransum berbasis jerami dan dedak padi. Penambahan 8.48% SKN adalah jumlah yang

20

terbaik dalam memperbaiki fermentabilitas dan kecernaan ransum berbasis jerami dan dedak padi. Fermentabilitas tertinggi dapat dicapai saat 3 jam waktu inkubasi.

Saran Penelitian secara in vivo perlu dilakukan agar dapat menunjang hasil dari

fermentabilitas, degradabilitas, dan kecernaan ransum berbasis jerami dan dedak padi. Selain itu, perlu dilakukan proses penelitian cara penyimpanan SKN agar dapat digunakan dalam jangka waktu lama.

DAFTAR PUSTAKA

Arinong R. 2008. Pemanfaatan jerami padi untuk konservasi dan pakan ternak [internet]. [diunduh 2012 September 09]. Tersedia pada: http://www.stppgowa.ac.id/content/view/62/40

Arora SP. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Bampidis VA, Robinson PH. 2006. Citrus by products as ruminant feeds: A review. Anim Feed Sci Technol. 128: 175 - 217.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Data produksi nasional padi [internet]. [diunduh 2012 September 09]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id./sector/agri/pangan.shmtl

Chanjula P, Wanapat M, Wachirapakorn C, Rowlinson P. 2004. Effect of synchronizing starch sources and protein (npn) in the rumen on feed intake, rumen microbial fermentation, nutrient utilization and performance of lactating dairy cows. J Anim Sci. 17(10):1400‐1410.

Danirih. 2004. Evaluasi nutrisi dua macam feed block supplement (FBS) berdasarkan metabolisme dan populasi mikroba rumen [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Fathul F, Wajizah S. 2010. Additional micromineral Mn and Cu in ration to

rumen biofermentation activities of sheep in vitro method. JITV 15(1):9-15. France J, Dijkstra J. 2005. Volatile Fatty Acid Production. In: Dijkstra J, Forbes

JM and France J (Eds). Quantitative Aspect for Ruminant Digestion and Metabolism. 2nd Ed. London (UK): CABI Publishing.

Ginting SP. 2005. Sinkronisasi degradasi protein dan energi dalam rumen untuk memaksimalkan produksi protein mikroba. Wartazoa vol. 15 no. 1.

Kamra DN. 2005. Rumen microbial ecosystem. Current Scie. 89(1): 124–135. Lee YK, Salminen S. 2009. Handbook of Probiotics and Prebiotics. 2nd Ed. New

Jersey (US): John Wiley and Sons. Lopez S. 2005. in vitro and in situ techniques for estimating digestibility. In:

Dijkstra J, Forbes JM and France J (Eds). Quantitative Aspect for Ruminant Digestion and Metabolism. 2nd Ed. London (UK): CABI Publishing.

McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. New York (USA): Ashford Colour Press Ltd.

Nuswantara LK, Soejono M, Utomo R, Widyobroto BP, Hartadi H. 2006. Parameter fermentasi rumen pada sapi peranakan Friesian Holstein yang diberikan pakan basal jerami padi dengan suplementasi sumber nitrogen dan energi berbeda. J Indon Trop Anim Agric. 31 [4].

21

Ogimito K, Imai S. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Tokyo (JPN): Japan Scientific Societies Pr.

Pathak AK. 2008. Various factors affecting microbial protein synthesis in the rumen. Veterin World. 1(6):186-189.

Prasetyo D, Suhartati FM, Suryapratama W. 2013. The ratio of cane top-bagasse fermented with Phanerochaete chrysosporium, it’s effect to rumen fermented product. JIP. 1(2):514-524.

Sarnklong C, Cone JW, Pellikaan W, Hendriks WH. 2010. Utilization of rice straw and different treatments to improve its feed value for ruminants. Asian Aust J Anim Sci. 23(5):680-692.

Saputra J. 2011. Kajian in vitro fermentasi dan kecernaan ransum berbasis jerami padi yang dioptimalisasi dengan penggunaan suplemen kaya nutrien [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Saqifah N, Purbowati E, Rianto E. 2010. Pengaruh ampas teh dalam pakan konsentrat terhadap konsentrasi VFA dan NH3 cairan rumen untuk mendukung pertumbuhan sapi peranakan ongole. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010.

Sari F. 2011. Teknologi suplementasi dan pakan komplit pada ransum berbasis jerami padi terhadap populasi bakteri dan protozoa rumen [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Setiani E. 2002. Evaluasi in vitro kombinasi ampas teh (Camellia sinensis) dengan daun kembang sepatu (Hibricus rosa-sinensis) sebagai pakan domba [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Shultz TA, Shultz E. 1969. Estimation of rumen microbial nitrogen by three analytical methods. J Dairy Sci. 53:781-784.

Sofyan A, Yusiati LM, Widyastuti Y, Utomo R. 2011. Microbiological characteristic and fermentability of king grass (Pennisetum hybridi) silage treated by lactid acid bacteria-yeast inoculants consortium combined with rice bran addition. J Indon Anim Agric. 36(4): 265-272.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi ketiga. Syah M, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Sutardi T. 1979. Ketahanan Protein Bahan Makanan terhadap Degradasi oleh Mikroba Rumen dan Manfaatnya Bagi Produktivitas Ternak. Proceeding Seminar dan Penunjang Peternakan. Bogor (ID): Lembaga Penelitian Peternakan.

Sutardi T. 1980. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suryahadi, Tjakradidjaja AS, Sunaryo D. 2012. Improving production performance of peranakan ongole cows and nutrient digestibility of rice straw based diet with energy- protein supplementation and complete feed. A paper presented at 2nd International Seminar on Animal Industries (ISAI). Bogor (ID): Bogor Agricultural University.

Suryapratama W. 2005. Imbangan hijauan-konsentrat yang mengandung onggok dan pollard terfermentasi serta pengaruhnya terhadap asam lemak linoleat terkonjugasi dan produk fermentasi rumen. J Anim Prod. 7 (3): 142-149.

22

Tilley JMA, Terry RA. 1963. A two-stage tehnique for the in vitro digestion of forage crops. J Brit Grassland Soc. 18:104-111.

Wahyuni DS. 2008. Fermentabilitas dan degradabilitas in vitro serta produk biomassa mikroba ransum komplit kombinasi rumput lapang, konsentrat dan suplemen kaya nutrient [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Widodo, Wahyono F, Sutrisno.2012. Kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, produksi VFA dan NH3 pakan komplit dengan level jerami padi berbeda secara in vitro. J Anim Agric.1(1):p215-230.

Widyobroto BP, Budhi SPS, Agus A. 2007. Effect of undegraded protein and energy level on rumen fermentation parameters and microbial protein synthesis in cattle. J Indon Trop Anim Agric.32 [3].

Wina E, Tangendjaja B. 2002. Kemungkinan adanya senyawa racun dalam Accasia villosa [Bul]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Wina S, Muetzel, Hoffmann EM, Makkar HPS, Becker K. 2005. The impact of saponin-containing plant material on ruminal production - A review. J Agric Food Chem 53 : 8093–8115.

23

Lampiran 1 ANOVA dan uji ortogonal pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi NH3

SK Db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Perlakuan 11 22.68 2.06 2.01tn 2.09 2.84 Faktor A 3 9.24 3.08 2.99* 2.89 4.44 4,3 Vs 2,1 1 8.87 8.87 8.64** 4.14 7.47 4 vs 3 1 0.23 0.23 0.23tn 4.14 7.47 2 vs 1 1 0.14 0.14 0.13tn 4.14 7.47 Faktor B 2 13.18 6.59 6.42** 3.29 5.31 Linier 1 5.15 5.15 5.02* 4.14 7.47 Kuadratik 1 8.03 8.03 7.89** 4.14 7.47 A*B 6 0.27 0.04 0.04tn 2.39 3.41 Kelompok 3 378.57 126.19 122.94** 2.89 4.44 Galat 33 33.87 1.03 Total 47 435.12 ** sangat berbeda nyata (P<0.01); * berbeda nyata (P<0.05); tn tidak signifikan; SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F. Lampiran 2 ANOVA dan uji ortogonal pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi

VFA SK Db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Perlakuan 11 21037.71 1912.52 13.82** 2.09 2.84 Faktor A 3 4535.32 1511.78 10.58** 2.89 4.44 4 vs 3,2,1 1 4228.78 4228.79 29.59** 4.14 7.48 3 vs 2,1 1 303.71 303.71 2.13tn 4.14 7.48 2 vs1 1 2.82 2.83 0.02tn 4.14 7.48 Faktor B 2 14989.33 7494.67 15.74** 3.29 5.31 Linier 1 4.09 4.09 0.03tn 4.14 7.48 Kuadratik 1 14985.24 14985.24 104.86** 4.14 7.48 A*B 6 1513.05 252.18 1.77tn 2.39 3.41 Kelompok 3 1314.84 438.28 3.07* 2.89 4.44 Galat 33 4716.09 142.91 Total 47 27068.64 ** sangat berbeda nyata (P<0.01); * berbeda nyata (P<0.05); tn tidak signifikan; SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F; VFA: volatile fatty acid.

24

Lampiran 3 ANOVA dan uji ortogonal pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri total

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 11 0.06 0.01 4.59** 2.09 2.84 Faktor A 3 0.04 0.01 11.00** 2.89 4.44 4,2 vs 3,1 1 0.03 0.03 24.45** 4.14 7.47 4 vs 2 1 0.00 0.00 1.85tn 4.14 7.47 3 vs 1 1 0.01 0.01 6.70* 4.14 7.47 Faktor B 2 0.01 0.01 5.05* 3.28 5.31 Linier 1 0.00 0.00 0.61tn 4.14 7.47 Kuadratik 1 0.01 0.01 9.49** 4.14 7.47 A*B 6 0.01 0.00 1.23tn 2.39 3.41 Kelompok 3 0.05 0.02 13.36** 2.89 4.44 Galat 33 0.04 0.00 Total 47 0.15 ** sangat berbeda nyata (P<0.01); * berbeda nyata (P<0.05); tn tidak signifikan; SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F. Lampiran 4 ANOVA dan uji ortogonal pengaruh perlakuan terhadap populasi

protozoa SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Perlakuan 11 0.49 0.04 12.00** 2.09 2.84 Faktor A 3 0.33 0.11 29.51** 2.89 4.44 1,2 vs 3,4 1 0.24 0.24 64.02** 4.14 7.47 1 vs 2 1 0.00 0.00 0.43tn 4.14 7.47 3 vs 4 1 0.09 0.09 24.09** 4.14 7.47 Faktor B 2 0.09 0.04 11.99** 3.28 5.31 Linier 1 0.02 0.02 4.15* 4.14 7.47 Kuadratik 1 0.07 0.07 19.87** 4.14 7.47 A*B 6 0.07 0.01 2.30tn 2.77 3.41 Kelompok 3 0.71 0.24 63.49** 2.89 4.44 Galat 33 0.12 0.00 Total 47 1.33

** sangat berbeda nyata (P<0.01); * berbeda nyata (P<0.05); tn tidak signifikan; SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F.

Lampiran 5 ANOVA pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi SPM

SK Db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 11 78403.89 7127.63 0.72tn 2.09 2.84 Faktor A 3 5567.41 1855.80 0.19tn 2.89 4.44 Faktor B 2 29505.96 14752.98 1.49tn 3.29 5.31 A*B 6 43330.52 7221.75 0.73tn 2.39 3.41 Kelompok 3 43206.13 14402.04 1.46tn 2.89 4.44 Galat 33 325871.44 9874.89 Total 47 447481.47

** sangat berbeda nyata (P<0.01); * berbeda nyata (P<0.05); tn tidak signifikan; SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F; SPM: sintesis protein mikroba.

25

Lampiran 6 ANOVA dan uji ortogonal pengaruh perlakuan terhadap DBK SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 11 339.37 30.85 1.55* 2.09 2.84 Faktor A 3 199.06 66.35 3.34* 2.89 4.44 2, 4 vs 3,1 1 129.29 129.29 6.51* 4.14 7.47 2 vs 4 1 6.13 6.13 0.31tn 4.14 7.47 3 vs 1 1 63.64 63.64 3.20tn 4.14 7.47 Faktor B 2 65.21 32.61 1.64tn 3.28 5.31 A*B 6 75.09 12.52 0.63tn 2.39 3.41 Kelompok 3 159.65 53.22 2.68tn 2.89 4.44 Galat 33 655.59 19.87 Total 47 1154.61

** sangat berbeda nyata (P<0.01); * berbeda nyata (P<0.05); tn tidak signifikan; SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F; DBK: degradabilitas bahan kering.

Lampiran 7 ANOVA pengaruh perlakuan terhadap DBO

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 11 285.30 25.94 1.39tn 2.09 2.84 Faktor A 3 138.60 46.20 2.47tn 2.89 4.44 Faktor B 2 83.18 41.59 2.22tn 3.28 5.31 A*B 6 63.52 10.59 0.57tn 2.39 3.41 Kelompok 3 194.86 64.95 3.47* 2.89 4.44 Galat 33 525.16 15.91 33 Total 47 1005.32 ** sangat berbeda nyata (P<0.01); * berbeda nyata (P<0.05); tn tidak signifikan; SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F; DBO: degradabilitas bahan organik.

Lampiran 8 ANOVA dan uji ortogonal pengaruh perlakuan terhadap KCBK SK Db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 3 49.39 16.47 9.12** 3.86 6.99 4 vs 3,2,1 1 48.17 48.17 26.68** 5.12 10.56 3 vs 2,1 1 0.93 0.93 0.52tn 5.12 10.56 2 vs 1 1 0.30 0.30 0.17tn 5.12 10.56 Kelompok 3 16.74 5.58 3.09tn 3.86 6.99 Galat 9 16.25 1.81 Total 15 82.38 5.49

** sangat berbeda nyata (P<0.01); * berbeda nyata (P<0.05); tn tidak signifikan; SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F; KCBK: koefisien cerna bahan kering.

26

Lampiran 9 ANOVA dan uji ortogonal pengaruh perlakuan terhadap KCBO SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan 3 35.678 11.893 5.881* 3.86 6.99 4 vs 3,2,1 1 35.584 35.584 17.595** 5.12 10.56 3 vs 2,1 1 0.089 0.089 0.044tn 5.12 10.56 2 vs 1 1 0.005 0.005 0.003tn 5.12 10.56 Kelompok 3 44.63 14.88 7.28** 3.86 6.99 Galat 9 18.38 2.04 Total 15 95.14 6.34 ** sangat berbeda nyata (P<0.01); * berbeda nyata (P<0.05); tn tidak signifikan; SK: sumber keragaman, db: derajat bebas, JK: jumlah kuadrat, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F; KCBO: koefisien cerna bahan organik.

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan tanggal 12 April 1991 di Bogor, Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Wasito dan Ibu Supiah. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Tugu 6 pada tahun 1997 sampai 2003. Pendidikan dilanjutkan di SMP Negeri 8 Depok hingga tahun 2006 dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2009 di SMA Negeri 106 Jakarta.

Penulis diterima di IPB pada tahun 2009 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif sebagai bendahara Biro Promosi, Wisuda, dan Informasi, Himpunan Mahasiswa Nutrisi Ternak (HIMASITER) pada tahun 2010-2011. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang perusahaan di PT. Sierad Produce pada tahun 2012.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Anita S Tjakradidjaja, MRurSc dan Bapak Dr Ir Suryahadi, DEA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan motivasi dengan penuh kesabaran. Penulis mengucapkan terima kasih pula kepada Ibu Dr Sri Suharti, SPt MS selaku dosen penguji seminar, Bapak Prof Dr Ir I. Komang G Wiryawan dan Bapak Dr Epi Taufik, SPT MVPH MSi selaku dosen penguji sidang, Ibu Dilla Mareistia Fassah, SPt MSc selaku panitia seminar sekaligus panitia sidang yang telah memberikan saran dalam penulisan skripsi.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dian Anggraeni dan Adriani, S.Si atas bantuannya selama di Laboratorium. Regina Fidelia selaku teman satu bimbingan sekaligus satu penelitian yang banyak memberikan bantuan, penghiburan dalam suka dan duka, serta semangat yang luar biasa. Teman-teman INTP 46, Reisha, Debora, Fichar, Ichsan, dan Naufal atas bantuan selama penelitian. Penghargaan spesial penulis ucapkan kepada Ayu, Fitri, dan Vinsen atas segala keikhlasannya berbagi semangat dan keceriaan.

Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamya penulis sampaikan kepada Bapak, Ibu, Kakak Silla dan Ardy atas doa, kasih sayang, semangat, perhatian dan dukungan yang tiada hentinya hingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.