jkpkbppk-gdl-res-2009-lukmanwari-3303-laporan--8

Upload: nurul-fajri

Post on 12-Jul-2015

472 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

LAPORAN AKHIR PENELITIANDistribusi Parasit Pencernaan pada Masyarakat Beberapa Daerah dengan Ekosistem yang Berbeda di Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008INDONESIA SEHAT

2010

Oleh Lukman Waris, M.Kes & Tim

DEPARTEMEN KESEHATAN RI BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN LOKA LITBANG P2B2 TANAH BUMBU KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20080

I. LATAR BELAKANGInfeksi cacing pencernaan (usus) baik yang tergolong dalam Nematoda usus dengan siklus soil-transmitted helminthes (A.lumbricoides, A.duodenale, N.americanus, E.

vermicularis, T.trichiura dan S.stercoralis), Trematoda usus (F.buski) dan Cestoda (T. saginata, T.solium, H.nana) merupakan masalah kesehatan yang memerlukan penanganan serius terutama di daerah tropis karena prevalensi yang cukup tinggi. Penyakit cacing umumnya menyerang negara-negara yang sedang berkembang terutama pada masyarakat dengan sosial ekonomi rendah di pedesaan seperti di Indonesia. Penyakit cacing menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin, namun paling sering ditemukan pada anak usia pra sekolah yang dapat mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh dan terhambatnya tumbuh kembang anak, karena cacing mengambil sari makanan yang penting bagi tubuh, antara lain karbohidrat dan zat besi. Diare, badan kurus, kekurangan cairan (dehidrasi), anemia serta badan lemas, lesu, lubang anus terasa gatal dan mata sering berkedip-kedip merupakan gejala awal yang ditimbulkan oleh adanya infeksi cacing. Kejang-kejang pada seluruh anggota gerak, perut membuncit dan keras akibat adanya timbunan gas (kembung) merupakan tanda bahwa racun telah menyebar ke seluruh tubuh. Cacing trichuria dapat menimbulkan pendarahan kecil yang dapat menimbulkan anemia meskipun tidak separah cacing kait. Cacing penyebab panyakit pada manusia terdiri dari cacing gelang (A.lumbricoides), cacing cambuk (T.trichiura). cacing kremi

(E.vermicularis), cacing kait (N.americanus-A. duodenale), S.stercoralis dan Trematoda (F.buski) dan Cestoda (T.saginata, T.solium, H.nana). Noerhayati et.al melaporkan bahwa anak-anak karyawan P.G. Madukismo terserang A.lumbricoides (68,1-80,0%), T.trichiura (83,3-86,7%) dan cacing kait (26,2-40,0%). Hasil penelitian J.H. Cross et al di Kalimantan Barat ditemukan bahwa diantara 240 anak berumur 1-9 tahun didapatkan A.lumricoides 84%, T.trichiura 84% dan cacing kait 40,0%. Di Jakarta Pusat (1999) dilaporkan prevalensi ascariasis 73,2%, Trichiuris 60,9% dan cacing kait 17,4%. Jika Jakarta saja sebagai ibukota Negara masih ditemukan prevalensi cacing yang tinggi, bagaimana dengan daerah-daerah lain yang sanitasinya lebih jelek. Berdasarkan data penyakit infeksi dan parasit (B 35-B 99) dilaporkan bahwa sebanyak 192 kasus penyakit cacing kait dan 407 kasus (Case Fatality Rate/CFR 1,4%) Helminthiasis lainnya yang dirawat inap di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2006. Kasus rawat jalan memperlihatkan angka yang lebih tinggi lagi yaitu cacing kait

1

sebanyak 764 kasus (Admision rate/AR 1,55%) dan helminthiasis lainnya sebanyak 2.353 kasus (AD 1,57%). Penelitian yang dilakukan oleh Edi Hartojo, pada SD kelas I di Banjarbaru tahun 1999, antara 6-40% terkena cacing tambang. Data dari Dinas Kesehatan Banjarbaru (1999), diantara 60 murid SD yang diperiksa 35% positif Ascariasis, data dari SDN Palam 1,2 dan 3 di Kelurahan Palam 15-20 murid Ascariasis, 1 cacing kait. Banyak faktor yang memudahkan terjadinya penularan soil transmitted helminthes antara lain pedesaan, iklim tropis yang sangat baik bagi perkembangan cacing tersebut (diobservasi oleh Sofyan Masbar dan Purnomo di Kalimantan Selatan). Tanah yang terkontaminasi dengan telur cacing yang tersebar luas terutama di sekitar rumah, pada penduduk yang mempunyai kebiasaan membuang tinja sehingga memudahkan jari kuku anak yang bermain-main di tanah terkontaminasi (Is Suharijah et al di Sawah Lundo dan Serpong). Cacing masuk ke dalam perut manusia melalui air, sayuran dan kotoran yang menempel di tangan, kaki dan kuku. Telur cacing masuk ke dalam perut lewat makanan dan minuman yang tidak bersih. Telur cacing dalam tubuh manusia keluar bersama kotoran, kemudian terbawa angin dan menempel dalam makanan yang kita makan dan menetas di dalam usus manusia. Cacing kait dapat masuk ke dalam tubuh manusia lewat kulit kaki yang terbawa ke dalam pembuluh darah dan masuk ke dalam usus. Salah satu golongan trematoda terbesar yaitu F.buski pertama kali dilaporkan pada tahun 1982 di Desa Sei Papuyu Kecamatan Babirik kabupaten Hulu Sungai Utara dan menjadi endemik di Kalimantan Selatan (Imam H, et.al.1986), Meskipun pada tahun 1920 pernah dilaporkan adanya kasus F. buski namun tidak begitu jelas kasus tersebut berasal dari daerah mana (Handoyo et al, 1986). Kasus dengan Infection Rate 27% dengan kasus tertinggi pada anak sekolah dengan diare, sakit perut sampai perdarahan sebagai manifestasi kliniknya (Sri Oemijati, 1989). F.buski merupakan penyakit menular tidak langsung yang membutuhkan hospes dalam penyebarannya. Hospes adalah manusia, babi dan anjing sementara hospes perantara pertama berupa keong air (Segmentina, Hippeutis, Gyraulus), dan hospes perantara kedua berupa tanaman air (Trapa, Eliocharis, Zizania) sebagai tempat terjadinya enkistasi untuk kelangsungan hidupnya. Manusia dapat terinfeksi karena kebiasaan memakan tumbuhan air mentah atau tanpa dimasak dan lingkungan sanitasi yang mendukung penularan, berdasarkan hasil survei terdahulu yang dilakukan pada anak SD, ada 2 (dua) jenis tanaman air yang sering dikonsumsi sehingga patut

2

dicurigai sebagai tempat enkistasi metaserkaria yaitu teratai (umbi dan biji bunga) dan keladi air/umbi. Telah dilaporkan bahwa selain manusia, anjing juga merupakan hospes reservoir F.buski, namun berdasarkan penelitian Annida et al 2006 diketahui bahwa anjing tidak ditemukan di daerah penelitian namun terdapat kerbau rawa yang merupakan hospes reservoir F.hepatika. sampai saat ini belum diketahui hospes reservoir selain manusia dan jenis keong yang berperanan sebagai hospes perantara F.buski. di daerah penelitian juga ditemukan cacing spesies lain yaitu T.saginata, E. vermicularis, A.duodenale dan A.lumbricoides. H.nana yang menyebabkan penyakit Hymenolepiasis merupakan parasit pencernaan yang berkaitan dengan keberadaan roden/tikus sebagai hospes reservoir. Pada penderita biasanya menunjukkan densitas parasit yang tinggi karena dalam siklus hidupnya dapat terjadi secara autoinfeksi dengan manusia sebagai hospes. Tidak menyebabkan gejala, bila infeksinya berat menyebabkan mual, muntah, diare, eosinofilia dan anemia. Dalam penelitian ini juga diadakan pengobatan dengan mempergunakan obat anthelmintik berspektrum luas antara lain pyrantel pamoate dan mebendazole. Kedua obat ini dipadukan karena masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Hsieh HC et al dan Margono S et al mengatakan bahwa pyrantel pamoate efektif dan berhasil membunuh cacing-cacing yang penularannya melalui tanah (soil-transmitted helminths) yaitu

A.lumbricoides dan cacing kait serta dapat menghilangkan cacing dari tinja perorangan maupun massal, tetapi tidak efektif terhadap T.trichiura. Partono F et al mengemukakan bahwa mebendazole merupakan anthelmintik yang berspektrum luas dan efektif terhadap Nematoda usus pada umumnya (A.lumbricoides, T.trichiura, cacing kait dan o.vermicularis) hanya memberikan gejala erratic migration pada A.lumbricoides untuk beberapa penderita. Penelitian ini akan melihat distribusi parasit pencernaan pada masyarakat beberapa daerah dengan ekosistem yang berbeda di propinsi Kalimantan Selatan berdasarkan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan dan ekosistem wilayah. Penelitian berdasarkan ekosistem sangat penting karena ekosistem di Kalimantan Selatan sangat beragam sehingga memberikan keberagaman kehidupan cacing usus. Daerah rawa meliputi sebagian besar Kabupaten Hulu Sungai Utara dan sekitarnya, daerah pertambangan di Kabupaten Tabalong, Tanah Bumbu, Tapin, Pelaihari dan Kotabaru, daerah persawahan kabupaten Banjar dan Pelaihari serta perkotaan Kabupaten Banjar dan Kota Banjarmasin.

3

Dilakukan pemeriksaan faeces penduduk untuk mengetahui prevalensi beberapa parasit usus, pada penelitian epidemiologi F. buski akan dilakukan survei parasitologi untuk mengetahui angka prevalence rate F. buski, dan survei epidemiologi untuk mengidentifikasi hospes perantara 1 (hospes reservoar) dan hospes perantara 2 (tanaman air) yang berperan dalam perkembangbiakan F. buski, serta survei PSP (Pengetahuan Sikap Perilaku) masyarakat yang tinggal di Kabupaten Hulu Sungai Utara dan sekitarnya. Sehingga diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam pemberantasan F. buski secara efektif dan efisien di wilayah tersebut dan wilayah lain dengan kondisi geografis dan tipe epidemiologis yang sama.

4

II. TUJUAN PENELITIAN1. Tujuan umum

Untuk mengetahui distribusi parasitik pencernaan (cacing usus), pada masyarakat beberapa daerah dengan ekosistem yang berbeda di Propinsi Kalimantan Selatan. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui angka prevalensi Nematoda usus (A.lumbricoides, A.duodenale, N. americanus-E.vermicularis, T.trichiura dan S.stercoralis) di Kalimantan Selatan (Kabupaten Tapin, Tabalong, dan Banjar). b. Mengetahui angka prevalensi dan melengkapi data epidemiologi Trematoda usus (F.buski) di Kabupaten HSU dan HSS c. Mengetahui angka prevalensi Cestoda (T.saginata, T.solium, H.nana) di Kabupaten HSU, Pelaihari dan Banjar. d. Mengetahui ekosistem Nematoda usus (A.lumbricoides, A.duodenale, N.

americanus-E.vermicularis, T.trichiura dan S.stercoralis) di Kalimantan Selatan. e. Mengetahui ekosistem Cestoda (T.saginata, T.solium, H.nana) di Kalimantan Selatan. f. Mengetahui Pengetahuan Sikap dan Perilaku masyarakat yang berkaitan dengan parasit pencernaan di Kalimantan Selatan.

5

III. MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi data dasar untuk mengetahui gambaran penyebaran kasus penyakit cacing pencernaan sehingga dijadikan pedoman dalam pemberantasan penyakit cacing di Kalimantan Selatan dan wilayah lain yang memiliki kasus dan kondisi geografi dan tipe epidemiologi yang sama.

6

IV. Metode Penelitian1. Kerangka Konsep

Angka Prevalensi Identifikasi ParasitAgen Parasitik Pencernaan Host (man) Perilaku (Kuesioner) Lingkungan

Hospes perantara Tanaman air Air Tanah (STH)

PENGENDALIANGambar 1 Kerangka Konsep

2. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Propinsi Kalimantan Selatan (Kabupaten Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Selatan, Banjar, Pelaihari, Tabalong dan Tapin) yang mewakili daerah pertambangan, daerah persawahan, rawa-rawa dan perkotaan selama 9 bulan dari bulan Maret s/d November 2008. 3. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah observasi di lapangan dan laboratorium 4. Desain Penelitian Desain penelitian adalah observasional

7

5. Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah semua penduduk yang tinggal di daerah endemis parasit pencernaan yang dapat dijangkau dalam penelitian (accessible population). Sampel penelitian adalah penduduk yang memenuhi kriteria pemilihan (pemilihan inklusi dan kriteria ekslusi) yang bermukim pada kluster yang terpilih. Kriteria inklusi (kriteria penerimaan) adalah penduduk yang tinggal menetap berusia 2 tahun ke atas, tanpa menilai berat badan/status gizi dan jenis kelamin. Kriteria eksklusi (kriteria penolakan) adalah penduduk yang menolak untuk diteliti dan atau karena masalah etik sehingga tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian, penduduk pendatang yang menetap selama kurang dari 1 tahun, dan penderita diare. 6. Estimasi Besar Sampel, Cara Pemilihan dan Penarikan Sampel Sampel penelitian merupakan penduduk yang bersedia mengumpulkan spesimen tinjanya. Jumlah sampel penelitian sebanyak 600 orang berdasarkan rumus simple random sampling (Program Aplikasi Sampling Size) n = = Z21-/2. P(1-P)N = d2(N-1)+Z21-/2.P(1-P)

= 600

Keterangan : 1- = 90 Z = Tingkat kemaknaan = 0,1 P = Proporsi F. buski = 0,50 d = Tingkat ketetapan absolute yang dikehendaki=0,05 N = 751.775 7. VariabelVariabel Parasit intestinal Defenisi Operasional Cacing pencernaan baik telur, larva maupun dewasa dari golongan Nematoda usus, Trematoda usus dan Cestoda. Cacing dari golongan Nematoda usus yaitu A. lumbricoides, A.duodenale, N. americanus, E. vermicularis, T.trichiura dan S. stercoralis. Cacing dari golongan Trematoda usus yaitu F. buski Cacing dari golongan Cestoda yaitu T.saginata, T.solium dan H. nana. Cacing gelang penyebab Askariasis Cara Pengumpulan Data Data unit pelayanan dan hasil penelitian terdahulu Instrumen Buku Format logistik pemeriksaan faeces Pemeriksaan laboratorium 1. 2. 3. 4.

Nematoda usus

Survei lapangan dengan pengambilan dan pemeriksaan faeces

Trematoda usus

Cestoda

A.lumbricoides

Survei lapangan dengan pengambilan dan pemeriksaan faeces Survei lapangan dengan pengambilan dan pemeriksaan faeces Pemeriksaan faeces

Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan

8

A. duodenale

N. americanus

E.vermicularis

T. trichiura

S.stercoralis

F. buski

H. nana

dengan ciri-ciri morfologi: - cacing jantan berukuran 10-31 cm, ekor melingkar, memiliki 2 spikula. - Cacing betina ukuran 22-35 cm, ekor lurus, pada 1/3 bagian anterior memiliki cincin kopulasi. - Telur yang dibuahi berukuran 60 x 45 mikron, yang tidak dibuahi berukuran 90-40 mikron, Cacing kait penyebab Ankilostomiasis dengan ciri-ciri morfologi: - cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks pada bagian ekornya, cacing betina ekornya runcing. - Panjang badannya 1 cm menyerupai huruf C, - Telurnya berukuran 70x45 mikron, bulat lonjong. Cacing kait penyebab Nekatoriasis dengan ciri-ciri morfologi: - Panjang badannya 1 cm menyerupai huruf S. - Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks pada bagian ekornya, cacing betina ekornya runcing. - Telurnya berukuran 70x45 mikron, bulat lonjong. Cacing kremi penyebab Enterobiasis dengan ciri-ciri morfologi: - cacing jantan panjangnya 2-5 mm, ekor melengkung, betina panjangnya 10 mm, uterus berisi telur, ekor rincing mempunyai cephalic alae. - Telurnya berukuran 55 x 25 mikron, bentuk lonjong asimetris, berdinding tebal, berisi larva. Cacing cambuk penyebab Trikuriasis dengan ciri-ciri morfologi: - cacing jantan panjangnya 4 cm, bagian ekor melingkar, cacing betina panjangnya 5 cm, bagian ekor lurus berujung tumpul. Cacing penyebab Strongiloidiasis dengan ciri-ciri morfologi : - larva panjang 225 mikron-700 mikron. - cacing dewasa: panjang 1 mm, ekor melingkar (jantan) dan runcing (betina). dan uterus berisi telur. Trematoda penyebab Fasiolopsiasis dengan ciri morfologi : - cacing dewasa panjangnya 3-5 cm, atau berukuran 2-7 x 5-2 cm, berbentuk pipih. Batil isap kepala dan batil isap perut berdekatan, memiliki dua sekum yang tidak bercabang, uterus berisi telur, ovarium bercabang, dua testis bercabang-cabang letak atasbawah - telur berukuran 130-140 x 8085 mikron berbentuk bulat telur. cacing penyebab Himenolepiasis

dengan mikroskop dengan menemukan telur dalam tinja. Observasi dengan riwayat cacing dewasa yang keluar melalui mulut, hidung atau tinja.

laboratorium dengan Jumlah telur dalam setiap gram tinja dan obsevasi berdasarkan riwayat.

Pemeriksaan faeces dengan menemukan telur dan larva dalam faeces

Pemeriksaan laboratorium dengan Jumlah telur dalam setiap gram tinja.

Pemeriksaan faeces dengan menemukan telur dan larva dalam faeces

Pemeriksaan laboratorium dengan Jumlah telur dalam setiap gram tinja.

Pengambilan dengan anal swab dengan menemukan telur dan cacing dewasa.

Pemeriksaan laboratorium dengan Jumlah telur dalam setiap gram tinja dan obsevasi berdasarkan riwayat.

Pemeriksaan faeces dengan menemukan telur.

Pemeriksaan laboratorium dengan Jumlah telur dalam setiap gram tinja.

Menemukan larva dalam faeces, biakan atau aspirasi duodenum.

Pemeriksaan laboratorium dengan Jumlah telur dalam setiap gram tinja dan obsevasi berdasarkan riwayat.

Pemeriksaan faeces dengan menemukan telur dalam faeces.

Pemeriksaan laboratorium dengan Jumlah telur dalam setiap gram tinja.

Menemukan telur cacing

Pemeriksaan

9

T. saginata/ T. solium

PSP masyarakat

Lingkungan

dengan ciri-ciri morfologi: - cacing dewasa panjang 2,5 cm - telur ukuran 47 x 37 mikron. cacing penyebab Teniasis saginata dengan ciri-ciri morfologi: - cacing dewasa panjang 4-12 cm - telur ukuran 35x30 mikron, bulat, berdinding tebal memiliki 6 buah kait-kait.. Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang mempengaruhi terjadinya penularan cacing Tempat hidup dan berkembangbiaknya hospes dan tanaman air, kondisi sekitar tempat tinggal masyarakat yang potensial tertular cacing.

di dalam faeces.

Riwayat proglotid dalam tinja atau secara aktif keluar dari anus. Menemukan telur dalam tinja. Survei PSP masyarakat

Observasi lingkungan

laboratorium dengan Jumlah telur dalam setiap gram tinja. Pemeriksaan laboratorium dengan Jumlah telur dalam setiap gram tinja dan obsevasi berdasarkan riwayat. 1. kuesioner. 2. pengamatan langsung 1. Format suvervisi lapangan 2. alat-alat observasi lingkungan 3. dokumentasi

8. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data

1. Data primer dikumpulkan dengan cara observasi lingkungan, pengumpulan sampel tinja, pemeriksaan tinja, kuesioner untuk mengetahui PSP masyarakat tentang penyakit parasit pencernaan. Pemeriksaan dan pengukuran dilakukan dengan alat bantu mikroskop compound dan mikroskop stereo. 2. Data sekunder didapatkan dengan cara inventarisasi data-data pada tingkat propinsi, kabupaten dan kecamatan yaitu puskesmas dan dinas kesehatan propinsi serta kabupaten serta laporan penelitian terdahulu. 9. Bahan dan Cara Kerja Persiapan Kegiatan, stratifikasi lokasi berdasarkan ekosistem dan penentuan lokasi dan sampel. 1. Analisa Situasi Kabupaten dan Puskesmas Dilakukan pengumpulan data kasus parasit pencernaan yang tersedia di tingkat kabupaten dan puskesmas meliputi data penemuan dan pengobatan penderita serta data hospes (apabila tersedia). Kemudian dilakukan pengumpulan data kasus parasit pencernaan per desa selama 1 tahun terakhir. 2. Analisa Situasi Desa Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan lokasi mudah terjangkau dan merupakan daerah endemis kecacingan, dilakukan dengan membuat grafik fluktuasi kasus bulanan selama 3 tahun apabila tersedia data dan mengumpulkan kasus berdasarkan golongan umur dan jenis kelamin.

10

10. Pelaksanaan Kegiatan

1. Survei Parasitologi Survei parasitologi dilaksanakan untuk mengetahui besarnya prevalens rate dengan melakukan pemeriksaan tinja penduduk. Sehari sebelum pemeriksaan tinja kepada penduduk yang terpilih sebagai sampel dibagikan pot yang telah diisi formalin 10%.Keesokan harinya pot di ambil oleh petugas kesehatan untuk

kemudian dilakukan pemeriksaan dengan membuat sediaan langsung dengan menggunakan larutan lugol 2%. Pemeriksaan parasit usus atau cacing kait dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : Pemeriksaan Sediaan Langsung : Tinja sebanyak 0,2 gr diletakkan pada kaca benda. Kemudian ditambahkan 1-2 tetes larutan garam fisiologis dan diratakan. Selanjutnya ditutup dengan kaca penutup dan langsung diperiksa dibawah mikroskop. Untuk memberikan warna pada tinja agar telur cacing tampak lebih jelas dapat digunakan 1 tetes eosin 0,2% sebagai pengganti garam fisiologis. Bahan-bahan yang digunakan untuk Studi F. buski : 1) Larutan lugol, untuk pewarnaan spesimen stool (tinja). Untuk 100 spesimen dibutuhkan 150 cc. 2) Larutan formalin (formaldehyde) 10% digunakan untuk mengawetkan spesimen tinja (tahan sampai lama/tahunan dengan syarat tinja

terendam/terkena larutan). Untuk 100 spesimen dibutuhkan 500-600 cc. (1 spesimen sekitar 5-6 cc). 3) Kaca obyek (object glass) berikut penutupnya (cover glass) digunakan untuk menaruh spesimen yang akan diperiksa di bawah mikroskop. 4) Kantong plastik obat ukuran kecil dan sedang/besar yang punya penutup resleiting. Untuk kantong plastik ukuran kecil digunakan sebagai tempat spesimen tinja dan kantong plastik sedang/besar sebagai tempat menaruh plastik kecil yang sudah berisi spesimen tinja. Disini fungsi kantong plastik ukuran sedang/besar adalah sebagai pengaman kantong plastik kecil.

Catatan: jika menggunakan sputum pot sebagai tempat menaruh spesimen tinja dalam praktek di lapangan terasa kurang efisien dan agak menyulitkan dalam membawa.

11

5) Kantong plastik sampah ukuran besar (2 kg) digunakan untuk membawa spesimen dari lapangan. 6) Gelas ukur digunakan untuk mengencerkan formalin. 7) Spuit ( 5 buah) digunakan untuk memasukkan cairan formalin 10% ke dalam kantong plastik kecil. 8) Spidol besar (non white board) digunakan untuk menulis identitas subyek penelitian pada kantong plastik tinja kecil dan kantong plastik tinja sedang/besar. 9) Tusuk gigi digunakan untuk mengambil tinja dari kantong plastik kecil untuk ditaruh pada obyek gelas. 10) Tusuk gigi digunakan untuk mengaduk/meratakan spesimen tinja pada obyek gelas sewaktu distaining (diwarnai) dengan lugol. 11) Alkohol 70% (1-2 liter) sebagai desinfektan. 12) 13) 14) 15) 16) 17) Kapas dalam jumlah secukupnya. Cairan pemutih (So Klin) digunakan sebagai desinfektan. Sarung tangan karet (handskoon). Masker. Mikroskop minimal 2 buah. Ember kecil yang berpenutup atau stopless kue dari plastik (berpenutup) digunakan untuk menampung tinja yang positif berikut cacing buskinya. 18) 19) 20) Slaarg band (plester plastik coklat atau jernih). Tali rafia. Aqua digunakan untuk mengencerkan formalin. digunakan untuk mengawetkan cacing buski dan

2. Survei Lingkungan Terhadap lingkungan akan dilakukan pemeriksaan sercaria pada tersangka hospes perantara F.buski dari beberapa spesies siput/keong dan pemeriksaan metaserkaria pada tanaman air yang biasa dimakan mentah seperti teratai/talipuk dan sup-supan. Pemeriksaan dilakukan dengan membuat suspensi dengan cara menggerus (menggunakan blender) keong atau tanaman tersebut dan

melarutkannya secara sentrifuge atau didiamkan dalam corong selama 24 jam. Endapan diperiksa menggunakan mikroskop stereo. Pemeriksaan air dilakukan

12

secara langsung menggunakan miksroskop dengan pembesaran 10x10 untuk menemukan sercaria. 3. Survei PSP Dilaksanakan untuk mengetahui kondisi sosio-budaya, kebiasaan masyarakat yang tinggal di daerah endemis dengan cara melakukan wawancara terstruktur dengan instrumen pengumpul data berupa kuesioner kepada kepala keluarga atau salah satu anggota keluarga, berjenis kelamin laki-laki atau perempuan berusia 17-50 tahun, dan bersedia untuk diwawancara. 4. Pemberian Obat Cacing Pada sampel positif kecacingan akan diberikan pengobatan dengan memberikan obat cacing berspektrum luas (Prazikuantel 15 mg/kg BB). 5. Koleksi Parasit Koleksi parasit berupa faeces yang positif mengandung telur cacing dan cacing dewasa yang didapat sebelum maupun sesudah pengobatan. 11. Manajemen dan Analisa Data Analisa data dilakukan secara desriptif untuk memperoleh gambaran distribusi dan frekwensi parasit pencernaan menurut ekosistem untuk masing-masing jenis cacing berdasarkan orang, tempat dan waktu berupa tren kasus pada tahun terakhir dan proporsi penderita kecacingan.

13

V. HASIL PENELITIAN1. Survei Pendahuluan Sebelum dilaksanakan penelitian di 6 Kabupaten (Kab.Tanah Laut, Kab. Banjar, Kab. HSU, Kab. HSS, Kab. Tabalong, Kab. Tapin), terlebih dahulu dilakukan try out yang dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Gunung Tinggi kabupaten Tanah Bumbu. Hasil try out, pada pemeriksaan langsung diserahkan sebanyak 130 kembali 102 (78.5%) dengan hasil sebanyak 65 orang positif (63,8%) dengan rincian cacing kait (Hookworm) sebanyak 5 orang (7.7%), cacing cambuk (T.trichiura) sebanyak 41 orang (63,1%), cacing gelang (A.lumbricoides) senbanyak 13 orang (20%), cacing kremi (E.vermicularis) 1 0rang (1.5%) dan infeksi ganda (cacing kait, cacing cambuk dan cacing gelang) sebanyak 5 orang (7.7%). Pemeriksaan cara Harada Mori terhadap 5 orang penderita Hookworm. 2. Data dasar Hasil survey pendahuluan di beberapa kabupaten sample yang mewakili penelitian berdasarkan ekosistem yang berbeda didapatkan hasil rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten terkait daerah yang akan dilakukan penelitian. Daerah tersebut antara lain: - Kabupaten Banjar dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Martapura dan pengambilan sampel faeses di Madrasah Diniyah Darul Marifah - Kabupaten Tanah Laut dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Tirta Jaya dan pengambilan sampel faeses di SDN Tirta Jaya I - Kabupaten Hulu Sungai Utara dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Babirik dan pengambilan sampel faeses di SDN Kalumpang 1 dan SDN kalumpang 2 - Kabupaten Hulu Sungai Selatan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Daha Utara dan pengambilan sampel faeses di SDN Hakurung dalam - Kabupaten Tabalong dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Tanta pengambilan sampel faeses di SDN Padang Panjang 1 dan 2 - Kabupaten Tapin dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Piani dan pengambilan sampel faeses di SDN Miawa dan

14

3. Gambaran Umum Daerah Penelitian a. Gambaran Umum Kabupaten Banjar Kabupaten Banjar secara geografis terletak antara 249 55sampai 34338 Lintang Selatan dan 1143020 sampai 1153537 Bujur Timur. Letak Kabupaten Banjar berbatasan dengan Kabupaten Tapin pada sebelah Utara. Di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tanah Bumbu, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Banjarbaru dan Kabupaten Tanah Laut, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Batola dan Kota Banjarmasin. Berdasarkan keadaan topografi, Kabupaten Banjar berada pada : a. Ketinggian 0-7 meter dari permukaan laut, dimana daerah ini merupakan daerah yang tergenang air atau tergenang secara periodik seluas 28,06%, b. Ketinggian 7-100 meter dari permukaan laut, merupakan daerah persawahan seluas 28,93%, c. Ketinggian 100-500 meter dari permukaan laut, merupakan daerah

lereng/pegunungan seluas 39,88%, dan d. Ketinggian 500 meter dari permukaan laut, merupakan daerah pegunungan yang tidak produktif seluas 29,93%. Kabupaten Banjar mempunyai luas wilayah 4.668,50 km2 yang terdiri dari 17 wilayah kecamatan, 7 kelurahan dan 281 desa (Tabel 1), yang sebagian besar wilayahnya dapat ditempuh melalui jalan darat dengan menggunakan sarana transportasi roda empat.

15

Tabel 1 DATA LUAS WILAYAH, JUMLAH DESA/KELURAHAN, JUMLAH PENDUDUK DAN KEPADATAN PENDUDUK PER KECAMATAN DI KABUPATEN BANJAR TAHUN 2006

No

Kecamatan

Luas Wilayah 2 (km )

Desa

Jumlah Kelurahan 6

Desa + Kel 26 15 30 19 26 13 21 25 12 22 12 15 12 13 7 20 288

Jumlah Penduduk 7 28.453 16.909 34.465 29.706 43.383 31.224 48.595 85.827 14.908 33.072 8.201 22.180 13.731 16.930 9.508 27.056 464.148

Kepadatan Penduduk 8 132 17 56 360 534 241 330 2.042 34 153 7 149 224 113 71 902 5.365

2 3 4 5 Karang Intan 215,35 26 0 Sungai Pinang 1019,50 15 0 Simpang 611,30 30 0 Empat 4. Aluh-aluh 82,48 19 0 5. Kertak Hanyar 81,30 25 1 6. Gambut 129,30 12 1 7. Sungai Tabuk 147,30 21 0 8. Martapura 42,03 20 5 9. Pengaron 433,25 12 0 10. Astambul 216,50 22 0 11. Aranio 1166,35 12 0 12. Mataraman 148,40 15 0 13. Beruntung 61,42 12 0 Baru 14. Martapura 149,38 13 0 Barat 15. Sambung 134,65 7 0 Makmur 16. Martapura 29,99 20 0 Timur Jumlah 4668,50 281 7 Sumber : Data Sekunder (Kantor Statistik Kab. Banjar)

1 1. 2. 3.

Karakteristik lingkungan Kab. Banjar terdiri dari daerah pegunungan (Kec. Paramasan dan Kec. Pengaron), daerah sungai (Kec. Dalam Pagar, Sei Lulut, Sei Tabuk, dan Sei Rangas), daerah perkotaan (Kec. Martapura, Gambut, dan Kertak Hanyar), daerah perkebunan (Kec. Matraman dan Kec. Astambul), dan daerah tambang (Kec. Sungkai). Sebanyak 225 desa merupakan kawasan datar dan 63 desa lainnya merupakan daerah berbukit yang sebagian besar berada di wilayah Kec. Simpang Empat (21 desa) dan Kec. Sungai Pinang (14 desa). Sektor pertanian merupakan mata pencaharian terbesar pada Kabupaten Banjar (67%), selebihnya bekerja pada sektor jasa, industri, angkutan, konstruksi dan pertambangan. Pertanian merupakan sektor paling besar sumbangannya terhadap perekonomian Kabupaten Banjar, yaitu 34,81%, diikuti sektor perdagangan, jasa, restoran dan hotel, air bersih, listrik dan lain-lain.

16

Sarana sanitasi dasar yang menjadi perhatian adalah persediaan air bersih, jamban keluarga, pengelolaan sampah dan pengelolaan air limbah. Jumlah rumah tangga yang memiliki persediaan air bersih sebanyak 29,5%, dan keluarga yang memiliki jamban keluarga sebanyak 60,4%. Penggunaan air bersih oleh penduduk pada tahun 2006 baru mencapai 20%, presentase terbesar pengguna air bersih adalah sumur gali, sumur pompa tangan (SPT) dan ledeng. Jumlah keluarga yang melakukan pengelolaan sampah secara baik sebanyak 0,35% dan keluarga yang mengelola pembuangan air limbah sebesar 23,21%, sebagian besar berada di perkotaan (90%). Sedangkan jumlah tempat pembuangan sampah sementara (TPS) pada tahun 2006 sebanyak 116 buah. Kecamatan Martapura mempunyai luas wilayah 42,03 km2 yang terdiri dari 20 desa dan 5 kelurahan, dengan jumlah penduduk sebesar 85,827 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki sebesar 44,023 dan perempuan sebesar 40,936, sehingga rasio jenis kelamin 107,54. Kepadatan penduduk di wilayah Kec. Martapura rata-rata 1.500 jiwa/km2. Dilihat dari segi geografisnya, konsentrasi penduduk lebih banyak terpusat di daerah jalan negara atau propinsi dan daerah aliran sungai seperti Bincau, Tunggul Irang, Kelurahan Jawa dan Kelurahan Sei Paring. 7-100 meter dari permukaan air laut. Kec. Martapura dengan ibukotanya Martapura Kota berjarak 1 km dari ibukota Kab. Banjar, Martapura. Sedangkan dari ibukota Propinsi Kalimantan Selatan, Banjarmasin, jaraknya sekitar 40 km. Topografi wilayah Kec. Martapura berada pada ketinggian Puskesmas Martapura berada di Desa Tanjung Rema Kec. Martapura Kab. Banjar Propinsi Kalimatan Selatan. Wilayah kerja Puskesmas Martapura terdiri dari 14 Desa dengan batas-batas, yaitu pada sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Keraton, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Karang Intan, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sei Besar, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Loktabat. Luas wilayah Kerja Puskesmas Martapura adalah 25,71 km2, terdiri atas 12 Desa dan 2 Kelurahan yang menjadi wilayah Kecamatan Martapura, yaitu : 1. 2. 3. 4. Kelurahan Jawa Kelurahan Sungai Paring Desa Tanjung Rema Darat Desa Tanjung Rema

17

5. Desa Indrasari 6. Desa Labuan Tabu 7. Desa Sungai Sipai 8. Desa Cindai Alus 9. Desa Bincau Muara 10. Desa Bincau 11. Desa Jawa Laut 12. Desa Tunggul Irang 13. Desa Tunggul Irang Ulu 14. Desa Tunggul Irang Ilir Kelurahan Jawa mempunyai luas wilayah 321 Ha, yang terdiri dari dataran seluas 284 Ha dan perbukitan/pegunungan seluas 37 Ha. Pada sebelah Utara Kelurahan Jawa berbatasan dengan Desa Tunggul Irang, pada sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sungai Paring, sebelah Barat berbatasan dengan Keraton, dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tanjung Rema. Jarak ke ibukota kecamatan, yaitu Martapura Kota, sekitar 0,35 km, sedangkan jarak ke ibukota Kab. Banjar, Martapura, sekitar 0,25 km, dan jarak ke ibukota propinsi Kalimantan Selatan, Banjarmasin, sekitar 40 km. Jumlah penduduk pada tahun 2005 sebesar 14.185 jiwa yang terdiri dari laki-laki 7.087 jiwa dan perempuan 7.046 jiwa, Kepadatan penduduk Kelurahan Jawa tahun 2005 adalah 12 per km. Penduduk dengan 3552 KK. Sampel penelitian yang diambil adalah anak sekolah yang bersekolah di Madrasah Diniyah Darul Marifah, dan dibatasi hanya anak kelas I saja. Dengan pengajar yang berjumlah 24 orang, Madrasah yang beralamat di Jalan Sekumpul Gang Solihin Kelurahan Jawa ini merupakan sekolah muslim yang berkapasitas lebih dari 1.400 siswa, dengan 12 kelas yang terbagi menjadi kelas I s/d VI. Masingmasing kelas terbagi lagi menjadi Ia1 dan Ia2 khusus siswa laki-laki, yang masuk pada pagi hari, dan kelas Ib1 dan Ib2 khusus siswa perempuan, yang masuk pada sore hari. b. Gambaran Umum Kabupaten Tanah Laut Kabupaten Tanah Laut terletak paling Selatan di Propinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Pelaihari, yang dibatasi : sebelah Barat dan Selatan oleh Laut Jawa, sebelah Timur oleh Kabupaten Tanah Bumbu dan sebelah Utara oleh Kabupaten Banjar.

18

TANAH LAUTSumber : Data Sekunder (Dinas Kesehatan Tanah Laut)

Gambar 2 PETA KABUPATEN TANAH LAUT

Secara geografis Kabupaten Tanah Laut terletak di antara 114 30 20 BT dan 115 23 31 BT , dan 3 30 33 LS dan 4 11 38 LS, dengan luas wilayah 3.631,35 km 2 atau hanya 9,71% dibandingkan dengan luas wilayah Propinsi Kalimantan Selatan. Keadaan alam, dalam arti tinggi rendahnya terhadap permukaan laut dan jarak dari pantai sangat berpengaruh terhadap temperatur udara. Temperatur maksimum di Kabupaten Tanah Laut pada tahun 2004 berkisar antara 31,10C sampai 34,40C, temperatur minimum berkisar antara 22,70C sampai 24,80C dan rata-rata temperatur udara tiap bulan berkisar antara 26,40C sampai 29,50C. Keadaan alam Kabupaten Tanah Laut berupa daerah bergunung, hutan lebar,

dataran rendah dan daerah pantai, dan secara adminitratif terbagi menjadi 9 kecamatan, 133 desa dan 5 kelurahan. Wilayah paling luas adalah Kecamatan Jorong dengan luas 628,00 km2 dan kecamatan paling kecil adalah Kecamatan Tambang Ulang dengan luas 160,75 km2. Berdasarkan registrasi penduduk tahun 2007 jumlah penduduk Kabupaten Tanah Laut sebesar 251.806 jiwa, terdiri dari laki-laki 128.111 jiwa (50,88%) dan perempuan 123.695 jiwa (49,12%). Distribusi penduduk menurut kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Pelaihari 68.425 jiwa (27,17%), Kecamatan BatiBati 30.960 jiwa (12,30%), dan Kecamatan Kintap 27.385 jiwa (10,88%).

19

Kepadatan penduduk di Kabupaten Tanah Laut tahun 2007 adalah 69 penduduk per km2, dengan wilayah terpadat Kecamatan Bati-Bati 132 penduduk per km2, Kecamatan Pelaihari 119 penduduk per km2 dan Kecamatan Kurau 90 penduduk per km2. Jumlah Rumah Tangga di Kabupaten Tanah Laut tahun 2007 sebanyak 65.950 KK, masingmasing rumah tangga dihuni rata-rata 3,8 jiwa. Jumlah penduduk menurut kelompok umur 0-14 dan 65+ tahun sebanyak 81.237 jiwa dan 7.954 jiwa, serta jumlah penduduk menurut kelompok umur 15-64 tahun 162.615 jiwa. Hal ini menunjukkan rasio beban tanggungan 54,8%, yang berarti dalam 100 penduduk usia produktif menanggung 54 penduduk usia non-produktif. Rasio beban tanggungan ini relatif sama bila dibandingkan tahun 2006 sebesar 54,6%.

Tabel 2 LUAS WILAYAH, JUMLAH DESA/KELURAHAN, JUMLAH PENDUDUK, JUMLAH RUMAH TANGGA, DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT KECAMATAN KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2007

NO

KECAMATAN

LUAS WILAYAH 2 (km ) 3 336.00 628.00 548.00 537.00 575.75 343.00 234.75 152.75 268.00 3.623

JUMLAH PENDUDUK

1 1 2 3 4 5 6 7 8

2 PANYIPATAN JORONG BATU AMPAR KINTAP PELAIHARI TAKISUNG BATI BATI TAMBANG ULANG

7 19,290 23,276 20,030 27,385 68,425 25,263 30,960 13,145 24,032 251.806

JUMLAH RUMAH TANGGA (KK) 8 5,158 6,379 5,402 7,160 17,548 6,370 8,468 3,516 5,949

RATARATA JIWA/RT (KK) 9 3.7 3.6 3.7 3.8 3.9 4.0 3.7 3.7 4.0 3.8

KEPADATAN PENDUDUK 2 /km 10 57 37 37 51 119 74 132 86 90 69

KURAU 9 JUMLAH KAB/KOTA)

65.950Sumber : Data Sekunder (Kantor Statistik Kabupaten Tanah Laut)

Desa Tirta Jaya merupakan daerah berbukit dengan luas wilayah 5.50 km2 mempunyai penduduk sebanyak 1.807 jiwa, yang terdiri dari 837 laki-laki dan 907 perempuan. Secara geografis, pada sebelah Utara Desa Tirta Jaya berbatasan dengan Desa Ketapang dan Desa Kunyit, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Galam, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Atu-atu dan pada sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bumi Jaya. Sebagian besar penduduk mempunyai mata pencaharian sebagai petani, selain PNS, ABRI, dan tukang batu/tukang kayu.

20

Fasilitas umum 2 mesjid, 8 mushola, 1 puskesmas, dan 1 polindes. Di wilayah Desa Tirta Jaya terdapat 1 taman kanak-kanak, 1 sekolah taman pendidikan Al-Quran, 2 sekolah dasar dan 1 sekolah menengah pertama. Sampel penelitian yang diambil adalah murid SDN Tirta Jaya 1. Desa Tirta Jaya berada pada wilayah kerja Puskesmas Tirta Jaya. Gambaran mengenai situasi sumber daya kesehatan di Puskesmas Tirta Jaya dikelompokkan menjadi Sarana Kesehatan, Tenaga Kesehatan dan Pembiayaan Kesehatan seperti pada uraian berikut :Tabel 3 JUMLAH PUSKESMAS PEMBANTU DAN PUSKESMAS KELILING MENURUT KECAMATAN/PUSKESMAS NO 1 2 3 4 5 KECAMATAN PANYIPATAN JORONG BATU AMPAR KINTAP PELAIHARI PUSKESMAS PANYIPATAN JORONG ASAM ASAM TAJAU PECAH KINTAP PELAIHARI TANJUNG HABULU SEI RIAM TIRTA JAYA TAKISUNG BATI - BATI KAIT KAIT TAMBANG ULANG KURAU PADANG LUAS PUSTU 5 2 5 7 5 9 4 1 2 8 3 1 2 3 3 60 PUSLING 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15

6 7 8 9

TAKISUNG BATI - BATI TAMBANG ULANG KURAU JUMLAH

Sumber : Data Sekunder (Dinas Kesehatan Tanah Laut)

21

c. Gambaran Umum Kabupaten Hulu Sungai Utara Indonesia merupakan daerah endemis fasciolopsiasis yang ditemukan pada desadesa di Kabupaten Hulu Sungai Utara Propinsi Kalimantan Selatan dan sampai saat ini diketahui hanya pada wilayah ini saja penyakit cacing tersebut ditemukan. Tiga kecamatan endemis fasciolopsiasis di Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah Kecamatan Babirik, Kecamatan Danau Panggang, dan Kecamatan Sungai Pandan. Secara endemic, penyakit kecacingan ini di Indonesia hanya ditemukan di beberapa desa di Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan prevalensi antara 1,2 s/d 7,8%. Sampai saat ini angka prevalensi penyakit telah menunjukkan kecenderungan menurun, namun masih perlu penelitian mendalam karena sampai saat ini transmisi F. buski belum diketahui secara pasti, serta karakteristik alam yang serupa pada daerah yang berbatasan mulai menimbulkan kecurigaan adanya penyebaran fasciolopsiasis ke wilayah lain. Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan kabupaten yang terdiri dari 7 kecamatan dan 219 desa serta 5 kelurahan, dengan 197.557 jiwa penduduk (Tabel 1),Tabel 4 DATA KECAMATAN DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA

No

Kecamatan

Ibukota

Luas Wilayah (Km2)

Jumlah Penduduk

Jumlah Desa/Kelurahan

2 3 4 5 6 Amuntai Amuntai 56.99 42.384 29 Desa/5 Kel Tengah 2 Amuntai Teluk 79.24 33.933 44 Desa Utara Daun 3 Amuntai Telaga 183.16 24.297 30 Desa Selatan Selaba 4 Sungai Alabio 74.24 38.161 50 Desa Pandan 5 Babirik Babirik 77.44 17.393 23 Desa 6 Danau Danau 380.62 26.204 23 Desa Panggang Panggang 7 Banjang Banjang 41.01 15.185 20 Desa Jumlah 892.70 197.557 219 Desa/5 Kel Sumber : Data Sekunder (BPS Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2006)

1 1

Jarak ke Ibukota (Km) 7 0 7 4 7 25 24 1

Serta terdiri dari 12 Puskesmas (Tabel 2), memiliki luas wilayah seluas 892,7 km2 atau hanya sekitar 2,38% dari luas Propinsi Kalimantan Selatan. Secara umum kab. Hulu Sungai Utara terletak pada koordinat 2-3 Lintang Selatan dan 115-116 Bujur Timur. Pada sebelah Utara, Kab.Hulu Sungai Utara berbatasan dengan Propinsi Kalimantan

22

Tengah dan Kab.Tabalong, sebelah Selatan berbatasan dengan Kab. Hulu Sungai Selatan dan Kab.Hulu Sungai Tengah, pada sebelah Timur berbatasan dengan Kab.Balangan, dan pada sebelah Barat berbatasan dengan Kab.Barito .

Tabel 5 DATA PUSKESMAS DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA

No 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Puskesmas 2 Sungai Karias Sungai Malang Sungai Turak Haur Gading Guntung Amuntai Selatan Babirik Danau Panggang Sapala Sungai Pandan Pasar Sabtu Banjang Jumlah

Jumlah Jumlah Desa Penduduk 3 4 16.846 8 28.992 21 16.121 17 14.720 17 6.807 10 26.667 30 20.249 23 21.294 16 6.857 7 26.946 31 17.831 19 14.691 20 218.024 219

Sumber : Data Sekunder (Dinas Kesehatan Kab. Hulu Sungai Utara)

Dari total luas wilayah yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Utara, sebagian besar terdiri dari daratan rendah yang digenangi oleh lahan rawa baik yang tergenang secara monoton maupun maupun tergenang secara periodik. Kurang lebih 570 km2 adalah merupakan lahan rawa dan sebagian besar belum termanfaatkan secara optimal. Dengan kondisi dataran rendah berawa tersebut sangat memungkinkan bagi

berlangsungnya siklus hidup dari F.buski. Hal ini pula yang mungkin menjadi sebab fasciolopsiasis di Indonesia hanya terjadi di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Kegiatan penanggulangan program fasciolopsiasis tahun 2005 merupakan tahun ke-4 pelaksanaan kegiatan penelitian F.buski yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara bekerja sama dengan Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan (Puslitbangkes Pemberantasan Penyakit Penular) Depkes RI yang kegiatannya mengevaluasi kegiatan tahun 2002 dan 2003 di 3 kecamatan yang mencakup 6 desa. Survei tinja penduduk yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara pada tahun 2005 menunjukkan Incidence Rate F. buski masih tinggi di 4 desa di Kecamatan Babirik dan Danau Panggang, yaitu diatas 1%.

23

Sedangkan dari hasil pemeriksaan tinja oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara pada kegiatan Penanggulangan Program F.buski tahun 2007 sudah mengalami penurunan kasus, yaitu ditemukan hanya 6 orang (0,29%) yang positif fasciolopsiasis dari 2.067 orang yang diperiksa (Tabel 3), yaitu di Desa Sungai Papuyu Kec. Babirik sebanyak 3 orang (1,16%), di Desa Telaga Mas Kec. Danau Panggang sebanyak 1 orang (0,39%), dan di Desa Pal Batu Kec. Danau Panggang sebanyak 2 orang (0,80%).Tabel 6 HASIL PEMERIKSAAN TINJA pada KEGIATAN PENANGGULANGAN PROGRAM Fasciolopsis buski TAHUN 2006 & 2007

No

Kecamatan

Desa

1 1

2 Babirik

2

3

3 Kalumpang Dalam Sungai Papuyu Murung Panti Hulu Danau Sarang Panggang Burung Talaga Mas Kampung Baru Bararawa Ambahai Sapala Pal batu Tampakang Sungai Padang Pandan bangkal Putat Atas Pondok Babaris Rantau Karau Hilir Jumlah

Tahun 2006 Jumlah Positif Penduduk F. Yang buski Diambil Spesimen Tinja 4 5 217 8 216 234 384 364 247 308 204 134 16 0 0 5 0 0 0 0

(%)

6 3.68 7.40 0 0 1.37 0 0 0 0

Tahun 2007 Jumlah Positif Penduduk F. Yang buski Diambil Spesimen Tinja 4 5 256 0 257 3

(%)

6

1.16

261 254

0 1 0.39

249 264 267 335 307 287 0 0 0 29 0 0 0 2.067 259

2 0 0 0

0.80

6

0.29

Sumber : Data Sekunder (Dinas Kesehatan Kab. Hulu Sungai Utara)

Gambaran umum Kecamatan Babirik mempunyai luas wilayah 77.44 Km2, dan meliputi 23 Desa (Tabel 4), dimana seluas 86 Ha dan 1.302 Ha merupakan hutan rawa dan rumput rawa. Batas wilayah Kecamatan Babirik pada sebelah Utara berbatasan

24

dengan Kecamatan Danau Panggang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Daha Utara, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sungai Buluh dan pada sebelah Utara berbatasan langsung dengan Kecamatan Sungai Pandan. Kecamatan Babirik terdapat Puskesmas Babirik di wilayah kerjanya dengan cakupan 3 Puskesmas Pembantu dan 1 Puskesmas Keliling. Antara tahun 1991-2001 telah dilaksanakan survei pada 8 desa yaitu Kalumpang Dalam, Sungai Papuyu, Pajukungan, Parupukan dan Sungai Luang di Kecamatan Babirik; Desa Talaga Mas dan Sarang Burung di Kecamatan Danau Panggang; serta Desa Putat Atas di Kecamatan Sungai Pandan. Rata-rata prevalence rate pada 8 desa tersebut di atas adalah antara 3.8% (Kanwil Depkes Prov. Kalsel, 2000). Dari hasil survei yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara pada tahun 2001 yang lalu, diperoleh angka prevalensi 2.28% pada Desa Kalumpang Dalam, Talaga Mas dan Putat Atas (Informasi lisan Dinas Kesehatan Kab. Hulu Sungai Utara). Hasil survey parasitologis yang dilaksanakan pada 6 desa penelitian (Sungai Papuyu, Kalumpang Dalam, Sarang Burung, Talaga Mas, Putat Atas dan Padang Bangkal) dan 1 desa non penelitian (Sapala-Bararawa) yang mencakup 1.555 penduduk diperoleh angka prevalens sebanyak 7.8% positif fasciolopsiasis (Anorital et al., 2002).

25

Tabel 7 JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA 23 DESA di Kec. BABIRIK Kab. HULU SUNGAI UTARA

No

Nama Desa

Jenis Kelamin L P 3 593 276 377 346 862 503 702 431 239 184 335 615 232 383 408 127 218 400 488 236 430 244 426 9055 4 597 261 203 437 939 542 708 501 232 204 353 589 246 378 433 125 243 397 484 265 519 297 424 9381

Jumlah Penduduk

1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

2 Babirik Hilir Babirik Hulu Sei Janjam Sei Durait Hilir Sei Durait Tengah Sei Durait Hulu M.P. Hilir M.P. Hulu Hambuku Hilir Hambuku Baru Hambuku Lima Murung Kupang Teluk Limbung Sei Papuyu Parupukan Sei Nyiur Kalumpang uar Kalumpang Dalam Sei Luang Hilir

5 1190 537 580 783 1801 1045 1410 932 471 388 688 1204 478 761 841 252 461 797 972 501 949 541 850 18437

Jumlah Kepala Keluarga (KK) 6 312 153 131 198 571 279 354 230 142 97 178 306 120 179 227 71 127 197 254 142 314 151 226 4959

Keadaan Alam

7 Dataran rendah, pinggiran sungai Dataran rendah, pinggiran sungai Dataran rendah, pinggiran sungai Dataran rendah, pinggiran sungai Dataran rendah, pinggiran sungai Dataran rendah, pinggiran sungai Dataran rendah, pinggiran sungai Rawa, pinggiran sungai Rawa, pinggiran sungai Rawa, pinggiran sungai Rawa, pinggiran sungai Rawa, pinggiran sungai Rawa, pinggiran sungai Rawa, pinggiran sungai Rawa, pinggiran sungai Rawa, pinggiran sungai Dataran rendah, pinggiran sungai Rawa, rawan banjir Dataran rendah, rawan banjir Dataran rendah, rawan banjir Dataran rendah Dataran rendah Dataran rendah

Sei Luang Hulu 21 Sei dalam 22 Pajukungan Hilir 23 Pajukungan Hulu KECAMATAN BABIRIK

Sumber : Data Sekunder (Dinas Kesehatan Kab. Hulu Sungai Utara)

Penelitian dilaksanakan di Desa Kalumpang Dalam dengan pertimbangan bahwa desa tersebut merupakan endemis fasciolopsiasis di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Luas

26

wilayah Desa Kalumpang Dalam 8.10 Km2 dengan jumlah penduduk sebesar 797 jiwa, yang terdiri dari Laki-laki 400 jiwa dan Perempuan 397 jiwa (sebagaimana Tabel 4). Desa Kalumpang Dalam pada sebelah Selatan berbatasan langsung dengan Desa Kalumpang Luar Kecamatan Babirik, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Telaga Mas Kecamatan Danau Panggang, sebelah Utara berbatasan dengan Desa Padang Bangkal Kecamatan Sungai Pandan, dan pada sebelah Timur berbatasan dengan Desa Hambuku Lima Kecamatan Babirik. Kondisi geografis merupakan dataran rendah berawa, dimana hampir sepanjang tahun air tergenang sedalam 1-3 meter. Sehingga rumah penduduk berupa rumah panggung yang didirikan diatas air setinggi 3-4 meter. Sedangkan pada musim kemarau/musim kering, yaitu sekitar bulan Agustus-November, air akan surut bahkan kering selama 3 minggu. Dengan kondisi demikian maka penduduk pada umumnya memilki mata pencaharian sebagai peternak unggas dan pencari ikan, sedangkan pada musim kering penduduk mulai bertanam padi atau tanaman palawija di sekitar rumah atau di tanah-tanah sekitar desa. Kondisi tersebut sebagaimana Gambar 2.

Gambar 3 KONDISI DESA KALUMPANG DALAM PADA SAAT MUSIM HUJAN DAN MUSIM KEMARAU Sumber : Data Primer

Akses menuju Desa Kalumpang Dalam dapat dicapai dengan menggunakan transportasi roda dua, melewati titian/jembatan yang terbuat dari kayu ulin selebar 1,5 meter. Jembatan tersebut dibangun oleh pemerintah daerah sejak 8 tahun yang lalu, sehingga penduduk tidak lagi menggunakan jukung/perahu untuk mencapai desa-desa sekitarnya. Jembatan yang menghubungkan antara Desa Kalumpang dalam dengan

27

desa hambuku lima tersebut sepanjang 2-3 km, dan di dalam wilayah desa menghubungkan antara rumah-rumah penduduk. Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah di Desa Kalumpang Dalam adalah pembuatan Sumur Pompa Tangan (SPT) sebanyak 12 buah yang tersebar di wilayah desa, sedangkan berdasarkan swadaya masyarakat sebanyak 13 buah.

d. Gambaran Umum Kabupaten Hulu Sungai SelatanKabupaten Hulu Sungai Selatan merupakan kabupaten yang berada di tengahtengah Propinsi Kalimantan Selatan, terletak antara 022958-025610 Lintang Selatan dan 1145119-1553619 Bujur Timur. Kandangan, sebagai ibukota Kabupaten Hulu Sungai Selatan berjarak 98,75 km dari Banjarmasin bila ditarik garis lurus kearah Barat Daya, tetapi bila berdasarkan jarak tempuh jalan darat adalah 136 km. Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Hulu Sungai Tengah di sebelah Utara, dengan Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Tanah Bumbu di sebelah Timur. Sedangkan di sebelah Barat dengan Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Hulu Sungai Tengah, serta di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tanah Pinang (Tapin). Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang luasnya 1.804,94 km2 atau 4,88% dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Selatan, terbagi menjadi 11 kecamatan dengan 144 desa dan 4 kelurahan. Secara geografis Kabupaten Hulu Sungai Selatan terdiri dari dataran tinggi (pegunungan) yang memanjang dari arah Timur ke Selatan, sedangkan dari arah Barat ke Utara merupakan dataran renah alluvial yang terkadang berawa-rawa monoton. Berada pada iklim tropis dengan suhu terendah 22C dan tertinggi 32C, dengan curah hujan berkisar antara 2.500 mm sampai 3.000 mm per tahun. Jumlah penduduk Kabupaten Hulu Sungai Selatan tahun 2006 sebesar 206.212 jiwa terdiri dari 101.696 jiwa penduduk laki-laki (49,32%) dan 104.516 jiwa penduduk perempuan (50,68%), dengan sex ratio sebesar 0,97, yang artinya bahwa setiap 100 jiwa penduduk perempuan terdapat 97 orang penduduk laki-laki. Rata-rata kepadatan penduduk sebesar 114 jiwa per km2 dan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 0,47% per tahun. Berdasarkan golongan umur, proporsi penduduk kelompok umur produktif (15-64 tahun) sebanyak 138.168 jiwa (67%), sedangkan kelompok umur yang tidak produktif yaitu usia lanjut (65 tahun keatas) dan umur 0-14 tahun sebanyak 68.044 jiwa (33%). Daerah penelitian yang kami lakukan merupakan berbatasan daerah endemis fasciolopsiasis yang ditemukan pada desa-desa di Kabupaten Hulu Sungai Utara

28

Propinsi Kalimantan Selatan dan sampai saat ini diketahui hanya pada wilayah ini saja penyakit cacing tersebut ditemukan. Tiga kecamatan endemis fasciolopsiasis di Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah Kecamatan Babirik, Kecamatan Danau Panggang, dan Kecamatan Sungai Pandan. Secara endemik, penyakit kecacingan ini di Indonesia hanya ditemukan di beberapa desa di Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan prevalensi antara 1,2 s/d 7,8%. Sampai saat ini angka prevalensi penyakit telah menunjukkan kecenderungan menurun, namun masih perlu penelitian mendalam karena sampai saat ini transmisi Fasciolopsis buski belum diketahui secara pasti, serta karakteristik alam yang serupa pada daerah yang berbatasan mulai menimbulkan kecurigaan adanya penyebaran fasciolopsiasis ke wilayah lain. Kabupaten Hulu Sungai Selatan merupakan kabupaten yang terdiri dari 11 kecamatan dan 144 desa serta 4 kelurahan, dengan 206.212 jiwa penduduk (Tabel 8),Tabel 8 DATA KECAMATAN DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA

No

Kecamatan

Jumlah Penduduk 3 42.969i 39,329 29.817 13.438 15.637 17.545 17.327 8758 6.225 7758 7.409 206.212

1 1 2 3 4 5 6 7 8. 9. 10. 11.

2 Kandangan Daha Selatan Daha Utara Simpur Sungai Raya Pd. Batung Angkinang Tlg.Langsat Kalumpang Loksado Daha Barat Kabupaten

Luas Daerah (Km2) 4 106,71 322,82 268,11 82,35 80,96 203,93 58,40 58,08 135,07 338.89 149,62 1.804,94

%Luas Wilayah 5 5,91 17,89 14,85 4,56 4,49 11,30 3.24 3,24 7,48 18.78 8,29 100.00

Kepadatan Penduduk /Km2 6 403 122 111 163 193 86 294 151 46 23 50 114

Jumlah Rumah Tangga(KK) 7 12306 9.818 8.777 4.022 4.814 5.273 4.412 2511 1704 2.029 1590 57.340

Sumber : Data Sekunder (BPS Kabupaten Hulu Sungai Selatan, 2006)

Serta terdiri dari 19 Puskesmas (Tabel 2), memiliki luas wilayah seluas 1.804,94 km atau 4,88% dari luas wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Secara umum kabupaten Hulu Sungai Selatan terletak pada koordinat 2-3 Lintang Selatan dan 114-115 Bujur Timur. Ibukota Kabupaten Hulu Sungai Selatan bernama Kanangan berjarak 98,75 km dari Banjarmasin. Berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Hulu Sungai

Tengah di sebelah Utara, dengan Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Tanah Bumbu di sebelah Timur. Sedangkan di sebelah Barat dengan Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Hulu Sungai Tengah serta di sebelah Selatan dengan Kabupaten Tanah Pinang (Tapin).

29

Tabel 9 DATA PUSKESMAS DI KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

No 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.

Puskesmas 2 Padang batung Kaliring Loksado Malinau Telaga Langsat Angkinang Bamban Kandangan Jambu Hilir Gambah Sungai Raya Batang Kulur Simpur Wasah Kalumpang Bayanan Bajayau Negara Pasungkan Jumlah

Kecamatan 3 Padang Batung Loksado Telaga Langsat Angkinang Kandangan

Jumlah Desa 4 17 11 11 11 14

Sungai Raya Simpur Kalumpang Daha Selatan Daha Barat Daha Utara 11

18 11 9 16 7 19 144

Sumber : Data Sekunder (Dinas Kesehatan Kab. Hulu Sungai Selatan)

Dari total luas wilayah yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, sebagian besar terdiri dari daratan tinggi (pegunungan) yang memanjang dari arah Timur ke Selatan, sedangkan dari arah Barat ke utara merupakan dataran rendah alluvial yang terkadang berawa-rawa monoton.

Penelitian dilaksanakan di Desa Hakurung Dalam dengan pertimbangan bahwa desa tersebut merupakan daerah rawa yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Luas wilayah Desa Hakurung Dalam 4.153 Ha yang terdiri dari dataran 55 Ha dan rawa 4.098 Ha.Sedangkan luas wilayah desa menurut penggunaan lahan sawah tadah lebak 775 Ha dan lahan bukan sawah 3.374 Ha terdiri dari lahan untuk perumahan dan pemukiman 205 Ha, perkantoran 1,5 Ha dan lahan bukan sawah lainnya 3.356,5 Ha. Secara Geografis desa Hakurung tergolong dataran dengan lahan terluas adalah rawa, dengan jumlah penduduk sebesar 1964 jiwa, yang terdiri dari Laki-laki 1013 jiwa dan Perempuan 951 jiwa dengan 480 KK . Desa Hakurung Dalam pada sebelah Selatan berbatasan langsung dengan Desa Pandak Daun Kecamatan Daha Utara, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sungai Aji Kec.Babirik Kab. Hulu Sungai Utara, sebelah Utara berbatasan dengan Kab. Hulu Sungai

30

Utara, dan pada sebelah Timur berbatasan dengan Desa Hamayung/ Desa Paharangan HST. Kondisi geografis merupakan dataran rendah berawa, dimana hampir sepanjang tahun air tergenang sedalam 1-3 meter. Sehingga rumah penduduk berupa rumah panggung yang didirikan diatas air setinggi 3-4 meter. Sedangkan pada musim kemarau/musim kering, yaitu sekitar bulan Agustus-November, air akan surut bahkan kering selama 3 minggu. Dengan kondisi demikian maka penduduk pada umumnya memilki mata pencaharian sebagai peternak unggas dan pencari ikan, sedangkan pada musim kering penduduk mulai bertanam padi atau tanaman palawija di sekitar rumah atau di tanah-tanah sekitar desa. Kondisi tersebut sebagaimana Gambar 3

Gambar 4 KONDISI DESA HAKURUNG DALAM Sumber : Data Primer

Akses menuju Desa Hakurung Dalam dapat dicapai dengan menggunakan transportasi roda dua, melewati jalan setepak dan jembatan gantung 15 km dari Puskesmas Pasungkan Kecamatan Daha Utara. Jembatan tersebut dibangun oleh pemerintah daerah,sehingga penduduk tidak lagi menggunakan jukung/perahu untuk mencapai desa-desa sekitarnya. Jembatan yang menghubungkan antara Desa Hakurung Dalam dengan desa Sungai Haji sepanjang 2-3 km, dan di dalam wilayah desa menghubungkan antara rumah-rumah penduduk. Pada saat kegiatan survey di lapangan Kondisi tersebut tidak memungkinkan untuk di lalui jalan darat karena pada saat itu musim penghujan (jalan becek dan licin) sehingga di putuskan untuk memilih jalan alternatip untuk sampai ke tempat penelitian dengan menggunakan perahu /cis, sebagaimana Gambar 4.

31

Gambar 5 KONDISI MENUJU DESA HAKURUNG

e. Gambaran Umum Kabupaten Tabalong Kabupaten Tabalong dengan ibukotanya Tanjung terletak paling utara dari propinsi Kalimantan Selatan dengan batas-batas; sebelah utara dan timur dengan propinsi Kalimantan Timur, sebelah selatan dengan kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Balangan, kemudian sebelah barat dengan propinsi Kalimantan Tengah. Dengan posisi geografis berada pada 1150 9 1150 47 Bujur Timur dan 10 18 20 25 Lintang Selatan. Luas wilayah kabupaten Tabalong yang meliputi 12 kecamatan adalah 3.946 km2 atau sebesar 10,61 persen dari luas propinsi Kalimantan Selatan. Kecamatan yang terluas adalah kecamatan Muara Uya dengan 924,16 km2, kemudian kecamatan Jaro dengan 819,00 km2. Sedangkan daerah terkecil adalah kecamatan Muara Harus dengan 62,90 km2. Bentuk morfologi wilayah dapat dibagi menjadi empat bentuk yaitu daratan alluvial, dataran, bukit dan pegunungan. Jika dilihat dari persentasenya ternyata wilayah ini didominasi oleh dataran sebesar 41,34 persen dan pegunungan sebesar 29,79 persen. Wilayah kabupaten Tabalong banyak dialiri oleh sungai antara lain sungai Tabalong, sungai Anyar, sungai Jaing, sungai Kinarum, sungai Ayou, sungai Mangkupum, sungai Tamunti, sungai Walangkir, sungai Gendawang, sungai Awang, sungai Masingai, sungai Lumbang, sungai Juran, sungai Hunangin, sungai Umbu, sungai Karawili dan lain-lain. Kelembaban udara maksimum di daerah ini berkisar antara 87 100 persen dan kelembaban minimum antara 67 83 persen, sedangkan kelembaban rata-rata tiap bulan adalah 82 93 persen. Temperatur udara di suatu

32

tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Temperatur m, temperatur minimum berkisar antara 24C sampai 29C dan rata-rata temperatur udara tiap bulan berkisar antara 26C sampai 31C. Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan geografi dan perputaran/pertemuan arus udara. Curah hujan tertinggi di daerah ini terjadi pada bulan Desember yaitu 108 mm sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan April yaitu hanya 2 mm. Jumlah seluruh curah hujan selama tahun 2006 adalah 2.346 mm dan jumlah hari hujan adalah 92 hari. Dari seluruh angkatan kerja Kabupaten Tabalong 63, 9% bekerja pada sektor agraris , Selebihnya bekerja pada sektor perdagangan, jasa dan lain-lain. 2,5% yang berusia 10 tahun ke atas tidak atau belum mengecap pendidikan formal, 14,1% tidak tamat SD dan hanya 30,7% yang tamat SD sedangkan yang menyelesaikan pendidikan tinggi di universitas persentasenya hanya 5,4%. Suku yang mendominasi Kabupaten Tabalong adalah suku Banjar dan Dayak dengan jumlah 141.347 jiwa dan sisanya terdiri dari Jawa, Bugis, Madura, Mandar, Bakumpai, Sunda dan lainnya. Sebagian besar penduduk Kabupaten Tabalong beragama Islam yaitu sebesar 163.926 dan sisanya katolik, Protestan, Hindu, Budha dan lainnya. (data tahun 2004). Kecamatan Tanta mempunyai luas wilayah 172,10 km yang terdiri dari 14 desa dengan jumlah penduduk 15.343 jiwa dengan jumlah 3.991 kepala keluarga. Adapun luas wilayah Kecamatan Tanta.

33

Tabel 10 Luas Wilayah Kecamatan Tanta No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Nama Desa Tanta Tanta Hulu Mangkusip Barimbun Walangkir Murung Baru Lukbayur Padangin Pamarangan Kanan Puain Kanan Pulau Kuu Tamiyang Warukin Padang Panjang Jumlah Luas Wilayah (Km2) 12,5 12,5 16,61 13,73 12,38 4,50 8,37 5,50 13,25 16,92 6,16 5,90 19,28 24,50 172,10

Adapun jarak Kecamatan Tanta dengan ibukota kabupaten 4 km, yang bisa dilewati dengan kendaraan roda dua maupun dengan roda empat dengan kondisi jalan yang cukup baik sehingga cukup mudah untuk menjangkaunya, akan tetapi masih ada beberapa desa yang kondisi jalannya kurang baik sehingga dapat mempersulit dalam melakukan pembinaan ke desa tersebut. Wilayah Kecamatan Tanta berbatasan dengan : - Sebelah utara - Sebelah timur : Kecamatan Murung Pudak : Kecamatan Hulu Sungai Utara

- Sebelah selatan : Kecamatan Muara Harus - Sebelah barat : Kecamatan Tanjung

Wilayah Puskesmas meliputi 14 Desa (regrouping dari 23 Desa) dengan 3 Desa tertinggal (Walangkir, Tamiyang dan Pulau Kuu) dan 1 lokasi transmigrasi (UPT Padang Panjang). Jarak Desa yang paling jauh dari Puskesmas adalah + 17 km. Jumlah penduduk Kecamatan Tanta pada tahun 2007 adalah 15.343 jiwa, yang

terdiri atas 7.652 laki-laki dan 7.691 perempuan, dengan jumlah keluarga 3.991 KK. Dengan perincian sebagai berikut :

34

Tabel 11 Jumlah Penduduk Kecamatan Tanta Tahun 2007

No

Nama Desa

Jumlah KK 396 221 398 239 223 193 273 268 234 268 267 131 483 502

Penduduk Tahun 2007 Laki-laki Perempuan Jumlah 704 468 688 495 459 349 485 487 393 487 573 252 870 1057 733 423 725 509 449 377 522 475 411 475 575 262 962 932 1437 891 1413 1004 908 726 1007 991 804 962 1148 514 1832 1989

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. D 15.

Tanta Tanta Hulu Mangkusip Barimbun Walangkir Murung Baru Lukbayur Padangin Pamarangan Kanan Puain Kanan Pulau Kuu Tamiyang Warukin Padang Panjang Jumlah

3.991

7.652

7.691

15.343

Desa Padang Panjang pada sebelah Selatan berbatasan langsung dengan Desa Warukin Kecamatan Tanta Kab Tabalong, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Walangkir Kec.Tanta Kab. Tabalong, sebelah Utara berbatasan dengan desa Maburai Kec. Murung Pudak Kab. Tabalong, dan pada sebelah Timur berbatasan dengan Desa Dahai Kec. Paringin Kab. Balangan. Kondisi geografis merupakan dataran hutan,perkebunan karet, dan area pertambangan, Dengan kondisi demikian maka penduduk pada umumnya memilki mata pencaharian sebagai penyadap karet, penambang batubara, peternak unggas dan pencari ikan, Desa Padang Panjang berada di daerah Hutan dan area Pertambangan dimana aktifitas masyarakat hampir seluruhnya tergantung pada air pembagian dari PT Adaro 2 kali seminggu dengan kapasitas tampung air 1500 M, antara lain buang air, mandi, mencuci pakaian, mencuci bahan masakan, alat makan, bahkan menggosok gigi. Pembagian air dari PT Adaro tersebut dirasakan tidak mencukupi semua kebutuhan dan aktivitas masyakarat di desa padang panjang, sehingga tak jarang mereka harus membeli air sendiri, atau pergi ke sungai / danau untuk melakukan aktivitas mandi, mencuci dll. Kondisi air tersebut dapat mengakibatkan menurunnya kwalitas personal hygiene sehingga dapat dibayangkan bahwa keadaan tersebut mengkondisikan masyarakat

35

berada pada tingkat resiko untuk terinfeksi parasitic pencernaan. Kondisi tersebut sebagaimana Gambar 1.

Gambar 6 KONDISI DESA PADANG PANJANG Sumber : Data Primer

36

Akses menuju Desa Padang Panjang 15 km dari Puskesmas Tanta Kecamatan Tanta. Penduduk Desa Padang Panjang tidak mengalami kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan, karena di desa tersebut terdapat Polindes. f. Gambaran Umum Kabupaten Tapin Kabupaten Tapin dengan ibukotanya Rantau terletak di bagian tengah provinsi Kalimantan Selatan yang berjarak sekitar 110 km dari ibukota provinsi, Banjarmasin yang terdiri dari dataran tinggi 4.229 km2, daerah rawa atau pasang surut 4.471 km2 dan secara geografis terletak pada 2o.11.40 3o.11.50 Lntang Selatan dan 114o.4.27 115o.31.20 Bujur Timur, dengan batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur Sebelah Barat : Kab. Hulu Sungai Selatan : Kab. Banjar : Kab. Hulu Sungai Selatan : Kab. Barito Kuala.

Terdiri dari 10 kecamatan dan 131 desa/ kelurahan dengan luas wilayah seluruhnya 2.700,83 km2 atau 4,23% dari luas provinsi Kalimantan Selatan. Wilayah kecamatan yang paling luas dalah kecamatan Candi Laras Utara yaiu 730,48 km2 atau 27,05% dari seluruh wilayah Kabupaten Tapin. Sedangkan kecamatan yang terkecil adalah Tapin Utara yaitu hanya seluas 71,49 km2 atau 2,65% dari luas wilayah Tapin seluruhnya. Letak geografis kabupaten Tapin sangat strategis sehingga menyebabkan mobilitas penduduk yang cukup tinggi untuk melakukan aktifitas sehari-hari dari dan ke kabupaten Tapin, selain itu Tapin menjadi tempat persinggahan penduduk yang meakukan perjalanan baik antar kota dalam propinsi Kalimantan Selatan maupun antar propinsi di pulau Kalimantan melalui transportasi darat. Penyebaran penduduk tidak merata. Kepadatan penduduk di kabupaten Tapin ini mencapai 55 jiwa/km2. Kecamatan Tapin Utara sebagai daerah ibukota kabupaten Tapin memiliki kepadatan tertinggi sekitar 274 jiwa/km2. Kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk tidak saja mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk tetapi juga

mempengaruhi komposisi penduduk. Derajat kesehatan merupakan tingkat kesehatan perorangan, kelompok atau masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (fisik, biologis), faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan dan genetik. Indikator yang sering digunakan untuk mengukur derajat kesehatan adalah maortalitas, morbiditas, dan status gizi.

37

Rekomendasi pemilihan daerah penelitian yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kab. Tapin berasal dari kesepakatan antara 3 bidang yaitu Bidang P2M, Bidang Kesehatan Keluarga, dan Bidang Yankes. Daerah yang disarankan untuk menjadi daerah penelitian adalah wilayah Kec. Piani. Adapun indikator yang digunakan untuk memilih daerah tersebut antara lain berdasarkan perspektif lingkungan dan ekosisten daerah yang merupakan daerah hutan, berdasarkan kondisi status gizi masyarakat yang dibawah rata-rata, dan berdasarkan kurangnya daya jangkau pelayanan kesehatan ke daerah tersebut.

Gambar 2. Peta Kecamatan Piani

1 2 6 5 3

8Keterangan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

7

4

Desa Bunun Jaya Desa Belawaian Desa Batung Desa Harakit Desa Pipitak Jaya Desa Batu Ampar Desa Baramban Desa Miawa

Gambar 7. Peta Kab. Tapin

38

Kecamatan Piani mempunyai luas wilayah 131.24 km yang terdiri dari 8 desa dengan jumlah penduduk 4,884 jiwa dengan jumlah 1,291 kepala keluarga. Adapun

Luas Wilayah per Desa dapat dilhat pada tabel berikut :Tabel 12 DATA KECAMATAN DI KABUPATEN TAPINNO KECAMATAN LUAS WILAYAH (km ) 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2 Tapin Utara Binuang Hatungun Tapin Selatan Salam Babaris Tapin Tengah Bungur Bakarangan Candi Laras Selatan Candi Laras Utara Lokpaikat Piani 3 71.49 18.10 123.98 213.00 153.00 342.20 148.96 22.54 327.85 730.48 117.98 131.24 2,700.82 7 19,999 5,586 23,328 6,298 7,679 2,059 15,756 4,117 8,566 2,636 18,348 4,986 9,155 2,655 8,565 2,273 11,988 3,423 16,067 4,546 7,665 2,085 4,884 152,000 1,291 41,955 37 56 65 22 37 70 61 54 56 74 62 107 2802

JUMLAH PENDUDUK

JUMLAH RUMAH TANGGA 8

KEPADATAN PENDUDUK /km2 10

JUMLAH KABUPATEN

Sumber : Kantor Statistik Kabupaten Tapin

Adapun jarak Kecamatan Piani dengan ibukota kabupaten 17 km, yang bisa dilewati dengan kendaraan roda dua maupun dengan roda empat dengan kondisi jalan yang cukup baik dan sedikit naik tanjakan gunung sehingga cukup mudah untuk

menjangkaunya, akan tetapi masih ada beberapa desa yang kondisi jalannya kurang baik sehingga dapat mempersulit dalam melakukan pembinaan ke desa tersebut. Wilayah Kecamatan Piani berbatasan dengan : - Sebelah utara - Sebelah timur - Sebelah selatan - Sebelah barat : Kecamatan Lukpaikat : Kecamatan Candi Laras : Kecamatan Bakaraan : Kecamatan Bungur

Wilayah Puskesmas meliputi 8 Desa, Jarak Desa yang paling jauh dari Puskesmas adalah + 17 km. Penelitian dilaksanakan di Desa Miawa dengan pertimbangan bahwa desa tersebut merupakan daerah hutan dan areal pertambangan yang ada di Kabupaten

39

Tapin. Luas wilayah Desa Miawa 131,24 Ha. Secara Geografis desa Miawa tergolong dataran tinggi dengan lahan terluas adalah hutan, dengan jumlah penduduk sebesar 4884 jiwa, yang terdiri atas 1,896 laki-laki dan 1,862 perempuan. Kondisi geografis merupakan dataran hutan,perkebunan karet, dan area

pertambangan, Dengan kondisi demikian maka penduduk pada umumnya memilki mata pencaharian sebagai penyadap karet, penambang batubara, peternak unggas dan pencari ikan, dan berkebun.

Gambar 8 KONDISI DESA MIAWA

Akses menuju Desa Miawa 17 km dari Kab. Tapin. Penduduk Desa Miawa tidak mengalami kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan, karena di desa tersebut terdapat Puskesmas Piani. 3. Pelaksanaan Survei Parasitologi Hasil pengambilan sampel spesimen faeces pada anak sekolah dasar berjumlah 912 buah yang dikumpulkan pada bulan Juni s/d Oktober 2008 dari 6 kabupaten sampel. Spesimen faeses diperiksa dengan cara pemeriksaan langsung menggunakan larutan lugol, dan cara tidak langsung, yaitu cara pengapungan dengan larutan NaCl jenuh (Willys Mallory Brine Floatation Method), cara pengapungan dengan zink sulfat (Faust at al, 1938). Dari hasil pemeriksaan spesimen faeses yang dilakukan terhadap 912 anak, didapatkan 189 anak (20,7%) yang positif menderita kecacingan. Infeksi cacing

40

terbanyak yaitu cacing gelang (A.lumbricoides) sebanyak 96 orang(50,79%), cacing kait (N.americanus atau A.duodenale) sebanyak 39 orang (20,6%), cacing kremi (E. vermicularis) sebanyak 15 orang (7,9%), Hymenolepis sp. sebanyak 19 orang (10,65%), cacing cambuk (T.trichiura) sebanyak 11 orang (5,8%), dan infeksi ganda cacing kait Hymenolepis sp. sebanyak 12 orang (6,3%), Taenia Sp sebanyak 2 orang ( 1.05%)

Gambar 9 PROSENTASE KECACINGAN BERDASARKAN SPESIES PADA ANAK SEKOLAH

Selanjutnya data pemeriksaan dipilah menjadi data positif berdasarkan ekosistem yang berbeda-beda diantaranya ekosistem perkotaan yang diwakili oleh Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Laut (22,68%), ekosistem rawa di Kab. HSS dan Kab. HSU (11,56%), sedangkan ekosistem Hutan dekat dengan area pertambangan di Kab. Tabalong dan Kab. Tapin (31,2%). Sehingga dari data tersebut bisa dikatakan bahwa daerah hutan lebih tinggi di bandingkan dengan daerah kota dan rawa. kerentanan infeksi kecacingan pada anak usia sekolah dua kali lebih besar jika dibandingkan dengan anakanak di daerah rawa. Hal ini bisa disebabkan oleh gaya hidup dan aktivitas kontak dengan tanah yang lebih sering yaitu bermain di halaman sekolah tanpa alas kaki dan masuk ke dalam ruangan kelas tanpa alas kaki. masyarakat perkotaan yang serba

cepat dan kurang higienis serta lebih banyaknya sarana bermain anak-anak sehingga kemungkinan terpapar oleh bahan penular kecacingan lebih besar. Untuk selanjutnya bisa dilihat sebaran kasus kecacingan pada anak SD berdasarkan spesies cacing yang menginfestasinya pada tabel dibawah ini.

41

Tabel 13 Sebaran Infeksi Cacing berdasarkan ekosistem dan spesies Spesies A.lumbricoides Hook Worm E.vermicularis Hymenolepis Sp. T.trichiura F.buski Taenia Sp Hutan 46,06% 26,96% 4,49% 6.74% 4,49% 2,24% Rawa 58,82% 2,94% 5,88% 14,71% 11,76% 8,82% Kota 50% 16,66% 15,15% 9,09% 6,06% -

Pada ekosistem hutan, rawa dan ekosistem perkotaan memiliki persamaan dimana cacing gelang (A.lumbricoides) merupakan cacing yang paling banyak ditemukan pada anak yang positif kecacingan. Pada daerah rawa ditemukan cacing daun (F.buski) sedang di daerah perkotaan tidak ditemukan jenis cacing tersebut. Daerah hutan di temukan spesies Taenia Sp, hal ini dimungkinkan karena seringnya mungkonsumsi daging yang setengah matang seperti makan sate sapi, kambing dan lain-lain. a. Survei parasitologi di Kabupaten Banjar Sampel penelitian yang dipilih adalah anak-anak yang bersekolah di Madrasah Diniyah Darul Marifah yang berlokasi di Kelurahan Jawa Kec. Martapura, dimana anak sekolah tersebut merupakan penduduk yang tersebar di wilayah Kab. Banjar. Sampel yang berperan serta dalam penelitian ini adalah anak-anak murid kelas 1, yang terdiri dari 2 kelas khusus laki-laki (I A1 dan I A2) yang bersekolah pada pagi dan siang hari, dan 2 kelas perempuan (I B1 dan I B2) yang bersekolah pada sore hari. Sampel penelitian mengumpulkan spesimen faeces untuk diperiksa telur cacingnya. Sampel berjumlah 141 buah yang dikumpulkan pada tanggal 15 s/d 17 Mei 2008. Spesimen tinja diperiksa dengan cara pemeriksaan langsung menggunakan larutan lugol. Dari hasil pemeriksaan spesimen tinja yang dilakukan terhadap 141 anak, didapatkan 29 anak (20,57%) yang positif menderita kecacingan. Infeksi cacing terbanyak yaitu cacing gelang (A.lumbricoides) sebanyak 18 orang (62,07%), cacing kremi (E.vermicularis) sebanyak 5 orang (17,24%), H.sp. sebanyak 2 orang (6,89%), dan cacing cambuk (T.trichiura) sebanyak 1 orang (3,45%). Selain itu, dalam survei ditemukan juga infeksi ganda antara cacing kait-cacing gelang sebanyak 2 orang (6,89%), dan cacing kait-cacing kremi sebanyak 1 orang (3,45%).

42

Gambar 10 PROSENTASE KECACINGAN BERDASARKAN SPESIES PADA ANAK KELAS 1 MADRASAH DINIYAH DARUL MARIFAH KEL. JAWA KEC. MARTAPURA KAB. BANJAR Sumber : Data Primer

b. Survei Parasitologi di Kabupaten Tanah Laut Sampel penelitian yang diambil di Kabupaten Tanah Laut ini adalah anak-anak yang bersekolah di SDN Tirta Jaya 1 yang berlokasi di Desa Tirta Jaya Kec. Pelaihari Kab. Tanah Laut, dimana anak sekolah tersebut merupakan penduduk yang tersebar di wilayah Kab. Tanah Laut. Sampel penelitian mengumpulkan spesimen faeces untuk diperiksa telur cacingnya. Sampel berjumlah 150 buah yang dikumpulkan pada tanggal 11 s/d 14 Juni 2008. Spesimen tinja diperiksa dengan cara pemeriksaan langsung menggunakan larutan lugol. Dari hasil pemeriksaan spesimen tinja yang dilakukan terhadap 150 anak, didapatkan 37 anak (24,66%) yang positif menderita kecacingan. Infeksi cacing terbanyak yaitu cacing gelang (A.lumbricoides) sebanyak 16 orang (43,24%), cacing kait (N.americanus atau A.duodenale) sebanyak 10 orang (27,03%), cacing kremi (E. vermicularis) sebanyak 5 orang (13,51%), H.sp. sebanyak 3 orang (8,11%), cacing cambuk (T.trichiura) sebanyak 2 orang (5,41%), dan infeksi ganda cacing kait Hymenolepis sp. sebanyak 1 orang (2,70%).

43

Gambar11 PROSENTASE KECACINGAN BERDASARKAN SPESIES PADA ANAK SEKOLAH di SDN TIRTA JAYA 1 Sumber : Data Primer

c.

Survei Parasitologi di Kabupaten Hulu Sungai Utara Sampel penelitian yang diambil di Kabupaten Hulu Sungai Utara ini adalah anakanak yang bersekolah di SDN Kalumpang 1 dan SDN Kalumpang 2 yang berlokasi di Desa Kalumpang Dalam Kec. Babirik Kab. Hulu Sungai Utara. Sampel yang berperan serta dalam penelitian ini adalah anak-anak murid dari kelas 1 sampai kelas 6. Sampel penelitian mengumpulkan spesimen faeces untuk diperiksa telur cacingnya. Sampel berjumlah 133 buah dikumpulkan pada tanggal 25 s/d 28 Juni 2008. Spesimen tinja diperiksa dengan cara pemeriksaan langsung menggunakan larutan lugol. Dari hasil pemeriksaan spesimen tinja yang dilakukan terhadap 133 anak, didapatkan 8 anak (6,02%) yang positif menderita kecacingan. Infeksi cacing terbanyak yaitu cacing daun (F.buski) sebanyak 2 orang (25%) dan 1 orang (12,5%) yang menderita kecacingan ganda F.buski H.diminuta, cacing cambuk (T.trichiura) sebanyak 2 orang (25%), cacing gelang (A.lumbricoides) sebanyak 1 orang (12,5%), H.nana sebanyak 1 orang (12,5%), dan ditemukan juga larva rhabditiform dari S. stercoralis pada 1 spesimen anak (12,5%).

44

Gambar 12 PROSENTASE KECACINGAN BERDASARKAN SPESIES PADA ANAK SEKOLAH Sumber : Data Primer

Dari 8 anak yang positif kecacingan, terdapat 2 orang anak yang positif F.buskiH.diminuta dan positif S.stercoralis, bukan merupakan penduduk Desa Kalumpang Dalam, melainkan penduduk Desa Watun Seribu Kec. Danau Panggang. Kecamatan Danau Panggang termasuk daerah endemis fasciolopsiasis di Kab. Hulu Sungai Utara. Hal ini menunjukkan adanya distribusi fasciolopsiasis, hymenolepiasis dan

strongylodiasis di Desa Watun Seribu tersebut.

45

Gambar 13 JAMBAN SEDERHANA di DESA KALUMPANG DALAM

d.

Survei Parasitologi di Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Sampel penelitian yang diambil di Kabupaten Hulu Sungai Selatan ini adalah anakanak yang bersekolah di SDN Hakurung Dalam yang berlokasi di Desa Hakurung Dalam Kec. Daha Utara Kab. Hulu Sungai Selatan. Sampel yang berperan serta dalam

penelitian ini adalah anak-anak murid dari kelas 1 sampai kelas 6. Sampel penelitian mengumpulkan spesimen faeces untuk diperiksa telur cacingnya. Sampel berjumlah 161 buah dikumpulkan pada tanggal 21 s/d 23 Agustus 2008.

46

Gambar 14 PROSENTASE KECACINGAN BERDASARKAN SPESIES PADA ANAK SEKOLAH di SDN HAKURUNG DALAM Sumber : Data Primer

Spesimen tinja diperiksa dengan cara pemeriksaan langsung menggunakan larutan lugol, yaitu cara pengapungan dengan larutan NaCl jenuh (Willys Mallory Brine

Floatation Method), cara pengapungan dengan zink sulfat (Faust at al, 1938). Dari hasil pemeriksaan spesimen tinja yang dilakukan terhadap 161 anak, didapatkan 26 anak (19,54%) yang positif menderita kecacingan. Infeksi cacing terbanyak yaitu cacing A.lubricoides sebanyak 19 orang (73,07%) dan 2 orang 7,69 % (T.trichiura), 1 orang 3,84 % (H.diminuta), 1 orang 3,84% (E.vermicularis),1 orang menderita kecacingan ganda E.vermicularis A. lumbricoides sebanyak 1 orang (3,84%), 2 orang menderita kecacingan ganda (7,69%), H.nana A.lumbricoides . Dari hasil survei tinja tersebut menunjukkan bahwa infeksi kecacingan yang terjadi antara lain disebabkan karena kontak dengan air dan tanah, terlihat dari spesies telur cacing nematoda usus yaitu, yang merupakan soil-transmitted helmintes yaitu A.lumbricoides, T.trichiura, H.diminuta, E.vermicularis, E.vermicularis A. lumbricoides , H.nana A.lumbricoides . Selain golongan nematoda usus, juga ditemukan infeksi cacing golongan cestoda yaitu H.nana dan H.diminuta.

47

e. Survei Parasitologi di Kabupaten Tabalong Sampel penelitian yang diambil di Kabupaten Tabalong ini adalah anak-anak yang bersekolah di SDN Padang Panjang I dan II yang berlokasi di Desa Padang Panjang Kec. Tanta Kab. Tabalong. Sampel yang berperan serta dalam penelitian ini adalah anakanak murid dari kelas 1 sampai kelas 6. Sampel penelitian mengumpulkan spesimen faeces untuk diperiksa telur cacingnya. Sampel berjumlah 168 buah dikumpulkan pada tanggal 15 s/d 18 Oktober 2008. Spesimen tinja diperiksa dengan cara pemeriksaan langsung menggunakan larutan lugol. Dari hasil pemeriksaan spesimen tinja yang dilakukan terhadap 168 anak, didapatkan 71 anak (42,26%) yang positif menderita kecacingan. Infeksi cacing terbanyak yaitu cacing gelang (A.lumbricoides) sebanyak 37 orang (22,02%)dan 16 orang Hookworm (9,52%) yang menderita cacing kait, 2 orang (1,19%) cacing cambuk (T.trichiura),1 orang E.vermicularis (0,59%), 4 orang (2,38%) menderita kecacingan H. nana, 2 orang (1,19%) menderita H.diminuta , 2 orang (1,19%) menderita Taenia Sp., 7 orang menderita kecacingan ganda A.lumbricoides + Hookworm (4,16). Pengobatan Penderita positip kecacingan pada anak sekolah SDN Padang

Panjang I dan II sebanyak 71 orang siswa, dan pada hari terakhir di berikan pengobatan. Untuk pengobatan penyakit kecacingan golongan Nematoda diberikan pengobatan

Albendazole dosis tunggal 400 mg /kg /bb 1 tablet , sedangkan pada kasus penyakit cacing pita dosis 400mg/kg/bb setiap hari diberikan selama 3 hari berturut-turut.

Sedangkan pada siswa yang lain yang tidak terinfeksi kecacingan juga ingin diberikan pengobatan Albendazole dosis tunggal 400 mg /kg /bb 1 tablet sebagai pengobatan pencegahan selama 6 bulan sekali.

48

Gambar 15 Sumber : Data Primer

f. Survei Parasitologi di KabupatenTapin Sampel penelitian yang diambil di Kabupaten Tapin ini adalah anak-anak yang bersekolah di SDN Miawa yang berlokasi di Desa Miawa Kec. Piani Kab. Tapin. Sampel yang berperan serta dalam penelitian ini adalah anak-anak murid dari kelas 1 sampai kelas 6. Sampel penelitian mengumpulkan spesimen faeces untuk diperiksa telur cacingnya. Sampel berjumlah 149 buah dikumpulkan pada tanggal 26 s/d 31 Oktober 2008. Spesimen tinja diperiksa dengan cara pemeriksaan langsung menggunakan larutan lugol. Dari hasil pemeriksaan spesimen tinja yang dilakukan terhadap 149 anak, didapatkan 18 anak (12,8%) yang positif menderita kecacingan. Infeksi cacing terbanyak yaitu cacing Hookworm sebanyak 8 orang ( 8,45%), cacing gelang (A. lumbricoides) sebanyak 4 orang (4,22%) dan 4 orang E.vermicularis (4,22%), 2 orang (2,11%) menderita kecacingan T.trichiura . pada hari terakhir di berikan pengobatan pencegahan kepada seluruh siswa SDN Miawa. Untuk pengobatan penyakit kecacingan golongan Nematoda diberikan pengobatan Albendazole dosis tunggal 400 mg /kg /bb 1 tablet , Sedangkan pada siswa yang lain yang tidak terinfeksi kecacingan juga diberikan pengobatan Albendazole dosis tunggal 400 mg /kg /bb 1 tablet sebagai pengobatan pencegahan selama 6 bulan sekali.

49

Gambar 16 Sumber : Data Primer

4. Karakteristik responden pada penelitian di deskripsikan sebagai berikut : a. Survei KAP di Kabupaten Banjar Wawancara dilakukan kepada 100 orang responden yang mewakili masyarakat di wilayah kerja puskesmas Martapura dan bertempat tinggal di sekitar sekolah tempat dilakukannya pengambilan sampel faeses. Data yang didapatkan meliputi data karakteristik responden, pengetahuan, sikap, dan perilaku yang mendukung terjadinya kasus kecacingan pada masyarakat. 2. Karakteristik Responden Dari seratus responden yang diwawancarai berdasarkan jenis kelamin terdiri dari 23% laki-laki dan 77% perempuan, dengan suku banjar terbanyak 89% dan 100% beragama Islam. Pendidikan terakhir responden paling banyak adalah tamat SLTA/Aliyah 42%, yang tidak sekolah 4% dan tamat akademi/perguruan tinggi 9%. Pendidikan tertinggi dari anggota responden juga tamat SLTA/Aliyah 56%, tidak tamat Pekerjaan

SD/Ibtidayah 10% dan tamat akademi/perguruan tinggi 24%.

responden terbanyak adalah petani 20%, pegawai 10% dan tidak bekerja 22%. Dari segi penghasilan responden antara Rp. 251.000,- s/d Rp.500.000,- sebanyak 52%, penghasilan tertinggi yaitu lebih/ di atas Rp.1.251.00-1.500.000,-/bln sebanyak 1% dan penghasilan terendah kurang dari Rp.250.000,- sebanyak 28%.

50

Setiap responden memiliki jumlah anggota keluarga rata-rata 3-4 orang tiap keluarga (44%). Berdasarkan pengalaman responden tidak ada anggota keluarganya pernah diperiksa tinjanya (92%). Keadaan rumah responden ratarata bahan kayu (100%), dengan konstruksi di atas air (96%). Untuk sumber air bersih dan air minum sebanyak 52% dari sungai/rawa dan 38% dari sumur

pompa tangan. Letak jamban keluarga langsung di atas sungai/rawa (83%) dan jamban terletak di atas aliran sungai/rawa (20%). 3. Pengetahuan Responden Responden rata-rata mengartikan hidup sehat adalah tidak sakit badan (99%), tidak sakit pikiran/jiwa (77%), makan cukup dan berselera (30%), merasa senang dan bahagia (40%), dan dapat bekerja dan berusaha (41%). Sebanyak 89% menjawab tahu saat ditanyakan tentang peyakit cacing dan sisanya menjawab tidak tahu (17%). Paling banyak (88%) tahu cacing buski, cacing kremi (11%). Sebesar 70% menjawab tahu gejala kecacingan buski, dengan ciri-ciri perut membesar (53%). Sebanyak 54% responden menjawab tahu cara penularan cacing buski, diantaranya dengan cara melalui sayuran atau tumubuhan air yang dimakan (26%), melalui persentuhan dengan kotoran manusia/hewan (23%). 4. Perilaku Responden Untuk pola makan rata-rata responden memiliki kebiasaan sarapan (75, dan jenis sayuran/tanaman air yang pernah dikonsumsi beragam diantaranya kangkung (93%), keladi air (72%), sup-supan (89%), genjer (59%), dan teratai berikut biji teratai/talipuk (57%), yang rata-rata diolah secara matang (97%) dan setengah matang (3%). Untuk ikan yang dikonsumsi kebanyakan digoreng (99%), dibakar (61%), dipais/dipepes (52%) dan digulai (19%). Sedangkan yang pernah

mengkonsumsi siput (10%), suka mengkonsumsi siput (8%) dan sisanya tidak pernah (82%). Dari responden yang pernah mengkonsumsi siput rata-rata di olah dengan cara direbus (17%), digulai (6%) dan digoreng (6%). Upaya pengobatan dan pemeliharaan kesehatan yang dilakukan responden diantaranya 45% menjawab minum obat dari warung/toko obat jika ada anggota keluarga sakit. Jarak rumah responden dengan puskesmas terdekat rata-rata kurang dari 5 km (61%). Sedangkan alat yang digunakan ke puskesmas kebanyakan

menggunakan sepeda motor (54%) dan perahu/ketinting/kelotok (36%). Upaya

51

yang dilakukan responden untuk tidur menggunakan kelambu (83%) dan minum jamu/obat tradisional (76%). Kebiasaan sehari-hari responden diantaranya untuk mandi dan gosok gigi sebanyak 70% dilakukan di rumah dengan air rawa dan sumur gali/pompa tangan (24%). Untuk minum menggunakan air yang sudah dimasak (75%), air masak dicampur air mentah (11%) dan terkadang air mentah (19%). Mencuci alat masak dan makan sebanyak 68% menggunakan air

sungai/rawa, 29% air sumur. Hewan ternak yang dipelihara responden adalah ayam (79%) dan itik (41%). Alat transportasi yang dimiliki responden sebanyak 57% memiliki perahu , sepeda motor 45% dan sepeda 36%. 44% responden menjawab tahu tentang fasciolopsiasis dari petugas kesahatan, dan 72% menjawab penyakit kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing. Sebanyak 42% penyakit fasciolopsiasis itu menular dan 56% menjwab perlu ibu hamil melindungi diri dari penyakit fasciolopsiasis. Ada 16% responden

menjawab keluarganya pernah menderita kecacingan dan 83% menjawab belum pernah. 5. Sikap Responden Sebanyak 91% responden menyatakan setuju bahwa kecacingan berbahaya, sisanya 9% mejawab tidak setuju. Penderita kecacingan harus diobati, responden setuju dan 2% ragu-ragu. 98%

Masyarakat perlu tahu cara penularan

kecacingan, 98% responden setuju dan 2% tidak setuju. 100% responden setuju bahwa kecacingan harus diberantas, dan 96% responden setuju bahwa masyarakat perlu dilibatkan dalam pemberantasan kecacingan dan 4% tidak setuju. 91% responden setuju bahwa masyarakat perlu tahu tentang gejala

kecacingan, dan 99% respondenjuga setuju jika ada masyarakat yang mepunyai gejala kcacingan harus segera diperiksa/diobati. Sebanyak 98% masyarakat

setuju bahwa harus membuang air besar di jamban, sisanya menjawab tidak. 100% responden setuju bahwa makanan dan minuman harus dimasak sebelum dimakan, dan 99% responden setuju bahwa sebelum makan harus mencuci tangan dengan sabun, 99% responden juga setuju setiap keluar rumah harus memakai alas kaki.

52

b.

Survei KAP di Kabupaten Tanah Laut Wawancara dilakukan kepada 100 oarang responden yang mewakili

masyarakat di wilayah kerja puskesmas Tirta Jaya dan bertempat tinggal di sekitar sekolah tempat dilakukannya pengambilan sampel feses. Data yang didapatkan meliputi data karakteristik responden, pengetahuan, sikap, dan perilaku yang mendukung terjadinya kasus penyakit kecacingan pada masyarakat. 1. Karakteristik Responden Dari 100% responden yang diwawancarai 88% berjenis kelamin perempuan dan 12% berjenis kelamin laki-laki. Kebanyakan responden bersuku jawa (68%), suku banjar (30%), dayak (1%) dan melayu (1%). Sebanyak 96% responden beragama islam dan 4% kristen. Respoden kebayak tidak tamat SD/Ibtidayah (41%),tamat akadem/perguruan tinggi (1%0 dan tidak sekolah (9%). Pendidikan tertinggi dari anggota keluarga respoden adalah tamat SLTA/Aliyah. Sebanyak 21% responden bekerja sebagai petani, 19% pedagang/wiraswasta dan 54% tidak bekerja. Rata-rata responden berpenghasilan sebesar Rp.251.000,s/d Rp.500.000,-/bulan (38%),

berpenghasilan lebih/ di atas Rp.1.500.000,-bln sebanyak 1% dan yang kurang dari Rp.250.000,-/ bln sebanyak 18%. Rata-rata responden memiliki jumlah anggota keluarga 4 orang (33%), dan 3 orang (30%). Sebanyak 99% responden menyatakan tidak memiliki pengalaman ada anggota keluarga yang pernah diperiksa tinjanya. Keadaan rumah responden kebanyakan terbuat dari bati (48%), kayu (33%) sisanya setengah batu dan setengah kayu. Sumber air bersih daair minum

respnden dari sumur gai (97%), sumur bor/PDAM (1%), air hujan (1%) dan SPT (1%). Letak jamban keluarga 99% di dalam rumah dan 1% di atas sungai. 2. Pengetahuan Responden Arti hidup sehat bagi responden adalah tidak sakit badan (90%), tidak sakit pikiran/jiwa (83%), merasa senang dan bahagia (74%) dan makan cukuo dan berselera (71%). Sebanyak 72% responden menjawab tahu tentang penyakit cacing dan sisanya menjawab tidak tahu (28%). Cacing kremi adalah jenis cacing yang paling

53

banyak diketahui responden (65%0, cacing gelang (36%), cacing pita dan cacing tambang (11%). Responden menjawab kecacingan tidak menular (79%),

menular (14%) dan tidak tahu (7%). Dan 92% responden tidak tahu bagaiman penularan kecacingan (92%) dan 8% menjawab tahu, dengan cara penularan penderita-tinja-tinja mencemari makanan dan minuman-dimakan orang sehatorang sakit (3%), penderita-tinja-tinja mencemari tanah-cacing menginfeksi orang sehat melalui kulit-orang sakit (4%), penderita-air liur- air liur mencemari makanan dan minuman- makanan tidak dimasak- di makan orang sehat orang sakit (1%). Sebanyak 71% responden menjawab telur/cacing akan keluar

bersama dari tinja penderita dan keluar bersama air seni penderita (1%). Sepengetahuan respoden kecacingan dapat diobati (98%) dan sisanya menjawab tidak tahu (2%). 3. Perilaku Responden Rata-rata respoden tidak biasa sarapan/makan pagi (97%), dan jenis sayuran/tanaman air yang pernah dikonsumsi adalah kangkung 3% dan genjer 3%. Pengolahan sayuran untuk konsumsi keluarga diolah secara matang (83%), setengah matang (17%) dan mentah (3%). Pengolahan ikan untuk dikonsumsi

keluarga kebanyakkan digulai (97%), dipais/dipepes (3%), digoreng (3%) dan dibakar (2%). Sebanyak 53% responden menjawab tidak pernah mengkomsumsi siput fan 41% menjawab pernah mengkonsumsi siput. Siput yang dikonsumsi dengan cara digoreng 30%, direbus 9%. Upaya pengobatan jika anggota keluarga sakit adalah minum obat dari dokter puskesmas (71%) dan minum obat dari warung/toko obat (37%). Sedangkan jarak rumah responden dengan

puskesmas kurang dari 5 km (98%), dan alat transportasi yang digunakan ke puskesmas adalah sepeda motor (41%) dan berjalan kaki (59%). Upaya

menjaga kesehatan dengan cara minum jamu