jihad islam ekonomi: praktik wirausaha islam di indonesia

20
Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia Ganggas Wibisono Mahasiswa Program Sarjana Departemen Sosiologi [email protected] Abstrak Gerakan dan ekspresi keislaman di Indonesia selalu dinamis mengikuti perubahan struktur sosial yang menyertainya. Dari era kemerdekaan hingga reformasi, agen-agen Islam selalu merevisi gerakan keislaman yang sesuai dengan kebutuhan umat. Menariknya, agen Islam era reformasi termasuk juga pengusaha muslim. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang mengeksplorasi bagaimana makna wirausaha Islam bagi para agennya, disertai dengan proses sosial yang melahirkan makna tersebut dan bagaimana makna tersebut mampu membentuk praksis sosial sehari-hari. Menggunakan teori strukturasi, penelitian ini menemukan bahwa wirausaha Islam dimaknai sebagai jihad ekonomi Islam. Jihad ekonomi Islam itu memiliki tiga tujuan utama. Pertama, sebagai sarana mobilitas vertikal. Kedua, sebagai upaya pencapaian keadilan ekonomi. Ketiga, sebagai upaya rekonstruksi keislaman modern di Indonesia. Ketiganya terjadi dalam perubahan sifat struktur negara yang memungkinkan dan memberdayakan Islam di era reformasi. Islamic Economy Jihad: Islamic Entrepreneurship Practice in Indonesia Abstract Movement and expression of Islam in Indonesia always dynamically follow the changes in the social structure that accompanies it. From independence to the reformation era, the agents of Islam have always revise the Islamic movement in accordance with the needs of the ummah. Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

Ganggas Wibisono

Mahasiswa Program Sarjana Departemen Sosiologi

[email protected]

Abstrak

Gerakan dan ekspresi keislaman di Indonesia selalu dinamis mengikuti perubahan struktur sosial

yang menyertainya. Dari era kemerdekaan hingga reformasi, agen-agen Islam selalu merevisi

gerakan keislaman yang sesuai dengan kebutuhan umat. Menariknya, agen Islam era reformasi

termasuk juga pengusaha muslim. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang

mengeksplorasi bagaimana makna wirausaha Islam bagi para agennya, disertai dengan proses

sosial yang melahirkan makna tersebut dan bagaimana makna tersebut mampu membentuk

praksis sosial sehari-hari. Menggunakan teori strukturasi, penelitian ini menemukan bahwa

wirausaha Islam dimaknai sebagai jihad ekonomi Islam. Jihad ekonomi Islam itu memiliki tiga

tujuan utama. Pertama, sebagai sarana mobilitas vertikal. Kedua, sebagai upaya pencapaian

keadilan ekonomi. Ketiga, sebagai upaya rekonstruksi keislaman modern di Indonesia.

Ketiganya terjadi dalam perubahan sifat struktur negara yang memungkinkan dan

memberdayakan Islam di era reformasi.

Islamic Economy Jihad: Islamic Entrepreneurship Practice in Indonesia

Abstract

Movement and expression of Islam in Indonesia always dynamically follow the changes in the

social structure that accompanies it. From independence to the reformation era, the agents of

Islam have always revise the Islamic movement in accordance with the needs of the ummah.

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 2: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

Interestingly, Islamic agents in the reformation era includes Moslem entrepreneurs. This study

used a qualitative approach to explore how the meaning of Islamic entrepreneurship for agents,

accompanied by a social process that gave birth to the meaning and how that meaning is capable

of forming everyday social praxis. Using structuration theory, the research found that Islamic

entrepreneurship interpreted as Islamic economy jihad. Islamic economy jihad has three main

objectives. First, as a means of vertical mobility. Second, as an effort to achieve economic

justice. Third, as a way to reconstruct modern Islam in Indonesia. All three occurred in the

changing nature of state structures that enabling and empower Islam in reformation era.

Keywords: Sociology of Religion; Islamic Entrepreneurship; Structuration; Moslem Entrepreneur; Moslem Agents

Pendahuluan

Berkembangnya wacana rejeki, bisnis dan wirausaha berbasis Islam di Indonesia

menunjukkan gejala tentang gerakan dan ekspresi keislaman yang baru. Buku, seminar maupun

training yang berkaitan dengan wacana tersebut begitu laris di pasaran (Fealy 2008). Larisnya

wacana ini menarik mengingat wajah Islam di Indonesia yang begitu berwarna, mulai dari aliran

hingga kepentingannya. Bagaimana ini bisa terjadi?

Wacana mengenai rejeki, bisnis dan wirausaha dalam Muslim ini dapat diistilahkan

dengan wirausaha Islam (Islamic entrepreneurship). Wacana ini mampu merajai ruang publik

Muslim Indonesia kontemporer meskipun usianya yang tergolong muda.1 Di Indonesia, wacana

ini sering dikonstruksikan oleh pengusaha Muslim melalui beragam media. Pengusaha Muslim

ini dengan kreatif menunjukkan adanya kesesuaian Islam dengan kapitalisme modern. Merujuk

pada pemikiran salah satu pengusaha Muslim yang juga agen Islamic entrepreneurship

Indonesia, Ippho Santosa (2011), berbisnis merupakan kewajaran bagi Muslim Indonesia karena

1 Wacana wirausaha Islam tidak begitu berkembang pada era Orde Baru. Pada era reformasi dengan berkembangnya teknologi dan informasi, wacana ini berkembang pesat. Hal ini ditunjukkan dengan larisnya buku-buku dengan tema Islamic entrepreneurship yang berhasil menjadi national best-seller di penerbitan besar di Indonesia. Islamic entrepreneurship juga merajai ruang publik lainnya dengan seminar-seminar mengenai kesuksesan dan rejeki dalam ajaran Islam. (Sumber: situs resmi Gramedia, www.gramediaonline.com dan situs resmi salah satu pengusaha muslim)

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 3: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

sudah diperlihatkan oleh pendiri dua organisasi besar Islam di Indonesia (NU dan

Muhammadiyah) yang menjadi orang kaya.2

Pengusaha Muslim tersebut adalah figur-figur yang telah menjadi ‘guru’, menjadi figur

sentral, bagi jamaah dan pengikutnya.3 Ippho Santosa dan Tim Khalifah contohnya, memiliki

pengikut, baik secara langsung maupun online, pasif maupun aktif, yang banyak dan sangat

berpengaruh terhadap tumbuhnya Islamic entrepreneurship dalam masyarakat Islam Indonesia.

Hal ini terbukti ampuh dengan banyaknya pengikutnya, yang sadar maupun tidak, turut

mengembangkan Islamic entrepreneurship di Indonesia.4

Melihat perkembangan kajian, wacana Islamic entrepreneurship sudah pernah dilihat

dalam dua perspektif. Pertama, kajian yang melihatnya dari perspektif normatif. Dari perspektif

normatif, dijelaskan bahwa Islam memiliki nilai-nilai yang mendorong wirausaha (Noruzi 2011).5

Kedua, kajian yang melihat dari perspektif sosiologis (Adas 2003, Kayed 2006, Ozcan dan

Turunc 2011). Perspektif sosiologis melihat bahwa lahirnya semangat Islamic entrepreneurship

tidak semata normatif; ia lahir dari perubahan-perubahan struktural dalam ranah politik dan

ekonomi yang menyertai perubahan wacana Islamisasi oleh agen-agen Islam (dalam hal ini

politisi dan pengusaha Muslim). Dalam konteks Turki misalnya, Adas telah menjelaskan bahwa

wacana Islamic entrepreneurship lahir di Turki yang tertekan struktur kapitalisme modern yang

melibatkan berbagai proses (lokal, nasional dan transnasional) dan bersinggungan langsung

dengan kehidupan sehari-hari Muslim di Turki.6 Ambisi pengusaha Muslim - dengan identitas,

budaya dan politik yang berbeda dengan pengusaha sekuler – untuk memperbaiki kehidupan

Muslim di Turki sangat mempengaruhi lahirnya wacana Islamic entrepreneurship. Tiga tahun

setelah Adas mengkaji Islamic entrepreneurship di Turki, Kayed menjelaskan Islamic

2 NU dan Muhammadiyah merupakan dua organisasi Islam besar di Indonesia. Dari pemahaman tersebut, dapat dikatakan bahwa bisnis dan menjadi kaya seharusnya menjadi jalan hidup muslim Indonesia, setidaknya bagi pengikut NU dan Muhammadiyah. 3 Dalam perkembangan informasi, terdapat banyak kelompok pengusaha Muslim yang giat menyebarkan semangat Islamic entrepreneurship. Selain Yusuf Mansyur dan Ippho Santosa, dapat disebut nama-nama seperti Jaya Setiabudi dan Jamil Azzaini yang cukup berperan. Yusuf Mansyur dan Ippho Santosa dianggap dominan karena ketokohan (Yusuf Mansyur memiliki basis jamaah yang besar sementara Ippho Santosa menjadi 24 tokoh kebanggaan Indonesia), pengaruh dan jaringannya yang lebih besar. 4 370.000-an follower twitter (@ipphoright) serta 200.000-an likes di laman Facebook resmi Ippho Santosa dan Tim Khalifah. Dengan kemungkinan terus bertambah besar. 5 Noruzi (2011) menjelaskan nilai-nilai dasar Islam seperti individu sebagai khalifah dan bisnis sebagai bagian dari ibadah memberikan legitimasi kepada Muslim sebagai pengusaha. 6 Proses lokal berupa berkembangnya pengusaha Muslim pada level provinsi, proses nasional berupa program penyertaan agama dalam sistem politik Turki/religious adjusment program dan proses transnasional berupa lahirnya Bank Islami Internasional serta jaringan Islam internasional.

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 4: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

entrepreneurship dalam fokus dan wilayah yang berbeda. Kayed menjelaskan bahwa Islamic

entrepreneurship dapat menjadi sebuah model pembangunan alternatif. Menurutnya, Islam

memiliki pandangan tersendiri mengenai pembangunan yang berbeda dengan pandangan Barat

dan memiliki peluang mewujudkan sistem ekonomi Islam di masa mendatang, dengan prasyarat

institusi dan lingkungan yang supportif.7 Keduanya melihat gejala yang sama dengan

menggunakan teori modernisasi.

Dalam konteks yang lebih spesifik, wacana Islamic entrepreneurship di Indonesia belum

dibahas secara komprehensif. Namun, terdapat kajian Fealy (2008) yang dapat memberikan

kontribusi kajian. Fealy (2008) telah menjelaskan adanya pengusaha Muslim di Indonesia yang

mengajarkan keterkaitan antara Islam dan kekayaan.8 Hanya saja, ia menjelaskan pengusaha

Muslim tersebut dalam kaitannya dengan konteks sosial yang lebih luas yaitu Islam pasar di

Indonesia. Ia melihat para aktor Islam dalam konteks pertukaran antara agama dengan ekonomi,

bagaimana simbol-simbol agama menjadi laris untuk diperdagangkan. Adapun bagaimana

pemaknaan aktor Islam terhadap Islamic entrepreneurship, ia tidak banyak membahasnya. Hal ini

mengakibatkan pembahasan yang berat sebelah: Aktor Islam tersebut terlihat hanya sebagai

pengusaha budaya/agama, tanpa melihat lebih jauh bagaimana aktor tersebut memiliki makna dan

tujuannya.

Terilhami dari berbagai kajian di atas, penelitian ini ingin mengisi kekosongan

pembahasan dalam melihat makna Islamic entrepreneurship. Hal ini semata untuk mencari tahu

lebih lanjut bagaimana makna Islamic entrepreneurship bagi para aktornya, bagaimana bentuk

hubungan sosial yang melahirkan makna tersebut, sehingga nantinya makna tersebut mampu

membentuk praksis sosial sehari-hari para aktornya. Dengan begitu, pembahasan akan

menghasilkan substansi yang sama sekali berbeda dengan pembahasan sebelumnya, yang terlalu

menekankan bahasan pada analisa makro – strukturalis.

Patut dipahami bahwa wacana Islamic entrepreneurship di Indonesia berbeda dengan di

Turki, Arab Saudi, dan Malaysia. Tiga kajian itu telah menunjukkan bahwa Islamic

entrepreneurship di negara tersebut bersifat ideologis – politis. Lalu, bagaimana sifat Islamic

entrepreneurship yang baru bertumbuh di Indonesia? Sejauh ini, Islamic entrepreneurship di

7 Kayed menjelaskan bahwa perbedaan pembangunan dan modernisasi Islam dengan Barat terletak pada penekanan Islam pada sisi spiritual dan ekonomi sementara pembangunan ala Barat amat menekankan ekonomi yang dapat dihitung (kuantitatif). 8 Pengusaha yang Fealy maksudkan adalah Aa Gym (Multi-level marketing) dan Yusuf Mansyur (seminar menjadi kaya).

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 5: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

Indonesia dikatakan masih bersifat ekonomis, yaitu sebatas komoditas yang diperdagangkan

(Fealy, 2008). Perbedaan ini menarik untuk dibahas karena menunjukkan karakteristik dan

ekspresi keislaman yang berbeda di ruang publik Muslim Indonesia dibandingkan di negara lain.

Sebagai landasan, Fealy (2008) telah menunjukkan bagaimana Muslim Indonesia,

terutama kelas menengah perkotaannya, mengalami globalisasi, modernisasi dan urbanisasi yang

mengakibatkan tergoncangnya identitas keagamaan mereka. Mereka memilih untuk bisa tetap

Islami di tengah kehidupan modern yang sibuk dengan cara mengonsumsi agama secara pribadi.

Kondisi inilah yang memungkinkan terbentuknya pasar Islam, dengan berbagai aktornya,

termasuk pengusaha Islam dengan ‘produk’ Islaminya.

Masalahnya, cara pandang seperti itu telah menisbiskan analisa terhadap pemaknaan dan

pandangan para aktor Islam, dalam hal ini pengusaha Islam, yang menyebarkan gagasannya

melalui ruang publik yang baru berkembang. Bisa ditebak, ‘kacamata’ seperti ini menghasilkan

analisa dan kesimpulan yang berat sebelah. Tindakan pengusaha Islam tersebut hanya dilihat

dalam konteks pertukaran antara simbol-simbol keagamaan dengan ekonomi sehingga mereka

seakan-akan terlihat sebagai Muslim yang oportunis dan tidak memiliki motif keagamaan yang

luhur.

Disinilah penelitian ini ingin berkontribusi mengisi pembahasan mengenai Islamic

entrepreneurship yang timpang. Penelitian ini ingin mencari tahu bagaimana proses strukturasi

makna Islamic entrepreneurship, yaitu bentuk hubungan sosial yang melahirkan makna Islamic

entrepreneurship untuk kemudian mencari tahu bagaimana pengaruh makna tersebut pada praksis

sosial sehari-hari Islamic entrepreneurship. Dalam konteks Indonesia, penelitian ini ingin

membahas bagaimana perubahan sosial yang terjadi juga menyertai perubahan gerakan

keislamannya, yang pada gilirannya direspons para agen Islam di tiap zaman untuk

memperjuangkan Islam yang relevan untuk umat.

Tinjauan Pustaka

Terdapat beberapa kajian yang relevan untuk membantu memahami bagaimana sifat

wirausaha Islam di berbagai wilayah. Wirausaha Islam bersifat ideologis di Turki (Adas, 2003),

moderat di Arab Saudi (Kayed, 2006) dan kultural di Malaysia (Sloane, 1998). Di Indonesia,

kajian yang kontributif dilakukan oleh Fealy (2008) tentang Islam pasar di Indonesia. Dengan

menggunakan metode kualitatif, content analysist dan observasi, ia menunjukkan Islam Indonesia

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 6: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

mengalami komodifikasi yang menjadikannya dekat dengan bisnis, sedekat gusi dan gigi. Islam

dikonsumsi masyarakat sebagai suatu penanda identitas. Konsumsi Islam begitu tingginya hingga

menimbulkan ruang bagi pengusaha-pengusaha Islam (ustadz, pelatih spiritual dan berbagai

pebisnis yang menggunakan simbol Islam lain) untuk menjadikan diri/produknya sebagai

komoditas Islami.

Hanya saja, dalam upayanya memahami ekspresi keislaman Muslim Indonesia

kontemporer, ia hanya berfokus pada gejala struktural. Dengan fokus seperti itu, tidak terlihat

sedikitpun bagaimana konsumsi keagamaan yang dilakukan muslim Indonesia, juga dengan

pengusaha Islam yang menurutnya memperdagangkan Islam, memiliki makna dan tujuannya

sendiri terhadap gerakan keislaman yang mereka salurkan melalui praksis sosial sehari-hari

mereka. Adalah tugas penelitian ini untuk mengisi kekosongan kajian tersebut sehingga mampu

melihat bagaimana makna agen Islam tersebut. Dengan begitu, wirausaha Islam bukanlah sekedar

komoditas melainkan sebagai jihad Islam ekonomi dalam dunia yang kapitalistis.

Metode Penelitian

Metode penelitian ini adalah kualitatif. Informan dalam penelitian ini terdiri dari satu

orang informan utama dan dua orang informan pendukung. Pemilihan ketiga informan ini

berdasarkan perbedaan kategoris masing-masing informan yang relevan untuk penelitian, yaitu

tokoh/elit dan anggotanya. Informan utama adalah Muhaimin Iqbal (Pengusaha Muslim, Founder

Center for Islamic Entrepreneurship Development & Start-Up Center). Sedangkan informan

pendukung adalah Andreas Senjaya (CEO Badr Interactive, perusahaan pembuat aplikasi Islam)

dan Nuha Uswati (Direktur Khalifah Group, Pendidikan Islamic entrepreneurship).

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara semi terstruktur

yang diperkuat dengan studi literatur. Studi literatur dilakukan terhadap buku wirausaha Islam

Ippho Santosa yang menjadi mega-bestseller di penerbit besar di Indonesia. Validasi data

dipastikan dengan cara triangulasi data dengan melakukan studi terhadap dokumen yang relevan

terhadap isu yang diteliti (Neumann, 2003).

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 7: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

Kerangka Teori/Konsep

Karena fokusnya untuk menjelaskan praktik sosial dalam proses dualitas struktur – agen,

penelitian ini menggunakan teori strukturasi Anthony Giddens (1984). Pemikiran Giddens ini

dianggap memadai untuk menjelaskan bagaimana makna Islamic entrepreneurship dilahirkan

karena kemampuannya menjelaskan gejala empirik dengan mengaitkannya dengan relasi sosial

para aktor dalam ruang dan waktu yang spesifik. Teori strukturasi melihat struktur sebagai bagian

yang riil, transformatif dan mediasional, bukan eksternal, tidak terlihat dan bersifat memaksa,

sebagaimana tradisi strukturalis melihatnya (Turner, 1998: 493). Teori strukturasi juga tidak

menempatkan agen memiliki maknanya sendiri sebagaimana dalam tradisi interaksionis. Agen

bukanlah manusia bebas yang ahistoris dan asosial. Agen selalu terikat dalam interaksi yang

melibatkan ruang dan waktu yang spesifik, dalam pedoman yang dihasilkan dari kebiasaan

maupun sumberdaya yang berada pada level struktural (Turner, 1998: 492).

Selain itu, hal yang lebih penting adalah kemampuan teori strukturasi menjelaskan praktik

sosial di level interaksional. Teori strukturasi mengemukakan bahwa gejala sosial terjadi dalam

proses dualitas struktur –agen. Proses dualitas tersebut terjadi dalam “praktik sosial yang

berulang dan terpola dalam lintas ruang dan waktu.” (Giddens, 1984: 2). Dualitas terletak dalam

fakta bahwa suatu ‘struktur pedoman’, yang menjadi prinsip praktik-praktik di berbagai tempat

dan waktu tersebut, merupakan hasil perulangan berbagai tindakan. Sebaliknya, skemata itu juga

menjadi sarana bagi praktik sosial. Itulah mengapa, struktur dalam teori strukturasi bersifat

mengekang (constraining) sekaligus memungkinkan (enabling).

Struktur dalam strukturasi terdiri dari kebiasaan dan sumberdaya yang didayagunakan

aktor untuk mengorganisasi interaksi sosial dalam ruang dan waktu. Dalam waktu yang sama,

penggunaan aktor terhadap kebiasaan dan sumberdaya tersebut juga menghasilkan dua

kemungkinan terhadap struktur, yaitu reproduksi atau transformasi terhadap struktur itu sendiri

(Turner, 1998: 494). Disinilah letak relevansi strukturasi dalam melihat kemampuan agen

melakukan praktik sosial sehari-harinya.

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 8: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

Temuan dan Analisis

Perubahan Kesadaran Agen: Dari Kapitalisme ke Syariah Islam

Muhaimin Iqbal adalah salah satu ikon wirausaha Islam di Indonesia. Ia adalah seorang

pengusaha muslim yang bergerak di bidang keuangan, peternakan, makanan, dan sosial. Ia juga

pendiri Center for Islamic entrepreneurship Development (CIED) yang kemudian berganti nama

menjadi Start-Up Center9. Ia begitu aktif menyemarakkan semangat Islamic entrepreneurship

dengan gagasan-gagasan ekonomi Islamnya.

Pengalamannya selama puluhan tahun di dunia keuangan mengantarkannya pada

kesadaran akan kebenaran syari’ah islam dalam bidang ekonomi. Ia menganggap bahwa sistem

kapitalisme merupakan sistem ekonomi yang berbasis riba (ribawi) sehingga telah merugikan

umat Islam. Menurutnya, sistem ekonomi syariah-lah, yang berdasarkan ajaran Islam, yang

mampu menjadi solusi atas berbagai masalah umat, termasuk masalah kemiskinan dan

kesenjangan sosial.10

Usaha pertamanya adalah jual beli dinar dengan mendirikan Gerai Dinar yang sudah

mulai dirintisnya sejak tahun 2007. Untuk media sosialisasi dinar, Iqbal membuat situs yang

dikhususkan untuk edukasi dan jual beli dinar (geraidinar.com).11 Dinar dipilih bukan semata-

mata karena alasan bisnis. Lebih dari itu ia ingin memasyarakatkan alat tukar yang adil dan

memiliki ketahanan nilai. Ia juga memproduksi madu dan menjualnya dengan nama Rumah

Madu.12 Madu ia pilih karena khasiatnya yang sudah dijamin oleh al-Qur’an maupun sunnah

Rasulullah SAW. Tak lama kemudian Iqbal mendirikan lembaga pelatihan wirausaha yang ia beri

nama Pesantren Wirausaha Daarul Muttaqiin. Bersama alumni Pesantren Wirausaha inilah Iqbal

mendirikan kawasan pertanian dan peternakan kambing di daerah Jonggol, Bogor, yang ia beri

nama Jonggol Farm13.

Menurut Iqbal, pemilihan kedua produk di atas berdasarkan analisanya terhadap ayat-ayat

al-Qur’an. Karena itulah ia senantiasa menekankan kepada para pengusaha muda untuk memulai

9Berdasarkan wawancara dengan Muhaimin Iqbal, 8 April 2014, Pukul 16.52. 10 Berdasarkan wawancara dengan Muhaimin Iqbal, 8 April 2014, Pukul 16.52. 11 Website itu beralamat di www.geraidinar.com 12 Berdasarkanwebsite rumah madu di www.rumahmadu.com 13 Berdasarkan website bisnis informan di www.geraidinar.com

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 9: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

usahanya dengan merenungi (tadabur) ayat-ayat al-Qur’an.14 Ia banyak mengedukasi pemuda

muslim untuk sering-sering kembali kepada Al-Quran dan hadits karena disanalah banyak solusi

kehidupan, yang sayangnya jarang ditengok karena lebih percaya dengan ilmu pengetahuan

modern.

Dakwah Wirausaha Islam di Sekolah dan Internet

Andreas Senjaya adalah Chief Operating Officer (CEO) Badr Interactive, perusahaan

yang menjadi anggota Startup Center yang diasuh oleh Iqbal. Badr Interactive terletak di Jalan

Juanda, Depok. Badr Interactive banyak melayani pembuatan aplikasi-aplikasi Islam. Urban

Qurban misalnya, merupakan upaya Badr Interactive agar menyemarakkan semangat Qurban

bagi warga perkotaan. Pengarusutamaan Islam dalam aplikasi yang mobile adalah upaya Badr

Interactive untuk menunjukkan bahwa Islam selalu mampu memberikan kebermanfaatan bagi

kehidupan muslim yang semakin modern. Ketika ditanya mengapa memasukkan nilai Islam

dalam aplikasi mobile, ia menjawab lugas dengan menyatakan bahwa masa depan itu mobile (the

future is mobile).15

Menurutnya, pemuda muslim yang idealis adalah pemuda yang mampu menguasai sektor

ekonomi strategis yang selama ini dikuasai oleh orang-orang yang berseberangan dengan

kepentingan Islam. Hal ini disebabkan kemampuan muslim menguasai aset ekonomis akan

ma/mpu memberdayakan dan menguatkan posisi umat muslim itu sendiri. Ia lalu menyesalkan

kultur dan pola pikir anti wirausaha yang masih saja menghinggapi pemikiran muslim

kontemporer. Ia mencontohkan teladan dari Rasulullah Muhammad yang memberdayakan

ekonomi saat pertama kali hijrah ke Madinah.16 Teladan tersebut menunjukkan pentingnya

menyejahterakan diri sendiri dan masyarakat.

Apabila Senjaya adalah agen yang bergerak di bidang teknologi, Uswati bergerak di

bidang pendidikan. Ia adalah Direktur Khalifah Group yang didirikan Ippho Santosa. Ia

menaungi berbagai tim di Khalifah Group, seperti Daycare Khalifah, TK Khalifah, dan Perguruan

Tinggi Umar Usman. Kesemuanya bergerak di bidang pendidikan kewirausahaan dengan

penyertaan nilai-nilai Islami. Menurutnya, penanaman nilai wirausaha seharusnya ditanamkan

sejak dini merujuk pada kemampuan Rasulullah Muhammad SAW menghasilkan uang sejak

14 Berdasarkan website pribadi informan di www.muhaiminiqbal.blogspot.com. 15 Berdasarkan wawancara dengan Andreas Senjaya, 14 April 2014 pukul 18.35 WIB 16 ibid

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 10: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

umur enam tahun.17 Ia menjadikan Rasulullah sebagai teladan siswa agar mau berwirausaha

sedari kecil.

Memahami Makna dan Tujuan Wirausaha Islam Indonesia

Bagian ini akan menjelaskan bagaimana makna wirausaha Islam bagi para agennya. Ini

dilakukan semata-mata untuk mencari tahu bagaimana proses lahirnya pengusaha muslim dengan

wacana wirausaha Islamnya yang merupakan gejala yang baru terjadi di era reformasi. Mereka

melihat perlunya suatu gerakan Islam yang berbasis ekonomi di saat pergerakan Islam politik di

Indonesia semakin mandek. Mereka juga memilih perjuangan di ranah ekonomi karena belum

banyak agen Islam yang dengan serius memperhatikan permasalahan ini.

Muhaimin Iqbal dan Ippho Santosa misalnya, memaknai Islamic entrepreneurship

sebagai jalur perjuangan ekonomi berbasis syariah. Dengan kata lain, mereka melakukan jihad

ekonomi Islam. Dalam memaknainya sebagai jihad ekonomi Islam inilah, mereka ingin mencapai

beberapa tujuan. Pertama, jihad ekonomi Islam sebagai sarana mobilitas vertikal umat. Kedua,

sebagai sarana keadilan ekonomi. Dan yang ketiga, sebagai sarana rekonstruksi keislaman

modern.

Pertama, sebagai sarana mobilitas vertikal umat, Iqbal melihat bahwa masalah ekonomi

merupakan masalah yang amat mendasar yang perlu diselesaikan umat terlebih dahulu. Untuk itu,

ia menganjurkan jalur wirausaha, khususnya beternak, yang juga merupakan pekerjaan dan harta

terbaik umat, untuk dapat dimasuki oleh muslim. Pekerjaan dan harta terbaik ini merupakan

sarana mobilitas vertikal umat. Beternak adalah aktivitas yang berkah dan berlimpah.18

Pemaknaan ini lahir dari pembacaannya terhadap hadits yang mengatakan: “Hampir saja harta

muslim yang terbaik adalah kambing yang digembala di puncak gunung dan tempat jatuhnya

hujan. Dengan membawa agamanya dia lari dari beberapa fitnah (kemungkaran atau

peperangan sesama muslim)” (H.R. Bukhari).19

Selain pembacaannya terhadap hadits, pemaknaan itu juga dipengaruhi oleh kondisi

struktural masyarakat Indonesia, khususnya muslim, yang mengalami kekurangan konsumsi

17 Berdasarkan wawancara dengan Nuha Uswati, 15 April 2014 18 Iqbal memberikan nama bisnis peternakannya dengan Bank Kambing (Lambbank). Bank Kambing terletak di Desa Singajaya, Jonggol, Bogor sehingga wilayahnya dinamakan Jonggol Farm. Ia dan mitra bisnis melakukan inovasi dengan membentuk sistem jual beli di Bank Kambing yang memudahkan siapa saja yang ingin bertransaksi, persis seperti bank konvensional. Lebih lengkap lihat situs resmi Bank Kambing di www.lambbank.com. 19 Berdasarkan tulisannya berjudul “Digaji dengan Kambing, Mau?” di www.geraidinar.com

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 11: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

daging justru di tengah alam Indonesia yang berlimpah ruah. Menurutnya, kekurangan konsumsi

daging akan membuat generasi muslim semakin melemah. Sudah seharusnya muslim sadar akan

kondisi kekurangan gizi ini.

Dalam memaknai Islamic entrepreneurship sebagai sarana mobilitas vertikal umat, ia

tidak hanya berhenti pada gagasan pentingnya beternak dan wirausaha. Seperti terlihat dari

pergolakan pemikiran di situsnya, ia juga memberikan solusi keuangan berupa dinar–dirham,

bukan uang kertas, apalagi uang digital (bitcoin) yang tidak memiliki basis penjaminnya (uang

fiat). Dalam suatu wawancara, ia mengaku sangat geram dengan sistem ribawi ala kapitalisme.20

Menurutnya, sistem ribawi ini harus segara dihapuskan dengan sistem keuangan syariah.

Selain menganjurkan beternak dan dinar-dirham, pemaknaan Islamic entrepreneurship

Iqbal terlihat dari diberikannya pendidikan Islamic entrepreneurship di Startup Center. Iqbal

mengaku lebih suka memberikan pelatihan dan bimbingan wirausaha dibandingkan seminar besar

yang komersil. Menurutnya, perubahan sikap yang dialami peserta seminar wirausaha hanya

bersifat sementara (temporary).21 Ia lebih puas dengan adanya tindakan langsung peserta

didiknya, yaitu membuka usaha, begitu selesai ia berikan pelatihan.

“(Islam)…bukan suatu keharusan tetapi suatu kebutuhan. Jadi, kalau diharuskan seolah-olah dipaksakan. Tetapi suatu kebutuhan, bedanya adalah kebutuhan kita ummat ini butuh rakyat ini butuh. …Karena tanpa solusi Islam, tanpa petunjuk, kita udah tahun 59 tahun merdeka sekarang, dengan bumi begitu makmur tapi kita makan daging aja nggak cukup, iya kan? Ya kita butuh mindset yang berbeda. Nah siapa lagi yang menawarkan kalau bukan petunjuk? Kalau kita ber-exercise lagi menawarkan konsep baru tidak ada dasarnya, rakyat eksperimen lagi. Kita harus kembali ke petunjuk karena petunjuk itu kebenarannya hakiki, lintas waktu. Jadi ga usah eksperimen lagi, tinggal kita jalani betul-betul. Dan itu janji Allah. Barang siapa berpegang pada Islam tidak akan bersedih, tidak akan.” - Wawancara dengan Muhaimin Iqbal, pengusaha muslim, 8 April 2014 pukul 16.49 WIB

Islamic entrepreneurship sebagai sarana mobilitas vertikal tersebut juga dimiliki Ippho

Santosa. Ia dalam buku-bukunya mengaku ingin menjadikan Islamic entrepreneurship sebagai

sarana mobilitas vertikal umat (Santosa, 2010). Untuk mewujudkan idenya itu, ia berfokus pada

jalur pendidikan yang tersampaikan dalam bentuk tulisan dan buku. Ide itu berkutat mengenai

kekayaan dan rezeki dalam Islam (Santosa, 2010; Santosa, 2011; Santosa, 2012; Santosa, 2013).

Sebenarnya, yang ia lakukan dalam tulisan-tulisannya adalah mendidik dengan cara

20 Berdasarkan wawancara dengan Muhaimin Iqbal, 8 April 2014 pukul 16.49 WIB 21 ibid

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 12: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

merekonstruksi pemahaman umum (common sense) muslim kontemporer, terutama makna

kekayaan, wirausaha dan beramal dalam Islam. Ini ia lakukan sebagai pembangkit semangat

berwirausaha muslim agar mampu melakukan mobilitas vertikal dan merebut sumberdaya

ekonomi yang dikuasai non-muslim. Pada titik ini, pemaknaan Islamic entrepreneurship-nya

mirip dengan Iqbal: sarana mobilitas vertikal umat.

“Lantas, manakah dalil-dalil yang menganjurkan untuk kaya? Inilah beberapa pesan Nabi: Allah SWT lebih menyukai muslim yang kuat iman dan nafkahnya daripada muslim yang lemah. …Sebaik-baiknya harta adalah harta yang dimiliki orang yang saleh”. …Kekayaan tidak membawa mudharat bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah SWT.” – Buku 7 Keajaiban Rezeki, halaman 79.

Santosa seringkali membeberkan arti penting kaya dalam muslim. Ia seringkali

mencontohkan tokoh besar Islam seperti Nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan sahabatnya

adalah orang yang kaya raya. Hanya saja, mereka tetap menjalani hidup sederhana (zuhud).

Bahkan, dua pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia, Ahmad Dahlan (Muhammadiyah) dan

Hasyim Ashari (Nahdlatul Ulama) merupakan orang yang kaya raya. Ia lebih lanjut menjelaskan

bahwa Tuhan bersifat Maha Kaya sehingga muslim harus mengikutinya (Santosa, 2011). Dari

situ ia mengambil kesimpulan bahwa tidak ada alasan bagi muslim untuk tidak menjadi kaya.

Selain Iqbal dan Santosa, Uswati juga melihat Islamic entrepreneurship sebagai suatu

kebutuhan bagi muslim yang ingin melakukan mobilitas vertikal. Untuk itulah, dibutuhkan

pendidikan yang berfokus pada Islamic entrepreneurship. Ia menyesalkan selama ini pendidikan

TK di Indonesia belum ada yang berdasarkan kewirausahaan Islam.22 Padahal, wirausaha

merupakan jalan bagi siapapun yang ingin mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik, terutama

dalam segi keuangan. Dari dasar itulah, ia ingin mewujudkan anak-anak yang memiliki cita-cita

besar sebagai entrepreneur moslem dengan keteladanan Nabi Muhammad SAW melalui TK

Khalifah.

Kedua, sebagai sarana pewujudan keadilan ekonomi umat. Islamic entrepreneurship tidak

berhenti pada upaya mencapai kekayaan/mobilitas vertikal saja. Ia juga mencakup bagaimana

upaya mencapai keadilan ekonomi umat. Inilah yang ditekankan betul oleh Iqbal, terutama

mengingat kondisi ekonomi umat yang terpuruk di Indonesia. Meskipun secara populasi

terbanyak, muslim terbelakang secara ekonomi. Dengan kata lain, telah terjadi ketimpangan

ekonomi di Indonesia yang tidak hanya berbasiskan kelas tetapi juga agama. 22 Berdasarkan wawancara dengan Nuha Uswati, 15 April 2014

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 13: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

Iqbal melihat upaya mencapai keadilan ekonomi umat dilakukan dengan menerapkan

Islamic entrepreneurship dalam bisnis sehari-hari. Yang ia maksudkan adalah bisnis yang

berdasarkan nilai-nilai Islam, khususnya keadilan. Ini karena di dalam Islam, bisnis tidak hanya

bermakna untung rugi tetapi juga surga dan neraka.23 Dalam melaksanakan bisnis, pengusaha

harus tunduk pada tata aturan Islam, mulai dari cara mendapatkan hingga penggunaan hartanya.

Pengusaha dalam aturan Islam harus membagikan hartanya kepada yang berhak, yaitu kaum

miskin dan anak yatim. Disinilah relevansi ide-ide Islamic entrepreneurship dalam mengatasi

permasalahan keadilan ekonomi: Islamic entrepreneurship mampu membentuk pengusaha yang

sadar akan tanggung jawab sosial dari hartanya. Dengan kata lain, Islamic entrepreneurship

mampu menciptakan borjuis ‘saleh’.

Ketiga, sebagai sarana rekonstruksi keislaman modern, Islamic entrepreneurship hadir

dalam konteks keislaman Indonesia yang berfokus pada ranah politik. Sepanjang ekspresi

keislaman di Indonesia, wacana Islam ekonomi begitu jarang dieskternalisasikan agen-agen

Islamnya. Nampaknya, ini berkaitan erat dengan kondisi sosio – politik saat itu yang

mengharuskan agen Islam bergerak di ranah politik (Latif, 2012). Baru pada era reformasi, di

tengah beragamnya ekspresi keislaman muslim kontemporer, ekspresi keislaman Islam ekonomi

berupa Islamic entrepreneurship dieksternalisasikan gagasannya, dan mendapatkan tempat

tersendiri dalam gerakan keislaman di Indonesia (Fealy, 2008).

Di bagian ini, yang terpenting adalah memahami mengapa agen memaknai Islamic

entrepreneurship sebagaimana adanya sekarang? Mengapa pemaknaan Islamic entrepreneurship

melahirkan bentuk yang apolitis? Mengapa Islamic entrepreneurship mereka belum bersifat

ideologis, sebagaimana terjadi di Turki, misalnya. Hal ini penting untuk mengetahui gugus

makna terdalam agen Islamic entrepreneurship di Indonesia.

Iqbal dan Santosa, yang memaknai Islamic entrepreneurship sebagai jihad ekonomi untuk

mencapai tujuan mobilitas vertikal dan keadilan ekonomi umat, berasal dari golongan pengusaha

yang tidak berurusan langsung dengan ide-ide Islam politik atau ideologis di Indonesia. Mereka,

dan kelompok pengusaha muslim lainnya, hidup dan menghidupi tata aturan dan kebiasaan

(rules) seorang pengusaha, yang banyak berurusan dengan bahasa dan logika ekonomi seperti

keuangan, produktivitas dan efektivitas. Karena ingin menghidupi perekonomian syariah, mereka

menghidupi tata aturan ekonomi berdasarkan norma ekonomi Islam. Aturan dan kebiasaan (rules)

23 Berdasarkan wawancara dengan Muhaimin Iqbal, 8 April 2014 pukul 16.49 WIB

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 14: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

mereka berbeda dengan intelektual - politisi Islam maupun pengusaha sekuler, misalnya. Selain

berbicara dan menghidupi bahasa ekonomi riil, mereka juga tidak terseret ke dalam arus politik,

sebagaimana yang dilakukan beberapa intelektual Islam kontemporer.

Dapat dikatakan, meskipun untuk sementara waktu, bahwa golongan pengusaha muslim

ini netral dari afiliasi politik dan ideologis. Ini karena mereka tidak merasakan ‘feel for the game’

di ranah politik. Sebaliknya, mereka amat menguasai ranah ekonomi, khususnya ekonomi

syariah. Dengan kalimat yang lebih sederhana, pengusaha muslim ini hendak mengenalkan

jargon “Islam ekonomi, yes! Islam politik, no!” kepada muslim kontemporer.

Perubahan pemaknaan Iqbal terhadap sistem ekonomi, dari kapitalisme sekuler ke

ekonomi syariah (jihad), merupakan gejala yang tidak langsung terbentuk begitu saja. Pertama,

Iqbal sebagai agen memiliki kemampuan diskursif (discursive consciousness) untuk melihat

bagaimana sistem perekonomian di Indonesia yang sekuler telah merugikan umat. Setelah

mengetahui hal tersebut, ia lalu melakukan praktik wirausaha Islam secara berulang untuk

menunjukkan kebenaran pemaknaannya tersebut. Pada tahap ini dan setelahnya, Iqbal telah

melakukan pembiasaan dari praktik berulang (habituasi) Islamic entrepreneurship sehingga

wacana tersebut telah menjadi begitu praktis dan tidak dipertanyakan lagi (practical

consciousness). Hingga sekarang, ia, mitra dan pengikut wacananya telah melakukan praksis

sosial Islamic entrepreneurship yang berasal dari perubahan makna, yaitu kapitalisme ke syariah,

hingga Islamic entrepreneurship telah menjadi practical consciousness bagi komunitas di

sekeliling pengusaha muslim.

Wirausaha Islam Indonesia dan Kondisi Sosio Historis Yang Melahirkannya

Iqbal, dalam bukunya “Ayo Berdagang!”(2008) menyatakan bahwa Belanda yang telah

menjajah Indonesia lebih dari 350 tahun memiliki andil besar tercerabutnya spirit dan aktivitas

dagang di kalangan muslim pribumi. Mereka mengondisikan agar pribumi berprofesi sebagai

pegawai. Sementara, sektor perdagangan diserahkan kepada kelompok minoritas China dan Arab.

Kenyataan ini mengakibatkan profesi pegawai dipersepsikan lebih terhormat oleh sebagian besar

pribumi dibanding dengan profesi pedagang hingga saat ini. Dengan kata lain, ia hendak berkata

bahwa muslim kontemporer mengidap mentalitas post-kolonial yang akut.

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 15: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

Pernyataan Iqbal di atas patut dilihat dari pergerakan Islam di Indonesia. Sejauh ini,

pergerakan Islam ekonomi, khususnya Islamic entrepreneurship, masih pada tahap awal

pembentukannya di Indonesia. Ia belum terdengar saat Indonesia belum merdeka, baru saja

merdeka, maupun saat orde baru. Islam saat orde baru misalnya, lebih bercorak intelektual -

birokratis sifatnya dibandingkan ekonomi.24 Pada era reformasi dengan kemajuan teknologi dan

informasi, barulah Islam yang ekonomi - kultural sifatnya bisa lahir.

Hal ini bisa dilacak dari genealogi pergerakan Islam di Indonesia yang dinamis, yang

berubah-ubah mengikuti kondisi rezim yang berkuasa. Pergerakan Islam dan respons

intelegensianya selalu berubah-ubah mengikuti perubahan sosial di masyarakat Indonesia (Latif,

2012). Pada konteks pasca kemerdekaan dan Orde Baru saja, gerakan Islam memiliki wajah yang

amat berbeda. Saat Indonesia baru saja merdeka, terdapat gerakan Islam yang amat politis dengan

keinginan membentuk Indonesia menjadi negara Islam. Pemikiran dan gerakan yang dipelopori

pemikiran Natsir ini menginginkan Indonesia didirikan atas dasar hukum dan syariat Islam. Ide

ini kemudian gagal karena marjinalisasi politik Islam saat Orde Baru yang hanya menerima

maksim developmentalism dan Pancasila. Praktis, wacana Islam politis tidak dapat hadir dalam

wacana dominan bernegara sehingga intelektual Islam Orde Baru memilih merekonstruksi

gerakan Islam, dari radikal - konservatif menuju moderat, akomodasionis dan liberal (Barton,

1999; Latif, 2012).

Karena secara struktural negara pada orde baru amat dominan mengurusi pembangunan,

tidak banyak ide-ide pembangunan alternatif yang dilakukan masyarakat saat itu. Negara

menjadikan Islam sekedar agama pengetahuan untuk hidup sehari-hari, yang berfokus pada

persoalan-persoalan keilmuan dan ibadah dalam Islam (ibadah mahdhoh). Keadaan ini berubah

total ketika orde reformasi dengan kemajuan teknologi dan informasinya, telah melahirkan

formasi sosial pengusaha muslim yang berjihad di ranah ekonomi umat. Meskipun terdapat kritik

menjadikan agama sekedar komoditas (Fealy, 2008), nyatanya jihad ekonomi mereka lebih luas

dari sekedar jual-beli agama.

24 Mengenai bagaimana wajah Islam Indonesia saat orde baru yang dipenuhi dengan pemikiran intelektualnya, lihat Barton (1999) dan Latif (2012).

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 16: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

Tabel 4.3: Genealogi Gerakan Islam di Indonesia

Momentum Sejarah Kondisi Struktural Respons Gerakan Islam

Pra-Kemerdekaan Mengekang: Kebijakan

Diskriminatif Kolonial Belanda

Islam Ekonomi – Politis:

Serikat Dagang Islam

(SDI)

Pasca Kemerdekaan Mengekang: Anomie Politik Islam Politis: Negara

Islam

Orde Baru Mengekang: Marjinalisasi Islam

Politik

Islam Politis - Intelektual:

Moderat, Liberal dan

Modernis

Orde Reformasi Memberdayakan: Kemajuan

informasi dan teknologi;

Komoditisasi Islam;

Tersebarnya Otoritas Keislaman

Islam Ekonomi: Islamic

Entrepreneurship

Sumber: Latif (2012), Fealy (2008) dengan beberapa perubahan.

Teori strukturasi melihat bagaimana gejala empiris, seperti praksis keislaman sehari-hari,

dipengaruhi oleh struktur sosial. Dengan menggunakan kacamata strukturasinya, makna dan

gerakan keislaman yang berubah-ubah tersebut akan terlihat sebagai upaya para agen untuk

menyelaraskan makna dan gerakan keislaman agar sesuai dengan kondisi aktual struktur

sosialnya. Artinya, agen muslim memahami bahwa struktur sosial dapat bersifat mengekang

(constraining) atau memberdayakan (enabling) pergerakan Islam sehingga mereka dapat memilih

mana gerakan yang tepat bagi kepentingan mereka. Makna dan tujuan gerakan keislaman

bukanlah hal yang agen dapatkan dari langit (ahistoris), ia terbentuk dari kesadaran diskursif

(discursive consciousness) para agen terhadap struktur sosialnya, yaitu struktur signifikasi,

dominasi dan legitimasi, yang spesifik ruang dan waktunya.

Dari pemikiran itu, akan terbaca bahwa agen/intelektual Islam di Indonesia adalah

manusia yang refleksif dengan kemampuan mereka merekonstruksi dan memobilisasi gerakan

keislaman pada tiap masa, yang berbeda corak pemerintahan dan masyarakatnya. Apabila agen

pembaharu Islam dalam Orde Baru adalah intelektual Islam dengan struktur yang mengekang,

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 17: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

agen pembaharu dalam masa reformasi bukan saja sekedar intelektual Islam.25Agen pembaharu

Islam justru lahir dari rahim ekonomi, bukan politik, dengan pengusaha yang sadar akan

kepentingan aktual umat. Agen-agen Islam inilah yang memahami bagaimana perubahan

struktur, dari mengekang ke memberdayakan, dapat dimanfaatkan untuk pergerakan Islam yang

relevan.

Lantas, struktur seperti apa yang mampu membentuk dan menjadikan pengusaha muslim

sebagai agen Islam? Dari sudut pandang strukturasi, kelahiran agen pembaharu Islam yang terdiri

dari pengusaha tersebut adalah buah dari struktur memberdayakan (enabling) yang baru

didapatkan muslim pada era reformasi. Secara historis, dari zaman pra-kemerdekaan hingga Orde

Baru, struktur negara bersifat mengekang (constraining) pergerakan Islam (Latif, 2012).

Perubahan struktural yang terjadi pada tahun 1998 memiliki dampak yang signifikan pada

gerakan keislaman. Baru pada orde reformasi-lah struktur bersifat memberdayakan (enabling)

pergerakan Islam untuk meluas. Ini dapat dilihat dari munculnya beragam wajah Islam pada era

reformasi, dari masing-masing kutub ideologisnya.

Praksis Sosial Wirausaha Islam Indonesia

Praksis sosial Islamic entrepreneurship di Indonesia beragam bentuk dan cakupannya.

Namun, dapat dikatakan terdapat tiga kategori umum yang menonjol dalam Islamic

entrepreneurship di Indonesia. Ketiganya adalah praksis sosial Islamic entrepreneurship di ranah

bisnis, edukasi, dan komunitas. Meskipun di kenyataannya ketiganya kadang berbenturan,

ketiganya dapat memetakan dengan tepat bagaimana praksis sosial Islamic entrepreneurship di

Indonesia berjalan.

Pertama, di ranah bisnis, Islamic entrepreneurship bergerak dengan mengutamakan nilai-

nilai Islam yang ketat. Meskipun tetap mendapatkan keuntungan seperti bisnis lainnya, bisnis

dalam Islamic entrepreneurship menjunjung tinggi syariah dalam aktivitasnya. Bisnis Iqbal

misalnya, hampir kesemuanya merupakan bisnis berdasarkan Islamic entrepreneurship. Beberapa

bisnis pribadinya, mulai dari Bank Kambing hingga Rumah Madu, terinspirasi dari ayat-ayat

25Memang, tetap ada intelektual Islam yang terus berupaya mengkontekstualisasikan ajaran Islam ke dalam kenyataan sosial di Indonesia. Hanya saja, wacana mereka berputar-putar pada wacana ‘horizontal’, yaitu liberalisme, sekularisme dan modernisme. Mereka jarang sekali, bahkan bisa dikatakan tidak pernah, membahas persoalan vertikal/kelas dalam muslim kontemporer.

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 18: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

Quran yang ia renungi maknanya (tadabbur). Begitu pun bisnis sosialnya yang berbentuk Bazaar

Madinah yang terinspirasi dari pasar di era Rasulullah. Selain Iqbal, Santosa juga memiliki bisnis

yang berbasis syariah seperti TK Khalifah sampai Perguruan Tinggi Umar Usman. Bisnis, bagi

pengusaha muslim, tidak dapat dipisahkan sedikit pun dari ajaran Islam. Bisnis bagi mereka

bukan hanya perkara untung-rugi, sebagaimana kapitalis Barat melihatnya, tetapi juga surga-

neraka.

Kedua, di ranah edukasi, Iqbal dan Santosa juga menempatkan Islamic entrepreneurship

sebagai tema utama gerakan keislamannya. Buku-buku yang mereka terbitkan banyak membahas

Islamic entrepreneurship. Iqbal misalnya, telah menerbitkan buku Ayo Berdagang! (2008),

Kambing Putih Bukan Kambing Hitam (2011) dan Inspiring One (2012) yang kesemuanya

berbicara tentang Islamic entrepreneurship. Buku-buku sejenis juga diterbitkan Santosa dengan

beberapa buku best-sellernya seperti 7 Keajaiban Rezeki (2010), Percepatan Rezeki dalam 40

Hari (2011), Hanya 2 Menit (2012) dan Moslem Millionaire (2013). Dapat dikatakan, buku-buku

tersebut mengubah fokus keislaman muslim kontemporer agar bergerak di ranah ekonomi

dibandingkan terlalu berfokus pada ranah politik–ideologis sebagaimana yang terjadi di era

sebelumnya.

Selain melalui buku, edukasi Islamic entrepreneurship juga dilangsungkan melalui

seminar – training dan sekolah yang didirikan pengusaha muslim tersebut. Seminar Islamic

entrepreneurship-nya Santosa yang berjudul 7 Keajaiban Rezeki misalnya, telah menjadi seminar

terbesar se-Indonesia pada tahun 2011 (Santosa, 2011). Selain seminar, Santosa juga mendirikan

TK Khalifah dan Perguruan Tinggi Umar Usman. Keduanya sama-sama berfokus pada edukasi

Islamic entrepreneurship bagi muslim kontemporer.

Pemaknaan Iqbal terhadap Islamic entrepreneurship-nya telah mendorongnya untuk

memobilisasikan sumberdaya ekonominya untuk membentuk praksis sosial Islamic

entrepreneurship. Mobilisasi sumberdaya ekonomi ini lalu pada gilirannya memobilisasi orang

(politik) untuk bergerak bersama-sama memakmurkan pasar syariah. Mobilisasi keduanya,

ekonomi dan politik, membentuk praktik sosial sehari-hari umat, seperti jual beli secara syariah.

Belum berhenti di bisnis sosial dan pribadi, Iqbal juga memutuskan untuk mengedukasi pemuda

muslim melalui Islamic entrepreneurship-nya. Buku, sharing, dan bimbingan mengenai bisnis

selalu ia lakukan untuk mengembangkan semangat berwirausaha umat.

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 19: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

Hal yang penting untuk diketahui adalah bagaimana akumulasi kekayaan (resources)

yang dimiliki Iqbal dan Santosa telah memampukan mereka untuk terus melakukan praksis sosial

Islamic entrepreneurship. Artinya, praksis sosial Islamic entrepreneurship memerlukan

kesinambungan dari kapasitas sumberdaya yang dimiliki oleh agen. Praktik Islamic

entrepreneurship tidak akan bertahan lama apabila tidak menguntungkan atau tidak menambah

kekayaan mereka. Disinilah, bagaimana sumberdaya (resources) agen bekerja dalam

memampukan praksis sosial sehari-hari Islamic entrepreneurship.

Kesimpulan

Setelah memberikan bagaimana pemaknaan para agen Islam baru tersebut, terlihat

bagaimana wirausaha Islam di Indonesia bukan sekedar komoditas tanpa nilai dan tujuan, yang

kebetulan, sedang laris-larisnya. Wacana wirausaha Islam di Indonesia adalah jihad ekonomi

Islam melawan sistem kapitalisme yang telah merugikan posisi objektif umat muslim di

Indonesia. Struktur yang memberdayakan Islam (enabling) dengan sumberdaya dan tata

aturannya juga telah memungkinkan para agen untuk melakukan praksis sosialnya. Praktik sosial

sehari-hari agen di level interaksional juga telah menunjukkan bagaimana nilai-nilai Islam begitu

metodologis, bukan sekedar ideologis. Dengan kata lain, wirausaha Islam Indonesia merupakan

upaya counter-hegemony terhadap kapitalisme yang serius.

Meskipun begitu, wacana wirausaha Islam di Indonesia cenderung apolitis. Ini terlihat

dari para agennya yang tidak terlihat memiliki afiliasi politis – ideologis tertentu sehingga

menyebabkan sifatnya yang inklusif. Nampaknya, ini diakibatkan tujuannya yang membuatnya

sebisa mungkin mendapatkan sebanyak-banyaknya pengikut (jamaah). Patut dinantikan di masa

yang akan datang, bagaimana sifat wirausaha Islam di Indonesia. Akankah ia berubah bentuk

menjadi ideologis sebagaimana yang terjadi di Turki? Atau, ia sekedar menjadi komoditas sehari-

hari sebagaimana yang telah terjadi? Nampaknya, jawaban atas pertanyaan ini amat bergantung

pada bagaimana relasi antara struktur – agen dalam demokrasi Indonesia yang semakin

memberdayakan Islam. Bagaimanapun, wirausaha Islam Indonesia akan tetap menjadi suatu

bentuk wacana pemberdayaan akar rumput yang riil.

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014

Page 20: Jihad Islam Ekonomi: Praktik Wirausaha Islam di Indonesia

Daftar Pustaka

Buku: Barton, Greg. 1999. Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neo-Modernisme

Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib dan Abdurrahman Wahid. Jakarta: Pustaka Antara.

Fealy, Greg dan Sally White (ed). 2008. Expressing Islam: Religious Life and Politics in Indonesia. Singapore: ISEAS Publications.

Giddens, Anthony. 1984. The Constitution of Society: Outline of Theory of Structuration. Cambridge: Polity Press.

Latif, Yudi. 2005. Intelegensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia Abad ke-20. Bandung: Mizan.

Neuman, W. L. 2003. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approach. Boston: Pearson Education.

Santosa, Ippho. 2011. Percepatan Rezeki Dalam 40 Hari Dengan Otak Kanan. Jakarta: Gramedia.

Santosa, Ippho. 2010. 7 Keajaiban Rezeki: Rezeki Bertambah, Nasib Berubah, dalam 99 Hari dengan Otak Kanan. Jakarta: Gramedia.

Santosa, Ippho. 2012. Hanya 2 Menit: Anda Bisa Tahu Potensi Rezeki Anda. Jakarta: Gramedia. Santosa, Ippho. 2013. Moslem Millionaire: Menguasai Cinta dan Harta dalam 365 Hari. Jakarta:

Gramedia.

Jurnal: Noruzi, Reza,E.M.B.A., PhD. 2011. A quick look on islamic entrepreneurship. Interdisciplinary

Journal of Contemporary Research in Business, 2(10), 478-484. Diakses darihttp://search.proquest.com/docview/857667362?accountid=17242.

Tesis/Disertasi:

Adas, E. B. 2003. Profit and the prophet: Culture and politics of islamic entrepreneurs in turkey. (Order No. 3086001, University of Illinois at Urbana-Champaign). ProQuest Dissertations and Theses, , 202-202 p. Diakses darihttp://search.proquest.com/docview/305332630?accountid=17242.(305332630).

Kayed, R. 2006. Islamic entrepreneurship: A Case Study of Kingdom of Saudi Arabia. Disertasi

Doktoral. Massey University. Diakses dari http://hdl.handle.net/10179/1491.

Jihad islam ekonomi praktik ..., Ganggas Wibisono, FISIP UI, 2014