jenis kekuatan politik

79
Infrastruktur dan Suprastruktur Politik di Indonesia 28JAN201213 Komentar by amanahme in PKn Pada setiap sistem politik Negara-negara dunia, akan selalu dijumpai adanya struktur politik. Struktur politik di dalam suatu negara adalah pelembagaan hubungan organisasi antara komponen-komponen yang membentuk bangunan politik. stuktur politik sebagai bagian dari struktur yang pada umumnya selalu berkenaan dengan alokasi nilai-nilai yang bersifat otoratif, yaitu yang dipengaruhi oleh distribusi serta penggunaan kekuasaan. Permasalahan politik menurut Alfian, dapat dikaji melalui berbagai pendekatan, yaitu didekati dari sudut kekuasaan, struktur politik, komunikasi politik, konstitusi, pendidikan dan sosialisasi politik, pemikiran dan kebudayaan politik. Sistem politik yang pada umumnya berlaku di setiap negara meliputi dua struktur kehidupan politik, yakni, infrastrukur politik dan suprastruktur politik. 1. Infrastrukur politik Didalam suatu kehidupan politik rakyat (the sosial political sphere), akan selalu ada keterkaitan atau keterhubungan dengan kelompok-kelompok lain ke dalam berbagai macam golongan yang biasanya disebut “kekuatan sosial politik masyarakat”. Kelompok masyarakat tersebut yang merupakan kekuatan politik riil didalam masyarakat, disebut “infrastruktur politik”. Berdasakan teori politik, infrastruktur politik mencakup 5 (lima) unsur atau komponen sebagai berikut : a. Partai politik (political party ), b. kelompok kepentingan (interst group),

Upload: suratmanalimuddin

Post on 11-Aug-2015

510 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: jenis kekuatan politik

Infrastruktur dan Suprastruktur Politik di   Indonesia

28JAN201213 Komentar

by amanahme in PKn 

Pada setiap sistem politik Negara-negara dunia, akan selalu dijumpai

adanya struktur politik. Struktur politik di dalam suatu negara adalah

pelembagaan hubungan organisasi antara komponen-komponen yang

membentuk bangunan politik. stuktur politik sebagai bagian dari

struktur yang pada umumnya selalu berkenaan dengan alokasi nilai-nilai

yang bersifat otoratif, yaitu yang dipengaruhi oleh distribusi serta

penggunaan kekuasaan.

Permasalahan politik menurut Alfian, dapat dikaji melalui berbagai

pendekatan, yaitu didekati dari sudut kekuasaan, struktur politik,

komunikasi politik, konstitusi, pendidikan dan sosialisasi politik,

pemikiran dan kebudayaan politik. Sistem politik yang pada umumnya

berlaku di setiap negara meliputi dua struktur kehidupan politik, yakni,

infrastrukur politik dan suprastruktur politik.

1. Infrastrukur politik

Didalam suatu kehidupan politik rakyat (the sosial political sphere), akan

selalu ada keterkaitan atau keterhubungan dengan kelompok-kelompok

lain ke dalam berbagai macam golongan yang biasanya disebut

“kekuatan sosial politik masyarakat”. Kelompok masyarakat tersebut

yang merupakan kekuatan politik riil didalam masyarakat, disebut

“infrastruktur politik”. Berdasakan teori politik, infrastruktur politik

mencakup 5 (lima) unsur atau komponen sebagai berikut :

a. Partai politik (political party ),

b. kelompok kepentingan (interst group),

c. kelompok penekan (pressure group),

d. media komunikasi politik  (political communication media) dan

Page 2: jenis kekuatan politik

e. tokoh politik (political figure).

a. Partai politik ( political party ) di Indonesia

Partai politik sebagai institusi mempunyai hubungan yang sangat erat

dengan masyarakat dalam mengendalikan kekuasaan. Hubungan ini

banyak dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat yang melahirkannya.

Kalau kelahiran partai politik dilihat sebagai pengewajantahan dari

kedaulatan rakyat dalam poltik formal, maka semangat kebebasan selalu

dikaitkan orang ketika berbicara tentang partai politik sebagai

pengendali kekuasaan. Perjalanan sejarah kehidupan partai poliik di

Indonesia secara garis besarnya dapat dijelaskan sebagai berikut :

Masa pra kemerdekaan

Organisasi modern pertama di Indonesia yang melakukan perlawanan

terhadap penjajah (tidak secara fisik) adalah Budi Utomo yang didirikan

di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908. Pada awalnya, organisasi ini

berkembang di kalangan pelajar dalam bentuk studieclub dan organisasi

pendidikan. Namun dalam perkembangan berikutnya, ia menjadi partai

politik yang didukung kaum terpelajar dan massa buruh tani.

Masa pasca kemerdekaan (tahun 1945-1965)

Tumbuh suburnya partai-partai politik pasca kemerdekaan, didasarkan

pada Maklumat Pemerintah tertanggal 3 November 1945 yang

ditandantangani Wakil Presden Moh. Hatta yang antara lain memuat

keinginan pemerintah akan kehadiran partai politik agar masyarakat

dapat menyalurkan aspirasi (aliran pahamnya) secara teratur. Sejak

dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tersebut, dapat diklasifikasi

sejumlah partai politik yang ada sebagai berikut :

1). Dasar Ketuhanan : a) Partai Masjumi, b) Partai Sjarikat Indonesia, c)

Pergerakan Tarbiyan Islamiah (Perti), d) Partai Kristen Indonesia

(Parkindo), e) Nahdlatul Ulama (NU), dan f) Partai Katolik.

2). Dasar Kebangsaan : Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Indonesia

Raya (Parindra Persatuan Indonesia Raya (PIR), Partai Rakyat Indonesia

Page 3: jenis kekuatan politik

(PRI), Partai Demokrasi Rakyat (Banteng), Partai Rakyat Nasional (PRN),

Partai Wanita Rakyat (PWR), Partai Kebangsaan Indonesia (Parki), Partai

Kedaulatan Rakyat (PKR), Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI), Ikatan

Nasional Indonesia (INI), Partai Rakyat Jelata (PRJ), Partai Tani

Indonesia (PTI), Wanita Demokrasi Indonesia (PTI).

3). Dasar Marxisme : Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Sosialis

Indonesia, Partai Murba, Partai Buruh, Persatuan Rakyat Marhaen

Indonesia (Permai).

4). Dasar Nasionalisme: Partai Demokrat Tionghoa (PTDI), Partai

Indonesia Nasional(PIN), Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan

Indonesia (IPKI), Masa Orde baru (tahun 1966-1998).

Awal kebangkitan orde baru (1966) dalam melakukan pembelahan

institusi politik, tetap berpandang bahwa jumlah partai politik yang

terlalu banyak tidak menjamin stabilitas politik. Usaha pertama

disamping memulihkan partai-partai yang tidak secara resmi dilarang,

adalah menyusun undang-undang tentang pemiluyang dianggap sesuai

dengan perkembangan masyarakat saat itu. Dan pemilu yang

direncanakan dilaksanakan dalam waktu dekat, ternyata baru terlaksana

tahun 1971 dengan peserta sebanyak 10 partai politik. (Golkar, Parmusi,

NU, PSII, Partai Islam, Parkindo, Partai Katolik, PNI, Murba, dan IPKI).

Hasil Pemilu 1971 menunjukkan kemenangan Golkar yang diikuti oleh

Parmusi, NU dan PNI. Selanjutnya dengan diberlakukannya UU RI no. 03

tahun 1957, Pemilu tahun 1977 dan 1982 hanya diikuti oleh 3 ( tiga)

peserta :

1). PPP dengan ciri ke-islaman dan ideologi islam.

2). Golkar dengan ciri kekayaan dan keadilan sosial.

3). PDI dengan ciri demokrasi, kebangsaan (nasionalisme), dan kedilan

Page 4: jenis kekuatan politik

Pada pemilu tahun 1987 dan 1992 dengan diberlakukannya UU NO. 3

tahun 1985, partai politik dan Golkar ditetapkan hanya mempergunakan

satu-satunya asas, yaitu Pancasila dengan tujuan agar setiap kontestan

pemilu lebih berorientasi pada program kerja masing-masing. penerapan

atas tersebut langsung sampai dengan pelaksanaan pemilu 1997. fakta

memperlihatkan bahwa selama pemilu orde baru, golkar selalu dominan.

dalam pemilu 1971 golkar meraih (62,8%), tahun 1997 (62,1%), tahun

1982 (64,3%), tahun 1987 (73,2%) tahun 1992 (68,1%) dan pada tahun

1997 (70,2%).

Era orde baru mengalami antiklimaks kekuasaan setelah pada akhir

tahun 1997 negara Indonesia mengalami krisis moneter yang selanjutnya

berkembang menjadi krisis multidimensi karena terperangkap hutang

luar negeri  yang besar dan banyaknya praktik korupsi, kolusi, nepotisme

(KKN) yang melibatkan pejabat birokrasi dan pengusaha.

Masa/Era Repormasi (tahun 1999 s.d.sekarang)

Era reformasi benar-benar merupakan arus angin perubahan menuju

demokratisasi dan asas keadilan. Partai-partai politik diberikan

kesempatan untuk hidup kembali dan mengikuti pemilu dengan

multipartai yang terselenggarakan pada tahun 1999 berdasarkan

undang-undang No. 3 tahun 1999. sangat mengejutkan bagi semua

manusia elemen masyarakat Indonesia ternyata paska-orde baru pemilu

diikuti sebanyak 48 partai politik.

b. Kelompok kepentingan (interest group)

Kelompok kepentingan (interest group), dalam gerak langkahnya akan

sangat tergantung pada sistem kepartaian yang diterapkan dalam suatu

negara. Aktivitas kelompok kepentingan umumnya menyangkut tujuan-

tujuan yang lebih terbatas, dengan sasaran-sasaran yang monolitis dan

intensitas usaha yang tidak berlebihan.

Menurut Gabriel A. Almond, kelompok kepentingan dapat

diidentifikasikan ke dalam jenis-jenis kelompok sebagai berikut :

Page 5: jenis kekuatan politik

Kelompok Anomik : kelompok yang terbentuk dari unsur–unsur masyarakat secara spontan dan seketika akibat isu kebijakan pemerintah, agama, politik, dsb.

Kelompok non-asosiasional: Kelompok yang berasal dari unsur keluarga dan keturunan atau etnik, regional, status dan kelas yang menyatakan kepentingannya berdasarkan situasi.

Kelompok insitusional : kelompok yang bersifat formal dan memiliki fungsi–fungsi politik atau sosial.

Kelompok asosiasional: Kelompok yang menyatakan kepentinganya secara khusus, memakai tenaga professional dan memiliki prosedur yang teratur untuk merumuskan kepentingan dan tuntutan.

Kelompok kepentingan pada negara totaliter (partai tunggal) pada

umumnya dianut oleh negara komunis (Rusia, RRC, Vietnam, Korea

Utara, Kuba, dan lain-lain). David Lane, (seorang analisis politik)

mengidentifikasi 5 (lima) kategori kelompok kepentingan di Uni Soviet

(Rusia), yaitu:

a. Elite politik, seperti anggota-anggota politburo

b. Kelompok-kelompok institusional, sepsrti serikat-serikat datang.

c. Kelompok-kelompok pembangkang setia, seperti para dokter dan guru

d. Pengelompokan-pengelompokan sosial yang tidak terorganisir dalam

satu kesetian, seperti petani dan tukang.

 e. Kelompok-kelompok yang tidak terorganisir dalam satu kesatuan,

yang bukan merupakan bagian dariaparat Soviet (Rusia), atau yang

mempunyai jarak dengan rezim penguasa, seperti kelompok intelektual

yang menentang rezim atau anggota sekte-sekte keagamaan tertentu.

Pada negara yang menerapkan sistem dua partai, disiplin partai baik

dalam parlemen maupun kabinetrelatif lebih ketat dan hal ini merupakan

kendala tersendiri terutama untuk mendukung sepenuhnya program-

program kelompok-kelompok tertentu.

Page 6: jenis kekuatan politik

Di negara berkembang pada umumnya. dan khususnya di Indonesia

masyarakat yang tergabung dalam kelompok kepentingan biasanya

sensitive terhadap isu politik dalam lingkup kelompok politik yang

sempit. Masyarakat masih dibatasi realita politiknya (terutama masa

orde baru) oleh para pemegang kekuasaan negara/pemerintah. Dengan

asumsi demi stabilitas politik. Tampak bahwa pada masa itu pemegang

kekuasaan negara/pemerintah cukup tangguh mengendalikan kehidupan

politik supaya terdapat keleluasaanbagi proses pembangunan bidang

kehidupan lainnya.

Namun pasca Orde Baru (tahun 1998) yang disebut dengan era

reformasi, masyarakat berperan aktif  dalam menumbuhkan sangkar

partisipasi politik “demokratisasi” setelah selama 32 tahun dikekang

dengan berbagai instrument politik dan peraturan perundangan.

Berkembangnya sistem politik di Indonesia dewasa ini tidak lepas dari

peran kelompok kepentingan yang selama Orde Baru berkuasa

berseberangan, terutama dari kalangan akademisi, politikus, lembaga

swadaya masyarakat, pengusaha, dan sebagainya.

c. Kelompok Penekan (pressure group)

Kelompok penekan merupakan salah satu institusi politik yang dapat

dipergunakan oleh rakyat untuk menyalurkan aspirasi dan kebutuhannya

dengan sasaran akhir adalah untuk mempengaruhi atau bahkan

membentuk kebijakan pemerintah. Kelompok penekan dapat terhimpun

dalambeberapa asosiasi yang mempunyai kepentingan sama, antara

lain :

a. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

b. Organisasi-organisasi sosial keagamaan

c. Organisasikepemudaan

d. Organisasi Lingkungan Kehidupan

Page 7: jenis kekuatan politik

e. Organisasi pembela Hukum dan HAM

f. Yayasan atau Badan hukum lainnya, Mereka pada umumnya dapat

menjadi kelompok penekan dengan cara mengatur orientasi tujuan-

tujuannya yang secara operasional (melakukan negosiasi) sehingga

dapat mempengaruhi kebijaksanaan umum.

Dalam realitas kehidupan politik, kita mengenal berbagai kelompok

penekan baik yang sifatnya sektoral maupun regional. Tujuan dan target

mereka biasanya bagaimana agar keputusan politik berupa undang-

undang atau kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah lebih

menguntungkan kelompoknya (sekurang-kurangnya tidak merugikan).

Kelompok penekan, kadang-kadang muncul lebih dominan dibanding

dengan partai politik, manakala partai politik peranannya tidak bisa lagi

diharapkan untuk mengangkat isu sentral yang mereka perjuangkan.

Kondisi inilah yang mendorong kelompok penekan tampil ke depan

sebagai alternative terkemuka.

d. Media komunikasi politik (political communication media)

Media komunikasi politik merupakan salah satu instrument politik yang

dapat berfungsi untuk menyampaikan informasi dan persuasi mengenai

politik baik dari pemerintah kepada masyarakat maupun sebaliknya.

Media komunikasi seperti surat kabar, telepon, fax, internet, televise,

radio, film, dan sebagainya dapat memainkan peran penting terhadap

penyampaian informasi serta pembentukan/mengubah pendapat umum

dan sikap politik publik.

e. Tokoh Politik (political/figure)

Pengangkatan tokoh-tokoh merupakan proses transformasi seleksi

terhadap anggota-anggota masyarakat dari berbagai sub-kluktur,

keagamaan, status sosial, kelas, dan atas dasar isme-isme kesukuan dan

kualifikasi tertentu, yang kemudian memperkenalkan mereka pada

peran-peran khusus dalam sistem politik. Bagi actor-aktor politik itu

sendiri, pengangkatan diri mereka selalu melalui proses, yaitu :

Page 8: jenis kekuatan politik

Transformasi dari peranan-peranan non-politis kepada suatu situasi di mana mereka menjadi cukup berbobot memainkan peranan-peranan politik yang bersifat khusus.

Pengangkatan dan penugasan untuk menjalankan tugas-tugas politik yang selama ini belum pernah mereka kerjakan, walaupun mereka telah cukup mampu untuk mengemban tugas seperti itu. Proses pengangkatan itu melibatkan baik persyaratan status maupun penyerahan posisi khusus pada mereka.

Di dalam benak masyarakat sering timbul pertanyaan apakah

pengangkatan tokoh-tokoh politik akan pengaruh besar terhadap

pembangunan dan perubahan? Pada umumnya pengangkatan tokoh-

tokoh politik akan memberikan angin segar dalam memaparkan

beberapa komponen perubahan dalam segala untuk dan menifestasinya.

Pengangkatan tokoh-tokoh politik akan berakibat terjadinya pergeseran

di sector infrastruktur politik, organisasi, asosiasi-asosiasi, kelompok-

kelompok kepentingan serta derajat politisasi dan partisipasi

masyarakat.

Menurut Lester G. Seligman , proses pengangkatan tokoh-tokoh politik

akan berkaitan dengan beberapa aspek , yakni :

a. Leditimasi elit politik

b. Masalah kekuasaan

c. Representativitasi elit politik

d. Hubungan antara pengangkatan tokoh-tokoh politik dengan

perubahan politik.

Di negara-negara demokrasi pada umunya, pengangkatan tokoh-tokoh

politik dilakukan melalui pemilihan umum. Hal ini akan berbeda jika

dilaksanakan di negara-negara totaliter, diktator atau otoriter.

2. Suprastruktur Politik

Page 9: jenis kekuatan politik

Suprastruktur politik (elit pemerintah) merupakan mesin politik resmi di

suatu negara sebagai penggerak politik formal. Kehidupan politik

pemerintah bersifat kompleks karena akan bersinggungan dengan

lembaga-lembaga negara yang ada, fungsi, dan wewenang/kekuasaan

antara lembaga yang satu dengan yang lainnya. Suasana ini pada

umumnya dapat diketahui didalam konstitusi atau Undang-Undang

Dasar dan peraturan perundang-undangan suatu negara.

Dalam perkembangan ketatanegaraan modern, pada umunya elit politik

pemerintah dibagi dalam kekuasaan eksekutif  (pelaksana undang-

undang),legislative (pembuat undang-undang), dan yudikatif  (yang

mengadili pelanggaran undang-undang), dengan sistem pembagian

kekuasaaan atau pemisahan kekuasaan.

Untuk terciptanya dan mantapnya kondisi politik negara, suprastruktur

politik harus memperoleh dukungan dari infrastruktur politik yang

mantap pula. Rakyat, baik secara berkelompok berupa partai politik atau

organisasi kemasyarakatan, maupun secara individual dapat ikut

berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakil-wakilnya.

Suprastruktur politik di negara Indonesia sejak bergulirnya gerakan

reformasi tahun 1998 sampai dengan tahun 2006 telah membawa

perubahan besar di dalam sistem politik dan ketatanegaraan Republik

Indonesia. Era reformasi disebut juga sebagai “Era kebangkitan

Demokrasi”.

Reformasi di bidang politik dan hukum ketatanegaraan, yaitu

dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 selama 4

(empat kali) dari tahun 1999-2002. Amandemen pertama disahkan (19

Oktober1999), kedua ( 18 Agustus 2000), ketiga (10 November 2001),

dan keempat (10 Agustus 2002). Amandemen UUD 1945 tersebut telah

mengubah struktur suprapolitik di Indonesia.

Page 10: jenis kekuatan politik

Memahami Sistem Politik Serta Infrastruktur dan Suprastruktur Politik di Indonesia (Bagian 2)Oleh Wongbanyumas

Page 11: jenis kekuatan politik

Setelah di tulisan sebelumnya kita membahas mengenai sistim politik kali ini penulis akan mengulas tentang Infrastruktur politik di Indonesia.Infrastruktur Politik adalah unsur atau bisa disebut sebagai kekuatan politik eksternal. Infrastruktur politik menempatkan diri berada di luar kekuasaan. Kita dapat mendefinisikan infrastruktur politik sebagai suasana kehidupan politik rakyat yang berhubungan dengan kehidupan lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam kegiatannya dapat memengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan lembaga-lembaga kenegaraan dalam menjalankan fungsi serta kekuasaannya masing-masing. Untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.

Infrastruktur politik tidak menjalankan pemerintah secara praktikal. Hal ini dikarenakan posisinya yang berada di luar garis kekuasaan penyelenggara negara utama. Meskipun demikian kekuatan infrastruktur politik tidak dapat diremehkan. Sejarah mencatat gejolak politik di Indonesia yang terjadi akibat kekuatan infrastruktur politik yang bergerak menginginkan perubahan. Infrastruktur politik memiliki peran vital yang memberikan berbagai input kepada penguasa.

Infrastruktur politik memiliki fungsi. Fungsi infrastruktur politik tersebut antara lain ialah :

a. Pendidikan politik, memberikan pencerdasan pemahaman mengenai hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat sebagai warganegara. Masyarakat akan mampu memahami rules of the game dalam menjalankan roda pemerintaha. Sehingga masyarakat mampu menilai apakah kinerja pemerintahan sudah efektif dan mampu membawa negara kepada tujuan bersama yakni kesejahteraan umum;

b. Mempertemukan kepentingan yang beraneka ragam dan kenyataan hidup dalam masyarakat. Infra struktur politik pada dasarnya tidak selalu bersifat homogen. Ada kalanya berbagai unsur dalam infrastruktur politik terdiri dari berbagai elemen masyarakat yang memiliki kepentingan masing-masing. Melalui infrastruktur politik inilah dipertemukan kepentingan antar kelompok. Pertemuan kepentingan ini harus mencapai sebuah konsensus demi kepentingan bersama yang lebih besar, yakni kemakmuran dan kesejahteraan;

c. Agregasi kepentingan, menjadi sebuah saluran untuk menyalurkan aspirasi, pendapat, dan keinginan rakyat selaku pemegang kedaulatan negara kepada pihak pemerintah sebagai pihak yang mendapatkan mandat menjalankan pemerintahan. Fungsi agregasi ini menjadi fasilitator bagi rakyat agar apa yang dikehendaki rakyat menjadi bagian dari otokritik yang mempengaruhi sebuah keputusan politik.

Page 12: jenis kekuatan politik

d. Seleksi kepemimpinan, melalui infrastruktur politik inilah masyarakat yang merupakan pemegang kedaulatan bisa masuk ke dalam lingkaran kekuasaan dan menjalankan kekuasaan. Tokoh terbaik akan dialirkan menuju pos penting dalam penyelenggaraan negara. Inilah yang menjadi jembatan bagi para pihak yang berada di luar kekuasaan untuk berperan serta masuk ke dalam tapal batas kekuasaan.

Apa saja yang menjadi unsur dalam infrastruktur politik? Berikut ini terdapat enam unsur infrastruktur politik, antara lain:

1.    Partai Politik

Mengutip pandangan Miriam Budiarjo yang mendefinisikan partai politik sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Kelompok ini bertujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijakan mereka.

Carl Friedrich mendefinisikan partai politik merupakan kumpulan manusia yang terorganisir yang stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan kekuasaan pemerintahan bagi pimpinan partai dan berdasarkan peguasaan ini akan memberikan manfaat bagi anggota partai, baik idealisme maupun kekayaan material serta perkembangan lainnya.

Fungsi Partai Politik

1) Fungsi Artikulasi Kepentingan

Artikulasi kepentingan adalah suatu proses penginputan berbagai kebutuhan, tuntutan, dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislative, agar kepentingan, tuntutan dan kebutuhan kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi dalam pembuatan kebijakan public. Bentuk artikulasi paling umum disemua system politik adalah pengajuan, permohonan, secara individual kepada anggota dewan (legislative),atau Kepala Daerah, Kepala Desa, dan seterusnya.

2) Fungsi Agregasi Kepentingan

Merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda, digabungkan menjadi alternatif-alternatif pembuatan kebijakan public.

3) Fungsi Sosialisasi Politik

Sosialisasi Politik merupakan suatu cara untuk memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau dianut oleh suatu Negara. Pembentukan sikap-sikap politik atau untuk membentuk suatu sikap keyakinan politik dibutuhkan waktu yang panjang melalui proses yang berlangsung tanpa henti.

4) Fungsi Rekrutmen Politik

Rekrutmen Politik adalah suatu proses seleksi atau rekrutmen anggota-anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administrative maupun politik. Setiap sistem politik memiliki sistem atau prosedur-prosedur rekrutmen yang berbeda. Pola rekrutmen anggota partai disesuaikan dengan sistem politik yang dianut.

Page 13: jenis kekuatan politik

5) Fungsi Komunikasi Politik

Merupakan salah satu fungsi yang dijalankan oleh partai politik dengan segala struktur yang tersedia, mengadakan komunikasi informasi, isu dan gagasan politik. Media-media massa banyak berperan sebagai alat komunikasi politik dan membentuk kebudayaan politik.

2.    Kelompok Kepentingan

Kelompok kepentingan merupakan kelompok yang berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah tanpa berkehendak memperoleh jabatan publik, kelompok ini tidak berusaha menguasai pengelolaan pemerintahan secara langsung. Masyarakat bergabung untuk kepentingan dan keuntungan warganya. Kelompok ini tempat menampung saran, kritik, dan tuntutan kepentingan bagi anggota masyarakat, serta menyampaikannya kepada sistem politik yang ada. Kelompok ini penting bagi anggota masyarakat.

Gabriel A. Almond mengidentifikasi kelompok kepentingan ke dalam jenis-jenis kelompok :

1)      Interest Group Asosiasi

Interest group khusus didirikan untuk memeperjuangkan kepentingan-kepentingan tertentu dari masyarakat atau golongan, namun masih mencakup beberapa yang luas. Yang termasuk kelompok ini adalah Ormas. misalnya NU, Muhamadiyah, Kadin, SPSI, dll

2)       Interest Group Institusional

Interest group pada umumnya terdiri atas berbagai kelompok manusia berasal dari lembaga yang ada, dengan tujuan untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan orang-orang yang menjadi anggota lembaga yang dimaksudkan. Misalnya PGRI, IDI, dan organisasi seprofesinya.

3)      Interest Group Nonasosiasi

Interest group ini didirikan secara khusus dan kegiatannya juga tidak dijalankan secara teratur, tetapi aktivitasnya kelihatan dari luar apabila masyarakat memerlukan dan dalam keadaan mendesak. Yang dimaksud dengan masyarakat dalam hal ini, dapat berwujud masyarakat setempat tinggal, masyarakat seasal pendidikan, masyarakat seketurunan, dll.

3.    Kelompok Penekan

Yang dimaksud golongan penekan adalah sekelompok manusia yang tergabung menjadi anggota suatu lembaga kemasyarakatan dengan aktivitas yang tampak dari luar sebagai golongan yang sering mempunyai kemauan untuk memaksakan kehendaknya kepada pihak penguasa.

Kelompok penekan dapat terhimpun dalam beberapa asosiasi yaitu :

1)    Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM);2)    Organisasi-organisasi sosial keagamaan;3)    Organisasi Kepemudaan;4)    Organisasi Lingkungan Hidup;5)    Organisasi Pembela Hukum dan HAM; serta

Page 14: jenis kekuatan politik

6)    Yayasan atau Badan Hukum lainnya.

Kelompok penekan juga dapat memengaruhi atau bahkan membentuk kebijaksanaan pemerintah melalui cara-cara persuasi, propaganda, atau cara lain yang lebih efektif. Salah satu institusi politik yang dapat dipergunakan oleh rakyat untuk menyalurkan aspirasi dan kebutuhannya dengan sasaran akhir adalah untuk mempengaruhi atau bahkan membentuk kebijakan pemerintah.

4.    Media Komunikasi Politik

Media komunikasi politik adalah salah satu instrumen politik yang berfungsi menyampaikan informasi dan persuasi mengenai politik baik dari pemerintah kepada masyarakat maupun sebaliknya. Merupakan benda mati yang sebagai perantara penyebaran dan pemberitaan (singkat kata alat komunikasi) politik. Komunikasi politik yaitu menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat baik pikiran intragolongan, institusi, asosiasi ataupun sector kehidupan politik masyarakat dengan sektor pemerintah.

1)       Fungsi InformasiMedia dijadikan sarana diseminasi informasi yang terkait dengan politik dengan kekuasaan, serta sosialisasi politik.

2)      Fungsi EdukasiMedia dijadikan sebagai sarana pendidikan politik melalui pesan-pesan politik yang disampaikan media.

3)      Fungsi KorelasiMedia dijadikan penghubung antara aktor politik dan khalayak melalui isi media yang berkaitan dengan aktivitas aktor poltik.

4)      Fungsi Kontrol SosialMedia sebagai agen kritik atau koreksi terhadap aktor politik atau kegiatan politik.

5)      Fungsi Pembentukan Opini Publik berkaitan dengan Persoalan Politik

5.    Organisasi Masyarakat

Dalam Pasal 1 UU No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga Negara republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Organisasi kemasyarakatan dibentuk dengan tujuan-tujuan dalam bidang sosial dan budaya. Organisasi ini tidak melibatkan diri untuk ikut serta dalam dalam peserta untuk memperoleh kekuasaan dalam Pemilu.

Salah satu ciri penting dalam organisasi kemasyarakatan adalah kesuka-relaan dalam pembentukan dan keanggotaannya. Anggota masyarakat warga negara republik Indonesia bebas untuk membentuk, memilih, dan bergabung dalam organisasi kemasyarakatan yang dikehendaki dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Organisasi kemasyarakatan dapat mempunyai satu atau lebih dari satu sifat kekhususan yaitu kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Organisasi atau perhimpunan yang dibentuk secara sukarela oleh

Page 15: jenis kekuatan politik

anggota masyarakat warga Negara republik Indonesia yang keanggotaannya terdiri dari warga negara republik Indonesia dan warganegara asing, termasuk dalam pengertian organisasi kemasyarakatan.

Dalam Pasal 5 UU No. 8 Tahun 1985, Organisasi Kemasyarakatan berfungsi sebagai :

1.       wadah penyalur kegiatan sesuai kepentingan anggotanya;2.       wadah pembinaan dan pengembangan anggotanya dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi;3.       wadah peranserta dalam usaha menyukseskan pembangunan nasional;4.       sarana penyalur aspirasi anggota, dan sebagai sarana komunikasi sosial timbal balik antar anggota

dan/atau antar Organisasi Kemasyarakatan, dan antara Organisasi Kemasyarakatan dengan organisasi kekuatan sosial politik, Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah.

6.    Tokoh Politik

Tokoh politik adalah orang-orang yang lalu lalang, atau yang bekerja di dunia politik, dan eksis di kalangan masyarakat, berperang penting dalam mengambil keputusan-keputusan yang berpengaruh dalam suatu wilayah.

Pengangkatan tokoh politik merupakan proses transformasi seleksi terhadap anggota masyarakat dari berbagai sub-kultur dan kualifikasi tertentu yang kemudian memperkenalkan mereka pada peranan khusus dalam sistem politik. Pengangkatan tokoh politik akan berakibat terjadinya pergeseran sektor infrastruktur politik, organisasi, asosiasi, kelompok kepentingan serta derajat politisasi dan partisipasi masyarakat.

Menurut Letser G. Seligman, proses pengangkatan tokoh politik akan berkaitan dengan beberapa aspek, yaitu :

a. Legitimasi elit politik,b. Masalah kekuasaan,c. Representativitas elit politik, dand. Hubungan antara pengangkatan tokoh-tokoh politik dengan perubahan politik.

Jika pembaca mengingat peristiwa reformasi yang mengakhiri 3 dasawarsa rezim orde baru. Kita akan teringat sosok seorang tokoh politik senior Indonesia. Beliau mampu menggerakkan mahasiswa untuk menurunka pemerintahan yang sah saat itu. Dialah Amien Rais yang menjadi tokoh politik penggerak reformasi.

Tokoh politik khususnya yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mempunyai peranan bagi masyarakat. Peranan itu yaitu menyalurkan aspirasi atau suara rakyat. Anggota DPR harus mengetahui untuk apa mereka dipilih, yang tidak lain agar suara rakyat dapat tersalurkan dalam rangka penyelenggaraan negara.

Page 17: jenis kekuatan politik

 

 

 

 

38 Votes

1. A.     Pengertian Infrastruktur Politik

Infrastruktur politik yaitu suasana kehidupan politik rakyat yang berhubungan dengan kehidupan

lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam kegiatannya dapat memengaruhi baik secara langsung

maupun tidak langsung terhadapa kebijakan lembaga-lembaga kenegaraan dalam menjalankan fungsi

serta kekuasaannya masing-masing. Untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingan rakyat dalam

penyelenggaraan pemerintahan negara.

Infrastruktur politik sering disebut sebagai bangunan bawah, atau mesin politik informal atau mesin politik

masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok yang dibentuk atas dasar kesamaan social, ekonomi,

kesamaan tujuan, serta kesamaan lainnya.

1. B.      Fungsi Infrastruktur Politik

Infrastruktur politik adalah suatu set struktur yang menggabungkan antara satu dengan yang lain, lalu

membentuk satu rangkaian yang membantu berdirinya keseluruhan struktur tertentu.

Fungsi infrastruktur politik ialah :

a.  Pendidikan politik, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan politik rakyat dan agar mereka   dapat

berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya. Sesuai dengan paham demokrasi atau

kedaulatan rakyat. Rakyat harus mampu menjalankan tugas partisipasi.

b.  Mempertemukan kepentingan yang beraneka ragam dan kenyataan hidup dalam masyarakat.

c.  Agregasi kepentingan, yaitu menyalurkan segala hasrat, aspirasi, dan pendapat masyarakat kepada

pemegang kekuasaan atau pemegang kekuasaan yang berwenang agar tuntutan atau dukungan menjadi

perhatian dan menjadi bagian dari keputusan politik.

d.  Seleksi kepemimpinan, yaitu menyelenggarakan pemilihan pemimpin atau calon pemimpin bagi

masyarakat.

1. C.      Unsur Infrastruktur Politik

Infrastruktur politik mempunyai 6 unsur diantaranya:

1. Partai Politik

2. Kelompok Kepentingan

3. Kelompok Penekan

4. Media Komunikasi Politik

Page 18: jenis kekuatan politik

5. Organisasi Masyarakat

6. Tokoh Politik

Dalam infrasruktur politik dibentuk partai-partai politik. Selain partai politik, terdapat juga organisasi

abstrak tidak resmi. Kelompok ini disebut kelompok penekan dan kelompok yang mempunyai

kepentingan Antara bagian-bagian suprastruktur politik dengan unsur-unsur infrastruktur politik terdapat

hubungan saling memengaruhi sehingga menumbuhkan suasana kehidupan politik yang serasi. Unsur-

unsur infrastruktur politik berfungsi memberikan masukan kepada suprastruktur politik.

1. D.     Pembahasan Peranan Masing-masing Unsur Infrastruktur Politik

1. 1.    Partai Politik (Political Party)

2. A.     Pengertian

Pengertian partai politik secara mendasar adalah sebuah organisasi atau institusi yang mewakili

beberapa golongan masyarakat yang memiliki tujuan sama, yang kemudian bersama-sama berusaha

untuk mencapai tujuannya tersebut. Oleh karena itu dalam sebuah Negara yang berdemokrasi partai

politik sebagai sebuah lembaga yang memiliki peranan yang penting dalam Negara demokrasi khususnya

pada masa sekarang ini.

1. B.      Fungsi Partai Politik

Prof. Miriam Budiardjo menyatakan bahwa partai politik memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Tugas pokok partai politik adalah menjadi penghubung antara rakyat dan pemerintah

b. Berfungsi mendidik warga negara menjadi manusia sebagai makhluk sosial

c. Berfungsi mengajak warga negara berperan serta dalam melakukan kegiatan-kegiatan kenegaraan

d. Berperan dalam mengatur pertikaian politik yang terjadi dalam masyarakat Negara

1. C.        Peranan

 

(a)   Berpartisipasi dalam sektor pemerintahan, dalam arti mendudukkan orang-orangnya menjadi pejabat

pemerintah, sehingga dapat turut serta mengambil atau menentukan keputusan politik atau out out pada

umumnya.

(b)   Berusaha melakukan pengawasan, bahkan bila perlu oposisi terhadap kelakuan, tindakan,

kebijakan para pemegang otoritas (terutama dalam keadaan mayoritas pemerintahan tidak berada di

tangan partai politik yang bersangkutan)

(c)   Berperan untuk menyerap tuntutan-tuntutan yang masih mentah, sehingga partai politik bertindak

sebagai penafsir kepentingan dengan mencanangkan isu-isu politik yang dapat dicerna dan dapat

diterima oleh masyarakat secara luas.

2. Kelompok Kepentingan (Interest Group)

A. Pengertian

Kelompok kepentingan merupakan kelompok yang berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah tanpa

berkehendak memperoleh jabatan publik, kelompok ini tidak berusaha menguasai pengelolaan

pemerintahan secara langsung. Masyarakat bergabung untuk kepentingan dan keuntungan warganya.

Page 19: jenis kekuatan politik

Kelompok ini tempat menampung saran, kritik, dan tuntutan kepentingan bagi anggota masyarakat, serta

menyampaikannya kepada sistem politik  yang ada. Kelompok ini penting bagi anggota masyarakat.

B. Pembagian

Gabriel A. Almond mengidentifikasi kelompok kepentingan ke dalam jenis-jenis kelompok :

(1)   Interest Group Asosiasi

Interest group khusus didirikan untuk memeperjuangkan kepentingan-kepentingan tertentu dari

masyarakat atau golongan, namun masih mencakup beberapa yang luas. Yang termasuk kelompok ini

adalah Ormas. misalnya NU, Muhamadiyah, Kadin, SPSI, dll

(2)   Interest Group Institusional

Interest group pada umumnya terdiri atas berbagai kelompok manusia berasal dari lembaga yang ada,

dengan tujuan untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan orang-orang yang menjadi anggota

lembaga yang dimaksudkan. Misalnya PGRI, IDI, dan organisasi seprofesinya.

(3)   Interest Group Nonasosiasi

Interest group ini didirikan secara khusus dan kegiatannya juga tidak dijalankan secara teratur, tetapi

aktivitasnya kelihatan dari luar apabila masyarakat memerlukan dan dalam keadaan mendesak. Yang

dimaksud dengan masyarakat dalam hal ini, dapat berwujud masyarakat setempat tinggal, masyarakat

seasal pendidikan, masyarakat seketurunan, dll.

(4)   Interest Group Anomik

Interest group inidapat terjadi secara mendadak dan tidak bernama. Aktivitas pada umumnya berupa

aksi-aksi demontrasi atau aksi-aksi bersama. Apabila kegiatannya tidak terkendalikan, dapat

menimbulkan keresahan dan kerusuhan yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat

secara stabilitas nasional. Untuk mencegah dampak aktivitas buruk kelompok ini, pemerintah

mengeluarkan Undang-Undang nomor 9 tahun 1998 tentang hak mengeluarkan pendapat dimuka umum.

C. Peranan

Kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah dapat menguntungkan maupun merugikan masyarakat.

Kepentingan dan kebutuhan rakyat dapat dipenuhi namun dapat pula terabaikan dan tidak terpenuhi.

Oleh karena itu rakyat berkepentingan dan perlu memperhatikan kebijakan-kebijakan yang diputuskan

oleh pemerintahnya. Oleh sebab di atas, mereka dapat mengartikulasikan kepentingan dan kebutuhan

mereka kepada pemerintah melalui kelompok-kelompok yang mereka bentuk bersama atas dasar

kepentingan yang sama.

Kelompok kepentingan ini berbeda dengan partai politik, karena tujuan partai politik adalah menduduki

jabatan publik.

Kelompok kepentingan memberikan input yang digunakan pemerintah untuk memutuskan kebijakan yang

akan diambil terhadap rakyatnya. Input yang mereka berikan bertujuan agar pandangan-pandangan

mereka dipahami oleh para pembuat keputusan dan agar mendapat output yang sesuai dengan tuntutan

mereka. Dalam tulisannya Gabriel A. Almond, mengatakan untuk memberikan input pada pembuat

Page 20: jenis kekuatan politik

kebijakan, salueran-saluran yang penting dan biasa digunakan adalah demonstrasi dan tindakan

kekerasan; tindakan ini biasa digunakan untuk menyatukan tuntutan kepada pembuat kebijakan.

Hubungan pribadi; hubungan langsung akan memudahkan dalam pencapaian tujuan, akan lebih mudah

menerima saran teman, keluarga, atau orang lain yang dikenal daripada mendapat tuntutan dari orang

yang tidak dikenal meskipun itu melalui sarana formal. Perwakilan langsung; perwakilan langsung dalam

struktur pembuatan keputusan akan memungkinkan suatu kelompok kepentingan untuk

mengkomunikasikan secara langsung dan kontinyu kepentingan-kepentingannya melalui seorang

anggota aktif struktur tersebut. Saluran formal dan institusional lainnya; media massa merupakan alat

yang cukup efektif untuk menyalurkan tuntutan politik, selain itu adalah partai politik, kemudian adalah

badan legislatif, kabinet, dan birokrasi, dengan menjadi bagian di dalamnya, aktifitas melobi untuk

mencapai tuntutan kelompok kepentingannya akan dapat dilakukan.

Peran dan saluran-saluran yang digunakan kelompok kepentingan ini berbeda di setiap negara, mereka

melakukan peranannya sesuai dengan tujuan yang mereka ingin capai, demikian pula dengan saluran-

saluran yang mereka gunakan. Satu saluran yang dianggap efektif bagi satu kelompok kepentingan

belum tentu efektif bagi yang lain.

 

3. Kelompok Penekan   (Pressure Group)

1. Pengertian

Yang dimaksud golongan penekan adalah sekelompok manusia yang tergabung menjadi anggota suatu

lembaga kemasyarakatan dengan aktivitas yang tampak dari luar sebagai golongan yang sering

mempunyai kemauan untuk memaksakan kehendaknya kepada pihak penguasa.

2. Peranan

 

Kelompok ini melontarkan kritikan-kritikan untuk para pelaku politik lain. Dengan tujuan membuat

perpolitikan maju.

Kelompok penekan juga dapat memengaruhi atau bahkan membentuk kebijaksanaan pemerintah melalui

cara-cara persuasi, propaganda, atau cara lain yang lebih efektif.

Mereka antara lain : industriawan dan asosiasi-asosiasi lainnya.

Salah satu institusi politik yang dapat dipergunakan oleh rakyat untuk menyalurkan aspirasi dan

kebutuhannya dengan sasaran akhir adalah untuk mempengaruhi atau bahkan membentuk kebijakan

pemerintah.

Kelompok penekan dapat terhimpun dalam beberapa asosiasi yaitu :

a. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),

b. Organisasi-organisasi sosial keagamaan,

c. Organisasi Kepemudaan,

d. Organisasi Lingkungan Hidup,

e. Organisasi Pembela Hukum dan HAM, serta

f. Yayasan atau Badan Hukum lainnya.

Page 21: jenis kekuatan politik

4. Media Komunikasi Politik (Political Communication Media)

A. Pengertian

Media komunikasi politik adalah salah satu instrumen politik yang berfungsi menyampaikan informasi dan

persuasi mengenai politik baik dari pemerintah kepada masyarakat maupun sebaliknya. Merupakan

benda mati yang sebagai perantara penyebaran dan pemberitaan (singkat kata alat komunikasi) politik.

Komunikasi politik yaitu menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat baik pikiran

intragolongan, institusi, asosiasi ataupun sector kehidupan politik masyarakat dengan sektor pemerintah.

Kelompok infrastruktur politik ini, secara nyata menggerakkan sistem, memberikan input, terlibat dalam

proses politik, memberikan pendidikan politik, melekukan sosialisasi politik, menyeleksi kepemimpinan,

menyelesaikan sengketa politik, yang terjadi diantara berbagai pihak baik di dalam maupun di luar. Serta

mempunyai daya ikat baik secara ke dalam maupun keluar.

Alat komunikasi dapat mendukung terciptanya suasana politik rakyat karena alat komunikasi tersebut

merupakan sarana perhubungan dan pemersatu bagi masing-masing golongan, terutama golongan

politik. Alat komunikasi tersebut berfungsi sebagai alat penyebarluasan konsep-konsep, ajaran-ajaran,

doktrin-doktrin, ideologi-ideologi politik tertentu, dasn program-program kerja golongan kepada seluruh

anggota dan simpatisannya.

B. Posisi

MC Luhan “Medium is the extension of man” (media adalah sesungguhnya perpanjangan instrument

indra manusia). Media ditempatkan sebagai alat untuk sarana akses informasi apapun dalam

lingkunganmasyarakat, termasuk politik. “Medium is the message” (media adalah pesan itu sendiri).

Dalam konteks politik yang dapat mempengaruhi khalayak, bukan hanya apa yang dikatakan media,

tetapi media apa yang digunakan juga mempengaruhi keefektifan komunikasi politik.

1. D.       Fungsi

• Fungsi Informasi

Media dijadikan sarana diseminasi informasi yang terkait dengan politik dengan kekuasaan,    serta

sosialisasi politik.

• Fungsi Edukasi

Media dijadikan sebagai sarana pendidikan politik melalui pesan-pesan politik yang disampaikan media.

• Fungsi Korelasi

Media dijadikan penghubung antara aktor politik dan khalayak melalui isi media yang berkaitan dengan

aktivitas aktor poltik.

• Fungsi Kontrol Sosial

Media sebagai agen kritik atau koreksi terhadap aktor politik atau kegiatan politik.

• Fungsi Pembentukan Opini Publik berkaitan dengan Persoalan Politik

Page 22: jenis kekuatan politik

F. Peranan

• Membantu pembentukan memori publik melalui penyampaian informasi yang menambah pengetahuan

masyarakat.

• Membantu menyusun agenda kehidupan yang berhubungan dengan politik dan kepentingan umum.

• Membantu berhubungan dengan kelompok diluar dirinya (media menjadi mediasi antara aktor politik

dengan aktor politik lainnya). Media dalam hal ini menjadi fasilitator.

• Membantu menyosialisasikan pribadi seseorang, termasuk nilai-nilai yang diajarkan oleh orang tersebut.

• Membujuk khalayak untuk menemukan kelebihan dari pesan-pesan politik yang diterima.

5. Organisasi Kemasyarakatan (Ormas)

A. Pengertian

Dalam Pasal 1 UU No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan

adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga Negara republik Indonesia secara

sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam

wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Organisasi kemasyarakatan dibentuk dengan tujuan-tujuan dalam bidang sosial dan budaya. Organisasi

ini tidak melibatkan diri untuk ikut serta dalam dalam peserta untuk memperoleh kekuasaan dalam

Pemilu.

B. Ciri Khusus

Salah satu ciri penting dalam organisasi kemasyarakatan adalah kesuka-relaan dalam pembentukan dan

keanggotaannya. Anggota masyarakat warga negara republik Indonesia bebas untuk membentuk,

memilih, dan bergabung dalam organisasi kemasyarakatan yang dikehendaki dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Organisasi kemasyarakatan dapat mempunyai satu atau

lebih dari satu sifat kekhususan yaitu kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Organisasi atau perhimpunan yang dibentuk secara sukarela oleh

anggota masyarakat warga Negara republik Indonesia yang keanggotaannya terdiri dari warga negara

republik Indonesia dan warganegara asing, termasuk dalam pengertian organisasi kemasyarakatan.

C. Fungsi

Dalam Pasal 5 UU No. 8 Tahun 1985,

Organisasi Kemasyarakatan berfungsi sebagai :

a. wadah penyalur kegiatan sesuai kepentingan anggotanya;

b. wadah pembinaan dan pengembangan anggotanya dalam usaha

mewujudkan tujuan organisasi;

Page 23: jenis kekuatan politik

c. wadah peranserta dalam usaha menyukseskan pembangunan

nasional;

d. sarana penyalur aspirasi anggota, dan sebagai sarana komunikasi

sosial timbal balik antar anggota dan/atau antar Organisasi

Kemasyarakatan, dan antara Organisasi Kemasyarakatan dengan

organisasi kekuatan sosial politik, Badan Permusyawaratan/Perwakilan

Rakyat, dan Pemerintah.

1. E.    Peranan

Organisasi Kemasyarakatan sebagai sarana untuk menyalurkan pendapat dan pikiran bagi anggota

masyarakat warga negara republik Indonesia, mempunyai peranan yang sangat penting dalam

meningkatkan keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan masyarakat dalam mewujudkan masyarakat

Pancasila berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dalam rangka menjamin pemantapan persatuan dan

kesatuan bangsa, menjamin keberhasilan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, dan

sekaligus menjamin tercapainya tujuan nasional.

6. Tokoh Politik (Political Figure)

A. Pengertian

Tokoh politik adalah rang-orang yang lalu lalang, atau yang bekerja di dunia politik, dan eksis di kalangan

masyarakat, berperang penting dalam mengambil keputusan-keputusan yang berpengaruh dalam suatu

wilayah.

Pengangkatan tokoh politik merupakan proses transformasi seleksi terhadap anggota masyarakat dari

berbagai sub-kultur dan kualifikasi tertentu yang kemudian memperkenalkan mereka pada peranan

khusus dalam sistem politik.

Pengangkatan tokoh politik akan berakibat terjadinya pergeseran sektor infrastruktur politik, organisasi,

asosiasi, kelompok kepentingan serta derajat politisasi dan partisipasi masyarakat.

Menurut Letser G. Seligman, proses pengangkatan tokoh politik akan berkaitan dengan beberapa aspek,

yaitu :

a. Legitimasi elit politik,

b. Masalah kekuasaan,

c. Representativitas elit politik, dan

d. Hubungan antara pengangkatan tokoh-tokoh politik dengan perubahan politik.

B. Peranan

Tokoh politik khususnya yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mempunyai peranan bagi

masyarakat. Peranan itu yaitu menyaurkan aspirasi atau suara rakyat. Anggota DPR harus mengetahui

untuk apa mereka dipilih, yang tidak lain agar suara rakyat dapat tersalurkan dalam rangka

penyelenggaraan negara.

Page 24: jenis kekuatan politik

BIROKRASI DI INDONESIA : KEKUATAN-KEKUATAN POLITIK.  

BIROKRASI DI INDONESIA : KEKUATAN-KEKUATAN POLITIK.

Page 25: jenis kekuatan politik

PENDAHULUAN

Dalam perspektif sejarah bangsa, birokrasi di indonesia adalah warisan kolonial yang sarat

kepentingan kekuasaan. Struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi yang demikian diwarnai dengan

orientasi pemenuhan kepentingan penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga negara.Sebagian

besar wilayah indonesia sebelum kedatangan bangsa asing pada abad ke-16, menganut sistem

kekuasaan dan pengaturan masyarakat yang berbentuk sistem kerajaan. Dalam sistem kerajaan, pucuk

pimpinan ada di tangan raja sebagai pemegang kekuasaan tunggal atau absolute[1].

ANALISIS KRITIS

BIROKRASI DI INDONESIA : KEKUATAN-KEKUATAN POLITIK.

1. Birokrasi sebagai Kekuatan Politik di Era Orde Lama[2].

Pada masa awal kemerdekaan, negara ini mengalami perubahan bentuk negara, dan ini yang

berimplikasi pada pengaturan aparatur negara atau birokrasi. Perubahan bentuk negara dari kesatuan

menjadi federal berdasarkan konstitusi RIS melahirkan dilematis dalam cara pengaturan aparatur

pemerintah. Setidak-tidaknya terdapat dua persoalan dilematis menyangkut birokrasi Pada saat itu,

Pertama, masdalah yang di hadap pemerntah adalah bagaimana cara menempatkan pegawai republik

indonesia yang telah berjasa mempertahankan NKRI, tetapi relatif kurang memiliki keahlian dan

pengalaman kerja yang memadai. Kedua, bagaimana menempatkan pegawai yang telah bekerja pada

Pemerintah belanda yang memiliki keahlian, tetapi dianggap berkhianat atau tidak loyal terhadap

NKRI.Kinerja birokrasi saat itu sangat ditentukan oleh kekuatan politik yang berkuasa pada saat itu. Di

dalam birokrasi tejadi tarik-menarik antar berbagai kepentingan partai politik yang kuat pada masa itu.

Banyak kebijakan atau program birokrasi pemerintah yang lebih kental nuansa kepentingan politik dari

partai yang sedang berkuasa atau berpengaruh dalam suatu departemen.Dalam memandang model

birokrasi yang terjadi seperti ini, Karl D Jackson menyebutnya sebagai, Bureaucratic Polity. Model ini

merupakan birokrasi dimana negara menjadi akumulasi dari kekuasaan dan menyingkirkan peran

masyarakat dari politik dan pemerintahan. Jika melihat peta politik pada masa orde lama, peran seorang

presiden sangat dominan dalam mengatur segala kebijakan baik dari tingkat daerah hingga pusat

terkendali di tangan seorang Presiden. Sistem ini dikenal sebagai sistem demokrasi terpimpin.

Birokrasi pada masa itu benar-benar mengalami politisasi sebagai instrumen politik yang berkuasa

atau berpengaruh. Dampak dari sistem pemerintahan parlementer telah memunculkan persaingan dan

sistem kerja yang tidak sehat di dalam birokrasi. Birokrasi menjadi tidak professional dalam menjalankan

tugas-tugasnya, birokrasi tidak pernah dapat melaksanakan kebijakan atau program-programnya karena

sering terjadi pergantian pejabat dari partai politik yang memenangkan pemilu. Setiap pejabat atau

Page 26: jenis kekuatan politik

menteri baru selalu menerapkan kebijakan yang berbeda dari pendahulunya yang berasal dari partai

politik yang berbeda. Pengangkatan dan penempatan pegawai tidak berdasarkan, merit system, tetapi

lebih pada pertimbangan loyalitas politik terhadap partainya.

Kekuatan politik pada saat itu yang ada adalah Sokarno sebagai seorang Presiden berikut

kekuatan pendukungnya, PKI, dan TNI. Namun kekuatan politik terbesar ada pada presiden serta PKI

sebagai partai terbesar setelah PNI. Tak heran jika untuk memperkuat posisi kekuasaan presiden,

Soekarno “memelihara”,PKI sebagai kekuatan pendukung. Untuk dapat mengontrol rakyat yang kritis

dan dianggap membahayakan, dibentuklah serikat-serikat atau organisasi yang berbasiskan profesi, atau

perkumpulan lainnya yang bertujuan sebagai penampung aspirasi mereka.Menurut Bahtiar Effendy

(dalam Maliki, 2000: xxvii)[3], sejak indonesia mempunyai perangkat birokrasi, sulit rasanya menemukan

suatu periode pemerintahan yang memperlakukan birokrasi sebagai institusi yang bebas dari politik.

Baik pada masa demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila, dan periode

transisional sesudahnya, interplay, antara politik dan birokrasi merupakan sesuatu yang jelas adanya.

Pada masa Demokrasi Parlementer dan terpimpin misalnya, adanya politisasi birokrasi bisa dilihat dari

adanya anggapan bahwa Kementrian Pendidikan diasosiasikan dengan PNI. Sementara itu, Kementrian

Agama dikaitkan dengan dengan kekuatan politik Masyumi atau NU yang pada akhirnya orde lama

membubarkan masyumi dan PSI sebagai partai penyaing PKI dan PNI.

Dari penjelasan tersebut, bisa diartikan bahwa pada masa orde lama, birokrasi cenderung

terbelah menjadi faksi-faksi dan mesin politik bagi partai-partai politik, seperti PNI, NU, PKI, dan lainnya.

Kebijakan yang diturunkan pada birokrasi di tingkat bawah ditentukan oleh partai apa yan berkuasa.

Maka tidak heran jika sebuah kebijakan tidak dapat dilaksanakan hingga tuntas, dikarenakan pergantian

cabinet rerus menerus.

2. Birokrasi sebagai Kekuatan Politik di Era Orde Baru[4].

Pada masa orde baru, sistem politik didominasi atau bahkan dihegemoni oleh Golkar dan ABRI.

Kedua kekuatan ini telah menciptakan kehidupan politik yang tidak sehat. Hal itu bisa dilihat

adanya, hegemonic party system diistilahkan oleh Afan Gaffar[5]. Sedangkan menurut William Liddle,

kekuasaan orde baru terdiri dari ;1). Kantor kepresidenan yang kuat, 2). Militer yang aktif berpolitik, dan

3). Birokrasi sebagai pusat pengambilan kebijakan[6]. (dalam Maliki, 2000: xxiii) .

Sistem birokrasi yang berlaku di indonesia pada masa orde baru tidak dapat dilepaskan dari

sejarah masa lalu dalam pemerintahan kerajaan, pemerintahan kolonial dan pemerintahan Orde Lama.

Masing-masing tahap tersebut membawa corak birokrasi sendiri. Dalam zaman kerajaan dimana

feodalisme menjadi landasan birokrasi maka dituntut kesetiaan dan kepatuhan sepenuhnya terhadap

Page 27: jenis kekuatan politik

raja dan para punggawa kerajaan, sebagai kelompok elit pemerintahan.

Birokrasi di indonesia pada jaman orde baru sebagai birokrasi Parkinson dan Orwel. Hal ini disampaikan

oleh Hans Dieter Evers. Birokrasi Parkinson merujuk pada pertumbuhan jumlah anggota serta

pemekaran struktural dalam birokrasi yang tidak terkendali. Birokrasi Orwel merujuk pada pola

birokratisasi yang merupakan proses perluasan kekuasaan pemerintah yang dimaksudkan sebagai

pengontrol kegiatan ekonomi, politik dan sosial dengan menggunakan regulasi yang bila perlu ada suatu

pemaksaan.Birokrasi model Parkinson ini menjelaskan fenomena birokrasi dimana setiap organisasi

birokrasi memerlukan dua sifat dasar, yaitu setiap pejabat negara berkeinginan untuk meningkatkan

jumlah bawahannya dan mereka saling memberi kerja yang tidak perlu. Akibatnya, birokrasi cenderung

meningkatkan terus jumlah pegawainya tanpa memperhatikan tugas-tugas yang harus mereka lakukan.

Dari model yang diutarakan di atas dapat dikatakan bahwa birokrasi yang berkembang di Indonesia

adalah birokrasi yang berbelit-belit, tidak efisein dan mempunyai pegawai birokrat yang makin

membengkak.Pada masa orde baru ini terlihat sekali terjadinya politisasi terhadap birokrasi yang

seharusnya lebih berfungsi sebagai pelayan masyarakat. Jajaran birokrasi diarahkan sebagai instrument

politik kekuasaan Soeharto pada saat itu. Seperti dalam pandangan William Liddle, bahwa Soeharto

sebagai politisi yang mempunyai otonomi relatif, merupakan pelaku utama transformasi- meskipun tidak

penuh- model pemerintahan yang bersifat pribadi kepada yang lebih terinstitusionalisasi. Birokrasi

dijadikan alat mobilisasi masa guna mendukung Soeharto dalam setiap Pemilu. Setiap Pegawai Negeri

Sipil (PNS) adalah anggota Partai Golkar. Meskipun pada awalnya, Golkar tidak ingin disebut sebagai

partai, tetapi hanya sebagai golongan kekaryaan. Namun permasalahannya, Golkar merupakan

kontestan Pemilu dan itu berarti dia adalah partai politik.Jadi Reformasi birokrasi yang dilakukan pada

masa orde baru bersifat semu. Birokrasi diarahkan pada ;1).Memindahkan wewenang administratif

kepada eselon atas dalam hierarki birokrasi, 2).Untuk membuat agar birokrasi responsif terhadap

kehendak kepemimpinan pusat dan 3).Untuk memperluas wewenang pemerintah baru dalam rangka

mengkonsolidasikan pengendalian atas daerah-daerah. Reformasi birokrasi hanya menjadi kekuatan elit

dan partai politik yang berkuasa .

3. Birokrasi sebagai Kekuatan Politik di Era Orde Reformasi.

Pada era reformasi usaha untuk melepaskan birokrasi dari kekuatan dan pengaruh politik gencar

dilakukan.BJ Habibie, Presiden saat itu, mengeluarkan PP Nomor 5 Tahun 1999 (PP No.5 Tahun 1999),

yang menekankan kenetralan pegawai negeri sipil (PNS) dari partai politik. Aturan ini diperkuat dengan

pengesahan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian untuk menggantikan UU

Nomor 8 Tahun 1974.Perubahan struktur, kultur dan paradigma birokrasi dalam berhadapan dengan

masyarakat menjadi begitu mendesak untuk segera dilakukan mengingat birokrasi mempunyai

Page 28: jenis kekuatan politik

kontribusi yang besar terhadap terjadinya krisis multidimensional yang tengah terjadi sampai saat ini.

Aturan lainpun di terbitkan seperti;Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang

Bersih dan Bebas KKN; Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih

dan Bebas KKN; dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Namun, harapan terbentuknya

kinerja birokrasi yang berorientasi pada pelanggan sebagaimana birokrasi di negara-negara maju

tampaknya masih sulit untuk diwujudkan.Kecenderungan birokrasi untuk bermain politik pada masa

reformasi, tampaknya belum sepenuhnya dapat dihilangkan dari kultur birokrasi di Indonesia. Inefisiensi

kinerja birokrasi dalam penyelengaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik masih tetap terjadi

pada masa reformasi. Birokrasi sipil termasuk salah satu sumber terjadinya inefisiensi pemerintahan.

Inefisiensi kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik terlihat dari masih sering terjadinya

kelambanan dan kebocoran anggaran pemerintah. Jumlah aparat birokrasi sipil yang terlampau besar

merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi terhadap inefisiensi pelayanan birokrasi.

Dalam praktiknya, struktur dan proses yang dibangun merupakan instrumen untuk mengatur dan

mengawasi perilaku masyarakat, bukan sebaliknya untuk mengatur pemerintah dalam tugasnya

memberikan pelayanan kepada masyarakat.

ANALISIS PENUTUP

Birokrasi sebagai kekuatan politik di indonesia adalah merupakan bagian dari upaya untuk

melangengkan hubungan antara pimpinan dengan birokrat itu sendiri .Paradigma ini yang sering di

temukan dalam pemerintaha dalam negara.Kemudian budaya politik yang ada di indonesia adalah

budaya paternalistik sehingga ketika pemimpin dari salah satu kelompok atau golongan maka sudah

otomatis secara struktural dan secara kultural penempatan orang dalam birokrasi akan terlaksana

seperti sistem kesukuan yang ada dalam pemimpin tersebut.Faktor lain yang mempengaruhi birokrasi

sehingga tidak professional partai politik turun mempunyai peran yang sangat besar dalam menetukan

orang dalam pemrintahan dan politik.Kondisi ini di hadapi dalam penyelengaraan pemrintahan yag ada

di Indonesia dari era orde lama,era orde baru dan sekarang era reformasi ini.Ini artinya bahwa skil

kualitas dari pada pelayanan birokrat di tentukan oleh keputus-keputusan politk dari pemimpin yang

berkuasa.

Profesionalisme pelayanan kepada masyarakat hanyalah menjadi sebuah impian yang sampai hari

ini terus di mimpikan, sementara perkembagan dunia semakin maju dan birokrasi indonesia masih

tertidur lelap.Inilah kondisi riil dari birokrasi di indonesia yang hanya menjadi kekuatan politik untuk

kepentingan elit politik dan kelompok atau golongan tertentu bukan menjadi pengabdian masyarakat

yang benar-benar sesuai dengan pangilan hidup sebagai pelayan masyarakat dan hal ini penting menjadi

Page 29: jenis kekuatan politik

cermi dalam pembinaan mental dan karakter birokrat dan politisi serta elit pemerintah dalam

pembangunan politik yang baik dan bermanfaat.

[1] Bisa di baca dalam bukunya Anderson, B.R.O.G. 1983, “Negara Kolonial dalam Baju Orde Baru”, diterjemahkan dari “Old State New Society: Indonesia’s New Order in Comparative Historical Perspective”, dalam Journal of Asian Studies Vol. XLIII, No. 3, May 1983, Hal. 477-496.

[2] Ibid.

[3] Maliki, Zainuddin. 2000, Birokrasi, Militer, dan Partai Politik dalam Negara Transisi, Galang Press, Yogyakarta.

[4] Ibid.

[5] Gaffar, Afar. 1999, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.Ismani. 2001, “Etika Birokrasi”, Jurnal Adminitrasi Negara Vol. II, No. 1, September 2001 : 31 – 41.

[6] Maliki, Zainuddin. 2000, Birokrasi, Militer, dan Partai Politik dalam Negara Transisi, Galang Press, Yogyakarta.

LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) SEBAGAI KEKUATAN POLITIK INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang

Page 30: jenis kekuatan politik

LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) mulai dikenal di Indonesia di awal 1970-an

sejalan dengan perkembangan pembangunan yang dilaksanakan pemerintahan Soerharto.

Meskipun pemerintah pada waktu itu mampu menjaga pertumbuhan ekonomi tinggi sebesar 8%

per tahun, kemiskinan menyebar luas dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan

pembangunan telah menciptakan ruang bagi LSM untuk memainkan peranan didalam kegiatan

ekonomi, sosial, dan politik.1

Memasuki masa reformasi pada saat ini sangat kita ketahui bahwa LSM mempunyai

peranan yang sangat penting didalam sistem pemerintahan Republik Indonesia. Lembaga ini

bukan hal baru yang ada ditengah masyarakat. Saat masa Presiden Soeharto memerintah yang

dikenal dengan masa Orde Baru banyak muncul aktivis LSM yang berasal dari masyarakat

kalangan menengah. Dan pada masa itu para LSM dibiayai dan difasilitasi oleh Pemerintah

untuk mendukung segala rencana kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah yang berkuasa.

Dan sebagai timbal baliknya Pemerintah memberikan bantuan dan rasa aman kepada lembaga

tersebut. Hal ini disebabkan oleh Pemerintah tidak mampu untuk menggerakkan massa dengan

segala keterbatasannya sehingga kelompok ini sangat dilibatkan sebagai alat dari Pemerintah

untuk menjalankan seluruh agendanya.

Perkembangan LSM pada masa Orde Baru tak berjalan sesuai dengan fungsi yang

seharusnya dilakukannya ditengah masyarakat. Lembaga tersebut lebih dikekang oleh

Pemerintah untuk kepentingan politik tersendiri. Seiring berjalannya waktu saat mulai pudarnya

tatanan pemerintahan yang disusun oleh Presiden Soeharto fungsi dan peranan LSM yang

belum terlihat pada masa itu sudah mulai mengarah kepada keadilan yang seharusnya diterima

oleh masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat bahwa pada masa akhir kepemimpinan Orde Baru

yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yang seharusnya mengutamakan kebebasan

dalam kehidupan bernegara.

Setelah jatuhnya kepemimpinan Presiden Soeharto oleh mahasiswa-mahasiwa

Indonesia adalah awal dari masuknya reformasi atau yang lebih dikenalnya dengan sistem

demokrasi yang menekankan bahwa setiap orang itu memiliki Hak Asasi Manusia (HAM) yang

harus dihormati dan setiap orang memiliki kebebasan yang mutlak untuk melakukan hal apa

Page 31: jenis kekuatan politik

saja yang diinginkannya asal tidak melanggar hukum. Pada masa ini LSM berkembang dengan

sangat pesat mulai menunjukkan eksistensinya ditengah masyarakat. Masyarakat yang terlibat

pada dalam lembaga ini tentunya merupakan sebuah langkah awal menunjukkan bahwa sistem

demokrasi di Indonesia memang sudah berjalan.

Era reformasi ini membawa perubahan yang sangat besar sekali bagi politik Indonesia.

Terutama munculnya LSM menandai bahwa telah adanya mobilisasi dari masyarakat untuk ikut

berpartisipasi, terlibat, dan ikut berperan serta didalam perencanaan, pelaksanaan, dan

pengawasan fungsi permerintahan. Sehingga disini dapat terlihat bahwa LSM dapat menjadi

sebuah lembaga yang dapat merubah kebijakan pemerintah. Hal ini kembali lagi kepada proses

demokratisasi yang sangat diagung-agungkan dalam sistem Pemerintahan RI sehingga

mendorong lembaga ini dapat berperan dan berfungsi sebagai kekuatan politik yang ada di

Indonesia selain birokrasi, militer, partai politik, dan lainnya.

Kejatuhan rezim Soeharto dan proses demokratisasi yang mengikutinya di Indonesia

mengarah kepada mendesaknya wacana tata pemerintahan yang baik, akuntabilitas, dan

transparansi dari institusi-institusi publik. LSM yang aktif dalam memantau kegiatan Negara dan

institusi politik lain dan muncul sebagai organisasi pengawas.2 Dimulai dengan keterlibatan

penuh LSM didalam pemilu 1999, sekarang hampir semua aspek lembaga Negara diawasi oleh

LSM. Publik Indonesia mengenal berbagai macam organisasi, misalnya Indonesian Corruption

Watch (ICW),Parliament/Legislative Watch (DRP-Watch), Government Watch (GOWA), Police

Watch (PolWatch) dan Pemantauan Anggaran (FITRA).

Bukti LSM memiliki fungsi sebagai kekuatan politik sudah dapat kita liat dari masa Orde

Baru. Namun dimasa itu peran dan fungsinya masih minim sehingga lembaga ini tidak bisa

berjalan dengan baik. Namun di awal reformasi sampai sekarang lembaga ini seperti jamur

ditengah masyarakat, artinya sudah sangat banyak sekali berada ditengah masyarakat. Ada

yang bergerak dibidang politik dan juga sosial ataupun ekonomi.

BAB II

Page 32: jenis kekuatan politik

KONSEP

1.      Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

LSM adalah sebuah kekuatan tersendiri dalam model tiga sektor (three sector model),

yang terdiri dari pemerintah sebagai Sektor Pertama, Dunia Usaha sebagai Sektor Kedua dan

lembaga voluntir. Sebagai Sektor Ketiga, LSM berkedudukan sebagai lembaga penengah yang

menengahi pemerintah dan warga negara. Kerap kali, LSM memang harus bersikap kritis

terhadap pemerintah, tetapi adakalanya LSM bertindak pula sebagai penjelas kebijaksanaan

pemerintah. Sikap kritis itu hendaknya dipahami, karena LSM itu memang tumbuh sebagai

kekuatan pengimbang, baik terhadap pemerintah maupun swasta. Kekuatan pengimbang ini

diperlukan agar mekanisme demokrasi dapat bekerja. Selain itu, LSM tidak mesti dapat dinilai

sebagai kekuatan oposan, karena LSM adalah dua mitra pemerintah dan masyarakat dalam

pembangunan.3

Andra L. Corrothers dan Estie W. Suryatna mengidentifikasi empat peranan yang dapat

dimainkan oleh LSM dalam sebuah Negara yaitu:

1.      Katalisasi perubahan sistem. Hal ini dilakukan dengan mengangkat sejumlah masalah yang

penting dalam masyarakat, membentuk sebuah kesadaran global, melakukan advokasi demi

perubahan kebijaksanaan negara, mengembangkan kemauan politik rakyat, dan mengadakan

eksperimen yang mendorong inisiatif masyarakat.

2.      Memonitor pelaksanaan sistem dan cara penyelenggaraan negara, bahkan bila perlu

melakukan protes. Hal itu dilakukan karena bisa saja terjadi penyalahgunaan kekuasaan,

pelanggaran hukum, terutama yang dilakukan pejabat negara dan kalangan business.

3.      Memfasilitasi rekonsiliasi warga negara dengan lembaga peradilan. Hal ini dilakukan karena

tidak jarang warga masyarakat menjadi korban kekerasan itu. Kalangan LSM muncul secara

aktif untuk melakukan pembelaan bagi mereka yang menjadi korban ketidakadilan.

Page 33: jenis kekuatan politik

4.        Implementasi program pelayanan. LSM dapat menempatkan diri sebagai lembaga yang

mewujudkan sejumlah program dalam masyarakat.4

Jadi secara singkat  dapat dikategorikan peran LSM menjadi dua kelompok.5Pertama,

peranan dalam bidang non politik, yaitu berupa pemberdayaan masyarakat dalam bidang sosial

ekonomi. Kedua, peranan dalam bidang politik, yaitu sebagai wahana untuk menjembatani

warga masyarakat dengan negara atau pemerintah. 

BAB III

ANALISIS

            Didalam bab analisis ini kelompok kami akan membahas peran dan fungsi Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai kekuatan politik Indonesia melalui contoh kasus yang

benar-benar real terjadi. Kasus yang kami angkat dalam pembahasan kali ini adalah mengenai

pelaporan dari salah satu LSM yang ada di Pekanbaru mengenai bukti pembayaran iklan

kampanye salah satu kandidat yang ikut dalam Pemilukada Walikota dan Wakil Walikota

Pekanbaru tahun 2011 memakai dana APBD Provinsi Riau. Berikut adalah berita yang kami

dapat dari Koran Harian Tribun Pekanbaru 29 Oktober 2011:

LSM Koalisi Masyarakat Pekanbaru Anti Suap (Kompas), melaporkan pasangan calon Walikota Pekanbaru Septina-Erizal ke Panwaslu Pekanbaru, Jumat (28/10). LSM ini mengadukan Pemprov Riau telah menggunakan APBD untuk membayar biaya iklan di media massa.  Iklan tersebut adalah iklan pasangan Septina-Erizal, Berseri. Kompas mengadukan ke Panwaslu, tindakan Pemprov tersebut menguntungkan pasangan Septina-Erizal pada kontestasi Pemilukada Pekanbaru lalu. LSM Kompas melaporkan Pemprov Riau menggunakan duit sekitar Rp 400 juta untuk pemasangan iklan tersebut. Barang bukti berupa 26 lembar kwitansi pembayaran iklan ke media massa. Pemasangan iklan tersebut pada periode Mei 2011.

Pelapor atas nama Anis Murzil. Sedangkan saksi  penyerahan laporan bernama Sri Mulyono. Laporan diterima Ketua Divisi Umum Panwaslu Pekanbaru, Dendy Gustiawan.Menyertai laporannya, Anis menyerahkan barang bukti kepada Dendy. Kwitansi iklan diterbitkan oleh perusahaan media massa.Pada kwitansi ini, nama media tertulis pada bagian kepala surat. Pada salah satu kwitansi, tertulis kalimat berbunyi 'menerima uang dari Pemprov Riau'.  Kalimat lainnya, tertulis untuk pembayaran iklan dengan judul parade foto forum lintas etnis dukung

Page 34: jenis kekuatan politik

Berseri. Bagian lainnya, menuliskan nominal Rp 4 juta. LSM juga menyerahkan barang bukti lain berupa daftar rekap piutang iklan Pemprov pemasangan iklan ke media massa.5

Dari berita yang tercetak dalam Koran harian Tribun Pekanbaru diatas dapat kita lihat

bahwa adanya pelaporan mengenai pemakaian dana APBD Riau untuk pembayaran iklan

kampanye pasangan kandidat Septina-Erizal di media massa oleh salah satu LSM yang ada di

Pekanbaru yaitu Kompas (Koalisi Masyarakat Pekanbaru Anti Suap). Septina, kandidat yang

merupakan istri dari Gubernur Riau Rusli Zainal disinyalir telah menggunakan uang Pemerintah

Provinsi Riau untuk membiayai dana iklan kampanye dimedia massa sebesar Rp 400 juta pada

Pemilukada kota Pekanbaru tahun 2011.

Anis yang merupakan pelapor dari LSM Kompas memberikan sejumlah bukti kwitansi

pembayaran yang dilakukan oleh Pemprov Riau kepada salah satu media massa cetak

Pekanbaru. Didalam kasus ini dapat kita lihat bahwa LSM telah menjalankan peranannya

didalam Negara sebagaimana yang telah dikatakan oleh Andra L. Corrothers dan Estie W.

Suryatna adalah LSM sebagai memonitor pelaksanaan sistem dan cara penyelenggaraan

negara, bahkan bila perlu melakukan protes. Hal itu dilakukan karena bisa saja terjadi

penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hukum, terutama yang dilakukan pejabat negara dan

kalangan business.

LSM sedang berada dalam proses belajar bagaimana fungsi pengawasan mereka

merupakan bagian dari persamaan proses menciptakan check and balances, dan tidak lagi

merupakan agenda politik yang berdiri sendiri dibawah pengawasan Pemerintah seperti yang

terjadi pada masa Orde Baru.6 Fungsi pengawasan terhadap segala kegiatan Negara memang

bukan fungsi dari LSM itu sendiri, tapi juga telah dilakukan oleh para aktor lainnya seperti Partai

Politik. Kalau kita perhatikan parpol lebih dipandang sebagai alat untuk menjadi pemimpin atau

menjadi anggota legislative didalam sebuah Negara itu terlihat parpol menjalankan fungsi ketika

pemilu tiba, sedangkan ia melalaikan fungsinya sebagai agregasi yaitu sebagai tempat

penampung segala aspirasi rakyat untuk disampaikan kepada pemerintah.

Page 35: jenis kekuatan politik

Kompas telah berhasil menjembatani masyarakat dan pemerintah dengan melaporkan

kasus tersebut kepada Panwaslu yang sebelumnya telah beredarnya foto bukti kwitansi

pembayaran dana iklan kampanye di media massa yang memakai dana APBD Riau pada

sebuah akun facebook yang tidak diketahui siapa adminnya. Pembicaran mengenai kasus

tersebut telah hangat diperbincangkan didunia maya. Keterlibatan istri Gubernur Riau

didalamnya memberikan respon yang buruk dari masyarakat. Oleh sebab itu pihak Kompas

melaporkan hal tersebut kepada Panwaslu pekanbaru, sehingga memainkan peranannya

sebagai wahana untuk menjembatani warga masyarakat dengan negara atau pemerintah.

Dengan pelaporan yang telah dilakukan oleh LSM Kompas tersebut hasil mengenai

keputusan yang akan diambil belum juga ditentukan. Padahal ini sudah menyangkut sebuah

tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan oleh istri Gubernur Riau. LSM itu sendiri

menilai bahwa adanya keberpihakan pihak Panwaslu terhadap salah satu kandidat dan sangat

menguntungkan kandidat bila itu tidak terbukti dan akan tetap maju pada Pemilukada Ulang

Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru tahun 2011. Jika memang Panwaslu tidak berpihak

kepada salah satu kandidat maka keputusan tentunya akan berubah. Sehingga sanksi yang

paling berat menurut analisis kelompok kami adalah dengan didiskualifikasikannya kandidat

yang telah melakukan kecurangan dikarenakan hal tersebut telah melanggar hukum.

Berangkat dari kasus tersebut LSM sendiri telah bisa melakukan fungsinya sebagai

pengawasan ditengah masyarakat. LSM adalah sebuah lembaga yang terpisah dari Negara

atau bisa juga dikatakan bahwa LSM adalah lembaga non Pemerintah yang didalamnya

berisikan masyarakat kalangan menengah dan atas yang satu mempunyai tujuan yang sama.

Kompas adalah bukti bahwa LSM itu berfungsi sebagai kekuatan politik yang dapat merubah

arah kebijakan yang telah ditetapkan Pemerintah.

Jika kita telaah satu persatu mengenai kegiatan atau fungsi dan peranan apa saja yang

dimainkan sendiri oleh LSM hanya bisa dihitung sedikit sekali LSM yang fokus terhadap

perannya, mereka lebih condong kepada kemana masalah atau uang berada. Tidak dipungkiri

kalau di LSM juga bermain kepentingan didalamnya tak ubahnya seperti Partai Politik. Namun

tentunya Partai Politik mempunyai peranan yang sangat berbeda dengan LSM.

Page 36: jenis kekuatan politik

BAB IV

KESIMPULAN

Lembaga Swadaya Masyarat (LSM) adalah sebuah lembaga non Pemerintah yang

mempunyai peranan sebagai jembatan dari masyarakat terhadap Pemerintah. Sehingga dari

hal tersebut lembaga ini mempunyai peranan yang sangat kuat sebagai kekuatan politik di

Indonesia yang dapat melakukan pengawasan sehingga menciptakan check and balances, dan

juga memiliki peranan untuk memonitoring segala kegiatan Pemerintah dan berhak melakukan

protes bila hal tersebut dinilai tidak baik dan tidak sejalan dengan tujuan masyarakat.

LSM juga dapat mempengaruhi dan mengubah arah kebijakan yang dikeluarkan oleh

Pemerintah. Seperti pada kasus yang telah kelompok kami analisis pada bab sebelumnya.

Sehingga  peran dan fungsinya sebagai kekuatan politik ada dan sangat berpengaruh dalam

kehidupan bernegara.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Gaffar, Affan.  2002. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jordan, Lisa dan Peter Van Tuijl, 2009 Akuntabilitas LSM Politik, Prinsip, dan Inovasi, Jakarta: Pustaka LP3S Indonesia.

KORAN

Hengki Seprihadi, 2001. 29 Oktober. Panwaslu Selidiki Penggunaan APBD Oleh Istri Gubernur. Koran Harian Tribun Pekanbaru. Hlm 2.

M. Dawan Rahardjo. 1994. 9 November. Tiga Dasar Teori tentang LSM. Harian Umum Republika, hlm 4.

Page 37: jenis kekuatan politik

1 Lisa Jordan dan Peter Van Tuijl, Akuntabilitas LSM Politik, Prinsip, dan Inovasi, Jakarta: Pustaka LP3S Indonesia, 2009, hlm. 226.

2 Ibid,. hlm. 230.

3 M. Dawan Rahardjo. 1994. 9 November. Tiga Dasar Teori tentang LSM. Harian Umum Republika, hlm 4.

4 Afan Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, hlm.204

5 Ibid,.

5 Hengki Seprihadi, 2001. 29 Oktober. Panwaslu Selidiki Penggunaan APBD Oleh Istri Gubernur. Koran Harian Tribun Pekanbaru. Hlm 2.

6 Lisa Jordan dan Peter Van Tuijl, Op. Cit,. Hlm 246-247.

MEDIA MASSA SEBAGAI KEKUATAN POLITIKDewasa ini media massa sangat berpengaruh dalam politik. Peran yang dimainkan pun juga sangatlah penting. Hal ini terbuktikan dengan frekuensi dan aktifitas media massa yang melaporkan peristiwa-peristiwa politik sering memberikan dampak yang sangat signifikan dalam dunia politik dunia, khususnya Indonesia. Media massa juga sebagi pemicu dan terkadang menjadi patron yang sangat berarti dalam kehidupan bermasyarakat, dan terkadang dapat menjadi salah satu indicator terjadinya perubahan politik.Sebagai dampak Empiris di Indonesia saja, telah di mulai dari tahun 1998. Media massa sangatlah memegang peranan yang sangat luas,; daya jangkau masyarakat terhadap media dan sebagai konsumsi sehari-hari membuat masyarakat dapat melakukan perubahan politik yang sangat fundamental. Hingga sekarang inipun secara implicit media massa dapat berlaku sebagai oposisi dan pengawasan dari pemerintah. Namun hal tersebut tidaklah sebagai indikator bahwa media massa selaku independen dan netral.

Page 38: jenis kekuatan politik

Memang diakui, efektifitas media untuk perubahan politik memerlukan suatu situasi politik yang kondusif, yang popoler disebut dengan keterbukaan politik. Dengan adanya kebebasan pers, maka hal tersebut juga membuktikan bahwa adanya kebebasan dalam berpolitik. Nah, dari silogisme itu, maka kita dapat menggeneralisasikan bahwa media massa atau pers adalah suatu kekuatan dalam politik.Perubahan politik pun tidak hanya perihal tentang pergantian rezim, tapi juga perubahan politik yang dilakukan media juga perihal kebijakan-kebijakan apa yang diambil oleh pemerintah. Dari segala fakta-fakta yang dibawa oleh media, mayoritas segala kebijakan yang diambil pemerintah haruslah popular. Dan bila menjadi sebuah konsumsi publik, maka langkah-langkah dan kebijakan yang diambil pemerintah memiliki kadar urgensi yang besar pula.Dalam seluk-beluk Negara demokrasi, media massa yang memiliki kebebasan pers mulai menunjukan sebagai kekuatan politik pula. Hal tersebut dapat terjadi apabila media massa memiliki media tandingan dan berita yang berimbang, sehingga dapat melakukan propaganda yang tidak sepihak kepada masyarakat. Seperti kasus bank century, dimana Metro TV yang selalu meliput semua kegiatan panitia khusus (pansus). Ini tidak terjadi di media yang lain.Sebagai konsumsi pubik terkadang juga media massa tidak memakai redaksional yang bagus dan tidak memperdulikan pemakaian bahasa yang baik dan benar. Seperti contoh “SBY didakwa oleh pengadilan belanda?” dan juga “Nurdin Chalid mundur dari PSSI?” Hal tersebut semata-mata hanya untuk menjual berita lebih menarik dan menjadikan untung sebagai orientasi utama. Media massa juga memiliki kadar propaganda yang sangat kuat, dan bahkan juga dapat memproduksi kebohongan yang sifatnya dapat diterima oleh public dan dikarenakan banyaknya media massa yang meliput sehingga tidak ada berita pembanding. Hal ini terbukti dengan tidak ada ditemukan senjata pemusnah massal di Iraq, ataupun sosok osama bin laden yang sekian tahun juga belum pernah ditangkap pasukan tentara amerika.Layaknya anjing pengawas, media massa juga dapat menjadi musuh dari pemerintah dan bahkan bagi koorporasi besar sekaligus berpihak kepada masyarakat, khususnya bagi rakyat marjinal yang tidak megalomaniak dan bersifat lepas atau anomik. Para jurnalis pun dalam posisi ini memandang dirinya sebagai pembela kebenaran dan keadilan, yang dimana mereka tidak sudi untuk memenangkan dan menyuarakan kepentingan politisi dan petinggi eksekutif (elite). Hal ini terbukti dengan Julian assange yang dimana dengan wikileaks-nya, dapat membuka pelanggaran HAM amerika dan rahasia-rahasia yang tidak merakyat.Terkadang jurnalistik juga mendukung lembaga-lembaga politik yang domain, kelompok ekonomi penting dan nilai yang universal. Namun mereka dapat juga melancarkan kritik terhadap lembaga tersebut, apabila para elit melanggar system yang berlaku. Dalam hal ini media massa lebih mengutamakan system yang telah ada sehingga dapat mempertahankan keeksistensian diri atau kemapanan dari media tersebut. Hal ini dianggap wajar saja agar orientasi laba tetap menjadi hal yang utama, dan untuk mengekat iklan-iklan yang akan masuk. Namun secara sistematika media massa memiliki status yang kuat pula.Media massa juga melayani berita-berita yang diuntukan untuk kepentingan elit dan kaum miskin pun terpingirkan. Hal ini adalah sesuatu yang umum terjadi saat ini dimana adanya kepentingan-kepentingan politik. Ekonomi dan sebagainya, yang menjadikan media massa tidak lagi berpihak pada khalayak ramai lagi. Seperti contoh adanya pemberitaan harga cabai

Page 39: jenis kekuatan politik

yang melonjak, hal tersebut akan menjadi polemic massa dan alhasil secra produk kapitali pun tidak merelakan adanya harga cabai yang naik, dan hal ini dapat menjadi alat propaganda bagi yang berkepentingan untuk menggoyang pemerintahan yang ada. Di lain sisi media massa tidak pernah menayangkan harga cabai bila murah, padahal bila haragnya murah nasib petanipun juga akan merana, alhasil media pada situasi ini tidaklah berpihak kepada kaum miskin papa atau kaum marjinal.Bila media massa,redaksi dan wartawan tidak berani lagi untuk menyuarakan kebenaran dan hanya sekedar memikirkan untung dan menjadi orang yang baik baik-baik saja tanpa adanya perlawanan, demokrasi akan mengalami musibah besar.

Kelompok Kepentingan, Kelompok Penekan dan Partai   Politik Posted on November 30, 2010by geby_ELF

Pendahuluan

Paper ini berisikan materi mengenai Kelompok Kepentingan,

Kelompok Penekan dan Partai Politik yang disadur dari beberapa

sumber  seperti buku karangan Miriam Budiardjo ”Dasar-Dasar

Ilmu Politik-Edisi Revisi” (2008), Eddi Wibowo dkk “Ilmu Politik

Kontemporer” (2004) dan beberapa sumber lain yang relevan.

Page 40: jenis kekuatan politik

Kelompok Kepentingan

Kelompok kepentingan adalah sekelompok manusia yang

mengadakan persekutuan yang didorong oleh kepentingan-

kepentingan tertentu. Kepentingan ini dapat berupa kepentingan

umum atau masyarakat luas ataupun kepentingan untuk kelompok

tertentu. Contoh persekutuan yang merupakan kelompok

kepentingan, yaitu organisasi massa, paguyuban alumni suatu

sekolah, kelompok daerah asal, dan paguyuban hobi tertentu.[1]

Kelompok kepentingan bertujuan untuk memperjuangkan sesuatu

“kepentingan” dengan mempengaruhi lembaga-lembaga politik

agar mendapatkan keputusan yang menguntungkan atau

menghindarkan keputusan yang merugikan. Kelompok kepentingan

tidak berusaha untuk menempatkan wakil-wakilnya dalam dewan

perwakilan rakyat, melainkan cukup mempengaruhi satu atau

beberapa partai didalamnya atau instansi yang berwenang maupun

menteri yang berwenang.[2]

Kelompok Penekan (Pressure Group)

Kelompok penekan merupakan sekelompok manusia yang

berbentuk lembaga kemasyarakatan dengan aktivitas atau

kegiatannya memberikan tekanan kepada pihak penguasa agar

keinginannya dapat diakomodasi oleh pemegang kekuasaan.

Contohnya, Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Nasib Petani,

dan Lembaga Swadaya Masyarakat Penolong Korban Gempa. Pada

mulanya, kegiatan kelompok-kelompok ini biasa-biasa saja, namun

perkembangan situasi dan kondisi mengubahnya menjadi pressure

group.[3]

Partai Politik

Partai politik merupakan sarana seseorang untuk melakukan

partisipasi politik sebagai aktualisasi hak-haknya sebagai warga

negara. Partai politik tidak bisa lepas dari peran warga negara

sebagai pendukungnya. Melalui partai, seorang warga akan

Page 41: jenis kekuatan politik

melakukan partisipasi politik, yang  mana hal ini mencakup semua

kegiatan sukarela seseorang dalam proses pemilihan pemimpin-

pemimpin politik, pembentukan kebijakan publik, memilih dalam

pemilihan umum, menjadi anggota partai, kelompok kepentingan,

kelompok penekan, duduk dalam lembaga legislatif dan

sebagainya.[4]

A. Pengertian Partai Politik

Secara umum partai politik adalah suatu kelompok terorganisir

yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-

cita yang sama. Adapun tujuan dibentuknya sebuah partai adalah

untuk memperoleh kekuasaan politik, dan merebut kedudukan

politik dengan cara (yang biasanya) konstitusional yang mana

kekuasaan itu partai politik dapat melaksanakan program-program

serta kebijakan-kebijakan mereka.

Berikut akan dipaparkan beberapa definisi partai politik oleh para

ahli :

Menurut R.H Soltau, partai politik adalah sekelompok warga

negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai

suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya

untuk memilih, bertujuan untuk mengendalikan dan menguasai

pemerintahan serta melaksanakan kebijakan umum mereka.[5]

Menurut Carl J. Frederich, partai politik adalah sekelompok

manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut

atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi

pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini,

memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang

bersifat idiil serta materiil.

Menurut Sigmund Neumann dalam bukunya Modern Political

Parties, partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik

Page 42: jenis kekuatan politik

yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta

merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu

golongan atau golongan lain yang mempunyai pandangan yang

berbeda.[6]

Menurut Mark N. Hagopian, partai politik adalah suatu

organisasi yang dibentuk untuk mempengaruhi bentuk dan

karakter kebijaksanaan publik dalam kerangka prinsip-prinsip

dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek kekuasaan

secara langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan.[7]

B. Sejarah Perkembangan Partai Politik

Partai telah digunakan untuk mempertahankan pengelompokan

yang sudah mapan seperti gereja atau untuk

menghancurkan status quo seperti yang dilakukan Bolsheviks pada

tahun 1917 pada saat menumbangkan kekaisaran Tsar.

Pada awal abad ke-19 gereja katolik di Eropa menyatukan diri pada

pemerintahan demokrasi, dan pemilihan sebagai sarana demokrasi

dilaksanakan dengan jalan membentuk partai Kristen Demokrat

yang secara bertahap melepaskan orientasi keagamaan mereka

demi organisasi, program, dan panggilan partai. Langkah ini

kemudian diikuti oleh pembentukan partai Sosialis yang

meninggalkan cara revolusi untuk mengadakan perombakan.

Setelah Perang Dunia Kedua, partai komunis mengalami hal yang

sama. Sisi tajam revolusi sebagai ciri partai komunis menjadi

tumpul. Di beberapa negara yang baru merdeka, partai politik

muncul dengan misi menanamkan partisipasi dan kesadaran politik

pada masyarakat yang merasa tidak puas dan terasingkan.

Tahap kedua perkembangan partai politik muncul setelah

pertengahan abad ke-19. Pertama, perluasan daerah lingkup

pemilihan di Amerika sekitar pertengahan tahun 1830-an dan

antara 1848-1870, dan pada waktu yang hampir bersamaan juga

Page 43: jenis kekuatan politik

terjadi di Jerman dan di negara-negara Eropa Barat lainnya. Abad

ke-19 adalah abad politik, di mana masalah-masalah politik seperti

pemilihan umum, kebebasan membentuk asosiasi, hubungan antara

gereja dan negara, dab perkembangan instrumen demokrasi itu

sendiri, telah menjadi isu utama dan perdebatan.

Tahap ketiga perkembangan parta-partai terjadi pada sebelum dan

sesudah akhir abad ke-19. Pada periode ini Maurice Duverger

secara jitu mengkaitkan pertumbuhan dari apa yang disebut partai-

partai diluar parlemen (extra parliamentary parties). Cikal bakal

organisasi tersebut sumbernya bukan berasal dari parlemen

melainkan dari orang-orang yang tidak senang terhadap parlemen.

Keyakinan dan disiplin kaku menyertai munculnya partai-partai

komunis Eropa Barat, yang didirikan setelah Perang Dunia I. Partai

komunis pada dasarnya merupakan kombinasi antara seorang

tentara dan sebuah gereja, keras pendirian, berdisiplin tinggi dan

seringkali menentukan secara efektif komitmen dan loyalitas penuh

para anggota secara individual.

Setelah Perang Dunia II, semua partai politik Dunia Barat dan

negeri industri maju (termasuk Uni Soviet dan Jepang) mulai

menampakkan beberapa karakteristik baru. Semua partai menjadi

semacam pedagang perantara (broker) dari suatu masyarakat yang

terjadi karena kemajuan industri. Oleh karena itu partai menjadi

lebih representatif dan lebih reformis. Partai tidak lagi berusaha

menyelesaikan isu dengan penyelesaian total  yang mencakup

struktur sosial dan ekonomi masyarakat tetapi lebih dengan

kompromi dan perubahan sedikit demi sedikit.

Kondisi-kondisi di mana partai lahir dan berkembang di Barat jauh

berbeda dengan kemunculan partai-partai di negara baru. Partai

politik di negara bekas jajahan muncul untuk mengatasi masalah-

Page 44: jenis kekuatan politik

masalah, yang pihak barat (pemerintah kolonial) tidak terlibat

secara langsung. Serangkaian masalah tersebut adalah emansipasi

dan identitas nasional, pembuatan nilai-nilai (aturan) tentang

pelaksanaan partisipasi politik, penciptaan lembaga baru yang

legitimate (absah), pembentukan norma-norma baru yang

mendukung dan pembentukan lembaga pemerintah yang membagi

ganjaran sementara menarik dukungan.

Perbedaan antara Barat dan negara-negara baru sangatlah mudah.

Di negara baru, tidak adanya sistem yang mendukung terciptanya

partai politik, tidak ada legitimasi prosedur pemerintahan yang

memungkinkan partai dapat beroperasi dan yang dapat didukung

oleh partai yang hanya sedikit berpengalaman dengan sistem

pemerintahan perwakilan dan tidak adanya pengertian umum yang

mendefinisikan hak-hak umum tertentu secara terbatas.[8]

C. Tipe-Tipe Partai Politik

Dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya, partai politik

dapat dibagi menjadi :

a.    Partai Kader

Disebut juga partai elite atau tradisional yang dapat dibedakan

menjadi dua tipe yaitu tipe Eropa dan Amerika. Tipe Eropa

bertujuan untuk mendapatkan anggota sebanyak mungkin, tetapi

lebih  menekankan pada dukungan dari orang-orang terkemuka,

lebih memperhatikan kualitas daripada kuantitas. Sedangkan tipe

Amerika menekankan pada usaha menjaring tokoh partai yang

loyal.

b.    Partai Massa

Page 45: jenis kekuatan politik

Tekhnik mengorganisasi partai dilakukan oleh gerakan sosialis,

yang kemudian diambil oleh partai komunis dan banyak digunakan

di negara-negara berkembang. Dapat dibedakan menjadi tipe

sosialis, yang berorientasi terhadap kaum buruh. Tipe partai

komunis yang diorganisasi secara otoriter dan terpusat, lebih

menggambarkan sentralisasi daripada demokrasi. Tipe partai fasis,

menggunakan tekhnik militer untuk mengorganisasi politik massa.

c.    Tipe Partai Tengah

Yaitu partai yang menggunakan organisasi massa sebagai alat

dukungan partai.[9]

Dari segi sifat dan orientasi partai politik dibagi menjadi :

a.    Partai Perlindungan (Patronage Party)

Partai perlindungan umumnya memiliki organisasi nasional yang

longgar, disiplin yang lemah dan biasanya tidak mementingkan

pemungutan suara secara teratur. Tujuan pendiriannya adalah

memenangkan pemilihan umum untuk anggota-anggota yang

dicalonkannya, partai ini hanya giat menjelang pemilihan umum.

b.    Partai Ideologi

Biasanya mempunyai pandangan hidup yang digariskan dalam

kebijakan pimpinan dan berpedoman pada disiplin partai yang kuat

dan mengikat.[10]

D. Sistem Kepartaian

1.    Sistem partai tunggal

Page 46: jenis kekuatan politik

Merupakan sistem dimana hanya ada satu partai didalam satu

negara. Partai tersebut memiliki kedudukan dominan dibandingkan

dengan partai lain.

2.    Sistem dwi-partai

Pada sistem dwi-partai, partai-partai politik dibagi menjadi dua

kelompok utama, yaitu partai yang berkuasa (karena menang

dalam pemilihan umum) dan partai oposisi (karena kalah dalam

pemilihan umum). Partai yang kalah berperan sebagai pengecam

utama terhadap kebijakan partai yang duduk dalam pemerintahan.

3.    Sistem Multi-Partai

Sistem mult-partai memiliki banyak jenis partai politik didalamnya.

Keanekaragaman ras, agama atau suku bangsa yang kuat membuat

masyarakat cenderung untuk menyalurkan ikatan-ikatan terbatas

yang mereka miliki ke dalam satu wadah saja. Sistem multi-partai

dianggap lebih mencerminkan keanekaragaman budaya dan politik

daripada pola dwi-partai.

E. Fungsi Partai Politik

1.      Fungsi di Negara Demokrasi

Dalam negara demokrasi, partai politik mempunyai beberapa

fungsi antara lain :

§  Sebagai sarana komunikasi politik

Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka

ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya

Page 47: jenis kekuatan politik

sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam

masyarakat bisa diminimalkan.

§  Sebagai sarana sosialisasi politik

Partai politik memainkan peran dalam membentuk pribadi

anggotanya. Sosialisasi yang dimaksudkan adalah partai berusaha

menanamkan solidaritas internal partai, mendidik anggotanya,

pendukung dan simpatisannya serta bertanggung jawab sebagai

warga negara dengan menempatkan kepentingan sendiri dibawah

kepentingan bersama.

§  Sebagai sarana rekruitment politik.

Partai politik mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk

turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai. Cara-cara

yang dilakukan oleh partai politik sangat beragam, bisa melalui

kontrak pribadi, persuasi atau menarik golongan muda untuk

menjadi kader.

§  Sebagai sarana pengatur konflik.

Partai politik harus berusaha untuk mengatasi dan memikirkan

solusi apabila terjadi persaingan dan perbedaan pendapat dalam

masyarakat. Namun, hal ini lebih sering diabaikan dan fungsi-

fungsi diatas tidak dilaksanakan seperti yang diharpakan.

§  Sebagai sarana partisipasi politik

Partai politik harus selalu aktif mempromosikan dirinya untuk

menarik perhatian dan minat warga negara agar bersedia masuk

Page 48: jenis kekuatan politik

dan aktif sebagai anggota partai tersebut. Partai politik juga

melakukan penyaringan-penyaringan terhadap individu-individu

baru yang akan masuk kedalamnya.

§  Sebagai sarana pembuatan kebijakan

Fungsi partai politik sebagai pembuat kebijakan hanya akan efektif

jika sebuah partai memegang kekuasaan pemerintahan dan

mendominasi lembaga perwakilan rakyat. Dengan memegang

kekuasaan, partai politik akan lebih leluasa dalam menempatkan

orang-orangnya sebagai eksekutif dalam jabatan yang bersifat

politis dan berfungsi sebagai pembuat keputusan dalam tiap-tiap

instansi pemerintahan.[11]

2.      Fungsi di Negara Otoriter

Menurut faham komunis, sifat dan tujuan partai politik bergantung

pada situasi apakah partai tersebut berkuasa di negara ia berada.

Karena partai komunis bertujuan untuk mencapai kedudukan

kekuasaan yang dapat dijadikan batu loncatan guna menguasai

semua partai politik yang ada dan menghancurkan sistem politik

yang demokratis.

Partai komunis juga mempunyai beberapa fungsi, namun sangat

berbeda dengan yang ada di negara demokrasi. Sebagai sarana

komunikasi partai politik menyalurkan informasi dengan

mengindokrinasi masyarakat dengan informasi yang menunjang

partai. Fungsi sebagai sarana sosialisasi juga lebih ditekankan pada

aspek pembinaan warga negara ke arah dan cara berfikir yang

sesuai dengan pola yang ditentukan partai. Partai sebagai sarana

reruitment politik lebih mengutamakan orang yang mempunyai

kemampuan untuk mengabdi kepada partai.

Page 49: jenis kekuatan politik

Jadi pada dasarnya partai komunis mengendalikan semua aspek

kehidupan secara monolitik dan memaksa individu agar

menyesuaikan diri dengan suatu cara hidup yang sejalan dengan

kepentingan partai.[12]

3.      Fungsi di Negara Berkembang

Di negara-negara berkembang, partai politik diharapkan untuk

memperkembangkan sarana integrasi nasional dan memupuk

identitas nasional, karena negara-negara baru sering dihadapkan

pada masalah bagaimana mengintegrasikan berbagai golongan,

daerah,  serta suku bangsa yang berbeda corak sosial dan

pandangan hidupnya menjadi satu bangsa.[13]

Kesimpulan :

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kelompok

kepentingan dan kelompok penekan memili orientasi yang lebih

kecil daripada partai politik. Kelompok kepentingan dan kelompok

masyarakat hanya mewakili golongan-golongan masyarakat dan

lebih banyak memperjuangan kepentingan umum suatu kelompok

saja. Kelompok kepentingan dan kelompok penekan juga tidak

perlu menempatkan wakil-wakilnya di dewan perwakilan rakyat,

mereka hanya perlu mempengaruhi satu partai saja.

Berbeda dengan partai politik yang berusaha untuk menempatkan

wakil-wakilnya di dalam dewan perwakilan rakyat. Partai politik

sebagai salah satu instrumen politik yang memiliki tujuan untuk

meraih kekuasaan. Selain memiliki tujuan yang jelas adapula

fungsi-fungsi yang harus dijalankan yaitu rekrutmen politik,

komunikasi politik, pengendali konflik dan lain-lain. Disamping itu

partai politik merupakan representasi dari beberapa kelompok

yang ada di dalam masyarakat. Partai politik sangat diperlukan

untuk menampung seluruh aspirasi rakyat namun pada saat

Page 50: jenis kekuatan politik

sekarang ini, partai politik lebih banyak menjadi media atau alat

agar penguasa dapat menjalankan tujuannya.

Referensi

Budiardjo, Miriam.2008.Dasar-Dasar Ilmu politik-Edisi

Revisi.Jakarta:PT. Gramedia Pustaka utama.

Eddi Wibowo dkk.2004.Ilmu Politik

Kontemporer.Yogyakarta:YPAPI.

Bambang S dan Sugianto.2007.Pendidikan

Kewarganegaraan.Surakarta:Penerbit Grahadi.

Ichlasul Amal.1996. Teori-Teori Mutakhir Partai

Politik.Yogyakarta:PT. Tiara Wacana Yogya.

Syahrial Syarbani.2002.Sosiologi dan Politik.Jakarta:Ghalia

Indonesia.

[1] Bambang S dan Sugianto.Pendidikan Kewarganegaraan.

(Surakarta:Penerbit Grahadi,2007) hlm 176

[2] Eddi Wibowo dkk.Ilmu Politik Kontemporer.

(Yogyakarta:YPAPI,2004) hlm 69

[3]Bambang S dan Sugianto, ibid., hlm 177

[4] Wibowo, ibid., hlm 67

[5] Ibid.,68

[6] Miriam Budiardjo.Dasar-Dasar Ilmu Politik-Edisi Revisi.

(Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama,2008) hlm 404

[7] Ichlasul Amal. Teori-Teori Mutakhir Partai Politik.

(Yogyakarta:PT. Tiara Wacana Yogya,1996) hlm XV

[8] Ibid., hlm 17-24

[9] Syahrial Syarbani.Sosiologi dan Politik.(Jakarta:Ghalia

Indonesia,2002) hlm 76-77

Page 51: jenis kekuatan politik

[10] Eddi Wibowo dkk.Ilmu Politik Kontemporer.

(Yogyakarta:YPAPI,2004) hlm 77-78

[11] Ibid., 70-76

[12] Budiardjo, ibid., hlm 410-412

[13] Ibid., hlm 413

Kekuatan Politik di Indonesia

KEKUATAN POLITIK MILITER

Page 52: jenis kekuatan politik

Awal kehadiran militer dalam panggung politik di Indonesia erat kaitannya dengan sejarah kehadiran

Negara Republik Indonesia yang diraih melalui revolusi fisik perang kemerdekaan, dimana pada periode

ini dan bahkan pada periode setelah Indonesia merdeka peran dan kehadiran militer sangat

diperhitungkan dalam ikut mengantarkan serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa aktor militer di Indonesia, hadir menjadi kekuatan

politik yang sangat menentukan pentas politik nasional, khususnya pada mas Orde Baru:

a. Militer di Indonesia merupakan kekuatan politik yang memiliki organisasi paling solid dibanding dengan

kekuatan politik lainnya. Kelebihannya yaitu, memiliki ideologi yang paling jelas, memiliki garis komando

dalam kepemimpinan, memiliki sumber daya manusia yang berkualitas.

b. Militer di Indonesia memiliki hak historis untuk ikut mengatur dan menentukan arah perjalanan Bangsa

Indonesia.

c. Kekuatan politik dari kalangan politisi sipil di Indonesia masih terfragmentasi sehingga dianggap menimbulkan keraguan di mata publik dalam memimpin Indonesia.

d. Politisi sipil belum memiliki suatu model pengkaderan kepemimpinan yang berkualitas sebagaimana yang

dimiliki oleh militer.

e. Adanya produksi dan reproduksi wacana selama kurang lebih 30 tahun yang diproduksi oleh aparatus

negara.

Seiring dengan dinamika perkembangan politik di Indonesia yang sering disebut sedang dalam masa

transisi demokrasi, semenjak reformasi bergulir peran militer dalam ranah politik secara bertahap

kewenangannya. Kewenangan militer dikurangi dan pada akhirnya militer dikembalikan peranannya

menuju pada militer profesional, yakni menjadi militer yang mremiliki kompetensi di bidang pertahanan.

Sejarah politik Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarah kehadiran kekuatan politik militer, oleh

karenanya untuk dapat memahami dinamika politik Indonesia secara baik, tidak bisa mengabaikan

pembahasan pada peran militer dalam sejarah politik Indonesia. Kajian pada politik Indonesia menjadi

tidak akan komprehensif jika tidak membahas posisi militer dalam pentas politik nasional Indonesia.

KEKUATAN POLITIK PARTAI POLITIK

Tapak-tapak penting partai politik dalam sejarah perpolitikan Indonesia antara lain sejarah telah

menulis dengan tinta emas, melalui rahim partai politiklah gagasan tentang Indonesia merdeka lahir

Page 53: jenis kekuatan politik

dan bersemi pada era masa pergerakan nasional. Bahkan jauh hari sebelum Negara Indonesia yang

merdeka lahir.

Pada era yang sering disebut dengan Demokrasi Parlementer atau ada juga yang menyebutnya

denganDemokrasi Liberal (1945-1959), partai politik di Indonesia mendapatkan ruang gerak yang sangat

luas. Partai politik dengan terbuka dapat mengekspresikan pilihan ideologinya melalui berbagai forum,

media massa yang tersedia pada era tersebut. Garis ideologi yang ada di partai memiliki pengaruh yang

kuat pada arah kebijakan pemerintahan. Maka pada era ini dalam sejarah politik Indonesia dikenal juga

dengan lahirnya aliran politik.

Aliran-aliran pemikiran politik yang hadir dalam kehidupan politik Indonesia pada Era Demokrasi

Liberal, yang mendapatkan dukungan dari rakyat Indonesia dapat dikelompokkan kedalam lima aliran

pemikiran politik, yakni.

1. Sosialisme Radikal (PSI).

2. Nasionalis Radikal (PNI & PKI).

3. Politik Islam Tradisional (Partai NU).

4. Islam Modernis (Partai Masyumi).

5. Tradisionalis (partai-partai politik lokal).

Fungsi partai politik untuk melakukan pendidikan politik (political education) kepada masyarakat

Indonesia untuk mendorong rakyat agar mampu berpartisipasi dalam kehidupan politik, menunaikan

hak-hak politiknya pada satu sisi serta kewajiban politik pada sisi yang lain dapat berjalan dengan baik.

Partai politik pada Era Demokrasi Parlementer juga dapat menjalankan fungsi-fungsi komunikasi

politik,interest articulation, interest agrigation, political recruitment, dan manajemen politik dengan

cukup memadai. Demikian juga pada Era Orde Lama (Demokrasi Terpimpin) 1959-1965 walaupun peran

partai tidak sebesar pada Era Demokrasi Parlementer, partai politik tetap memiliki peran penting dalam

kehidupan politik di Indonesia.

Kondisi yang kurang lebih sama diterima oleh partai politik pada Era Rezim Orde Baru, partai politik

pada era ini mengalami kebijakan yang sering disebut sebagai kebijakan restruktrisasi politik dan

deideologisasi partai politik. Dengan kebijakan tersebut partai politik di Indonesia jumlahnya dibatasi

hanya tinggal tiga partai yakni PPP, PDI, ditambah Golkar dengan ideologi yang sama,yaitu asas tunggal

Pancasila. Pada Era Orde Baru posisi partai politik lebih tidak berdaya berhadapan dengan pemerintah.

Page 54: jenis kekuatan politik

Kondisi kehidupan partai politik yang memprihatinkan baru mulai memiliki peluang ada perbaikan

ketikakran demokrasi terbuka yang dimulai dengan peristiwa jatuhnya rezim Soeharto pada 1998.

Semenjak bergulirnya Era reformasi sejak 1998, kehidupan politik di Indonesia memiliki peluang, untuk

kembali melakukan penataan dan konsolidasi menuju ke suatu tatanan kehidupan politik yang

demokratis. Konsolidasi kehidupan politik menuju suatu tatanan yang demokratis antara lain ditandai

dengan diselenggarakannya suatu pemilu yang demokratis, secara periodik, mulai dari 1999, 2004, dan

2009.

Partai politik di Indonesia yang dilahirkan melalui proses pemilu 2009. Dari waktu ke waktu

mengalami proses deligitimasi dari rakyat pemilih Indonesia. Faktornya antara lain.

1. Hampir sema partai politik mengalami konflik internal.

2. Hampir semua partai politik kadernya ada yang terjerat kasus korupsi.

3. Gaya hidup mewah yang dipertontonkan oleh para politisi yang mewakili partai politik.

4. Terjadinya berbagai skandal moral-seksual politisi.

5. Munculnya fenomena politik kartel di lingkungan partai politik.

KEKUATAN POLITIK MILITER INDONESIA PRA-PASCA REFORMASI22.53 MOHAMMAD ALI ANDRIAS.,S.IP.,M.SI NO COMMENTS

Page 55: jenis kekuatan politik

REVIEW

Politik Militer Transisi Pasca Reformasi

Kekuatan Politik yang Menghiasi Perpolitikan Indonesia

Oleh :

Mohammad Ali Andrias, S.IP., M.Si

Dalam suatu perjuangan menuju demokrasi, hubungan kekuasaan dalam suatu

rezim otoriter di satu pihak tergantung pada kemampuan rezim untuk memimpin

para sekutu politiknya, dan untuk mempertahankan persatuan koersinya, dan, di

pihak lain, tergantung pada kemampuan kelompok oposan yang demokratis untuk

memperkuat dirinya serta untuk menciptakan dukungan bagi sebuah alternatif

pemegang kekuasaan[1].

Pasca reformasi Indonesia situasi perpolitikan Indonesia sejatinya masih

belum dianggap mengalami stabilisasi politik. Konflik politik dan kepentingan yang

hanya mementingkan kelompok atau golongan elit politik sipil, setelah mengambil

alih kekuasaan otoriter Orde Baru, belum bisa memanfaatkan dengan baik situasi

kondisi demokrasi seperti ini. Jangan sampai situasi ini dimanfaatkan oleh

Page 56: jenis kekuatan politik

beberapa negara Asia lain atau Amerika Latin, dimana peran militer mengambil

alih perpolitikan negara yang dianggap tidak kondusif. Dengan memanfaatkan

situasi demikian tidak menutup kemungkinan, militer berupaya kembali masuk

politik yang dianggap “haram” atau “tabu” selama ini.

Ditengah-tengah situasi yang rumit itu, tampaknya masyarakat “menghendaki

segera adanya situasi yang “aman” agar mereka dapat menjalani kehidupan

bersama. Dalam rangka itu, masyarakat luas tampaknya mulai “tidak percaya”

kepada elit politik sipil yang hanya “pandai berpolitik praktis” yang menyebabkan

situasi damai tak juga terwujud. Untuk melahirkan harapan masyarakat itu,

mereka pada akhirnya melirik kekuatan yang selama ini dicurigai, bahkan dihujat

karena dukungannya terhadap Jenderal Soerharto Orde Baru yang otoriter dan

korup. Kecenderungan kembali diharapkannya TNI untuk “ikut” mengambil

peranan dalam pemerintahan bangsa-negara , tampak di dalam hasil polling di

Metro TV beberapa waktu lalu. Hasilnya sekitar 76% peserta memberi suara

terhadap (kemungkinan) kembalinya TNI ke jajaran pemerintahan. Tentu saja

hasil pollingitu dapar “diperdebatkan”, apalagi peneleponnya berasal dari Jakarta,

namun paling tidak hasil polling dapat dibaca gejala berubahnya pandangan

masyarakat dewasa ini.

Penentangan militer pada era Orde Lama bisa dilihat secara historis misalnya

munculnya DI/TII, Permesta, TKR di Sulawesi untuk menentang pemerintahan

Republik Indonesia. pasukan-pasukan bersenjata organik milik pemerintah tampak

saling bersaing dengan wilayah kekuasaannya masing-masing. Bahkan diantara

batalyon-batalyon itu pernah berkelahi sendiri dalam bentuk kontak senjata di

antara mereka, demikian pula halnya dengan pasukan-pasukan  bersenjata DI/TII

dengan TKR saling bersaing dan bertempur. Dengan demikian ada persaingan

internal dan eksternal diantara pasukan-pasukan itu.

Sejalan dengan itu, tampak bahwa posisi militer, TNI sebagai sebuah

kekuatan terorganisasi dan alat negara setiap periode yang ditandai oleh

terjadinya perubahan militer, memang menjadi pembicaraan untuk “meletakkan”

posisi militer itu dalam kerangka pengaturan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam rangka itu, yang sering tampil sebagai topik pembicaraan dalam setiap

periode perubahan itu ialah hubungan sipil-militer. Selanjutnya bagaimana dan di

Page 57: jenis kekuatan politik

mana posisi militer dalam percaturan politik negara. Dengan demikian, yang akan

menjadi topik pembicaraan itu berfokus pada peranan sosial politik militer.

Berbicara permasalahan tentang hubungan sipil militer, Dr Salim Said

sebagai pengamat militer Indonesia cukup menarik jawaban, menurutnya :

Kalau berbicara hubungan sipil-militer di Indonesia kita bicara dalam dua

tataran. Pada tataran legal konstitusional dan civilian supremacy. Artinya, orang

yang dipilih rakyat itulah yang berkuasa, termasuk berkuasa atas TNI sesuai Pasal

10 UUD 45. Sedangkan dalam tataran politik, adalah suatu kenyataan bahwa sejak

awal kemerdekaan TNI memainkan peranan politik.  Tanpa doktrin Dwifungsi dari

“jalan tengah” mereka telah mempunyai peranan politik. Peranan ini membesar

atau mengecil tidak tergantung dialektik antara kekuatan-kekuatan di dalam

masyarakat dengan militer.

Persoalan hubungan sipil-militer ini memang merupakan hal yang sekarang

menemukan “bentuknya” yang tepat, bahkan sampai sekarang. Dan hal ini pula

yang menyebabkan persoalan posisi militer selalu dalam situasi yang rumit. Sejak

awal terbentuknya, yang dilakukan oleh dirinya sendiri, sebagaimana

secara factual historis, dan ini juga dikatakan oleh Dr. Salim Said, militer memang

selalu berada di dalam posisi “perebutan”. Atau bisa dikatakan

sebagai Pergulatan Kekuatan-Kekuatan untuk Menguasai Militer.

Adanya situasi rumit untuk melakukan pergantian komandan di lingkungan

militer, dan terjadinya friksi-friksi di lingkungan Markas Besar dan Kementrian

Pertahanan pada tahun 1950-an, tidak hanya disebabkan oleh karena

kebermacaman warna dari pasukan-pasukan militer sebagai akibat proses

pembentukan dirinya sendiri, melainkan karena kekuatan-kekuatan politik

memang melakukan strategi untuk merebut pengaruh di lingkungan militer. Setiap

menteri pertahanan yang diangkat di dalam kabinet yang dibentuk, akan berusaha

untuk menempatkan “orang-orang kita, baik di Kementerian Pertahanan, tetapi

juga di Markas Besar TNI.

Page 58: jenis kekuatan politik

Puncak dari situasi buruk hubungan sipil-militer ketika terjadi peristiwa 17

Oktober 1952. Dampak dari peristiwa ini memang membekas amat dalam yang

bahkan “mengorbankan” sejumlah perwira terbaik dan pembentuk TNI yang awal,

seperti Mayjen Simatupang dan Kolonel Nasution. Setelah melewati situasi rumit

dengan bentuk penyelesaian yang “tidak selesai”, maka setelah Pemilu 1955, posisi

Nasution dikembalikan untuk menduduki jabatan Kepala Staf Angkatan Darat

(KSAD).

Tetapi sayangnya (hasil)Pemilu tahun 1955, tidak dengan segera

menyelesaikan persoalan, bahkan yang terjadi ialah persoalan-persoalan baru,

tidak hanya yang berkaitan dengan persoalan hubungan sipil-militer, melainkan

makin lebar ke kawasan lain, yakni hubungan Pusat (Jakarta-Jawa) dengan Daerah

(luar Jawa). Ternyata hubungan Pusat-Daerah ini tidak dapat pula dilepaskan dari

persoalan “di mana posisi militer dalam rangka pengaturan hidup bersama dan

pemerintahan negara”.

Apa yang terjadi setelah Nasution memegang pimpinan TNI-AD menunjukkan

bahwa dalam perjalannya, ia berusaha mencari suatu rumusan “yang pasti” di

mana tempat TNI dalam rangka peranannya sebagai kekuatan alat negara. Dalam

rangka itulah Nasution merumuskan “Jalan Tengah” yang dikenal lebih lanjut

dengan dwifungsi ABRI.

Ketika Demokrasi Terpimpin, maka diwfungsi ABRI “secara embriotik” mulai

tampak lebih jelas. Tetapi pelaksanaannya “dapat dikontrol” karena yang

melaksanakan adalah “penciptaan” sendiri, yakni Jenderal Nasution. Lain halnya

ketika dwifungsi ini diwujudkan dengan sebuah pelaksanaan yang sistematis dan

menjadi bagian dari sistem politik yang dikembangkan selama periode kekuasaan

Jenderal Soeharto (Orde Baru). Selama itu, dengan berpegang pada formula

dwifungsi yang dikembangkan Jenderal Soeharto, ketika menyaksikan penetrasi

anggota TNI-ABRI ke struktur pemerintahan di luar struktur TNI-ABRI, mulai dari

camat, bupati, direktur, dirjen-sekjen-irjen di “semua” departemen. Kita juga

menyaksikan Golkar sudah menjadi organisasi politik yang “dikuasai” TNI-ABRI

dari tingkat pusat sampai tingkat kabupaten. Dalam rangka pelaksanaan strategi

politik bagi kemenangan Golkar maka dilaksanakanlah, pertama,massa

mengambang, kedua, monoloyalitas bagi PNS (Sipil).

Page 59: jenis kekuatan politik

Perjalananan TNI-ABRI dengan dwifungsi berlangsung bersama dengan

sistem kekuasaan Presiden Jenderal Soeharto dan ketika kekuasaan rezim ini

jatuh, maka posisi militer pun kembali digugat. Dwifungsi pun “diteriakkan sebagai

barang haram” dan harus dihapuskan. Teriakan tersebut mendapat sambutan dari

lingkungan TNI sendiri. Banyak hal yang dilakukan dalam rangkareposisi TNI itu,

yang pertama, istilah ABRI tidak digunakan lagi dan sepenuhnya hanya digunakan

TNI. Yang kedua, Polri dipisahkan kembali dari TNI dan Polri berada di bawah

langsung Presiden. Yang ketiga, TNI aktif yang memegang jabatan struktural non-

TNI di departemen-departemen tidak lagi diperbolehkan untuk tetap menggunakan

atribut TNI. Artinya kalau tetap pada jabatan non TNI, harus pensiun.

Ketika situasi berubah di dalam rangka isu reformasi, maka kembali posisi

TNI dipertanyakan dan dwifungsi pun digugat. Pengamat militer Salim Said

memberikan pandangannya :

Secara legal, penghapusan dwifungsi haruslah merupakan keputusan politik

dari wakil-wakil rakyat atau elected politicians. Selama para politisi yang mewakili

rakyat itu bisa secara bersama mengelola negara ini tanpa menjegal satu dengan

lainnya, maka selama itu pula TNI tidak akan punya alasan untuk mengatakan

bahwa mereka harus masuk politik untuk jadi juru selamat.

Selanjutnya Salim Said menyatakan bahwa :

Keputusan pimpinan TNI untuk menghapuskan dwifungsi, bahkan sebelum

MPR dan DPR mengambil keputusan final mengenai hal tersebut, bisa dilihat

sebagai bukti kepekaan TNI terhadap aspirasi masyarakat. Tetapi ini juga bisa

hanya sekedar usaha sementara untuk meredakan kemarahan masyarakat.

Buktinya masih banyak jabatan birokrasi yang masih diduduki oleh militer di

berbagai departemen.

Page 60: jenis kekuatan politik

Melihat pandangan ini jelas bahwa penentuan posisi TNI haruslah ditentukan

oleh (sebuah) keputusan politik  dari wakil-wakil rakyat, atau politisi-politisi (sipil)

yang terpilih melalui Pemilu. Tetapi penentuan itu hanya dapat dilakukan kalau

para politisi (sipil) yang mewakili rakyat itu dapat mengelola negara tanpa konflik,

istilah yang digunakannya, “tanpa menjegal satu dengan yang lainnya” diantara

mereka. Yang dimaksud oleh Salim Said ialah selama para politisi sipil dapat

“dipecah”, maka peluang bagi campur tangan TNI yang dilakukan dengan

“melampui batas” kewenangannya, setiap kali dapat dilakukan. Dengan

keterangan itu, ia mempersyaratkan “keutuhan politik” diantara para politisi sipil,

wakil rakyat, untuk mengakhiri “campur tangan” TNI di bidang non TNI.

Kemudian ada hal yang menarik dari pandangannya, tentang penghapusan

dwifungsi itu. Dari sudut pandang TNI, dapat dilihat dari sudut yang berbeda.

Yang pertama, adanya kepekaan TNI terhadap aspirasi rakyat, yang kedua, untuk

meredakan rakyat. Hal pertama, tentu mempunyai makna yang positif. Artinya

secara politik, TNI memiliki kemampuan untuk menangkap aspirasi rakyat

terhadap TNI. Dengan itu, TNI dapat mempertahankan komitmennya “untuk

bersama-sama dengan rakyat”.

Sebaliknya dengan hal yang kedua, yang bersifat “taktik” untuk

mempertahankan diri. Jelas hal kedua ini lebih bersifat negatif. Artinya langkah

untuk menghapuskan dwifungsi itu dilakukan tetap dalam rangka

mempertahankan posisi TNI di tempat-tempat strategis di non-TNI.

Ketika SU MPR yang angota-anggotanya dipilih melalui pemilu 1999, maka

ada hal yang menarik. Yakni dipertahankannya keanggotaan TNI-Polri sampai

2009. Keputusan ini memang melahirkan wacana, karena dianggap sebagai

keputusan yang kontroversial. Bahkan tokoh yang waktu itu berkedudukan sebagai

Menteri Pertahankan, seperti Prof.Dr. Juwono Soedarsono memberikan reaksi

yang “agak emosional”, terhadap keputusan itu. Tampak tokoh yang sering

“digambarkan” dekat TNI itu, “amat” tidak setuju dengan keputusan yang

memperpanjang posisi TNI di dalam lembaga legislatif.

Sehubungan dengan itu, ketika keputusan politik yang berkaitan dengan

waktu pengakhiran keberadaan TNI di MPR itu, ditanyakan Salim Said :

Page 61: jenis kekuatan politik

Barangkali mungkin saya salah, tetapi saya melihat ini sebagai indikator dari

belum tumbuhnya rasa percaya diri para politisi sipil kepada diri mereka serta

proses politik demokratis. Mereka tampaknya masih dihantui oleh pengalaman

Orde Baru yang menunjukkan bahwa suatu pemerintahan hanya bisa stabil dan

bertahan lama jika ia menguasai dan didukung tentara.

Dari analisis tersebut sebenarnya dapat ditafsirkan bahwa ia memberikan

kritik yang tajam terhadap politisi sipil termasuk Alm. Gus Dur, karena belum

mampu mengembangkan kekuatannya untuk “tidak terlepas” dari bayang-bayang

kekuatan politik TNI-Polri, sebagaimana yang terjadi di dalam periode Orde

Baru[2].

Upaya bangsa Indonesia membangun demokrasi, telah membawa sejarah

politik militer di Indonesia pasca Soeharto ke dalam situasi yang sangat krusial.

Situasi yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh masyarakat maupun

militer sendiri. Kekecewaan massa terhadap peran militer yang dinilai koersif

mendukung rezim otoritarian, terakumulasi sekian lama, lalu meledak setelah

menemukan momentumnya. Kekuatan massa itu kemudian berhasil memaksa

militer dalam banyak hal untuk “tunduk” kepada sipil. Militer dipaksa untuk tidak

lagi menyentuh ranah politik, dan diminta kembali ke barak. Sebaliknya militer

diminta mengembangkan profesionalisme, sehingga tanggungjawab kepada

masyarakat dan negara bukan kepada kepentingan rezim penguasa.

Menghadapi tekanan yang besar, mau tidak mau, secara internal militer

kemudian melakukan reformasi, dengan mencoba mereposisi dan meredefinisi

peran sosial politiknya. Sementara itu, politisi sipil memperoleh jalan lebar untuk

mencoba mengisi dan mengendalikan berbagai posisi strategis yang di masa lalu di

pegang militer, sehingga menimbulkan gelombang perubahan di kalangan sipil

maupun di tubuh militer.

Page 62: jenis kekuatan politik

Perubahan peran militer dapat dilihat diparlemen, TNI seolah hanya

mengikuti irama politisi sipil. Dalam beberapa kasus pemungutan suara di DPR,

fraksi TNI memilih netral. Hanya ketika DPR mengambil suara dalam kasus

Buloggate dan Brunaigate, fraksi TNI mendukung temuan Pansus DPR yang

cenderung menyudutkan posisi Gus Dur.

Namun ketika melihat sikap TNI dalam penanganan konflik kekerasan yang

cenderung meluas di berbagai daerah di Indonesia. TNI terkesan lamban, dengan

alasan takut salah mengambil langkah. TNI trauma karena nanti dianggap tuduhan

pelanggaran HAM. TNI kemudian merasa membutuhkan payung politik, antara

lain instruksi dari penguasa yang ada di tangan sipil. Ironisnya, penguasa sipil itu

tidak segera menurukan instruksi yang jelas dalam mengatasi konflik komunal[3].

Apa yang diperoleh militer pada era reformasi tersebut, sangat jauh berbeda

dengan apa yang diperankan militer pada masa-masa sebelumnya. Rezim Soeharto

militer memiliki peran yang sangat dominan. Peran militer merambah hampir

seluruh aspek kehidupan sosial, sehingga Wiliam Liddle sempat menyebut

sebagai primus inter pares. Begitu besarnya peran mereka sehingga berimplikasi

kepada melemahnya berbagai kekuatan sosial politik masyarakat dan menguatnya

korporatisme negara.

Dengan demikian sejumlah pertanyaan masih sangat terbuka, apakah militer

benar-benar akan “kembali ke barak” dan menjadi militer profesional seperti yang

ada pada militer Amerika Serikat, sehingga dengan demikian membuka

kemungkinan bagi tumbuhnya apa yang disebut dengan “supremasi sipil”. Ataukah

militer mencoba mendefinisikan citra dirinya  dalam format yang lain, misalnya

sebagai tentara revolusi? Atau justru berkemungkinan menjadi tentara praetorian

sehingga tentara tetap saja mengalami politisasi, yang hanya berarti akan

memperlebar kemungkinan kembalinya militer menjadi alat Presiden dan bukan

lagi alat masyarakat dan negara.

Kesimpang siuran peran militer dalam politik itu bukan semata-mata

disebabkan adanya konflik kepentingan di tubuh internal militer seiring dengan

munculnya persaingan antar friksi. Di kalangan masyarakat Nampak belum ada

kata sepakat, suara masyarakat yang menghendaki supremasi sipil dengan cara

Page 63: jenis kekuatan politik

mengurangi peran militer dalam politik semaksimal mungkin, ternyata tidak bulat.

Sebuah jajak pendapat menghendaki peran militer lepas dari politik praktis 30,2%

lebih rendah, dari mereka yang tidak menghendaki lepas dari politik praktis

(31,6%), sedangkan sisanya 38% lainnya menyatakan bergantung situasi. Kalau

situasi menghendaki, kenapa tidak[4].

Penelitian peran militer dalam politik di dunia oleh Perlmutter bisa dijadikan

pelajaran berharga. Sejarah militer di manapun tidak berkembang secara linier

seperti yang sesederhana dibayangkan orang. Ideologi militer di sebuah negara

bisa saja berubah-ubah. Perkembangan sejarah militer di sejumlah negara

diketahui mengalami pergeseran. Militer di sejumlah negara bergeser dari semula

berorientasi profesional namun dalam perkembangannya kemudian menjadi

praetorian atau sebaliknya, dari tentara tentara revolusi berubah ke tentara

praetorian dan begitupula sebaliknya.

Perlmutter mengatakan bahwa kemungkinan tentara revolusi berubah

menjadi prajurit praetorian jauh lebih besar, dibanding menjadi tentara

profesional. Tentara profesional akan mengubah diri menjadi praetorian pada saat-

saat krisis, misalnya ketika pemerintah sipil gagal menjalankan tugas melindungi

keamanan warga dan masa depan bangsanya. Sementara itu, hampir setiap saat

tentara revolusi bisa saja mengubah dirinya menjadi prajurit praetorian. Hanya

saja sejauh ideologi revolusi itu masih dapat dipertahankan dominasinya,

kemungkinan tentara revolusi berubah menjadi prajurit praetorian menjadi lebih

kecil. Dengan kata lain, munculnya prajurit praetorian dari tentara revolusi, lebih

disebabkan karena tidak lagi dapat dipertahankannya dominasi partai atau

kekuatan revolusi atas kebijakan nasional.

Penutup

Dalam era reformasi ini, dalam rangka membangun TNI ke depan dengan

upaya melakukan demokratisasi, militer masih memiliki pilihan-pilihan untuk

melakukan proses trasnformasi. Hanya saja untuk kondisi saat ini, TNI tidak

Page 64: jenis kekuatan politik

memiliki syarat sosial politik yang kondusif untuk mengubah dirinya menjadi

praetorian. Sebaliknya,dalam rangka demokratisasi, TNI tengah didorong oleh

masyarakat untuk menterjemah visinya mengikuti aturan-aturan profesionalisme

militer. Masyarakat juga menghendaki agar TNI tidak tercerabut dari akar

sejarahnya, sehingga terbuka bagi TNI untuk menggabungkan profesionalisme

militer dengan visi tentara revolusi, dengan catatan TNI tidak kembali

menjalankan peran praetorian.

Dari berbagai bukti empirik, dapatlah dipersepsikan langkah-langkah TNI

masih menggambarkan keinginan untuk tetap dapat mempertahankan kekuasaan,

meski syarat sosial politik tidak banyak mendukung. Sebetulnya, keinginan itu

dapat ditoleransi, dengan catatan, tidak akan menyumbat mengalirnya kekuatan

partisipasi politik masyarakat yang otonom. Jika TNI dapat meyakinkan publik

dalam turut membangun saluran-saluran partisipasi politik yang lebih berkembang

luas, kritis, dan otonom, maka dapat diyakini upaya TNI mempertahankan

kekuasaannya masih akan memperoleh justifikasi. Meskipun, TNI tetap bakal

menghadapi resistensi kalau dalam menjalankan kekuasaan yang dimilikinya itu

lalu mengharap berbagai privelese-privelese berlebihan.

Dalam banyak negara demokrasi, privelese bukan dihapuskan sama sekali,

akan tetapi pada umumnya secara de facto militer tidak mampu menggunakan

hak-hak istimewa tersebut secara efektif, sehingga privelese itu tidak bisa

dimaksimalkan. Hak-hak istimewa tersebut hanya dapat dijalankan dalam derajat

atau gradasi yang rendah, atau dilakukan secara moderat, misalnya komandan

dinas aktif pada setiap angkatan masih diberi kesempatan untuk berperan dalam

kabinet, militer rela melakukanpower sharring, sehingga misalnya badan

pertahanan dan keamanan nasional beserta kebijakannya tidak dikendalikan

sepenuhnya oleh militer, melainkan bisa berbagi dengan tenaga-tenaga profesional

di luar militer, dalam hal ini dari kalangan sipil.

Milihat perkembangan politik di Tanah Air, terutama dengan maraknya

konflik komunal yang terus meluas, TNI memiliki alasan untuk kembali meminta

privelese-privelese tertentu. Namun, yang jelas tidak ada alasan bagi TNI saat ini

untuk menghambat tumbuhnya kekuatan otonom dan pemberdayaan berbagai

lembaga publik yang diperlukan sebagai syarat partisipasi politik yang demokratis.

Page 65: jenis kekuatan politik

Pada posisi seperti ini, sesungguhnya terbuka peluang membangun saluran

partisipasi politik yang luas, dan peluang yang besar bagi pembentukan kekuatan

politik masyarakat yang otonom.

Hanya nampaknya muncul political constraint baru. Kali ini tidak datang dari

kalangan militer, tetapi justru muncul dari perilaku militerisme di kalangan sipil

dalam bentuk para militer maupun milisi, yang kadang-kadang lebih militer

daripada militer itu sendiri, sehingga berpotensi besar untuk dapat mematikan

terbentuknya kekuatan otonom, kekuatan kritis pada masyarakat dan

pemberdayaan demokrasi secara kultural maupun struktural. Oleh karena itu,

konsolidasi menuju demokrasi pada era reformasi ini belum juga kunjung selesai,

meski militer telah didesakralisasi, sementara kekuasaan setidak-tidaknya secara

formal sudah berada pada tangan sipil.

[1] Lihat Alfred Stepan, Militer dan Demokratisasi : Pengalaman Brazil dan Beberapa Negara

Lain. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti

[2] Militer masih memperoleh jatah dalam kabinet dengan posisi yang strategis. Gus Dur

masih mempercayakan Menko Polkam kepada Letjen Susilo Bambang Yudhoyono, Letjen

(pun) Surjadi Soedirja sebagai Mendagri, Menhub/Komunikasi kepada Letjen Agum

Gumelar, dan Mendag kepada Letjen Luhut Panjaitan.

[3] Kekerasan yang muncul melalui jalur etnis, agama, dan juga berbagai kepentingan

komunal di negeri ini secara tak terelakkan yang kemudian menelan korban harta dan

nyawa yang tidak sedikit. Dalam tragedi kemanusiaan di Sampity, Palangkaraya dan

Pontianak. Dalam relatif singkat telah memusnahkan ribuan rumah penduduk, lebih 400

orang tewas, puluhan ribu etnis Madura harus mengungsi ke tanah aslinya. Belum terhitung

dengan konflik antara etnis di Ambon, Maluku, dan Aceh.

[4] Maksum dalam temuan pada Jajak Pendapat Jawa Post, 14 Maret 2001.

Page 66: jenis kekuatan politik

Birokrasi

Kamis, 1 Juli 2010 10:07:01 - oleh : yosa

Birokrasi adalah alat kekuasaan bagi yang menguasainya, dimana para pejabatnya secara bersama-sama berkepentingan dalam kontinuitasnya. Ditinjau dari sudut etimologi, maka perkataan birokrasi berasal dari kata bureau dan kratia (Yunani), bureau artinya meja atau kantor dan kratia artinya pemerintahan. Jadi birokrasi berarti pelayanan yang diberikan oleh pemerintah dari meja ke meja. Max Weber memandang Birokrasi sebagai suatu istilah kolektif bagi suatu badan yang terdiri atas pejabat-pejabat atau sekelompok yang pasti dan jelas pekerjaannya serta pengaruhnya dapat dilihat pada semua macam organisasi.

Secara teoritis birokrasi adalah alat kekuasaan untuk menjalankan keputusan-keputusan politik, namun dalam prakteknya birokrasi telah menjadi kekuatan politik yang potensial yang dapat merobohkan kekuasaan. Birokrasi juga merupakan alat politik untuk mengatur dan mewujudkan agenda-agenda politik, sifat kekuasaan aparat birokrasi sebenarnya bukan tanpa kendali tetapi tetap dibatasi oleh perangkat kendali dari luar dan dari dalam. Birokrasi juga dapat dibedakan dengan dua tipe, yaitu tipe birokrasi klasik dan birokrasi perilaku.

Dalam pemerintahan, kekuasaan publik dijalankan oleh pejabat pemerintah atau para birokrat yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan peranan dan fungsinya dalam sistem birokrasi negara dan harus mampu mengendalikan orang-orang yang dipimpinnya. Birokrasi dalam hal ini mempunyai tiga arti, yaitu :

1. Sebagai tipe organisasi yang khas;

2. Sebagai suatu sistem;

3. Sebagai suatu tatanan jiwa tertentu dan alat kerja pada organ negara untuk mencapai tujuannya.

Fritz Morstein Marx mengatakan (terjemahan) :

“bahwa tipe organisasi yang dipergunakan pemerintah yang modern untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugas yang bersifat spesialis, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah”.

Birokrasi juga dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang dilakukan banyak orang, birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi untuk mencapai tugas-tugas administrasi besar dengan cara mengkoordinasi secara sistematis atau teratur pekerjaan dari banyak orang. Birokrasi sebagai suatu sistem kerja dimaksudkan sebagai sistem kerja yang berdasarkan atas tata hubungan kerja

Page 67: jenis kekuatan politik

sama antara jabatan-jabatan secara langsung mengenai persoalan yang formil menurut prosedur yang berlaku dan tidak adanya rasa sentimen tanpa emosi atau pilih kasih, tanpa pamrih dan prasangka.

Apa yang ingin ditonjolkan disini adalah suatu tata hubungan antara jabatan-jabatan, pejabat-pejabat, unit instansi dan departemen pemerintahan. Dalam tata hubungan ini, bagaimana suatu penyampaian gagasan, rencana, perintah, nilai-nilai, perasaan dan tujuan dapat diterima dengan baik oleh pihak lain sebagai penerima dengan cara penyampaiannya harus mudah dan tepat serta berdasarkan hukum. Birokrat dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya harus dilandasi persepsi dan kesadaran hukum yang tinggi, adapun ciri-ciri birokrasi, yaitu :

1. Adanya pelaksanaan prinsip-prinsip organisasi dengan sepenuhnya;

2. Adanya peraturan yang benar-benar ditaati;

3. Para pejabat bekerja dengan penuh perhatian menurut kemampuan masing-masing

(sense of belonging);

4. Para pejabat terikat oleh disiplin;

5. Para pejabat diangkat berdasarkan syarat-syarat teknis berdasarkan peraturan (meryt

system);

6. Adanya pemisahan yang tegas antara urusan dinas dan urusan pribadi.

Dalam melaksanakan birokrasi negara, setiap pejabat dalam melaksanakan tugasnya dilengkapi dengan dua asas, yaitu:

1. Asas Legalitas

Asas ini berarti tidak ada satu pun perbuatan atau keputusan dari pejabat atau para birokrat yang bersangkutan, boleh dilakukan tanpa dasar suatu ketentuan undang-undang, untuk itu para pejabat atau para birokrat harus memperhatikan delapan unsur legalitas, yaitu peraturan tertulis, penyebaran atau penggunaan peraturan, tidak berlaku surut, peraturan bisa dimengerti, tidak bertentangan satu sama lain, tidak menuntut diluar kemampuan orang, tidak sering berubah-ubah dan sesuai antara peraturan dan pelaksanaannya.

2. Asas Freies Ermessen atau Diskresi

Artinya pejabat atau para birokrat tidak boleh menolak mengambil keputusan dengan alasan tidak ada peraturan, oleh karena itu diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan menurut pendapatnya sendiri asalkan tidak melanggar asas legalitas.

Dalam setiap hal yang dikerjakan oleh aparatur administrasi negara, dapat dilihat apa yang menjadi hak, kewajiban, tanggung jawab serta peranan aparatur administrasi negara. Adapun hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang aparatur administrasi negara (birokrat) adalah :

1. Wajib atau taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Page 68: jenis kekuatan politik

2. Wajib membuat suatu kebijaksanaan terhadap suatu hal walaupun tidak ada

peraturan yang mengaturnya, hal ini sesuai dengan freies ermessen;

3. Harus sesuai dengan susunan pembagian tugas;

4. Wajib melaksanakan prinsip-prinsip organisasi;

5. Wajib melaksanakan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB).

Birokrasi yang seharusnya bekerja melayani dan berpihak kepada rakyat berkembang menjadi melayani penguasa dengan keberpihakan pada politik dan kekuasaan. Masyarakat selama ini masih berpandangan bahwa birokrasi (administrasi negara) sama dengan pemerintah, padahal keduanya berbeda dan tidak dapat disamakan. Birokrasi merupakan alat negara yang perlu memiliki aturan main sendiri dan didukung oleh perundang-undangan tersendiri, oleh karena itu korelasi antara birokrasi dan eksekutif harus diatur sedemikian rupa sehingga birokrasi menjadi sungguh-sungguh bekerja sebagai abdi negara dan bukan sebagai abdi kekuasaan.

Administrasi negara sebagai organ birokrasi negara adalah alat-alat negara yang menjalankan tugas-tugas negara, diantaranya menjalankan tugas pemerintahan. Pemikiran ini mengasumsikan bahwa pemerintah tidak selalu sama dengan negara dan karenanya aparat negara bukanlah selalu aparat pemerintah. Birokrasi juga memegang peranan penting dalam perumusan, pelaksanaan dan pengawasan berbagai kebijakan publik, termasuk evaluasi kinerjanya. Birokrasi pada pemerintahan sebagai penyelenggara pelayanan publik sering atau selalu dikeluhkan karena ketidak efisien dan efektif. Untuk mendorong terbentuknya suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa maka segenap aparatur pemerintah (birokrat) wajib melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Kekuatan birokrasi Indonesia sebenarnya bisa menjadi mesin penggerak yang luar biasa apabila mampu didayagunakan untuk memajukan kesejahteraan rakyat.