jenis jenis perselisihan hubungan industrial

18

Click here to load reader

Upload: armand-maulana

Post on 06-Nov-2015

24 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

paper

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB 3

    JENIS JENIS PERSELISIHAN HUBUNGAN

    INDUSTRIAL

    (Dari buku Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan

    Industrial : Ugo. Pujiyo. 2011)

    Oleh :

    Nama : Dwi Putri Lestari

    NPM : 1216051035

  • 2

    BAB 3

    JENIS-JENIS PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

    Rangkuman:

    Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan

    pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh

    atau serikat pekerja/buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan

    kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perselisihan

    antar serikat perkerja/buruh hanya dalam satu perusahaan (Pasal 1 angka 1

    UUPPHI).

    Para pihak yang dapat beperkara adalah pekerja/buruh secara perseorangan

    maupun organisasi serikat pekerja/buruh dengan pengusaha atau organisasi

    pengusaha. Pihak yang beperkara dapat juga terjadi antara serikat pekerja/buruh

    pada perusahaan swasta, BUMN/D, usaha-usaha buruh lain dalam satu

    perusahaan.

    Perselisihan dalam hubungan industrial dapat dikelompokkan dalam empat jenis

    perselisihan. Berikut adalah jenis-jenis dari perselisihan hubungan industrial:

    a. Perselisihan hak

    b. Perselisihan kepentingan

    c. Perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK)

    d. Perselisihan antar-serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu

    perusahaan

    Jenis-jenis perselisihan

    A. Perselisihan Hak

    Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,

    akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan

  • 3

    peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau

    perjanjian kerja bersama (Pasal 1 angka 1 UUPPHI).

    Menurut Prof. Iman Soepomo, S.H. perselisihan hak (rechtsgeschil) adalah

    perselisihan yang timbul karena salah satu pihak pada perjanjian kerja atau

    perjanjian perburuhan tidak memenuhi isi perjanjian itu ataupun menyalahi

    ketentuan hukum.

    Perselisihan hak juga disebut sebagai perselisihan normative, yaitu perselisihan

    tentang hal-hal yang telah diatur atau telah ada dasar hukumnya. Perbedaan

    penafsiran terjadi karena tidak tegasnya batasan/penjelasan dalam peraturan dan

    atau adanya perbedaan penilaian atas suatu fakta hukum.

    Contoh Kasus:

    1.000 Karyawan PT Kereta Api (KA) Tuntut Kesejahteraan

    Sekitar 1.000 karyawan PT KA berunjuk rasa menuntut kesejahteraan di kantor

    PT KA di jalan Peintis Kemerdekaan, Bandung 15 Maret 2007. Massa buruh yang

    tergabung dalam Serikat Pekerja PT KA (SPKA) menuntut direksi yang

    sebelumnya untuk menepati janjinya memperjuangkan kesejahteraan karyawan.

    Namun setelah satu tahun menjabat sebagai direksi, kesejahteraan karyawan

    ternyata tidak mengalami peningkatan. Menurut ketua SPKA, mereka menuntut

    kesejahteraan karyawan PT KA sama dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dia

    mengungkapkan perjanjian Kerja Bersama belum terlaksana. Selain itu gaji pokok

    belum disetarakan PNS tahun 2007. Padahal perjanjiannya pendapatan karyawan

    minimum 10% di atas PNS. Jika tidak segera direalisasikan, pihaknya akan

    menggelar aksi yang lebih besar dan melakukan mogok kerja (Media Indonesia,

    16 Maret 2007).

    Tata Cara dan Proses Penyelesaian

    1. Tahap Pertama: Perundingan Bipartit

  • 4

    Berdasarkan Pasal 3 UUPPHI menentukan bahwa setiap ada perselisihan

    hubungan industrial, maka wajib hukumnya untuk diselesaikan terlebih dahulu

    melalui perundingan bipartite untuk diselesaikan secara musyawarah untuk

    mencapai mufakat tanpa ada pihak ketiga yang turut campur. Apabila dalam

    perundingan bipartite tercapai kesepakatan, maka dibuatlah perjanjian bersama,

    yang mengikat kedua belah pihak. Perjanjian bersama tersebut harus didaftarkan

    ke Pengadilan Hubungan Industrial untuk mendapatkan Akta Bukti Pendaftaran

    Perjanjian Bersama yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Perjanjian

    Bersama. Namun, apabila tidak tercapai kesepakatan maka tahap kedua yang

    harus ditempuh, yaitu satu-satunya lembaga penyelesaian perselisihan di luar

    pengadilan yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan hak adalah

    mediasi.

    2. Tahap Kedua: Mediasi

    Karena perundingan bipartite gagal, maka salah satu pihak atau kedua belah pihak

    mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang

    ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti telah dilakukannya

    perundingan bipartit. Selanjutnya pihak yang bertanggungjawab akan

    menawarkan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase. Apabila dalam

    mediasi tercapai kesepakatan, maka dibuatlah perjanjian bersama, yang harus

    didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Namun, apabila tidak tercapai

    kesepakatan maka tahap ketiga yang harus ditempuh, yaitu mengajukan gugatan

    ke pengadilan.

    3. Tahap Ketiga: Gugatan Melalui Pengadilan Hubungan Industrial

    Pengadilan hubungan industrial ini baru bisa menyelesaikan perselisihan hak,

    apabila para pihak telah menempuh penyelesaian melalui lembaga bipartit dan

    mediasi, tanpa itu pengadilan akan menolak.

    B. Perselisihan Kepentingan

  • 5

    Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja

    karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/ atau

    perubahan syarat-syarat kerja yang diterapkan dalam perjanjian kerja, atau

    peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (Pasal 1 angka 3 Undang-

    Undang Nomor 2 Tahun 2004).

    Menurut Prof. Iman Soepomo, S.H. perselisihan kepentingan (belangengeschil),

    adalah mengenai usaha mengadakan perubahan dalam syarat-syarat perubahan,

    biasanya perbaikan syarat perburuan, yang oleh organisasi buruh dituntutkan

    kepada majikan.

    Berdasarkan pengertian di atas, dapat dilihat adanya perbedaan antara perselisihan

    hak dengan perselisihan kepentingan, dalam perselisihan hak yang dilanggar

    adalah hukumnya baik yang ada dalam peraturan perundang-undangan, dalam

    perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama sedangkan

    dalam perselisihan kepentingan menyangkut pembuatan hukum dan/ atau

    perubahan terhadap substansi hukum yang telah ada.

    Contoh Kasus:

    Pekerja Karoseri Mayasari Mogok Kerja

    Sekitar 180 pekerja Karoseri, perusahaan organda Mayasari Grup berdemonstrasi

    di kantor unit Karoseri Jalan Raya Lapangan Tembak, Cibubur, Jakarta Timur,

    Selasa (15/7).

    Pimpinan unjuk rasa Abdul Halim mengatakan tujuan unjuk rasa ini untuk

    menuntut perbaikan upah serta pembaharuan perjanjian kerja sama. Sudah dua

    tahun mereka tidak mendapatkan upah jaminan sosial tenaga kerja dan beberapa

    karyawan dibayar dibawah upah minimum regional. Pengunjuk rasa juga

    menuntut jatah cuti yang tidak pernah diberikan kepada mereka.

    Tata Cara dan Proses Penyelesaian

    1. Tahap Pertama: Perundingan Bipartit

  • 6

    Berdasarkan Pasal 3 UUPPHI menentukan bahwa setiap ada perselisihan

    hubungan industrial, maka wajib hukumnya untuk diselesaikan terlebih dahulu

    melalui perundingan bipartite untuk diselesaikan secara musyawarah untuk

    mencapai mufakat tanpa ada pihak ketiga yang turut campur. Apabila dalam

    perundingan bipartite tercapai kesepakatan, maka dibuatlah perjanjian bersama,

    yang mengikat kedua belah pihak. Perjanjian bersama tersebut harus didaftarkan

    ke Pengadilan Hubungan Industrial untuk mendapatkan Akta Bukti Pendaftaran

    Perjanjian Bersama yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Perjanjian

    Bersama. Namun, apabila tidak tercapai kesepakatan maka tahap kedua yang

    harus ditempuh.

    2. Tahap Kedua: Konsiliasi atau Arbitrase atau Mediasi

    Apabila perundingan bipartit tidak tercapai kesepakatan, maka para pihak dapat

    memilih konsiliasi, arbitrase, atau mediasi. Setelah memilih maka:

    1) Jika memilih konsiliasi atau mediasi, maka apabila tercipta kesepakatan

    kemudian dibuatlah perjanjian bersama, apabila tidak tercapai maka

    konsiliator atau mediator memberikan anjuran tertulis, bila salah satu

    pihak tidak menyetujui isi anjuran tersebut dapat mengajukan gugatan ke

    Pengadilan Hubungan Industrial.

    2) Jika memilih arbitrase, maka putusannya bersifat final dan mengikat,

    sehingga para pihak tidak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan

    Hubungan Industrial.

    3. Tahap Ketiga: Gugatan Melalui Hubungan Industrial

    Perbedaan antara penyelesaian perselisihan hak dengan penyelesaian perselisihan

    kepentingan adalah jika di dalam perselisihan hak dilakukan perundingan bipartit,

    mediasi kemudian gugatan ke pengadilan. Apabila di dalam perselisihan

    kepentingan setelah bipartit gagal, maka para pihak dapat memilih konsiliasi,

    arbitrase, atau mediasi, baru setelah itu gugatan ke pengadilan.

  • 7

    C. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

    PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang

    mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan

    pengusaha (Pasal 1 angka 25 UU No. 13 Tahun 2003).

    Sedangkan perselisihan PHK adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya

    kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh

    salah satu pihak (Pasal 1 angka 4 UUPPHI).

    Jadi, perselisihan PHK timbul setelah adanya PHK yang dilakukan oleh salah satu

    pihak, yang mana ada salah satu pihak yang tidak menyetujui atau keberatan atas

    adanya PHK tersebut. Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya

    alasan PHK dan besaran kompensasi atas PHK.

    Contoh Kasus:

    Dituduh Mencuri Kudapan, Seluruh Buruh Kumpulkan Kue

    Puluhan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia

    (FSPMI) mengumpulkan kue untuk diserahkan kepada majelis hakim serta jaksa

    penuntut umum agar menerapkan hokum secara adil.

    Buruh United Tobaccos Proceccing Industry (Utepe) Pasuruan, Sufiana diasili

    karena dituduh mencuri kudapan senilai Rp 19.000. Dia dituntut tiga bulan

    kurungan dan enam bulan percobaan. Bahkan sejak tiga bulan yang lalu

    perusahaan telah memecatnya secara sepihak.

    Jazuli menilai pemidanaan ini dilakukan untuk melemahkan serikat buruh, sebab

    selama ini Sulfiana kerap bersikap kritis terhadap perusahaan. Sulfiana bersikeras

    menolak segala tuduhan yang disampaikan jaksa dan selama persidangan jaksa tak

    mampu menghadirkan barang bukti maupun saksi yang melihat secara langsung

    dugaan pencurian tersebut.

    Tata Cara dan Proses Penyelesaian

    1. Tahap Pertama: Perundingan Bipartit

  • 8

    Berdasarkan Pasal 3 UUPPHI menentukan bahwa setiap ada perselisihan

    hubungan industrial, maka wajib hukumnya untuk diselesaikan terlebih dahulu

    melalui perundingan bipartite untuk diselesaikan secara musyawarah untuk

    mencapai mufakat tanpa ada pihak ketiga yang turut campur. Apabila dalam

    perundingan bipartite tercapai kesepakatan, maka dibuatlah perjanjian bersama,

    yang mengikat kedua belah pihak. Perjanjian bersama tersebut harus didaftarkan

    ke Pengadilan Hubungan Industrial untuk mendapatkan Akta Bukti Pendaftaran

    Perjanjian Bersama yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Perjanjian

    Bersama. Namun, apabila tidak tercapai kesepakatan maka tahap kedua yang

    harus ditempuh.

    2. Tahap Kedua: Mediasi atau Konsiliasi

    Apabila perundingan bipartit tidak tercapai kesepakatan, maka para pihak dapat

    memilih konsiliasi atau mediasi. Apabila dalam mediasi atau konsiliasi tercapai

    kesepakatan, maka dibuatlah perjanjian bersama, yang mengikat kedua belah

    pihak. Perjanjian bersama tersebut harus didaftarkan ke Pengadilan Hubungan

    Industrial untuk mendapatkan Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama.

    Apabila tidak tercapai maka konsiliator atau mediator memberikan anjuran

    tertulis, bila salah satu pihak tidak menyetujui isi anjuran tersebut dapat

    mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.

    3. Tahap Ketiga: Gugatan Melalui Pengadilan Hubungan Industrial

    Mengenai prosedur penyelesaian perselisihan PHK adalah hamper sama dengan

    penyelesaian pada perselisihan kepentingan, yang berbeda adalah lembaga

    arbitrase tidak berwenang menangani masalah perselisihan tersebut.

    D. Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Buruh

    Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 khususnya dalam Pasal 1 angka 5

    disebutkan bahwa Perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh adalah

    perselisihan antara serikat pekerja/ serikat buruh dengan serikat pekerja/ serikat

  • 9

    buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham

    mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikat-pekerjaan.

    Berdasarkan pengertian tersebut, berarti bahwa di dalam sebuah perusahaan bisa

    saja terdapat beberapa serikat pekerja/buruh. Hal ini dimungkinkan karena

    Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh Pekerja/Serikat

    Buruh, memberikan kemudahan dalam pembentukan serikat pekerja/buruh dalam

    perusahaan.

    Contoh Kasus:

    PT Dirgantara Indonesia (PT DI) ada tiga organisasi buruh, yaitu Serikat Pekerja

    Forum Karyawan (SP FKK), Serikat Karyawan CN 235 (SEKAR 235), dan

    Serikat Karyawan Dirgantara Indonesia (SK DI). Bahkan pernah terjadi konflik

    antar serikat pekerja dikarenakan kebijakan manajemen.

    Tanggal 11 Juli 2003 PT DI merumahkan 9.600 karyawan dan menutup pintu

    masuk kompleks PT DI, sehingga kantor SP FKK yang berada di lokasi

    perusahaan juga ikut tutup. Kebijakan pengrumahan ini dilanjutkan dengan PHK

    terhadap 6.561 orang dari 9.600 karyawan. Namun di lain pihak, ada sebanyak

    3.100 karyawan yang dipanggil kembali untuk bekerja. Proses penentuan

    karyawab yang dipanggil bekerja kembali dianggap diskriminatif oleh karyawan

    yang tidak dipanggil. Bahkan menimbulkan konflik horizontal antara dua serikat

    pekerja, karena dua serikat pekerja SKDI dan SK CN 235 dianggap berpihak

    kepada manajemen. Konflik ini mengakibatkan pengrusakan barang-barang,

    penghinaan, dan penganiayaan.

    Tata Cara dan Proses Penyelesaian

    1. Tahap Pertama: Perundingan Bipartit

    Berdasarkan Pasal 3 UUPPHI menentukan bahwa setiap ada perselisihan

    hubungan industrial, maka wajib hukumnya untuk diselesaikan terlebih dahulu

    melalui perundingan bipartite untuk diselesaikan secara musyawarah untuk

    mencapai mufakat tanpa ada pihak ketiga yang turut campur. Apabila dalam

    perundingan bipartit tercapai kesepakatan, maka dibuatlah perjanjian bersama,

  • 10

    yang mengikat kedua belah pihak. Perjanjian bersama tersebut harus didaftarkan

    ke Pengadilan Hubungan Industrial untuk mendapatkan Akta Bukti Pendaftaran

    Perjanjian Bersama yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Perjanjian

    Bersama. Namun, apabila tidak tercapai kesepakatan maka tahap kedua yang

    harus ditempuh.

    4. Tahap Kedua: Konsiliasi atau Arbitrase atau Mediasi

    Apabila perundingan bipartit tidak tercapai kesepakatan, maka para pihak dapat

    memilih konsiliasi, arbitrase, atau mediasi. Setelah memilih maka:

    3) Jika memilih konsiliasi atau mediasi, maka apabila tercipta kesepakatan

    kemudian dibuatlah perjanjian bersama, apabila tidak tercapai maka

    konsiliator atau mediator memberikan anjuran tertulis, bila salah satu

    pihak tidak menyetujui isi anjuran tersebut dapat mengajukan gugatan ke

    Pengadilan Hubungan Industrial.

    4) Jika memilih arbitrase, maka putusannya bersifat final dan mengikat,

    sehingga para pihak tidak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan

    Hubungan Industrial.

    5. Tahap Ketiga: Gugatan Melalui Hubungan Industrial

    Perbedaan antara penyelesaian perselisihan hak dengan penyelesaian perselisihan

    antar serikat pekerja/buruh adalah jika di dalam perselisihan hak dilakukan

    perundingan bipartit, mediasi kemudian gugatan ke pengadilan. Apabila di dalam

    perselisihan antar serikat pekerja/buruh setelah bipartit gagal, maka para pihak

    dapat memilih konsiliasi, arbitrase, atau mediasi, baru setelah itu gugatan ke

    pengadilan.

  • 11

    Pengayaan:

    Prinsip hubungan industrial yang diterapkan di Indonesia adalah prinsip hubungan

    industrial Pancasila. Prinsip ini menghendaki bahwa dalam mengatasi berbagai

    permasalahan atau sengketa di bidang ketenagakerjaan yang terjadi harus

    diselesaikan melalui prinsip hubungan industrial Pancasila.

    Menurut Charles D. Drake (Lalu Husni,2005:41-42) bahwa perselisihan

    perburuhan yang terjadi akibat pelanggaran hukum pada umumnya disebabkan

    karena :

    a. Terjadi perbedaan paham dalam pelaksanaan hukum perburuhan. Hal ini

    tercermin dari tindakan-tindakan pekerja/ buruh atau pengusaha yang

    melanggar suatu ketentuan hukum, misalnya pengusaha tidak

    mempertanggungjawabkan buruh/ pekerjanya pada program jamsostek,

    membayar upah di bawah ketentuan standar minimum yang berlaku, tidak

    memberikan cuti dan sebagainya.

    b. Tindakan pengusaha yang diskriminatif, misalnya jabatan, jenis pekerjaan,

    pendidikan, masa kerja yang sama tapi karena perbedaan jenis kelamin

    lalu diperlakukan berbeda.

    Sedangkan perselisihan perburuhan yang terjadi tanpa didahului oleh suatu

    pelanggaran, umumnya disebabkan oleh :

    a. Perbedaan dalam menafsirkan hukum perburuhan, misalnya menyangkut

    cuti melahirkan dan gugur kandungan, menurut pengusaha buruh/ pekerja

    wanita tidak berhak atas cuti penuh karena mengalami gugur kandungan,

    tetapi menurut buruh/ serikat buruh bahwa hak cuti tetap harus diberikan

    dengan upah penuh meskipun buruh hanya mengalami gugur kandungan

    atau tidak melahirkan.

    b. Terjadi karena ketidaksepahaman dalam perubahan syarat-syarat kerja,

    misalnya buruh/ serikat buruh menuntut kenaikan upah, uang makan,

    transportasi, tetapi pihak pengusaha tidak menyetujui.

  • 12

    Dalam UUPPHI penyelesaian perselisihan dapat dilakukan di luar pengadilan (

    Pengadilan Hubungan Industrial). Mekanisme ini tentunya lebih cepat dan dapat

    memenuhi rasa keadilan para pihak karena penyelesaiannya berdasarkan

    musyawarah untuk mencapai mufakat.

    Dalam era industrialisasi, perselisihan hubungan industrial menjadi semakin

    kompleks, untuk penyelesaiannya diperlukan institusi yang mendukung

    mekanisme penyelesaian perselisihan yang cepat, tepat, adil dan murah.

    Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tenteng Penyelesaian Perselisihan

    Perburuhan dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan

    Hubungan Kerja di Perusahaan Hubungan Kerjan di Perusahaan Swasta sudah

    tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan tersebut diatas.

    Hal ini disebabkan beberapa hal:

    Pertama : sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 5 tahun 1986 tentang

    Peradilan Tata Usaha Negara,maka Putusan P4P yang semula bersifat final,oleh

    pihak yang tidak menerima putusan tersebut dapat diajukan gugutan pada

    Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara,yang selanjutnya dapat dimohonkan Kasasi

    pada Mahkamah Agung. Proses ini membutuhkan waktu relatif lama yang tidak

    sesuai untuk diterapkan dalam kasus ketenagakerjaan (hubungan industrial) yang

    memerlukan penyelesaian yang cepat,karena berkaitan dengan proses produksi

    dan hubungan kerja.

    Kedua : adanya kewenangan Menteri untuk menunda atau membatalkan putusan

    P4P atau biasa disebut hak Veto. Hak Veto ini dianggap merukan campur tangan

    Pemerintah,dan tidak sesuai lagi dengan paradigma yang berkembang dalam

    masyarakat,dimana peran pemerintah seharusnya sudah harus dikurangi.

    Ketiga : dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 yang dapat menjadi pihak

    dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial hanyalah serikat

    pekerja/serikat buruh. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000

    tentang Serikat Pekerja/Serikat buruh yang dijiwai oleh Konvensi

    ILO No.87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak

  • 13

    Berorganisasi,yang telah diratifikasioleh Indonesia,maka terbuka kesempatan

    untuk setiap pekerja/buruh membentuk/mengikuti organisasi yang disukainya.

    Namun di pihak lain hak pekerja/buruh untuk tidak berorganisasi juga harus

    dihargai.

    Penyelesaian Perselisihan di Luar Pengadilan Hubungan Industrial

    Dalam UU ini penyelesaian perselisihan dapat dilakukan di luar pengadilan (

    Pengadilan Hubungan Industrial). Mekanisme ini tentunya lebih cepat dan dapat

    memenuhi rasa keadilan para pihak karena penyelesaiannya berdasarkan

    musyawarah untuk mencapai mufakat.

    Terdapat 4(empat) bentuk penyelesaian yaitu melalui :

    a. Bipartit;

    b. Mediasi;

    c. Konsiliasi;

    d. Arbitrase.

    a. Penyelesaian melalui Bipartit

    Penyelesaian secara bipartit wajib diupayakan terlebih dahulu sebelum para pihak

    memilh alternatif penyelesaian yang lain.Hal ini berarti bahwa sebelum pihak atau

    pihak-pihak yang berselisih mengundang pihak ketiga untuk menyelesaikan

    persoalan diantara mereka,maka harus terlebih dahulu melalui tahapan

    perundingan para pihak yang biasa disebut sebagai bipartit.Penyelesaian melalui

    bipartit nin harus diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya

    perundingan . Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)hari,salah satu pihak

    menolak untuk merunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai

    kesepakatan maka perundingan bipartit dianggap gagal.

  • 14

    Apabila dalam perundingan bipartit berhasil mencapai kesepakatan maka dibuat

    Perjanjian Bersama(PB) yang mengikat dan menjuadi hukum serta wajib

    dilaksanakan oleh para pihak.Dalam hal Perjanjian Bersama(PB)tidak

    dilaksanakan oleh salah satu pihak,maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan

    permohonan eksekusi pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan

    Negeri di wilayah Perjanjian Bersama(PB) didaftar untuk mendapat penetapan

    eksekusi.

    b. Penyelesaian melalui Mediasi Wajib

    Mediator,adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang

    ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan

    oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban

    memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk

    menyelesaikan perselisihan hak,perselisihan pemutusan hubungan kerja dan

    perselisihan antar serikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan.

    Penyelesaian melalui mediasi wajib diperuntukan bagi:

    1. Perselisihan hak

    2. Perselisihan kepentingan

    3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK)

    4. Perselisihan antar serikat pekerja/buruh

    Dalam waktu selambat-lambatnya 7(tujuh) hari kerja setelah menerima

    permintaan tertulis,mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang

    duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi.

    Dalam hal tercapai kesepakatanpenyelesaian melalui mediasi,maka dibuat

    Perjanjian Bersama (PB) yang ditandatangani para pihak dan diketahui oleh

    mediator dan didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri

    di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama.

  • 15

    Dalam hal mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka mediator mengeluarkan

    anjuran tertulis selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi

    pertama kepada para pihak. Para pihak harus memberikan pendapatnya secara

    tertulis kepada mediator selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak

    menerima anjuran.

    Pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis.

    Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis dari mediator, dalam waktu

    selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator

    harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama (PB)

    untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan

    Negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama (PB).

    Apabila anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau oleh kedua belah pihak,

    maka penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan Hubungan

    Industrial pada Pengadilan Negeri setempat dengan mengajukan gugatan oleh

    salah satu pihak. Mediator harus menyelesaikan tugasnya paling lama 30 (tiga

    puluh) hari kerja sejak tanggal permintaan penyelesaian perselisihan.

    c. Penyelesaian melalui Konsiliasi.

    Konsiliator, adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai

    konsiliator dan ditunjuk oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan

    wajib memberikan anjuran tertulis kepada pihak yang berselisih untuk

    menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja

    atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

    Penyelesaian melalui konsiliasi diperuntukan bagi :

    perselisihan kepentingan;

    perselisihan pemutusan hubungan kerja;

    perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

  • 16

    Penyelesaian oleh konsilator dilaksanakan setelah para pihak mengajukan

    permintaan penyelesaian secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan

    disepakati para pihak. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja,

    konsiliator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan

    selambat-lambatnya pada hari kerja kedelapan harus sudah dilakukan sidang

    konsiliasi pertama.

    Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian melalui konsiliasi, maka dibuat

    Perjanjian Bersama (PB) yang ditandatangani para pihak dan diketahui oleh

    konsiliator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan

    Negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama (PB).

    Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian melalui konsiliasi, maka

    konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10

    (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama kepada para pihak.

    Para pihak harus sudah memberikan pendapatnya secara tertulis kepada

    konsiliator dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah

    menerima anjuran tertulis.

    Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis, dalam waktu selambat-

    lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, konsiliator harus

    sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama (PB) dan

    didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri diwilayah

    pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama (PB).

    Dalam hal anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka

    penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada

    Pengadilan Negeri setempat dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak.

    Konsiliator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga

    puluh) hari kerja sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan.

    Konsiliator harus terdaftar pada instansi yang bertanggung jawab di bidang

    ketenagakerjaan dan telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan serta

  • 17

    harus ada legitimasi oleh Menteri atau Pejabat yang berwenang di bidang

    ketenagakerjaan.

    Dalam melaksanakan tugasnya konsiliator berhak mendapat honorarium/imbalan

    jasa yang dibebankan kepada negara.

    d. Penyelesaian melalui Arbiter

    Arbiter, adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih

    dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri untuk memberikan putusan

    mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat

    buruh dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase

    yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

    Penyelesaian melalui arbiter harus berdasarkan kesepakatan para pihak yang

    berselisih yang dituangkan dalam Perjanjian Arbitrase. Perjanjian tersebut

    memuat antara lain pokok-pokok perselisihan yang diserahkan pada arbiter,

    jumlah arbiter dan pernyataan para pihak untuk tunduk dan menjalankan

    keputusan arbiter.

    Pihak-pihak dapat menunjuk arbiter tunggal atau beberapa arbiter dalam jumlah

    gasal sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang. Arbiter yang ditunjuk haruslah arbiter

    yang telah ditetapkan oleh Menteri dan wilayah kerjanya meliputi seluruh negara

    Republik Indonesia.

    e. Gugatan pengadilan hubungan industrial

    Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di

    lingkungan Pengadilan negeri yang berwenang memeriksa,mengadili dan

    memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.

    Untuk pertama kali dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada setiap

    Pengadilan Hubungan Industrial pada setiap Pengadilan Negeri di setiap ibukota

    Propinsi yang daerah hukumnya meliputi Propinsi yang bersangkutan.

  • 18

    DAFTAR PUSTAKA

    Ugo. Pujiyo. 2011. Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan

    Hubungan Industrial. Jakarta: Sinar Grafika

    http://www.joasduma.com/2011/02/perselisihan-hak-perselisihan-

    hubungan.html

    http://raypratama.blogspot.com/2012/02/jenis-perselisihan-hubungan-

    industrial.html

    https://fkispsibekasi.wordpress.com/2011/06/27/penjelasan-uu-no-

    22004-tentang-perselisihan-hubungan-industrial/