jawaba
DESCRIPTION
jwbnTRANSCRIPT
1. Pencegahan Demam Tifoid
Berikut beberapa petunjuk untuk mencegah penyebaran demam tifoid:
Cuci tangan.
Cuci tangan dengan teratur meruapakan cara terbaik untuk mengendalikan demam
tifoid atau penyakit infeksi lainnya. Cuci tangan anda dengan air (diutamakan air
mengalir) dan sabun terutama sebelum makan atau mempersiapkan makanan atau
setelah menggunakan toilet. Bawalah pembersih tangan berbasis alkohol jika tidak
tersedia air.
Hindari minum air yang tidak dimasak.
Air minum yang terkontaminasi merupakan masalah pada daerah endemik tifoid.
Untuk itu, minumlah air dalam botol atau kaleng. Seka seluruh bagian luar botol atau
kaleng sebelum anda membukanya. Minum tanpa menambahkan es di dalamnya.
Gunakan air minum kemasan untuk menyikat gigi dan usahakan tidak menelan air di
pancuran kamar mandi.
Tidak perlu menghindari buah dan sayuran mentah.
Buah dan sayuran mentah mengandung vitamin C yang lebih banyak daripada yang
telah dimasak, namun untuk menyantapnya, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
Untuk menghindari makanan mentah yang tercemar, cucilah buah dan sayuran tersebut
dengan air yang mengalir. Perhatikan apakah buah dan sayuran tersebut masih segar
atau tidak. Buah dan sayuran mentah yang tidak segar sebaiknya tidak disajikan.
Apabila tidak mungkin mendapatkan air untuk mencuci, pilihlah buah yang dapat
dikupas.
Pilih makanan yang masih panas.
Hindari makanan yang telah disimpan lama dan disajikan pada suhu ruang. Yang
terbaik adalah makanan yang masih panas. Pemanasan sampai suhu 57°C beberapa
menit dan secara merata dapat membunuh kuman Salmonella typhi. Walaupun tidak
ada jaminan makanan yang disajikan di restoran itu aman, hindari membeli makanan
dari penjual di jalanan yang lebih mungkin terkontaminasi.
Jika anda adalah pasien demam tifoid atau baru saja sembuh dari demam tifoid, berikut
beberapa tips agar anda tidak menginfeksi orang lain:
Sering cuci tangan.
Ini adalah cara penting yang dapat anda lakukan untuk menghindari penyebaran
infeksi ke orang lain. Gunakan air (diutamakan air mengalir) dan sabun, kemudian
gosoklah tangan selama minimal 30 detik, terutama sebelum makan dan setelah
menggunakan toilet.
Bersihkan alat rumah tangga secara teratur.
Bersihkan toilet, pegangan pintu, telepon, dan keran air setidaknya sekali sehari.
Hindari memegang makanan.
Hindari menyiapkan makanan untuk orang lain sampai dokter berkata bahwa anda
tidak menularkan lagi. Jika anda bekerja di industri makanan atau fasilitas kesehatan,
anda tidak boleh kembali bekerja sampai hasil tes memperlihatkan anda tidak lagi
menyebarkan bakteri Salmonella.
Gunakan barang pribadi yang terpisah.
Sediakan handuk, seprai, dan peralatan lainnya untuk anda sendiri dan cuci dengan
menggunakan air dan sabun.
Pencegahan dengan menggunakan vaksinasi
Di banyak negara berkembang, tujuan kesehatan masyarakat dengan mencegah dan
mengendalikan demam tifoid dengan air minum yang aman, perbaikan sanitasi, dan
perawatan medis yang cukup, mungkin sulit untuk dicapai. Untuk alasan itu, beberapa ahli
percaya bahwa vaksinasi terhadap populasi berisiko tinggi merupakan cara terbaik untuk
mengendalikan demam tifoid.1
Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yakni:
Vaksin oral Ty 21a (kuman yang dilemahkan)
Vaksin yang mengandung Salmonella typhi galur Ty 21a. Diberikan per oral tiga kali
dengan interval pemberian selang sehari. Vaksin ini dikontraindikasikan pada wanita
hamil, menyusui, penderita imunokompromais, sedang demam, sedang minum antibiotik,
dan anak kecil 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur diatas 2 tahun. Lama
proteksi dilaporkan 6 tahun.
Vaksin parenteral sel utuh (TAB vaccine)
Vaksin ini mengandung sel utuh Salmonella typhi yang dimatikan yang mengandung
kurang lebih 1 milyar kuman setiap mililiternya. Dosis untuk dewasa 0,5 mL; anak 6-12
tahun 0,25 mL; dan anak 1-5 tahun 0,1 mL yang diberikan 2 dosis dengan interval 4
minggu. Cara pemberian melalui suntikan subkutan. Efek samping yang dilaporkan
adalah demam, nyeri kepala, lesu, dan bengkak dengan nyeri pada tempat suntikan.
Vaksin ini di kontraindikasikan pada keadaan demam, hamil, dan riwayat demam pada
pemberian pertama. Vaksin ini sudah tidak beredar lagi, mengingat efek samping yang
ditimbulkan dan lama perlindungan yang pendek.
Vaksin polisakarida
Vaksin yang mengandung polisakarida Vi dari bakteri Salmonella. Mempunyai daya
proteksi 60-70 persen pada orang dewasa dan anak di atas 5 tahun selama 3 tahun.
Vaksin ini tersedia dalam alat suntik 0,5 mL yang berisi 25 mikrogram antigen Vi dalam
buffer fenol isotonik. Vaksin diberikan secara intramuskular dan diperlukan pengulangan
(booster) setiap 3 tahun. Vaksin ini dikontraindikasikan pada keadaan hipersensitif,
hamil, menyusui, sedang demam, dan anak kecil 2 tahun.
2. Siklus Demam Tifoid
Yang termasuk gejala khas Demam tifoid adalah sebagai berikut:
a. Minggu PertamaSetelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama
dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ᄎ c hingga 40ᄎ c, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Episteksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami distensi.
b. Minggu KeduaJika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang
biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami
delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.
c. Minggu Ketiga Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika
terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.
d. Minggu KeempatMerupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai
adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.Relaps. Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikia juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah,kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek.Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.
3. Bradikardia Relatif
Relative bradycardia has been reported as a feature of a number of infectious diseases, particularly those caused by intracellular gramnegative organisms. This pulse-temperature dissociation has been associated with typhoid fever, Legionnaire’s disease, babesiosis, Q fever, infection with Rickettsia sp., malaria, leptospirosis, pneumonia caused by Chlamydia sp., and viral infections such as dengue fever, yellow fever, and viral hemorrhagic fevers. Neither the microbial and/or host factors responsible for a relatively slow pulse response to infection nor the clinical significance of relative bradycardia are known. The noninfectious causes of relative bradycardia are beta- blocker use, CNS lesions, malignant lymphoma, factitious fever and drug- related fever
Seperti telah disebutkan dalam buku-buku teks seperti Harrison , demam tifoid disebabkan oleh bakteri salmonella typhi yang dikenal sebagai . Organisme ini adalah gram negatif dan motil .Yang paling penting bakteri menghasilkan endotoksin kuat bertanggung jawab atas manifestations.the endotoksin klinis menghasilkan myocarditis sebagai feature.when klinis otot jantung meradang oleh toksin , sel autorythmic tidak bisa lepas inflammation.because SA node dan struktur terkait lainnya menentukan laju jantung , penyebab relatif bradikardia adalah peradangan miokardium dengan sel autorythmic
4. Komplikasi Tifoid
ensefalopati tifoid
Tifoid ensefalopati diperkirakan terjadi pada minggu ketiga penyakit. Meskipun
sekarang jarang bagi individu untuk tetap tidak diobati selama jangka waktu tersebut.
Dalam sebuah penelitian, rata-rata durasi demam tidak berbeda secara signifikan
antara pasien dengan atau tanpa ensefalopati. Temuan ini konsisten dengan laporan
sebelumnya dari Indonesia yang menunjukkan bahwa pasien dengan ensefalopati
didapati setelah 7-9 hari dari gejala. Namun, ini hanya pada pasien dengan biakan-
positif.
Ensefalopati tifoid diduga terjadi karena endotoksin dari Salmonella Thypii.
Endotoxin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler akan mengakibatkan
timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler, respirasi, dan
gangguan organ lainnya. Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak
jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi
penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini
menstimulasi makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus halus dan kelenjar limfe
mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat- zat lain.5
kolesistitis
Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermitten” ke dalam lumen usus.
Kandung empedu terserang karena kuman hidup dan masuk ke dalam kandung
empedu sehingga menyebabkan kolesistitis. Pada anak jarang terjadi, bila terjadi
umumnya pada akhir minggu kedua dengan gejala dan tanda klinis yang tidak khas,
bila terjadi kolesistitis maka penderita cenderung untuk menjadi seorang karier.
Perforasi usus dan peritonitis
Sebagian besar pasien demam tifoid yang sampai perforasi terjadi dalam 2 minggu
pertama penyakit. Hal ini disebabkan, karena pasien dengan perforasi memiliki
patogenesis penyakit yang lebih fulminan. Mekanisme perforasi usus pada demam
tifoid adalah hiperplasia dan nekrosis plak Peyeri dari terminal ileum. Agregat
limfoid plak Peyeri memperpanjang dari lamina propria ke submukosa, sehingga
dengan adanya hiperplasia dari epitel luminal ke serosa dijembatani oleh jaringan
limfoid. Selama demam tifoid, S. Typhi ditemukan dalam fagosit mononuklear plak
Peyeri, dan dalam kasus dengan perforasi usus, kedua jaringan ini dan jaringan
sekitarnya menunjukkan daerah-daerah hemoragik, paling sering pada minggu
ketiga dari penyakit. Kerusakan jaringan di plak Peyeri terjadi, sehingga ulserasi,
perdarahan, nekrosis, dan, dalam kasus yang ekstrim, sampai perforasi. Proses
menuju kerusakan jaringan mungkin multifaktorial, melibatkan kedua faktor bakteri
dan respon inflamasi dari pasien
Perforasi usus terjadi pada sekitar 3% pasien yang dirawat. Perforasi ini dapat
terjadi karena proses patologi jaringan limfoid plak peyeri dapat berkembang
hingga ke lapisan otot, hingga ke serosa usus.7 Perforasi ini menyebabkan iritasi
dan peradangan pada rongga abdomen yang sering kita kenal dengan istilah
peritonitis.
5. Test Widal
Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis demam typhoid adalah dengan metode konvensional, yaitu kultur kuman dan uji serologi Widal serta metode nonkonvensional, yaitu Polimerase Chain Reaction (PCR), Enzyme Immunoassay Dot (EID) dan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Diagnosis definitif demam typhoid adalah dengan isolasi Salmonella enterica serotype typhi dari darah, urin atau cairan tubuh lainnya. Hal ini sering tidak mungkin dilakukan di negara berkembang karena fasilitas bakteriologik yang tidak memadai pada banyak rumah sakit kecil, sedangkan demam typhoid merupakan penyakit endemis di negara tersebut. Dengan keadaan seperti
ini, diagnosis harus ditegakkan dengan menghubungkan gejala klinis yang sesuai dengan demam typhoid dan adanya titer antibodi yang meningkat secara bermakna dalam darah terhadap antigen O atau antigen H Salmonella enterica serotype typhi (tes Widal). Test ini dilakukan padahari ke 5